laporan i status lingkungan hidup daerah provinsi gorontalo

advertisement
LAPORAN I
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI GORONTALO
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN,
DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
DAERAH (BALITBANGPEDALDA)
PROVINSI GORONTALO
2003
0
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI GORONTALO
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2 Isu Utama Lingkungan Hidup
I.3 Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Masyarakat
Terhadap Lingkungan Hidup
BAB II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
BERKELANJUTAN
2.1 Visi dan Misi Provinsi Gorontalo
2.2 Strategi/Kebijakan Pembangunan (Arahan Kebijakan)
2.3 Bidang-Bidang Kebijakan Pembangunan : Kebikanan Pembangunan
LH, Tata Ruang, Sosial Ekonomi, dan Budaya (5 Tahun Ke Depan)
BAB III. ANALISIS ISU LINGKUNGAN DAN EVALUASI
KEBIJAKAN
3.1 Pendekatan dan Kerangka Analisis
3.2 Kegiatan Pembangunan yang Menimbulkan Teknanan pada
Lingkungan (5 Tahun Sebelumnya)
3.3 Degradasi Lingkungan dan Dampaknya (ABC) : Sekarang
3.4 Program dan Aksi Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup
(Sektoral – Multisektor – LSM dan Masyarakat) : Ke depan
BAB IV. REKOMENDASI (Rencana Tindak Lanjut – Program dan Aksi
Pembangunan).
REFERENCE
1
ABSTRAK
Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian utara, terdiri atas
1 kota dan 2 kabupaten serta 21 kecamatan dan 369 desa/kelurahan. Ibu kota
provinsi Gorontalo adalah Kota Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Gorontalo
berkisar 12.215,45 km2, meliputi Kota Gorontalo 64,80 km2 (1 %), Kabupaten
Gorontalo 5.388,98 km2 (44 %), dan Kabupaten Boalemo 6.761,67 km2 (55 %).
Wilayah Provinisi Gorontalo berbatasan dengan Kabupaten Boul dan Toli-Toli
(Sulawesi Tengah dan Laut Sulawesi) pada bagian utara, Kabupaten Donggala
(Sulawesi Tengah) pada bagian barat, Kabupaten Bolang Mangondow (Sulawesi
Utara) pada bagian timur, dan Teluk Tomini pada bagian selatan.
Penduduk Provinsi Gorontalo diperkirakan 840.386 jiwa (tahun 2000)
dengan kepadatan penduduk 69 jiwa per km2. Dari jumlah penduduk tersebut,
418.200 jiwa (49,8 %) berjenis kelamin laki-laki dan 422.186 jiwa (50,2 %)
berjenis kelamin perempuan. Tersebar di Kota Gorontalo (laki-laki 64.464 jiwa
dan perempuan 70.610 jiwa), Kabupaten Gorontalo (laki-laki 257.292 jiwa dan
perempuan 257.741 jiwa), dan Kabupaten Boalemo (laki-laki 96.444 jiwa dan
perempuan 93.835 jiwa).
Provinsi Gorontalo memiliki garis pantai di bagian selatan sepanjang
320 km dan dibagian utara sepanjang 270 km. Memiliki pelabuhan udara
(Bandara Djalaluddin) dan pelabuhan laut yang cukup baik, yakni Pelabuhan
Anggrek dan Pelabuhan Kwandang dan Pelabuhan Gorontalo di Teluk Tomini.
Baik Pelabuhan udara maupun pelabuhan laut keduanya memungkinkan
percepatan arus barang dan manusia ke luar – masuk Provinsi Gorontalo, yang
berarti pula berpeluang menarik investor untuk melakukan kegiatan usaha di
Gorontalo.
Ke depan Provinsi Gorontalo telah mencanankan visi pada
“terwujudnya masyarakat Provinsi Gorontalo yang mandiri, berbudaya
entrepreneur, dan bersandar pada moralitas agama”. Dalam pewujudannya
ditetapkan tiga misi utama, yakni : (1) mewujudkan sistem demokrasi dan
supremasi hukum melalui praktik penyelenggaraan pemerintahan yang bersih
transparan, dan profesional; (2) melakukan restrukturisasi, refungsionalisasi,
revitalisasi, reaktualisasi lembaga-lembaga pemerintahan, kemasyarakatan,
adat, sebagai wahana ke arah terwujudnya entrepreneurial government dan
masyarakat yang mandiri; dan (3) meningkatkan peran masyarakat sebagai mitra
dan pelaku utama pembangunan daerah.
Berbagai kebijakan dan strategi pembangunan juga telah ditetapkan
pada berbagai bidang, begitu pula program maupun rencana aksi-aksi
pembangunan. Pada bidang kebijakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
telah ditetapkan lima program utama dan masing-masing sejumlah proyekproyek strategis atau rencana aksi pembangunan sebagai penjabaran
2
aplikatifnya. Sampai berapa jauh keberhasilan penerapan proyek-proyek
strategis yang dimaksud masih terlalu dini untuk menilainya mengingat Provinsi
Gorontalo masih berusia belia. Tetapi jika dilihat kerusakan lingkungan yang
terjadi dalam wilayah Provinsi Gorontalo sepatutnyalah jika Provinsi ini cepat
berbenah diri sebelum sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya terlampau
parah. Sedikitnya ada enam permasalahan lingkungan utama yang dihadapi
Provinsi Gorontalo, yaitu : (1) rusaknya habitat ekosistem terumbu karang
terutama di Kecamatan Kwandang dan Anggrek yang dipicu oleh kegiatan
penambangan batu karang dan kegiatan pemboman yang masih tetap
berlansung hingga kini; (2) rusaknya habitat ekosistem bakau yang dipicu oleh
kegiatan ekspansi tambak dan penebangan atau pun penjualan kayu bakau yang
juga masih tetap berlangsung hingga kini; (3) sedimentasi yang terus
berlangsung menuju DAS dan Danau Limboto yang pada umumnya kini dipicu
oleh kegiatan pengembangan tanaman jagung hibrida yang tidak memperhatikan
kaedah lingkungan; (4) pendangkalan danau Limboto yang selain dipicu oleh
sedimentasi yang juga masih terus berlangsung adalah juga disebabkan oleh
kegiatan budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan dalam wilayah Danau
Limboto; (5) kondisi tempat pembuangan sampah akhir yang sangat tidak layak
dari segi lingkungan dan sudah cukup lama membawa dampak pada air laut
yang berada di bawahnya; dan (6) semakin porak-porandanya tebing sungai dan
kaki bukit akibat penambangan liar yang hingga kini juga belum terkendali.
Terhadap permasalahan lingkungan utama tersebut, Laporan SLHD ini
telah menetapkan sejumlah rekomendasi tindak lanjut, sekurang-sekurangnya
dapat mempertajam program-program dan proyek-proyek strategis yang
ditetapkan disetiap bidang kebijakan. Lapran ini telah merekomendir lima butir
program utama dan 3 butir program penunjang. Kelima butir program utama:
(PU-1) perlunya program pengendalian kerusakan habitat ekosistem terumbu
karang dan bakau; (PU-2) perlunya program pengendalian erosi dan sedimentasi
pada areal pengembangan jabung hibrida (agropolitan); (PU-3) perlunya
program pengendalian pendangkalan Danau Limboto; (PU-4) perlunya
pengendalian aktivitas penambangan galian C; dan (PU-5) perlunya program
pemindahan lokasi TPA ke tempat yang layak baik dari segi ekonomi, sosial,
maupun lingkungan. Tiga program penunjang berikutnya adalah : (PP-1)
perlunya program peningkatan kepedulian stakeholders; (PP-2) perlunya
program perumusan dan penegakan hukum lingkungan; dan (PP-3) perlunya
program penciptaan atau perluasan lapangan kerja sebagai sumber pendapatan
alternatif bagi perusak lingkungan. Baik program utama maupun program
penunjang terhadapnya juga telah ditetapkan sejumlah proyek-proyek strategis
bagi pewujudannya.
3
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan
Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and
Development – UNICED) di Rio de Jeneiro, 1992 menghasilkan beberapa
strategi yang dituangkan dalam Agenda 21, yaitu sejumlah deklarasi isu utama
lintas sektoral yang saling berkaitan. Salah satu isu penting tersebut dituangkan
dalam Chapter 40 tentang Informasi Bagi Pengambil Keputusan yang
menggaris bawahi pentingnya kemampuan pemerintah baik pada tingkat
lokal/daerah, nasional, regional, maupun internasional untuk mengumpulkan dan
memanfaatkan informasi multisektoral dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini diperlukan untuk meningkatkan ketersedian dan analisis data serta
penyajian informasi segala aspek lingkungan hidup bagi pengambil keputusan
dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka pengelolaan lingkungan hidup dengan segala
aspeknya menjadi salah satu kewenangan yang diserahkan kepada pemerintah
daerah (provinsi/kota/kabupaten). Salah satu stretegi dalam rangka mendorong
peningkatan kemampuan daerah provinsi, kota, dan kabupaten dalam
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good environmental governance)
adalah dilaksanakan melalui Program Tata Praja Lingkungan Hidup, Program
Warga Madani, dan Program Kerja sama dengan DPRD dalam pembangunan
berkelanjutan yang dimulai sejak tahun 2002.
Pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur
konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan. Agenda 21
telah mengekspresikan bahwa secara global sangat penting meningkatkan
pemahaman terhadap keterkaitan antara ekosistem lingkungan dan manusia
serta resultante sebab akibatnya. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya
Laporan Pengelolaan Lingkungan Hidup disusun baik pada tingkat
lokal/daerah, regional, nasional, maupun global, guna peningkatan pemahaman
termaksud (Asdep Urusan Informasi Kementrian LH, 2003).
Pentingnya penyusunan informasi tentang lingkungan hidup di daerah adalah
karena informasi itu merupakan bagian dari akuntabilitas publik, sarana
pendidikan dan pengawasan bagi publik, serta sarana keterlibatan publik
untuk ikut berperan serta dalam penentuan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup daerah. Informasi tentang pengelolaan lingkungan hidup
daerah Provinsi Gorontalo disusun dalam dua bentuk. Pertama dalam bentuk
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Gorontalo dan kedua
dalam bentuk Laporan Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Gorontalo.
4
I.2 Isu Utama Lingkungan Hidup
Penetapan isu utama lingkungan hidup daerah Provinsi Gorontalo dilakukan
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi sejumlah kegiatan pembangunan yang
secara empirik telah memberi tekanan pada keseluruhan komponen lingkungan
hidup. Jenis pembangunan di Provinsi Gorontalo yang telah memberi tekanan
yang dimaksud di antaranya adalah : (1) kegiatan pembangunan pertanian dan
kehutanan; (2) kegiatan pembangunan perikanan; (3) kegiatan pembangunan
transportasi; (4) kegiatan pembangunan kehutanan; (5) kegiatan pembangunan
pemukiman; (6) kegiatan pertambangan; (7) kegiatan perindustrian; dan (8)
kegiatan pembangunan kesehatan masyarakat. Kedelapan kegiatan
pembangunan ini telah memberi tekanan baik pada komponen lingkungan abiotic
(fisik-kimia), komponen lingkungan biotic (biota darat dan perairan), maupun
pada komponen lingkungan culture (sosial ekonomi budaya dan kesehatan
masyarakat). Bagaimana kedelapan kegiatan pembangunan itu berdampak pada
keseluruhan komponen lingkungan hidup dapat dilihat pada kerangka analisis
penetapan isu utama lingkungan hidup (Gambar 1). Kerangka analisis ini juga
menunjukkan bagaimana isu utama itu kemudian mengganngu keberlanjutan
pembangunan.
Melalui penggunaan kerangka analisis penetapan isu utama tersebut dan
hasil pengamatan langsung di lapangan, selanjutnya dapat diidentifkasi
sejumlah isu utama lingkungan hidup daerah Provinsi Gorontalo. Isu utama yang
dimaksud akan dipaparkan berikut :
•
IU -1 : Perubahan komponen lingkungan abiotic-biotic aquatik (perairan)
atau tepatnya kerusakan Habitat ekosistem terumbu karang sebagai
akibat kegiatan pemboman (perikanan) dan penambangan batu karang
(pertambangan) yang telah berlangsung lama di Kecamatan Kwandang
dan Anggrek. Kerusakan habitat ekosistem terumbu karang ini
diperkirakan telah sangat parah karena dapat dikatakan hampir seluruh
pembangunan rumah penduduk di Kwandang dan Anggrek menggunakan
batu karang sebagai fondasi bangunan. Disamping itu kegiatan
pemboman ikan juga telah berlangsung cukup lama baik yang dilakukan
oleh nelayan luar maupun oleh nelayan Kwandang dan Anggrek sendiri.
5
Gambar 1. kerusakan Habitat ekosistem terumbu karang sebagai
akibat kegiatan pemboman (perikanan) dan penambangan batu
•
IU-2 : Perubahan komponen lingkungan biotic aquatik (perairan) atau
tepatnya kerusakan habitat ekosistem bakau (mangrove) sebagai
akibat perluasan tambak (perikanan) di sekitar pesisir pantai Kwandang
dan Anggrek. Kerusakan habitat bakau ini diperkirakan telah mencapai 65
% dari total luas areal bakau yang tumbuh secara alami.
Gambar 2. Kerusakan habitat ekosistem bakau (mangrove) sebagai
akibat perluasan tambak (perikanan) di sekitar
pesisir pantai
6
KEGIATAN
PEMBANGUNAN GRTLO
PERTANIAN,
KEHUT-KEBUN
PETERNAKAN
PERTAMBANGAN
PERIKANAN
PEMUKIMAN &
PERSAMPAHAN
INDUSTRI
TRANSPORTASI
KESEHATAN
KOMPONEN
LINGKUNGAN
ABIOTIC
BIOTIC
CULTURE
ISU UTAMA
LINGKUNGAN
HIDUP
Gambar 3. Kerangka Analisis Penetapan Isu Utama Lingkungan
Provinsi Gorontalo
7
•
IU-3 : Perubahan komponen lingkungan abiotic terestrial khususnya pada
daerah pengembangan tanaman jagung atau tepatnya terjadinya erosi
dan sedimentasi pada lahan-lahan pengembangan tanaman jagung
(Agropolitan). Pengembangan tanaman jagung (pertanian) yang
umumnya berlangsung pada ladang-ladang masyarakat yang selama ini
diolah secara tradisional di daerah-daerah berlereng tanpa disertai
dengan kegiatan konservasi tanah (terasering). Dampak erosi dan
sedimentasi ini telah berlangsung lama dan telah berdampak lanjut
(turunan) bersama dengan kegiatan lainnya secara sinergis pada
pendangkalan sungai dan danau.
Gambar 4. Perubahan komponen lingkungan abiotic terestrial
khususnya pada daerah pengembangan tanaman jagung
8
•
IU-4 : Perubahan komponen lingkungan abiotic-terestrial khususnya pada
wilayah ekosistem Danau Limboto atau tepatnya pendangkalan Danau
Limboto sebagai dampak turunan dari intensitas erosi dan sedementasi.
Pendangkalan ini umumnya dipicu oleh semakin tingginya erosi dan
sedimentasi akibat kegiatan pertanian ladang yang tidak mengindahkan
konservasi tanah dan kegiatan pembukaan hutan (kehutanan dan
perkebunan) pada daerah hulu sungai (tangkapan air). Jika pada tahun
1932 rerata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7000 ha,
pada tahun 1961 rerata kedalamanya telah berkurang menjadi 10 meter
dan luasnya menjadi 4.250 ha. 29 tahun kemudian atau tepatnya tahun
1990, rerata kedalaman Danau Limboto terus mengalami pengurangan
hingga mencapai 2,5 meter, begitu pula luasnya juga terus berkurang
menjadi 3000 ha (Bappeda Gorontalo, 1994).
Gambar 5. Perubahan komponen lingkungan abiotic-terestrial
khususnya pada wilayah ekosistem Danau Limboto
9
•
IU-5 : Perubahan komponen lingkungan abiotic terestrial khusunya pada
Daerah Aliran Sungai Bone atau tepatnya porak-porandanya tebing
Sungai Bone sebagai akibat ketidaktertiban dalam kegiatan
penambangan galian C. Akibat kegiatan penambangan galian C ini
disamping telah mengubah aliran sungai juga – bersama dengan kegiatan
lainnya - telah menimbulkan pendangkalan pada muara sungai. Dampak
kegiatan inilah yang sesungguhnya menimbulkan banjir di berbagai
pemukiman di Kota Gorontalo. Dampak kegiatan penambangan lainnya
yang serupa adalah kerusakan bentang alam dan sekaligus estetika
alam pada sejumlah kaki bukit Gorontalo. Dampak kegiatan kerusakan
bentang alam kaki bukit ini selain pada estetika alam adalah juga yang
paling dikhawatirkan adalah kemungkinan longsor dan bahaya kecelakaan
pada masyarakat sekitar atau yang melintasi lokasi yang bersangkutan.
Juga tidak kalah pentingnya limbah B3 (logam berat) dari
penambangan emas di daerah hulu Sungai Bone.
Gambar 6. Perubahan komponen lingkungan abiotic terestrial
khusunya pada Daerah Aliran Sungai Bone
10
•
IU-6 : Kondisi tempat pembuangan sampah akhir yang diperkirakan
telah mengganggu komponen lingkungan abiotik dan biotic akuatif
(perairan laut) di sekitarnya. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA)
sangat tidak layak dari segi lingkungan mengingat berada di atas bukit –
Pohe Tanjung Keramat – yang pada bagian kaki bukit yang bersangkutan
adalah pesisir pantai, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan
pembuangan sampah ini tidak ubahnya dengan pembuangan sampah ke
laut. TPA ini sangat berbahaya karena penuh dengan limbah bahan bahan beracun (B3) yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan
biota laut dan kesehatan masyarakat yang nantinya mengkonsumsi biota
laut yang dimaksud.
Gambar 7. Kondisi tempat pembuangan sampah akhir yang
diperkirakan telah mengganggu komponen lingkungan
11
Keenam isu utama tersebut di atas dinilai besar dan penting untuk ditelusuri
dan ditindak lanjuti. Tentu isu-isu lainnya juga akan tetap ditelusuri melalui
data-data yang ada dan hasil-hasil pengamatan langsung di lapangan. Tetapi
isu-isu lainnya tidak sebesar dan sepenting keenam isu utama yang telah
dipaparkan di atas.
I.3 Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Masyarakat
terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup
Pengertian kesadaran dan kepedulian masyarakat di sini tidak dalam
pengertian sempit (masyarakat awam) tetapi dalam pengertian luas
(stakeholders) atau apa yang disebut pihak-pihak yang berkepentingan
(masyarakat, LSM, dan eksekutif pemerintahan dan legislatif) terhadap
pengelolaan atau pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan hasil
pengamatan lapangan terhadap keenam isu utama - sebagaimana
dipaparkan di atas – dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran dan
kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kelestrain
lingkungan hidup masih tergolong rendah. Sebagai indikator rendahnya
kesadaran dan kepedulian stakeholders Gorontalo terhadap kelestarian
lingkungan hidup adalah : (1) masih berlangsungnya kegiatan pemboman
dan kegiatan penambangan batu karang di Kecamatan Kwandang dan
Anggrek hingga sekarang; (2) masih berlangsungnya kegiatan perusakan
hutan bakau; (3) dibiarkannya kegiatan penanaman jagung pada lahan
berlereng tanpa kegiatan konservasi; (4) dibiarkannya kegiatan
penambangan Galian C (sungai dan kaki bukit) dan Galian A (limbah merkuri
atau logam berat) yang tidak ramah lingkungan; dan (5) ditempatkannya TPA
pada lokasi yang sangat tidak layak lingkungan.
Diakui bahwa sejumlah stakeholders (khususnya LSM dan eksekutif
pemerintahan) telah merencanakan sejumlah program maupun rencana aksi
terhadap kelestarian lingkungan hidup, tetapi aksi-aksi di lapangan
khususnya yang bertalian dengan penangangan keenam isu utama tersebut
di atas dinilai masih kurang, terlebih keenam isu utama termaksud menuntut
program dan rencana aksi yang jitu untuk penanggulangannya. Terhadapnya
tidak cukup dengan program sektoral tetapi harus multi sektor dan terpadu.
Seluruh pihak yang berkepentingan harus “duduk bersanding” dan bekerja
secara “sinergis (interkoneksitas)” dalam suatu ekosistem yang dinyatakan
telah terdegradasi.
12
BAB II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
DAERAH BERKELANJUTAN
2.1 Visi dan Misi Provinsi Gorontalo
Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Daerah Provinsi Gorontalo disusun
berlandaskan pada visi
dan misi penyelenggaraan pemerintahan. Visi
penyelenggaraan
pemerintahan
Gorontalo
adalah
“Terwujudnya
Masyarakat Provinsi Gorontalo yang Mandiri, Berbudaya Entrepreneur, dan
Bersandar pada Moralitas Agama”. Mandiri atau kemandirian diukur dengan
kemampuan untuk mempertahankan otonomi Provinsi Gorontalo agar tidak
kembali ke provinsi induk (Sulawesi Utara). Berbudaya entrepreneur diukur
dengan kemampuan masyarakat melakukan perubahan, pengorganisasian,
penciptaan sesuatu yang ditujukan untuk mencapai kemakmuran, yang disertai
dengan perhitungan risiko. Selanjutnya mralitas agama didasarkan pada nilainilai kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari ajaran agama sebagaimana
yang termuat dalam falsafah budaya Gorontalo yang berbunyi “adat bersendi
sara’ dan sara’ bersendi kitabullah” (Renstrada Provinsi Gorontalo, 2002 –
2006).
Untuk mewujudkan visi penyelenggaran pemerintahan tersebut, pemerintah
Provinsi Gorontalo telah menetapkan sejumlah misi berikut : (1) mewujudkan
sistem demokrasi dan supremasi hukum melalui praktik penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, transparan, dan profesional; (2) melakukan
restrukturisasi, refungsionalisasi, revitalisasi, reaktulisasi lembaga-lembaga
pemerintahan, kemasyarakatan, adat, sebagai wahana ke arah terwujudnya
entrepreneurial government dan masyarakat yang mandiri; dan (3) meningkatkan
peran masyarakat sebagai mitra dan pelaku utama pembangunan daerah.
2.2 Strategi/Kebijakan Pembangunan
Dalam rangka pewujudan ketiga misi pemerintahan termaksud, pemerintah
Provimnsi Gorontalo menetapkan tiga strategi pembangunan yang selanjutnya
disebut kebijakan. Strategi ini kemudian dituangkan ke dalam bidang, program,
dan rencana aksi pembangunan. Strategi pembangunan yang dimaksud
adalah sebagai beikut :
•
•
SP-1:
Mendayagunakan
dan
menghasilgunakan
potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan nilai-nilai budaya.
SP-2: Meningkatkan kinerja bidang sosial budaya, ekonomi,
hukum, pemerintahan, keamanan, dan ketertiban yang memiliki
spirit, nilai, dan budaya entrepreneur.
13
•
SP-3: Melembagakan nilai-nilai bersih, transparan, dan profesional
sebagai pola tindak di lingkungan pemerintahan, swasta, dan
masyarakat.
2.3 Bidang Kebijakan, Program, dan Aksi Pembangunan
Pembahasan tentang bidang kebijakan, program, dan aksi pembangunan
Provinsi Gorontalo di sini dibatasi pada : (1) bidang kebijakan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup; (2) bidang kebijakan Investasi dan pengembangan
kawasan; (3) bidang kebijakan ekonomi dan pembangunan; dan (4) bidang
sosial budaya. Rincian keempat bidang kebijakan ini ke dalam program dan
rencana aksi pembangunan akan dipaparkan berikut.
Bidang Kebijakan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Hidup
Dibidang kebijakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup terdapat lima
program utama, yakni : (1) program pengembangan usaha pertambangan
rakyat secara terpadu, pemanfaatan sumberdaya mineral dan pengembangan
tenaga listrik dan energi; (2) peningkatan efektivitas pengelolaan konservasi dan
rehabilitasi SDA dan lingkungan hidup; (3) pencegahan dan pengendalian
kerusakan pencemaran lingkungan hidup; (4) penataan kelembagaan dan
penegakan hukum pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan
hidup; dan (5) peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan SDA dan
pelestarian lingkungan hidup.
Setiap program utama tersebut juga telah ditetapkan sejumlah rencana aksi
(kegiatan)
pembangunan.
Pada
program
pengembangan
usaha
pertambangan rakyat secara terpadu, pemanfaatan sumberdaya mineral dan
pengembangan tenaga listrik dan energi ditetapkan sembilan butir rencana
aksi, yakni : (a) pembinaan terhadap potensi usaha pertambangan terpadu; (b)
penelitian dan pengkajian pertambangan usaha kecil; (c) penyuluhan dan
sosialisasi pertambangan rakyat; (d) penyelidikan dan eksplorasi berbagai jenis
tambang dan bahan galian; (e) peningkatan sumberdaya mineral; (f)
pengembangan tenaga listrik (PLTD); (g) pengembangan listrik pedesaan; (h)
pembangunan Waduk Bumbaya Bulan yang menghasilkan PLTA; dan (i)
peningkatan sumberdaya bahan galian industri dan pemungutan pajak bahan
bakar minyak dan kendaraan.
Pada program peningkatan efektivitas pengelolaan konservasi dan
rehabilitasi SDA dan lingkungan hidup telah ditetapkan enam butir rencana
aksi, yakni : (a) mengkaji kebijakan pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi
sumberdaya alam; (b) mengelola sumberdaya hutan dan sumberdaya air dengan
pendekatan DAS dalam kerangka penataan ruang; (c) melaksanakan reboisasi
dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis serta wilayah pesisir; (d) penyebarluasan
14
serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan kawasan
konservasi yang berbasis masyarakat melalui pembentukan daerah perlindungan
laut dan hutan. ; (e) pembuatan dan evaluasi sumberdaya alam dan neraca
spasial; dan (f) penyusunan status kualitas lingkungan hidup daerah.
Pada program pencegahan dan pengendalian kerusakan pencemaran
lingkungan hidup telah ditetapkan empat butir rencana aksi, yakni : (a)
mengembangkan teknologi pengelolaan limbah rumah tangga, industri dan
transportasi; (b) pembentukan lembaga pendanaan pengelolaan lingkungan
hidup; (c) pembinaan pengendalian dampak lingkungan; dan (d) penetapan
aturan-aturan baku mutu lingkungan daerah dan penetapan AMDAL yang efektif
dan efisien.
Pada program penataan kelembagaan dan penegakan hukum pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup telah ditetapkan lima butir
rencana aksi, yakni : (a) penyusunan peraturan daerah serta perangkat
perarturan lainnya; (b) penguatan institusi dan aparatur penegak hukum dalam
pengelolaan sumberdaya alam; (c) penataan kebijakan yang membuka akses
dan kontrol masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup; (d) evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan perundangan nasional dan
peraturan daerah yang berkaitan dengan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup; dan (e) pengendalian pencemaran lingkungan hidup.
.
Selanjutnya, pada program peningkatan peranan masyarakat dalam
pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan hidup telah ditetapkan tiga butir
rencana aksi, yakni : (a) peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat
yang peduli lingkungan; (b) pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup; dan (c) pembentukan lembaga yang
melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
Bidang Kebijakan Investasi dan
Pengembangan Kawasan
Dibidang kebijakan investasi dan pengembangan kawasan ditetapkan sebuah
program utama dengan delapan butir rencana aksi. Program utama yang
dimaksud adalah Program Investasi dan Promosi Potensi Ekonomi Daerah.
Sedang delapan rencana aksinya adalah mencakup : (a) mengidentifikasi
sektor usaha prospektif untuk investasi; (b) menawarkan kemudahan investasi
yang berdampak pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha; (c)
menetapkan kawasan pertumbuhan sebagai prioritas investasi; (d) promosi dan
roadshow peluang investasi di Gorontalo; (e) merintis transparansi perizinan
untuk investasi yang dapat diakses secara terbuka; (f) pengembangan perkotaan
yang dititikberatkan pada pengembangan sistem jaringan pelayanan umum
untuk kelancaran mobilitas arus manusia dan barang; (g) penyusunan rencana
tata ruang wilayah dan kawasan serta penjabarannya ke dalam kebijakan dan
15
rekomendasi pemanfaatan ruang; dan (h) menciptakan forum koordinasi dan
konsultasi untuk mensinergikan dan mensingkronisasikan rencana tata ruang
provinsi, kota, dan kabupaten, serta wilayah-wilayah pengembangan lainnya.
.
Bidang Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan.
Dibidang kebijakan ekonomi dan pembangunan ditetapkan lima belas program
utama dan sejumlah rencana aksi pada setiap program utama. Kelima belas
program utama itu mencakup : (1) program pembangunan, pemeliharaan, dan
pengoptimalan infrastruktur untuk peningkatan dan kelancaran kegiatan ekonomi
(arus barang dan manusia) serta peningkatan daya saing komoditas utama; (2)
program pembangunan waduk dan bendungan untuk pengairan dan tenaga
listrik
guna meningkatkan kinerja sektor pertanian dan industri yang
berhubungan dengan sektor pertanian; (3) program penguatan kompetensi inti
Provinsi Gorontalo dengan fokus di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan
dengan model keterkaitan hulu-hilir dengan menempatkan pemerintah sebagai
penggerak utama; (4) program penguatan landasan pengembangan ekonomi
yang berkelanjutan; (5) program pengembangan wilayah strategis dan kerjasama
antar daerah/wilayah; (6) program pengembangan wilayah tertinggal dan
transmigrasi; (7) program pengembangan tanaman pangan, diversifikasi pangan,
dan ketahanan pangan; (8) program pengembangan perikanan dan kelautan; (9)
program pengembangan dan pemberdayaan industri kecil dan rumahtangga;
(10) program pengembangan perkebunan rakyat; (11) program pembangunan
kehutanan dan pengembangan hutan rakyat; (12) program pembangunan
peternakan; (13) program pembangunan pariwisata; (14) program
pengembangan ketenagakerjaan; dan (15) program peningkatan pendapatan
asli dan keuangan daerah.
Pada program pembangunan, pemeliharaan, dan pengoptimalan infrastruktur
untuk peningkatan dan kelancaran kegiatan ekonomi (arus barang dan manusia)
serta peningkatan daya saing komoditas utama ditetapkan enam butir rencana
aksi, yakni : (a) peningkatan kinerja dan penambahan infrastruktur Pelabuhan
Anggrek; (b) peningkatan kinerja dan penambahan infrastruktur Bandar Udara
Djalaluddin; (c) pembangunan pelabuhan perikanan; (d) pembangunan,
peningkatan, dan pemeliharaan jalan dan jembatan; (e) peningkatan dan
perluasan jaringan telepon; dan (f) pembangunan Pelabuhan Libuo.
Pada program pembangunan waduk dan bendungan untuk pengairan dan
tenaga listrik guna meningkatkan kinerja sektor pertanian dan industri yang
berhubungan dengan sektor pertanian ditetapkan tiga butir rencana aksi, yakni
: (a) pembangunan, pemeliharaan, dan peningkatan kinerja irigasi di Kota
Gorontalo dan Kabupaten Boalemo; (b) pengendalian banjir, pengembangan dan
pendayagunaan sumberdaya air di Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo; dan
(c) pengamanan garis pantai dari abrasi.
16
Pada program penguatan kompetensi inti Provinsi Gorontalo dengan fokus di
sektor pertanian, peternakan, dan perikanan dengan model keterkaitan hulu-hilir
dengan menempatkan pemerintah sebagai penggerak utama ditetapkan lima
butir rencana aksi, yakni : (a) mengembangkan unit agroindustri di pedesaan
dalam skala corporate farming; (b) menyediakan infastruktur pertanian,
alat/mesin pertanian untuk pengolahan lahan, pasca panen, penyimpanan, dan
transportasi; (c) membangun sistem distribusi saprotan/sapronak yang efektif
dan efisien; (d) merintis pendirian Gorontalo Inc sebagai holding yang
mensinergikan BUMD, usaha swasta, koperasi dan UKM dan berperan sebagai
BUMD, usaha swasta, koperasi, dan UKM dan berperan sebagai penyangga dan
stabilisator harga komoditas pertanian andalan Provinsi Gorontalo; dan (e)
meningkatkan budidaya perikanan laut dan pemanfaatan potensi perikanan
lestari.
Pada program penguatan landasan pengembangan ekonomi yang
berkelanjutan ditetapkan lima butir rencana aksi, yakni : (a) menciptakan iklim
investasi denga mewujudkan kepastian hukum dan rasa aman berusaha,
pemberian insentif untuk menarik investasi, dan promosi potensi usaha; (b)
mendirikan lembaga keuangan syariah non bank yang menfasilitasi usaha kecil
agar mampu mengakses sumber keuangan; (c) mengembangkan
kewirausahaan masyarakat; (d) memberdayakan UKM, Koperasi dan BUMD;
dan (e) mengembangkan kemitraan antar pelaku usaha atas dasar
profesionalisme dan skala usaha.
Pada program pengembangan wilayah strategis dan kerjasama antar
daerah/wilayah ditetapkan lima butir rencana aksi, yakni : (a) menetapkan
beberapa daerah tertentu sebagai titik pusat pengembangan ekonomi; (b)
menyediakan infrastruktur dan meningkatkan kualitas SDM di daerah yang
dijadikan titik pengembangan ekonomi dan wilayah ; (c) mempriritaskan
penataan ruang pada daerah yang ditetapkan sebagai titik pengembangan
ekonomi dan wilayah; (d) merintis kerjasama antardaerah di Mandala Teluk
Tomini; dan (e) merintis kerjasama “Utara – Utara” di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) dengan menjadikan Gorontalo sebagai pusat dan penggerak utama.
Pada program pengembangan wilayah tertinggal dan transmigrasi ditetapkan
lima butir rencana aksi, yakni ; (a) peningkatan penyediaan prasarana; (b)
penataan ruang termasuk pengaturan pemanfaatan potensi wilayah pada
kawasan pedalaman, pesisir, dan pulau; (c) pengembangan ekonomi lokal yang
bertumpu pemanfaatan sumberdaya alam, budaya, adat istiadat, dan kearifan
tradisional secara berkelanjutan; (d) advokasi dan perlindungan masyarakat
adat; dan (e) penataan masyarakat perambah hutan dan wilayah kumum
(resetlemet).
Pada program pengembangan tanaman pangan, diversifikasi pangan, dan
ketahanan pangan ditetapkan lima butir rencana aksi, yakni : (a) melakukan
ekstensifikasi dan intensifikasi tanaman pangan (prioritas jagung dan beras); (b)
17
pengembangan dan rehabilitasi lahan pertanian; (c) pengembangan produksi
pangan pokok, beras, karbohidrat non beras dan sumber protein; (d)
memberdayakan kembali sistem logistik rakyat dengan mengaktifkan lumbung
desa; dan (e) mengembangkan sistem perlindungan dan budidaya tanaman dan
ternak unggul daerah.
Pada program pengembangan perikanan dan kelautan ditetapkan sebelas
butir rencana aksi, yakni : (a) pengadaan jaring pengaman ekonomi nelayan
berupa infrastruktur perikanan (pelabuhan pendaratan, cold storage, pabrik es,
peralatan penangkapan ikan, dan pengolahan pasca panen ikan); (b) melakukan
up grade teknologi untuk peningkatan kualitas produksi perikanan; (c)
mengajukan usulan kepada pemerintah pusat untuk pemberian insentif fiskal dan
perdagangan sarana produksi perikanan; (d) membangun ketahanan ekonomi,
pengurangan kemiskinan, dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
nelayan; (e) pelatihan kewirausahan masyarakat pantai dan nelayan ke arah
pembentukan jiwa wirausaha yang inovatif; (f) merintis pilot project
pembangunan desa nelayan yang merupakan unit ekonomi yang berbasis pada
kegiatan perikanan dan kelautan; (g) merintis pendirian balai benih ikan laut dan
payau yang bernilai ekonomi tinggi; (h) merintis pendirian pasar ikan regional
yang berbasis di Gorontalo; (i) merintis pendirian pendidikan perikanan yang
berstandar internasional; (j) merintis pendirian balai pengembangan potensi
pesisir dan kelautan dengan kegiatan utama dibidang litbang, workshop dan
kerjasama dengan pemerintah, swasta, dan pendidikan tinggi untuk melakukan
economic empowerment sumberdaya pesisir dan laut termasuk di dalamnya
peningkatan kualitas sumberdaya manusianya; dan (k) melakukan konservasi
kawasan pantai dan laut teritorial untuk menjaga terpeliharanya tangkapan lestari
sumberdaya kelautan.
Pada program pengembangan dan pemberdayaan industri kecil dan
rumahtangga ditetapkan lima butir rencana aksi, yakni : (a) mengidentifikasi
berbagai potensi jenis kegiatan industri kecil dan rumahtangga yang potensial
bagi income generating, penciptaan dan perluasan kesempatan kerja dan
berusaha; (b) merintis pendirian pilot project sentra industri kecil yang berbasis
pada kerajinan rakyat dalam satu kawasan (kain krawang, kerajinan rotan, dsb);
(c) mengidentifikasi dan mendokumentasikan desain tradisional kerajinan
tangan, hasi industri, dan proses industri untuk keperluan pemberian hak paten
dan hak cipta; (d) merintis “Gorontalo Fair” sebagai wahana untuk promosi
industri, perdagangan dan pariwisata dan temu investor – pengusaha; dan (e)
mengembangkan data base profil usaha kecil dan rumah tangga.
18
Pada program pengembangan perkebunan rakyat ditetapkan tiga butir
rencana aksi, yakni : (a) peremajaan dan penggantian tanaman kelapa jenis
unggul; (b) perluasan dan peningkatan kualitas perkebunan rakyat; dan (c)
introduksi tanaman perkebunan yang memiliki ekonomi tinggi.
Pada program pembangunan kehutanan dan pengembangan hutan rakyat
ditetapkan empat butir rencana aksi, yakni : (a) konservasi dan reboisasi hutan
dan tanah kritis dengan tanaman cepat tumbuh dan memiliki nilai ekonomis
tinggi; (b) merintis hutan tanaman industri yang mampu menciptakan keterkaitan
dengan kegiatan ekonomi usaha kecil, menengah, dan koperasi; (c)
mengembangkan dan membina hutan rakyat dengan mengintrodusir jenis
tanaman (jati emas dan sejenisnya) yang bernilai ekonomi tinggi dan berumur
pendek; dan (d) membina dan meningkatkan kesadaran ekologi dan konservasi
pada masyarakat tepian hutan.
Pada program pembangunan peternakan ditetapkan enam butir rencana aksi,
yakni : (a) mengenalkan budidaya ternak besar terutama sapi dengan model
keterkaitan dengan usahatani terpadu; (b) meningkatkan kualitas bibit ternak
rakyat (sapi, kuda, dan kambing); (c) merintis bursa dan pasar ternak regional;
(d) membrantas penyakit menular/berbahaya pada ternak; dan (e) mengatur lalu
lintas perdagangan ternak.
Pada program pembangunan pariwisata ditetapkan empat butir rencana aksi,
yakni : (a) mengidentifikasi potensi wisata alam, budaya/adat, dan wisata bahari;
(b) membanbangun dan menyediakan infrastruktur; (c) mengadakan promosi
bersama dengan pemda se Sulawesi; dan (d) membangun akomodasi pariwisata
dan mengarahkan Kota Gorontalo sebagai tempat konvensi di Kawasan Timur
Indonesia.
Pada program pengembangan ketenagakerjaan ditetapkan enam butir
rencana aksi, yakni : (a) menciptakan dan mengembangkan kesempatan kerja
dengan membangun kerjasama dan keterkaitan antar sektor; (b) meningkatkan
kualitas da produktivitas tenaga kerja melalui sertifikasi dan standardisasi
profesi; (c) melaksanakan perlindungan tenaga kerja dan pengembangan
lembaga ketenagakerjaan; (d) menetapkan pedoman jaminan kesejahteraan
purna kerja; (e) menetapkan dan melakukan pengawasan penerapan upah
minimum regional; dan (f) melaksanakan perlindungan tenaga kerja wanita dan
anak dari diskriminasi, pekerjaan berbahaya, dan pelecehan martabat.
Selanjutnya, pada program peningkatan pendapatan asli dan keuangan
daerah ditetapkan enam butir rencana aksi, yakni : (a) ekstensifikasi dan
intensifikasi objek pajak dan retribusi; (b) penyuluhan dan sosialisasi hukum
tentang objek pajak dan retribusi daerah; (c) penyesuaian terhadap produk
hukum daerah yang mengatur keuangan daerah; (d) pemberian penghargaan
terhadap wajib pajak dan retribusi daerah; (e) pengadaan sarana dan prasarana
19
untuk menunjang pengelolaan PAD; dan (f) penerapan sistem komputerisasi
Samsat dan sistem akuntansi keuangan daerah.
Bidang Kebijakan Sosial Budaya,
Pendidikan, dan Agama
Dibidang kebijakan sosial budaya, pendidikan, dan agama ditetapkan tujuh
program utama dengan sejumlah rencana aksi pada setiap program utama.
Ketujuh program utama yang dimaksud adalah : (1) program peningkatan
perluasan dan pemerataan pendidikan serta kesempatan belajar; (2) program
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta akuntabilitas pendidikan; (3)
program peningkatan kualitas profesionalisme pendidikan tinggi dalam
pembangunan daerah; (4) program peningkatan pemahaman dan kerukunan
beragama; (5) program peningkatan kesejahteraan sosial; (6) program
peningkatan peran pemuda dan pengembangan olahraga; dan (7) program
pembangunan kebudayaan dan pelestarian adat-istiadat, budaya, dan bahasa
Gorontalo.
Pada program peningkatan perluasan dan pemerataan pendidikan serta
kesempatan belajar ditetapkan tiga butir rencana aksi, yakni : (a) peningkatan
kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan terutama di daerah atau
desa-desa tertinggal atau terpencil; (b) pemberian bea siwa untuk siswa
berprestasi dan rawan ekonomi; dan (c) meningkatkan peran serta dan swadaya
masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan dan kesempatan belajar yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat/daerah.
Pada program peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta
akuntabilitas pendidikan ditetapkan sembilan butir rencana aksi, yakni : (a)
mengembangkan kurikulum yang berbasis pada kompetensi dasar sesuai
dengan kebutuhan daerah, nasional, dan internasional; (b) mengembangkan
lomba karya inovatif yang mempunyai nilai ekonomi; (c) mengembangkan
program-program keterampilan sesuai dengan kondisi daerah; (d) meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan produktivitas proses belajar dan mengajar; (e)
meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja lembaga pengelola
pendidikan; (f) melaksanakan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah; (g)
mendorong dan menfasilitasi para guru/dosen untuk meningkatkan pendidikan
formal dalam dan luar negeri; dan (h) melakukan pembinaan etika dan moral
guru secara intensif dan optimal sehingga bisa menjadi panutan peserta didik
dan masyarakat.
Pada program peningkatan kualitas profesionalisme pendidikan tinggi
dalam pembangunan daerah ditetapkan empat butir rencana aksi, yakni : (a)
meningkatkan kualitas tenaga pengajar dengan memberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan pascasarjana (S2 dan S3); (b) meningkatkan kualitas
sarana dan prasarana pendidikan tinggi (perpustakaan, laboratorium, ruang
kuliah, dan fasilitas belajar mengajar); (c) meningkatkan kerjasama perguruan
20
tinggi dengan pemda untuk mendukung percepatan dan pemerataan
pembangunan; dan (d) mengembangkan kerjasama dengan pemda dalam
bidang litbang dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah.
Pada program peningkatan pemahaman dan kerukunan beragama ditetapkan
lima butir rencana aksi, yakni : (a) menfasilitasi peningkatan pelayanan
kehidupan beragama bagi seluruh umat beragama; (b) menfasilitasi
terpeliharanya kebebasan umat beragama dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan iman dan kepercayaan masing-masing; (c) menfasilitasi kerukunan dan
kerjasama yang harmonis yang dilandasi semangat saling menghormati dan
mengasihi sebagai hambah Tuhan antar umat beragama; (d) meningkatkan
kualitas program pendidikan agama; dan (e) meningkatkan peran lembagalembaga keagamaan dalam memelihara keserasian kehidupan sosial, tolenransi
dan saling menghormati dan mengasihi antar sesama umat beragama.
Pada program peningkatan kesejahteraan sosial ditetapkan lima butir
rencana aksi, yakni : (a) mengembangkan pelayanan sosial terutama yatim
piatu, anak terlantar, manula, masyarakat dan desa tertinggal, dan penyandang
cacat; (b) mengembangkan potensi kesejahteraan sosial melalui peran swadaya
masyarakat dan lembaga-lembaga sosial keagamaan; (c) mengembangkan
kesetiakawanan dan partisipasi sosial masyarakat; (d) mengembangkan sistem
jaminan sosial dan perlindungan kelompok minoritas; dan (e) memberdayakan
perempuan.
Pada program peningkatan peran pemuda dan pengembangan olahraga
ditetapkan empat butir rencana aksi, yakni : (a) meningkatkan swadaya dan
swadana masyarakat untuk pengadaan fasilitas olah raga, penjaringan potensi
dan bakat, dan untuk atlit dan olahragawan; (b) mengembangkan pendidikan
jasmani di sekolah dan perguruan tinggi; (c) mengembangkan dan memodifikasi
olah raga tradisional; dan (d) meningkatkan peran serta pemuda dalam kegiatan
pembangunan.
Selanjutnya, pada program pembangunan kebudayaan dan pelestarian adatistiadat, budaya, dan bahasa Gorontalo dietapkan dua butir rencana aksi,
yakni : (a) menginventarisasi adat-istiadat, seni tradisional, suaka peninggalan
purbakala, bahasa dan dialek Bahasa Gorontalo; dan (b) menggali nilai-nilai
budaya/tradisi yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam
pembanmgunan.
Pada keempat bidang kebijakan beserta program-program utama dan rencana
aksi pembangunannya masing-masing – sebagamana yang dipaparkan di atas –
terlihat bahwa terdapat sejumlah rencana aksi pembangunan yang tumpang
tindih dari satu program ke program lainnya. Selain itu juga terlihat bahwa pada
keseluruhan rencana aksi pembangunan yang telah ditetapkan tidak terlihat
mana yang prioritas (harus didahukukan) dan mana yang seharusnya
dilaksanakan secara sektoral dan mana yang lintas sektoral. Hal ini terutama
21
disebabkan karena pada keseluruhan bidang kebijakan yang kemudian
dituangkan pada sejumlah program dan rencana aksi pembangunan seluruhnya
masih bersifat parsial – sektoral dan sama sekali belum memperlihatkan adanya
payung program sebagai acuan atau pun landasan seluruh program dan
rencana aksi pembangunan termaksud. Untuk itu keseluruhan program dan
rencana aksi pada setiap bidang kebijakan – sebagaimana yang dipaparkan
dalam Renstrada Provinsi Gorontalo 2002 – 2006 – terhadapnya masih perlu
direkonstruksi ke dalam sebuah Rencana Strategis Pembangunan Provinsi
Gorontalo yang Berwasan Ekonomi (Community Base Entrepreneur) dan
Lingkungan Hidup. Dalam renstra ini harus dipertegas mana program dan
rencana aksi pembangunan yang harus diprioritaskan dan mana yang harus
dikerjakan secara sektoral dan mana pula yang harus dikerjakan secara lintas
sektoral. Lebih baik lagi jika rincian pendanaan dan sumber-sumber pendanaan
serta rentang waktu pelaksanaannya telah dimuat secara rinci dalam renstra
yang dimaksud.
22
BAB III. ANALISIS ISU LINGKUNGAN DAN
EVALUASI KEBIJAKAN
3.1 Pendekatan dan Kerangka Analisis
Analisis isu lingkungan dan evaluasi kebijakan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan PSR (Pressure – State – Response). Pendekatan ini menekankan
pentingnya terlebih dahulu mengungkapkan pressure (penyebab atau tekanan)
yang menekankan terjadinya perubahan komponen lingkungan. Dalam konteks
Provinsi Gorontalo, pressure ini ditafsirkan ke dalam kegiatan pembangunan
yang selama berlangsungnya memberi beban atau merusak komponen
lingkungan hidup. Seiring dengan itu state (kondisi lingkungan abiotic-bioticculture) yang terdegradasi dengan segala impact (dampak) yang ditimbulkan
oleh keseluruhan kegiatan pembangunan yang dimaksud juga perlu diidentifikasi
dan dirumuskan. Bertalian dengan itu pula response (program dan aksi
penanggulangan dampak) baik yang dilakukan oleh instansi terkait secara
sektoral maupun yang dilakukan oleh sejumlah instansi terkait dalam bentuk
program dan aksi lintas sektoral, termasuk yang dilakuakan oleh lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat pada umumnya, juga perlu
dievaluasi dan dianalisis sampai berapa jauh response tersebut relevan dengan
penanganan dampak kegiatan pembangunan, tingkat keberhasilannya, beserta
hambatan-hambatan yang dialaminya. Secara sederhana pendekatan PSR ini
dapat divisualisasikan melalui Gambar 2..
Secara elementer, pendekatan PSR sebagaimana yang dipaparkan pada
Gambar 2 dapat dikembangkan dengan mengkombinasikan antara Pendekatan
PSR (Gambar 2) dengan Kerangka Analisis Isu Utama – sebagaimana yang
dipaparkan pada Bab I (Gambar 1). Kombinasi kedua pendekatan ini dapat
divisualisasikan melalui Gambar 3.
Gambar 3 tersebut menunjukkan bahwa terdapat delapan kegiatan
pembangunan di Provinsi Gorontalo disinyalir memberi tekanan (pressure) pada
komponen lingkungan. Kedelapan kegiatan pembangunan yang dimaksud
adalah : (1) kegiatan pertanian; (2) kegiatan perikanan dan kelautan; (3) kegiatan
kehutanan dan perkebunan; (4) kegiatan transportasi; (5) kegiatan pemukiman
dan persampahan; (6) kegiatan pertambangan; (7) kegiatan industri; dan (8)
kegiatan kesehatan masyarakat.
Kedelapan kegiatan pembangunan Provinsi Gorontalo tersebut disinyalir telah
memberi tekanan pada lingkungan, baik pada komponen lingkungan abiotic,
komponen llingkungan biotic, maupun komponen lingkungan culture, baik itu
yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Akibat tekanan itu juga disinyalir
telah memberi dampak pada setiap perubahan komponen lingkungan termaksud.
23
Dampak-dampak itu secara geografis dapat dibedakan, yakni baik pada daerah
terestrial (di darat) maupun pada daerah akuatik (di perairan). Pada daerah
terestrial disinyalir telah terjadi erosi dan sedimentasi secara besar-besaran
dalam waktu yang cukup lama yang kini menjadikan Danau Limboto dan sungaisungai di Gorontalo mendangkal. Perusakan tebing sungai dan kaki bukit
sebagai akibat kegiatan penambangan juga disinyalir telah berlangsung lama
dan kini telah merusak bentang alam dan sekaligus estetika alam, bahkan telah
menimbulkan rawan longsor. Begitu pula tempat pembuangan sampah yang
berada tepat di atas puncak Bukit Pohe-Tanjung Keramat juga disinyalir memberi
dampak (lkhususnya limbah B3) yang tidak sedikit terhadap perairan laut yang
berada tepat di kaki bukit yang bersangkutan. Begitu pula pada daerah akuatik
(perairan) juga dsinyalir telah terjadi perusakan habitat ekosistem terumbu
karang secara besar-besaran sebagai akibat kegiatan pemboman dan kegiatan
penambangan batu karang yang telah berlangsung hingga kini, termasuk
biodiversity yang ada di dalamnya. Begitu pula kegiatan perluasan tambak di
Kwandang dan Anggrek juga disinyalir telah merusak habitat bakau dengan
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
PRESSURE
(KEGIATAN
PEMBANGUNAN)
STATE
(KONDISI LINGK
TERDEGRADASI)
RESPONSE
(PROGRAM DAN AKSI
PENANGGULANGAN)
= Kegiatan Pembangunan
= Sumberdaya dan LH
= Informasi (Kegiatan & Dampak)
= Program dan Aksi
Penanggulangan
Gambar 2. Pendekatan PSR dalam Pengkajian Status Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Gorontalo : Sumber OECD, 1993.
24
KEGIATAN
PEMBANGUNAN GRTLO
PETERNAKAN
PERIKANAN
TRANSPORTASI
PERTANIAN,
KEHUT-KEBUN
PERTAMBANGAN
PEMUKIMAN &
PERSAMPAHAN
INDUSTRI
KESEHATAN
KOMPONEN
LINGKUNGAN
ABIOTIC
BIOTIC
CULTURE
PROGRAM & AKSI
PENANGGULANGAN
IMPACT (DAMPAK)
PROGRAM & AKSI
SEKTORAL
(Erosi & Sedementasi,Pendangkalan, Longsor, Estetika &
Limbah B3)
PROGRAM & AKSI
MULTI SEKTORAL
PROGRAM & AKSI
LSM & MASYARAKAT
= Tekanan pada Komponen Lingkungan
= Gangguan thd Kegiatan Pembangunan
TERESTRIAL
AKUATIK – PERAIRAN
(Kerusakan Ekosistem Terumbu
Karang, Bakau, & Biodiversity)
= Dampak/Impact
= Program & R. Aksi
Gambar 1. Keterkaitan Tekanan Pembangunan dgn Degradasi Lingkungan dan
Program serta Aksi Penanggulangan Provinsi Gorontalo
25
Diakui bahwa selama ini pemerintah, LSM, dan Masyarakat Gorontalo telah
berbuat banyak untuk menanggulangi perusakan lingkungan, melalui programprogram sektoral dari setiap instansi terkait dan LSM maupun yang dilakukan
secara bersama-sama atau lintas sektoral oleh sejumlah intansi terkait dan LSM,
tetapi sampai berapa jauh keberhasilan program dan aksi (response) mereka
masih merupakan misteri yang perlu disingkapkan.
3.2 Kegiatan Pembangunan yang Menimbulkan
Tekanan pada Lingkungan
3.2.1 Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Sektor pertanian merupakan sektor andalan Provinsi Gorontalo dimana
pemanfaatan areal untuk sektor ini berkisar 26 % dari total luas wilayah Provinsi
Gorontalo. Sehubungan dengan dicanangkannya Program Agropolitan di
Provinsi Gorontalo, maka pengembangan sektor pertanian di daerah ini
dilakukan baik secara intensif mapun secara ekstensif sehingga pada tahun
2002 sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Gorontalo masih
tetap mendominasi dibanding dengan sektor lain.
Terdapat 7 (tujuh) jenis komoditas pertanian yang dominan diusahakan di
Provinsi Gorontalo, yaitu : padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi
kayu dan ubi jalar. Perkembangan Luas tanam masing-masing komoditas
tersebut tampak semakin mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 tercatat 2
(dua) jenis komoditas yang memiliki luas tanam paling tinggi, yakni komoditas
jagung (46.276 ha), kemudian komoditas padi (40.343 ha).
Areal pertanaman padi sawah tersebar di Kabupaten Boalemo seluas 4.151 ha,
Kabupten Gorontalo seluas 17.661 ha dan Kota Gorontalo seluas 1.032 ha.
Sawah yang telah beririgasi teknis di Kabupaten Boalemo seluas 963 ha,
beririgasi setengah teknis 828 ha, dan beririgasi sederhana 247,25 ha. Sedang
sawah yang beririgasi teknis di Kabupaten Gorontalo berkisar 5.775 ha,
beririgasi setengah teknis 5.890 ha. Sawah yang beririgasi sederhana hanya
terdapat di Kabuapten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo yaitu masing-masing
seluas 2.209 ha dan 1.408 ha.
Kebijakan pemerintah Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan produktivitas di
sektor pertanian dilakukan dengan pencanangan Program Agropolitan.
Kebijakan ini mendapat respon positif dari masyarakat tani melalui
pengembangan usaha pertanian padi sawah dan padi ladang serta jagung baik
dengan sistim intensifikasi maupun ekstensifikasi. Respon ini terlihat pada
peningkatan luas areal usaha pertanaman padi dan jagung. Pada tahun 2002
tercatat luas areal pertanaman padi sawah seluas 46.652 ha dengan sasaran
produksi 257.146,8 ton/ha, padi padang seluas 481 ha dengan sasaran produksi
26
1.443,0 ton/ha serta luas areal pertanaman komoditas jagung sekitar 40.424 ha
dengan sasaran produksi 215.096,1 ton/ha.
Sehubungan dengan Program Agropolitan tersebut, maka untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian, petani melakukan pemupukan dan pengendalian
hama dengan berbagai jenis pestisida. Namun sampai saat ini belum ada data
mengenai jumlah pupuk dan pestisida yang digunakan di Provinsi Gorontalo.
Jika petani mengaplikasikan pupuk dan pestisida dengan dosis yang tidak
terkontrol, residu pupuk yang berlebihan pada usaha pertanian sawah, sebagian
besar akan masuk ke sungai, melalui Danau Limboto dan terus mengalir ke
muara sungai. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi badan air
danau dan estuaria yang memicu terjadinya blooming fitopalnkton. Sedang
residu pestisida dan herbisida yang masuk ke badan air akan terakumulasi
melalui bioakumulasi dan biomagnifikasi hingga mencapai konsentrasi lethal
yang mematikan biota perairan.
Khusus komoditas jagung dan beberapa jenis tanaman pangan lainnya
umumnya dilakukan pada lahan berbukit atau berlereng. Hasil observasi lapang,
terlihat bahwa sekitar 90 % areal pertanaman jagung dilakukan di lokasi dengan
kemiringan lereng di atas 75%. Penanaman tanaman jagung ini dilakukan tanpa
memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, dengan kata lain tidak
membuat terasering.
Dampak lingkungan yang terjadi dari pengembangan areal pertanaman jagung
adalah peningkatan laju erosi tanah dan sedimentasi, penurunan kesuburan
tanah, dan peningkatan kekeruhan air permukaan. Dampak ini berlanjut pada
penurunan kualitas air berupa peningkatan kekeruhan air dan pendangkalan
ekosistem sungai, danau (Danau Limboto) dan muara yang menerima limpasan
air dari areal pertanian ini. Selain itu, kehidupan biota perairan di sungai dan
danau serta estuaria akan mengalami gangguan akibat adanya peningkatan
kekeruhan air dan pendangkalan perairan.
Selain pertanian, potensi lahan perkebunan di Provinsi Gorontalo juga cukup
luas yaitu berkisar 180.019,81 ha yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu
Kabupaten Gorontalo sekitar 115.061,51 ha dan Kabupaten Boalemo sekitar
64.958,30 ha. Potensi areal tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan. Areal
perkebunan yang belum dimanfaatkan di Provinsi Kabupaten Gorontalo adalah
seluas 100.701,85 ha ( 56 %) yaitu 66.610,24 ha (37 %) di Kabupaten Gorontalo
dan 34.091,61 ha (19 %) di Kabupaten Boalemo.
Terdapat beberapa jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh petani di
Provinsi Gorontalo antara lain kelapa, kemiri, kakao, jambu mente, kopi, cengkeh
tebu, pala, vanili, casiavera, kapuk dan aren. Dari sekian komoditas tersebut,
hanya 7 (tujuh) jenis yang dominan dikembangkan oleh petani yaitu kelapa,
kemiri, kakao, jambu mente, kopi, cengkeh tebu.
27
Penggunaan pupuk pada kegiatan perkebunan hanya dengan dosis yang rendah
sehingga tidak terjadi degrdasi lingkungan akibat penggunaan pupuk. Namun
karena kegiatan perkebunan pada umumnya dilakukan pada lahan dengan
kemiringan lereng di atas 50 %, dan petani tidak memahami kaidah konservasi
tanah dan air, sehingga kegiatan ini menyebabkan erosi, hilangnya lapisan top
soil dan penurunan kandungan unsur hara tanah.
Sektor lainnya adalah Sektor Kehutanan. Berdasarkan
Statistik Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Gorontalo (2002), luas hutan di Provinsi
Gorontalo adalah sekitar 826.376,12 ha yang terdiri atas hutan lindung
165.488,67 ha (20,03 %), hutan swaka alam dan kawasan hutan pelestarian
alam 1987.586,85 ha (23,91 %), hutan produksi terbatas 342.449,55 ha (41,44
%), hutan produksi tetap 150.684,45 ha (12,18 %), dan hutan produksi konversi
20.188,60 ha (2,44 %). Selain itu, juga terdapat hutan bakau seluas 10.418 ha.
Eksploitasi hutan di Provinsi Gorontalo nampaknya sudah relative tinggi.
Eksploitasi yang dilakukan adalah berupa penebangan kayu untuk kebutuhan
konsumen lokal dan konsumen di luar Provinsi Gorontalo.
Tingginya eksploitasi hutan di Provinsi Gorontalo nampak pada produksi kayu
yang mengalami peningkatan sangat nyata setiap tahunnya. Data produksi kayu
yang tercatat pada tahun 2000, adalah kayu bulat (LOG) 9.372,04 m3, kayu
gergajian 937,20 m3 dan rotan 785.059,21 ton, sedang produksi kayu pada
tahun 2001 adalah kayu LOG 166.068,78 m3, kayu gergajian 16.606,87 m3 dan
rotan 785.059,21 ton. Indikator lainnnya yaitu sebagian hutan dikonversi
menjadi lahan pertanian, perkebunan dan tambak budidaya ikan serta sebagian
untuk pemukiman. Untuk mempertahankan kelestarian ekosistem hutan, pada
tahun 2001 pemerintah melakukan reboisasi namun luas areal reboisasi ini
masih sangat kecil yakni, sekitar 1.250 ha. Di antaranya 600 ha di Kabupaten
Boalemo dan 650 ha di Kabupaten Gorontalo.
Permasalahan lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi hutan adalah sebabaia
berikut: (a) Penebangan hutan secara terus menerus tanpa disertai dengan
reboisasi akan mengakibatkan penurunan kenakekaragaman hayati; (b) Lahan
yang terbuka akibat penebangan tidak segera dihijaukan sehingga lahan
tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian tanpa memperhatikan kaidah
kelestarian lingkungan, sehingga terjadi erosi dan penurunan unsur hara.
Peningkatan erosi menimbulkan dampak lanjutan terhadap pendangkalan dan
penyempitan luas sungai dan danau serta gangguan kehidupan biota perairan
sungai atau pun danau; (c) Peubahan iklim mikro utamanya suhu udara
meningkat; dan (d) Dalam jangka waktu tertentu, produksi kayu akan terus
menurun.
28
3.2.2 Perikanan dan Kelautan
Potensi perikanan di Provinsi Gorontalo relative besar, mencakup : potensi
perikanan darat, payau dan perikanan laut. Kegiatan perikanan darat lebih
dominan dilakukan di Danau Limboto berupa budidaya ikan dengan
menggunakan jaring apung, karamba dan jaring tancap serta penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap berupa pancing, jaring dan bibilo.
Kegiatan perikanan darat yang dominan di Danau Limboto sebenarnya telah
banyak memberikan sumbangan terhadap degradasi lingkungan danau. Luas
Danau Limboto pada tahun 1932 adalah sekitar 7.000 ha dengan kedalaman
rata-rata 30 m. Namun pada tahun-tahun selanjutnya, kondisi danau semakin
mengalami degradasi berupa laju penyempitan dan pendangkalan danau
semakin cepat hingga pada tahun 1990 luas efektif danau yang tercatat hanya
sekitar 2.700 ha dengan kedalaman rata-rata 2,5 m.
Kondisi Danau Limboto saat ini sebetulnya sudah berada pada fase eutrofi. Hal
ini ditandai dengan laju aktivitas biologis yang sangat tinggi, tingkat kesuburan
tinggi, populasi beberapa jenis organisme yang sangat tinggi (ganggang dan
tumbuhan air), beberapa jenis biota (ikan asli danau) menunjukkan tanda-tanda
kepunahan seperti ikan manggabai dan payangka), akibatnya keragaman jenis
biota semakin menurun. Beberapa jenis ikan asli danau telah punah, dengan
demikian, danau Limboto sebetulnya sudah tidak layak untuk dimanfaatkan
sebagai pengembangan usaha budidaya perikanan.
Namun, ironisnya di Danau Limboto masih dilakukan kegiatan budidaya ikan
dengan metoda jaring apung, keramba dan jaring tancap sebanyak 2.000 unit
tanpa melalui kajian daya dukung danau untuk kegiatan tersebut. Jumlah
tersebut telah melewati carryng capacity (daya dukung) dan daya lenting danau.
Sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan budidaya akan mengalami
pembusukan dan pada akhirnya menurunkan mutu air danau berupa penurunan
DO, pH, peningkatan BOD dan COD serta timbulnya senyawa beracun berupa
CO2, H2S, NH3 dan CH4. Oleh karena itu, pemanfaatan danau Limboto untuk
kegiatan budidaya ikan merupakan salah satu sumber penyebab penurunan
kualitas lingkungan danau tersebut.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bibilo adalah salah satu cara
penangkapan dengan memanfaatkan pulau terapung berupa tanaman air. Pada
bibilo ikan akan berkumpul kemudian ditangkap dengan jaring insang.
Kelemahan dari metoda ini adalah penguapan air semakin meningkat,
mempercepat laju pendangkalan danau dan terjadinya eutrofikasi serta
timbulnya senyawa-senyawa beracun di dasar danau akibat dekomposisi bibilo
yang mati. Oleh karena itu, penangkapan ikan dengan cara ini adalah salah satu
penyebab peningkatan laju degradasi ekosistem Danau Limboto.
29
Penangkapan ikan dengan menggunakan aliran listrik dan bius adalah salah satu
cara penangkapan yang mengancam kelestarian biota perairan Danau Limboto.
Metoda penangkapan ini selain mematikan ikan-ikan besar, telur dan larva ikan,
juga mematikan biota lainnya berupa plankton dan benthos sehingga rantai
makanan dan jaring makanan terputus yang berimplikasi pada rusaknya sistim
aliran energi pada ekosistem danau.
Limpasan air Danau Limboto yang kualitasnya rendah masuk ke estuaria melalui
sungai Bolango dan Sungai Bone berakibat pada penurunan kualitas air muara
Sungai Bone. Akibat lebih lanjut adalah kehidupan beberapa jenis biota perairan
estuaria (muara) Sungai Bone dan sekitarnya yang tidak toleran terhadap
perubahan kondisi lingkungan hidupnya mengalami gangguan
sehingga
keragaman jenisnya pada ekosistem ini berkurang.
Selanjutnya kegiatan perikanan payau merupakan usaha perikanan yang
dilakukan pada perairan payau yaitu perairan dengan salinitas berkisar antara 5
– 30 promil. Kegiatan perikanan di lokasi ini berupa budidaya ikan pada kolam
(empang/tambak). Budidaya ikan payau atau tambak di Provinsi Gorontalo
dominan dilakukan di Kecamatan Anggrek dan Kecamatan Kwandang
Kabuapten Gorontalo. Pada umumnya areal tambak tersebut merupakan hutan
mangrove yang dikonversi menjadi tambak. Luas hutan mangrove di Provinsi
Gorontalo berkisar 11.585 ha yang menyebar di dua kabupaten yaitu sekitar
5.100 ha di Kabupaten Gorontalo dan 6.481 ha di Kabupaten Boalemo (Balai
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Gorontalo, 2002). Berdasarkan
wawancara yang dilakukan terhadap tokoh masyarakat di Kecamatan Kwandang
dan Kecamatan Angrek Kabupaten Gorontalo, ternyata hutan mangrove yang
dikonversi menjadi areal pertambakan diperkirakan sudah seluas 70 % dari luas
total semula.
Tingkat teknologi budidaya air payau (tambak) yang dilakukan di Provinsi
Gorontalo masih tergolong tradisional, sehingga dampaknya terhadap penurunan
kualitas lingkungan belum nyata. Namun kegiatan ini menimbulkan dampak
terhadap degradasi hutan bakau (karena ekspansi ke areal bakau) sehingga
fungsi ekologis ekosistem tersebut semakin berkurang dan berakibat pada
peningkatan laju erosi dan sedimentasi ke laut serta terjadinya abrasi pantai,
terputusnya siklus unsur hara, hilangnya daerah pemijahan dan nursery ground
(daerah pembesaran) dan feeding ground (daerah mencari makan) beberapa
biota laut. Jika kegiatan pembukaan hutan mangrove dibiarkan berlangsung
terus menerus, maka akan berimplikasi pada penurunan produktivitas perairan
pantai dan berdampak lanjut terhadap penurunan pendapatan nelayan.
Berikut, kegiatan perikanan laut di Provinsi Gorontalo dilakukan di Teluk Tomini
dan Laut Sulawesi. Jenis kegiatan perikanan laut yang dominan adalah
penangkapan dan budidaya laut. Usaha budidaya laut yang dilakukan di
Provinsi Gorontalo adalah budidaya rumput laut dan budidaya ikan sistim
keramba apung. Usaha ini perlu dikembangkan mengingat potensi areal untuk
30
pengembangan usaha ini masih sangat mendukung utamanya di Kabupaten
Gorontalo dan Boalemo.
Kegiatan perikanan tangkap di laut yang mengancam kelestarian komoditas
perikanan adalah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti
penggunaan bom, penggunaan bahan beracun berupa cyanide dan penggunaan
pukat harimau. Penggunaan alat tangkap ini selain mematikan ikan target, juga
memtikan ikan non target seperti larva ikan dan biota laut lainnya (karang dan
organisme yang bersimbiose dengan terumbuh karang). Hal ini lebih lanjut akan
berimplikasi negative terhadap penurunan stock populasi ikan meskipun dalam
jangka waktu yang relatif lama.
Kegiatan lainnya di wilayah perikanan yang justru berdampak sangat parah
adalah kegiatan penambangan terumbu karang untuk keperluan bahan
bangunan; Kegiatan penambangan ini sudah berlangsung cukup lama dan
dilakukan oleh penduduk di Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini dilakukan pada
semua kecamatan yang terletak di pantai.
3.2.3 Peternakan
Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat Gorontalo adalah sapi, kuda,
kambing dan babi. Data Profil Provinsi Gorontalo (2002) menunjukkan bahwa
jenis ternak yang paling banyak dipelihara adalah sapi berkisar 159.334 ekor,
kemudian menyusul berturut-turut : kambing sebanyak 83.931 ekor, kuda 9.997
ekor dan babi 8.432 ekor. Selain ternak besar, penduduk setempat juga
beternak unggas seperti ayam ras, ayam buras, itik dan burung puyuh. Pada
tahun 2002 jenis peternakan unggas yang paling banyak diusahakan adalah
buras sebanyak 641.897 ekor, ayam ras 131.168 ekor dan itik 47.093 ekor.
Usaha peternakan ini tersebar di tiga kabupaten, dan belum ada usaha
peternakan skala besar, sehingga dampak kegiatan terhadap lingkungan relative
kecil. Kotoran ternak piaraan justru dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
pupuk organik.
3.2.4 Pertambangan
Kegiatan pertambangan sangat potensil menimbulkan degradasi lingkungan
hidup jika tidak dilakukan secara hati-hati. Kegiatan pertambangan di Provinsi
Gorontalo sebagian besar adalah tambang golongan C yaitu tambang pasir,
kerikil dan batu. Kegiatan pertambangan ini dominan dilakukan di alur sungai
utamanya Sungai Bone, Sungai Bolango. Permasalahan lingkungan yang timbul
dari kegiatan ini adalah perubahan pola aliran sungai Bone dan semakin
dalamnya dasar sungai, yang akhirnya dapat merusak pondasi beberapa
jembatan serta pintu air irigasi.
31
Kegiatan pertambangan lainnya adalah pertambangan emas. Kegiatan
pertambangan emas di Provinsi Gorontalo tersebar di beberapa wilayah yaitu
Wilayah Marisa Kabupaten Pohuwato, wilayah Pasolo Desa Buladu, Kecamatan
Sumalata dan wilayah tambang Mopuya Desa Kaidundu, Kecamatan Bone
Pantai Kabupaten Gorontalo, Wilayah Suwawa Kabupaten Gorontalo, dan
wilayah Boliohuto Kabupaten Gorontalo.
Hasil penelitian PSL IKIP Gorontalo (2002) menunjukkan bahwa penambangan
emas di Desa Buladu dan Desa Kaidundu telah menyebabkan kandungan
logam berat Hg (merkuri) pada badan air sungai Dubalango dan Sungai Mopuyo
telah melewati ambang batas baku mutu (0,001 mg/l). Kadar Hg pada badan air
dan sedimen Sungai Dubalango (sungai sekitar penambangan Pasolo) adalah
masing-masing berkisar antara 0,0002 – 0,016038 mg/l dan 104,2172 –
927,2519 mg/l, Sedang konsentrasi Hg pada badan air dan sediment Sungai
Mopuya (sungai sekitar penambangan Mopuya) adalah masing-masing berkisar
antara 0,0002 – 0,2457 mg/l dan 22,7798 – 53,1579 mg/l.
Permasalahan yang terjadi akibat kegiatan pertambangan emas adalah
pencemaran logam berat Hg pada badan air sungai. Kandungan merkuri pada
air sungai tersebut kemudian akan mengalir menuju ke muara dan akhirnya akan
masuk ke perairan laut. Pencemaran merkuri pada air sungai Dubalango akan
mencemari perairan Laut Sulawesi dan pencemaran merkuri pada air sungai
Mopuya akan mencemari perairan Teluk Tomini. Karena logam ini termasuk
unsur yang nondegradable sehingga akan terakumulasi pada badan air yang
selanjutnya akan terjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai makan
pada tumbuhan dan hewan laut yang selanjutnya akan berdampak pada
kesehatan manusia yang mengkonsumsi tumbuhan dan hewan laut yang telah
terkontaminasi logam merkuri tersebut. Dampak lingkungan lainnya yang
disebabkan dari kegiatan pertambangan ini adalah berubahnya bentang alam,
hilangnya vegetasi dan flora yang ada di atasnya. Akibat terbukanya lahan akan
meningkatkan erosi dan sedimentasi di sungai.
3.2.5 Industri
Jumlah Industri yang ada di Provinsi Gorontalo cukup banyak dan telah
memberikan kontribusi yang cukup besar pada PDRB Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang direkrut, Industri tersebut dibagi ke
dalam 4 (empat) golongan besar yaitu industri besar, industri sedang dan industri
rumah tangga. Data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman
Modal Provinsi Gorontalo (2002), menunjukkan jumlah industri kecil dan
menengah yang kini sedang beroperasi di Provinsi Gorontalo adalah sebanyak
640 buah.
32
Jenis industri yang potensil menimbulkan dampak terhadap degradasi
lingkungan adalah industri batu bata sebanyak 31 buah, industri kapur tembok
sebanyak 19 buah, industi Cold Storage (pembekuan ikan) sebanyak 7 (tujuh)
buah, meubel kayu 46 buah, meuble rotan 6 (enam) buah dan molding 19 buah,
industri makanan, minuman dan tembakau 43 buah. Selain Jumlahnya yang
cukup besar, industri itu tersebar sehingga diperkirakan potensil menimbulkan
permasalahan lingkungan, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Industri batu bata
•
•
Industri batu bata menggunakan bahan baku berupa tanah liat dan kayu
bakar pada proses pembakaran batu bata. Penggalian tanah liat pada
beberapa lokasi mengakibatkan
perubahan bentang alam, erosi dan
penurunan kesuburan tanah.
Pembakaran batu bata melalui tungku
mengeluarkan asap dan
selanjutnya berdampak pada penurunan kualitas udara berupa
peningkatan NO2 dan SO2.
b. Industri kapur tembok
•
•
Penambangan batu kapur di Provinsi Gorontalo tersebar di kelurahan
Pilolodaa, Buliide, dan Lekobalo Kecamatan Kota Barat. Industri
pengolahan kapur tembok dapat menimbulkan dampak berupa perubahan
bentang alam, ancaman longsor, erosi dan sedimen. Akibat lebih jauh
adalah penurunan kualitas dan badan air di sekitar lokasi penambangan
batu kapur.
Pembakaran batu kapur juga menimbulkan dampak pada penurunan
kualitas udara berupa peningkatan NO2 dan SO2.
c. Industri Pembekuan Ikan
Lokasi industri pembekuan ikan tersebar pada daerah di sepanjang Pantai Teluk
Tomini yaitu di sekitar Kelurahan Leato Utara, Leato Selatan. Pada umumnya
industri pembekuan ikan yang ada belum melakukan pengelolaan limbah cair
hasil pencucian bahan baku ikan yang dibekukan. Limbah-limbah hasil
pengolahan ikan langsung dibuang ke lingkungan. Hal ini berdampak pada:
• Pencemaran air permukaan dan tanah serta pencemaran udara berupa
bau yang busuk.
• Air yang tercemar memicu munculnya bakteri phatogen yang mematikan
biota perairan penerima limbah cair dari industri sehingga populasi dan
keragaman jenisnya berkurang
• Air yang tercemar memicu munculnya bakteri phatogen, akibatnya dapat
memicu timbulnya beberapa jenis penyakit yang akan diderita oleh
penduduk sekitar lokasi industri.
33
3.2.6 Pemukiman dan Persampahan
Pemukiman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
lingkungan. Permasalahan lingkungan akan muncul jika pada suatu lokasi dihuni
oleh jumlah penduduk yang terlalu padat. Kondisi demikian umumnya ditemukan
di perkotaan. Di Provinsi Gorontalo, lokasi pemukiman yang terpadat adalah di
Kelurahan Bugis, dan Kelurahan Biawao Kota Gorontalo. Kelurahan ini terletak
di bagian hilir kawasan DAS Bone dan DAS Bolango, sehingga kontribusinya
terhadap penurunan kualitas air kedua sungai tersebut sangat besar. Limbah
rumah tangga berupa limbah padat dan limbah cair dibuang langsung ke sungai.
Selain itu, rata-rata penduduk pada kedua kelurahan itu dan kelurahan lainnya
pada sepanjang muara sungai termaksud memanfaatkan badan sungai sebagai
lokasi buang air besar (BAB). Jelas hal ini mengakibatkan pencemaran pada
badan air Sungai Bone dan Sungai Bolango hingga Teluk Gorontalo.
Pencemaran tersebut berupa meningkatnya jumlah bakteri patogen, menurunnya
kandungan oksigen terlarut pada air, terganggunya kehidupan biota perairan.
Secara umum, penanganan limbah domestik di Provinsi Gorontalo belum
dilakukan secara baik. Limbah padat dan limbah cair dibuang secara tidak
teratur, tidak mempunyai jamban yang memenuhi persyaratan.
Jumlah
penduduk yang memiliki jamban (BAB) yang memenuhi persyaratan hanya
sekitar 94.362 kk (36,96 %).
Permasalahan lingkungan yang timbul dari pemukiman adalah:
• Pencemaran badan air sungai dan laut yang menerima buangan limbah
dari pemukiman
• Gangguan kehidupan biota perairan sungai dan Teluk Gorontalo
• Gangguan kesehatan penduduk yang menggunakan badan air sungai
untuk keperluan MCK utamanya penduduk Kelurahan Bugis Kota
Gorontalo.
Besarnya limbah pemukiman tersebut khususnya limbah padat telah membuat
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga telah melampaui daya tampung.
Diperkirakan tidak kurang dari 15 truk perhari sampah padat yang dibuang ke
TPA termaksud. Selain daya tampungnya yang sudah melampaui kapasitas
adalah juga tempatnya yang sangat tidak layak dari segi lingkungan. TPA
tersebut berada di atas puncak bukit yang pada kaki bukitnya secara vertikal
tepat berada tepat di pinggir pantai. Akibatnya di musim hujan sampah-sampah
yang bertumpuk-tumpuk di TPA secara langsung mengalir ke tepi pantai.
3.2.7 Transportasi
Mobilisasi kendaran trasnportasi potensil menimbulkan dampak terhadap
penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat. Jumlah
kendaraan yang tercatat di Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 berkisar 10.100
34
unit, terdiri atas 3.161 mobil penumpang/pribadi, 1.095 unit bus, 3.479 unit mobil
barang serta kendaraan roda dua dengan konsumsi bahan bakar selama 7 bulan
(Juni s/d Desember 2002) sebanyak 22.545.000 liter premium dan 10.498.000
solar.
Jenis pencemaran yang timbul akibat kegiatan transportasi adalah pencemaran
udara berupa peningkatan kandungan karbon monoksida (CO), sulfur dioksida
(SO2), nitrogen dioksida (NO2), nitrogen oksida (NOx) dan logam Pb akibat
proses pembakaran kendaraan yang tidak sempurna utamanya kendaraan yang
umur teknisnya sudah tua. Penurunan kualitas udara akan berdampak lanjut
terhadap gangguan kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar jalur lalu
lintas. Gambaran kualitas udara di Kota Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 1
berikut.
Tabel 1. Kualitas Udara di Kota Gorontalo Tahun 2003
Lokasi
No
Parameter
Satuan
Baku
Mutu
PP 41
Th.1999
24 jam
U-1
U-2
U-3
U-4
U-5
°C
32,1
32,7
32,9
32,9
33,2
normal
1
Temperatur
2
Total debu/ partikel
µg/Nm3
148
131
174
196
218
230
Karbon Monoksida
(CO)
Sulfur Dioksida
(SO2)
Oksida Nitrogen
(NOx)
µg/Nm3
565
452
904
1017
1243
10.000
µg/Nm3
91,0
72,8
109,2
124,8
135,2
365
µg/Nm3
20,4
11,1
27,8
29,6
53,6
150
3
4
5
6
Bising
dBA
46~69
32~40
49~71
51~79
58~82
65 *)
7
Kelembaban
%H
53~55
54~56
60~62
52~54
51~53
-
8
Kecepatan Angin
m/det
1,3~3,9
0,6~4,
1,3~3,9 0,5~3,6 2,0~5,1
-
Sumber: Data ANDAL PKPP Tahun 2003
Jenis pencemaran lainnya dari kendaraan adalah dari penggunaan minyak
pelumas mesin kendaraan. Buangan minyak pelumas ini potensial menimbulakn
dampak terhadap pencemaran ekosistem perairan. Jumlah minyak pelumas
yang terjual di Provinsi Gorontalo selama 7 bulan berkisar 127.564 liter. Dengan
demikian jumlah minyak pelumas bekas juga berkisar 127.564 liter. Jika limbah
tersebut tidak dikelola dengan baik pada akhirnya (via aliran permukaan) akan
dapat mencemari ekosistem perairan, dan akibat lebih lanjut adalah pada
gangguan kehidupan biota yang hidup di ekosistem termaksud.
35
3.2.8 Kesehatan
Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Provinsi Gorontalo cukup
memadai. Pada tahun 2002, Sarana kesehatan di Provinsi Gorontalo adalah
berupa : rumah sakit 5 (lima) buah, poliklinik 2 (dua) buah, puskesmas 281 buah,
pondok bersalin 305 buah dan posyandu 973 buah. Sedang jumlah tenaga
kesehatan yang tercatat adalah sebanyak 1.474 orang. Dari jumlah tersebut
terdapat dokter spesialis sebanyak 7 (tujuh) orang, dokter umum 117 orang,
dokter giggi 19 orang sarjana kesehatan masyarakat 19 orang dan apoteker
sebanyak 6 (enam) orang.
Pada umumnya rumah sakit yang ada di Provinsi Gorontalo belum melakukan
pengelolaan lingkungan dengan baik. Limbah padat dan limbah infeksius rumah
sakit (tepatnya limbah medis) pada umumnya hanya ditampung di tempat
sampah dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Jika kegiatan pelayanan
kesehatan tidak dilakukan dengan baik, maka hal ini jelas akan menimbulkan
penurunan kualitas lingkungan. Dampak lingkungan yang terjadi adalah:
•
Pencemaran badan air dan tanah. Limbah cair yang tidak dialirkan ke
instalasi pengolahan limbah cair akan terbuang ke saluran air, selanjutnya
sebagian merembes ke sumur penduduk dan sebagian lainnya masuk ke
badan air (sungai, laut) dan mencemari ekosistem perairan tersebut.
Dampak ini akan berlanjut pada gangguan kesehatan penduduk sekitar
rumah sakit yang mengkonsumsi air sumur yang telah tercemar.
•
Rumah sakit maupun puskesmas pada umumnya tidak dilengkapi dengan
incinerator, sehingga limbah padat berupa sisa makanan, jarum suntik
dan perban bekas yang tidak sempat diangkut ke TPA bertumpuk pada
suatu tempat yang tidak aman. Limbah ini merupakan media
berkembangnya bakteri phatogen yang berbahaya bagi pasien dan
pengunjung rumah sakit serta penduduk yang bermukim di sekitarnya.
36
Tabel 2. Jenis Limbah Rumah Sakit Islam Gorontalo
dan Cara Penanganannya
No
1
2
3
4
5
6
7
Kegiatan yang Jenis Limbah Jumlah/volume (per
menghasilkan
bulan)
limbah
Cair: 100m3/bln
Cair, padat,
Perawatan
Infeksius
Padat: 1860 kg/bln
infeksius
Cair dan
Dapur
Cair: 100m3/bln
Padat
Sampah:4800 kg/bln
Cair: 5 m3/bln
Cair
Laundry
Cair: 2m3/bln
Padat: 300 kg/bl
Laboratorium Cair
Cair: 3,14 m3/bln
Cair , padat
OK
Padat: 600 kg/bln
infeksius
Infeksius
KIA/KB
UGD
Cair dan
padat
Cair, padat
Infeksius
Cair: 2 m3/bln
Padat: 600 kg/bln
Cair: 2 m3/bln
Padat: 600 kg/bln
Cara Penanganan
Limbah
Septik Tank
pengangkutan
pembakaran
Drainase,
Pengangkutan
Septik tank,
Drainase
Septik Tank
Pengangkutan
Septik Tank
Pengangkutan,
Pembakaran
Septik tank,
drainase,
pengangkutan
Septik tank,
drainase,
pengangkutan
Sumber: Data UKL/UPL RSI Tahun 2002
37
3.3 Degradasi Lingkungan dan Dampaknya (ABC)
Sebagai akibat tekanan (pressure) dari kedelapan kegiatan pembangunan
sebagaimana yang dipaparkan pada sub bab 3.1, maka komponen lingkungan
yang telah mengalami degradasi adalah terutama komponen lingkungan abiotic
dan biotic, berikut culture sebagai degradasi lanjutan dari perubahan kedua
komponen lingkungan sebelumnya.
Degradasi lingkungan khususnya pada komponen lingkungan abiotic
adalah terutama bersumber dari : (1) kegiatan pertanian, perkebunan, dan
kehutanan khususnya erosi dan sedimentasi sebagai akibat langsung dari
kegiatan pembangunan tersebut yang tidak mengindahkan kaedah konservasi
tanah. Jenis dampak ini berlanjut pada penurunan kualitas air sungai dan
khususnya pendangkalan yang kini dialami oleh Danau Limboto; (2) kegiatan
perikanan danau maupun laut khususnya pada kegiatan budidaya keramba dan
penggunaan bahan-bahan kimia dalam penangkapan ikan di laut; (3) kegiatan
pertambangan yang kini telah merusak badan sungai (dasar maupun tebing
sungai) dan bentang alam di sejumlah kaki bukit di Kota Gorontalo, juga
tambang emas yang kini juga telah mencemari lingkungan akibat pembuangan
merkuri yang telah melampaui ambang batas; (4) kegiatan industri batu bata dan
kapur yang pada umumnya telah merusak bentang alam dan juga turut memberi
kontribusi terhadap penurunan kualitas udara sebagai akibat langsung kegiatan
pembakaran kedua jenis industri termaksud; (5) kegiatan pemukiman dan
persampahan yang selain telah mengotori langsung badan air di sungai melalui
comberan dan tinja juga telah memberi dampak yang utama terhadap
permasalahan TPA yang kini lokasinya sangat tidak layak dari segi lingkungan;
(6) transportasi khususnya terhadap penurunan kualitas udara dan limbah
pelumas bekas; serta (7) kegiatan kesehatan khususnya pada penanganan
limbah medis maupun cair yang dibuang langsung ke lingkungan tanpa melalui
proses pengolahan (untuk limbah cair) atau proses incinerator (untuk limbah
padat/infeksius).
Gambar 8. Salah satu contoh Degradasi lingkungan khususnya pada
komponen lingkungan abiotik
38
Selanjutnya Degradasi lingkungan khususnya pada komponen lingkungan
biotic yang pada umumnya merupakan dampak lanjut dari perubahan
(degradasi) komponen lingkungan abotic, adalah terutama bersumber dari :
(1) penurunan kualitas air khususnya pada badan dan muara Sungai Bone dan
Bolango sebagai akibat lanjut dari peristiwa erosi dan sedimentasi serta buangan
limbah domestik yang terus berangsung dengan intensitas yang cukup tinggi di
musim hujan, walaupun perubahan komponen lingkungan bitotik ini masih pada
tarap gangguan kehidupan, (2) rusaknya ekosistem bakau (mangrove) sebagai
akibat ekspansi tambak yang berlebihan khususnya di Kecamatan Anggrek dan
Kwandang, kerusakanan ekosistem mangrove ini jelas berdampak negatif pada
kehidupan biota-biota tertentu seperti : kepinting, nener, kerang-kerangan dan
jenis ikan bakau lainnya, dan (3) rusaknya ekosistem terumbu karang sebagai
akibat lanjut dari penggunaan bom ikan dan penambangan batu karang yang
hingga kini masih terus berlangsung di Kecamatan Anggrek dan Kwandang.
Penduduk pada kedua kecamatan ini pada umumnya menggunakan batu karang
sebagai pondasi rumah, termasuk di dalamnya bangunan kantor-kantor dinas
pemerintah.
Gambar 9. Degradasi lingkungan khususnya pada komponen lingkungan
biotic
Gambar 10. Degradasi lingkungan khususnya pada komponen lingkungan
culture
39
Berikut, degradasi lingkungan khususnya pada komponen lingkungan
culture. Perubahan pada komponen lingkungan culture pada garis besarnya
dapat dibedakan atas dua, yakni berupa dampak positif dan dampak negatif.
Tetapi dampak positif tersebut pada umumnya diperkirakan hanya terjadi dalam
jangka pendek pada hampir seluruh kegiatan pembangunan di Kota Gorontalo,
mengingat kegiatan pembangunan yang dimaksud khususnya pada periode
sebelum resmi menjadu provinsi pada umumnya kurang mempertimbangkan
aspek lingkungan. Sedang dampak negatif dari aspek culture diperkirakan akan
semakin terasa atau terlihat seiring dengan semakin parahnya perubahan
komponen lingkungan abitic dan biotic sumberdaya alam dan lingkungan hidup
Provinsi Gorontalo. Perubahan dampak culture ini dapat berupa perubahan
sumber – sumber pendapatan masyarakat, peraturan daerah, keindahan kota,
konflik social (kepentingan), dsb.
3.4 Program dan Aksi Penanggulangan Kerusakan
Lingkungan (Sektoral-multisektoral-LSM dan Masyarakat).
Berdasarkan pelaku utamanya, secara umum program-program dan aksi-aksi
penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dibedakan atas tiga, yakni : (1)
program dan aksi penanggulangan yang bersifat sektoral yang umumnya
dilakukan oleh instansi pemerintah atau LSM secara parsial; (2) program dan
aksi penanggulangan yang bersifat multi-sektor atau lintas sektor yang
dilakukan secara bersama-sama atau terpadu dari sejumlah instansi terkait
dengan LSM dan masyarakat; dan (3) program dan aksi penanggulangan yang
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat atau LSM. Program-program yang
dimaksud akan diuraikan berikut.
Mengacu pada Rencana Strategis Daerah (RENSTRADA) Provinsi Gorontalo
Tahun 2002 – 2006, sesunguhnya telah direncanakan sejumlah program dan
aksi-aksi pembangunan yang di arahkan pada pengelolaan sumberdaya alam
dan kelestarian lingkungan hidup, meskipun tidak secara tajam dan spesifik
ditujukan pada permasalahan lingkungan. Program dan aksi-aksi pembangunan
itu disebar ke dalam berbagai bidang kebijakan, di antaranya pada : (1) bidang
kebijakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (2) bidang kebijakan investasi
dan pengembangan kawasan; (3) bidang kebijakan ekonomi dan pembangunan;
dan (4) bidang kebijakan sosial budaya, pendidikan dan agama.
Dalam pewujudannya, seluruh konsep program dan aksi-aksi pembangunan
yang direncanakan dan ditetapkan pada setiap bidang kebijakan termaksud sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab I di muka – ditindak lanjuti dalam
bentuk penjabaran dan penerapan program dan aksi-aksi di lapangan oleh
setiap badan dan dinas terkait dalam wilayah Provinsi Gorontalo. Badan dan
dinas yang dimaksud adalah antara lain : (1) Dinas Pertanian; (2) Dinas
Perikanan dan Kelautan; (3) Dinas Kehutanan dan Perkebunan; (4) Dinas
40
Perhubungan; (5) Dinas Pemukiman dan Persampahan (Kimpraswil); (6) Dinas
Pertambangan; (7) Dinas Perindustrian; (8) Dinas Kesehatan; dan (9) Badan
Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(Balitbangpedalda).
Dari seluruh program dan aksi-aksi pembangunan yang dipaparkan pada
keempat bidang yang dimaksud tidak secara eksplisit dikemukakan siapa yang
harus bertanggung jawab terhadap program dan rencana aksi pembangunan
yang tersebut. Tampaknya disetiap program dalam satu bidang didalamnya
terdapat rencana aksi pembangunan yang bersifat sektoral, multi sektor maupun
yang dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Tetapi dari rumusan
program dan rencana aksi penbangunan pada keempat bidang tersebut
sebagaimana yang dipaparkan pada Bab II di muka dapat dinyatakan bahwa
keseluruhan program utama dan rencana aksi yang dimaksud umumnya lebih
bersifat multisektor atau lintas sektoral atau dikerjakan bersama intansi terkait
maupun dengan lembaga swadaya masyarakat dan atau dengan keterlibatan
masyarakat di mana rencana aksi itu akan dilakukan.
Sampai berapa jauh aplikasi program utama dan seluruh rencana aksi yang
terumuskan itu masih menunggu hasil evaluasi dari setiap sektor atau pun
koordinator sektor yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk itu. Sampai
penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup ini dilaksanakan belum
ditemukan adanya laporan yang menjelaskan penerapan dan hasil-hasil yang
dicapai dari keseluruhan program dan rencana aksi yang dimaksud. Mungkin
sekali terjadi karena Provinsi Gorontalo masih dalam berbenah diri menata
kelembagaannya sebagaimana halnya provinsi lain yang baru saja memisahkan
diri dari provinsi induknya (Provinsi Sulawesi Utara).
41
BAB IV. REKOMENDASI
(Rencana Tindak Lanjut Respon – Program dan Aksi
Pembangunan)
Berdasarkan kondisi degradasi lingkungan sebagaimana yang dipaparkan pada
Bab I dan III dan belum berhasilnya program-program dan aksi-aksi yang
direncanakan, maka dalam rangkan peningkatan kualitas lingkungan di Provinsi
Gorontalo, termasuk didalamnya pengelolaan sumberdaya alamnya,
terhadapnya direkomendasikan sejumlah program dan aksi-aksi pembangunan
sebagai respon tindak lanjut dari rencana program dan aksi-aksi yang telah ada.
Rencana program dan aksi-aksi pembangunan yang direkomendir adalah
ditekankan pada persoalan lingkungan yang kini telah berdampak luas dan
penting di Provinsi Gorontalo. Persoalan lingkungan yang dimaksud antara lain
: (1) semakin rusaknya habitat ekosistem terumbu karang dan bakau (mangrove)
khususnya di Kecamatan Kuandang dan Anggrek akibat aktivitas penambangan,
dan pemboman serta perluasan areal pertambakan; (2) semakin meningkatnya
erosi dan sedimentasi pada areal pertanian agropolitan sebagai akibat dari
kegiatan pertanian tanpa konservasi lahan; (3) semakin mendangkalnya
kawasan Danau Limboto akibat erosi dan sedimentasi yang terus menerus dari
daerah hulu DAS; (4) semakin porak-porandanya sempadan Sungai Bone dan
Kaki Bukit Gorontalo akibat penambangan galian C yang tidak ramah
lingkungan; dan (5) tidak layaknya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah kota
yang tepat berada di atas posisi atau tebing pantai. Atas dasar persoalan besar
dan dampak penting itu maka ditetapkan sejumlah butir rekomendasi dalam dua
bentuk yakni program utama dan program pendamping/pendukung. Jenis
program utama yang dimaksud adalah sebagai berikut :
RPU-1 :
Perlunya program pengendalian kerusakan habitat ekosistem
terumbu karang dan bakau di Kecamatan Kwandang dan Anggrek. Pada
program ini dapat ditetapkan sejumlah proyek-proyek strategis (aksi
pembangunan), di antaranya : (1) proyek penghentian dan pengawasan
penggunaan batu karang sebagai bahan pondasi bangunan; (2) proyek
pengalihan pekerjaan penambang batu karang ke jenis batu lain (batu tebing
pantai atau batu kali); (3) proyek pengawasan penggunaan bahan peledak dalam
penangkapan ikan; (4) proyek penetapan zonasi peruntukan kawasan pantai
(bakau dan tambak); dan (5) proyek penerapan system pengelolaan tambak
tadisional plus.
RPU-2 : Perlunya program pengendalian erosi dan sedimentasi pada
areal pengembangan jagung hibrida (agropolitan). Pada program ini dapat
ditetapkan sejumlah proyek-proyek strategis, di antaranya : (1) proyek
pembuatan terasering pada areal pertanian berlereng; (2) proyek penanaman
jenis tanaman tahunan yang memiliki system perakaran yang kuat khususnya
42
daerah yang terjal dan telanjur dibuka untuk areal pertanaman jagung, proyek ini
dapat dikombinasikan atau dipadukan dengan proyek terasering; dan (3) proyek
pergiliran tanaman (rotasi tanaman) pada areal pertanaman jagung termaksud.
RPU-3 :
Perlunya program pengendalian pendangkalan Danau Limboto.
Program ini sesungguhnya bertalian erat dengan rekomendasi program kedua,
namun disamping proyek-proyek strategis yang ditawarkan pada program
pengendalian erosi dan sedimentasi dapat ditetapkan sejumlah proyek strategis
lainnya, yakni : (1) proyek penetapan zonasi peruntukan kawasan ekosistem
Danau Limboto yang berawal di daerah hulu dari seluruh daerah aliran sungai
yang bermuara pada Danau Limboto, termasuk di areal Danau Limboto
termaksud; (2) proyek penghijauan daerah hulu DAS yang telah diperuntukan
sesuai dengan tetapan zonasi; (3) proyek penertiban pemanfaatan areal Danau
Limboto (kawasan budidadya ikan, kawasan pengendalian banjir, kawasan
persawahan, dsb.) sesuai dengan tetapan zonasi
RPU-4 :
Perlunya program pengendalian aktivitas penambangan galian C
khususnya pada sepanjang badan Sungai Bone dan kaki bukit Gorontalo.
Pada program ini juga dapat ditetapkan sejumlah proyek-proyek strategis
berikut, yakni : (1) proyek pembangunan penangkal sedimen pada areal
penambangan galian C di sepanjang badan Sungai Bone; dan (2) proyek
penertibangan penambangan pada kaki bukit Gorontalo.
RPU-5 : Perlunya program pemindahan lokasi TPA ke tempat yang lebih
layak dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pada program ini dapat
ditetapkan sejumlah proyek strategis berikut : (1) proyek penetapan lokasi TPA
baru melalui studi kelayakan social, ekonomi, dan lingkungan (AMDAL); (2)
proyek pendaur ulangan limbah padat; (3) proyek pembuatan kompos dari
limbah organic; dan (4) proyek-proyek penciptaan mekanisme angkutan sampah
di setiap kelurahan yang dapat mempermudah pengangkutan sampah dan
bahkan mengurangi sampah terangkut ke TPA.
Selain kelima program utama tersebut di atas, juga diperlukan sejumlah program
pendamping atau penunjang. Program ini dimaksudkan untuk memperlancar
program utama, dan karena itu tingkat keperluannya juga dinilai sama dengan
program utama. Program penunjang yang dimaksud adalah sebagai berikut :
RPP-1: Perlunya program peningkatan kepedulian masyarakat
(stakeholders) melalui proyek-proyek strategis sosialisasi dan advokasi pada
kalangan mubalig, guru, dan pemerimtah kecamatan dan kelurahan. Sosialisasi
dan advokasi pada kalangan guru dimaksudkan untuk menyadarkan masyarakat
lewat mimbar khotbah dan pengajian atas akibat-akibat dampak lingkungan dari
kegiatan mereka. Pada kalangan guru dimaksudkan untuk menumbuhkan
perilaku ramah lingkungan di kalangan anak sekolahan, dan pada kalangan
43
pemerimtah kecamatan dan kelurahan dimaksudkan untuk meningkatkan
pengawasan pembangunan di wilayah kerjanya masing-masing.
RPP-2 : Perlunya program perumusan dan penegakan hukum lingkungan
melalui penerapan proyek-proyek strategis : (1) proyek perumusan hukum
lingkungan berbasis stakeholders; (2) proyek penegakan hukum lingkungan
bekerja sama dengan lembaga adat desa/kelurahan bekerjasama dengan
kepolisian dan angkatan laut; dan (3) proyek pemberian insentif pada daerahdaerah atau komunitas yang berjasa besar dalam pengendalian kerusakan
ligkungan hidup, termasuk di dalamnya pemberian disinsentif bagi pelanggarnya.
RPP-3 :
Perlunya program penciptaan atau perluasan lapangan kerja,
khususnya bagi masyarakat yang sumber penghidupan utamanya dari aktivitas
yang berkecenderungan merusak lingkungan, seperti : penambang galian C
(batu karang, sirtu, batu gunung) dan penangkapan ikan dengan penggunaan
bahan peledak.
KEPUSTAKAAN
Asdep Urusan Informasi, 2003. Panduan Penyusunan Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Deputi
Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara, 1998. Informasi Kawasan
Konservasi di Provinsi Sulawesi Utara. Manado.
Balibangpedalda Provinsi Gorontalo, 2003. Konsep Rencana Strategis
Pembangunan Balibangpedalda Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2002. Profil Kesehatan Provinsi
Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal, 2002. Data Industri
Kecil dan Menengah Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal, 2002. Data
Perusahaan Komoditas Industri Dagang Kecil dan Menengah
Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal, 2002. Data Profil
Komoditi Andalan Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2002. Statistik Dinas kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, 2001. Laporan Tahunan.
Gorontalo.
Lembaga Pengkajian Pembangunan Gorontalo bekerjasama dengan Kelompok
Kerja Pengelolaan DAS Limboto Berbasis Multipihak, 2003. Menggagas
Pengelolaan DAS Limboto Secara Terpadu dan Sinergis. Laporan
Tidak Dipublikasikan. Gorontalo.
44
Pemerintah Provinsi Gorontalo, 2002. Rencana Startegis Daerah (Restrada)
2002 – 2006) Provinsi Gorontalo. Badan Perencanaan Pembangunan
dan Percepatan Ekonomi Daerah Provinsi Gorontalo. Gorontalo.
Pusat Studi Lingkungan IKIP Gorontalo, 2002. Neraca Kualitas Lingkungan
Hidup Daerah (NKLD) Provinsi Gorontalo. Laporan tidak dipublikasikan.
Pusat Studi Lingkungan IKIP Gorontalo bekerjasama dengan Bappeda Provinsi
Gorontalo, 2002. Kajian Pencemaran Lingkungan pada Kawasan
Penambangan Emas di Provinsi Gorontalo. Laporan tidak
dipublikasikan. Gorontalo.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Lembaga Penelitian
UNSRAT, 2002. Laporan Utama Analisis Dampak Lingkungan
Pengendalian Banjir Das Limboto – Bolango – Bone Provinsi
Gorontalo. Gorontalo.
45
Download