LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEK PENYEGARAN MATERI ASTRONOMI (ASTROFISIKA) BAGI GURU-GURU SMP/SMA DI KABUPATEN BULELENG Tim Pelaksana: Dr. Ni Made Pujani, M.Si. (Ketua) Dr. Ni Ketut Rapi, M.Pd. (Anggota) Drs. Iwan Suswandi, M.Si. (Anggota) NIDN. 0004116302 NIDN. 0030086303 NIDN. 0008046005 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor:145/UN48.15/LPM/2015 tanggal 5 Maret 2015 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2015 i ii TIM PELAKSANA 1. Ketua Pelaksana a. Nama Lengkap : Dr. Ni Made Pujani, M. Si. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP : 196311041988032001 d. Disiplin Ilmu : Fisika e. Pangkat/Golongan : Pembina Tk. I/IV b f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika h. Waktu untuk Kegiatan ini : 10 jam/minggu 2. Anggota Pelaksana 1 a. Nama Lengkap : Dr. Ni Ketut Rapi, M.Pd. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP : 196308301988032002 d. Disiplin Ilmu : Fisika e. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Tk. I/IV b f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala, g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu 2. Anggota Pelaksana 2 a. Nama Lengkap : Drs. Iwan Suswandi, M.Si. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIP : 196004081987031002 d. Disiplin Ilmu : Fisika e. Pangkat/Golongan/NIP : Peata Tk. I/III d f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala, g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu iii PENYEGARAN MATERI ASTRONOMI (ASTROFISIKA) BAGI GURU-GURU SMP/SMA DI KABUPATEN BULELENG Oleh Ni Made Pujani, Ni Ketut Rapi, dan Iwan Suswandi ABSTRAK Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan Astronomi bidang Astrofisika meliputi Fisika Bintang, Evolusi Bintang, Galaksi dan Kosmologi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar siswa dalam bidang astronomi serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. Realisasi kegiatan dilakukan dengan memberikan pemantapan materi dan pelatihan penyelesaian soal-soal olimpiade Astronomi, bertempat di Laboratorium Micro Teaching FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan pelatihan berjalan baik. Tingkat penguasaan guru dalam bidang fisika bintang, evolusi bintang, serta galaksi dan kosmologi setelah pelatihan mengalami peningkatan dari kategori sangat kurang menjadi baik (skor rata-rata fisika bintang: pretest = 3,1 posttest = 7,9: rata-rata evolusi bintang: pretest = 3,2 posttest = 8; rata-rata Galaksi dan Kosmologi pretest = 3,9 posttest = 8). Respon peserta adalah positif dan guru-guru sangat antusias mengikuti pelatihan hingga selesai. Kendala yang ditemui, dalam pelaksanaan pelatihan adalah tinggkat kesukaran soal olimpiade relatif sulit sehingga diperlukan waktu lebih banyak dalam pembahasan soal. Kata Kunci: penyegaran, astronomi, astrofisika, guru SMP/SMA iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rakhmatNya-lah maka penulis dapat menyelesaikan laporan Pengabdian Kepada Masyarakat, dengan judul: “Penyegaran Materi Astronomi (Astrofisika) Bagi GuruGuru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng”. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan penulisan laporan ini, diantaranya kepada yth: 1. Ketua LPM Undiksha, atas bantuan dana yang diberikan. 2. Dekan FMIPA Undiksha, yang telah mengijinkan kami untuk memanfaatkan fasilitas ruang laboratorium micro teaching ada di Jurusan Pendidikan IPA. 3. Semau pihak yang telah membantu menyukseskan kegiatan P2M ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan bagi para guru. Masukan dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Singaraja, 1 Oktober 2015 Tim Pelaksana, v DAFTAR ISI Halaman JUDUL …………………………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. ii TIM PELAKSANA ………………………………………………………. iii ABSTRAK………………………………………………………………… iv KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. vii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. viii I PENDAHULUAN ………………………………………………………. A. Analisis Situasi ……………………………………………………… B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ……………………………….. C. Tujuan Kegiatan …………………………………………………….. D. Manfaat Kegiatan …………………………………………………… 1 1 4 4 5 II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… A. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran ……………… B. Kualitas Guru ………………………………………………………. C. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi belajar Siswa ………….. 6 6 7 8 III METODE PELAKSANAAN ……………………………………..…… A. Kerangka Pemecahan Masalah ……………………………….…… B. Realisasi Pemecahan Masalah …………………………………...... C. Khalayak Sasaran …………………………………………………. D. Metode Pelaksanaan Kegiatan …………………………………...... 11 11 12 12 13 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... A. Hasil Kegiatan ..……………………………………………………. B. Pembahasan ……………………………………………………...… 16 16 17 V SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………… A. Simpulan …………………………………………………………... B. Saran ………………………………………………………………. 20 20 20 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 21 LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………… 23 vi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah …………………… vii 11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran: 01 Lembar Monitoring ………………………………………………. 24 02 Daftar Hadir Peserta Pelatihan P2M……………………………… 25 03 Data Pretest dan Posttest …………………………………………. 28 04 Foto Kegiatan ……………………………………………………. 29 05 Surat Perjanjian Kerja P2M ……………………………………… 31 06 Materi Pelatihan…………………………………………………… 35 07 Tes Olimpiade (Pretes dan Postest) ………………………………. 63 viii BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Astronomi adalah sains mengenai jagat raya yang mempelajari obyek-obyek langit individu seperti planet, bulan, bintang dan galaksi serta struktur skala besar dari jagat raya secara keseluruhan (Tim Pembina Olimpiade Astronomi, 2010). Secara alamiah Astronomi memiliki konsep pemikiran dan pemahaman yang terintegrasi secara simultan baik dalam perkembangan ilmunya, teknologinya, terapan teknisnya, maupun pendidikannya. Dalam hal ini, astronomi dan fisika merupakan materi pelajaran di SMA yang terpadu secara integral, di mana konsep-konsep Astronomi melibatkan konsepkonsep fisika. Konsekwensinya, keberhasilan siswa dalam pelajaran Astronomi dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menerapkan konsep-konsep fisika yang relevan ke bidang Astronomi. Hal ini pula yang dijadikan acuan, di mana dalam kurikulum sebagian materi Astronomi menjadi bagian dari mata pelajaran fisika, sehingga pengajar Astronomi di SMP maupun SMA umumnya adalah guru fisika. Walaupun ada jalinan yang terintegrasi antara Fisika dan Astronomi, dampak dari hal ini adalah ada kecendrungan belum mapannya penguasaan materi Astronomi tersebut oleh guru Fisika, karena Astronomi memerlukan pemahaman tersendiri dan cakupan materinya sangat luas. Mengingat ketidak sesuaian kualifikasi guru astronomi dengan bidang keahliannya itu, maka kualitas penguasaan guru dalam bidang Astronomi harus ditingkatkan, sehingga mereka menjadi tenaga guru yang terampil dalam mengelola pembelajaran. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melalui penyegaran akademis (refreshing program) yang inti kegiatannya meliputi penyegaran penguasaan bidang Astrofisika. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan tugas dan profesinya yang nantinya secara langsung dapat meningkatkan produktivitas kerjanya seperti, mampu memberikan pembinaan di bidang Astronomi bagi anak didiknya menuju olimpiade Astronomi. Bila kualitas pengetahuan guru Astronomi meningkat, akan berimplikasi pada kualitas pelaksanaan PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi bidang Astronomi. Hal yang sama terungkap dari hasil kegiatan P2M bagi guru SMP/SMA tentang penyegaran materi 1 Bola Langit dan Tata Surya (Pujani, 2014), setelah kegiatan pelatihan, penguasaan guru meningkat menjadi baik. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Averch et.al,1984 dan Jamison,1974 (dalam Wirta, 1990) juga menemukan bahwa pengaruh variabel kualitas guru cukup efektif terhadap prestasi belajar yang dicapai siswanya. Dalam pembelajaran IPA di SD se Kabupaten Buleleng, hasil penelitian Wirta, dkk (1990) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan prestasi belajar siswanya. Khusus dalam bidang Kebumian dan Astronomi (IPBA), hasil penelitian Pujani (2010) menemukan bahwa pembekalan keterampilan laboratorium IPBA bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA. Untuk bidang Astronomi capaian keterampilan laboratorium yang dicapai calon guru cenderung lebih rendah dari capaian keterampilan laboratorium Kebumian (Pujani, 2011). Pada kegiatan pengabdian masyarakat tahun 2012, Pujani, dkk (2012) telah memberikan pelatihan di bidang praktikum Astronomi bagi guru SMP/SMA di Kota Singaraja, dengan hasil cukup memuaskan. Agar penguasaan menjadi sempurna, maka perlu dilakukan kegiatan pengabdian lanjutan berupa pelatihan di bidang konten Astronomi secara teoritis kepada guru fisika di Kabupaten Buleleng. Kabupaten Buleleng sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Bali, memiliki visi dan misi pembangunan yang berorientasi pada sektor pariwisata, pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Pada sektor pendidikan, salah satu misi pembangunan Kabupaten Buleleng adalah menjadikan Buleleng sebagai kota pendidikan. Realisasi dari hal itu telah dituangkan dalam berbagai kebijakan daerah, antara lain dengan memfasilitasi pembangunan lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Berdasarkan hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPA (Astronomi) di SMA banyak yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya 2 kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar Astronomi. Pembelajaran IPA (Astronomi) sebagai bidang studi yang secara formal wajib dibelajarkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA saat ini dihadapkan pada tantangan untuk mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Hal ini mengingat bahwa mulai tahun 2005 Astronomi dilombakan dalam ajang bergengsi yaitu pada olimpiade tingkat nasional. Khusus untuk Kabupaten Buleleng, partisipasi di bidang olimpiade astronomi bagi siswa SMA baru mulai tahun 2006, itu pun baru diwakili dari satu sekolah saja yaitu SMA Negeri 1 Singaraja. Dari wakil yang dikirimkan tersebut, belum ada yang bisa menembus hingga lulus di tingkat nasional, sebagaimana diinformasikan melalui internet, untuk bidang olimpiade astronomi belum ada siswa SMP/SMA wakil dari Kabupaten Buleleng atau pun wakil Propinsi Bali yang berhasil meraih medali (www.olimpiade-sains.org). Oleh karena itu, Dinas Pendidikan bersama-sama dengan seluruh SMA yang ada di Kabupaten Buleleng harus sesegera mungkin melakukan persiapan pembinaan bidang Astronomi SMA yang terprogram dan kontinu, karena rendahnya prestasi belajar Astronomi bagi siswa SMA di wilayah Kabupaten Buleleng tidak terlepas dari kurangnya pembinaan oleh guru (faktor guru) dan karakteristik materi. Upaya penyegaran materi Astronomi ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi pelaksanaan Olimpiade Astronomi. Masalah-masalah di atas bukan saja dihadapi dan dialami oleh guru Astronomi di Kabupaten Buleleng yang baru bertugas dengan masa kerja kurang dari 5 tahun, tetapi guru yang sudah berpengalaman mengajar lebih dari 10 tahun pun mengalami hal yang sama. Menyadari demikian urgennya persoalan tersebut, maka dalam rangka pengabdian masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, persoalan menyangkut peningkatan wawasan dan kemampuan guru dalam bidang Astronomi, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas sangat layak untuk dijadikan sebagai salah satu tema atau fokus kegiatan, bagi perbaikan kualitas proses dan produk pendidikan pada level SMA melalui refreshing program bagi guru-guru SMA di Kabupaten Buleleng. Mencermati hal di atas perlu kiranya dilakukan kegiatan berupa “Penyegaran Materi Astronomi Bagi Guru-Guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng pada bidang Astrifisika”, agar guru-guru memiliki pengetahuan Astrofisika yang memadai. Lebih 3 lanjut, dengan meningkatnya kemampuan guru diharapkan para guru mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade, khususnya olimpiade Astronomi. B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH Dari paparan di atas dapat diidentifikasi hal-hal berikut: (1) bahwa guru Astronomi yang mengajar di SMP/SMA yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng masih banyak yang belum sesuai kualifikasinya dengan bidang tugasnya. Di samping itu, kemampuan penguasaan materi dan keterampilan profesional guru dalam mengajar Astronomi di SMP/SMA masih kurang. Oleh karena itu perlu diadakan program re-freshing bagi guru-guru dalam upaya peningkatan kualitas penguasaan bidang Astronomi. (2) bahwa hasil belajar Asronomi siswa bergantung pada kualitas PBM yang dilaksanakan guru. Mengingat Astronomi merupakan ilmu-ilmu dasar yang harus ditanamkan secara kuat sejak dini, maka diperlukan kualitas pelaksanaan PBM yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas pengetahuan guru Astronomi tentang bidang studinya. Bila kualitas pengetahuan guru tentang Astronomi meningkat akan berimplikasi pada peningkatan kualitas pelaksanaan PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar Astronomi siswa, sehingga siswa memiliki peluang untuk tampil dalam event olimpiade. Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan pokok yang hendak diurai melalui program ini adalah: “Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas penguasaan bidang studi Astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar Astronomi siswa serta sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. C. TUJUAN KEGIATAN Berdasarkan analisis potensi dan rumusan masalah di atas, maka secara spesifik tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidang astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPA (Astronomi) siswa. 4 D. MANFAAT KEGIATAN Kegiatan ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan di Buleleng, Provinsi Bali, khususnya pada jenjang SMP/SMA, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan akademis untuk mendukung tugas-tugas profesionalnya, sehingga secara langsung berdampak bagi peningkatan produktivitas pendidikan di Kabupaten Buleleng. 2. Guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka dapat memiliki pengetahuan materi Astronomi yang memadai megingat pengajar Astronomi umumnya adalah guru fisika, serta mampu membina siswa dalam persiapan menghadapi Olimpiade Astronomi. 3. Universitas Pendidikan Ganesha, program ini sangat bermanfaat dalam menjalin kerjasama yang mutualis antara LPTK dengan kalangan masyarakat luas, sehingga tenaga dan potensi yang ada dapat disumbangkan kepada khalayak luas, khususnya yang berkenaan dengan sektor pendidikan. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HAKEKAT IPA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya mencakup dua dimensi yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dimensi Produk mengandung sekumpulan pengetahuan baik berupa konsep-konsep, prinsip-prinsip, maupun hukum-hukum sebagai hasil penelitian dan pikiran para ilmuwan (saintis). Sedangkan dimensi proses IPA berisi sekumpulan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan suatu proses. Jadi keterampilan- keterampilan IPA meliputi: mengamati /mengobservasi, mengklasifikasikan/ kategorisasi, pertanyaan, merumuskan mengukur/ melakukan pengukuran, mengajukan hipotesis, merencanakan penyelidikan/ percobaan, menginterpretasikan /menafsirkan hasil pengamatan, dan berkomunikasi. Untuk dapat mengajarkan IPA dengan baik dan tepat maka seorang guru haruslah memahami tentang pengertian dan hakekat dari IPA. Mengajar sains merupakan upaya guru dalam membelajarkan siswanya tentang sains. Mengajar dalam pengertian ini berarti memberi arah sekaligus mengembangkan pemerolehan konsepkonsep sains oleh siswa sendiri. Oleh sebab itu proses mengajar lebih didasari oleh kepentingan siswa dalam mendapatkan konsep-konsep, prinsip, keterampilan serta sikap yang dilandasi metode ilmiah. Trowbridge (dalam Suastra dan Pujani, 1999) menjelaskan tentang mengajar yang berorientasi pada belajar penemuan (discovery), bahwa dengan upaya mengajar diharapkan terjadi personal meaning tentang sains pada diri siswa. Belajar sains atau mempelajari sains bagi pebelajar tidak lagi sebagai penerimaan informasi tentang sains akan tetapi merupakan suatu proses pengembangan keterampilan berpikir mengenai konsep sains. Dengan demikian strategi belajar yang digunakanpun harus dikondisikan pada kegiatan-kegiatan yang berdimensi fisik dan psikis kognitif. Piaget sebagaimana disitir oleh Labinowict, 1980 (dalam Suastra dan Pujani, 1999) menyatakan bahwa pengetahuan sains akan baik jika dipelajari dengan cara active construction. Ini berarti bahwa siswa diarahkan untuk membangun pengetahuannya secara aktif. Untuk itu strategi belajar hendaknya ditujukan kepada student centered, sehingga siswa sepenuhnya terlibat pada proses pembelajarannya. 6 Kreativitas dalam sains juga terjadi bila siswa melakukan penemuan ilmiah untuk mereka sendiri walaupun informasi semacam itu telah diketahui orang lain (Adang, 1985 dalam Suastra dan Pujani, 1999). Prinsip-prinsip dasar itu pasti tercantum dalam buku teks, tetapi penerapan khusus atau inovasi-nya perlu ditentukan oleh siswa. Lebih lanjut Adang (1985), menyatakan bahwa untuk melatih berfikir kreatif siswa hendaknya diberi kesempatan: 1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama PBM berlangsung. 2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut. 3. Merasakan kemudahan dalam mengambil isu atau menyatakan ide atau proses. 4. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari seseorang tanpa mencemoohnya. 5. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif. 6. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif seperti juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat. Dari uraian di atas maka pengajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kreativitas berpikirnya adalah pengajaran IPA dengan melibatkan keterampilan-keterampilan proses IPA. Hal ini akan dapat dilakukan melalui pengajaran IPA dengan pendekatan keterampilan proses IPA (Ratna Wilis Dahar 1989:13) B. KUALITAS GURU Guru adalah merupakan sub sistem pengelola yang sangat menentukan keberhasilan suatu PBM. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengelola kelas dengan suatu metode serta pendekatan mengajar yang mesti diterapkannya. Namun, mengajar adalah serangkaian aktivitas yang sangat kompleks, oleh karenanya sangat sulit untuk menentukan guru yang bagaimana guru yang berkualitas. Ada kalanya guru berhasil dalam mengajar IPA di Sekolah Dasar, tetapi tidak berhasil jika dia ditugaskan mengajar IPA di SMP, atau sebaliknya. Demikian pula guru yang memiliki gelar sarjana, belum tentu akan menjamin keberhasilannya dalam mengelola PBM di kelas. Dan ada kalanya guru yang telah mengajar dalam waktu yang relatif lama merasa belum berhasil mengelola PBM, dan baru setelah mereka mendapat pelatihan atau mengikuti penataran menemukan suatu strategi mengajar, sehingga KBM menjadi lebih baik. Walaupun demikian, kualitas guru bidang studi IPA (astronomi) 7 yang mencerminkan kemampuan profesional (kualitas) guru sesungguhnya dapat diperoleh melalui beberapa cara diantaranya melalui pendidikan (kuliah) di suatu LPTK, melalui pengalaman mengajar, melalui penataran-penataran/pelatihan, dan melalui peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA (Astronomi). Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan terakhir, yang dapat dikategorikan sebagai berikut: SD, SLTP, SPG/KPG, SMA non keguruan, PGSLP, D1, D2, D3, Sarjana Muda, Sarjana, dan Pascasarjana. Kualitas tingkat pendidikan ditentukan berdasarkan lamanya pendidikan itu berlangsung yang dinyatakan dalam tahun. Pengalaman mengajar adalah lamanya guru bersangkutan melakukan pekerjaan mengajar dihitung dari tahun pengangkatan. Pengalaman mengajar dapat dinyatakan dalam interval: 0-4 tahun, 5-8 tahun, 9-12 tahun, 13-16 tahun dan 17-20 tahun atau lebih. Interval pengalaman mengajar selama 4 tahun ini ditetapkan berdasarkan konsep pemikiran kenaikan pangkat tetap bagi seorang guru berlangsung setiap empat tahun. Penataran yang dimaksud adalah penataran yang berkaitan dengan proses belajar mengajar IPA di SMP atau setidak-tidaknya penataran yang menunjang proses belajar mengajar secara umum. Kualitasnya ditentukan oleh lamanya penataran itu diikuti yang dinyatakan dalam hari. Di samping itu, kualitas guru IPA juga dapat dilihat dari kualitas penguasaannya terhadap bidang studi IPA tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru menjawab seperangkat tes IPA yang tingkat kesukarannya setaraf guru. C. PENGARUH KUALITAS GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA Sesuai uraian di atas, indikator kualitas (kemampuan profesional) guru dapat dilihat melalui pendidikan, pengalaman mengajar, penataran, dan melalui pelatihan peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA. Baik secara terpisah maupun bersama-sama indikator kualitas guru ini akan terkait dengan prestasi yang dapat dicapai oleh siswa. Pendidikan Pendidikan terakhir seorang guru sangat menentukan kewenangannya dalam mengajar. Ijazah tertinggi seorang guru merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan kualitas suatu sekolah. Di mana kualitas sekolah tidak dapat terlepas dari 8 predikat lulusan yang melibatkan prestasi belajar siswanya.. Sedangkan untuk menentukan kewenangannya, pendidikan terakhir seorang guru hanya berlaku pada tingkatan-tingkatan sekolah tertentu. Guru SD minimal tamatan SPG/KPG, guru SMP minimal tamatan PGSLP, dan guru SMU minimal lulusan sarjana muda keguruan (Parluhutan Tobing, 1983). Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan keguruan yang dimiliki guru dihitung dari persyaratan minimal, akan semakin siap mereka menjadi tenaga pendidik (guru). Pada gilirannya diharapkan mereka dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Pengalaman Mengajar Lamanya masa kerja seorang guru IPA di SMP akan menunjukkan kuantitas pengalaman yang mereka miliki selama bekerja di lapangan. Melalui pengalaman mengajar, guru-guru dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya, misalnya dari kesalahannya membimbing dalam membuat rumusan masalah, membuat kesimpulan dan lain sebagainya guru bersangkutan kemudian membenahinya. Guru IPA yang baik adalah mereka yang mau mengevaluasi KBM yang pernah mereka lakukan, sehingga KBM berikutnya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang lebih berkualitas. Hal ini sesuai dengan pepatah ”pengalaman adalah guru yang terbaik”. Penataran Penataran guru-guru IPA yang dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat regional maupun nasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Dalam penataarn ini guru dipersiapkan untuk menguasai materi pelajaran, metode mengajar dan cara-cara dalam mengelola PBM. Jika tujuan penataran ini telah tercapai dan dapat dilaksanakan oleh guru yang pernah mengikuti penataran maka guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih giat dan senang belajar dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar. Tingkat Penguasaan Guru pada Bidang Studi IPA Kemampuan guru dalam mengajar IPA sebenarnya merupakan faktor yang paling sentral dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Prestasi siswa pada bidang studi IPA secara konsisten dipengaruhi oleh seberapa jauh siswa diekspose terhadap pelajaran IPA yang diajarkan oleh guru dengan menggunakan metode belajar mengajar yang menyenangkan melalui 9 pemecahan masalah. Terdapat suatu kecendrungan bahwa kualitas proses belajar mengajar di kelas sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan metode belajar mengajar itu sendiri (Depdikbud, 1989). Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti bahwa semakin baik tingkat penguasaan guru SD terhadap materi bidang studi IPA diharapkan dia dapat yang diajarkan, maka menunjukkan kemampuan mengajar yang lebih baik. Pada gilirannya guru IPA diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Berdasarkan semua deskripsi teoritis seperti disajikan di atas dapat mengindikasi bahwa kualitas guru berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Dalam kaitan dengan kegiatan pengabdian masyarakat ini, maka peningkatan kualitas penguasaan bidang studi IPA (astronomi) bagi guru SMP di Kabupaten Buleleng akan berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPA (astronomi) siswa. 10 BAB III METODE KEGIATAN A. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH Secara skematis kerangka pemecahan masalah yang dikembangkan terlihat pada Gambar 3.1 berikut. Orientasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Literatur Ceramah, Diskus Penyegaran Materi Produk Menambah Wawasan Astronomi Mampu Membina /mempersiapkan Siswa untuk menghadapi olimpiade Astronomi Keterangan: __________ alur kegiatan - - - - - - - - - alur pengkajian Gambar 3.1: Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah Berdasarkan skema di atas, kegiatan diawali dengan orientasi lapangan oleh tim pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu ketidak sesuaian kualifikasi guru Astronomi dengan materi yang diajar merupakan salah satu penyebab ketidakberhasilan pembinaan bidang Astronomi pada siswa SMP/SMA di Kabupaten Buleleng. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian pelatihan bidang Astronomi untuk meningkatkan kualitas penguasaan guru. Penyegaran materi dilakukan dengan ceramah/presentasi untuk pendalaman materi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan/pemahaman guru tentang Astronomi. Selanjutnya diberikan pelatihan soal11 soal olimpiade agar guru memiliki keterampilan dalam membina siswa yang nantinya diturunkan sebagai tim olimpiade Astronomi SMP/SMA. B. REALISASI PEMECAHAN MASALAH Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng, khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas penguasaan bidang astronomi khususnya topik bola langit, tata koordinat, dan tata surya bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) topik dasar materi yaitu, wawasan dan pengetahuan guru tentang topik bola langit, tata koordinat, dan tata surya dan pelatihan menyelesaikan soal-soal olimpiade Astronomi. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 3 (tiga) hari/kali dengan melibatkan perwakilan guru SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan seperangkat tes untuk mengevaluasi keberhasilan program dalam membekalkan materi, setiap kelompok peserta ditugaskan menghasilkan seperangkat alat praktikum sederhana sesuai rancangan yang disusunnya dan setiap peserta diberi sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Dengan demikian, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan kualitas pengetahuan tentang materi astronomi dan soal-soal setingkat olimpiade astronomi untuk kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. C. KHALAYAK SASARAN Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng. Di sisi lain, permasalahan mendasar dan aktual yang terjadi pada sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah rendahnya prestasi belajar Astronomi siswa SMP/SMA serta sebagai persiapan pembinaan menuju 12 olimpiade Astronomi. Permasalahan ini salah satunya disinyalir dapat diantisipasi dan dieliminir melalui peningkatan kualitas penguasaan bidang studi Astronomi bagi guru SMP/SMA, sehingga sejak awal guru dapat mempersiapkan dan mengelola proses belajar mengajar dengan lebih baik. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini secara berkelanjutan dan terstruktur Jumlah guru yang akan dilibatkan adalah sebanyak 30 orang guru yang mengajar IPA/Fisika dan IPS/Geografi dari SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng. Penentuan subjek didasarkan pada proporsi jumlah guru per kecamatan di wilayah kabupaten Buleleng. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru SMP/SMA perwakilan yang ditunjuk akan diberikan pelatihan. Mereka yang dijadikan kader dipersyaratkan agar mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada guru lainnya D. METODE KEGIATAN Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng, khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas penguasaan bidang astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng pada bidang Astrofisika. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) topik dasar materi yaitu, wawasan dan pengetahuan guru tentang Astronomi dan pelatihan menyelesaikan soal-soal Astronomi setingkat olimpiade. Sementara itu, cakupan materi Astronomi sangat luas, meliputi: Bola langit dan Tata Koordinat, Tata surya, Mekanika benda langit, Waktu dan penanggalan kalender, Gerhana, Matahari dan aktivitasnya, Fisika bintang, Bintang ganda, serta galaksi dan kosmologi. Karena cakupan materi yang sangat luas maka pada kegiatan P2M kali ini penyegaran materi dibatasi pada topic: fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi. 13 Lama pelaksanaan kegiatan adalah 3 (tiga) hari dengan melibatkan perwakilan guru SMP/SMA dari setiap Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan seperangkat tes untuk mengevaluasi keberhasilan program dan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Dengan demikian, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan kualitas pengetahuan bidang Astronomi untuk kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. Pola dan tahapan evaluasi program disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan. Beberapa metode yang akan digunakan dalam kegiatan P2M ini adalah presentasi, diskusi dan pelatihan menyelesaikan soal-soal olimpiade Astronomi. Setiap metode dipilih sesuai dengan relevansinya terhadap pencapaian tujuan. Adapun rincian metode yang digunakan adalah sebagai berikut. Jenis Kegiatan Presentasi dilanjutkan Tanya jawab Diskusi Pelatihan penyelesaian olimpiade Astronomi Tujuan yang ingin dicapai Untuk memberi pengertian tentang materi Astronomi, meliputi: fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan kosmologi. Untuk memantapkan pemahaman peserta terhadap materi yang dibahas soal-soal Untuk memberi wawasan dan cara menyelesaikan soal-soal Olimpiade Astronomi Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi akan dilaksanakan pada awal, akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation). Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini adalah, “terjadinya peningkatan penguasaan bidang Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru SMP/SMA”. Untuk itu, di awal dan di akhir kegiatan diberikan tes Astronomi (Astrofisika) setara dengan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam membina siswa peserta olimpiade. Di samping itu, tim tutor akan mendampingi guru-guru saat pelatihan penyelesaian soal-soal olimpiade Astronomi. Kualifikasi kemampuan guru dinyatakan sesuai pedoman konversi pada Tabel 3.1berikut. 14 Tabel 3.1 Pedoman Konversi Kemampuan Astronomi Skor Kategori 85,0 – 100,0 Sangat Baik 70,0 – 84,9 Baik 55,0 – 69,9 Cukup 40,0 –54,9 Kurang 0 – 39,9 Sangat Kurang Kriteria keberhasilannya adalah kemampuan Astrofisika guru-guru berada pada kualifikasi baik. 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dipaparkan tentang hasil atas perlakuan yang diberikan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pembahasannya. A. Hasil Kegiatan Pelatihan penyegaran materi astronomi bagi guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng ini, dilaksanakan tanggal 29, 30 dan 31 Agustus 2015, bertempat di Laboratorium Micro Teaching Jurusan Pendidikan IPA FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Panitia mengundang 30 orang guru-guru SMP/SMA dari 15 sekolah di Kabupaten Buleleng melalui kepala sekolah masing-masing. Guru-guru yang diundang adalah guru adalah guru IPA/Fisika dan Guru IPS/Geografi. Penunjukan peserta diserahkan kepada kepala sekolah, disarankan agar guru yang ditunjuk adalah 1 (satu) orang guru pengajar IPS/Geografi dan 1 (satu) orang guru IPA/Fisika atau guru Pembina olimpiade Astronomi. Dari 30 orang guru yang diundang, ternyata jumlah guru yang hadir mencapai 20 orang, atau sekitar 70%. Profil capaian guru dalam menyelesaikan soal-soal Astrofisika (fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan kosmologi), digali dengan pre test dan post test yang diberikan di awal dan akhir pelatihan. Data hasil pre test dan posttest ditampilkan pada Tabel 4.1 berikut (nama lengkap guru terlampir). Tabel 4.1 Skor pre test dan post test materi Astrofisika No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kode Guru G01 G02 G03 G04 G05 G06 G07 G08 G09 Asal Sekolah SMPN 6 Singaraja SMPN 6 Singaraja SMPN 1 Seririt SMAN 1 Sawan SMPN 1 Seririt SMAN 1 Seririt SMAN 1 Seririt SMA Lab Undiksha SMAN 1 Singaraja Fisika Evolusi Galaksi dan Bintang Bintang Kosmologi Pre Post Pre Post Pre Post test test test test test test 2 8 6 8 4 8 2 8 4 8 2 8 4 8 4 8 2 8 2 8 4 8 2 8 8 8 6 8 4 8 4 8 4 8 2 8 2 10 2 8 2 8 2 8 8 8 4 8 4 10 4 8 6 8 16 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20 Rerata (M) SD SMP N2 Singaraja SMPN 5 Singaraja SMPN 1 Singaraja SMPN 2 Singaraja SMPN 3 Banjar SMPN 3 Banjar SMP Lab Undiksha SMAN 2 Singaraja SMP Lab Undiksha SMPN 1 Singaraja SMA Lab Undiksha 2 4 6 2 4 2 2 4 4 2 2 3,1 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 7,9 6 2 2 4 4 4 4 2 2 4 0 3,2 8 8 8 8 8 8 8 6 8 6 8 8 0 2 0 8 6 2 2 4 2 6 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3,9 8 1,4 0,4 1,8 0,9 2,3 0,0 Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa, tingkat penguasaan guru tentang konsep-konsep astrofisika sebelum pelatihan tergolong sangat kurang ( rata-rata pretest fisika bintang = 3,1, evolusi bintang= 3,2 serta, galaksi dan kosmologi = 3,9). Setelah pelatihan, capaiannya mengalami peningkatan dengan rata-rata tergolong baik ( rata-rata posttest fisika bintang = 7,9, evolusi bintang= 8 serta, galaksi dan kosmologi = 8). Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi astrofisika guru-guru mengalami peningkatan dari sangat kurang menjadi baik setelah diberikan pelatihan. B. Pembahasan Berdasarkan persentase kehadiran peserta, ada sekitar 70% guru-guru SMP/SMA yang mengikuti pelatihan. Dilihat dari persentase kehadiran, mengindikasikan bahwa respon guru/sekolah terhadap pelatihan yang dilaksanakan adalah positif. Dengan demikian target peserta terpenuhi sesuai rencana. Demikian pula selama pelaksanaan kegiatan, respon guru sangat positif, karena guru-guru tetap mengikuti kegiatan ini hingga selesai. Dari hasil wawancara dengan peserta dapat diketahui bahwa penyegaran materi Astronomi (Astrofisika) memang sangat diperlukan karena banyak dari guru IPS/Geografi dan guru IPA/Fisika merasa perlu meningkatkan pemahaman tentang Astronomi. Guru juga mengharapkan agar penyegaran materi astronomi ini dilaksanakan secara berkelanjutan pada topik-topik lainnya. Dari hasil tes baik pretest maupun posttes dapat diketahui profil kemampuan guru pada topik-topik fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan kosmologi. Hasil 17 pretest mengindikasikan pengetahuan awal peserta pelatihan tentang materi fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi terkait dengan soal-soal olimpiade astronomi (sesuai tes olimpiade astronomi yang diberikan), kategorinya adalah sangat kurang. Ditinjau dari capain per sub materi, untuk fisika bintang, ada 2 orang mendapat pretest dengan skor 6 (cukup), sisanya sangat kurang; untuk evolusi bintang ada 1 orang mendapat skor pretest dengan kategori baik, 1 orang cukup dan sisanya sangat kurang; untuk materi galaksi dan kosmologi, ada 4 orang mendapat.pretest dengan skor 6 (cukup), 2 orang mendapat skor 8 (baik), sisanya sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru masih kurang, yang mungkin disebabkan karena pengajar Astronomi bidang keilmuannya masih miss match. Di SMP astronomi diajar oleh guruguru IPA dan di SMA diajarkan oleh guru Geografi. Melihat kondisi ini, pada kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada konsep-konsep penting dalam fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi yang perlu dimiliki guru agar nantinya guru dapat malakukan pembinaan secara benar. Setelah dijelaskan materinya kemudian guru diberikan soal-soal latihan yang diambil dari soal-soal olimpiade astronomi. Dengan pola seperti ini, penguasaan guru tentang materi fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi dapat ditingkatkan. Berdasarkan kondisi itu dapat dikatakan bahwa pelatihan ini dapat menyegarkan wawasan dan keterampilan para guru dalam bidang Astrofisika meliputi fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi. Hal ini didukung dari hasil pemantauan tim pelaksana yang mendampingi peserta selama pelatihan, dan respon positif yang diberikan oleh peserta melalui angket sederhana yang disebarkan tim pelaksana. Adanya kompetisi olimpiade astronomi yang dilaksanakan setiap tahun sekali menyebabkan para guru harus mampu mengikuti perkembangan keilmuan itu sendiri. Dengan penguasaan materi terkait yang memadai, serta dengan pemahaman mengenai model soal-soal olimpiade, para guru akan dimudahkan dalam menyiapkan siswanya menghadapi olimpiade astronomi. Akhirnya melalui kegiatan pelatihan ini, sekolah akan dapat keuntungan karena memiliki guru yang terlatih. Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang besar bagi para guru SMP/SMA, serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias mengikuti 18 pelatihan. Pada hari ke-1, guru dengan penuh perhatian mengikuti presentasi dan latihan soal tentang fisika bintang,Pada hari ke-2 dilanjutkan dengan pelatihan materi dan soalsoal evolusi bintang dengan pola pelaksanaan sama seperti hari pertama., dan pada hari ke-3 dilanjutkan dengan pelatihan materi galaksi, dan kosmologi. Para guru dengan penuh perhatian mengikuti presentasi tentang pelatihan. Diskusi pada saat menyelesaikan soal-soal olimpiade sangat menarik. Guru menjawab soal-soal yang diberikan hingga para guru merasa cukup memiliki pemahaman tentang materi tersebut. Guru juga sangat antusias mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made Pujani, M.Si. dosen di Jurusan Pendidikan Fisika yang juga ditugaskan sebagai ketua jurusan pendidikan IPA di FMIPAUNDIKSHA. 19 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pelatihan penyegaran materi Astrofisika bagi guru SMP/SMA merupakan kebutuhan yang mendesak bagi sekolah, terlebih dengan adanya olimpiade Astronomi. Untuk mengantisipasi kebutuhan ini pelatihan berupa penyegaran materi Astrofisika bagi guru merupakan alternatif yang tepat agar para guru dapat menyiapkan siswanya lebih dini dalam menghadapi olimpiade. Secara lebih rinci dapat dsimpulkan seperti berikut. 1. Pelatihan penyegaran materi Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dapat meningkatkan penguasaan guru tentang materi Astrofisika. Penyegaran materi Asrtonomi bagi guru-guru meningkatkan penguasaan fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan jagat raya dari kategori sangat kurang menjadi baik (skor rata-rata fisika bintang: pretest = 3,1 posttest = 7,9: rata-rata evolusi bintang: pretest = 3,2 posttest = 8; rata-rata Galaksi dan Kosmologi pretest = 3,9 posttest = 8). Hal ini berdampak positif bagi guru-guru dalam membina siswa peserta olimpiade astronomi. 2. Respon guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng terhadap pelaksanaan pelatihan Astronomi (Astrofisika) adalah positif. B. Saran Berdasarkan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelatihan ini, maka dapat disarankan sebagai berikut. Kepada pihak terkait, seperti LPM Undiksha, Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, dan sekolah (SMP/SMA) disarankan agar menyelenggarakan pelatihan lanjutan agar keterampilan yang sudah dimiliki para guru dapat dikembangkan. Pelatihan yang sejenis agar diselenggarakan untuk para guru lainnya dan perlu dibuatkan suatu wadah dimana para guru dapat sharing pengetahuan tentang Astronomi, misalnya membentuk suatu club Astronomi. 20 DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1989. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen P dan K. 1984. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka. ---------. 1987. Studi Mutu Pendidikan Dasar. Dasar-dasar Konsepsi Studi Mutu Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan ---------. 1989. Studi Mutu Pendidikan Dasar, Status, Variansi dan Determinasi Prestasi Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Iskandar, Srini M. dan Eddy M. Hidayat. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Dirjen Pendidikan Tinggi: Proyek Penegmbangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jiyono. 1987. Studi Kemampuan Guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta. Puslit Balitbang, Depdikbud. Memes, Wayan, Ketut Tika dan Ni Made Pujani. 2001. Pengembangan Model Pembelajaran IPA (Fisika) dengan Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa SLTP Negeri di Singaraja Tahiun Ajaran 2001/2002. Laporan Penelitian Research Grant. Proyek DUE-like IKIP Negeri Singaraja. Parluhutan Tobing. 1983. Pengembangan Profil Guru-guru SMP dan SMA 1981/1982. Analisis Pendidikan, Tahun III No.3. Jakarta: Departemen P dan K. Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian, Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung. Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak dipublikasi. UPI, Bandung. Pujani, N.M., dan Liliasari. (2011). Deskripsi Hasil Analisis Pembelajaran IPBA sebagai Dasar Pengembangan Kegiatan Laboratorium Bagi Calon Guru. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila, Bandar Lampung. 29-30 Januari 2011. 21 Pujani, N. M. 2012. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha. Pujani, N.M. 2013. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Kebumian. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha. Pujani, N.M. 2014. Penyegaran materi Astronomi Bagi Guru-guru SMA di Kabupaten Buleleng Menuju Olimpiade Astronomi tahun 2014. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP Singaraja. Tim Pembina Olimpiade Astronomi. 2010. Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains Nasional/Internasional SMA, Astronomi. Bandung The Liang Gie. 1980. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Super Wirta, Made, Ketut Suma, Wayan Santyasa, Made Pujani, Ketut Rapi. 1990. Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas VI SD Negeri se Kabupaten Buleleng tahun Ajaran 1990/1991 Sebagai Fungsi Kualitas Reinforcement dan Kualitas Guru. Laporan Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana. 22 Lampiran-Lampiran 23 Lampiran 01 Lembar Monitoring 24 Lampiran 02 Daftar Hadir Peserta 25 26 27 Lampiran 03: Data Hasil Pretest dan Posttest Astrofisika No. Nama Guru 1 Ni Nyoman Sukerti, S.Pd 2 Ni Ketut Sudiani, S.Pd 3 Ni Ketut Relatini, S.Pd 4 Ketut Setyum, S.Pd 5 I Pt Ngurah Wiyasa,S.Pd 6 Dw Made Suarsana 7 Ida Putu Subawa Kode G01 G02 G03 G04 G05 G06 G07 8 Kd Ryan Surya Negara 9 Ida Ayu t Surya Dewi 10 Drs. I Wayan Ngenteg 11 Ni L Wyn Sriasih 12 Ketut Widani, S.Pd. 13 Wyn Suhartayasa, S.Pd 14 Putu Erawati Ariani 15 Ni Kadek Darmasih 16 Ni Md Dwi Lidyastuti 17 Drs. Putu Kajeng 18 Ni Putu Kodiani G08 G09 G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 19 Khairun Nisa G19 20 Drs. I Wayan Darta Rerata (M) SD G20 Asal Sekolah SMPN 6 Singaraja SMPN 6 Singaraja SMPN 1 Seririt SMAN 1 Sawan SMPN 1 Seririt SMAN 1 Seririt SMAN 1 Seririt SMA Lab Undiksha SMAN 1 Singaraja SMP N2 Singaraja SMPN 5 Singaraja SMPN 1 Singaraja SMPN 2 Singaraja SMPN 3 Banjar SMPN 3 Banjar SMP Lab Undiksha SMAN 2 Singaraja SMP Lab Undiksha SMPN 1 Singaraja SMA Lab Undiksha 28 Fisika Bintang Pre Post test test 4 8 Evolusi Bintang Pre Post test test 2 8 Galaksi dan Kosmologi Pre Post test test 6 8 2 8 2 8 4 8 2 8 4 8 4 8 2 8 2 8 4 8 4 8 8 8 6 8 2 8 4 8 4 8 2 8 2 10 2 8 4 8 2 8 8 8 6 8 4 10 4 8 2 8 6 8 0 8 4 8 2 8 2 8 6 8 2 8 0 8 2 8 4 8 8 8 4 8 4 8 6 8 2 8 4 8 2 8 2 8 4 8 2 8 4 6 2 6 4 8 4 8 2 8 2 8 2 8 4 6 6 8 2 8 0 8 4 8 3,1 1,4 7,9 0,4 3,2 1,8 8 0,9 3,9 2,3 8 0,0 Lampiran 04: Foto-foto Kegiatan Gambar 1. Pembukaan P2M diwakili oleh Ketua Jurusan Pendidikan IPA Dr. Ni Made Pujani, M.Si. Gambar 2 Pemaparan materi Astronomi (Astrofisika) oleh narasumber Dr. Ni Made Pujani, M.Si. 29 Gambar 3. Peserta Pelatihan dengan tekun mengikuti penyajian materi Astronomi (Astrofisika) Gambar 4. Peserta Pelatihan dengan tekun mendisusikan soal-soal olimpiade Astronomi (Astrofisika) 30 Lampiran 05 Surat Perjanjian Kerja P2M 31 32 33 34 Lampiran 06 Materi Pelatihan ASTRO FISIKA (FISIKA BINTANG) A. BINTANG SEBAGAI BENDA HITAM Benda hitam adalah suatu benda yang hanya memancarkan energi tanpa menyerap energi atau benda yang hanya menyerap energi tanpa memancarkan energi Benda hitam yang memancarkan energi (seperti bintang), maka jumlah energi total yang dipancarkan setiap detiknya ke segala arah (disebut Luminositas) dapat dirumuskan sebagai (Hukum Stefan Boltzman) : L= E/t = σ e 4π. R2 T4 Dengan: σ ≡ tetapan Stefan Boltzman (5,67 x 10-8 W.m-2.K-4), e ≡ koefisien benda hitam (untuk bintang e = 1), R ≡ Jari-jari bintang, T ≡ Suhu mutlak benda hitam (dalam Kelvin). Suhu bintang yang dihitung melalui Hukum Stefan Boltzman tersebut disebut suhu efektif. Energi yang dipancarkan ini mencakup seluruh panjang gelombang elektromagnetik (dari gelombang radio sampai sinar gamma) Tetapi ada panjang gelombang tertentu yang dipancarkan dengan intensitas yang lebih besar (disebut λmax)yang memiliki kebergantungan terhadap suhunya. Lihat grafik di bawah ini : Hubungan antara λmax dan T disebut Hukum Wien, yaitu : λmax. T = k, Dengan k ≡ konstanta Wien = 2,898 x 10-3 m.K B. SPEKTRUM BINTANG SEBAGAI RADIASI BENDA HITAM Energi yang dipancarkan bintang berupa radiasi gelombang elektromagnetik yang mencakup seluruh rentang panjang gelombang : Spektrum gelombang elektromagnet, atau biasa disebut spektrum cahaya umumnya dapat dibagi sebagai berikut: 1) Sinar gamma, dengan frekuensi : 1019 - 10 25 Hz 35 2) Sinar-X dengan frekuensi: 1016- 1020 Hz 3) Sinar ultraviolet dengan frekuensi : 1015-1018 Hz 4) Sinar tampak (visual) dengan frekuensi 4 x 10!4 - 7,5 x 1014 Hz , atau sekitar 3.800Å – 7500Å. Spektrum sinar tampak ini adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan terbagi menjadi spektrum merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. 5) Sinar inframerah dengan frekuensi: 1011- 1014 Hz 6) Gelombang mikro dengan frekuensi 108- 1011 Hz, seperti gelombang radar dan gelombang televisi. 7) Gelombang radio dengan frekuensi 104- 108 Hz Hubungan frekuensi dengan panjang gelombang dari gelombang elektromagnetik adalah sbb : λ = c/f, dengan c adalah kecepatan cahaya (c = 3 x 108 m/s) Diantara seluruh panjang gelombang tersebut, yang bisa mencapai permukaan bumi hanyalah gelombang radio dan gelombang cahaya tampak, karena itu teleskop landas bumi hanyalah menangkap kedua jenis gelombang tersebut. Untuk dapat mendeteksi gelombang yang lain maka harus naik lebih tinggi lagi atau ke ruang angkasa 36 PENGUKURAN JARAK DENGAN CARA PARALAKS Paralaks adalah gerak semu bintang (terhadap bintang latar belakang) karena gerak orbit bumi terhadap matahari Perhatikan segitiga siku-siku Bintang X, Matahari dan Bumi, maka tan p = dBM/d Karena sudut p sangat kecil (dalam radian), maka dapat dinyatakan sebagai berikut : p = dBM/d p bisa dinyatakan dalam detik busur, karena 1 radian = 206265 detik busur, maka persamaan di atas menjadi : p= 206265 dBM/d Jika jarak bumi-matahari dBM , dinyatakan dalam Satuan Astronomi (SA), maka dBM = 1, sehingga persamaan di atas menjadi (p dalam radian) : p= 206265/d Untuk menyederhanakan rumus tersebut, dipilih satuan parsec (Parallax Second), biasa disingkat dengan pc. 1 parsec didefinisikan sebagai jarak sebuah bintang yang parallaksnya 1 detik busur dan jaraknya 206265 AU. Maka, jika parallax p dalam detik busur, sedangkan jarak bintang d dalam parsec (pc), maka formulasinya menjadi sebagai berikut : p(“) = 1/d(pc) Satuan lain yang digunakan dalam astronomi adalah tahun cahaya (light year, ly). Tahun Cahaya adalah seberapa jauh jarak yang ditempuh cahaya, selama satu tahun. 1 tahun cahaya = 9,46 x 10 17 cm 1 parsec = 3,26 tahun cahaya 37 6 Paralaks bintang terdekat : Bintang Paralaks (“) Proxima Centauri 0,76 Alpha Centauri 0,74 Barnard 0,55 Wolf 359 0,43 Lalande 21185 0,40 Sirius 0,38 Jarak (Pc) 1,31 1,35 1,81 2,35 2,52 2,65 Jarak (t.c.) 4,27 4,40 5,90 7,66 8,22 8,64 GERAK DIRI BINTANG Matahari bersama bintang-bintang lain melakukan gerakan rotasi mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 200-300 km/s. Selain itu bintang juga memiliki gerak lokal dengan kecepatan sekitar 10 km/s. Gerakan bintang di dalam ruang tersebut terlihat dari bumi dinamakan ‘proper motion‘ (gerak sejati = μ) bintang Proper motion bintang sangat kecil, lebih kecil dari 10”/tahun (yang terbesar Bintang Barnard 10”,25 per tahun) Kecepatan Tangensial Dari gambar di samping, dapat diperoleh hubungan : Vt=µ d Jika μ (“/th), d (Pc) dan Vt (km/s), maka : Vt= 4,74 µ d Kecepatan Radial 38 Kecepatan radial bintang dapat diperoleh dari analisis Doppler dari spektrum bintang. Dari perumusan efek Doppler, diperoleh hubungan : Δλ /λdiam = Vr/c c = kecepatan cahaya Δλ = λdiamati – λdiam Δλ negatif : blue shift (mendekat), Δλ positif : red shift (menjauh) Kecepatan Total (Kecepatan Gerak Bintang) Dengan mengetahui kecepatan tangensial Vt dan kecepatan radial Vr, maka kecepatan bintang dalam ruang (relatif terhadap kecepatan bumi) dapat diketahui : V2= Vt2 + Vr2 FLUKS BINTANG Fluks (F) dalam astronomi memiliki tiga pengertian, yaitu : 1) Besarnya energi dari bintang yang dipancarkan oleh tiap satuan luas permukaan bintang : F= L/4πR2 dengan R adalah jari-jari bintang! Satuan F ≡ Watt/m2 2) Besarnya energi bintang yang diterima oleh pengamat pada jarak tertentu (disebut juga iradiansi) : F= L/4πd2 dengan d adalah jarak bintang - pengamat! Satuan F ≡ Watt/m2. Energi matahari yang diterima oleh Bumi disebut konstanta Matahari, yang besarnya 1,368 x 103 W/m2 3) Besarnya energi matahari yang diterima oleh planet (luasnya permukaan planet yang menerima energi berbentuk lingkaran) F= L/4πd2 x πR2 Dengan d adalah jarak matahari – planet dan R adalah jari-jari planet. Satuan F= Watt Albedo (Al) adalah perbandingan antara energi yang dipantulkan planet (Fpantul) dengan energi yang diterima planet (Eterima) dari matahari : Al = Fpantul /Eterima TERANG BINTANG Hipparchus (160 - 127 B.C.) mengelompokkan bintang menurut terangnya, yaitu : Bintang paling terang magnitudo = m = 1 Bintang paling lemah magnitudo = m = 6 John Herschel kepekaan mata menilai terang bintang bersifat logaritmik. Bintang dengan m = 1 adalah 100 kali lebih terang dari bintang dengan m = 6 Pogson (1856) memberi perumusan terang bintang secara matematis m1 = 1 Energi yang dipancarkan E1 m2 = 6 Energi yang dipancarkan E2 Setiap selisih magnitudo = 5, maka perbedaan terang 100 kali, jadi : E1/E2 = 100 = nm2-m1 = n5 n = 5V100 = 2,512 39 E1/E2 = 2,512 -(m1-m2) m1 - m2 = - 2,5 log (E1/E2) magnitudo Bintang Sirius, m = -1.41 Magnitudo Bulan Purnama, m = -12.5 Magnitudo Matahari, m = - 26.5 Contoh soal : Berapa kali lebih terangkah bintang dengan magnitudo 1 dibandingkan dengan bintang bermagnitudo 5 ? Jawab : E1/E2 = 2,512 -(m1-m2) E1/E2 = 2,512 -(1-5) E1/E2 = 2,512 4 E1= 39,8 E2 = 39,8 kali Jika ada sebuah bintang sebagai bintang acuan yang diketahui magnitudonya, maka magnitudo bintang lain bisa ditentukan : m1 - m2 = 2,5 log (E1/E2) Jika dua buah bintang dibandingkan Luminositasnya, maka diperoleh : L1/L2 = R12/R22 x T14/T24 Jika dua buah bintang dibandingkan fluksnya maka diperoleh : E1/E2 = d22/d12x R12/R22 x T14/T24 MAGNITUDO MUTLAK Didefinisikan Magnitudo Mutlak adalah magnitudo bintang yang diukur dari jarak 10 parsec, maka rumus Pogson menjadi : m-M = -5 + 5 log d Dengan d adalah jarak bintang dalam parsec BERBAGAI JENIS MAGNITUDO Magnitudo bintang yang ditentukan dengan cara visual disebut magnitudo visual Magnitudo bintang yang diukur dengan perlatan yang diberi filter (hanya melewatkan satu panjang gelombang tertentu saja) disebut berdasarkan filternya, misalanya magnitudo biru, magnitudo kuning, magnitudo ungu, dll. Magnitudo Biru (mB (B) dan MB) dan magnitudo visual (mV dan MV) adalah magnitudo suatu bintang dihitung berdasarkan panjang gelombang biru (3500 Å). Rumus Pogson untuk magnitudo biru dan visual adalah mB = - 2,5 log EB+CB mV = - 2,5 log EV+CV CV dan CB adalah suatu konstanta yang sedemikian rupa sehingga mV = mB. Bintang Vega dengan kelas spektrum A0 dipilih sebagai standar, yaitu mV Vega = mB Vega. Kuantitas CB dan CV ini dirumuskan sebagai B-V (indeks warna), sehingga diperoleh V = B – (B-V). Disebut indeks warna karena nilai B-V ini menunjukkan 40 warna bintang, makin biru bintang (makin panas), makin negatif indeks warnanya begitu pula sebaliknya makin merah bintang (makin dingin) makin positif indeks warnanya. Dalam sistem UBV dari Johnson dan Morgan dikenal 3 macam magnitudo menurut kepekaan panjang gelombangnya (panjang gelombang efektif), yaitu magnitudo ungu (U) pada λu= 3,5 x 10-7m, magnitudo biru (B) pada λB= 4,35 x 10-7m dan magnitudo visual (V) pada λV= 5,55 x 10-7m . Jadi indeks warna pada U – B dan B – V dapat dihitung dengan membandingkan energi radiasi pada masing-masing panjang gelombang. Rumus aproksimasi indeks warna dan temperatur dari sebuah bintang yaitu: B-V = -0,71 + 7090/T MAGNITUDO BOLOMETRIK Magnitudo bolometrik adalah magnitudo rata-rata bintang diukur dari seluruh panjang gelombang. Rumus Pogson untuk magnitudo bolometrik adalah : mbol = -2,5 log Ebol + Cbol mbol -Mbol= -5 + 5 log d Koreksi antara magnitudo visual dan magnitudo bolometric dituliskan: mV – mbol = BC. Nilai BC ini disebut Bolometric Correction , dengan demikian mbol = mV - BC. Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet, sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC – nya bernilai besar, sedangkan untuk bintang-bintang yang temperaturnya sedang, yang mana sebagian besar radiasinya pada daerah visual) harga BC – nya kecil, seperti pada Matahari ( ±5300Å) Hubungan antara BC dan B – V untuk deret utama digambarkan dalam grafik berikut: Grafik antara koreksi bolometrik dan indeks warna. PENYERAPAN CAHAYA BINTANG Cahaya bintang yang sampai ke Bumi tentu akan mengalami penyerapan yang disebabkan oleh Materi antar Bintang dan oleh atmosfir Bumi PENYERAPAN OLEH ATMOSFER BUMI Partikel gas dalam atmosfer akan menyerap cahaya tadi sehingga cahaya yang sampai pada pengamat di Bumi akan berkurang dan bintang akan nampak lebih redup, Cara terbaik untuk mengoreksi penyerapan oleh atmosfer adalah dengan mengukur bintang standar yang ada di daerah bintang yang akan diukur (bintang program). 41 Rumus yagn digunakan adalah sbb. : Тo = (ms1 - ms2 )/ 1,086(sec ξ s1- sec ξs2) Dimana ms1 adalah magnitudo bintang standar saat barada pada ξ s1 , ms2 adalah magnitudo bintang standar saat berada pada ξ s2, dan ξ p adalah jarak zenith bintang program, mp adalah magnitudo bintang program setelah penyerapan dan mo adalah magnitudo bintang program sebelum penyerapan. PENYERAPAN OLEH MATERI ANTARBINTANG (MAB) Gas dan debu (disebut Materi Antar Bintang – MAB) yang bertebaran di ruang angkasa juga menyerap energi bintang Koreksi magnitudo untuk penyerapan ini diberi simbol AV, yakni pengurangan magnitudo tiap parsec. Magnitudo yagn terukur di Bumi adalah magnitudo setelah penyerapan terjadi, untuk itu nilai B – V adalah nilai sesudah penyerapan dan nilai sebelum penyerapan (B – V)0 disebut warna intrinsic. Perbandingan (selisih) antara (B – V) dan (B – V)0 disebut ekses warna (E(B-V) atau EBV) Besarnya koefisien adsorbsi MAB (R) umumnya adalah 3,2. Besarnya intensitas cahaya yang terabsorbsi juga tergantung dari intensitas asli bintang itu, sehingga : Av=R EBV Selisih antara magnitudo semu visual (mV atau V) sesudah dan sebelum penyerapan adalah V-Vo=AV, dengan V0 adalah magnitudo sebelum penyerapan dan V adalah magnitudo sesudah penyerapan. Adapun magnitudo semu biru sebelum penyerapan (B0) adalah Bo=Vo+(B – V)0 Dan untuk penghitungan sistem magnitudo ungu dapat dihitung dengan: E(U-B) / E(B-V)= 0,72 PELEMAHAN ENERGI BINTANG OLEH MATERI ANTARBINTANG Energi bintang sebenarnya mengalami pelemahan ketika sampai ke permukaan bumi, yaitu : 1) Oleh Materi Antar Bintang, yaitu partikel/ion/debu yang berada di ruang antar bintang. Hal ini akan menghalangi/menyerap/menghamburkan cahaya bintang yang ada di belakangnya. 42 2) Oleh atmosfir bumi. Partikel/gas pada atmosfer bumi menyerap dan menghamburkan energi bintang yang lewat padanya, semakin tebal atmosfir yang dilewati maka semakin besar penyerapannya, sehingga ketinggian bintang (altitude) akan mempengaruhi koreksi yang diperlukan Turbulensi atmosfer akan sangat mempengaruhi kualitas cahaya yang datang, karena efek inilah maka cahaya bintang tampak berkelap-kelip. 3) Oleh peralatan yang digunakan, misalnya penyerapan oleh kaca dari lensa teleskop, cacat pada lensa/cermin, ‘spider‘ yang ada pada teleskop reflektor, dll. Materi antar bintang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu debu antar bintang dan gas antar bintang. Debu antar bintang tersusun dari pertikel-pertikel es, karbon atau silikat, yang ukuran partikelnya besar (berorde 10-6 m) sehingga dapat menyerap dan menghamburkan cahaya yang lewat padanya, terbagi empat efek : 1) Nebula gelap kumpulan besar debu yang menghalangi cahaya bintang di belakangnya, disebut nebula gelap seperti horsehead nebulae. 2) Efek redupan kumpulan kecil debu,menyebabkan meredupnya cahaya bintang sekitar 1 magnitudo tiap 1 kiloparsec. Tanpa memperhitungkan efek ini, maka pengukuran jarak bintang akan memiliki kesalahan yang besar. 3) Efek pemerahan Terjadi karena cahaya yang terhambur. Karena ukuran partikel debu yang kecil, maka hanya panjang gelombang yang pendek yang lebih terkena efek penghamburan ini (cahaya biru-ungu). Akibatnya cahaya yang sampai ke bumi kekurangan biru dan ungu dan tampak lebih merah dari seharusnya. 4) Nebula Pantulan Hamburan cahaya biru oleh debu akan menerangi daerah sekitarnya sehingga awan debu akan tampak berwarna biru. Contoh : gugus Pleiades di Taurus, Trifid Nebula di Sagitarius. Gas antar bintang tersusun atas kebanyakan gas Hidrogen dan sedikit Helium. Gas antar bintang dapat terlokalisasi dan menjadi cukup rapat hingga kerapatan 105 atom per cm3 (normalnya 1 atom per cm3 – bandingkan dengan kerapatan udara di permukaan laut yang mencapai 1019 molekul per cm3). Lokalisasi gas antar bintang ini disebut nebula, dan merupakan tempat kelahiran bintang. Bintang-bintang muda dalam kawasan nebula ini mengalami efek penyerapan oleh gas dalam nebula. Terbagi dua : 1) Daerah H II (Nebula Emisi) Bintang muda dan panas (golongan B dan O) yang terletak di dekat (atau dikelilingi) nebula gas, maka pancaran UV kuat dari bintang akan mengionisasi gas Hidrogen dalam nebula itu dan gas akan memancarkan gelombang cahaya tampak (berpendar). Contoh: Nebula Orion, Nebula Lagoon. Berdarkan teori evolusi bintang, ada dua macam lagi nebula jenis ini yang terkait dengan akhir hidup suatu bintang, yaitu planetary nebulae, yaitu nebula gas yang terbentuk karena bintang melontarkan selubung luarnya dan bintang sumber tersebut yang mengionisasi selubung gas yang dilontarkan tersebut. Dalam pengamatan terlihat nebula yang berbentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya ada bintang induknya. Yang kedua adalah nebula gas sisa ledakan bintang (supernova) yang juga terionisasi karena bintang induknya yang meradiasikan energi yang mengionisasi gas tersebut. 43 2) Daerah H I (Awan Hidrogen netral) Di dekat daerah ini tidak ada bintang yang dapat mengionisasi hidrogen sehingga awan ini bersifat gelap, dingin dan transparan. Tetapi karena daerah ini sangat besar dan kerapatan yang sangat rendah, maka dapat terjadi emisi spektrum yang tidak bisa terjadi di laboratorium di bumi, seperti transisi terlarang pada atom oksigen (mengemisikan cahaya tampak) atau elektron spin flop (terjadi pada atom yang ‘diam‘ dalam rentang waktu 1 juta tahun) yang menghasilkan pancaran gelombang radio 21 cm PEMBANGKITAN ENERGI DI DALAM BINTANG 1) Reaksi inti di dalam bintang Sumber energi yang dimiliki sebuah bintang tidak lain hanyalah dari reaksi termonuklir di inti bintang. Reaksi paling dasar adalah mengubah 4 atom Hidrogen menjadi satu atom Helium (disebut reaksi proton-proton). Reaksi ini sebenarnya membutuhkan suhu dan tekanan yang amat tinggi, yaitu suhu sebesar 16 juta derajat Celsius dan tekanan 71 juta atm. Inti bintang harus memenuhi syarat ini baru dapat terjadi reaksi termonuklir proton-proton. Siklus proton-proton akan mengubah 4 inti hidrogen (4 x 1,00813 sma) menjadi 1 inti helium (4,00386 sma) dan massa yang hilang (0,0286 sma) diubah menjadi energi dengan persamaan Einstein (E=m.c2) yang setara dengan 26,73 MeV. Siklus proton-proton yang terjadi di pusat matahari setiap detiknya akan mengubah sekitar 630 juta ton Hidrogen diubah menjadi 625,4 juta ton Helium. Sisa massa (4,6 juta ton) akan berubah menjadi energi dan menjadi Luminositas Matahari – energi total yang dipancarkan oleh matahari ke segala arah setiap detiknya. Tiap detiknya matahari memancarkan 3,826 x 1026 joule yang setara dengan gabungan seluruh pembangkit energi di bumi yang bekerja selama 3 juta tahun! Reaksi inti ini membutuhkan suhu dan tekanan yang amat tinggi, yaitu suhu inti sebesar 16 juta derajat Celsius dan tekanan 71 juta atm. 2) Perkiraan usia bintang Perkiraan usia bintang Reaksi inti yang terjadi di dalam bintang perlahan-lahan akan ‘membakar‘ hidrogen dalam bintang, kemudian dilanjutkan dengan ‘pembakaran‘ Helium, dan kemudian berturut-turut adalah ‘pembakaran‘ karbon, oksigen, neon, magnesium, silikon dan inti terakhir yang tidak bisa lagi ‘dibakar‘ adalah inti besi. Pembakaran ini tidak akan sama untuk semua bintang karena tergantung massa bintang tersebut. Usia bintang secara umum bisa diperoleh melalui rumus hampiran berikut ini : Usia Bintang = (1/Mbintang)n x 10 Milyar tahun Denga Mbintang dalam M , nilai n bergantung pada massa bintang. Jika M < 10 M maka n = 3, jika M > 30 M maka n = 2, selain itu nilai n diantara 2 dan 3. HUKUM KIRCHOFF TENTANG SPEKTRUM Pada tahun 1859, Gustaf R. Kirchoff seorang ahli fisika dari Jerman mengemukakan tiga hukum mengenai pembentukan spektrum dalam berbagai keadaan fisis. Ketiga hukum itu adalah sebagai berikut : 1. Apabila suatu benda, cair atau gas, bertekanan tinggi dipijarkan, benda tersebut akan memancarkan energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang. Spektrum ini disebut Spektrum Kontinu. 2. Gas bertekanan rendah jika dipijarkan akan memancarkan energi hanya pada warna atau panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang diperoleh berupa garis-garis 44 terang yang disebut garis emisi. Letak setiap garis tersebut (panjang gelombangnya) merupakan ciri khas gas yang memancarkannya, Unsur yang berbeda memancarkan garis yang berlainan juga. Spektrum ini disebut Spektrum Emisi. 3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan bertekanan rendah, gas tersebut akan menyerap cahaya tadi pada warna atau panjang gelombang tertentu. Akibatnya, akan diperoleh spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang dilewatkan itu diselingi garis-garis gelap yang disebut garis serapan atau garis adsorbsi. Spektrum ini disebut Spektrum Adsorbsi. Letak garis ini sama dengan letak garis emisi yang dipancarkan gas dingin itu andaikan gas tadi dipijarkan. KLASIFIKASI KELAS SPEKTRUM BINTANG Klasifikasi bintang berdasarkan kelas spektrumnya didasarkan pada temperatur bintang. Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan tingkat energi pada atomatom dalam bintang yang menyebabkan perbedaan tingkat ionisasi, sehingga terjadi perbedaan spektrum yang dipancarkan. Warna bintang akan makin biru bila suhu makin panas akibat panjang gelombang maksimum yang dipancarkan berada pada panjang gelombang pendek (biru), begitu pula makin dingin suatu bintang akan makin merah warnanya (Hukum Wien). Kelas spektrum bintang (menunjukkan suhunya dan komposisi kimianya) diklasifikasikan oleh Miss Annie J. Cannon : O B A F G K M, dengan bintang kelas O adalah bintang yang paling panas (T > 30.000 K) dan bintang kelas M adalah bintang yang paling dingin (T < 3000 K). Setiap kelas juga dibagi lagi menjadi 10 sub kelas, mis : A0, A1, A2, … A9, dengan angka semakin besar berarti temperatur semakin rendah. Ciri-ciri setiap kelas spektrum sbb. : 1. Kelas Spektrum O Bintang kelas O adalah bintang yg paling panas,temperatur permukaannya lebih dari 30.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O adh bintang yg nampak paling biru, walaupun kebanyakan energinya dipancarkan pda panjang gelombang ungu & ultraungu. Dalam pola spektrumnya, garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yg terionisasi 1 kali (He II) & karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis serapan dari ion lain juga terlihat,diantaranya yg berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen (terionisasi 2x) , dan silikon (terionisasi 3x). Garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama), tapi karena paling 45 terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yg dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga ini jenis bintang yg pertama kali meninggalkan deret utama. Contoh : Bintang 10 Lacerta dan Alnitak 2. Kelas Spektrum B Bintang kelas B adalah bintang yg cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000-30.000 K & berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yg netral. garis silikon terionisasi satu kali dan dua kali serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O & B memiliki umur yg sangat pendek, sehingga tak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk & karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Contoh : Rigel dan Spica 3. Kelas Spektrum A Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500-11.000 K & berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom hidrogen didalam atmosfernya berada dalam keadaan netral maka garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi,seperti magnesium,silikon,besi & kalsium yg terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Garis logam netral tampak lemah. Contoh : Sirius dan Vega 4. Kelas Spektrum F Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000-7500 K,berwarna putihkuning.Spektrumnya memiliki pola garis Balmer yg lebih lemah daripada bintang kelas A tetapi masih jelas. Garis-garis kalsium, besi dan kromium terionisasi satu kali dan juga garis besi dan kromium netral serta garis-garis logam lainnya mulai terlihat. Contoh : Canopus dan Procyon 5. Kelas Spektrum G Bintang kelas G adh yg paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000-6000 K & berwarna kuning. Garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis ion logam & logam netral semakin menguat. Pita molekul CH (G-Band) tampak sangat kuat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garisgaris Fraunhofer. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A 6. Kelas Spektrum K Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500-5000 Kelvin. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa & maharaksasa, seperti Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis logam netral tampak lebih kuat dan mendominasi daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran 7. Kelas Spektrum M Bintang kelas M adh bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yg berada dalam fase raksasa & maharaksasa, seperti Antares & Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis serapan di 46 dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis Balmer hampir tidak tampak. Garismolekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse. KELAS LUMINOSITAS Kelas luminositas adalah penggolongan bintang berdasarkan luminositas atau dayanya. Pada tahun 1913 Adams dan Kohlschutter di Observatorium Mount Wilson menunjukkan ketebalan beberapa garis spektrum dapat digunakan untuk menunjukkan luminositas bintang. Semakin tebal garis spektrum, maka luminositas semakin kuat, yang artinya radiusnya semakin besar. Pada tahun 1943 Morgan, Keenan dan beberapa rekannya di Observatorium Yerkes membagi bintang dalam kelas luminositas (disebut klasifikasi Morgan-Keenan – MK), yaitu: kelas Ia : maharaksasa yang sangat terang kelas Ib : maharaksasa yang kurang terang kelas II : raksasa yang terang kelas III : raksasa kelas IV : subraksasa kelas V : deret utama Klasifikasi kelas bintang sekarang adalah gabungan dari Miss Cannon dan Morgan-Keenan, contoh : bintang M2 V atau O9 Ia. DIAGRAM HERTZSPRUNG – RUSSEL (DIAGRAM HR) Diagram HR merupakan diagram yang menggambarkan kelas bintang dimana kelas spektrum (temperatur efektif) pada absis dan kelas luminositas (energi) pada ordinatnya. Makin panas suatu bintang, makin ke kiri letaknya, dan makin dingin suatu bintang makin ke kanan letaknya. Makin besar luminositas suatu bintang (magnitido absolutnya kecil) makin di atas letaknya dan makin kecil luminositas bintang (M-nya besar) makin di bawah letaknya dalam diagram. Katai putih adalah bintang yang luminositasnya kecil, tetapi suhunya sangat tinggi memiliki jejarinya yang kecil 47 EVOLUSI BINTANG Bintang seperti juga hidup manusia, mengalami proses dari kelahiran, kehidupan dan kematian Bermula dari awan molekul raksasa yang memampat dan menjadi bintang lalu meledakdan kembali lagi ke awan molekul raksasa Untuk lebih jelasnya, perhatikan skema evolusi bintang berikut ini : Awan molekul raksasa Bok Globule Proto star Bintang Deret Utama Bintang Evolusi Lanjut Bintang evolusi akhir Awan molekul raksasa Kerapatan 104 – 106 atom/cm3, ukuran 50-300 tc, massa 104 MΘ , suhu 10-30 K, Hidrogen merupakan atom yang dominan kelimpahannya. Bok Globule Terjadi sesuatu yang menyebabkan terpecahnya/termampatkannya awan molekul raksasa menjadi awan yang lebih mampat yang disebut bok globule, Proto star Bok Globule semakin mampat (karena gravitasi), panas (karena pengerutan) dan berotasi. Jika massa Bok globule melebihi batas massa Jeans (yang bergantung suhu, kerapatan dan berat jenis molekul) maka pengerutan gravitasi dapat terus berlangsung dan bok globule menjadi semakin panas dan berpijar, disebut proto star. Sumber utama panas yang dihasilkan adalah dari pengerutan gravitasi. Bintang deret utama Jika suhu pusat proto star mencapai lebih dari 10 juta K, maka akan terjadi pembakaran hidrogen dan bintang memasuki deret utama dalam diagram Hertzprung Russel, disebut Zero Ages Main Sequences (ZAMS). Pembakaran Hidrogen adalah sumber utama energi bintang pada tahap ini. Helium yang dihasilkan perlahan-lahan akan menumpuk di inti bintang dan disebut pusat Helium. Tekanan pengerutan gravitasi ke dalam diimbangi oleh tekanan radiasi ledakan nuklir dipusat bintang. Bintang berada dalam keadaan setimbang hidrostatis. Jika massa protostar < 0,075 MΘ , maka pembakaran hidrogen tidak akan pernah terjadi dan proto bintang mendingin secara perlahan-lahan (gagal menjadi bintang), disebut katai coklat. Contoh : Planet Jupiter. Jika massa bintang deret utama berada di bawah 0,7 M Θ, maka bintang tidak akan berlanjut ke bintang evolusi lanjut, tetapi semakin mendingin dan menjadi katai gelap 48 Bintang evolusi lanjut terjadi jika massa pusat Helium telah mencapai 10% 20% massa bintang (disebut batas Schonberg Chandrasekar). Hal yang terjadi adalah pusat Helium runtuh dengan cepat karena tekanan dari radiasi pembakaran hidrogen tidak dapat lagi menahan tekanan gravitasi ke dalam. Keruntuhan pusat helium menyebabkan terjadinya reaksi triple alpha yang membakar helium menjadi karbon (disebut helium flash, yang terjadi dengan sangat cepat – dalam orde jam). Bagian luar bintang mengembang keluar dan menjadi bintang raksasa merah atau maharaksasa merah. Kemudian hal yang mirip terus terjadi dan di pusat bintang terbentuk bermacammacam inti pusat hasil pembakaran sebelumnya, yaitu : Hidrogen Helium Karbon Oksigen Neon Magnesium Silikon Besi. Tidak semua bintang evolusi lanjut memiliki semua inti tersebut, karena inti pusat terakhir dari sebuah bintang sangat tergantung pada massanya Evolusi akhir bintang akan bergantung pada massanya, sbb : 1) Bintang bermassa di bawah 0,5 MΘ tidak akan melanjutkan ke pembakaran Helium, Setelah hidrogennya menipis, bintang tidak lagi memiliki sumber energi dan akan menjadi gelap, disebut katai gelap 2) Bintang bermassa dibawah 6 MΘ akan mengalami pembakaran Helium, tetapi tidak sanggup membakar karbon atau oksigen, akan berubah menjadi bintang yang tidak stabil, mengalami denyutan yang sangat kuat yang melontarkan massa bintang itu dan menyingkapkan intinya yang panas, yang disebut katai putih. Pelontaran massa teramati sebagai planetary nebula dengan bintang katai putih berada di tengahnya. Bintang katai putih akan memancarkan radiasinya selama milyaran tahun lalu menjadi katai gelap. Jika bintang mengalami habis bahan bakar di pusatnya, maka tekanan gravitasi akan memampatkan bintang sehingga materi menjadi sangat mampat (ρ > 105 gr/cm3) dan elektron yang berada pada keadaan tersebut disebut elektron terdegenerasi sempurna, disebut bintang katai putih dengan kondisi ekstrim dimana elektron-elektron yang dimampatkan secara maksimum berada pada ruang yang sangat sempit tetapi pergerakannya ditahan/tidak boleh melanggar prinsip larangan Pauli (tidak ada dua elektron yang memiliki sifat-sifat yang sama). Prinsip ini akan memberikan tekanan balik yang dapat melawan tekanan pengerutan gravitasi lebih lanjut. Gravitasi dapat mengalahkan tekanan elektron terdegenerasi sempurna jika massa bintang katai putih melebihi massa kritis yang dihitung oleh Chandrasekar, yaitu 1,44 MΘ, bintang akan terus mengerut hingga menjadi bintang neutron atau lubang hitam. Elektron pada kondisi terdegenerasi sempurna dapat bergerak bebas (bersifat sebagai logam) dan dapat menahan tekanan yang sangat besar tanpa mengalami perubahan volume, juga tekanannya tidak dipengaruhi oleh temperatur. 3) Bintang bermassa diantara 6 MΘ - 10 MΘ akan mengalami pembakaran Karbon yang sangat eksplosif sehingga bintang akan meledak dan menjadi hacur berantakan. 4) Bintang dengan massa awal lebih dari 10MΘ akan mencapai inti besi dipusatnya yang pada suhu sangagt tinggi akan terurai menjadi helium. Reaksi penguraian ini tidak menghasilkan energi, tetapi menyerap energi, karena itu struktur bintang berubah total disebabkan energi yang diserap mengakibatkan tekanan menjadi hilang di pusat bintang (meskipun suhu masih sangat tinggi), akhirnya bintang runtuh dengan dahsyat oleh gaya gravitasi. Keruntuhan ini menyebabkan banyak unsur ‘terjebak‘ dipusat 49 bintang yang suhunya sangat tinggi, maka terjadilah reaksi inti yang sangat dipercepat oleh suhu tinggi (reaksi yang secara normal terjadi dalam orde jutaan tahun terjadi hanya dalam orde detik) . Akibatnya timbul ledakan nuklir yang sangat dahsyat di pusat bintang (supernova). Bagian luar bintang terlempar dengan kecepatan puluhan ribu km/s dan bagian pusatnya runtuh menjadi benda yang sangat mampat. Pusat bintang yang runtuh menjadi sangat mampat, elektron dipaksa untuk mendekat bahkan menembus inti atom sehingga menyatu dengan proton dan menghasilkan neutron. Tekanan neutron yang terdegenerasi sempurna akan menghentikan laju pemampatan bintang dan menghasilkan bintang yang kaya dengan gas neutron yang rapat massanya mencapai 1015 gr/cm3 ( 1 milyar ton tiap cm3!). Tidak ada atom, yang ada hanyalah neutron dengan sedikit campuran elektron, proton dan inti berat. Bintang ini disebut bintang neutron yang berjari-jari hanya sekitar 10 km saja meskipun massanya setara dengan massa Matahari. Jika pusat bintang masih bermassa 3MΘ , maka tekanan neutron terdegenerasi tidak akan sanggup menghentikan pemampatan gravitasi dan bintang berubah menjadi lubang hitam (black hole) Pulsar (pulsating radio source – sumber radio yang berdenyut) adalah bintang neutron yang berputar dengan cepat. Medan magnet yang dihasilkan oleh kutub-kutub bintang neutron sangat besar (1012 – 1013 gauss, bandingkan dengan medan magnet sunspot Matahari yang sekitar 102 – 103 gauss). Besarnya medan magnet ini dihasilkan dari terjeratnya medan magnet oleh materi yang termampatkan karena keruntuhan gravitasi hingga kekuatannya menjadi berlipat kali ganda. Pemancaran gelombang radio dari kedua kutubnya disebabkan oleh pancaran energi elektron berkecepatan tinggi yang bergerak dengan tempuhan spiral dalam medan magnet (disebut pancaran synchroton), hal ini menyebabkan kita bisa mendeteksi sinyal radio yang berulang dengan periode sangat cepat tetapi sangat teratur dengan orde dibawah satu detik. Contoh : Pulsar di tengah nebula kepiting memiliki periode 0,0033 detik. Hanya bintang neutron yang memenuhi syarat sebagai asal muasal pulsar di langit. 50 GALAKSI DAN KOSMOLOGI GALAKSI BIMA SAKTI Galaksi adalah kumpulan bintang-bintang yang berjumlah ratusan milyar Matahari adalah salah satu bintang yang terdapat diantara sekitar 200 milyar bintang dalam galaksi Bima Sakti Galaksi Bimasakti berbentuk cakram dengan garis tengah kurang lebih 100.000 tahun cahaya dan tebal 1000 ly, sedangkan Matahari berada pada jarak 30.000 ly dari pusatnya. Bagian tengahnya (disebut bulge) menggembung seperti bola rugby berdiameter sekitar15.000 ly pada lintangnya dan 20.000 ly pada bujurnya. Semua bintang yang dapat kita lihat pada langit malam berada dalam galaksi Bimasakti. Matahari mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 220 km/s. Waktu yang diperlukan Matahari untuk sekali mengedari pusat galaksi adalah 240 juta tahun, dikenal sebagai cosmic year. Karena umur Matahari diperkirakan sekitar 4,6 – 5 milyar tahun, berarti Matahari telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20 putaran lebih. Galaksi Bima Sakti berbentuk spiral batang (SB), yang terdiri dari milyaran bintang. Pada bagian disk umumnya ditemukan bintang bintang muda dan MAB, sedangkan pada bagian bulge umumnya terdapat bintang-bintang tua dan sangat sedikit MAB. 51 2. GUGUS BINTANG Di beberapa tempat terlihat bintang yang bergerombol. Gerombolan bintang ini disebut gugus bintang. anggotanya bisa hanya beberapa ratus tetapi ada juga yang sampai ratusan ribu bintang. Ada dua macam gugus bintang, yaitu gugus galaktik (galactical cluster) yang terletak pada disk dan gugus bola (globular cluster) yang terletak pada halo. Persamaan gugus bola dan gugus galaksi adalah bintang-bintang di dalamnya : - berikatan secara gravitasi - berjarak sama dari bumi, sehingga mudah untuk menentukan magnitudo mutlak setiap bintang jika jaraknya diketahui - Berasal dari awan nebula yang sama sehingga komposisi kimia setiap bintang sama, maka pembedanya hanya massanya sehingga penelitian tentang evolusi bintang menjadi lebih mudah - Terbentuk pada saat yang sama sehingga usia gugus bisa ditentukan melalui analisis diagram HR gugus (untuk gugus bola masih ada perdebatan apakah terbentuk bersama-sama atau tidak) Perbedaan Gugus Bola dan gugus galaksi Jumlah bintang Bentuk Usia Ikatan gravitasi Gugus Galaksi/gugus Terbuka Mencapai ribuan buah Tidak beraturan Komposisi kimia Objek muda Lebih lemah dan lebih terbuka sehingga kerapatan bintangnya rendah, juga dapat menarik bintang luar yang lain menjadi anggotanya Kaya logam (anggota populasi I) Letak Di daerah spiral/piringan galaksi Bola Mencapai ratusan ribu buah Beraturan, biasanya berbentuk bola Objek tua Lebih kuat, tidak mudah tercerai sehingga kerapatan bintangnya tinggi Miskin logam (anggota populasi II) Di halo galaksi Pada tahun 1944, W. Baade mengajukan adanya dua macam populasi bintang, yaitu : Ciri-ciri Populasi I Ciri-ciri Populasi II Kelompok bintang muda Kelompok bintang tua Bintang maharaksasa biru dan Bintang raksasa merah dan bintangbintang-bintang muda bintang tua lainnya Kelompok bintang yang bergerak Kelompok bintang yang bergerak cepat lambat Garis spektrum logam kuat/banyak Garis spektrum logam lebih sedikit elemen berat /sedikit elemen berat Berasal dari materi antar bintang Berasal dari materi antar bintang yang kaya akan unsur berat, asalnya yang bersih dari unsur berat dari 52 daerah yang dihuni bintang populasi II yang menghembuskan materinya (lewat angin bintang, nova atau supernova) Kebanyakan letaknya di daerah piringan/lengan galaksi Biasanya membentuk gugus galaksi Kebanyakan letaknya di halo galaksi atau di pusat galaksi Biasanya membentuk gugus bola Galaksi kita bukanlah satu-satunya galaksi di alam semesta. Bermilyarmilyar galaksi lain ada di dalam alam semesta. Galaksi-galaksi yang berdekatan dikelompokkan menjadi gugus galaksi (cluster), sedangkan cluster-cluster ini secara longgar berkelompok dalam struktur yang lebih besar yang disebut super-gugus (super cluster). Galaksi kita beserta galaksi Andromeda (M31), Awan Magellen Besar (LMC) Awan Magellan Kecil (SMC), Sagittarius dSph, Sculptor dSph, M94, M101, M33, NGC 300, NGC247, Triangulum beserta galaksi dekat lainnya digolongkan sebagai gugus lokal, terdiri lebih dari 30 galaksi yang terletak dalam pinggiran super gugus Virgo, yang pusatnya sekitar 50 juta tahun cahaya dari kita. STRUKTUR GALAKSI BIMA SAKTI Struktur galaksi Bima Sakti : terdiri dari Pusat galaksi (bulge), piringan galaksi, Halo galaksi dan korona galaksi Pusat galaksi - Kerapatan bintang sangat tinggi, sekitar 1 juta bintang tiap parsec (sejuta kali kerapatan bintang di sekitar Matahari - banyak ditemukan gugus bola, bintang variabel RR Lyrae, dan planetary nebulae - Pengamatan terutama dari panjang gelombang radio, inframerah, sinar X dan sinar gamma 53 - Melalui pengamatan sinar X diperkirakan ada lubang hitam raksasa di tengah pusat galaksi - Melalui pengamatan radio dan inframerah diketahui semakin dekat ke pusat galaksi kecepatan rotasi semakin besar sehingga diprediksi ada massa yang sangat besar di pusat galaksi - Melalui pengamatan inframerah, ada awan debu berbentuk cincin yang bergerak mengitari pusat galaksi - Melalui pengamatan radio ditemukan sumber radio kuat yang diberi nama Sagitarius A dengan ukuran lebih kecil dari 8 AU (setara dengan bintang raksasa merah). Selain itu di tahun 2002 ditemukan sumber radio lain yang diberi nama Sagitarius A* yang ternyata berukuran 3,7juta MΘ dengan ukuran hanya 6,25 jam cahaya (sekitar 45 AU) Piringan galaksi :: - Terdiri dari bintang-bintang muda yang panas, gas dan debu antar bintang, gugus terbuka yang tersebar membentuk suatu pola spiral - Pola spiral ditentukan dari memplot jarak bintang-bintang O, B dan gugus galaksi yang ada di galaksi kita - Pemikiran ini muncul dari pengamatan galaksi spiral Andromeda sejarak 2,2 tahun cahaya yang memperlihatkan bahwa bintang-bintang O, B dan gugus galaksi terletak di piringan galaksi Andromeda - Ada empat lengan spiral utama yang menjulur keluar dari pusat galaksi - Piringan galaksi berotasi dengan rotasi diferensial, yaitu kecepatan sudut di pusat lebih besar dari bagian tepi - Permasalahan dengan rotasi diferensial galaksi : 1) Ditinjau dari usia galaksi yang sudah tua, maka seharusnya sudah terjadi beberapa kali putaran (Matahari saja sudah 20 kali berputar) dan bentuk spiral tentu akan hilang, mengapa masih terlihat sekarang? SOLUSI : C.C.Lin dan Frank Shu memberi hipotesis bahwa adanya sejenis gelombang kerapatan yang bergerak di galaksi sepanjang arah rotasinya dengan kecepatan sekitar 30 km/s.Gelombang ini memampatkan gas yang dijumpainya dan sanggup mempertahankan bentuk spiral galaksi meskipun telah berputar berulang kali. Masalahnya adalah darimana munculnya gelombang in dan mekanisme apa yang menjaga gelombang ini terus menerus ada di galaksi? 2) Mulai dari jarak sekitar 16.000 parsec dari pusat galaksi, ternyata kecepatan rotasi diferensial galaksi membesar (seharusnya mengecil). Kurvanya dikenal dengan nama kurva rotasi galaksi. Diamati pertama kali di tahun 1978. Bentuk kurva di bawah ini ternyata terlihat juga pada galaksi-galaksi yang lain. 54 SOLUSI : Menurut Friyz Zwicky, di bagian luar piringan galaksi (di daerah halo galaksi dan korona galaksi) terdapat materi gelap, yaitu materi yang tidak dapat teramati karena tidak bercahaya tetapi jumlahnya sangat besar, diperkirakan mencapai 2000 miliar massa Matahari. Materi ini dihipotesiskan tersusun dari partikel-pertikel yang berbeda dari yang sudah diketahui, disebut cold dark matter. Halo Galaksi - Lapisan yang menyelubungi piringan dan pusat galaksi, berbentuk elipsoida dengan ukuran setara dengan batas piringan galaksi - Ditempati oleh obyek-obyek yang lebih tua dari piringan galaksi, kebanyakan berisi gugus bola - Melalui pemetaan gugus bola di halo, dapat ditentukan pusat dari semua gugus bola tersebut, yaitu pusat galaksi - Diprediksi merupakan tempat dari materi gelap bersembunyi Korona Galaksi - Berbentuk bola dengan diameter paling sedikit 120.000 pc sampai 600.000 pc - Terdapat dua galaksi satelit, yaitu Kabut Magellan Besar dan Kabut Magellan Kecil - Terdapat 7 buah galaksi kerdil dan beberapa gugus bola - Diprediksi merupakan tempat dari materi gelap bersembunyi selain di halo galaksi 55 KLASIFIKASI GALAKSI Teleskop Hubble menemukan jutaan galaksi dalam berbagai ukuran, bentuk dan arah. Sebagian besar galaksi lebih kecil daripada galaksi kita, tetapi beberapa diantaranya lebih besar. Bentuknya bermacam-macam, dan umumnya digolongkan dalam tiga kelas: 1. Galaksi elips, yang sudah tidak menghasilkan bintang baru lagi, karena gas dan debunya sudah habis terpakai. Galaksi ini biasanya sangat besar, dan hampir seluruhnya terdiri atas bintang populasi II yang lebih tua. Galaksi ini dibagi lagi menjadi kelas E0 (bentuk bola) sampai E7 yang berbentuk pipih dengan rumus En, n = 10 [1 (b/a)]. 2. Galaksi tidak beraturan (irregular), yang tidak mempunyai bentuk, walau di sana-sini memperlihatkan bentuk spiral. Galaksi ini terutama berisi bintang-bintang populasi I, yakni bintang besar, biru dan panas, dan bintang muda yang putih kebiruan. Galaksi ini banyak mengandung debu dan gas antar bintang. 3. Galaksi spiral, berisi bintang populasi I dalam lengannya. Dalam lengannya itu banyak bintang-bintang sedang terbentuk. Pada pusatnya maupun pada selunung besar di sekitarnya terdapat bintang populasi II yang lebih tua, yakni bintang raksasa merah, bintang kerdil serta beberapa Cepheid. Galaksi spiral dibagi lagi menjadi Sa, Sb dan Sc seiring dengan kelonggaran lilitan lengannya. Adapula galaksi spiral batang, yang menjulurkan lenganya dari pusat hampir vertikal, kemudian melingkar pada ujungnya. Semakin panjang batang lengannya, jenis ini dibagi menjadi Sba, Sbb, dan Sbc. Adapun bentuk peralihan antara galaksi elips dan pipih disebut galaksi lenticular (S0), yaitu cakram pipih namun cakramnya tidak terdiskret menjadi lengan-lengan Diperkirakan sebanyak 80% dari galaksi yang teramati merupakan galaksi spiral, 17% galaksi elips dan sisanya galaksi tak beraturan. 56 Selain galaksi-galaksi yang telah dijelaskan di atas, adapula galaksigalaksi lainnya yang tidak biasa, seperti galaksi radio, galaksi yang saling bertabrakan dan quasar (quasi stellar radio source). Adapun objek-objek tersebut belum dapat dijelaskan dengan sempurna dengan pengetahuan maupun pengamatan yang ada saat ini. KOSMOLOGI Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari alam semesta secara keseluruhan: bentuk, ukuran, struktur, komposisi, serta bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu Pengamatan Edwin Hubble di tahun 1929 menyatakan bahwa semua galaksi jauh sedang bergerak menjauhi kita (dan menjauhi satu dengan yang lainnya) dengan kelajuan yang amat tinggi. Semakin jauh sebuah galaksi dari kita, semakin tinggi lajunya. Jika semua galaksi bergerak saling menjauhi, maka mereka sebelumnya pastilah berdekatan. Jika kita kembali cukup jauh ke masa lampau semua materi tentulah berasal dari sebuah titik singularitas berkerapatan tak hingga yang mengalami ledakan dahsyat. Peristiwa ini dikenal sebagai Big Bang (Ledakan Besar). Pada tahun 1965, dua astronom yang bernama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan pijaran radiasi latar belakang gelombang mikro dari sisasisa ledakan besar yang mengisi seluruh jagad raya dan menghujami Bumi, meskipun telah mengalami pendinginan selama kurang lebih 15 milyar tahun. Penemuan Hubble, Penzias dan Wilson merupakan landasan untuk berspekulasi mengenai asal mula, evolusi dan masa depan jagad raya. 57 Semua teori ini termasuk dalam bidang kajian kosmologi yang berasaskan pada teori relativitas umum dengan paduan bidang astronomi, fisika partikel, fisika statistik, termodinamika dan elektrodinamika. HUKUM HUBBLE Pada tahun 1929, Edwin Hubble membuktikan bahwa galaksi non lokal di alam semesta ini bergerak saling menjauh satu sama lain dan besarnya kecepatan menjauh ini sebanding dengan jaraknya, yang ia nyatakan dalam bentuk (disebut Hukum Hubble) : V=Ho. d Hukum ini diperoleh dari plot kecepatan radial galaksi-galaksi terhadap jaraknya yang ternyata ‘hampir‘ linier. Besar kecepatan radial suatu galaksi dapat diukur dengan metode Doppler yaitu: ∆⋋ 𝑣𝑟 = 𝑐 ⋋𝑜 ∆⋋ Nilai ⋋ ini disebut koefisien pergeseran spektrum, z. 𝑜 H0 adalah nilai gradien dari grafik kecepatan radial galaksi tersebut. Berdasarkan perhitungan yang modern dengan ketelitian yang semakin baik, kemiringan ini ternyata bervariasi, tetapi variasinya memiliki batas tertentu, perhatikan gambar di bawah ini. Melalui Hukum Hubble dan penentuan H0, kita bisa menentukan beberapa parameter fisis alam semesta, yaitu : 1) Jari-jari/panjang alam semesta (Hubble Length) : D = c/Ho (c adalah kecepatan cahaya) Hubble Length yang disepakati adalah 13,8 miliar tahun cahaya atau setara dengan 4228 juta Pc. 58 2) Usia alam semesta (Hubble Time) t=1/Ho Dengan konversi satuan : H0 (km/s/MPc) t=1/Ho x 980 milyar tahun H0 (km/s/Mly) t=1/Ho x 300 milyar tahun Usia alam semesta yang disepakati sekarang adalah 13,8 miliar tahun 3) Volume Alam Semesta (Hubble Volume). Ada beberapa pendapat, ada yang menyatakan Hubble Volume adalah bola dengan jari-jari Hubble Length, ada yang menyatakan kubus dengan sisi sebesar Hubble Length, ada juga yang menyatakan hanya volume alam semesta yang bisa diamati saja yang berkaitan dengan Hubble Length, jari-jari yang sebenarnya adalah tiga kali lebih besar. Sebenarnya selain gerak pengembangan (ekspansi) ini juga terdapat gerak diri (peculiar motion) yang besarnya acak, namun besarnya hanya sekitar ratusan kilometer per detik. Bisa digambarkan pada sekelompok angsa yang terbang dalam formasi, terdapat juga gerak antara angsa satu dan angsa lain, seperti inilah kecepatan peculiar itu. Namun pada jarak yang jauh (lebih dari 10 Mpc) kecepatan ekspansi menjadi besar sehingga kecepatan peculiar ini dapat diabaikan. Jika alam semesta ini terus mengembang hingga bentuknya yang sekarang, pastilah dahulu kala, alam semesta ini bentuknya jauh lebih kecil dan lebih jauh lagi, merupakan suatu singularitas. Pandangan ini melahirkan suatu teori baru, yang dinamakan dengan Teori Big Bang. Teori Big Bang (Ledakan Besar) ini menyatakan pada pada suatu masa di awal pembentukan alam semesta, lama semesta ini berupa suatu keadaan singularitas dengan rapat massa dan temperatur yang luar biasa besar dan kemudian ‗meledak‘ atau berekspansi ke segala arah membentuk alam semesta kita sekarang. Pemuaian ruang ini mengakibatkan tekanan dan suhu dari alam semesta turun dan kemudian terbentuklah partikel-partikel dasar pembentuk materi seperti quark dan lepton. ASAS KOSMOLOGI Dalam skala besar jagad raya, mulai dari jarak 107 parsec, seluruh materi dapat dianggap sebagai fluida kontinu, homogen dan isotrop. Pernyataan ini membawa kepada kesimpulan bahwa tidak ada pemandang galaksi yang dipandang istimewa di jagad raya ini. Dengan kata lain, seluruh pengamat bergerak bersama galaksi dan melihat proses skala besar yang sama dalam evolusi jagad raya. Inilah yang dinamakan asas kosmologi (cosmological principle). Teori keadaan tetap (steady state theory) didasarkan pada asas kosmologi sempurna (perfect cosmological principle) yang menyatakan bahwa seluruh pengamat galaksi melihat seluruh struktur skala besar jagad raya yang sama untuk seluruh waktu. Berdasarkan fakta-fakta, ditemui bahwa lebih tepat adalah asas pertama, bukan asas kedua. Teori keadaan tetap menyarankan bahwa terbentuk materi-materi baru jika alam semesta mengembang untuk mempertahankan kondisi steady state ini Teori ini ditinggalkan karena : - Tidak sesuai dengan prinsip kekekalan massa dan energi - Tidak dapat menjelaskan radiasi kosmik latar belakang 59 - Tidak dapat menjelaskan paradoks Olber Paradoks Olber : Bila ruang angkasa tak terbatas dan bintang-bintang tersebar di dalam ruang tersebut, mengapa langit malam begitu kelam dan pekat (seharusnya terang benderang oleh cahaya bintang di setiap titik di langit malam) Jawaban teori Big Bang terhadap paradoks Olber : - Cahaya bintang-bintang yang sangat jauh tersebut hanya sedikit sekali yang sampai ke Bumi karena jarak antar bintang semakin jauh dari waktu ke waktu - Karena ada bintang yang sangat jauh dan semakin jauh lagi (alam semesta mengembang), maka bisa saja cahaya tersebut belum sampai ke Bumi, artinya alam semesta bersifat terhingga (finite). Jika alam semesta bersifat infinite (teori steady state), maka cahaya seberapapun jauhnya cahayanya pasti sudah sampai ke Bumi dan membuat langitmalam menjadi terang benderang STRUKTUR ALAM SEMESTA Tidak ada yang dapat membayangkan besarnya alam semesta ini, tetapi salah satu model yang dapat diterima adalah ―model semesta tak-berbatas namun berhingga‖, atau alam semesta yang unlimit tetapi finity. Alam semesta tidak memiiki titik pusat karena alam semesta adalah ruang yang melengkung, sehingga titik pusatnya sebenarnya berada pada dimensi yang lebih tinggi dari 3 dimensinya alam semesta. Berdasarkan pengamatan Edwin Hubble, alam semesta ini mengembang ke segala arah secara homogen, tak berpusat dan besarnya kelajuan objek sebanding dengan jarak antara benda dengan pengamat. Menurut teori Big Bang, galaksi yang semakin menjauh sebenarnya bukan galaksinya yang bergerak, tetapi ruangnya yang membesar, akibatnya semua cahaya akan mengalami pergeseran merah (redshift). Jadi redshift yang terukur pada galaksi jauh (untuk meminimalisir kecepatan pekuliar) sebenarnya adalah redshift dari pengembangan ruang alam semesta. Peristiwaini dikenal dengan cosmological redshift. Konsekuensi dari ekspansi alam semesta ini adalah, jika ditilik ke belakang, alam semesta ini akan lebih kecil hingga pada suatu waktu yang lampau, alam semesta ini hanya berupa titik. Hal ini berarti alam semesta lahir dari pengembangan titik awal tersebut, namun ini bertentangan dengan pengamatan, yaitu tidak ada titik istimewa di alam semesta yang teramati sebagai pusat. Semua objek angkasa bergerak menjauh satu sama lain secara seragam, persis seperti noktah pada permukaan balon karet yang saling menjauh jika balon ditiup. Kesimpulan dari fakta ini, alam semesta analog dengan balon. Pada balon, pergerakan yang kita tinjau adalah pergerakan menjauh dari noktahnoktah pada permukaan balon. Ini berarti segala kejadian yang teramati adalah yang terdapat pada ‗permukaan‘ balon (kita sebut semesta kejadian), dimana pusat pengembangan balon berada di tengah-tengah ruang balon. Jadi pusat ekspansi balon tidak terdapat pada semesta kejadian balon, melainkan pada ruang balon, yang mana merupakan dimensi yang lebih besar tempat semesta kejadian itu berada. 60 Segala perubahan yang timbul akibat ekspansi jagat raya akan sama dan seragam terhadap semua kejadian (objek) di semesta yang sama, karena semua kejadian, dimana pun letaknya (asalkan masih berada dalam semesta yang ditinjau), memiliki jarak yang sama terhadap pusat ekspansi. Konsekuensi dari hal ini adalah, kelajuan ekspansi tampak (kelajuan menjauh objek dari pengamat pada semesta yang sama), rapat massa alam semesta, suhu rerata alam semesta, radiasi latar sisa Big Bang, dan faktor lainnya yang timbul sebagai manifestasi dari ekspansi ini, haruslah sama dan seragam. Eksistensi alam semesta ini ternyata mengikuti model ini, sehingga dapat kita pandang: ―Alam semesta kita, tempat segala kejadian teramati hanyalah salah satu lapisan dari banyak alam semesta yang melengkung menyususun jagat raya, dan mengembang berdasarkan rujinya (jari-jari) terhadap pusat jagat raya.‖ ENERGI GELAP Menurut para ahli teori Big Bang, hanya dibutuhkan 30% materi hingga membentuk alam semesta untuk mencapai keadaanya yang sekarang ini Sementara itu, materi yang ‗normal‘ (terdiri dari proton, neutron dan elektron) hanya ada 4% saja. Sisanya 26% adalah materi yang lain – berupa materi gelap 70% dari alam semesta tersusun dari energi gelap Energi gelap ini yang dihipotesiskan bertanggung terhadap pengembangan alam semesta yang ternyata sedang dipercepat (seharusnya semakin lama semakin lambat) Karakteristik dari materi gelap maupun energi gelap sampai saat ini masih gelap. TATA SUSUNAN ALAM SEMESTA 61 Local Cluster (Galaksi Kelompok Lokal) kumpulan galaksi-galakasi yang jaraknya saling berdekatan. Misalnya Bima Sakti, Andromeda, M31, M33 dan beberapa galaksi dekat lainnya membentuk satu Kelompok Lokal Gugus Galaksi kumpulan dari Kelompok Lokal yang berdekatan. Anggotanya mencapai ratusan atau ribuan buah galaksi. Contoh : Gugus Virgo. Kelompok Super (Super Kluster) untaian gugusan galaksi yang sangat panjang, bisa mencapai 1 miliar tahun cahaya panjangnya. Banyak dari super kluster yang ditemukan berdekatan dengan suatu daerah kosong yang hampir tidak ada materi Alam semesta skala raksasa bisa dibayangkan sebagai sekelompok gelembung sabun yang saling menempel, dimana setiap sisi gelembung adalah untaian superkluster dan ada ruang-ruang kosong diantaranya 62 Lampiran 07 Tes Astrofisika (Pretes dan Postest) Soal Fisika Bintang 1. Kalau temperatur sebuah bintik Matahari (sunspot) adalah 4500 K, maka energi paling besar akan dipancarkan pada panjang gelombang a. 6422 Angstrom b. 5622 Angstrom c. 3642 Angstrom d. 4262 Angstrom e. 7644 Angstrom 2 Pada suatu saat, Bulan sabit berada dekat sekali dengan Venus, sehingga sebagian Venus terhalang oleh bagian Bulan yang gelap. Andaikan tepat separuh permukaan Venus yang bercahaya terhalang oleh Bulan, berapa beda kecerlangan Venus pada saat itu dibandingkan dengan ketika tak terhalang? (Kecerlangan dalam hal ini dinyatakan dengan magnitudo melalui rumus : m = -2,5log( f ) + C, dengan f adalah energi yang diterima pengamat setiap detik, C suatu konstanta) a. beda magnitudo 0,25 b. beda magnitudo 0,5 c. beda magnitudo 0,75 d. beda magnitudo 1 e. tidak dapat dihitung jika C tidak diketahui 3. Pilih pernyataan yang BENAR. a. Bintang kelas O menunjukkan garis helium terionisasi dan pita molekul titanium oksida. b. Dalam kelas spektrum yang sama, garis spektrum bintang dengan kelas luminositas katai lebih lebar daripada kelas luminositas maharaksasa. c. Dalam kelas spektrum yang sama, garis spektrum bintang dengan kelas luminositas katai lebih sempit daripada kelas luminositas maharaksasa. d. Penampakan spektrum hanya bergantung pada kelimpahan elemen. e. Penampilan hanya bergantung kepada temperatur permukaan bintang. 4. Pilih pernyataan yang SALAH. a. Diagram H-R (Hertzsprung-Russell) menunjukkan hubungan antara umur dengan temperatur bintang. b. Diagram H-R menunjukkan hubungan antara luminositas dengan temperatur bintang. 63 c. Temperatur bintang dalam diagram H-R dapat juga dinyatakan dengan kelas spektrum atau harga warna bintang. d. Dalam Diagram H-R, sebagian besar (sekitar 90%) bintang terdistribusi pada pita yang disebut deret utama (main sequence). e. Bintang dengan kelas spektrum A dan kelas luminositas III mempunyai harga magnitudo mutlak yang lebih kecil dibanding bintang dengan kelas spektrum A dan kelas luminositas V. 5. Manakah pernyataan berikut yang paling benar untuk menggambarkan reaksi yang terjadi di pusat Matahari? a. Reaksi hidrogen dan helium membentuk karbon. b. Reaksi tiga atom hidrogen membentuk dua atom helium. c. Reaksi helium dan karbon membentuk hidrogen. d. Reaksi hidrogen dan karbon membentuk helium. e. Tidak ada jawaban yang benar. SOAL EVOLUSI BINTANG 6. Manakah pernyataan di bawah ini yang benar a. Semua katai putih adalah bintang neutron b. Semua pulsar adalah bintang neutron c. Semua neutron adalah pulsar d. Semua lubang hitam (black hole) adalah pulsar e. Bintang neutron tidak berhubungan dengan pulsar 7. Setiap objek sebesar bintang akan runtuh oleh beratnya sendiri (keruntuhan gravitasi atau gravitational collapse) apabila tidak ada gaya lain yang menahannya. Matahari telah lama berada dalam keadaan setimbang ini. Di dalam kondisi apa bagian dalam Matahari akan setimbang? a. Interaksi dari inti atom-atom yang melindungi dari keruntuhan gravitasional b. Gaya tolak-menolak(repulsive) diantara ion yang mlindungi keruntuhan gravitasional c. Gaya kuat dalam inti yang melindungi keruntuhan gravitasional d. Tekanan radiasi dan tekanan gas yang melindungi bintang dari keruntuhan gravitasional e. Medan magnet yang melindungi keruntuhan gravitasional 64 8. Katai putih mengimbangi gaya gravitasi dengan a. berputar secara cepat. b. meledak. c. reaksi fusi elemen-elemen berat menjadi besi. d. tekanan dari materi terdegenerasi. e. memancarkan energi ke angkasa. 9. Pilih mana yang SALAH. a. Tahap akhir evolusi bintang yang massanya hampir sama dengan massa Matahari adalah bintang katai putih (white dwarf). b. Bintang dengan massa lebih besar daripada 10 massa Matahari mengakhiri hidupnya sebagai supernova. c. Katai coklat (brown dwarf) termasuk tahap akhir evolusi bintang. d. Pulsar merupakan tahap akhir evolusi bintang. e. Lubang hitam (black hole) adalah salah satu tahap akhir dari evolusi bintang juga. 10. Keberadaan lubang hitam (black hole) dapat diketahui a. karena radiasi elektromagnetik yang dipancarkan lubang hitam dapat diamati secara kasat mata. b. karena medan gravitasi lubang hitam sangat besar, sehingga menyebabkan efek pasang surut laut di Bumi. c. karena radiasi bintang-bintang sekitarnya memanasi lubang hitam, sehingga lubang hitam dapat diketahui. d. dari pengaruhnya pada obyek-obyek sekitarnya. e. sebenarnya lubang hitam itu tidak ada. Soal Galaksi –Jagat Raya 11. Pilih mana yang BENAR. a. Bintang muda biru dan panas berlokasi di lengan spiral Galaksi. b. Bintang muda yang panas berlokasi di halo Galaksi. c. Gugus terbuka berlokasi di halo Galaksi. d. Matahari merupakan pusat Galaksi. e. Semua bintang dalam Galaksi dilahirkan pada saat yang sama. 65 12. Pilih mana yang BENAR. a. Inti galaksi (galactic nuclei), gembungan galaksi (galactic bulge), piringan galaksi, lengan spiral, dan halo merupakan komponen-komponen galaksi. b. Umumnya umur gugus bola lebih muda dari gugus galaktik. c. Bintang Populasi I adalah bintang-bintang dengan umur tua. d. Bintang Populasi II adalah bintang-bintang muda yang berlokasi pada bidang Galaksi. e. Bintang Populasi II mengandung lebih banyak elemen berat daripada bintang Populasi I. 13. Bukti pengamatan bahwa teori Ledakan Besar (Big Bang) itu benar adalah a. radiasi gelombang mikro dapat ditangkap dari semua arah di langit. b. temperatur rata-rata alam semesta adalah 2,7 K. c. kelimpahan unsur-unsur ringan yang sesuai prediksi. d. semua pernyataan di atas benar. e. semua pernyataan di atas salah. 14.Salah satu tujuan awal Hubble Space Telescope adalah menemukan nilai yang akurat dari Konstanta Hubble yang dipakai dalam hukum Hubble. Hukum Hubble itu menyatakan: a. Kecepatan sebuah galaksi mendekati kita sebanding dengan jaraknya; b. Kecepatan sebuah galaksi menjauhi kita sebanding dengan jaraknya; c. Kecepatan rotasi galaksi berkorelasi dengan diameternya; d. Kecepatan bintang dalam sebuah galaksi sebanding dengan jaraknya dari pusat galaksi; e. Kecepatan melintas sebuah galaksi sebanding dengan kuadrat jaraknya 15. Jika diketahui konstanta Hubble, H = 65 km/dt/Mpc, maka umur alam semesta (model alam semesta datar) adalah a. 13 milyar tahun; b. 14 milyar tahun; c. 15 milyar tahun; d. 16 milyar tahun; e. 17 milyar tahun; 66 KUNCI JAWABAN: 1. A 2. C 3. B 4. A 5. E 6. B 7. D 8. D 9. C 10. D 11. A 12. A 13. D 14. D 15. C 67