A. Kelistrikan Tubuh 1. Listrik Dalam Tubuh Listrik memegang peranan penting dalam kedokteran. Ada dua aspek listrik dan magnet dalam pengobatan yaitu efek listrik dan magnetik yang dihasilkan di dalam tubuh dan aplikasi listrik dan magnet ke permukaan tubuh. Luigi Galvani memberikan kontribusi pertama di bidang ini pada tahun 1786 ketika ia menemukan listrik di kaki kodok. Sejak saat itu bertahun-tahun penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam percobaan yang berhubungan dengan efek listrik di dalam dan pada permukaan tubuh. Penelitian dasar masalah ini disebut neurofisiologi. Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi untuk mengontrol dan mengoperasikan syaraf, otot, dan organ. Pada dasarnya semua fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik dalam beberapa cara, diantaranya yaitu kekuatan otot yang disebabkan oleh daya tarik dan tolakan dari muatan listrik. Aktifitas otak pada dasarnya juga bersifat elektrik. Pada sistem saraf otak semua sinyal dari otak dan yang menuju otak melibatkan aliran arus listrik. Sistem saraf berperan penting dalam hampir setiap fungsi tubuh. Pada dasarnya, pusat saraf (otak) menerima sinyal internal dan eksternal dan biasanya membuat tanggapan yang tepat. Informasi ini ditransmisikan sebagai sinyal-sinyal listrik di sepanjang saraf. Sistem komunikasi yang efisien ini dapat menangani banyak jutaan bentuk informasi pada waktu yang sama dengan kecepatan tinggi. Dalam melaksanakan fungsinya, tubuh banyak menghasilkan sinyal listrik. Sinyal listrik yang dihasilkan merupakan hasil aksi elektrokimia sel tertentu. Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk memperoleh informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organ-organ tertentu. Potensial listrik dan sinyal listrik dapat diukur dengan alat-alat sebagai berikut: Elektromiograf (EMG) adalah alat yang digunakan untuk memantau aktivitas listrik otot, elektrokardiograf (EKG) yang digunakan untuk memantau aktivitas listrik jantung, dan elektroensefalograf (EEG) adalah alat yang digunakan untuk memantau aktivitas listrik otak. 5 6 2. Kelistrikan Sistem Saraf Dan Neuron Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan mentransmisikan pesan listrik. Ada banyak jenis neuron, pada dasarnya neuron terdiri dari sel-sel tubuh yang menerima pesan listrik dari neuron lain melalui kontak yang disebut sinapsis yang terletak di dendrit atau pada tubuh sel. Gambar 2.1 Skema Neuron (Sumber Kamus Visual, 2003) Gambar 2.1 merupakan gambar bagian-bagian dari sel saraf. Pada bagian ujung saraf terdapat dendrit. Dendrit merupakan bagian dari neuron yang khusus untuk menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lainnya. Pada dendrit saraf terdapat multi sensor yang berfungsi menerima segala bentuk rangsangan dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Jika stimulus atau rangsangan cukup kuat, neuron mengirimkan sinyal listrik ke luar sepanjang serat yang disebut akson. Akson, atau serat saraf, yang panjangnya 1 m, membawa sinyal listrik ke otot, kelenjar, atau neuron lainnya melalui terminal akson. a. Potensial Listrik Saraf Di seluruh permukaan atau membran neuron terdapat beda potensial (tegangan) yang disebabkan adanya ion negatif yang lebih di bagian dalam membran daripada di luar. Pada kondisi ini, neuron dikatakan terpolarisasi. Bagian dalam sel biasanya mempunyai tegangan 60-90 mV lebih negatif daripada di bagian luar sel. Beda potensial ini disebut potensial istirahat neuron. Gambar 2.2 menunjukkan konsentrasi skematis dari berbagai ion di dalam dan di luar suatu membran akson. Ketika neuron dirangsang, terjadi perubahan potensial 7 sesaat yang besar pada potensial istirahat di titik rangsangan. potensi ini disebut potensial aksi, yang menyebar sepanjang akson. Potensial aksi adalah metode utama transmisi sinyal di dalam tubuh. stimulasi ini dapat disebabkan oleh rangsangan secara fisik dan berbagai reaksi kimia seperti panas, dingin, cahaya, suara, dan bau. Jika rangsangan ini berupa sinyal listrik, hanya diperlukan sekitar 20 mV melintasi membran untuk memulai potensial aksi. Gambar 2.2 Tingkat konsentrasi ion K+, Na+, Cl-, dan ion-ion protein di dalam dan luar sel (dalam mol/L). Di dalam sel lebih negatif dibandingkan di luar sekitar 60-90 mV. dengan medan listrik E. (John R. Cameron, 2003: 200). Potensial istirahat dapat dijelaskan dengan menggunakan model suatu membran yang memisahkan larutan KCl (Gambar 2.3a). KCl terdiri dari larutan ion K+ dan ion Cl-. Diasumsikan bahwa membran memungkinkan ion K+ melewatinya tetapi tidak mengizinkan lewatnya ion Cl ˉ. Ion K+ menyebar bolakbalik melintasi membran, namun, transfer bersih berlangsung dari daerah konsentrasi tinggi H ke wilayah konsentrasi rendah L. Akhirnya akibat dari gerakan ini menyebabkan kelebihan muatan positif di L dan kelebihan muatan negatif di H. Muatan tersebut berbentuk lapisan pada membran yang berfungsi untuk menghasilkan kekuatan listrik yang menghambat aliran ion K+ dari H ke L. Pada akhirnya ada suatu keseimbangan (Gambar 2.3b). Secara kualitatif, potensial 8 istirahat sebuah saraf ada karena membran bersifat impermeable (tidak dapat dilewati) terhadap ions A- (protein) yang berukuran besar, ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan membran tersebut bersifat permeable (dapat dilewati) untuk ion K+, Na+, dan ion Clˉ. Gambar 2.3 Model potensial istirahat (a) Ion K+ menyebar dari H ke L, menghasilkan beda potensial (lapisan dipol) sepanjang membran dan menghasilkan potensial. (b) keadaan seimbang. (John R. Cameron, 2003: 201). Rangsangan Sel saraf Potensial sel saraf istirahat dapat diganggu oleh: 1. Rangsangan Listrik 2. Kimia 3. Fisis/mekanik Gambar 2.4 Gelombang aktifitas listrik sel saraf (Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/) Jika ada impuls, maka butir-butir membran akan berubah dan ion-ion Na+ akan masuk dari luar sel ke dalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel akan menjadi lebih positif daripada di luar sel, dan potensial membran meningkat. Keadaan ini disebut depolarisasi. Gangguan ini sedikit mempengaruhi potensial 9 membran, dan cepat kembali pada nilai istirahatnya= -70 mV. Jika Rangsangan tersebut kuat, menyebabkan terjadinya depolarisasi dari -90mV menjadi -50 mV ( potensial ambang). Terjadinya depolarisasi menyebabkan perubahan potensial menjadi terbuka. Ion-ion Na+ mengalir masuk ke dalam sel dengan cepat dan dalam jumlah banyak, sehingga menimbulkan arus listrik : I= dq/dt Keterangan : I = Kuat arus (amper) dq/dt = perubahan muatan per satuan waktu Aliran Na+ menyebabkan terjadinya perubahan potensial listrik menjadi +40mV. Setelah depolarisasi, saluran Na+ tertutup selama 1 ms sampai membran tidak dapat dirangsang lagi. Perubahan transien pada potensial listrik di antara membran disebut potensial aksi. Setelah mencapai puncak mekanisme pengangkutan di dalam sel membran dengan cepat mengembalikan ion Na+ ke luar sel sehingga membran kembali ke keadaan potensial istirahat. Gambar 2.5 menunjukkan bagaimana skema akson menyebarkan potensial aksi. Grafik dari potensial yang diukur antara titik P dan bagian luar akson juga ditampilkan. Akson ini memiliki potensial istirahat dari sekitar -80 mV (Gambar 2.5a). Jika ujung kiri akson dirangsang, dinding membran menjadi menyerap ion Na+ dan ion ini berjalan melalui membran, hal ini menyebabkan terjadinya depolarisasi. Bagian dalamnya sesaat menjadi bermuatan positif dengan tegangan sekitar 50 mV. Potensial aksi di bagian yang dirangsang menyebabkan pergerakan ion, seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah pada Gambar. 2.5b, yang menyebabkan depolarisasi di bagian sebelah kanan (Gambar 2.5c, d, dan e). Sementara itu di titik rangsangan asal telah pulih (repolarisasi) karena ion K+ telah pindah keluar untuk mengembalikan potensial istirahat (Gambar. 2.5c, d, dan e). 10 Gambar 2.5 Transmisi impuls saraf sepanjang akson. (a) potensial istirahat akson sekitar – 80 mV. (b) rangsangan pada bagian kiri menyebabkan depolarisasi membran. (c) Arus positif mengalir pada tepi leading. (d dan e) Sementara itu, ion K+ keluar dari inti akson dan memulihkan potensial istirahat (repolarisasi membran). Tegangan yang berpindah sepanjang saraf adalah potensial aksi. (John R. Cameron, 1978: 187) Potensial aksi kebanyakan neuron dan sel-sel otot, berlangsung selama beberapa mili detik, namun potensi aksi untuk otot jantung berlangsung lama sekitar 150-300 mili detik (Gambar 2.6). 11 Gambar 2.6 Bentuk gelombang potensial aksi dari (a) saraf akson (b) sel otot kerangka (c) sel otot jantung. Skala waktu masingmasing berbeda. (John R. Cameron, 1978: 187). b. Jenis-Jenis Serat Saraf Pemeriksaan akson dari berbagai sel saraf dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa ada dua jenis serat saraf. Membran beberapa akson ditutupi dengan lapisan lemak insulator yang disebut mielin yang memiliki celah yang tidak terisolasi kecil yang berukuran beberapa milimeter yang disebut nodes of Ranvier (Gambar 2.1), saraf ini disebut sebagai saraf mielinated. Akson dari saraf lain yang tidak memiliki lengan (selubung) mielin, disebut saraf unmielinated. Kebanyakan saraf manusia memiliki kedua jenis serat saraf tersebut. Banyak penelitian awal tentang perilaku listrik saraf dilakukan di serat saraf mielin. Serat saraf bermielin, banyak terdapat pada manusia dan melakukan potensial aksi lebih cepat daripada serat saraf tanpa mielin. Selubung mielin pada gambar 2.1 adalah insulator yang baik dan memiliki kapasitansi listrik sangat rendah. Potensial aksi makin menurun apabila melewati serat saraf bermielin. Penurunan sinyal kemudian bertindak seperti rangsangan pada node of ranvier (celah) berikutnya untuk memulihkan potensial aksi kembali kekeadaan awalnya. Dua faktor utama yang mempengaruhi kecepatan propagasi potensial aksi yaitu hambatan dalam membran inti dan kapasitansi (atau muatan yang tersimpan) 12 yang ada pada membran. Penurunan potensial aksi yang baik akan meningkatkan kecepatan propagasi. Hambatan internal sebuah akson menurun dengan semakin meningkatnya diameter, sehingga sebuah akson dengan diameter besar akan memiliki kecepatan propagasi yang lebih tinggi daripada akson dengan diameter kecil. Semakin besar muatan yang tersimpan pada membran, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi, dan dengan demikian semakin lambat kecepatan propagasi. Karena kapasitansi rendah, muatan yang tersimpan di bagian serat saraf mielin sangat kecil dibandingkan pada serat tanpa mielin pada diameter dan panjang yang sama. Oleh karena itu kecepatan konduksi dalam serat saraf mielin ini lebih cepat. Akson tanpa mielin cumi-cumi (diameter ~ 1 mm) memiliki kecepatan propagasi 20 sampai 50 ms-1, sedangkan serat saraf mielin dalam manusia (diameter ~ 10 μm) memiliki kecepatan propagasi sekitar 100 ms-1. Perbedaan kecepatan konduksi sinyal menjelaskan mengapa terjadi loncatan dari node dalam serat saraf mielin. 3. Kelistrikan Tulang Sumber listrik pada tubuh yang lain adalah tulang. Pertumbuhan tulang adalah salah satu proses kehidupan yang dikendalikan secara elektrik. Tulang mengandung kolagen yang merupakan suatu bahan piezoelektrik yaitu apabila diberikan suatu gaya kepada kolagen, akan terbentuk potensial dc kecil. Kolagen menghantarkan arus listrik dengan muatan negatif sedangkan kristal mineral tulang (apatit) yang terletak dekat dengan kolagen menghantarkan arus listrik dengan muatan positif. Pada sambungan antara kedua jenis semikonduktor ini, arus akan mengalir ke satu arah tetapi tidak kearah lain (ini adalah gagasan dasar dalam mengubah sinyal ac menjadi dc dengan rectification). 4. Aktifitas Kelistrikan Pada Otot Informasi diagnostik tentang otot dapat diperoleh dari aktivitas kelistrikan pada saluran transmisi potensial aksi dari akson ke otot, sebagai penyebab 13 terjadinya kontraksi otot. Otot terdiri dari banyak unit motor. Sebuah unit motor terdiri dari sebuah neuron bercabang tunggal dari batang otak atau kabel spinal dan 25-2000 serat otot (sel) yang terhubung ke ujung pelat motor (Gambar 2.7). Potensial istirahat pada membran serat otot mirip dengan potensial istirahat di serat saraf. Tindakan Otot dimulai oleh potensial aksi yang bergerak sepanjang akson dan ditransmisikan melalui ujung pelat motorik ke serat otot, menyebabkan serat otot saling kontraksi. Gambar 2.7 Skema neuron dimulai dari spinal cord dan diakhiri beberapa sel Neuron dan sel otot penghubung membuat sebuah unit motorik. (John R. Cameron, 1978: 190). Hubungan antara dua buah saraf disebut sinapsis, berakhirnya saraf pada sel otot atau hubungan saraf otot disebut Neuromyal Juction. Baik sinapsis maupun Neuromial Junction mempunyai kemampuan meneruskan gelombang depolarisasi dengan cara lompat dari satu sel ke sel yang berikutnya. Gelombang depolarisasi ini penting pada sel membran otot, karena pada waktu terjadi depolarisasi, zat kimia yang terdapat pada otot akan trigger/ bergetar/ berdenyut menyebabkan kontraksi otot dan setelah itu akan terjadi repolarisasi sel otot hal mana otot akan mengalami relaksasi. 14 5. Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung Gambar 2.8 menjelaskan tentang bagian-bagian jantung. Jantung memiliki empat bagian yaitu dua ruang atas, atrium kiri dan atrium kanan, yang disinkronisasi untuk kontraksi secara bersamaan, dua ruang yang lain yaitu dua ruang bawah, ventrikel kiri dan kanan. Atrium kanan menerima darah vena dari tubuh dan memompanya ke ventrikel kanan. Ventrikel ini memompa darah melalui paru-paru. Kemudian darah mengalir ke atrium kiri. Kontraksi atrium kiri mengalirkan darah ke ventrikel kiri, yang kontrak dan memompanya ke dalam sirkulasi umum yaitu darah melewati pembuluh kapiler ke pembuluh vena dan kembali ke atrium kanan. Gambar 2.8 Anatomi Jantung Manusia (Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/) Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung Jantung mempunyai aktifitas listrik meliputi: Sino Atrio Nodus, Atrio Ventrikuler Nodus, Berkas His dan Serabut Purkinje, inilah point penting dalam pembacaan EKG. Listrik jantung dihasilkan oleh adanya reaksi sel jantung dengan ion Na+. Sel membran otot jantung (miokardium) berbeda dengan saraf dan otot bergaris. Saraf dan otot bergaris memerlukan rangsangan supaya ion Na+ masuk ke dalam sel, proses masuknya ion Na+ ke dalam sel disebut proses depolarisasi. Sedangkan depolarisasi pada sel otot jantung, ion Na+ mudah bocor (tidak memerlukan rangsangan dari luar), setelah repolarisasi komplit, ion Na+ akan 15 masuk lagi ke dalam sel yang disebut depolarisasi spontan. Depolarisasi spontan ini menghasilkan gelombang depolarisasi untuk seluruh otot miokardium. Depolarisasi sel membran otot jantung oleh perambatan potensial aksi menghasilkan kontraksi otot sehingga terjadi denyut jantung. Gerakan ritmis jantung dikendalikan oleh sebuah sinyal listrik yang diprakarsai oleh rangsangan spontan dari sel-sel otot khusus yang terletak di atrium kanan. Sel-sel ini membentuk sinoatrial (SA) node, atau alat pacu jantung alami (Gambar. 2.9). SA node berdetak secara berkala sekitar 72 kali per menit. Namun, laju detak dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan saraf eksternal untuk mengetahui respon jantung terhadap kebutuhan darah tubuh serta rangsangan lainnya. Sinyal listrik dari SA node memulai depolarisasi saraf dan otot dari kedua atrium, menyebabkan atrium berkontraksi dan memompa darah ke dalam ventrikel. Sehingga terjadilah repolarisasi dari atrium tersebut. Sinyal listrik kemudian lolos ke atrioventrikular (AV) node, yang mengawali depolarisasi ventrikel kanan dan kiri, menyebabkan mereka kontrak dan memaksa darah masuk ke dalam paru dan sirkulasi umum. Saraf dan otot ventrikel kemudian mengalami repolarisasi dan siklus dimulai lagi. Secara skema dapat dijelaskan sebagai berikut: Gambar 2.9 Penjalaran Depolarisasi (John R. Cameron, 1978: 190). 16 Keterangan: SA node memulai gelombang depolarisasi dari atrium kanan ke atrium kiri dalam 70 sekon –> terjadi kontraksi atrium. Gelombang depolarisasi berlanjut ke AV node –> AV node mengalami depolarisasi. Gelombang dari AV node melalui bundle of his (BH) dan diteruskan ke bundle branch (BB) –> BB mengalami depolarisasi. Diteruskan ke jaringan purkinye –> endokardium –> berakhir di epikardium –> terjadi kontraksi otot jantung. Setelah repolarisasi, miokardium mengalami relaksasi. Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. Gambar 2.10. Skema potensial aksi turun pada dinding jantung. Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R. Cameron, 1978: 198). Aliran arus yang dihasilkan tubuh memulai terjadinya penurunan potensi seperti yang ditunjukkan skema pada resistor. Distribusi potensial untuk seluruh jantung ketika ventrikel adalah satu-setengah kali depolarisasi yang ditunjukkan oleh garis ekuipotensial pada Gambar 2.11. Perhatikan bahwa potensi diukur pada permukaan tubuh bergantung pada lokasi elektroda. Bentuk garis potensial ditunjukkan pada Gambar 2.11 hampir sama dengan yang diperoleh dari sebuah dipol listrik. 17 Gambar 2.11. Distribusi potensial bagian dada pada saat ventrikel depolarisasi separuh. Electrode yang diletakkan di titik A, B, dan C mengindikasikan potensial pada saat itu. (John R. Cameron, 1978: 199). Garis ekuipotensial pada waktu lain dalam siklus jantung juga bisa direpresentasikan oleh dipol listrik, namun dipol untuk momentum yang berbeda dalam siklus akan berbeda ukuran dan orientasi. Model dipol listrik jantung pertama kali diusulkan oleh AC Waller pada tahun 1889 kemudian dirubah oleh orang lain. B. Pengukuran Isyarat Listrik Tubuh Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk memperoleh informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organorgan tertentu. Alay yang digunakan untuk mengukur isyarat listrik tubuh adalah: 1. Electromiograf (EMG) 2. Electroneurograf (ENG) 3. Electroretionograf (ERG) 4. Electrogastrograf (EGG) 5. Electroensefalograf (EEG) 6. Electrokardiograf (EKG) 18 Pada pembahasan di bawah, akan dibahas 3 dari 6 isyarat listrik yang terkenal yaitu Electromiograf (EMG), Electrokardiograf (EKG), Electroensefalograf (EEG). 1. Sinyal Listrik Dari Otot-Elektromiograf (EMG) Pencatatan potensial biolistrik otot selama pergerakan otot disebut electromiogram. Otot dilayani oleh beberapa unit motor. Suatu unit motor terdiri dari cabang-cabang tunggal neuron atau saraf dari otak atau medulla spinalis. Ada 25-2.000 serat otot (sel), dihubungkan dengan saraf via motor end plate, sehingga potensial istirahat yang melewati serat otot serupa dengan potensial istirahat yang melewati serat saraf. Oleh sebab itu gerakan otot berkaitan dengan satu potensial aksi yang merambat sepanjang akson dan diteruskan ke serat saraf otot melalui motor end plate. Catatan dari potensial aksi dalam sel otot tunggal secara skematis diperlihatkan pada Gambar 2.12 Pengukuran tersebut dibuat dengan elektroda yang sangat kecil (microelectrode) yang ditusukkan melalui membran otot. Gambar 2.12 Rangkaian instrument untuk mengukur potensial aksi pada sel otot tunggal. Electrode dibenamkan didalam cairan pada sel. (John R. Cameron, 1978: 190). Sel-sel otot tunggal biasanya tidak dipantau dalam ujian EMG karena sulit untuk mengisolasi serat tunggal. Sebaliknya, elektroda EMG biasanya merekam aktivitas listrik dari beberapa serat. Dalam pemeriksaan EMG tersebut menggunakan elektroda permukaan dan elektroda jarum konsentris. Elektroda permukaan menempel pada kulit mengukur sinyal-sinyal listrik dari banyak unit 19 motor. Sebuah jarum elektroda konsentris dimasukkan di bawah kulit mengukur aktivitas unit motor tunggal melalui kabel berisolasi yang terhubung ke titik unit motor tersebut. Gambar 2.13 menunjukkan EMG dari dua jenis elektroda Sebuah pengaturan yang khusus untuk rekaman EMG ditunjukkan pada Gambar 2.13. Sinyal listrik otot ini dapat ditampilkan secara langsung di salah satu saluran osiloskop, dan sinyal dapat diintegrasikan dan ditampilkan di saluran kedua. Sinyal juga dapat dikirimkan melalui sebuah amplifier sehingga sinyal tersebut dapat terdengar oleh pengeras suara. Catatan integrasi (dalam tegangan kedua) adalah ukuran kuantitas listrik yang terkait dengan potensial aksi otot. Gambar 2.13 EMG diperoleh dengan electroda jarum konsentris dan permukaan electrode. (John R. Cameron, 1978: 191). Gambar 2.14 menunjukkan bentuk rangkaian EMG. Dalam klinik, suara EMG dan bentuk integrasi sering digunakan untuk menentukan kondisi otot selama kontraksi. EMG dapat diperoleh dari otot atau unit motorik yang dipicu elektrik, dan cara ini sesuai dengan kontraksi otot yang tidak dipaksakan. Kontraksi otot yang tidak dipaksakan (voluntary contraction) biasanya terjadi selama 100 milidetik karena semua unit motorik tidak akan melakukan tembakan pada saat yang sama, 20 selain itu setiap unit motorik bisa menghasilkan beberapa potensi tindakan (potensial aksi) tergantung pada sinyal yang dikirim dari sistem saraf pusat. Gambar 2.14 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG. (Sumber http://www.medtek.ki.se/medicaldevices/album/Ch/Measurement+ methods.html) Dengan stimulasi listrik, waktu stimulasi dapat ditetapkan dengan baik dan semua serat otot menembak pada waktu yang hampir bersamaan. Sebuah pulsa rangsangan tertentu mungkin memiliki amplitudo 100 V dan periode 0,1-0,5 milidetik. Gambar 2.15 EMG untuk (a) kontraksi minimal ditunjukkan oleh potensial aksi dari unit motorik tunggal. (b) kontraksi maksimal ditunjukkan oleh potensial aksi dari banyak unit motorik. (John R. Cameron, 1978: 192). 21 EMG yang diperoleh selama rangsangan listrik dari unit motor ditunjukkan pada Gambar 2.16 Potensial aksi muncul dalam EMG setelah jangka waktu latency (waktu antara stimulasi dan permulaaan respon). Hasil EMG digunakan untuk menentukan apakah potensial aksi dan periode latensinya sama. Jika hasil EMG otot tubuh simetris maka otot tersebut normal, cara yang lain yaitu dengan dengan membandingkannya dengan orang normal. Gambar 2.16 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG selama rangsangan listrik pada unit motorik. (John R. Cameron, 1978: 193). Gambar 2.17 Rangsangan listrik pada saraf sensorik dan motorik pada bayi (a) skema diagram instrument. (b) Untuk rangsangan per waktu tingkat rendah. (c) Untuk rangsangan sedang. (d) Untuk rangsangan besar. (John R. Cameron, 1978: 194). 22 Rangsangan listrik unit motorik, dapat digunakan untuk merangsang saraf sensorik yang membawa informasi ke sistem saraf pusat. Sistem refleks dapat dipelajari dengan mengamati respon refleks pada otot (Gambar 2.17a). Pada rangsangan tingkat rendah, beberapa saraf sensori aktif namun saraf motorik tidak dan tidak ada respon M yang terlihat (Gambar 2.17b). Potensial aksi dari saraf sensorik pindah ke sumsum tulang belakang dan menghasilkan respon refleks yang bergerak sepanjang saraf motor dan memulai sebuah respon tunda H pada otot. Saat rangsangan meningkat, kedua saraf motorik dan saraf sensorik terangsang dan baik M dan respon H dapat terlihat (Gambar 2.17Hc). Pada tingkat rangsangan yang besar, hanya respon M yang terlihat (Gambar 2.17.Hd). Kecepatan dari potensial aksi dalam saraf motorik juga dapat ditentukan. Rangsangan yang diberikan pada dua lokasi, dan periode latensi untuk setiap respon diukur. Perbedaan antara dua periode latency adalah waktu yang diperlukan untuk potensial aksi menempuh jarak antara kedua saraf; kecepatan dari potensial aksi ini jarak dibagi selang waktu antara dua periode latency. Gambar2.18 Kecepatan konduksi saraf sensori dapat ditentukan dengan rangsangan pada suatu lokasi tertentu dan dari rekaman respon dengan meletakkan electroda pada jarak yang diketahui. (John R. Cameron, 1978: 196). Penjelasan dari gambar diatas respon berjalan sejauh 0,25m dari posisi 1 ke posisi 2 dalam waktu 4,3 msec. Kecepatan konduksinya dapat dihitung: 23 v x 0,25m t 4,3x10 3 sec v 58m / sec Sedangkan kecepatan konduksi saraf sensori ketika respon berjalan dari posisi 2 ke 3 adalah: v x 0,20m t 4 x10 3 sec v 50m / sec Kecepatan konduksi untuk saraf sensoris dapat diukur dengan merangsang di salah satu bagian dan rekaman di beberapa lokasi yang diketahui jaraknya dari titik stimulasi (Gambar 2.18). Banyak sekali kerusakan saraf pada saat terjadi penurunan kecepatan konduksi. kecepatan umum konduksi adalah 4060 m/detik, kecepatan di bawah 10 m/detik menunjukkan adanya masalah. Selama Electomiogram berlangsung dilakukan beberapa kali rangsangan hal ini dilakukan untuk menentukan karakteristik kelelahan otot. Otot-otot utama pada manusia dapat direstimulasi pada tingkat antara 5 dan 15 Hz. Seorang pasien dengan penyakit myasthenia gravis menunjukkan kelemahan otot saat melaksanakan tugas otot berulang-ulang. Hasil EMG pasien menunjukkan bahwa pada stimulasi yang dilakukan secara berulang-ulang, saraf motorik gagal untuk mentransmisikannya ke otot. 2. Sinyal Listrik Dari Jantung-Electrokardiograf (EKG) Saraf dan otot jantung dapat dianggap sebagai sumber listrik tertutup dalam sebuah konduktor listrik, batang tubuh. Jelas tidak mudah untuk membuat pengukuran listrik langsung pada jantung; informasi diagnostik diperoleh dengan pengukuran potensi listrik yang dihasilkan oleh jantung di berbagai tempat di permukaan tubuh. Catatan potensi jantung pada kulit disebut elektrokardiogram (EKG). Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam 24 jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20 Aliran arus yang dihasilkan tubuh memulai terjadinya penurunan potensi seperti yang ditunjukkan skema pada resistor. Gambar 2.20 Skema potensial aksi turun pada dinding jantung. Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R. Cameron, 1978: 198). Gambar 2.21 Bidang elektrokardiografik dan vektor dipol listrik. RA, LA, RL, dan LL mengindikasikan lokasi electroda pada bagian kanan dan kiri tangan dan kaki. (John R. Cameron, 1978:200). Potensial listrik (jantung) yang diukur pada permukaan tubuh hanyalah proyeksi sesaat dari vektor dipol listrik dalam arah tertentu. Vektor dipol listrik 25 tersebut merupakan fungsi perubahan dari waktu. Potensial listrik diproyeksikan sama dipole listrik tersebut. Gambar 2.21 menunjukkan vektor dipol listrik pada tiga pesawat elektrokardiografi tubuh. Permukaan elektroda untuk pengamatan EKG yang paling sering terletak di lengan kiri (LA), lengan kanan (RA), dan kaki kiri (LL). Meskipun lokasi elektroda berbeda tergantung situasi medis; namun lokasi yang paling sering digunakan adalah tangan atau posisi yang lebih dekat ke jantung. Pengukuran potensial antara RA dan LA disebut Lead I, dan antara RA dan LL disebut Lead II, sedangkan antara LA dan LL disebut lead III (Gambar 2.22). Gambar 2.22. Konektor listrik untuk lead, I, II, III. Rekaman Muatan kutub pada umumnya dalam instrument mengindikasikan masing-masing lead. (John R. Cameron, 1978: 201). Konfigurasi ini dirintis oleh Willem Einthoven, seorang ahli fisiologi Belanda, dan ketiga lead tersebut disebut standar ekstremitas lead. Biasanya, ketiga standar ekstremitas lead tersebut digunakan dalam pemeriksaan klinis. Potensi antara dua diantaranya memberikan amplitudo relatif dan arah dari vektor dipol listrik pada bidang frontal (Gambar 2.23). Tiga konfigurasi lead tambahan, aVR, aVL, dan aVF , juga diperoleh di bidang frontal. Untuk lead aVR , satu sisi perekam terhubung ke RA dan sisi lain terhubung ke pusat dua resistor yang terhubung ke LL dan LA (Gambar 2.24). Dua lead tambahan lainnya diperoleh dengan cara yang sama, untuk lead aVL, perekam melekat ke elektroda LA dan resistor yang terhubung ke RA dan LL; untuk lead aVF, perekam melekat ke elektroda LL dan resistor terhubung ke RA dan LA. 26 Gambar 2.23 Skema dipole listrik pada jantung diproyeksikan pada bidang frontal. Potensial didalam lead I pada beberapa moment proposional terhadap proyeksi vector dipol pada garis RA-LA; potensial di Lead II dan III proposional terhadap proyeksi pada sisi lain segitiga. (Sumber: http://www.bem.fi/book/16/16.htm) Gambar 2.24 Penambahan Lead diperoleh dengan menempatkan sebuah jarum resistor diantara dua electrode. Jarum resistor pusat digunakan sebagai connector satu dan elektroda sisanya digunakan sebagai konektor kedua. (Sumber Buku Medical physics) Setiap peta EKG menelusuri sebuah proyeksi dari vektor dipol listrik, atau aktivitas listrik jantung, yang melalui setiap bagian dari siklus tersebut. Gambar 2.25 memperlihatkan skema output lead II dengan simbol standar untuk 27 bagian dari pola. Peristiwa listrik utama dari siklus jantung normal adalah (1) depolarisasi atrium, yang menghasilkan gelombang P; (2) repolarisasi atrial (jarang terlihat), (3) depolarisasi ventrikel, yang menghasilkan komplek QRS; dan (4) repolarisasi ventrikel yang menghasilkan gelombang T (Gambar 2.25). Gambar 2.25 Tipe EKG dari posisi Lead II. P menunjukkan depolarisasi dan kontraksi atrial, komplek QRS mengindikasikan depolarisasi ventricular, kontraksi ventricular terjadi diantara S dan T, dan T menunjukkan repolarisasi ventricular. (Sumber buku Medical Physics) Gambar 2.26 Enam bidang frontal ECGs untuk subjek normal. (Sumber Buku Medical Physics) Gambar 2.26 menunjukkan enam ECGs bidang frontal untuk subyek normal. Perhatikan bahwa dalam beberapa kasus gelombang positif dan dalam kasus lainnya adalah negatif, tanda gelombang tergantung pada arah dipol vektor dan polaritas listrik dan posisi elektroda dari alat ukur. 28 Gambar 2.27 Posisi EKG bidang tranversal. (a) Tampak frontal (b) Tampak atas. (Sumber buku Medical Physics) Gambar 2.28 Tipe enam bidang tranversal EKGs untuk subjek normal. (Sumber Buku Medical Physics) Dalam pemeriksaan klinis, enam bidang EKGs melintang biasanya dibuat di samping enam EKG bidang frontal. Untuk pengukuran bidang transversal, terminal negatif perekam EKG terpasang ke elektroda biasa pada titik-titik pusat dari tiga resistor yang terhubung ke RA, LL dan LA (Gambar 2.27a), dan elektroda lainnya dipindahkan di dinding dada dengan keenam posisi yang berbeda (Gambar 2.27b). Gambar 2.28 menunjukkan tipe EKGs bidang melintang (tranversal). 29 Sebuah EKG menunjukkan ada dan tidaknya gangguan dalam aktivitas listrik jantung normal. Sebagai contoh, EKG menandakan adanya suatu kondisi yang tidak normal yang disebut blok jantung. Jika sinyal nodus SA normal tidak dilakukan ke ventrikel, maka pulsa dari nodus AV akan mengendalikan detak jantung pada frekuensi 30-50 denyut/menit, yang jauh lebih rendah dari detak jantung normal (70-80 denyut/menit). Blok jantung seperti ini bisa membuat pasien setengah cacat, penanaman sebuah alat pacu jantung bisa memungkinkan dia untuk hidup normal. 3. Sinyal Listrik Dari Otak-Electroensefalogram (EEG) Jika elektroda ditempatkan pada kulit kepala dan digunakan untuk mengukur aktivitas listrik, maka akan diperoleh beberapa aktivitas listrik yang kompleks yang sangat lemah dari neuron di korteks otak. Aktivitas ini pertama kali teramati oleh Hans Berger pada tahun 1929, sejak saat itu banyak penelitian telah dilakukan dibidang klinis, fisiologis, dan aplikasi fisiologis dari sinyal listrik otak ini, tapi pemahaman dasar tentang hal tersebut masih kurang. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa potensi dihasilkan melalui proses sinkronisasi intermiten melibatkan neuron di korteks, dengan kelompok-kelompok neuron yang berbeda. Menurut hipotesis ini sinyal terdiri dari segmen-segmen pendek aktivitas listrik yang berurutan dari kelompok neuron yang terletak di berbagai tempat di korteks. Rekaman sinyal-sinyal dari otak disebut elektroensefalogram (EEG). Elektroda yang digunakan untuk merekam sinyal yang paling sering adalah cakram kecil yang terbuat dari perak klorida. Electrode-electroda tersebut melekat pada kepala di lokasi yang tergantung pada bagian otak yang akan dipelajari. Gambar 2.29 menunjukkan standar internasional sistem 10-20 lokasi elektroda, dan Gambar 2.30 menunjukkan tipe EEG untuk beberapa pasang elektroda. Elektroda referensi biasanya menempel pada telinga (A1 atau A2 pada Gambar 2.30). Dalam pengujian rutin, 8-16 saluran dicatat secara bersamaan. sinyal-sinyal dibagian otak sisi kanan dibandingkan dengan sinyal sisi kiri. Saat aktifitas tidak simetris, hal ini sering menandakan adanya indikasi penyakit otak. 30 Gambar 2.29 Standart internasional 10-20 sistem lokasi electrode untuk EEG. Electrode diletakkan pada interval 10% dan 20% dari jarak antar titik spesifik pada tengkorak. Inion adalah tulang yang menonjol pada bagian bawah tengkorak bagian belakang dan mastoid adalah belakang telinga. (Sumber:http://www.medtek.ki.se/medicaldevices/album/Ch/Meas urement+methods.html) Gambar 2.30 EEG normal untuk tiap lokasi electrode (gambar 2.30). keterangan electroda dihubungkan dengan telinga (A1 dan A2). (Sumber Buku Medical Physics) 31 Amplitudo dari sinyal EEG sering menyebabkan masalah serius dalam pemrosesan sinyal EEG. Bahkan jika suara eksternal dikontrol, potensi aktifitas otot seperti gerakan mata dapat menyebabkan artefak dalam catatan medis. Frekuensi dari sinyal EEG tergantung pada aktivitas mental subjek. Misalnya, orang yang santai biasanya memiliki sinyal EEG yang tenang terutama frekuensi 8-13 Hz, atau gelombang alfa. Ketika seseorang lebih waspada, rentang frekuensi yang lebih tinggi, yaitu rentang gelombang beta (di atas 13 Hz), yang akan mendominasi sinyal EEG. Berbagai rentang frekuensi disajikan sebagai berikut: Jenis Gelombang Frekuensi Delta (Δ), atau lambat 0.5-3.5 Hz Theta (θ), atau intermediate 4-7 Hz Alpha 8-13 Hz Beta, atau cepat ≥13 Hz. EEG digunakan sebagai bantuan dalam diagnosis penyakit yang melibatkan otak. Hal ini paling berguna dalam diagnosis epilepsi dan memungkinkan klasifikasi serangan epilepsi. Gambar 2.31 EEG untuk dua jenis epilepsi. (a) Grand mal. (b) Petit mal. (Sumber Buku Medical Physics) EEG untuk serangan epilepsi parah dengan hilangnya kesadaran, yang disebut kejang grand mal, menunjukkan spikes tegangan tinggi yang cepat di semua Lead dari tengkorak (Gambar 2.31a). EEG untuk serangan tidak terlalu parah, disebut kejang petit mal, menunjukkan sampai 3 gelombang bulat per detik diikuti atau didahului oleh spike cepat (Gambar 2.31b). 32 EEG membantu dalam identifikasi tumor otak sejak aktivitas listrik berkurang di wilayah tumor. Metode yang lebih kuantitatif lain untuk menemukan tumor otak melibatkan X-ray atau teknik kedokteran nuklir. Gambar 2.32 EEG untuk 2 keadaan tidur. (a) Permulaan tidur. (b) Tidur lelap (gelombang delta). (Sumber buku Medical physics) Banyak penelitian tentang tidur melibatkan pengamatan pola EEG untuk berbagai tahapan tidur (Gambar 2.32). Saat seseorang mengantuk, frekuensi 8-13 Hz (gelombang alpha) mendominasi EEG tersebut. Amplitudo meningkat dan frekuensi menurun saat orang mengalami fase tidur dari tidur ringan ke tidur yang lebih nyenyak. Kadang suatu EEG yang diambil saat tidur menunjukkan pola frekuensi tinggi disebut tidur paradox, tidur paradoks terkait dengan bermimpi. Gambar 2.33 EEG diambil selama tahap awal tidur dengan gelombang suara (kebisingan) digunakan sebagai stimulus. (Sumber buku Medical physics) 33 Selain merekam aktivitas spontan otak, kita dapat mengukur sinyal yang dihasilkan ketika otak menerima rangsangan eksternal seperti lampu berkedip atau pulsa suara. Sinyal jenis ini disebut sinyal pembangkit tanggapan. Gambar 2.33 menunjukkan tiga EEG diambil selama tahap awal tidur dengan serangkaian 10 gelombang suara (kebisingan) digunakan sebagai stimulus eksternal. Hasil EEG menunjukkan respon ke beberapa pulsa pertama dan dua terakhir pulsa. Kurangnya tanggapan di antara keduanya disebut habituasi. Karena respon yang ditimbulkan kecil, maka stimulus diulang berkali-kali dan tanggapan EEG dirata-rata di komputer. Gambar 2.34 menunjukkan rata-rata tanggapan yang ditimbulkan untuk 64 rangsangan. Gambar 2.34 Respon yang ditimbulkan untuk 64 rangsangan. (Sumber buku Medical physics) C. Penggunaan Arus Listrik Pada Permukaan Tubuh 1. Macam-Macam Gelombang Arus Listrik Pengetahuan tentang gelombang arus listrik ini penting artinya oleh karena dalam banyak hal berkaitan dengan penggunaan arus listrik untuk merangsang syaraf motoris atau saraf sensoris. Gelombang-gelombang arus listrik yang dimaksud dapat dilihat di bawah ini: a. b. 34 c. d. e. f. g. h. i. j Gambar 2.35 Macam-macam gelombang arus listrik (Sumber Buku Fisika Kedokteran) Keterangan gambar: a. Arus bolak-balik/sinusoidal b. Arus setengah gelombang (telah disearahkan) dengan meggunakan dioda c. Arus searah penuh tapi masih mengandung ripple/desir d. Arus searah murni e. Faradik f. Surged faradik (sentakan faradic) g. Surged sinusoidal (sentakan sinusoidal) h. Galvonik yang interuptus dihasilkan oleh rangkaian integrator i. Arus gigi gergaji. j. Arus yang dihasilkan oleh rangkaian deferensiator 35 2. Frekuensi Arus Listrik Sejak 2 abad belakang ini perkembangan listrik begitu pesat, seiring dengan perkembangan listrik, diciptakan alat-alat yang mempergunakan energi listrik. Hal-hal yang menyangkut soal listrik yaitu tegangan, tahanan listrik, arus listrik serta frekuensi listrik. Pada tahun 1890 jacques A.D Arsonval telah menggunakan listrik berfrekuensi rendah untuk menimbulkan efek panas. Tahun 1929, ia menggunakan listrik dengan frekuensi 30 MHz untuk pemanasan yang disebut short wave diathermy dan pada tahun 1950 sudah diperkenalkan penggunaan gelombang mikro dengan frekuensi 2.450 MHz untuk keperluan diathermi dan pemakaian radar. Sesuai dengan efek yang ditimbulkan oleh listrik, maka arus listrik dibagi menjadi 2: a. Listrik berfrekuensi rendah b. Listrik berfrekuensi tinggi a. Listrik Berfrekuensi Rendah Listrik berfrekuensi rendah adalah listrik yang memiliki frekuensi antara 20 Hz sampai dengan 500.000 Hz. Frekuensi rendah ini mempunyai efek merangsang saraf dan otot sehingga terjadi kontraksi otot. Alat-alat yang menghasilkan listrik berfrekuensi rendah yaitu: Stimulator yang rangkaiannya terdiri dari astable multivibrator. Multivibrator adalah golongan dari rangkaian osilator yang dapat menghasilkan bentuk gelombang output yang terdiri dari satu atau lebih pulsa-pulsa persegi. Astable multivibrator menyediakan rangkaian pulsa yang kontinu. Selain frekuensi yang diperhatikan, pengulangan dalam pemakaian sangat penting serta pemilihan bentuk gelombang manakah yang dipakai juga perlu diperhatikan. Untuk pemakaian dalam jangka waktu singkat dan bersifat merangsang persarafan otot, maka dipakai arus faradik. 36 I I T T Arus faradic dari gulungan SmartBristow Arus Faradik murni I T Arus faradic dari alat stimulator electronika Gambar 2.36a Arus faradic murni, 2.36b Arus faradic dari gulungan SmartBristow, 2.36c Arus faradic dari stimulator electronika. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) Untuk pemakaian dalam jangka waktu lama dan bertujuan merangsang otot yang telah kehilangan persarafan maka dipakai arus listrik yang interuptur atau terputus-putus atau arus DC yang telah dimodifikasi (lihat gambar). I I I T T (1) T (2) I (3) I T (4) T (5) Gambar 2.37 Tipe-tipe impuls yang telah dimodifikasi (1) rectangular, (2) trapezoidal, (3) triangular, (4) saw-tooth, (5) depolarized. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) 37 Selain arus DC ada pula yang menggunakan arus AC dengan frekuensi 50 Hz. Arus AC ini serupa dengan arus DC, mempunyai kemampuan: 1) merangsang saraf sensoris 2) merangsang saraf motoris 3) berefek kontraksi otot. Walaupun kemampuan efek yang ditimbulkan arus AC serupa dengan arus DC, namun dalam pemakaian arus AC (sinusoidal) di klinik sudah banyak ditinggalkan. b. Listrik Berfrekuensi Tinggi Yang tergolong listrik berfrekuensi tinggi adalah frekuensi arus listrik di atas 500.000 siklus perdetik (500.000 Hz) 1) Dasar-dasar memproduksi arus listrik berfrekuensi tinggi: Untuk memperoleh frekuensi tinggi dipergunakan sirkuit osilator yang mengandung rangkaian kapasitor dan induktor (rangkaian L-C). Gambar 2.38 Rangkaian L-C (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) Besarnya frekuensi arus yang dihasilkan dirmuskan ; 𝑋𝐿 = 𝑋𝑐 2𝜋𝑓𝐿 = 𝑓2 = 𝑓= 1 2𝜋𝑓𝐶 1 4𝜋2 𝐿𝐶 1 2𝜋√𝐿𝐶 38 Keterangan : F= frekuensi (Hz) L = Induktansi inductor (henry) C = kapasitansi capasitor (Farad) 2) Penggunaan listrik berfrekuensi tinggi Listrik berfrekuensi tinggi tidak mempunyai sifat merangsang saraf motoris atau saraf sensoris, kecuali dilakukan rangsangan dengan pengulangan yang lama. Frekuensi tinggi ini mempunyai sifat memanaskan, berdasarkan sifat ini maka penggunaa frekuensi tinggi dalam bidang kedokteran dibagi dalam dua bagian: a) Makro wave diathermy (diatermi gelombang pendek) Pada diatermi ini terdapat dua metoda yang dipakai untuk memperoleh gelombang elektromagnetis agar masuk ke badan. Dua metoda yang dimaksudkan adalah metoda capacitance (metoda kondensor) dan metoda inductance (metode induksi = metode kabel). (1) Metode capacitance/kondensor Kapasitor adalah suatu komponen listrik yang berfungsi untuk menyimpan muatan, pada umumnya terdiri dari dua plat sejajar sebagai electrode yang diletakkan pada jarak tertentu dan diantaranya diisi bahan dielectric. Besarnya kapasitansi sebuah kapasitor adalah 𝐶= 𝜀𝐴 𝑋𝑚 Keterangan : C = kapasitansi (Farad) 𝑋𝑚 = Jarak antar electrode (m) 𝜀 = permitivitas bahan(F/m) 𝐴 = Luas penampang (m2). 39 Prinsip kerja Metode capacitance/kondensor adalah electrode diletakkan pada masing-masing sisi yang akan di obati dan dipisahkan dari kulit dengan bahan isolator. Apabila kedua elektroda dialiri arus listrik maka akan tercipta medan listrik diantara kedua elektroda tersebut. Dipole listrik terdiri dari pasangan muatan positif dan negatif yang sama besar dan relatif saling berdekatan. Dipole listrik dapat menghasilkan medan listrik Subtansi yang berada didalam medan listrik (𝜖 ) akan mengalami fibrasi, elektrolit mengalami dipole dan timbul panas. Sedangkan panas yang ditimbulkan dirumuskan dari persamaan matematis hukum Joule: 𝐻= 𝑉. 𝐼. 𝑡 0.24 Keterangan : H = Energy panas yang dihasilkan (Joule) V = tegangan (volt) I = Kuat arus yang mengalir (amper) t = waktu (sekon) Ukuran dan jarak elektroda perlu diperhatikan. Syarat yang perlu diperhatikan bahwa elektroda harus lebih besar daripada struktur yang akan diobati dan jarak penempatan elektroda harus sama terhadap kulit. Untuk jelasnya lihat gambar di bawah ini. Gambar 2.39 Garis gaya listrik (medan listrik) cenderung menyebar. Struktur yang akan diobati lebih besar dari electrode. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) 40 Gambar 2.40 Ukuran elektroda yang benar. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) a b Gambar 2.41 Penempatan elektroda pada kulit dengan jarak yang tidak seimbang. Panjang a dan b harusnya sama. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) a b Gambar 2.42 Penempatan elektroda yang benar. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) (2) Metoda induksi (metoda kabel) Pada Metode ini, bisa timbul efek medan listrik atau medan magnet pada saat yang bersamaan (lihat Gambar.) Dalam diatermi induktansi bagian tubuh yang akan dipanaskan ditempatkan di dalam atau dekat inductor. Arus frekuensi 30 MHz dalam kumparan menghasilkan medan magnet bolak-balik dalam jaringan yang yang 41 menyebabkan terjadinya arus eddy di dalam kumparan. Energi yang hilang oleh arus eddy muncul sebagai panas dalam jaringan. E B E B Gambar 2. 43 Metode Induksi. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) Teknik pemasangan kabel Kabel dililitkan pada daerah yang akan diobati (gambar 2.44) Gambar 2. 44 (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) Atau lilitan kabel diletakkan pada daerah yang akan diobati misalnya pada daerah abdomen (perut). Lilitan itu bisa berupa heliks tunggal, double heliks atau grid. (a) (b) 42 (c) (d) Gambar 2.45 (a) bentuk heliks ceper, (b) Bentuk Helik Tunggal, (c) Bentuk Grid, (d) Bentuk double Helik. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran) Efek diatermi gelombang pendek (1) Menghasilkan panas dan peningkatan efek fisiologis sebagai akibat dari peningkatan temperatur yaitu: (a) Meningkatkan metabolisme perubahan struktur kimia yang disebabkan kenaikan temperature (hukum Vantt Hoff). (b) Suplai darah meningkat. (c) Efek pada saraf, mengurangi eksitasi saraf apabila kurang begitu panas. (d) Dengan meningkatnya temperature mengurangi relaksasi otot dan meningkatkan efisiensi usaha otot. Otot akan kontraksi dan relaksasi semakin meningkat. (e) Oleh karena pemanasan maka terjadi koagulasi, sehingga terjadi destruksi jaringan. (f) Penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah. (g) Meningkatnya aktifitas kelenjar keringat. (2) Mempunyai efek terapeutik (pengobatan) (a) terhadap daerah peradangan, dimana akan terjadi pelebaran pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan oksigen dan pengangkut makanan untuk sel-sel (b) efek terhadap infeksi bakteri: di sini peningkatan sel darah putih dan antibodi pada daerah infeksi 43 (c) menghilangkan rasa sakit oleh karena panas menyebabkan saraf sensoris mengalami sedaktif (d) terhadap daerah yang patah, peningkatan absorpsi, peningkatan aliran darah. b) Mikro wave diathermy (diatermi gelombang mikro) Gelombang mikro merupakan gelombang eektromagnetis dengan panjang gelombang antara sinar infra merah dan gelombang yang dihasilkan diathermi gelombang pendek. Ada beberapa variasi dalam definisi tentang gelombang mikro, tetapi batasan yang diberikan yaitu gelombang dengan panjang gelombang antara 1 meter dan 1 centimeter diklasifikasikan sebagai gelombang mikro. Ada pula kemungkinan yang lain yaitu mendefinisikan gelombang desimeter. Gelombang dengan panjang gelombang 12,25 sentimeter dan frekuensi dari 2.450 MHz yang sering dipakai. Ada pula yang menggunakan panjang gelombang 69 cm, frekuensi 433, 92 MHz. (1) Hasil yang ditimbulkan Diatermi dengan menggunakan gelombang mikro merupakan iradiasi jaringan dengan mempergunakan sinar Hertzian (shorter wireless). Efek yang timbul tergantung jumlah energy radiasi yang diserap. Besar absorpsi dapat dinyatakan dalam rumus eksponansial: 𝐼 = 𝐼𝑜 𝑒 −𝑥⁄𝐷 Keterangan : I = intensitas radiasi yang diserap. di mana I = 37% dari 𝐼𝑜 x = kedalaman radiasi dalam jaringan 𝐼𝑜 = intensitas radiasi pada permukaan kulit 𝐷 = tebal jaringan di mana jumlah absorpsi 63 % dari sejumlah berkas radiasi. Efek yang ditimbulkan oleh gelombang mikro mencakup 2 hal yaitu: Efek fisiologi: (a) Menimbulkan panas pada jaringan-jaringan yang banyak mengandung air (b) Banyak mendeposit energy 44 (c) Gelombang mikro otot lebih banyak menyerap energy gelombang mikro dari pada jaringan lemak. Efek pengobatan: Gelombang mikro dipakai untuk mengobati penderita yang mengalami traumadan peradangan. Juga dipakai dalam pengobatan terhadap penderita yang merasa nyeri dan spasme otot, bisul, gelembung dan rematik. (2) Bahaya dan kontra indikasi Gelombang mikro tidak dapat dipakai pada penderita gangguan sirkulasi, dapat mengakibatkan pendarahan, thrombosis dan flebitis, pada penderita TBC dan tumor ganas, tidak diperkenankan pengobatan dengan gelombang mikro. Perbedaan antara gelombang mikro, gelombang pendek dan sinar infra merah: - Penetrasi gelombang mikro, lebih dalam dari pada gelombang inframerah - Diatermi gelombang mikro kurang berhasil mengobati struktur yang dalam dibandingkan dengan diatermi gelombang pendek. 3. Electrocauter Dan Electrosurgery a. Electrocouter Listrik berfrekuensi tinggi dipergunakan untuk mengontrol perdarahan pada wakru operasi. Searing (cauterisasi/pembakaran) telah digunakan 2000 tahun yang lalu untuk menghentikan perdarahan pala luka menganga yaitu dengan menggunakan kawat panas diletakkan pada luka tanpa menggunakan pembiusan. Kauterisasi yaitu pembakaran dengan menggunakan frekuensi listrik 2 MHz, tegangan kurang dari atau sama dengan 15 kV. Ini menunjukkan dasar elektrokauter dan electrosurgery. Electrocouter dan alectrosurgery keduanya berbeda dalam peralatan tetapi menggunakan probe serta butt plate electrode yang sama. Sebelum melakukan kauterisasi, mula-mula diolesi dengan pasta dipunggung penderita kemudian butt plate electrode ditempatkan pada punggung penderita yang sedang berbaring dan diusahakan agar kontak yang baik dengan badan agar terhindar dari bahaya syok. Apabila probe dimasukkan ke dalam jaringan maka akan dilewati arus dengan frekuensi tinggi sehingga diperoleh daya 45 sekitar probe tersebut. Di mana daya pada probe = 3.3 x 103 W/cm3, frekuensi kawat pada probe = 5 MHz, jaringan dengan diameter 0.25 mm terdapat daya 15 W. Daya dapat meningkatkan temperature sekitar 8000C pada probe, pada jarak 1.25 cm dari probe terdapat 0.10C. b. Electrosurgery Jaringan yang terpotong dengan electrosurgery cepat megalami gelembung. Untuk memotong jaringan dilakukan gerakan cepat 5-10 cm/s dengan tujuan agar supaya mengurangi destruksi jaringan sekitarnya. Electrosurgery biasanya digunakan pada operasi otak, limpa, vesica felea (kantong empedu), prostat dan serviks. 4. Defibrilasi a. Gambaran Sekilas Tentang Fibrilasi Telah diketahui bahwa aktivitas irama jantung terletak pada permukaan jantung dekat muara vena cava superior, yaitu pada puncak atrium kanan. Kumpulan sel-sel ini disebut SA node yang bertindak sebagai pace maker. Melalui pace maker ini aktivitas otot jantung secara sinkron memompa darah ke sirkulasi paru-paru dan kesirkulasi darah sistematik (ke seluruh tubuh). Dan ketika jantung tersebut kehilangan kemampuan sinkronisasi, maka keadaan tersebut sebut fibrilasi. Fibrilasi dapat terjadi pada atrium maupun ventrikel. Pada atrium dikenal sebagai fibrilasi atrium sedangkan pada ventrikel disebut dengan fibrilasi ventrikel. Pada keadaan fibrilasi atrium, ventrikel masih berfungsi secara normal, tetapi jawaban dengan suatu irama yang iraguler terhadap rangsangan listrik yang tidak sinkron dari fibrilasi atrium. Banyak darah akan masuk ke dalam ventrikel sebelum terjadi kontraksi atrium dan berlangsung selama kontraksi ventrikel. Fibrilasi ventrikel merupakan suatu keadaan yang sangat gawat, pada keadaan ini ventrikel tidak mampu memompa darah dan apabila tidak dilakukan koreksi, dalam beberapa menit saja akan terjadi kematian. 46 b. Defibrilasi dan Fungsinya Defibrilasi adalah proses pemberian sengatan listrik ke jantung untuk menghentikan aritmia agar irama jantung kembali ke keadaan yang produktif. Sengatan listrik dihasilkan oleh sebuah perangkat listrik yang disebut defibrillator. Defibrillators memberikan sengatan listrik singkat ke jantung, yang memungkinkan alat pacu jantung alami jantung (SA Node) untuk mendapatkan kembali kontrol dan membentuk irama jantung yang produktif. defibrilator ini adalah perangkat elektronik yang terdiri dari alat kejut jantung dan monitoring elektrokardiogram. Gambar 2.46 Penggunakan defibrillator untuk mengembalikan denyut nadi jantung. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Defibrillation) Proses defibrilasi dilakukan untuk memperbaiki aritmia yang mengancam nyawa termasuk fibrilasi ventrikel dan serangan jantung. Ketika jantung dalam keadaan darurat, maka proses defibrilasi harus segera dilakukan setelah pasien teridentifikasi mengalami aritmia, yaitu ditunjukkan oleh kurangnya pulsa dan tidak lagi merespon rangsangan. Jika elektrokardiogram tersedia, aritmia dapat ditampilkan secara visual untuk konfirmasi tambahan. Untuk pengobatan medis oleh dokter, dalam situasi yang mengancam jiwa, defibrilasi atrial dapat digunakan untuk mengobati fibrilasi atau flutter atrium. Aritmia jantung mencegah jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Hal ini jika tetap dibiarkan tanpa penanganan cepat dapat menyebabkan 47 kerusakan permanen pada organ utama termasuk otak dan jantung. Aritmia ini termasuk takikardia ventrikel, fibrilasi, dan serangan jantung. Sekitar 10% dari kemampuan jantung untuk merestart hilang setiap menit yang ketika terjadi fibrasi ventrikel. Kematian dapat terjadi dalam menit, kecuali jantung dapat kembali berdetak normal atau irama jantung produktif kembali. Agar menghasilkan denyut nadi kembali, maka jantung dipulihkan melalui defibrilasi. c. Rangkaian Listrik Defibrillator 1) Tipe Rangkaian Defibrilator Penderita yang mengalami fibrilasi telah dilakukan melalui massage jantung (metode makanik) namun akan sangat berhasil apabila dilakukan syok listrik pada daerah jantung. Otot jantung akan memberikan respon terhadap eksitasi listrik, 60 Hz arus AC 6 amper dalam waktu 0.25 sampai 1 detik. Penggunaan syok listrik untuk mensinkronisasikan ritme jantung disebut kountersyok (Caountershock). Apabila penderita tidak memberikan respon terhadap kountersyok, dapat dilakukan pengulangan hingga terjadi defibrilasi. Metode kountersyok ini dikenal dengan nama defibrilasi. Ada 4 tipe dasar defibrillator: a. AC defibrillator. b. Capasitive-discharge defibrillator c. Capasitive-delay-line defibrillator d. Square – wave defibrillator. a) AC defibrillator (Alternating current) Defibrillator ac merupakan defibrillator pertama yang dikenal sejak sebelum tahun 1960. Defibrillator ini menggunakan arus listrik 5 sampai 6 Ampere, dengan frekuensi 60 Hz yang dipasangkan di dada pasien selama 250 sampai 1000 ms. Tingkat keberhasilan defibrillator ac ini agak rendah, sehingga tak dapat menangani fibrillasi atrial secara baik. Bahkan dalam kenyataan, pada saat mencoba mengatasi fibrillasi atrial dengan defibrillator ac seringkali malah menghasilkan fibrillasi ventrikel yang merupakan aritmia yang lebih serius. 48 Jenis defibrillator ac menggunakan sejumlah siklus arus bolak-balik yang berasal dari aliran jala-jala melalui transformator step-up untuk dialirkan ke jantung. Rangkaian defibrillator ac yang lazim (typical) ditunjukkan pada Gambar 2.48. Untuk mencapai defibrillasi, pada elektroda internal diperlukan jangkauan tegangan 80 sampai 300 Vrms; sedangkan untuk elektroda eksternal maka diperlukan sekitar dua kali lipat dari range tegangan di atas. Sehingga untuk memperoleh nilai tegangan tersebut maka diperlukan transformator step-up untuk menaikkan tegangan yang berasal dari jala-jala. Operator dapat memilih tegangan yang diinginkan melalui saklar pemilih (selector switch). Transformator ini harus dapat mensuplai 4 sampai 6 Ampere selama perioda stimulus. Transformator dilengkapi dengan saklar yang dapat mengontrol interval waktu arus pulsa. Interval waktu arus pulsa yang digunakan biasanya pada orde 250 ms. Salah satu kerugian defibrillator ac yaitu dapat menyebabkan fibrillasi ventrikel pada saat siklus kardiak (cardiac cycle). + ac power line RL Pasien VP Step-up transformer Vp Pulse duration control circuit t Apply pulse switch 250 ms Gambar 2.48 Rangkain defibrillator ac sederhana. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) AC defibrillator ini telah diganti dengan DC defibrillator oleh karena isyarat arus bolak-balik (AC) dapat menyebabkan penderita masuk dalam keadaan fibrilasi ventrikel. Sedangkan pada DC defibrillator mempunyai efek minim dan 49 jarang menyebabkan fibrilasi ventrikel. Pulsa DC menghilangkan efek kejangkejang pada otot tulang/otot bergaris dan dapat dipergunakan pada perubahan aritmia supraventikuler. b) Capasitive-discharge defibrillator Mulai tahun 1960 dikembangkan beberapa defibrillator dc. Instrumen ini menyimpan muatan listrik dc dan selanjutnya diberikan pada pasien. Perbedaan utama antara defibrillator dc dengan defibrillator ac adalah bentuk-gelombang dan muatan listrik yang diberikan pada pasien. Bentuk gelombang yang lazim adalah bentuk Lown, monopulse, delay-line dan trapezoidal. Keuntungan defibrillator dc adalah: 1. Dapat mengurangi efek perusakan pada jantung karena tidak menimbulkan fibrillasi ventrikel seperti pada pulsa ac. 2. Dapat mengurangi efek convulsive pada otot rangka (skeletal muscle). 3. Dapat digunakan dalam pengubangan aritmia supraventricular (atrial) dengan baik 4. Dengan mempergunakan sirkit pelepasan kapasitas (capasitive discharge circuit) akan diperoleh pulsa yang singkat dengan amplitudo yang tinggi. V 3000V I 20A 5 10 t (ms) Gambar 2.49 Bentuk-gelombang Defibrillator Lown. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) Pada tahun 1962 Dr. Bernard Lown dari Universitas Harvard memperkenalkan bentuk-gelombang yang menggunakan namanya yang disebut bentuk gelombang Lown. Bentuk-gelombang Lown ditunjukkan pada Gambar 50 2.49, di mana tegangan dan arus yang dikenakan pada bagian atas dada pasien ditunjukkan dengan garis putus-putus. Arus yang dibangkitkan sangat cepat sekitar 20A pada tegangan sumber sekitar 3 kV (3000 volt). Bentuk-gelombang yang dihasilkan kemudian akan berangsur turun ke nol dalam waktu 5 ms dan kemudian menghasilkan kembali pulsa negatif yang kecil juga selama 5ms. Pada Gambar 2.50 diperlihatkan diagram rangkaian Defibrillator Lown yang disederhanakan. Muatan yang dikenakan pada pasien disimpan dalam sebuah kapasitor yang dihasilkan oleh power supply dc tegangan tinggi. Operator dapat mengatur level muatan yang akan digunakan pada panel depan dengan tombol “set energy”. Tombol tersebut mengendalikan tegangan dc yang dihasilkan oleh power supply tegangan tinggi dan juga dapat mengatur muatan maksimum pada kapasitor. L1 = 100mH K1a ac power line High Voltage dc Power Supply Set Energy Level R1 = 50 C1 = 16 F V R2 = 50 Pasien K1b + Low Voltage dc -Power Supply K1 S1 discharg ee Gambar 2.50 Rangkaian Defibrillator Lown. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) Rangkaian pasien untuk defibrillator Lown terdiri dari induktor 100mH (L1), resistansi ohmik L1 (R1) dan resistansi ohmik pasien (R2). Energi yang tersimpan dalam medan magnetik kumparan L1 menghasilkan bentuk-gelombang 51 Lown negatif selama 5 ms. Bila kapasitor dalam keadaan discharge, medan pada kumparan akan habis/hilang, energi terbuang kembali ke rangkaian. Untuk defibrilasi dipergunakan 50-100 J, apabila electrode langsung diletakkan pada jantung. Apabila electrode eksternal yang dipakai maka energy yang dipakai sebesar 400 J. Energi yang tersimpan dalam kapasitor diberikan oleh persamaan: 1 𝑈 = 𝑊 = 𝑄𝑉𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2 𝑄𝑉 Karena 𝑄 = 𝐶𝑉, maka 𝑈= 1 2 𝐶𝑉 2 Keterangan: U = energi dalam satuan Joule (j), C = kapasitansi C1 dalam satuan Farad (F) V = tegangan pada kapasitor C1 dalam satuan volt. Q = muatan Misalnya bila diketahui muatan yang tersimpan dalam kapasitor adalah 16 F dimuati pada tegangan 5 kV dc, maka energi yang dihasilkan dapat dihitung: U = ½ CV2 = ½ x (1,6 x 10-6 F) x (5 x 103 V)2 = 200 J Energi yang tersimpan ditunjukkan oleh sebuah voltmeter yang dihubungkan paralel dengan kapasitor C1. Skala voltmemter dikalibrasi dalam satuan energi. Satuan yang sering digunakan secarai praktis adalah watt-second yang setara dengan Joule (1 w-s = 1 J). Sejumlah energi akan hilang pada kontak “relay switching” dan pada resistansi ohmik induktor L1. Muatan kapasitor dikendalikan oleh sebuah kontak rele (relay switch) K1. Pada model terdahulu digunakan rele jenis SPDT (Single Pole Double Throw), sedangkan model yang sekarang digunakan rele jenis DPDT (Double Pole Double Throw) agar isiolasi pada rangkaian pasien terhadap ground tetap terjaga. Walaupun ada beberapa defibrillator yang portable yang menggunakan rele tegangan tinggi udara terbuka (open-air high voltage relay), tetapi umumnya 52 menggunakan special sealed vacuum relay seperti Torr Laboratories TMR-10. Rele vakum merupakan rele yang telah mendapat pengakuan sebab adanya penggunaan tegangan tinggi untuk kapasitor C1. Jika digunakan kapasitor 16 F (nilai yang lazim) dan energi yang tersimpan 400 J, maka potensial pada kapasitor akan lebih besar dari 7000 V dc. Gambar 2.51 Skematik rangkaian defibrillator DC ke tubuh. (Sumber: http://www.bem.fi/book/16/16.htm) Urutan kerjanya defibrilator sebagai berikut: 1. Operator mengatur “set energy” (yang mengontrol level yang diinginkan) dan menekan tombol “charge” (yaitu menutup S2) 2. Kapasitor C1 mulai termuati dan akan tetap dimuati hingga tegangan pada kapasitor sama dengan tegangan sumber (supply). 3. Operator memasang ”paddle electrode” pada dada pasien dan menekan tombol “discharge” (yaitu S1) 4. Rele K1 memutus hubungan kapasitor dari power supply dan kemudian menghubungkannya ke rangkaian keluar. 5. Kapasitor C1 mengalami discharge (membuang energi) ke pasien melalui L1, R1 dan paddle electrode. Keadaan ini berlangsung pada 53 awal 4 sampai 6 ms dan membangkitkan tegangan tinggi simpangan posistif pada bentuk gelombang. 6. Medan magnetik terbentuk pada L1 dan menghasilkan bentukgelombang simpangan negatif dan hilang/habis dalam 5 ms kemudian (lihat Gambar 2.49). Bentuk-gelombang monopulsa pada Gambar 2.52 adalah modifikasi bentuk-gelombang Lown dan yang sering diperoleh pada defibrillator portable tertentu. Bentuk-gelombang tersebut diperoleh pada rangkaian yang seperti Gambar 2.50, tetapi tanpa induktor L1 untuk menghasilkan pulsa kedua yang negatif. Akibatnya, bentuk-gelombang akan kembali ke nol dengan cara eksponensial karena hanya ada rangkaian RC. Gelombang pada capasitive discharge DC defibrillator, tergantung pada R, C, L dan tahanan tubuh. V 3000V I 20A 0 10 t (ms) Gambar 2.52 Bentuk-gelombang defibrillator monopulsa. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) c) Delay line capasitive discharge DC defibrillator Bentuk-gelombang defibrillator dc yang lain adalah “delay-line” seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.54. Bentuk-gelombang ini berbeda dengan dua bentuk pulsa sebelumnya, pulsa ini mempunyai amplitudo rendah dan durasi panjang untuk mencapai level energi yang ditetapkan. Energi yang ditransfer adalah sebanding dengan luas daerah di bawah kurva persegi empat, yang juga dapat diperoleh energi yang sama seperti bentuk-gelombang lainnya. Bentuk 54 rangkaian defibrillator dc “delay-line” sama dengan Gambar 2.50, hanya rangkaian L1 dan C1 dikaskadekan. Jadi ada dua rangkaian L-C (Gambar 2.53). Pada gambar 2.53 tampak kombinasi C1 dan C2, energinya serupa dengan satu kapasitor saja. Karakteristik dari pada pelepasan muatan di sini adalah rectangular. Gelombnag yang tampak tergantung nilai dari komponen sirkuit tersebut. Durasi lebih panjang dari capasitive discharge D.C defibrillator. M R 2 2 S R1 L1 L2 1 C2 C1 ac power line V + vP RL Pasien Gambar 2.53 Rangkaian defibrillator dc “delay-line”. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) V 1200V 0 8 15 t (ms) Gambar 2.54 Bentuk-gelombang defibrillator dc “delay-line”. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) 55 d) Square Wave defibrillator. Geddes (1976) memperkenalkan defibrillator square wave defibrillator. Pelepasan muatan dari kapasitor ke tubuh menusia melalui suatu seri SCR (silicon control rectifier). Output dari defibrillator ini diatur oleh berbagai voltage pada kapasitor atau dari lamanya pelepasan muatan. Bentuk pulsa square wave defibrilator yaitu trapezoidal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.55. Bentukgelombang ini mempunyai amplituda potensial sekitar 800 V, potensial ini akan menurun secara kontinyu selama 20 ms hingga mencapai 500 V kemudian terputus. V 800V 500V 20 t (ms) Gambar2.55 Bentuk-gelombang defibrillator dc “trapezoidal”. (Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247) Kapasitor membuang muatan (discharge) ke tubuh pasien dikendalikan oleh rangkaian SCR (Silicon-Controlled Rectifier). Bila energi yang diberikan pada pasien telah cukup, maka shunt SCR bekerja untuk menghubung-singkat (short circuit) kapasitor dan memutuskan pulsa. Rangkaian ini mengeleminasi/mengurangi ekor pulsa discharge yang panjang. Keluaran dapat dikontrol dengan mengubah tegangan pada kapasitor atau durasi pulsa discharge. Desain ini memberikan beberapa keuntungan: 1. Arus puncak yang diperlukan lebih kecil 2. Tidak diperlukan induktor 3. Dapat menggunakan kapasitor elektrolit (yang secara fisik kecil) 4. Tidak diperlukan relay. 56 2) Elektroda Defibrillator Salah satu aspek yang paling penting dari suatu sistem defibrillator adalah elektroda. Hal ini merupakan hal yang esensial yang membantu kontak yang baik dengan tubuh agar energi yang berasal dari defibrillator mencapai jantung dan tidak terdisipasi/terbuang di antara interface kulit-elektroda. Bila energi mengalami disipasi pada interface ini, dapat mengakibatkan kebakaran yang serius pada pasien yang selanjutnya mengalami komplikasi keadaan kritis. Untuk menjaga kontak yang baik, elektroda harus terpasang dengan rapat/pas pada pasien. Biasanya pada elektroda rakitan dilengkapi dengan saklar yang diaktifkan oleh gaya, jika elektroda yang dikenakan pada tubuh tidak cukup gaya tekanannya maka rangkaian tidak akan bekerja dan pulsa defibrillasi tidak akan mungkin dilepaskan. Aspek kedua yang harus selalu dipertimbangkan adalah keselamatan penggunaan elektroda defibrillator. Elektroda harus terisolasi dengan baik agar keluaran defibrillator tidak memungkinkan mengaliri tangan operator. Oleh karena itu perlu diperhatikan aspek keamanan listrik defibrillator dan elektrodanya. Sedikitnya ada empat jenis elektroda yang digunakan untuk defibrillator yaitu: 1. Standard anterior electrode 2. Posterior electrode 3. Internal electrode 4. D-ring anterior electrode. Jenis elektroda standar anterior mempunyai permukaan metal yang luas dan berbentuk cakram (disk) dan mempunyai gagang yang terisolasi dan tegak lurus terhadap permukaan cakram elektroda tersebut. Kabel tegangan tinggi berada di samping, tombol saklar ibu jari yang mengendalikan pulsa discharge berada di ujung atas gagang. Elektroda yang digunakan ada dua biasa disebut anterior-anterior. Untuk melakukan defibrillasi, satu elektroda ditempatkan di dada tepat di atas jantung dan elektroda kedua ditempatkan pada sisi kiri dada 57 pasien. Pasta (jelly) konduktif dibalurkan pada elektroda untuk menjamin transfer muatan yang efisien dan mengurangi kebakaran pada kulit. Jenis elektroda yang lain adalah posterior paddle. Konstruksi elektroda ini datar dan dirancang agar pasien dapat diletakkan di atasnya. Posterior paddle dipasangkan dengan satu anterior-paddle untuk membentuk pasangan yang disebut anterior-posterior. Satu lagi anterior paddle yang modern adalah jenis D-ring. Jenis paddle ini digunakan pada defibrillator model terbaru dan telah populer pada modelmodel yang portable. Bentuk paddle yang terakhir adalah jenis internal. Paddle ini digunakan pada saat melakukan operasi jantung-terbuka untuk memberikan kejutan listrik jantung pada myocardium. d. Dampak Penggunaan Defibrilator Bagi Tubuh Dampak dari penggunaan defibrillator adalah kulit mengalami luka bakar. Pemanasan akibat daya tahan/resistansi tubuh dapat mengakibatkan luka bakar yang parah. Tegangan senilai 500 hingga 1000 volt cenderung mengakibatkan luka bakar akibat besarnya energi dari sumber sedangkan arus mengakibatkan pemanasan pada jaringan tubuh. Potensi luka bakar akibat kontak dengan tegangan tinggi dapat dirumuskan secara matematis: Potensi = I 2 .R.t Keterangan: I = Arus (Ampere) R = Resistansi (Ω) t = durasi waktu kesetrum (s) Resiko lain termasuk cedera pada otot jantung, irama jantung yang abnormal, dan pembekuan darah. Hal-Hal yang perlu diwaspadai pada saat penggunaaan defibrillator adalah proses defibrilasi tidak boleh dilakukan pada pasien yang masih memiliki denyut nadi atau waspada, karena hal ini dapat menyebabkan gangguan irama jantung 58 mematikan atau serangan jantung. Para dayung yang digunakan dalam prosedur tidak boleh ditempatkan pada payudara wanita atau melalui alat pacu jantung internal. 5. Magnetik Blood Flow Meter Magnetik blood flow meter adalah Alat pengukur aliran darah magnetis berdasarkan atas prinsip induksi magnetis. Apabila suatu konduktor listrik digerakkan dalam medan magnet akan menghasilkan suatu tegangan yang sebanding dengan kecepatan gerakan (hukum Faraday). Prinsip inilah yang dipergunakan pada Magnetik Blood Flow Meter yaitu apabila konduktor bukan suatu kawat melainkan pipa konduksi yang ditempati medan magnet dan dilewati zat cair. Apabila darah melewati pipa konduksi tersebut, dengan rata-rata kecepatan 𝑣 melewati medan magnet B maka tegangan yang dihasilkan antara elektroda dinyatakan : 𝑉 = 𝐵𝑑𝑣 Keterangan V= tegangan (Volt) 𝐵 = kuat medan magnet (Gauss) 𝑑 = diameter pembuluh darah 𝑣 = kecepatan (ms-1) V Electroda sensing voltase Sumber: Buku Medical Phisics Gambar 2.56 Suatu magnetic blood flow meter 59 Jumlah zat cair/darah yang mengalir dapat pula dihitung yaitu : 𝑄= 𝜋𝑑2 𝑉 𝑥 4 𝐵𝑑 𝑄=𝑣𝑥𝐴 Keterangan : 𝑄 = debit darah/zat cair V = tegangan (Volt) 𝐵 = kuat medan magnet (Gauss) 𝑑 = diameter pembuluh darah 𝑣 = kecepatan (ms-1) 𝐴 = Luas penampang Blok diagram dari magnetic blood flow meter dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gate Filter Aliran Magnet Aliran Output Pulse Rata-rata Osiloskop Sumber: Buku Fisika Kedokteran Gambar 2.57 Blok diagram Oscilator (OSC) meningkatkan megnetis dan mengontrol isyarat gate (pintu) dan beroperasi pada frekuensi antara 60-400 Hz. 6. Syok Listrik Bahwasannya kesetrum dalam pengertian sehari-hari adalah menyentuh benda elektronik yang sedang aktif pada bagian logamnya dan terjadilah tersetrum. Syok listrik atau kejutan listrik adalah suatu nyeri pada syaraf sensoris yang diakibatkan aliran listrik yang mengalir secara tiba-tiba melalui tubuh. 60 Secara fisika, kesetrum (electric shock) adalah terjadinya kontak antara bagian tubuh manusia dengan suatu sumber tegangan listrik yang cukup tinggi sehingga mampu mengakibatkan arus listrik melalui tubuh manusia tepatnya melalui otot. Selain itu arus ini sifatnya mengalir dari potesial tinggi ke potensial rendah. Dalam kasus sehari- hari sumber tegangan listrik ini memiliki potensial tinggi, sementara bumi tempat berpijak memiliki potensial rendah. Jadi, tegangan ini ingin mengalirkan arusnya ke bumi. Pada saat terjadi kontak antara manusia dengan sumber tegangan saat manusia ini menginjak bumi, maka tubuh manusia ini akan menjadi suatu konektor antara sumber tegangan dengan bumi. Perlu diingat bahwa tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, sehingga tubuh manusia merupakan konduktor yang baik. Kejadian syok listrik merupakan kejadian yang timbul secara kebetulan. Tidak mengherankan dengan meluasnya pemakaian listrik dirumah tangga dan industry kejadian syok listrik akan meningkat. Dengan kemajuan intrumentasi elektronik rumah sakit ada kecenderungan meningkatnya syok listrik. Permulaan tahun 1969 telah dilaporkan bahwa beberapa penderita yang sedang menjalankan kateterisasi atau pemasangan pace maker lead dapat terbunuh dengan aliran listrik di bawah normal. Pada tahun 1970 Carl Walter dan tahun 1971 Ralph Nader telah memperkirakan atas meninggalnya 1.200 orang Amerika setiap tahunnya yang diakibatkan arus listrik pada waktu melakukan diagnostik dan pengobatan. Bahaya syok listrik sangat besar, tubuh penderita akan mengalami ventricular fibrillation kemudian diikuti dengan kematian. Oleh karena itu perlu diketahui perubahan-perubahan yang timbul akibat syok listrik, metoda pengamanan sehingga bahaya syok dapat dihindari. a. Pembagian Syok Listrik Penggunaan intrumentasi elektronik pada waktu melakukan pengobatan dan diagnostic tanpa memperhatikan persyaratan yang ada akan timbul bahaya syok. Dalam bidang kedokteran ada dua macam syok listrik, yaitu syok yang dibuat dengan tujuan tertentu dan syok yang timbul tanpa tujuan tertentu. 61 1) Syok dengan tujuan tertentu Syok listrik ini dilakukan atas dasar indikasi medis. Dalam bidang psikiatri dikenal dengan nama electric syok/electro convultion therapy. Elektroterapi adalah penggunaan energi listrik sebagai pengobatan medis. Dalam pengobatan, istilah elektroterapi bisa berlaku untuk berbagai perawatan, termasuk penggunaan alat listrik seperti stimulator otak dalam untuk penyakit saraf. Beberapa aplikasi dari electric syok: a) Defibrillator Defibrilasi adalah proses pemberian sengatan listrik ke jantung untuk menghentikan aritmia agar irama jantung kembali ke keadaan yang produktif. Sengatan listrik dihasilkan oleh sebuah perangkat listrik yang disebut defibrillator. Defibrillators memberikan sengatan listrik singkat ke jantung, yang memungkinkan alat pacu jantung alami jantung (SA Node) untuk mendapatkan kembali kontrol dan membentuk irama jantung yang produktif. defibrilator ini adalah perangkat elektronik yang terdiri dari alat kejut jantung dan monitoring elektrokardiograf. Proses defibrilasi dilakukan untuk memperbaiki aritmia yang mengancam nyawa termasuk fibrilasi ventrikel dan serangan jantung. Ketika jantung dalam keadaan darurat, maka proses defibrilasi harus segera dilakukan setelah pasien teridentifikasi mengalami aritmia, yaitu ditunjukkan oleh kurangnya pulsa dan tidak lagi merespon rangsangan. Jika elektrokardiograf tersedia, aritmia dapat ditampilkan secara visual untuk konfirmasi tambahan. Untuk pengobatan medis oleh dokter, dalam situasi yang mengancam jiwa, defibrilasi atrial dapat digunakan untuk mengobati fibrilasi atau flutter atrium. Defibrilasi terdiri dari memberikan dosis terapi energi listrik ke jantung yang terkena dengan perangkat yang disebut defibrillator. Sekarang ini ada 2 jenis pengembangan defibrillator yaitu Defibrillators eksternal dan transvenous atau implan. b) ECT Beberapa penderita psikosis (gangguan jiwa) sengaja dilakukan syok dengan tujuan terapi di mana di antara temporalis kanan dan kiri penderita dialiri 62 arus listrik dalam orde 0,5 sampai 1,5 amper dengan tegangan sebesar 80 sampai 110 volt dalam waktu 1/10 sampai 1/5 detik. Kedua elektroda dapat ditempatkan satu di sisi yang sama dari kepala pasien. Hal ini dikenal sebagai ECT sepihak. Unilateral ECT digunakan pertama untuk meminimalkan efek samping (rugi memori). Ketika elektroda ditempatkan pada kedua sisi kepala, ini dikenal sebagai ECT bilateral. Dalam ECT bifrontal, posisi elektroda suatu tempat antara bilateral dan unilateral. Peletakan elctroda Sepihak diduga menyebabkan efek kognitif lebih sedikit dari bilateral namun dianggap kurang efektif. Efek pokok dari ECT adalah efek hilangnya memori pasien. Efek akut dari ECT dapat termasuk amnesia, retrograde (untuk peristiwa yang terjadi sebelum perlakuan) dan anterograde (untuk peristiwa yang terjadi setelah perawatan). Namun, sebagian besar dari efek tersebut hanya bersifat sementara. Kehilangan memori dan kebingungan lebih besar jika penempatan elektrode dilakukan secara bilateral daripada sepihak, dan dengan menggunakan gelombang sinus daripada pulsa arus singkat. Sebagian besar pengobatan modern menggunakan arus secara singkat. Penelitian oleh Harold Sackeim telah menunjukkan bahwa arus berlebih menyebabkan risiko lebih untuk kehilangan memori, dan menggunakan elektroda yang ditempatkan di sisi kanan dapat mengurangi gangguan memori verbal. c) TENS dan PENS TENS, atau transkutan stimulator elektro-saraf, adalah jenis terapi elektronik untuk tendinitis bahu dan masalah nyeri lainnya. Ia menggunakan impuls tegangan rendah untuk merangsang ujung saraf. Ketika ditempatkan pada atau dekat lokasi yang bermasalah, mengacak sinyal rasa sakit untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan tanpa efek samping atau gangguan dengan metode pengobatan lainnya. Ini adalah alat yang aman untuk membantu dalam pengelolaan masalah sakit kronis, seperti tendinitis bahu namun, tidak aman untuk digunakan dengan alat pacu jantung dan yang tidak didiagnosis sindrom nyeri. PENS, atau perkutan stimulasi elektro-saraf, pada intinya sama dengan TENS namun PENS menggunakan jarum akupuntur untuk memberikan arus listrik. dibandingkan dengan TENS, dapat lebih nyaman untuk digunakan. 63 2) Syok tanpa tujuan tertentu Timbulnya syok ini akibat dari suatu kecelakaan. Factor-faktor yang menyokong sehingga timbulnya syok listrik antara lain: Peralatan - Petunjuk penggunaan alat-alat yang kurang jelas - Prosedur testing secara teratur tidak atau kurang dilakukan - Peralatan ECG yang lama tanpa menggunakan transformer Perorangan - Kurang pengertian akan kelistrikan maupun bahaya-bahaya yang ditimbulkan - Kurang pengertian tentang cara-cara proteksi bagi petugas sendiri maupun penderita. Syok yang timbul dari suatu kecelakaan ini dikenal dengan Earth syok. Sesorang terkena syok apabila salah satu bagian tubuh menyentuh kawat fasa, sedangkan bagian tubuh yang lain menyentuh kawat netral. Walaupun petugas telah memakai sepatu dengan alas karet, syok dapat pula terjadi. Berdasarkan besar kecilnya tegangan maka earth syok dapat dibagi dalam low tension shock dan high tension shock. 1) Low tension shock (shock tegangan rendah) Syok yang terjadi di sini berhubungan dengan pemakaian generator yang menghasilkan arus listrik dengan tegangan rendah atau bertalian dengan pemakaian lampu panas radien atau lampu sinar ultra ungu. 2) High tension shock (shock tegangan tinggi) Syok yang terjadi di sini bertalian dengan pemakaian generator tegangan tinggi, generator gelombang pendek atau step up transformer. Penderita yang mengalami syok, kulit badannya akan mengulupas seluruhnya. Pada beberapa buku fisika membagi earth syok menjadi mikro syok dan makro syok. Pembagian ini mempunyai arti diagnostik yaitu dapat meramalkan sebelumnya apakah penderita yang mengalami syok ini suatu mikro syok atau makro syok, dengan kriteria- kriteria sebagai berikut: 64 1) Mikro syok Terjadinya mikro syok oleh karena adanya aliran listrik langsung mengikuti arteri ke jantung. Dalam mikroshock, arus tidak harus melewati hambatan tinggi kulit, hal ini mungkin saja terjadi oleh karena penggunaan kateter untuk pencatatan EKG, liguid filled cateter untuk menyuntikkan pewarnaan bagi radiografi atau mengukur tekanan darah jantung (internal blood pressure) dan pemasangan elektroda-elektroda pada alat pacu jantung. Seorang pasien di ICU mungkin memiliki kateter (alat pacu jantung) yang dipasang di pembuluh besar dan menyentuh otot jantung untuk merangsang jantung, pada saat mekanisme jantungnya gagal. Beberapa kateter berisi kabel-kabel atau cairan konduktor listrik sehingga memberikan tahanan listrik rendah pada jalan menuju jantung. Oleh karena beberapa kateter tersebut terbuat dari kawat yang merupakan bahan konduksi listrik yang baik dan cairan juga bersifat konduktor listrik, hal ini menyebabkan arus listrik dalam orde mikro amper saja dapat menyebabkan mikro syok. Diduga aliran listrik sekitar 20 mA dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel. Selain itu apabila ada kebocoran arus pada alat yang sedang bekerja arus tidak dapat mengalir secara langsung ke bumi tetapi akan melewati alat pacu jantung yang di pasang pada tubuh penderita kemudian ke bumi. Pada mikro syok akan terjadi dengan fibrilasi ventrikel kemudian di ikuti dengan kematian. Tambahan pula apabila ada dua sirkit terpisah yang dipergunakan sehingga memungkinkan penderita berhubungan dengan dua ground timbulah tegangan di antara kedua permukaan konduktif di mana salah satu permukaan mengarah kontak dengan jantung sedangkan permukaan lainnya kontak dengan permukaan tubuh sehingga mikro syok dapat terjadi. 2) Makro syok Kejadian makro syok kebanyakan mengenai petugas dari pada penderita sendiri oleh karena kecerobohan petugas sendiri. Salah satunya elektroda menyentuh tangan sedangkan elektroda lain menyentuh kulit bagian lain sehingga terjadi aliran listrik melalui permukaan tubuh (kulit) dan timbullah makro syok. 65 Tahanan kulit berkisar 1 kilo Ohm s/d 1 M Ohm tidak mampu membendung aliran listrik. Apabila di tempat kontak elektroda di berikan pasta, pada waktu melakukan tes EKG dapat menurunkan tahanan dan memudahkan arus listrik yang mengalir, sehingga dapat menimbulkan makro syok. b. Parameter-Parameter Yang Mempengaruhi Syok Listrik Kabel listrik modern memiliki tiga kabel, dua yang memasok daya ac dan satu yang berfungsi sebagai kabel ground ke tanah. Jika salah satu kabel listrik putus peralatan tidak akan beroperasi, dan jika kabel ini disentuh (pendek) sekering akan berbunyi dan kegagalan dapat diketahui. Namun, jika kabel ground putus mungkin tidak terdeteksi dan memberikan bahaya listrik yang serius untuk pasien dengan elektroda internal. Untuk memahami bahaya kabel ground putus kita harus memahami kebocoran arus. Dalam semua peralatan listrik atau elektronik ada beberapa aliran arus listrik dari arus ac ke logam instrumen atau alat. Kebocoran arus ini biasanya mengalir ke tanah melalui kabel ground pada kabel listrik. Sumber utama dari kebocoran arus ini adalah kapasitansi antara kabel listrik ac dan tanah atau antara daya transformator dan tempatnya. Impedansi Xc dari kapasitor C untuk tegangan dengan frekuensi f dirumuskan sebagai berikut : Xc 1 2fC Keterangan: Xc= impedansi C = Kapasitor (Farad) f = frekuensi (Hz) Kriteria kebocoran kapasitor adalah 2 x 102 μF, jika tegangan ac 110 V pada frekuensi 60 Hz. Maka kapasitas hambatannya adalah 1,3 x 105 Ω dan kebocoran arusnya diperoleh dari persamaan : 66 I V Xc 110 1,3 x10 3 = 8,5 x 10-4 A = 850 µA. Coba kita memikirkan apa yang akan terjadi jika kebocoran arus ini berada dalam instrumen EKG dengan kawat ground rusak dan unit tersebut dihubungkan dengan sebuah pasien di ICU yang juga memiliki alat pacu jantung terhubung. Sejak kebocoran arus tidak bisa mengalir ke tanah melalui kabel ground yang rusak, kebocoran arus tersebut akan mengalir melalui alat pacu jantung yang ditanam dijantung untuk menuju ke tanah. Arus mikroshock ini bisa mengakibatkan fibrilasi ventrikel dan kematian. Syok semakin serius, apabila arus yang melewati tubuh semakin besar. Menurut Hukum Ohm intensitas arus listrik tergantung kepada tegangan dan tahanan yang ada. 𝑉 𝑅 Keterangan: 𝐼= 𝐼 = Kuat arus yang mengalir (Amper) 𝑉 = Tegangan (volt) R = Hambatan (Ω) Dari persamaan tersebut diketahui bahwa tegangan penting dalam menentukan berapa arus yang dapat dilewati oleh tahanan yang diberikan oleh tubuh. Disamping itu ada pula parameter-parameter lain yang turut berperan mempengaruhi tingkat syok. 1) Dari sudut arus a) Seseorang akan menderita syok lebih serius pada tegangan 220 Volt dari pada tegangan 80 Volt, oleh karena kuat arus pada tegangan 220 Volt lebih besar daripada tegangan 80 Volt. Oleh karena nilai R sama. b) Basah tidaknya kulit penderita. 67 Kulit penderita yang berkeringat/basah akan memudahkan arus listrik melewati kulit penderita. Ini dapat dimengerti oleh karena kulit yang basah/berkeringat tahanan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kulit yang kering. c) Basah tidaknya lantai. Lantai yang basah merupakan konduktor yang baik sehingga lebih besar arus yang dapat melewati tubuh ke ground. 2) Dari sudut parameter-parameter yang lain a) Jenis kelamin Tahun 1973 Dalziel melakukan penelitian tentang nilai ambang persepsi (arus minimum yang dapat dideteksi) dan let go current (arus yang dapat menyebabkan tarikan tangan kembali) yang ditunjukkan dengan distribusi Gausian meyatakan: - Rata-rata thresholdof perception untuk laki-laki: 1,1 mA. Sedangkan untuk perempuan 0,7 mA. Minimum nilai ambang persepsi 500 µA - Rata-rata let go current untuk laki-laki 16 mA, untuk wanita 10,5 mA Minimum let go current current untuk laki-laki 9, 5 mA untuk wanita 6 mA b) Frekuensi AC Hasil penlitian Dalziel ternyata frekuensi 50-60 Hz merupakan minimum let go current. Di bawah 10 Hz, let go current akan meningkat dan otot-otot akan terjadi relaksasi sebagian dan di atas beberapa ratus Hz let go current akan meningkat pula, dan otot-otot mengalami stenght duration trade off serta refrakter jaringan yang telah mengalami eksitasi. c) Duration LA Geddes dari institute of electrical and electronic (1973) melakukan penelitian terhadap binatang pony dan anjing ternyata nilai ambang fibrilasi akan meningkat bila waktu semakin kecil. d) Berat badan Dari hasil penelitian terhadap binatang oleh ferris (1936), Kiselev 1963 menunjukkan nilai ambang fibrilasi akan meningkat dengan meningkatnya berat badan. Hal ini diramalkan berlaku pula bagi manusia. 68 e) Jalan yang ditempuh arus Apabila jalan yang ditempuh arus melewati jantung atau otak akan timbul bahaya syok semakin serius. c. Pengaruh Syok Listrik Terhadap Organ Tubuh Di depan telah dibahas mengenai pembagian syok listrik antara lain mikro syok dan makro syok. Perbedaan prinsip dari keduanya adalah besarnya arus listrik yang melewati tubuh. Pada mikro syok tidak diperlukan arus yang besar, cukup dengan mikro amper saja (oleh Roy 1976 limit mikro syok 10 mikro amper) dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel. Hal ini dimungkinkan oleh karena tahanan dalam tubuh sangat kecil. Ditambah pula adanya keteter merupakan konduktor yang baik bagi arus listrik, maka apabila ada arus listrik yang melewati kulit kemudian masuk ke dalam jaringan tubuh akan terlihat jelas perubahanperubahan/pengaruh terhadap organ tubuh (makro syok). Table 2.1 Dampak Arus Ac Frekuensi 60 Hz yang Mengalir Melalui Kulit Ke Batang Tubuh. Arus (durasi kontak 1s) Arus Aman: 1mA Effect Tegangan yang dibutuhkan untuk memproduksi arus dengan hambatan tubuh. 10.000 Ω 1.000 Ω penderita hanya 10 V merasakan geli, ini merupakan nilai ambang persepsi bagi pria dewasa. 10-8 V 1-8 mA terjadi sensasi syok, di mana kontraksi otot masih baik dan nyerinyeri belum terjadi. Orang masih dapat melepaskan diri. Arus tidak terjadi rangsangan 80-150 V aman saraf dan otot sedemikian rupa 8-15 mA sehingga terjadi nyeri 1V 1-8 V 8-15 V 69 15-20 mA 20-50 mA 100-300 mA 1-6 A dan letih Kejutan yang menyiksa, terjadi kontraksi otot tidak sadar yang menetap, dan penderita tidak dapat menarik tangannya kembali. Otot-otot mengalami kontraksi sangat kuat, dan sulit untuk bernafas. Terjadi fibrilasi ventrikel terjadi kontraksi miocard yang menetap dan terjadi pelumpuhan pernafasan 150-200 V 15-20 V 200-500 V 20-50 V 1000-3000 100-300 V 60.000 V 6000 V Pada table di atas terlihat besar arus berhubungan dengan tegangan dan tahanan kulit serta perubahan yang diakibatkan arus AC pada 60 Hz. Pada arus 1 mA penderita hanya merasakan geli, ini merupakan nilai ambang persepsi bagi pria dewasa (50%), untuk wanita kurang lebih 1/3 mA. Apabila arus listrik sampai 8 mA akan terjadi sensasi syok, di mana kontraksi otot masih baik dan nyeri-nyeri belum terjadi. Arus listrik diperbesar sekitar 8-15 mA terjadi rangsangan saraf dan otot sedemikian rupa sehingga terjadi nyeri dan letih. Ini dikenal dengan siksaan syok, penderita pada saat ini sukar/tidak dapat menarik tangan kembali dan terjadi kontraksi otot tak sadar yang menetap. Dalziel melakukan observasi pada penderita dengan arus 18-22 mA akan terjadi pernafasan tertahan apabila arus berlangsung terus. Arus antara 20-50 mA otot-otot mengalami kontraksi sangat kuat, pernafasan tampaknya sangat sulit. Pada peningkatan arus mendekati 100 mA bagian arus yang melewati jantung cukup untuk menyebabkan fibrilasi ventrikel (nilai ambang fibrilasi rata-rata berkisar 70-400mA) dan akan menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan penanganan segera. Apabila arus cukup tinggi 16 amper akan terjadi kontraksi miocard yang menetap dan terjadi paralise 70 pernafasan/kelumpuhan pernafasan dan bila arus listrik dihentikan secara tiba-tiba akan terjadi defibrilasi ventrikel. Arus listrik 10 amper dalam durasi pendek akan menyebabkan kebakaran pada kulit, otak dan jaringan saraf akan kehilangan fungsi eksistansi/eksitasi/kejutan apabila ada arus yang melewatinya. Arus terus-menerus di atas 6 A dapat menyebabkan kelumpuhan pernafasan temporer (sementara) dan Luka bakar serius. Kerusakan tergantung pada individu, kelembaban kulit, dan kontak kulit dengan konduktor. d. Pencegahan Terhadap Syok Listrik Oleh karena bahaya syok sangat besar, dapat mengakibatkan kematian sehingga dipandang perlu untuk melakukan tindakan pencegahan meliputi alatalat yang dipergunakan, penderita, ruangan dan petugas. 1) Terhadap alat listrik yang dipergunakan: - Semua alat listrik harus mempergunakan three wire cord atau kabel tiga urat dan dihubungkan ke ground secara memadai. Kabel listrik modern ini memiliki tiga kabel, dua yang memasok daya ac dan satu yang berfungsi sebagai kabel ground ke tanah. Jika salah satu kabel listrik putus peralatan tidak akan beroperasi, dan jika kabel ini disentuh (pendek) sekering akan berbunyi dan kegagalan dapat diketahui. Namun, jika kabel ground putus mungkin tidak terdeteksi dan memberikan bahaya listrik yang serius untuk pasien dengan elektroda internal. - Menggunakan sumber arus dc. Tubuh kurang sensitive terhadap arus listrik searah daripada 60 Hz arus ac. Saat Xc = ∞ jika f = 0, tidak akan ada kebocoran karena kapasitansi menyimpang jika kita mengoperasikan peralatan listrik kita dengan arus searah. - Semua tombol dan tahanan harus berada pada live (kawat fase) - Seluruh tombol harus dalam keadaan turn off apabila tidak dipergunakan dan sterker harus dicabut dari sumber arus apabila tidak dipergunakan dalam jangka waktu lama. 71 - Alat pacu jantung atau kateter harus di isolasi dan hindari dari sentuhan logam - Lakukan prosedur tes secara teratur - Alat-alat listrik, pipa radiator diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari pegangan penderita. - Salah satu cara yang diusulkan untuk mengurangi bahaya adalah dengan menggunakan isi ulang, alat bertenaga baterai dalam diagnostik, terapi, dan situasi pemantauan. Outputnya akan digabungkan dengan ilmu optik untuk sistem tampilan konvensional sehingga tidak akan ada kontak antara pasien dan sistem layar. Dengan kondisi tersebut, salah pengegroundnan tidak akan terjadi. Meskipun cara ini mahal, itu akan mengurangi bahaya kejut listrik. 2) Terhadap penderita Penderita diisolasikan dari ground. Hal ini agak sulit dikerjakan oleh karena pada EKG monitor kaki kanan penderita selalu dihubungkan ke ground. Untuk menghindari hal tersebut dapat dipergunakan transformer. 3) Terhadap ruangan - Lantai ruangan terbuat dari bahan tanpa penghantar listrik atau dipasang karpet karet - Ruangan harus sekering mungkin. 4) Terhadap petugas: - Diberi pendidikan ketrampilan tentang penggunaan alat-alat listrik. - Pendidikan terhadap bahaya syok dan teknik proteksi yang baik.