Gorontalo. Ini sekelumit pengamatan saya terhadap daerah ini selama saya tinggal di Gorontalo selama 4 tahun (1984 s/d 1988). 1.Saya mendengar istilah ABS –SBK pertama kali adalah di Gorontalo. Pejabat daerahn ini sering sekali mengucapkan bahwa daerah mereka menganut paham ABS-SBK. Namun mereka mengakui , “kita seperti orang Minang”. Daerah ini beradat dan adat yang kita anut adalah adat yang bersandikan kitabullah. Di Indonesia daerah yang menganut paham ABS-SBK hanya dua daerah yaitu Sumatra barat atau Minangbabau dan Gorontalo”. Namun berbeda dengan Minang , masyarakat Gorontalo mengambil garis keturunan dari bapak, jadi mereka tidak menganut paham matriatkat. mereka. 2. Soal kuliner. Kuliner khas daerah ini . yang di daerah lain tidak ada diantaranya adalah. # Kuah Bugis. Ini adalah “gulai kambing” khas Gorontalo. Kuahnya berwarna hitam, mirip kuah “Rawon” yang biasa di jumpai di daerah Jawa Timur. Rasanya ?. Mula mula terasa asing, lama lama suka dan termasuk makanan yang dicari.Padanannya adalah sate kambing. # Binte Hiluhuta. Makanan ini terbuat dari pipilan jagung muda yang dimasak dengan bumbu dan biasa dijadikan sarapan pagi. Kalau di Manado terkenal bubur Manado” nya maka di Gorontalo, binte hiluhuta inilah padanannya. # Pargedel Nike. Nike itu adalah sejenis ikan teri berwarna merah jambu, dengan ukuran sebesar jarum jahit. Ikan ini hanya ada di Gorontalo. Ikan ini ikan musiman. Menangkapnya di senja hari, dan dijajakan oleh pedagang ke rumah2 pada malam hari sekitar jam 7 s/d jam 9 dengan bersepeda sambil berteriak: “ nike.....nike” . Pargedel nike (mirip godok godok bada : Padang) ini rasanya khas dan enak sebagai lauk meja. # Masakan lainnya lebih mirip ke masakan Manado, dan masakan mereka sangat sedikit yang menggunakan santan 3. Adat dan agama, Sama dengan Minangkabau, dapat dikatakan semua sukubangsa Gorontalo adalah Islam. Tentu dengan pengecualian kalau ada yang menikah denga non muslim atau mereka yang karena sesuatu hal mengambil jalan menyimpang. # Tatacara pernikahan, mirip dengan Minangkabau (minus acara manjapuik marapulai ). Pakaian pengantin merekja juga banyak pernak perniknya dan banyak modelnya mungkin mengikuti suku atau daerah asal mereka. # Kedukaan. Mereka yang melayat ke rumah duka , jika seorang (terutama tokoh ) biasanya menggun akan baju putih. Sesampai di rumah duka, biasanya disambut dengan bunyi gendang (semacam gendang tassa). Dan kepada pelayat diserahkan “saluak” (sudah dibentuk, tinggal akai) dari kain belacu untuk dipakai selama ditempat duka dan saluak itu dibawa pulang sebagai “sedekah” dari keluarga yang berduka. # Keranda pembawa jenazah bagi yang mampu, dibuat tinggi sekitar 1,5 m dari dipan tempat jenazah dibaringkan dengan kelambu berwarna putih berlapis lapis. Makam biasanya tidak jauh dari rumah duka, hanya berjarak satu sampai dua rumah . Tokoh atau orang terpandang tidak dimakamkan di Pemakaman Umum, melainkan di pekarangan rumah keluarga si mati. # Menjelang40 hari, keluarga yang berduka memakai baju putih. Dan pada hari yang ke 40 , barulah duda atau yang kedukaan memakai baju biru muda sebagai pertanda selesainya masa berkabung. Dan semua yang hadir melayat saat kematian , diundang untuk menhgadiri acara 40 hari (disertai makan minum). # Ramadhan dan Lailatul qadar. Syalat tarawih di masjid Raya Gorontalo cukup unik. Disini jamaah dipersilahkan mengikuti tarawih bersama, baik yang 11 rakaat (termasuk witir) maupun yang 21 rakaat(termasuk witir). Mereka yang tarawih 11 rakaat, sudah tau mengambil posisi tempat syalat nya yaitu di bagian belakang. Sedangkan yang di bagian depan diperuntukkan bagi jamaah yang syalat tawarihnya 21 rakaat. Setelah 8 rakaat , sebagian jamaah pulang dan meneruskan witir di rumah, dan syalat berlanjut bagi mereka yang akan syalat 21 rakaat. Menurut pengamatan saya , yang shalat tarawih 21 rakaat lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang syalat tarawih 11 rakaat. # Malam lailatul qadar di Gorontalo sungguh semarak. Setiap rumah, setiap pojok dipenuhi dengan lampu lampu (umumnya lampu minyak tanah) bertebaran di pekarangan rumah. Seluruh Kota Gorontalo bagaikan pesta lampu , dan amat terang. Begitulah keadaan setiap malam 27 Ramadhan di Gorontalo. Keadaan seperti ini belum pernah saya jumpai dimanapun. ------ oo--------