listrik manusia ikd

advertisement
A. Kelistrikan Tubuh
1. Listrik Dalam Tubuh
Listrik memegang peranan penting dalam kedokteran. Ada dua aspek
listrik dan magnet dalam pengobatan yaitu efek listrik dan magnetik yang
dihasilkan di dalam tubuh dan aplikasi listrik dan magnet ke permukaan tubuh.
Luigi Galvani memberikan kontribusi pertama di bidang ini pada tahun 1786
ketika ia menemukan listrik di kaki kodok. Sejak saat itu bertahun-tahun
penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam percobaan yang berhubungan
dengan efek listrik di dalam dan pada permukaan tubuh. Penelitian dasar masalah
ini disebut neurofisiologi.
Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi untuk mengontrol dan
mengoperasikan syaraf, otot, dan organ. Pada dasarnya semua fungsi dan aktivitas
tubuh melibatkan listrik dalam beberapa cara, diantaranya yaitu kekuatan otot
yang disebabkan oleh daya tarik dan tolakan dari muatan listrik. Aktifitas otak
pada dasarnya juga bersifat elektrik. Pada sistem saraf otak semua sinyal dari otak
dan yang menuju otak melibatkan aliran arus listrik.
Sistem saraf berperan penting dalam hampir setiap fungsi tubuh. Pada
dasarnya, pusat saraf (otak) menerima sinyal internal dan eksternal dan biasanya
membuat tanggapan yang tepat. Informasi ini ditransmisikan sebagai sinyal-sinyal
listrik di sepanjang saraf. Sistem komunikasi yang efisien ini dapat menangani
banyak jutaan bentuk informasi pada waktu yang sama dengan kecepatan tinggi.
Dalam melaksanakan fungsinya, tubuh banyak menghasilkan sinyal listrik.
Sinyal listrik yang dihasilkan merupakan hasil aksi elektrokimia sel tertentu.
Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk memperoleh
informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organ-organ tertentu.
Potensial listrik dan sinyal listrik dapat diukur dengan alat-alat sebagai berikut:
Elektromiograf (EMG) adalah alat yang digunakan untuk memantau aktivitas
listrik otot, elektrokardiograf (EKG) yang digunakan untuk memantau aktivitas
listrik jantung, dan elektroensefalograf (EEG) adalah alat yang digunakan untuk
memantau aktivitas listrik otak.
5
6
2. Kelistrikan Sistem Saraf Dan Neuron
Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan mentransmisikan pesan listrik. Ada banyak jenis neuron, pada dasarnya neuron terdiri
dari sel-sel tubuh yang menerima pesan listrik dari neuron lain melalui kontak
yang disebut sinapsis yang terletak di dendrit atau pada tubuh sel.
Gambar 2.1 Skema Neuron (Sumber Kamus Visual, 2003)
Gambar 2.1 merupakan gambar bagian-bagian dari sel saraf. Pada
bagian ujung saraf terdapat dendrit. Dendrit merupakan bagian dari neuron yang
khusus untuk menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lainnya. Pada
dendrit saraf terdapat multi sensor yang berfungsi menerima segala bentuk
rangsangan dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Jika stimulus atau
rangsangan cukup kuat, neuron mengirimkan sinyal listrik ke luar sepanjang serat
yang disebut akson. Akson, atau serat saraf, yang panjangnya 1 m, membawa
sinyal listrik ke otot, kelenjar, atau neuron lainnya melalui terminal akson.
a. Potensial Listrik Saraf
Di seluruh permukaan atau membran neuron terdapat beda potensial
(tegangan) yang disebabkan adanya ion negatif yang lebih di bagian dalam
membran daripada di luar. Pada kondisi ini, neuron dikatakan terpolarisasi.
Bagian dalam sel biasanya mempunyai tegangan 60-90 mV lebih negatif daripada
di bagian luar sel. Beda potensial ini disebut potensial istirahat neuron. Gambar
2.2 menunjukkan konsentrasi skematis dari berbagai ion di dalam dan di luar
suatu membran akson. Ketika neuron dirangsang, terjadi perubahan potensial
7
sesaat yang besar pada potensial istirahat di titik rangsangan. potensi ini disebut
potensial aksi, yang menyebar sepanjang akson. Potensial aksi adalah metode
utama transmisi sinyal di dalam tubuh. stimulasi ini dapat disebabkan oleh
rangsangan secara fisik dan berbagai reaksi kimia seperti panas, dingin, cahaya,
suara, dan bau. Jika rangsangan ini berupa sinyal listrik, hanya diperlukan sekitar
20 mV melintasi membran untuk memulai potensial aksi.
Gambar 2.2 Tingkat konsentrasi ion K+, Na+, Cl-, dan ion-ion
protein di dalam dan luar sel (dalam mol/L). Di dalam sel lebih
negatif dibandingkan di luar sekitar 60-90 mV. dengan medan
listrik E. (John R. Cameron, 2003: 200).
Potensial istirahat dapat dijelaskan dengan menggunakan model suatu
membran yang memisahkan larutan KCl (Gambar 2.3a). KCl terdiri dari larutan
ion K+
dan ion Cl-. Diasumsikan bahwa membran memungkinkan ion K+
melewatinya tetapi tidak mengizinkan lewatnya ion Cl ˉ. Ion K+ menyebar bolakbalik melintasi membran, namun, transfer bersih berlangsung dari daerah
konsentrasi tinggi H ke wilayah konsentrasi rendah L. Akhirnya akibat dari
gerakan ini menyebabkan kelebihan muatan positif di L dan kelebihan muatan
negatif di H. Muatan tersebut berbentuk lapisan pada membran yang berfungsi
untuk menghasilkan kekuatan listrik yang menghambat aliran ion K+ dari H ke L.
Pada akhirnya ada suatu keseimbangan (Gambar 2.3b). Secara kualitatif, potensial
8
istirahat sebuah saraf ada karena membran bersifat impermeable (tidak dapat
dilewati) terhadap ions A- (protein) yang berukuran besar, ditunjukkan pada
Gambar 2.2 dan membran tersebut bersifat permeable (dapat dilewati) untuk ion
K+, Na+, dan ion Clˉ.
Gambar 2.3 Model potensial istirahat (a) Ion K+ menyebar dari H
ke L, menghasilkan beda potensial (lapisan dipol) sepanjang
membran dan menghasilkan potensial. (b) keadaan seimbang.
(John R. Cameron, 2003: 201).
Rangsangan Sel saraf
Potensial sel saraf istirahat dapat diganggu oleh:
1. Rangsangan Listrik
2. Kimia
3. Fisis/mekanik
Gambar 2.4 Gelombang aktifitas listrik sel saraf
(Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/)
Jika ada impuls, maka butir-butir membran akan berubah dan ion-ion Na+
akan masuk dari luar sel ke dalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel akan
menjadi lebih positif daripada di luar sel, dan potensial membran meningkat.
Keadaan ini disebut depolarisasi. Gangguan ini sedikit mempengaruhi potensial
9
membran, dan cepat kembali pada nilai istirahatnya= -70 mV. Jika Rangsangan
tersebut kuat, menyebabkan terjadinya depolarisasi dari -90mV menjadi -50 mV (
potensial ambang). Terjadinya depolarisasi menyebabkan perubahan potensial
menjadi terbuka. Ion-ion Na+ mengalir masuk ke dalam sel dengan cepat dan
dalam jumlah banyak, sehingga menimbulkan arus listrik :
I= dq/dt
Keterangan :
I
= Kuat arus (amper)
dq/dt = perubahan muatan per satuan waktu
Aliran Na+ menyebabkan terjadinya perubahan potensial listrik menjadi
+40mV. Setelah depolarisasi, saluran Na+ tertutup selama 1 ms sampai membran
tidak dapat dirangsang lagi. Perubahan transien pada potensial listrik di antara
membran disebut potensial aksi. Setelah mencapai puncak mekanisme
pengangkutan di dalam sel membran dengan cepat mengembalikan ion Na+ ke
luar sel sehingga membran kembali ke keadaan potensial istirahat.
Gambar 2.5 menunjukkan bagaimana skema akson menyebarkan potensial
aksi. Grafik dari potensial yang diukur antara titik P dan bagian luar akson juga
ditampilkan. Akson ini memiliki potensial istirahat dari sekitar -80 mV (Gambar
2.5a). Jika ujung kiri akson dirangsang, dinding membran menjadi menyerap ion
Na+ dan ion ini berjalan melalui membran, hal ini menyebabkan terjadinya
depolarisasi. Bagian dalamnya sesaat menjadi bermuatan positif dengan tegangan
sekitar 50 mV. Potensial aksi di bagian yang dirangsang menyebabkan pergerakan
ion, seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah pada Gambar. 2.5b, yang
menyebabkan depolarisasi di bagian sebelah kanan (Gambar 2.5c, d, dan e).
Sementara itu di titik rangsangan asal telah pulih (repolarisasi) karena ion K+ telah
pindah keluar untuk mengembalikan potensial istirahat (Gambar. 2.5c, d, dan e).
10
Gambar 2.5 Transmisi impuls saraf sepanjang akson. (a) potensial
istirahat akson sekitar – 80 mV. (b) rangsangan pada bagian kiri
menyebabkan depolarisasi membran. (c) Arus positif mengalir
pada tepi leading. (d dan e) Sementara itu, ion K+ keluar dari inti
akson dan memulihkan potensial istirahat (repolarisasi membran).
Tegangan yang berpindah sepanjang saraf adalah potensial aksi.
(John R. Cameron, 1978: 187)
Potensial aksi kebanyakan neuron dan sel-sel otot, berlangsung selama
beberapa mili detik, namun potensi aksi untuk otot jantung berlangsung lama
sekitar 150-300 mili detik (Gambar 2.6).
11
Gambar 2.6 Bentuk gelombang potensial aksi dari (a) saraf akson
(b) sel otot kerangka (c) sel otot jantung. Skala waktu masingmasing berbeda. (John R. Cameron, 1978: 187).
b. Jenis-Jenis Serat Saraf
Pemeriksaan akson dari berbagai sel saraf dengan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa ada dua jenis serat saraf. Membran beberapa akson ditutupi
dengan lapisan lemak insulator yang disebut mielin yang memiliki celah yang
tidak terisolasi kecil yang berukuran beberapa milimeter yang disebut nodes of
Ranvier (Gambar 2.1), saraf ini disebut sebagai saraf mielinated. Akson dari saraf
lain yang tidak memiliki lengan (selubung) mielin, disebut saraf unmielinated.
Kebanyakan saraf manusia memiliki kedua jenis serat saraf tersebut. Banyak
penelitian awal tentang perilaku listrik saraf dilakukan di serat saraf mielin. Serat
saraf bermielin, banyak terdapat pada manusia dan melakukan potensial aksi lebih
cepat daripada serat saraf tanpa mielin.
Selubung mielin pada gambar 2.1 adalah insulator yang baik dan memiliki
kapasitansi listrik sangat rendah. Potensial aksi makin menurun apabila melewati
serat saraf bermielin. Penurunan sinyal kemudian bertindak seperti rangsangan
pada node of ranvier (celah) berikutnya untuk memulihkan potensial aksi kembali
kekeadaan awalnya.
Dua faktor utama yang mempengaruhi kecepatan propagasi potensial aksi
yaitu hambatan dalam membran inti dan kapasitansi (atau muatan yang tersimpan)
12
yang ada pada membran. Penurunan potensial aksi yang baik akan meningkatkan
kecepatan propagasi. Hambatan internal sebuah akson menurun dengan semakin
meningkatnya diameter, sehingga sebuah akson dengan diameter besar akan
memiliki kecepatan propagasi yang lebih tinggi daripada akson dengan diameter
kecil.
Semakin besar muatan yang tersimpan pada membran, semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi, dan dengan demikian semakin lambat
kecepatan propagasi. Karena kapasitansi rendah, muatan yang tersimpan di bagian
serat saraf mielin sangat kecil dibandingkan pada serat tanpa mielin pada diameter
dan panjang yang sama. Oleh karena itu kecepatan konduksi dalam serat saraf
mielin ini lebih cepat. Akson tanpa mielin cumi-cumi (diameter ~ 1 mm) memiliki
kecepatan propagasi 20 sampai 50 ms-1, sedangkan serat saraf mielin dalam
manusia (diameter ~ 10 μm) memiliki kecepatan propagasi sekitar 100 ms-1.
Perbedaan kecepatan konduksi sinyal menjelaskan mengapa terjadi loncatan dari
node dalam serat saraf mielin.
3.
Kelistrikan Tulang
Sumber listrik pada tubuh yang lain adalah tulang. Pertumbuhan tulang
adalah salah satu proses kehidupan yang dikendalikan secara elektrik. Tulang
mengandung kolagen yang merupakan suatu bahan piezoelektrik yaitu apabila
diberikan suatu gaya kepada kolagen, akan terbentuk potensial dc kecil. Kolagen
menghantarkan arus listrik dengan muatan negatif sedangkan kristal mineral
tulang (apatit) yang terletak dekat dengan kolagen menghantarkan arus listrik
dengan muatan positif. Pada sambungan antara kedua jenis semikonduktor ini,
arus akan mengalir ke satu arah tetapi tidak kearah lain (ini adalah gagasan dasar
dalam mengubah sinyal ac menjadi dc dengan rectification).
4.
Aktifitas Kelistrikan Pada Otot
Informasi diagnostik tentang otot dapat diperoleh dari aktivitas kelistrikan
pada saluran transmisi potensial aksi dari akson ke otot, sebagai penyebab
13
terjadinya kontraksi otot. Otot terdiri dari banyak unit motor. Sebuah unit motor
terdiri dari sebuah neuron bercabang tunggal dari batang otak atau kabel spinal
dan 25-2000 serat otot (sel) yang terhubung ke ujung pelat motor (Gambar 2.7).
Potensial istirahat pada membran serat otot mirip dengan potensial istirahat di
serat saraf. Tindakan Otot dimulai oleh potensial aksi yang bergerak sepanjang
akson dan ditransmisikan melalui ujung pelat motorik ke serat otot, menyebabkan
serat otot saling kontraksi.
Gambar 2.7 Skema neuron dimulai dari spinal cord dan diakhiri
beberapa sel Neuron dan sel otot penghubung membuat sebuah
unit motorik. (John R. Cameron, 1978: 190).
Hubungan antara dua buah saraf disebut sinapsis, berakhirnya saraf pada
sel otot atau hubungan saraf otot disebut Neuromyal Juction. Baik sinapsis
maupun Neuromial Junction mempunyai kemampuan meneruskan gelombang
depolarisasi dengan cara lompat dari satu sel ke sel yang berikutnya. Gelombang
depolarisasi ini penting pada sel membran otot, karena pada waktu terjadi
depolarisasi, zat kimia yang terdapat pada otot akan trigger/ bergetar/ berdenyut
menyebabkan kontraksi otot dan setelah itu akan terjadi repolarisasi sel otot hal
mana otot akan mengalami relaksasi.
14
5. Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung
Gambar 2.8 menjelaskan tentang bagian-bagian jantung. Jantung memiliki
empat bagian yaitu dua ruang atas, atrium kiri dan atrium kanan, yang
disinkronisasi untuk kontraksi secara bersamaan, dua ruang yang lain yaitu dua
ruang bawah, ventrikel kiri dan kanan. Atrium kanan menerima darah vena dari
tubuh dan memompanya ke ventrikel kanan. Ventrikel ini memompa darah
melalui paru-paru. Kemudian darah mengalir ke atrium kiri. Kontraksi atrium kiri
mengalirkan darah ke ventrikel kiri, yang kontrak dan memompanya ke dalam
sirkulasi umum yaitu darah melewati pembuluh kapiler ke pembuluh vena dan
kembali ke atrium kanan.
Gambar 2.8 Anatomi Jantung Manusia
(Sumber: http://alifis.wordpress.com/category/fisika-corner/fisika-kesehatan/)
Aktifitas Kelistrikan Otot Jantung
Jantung mempunyai aktifitas listrik meliputi: Sino Atrio Nodus, Atrio
Ventrikuler Nodus, Berkas His dan Serabut Purkinje, inilah point penting dalam
pembacaan EKG. Listrik jantung dihasilkan oleh adanya reaksi sel jantung dengan
ion Na+. Sel membran otot jantung (miokardium) berbeda dengan saraf dan otot
bergaris. Saraf dan otot bergaris memerlukan rangsangan supaya ion Na+ masuk
ke dalam sel, proses masuknya ion Na+ ke dalam sel disebut proses depolarisasi.
Sedangkan depolarisasi pada sel otot jantung, ion Na+ mudah bocor (tidak
memerlukan rangsangan dari luar), setelah repolarisasi komplit, ion Na+ akan
15
masuk lagi ke dalam sel yang disebut depolarisasi spontan. Depolarisasi spontan
ini menghasilkan gelombang depolarisasi untuk seluruh otot miokardium.
Depolarisasi sel membran otot jantung oleh perambatan potensial aksi
menghasilkan kontraksi otot sehingga terjadi denyut jantung.
Gerakan ritmis jantung dikendalikan oleh sebuah sinyal listrik yang
diprakarsai oleh rangsangan spontan dari sel-sel otot khusus yang terletak di
atrium kanan. Sel-sel ini membentuk sinoatrial (SA) node, atau alat pacu jantung
alami (Gambar. 2.9). SA node berdetak secara berkala sekitar 72 kali per menit.
Namun, laju detak dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan saraf eksternal untuk
mengetahui respon jantung terhadap kebutuhan darah tubuh serta rangsangan
lainnya. Sinyal listrik dari SA node memulai depolarisasi saraf dan otot dari kedua
atrium, menyebabkan atrium berkontraksi dan memompa darah ke dalam
ventrikel. Sehingga terjadilah repolarisasi dari atrium tersebut. Sinyal listrik
kemudian lolos ke atrioventrikular (AV) node, yang mengawali depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri, menyebabkan mereka kontrak dan memaksa darah
masuk ke dalam paru dan sirkulasi umum. Saraf dan otot ventrikel kemudian
mengalami repolarisasi dan siklus dimulai lagi.
Secara skema dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.9 Penjalaran Depolarisasi (John R. Cameron, 1978: 190).
16
Keterangan:
 SA node memulai gelombang depolarisasi dari atrium kanan ke atrium kiri
dalam 70 sekon –> terjadi kontraksi atrium.
 Gelombang depolarisasi berlanjut ke AV node –> AV node mengalami
depolarisasi.
 Gelombang dari AV node melalui bundle of his (BH) dan diteruskan ke
bundle branch (BB) –> BB mengalami depolarisasi.
 Diteruskan ke jaringan purkinye –> endokardium –> berakhir di
epikardium –> terjadi kontraksi otot jantung.
 Setelah repolarisasi, miokardium mengalami relaksasi.
Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit
dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam
jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Skema potensial aksi turun pada dinding jantung.
Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui
torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R.
Cameron, 1978: 198).
Aliran arus yang dihasilkan tubuh memulai terjadinya penurunan potensi
seperti yang ditunjukkan skema pada resistor. Distribusi potensial untuk seluruh
jantung ketika ventrikel adalah satu-setengah kali depolarisasi yang ditunjukkan
oleh garis ekuipotensial pada Gambar 2.11. Perhatikan bahwa potensi diukur pada
permukaan tubuh bergantung pada lokasi elektroda. Bentuk garis potensial
ditunjukkan pada Gambar 2.11 hampir sama dengan yang diperoleh dari sebuah
dipol listrik.
17
Gambar 2.11. Distribusi potensial bagian dada pada saat ventrikel
depolarisasi separuh. Electrode yang diletakkan di titik A, B, dan C
mengindikasikan potensial pada saat itu. (John R. Cameron, 1978:
199).
Garis ekuipotensial pada waktu lain dalam siklus jantung juga bisa
direpresentasikan oleh dipol listrik, namun dipol untuk momentum yang berbeda
dalam siklus akan berbeda ukuran dan orientasi. Model dipol listrik jantung
pertama kali diusulkan oleh AC Waller pada tahun 1889 kemudian dirubah oleh
orang lain.
B. Pengukuran Isyarat Listrik Tubuh
Pengukuran isyarat listrik tubuh secara selektif sangat berguna untuk
memperoleh informasi klinik tentang fungsi tubuh dan gangguan pada organorgan tertentu. Alay yang digunakan untuk mengukur isyarat listrik tubuh adalah:
1. Electromiograf (EMG)
2. Electroneurograf (ENG)
3. Electroretionograf (ERG)
4. Electrogastrograf (EGG)
5. Electroensefalograf (EEG)
6. Electrokardiograf (EKG)
18
Pada pembahasan di bawah, akan dibahas 3 dari 6 isyarat listrik yang
terkenal
yaitu
Electromiograf
(EMG),
Electrokardiograf
(EKG),
Electroensefalograf (EEG).
1. Sinyal Listrik Dari Otot-Elektromiograf (EMG)
Pencatatan potensial biolistrik otot selama pergerakan otot disebut
electromiogram. Otot dilayani oleh beberapa unit motor. Suatu unit motor terdiri
dari cabang-cabang tunggal neuron atau saraf dari otak atau medulla spinalis. Ada
25-2.000 serat otot (sel), dihubungkan dengan saraf via motor end plate, sehingga
potensial istirahat yang melewati serat otot serupa dengan potensial istirahat yang
melewati serat saraf. Oleh sebab itu gerakan otot berkaitan dengan satu potensial
aksi yang merambat sepanjang akson dan diteruskan ke serat saraf otot melalui
motor end plate. Catatan dari potensial aksi dalam sel otot tunggal secara skematis
diperlihatkan pada Gambar 2.12 Pengukuran tersebut dibuat dengan elektroda
yang sangat kecil (microelectrode) yang ditusukkan melalui membran otot.
Gambar 2.12 Rangkaian instrument untuk mengukur potensial aksi
pada sel otot tunggal. Electrode dibenamkan didalam cairan pada
sel. (John R. Cameron, 1978: 190).
Sel-sel otot tunggal biasanya tidak dipantau dalam ujian EMG karena sulit
untuk mengisolasi serat tunggal. Sebaliknya, elektroda EMG biasanya merekam
aktivitas listrik dari beberapa serat. Dalam pemeriksaan EMG tersebut
menggunakan elektroda permukaan dan elektroda jarum konsentris. Elektroda
permukaan menempel pada kulit mengukur sinyal-sinyal listrik dari banyak unit
19
motor. Sebuah jarum elektroda konsentris dimasukkan di bawah kulit mengukur
aktivitas unit motor tunggal melalui kabel berisolasi yang terhubung ke titik unit
motor tersebut. Gambar 2.13 menunjukkan EMG dari dua jenis elektroda
Sebuah pengaturan yang khusus untuk rekaman EMG ditunjukkan pada
Gambar 2.13. Sinyal listrik otot ini dapat ditampilkan secara langsung di salah
satu saluran osiloskop, dan sinyal dapat diintegrasikan dan ditampilkan di saluran
kedua. Sinyal juga dapat dikirimkan melalui sebuah amplifier sehingga sinyal
tersebut dapat terdengar oleh pengeras suara. Catatan integrasi (dalam tegangan
kedua) adalah ukuran kuantitas listrik yang terkait dengan potensial aksi otot.
Gambar 2.13 EMG diperoleh dengan electroda jarum konsentris dan
permukaan electrode. (John R. Cameron, 1978: 191).
Gambar 2.14 menunjukkan bentuk rangkaian EMG. Dalam klinik, suara
EMG dan bentuk integrasi sering digunakan untuk menentukan kondisi otot
selama kontraksi.
EMG dapat diperoleh dari otot atau unit motorik yang dipicu elektrik, dan
cara ini sesuai dengan kontraksi otot yang tidak dipaksakan. Kontraksi otot yang
tidak dipaksakan (voluntary contraction) biasanya terjadi selama 100 milidetik
karena semua unit motorik tidak akan melakukan tembakan pada saat yang sama,
20
selain itu setiap unit motorik bisa menghasilkan beberapa potensi tindakan
(potensial aksi) tergantung pada sinyal yang dikirim dari sistem saraf pusat.
Gambar 2.14 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG.
(Sumber
http://www.medtek.ki.se/medicaldevices/album/Ch/Measurement+
methods.html)
Dengan stimulasi listrik, waktu stimulasi dapat ditetapkan dengan baik dan
semua serat otot menembak pada waktu yang hampir bersamaan. Sebuah pulsa
rangsangan tertentu mungkin memiliki amplitudo 100 V dan periode 0,1-0,5
milidetik.
Gambar 2.15 EMG untuk (a) kontraksi minimal ditunjukkan oleh
potensial aksi dari unit motorik tunggal. (b) kontraksi maksimal
ditunjukkan oleh potensial aksi dari banyak unit motorik. (John R.
Cameron, 1978: 192).
21
EMG yang diperoleh selama rangsangan listrik dari unit motor
ditunjukkan pada Gambar 2.16 Potensial aksi muncul dalam EMG setelah jangka
waktu latency (waktu antara stimulasi dan permulaaan respon). Hasil EMG
digunakan untuk menentukan apakah potensial aksi dan periode latensinya sama.
Jika hasil EMG otot tubuh simetris maka otot tersebut normal, cara yang lain yaitu
dengan dengan membandingkannya dengan orang normal.
Gambar 2.16 Rangkaian instrument untuk memperoleh EMG
selama rangsangan listrik pada unit motorik. (John R. Cameron,
1978: 193).
Gambar 2.17 Rangsangan listrik pada saraf sensorik dan motorik
pada bayi (a) skema diagram instrument. (b) Untuk rangsangan per
waktu tingkat rendah. (c) Untuk rangsangan sedang. (d) Untuk
rangsangan besar. (John R. Cameron, 1978: 194).
22
Rangsangan listrik unit motorik, dapat digunakan untuk merangsang
saraf sensorik yang membawa informasi ke sistem saraf pusat. Sistem refleks
dapat dipelajari dengan mengamati respon refleks pada otot (Gambar 2.17a). Pada
rangsangan tingkat rendah, beberapa saraf sensori aktif namun saraf motorik tidak
dan tidak ada respon M yang terlihat (Gambar 2.17b). Potensial aksi dari saraf
sensorik pindah ke sumsum tulang belakang dan menghasilkan respon refleks
yang bergerak sepanjang saraf motor dan memulai sebuah respon tunda H pada
otot. Saat rangsangan meningkat, kedua saraf motorik dan saraf sensorik
terangsang dan baik M dan respon H dapat terlihat (Gambar 2.17Hc). Pada tingkat
rangsangan yang besar, hanya respon M yang terlihat (Gambar 2.17.Hd).
Kecepatan dari potensial aksi dalam saraf motorik juga dapat ditentukan.
Rangsangan yang diberikan pada dua lokasi, dan periode latensi untuk setiap
respon diukur. Perbedaan antara dua periode latency adalah waktu yang
diperlukan untuk potensial aksi menempuh jarak antara kedua saraf; kecepatan
dari potensial aksi ini jarak dibagi selang waktu antara dua periode latency.
Gambar2.18 Kecepatan konduksi saraf sensori dapat ditentukan
dengan rangsangan pada suatu lokasi tertentu dan dari rekaman
respon dengan meletakkan electroda pada jarak yang diketahui.
(John R. Cameron, 1978: 196).
Penjelasan dari gambar diatas respon berjalan sejauh 0,25m dari posisi 1
ke posisi 2 dalam waktu 4,3 msec. Kecepatan konduksinya dapat dihitung:
23
v
x
0,25m

t 4,3x10 3 sec
v  58m / sec
Sedangkan kecepatan konduksi saraf sensori ketika respon berjalan dari posisi 2
ke 3 adalah:
v
x
0,20m

t 4 x10 3 sec
v  50m / sec
Kecepatan konduksi untuk saraf sensoris dapat diukur dengan
merangsang di salah satu bagian dan rekaman di beberapa lokasi yang diketahui
jaraknya dari titik stimulasi (Gambar 2.18). Banyak sekali kerusakan saraf pada
saat terjadi penurunan kecepatan konduksi. kecepatan umum konduksi adalah 4060 m/detik, kecepatan di bawah 10 m/detik menunjukkan adanya masalah.
Selama Electomiogram berlangsung dilakukan beberapa kali rangsangan
hal ini dilakukan untuk menentukan karakteristik kelelahan otot. Otot-otot utama
pada manusia dapat direstimulasi pada tingkat antara 5 dan 15 Hz. Seorang pasien
dengan penyakit myasthenia gravis menunjukkan kelemahan otot saat
melaksanakan tugas otot berulang-ulang. Hasil EMG pasien menunjukkan bahwa
pada stimulasi yang dilakukan secara berulang-ulang, saraf motorik gagal untuk
mentransmisikannya ke otot.
2. Sinyal Listrik Dari Jantung-Electrokardiograf (EKG)
Saraf dan otot jantung dapat dianggap sebagai sumber listrik tertutup
dalam sebuah konduktor listrik, batang tubuh. Jelas tidak mudah untuk membuat
pengukuran listrik langsung pada jantung; informasi diagnostik diperoleh dengan
pengukuran potensi listrik yang dihasilkan oleh jantung di berbagai tempat di
permukaan tubuh. Catatan potensi jantung pada kulit disebut elektrokardiogram
(EKG).
Hubungan antara pemompaan jantung dengan potensi listrik pada kulit
dapat dipahami dengan mempertimbangkan perambatan potensial aksi di dalam
24
jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20 Aliran arus yang dihasilkan tubuh
memulai terjadinya penurunan potensi seperti yang ditunjukkan skema pada
resistor.
Gambar 2.20 Skema potensial aksi turun pada dinding jantung.
Beberapa arus ion, diindikasikan oleh lingkaran, yang melalui
torso diindikasikan sebagai resistor. Potensial aktif. (John R.
Cameron, 1978: 198).
Gambar 2.21 Bidang elektrokardiografik dan vektor dipol listrik.
RA, LA, RL, dan LL mengindikasikan lokasi electroda pada
bagian kanan dan kiri tangan dan kaki. (John R. Cameron,
1978:200).
Potensial listrik (jantung) yang diukur pada permukaan tubuh hanyalah
proyeksi sesaat dari vektor dipol listrik dalam arah tertentu. Vektor dipol listrik
25
tersebut merupakan fungsi perubahan dari waktu. Potensial listrik diproyeksikan
sama dipole listrik tersebut. Gambar 2.21 menunjukkan vektor dipol listrik pada
tiga pesawat elektrokardiografi tubuh.
Permukaan elektroda untuk pengamatan EKG yang paling sering terletak
di lengan kiri (LA), lengan kanan (RA), dan kaki kiri (LL). Meskipun lokasi
elektroda berbeda tergantung situasi medis; namun lokasi yang paling sering
digunakan adalah tangan atau posisi yang lebih dekat ke jantung. Pengukuran
potensial antara RA dan LA disebut Lead I, dan antara RA dan LL disebut Lead
II, sedangkan antara LA dan LL disebut lead III (Gambar 2.22).
Gambar 2.22. Konektor listrik untuk lead, I, II, III. Rekaman
Muatan kutub pada umumnya dalam instrument mengindikasikan
masing-masing lead. (John R. Cameron, 1978: 201).
Konfigurasi ini dirintis oleh Willem Einthoven, seorang ahli fisiologi
Belanda, dan ketiga lead tersebut disebut standar ekstremitas lead. Biasanya,
ketiga standar ekstremitas lead tersebut digunakan dalam pemeriksaan klinis.
Potensi antara dua diantaranya memberikan amplitudo relatif dan arah dari vektor
dipol listrik pada bidang frontal (Gambar 2.23).
Tiga konfigurasi lead tambahan, aVR, aVL, dan aVF , juga diperoleh di
bidang frontal. Untuk lead aVR , satu sisi perekam terhubung ke RA dan sisi lain
terhubung ke pusat dua resistor yang terhubung ke LL dan LA (Gambar 2.24).
Dua lead tambahan lainnya diperoleh dengan cara yang sama, untuk lead aVL,
perekam melekat ke elektroda LA dan resistor yang terhubung ke RA dan LL;
untuk lead aVF, perekam melekat ke elektroda LL dan resistor terhubung ke RA
dan LA.
26
Gambar 2.23 Skema dipole listrik pada jantung diproyeksikan pada bidang
frontal. Potensial didalam lead I pada beberapa moment
proposional terhadap proyeksi vector dipol pada garis RA-LA;
potensial di Lead II dan III proposional terhadap proyeksi pada
sisi lain segitiga. (Sumber: http://www.bem.fi/book/16/16.htm)
Gambar 2.24 Penambahan Lead diperoleh dengan menempatkan sebuah jarum
resistor diantara dua electrode. Jarum resistor pusat digunakan
sebagai connector satu dan elektroda sisanya digunakan sebagai
konektor kedua. (Sumber Buku Medical physics)
Setiap peta EKG menelusuri sebuah proyeksi dari vektor dipol listrik,
atau aktivitas listrik jantung, yang melalui setiap bagian dari siklus tersebut.
Gambar 2.25 memperlihatkan skema output lead II dengan simbol standar untuk
27
bagian dari pola. Peristiwa listrik utama dari siklus jantung normal adalah (1)
depolarisasi atrium, yang menghasilkan gelombang P; (2) repolarisasi atrial
(jarang terlihat), (3) depolarisasi ventrikel, yang menghasilkan komplek QRS; dan
(4) repolarisasi ventrikel yang menghasilkan gelombang T (Gambar 2.25).
Gambar 2.25 Tipe EKG dari posisi Lead II. P menunjukkan depolarisasi dan
kontraksi atrial, komplek QRS mengindikasikan depolarisasi
ventricular, kontraksi ventricular terjadi diantara S dan T, dan T
menunjukkan repolarisasi ventricular. (Sumber buku Medical
Physics)
Gambar 2.26 Enam bidang frontal ECGs untuk subjek normal. (Sumber Buku
Medical Physics)
Gambar 2.26 menunjukkan enam ECGs bidang frontal untuk subyek
normal. Perhatikan bahwa dalam beberapa kasus gelombang positif dan dalam
kasus lainnya adalah negatif, tanda gelombang tergantung pada arah dipol vektor
dan polaritas listrik dan posisi elektroda dari alat ukur.
28
Gambar 2.27 Posisi EKG bidang tranversal. (a) Tampak frontal (b) Tampak atas.
(Sumber buku Medical Physics)
Gambar 2.28 Tipe enam bidang tranversal EKGs untuk subjek normal. (Sumber
Buku Medical Physics)
Dalam pemeriksaan klinis, enam bidang EKGs melintang biasanya dibuat
di samping enam EKG bidang frontal. Untuk pengukuran bidang transversal,
terminal negatif perekam EKG terpasang ke elektroda biasa pada titik-titik pusat
dari tiga resistor yang terhubung ke RA, LL dan LA (Gambar 2.27a), dan
elektroda lainnya dipindahkan di dinding dada dengan keenam posisi yang
berbeda (Gambar 2.27b). Gambar 2.28 menunjukkan tipe EKGs bidang melintang
(tranversal).
29
Sebuah EKG menunjukkan ada dan tidaknya gangguan dalam aktivitas
listrik jantung normal. Sebagai contoh, EKG menandakan adanya suatu kondisi
yang tidak normal yang disebut blok jantung. Jika sinyal nodus SA normal tidak
dilakukan ke ventrikel, maka pulsa dari nodus AV akan mengendalikan detak
jantung pada frekuensi 30-50 denyut/menit, yang jauh lebih rendah dari detak
jantung normal (70-80 denyut/menit). Blok jantung seperti ini bisa membuat
pasien setengah cacat, penanaman sebuah alat pacu jantung bisa memungkinkan
dia untuk hidup normal.
3. Sinyal Listrik Dari Otak-Electroensefalogram (EEG)
Jika elektroda ditempatkan pada kulit kepala dan digunakan untuk
mengukur aktivitas listrik, maka akan diperoleh beberapa aktivitas listrik yang
kompleks yang sangat lemah dari neuron di korteks otak. Aktivitas ini pertama
kali teramati oleh Hans Berger pada tahun 1929, sejak saat itu banyak penelitian
telah dilakukan dibidang klinis, fisiologis, dan aplikasi fisiologis dari sinyal listrik
otak ini, tapi pemahaman dasar tentang hal tersebut masih kurang. Salah satu
hipotesis menyatakan bahwa potensi dihasilkan melalui proses sinkronisasi
intermiten melibatkan neuron di korteks, dengan kelompok-kelompok neuron
yang berbeda. Menurut hipotesis ini sinyal terdiri dari segmen-segmen pendek
aktivitas listrik yang berurutan dari kelompok neuron yang terletak di berbagai
tempat di korteks.
Rekaman sinyal-sinyal dari otak disebut elektroensefalogram (EEG).
Elektroda yang digunakan untuk merekam sinyal yang paling sering adalah
cakram kecil yang terbuat dari perak klorida. Electrode-electroda tersebut melekat
pada kepala di lokasi yang tergantung pada bagian otak yang akan dipelajari.
Gambar 2.29 menunjukkan standar internasional sistem 10-20 lokasi
elektroda, dan Gambar 2.30 menunjukkan tipe EEG untuk beberapa pasang
elektroda. Elektroda referensi biasanya menempel pada telinga (A1 atau A2 pada
Gambar 2.30). Dalam pengujian rutin, 8-16 saluran dicatat secara bersamaan.
sinyal-sinyal dibagian otak sisi kanan dibandingkan dengan sinyal sisi kiri. Saat
aktifitas tidak simetris, hal ini sering menandakan adanya indikasi penyakit otak.
30
Gambar 2.29 Standart internasional 10-20 sistem lokasi electrode untuk EEG.
Electrode diletakkan pada interval 10% dan 20% dari jarak antar
titik spesifik pada tengkorak. Inion adalah tulang yang menonjol
pada bagian bawah tengkorak bagian belakang dan mastoid adalah
belakang telinga.
(Sumber:http://www.medtek.ki.se/medicaldevices/album/Ch/Meas
urement+methods.html)
Gambar 2.30 EEG normal untuk tiap lokasi electrode (gambar 2.30). keterangan
electroda dihubungkan dengan telinga (A1 dan A2). (Sumber Buku
Medical Physics)
31
Amplitudo dari sinyal EEG sering menyebabkan masalah serius dalam
pemrosesan sinyal EEG. Bahkan jika suara eksternal dikontrol, potensi aktifitas
otot seperti gerakan mata dapat menyebabkan artefak dalam catatan medis.
Frekuensi dari sinyal EEG tergantung pada aktivitas mental subjek.
Misalnya, orang yang santai biasanya memiliki sinyal EEG yang tenang terutama
frekuensi 8-13 Hz, atau gelombang alfa. Ketika seseorang lebih waspada, rentang
frekuensi yang lebih tinggi, yaitu rentang gelombang beta (di atas 13 Hz), yang
akan mendominasi sinyal EEG. Berbagai rentang frekuensi disajikan sebagai
berikut:
Jenis Gelombang
Frekuensi
Delta (Δ), atau lambat
0.5-3.5 Hz
Theta (θ), atau intermediate
4-7 Hz
Alpha
8-13 Hz
Beta, atau cepat
≥13 Hz.
EEG digunakan sebagai bantuan dalam diagnosis penyakit yang
melibatkan otak. Hal ini paling berguna dalam diagnosis epilepsi dan
memungkinkan klasifikasi serangan epilepsi.
Gambar 2.31 EEG untuk dua jenis epilepsi. (a) Grand mal. (b) Petit mal. (Sumber
Buku Medical Physics)
EEG untuk serangan epilepsi parah dengan hilangnya kesadaran, yang
disebut kejang grand mal, menunjukkan spikes tegangan tinggi yang cepat di
semua Lead dari tengkorak (Gambar 2.31a). EEG untuk serangan tidak terlalu
parah, disebut kejang petit mal, menunjukkan sampai 3 gelombang bulat per detik
diikuti atau didahului oleh spike cepat (Gambar 2.31b).
32
EEG membantu dalam identifikasi tumor otak sejak aktivitas listrik
berkurang di wilayah tumor. Metode yang lebih kuantitatif lain untuk menemukan
tumor otak melibatkan X-ray atau teknik kedokteran nuklir.
Gambar 2.32 EEG untuk 2 keadaan tidur. (a) Permulaan tidur. (b) Tidur lelap
(gelombang delta). (Sumber buku Medical physics)
Banyak penelitian tentang tidur melibatkan pengamatan pola EEG untuk
berbagai tahapan tidur (Gambar 2.32). Saat seseorang mengantuk, frekuensi 8-13
Hz (gelombang alpha) mendominasi EEG tersebut. Amplitudo meningkat dan
frekuensi menurun saat orang mengalami fase tidur dari tidur ringan ke tidur yang
lebih nyenyak. Kadang suatu EEG yang diambil saat tidur menunjukkan pola
frekuensi tinggi disebut tidur paradox, tidur paradoks terkait dengan bermimpi.
Gambar 2.33 EEG diambil selama tahap awal tidur dengan gelombang suara
(kebisingan) digunakan sebagai stimulus. (Sumber buku Medical
physics)
33
Selain merekam aktivitas spontan otak, kita dapat mengukur sinyal yang
dihasilkan ketika otak menerima rangsangan eksternal seperti lampu berkedip atau
pulsa suara. Sinyal jenis ini disebut sinyal pembangkit tanggapan. Gambar 2.33
menunjukkan tiga EEG diambil selama tahap awal tidur dengan serangkaian 10
gelombang suara (kebisingan) digunakan sebagai stimulus eksternal. Hasil EEG
menunjukkan respon ke beberapa pulsa pertama dan dua terakhir pulsa.
Kurangnya tanggapan di antara keduanya disebut habituasi.
Karena respon yang ditimbulkan kecil, maka stimulus diulang berkali-kali
dan tanggapan EEG dirata-rata di komputer. Gambar 2.34 menunjukkan rata-rata
tanggapan yang ditimbulkan untuk 64 rangsangan.
Gambar 2.34 Respon yang ditimbulkan untuk 64 rangsangan. (Sumber buku
Medical physics)
C. Penggunaan Arus Listrik Pada Permukaan Tubuh
1. Macam-Macam Gelombang Arus Listrik
Pengetahuan tentang gelombang arus listrik ini penting artinya oleh karena
dalam banyak hal berkaitan dengan penggunaan arus listrik untuk merangsang
syaraf motoris atau saraf sensoris. Gelombang-gelombang arus listrik yang
dimaksud dapat dilihat di bawah ini:
a.
b.
34
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j
Gambar 2.35 Macam-macam gelombang arus listrik (Sumber Buku Fisika
Kedokteran)
Keterangan gambar:
a.
Arus bolak-balik/sinusoidal
b.
Arus setengah gelombang (telah disearahkan) dengan meggunakan dioda
c.
Arus searah penuh tapi masih mengandung ripple/desir
d.
Arus searah murni
e.
Faradik
f.
Surged faradik (sentakan faradic)
g.
Surged sinusoidal (sentakan sinusoidal)
h.
Galvonik yang interuptus dihasilkan oleh rangkaian integrator
i.
Arus gigi gergaji.
j.
Arus yang dihasilkan oleh rangkaian deferensiator
35
2. Frekuensi Arus Listrik
Sejak 2 abad belakang ini perkembangan listrik begitu pesat, seiring
dengan perkembangan listrik, diciptakan alat-alat yang mempergunakan energi
listrik.
Hal-hal yang menyangkut soal listrik yaitu tegangan, tahanan listrik, arus
listrik serta frekuensi listrik.
Pada tahun 1890 jacques A.D Arsonval telah menggunakan listrik
berfrekuensi rendah untuk menimbulkan efek panas. Tahun 1929, ia
menggunakan listrik dengan frekuensi 30 MHz untuk pemanasan yang disebut
short wave diathermy dan pada tahun 1950 sudah diperkenalkan penggunaan
gelombang mikro dengan frekuensi 2.450 MHz untuk keperluan diathermi dan
pemakaian radar.
Sesuai dengan efek yang ditimbulkan oleh listrik, maka arus listrik dibagi
menjadi 2:
a. Listrik berfrekuensi rendah
b. Listrik berfrekuensi tinggi
a. Listrik Berfrekuensi Rendah
Listrik berfrekuensi rendah adalah listrik yang memiliki frekuensi antara
20 Hz sampai dengan 500.000 Hz. Frekuensi rendah ini mempunyai efek
merangsang saraf dan otot sehingga terjadi kontraksi otot.
Alat-alat yang menghasilkan listrik berfrekuensi rendah yaitu: Stimulator
yang rangkaiannya terdiri dari astable multivibrator. Multivibrator adalah
golongan dari rangkaian osilator yang dapat menghasilkan bentuk gelombang
output yang terdiri dari satu atau lebih pulsa-pulsa persegi. Astable multivibrator
menyediakan rangkaian pulsa yang kontinu.
Selain frekuensi yang diperhatikan, pengulangan dalam pemakaian sangat
penting serta pemilihan bentuk gelombang manakah yang dipakai juga perlu
diperhatikan. Untuk pemakaian dalam jangka waktu singkat dan bersifat
merangsang persarafan otot, maka dipakai arus faradik.
36
I
I
T
T
Arus faradic dari gulungan SmartBristow
Arus Faradik
murni
I
T
Arus faradic dari alat stimulator
electronika
Gambar 2.36a Arus faradic murni, 2.36b Arus faradic dari gulungan SmartBristow, 2.36c Arus faradic dari stimulator electronika. (Sumber: Buku Fisika
Kedokteran)
Untuk pemakaian dalam jangka waktu lama dan bertujuan merangsang
otot yang telah kehilangan persarafan maka dipakai arus listrik yang interuptur
atau terputus-putus atau arus DC yang telah dimodifikasi (lihat gambar).
I
I
I
T
T
(1)
T
(2)
I
(3)
I
T
(4)
T
(5)
Gambar 2.37 Tipe-tipe impuls yang telah dimodifikasi (1) rectangular, (2)
trapezoidal, (3) triangular, (4) saw-tooth, (5) depolarized. (Sumber: Buku
Fisika Kedokteran)
37
Selain arus DC ada pula yang menggunakan arus AC dengan frekuensi 50
Hz. Arus AC ini serupa dengan arus DC, mempunyai kemampuan:
1) merangsang saraf sensoris
2) merangsang saraf motoris
3) berefek kontraksi otot.
Walaupun kemampuan efek yang ditimbulkan arus AC serupa dengan arus
DC, namun dalam pemakaian arus AC (sinusoidal) di klinik sudah banyak
ditinggalkan.
b. Listrik Berfrekuensi Tinggi
Yang tergolong listrik berfrekuensi tinggi adalah frekuensi arus listrik di
atas 500.000 siklus perdetik (500.000 Hz)
1) Dasar-dasar memproduksi arus listrik berfrekuensi tinggi:
Untuk memperoleh frekuensi tinggi dipergunakan sirkuit osilator yang
mengandung rangkaian kapasitor dan induktor (rangkaian L-C).
Gambar 2.38 Rangkaian L-C (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
Besarnya frekuensi arus yang dihasilkan dirmuskan ;
𝑋𝐿 = 𝑋𝑐
2𝜋𝑓𝐿 =
𝑓2 =
𝑓=
1
2𝜋𝑓𝐶
1
4𝜋2 𝐿𝐶
1
2𝜋√𝐿𝐶
38
Keterangan :
F= frekuensi (Hz)
L = Induktansi inductor (henry)
C = kapasitansi capasitor (Farad)
2) Penggunaan listrik berfrekuensi tinggi
Listrik berfrekuensi tinggi tidak mempunyai sifat merangsang saraf
motoris atau saraf sensoris, kecuali dilakukan rangsangan dengan pengulangan
yang lama. Frekuensi tinggi ini mempunyai sifat memanaskan, berdasarkan sifat
ini maka penggunaa frekuensi tinggi dalam bidang kedokteran dibagi dalam dua
bagian:
a) Makro wave diathermy (diatermi gelombang pendek)
Pada diatermi ini terdapat dua metoda yang dipakai untuk memperoleh
gelombang elektromagnetis agar masuk ke badan. Dua metoda yang dimaksudkan
adalah metoda capacitance (metoda kondensor) dan metoda inductance (metode
induksi = metode kabel).
(1) Metode capacitance/kondensor
Kapasitor adalah suatu komponen listrik yang berfungsi untuk menyimpan
muatan, pada umumnya terdiri dari dua plat sejajar sebagai electrode yang
diletakkan pada jarak tertentu dan diantaranya diisi bahan dielectric. Besarnya
kapasitansi sebuah kapasitor adalah
𝐶=
𝜀𝐴
𝑋𝑚
Keterangan :
C = kapasitansi (Farad)
𝑋𝑚 = Jarak antar electrode (m)
𝜀
= permitivitas bahan(F/m)
𝐴 = Luas penampang (m2).
39
Prinsip kerja Metode capacitance/kondensor adalah electrode diletakkan
pada masing-masing sisi yang akan di obati dan dipisahkan dari kulit dengan
bahan isolator.
Apabila kedua elektroda dialiri arus listrik maka akan tercipta medan
listrik diantara kedua elektroda tersebut. Dipole listrik terdiri dari pasangan
muatan positif dan negatif yang sama besar dan relatif saling berdekatan. Dipole
listrik dapat menghasilkan medan listrik
Subtansi yang berada didalam medan listrik (𝜖 ) akan mengalami fibrasi,
elektrolit mengalami dipole dan timbul panas. Sedangkan panas yang ditimbulkan
dirumuskan dari persamaan matematis hukum Joule:
𝐻=
𝑉. 𝐼. 𝑡
0.24
Keterangan :
H = Energy panas yang dihasilkan (Joule)
V = tegangan (volt)
I = Kuat arus yang mengalir (amper)
t = waktu (sekon)
Ukuran dan jarak elektroda perlu diperhatikan. Syarat yang perlu
diperhatikan bahwa elektroda harus lebih besar daripada struktur yang akan
diobati dan jarak penempatan elektroda harus sama terhadap kulit. Untuk jelasnya
lihat gambar di bawah ini.
Gambar 2.39 Garis gaya listrik (medan listrik) cenderung menyebar. Struktur
yang akan diobati lebih besar dari electrode. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
40
Gambar 2.40 Ukuran elektroda yang benar. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
a
b
Gambar 2.41 Penempatan elektroda pada kulit dengan jarak yang tidak seimbang.
Panjang a dan b harusnya sama. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
a
b
Gambar 2.42 Penempatan elektroda yang benar. (Sumber: Buku Fisika
Kedokteran)
(2) Metoda induksi (metoda kabel)
Pada Metode ini, bisa timbul efek medan listrik atau medan magnet pada
saat yang bersamaan (lihat Gambar.)
Dalam diatermi induktansi bagian tubuh yang akan dipanaskan
ditempatkan di dalam atau dekat inductor. Arus frekuensi
30 MHz dalam
kumparan menghasilkan medan magnet bolak-balik dalam jaringan yang yang
41
menyebabkan terjadinya arus eddy di dalam kumparan. Energi yang hilang oleh
arus eddy muncul sebagai panas dalam jaringan.
E
B
E
B
Gambar 2. 43 Metode Induksi. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
Teknik pemasangan kabel
Kabel dililitkan pada daerah yang akan diobati (gambar 2.44)
Gambar 2. 44 (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
Atau lilitan kabel diletakkan pada daerah yang akan diobati misalnya pada
daerah abdomen (perut). Lilitan itu bisa berupa heliks tunggal, double heliks atau
grid.
(a)
(b)
42
(c)
(d)
Gambar 2.45 (a) bentuk heliks ceper, (b) Bentuk Helik Tunggal, (c) Bentuk Grid,
(d) Bentuk double Helik. (Sumber: Buku Fisika Kedokteran)
Efek diatermi gelombang pendek
(1) Menghasilkan panas dan peningkatan efek fisiologis sebagai akibat dari
peningkatan temperatur yaitu:
(a) Meningkatkan metabolisme
perubahan struktur kimia yang disebabkan kenaikan temperature (hukum
Vantt Hoff).
(b) Suplai darah meningkat.
(c) Efek pada saraf, mengurangi eksitasi saraf apabila kurang begitu panas.
(d) Dengan meningkatnya temperature mengurangi relaksasi otot dan
meningkatkan efisiensi usaha otot. Otot akan kontraksi dan relaksasi
semakin meningkat.
(e) Oleh karena pemanasan maka terjadi koagulasi, sehingga terjadi destruksi
jaringan.
(f) Penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah.
(g) Meningkatnya aktifitas kelenjar keringat.
(2) Mempunyai efek terapeutik (pengobatan)
(a) terhadap daerah peradangan, dimana akan terjadi pelebaran pembuluh
darah sehingga dapat meningkatkan oksigen dan pengangkut makanan
untuk sel-sel
(b) efek terhadap infeksi bakteri: di sini peningkatan sel darah putih dan
antibodi pada daerah infeksi
43
(c) menghilangkan rasa sakit oleh karena panas menyebabkan saraf sensoris
mengalami sedaktif
(d) terhadap daerah yang patah, peningkatan absorpsi, peningkatan aliran
darah.
b) Mikro wave diathermy (diatermi gelombang mikro)
Gelombang mikro merupakan gelombang eektromagnetis dengan panjang
gelombang antara sinar infra merah dan gelombang yang dihasilkan diathermi
gelombang pendek. Ada beberapa variasi dalam definisi tentang gelombang
mikro, tetapi batasan yang diberikan yaitu gelombang dengan panjang gelombang
antara 1 meter dan 1 centimeter diklasifikasikan sebagai gelombang mikro. Ada
pula kemungkinan yang lain yaitu mendefinisikan gelombang desimeter.
Gelombang dengan panjang gelombang 12,25 sentimeter dan frekuensi
dari 2.450 MHz yang sering dipakai. Ada pula yang menggunakan panjang
gelombang 69 cm, frekuensi 433, 92 MHz.
(1) Hasil yang ditimbulkan
Diatermi dengan menggunakan gelombang mikro merupakan iradiasi
jaringan dengan mempergunakan sinar Hertzian (shorter wireless). Efek yang
timbul tergantung jumlah energy radiasi yang diserap. Besar absorpsi dapat
dinyatakan dalam rumus eksponansial:
𝐼 = 𝐼𝑜 𝑒 −𝑥⁄𝐷
Keterangan :
I = intensitas radiasi yang diserap.
di mana I = 37% dari 𝐼𝑜
x = kedalaman radiasi dalam jaringan
𝐼𝑜 = intensitas radiasi pada permukaan kulit
𝐷 = tebal jaringan di mana jumlah absorpsi 63 % dari sejumlah berkas radiasi.
Efek yang ditimbulkan oleh gelombang mikro mencakup 2 hal yaitu:
Efek fisiologi:
(a) Menimbulkan panas pada jaringan-jaringan yang banyak mengandung air
(b) Banyak mendeposit energy
44
(c) Gelombang mikro otot lebih banyak menyerap energy gelombang mikro dari
pada jaringan lemak.
Efek pengobatan:
Gelombang mikro dipakai untuk mengobati penderita yang mengalami
traumadan peradangan. Juga dipakai dalam pengobatan terhadap penderita yang
merasa nyeri dan spasme otot, bisul, gelembung dan rematik.
(2) Bahaya dan kontra indikasi
Gelombang mikro tidak dapat dipakai pada penderita gangguan sirkulasi,
dapat mengakibatkan pendarahan, thrombosis dan flebitis, pada penderita TBC
dan tumor ganas, tidak diperkenankan pengobatan dengan gelombang mikro.
Perbedaan antara gelombang mikro, gelombang pendek dan sinar infra
merah:
-
Penetrasi gelombang mikro, lebih dalam dari pada gelombang inframerah
-
Diatermi gelombang mikro kurang berhasil mengobati struktur yang dalam
dibandingkan dengan diatermi gelombang pendek.
3. Electrocauter Dan Electrosurgery
a. Electrocouter
Listrik berfrekuensi tinggi dipergunakan untuk mengontrol perdarahan
pada wakru operasi. Searing (cauterisasi/pembakaran) telah digunakan 2000 tahun
yang lalu untuk menghentikan perdarahan pala luka menganga yaitu dengan
menggunakan kawat panas diletakkan pada luka tanpa menggunakan pembiusan.
Kauterisasi yaitu pembakaran dengan menggunakan frekuensi listrik 2
MHz, tegangan kurang dari atau sama dengan 15 kV. Ini menunjukkan dasar
elektrokauter dan electrosurgery. Electrocouter dan alectrosurgery keduanya
berbeda dalam peralatan tetapi menggunakan probe serta butt plate electrode yang
sama. Sebelum melakukan kauterisasi, mula-mula diolesi dengan pasta
dipunggung penderita kemudian butt plate electrode ditempatkan pada punggung
penderita yang sedang berbaring dan diusahakan agar kontak yang baik dengan
badan agar terhindar dari bahaya syok. Apabila probe dimasukkan ke dalam
jaringan maka akan dilewati arus dengan frekuensi tinggi sehingga diperoleh daya
45
sekitar probe tersebut. Di mana daya pada probe = 3.3 x 103 W/cm3, frekuensi
kawat pada probe = 5 MHz, jaringan dengan diameter 0.25 mm terdapat daya 15
W. Daya dapat meningkatkan temperature sekitar 8000C pada probe, pada jarak
1.25 cm dari probe terdapat 0.10C.
b. Electrosurgery
Jaringan
yang
terpotong
dengan
electrosurgery
cepat
megalami
gelembung. Untuk memotong jaringan dilakukan gerakan cepat 5-10 cm/s dengan
tujuan agar supaya mengurangi destruksi jaringan sekitarnya. Electrosurgery
biasanya digunakan pada operasi otak, limpa, vesica felea (kantong empedu),
prostat dan serviks.
4. Defibrilasi
a.
Gambaran Sekilas Tentang Fibrilasi
Telah diketahui bahwa aktivitas irama jantung terletak pada permukaan
jantung dekat muara vena cava superior, yaitu pada puncak atrium kanan.
Kumpulan sel-sel ini disebut SA node yang bertindak sebagai pace maker.
Melalui pace maker ini aktivitas otot jantung secara sinkron memompa darah ke
sirkulasi paru-paru dan kesirkulasi darah sistematik (ke seluruh tubuh). Dan ketika
jantung tersebut kehilangan kemampuan sinkronisasi, maka keadaan tersebut
sebut fibrilasi.
Fibrilasi dapat terjadi pada atrium maupun ventrikel. Pada atrium dikenal
sebagai fibrilasi atrium sedangkan pada ventrikel disebut dengan fibrilasi
ventrikel.
Pada keadaan fibrilasi atrium, ventrikel masih berfungsi secara normal,
tetapi jawaban dengan suatu irama yang iraguler terhadap rangsangan listrik yang
tidak sinkron dari fibrilasi atrium. Banyak darah akan masuk ke dalam ventrikel
sebelum terjadi kontraksi atrium dan berlangsung selama kontraksi ventrikel.
Fibrilasi ventrikel merupakan suatu keadaan yang sangat gawat, pada
keadaan ini ventrikel tidak mampu memompa darah dan apabila tidak dilakukan
koreksi, dalam beberapa menit saja akan terjadi kematian.
46
b. Defibrilasi dan Fungsinya
Defibrilasi adalah proses pemberian sengatan listrik ke jantung untuk
menghentikan aritmia agar irama jantung kembali ke keadaan yang produktif.
Sengatan listrik dihasilkan oleh sebuah perangkat listrik yang disebut defibrillator.
Defibrillators
memberikan
sengatan
listrik
singkat
ke
jantung,
yang
memungkinkan alat pacu jantung alami jantung (SA Node) untuk mendapatkan
kembali kontrol dan membentuk irama jantung yang produktif. defibrilator ini
adalah perangkat elektronik yang terdiri dari alat kejut jantung dan monitoring
elektrokardiogram.
Gambar 2.46 Penggunakan defibrillator untuk mengembalikan denyut nadi
jantung. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Defibrillation)
Proses defibrilasi dilakukan untuk memperbaiki aritmia yang mengancam
nyawa termasuk fibrilasi ventrikel dan serangan jantung. Ketika jantung dalam
keadaan darurat, maka proses defibrilasi harus segera dilakukan setelah pasien
teridentifikasi mengalami aritmia, yaitu ditunjukkan oleh kurangnya pulsa dan
tidak lagi merespon rangsangan. Jika elektrokardiogram tersedia, aritmia dapat
ditampilkan secara visual untuk konfirmasi tambahan. Untuk pengobatan medis
oleh dokter, dalam situasi yang mengancam jiwa, defibrilasi atrial dapat
digunakan untuk mengobati fibrilasi atau flutter atrium.
Aritmia jantung mencegah jantung untuk memompa darah ke seluruh
tubuh. Hal ini jika tetap dibiarkan tanpa penanganan cepat dapat menyebabkan
47
kerusakan permanen pada organ utama termasuk otak dan jantung. Aritmia ini
termasuk takikardia ventrikel, fibrilasi, dan serangan jantung. Sekitar 10% dari
kemampuan jantung untuk merestart hilang setiap menit yang ketika terjadi fibrasi
ventrikel. Kematian dapat terjadi dalam menit, kecuali jantung dapat kembali
berdetak normal atau irama jantung produktif kembali. Agar menghasilkan denyut
nadi kembali, maka jantung dipulihkan melalui defibrilasi.
c. Rangkaian Listrik Defibrillator
1) Tipe Rangkaian Defibrilator
Penderita yang mengalami fibrilasi telah dilakukan melalui massage
jantung (metode makanik) namun akan sangat berhasil apabila dilakukan syok
listrik pada daerah jantung. Otot jantung akan memberikan respon terhadap
eksitasi listrik, 60 Hz arus AC 6 amper dalam waktu 0.25 sampai 1 detik.
Penggunaan syok listrik untuk mensinkronisasikan ritme jantung disebut
kountersyok (Caountershock). Apabila penderita tidak memberikan respon
terhadap kountersyok, dapat dilakukan pengulangan hingga terjadi defibrilasi.
Metode kountersyok ini dikenal dengan nama defibrilasi. Ada 4 tipe dasar
defibrillator:
a. AC defibrillator.
b. Capasitive-discharge defibrillator
c. Capasitive-delay-line defibrillator
d. Square – wave defibrillator.
a) AC defibrillator (Alternating current)
Defibrillator ac merupakan defibrillator pertama yang dikenal sejak
sebelum tahun 1960. Defibrillator ini menggunakan arus listrik 5 sampai 6
Ampere, dengan frekuensi 60 Hz yang dipasangkan di dada pasien selama 250
sampai 1000 ms. Tingkat keberhasilan defibrillator ac ini agak rendah, sehingga
tak dapat menangani fibrillasi atrial secara baik. Bahkan dalam kenyataan, pada
saat mencoba mengatasi fibrillasi atrial dengan defibrillator ac seringkali malah
menghasilkan fibrillasi ventrikel yang merupakan aritmia yang lebih serius.
48
Jenis defibrillator ac menggunakan sejumlah siklus arus bolak-balik yang
berasal dari aliran jala-jala melalui transformator step-up untuk dialirkan ke
jantung. Rangkaian defibrillator ac yang lazim (typical) ditunjukkan pada Gambar
2.48. Untuk mencapai defibrillasi, pada elektroda internal diperlukan jangkauan
tegangan 80 sampai 300 Vrms; sedangkan untuk elektroda eksternal maka
diperlukan sekitar dua kali lipat dari range tegangan di atas. Sehingga untuk
memperoleh nilai tegangan tersebut maka diperlukan transformator step-up untuk
menaikkan tegangan yang berasal dari jala-jala. Operator dapat memilih tegangan
yang diinginkan melalui saklar pemilih (selector switch). Transformator ini harus
dapat mensuplai 4 sampai 6 Ampere selama perioda stimulus. Transformator
dilengkapi dengan saklar yang dapat mengontrol interval waktu arus pulsa.
Interval waktu arus pulsa yang digunakan biasanya pada orde 250 ms. Salah satu
kerugian defibrillator ac yaitu dapat menyebabkan fibrillasi ventrikel pada saat
siklus kardiak (cardiac cycle).
+
ac power
line
RL
Pasien
VP
Step-up
transformer
Vp
Pulse duration
control circuit
t
Apply
pulse switch
250 ms
Gambar 2.48 Rangkain defibrillator ac sederhana. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
AC defibrillator ini telah diganti dengan DC defibrillator oleh karena
isyarat arus bolak-balik (AC) dapat menyebabkan penderita masuk dalam keadaan
fibrilasi ventrikel. Sedangkan pada DC defibrillator mempunyai efek minim dan
49
jarang menyebabkan fibrilasi ventrikel. Pulsa DC menghilangkan efek kejangkejang pada otot tulang/otot bergaris dan dapat dipergunakan pada perubahan
aritmia supraventikuler.
b) Capasitive-discharge defibrillator
Mulai tahun 1960 dikembangkan beberapa defibrillator dc. Instrumen ini
menyimpan muatan listrik dc dan selanjutnya diberikan pada pasien. Perbedaan
utama antara defibrillator dc dengan defibrillator ac adalah bentuk-gelombang dan
muatan listrik yang diberikan pada pasien. Bentuk gelombang yang lazim adalah
bentuk Lown, monopulse, delay-line dan trapezoidal.
Keuntungan defibrillator dc adalah:
1. Dapat mengurangi efek perusakan pada jantung karena tidak
menimbulkan fibrillasi ventrikel seperti pada pulsa ac.
2. Dapat mengurangi efek convulsive pada otot rangka (skeletal
muscle).
3. Dapat digunakan dalam pengubangan aritmia supraventricular
(atrial) dengan baik
4. Dengan mempergunakan sirkit pelepasan kapasitas (capasitive
discharge circuit) akan diperoleh pulsa yang singkat dengan
amplitudo yang tinggi.
V
3000V
I
20A
5
10
t (ms)
Gambar 2.49 Bentuk-gelombang Defibrillator Lown. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
Pada tahun 1962 Dr. Bernard Lown dari Universitas Harvard
memperkenalkan bentuk-gelombang yang menggunakan namanya yang disebut
bentuk gelombang Lown. Bentuk-gelombang Lown ditunjukkan pada Gambar
50
2.49, di mana tegangan dan arus yang dikenakan pada bagian atas dada pasien
ditunjukkan dengan garis putus-putus. Arus yang dibangkitkan sangat cepat
sekitar 20A pada tegangan sumber sekitar 3 kV (3000 volt). Bentuk-gelombang
yang dihasilkan kemudian akan berangsur turun ke nol dalam waktu 5 ms dan
kemudian menghasilkan kembali pulsa negatif yang kecil juga selama 5ms.
Pada Gambar 2.50 diperlihatkan diagram rangkaian Defibrillator Lown
yang disederhanakan. Muatan yang dikenakan pada pasien disimpan dalam
sebuah kapasitor yang dihasilkan oleh power supply dc tegangan tinggi. Operator
dapat mengatur level muatan yang akan digunakan pada panel depan dengan
tombol “set energy”. Tombol tersebut mengendalikan tegangan dc yang
dihasilkan oleh power supply tegangan tinggi dan juga dapat mengatur muatan
maksimum pada kapasitor.
L1 = 100mH
K1a
ac power
line
High
Voltage
dc
Power
Supply
Set
Energy
Level
R1 =
50
C1 = 16
F
V
R2 =
50
Pasien
K1b
+
Low Voltage
dc
-Power Supply
K1
S1
discharg
ee
Gambar 2.50 Rangkaian Defibrillator Lown. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
Rangkaian pasien untuk defibrillator Lown terdiri dari induktor 100mH
(L1), resistansi ohmik L1 (R1) dan resistansi ohmik pasien (R2). Energi yang
tersimpan dalam medan magnetik kumparan L1 menghasilkan bentuk-gelombang
51
Lown negatif selama 5 ms. Bila kapasitor dalam keadaan discharge, medan pada
kumparan akan habis/hilang, energi terbuang kembali ke rangkaian.
Untuk defibrilasi dipergunakan 50-100 J, apabila electrode langsung
diletakkan pada jantung. Apabila electrode eksternal yang dipakai maka energy
yang dipakai sebesar 400 J. Energi yang tersimpan dalam kapasitor diberikan
oleh persamaan:
1
𝑈 = 𝑊 = 𝑄𝑉𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2 𝑄𝑉
Karena 𝑄 = 𝐶𝑉, maka
𝑈=
1
2
𝐶𝑉 2
Keterangan:
U = energi dalam satuan Joule (j),
C = kapasitansi C1 dalam satuan Farad (F)
V = tegangan pada kapasitor C1 dalam satuan volt.
Q = muatan
Misalnya bila diketahui muatan yang tersimpan dalam kapasitor adalah 16
F dimuati pada tegangan 5 kV dc, maka energi yang dihasilkan dapat dihitung:
U = ½ CV2 = ½ x (1,6 x 10-6 F) x (5 x 103 V)2
= 200 J
Energi yang tersimpan ditunjukkan oleh sebuah voltmeter yang
dihubungkan paralel dengan kapasitor C1. Skala voltmemter dikalibrasi dalam
satuan energi. Satuan yang sering digunakan secarai praktis adalah watt-second
yang setara dengan Joule (1 w-s = 1 J). Sejumlah energi akan hilang pada kontak
“relay switching” dan pada resistansi ohmik induktor L1.
Muatan kapasitor dikendalikan oleh sebuah kontak rele (relay switch) K1.
Pada model terdahulu digunakan rele jenis SPDT (Single Pole Double Throw),
sedangkan model yang sekarang digunakan rele jenis DPDT (Double Pole Double
Throw) agar isiolasi pada rangkaian pasien terhadap ground tetap terjaga.
Walaupun ada beberapa defibrillator yang portable yang menggunakan rele
tegangan tinggi udara terbuka (open-air high voltage relay), tetapi umumnya
52
menggunakan special sealed vacuum relay seperti Torr Laboratories TMR-10.
Rele vakum merupakan rele yang telah mendapat pengakuan sebab adanya
penggunaan tegangan tinggi untuk kapasitor C1. Jika digunakan kapasitor 16 F
(nilai yang lazim) dan energi yang tersimpan 400 J, maka potensial pada kapasitor
akan lebih besar dari 7000 V dc.
Gambar 2.51 Skematik rangkaian defibrillator DC ke tubuh. (Sumber:
http://www.bem.fi/book/16/16.htm)
Urutan kerjanya defibrilator sebagai berikut:
1. Operator mengatur “set energy” (yang mengontrol level yang
diinginkan) dan menekan tombol “charge” (yaitu menutup S2)
2. Kapasitor C1 mulai termuati dan akan tetap dimuati hingga tegangan
pada kapasitor sama dengan tegangan sumber (supply).
3. Operator memasang ”paddle electrode” pada dada pasien dan menekan
tombol “discharge” (yaitu S1)
4. Rele K1 memutus hubungan kapasitor dari power supply dan kemudian
menghubungkannya ke rangkaian keluar.
5. Kapasitor C1 mengalami discharge (membuang energi) ke pasien
melalui L1, R1 dan paddle electrode. Keadaan ini berlangsung pada
53
awal 4 sampai 6 ms dan membangkitkan tegangan tinggi simpangan
posistif pada bentuk gelombang.
6. Medan magnetik terbentuk pada L1 dan menghasilkan bentukgelombang simpangan negatif dan hilang/habis dalam 5 ms kemudian
(lihat Gambar 2.49).
Bentuk-gelombang monopulsa pada Gambar 2.52 adalah modifikasi
bentuk-gelombang Lown dan yang sering diperoleh pada defibrillator portable
tertentu. Bentuk-gelombang tersebut diperoleh pada rangkaian yang seperti
Gambar 2.50, tetapi tanpa induktor L1 untuk menghasilkan pulsa kedua yang
negatif. Akibatnya, bentuk-gelombang akan kembali ke nol dengan cara
eksponensial karena hanya ada rangkaian RC. Gelombang pada capasitive
discharge DC defibrillator, tergantung pada R, C, L dan tahanan tubuh.
V
3000V
I
20A
0
10
t (ms)
Gambar 2.52 Bentuk-gelombang defibrillator monopulsa. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
c) Delay line capasitive discharge DC defibrillator
Bentuk-gelombang defibrillator dc yang lain adalah “delay-line” seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.54. Bentuk-gelombang ini berbeda dengan dua
bentuk pulsa sebelumnya, pulsa ini mempunyai amplitudo rendah dan durasi
panjang untuk mencapai level energi yang ditetapkan. Energi yang ditransfer
adalah sebanding dengan luas daerah di bawah kurva persegi empat, yang juga
dapat diperoleh energi yang sama seperti bentuk-gelombang lainnya. Bentuk
54
rangkaian defibrillator dc “delay-line” sama dengan Gambar 2.50, hanya
rangkaian L1 dan C1 dikaskadekan. Jadi ada dua rangkaian L-C (Gambar 2.53).
Pada gambar 2.53 tampak kombinasi C1 dan C2, energinya serupa dengan
satu kapasitor saja. Karakteristik dari pada pelepasan muatan di sini adalah
rectangular. Gelombnag yang tampak tergantung nilai dari komponen sirkuit
tersebut. Durasi lebih panjang dari capasitive discharge D.C defibrillator.
M
R
2
2
S
R1
L1
L2
1
C2
C1
ac power
line
V
+
vP
RL
Pasien
Gambar 2.53 Rangkaian defibrillator dc “delay-line”. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
V
1200V
0
8
15
t (ms)
Gambar 2.54 Bentuk-gelombang defibrillator dc “delay-line”. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
55
d) Square Wave defibrillator.
Geddes (1976) memperkenalkan defibrillator square wave defibrillator.
Pelepasan muatan dari kapasitor ke tubuh menusia melalui suatu seri SCR (silicon
control rectifier). Output dari defibrillator ini diatur oleh berbagai voltage pada
kapasitor atau dari lamanya pelepasan muatan. Bentuk pulsa square wave
defibrilator yaitu trapezoidal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.55. Bentukgelombang ini mempunyai amplituda potensial sekitar 800 V, potensial ini akan
menurun secara kontinyu selama 20 ms hingga mencapai 500 V kemudian
terputus.
V
800V
500V
20
t (ms)
Gambar2.55 Bentuk-gelombang defibrillator dc “trapezoidal”. (Sumber:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=6247)
Kapasitor membuang muatan (discharge) ke tubuh pasien dikendalikan
oleh rangkaian SCR (Silicon-Controlled Rectifier). Bila energi yang diberikan
pada pasien telah cukup, maka shunt SCR bekerja untuk menghubung-singkat
(short
circuit)
kapasitor
dan
memutuskan
pulsa.
Rangkaian
ini
mengeleminasi/mengurangi ekor pulsa discharge yang panjang. Keluaran dapat
dikontrol dengan mengubah tegangan pada kapasitor atau durasi pulsa discharge.
Desain ini memberikan beberapa keuntungan:
1. Arus puncak yang diperlukan lebih kecil
2. Tidak diperlukan induktor
3. Dapat menggunakan kapasitor elektrolit (yang secara fisik kecil)
4. Tidak diperlukan relay.
56
2) Elektroda Defibrillator
Salah satu aspek yang paling penting dari suatu sistem defibrillator adalah
elektroda. Hal ini merupakan hal yang esensial yang membantu kontak yang baik
dengan tubuh agar energi yang berasal dari defibrillator mencapai jantung dan
tidak terdisipasi/terbuang di antara interface kulit-elektroda. Bila energi
mengalami disipasi pada interface ini, dapat mengakibatkan kebakaran yang
serius pada pasien yang selanjutnya mengalami komplikasi keadaan kritis. Untuk
menjaga kontak yang baik, elektroda harus terpasang dengan rapat/pas pada
pasien. Biasanya pada elektroda rakitan dilengkapi dengan saklar yang diaktifkan
oleh gaya, jika elektroda yang dikenakan pada tubuh tidak cukup gaya tekanannya
maka rangkaian tidak akan bekerja dan pulsa defibrillasi tidak akan mungkin
dilepaskan.
Aspek kedua yang harus selalu dipertimbangkan adalah keselamatan
penggunaan elektroda defibrillator. Elektroda harus terisolasi dengan baik agar
keluaran defibrillator tidak memungkinkan mengaliri tangan operator. Oleh
karena itu perlu diperhatikan aspek keamanan listrik defibrillator dan
elektrodanya.
Sedikitnya ada empat jenis elektroda yang digunakan untuk defibrillator
yaitu:
1. Standard anterior electrode
2. Posterior electrode
3. Internal electrode
4. D-ring anterior electrode.
Jenis elektroda standar anterior mempunyai permukaan metal yang luas
dan berbentuk cakram (disk) dan mempunyai gagang yang terisolasi dan tegak
lurus terhadap permukaan cakram elektroda tersebut. Kabel tegangan tinggi
berada di samping, tombol saklar ibu jari yang mengendalikan pulsa discharge
berada di ujung atas gagang. Elektroda yang digunakan ada dua biasa disebut
anterior-anterior. Untuk melakukan defibrillasi, satu elektroda ditempatkan di
dada tepat di atas jantung dan elektroda kedua ditempatkan pada sisi kiri dada
57
pasien. Pasta (jelly) konduktif dibalurkan pada elektroda untuk menjamin transfer
muatan yang efisien dan mengurangi kebakaran pada kulit.
Jenis elektroda yang lain adalah posterior paddle. Konstruksi elektroda ini
datar dan dirancang agar pasien dapat diletakkan di atasnya. Posterior paddle
dipasangkan dengan satu anterior-paddle untuk membentuk pasangan yang
disebut anterior-posterior.
Satu lagi anterior paddle yang modern adalah jenis D-ring. Jenis paddle
ini digunakan pada defibrillator model terbaru dan telah populer pada modelmodel yang portable.
Bentuk paddle yang terakhir adalah jenis internal. Paddle ini digunakan
pada saat melakukan operasi jantung-terbuka untuk memberikan kejutan listrik
jantung pada myocardium.
d. Dampak Penggunaan Defibrilator Bagi Tubuh
Dampak dari penggunaan defibrillator adalah kulit mengalami luka bakar.
Pemanasan akibat daya tahan/resistansi tubuh dapat mengakibatkan luka bakar
yang parah. Tegangan senilai 500 hingga 1000 volt cenderung mengakibatkan
luka bakar akibat besarnya energi dari sumber sedangkan arus mengakibatkan
pemanasan pada jaringan tubuh.
Potensi luka bakar akibat kontak dengan tegangan tinggi dapat
dirumuskan secara matematis:
Potensi = I 2 .R.t
Keterangan:
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi (Ω)
t = durasi waktu kesetrum (s)
Resiko lain termasuk cedera pada otot jantung, irama jantung yang
abnormal, dan pembekuan darah.
Hal-Hal yang perlu diwaspadai pada saat penggunaaan defibrillator adalah
proses defibrilasi tidak boleh dilakukan pada pasien yang masih memiliki denyut
nadi atau waspada, karena hal ini dapat menyebabkan gangguan irama jantung
58
mematikan atau serangan jantung. Para dayung yang digunakan dalam prosedur
tidak boleh ditempatkan pada payudara wanita atau melalui alat pacu jantung
internal.
5. Magnetik Blood Flow Meter
Magnetik blood flow meter adalah Alat pengukur aliran darah magnetis
berdasarkan atas prinsip induksi magnetis. Apabila suatu konduktor listrik
digerakkan dalam medan magnet akan menghasilkan suatu tegangan yang
sebanding dengan kecepatan gerakan (hukum Faraday). Prinsip inilah yang
dipergunakan pada Magnetik Blood Flow Meter yaitu apabila konduktor bukan
suatu kawat melainkan pipa konduksi yang ditempati medan magnet dan dilewati
zat cair. Apabila darah melewati pipa konduksi tersebut, dengan rata-rata
kecepatan 𝑣 melewati medan magnet B maka tegangan yang dihasilkan antara
elektroda dinyatakan :
𝑉 = 𝐵𝑑𝑣
Keterangan
V= tegangan (Volt)
𝐵 = kuat medan magnet (Gauss)
𝑑 = diameter pembuluh darah
𝑣 = kecepatan (ms-1)
V
Electroda sensing voltase
Sumber: Buku Medical Phisics
Gambar 2.56 Suatu magnetic blood flow meter
59
Jumlah zat cair/darah yang mengalir dapat pula dihitung yaitu :
𝑄=
𝜋𝑑2
𝑉
𝑥
4
𝐵𝑑
𝑄=𝑣𝑥𝐴
Keterangan :
𝑄 = debit darah/zat cair
V = tegangan (Volt)
𝐵 = kuat medan magnet (Gauss)
𝑑 = diameter pembuluh darah
𝑣 = kecepatan (ms-1)
𝐴 = Luas penampang
Blok diagram dari magnetic blood flow meter dapat dilihat pada gambar di
bawah ini
Gate
Filter
Aliran
Magnet
Aliran
Output
Pulse
Rata-rata
Osiloskop
Sumber: Buku Fisika Kedokteran
Gambar 2.57 Blok diagram
Oscilator (OSC) meningkatkan megnetis dan mengontrol isyarat gate (pintu) dan
beroperasi pada frekuensi antara 60-400 Hz.
6. Syok Listrik
Bahwasannya kesetrum dalam pengertian sehari-hari adalah menyentuh
benda elektronik yang sedang aktif pada bagian logamnya dan terjadilah
tersetrum. Syok listrik atau kejutan listrik adalah suatu nyeri pada syaraf sensoris
yang diakibatkan aliran listrik yang mengalir secara tiba-tiba melalui tubuh.
60
Secara fisika, kesetrum (electric shock) adalah terjadinya kontak antara
bagian tubuh manusia dengan suatu sumber tegangan listrik yang cukup tinggi
sehingga mampu mengakibatkan arus listrik melalui tubuh manusia tepatnya
melalui otot. Selain itu arus ini sifatnya mengalir dari potesial tinggi ke potensial
rendah. Dalam kasus sehari- hari sumber tegangan listrik ini memiliki potensial
tinggi, sementara bumi tempat berpijak memiliki potensial rendah. Jadi, tegangan
ini ingin mengalirkan arusnya ke bumi. Pada saat terjadi kontak antara manusia
dengan sumber tegangan saat manusia ini menginjak bumi, maka tubuh manusia
ini akan menjadi suatu konektor antara sumber tegangan dengan bumi. Perlu
diingat bahwa tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, sehingga tubuh
manusia merupakan konduktor yang baik.
Kejadian syok listrik merupakan kejadian yang timbul secara kebetulan.
Tidak mengherankan dengan meluasnya pemakaian listrik dirumah tangga dan
industry kejadian syok listrik akan meningkat. Dengan kemajuan intrumentasi
elektronik rumah sakit ada kecenderungan meningkatnya syok listrik.
Permulaan tahun 1969 telah dilaporkan bahwa beberapa penderita yang
sedang menjalankan kateterisasi atau pemasangan pace maker lead dapat terbunuh
dengan aliran listrik di bawah normal. Pada tahun 1970 Carl Walter dan tahun
1971 Ralph Nader telah memperkirakan atas meninggalnya 1.200 orang Amerika
setiap tahunnya yang diakibatkan arus listrik pada waktu melakukan diagnostik
dan pengobatan.
Bahaya syok listrik sangat besar, tubuh penderita akan mengalami
ventricular fibrillation kemudian diikuti dengan kematian. Oleh karena itu perlu
diketahui perubahan-perubahan yang timbul akibat syok listrik, metoda
pengamanan sehingga bahaya syok dapat dihindari.
a. Pembagian Syok Listrik
Penggunaan intrumentasi elektronik pada waktu melakukan pengobatan
dan diagnostic tanpa memperhatikan persyaratan yang ada akan timbul bahaya
syok. Dalam bidang kedokteran ada dua macam syok listrik, yaitu syok yang
dibuat dengan tujuan tertentu dan syok yang timbul tanpa tujuan tertentu.
61
1) Syok dengan tujuan tertentu
Syok listrik ini dilakukan atas dasar indikasi medis. Dalam bidang psikiatri
dikenal dengan nama electric syok/electro convultion therapy. Elektroterapi
adalah penggunaan energi listrik sebagai pengobatan medis. Dalam pengobatan,
istilah elektroterapi bisa berlaku untuk berbagai perawatan, termasuk penggunaan
alat listrik seperti stimulator otak dalam untuk penyakit saraf.
Beberapa aplikasi dari electric syok:
a) Defibrillator
Defibrilasi adalah proses pemberian sengatan listrik ke jantung untuk
menghentikan aritmia agar irama jantung kembali ke keadaan yang produktif.
Sengatan listrik dihasilkan oleh sebuah perangkat listrik yang disebut defibrillator.
Defibrillators
memberikan
sengatan
listrik
singkat
ke
jantung,
yang
memungkinkan alat pacu jantung alami jantung (SA Node) untuk mendapatkan
kembali kontrol dan membentuk irama jantung yang produktif. defibrilator ini
adalah perangkat elektronik yang terdiri dari alat kejut jantung dan monitoring
elektrokardiograf.
Proses defibrilasi dilakukan untuk memperbaiki aritmia yang mengancam
nyawa termasuk fibrilasi ventrikel dan serangan jantung. Ketika jantung dalam
keadaan darurat, maka proses defibrilasi harus segera dilakukan setelah pasien
teridentifikasi mengalami aritmia, yaitu ditunjukkan oleh kurangnya pulsa dan
tidak lagi merespon rangsangan. Jika elektrokardiograf tersedia, aritmia dapat
ditampilkan secara visual untuk konfirmasi tambahan. Untuk pengobatan medis
oleh dokter, dalam situasi yang mengancam jiwa, defibrilasi atrial dapat
digunakan untuk mengobati fibrilasi atau flutter atrium.
Defibrilasi terdiri dari memberikan dosis terapi energi listrik ke jantung
yang terkena dengan perangkat yang disebut defibrillator. Sekarang ini ada 2 jenis
pengembangan defibrillator yaitu Defibrillators eksternal dan transvenous atau
implan.
b) ECT
Beberapa penderita psikosis (gangguan jiwa) sengaja dilakukan syok
dengan tujuan terapi di mana di antara temporalis kanan dan kiri penderita dialiri
62
arus listrik dalam orde 0,5 sampai 1,5 amper dengan tegangan sebesar 80 sampai
110 volt dalam waktu 1/10 sampai 1/5 detik. Kedua elektroda dapat ditempatkan
satu di sisi yang sama dari kepala pasien. Hal ini dikenal sebagai ECT sepihak.
Unilateral ECT digunakan pertama untuk meminimalkan efek samping (rugi
memori). Ketika elektroda ditempatkan pada kedua sisi kepala, ini dikenal sebagai
ECT bilateral. Dalam ECT bifrontal, posisi elektroda suatu tempat antara bilateral
dan unilateral. Peletakan elctroda Sepihak diduga menyebabkan efek kognitif
lebih sedikit dari bilateral namun dianggap kurang efektif.
Efek pokok dari ECT adalah efek hilangnya memori pasien. Efek akut dari
ECT dapat termasuk amnesia, retrograde (untuk peristiwa yang terjadi sebelum
perlakuan) dan anterograde (untuk peristiwa yang terjadi setelah perawatan).
Namun, sebagian besar dari efek tersebut hanya bersifat sementara. Kehilangan
memori dan kebingungan lebih besar jika penempatan elektrode dilakukan secara
bilateral daripada sepihak, dan dengan menggunakan gelombang sinus daripada
pulsa arus singkat. Sebagian besar pengobatan modern menggunakan arus secara
singkat. Penelitian oleh Harold Sackeim telah menunjukkan bahwa arus berlebih
menyebabkan risiko lebih untuk kehilangan memori, dan menggunakan elektroda
yang ditempatkan di sisi kanan dapat mengurangi gangguan memori verbal.
c) TENS dan PENS
TENS, atau transkutan stimulator elektro-saraf, adalah jenis terapi
elektronik untuk tendinitis bahu dan masalah nyeri lainnya. Ia menggunakan
impuls tegangan rendah untuk merangsang ujung saraf. Ketika ditempatkan pada
atau dekat lokasi yang bermasalah, mengacak sinyal rasa sakit untuk mengurangi
rasa sakit yang dirasakan tanpa efek samping atau gangguan dengan metode
pengobatan lainnya. Ini adalah alat yang aman untuk membantu dalam
pengelolaan masalah sakit kronis, seperti tendinitis bahu namun, tidak aman untuk
digunakan dengan alat pacu jantung dan yang tidak didiagnosis sindrom nyeri.
PENS, atau perkutan stimulasi elektro-saraf, pada intinya sama dengan
TENS namun PENS menggunakan jarum akupuntur untuk memberikan arus
listrik. dibandingkan dengan TENS, dapat lebih nyaman untuk digunakan.
63
2) Syok tanpa tujuan tertentu
Timbulnya syok ini akibat dari suatu kecelakaan. Factor-faktor yang
menyokong sehingga timbulnya syok listrik antara lain:
Peralatan
- Petunjuk penggunaan alat-alat yang kurang jelas
- Prosedur testing secara teratur tidak atau kurang dilakukan
- Peralatan ECG yang lama tanpa menggunakan transformer
Perorangan
- Kurang
pengertian
akan
kelistrikan
maupun
bahaya-bahaya
yang
ditimbulkan
- Kurang pengertian tentang cara-cara proteksi bagi petugas sendiri maupun
penderita.
Syok yang timbul dari suatu kecelakaan ini dikenal dengan Earth syok.
Sesorang terkena syok apabila salah satu bagian tubuh menyentuh kawat fasa,
sedangkan bagian tubuh yang lain menyentuh kawat netral. Walaupun petugas
telah memakai sepatu dengan alas karet, syok dapat pula terjadi. Berdasarkan
besar kecilnya tegangan maka earth syok dapat dibagi dalam low tension shock
dan high tension shock.
1) Low tension shock (shock tegangan rendah)
Syok yang terjadi di sini berhubungan dengan pemakaian generator yang
menghasilkan arus listrik dengan tegangan rendah atau bertalian dengan
pemakaian lampu panas radien atau lampu sinar ultra ungu.
2) High tension shock (shock tegangan tinggi)
Syok yang terjadi di sini bertalian dengan pemakaian generator tegangan
tinggi, generator gelombang pendek atau step up transformer. Penderita yang
mengalami syok, kulit badannya akan mengulupas seluruhnya.
Pada beberapa buku fisika membagi earth syok menjadi mikro syok dan
makro syok. Pembagian ini mempunyai arti diagnostik yaitu dapat meramalkan
sebelumnya apakah penderita yang mengalami syok ini suatu mikro syok atau
makro syok, dengan kriteria- kriteria sebagai berikut:
64
1) Mikro syok
Terjadinya mikro syok oleh karena adanya aliran listrik langsung
mengikuti arteri ke jantung. Dalam mikroshock, arus tidak harus melewati
hambatan tinggi kulit, hal ini mungkin saja terjadi oleh karena penggunaan kateter
untuk pencatatan EKG, liguid filled cateter untuk menyuntikkan pewarnaan bagi
radiografi atau mengukur tekanan darah jantung (internal blood pressure) dan
pemasangan elektroda-elektroda pada alat pacu jantung. Seorang pasien di ICU
mungkin memiliki kateter (alat pacu jantung) yang dipasang di pembuluh besar
dan menyentuh otot jantung untuk merangsang jantung, pada saat mekanisme
jantungnya gagal. Beberapa kateter berisi kabel-kabel atau cairan konduktor listrik
sehingga memberikan tahanan listrik rendah pada jalan menuju jantung. Oleh
karena beberapa kateter tersebut terbuat dari kawat yang merupakan bahan
konduksi listrik yang baik dan cairan juga bersifat konduktor listrik, hal ini
menyebabkan arus listrik dalam orde mikro amper saja dapat menyebabkan mikro
syok.
Diduga aliran listrik sekitar 20 mA dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel.
Selain itu apabila ada kebocoran arus pada alat yang sedang bekerja arus tidak
dapat mengalir secara langsung ke bumi tetapi akan melewati alat pacu jantung
yang di pasang pada tubuh penderita kemudian ke bumi. Pada mikro syok akan
terjadi dengan fibrilasi ventrikel kemudian di ikuti dengan kematian. Tambahan
pula apabila ada dua sirkit terpisah yang dipergunakan sehingga memungkinkan
penderita berhubungan dengan dua ground timbulah tegangan di antara kedua
permukaan konduktif di mana salah satu permukaan mengarah kontak dengan
jantung sedangkan permukaan lainnya kontak dengan permukaan tubuh sehingga
mikro syok dapat terjadi.
2) Makro syok
Kejadian makro syok kebanyakan mengenai petugas dari pada penderita
sendiri oleh karena kecerobohan petugas sendiri. Salah satunya elektroda
menyentuh tangan sedangkan elektroda lain menyentuh kulit bagian lain sehingga
terjadi aliran listrik melalui permukaan tubuh (kulit) dan timbullah makro syok.
65
Tahanan kulit berkisar 1 kilo Ohm s/d 1 M Ohm tidak mampu membendung aliran
listrik. Apabila di tempat kontak elektroda di berikan pasta, pada waktu
melakukan tes EKG dapat menurunkan tahanan dan memudahkan arus listrik
yang mengalir, sehingga dapat menimbulkan makro syok.
b. Parameter-Parameter Yang Mempengaruhi Syok Listrik
Kabel listrik modern memiliki tiga kabel, dua yang memasok daya ac dan
satu yang berfungsi sebagai kabel ground ke tanah. Jika salah satu kabel listrik
putus peralatan tidak akan beroperasi, dan jika kabel ini disentuh (pendek)
sekering akan berbunyi dan kegagalan dapat diketahui. Namun, jika kabel ground
putus mungkin tidak terdeteksi dan memberikan bahaya listrik yang serius untuk
pasien dengan elektroda internal. Untuk memahami bahaya kabel ground putus
kita harus memahami kebocoran arus. Dalam semua peralatan listrik atau
elektronik ada beberapa aliran arus listrik dari arus ac ke logam instrumen atau
alat. Kebocoran arus ini biasanya mengalir ke tanah melalui kabel ground pada
kabel listrik. Sumber utama dari kebocoran arus ini adalah kapasitansi antara
kabel listrik ac dan tanah atau antara daya transformator dan tempatnya.
Impedansi Xc dari kapasitor C untuk tegangan dengan frekuensi f dirumuskan
sebagai berikut :
Xc 
1
2fC
Keterangan:
Xc= impedansi
C = Kapasitor (Farad)
f = frekuensi (Hz)
Kriteria kebocoran kapasitor adalah 2 x 102 μF, jika tegangan ac 110 V
pada frekuensi 60 Hz. Maka kapasitas hambatannya adalah 1,3 x 105 Ω dan
kebocoran arusnya diperoleh dari persamaan :
66
I

V
Xc
110
1,3 x10 3
= 8,5 x 10-4 A = 850 µA.
Coba kita memikirkan apa yang akan terjadi jika kebocoran arus ini berada
dalam instrumen EKG dengan kawat ground rusak dan unit tersebut dihubungkan
dengan sebuah pasien di ICU yang juga memiliki alat pacu jantung terhubung.
Sejak kebocoran arus tidak bisa mengalir ke tanah melalui kabel ground yang
rusak, kebocoran arus tersebut akan mengalir melalui alat pacu jantung yang
ditanam dijantung untuk menuju ke tanah. Arus mikroshock ini bisa
mengakibatkan fibrilasi ventrikel dan kematian.
Syok semakin serius, apabila arus yang melewati tubuh semakin besar.
Menurut Hukum Ohm intensitas arus listrik tergantung kepada tegangan dan
tahanan yang ada.
𝑉
𝑅
Keterangan:
𝐼=
𝐼 = Kuat arus yang mengalir (Amper)
𝑉 = Tegangan (volt)
R = Hambatan (Ω)
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa tegangan penting dalam
menentukan berapa arus yang dapat dilewati oleh tahanan yang diberikan oleh
tubuh. Disamping itu ada pula parameter-parameter lain yang turut berperan
mempengaruhi tingkat syok.
1) Dari sudut arus
a) Seseorang akan menderita syok lebih serius pada tegangan 220 Volt dari
pada tegangan 80 Volt, oleh karena kuat arus pada tegangan 220 Volt lebih
besar daripada tegangan 80 Volt. Oleh karena nilai R sama.
b) Basah tidaknya kulit penderita.
67
Kulit penderita yang berkeringat/basah akan memudahkan arus listrik
melewati kulit penderita. Ini dapat dimengerti oleh karena kulit yang
basah/berkeringat tahanan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kulit
yang kering.
c) Basah tidaknya lantai.
Lantai yang basah merupakan konduktor yang baik sehingga lebih besar
arus yang dapat melewati tubuh ke ground.
2) Dari sudut parameter-parameter yang lain
a) Jenis kelamin
Tahun 1973 Dalziel melakukan penelitian tentang nilai ambang persepsi
(arus minimum yang dapat dideteksi) dan let go current (arus yang dapat
menyebabkan tarikan tangan kembali) yang ditunjukkan dengan distribusi
Gausian meyatakan:
- Rata-rata thresholdof perception untuk laki-laki: 1,1 mA. Sedangkan untuk
perempuan 0,7 mA. Minimum nilai ambang persepsi 500 µA
- Rata-rata let go current untuk laki-laki 16 mA, untuk wanita 10,5 mA
Minimum let go current current untuk laki-laki 9, 5 mA untuk wanita 6 mA
b) Frekuensi AC
Hasil penlitian Dalziel ternyata frekuensi 50-60 Hz merupakan minimum
let go current. Di bawah 10 Hz, let go current akan meningkat dan otot-otot akan
terjadi relaksasi sebagian dan di atas beberapa ratus Hz let go current akan
meningkat pula, dan otot-otot mengalami stenght duration trade off serta
refrakter jaringan yang telah mengalami eksitasi.
c) Duration
LA Geddes dari institute of electrical and electronic (1973) melakukan
penelitian terhadap binatang pony dan anjing ternyata nilai ambang fibrilasi akan
meningkat bila waktu semakin kecil.
d) Berat badan
Dari hasil penelitian terhadap binatang oleh ferris (1936), Kiselev 1963
menunjukkan nilai ambang fibrilasi akan meningkat dengan meningkatnya berat
badan. Hal ini diramalkan berlaku pula bagi manusia.
68
e) Jalan yang ditempuh arus
Apabila jalan yang ditempuh arus melewati jantung atau otak akan timbul
bahaya syok semakin serius.
c. Pengaruh Syok Listrik Terhadap Organ Tubuh
Di depan telah dibahas mengenai pembagian syok listrik antara lain mikro
syok dan makro syok. Perbedaan prinsip dari keduanya adalah besarnya arus
listrik yang melewati tubuh. Pada mikro syok tidak diperlukan arus yang besar,
cukup dengan mikro amper saja (oleh Roy 1976 limit mikro syok 10 mikro
amper) dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel. Hal ini dimungkinkan oleh karena
tahanan dalam tubuh sangat kecil. Ditambah pula adanya keteter merupakan
konduktor yang baik bagi arus listrik, maka apabila ada arus listrik yang melewati
kulit kemudian masuk ke dalam jaringan tubuh akan terlihat jelas perubahanperubahan/pengaruh terhadap organ tubuh (makro syok).
Table 2.1 Dampak Arus Ac Frekuensi 60 Hz yang Mengalir Melalui Kulit Ke
Batang Tubuh.
Arus
(durasi kontak
1s)
Arus Aman:
 1mA
Effect
Tegangan yang dibutuhkan untuk
memproduksi arus dengan
hambatan tubuh.
10.000 Ω
1.000 Ω
penderita
hanya 10 V
merasakan geli, ini
merupakan
nilai
ambang persepsi bagi
pria dewasa.
10-8 V
 1-8 mA
terjadi sensasi syok, di
mana kontraksi otot
masih baik dan nyerinyeri belum terjadi.
Orang masih dapat
melepaskan diri.
Arus
tidak terjadi
rangsangan 80-150 V
aman
saraf
dan
otot
sedemikian
rupa
 8-15 mA
sehingga terjadi nyeri
1V
1-8 V
8-15 V
69
 15-20 mA
 20-50 mA
 100-300
mA
 1-6 A
dan letih
Kejutan
yang
menyiksa,
terjadi
kontraksi otot tidak
sadar yang menetap,
dan penderita tidak
dapat
menarik
tangannya kembali.
Otot-otot mengalami
kontraksi sangat kuat,
dan
sulit
untuk
bernafas.
Terjadi
fibrilasi
ventrikel
terjadi
kontraksi
miocard yang menetap
dan
terjadi
pelumpuhan
pernafasan
150-200 V
15-20 V
200-500 V
20-50 V
1000-3000
100-300 V
60.000 V
6000 V
Pada table di atas terlihat besar arus berhubungan dengan tegangan dan
tahanan kulit serta perubahan yang diakibatkan arus AC pada 60 Hz. Pada arus 1
mA penderita hanya merasakan geli, ini merupakan nilai ambang persepsi bagi
pria dewasa (50%), untuk wanita kurang lebih 1/3 mA.
Apabila arus listrik sampai 8 mA akan terjadi sensasi syok, di mana
kontraksi otot masih baik dan nyeri-nyeri belum terjadi. Arus listrik diperbesar
sekitar 8-15 mA terjadi rangsangan saraf dan otot sedemikian rupa sehingga
terjadi nyeri dan letih. Ini dikenal dengan siksaan syok, penderita pada saat ini
sukar/tidak dapat menarik tangan kembali dan terjadi kontraksi otot tak sadar yang
menetap. Dalziel melakukan observasi pada penderita dengan arus 18-22 mA akan
terjadi pernafasan tertahan apabila arus berlangsung terus.
Arus antara 20-50 mA otot-otot mengalami kontraksi sangat kuat,
pernafasan tampaknya sangat sulit. Pada peningkatan arus mendekati 100 mA
bagian arus yang melewati jantung cukup untuk menyebabkan fibrilasi ventrikel
(nilai ambang fibrilasi rata-rata berkisar 70-400mA) dan akan menyebabkan
kematian apabila tidak dilakukan penanganan segera. Apabila arus cukup tinggi 16 amper akan terjadi kontraksi miocard yang menetap dan terjadi paralise
70
pernafasan/kelumpuhan pernafasan dan bila arus listrik dihentikan secara tiba-tiba
akan terjadi defibrilasi ventrikel.
Arus listrik 10 amper dalam durasi pendek akan menyebabkan kebakaran
pada
kulit,
otak
dan
jaringan
saraf
akan
kehilangan
fungsi
eksistansi/eksitasi/kejutan apabila ada arus yang melewatinya. Arus terus-menerus
di atas 6 A dapat menyebabkan kelumpuhan pernafasan temporer (sementara) dan
Luka bakar serius. Kerusakan tergantung pada individu, kelembaban kulit, dan
kontak kulit dengan konduktor.
d. Pencegahan Terhadap Syok Listrik
Oleh karena bahaya syok sangat besar, dapat mengakibatkan kematian
sehingga dipandang perlu untuk melakukan tindakan pencegahan meliputi alatalat yang dipergunakan, penderita, ruangan dan petugas.
1) Terhadap alat listrik yang dipergunakan:
- Semua alat listrik harus mempergunakan three wire cord atau kabel tiga urat
dan dihubungkan ke ground secara memadai. Kabel listrik modern ini
memiliki tiga kabel, dua yang memasok daya ac dan satu yang berfungsi
sebagai kabel ground ke tanah. Jika salah satu kabel listrik putus peralatan
tidak akan beroperasi, dan jika kabel ini disentuh (pendek) sekering akan
berbunyi dan kegagalan dapat diketahui. Namun, jika kabel ground putus
mungkin tidak terdeteksi dan memberikan bahaya listrik yang serius untuk
pasien dengan elektroda internal.
- Menggunakan sumber arus dc. Tubuh kurang sensitive terhadap arus listrik
searah daripada 60 Hz arus ac. Saat Xc = ∞ jika f = 0, tidak akan ada
kebocoran karena kapasitansi menyimpang jika kita mengoperasikan
peralatan listrik kita dengan arus searah.
- Semua tombol dan tahanan harus berada pada live (kawat fase)
- Seluruh tombol harus dalam keadaan turn off apabila tidak dipergunakan
dan sterker harus dicabut dari sumber arus apabila tidak dipergunakan dalam
jangka waktu lama.
71
- Alat pacu jantung atau kateter harus di isolasi dan hindari dari sentuhan
logam
- Lakukan prosedur tes secara teratur
- Alat-alat listrik, pipa radiator diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar
dari pegangan penderita.
- Salah satu cara yang diusulkan untuk mengurangi bahaya adalah dengan
menggunakan isi ulang, alat bertenaga baterai dalam diagnostik, terapi, dan
situasi pemantauan. Outputnya akan digabungkan dengan ilmu optik untuk
sistem tampilan konvensional sehingga tidak akan ada kontak antara pasien
dan sistem layar. Dengan kondisi tersebut, salah pengegroundnan tidak akan
terjadi. Meskipun cara ini mahal, itu akan mengurangi bahaya kejut listrik.
2) Terhadap penderita
Penderita diisolasikan dari ground. Hal ini agak sulit dikerjakan oleh
karena pada EKG monitor kaki kanan penderita selalu dihubungkan ke ground.
Untuk menghindari hal tersebut dapat dipergunakan transformer.
3) Terhadap ruangan
-
Lantai ruangan terbuat dari bahan tanpa penghantar listrik atau
dipasang karpet karet
-
Ruangan harus sekering mungkin.
4) Terhadap petugas:
-
Diberi pendidikan ketrampilan tentang penggunaan alat-alat listrik.
-
Pendidikan terhadap bahaya syok dan teknik proteksi yang baik.
Download
Study collections