BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengantar Tinjauan ini dibagi menjadi lima bagian: a. Kajian mengenai teori kreativitas yang mencakup teori kreativitas secara keseluruhan, pengembangan kreativitas pada anak, pengembangangan kreativitas usia dewasa, tahap proses pemikiran kreatif, dan segala hal yang berhubungan dengan kreatif dan kreativitas secara psikologis. b. Kajian mengenai teori-teori pembelajaran desain c. Kajian mengenai teori pengajaran desain interior d. Kajian mengenai teori psikologi arsitektur yang berhubungan dengan penelitian. e. Kajian mengenai hasil-hasil penelitian terhadap aspek-aspek dalam ruang yang dapat menstimulasi indra (sehingga dapat merangsang otak dan pikiran untuk bekerja secara lebih kreatif) 2.1 KREATIVITAS 2.1.1Konsep Kreativitas Kreativitas adalah alat utama untuk mengembangkan inovasi. Kreativitas berasal dari kata Inggris : To create→ creative→ creativity To create1 dalam Bahasa Indonesia berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang berbeda (bentuk, susunan, gayanya) dengan yang biasa dikenal orang banyak. Kreativitas adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta. Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18 seiring dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu gelombang peradaban yang muncul bersamaan dengan Abad Pencerahan dan dilatarbelakangi masa Renaissans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat dibuat lebih “mandiri” dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah konsep tentang kreativitas diterapkan untuk pertama kalinya pada manusia. 1 Cre-ate:1. to cause to come into existence; bring into being; make; originate; esp.,to make or design (something requiring art, skill, invention, etc.) 2. to bring about; give rise to; cause (new industries vreate new jobs). 3. to invest with new rank, function, etc. 4. to be the first to portray (a particular role in play) (Webster’s New World Dictionary, 1988: 325) 30 Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi sepenuhnya, berpikiran demokratis, dan sebagainya. Menurut Maslow (1968) aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat, atau terpendam dalam proses pembudayaan. Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Clark Moustakis (1967), psikolog humanistik lain yang terkemuka, menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. Hal ini sudah dibuktikan dengan beberapa penelitian bahwa aktualisasi diri dan kreativitas saling berkaitan dan berkorelasi. Maslow membedakan antara ’kreativitas aktualisasi diri’ dan ’kreativitas talenta khusus’. Orang-orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang lainnya. Orang-orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri yang baik, tetapi mungkin juga tidak. Sejarah cukup banyak menunjukkan adanya orangorang yang unggul kreatif, tetapi neurotis, seperti Vincent Van Gogh, Edgar Allan Poe, dan mungkin juga Beethoven dan Mozart. Sedangkan orang-orang kreatif yang mampu mengaktualisasikan diri adalah sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan cenderung menghadapi semua aspek kehidupannya secara fleksibel dan kreatif. Tetapi belum tentu mereka memiliki talenta kreatif yang menonjol dalam salah satu bidang khusus, misalnya seni atau sains. Implikasi dari pembedaan antara kreativitas aktualisasi diri dan kreativitas talenta khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri-ciri afektif dari kreativitas- ciri-ciri kepribadian , sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif. Kreativitas adalah suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia. Hidup kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri 31 secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru, mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan. Banyak program kreativitas yang berhasil bertujuan a) meningkatkan kesadaran kreativitas, b) memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru, c) mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif, d) melatih kemampuan kreatif secara umum. Program seperti ini membantu siswa memahami kreativitas dan menggunakan pendekatan yang kreatif terhadap masalahmasalah pribadi, akademis, dan profesional. Saat ini kreativitas telah menjadi sebuah studi yang dikembangkan dalam disiplin ilmu psikologi. Bagian dari ilmu psikologi yang memfokuskan diri pada pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan para pendukung dalam proses artistik (seniman, pengamat, kritikus) adalah psikologi seni. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas sebagai proses adalah kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkian solusi pada persoalan tertentu (Vecchio,1995). Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang bersifat imajinatif, tidak konvensional, estetis, fleksibel, integrasi informasi dan proses sejenis (Sprinthall dan Sprinthall, 1990), atau setiap tindakan, gagasan atau produk yang mengubah domain yang ada atau domain yang baru (Csikzentmihalyi,1996). Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, dari pada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas berkaitan dengan apa yang dikembangkan (Nunnally,1964). Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif (Woolfok,1993). Model kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas mempunyai komponen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berpikir kreatif menyangkut kemampuan melakukan operasi kognitif yang berbeda, yaitu fluency, flexibility, originally dan elaboration (Khatena, 1992). Selain itu beberapa penulis menunjukkan ciri kreatif, antara lain Csikzentmihalyi (1996), Vecchio (1995) dan Semiawan (1990). Sebagai teori, kreativitas ditemukan oleh Gowan yang membedakan antara kreativitas personal dan kreativitas kultural (Barbara Clark, 1983). Sedangkan teori Roweton, mengklasifikasi kreativitas menjadi 6 (enam) yaitu: Definitional, Behavioristic, Dispositional, Humanistic, Psychoanalytic dan operational (Khatena, 1992). Sedangkan kreativitas menurut Baron dan Donn (1989) 32 merupakan konsep terpadu yang terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting. Akhirnya Treffinger (1980) menyatakan bahwa kreativitas berkembang secara bertahap : fungsi divergen, proses pemikiran serta perasaan yang majemuk dan terlibat pada tantangan yang nyata. Karena kompleksitas dari konsep kreativitas seperti yang telah dijelaskan di atas, maka sepertinya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek, yang meskipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda. Rhodes (1961) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas dapat juga ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Rhodes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai ” Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif. 2.1.2 Pengertian kreativitas berdasarkan empat P menurut para pakar: a. Definisi pribadi Menurut Hullbeck (1945) ”Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi ini jelas menekankan segi pribadi. Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam ”three-facet model of creativity” oleh Sternberg (1988), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi. Secara bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif. Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan keputusan, dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum. Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan 33 caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang menulis, merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti pengarang, saintis, artis, arsitek atau desainer. Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi ciri-ciri seperti fleksibilitas, toleransi terhadap kedwiartian (keambiguan), dorongan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan resiko yang moderat. Sternberg dan Lubart (1992,1996) juga mengemukakan teori tentang investasi dalam kreativitas. Mereka mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif diperlukan investasi dalam kemampuan seseorang dan kekuatan dalam gagasan-gagasan baru dan berkualitas tinggi, dan untuk menjadi seseorang yang kreatif, seseorang tersebut harus dapat menjadi seperti investor yang baik, “ membeli dengan harga rendah dan menjual dengan harga tinggi”. Hal ini berarti bahwa orang yang kreatif harus memformulasikan gagasan-gagasan yang dikeluarkan agar gagasan-gagasan tersebut bersifat terbaru, mutakhir, tetapi juga berpotensi untuk diterima oleh masyarakat luas. Selain itu, definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Abraham Maslowseorang ahli psikologis- juga berfokus kepada definisi pribadi, kreativitas merupakan sebuah wujud nyata dari aktualisasi diri manusia. Di mana aktualisasi diri adalah kebutuhan yang memiliki tingkatan tertinggi dari lima kebutuhan manusia ( fisiologis, keamanan, cinta, rasa memiliki dan dihargai, dan aktualisasi diri). Ketika tingkat yang lebih rendah telah terpenuhi, motivasi untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi menjadi aktif. Pada prinsipnya, makin sulit untuk berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Sangat sedikit orang yang benar-benar mencapai tingkat aktualisasi diri, bagi sebagian lain merupakan proses seumur hidup. Lalu ketika kita telah merasa butuh aktualisasi diri itu artinya kita telah menjadi manusia. b. Definisi proses Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang kreativitas yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu: ...the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements, something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these deficiencies; 3) evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results. 34 Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil. Definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Primadi Tabrani dalam bukunya “ Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar” juga berfokus pada definisi proses. Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani-dosen yang mengajar di FSRD-ITB, Universitas Trisakti, dan Universitas Pasundan- mengatakan bahwa kreativitas adalah salah satu kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain, hingga sebagai keseluruhan dapat mengintegrasikan stimuli-luar (yang melandanya dari luar sekarang) dengan stimuli dalam (yang telah dimiliki sebelumnya-memori) hingga tercipta suatu kebulatan baru. Kreativitas merupakan salah satu dari tiga kemampuan utama yang dimiliki oleh manusia, yaitu: kemampuan fisik, kemampuan kreatif, dan kemampuan rasio. Kemampuan kreatif tidak dapat berdiri sendiri, tetapi bekerja sama dengan kemampuan fisik dan perasaan, kemampuan rasio dan imajinasi. Kreativitas adalah kelebihan manusia dari binatang dan mesin atau komputer. Kreativitas bukan hanya milik anak, genius, penemu, atau seniman. Setiap manusia memiliki kreativitas seperti juga setiap manusia memiliki kemampuan rasio dan fisik, hanya berbeda mutu dan perimbangannya. Jika kemampuan rasio dan fisik sudah mundur, dapat kita tingkatkan. Tetapi tidak demikian dengan kemampuan kreatif. Kemampuan kreatif jika telah mundur, akan sulit meningkatkannya kembali. Kehilangan kreativitas akan menurunkan kualitas intuisi (intuisi terdapat pada ujung/ puncak limas citra manusia) hingga manusia menjadi seperti robot, kehilangan rasio akan menurunkan kualitas intuisi hingga manusia menjadi pelamun yang tak pernah mampu memasuki dunia realita, sedangkan kehilangan fisik berarti manusianya mati. Kreativitas berbeda dengan konsep IQ, bakat, dan skill. IQ lebih merupakan ukuran tingkat rasio seseorang dan bukan tingkat kecerdasan seseorang. Bakat menunjukkan spesialisasi atau keahlian yang cocok bagi seseorang. Sedangkan skill merupakan bagian dari kemampuan fisik (keterampilan motorik) yang berhubungan dengan bakat. c. Definisi produk Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinalitas seperti definisi dari Barron (1969) yang menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962) yang menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk membuat kombinasi35 kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Unsur-unsurnya bisa saja sudah ada lama sebelumnya. Contoh: kursi dan roda sudah ada selama berabad-abad, tetapi gagasan pertama untuk menggabung kursi dan roda menjadi kursi roda merupakan gagasan yang kreatif. Definisi Haefele menekankan pula bahwa suatu produk kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai bermakna. Rogers (dalam Vernon, 1982) mengemukakan kriteria untuk produk kreatif, adalah: 1. Produk itu harus nyata (observable) 2. Produk itu harus baru 3. Produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Selain itu terdapat definisi kretivitas menurut Robert W. Olson yang juga berfokus kepada definisi produk. Menurut Robert W. Olson, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Sedangkan oleh segelintir orang kreativitas dianggap sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru atau wawasan yang segar. Menurut Robert W.Olson, dari semua makhluk yang ada di dunia hanya manusia yang dikaruniai akal untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih berbudaya, merencanakan kehidupannya dan melahirkan gagasan kreatif. Dan dengan akal tersebut manusia memiliki kemampuan self-determination, menentukan pilihannya sendiri dengan pertimbangan tanggung-jawab. Sedangkan hambatan yang seringkali dihadapi untuk menjadi kreatif adalah: kebiasaan, keterbatasan waktu dan energi, ketidakmampuan mengenali masalah, takut gagal, kritik orang lain, puas diri, tidak berpendirian dan kesulitan memusatkan konsentrasi. Pengertian kreativitas yang juga berfokus pada produk kreatif adalah definisi kreativitas menurut Howard Gardner (1998) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, menciptakan sesuatu yang berbeda (baru dan unik) dari orang lain pada umumnya. Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk menemukan masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang lain dan juga mampu untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Sedangkan pengertian kreativitas menurut Tony Buzan (di dalam bukunya ”Buku Pintar Mind Map”) -pengarang buku terlaris tentang How to Mind Map, Mind Map for Kids, Mind Map at Work dan juga merupakan konsultan bagi perusahaan-perusahaan multinasional (di antaranya adalah Microsoft, Boeing, HSBC, dll), pemerintahan, bidang 36 pendidikan, dll- bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir dengan cara baru-menjadi orisinal. Pemikiran kreatif termasuk: 1. Kefasihan. Adalah seberapa cepat dan sebarapa mudah seseorang dalam melepaskan ide-ide baru yang kreatif. 2. Fleksibilitas. Adalah kemampuan seseorang melihat sesuatu dari sudut pandang lain, mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang yang berlawanan, mengambil konsepkonsep lama dan mengaturnya kembali dalam cara baru, dan membalikkan ide-ide yang sudah ada. Hal ini juga termasuk kemampuan seseorang menggunakan semua indra dalam menciptakan ide-ide baru. 3. Orisinalitas. Orisinalitas merupakan inti dari semua pemikiran kreatif, dan mewakili kemampuan seseorang menghasilkan ide-ide yang unik, tidak biasa, “eksentrik” (yang secara harfiah berarti “menjauh dari pusat”). Meskipun banyak orang menganggap orang seperti ini sebagai “tidak terkendali”, sebenarnya yang benar justru sebaliknya. Karena orisinalitas seringkali merupakan hasil dari sejumlah besar energi intelektual yang diarahkan, dan pada umumnya menunjukkan kemampuan konsentrasi tinggi. Demikian pula pengertian kreativitas menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam bukunya “Creativity”, Flow and The Psychology of Discovery and Invention” yang berfokus pada definisi produk bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang membuat perubahan pada bidang/ sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat perubahan bentuk pada bidang/ sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru. d. Definisi lingkungan pendorong (press) Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas menekankan faktor ”press” atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (dalam Vernon, 1982) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai ” the initiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence of thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai 37 imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru. Masyarakatlah yang menentukan apa dan siapa yang dapat disebut kreatif. Di dalam sejarah banyak contoh seniman yang dalam zamannya tidak dihargai sebagai kreatif, bahkan ada yang dianggap sebagai berbahaya. Mozart dan Van Gogh meninggal dalam keadaan miskin. Seperti juga di dalam bidang-bidang keilmuan lainnya, pemberian atribut kreativitas merupakan proses sosial, yang seperti halnya dengan seni, bisa relatif, keliru, atau bahkan menjadi terbalik dengan perubahan jaman. Yang dulu bermakna menjadi tidak dihargai lagi, atau yang dulu tidak mendapat penghargaan, sekarang disanjung-sanjung. 2.1.3 Penjelasan Umum Tentang Kreativitas Kreativitas merupakan proses perubahan genetik yang merupakan hasil dari evolusi biologis, di mana terdapat variasi acak pada sel-sel kromosom manusia, di bawah ambang sadar manusia. Perubahan ini menyebabkan perbedaan karakteristik pada seorang anak, dan jika ciri atau sifat ini mengalami kemajuan atau perkembangan daripada apa yang telah ada sebelumnya maka hal itu akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk dapat diteruskan kepada keturunan dari anak tersebut nantinya. Tetapi hampir semua perkembangan ciri atau sifat yang terjadi tidak berkembang lebih jauh dan hal ini kemudian menghilang pada generasi-generasi berikutnya. Tetapi meskipun begitu, hal ini tetap merupakan hal yang berharga untuk evolusi biologis. Kreativitas lebih mudah untuk ditingkatkan dengan cara melakukan perubahan pada lingkungan dibandingkan dengan membuat seseorang untuk berpikir lebih kreatif. Kreativitas tidak dapat muncul begitu saja seperti sebuah cahaya di kegelapan, tetapi muncul melalui bertahun-tahun kerja keras. Perbedaan antar manusia seperti perbedaan bahasa, ekspresi artistik, pemahaman tentang ilmu pengetahuan, teknologi adalah nilai-nilai individual yang didapat melalui pembelajaran. Dan tanpa kreativitas, susunan genetik manusia akan sama dengan simpanse. Kreativitas meliputi jangkauan yang luas karena terdiri dari banyak kesatuan-kesatuan yang berbeda-beda. Karena itu kreativitas lalu dibedakan dalam tiga fenomena yang berbeda: 1. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang mengekspresikan gagasan/ ide yang tidak biasa, yang tertarik dan terstimulasi pada sesuatu, dan seseorang yang terlihat luar 38 biasa cemerlang, seperti misalnya seseorang yang memiliki banyak minat dan juga kecepatan dalam berpikir. Orang seperti ini bisa saja disebut kreatif. Tetapi jika mereka telah menyumbangkan sesuatu yang berarti dan bersifat permanen, maka orang-orang ini lebih tepat disebut brilian daripada disebut kreatif. 2. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang berpengalaman dalam menciptakan sesuatu yang baru dan asli lahir dari pemikirannya sendiri (original). Nilai-nilai “kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan kreativitas. Orang-orang seperti ini memiliki persepsi yang baru, memiliki pendapat yang berwawasan, seseorang yang memiliki kemungkinan untuk melakukan penemuan penting. Orang-orang ini dapat disebut sebagai kreatif secara pribadi. Melalui serangkaian penelitian, Morgan (1953) menyatakan bahwa faktor universal bagi kreativitas adalah kebaruan (novelty), dan kebaruan membutuhkan keaslian (originality). Arasteh2 membuat peryataan mengenai kreativitas: “…creativity is a vision and actualization of that vision. This vision is a unit; it is complete and pregnant. Just as night gives birth to day, the seed to a plant, an ovum to a child, so too creative vision gives birth indefinitely and its actualization produces scientific, artistic or religious forms” Sternberg dan Lubert (1995) menyatakan bahwa kebaruan harus dilengkapi dengan kelayakan (appropriateness) apakah aktivitas tersebut dapat dianggap kreatif. Kebaruan dapat merupakan perpaduan dari dua atau lebih benda atau pemikiran. Sebagai contoh: Damien Hirst adalah seorang seniman kontroversial yang memotongmotong binatang, namun banyak orang tidak menganggapnya kreatif meskipun ia menampilkan sesuatu yang baru dan orisinal. Banyak orang tidak mengenali faktor kelayakan dalam karyanya dan menganggapnya tidak bermanfaat serta gagal. 3. Kreativitas menunjuk pada individual seperti Leonardo, Edison, Picasso, atau Einstein, yang melakukan perubahan pada kebudayaan manusia dalam aspek-aspek yang penting. Mereka adalah orang-orang yang kreatif tanpa batasan tertentu. Banyak yang tertukar antara kreativitas dengan talenta atau bakat. Talenta berbeda dengan kreativitas dalam hal kemampuan mengerjakan sesuatu dengan sangat baik yang merupakan bawaan sejak lahir. Ada kemungkinan bahwa orang berbakat dipengaruhi secara genetik untuk menunjukkan kemampuan yang tidak dimiliki setiap orang dalam satu atau lebih lingkup (seni). Misalnya anak yang dilahirkan dengan bakat musik 2 Arasteh, A.R. & Arasteh, J.D. Creativity in Human Development, John Wiley & Sons, New York, 1976, hlm.140 39 mungkin memiliki kemampuan sempurna atau nyaris sempurna untuk membedakan nada. Atau anak yang lahir dengan bakat seni rupa mungkin memiliki kelebihan dalam imajinasi, kemampuan untuk mengingat adegan visual dalam setiap detil, dan lain-lain. Anak-anak yang sadar bahwa mereka memiliki bakat mungkin memberi reaksi dengan membangun struktur kepribadian yang kuat, mandiri, dan bermotivasi tinggi. Bisa dikatakan bahwa Michael Jordan adalah seorang atlet yang berbakat, atau Mozart adalah musisi yang berbakat, tanpa menyebut bahwa mereka juga kreatif. Terdapat contoh yang dilakukan Profesor Csikszentmihalyi bahwa banyak orang yang memiliki bakat dalam matematika atau musik tetapi sebagian besar dapat dikatakan kreatif tanpa memperlihatkan bakat yang luar biasa. Tetapi bakat juga merupakan sesuatu yang bersifat relatif, sehingga untuk membandingkan orang yang “rata-rata” dengan orang yang kreatif adalah bakat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa bakat dan kreativitas meskipun memiliki pengertian yang berbeda tetapi merupakan suatu kesatuan karena keberadaannya saling melengkapi. Di dalam definisi USOE tentang keberbakatan dikatakan bahwa anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/ atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. lalu muncul beberapa implikasi dari definisi ini bagi identifikasi dan pengembangan anak berbakat yaitu: 1. Bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul. Hal ini berarti bahwa anak berbakat yang ”underachiever” (yaitu yang belum berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul) juga diidentifikasi sebagai anak berbakat. 2. Tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan UU No.2 Pasal 24 Ayat (1). Konsepsi lain tentang keberbakatan yang digunakan dalam identifikasi siswa berbakat di Indonesia adalah ”Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan-kawan (1981) yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan adalah keterkaitan antara: 40 - Kemampuan umum di atas rata-rata. - Kreativitas. - Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) cukup tinggi. Riset tentang individu kreatif/ produktif menunjukkan secara konsisten bahwa orangorang yang mendapat pengakuan karena prestasi dan kontribusi mereka yang unik memiliki tiga hal tersebut di atas yaitu: kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas. Yang penting diperhatikan adalah bahwa memiliki salah satu kelompok ciri-ciri, misalnya intelegensi yang tinggi, belum mencerminkan keberbakatan. Setiap poin dalam ketiga kelompok ciri-ciri itu sama-sama menentukan keberbakatan. Berikut ini akan dibahas masing-masing cluster ciri-ciri tersebut: a. Kemampuan di Atas Rata-Rata (Intelegensi) Salah satu kesalahan dalam identifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes prestasi belajar yang menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Bahkan Terman (1959) yang dalam penelitiannya terhadap anak berbakat hanya menggunakan kriteria inteligen, dalam tulisan-tulisannya kemudian mengakui bahwa intelegensi tinggi tidak sinonim dengan keberbakatan. Wallach (1976) pun menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/ produktif. b. Kreativitas Kelompok ciri kedua yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. c. Pengikatan Diri Terhadap Tugas Kelompok ciri ketiga yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah pengikatan diri terhadap tugas sebagai bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami bermacam-macam rintangan atau hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena ia telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri (merupakan motivasi intrinsik). 41 Gambar 2.1: Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan Sumber: Prof. Dr. Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. (Jakarta: PT. Rineka Cipta), hlm. 26. Perbedaan antara konsep ”berbakat” antara definisi USOE dengan konsepsi Renzulli (1981) adalah dalam hal motivasi- task commitment (pengikatan diri terhadap tugas) sebagai ciri afektif yang penting pada orang berbakat. Hal lain yang sering tertukar dengan kreativitas adalah jenius. Hal ini berbeda tetapi saling melengkapi. Mungkin kita berpikir bahwa orang yang jenius adalah seseorang yang brilian dan juga kreatif dalam waktu bersamaan. Tetapi tentu saja seseorang dapat merubah kebudayaan dalam aspek yang penting tanpa harus menjadi jenius. Tetapi meskipun begitu, hubungan antara intelegensi dengan kreativitas amat erat hubungannya, karena kreativitas dipengaruhi oleh intelegensi. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Utami Munandar (1977) bahwa berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi). Kreativitas dapat diamati melalui tiga komponen utama: 1. Daerah (domain). Domain yang terdiri dari sejumlah peraturan simbolis dan prosedur. Matematika adalah bidang (domain) seperti halnya aljabar, teori angka, dan lain-lain. Domain adalah sekumpulan yang biasanya kita sebut sebagai budaya atau pengetahuan simbolis yang merupakan bagian dari masyarakat yang khusus, atau bagian dari kehidupan manusia keseluruhan. 42 2. Bidang (field). Bidang (field) yang termasuk semua individual yang berlaku sebagai penjaga pintu dari domain. Ini adalah pekerjaan mereka untuk memutuskan gagasangagasan baru atau produk yang akan dimasukkan ke dalam domain. Dalam seni visual, bidang (field) terdiri dari guru-guru seni, kurator museum, kolektor benda seni, kritikus, yayasan administrasi dan agen pemerintahan yang semuanya berhubungan dengan budaya dalam masyarakat. Ini adalah bidang yang menyeleksi karya-karya seni apa yang pantas untuk diterima, dilindungi, dipertahankan, dan diingat. Teori yang mendukung gagasan Profesor Csikszentmihalyi ini adalah teori Skinner tentang seniman. Ia berpendapat bahwa kreasi artistik adalah suatu perilaku yang bisa dilihat (bukan seperti teori Freud yang mengatakan bahwa kreasi artistik adalah kekuatan bawah sadar), dan merupakan penguatan dari lingkungan. 3. Manusia individual. Kreativitas terjadi ketika seseorang dengan menggunakan simbol-simbol yang ditetapkan di dalam domain (seperti desain, musik, teknik, bisnis, matematika, dan lain-lain) memiliki sebuah gagasan baru atau melihat sebuah pola baru dan ketika kebaruan ini terpilih oleh bidang (field) untuk masuk ke dalam domain yang relevan. Generasi yang berikutnya akan menghadapi kebaruan yang telah ada dan jika mereka kreatif mereka akan melakukan perubahan lebih jauh terhadap kebaruan yang telah ada tersebut. Adakalanya kreativitas memunculkan domain yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, seperti Galileo yang memulai eksperimen tentang fisika/ ilmu alam atau Freud yang memulai psikoanalisis di luar domain yang telah ada yaitu neuropatologi. Tetapi jika Galileo atau Freud tidak dapat mengumpulkan pengikut-pengikut mereka yang juga mendukung gagasan mereka, maka gagasan mereka tidak akan mendapat banyak pengaruh atau tidak berpengaruh sama sekali. Menurut Sternberg dan Lubart (1992), ilmu pengetahuan adalah salah satu dari enam sumber yang dibutuhkan oleh kreativitas. Lima hal lain yang menjadi sumber kreativitas adalah: kecerdasan, cara berpikir (misalnya: menerima tantangan, menggunakan cara berpikir makro daripada mikro dalam melihat suatu masalah), karakteristik seseorang (contoh: berani mengambil resiko dan berniat untuk mengatasi rintangan), motivasi, dan lingkungan yang mendukung. Keegan (1996) juga mendukung peryataan Sternberg dan Lubart bahwa ilmu pengetahuan adalah amat penting. Ia mengilustrasikan hal ini dengan karya Charles Darwin yang mempelajari sekumpulan ilmu pengetahuan tentang sejarah tentang alam 43 sebelum ia mengajukan teorinya kepada dunia. Keegan juga menemukan bahwa motivasi (dalam hal ini tujuan) adalah hal yang sangat penting untuk usaha menuju kreatif, ditambah dengan pengaruh dari keterlibatan emosi-kecintaan seseorang terhadap apa yang dia kerjakan. 2.1.4 Pembentukan Kreativitas Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kreativitas adalah proses perubahan genetik yang merupakan evolusi biologis dan terjadi di bawah ambang sadar manusia. Selain itu dikatakan bahwa tanpa kreativitas susunan genetik manusia akan sama dengan simpanse. Hal ini berati bahwa setiap manusia memiliki kemampuan kreatif dan pada setiap orang kemampuan kreatif itu memiliki perimbangan yang berbeda-beda. Kita sering melihat bahwa terdapat perbedaan antara orang-orang kebanyakan dengan orang-orang yang memiliki kreativitas menonjol. Sepertinya orang-orang kebanyakan ini tidak memiliki kreativitas jika dibandingkan dengan orang-orang yang menonjol dalam bidangnya masing-masing tersebut. Padahal hal ini sama sekali salah. Pada orang-orang kebanyakan, kemampuan kreatif yang mereka miliki tidak digali, dilatih, dikembangkan dan dipelihara. Kesadaran dan ketertarikan mereka pada suatu bidang tertentu tidak diasah juga tidak ditumbuhkan rasa keingintahuan mereka akan sesuatu. Bagi orangorang seperti ini, kehidupan benar-benar berjalan secara datar dan hambar. Lain halnya yang terjadi dengan orang-orang yang terlihat menonjol di bidangnya (baik seniman, ilmuwan, dan bidang-bidang profesi lainnya). Kemampuan kreatif yang mereka miliki digali bahkan kadang terjadi secara tidak sengaja pada saat mereka kanakkanak atau bahkan dewasa. Mulai munculnya kemampuan kreatif ini adalah ketika seseorang memiliki ketertarikan akan sesuatu. Dengan rasa tertarik itu akan muncul keingintahuan tentang hal tersebut. Rasa ingin tahu ini terus dipelihara sehingga semakin mereka mendalami bidang tersebut mereka akan lebih baik dan semakin baik lagi dalam bidang yang mereka geluti tersebut. Karena mereka semakin lama semakin baik dalam bidangnya maka mereka akan semakin menikmati dalam mengerjakan apa yang mereka lakukan dan akhirnya mereka menjadi menonjol dan sukses dalam bidangnya tersebut. Hal ini akan membuat kita melihat mereka sebagai orang yang kreatif. Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa kreativitas yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia (terjadi di bawah ambang sadar manusia) tidak dapat begitu saja muncul ke permukaan dan membuat orang tersebut secara instan menjadi hebat dan 44 menonjol di bidangnya. Pembentukan kreativitas membutuhkan proses yang panjang dan usaha yang keras. 2.1.4.1 Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif Terdapat teori yang tentang pembentukan pribadi kreatif, yaitu teori psikoanalisis dan teori humanistik: a. Teori Psikoanalisis Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat. 1. Teori Freud Menurut beberapa pakar psikologi kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan. Sigmund Freud (1856- 1939) adalah tokoh utama yang menganut pandangan ini. 2. Teori Kris Teori Kris menjelaskan bahwa jika seseorang mampu untuk ”regress” ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Teori ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita tidak pernah seperti anak lagi. Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dengan masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk ”regress in the service of the ego”. 3. Teori Jung 45 Carl Jung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. b. Teori Humanistik Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama. 1. Teori Maslow Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori humanistik, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu, kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi berkembang sebagai proses pematangan. Hirarki kebutuhan menurut Maslow: Jenis Kebutuhan Tingkat Kebutuhan 1. Kebutuhan faal yang diperlukan untuk Deficiency Rendah mempertahankan hidup seperti air, makanan, minuman, udara, zat asam. 2. Kebutuhan keamanan. Sebagai manusia, kita Deficiency perlu merasa bebas dari ancaman terhadap hidup kita, seperti kebutuhan akan keakraban, keteraturan, dan mempunyai rumah tempat tinggal. 3. Kebutuhan akan belonging dan cinta. Semua Deficiency orang ingin merasakan bahwa mereka tergolong pada sesuatu dan bahwa paling tidak satu orang mencintai/ menyayanginya. 46 4. Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri. Deficiency Kita perlu merasa bahwa kita berharga dan mampu, dan bahwa masyarakat menghargai sumbangan kita terhadapnya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan Being pengembangan dan perwujudan potensi kita sepenuhnya, termasuk imajinasi dan kreativitas. 6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan untuk memberi Being Tinggi sumbangan bermakna untuk kemanusiaan. Hasrat untuk memahami dunia sekeliling kita dan tujuan hidup. Kebutuhan ini berada pada tingkat sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mengalaminya (misalnya Albert Einstein). Tabel 2.1 Hirarki kebutuhan menurut Maslow. Urutan dari hirarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan pertama disebut kebutuhan ”deficiency” karena mungkin dapat dipuaskan sampai tidak dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita dapat makan sepuasnya sehingga kebutuhan itu terpenuhi. Dua kebutuhan pada tingkat tertinggi (aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan ”being”, karena jika dipupuk kebutuhan itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya keberadaan kita. Contohnya, belajar memahami dan menghargai desain meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak tentang desain. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas. 2. Teori Rogers Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah: 47 a. keterbukaan terhadap pengalaman b. kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation) c. Kemampuan untuk bereksperimen, untuk ”bermain” dengan konsepkonsep. Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatan psikologisnya sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga merupakan dorongan dari dalam untuk berkreasi (internal press). Kedua aliran teori di atas (aliran psikoanalisis dan teori humanistik) amat berbeda dalam penjelasan pribadi kreatif. Keduanya mempunyai maknanya tersendiri. Penekanan teori psikoanalisis pada alam pikiran tidak sadar dan timbulnya kreativitas sebagai kompensasi dari masa anak yang sulit dapat menjelaskan kehidupan banyak tokoh-tokoh yang produktif. Sedangkan teori humanistik lebih menekankan pada kesehatan psikologis yang memungkinkan seseorang mengatasi masalah kehidupan. Aliran humanistik melihat kreativitas sebagai lebih sadar, kognitif, dan intensional daripada teori psikoanalisis. Konsep humanistik adalah bahwa kreativitas dilahirkan karena dorongan utnuk mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tertinggi dalam hidup dan bukan sebagai pertahanan terhadap neurosis. 2.1.4.2.Ciri Pribadi Kreatif Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Mereka pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Edison dikatakan bahwa dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih 48 dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ” Genius is 1% inspiration and 99% perspiration”. Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif, demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikkan misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajaki kota atau tempat baru. Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan. Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukkan perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang dapat mereka amati di dalam masyarakat. Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius. Misalnya kecenderungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra keenam atau kejadian mistik. Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater. Individual yang kreatif memiliki energi fisik yang hebat, tetapi mereka terkadang pendiam. Mereka dapat bekerja dalam waktu yang lama, dengan konsentrasi yang mengagumkan dan penuh antusias. Tetapi mereka juga banyak beristirahat. Ritme aktivitasnya tidak ditentukan oleh waktu atau tanggal, dan lainlain, tetapi ditentukan oleh mereka sendiri dan melalui percobaan dan kegagalan untuk mencapai tujuan mereka. Dan salah satu manifestasi dari energi fisik mereka adalah seksualitas. 49 Individual kreatif cenderung cerdas, dan juga naif dalam waktu yang bersamaan. Seseorang yang IQ nya tinggi, belum tentu kreatif. Tetapi untuk menjadi kreatif, dibutuhkan kecerdasan. Tetapi seberapa cerdas mereka, itu juga masih sebuah pertanyaan. Selain itu, individual kreatif merupakan kombinasi antara kejenakaan dan disiplin, tanggung jawab dan ketidaktanggungjawaban. Ciri kreatif lainnya adalah bahwa individual kreatif memiliki fantasi dan imajinasi di satu sisi, dan di sisi lain adalah kenyataan. Albert Einstein mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan seni adalah bentuk paling hebat dalam membuat manusia melarikan diri dari kenyataan karena ilmu pengetahuan dan seni dapat membuat manusia berimajinasi. Dan karena imajinasi ini maka individual kreatif dapat menciptakan suatu kebaruan. Individual kreatif juga memiliki kecenderungan antara sikap peduli pada sekitar dan sikap tidak peduli pada sekitar (extrovert dan introvert secara bersamaan). Individual kreatif rendah hati dan sombong di waktu yang bersamaan. Kadang-kadang dari luar mungkin terlihat sombong dan arogan, tetapi hal itu untuk menutupi rasa malu yang ada di dalam dirinya. Dalam semua kebudayaan, pria tumbuh menjadi bersifat “maskulin”, bersikap acuh tak acuh, sedangkan wanita bersifat “feminin” dan bersikap peduli. Tetapi berdasarkan hasil tes kemaskulinan/ kefeminiman, menunjukkan bahwa gadis yang kreatif dan berbakat lebih dominan dan bersifat keras, sedangkan anak lelaki yang kreatif dan berbakat lebih sensitif dan kurang agresif dibandingkan dengan lelaki sebayanya. Secara umum, individual yang kreatif berpikir lebih cenderung memberontak dan bebas. Orang-orang biasa umumnya seperti bermain dalam “area aman”, sedangkan individual kreatif bermain di “area yang belum terbayangkan sebelumnya” sehingga mereka dapat membuat inovasi dan terobosan terbaru. Hampir semua orangorang kreatif sangat bergairah terhadap pekerjaan mereka, dan mereka dapat menjadi sangat objektif tentang itu. Gairah ini penting untuk menjadikan pekerjaan tetap menarik bagi mereka, dan sikap yang objektif dibutuhkan agar pekerjaan dapat berjalan dengan sangat baik dan memiliki kredibilitas. Dan terakhir, individual yang kreatif seringkali memperlihatkan sikap yang terbuka dan sensitif. Rasa sensitif yang besar ini menjadikan mereka seringkali sakit hati karena merasa terabaikan atau menyebabkan kegelisahan. 50 Ada juga karakteristik dari siswa kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat membuat pengajar menjadi pusing. Anak yang kreatif bisa juga bersifat tidak kooperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan. Penelitian pertama tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan tahun 1977 oleh Prof. Dr. Utami Munandar dengan membandingkan pendapat tiga kelompok, yaitu kelompok psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yan digunakan adalah adaptasi dari Torrance yaitu Ideal Pupil Checklist yang terdiri atas 60 ciri melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif. Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut: berani dalam pendirian/ keyakinan, keingintahuan, mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan pekerjaannya, intuituf, ulet, tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukkan bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas. Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut: 1. Imajinatif 2. Mempunyai prakarsa 3. Mempunyai minat luas 4. Mandiri dalam berpikir 5. Keingintahuan yang besar 6. Senang berpetualang 7. Penuh energi 8. Percaya diri 9. Bersedia mengambil resiko 10. Berani dalam pendirian dan keyakinan 51 Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan oleh guru: 1. Penuh energi 2. Mempunyai prakarsa 3. Percaya diri 4. Sopan 5. Rajin 6. Melaksanakan pekerjaan pada waktunya 7. Sehat 8. Berani dalam berpendapat 9. Mempunyai ingatan baik 10. Ulet Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi yang kreatif menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada siswa. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana iklim pendidikan di Indonesia menunjang pengembangan kreativitas peserta didik. 2.1.4.3. Hubungan Antara Kreativitas dengan Usia Banyak kontroversi tentang hubungan antara usia dan kreativitas. Ketika topik ini untuk pertama kalinya dipelajari, ditemukan bahwa kreativitas mencapai puncaknya dalam tiga dekade awal dalam kehidupan (misalnya 0-30 an tahun), dan kurang dari 10 persen kontribusi yang hebat berasal dari individu-individu yang berusia lebih dari 60 tahun. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kontribusi tetap mengalir lancar meskipun pada usia antara 30-60 tahun, tetapi berbeda halnya dengan bidang seni. Terdapat perbedaan yang menurun dalam hal kontribusi dalam bidang seni setelah usia 60 tahun. Tetapi produktivitas mereka tetap tidak mengalami penurunan dalam kedua bidang tersebut, dan semakin meningkat saat bertambahnya usia. Tetapi hal ini menjadi perdebatan karena ternyata terdapat orang-orang yang justru memberikan karya terbaiknya saat mereka berusia tua. Contohnya adalah Linus Pauling yang pada usia 91 tahun mengatakan bahwa ia telah menerbitkan dua kali lebih banyak makalah pada saat usianya antara 70 sampai 90 tahun dibandingkan saat periode 20 tahun masa awal karirnya. 52 Penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas yang dihasilkan semakin meningkat dan bertahan seiring berjalannya waktu, dan banyak dari karya-karya yang luar biasa dari seseorang dilakukan ketika tahun-tahun belakangan karirnya. Contohnya: Giuseppe Verdi menulis Falstaff ketika ia berusia 80 tahun, dan opera tersebut termasuk karyanya yang paling sukses dari semua yang pernah ia tulis sebelumnya; Benjamin Franklin menemukan lensa bifokal ketika ia berusia 78 tahun, Frank Llyod Wright menyelesaikan karyanya yaitu Museum Guggenheim yang merupakan salah satu karya masterpieces-nya pada saat ia berusia 91 tahun, dan Michelangelo melukis fresko di kapel Pauline di Vatikan saat berusia 89 tahun. Jadi, meskipun banyak hal dalam hidup akan mencapai puncaknya pada usia 20-an tahun, tetapi kemampuan untuk kreatif dan memberikan kontribusi yang berarti pada suatu bidang memiliki kemungkinan untuk meningkat di tahun-tahun belakangan. Individual kreatif yang menjadi responden dari penelitian mengatakan bahwa mereka tidak merasakan sebuah perbedaan saat mereka berusia 50 dan 70 tahun, atau 60 dan 80 tahun. Mereka merasakan bahwa kemampuan mereka untuk berkarya tidak mengalami hambatan, tujuan mereka akan selalu sama seperti saat-saat awal mereka memulai semua itu berpuluh-puluh tahun yang lalu, dan kuantitas juga kualitas mereka hanya berubah sedkit dari tahun-tahun sebelumnya. Meskipun kesehatan dan juga keadaan fisik mereka yang semakin mengalami keterbatasan karena usia, tetapi mereka tetap memiliki kekuatan kreatif di balik segala keterbatasan yang timbul karena usia tersebut. Hal yang mengejutkan justru muncul karena berdasarkan penelitian, jumlah jawaban yang positif dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jawaban yang negatif tentang tahun-tahun belakangan individu-individu kreatif yang usianya sudah tua. Dari penelitian tersebut maka dapat dibuat kesimpulan bahwa kreativitas tidak menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Justru mungkin saja karya-karya terbaik dihasilkan bahkan pada saat seseorang beranjak tua karena ternyata kematangan kreativitas tidak terjadi pada usia-usia tertentu, tetapi terus berkembang sejalan dengan cara seseorang memelihara dan mengembangkan kemampuan kreatifnya. Karena penelitian tersebut, maka kreativitas tidak hanya menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan seperti yang disebutkan dalam teori psikoanalisis, tetapi 53 kreativitas adalah suatu kemampuan sadar yang dapat diasah, dipelihara, dan dikembangkan seperti yang disebutkan dalam teori humanistik. 2.1.4.4. Kekuatan Ego (Ego Strength)3 Dalam pandangan umum, para jenius terbesar di bidang seni adalah orang yang secara emosional tidak stabil, bahkan mungkin sedikit “gila”. Orang-orang berpikir tentang Van Gogh, yang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di rumah sakit jiwa, atau Dostoevsky, yang menjadi korban serangan epilepsi yang datang tiba-tiba. Tetapi pandangan seperti ini hanya memiliki sedikit kebanaran karena kenyataannya dalam banyak penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-an di Institute for Personality Assesment and Research di Berkeley, menunjukkan hal yang bertentangan. Menurut penelitian ini, seniman yang paling kreatif umumnya tidak menderita neurosis (gangguan jiwa) atau kegelisahan. Sebaliknya, mereka memiliki ego yang sangat kuat dan tingkat kemandirian yang tinggi. Donald MacKinnon dari Universitas California melakukan sejumlah penelitian yang ditujukan terutama kepada profesi arsitek (1961, 1962, 1965). Objek penelitiannya terbagi dalam tiga kelompok: para arsitek yang dinominasikan oleh profesor arsitektur sebagai yang paling kreatif di bidangnya, para arsitek yang dipilih karena ia bekerja sama dengan salah seorang arsitek kreatif tersebut sedikitnya dua tahun, dan para arsitek yang dipilih secara acak dari daftar anggota (directory of architects). Kepada ketiga kelompok tersebut diajukan sejumlah tes kepribadian berupa daftar kepribadian atau tipologi yang harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”. Daftar kepribadian tersebut menunjukkan bahwa setiap kelompok menunjukkan kumpulan sifat yang berbeda. Arsitek dengan kreativitas tinggi memperlihatkan keinginan yang kuat, percaya diri, kemampuan untuk memimpin, dan individualistis (self-centered). Sebagai contoh, dibandingkan dengan kelompok lainnya mereka lebih menyetujui pernyataan seperti, “Saya pikir saya akan menikmati memiliki kekuasaan terhadap orang lain”, atau, “Saya memiliki bakat alami untuk mempengaruhi orang.” Mereka tidak peduli dengan kesan yang ditimbulkannya pada orang lain. 3 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm. 23-26. 54 Kebalikannya, para arsitek yang biasa, menunjukkan dominasi dan kemandirian yang sangat kurang. Ciri-ciri kepribadian yang mereka tunjukkan jauh lebih mudah diterima dan konvensional, seperti kerja sama, rasa hormat, sosialisasi, tanggung jawab, dan pengendalian diri (self control). Sebagai contoh, mereka lebih suka untuk setuju dengan pernyataan: “Saya tidak pernah mencoba sesuatu yang berbahaya hanya untuk merasakan ketegangan” (ukuran untuk tanggung jawab), tetapi tidak setuju dengan,”Orangtua saya tidak pernah sungguh-sungguh memahami saya” (ukuran untuk sosialisasi). Mereka yang berada di kelompok antara, yang tidak sangat kreatif namun pernah bekerja beberapa waktu bersama dengan para arsitek kreatif, meraih nilai kepribadian menengah dibandingkan dua kelompok lainnya. Mereka menunjukkan rasa percaya diri dan dominasi yang agak kurang dibandingkan arsitek kreatif, tetapi tetap lebih dibandingkan kelompok yang biasa. Mereka menunjukkan konflik tertinggi dalam konflik emosi. Sebagai contoh: mereka menunjukkan hasrat untuk mengontrol sekaligus dikontrol, dan hasrat untuk mandiri sekaligus keinginan untuk dilibatkan dalam kegiatan yang lainnya. Dan mereka menunjukkan tingkat kecemasan tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Meskipun mereka tidak dikatakan neurotik (terganggu jiwanya), mereka lebih menampakkan kecenderungan tersebut, seperti konflik dan kecemasan, dibandingkan arsitek kreatif atau yang biasa-biasa saja. Tipologi kepribadian seperti di atas sesuai dengan teori kreativitas Otto Rank (1945). Hal pokok dari pemilahan Rank tentang kepribadian kreatif dan tidak kreatif adalah konsep tentang keinginan dan rasa bersalah (will and guilty). Anak-anak pertama-tama menghayati keinginan orangtuanya. Selanjutnya timbul keinginannya sendiri atau keinginan tandingan (counterwill) mulai timbul, dan hal ini sering bertentangan dengan keinginan orangtua. Konflik tertentu menakibatkan rasa bersalah dan dipecahkan dalam satu dari tiga cara, yang menentukan karakternya di masa depan. Solusi pertama bagi anak tersebut adalah dengan benar-benar menyesuaikan keinginannya dengan keinginan orangtua. Sekali anak menyatukan keinginannya dengan keinginan orangtua maka tidak ada lagi konflik dan tidak ada lagi rasa bersalah. Anak-anak yang mengambil solusi seperti itu akan menjadi orang dewasa yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Beberapa mengalami konflik kecil dan juga tidak benar-benar kreatif. Inilah ciri orang dewasa yang umum. 55 Bila anak menolak menyesuaikan keinginannya dengan orangtuanya, dua kemungkinan terbuka baginya. Mereka dapat separo menolak keinginan orangtuanya. Karena pemberontakannya hanya sebagian, mereka tidak sepenuhnya mencapai kemandirian serta meninggalkan perasaan bersalah dan rendah diri. Orang seperti ini, meskipun penuh konflik dan menderita gangguan emosi, tetapi lebih kreatif daripada orang yang benar-benar menyesuaikan diri, tepatnya karena memiliki beberapa pencapaian ukuran kemandirian. Kemungkinan kedua bagi anak yang menolak untuk menyesuaikan diri adalah melibatkan pendirian yang penuh kemandirian. Orang yang menegakkan gagasan-gagasan kemandirian dan keinginannya sendiri mencapai tingkat perkembangan tertinggi. Inilah orang yang kreatif, seniman, orang yang berkeinginan kuat. Dengan otonomi dan kekuatan egonya, arsitek kreatif sesuai dengan deskripsi Rank tentang orang kreatif. Kepribadian para arsitek tersebut menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan antara otonomi dan kreativitas. Riwayat hidup dari arsitek kreatif memberikan dukungan lebih jauh bagi pandangan Rank. Para arsitek kreatif melaporkan bahwa orangtua mereka memperlihatkan penghargaan yang luar biasa pada mereka di usia dini, menghadiahi mereka dengan kebebasan yang tak biasa dan mengharapkan agar mereka mandiri. Kemandirian ini didukung oleh kurangnya kedekatan yang kuat antara orangtua dan anak. Penelitian di atas bisa disimpulkan bahwa orang yang kreatif adalah mereka yang ambisius dan memiliki keinginan yang kuat, mandiri, dan tidak konvensional. 2.1.4.5. Cara Berpikir yang Tidak Biasa (Atypical Thinking)4 Seni, menurut anggapan umum, terutama merupakan aktivitas emosional. Proses kreasi lebih melibatkan perasaan daripada pemikiran; seniman tidak berpikir, mereka hanya merasakan. Kepercayaan umum bahwa seni terutama lebih bersifat emosional daripada aktivitas rasional didukung oleh pandangan Freudian tentang seniman yang didominasi oleh dorongan naluri di balik kontrol rasionalnya. Akan tetapi berkat pengaruh para pemikir seperti Nelson Goodman (1968), Susanne Langer (1942), dan Rudolf Arnheim (1962, 1969, 1972, 1974), muncul pandangan yang lebih rasional tentang seni. 4 Ibid, hlm.28-31. 56 Para psikolog mendefinisikan kreativitas sebagai suatu keterlibatan bentuk pemikiran khusus, dan telah melaksanakan sejumlah percobaan untuk mengungkapkan kerja orang kreatif. Salah satu percobaan dilakukan oleh Profesor Joy P.Guilford (1967) dari Universitas California Selatan. Dengan mengembangkan “Tes Kreativitas”, Guilford mencoba menunjukkan bahwa kreativitas bukanlah penyatuan keterampilan tetapi lebih merupakan sekumpulan komponen kemampuan yang berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut tidak mempunyai satu jawaban yang tepat. Sejumlah pertanyaan menuntut subjek untuk memberikan persamaan dari kata yang diberikan; untuk memberikan kata-kata yang diawali huruf tertentu; untuk menyebutkan berbagai kegunaan barang biasa, seperti misalnya batu bata; atau untuk membayangkan akibat-akibat dari peristiwa yang tak terbayangkan seperti misalnya kemungkinan yang terjadi bila semua orang menjadi tuli. Makin banyak jawaban yang diberikan, dan lebih bervariasi serta tidak biasa tanggapannya, makin tinggi skor yang dicapai. Istilah divergent thinking (pemikiran menyebar) digunakan untuk menerangkan proses berpikir dari mereka yang mencapai skor tinggi. Cara berpikir menyebar dicirikan oleh tiga komponen terpisah: fluency/ kelancaran/ kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan (diukur dari jumlah tanggapan yang dihasilkan); fleksibilitas/ kelenturan/ kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan (diukur dari keragaman tanggapan); dan orisinalitas/ keaslian/ kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli (diukur dari kebaruan tanggapan). Cara berpikir menyebar berlawanan dengan convergent thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang berorientasi ke arah pengetahuan, solusi yang benar. Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif. Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli. Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar dan kreativitas. Contoh: Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi MacKinnon (1961) menemukan tidak ada hubungan antara cara berpikir menyebar dan kreativitas pada 57 para arsitek, dan Jacob Getzels dan Profesor Csikszentmihalyi (1976) menemukan hubungan negatif antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang sebagai seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan kreativitas dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang digunakan untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha kreatif. Para peneliti pada Institute for Personality Assessment yang menemukan bahwa orang kreatif memberi tanggapan yang tidak biasa dalam tes asosiasi kata, menyimpulkan bahwa orang kreatif terutama pandai dalam merasakan hubungan baru. Sarnoff Mednick (1962) melakukan pengujian yang disebut “Remote Associates Test” di mana subjek menerima sejumlah kata dari kategori yang berbeda, seperti rat, blue, dan cottage, dan diminta untuk memikirkan sesuatu yang menghubungkan ketiganya, seperti cheese. Orang yang ukuran lain dinilai kreatif mendapat nilai lebih tinggi dalam tes ini daripada orang yang dinilai tidak kreatif. Mereka bereaksi dengan cepat, menghasilkan lebih banyak hubungan (asosiasi), dan hubungan tersebut lebih beragam dan tidak biasa. Penemuan ini mendukung pandangan bahwa inti kreativitas melibatkan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang tidak biasa. Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian, berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus mampu menyejajarkan dan menggabungkan elemen-elemen yang biasanya dianggap sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang kreatif berbeda dari orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan suatu kesamaan pada saat orang biasa hanya melihat perbedaan. Penemuan bahwa orang-orang kreatif berpikir dengan cara yang tidak biasa tidak berarti bahwa mereka “lebih cerdas” dibandingkan orang-orang biasa. Tetapi walaupun kreativitas mungkin hadir tanpa kecerdasan tinggi, tingkat kecerdasan tertentu mungkin dibutuhkan bila seseorang ingin memperoleh pengakuan dalam dunia seni yang penuh persaingan. 2.1.4.6. Penemuan Masalah (Discovering Problems)5 5 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm.32-34 58 Sebagian besar ukuran tradisional untuk kreativitas, sebagaimana halna kecerdasan, menilai kemampuan individu untuk memecahkan masalah. Tetapi, walaupun pemecahan masalah penting dalam bidang seni, keahlian yang terkait pun lebih utama; kemampuan untuk menemukan masalah. Mungkin seniman yang paling kreatif tidak sekadar cakap dalam menyelesaikan masalah tetapi juga mampu menemukan masalah-masalah yang menantang. Dengan asumsi ini maka Getzel dan Csikszentmihalyi berhipotesis bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang selalu mencari stimulus atau rangsang untuk mencapai kesempurnaan, dan menurut mereka orang seperti inilah yang termotivasi untuk mencari dan menemukan masalah untuk diselesaikan. Untuk membuktikan hipotesis ini, keduanya mengadakan percobaan terhadap sekelompok siswa sekolah seni. Para siswa diberi sekumpulan benda dan diminta untuk memilih beberapa di antaranya, kemudian menyusunnya sesuai dengan keinginan masing-masing dan hasilnya digunakan sebagai model untuk gambar still life. Yang diamati dalam percobaan ini adalah mana yang lebih banyak keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, terutama tingkat eksplorasi penyusunan objek-objek yang mereka miliki dan pengembangan saat menggambar ketika model dipindahkan ke atas kertas. Hasil gambar akan dinilai berdasarkan tiga komponen penilaian, yaitu: faktor kemampuan teknik, faktor keaslian atau orisinalitas, dan faktor estetisnya. Hasilnya, ternyata yang berhasil membuat karya paling orisinal dan bernilai estetis paling tinggi adalah mereka yang terus mengeksplorasi penyusunan benda sampai menemukan sebuah masalah desain yang menarik dan menantang bagi mereka. Mereka yang hasil karyanya tidak terlalu orisinal dan estetis adalah mereka yang lebih pasif, hanya sekadar menerima persoalan apa adanya dan tidak dieksplorasi lagi, serta tidak berusaha untuk menemukan pemecahan lain yang memungkinkan. Mereka hanya menyusun benda dengan ukuran atau cara konvensional yang sudah ada (simetris atau asimetris). Satu hal yang menarik dari hasil percobaan ini adalah tidak diketemukannya hubungan antara kemauan untuk terus mencari sesuatu yang baru (menemukan masalah) dengan kemampuan teknis yang minim. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari percobaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang seniman tidak hanya termotivasi oleh keinginan untuk 59 memecahkan sebuah masalah, tetapi juga seringkali didorong oleh keinginan untuk menemukan masalah baru untuk dipecahkan. Kesimpulan Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah : (1) memiliki daya imajinasi yang kuat, (2) memiliki banyak inisiatif, (3) memiliki energi besar, (4) orientasi jangka panjang, (5) memiliki sikap tegas, (6) memiliki minat luas, (7) mempunyai sifat ingin tahu, (8) berani mengambil resiko, (9) berani berpendapat, dan (10) memiliki rasa percaya diri. 2.1.5. Mengembangkan Kreativitas Sejarah menunjukkan bahwa gagasan kreatif adalah hasil usaha yang gigih dan peningkatan yang mantap. Meskipun untuk menjadi kreatif diperlukan kecerdasan, tetapi kreativitas tidak memerlukan intelegensi yang besar (jenius). Terdapat riset yang menunjukkan bahwa orang yang paling kreatif dalam profesi apa pun tidak lebih pintar dibandingkan koleganya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya tahu bagaimana cara mendapatkan gagasan, memilih gagasan yang baik, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan ini mungkin mengesankan dan mengejutkan kolega mereka, tetapi tidak bagi pekerja yang kreatif karena mereka tahu bahwa itu adalah hasil dari imajinasi yang terfokus, kerja giat, dan peningkatan yang mantap. Keuntungan yang terdapat dalam indera manusia tidak terlalu berpengaruh di dalam kreativitas yang terjadi. Contohnya: Beethoven mengalami ketulian ketika dia menggubah karya-karyanya yang terbaik dan terkenal. Tetapi meskipun begitu, keuntungan yang didapat dari indera manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan akan ketertarikan pada suatu domain yang menjadi syarat penting bagi kreativitas. Tanpa kecukupan akan keingintahuan, pengaruh, dan ketertarikan akan sesuatu yang mereka suka dan mereka kerjakan, maka akan sulit untuk membuat suatu masalah 60 menjadi menarik. Perhatian yang dilakukan terus menerus terhadap sesuatu adalah suatu keuntungan yang amat besar dalam menciptakan suatu kebaruan atau penemuan baru. Tanpa ada ketertarikan terhadap sesuatu maka kreativitas akan sulit berkembang apalagi untuk menekan individual menjadi lebih kreatif. Seseorang akan selalu membutuhkan akses kepada domain. Memang hal ini juga berkaitan dengan keberuntungan seseorang dalam hal keluarga yang mendukung, sekolah yang berkualitas baik, mentor, pengajar. Semua hal ini merupakan faktor pendukung yang amat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Mereka yang dapat memberikan kepada anak-anak mereka lingkungan yang penuh dengan buku-buku menarik, percakapan yang dapat menstimulasi, pendidikan yang baik dan berkualitas, pengajar, pendidik, koneksi yang baik, dan banyak lagi, maka akan dapat mengembangkan anak-anak mereka dengan lebih baik. Seseorang juga membutuhkan akses kepada bidang (field). Akses kepada bidang ini juga sama pentingnya dengan akses kepada domain. Beberapa orang, dengan amat disayangkan, berpendidikan tetapi mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang lain selama masa-masa perkembangan karir mereka. Seseorang yang tidak dikenal dan tidak disadari keberadaannya maka akan sangat sulit mendapat kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang akan dilihat sebagai hal yang kreatif. Seperti seseorang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mendapat informasi terbaru, kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan jika dia mengerjakan sesuatu penemuan yang baru, maka kebaruan ini akan diabaikan atau dianggap tidak ada. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga seni, berada di universitas yang tepat menjadi sangat penting. Seperti misalnya pelukis yang berada di New York akan mendapatkan kesempatan menjadi seseorang yang dianggap kreatif karena di New York terdapat banyak galeri-galeri yang terkenal dan juga tempat di mana para kolektor bendabenda seni berada. Hal ini menjadi suatu keuntungan dan faktor yang sangat penting bagi pelukis tersebut untuk diakui dan diingat oleh masyarakat. Lain halnya jika pelukis tersebut berada di kota-kota kecil lain yang tidak memiliki potensi untuk seni. Pelukis tersebut akan tidak diakui, dilupakan, dan lain-lain kecuali jika dia telah mendapat pengakuan dari New York sebagai salah satu pusat seni yang diakui masyarakat. 61 2.1.5.1. Kreativitas Anak dan Perkembangannya6 Ketika seorang anak dengan bangga memperlihatkan gambar yang dibuatnya setiap ada waktu senggang, apakah kita dapat menduga bahwa anak ini kreatif? Seorang anak yang cerdas, dengan keingintahuannya yang besar, dan dia selalu mengambil resiko (padahal kita tidak mengharapkannya demikian), akan terlihat dengan jelas motivasi dan emosionalnya. Tetapi hal ini belum cukup untuk disebut kreatif karena kreatif membutuhkan sumber yang amat penting yaitu ilmu pengetahuan. Keegan (1996) mengatakan bahwa anak-anak tentu saja memiliki kemampuan untuk menerima sekumpulan ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan hal ini: seorang anak dapat memberitahu kita tidak hanya nama-nama dari dinosaurus-dinosaurus yang berbeda, tetapi juga dalam periode kapan mereka hidup, penyebab kepunahan mereka, dan di mana kawah akibat meteorit terbentuk. Di sisi lain, Albert (1996) dan Runco (1996) mengatakan bahwa tidak hanya ilmu pengetahuan dari subjek saja yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat menilai dan mengevaluasi kekuatan kreatif anak tersebut. Runco menambahkan hal ini karena anak-anak seringkali tidak dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi. Mereka tidak dapat menjadi benar-benar kreatif sampai mereka mencapai tahap pra-remaja. Menurut Russ (1996), meskipun anak-anak tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan atau teknik, tetapi mereka dapat memiliki gagasan-gagasan yang baru dan baik dalam hal menciptakan sesuatu yang baru yang sesuai dengan usia dan perkembangan mereka. Dan mereka seringkali menggunakan tindakan kreatif dan pemecahan masalah secara kreatif. Bermain terutama berfantasi, atau berperilaku berpura-pura, memberi kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) yang berperan penting di masa depan bagi mereka untuk menciptakan sesuatu yang hebat (Russ 1996). Vygotsky mengatakan bahwa bermain adalah fasilitas untuk kreativitas dan memperlihatkan kreativitas sebagai proses perkembangan:” Permainan anak bukan ingatan masa lalu yang sederhana, tetapi sebuah kreativitas yang dikombinasikan dengan pengaruh dan konstruksi bentuk dari realitas yang baru yang merupakan kebutuhan setiap anak”. 6 E. Mavis Hetherington & Ross D. Parke, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint, Mc.Graw-Hill Companies, New York, 2003. hlm. 454-455. 62 Mendukung Vygotsky, Russ mengatakan bahwa anak-anak yang bermain mengembangkan imajinasi kombinasi, kemampuan untuk mengkombinasikan elemenelemen dari pengalaman kepada situasi yang baru dengan tingkah laku yang juga baru, dan kemampuan ini adalah bagian dari kreativitas artistik dan ilmu pengetahuan. Tahap-tahap perkembangan kreativitas anak dalam bidang seni • Tahap awal menulis (saat tulisan masih berantakan). Sekitar usia 2-4 tahun. - Anak-anak merasa kagum dengan kemampuan mereka membuat coretan-coretan. Mereka hanya menyadari bahwa mereka dapat berinteraksi dan mempengaruhi lingkungannya. - Banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan kemampuan motorik. - Anak-anak memulai menggambar bulat, lalu kotak, dan bentuk-bentuk geometris lainnya. - Anak-anak mencoba untuk mereka ulang dunianya sendiri. Mereka mungkin akan menginginkan memberi nama pada bagian-bagian dalam gambar yang mereka buat. • Tahap pre-skematik. Sekitar usia 7 tahun. - Mencoba untuk menggambarkan manusia atau objek. Gambar mereka telah dapat dikenali bentuknya oleh orang dewasa yang melihatnya. - Anak-anak memperlihatkan keterpesonaan pada variasi warna. - Terdapat hubungan yang jelas antara objek-objek yang berlainan yang terdapat dalam gambarnya. - Perasaan diterima oleh guru dan teman-teman penting untuknya. - Mudah untuk merasa kecil hati dan kelelahan. - Anak-anak bersifat aktif, antusias dalam belajar, dan memusatkan segala sesuatu pada diri sendiri (self-centered). - Berimajinasi tinggi tetapi terfokus pada satu ide di satu waktu. - Mencari banyak jalan untuk dapat memperlihatkan ide mereka. • Tahap skematis. Sekitar usia 7-9 tahun. - Penggunaan simbol meningkat seperti salib untuk gereja, dan warna-warna gelap untuk menggambarkan malam hari. - Self-centered berkurang. 63 - Masih belum memiliki kesadaran yang jelas akan lingkungan mereka. - Koordinasi mata dan tangan serta motorik meningkat. - Perhatian akan sesuatu meningkat. - Kemampuan humor berkembang. - Anak-anak bermain secara terpisah oleh gender. - Karakteristik khusus akan terlihat pada objek atau orang yang digambar (misalnya ibunya mempunyai rambut ikal dan memakai kacamata, maka hal ini akan tampak pada gambarnya tentang ibunya). • Tahap realistis. Sekitar usia 9-12 tahun. - Mudah terpengaruh oleh kawan-kawan sebayanya. - Penggunaan simbol meningkat dan terdapat banyak detil dalam gambarnya. - Perbedaan individual berkembang. - Mengembangkan seperangkat nilai-nilai. - Ingin mengerjakan segala sesuatu dengan “benar”. • Tahap pseudo-naturalis. Sekitar usia 12-14 tahun. - Anak-anak menjadi sangat kritis terhadap karya yang mereka buat. - Ingin terlihat seperti “orang dewasa” - Periode puncak di mana perbadaan individual terlihat dalam banyak hal seperti fisik, mental, emosional, dan lingkungan sosial. - Seni menjadi mata pelajaran pilihan di sekolah. - Periode untuk mempertinggi kesadaran akan diri sendiri. Karena pada masa ini, anakanak membutuhkan penegasan dari teman-teman sebayanya di mana hal ini justru dapat membuat kemampuan kreatif mereka terhambat. Tetapi pada kenyataannya, sekolah formal cenderung untuk memfokuskan pendidikan umum, untuk melewati tes dan ujian, naik kelas, dan akhirnya anak tersebut sampai di universitas. Menurut Albert (1996), periode pertengahan masa kanak-kanak sampai masa pra-remaja ketika tanda-tanda kreativitas mulai menghilang karena anak-anak dikonsentrasikan dan dikontrol dalam hal kemampuan belajar. Kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) tidak populer di kelaskelas. 64 Russ (1996) mengatakan bahwa mengembangkan program yang dapat membantu anak-anak belajar bermain akan menjadi investasi yang bagus untuk masa depan yang kreatif bagi anak-anak kita. Ericsson dan Charness (1994) juga menemukan bahwa individual yang amat berbakat seringkali tidak disebut demikian ketika mereka berusia kanak-kanak, dan malahan seringkali digambarkan dengan individu yang paling ingin tahu, dan juga individu yang paling senang dan bahagia. Seperti yang telah dikatakan oleh Russ, memutuskan bagaimana untuk meningkatkan kreativitas, dan bagaimana untuk menghubungkan hal itu dengan kemampuan sosial dan nilai-nilai sosial, merupakan tujuan yang penting dalam masyarakat kita. Prof. Dr. Conny Semiawan (dalam seminar “ Kiat Menggali Potensi Anak: Kompromi Antara Ambisi Orangtua Vs Kapasitas Anak”) mengatakan bahwa cara guru mengajar dan mendidik siswanya dengan mengabaikan perkembangan imajinasi dan kreativitas anak justru telah membuat "gembok" dalam otak belahan kanan anakanak. Gembok itu harus segera dibuka sehingga perkembangan otak kanan anak Indonesia bisa seimbang dengan otak kirinya. Cara untuk membuka gembok itu antara lain dengan memberikan latihan kepada anak lewat kegiatan pengamatan, interpretasi, ramalan, dan eksperimen atau penerapan teori. Ia lalu memberi contoh sikap guru yang mengunci kreativitas dan imajinasi anak. Mereka memberi soal yang punya lebih dari satu jawaban, tetapi ketika siswa memberi jawaban tak sama dengan keinginan guru, jawaban itu dianggap salah. Padahal, fungsi belahan otak kanan adalah berpikir divergen yang menuntut lebih dari satu jawaban benar terhadap masalah multidimensial. Sementara belahan otak kiri lebih banyak merespons hal bersifat linear, logis dan teratur. Pola mengajar dan mendidik seperti itu harus berubah dengan lebih banyak mengajak anak mengamati untuk membuat perbandingan, interpretasi untuk menemukan maksud dan hubungannya, serta menyarankan kemungkinan alternatif penemuan jawaban serta kesimpulan. Kegiatan lain, ramalan untuk melatih penalaran dari pengamatan dan menyimpulan dari pengamatan dan interpretasi, sedangkan eksperimen untuk melatih perencanaan pengamatan dari penerapan teori sampai menguraikan kesimpulannya. Diingatkan pula agar orangtua tak menjejali anak dengan bermacam les atau memaksakan masuk kelas akselerasi sehingga mereka kehilangan masa bermainnya. 65 Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik): a. Motivasi untuk Kreativitas Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya (seperti teori humanistik Abraham Maslow) dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan ada pada setiap orang dan bersifat internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan. b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh. Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif. 1. Keamanan psikologis Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan: a. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan kepada anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku atau prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan kreativitas anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana keamanan. b. Mengusahakan suasana yag di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau setidaknya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam). Evaluasi selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa kebebasan. c. Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati). Mengenal dan ikut menghayati perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, 66 tindakan-tindakannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap menerimanya, hal ini betul-betul memberi rasa keamanan. Dalam keadaan seperti ini, ”real self” dimungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan lingkungannya. Inilah pada dasarnya yang disebut dengan memupuk kreativitas. 2. Kebebasan psikologis Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaanperasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada di dalam dirinya. 2.1.5.1.1. Teori Persimpangan Kreativitas (Creativity Intersection) Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan keterampilan kreatif anak, serta menyediakan sarana prasarana. Di samping perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu juga ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri. Keberhasilan kreatif adalah persimpangan antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin. Motivasi intrinsik seperti yang telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam, berbeda dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan. Motivasi intrinsik untuk menggambar, adalah misalnya: 1. Jika anak mempunya keinginan dan prakarsa sendiri melakukan suatu kegiatan. 2. Jika anak senang melakukan kegiatan itu tanpa disuruh. 3. Jika anak mengalami kepuasan dengan melakukan kegiatan itu, atau 4. Keuntungan materiil tidak menjadi alasan untuk menggambar 67 Motivasi ekstrinsik untuk menggambar, adalah misalnya: 1. Jika anak menggambar karena didorong atau disuruh orang tua dan guru. 2. Jika anak menginginkan penghargaan untuk karyanya. 3. Jika tanpa dorongan atau penghargaan, anak tidak senang melakukan kegiatan itu, atau 4. Jika anak menggambar terutama karena mencari keuntungan materiil atau finansial. 2.1.5.1.2. Karakteristik Keluarga yang Kreatif 1. Faktor Genetis Versus Lingkungan Terdapat penelitian psikologi yang dilakukan oleh Dacey pada tahun 1989 di Inggris yaitu dengan memilih beberapa keluarga. Dalam keluarga-keluarga dipilih karena salah seorang dari orang tua dinilai sangat kreatif, lebih dari separuh anak mereka juga di atas rata-rata dalam kreativitas. Pada keluarga yang dipilih karena sekolah menunjuk anak remajanya sebagai sangat kreatif, hanya sepertiga dari orang tua di atas rata-rata dalam prestasi kreatif. Meskipun hasil ini belum tuntas memecahkan masalah ”nature versus nuture”, namun jelas menunjukkan peranan faktor lingkungan seperti cara asuhan orang tua dan iklim keluarga. 2. Aturan Perilaku Orang tua dari remaja kreatif tidak banyak menentukan aturan perilaku dalam keluarga. Kelompok orang tua ini rata-rata hanya menentukan kurang dari satu aturan seperti jumlah jam belajar, waktu tidur, dan aturan untuk kegiatan lain. Kelompok keluarga yang tidak kreatif menerapkan rata-rata enam aturan perilaku. Namun, orang tua dari remaja kreatif tidak ”permissive” dalam cara asuhan. Mereka menentukan dan meneladankan (model) seperangkat nilai yang jelas dan mendorong anak-anak mereka untuk menentukan perilaku apa yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kebanyakan dari orang tua ini 68 tidak mengalami masakah dengan penerapan disiplin di dalam keluarga. 3. Humor Bercanda, berolok-olok, dan memperdayakan sebagai lelucon, biasa terjadi pada keluarga kreatif. Anggota keluarga sering saling memberikan nama atau julukan lucu, dan menggunakan kosakata yang hanya dapat dimengerti oleh mereka. Rasa humor menduduki peringkat yang jauh lebih tinggi daripada ciri seperti ’mempunyai IQ tinggi’. 4. Ciri-ciri Menonjol Lainnya Berentangan dengan pendapat streotipe, anak-anak kreatif melihat dirinya mudah bergaul dengan orang lain dan menilai tinggi ciri ini. Mereka memandang dirinya ’berbeda’ dan mengatakan mempunyai pikiran ini pada usia dini (biasanya sebelum usia 6 tahun). Kebanyakan melihat hal ini sebagai aset, sebagai sesuatu yang positif. Dalam penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua dari remaja kreatif setuju bahwa ciri-ciri seperti ’menonjol dalam ciri-ciri karakter seperti kejujuran dan dapat diandalkan’ paling tepat menggambarkan anakanak mereka, diikuti oleh ciri ’paling mampu melihat hal-hal dengan cara baru dan menemukan gagasan baru’. Orang tua memberi peringkat paling rendah terhadap ciri-ciri ’penampilan baik’ dan ’sehat’. Kebanyakan memberi nilai sedang terhadap ciri-ciri ’mencapai nilai tertinggi’ dan memiliki ’IQ tertinggi’. Keadaan internal seperti imajinasi dan kejujuran mendapat penghargaan jauh lebih tinggi daripada ciri-ciri seperti angka dan kesehatan. 5. Perumahan Kebanyakan dari keluarga kreatif menempati rumah yang jauh berbeda dengan rumah-rumah orang lain. Ada yang modern, ada yang berlokasi di dalam hutan, misalnya ada yang antik, ada yang perabotnya tidak konvensional. Rumah-rumah tersebut di dalamnya didekorasi dengan koleksi yang langka, seperti teko teh dari Turki. Atau di dalam salah 69 satu rumah, satu ruangan disediakan untuk 47 burung yang langka. Kebanyakan dari keluarga kreatif tersebut taraf sosial-ekonominya tergolong menengah atau menengah-tinggi. 6. Pengakuan dan Penguatan pada Usia Dini Orang tua dalm penelitian ini diminta menyatakan pada usia berapa mereka pertama kali menduga bahwa anak mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dan apa yang membuat mereka berpikir demikian. Kebanyakan melihat dengan memperhatikan tanda-tanda seperti pola pikiran khusus atau kemampuan memecahkan masalah yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Meskipun sedikit yang bermaksud memupuk ciri-ciri ini pada anak mereka, kebanyakan pernyataan bahwa mereka tergugah dan berusaha untuk mendorong kecenderungan ini. Biasanya mereka memberi banyak kesempatan (les, peralatan, kontak, situasi) yang mengembangkan ciri-ciri ini. Tanpa kecuali, mereka senang menemukan bahwa anak mereka menunjukkan tanda-tanda memiliki kreativitas tinggi. Kebanyakan anak mengatakan mereka merasakan mendapat dorongan kuat dari orang tua mereka. 7. Gaya Hidup Orang Tua Kebanyakan orang tua dari keluarga kreatif dapat menceritakan salah satu aspek dari kehidupan mereka yang tidak biasa. Misalnya: kebanyakan ibu mempunyai pekerjaan yang jarang dilakukan wanita seperti menjadi pengacara, ahli bedah, atau seniman, misalnya. Praktis semua orang tua mempunyai minat yang dikembangkan di samping pekerjaan mereka, dan kebanyakan dari minat ini luar biasa. Pada cukup banyak keluarga, anak mempunyai minat yang sama seperti orang tua. 8. Trauma Anak kreatif lebih banyak mengalami trauma daripada anak biasa; peristiwa yang menyebabkan kesedihan, kemarahan, atau keduanya, dan amat menganggu kehidupan anak. Orang tua dari remaja kreatif mengingat dua dari sembilan peristiwa traumatis yang dialami, 70 dibandingkan hanya satu sampai tiga pada keluarga yang tidak dianggap kreatif. 9. Dampak dari Sekolah Baik anak maupun orang tua dalam studi tersebut semua sepakat bahwa hanya sedikit sekolah yang mempunyai dampak terhadap pengembangan kreativitas anak. 10. Bekerja Keras Subjek dari studi tersebut setuju dengan ungkapan Thomas Edison, bahwa kreativitas itu “one part inspiration and 99 parts perspiration”. Kreativitas itu hanya sedikit sekali merupakan hasil ilham, tetapi jauh lebih banyak merupakan hasil kerja keras. Hampir tanpa kecuali mereka mengatakan bahwa mereka bekerja jauh lebih keras daripada teman sekolah mereka dan telah melakukan demikian sejak saat masuk sekolah. Hal ini juga berlaku untuk macam-macam pekerjaan dan jabatan, termasuk pekerjaan rumah dan tugas dalam keluarga. 11. Dominasi Lateral Beberapa teoretikus berpendapat bahwa kekidalan lebih banyak ditemukan pada pribadi-pribadi kreatif, karena merupakan petunjuk bahwa mereka lebih dikuasai oleh belahan otak kanan. Belahan otak kiri lebih dilihat sebagai bagian yang ‘logis’ sedangkan belahan otak kanan sebagai bagian yang ‘intuitif’. Meskipun situasinya tidak begitu sederhana, tetapi studi ini cukup mendukung teori tersebut. Pada populasi umum, 5-10 persen adalah kidal (left-handed). Dalam studi ini dari mereka yang nilai kreativitasnya rendah 8 persen kidal, sedangkan 20 persen dari mereka yang kreativitasnya dinilai tinggi adalah kidal. 12. Perbedaan Jenis Kelamin Meskipun dalam studi ini ayah mencapai skor lebih tinggi daripada ibu hampir dalam semua kategori, gender dari sampel remaja tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam nilai kreativitas. Hal ini 71 kemungkinan besar disebabkan oleh persepsi yang berubah mengenai peran gender wanita, yang lebih mendorong produktivitas perempuan daripada di masa lalu. Dalam studi Dacey yang dilakukan, kedua orang tua sepakat bahwa hampir dua kali banyaknya dari remaja kreatif mempunyai rasa identifikasi yang kuat dengan ibu mereka. Dari data wawancara tersebut, nyata bahwa remaja meniru keberhasilan ayah tetapi lebih mengandalkan pada ibu untuk mendapat dorongan. Yang menarik adalah pendapat Ikeda dari Jepang pada tahun 1979 bahwa ibu mempunyai peranan utama dalam pengembangan kreativitas keluarganya. Menurut Ikeda, kehidupan kreatif ibu secara alamiah akan tertanam dalam pikiran anak-anaknya, menjadi bagian yang hidup dari pemikiran mereka. 13. Jumlah Koleksi Makin tinggi kreativitas remaja, makin banyak jumlah koleksi mereka. Koleksi ini tidak biasa (lazim) pada umur mereka. Dari studi yang dilakukan Dacey di atas, terlihat perbedaan yang nyata yang ditemukan antara keluarga yang kreativitasnya tinggi dan rendah, cukup menjadi petunjuk kuat bahwa keluarga merupakan kekuatan yang penting, dan merupakan sumber pertama dan yang paling utama dalam pengembangan kemampuan kreatif anak. 2.1.5.1.3. Hubungan antara Latar Belakang Keluarga dan Kinerja Anak Pada tahun 1977, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta untuk melihat hubungan antara beberapa perubah lingkungan keluarga dan kinerja anak, termasuk intelegensi kreativitas dan prestasi belajar. Beberapa kesimpulan dari studi tersebut adalah: Pada umumnya tampak bahwa makin tinggi tingkat pendidikan orang tua, makin baik prestasi anak. Jika membandingkan prestasi anak yang ayahnya berpendidikan SLTA atau lebih tinggi dengan prestasi anak yang pendidikan ayahnya lebih rendah dari SLTA, maka pada tingkat SD tampak perbedaan yang nyata dalam skor kreativitas, intelegensi, daya ingat, dan prestasi sekolah. Tetapi 72 pada tingkat SLTP perbedaannya hanya bermakna dalam prestasi sekolah. Yang menarik adalah bahwa pendidikan ibu lebih jelas dan positif hubungannya dengan prestasi anak, daripada pendidikan ayah. Di SD maupun SLTP kelompok anak yang pendidikan ibunya SLTA ke atas skornya nyata lebih tinggi pada kreativitas, intelegensi, dan prestasi sekolah, daripada kelompok anak yang pendidikan ibunya lebih rendah dari SLTA. Pada tingkat SD kecenderungannya adalah bahwa perhatian dan pengawasan orang tua terhadap pekerjaan rumah anak menunjukkan hubungan yang positif dengan kinerja anak, tetapi pada tingkat SLTP, anak tidak memerlukan pengawasan orang tua untuk berprestasi baik. Bahkan tampak kecenderungan bahwa antara pengawasan yang ketat dan kinerja anak ada hubungan yang terbalik. Sejauh mana keluarga mampu menyediakan fasilitas tertentu untuk anak (seperti langganan surat kabar, televisi, dan buku bacaan) menunjukkan hubungan yang positif dengan tingkat kinerja anak. Mengenai kegiatan senggang, ternyata bahwa membaca, bercakap-cakap, dan bermain mempunyai dampak lebih positif terhadap skor kreativitas daripada mendengarkan radio, melihat televisi, dan membantu orang tua dengan pekerjaan rumah tangga. Sehubungan dengan sikap orang tua dalam pendidikan, data menunjukkan bahwa perhatian menunjukkan hubungan yang positif dengan kinerja kreatif seorang anak, akan tetapi bahwa pendekatan otoriter mempunyai dampak yang sebaliknya terhadap kinerja anak. Terlalu banyak ikut campur dari pihak orang tua, misalnya terhadap cara berbicara anak, minat anak terhadap membaca, dalam menentukan peraturan di rumah, tidak menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi pada kreativitas. Hasil-hasil dari studi tersebut pada umumnya memperkuat teori-teori di mana kreativitas dikonsepsikan sebagai bertentangan dengan sifat otoriter (Gowan, 1967), bahwa kreativitas merupakan manifestasi dari aktualisasi diri individu yang berfungsi sepenuhnya (teori Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan manusia). Selain itu juga bahwa kreativitas dapat berkembang dalam suasana non-otoriter, yang memungkinkan individu untuk berpikir dan menyatakan diri secara bebas, dan di mana sumber dari pertimbangan evaluatif adalah internal (Rogers, dalam Vernon, 1982). 73 2.1.5.1.4.. Sebuah Hasil Studi tentang Keluarga Anak Berbakat di Indonesia Pada tahun 1982, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan keluarga anak berbakat bila dibandingkan dengan keluarga anak yang mempunyai taraf kecerdasan rata-rata. Hasil studi ini menunjukkan bahwa orang tua anak berbakat mempunyai tingkat pendidikan, jabatan profesional, dan penghasilan yang lebih tinggi. Lebih banyak dari mereka yang mempunyai hobi membaca, walaupun secara umum kebiasaan membaca semua orang tua belum tinggi. Taraf aspirasi orang tua anak berbakat sehubungan dengan pendidikan anak lebih tinggi. Jumlah anak dalam keluarga lebih kecil dan persentasi anak berbakat yang termasuk anak sulung lebih tinggi. Gambaran keluarga anak berbakat ini menunjukkan kecenderungan yang sama sebagaimana dikemukakan para ahli berdasarkan penelitian di luar negeri. Sehubungan dengan ciri-ciri anak yang menurut orang tua perlu dikembangkan, dalam penelitian tersebut nyata bahwa orang tua anak berbakat lebih mementingkan ciri ”ketekunan” dan ”inisiatif” dibandingkan orang tua kelompok anak dengan kecerdasan rata-rata. Inisiatif memang merupakan ciri anak berbakat. Dibandingkan orang tua anak berbakat, orang tua anak dengan IQ rata-rata lebih mementingkan ciri ”kepatuhan” pada anak. Anak berbakat tidak banyak dituntut orang tua untuk mengerjakan tugas-tugas di rumah dibandingkan dengan anak IQ rata-rata, sehingga mereka lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang mereka senangi. Sebuah contoh kasus mengembangkan kreativitas anak di rumah: Jason, anak laki-laki yang baru berumur 12 tahun, berhasil mendapat penghargaan dari yayasan untuk perhimpunan dramatik karena mengarang drama televisi Tender Places pada tahun 1985. Amabile (1989) yang mengemukakan kasus ini ingin tahu bagaimana seorang anak yang sebelumnya tidak pernah menulis lakon, dapat mencipta karya yang begitu kreatif. Oleh karena itu, ia tinggal sehari bersama keluarga Jason. Jason adalah seorang anak yang rasa ingin tahunya sangat besar dan mempunyai motivasi tinggi untuk mendapat pengalaman melakukan hal-hal baru. Ia senang membaca buku komik, dan kemudian juga menulis buku komik. Dari keinginan ini timbul minat untuk mencoba drama televisi. Pada suatu hari ibunya 74 menunjukkan pengumuman kepada Jason dan saudara-saudaranya tentang kontes menulis drama bagi remaja serta menanyakan apakah ada yang ingin mencoba menulis, dan Jason menyatakan berminat, karena merupakan pengalaman yang baik dan menyenangkan baginya. Kompetisi seperti kontes dapat merusak motivasi intrinsik dan kreativitas. Tetapi Jason dan ibunya dalam hal ini tidak mementingkan aspek kompetisinya dan lebih melihat kontes itu sebagai kesempatan yang memberi tantangan dan petualangan. Pengalaman Jason di masa kecilnya mempersiapkan dia dengan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menulis lakon. Ia mengikuti sekolah dengan program yang banyak melatih anak untuk menulis. Di samping itu, ia main di panggung dan di acara televisi untuk anak, dan belajar bagaimana naskah disusun dan dibaca. Namun, lingkungan rumah dan keluarga Jason sepertinya lebih berperan terhadap perkembangan kreativitasnya daripada pengaruh-pengaruh dari luar. Orang tua Jason bercerai ketika ia berumur enam tahun. Ia sekarang tinggal bersama ibunya, saudaranya, ayah tiri, dan dua saudara tiri, kecuali itu di rumah banyak hewan piaraan. Falsafah ibu Jason dalam mengasuh anak adalah untuk tidak menggunakan banyak tekanan terhadap anakanak. Meskipun senang dengan keberhasilan anaknya, ibu tidak mendorongnya untuk meraih penghargaan yang lebih besar lagi. Ia memberikan banyak kebebasan kepada anaknya untuk berimajinasi dan melakukan kegiatan kreatif. Namun, ia juga mengharapkan anak menaati prinsip-prinsip tertentu dalam perilaku mereka. Mereka boleh bebas selama mereka tidak mengganggu kebebasan orang lain. Dalam hal ini penting untuk menentukan batas-batas terhadap perilaku anak. Di rumah, anak tidak mendapat banyak tekanan, tetapi pasti di sekolah ada banyak tekanan. Jika menghadapi guru yang menerapkan aturan-aturan ketat dengan ancaman hukuman, orang tua melakukan dua hal. Pertama, anak dibantu untuk menerima situasi ini dan menyesuaikan diri. Anak harus belajar bahwa orang memang berbeda-beda dan bahwa ia harus belajar hidup dengan mereka. Mungkin suatu hari ia mempunyai atasan seperti itu juga. Kedua adalah dengan menghibur anak, bersama melakukan sesuatu yang menyenangkan jika anak baru mendapat teguran atau hukuman di sekolah. 75 Ibu menjadi model maupun sumber bagi Jason dalam kegiatannya menulis lakon. Dia sendiri pernah menulis sejumlah lakon dan melibatkan anak-anaknya dalam bermain peran. Yang penting di sini bukan fakta bahwa ibu menulis lakon, tetapi ia menunjukkan kepada anak bahwa kegiatan apa pun menuntut dedikasi. ”Yang penting adalah bahwa mereka melihat saya bekerja keras dan menyelesaikannya!”. Secara konkret ia juga membantu Jason dengan mengajarnya bagaimana menulis lakon. Setelah Jason mengambil keputusan untuk menulis lakon dan setelah menulis konsep pertama, Jason meminta umpan balik dari ibunya, yang selalu diberikan, bukan mengenai apa yang harus ditulisnya, tetapi apakah yang telah ditulisnya kedengarannya bagus atau tidak. Ibu gemar membaca buku, dan sejak awal melatih membaca buku kepada anak, atau membaca bersama anak. Di dalam rumah banyak sekali buku-buku. Ibu juga selalu menawarkan pengalaman-pengalaman baru kepada anak. Ketika mereka masih kanak-kanak, ia melibatkan mereka dalam membuat cerita atau nyanyian. Anggota keluarga itu sering bersama-sama melakukan kegiatan, seperti membuat teka-teki silang. Kata ibu ” Saya tidak pernah menyuruh anak untuk menggambar atau melukis, saya hanya menyediakan peralatan untuk melukis seperti cat, kuas, kanvas, dan mereka menggunakannya”. Rumah mereka memang merangsang untuk bersibuk diri secara kreatif, penuh objek-objek yang membantu dalam melakukan kegiatan kreatif, seperti ada beberapa mesin tik, komputer, piano, foto-foto di mana-mana, macam-macam permainan, dan banyak objek yang tidak lazim yang merangsang imajinasi: karya-karya anak dipajang di mana-mana. Lukisan yang dibuat salah seorang saudara Jason ketika ia duduk di kelas satu SD, suatu karangan yang ditulis saudara lain mengenai ”Bagaimana menjadi anak baik” yang penuh humor. Anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang merangsang dan tidak konvensional, akan belajar menikmati keragaman, keterbukaan dan orisinalitas. Kesempatan dan kebebasan untuk melakukan macam-macam kegiatan, selalu memberikan anak pengalaman-pengalaman baru. Ibu Jason menganggap penting untuk mencari keindahan dalam segala sesuatu; untuk mendorong mengungkapkan perasaan. Ia melihat setiap anak mempunyai kekuatan dan kelemahannya, keunikannya. Menerima dan menghargai keunikan anak itu merupakan langkah awal dalam mengembangkan kreativitas anak. 76 Dari kasus Jason di atas, kita dapat melihat contoh nyata dari penerapan 4P (Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk) dalam mengembangkan kreativitas anak. Pertama, Jason dalam perilakunya menampilkan ciri-ciri pribadi kreatif. Ibunya menghargai keunikan pribadi Jason dan mendorong minat dan prakarsa Jason dalam menulis lakon, tanpa memberikan tekanan kepada anak, tetapi membebaskannya untuk menjajaki dan mencoba kegiatan-kegiatan kreatif. Demikian ia membantu tumbuhnya motivasi intrinsik (dorongan dalam diri anak) yang kuat pada anak. Berperan sebagai model dan narasumber, ibu menunjukkan kepada anak bahwa apa pun yang dipilih untuk dilakukan, harus dikerjakan dengan baik sampai selesai. Dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang beragam, ia memudahkan proses bersibuk diri secara kreatif dan kemudian ia menunjukkan bahwa ia menghargai produk-produk kreativitas anaknya, dengan memajang karya-karya tersebut di dalam rumah, hal mana akan memotivasi anak untuk melakukan kegiatan kreatif. Ibu Jason memberi pesan kepada orang yang ingin memupuk kreativitas anak: Bermainlah dengan anak-anakmu, berhentilah memberi petunjuk. Ikutilah mereka. Biarkan mereka menceritakan kepada Anda mengenai objek-objek dan kejadiankejadian, daripada Anda yang selalu menceritakannya, karena anak dapat melihat sesuatu dengan cara yang sama sekali berbeda, kadang-kadang aneh tetapi kadang-kadang amat bagus. 2.1.5.1.5.Dampak Sikap Orang Tua terhadap Kreativitas Anak 1. Beberapa Faktor Penentu Sudah lebih dari 30 tahun pakar psikologis menemukan bahwa sikap dan nilai orang tua berkaitan erat dengan kreativitas anak. Beberapa faktor yang menentuka menurut Amabile adalah: a. Kebebasan Orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan pada anak cenderung mempunyai anak kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak terlalu cemas mengenai anak mereka. 77 b. Respek Anak yang kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal. c. Kedekatan emosional yang sedang Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas anak, mungkin karena kurang memberikan kebebasan kepada anak untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau minat. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogianya tidak menjadi terlalu tergantung kepada orang tua. d. Prestasi, bukan angka Orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak; mereka mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik. Tetapi mereka tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau nilai tinggi atau mencapai peringkat tertinggi. Bagi mereka mencapai angka tertinggi kurang penting dibandingkan mempunyai imajinasi dan kejujuran. e. Orang tua aktif dan mandiri Bagaimana sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting, karena orang tua menjadi model utama bagi anak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan mempunyai banyak minat, baik di dalam maupun di luar rumah. f. Menghargai kreativitas Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif. Seperti Charles Dickens, penulis buku cerita anak yang terkenal, sering mengunjungi teater bersama ayahnya ketika ia 78 masih anak-anak; ayahnya sering bercerita kepadanya; dan pengasuh Charles Dickens sering menceritakan cerita yang seram sebelum Charles tidur. 2. Orang Tua sebagai Model Penelitian menunjukkan bahwa anak kreatif mengidentifikasi diri dengan banyak orang dewasa dari dua jenis kelamin, dan bahwa komunikasi dengan orang dewasa yang menarik, aktif, dan berprestasi dapat merangsang kreativitas anak. Model yang paling penting ialah orang tua yang kreatif yang memusatkan perhatian terhadap bidang minatnya, yang menunjukkan keahlian dan disiplin diri dalam bekerja, semangat, dan motivasi intrinsik. Penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Melalui bermain anak belajar, menghadapi tantangan, dan menemukan minat-minat mereka. Anak yang menggunakan waktu untuk bermain, cenderung lebih kreatif pada tugas-tugas yang mereka lakukan segera sesudah itu daripada anak yang dari tugas satu langsung melakukan tugas lain. Yang penting dalam bermain dengan anak adalah untuk menghindari mengawasi terlalu banyak. Meskipun tampaknya anak mengalami kesulitan melakukan sesuatu, ia perlu waktu dan ruang untuk mencoba menyelesaikannya sendiri. Meskipun anak menggunakan alat permainan dengan cara yang salah, biarkan anak menemukan sendiri cara yang tepat dan mungkin baru untuk menggunakannya. Orang tua sering merasa khawatir jika anak bermain fantasi. Bermain fantasi adalah normal dan berguna, dapat membantu anak menghadapi beberapa masalah psikologi dan dapat merangsang kreativitas. Anak perempuan cenderung lebih realistis dalam tema bermain (misalnya main rumah-rumahan) dan anak laki-laki cenderung menyukai permainan fantasi ( misalnya Batman). Kreativitas anak akan berkembang jika baik orang dewasa maupun anak mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif. Misalnya kebiasaan mempertanyakan apa yang dilihat, mempunyai pandangan baru, menemukan cara lain untuk melakukan sesuatu, dan bersibuk diri secara kreatif sebanyak mungkin. 3. Sikap Orang Tua yang Menunjang dan yang Tidak Menunjang Pengembangan Kreatif Anak 79 Dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas adalah: - Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya. - Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal. - Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri. - Mendorong rasa ingin tahu anak untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal. - Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan. - Menunjang dan mendorong kegiatan anak. - Menikmati keberadaannya bersama anak. - Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak. - Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, dan - Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak. Sedangkan sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak, adalah: - Mengatakan kepada anak bahwa ia akan dihukum jika berbuat salah. - Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua. - Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua. - Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak. - Anak tidak boleh berisik. - Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak. - Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas. - Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak. - Orang tua tidak sabar dengan anak. - Orang tua dan anak adu kekuasaan, dan - Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas. .1.5.1.6. Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Bagi anak berbakat, guru hendaknya lebih berfungsi sebagai fasilitator belajar daripada instruktur. Istilah fasilitator menunjukkan bahwa tanggung jawab akhir untuk belajar haruslah pada anak dalam menemukan dirinya. Namun fasilitator 80 membantu dan memudahkan anak dalam proses pengembangan dan perwujudan diri. Mandell dan Fiscus (dikutip oleh Utami Munandar,2004) melaporkan hasil penelitian bahwa siswa berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian, atau kesebalan jika guru menekan mereka. Karakteristik guru yang penting dalam pendidikan anak berbakat adalah: 1. Kompetensi dan minat untuk belajar. 2. Kemahiran dalam mengajar. 3. Adil dan tidak memihak. 4. Sikap kooperatif demokratis. 5. Fleksibilitas. 6. Rasa humor. 7. Menggunakan penghargaan dan pujian. 8. Minat luas. 9. Memberi perhatian terhadap masalah anak. 10. Penampilan dan sikap yang menarik. Guru dapat melatih keterampilan bidang- pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang khusus seperti seni, bahasa, dll. Guru juga dapat mengajar keterampilan kreatif tentang cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik-teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan ini dapat diajarkan secara langsung, tetapi paling baik disampaikan melalui contoh. Untuk motivasi intrinsik, guru dapat menjadi model dari motivasi intrinsik dengan menggunakan secara bebas rasa ingin tahunya, minatnya, dan tantangan pribadi untuk memecahkan suatu masalah atau melakukan suatu tugas. Mendorong motivasi intrinsik adalah cara paling baik bagi guru (pengajar) untuk mengembangkan kreativitas siswa. Cara yang paling penting untuk mendorong motivasi intrinsik di sekolah adalah dengan membangun lingkungan kelas yang bebas dari kendala-kendala yang merusak motivasi diri yaitu dengan memungkinkan siswa untuk bisa diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas (siswa tidak diawasi tetapi diarahkan). .1.5.2. Mengembangkan Kreativitas pada Usia Dewasa. 81 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk menjadi seseorang yang dianggap kreatif membutuhkan bakat, latihan, dan juga keberuntungan. Karena tanpa akses menuju domain, dan tanpa dukungan bidang yang bersangkutan (field), seseorang akan sulit diakui kreatif. Meskipun begitu, kreativitas personal merupakan hal yang lebih penting daripada sekadar pengakuan oleh masyarakat. Kreativitas personal dapat dikembangkan dengan misalnya: membuat percobaan-percobaan dengan lebih bersemangat, lebih dinikmati, lebih menghargai. Ketika kita hidup secara kreatif, kebosanan dibuang dan setiap saat menjanjikan suatu penemuan yang baru dan segar. Di luar faktor berguna atau tidaknya penemuan-penemuan ini untuk dunia sekitar kita, hidup secara kreatif menghubungkan kita dengan proses evolusi. Hampir semua saran dan anjuran yang diperoleh dari penelitian tentang hidup secara kreatif dapat dilakukan oleh semua orang tanpa memperhatikan usia, gender, dan kondisi sosial, selain itu juga terdapat beberapa langkah yang lebih tepat untuk para orangtua atau orang dewasa lain yang ingin mengembangkan kondisi optimal untuk meningkatkan kreativitas anak-anak. Terdapat empat hal utama yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan potensi dalam kreativitas: 1. Energi kreatif Dalam memproses informasi, semua otak bekerja secara serupa satu sama lain. Batasan berapa banyaknya informasi yang dapat diproses dalam satu waktu dan seberapa cepat informasi tersebut dapat diproses juga hampir serupa antara otak yang satu dengan otak yang lain. Pada prinsipnya, karena kecenderungan yang sama antara kerja serebral otak maka hampir semua orang dapat bertukar pikiran tentang ilmu pengetahuan yang sama dan juga memperlihatkan kerja mental yang sama. Tetapi kita melihat betapa banyaknya perbedaan dalam cara berpikir orangorang dan bervariasinya apa yang mereka pikirkan. Dalam upaya menggunakan energi untuk menjadi kreatif, hal yang paling mendasar adalah perbedaan manusia dalam jumlah ketertarikan dan perhatiannya terhadap kebaruan (novelty). Pada kenyataannya, ada sejumlah batasan berapa banyak perhatian yang dapat diberikan seseorang dalam waktu bersamaan dan jika kelangsungan hidup membutuhkan semua perhatian orang tersebut maka orang tersebut tidak akan dapat menjadi seseorang yang kreatif. 82 Untuk memunculkan energi kreatif, kita perlu mengalihkan perhatian kita dari hal-hal biasa yang dapat diperkirakan ke hal-hal yang benar-benar baru dengan segala persoalannya tersendiri. a. Rasa ingin tahu dan ketertarikan. Hal pertama untuk membuat hidup menjadi lebih kreatif adalah dengan meningkatkan rasa ingin tahu dan ketertarikan, menaruh perhatian terhadap sesuatu dan segala persoalannya. Untuk hal ini, anak-anak lebih memiliki keuntungan karena keingintahuan dan ketertarikan mereka akan sesuatu lebih besar daripada orang dewasa. Sejalan dengan pertambahan usia, hampir semua orang kehilangan rasa ingin tahu terhadap sesuatu, perasaan terpesona akan variasi dalam dunia kita sendiri. Tanpa keterpesonaan, hidup akan menjadi sebuah rutinitas. Individual yang kreatif seperti anak-anak dalam hal keingintahuan mereka dan hal ini terus berlangsung. Keingintahuan mereka tidak berakhir dan kesukaan mereka terhadap sesuatu pun tidak berakhir meskipun mereka sudah tua. Untuk meningkatkan keingintahuan dan ketertarikan, terdapat beberapa saran: -Mencoba untuk selalu ingin mengetahui sesuatu setiap hari. Hal-hal tersebut bisa saja apa yang kita dengar, kita lihat atau kita baca. Kita harus menghentikan pikiran bahwa kita mengetahui segala sesuatu dan hal itu akan berakhir begitu saja tanpa ada sesuatu yang bisa memancing rasa ingin tahu kita. -Mencoba untuk selalu berhubungan sosial dengan orang lain Dengan berhubungan sosial dengan orang lain, maka kita akan lebih banyak mendengar tentang berbagai pengalaman mereka, saling bertukar pikiran tentang segala sesuatu yang menarik minat kita. Hal ini akan menambah wawasan kita dan juga pengetahuan kita. -Menulis setiap pengalaman yang membuat kita terkesan dan tertarik. Kita dapat menulis pengalaman-pengalaman yang membuat kita tertarik atau terkesan. Tulisan-tulisan yang kita buat itu suatu saat dapat kita baca kembali dan di situ mungkin terdapat indikasi tentang beberapa hal (domain) yang bisa kita teliti lebih jauh. -Jika seseorang mencetuskan suatu gagasan yang menarik, ikuti itu. Sebenarnya banyak hal yang dapat menarik perhatian kita, seperti misalnya: sebuah gagasan baru, sebuah lagu, dan lain-lain. Tetapi kita seringkali berpikir 83 bahwa hal itu bukan urusan kita dan kita karena kita bukan seorang pemikir, atau seorang penyanyi misalnya. Pemikiran seperti ini salah karena dengan kita ingin tahu dan belajar banyak hal maka kita akan tahu hal-hal apa yang sesuai dengan kepribadian kita, potensi dalam diri kita. b. Mengatur kehidupan sehari-hari Kita menaruh perhatian dan konsentrasi ketika kita membutuhkannya seperti saat kita berpakaian, saat mengemudikan mobil, dan bekerja. Tetapi ketika tidak ada faktor luar yang menuntut kita untuk berkonsentrasi, maka pikiran kita akan kehilangan fokus. Ketika hal ini terjadi, kekacauan mental akan mengambil-alih. Pikiran yang tidak nyaman akan muncul, kelupaan menjadi hal yang sering terjadi, dan hal ini akan membuat kita menjadi depresi. Tetapi jika kita belajar untuk menikmati energi kreatif yang kita miliki maka hal itu akan mengembangkan kemampuan konsentrasi kita. Kita tidak hanya menghindarkan diri dari depresi, tetapi juga meningkatkan kapasitas dalam diri kita sendiri. - Bangun pagi dengan sebuah tujuan spesifik yang ingin dicapai hari itu. Individual kreatif tidak seharusnya mengulur-ulur waktu untuk bangun dari tidurnya, mereka justru ingin memulai hari yang baru setiap hari. Mereka percaya bahwa ada sesuatu yang berarti dan berguna untuk dilakukan setiap harinya dan mereka bersemangat untuk memulainya. Kebiasaan seperti ini harus kita tumbuhkan dalam diri kita dan dimulai dari tujuan-tujuan yang sederhana dan perlahan-lahan meningkat ke tujuan yang lebih kompleks. - Jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, maka kita akan menikmatinya. Semakin banyak pekerjaan yang kita lakukan dengan baik dan memuaskan, akan semakin baik penghargaan kita terhadap apa yang kita lakukan. - Untuk tetap menikmati sesuatu, kita perlu meningkatkan kompleksitasnya. Kita tidak dapat menikmati aktivitas yang sama berulang-kali karena kita akan menjadi bosan karenanya. Tetapi dengan kompleksitas yang semakin baru dan beragam, maka kita akan menemukan kesempatan baru di dalamnya. c. Kebiasaan yang ditanamkan 84 Setelah energi kreatif muncul, maka hal itu harus kita pelihara dan kembangkan dengan cara membebaskan pikiran, berani menerima tantangan dan resikonya. Individu yang kreatif sekilas tampak memiliki energi yang lebih daripada orangorang “biasa”, padahal sebenarnya mereka miliki energi dan disiplin yang sama dengan orang-orang “biasa”. Hanya saja bedanya, mereka mengembangkan dan memelihara kebiasaan disiplin dan energi yang mereka miliki sehingga membuat mereka menjadi individu yang lebih kreatif daripada orang-orang lainnya. -Membuat jadwal. Seringkali kita terjebak dalam rutinitas seperti jadwal kerja atau sekolah, waktu makan, tenggat waktu pekerjaan, dan lain-lain. Semua ini membelenggu kita dan pikiran kita karena sebenarnya belum tentu jadwal tersebut sesuai dengan saat-saat di mana energi kreatif kita berada pada puncaknya. Setiap orang memiliki kebiasaan yang berbeda dalam hal waktu di mana mereka dapat mengeluarkan energi kreatif mereka. Mungkin ada yang terbiasa di pagi hari atau larut malam. Tetapi meskpun begitu, kita tidak dapat begitu saja keluar dari rutinitas kita sehari-hari. Karena itu hal yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi jadwal yang kita ikuti setiap hari apakah sesuai dan cocok dengan ritme kehidupan kita, seperti waktu makan, minum, tidur, yang terbaik untuk kita. Setelah itu kita dapat mengetahui apa yang kurang sesuai dan cocok dari jadwal tersebut. Kita dapat mengaturnya sehingga menjadi sesuai dengan kita karena ternyata waktu memang lebih fleksibel daripada yang kita pikirkan. -Meluangkan waktu untuk refleksi dan relaksasi. Banyak orang, khususnya mereka yang sukses dalam pekerjaan, merasa tidak nyaman, gelisah ketika mereka tidak memiliki kesibukan. Kesibukan yang konstan memang disarankan dan lebih baik dibandingkan tidak ada kesibukan dan hanya menyesali diri sendiri. Tetapi kesibukan yang terus-menerus bukan suatu saran yang baik untuk menjadi kreatif. Stres dan monoton juga bukan hal yang baik untuk kreativitas karena otak membutuhkan istirahat untuk bisa digunakan berpikir kreatif. -Membentuk lingkungan kita sendiri. Lingkungan juga berpengaruh terhadap kreativitas kita. Setiap orang membutuhkan lingkungan yang berbeda untuk memunculkan ide kreatif mereka. Seperti misalnya, ada seseorang yang lebih menyukai pantai dan merasa ide 85 kreatifnya muncul ketika terhanyut dalam suasana pantai, atau misalnya seseorang yang lebih menyukai suasana pegunungan, dan lain-lain. -Menemukan apa yang kita suka dan kita benci. Bagi individual yang kreatif, emosi memegang peranan yang besar dalam hidup mereka. Mereka amat sensitif dan mudah merasa sakit hati, bosan, untuk merasa bahagia, merasa tertarik, dan lain-lain. Karena itu penting bagi seseorang untuk dapat mengenal dirinya sendiri dan emosinya sehingga dapat lebih meningkatkan energi kreatif saat emosi mereka memungkinkan untuk itu. -Memulai dengan mengerjakan sesuatu yang kita suka lebih banyak dibandingkan apa yang kita benci. Kita dapat menganalisis diri kita dan pola hidup kita di dalam catatan atau buku harian kita. Hal ini akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan minat juga ketidaksukaan kita akan sesuatu hal. Dengan mengerjakan hal-hal yang menjadi minat kita, maka kita akan secara tidak langsung menghindarkan diri dari stres. Sedangkan untuk hal-hal yang tidak kita sukai, kita dapat menambahkan sesuatu yang menarik sehingga hal-hal yang tidak kita sukai itu menjadi menarik minat kita. Untuk dapat terus menjadi kreatif, diperlukan teknik-teknik untuk mengorganisasikan waktu, tempat dan juga aktivitas yang kita lakukan sehingga bermanfaat untuk kita. Faktor internal Kita sering berpikir apakah mungkin membentuk ulang kepribadian untuk membuatnya menjadi lebih kreatif? Sulit bagi orang dewasa untuk mengubah kepribadian. Banyak dari kebiasaan yang membentuk kepribadian berdasarkan pada temperamen, atau kekhususan genetik yang membuat seseorang menjadi pemalu, atau agresif, dan lain-lain. Meskipun sulit, tetapi mengubah kepribadian bukan hal yang tidak mungkin. a. Mengembangkan kekurangan kita. Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan. Dengan kekurangan yang kita miliki, kita tidak harus menjadi terhambat untuk maju dan berkembang. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengembangkannya asalkan kita memiliki kemauan dan tekad untuk 86 mengembangkannya. Dan tidak menjadi sesuatu yang mustahil jika suatu saat kekurangan kita itu akan menjadi kelebihan kita. Berikut ini ada contoh orang yang memiliki kekurangan tetapi menjadikan kekurangan itu suatu kelebihan: Richard Branson bukan murid cemerlang ketika bersekolah, ia menderita disleksia parah dan berjuang keras selama menempuh pendidikan akademisnya, ia merasa malu akan kekurangannya dalam membaca sehingga menghabiskan berjam-jam menghafal setiap kata dari teks bila ia tahu ia harus membaca di depan umum. Nilai tingkat kecerdasannya rendah dan bagi guru-gurunya ia jelas bukan siswa pandai. Bagaimana Richard Branson beranjak dari posisi yang tidak menjanjikan semasa kanak-kanak menjadi seorang otak besar di belakang 150 perusahaan yang membawa nama Virgin, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan sekitar tiga miliar poundsterling? Yang gagal diukur tes kecerdasan (IQ) adalah ambisinya yang menyala-nyala, yang mndorongnya menemukan jalan keluar kreatif terlepas dari apa pun masalahnya, dan untuk tekun bertahan ketika orang lain telah menyerah jauh sebelumnya. Tes-tes itu juga tidak pernah mengenali kemampuannya mambagi visi dan impiannya kepada orang lain, dan meleburkan impian mereka dengan impiannya. Sebagai remaja, Richard Branson menjadi semakin frustasi (seperti semua orang kreatif lainnya) karena kekakuan aturan sekolah. Tindakan pemberontakan kreatif pertamanya adalah memulai koran siswanya sendiri. Cara orisinal yang digunakan Branson untuk mengarahkan korannya adalah ia tidak memfokuskannya pada sekolah, tetapi memutuskan mengambil pandangan yang sebaliknya dan berfokus pada siswa. Daripada koran standar yang membosankan, Richard menginginkan korannya penuh warna dan semarak, yang menarik bagi setiap orang, dan terutama perusahaan-perusahaan besar yang akan membeli iklannya. Branson memutuskan tampil beda dengan bukan saja mengundang siswa wartawan, tetapi juga mengundang bintang musik rock, selebriti film, “nama-nama” kreatif, dan bintang olahraga untuk menyumbang artikel. 87 Mulai saat itu, Branson mengembangkan ide orisinalnya, memulai perusahaan-perusahaan baru, menciptakan produk-produk baru, memunculkan ide-ide baru, dan terus menarik bagi impian orang lain. Perusahaan penerbangannya, Virgin Airlines, adalah contoh sempurna kreativitas. Bukannya ikut-ikutan memotong harga tiket dan mengurangi layanan, ia justru memutuskan membalik pemikiran normal, dengan mempertahankan harga tiket tetapi menambah layanan, yang termasuk ideide yang sangat orisinal seperti pesan-pesan selama penerbangan, ek krim dan film, shower, sarana olahraga, dan kamar tidur pribadi. b. Berpikir secara terbuka dan kritis. Individual kreatif mengintegrasikan cara berpikir yang terbuka dan mau menerima, dan sisi lain memfokuskan diri dan bekerja keras. Mereka membiarkan pikiran mereka berkelana untuk mencari kemungkinankemungkinan baru, hubungan baru, pola baru, dan secara bersamaan mereka juga mengevaluasi secara kritis setiap kebaruan yang mereka temukan, melupakan mengkonsentrasikan segala pikiran sesuatu mereka yang untuk bersifat palsu, lalu mengembangkan dan menyadari kemungkinan-kemungkinan yang paling menjanjikan. 2. Mengaplikasikan energi kreatif Meskipun motivasi, kebiasaan, dan kepribadian yang mendukung pemikiran kreatif telah ada, tetapi untuk lebih membuat energi kreatif berkembang dan lebih bebas juga diperlukan untuk mengetahui cara-cara: a. Memecahkan masalah. Individual kreatif memecahkan masalah dengan melihat dari sudut-sudut pandang yang berbeda. Tidak hanya dari sudut pandang seperti orangorang pada umumnya. Dan mereka memiliki alternatif-alternatif solusi yang orang “biasa” tidak memilikinya. b. Cara berpikir menyebar (divergent thinking). Cara berpikir menyebar ini didukung oleh Tony Buzan melalui metode berpikir Mind Map. Mind Map adalah cara mencatat yang menggunakan 88 bahasa gambar untuk menyusun, mengembangkan, dan mengingat pikiran kita, dan secara harfiah “memetakan” pikiran kita. Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan karena imajinasi tidak terbatas. Dalam bahasa gambar yang digunakan dalam Mind Map, kita akan berpikir secara diagramatis dan skematis. Selama ini, proses belajar pada pendidikan di Indonesia (khususnya) adalah menganggap bahwa anak didik adalah suatu tabularasa, kertas putih yang dapat diisi oleh para pendidik dengan apa pun yang dikehendaki masyarakat bagi anak didik tersebut. Sehingga kegiatan belajar adalah menjadi: guru memberi dan murid menerima. Karena terlalu mementingkan segi komunikasi-luar dari proses belajar, segi komunikasidalam menjadi terabaikan. Dari segi komunikasi-dalam, secara teori, kelemahan teori proses belajar masa lalu tersebut adalah karena volume memori manusia terbatas sehingga suatu saat akan penuh. Setelah menempuh pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMU, dan akhirnya perguruan tinggi, maka saat di perguruan tinggi mungkin mulai terasa penuhnya otak. Dan bila otak sudah penuh, untuk bisa diisi kembali harus ada yang dibuang. Tetapi masalahnya, yang dibuang masih harus ditempuh ujiannya, sehingga kita terpaksa bersusah payah belajar kembali. Tetapi hal ini berarti ada pelajaran lain yang terpaksa dibuang dan lingkaran tak berujung berulang kembali. Oleh sebab itu, mata kuliah favorit adalah yang model paket, yang boleh dilupakan setelah lulus. Akibat tak langsungnya adalah membuat kita berpikir apa gunanya belajar tekun jauhjauh sebelum ujian sebab tak lama kemudian sudah lupa lagi. Maka tak mengherankan bila kemudian terjadi penurunan mutu perguruan tinggi khususnya, pendidikan umumnya, karena mahasiswa mendapat kesulitan untuk mengakumulasikan (mengumpulkan), apalagi mengintegrasikan pengetahuan yang telah diperolehnya. 7 Banyaknya kasus seperti di atas yang juga terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pikiran kita berubah menjadi terbetuk secara sektoral dan berpikir secara memusat (konvergen). Semua informasi tersusun 7 Tabrani, Primadi. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar.ITB.2000. hlm.36-37. 89 secara acak dan berantakan. Dan karena itu maka harus ada yang dibuang jika otak mulai terasa penuh supaya bisa diisi kembali. Lalu muncullah metode Mind Map. Metode ini adalah metode yang merupakan hak paten dari The Buzan Organization yang telah digunakan di banyak perusahaan terkemuka dunia seperti Microsoft, Boeing, HSBC, Oracle, General Motors. Menurut Michael Michalko dalam bukunya “Cracking Creativity” terdapat banyak kegunaan dari metode Mind Map diantaranya adalah: metode ini akan mengaktikan seluruh otak, membereskan akal dari kekusutan mental, memungkinkan kita berfokus pada pokok bahasan, membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling terpisah (individual kreatif akan menemukan hubungan-hubungan dalam hal-hal yang menurut orang “biasa” tidak ada hubungannya), memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian, memungkinkan kita mengelompokkan konsep, dan lain-lain. 2.1.5.3. Strategi 4P Dalam Pengembangan Kreativitas Kreativitas : Pribadi, Pendorong, Proses, Produk (4P) Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan adalah bahwa bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan. 1. Pribadi Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif adalah yang mencerminkan orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat siswanya (jangan mengharapkan semua melakukan yang sama). Pendidik hendaknya membantu siswa menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya. Dengan dihargainya bakat-bakat ini dan ditingkatkan sejak dini, maka pada saat masa kuliah, siswa dapat meneruskan ”sifat dan kebiasaan” kreatifnya. 90 2. Pendorong Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Di dalam keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan maupun di dalam masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif individu atau kelompok individu. 3. Proses Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting ialah memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif, tentu saja dengan persyaratan tidak merugikan orang lain atau lingkungan. Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkannya produk-produk kreatif yang bermakna. Hal itu akan datang dengan sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima, dan menghargai. Perlu pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang monotn, tidak menunjang siswa untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif. 4. Produk Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh mana keduanya mendorong (press) seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif, dan dengan dorongan (internal maupun eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif yang bermakna dengan sendirinya akan timbul. 91 2.1.5.4. Kerja Otak Area terpenting otak yang perlu dipahami dalam mengenali kekuatan otak adalah serebrum, atau yang sering disebut sebagai otak “kiri dan kanan”. Serebrum mengendalikan semua ingatan utama dan keterampilan pembelajaran yang kita andalkan untuk membuat diri kita cemerlang. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Profesor Roger Sperry dan timnya melakukan beberapa percobaan yang luar biasa pada korteks serebral bersamaan dengan Profesor Robert Ornstein. (Kelak Profesor Sperry menerima hadiah Nobel untuk karyanya ini). Mereka meminta para mahasiswa untuk melakukan berbagai tugas mental seperti melamun, menghitung, membaca, menggambar, berbicara, menulis, memberi warna berbagai bentuk, dan mendengarkan musik, sementara mereka mengukur gelombang otak mereka. Hasilnya, bahwa pada umumnya korteks serebral membagi tugas ke dalam dua kategori utama: tugas otak kiri dan tugas otak kanan. Tugas otak kanan antara lain: irama, kesadaran ruang, imajinasi, melamun, warna, dimensi, dan tugas-tugas yang membutuhkan kesadaran holistik atau gambaran keseluruhan. Tugas-tugas otak kiri termasuk: kata-kata, logika, angka, urutan, daftar, dan analisis. Gambar keterampilan otak kiri dan kanan: Gambar 2.2 Gambar keterampilan otak kiri dan kanan Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006. 92 Juga menjadi tampak bahwa orang-orang yang telah dilatih dalam keterampilan-keterampilan yang lebih mengandalkan salah satu “sisi” otak, melanjutkannya dengan membentuk kebiasaan-kebiasaan dominan yang lebih memilih kegiatan yang dikendalikan sisi otak tersebut. Terlebih lagi, mereka bahka menggambarkan dirinya dengan istilah-istilah dari sisi otak ini. Istilah-istilah populer yang meliputi kegiatan belahan kiri otak adalah “akademik”, “intelektual”, dan “bisnis”, sementara “artistik”, “kreatif”, dan “naluriah” untuk kegiatan belahan kanan otak. Kajian lanjutan mengungkapkan bahwa kekuatan dan kelemahan yang berkelanjutan dari keterampilan kortikal pada setiap orang lebih merupakan fungsi kebiasaan daripada desain dasar otak. Bila seseorang yang memiliki kelemahan pada area tertentu dilatih oleh pakar, keterampilan dan kekuatan mereka pada area tersebut akan meningkat, dan hebatnya lagi, kinerja mereka di area-area lain ikut menguat. Misalnya, jika seseorang yang lemah dalam keterampilan menggambar dilatih menggambar dan melukis, maka kinerja akademisnya akan meningkat secara keseluruhan, terutama pada bidang-bidang seperti geometri di mana persepsi dan imajinasi berperan penting. Contoh lain adalah keterampilan yang dimiliki otak kanan yaitu melamun, yang sangat penting bagi ketahanan hidup otak. Melamun memberi istirahat yang diperlukan kepada bagian-bagian otak yang telah melakukan pekerjaan analitis dan pengulangan, melatih pemikiran proyektif dan imajinatif, dan memberi kita kesempatan untuk mengintegrasikan dan mencipta. Kebanyakan jenius besar menggunakan lamunan yang diarahkan untuk membantu mereka memecahkan masalah, menghasilkan ide, dan mencapai tujuan. Sayangnya, sistem pendidikan modern memiliki kecenderungan untuk lebih memilih keterampilan-keterampilan “otak kiri” seperti: matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan daripada seni, musik, dan pengajaran keterampilan berpikir, terutama keterampilan berpikir secara kreatif. Ketika hanya berfokus pada setengah bagian otak, sistem pendidikan kita hanya menciptakan orang-orang yang setengah pintar. Ini disebabkan karena otak bekerja menurut dua prinsip penting: sinergi dan pengulangan. Jika kita hanya mengandalkan salah satu sisi otak dan melalaikan sisi lainnya, kita mengurangi potensi keseluruhan otak secara drastis. Cara mendorong kreativitas kita menurut metode Mind Map 93 Untuk membebaskan potensi kreatif kita perlu menumbuhkan suatu lingkungan pemikiran bagi otak yang akan membebaskan cara pikir sinergisnya. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa otak tidak berpikir secara linier atau berurutan seperti komputer, tetapi berpencar ke luar dan “meledak” seperti yang terdapat di gambar di bawah ini. Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan “meledak”. Gambar 2.3 Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan ”meledak” Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006. Pemikiran kreatif melibatkan penggunaan seluruh keterampilan mental otak kiri dan kanan, termasuk: Belahan Otak Kiri Belahan Otak Kanan Kata-kata Irama Logika Kesadaran ruang Angka Dimensi Urutan Imajinasi Linieritas Melamun Analisis Warna Daftar Kesadaran holistik (gestalt) Tabel 2.2 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Buku Pintar Mind Map Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006. 94 Belahan Otak Kiri Belahan Otak Kanan Intelek Intuisi Konvergen Divergen Intelektual Emosional Rasional Metaforik, intuitif Verbal Non-verbal Horisontal Vertikal Konkret Abstrak Realistik Impulsif Diarahkan Bebas Diferensial Eksistensial Sekuensial Multipel Historikal Tanpa batas waktu Analitis Sintetis, holistik Eksplisit Implisit Objektif Subjektif Suksesif Simultan Tabel 2.3 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat ditulis oleh Prof. Dr. Utami. Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta Sistem pendidikan cenderung berfokus pada keterampilan otak kiri dan kurang menekankan keterampilan otak kanan, yang langsung berdampak pada kemampuan berpikir kita secara kreatif. Metode Mind Map melibatkan setiap aspek dari korteks kiri dan kanan, dan karenanya merupakan alat pikir yang melibatkan seluruh bagian otak. Metode ini dapat diandalkan untuk membantu kita berpikir secara ekspansif (divergent thinking), menemukan asosiasi pada hal-hal baru, sehingga kita bisa berpikir secara kreatif. 2.1.5.5.. Kreativitas dan Ingatan Untuk menjadi kreatif, kita perlu membebaskan imajinasi dan mendorong otak untuk membuat asosiasi-asosiasi yang baru dan lebih kuat di antara ide-ide yang sudah ada dan ide-ide yang baru dimunculkan. Ketika kita mengembangkan keterampilan kreatif 95 kita, kita bukan hanya memperbaiki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar yang mengilhami, tetapi keterampilan kreatif yang kuat juga akan meningkatkan kemampuan kita untuk mengingat segala sesuatu. Hal ini karena kreativitas dan ingatan adalah dua proses mental yang persis sama yaitu mereka mencapai titik terbaik ketika kita menggunakan imajinasi dan asosiasi. 2.5.1.6. Produktivitas Kreatif Kelancaran dalam pemikiran kreatif mengacu pada jumlah ide yang bisa kita ciptakan, dan kecepatan menciptakannya. Ketika kuantitas dan kecepatan ide menaik, kualitas keseluruhan ide juga menaik. Hal ini membalikkan dugaan kita sebelumnya yang berpikir bahwa semakin cepat kita menghasilkan ide atau gagasan, maka kualitasnya akan semakin menurun. Mungkin akan terdapat banyak ide yang kurang cemerlang sewaktu kita berusaha berpikir secara kreatif dan meningkatkan kecepatan berpikir kreatif kita. Tetapi dari ide yang kurang cemerlang itu akan memungkinkan untuk munculnya ide yang cemerlang, melalui pengembangan ide ataupun memilih yang terbaik dari ide-ide yang sudah dikeluarkan tersebut. Contoh metode Mind Map: 96 Gambar 2.4 Gambar Mind Map 97 c. Memilih suatu domain khusus. Setiap individu kreatif memilih sebuah domain khusus yang menurutnya sesuai dan cocok untuk dirinya. Selain itu karena individu tersebut tertarik kepada domain tertentu. Karena ketertarikannya ini, maka individu kreatif tersebut akan berkembang di dalam domain tersebut dan membuatnya menghasilkan suatu karya yang kemudian dianggap sebagai karya yang kreatif oleh bidang tertentu (field). 2.1.6. Tahapan-tahapan Proses Kreasi Secara garis besar teori-teori tentang proses kreasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Teori yang mendasarkan pada inspirasi, aspek ketidaksadaran (unconscious). Di sini kreativitas dipandang sebagai suatu peristiwa tak sadar, yang tidak dapat diprediksi. Kreativitas dianggap berkorelasi dengan inspirasi atau ilham. Contoh: Mozart-komponis, Louis Pasteur-ahli kimia dan mikrobiologi Perancis, Gauss-ahli matematika dari Jerman, Wagner-komponis. b. Teori yang mendasarkan pada kehendak atau kemauan sadar (conscious) yang kuat. Dalam teori ini kreativitas dianggap berdasar pada pola perilaku yang disadari, dapat dilatih atau direkayasa, dan dapat ditumbuhkan. Contoh: para ilmuwan seperti Thomas Edison, Alfred Nobel, Albert Einstein, pelukis Delacroix, penulis Edgar Allan Poe, komedian Charlie Chaplin. Sehingga ada dua kecenderungan dalam proses berpikir kreatif, yaitu: 1. Proses berpikir kreatif tak sadar. 2. Proses berpikir kreatif sadar. Ada yang berpendapat bahwa proses berpikir kreatif itu tidak sadar seperti misalnya Max Ernst, pelukis surealis, yang menyatakan bahwa dalam menciptakan sebuah karya ia merasa seperti seorang penonton yang mengamati kelahiran dari karyanya. Hal ini diumpamakannya seperti melihat proses kelahiran bayi, di mana hanya sedikit kesadaran yang terlibat. Tetapi berbeda dengan pendapat Edgar Allan Poe, seorang penulis, yang mengatakan bahwa proses kreasi sepenuhnya sadar, dapat diperhitungkan dan rasional. Sebagian besar seniman dan ilmuwan berpendapat lain 98 lagi. Bahwa menurut mereka proses berpikir mereka terdapat di antara kedua hal tersebut, misalnya: setelah mereka melakukan berbagai usaha dan percobaan, hingga pada suatu saat ketika mereka tidak dapat menemukan penyelesaian masalah. Kemudian mereka mencoba untuk mengalihkan pikiran mereka dari hal-hal tersebut, dan pada saat itulah tiba-tiba muncul bibit-bibit penyelesaian dari masalah mereka itu. Meskipun begitu, inspirasi yang tiba-tiba muncul itu masih merupakan awal dari sebuah karya, yang harus diikuti dengan usaha sadar untuk menciptakan karya akhir dari inspirasi tersebut. Jadi ada dua hal yang dapat diambil dari proses kreasi ini, yaitu: 1. Sebuah inspirasi harus diikuti dengan kerja keras untuk menghasilkan sebuah karya. 2. Sebuah kerja keras dapat memunculkan inspirasi. a.Wallas8 mengemukakan bahwa proses kreasi melibatkan empat tahap berurutan, yaitu: 1. Preparation (tahap persiapan atau masukan). Tahap ini adalah tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah. Dengan bekal bahan pengetahuan maupun pengalaman, individu mengalami bermacam-macam kemungkinan, penyelesaian masalah. Di sini belum ada arah yang pasti/ tetap, akan tetapi alam pikirannya mengeksplorasi macam-macam alternatif. Pada tahap ini pemikiran divergen dan pemikiran kreatif sangat penting. 2. Incubation (tahap pengeraman). Tahap ini adalah tahap ketika individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak sedang memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeraminya” dalam alam pra-sadar. Seperti dilaporkan dari analisa biografi maupun laporan tokohtokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi. Mereka melaporkan bahwa inspirasi yang merupakan titik awal dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah prasadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh. 8 Wallas, G. Stages in the Creative Process, dalam Rothenherg, A. & Hausman, C.R. (eds) The Creativity Question, Duke University Press, USA, 1978. 99 Contoh: A.E. Housman, seorang penyair Inggris, yang mendapat ide ketika sedang berjalan-jalan dan minum the. 3. Illumination (tahap ilham atau inspirasi). Tahap ini adalah tahap timbulnya insight atau Aha-Erlebnis, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru. Contoh: A.E. Housman mendapatkan dua bait puisinya ketika melintasi Hampstead Heath, antara Spaniard’s Inn dan jalan kecil menuju Temple Fortune, Inggris. 4. Verification (tahap pembuktian atau pengujian). Tahap ini disebut juga tahap evaluasi adalah tahap ketika ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran yang kritis dan konvergen. Dengan kata lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif. Akseptasi total harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran yang logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas (reality-testing). Contoh: Willem de Kooning, seorang pelukis abstrak, membuat sebuah lukisan yang menghabiskan waktu dua tahun dan beratus-ratus kali perbaikan. Setiap kali melukis, ia akan merenungi karyanya. Jika belum puas, ia lalu menggantinya dengan kanvas baru dan membuat perbaikannya. Dukungan teori terhadap pandangan Wallas dimunculkan dari hasil kerja psikoanalitik Ernst Kris (1952) dan Lawrence Kubie (1958). Menurut Kris, suatu kerja kreatif melibatkan suatu fase inspirasi yang diikuti oleh suatu periode elaborasi. Masing-masing tahap memiliki kegiatan mental dan tingkat kesadaran yang berbeda. 100 TEORI KRIS INSPIRATION ELABORATION ↓ ↓ Primary process thought thought ↓ ↓ Preconscious ↓ THE ARTIST → Secondary process Conscious/Logical ↓ regression in the service of the ego conciously works out the ideas supplied by the workings of the preconscious. Tahap inspirasi atau ilham dipandu oleh proses berpikir primer (primary process thought), sebuah tipe berpikir yang menurut Freud merupakan pemikiran yang tidak rasional, kacau-balau, toleran terhadap kontradiksi dan sesuatu yang tidak logis. Freud percaya bahwa pemikiran tersebut berlandaskan pada mimpi, fantasi, atau halusinasi, di mana semua ketentuan ruang dan waktu dilanggar. Menurut pandangan Freud, proses berpikir primer terletak di alam bawah-sadar/ tak sadar (unconscious). Tetapi menurut revisi Kris terhadap psikoanalitis, proses berpikir primer terletak pada ambang-sadar (preconscious), satu tingkat yang lebih dekat ke permukaan (alam sadar) daripada teori bawah-sadar Freud. Menurut Kris, ketika berada di tahap ilham, seniman sementara mundur ke alam ambang-sadar, tingkat proses berpikir primer. Tahap ini berkaitan dengan tahap inkubasi (pengeraman) yang digambarkan oleh Wallas. Kemunduran yang dihubungkan dengan cara berpikir kreatif ini digambarkan sebagai “kemunduran dalam ego” (regression in the service of the ego), untuk membedakannya dengan kemunduran berpikir pada kasus-kasus gangguan mental. Dalam kasus cara berpikir psikotik (gila/orang gila), individu mundur ke proses berpikir primer dan tidak dapat kembali pada cara berpikir yang logis dan teratur. Bagaimanapun, untuk seniman, kemunduran ini bersifat sementara dan ego yang sadar tetap memegang kendali penuh. 101 Toleransi terhadap kontradiksi yang dimungkinkan oleh kemunduran ke arah proses berpikir primer, meningkatkan kemungkinan munculnya kombinasi baru dari ide-ide dan citra (images), suatu proses utama dalam kreativitas. Tahap kemunduran ini diikuti oleh tahap pengerjaan (elaboration) karya melalui proses berpikir sekunder (secondary process thought) yang logis dan sadar, suatu tahap yang berhubungan dengan tahap pengujian (verification) menurut Wallas. Pada tahap ini seniman bekerja secara sadar, mengeluarkan gagasan-gagasan yang dihasilkan dari ambang-sadar sebelumnya. 3. Dessoir membagi proses kreasi dalam empat tahap, yaitu: 1. Kondisi awal seniman yang secara samar-samar mengalami pencerahan. 2. Tahap kejelasan konsepsi. 3. Perwujudan konsep dalam sketsa. 4. Penyelesaian karya. 4. John Livingstone Lowes membagi proses kreasi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Proses mengisi sumur, atau mengisi pikiran dengan material dan pengalaman. 2. Visi mendadak mendahului sugesti. 3. Penyelesaian karya: menerjemahkan visi menjadi bentuk nyata. 5. Max Schoen membagi proses kreasi dalam dua tahap, yaitu: 1. Pengembaraan (adventure) • Persiapan • Elaborasi (mencari alternatif) 2. pendapatan (discovery) • Iluminasi • Pelaksanaan 6. Menurut Calvin Taylor ada lima tingkat kreativitas yang diringkasnya dari hasil analisis terhadap sekitar 100 definisi tentang kreativitas, yaitu: 1.Tingkat Ekspresif Esensi kreativitas ini adalah ekspresi yang biasanya 102 bebas dari keahlian dan keaslian. Jenis hasil kretivitas ini kurang penting. Tampak bahwa yang membedakan individu-individu yang berbakat pada kelancaran tingkat kreativitas ini adalah dua sifat: spontanitas dan kebebasan 2. Tingkat Produktif Individu-individu beralih dari tingkat kreativitas ekspresif ke tingkat produktif apabila keahlian mereka berkembang sehingga mereka bisa menghasilkan karya-karya yang purna. Suatu hasil karya menjadi bersifat kreatif apabila individu kelancaran sampai pada pencapaian tertentu. Atas dasar hal ini maka hasil kreativitas diharapkan tidak mendapatkan inspirasinya dari karya individu lain. 3. Tingkat Inventif Tingkat kreativitas ini tidak menuntut keahlian atau intuisi. Sebaliknya ia memerlukan keluwesan dalam memahami hubungan-hubungan baru yang tidak keluwesan biasa antara komponen-komponen terpisah yang telah ada sebelumnya. 4. Tingkat Inovatif Tingkat kreativitas ini memerlukan kemampuan konseptualisasi abstrak kuat yang terdapat pada waktu prinsip-prinsip yang utama dipahami secara keluwesan cukup, sehingga mempermudah bagi individu kreatif untuk memperbaiki dan mengubahnya. 5. Tingkat Emergentif Tingkat ini merupakan bentuk kreativitas tertinggi. Hal ini mencakup konseptualisasi suatu prinsip keahlian yang benar-benar baru dalam kebanyakan tingkat, dan yang paling abstrak. Tabel 2.4 Proses kreasi menurut Calvin Taylor 103 7. Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani9 terdapat delapan tahap ide yang mecakup tingkat kesiagaan, tingkat proses kreasi, dan tingkat proses emosi, yaitu: 1. Tingkat 1- Persiapan Dapat dibagi dalam dua aspek. Yang pertama adalah aspek luar seperti suasana khas yang dibutuhkan (misalnya: udara terbuka, kamar tertutup, kicau burung, gemuruh ombak, desah angin, dan lain-lain). Yang kedua adalah aspek dalam seperti imajinasi, konsentrasi, perenungan, meditasi, dan lainlain. Aspek-aspek ini berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, pada orang yang sama pun perimbangan dan kombinasinya bisa berubah sebab tingkat persiapan ini berada di antara ambang tak sadar dan ambang sadar. 2. Tingkat 2- Pengumpulan bahan Ketika pada tingkat 1 kita “menyetel” diri agar dapat menangkap getaran alam dan kalbu, maka pada tingkat 2 getaran mulai masuk, getaran kalbu mulai terasa, dan keduanya serempak melanda kita, baik muncul sendiri atau sengaja kita cari. Pada mereka yang terlalu rasional, berarti lebih condong ke kesadaran, imajinasi-terikatnya segera mentransfer sejumlah memori menjadi berbagai image sebagai bahan pembanding bagi image sensasi-persepsi yang datang dari luar. Tergantung pada kefanatikan rasionya, sensor ini dapat menjadi praduga dan justru memiskinkan proses pengumpulan bahan karena bahan yang dikumpulkan hanya yang telah dikenal saja dan stimuli yang masuk segera dikotak-kotakkan dalam kategori masing-masing. Pada mereka yang kuat kreativitasnya, proses lebih antara tak sadar dan ambang sadar, imajinasi bebasnya tidak membentuk sensor yang berpraduga tetapi menstransfer sejumlah memori, tidak ke dalam image konkret atau image abstrak, tetapi ke dalam pra-image. Sehingga proses pengumpulan bahan diperkaya dengan berbagai kemungkinan baru. 3. Tingkat 3- Empati menuju pra ide Pada tingkat ini telah terdapat hubungan tertentu antara stimuli luar dan stimuli dalam. Mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, atau secara kebetulan terkadang tidak memerlukan tingkat kreasi 1 dan 2, tetapi langsung ke tingkat 3. Pada mereka yang terlalu rasional, tingkat 3 ini merupakan proses 9 Tabrani, Primadi. Proses Kreasi; Apresiasi; Belajar, Penerbit ITB, Bandung, 2000, hlm. 25. 104 yang hambar, ilham-empatinya tidak tercetus, pra-ide yang dicapai hanya bersifat objektif, rasional, logis. 4. Tingkat 4- Pengeraman pra ide Tingkat proses kreasi 4 ini dapat berlangsung cepat atau lambat, terkadang sampai bertahun-tahun. Di tingkat ini jabaran kemampuan kreatif dan rasio dalam daerah ciri-umum akan menghasilkan apa yang disebut merenung dan vision, kemudian menangkap ilham-penetasan dalam renungan tersebut hingga tercipta ide yang matang. 5. Tingkat 5- Penetasan ide Biasanya tingkat 5 ini berlangsung sangat cepat dan berbagai ide peralihan berintegrasi menjadi ide yang matang. Pada mereka yang terlalu rasional akan mengakibatkan penyempitan pra-ide karena berbagai ide yang terlalu rasional. Pada mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, seluruh tingkat kreasi 3 sampai 5 melebur menjadi satu proses. Mereka tidak menyempitkan pra-ide. Peleburan tingkat kreasi 3 sampai 5 bekerja dengan semua jenis image yang dimiliki (pra-image10, image konkret11, dan image abstrak12). Pada tingkat 5 ini bermunculan berbagai ilham yang mencapai puncaknya pada tahap penetasan, bukan hanya tercipta satu kreasi tetapi terdapat dua atau lebih. Karena itu, mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya terkadang dapat mencetuskan berbagai ide cemerlang yang berbeda dengan pra-ide itu sendiri, atau menciptakan beberapa ide yang saling mencetuskan secara simultan atau berantai. 6. Tingkat 6- Aspek luar pelaksanaan Pada mereka yang idenya kurang kuat, setelah tercetus ide, maka peralihan tidak langsung ke tingkat kreasi 5, tetapi ke tingkat 6 lebih dulu. Aspek-luar pelaksanaan ini tampak dari perlibatan diri dengan sengaja melalui berbagai usaha seperti trial and error, eksperimen, pendekatan dengan berbagai sistem, pengurangan, perbaikan, dan sebagainya. Tingkat kreasi 6 biasanya memakan waktu lama. Mereka yang pelaksanaannya lebih kuat daripada ide, maka di tingkat kreasi 6 proses pelaksanaannya lebih menonjol daripada proses idenya. 7. Tingkat 7- Aspek integral pelaksanaan 10 Pra image adalah image yang kabur, samar, tak jelas bentuknya, tetapi ikut membantu kita dalam proses berpikir. 11 Image konkret adalah image yang jelas bentuknya. 12 Image abstrak adalah image konkret yang telah menjadi bahasa. 105 Pada mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, kuat ide dan pelaksanaannya, maka tingkat kreasi 6 tidak mereka perlukan. Mereka telah terlatih dan memiliki skill pelaksanaan, telah menguasai teknik hingga dapat melaksanakan setiap hasil proses ide. 8. Tingkat 8-Tingkat kreasi tertinggi Tingkat ini merupakan integrasi dari pelaksanaan dan ide. Tingkat ini dimiliki oleh setiap orang dan “ketinggian” yang dapat dicapai seseorang tergantung pada kadar kreativitas dan perimbangan kemampuan fisik-kreatif-rasio yang dimiliki masing-masing. Rudolf Arnheim, seorang ahli psikologi Gestalt, mengemukakan teorinya tentang kreativitas berdasarkan hasil penelitiannya terhadap proses penciptaan lukisan Guernica karya Picasso, pada tahun 1962. Ia berpendapat bahwa dalam berkreasi, seniman berjuang untuk memecahkan masalah dengan mengerahkan seluruh kesadaran dan kemampuan intelektual yang mereka miliki. Menurut Arnheim, kreativitas membutuhkan lebih dari sekadar kecepatan berpikir untuk menerima berbagai kombinasi baru. Selama seniman berkreasi, ia memiliki suatu tujuan dalam pikirannya. Tujuan ini merupakan pandangan seniman tersebut mengenai hasil yang ingin dicapainya dengan melibatkan kerja keras. Proses kreasi diarahkan sepenuhnya oleh seniman. Dari sekian banyak teori tentang proses kreasi yang diuraikan, belum terdapat teori tentang proses kreasi yang penjelasannya lengkap dan menekankan pada proses kreasi dalam bidang desain (seni). Karena itu berikut ini akan diuraikan tentang teori proses kreasi menurut Geoffrey Petty dalam bukunya How To Be Better at Creativity. Menurut Geoffrey Petty, terdapat 6 tahap dalam proses kreasi yaitu tahap inspirasi, klarifikasi, distilasi, perspirasi, evaluasi, dan inkubasi. Setiap tahap ini dilakukan beberapa kali, tidak berurutan, dan kadang-kadang dalam waktu yang sangat pendek. 1. Inspirasi Tahap ini adalah tahap penelitian dan yang ditekankan adalah membangkitkan gagasan sebanyak-banyaknya. Proses yang tanpa penghalang (kritik), spontanitas, eksperimentasi, intuisi, dan ambil resiko. Orang-orang kreatif menemukan gagasan bagus mereka di antara tumpukan besar gagasan-gagasan yang buruk. 106 Dalam bidang seni kreatif, tahap inspirasi sering dilakukan dengan mencari perasaan mendalam yang memiliki kaitan dengan pokok permasalahan. Dalam menemukan respons personal ini, bisa ditemukan suara individual dan orisinal. Pada tahap ini dibutuhkan improvisasi. Improvisasi adalah eksplorasi yang mengalir bebas yang paling baik dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan antusias. Improvisasi adalah mencari gagasan tanpa kritik dan penuh eksperimen. Dalam bidang seni dan desain, improvisasi dapat berupa menerawang dan membuat sketsa. Gagasan hampir tidak pernah dapat masuk ke kepala kita begitu saja tanpa diundang, kitalah yang harus keluar mencarinya karena itu amat dibutuhkan eksperimen sebagai bagian dari pencarian inspirasi. 2. Klarifikasi Tahap ini adalah tahap yang bertujuan untuk mengklarifikasi maksud atau tujuan suatu pekerjaan dan yang menjadi penekanan dalam tahap ini adalah fokus pada sasaran. Dalam pekerjaan kreatif, di saat kita sedang mengatasi kesulitan yang rumit, kita mudah kehilangan rasa memiliki arah. Jadi sewaktu-waktu kita perlu melepaskan diri dari hambatan ini dan bertanya ”apa yang sesungguhnya ingin kita lakukan?”. Jika kita terhenti di tengah-tengah sebuah proyek, daripada mencari-cari alternatif, kita perlu mengklarifikasi tujuan kita dan ingin ke mana kita sesungguhnya. Klarifikasi mengeluarkan kita dari ”kubangan lumpur” tetapi klarifikasi juga diperlukan ketika seorang desainer harus memilih di antara dua atau lebih pendekatan yang sama-sama menarik. Keputusan semacam itu memerlukan rasa adanya tujuan yang jelas. 3. Distilasi Tahap ini adalah tahap untuk memeriksa gagasan yang telah dihasilkan dan mencoba untuk menentukan pekerjaan yang akan dikerjakan. Gagasan terbaik dipilih untuk pengembangan lebih lanjut, atau dikombinasikan menjadi gagasan yang lebih baik. Distilasi adalah tahap berpikir kritis terhadap diri sendiri. Tahap yang memerlukan analisis dan penilaian dengan kepala dingin, bukan spontanitas yang biasanya membingungkan. Tetapi kita tidak perlu begitu kritis karena itu akan menghalangi produktivitas. Gagasan yang kita miliki baru berupa gagasan dan 107 bukannya solusi lengkap. Ke mana gagasan tersebut akan membawa kitalah yang berarti, bukan gagasan itu sendiri. 4. Perspirasi Tahap ini adalah tahap di mana kita mengerjakan gagasan terbaik yang kita miliki dengan tekun. Kita terlibat dalam usaha gigih menuju sasaran, dan kita biasanya akan terlibat dalam tahap inspirasi, distilasi, dan klarifikasi lebih lanjut. 5. Inkubasi Tahap inkubasi ini bisa berlangsung di mana saja, bisa saja terjadi saat kemacetan lalu lintas, di kamar mandi, dan lain-lain. Inkubasi bermanfaat setelah tahap inspirasi atau perspirasi, atau jika sebuah masalah telah ditemui. Herannya, orang-orang kreatif mau bersabar dan tidak beraturan, dan senang membiarkan gagasan yang setengah matang, hal-hal yang tidak terurus, dan ketidakkonsistenan terjadi dalam bawah sadar mereka sampai ”sesuatu muncul”. Khususnya pada tahap inkubasi ini, istirahat dapat digunakan sebagai selingan untuk memulai kembali kreativitas. Setelah berpikir intens tentang pemecahan masalah, kita harus menyempatkan pikiran untuk beristirahat sejenak dan membiarkan pikiran menjadi netral untuk sejenak. Cara beristirahat ini bisa dengan berjalan-jalan, duduk dekat air yang mengalir, dengan melihat tembok yang berwarna netral, langit-langit, atau melihat ke jendela. Seringkali ide-ide yang terbaik muncul pada tahap inkubasi ini. 6. Evaluasi Dalam tahap evaluasi, kita memeriksa kekuatan dan kelemahan pekerjaan kita. Kemudian kita perlu mempertimbangkan bagaimana pekerjaan itu dapat ditingkatkan, dengan menghilangkan kelemahan dan memanfaatkan kekuatannya. Kemudian mungkin terdapat kebutuhan akan adanya tahap perspirasi lain untuk merespons saran-saran secara positif untuk peningkatan. Tahap perspirasi dan evaluasi sering silih berganti membentuk sebuah siklus. Salah satu kesulitan utama orang kreatif adalah bahwa tahap yang berbeda memerlukan sikap pemikiran yang sangat berbeda pula dan bahkan berlawanan, yang masing-masing sulit dipertahankan tanpa upaya yang sungguh-sungguh. 108 Tahap proses kreatif Sikap pemikiran yang dibutuhkan Untuk dapat menghasilkan gagasan sebanyakbanyaknya, kita harus benar-benar memiliki Inspirasi ketertarikan, tanpa rasa takut dan bebas, spontan, ambil resiko, senang, tidak mempermasalahkan pekerjaan yang memusingkan, intuitif dan berimprovisasi. Pada tahap ini dibutuhkan pemikiran yang Klarifikasi strategis, tidak terburu-buru, logis dan berpikiran jernih, dan tidak mengajukan pertanyaan yang sulit. Untuk memperbaiki kerja yang lebih awal kita harus berpikir kritis, positif, dan mau belajar: kritis terhadap diri sendiri, tetapi positif dalam hal visi Evaluasi bagaimana seharusnya pekerjaan itu dan kemampuan kita untuk melakukannya. Kita harus melihat kelemahan sebagai peluang untuk memperbaiki dan untuk belajar. Untuk memilih gagasan terbaik dari tahap Distilasi inspirasi, kita perlu berpikir positif, strategis, dan berani: bisa memutuskan, tetapi optimis ke mana setiap gagasan akan membawa kita. Kita harus mengharap kesulitan dan percaya Inkubasi kepada diri sendiri untuk mendapatkan sebuah jalan dan tidak panik dalam mengambil solusi yang lemah. 109 Supaya gagasan kita menjadi padat berisi kita harus kritis, antusias, dan responsif. Bepikir positif Perspirasi dan berpendirian, berkomitmen tinggi dan berperan, dan siap merespons secara positif setiap kekurangan. Tabel 2.5 Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty Dalam setiap tahap proses kreatif, terdapat sikap pemikiran yang berbeda-beda dan bahkan hampir saling berlawanan sehingga diperlukan banyak fleksibilitas. Dalam tahap inspirasi, kita tidak boleh berpikir kritis, ambil resiko, dan subjektif, tetapi dalam tahap klarifikasi kita harus berpikir kritis, berhati-hati dan objektif. Jika kita menggunakan sikap pemikiran yang tidak sesuai, kita akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan banyak gagasan orisinal. Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty ini yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian. 2.1.7. Teori Tentang Produk Kreatif Pada pribadi kreatif jika memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang atau lingkungan yang memberi kesempatan/ peluang untuk bersibuk diri secara kreatif maka diprediksikan bahwa produk kreativitasnya akan muncul. Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dan produk yang dicapai. Ia menekankan bahwa perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai berikut: sebagai hasil dari berpikir konvergen atau intelegensi (memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan), manusia memiliki seperangkat unsur-unsur mental. Jika dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan (pemecahan masalah dalam arti yang luas), individu mengerjakan dan menggabung unsurunsur mental sampai timbul ”konfigurasi”. Konfigurasi ini dapat berupa gagasan, model, tindakan, bentuk, cara menyusun kata, melodi. Pemikir divergen mampu menggabung unsur-unsur dengan cara-cara yang tidak lazim dan tidak diduga (kreatif). Namun konstruksi konfigurasi tidak hanya memerlukan berpikir konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi (misalnya dorongan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik), karakteristik pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap pembaruan), unsur-unsur sosial (ketersediaan untuk tidak mengikuti saja), dan keterampilan komunikasi. Proses ini disertai perasaan dan emosi, yang dapat menunjang atau menghambat. 110 Sejumlah peneliti akhir-akhir ini bersibuk diri dengan masalah penelitian produk (Amabile 1982) terutama yang menyangkut konsep tingkat penemuan (inventivlevel) sebagai kajian integral dari hukum paten di Amerika Serikat. a. Hukum paten dalam penilaian produk penemuan Hukum paten AS mempertimbangkan unsur-unsur berikut dalam memberikan hak paten kepada investor, yaitu: 1) Kegiatan intelektual yang bermutu mendahului penemuan/ rekaan. 2) Gagasannya jelas dalam mengatasi masalah/ kesulitan khusus. 3) Jumlah eksperimentasi yang dilakukan sebelum mencapai produk baru dianggap penting. 4) Sejauh mana telah mengalami kegagalan. 5) Produk harus berguna dan merupakan kemajuan. 6) Produk terutama dinilai kreatif jika ada orang-orang dalam bidang kegiatan tersebut sebelumnya menunjukkan keragu-raguan (skepticism) tentang kemungkinan penemuan yang baru. 7) Produk harus memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Kegagalan memberikan nilai plus karena hal ini berkaitan dengan keyakinan dan keuletan investor tersebut. Seperti Thomas Edison yang mengalami lebih dari 200 kali kegagalan sebelum akhirnya ia berhasil dengan penemuannya. Demikian pula sikap ketidakpercayaan dari orang seprofesi (nomer 6) yang tidak menggoyahkan tujuan investor menggarisbawahi ketangguhan dan keseriusan investor mengenai apa yang ingin dicipta. Patokan dari hukum paten ini cukup membantu tetapi tidak cukup spesifik untuk penilaian secara ilmiah. Karena dibutuhkan perangkat kriteria yang disetujui untuk menilai produk kreatif dan kemampuan kreatif. b. Model dari Besemer dan Treffinger Besemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. kebaruan (novelty), 2. pemecahan (resolution), serta 3. kerincian (elaboration) dan sintesis. Kebaruan menurut Besemer dan Treffinger adalah sejauh mana produk itu baru dalam hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep 111 baru yang terlibat, dalam hal di dalam dan di luar lapangan/ bidang, dalam hal dampak dari produk terhadap produk produk kreatif di masa depan. Produk itu orisinal dalam arti sangat langka di antara produk-produk yang dibuat oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama; juga menimbulkan kejutan (surprising) sebelum memberikan penilaian orang tercengang bahkan kaget; dan terakhir produk itu germinal (asal mula) dalam hal dapat menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya. Pemecahan (resolution) menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi bermasalah. Tiga kriteria dalam dimensi ini ialah bahwa produk itu harus bermakna (valuable) menurut para pengamat, karena memenuhi kebutuhan; logis; dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang tertentu; dan berguna, karena dapat diterapkan secara praktis. Elaborasi dan sintesis. Dimensi ini merujuk pada derajat/ sejauh mana produk itu menggabung unsur-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren (bertahan secara logis). Lima kriteria untuk menilai hal ini ialah: produk itu harus organis, dalam arti mempunyai arti inti seputar mana produk itu disusun; elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang tampak; kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat dipahami, karena tampil secara jelas dan menunjukkan keterampilan atau keahlian yang baik, dikerjakan secara seksama. Menurut Besemer dan Treffinger tidak perlu produk itu menonjol dalam semua kriteria. Misalnya nilai cukup tinggi pada semua kriteria sebanding dengan nilai sangat tinggi pada beberapa kriteria, dan rendah pada beberapa lainnya. Tabel di bawah menunjukkan penilaian Dacey (1989) terhadap tingkat penemuan Graham Bell yaitu telepon. Kriteria Tingkat Orisinal Tinggi Kejutan Tinggi Germinal Tinggi Bermakna Tinggi Logis Tinggi Berguna Tinggi 112 Organis Tinggi Elegan Rendah Majemuk Rata-rata Dapat dipahami Tinggi Keterampilan Rendah Tabel 2.6 Tingkat produk kreatif penemuan telepon Graham Bell Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta Terdapat masalah menyangkut dimensi”kebaruan”. Pertanyaannya ialah apakah produk itu harus baru untuk seluruh masyarakat atau hanya bagi si pencipta. Jika diterapkan pada anak, kemungkinan besar tidak ada karya anak yang dapat dinilai kreatif. Namun, kebanyakan para pakar sependapat bahwa ”kebaruan” harus dipertimbangkan dari sudut pengalaman si pencipta. Contohnya, lukisan anak jika dinilai dengan kriteria orang dewasa, mungkin tidak termasuk kreatif karena sudah pernah dibuat sebelumnya oleh orang lain. Tetapi ditinjau dari tingkat perkembangan anak (misalnya baru usia pra-sekolah) dan baginya karya itu baru (ia belum pernah membuat sebelumnya dan lukisannya tidak merupakan tiruan dari contoh) maka produk anak itu termasuk kreatif. Lain halnya jika berbicara mengenai makna produk yang memang harus dipertimbangkan dari makna sosialnya bagi kebudayaan di mana produk itu dihasilkan. 2.2. Teori tentang Proses Pembelajaran Desain Terdapat beberapa model pembelajaran desain menurut para peneliti di bidang pendidikan desain: 1. Taksonomi Bloom. Saat ini yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia dalam kurikulum reguler adalah taksonomi Bloom yang mencakup enam tingkat pemikiran mulai dari yang rendah sampai dengan yang tinggi. Namun dalam kenyataan proses pembelajaran pada umumnya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman dan penerapan, sedangkan proses pemikiran yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) jarang dilatih. Untuk siswa berbakat justru proses pemikiran yang tinggi inilah yang dapat 113 merangsang dan menantang mereka untuk belajar, sesuai dengan potensi intelektual dan bakat mereka. Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum berdiferensiasi untuk anak berbakat. Gambar 2.5 Taksonomi Bloom 114 Gambar 2.6 Proses pembelajaran desain Taksonomi Bloom Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta Terdapat 6 tahap perilaku kognitif yaitu: - Pengetahuan Menyangkut kemampuan siswa untuk mengingat. - Pemahaman Kemampuan untuk mengingat dan menggunakan informasi, tanpa perlu menggunakannya dalam situasi baru atau berbeda. Menerjemahkan, menafsirkan, menghubungkan dan memperhitungkan atau meramalkan kemungkinan termasuk dalam keterampilan pemahaman. - Penerapan 115 Siswa mampu menggunakan informasi dengan cara baru atau dalam situasi baru. Keterampilan ini lebih majemuk daripada keterampilan pemahaman karena siswa tidak hanya perlu memahami informasi itu dalam konteks yang asli tetapi mampu menggunakannya dengan cara baru atau berbeda. - Analisis Meliputi kemampuan untuk memisahkan suatu bahan menjadi komponen-komponen untuk melihat hubungan dari bagian-bagian kesesuaiannya. Ini sering disebut sebagai awal dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. - Sintesis Kemampuan untuk menggabung bagian-bagian menjadi keseluruhan yang baru, kegiatan mengembangkan, merancang, mencipta. Tahap ini berkenaan dengan kreativitas siswa karena menuntut siswa untuk menggabung unsur-unsur informasi atau materi menjadi struktur yang sebelumnya tidak diketahui. - Evaluasi Meliputi kemampuan berpikir tinggi dan membuat pertimbangan atau penilaian untuk membuat keputusan atas dasar internal (logika, ketepatan) atau eksternal (membandingkan karya, teori atau prinsip dalam bidang tertentu). 2. Model Dialektikal Model ini meliputi proses perkembangan sebuah ide atau produk dengan pemikiran dan imajinasi yang dipikirkan di dalam kepala dan perilaku kognitif yang timbul. 116 Gambar 2.7 Proses pembelajaran desain model dialektikal Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com Terdapat tahap impresi yang tidak jelas atau kabur, lalu tahap spekulasi dan eksplorasi yang diikuti dengan tindakan diskusi, gambar, sketsa, diagram, catatan, grafik, angka. Lalu tahap berikutnya yang terjadi di dalam pemikiran adalah tahap klarifikasi dan memutuskan diikuti tindakan membuat model untuk memperkirakan atau menggambarkan kenyataan dan membuat prototipe atau menentukan solusi. Tahap selanjutnya adalah tahap kritis dan penilaian (evaluasi) terhadap produk yang telah selesai. Model ini dikembangkan oleh Dr.Richard Kimbell dari Goldsmith College. Model ini menekankan pentingnya kemampuan yang diasah dengan aktivitas mental yang terjadi. Model yang disebutnya sebagai ”Interaksi Tangan dan Pikiran” ini 117 menggambarkan jalan pikiran seorang desainer dalam memunculkan ide-idenya dan melakukan tindakan konkretnya yang mendukung evolusi desain dari mulai ide sampai gambar ke prototipe dan akhirnya ke produk. Pada model ini terlihat bahwa proses selalu maju dan sebuah produk terselesaikan, masalah datang dan berhasil diselesaikan. 3. Model Lingkaran Desain Gambar 2.8 Proses pembelajaran desain model lingkaran desain Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com - Pada tahap brainstorm atau bertukar pikiran, desainer berpikir secara divergen atau menyebar sehingga mereka tidak terkunci di dalam area yang sama terus menerus. Mereka melakukan tukar pikiran dengan sebanyak mungkin ide tanpa mengkritik 118 atau mengevaluasi ide-ide tersebut dan mengesampingkan batasan-batasan seperti biaya atau tenggat waktu ketika mengerjakan fase awal dari pengembangan ide. - Dalam tahap “research” atau penelitian, desainer seringkali menelusuri sejarah dari suatu karya untuk melihat hal-hal apa yang telah dan belum dilakukan karya tersebut pada masa lalu, mempelajari ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana karya tersebut “bekerja”, mengobservasi orang-orang yang menggunakan karya tersebut atau melakukan pertemuan dengan orang-orang tersebut. - Pada tahap menemukan/meninjau ulang masalah, desainer memulai pekerjaan mereka dengan menemukan kebutuhan pengguna dan kemudian mencoba untuk mengidentifikasinya. Mereka memulai dengan menulis deskripsi tentang hal-hal apa yang dapat dilakukan-kriteria dengan memberi batasan-batasan. Daftar ini akan ditinjau ulang kembali di lain waktu selama penyelesaian proyek desain secara keseluruhan. - Tahap tes atau evaluasi. Setelah prototipe dibuat, desainer mengetes ide mereka. Prorotipe ini dibandingkan dalam hal kriteria desain dan batasan-batasan pada daftar deskripsi yang telah dibuat pada tahap menemukan masalah. Evaluasi yang dihasilkan melalui tes pada prototipe ini dibutuhkan untuk meninjau ulang masalah dan jika mungkin terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, ditambahkan, atau ide-ide lain yang lebih baik. - Tahap melaksanakan. Pada tahap ini, dibuat prorotipe untuk mengetahui material yang sesuai dan bagaimana mengerjakan karya dengan material tersebut (dalam bidang desain interior tahap ini merupakan tahap mencoba mencocokkan material dan teknis pembuatannya). - Pada tahap ini, setelah produk dibuat, hasilnya dievaluasi kembali dan dicocokkan kembali dengan daftar deskripsi tentang kriteria yang dibutuhkan yang telah dibuat pada tahap menemukan masalah. Hal ini dilakukan agar produk/ karya yang dibuat tetap berpegang pada kerangka awal desain. Ilustrasi di atas memperlihatkan beberapa tipe strategi desain. Poin standar yang terjadi adalah dengan membaca dan mengerti spesifikasi dan batasan-batasan dari tantangan desain yang ada, lalu diikuti dengan mencari ide dan kemudian bertukar pikiran untuk mencari solusi-solusi dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan. Ide-ide yang banyak tersebut kemudian disaring kembali dan yang 119 dianggap terbaik mendapat prioritas dan ditindaklanjuti. Prototipe yang dibuat kemudian dievaluasi berdasarkan spesifikasi produk yang telah dibuat. Pengalaman desainer menunjukkan bahwa terdapat arah berputar pada tahap-tahap tersebut dalam pekerjaan mereka ketika mereka mendesain dengan banyak pertimbangan yang terjadi sebelum desain final diselesaikan. Mula-mula desainer mengembangkan sebuah ide, lalu mencoba membangun prototipe untuk mencoba ide tersebut, dari percobaan tersebut terlihat hal-hal yang kurang atau yang perlu ditambahkan, lalu perubahan dibuat dan mengevaluasi produk baru yang dihasilkan. 4. Desain Lingkaran Simetris Gambar 2.9 Proses pembelajaran desain model lingkaran simetris Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com Model Lingkaran Desain Simetris ini dibuat oleh Nigel Cross yang merupakan peneliti pertama dalam bidang penelitian tentang pembelajaran desain. Nigel Cross adalah seorang editor dari jurnal ”Design Studies” dan mengajar di universitas terbuka di Inggris. 120 Pada model ini terlihat dua tingkat deskripsi yaitu: - Lingkaran luar menunjukkan peninjauan terhadap masalah-masalah yang ada. - Lingkaran dalam menunjukkan strategi yang mungkin dapat digunakan dalam pekerjaan ketika ditemukan masalah. 5. Model Desain Spiral Lingkaran Pemecahan Masalah Gambar 2.10 Proses pembelajaran desain model desain spiral Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com Model ini memperlihatkan proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain yang lebih rumit dibandingkan Model Lingkaran Desain. Model ini menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain berbentuk spiral dan memiliki titik temu pada solusi. 121 Gambar 2.11 Proses pembelajaran desain model desain spiral Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com Model ini menunjukkan penemuan solusi pada ujung-ujung berbeda pada setiap pertimbangan yang berbeda. Kesimpulan: Dari sekian model yang telah diuraikan di atas, penulis memilih untuk menggunakan model taksonomi Bloom dengan alasan: 1) Taksonomi Bloom merupakan taksonomi yang digunakan untuk meningkatkan kreativitas dan juga merupakan taksonomi yang digunakan dalam proses belajar desain. 2) Taksonomi Bloom merupakan model yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia meskipun penerapannya belum optimal. 3) Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum untuk anak berbakat. Penerapannya di dalam kelas tidak membutuhkan banyak biaya atau perubahan dari material dan prosedur yang sekarang. 4) Taksonomi Bloom digunakan sebagai cara untuk mengembangkan dan mengevaluasi pertanyaan yang diajukan pendidik kepada siswa. Siswa memerlukan latihan dan kesempatan untuk belajar berpikir dengan cara yang efektif. 122 2.3. Pembelajaran dalam Desain Interior 2.3.1.Mata Kuliah Dalam Desain Interior, Aktivitas, dan Tempat Berlangsungnya Kegiatan Perkuliahan 123 2.3.2. Pembelajaran Desain Interior di Studio Desain Interior Aditjipto(1993) menyimpulkan bahwa ada dua konteks yang mempengaruhi seseorang (mahasiswa) dalam mendesain: 1. Konteks ideologi Konteks ideologi adalah hal-hal yang merupakan konsep pemikiran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip, doktrin, teori-teori dan hal lain yang akhirnya akan membentuk sebuah mental concepts terhadap sesuatu hal. Konteks ini akan mempengaruhi apresiasi dan pemahaman seseorang akan suatu hal. Pada dasarnya dalam desain interior, tidak ada perbedaan persepsi dalam penciptaan bentuk antara orang yang satu dengan yang lainnya. Yang ada adalah perbedaan dari prinsip-prinsip desain yang dianut (school of tought) dan metode desain yang digunakan. Perbedaan-perbedaan ini dipengaruhi oleh karakter, ideologi, latar belakang budaya, pelatihan profesional, dan cara berpikir. 2. Konteks fisik 124 Konteks fisik adalah hal-hal yang konkret yang dijumpai dalam proses merancang, yang meliputi material, warna, ukuran, sistem struktur, dan lainnya. Konteks ini berkaitan dengan ruang dalam (interior). Kesadaran akan adanya parameter-parameter tersebut akan banyak membantu mehasiswa dalam perancangan. Mahasiswa harus dapat memutuskan parameter apa yang akan dipakai dalam merancang dan alasannya. Pengetahuan tentang merancang sendiri, yakni memecahkan masalah (problem solving) diajarkan setelah mahasiswa mengetahui masalahnya itu sendiri (problem seeking). Walaupun masalah yang dihadapi adalah simulasi, tetapi mahasiswa akan tetap belajar bagaimana mesalah tersebut dipecahkan. Langkah desain interior memecahkan problem desain. Desain memecahkan problem desain dengan alat/ tools atau medium, bahasa visual dan metode dan pendekatan masalah tertentu melalui proses yang dinamakan perancangan, demikian pula desain interior dalam memecahkan problem desainnya. Tetapi sebelum problem tersebut dapat dipecahkan, proses pemecahan ini harus diawali dengan tahap yang dinamakan programming atau pemograman, yaitu: tahap awal desain di mana masalah desain untuk pertama kali diidentifikasi, dirumuskan, dan dinyatakan. 1. Tahap Programming/ Pemprograman Pada tahap ini desainer mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan dari calon pengguna (user) gedung. Cara yang dilakukan untuk tugas ini adalah dengan mengadakan riset yaitu dengan mempelajarinya melalui literatur atau studi literatur, mengamati gedung-gedung dengan fungsi sejenis atau observasi, menanyakan langsung kepada calon pengguna dengan cara menyodorkan kuisioner atau dengan mewawancara langsung kepada calon pengguna. Setelah data terkumpul tahap selanjutnya adalah mengorganisir data tersebut menjadi informasi yang merupakan data olahan dari data yang telah terkumpul dari tahap sebelumnya. Setelah mengorganisir data, tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Pada tahap analisis ini, desain interior bertujuan untuk dapat menyimpulkan masalahnya ke dalam beberapa hal seperti visi, misi, budaya, citra, program kegiatan, fungsi dan jenis kegiatan, budaya, kebiasaan, 125 dan lain-lain. Dari temuan itu, desainer dapat menetapkan informasi dasar yang bersifat konkrit, eksplisit, dan realistik. Dari data yang telah diolah tersebut, desainer juga dapat menetapkan falsafah desain dan konsep perancangan. 2. Tahap Perancangan Pada tahap ini, desainer interior benar-benar terlibat dengan proses kreatif karena desainer interior dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dapat ditemukan solusinya melalui desain. Di dalam studio desain interior, terjadi proses perancangan yang merupakan tahap yang paling membutuhkan kreativitas. Karena itu penelitian yang dilakukan memfokuskan pada tahap perancangan di studio desain interior. Mengumpulkan data dan informas Programming Mengorganisir data Menganalisis data Designing Tahap perancangan Gambar 2.13 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain Programming Problem seeking Designing Problem solving Gambar 2.14 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain 2.3.3. Persyaratan Standar Ruang Studio Desain Interior 126 Lingkungan sekitar ruangan tenang sehingga tidak mengganggu aktivitas belajar di dalam ruang studio. Ada sirkulasi udara yang cukup di dalam ruang studio. Kamar mandi dan air minum sebaiknya diletakkan di dekat ruang studio. Untuk mencegah tranmisi gaduh yang tidak diharapkan, maka ruang studio dan kamar mandi harus memiliki dinding, lantai, maupun langit2 yang terpisah. Desain ruang harus mempertimbangkan tingkat kegaduhan suara, area duduk, dan finishing yang memiliki daya tahan yang baik. Pencahayaan alami dan buatan harus baik. Sirkulasi udara harus baik. Ruang studio terdiri dari meja gambar. Standar ukuran berdasarkan literatur: 127 Gambar 2.15 Standar ukuran berdasarkan ergonomi 2.4. Psikologi Arsitektur 2.4.1. Mengenai Psikologi Arsitektur 128 Psikologi Arsitektur termasuk ke dalam kelompok Psikologi Lingkungan (Environmental Psychology) yang mengembangkan teori-teori tentang hubungan perilaku dengan lingkungan (Environment-behavior relationship theories), mendalami perancangan lingkungan tempat tinggal dan institusional (Residential and Institutional Environmental design), melakukan observasi lingkungan-lingkungan kerja, belajar, dan rekreasi (Work, learning, and leisure environments), mempelajari isu-isu psikologis dalam perencanaan lingkungan (psychological issues in environmental planning) serta meneliti pengaruh bising, cuaca, iklim, dan hubungannya denan perilaku manusia (noise, weather, climate and behaviour). Hal yang terakhir ini juga sangat terkait dengan disiplin ergonomi. Penelitian tentang Psikologi Arsitektur dimulai kira-kira tahun 1950 di Amerika dalam sebuah kampanye yang khusus diselenggarakan untuk mengembangkan desain terbaik dan sesuai untuk rumah sakit jiwa. Arsitek yang menangani pembangunan rumah sakit-rumah sakit ini lalu mencari ahliahli jiwa (psikolog) untuk mendapatkan informasi tentang kognisi serta perilaku manusia dan perilaku sosialnya, terutama pasien rumah sakit jiwa, karena pasien sakit jiwa tidak melulu identik dengan kegilaan tetapi juga mereka yang hanya memerlukan konseling pribadi. Kerja sama antara para arsitek dan para psikolog saat itu melahirkan sebuah disiplin baru yang disebut Psikologi Arsitektur. Sebenarnya para peneliti, baik dalam disiplin psikologi maupun arsitektur sudah banyak menemukan ketidakcocokan antara manusia dan lingkungannya. Psikolog mulai mencoba memecahkan masalah-masalah ini melalui pengembangan perencanaan. Sebuah bidang kajian yang dimulai dengan meneliti warna dan susunan tempat duduk di rumah sakit-rumah sakit jiwa, lalu mengadakan observasi terhadap pengunjung di taman-taman nasional dan sampai kepada mempelajari stres yang terasosiasi dengan pergerakan kota. Masalah yang dipelajari berkembang sampai pada taman dan seni pertamanan, cara dan gaya hidup komunitas sampai kepada lalu lintas. Hal ini dalam perkembangannya melahirkan suatu disiplin dengan nama Psikologi Lingkungan. Jadi saat ini Psikologi Lingkungan lebih dipahami sebagai studi terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sedangkan Psikologi Lingkungan lebih kepada studi keseluruhan 129 lingkungan binaan/ fisikal lainnya (termasuk jalan, taman, tempat parkir, dan sebagainya) dengan orientasi kepada pencarian pola perilaku komunal dan kultural. Banyak bidang studi yang terkait dengan Psikologi Arsitektur seperti misalnya Ergonomi, Ekonomi Perkotaan, Desain Interior, dan Otomatisasi Bangunan, tergantung dari tujuan penelitian yang dilakukan. 2.4.2. Teori Psikologi Arsitektur yang Berhubungan dengan Penelitian (Sumber: Psikologi Arsitektur, Pengantar Kajian Lintas Disiplin-Deddy Halim, Ph.D) • Pemakaian karpet dengan warna-warna berintensitas rendah, secara psikologis bisa membawa suasana hangat dan menciptakan perasaan rileks. Di samping itu karpet mampu meredam suara. • Musik bisa digunakan untuk menciptakan kenyamanan dan meredakan rasa cemas. • Bentuk lain yang menjadi kebutuhan semua orang, yaitu ruang visual. Ruang visual adalah tempat dalam jangkauan visual manusia yang diperlukan untuk mengistirahatkan matanya demi memenuhi kebutuhan privasi dengan membatasi wilayah yang ada di sekitar orang tersebut. Kadangkala orang lebih memilih untuk tidak melihat orang lain, karena ia membutuhkan privasi. Namun tidak berarti ia harus sendirian dalam ruang. • Rintangan visual (visual barrier) dapat dipakai untuk memberikan privasi sebagai kompensasi personal. • Bentuk lain dari ruang fisik yang harus dipertimbangkan adalah ruang persepsional. Ruang persepsional adalah ruang yang dipersepsikan melalui indra manusia. Meskipun ruang yang dimiliki individu luas dan secara fisik dapat mengakomodasi kebutuhan ruang visual, namun suara dapat menganggu orang dan memberikan perasaan kurang nyaman. Bunyi yang terlalu keras sering menyebabkan penyakit psikologis yang sangat buruk seperti insomnia, gelisah, dan jantung berdebar, yang dapat merusak auditory sense. Pada tingkat tertentu, hal ini dapat mengakibatkan keresahan, kecemasan, stress, dan perasaan tidak aman pada manusia. 130 • Kita tidak dapat memproses seluruh informasi dalam saluran indera kita. Kita menyaring atau secara parsial memblok sebagian input yang masuk ketika sedang membiarkan input lainnya masuk. Misalnya: ketika kita berada dalam suatu pesta dan kita berdiri di antara dua grup yang secara berkesinambungan membicarakan dua topik berbeda. Kita mungkin dapat mengerti beberapa percakapan pada waktu bersamaan, hal ini biasa disebut parallel processing. Tetapi kita akan menemukan bahwa kita lebih fokus hanya pada salah satu dari dua percakapan tadi. Sangatlah sulit untuk fokus kepada lebih dari satu input. Hal yang sering dilakukan adalah serial processing, yaitu memusatkan perhatian/ fokus pada suatu input kemudian berlanjut ke input lainnya. Atau mungkin kita bahkan tidak lagi mengikuti dua percakapan, melainkan memilih untuk memfokuskan perhatian pada satu percakapan saja. Atau kita mungkin akan mengalihkan perhatian pada percakapan yang orang-orangnya bersuara keras. • Ruang sebagai kebutuhan manusia selain dilihat sebagai kebutuhan fisik seperti tidur dan makan, kebutuhan akan ruang juga dapat dilihat sebagai kebutuhan psikologis. Ini biasanya memiliki empat dimensi psikologis, yaitu: kepemilikan ruang, personalisasi ruang, tingkat privasi ruang, dan kontrol atas ruang. Dimensi-dimensi ini akan mempengaruhi pengaturan spasial ruangan dari sudut pandang nilai. Kepemilikan atas ruang secara verbal langsung dapat diketahui ketika kita menyebut suatu tempat itu milik kita; personalisasi ruang menunjukkan kreativitas dalam mencirikan suatu tempat sebagai milik kita; tingkat privasi ruang, suatu usaha untuk memperoleh waktu bagi diri sendiri; dan kontrol atas ruang mengindikasikan kemampuan untuk mengatur ruang. • Kepemilikan ruang. Semua makhluk hidup memiliki kebutuhan untuk memiliki. Memiliki suatu barang adalah satu aspek kepemilikan dan memiliki tempat untuk barang tersebut adalah aspek lain yang secara integral saling berhubungan. Kita bisa memiliki aspek yang satu tanpa yang lainnya misalnya jika bepergian dengan kopor, kita tidak memiliki tempat untuk menyimpan milik kita, sebaliknya ketika pindah ke apartemen kosong kita tidak punya perabotan. Kepuasan manusia tidak terpenuhi dalam keadaan-keadaan seperti itu. Kita membutuhkan barang 131 untuk dimiliki dan tempat buat meletakannya, di mana keyakinan atas amannya barang tersebut membuat diri kita merasa aman. • Personalisasi ruang. Melalui personalisasi, seseorang menciptakan kesadaran bahwa daerah atau barang miliknya dihargai. Pengrusakan daerah atau barang tersebut akan menimbulkan rasa permusuhan dari pemiliknya. Personalisasi juga berarti memberi ”cap pribadi”, artinya menjadikan sesuatu sebagai bagian dirinya, termasuk munculnya bentuk kreativitas yang bisa tidak diterima masyarakat. Orang tak perlu mempersonalisasi segala sesuatu, hanya apa yang dianggap miliknya saja. Misalnya anak yang tinggal dalam lingkungan komunal (asrama, rumah kos, dan sebagainya) tidak akan mempersonalisasi daerah-daerah yang dipakai oleh semua penghuni, tetapi hanya mendekorasi ruangannya sendiri secara individualis, menaruh obyek-obyek dengan menyolok sehingga mengungkapkan dirinya. Dengan melihat ruangannya, orang asing sudah bisa menceritakan sedikit kepribadiannya. Lukisan dan presentasi diri adalah aspek penting dari ekspresi pribadi. Personalisasi dapat menghasilkan rasa keterikatan pada sebuah tempat dan meningkatkan perasaan nyaman ”seperti di rumah” (Becker dan Coniglio, 1975). • Secara fisik, orang membutuhkan besar ruang tertentu di sekitar mereka untuk merasa aman. Jumlah dan bentuk ruang ini bervariasi, tergantung pada individu dan aktivitasnya. Misalnya, seseorang yang sedang terlibat dalam sebuah percakapan dengan seorang sahabat, dapat merasa cukup nyaman dengan jarak 45 cm di antara mereka. Tetapi jarak ini dapat menjadi tak tertahankan dalam sebuah pertemuan bisnis resmi dari 2 eksekutif perusahaan yang belum saling mengenal. Jarak yang dipilih oleh seseorang dapat mempengaruhi mood aktivitasnya. Kurangnya ruang personal menimbulkan perasaan ”salah tempat” dan secara psikologis dapat menganggu emosi seseorang. Hewan mana pun, termasuk manusia, memiliki sebuah tempat atau sesuatu yang dinamakan ”milik pribadi” termasuk di dalamnya kebutuhan akan sebuah ruang, atau rootedness. Hal ini melibatkan emosi seseorang pada sebuah tempat. Karena orang memerlukan nilai emosional untuk sebuah obyek fisik. 132 • Dalam skala kecil, semua orang memiliki sebuah gelembung ruang personal, yang dapat kita definisikan sebagai sebuah wilayah yang mengelilingi seseorang di mana orang lain tidak diharapkan masuk kecuali diundang. Ukuran wilayah ini bervariasi, tergantung individu dan kebudayaan. Kebudayaan tertentu menuntut ruang keliling yang besar, sementara yang lain merada nyaman dengan ruang kecil saja. Tetapi kebanyakan orang dapat menerima keberadaan orang lain yang berada dekat dengan mereka selama mereka tidak saling berhadapan. • Ruang personal merupakan bulatan atau gelembung yang tak terlihat, mengelilingi dan dibawa-bawa organisme, dan ada di antara dirinya dan orang lain. Mempertahankan ruang personal dan memperlihatkan perilaku teritorial merupakan dua mekanisme untuk mencapai tingkat privasi yang diinginkan guna menghindari stres yang tidak perlu. Kita mempertahankan ruang personal antara diri kita dengan orang lain untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Scott (1993) menyatakan bahwa terlalu dekat jarak kita dengan orang lain akan menyebabkan kita terlalu banyak dihujani oleh stimulan sosial ataupun fisikal. Kita mempertahankan ruang personal untuk menghindari berbagai macam penyebab stress yang diasosiasikan dengan jarak yang terlalu dekat. Ruang personal harus dijaga untuk mencegah hilangnya kebebasan berperilaku karena orang lain terlalu dekat dengan kita. Invasi ruang personal akan menyebabkan situasi yang membuat stres. Yerkes Dodson Law (1908) juga membuktikan bahwa invasi menurunkan kinerja. Tetapi ini dipengaruhi dan tergantung pada kompleksitas tugas yang dikerjakan. Pada pekerjaan yang tidak terlampau sulit, kinerja tidak terlalu terlihat negatif. Tetapi pada pekerjaan yang lebih kompleks invasi menjadi sedemikian berpengaruh pada kinerja. Evans dan Howard (1972) serta Barefoot dan Kleck (1970) juga menemukan bahwa invasi terhadap ruang personal dapat menurunkan kemampuan memproses informasi. Oleh sebab itu pada saat belajar di perpustakaan ketika seseorang mendekati kita, seringkali kita menjadi terganggu dan kualitas kerja menurun. 133 • Berbeda dengan ruang personal yang sulit terlihat, dinamis mengikuti subjek, berpusat pada orang dan mengatur jarak individu; teritorialitas merupakan sesuatu yang terlihat, bersifat relatif menetap, tidak bergerak mengikuti organisme, berpusat pada tempat dan mengatur orang yang akan berinteraksi. Teritorialitas memiliki lima ciri yang menegaskan: 1) berruang, 2)dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh seorang individu atau kelompok, 3)memuaskan beberapa kebutuhan/ motif, 4)ditandai baik secara konkrit dan/ atau simbolik, 5)dipertahankan atau setidak-tidaknya orang merasa tidak senang bila dimasuki/ dilanggar dengan cara apa pun oleh orang asing. Selain itu, teritori pada umumnya lebih luas daripada ruang personal; apakah kita sedang berada di dalam teritori milik kita sendiri atau tidak, kita tetap mempertahankan dan menciptakan ruang personal. Definisi teritori adalah ruang yang dikuasai/ dikendalikan oleh individu/ kelompok dalam memuaskan motif/ kebutuhan dan ditandai dengan konkrit/ simbolik serta dipertahankan. Teritorialitas manusia diasosiasikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi daripada kebutuhan teritorialitas binatang untuk bertahan hidup, seperti misalnya citra diri (self-image) dan pengakuan diri. Teritori pribadi dan personalisasi lingkungan menciptakan atmosfir sosial dan dapat meningkatkan perasaan positif. Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan: Isolasi sosial (Privasi yang didapat > Privasi yang diinginkan) Privasi yang diinginkan (ideal) Mekanisme Kontrol Interpersonal -Personal Space -Teritori -Perilaku Verbal -Perilaku non Verbal Hasil (Privasi yang didapat) Optimum (privasi yang didapat= privasi yang diinginkan) Kesesakan (Privasi yang didapat < Privasi yang diinginkan) Gambar 2.16 Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan 134 • Tingkat privasi ruang. Kekurangan waktu untuk menyendiri akan menimbulkan efek psikologis yang dapat memperbesar pelanggaran, kejahatan, dan kepasifan. Punya waktu pribadi memberikan kita kesempatan menemukan diri sendiri. Seringkali, jika kita merasa tidak aman dengan diri kita sendiri, kita akan merasa kesulitan untuk merasa aman dengan orang lain atau situasi luar diri kita. Privasi mengijinkan orang untuk mencari jati diri masing-masing, untuk berkembang, dan untuk menjadi diri sendiri. • Konsep privasi dengan ruang peronal dan perilaku teritorial sangat berhubungan. Orang berjuang untuk mendapatkan tingkat privasi yang sesuai untuk kegiatan yang mereka lakukan. Privasi mempunyai hubungan dengan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mengendalikan interaksi visual (penglihatan), auditif (pendengaran), dan olfaktori (penciuman) dengan orang lain. Ada beberapa jenis privasi dan masingmasing memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda. Westin (1970) membedakan empat jenis privasi, yaitu: solitude, keadaan bebas dari pengamatan orang lain; intimacy, keadaan bersama orang lain tetapi bebas dari dunia luar; anonimity, keadaan tidak dikenali bahkan dalam keramaian; dan reserve, keadaan di mana seseorang membuat batasan psikologis untuk mengendalikan gangguan yang tidak diinginkan. Altman (1975) mendefinisikan privasi sebagai kontrol seleksi manusia untuk mengakses kepentingan diri sendiri dan kelompok. Definisi ini mempunyai dua elemen penting yaitu: pertama adalah privasi sebagai kemampuan untuk memisahkan diri dari orang lain, dan kedua adanya ukuran-ukuran fisik dari ruang untuk mendapatkan privasi. Orang bisa menggunakan area kerja untuk meningkatkan privasi, tapi bisa juga melakukan penyesuaian struktur partisi (pembatas ruang) dari ruang interior. Selain secara visual, instruksi privasi juga dapat dicapai melalui rintangan suara (auditory barrier). Bilamana lingkungan fisik tidak menyediakan privasi, banyak masalah akan muncul. Vinsel, dkk (1980) melakukan penelitian terhadap para 135 mahasiswa. Hasilnya menyatakan bahwa mahasiswa dropout akibat kurangnya privasi. Privasi merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan untuk menciptakan kesenangan dan kebahagiaan. • Faktor dari besarnya ukuran ruang yang diperlukan untuk memenuhi fungsi tersebut adalah situasi. Aktivitas dan hubungan tertentu menuntut lebih banyak jarak untuk mendapatkan komunikasi yang sesuai dan proteksi yang cukup. Zona yang dipakai tergantung dari hubungan kita dengan orang lain dan aktivitas yang kita lakukan. Keempat zona tersebut dipresentasikan dalam jarak-jarak fisik yang disebut juga sebagai jarak proksemik (kedekatan), yaitu: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak publik yang bervariasi dalam hal kualitas dan kuantitas stimulasi. Hubungan dan Aktivitas yang sesuai Jarak intim (0-0.45m) Jarak pribadi Kualitas Sensorik Kontak intim (hubungan seksual, Peningkatan kewaspadaan input sensor, kenyamanan kontak badan) dan sentuhan mengambil alih vokalisasi olahraga fisik (gulat). verbal sebagai bentuk komunikasi. Kontak antara teman dekat, juga Input sensor sedikit lebih waspada interaksi setiap hari dengan kenalan. daripada jarak intim, pandangan normal dan menyediakan feedback spesifik; (0.45-1.2m) komunikasi verbal ketimbang sentuhan. Kontak yang tidak pribadi dan Input Jarak sosial kontak bisnis. sensor kurang minimal; spesifik pandangan ketimbang jarak pribadi; suara normal (audibel 6m) (1.2-3.6m) dipertahankan; tidak memungkinkan sentuhan. Jarak Kontak formal antar individu (aktor, Tidak ada input sensor; tidak ada visual publik politikus) dengan publik. spesifik. (>3.6m) Tabel 2.7 Jarak Proksemik Keempat jarak yang diuraikan di atas dapat dibagi menjadi dua subfase pada masing-masing jaraknya sebagai berikut: - Jarak Intim 136 9 Fase dekat (0-15cm): perlindungan dan kasih sayang, pandangan tidak tajam, suara tidak perlu. 9 Fase jauh (15-45 cm): jarak sentuh, tidak layak di muka umum, pandangan terdistorsi, bau tercium, suara rendah berbisik. - Jarak Pribadi 9 Fase dekat (0.45-0.75 m): mempengaruhi perasaan, pandangan terganggu, fokus lelah, tekstur jelas. 9 Fase jauh (0.75-1.2 m): pembicaraan soal pribadi, pandangan baik, suara jelas/ perlahan. - - • Jarak Sosial 9 Fase jauh (2.1-3.6 m): melihat diri, formalitas. 9 Fase dekat (1.2-2.1 m): dominasi dan kerja sama. Jarak Publik 9 Fase jauh (>7.5 m): tokoh dengan massanya. 9 Fase dekat (3.6-7.5 m): belum saling kenal. Kontrol atas ruang. Kontrol atas lingkungan adalah aspek untuk bertahan hidup dan dibutuhkan untuk membentuk konsep diri dan kedewasaan seseorang. Jika orang merasa kehilangan kontrol atas lingkungannya, secara psikologis kemampuannya untuk berfungsi akan berkurang. Sebuah tempat personal yang dapat kita pengaruhi dan dapat disebut sebagai milik kita menjadi penting untuk pertumbuhan kita. Kehilangan kontrol atas lingkungan dapat perlahan-lahan menurunkan ambisi dan rasa percaya diri. 2.5. Data-data Hasil Penelitian Tentang Aspek-aspek yang Dapat Mestimulasi Indra Manusia Menghasilkan ide yang lebih banyak (kreatif) dapat dicapai salah satunya dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan lima alat indera yang ada13, karena itu stimulasi 13 Kutipan dari Buku Psikologi Arsitektur; oleh Deddy Halim, Ph.D. 137 terhadap indera merupakan hal yang penting yang juga harus diperhatikan dalam kaitannya dengan peningkatan kreativitas. • Berdasarkan artikel yang dari Majalah Edutopia pada bulan April 2007 yang ditulis oleh Prakash Nair dan Randall Fielding mengemukakan bahwa kenyamanan penting dalam meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam proses belajar. Prakash Nair dan Randall Fielding merupakan pemilik dan arsitek perusahaan Fielding Nair International. Kenyamanan ini meliputi: - Tempat yang tidak gaduh. Karena gaduh dapat menganggu konsentrasi, kejernihan pikiran, meningkatkan tekanan darah naik, dan mengakibatkan timbulnya permasalahan dalam pembelajaran. • - Kursi yang nyaman karena murid duduk di situ dalam waktu yang lama. - Kualitas udara di dalam ruang adalah kebutuhan pokok akan kenyamanan. - Temperatur yang nyaman (sekitar 20-22˚C dan kelembapan antara 30-70%) Peneliti otak Marian Diamond, meneliti secara ekstensif terhadap pembelajaran dan peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Penelitian ini dilakukan secara metode eksperimen. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sel dendritik di dalam otak bertumbuh seiring peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Sehingga peningkatan lingkungan belajar berdampak positif pada kemampuan belajar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketika siswa tidak merasa nyaman secara mental maupun fisikal, maka otak mereka akan terfokus pada kondisi tersebut daripada terfokus terhadap belajar yang seharusnya mereka lakukan. Tetapi jika lingkungan belajar membuat mereka merasa nyaman dan suasananya mendukung untuk proses pembelajaran, maka otak siswa akan berkembang dan lebih mudah dalam menerima informasi. Bersantai juga merupakan hal yang penting karena menenangkan otak menuju gelombang alpha (sekitar 9-11 siklus per detik). Gelombang ini sangat baik untuk meningkatkan pembelajaran dan kreativitas. Bersantai ini dapat dilakukan dengan bernapas dalam-dalam sekitar 5-10 menit untuk mengendurkan stres dari tubuh dan pikiran. Dengan bernapas dalam-dalam maka akan meningkatkan jumlah oksigen ke otak. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak untuk berpikir kreatif karena oksigen yang dipasok ke otak secara tidak langsung mengontrol tingkat 138 neurotransmitter serotonin sehingga memunculkan relaksasi dan meningkatkan intuisi. • Penelitian secara metode ekperimen yang dilakukan oleh Universitas Texas A&M yang diketuai oleh Dr. Roger Ulrich pada lingkungan kerja menunjukkan bahwa tanaman dan bunga membuat orang merasa senang, meningkatkan produktivitas kerja, memperluas ide para karyawannya, meningkatkan kemampuan kreatif para karyawannya dan juga meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Selama penelitian ini yang dikondisikan di lingkungan kerja yang memiliki tanaman dan bunga, baik pria maupun wanita menunjukkan peningkatan inovasi dalam cara berpikir, peningkatan perluasan dalam mendapatkan ide dan solusi yang original. Sampel pria yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan sebanyak 15% dalam mendapatkan lebih banyak ide. Ketika sampel pria lebih memperluas perolehan ide mereka, sampel wanita menunjukkan peningkatan kemampuan kreatif, solusi yang lebih fleksibel. Hal ini menunjukkan pentingnya lingkungan alami dalam mempengaruhi pembelajaran. Selain itu tanaman dan bunga juga mempengaruhi psikologi manusia, stres dan kesehatan. Dr. Ulrich merupakan peneliti tingkah laku dan direktur dari Center for Health Systems and Design di Universitas Texas A&M di Texas. Dr Ulrich juga merupakan profesor dalam bidang arsitektur pertamanan (landscape) dan diakui secara internasional sebagai ahli dalam bidang pengaruh-pengaruh lingkungan,perilaku, dan kesehatan manusia. 139 Gambar 2.17 Ruang kerja yang menggunakan dekorasi tanaman dan bunga • Penelitian secara metode eksperimental yang dilakukan oleh Boyatzis dan Varghese pada tahun 1994 mengenai emosi anak-anak terhadap warna-warna menemukan bahwa warna-warna terang menimbulkan emosi yang positif (seperti senang, kuat) dan warna-warna gelap (seperti hitam, abu-abu) menimbulkan emosi yang negatif (seperti sedih, marah). Penelitian juga dilakukan terhadap warna-warna ”dingin” (seperti biru, hijau, ungu) dan warna-warna ”hangat” (seperti merah, kuning, oranye). Penelitian ini menemukan bahwa warna-warna dingin menimbulkan perasaan tenang dan istirahat, sedangkan warna-warna hangat menimbulkan perilaku aktif dan menstimulasi. • Data-data yang diperoleh dari website perusahaan Herman Miller: Tabel 2.8 Perbedaan antara ciri kelas tradisional dengan situasi pembelajaran studio Tabel di atas adalah perbandingan antara ciri kelas tradisional dengan situasi pembelajaran studio yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Estrella Mountain Community College oleh perusahaan Herman Miller. Dari tabel di atas dapat dilihat perbedaan yang nyata antara kondisi ruang belajar tradisional dengan kondisi ruang belajar yang dibutuhkan oleh siswa. Dari penelitian tersebut juga 140 ditemukan bahwa kelas yang nyaman secara fisik dan psikologi dapat meningkatkan fokus pikiran, memperkecil perasaan terganggu, menjernihkan pikiran dari gangguan yang dapat menghalangi pekerjaan atau pembelajaran. Sedangkan ketidaknyamanan membuat orang merasa terganggu. Gambar 2.18 Piramida cara pembelajaran berdasarkan penelitian National Training Laboratories Penelitian yang dilakukan oleh National Training Laboratories menemukan bahwa pengajaran dan pembelajaran secara aktif dan kolaboratif terbukti lebih efektif karena itu tempat duduk dalam kelas sebaiknya dibuat berkelompok melingkar agar menunjang pengajaran secara kinetik dan dinamis. Tempat duduk jangan disusun secara berbaris dan tidak dapat dipindah-pindah karena susunan tempat duduk berbaris menimbulkan kepasifan. 141 Gambar 2.19 Ruangan yang sama dengan furniture yang fleksibel dapat membuat berbagai konfigurasi yang dibutuhkan sesuai dengan model pembelajaran yang dibutuhkan. Gambar 2.20 Membagi ide menjadi sebuah proses yang interaktif 142 Gambar 2.21 Furniture yang fleksibel dan dukungan teknologi memudahkan siswa untuk belajar • Penelitian dengan metode riset dan survey yang dilakukan oleh Beth Schapiro & Associates menunjukkan bahwa kelas (ruang belajar) yang didesain dengan baik akan meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa desain ruang belajar memberikan dampak yang penting terhadap pembelajaran dan prestasi siswa. Selain itu, kelas yang nyaman seperti tempat duduk dan area belajar yang nyaman, pencahayaan yang baik, suasana yang tenang merupakan hal penting dalam meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa. Suasana yang tenang dapat dipenuhi dengan membatasi kapasitas siswa 15-20 orang per kelas. Material lantai yang direkomendasikan untuk ruang belajar adalah karpet karena karpet tidak licin sehingga mencegah terpeleset, memberi kenyamanan, menyerap suara. • Pencahaayaan pada ruang studio sebaiknya dari pencahayaan alami karena pencahayaan alami adalah cahaya berspektrum penuh sehingga dalam tahap 143 pengerjaan pewarnaan kita dapat konsisten. Hal ini mengharuskan studio memiliki bukaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan alami secara merata. Tetapi pencahayaan buatan juga dibutuhkan untuk mengantisipasi cuaca yang tidak menentu. Pencahayaan buatan (baik lampu incandescent maupun fluorescent) sebaiknya mendekati pencahayaan alami yaitu yang berspektrum penuh. Pencahayaan alami memiliki ukuran 100CRI (Color Rendering Index) karena itu pencahayaan buatan juga sebaiknya yang mendekati 100CRI (sekitar 91 CRI ke atas). • Penelitian Dr. Gilian Hale menemukan bahwa aromatik dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi, mengendurkan stres, meningkatkan produktivitas dan mood (seperti aromatik cedarwood, dan daun lemon). Sedangkan aromatik ekaliptus dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas, mengatasi kebingungan, dan kegelisahan. Dr. Gilian Hale adalah peneliti berkebangsaan Inggris yang bergelut dalam bidang alternatif aromaterapi. • Penelitian ekstensif dan eksperimen yang dilakukan oleh Chris Boyd Brewer (diambil dari buku yang telah ditulisnya yang berjudul Music and Learning pada tahun 1995) menemukan bahwa musik dapat membantu dalam proses belajar karena musik dapat meningkatkan kreativitas, fokus, perhatian, daya ingat, menimbulkan inspirasi dan motivasi, menimbulkan imajinasi, merubah gelombang otak (menjadi gelombang alpha karena gelombang alpha meningkatkan intuisi dan menimbulkan rasa santai), dan lain-lain. Khususnya untuk meningkatkan kreativitas, telah dilakukan sebuah penelitian pada kelas mengarang (menulis) dan terbukti bahwa siswa menulis dua kali lebih banyak ketika ada musik dibanding dengan ketika tidak ada musik. Dari penelitian tersebut dihasilkan jenis-jenis musik yang dapat digunakan untuk menstimulasi siswa: - Musik yang dapat membangkitkan suasana menggembirakan seperti: Dance of the Renaissance karya Richard Searles, Emerald Castles karya Richard Searles, Sun Spirit karya Deuter, dan lain-lain. 144 - Musik yang dapat digunakan untuk membuat pengguna terfokus dan berkonsentrasi seperti: Relax with the Classics dari the Lind Institute, Velvet Dreams karya Daniel Kobialka, Mozart and Baroque Music dari the Barzak Institute, dan lain-lain. - Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan energi dan produktivitas, seperti: Earth Tribe Rhythms karya Brent Lewis, Hooked on Classics, Tunes for Trainers, dan lain-lain. - Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan kreativitas, seperti: Pianoforte karya Eric Daub, Oceans karya Christopher Peacock, Mozart Effect: Relax, Daydream, and Draw, dan lain-lain. - Musik yang dapat membangkitkan suasana yang menyenangkan dan penyambutan, seperti: Boundaries karya Scott Wilkie, Echoes of Incas karya Ventana al Sol, dan lain-lain. BAB III METODE PENELITIAN DAN STUDI KASUS 3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bab di depan, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif. Dalam kaitan dengan penelitian ini, metode kuantitatif dan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan tentang metode pembelajaran seperti apa, bagaimana fasilitas ruang pendidikan yang dapat mengakomodasi metode pembelajaran, dan bagaimana desain ruang studio desain interior yang dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa desain interior di pendidikan tinggi (seni rupa dan) desain di Indonesia. 145