optimasi rancangan assay kit triiodotyronine (t3 - Digilib

advertisement
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T3)
METODE COATED TUBE
Sutari, Veronika Yulianti S, Gina Mondrida,Triningsih, Agus Arianto, Puji Widayati
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN,PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15310
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTHYRONINE (T3) METODE
COATED TUBE. Triiodothyronine (T3) adalah salah satu hormon yang diekskresikan
oleh kelenjar tiroid. Sernyawa T3 dianggap sebagai molekul biologis paling aktif yang
diproduksi hingga sekitar 80% melalui deiodinasi tetraiodothironin (T4) di dalam
jaringan pheripheral.Teknik Untuik mendeteksi adanya hormon pada kelenjar tiroid ini,
diperlukan suatu yang dapat mengukur jumlah hormon dengan konsentrasi yang
sangat kecil dalam darah. Teknik radioimmunoassay (RIA) mempunyai kesensitifan
dan kespesifikan yang tinggi, sangat sesuai untuk kebutuhan ini. Pusat Radioisotop
dan Radiofarmaka (PRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional sejak tahun 1995 telah
mengembangkan kit RIA-T3 dengan metode Coated tube. Pada penelitian ini
dilakukan optimasi kondisi assay kit RIA-T3 PRR. Tujuan dari penelitian ini untuk
mendapatkan kit RIA-T3 yang handal dengan rancangan dan kondisi assay yang
optimum. Optimasi dilakukan dengan mencari nilai ikatan maksimum dari variasi
berbagai komponen kit meliputi volume standar,Cacahan perunut, volume perunut
dan volume assay buffer. Hasil yang optimum diperoleh pada volume standar 50 µl
dengan cacahan perunut sekitar 20000 cpm, volume perunut 50 µl dan volume assay
buffer 250 µl. Kondisi assay yang optimum dicapai dengan inkubasi pada suhu ruang
sambil diaduk dengan memakai shaker selama 2 jam. Pada assay dengan kondisi
optimum tersebut di atas, diperoleh ikatan maksimum (maximum binding) sebesar
71,50 % ± 3,00 dan non spesifik binding (NSB) 1,43%.
Kata kunci : Optimasi,Triiodothyronine, Radioimmunoassay. Coated Tube
ABSTRACT
OPTIMATION ASSAY DESIGN OF TRIIODOTHYRONINE (T3) RIA KIT COATED
TUBE METHOD..Triodothyronine (T3) is one of hormones that is secreted by thyroid
gland. The T3 is a biologicaly active molecule that is produced up to 80% by
deiodination tetraiodothironine (T4) in pheriperal tissue. In order the measure the
existeence of this hormone, a method is needed to detect this sustance at a very low
concentration in blood. Radioimmunoassay (RIA) offers a highly sensitive and spesific
method is suitable for this demand. Therefore, since 1995 the Centre Radioisotope
and Radiopharmaceuticals - National Nuclear Energy Agency has developed T3 RIA kit
coated tube method. The aim of this research is optainednan reliable T3 RIA kit - with
optimum design and condition of assay. Data obtained from optimation of kit
component, optimum condition was obtained using 50 µl of standard solution , 50 µl
tracer at ± 20000 cpm and 250 µl assay buffer. This optimum assay condition was
performed by incubating the assay sistem in room temperatur while shaking for two
hours, giving maximum binding valued 71,50 % ± 3,00 and non spesific binding 1.43 %.
Keywords: Optimation, Triiodothyronine, Radioimmunoassay,Coated Tube
PENDAHULUAN
T
riiodothyronine (T3) adalah salah satu
hormon yang diekskresi oleh kelenjar tiroid.
T3 dianggap sebagai molekul biologis yang paling
Buku II hal 230
aktif yang diproduksi hingga sekitar 80% melalui
deiodinasi tetraiodothironin (T4) di dalam
jaringan pheripheral[1]. Tiroid adalah salah satu
kelenjar endokrin dengan berat kurang lebih 2-3
gram pada anak dan 18-20 gram pada orang
ISSN 1410 – 8178
Sutari, dkk
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
dewasa. Kelenjar ini ditemukan pada leher
terbatas. Dalam analisis kuantitatif jumlah antigen
berbentuk seperti kupu-kupu. Hormon T3 dalam
bertanda dan antibodi adalah tetap, maka jumlah
serum normal berkisar antara 1,4 - 3,3 nmol/L
antigen tak bertanda yang ada dalam standar
untuk wanita dan 1,0 – 2,6 nmol/L untuk pria.
bervariasi. Makin banyak antigen tak bertanda
Jika fungsi kelenjar tiroid terganggu
maka
(Ag) yang ada dalam cupplikan/standar, makin
sirkulasi hormon tiroid (T3 dan T4) dalam darah
sedikit kompleks Ag*-Ag yang terbentuk.
akan tidak normal, sehingga akan menyebabkan
Banyaknya Ag*-Ab yang terbentuk diukur dengan
[3,4,5]
beberapa penyakit tiroid seperti: gangguan pada
pencacah gamma.
janin,abortus cacat bawaan, retardadasi mental ,
Pada teknik RIA, setelah kesetimbangan
bisu tuli kelumpuhan dan kerdil. Ketidaknormalan
reaksi dicapai, maka perlu dilakukan tahap
tersebut pada anak-sekolah dapat ditunjukkan
pemisahan dimana ligan yang terikat dan yang
dengan prestasi dan IQ anak yang kurang,
bebas harus dipisahkan. Ada dua sitem pemisahan
sedangkan
pada
orang
dewasa
dapat
pada teknik RIA yaitu pereaksi pemisah fasa cair
menyebabkan gangguan pada gondok dan segala
yaitu dengan menambahkan pereaksi pengendap,
jenis komplikasinya bahkan sampai terjadi kanker
misalnya larutan polyetilenglikol (PEG), tetapi
[1,2]
kelenjar tiroid.
metode
ini
sudah
ditinggalkan
karena
Keberadaan T3 secara signifikan
pengerjaannya kurang effisien. Sedang pereksi
diketahui pada daerah euthyroid, dan total kadar
pemisah fasa padat dengan mengimobilisasi
T3 dapat digunakan untuk skrining terhadap
antibodi ke fasa padat, misalnya magnetig,
gangguan tiroid setelah dilakukan dengan
polystiren bead ( coated bead) atau tabung
beberapa tes pengujian. Untuk menentukan kadar
polystiren (coated tube).
hormon T3 pada kelenjar tiroid diperlukan suatu
Teknik RIA sangat cocok untuk mendeteksi
metode yang dapat mengukur jumlah hormon
adalanya hormon T3 pada kelenjar tiroid dalam
tubuh pasien secara invitro dengan mudah,
dalam konsentrasi yang sangat kecil, salah
sederhana, sensitif dan mempunyai ketelitian tinggi
satunya adalah dengan menggunakan teknik
serta spesifik karena menggunakan antigen yang
radioimmunoassay (RIA). [1,8]
ditandai dengan radioaktif. Pada teknik ini
Teknik RIA merupakan teknik pengukuran
menggunakan sistem pemisah fasa padat yaitu
yang didasarkan pada reaksi immunologi yaitu
dengan menempelkan antibodi kedalam tabung
reaksi antigen dan antibodi dengan menggunakan
reaksi polystiren berdasar bintang (coated tube),
radioisotop sebagai perunut, sehingga mudah
karena dengan metode ini pengerjaan mudah, cepat
dideteksi. Teknik RIA dikembangkan oleh Yalow
, sederhana dan effisien. Konsentrasi T3 yang
& Berson didasarkan pada reaksi kompetisi antara
terdapat dalam sampel dapat dihitung dengan
antigen bertanda radioaktif (Ag*) dan antigen tak
rumus: [5,6]
bertanda
(Ag)
yang
terdapat
dalam
cuplikan/standar terhadap antibodi yang jumlahnya
Cacahan fase terikat-BG
% ikatan dari masing-masing standar (B/T) = ────────────── X 100%
(1)
Cacahan Total -BG
Cacahan fase terikat-BG
% ikatan Non Spesifik Bounding (B/T) = ──────────────
Cacahan Total %
Pusat Radioisotop dan Radifarmaka
BATAN mempunyai fungsi dan tugas pokok
untuk
mengembangkan
Radioisotop
dan
Radiofarmaka
termasuk
Teknik
Radioimmunoassay (RIA) salah satunya kit RIA125
I-T3. Beberapa Rumah sakit di Indonesia dalam
pekerjaannya menggunakan kit RIA-125I-T3 untuk
menentukan kadar T3, namun kit tersebut masih
diimpor dari luar negeri sehingga harganya
menjadi mahal. Untuk menanggulangi hal
tersebut maka dilakukan penelitian tentang
produksi kit RIA-125I-T3. Setiap kit yang
diproduksi perlu dilakukan optimasi dan
rancangan assay dari kit tersebut agar diperoleh
Sutari, dkk.
X 100%
(2)
kit yang berkualitas baik dan dapat digunakan
untuk penentuan T3. Optimasi rancangan assay
komponen kit dilakukan dari mengoptimasikan
volume standar, cacahan perunut , volume
perunut dan volume assay buffer. Sedang
optimasi kondisi assay
yaitu dengan
mengoptimasikan kondisi inkubasi pada suhu
ruang sambil diaduk menggunakan shaker selama
waktu tertentu. [5,6,7]
Dalam makalah ini akan dilaporkan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari setiap
tahap yang telah dilakukan sampai dengan hasil
optimasi yang diperoleh dalam penelitian ini.
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 231
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
TATA KERJA
Bahan dan Peralatan
Tabung coated tube T3 PRR , Standar T3
PRR, perunut (T3-125 I) PRR, assay buffer
(dengan melarutkan 1,82 gram Trizma Base dari
Sigma dalam 100 ml aquades dan diatur pHnya
menjadi 8,25).
Peralatan yang digunakan antara lain: Pipet mikro
berbagai ukuran (Eppendorf) beserta tipnya. Rak
tabung (lokal), Vortex buatan (Fisher Scientific),
Shaker (Fisher Scientific), Neraca analitik
(Mettler AE 160), Gamma Managemen System
buatan DPC, Inkubator (EYELA)
Cara Kerja
Optimasi Assay Volume Larutan Standar
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet standar nol
dengan variasi volume untuk tabung NSB,
kemudian dipipet ke tabung coated tube yang
sudah diberi nomor masing-masing
secara
berurutan dimasukkan standar 0 nmol/L, 1
nmol/L, 2 nmol/L,3 nmol/L, 5 nmol/L dan 10
nmol/L dengan variasi volume : 25 µl, 50 µl, 100
µl dan 150 µl. Ke dalam semua tabung ditambah
50 µl perunut (T3-125 I) dengan cacahan kira-kira
40.000 cpm dan 500 µl assay buffer. Campuran
dihomogenkan dengan vorteks kemudian diaduk
dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang.
Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering
kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan
pencacah gamma selama satu menit. Persentase
ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung
menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat
kurva konsentrasi
standar VS %B/T yang
hasilnya terlihat pada gambar 1. Sedang %NSB
dihitung menggunakan persamaan (2)
Optimasi Assay Cacahan Tracer
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet 50 µl standar 0
nmol/L ke semua tabung NSB , kemudian
kedalam masing-masing tabung coated tube yang
sudah diberi nomor secara berurutan dipipet 50
µl standar 0 nmol/L, 1 nmol/L, 2 nmol/L,3
nmol/L, 5 nmol/L dan 10 nmol/L. Ke dalam
masing-masing tabung ditambah 50 µl perunut
(T3-125 I) dengan Variasi cacahan kira-kira
10.000, 20.000 40.000 dan 80.000 cpm dan 500
µl assay buffer ke semua tabung. Campuran
dihomogenkan dengan vortek kemudian diaduk
dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang.
Buku II hal 232
Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering
kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan
pencacah gamma selama satu menit. Persentase
ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung
menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat
kurva konsentrasi standar VS %B/T yang hasilnya
terlihat pada gambar 2. Sedang %NSB dihitung
menggunakan persamaan (2).
Optimasi Assay Volume Tracer
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet 50 µl standar 0
nmol/L ke semua tabung NSB, kemudian
kedalam masing-masing tabung coated tube
yang sudah diberi nomor secara berurutan dipipet
50 µl standar 0 nmol/L, 1 nmol/L, 2 nmol/L, 3
nmol/L, 5 nmol/L dan 10 nmol/L. Ke dalam
masing-masing tabung ditambah perunut (T3-125I)
dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dengan
variasi volume: 25 , 50 , 100 dan 150 µl dan 500
µl assay buffer ke semua Tabung. Campuran
dihomogenkan dengan vortek kemudian diaduk
dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang.
Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering
kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan
pencacah gamma selama satu menit. Persentase
ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung
menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat
kurva konsentrasi standar VS %B/T yang hasilnya
terlihat pada gambar 3. Sedang % NSB dihitung
menggunakan persamaan (2).
Optimasi Assay Volume Assay Buffer
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet 50 µl standar 0
nmol/L ke semua tabung NSB , kemudian
kedalam masing-masing tabung coated tube
yang sudah diberi nomor secara berurutan dipipet
50 µl standar 0 nmol/L, 1 nmol/L, 2 nmol/L, 3
nmol/L, 5 nmol/L dan 10 nmol/L. Ke dalam
semua tabung ditambah 50 µl perunut (T3-125 I)
dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan
assay buffer dengan variasi volume : 250, 500 dan
1000 µl.. Campuran dihomogenkan dengan vortek
kemudian diaduk dengan shaker selama 2 jam
pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan
sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya
memggunakan pencacah gamma selama satu
menit. Persentase ikatan dari masing-masing
standar (B/T) dihitung menggunakan persamaan
(1) kemudian dibuat kurva konsentrasi standar VS
ISSN 1410 – 8178
Sutari, dkk
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
%B/T yang hasilnya terlihat pada gambar 4.
Sedang %NSB dihitung menggunakan persamaan
(2).
Optimasi Kondisi Inkubasi
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet 50 µl standar 0
nmol/L ke semua tabung NSB, kemudian
kedalam masing-masing tabung coated tube
yang sudah diberi nomor secara berurutan dipipet
50 µl standar 0 nmol/L, 1 nmol/L, 2 nmol/L, 3
nmol/L, 5 nmol/L dan 10 nmol/L. Ke dalam
semua tabung ditambah 50 µl tracer (T3-125 I)
dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan 500
µl assay buffer . Campuran dihomogenkan
dengan vortek kemudian dinkubasi 2 jam pada
suhu 37°C, diaduk dengan shaker selama 2 jam
pada suhu ruang dan inkubasi 2 jam pada suhu
ruang tanpa diaduk dengan shaker Tabung
didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian
diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah
gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari
masing-masing
standar
(B/T)
dihitung
menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat
kurva konsentrasi standar VS %B/T yang hasilnya
terlihat pada gambar 5. Sedang %NSB dihitung
menggunakan persamaan (2).
.
Optimasi Waktu Pengadukkan
Diambil Coated tube (tabung bersalut
antibodi T3) yang telah diberi nomor 1 sampai
dengan 6 dan 1 tabung NSB ( tabung bukan
coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet 50 µl standar 0
nmol/L ke semua tabung NSB , kemudian
kedalam masing-masing tabung coated tube
yang sudah diberi nomor secara berurutan dipipet
50 µl standar 0 nmol/L, 1 nmol/L, 2 nmol/L, 3
nmol/L, 5 nmol/L dan 10 nmol/L. Ke dalam
semua tabung ditambah 50 µl perunut (T3-125 I)
dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan 500
µl assay buffer . Campuran dihomogenkan
dengan vortek kemudian dinkubasi sambil diaduk
dengan shaker dengan variasi waktu 1, 2, 3 dan 4
jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan
biarkan sampai kering kemudian diukur
radioaktivitasnya
memggunakan
pencacah
gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari
masing-masing
standar
(B/T)
dihitung
menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat
kurva konsentrasi standar VS %B/T yang hasilnya
terlihat pada gambar 6. Sedang % NSB dihitung
menggunakan persamaan (2).
Sutari, dkk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Optimasi dilakukan dengan tujnuan
untuk mencari kondisi yang optimum, dalam arti
yang menguntungkan. Dalam pembuatan kit RIA,
optimasi assay sangat diperlukan karena
berpengaruh dalam karakterisasi assay.[5]
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam optimasi assay (Wayan Rediating,2004)
yaitu limit deteksi harus sesuai dengan
konsentrasi yang diukur sehingga mampu
menganalisis cuplikan pada batas konsentrasi
yang dikehendaki dengan ketelitian tinggi, persen
B/T diatas 30%, NSB (Non spesific binding)
diusahakan sekecil mungkin,ketelitian maksimal
terletak di daerah kurva standar, pengerjaan
mudah dan cepat, biaya murah. Dalam penelitian
ini telah dilakuakn optimasi assay komponen dan
kondisi assay Kit RIA-125I-T3.
Hasil dari optimasi yang dilakukan
tercanrum sebagai berikut:
Optimasi volume larutan standar
menggunakan variasi volume (25 µl, 50 µl, 100
µl dan 150 µl) serta menggunakan 50 µl perunut
dengan cacahan ± 40.000 cpm dan 500 µl assay
buffer dengan hasil dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi volume standar.
Terlihat bahwa volume larutan standar
50 µl memberikan ikatan maksimum (B/T)
tertinggi 70,51 % ± 4,55 (std 0 nmol/L)
dan
terendah 16,99% ± 3,36 (std 10 nmol/L ) dengan
NSB 1,42 %. Profil kurva volume standar 50 µl
terlihat
paling baik bila dibanding dengan
lainnya, sehingga kurva ini dipilih karena
mempunyai rentang nilai paling lebar. Untuk
volume standar 25 µl memberikan nilai ikatan
maksimum (B/T) lebih tinggi dari pada volume
standar 50 µl, tetapi profil kurvanya tidak curam.
Sedangkan volume 100 dan 150 ul hampir sama
dengan kurva volume 50 uL, tetapi tidak dipakai
sebagai
standar
yang
optimum
karena
memerlukan volume larutan standar yang lebih
banyak., atau dengan kata lain tidak ekonomis.
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 233
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
Optimasi penggunaan cacahan tracer
dilakukan dengan variasi cacahan perunut kirakira 10.000 cpm, 20.000 cpm , 40.000 cpm dan
80.000 cpm dengan volume perunut 50 µl
menggunakan standar 50 µl dan 500 µl assay
buffer. Disini tidak memberi pengaruh terhadap
nilai ikatan maksimum (B/T) yang dihasilkan,
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 3. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi volume tracer dengan
cacahan tetap.
Gambar 2. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi cacahan perunut.
Pada gambar 2, terlihat pada cacahan perunut
kira-kira 20.000 cpm dengan rata-rata %B/T
tertinggi 74,66 ± 1,98 sedangkan % B/T
terendah 16,44 ± 1.24 dan NSB 1,43%. Dari
keduanya diperoleh rentang nilai paling besar
yaitu 58,22 ( selisih angka % B/T tertinggi
dikurangi % B/T terendah) , yang merupakan
daerah kerja optimum. Sedangkan untuk perunut
dengan cacahan kira-kira 10.000 cpm, 40.000
cpm dan 80.000 cpm daerah kerjanya lebih
pendek sehingga kurang sensitif.
Pada optimasi volume perunut yang
dilakukan dengan variasi volume 25 µl, 50 µl ,
100 µl dan 150 µl dengan cacahan kira-kira
20.000 cpm menggunakan volume larutan standar
50 µl dan 500 µl assay buffer, volume tracer
50µl menghasilkan nilai ikatan maksimum (B/T)
tertinggi dibanding dengan lainnya dan diperoleh
rata-rata % B/T tertinggi 71,42 ± 2,45, terendah
18,49 ±1,97 dan NSB 1,35 %. Dari kedua nilai
tersebut diperoleh rentang nilai 52,93 atau daerah
kerja paling lebar. Profil kurva volume tracer
50µl lebih curam dibanding kurva lainnya seperti
terlihat pada gambar 3.
Buku II hal 234
Optimasi pemakain assay buffer dilakukan
dengan variasi volume 250 µl, 500 µl dan 1000 ul
mengunakan larutan standar 50µl dan perunut 50
µl dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm. Dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi volume assay buffer.
Dari gambar.4 optimasi assay buffer optimum
pada volume assay buffer 250 µl, dengan rata-rata
% B/T tertinggi 73,49 ± 1,55 dan terendah 18,96
± 0,06 dengan NSB 1,29 %. Dari profil kurva
optimasi assay buffer pada penggunaan volume
250 µl bila dibandingkan dengan 500 µl
memberikan profil kurva yang sangat mirip,
tetapi untuk menghemat penggunaan pereaksi
tersebut maka dipilih volume 250 µl.
Selain optimasi komponen kit yang juga
dilakukan optimasi perlakuan atau langkahlangkah yang berpengaruh terhadap kit T3 yaitu
variasi inkubasi dan variasi waktu pengadukan.
Variasi yang dilakukan meliputi inkubasi pada
suhu ruang (± 25ºC tanpa pengadukan), suhu
ruang sambil diaduk menggunakan shaker, dan
pada suhu 37ºC. Ketiga kondisi dilakukan dengan
waktu 2 jam. Dari percobaan diperoleh pada suhu
ISSN 1410 – 8178
Sutari, dkk
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
ruang sambil diaduk memberikan nilai paling
optimum dengan %B/T tertinggi 71,51 terendah
16,61 dengan rentang nilai 55,5 dan NSB 0,95 %.
Profil kurva variasi inkubasi dapat dilihat pada
gambar 5.
yang hampir mirip. Dipilih pada waktu
pengadukan 2 jam karena waktu assay lebih
cepat, diperoleh
%B/T tertinggi 67,57 dan
terendah 16,73 dengan NSB 1,43% atau rentang
nilai 50,84. Kondisi ini akan dipakai untuk assay
selanjutnya.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa Kit RIA-125I-T3 dengan metode coated
tube optimum pada rancangaan assay volume
larutan standar 50 µl, volume perunut 50 µl
dengan cacahan ± 20.000 cpm dan volume assay
buffer 250 µl dengan kondisi inkubasi pada suhu
ruang (± 25ºC) sambil diaduk menggunakan
shaker selama 2 jam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Gambar 5. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi kondisi inkubasi
Dari gambar 5. terlihat perbedaan yang sangat
mencolok
antara inkubasi
sambil diaduk
menggunakan shaker bila dibandingkan dengan
yang lain. Hal ini diduga saat inkubasi sambil
diaduk semua antibodi dapat diikat oleh antigen
tak bertanda dan yang kemudian berikatan dengan
antigen bertanda dan membentuk komplek AgAb-Ag* yang sempurna.
Setelah diperoleh optimasi inkubasi pada suhu
ruang sambil diaduk maka dilakukan variasi
waktu pengadukan dengan shaker selama 1, 2, 3
dan 4 jam, yang dapat dilihat pada gambar 6.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu
Siti Darwati M.Sc selaku Kepala Bidang
Radiofarmaka
yang
telah
membimbing
terlaksananya penelitian ini, serta semua teman
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Gambar 6. Profil kurva standar pada optimasi
assay kit T3 dengan variasi waktu pengadukkan.
Untuk waktu pengadukan 1 jam terlihat
perbedaan yang nyata (antara ikatan dari larutan
standar nol dengan larutan standar lainnya
rendah), tetapi untuk sistem dengan pengadukan
selama 2,3 dan 4 jam memberikan nilai ikatan
Sutari, dkk.
6.
”Http://id.wikipedia.org/wiki/thyroid kelenjar
gondok.
GINA MONRIDA, S.DARWATI,AGUS
ARIYANTO, SUTARI DKK,”Pembuatan
Komponen Kit RIA T3 Untuk Deteksi Hormon
Tiroid Dengan Metode Coated Tube.”
Prosiding
Seminar
Penelitian
Dan
Pengembangan Perangkat Nuklir, PTAPBBATAN 28 September 2010.
WAYAN REDIATNING M.Sc,” Dasar-dasar
RIA
dan
IRMA,
Diklat
operator
Radioimmunoassay (RIA)”, PPR –Batan
Serpong Januari 1993 halaman 8-9.
WAYAN REDIATNING
M.Sc,”Prinsip
Dasar
Radioimmunoassay,
Pelatihan
Radiofarmasi untuk Staf Pengajar Perguruan
Tinggi Indonesia .” Pusat Pengembangan
Radioisotop dan Radiofarmaka Batan 27
September s/d 1 Oktober
V.YULIANTI SUSILO, G. MONDRIDA, S.
SETYOWATI,
SUTARI,W.LESTARI,”
Pengaruh waktu dan suhu inkubasi pada
optimasi assay kit RIA Mikroalbuminuria.”
Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka
DARLINA,” Pembuatan standar dan pereaksi
pemisah kit-RIA-T3”, Jurnal Radioisotop dan
Radiofarmaka .Vol.1.NO.2.1998.
ISSN 1410 – 8178
Buku II hal 235
PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011
7.
PUJI WIDAYATI;TR NGSIH;
SRISETYOWATI; FITRIYUNITA .”
OPTIMASI ASSAY KIT IRMA CA15.3
UNTUK DETEKSI KANKER PAYUDARA.”
Prosiding Seminar Nasional XII.”Kimia
Dalam Pembangunan” Hotel Santika
Yogyakarta,06 Agustus 2009.
8. Institute Of Isotopes Co., Ltd 1535 Budapest,
Pf,:851,”Protokol Assay Kit RIA T3, Produksi
tahun 2009 Lot No. 90527C “.
Buku II hal 236
ISSN 1410 – 8178
Sutari, dkk
Download