Child, Church, and Mission Anak, Gereja, dan Misi Edisi Revisi Dan Brewster Agustus 2011 Copyright©Compassion Internasional Buku studi ini dapat digunakan sebagai pembelajaran secara mandiri atau alat bantu pembelajaran dan kegiatan murid di gereja, bagi para pekerja pengasuh anak, dll. Diizinkan untuk mereproduksi/atau menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan pembelajaran anak dengan catatan rujukan pada karya orang lain dalam buku ini dipertahankan. Tidak diizinkan memperjualbelikan atau mereproduksi buku ini untuk tujuan lainnya. Desain dan produksi oleh Kok Chik Bu Foto kaver dari Compassion International. Kutipan Alkitab, kecuali ada catatan khusus, berasal dari Terjemahan Baru (Lembaga Alkitab Indonesia) Buku ini menunjukkan kepada Anda cara menjangkau, memperlengkapi, dan memberdayakan anak-anak untuk memaksimalkan dampak transformatif mereka dan mengarahkan mereka untuk terus berdampak selama mereka hidup. Ini adalah cara benar untuk membangkitkan kembali pelayanan gereja Anda. —Luis Bush, International Facilitator, Transform World Connections Banyak bahan pelajaran yang dapat ditemukan untuk pendidikan agama Kristen secara umum, tetapi buku Dan Brewster ini menangani tematema tentang pelayanan terhadap anak-anak secara menyeluruh. Buku ini layak dihadirkan dalam setiap seminari, universitas, dan institusi Alkitab; pendeta maupun pemimpin pelayanan anak wajib memiliki buku ini. Selamat, Dan, telah menyediakan sebuah karya yang sangat diperlukan untuk tahun-tahun ke depan. —Manfred W. Kohl, Th.D., Ambassador, Overseas Council Gereja perlu bekerja untuk memberkati anak-anak dengan memperkuat tali keluarga mereka dan menjadi suara profetis bagi mereka yang sama sekali tidak peduli akan masa depan mereka, masa depan yang ada di depan hidung mereka. Buku ini akan membantu kita untuk berfokus kepada anak yang semikian berharga. —Dr. Darrow Miller, Founder, Director of the Disciple Nations Alliance Pada suatu era di mana gereja tampak sangat tidak memerhatikan pelayanan anak-anak, buku ini berhasil mengalihkan fokus kita kembali akan permasalahan-permasalahan yang penting. Dan membawa para pembacanya untuk mengadakan perjalanan yang akan berkesan dan memberikan dorongan supaya gereja senantiasa berperang dalam peran­ nya yang benar, khususnya dalam peran pelayanan anak-anak ini. —Reuben Van Rensburg, Principal, South Africa Theological Seminary Saat Yesus menghadirkan seorang anak di tengah-tengah murid-Nya (Mat. 18:3), Dia memberi terang pada sifat alami Kerajaan Allah, sama halnya dengan jalan salib. Tanpa terang itu, gereja akan kehilangan petunjuk kunci akan sifat alami dan panggilannya. Buku ini adalah kontribusi berharga dalam proses memahami dan menerapkan petunjuk tersebut. —Dr. Keith J. White, Chair of the Child Theology Movement Jika ingin menjadi figur yang penting dalam dunia misi untuk tahuntahun ke depan, Anda perlu menerapkan strategi dalam buku ini dalam perencanaan pribadi dan gereja Anda untuk penginjilan dan pertumbuhan gereja. —Dr. Mark P. Gonzales, pastor, penulis, broadcaster Buku ini adalah sumber hebat yang dapat digunakan dalam konteks buda­ ya yang berbeda-beda, diterapkan dalam tingkat pelatihan yang berbeda pula, sembari mengomunikasikan kedalaman hati Allah bagi anak-anak. Buku ini wajib dibaca bagi mereka yang peduli dengan pelayanan anakanak. —Rosalind Lim-Tan, Director, Holistic Child Development Institute, Penang, Malaysia Dan Brewster telah menghabiskan hidupnya untuk membantu gereja supaya gereja membantu anak-anak. Pengalaman dan wawasannya sangat dirasakan oleh para pengikut jejaknya di Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Hasratnya supaya anak-anak sejahtera mengalir dari perjalanan yang konsisten dan semangat bersama Yesus Kristus. Karyanya ringkas, tepat sasaran, dan sangat relevan. Pelajarilah. —Patrick McDonald, Founder and CEO of Viva Buku ini merupakan berkat bagi kita semua yang peduli akan misi Allah di dunia dan Kerajaan Allah. Kiranya gereja lokal Anda merespons panggilan dari buku ini untuk membentuk anak-anak sebagai para pengubah dunia demi Injil. —Willaim C. Prevette, Ph.D., Research Director, Oxford Centre for Mission Studies Tepat sesuai maksud Dan, buku ini menginformasikan, menginspirasi, dan memengaruhi saya. Buku ini menginformasikan peran strategis anak-anak dalam memperluas Kerajaan Allah. Buku ini menginspirasi saya untuk melihat anak-anak melalui pandangan Allah dan memelihara mereka. Buku ini memengaruhi saya supaya saya dapat membantu mengembangkan para pekerja, pembela, dan pemimpin bagi perkembangan holistik anak-anak. Buku ini wajib dibaca bagi mereka yang ingin menciptakan perubahan dalam kehidupan anak-anak yang sedang bergumul di seluruh dunia. —Dr. Theresa R. Lua, Dean, Asia Graduate School of Theology Buku karangan Dan Brewster ini merupakan buku hebat bagi mereka yang bekerja untuk anak-anak yang membutuhkan. Buku ini memberi kan pengarahan bagi mereka yang merindukan bekerja dengan anak-anak yang kekurangan dan menyediakan sumber-sumber untuk menjangkau mereka dengan Injil, pemuridan, dan program gereja. Buku ini bisa jadi adalah buku terbaik yang memuat banyak saran praktis dan ilahi mengenai semua aspek dalam pelayanan anak. —Doug Nichols, Founder & Inernational Director Emeritus, Action International Selama 20 abad, mayoritas teolog, pendidik, dan misi Kristen gagal me­ nangkap nilai ontologisme dan kepentingan strategis yang telah Allah berikan kepada orang-orang berusia 18 tahun ke bawah. Saat gerakan Global Holistic Child Development mengumpulkan momentum, akan semakin jelas bahwa Allah telah menggunakan dan terus menggunakan buku ini untuk menghadirkan sebuah reformasi abad 21 yang akan meng­ ubah secara radikal pola pikir dan tindakan para pembaca soal gereja, misi, dan generasi berikutnya. —Rev. Anthony Oliver, Ph.D. Vice President Academic Affairs, Caribbean Graduate School of Theology, Kingston, Jamaica Bagi saya, buku ini adalah buku “wajib baca” bagi setiap pendeta, maha­ siswa teologi, direktur atau pemimpin pelayanan anak di seluruh dunia. Buku ini menghadirkan potensi yang besar untuk menciptakan perubahan mendalam dalam hati Anda dan akan membuat perbedaan besar kehidup­ an Anda jika Anda mengizinkan Roh Kudus bekerja di dalam Anda, seperti yang Dia lakukan bersama Dan bertahun-tahun yang lalu. —Anne-Christine Bataillard, International President, Hi Kidz International, Lausanne, Switzerland Ucapan Terima Kasih M enulis sebuah buku selalu menjadi tugas yang jauh lebih besar dari yang diduga seseorang. Sampai di mana sulitnya itu nanti, pikir saya, ketika saya harus mengkaitkan semua presentasi dari sebuah mata pelajaran bernama Child, Church and Mission yang saya ajarkan di Malaysia Baptist Seminary, dengan beberapa kata yang tidak berguna dan sedikit ilustrasi? Pasti, ini sekadar menghubungkan beberapa kalimat. Belakangan dibutuhkan banyak rancangan dan muncul cukup banyak perasaan frustrasi. Sekarang saya tahu yang lebih baik. Buku ini merupakan hasil dorongan dan pekerjaan banyak orang. Terima kasih pertama saya sampaikan kepada rekan-rekan saya di Compassion International yang dengan senang hati bekerja dan me­ la­yani selama 25 tahun. Secara khusus di antara mereka adalah teman dan mentor saya di Kantor Wilayah Asia Compassion International, Dr. Bambang Budijanto. Dr. Bambang pertama-tama memimpikan adanya program dalam Pengembangan Anak Secara Holistik yang sekarang menjadi bagian dari kurikulum di Malaysia Baptist Theological Seminary��. Dalam kurikulum itu saya mengembangkan ide-ide dan catatan yang kemudian menjadi mata pelajaran bernama Child, Church and Mission. Dr. Bambang kemudian mendorong saya untuk menuangkan konsep-konsep dan bahan dari mata pelajaran itu ke sebuah buku agar bisa digunakan lebih luas. Saya berterima kasih kepada dia untuk inspirasi dan dorong­ an yang diberikannya, juga untuk penilaian dan kritik berharga yang disampaikannya dalam proses penulisan buku ini. Child, Church, and Mission Terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen dan staf Malaysia Baptist Seminary������������������������������������������������ . Presiden seminari itu yang visioner, Dr. John Ong, telah memimpin dan mengembangkan sebuah seminari yang men­ jangkau seluruh Asia. Ia tahu bahwa anak-anak memiliki arti penting yang strategis, yaitu sebagai objek misi dan agen kunci perluasan Kerajaan Allah dalam generasi kita. Dekan Akademis, Dr. Sunny Tan yang selalu bekerja keras dan ramah, dan istrinya, Dr. Rosalind Tan, Direktur Holistic Child Development Institute (Institut Pengembangan Anak Secara Holistik) di Penang, juga telah memberikan bantuan yang sangat berguna. Mereka telah menyampaikan visi dan memimpin program dalam Pengembangan Anak Secara Holistik. Mereka telah menjalankan sebuah program lintas budaya yang kompleks dan saya percaya merupakan program tingkat Pasca Sarjana dengan gelar MA yang terbaik saat ini. Mengajar dan sekarang menulis dalam lingkungan yang mendukung seperti ini telah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Ketika berulang kali merevisi isi buku ini, saya memperoleh bantuan editorial yang berguna dari Ms. Lim Siew Ling yang juga telah memberikan banyak pandangan dengan memakai matanya yang tajam sebagai orang Asia. Mrs. Carmen (Menchit) Wong, direktur internasional Compassion’s Advocacy Initiative yang menyenangkan, juga menyampai­ kan pandangannya yang berguna dari segi budaya dan organisasi. Untuk edisi revisi ini, saya juga sangat bergantung pada bakat luar biasa yang dimiliki Mr. Kok Chik Bu yang telah melakukan banyak koreksi, penyusunan format, rancangan secara keseluruhan, dan banyak nasihat dalam hal lainnya secara terinci. Akhirnya, saya berterima kasih kepada istri saya, Alice, yang selalu membesarkan hati dan mendukung saya, yang telah memerhatikan hidup saya dengan cara-cara yang dalam ukuran tertentu oleh beberapa orang akan dianggap berlebihan atau terlalu baik. Perasaan sejahtera dan bisa diprediksikan yang ia munculkan (dan tolerasinya terhadap saya ketika duduk selama berjam-jam di depan komputer) telah memberikan bantuan yang tak terhingga kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas saya. —Dan Brewster, Penang, Malaysia viii Mengenai Edisi Revisi Buku Child, Church, and Mission I si buku ini pada mulanya dipersiapkan untuk sebuah mata pelajar­an “Child, Church and Mission” yang diajarkan dalam program Master of Arts di Pengembangan Anak Secara Holistik di Malaysia Baptist Theological Seminary��������������������������������������������������� di Penang, Malaysia. Mata pelajaran ini dirancang untuk membantu para siswa me­ngembangkan pengertian mereka akan arti dan kodrat hubungan antara anak, gereja, dan misi. Dari sudut pandang Alkitab, mata pelajaran ini memberikan suatu tinjauan luas terhadap anak, kemiskinan, pengembangan anak secara holistik, dan pandangan terhadap hubungan antara pengembangan anak secara holistik dan pelayananpelayanan yang ada di gereja. Buku Child, Church, and Mission edisi pertama direvisi secara luas pada 2010 dan diterbitkan oleh Compassion di AS dengan judul Future Impact. Sebuah buku penuntun setebal 200 halaman menyertai buku tersebut. Saya merasa bahwa penerbitan buku tersebut dalam dua volume terasa berat. Jadi, versi ini diterbitkan terutama untuk para pembaca di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Versi ini sebagian besar menggabungkan isi Future Impact dan buku pedomannya menjadi satu volume. Edisi pertama yang ber­judul Child, Church and Mission telah diterima dengan baik dan buku itu telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Saya merasa baik adanya bila memakai judul edisi pertama itu untuk edisi yang baru ini. Isi buku ini boleh dipakai sebagai mata pelajaran di seminari dan sekolah Alkitab. Kami berharap buku ini juga berfungsi seba­gai sumber Child, Church, and Mission untuk melatih para pekerja anak, orang-orang yang melayani anak-anak yang berisiko (kelompok yang dikhusus­kan) dan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh jaringan-ja­ringan Kristen yang bergerak di bidang pengembangan anak. Untuk informasi lebih lanjut tentang mata pelajaran ini, hubungilah: Dr. Dan Brewster Compassion International Email: [email protected]. Tel/Fax: 604-890-1440 Dr. Rosalind Lim-Tan Director. MBTS HCD Institute 40 A-D. Mk. 17 Batu Ferringhi. Penang 11100, Malaysia Email: [email protected]. Tel/Fax: 604-881-2462 Daftar Isi Ucapan Terima Kasih......................................................................................................vii Mengenai Edisi Revisi Buku Child, Church, and Mission.....................................ix Bagian Satu: ANAK DALAM PANDANGAN ALKITAB..................................1 1. Mengapa Anak-Anak ?................................................................................................. 3 … dan Jutaan Anak Menderita karena Kemakmuran................................. 11 Kasih dieja W-A-K-T-U.............................................................................................. 13 Dunia Media yang Global....................................................................................... 16 Anak-anak Strategis karena “Tanah Liat” Mereka Masih Lunak........... 19 Mengikuti Awan Kemuliaan.................................................................................. 20 2. Apakah yang Alkitab Katakan Tentang Anak-anak...................................... 29 Anak-anak dan Masa Kanak-kanak dalam Alkitab...................................... 31 Anak-anak diciptakan dengan Martabat......................................................... 34 Sering Kali Diabaikan dan Dieksploitasi......................................................... 35 Harapan Allah Kepada Orang Dewasa tentang Anak-anak...................... 38 Anak-anak Bisa Mengerti Perkara-perkara dari Allah.............................. 41 Allah Memakai Anak-anak untuk Tugas-tugas Khusus............................. 43 Tema-tema dalam Perjanjian Lama tentang Anak-anak........................... 46 Tema-tema dalam Perjanjian Baru tentang Anak-anak............................ 48 3. Pelayanan Pengembangan Anak.......................................................................... 57 Hati Allah terhadap Orang yang Miskin dan Tertindas............................. 59 Tiga Masalah dengan Kekayaan.......................................................................... 61 Child, Church, and Mission Pengembangan Anak secara Kristen dan Holistik...................................... 65 Apa yang Kami Maksudkan dengan Pengembangan?................................ 70 Hal yang Bukan Merupakan Pengembangan Kristen Holistik............... 75 Tujuh Karakteristik Belas Kasihan yang Sejati............................................. 77 Hasil Utama Pengembangan: Kemandirian................................................... 80 Mempromosikan Kemandirian........................................................................... 82 Memfasilitasi Pengembangan yang Sehat....................................................... 85 Arah Pengembangan................................................................................................ 89 4. Pemahaman Rohani tentang Kemiskinan........................................................ 93 Apakah Kemiskinan Itu?......................................................................................... 95 Penyebab Kemiskinan: Semua Dugaan yang Sudah Lazim?................... 98 Memandang Kemiskinan secara Rohani.......................................................103 Sudut Pandang—Kunci untuk Memahami Kemiskinan..........................104 Sudut Pandang Memiliki Konsekuensi...........................................................107 Yesus Datang Memberi Hidup yang Berkelimpahan................................109 Pencuri Datang untuk Mencuri.........................................................................110 Respons Alkitab terhadap Filsafat-filsafat yang Palsu dan Menyesatkan.....................................................................................................112 Mengalami Kebenaran dari Allah Bisa Memerdekakan Manusia.......119 Bagian Dua: ANAK DAN GEREJA................................................................127 5. Peran Gereja...............................................................................................................129 Manusia Seutuhnya—dan Seluruh Ciptaan.................................................131 Penebusan, Rekonsiliasi, dan Pengembangan Anak.................................134 Misteri Peran Gereja...............................................................................................137 Penginjilan atau Aksi Sosial: Perdebatan yang Seru................................141 Mengkhianati Dua Miliar Manusia?.................................................................143 Injil Sosial...................................................................................................................144 Hubungan antara Penginjilan dan Aksi Sosial............................................145 Perintah yang Agung dan Amanat Agung Sama-sama Benar...............147 Para Pemangku Kepentingan Utama dalam Pelayanan Gereja............150 Dua Struktur, Satu Fungsi....................................................................................153 6. Mengapa Peduli Kepada Anak-anak Merupakan Tanggung Jawab Khusus Gereja?.........................................................................................................159 Hanya Gereja (Orang-Orang Kristen!) yang Bisa Menjawab Kebutuhan Manusia secara Keseluruhan.......................................................160 Karena Allah Mendengar Anak-anak Menangis...........................................164 xii Mengapa Anak-Anak? Karena Memelihara Anak-anak Melenyapkan Ketidakpercayaan......168 Karena Hanya Gereja yang Mengerti Martabat Semua Orang...............172 Karena Hanya Gereja yang Bisa “Menyingkirkan Kutuk”........................173 Bagian Tiga: ANAK DALAM GEREJA..........................................................177 7. Pertumbuhan Iman Anak-anak..........................................................................179 Maksud Allah bagi Anak-anak dalam Gereja...............................................181 Pertumbuhan Iman Anak-anak.........................................................................185 Usia Akuntabilitas...................................................................................................188 Bagaimana Iman Bertumbuh ?..........................................................................192 Adakah Jendela Keterbukaan 4/14?...............................................................196 8. Karakteristik Gereja yang Ramah Anak..........................................................205 Sebuah Dunia yang Ramah Anak Di Mana Anak Bisa Mengasihi dan Dikasihi...............................................................................208 Membuat Program Gereja Lebih Ramah Anak...........................................210 Apakah Gereja Sebaiknya Menyampaikan Khotbah yang Diperuntukkan bagi Anak-anak?...........................................................213 Membuat Fasilitas Gereja Lebih Ramah Anak............................................215 Membuat Staf Gereja Lebih Ramah Anak......................................................216 Tanggung Jawab Gereja pada Semua Tingkatan........................................218 Menilai Keramahtamahan Gereja Anda terhadap Anak.........................219 9. Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja............................................231 Melindungi Anak-anak dari Diri Kita Sendiri..............................................233 Mengetahui telah Terjadi Pelecehan terhadap Anak...............................234 Pedoman Umum Melindungi Anak-anak......................................................238 Prosedur Pelaporan Dugaan Pelanggaran Seksual ..................................241 Enam Prinsip dalam Merespons Dugaan Pelecehan................................243 Bagian Empat: ANAK DAN MISI.................................................................253 10. Misi—Apakah yang harus Dilakukan Gereja.............................................255 Tinjauan Secara Luas Terhadap Misi dalam Alkitab..............................258 Sejarah Sangat Singkat Misi pada Zaman Modern.................................260 Pertumbuhan Kekristenan Baru-baru Ini..................................................265 Pertumbuhan Misi-misi Bukan dari Barat.................................................266 Lima Konsep Misiologi yang Penting (dan Relevansinya terhadap Anak) ...................................................................269 Anak dan Misi.........................................................................................................274 Berikan Anak-anak Kepadaku atau Aku akan Mati!..............................276 xiii Child, Church, and Mission 11. Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak ..........................283 Masalah-masalah Utama dalam Penginjilan kepada Anak-anak yang Beragama Lain............................................................................................286 Pertobatan atau Proselitisme?........................................................................286 Bagaimana dengan “Membeli Petobat”?.....................................................287 Penginjilan atau Eksploitasi?...........................................................................289 Peringatan Penginjilan terhadap Anak dalam Situasi yang Sensitif............................................................................................................291 Misi Strategis terhadap Anak..........................................................................293 Anak, Pertumbuhan Gereja, dan Perkembangan Kepemimpinan......................................................................294 Anak-anak Sebagai Agen Misi..........................................................................296 Memberikan Suatu Pandangan Misi kepada Anak-anak.....................300 Bagian Lima: SARANA-SARANA UNTUK MELAKUKAN ADVOKASI..............................................................................309 12. Advokasi yang Tidak Konfrontasional..........................................................311 Advokasi yang Tidak Konfrontasional.........................................................315 Cara Melakukan Advokasi yang Tidak Konfrontasional......................316 Advokasi dan Pengembangan Berjalan Bersama....................................318 Advokasi dalam Compassion International..............................................320 Memperluas Definisi Advokasi bagi Compassion...................................322 Apa yang Bisa Anda Lakukan sebagai Pembela Anak...........................324 13. Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak..........................................................327 Isi dan Tujuan KHA..............................................................................................329 Beberapa Keprihatinan Orang Kristen terhadap KHA..........................331 The Millennium Development Goals (MDG).............................................339 A World Fit for Children (WFFC)—Sebuah Dunia yang Ramah bagi Anak-anak............................................................................342 14. Berjejaring Demi Anak-Anak............................................................................349 Manfaat Berjejaring.............................................................................................351 Viva Viva!..................................................................................................................355 Kesimpulan......................................................................................................................363 Referensi...........................................................................................................................369 Indeks................................................................................................................................375 Dr. Dan Brewster...........................................................................................................379 xiv H Bagian Satu ANAK DALAM PANDANGAN ALKITAB ampir ada dua miliar anak di dunia sekarang ini— sepertiga dari jumlah penduduk dunia. Dan semua anak ini bisa dikatakan berisiko. Banyak sekali, tentu saja, yang menghadapi risiko karena kemiskinan—menghadapi bahaya berupa penderitaan, eksploitasi, diabaikan, dan kematian. Menurut UNICEF, sekitar 9,7 juta anak meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun—per hari rata-rata lebih dari 24.000 orang—karena penyakit yang sebenarnya bisa dengan mudah dicegah atau diobati. Pada saat yang sama, jutaan anak menghadapi risiko karena kemakmuran. Pola pikir yang sangat modern dan materialisme zaman ini menyebabkan jutaan anak “memiliki segalanya untuk hidup, tetapi tidak memiliki apa pun yang bisa dijadikan tujuan hidup”. Kita akan membahas masalah ini, halangan dan tantangan yang dihadapi anak-anak baik dalam kemiskinan dan kemakmuran dalam bab pertama. Meskipun demikian, kebutuhan anak, potensi, serta janji yang ada dalam kehidupan anak-anak bukanlah hal yang baru. Sesungguhnya, Alkitab banyak berbicara mengenai anak-anak— jauh dari yang disadari orang-orang. Dalam bab kedua, kita akan melihat anak dari sudut pandang Alkitab. Kita akan menemukan bahwa Alkitab tidak diam dan apa yang kita pelajari tentang hati Allah bagi anak-anak juga harus membentuk pandangan kita terhadap anak-anak. http://www.unicef.org/health/index_childsurvival.html (diakses pada 25 Maret 2011) Child, Church, and Mission Ekspektasi Allah adalah semua anak bertumbuh secara holistik seperti yang dialami Yesus dalam Lukas 2:52: “makin ber­tambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Namun, banyak anak tidak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dalam keempat bidang ini. Bagaimanakah orang Kristen mempromosikan pengembangan anak secara holistik? Dalam bab tiga, kita akan melihat beberapa sudut pandang Alkitab tentang pengembangan ini dan memerhatikan apa yang merupakan pengembangan �������������������������������������� anak ������������������������� dan apa yang bukan. Kita juga akan kembali meninjau pentingnya kemandirian sebagai komponen dari ������������������������������������������������ pengembangan ����������������������������������� anak dan memfasilitasi sebuah cara yang penting untuk melakukan pengembangan. Tekanan utama buku ini adalah anak dalam kemiskinan. Bab empat membahas masalah kemiskinan, kembali dari sudut pandang Alkitab. Ide kuncinya adalah kemiskinan bukanlah sekadar tidak memiliki sumber daya atau mengalami defisit. Sebaliknya, kemiskinan pada dasarnya adalah masalah rohani. Allah dan setan memiliki agenda yang berbeda bagi anak-anak. Allah ingin semua anak-Nya bertumbuh dengan pesat—hidup dengan berkelimpahan. Pencuri—setan—adalah pendusta dan ingin mencuri, membunuh, dan menghancurkan hidup yang berkelimpahan. Orang-orang yang terperangkap dalam dusta setan tidak akan memiliki hidup berkelimpahan yang diinginkan Allah. Apa yang dipercayai orangorang dan yang menjadi landasan tindakan mereka memiliki im­ plikasi penting bagi kesejahteraan rohani dan jasmani mereka. Kepercayaan memiliki konsekuensi. Kita akan membahas hal-hal ini secara umum tetapi dengan perhatian khusus pada anak dan perkembangannya. Persis seperti yang dilakukan Yesus bagi para murid-Nya zaman dulu, kita menempatkan anak di tengah pembahasan kita dan memerhatikan sudut pandang yang “sungsang”. 1 Mengapa Anak-Anak ? Kami tidak hendak sembunyikan kepada anakanak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka, supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya. Mazmur 78:4–7 Child, Church, and Mission Gereja dewasa ini mungkin tidak mencari anak-anak dan kaum muda, tetapi mereka tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk menemukan mereka. Anak-anak bukanlah kelompok masyarakat yang terpencil atau tidak bisa dilihat dengan jelas. Mereka ada di mana-mana: Di semua negara, dalam semua golongan sosial ekonomi dan di antara orang-orang dalam semua kebudayaan. Dalam semua komunitas: keluarga, sekolah, pasar, tempat ber­ main, dll. Di daerah-daerah yang sulit dijangkau Injil. Di subbudaya yang marginal: anak-anak dengan kebutuhan khusus, dalam penjara-penjara … Dalam situasi-situasi yang berisiko di mana keadaan yang dialami meningkatkan kemungkinan bahwa mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk mendengar Injil. Dalam keadaan-keadaan sulit yang berkaitan dengan agama: anak-anak yang telah dilukai atau diabaikan oleh orang-orang yang mewakili iman Kristen. Setidaknya, Gereja perlu memerhatikan bahwa anak-anak ada di sekeliling kita—sebagian besar dari mereka sedang menghadapi risiko tertentu. B ELUM pernah terjadi dalam sejarah begitu banyak anak hadir di sekitar kita dan belum pernah terjadi begitu banyak dari mereka menghadapi risiko sosial yang begitu besar. Anak-anak berusia 15 tahun ke bawah merupakan sepertiga dari penduduk dunia yang berjumlah enam miliar orang. Di banyak negara yang sedang berkembang, setengah populasi negara itu adalah anakanak. 26 persen dari penduduk negara itu adalah kaum muda dengan usia 15–29 tahun. Satu miliar anak lagi akan lahir dalam Populasi dunia pada Maret 2011: 6.904.409.189 (6,9 miliar), “International Data Base Information Gateway,” U.S. Bureau of the Census, http://www.census.gov/ ipc/www/idb/worldpopinfo.php. Mengapa Anak-Anak? Pertimbangkanlah statistik yang menyedihkan ini tentang anak-anak dan kaum muda: Sekitar satu juta anak terjebak dalam perdagangan seks ko­ mersial setiap tahun Lebih dari 91 juta anak balita bertumbuh dengan kelaparan yang merusak ketahanan diri mereka. 134 juta anak sama sekali tidak punya akses untuk masuk sekolah 15 juta anak menjadi yatim piatu akibat AIDS 246 juta anak bekerja, 171 juta di antaranya terlibat/berada dalam bentuk terburuk pekerja anak. 265 juta anak tidak menerima imunisasi penangkal penyakit apa pun. Lebih dari sepertiga anak terpaksa tinggal di rumah dengan lima orang dalam satu kamar. Lebih dari setengah miliar anak tidak memiliki fasilitas toilet dalam bentuk apa pun. Hampir setengah miliar anak tidak memiliki akses untuk mem­ peroleh informasi yang diterbitkan dalam bentuk apa pun. 376 juta anak terpaksa berjalan lebih dari 15 menit untuk mem­ peroleh air atau memakai sumber air yang tidak aman untuk digunakan atau diminum. dekade berikutnya, banyak dari mereka lahir dalam kemiskinan yang parah. Salah satu pembicara kami yang terbaik dalam bidang anak-anak, pendiri Viva Network, Patrick McDonald menekankan pentingnya anak-anak dan tanggung jawab gereja secara khusus untuk peduli kepada mereka. Patrick Mc Donald, Prakata dalam Child Poverty in the Developing World (Bristol, UK: The Policy Press, 2003), http://aa.ecn,cz/img_upload/ 65636e2e7a707261766f64616a737476/Child_poverty.pdf. Child, Church, and Mission Anak merupakan prioritas bagi sang Raja dan kerajaan-Nya. Mereka banyak jumlahnya, mereka strategis; mereka men­derita dan mandat Allah yang tidak ambigu berpihak pada mereka, menuntut dilakukannya tindakan-tindakan mendesak. Mereka ada­lah kunci untuk melaksanakan Amanat Agung dan merupakan ekspresi yang esensial dari Perintah Agung. Respons orang Kristen terhadap anakanak dewasa ini dalam banyak hal sedang di persimpangan jalan. Sebagian besar anak pada penghujung abad ini digolongkan sebagai “anak-anak yang berisiko,” atau anak-anak yang membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata untuk bisa mendemonstrasikan kasih Allah. Mereka adalah anak-anak yang lapar, tunawisma, dan menderita. Menghadapi kebutuhan yang mendesak untuk membesarkan dan melindungi anak-anak ini, banyak orang Kristen merespons dengan penuh belas kasihan, bahkan dengan penuh pengorbanan, tetapi sebagian besar bergumul untuk bisa melaksanakannya dengan efektif dan konsisten. Kebutuhan yang semakin besar akan standar profesional dalam pelayanan anak-anak memunculkan sebuah tantangan yang menentukan bagi Gereja. Salah satu alasan untuk gereja memfokuskan pada anak, lebih dari segmen lain dari kemanusiaan adalah anak-anak men­ derita. Dalam pengertian tertentu, mereka membayar dosa-dosa yang dilakukan orang dewasa. Setiap tahun puluhan juta anak menjadi korban eksploitasi, kekerasan, dan perlakuan yang kejam. Dewasa ini lebih dari 37% anak di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan yang absolut—jumlah total 674 juta anak. Banyak dari mereka tinggal dalam kondisi keterbelakangan yang parah, dengan penghasilan yang kurang; menderita kelaparan dan malnutrisi; kesehatan yang buruk; akses yang terbatas atau tidak memiliki akses untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan dasar lainnya; tidak memiliki tempat tinggal dan rumah yang layak huni; lingkungan yang tidak aman, diskriminasi sosial, dan pengesampingan. Akan tetapi, tidak semua kabar mengenai anak adalah kabar buruk. Dengan tetap memerhatikan catatan di atas, dalam 2008 David Gordon dan lainnya, Child Poverty in the Developing World, (Bristol, UK: The Policy Press, 2003), http://aa.ecn.cz/img_upload/ 65636e2e7a707261766f64616a737476/Child_poverty.pdf. Mengapa Anak-Anak? Jutaan Anak Menderita Kemiskinan Banyak daerah di dunia ini, anak-anak menghadapi risiko yang besar berupa kemiskinan. Dengan meningkatnya biaya hidup dan pemotongan subsidi untuk makanan, tunjangan kesehatan, dan pendidikan, anak-anak menjadi golongan yang paling rentan. Ketika perekonomian setempat membuka diri bagi kekuatan pasar global tanpa memberikan investasi dan menyediakan pengamanan yang cukup bagi orang miskin, anak-anak menderita dalam beberapa bidang: Anak-anak jalanan. Kami mendapati mereka tidur di sudut-sudut jalan yang gelap, beranda toko-toko, dan tepi rel kereta api. Me­ reka bertahan hidup dengan mengemis, mencari sisa makanan di sampah, dan menjual permen. Pekerja anak yang diperlakukan dengan kejam. Mempekerjakan anak dan memperlakukan mereka dengan kejam dalam pekerjaan berdampak pada pertumbuhan fisik, psikologis, intelektual, dan moral anak. Ketika anak-anak mulai bekerja dalam usia yang terlalu muda, mereka lebih mudah menjadi korban kekerasan dan perlakuan kejam yang ekstrem, belum termasuk masa kanakkanak yang dicuri ketika mereka terpaksa bekerja! Di negaranegara yang miskin, para pekerja yang masih anak-anak terlihat melakukan segala macam pekerjaan di tempat-tempat pembuatan batu bata, perkebunan karet, ladang padi, perahu nelayan, pabrik pakaian, bengkel motor, tempat-tempat servis, dan restoran. Mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah orangorang kaya. Sudah lazim tiap pagi di pinggiran banyak kota besar dan kecil terlihat anak-anak bergegas-gegas berjalan mendekati truk-truk sampah untuk mencoba menemukan apa pun yang bisa di daur ulang, di antara tumpukan sampah yang membusuk. Ratusan anak mengembara di jalanan dan menawarkan diri menjadi penyemir sepatu atau menjual koran, kacang, atau buah, sementara yang lain meminta-minta uang dari para turis atau pekerja asing yang datang untuk memberikan bantuan. Child, Church, and Mission Perdagangan anak. Anak-anak dijual untuk berbagai macam eksploitasi, termasuk eksploitasi dan perbudakan seks, pornogra­ fi, dipekerjakan secara paksa, berperang, dan transplantasi organ tubuh manusia. Eksploitasi seks anak, termasuk prostitusi anak, pornografi anak, dan perdagangan anak. Kaum pengidap penyakit pedofilia dan turis-turis pencari seks menimbulkan kerusakan yang besar di antara anak-anak yang tidak bersalah. Yesus merekomendasikan hukuman yang tidak perlu disesalkan yaitu batu kilangan yang diikatkan pada leher mereka dan dilempar ke bagian laut yang paling dalam (Mat. 18:6). Anak-anak yang terlibat dalam, atau terkena akibat peperangan merefleksikan perubahan dalam konflik bersenjata, yang memiliki ciri berupa meningkatnya presentase rakyat yang menjadi korban. Setiap hari, lebih dari 20 konflik bersenjata terjadi di seluruh dunia, sebagian besar di negara-negara miskin, dalam dekade yang lalu saja, lebih dari dua juta anak yang terbunuh dan jutaan anak lainnya terluka atau menderita cacat permanen akibat konflik bersenjata yang terjadi. Beda dari peperangan masa lalu, kini diperkirakan antara 80 sampai 90 persen orang mati atau terluka dalam konflik adalah rakyat—sebagian besar adalah anak-anak dan ibu mereka. hampir 24.000 balita meninggal setiap hari, angka itu turun dari hampir 40.000 dalam satu dekade yang lalu. Antara awal 1990an sampai 2000, angka rata-rata kematian balita turun 11% dan kematian anak karena diare, pembunuh yang paling banyak merenggut nyawa anak-anak awal 1990an, turun setengahnya— dengan demikian menyelamatkan sekitar sejuta jiwa. Meskipun demikian, fakta yang menggetarkan hati ada­lah lebih dari satu miliar anak (56%) di seluruh dunia hidup dalam kekurangan yang parah. Anak-anak ini menghadapi ba­nyak risiko dan akibatnya yang banyak dan kompleks. Beberapa hal jelas terlihat ketika anak-anak tidak memiliki cukup makanan. Mungkin Mengapa Anak-Anak? 30% baalita di seluruh dunia menderita malnutrisi yang sedang dan parah. Bahkan di negara-negara yang paling kaya, banyak anak dibesarkan dalam keluarga-keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun di ������������������������������������������ negara-negara terdapat ������������������������� vaksin dan obat lain untuk melindungi anak-anak dari penyakit, jutaan anak masih meninggal setiap tahun karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah. Meskipun telah terdapat konsensus yang nyaris bersifat universal tentang pentingnya pendidikan sebagai penunjang ke­ hidupan, persentase para siswi yang sekolah di sekolah tingkat menengah (antara 11–18 tahun) masih berada di bawah para siswa—53 persen untuk siswa dan 48 persen untuk siswi dalam periode 2005–2009. Kondisi yang merugikan para siswi ini mencapai jumlah yang tertinggi di wilayah subSahara di Afrika dan Asia Selatan. Meskipun demikian, di Asia Timur, kepulauan Pasifik, dan Amerika Latin serta kepulauan Karibia, gangguan mental di antara remaja telah meningkat dalam 20–30 tahun karena struktur keluarga yang berubah, pengangguran yang meningkat di antara kaum muda, dan tekanan orangtua yang memiliki aspirasi yang tidak realistis di bidang pendidikan dan pekerjaan. Sekitar 20 persen remaja di dunia menderita gangguan mental atau tingkah laku—sebuah be­ban secara global berupa penyakit yang diidap orang-orang berusia 15–19 tahun. Secara global, diperkirakan 71.000 remaja melakukan bunuh diri setiap tahun, sementara 40 kali dari jumlah tersebut me­lakukan upaya bunuh diri. Pernikahan anak di negara-negara yang terbelakang te­ lah meningkatkan risiko untuk terjangkit penyakit seksual yang menular dan kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian me­nun­ jukkan bahwa di Orellana, sebuah provinsi di Ekuador di lembah sungai Amazon, hampir 40 persen gadis berusia 15–19 tahun sedang atau pernah hamil, dan ditemukan bahwa kehamilan me­reka penyebabnya adalah perlakuan yang kejam secara seksual, tiadanya orangtua, dan kemiskinan. Setengah juta ibu meninggal setiap UNICEF, “State of the World’s Children,” www.unicef.org/publications/files/SOWC2011. Child, Church, and Mission tahun ketika melahirkan, meninggalkan bayi mereka menghadapi risiko yang ekstrem. 1 dari 17 ibu yang tinggal di Afrika Barat atau Tengah menghadapi risiko kematian di sepanjang hidupnya. Lebih lanjut, dalam dekade terakhir mungkin dua juta anak telah terbunuh dan lebih dari enam juta anak terluka atau cacat karena konflik bersenjata. Puluhan ribu anak menjadi cacat karena terkena ranjau darat dan ribuan menderita dalam konflikkonflik yang disebabkan keserakahan akan tanah, batu mulia, dan minyak. Dewasa ini banyak yang telah dikatakan tentang bumi yang “datar” dan pasar global. Efek globalisasi ini tidak semuanya buruk, tetapi cenderung mendatangkan efek yang paling negatif terhadap orang miskin. Sebagai contoh, persediaan makanan bisa jadi ber­ kurang ketika penggunaan tanah dan perdagangan lebih berfokus pada perekonomian nasional dan kurang berfokus pada pasokan makanan yang masuk akal bagi kaum Marginal. Di daerah-daerah perkotaan di seluruh dunia, kemiskinan cenderung meningkatkan jumlah anak jalanan. Anak-anak yang dipekerjakan menyebabkan mereka menghadapi risiko yang besar akan terluka, diperlakukan dengan kejam, buta huruf, dan bahaya-bahaya lainnya, belum termasuk masa kanak-kanak yang hilang. Perdagangan anak dan eksploitasi seks menempatkan anak-anak dalam wilayah gelap yang menyebabkan mereka sulit untuk ditemukan, apalagi dibebaskan. Sering kali, konflik bersenjata dengan jahat menargetkan anakanak yang berisiko dan keluarga mereka. Hal-hal ini dan banyak lainnya menambah kemalangan dan penderitaan anak-anak. Dan setiap statistik, tentu saja, me­ representasikan seorang anak yang di­kasihi Allah dan untuknya Yesus telah mati, yang �������������������� benar-benar terluka�. Ibid. “Fullness of Life and Dignity of Children in the Midst of Globalization with a Focus on Children.” Laporan yang disampaikan Tim Diakonia dan Solidaritas Dewan Gereja Sedunia/Konferensi Kristen Antar Regional Asia di Mumbai, India, 2004, hlm. 7. 10 Mengapa Anak-Anak? … dan Jutaan Anak Menderita karena Kemakmuran Di sisi lain, bagi banyak anak di Amerika dan di negara maju di seluruh dunia, masa depan mereka tampak cerah. Mereka memperoleh pendidikan yang baik. Kesehatan mereka biasanya juga baik. Dokter mudah dihubungi. Teknologi menjanjikan bahwa mereka akan men­cetak prestasi lebih besar yang bisa kita bayangkan. Namun sebenarnya, bahkan anak-anak yang sangat kaya dan “beruntung” ini menghadapi risiko yang sangat besar. Banyak dari mereka menjadi lembek dan manja. Sering kali mereka merasa hidup tidak bermakna, tidak memiliki tanggung jawab atau tidak bertujuan. Mereka makan hingga kenyang (dalam banyak kasus terlalu kenyang), merasa aman, memiliki pakaian yang mahal dan gadget apa pun yang bisa mereka miliki serta mainan. Bagi banyak orang, tuntutan yang diberikan ke mereka tidak lebih dari “jangan mencoba narkoba” dan “tetap sekolah”. Mereka tahu bahwa mereka akan memperoleh apa pun yang mereka inginkan— khususnya bila mereka merengek cukup keras. Pengalaman-pengalaman yang hanya diperuntukkan bagi orang dewasa yang disingkapkan ke mereka mengancam masa kanak-kanak dan kesejahteraan banyak anak dan kaum muda. Kepolosan mereka hilang. Kehidupan mereka ditandai oleh am­ biguitas yang muncul dari filsafat-filsafat zaman yang sangat modern ini. Mereka mungkin sangat terhubung dalam dunia digital yang tidak mengenal batas, tetapi ironisnya mereka sangat tidak terhubung dalam dunia nyata—dengan orangtua, tetangga, teman, komunitas mereka, dan yang paling buruk, dengan diri sendiri. Jutaan anak dalam rumah tangga yang makmur di negaranegara yang sangat maju mengalami penderitaan karena diabai­kan orangtua. Orangtua mereka kurang memerhatikan, memelihara, dan melindungi mereka. Terlalu banyak anak yang kemudian ter­ libat dalam kekerasan, meniru atau dipengaruhi apa yang mereka pelajari dari televisi dan Hollywood. Terlalu banyak remaja yang membenci diri mereka sendiri. Terlalu banyak anak yang bingung dan kecewa karena premis-premis yang mengecilkan hati zaman modern ini: 11 Child, Church, and Mission Hidup tidak masuk akal dan tidak memiliki makna. Kebenaran tidak ada. Hanya kamu yang peduli pada dirimu sendiri, karena itu Jangan percaya apa pun atau siapa pun. Banyak anak dibesarkan dalam lingkungan yang dipenuhi kebencian, ketidakadilan, ketidakpercayaan, dan kebingungan. Ba­ nyak yang terperangkap dalam masalah-masalah orang dewasa yang kompleks, termasuk perceraian dan seksualitas. Hati mereka menjerit agar orang dewasa menolong mereka untuk menemu­ kan jati diri dan tujuan hidup mereka. Secara lahiriah, mereka mengekspresikan perasaan frustrasi dengan cara-cara yang tragis dan destruktif. Ironis bahwa orangtua hanya menyediakan sedikit waktu bagi anak-anak dalam kebudayaan di mana mereka memiliki waktu paling banyak untuk bersenang-senang. Negara-negara de­ ngan akses yang paling mudah untuk memperoleh konseling dan pelayanan keluarga sering kali menjadi negara-negara dengan angka perceraian yang paling tinggi. Materialisme memalingkan perhatian mereka dari membangun keluarga yang lebih baik menuju memperoleh gaji yang lebih besar. Ini hanyalah beberapa hal yang mendemonstrasikan tren perubahan nilai-nilai budaya dalam sebuah keluarga. Keluarga-keluarga kini dalam masalah besar dan anakanaklah yang membayar harganya. Ketika 1.500 murid ditanya, “Menurut kamu apa yang menyebabkan sebuah keluarga bahagia?” mereka tidak menyebut uang, mobil, rumah yang bagus, atau, televisi. Jawaban mereka yang paling lazim, “Melakukan segala hal bersama-sama”. Apakah kita mendengarkan itu? William R. Mattox, editorial tamu, Colorado Springs Gazette Telegraph, 10 Maret 1991. 12 Mengapa Anak-Anak? Kasih dieja W-A-K-T-U Dalam kebudayaan atau situasi apa pun, kasih bagi seorang anak dieja “W-A-K-T-U!” (atau bagaimanapun Anda mengeja “waktu” dalam bahasa Anda). Sylvia Hewlett menulis sebuah buku yang mengesankan pada 1990-an dengan judul yang provokatif, When the Bough Breaks, yang diambil dari lagu yang sering dinyanyikan ibu-ibu ketika menimang-nimang bayi mereka agar tidur: Timanglah bayimu di puncak pohon, Ketika angin berembus, ayunan akan terayun-ayun. Ketika cabang pohon patah, ayunan akan jatuh. Dan jatuh pula sang bayi, cabang pohon, dan semuanya. Hewlett berpendapat bahwa dewasa ini bagi banyak anak, “cabang pohon” telah patah. Ia berkata masalah yang utama bu­ kanlah kurangnya sumber daya, melainkan “kurangnya waktu”. Ia menyebutkan secara terinci beberapa alasan mengapa orangtua tidak memiliki waktu bersama anak mereka. Perceraian Tanpa Kesalahan. Perceraian tanpa kesalahan/tidak bertanggung jawab telah secara dramatis mengurangi waktu yang bisa digunakan para orangtua untuk bersama anak mereka. Masa lalu, hukum perceraian di Amerika didasarkan pada asumsi bahwa pernikahan adalah kemitraan yang langgeng dalam sebagian besar kasus hingga “kematian memisahkan kita”. Hewlett mencatat bahwa sebelum 1970 perceraian adalah pilihan yang sah secara hukum tetapi hanya setelah terbukti adanya perbuatan seperti perzinaan, kekejaman, atau ditinggalkan pasangan hidupnya. Hal menyedihkan, dewasa ini, perceraian semakin dipandang sebagai sesuatu yang “netral secara moral, sebuah pilihan lain—pilihan dalam hidup yang tidak lebih baik atau lebih buruk daripada mempertahankan pernikahan.” Orang-orang dewasa yang masih kekanak-kanakan ini Wilson Grant, The Caring Father (Nashville: Broadman Press, 1983), hlm. 18. Sylvia Hewlett, When the Bough Breaks (New York: Basic Books, 1991), hlm. 108. 13 Child, Church, and Mission tidak menyadari bahwa mereka tidak bisa meninggalkan pasangan hidup mereka dan pindah ke padang rumput yang lebih hijau tanpa menaruh anak-anak yang ditinggalkan dalam bahaya yang serius. Mitos “Waktu yang Berkualitas”. Dalam buku terbitan 1987, Quality Parenting, Linda Albert dan Michael Popkin meyakinkan para ibu dan ayah bahwa dengan usaha keras dalam interaksi mereka bersama anakanak, orangtua bisa “mengubah saat-saat yang biasa menjadi perjumpaan yang, seperti diet sehat makanan alami dan vitamin …, menopang anakanak sepanjang hari” saat mereka harus sibuk di tempat lain. Ini adalah ide yang menarik, tetapi tidak ada hasilnya. Masalah utama waktu yang berkualitas adalah sedikit waktu ber­kualitas yang tersedia! James Dobson membandingkan “waktu yang berkualitas” ini dengan pergi ke restoran ketika Anda memutuskan untuk makan steak yang paling lezat di kota Anda. Anggaplah Anda memesan steak yang paling mahal. Lalu pelayan datang sambil memegang piring dan mengangkat penutup makanan dengan lambaian tangan. Di ha­ dapan Anda tersaji steak paling lezat—jaraknya hanya satu inci dari Anda! Akan tetapi, betapa pun lezatnya steak itu, jika kita tidak mencicipi dan memakan steak tersebut, pasti ada yang kurang. Kita juga perlu kuantitas bersamaan dengan kualitas. Hal itu berlaku sama dengan waktu berkualitas dengan anak-anak kita. Lebih banyak waktu untuk bekerja daripada untuk keluarga. Pada masa lalu, sebagian ibu yang punya anak kecil tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak mereka. Namun, sejak 1990-an, lebih dari dua per tiga ibu-ibu bekerja di luar rumah. Meskipun ibuibu menghabiskan semakin banyak waktu untuk bekerja, para ayah menghabiskan semakin banyak waktu untuk bekerja. Menurut sebuah penelitian, rata-rata jam yang dihabiskan untuk bekerja dalam seminggu melompat dari 41 jam pada 1973 menjadi 47 jam pada 198910 dan tentu mereka bekerja jauh lebih lama sekarang, 10 Ibid., hlm. 79. 14 Mengapa Anak-Anak? 20 tahun kemudian. Hewlett mencatat tersedia kartu-kartu ucapan selamat Hallmark bagi pada orangtua yang memiliki komitmen berlebihan untuk bekerja dan benar-benar mengalami kesulitan untuk bertemu anak-anak mereka. “Miliki waktu yang super di sekolah” adalah ucapan tertulis pada satu kartu, yang dimaksud ditaruh di bawah kotak sereal pagi hari. “Andai mama bisa menemanimu tidur,” kata-kata dari kartu lainnya yang dirancang untuk diletakkan di bawah bantal anak pada malam hari.11 Konflik Nilai pada Orang Dewasa. Alasan lain mengapa keluargakeluarga dalam masalah adalah terjadinya perubahan nilai-nilai yang wajib jauh dari keluarga. Di seluruh dunia sedang terjadi perubahan sikap yang semakin menjauhkan diri dari keluarga. Hewlett mencatat bahwa sejak akhir 1960-an, orang dewasa men­ cari pertumbuhan pribadi dan realisasi pribadi: Waktu telah berubah baik bagi pria dan wanita. Prioritasprioritas yang kita tetapkan telah melenyapkan antusiasme kita untuk menyangkal diri sendiri, menunda kepuasan dan pola tingkah laku egois lainnya. Pengorbanan tidak lagi menjadi gaya hidup dan orientasi ke masa depan adalah bagi burung di udara. Sikap memberi untuk menerima yang dianut dewasa ini berbunyi: aku akan memberikan waktu, energi, sumber daya dalam sebuah hubungan sepanjang kebutuhanku terpenuhi, sepanjang itu menguntungkan aku. Kalau aku tidak bahagia (atau benar-benar bosan), aku berhak bergerak dan mencari apa yang aku butuhkan di tempat lain. Kenyataannya kualitas-kualitas yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi sering kali bertentangan dengan kualitas-kualitas yang dibutuhkan untuk berhasil sebagai orangtua yang berkepentingan.12 Kekurangan Uang. Tentu saja, ada anak-anak bahkan di negaranegara makmur yang kekurangan uang. Banyak orang yang tinggal di Afrika dan Asia penghasilan keluarganya per tahun di bawah 11 12 Ibid., hlm. 88. Ibid., hlm. 107. 15 Child, Church, and Mission $1.000 akan tertawa atau menangis ketika mendengar bahwa kelas menengah tidak bisa hidup dengan penghasilan di bawah $50.000 hingga $80.000 per tahun. Namun, karena digerakkan oleh ekonomi pasar, para orangtua menghabiskan jauh lebih banyak energi mereka untuk mencari uang daripada menginvestasikan waktu bagi anak-anak mereka. Kaum muda yang lebih dewasa dan terekspos diet regular komunikasi elektronik yang terus-menerus dan dunia maya dewasa ini masuk da­lam kelompok yang disebut penulis Tom Hayes sebagai “Bubble Generation”. Karakteristik berikut menggambarkan mereka: Tidak menyaksikan banyak acara TV atau mendengarkan siaran radio. Tidak memberi toleransi pada iklan—ini tidak wajib bagi me­ reka. Memiliki mobilitas yang tinggi. Jarang menggunakan email, hal itu sudah terlalu lamban. Memiliki kehidupan sosial dan pribadi pada saat bersamaan. Menolak konten berita yang dihadirkan terlalu rumit dan men­ dalam. Dunia Media yang Global Mungkin tantangan terbesar yang dihadapi anak-anak dewasa ini—dan orang-orang yang berupaya untuk menjangkau mereka— adalah dunia media yang kini berskala global dan belum pernah terjadi sebelumnya. Di banyak negara dewasa ini, anak-anak mulai memiliki akses tanpa pantauan akan media global selama 24 jam dalam usia yang sangat muda. “Komunikasi elektronik sekarang adalah pengaruh paling awal yang membentuk kehidupan anakanak yang masih kecil.13 13 Alissa Quart, Branded: The Buying and Selling of Teenagers (New York: Basic Books, 2003), hlm. 8. 16 Mengapa Anak-Anak? Pengaruh dan dampak internet yang luar biasa merembes ke mana pun, menjangkau segala tempat. Hal ini khusus dirasakan para remaja dan anak-anak berusia 8–12 tahun, bahkan dialami anak-anak yang lebih muda. Tom Hayes dalam bukunya yang memesona Jump Point: How Network Culture is Revolutionizing Business, menggambarkan “Bubble Generation” ini, orang-orang yang berusia 13 hingga 25 tahun.14 “Bubble Generation” ini telah lahir bersama internet dan tidak bisa mengingat dunia tanpa hal itu. Dunia mereka adalah dunia media sosial, layar ketiga, program antarteman sebaya, bit torrent, wiki, blog, vlog, podcast, RSS, SMS, IMS, GPS, texting, video sharing, dan photo swapping. Kebudayaan, adat istiadat, cita rasa, dan keinginan mereka telah dibentuk oleh teknologi ini yang mereka gunakan. Mereka tidak pernah memfoto sesuatu yang tidak bisa mereka lihat seketika, atau menonton TV tanpa menu siaran atau menggunakan telepon umum. Se­baliknya, dengan nyaman mereka menemukan sesuatu me­lalui internet, berkomunikasi melalui pengiriman berita secara instan, dan dengan gembira berbelanja secara on-line serta menggunakan alat-alat kolaboratif yang akan membantu mereka untuk terus berhubungan dengan teman dan keluarga mereka, serta bekerja dengan lebih baik dan produktif bersama rekan-rekan mereka. Hayes sedang menulis kepada komunitas bisnis. Namun, hal yang ia katakan tentang minat, perhatian, serta komunitas generasi berikutnya yang berjejaring juga berlaku bagi orang-orang yang berupaya menyentuh hati dan pikiran mereka. Dengan memakai sudut pandang orangtua, pendeta, atau pemerhati yang menaruh perhatian dan berupaya menuntun serta melindungi mereka, bacalah deskripsi berikut ini yang menggambarkan realitas gaya hidup dan sudut pandang anak-anak dan kaum muda dewasa ini: 14 Tom Hayes, Jump Point: How Network Culture is Revolutionizing Business (New York: McGraw Hill, 2008), Kindle edition, Loc. 2494–2501. 17 Child, Church, and Mission Orang-orang dewasa ini telah terbiasa dengan begitu banyak hal yang menyita perhatian mereka; mereka ingin mengalami banyak hal. Mereka merasa nyaman dengan berbagai hal yang muncul secara bersamaan yang membangkitkan gai­ rah mereka; di rumah dan di tempat mereka bekerja dengan mudah mereka mengerjakan berbagai macam tugas dengan menggunakan email, melakukan pertemuan-pertemuan me­ lalui Internet dan Webcast, dan kehidupan sosial mereka merupakan perpaduan texting, bermain game, menonton video dan mengutarakan keluhan kepada teman-teman mereka melalui Ipad.15 Hayes melanjutkan—dalam “Bubble Generation” ini tak seorang pun berhak memaksakan kepercayaan pribadinya ke siapa pun, dan siapa pun yang mengklaim bahwa hanya dirinya yang mengetahui kebenaran tentang pasar akan ditertawakan di tempat umum. Rambut yang coreng-moreng, tubuh yang dirajah, dan ekspos kebudayaan dan makanan etnis orang lain secara umum merupakan perwakilan keanekaragaman yang tumbuh di dunia tempat generasi ini dibesarkan. Oleh karena anak cucu dari orang-orang yang terlibat dalam gerakan yang memperjuangkan hak-hak sipil dan persamaan gender, anak-anak orangtua yang lahir tidak lama setelah Perang Dunia II menolak prasangka buruk dan menyambut baik orang lain—penampilan, pengalaman, dan preferensi pribadi mereka. Mereka tidak mau menghakimi kehidupan pribadi temanteman mereka dan tidak mau terlibat dalam pertengkaran dalam beberapa hal yang menjadi perdebatan banyak orang zaman ini, seperti aborsi. Supaya adil, harus pula dicatat generasi ini pasif sekali bila dibandingkan generasi-generasi sebelumnya (akibat duduk sela­ma bertahun-tahun di depan layar komputer), kurang menya­ da­ri tempat mereka dalam sejarah atau masyarakat di sekitarnya dan semakin kurang mampu menjaga komitmen jangka panjang terhadap apa pun—dari hal-hal sosial, hubungan, institusi, hingga 15 Ibid., Loc. 1205–10 18 Mengapa Anak-Anak? perhatian itu sendiri. “Bubble Generation” itu cepat, cerdas, dan memiliki kemampuan manusia super dalam hal penguasaan teknologi—tetapi sangat dangkal.16 Mungkin kelihatannya sedikit berlebihan bila kesempatan dan ancaman media yang mendunia ini diterapkan pada anak-anak yang miskin dan yang kaya. Na­ mun, jangkauan media tidak memiliki batasan. Anak-anak di perkampungan kumuh Lembah Mathare di Nairobi mungkin hidup dalam kemiskinan yang mengerikan, tetapi banyak dari mereka masih memiliki akses ke telepon seluler dan televisi kabel. Anak-anak Strategis karena “Tanah Liat” Mereka Masih Lunak Baik menderita kemiskinan atau mengalami kemakmuran, masa kanak-kanak adalah tahap yang paling formatif. Oleh karena itu, ini menjadi tahap yang paling strategis dalam kehidupan anak. Perkataan ini benar: “Untuk membentuk orang dewasa, jangkau­ lah anak-anak.” Anak-anak membutuhkan perhatian kita lebih mendesak dibandingkan kelompok umur lainnya karena masa kanak-kanak cepat berlalu. Sebagian besar orangtua secara intrinsik tahu bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang formatif. 90% otak kita telah terbentuk sebelum kita mencapai usia 3 tahun,17 dan sebagian besar kepribadian dewasa kita sudah terbentuk ketika kita mencapai 6 tahun. Ada kebenaran yang substansial dalam perkataan ordo Yesuit, “Berikan kepadaku anak sampai ia berumur 7 tahun dan aku akan tunjukkan kepadamu orangnya.” Alkitab berkata dalam Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. 16 17 Ibid., Loc. 2511–22 Susan Greener, “The Effects of Failure to Meet Children’s Needs,” Celebrating Children (Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 2003), hlm. 130. 19 Child, Church, and Mission Presiden Compassion International, Dr. Wess Stafford meng­ ingatkan kita,18 Setiap gerakan yang besar dalam sejarah telah menyadari kebutuhan untuk menarget generasi berikutnya supaya mam­pu memajukan agendanya dan mengamankan pe­ning­ galannya pada masa mendatang. Gerakan-gerakan politik (seperti Nazisme dan Komunisme) melatih ribuan anak dengan sasaran melaksanakan agenda mereka setelah pendiri mereka tiada. Agama-agama di dunia melakukan yang sama dengan indoktrinasi yang sistematis terhadap anak-anak muda—bahkan Taliban memberikan penekanan yang besar pada perekrutan anak-anak. Nebukadnezar, ke­ tika menaklukkan Israel, berupaya membentuk masa depan dengan memengaruhi anak-anak—seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Kelihatannya secara historis, gerakan Kristen Injili adalah satu dari beberapa gerakan yang telah membiarkan anak-anak menjadi mandat pelayanan kelas dua—Pengabaian Agung dalam Amanat Agung (The Great Omission in the Great Commission). Mengabaikan anak seolah-olah mereka tidak ada adalah kesalahan strategi yang terburuk dan sisi buruknya adalah meng­ undang si jahat di sekitar mereka untuk menghancurkan mereka. Mengikuti Awan Kemuliaan Ketika merefleksikan kodrat anak-anak dan masa kanak-kanak serta realitas mereka dewasa ini, Dr. Vinay Samuel, yang lama menjabat sebagai direktur the Oxford Centre for Mission Studies, menyampaikan pengamatan yang memesona. Ia berkata, “Anakanak lahir dengan kodrat yang transenden. Meskipun lahir dalam dunia yang penuh risiko, mereka tahu bahwa mereka memiliki 18 Wess Stafford, prakata dalam The 4/14 Window: Raising up a New Generation to Transform the World, oleh Luis Bush (Colorado Springs, CO: Compassion, 2009), hlm. 6. 20 Mengapa Anak-Anak? kodrat yang transenden. Namun, bila mereka tidak segera diundang masuk ke dalam Kerajaan Allah … bila mereka tidak mengalami dan menikmati realitas Kerajaan Allah, mereka akan kehilangan perasaan transenden itu.”19 Ide tentang transendensi ini bergema dalam diri saya. Saya percaya ini menunjuk pada perasaan atau kepekaan yang bisa jadi dimiliki anak-anak sejak mereka lahir dalam diri mereka yang diciptakan sesuai gambar Allah dan kepekaan terhadap jamahan Allah dalam hidup mereka. Perhatikanlah anak-anak kecil dengan saksama dan perhatikanlah keterbukaan mereka terha­ dap alam, perasaan, dan segala hal lainnya, di samping perasaan terpesona dan kagum yang sederhana yang ada dalam diri mereka. Perhatikanlah perasaan mereka terhadap apa yang ada sekarang ini dan pandangan mereka yang tidak rumit terhadap hidup ini, ketika mereka mendapati bahwa mudah bagi mereka untuk memercayai dan menerima perkara-perkara dari Allah. Apakah ini menunjuk pada “misteri” ilahi yang ada dalam diri semua anak sejak mereka lahir? Apakah ini mengisyaratkan sesuatu yang sangat signifikan, lebih berharga dibandingkan kehadiran mereka tetapi sesuatu itu juga mudah pecah, sesuatu yang dengan begitu tidak hati-hati dan sembrono sering kali salah kita tangani? Teman saya, Keith White, berpendapat bahwa kualitas se­ sungguhnya yang dilihat Yesus dalam diri anak yang Dia tempatkan di tengah murid-murid-Nya yang berdebat lebih dari sekadar kerendahhatian, sesungguhnya kualitas itu adalah transendensi. Anak tidak hanya rendah hati, meskipun kelihatannya memang begitu. Kelebihan dan apa yang dihargai Yesus dalam diri anak itu (dan diri anak-anak pada umumnya) mungkin lebih dari sekadar kerendahhatian. Mungkin itu adalah transendensi si anak. Kualitas yang Yesus sukai bukan hanya anak itu tidak memperdebatkan siapakah yang terbesar, melainkan memperdebatkan hal ini tidak muncul dalam pikiran mereka. 19 Vinay Samuel, “Some Theological Perspectives on Children at Risk,” Transformation 14, no. 2 (1997):27. 21 Child, Church, and Mission Ada sesuatu yang menggetarkan hati tentang pernyataan yang penuh percaya diri bahwa anak-anak secara bawaaan memiliki kodrat yang transenden. Pada saat yang sama, transendensi da­lam diri seorang anak mudah pecah, rentan, dan bisa hilang untuk selamanya bila tidak dihargai dengan tepat. Vinay melanjutkan: Yesus (berkata), “Masuklah anak-anak ke dalam komunitas Kerajaan Allah, bersama sang raja, inilah tempat yang men­ jadi milikmu. Di sana lah engkau akan mengalami transen­ densi, engkau tidak akan kehilangan perasaan transendensi yang ada dalam dirimu.” Anak-anak di dunia Barat sangat membutuhkan transendensi ini. Anak-anak membutuhkan pe­ rasaan bahwa ada realitas yang lebih dari sekadar televisi. Mereka membutuhkan transendensi yang riil. Selama mereka diberi makan dengan baik, sehat, dan me­ rasa nyaman, tidak jadi soal apakah mereka kaya atau miskin (hingga tekanan teman-teman sebaya muncul). Anak-anak tidak terpengaruh dengan perbedaaan budaya. Hingga mereka diajar untuk memerhatikan, biasanya anak-anak tidak membedakan keindahan dengan kejelekan seperti yang dilakukan orang dewasa. Anak-anak bisa dan berada di atas kemiskinan. Tentu saja, transendensi ini muncul dari fakta bahwa tiap anak adalah pribadi yang diciptakan sesuai gambar Allah dengan semua martabat dan harga diri yang secara bawaan merupakan implikasi dari martabat ini. Tentu saja, Yesus benar-benar menyadari ada transendensi dalam diri anak-anak. Katherine Copsey, dalam esainya yang bagus berjudul, “What Is A Child?” bertanya,20 Jadi, apakah kualitas-kualitas yang secara alami memancar keluar dari anak-anak, yang dianjurkan Yesus agar kita pel­ ajari ketika Dia mendorong kita agar ‘menjadi—seperti anak-anak’? Dengan kata lain, apakah yang merupakan ciri spiritualitas seorang anak—kualitas-kualitas yang dibawa 20 Katherine Copsey, “What is a Child ?” Celebrating Children, (Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 2003), hlm. 8. 22 Mengapa Anak-Anak? seorang anak dalam dirinya karena ia telah diciptakan sesuai gambar Allah?” Ia menjawab pertanyaan itu dengan ringkasan: Keterbukaan: Kepada alam—anak-anak menunjukkan perasaan ter­ pesona dan kagum. Kepada perasaan—anak-anak cenderung langsung ber­ sentuhan dengan perasaan mereka. Kepada orang lain—anak-anak secara alami cenderung bersikap terbuka, menyambut baik orang lain. Kemampuan untuk Hadir Saat Ini: Anak-anak cenderung hidup “di sini dan sekarang” dan berpikir secara konkret. Anak-anak memiliki bakat berupa persepsi—apa se­ benarnya maksud kita, bagaimana perasaan kita. Anak-anak cenderung menerima hal-hal sebagaimana adanya, mengambilnya sejauh yang dibutuhkannya pada saat tertentu. Tidak Rumit: Anak-anak mudah percaya dan tidak rumit; mereka tidak perlu menganalisis. Anak-anak mudah menaruh kepercayaan bila mereka dibesarkan dalam suasana saling percaya. Anak-anak memiliki kebutuhan emosi dan jasmani yang sederhana, mendasar. Tidak ada yang bisa menghancurkan “apa yang telah di­ ciptakan” sesuai rupa Allah, tetapi ada banyak cara yang me­nye­ babkan perasaan transenden ini hilang. Copsey berkata, “Mung­ kin kita tidak menyadarinya, kita tidak mengenalinya dan ka­ rena itu tidak memeliharanya. Mungkin kita menyepelekan­nya, 23 Child, Church, and Mission menghancurkannya, mengacaukannya, dan membiarkan hal itu hilang di bawah tekanan budaya yang materialistis, konsumeris”.21 Ini terjadi, ia berkata, bila22: Kita menyampaikan pesan kepada anak-anak bahwa perasaan itu salah. Kita menawarkan mereka suasana yang tanpa ke­ indahan, tanpa jiwa, dan gagal untuk membantu mere­ ka menemukan suatu perasaan terpesona dan kagum kepada apa yang ada di sekitar mereka. Kita menghancurkan rasa percaya, keterbukaan, dan persepsi mereka melalui berbagai bentuk perlakuan yang kejam dan tidak tulus. Kita gagal memenuhi kebutuhan emosi dan jas­mani mereka yang mendasar. Kita membuat kepercayaan terlalu kognitif, terlalu rumit, gagal mengenali pentingnya pembelajaran yang efektif. Kita membunuh imajinasi dan perasaan fantasi mereka. Baik mereka menderita karena kemiskinan atau kemakmur­ an, anak-anak di seluruh dunia layak memperoleh perhatian yang penuh kasih dari orang-orang Kristen yang peduli. Seperti yang akan kita lihat dalam bab berikutnya, Alkitab membahas banyak hal tentang anak-anak—jauh lebih banyak dari yang kita perhatikan pada masa lampau. Anak-anak ada di sana, dalam begitu banyak alur cerita dan ajaran Alkitab. Mereka mau menerima (reseptive) dan mau mendengarkan/merespon (responsive). Allah berbicara kepada mereka dan melalui mereka. Mereka adalah alat dan agen-Nya; mereka berpartisipasi dan memancing munculnya penyembahan, penghormatan, dan iman. Ya, kita orang Kristen telah cukup banyak mengajar anakanak yang hadir dalam kelas-kelas Sekolah Minggu kita. Na­ mun terlalu sering, orang-orang Kristen menyimpulkan bahwa 21 22 Ibid., hlm. 9 Ibid. 24 Mengapa Anak-Anak? memerhatikan orang-orang di luar—khususnya yang miskin, ga­ duh, kotor, dan putus asa—mestinya merupakan tanggung jawab orang lain. Judul buku yang ditulis Wess Stafford, presiden Compassion International, menyatakan bahwa anak-anak Too Small to Ignore (terlalu kecil untuk diabaikan). Ini juga premis buku ini. Gereja tidak bisa lagi menyerahkan tanggung jawab ini kepada orang lain. Memerhatikan anak-anak yang membutuhkan merupakan tanggung jawab khusus orang Kristen dan gereja. Bacaan “Fullness of Life and Dignity of Children in the Midst of Globalization with a Focus on Children”, Laporan yang disampaikan dalam Konsultasi Antar Wilayah WCC/CCA yang diselenggarakan pada Januari 2004, hlm. 1–19. “Santa Claus is Coming to Town,” bab 9 dalam Is it A Lost Cause? oleh Marva Dawn, hlm. 145–163. “Amusing Ourselves to Death” bab 10 dalam Is it A Lost Cause? oleh Marva Dawn, hlm. 164–180. “What Is a Child” bab 1 dalam Celebrating Children oleh Katherine Copsey, hlm. 1–9. Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan 1. Pikirkanlah beberapa anak dan pemuda yang Anda kenal. “Apakah mereka sedang menghadapi risiko?” Bila ya, tulislah beberapa jenis risiko yang sedang mereka hadapi. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 25 Child, Church, and Mission 2. Menurut Anda, apakah sebagian besar interaksi Anda dengan anak-anak itu positif atau negatif? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Menurut pendapat Anda, apakah elemen ancaman terbesar bagi anak-anak yang miskin? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Apakah elemen ancaman yang terbesar bagi anak-anak yang mampu? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Mana dari “faktor-faktor” berisiko yang didaftar dalam bab ini merupakan ancaman potensial atau nyata terhadap anak-anak dalam hidup Anda? Apakah yang bisa Anda lakukan untuk membatasi risiko itu? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 26 Mengapa Anak-Anak? 6. Dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam bab ini, mana yang Anda rasa menjadi alasan terkuat atau kesempatan terbesar untuk melayani anak-anak? Mengapa? Tindakan praktis apakah yang bisa Anda ambil? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 27 2 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Matius 18:6 Child, Church, and Mission A PAKAH yang Alkitab katakan kepada kita tentang hati Allah terhadap anak-anak? Orang-orang memercayai mitos-mitos tentang anak. Beberapa orang memercayai mitos bahwa hanya sedikit yang dikatakan Alkitab tentang anak-anak. Bab dan sesi ini akan menghapuskan mitos itu dan membantu kita dengan lebih baik memahami pentingnya dan peran anak-anak dalam Alkitab. Sebuah penyelidikan yang lebih saksama terhadap Alkitab— di mana anak menjadi fokusnya—menyingkapkan bahwa anakanak sangat menonjol dalam Alkitab. Anak-anak memainkan pe­ran yang signifikan dalam menyingkapkan berita yang ditulis dalam Alkitab. Allah mengasihi dan melindungi anak-anak. Alkitab mendemonstrasikan bahwa anak-anak sangat perseptif dalam memahami perkara-perkara dari Allah. Sering kali Allah memakai mereka sebagai utusan dan contoh dari Dia—khususnya, ketika kehidupan orang dewasa sudah terlalu rusak dan tuli untuk men­ dengarkan atau merespons. Murid-murid sedang berdebat di antara mereka sendiri tentang siapakah yang terbesar dalam kerajaan yang akan datang? Yesus, karena tahu apa yang mereka perdebatkan, merespons dengan memeluk seorang anak dan berkata, “Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 18:3). Bila kita mengikut Yesus dengan serius, kita harus me­ merhatikan hal ini. Anak-anak di tengah-tengah kita sering kali diabaikan! Anak-anak di tengah-tengah kita merupakan titik awal pelajaran ini. Banyak (mungkin sebagian besar) orang yang mem­ baca Alkitab tidak melihat betapa menonjolnya anak-anak di seluruh Alkitab. Bagi banyak orang di Gereja dewasa ini, anak-anak merupakan “Pengabaian Besar”. Kita telah gagal melihat betapa Saya berutang budi kepada Dr. Keith White yang telah menyingkapkan banyak pengertian tentang tema anak-anak dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, juga Glenn Miles untuk beberapa pendekatan yang diambil dan contoh-contoh dalam Alkitab yang disampaikannya dalam bab ini. 30 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak banyak teologi dan praktik Kristen berkaitan dengan, digambarkan oleh, dan hanya dimengerti dari sudut pandang seorang anak di tengah para muridnya. Dengan membaca Alkitab dari sudut pandang seorang anak di tengah para murid-Nya, mungkin kita bisa melihat bahwa prioritas kita dalam Gereja telah kacau. Kita mungkin telah meremehkan potensi pelayanan anak dan anak sebagai objek dan agen Misi. Alkitab juga dengan jelas mengajarkan bahwa kita perlu bersikap serius terhadap anak-anak, karena Allah juga serius terhadap mereka! Mungkin tidak ada yang lebih membuat Yesus marah selain “menghalangi” anak-anak. Dalam Matius 18:5–6, Yesus berkata bahwa siapa pun yang menyesatkan salah satu dari anak kecil ini sebaiknya lehernya diikat dengan batu kilangan dan ditenggelamkan ke dalam laut. Bahasa aslinya, Yunani, me­ nyingkapkan bahwa batu kilangan yang dimaksud ayat ini adalah batu yang sangat besar dan orang itu harus ditenggelamkan ke bagian laut yang paling dalam. Jelas, Yesus sama sekali tidak sabar atau tidak bersimpati kepada siapa pun yang melakukan cela ini. Dalam bab ini, kita akan melihat secara luas apa yang Alkitab katakan tentang anak-anak. Dalam tinjauan luas ini—ada lebih dari 1.700 referensi Alkitab tentang anak-anak dan masa kanak-kanak, yang menyingkapkan keprihatinan Allah atas anak-anak yang di­ abaikan atau dieksploitasi, peran dan tanggung jawab orangtua, dan hal-hal khusus di mana anak-anak merupakan bagian integral dari rencana-Nya yang telah disingkapkan. Yakinlah, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Anak-anak dan Masa Kanak-kanak dalam Alkitab Apa pun realitas hidup seorang anak, Allah menganggap anakanak berharga. Alkitab kaya dengan prinsip-prinsip yang meng­ gambarkan pokok bahasan ini. Wendy Strachen dan Simon Hood, editor, “Evangelization of Children,” Lausanne Occasional Paper, 47 (2004): hlm. 11,12. 31 Child, Church, and Mission Anak-anak bukanlah pribadi yang dipikirkan secara sambil lalu dalam Alkitab: anak—121 kali; anak atau anak-anak–448 kali—anak atau anak laki-laki—2.700 kali (tidak termasuk referensi tentang Yesus sebagai Anak Allah); anak sulung—100 kali lebih; anak laki-laki dan anak-anak perempuan–196 kali. Juga terdapat lusinan cerita tentang atau yang mencakup anak-anak. Kata-kata yang berkaitan dengan anak-anak dan keluarga seluruhnya muncul lebih dari 8.000 kali. —Roy Zuck, Precious in His Sight, hlm. 13. Hal pertama dan terutama, anak-anak adalah tanda berkat Allah. Mereka adalah bagian esensial dari komunitas yang ter­ ikat perjanjian. Bahkan, sikap anak-anak yang mau diajar meng­ gambarkan hubungan yang diinginkan Allah dengan orang dewasa. Yesus memakai anak-anak sebagai contoh ketergantungan yang dilandasi kerendahhatian yang dituntut Allah dari orang dewasa. Oleh karena itu, keluarga dan komunitas mereka harus menghargai dan mengajarkan jalan Allah dan firman Allah kepada mereka. Allah ada di pihak orang-orang yang rentan dan menganggap anakanak pantas dilindungi. Ketika anak-anak diabaikan, diperlakukan dengan kejam atau menjadi korban, Allah berduka. Yesus sangat menganjurkan agar anak-anak dilindungi. Sejak lahir anak-anak tampak mempunyai perasaan bagaimana melayani Allah sebaik-baiknya. Anak-anak adalah penyembah. Mereka dirancang untuk menyembah Allah. Pujian bukanlah sesuatu yang mereka pelajari ketika mereka dewasa—itu adalah kodrat dan tujuan mereka sekarang. Anak-anak memuji Yesus bahkan ketika orang-orang dewasa menolak Dia. Lebih Lihat Mazmur 127:3 Lihat Hosea 11:1; Matius 18:2–3 Lihat Matius 18:4 Lihat Ulangan 6,11 Lihat Matius 18:5–6, 10 Lihat Mazmur 8:2 Lihat Matius 21:15 32 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak lanjut, dalam Alkitab, anak-anak terbukti menjadi agen pilihan untuk melaksanakan misi Allah. Anak-anak bukanlah satu-satunya orang yang mengikuti, tetapi juga menjadi orang yang Allah utus untuk memimpin.10 Anak-anak menjadi figur kunci dalam kisahkisah Alkitab: Ishak, Musa, Samuel, Daud, pembantu istri Naaman, dll. Allah sendiri memilih datang ke dunia dengan lahir sebagai bayi, bukan sebagai raja, rabi, atau imam besar. Allah mengasihi anak-anak tanpa syarat. Yesus memberkati anak-anak yang dibawa kepada Dia tanpa syarat atau tuntutan.11 Yesus membuat anak-anak menjadi fokus dalam pelayanan-Nya. Dia menyembuhkan anak-anak12 dan menyambut baik mereka.13 Dia memakai anak-anak sebagai contoh kerendahhatian.14 Pokoknya, Yesus menghargai anak-anak.15 Fakta bahwa para teolog dan Gereja telah begitu lama mengabaikan realitas dalam Alkitab ini bisa menimbulkan kon­ sekuensi yang serius dalam pemahaman kita secara keseluruhan terhadap Alkitab dan anak-anak. Dr. Keith White16 bertanya, Bagaimana seandainya kita salah mendengar atau meng­ abaikan ajaran yang diwahyukan Allah tentang anak-anak dan masa kanak-kanak? Dampak apakah yang mungkin muncul dari proses tersebut terhadap sejarah dan kehidupan masa kini dan bentuk gereja? Bagaimana kalau kelalaian itu menyebabkan kita gagal menjadi garam dan terang dalam dunia yang diciptakan Allah? Bagaimana kalau visi kita tentang Kerajaan Surga tidak merefleksikan apa yang telah Yesus nyatakan? Lihat Yesaya 11:6 Lihat Matius 19:13–15 12 Lihat Lukas 7, 8. 13 Lihat Markus 10 14 Lihat Lukas 18:17 15 Lihat Matius 18:12–14 16 Keith White, “A Little Child Shall Lead Them: Rediscovering Children at the Heart of Mission.” Tulisan dipresentasikan dalam konferensi Cutting Edge, De Bron, Belanda, 2001, hlm. 1. 10 11 33 Child, Church, and Mission Anak diciptakan dengan Martabat Sebuah tinjauan terhadap apa yang Alkitab katakan tentang anakanak pertama-tama menyatakan bahwa anak, seperti semua orang, diciptakan sesuai gambar Allah. Fakta ini memberikan mereka martabat dan nilai yang ada pada mereka sejak lahir. Ini ada dalam diri semua anak apa pun suku, bahasa, kebangsaan, umur, jenis kelamin (gender), kemampuan, kelakuan, kasta, dan karakteristik mereka sebagai manusia. Ini juga berlaku bahkan bagi anak-anak yang belum lahir, seperti dinyatakan dengan jelas dalam Mazmur 139:13–16: Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, me­ nenun aku dalam kandungan ibuku... kejadianku dahsyat dan ajaib… ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya. Tuhan menyerahkan hidup-Nya sendiri dan menumpahkan darah-Nya demi martabat dan keselamatan setiap anak. Allah juga memelihara dan memulihkan martabat anak-anak dengan memakai mereka untuk melakukan pekerjaan-Nya, dengan menyediakan waktu untuk memberkati mereka, menyembuhkan mereka, bahkan membangkitkan mereka dari kematian. Allah menunjukkan respeknya kepada anak-anak dengan memprioritaskan mereka, bahkan ketika murid-murid tidak me­miliki waktu bagi mereka. Dia menghargai mereka dengan memberikan mereka pengertian akan kerajaan-Nya.17 Seperti yang telah ditulis di depan, Yesus menghargai anak-anak dengan menerima penyembahan mereka dan melindungi mereka—dan memperingatkan orang-orang yang mencoba untuk melukai mereka.18 17 18 Lihat Matius 11:25 Lihat Lukas 17:2 34 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak Sering Kali Diabaikan dan Dieksploitasi Di seluruh Alkitab, kita melihat banyak contoh anak-anak yang diabaikan dan dieksploitasi. Banyak hal dewasa ini yang membuat kita terkejut dan ngeri juga menjadi masalah pada zaman Alkitab. Pada zaman dahulu seperti zaman sekarang, anakanak dalam beberapa kebudayaan merupakan subjek yang di­gadaikan untuk utang. Ayub 24:9 berkata, “Ada yang merebut anak piatu dari susu ibunya dan menerima bayi orang miskin sebagai gadai.” Kita menemukan contoh lainnya dalam 2 Raja-raja 4:1: “Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: ‘Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya.’” Anak-anak biasanya menjadi korban pertama kelapar­ an dan tidak adanya pakaian. Ayub 24:7, 10 merefleksikan keada­an anak-anak yang membutuhkan, “Dengan telanjang mereka bermalam, karena tidak ada pakaian, dan mereka tidak mempunyai selimut pada waktu dingin…. Dengan telanjang mereka berkeliaran, karena tidak ada pakaian, dan dengan kelaparan mereka memikul berkas-berkas gandum.” Alkitab memberikan contoh anak-anak yang dieksploi­ tasi dan terdengar seperti yang diberitakan dalam berita-berita utama dewasa ini. Kitab Yoel bahkan menyebutkan perdagangan dan prostitusi anak! “Aku akan menjual anak-anakmu laki-laki dan perempuan kepada orang-orang Yehuda dan mereka akan menjual anak-anakmu itu kepada orang-orang Syeba, kepada suatu bangsa yang jauh, sebab TUHAN telah mengatakannya” (Yl. 3:8) Nabi-nabi dalam Alkitab benar-benar menyalah­kan orangtua yang telah memperlakukan anak mereka dengan kejam, khususnya yang mengorbankan anak-anak mereka. Pertimbangkanlah contoh ini (salah satu dari beberapa contoh da­ lam Perjanjian Lama): “Mereka mendirikan bukit-bukit pengorbanan untuk Baal di Lembah Ben-Hinom, untuk mempersembahkan anak- 35 Child, Church, and Mission anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka kepada Molokh seba­ gai korban dalam api, sekalipun Aku tidak pernah memerintahkan­ nya kepada mereka dan sekalipun hal itu tidak pernah timbul dalam hati-Ku, yakni hal melakukan kejijikan ini, sehingga Yehuda tergelincir ke dalam dosa” (Yer. 32:35). Praktik-praktik mengerikan yang dilakukan terhadap anakanak ini didokumentasi lagi da­lam Mazmur 106:37–38: “Mereka mengorbankan anak-anak lelaki mereka, dan anak-anak perempuan mereka kepada roh-roh jahat, dan menumpahkan darah orang yang tak bersalah, darah anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka, yang mereka korbankan kepada berhala-berhala Kanaan, sehingga negeri itu cemar oleh hutang darah.” Yeremia kembali berkata, “Beginilah firman TUHAN: Dengar! Di Rama terdengar ratapan, tangisan yang pahit pedih: Rahel menangisi anak-anaknya, ia tidak mau dihibur karena anak-anaknya, sebab mereka tidak ada lagi” (Yer. 31:15). Pengalaman itu begitu membekas dalam ingatan orang-orang Yahudi sehingga ratapan ini terdengar lagi ketika Yesus lahir, ketika Herodes membantai anak-anak yang tidak bersalah di Betlehem dalam upaya untuk melenyapkan bayi Yesus. Meskipun hal-hal ini terjadi pada anak-anak, Allah tidak tinggal diam. Di seluruh Alkitab, kita melihat bukti yang tak ter­ bantahkan dan banyak jumlahnya akan kasih dan perhatian Allah kepada anak-anak. Lebih dari 30 perikop Perjanjian Lama membuktikan Allah sebagai pembela anak-anak yatim. Salah satu favorit saya adalah Ulangan 10:18 yang mengingatkan kita bahwa Allah “yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian.” 19 Banyak perikop lain mendemonstrasikan perhatian Allah kepada anak-anak yang menderita dan menyuruh umat-Nya agar menunjukkan perhatian yang sama. Kejadian 21:17 mencatat perhatian dan kepedulian Allah kepada Hagar dan Ismael yang diusir, yang menjadi saingan dan saudara tiri Ishak. Ratapan 2:19 19 Perikop lainnya adalah Mazmur 10:18, 68:5 dan 82:3 36 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak dengan bergairah memberikan instruksi kepada umat Allah dalam pengasingan, “Bangunlah, mengeranglah pada malam hari, pada permulaan giliran jaga malam; curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan, angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu, yang jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan!” Kita juga tahu bahwa Allah menyuruh umat-Nya untuk mem­beri instruksi dan mendidik anak-anak. Sebagai contoh, per­ timbangkanlah Ulangan 6:6–8: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya ber­ ulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya se­­ bagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lam­ bang di dahimu. Tema ini dilanjutkan dalam Kitab Amsal, di mana orangtua diperintahkan untuk mendidik anak dalam kebenaran dan hik­­­ mat.20 Kitab ini sangat mendukung dilakukannya disiplin—ter­ masuk pemberian hukuman jasmani yang dilandaskan kasih— sebagai kunci utama untuk menjadi orangtua yang berhasil.21 Dalam Perjanjian Baru juga terlihat dengan jelas perhatian Yesus kepada anak-anak. Yesus berkata bahwa siapa pun yang me­nyambut baik seorang anak menyambut baik Dia. Ketika para murid memperdebatkan siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Allah, Yesus menempatkan seorang anak di tengah-tengah mereka. Ia berkata bahwa orang-orang tidak mau menjadi seperti anak kecil itu, mereka bahkan tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah— apalagi menjadi orang yang terkemuka di sana! 20 21 Untuk satu contoh hal ini, lihatlah Amsal 22:6 Lihat Amsal 22:15, 29:15. 37 Child, Church, and Mission Saya senang dengan gambaran yang muncul lewat kata-kata yang ditulis dalam Matius 18:10: “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.” Bagi saya, ayat ini menunjukkan bah­ wa malaikat anak-anak (mereka memiliki malaikat yang menjaga mereka!) memiliki akses khusus kepada Bapa, yang mungkin tidak dimiliki malaikat lainnya. Kelihatannya ini juga mengindikasikan bahwa apa pun yang mungkin Allah kerjakan saat itu, bila salah satu malaikat ini melihat seorang anak sedang menghadapi masalah, malaikat itu akan melaporkannya kepada Allah saat itu juga! Harapan Allah Kepada Orang Dewasa tentang Anak Allah berharap orang dewasa mengasihi, peduli, me­lindungi, dan membuat anak mereka bertumbuh. Orangtua harus mendidik dan mengajari anak-anak mereka. Amsal 6:20 menganjurkan kepada anak-anak agar “pe­ liharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu.” Amsal 22:6 berbicara mengenai tanggung jawab orangtua untuk menciptakan suatu kerinduan terhadap hal-hal rohani da­ lam diri anak-anak mereka sejak mereka masih kecil. Ulangan 6:7 menasihatkan kepada orang-orang dewasa agar mengajar anakanak mereka untuk mengasihi dan menaati Taurat dalam setiap kesempatan, “membicarakannya apabila engkau duduk di rumah­ mu, apabila engkau sedang dalam perjalanan.” Orang dewasa harus mengasihi, menghargai, dan me­ nyambut baik anak-anak. Yesus memberikan contoh kepada kita bagaimana memerhatikan anak-anak melalui cara-Nya sendiri. Dia bersikeras agar murid-murid-Nya menerima anak-anak dan tidak menghalangi mereka untuk datang kepada Dia: Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mere­ ka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. 38 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orangorang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 19:13–14) Orangtua adalah pemberi perhatian yang utama kepada anak. Fakta bahwa Allah sendiri memercayakan Putra-Nya sendiri kepada umat manusia dalam rupa seorang anak kecil ada­lah indikasi peran utama para orangtua. Allah menuntut Putra-Nya dibesarkan oleh sebuah keluarga dan komunitas yang lemah, tetapi cakap. Pengalaman Yesus sebagai anak menjadi contoh kepercayaan dan tanggung jawab yang harus kita teladani. Dalam gereja mula-mula, orangtua didorong untuk “men­ didik anak dalam disiplin dan ajaran Tuhan.”22 Bapa-bapa didorong untuk tidak “menyakiti hati” anak-anak mereka, “bila mereka le­ mah hati.”23 Kedua ajaran ini berada dalam konteks anak-anak yang didorong untuk menaati orangtua mereka, tetapi kedua ajaran ini juga menentang asumsi orangtua memiliki otoritas yang tak terbatas atas anak-anak mereka. Dalam Perjanjian Lama, anak-anak harus tunduk sepenuh­ nya pada otoritas kepala keluarga dan secara hukum menjadi milik kepala keluarga. Meskipun demikian, Allah ingin orang dewasa memberikan perhatian yang saksama pada pemeliharaan dan pe­ latihan anak-anak. Sejak usia dini, orang dewasa harus melibatkan anak-anak dalam ritual iman. Seperti yang diungkapkan perikop terkenal dalam Ulangan 6 dan perikop lainnya. Orangtua harus lebih berfokus pada tanggung jawab mereka atas anak-anak mere­ ka dibandingkan fokus mereka pada hak atas anak-anak mereka.24 Berlandaskan pandangan ini, perumpamaan yang disam­ paikan Yesus menekankan kasih seorang ayah adalah kasih yang berkorban. Dua contoh hal ini terdapat dalam Injil Lukas dalam Lihat Efesus 6:1–4 Lihat Kolose 3:20 24 Lihat Ulangan 21:18–21, 24:16; 2 Raja-raja 14:5–6 22 23 39 Child, Church, and Mission perumpamaan tentang para pekerja upah25 dan anak laki-laki yang memberontak26. Ibu Yesus menggambarkan kasih seorang ibu yang penuh pengorbanan. Dalam Lukas 11, Yesus juga mengajarkan bahwa orangtua secara alami ingin memberikan pemberian yang baik pada anak-anak mereka. Paulus menulis bagaimana orangtua akan membesarkan hati, menghibur, dan memberikan dorongan pada anak-anak mereka.27 Komunitas juga penting dalam membesarkan anakanak. Meskipun Alkitab menunjukkan orangtua memiliki tanggung jawab yang utama untuk memelihara dan membesarkan anak-anak, komunitas juga memiliki peran yang krusial. Dalam Perjanjian Lama, bagian dari perjanjian yang ada dalam komunitas umat Allah mencakup hubungan antara anak-anak dengan orangtua.28 Menurut Maleakhi 4:6, kecuali hati anak-anak berbalik pada bapa mereka (dan sebaliknya), tanah akan dikutuk. Tidak butuh banyak imajinasi, ketika seseorang menelusuri perkampungan kumuh di kota-kota yang besar di dunia seperti yang saya lakukan, ia bisa melihat bahwa tanah di tempat itu telah terkena kutuk. Ini bukanlah hidup yang Allah ingin dijalani umat-Nya—anak-anak-Nya. Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus menggambarkan gereja yang hidup sebagai “rumah tangga Tuhan” di mana terdapat sebuah komunitas orang percaya yang penuh kepedulian yang menjadi teladan bagaimana mereka mengelola rumah tangga me­ reka sendiri. Anak-anak yang tidak memiliki bapa/yatim piatu dalam gereja mula-mula terlihat membutuhkan perhatian khusus29 karena mereka ada di luar unit keluarga yang “normal”. Ini adalah wujud pembelaan Allah yang khusus kepada anak-anak yang tidak punya bapa yang diekspresikan dalam seluruh Perjanjian Lama. Lukas 20:9–19 Lukas 15:20–24 27 Lihat 1 Tesalonika 2:11–12 28 Lihat Keluaran 20:12, Ulangan 5:16 29 Lihat Yakobus 1:27 25 26 40 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak Anak Bisa Mengerti Perkara-perkara dari Allah Bukan hanya kasih dan perhatian Allah yang ditonjolkan dalam Alkitab. Kita juga melihat bahwa Allah sangat meng­hargai ke­mam­ puan mereka untuk memahami iman dan ber­partisipasi dalam aktivitas-aktivitas penebusan-Nya. Sejak awal perjanjian Allah dengan umat-Nya, Allah meng­ harapkan anak-anak dilibatkan sehingga mereka juga belajar me­ ngasihi dan takut akan Tuhan. Contoh dari hal ini bisa kita lihat dalam Ulangan 31:12: “Seluruh bangsa itu berkumpul, laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan orang asing yang diam di dalam tempatmu, supaya mereka mendengarnya dan belajar takut akan TUHAN, Allahmu, dan mereka melakukan dengan setia segala per­ kataan hukum Taurat ini.” Ketika Yosua menjadi pemimpin bangsa Israel, ia juga ber­ upaya agar anak-anak dilibatkan dalam pembacaan Taurat: Sesudah itu dibacakannyalah segala perkataan hukum Taurat, berkatnya dan kutuknya, sesuai dengan segala apa yang ter­­tulis dalam kitab hukum. Tidak ada sepatah katapun dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua kepada seluruh jemaah Israel dan kepada perempuanperempuan dan anak-anak dan kepada pendatang yang ikut serta.(Yosua 8:34-35, penekanan ditambahkan) Anak-anak selalu dilibatkan dalam drama dan ritual ibadah Perjanjian Lama. Keluaran 12 mencatat bahwa ritual hari raya Paskah dimulai ketika anak-anak bertanya apa arti Paskah. Dalam Imamat, kita melihat anak-anak berpartisipasi dalam dialog tentang arti Paskah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak juga memancing ritual yang terus diingat berupa 12 batu yang diambil dari dasar Sungai Yordan.30 Belakangan dalam kronologis Perjanjian Lama, Nehemia menunjukkan keyakinan yang sama terhadap kemampuan anak30 Lihat Yosua 4:6 41 Child, Church, and Mission anak untuk mengerti dan berpartisipasi dalam pertumbuhan iman komunitas mereka. “Pada hari itu mereka mempersembahkan korban yang besar. Mereka bersukaria karena Allah memberi mereka kesukaan yang besar. Juga segala perempuan dan anak-anak bersukaria, sehingga kesukaan Yerusalem terdengar sampai jauh” (Neh. 12:43, penekanan ditambahkan). Ketika Taurat ini dibacakan, anak-anak menjadi bagian dari kerumunan orang banyak, menggemakan peristiwa pembaruan perjanjian dalam Yosua 8:35.31 Mereka hadir lagi dalam perayaan selesainya pembangunan tembok Yerusalem.32 Dalam Perjanjian Baru, Yesus juga menunjukkan peng­har­ gaan yang sangat tinggi terhadap kemampuan anak-anak untuk memahami iman. Ia sendiri terlihat “membungkam” para penatua agama ketika ia berusia 12 tahun. Yesus menegur para guru karena meragukan penyembahan dan pengenalan mereka akan Yesus.33 Pernah ketika menyampaikan pengajaran yang ke­ras tentang pertobatan dan hukuman, Yesus berhenti, tampak tertegun ketika melihat entah bagaimana dalam skema Allah, dalam pengertian tertentu, kebenaran-kebenaran ini tersembunyi dari orang-orang yang “bijaksana” dan “terpelajar”, tetapi diketahui anak-anak kecil. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.”34 (Pernahkah Anda bertanya-tanya dalam hati tepatnya apakah yang dimenger­ ti anak-anak kecil, tetapi tidak diketahui orang dewasa? Apakah ini sesuatu yang dibawa dalam roh mereka yang tidak dapat diartikulasikan? Atau ini hanyalah kemampuan untuk percaya dan merespons yang sering kali sulit bagi orang dewasa? Pemimpin gereja mula-mula, Timotius, adalah contoh lain anak kecil yang mengenal isi Kitab Suci.35 Di seluruh Alkitab, orang Lihat Ezra 10 Lihat Nehemia 12:43 33 Lihat Matius 21:16 34 Lihat Marius 11:25 35 Lihat 2 Timotius 3:15 31 32 42 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak muda didorong untuk memengaruhi komunitas mereka dengan menjaga kesucian pribadi, menaati firman Allah36, menjadi teladan dalam perkataan, kasih dan iman,37 dan mengejar kebajikan yang saleh.38 Allah Memakai Anak-anak untuk Tugas-tugas Khusus Wess Stafford, presiden Compassion International, suka berkata bahwa sering kali ketika ada sesuatu yang benar-benar penting yang akan dilakukan Allah—sesuatu yang tidak bisa Dia percayakan kepada orang dewasa—Dia memakai anak-anak. Pikirkanlah betapa berbeda sejarah bangsa Israel seandainya, sebagai contoh, kakak perempuan Musa, Miriam, yang waktu itu masih kanak-kanak—tidak menyelamatkan Musa dari Sungai Nil! Seperti yang kita baca dalam Keluaran 2, Firaun telah mengeluarkan dekrit agar semua anak laki-laki di bawah umur 2 tahun dibunuh. Dengan melawan semua rintangan, ibu Musa menyembunyikan Musa dalam sebuah keranjang di antara ilalang di tepi Sungai Nil. Dan sebenarnya seberapa besar peluang putri Firaun sendiri yang melihat keranjang itu! Bayangkanlah Miriam yang masih kecil itu muncul untuk memuji-muji bayi yang mungil itu bersama putri Firaun. “Parasnya manis bukan?” dengan malu-malu ia bertanya. “Oh, ya,” putri Firaun setuju. “Ia berharga sekali!” “Apakah tuan putri ingin saya mencarikan seseorang untuk membantu tuan putri membesarkan dia sebagai anak tuan putri sendiri?” “Kamu pengertian sekali! Ya, itu ide bagus. Maukah kamu melakukan hal itu?” Mazmur 119:9 Lihat 1 Timotius 4:12 38 Lihat 2 Timotius 2:22 36 37 43 Child, Church, and Mission “Segera,” kata Miriam yang masih kecil tetapi banyak akal ketika ia pergi dengan tergesa-gesa untuk membujuk ibu Musa sendiri agar membesarkan anaknya itu di istana Firaun. Atau, pikirkanlah berita berbobot yang Allah sampaikan kepada Eli, pemimpin rohani tertinggi di negara itu saat itu. Kitab 1 Samuel 3 memberi tahu kita bahwa dengan penuh keyakinan Allah memercayakan berita yang sulit kepada Samuel yang masih muda. Ayat 7 memberi tahu kita bahwa Samuel belum mengenal Tuhan. “Firman Tuhan belum dinyatakan kepada dia.” Jadi, Eli adalah satusatunya suara yang dikenal Samuel. Namun, Allah memberikan kepada dia sebuah berita yang sangat mengganggu untuk di­sam­ paikan. Wess Stafford mengungkapkannya seperti ini:39 Allah tidak berkata, “Oh, Samuel masih kecil. Aku akan me­ mulainya dengan menyampaikan sebuah berita yang se­ derhana, menyenangkan.” Tidak, Allah melihat bahwa anak ini mampu dan layak melakukan intervensi yang besar dalam kehidupan seseorang yang sedang berkuasa. Ia sama sekali tidak menutup-nutupi tugas itu. Bahkan, Alkitab berkata ke­ esokan paginya “Samuel yang masih muda itu menceritakan semuanya kepada Eli, tidak ada yang ia sembunyikan dari dia” (ayat 18). Ia menceritakan seluruh berita yang telah diterimanya dari Allah malam sebelumnya. Saya bertanya kepada Anda, apakah Anda me­mer­ cayakan berita semacam ini kepada seorang anak? Tentu saja tidak—tetapi Allah melakukan hal itu. Jelas perasaan-Nya terhadap anak-anak berbeda dengan perasaan kita. Atau akhirnya pertimbangkanlah pelayan wanita muda yang berada di pengasingan, yang tahu bagaimana Allah memakai Elisa, mendorong jenderal Siria yang kuat bernama Namaan agar datang kepada sang nabi untuk mengalami kesembuhan. Seperti yang diceritakan kembali dalam 2 Raja-raja 5, pelayan wanita itu yang 39 Wess Stafford, Too Small to Ignore (Colorado Springs, CO: Waterbrook, 2005), hlm. 216. 44 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak hatinya seharusnya pahit dan penuh kebencian. Namun sebaliknya ia menjadi orang yang penuh perhatian dan keprihatinan, “Sekira­ nya, tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.”40 Ia memiliki hati yang penuh belas kasihan. Hanya bila kita membaca Alkitab dari sudut pandang anak di tengah-tengah, baru kita bisa melihat bagaimana penyebutan yang sangat singkat dari pelayan wanita yang masih muda ini merupakan pelajaran yang menyingkapkan bagaimana Allah memakai anakanak untuk melaksanakan maksud-Nya. Esther Menn men­catat bahwa kisah ini menghadirkan sebuah kontras yang jelas dan ironis antara apa yang kelihatannya “besar”—penting dan apa yang kelihatannya “kecil”—tidak signifikan.41 Kita tidak tahu namanya, umurnya tepatnya berapa, apa yang terjadi pada orangtua dan saudara-saudaranya ketika ia ditawan serta berapa lama telah melayani istri Naaman. “… anak itu diperkenalkan sebagai anak yang ‘kecil’, seakan-akan hanya itu yang penting, kecilnya dia di tengah-tengah segala sesuatu yang perkasa, berkuasa, dan besar.”42 Naaman dan istrinya mendengarkan budak perempuan me­ reka ini dan minta izin raja agar melaksanakan idenya. Raja Aram meningkatkan usul gadis kecil ini menjadi krisis internasional ketika ia mencoba mengubahnya menjadi transaksi ekonomi dan politik, tetapi dengan bijak ia mendorong Naaman untuk pergi ke Israel. Pengetahuan dan iman budak perempuan ini yang di­kom­ binasikan dengan pengenalannya akan pekerjaan Allah mela­lui Elisa memampukan dia untuk secara signifikan mendatangkan dampak pada bangsa dan generasinya. Ia muda sekali. Ia tinggal di negeri asing dengan status sosial yang rendah dan kebebasan yang terbatas. Namun, iman dan keyakinan dalam diri gadis muda 40 41 42 Lihat 2 Raja-raja 5:3 Esther Menn, “Child Characters in Biblical Narratives: The Young David (1 Samuel 16–17) and the Little Israelite Servant Girl (2 Raja-raja 5:1–19)” dalam buku Child in the Bible, Marcia Bunge, editor (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 2008), hlm. 343. Ibid. 45 Child, Church, and Mission ini menimbulkan dampak yang mengakibatkan terjadinya transfor­ masi holistik dalam kehidupan Naaman dan keluarganya. Jelas dari ayat tersebut ia mungkin bahkan membantu terciptanya rekonsi­ liasi dan perdamaian antara dua bangsa yang bermusuhan ini. Hasilnya adalah pengakuan dari komandan berkebangsaan Aram bahwa Allah Israel adalah satu-satunya Allah di seluruh dunia. “Sekarang aku tahu bahwa tidak ada Allah di seluruh dunia kecuali di Israel.”43 Pengakuan “sekarang aku tahu” ini membentuk inti pengakuan iman bangsa Israel.44 Bahkan dewasa ini, semua aktivitas misi kita adalah membuat penduduk bumi menyatakan deklarasi yang berbunyi “sekarang aku tahu” seperti Naaman. Tema-tema dalam Perjanjian Lama tentang Anak Cerita di atas menunjukkan bahwa anak-anak bukanlah pribadi yang tersembunyi dan tidak signifikan di seluruh Alkitab. Namun, lebih luas lagi, Dr. White mencatat beberapa tema yang menonjol yang mendukung pandangan ini, dimulai dalam Perjanjian Lama dan dilanjutkan dan dikembangkan lebih lanjut dalam Perjanjian Baru.45 Pertama, pertimbangkanlah hubungan bapa/anak dan ibu/anak yang dimiliki Allah dengan umat-Nya. Salah satu gambaran hubungan itu terlihat di seluruh PL. Oleh karena itu, hal ini dikembangkan dalam Perjanjian Baru sebagai Allah adalah Bapa. Dr. White menulis: Dalam Ulangan 8 Allah mendisiplin mereka yang telah dipilihNya menjadi bapa. Dalam Mazmur 27, seorang anak bisa ditelantarkan oleh ayah dan ibunya, tapi Allah, Bapa surgawi tidak demikian. Belas kasihan Allah itu seperti belas kasihan ayah kepada anaknya (Mzm. 103). Literatur yang berisi hikmat sebagian besar isinya ditulis seorang ayah kepada Lihat 2 Raja-Raja 5:13–15 Lihat Ulangan 6:4–6 45 Keith White, “A Little Child Shall Lead Them”, hlm. 4–6. 43 44 46 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak anaknya (misalnya Mzm. 34, Ams. 1–7). Hubungan ibu/anak secara signifikan digunakan sebagai perwujudan hubungan antara Allah dan kita. Ada gambaran indah seorang anak yang disapih dalam Mazmur 131 yang merepresentasikan jiwa yang teduh dan tenang. Yesaya mengakhirinya dengan gambaran anak yang lahir dan diakhiri dengan kalimat: “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Yes. 66:13). 46 Anak-anak ditetapkan dan dirancang untuk memuji Allah dan kemuliaan-Nya. Kita bisa melihat hal ini dengan jelas sekali dalam Mazmur 8:3: “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawanMu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.” Terlalu se­ ring bagian per­tama ayat ini dianggap sebagai sesuatu yang sopan, tetapi aneh. Dengan berbuat demikian, bisa jadi kita gagal \ melihat arti penting ayat ini. Anak-anak dan bayi-bayi yang menyusu bu­ kan hanya konsumen atau orang dewasa pada masa mendatang; sebaliknya, mereka secara spesifik ditetapkan dan dirancang untuk memuji Allah dan kemuliaan-Nya. Inilah kodrat dan tujuan hidup mereka yang sesungguhnya yang dikemukakan di seluruh Alkitab. Inilah pandangan Allah terhadap mereka dan ini pula yang harus menjadi pandangan kita terhadap mereka. Hal mengherankan, kita juga melihat dalam hal tertentu jeritan bayi-bayi yang menyusu memainkan peran dalam mem­ bungkam setan. Kita tidak diberi tahu bagaimana jeritan seorang anak bisa menimbulkan efek semacam ini, tetapi wawasan yang mengejutkan ini seharusnya diperhatikan dengan saksama oleh para sarjana dan teolog. Lagipula, ini adalah salah satu tujuan hidup kita yang utama dalam Kristus. Ketiga, “seorang anak kecil akan memimpin mereka.” Dalam hal tertentu, anak-anak menggambarkan Kerajaan Allah yang akan datang. Dalam Yesaya 11, kerajaan Mesias dengan jelas digambarkan: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan 46 Ibid., 4. 47 Child, Church, and Mission tutul akan berbaring di samping kambing… dan seorang anak kecil akan menggiringnya.” Kerajaan Allah yang akan datang akan men­ jadi lingkungan yang aman tempat anak-anak bisa bermain, tidak seperti hutan perkotaan yang dirobek-robek perang, didominasi pasar yang berorientasi pada konsumen yang ada sekarang ini. Bagaimanapun kita memahaminya dan apa pun itu, anak-anak menjadi inti Kerajaan Allah yang akan datang. Keempat, keselamatan Allah datang bukan melalui raja dan pejuang hebat, melainkan tanpa diduga melalui seorang anak. Lebih lanjut, di banyak bagian dalam Perjanjian Lama, anak juga menjadi tanda Kerajaan Allah yang akan datang. Yesaya berbicara tentang amarah Allah yang benar terhadap dosa dan kemunafikan dalam pasal 7:14. Situasi seperti ini kelihatan suram dan tanpa harapan, tetapi Allah memberikan sebuah tanda: “seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan se­ orang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” Yesaya 9:5 berisi sebuah proklamasi terkenal, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya.” Fokus janji keselamatan Allah bukanlah seorang raja yang gagah perkasa, seorang rabi yang bijaksana, atau imam yang besar, melainkan seorang anak.47 Tema-tema dalam Perjanjian Baru tentang Anak Dalam Perjanjian Lama, kita melihat perkembangan selanjutnya tema yang sama ini. Tentu saja ada banyak peristiwa yang melibat­ kan anak-anak dalam kehidupan Yesus: putri perempuan Kanaan,48 anak laki-laki yang dirasuk setan,49 putra pegawai di Kapernaum,50 putri Yairus,51 dan lainnya. Dr. White membuat pernyataan yang membangkitkan minat ini:52 Ibid., 5. Lihat Matius 15, Markus 7 49 Lihat Matius 17, Markus 9, Lukas 9 50 Lihat Yohanes 4 51 Lihat Matius 9, Markus 5, Lukas 8 52 White, “A Little Child Shall Lead Them,” 5 47 48 48 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak Dalam semua peristiwa ini, Yesus memiliki hati terhadap anak-anak dan mereka ditarik kepada Dia. Dia lebih menyu­ kai metode pengajaran melalui kisah dan tanda yang seperti dalam ibadah dan ritual (Perjanjian Lama), sama-sama bisa diakses oleh anak-anak dan orang dewasa. Gambaran yang paling meresap tentang kasih Allah adalah, seperti yang diajarkan Yesus kepada kita, “Bapa kami.” Sering kali Yesus memakai iman spesial yang ada dalam diri anak-anak untuk memengaruhi orang dewasa. Dalam kisah yang menyentuh hati tentang putri Yairus, Yesus memakai peristiwa itu untuk menguatkan iman orangtua anak perempuan itu. Ia membesarkan hati Yairus supaya ia jangan takut, sebaliknya agar ia percaya. Ia membawa Yairus dan istrinya bersama Dia ketika Dia membangkitkan anak perempuan itu dari kematian. Yesus juga mengajak Petrus, Yohanes, dan Yakobus untuk mengajarkan mereka bagaimana melayani keluarga.53 Yesus menjadi teladan bagi murid-murid-Nya ketika Dia menumpangkan tangan-Nya ke atas anak-anak dan mendoakan serta menjamah mereka.54 Secara lebih luas, kembali Dr. White55 menarik perhatian kita ke beberapa tema yang luas seputar anak-anak dalam Perjanjian Baru. Inkarnasi. Pada awal Perjanjian Baru, Matius mengutip Yesaya 7:14 tentang perempuan muda dan anak. Lukas 2:12 menceritakan sebuah tanda bagi para gembala yang mirip nubuat Kitab Yesaya: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus de­ ngan lampin dan terbaring dalam palungan.” Simeon bernubuat bahwa anak itu “akan menjadi tanda” dalam Lukas 2:33. Keith White berkata,56 Lihat Markus 5:37, 40b. Lihat Matius 19:13, Markus 10:13, Lukas 18:15 55 White, “A Little Child Shall Lead Them,” 4–6 56 Ibid., 6 53 54 49 Child, Church, and Mission Kata anak berulang kali ditulis dalam Injil. Apa pentingnya hal ini? Allah telah memilih datang ke dunia dalam wujud seorang bayi. Mungkin kita telah begitu terbiasa dengan Natal sehingga kita tidak menyadari betapa radikalnya hal ini. Kepenuhan sang pencipta yaitu Allah dalam diri anak kecil? Apakah ini mungkin? Bila mungkin, apa artinya ini? Dari sudut pandang Allah tidak ada masalah, tetapi ini mengguncangkan pandangan yang sudah ada pada kita. Bayi itu kecil, lemah, bergantung pada orang lain dan rentan, belum berpendidikan dan tidak terlatih serta belum bisa berkata-kata. “Ya,” kata Tuhan, “dan engkau harus belajar menemukan Aku dalam hal ini, dalam diri anak-anak yang masih kecil. Engkau harus belajar bergerak dari istana dan perjumpaan dengan orang yang terpelajar dan berkuasa, ke palungan. Kerajaan Surga. Kerajaan Allah adalah tema sentral dalam pelayanan Yesus dan mungkin merupakan pandangan teologis terpenting yang mendukung pertumbuhan anak secara holistik. Seperti Kerajaan Allah merembes masuk ke dalam seluruh pelayan­ an Yesus dan memberikan keterkaitan dan kejelasan, demikian pula Kerajaan Allah memberikan keterkaitan dan kejelasan bagi pelayanan secara holistik terhadap anak-anak. Ajaran tentang Kerajaan Surga itu esensial untuk bisa mengerti peran Gereja dalam memerhatikan orang-orang yang papa. Ajaran tentang kerajaan Kurga ini mengejutkan karena “menjungkirbalikkan”, begitu tak terduga. Hal terakhir akan men­ jadi yang pertama, yang rendah akan ditinggikan, dan yang lembut hatinya akan mewarisi bumi. Ketika menggambarkan Upside Down Kingdom of God Donald Kraybill mengamati,57 Berulang kali melalui perumpamaan, pengajaran, dan perbuatan, Yesus mengejutkan kita. Banyak hal yang ternyata tidak seperti yang kita duga. Orang yang baik ternyata 57 Donald Kraybill, The Upside Down Kingdom (Scottsdale, PA: Herald Press, 2003), hlm. 21. 50 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak adalah orang yang buruk. Mereka yang kita duga menerima pahala mendapat teguran. Mereka yang berpikir sedang menuju surga akhirnya masuk neraka. Banyak hal terbalik. Paradoks, ironi, dan kejutan memenuhi ajaran Yesus. Ajaran itu menjungkirbalikkan harapan kita. Hal yang terkecil ada­ lah yang terbesar. Orang yang tidak bermoral menerima pengampunan dan berkat. Orang dewasa menjadi seperti anak-anak. Orang-orang yang beragama tidak ikut serta dalam perjamuan …. Hal yang ada dalam pikiran para murid Yesus tentang kerajaan saat itu adalah penerapan otoritas dan kekuasaan. Me­ reka tahu bahwa Yesus adalah raja, dan raja memiliki punggawa dan penasihat utama. Mereka ingin tahu siapa dari mereka yang akan meraih posisi tersebut. Yesus mengejutkan mereka dengan menempatkan seorang anak di tengah-tengah mereka, lalu memeluk anak itu dan berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 18:3). Betapa sebuah pemikiran yang menjungkirbalikkan tentang menjadi orang yang signifikan, penting, dan berpengaruh! Yesus memakai beberapa ajaran “yang menjungkirbalik­ kan” tentang Kerajaan Allah, yang menunjukkan bahwa anak-anak merupakan bagian yang penting dalam misi Perjanjian Baru. Se­ bagai contoh, Yesus memberkati anak-anak yang dibawa kepada Dia dan mengajarkan bahwa Kerajaan Allah adalah milik mereka. Kemudian Dia berkata kepada orang-orang dewasa, kecuali mereka menjadi seperti anak-anak, mereka bahkan tidak akan masuk Kerajaan Surga, apalagi menjadi yang terbesar di sana. Lebih lanjut, Dia marah ketika para murid menghalangi anak-anak untuk datang kepada Dia. Semua ini seharusnya tidak mengejutkan. Yesus juga me­ makai gambaran seorang anak untuk mengajarkan Nikodemus sebuah kebenaran teologis mendasar tentang masuk ke dalam Kerajaan Surga, “Kamu harus dilahirkan kembali!” Yesus memakai 51 Child, Church, and Mission kelahiran seorang anak untuk menggambarkan satu-satunya cara masuk Kerajaan Allah.58 Ada saat-saat dalam cerita Injil ketika Anda berharap orang yang sudah dewasa memiliki iman seperti anak-anak. Dalam ke­ sembuhan anak laki-laki dari roh jahat yang diceritakan kembali di Markus 9, Yesus menantang ayah anak laki-laki itu agar memercayai perkara yang mustahil dan mendeklarasikan imannya kepada Allah yang penuh kuasa. Sesungguhnya, dalam Injil (misalnya Luk. 1:26– 32, Yes. 7:14, 9:6), kita anak adalah tanda yang mengarahkan umat manusia kepada keselamatan. Keith White menjelaskannya seper­ ti ini, “Allah telah memilih datang ke dunia, menyatakan diri-Nya dalam bentuk seorang bayi dan anak kecil.”59 Anak-anak membantu kita memahami kebenaran-kebenar­ an yang luar biasa tentang Kerajaan Allah, karena mereka dan Kerajaan Allah “sudah ada” tetapi juga “belum datang”. Kerajaan Allah sudah hadir, dan tiap kali kita memberikan secangkir air yang dingin, kita memanifestasikan kehadiran Kerajaan Allah. Kerajaan Allah juga “belum datang” karena ada banyak orang yang belum percaya dan masih banyak kejahatan di dunia. Demikian pula, anakanak benar-benar sudah ada saat ini dan mereka sekarang adalah orang-orang yang berharga, apa pun masa depan mereka nanti. Namun, tentu saja mereka tidak akan seutuhnya menjadi seperti yang diharapkan. “Anak-anak dan Kerajaan Allah saling memberi pencerahan.”60 Tema ketiga dalam Perjanjian Baru adalah sebuah ke­be­ naran yang lazim, tetapi mengandung teka-teki, yaitu “Kamu ha­­rus dilahirkan kembali” (Yoh. 3:3). Kebenaran ini adalah ke­ benaran yang terkenal dan sering kali dikutip, tetapi kita telah me­lepaskannya dari anak-anak dan masa kanak-kanak. “Yesus benar-benar sedang mengajarkan kebenaran yang sama: Anda harus menyingkirkan semua pandangan yang masuk ke da­lam diri Anda ketika Anda dewasa, yang dipengaruhi kebudayaan dan siap Lihat Yohanes 3 Keith J. White, “A Little Child Shall Lead Them.” 60 Ibid. 58 59 52 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak memulainya lagi … dalam Kristus, persis seperti seorang bayi yang memulai kehidupan untuk pertama kalinya.”61 Jadi jelas dalam Alkitab, anak-anak tidak absen dan bukan pribadi yang tidak signifikan. Dalam hal-hal yang tidak terhitung banyaknya, mereka adalah objek kasih, kepedulian, serta agen Allah ketika Dia berurusan dengan umat manusia. Mereka adalah tanda-tanda kerajaan-Nya dan menggambarkan kualitas yang paling dihargai-Nya. Lebih lanjut, seluruh rencana penebusan Allah tidak di­ gambarkan dan diwujudkan dalam koridor kuasa, tetapi sudut pandang dan kehidupan seorang anak. Meskipun sebuah komuni­ tas biasa memarginalkan anak-anak, catatan-catatan dalam Alkitab sungguh menunjukkan bahwa “seorang anak kecil akan memimpin mereka”. Bacaan 61 “What the Bible Says About Children” oleh Josephine-Joy Wright, Celebrating Children, hlm. 18-32. “A Little Child Shall Lead Them: Rediscovering Children at the Heart of Mission,” oleh Keith White (karangan utama yang disampaikan dalam Cutting Edge Conference 2001); temukanlah ini di http://www.viva.org Ibid., 8. 53 Child, Church, and Mission Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Bagaimanakah anak-anak (Kristen dan bukan Kristen) dalam kebudayaan Anda biasanya dipandang dan di­ perlakukan di rumah, sekolah, dan tempat umum? Apa­ kah mereka dihargai dan dirayakan atau dipandang tidak signifikan atau gangguan? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Mitos-mitos apakah yang sudah lama dipercayai gereja atau komunitas Anda? Kebenaran-kebenaran tentang anak apakah yang didiskusikan dalam bab ini yang paling bisa menghancurkan mitos itu? Apakah yang bisa mendatangkan perubahan yang diinginkan? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Apakah cerita tentang anak dalam Alkitab yang saat ini paling bermakna bagi Anda? Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Bagaimanakah Anda mampu menjelaskan pandangan tersebut supaya muncul perubahan yang positif bagi 54 Apakah yang Alkitab Katakan tentang Anak-anak anak-anak ketika Anda mendiskusikannya dengan gereja lokal Anda? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Manakah dari hal-hal dalam bagian “Diabaikan dan Dieksploitasi” yang paling mengejutkan atau membuat Anda ������������������������������������������������� marah? Jelaskanlah. Tindakan praktis apakah yang bisa Anda ambil untuk membantu memunculkan solusi bagi masalah ini? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 55 3 Pelayanan Pengembangan Anak Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku. Amsal 30:7–9 Child, Church, and Mission S atu hal utama yang kita perhatikan ketika mempelajari firman Allah dengan saksama adalah betapa besar kepedulian Allah terhadap orang miskin. Baik Perjanjian Lama maupun Per­janjian Baru dipenuhi contoh-contoh tentang kasih Allah kepada orang miskin, kebencian-Nya terhadap ketidakadilan yang me­nimbulkan kemiskinan dan kerinduan-Nya agar orang miskin dibantu. Yesus berkata orang miskin akan selalu bersama kita. Namun, Dia tidak berhenti sampai di situ saja. Ya, mereka akan selalu bersama kita, tetapi apa yang akan kita lakukan terhadap hal itu? Yesus menunjukkan keprihatinan-Nya dengan apa yang Dia lakukan kepada orang miskin. Ada banyak hal yang bisa kita pel­ajari tentang tanggung jawab kita terhadap orang-orang yang mende­rita di dunia ketika kita mempelajari Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, kata keselamatan bisa diterjemah­ kan menjadi utuh dan lengkap. Bukan hanya keputusan untuk menerima keselamatan yang membuat kita memiliki hubungan yang benar dengan Allah sehingga kita bisa menikmati surga se­ lamanya. Ini adalah soal hidup yang lengkap dan selaras dengan hukum-hukum Allah, yang mendatangkan kebaikan dan keutuhan dalam hidup kita. Kebaikan dan keutuhan itu bukan hanya rohani, melainkan juga bersifat jasmani, ekonomi, dan sosial. Ini adalah kebaikan dan keutuhan dalam setiap aspek kehidupan kita. Ulangan 26 menunjukkan bahwa keprihatinan Allah terha­ dap umat-Nya yang tertindas mendorong Dia untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Belakangan, kelakuan bangsa Israel yang keliru terhadap orang-orang miskin yang menyebabkan me­ reka hancur. Dalam Kitab Amos, kita melihat bahwa orang-orang Israel menginjak-injak orang miskin. Mereka menjadi kaya dengan mengorbankan orang miskin dan memanfaatkan mereka dengan menyuap hakim-hakim. Bahkan wanita-wanita Israel—“lembulembu Basan”—menindas orang miskin dan menginjak-injak orangorang yang miskin. Lihat Amos 8:4–7, 5:10–15 Lihat Amos 4:1 58 Pelayanan Pengembangan Anak Allah, yang mengasihi orang miskin, muak terhadap ke­ munafikan, pesta-pesta agama, pertemuan-pertemuan, korban bakaran, dan suara lagu-lagu mereka. “Hentikanlah hal-hal yang tak masuk akal ini”, Dia berteriak. Sambil berdiri di tengah kepurapuraan agama ini, sang nabi meneriakkan kata-kata yang sudah dikenal yang ditulis dalam Amos 5:24: “Tetapi biarlah keadilan ber­ gulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” Dalam Perjanjian Lama, kata keselamatan bisa diterjemahkan menjadi utuh dan lengkap. Bukan hanya keputusan untuk menerima keselamat­an yang membuat kita memiliki hubungan yang benar dengan Allah sehingga kita bisa menikmati surga selamanya. Ini adalah soal hidup yang lengkap dan selaras dengan hukum-hukum Allah, yang mendatangkan kebaikan dan keutuhan dalam hidup kita. Kebaikan dan keutuhan itu bukan hanya rohani, melainkan juga bersifat jasmani, ekonomi, dan sosial. Ini adalah kebaikan dan keutuhan dalam setiap aspek kehidupan kita. Hati Allah terhadap Orang yang Miskin dan Tertindas Allah selalu memerhatikan orang yang miskin dan tertindas. Sejak awal sejarah bangsa Israel, Allah prihatin terhadap penderita­an mereka karena diperbudak orang-orang Mesir. Sesungguhnya, untuk alasan inilah Allah bertindak dan melepaskan mereka dari belenggu yang mengikat mereka: “Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan ke­­ sukaran kami dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar 59 Child, Church, and Mission dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat. Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya” (Ul. 26:6–9). Amsal 14:31 lebih lanjut menunjukkan bahwa Allah se­ benarnya mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang yang miskin dan menderita. Kita membaca, “Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia.” Peduli kepada orang yang miskin merupakan pusat kodrat Allah. Kebenaran yang terdapat dalam Mazmur 146:6–9 menyingkapkan hal ini: Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya, yang menegakkan ke­adilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orangorang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. Allah mengasihi orang miskin, tetapi pada dasarnya tidak ada yang salah dengan kekayaan. Allah ingin umat-Nya makmur. Dia ingin semua orang (termasuk anak-anak) memiliki “hidup yang berkelimpahan” seperti yang Yesus katakan dalam Yohanes 10:10. Berkat materi sering kali merupakan berkat yang dijanjikan pada mereka yang menaati perintah-Nya. Beberapa perintah dalam sepuluh perintah Allah diakhiri dengan kata-kata “supaya baik keadaanmu”, dan supaya kita makmur. Pertimbangkanlah ayat-ayat ini dalam Kitab Ulangan: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan 60 Pelayanan Pengembangan Anak baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Ul. 5:16, penekanan ditembahkan). “Kiranya hati mereka selalu begitu, yakni takut akan Daku dan berpegang pada segala perintah-Ku, supaya baik keadaan mereka dan anak-anak mereka untuk selamalamanya!” (Ul. 5:29, penekanan ditambahkan). “TUHAN, Allah kita, memerintahkan kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan TUHAN, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan su­pa­ ya Ia membiarkan kita hidup.” (Ulangan 6:24, penekanan ditambahkan) Jelas, kekayaan itu sendiri tidak buruk atau jahat. Namun, sikap kita terhadap harta dan kekayaan kita harus menjaga, su­paya merefleksikan Amsal 30:7–9: “Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebe­ lum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” Tiga Masalah dengan Kekayaan Meskipun tidak ada yang salah dengan kekayaan atau harta benda itu sendiri, keduanya pada dasarnya berbahaya. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa sulit sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Ini sendiri seharusnya membuat kita ber­ henti sejenak. Kekayaan mungkin tidak jahat, tetapi ada sesuatu yang sangat menakutkan di dalamnya. Bahkan, Alkitab menyatakan setidak-tidaknya tiga skenario Allah benar-benar menentang orang yang kaya atau ketika kekayaan menjadi batu sandungan yang serius. 61 Child, Church, and Mission Masalah pertama muncul ketika orang kaya memperoleh kekayaan dengan menindas orang miskin. Yakobus 5 dan Yeremia 22:13–17 adalah dua ayat di antara banyak ayat dalam Alkitab yang jelas menyatakan hal ini: “Celakalah dia yang membangun istananya berdasarkan ketidakadilan dan anjungnya berdasarkan kelaliman, yang mempekerjakan sesamanya dengan cuma-cuma dan tidak memberikan upahnya kepadanya .… Tidakkah ayahmu ma­ kan minum juga dan beroleh kenikmatan? Tetapi ia me­laku­ kan keadilan dan kebenaran, serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah itu na­ ma­nya mengenal Aku? demikianlah firman TUHAN. Tetapi matamu dan hatimu hanya tertuju kepada pengejaran untung, kepada penumpahan darah orang yang tak bersalah, kepada pemerasan dan kepada penganiayaan!” (Yer. 22:13–17). Kekayaan dan harta milik kita mungkin lebih tergantung pada penindasan yang dilakukan terhadap orang miskin, lebih dari yang kita bayangkan. Sikap kita saja yang bersikeras memperoleh harga yang paling murah bagi makanan, pakaian, atau barangbarang lain yang diimpor dari luar negeri mungkin berarti bahwa para penanam atau para pekerja pabrik terpaksa menerima upah yang sangat rendah dan hidup dalam kemiskinan. Orang-orang Kristen yang penuh pengertian akan memiliki keinginan untuk memahami dinamika dan interaksi semacam ini. Masalah kedua yang nyaris tidak terelakkan muncul ketika orang kaya mengarahkan hati mereka pada kekayaan mereka, seperti yang kita baca tentang penguasa muda yang kaya: “Mendengar itu Yesus berkata kepadanya: ‘Masih tinggal satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’ Ketika orang itu mendengar perkataan itu, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya. Lalu Yesus 62 Pelayanan Pengembangan Anak memandang dia dan berkata: ‘Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah’” (Lukas 18:22–25). Masalah ketiga muncul ketika orang kaya tidak mau ber­ bagi dari kelimpahan mereka. Lukas 16 mengisahkan Lazarus sang pengemis dan berbicara tentang pemisahan kekal dari Allah yang dialami orang kaya yang mengabaikan orang miskin di pintu rumahnya. Ini menggemakan beberapa ayat dalam Perjanjian Lama, seperti panggilan yang disampaikan Allah untuk bertindak dalam Yesaya 58:6–7: Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan talitali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-me­ cah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumah­ mu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakai­ an dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sen­ diri! Sederhananya begini: Allah memberi pahala kepada orang yang memerhatikan orang miskin. Namun, kita kecenderungan untuk menimbun dan menumpuk, bertentangan dengan harapan Allah. Dia memberkati kita bahkan menjanjikan kemakmuran ke­­ pada mereka yang murah hati dan bersedia berbagi dengan orang lain. “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun ke­ pada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya” (Mat. 10:42). Amsal 11:24–25 mengungkapkan hasil prak­ tis dari kemurahan hati, dengan berkata, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.” 63 Child, Church, and Mission Ingat pula, perbuatan berbicara lebih keras dari perkataan. Dalam Matius 25:41–45, ada pandangan yang mengejutkan bahwa tindakan yang benar lebih penting dibandingkan doktrin yang benar! Perhatikanlah dengan saksama alasan yang mengejutkan yang dipakai Anak Manusia ketika Dia memisahkan orang-orang dalam penghakiman terakhir—domba dari kambing. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata ke­ padamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Yohanes juga memperingatkan kita agar tidak hanya menga­ sihi dengan perkataan, tetapi juga dengan perbuatan. “Barang­ siapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anakanakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 Yoh. 3:17–18). Yakobus 2:14–18 menyampaikan hal yang sama: Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang menga­ takan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempu­ nyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan 64 Pelayanan Pengembangan Anak kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan ke­ padanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tun­jukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatanperbuatanku.” Apa yang berlaku pada zaman dahulu masih berlaku pada masa kini. Tentu saja, memedulikan orang miskin itu lebih dari se­ kadar perkataan. Namun, merespons orang miskin dengan bendabenda materi saja tidak menggenapkan mandat Alkitab untuk mem­buat manusia bertumbuh. Kita harus memakai cara yang lebih lengkap. Pengembangan Anak secara Kristen dan Holistik Oleh karena buku ini adalah buku mengenai pengembangan anak secara holistik, pada titik ini akan baik jika dipaparkan apa yang kami maksud dengan istilah ini. Kami mulai dengan kata holistik. Kami telah berkata holisme berkaitan dengan keutuhan. Dalam konteks kami, kami berbicara tentang kebenaran bahwa orang-orang diciptakan sesuai gambar Allah sebagai makhluk rohani dan jasmani. Holisme yang alkitabiah memandang bahwa seluruh aspek diri seseorang sama pentingnya dan menolak untuk mendikotomikan rohani dengan jasmani atau dengan aspek lainnya dalam diri seseorang. Jadi, ketika berbicara tentang pengembangan anak secara holistik yang alkitabiah (Kristen), kami menekankan agar perhati­ an diberikan pada setiap komponen dalam diri seseorang yang perlu dilaksanakan dari sudut pandang Alkitab. Kami berupaya memahami pandangan Allah terhadap diri seseorang. 65 Child, Church, and Mission Sebuah perspektif yang benar-benar alkitabiah (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) tentang manusia akan menciptakan perspektif yang benar-benar Kristen. Menurut definisinya, sebuah pengembangan yang alkitabiah atau Kristen akan mencakup pe­ meliharaan rohani dan perhatian yang diberikan pada aspek jas­ mani, sosial, psikologis, dan aspek lain dalam diri seseorang. Jadi, Kristen, terutama menunjuk pada akar yang alkitabiah dari pe­ ngertian kita. Ini juga menunjuk pada motivasi kita dan hasil yang kita inginkan, sedangkan holistik menunjuk pada ruang lingkup minat pengembangan kita. Konsep Alkitab tentang holisme mengandung gagasan be­ rupa lengkap, kesempurnaan, kesatuan, integrasi, kejernihan, in­ tegritas, harmonis, kesehatan yang didapatkan kembali, hubungan dengan Allah yang dipulihkan, damai dengan diri kita sendiri dan dengan sesama kita, dan hormat kepada lingkungan. Dr. John Wong memberikan pandangan yang bermanfaat, yaitu konsep tentang kata shalom (damai sejahtera) dalam Perjanjian Lama sama dengan konsep tentang holisme Kristen. “Shalom,” ia menulis, “yang muncul sekitar 250 kali dalam Perjanjian Lama, memiliki arti yang mendasar, yakni lengkap, kejernihan, kesejahteraan, damai sejahtera, kepuasan, damai dengan Allah, menjadikan utuh, menjadikan baik, memulih­ kan apa yang telah hilang atau dicuri (Yl. 2:25, Kel. 21:37). Dalam kata ini terkandung arti kemakmuran materi dalam arti komprehensif, yaitu ketenangan, bebas dari kekhawatir­ an, keamanan, penuh dengan keyakinan, dan ketenteraman; ke­­­sejahteraan komunal dan bukan peperangan dan suatu keadaan di mana hukum dan perintah dipatuhi yang men­ ciptakan kemakmuran. Kata ini juga menunjuk pada kesehatan jasmani, kepuasan saat hidup dan ketika mati. Kata ini juga berarti keselamatan (Yes. 43:7, Yer. 29:11; 14:13). Kata ini memiliki referensi sosial dan politis yang melampaui dimensi John B. Wong, Christian Wholism: Theological and Ethical Implications in the Postmodern World (Lanham, MD: University Press of America, 2002), hlm. 189. Ibid., 14. 66 Pelayanan Pengembangan Anak pribadi. Kata ini berkaitan dengan kebenaran, ide-ide yang konkret dari hukum, dan penghakiman.” Dr. Wong berpendapat bahwa titik awal holisme Kristen dalam Perjanjian Baru adalah penegasan Yesus terhadap perintah yang agung dan sangat penting, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu (kardias) dan dengan segenap jiwamu (psyches) dan dengan segenap pikiranmu (dianonias) dan dengan segenap kekuatanmu (ischus). Perintah kedua adalah, “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah yang lebih besar dari kedua perintah ini” (Mrk. 12:30–31; Mat. 22:37–40; Luk. 10:27). Tentang aspek-aspek anak yang tumpang tindih, Dr. Wong menulis, direpresentasikan di sini melalui hati—tempat ke­ hidupan fisik, rohani, dan mental, yang mencakup seluruh kehidupan dalam diri manusia yaitu pikiran, pengertian, pencerahan rohani, kemauan, kehendak, keputusan-ke­pu­ tusan moral, emosi, kasih, kerinduan, hasrat, perasaan; dan melalui jiwa—pusat kehidupan dalam banyak dan berbagai aspek, dalam seluruh ekspresi dari apa yang membuat manusia sebagai manusia; dan melalui pikiran—akal, ber­ pikir, intelektual, kreatif yang kognitif, mengandung mak­ sud, imajinatif, wilayah konsep dan kejiwaan, dan melalui kekuatan—dimensi jasmani, yang berkaitan dengan pe­ menuhan kebutuhan badani, nyata, seksual, biologis, dan badani. John Stott menulis bahwa rancangan Allah menciptakan manusia bagi komunitas berasal dari rancangan-Nya bagi kita sebagai makhluk-makhluk yang berdasarkan komunitas. “Makhlukmakhluk berupa manusia tetapi seperti allah ini tidak hanya memiliki jiwa (yang harus kita pedulikan karena perlu menerima keselamatan yang kekal), bukan hanya memiliki tubuh jasmani (yang harus kita perhatikan agar memperoleh makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan), juga bukan sekadar makhluk sosial ibid., 2 ibid 67 Child, Church, and Mission (sehingga kita terlibat dalam masalah-masalah dalam komunitas kita). Mereka terdiri dari tiga bagian itu. Menurut perspektif Alkitab, manusia bisa didefinisikan sebagai ‘satu tubuh-jiwa dalam sebuah komunitas’. Begitulah Allah menciptakan kita.” Lukas 2:52 adalah ayat kunci yang memberikan contoh bagi jenis pengembangan yang sedang kita bicarakan. Ayat ini berkata, “Yesus bertumbuh dalam hikmat dan martabat dan makin berke­ nan di hadapan Allah dan manusia.” Empat komponen ini—hik­ mat, martabat, makin berkenan di hadapan Allah dan manusia— hampir mencakup semua aspek dalam diri seseorang seutuhnya. Empat komponen ini juga menjadi contoh yang berguna untuk menciptakan program pengembangan yang holistik dan bermakna. Tujuan kami dalam pengembangan secara holistik dan Kristen adalah semua orang yang kami layani, khususnya anak-anak, me­ miliki kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam hal hikmat, dalam hal martabat, dan semakin berkenan di hadapan Allah dan manusia. Di sisi lainnya: Kita diingatkan oleh Keith White untuk ti­ dak memandang komponen rohani (atau komponen-komponen lainnya) sebagai sebuah potongan gambar atau sebuah mosaik dengan banyak potongan. Melakukan hal itu akan mendorong kita untuk memandang berbagai komponen secara terpisah. Gambaran yang lebih tepat adalah sebuah kain—di mana komponen rohani dan semua komponen lainnya terjalin menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan setiap bagian memberikan kontribusi terhadap keseluruhan yang tak terpisahkan. Saya senang dengan cara aspirasi terhadap, dan manfaat keutuhan yang alkitabiah—segala sesuatu datang bersamaan untuk mendatangkan kebaikan—direfleksikan dalam versi Eugene Peterson dari Filipi 4:6–7: Oleh John R.W. Stott, Involvement: Being a Responsible Christian in a NonChristian Society (New York: Fleming H. Revell, 1985), hlm. 41. Keith White, “The Contribution of Child Theology to the HCD Course and Beyond,” artikel yang tidak diterbitkan dan disampaikan dalam konferensi tentang Pengembangan Anak Secara Holistik (Chiang Mai: Thailand, 2007), hlm. 11. 68 Pelayanan Pengembangan Anak Jangan resah atau kuatir. Daripada kuatir, berdoalah. Biar­ lah permohonan dan pujian mengubah kekuatiranmu men­ jadi doa, izinkan Allah mengetahui apa yang menjadi ke­ prihatinanmu. Sebelum engkau tahu, suatu perasaan akan keutuhan dari Allah, segala sesuatu datang bersamaan untuk mendatangkan kebaikan, akan datang dan dan membuat hati­mu tenang. Indah sekali melihat apa yang terjadi ketika Kristus mengganti kekuatiran di pusat hidupmu. (penekanan ditambahkan) Berbicara tentang keutuhan alki­tabiah secara teori me­ mang bermanfaat. Akan tetapi, lebih bermanfaat ketika me­lihat hal itu terwujud. Keutuhan yang alkitabiah terwujud dalam diri Mukamwiza Jeannette, seorang wanita Rwanda. Jeannette ke­ hilangan kedua orangtuanya dan segalanya kecuali saudara kan­ dung dalam peperangan dan pembantaian massal yang terjadi pada 1994. Saat itu Jeannette berumur 7 tahun. Jeannette dan saudara kandung laki-lakinya diasuh oleh seseorang yang baik hati dari Kigali, ibu kota Rwanda. Tidak lama setelah itu, orang tua asuh mereka yang baru itu mendaftarkan ke­ dua anak ini di Pusat Pengembangan Anak Compassion. Melalui program pengembangan secara holistik dan Kristen, kedua anak ini memperoleh pendidikan, pakaian, perawatan secara medis, dan makanan yang dibutuhkan. Hal tidak kalah pentingnya, mereka juga dibina secara rohani melalui perjumpaan dengan Alkitab dan staf yang peduli terhadap mereka. Setiap komponen dari program pengembangan yang lengkap itu penting. Setelah setahun menjalani program ini, Jeannette mu­ lai teringat kembali pada masa lalunya. Kenangan-kenangan yang mengerikan tentang orangtua dan orang-orang yang dikasihinya menghantui Jeannette siang dan malam. Oleh karena tidak bisa tidur dan kehilangan damai, Jeannette mulai mengalami kejang-kejang. Jaringan pendukung Jeannette memberikan seluruh ban­tuan yang bisa mereka berikan, termasuk membawa Jeannette ke dokter psikiatri sebagai pelengkap seluruh daur program pengembangan yang harus dijalaninya. 69 Child, Church, and Mission Bagi Jeannette, mengalami kemajuan berarti berjumpa de­­ ngan seorang staf yang menjelaskan bahwa penghiburan dan ke­ bebasan diperoleh dari menjalin hubungan dengan Yesus Kristus. Setelah Jeannette mengambil langkah itu, ia belajar bagaimana mengatasi penyakit yang dideritanya dengan berdoa. Gejala-gejala itu berkurang, kemudian lenyap. Sekarang, Jeannette adalah wani­ ta yang telah disembuhkan dan sehat dalam usia 20 tahun. Keti­ ka mengingat kembali hal itu, ia bersyukur untuk perhatian yang diberikan kepada dirinya secara utuh—secara jasmani, emosi, sosial, dan rohani. Bagi Jeannette, keutuhan dari Allah—segala sesuatu datang bersamaan untuk mendatangkan kebaikan—mencapai ukuran yang sepenuhnya. Apa yang Kami Maksudkan dengan Pengembangan? Pengembangan bukanlah istilah yang ada dalam Alkitab, tetapi di Alkitab terdapat gagasan seperti ini dalam istilah yang meng­ ekspresikan gagasan berupa pertumbuhan dan pe­wahyuan (Be­ berapa orang Injili lebih suka memakai istilah trans­formasi dari­pada pengembangan. Mereka percaya bahwa kata pengembangan terlalu menyatu dengan agenda sekuler sehingga tidak bisa memunculkan perubahan radikal yang dibutuhkan agar bisa mendatangkan berkat bagi dunia yang membutuhkan). Allah menciptakan umat manusia dengan potensi yang maksimal untuk bertumbuh. Dia menciptakan kita untuk menangani sumber daya di bumi dengan bekerja sama dengan orang lain yang bisa menyatakan hikmat dan kemuliaanNya sebagai Pencipta kita.10 Orang-orang yang terlibat dalam upaya pengembangan ini tahu istilah itu sulit didefinisikan; istilah ini juga se­ring di­ salahartikan. Pekerja-pekerja yang telah berpengalaman dalam upaya pengembangan ini tahu bahwa mereka tidak selalu me­ miliki jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan yang relevan (Kami David Hughes, The God of the Poor (UK: OM Publishing, 1998), hlm. 6. Ibid., 5. 10 70 Pelayanan Pengembangan Anak mungkin berkata bahwa kami tidak memiliki banyak jawaban). Pengembangan bukanlah sekadar proses yang bertingkat dengan memindahkan seorang anak dari A ke B. Ini juga bukan sekadar proses memadukan semua bahan dengan takaran yang tepat untuk memastikan bahwa keadaan anak itu menjadi baik. Beberapa orang ingin pengembangan dibatasi seperti itu.11 Kesulitan-kesulitan ini muncul sebagian karena para peker­ ja yang terlibat dalam upaya pengembangan ini, khususnya yang berasal dari Barat, lebih menyukai sesuatu yang bisa diprediksikan. Kami tidak menyukai kejutan. Khususnya dalam upaya kami untuk mengembangkan, kami ingin melihat sesuatu yang kongkret ter­ laksana. Kami ingin melihat upaya-upaya yang kami lakukan meng­ hasilkan hasil yang bisa dipercaya, bisa diprediksikan, bisa dilihat— seperti yang diperoleh akuntan atau orang-orang yang mendirikan gedung. Terlalu sering para pekerja yang terlibat dalam upaya pe­ ngembangan memiliki pandangan “terbatas” terhadap pengem­ bangan. Dengan pandangan semacam ini, merekalah yang men­de­ finisikan pengembangan. Pengertian tentang pengembangan anak adalah seperti yang mereka katakan. Mereka beranggapan bah­­wa mereka akan mengetahuinya bila dan ketika mereka me­lihat­nya. Mereka akan menetapkan kriteria yang spesifik dan “standarstandar minimum” yang memampukan mereka untuk meng­ukur pengembangan dan mengevaluasi kemajuan. Mereka yang memi­ liki pandangan yang terbatas terhadap perkembangan ini akan berupaya agar mereka tetap memegang seluruh kendali. Sayangnya, mereka mungkin mengabaikan proses-proses yang menjadi karakteristik perkembangan. Bila perkembangan anak terbatas, anak-anak akan berkembang atau tidak ber­kem­ bang, benar bukan? Ketika anak-anak yang belum berkembang memenuhi standar kita—dan bukan sebelumnya—mereka akan “berkembang”. Menurut pandangan ini, langkah-langkah yang 11 Bagian dari pembahasan yang muncul kemudian diambil dari karangan Dan Brewster dan Gordon Mullenix, “Development: Bounded, Centered, or Fuzzy ?” Together 50 (April–Juni 1996): hlm. 10–13. 71 Child, Church, and Mission diambil dan proses perubahan yang terjadi mungkin dipandang sebagai sebuah pergumulan yang perlu, tetapi tanpa nilai. Dengan pandangan semacam ini, para pekerja di bidang pengembangan anak akan berupaya agar anak-anak memenuhi standar kita. Kita mungkin tidak sadar bahwa bahkan bila semua standar atau sasaran tercapai, hasilnya bisa jadi sebuah kegagalan. Sebagai contoh, bila kita telah menciptakan ketergantungan (seperti dalam sistem kesejahteraan Amerika Serikat) atau bila sasarannya terlebih dulu sudah salah arah, kita telah gagal. Demikian pula, kita tidak akan sadar bahwa mungkin sama sekali tidak mencapai standar/sasaran, tetapi tetap mencapai keberhasilan. Hasilnya mungkin akan buruk sekaligus baik. Kekayaan bisa menimbulkan keserakahan, egoisme, dan materialisme. Alkitab ber­kata bahwa orang kaya dipenjara oleh kekayaan mereka. Orang yang tertindas bisa jadi dengan mudah dan cepat menjadi penindas bila diberi kesempatan. Kekacauan bisa muncul dalam sebuah keluarga dengan bertambahnya kekayaan dalam jumlah yang rela­ tif kecil (“Pembangunan” di dunia Barat telah bertepatan dengan meningkatnya angka kejahatan, penindasan, dan banyak masalah sosial lainnya). Dalam praktiknya, teori yang baik tidak selalu ada hasilnya. Karakteristik pengembangan adalah pertumbuhan, per­ubah­ an, dan pembelajaran. Ini adalah proses menjadi. Per­kem­bangan se­harusnya menjadi sebuah proses di mana orang-orang menjadi utuh. Jadi, kita kembali kepada holisme. Pengembangan anak secara holistik juga sebuah pelayanan. Untuk maksud kami di sini, kami sedang berbicara secara spesifik tentang apa yang dilakukan orang-orang Kristen bagi orang yang membutuhkan dan dalam kasus kami, apa yang mereka lakukan bagi anak-anak. Kami menyebutnya bukan sekadar perbuatan baik, melainkan pelayanan pengembangan anak secara holistik dan Kristen. Pelayanan ini merupakan pekerjaan gereja dan umat Allah untuk memampukan anak-anak dan keluarga-keluarga yang membutuhkan untuk mengatasi kemiskinan dan kepapaan yang 72 Pelayanan Pengembangan Anak mereka alami dan menjadi seperti yang Allah rencanakan bagi mereka. Sangat berguna bila kita membandingkan pelayanan pe­ ngembangan—yaitu pelayanan umat Allah terhadap orang yang miskin dan tertindas—dengan pengembangan di dunia sekuler yang dilakukan banyak orang yang bukan Kristen dan banyak organisasi yang secara spesifik berbau Kristen dalam motivasi atau sasaran. Banyak organisasi melakukan apa yang mereka namakan pengembangan secara holistik, atau pengembangan yang terpadu atau istilah lainnya, yang menekankan mereka me­ mer­hatikan manusia secara “utuh.” Dalam kasus semacam ini, “manusia seutuhnya” biasanya menunjuk pada aspek jasmani, emosi, psikologis, dan aspek-aspek lainnya dalam diri seseorang. Semua aspek dalam diri seseorang ini penting, dan sesungguhnya, aktivitas-aktivitas dan intervensi yang dilakukan terhadap manusia seutuhnya setelah strategi ini dibuat kurang lebih tetap sama baik itu dilakukan oleh orang Kristen atau bukan Kristen. Meskipun demikian, motivasi dan hasil yang diharapkan muncul dari programprogram ini mungkin benar-benar berbeda dengan motivasi dan hasil yang diperoleh dari program-program yang dilakukan orang Kristen. Hal lebih penting, dalam definisi pengembangan menurut dunia sekuler tidak terdapat pertimbangan krusial tentang ke­ butuhan rohani yang esensial dari seseorang. Mereka tidak me­ masukkan pertimbangan ini karena mereka tidak tahu apa-apa tentang hal itu atau bahkan menyangkal keberadaannya. Orangorang Kristen tahu bahwa pengembangan yang sejati mustahil terjadi tanpa memerhatikan kebutuhan rohani.12 Seharusnya jelas dari ulasan di atas bahwa pengembangan bukan soal menyediakan uang, materi, atau “barang-barang” lain­ nya. Itulah yang menjadi masalah dari banyak cara sekuler yang bermaksud baik tetapi berpandangan pendek untuk menciptakan 12 Untuk alasan inilah saya mengemukakan pendapat saya dalam bab enam bahwa hanya orang Kristen yang dalam kenyataannya benar-benar bisa melakukan pengembangan secara holistik dan Kristen. 73 Child, Church, and Mission pengembangan. Seperti yang akan kita lihat, “kesejahteraan” adalah manifestasi yang mendatangkan malapetaka dari cara menolong yang asal-asalan. Di bawah ini adalah beberapa hal yang menjadi karakteris­ tik pengembangan yang holistik dalam kaitannya dengan anakanak. Beberapa gagasan ini akan dikembangkan dalam bab-bab selanjutnya (Ini bukanlah daftar yang lengkap, melainkan sebuah dasar yang baik untuk mengembangkan anak secara holistik). Ciriciri pengembangan secara holistik dan Kristen adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Membantu anak-anak bertumbuh seperti Yesus—dalam “hikmat dan martabat serta makin berkenan di hadapan Allah dan manusia” (Luk. 2:52). Membantu anak-anak dan keluarga-keluarga mengenal kebenaran bahwa mereka berharga dan memiliki poten­ si karena mereka diciptakan sesuai gambar Allah. Memampukan anak-anak untuk menjadi seperti yang dikehendaki Allah sepenuhnya. Menyadarkan anak-anak akan potensi yang ada dalam diri mereka—yaitu bahwa mereka bisa dan harus men­ datangkan perbedaan dalam hidup mereka sendiri. Membantu anak-anak menyadari peranan mereka se­ bagai pengelola dan hubungan mereka dengan ciptaan Allah. Memberikan kesempatan—bukan hanya barang-ba­ rang—kepada anak-anak dan keluarga-keluarga dan se­ buah pola berpikir untuk meraih kesempatan itu. Menciptakan sebuah pengertian bahwa mereka ber­kua­ sa atas ciptaan Allah dan mereka memiliki kesempatan serta tanggung jawab atas sumber daya yang disediakan Allah yang akan memberikan manfaat kepada mereka. Mendorong mereka untuk bisa mandiri. Memberikan pengarahan untuk terciptanya keutuhan dan pribadi yang lengkap. 74 Pelayanan Pengembangan Anak 10. Memastikan bahwa sasaran, motivasi, dan metode yang dipakai adalah alkitabiah dan berusaha membawa orangorang pada hubungan yang benar dengan ciptaan Allah dan Pencipta mereka. Hal yang Bukan Merupakan Pengembangan Kristen yang Holistik Akan berguna bila diungkapkan dengan jelas apa yang bukan merupakan pengembangan Kristen holistik. Pengembangan yang holistik tentu saja tidak sama dengan kesejahteraan. Banyak perkumpulan telah membuat program-program “kesejahteraan” yang ekstensif untuk memelihara orang-orang miskin dan ku­ rang beruntung yang hidup di antara mereka. Dalam program kesejahteraan ini tidak ada perbedaan antara orang miskin yang layak dan tidak layak diperhatikan. Bantuan diberikan sematamata berdasarkan pendapatan atau status seseorang, tanpa me­lihat mengapa orang itu menjadi miskin, perbuatan yang me­ rusak seperti apa yang telah ia lakukan, atau apakah kebutuhan, kemampuan dan potensi dia yang sesungguhnya. Pemberian yang terus-menerus, khususnya dalam bentuk uang, memperbesar dan bukan menyelesaikan masalah. Pengembangan yang holistik tentu saja juga bukan soal memiliki lebih banyak uang. Uang itu berguna, tetapi bukan jawab­ an terhadap masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Masalah kemiskinan yang terus-menerus muncul di Amerika Serikat, meskipun banyak sekali uang yang telah didistribusikan kepada orang yang miskin dalam berbagai program kesejahteraan, adalah contoh baik dari kesejahteraan yang tidak efektif. Pada 1960-an, Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson mendeklarasikan “peperangan melawan kemiskinan”. Sejak itu, Amerika Serikat telah menghabiskan hampir tujuh triliun dolar dalam programprogram pengentasan kemiskinan. Tujuh triliun dolar adalah jumlah uang yang banyak sekali—bahkan di Washington! Apakah ini telah memecahkan masalah kemiskinan di Amerika? Tentu saja 75 Child, Church, and Mission tidak. Semakin banyak orang yang miskin dan orang yang terjebak dalam kemiskinan daripada sebelumnya. Mengapa? Oleh karena kemiskinan, seperti yang akan kita lihat, bukanlah soal uang. Bahkan, akar kemiskinan sama sekali bukan materi. Pada tingkat yang paling dasar, kemiskinan adalah masalah rohani. Pengembangan Kristen yang holistik tentu saja bukan memBarat-kan orang lain. Seperti yang akan kita lihat, sekulerisme di dunia Barat adalah filsafat yang “palsu dan menyesatkan” seper­ti diperingatkan dalam Kolose 2:8. Sekulerisme menimbulkan ke­ matian dan kehancuran, mungkin tidak segera atau secara lang­ sung, tetapi akhirnya dan tidak terelakkan lagi akan terjadi. Banyak pengembangan: dilakukan orang-orang dari dunia sekuler yang berasal dari negara-negara Barat yang kaya. Kadang praktisipraktisi yang bermaksud baik ini mengimpor nilai-nilai, sikap, teori-teori ekonomi, dan pandangan dunia Barat mereka. Mereka juga melakukan kesalahan dengan menerapkan nilai-nilai buda­ya mereka untuk menggantikan prinsip-prinsip pengembangan yang universal. Nilai-nilai semacam ini sering kali tidak tepat untuk diterapkan pada orang-orang yang miskin dalam konteks nonBarat. Sesungguhnya, pengembangan yang holistik sama sekali bukanlah sesuatu yang dilakukan bagi anak-anak dan keluargakeluarga, melainkan bersama mereka. Puisi yang terkenal tentang perkembangan yang dibuat oleh James Yen13 dengan baik mengungkapkan hal ini: Pergilah kepada mereka. Belajarlah dari mereka. Bekerjalah bersama mereka. Buatlah rencana bersama mereka. Ajari­ lah mereka dengan memberikan contoh, belajarlah dengan berbuat. Bukan sebuah pameran, melainkan sebuah pola. Bukan bantuan amal, melainkan pembebasan. Mulailah dengan apa yang mereka ketahui, dan bangunlah berdasarkan apa yang mereka miliki. 13 James Yen, “Credo of Rural Reconstruction,” International Institute of Rural Reconstruction. 76 Pelayanan Pengembangan Anak Akhirnya, pengembangan yang holistik juga tidak bersifat paternalisme atau patronisme. Makna kata pertama adalah memberi tanpa disertai dialog atau perspektif, kapasitas dan me­ rasakan kebutuhan orang-orang yang akan kita bantu. Paternalis­ me adalah sikap yang didasarkan pada kepercayaan bahwa orang yang lebih kuat dan keadaannya lebih baik bisa menolong mereka yang lebih membutuhkan tanpa mengubah status hierarkis di antara mereka. Paternalisme beranggapan bahwa “figur bapa” itu lebih bijaksana dan merupakan jawaban dan metode yang tepat, tanpa mempertimbangkan keinginan dan bakat serta kontribusi orang-orang yang sedang ditolong. Patronisme mirip dengan itu. Ia mengasumsikan sebuah figur bapak yang ingin menolong, murah hati, “tahu apa yang ter­ baik,” dan memberikan semuanya tanpa melihat ketepatan, alter­ natif, atau konsekuensi. Biasanya pemberian semacam ini me­ miliki komponen, yaitu melayani keinginan sang pemberi. Di sini penerima harus mengerti bahwa ia bergantung pada sang pemberi dan akan memberikan pengakuan yang pantas kepada orang yang memberikan bantuan kepadanya. Tujuh Karakteristik Belas Kasihan yang Sejati Dalam buku karangan Marvin Olasky yang penting, The Tragedy of American Compassion, ia menyampaikan uraian yang bermanfaat tentang belas kasihan yang sejati (atau pengembangan yang sejati).14 Afiliasi. Belas kasihan yang sejati muncul dalam konteks keluarga, gereja dan komunitas (Kejadian 2:18 berkata bahwa “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja”). Tujuan belas kasihan yang sejati adalah memulihkan afiliasi alami dengan keluarga terdekat, keluarga besar, dan institusi yang menjadi perantara—gereja, organisasi dan klub. Afiliasi ini hilang ketika kita 14 Marvin Olasky, The Tragedy of American Compassion (Washington D.C: Regnery Gateway, 1992), hlm. 101–115, Kecuali artikel mengenai “Pemberdayaan”, semua subjudul dari “Afiliasi” hingga “Allah” diambil dari buku karangan Olasky. 77 Child, Church, and Mission membagikan makanan, pakaian, atau bantuan lain tanpa pandang bulu. Keterkaitan. Belas kasihan yang sejati menuntut adanya hubungan pribadi dengan individu (Yohanes 1:14 berkata “Firman itu menjadi manusia…”). Belas kasihan yang sejati di­demonstrasi­ kan dengan mengetahui nama-nama mereka dan “merasakan apa yang mereka alami”. (Dalam Compassion Inter­national, program sponsor kami menuntut adanya hubungan antara sponsor dan anak yang mendapat sponsor). Hubungan yang signifikan ini pen­ ting bagi sang sponsor dan anak yang mendapat sponsor. Puisi terkenal yang dibuat James Yen dengan baik mengungkapkan hal ini: “Pergilah kepada mereka, tinggallah di antara mereka, belajar­lah dari mereka, kasihilah mereka. Mulai­lah dengan apa yang mereka ketahui, bangunlah berdasarkan apa yang mereka miliki…”. Kategorisasi. Alkitab membedakan orang miskin yang la­yak dibantu dengan orang miskin yang tidak layak dibantu: 1. 2. 3. Orang miskin yang layak dibantu: yatim piatu, ma­ nula, orang-orang dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, korban-korban kecelakaan (Zak. 7:10; Mat. 19:21). Orang-orang miskin yang bekerja—mampu dan ber­ sedia bekerja (2 Tes. 3:10) Orang miskin yang tidak layak dibantu: orang yang tidak mampu mengendalikan diri, pemalas, antisosial, penjahat (1 Tim. 5:3–8) Kategorisasi menuntut kasih tegas yang kita lihat dalam 2 Tesalonika 3:6–10, “… supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya … Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, … kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” 78 Pelayanan Pengembangan Anak Penilaian. Tidak setiap orang layak menerima bantuan. Belas kasihan yang sejati kadang berarti kita harus berkata “Tidak”. Yeremia 17:9 mengingatkan kita bahwa “Hati itu licik, lebih licik dari segala sesuatu ….” Bantuan yang tanpa pandang bulu yang dilandaskan maksud baik dan hati yang hangat menciptakan ketergantungan dan kemiskinan. Belas kasihan tanpa penilaian adalah belas kasihan yang bodoh. Pemberdayaan.15 Belas kasihan yang sejati mencakup pem­ berdayaan. Pemberdayaan berarti menyediakan pendidikan dan kesempatan untuk bekerja yang akan membawa pada dipulihkan­ nya martabat, harga diri dan kemandirian. Semua yang kita lakukan harus memiliki komponen pembelajaran. Bekerja mendatangkan martabat (Kej. 2:15). “Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi seorang pria selain menikmati pekerjaannya …” (Pkh. 3:22). Tidak ada yang lebih cepat menimbulkan ketergantungan selain menolak pendidikan dan pekerjaan. Kebebasan. Belas kasihan yang sejati menuntut adanya kebebasan untuk menjadi seorang anak seperti yang diinginkan Allah. Olasky berkata, “Kita adalah sebuah dunia yang terdiri dari 169 negara, dan hanya 25 negara yang mengalami keberhasilan dalam bidang ekonomi. Mereka bisa mengalami hal itu karena rakyatlah (bukan pemerintah) yang memegang kendali atas energi dan kreativitas. Ini bisa diringkas dengan satu kata: kebebasan.”16 Allah. Belas kasihan yang sejati mengurus roh dan tubuh. Seperti yang telah kita lihat, belas kasihan yang sejati memancar dari hati Allah. “… TUHAN, Allah yang penuh dengan belas kasihan dan murah hati, lamban untuk marah, berlimpah dalam kasih dan kesetiaan, mencurahkan kasih-Nya kepada ribuan orang, dan mengampuni kejahatan, pemerontakan dan dosa” (Kel. 34:6–7). Dikatakan bahwa orang-orang dan kebudayaan menjadi seperti “Pemberdayaan” dipakai untuk mengganti kata “Pendidikan” yang dipakai Olasky karena kata itu mengandung arti yang lebih luas. 16 Marvin Olasky, Renewing American Compassion (New York: The Free Press, 1996), hlm. 115. 15 79 Child, Church, and Mission ilah-ilah yang mereka sembah. Benar, dunia tanpa Kristus adalah dunia tanpa belas kasihan. Hasil Utama Pengembangan: Kemandirian Satu aspek pengembangan—baik itu anak, komunitas, ke­sehatan, ekonomi, atau rohani—adalah membawa seseorang bisa berdikari atau mandiri. Hasil ini berarti orang yang dulu dibantu sekarang memakai pengetahuan, kekuatan, dana, atau sumber daya lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kemandiri­an adalah konsep yang mendasar. Ini sering dibicarakan, tetapi diperlukan penelitian yang lebih dalam untuk memahami dan mencapainya. Kemandirian (self reliance), tentu saja, merupakan gabung­ an dua kata—self dan reliance. Self adalah identitas atau karakter, kepribadian, kesejahteraan atau minat kepentingan seseorang. Reliance berarti memercayai, bergantung pada, atau percaya pada. Ketika berbicara tentang kemandirian, kami berbicara ten­ tang percaya atau yakin pada diri sendiri. Aktivitas-aktivitas pe­ ngem­bangan yang tidak membuat orang-orang semakin percaya, bergantung atau memiliki keyakinan terhadap diri mereka sendiri bukanlah pengembangan yang autentik. Meskipun demikian, perhatikanlah bahwa kemandirian ini bukanlah kemandirian bodoh yang menolak bantuan dari luar hanya karena bantuan itu berasal dari luar. Suatu penolakan yang bersifat menentang untuk belajar dari orangtua seseorang, teman-teman sebaya, atau tetangga, untuk alasan apa pun, akan menghambat imajinasi dan menimbulkan stagnasi. Kemandirian ini juga bukan independensi yang egois yang ada dalam diri orang-orang Barat dengan dorongan yang mem­­ buat dia makin serakah dan bengis. Model orang Barat adalah, “Kamu bisa melakukannya! Lihatlah aku. Aku sudah melakukan­ nya!” Atau seperti kata-kata dalam sebuah lagu kuno yang popular, “Aku Lakukan Itu Dengan Caraku Sendiri”. Tendensi yang egois ini cenderung menimbulkan kehancuran dalam ikatan keluarga besar dan kesediaan untuk bekerja bersama orang lain. 80 Pelayanan Pengembangan Anak Model sosialis yang sekuler atau ekonomi komunis tidak lebih baik. Premis yang dipakai dalam kedua sistem ini adalah, bila dalam keadaan dan sumber daya yang tepat, orang-orang cenderung akan menciptakan masyarakat yang mendukung, har­monis. Sayangnya, premis ini keliru karena nilai-nilai manusia itu cacat. Tanpa nilainilai kristiani, orang-orang cenderung untuk berpikir secara egois atau memikirkan dirinya sendiri. Akhirnya, kemandirian bukanlah pengganti iman. Sebagai orang Kristen, kita percaya bahwa semua hal yang baik berasal dari Allah. Kita hanya memiliki apa yang telah diberikan-Nya kepada kita dan apa yang Dia inginkan untuk kita miliki, baik itu uang, talenta, atau sumber daya lainnya. Semakin kita dewasa sebagai orang Kristen, kita semakin bergantung pada hikmat-Nya dan bergantung pada Dia untuk apa yang Dia sediakan. Paradoks yang ada dalam kemandirian bagi orang Kristen berarti semakin bergantung pada sumber daya Kristus yang tak terbatas, bukan pada sumber daya kita sendiri. Apakah karakteristik yang membedakan orang atau anak yang mandiri dengan orang yang bergantung pada orang lain? Berikut ini adalah karakteristik menonjol: 1. 2. Orang yang mandiri menyadari sumber daya yang ia miliki dan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Ia tahu bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah dan harga diri yang sudah tertanam dalam dirinya sejak lahir. Ia tahu bahwa karunia-karunia, talenta, uang, waktu, tanah, otot-otot, kemauan baik, wawasan budaya, dsb., merupakan hal-hal sangat berharga yang memampukan dia untuk mengatasi dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia sadar bahwa ia bisa membuat hidupnya berbeda melalui upaya sendiri. Ia tahu keadaan tidak harus selalu sama. Ia tahu bahwa perubahan bisa menjadi proses yang berharga dan tidak takut terhadap perubahan itu. 81 Child, Church, and Mission 3. 4. 5. 6. 7. Orang yang mandiri merasa bahwa kontribusinya ber­ harga. Ia tahu tempat yang cocok bagi dia dan ia tahu bahwa dirinya berharga. Ia tahu bahwa semuanya ini berharga. Orang yang mandiri tidak bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Meskipun ti­ dak mengandalkan dirinya sendiri, ia tidak bergan­tung pada uang, ide-ide, motivasi, cara, teknologi, ma­kanan, atau bahan-bahan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasinya sendiri. Orang yang mandiri memiliki rasa percaya diri, tetapi tidak sombong atau arogan, karena tahu dari pengala­ man bahwa ia bisa melakukan hal-hal yang berharga dan memecahkan masalahnya sendiri. Henry Ford tercatat pernah berkata, “Pikirkanlah hal yang dapat Anda la­ kukan, pikirkanlah hal yang tidak bisa Anda lakukan— apa pun pilihan Anda, Anda sudah benar.” Orang yang mandiri memikirkan apa yang bisa dilakukannya—dan biasanya ia benar. Orang yang mandiri adalah seorang pemecah masa­ lah. Ia tahu bahwa setiap orang memiliki masalah dan masalah bisa menjadi kesempatan untuk belajar, ber­ tumbuh, dan mencetak prestasi. Orang yang mandiri memiliki alternatif dan membuat pilihan-pilihan. Mempromosikan Kemandirian Ketika mempertimbangkan kemandirian, ada wawasan-wawasan yang berguna yang bisa diperoleh dari upaya-upaya yang kita la­ kukan untuk menciptakan harga diri dan rasa percaya diri dalam diri anak-anak kita. Kita tidak membuat anak-anak kita independen dan mandiri, sebagai contoh, dengan memberikan kepada mereka semua yang mereka inginkan. Kita tahu bahwa beberapa barang tidak berguna bagi mereka, beberapa berbahaya dan merusak. 82 Pelayanan Pengembangan Anak Di sisi lain, kita tidak membuat anak-anak kita mandiri dengan menahan dukungan. Kita membantu mereka dengan memberikan barang-barang yang mereka butuhkan. Kita memberikan kepada mereka perasaan aman dan lingkungan yang hangat, penuh kasih. Kita membesarkan hati mereka, mengajar, dan memberikan mereka ruang untuk mencoba dan ruang untuk mengalami kegagalan. Kita tidak memberi tanpa pandang bulu melainkan sebagaimana yang dibutuhkan dan yang tepat. Kita memastikan agar anakanak kita memberikan kontribusi mereka sendiri—yaitu mereka bisa melakukan pekerjaan mereka sendiri, berpartisipasi dalam aktivitas keluarga, datang untuk makan tepat waktu dan bekerja sama untuk mencapai sasaran dan aspirasi keluarga. Kita tidak mengabaikan atau meminimalkan kontribusi para orangtua, sanak saudara anak-anak dan komunitas anak itu tinggal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka. Kemandirian adalah sebuah keseimbangan yang tidak mu­ dah. Meskipun ini menunjuk pada sebuah kondisi berupa indepen­ densi, di sisi lain bukan independensi yang dicari. Sebaliknya, yang ideal adalah “interdependensi” yang rentan pada sumber daya dan kemauan baik—bukan hanya dari dalam diri seseorang atau sebuah kelompok, melainkan dari sumber daya yang tepat di mana pun sumber daya itu ditemukan. Bagaimana kita bisa memberikan masukan kepada anakanak untuk menciptakan kemandirian yang sehat? Bantuan ma­cam apa yang bisa kita berikan supaya mereka bisa berkonsentrasi pada studi mereka dan memiliki perasaan aman yang mereka butuh­ kan, dan saat yang sama tidak menciptakan ketergantungan yang tidak sehat pada dana-dana yang kita berikan? Berikut ini adalah beberapa gagasan: 1. 2. Jangan lakukan pada orang lain—anak-anak, orangtua, guru, atau yang lain—apa yang bisa mereka lakukan sendiri. Ketika berencana untuk melakukan intervensi, usaha­ kanlah agar memberikan kontribusi dalam bentuk 83 Child, Church, and Mission 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. uang tunai dan dalam bentuk hal-hal yang bermanfaat. Sering kali orang-orang yang dibantu cenderung kurang menghargai waktu, tenaga atau masukan–masukan nonfisik yang dapat mereka berikan. Berfokuslah pada pembelajaran. Belajar adalah sesua­tu yang bisa diperoleh anak-anak bisa mereka bawa dan gunakan dalam situasi-situasi pada masa mendatang. Belajar tidak hanya berguna bagi mereka pada masa kini, tetapi juga pada masa mendatang. Mulailah dengan keadaan yang ada dalam diri anak-anak sekarang ini dan dengan apa yang ada pada mereka, termasuk minat dan prioritas mereka. Besarkanlah hati mereka! Berikanlah dukungan yang positif terhadap langkah-langkah kecil yang diambil anak-anak dan orangtua mereka untuk memenuhi ke­ butuhan mereka sendiri dan memecahkan masalah mereka sendiri. Lakukanlah hal-hal kecil satu per satu. Kerjakanlah se­ suai kemampuan anak atau kelompok di mana ia men­ jadi bagian. Keberhasilan-keberhasilan kecil itu pen­ ting sekali supaya muncul keyakinan untuk me­lakukan langkah berikutnya. Ketahuilah kapan membuat tahapan. Kenalilah indi­ kator-indikator yang membuat kita tahu kapan telah cukup memberikan satu jenis masukan kepada anakanak dan kemudian melakukan sesuatu yang lain (Bila sebuah proyek tidak dilakukan secara bertahap, mung­ kin proyek itu akan gagal). Ketahuilah bagaimana orang-orang mendefinisikan “suk­ ses” dalam konteks mereka sendiri. Apakah hasil aktivi­ tas bantuan anak—anak yang mereka pandang sebagai berhasil atau berharga ? Berikanlah orang lain kemewahan yang sama yang kita berikan pada diri kita sendiri—hak untuk gagal. Kita 84 Pelayanan Pengembangan Anak belajar bergantung pada diri sendiri bukan hanya lewat pengalaman kita sendiri, melainkan ketika kita belajar mengatasi kesalahan atau kegagalan kita sendiri. 10. Jangan membuat janji-janji yang tidak bisa kita tepati. Jangan mulai hal-hal yang tidak dapat kita lanjutkan. Kemandirian adalah proses, bukan sebuah titik pada saat tertentu. Program-program jangka panjang memberikan ke­sem­ patan untuk terciptanya interaksi antara anak-anak dan orangorang yang bertanggung jawab atas perkembangan mereka da­ lam jangka panjang. Namun, bantuan jangka panjang bisa me­ nimbulkan sebuah kemandirian yang sehat atau ketergantungan yang terus-menerus pada dana dan masukan kita. Kita memiliki kesempatan yang besar untuk memastikan bahwa bantuan itu akan mendatangkan manfaat dan bukan akhirnya malah merusak. Memfasilitasi Pengembangan yang Sehat Marilah dengan singkat kita catat beberapa komponen dari upaya pengembangan yang baik. Uraian yang lengkap dari sebuah upaya pengembangan tidak mungkin ditulis dalam buku ini. Meskipun demikian, inilah beberapa esensi upaya pengembangan dan pe­ kerja-pekerja pengembangan yang baik. Dalam setiap kasus, kita akan melihat Yesus sebagai teladan dan model. Membangkitkan kesadaran. Pekerja-pekerja yang ter­li­ bat dalam upaya pengembangan yang efektif (sering kali dise­but fasilitator) tidak pernah memaksakan perubahan. Mereka tahu bahwa perubahan mendasar yang muncul dari dalam diri orangorang dan manipulasi akan kurang dihargai. Sebaliknya, per­ ubahan bisa difasilitasi dengan membangkitkan kesadaran yang berharga (Beberapa orang menamakan proses ini conscientizasi). Implikasinya adalah mulai dengan keadaan orang-orang saat itu, menghargai apa yang telah mereka ketahui dan mengerti, dan membangun berdasarkan hal-hal itu dengan cara yang tepat. Orientasinya adalah membantu anak-anak dan keluarga 85 Child, Church, and Mission mereka menemukan kemampuan dan sumber daya mereka sen­ diri. Memfasilitasi merupakan kombinasi mendengarkan, ber­ tanya, mendorong, dan menantang orang-orang (anak-anak dan keluarga) untuk merefleksikan situasi yang sedang mereka hadapi dan menemukan sumber daya internal dan lokal untuk mengatasi situasi itu. Yesus adalah fasilitator ulung. Dia memakai setiap ke­ sem­­patan untuk membuat orang-orang merenungkan apa yang sedang mereka alami. Metode-metode yang dipakai-Nya untuk membangun kasadaran rohani adalah metode yang digunakan fasilitator-fasilitator yang baik dalam pengembangan secara ho­ listik. Yesus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang penting,17 dengan menggunakan ilustrasi yang kontekstual,18 dan memberikan jawaban yang tepat kepada pertanyaan-pertanyaan penting yang mereka ajukan.19 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan sikap. Fasilitator-fasilitator yang efektif sering melakukan komunikasi, bu­kan hanya membangkitkan kesadaran. Secara khusus mereka membangkitkan harga diri, rasa percaya diri dalam diri anakanak dan motivasi serta kreativitas yang muncul dari harapan yang baru. Dengan merenungkan hal ini, mereka mempromosikan suatu perasaan bertanggung jawab yang makin tebal khususnya dalam bidang pengelolaan talenta, sumber daya, kesempatan, kepedulian terhadap lingkungan dan komitmen kepada kerajinan dan kualitas dalam etos kerja. Mereka juga berusaha meningkatkan perkembangan yang menyeluruh dalam diri anak-anak di bidang pengetahuan, kemampuan dan sikap. Lihat Matius 16:13–17 Berikut ini adalah beberapa referensi bagi contoh-contoh semacam ini: Matius 18:1–6—seorang anak; Matius 18:10–14 –domba yang tersesat; Matius 19:22– 30—perjumpaan dengan penguasa muda yang kaya; Lukas 18:15–17—reaksi negatif dari murid-murid terhadap orang-orang yang membawa anak-anak mereka kepada Yesus; Lukas 21:1–4—persembahan janda yang miskin. 19 Lihat Matius 18:1-6, Lukas11:1-13 17 18 86 Pelayanan Pengembangan Anak Di sini, kita kembali belajar dari Yesus. Dia menghadapkan murid-murid-Nya pada situasi-situasi yang mengajarkan kepada mereka serangkaian kebenaran. Dia menegaskan bahwa semua orang berharga, khususnya orang yang miskin dan terpinggirkan,20 dan seperti yang Dia ajarkan sebagaimana yang dicatat dalam Matius 20—bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Se­ perti yang terlihat dalam Matius 10, Yesus memberikan muridmurid-Nya kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang praktis dan mempelajari pedoman-pedoman yang berkaitan de­ ngan situasi yang sedang mereka hadapi. Dia menyampaikan in­ formasi yang tepat, sering kali mengizinkan informasi itu muncul dari konteks yang ada saat itu.21 Membangun hubungan. Membangun hubungan merupa­ kan hal yang utama. Tanpa itu, tidak ada yang bisa dilakukan fa­ silitator pengembangan. Membangun hubungan mencakup mem­ bangun kepercayaan, menciptakan komunikasi dua arah, pengertian dan sikap saling menghargai. Yohanes 4 adalah contoh membangun hubungan yang dilakukan Yesus. Wanita Samaria yang berada di pinggir sebuah sumur di desa menghadirkan sebuah tantangan yang signifikan terhadap kemampuan Yesus untuk membangun hubungan. Halangannya adalah gender, ras, kebudayaan, ketegang­ an historis, pendidikan, status sosial, dan keletihan, di samping fakta bahwa keduanya tidak mengenal satu sama lain. Namun, Yesus berhasil mengatasi halangan-halangan ini dengan menggunakan cara sederhana yaitu melakukan afirmasi, menunjukkan respek, menyampaikan pernyataan-pernyataan yang provokatif, serta meng­­ ajukan pertanyaan-pertanyaan yang lembut. Kita bisa belajar le­bih banyak lagi dalam hal membangun hubungan ketika Yesus ber­ urusan dengan Nikodemus, Zakheus, penguasa muda yang kaya, ayah dari anak laki-laki yang dirasuk setan, orang-orang yang sakit dan miskin, Maria dan Marta, dan banyak orang lainnya. 20 21 Matius 9:9-10 Berikut ini adalah beberapa referensi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan hal itu: Lukas 11:1–13—doa; Lukas 18:1–18—ketekunan; Lukas 21:1–9—pemberian yang disertai pengorbanan. 87 Child, Church, and Mission Menjadi teladan—memberikan contoh. Memberi contoh penting sekali bagi setiap pekerja yang terlibat dalam upaya pengembangan, tetapi khususnya ini penting sekali bagi mereka yang melayani anak-anak. Para pekerja yang melayani anak-anak memberikan dampak melalui hidup mereka selain melalui perkata­ an mereka. Ini terjadi baik dalam proses mengajar/menunjukkan/ melakukan yang berlangsung dalam aktivitas belajar—juga ketika memberikan contoh rohani. Memberi contoh adalah cara yang dipakai Yesus dalam se­ luruh pelayanan-Nya. Dengan jelas Dia mengomunikasikan beri­ ta yang ingin disampaikan-Nya melalui tindakan dan sikap-Nya, dan juga dengan cara melayani.22 Dia berharap murid-murid-Nya (dan orang lain) memerhatikan.23 Kadang tindakan-Nya sengaja provokatif, seperti yang Dia demonstrasikan dalam sikap-Nya terhadap anak-anak24 dan memakai peristiwa ini untuk mengajar tentang Kerajaan Allah. Yesus juga mengajar bahwa mengikut Dia akan menghasilkan kehidupan yang dipenuhi terang karena Dialah terang.25 Menghubungkan dengan sumber daya. Aspek terakhir memfasilitasi pengembangan adalah menghubungkan orang-orang dengan sumber daya yang dibutuhkan. Sumber daya itu bisa jadi mencakup bahan-bahan lokal, barang-barang milik pemerintah, dan pelayanan-pelayanan yang dilakukan pemerintah, persediaan berbiaya rendah, nasihat, keahlian dan konseling, informasi, pe­ meliharaan pastoral, dan sumber daya rohani. Bahkan dalam bidang ini, Yesus juga memberikan contoh kepada kita. Ketika mengutus para murid-Nya untuk me­layani, Dia menghubungkan sumber daya—murid-murid—dengan kebutuhan orang-orang di kota-kota dan pada saat yang sama orang-orang di kota harus memakai sumber daya mereka untuk memenuhi kebutuhan murid-murid. Lihat Yohanes 9:16–17 Lihat Matius 9:35–38; 11:4–6; Yohanes 10:37, 38; 11:41, 42; 14:11 24 Lihat Matius 19:13–15 25 Lihat Yohanes 8:12 22 23 88 Pelayanan Pengembangan Anak Arah Pengembangan Pengembangan selalu mengarah pada keutuhan. Tidak cukup ha­ nya memperbaiki satu dimensi kehidupan seseorang dan mem­ biarkan dimensi lainnya tidak berkembang. Mengobati infeksi yang disebabkan parasit adalah perbuatan yang mulia. Namun, bila seorang anak yang sedang diobati dibiarkan hidup dalam lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan air yang terkontaminasi, intervensi tersebut tidak lengkap. Bila keadaan keuangan sebuah keluarga menjadi lebih baik, tetapi masalah kesehatan yang melemahkan tidak dipecahkan, intervensi terse­ but tidak lengkap. Bila seseorang mengenyam pendidikan, tetapi struktur sosial menghalangi dia untuk memperoleh pekerjaan, intervensi tidak lengkap. Bila seseorang dibawa kepada iman dalam Kristus dan mengalami kebebasan rohani tetapi ia tetap hidup dalam kemiskinan dan penindasan, intervensi tersebut tidak lengkap. Ruang lingkup pengembangan adalah menuju keutuhan dan holisme. Pengembangan yang holistik memberikan kebebasan pada orang-orang untuk melaksanakan tanggung jawab bagi diri me­ reka sendiri. Belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan kemiskinan, ketidaktahuan, dan penindasan dipatahkan. Orang-orang bebas bertanggung jawab atas hidup mereka. Pen­gem­bangan yang holistik membawa anak-anak dan keluarga pada pilihan. Mereka bisa membuat pilihan. Serangkaian kesempatan dibuka bagi mereka. Semua ini merupakan terapi bagi pikiran dan jiwa. Mereka merasa diri mereka lebih berharga. Rasa percaya diri dan harga diri muncul. Sikap yang mudah menyerah lenyap. Dan harapan berkembang dengan pesat. 89 Child, Church, and Mission Bacaan “God and the Poor,” oleh Roland Sider, Rich Christians in an Age of Hunger, hlm. 39–64. The Tragedy of American Compassion oleh Marvin Olasky, hlm. 101–115. “Development: Bounded, Centered or Fuzzy?” oleh Daniel Brewster dan Gordon Mullenix, Together 50 MARC Publications, hlm. 10–13. Christian Wholism: Theological and Ethical Implications in the Postmodern World oleh John B. Wong. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Dengan kata-kata Anda sendiri, gambarkanlah beberapa karakteristik keutuhan yang alkitabiah. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Siapakah dalam hidup Anda menjalani hidup dalam kepenuhan alkitabiah? Apakah yang dilakukan orang itu sehingga mengalami keutuhan semacam ini? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Menurut pendapat Anda, ayat-ayat Alkitab mana da­ lam bab ini membentuk argumentasi terkuat untuk memahami perkembangan anak sebagai proses yang holistik? 90 Pelayanan Pengembangan Anak ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Dengan kata-kata Anda sendiri, jelaskanlah hubungan antara kebenaran, hukum, shalom, dan keutuhan? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Bagaimanakah kemandirian dimanifestasikan dalam kebudayaan Anda? Apakah kemandirian dalam masa kanak-kanak atau kaum muda dipandang secara positif atau negatif? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 91 4 Pemahaman Rohani tentang Kemiskinan Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Yohanes 10:10 Child, Church, and Mission C ara pandang seseorang terhadap kemiskinan hampir pasti memengaruhi cara orang itu berurusan dengan kemiskinan. Setiap orang yang terlibat dalam upaya pengembangan harus berhadapan dengan pertanyaan seperti, “Apakah penyebab ke­ miskinan?” dan “Mengapa anak-anak menjadi miskin?” Lagi pula, tujuan sebagian besar upaya pengembangan ini adalah meng­ hilangkan penyebab dan akibat kemiskinan. Yesus berkata kepada kita, “orang miskin akan selalu bersama kita” (Mrk. 14:7). Dia juga menjelaskan bahwa kita harus membantu mereka sesuai Ulangan 15:11, “Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di da­ lam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu.” Jelas, Yesus benar. Kita melihat orang miskin di sekitar kita. Kita bisa melihatnya dalam diri anak-anak yang sangat kurus karena orangtua mereka tidak sanggup memberi makan mereka, dalam diri anak laki-laki dan perempuan yang diperdagangkan dalam eksploitasi seksual atau dijual dalam kerja paksa untuk membayar utang orangtua mereka, di mata anak-anak jalanan serta anakanak yang mengemis di persimpangan jalan. Bahkan di dunia yang mengalami kemajuan dan inovasi teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya, lebih dari setengah penduduk dunia masih hidup dengan sumber daya keuangan yang tidak cukup. Bank Dunia memperkirakan 55,6 persen penduduk dunia hidup dengan kurang dari dua dolar setiap hari. Kemiskinan anak-anak tidak bisa didefinisikan hanya ber­ dasarkan kelaparan, malnutrisi, perdagangan, eksploitasi, bahkan kondisi keuangan atau ekonomi orangtua sang anak. Hal-hal ini hanya memberi kita sebagian dari gambar yang ada. Hal yang sama berlaku bagi kemiskinan. Apa yang membuat seseorang miskin bukanlah semata-mata karena kekurangan materi. Ke­miskinan adalah masalah yang kompleks dengan akar rohani yang dalam. Dalam mencari solusinya, penting untuk membahas inti masalah The Millenium Goals, World Bank Development Indicators, 200, 5, www. worldbank.org 94 Memahami Kemiskinan Secara Rohani tersebut. Jadi, tepatnya apakah kemiskinan itu? Dan apakah penyebab kemiskinan, khususnya di antara anak-anak? Apakah Kemiskinan Itu? Ada banyak definisi tentang penyebab kemiskinan. Hal paling lazim adalah berbagai macam penjelasan tentang sistem ekonomi atau distribusi yang tidak efektif, ketidaktahuan, peperangan atau konflik antar etnis dan kejahatan-kejahatan lainnya, yang banyak memberikan kontribusi terhadap munculnya penderitaan dan ke­sengsaraan orang yang miskin. Singkatnya, setelah itu muncul­ lah beberapa pengertian secara teoretis yang lebih lazim tentang kemiskinan. Kemiskinan sebagai defisit. Orang miskin tidak memi­liki hal-hal seperti makanan, tempat tinggal, tanah, dan air bersih. Kadang mereka tidak memiliki ide, keahlian, atau pengetahuan. Para pekerja dalam bidang pengembangan anak sering kali ber­kata bahwa kurangnya pemahaman tentang Allah dan Injil adalah de­fi­sit lain yang penting. Pandangan ini adalah sisi sebaliknya dari pendekatan yang menganggap “pengembangan sebagai ‘barang’.” Tentu saja, orang miskin memiliki banyak defisit dan kekurangan. Sering kali res­­ pons yang tepat adalah membantu anak-anak dan keluarga mem­­­ peroleh akses ke hal-hal yang mereka butuhkan. Meskipun demi­­ kian, memandang kemiskinan terutama adalah soal defisit me­ nye­babkan upaya pengembangan harus dipandang sebagai soal menyediakan apa yang tidak dimiliki. Ekstremnya, pandangan se­ macam ini terhadap kemiskinan bisa membuat orang-orang yang bekerja di bidang pengembangan dipandang sebagai “Sinterklas”, yang membawa barang-barang yang bagus dan menyediakan apa yang tidak dimiliki orang miskin. Kemiskinan adalah “Keterkaitan yang Saling Meme­ ngaruhi”. Robert Chambers dari Institute of Development Chambers Bryant Myers, Walking with the Poor (New York: Orbis Books, 1999), hlm. 66. 95 Child, Church, and Mission di University of Sussex di Inggris memakai istilah “keterkaitan yang saling memengaruhi”, yang menurut dia, menciptakan kemiskinan yang menjebak orang miskin. Jaringan yang membelit mencakup kemiskinan secara ma­teri, kelemahan fisik, isolasi, kerentanan, dan ketidakber­­daya­an. Terhadap daftar ini, Bryant Myers kembali menambahkan ke­­miskinan rohani karena untuk setiap hal ini terdapat dimensi ro­hani. Tiap elemen itu saling terkait dan diperkuat oleh elemen-elemen lainnya. Sebuah masalah di satu bidang ber­arti masalah di setiap bidang lainnya, yang mengakibatkan siklus penurunan berupa kemiskinan yang makin parah. Pandangan berupa keterkaitan ini merupakan cara yang berguna dalam memahami kemiskinan. Kurangnya opsi. Orang lain berpendapat bahwa pada da­ sarnya kemiskinan adalah kurangnya pilihan atau opsi. Kehidup­ an orang miskin didikte oleh kurangnya pilihan itu. Mereka jarang ambil bagian dalam pilihan-pilihan yang membentuk lingkung­an atau masa depan mereka. Pemerintah-pemerintah dan pemegang kekuasaan sering kali mengambil keputus­an untuk orang miskin. Oleh karena orang miskin tidak memiliki ta­nah atau bisnis, mereka dianggap tidak bisa memberikan kontribusi signifikan untuk membuat negara berkembang. Akibatnya, mereka diabaikan dalam proses pengambilan keputusan. Anak-anak yang membutuhkan di dunia ini tidak diberi kesempatan yang bisa membuat mereka mengalami pertumbuhan yang sepenuhnya. Banyak yang tidak bisa sekolah, memperoleh pengobatan, atau nutrisi yang cukup. Anakanak yang dibesarkan tanpa opsi menjadi orang dewasa yang tanpa opsi. Tanpa pendidikan yang cukup, anak-anak yang membutuhkan akan menemukan bahwa pekerjaan yang baik dan gaji tinggi di luar jangkauan mereka. Pemilik-pemilik bisnis tahu keputus­asaan mereka dan menawarkan pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian dengan upah yang rendah dalam kondisi yang sering kali sangat tidak layak. Dalam banyak kasus, sebuah keluarga begitu putus asa sehingga anak-anak dipaksa bekerja, bahkan dijual. Ibid., hlm. 67. 96 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Pesan yang melemahkan dari kemiskinan adalah, “Kamu tidak punya pilihan dan tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk mengubah situasi dalam hidupmu.” Perasaan tidak berdaya ini melenyapkan harga diri orang miskin. Terlalu sering, mereka ke­ hilangan harapan. Fatalisme (percaya nasib menguasai segalanya) muncul—dan generasi lain menjadi korban. Pandangan ini juga memberikan wawasan yang menolong memahami kom­pleksitas kemiskinan. Kemiskinan sebagai tidak adanya keutuhan. Pandangan ini melihat kemiskinan sebagai tidak adanya keutuhan, bukan hanya tidak memiliki uang atau barang-barang kebutuhan lainnya. Pandangan ini didasarkan pada pengamatan yang sederhana bahwa kita telah menekankan “keutuhan” setiap manusia, dan banyak elemen kehidupan yang mendukung keutuhan ini. Kemiskinan sebagai tidak adanya keutuhan bisa digam­bar­ kan seperti roda yang tidak kuat menanggung beban yang harus ditanggungnya. Roda itu mungkin patah seluruhnya atau hanya kehilangan keseimbangan. Salah satu dari kondisi ini menyebab­ kan roda itu tidak bisa dioperasikan. (Pernahkah Anda mencoba mengendarai sepeda yang peleknya patah atau bengkok? Anda akan tahu seperti apa hidup yang kehilangan keseimbangan itu). Roda kemiskinan yang diperlihatkan di sini memiliki enam ruji: rohani, jasmani, ekonomi, sosial/politik, mental/emosi, dan yang berkaitan dengan lingkungan. (Bisa jadi ada ruji-ruji lainnya, yang merepresentasikan aspek-aspek lain dari manusia seutuhnya). Tiap bagian ini harus tepat dalam kaitannya dengan bagian lain supaya roda itu seimbang dan bergerak dengan lancar. Di beberapa tempat, anak-anak dibesarkan dalam kondisi dimana setiap ruji “roda” mereka benar-benar rusak. Ini adalah kemiskinan yang ekstrem. Di tempat lain, dari penampilan mereka anak-anak yang ada di sana keadaannya kelihatannya lebih baik, tetapi sesungguhnya, mereka sama miskinnya karena rusaknya Saya berutang kepada rekan saya, alm. Dr. Don Miller untuk karangannya yang tidak bertanggal dan tidak diterbitkan berjudul “Child Development” yang menganalisis kemiskinan sebagai tidak adanya keutuhan. 97 Child, Church, and Mission satu atau lebih bagian dari “roda” mereka. Roda itu tidak utuh atau lengkap. Ketika dewasa, mereka akan kurang berfungsi sebaik bila mereka ditumbuhkan secara holistik ketika mereka masih anakanak. Perhatikan bahwa satu ruji di roda yang sudah terlalu panjang juga akan menghalangi roda tersebut untuk berputar dengan lancar. Anggaplah yang ditekankan adalah ruji ekonomi; orang bisa memiliki kekayaan yang besar namun kehilangan fokus terhadap aspek-aspek lain dalam hidup ini. Akibatnya, ia tidak berkembang secara sosial atau terhadap lingkungannya, juga menderita suatu bentuk kemiskinan. Cukup di Kemiskinan Absolut Rohani h se Ke Se an at jar ah Pendidikan Cukup Cukup Pe n So di ka sia l n Cukup Penyebab Kemiskinan: Semua Dugaan yang Sudah Lazim? Pandangan yang kita anut tentang kemiskinan selalu berkaitan dengan kepercayaan terdalam tentang penyebab ke­miskin­an. Tentu saja, ada banyak faktor yang menyebabkan ke­miskin­an. Bencana, peperangan, dan ketidakadilan sudah biasa sekali terjadi—dan menjadi penyebab yang riil dari kemiskinan. 98 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Selama bertahun-tahun, para ahli dalam bidang strategi pembangunan menunjuk pada apa yang mereka pandang se­bagai masalah yang membayangi yaitu kelebihan penduduk: ketidak­ mampuan sumber daya yang ada di dunia untuk menyediakan makanan dan pekerjaan dalam jumlah yang memadai bagi pen­ duduk yang semakin banyak jumlahnya. Skenario-skenario yang menakutkan digambarkan berupa ledakan jumlah penduduk dan suplai makanan yang semakin berkurang hingga terjadi kelaparan massal dan kekerasan yang ditimbulkan oleh kurangnya makanan. Meskipun tren populasi yang ada sekarang ini menunjukkan bah­ wa bayi-bayi yang baru lahir jumlahnya terlalu sedikit dan bukan banyak, mengejutkan bahwa banyak orang masih menganggap kelebihan jumlah penduduk sebagai penyebab signifikan dari ke­ miskinan di dunia. Berjalan di perkampungan-perkampungan kumuh yang di­ huni banyak sekali orang di kota-kota besar di dunia ini tentu akan menyebabkan orang setuju dengan pendapat bahwa terlalu banyak orang di satu tempat bisa menimbulkan kemiskinan yang masif. Tanpa ragu-ragu, terlalu banyak orang (bukan kelebihan jumlah penduduk di satu negara) di kota-kota besar di dunia, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang, menyebabkan kota tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka. Terlalu banyak orang di kota-kota besar ini menimbulkan kekurangan air, sanitasi, dan sistem kelistrikan; ketidakadilan dalam sistem politik dan hukum, kurangnya sarana pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan lainnya. Tidak ada yang menyangkal bahwa masalah yang ditimbul­ kan oleh terlalu banyak orang ini besar sekali. Banyak sekali orang yang gelisah percaya bahwa pertumbuhan jumlah penduduk ada­ lah masalah yang paling menekan yang dihadapi dunia dewasa ini. Namun, dalam kenyataannya terlalu banyak orang paling sering merupakan akibat kemiskinan—bukan penyebab utama. Dan ke­ nyatannya adalah, seperti yang kita semua ketahui, pertumbuhan jumlah penduduk secara global mulai berkurang. Sebuah persoal­ an yang jauh lebih besar pada masa mendatang di banyak negara 99 Child, Church, and Mission bukanlah jumlah penduduk yang terlalu banyak, melainkan tidak memiliki cukup banyak penduduk! Supaya jumlah penduduk tidak berkurang, setiap wanita di sebuah negara harus melahirkan 2,1 anak (angka itu akan menjadi 2,0 kecuali kematian bayi dan lainnya sebelum mendapai usia melahirkan. Ini disebut Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate [TFR]). Ben Wattenberg, dalam bukunya, Fewer, men­catat bahwa AFT telah turun secara dramatis tidak hanya di negara-negara yang lebih berkembang, tetapi juga di negara-negara yang kurang berkembang. Sebagai contoh, Wattenberg mencacat bahwa karena ke­ bijakan satu anak, China memiliki AFT sekitar 1,8. Ada beberapa hasil yang muncul dari AFT di China. Putri saya dan suaminya adalah misionaris di China dan baru-baru ini membuat saya sadar bahwa di semua tempat, beberapa dari hasil ini tidak diperhatikan. Logikanya sederhana. Ia mulai mencatat bahwa tak seorang pun anak—hasil dari kebijakan satu anak ini—akan memiliki saudara kandung laki-laki dan perempuan (Saya tahu itu!). Namun, ia menambahkan, tak seorang pun anak juga memiliki bibi atau paman. Mereka tidak akan memiliki saudara sepupu. Mereka tidak akan memiliki keponakan perempuan atau keponakan laki-laki. Singkatnya, seluruh keluarga besar akan punah. Ini benar-benar terjadi tidak hanya di China di mana satu anak menjadi kebijakan yang resmi. Banyak negara dan masyarakat lain secara de facto menerapkan kebijakan satu anak. Ini belum termasuk akibat lainnya yang mengerikan, termasuk pembunuhan bayi perempuan yang tersebar secara luas, jumlah laki-laki dan perempuan yang sangat tidak sebanding, dan kengerian-kengerian seperti sterilisasi dan aborsi yang dipaksakan. Hal yang mengejutkan, Wattenberg memprediksikan bahwa, bila, dan kelihatannya ini mungkin terjadi, angka AFT terus menurun di seluruh dunia (sekarang ada lebih dari 100 negara yang memiliki AFT dibawah 2,1), mungkin sekali jumlah penduduk dunia akan mencapai sedikit di bawah delapan miliar jiwa pada pertengahan CIA World Factbook. “Country Comparison: Total Fertility Rate,” https://www.cia. gov/library/ Publications/the-world-factbook/rankorder/2127rank.html. 100 Memahami Kemiskinan Secara Rohani abad ini dan kemudian turun menjadi 5,5 miliar pada akhir abad ini—lebih sedikit dari jumlah penduduk yang ada di dunia sekarang ini! Jelas, sekarang ini jumlah penduduk yang berlebihan bukanlah penyebab kemiskinan yang utama di dunia ini, dan kelihatannya pada masa mendatang semakin tidak akan menjadi masalah. Penyebab lain kemiskinan yang biasa dikutip adalah sistem ekonomi yang tidak efektif atau distribusi yang bu­ruk. Bebe­rapa pakar bidang teori pembangunan berpendapat bah­wa harus di­buat strategi-strategi yang bisa menciptakan ke­kayaan untuk orang yang kaya dan kuat. Kemudian manfaatnya “menetes ke bawah” kepada orang miskin. Orang lain tetap memegang teguh pendapat bahwa efek penyamarataan struktur-struktur kelas yang dihilangkan da­ lam sistem komunis bertujuan melenyapkan ketidaksetaraan dan mendatangkan kemakmuran (atau setidak-tidaknya) kesetaraan pada semua orang. Meskipun demikian, entah bagaimana, kedua sistem ini cen­­ derung menimbulkan pemusatan kekayaan dan ke­kuasaan di ta­ ngan beberapa orang. Orang miskin diabaikan. Dua sistem eko­nomi yang tidak setara dan tidak adil ini bisa memberikan kon­tribusi yang signifikan terhadap munculnya kemiskinan. Korupsi dan eksploitasi, dalam semua bentuknya, juga memberikan kontribusi yang substansial terhadap munculnya ke­ miskinan dan penderitaan dalam hidup banyak orang. Ada kait­an yang sangat erat antara tingkat korupsi yang tinggi dan kemiskin­ an. Korupsi yang tak terbantahkan, yang tidak terelakkan lagi, akan menimbulkan atau membawa pada eksploitasi kekuasaan dan pen­deritaan jangka panjang dalam seluruh masyarakat, adalah pe­ nyebab yang signifikan dari kemiskinan. Penyebab kemiskinan secara “struktural” berfokus pada penghalang-penghalang yang bisa dilihat dalam masyarakat hingga gaya hidup yang tidak tepat. Ini bisa mencakup struktur-struktur kelas yang opresif; kurangnya akses kepada (dan ketidakadilan dalam) sistem peradilan bagi orang miskin dan manipulasi, ko­ rupsi, dan kekejaman para pemilik tanah, pedagang, rentenir, para Ben Wattenberg, Fewer (Chicago: Ivan R. Dee, 2004), hlm. 85. 101 Child, Church, and Mission produsen yang melakukan mono­poli dalam bidang industri, “orang asing”, dan entitas-entitas lain yang memegang kekuasaan. Analisis semacam ini merupakan dasar pemikiran yang sangat radikal dalam bidang politik dan refleksi teologis yang juga radikal sekali. Dalam sejarah, sebagai contoh, ini memunculkan Marxisme dan komunisme. Baru-baru ini, ini juga memunculkan berbagai macam teologi pembebasan dan banyak upaya yang dilakukan banyak aktivis LSM. Masalah-masalah yang bersifat struktural dan sistemik ini menimbulkan efek yang sangat merugikan orang miskin. Meskipun demikian, kelemahan pandangan kemiskinan secara struk­tural ini sebagaimana diungkapkan oleh Jayakumar Christian, mantan direktur World Vision India, adalah kecenderungan pan­dangan ini untuk menimpakan semua kesalahan pada faktor-faktor lain “di luar”. Tendensi ini berfokus pada yang di luar, tanpa disertai kritik yang sepadan pada faktor-faktor di dalam. Christian men­ catat bahwa pandangan ini bisa menyebabkan orang miskin berpandangan bahwa mereka adalah “korban”. Pandang­an bah­ wa mereka adalah korban—“Masalahku adalah kesalahan orang lain”—sering menimbulkan mental miskin, sebuah pola pikir yang menimbulkan kemiskinan, dan sebuah kegagalan bahkan ketidaksediaan melakukan apa pun untuk menolong diri­nya sendiri atau secara pribadi berurusan dengan masalah atau tantangan yang dihadapinya. Inilah tingkat yang paling ingin saya perhatikan. Tanggung jawab pribadi terhadap masalah yang dihadapi merupakan premis yang esensial untuk mengatasi ma­ salah tersebut. Lagi pula, menurut Alkitab, sangat penting untuk mengerti bahwa akar semua ini adalah dosa dan kejatuhan manusia—dengan kata lain, akarnya bersifat rohani. Jayakumar Christian, The God of the Empty-Handed (Monrovia, CA: MARC, 1999), hlm. 30. Ibid. 102 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Memandang Kemiskinan secara Rohani Berurusan dengan kemiskinan menuntut sebuah sudut pandang yang melampaui hal-hal yang bersifat ekonomi dan langsung berurusan dengan hati. Semua faktor di atas merupakan faktor yang signifikan yang menyebabkan dan melanggengkan kemiskinan. Semua refleksi di atas terhadap penyebab kemiskinan—korupsi, eksploitasi, jumlah penduduk yang terlalu banyak, defisit, utang, dll.—berisi elemen-elemen kebenaran. Semua yang disebutkan di atas menuntut perhatian dari pekerja yang teliti yang bekerja dalam bidang pengembangan. Meskipun demikian, sebagai orang Kristen, kita harus sa­ dar bahwa hal-hal ini dan “penyebab-penyebab” lain dalam ke­ nya­taannya terutama adalah akibat kejatuhan kita ke dalam dosa dan bukan penyebab kemiskinan. Ketika mempelajari Alkitab, kita akan mulai mengerti bahwa kemiskinan bukanlah sekadar tidak memiliki kekayaan materi atau menderita kekurangan di bidang lain. Kemiskinan bukan hanya korupsi, bencana, atau karena utang yang membuat seseorang tidak berdaya. Kita tidak boleh melakukan kesalahan dengan berpikir bahwa akar kemiskinan dan keterbelakangan hanya bersifat materi. Perspektif yang ingin saya eksplorasi di sini adalah fakta pada tingkat yang paling dasar, kemiskinan adalah masalah ro­ hani. Sebuah pandangan yang alkitabiah terhadap kemiskinan me­mahami bahwa akar kemiskinan adalah dosa, yang diceritakan dalam Kejadian pasal 3 telah masuk ke dunia melalui Adam. Dosa telah menimbulkan kehancuran dalam hubungan kita dengan orang lain, diri sendiri, dunia alami, dan pada dasarnya dengan Allah. Akibat hubungan yang hancur ini jauh sekali dan menyebar secara luas. Ketidakadilan sosial dan kondisi-kondisi ekonomi, kelangkaan sumber daya alam, beberapa bencana alam dan kelakuan yang eksploitatif, merusak diri sendiri atau tidak bertanggung jawab hanyalah permulaan. Bukan berarti kemiskinan yang diderita seseorang di­ sebabkan dosa orang itu sendiri. Oleh karena memang “semua 103 Child, Church, and Mission orang telah berbuat dosa”, dan dosa dan ketidakbenaran dalam hidup seseorang sering kali menghasilkan pilihan-pilihan yang buruk, kehilangan, dan kemiskinan. Namun, kami tidak berkata bahwa orang miskin menjadi miskin karena mereka secara pribadi berbuat dosa. Sebaliknya, kejatuhan umat manusia dan akibat dosa di dunia telah menimbulkan eksploitasi, korupsi, dan banyak faktor lain yang bersifat internal maupun eksternal—bekerja bersama dan menghasilkan sesuatu yang buruk dan penderitaan berupa kemiskinan. Syukurlah, pengertian tentang akar kemiskinan ini juga memberikan harapan. Kehancuran yang telah masuk ke dalam dunia tidak harus terus berlangsung. Roma 5:10–12 berkata Allah telah mengutus Putra-Nya, Yesus, untuk membawa kehidupan dan pendamaian. Kehidupan dan pelayanan Kristus sendiri menunjukkan bagaimana Dia ingin para pria dan wanita bisa mengatasi kedalaman dan luasnya kemiskinan yang membuat menderita begitu banyak orang. Inilah sebabnya upaya pengembangan secara holistik—yang menangani masalah manusia seutuhnya, termasuk kebutuhan jasmani dan rohani—harus dilakukan orang Kristen. Orang Kristenlah yang, melalui Alkitab, memiliki jawaban terhadap masalah berupa dosa. Dengan demikian, kita memiliki sarana yang dibutuhkan dan esensial untuk mengatasinya. Sudut Pandang (Worldview)—Kunci untuk Memahami Kemiskinan Sudut pandang merupakan sebuah kunci yang esensial untuk mengerti bagaimana pengembangan yang holistik berakar pada hati dan pikiran orang-orang. Beberapa orang berkata bahwa su­ dut pandang adalah seperti sepasang lensa yang berwarna pada sebuah kaca mata yang “mewarnai” atau memengaruhi bagaimana seseorang memahami dunia di sekitarnya. Dr. Charles Kraft dari Fuller Seminary mendefinisikan worldview (sudut pandang) ini Compassion Program Field Manual, 2006, hlm. 3. 104 Memahami Kemiskinan Secara Rohani sebagai “semua asumsi, nilai-nilai dan komitmen/kesetiaan yang mendasari persepsi seseorang terhadap realitas.”10 Dengan cara yang sama, Darrow Miller mengungkapkannya begini” “Sebuah worldview adalah serangkaian asumsi yang dipendam secara sadar atau tidak sadar dalam iman tentang pembentukan yang mendasar dari dunia dan bagaimana dunia bekerja.”11 Jadi, sudut pandang adalah peta di pikiran yang ada dalam diri setiap orang yang membantu mereka memahami dunia yang sering kali membingungkan dan tidak bisa diprediksikan. Per­ timbangkanlah pertanyaan manusia yang mendasar: “Meng­apa halhal buruk menimpa orang baik?” “Apakah benar dan salah itu ada?” “Apakah kebenaran itu dan apakah itu memang ada?” “Apa Allah ada?” “Mengapa orang yang jahat makmur?” Semua orang di dunia, sepanjang waktu, dibingungkan oleh hal-hal yang tam­paknya tidak adil ini (Lihatlah, sebagai contoh, jeritan Habakuk, atau jeritan Ayub dalam 24:1–12). Bagi beberapa orang, beberapa “kekeliruan” yang tampaknya tidak bisa dipahami di dunia ini sudah cukup bagi mereka untuk menyimpulkan bahwa Allah tidak ada. “Bagaimana mungkin Allah yang penuh kasih,” kita sering kali mendengar mereka bertanya, “mengizinkan penderitaan dan ketidakadilan se­ macam ini di dunia?” Jadi, sudut pandang seseorang (atau sebuah masyarakat) membantu orang-orang untuk mengatasi hal-hal seperti ini yang tidak bisa dipahami. Sungguh, seperti yang diungkapkan Darrow Miller, sudut pandang seseorang bisa memengaruhi tujuan hi­ dupnya—bisa cenderung menimbulkan harapan yang penuh dan kecukupan, atau keputusasaan dan kehilangan: Semua orang pada dasarnya menanyakan pertanyaan yang sama. Namun, mereka memberikan jawaban yang sangat berbeda, tergantung sudut pandang mereka. Jawaban orang dan masyarakat terhadap pertanyaan ini menentukan tipe Charles Kraft, Anthropology for Christian Witness (New York: Orbis Books, 1996), hlm. 52. 11 Darrow Miller, Discipling Nations: The Power of Truth to Transform Cultures (Seattle, WA: YWAM Publishing, 1998), hlm. 38. 10 105 Child, Church, and Mission kebudayaan dan masyarakat yang mereka ciptakan. Be­ berapa jawaban terhadap pertanyaan ini membawa pada kemiskinan dan kebrutalan, jawaban lainnya membawa pada perkembangan dan peradaban.12 Miller mengidentifikasi tiga kategori atau sudut pandang yang mendasar dan luas yang mencakup sudut pandang yang dianut sebagian besar orang di dunia ini. Sebuah penyelidikan terhadap premis—dan konsekuensi—dari sudut pandang ini mengungkapkan wawasan yang mendalam terhadap kodrat kemiskinan, dan jalan keluar yang paling menjanjikan dari kemiskinan. Tiga sudut pa­ ndang makro ini adalah:13 12 13 1. Sekularisme. Sekularisme adalah sudut pandang yang dianut masyarakat modern di dunia Barat. Para penganut ajaran ini menyangkal eksistensi Tuhan dan apa pun yang bersifat rohani. Mereka percaya bahwa “kehidupan adalah hasil interaksi hal-hal dengan energi, waktu dengan kesempatan”. Bagi penganut ajaran ini, hal-hal (atau dunia materi) adalah realitas tertinggi. Penganut sekularisme tidak percaya pada kebenaran yang universal atau moral yang absolut. 2. Animisme. Sudut pandang besar kedua adalah animis­me dalam segala bentuknya, seperti Hinduisme, Budhisme, “Aliran Zaman Baru” dan banyak variasi lain. Roh-roh menghidupkan semuanya dan semua itu bergerak me­ nuju kesatuan roh. Dunia materi itu “buruk” atau tidak penting. Dunia yang sesungguhnya tidak kelihatan, kebenaran tersembunyi dan tak rasional, semuanya misteri … penuh kejahatan … (dan) tidak bermoral. 3. Theisme. Miller menulis bahwa ajaran ini “memandang realitas yang tertinggi sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relasional. Allah ada. Dia menciptakan alam semesta yang terdiri dari dimensi jasmani dan Ibid., hlm. 39. Ibid., hlm. 40ff. 106 Memahami Kemiskinan Secara Rohani rohani, dunia yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Kebenaran, sebagaimana diwahyukan Tuhan, bersifat objektif dan bisa dikenal manusia. Karakter Allah menetapkan moral yang absolut. Theisme percaya ada satu Allah yang bersifat pribadi dan tak terbatas. “AKU” yang ditulis dengan huruf besar yang disebutkan dalam Alkitab.”14 Semua orang Kristen yang percaya pada Alkitab harus menganut bentuk tertentu sudut pandang ini. Sudut Pandang Memiliki Konsekuensi Sementara kita merenungkan kemiskinan, yang penting sekali untuk diperhatikan adalah memercayai dan mempraktikkan asumsiasumsi dasar tiap sudut pandang ini akan menimbulkan kon­se­ kuen­si yang kurang lebih bisa diprediksikan. Dua sudut pan­dang yang tidak alkitabiah itu memang akan menimbulkan ambi­gui­ tas moral, fatalisme, kemiskinan rohani dan yang sangat sering, puncak­nya adalah kemiskinan rohani. Di sisi lain, sudut pandang yang alkitabiah akan menimbulkan pengelolaan yang bijaksana terhadap sumber daya yang Allah sediakan, dan sangat sering akumulasi berkat materi juga. Ini akan membawa pada pemahaman terhadap kecukupan sumber daya yang telah Allah sediakan dan keinginan-Nya agar kita mengelola dan memakai sumber daya tersebut agar bermanfaat bagi kita. Ini juga akan membawa pada suatu pemahaman akan keinginan Allah terhadap umat-Nya agar mengambil tindakan yang efektif untuk kepentingan mereka sen­ diri, tidak menjadi budak nasib dan tunduk pada kesempatan atau keadaan yang berubah-ubah. Hal paling sering, setidak-tidaknya suatu sudut pandang yang alkitabiah akan membawa pada ter­ sedianya sumber daya materi dalam jumlah yang “cukup” dan perasaan sejahtera. Ini adalah mengalami “hidup berkelimpahan” yang diinginkan Yesus bagi semua umat-Nya. 14 Ibid., hlm. 41. 107 Child, Church, and Mission Tentu saja, baik animisme maupun sekulerisme tidak akan segera atau secara otomatis menimbulkan kemiskinan materi, ke­ tidakberdayaan, dan keputusasaan. Sesungguhnya aspek, “hidup untuk saat ini” dari dua sudut pandang itu akan mengarah kepada kekayaan materi melalui keserakahan, kekikiran, dan fokus untuk melakukan akumulasi. Banyak orang yang “jahat” hidupnya makmur sekali. Meskipun demikian, seperti yang telah kami katakan, dua sudut pandang ini akhirnya dan tak terelakkan lagi menimbulkan kematian dan kehancuran. Demikian pula, orang-orang dengan sudut pandang yang theistis (alkitabiah) tidak selalu akan kaya atau kecukupan secara materi. Beberapa orang bisa jadi, karena sudut pandang mereka yang alkitabiah, cenderung murah hati dan lebih berfokus pada sumber daya rohani daripada kekayaan materi. Bisa jadi mereka dengan gembira memiliki sumber daya yang cukup untuk berta­ han hidup. Atau, karena aniaya atau gangguan, mereka kehilangan harta benda dan hidup dalam kekurangan atau kemiskinan. Mereka mungkin masih dianggap salah, diperlakukan dengan semenamena, atau dianiaya dan menderita karena eksploitasi, korupsi, dan ketidakadilan. Meskipun demikian, memercayai dan secara konsisten ber­ tindak berdasarkan asumsi dan pengertian yang berasal dari sudut pandang yang theistis (alkitabiah) akan, tak terelakkan lagi, mem­ bawa pada keutuhan yang alkitabiah, kesejahteraan rohani di tengah keadaan yang sulit, kecukupan secara materi, dan tersedianya sumber daya dalam jumlah yang cukup ketika seseorang memakai talenta dan sumber daya yang tersedia. Ketika diberi kesempatan, energi dan inspirasi, mereka akan memanfaatkan pintu-pintu yang terbuka dan sumber daya sumber daya untuk kebaikan mereka sendiri dan orang lain. Bagaimana kita mengetahui hal ini? Seperti yang telah kita lihat, ada banyak bukti praktis dan juga banyak janji dalam Alkitab mengenai hal ini. 108 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Yesus Datang Memberi Hidup yang Berkelimpahan Sesungguhnya, hidup yang berkelimpahan inilah yang Yesus ke­ hendaki bagi semua anak dan keluarga apa pun ras, latar belakang, kebangsaan, atau fitur lainnya dalam hidup mereka. Kita boleh berkata bahwa inilah misi Yesus ketika datang ke bumi. Marilah kita pelajari dengan teliti perikop penting ini. Deklarasi dari Yesus, “Aku datang supaya mereka memiliki hidup dan memilikinya dalam segala kelimpahan” disam­paikan dalam konteks perhatian gembala kepada domba-dom­ba­nya. Gembala yang baik, Yesus berkata, akan memelihara, me­lindungi, dan menyediakan apa yang dibutuhkan domba-dombanya. Dombadomba-Nya mendengar suara-Nya dan tahu bahwa mereka bebas dari bahaya. Domba-domba itu akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput (Yoh. 10:9b). Gambaran yang diberikan di sini adalah suasana yang aman dan damai. Ini menggambarkan domba-domba yang menjadi se­perti yang dirancang. Analogi Gembala yang Baik, tentu saja, meng­gambarkan kerinduan Yesus terhadap pengikut-pengikutNya. Dia rindu setiap orang hidup dalam suasana yang aman dan damai dan, seperti yang dikatakan dalam Mazmur 23, “kebaikan dan kemurahan” akan muncul sepanjang hidup mereka. Ini ada­lah keutuhan dalam setiap aspek hidup seseorang yang telah kami tulis dan merupakan kerinduan Allah bagi semua anak-Nya. Namun kembali, mari kita berhati-hati, agar tidak menge­ mukakan bahwa hidup yang berkelimpahan hanya menunjuk pada kekayaan materi. Tentu saja ini tidak menunjuk pada dampakdampak berupa akumulasi dan akuisisi. Kami tidak sedang meng­ khotbahkan semacam “injil kemakmuran” di sini. Hidup ber­ kelimpahan tidak berarti “kelimpahan barang-barang”—memiliki banyak harta benda dan barang duniawi. Ini bukan arti hidup ber­ kelimpahan. Lalu, apa arti kehidupan yang utuh dan kecukupan seper­ti yang digambarkan di atas? Ini adalah kehidupan di mana talenta, bakat, dan kreativitas seseorang berkembang dan dinik­mati. Ini 109 Child, Church, and Mission adalah suasana di mana orang-orang (termasuk anak-anak) men­ jadi orang yang produktif, memperoleh pendidikan yang layak dan memiliki cukup sumber daya untuk menjaga kesehatan mereka dan bertumbuh dengan baik. Mereka tahu bahwa ciptaan Allah ada di sana untuk memenuhi semua kebutuhan mereka dan akan belajar untuk “menguasai” sumber daya tersebut dan aspek-aspek dalam dunia jasmani mereka. Mereka memiliki motivasi dan inspirasi untuk memakai kemampuan dan sumber daya yang ada pada mereka agar mendatangkan manfaat dan menyejahterakan mereka dan orang lain. Mereka memiliki hu­bungan keluarga yang dekat dan memuaskan, sukacita (bahkan di tengah keadaan yang sulit), harapan, dan damai sejahtera serta kepuasan terhadap apa pun yang telah disediakan Allah. Jadi, hal terpenting yang bisa kita berikan kepada anakanak dan keluarga yang miskin bukanlah uang, bantuan dalam bentuk materi, atau barang-barang lainnya. Sebaliknya, hal ter­ penting adalah memahami kebenaran rohani dan bagaimana menerapkannya dalam hidup mereka. Yesus berkata bahwa Dia adalah jalan, kebenaran, dan kehidupan (Yoh. 14:6). Mereka akan mengenal kebenaran dan kebenaran akan membebaskan mereka (Yoh. 8:32). Itulah kerinduan Allah bagi semua anak-Nya, muda dan tua. Pencuri Datang untuk Mencuri Berlawanan dengan rencana Allah, ada pencuri di luar sana yang memiliki keinginan yang benar-benar berbeda terhadap dombadomba ini. Itulah sebabnya di awal Yohanes 10:10 Yesus berkata, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan.” Siapakah pencuri ini? Tentu saja, setan. Setan tidak ingin anak-anak atau keluarga mereka memiliki hidup yang berkelimpahan. Setan itu pendusta. Sesungguhnya, berdusta ada­­ lah bahasa ibu (native language) (lihat Yoh. 8:44)! Dan setan akan berdusta dan melakukan apa pun yang bisa ia lakukan untuk membunuh, men­curi, dan membinasakan. 110 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Rasul Paulus berkata tentang orang-orang yang menukar kebenaran Allah dengan dusta.15 Mengabaikan Allah dan me­mer­ cayai dusta setan membawa pada lingkaran kemunduran menuju kemiskinan, kematian, dan kehancuran. Bagi begitu banyak anak yang menderita di seluruh dunia, setan telah mencuri hidup yang berkelimpahan itu. Mereka dikelilingi oleh hal-hal yang buruk, ketidakpercayaan, korupsi, eksploitasi, penderitaan, dan kesengsaraan. Setan ingin anak-anak dan keluarga memercayai dusta yang disampaikannya dan diperbudak, apa pun kesempatan, dan sumber daya yang tersedia bagi mereka. Perbedaan apakah yang bisa ditimbulkan sebuah sudut pandang? Se­bagai permulaan, para penganut animisme dan sekularisme berkata bahwa kebenaran yang absolut tidak ada, atau setidak-tidaknya kebenaran itu tidak bisa dikenal. Ini sering kali akan menimbulkan sikap menjalani hidup ini seolah-olah tidak ada standar bagi moralitas, pengetahuan, hubungan, atau yang lainnya. Sudut pandang yang alkitabiah berkata bahwa kita bisa mengenal kebenaran dalam prinsip dan diri Yesus Kristus. Pertanyaannya adalah apakah kita akan memercayai ke­ benaran dalam Alkitab atau dusta setan? Memiliki sudut pandang yang alkitabiah—memercayai dan menerapkan kebenaran-ke­be­ naran Alkitab—membawa kebebasan, keutuhan, dan kehidupan yang melimpah. Namun, memercayai dan mengikuti dusta yang melandasi sudut pandang animisme dan sekuler hanya akan ber­ akhir dengan kesengsaraan, kematian, dan kehancuran. Dalam Kolose 2:8, Paulus meminta kita berhati-hati supaya tidak ada seorang pun yang menawan kita dengan filsafatnya yang palsu dan menyesatkan, ajaran di mana berlandaskan tra­ disi manusia dan dunia, bukan dari Kristus. Seperti yang akan kita lihat, sudut pandang yang tidak alkitabiah ditandai dengan “filsafat yang palsu dan menyesatkan”. Sudut pandang tersebut dibangun 15 Lihat Roma 1:18–22. 111 Child, Church, and Mission berdasarkan tradisi manusia dan dunia, bukan kebenaran. Sudut pandang itu berakar dari dusta setan. Respons Alkitab terhadap Filsafat-filsafat yang Palsu dan Menyesatkan Jadi kita bertanya, apa saja “filsafat mendasar yang palsu dan menyesatkan atau dusta setan yang cenderung menjebak dan memperbudak dalam kemiskinan?” Berikut adalah contohnya:16 1. Satu dusta setan yang paling melemahkan dan sangat ekstrem adalah pandangan “Tidak ada kebenaran absolut atau universal”. Baik animisme maupun se­ kularisme berkata bahwa tidak ada kebenaran yang objektif. Animinisme juga berpandangan bahwa ke­ benaran itu tidak ada atau kebenaran itu tidak bisa dikenal. Sekularisme juga tidak lebih baik. Para penganut Sekularisme dunia Barat berkata, “Percayailah apa pun yang kamu inginkan.” Hal yang menjadi kebenaran bagi Anda belum tentu benar bagi saya. Tidak ada kebenaran atau kesalahan yang objektif. Baik Sekularisme Barat maupun animisme Timur berkata alam semesta ini tidak bermoral, irasional, dan tidak memiliki belas kasihan. Apakah implikasi diciptakan sesuai gambar Allah? Sebagai anak Allah, kita telah diberi sumber daya untuk menolong diri sendiri dan orang lain, termasuk: 16 Pikiran—kemampuan untuk memikirkan pikiran-pikiran Allah. Hati—emosi, imajinasi, memimpikan dunia yang baru, kreati­ vitas dan seni. Kepribadian—temperamen dan sifat khusus. Saya berutang budi pada Darrow Miller untuk sebagian besar wawasan dalam bagian ini, yang diambil dari bukunya, Discipling Nations. 112 Memahami Kemiskinan Secara Rohani Martabat—diciptakan sesuai gambar Allah. Lidah—memakai kata-kata kita sendiri untuk menciptakan ke­ budayaan Pembuatan alat—mempermudah aktivitas sehari-hari. Hati nurani—untuk membedakan yang benar dan yang salah. Kehendak—untuk bertindak dan membentuk sejarah. Jiwa—untuk menghargai dunia yang tidak material. Potensi untuk memperoleh hikmat dan menahan diri. Pengetahuan dan keahlian secara teknis dalam bidang musik, olah­raga, komunikasi, bahasa, dan seni. Apa yang dikatakan Alkitab: Engkau akan me­­ngenal kebenar­an dan kebenaran itu akan memerdekakan engkau. Kebenaran— bukan uang, ke­se­jah­teraan, kertas berisi informasi atau skema— yang membebaskan anak-anak dan keluarga. Bila kita melihat Alkitab, kita melihat betapa pentingnya kebenaran itu. Allah ingin semua orang (termasuk anak-anak) mengenal kebenaran.17 Pola pikir alkitabiah mengerti bahwa alam semesta itu rasional, bisa dimengerti dan teratur. Kita bisa mengenal kebenaran karena Tuhan telah menyatakannya melalui karya-karya-Nya dan firmanNya.18 Dalam Yohanes 8:32, Yesus berkata bahwa keti­ka orang-orang mengenal kebenaran, “kebenaran akan memerdekakan mereka.” 17 18 2. Beberapa anak dilahirkan dalam keadaan yang le­ bih baik dibandingkan anak lainnya. Bagi penganut animisme, beberapa orang dilahirkan dengan status (harga diri) yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Beberapa orang akan dihormati dan dihargai, sementara yang lain akan diremehkan dan didiskrimi­nasi. Sistem kasta dalam agama Hindu adalah contoh yang terburuk. Jutaan orang dalam kasta-kasta yang lebih rendah Lihat 1 Timotius 2:3–4 Ibid., hlm. 95–96. 113 Child, Church, and Mission dibelenggu untuk hidup dalam kemiskin­an seumur hidup mereka. Kesukuan, prasangka etnis, rasisme, dan isme-isme lainnya sering kali menimbulkan peperangan, diskriminasi, dan perlakuan yang kejam, merupakan gejala dari dusta ini. Sebagian besar penganut sekulerisme percaya bahwa sumber daya di seluruh dunia jumlahnya telah ditentukan dan bakal habis. Setelah sumber daya habis, hal itu akan habis untuk selamanya. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Apakah minyak akhirnya akan habis? Mungkin. Namun, tidak diragukan lagi, dengan memakai pikiran yang telah Allah berikan kepada kita, umat manusia akan menemukan bentuk-bentuk energi lainnya. Alkitab berkata bahwa Allah telah memberikan umat manusia kekuasaan atas semua ciptaan-Nya. Kita harus menggunakan akal budi kita untuk mengembangkan dan mengadaptasi apa yang kita temukan dalam ciptaan dan mengelola serta menggunakannya supaya bermanfaat bagi kita. Beberapa dari orang yang sama yang takut bahwa sumber daya bumi ini akan habis menganjurkan praktik aborsi dan pertumbuhan penduduk zero untuk membatasi per­mintaan terhadap sumber daya yang mulai terbatas. Namun, karena sebagian sumber daya dalam dunia ini adalah berada dalam akal budi mereka, mereka secara aktif sedang menghancurkan sumber daya terpenting dalam planet ini. Apakah orang miskin masih menderita karena eksploitasi, ko­ rupsi, dan aspek lain dari kejatuhan manusia dalam dosa? Tentu saja. Itu adalah bagian lebih besar dari realitas akibat kejatuhan manusia. Akan tetapi, dengan mengetahui diri dan kedudukan mereka, orang miskin memiliki kesempatan untuk mengatasi aspek-aspek mental kepapaan dan fatalisme yang melemahkan. Banyak orang percaya bahwa nasib seseorang dalam hidup ini didasarkan pada amal kebajikan seseorang atau kebaikan orang itu dalam hidupnya pada masa lampau. Anda layak berada dalam 114 Memahami Kemiskinan Secara Rohani keadaan yang sedang Anda alami saat ini karena apa yang Anda lakukan atau tidak Anda lakukan pada masa lampau. Kepercayaan ini menimbulkan fatalisme dan ketidaksediaan untuk memperbaiki hidup Anda. Lebih lanjut, mereka juga berpendapat bahwa anakanakpun tidak perlu ditolong. Mereka layak mengalami apa pun yang sedang mereka alami saat ini. Pemikiran selanjutnya bahkan lebih buruk—cara untuk masuk ke dalam situasi yang lebih baik pada masa mendatang adalah dengan menerima keadaan Anda saat ini. Tidak baik jika mencoba mem­perbaiki kehidupan Anda ketika Anda berada dalam situasi yang buruk karena untuk masuk ke dalam ke­adaan yang lebih baik masa mendatang adalah dengan menerima keadaan Anda sekarang ini tanpa mengeluh. Betapa dahsyatnya cengkeraman setan atas kehidupan manusia di bumi ini. Apakah yang Alkitab katakan: Kita semua di­ciptakan sesuai gambar Allah. Kebenaran ini terdapat dalam Kejadian 1:27 yang berkata, “Maka Allah men­ciptakan manusia menurut gambarNya, menurut gam­bar Allah diciptakan-Nya dia: laki-laki dan pe­ rem­puan diciptakan-Nya mereka.” Kebenaran ini juga unik bagi theisme alkitabiah. Mazmur memberi tahu kita, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (139:13–14). Kebenaran ini menegaskan bahwa setiap orang, termasuk setiap anak, berharga dan bermartabat. Harga diri dan martabat yang sudah ada sejak manu­sia lahir memberikan dasar untuk melayani semua orang tanpa membeda-bedakan mereka. Lebih lanjut, ini mem­berikan dasar bagi setiap orang untuk me­rasa bahwa dirinya berharga dan bisa berkata, “Aku benar-benar berharga. Aku benar-benar memiliki karunia, talenta, dan ke­mampuan. Aku bisa memakai karunia, kemampuan, intelek, serta energiku dengan baik untuk mempertahankan hak-hakku dan membuat hidupku lebih baik.” Suatu saat saya mengunjungi sebuah proyek di Cebu di Filipina selatan. Saya dan beberapa orang lain diberi tahu bahwa seorang anak laki-laki berusia 9 tahun akan menyanyi bagi kami. 115 Child, Church, and Mission Saya pernah mendengar anak laki-laki berusia 9 tahun menyanyi dan karena itu tidak mengharapkan penampilan yang spektakuler. Namun, anak laki-laki ini memiliki suara yang luar biasa matang dan kami kagum melihat ketenangan dan rasa percaya diri yang ada padanya ketika ia mengambil mikrofon dan menyanyi. Anak lakilaki ini bisa MENYANYI! Itu adalah lagu terbaik yang pernah saya dengar dinyanyikan seseorang semuda itu. Meskipun demikian, yang benar-benar membuat kami tertegun adalah kebenaran yang mempesona dari lagu yang dipilihnya. Ia mengumandangkan liriklirik sedemikian rupa yang menggambarkan bahwa ia hanyalah anak laki-laki yang masih kecil, miskin, dan mungkin tidak ber­ arti. Namun, ia tahu bahwa ia spesial karena ia berarti bagi Allah! Mengetahui mereka berarti merupakan langkah pertama bagi anak-anak dan keluarga untuk menemukan jalan keluar dari ke­ miskinan. Meskipun telah diberkati secara luar biasa dengan berkat yang di­ sebutkan di atas, yaitu diciptakan sesuai gambar Allah, banyak orang masih memilih untuk percaya pada satu dusta setan yang paling jahat— hidup tidak memiliki tujuan atau makna. Hal itu akhirnya membuat hidup tidak berharga. Orang-orang akhirnya pasrah pada “takdir” kosmos atau memutuskan untuk makan, minum, dan bersukaria tanpa khawatir akan konsekuensinya. Namun, Allah rindu agar setiap kita memiliki masa depan dan harapan—membangun kehidupan yang bermakna dan memiliki tujuan. 3. Alam berkuasa atas umat manusia. Penganut ani­ misme dan Sekularisme percaya bahwa umat manusia akhirnya harus bergantung pada belas kasihan bin­ tang-bintang atau alam. Mereka cenderung percaya bahwa alam berkuasa atas manusia, bukan sebaliknya. Penganut animisme percaya bahwa kita ini bergantung pada belas kasihan jajaran bintang-bintang, planet atau 116 Memahami Kemiskinan Secara Rohani kekuatan alam yang tidak bisa diprediksi, yang tidak bisa dimengerti, tetapi harus dipenuhi tuntutannya. Suatu saat dalam kunjungan ke Nepal selama tiga atau empat hari, berkali-kali lalu lintas terpaksa terhenti karena prosesi pernikahan yang banyak atau massal. Akhirnya saya bertanya, “Mengapa ada begitu banyak pernikahan yang berlangsung?” Saya diberi tahu bahwa tanggal hari itu sangat menguntungkan karena bintangbintang sejajar ke arah tertentu. Orang-orang ini tidak tahu bahwa mereka berkuasa atas ciptaan. Mereka berpikir bahwa bintang dan planet berkuasa atas mereka! Wajar bila muncul kepercayaan bahwa alam semesta ada­lah “sistem yang tertutup”. Semuanya sekadar itu-itu saja yang hanya terus berputar. Bila Anda memiliki lebih, berarti saya yang kurang. Jadi, saya harus merebut dan memegang apa pun yang bisa saya rebut dan pegang. Dusta ini menimbulkan iri hati, penimbunan, dan egoisme dengan daripada kelimpahan akal budi dalam diri manusia. Apa yang Alkitab katakan: Kita diciptakan untuk ber­ kuasa. Dalam Mazmur 8:6 Pemazmur kagum terhadap fakta bahwa Allah telah menciptakan manusia “… Namun, Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; Segala sesuatu telah Engkau letakkan di bawah kaki-Nya.” Kejadian 1:28 menegaskan bahwa Allah telah memberikan kepada umat manusia “kekuasaan” atau kendali atas semua ciptaan-Nya. Allah telah memberikan kepada manusia sumber daya dan tanggung jawab untuk menikmati, memelihara, dan memakai ke­ limpahan yang telah disediakan-Nya. Lebih lanjut, kelimpahan harus diciptakan dan dikelola. Manusia memiliki kemampuan untuk menumbuhkan, menemukan, dan menciptakan hal-hal yang indah dan berguna, dan bertanggung jawab memelihara dan me­ lestarikan sumber daya sumber daya itu. Pengertian ini me­mulih­ kan produktivitas dan pemeliharaan terhadap ciptaan, pe­ngelola­ 117 Child, Church, and Mission an, dan manajemen sumber daya. Berkuasa atas ciptaan tidak ber­ arti memperlakukan alam sesuka hati. Sesungguhnya, Allah telah mem­berikan tanggung jawab kepada kita untuk mengelola buat­ an tangan-Nya, memelihara, melindungi, memperluas, dan meng­ optimalkan apa yang telah Dia berikan pada kita. 4. Hidup itu tidak penting atau tidak berarti. Banyak penganut animisme percaya eksistensi manusia ada­ lah sebuah siklus yang tanpa akhir dan reinkarnasi. Sasarannya adalah bertahan hidup. Sejarah adalah sesuatu yang terjadi dalam hidup Anda. Di sisi lain, para penganut Sekularisme dunia Barat percaya bahwa semua hidup ini seterusnya akan begini. Tidak akan “ke mana-mana”. Hidup memang seperti ini. Bagi peng­ anut animisme dan Sekularisme, hasilnya akan sama. Eksistensi mereka tidak memiliki makna atau tujuan yang lebih besar. Bagi penganut dua aliran ini, sasaran hidup mereka hanya bertahan hidup. Bagi orang miskin, pesimisme, bukan harapan, yang menguasai mereka sekarang ini dan harapan mereka tentang apa yang terjadi pada masa mendatang. Apa yang Alkitab katakan: Allah ingin anak-anak-Nya me­mi­liki masa depan dan harapan. Semua orang tidak hanya dicipta­kan sesuai gambar Allah, mereka juga diciptakan dengan tujuan dan arti. Hidup mereka dan sejarah mereka secara kolektif akan mengarah ke suatu tempat. Mereka diciptakan dengan kepribadian yang unik dan dirancang untuk memiliki hubungan yang harmonis dengan Allah, dengan orang lain dan dengan semua ciptaan lainnya. Allah memakai tiap orang untuk melaksanakan rencana dan maksudNya, dan tiap orang memiliki peran dan tujuan yang signifikan. Memandang hidup ini sebagai sebuah siklus lahir kembali dan reinkarnasi bisa menimbulkan konsekuensi yang menghan­ cur­kan. Hougn (bukan nama yang sebenarnya) adalah seorang anak perempuan Kamboja berusia 8 tahun. Ia diperkosa pria yang amat dikenal oleh ibunya. Namun, ibunya tidak ingin pemerkosa 118 Memahami Kemiskinan Secara Rohani itu dihukum. Ia berkata bahwa pria itu akan menerima hukuman dalam hidup yang akan datang. Hal yang lebih buruk, ia percaya bahwa peristiwa yang menimpa putrinya itu hanyalah “karma”— sebuah pembalasan terhadap perbuatan buruk tertentu yang telah dilakukannya. Apa yang lebih merusak perkembangan, harga diri, dan harapan gadis kecil ini selain kepercayaan seperti ini? Mengalami Kebenaran dari Allah Bisa Memerdekakan Manusia Jadi, apa yang sedang kami sampaikan tentang mengapa orang menjadi miskin dan lapar? “Kecuali karena peristiwa-peristiwa bencana yang besar seperti peperangan, ke­keringan, atau banjir, kemiskinan jasmani ‘tidak terjadi begitu saja.’ (Dalam skala yang luas, mungkin) itu merupakan akibat yang logis dari pandangan orang terhadap diri mereka sendiri dan dunia …. Akar kemiskinan jasmani adalah budaya kemiskinan, serangkaian gagasan … yang dianut secara korporat dan menghasilkan kelaku­an tertentu yang kemudian menghasilkan kemiskinan.”19 Hal yang benar adalah hidup harus memiliki tujuan dan harapan. Manusia, termasuk keluarga-keluarga yang miskin dan anak-anak dengan berkat dan tuntunan Allah bisa aktif dan me­ miliki ambisi untuk kepentingan mereka sendiri. Hidup ini tidak harus berisi kesulitan-kesulitan yang sama dan keterbatasan yang membeleng­gu generasi demi generasi. Keluarga-keluarga miskin tidak harus bersikap pasrah atau fatalis, menerima keadaan mereka begitu saja. Anak-anak dan keluarga-keluarga bisa mengendalikan hidup mereka, dan tidak dikuasai kekuatan-kekuatan yang tidak kelihatan dan tidak bisa dipahami atau oleh lingkungan yang buruk dan tidak ramah dan dengan terencana membuat hidup mereka menjadi lebih baik. Anak-anak yang miskin bisa berharap akan memiliki masa depan yang lebih baik. Inilah pekerjaan pengembangan anak secara holistik. 19 Miller, hlm. 38. 119 Child, Church, and Mission Bagaimana anak-anak dan keluarga bisa mematahkan be­ lenggu dusta setan? Paling mendasar, mereka bisa mengubah su­dut pandang mereka, mempelajari dan mempraktikkan kebenarankebenaran Alkitab. Sudut pandang yang theistik/alkitabiah berkata kita tidak perlu ditipu oleh filsafat-filsafat yang palsu dan menyesatkan— filsafat-filsafat yang: Menyangkal kebenaran yang objektif yang menghasilkan ketidakjelasan dan kebingungan. Menyangkal bahwa kita bisa memegang kendali atas lingkungan kita dan nasib hidup kita; dan yang lebih bu­ ruk, berkata kita tidak boleh mengubah kondisi hidup kita karena takut akan menimbulkan akibat yang lebih buruk bagi hidup kita pada masa mendatang. Menyalahkan beberapa orang karena adanya dis­kri­ minasi dan kurangnya kesempatan hanya karena per­ bedaan kasta atau ras. Tidak memiliki visi atau harapan untuk masa menda­ tang, yang menghasilkan fatalisme, sikap yang pasif, dan pesimisme. Anak-anak dan keluarga-keluarga tidak perlu lagi diperbu­ dak oleh dusta setan. Dalam Yohanes 8:32 Yesus berkata, “Kamu akan mengenal kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Paulus mengingatkan kita dalam Kolose 2:15 bahwa Allah telah “melucuti melucuti penguasa-penguasa dan pemerintahpemerintah dan menjadikan mereka tontonan umum dalam ke­ menangan-Nya atas mereka melalui salib.” Inti pembahasan ini adalah: Pada dasarnya, kemiskinan bukanlah kekurangan sumber daya atau akibat dari masalah yang dibuat manusia, melainkan masalah rohani. Kerinduan Allah selalu adalah, agar umat-Nya, termasuk anak-anak menjadi utuh dan lengkap dalam semua aspek ke­ hidup­an mereka. Termasuk di dalamnya adalah membantu 120 Memahami Kemiskinan Secara Rohani anak-anak dan keluarga untuk memahami kebenaran-kebenaran Alkitab. Apakah bantuan materi dan jasmani masih perlu? Tentu saja. Orang miskin adalah manusia seluruhnya dan masih memili­ ki ke­butuhan yang harus dipenuhi. Kita diperintahkan untuk memberikan bantuan berupa makanan yang bergizi, pendidikan, sarana kesehatan, dan intervensi lainnya. Namun, jangan membuat kesalahan dengan berpikir bahwa yang terpenting adalah bantuan berupa uang dan materi. Ketika bantuan diubah menjadi kesempatan untuk mempelajari dan memahami kebenaran-kebenaran dalam Alkitab—suatu perubahan dalam sudut pandang—baru anak-anak akan menjadi seperti yang Allah kehendaki. Apakah kita masih perlu mengonfrontasi “struktur-struk­tur yang jahat”—korupsi, eksploitasi, dan ketidakadilan? Tentu saja. Namun, bila anak-anak dan keluarga yang kita layani memerca­ yai dan mempraktikkan kebenaran-kebenaran Alkitab, mereka akan lebih bisa mengalami kebebasan, kelepasan, keutuhan yang sesungguhnya, memiliki masa depan dan harapan. Satu hal lainnya. Oleh karena akar masalahnya rohani dan bukan materi, sebuah pendekatan yang holistik terhadap ke­mis­ kinan menuntut respons rohani dan jasmani. Gerejalah—bukan pemerintah, LSM sekuler, PBB, atau organisasi sekuler lainnya— yang bisa memberikan respons tepat terhadap penyebab yang sesungguhnya dari kemiskinan. Oleh karena itu, pengembangan anak yang efektif secara holistik harus dilakukan dari sudut pan­ dang Kristen. Sungguh, pengembangan anak secara holistik merupakan tantangan dan kesempatan besar bagi orang Kristen dan Gereja. Teman-teman kita yang tidak beragama Kristen bisa me­ lakukan upaya pengembangan yang sangat baik, kita bisa belajar banyak dari mereka. Banyak dari upaya yang kita lakukan mungkin mirip dengan upaya-upaya yang dilakukan orang-orang non-Kristen. Meskipun demikian, orang-orang Kristenlah yang bisa memberikan respons yang paling lengkap dan efektif terhadap masalah berupa kemiskinan. Kita akan membahas realitas ini dalam bagian berikutnya. 121 Child, Church, and Mission Bacaan Discipling Nations oleh Darrow Miller, hlm. 33–76. The God of the Empty-Handed oleh Jayakumar Christian, hlm. 44–74 Truth and Transformation, oleh Vishal Mangalwadi. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Setan tahu akan kuasa dari kebenaran Allah dan di setiap titik berupaya menyimpangkan-Nya. Ia ingin kita menukar kebenaran Allah dengan dusta (Roma 1) atau menggantikannya dengan dusta. Untuk setiap dusta ber­ ikut ini, kebenaran apa dalam Alkitab yang bisa Anda nyatakan sebagai diingini Allah untuk dimengerti anakanak dan kaum muda? a. Anda dan saya merupakan hasil evolusi dari binatang. Allah tidak membentuk atau menciptakan kita. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. b. Nilai seorang anak atau manusia ditentukan oleh orang lain atau masyarakat. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. c. Nilai seseorang didasarkan pada warna kulit, gender, keahlian, pendidikan, kekayaan, atau penampilan. 122 Memahami Kemiskinan Secara Rohani .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. d. Seorang anak tidak memiliki karunia, potensi dan kreativitas yang unik dari Allah untuk dikem­bang­ kan. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. e. Anak laki-laki lebih berharga daripada anak pe­ rempuan. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. f. Anak-anak dari kelompok etnis tertentu sejak lahir lebih superior dibandingkan anak-anak dari etnis lain. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. g. Allah lebih mengasihi beberapa orang dibandingkan orang lain. 123 Child, Church, and Mission .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. 2. Diskusikanlah setidak-tidaknya tiga contoh filsafat yang “palsu dan menyesatkan” dalam sebuah kebudayaan/ masyarakat/sudut pandang yang tidak sesuai Alkitab di mana Anda menjadi bagian di dalamnya. a. Bagaimanakah filsafat-filsafat yang “palsu dan me­ nyesatkan” ini memiliki tendensi untuk menim­bul­kan kemiskinan? .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. b. Bagaimanakah filsafat-filsafat itu merintangi per­ kembangan anak-anak dan keluarga-keluarga dalam kebudayaan atau tempat Anda bekerja? .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. c. Bandingkanlah filsafat-filsafat ini dengan pengertianpengertian yang ada dalam Alkitab. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. 124 Memahami Kemiskinan Secara Rohani 3. Apakah Anda setuju atau tidak dengan pendapat yang berkata sudut pandang yang bukan Kristen memiliki tendensi untuk menimbulkan kemiskinan dan kehan­ curan? Jelaskanlah pendapat Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Tunjukkanlah melalui contoh kehidupan Anda sendiri/ gereja/masyarakat Anda bagaimana dan/atau mengapa sudut pandang alkitabiah akan menciptakan tendensi ke arah keutuhan dan kehidupan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 125 I Bagian Dua ANAK DAN GEREJA ni adalah bagian pertama dari dua bagian yang membahas tentang anak dan gereja. Ada perbedaan yang nyaris tidak kelihatan antara keduanya. Bagian pertama berjudul “Anak dan Gereja”. Bagian kedua berjudul “Anak di dalam Gereja.” Bagian pertama berfokus pada tanggung jawab Gereja dalam Alkitab untuk secara holistik peduli kepada anak-anak di dalam dan di luar Gereja. Kita akan melihat beberapa dasar alkitabiah dan teologis mandat Gereja untuk peduli, menebus, dan memulihkan hubungan semua anak dengan keluarga mereka, juga semua ciptaan Allah. Mandat inilah yang memberikan dasar bagi Gereja untuk memainkan perannya dengan memberikan pelayanan yang holistik, termasuk pengembangan anak secara holistik. Dalam bagian berjudul “Anak dan Gereja”, kita juga akan me­ ninjau perdebatan yang sudah kuno (namun masih berlangsung hingga sekarang) antara penginjilan dan aksi sosial. Kemudian kita akan mendiskusikan dua struktur yang penting yang secara unik tepat untuk melaksanakan berba­gai macam pelayanan dan fungsi Gereja secara keseluruhan. Akhirnya, dalam bab enam, kita akan mempelajari beberapa perikop penting dalam Alkitab yang mendemonstrasikan bahwa memelihara anak-anak yang membutuhkan merupakan tanggung jawab khusus Gereja. Bagian “Anak di dalam Gereja” membahas peningkat­an pe­ layanan Gereja terhadap anak-anak yang sudah ada dalam Gereja— Child, Church, and Mission pertumbuhan iman dan membuat program gereja, fasilitas gereja, dan staf gereja menjadi lebih cocok bagi anak-anak. Ini dilanjutkan dalam Bagian Tiga. 128 5 Peran Gereja Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Yohanes 3:17 Child, Church, and Mission A lkitab memberi tahu kita bahwa kerinduan Allah adalah me­ ngasihi dan menebus semua ciptaan-Nya. Ini adalah berita sen­ tral di seluruh Alkitab. Alkitab mencatat bahwa Allah meman­­dang baik setiap aspek dari ciptaan-Nya. “Dan Allah melihat bahwa itu baik” muncul beberapa kali ketika Dia menciptakan alam semes­ ta dan penghuninya. Ditulisnya kalimat ini beberapa kali dalam Alkitab menunjukkan bahwa Allah bersungguh-sungguh ketika mengatakan hal itu. Namun, masih terdapat tendensi di dalam dan di luar Gereja untuk mempertimbangkan bagian tertentu dari ciptaan Allah—termasuk anak-anak—seolah-olah mereka tidak baik. Hal yang menyedihkan, ketika hal itu terjadi, kita juga cenderung meminimalkan apa yang telah diperintahkan Allah untuk kita lakukan. Pengembangan anak secara holistik adalah respons teolo­ gis terhadap kebenaran bahwa ciptaan Allah ini baik tetapi telah jatuh dalam dosa dan Allah ingin menebus, bukan hanya individuindividu, melainkan juga seluruh kebudayaan dan masyarakat secara keseluruhan. Allah telah memakai banyak orang dan sa­ rana untuk melaksanakan maksud-Nya ini—dari ciptaan itu sen­diri, hingga perjanjian yang dibuat-Nya dengan Adam, Nuh, Abraham, keturunan Abraham, bangsa Israel, dan akhirnya melalui pengurbanan Anak-Nya di kayu salib untuk menebus seluruh dunia (kosmos). Seperti yang akan kita lihat, Allah telah menetapkan Gereja menjadi satu-satunya agen di bumi yang memiliki tanggung jawab untuk memberkati dan menebus semua ciptaan-Nya. Bagaimana kita melaksanakan maksud-Nya ini menunjukkan komitmen dan kreativitas kita. Dalam Bagian ini, kita akan mempelajari secara singkat beberapa pandangan teologis ini—ciptaan, perjanjianperjanjian yang dibuat, dan karya penebusan Kristus di kayu salib—dalam kaitannya dengan pengembangan secara holistik, kemudian kita akan mempelajari secara lebih teliti tanggung jawab Gereja dalam melaksanakan maksud Allah ini. 130 Peran Gereja Manusia seutuhnya—dan Seluruh Ciptaan Kita telah melihat bahwa pengembangan anak secara holistik berurusan dengan anak keutuhan—jasmani, rohani, dan aspekaspek lainnya. Namun, komitmen kami terhadap kehidupan anak secara keseluruhan juga harus mencakup seluruh ciptaan Allah dan rancangan-Nya bagi dunia dan aturan-aturan bagi hidup manusia. Alkitab mendukung gagasan bahwa menurut pandangan Allah, ciptaan-Nya itu baik. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kej. 1:10). Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohonpohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kej. 1:12). Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintangbintang. Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kej. 1:16–18). Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kej. 1:25). Ciptaan Allah itu baik dan pantas ditebus. Dari cerita tentang penciptaan dalam Kitab Kejadian, kita mengerti bahwa segala sesuatu diciptakan Allah. Karena itu, semua ciptaan-Nya berharga. Allah menyebutnya “baik”. Kebaikan yang esensial dari ciptaan Allah itu penting. Bidah Gnostik yang ada di awal lahirnya Gereja, yang masih ada sekarang ini, menyangkal bahwa ciptaan Kejadian 1: 4, 10, 12, 18, 21, 25, 31. 131 Child, Church, and Mission Allah itu baik. Aliran ini berkata bahwa keselamatan seharusnya menjauhkan seseorang dari ciptaan Allah dan semua yang bersifat materi dan jasmani, dan (seperti yang dilakukan oleh orang-orang mistis dewasa ini), penganut aliran Gnostik harus menjauhkan diri dari dunia materi. Namun, Albert Wolters mengingatkan kita, Allah tidak menciptakan sesuatu yang tidak berharga, dan kita tidak menghargai Pencipta kita bila kita memiliki pandangan yang negatif terhadap buatan tangan-Nya ketika Ia sendiri memandangnya dengan begitu postif. Bahkan, pandangan Allah terhadap apa yang telah diciptakan-Nya ini begitu po­sitif sehingga Ia tidak mau melenyapkannya ketika manusia merusaknya. Sebaliknya Ia bertekad, dengan mengorbankan Anak-Nya, untuk menjadikannya baru dan baik kembali. Allah tidak menciptakan sesuatu yang tidak berharga dan Ia tidak menganggap tidak berharga apa yang telah diciptakan-Nya. Intinya adalah bukan hanya manusia yang harus ditebus dan dibawa pada kepenuhan dalam Kristus, melainkan juga semua ciptaan Allah. Umat manusia (termasuk anak-anak) memiliki tempat yang istimewa dalam ciptaan Allah. Seperti yang telah kita lihat, Allah menanamkan harga diri yang spesial dan martabat dalam diri manusia dengan menciptakan kita sesuai gambar-Nya. Le­ bih lanjut, Allah telah memampukan kita untuk menjadi rekan pencipta bersama Dia dan berpartisipasi dalam hubungan-Nya yang bersifat menebus dengan ciptaan-Nya yang lain. Ketika diimplementasikan oleh Gereja, upaya pengembangan anak secara holistik berpartisipasi dalam memberdayakan anak-anak untuk memainkan peran yang telah ditetapkan Allah bagi mereka dengan menciptakan kultur. Wolters, Creation Regained, hlm. 42. Arthur F. Holmes, “Toward a Christian View of Things” dalam buku The Making of a Christian Mind, editor: Arthur Holmes (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1985), hlm. 20. 132 Peran Gereja Perjanjian Allah dan Pengembangan Anak Pemazmur dalam Mazmur 19:2 menulis, “Langit menceritakan kemulia­ an Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” Bahkan setelah kejatuhan manusia dalam dosa, Allah ingin melindungi dan memulihkan ciptaan-Nya agar bermanfaat bagi semua dan setiap orang, termasuk anak-anak. Pertama-tama Dia melakukan hal ini melalui per­ janjian-perjanjian yang dibuat-Nya. Perjanjian pertama adalah dengan Nuh setelah air bah melanda bumi. “Melalui percakapan-Nya dengan Nuh, dengan jelas Allah membuat perjanjian bukan hanya dengan ke­ turunan Nuh, melainkan juga dengan semua makhluk yang masih hidup pada saat itu dan dengan bumi. Inilah sebagian isi perjanjian itu sebagaimana dinyatakan Kejadian 9:8–10: Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia: “Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan de­ ngan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi.” Belakangan, Allah membuat perjanjian yang lebih luas dengan Abraham. Seperti yang dicatat dalam Kejadian 12:2–3, Allah berkata bahwa Dia tidak hanya akan memberkati Abraham, tetapi akan mem­ berkati semua bangsa dan orang-orang di dunia melalui Abraham: Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Janji-janji dan berkat-berkat yang luar biasa ini diperuntukkan bagi seluruh umat Allah, termasuk anak-anak. Memberkati bangsabangsa ini merupakan tema sentral seluruh isi Alkitab. (Kata bangsa, atau dalam bahasa Yunani, ethnos, dan kata-kata lain yang berasal 133 Child, Church, and Mission dari kata itu muncul lebih dari 1.000 kali dalam Alkitab). Yesaya 55:3–5 mencatat kerinduan Allah agar umat pilihan-Nya, Israel, akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa: Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengar­ kanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanji­ an abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud. Sesungguhnya, Aku telah menetapkan dia menjadi saksi bagi bangsa-bangsa, menjadi seorang raja dan pemerintah bagi suku-suku bangsa; sesungguhnya, engkau akan memanggil bangsa yang tidak kaukenal, dan bangsa yang tidak mengenal engkau akan berlari kepadamu, oleh karena TUHAN, Allahmu, dan karena Yang Mahakudus, Allah Israel, yang mengagungkan engkau. Penebusan, Rekonsiliasi, dan Pengembangan Anak Alkitab memberi tahu kita dalam Kejadian 1:26–28 bahwa ma­ nusia pertama gagal melaksanakan tanggung jawabnya untuk “memenuhi, menaklukkan dan menguasai bumi bagi Allah”. Adam memilih untuk melaksanakan keinginan hatinya sendiri dan me­lalui ketidaktaatannya sendiri—kejatuhan dalam dosa— hubungannya dengan Allah dan dengan hubungan baik semua ciptaan Allah dengan Allah terputus. Bahkan sampai saat ini, hidup kita, keluarga, masyarakat, bahkan lingkungan menanggung akibat pemberontakan Adam ini. Respons Allah terhadap kejatuhan manusia adalah berupa rancangan untuk menebus dan memulihkan hubungan semua cip­ taan yang telah jatuh ke dalam dosa dengan diri-Nya sendiri. Allah ingin menebus bukan hanya individu-individu, melainkan juga seluruh kebudayaan dan masyarakat. Baik kata penebusan mau­pun rekonsiliasi menyiratkan kembali pada keadaan awal. Rekonsiliasi 134 Peran Gereja berkaitan dengan hubungan antara manusia dan semua elemen ciptaan Allah. Hubungan Allah yang bersifat penebusan dengan ciptaan-Nya, melalui gereja, dirancang untuk memulihkan tata­ nan ciptaan. Rekonsiliasi menyiratkan bahwa ciptaan Allah itu be­gitu baik sehingga Allah ingin membersihkannya dari semua ke­ lemahannya dan membawanya pada kesempurnaan. Albert Wolters menjelaskannya begini: Teolog-teolog kadang berbicara tentang keselamatan dan Penciptaan kembali—tidak untuk menyiratkan bahwa Allah melenyapkan apa yang sebelumnya telah diciptakan-Nya dan dalam Yesus Kristus menciptakan sesuatu yang baru; melainkan mengungkapkan bahwa Dia mempertahankan apa yang telah diciptakan-Nya dan menyelamatkannya. Dia me­nolak menelantarkan buatan tangan-Nya—bahkan Dia mengurbankan Anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan proyek-Nya yang semula. Umat manusia, yang telah merusak man­dat yang semula dan seluruh ciptaan, diberi kesempatan lagi dalam Kristus … Ciptaan yang mula-mula harus di­ pulihkan. Karya penebusan ini mencapai puncaknya dalam Perjanjian Baru dengan kedatangan Yesus dan kematian-Nya di kayu salib. Setiap orang Kristen Injili tahu benar isi Yohanes 3:16. Ayat ini sentral bagi pengertian kita akan keselamatan yang disediakan bagi semua orang yang percaya. Namun, lebih sedikit orang Kristen Injili yang mengetahui (atau merasa nyaman) dengan bunyi ayat berikutnya, Yohanes 3:17 dan juga implikasinya bagi pelayanan yang bersifat holistik: “Karena Allah mengutus anak-Nya ke dunia untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya melalui Dia.” Kata Yunani yang dipakai untuk dunia dalam dua ayat itu adalah cosmos. Kata ini menunjuk pada seluruh ciptaan, semua struktur sosial dan hubungan manusia dan juga individu-individu. Ini adalah matriks global kebudayaan manusia yang berfungsi Wolters, hlm. 58. 135 Child, Church, and Mission sebagai arena orang-orang menjalani hidup mereka. Konstruksi dan penebusan kosmos menonjolkan perlunya orang Kristen mepmertahankan keselamatan dan penebusan secara bersamasama. Orang-orang Kristen Injili pada zaman modern suka mem­ baca Yohanes 3:16 tetapi mengabaikan Yohanes 3:17 karena kita membatasi penebusan hanya sampai keselamatan pribadi. Pe­nekanan pada keselamatan pribadi memengaruhi kita untuk mengabaikan penebusan kosmos. Perikop yang berapi-api yang ditulis Paulus dalam pasal pertama surat Kolose (ay. 15–20) menegaskan bahwa keselamat­ an, rekonsiliasi, dan penebusan dimaksudkan tidak hanya untuk menyelamatkan jiwa, tetapi juga berlaku bagi semua ciptaan Allah: Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesua­ tu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. “Tujuh kali, perikop ini mengingatkan kita agenda Allah itu sebesar semua ciptaan-Nya! Paulus sedang menegaskan suatu pokok pikiran di sini! Darah Yesus ditumpahkan untuk memulihkan segala sesuatu. Mengapa? Karena segala sesuatu rusak saat manusia jatuh da­lam dosa. Allah mengasihi ciptaan-Nya dan Ia ingin segala sesuatu diperdamaikan dengan Diri-Nya.” Bob Moffitt, If Jesus Were Mayor (Phoenix: Harvest Publishing, 2004), hlm. 61. 136 Peran Gereja Pengembangan yang holistik, termasuk pengembangan anak secara holistik merupakan cara di mana kita sebagai orang Kristen berpartisipasi dalam pekerjaan Allah untuk menebus dan men­ damaikan segala sesuatu dengan diri-Nya. Misteri Peran Gereja Sejak awal Perjanjian Baru dan seterusnya, Gereja-Nya telah menjadi alat yang dipilih Allah untuk melaksanakan karya penebusan-Nya. Dalam Efesus 1:9–10, Rasul Paulus menyebut ini sebuah misteri dan misterinya adalah—Allah memercayakan kita, umat-Nya, tubuhNya, Gereja, tugas untuk mendamaikan semua ciptaan-Nya dengan diri-Nya sendiri yang juga merupakan sesuatu yang misterius bagi kita: Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerela­ an yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi. Efesus 1:22–23 melanjutkan, Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu. Paulus kemudian menjelaskan dalam Efesus 3:8–11 bahwa kepada dia telah dikaruniakan anugerah untuk menyingkapkan bagi kita misteri peran gereja ini: Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberita­kan ke­ pada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk menyatakan isi tugas penyelenggaraan 137 Child, Church, and Mission rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Untuk alasan apa pun, (suatu misteri) bahwa Allah memi­ lih Gereja untuk menjadi alat-Nya dalam mengembalikan semua ciptaan-Nya kepada diri-Nya. Satu-satunya rencana yang dimilikiNya untuk menebus ciptaan-Nya adalah gereja. Dr. Bambang Budijanto. Wakil Presiden untuk Asia bagi Compassion International berkata, Eklesia (Gereja) hanya punya satu misi—menjadikan bangsabangsa murid-Nya. Dalam Amanat Agung Yesus tidak me­ merintahkan Eklesia untuk “terlibat dalam memuridkan bangsa-bangsa dan juga memelihara orang miskin”; atau “memuridkan bangsa-bangsa dan memelihara ciptaan Allah,” atau “memuridkan bangsa-bangsa dan sibuk melayani di alun-alun.” Ini karena memuridkan bangsa-bangsa mencakup semua aspek itu .… Dinamika komunitas Eklesia dengan dahsyat bekerja untuk memperluas Kerajaan Allah setiap hari—tujuh hari dalam seminggu (Kis. 2:46–47). Sayangnya transformasi yang tiada henti ini di banyak daerah di dunia telah berubah men­ jadi sebuah kegiatan yang dilaksanakan pada hari Minggu. Eklesia yang terutama telah menjadi “kegiatan” mingguan yang dilaksanakan pada hari Minggu telah menghilangkan arti baru yang Yesus tanamkan dalam kata ini ketika Dia merancangkannya bagi komunitas Kerajaan Allah. Saya berutang budi kepada Bob Moffitt dan bukunya yang bagus, If Jesus Were Mayor untuk beberapa pandangan tentang “misteri” peran gereja ini. Bambang Budijanto, “The Ecclesia of Jesus Christ,” dalam sebuah tulisan yang tidak diterbitkan, hlm. 9. Ibid., hlm. 6 138 Peran Gereja Ada banyak yang mengisyaratkan bahwa dalam kenyataan­ nya pengembangan secara holistik hanya bisa dilakukan oleh orangorang Kristen yang berasal dari Gereja. Hanya orang-orang Kristen yang memahami kodrat dosa, kerinduan Allah bagi umat-Nya dan ciptaan-Nya dan kuasa Injil yang bisa mendatangkan kesembuhan yang substansial ke dalam hidup manusia secara keseluruhan. Aspek-aspek yang sudah ada dari kerajaan yang datang mulai mentransformasi masyarakat-masyarakat di seluruh dunia purba, sekalipun sering kali disertai banyak penganiayaan dan pengorbanan banyak orang. Cara Allah melakukan sesuatu be­narbenar merupakan paradigma baru bagi orang-orang pada zaman Yesus, sebagaimana juga bagi orang-orang masa kini. Kekristenan seperti yang dimanifestasikan dalam Ge­reja memperkenalkan ideide baru yang mengejutkan dan pengertian tentang hubungan dan kelakuan yang tidak pernah terdengar di agama-agama lain dan masyarakat lain. Gereja mem­berikan visi yang menggetarkan hati tentang umat manusia, mentransformasi individu-individu dan mengubah masyarakat. Rodney Stark10 mengidentifikasi beberapa aspek yang revo­ lusioner dari cara Allah dalam melakukan sesuatu yang begitu berbeda dengan apa yang biasanya dimengerti atau dipraktikkan yang mengherankan bangsa Romawi. 1. Gagasan tentang satu Allah yang penuh kasih. Se­ belumnya dewa-dewi selalu memiliki agenda sendiri dan menghabiskan waktu untuk saling berperang dan bersaing, memperebutkan kesetiaan dan kekuasaan. Dewa-dewi itu hanya memiliki minat sedikit terhadap orang-orang yang menyembah mereka. Teman saya, Dr. Keith White, telah menyederhanakan definisi Kerajaan Allah. Ia mengusulkan kalimat “cara Allah melakukan sesuatu” untuk mengganti kalimat “Kerajaan Allah” dalam Alkitab untuk membantu membuat arti kalimat tersebut jelas dan sederhana. 10 Rodney Stark, The Rise of Christianity (San Fransisco: HarperOne, 1997), hlm. 212. 139 Child, Church, and Mission 2. Allah orang Kristen yang penuh kasih meng­harap­ kan pengikut-Nya—Gereja—juga penuh kasih. Hingga saat itu, pada umumnya orang-orang tidak me­ngasihi orang lain kecuali keluarga mereka sen­diri atau mereka yang pantas dikasihi karena kelemahan karakter yang tidak pantas dimiliki orang yang bijaksana dan hanya boleh dimiliki oleh orang-orang yang belum dewasa.”11 Allah yang baru ini bahkan berkata, “Aku ingin engkau (Gereja) mengasihi mereka yang miskin dan menderita. Aku ingin engkau mengasihi, khususnya, mereka yang memiliki kedudukan yang rendah di dunia.”12 3. Juga mengejutkan karena Allah yang baru ini ber­ kata tidak boleh ada perbedaan derajat atau status di antara orang percaya. Ini benar-benar berbeda! Orang kaya dan orang miskin, orang yang memiliki kedudukan yang rendah dan berkuasa sederajat di pandangan-Nya. Gereja memanifestasikan sebuah visi yang benar-benar baru dalam hubungan antarmanusia! 4. Allah adalah Tuhan yang penuh belas kasihan dan menuntut umat-Nya memiliki belas kasihan. Bangsa Romawi terkenal karena kekejamannya. “Karena belas kasihan mencakup memberikan pertolongan atau ke­ legaan tanpa syarat, ini dipandang bertentangan dengan keadilan.”13 Mereka tidak bisa mengerti mengapa orang mau memelihara orang miskin. Namun, itu adalah ke­ percayaan sentral dalam kekristenan dan dipraktikkan dalam gereja yang baru saja berdiri. Belakangan Injil membantu menstransformasi Eropa dari kebiadaban menjadi pemimpin masyarakat yang beradab. Se­ panjang sejarah, gereja selalu berada di barisan terdepan dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menunjukkan kasih kepada umat manusia. Meskipun gagasan Jalan Baru dahsyat Stark, hlm. 212. Moffitt, hlm. 38. 13 Stark, hlm. 212. 11 12 140 Peran Gereja dan merembes ke mana-mana dan merespons kebutuhan manusia secara keseluruhan merupakan sesuatu yang radikal bagi gereja, kenyataannya sudah lazim bagi gereja untuk gagal melakukan perbuatan yang baik. Bahkan ketika gereja bertumbuh dan Jalan Baru ini tersebar, Kerajaan Allah yang belum diwujudkan sering kali mengompromikan kerelaan dan efektivitas gereja dalam pelayanan holistik. Bahkan di beberapa daerah muncul pertanyaan apakah gereja benar-benar harus melakukan perbuatan yang baik. Se­sungguhnya, peran gereja dalam aksi sosial telah dipertanyakan dalam tahun-tahun terakhir ini, dan orang-orang Injili enggan untuk melaksanakan tanggung jawab yang alkitabiah ini. Satu alasan munculnya pengertian ini di antara beberapa orang adalah Kerajaan Allah bukan bagi masa kini, melainkan bagi masa mendatang, yaitu setelah kedatangan Kristus yang kedua. Pergumulan antara pelayanan bantuan darurat dan pengem­ bangan pada umumnya dan pengembangan anak pada khusunya adalah pada pemahaman tentang pelayanan aksi sosial dan penginjilan terhadap masalah yang diperbincangkan berkelanjutan itu, sekarang kita alihkan perhatian kita terhadapnya. Penginjilan atau Aksi Sosial: Perdebatan Seru Gereja harus mendatangkan perbedaan yang besar dalam kehidup­ an semua orang, termasuk orang miskin. Sesungguhnya banyak sekali yang bisa dikerjakan orang Kristen di tengah-tengah orang miskin. Gereja merupakan gerakan yang terbesar yang bekerja demi anak-anak yang berisiko dewasa ini dalam pengertian jumlah anak yang dijangkau, pelayanan yang didirikan dan jumlah pekerja di lapangan. Banyak dari pekerjaan mereka yang kurang dikenal. Skala pelayanan Gereja yang menjangkau anak-anak yang berisiko sering kali mengejutkan banyak orang, bahkan mereka yang menjadi anggota Gereja. Akan tetapi, bila dipandang dengan cara lain, kita juga melihat bahwa Gereja sering kali tidak memiliki dampak yang seharusnya 141 Child, Church, and Mission dimilikinya. Sesungguhnya Gereja tidak tahu, atau memilih untuk mengabaikan tanggung jawabnya—dan kemampuan unik yang dimilikinya—untuk memberikan perhatian yang penuh makna kepada anak-anak dan keluarga yang menderita. Dalam sejarah, performa yang sesungguhnya dari Gereja dalam memainkan perannya dalam penebusan semua ciptaan Allah tidak selalu bisa dicontoh. Kaum Injili dalam Gereja khususnya telah gagal memelihara orang-orang yang menderita. Sebuah gerakan teologis bernama “kritik tinggi” muncul di seminari-seminari di Eropa pada 1850an yang akhirnya menghasilkan sesuatu yang dikenal sebagai “injil sosial”. Bob Moffitt menjelaskan: Fokus yang ada bergeser dari menekankan masa mendatang, Kerajaan Allah secara rohani menjadi kerajaan jasmani yang ada pada masa kini—sebuah masyarakat yang lebih baik yang akan dicapai di sini dan sekarang melalui aksi sosial dan program pemerintah yang memberikan pencerah­an, melalui upaya dan perbuatan yang baik. Dengan kepercayaan seperti ini, sayap liberal dalam gereja mulai berfokus sekali pada masalah-masalah sosial. Singkatnya, injil sosial berkata bahwa Kerajaan Allah akan datang ke dalam dunia sebagai hasil dari perbuatan baik. Jadi tiap orang tidak perlu lagi bertobat kepada Kristus.14 Baru-baru ini, muncul perdebatan penting anta­ra berba­ gai “arus”—liberal atau arus utama, Injili, Karismatik—menge­nai fungsi Gereja yang sebenarnya. Dalam beberapa hal, ini ada­lah perdebatan antara gereja-gereja arus tengah—gereja-gereja yang sebagian besar berafiliasi dengan World Council of Churches (Dewan Gereja Dunia/DGD)—dan gereja-gereja Injili—yang lebih berafiliasi dengan World Evangelical Fellowship (WEF), sekarang bernama World Evangelical Alliance (WEA). Dalam sebuah konferensi DGD di Uppsala, Swedia, pada 1966, dikatakan “penekanan bergeser dari Allah yang berbicara kepada dunia melalui gereja menjadi 14 Moffitt, hlm. 104–105. 142 Peran Gereja Allah yang berbicara kepada gereja melalui apa yang sedang Dia lakukan di dunia.”15 Mengkhianati Dua Miliar Manusia? Pandangan ini dikonsolidasi dalam pertemuan yang diselenggara­ kan DGD di Bangkok pada 1973 di mana disampaikan bahwa “keselamatan sekarang ini ditentukan oleh apa yang kita pandang sebagai perbuatan Allah di dunia sekarang ini, baik di dalam gereja atau tidak …. Penginjilan hanya memperoleh perhatian yang sangat sedikit dan orang-orang yang belum mendengar Injil tidak pernah disebutkan.”16 Di antara berbagai macam program yang dibuat untuk mengimplementasikan pengertian yang baru terhadap misi ini dalam program untuk memerangi rasisme yang mencakup pem­ berian bantuan finansial kepada kelompok-kelompok ge­rilya­wan di negara yang dahulu bernama Rhodesia (sekarang Zimbabwe). “Sebagian besar kaum injili memberikan reaksi yang sangat menentang perubahan pengertian misi. Bahkan sebelum penyelenggaraan konferensi di Uppsala, Donald McGavran telah menulis sebuah artikel yang bertanya, “Akankah Uppsala meng­ khianati dua miliar manusia?17 Banyak gereja Injili kemudian memberikan penekanan yang lebih besar terhadap penginjilan, sebagian sebagai reaksi ter­ha­­ dap arah yang ditempuh gereja-gereja yang tergabung dalam DGD. Banyak kaum Injili yang terkejut sekaligus cemas melihat apa yang mereka pandang sebagai pengkhianatan total terhadap penginjilan dan misi kepada orang-orang yang belum mendengar Injil. Jadi banyak orang, meskipun mengerti isi Alkitab tentang tanggung jawab yang tersirat dalam Perintah Agung, “membuang bayi sekaligus air untuk memandikannya,” dan sama sekali mengabaikan pelayanan kepada orang yang miskin dan menderita. Timothy Chester, Awakening to a World of Need (Leicester, UK: InterVarsity Press, 1993), hlm. 62. 16 Ibid., hlm. 63. 17 Ibid. 15 143 Child, Church, and Mission Injil Sosial Mudah untuk memaham mengapa kaum injili menjauhkan diri dari injil sosial semacam ini. Bahkan, sebagai reaksi terhadap penekanan ini, banyak kaum injili mulai menolak perbuatan baik sebagai fungsi yang sesungguhnya dari Gereja. Aliran konservatif mulai berfokus terutama pada penginjilan dan pertobatan rohani, bukan pada apa yang menjadi perhatian Allah secara keseluruhan. Faktor kedua yang menyebabkan banyak orang dari aliran Injili menjauhkan diri dari pelayanan holistik adalah argumentasi bahwa dunia tidak bisa dielakkan lagi akan bertambah buruk dan bertambah buruk sampai Yesus datang kembali, apa pun yang dilakukan orang di dunia. Seorang penginjil, Dwight L. Moody, mengungkapkannya seperti ini: “Dunia itu seperti kapal yang sedang tenggelam dan Allah telah menaruh saya dalam sebuah sekoci penolong dan memberikan pelampung kepada saya dan berkata, ‘Moody, pergilah keluar dan selamatkanlah semua orang yang bisa kamu selamatkan. Jangan kuatir tentang kapal ini. Kapal ini toh akan tenggelam.’”18 Jelas, orang miskin masih ada di sekitar kita. Jelas pula bahwa kadang Gereja tidak menghargai anak-anak. Hal lebih tidak menyenangkan, terlalu sering Gereja tidak menyadari, atau bahkan menyangkal bahwa pelayanan holistik untuk memenuhi kebutuhan anak-anak masuk dalam ruang lingkup tanggung jawab Gereja. Dalam taraf tertentu, akar dari “pengabaian besar (great omission)” ini adalah kesalahpahaman dan perbedaan teologis tentang peran dasar Gereja. Apa pun alasannya, dalam sejarah, Gereja tidak me­lakukan hampir semua yang bisa dan sebaiknya ia lakukan untuk menunjukkan kasih Kristus melalui kebajikan. Bahkan, sese­orang berkata, “Kaum Injili telah mengundurkan diri dari Kerajaan Allah dan sebagai gantinya menyelamatkan jiwa-jiwa.”19 Ini terjadi meskipun fakta menunjukkan bahwa kemiskinan dan 18 Dikutip oleh Bob Moffitt, If Jesus Were Mayor, hlm. 106. 19 Bong Rin Ro, “The Perspectives of Church History from New Testament Times to 1960,” dalam buku, In Word and Deed: Evangelism and Social Responsibility, editor: Bruce J. Nicholls (Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 1985). 144 Peran Gereja ketidakadilan telah bertambah parah. “Meskipun semua teori telah muncul dan semua tindakan berdasarkan teori itu telah di­lakukan, kita harus berhadapan dengan fakta bahwa masalah ke­miskinan masih sebesar sebelumnya … orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin … Makin banyak orang miskin di sekitar kita dibandingkan sebelumnya.”20 Dalam bukunya, Living the Faith Community, John H. Westerhoff III merefleksikan peran gereja: Sekali lagi telah muncul tendensi bagi gereja untuk menjadi sebuah lembaga, yang secara khusus menangani agama…. Kalau gereja pada dasarnya adalah sebuah lembaga sosial, gereja boleh memilih untuk sekadar memerhatikan bidang agama. Akan tetapi, jika gereja adalah komunitas iman, sebuah komunitas yang lebih mirip keluarga daripada lem­ baga, gereja harus memerhatikan setiap aspek kehidupan manusia dan berupaya memadukan agama, sosial, politik, dan ekonomi demi ditegakkannya keadilan dan kepenuhan hidup manusia bagi semua orang.21 Kita harus tetapi menggumulkan pilihan ini demi anak-anak. Peran apa yang akan kita, Gereja, mainkan ketika kita terus maju dalam sejarah? Hubungan antara Penginjilan dan Aksi Sosial Seperti telah dijelaskan dalam bagian-bagian awal buku ini, saya percaya bahwa baik penginjilan maupun aksi sosial merupakan aspek yang esensial dari peran Gereja. Sesungguhnya, melakukan keduanya merupakan cara lain untuk melakukan pengembangan secara holistik sebagaimana yang dibahas dalam buku ini. Meski­ pun demikian, karena perdebatan ini belum reda, mungkin akan bermanfaat bila kita menyelidiki berbagai macam kemungkinan 20 21 Hughes, The God of Poor, hlm. 13–14. John H. Westerhoff III, Living in the Faith Community (Minneapolis: Winston Press 1985), hlm. 78–79 145 Child, Church, and Mission dan pandangan yang telah diambil mengenai hubungan antara penginjilan dan yang disebut aksi sosial. Almarhum Tokumboh Adeyemo, mantan Sekretaris Umum Africa Association of Evangelicals, menyampaikan delapan opsi yang mungkin bisa diambil untuk memahami hubungan antara aksi sosial dan penginjilan.22 Opsi-opsi ini mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 22 Aksi sosial adalah pengalih perhatian dari Pengin­ jilan. Penginjil­an merupakan satu-satunya misi dari gereja, orang Kristen mungkin perlu terlibat dalam pelayanan-pe­layanan berbentuk aksi sosial, tetapi mereka melakukan aksi sosial itu hanya untuk memenuhi “kebutuhan yang dirasakan” orang-orang yang mereka layani. Aksi sosial sebagai pengkhianatan terhadap peng­ injilan. Pandangan ini memperlakukan aksi sosial sebagai pengalih perhatian yang dilaksanakan secara ekstrem. Di sini orang Kristen dituntut untuk melindungi diri mere­ ka dari pengkhianatan yang dilakukan oleh pelayan­anpelayanan berbentuk aksi sosial dan memfokuskan upaya mereka untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Aksi sosial adalah sarana penginjilan. Orang Kristen terlibat dalam aksi sosial untuk menciptakan kesempat­ an bagi penginjilan. Meskipun demikian, aksi sosial tidak mendapatkan tempat dalam misi-misi Kristen. Aksi sosial adalah manifestasi penginjilan. Orang Kristen terlibat dalam aksi sosial sebagai demonstrasi dari kasih Allah. Aksi sosial merupakan ekspresi yang nyata dari Injil. Aksi sosial merupakan konsekuensi penginjilan. Orang Kristen terlibat dalam aksi sosial karena aksi sosial memampukan orang Kristen untuk mengalami Tokumboh Adeyemo, “A Critical Evaluation of Contemporary Perspectives” dalam In Word and Deed: Evangelism and Social Responsibility, editor: Bruce Nicholls (Carlisle: Cumbria: Paternoster Press, 1985), hlm. 48–57. 146 Peran Gereja 6. 7. 8. hidup yang berkelimpahan. Aksi sosial merupakan mitra dalam penginjilan, walaupun bukan mitra yang setara. Aksi sosial dan penginjilan merupakan ekspresi yang khas dari Injil Yesus Kristus, dan mereka satu sama lain merupakan mitra. Aksi sosial dan penginjilan adalah mitra yang setara dalam pelayanan Kristen. Aksi sosial dan penginjilan saling melengkapi seperti dua pasang sayap dari seekor burung. Satu sayap tidak lebih penting dari sayap lain; kedua sayap itu saling membutuhkan supaya bisa ber­ fungsi dengan sepenuhnya. Aksi sosial merupakan bagian dari penginjilan. Pan­ dangan ini berkata bahwa aksi sosial memiliki peran sentral dalam misi Kristen karena Injil Yesus bertuju­ an untuk menebus setiap aspek dalam kehidupan ma­ nusia. Perintah Agung dan Amanat Agung Sama-sama Benar Jelas pandangan yang disampaikan dalam buku ini telah menjadi dan selalu menjadi kerinduan Allah untuk memakai Gereja untuk mentransformasi masyarakat, dan melakukannya secara holistik. Apakah penginjilan itu penting? Tentu saja, ya. Apakah aksi sosial penting? Ya, ini juga penting sekali. Perintah Agung dan Amanat Agung sama-sama benar. Perjanjian Lausanne (1974) ber­kata, “Keduanya itu seperti ‘dua pisau dari sebuah gunting’ atau dua sayap dari seekor burung.” Kemitraan ini terlihat dengan jelas dalam pelayanan Yesus di hadapan umum, yang tidak hanya memberitakan Injil, tetapi juga memberi makan pada orang yang lapar dan menyembuhkan orang yang sakit.”23 23 Lausanne Covenant, (Lausanne, Swiss: International Congress on World Evangelism, Juli 1974), hlm. 23. 147 Child, Church, and Mission Apa yang akan terjadi pada seorang anak seperti Joshua kalau perbedaan artifisial yang tidak perlu antara Injil dan per­ tolongan praktis tetap dilanjutkan? Joshua adalah satu dari ba­nyak anak yang dilayani oleh sebuah Pusat Pengembangan Anak (PPA) di sebuah gereja di Ghana. Bagi Joshua—seperti teman-teman sebayannya—satu gigitan nyamuk bisa menyebabkan penyakit malarianya kambuh lagi dan menyebabkan ia tidak bisa mengikuti PPA selama berhari-hari, kadang berminggu-minggu. Bukankah sudah jelas bahwa mengambil tindakan untuk melawan gigitan nyamuk adalah strategi yang penting untuk men­jaga agar anakanak tetap bisa datang ke PPA secara rutin? Jadi, gereja Joshua menjadi salah satu dari banyak gereja di Ghana yang mengambil bagian dalam kampanye untuk mendistribusikan kelambu pencegah nyamuk kepada anak-anak dan keluarga yang mereka layani. Keluarga-keluarga tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk mencari pengobatan bagi anak-anak mereka yang sakit. Gereja-gereja dan PPA melaporkan meningkatnya kehadiran anak dalam program-program yang berfokus pada anak. Bagi gereja-gereja seperti ini, tidak ada dikotomi antara mengajarkan Injil kepada anak-anak, menyelenggarakan ibadah mingguan bagi keluarga, menyelenggarakan sekolah di daerah me­ reka dan memastikan setiap keluarga telah menerima kelambu yang bisa melindungi mereka dari serangan malaria. Ini semua merupakan bagian dari pengembangan anak secara holistik dan Kristen. Manifesto Manila, yang dibuat dalam Kongres Penginjilan Sedunia yang kedua di Lausanne, mendeklarasikan bahwa kerin­ du­an Allah adalah agar “seluruh Gereja memberitakan seluruh Injil yang ke seluruh dunia”. Deklarasi ini merupakan respons yang spesifik pada fakta bahwa bagian-bagian tertentu dari Gereja cenderung untuk menekankan bagian-bagian yang berbeda dari Injil. Seperti yang telah kita lihat, kenyataan menunjukkan bahwa sebagian Gereja memberitakan sebagian Injil kepada sebagian dunia. 148 Peran Gereja Kaum Injili mungkin mengharapkan rekan-rekan mereka dari arus tengah memiliki perhatian yang lebih besar terhadap penginjilan. Di sisi lain, aliran Injili juga harus memerhatikan tun­tutan-tuntutan yang ada dalam Perintah Agung secara lebih serius, supaya kita tidak memberitakan separuh isi Injil dan de­ ngan demikian tidak menghargai belas kasihan Allah pada mereka yang mengalami penderitaan jasmani. Bahkan, kedua aliran itu telah memainkan peran mereka. Meg Crossman mengingatkan kita, “Gereja yang liberal menunjukkan pada kita kebutuhan yang ada; gereja Injili menunjukkan kita rencananya; dan gereja karismatik/ pentakosta mengingatkan kita bahwa Allah ada di dalamnya!”24 Menjadi pendapat saya bahwa pelayanan-pelayanan yang bergerak di bidang pengembangan merupakan respons teologis terhadap: Kebenaran tentang ciptaan yang baik tetapi telah jatuh ke dalam dosa. Tentang Allah yang ingin menebus bukan hanya individu-individu, tetapi juga seluruh kebudayaan dan ma­sya­rakat. Tentang Allah yang ingin mendamaikan dunia yang telah jatuh ke dalam dosa dengan diri-Nya. Perikop-perikop yang berapi-api dalam Alkitab (seper­ ti Yesaya 65, Kolose 1:15–20, Lukas 4:16–18) yang meng­ungkapkan kasih Allah dan kerinduan-Nya untuk menebus umat manusia. Sungguh, kita harus berupaya mewujudkan kebenaran dalam Yesaya 65:17–25, Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati… Aku mencipta­ kan Yerusalem penuh sorak-sorak dan penduduknya penuh 24 Meg Crossman, dikutip dalam buku karangan Moffitt, If Jesus Were Mayor, hlm. 114. 149 Child, Church, and Mission kegirangan. Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena umat-Ku; di dalamnya tidak akan kedengaran lagi bunyi tangisan dan bunyi erangpun tidak. Di situ tidak akan ada lagi bayi yang hanya hidup beberapa hari atau orang tua yang tidak mencapai umur suntuk, sebab siapa yang mati pada umur seratus tahun masih akan dianggap muda, dan siapa yang tidak mencapai umur seratus tahun akan dianggap kena kutuk… Mereka tidak akan bersusah-susah dengan percuma dan tidak akan melahirkan anak yang akan mati mendadak, sebab mereka itu keturunan orang-orang yang diberkati TUHAN, dan anak cucu mereka ada beserta mereka. Maka sebelum mereka memanggil, Aku sudah menjawabnya; ketika mereka sedang berbicara, Aku sudah mendengarkannya. Para Pemangku Kepentingan Utama dalam Pelayanan Gereja Ada tiga kelompok yang secara khusus menjadi pemangku kepentingan utama25 dalam pelayanan Gereja. Mereka adalah orang miskin,26 korban-korban ketidakadilan atau orang-orang yang tertindas,27 dan anak-anak.28 Sejak awal, orang miskin dan orangorang yang dibuang masyarakat memiliki tempat yang penting dalam Kerajaan Allah. Dalam Lukas 6:20 Yesus mengajarkan, “Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah”. Dalam sebuah perikop yang paralel dalam Matius 5:10, Dia berkata, “Berbahagialah mereka yang dianiaya karena kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Pernyataan misi Yesus sendiri dalam Lukas 4:18–19, yang diambil dari Yesaya 61, terutama berfokus pada orang-orang yang dibuang masyarakat. Saya berutang budi kepada Dr. Bambang Budijanto dan karangannya, “The Ecclesia of Jesus Christ,” untuk pemikiran-pemikiran dalam bagian ini. 26 Lihat Lukas 6:20. 27 Lihat Matius 5:10 28 Lihat Markus 10:14–15. 25 150 Peran Gereja “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orangorang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Bahkan instruksi Yesus kepada murid-murid-Nya dimulai dengan menyebut orang yang miskin dan membutuhkan. Dr. Budijanto mengungkapkan, Bukannya meletakkan landasan teori di kelas, Yesus memulai proses pembentukan murid-murid-Nya melalui pengalaman hidup yang nyata. Dia mengajak 12 murid-Nya untuk berte­ mu muka dengan muka dengan para pemangku kepentingan Kerajaan Allah. Karena tidak lama setelah memanggil 12 orang menjadi murid-Nya, Lukas mencatat tujuh perjumpaan (antara pasal lima sampai delapan) yang dialami Yesus dengan orang miskin, orang yang dibuang masyarakat, dan mereka yang tidak menjadi bagian dari arus utama da­lam masyarakat Yahudi—orang yang sakit kusta, pemungut cukai, orang yang lumpuh, wanita yang hidup dalam dosa, prajurit-prajurit Romawi,29 seorang pria yang dirasuk setan, dan wanita yang sakit yang hidup dalam kenajisan.30 Ia melanjutkan, Yesus ingin memastikan bahwa tiang-tiang utama dari Eklesia pada masa mendatang akan selalu ingat bahwa per­­jumpaan dengan orang miskin, orang yang lemah, dan orang yang dibuang masyarakat merupakan inti dari proses Meskipun seorang perwira bisa jadi tidak menjalani kehidupan yang tidak menyenangkan bila dibandingkan kategori-kategori lain dalam daftar yang ada, pertama-tama ia datang kepada Kristus dengan merepresentasikan budaknya, dan kedua sebagai prajurit Romawi, ia bukan bagian dari arus utama dalam komunitas Yahudi. 30 Budijanto, hlm. 12. 29 151 Child, Church, and Mission pembentukan seorang murid. Lebih lanjut, Yesus bukan hanya memberikan kesempatan kepada dua belas murid-Nya untuk bertemu muka dengan muka dengan orang-orang kunci dan pemangku-pemangku kepentingan dalam Kerajaan Allah. Dia juga mendemonstrasikan bagaimana seorang murid Kristus terlibat dalam kehidupan mereka.31 Demikian pula, perjalanan kita bersama Kristus tidak bisa autentik tanpa keterlibatan yang signifikan dalam kehidupan orang miskin. Baik disadari atau tidak, ketika seseorang menempuh per­ jalanan untuk menjadi serupa dengan Kristus bersama dan dalam sebuah komunitas Kerajaan Allah, proses transformasi yang terjadi akan berdampak pada orang orang yang miskin, orang yang lemah dan orang yang dibuang masyarakat. Demikian pula, jelas bahwa anak-anak memiliki tempat yang spesial dalam Kerajaan Allah. Yesus berkata bahwa hanya mereka yang menerima Kerajaan Allah seperti anak-anak yang bisa menjadi warga kerajaan itu.32 Hal mengherankan, ketika murid-murid-Nya berdebat siapakah yang terbesar di antara mereka, Yesus menun­ juk pada anak-anak.33 Yesus menetapkan bahwa anak-anak dan kerendahhatian mereka merupakan tolok ukur kebesaran dalam Kerajaan Allah dalam Matius 19:14 ketika Dia berkata, “Biarkan anak-anak kecil itu datang kepada-Ku dan jangan menghalangi mereka, karena orang-orang yang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Kerajaan Allah adalah milik anak-anak. Cara orang me­man­ dang dan memperlakukan anak-anak akan menentukan apakah mereka memenuhi syarat bagi Kerajaan Allah, seperti peringatan Yesus, Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Tetapi barangsiapa menyesat­ kan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada- Ibid. Lihat Lukas 18:17 33 Lihat Matius 18:4 31 32 152 Peran Gereja Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (Mat. 18:5–6) Dua Struktur, Satu Fungsi Saya percaya bahwa kita telah diperintahkan agar gereja se­baik­ nya memelihara anak-anak yang miskin. Namun, berikut ini ada beberapa sedikit pesan mengenai bagaimana Gereja harus memelihara anak-anak. Tentu saja, sering kali yang terjadi adalah gereja lokal me­ miliki visi untuk memiliki pelayanan pengembangan anak yang efektif, berjangka panjang, inovatif dan holistik tetapi kekurangan tenaga, keahlian, fasilitas, atau sumber-sumber lainnya. Tentu saja, tidak hanya gereja yang besar, maju, penuh dengan talenta yang harus memiliki pelayanan pengembangan semacam ini. Jadi, diperlukan pembahasan lebih jelas tentang struktur-struktur yang sudah lazim dalam Gereja. Dalam hal ini, kita bisa belajar bagaimana secara tradisi Gereja telah bergerak di bidang misi. Di sepanjang sejarah gereja, selalu ada dua macam struktur gereja. Hal pertama adalah gereja yang berkumpul—jemaat lokal, menumbuhkan dan memelihara jemaat dari segala usia dan gender. Namun, sejak awal era ke­ kristenan, gereja yang berkumpul ini sering kali memunculkan “anggota-anggota badan” yang terspesialisasi, yang melaksanakan penjangkauan-penjangkauan baru atau pelayanan-pelayanan yang lebih terspesialisasi dari Gereja. Almarhum misiolog Dr. Ralph Winter menamakan dua struk­ tur ini, modalitas dan sodalitas.34 Modalitas adalah persekutuan yang berjemaat dengan keanggotaan yang jelas. Sodalitas adalah lengan atau kepanjangan gereja yang didirikan untuk me­ lakukan penjangkauan yang lebih terspesialisasi atau pelayanan 34 Ralph D. Winter, “Two Structures of God’s Redemptive Mission,” dalam Perspectives on the World Christian Movement: A Reader, editor: Ralph D. Winter dan Steven C. Hawthorne (Pasadena, CA: William Carey Library, 1999). 153 Child, Church, and Mission masyarakat. Modalitas—atau gereja lokal—memiliki peran yang lebih terdefinisikan, yaitu menerima dan menumbuhkan selu­ ruh anggota tubuh Kristus. Ia memiliki keanggotaan yang jelas, otoritas, kesatuan yang menyeluruh, kontinuitas, dan memastikan stabilitas dalam tubuh Kristus. Sodalitas memampukan gereja untuk menjangkau ke luar dan melaksanakan pelayanan-pelayanan terspesialisasi yang tidak mungkin dan tidak bisa dilaksanakan dengan mudah oleh gereja yang berkumpul. Dua struktur ini ada baik dalam tingkat makro (gereja se­ ca­ra global) dan mikro (gereja lokal). Di tingkat makro, sebagai contoh, Gereja Katolik terkenal karena memunculkan sodalitas— Ordo Yesuit dan Fransiskan untuk melaksanakan aktivitas-aktivi­tas yang terspesialisasi. Gereja Protestan telah menciptakan badan-ba­ dan misi, pergerakan-pergerakan kaum muda, pelayanan yang ter­ spesialisasi seperti Campus Crusade, dan yayasan yang terkenal lainnya seperti Mission Aviation Fellowship (MAF) dan Compassion International. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat mikro. Gereja-gereja lokal—atau modalitas—mungkin memiliki visi dan kerinduan me­ miliki pelayanan yang terspesialisasi, seperti program-program pengembangan anak, sekolah-sekolah yang berbasis di gereja, hostel-hostel, atau rumah-rumah untuk menampung anak-anak yatim piatu atau anak-anak yang cacat, tetapi tidak memiliki keahlian untuk melaksanakan hal itu. Gereja-gereja sering kali membentuk panitia, atau departemen atau struktur yang khusus lainnya—sebuah sodalitas—untuk bisa melaksanakan pelayanan anak atau program-program penjangkauan. Sodalitas ini meneri­ ma mandat untuk mencari staf, ahli, fasilitas yang dibutuhkan, dan keahlian-keahlian yang terspesialiasi untuk melaksanakan pelayanan mereka. Contoh sodalitas yang berbasis di gereja adalah sekolahsekolah yang memiliki asrama atau hostel-hostel yang dikelola gereja. Beberapa anak terpaksa meninggalkan desa tempat tinggal mereka untuk memperoleh pendidikan. Tidak ada sekolah di desa tempat tinggal mereka yang terpencil. Mereka harus menemukan 154 Peran Gereja asrama yang cocok dan aman ketika mereka sekolah. Jadi, banyak sodalitas mikro seperti asrama-asrama sekolah atau hostel-hostel yang dikelola gereja nampak seperti hadiah dari surga bagi anakanak ini dan keluarga mereka. Sodalitas mikro ini menyediakan lingkungan hidup yang sehat, orangtua asuh, dan banyak kemungkinan untuk mengalami perkembangan secara holistik bagi anak-anak yang terpaksa hidup jauh dari rumah me­reka agar beroleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Gereja lokal saja, bahkan kalaupun ada di desa tempat tinggal mereka, tidak bisa memberikan kesempatan semacam ini bagi anak-anak. Lembaga-lembaga Kristen seperti ini, meskipun bukan “ge­ reja di sudut jalan” yang berkumpul, merupakan sebuah manifestasi dari gereja yang bertindak. Ini masih merupakan gere­ja yang sedang mendatangkan perbedaan dalam kehidupan anak-anak yang membutuhkan. Gereja di semua tingkatan, baik “gereja di sudut jalan” yang berkumpul atau manifestasi-manifestasi berupa orang-orang Kristen yang berkorban, melayani dan berbagi merupakan alat yang secara unik dipilih Allah untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan dan menebus. Menjadikan anak-anak dan kaum muda sebagai bagian yang signifikan dari pelayanan dan rencana misi mereka tidak hanya merupakan tindakan yang bertanggung jawab dan penuh dengan belas kasihan, tetapi juga bersifat visioner dan strategis. Bacaan Creation Regained oleh Albert M. Wolters, hlm. 12–71. If Jesus Were Mayor oleh Bob Moffitt, 51–97. “Children and the Kingdom of God” oleh Jessie Stevens, Together, Juli–September 1985. “The Debate Begins” oleh Timothy Chester, Awakening to a World of Need, Bab 2. “Face to Face with Need, oleh Timothy Chester, Awakening 155 Child, Church, and Mission to a World of Need, Bab 3. “Lausanne: Congress, Covenant, Movement,” oleh Timothy Chester, Awakening to a World of Need. “Evangelism and Social Action,” Lausanne Occasional Papers (No. 21). Grand Rapids Report, Two Structures of God’s Redemptive Mission oleh Ralph Winter. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Menunjuk pada pendapat Dr. Budijanto tentang pe­ mangku-pemangku kepentingan kunci dalam “eklesia” yang baru diciptakan Allah. Apakah Anda setuju bah­wa anak-anak, sejak awal, adalah pemangku-pemangku kepentingan kunci? Mengapa? Diskusikan dan berikanlah ayat-ayat Alkitab yang mendukung jawaban Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Bagaimanakah gereja atau persekutuan lokal Anda mendemonstrasikan prioritas mereka yang menjadi pemangku-pemangku kepentingan kunci? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Menurut Anda, apakah ketika Allah melihat Anda, ciptaan-Nya, Dia menganggapnya “baik”? 156 Peran Gereja ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Dengan kata-kata Anda sendiri, gambarkanlah ba­ gaimanakah implikasi dari kebenaran tentang kebaik­an ciptaan Allah terhadap pelayanan anak. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Bacalah Yohanes 3:16–17. Seperti Anda melihatnya, dalam pelayanan macam apa sebaiknya sebuah gereja berpartisipasi untuk kepentingan anak-anak, dengan mempertimbangkan bahwa kata Yunani untuk dunia (kosmos) menunjuk pada seluruh ciptaan? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 6. Pertimbangkanlah sumber daya yang dimiliki gereja atau pelayanan Anda—manusia, uang, materi, lingkungan, dan yang bersifat relasional. Dengan mengoptimalkan sumber daya ini, apakah tiga aktivitas pelayanan yang bisa dilakukan gereja Anda (atau sedang dilakukan gereja Anda) untuk kepentingan anak-anak yang ber­ kaitan dengan penebusan seluruh ciptaan? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 157 6 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan Tanggung Jawab Khusus Gereja? Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia: “Ini anakmu, ia sudah hidup!” Kemudian kata perempuan itu kepada Elia: “Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.” 1 Raja-raja 17:23–24 Child, Church, and Mission K ami menghargai semua yang dilakukan dunia sekuler—pe­ merintah, PBB, LSM-LSM arus utama dan yayasan yang se­rupa—untuk memelihara orang-orang yang membutuhkan. Orang Kristen bisa dan benar-benar banyak belajar dari metode dan pendekatan yang mereka pakai. Namun, buku ini membahas pelayanan yang bersifat holistik terhadap anak-anak dan kaum muda. Saya juga akan menyampaikan pendapat saya di sini bahwa gereja-gereja bukan hanya harus berpikir secara holistik terhadap anak-anak, tetapi juga, dalam kenyataannya, hanya Gereja yang mampu melakukan hal itu, karena hanya Gereja yang bisa memenuhi kebutuhan manusia secara keseluruhan. Lebih lanjut, banyak dukungan dalam Alkitab bahwa kepedulian pada anak-anak merupakan tanggung jawab khusus Gereja dan orang Kristen. Kita sudah melihat dari sebuah sudut pandang yang teo­ logis bahwa Gereja memiliki tanggung jawab yang unik untuk memelihara orang yang membutuhkan. Gereja adalah alat Tuhan untuk menebus semua ciptaan-Nya. Kita, umat-Nya, merupakan tangan dan lengan Kristus. Dalam bab ini, kita akan melihat beberapa perikop dalam Alkitab yang berisi pandangan mengapa, dalam kenyataan, hanya Gereja yang bisa melakukan pengembangan secara holistik. Per­tanyaan yang kami ajukan selengkapnya adalah: “Mengapa kepedulian pada anak-anak merupakan tanggung jawab khusus Gereja?” Hanya Gereja (Orang-orang Kristen!) yang Bisa Menjawab Kebutuhan Manusia secara Keseluruhan Lukas 2:52 menceritakan perkembangan Yesus sendiri, “Yesus ber­ tumbuh dalam hikmat dan besarnya dan makin disukai Allah dan manusia.” Seperti yang telah kita lihat, ayat yang singkat itu memberi­ kan contoh yang luar biasa bagi pengembangan anak. Compassion International telah lama menggunakan ayat ini sebagai dasar bagi pelayanan yang holistik kepada anak-anak. Kami ingin semua 160 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... anak dalam program-program yang kami laksanakan memiliki kesempatan untuk bertumbuh seperti Yesus. Semua program yang kami dukung setidak-tidaknya harus memiliki empat komponen ini. Hikmat berkaitan dengan program-program pendidikan (atau pembelajaran) yang kami selenggarakan dan juga pelatihan da­lam hal nilai-nilai dalam Alkitab, kemampuan untuk membedakan, penilaian dan pengambilan keputusan yang bijaksana yang di­ dasarkan pada prinsip-prinsip dalam Alkitab. Besar berkaitan dengan apa pun yang ada hubungannya dengan kesehatan dan pertumbuhan fisik. Disukai Allah berbicara tentang pemeliharaan dan pembentukan kehidupan rohani anak-anak. Disukai manusia menunjuk pada perkembangan sosial dan meningkatnya ke­mam­ puan anak untuk membangun hubungan dan berinteraksi secara tepat dengan orang lain. Harapan dan doa kami adalah agar semua anak yang kami layani juga akan bertumbuh dalam empat bidang ini. Sungguh, empat bidang ini memberikan ruang lingkup yang terprogram bagi pelayanan. Bill Gothard berkata bahwa hikmat adalah “memandang kehidupan dari sudut pandang Allah”. Saya suka itu. Satu hal su­ dah pasti—anak-anak di sebagian besar sistem pendidikan di seluruh dunia tidak akan belajar memandang kehidupan dari su­ dut pandang Allah. Sebaliknya, mereka akan memandangnya dari sudut pandang dunia sekuler, dari media atau dari teman-teman sebaya mereka. Mungkin inilah sebabnya Petrus memberi tahu kita agar menambahkan kebaikan terhadap iman kita dan kemudian pengetahuan. Tanpa kebaikan terlebih dahulu, kita tidak benarbenar mengetahui apa yang harus kita lakukan dengan pengetahu­ an yang kita miliki. Saya percaya bahwa program-program pengembangan anak secara holistik perlu menyediakan kesempatan yang jauh le­bih signifikan dan luas bagi anak-anak agar bertumbuh dalam hik­mat. Kemudian, seperti yang telah kita lihat berulang kali, Bill Gothard, Advanced Seminar Textbook (Oakbrook, IL: Insitute in Basic Life Principles, 1986), hlm. 358. Lihat 2 Petrus 1:5. 161 Child, Church, and Mission biasanya mereka akan menikmati keberhasilan yang lengkap dalam keputusan-keputusan yang mereka ambil dalam hidup ini ketika mereka remaja dan dewasa. Satu contoh dari hal ini dalam sejarah Compassion adalah Roberto Christobal, anak yang disponsori yang dibesarkan di Bocaue, sebuah lingkungan terpencil di Filipina. Keluarga Roberto mendorong dia untuk sangat menghargai pendidikan. Ketika ia ikut program sponsor yang diselenggarakan Compassion, Roberto memilih untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Ia menjadi siswa yang berprestasi dan memenuhi syarat untuk kuliah di universitas. Meskipun mengumpulkan dana untuk kuliah di perguruan tinggi menjadi tantangan, Roberto bisa mendanai kuliahnya sendiri ketika ia mulai kuliah di perguruan tinggi. Setelah wisuda, ia menjadi guru di sekolah menengah (se­kolah bagi anakanak berusia 11–18 tahun) dan melanjutkan pendidikannya hingga universitas. Roberto membuat serangkai­an pilihan untuk mengejar dan menyelesaikan pendidikannya. Akhirnya ia tidak hanya menjadi pendidik yang sukses, ia juga menjadi direktur proyek Compassion. Betapa luar biasa transisi ini, dari seorang anak yang mendapat sponsor menjadi pendidik yang ahli! Bertambah besar bisa berarti apa pun yang secara lang­ sung berkaitan dengan memperbaiki kesehatan anak, penyediaan makanan yang tepat, pencegahan penyakit, dan kemampuan untuk menjaga kesehatan sendiri, dan kebutuhan anak akan udara dan air yang bersih, pakaian, tempat tinggal, makanan, dan/atau sanitasi. Yesus kelihatannya kuat dan sehat. Dia memperoleh nutrisi yang cukup dan berbadan tegap serta penuh semangat. Dia memiliki stamina untuk menempuh perjalanan jauh. Tidak diragukan lagi otot-ototnya kelihatan di badannya hasil dari mengayunkan palu dan menggergaji selama bertahun-tahun. Dia tidak selalu menunjukkan watak yang “lembut dan halus”. Rupanya, ia memiliki cambuk dan tahu bagaimana menggunakannya. Semakin disukai Allah bisa mencakup apa pun yang ber­ kaitan dengan pemeliharaan dan pertumbuhan rohani: doa, 162 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... penyembahan, kebutuhan anak-anak akan Allah, keselamatan, juga konsep-konsep seperti keindahan dan kebaikan. Hubungan yang benar dengan Allah menghasilkan hubungan yang benar dengan semua ciptaan-Nya. Jelas tidak ada intervensi sekuler yang bisa membahas hal ini dari sudut pandang Alkitab. Hanya orang Kristen yang memiliki kebenaran rohani dan sumber daya untuk membantu anak-anak bertumbuh seperti Yesus di bidang ini. Semakin disukai manusia berkaitan dengan hubungan kita dengan orang lain, termasuk kebutuhan kita akan persahabatan, saling berbagi dan tertawa dan kesempatan untuk belajar yang meningkatkan perasaan aman dan harga diri anak, meningkatkan pengertiannya akan bakat yang dimilikinya dan meningkatkan kreativitas anak. Menarik untuk memerhatikan bagaimana Yesus bertumbuh dalam empat bidang ini. Robert Moffitt menunjukkan bahwa Yesus tidak hidup dalam lingkungan yang kaya raya. Keluarganya tidak memiliki ledeng dan listrik, dan mungkin Dia tidak memperoleh pendidikan sekuler yang terbaik. Yesus juga dibesarkan di tengahtengah iklim politik yang agak bermusuhan. Apakah ini terdengar seperti beberapa lingkungan anak-anak dibesarkan dewasa ini? Kesehatan Yesus secara keseluruhan—secara jasmani, mental, sosial, dan rohani—tidak tergantung pada kekayaan dan harta benda miliknya. Sebaliknya, itu didasarkan pada hubungan yang benar dengan Allah, dengan lingkungannya dan dengan orang lain—dengan kata lain, sebuah sudut pandang yang alkitabiah. Harapan dan kerinduan dari pengembangan anak secara holistik adalah agar semua anak bisa bertumbuh seperti Yesus. Mengapa berupaya mencapai perkembangan seperti ini merupa­ kan tanggung jawab khusus Gereja? Karena hanya Gereja—kita orang-orang Kristen—yang memahami hal ini dan sudut pandang alkitabiah yang akan membuat itu menjadi sebuah kenyataan. Moffitt, hlm. 37–39. 163 Child, Church, and Mission Karena Allah Mendengar Anak-anak Menangis Pandangan kedua mengapa Gereja memiliki tanggung jawab khusus adalah karena kita orang-orang Kristen memiliki “pikiran Kristus”. Bagian dari pikiran Kristus itu adalah mengerti hati Allah terhadap anak-anak dan pengertian kita bahwa Dia berharap kita memiliki hati yang sama. Dia mendengar anak-anak menangis dan berharap kita juga mendengar dan merespons tangisan mereka. Kasih dan perhatian kita kepada anak-anak yang menderita merupakan refleksi dari kasih dan perhatian Allah kepada anak-anak itu. Dalam Kejadian 21:17 kita belajar bahwa Allah mendengar seorang anak laki-laki (Ismael), menangis. Dan Allah bukan ha­ nya mendengar, Dia juga bertindak—melakukan sesuatu untuk merespons tangisan anak laki-laki itu. Marilah kita lihat ayat itu dan lihat apa yang bisa kita pelajari mengenai kewajiban kita. Kejadian 21:17 memberi tahu kita kisah di mana Allah mendengar anak lakilaki (Ismael) menangis dan malaikat Tuhan memanggil Hagar dari surga dan berkata kepada dia, “Ada masalah apa Hagar? Jangan takut, Allah telah mendengar anakmu menangis ketika ia terbaring di sana.” Abraham adalah salah satu pahlawan iman dalam Alkitab. Namun, ia tidak selalu menggunakan imannya atau memiliki pe­­­nilaian yang baik. Cerita tentang kelahiran putranya, Ismael dari hamba perempuannya bernama Hagar, adalah contoh dari ke­putus­an yang buruk dalam kehidupannya. Allah bahkan me­ nebus ke­putusan yang buruk ini. Kejadian 21 memberikan pe­ tunjuk bagaimana Allah mendengar anak-anak-Nya menangis dan memberikan kita instruksi untuk memelihara anak-anak yang membutuhkan. Hagar dan Ismael sedang berada di padang belantara setelah Abraham mengusir mereka. Tidak lama kemudian, makanan dan air yang mereka bawa habis. Mereka tidak memiliki sumber daya Pemikiran-pemikiran dalam bagian ini diambil dari buku kecil yang ditulis Dr. Alemu Beeftu, berjudul God Heard the Boy Crying (Colorado Springs, CO: Compassion, 2001). 164 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... lain. Bisa dimengerti, Hagar tidak tahan melihat Ismael mati, jadi ia meletakkan Ismael dalam rimbunan semak-semak dan duduk agak jauh dari anak itu. Ia tahu bahwa ia dan anaknya tidak memiliki harapan lagi. Namun Allah memiliki rencana lain! Allah mendengar anak laki-laki itu menangis. Malaikat Tuhan memanggil Hagar dari surga dan berkata kepada dia, “Ada masalah apa Hagar? Jangan takut, Allah telah mendengar anakmu menangis. Angkatlah anak itu dan bimbinglah dia.” Kemudian Allah membuka mata Hagar dan ia melihat sebuah sumur berisi air. Ibu dan anak itu tetap hidup bahkan bertambah besar. Alkitab mencatat bahwa Allah menyertai Ismael ketika ia semakin besar. Apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini tentang perhatian Allah kepada anak-anak? Beberapa hal muncul dalam pikiran. Allah mendengar anak-anak menangis! Bahkan dewasa ini, kita bisa memastikan bahwa Allah mendengar anak-anak menangis. Ia ingin merespons tangisan mereka. Namun, Allah tidak hanya mendengar; Dia juga berbica­ ra dari surga. Dia mengutus utusan-Nya dari surga. Dia juga mengutus Gereja, bersama keluarga-keluarga yang telah menjadi anggota gereja yang memiliki tanggung jawab untuk mengasihi dan memelihara anak-anak dewasa ini. Allah menanyakan masalah yang ada: “Ada masalah apa?” Seperti malaikat Tuhan bertanya kepada Hagar mengapa anaknya menangis, demikian pula saya percaya Allah bertanya kepada Gereja dewasa ini, “Mengapa anak-anak menangis?” Terlalu sering Gereja menyerahkan tanggung jawab kepada UNICEF, LSM-LSM, atau pemerintah untuk bertanya mengapa anak-anak menangis. Gereja sendiri perlu menemukan penyebab anak-anak menangis. Gereja perlu mengetahui keadaan orang-orang yang miskin. Gereja harus mendidik dirinya sendiri tentang eksploitasi yang menimbulkan kemiskinan. Gereja harus mengerti anak-anak menangis karena mereka menderita. Mereka menderita kelaparan, sakit, tidak mempunyai pakaian atau tempat tinggal yang pantas, Lihat Kejadian 21:9-21. 165 Child, Church, and Mission diabaikan, diperlakukan dengan kejam, ketakutan, buta huruf, dan merasa tidak aman (itu baru awal). Anak-anak juga menangis karena merindukan martabat, respek, dan kasih yang berasal dari Allah. Allah membesarkan hati mereka yang peduli anak-anak. Malaikat yang diutus Tuhan tidak hanya menanyakan masalah yang ada, tetapi juga menghibur Hagar. Malaikat itu berkata kepada Hagar, “Jangan takut”. Satu hal yang harus dimengerti Gereja ada­ lah peduli pada anak-anak—khususnya anak-anak yang hidup di tengah keadaan yang sulit—adalah pekerjaan yang penuh dengan tekanan, “menakutkan” (memedulikan anak-anak dalam lingkung­ an yang normal sudah cukup sulit!). Terlalu sering pemimpinpemimpin gereja gagal untuk mengerti tekanan dan tantangan dalam memelihara, mengajar, dan membesarkan anak-anak. Gerejagereja sering kali lupa membesarkan hati dan mendukung ibu-ibu yang sibuk, guru-guru Sekolah Minggu, pengasuh-pengasuh anak yang bekerja dari pagi sampai siang, atau pekerja-pekerja sosial dalam program perkembangan anak yang berbasis di gereja. Gereja perlu peduli kepada orang-orang yang peduli! Kita perlu berkata kepada mereka, “Jangan takut!” Allah memberikan instruksi mengenai bagaimana pe­ duli pada anak-anak. Malaikat itu memberikan instruksi kepada Hagar mengenai apa yang harus dilakukannya kepada anaknya itu: “Angkatlah anak itu dan bimbinglah dia.” Hal menarik, dua perintah ini kelihatan berkaitan dengan pelayanan yang sekarang ini kita namakan penanggulangan bencana dan pembangunan. “Angkatlah anak itu,” mengindikasikan dukungan secara jas­mani, emosi, dan moral. Ini berkaitan dengan aktivitas pe­nang­ gulangan bencana yang dilakukan banyak LSM Kristen dewasa ini. Lakukan apa pun yang perlu agar anak itu tidak mati. “Bimbinglah anak itu,” menunjukkan pendampingan ter­ hadap anak, membesarkan hati, mendukung dan memuridkan anak itu sementara Anda mendampingi dia. Ini berkaitan dengan pelayanan pengembangan jangka panjang yang dilakukan banyak LSM Kristen, termasuk Compassion—menyediakan pelatihan 166 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... jangka panjang, menumbuhkan, dan melakukan pemeliharaan yang diperlukan agar anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan pesat. Allah mengucapkan janji tentang anak-anak. Allah juga berjanji kepada Hagar mengenai putranya. Kejadian 21:18 men­ catat janji Allah, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar.” Hagar menyangka ia dan Ismael akan mati kehausan di padang gurun, Allah berbicara mengenai potensi dan janji yang Dia berikan kepada Ismael. Salah satu tantangan yang dihadapi Gereja dewasa ini adalah memandang semua anak sebagai sebuah janji dan “mengucapkan janji” mengenai anak-anak yang dilayani Gereja. Apakah gereja-gereja dewasa ini bersedia mengucapkan janji kepada anak-anak yang mereka layani—dan kemudian melakukan apa yang perlu untuk membuat janji-janji itu menjadi kenyataan? Ismael kemudian menjadi bangsa yang besar yang dewasa ini masih ada dan mengalami kemakmuran. Teman saya, Dr. Alemu Beeftu berkata adanya minyak di negara-negara keturunan “Ismael” di Timur Tengah mungkin merupakan penggenapan yang terusmenerus dari janji yang diberikan Allah kepada Hagar mengenai Ismael. Allah membuka mata kita supaya bisa melihat sumber daya yang ada. Ketika Hagar yakin bahwa ia akan mati kehausan, Allah membuka matanya sehingga ia bisa melihat sebuah sumur yang ada di dekatnya!Ia tidak mengirim satu truk tangki air atau badan penanggulangan bencana dari negara lain, tetapi memenu­ hi kebutuhannya dari sumber daya yang ada di dekatnya. Allah menunjukkan kepada Hagar kemungkinan-kemungkinan yang ia tidak tahu bahwa itu ada. Dewasa ini, salah satu tantangan yang dihadapi orang miskin adalah mengetahui apa yang tersedia. Membuka mata orang dewasa merupakah satu cara yang dipakai Allah untuk merespons tangisan anak-anak. Ini merupakan pelajaran penting dalam perikop ini. Terlalu sering gereja-gereja merasa bahwa mereka pokoknya tidak Lihat Kejadian 21:19. 167 Child, Church, and Mission memiliki sumber daya untuk merespons kebutuhan anak-anak di tengah-tengah mereka. Namun, saya percaya Allah akan melakukan bagi gereja yang bersedia dan memiliki sumber daya persis seper­ ti yang Dia lakukan bagi Hagar. Dia akan mem­buka mata gereja supaya bisa melihat sumber daya yang ada—tepatnya melihat sumber daya yang dibutuhkan—yang tidak diketahui gereja bah­wa itu ada. Sering kali sumber daya itu ada di dekat kita! Allah menjadi teman. Allah tidak hanya memenuhi ke­ butuhan Hagar dan Ismael pada saat itu, Allah juga menyertai Ismael sepanjang hidupnya. Kehadiran Allah mendatangkan ke­ hidupan dan harapan di padang gurun. Sungguh, Dia adalah teman dan pelindung orang miskin. Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah memastikan anak-anak tahu bahwa Allah adalah teman mereka. Jangan keliru, Allah mendengar anak-anak menangis! Dia sedang menantang Gereja untuk memberikan respons. Dia se­ dang menanyakan masalah yang ada. Dia ingin kebutuhan jasmani, emosi, dan rohani anak-anak terpenuhi. Dia akan membuka mata Anda supaya bisa melihat sumber daya yang tersedia. Dialah teman semua anak. Orang Kristen memiliki tanggung jawab khusus untuk peduli pada anak-anak karena kitalah satu-satunya yang mengerti isi hati Allah terhadap anak-anak. Karena peduli pada Anak-anak Melenyapkan Ketidakpercayaan Alasan lain orang Kristen memiliki tanggung jawab khusus peduli pada anak-anak adalah karena kita juga berminat memper­luas kerajaan-Nya dan memberikan ke­pada anak-anak dan kaum muda serta keluarga mereka kesempat­an untuk menjadi bagian dari kerajaan itu. Dan, meskipun kita tidak memelihara anakanak sekadar untuk menjangkau orang­tua mereka, faktanya ada­ lah peduli pada anak-anak merupakan cara yang efektif untuk memengaruhi orangtua mereka dan orang-orang dewasa lainnya. Lihat Kejadian 21:20. 168 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... Sebagai misiolog, saya secara khusus menyukai kisah yang penuh kekayaan dan pewahyuan tentang Elia dan janda di Sarfat yang terdapat dalam 1 Raja-raja 17. Kita akan melihat mengapa perikop ini belakangan menjadi sebuah perikop tentang misi. Namun pertama-tama, mari kita lihat kembali cerita yang sudah kita kenal ini. Hal pertama yang kita dengar tentang pelayanan Elia adalah kekeringan yang sedang melanda selama tiga setengah tahun. Burung gagak memberi makan dia di sebuah tempat bernama Jurang Kerit. Air di sana kemudian habis dan ia diutus untuk pergi ke Zarfat yang berada jauh di utara. Di sana, ia minta makanan dan minuman kepada seorang janda, namun janda itu bersumpah bahwa saat itu ia sedang memakai tepung dan minyak terakhir yang dimilikinya. Bahkan ia tidak tahu bagaimana ia akan tetap hidup setelah itu semua digunakan. Elia minta kepada janda itu agar bertindak dengan iman dan membuat makanan bagi dia terlebih dahulu. Janda itu mentaati instruksi Allah itu dan imannya menyebabkan mukjizat terjadi. Tepat seperti yang dijanjikan Elia kepadanya, makanan dan mi­ nyak di rumahnya tidak pernah habis. Ia mengundang Elia untuk menginap di kamar atas di rumahnya. Kita tidak tahu berapa lama Elia menginap di sana—mungkin sekitar dua tahun. Hal yang kita ketahui adalah sementara Elia berada di sana, minyak dan tepung janda itu tidak pernah habis. Namun, pada satu titik ketika Elia menginap di sana, putra janda itu sakit parah. Kondisinya memburuk hingga akhirnya ia tidak bernapas lagi. Pada mulanya janda ini menyalahkan Elia, mengekspresikan perasaan bersalah dan dukacitanya seperti yang dicatat dalam 1 Raja-raja 17:18, “Apakah maksudmu datang ke­ mari, ya abdi Allah? Apakah engkau datang untuk mengingatkan aku kepada dosaku dan membunuh anakku?” Elia juga sangat berduka dan tidak bisa membayangkan mengapa Allah mengizinkan putra janda itu mati ketika ia berada di sana. “Ya Tuhan Allahku, apakah Engkau menimpakan tragedi ini 169 Child, Church, and Mission atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang dengan membunuh anaknya?” Namun, Elia bertindak. 1 Raja-raja 17:21–23 melaporkan: Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.” TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali. Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia: “Ini anakmu, ia sudah hidup!” Sejauh ini kita mungkin melakukan beberapa obervasi ter­ hadap cerita ini. Pertama, Allah sering kali memilih orang miskin untuk menjadi hamba-Nya. Pikirkan itu. Mengapa Allah tidak mengutus Elia untuk tinggal bersama orang yang kaya? Allah juga minta kepada orang yang miskin agar bertindak dengan iman. Dalam kasus janda ini, bagi dia diperlukan iman untuk me­ nye­­rahkan anaknya kepada sang nabi. Namun, inilah yang harus dikatakan Gereja kepada orang-orang dewasa ini: “Berikan kami anak laki-lakimu. Berikan kami anak perempuanmu.” Inilah yang sedang dikatakan dunia, Ini yang sedang dikatakan para pengedar narkoba. Ini yang sedang dikatakan komandan-komandan militer pemegang kekuasaan di sebuah wilayah. Ini yang sedang dikatakan MTV. Dengan cara yang sama, Gereja harus berani berkata, “Berikan kami anak laki-laki itu! Berikan kami anak perempuan itu! Mari kita bekerja sama untuk menyelamatkan dan memulihkan mereka!” Jadi, Elia membawa anak itu ke kamar atas di mana ia meng­inap (perhatikan bahwa “kamar atas” dalam Alkitab sering kali berbicara tentang tempat untuk berdoa. Elia adalah orang yang suka berdoa). Tiga kali Elia mengunjurkan badannya di atas badan anak itu. Elia bukan orang yang menumpang di rumah orang lain dan tidak peduli terhadap kondisi orang yang memberikan tumpangan kepadanya. Ia menganggap beban keluarga itu sebagai Lihat 1 Raja-Raja 17:20. 170 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... bebannya sendiri. Ia bertindak dan menjadikan masalah janda itu masalahnya sendiri. Bayangkan sukacita dan kelegaan hati janda itu ketika Elia membawa putranya turun—dalam keadaan hidup! Dan pada titik ini—ketika Allah menghidupkan anak laki-laki itu sebagai respons terhadap iman sang nabi—kita menemukan per­ kataan mengagumkan yang diucapkan janda itu, “Sekarang aku tahu bahwa engkau abdi Allah dan firman Tuhan yang kau ucapkan itu benar.” Ingat bahwa wanita itu telah melihat mukjizat terjadi di rumahnya setiap hari mungkin selama dua atau tiga tahun! Sebuah mukjizat, atau bila Anda setuju, sebuah proyek penanggulangan bencana dan pembangunan sedang dikerjakan di rumahnya setiap hari. Namun, hanya setelah sang nabi menjawab sebuah kebutuhan yang paling dekat dengan hatinya—kehidupan anaknya sendiri— baru ia melihat dan mengerti Elia benar-benar abdi Allah yang memberitakan kebenaran. Banyak dari kita yang terlibat dalam pelayanan untuk peduli pada anak-anak sering kali mengalami hal yang sama. Orang Kristen sering kali mencoba memakai berbagai macam pelayanan untuk menjangkau sebuah komunitas. Namun sering kali ketika kita memerhatikan apa yang paling berharga bagi orang lain, anak-anak mereka, baru mereka sadar bahwa orang Kristen tidak perlu ditakuti atau dikejar-kejar. Oleh karena kita memerhatikan anak-anak mereka, banyak orang dewasa dari semua agama te­ lah menemukan sesuatu yang mempesona dan menginspirasi: “Sekarang saya tahu bahwa Anda benar-benar memerhatikan kami, karena Anda memerhatikan anak-anak kami!” Jadi, di sinilah terdapat sebuah pengertian yang meng­ hangatkan hati para misiolog. Sasaran akhir misi Kristen bisa diringkas menjadi seperti ini: Kami ingin pendengar-pendengar kami berkata, “Sekarang saya tahu Anda sedang memberitakan kebenaran dan Anda benar-benar orang yang diutus Tuhan!” Mengapa memelihara anak-anak merupakan tanggung ja­ wab yang khusus dari Gereja? Oleh karena peran khusus yang ada dalam memelihara anak-anak yang bisa memengaruhi iman orang 171 Child, Church, and Mission dewasa. Dalam banyak kasus, anak-anak mungkin bisa menjadi sumber yang signifikan dan sumber daya agar orangtua dan orang dewasa lainnya bisa mengenal kebenaran Kristen. Alasan uta­ ma memelihara anak-anak bukanlah untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke orangtua atau orang dewasa lainnya. Dengan melakukan hal ini, dengan cara yang benar, dan tidak manipulatif, hal ini sering menjadi pintu yang dibuka Allah untuk merebut hati seluruh anggota keluarga dan desa. Karena Hanya Gereja yang Mengerti Martabat Semua Orang Pengertian orang Kristen tentang martabat merupakan alasan lain mengapa peduli pada anak-anak merupakan tanggung jawab khusus dari Gereja. Orang Kristen tahu bahwa semua anak Allah itu sesungguhnya memiliki martabat dan berharga. Martabat ada­ lah kualitas bawaan yang diberikan oleh Allah ketika Dia men­ ciptakan kita sesuai gambar-Nya (Kej. 1:27; Mzm. 8:3–6). Mar­ tabat melampaui umur, kebudayaan, gender, ekonomi, pen­didikan, kelompok etnis, kemampuan fisik atau mental, ketenaran, gelar, dan prestise. Martabat tidak didikte oleh apa pun yang datang dari luar. Martabat ini ada bahkan di tengah-tengah ketidaksempurnaan. Daud memulihkan martabat putra Yonatan, Mefiboset (lihat 2 Sam. 9:3-8) yang, sebagai orang dewasa yang sudah cacat, telah lupa siapa dia sesungguhnya—cucu laki-laki seorang raja—dan keadaan dia, orang yang dikasihi Allah dan diciptakan sesuai gambar-Nya. Kita tidak memberikan martabat kepada anak-anak—me­ reka telah memilikinya. Kita harus menghargainya, menjaganya, dan kadang memulihkannya. Martabat bisa dipulihkan melalui ke­ baikan, kasih, respek dan penghargaan. Perkataan yang semenamena yang berbunyi: “Kamu bodoh!”, “Kamu tidak akan pernah ada Terima kasih saya kepada Dr. Wess Stafford untuk beberapa pemikiran ini tentang martabat yang ada dalam diri anak, yang disampaikan dalam sebuah percakapan dengan staf Compassion. 172 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... artinya!”, “Kamu tidak pernah melakukan sesuatu dengan benar!” bisa menimbulkan kerusakan yang permanen. Anda mungkin ingat betapa hati Anda terpukul ketika per­ kataan yang serupa diucapkan terhadap Anda. Saat yang sama, kehidupan seorang anak juga bisa diluncurkan melalui satu per­ kataan yang membesarkan hati atau satu perbuatan baik. Mung­kin Anda juga ingat betapa hati Anda termotivasi dan menjadi besar— bahkan hidup Anda berubah—ketika sebuah perkataan yang mem­ bangun diucapkan terhadap Anda suatu saat dalam hidup Anda. Karena Hanya Gereja yang Bisa “Menyingkirkan Kutuk” Kami telah memerhatikan kata terakhir yang mengganggu dalam Perjanjian Lama—dalam Maleakhi 4:6—kata itu adalah kutuk. Ayat itu berkata, “Ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik ke­ pada anak-anak mereka dan hati anak-anak kepada bapanya su­ paya jangan Aku datang memukul bumi dengan kutuk.” Jelas ada konsekuensi yang berat bagi bapa-bapa yang gagal memerhatikan tanggung jawab mereka untuk mendidik dan peduli pada anakanak mereka. Allah berkata bahwa kegagalan untuk melakukan hal ini akan menyebabkan bumi dipukul dengan kutuk. Hal menarik adalah keprihatinan pertama yang muncul dalam Perjanjian Baru dalam cerita seputar kelahiran Yohanes dan Yesus adalah hal yang sama—membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anak (Luk. 1:17). Kita mungkin memperdebatkan apa sebenarnya yang di­ maksud “bumi yang dipukul dengan kutuk”, tetapi ketika saya berjalan di antara orang miskin di tengah-tengah perkampungan yang kumuh di dunia, saya tidak ragu-ragu untuk berkata bahwa tempat itu dipukul dengan kutuk. Ini bukan kehidupan yang Allah ingin dijalani oleh umat-Nya. Setan berkuasa di tempat-tempat seperti itu, mencuri, membunuh, dan merusak. Tidak butuh orang jenius untuk melihat bahwa hati anak-anak tidak berbalik kepada 173 Child, Church, and Mission bapa-bapa mereka, demikian pula (mungkin karena) hati bapabapa tidak berbalik kepada anak-anak mereka. Seperti yang telah kami bahas dalam bab empat, apa yang kita lihat di antara orang miskin di seluruh dunia bukanlah sekadar soal materi, ini juga soal rohani. Setan sedang melaksanakan agendanya untuk mencuri, membunuh, dan merusak hidup berkelimpahan yang diinginkan Allah. Perhatikan hal ini: kutuk adalah soal rohani. Ini adalah lawan dari berkat. Kutuk tidak disingkirkan dengan menyediakan makanan dan obat. Kutuk tidak disingkirkan dengan menyediakan selimut dan pakaian. Kutuk tidak disingkirkan de­ ngan menyalurkan persediaan ke sekolah-sekolah dan memberikan kesempatan untuk belajar. Hanya Gereja dan orang-orang Kristen yang sudah percaya kepada Yesus yang bisa mengubah kutuk menjadi berkat. Hanya Gereja dan orang-orang Kristen yang sudah percaya kepada Yesus yang bisa mengatasi masalah berupa dosa—akar sesungguhnya dari kemiskinan. Ini adalah sebuah peran dan kuasa yang tidak bisa dimainkan dan tidak dimiliki oleh teman-teman kita di dunia sekuler. Jadi, hanya Gereja dan orang-orang Kristen yang sudah percaya Yesus yang bisa melakukan pengembangan anak secara holistik. Gereja adalah alat Tuhan untuk menjamah hati bapa-bapa dan anak-anak. Itulah sebabnya, ketika semua sudah dikatakan dan dilakukan, peduli pada anak-anak merupakan tang­gung jawab khusus Gereja. Bacaan “The Children the Lord Has Given Me” oleh Roy Zuck, Precious in His Sight, hlm. 45–70. “Bringing up Children” oleh Roy Zuck, Precious in His Sight, hlm. 105–126. “God’s Big Agenda” oleh Bob Moffitt, If Jesus Were Mayor, hlm. 51–74. 174 Mengapa Kepedulian pada Anak-anak Merupakan... “The Church and Today’s World” oleh Bob Moffitt, If Jesus Were Mayor, hlm. 99–128. Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan 1. Bagaimanakah gereja Anda bisa menolong anak-anak agar bertumbuh dalam hikmat? Bertambah besar? Semakin disukai Allah? Semakin di­ sukai manusia? Ambillah waktu untuk menulis se­tidaktidaknya 5 cara untuk melakukan hal itu dalam tiap hal yang disebutkan di atas. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Mengapa anak-anak menangis sekarang? Tulislah se­ tidak-tidaknya lima masalah jasmani, emosi, dan/atau masalah rohani yang dihadapi anak-anak di negara Anda—dan dalam komunitas Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Bisakah Anda mengingat sebuah perkataan singkat yang membuat Anda merasa ciut atau kecil hati? Bisakah Anda mengingat saat seseorang mengucapkan sebuah perkataan yang membangun atau membesarkan hati yang mengubah hidup Anda? Ceritakanlah ini kepada orang lain. 175 Child, Church, and Mission ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Renungkanlah Maleakhi 4:6. Apakah “kutuk-kutuk” yang telah menimpa anak-anak di negara Anda sekarang ini? Apakah yang bisa Anda dan gereja Anda lakukan untuk menyingkirkan kutuk itu? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Manakah dari lima perspektif dalam Alkitab yang me­ nurut Anda merupakan alasan yang paling kuat meng­ apa peduli pada anak-anak merupakan tanggung jawab khusus Gereja? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 176 D Bagian Tiga ANAK DALAM GEREJA alam bagian ini, kita akan membahas perkembangan rohani anak dalam Gereja, pelayanan Gereja terhadap anak dan melindungi anak di dalam lingkungan gereja. Pertama, kita akan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematangan jiwa anak-anak untuk mengambil keputusan iman, pertanyaan yang sudah lama ditanyakan mengenai usia akuntabilitas, dan apakah ada jendela yang unik berupa ke­sang­ gupan untuk menerima di rentang usia 4-4 tahun. Kemudian, kita akan membahas karakteristik gereja-gereja yang ramah anak. Bagaimana kita bisa memperbaiki program, fasilitas, dan staf gereja agar mereka menjadi lebih ramah terhadap anak-anak? Kami juga akan memberikan contoh kesepakatan dalam sebuah perjanjian yang bisa dipakai gereja-gereja di semua tingkatan di setiap negara untuk mengidentifikasi dan membuat komitmen untuk kepentingan anak-anak. Akhirnya, meskipun ini merupakan sesuatu yang tragis untuk disingkapkan, kita juga harus membahas masalah mengenai per­lindungan anak dan gereja. Secara khusus, kita akan membahas perlindungan anak dari diri kita sendiri—artinya dari pekerjapekerja atau sukarelawan kita sendiri yang berpartisipasi bersama kita dalam program-program yang kita selenggarakan supaya bisa memperoleh akses untuk melakukan eksplorasi. Kemudian kami akan mengungkapkan komponen-komponen yang esensial dari protokol perlindungan anak bagi gereja dan proyek-proyek pengembangan anak yang kita selenggarakan. 7 Pertumbuhan Iman Anak-anak Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anakanakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. Ulangan 6:6–9 Child, Church, and Mission S ebagian besar pekerja yang bekerja dalam bidang pengembang­ an anak bisa menggambarkan proses pengembangan mental, sosial, atau emosi yang kita harapkan ketika anak bertumbuh. Meskipun demikian, pengembangan anak tidak akan bersifat holistik kecuali itu juga mencakup pertumbuhan rohani. Ini merupakan sesuatu yang penting dalam pembahasan mengenai perkembangan anak secara holistik dan Kristiani yang hanya bisa direspons oleh Gereja. Bahkan dalam konteks Kristen yang utama, banyak per­ tanyaan teologis yang serius seputar anak yang memiliki kon­ sekuensi yang penting terhadap pandangan kita mengenai pe­ ngembangan anak secara holistik. Roy Zuck, dalam bukunya yang hebat Precious in His Sight, menanyakan hal-hal ini di antara per­ tanyaan-pertanyaan pendalaman: Berapakah usia akuntabilitas itu? Apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak-anak sebelum mereka bertobat? Apakah bayi-bayi yang menyusui masuk surga ketika mereka meninggal? Apakah anak orang Kristen termasuk dalam hubungan ikat janji dengan Allah? Apakah pertobatan pada masa kanak-kanak itu adalah pertobatan yang sejati? Apakah anak-anak yang berasal dari rumah tangga Kristen sebaiknya diberi tahu bahwa mereka perlu mengalami pertobatan yang radikal, atau sebaiknya dibiarkan bertambah besar sebagai orang Kristen tanpa perlu mengalami pertobatan? Sebagian besar pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab da­­lam buku ini karena keterbatasan jumlah halaman. Meskipun demikian, pertanyaan-pertanyaan itu mengisyaratkan kedalaman pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan muncul dalam Alkitab Roy Zuck, Precious in His Sight (Grand Rapids, MI: Baker, 1996), hlm. 21-22. 180 Pertumbuhan Iman Anak-anak seputar anak-anak. Karena ini penting sekali bagi komponen per­tumbuhan rohani dalam pengembangan anak-anak secara holistik dan juga begitu penting bagi pembahasan “Anak dalam Gereja”, kita harus mempertimbangkan pertumbuhan iman anakanak. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini terutama berkaitan dengan pertumbuhan iman anak-anak di dalam Gereja—yaitu, anak-anak yang dibesarkan di dalam Gereja, yang sebagian besar adalah anak-anak dari orangtua Kristen dan yang sebagian besar dibesarkan dalam konteks dunia Barat (dan/atau orang Kristen secara historis). Hal-hal seputar penginjilan dan pertobatan anakanak dalam konteks yang sebagian besar tidak Kristen—yaitu penginjilan terhadap terhadap agama lain (atau Misi) merupakan sesuatu yang sangat berbeda. Ini akan dibahas dalam bab sebelas dalam buku ini. Maksud Allah bagi Anak-anak dalam Gereja Allah rindu anak dalam setiap generasi mengerti betapa ber­ harganya ia di hadapan Dia dan perlunya anak-anak itu memiliki hubungan dengan Dia melalui Yesus Kristus. Dan Allah rindu GerejaNya menjadi saksi bagi anak-anak sehingga mereka mengenal dan melaksanakan kehendak-Nya dalam kehidupan mereka. Kerangka kerja penting dan alkitabiah yang dikembangkan oleh VIVA dan yang lain dalam buku Understanding God’s Heart for Children menjelaskannya seperti ini: Anak-anak itu penting sekali bagi kehidupan dan pelayanan gereja, membawa karunia karunia rohani dan kemampuan serta memainkan peran yang jelas. Gereja perlu menjadi tempat anak-anak secara dinamis berhubungan dengan Allah dan terlibat dalam partisipasi yang berarti; dimuridkan, diperlengkapi dan diberdayakan untuk menjalani hidup me­ reka dan melayani. Sebagai anggota keluarga Allah, anakanak harus dipelihara sebagai putra dan putri dan menjadi McConnell, Douglas, et.al (Colorado Springs: Authentic Publishing, 2007), hlm. 225. 181 Child, Church, and Mission bagian untuk saling mengasihi dan melayani satu sama lain. Allah ingin agar gereja-gereja memberikan kesempatan untuk mengenal Dia dan menggenapkan panggilan mereka dalam tubuh Kristus. Telah lama muncul perdebatan mengenai bagaimana dan kapan anak-anak sebenarnya bisa datang kepada Kristus dan apakah keputusan iman yang diambil pada masa kanak-kanak itu bisa dipertanggungjawabkan dan merupakan keputusan iman yang sejati. Hal menarik, dalam sebuah survei yang dilakukan beberapa tahun yang lalu oleh orang-orang dari Southern Baptist, banyak penganut aliran ini yang merasa bahwa “… praktis tidak mungkin bagi bagi seorang anak di bawah usia 12 atau 13 tahun untuk mencapai kematangan mental, emosi atau rohani yang diperlukan untuk mengalami pertobatan yang sejati dari dosa mereka dan tunduk kepada Kristus sebagai Juruselamat mereka.” Namun, orang-orang yang sama ini juga mengindikasikan bahwa “keputusan untuk menjadi orang Kristen diambil oleh anak-anak mereka sebelum usia dua belas tahun.” Kelihatannya ada sedikit perbedaan antara apa yang dianggap orang dewasa sebagai sesuatu mungkin atau lazim dengan apa yang benar-benar terjadi! Mungkin kita perlu mengajukan pertanyaan pen­dahuluan: “Apakah anak-anak yang dibesarkan di dalam Gereja dan dalam keluarga Kristen memang perlu bertobat?” Tidak semua orang berpendapat bahwa itu perlu. Tidak ada ayat dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa bayi-bayi akan masuk neraka, tetapi pada saat yang sama, anak-anak seperti orang dewasa adalah orang berdosa yang membutuhkan Juruselamat. Jadi, kapan anak-anak bisa dimintai pertanggungjawaban atau bertanggung jawab untuk kondisi rohani mereka sendiri? Istilah usia akuntabilitas menunjuk saat seseorang sudah cukup matang untuk secara moral bertanggung jawab bagi tindak­ an yang mereka lakukan dan secara sadar memberikan respons Clifford Ingle, editor. Children and Conversion (Nashville, TN: Broadman Press, 1970), hlm. 12. Ibid. 182 Pertumbuhan Iman Anak-anak kepada anugerah Allah. Istilah ini tidak ada dalam Alkitab. Istilah ini diambil dari berbagai ayat Alkitab yang kelihatannya berbicara mengenai kesadaran awal dalam diri anak-anak dan akuntabilitas mereka di hadapan Allah. Dalam kenyataannya, tidak seorang pun memperdebatkan usia akuntabilitas yang mengungkapkan pendapat mereka berapa usia akuntabilitas yang sesungguh­nya. Tidak ada jawaban yang pasti dalam Alkitab. Akhirnya, lebih bijaksana untuk jauh lebih menekankan akuntabilitas daripada umur. Menjadi kesalahan untuk menetapkan umur antara dalam pertobatan. Demikian pula, menjadi kesalahan untuk mengabaikan keterbatasan anak-anak yang masih kecil sekali untuk mengerti. Dalam hal ini, tidak diragukan lagi kita bisa belajar dari pendekatan yang dilakukan orang Yahudi pada zaman dahulu di Israel. Seperti yang dijelaskan Roy Honeycutt, di sana, sang ayah memiliki hubungan utama dengan Allah dan seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam perjanjian berdasarkan hubungan ikat janji antara sang ayah dan Allah: Bagi banyak orang di Israel, kodrat agama mereka yang berpusat pada keluarga memiliki arti bahwa anak tidak hanya lahir ke dalam iman keluarganya namun ia me­ nerima pertumbuhan rohaninya terutama juga dari ke­ luarga­nya, bukan lembaga… juga, agama sebagian besar ber­pusatkan pada rumah tangga untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Honeycutt melanjutkan, Anak tidak akan pernah menghadapi kemungkinan untuk merasa frustrasi karena … (menemukan) ... setelah ia men­­ capai usia yang secara kronologis bisa diterima ia di­per­ Ibid., hlm. 62. Honeycutt, Roy L.Jr., “The Child within the Old Testament Community,” dalam buku Children and Conversion. editor: Clifford Ingle (Nashville, TN: Broadman Press, 1970), hlm. 33. Ibid., hlm. 35. 183 Child, Church, and Mission lakukan sebagai orang yang berada di luar iman yang ada dalam perjanjian antara ayahnya dan Allah … Ia tidak akan pernah merasa bahwa sekarang ia harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan kembalikasih dan sukacita yang pernah dirasakannya … Pada dasarnya, pandangan terhadap teologi perjanjian dalam Perjanjian Lama akan menganggap serius pandangan bahwa seorang anak yang pernah berada dalam anugerah Allah yang menyelamatkan tidak akan pernah ditelantarkan. Dalam Perjanjian Lama, anak-anak dan kaum muda tidak perlu bertobat. Dengan menjadi anggota keluarga orang Yahudi, semua anak dan kaum muda telah menjadi bagian dari komunitas iman. Seperti yang dijelaskan oleh Honeycutt, Satu-satunya keputusan yang pernah dihadapi orang Israel adalah apakah ia akan tetap menjadi bagian dari perjanjian itu atau tidak, bukan apakah ia akan masuk ke dalam perjanjian itu atau menjadi bagian dari komunitas yang beribadah ke­ pada Allah. Ia dan komunitas yang bersama dia, telah menjadi bagi­an dari perjanjian iman itu. Allah telah menjanjikan ini bagi orang-orang dari segala usia. Satu-satunya keputusan yang harus diambil seseorang adalah apakah ia akan tetap menjadi bagian dari komunitas iman. William Hendricks lebih lanjut menjelaskan, Banyak dari kekhawatiran teologis kita mengenai anak-anak yang masih kecil sekali merupakan proyeksi keprihatin­an kita sendiri terhadap mereka. Tidak ada alasan alkitabiah untuk tidak percaya bahwa belas kasihan dan rahmat Allah juga berlaku bagi anak-anak sampai mereka bisa membuat keputusan yang berarti dan dalam tingkat yang dalam bagi Ibid., hlm. 25. William Hendricks, “The Age of Accountability,” dalam buku Children and Conversion, editor: Clifford Ingle (Nashville, TN: Broadman Press, 1970), hlm. 94. 184 Pertumbuhan Iman Anak-anak diri mereka sendiri. Bahkan, perjanjian anugerah antara Allah dan umat manusia yang diekspresikan dalam Kristus memberikan alasan yang sangat kuat bahwa anak-anak yang masih kecil dipelihara oleh Allah dalam perhatian-Nya yang penuh dengan belas kasihan. Sesungguhnya, belas kasihan Allah kepada anak-anak se­ harusnya mendorong kita untuk lebih mengerti bagaimana iman ditumbuhkan dan dipedulikan dalam diri anak-anak yang bisa kita jangkau. Pertumbuhan Iman Anak-anak Kami telah mengatakan bahwa sebagian besar anak yang di­ besarkan di dalam lingkungan Kristen membuat keputusan iman yang signifikan di antara umur 4-14 tahun. Bertentangan dengan apa yang ada dipikirkan beberapa orang dewasa, anak-anak bisa menangkap kebenaran rohani dengan mudah. Mereka bisa “merasakan perasaan bersalah yang ditimbulkan oleh dosa”10 dan mengerti apa yang telah Yesus lakukan bagi mereka dan apa yang harus mereka lakukan untuk menerima Yesus. Yesus sendiri pernah menyinggung kesadaran dan kepekaan khusus yang dimiliki anakanak yang masih kecil.11 Dan tentu saja, Yesus sendiri merupakan sebuah contoh dari seorang anak yang masih sangat kecil yang memiliki wawasan rohani yang istimewa! Kita juga telah melihat bahwa kelihatannya Allah sangat menghargai kemampuan anak-anak untuk memahami iman. Kita melihat anak-anak berpartisipasi dalam ibadah dan perayaan di beberapa tempat dalam Perjanjian Lama. Instruksi dalam Alkitab yang sering kali disampaikan kepada para orangtua agar me­ numbuhkan iman anak-anak mereka akan tidak masuk akal kecuali anak-anak memiliki kemampuan untuk memahami dan menaati perintah tersebut. 10 11 Zuck, Precious in His Sight, hlm. 18. Matius 11:25 185 Child, Church, and Mission Dalam bukunya yang bagus yang mengaitkan anak-anak dengan misi, Daddy, Are We There Yet?, Sylvia Foth menonjolkan pandangan yang mengungkapkan perkembangan psikologis dari kemampuan anak-anak untuk memahami iman. Ia mengingatkan kita,12 Para peneliti otak memberi tahu kita bahwa otak, bahkan otak bayi yang baru saja lahir, ditetapkan untuk memercayai respons terhadap hubungan. Kita melihat hal ini di tahap awal ketika anak-anak mengembangkan suatu hubungan yang di­landasi kepercayaan pada ibu mereka, kemudian dengan anggota keluarga lainnya. Mungkin Daud mengerti hal ini ketika ia menulis, “Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku. Kepada­ mu aku diserahkan sejak lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku” (Mzm. 22:10–11). Kemampuan untuk percaya ini membentuk kapasitas dasar dalam diri anak-anak untuk akhirnya percaya pada Allah. Anakanak memiliki kapasitas untuk memberikan respons awal. Foth mencatat bahwa hati nurani seorang anak berkem­ bang antara umur 3 sampai 6 tahun. Kemampuan mereka untuk memahami konsep-konsep yang abstrak (seperti Allah, surga, kekekalan, dosa, dan pengampunan) bertumbuh ketika umur me­reka bertambah dari usia pra sekolah (semacam playgroup di Indonesia—Red.) ke usia sekolah dasar. Lebih lanjut, kemampu­ an mereka untuk melakukan sintesis informasi, mengumpulkan ba­nyak ide kompleks untuk menciptakan sebuah kesimpulan, ber­kembang belakangan ketika mereka sudah sekolah.13 Tiap ke­ mampuan yang makin matang ini menunjukkan bahwa anak-anak bisa dan mampu “memahami” hal-hal yang berkaitan dengan iman. Foth berkata,14 Sylvia Foth, Daddy, Are We There Yet ? (Mukilteo, WA: Kidzana Ministries, 2009), hlm. 158. 13 Ibid. 14 Ibid., hlm. 159. 12 186 Pertumbuhan Iman Anak-anak Tentu saja, anak-anak bisa merespons Injil tanpa sepenuhnya mengerti setiap rincian dari keputusan yang mereka ambil. Lagi pula, banyak orang dewasa juga telah melakukan hal ini. Siapa di antara kita yang tidak dalam taraf masih belajar untuk lebih memahami karunia anugerah dan keselamatan yang telah dibeli bagi kita melalui karya Kristus di kayu salib? Dengan hampir dua per tiga anak-anak di seluruh dunia yang masih menunggu untuk mengenal Yesus, sekarang bukanlah saatnya untuk berhenti memberitakan kabar baik. Namun, kita harus terus-menerus memeriksa bagaimana kita melakukannya, Sylvia Foth menasihatkan,15 Pertama-tama, belajarlah dari anak. Sadarilah Yesus me­ nunjuk pada seorang anak untuk memberikan contoh terbaik dari orang yang menjadi warga Kerajaan Surga. Setiap anak, bahkan yang belum percaya Yesus, bisa mengajarkan kepada orang dewasa yang sedang mempelajari prioritas kerajaan Yesus. Apa yang Anda pelajari dari seorang anak tentang kerajaan Kristus? Apa yang Anda pelajari tentang diri Anda sendiri? Bagaimanakah Anda bisa merasa yakin bahwa Anda harus bertumbuh dan berubah untuk makin menyerupai anak-anak? Perlakukanlah anak sebagai manusia. Anak-anak dan orang muda membutuhkan waktu untuk bercakap-cakap, saling berbagi, mengalami proses, bertanya, menyatakan keheranan me­ reka, bahkan untuk mengambil keputusan belakangan. Maaf­kanlah perkataan saya berikut ini, kadang anak-anak diperlakukan nyaris seperti hewan ternak yang dikumpulkan untuk bersama-sama menaikkan doa keselamatan atau mereka diperlakukan seperti mesin. Minta kepada mereka agar menjawab sebuah pertanyaan latihan, mengulangi sebuah doa, kemudian selesai. Atau mereka diperlakukan dengan sebuah pemikiran yang magis: Memberi­ kan sebuah traktat Alkitab kepada seorang anak yang belum bisa 15 Ibid., hlm. 160–161. 187 Child, Church, and Mission membaca, kemudian menyuruh anak itu pulang dan berharap anak itu dalam semalam secara ajaib menjadi murid Kristus. Sadarilah perjalanan rohani yang harus mereka tem­ puh. Beberapa dari kita ingat titik pertama pada suatu saat dalam hidup kita ketika kita memutuskan untuk mengikut Yesus. Namun, beberapa dari kita tidak ingat saat-saat seperti ini. Anak-anak perlu dikuatkan dan diberi semangat ketika mereka mengambil langkah penting dengan menjadikan Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan mereka sendiri. Libatkanlah keluarga. Allah menempatkan anak-anak da­ lam keluarga mereka dengan sebuah alasan. Kita harus menghar­gai keluarga yang telah Allah berikan kepada mereka. Mungkin ayat dalam Alkitab yang paling mengungkapkan usia akun­ tabilitas adalah Ulangan 1:39–40, “Dan anak-anakmu yang kecil, yang kamu katakan akan menjadi rampasan, dan anak-anakmu yang seka­ rang ini yang belum mengetahui tentang yang baik dan yang jahat, merekalah yang akan masuk ke sana….” Ini tidak berarti anak-anak tidak berdosa, tetapi tingkat akuntabilitas mereka langsung berkaitan dengan kesadaran moral mereka. Usia Akuntabilitas Apakah usia akuntabilitas itu ada? Istilah ini menunjuk saat in­ dividu-individu menjadi cukup matang untuk bertanggung jawab secara moral dan sadar merespons anugerah Allah. Istilah ini tidak ada dalam Alkitab tetapi bisa disimpulkan dari berbagai ayat dalam Alkitab. Lihatlah ayat-ayat berikut ini. Apakah yang dikatakan ayatayat ini dan apa yang bisa Anda simpulkan mengenai usia akun­ tabilitas ayat-ayat ini? 188 Pertumbuhan Iman Anak-anak 1 Korintus 13:9–11 (Petunjuk: Apakah analogi yang dipakai Paulus menunjukkan bahwa usia kanak-kanak dan usia orang dewasa merupakan kategori yang berbeda dengan kapasitas yang berbeda?) Yohanes 9:20–21: “Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.” Ulangan 1:39: “Dan anak-anakmu yang kecil, yang kamu katakan akan menjadi rampasan, dan anak-anakmu yang sekarang ini yang belum mengetahui tentang yang baik dan yang jahat, merekalah yang akan masuk ke sana.” Yeremia 1:6–7: Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Jangan­ lah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Ku­ perintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Apa pun pengertian kita tentang usia akuntabilitas, perlunya pengalaman pertobatan yang dramatis dalam diri anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen dan gereja, atau kapasitas tertentu yang dimiliki anak dari berbagai usia, kita benar-benar harus membahas pertumbuhan iman anak-anak. Tentu saja, para orangtua dan Gereja harus secara aktif terlibat dalam pertumbuhan iman anak-anak sejak mereka masih kecil. Seperti kita mengetahui bahwa perkembangan jasmani, sosial, emosi, dan aspek-aspek lain­ nya dalam diri seorang anak terjadi seiring berjalannya waktu, kita harus mengerti iman juga bertumbuh seiring berjalannya waktu. Spesifikasi umur, materi-materi yang penuh dengan wawasan dan instruksi itu penting sekali untuk mempromosikan pertumbuhan yang sehat. Tidak ada peran yang lebih penting bagi gereja selain membuat program pelatihan agama yang teliti, konsisten, dan sistematis untuk anak-anak dan kaum muda. Semua anak mendemonstrasikan iman beberapa bulan se­telah mereka lahir. Bayi yang menyusui di gendongan ibunya me­nunjukkan iman bukan dengan memercayai (believe) atau 189 Child, Church, and Mission melakukan sesuatu, melainkan dengan percaya (trusting). Kita mencatat dalam bab satu pendapat Dr. Vinay Samuel yang membangkitkan minat bahwa anak-anak memiliki kodrat yang transenden yang merupakan bawa­an sejak mereka lahir—suatu kepekaan terhadap Allah, terhadap “misteri” dan jamahan Allah dalam hidup mereka. Setelah membaca tulisan Katherine Copsey, kami berpendapat transendensi dalam diri anak-anak bercirikan keterbukaan terhadap alam dan yang lain, suatu perasaan kagum dan heran, kemampuan untuk berfokus pada hidup yang dijalani sekarang ini, dan suatu pandangan yang tidak rumit terhadap hidup ini termasuk rasa percaya dan secara sederhana menerima perkara-perkara dari Allah. Kita juga mencatat bahwa, meskipun hal-hal itu terdengar indah, hal-hal itu dengan mudah bisa dipadamkan oleh realitas yang kejam dari masyarakat sekuler. Keterbukaan dan kepekaan anak terhadap misteri bisa dan biasanya, lenyap pada awal usia mereka, dan bersamaan dengan itu juga kesadaran serta kepekaan rohani mereka. Akibatnya, kata Katherine Copsey, “gambar Allah dalam diri anak-anak tergores atau rusak.”16 Ia melanjutkan,17 Kita ingin menggunakan spiritualitas seorang anak sebagai batu loncatan kepada iman, namun tingkat kerusakan yang telah terjadi pada kerohanian seorang anak (gambar Allah rusak) akan mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk bergerak ke iman. Sulit sekali bagi seorang anak untuk mengerti apa artinya percaya pada Yesus, bila ia telah ke­ hilangan kemampuan untuk percaya. Akan sulit sekali untuk mengagumi ciptaan Allah bila tidak ada dalam lingkungan anak itu yang bisa menumbuhkan perasaan kagum dan he­ ran. Jadi, betapa pentingnya bagi kita untuk memikirkan per­ tumbuhan iman anak-anak ketika mereka masih kecil sekali! Per­ hatian yang diberikan kepada pertumbuhan iman harus seirama 16 17 Copsey, hlm. 9. Ibid., hlm. 9, 10. 190 Pertumbuhan Iman Anak-anak dengan perhatian yang diberikan kepada semua aspek pertumbuhan lainnya yang dimulai segera setelah anak lahir. Bagaimana kita memastikan iman anak-anak bertumbuh bersama pertumbuhan jasmani, sosial dan emosi mereka? Seperti yang telah kita lihat dari contoh-contoh dalam Alkitab, Allah kadang-kadang mengaruniakan iman yang ber­ tumbuh secara luar biasa kepada beberapa anak. Namun, yang lebih sering terjadi adalah, pertumbuhan iman itu kurang lebih sepadan dengan pertumbuhan jasmani atau jiwani. Dengan meng­ hubungkan pertumbuhan iman dengan pertumbuhan aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia, kita yang terlibat dalam mengajar dan memimpin orang lain dalam iman bisa dengan lebih baik mengantisipasi bagaimana menjangkau mereka dengan lebih efek­ tif. Steve Wamberg18 mengungkapkan ketika Alkitab memakai sebuah ilustrasi untuk menggambarkan iman, Alkitab sering kali memakai ilustrasi itu yang menggambarkan atau mereferensikan proses pertumbuhan. Sebagai contoh, Mazmur 1 menggambarkan orang yang setia seperti sebuah pohon yang bertumbuh dan ber­ buah lebat. Mazmur 92:12–15 menggambarkan orang benar seperti orang yang imannya bertumbuh dan berkembang dengan pesat bahkan pada usia lanjut. Dalam Markus 4:26, Yesus menggambar­ kan orang yang setia dalam sebuah perumpamaan seperti benih yang ditabur di atas tanah yang baik yang menghasilkan tanaman yang baik. Dalam 2 Tesalonika, Paulus berkata kepada jemaat di Tesalonika bahwa ia bersyukur kepada Allah karena iman me­ reka bertum­buh. Petrus memberi tahu gereja mula-mula bah­wa pertumbuhan iman membutuhkan proses persis seperti per­ tumbuhan seorang anak: dimulai dengan susu, kemudian makan makanan yang lebih padat.19 Steve Wamberg, Youth and Faith Development (Dipersiapkan sebagai Modul Pelatihan Pendidikan yang Berkesinambungan bagi Compassion International, Januari 2004), hlm. 4. Saya berutang budi pada Bp. Wamberg untuk sebagian besar pembahasan tentang pertumbuhan iman anak-anak. 19 Lihat 1 Petrus 2:2 18 191 Child, Church, and Mission Jadi, pemeliharaan rohani seperti apa yang menghasilkan iman yang sehat dan bertumbuh? Bagaimana Iman Bertumbuh ? John Westerhoff dari Universitas Duke memakai ilustrasi se­buah pohon untuk menggambarkan bagaimana iman bertumbuh. Ia me­ makai empat prinsip dari pertumbuhan pohon untuk diterapkan pada pertumbuhan iman.20 Pertama, sebuah pohon dengan satu lingkaran dedaunan adalah benar-benar pohon seperti pohon dengan empat ling­karan dedaunan. Pohon dalam tahun pertama adalah sebuah pohon yang lengkap dan utuh, dan pohon dengan tiga lingkaran dedaunan bukanlah pohon yang lebih baik melainkan hanya pohon yang lebih rimbun. Perkembangan iman seorang anak (atau iman orang yang baru saja menjadi Kristen) seluruhnya seirama dengan pertumbuhan anak itu secara total. Di hadapan Allah, iman orang yang sudah ma­ tang sama berharganya dengan sebuah sumber daya. Tujuan orang yang mengajarkan iman adalah membantu tiap orang mencapai potensi imannya di setiap titik. Kedua, sebuah pohon bertumbuh bila berada dalam lingkungan yang tepat, dan bila lingkungan semacam ini ti­dak ada, pohon itu terhambat pertumbuhannya sam­pai muncul­nya lingkungan yang tepat … Demikian pula, kita mengalami pertumbuhan dari satu tingkat (tahap) iman ke tahap iman berikutnya hanya bila ada lingkungan, peng­ alaman dan interaksi yang tepat …” Westerhoff me­nekankan perlunya hubungan yang sehat dengan orang Kristen lainnya dan lingkungan yang sehat sebagai sebuah komponen yang krusial bagi pertumbuhan iman. 20 John Westerhoff, Will Our Children Have Faith?, edisi revisi (Harrisburg, PA: Morehouse Publishing, 2000), hlm. 88–89. 192 Pertumbuhan Iman Anak-anak Ketiga, sebuah pohon membutuhkan lingkaran de­ daunan satu per satu secara perlahan-lahan dan berangsurangsur. Kita tidak melihat perluasan, meskipun kita melihat hasilnya, dan tentu kita sadar bahwa kita tidak bisa meng­ hindari lingkaran daun itu … Hal yang sama juga berlaku bagi iman.” Pertumbuhan iman tidak bisa dipaksa agar ter­ jadi dengan cepat. Ini bukan sesuatu yang bisa Anda lihat terjadi dalam diri seseorang dalam sekejap. Namun, seiring berjalannya waktu, Anda bisa melihat bagaimana proses itu telah menghasilkan pertumbuhan dalam diri seseorang. Keempat, seperti pertumbuhan sebuah pohon, per­ tumbuhan itu tidak melenyapkan satu lingkaran melainkan menambahkan lingkaran itu ke lingkaran-lingkaran yang sudah ada, selalu menjaga lingkaran yang sudah ada ke­tika lingkaran itu bertambah banyak. Hal yang sama juga berlaku bagi iman … Kita tidak makin bertumbuh dalam tingkat (ta­ hap) iman dan kebutuhannya, tetapi mem­perluasnya dengan menambahkan elemen-elemen yang baru dan kebutuhankebutuhan yang baru. Sesungguhnya, bila kebutuhan pada tingkat iman yang sebelumnya tidak terpenuhi, orang cen­ derung kembali ke tingkat iman sebelumnya. Dalam analisis John Westerhoff selanjutnya tentang per­ tumbuhan iman anak-anak,21 ia berkata bahwa masa awal hidup­ nya, anak-anak cenderung “menangkap” iman—mereka me­ngerti dan bukan memahami. Mereka merasakan suatu lingkungan yang positif; mereka mendengarkan hal-hal yang positif tentang Yesus ketika mereka disambut baik dan ditumbuhkan rohaninya di se­ buah tempat yang disebut gereja oleh orang-orang dewa­sa. Peluk­ an dan afirmasi yang mereka peroleh dari orang-orang dewasa, setidak-tidaknya sebagian, mereka anggap berasal dari Allah yang disembah orang-orang yang sudah dewasa itu. Tidak adanya pelukan dan afirmasi itu berarti anak-anak sama sekali tidak akan mengalami pertumbuhan iman. Oleh karena 21 Ibid. Saya berutang budi pada Steve Wamberg untuk ringkasan ini pula. 193 Child, Church, and Mission itu, tidak heran Westerhoff menganjurkan agar gereja-gereja (dan para orangtua) menyediakan suatu lingkungan yang positif, proaktif dan mendukung pada anak-anak dalam usia yang paling muda. Bila tujuan gereja adalah menumbuhkan iman, anak-anak tidak boleh dikurung dalam lingkungan yang steril dan pasif. Mereka harus dilibatkan dalam perkembangan melalui interaksi. Dampak dari interaksi yang positif dengan orang-orang yang beriman dalam kehidupan seorang anak tidak boleh diremeh­kan. Sekarang ini, Juan Ramos adalah seniman yang sukses di Republik Dominika. Bertahun-tahun yang lalu, ia adalah seorang anak yang menerima sponsor di sebuah Pusat Pengembangan Anak milik Compassion. Juan menjelaskan bahwa di pusat itu terdapat atmosfer yang penuh dengan kepedulian dan membangun yang membantu dia untuk memahami kasih Allah sebagai seorang siswa Sekolah Dasar. Seiring waktu, Juan mulai menghargai para sponsor yang memberikan dukungan bulanan kepada dia. Ia berkata, “Mereka tidak pernah menyebutkan dukungan keuangan yang mereka berikan kepada saya. Mereka selalu mengucapkan kata-kata yang penuh kasih dan membesarkan hati. Mereka tidak pernah membuat saya merasa bahwa saya adalah sebuah beban, melainkan saya itu seperti anak mereka, seorang anak laki-laki.” Sikap yang membangun seperti ini, meskipun disampaikan dari kejauhan, dengan penuh kuasa bisa membantu pertumbuhan iman dalam diri seseorang. Pertumbuhan iman adalah sebuah proses. Pengalaman iman pertama yang dialami seorang anak yang masih sangat kecil lebih bersifat dialami daripada dimengerti. Iman ini bertumbuh melalui afirmasi, lingkungan yang peduli, teladan, dan contoh iman yang ditunjukkan orang dewasa. Anak-anak percaya bahwa Allah mengasihi mereka dan mereka itu berharga. Tahap kedua dalam pertumbuhan iman terjadi ketika anak-anak dan orang muda mulai mengidentifikasikan diri mereka dengan iman orangtua atau teman-teman sebaya mereka. Faktor yang sangat penting dalam tahap ini adalah ketika seorang anak merasa bahwa ia diinginkan, 194 Pertumbuhan Iman Anak-anak dibutuhkan, diterima dan dianggap penting di dalam gereja dan komunitas iman.22 Ketika anak-anak bertumbuh makin dewasa, iman biasanya ditandai oleh bertanya, keragu-raguan, mencari dan melakukan eksperimen. “Menyelidiki iman akan mendorong kami mencari alternatif-alternatif bagi pengertian awal dan hal-hal yang telah kami lakukan karena orang-orang perlu menguji tradisi mereka sendiri dengan memelajari kehidupan orang lain. Baru dengan cara itulah mereka bisa memperoleh keyakinan mereka sendiri.”23 Orang muda pada tahap ini perlu diizinkan untuk menyeli­ diki. Saat yang sama, mereka perlu “didorong agar tetap berada di dalam komunitas iman ketika mereka sedang mengalami per­ gumulan intelek mereka, ketika mereka sedang melakukan eks­pe­­ri­ men dan melakukan upaya pertama untuk membuat komitmen.”24 Tahap terakhir pertumbuhan iman adalah “iman yang di­ miliki” Westerhoff berkata,25 Karena sebelumnya telah bergumul secara serius dengan keragu-raguan, memiliki iman sering kali berarti mengalami iluminasi atau pencerahan yang dahsyat, tetapi dalam setiap kasus itu bisa disaksikan dalam tindakan dan kebutuhan kita. Nah, orang-orang paling ingin mempraktikkan iman mereka melalui tindakan-tindakan yang dilakukan mereka sendiri dan dalam bidang sosial dan mereka bersedia dan sanggup memertahankan apa yang mereka percayai, bahkan ketika melawan komunitas yang memelihara mereka. Steve Wamberg mencacat bahwa Rasul Paulus merupakan contoh utama “iman yang dimiliki”. Setelah memiliki iman kepada Kristus, ia rindu sekali mempraktikkan imannya. Berulang kali ia memakai kesempatan yang ada untuk membela kepercayaannya Ibid, hlm. 92. Ibid, hlm. 94, 24 Ibid, hlm. 95. 25 Ibid. 22 23 195 Child, Church, and Mission kepada Kristus, bahkan menentang komunitas iman Yahudi yang telah memelihara iman Yahudinya.26 Para orangtua dan guru-guru bisa memberikan dorongan dan menumbuhkan iman yang telah dimiliki seseorang dengan:27 Mengaitkan ayat-ayat Alkitab dengan kehidupan setiap hari. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membutuh­ kan jawab spontan dan membutuhkan pemikiran yang matang. Membahas topik-topik yang relevan dan berkaitan dengan keadaan sekarang ini serta memiliki cakupan yang luas. Menantang mereka yang sudah memiliki iman untuk mengekspresikan iman mereka dengan cara-cara yang praktis. Mendorong dilakukannya tindakan alkitabiah untuk merespons kebutuhan sosial yang ada. Sekali lagi, pertumbuhan iman adalah sebuah proses. Makin kita bisa mengerti proses pertumbuhan iman anak-anak, kita akan makin bisa membantu anak-anak untuk mengoptimalkan pengalaman dan pengertian mereka tentang Allah sementara me­ reka bertumbuh. Adakah Jendela Keterbukaan 4/14? Kami mengakui bahwa iman biasanya bertumbuh seperti se­ buah pohon dan memiliki banyak tahapan, bertumbuh seiring ke­matangan jasmani dan psikologis seorang anak. Yang menarik, bukti menunjukkan bahwa bila seorang anak rindu meng­ambil keputusan yang signifikan, jangka panjang untuk mengikut Kristus, 26 27 Wamberg, hlm. 14. Ibid., hlm. 15. 196 Pertumbuhan Iman Anak-anak keputusan itu sering kali diambil sebelum umur 15 tahun. De­ ngan kata lain, ada Jendela Keterbukaan 4/14 untuk mengambil keputusan yang teguh untuk mengikut Kristus. Bila seseorang be­ lum mengambil keputusan semacam ini sebelum umur 15 tahun, kecil kemungkinannya ia akan mengalami “pertobatan” yang meng­ ubah hidup pada masa mendatang. Baru-baru ini, konfirmasi bahwa hal ini benar (setidaktidaknya di Amerika Serikat) datang dari penelitian gereja terkenal bernama George Barna. Dalam bukunya Transforming Children into Spiritual Champions,28 Barna mempresentasikan hasil penelitian­ nya yang telah dilakukan secara luas berkaitan dengan keputusankeputusan iman yang diambil di Amerika Serikat. Ia melaporkan 93 persen dari remaja berusia 13 tahun di Amerika Serikat menganggap diri mereka sebagai orang Kristen, meskipun hanya 34 persen dari mereka yang benar-benar memahami arti menjadi orang Kristen.29 Meskipun demikian, bila orang-orang ingin menjadi orang Kristen, hal yang paling sering adalah mereka mengambil keputusan se­ belum umur 13 tahun, bukan setelah itu. Barna berkata bahwa,30 …probalititas bagi seseorang untuk menerima Yesus sebagai Juruselamatnya adalah sebesar 32 persen bagi mereka yang berusia antara 5 sampai 12 tahun, 4 persen bagi mereka yang berusia antara 13–18 tahun dan 6 persen bagi orang-orang berusia 19 tahun atau lebih tua. Dengan kata lain, bila orangorang tidak menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka sebelum mereka menginjak usia remaja, kecil ke­ mungkinannya mereka akan melakukan hal itu kemudian. Ketika ia melaporkan statistik yang mengejutkan ini, Barna menganjurkan,31 George Barna, Transforming Children into Spiriutal Champions (Ventura, CA: Regal. 2003). 29 Ibid, hlm. 33. 30 Ibid, hlm. 34. 31 Ibid., hlm. 41. 28 197 Child, Church, and Mission Pertimbangkanlah fakta ini. Orang-orang besar kemung­ kinannya menerima Kristus sebagai Juruselamat ketika me­ reka masih muda. Penyerapan informasi dan prinsip-prinsip dalam Alkitab biasanya mencapai puncaknya dalam usia pra remaja … Kebiasaan-kebiasaan untuk mempraktikkan iman berkembang ketika usia seseorang masih muda dan yang mengejutkan berubah seiring berjalannya waktu. Penemuan ini telah dikonfirmasikan lewat survei demi survei yang dilakukan; di banyak negara dan kebudayaan, dalam setiap kasus, 50 persen atau lebih (kadang jauh di atas persentase itu) mengambil keputusan untuk mengikut Kristus sebelum umur 14 tahun. Jelas bila anak-anak rindu untuk mengambil keputusan yang berjangka panjang dan mengubah hidup untuk mengikut Kristus, keputusan itu paling mungkin diambil sebelum umur 15 tahun. Atau dengan kata lain, terdapat Jendela Keterbukaan 4/14 bagi anak-anak dan orang muda untuk mengambil keputusan yang teguh untuk mengikut Kristus.32 Jelas diperlukan pelayanan strategis terhadap anak-anak. Kita harus mengadaptasi ide-ide kita tentang anak-anak dan kapasitas rohani mereka untuk mengimbangi pertumbuhan dan potensi mereka. “Implikasi dari penemuan ini jelas,” kata Barna. “Siapa pun yang ingin memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembang­ an moral dan fondasi rohani seseorang lebih baik menerapkan pengaruh ini ketika orang itu masih terbuka pikirannya dan masih mudah terpengaruh—dengan kata lain, ketika orang itu masih muda sekali.”33 Apakah yang harus kita ajarkan ke anak-anak yang Allah taruh di bawah pengasuhan kita? Saya sering kali mengusulkan tulisan Dan Brewster, “The 4/14 Window: Child Ministries and Mission Strategies” dalam buku Children in Crisis: A New Commitment, Editor: Phyllis Kilbourn (Monrovia, CA: MARC, 1996). Bagian tentang “Jendela Keterbukaan 4/14” ini diambil dari karangan yang dipresentasikan dalam Kongres Penginjilan Sedunia Lausanne di Pattaya, Thailand pada Oktober 2004 oleh Daniel Brewster dan Patrick McDonald berjudul “Children: The Great Omission?” (Oxford: Viva Network, 2004). 33 Ibid., hlm. 47. 32 198 Pertumbuhan Iman Anak-anak Dr. James Dobson Checklist for Spiritual Training,34 serangkaian target untuk dijadikan sasaran. Lima konsep alkitabiah ini harus secara sadar diajarkan, menyediakan fondasi yang menjadi dasar bagi semua doktrin dan iman pada masa mendatang. Dr. Dobson mengakui bahwa banyak hal yang didaftar menuntut kematangan yang tidak dimiliki anak-anak dan kita tidak boleh mencoba menuntut anak-anak kita yang masih kecil hidup seperti orang Kristen yang sudah matang. Meskipun demikian, kami setuju de­ ngan pandangannya bahwa dengan lembut kita bisa mendorong anak-anak untuk mencapai sasaran ini ketika mereka masih mu­dah dan terpengaruh pada masa kanak-kanak mereka. Konsep 1 adalah kebenaran yang besar, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Mrk. 12:30). Anak-anak perlu belajar mengenal Allah melalui teladan hidup Anda, Alkitab, dan doa—untuk memulai pengenalan ini. Hanya dengan mengenal Allah mereka akan belajar mengasihi Dia dengan sepenuhnya. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 34 Apakah anak Anda belajar mengenal Allah melalui kasih, kelembutan dan belas kasihan Anda? Apakah anak Anda belajar berbicara tentang Tuhan dan melibatkan Dia dalam rencananya? Apakah ia belajar berpaling kepada Yesus untuk minta tolong ketika merasa takut, khawatir, atau kesepian? Apakah ia belajar membaca Alkitab? Apakah ia belajar berdoa? Apakah ia belajar arti iman dan percaya? Apakah ia belajar bahwa sukacita merupakan gaya hidup orang Kristen? Apakah ia belajar keindahan kelahiran dan kematian Yesus? James Dobson, Dr. Dobson Answers Your Questions (Carol Stream, IL: Tyndale, 1992), sedikit diperpendek. 199 Child, Church, and Mission Konsep 2, Yesus berkata, seperti konsep pertama, “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri” (Mrk. 12:31). Tantangan yang kita hadapi adalah mengajar anak-anak untuk memahami dan ber­empati terhadap orang lain, bahkan di tengah dunia yang egois. 1. 2. 3. 4. 5. Apakah anak Anda belajar mengerti dan berem­pa­ti ter­ hadap perasaan orang lain? Apakah ia belajar untuk tidak egois dan hanya me­ nuntut? Apakah ia belajar berbagi? Apakah ia belajar tidak menggosipkan atau meng­kritik orang lain? Apakah ia belajar menerima dirinya sendiri? Mengajarkan kepada anak pentingnya menaati Allah dalam hal-hal praktis dan relasi merupakan inti Konsep 3, “Ajarilah aku untuk melakukan kehendak-Mu, karena Engkaulah Allahku” (Mzm. 143:10). 1. 2. 3. 4. 5. Apakah ia belajar untuk menaati orangtuanya sebagai persiapan untuk menaati Allah pada kemudian hari? Apakah ia belajar bertingkah laku yang benar di gereja— rumah Tuhan? Apakah ia belajar menunjukkan penghargaan yang sehat terhadap kasih dan keadilan? Apakah ia belajar bahwa ada banyak bentuk otoritas di mana ia harus tunduk? Apakah ia belajar arti dosa dan konsekuensinya yang tak terelakkan? Membantu anak-anak untuk menghormati Allah—dan men­de­ ngarkan suara Roh Kudus—merupakan ide kunci dalam Konsep 4: “Takutlah akan Allah … karena ini adalah kewajiban setiap orang” (Pkh. 12:13). 200 Pertumbuhan Iman Anak-anak 1. 2. 3. 4. 5. Apakah ia belajar mengatakan yang sebenarnya dan bersikap jujur? Apakah ia belajar menjaga kekudusan Sabat? Apakah ia belajar bahwa materialisme itu relatif tidak penting? Apakah ia belajar tentang arti sebuah keluarga? Apakah ia belajar mengikuti tuntunan hati nu­raninya sendiri? Mendidik anak-anak untuk bersikap murah hati, bertanggung jawab dan memiliki penyangkalan diri yang sehat merupakan elemen kunci Konsep 5: “buah Roh adalah … penguasaan diri” (Gal. 5:22–23). 1. 2. 3. 4. 5. Apakah ia belajar mempersembahkan bagian dari gaji­ nya (atau uang lainnya) kepada Allah? Apakah ia belajar mengendalikan dorongan hatinya? Apakah ia belajar bekerja dan melaksanakan tanggung jawabnya? Apakah ia mempelajari adanya perbedaan yang sangat besar antara harga diri dengan kesombongan yang egois? Apakah ia belajar berlutut dengan sikap hormat kepada Allah Pencipta alam semesta? Konsep-konsep ini dibahas secara terinci sekali dalam pe­ doman yang ditulis dalam buku ini. Namun, tentu Anda bisa me­ makai daftar ini untuk menyusun strategi guna menumbuhkan iman anak-anak yang Anda kenal. Tidakkah hebat bila kita bisa mempersembahkan generasi anak-anak pada masa kini untuk bisa berkata pada usia akuntabili­ tas, “Inilah aku Tuhan, utuslah aku!”? 201 Child, Church, and Mission Bacaan Transforming Chidren into Spiritual Champions oleh George Barna, hlm. 28–76. “The Age of Accountability” oleh William Hendricks, Children and Conversion, hlm. 84–87. Daddy, Are We There Yet? oleh Sylvia Roth, hlm. 155– 165. “The Child and the Church” oleh G. R. Beasley-Murray, Children and Conversion, hlm. 127–141. “The 4/14 Window: Child Ministries and Mission Strategies” oleh Dan Brewster dalam Children in Crisis: A New Commitment. Phyllis Kilbourn, editor., hlm. 125– 139. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Apakah Anda percaya bahwa usia akuntabilitas itu ada? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Berdasarkan apa yang Anda baca dan pengalaman Anda sendiri, apakah beberapa hal sensitif yang sebaiknya disampaikan seseorang ketika menceritakan imannya kepada anak di tingkat Sekolah Dasar? Kepada anak muda di tingkat sekolah menengah (umur 11–18 tahun)? 202 Pertumbuhan Iman Anak-anak ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Apakah Anda mengambil keputusan pertama untuk mengikut Kristus sebelum umur 15 tahun? Bagaimana dengan orang lain dalam keluarga Anda? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Apakah Anda percaya bahwa anak-anak berusia 4 sampai 14 tahun bisa mengambil keputusan untuk mengikut Kristus? Bila ya, mengapa dan bila tidak, mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Berikanlah sebuah contoh dari kebudayaan atau peng­alaman Anda sendiri yang menunjukkan bahwa pengalaman iman pertama yang dialami seorang anak lebih bersifat “dialami daripada dimengerti”. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 203 Child, Church, and Mission 6. Berikanlah sebuah contoh kebudayaan atau pengala­m­ an Anda sendiri bahwa iman pada masa kanak-kanak ditandai oleh “bertanya, meragukan, mencari dan melakukan eksperimen.” ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 204 8 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akan ada lagi kakek-kakek dan nenek-nenek duduk di jalan-jalan Yerusalem, masing-masing memegang tongkat karena lanjut usianya. Dan jalan-jalan kota itu akan penuh dengan anak laki-laki dan anak perempuan yang bermain-main di situ. Zakharia 8:4–5 Child, Church, and Mission M asuk ke dalam sebuah fasilitas gereja yang ramah anak di tengah lingkungan yang berantakan dan kadang keras merupakan sesuatu yang luar biasa. Perbedaan tajam yang ada bisa mengejutkan, seperti berjalan keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang. Ketika sampah yang berbahaya seperti pecahan kaca dan tepi kaleng yang tajam sering kali berserakan di jalanjalan di luar, keadaan dalam fasilitas itu bersih dan aman. Ketika lingkungan di luar sering kali dipenuhi suara yang penuh dengan kesedihan dan kata-kata yang tak senonoh, dalam fasilitas gereja tersebut Anda mendengar suara anak-anak dan staf gereja yang tertawa dan menyanyi dengan antusias. Kita harus mengajak anak-anak untuk datang kepada Yesus, untuk belajar, bertumbuh, melayani, kemudian pergi untuk me­ muridkan orang lain. Ketika orang dewasa menjadi murid Kristus, Allah kemudian akan mengutus kita ke dalam dunia untuk melayani orang lain dan mencetak murid yang baru, membawa mereka kembali ke Gereja. Mereka kemudian bisa menjadi murid dan pergi ke luar. Dengan demikian proses ini diulangi dan gereja bertumbuh. Proses ini bukan hanya bagi orang dewasa, melainkan juga berlaku bagi anak-anak dan orang muda. Anak-anak membutuhkan tempat yang aman bagi ber­ langsungnya proses itu—sebuah tempat yang menemukan me­ reka pada titik perkembangan mereka dengan apa yang mereka butuhkan untuk melangkah maju bersama Yesus. Yesus sendiri berkata, “Biarkan anak-anak itu datang kepadaku, jangan meng­ halangi mereka, karena orang yang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mat. 19:14, penekanan ditambahkan). Anak-anak harus dipedulikan dan diperhatikan dengan baik. Jadi tidak boleh ada program dan fasilitas gereja yang menghalangi seorang anak untuk merasa aman dan mengalami kesejahteraan dan menghalangi perjalanan iman mereka. Dalam Konsultasi Teologia Anak-anak di Penang pada 2006, diajukan sebuah pertanyaan kepada para peserta: “Di manakah 206 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak “hati” Gereja ?” Latihan itu bertujuan menyingkapkan seberapa baik gereja secara global menempatkan anak di tengah-tengah mereka. Serangkaian respons dikumpulkan dalam konsultasi itu. Di situ tersingkap bahwa ketika hal-hal lain, program atau orangorang yang penting di tempatkan “di tengah-tengah” seorang anak, Gereja gagal memperlakukan anak-anak seperti yang dikehendaki Allah. Singkatnya, konsultasi itu mengumpulkan informasi berikut ini: Gereja sering kali berorientasi pada orang dewasa. Anak-anak secara rohani dianggap tidak penting. Anak-anak mungkin dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan (misalnya pelayanan anak dilihat se­ bagai tugas magang bagi calon-calon gembala sidang). Gereja memakai anak-anak sebagai “hiasan” dalam masamasa perayaan, seperti pada hari Natal dan Paskah. Gereja-gereja bersikap mendua terhadap anak-anak— mereka disebut “Jemaat Yunior”, tetapi tidak diizinkan untuk ikut Perjamuan Kudus atau memberikan suara atau memainkan peran lain yang penting. Kita telah melihat bahwa Gereja memiliki tanggung jawab dan mandat yang alkitabiah untuk peduli pada anak-anak baik di dalam maupun di luar gereja. Dan kita tahu bahwa Gereja (bersama para orangtua) memiliki tanggung jawab yang alkitabiah untuk mengajar anak-anak. Kita juga tahu anak-anak bisa belajar dengan jauh lebih baik dalam lingkungan yang ramah anak. Bab ini berisi usulan-usulan tentang karakteristik lingkung­an gereja yang ramah anak. Bab ini juga berisi daftar tindakan yang bisa diambil gereja untuk membuat dirinya lebih ramah anak. Kita akan melihat terlebih dahulu hal-hal mendasar yang boleh diharapkan seorang anak dari gereja. Kemudian kita akan memeriksa cara-cara John Collier & Associates, Toddling to the Kingdom (UK: The Child Theology Movement, 2009), hlm. 204. Ibid., hlm. 205. 207 Child, Church, and Mission untuk memperbaiki keramahtamah­an program-program, fasilitas dan staf gereja. Akhirnya, kita akan membahas tanggung jawab terhadap anak dalam “hierarki” gereja—persekutuan lembagalembaga aras gereja, de­nominasi, dan ge­reja lokal. Sebuah Dunia yang Ramah Anak di Mana Anak Bisa Mengasihi dan Dikasihi “Kebutuhan yang mendalam dari setiap anak,” Dr. Keith White menulis, “adalah dikasihi oleh, dan mengasihi seorang atau lebih orang dewasa yang penting.” Ia mendaftar lima kebutuhan dasar dari seorang anak yang, bila tidak terpenuhi, akan mengurangi kemampuan anak untuk mengalami dan mengekspresikan kasih. “Bila tak satu pun dari kebutuhan ini tak terpenuhi dalam waktu yang cukup lama dalam tahun-tahun awal kehidupan seorang anak, maka mungkin sekali emosi anak itu akan terluka dan rusak.” Kebutuhan yang mendasar ini, yang diringkas di bawah, terutama harus dipenuhi di rumah. Meskipun demikian, gereja yang sensitif, yang berusaha memerbaiki pelayanan dan keramahtamahannya terhadap anak, juga akan menjadi sumber daya yang penting dalam memenuhi kebutuhan itu. Kebutuhan utama seorang anak adalah perasaan aman me­ lalui sebuah tempat untuk menjalin hubungan, untuk melakukan eksplorasi, bermain dan berkembang. Intervensi apa pun tidak akan memiliki efek kecuali anak-anak tahu bahwa mereka aman. Anak-anak juga perlu diyakinkan bahwa mereka penting, bahwa mereka berharga karena siapakah mereka. Setiap anak perlu mengetahui bahwa setidak-tidaknya ada satu orang dewasa yang Keith White, “An Integrated Biblical and Theoretical Typology of Children’s Needs” dalam buku Celebrating Children, Editor: Glenn Miles dan Josephine-Joy Wright (Carlisle, UK: Paternoster Press, 2003), 123. Konsep-konsep ini juga telah dikembangkan menjadi buku berjudul The Growth of Love (Abingdon, OX: The Bible Reading Fellowship, 2008). Ibid., hlm. 123. Ibid., hlm. 123–126 208 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak komit kepada mereka tanpa syarat. Program apa pun yang dibuat untuk menumbuhkan/mengasuh anak-anak tidak akan ada artinya bila unsur ini tidak ada dalam perlakuan yang diberikan kepada anak-anak dan dalam berhubungan dengan anak-anak. Anak-anak membutuhkan batas-batas untuk bisa merasa aman, untuk berkembang dan untuk berhubungan dengan orang lain dengan tepat. Sering kali yang muncul dalam pikiran ketika kita memikirkan batas yaitu aturan-aturan dan disiplin. Namun, hal yang lebih penting dari batas adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menandai dan mengatur kehidupan seseorang. Menurut Alkitab, anak-anak (seperti kita semua) diciptakan untuk menjadi bagian dari komunitas dan untuk menjalin hubungan. Apakah gereja-gereja kita menyediakan komunitas itu? Anak-anak perlu mempraktikkan kreativitas yang mereka miliki. Pada sadarnya mereka itu kreatif dan memiliki daya cipta. Saya telah melihat dengan perasaan gembira (dan kadang iri!) ketika anak-anak di lingkungan yang paling miskin membuat mainan dari potongan kayu, plastik, karet, dan kertas. Ini tidak mengherankan: Karena diciptakan sesuai gambar Allah, anakanak harus diberi kesempatan untuk menciptakan, membuat, dan membentuk sesuatu. Gereja bisa menyediakan bahan-bahan yang aman dan tepat bagi umur mereka, dari krayon hingga tanah liat hingga bahan-bahan yang terbuat dari bubur kertas yang dicampuri perekat untuk dicetak atau dibentuk, untuk mendorong anak-anak agar mengekspresikan kreativitas mereka. Anak-anak juga bisa menjadi aktor dan pemain drama yang efektif! Selain lima kebutuhan dasar ini, ada hal-hal tertentu yang boleh diharapkan anak dari gereja. Bila dikombinasikan, elemenelemen ini bisa membantu kita untuk menambah, meningkatkan dan memperbaiki pelayanan kita secara keseluruhan terhadap anak-anak dan menciptakan suatu lingkungan yang lebih ramah anak. 209 Child, Church, and Mission Membuat Program Gereja Lebih Ramah Anak Hal-hal di atas adalah hal-hal minimum yang bisa diharapkan anakanak dari gereja mereka. Anda dan rekan-rekan Anda di gereja tentunya bisa menambahkan banyak hal lainnya, beberapa mungkin adalah hal-hal yang sangat spesifik yang relevan bagi gereja Anda. Selain hal-hal ini, ada ukuran-ukuran yang bisa dipakai se­ buah gereja untuk membuat program dan tempat pertemuan di gereja itu lebih bisa menumbuhkan, memberikan manfaat, mena­ rik, dan lebih aman bagi anak-anak. Kembali, gereja Anda boleh membuat sendiri daftar yang lebih lengkap yang akan membantu gereja Anda dalam memikirkan dan merespons kebutuhan anakanak dalam konteks Anda sendiri dan lingkungan tertentu dalam gereja Anda. Hal-hal Mendasar yang Sebaiknya Didapatkan Anak-anak dari Gereja Berikut ini adalah hal-hal yang telah diusulkan oleh para siswa di kelaskelas di mana saya mengajar dan tampaknya merupakan hal-hal yang penting bagi semua gereja dan semua anak: Mengajarkan firman Allah. Memperlengkapi gereja agar tidak mem­bedakan anak-anak dengan orang dewasa dalam pengertian konten, visi, dan arah. Bahkan, hanya butuh sedikit kreativitas untuk merencanakan sebuah kurikulum bagi seluruh keluarga. Menjadikan anak-anak sebagian murid Kristus. Sesuai umurnya, tiap anak sebaiknya didorong dan diberi kesempatan bukan hanya untuk percaya, tetapi juga untuk belajar mengikut Yesus melalui peng­ajaran firman Allah. Ini harus menjadi salah satu sasaran utama setiap Gereja. Doa. Seluruh jemaat sebaiknya mendoakan semua anak secara rutin baik secara bersama-sama maupun secara pribadi. Para orangtua sebaiknya juga diajar untuk mendoakan anak-anak 210 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak mereka dan tentu saja, anak-anak sendiri diajar untuk rutin berdoa. Kasih dan Kepedulian. Anak-anak harus bertumbuh dan ber­ kembang dengan pesat karena kasih dan kepedulian gereja ke­pada mereka. Gereja harus mendengarkan keinginan anakanak dan anak-anak harus diberi kebebasan untuk mengungkap­ kan pandangan, kebutuhan, penderitaan, harapan, dan impian mereka. Kesempatan untuk mengambil bagian dalam pelayanan. Anakanak harus dilihat sebagai sumber daya bagi pelayanan dan ge­ reja sebaiknya mempersiapkan mereka untuk melaksanakan pe­kerjaan Tuhan. Gereja sebaiknya memberikan kesempatan ke­­pada anak-anak untuk menemukan dan mengekspresikan karunia-karunia mereka miliki. Fasilitas yang ramah anak di gereja. Fasilitas yang ada di gereja harus aman dan atraktif bagi anak-anak dan masa kanak-kanak. Harus ada tempat yang aman bagi anak-anak untuk bermain dan bertingkahlaku sebagai anak-anak— bila mungkin, bahkan dengan tempat-tempat bermain atau daerah-daerah untuk bermain. Ruang-ruang kelas yang cocok bagi mereka. Setiap gereja ha­rus berupaya keras menyediakan ruang-ruang kelas bagi pemaham­ an Alkitab dan aktivitas-aktivitas lainnya bagi anak-anak yang memiliki meja dan kursi yang cocok bagi anak-anak dan gambargambar berwarna di dinding yang bisa dilihat anak-anak. Guru-guru yang memenuhi syarat bagi anak-anak. Guru-guru yang mengajarkan Alkitab kepada anak-anak sebaiknya dilatih se­ cara rutin dan terus-menerus supaya mereka memenuhi syarat dan tetap memenuhi syarat. Guru-guru sebaiknya dimonitor untuk memastikan bahwa yang mereka ajarkan itu benar dan cocok bagi usia anak-anak yang mereka ajar. Kelas-kelas dan kurikulum berdasarkan umur. Gereja sebaiknya memastikan bahwa anak-anak memeroleh pendidikan yang rutin, baik dan alkitabiah yang didasarkan pada umur dan kemampuan mereka. 211 Child, Church, and Mission Memperlengkapi dan mempersiapkan keluarga. Gereja se­ baik­nya mendidik dan mendorong para orangtua agar mereka mampu membesarkan anak-anak sesuai firman Allah dan dengan suatu cara yang melindungi anak-anak mereka dari kebudayaan yang berbahaya dan hal-hal lain yang mengotori hati nurani dan iman mereka. Perlindungan dari tradisi-tradisi yang berbahaya. Gereja se­baik­ nya melakukan upaya-upaya untuk bertumbuh tanpa di­pe­nga­ruhi sikap, kepercayaan dan praktik tradisional yang berbahaya. Kebaktian-kebaktian yang diselenggarakan harus ber­ arti bagi anak-anak dan bukan hanya bagi orang dewasa di mana anak-anak harus menyesuaikan diri dengan standar mereka. Ba­ nyak gereja, khususnya di “dunia mayoritas”, tidak memiliki ruang dan fasilitas yang cukup untuk menampung anak-anak dalam kebaktian. Namun, banyak yang sungguh-sungguh berusaha untuk menempatkan anak-anak di tengah-tengah mereka. Sebagai contoh, beberapa telah mendesain sebuah kebaktian keluarga di tengah ibadah yang dilakukan pada hari Minggu. Pokok yang penting di sini adalah anak-anak tahu mereka disambut dengan baik. Anak-anak sebaiknya diajak berbicara dan didengarkan pendapatnya—sebelum, ketika dan setelah berlangsungnya acara di gereja. Sebaiknya anak-anak ditanya apa yang mereka ingin dilakukan bagi mereka dalam gereja dan mereka sebaiknya ber­ partisipasi dalam pengambilan keputusan. Gereja hendaknya menyampaikan khotbah yang tepat bagi anak-anak atau dalam kebaktian disampaikan instruksiinstruk­si lain yang cocok bagi anak-anak dan instruksi-instruksi itu me­libatkan anak-anak dan membantu mereka untuk mengetahui bahwa mereka diperhatikan dan dihargai. Saya memakai kata hendaknya disampaikan khotbah bagi anak-anak, tetapi Anda mungkin menemukan ada alasan-alasan yang tepat untuk tidak 212 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak berkhotbah kepada anak-anak (bacalah pedoman dalam buku ini untuk pemikiran lebih lanjut tentang hal ini). Agenda dari rapat penatua gereja dan program-program tahunan gereja sebaiknya berisi hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak dan bagaimana meningkatkan pelayanan gereja kepada anak-anak. Kelas-kelas pemahaman dan pengajaran Alkitab sebaik­ nya didasarkan pada usia dan disesuaikan usia dan kematangan anak. Dalam dunia yang dewasa ini berorientasi pada elektronik, bahan-bahan Sekolah Minggu, kalau mungkin, sebaiknya bersifat interaktif dan menggunakan berbagai macam sarana multimedia. Anggaran yang dibuat gereja sebaiknya berisi dana bagi pelayanan anak-anak yang signifikan, termasuk bahan-bahan, pe­ latihan-pelatihan bagi guru, aktivitas-aktivitas, dan hari-hari raya gerejawi. Gereja sebaiknya menekankan hari-hari raya gerejawi— Natal, Paskah, hari-hari raya khusus lainnya dari gereja, ulang tahun, kelulusan dari Sekolah Minggu, perayaan-perayaan tahunan dan peringatan-per­ingatan—dan membuat hal-hal itu sebagai sesuatu yang penting bagi anak-anak. Juga, gereja sebaiknya memiliki hari dan waktu yang dirancang untuk memberkati anak-anak dalam program tahunannya. Gembala Sidang sebaiknya secara rutin mengunjungi pelayanan anak-anak dan sebaiknya mengetahui nama dari banyak anak di gerejanya. Taktik-taktik yang sederhana ini, bila diimplementasikan, bisa menciptakan sebuah pelayanan yang efektif terhadap anakanak dan kaum muda dalam gereja. Apakah Gereja Sebaiknya Menyampaikan Khotbah yang Diperuntukkan bagi Anak-anak? Khotbah yang diperuntukkan bagi anak-anak bisa menjadi sebuah cara yang penting untuk melibatkan anak-anak dan memastikan 213 Child, Church, and Mission bahwa mereka mendengar cerita atau berita yang disampaikan dengan cara yang bisa mereka mengerti. Meskipun demikian, gereja harus memikirkan kebutuhan anak-anak dengan teliti. Mungkin ada cara lain yang lebih baik untuk melibatkan anakanak. Sesungguhnya, ada beberapa alasan yang tepat untuk tidak menyampaikan khotbah yang diperuntukkan bagi anak-anak. Almarhum James Montgomery Boice berkata bahwa khot­ bah yang diperuntukkan bagi anak-anak bisa mengganggu orang dewasa ketika beribadah kepada Allah. Khotbah itu sebenarnya bertujuan untuk melibatkan anak-anak dalam kebaktian dengan menyampaikan sesuatu yang cocok dengan usia mereka. Namun, efeknya adalah fokus orang dewasa tidak tertuju kepada Tuhan, melainkan kepada anak-anak. Khotbah yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bisa “me­ nurunkan” berita berita Injil. Seperti yang telah kita lihat dalam pelajaran dua, anak-anak memiliki kapasitas yang besar—jauh lebih besar dari yang kita duga—untuk memahami berita Injil. “Tujuan kita terhadap anak-anak,” kata Bruce, “seharusnya adalah menaikkan mereka ke tingkat orang dewasa—yaitu memampukan mereka untuk mulai berfungsi dalam tingkat orang dewasa dalam hubungan mereka dengan Allah. Namun sebaliknya yang telah berhasil kita lakukan adalah membawa orang dewasa turun ke tingkat anak-anak.” Boice melanjutkan, Di banyak gereja, khotbah-khotbah yang disampaikan ham­ pir tidak cocok bagi pikiran orang yang benar-benar sudah dewasa, puji-pujian yang disampaikan oleh koor lebih cocok bila dinaikkan dalam reli Sekolah Menengah Atas daripada ibadah kepada Allah dalam Alkitab, dan khotbah yang di­ peruntukkan bagi anak-anak mungkin lebih cocok bila di­ sampaikan kepada orang dewasa yang belum matang da­ ��������������������������������������������������������������������������������� James Montgomery Boice, “Children’s Worship,” Christians Unite Articles, http:// articles.christiansunite.com/article2544.shtml. Ibid. Ibid. 214 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak ri­pada disampaikan kepada anak-anak. Bahkan, khotbah yang diperuntukkan bagi anak-anak biasanya ditujukan bagi anak-anak yang paling kecil, anak-anak yang lebih besar diabaikan. Kebiasaan yang buruk ini tetap dijalankan mungkin karena anak-anak dianggap tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi dalam gereja. Namun, itu tidak benar. Mereka bisa. Bahkan bila pada mulanya mereka tidak bisa mengikuti apa yang sedang berlangsung, tugas kita adalah mengajar mereka sehingga mereka bisa dan akan mengikuti apa yang sedang berlangsung. Mengapa tidak? Tidak butuh lebih ba­ nyak waktu untuk mengajar anak-anak untuk berpartisipasi dalam ibadah dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan khotbah bagi anak-anak yang pernah saya dengar. Membuat Fasilitas Gereja Lebih Ramah Anak Kadang saya sedih ketika saya mengunjungi gereja-gereja di luar negeri yang menyelenggarakan proyek-proyek dan aktivitas-ak­ tivitas bagi anak-anak, tetapi tidak berupaya mengubah tempat itu menjadi sebuah tempat yang diinginkan anak-anak. Saya telah melihat gereja-gereja yang hampir setiap hari menyelenggarakan aktivitas bagi anak-anak yang tidak memiliki meja atau kursi yang ukurannya cocok bagi anak-anak, dan di tembok-tembok gereja itu tidak ada gambar-gambar yang berwarna-warni atau yang atraktif bagi anak-anak. Yang lebih buruk, saya telah melihat tempat yang tidak bersih dan tidak aman bagi anak-anak. Tentu saja banyak gereja yang memiliki ruang yang sangat terbatas dan terpaksa “melakukan” banyak hal. Namun, dalam gere­ ja mana pun, banyak yang bisa dilakukan untuk membuat tempat pertemuan di gereja menjadi sebuah tempat yang aman, atraktif, hangat dan menyenangkan. Dalam gereja-gereja di mana fasilitas yang ada digunakan untuk berbagai macam aktivitas (mungkin dalam beberapa hari selama seminggu), penampilan gereja itu bisa 215 Child, Church, and Mission dimodifikasi ketika aktivitas anak-anak diselenggarakan sehing­ ga anak-anak akan merasa disambut dengan baik dan kerasan. Setidak-tidaknya, gereja harus berupaya keras untuk melakukan hal-hal berikut ini: (Kembali, Anda dan rekan-rekan di gereja Anda bisa menambahkan hal lain dalam daftar ini). Pastikanlah bahwa gedung dan tempat yang ada aman bagi anak-anak. Jangan biarkan ada sudut-sudut yang tajam atau benda-benda tajam di sana; jangan ada furnitur yang rusak; jangan ada tepi-tepi yang kasar, kabel-kabel yang mengelupas, saluransaluran yang terbuka atau masalah-masalah lain yang berbahaya bagi fisik anak-anak. Berusahalah menjadikan gereja sebagai tempat pertemuan yang atraktif, menarik, dan ramah bagi anakanak di tengah masa kanak-kanak mereka. Sediakanlah ruangan untuk diselenggarakannya kelaskelas pemahaman Alkitab bagi anak-anak yang didekorasi dan diperlengkapi sehingga menarik bagi anak-anak. Sediakanlah ruangan khusus bagi anak-anak untuk ber­main (bahkan perlengkapan untuk tempat bermain), untuk be­kerja, mewarnai, bermain dengan memakai tangan mereka, dan bersenang-senang, Ide-ide ini kelihatannya mungkin terlalu praktis untuk bisa memiliki nilai spiritual yang nyata. Namun, kita harus ingat bahwa panggilan kita adalah menyediakan pelayanan Kristen yang holistik bagi anak-anak yang sangat dihargai Allah. Membuat Staf Gereja Lebih Ramah Anak Tidak ada gereja yang bisa memiliki program yang berarti bagi anak-anak kecuali gereja itu memberikan perhatian yang seksama untuk merekrut, memperlengkapi, dan mendukung orang-orang yang peduli kepada anak-anak yang telah ditempatkannya sebagai penanggung jawab pelayanan anak-anak. Fungsi utama gereja adalah menyediakan tempat bagi orang-orang dewasa bisa mengajar dan memuridkan anak-anak 216 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak untuk membantu mereka mengerti arti menjadi pengikut Yesus. Keberhasilan gereja untuk melaksanakan kewajiban ini bergan­ tung pada kualitas dan komitmen staf, guru dan orang-orang lain yang terlibat dalam pelayanan anak-anak. Hal yang menyedihkan, gereja yang sembrono sering kali menugaskan orang yang paling tidak memenuhi syarat untuk melayani anak-anak—orang-orang yang sedikit memahami Alkitab, tidak tahu tentang gaya belajar anak, tidak memiliki pengertian tentang kelakuan, disiplin, atau pertumbuhan anak-anak. Di sini, secara singkat, diberikan beberapa pedoman untuk membantu gereja memperbaiki keramahtamahan stafnya terha­dap anak-anak. Gereja harus mempertahankan kekudusan para pemim­ pinnya. Pemimpin dan staf gereja adalah teladan bagi anakanak. Mereka harus mengerti bahwa mereka selalu merupakan contoh, baik contoh yang negatif maupun positif. Anak-anak selalu memperhatikan mereka. Orang-orang yang ditugaskan untuk mengajar anakanak harus dilatih dan berpengalaman. Gereja harus memberi­ kan pelatihan secara reguler kepada para guru dan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan anak-anak. Kelas-kelas pemahaman Alkitab bagi anak-anak harus secara rutin dimonitor dan dievaluasi oleh sebuah badan yang dibentuk untuk tujuan ini. Para pemimpin dan staf gereja harus melihat potensi anak (bukan hanya kelakuan mereka sekarang ini). Mereka harus belajar melihat dan menghargai setiap anak sebagai sebuah karya yang sedang dikerjakan, bukan produk yang sudah selesai. Para pemimpin dan staf gereja harus mendukung ke­ luarga sang anak. Mereka harus menyelenggarakan kelas-kelas regular dan bervariasi bagi para orangtua dan mendukung para orangtua dalam situasi yang sulit (misalnya, orangtua anak-anak yang memberontak). Gereja harus berusaha menyediakan sumber daya bagi rumah tangga, dalam bentuk kelas, buku, video, kaset, dan bahan lainnya. 217 Child, Church, and Mission Gereja harus menyelenggarakan kegiatan bersama keluarga, supaya tercipta interaksi antargenerasi dan menghindari jadwal kegiatan anak dan kaum muda yang terlalu padat sampai mengorbankan waktu keluarga. Staf gereja harus dilatih untuk melindungi anak-anak (lihatlah bagian tentang perlindungan anak dalam buku ini) dan harus bisa mengenali gejala anak-anak yang diabaikan dan diperlakukan salah. Sebaliknya, gereja juga harus berusaha memiliki orang-orang yang terlatih untuk menolong anak-anak yang telah mengalami perlakuan salah, diperlakukan dengan semena-mena atau yang “berkeliaran di jalan-jalan”. Dalam edisi pertama buku ini, saya memasukkan di dalam­nya sebuah daftar untuk menakar sampai di mana ke­ramahtamah­an program, staf, dan fasilitas gereja Anda terhadap anak-anak. Temanteman saya di VIVA Network Uganda telah me­ngembangkan daftar itu lebih jauh dan telah mengizinkan saya untuk menggunakannya dalam bentuk yang telah sedikit diadaptasi dalam halaman-halaman berikut ini. Tanggung Jawab Gereja pada Semua Tingkatan Shiferaw Michael, seorang pembela anak-anak yang brillian dan berapi-api di Afrika, telah banyak melayani gereja-gereja di Etiopia dan dimana-mana. Setelah melayani beberapa bulan, Pak Shiferaw mengumpulkan para pemimpin gereja dari semua tingkatan— persekutuan-persekutuan nasional, ketua-ketua sinode, dan pe­ mimpin-pemimpin gereja lokal. Ia menanyakan pertanyaan yang kami tanyakan di atas: “Apakah yang sebaiknya diharapkan anak dari gereja?” Salah satu hasil yang lebih signifikan dari latihan yang disampaikannya ini adalah terbitnya dokumen Covenant for Churches on Ministering to Children.10 Dokumen ini merinci Isobel Booth Clibborne, Mim Friday dan lainnya, Jaringan Viva, Kampala, Uganda. Shiferaw Michael, Covenant on Ministering to Children. Dokumen Compassion wilayah Afrika yang tidak diterbitkan, 2002. 10 218 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak tanggung jawab tiap tingkatan dalam gereja. Dalam dokumen ini ditetapkan standar minimal, yang harus disediakan atau dicapai oleh setiap tingkatan supaya bisa melayani anak-anak dan keluarga dengan lebih baik. Menilai Keramahtamahan Gereja Anda terhadap Anak Diadaptasi dari Clibborne, Isobel Booth, Mim Friday dan yang lain. Sumber daya Viva Network, Kampala, Uganda. Sasaran 1: Ada visi bagi pelayanan anak Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Ada visi yang sama bagi pelayanan anak dalam gereja Pernyataan visi bagi pelayanan anak Pelayanan anak secara rutin menjadi agenda para pemimpin Notulen rapat Kami memandang anak-anak sebagai orang yang seutuhnya, yang memiliki kebutuhan rohani dan peran untuk dijalankan dalam gereja kami Wawancara Sasaran 2 : Pelatihan pekerja dan perlindungan anak sedang diimplementasikan Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Kami mengakui bahwa menurut Alkitab kami memiliki tanggung jawab untuk melayani anak Wawancara Para pekerja yang melayani anak-anak telah dilatih bagaimana mengajar anakanak dari sudut pandang Kristen Catatan yang bertanggal tentang pelatihan yang diselenggarakan 219 Child, Church, and Mission Gereja memiliki kebijakan yang tepat dan termonitor di bidang perlindungan anak Kebijakan Perlindungan Anak Semua staf dan sukarelawan dalam gereja telah menandatangani formulir deklarasi perlindungan anak Formulir Deklarasi Perlindungan Anak Semua aktivitas dalam gereja telah disupervisi dan telah mendapat persetujuan dari pemimpin Wawancara Sasaran 3: Gedung gereja berisi lingkungan yang sehat Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Daerah di mana diadakan pertemuan pertemuan kelompok bersih dan aman Tur terhadap fasilitas yang ada. Di dalam gedung gereja terdapat kotak P3K yang bisa diakses oleh semua pemimpin Lokasi P3K Rincian kontak darurat diumumkan di tempat yang bisa dilihat semua orang Lokasi pengumuman Sasaran 4: Kelompok-kelompok pertumbuhan tersedia bagi anak-anak dan orang muda Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Gereja menyediakan kegiatan hari minggu atau kelompok kegiatan tengah minggu sesuai usia anak dan kaum muda. Program gereja Ada kesempatan bagi anak-anak untuk mencari Allah dengan mendengarkan pembacaan Alkitab, pengajaran, dan pengalaman pribadi Wawancara Ada doa yang rutin bersama dan bagi anak-anak dan orang muda Wawancara 220 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak Tur terhadap fasilitas yang ada, laporan tentang intervensi yang dilakukan. Gereja mendukung anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus Anggaran atau rekening tahunan. Ada anggaran yang realistis bagi pelayanan anak Sasaran 5: Ada kesempatan bagi anakanak untuk terlibat dalam ibadah di dalam gereja Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Beberapa kebaktian dirancang untuk semua usia Kebaktian-kebaktian direncanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak dengan tepat mengalami pertumbuhan rohani Catatan kebaktian Wawancara Para pemimpin anak-anak dan anakanak terlibat dalam merencanakan dan memimpin kebaktian-kebaktian yang ramah anak Wawancara Sasaran 6: Tersedia fasilitas yang cocok bagi anak di bawah usia 5 tahun Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Sebuah tempat yang khusus dialokasikan bagi para orangtua/pengasuh agar bisa memperhatikan bayi dan anak-anak yang masih kecil sekali Tur terhadap fasilitas yang ada. Anak-anak yang masih kecil memiliki akses untuk terlibat dalam aktivitasaktivitas atau boneka dan buku-buku Tur terhadap fasilitas yang ada. Dukungan diberikan kepada para orangtua Kristen Program gereja 221 Child, Church, and Mission Sasaran 7: Anak-anak dan orang muda dilibatkan sebagai anggota komunitas yang sederajat Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Anak-anak dan orang muda didengarkan dan ditanyai pendapatnya tentang halhal yang berkaitan dengan gereja. Wawancara Kami memasukkan anak-anak dalam jumlah pengunjung kebaktian Daftar pengunjung kebaktian Sasaran 8: Ada kesempatan untuk melakukan penjangkauan Ya Tidak Tidak Yakin Bukti yang ada Program-program penjangkauan gereja mencakup kesempatan bagi anak-anak untuk berpartisipasi Wawancara Gereja bekerja sama dengan petugas komunitas lokal untuk meningkatkan standar perlindungan dan kesadaran terhadap anak. Notulen Rapat Gereja membantu mencegah dan menunda masalah melalui dukungan yang diberikan kepada para janda, pemeliharaan kesehatan, kursus-kursus membesarkan anak, memberi makan kepada orang yang tidak bisa makan, transisi keluarga, kesempatan untuk memperoleh penghasilan, dsb. Gereja terus terlibat dalam kehidupan anak dengan mempromosikan kemandirian bagi orang muda, misalnya: pemuridan, pelatihan kerja, pendidikan, dsb. 222 Laporan tahunan Catatan tentang anak-anak Karakteristik Gereja yang Ramah Anak Hasil perencanaan mereka ditulis dalam bentuk sebuah perjanjian yang ditandatangani. Dengan benar-benar berhasil men­ dorong para pemimpin gereja mencantumkan nama mereka dan menandatangani perjanjian tersebut, me­reka menciptakan suatu komitmen dalam tingkat yang lebih tinggi untuk benar-benar melakukan apa yang wajib mereka lakukan. Perjanjian itu merinci tindakan-tindakan tertentu yang akan di­lakukan pemimpin dalam setiap tingkatan. Dengan mengamati dan mengukur apa yang telah sepakat akan dilakukan gereja-gereja, orang Kristen yang melayani anak-anak bisa memperkirakan sejauh mana persediaanpersediaan telah dibuat dalam setiap tingkatan. Diharapkan pula para pemimpin akan mengizinkan diri mereka dimintai pertanggungjawaban untuk melaksanakan apa yang telah mereka sepakati secara tertulis hal yang akan mereka laksanakan. Inti dokumen Covenant for Churches ini adalah kewajibankewajiban yang diusulkan bagi setiap tingkatan di dalam gereja. Ini adalah tanggung jawab persatuan gereja tingkat nasional atau aras gereja, tanggung jawab para ketua sinode, dan tentu saja tanggung jawab gereja lokal. Tujuan Perjanjian ini adalah: Menonjolkan pentingnya dan dasar Alkitab bagi pe­ layanan anak-anak. Mendorong gereja agar memberi perhatian pada pe­ layanan anak secara holistik. Menyerukan kepada aras gereja di sebuah nega­ra, denominasi-denominasi, gereja-gereja lokal, lembaga dan sekolah Kristen agar bertindak demi kepentingan anak-anak yang membutuhkan. Untuk menciptakan standar yang membantu gereja mengukur pelayanannya terhadap anak-anak. 223 Child, Church, and Mission Perjanjian dalam Melayani Anak Berikut ini adalah adaptasi dari karya Shiferaw Michael tentang tanggung jawab gereja dalam tiap tingkatan yang terdaftar. TANGGUNG JAWAB PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA TINGKAT NASIONAL A. Fokus pada Anak Persekutuan denominasi-denominasi akan: Memersiapkan visi dan misi dalam skala nasional bagi pelayanan anak. Membentuk Komisi Anak-anak yang akan memberikan tuntunan dan koordinasi secara menyeluruh dalam hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak. Memiliki departemen yang bertanggung jawab atas pelayanan anak. Memasukkan kebutuhan untuk pelayanan anak dalam rencana, pro­gram, anggaran, anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga yang dibuat. Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang lengkap ten­ tang anak-anak yang menjadi anggotanya dan secara rutin me­ nyebarkan informasi itu kepada semua orang yang berminat. Melakukan penelitian tentang kebudayaan-kebudayaan, sikapsikap dan praktik-praktik yang berbahaya dan merancang caracara untuk menghilangkan hal itu. Melakukan advokasi bagi anak-anak di antara semua gereja, dalam masyarakat, pemerintahan dan semua lembaga lainnya. B. Pelatihan dan Dorongan Persekutuan antar denominasi ini akan: Mengorganisasi pelatihan dan program yang memberikan do­ rongan kepada denominasi-denominasi untuk memampukan me­ reka berfokus pada anak-anak. 224 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak Merencanakan strategi dan mempersiapkan bahan-bahan untuk digunakan oleh denominasi-denominasi. C. Persiapan Bahan-bahan Pemahaman Alkitab bagi Anak Persekutuan denominasi-denominasi akan: Menyelenggarakan dan mendukung persiapan penerbitan bukubuku dan bahan-bahan pemahaman Alkitab bagi anak-anak. Memproduksi, mengumpulkan dan menyebarkan tulisan, kaset, video dan bahan lainnya yang akan membantu gereja-gereja untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap anak-anak. TANGGUNG JAWAB DENOMINASI A. Fokus pada Anak Tiap denominasi akan: Mempersiapkan visi dan misi bagi pelayanan anak di seluruh denominasi. Memprioritaskan pelayanan anak seperti yang diminta Alkitab. Membentuk panitia yang akan memberikan tuntunan dan koordinasi secara menyeluruh dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan anak. Membentuk departemen yang bertanggung jawab atas pelayanan anak. Melibatkan pelayanan anak dalam aktivitas yang diselengga­ra­ kan, rencana-rencana, program, anggaran, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang dibuat. B. Mengumpulkan Informasi tentang Kebutuhan Anak dan Sumber Daya untuk Memenuhi Kebutuhan itu. Tiap denominasi akan: Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang lengkap ten­tang anak-anak dan secara rutin menyebarkan informasi itu kepada semua orang yang berminat. 225 Child, Church, and Mission Melakukan penelitian tentang kebudayaan, sikap dan praktik yang berbahaya dan merancang cara-cara untuk melenyapkan hal itu. C. Pelatihan dan Penguatan Tiap denominasi akan: Mengorganisasi berbagai program pelatihan dan penguatan pendorong bersama dan bagi pelayanan anak di tiap gereja yang menjadi anggotanya. Membantu gereja-gereja dalam mengakuisisi hasil penelitian, tulisan-tulisan, video-video dan sumber daya lainnya untuk mem­ perlengkapi mereka dalam pelayanan mereka terhadap anakanak. Memberikan pelatihan yang tepat di bidang perlindungan anak dan protokol/pedoman di tiap gereja yang menjadi anggotanya. D. Kurikulum Pelayanan Anak di Sekolah-sekolah Alkitab Tiap denominasi akan: Memastikan bahwa sekolah-sekolah Alkitab yang menjadi ang­ gotanya memasukkan pelayanan anak dalam kurikulumnya. Memastikan bahwa sekolah-sekolah Alkitab yang menjadi ang­ gotanya memberikan pelatihan dan konsultasi kepada orangorang yang melayani anak-anak dalam keadaan yang amat sulit. E. Guru Anak Tiap denominasi akan memastikan bahwa guru anak-anak memperoleh pelatihan yang memadai untuk mengajar anak-anak. TANGGUNG JAWAB GEREJA LOKAL A. Fokus pada Anak Gereja lokal akan: Memiliki pernyataan visi dan misi bagi pelayanan anak. 226 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak Memberikan fokus yang sama kepada anak-anak seperti fokus yang diberikan kepada pelayanan lainnya. Membentuk sebuah panitia yang akan memberikan tuntunan dan koordinasi secara menyeluruh dalam hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak. Memasukkan pelayanan anak dalam kegiatan, rencana, program, dan anggaran gereja. B. Fasilitas Gereja Gereja yang Ramah Tamah Anak Gereja lokal akan berusaha membuat fasilitas dan ruang-ruang kelas­­nya atraktif, bersih, ramah dan aman bagi anak-anak dalam masa kanakkanak mereka. C. Anak-anak dalam Keadaan yang Amat Sulit Tiap gereja lokal akan melakukan langkah konkret untuk memertahan­kan dan membela hak anak-anak yang berada dalam keadaan yang amat sulit dengan bekerja sama dengan individu-individu dan organisasi-organisasi di daerah itu. D. Mengumpulkan informasi tentang Kebutuhan Anak dan Sumber Daya untuk Memenuhi Kebutuhan itu. Tiap gereja lokal akan: Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang lengkap tentang anak-anak. Melakukan penelitian tentang kebudayaan, sikap dan praktik yang berbahaya dan merancang cara-cara untuk melenyapkan hal itu. E. Pelatihan Para Orangtua Tiap gereja lokal akan: Mendidik dan melatih para orangtua/penjaga dan kaum muda tentang tanggung jawab mereka terhadap anak-anak. 227 Child, Church, and Mission Mendidik dan mendorong para orangtua agar membesarkan anak-anak sesuai firman Allah dan dengan suatu cara yang akan melindungi mereka dari aspek-aspek yang berbahaya dari ke­ budayaan yang akan mengotori hati nurani dan iman mereka. F. Kelas-kelas Berdasarkan Usia Gereja lokal akan: Memastikan bahwa anak-anak akan hadir dalam kelas-kelas yang dibentuk berdasarkan usia. Berusaha agar silabus-silabus dibuat dengan mempertimbangkan usia dan kapabilitas anak. G. Advokasi bagi Anak-anak Tiap gereja lokal akan melakukan advokasi bagi anak-anak dalam ko­ munitasnya. Michael menyediakan ruang bagi semua orang yang terlibat untuk membubuhkan tanda-tangan. Dengan demikian, komitmen untuk membuat gereja sebuah tempat yang ramah anak dibagi dan diketahui orang banyak. Seharusnya memang begitu, benar bukan? Bacaan “If I Were a Child Today I’d Need … Developing Spiritual Kinship with Children,” It Takes a Church within a Village oleh H. B. London Jr., dan Neil B. Wiseman, Bab 4. “Family Traits of Child Sensitive Churches Boys and Girls Loved Here,” It Takes a Church within a Village oleh H.B. London Jr., dan Neil B. Wiseman, Bab 8. 228 Karakteristik Gereja yang Ramah Anak “39 Ways to Improve Our Impact on Children: You Can Make a Difference,” It Takes a Church within a Village oleh H.B. London Jr., dan Neil B. Wiseman, Bab 12. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Pikirkanlah satu atau dua sikap dan tindakan yang akan mendorong anak-anak dalam masing-masing dari lima esensi yang ada dalam sebuah gereja yang ramah anak (Dr. White). ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Apakah Anda menganggap gereja di mana Anda di­ besarkan atau gereja di lingkungan Anda adalah gereja yang ramah anak? Jelaskanlah jawaban Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Dari “Hal-hal Mendasar yang Sebaiknya Didapatkan Anak-anak dari Gereja,” apakah tiga hal yang Anda anggap sebagai hal terpenting untuk menjangkau anakanak di daerah Anda? Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 229 Child, Church, and Mission 4. Gereja-gereja yang benar-benar rindu untuk bisa mela­ yani anak-anak dengan efektif harus mempertim­bang­ kan dengan teliti manfaat dan kerugian dari khot­bah yang disampaikan kepada anak-anak. Berdasarkan pan­­ dangan Boice dan pengalaman Anda sendiri dan apa yang Anda baca sampai saat ini, apakah Anda akan me­ makai khotbah yang diperuntukkan bagi anak-anak se­ bagai sebuah cara untuk membuat gereja lebih ramah anak? Jelaskanlah jawaban Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Pikirkanlah ide tentang keramahtamahan terhadap anak-anak dalam gereja. Dalam kelompok yang ber­ anggotakan teman-teman gereja Anda, daftarlah halhal yang akan membuat gereja Anda lebih ramah anak. Berikanlah alasan yang rasional untuk tiap hal tersebut. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 230 9 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. 1 Korintus 13:6–7 Child, Church, and Mission K eprihatinan terhadap anak-anak merupakan dasar bagi pe­ ngembangan anak secara holistik. Kami jelas menentang se­ mua bentuk eksplotasi terhadap anak, termasuk mempekerjakan anak-anak, prostitusi anak-anak, dan semua bentuk lain pelecehan jasmani, emosi, dan seksual. Membahas pertanyaan tentang perlindungan anak dalam konteks pelayanan anak di dalam gereja sebenarnya merupakan sesuatu yang memalukan. Sebagian besar orang yang bekerja sama dengan kami menganut nilai-nilai inti yang sama dengan yang kami anut. Namun, kami tidak boleh naïf. Mungkin ada orangorang yang berusaha memakai keterlibatan mereka dalam sebuah program anak yang didasarkan pada gereja untuk melaksanakan keinginan mereka sendiri, yang lebih besar kemungkinannya untuk menyimpang daripada murni. Sementara saya menulis naskah ini, saya membaca sebuah cerita tentang seseorang yang dihukum karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang ditemukan bekerja di sebuah panti asuhan yang didirikan untuk memelihara anak-anak setelah tsunami menyerang Sri Lanka pada Desember 2004—jelas ia memperoleh akses untuk mendekati anak-anak. Peristiwa ini benar-benar terjadi. Pedoman ini bertujuan membantu kita memastikan bahwa para staf, donatur, sukarelawan atau personel-personel lain di gereja kita dan program-program yang berfokus pada anak tidak terlibat dalam eksploitasi anak dalam bentuk apa pun. Semua gereja atau organisasi yang memelihara anak-anak harus mengembang­ kan aktivitas-aktivitas pelatihan untuk memastikan bahwa semua orang di dalam dan sekitar program mengerti gentingnya masa­ lah ini dan mengetahui cara-cara untuk mencegahnya. Penekanan yang diberikan di sini adalah pencegahan dari pelecehan seksual, tetapi perhatian juga diberikan kepada pencegahan dari pelecehan lainnya. 232 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Melindungi Anak-anak dari Diri Kita Sendiri Salah satu bentuk eksploitasi anak yang paling sering terjadi dan paling melukai hati adalah pelecehan seksual yang dilakukan orang dewasa terhadap anak-anak. Di Asia, keinginan yang keliru dari ribuan turis yang mencari kesenangan dari para pelacur—bahkan pelacur yang masih anak-anak—telah menyebabkan timbulnya industri seks bernilai jutaan dolar. Di beberapa negara, anak-anak perempuan dan laki-laki berumur 9 tahun dan lebih muda dijual sebagai pelacur oleh orangtua mereka yang sangat membutuhkan uang dan orangtua yang ditipu oleh pedagang-pedagang yang mengincar anak-anak yang masih kecil. Anak-anak tuna wisma yang hidup di jalan-jalan direkrut oleh germo agar menjual tubuh mereka secara seksual dan agar bertahan hidup. Mereka tidak hanya diperkosa dan disiksa secara fisik, tetapi juga menderita luka di jiwa seumur hidup mereka. Siapakah pedofil itu? Seorang pedofil jarang merupakan orang asing. Biasanya ia adalah seseorang yang mengenal si anak, seperti orangtua atau pengasuh anak, atau seseorang yang berkuasa, seperti guru atau pengerja kaum muda. Sering kali mereka adalah orang-orang yang terpandang dalam komunitas mereka dan tidak ada orang yang berani menuduh bahwa mereka telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Pelecehan terhadap anakanak ini sebagian besar tidak disertai kekerasan, tidak bersifat komersial, tidak dilakukan secara spontan di bar-bar seks dan hotel yang menyediakan layanan seks bagi turis. Pelecehan ini terjadi setelah seseorang yang sudah dewasa berhasil membuat si anak percaya supaya pelecehan yang dilakukannya begitu sulit dideteksi. Bahkan hukuman yang dijatuhkan dalam sidang pengadilan jarang membuat jera orang-orang yang terlibat dalam eksploitasi anak melalui sebuah organisasi atau pelayanan. Bila mereka gagal di sebuah organisasi, mereka bergabung dengan organisasi lain. Namun, jangan keliru. Konvensi PBB tentang Hak Anak mendorong semua negara untuk mencegah: 233 Child, Church, and Mission Penggunaan bujukan atau paksaan terhadap anak agar terlibat dalam aktivitas seksual yang melanggar hukum. Eksploitasi anak-anak dalam prostitusi atau praktik seksual lainnya yang melanggar hukum dan Eksploitasi anak-anak dalam performa dan bahan yang porno. Hukum tentang pelecehan terhadap anak-anak berbeda di setiap negara. Mungkin lembaga-lembaga hukum perlu meninjau kembali setiap kebijakan dan prosedur supaya kebijakan dan prosedur itu sesuai hukum yang berlaku di negara Anda. Lembagalembaga penegakan hukum dan perlindungan anak di banyak negara bisa jadi memiliki bahan-bahan yang bisa berguna dalam menyesuaikan pedoman ini dengan situasi nasional. Mengetahui telah Terjadi Pelecehan terhadap Anak Pelecehan jasmani sering kali meninggalkan tanda pada tubuh anak. Orang-orang yang melayani anak-anak kadangkadang mencoba mencari dalih bagi luka-luka yang muncul karena 234 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja kecelakaan yang terjadi dalam masa kanak-kanak yang normal. Luka-luka yang diderita anak-anak karena permainan yang kasar ketika berfungsi dengan normal dan luka-luka yang sering kali merupakan gejala dari pelecehan yang terjadi pada anak itu ber­ beda. Orang-orang yang berprofesi dalam bidang perkembangan anak akan mengetahui bedanya. Gambar di atas adalah gambar yang membandingkan lokasi (gambar kiri) luka-luka yang muncul ketika anak terluka di tempat bermain dan lokasi luka-luka yang muncul karena pelecehan jasmani. Tabel di bawah adalah ringkasan gejala-gejala jasmani dan tingkah laku yang muncul karena beberapa jenis pelecehan. Jenis Pelecehan Pelecehan Jasmani Tanda-tanda fisik Memar atau bilur-bilur dalam berbagai tahap kesembuhan yang muncul berulang kali pada tubuh si anak dan tidak bisa dijelaskan melalui kelakuan yang anak yang sedang bertumbuh sesuai harapan. Tanda-tanda pada Tingkah Laku Penjelasan tentang luka jasmani yang tidak cocok dengan luka yang ada, atau usia pertumbuhan anak. Keluhan yang terus-menerus Banyaknya patah tulang yang atau berulang kali muncul karena tidak bisa dijelaskan, keretakan sebab yang tidak jelas, seperti tengkorak yang parah atau lukasakit kepala atau sakit di perut. luka di kepala. Kostelnik, “Guiding Children’s Social Development” dalam buku Child Abuse and Neglect: A Self Instructional Text for Head Start Personnel (Washington, D.C: U.S. Government Printing Office, 1977). Diambil dari Biro Pengembangan Anak dan Keluarga dan Biro Anak, Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan. Bagian tentang mengenali pelecehan anak diambil dari The Compassion Guidelines for Child Protection, “Protecting Children from Abuse,” April 2003. “Caring for Our Children,” dalam National Health and Safety Performance Standards-Appendix K (American Academy of Pediatrics, 2002), hlm. 420. 235 Child, Church, and Mission Orangtua/orang yang melayani anak-anak melaporkan bahwa luka yang serius itu ditimbulkan oleh kelakuan si anak sendiri, atau anak melaporkan bahwa ia dilukai oleh orangtuanya atau orang yang melayani dia. Pelecehan Jasmani Luka bakar atau luka yang bentuknya menyerupai benda yang dipakai untuk menyakiti, seperti bekas-bekas gigitan, bekas-bekas pukulan atau cakaran tangan, bekas-bekas selomotan cerutu atau rokok, tanda-tanda terkena pukulan sabuk. Luka bakar karena dibenamkan ke dalam air panas atau cairan panas lainnya. Orangtua/orang yang melayani anak berusaha menunda perawatan medis. Luka-luka di mulut dan sekitar mulut yang tidak bisa dijelaskan dan muncul berulang kali. Anak tidak bertumbuh sebagaimana seharusnya padahal anak itu tampak lapar dan senang makan ketika ditawari makanan. Jenis Pelecehan Pelecehan seksual Tanda-tanda Fisik Rasa sakit, gatal-gatal, memar atau pendarahan di sekitar organ intim. Noda atau darah di pakaian dalam. 236 Tanda-tanda pada Tingkah Laku Pengetahuan atau kelakuan yang aneh, terlalu berlebihan atau tidak lazim untuk umur si anak seperti minta kepada anak lain agar melakukan tindakantindakan seksual, meletakkan mulut di organ intim, mencoba berhubungan intim. Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Anak melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan orangtua atau orang yang melayani dia. Penyakit kelamin Pelecehan seksual Sulit berjalan atau duduk Kotoran yang keluar dari vagina atau saluran kencing. Jenis Pelecehan Pelecehan Emosi Jenis Pelecehan Diabaikan Tanda-tanda Fisik Tertundanya pertumbuhan jasmani, emosi atau intelek yang tidak bisa dijelaskan. Kebiasan seperti menggoyanggoyang atau menghisap jari melebihi ekspetasi pada tahap pertumbuhan saat itu. Tanda-tanda Fisik Terus-menerus lapar, minta makanan atau menimbun makanan. Letih atau tidak memiliki gairah. Tidak menjaga kebersihan seperti rambut , kulit, dan pakaian yang kotor. Pakaian yang tidak pantas. 237 Tanda-tanda pada Tingkah Laku Berkurangnya harga diri, depresi, menyendiri. Kelakuan yang ekstrem seperti terlalu agresif atau pasif, apatis, wajah yang kelihatan hampa, berkurangnya interaksi sosial dengan orang lain, fobia, ketakutan yang digeneralisasi, takut kepada orangtua. Tanda-tanda pada Tingkah Laku Tidak ada bimbingan dalam waktu yang lama, yang tidak tepat bagi usia anak atau pertumbuhan anak. Child, Church, and Mission Malnutrisi atau tidak bertumbuh yang tidak bisa dijelaskan karena tidak sakit. Diabaikan Menunda untuk pergi ke dokter ketika sakit secara jasmani atau sakit gigi. Tidak memiliki orangtua atau pengasuh karena penyalahgunaan obat, pelecehan jasmani atau gila. Jenis Pelecehan Pelecehan lainnya Tanda-tanda Fisik Pelecehan yang substansial. Ketidakikutsertaan dalam program pemeliharaan anak yang tidak bisa dijelaskan. Tanda-tanda pada Tingkah Laku Anak yang terlalu penurut atau tidak mau menurut. Tidak bisa memilih cara yang ramah dalam mendekati orang dewasa. Penurunan dalam pertumbuhan seperti anak yang terlatih menggunakan toilet menjadi anak yang buang air kecil atau buang air besar di sembarang tempat. Sulit tidur atau kehilangan nafsu makan. Depresi. Kelakuan yang merusak diri sendiri. Rasa takut yang berlebihan/tidak tepat. Pedoman Umum Melindungi Anak-anak Ada beberapa pedoman yang sudah terbukti dan masuk akal yang efektif untuk melindungi anak-anak yang Anda layani dan pelayan­ an Anda dari bahaya karena pelecehan yang dilakukan terhadap anak-anak. 238 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Saringlah pengunjung yang mengunjungi aktivitas dan proyek-proyek yang Anda selenggarakan. Banyak proyek gereja yang memiliki donatur atau sponsor lokal atau dari luar negeri yang kadang ingin mengunjungi program yang mereka dukung. Kepada para pengunjung dan donatur ini sebaiknya diberitahukan keprihatinan gereja Anda untuk menghindari eksploitasi anakanak. Mereka harus mengerti bahwa informasi apa pun yang Anda minta dari mereka adalah untuk mencegah hal ini agar tidak terjadi. Caranya harus positif: “Inilah yang kami lakukan untuk melindungi anak-anak yang Anda bantu.” ­ Bagi banyak generasi, pelecehan anak-anak—khususnya pelecehan seksual merupakan sesuatu yang terlalu memalukan untuk disebutkan di luar gereja, apalagi di antara jemaat. Namun, dewasa ini di banyak negara, provinsi, dan negara bagian, pelecehan anak-anak harus di­ laporkan kepada pemerintah. Tidak melaporkan sebuah kasus yang diketahui atau diduga telah terjadi sering kali menyebabkan sebuah pelayanan anak atau gereja yang terlibat dalam pelayanan anak secara hukum bertanggung jawab atas pelecehan yang telah menimpa si anak, bahkan bila pelayanan atau gereja bukan sumbernya. Itulah sebabnya sebuah kebijakan untuk melindungi anak dari pelecehan, maka prosedur untuk tetap melaporkan pelecehan yang telah terjadi penting sekali. Saringlah dan dengan teliti seleksi staf yang akan me­­layani anak-anak. Adakanlah, tinjau kembali, dan perkuat re­krut­men pekerja dan kebijakan serta prosedur bagi para pekerja, khususnya staf yang melayani anak-anak. Ini mencakup pengembangan pedoman kelakuan bagi seluruh staf. Seorang anggota staf yang bertanggung jawab yang telah dilatih untuk menyaring calon-calon staf harus mewawancarai orang-orang yang melamar untuk menjadi staf. Bila diperbolehkan hukum, orang yang mewawancarai harus mengajukan pertanyaan yang bersifat pribadi untuk mengenal pelamar yang mungkin menimbulkan risiko di bidang ini dan karena itu, jangan diterima untuk bekerja di sebuah organisasi yang berfokus pada anak-anak. 239 Child, Church, and Mission Implementasikan pedoman perilaku untuk staf. Bahkan jika organisasi sudah berhati-hati memilih staf, bisa saja anakanak menghadapi bahaya, bila staf yang melayani anak-anak tidak diawasi dengan tepat. Risiko bahaya bagi anak dan kekurangan yang ada pada sebuah organisasi bisa dikurangi bila para staf diobservasi dengan menggunakan pedoman kelakuakn yang telah dibuat. Kembali, pedoman ini didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam Alkitab. Pertama, setiap pedoman dan prinsip yang dibuat harus berlaku bagi semua staf dan sukarelawan yang melayani anak-anak. Kedua, staf tidak boleh menampilkan perilaku yang tidak tepat. Sebagai contoh, mungkin menurut kebudayaan yang ada bisa diterima bila orang yang sudah dewasa mengundang seorang anak atau orang yang belum dewasa untuk datang ke rumahnya, makan bersama, atau sekadar berkunjung. Namun, menurut pandangan orang lain ini mungkin keliru dan oleh karena itu jangan dilakukan. Dalam kasus apa pun, sebaiknya ada lebih dari satu orang dewasa yang hadir sepanjang waktu bersama anak-anak supaya anak-anak merasa lebih nyaman dan staf terlindung dari tuduhan palsu bahwa mereka telah melakukan pelecehan terhadap anak-anak. Para psikolog menunjukkan bahwa sangat alami bagi anakanak, khususnya para remaja untuk memiliki perasaan emosional terhadap orang dewasa yang mereka hargai dan hormati. Mereka sering kali mengekspresikan perasaan ini melalui bercumbu-cum­ buan, menyanjung-nyanjung, memeluk, bahkan mengeluarkan per­ kataan-perkataan yang bersifat ajakan. Para sukarelawan atau staf yang menjumpai pengalaman seperti ini harus berhati-hati agar mereka tidak membuat diri berada dalam posisi yang mencuriga­ kan atau rentan. Oleh karena itu, bila anggota staf merasa tidak nyaman terhadap sebuah hubungan yang dijalin dengan orang yang belum dewasa, mereka berkonsultasi dengan rekan sejawat, berbicara kepada pengawasnya atau mencari bantuan orang yang profesinya di bidang itu. Dalam hal ini, para anggota staf harus memiliki penilaian yang baik, hikmat, dan berhati-hati ketika secara pribadi terlibat dalam kehidupan anak dan orang yang belum dewasa yang mengalami masalah emosi dan kejiwaan. 240 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Untuk menjaga keutuhan pedoman ini, kami menasihati Pusat-pusat Pengembangan Anak yang kami dirikan agar mem­ praktikkan daftar yang berisi hal-hal sederhana dan praktis yang boleh atau tidak boleh dilakukan: Semua sukarelawan, staf, sponsor dan pekerja proyek harus benar-benar profesional dalam hubungan mereka dengan orang-orang yang belum dewasa dan anak-anak, dan saat yang sama men­demonstrasikan kasih dan kepedulian Kristen. Para sukarelawan, staf, sponsor, dan pekerja proyek tidak boleh tinggal sendirian bersama seorang atau lebih anak meskipun hanya semalam baik di rumah anggota staf itu atau di mana saja. Para pekerja tidak boleh mempekerjakan orang-orang yang dewasa sebagai “pembantu di rumah” atau me­ nyediakan tempat bernaung bagi orang yang belum dewasa di rumah anggota staf. Para sukarelawan, staf, donatur, dan pekerja proyek tidak boleh menimang-nimang, memegang-megang, men­­­­cium, mengemong orang yang belum dewasa de­ ngan cara yang tidak pantas. Para staf dan pekerja proyek harus menyampaikan notifikasi kepada pengawas yang tepat sebelum meng­ habiskan waktu sendirian bersama seseorang yang belum dewasa dalam situasi yang tanpa supervisi. Prosedur Pelaporan Dugaan Pelanggaran Seksual Jangan keliru: Tidak pernah menyenangkan ketika muncul dugaan bahwa telah terjadi pelanggaran seksual. Inilah sebabnya penting sekali memiliki prosedur yang jelas untuk melaporkan dugaan semacam ini. 241 Child, Church, and Mission Sebuah prosedur pelaporan yang efektif bagi pelanggar­ an seksual yang diduga telah terjadi membantu upaya untuk melindungi anak-anak dari pelecehan seksual atau pelecehan lain­­nya. Orang-orang yang senang melakukan pelecehan terhadap anak-anak tidak akan suka tetap berada dalam suatu lingkungan di mana terdapat pekerja-pekerja yang telah dilatih untuk melaporkan kelakuan yang mencurigakan. Seluruh staf harus mengerti bahwa pelapor­an yang hati-hati dan rahasia terhadap pelecehan seksual dan insiden-insiden yang dicurigai bisa terjadi atau kelakuan yang tidak pantas itu penting sekali untuk mencegah terjadinya pelecehan dan untuk melindungi anak-anak. Pelaporan ini menunjukkan kepedulian. Ini bukanlah tindakan yang menunjukkan adanya ketidakloyalan. Para pekerja harus mengetahui tanda-tanda bahwa telah terjadi pelecehan dan penganiayaan fisik, juga tanda-tanda pada ting­kah laku dan perkataan anak. Dalam sebuah situasi di mana dicurigai telah terjadi peleceh­ an atau penganiayaan terhadap anak-anak dalam sebuah aktivitas atau proyek, prosedur pelaporan berikut ini harus dijalankan: Prosedur Pelaporan Internal. Bila seorang anggota staf tahu bahwa seorang anak telah dianiaya atau secara masuk akal dicurigai telah dilecehkan, atau mendengar dugaan bahwa telah terjadi pelecehan. Ia harus: 1. 2. 3. Segera melaporkan insiden itu kepada pengawas yang bertanggung jawab atas aktivitas itu atau orang yang paling senior di proyek itu. Dengan teliti mencatat hasil observasinya atau apa yang telah didengarnya dan setiap tindakan yang telah diambil. Catatan ini harus diberi tanggal, ditandatangani, dan disimpan di tempat yang aman. Jangan mengonfrontasi orang yang dituduh telah me­ lakukan perbuatan itu atau terburu-buru menilai situasi yang ada. 242 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Prosedur Pelaporan Eksternal: Di banyak negara, mungkin hukum di sana memandatkan pelaporan prosedur ini ke pemerintah atau penegak hukum ketika diduga telah terjadi pelecehan anak. Kecuali dalam keadaan darurat, laporan itu harus terlebih dahulu kepada manajemen senior, kemudian kepada pemerintah kalau sebagaimana diminta atau dengan cara yang tepat. Dengen perkecualian yaitu pelaporan yang dimandatkan oleh hukum, tidak bo­ leh ada orang di luar organisasi yang dikontak atau diberi tahu hingga langkah-langkah pelaporan secara internal dan formal selesai dilakukan dan hingga instruksi-instruksi di­ berikan oleh manajemen senior untuk pelaporan eksternal yang tepat. Dalam keadaan apa pun anggota staf tidak boleh berbicara kepada media mengenai dugaan apa pun. Enam Prinsip dalam Merespons Dugaan Pelecehan Respons sebuah gereja terhadap dugaan telah terjadi pelecehan anak harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1. 2. 3. 4. 5. Semua dugaan akan diterima dengan serius dan akan ditangani secara bertanggung jawab oleh orang yang tepat. Pelecehan seksual terhadap anak-anak tidak akan di­ toleransi. Para sukarelawan dan anggota staf harus mengerti prinsip dasar ini ketika mereka mulai bekerja. Tiap situasi akan ditangani secara jujur dengan meng­ hargai privasi si anak dan orang yang kelakuannya sedang dipermasalahkan. Perawatan yang tepat untuk memulihkan anak yang te­ lah mengalami pelecehan atau dicurigai telah dileceh­ kan akan menjadi perhatian yang utama. Anak tidak boleh dianggap sebagai orang yang ber­ tanggung jawab, kecuali fakta mengindikasikan hal sebaliknya. 243 Child, Church, and Mission 6. Setiap anggota staf yang dituduh telah melakukan pelecehan akan diperlakukan dengan memerhatikan privasi dan hak-haknya sesuai hukum yang berlaku. Pemimpin gereja harus bertindak dengan cara yang meng­ hargai martabat dan harga diri setiap orang, termasuk anak-anak. Sembilan Komponen Kebijakan Perlindungan Anak yang Efektif Ketika Anda meninjau kembali komponen ini, pikirkanlah komponen mana yang mungkin akan memiliki dampak langsung terhadap keamanan anak yang Anda layani. Pertimbangkanlah pula bila ada komponen dalam daftar ini yang tidak ada dalam kebijakan perlindungan anak di gereja Anda—dan bila fakta tidak adanya komponen itu menimbulkan risiko di gereja Anda. 1. Pernyataan Komitmen Pernyataan ini meringkas mengapa kebijakan ini ada dan menempatkannya dalam konteks yang lebih luas. Pernyataan ini harus mencakup: Definisi pelecehan anak Sebuah analisis terhadap masalah perlindungan anak yang besar dalam situasi yang sedang Anda hadapi saat ini. Sebuah analisis terhadap kerangka kerja legal dan kultural di negara Anda. 2. Mengomunikasikan Komitmen Sebuah kebijakan perlindungan anak yang baik akan dengan jelas meng­ komunikasikan komitmen untuk memberikan perlindungan: Sembilan protokol perlindungan anak ini diadaptasi dari presentasi tentang Perlindungan Anak yang dibuat oleh Dan Brewster dan Heather McDonald di Cutting Edge III di Le Bron, Belanda, Maret 2001. 244 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Berbicara tentang pelecehan anak dan mematahkan sikap yang mendiamkan hal ini. Membangkitkan dan melatih kesadaran Memasukkan kebijakan ini dalam buku pedoman staf/pengurus lain. Pekerja dan staf pelayanan anak harus dilatih untuk mengenali: Pelecehan jasmani. Pelecehan seksual. Pelecehan emosi. Pengabaian. Pelecehan lainnya yang lazim dilakukan terhadap anak-anak dalam kebudayaan Anda. 3. Protokol Tingkah Laku Pedoman umum bagi staf, sukarelawan, orang yang sedang magang, pengunjung, donatur, sponsor, tamu dan mitra mencakup: Memperlakukan anak-anak dengan penuh penghargaan dan bermartabat. Deskripsi kelakuan yang tepat terhadap anak-anak. Peraturan Dua Orang Dewasa: Satu orang dewasa tidak boleh sendirian—misalnya di balik pintu yang tertutup—bersama seorang anak. Kalau harus dilakukan konseling atau ada hal-hal rahasia yang harus didiskusikan, itu harus dilakukan dengan pintu yang terbuka. Dokumen yang ditandatangani yang berkata bahwa kebijakan itu akan dihormati. Akan diambil tindakan bila muncul kelakuan yang tidak pantas. Mengakui bahwa orang dewasa akan bertanggung jawab bahkan bila seorang anak menunjukkan kelakuan yang “menggoda”. Melanggar protokol ini akan menjadi dasar untuk diterapkannya disiplin termasuk pemecatan. 245 Child, Church, and Mission Tidak boleh mempekerjakan orang yang belum dewasa sebagai pembantu di rumah. Semua pengunjung akan: Diberi salinan protokol tingkah laku ini. Diberi tahu tentang komitmen organisasi untuk melindungi anakanak dan tahu mengapa ini merupakan hal yang penting. Menandatangani sebuah kesepakatan yang tertulis bahwa me­ reka akan menaati protokol ini. Selalu ditemani staf proyek. Sebagian besar prinsip dasar bagi pedoman kelakuan staf adalah prinsip yang masuk akal. Prinsip dasar ini mencakup: Menghindari setiap kelakuan yang tidak pantas. Lebih dari satu orang dewasa akan selalu hadir bersama anakanak. Berhati-hati terhadap ekspresi emosi yang tidak tepat dari anakanak. Berkonsultasi dengan pengawas atau mencari nasihat dari orang yang ahli di bidangnya ketika berada dalam sebuah situasi yang tidak nyaman bersama seseorang yang belum dewasa. Menggunakan hikmat ketika menangani anak-anak yang memiliki masalah emosi dan kejiwaan. 4. Perlindungan anak dalam bahan-bahan yang diterbitkan dan komunikasi dengan pihak luar. Sebuah kebijakan perlindungan anak yang baik akan menyediakan pedoman yang berkaitan dengan pernyataan-pernyataan dan gambargambar yang dimuat di media kita dan penggalangan dana yang kita gunakan untuk merefleksikan pelayanan kita terhadap anak-anak. 246 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Semua komunikasi harus menjaga martabat dan harga diri anak. Gambar dan cerita-cerita tentang anak harus selalu sopan dan menghargai mereka. Gambar-gambar yang dimuat tidak boleh mengisyaratkan adanya hubungan dengan yang sedang memegang kekuasaan. Komunikasi yang disampaikan harus menghargai hak privasi, tidak mengkaitkan nama-nama dengan lokasi-lokasi tertentu dan memburamkan atau memblok wajah anak-anak tertentu yang berisiko (misalnya anak yang terlibat dalam prostitusi). Protokol internet, khususnya yang berkaitan dengan sponsor. Protokol tingkah laku bagi staf komunikasi, yang mencakup pen­ jelasan terhadap anak-anak mengenai siapakah mereka, mengapa Anda bertanya dan memfoto, apa yang akan dilakukan terhadap foto-foto itu, dan memperoleh izin dari pemimpin dalam keluarga/ komunitas untuk menggunakan gambar-gambar itu. Memakai nama samaran untuk anak-anak yang berisiko. 5. Memastikan semua mitra dan pemangku kebijakan memiliki komitmen yang sama. Dengan dibuatnya komponen kebijakan ini, jelas bahwa setiap mitra proyek atau pemangku kebijakan lainnya harus memiliki komitmen yang sama untuk melindungi anak-anak. Siapa pun yang ingin berhubungan dengan anak-anak perlu mengetahui komitmen kita untuk melindungi anak-anak dan juga memiliki komitmen yang sama. 6. Pedoman untuk menyaring dan merekrut Sebuah kebijakan perlindungan anak akan menekankan pentingnya pe­nyaringan yang teliti terhadap calon yang potensial dan prosedur re­ krutmen yang dibuat: Mengidentifikasi prosedur yang mengurangi risiko mempekerja­ kan orang yang bisa jadi akan melecehkan anak-anak. Memberikan perhatian yang intensif kepada hukum setempat, jadi berkonsultasi dengan pengacara-pengacara setempat. 247 Child, Church, and Mission Ini berlaku bagi SELURUH staf, sukarelawan/orang yang sedang magang, pengurus dan kontraktor. Sebuah kesepakatan yang ditandatangani bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap latar belakang yang akan didapatkan dalam proses rekrutmen (bila dimungkinkan oleh hukum, pemeriksaan terhadap catatan criminal yang berkaitan dengan pelecehan ter­ hadap anak-anak), 7. Respons terhadap Dugaan Prosedur apakah yang akan diikuti ketika muncul dugaan bahwa telah terjadi pelecehan? Kebijakan yang dibuat harus merinci tindakan tertentu yang diambil berkaitan dengan setiap dugaan pelecehan yang dilakukan staf/pengunjung (dan orang lain). Prosedur ini mencakup: Menciptakan sebuah kultur yang mengharapkan dilaporkannya kelakuan yang mencurigakan. Memperlakukan korban dan orang yang diduga sebagai pelaku dengan menghargai mereka dan dengan bermartabat sementara investigasi sedang berlangsung. Tetap memercayai si anak kecuali dibuktikan yang sebaliknya. Mengembangkan prosedur pelaporan. Sebuah tim yang melakukan pendekatan (pekerja perlindungan anak, hukum, pegawai, manajemen). Menjaga kerahasiaan—(hanya perlu mengetahui hal-hal yang mendasar). Mendokumentasikan secara tertulis fakta-fakta yang berkaitan dengan investigasi dan hasilnya (arsip rahasia). Menaati hukum setempat sebagaimana dituntut dan hal-hal yang bersifat ekstra teritorial bila orang asing terlibat. Merancang orang yang akan berurusan dengan media. Termasuk dalam kebijakan sebuah pernyataan yang memboleh­ kan penyingkapan kepada majikan-majikan di masa mendatang, informasi yang berkaitan dengan pemecatan orang yang diduga telah melakukan pelecehan. 248 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja Memberikan dukungan yang terus-menerus pada anak dan tersangka. 8. Advokasi dan Berjejaring Komitmen untuk bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain yang ter­ tarik pada perlindungan anak untuk: Berdoa memohon hikmat dan kekuatan. Belajar dari kelompok lain. Terlibat dalam komunitas, aktivitas-aktivitas di tingkat regional dan nasional untuk melobi pemerintah, polisi, dan lainnya. Mendorong dan mendukung diadakannya pelatihan-pelatihan. Berjejaring dengan orang lain. 9. Kerahasiaan Semua lamaran, formulir penyaringan, formulir referensi dan setiap informasi yang diperoleh dari penggunaan formulir ini harus dijaga ke­ rahasiaannya. Tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk me­ mastikan semua kerahasiaan. Setiap prasangka atau rumor tentang pelecehan anak harus di­ tindaklanjuti untuk melindungi anak-anak yang Anda layani, dan dalam beberapa kasus anggota-anggota staf yang tidak bersalah. Inilah yang paling sulit dilakukan dalam pelayanan anak. Namun, bila kita belajar untuk menanganinya dengan cepat dan langsung, kita benar-benar akan bisa mengubah hidup anak-anak menjadi lebih baik. Bacaan “Guidance to Churches: Protecting Children and Appointing Children’s Workers,” Churches Child Protection Advisory Service, hlm. 1–22. “Protecting Children from Abuse” oleh Compassion International “Spiritual Healing,” oleh Dan Brewster 249 Child, Church, and Mission dalam buku Sexually Exploited Children. Phyllis Kilbourn, editor, hlm. 144–160. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Bagaimanakah respons Anda pada seorang rekan di gereja yang berkata, “Kami tidak membutuhkan ke­ bijakan semacam itu di sini. Kami dipanggil untuk be­ kerja. Tidak ada orang Kristen yang akan melukai anakanak”? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Gambarkanlah prosedur penyaringan bagi orang de­ wasa, bila ada, yang digunakan dalam pelayanan Anda untuk melindungi anak-anak. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Pikirkanlah sembilan komponen yang ada dalam sebuah perlindungan anak yang efektif dalam pelayanan Anda. Mana dari sembilan komponen ini yang paling bisa di­ implementasikan dengan efektif. Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 250 Perlindungan Anak dalam Lingkungan Gereja 4. Mana yang paling tidak bisa diimplementasikan dengan efektif. Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Daftarlah perbaikan-perbaikan yang bisa diimplemen­ tasikan pelayanan Anda dan/atau gereja Anda dalam jangka panjang yang bisa memperkuat protokol per­ lindungan anak yang telah Anda buat. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 251 G Bagian Empat ANAK DAN MISI ereja secara tradisi telah melakukan pekerjaan yang baik dengan memelihara anak-anak yang sudah ke gereja. Banyak gereja, khususnya di dunia Barat memiliki sekolah Minggu, Sekolah Alkitab Liburan, menyelenggarakan kamp dan program-program lainnya. Beberapa program ini berfokus pada menjangkau anak-anak yang belum ke gereja, meskipun yang lebih sering dijangkau adalah mereka yang setidaktidaknya sudah men­jadi bagian marginal dari jemaat yang berpartisipasi dalam ibadah di gereja dan program-program ini pada umumnya menekankan transformasi rohani. Di dunia Barat, hanya se­dkit program ini yang memberikan kesempatan atau motivasi untuk menjangkau anak-anak yang sama sekali belum pernah ke gereja dan anak-anak dengan latar belakang agama lain. Untuk melaksanakan maksud kami di sini, pelayanan antar iman ini merupakan bagian dari apa yang kami namakan Misi, dan sekarang kami memperkenalkan komponen Misi dalam buku Child, Church and Mission ini. Seperti yang telah kami lakukan dalam bagian-bagian sebelumnya, sekarang kami ingin menempatkan anak “di tengahtengah” dalam kaitannya dengan Misi. Dalam bagian ini kami ber­ tanya, “Bagaimanakah pelayanan anak berkaitan dengan misi dan Misi Gereja?” Atau yang lebih baik, “Bagaimanakah Misi mencakup anak-anak?”, “Apakah anak-anak menjadi Pengabaian Besar (The Great Omission) dalam strategi-strategi misi?”, “Bagaimanakah pelayanan lintas budaya terhadap anak bisa sensitif, etis dan Child, Church, and Mission efektif?”, “Bagaimanakah anak-anak bisa menjadi obyek Misi dan sumber daya bagi misi?” Untuk membahas hal-hal ini, pertama-tama kita akan mem­ pelajari masalah-masalah utama yang muncul dalam sejarah misi dan misi dewasa ini. Kita akan menerapkannya pada misi lintas budaya (antariman) kepada anak-anak. Kita akan merenungkan etika penginjilan anak-anak dalam konteks lintas budaya. Kemudian kita akan membahas anak-anak sebagai agen misi dan pelayanan anak serta strategi misi secara keseluruhan, dengan perhatian khusus diberikan kepada Jendela 4/14. 254 10 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. 2 Korintus 5:18–19 Child, Church, and Mission S ebagian besar gereja memberikan perhatian tertentu kepada misi. Banyak yang menyelenggarakan kebaktian misi pada hari Minggu sekali dalam setahun dan sering kali mengundang seorang misionaris untuk berbicara, yang biasanya menunjukkan gambargambar dan menantang gereja untuk memberikan persembahan bagi misi. Saya telah sering kali menjadi salah satu pembicaranya. Setelah melakukan hal ini, banyak gereja kemudian merasa bahwa mereka bisa kembali ke pelayanan mereka yang sesungguhnya yakni “bergereja”. Pernahkah Anda berpikir mungkin alasan utama bagi keberadaan Gereja adalah untuk melakukan pekerjaan misi atau mengutus misionaris? Dan mungkin tujuan utama dicetaknya Alkitab adalah untuk menjadi “Buku Pedoman bagi Misionaris?” Mungkin isi Alkitab seluruhnya adalah “… cerita tentang Misi Allah—mengapa dan bagaimana umat manusia yang terhilang harus dan akan ditebus oleh Allah yang penuh kasih.” Ketika membaca Alkitab dengan pandangan seperti ini, kita melihat bahwa menebus semua orang menjadi pusat perhatian Allah. Dan yang merupakan hal yang terpenting bagi maksud kami di sini adalah, kami bisa diyakinkan bahwa “semua orang” mencakup anak-anak. Jadi, apakah Misi itu? (Seperti kami memakai huruf besar “G” untuk menunjuk pada Gereja di seluruh dunia, kami sering kali memakai huruf besar “M” ketika menunjuk pada Misi global atau Misi Gereja. Kami akan memakai huruf kecil “m” ketika me­ nunjuk pada pekerjaan misi tertentu atau aktivitas misi tertentu). Kata misi tidak digunakan dalam Alkitab (Kebetulan, ini juga terjadi pada istilah-istilah Kristen lain yang sudah dikenal, seperti pengangkatan [rapture] atau tritunggal). Kata misi sudah sering kali digunakan dalam bahasa Inggris kontemporer—misi diplomatik, misi perdamaian, misi ke ruang angkasa, atau misi yang mustahil! Namun, misi yang kami maksudkan di sini adalah Misi Allah atau Misi Gereja. World Mission: An Analysis of World Christian Movement, Jonathan Lewis, editor (Pasadena, CA: William Carey Library, 1987), hlm. 2. 256 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Dalam bukunya yang baik, What Is Mission?, Andrew Kirk membantu kita untuk memahami pentingnya Misi. Definisi Kirk tentang Misi adalah: “Tujuan dan aktivitas-aktivitas Allah di da­lam dan bagi seluruh alam semesta.” “Tak seorang pun,” ia menulis, “yang berada di luar kompasnya. Misi ini tetap dilaksanakan mes­kipun ditentang, ditolak, dan disalahtafsirkan.” Allah selalu ber­tujuan menebus umat manusia dan menegakkan kembali pemerintahanNya di bumi. Sarana yang Dia pakai untuk melakukan hal inilah yang kita sebut “Misi”. Bila kita setuju dengan pendapat Kirk, kita juga akan setuju bahwa Misi merupakan pusat Gereja. “Gereja,” kata Kirk, “menurut definisinya adalah misionaris (Daripada berpikir bahwa misi merupakan satu aspek dari eksistensi gereja, lebih baik berpikir bahwa misi mendefinisikan eksistensi gereja.” Misi itu sebenar­ nya sungguh sederhana, meskipun dalam, yaitu apa yang harus dilakukan sebuah komunitas Kristen ketika komunitas Kristen itu diutus. Perhatikan karena Misi ini diperuntukkan bagi seluruh alam semesta, dan dengan demikian bagi manusia secara keseluruhan, maka misi ini bersifat holistik. Allah rindu mendatangkan “per­ ubahan yang positif dalam seluruh kehidupan manusia, secara materi, sosial dan rohani.” Meskipun bagian ini terutama akan membahas aspek rohani dalam hidup seseorang, harus jelas bagi kita bahwa Misi menurut artinya dalam Alkitab bersifat holistik— selalu menyangkut seluruh kebutuhan manusia. Anak-anak perlu mengetahui “identitas mereka yang sesungguhnya sebagai manusia yang diciptakan sesuai gambar Allah,” menikmati kelimpahan dari Dia dalam seluruh bidang kehidupan. Alkitab tidak menganjurkan agar diadakan pemisahan antara misi penginjilan dan misi yang bersifat jasmani, sebaliknya memadukan keduanya menjadi ke­ benaran yang lengkap dari Injil. Andrew Kirk, What Is Mission? (Darton, UK: Longman & Todd Ltd., 1999), hlm. 25. Ibid., hlm. 25. Ibid., hlm. 29 Ibid., hlm. 30. Myers, Walking with the Poor, hlm. 3, 257 Child, Church, and Mission Tentu kesejahteraan seorang anak itu penting, tetapi tan­ pa sebuah hubungan dengan Allah, anak-anak tidak memiliki ha­ rapan untuk menjadi seperti yang Allah kehendaki sepenuhnya. Namun, anak-anak secara keseluruhan memiliki tubuh, pikiran dan emosi; mereka ada dalam ruang lingkup seperti keluarga, sekolah, pekerjaan, masyarakat, dan struktur-struktur lainnya. Tiap aspek dalam diri anak ini sama pentingnya. Tidak cukup hanya memberitakan keselamatan dan hanya berbicara kepada anak yang sedang menderita; “perut yang kosong tidak mau mendengarkan.” Bila fokus kita hanya mengajar anakanak untuk berdoa, membaca Alkitab dan berkata bahwa mereka adalah orang Kristen, kita hanya mengajarkan kepada mereka sebagian dari Injil. Misi kepada anak-anak mencakup merespons kebutuhan jasmani dan sosial mereka di samping juga kebutuhan rohani mereka. Tinjauan Secara Luas Terhadap Misi dalam Alkitab Beberapa orang berpikir bahwa dasar Misi adalah Amanat Agung yang terdapat dalam Matius 28:19. Faktanya adalah, dasar pe­ mikir­an bagi Misi terdapat di seluruh isi Alkitab. Allah memilih Abraham dengan tujuan memilih sebuah bangsa agar bangsa itu me­ngomunikasikan berita dari Dia kepada bangsa lain. Perjanjian Allah dengan Abraham adalah Dia akan memberkati Abraham dan semua bangsa akan diberkati melalui dia. Sebagaimana yang dicatat dalam Kejadian 12:2–3, “Aku akan membuat engkau menjadi sebuah bangsa yang besar dan Aku akan memberkati engkau; Aku akan membuat namamu masyhur dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati mereka yang memberkati engkau, dan siapapun yang mengutuk engkau akan Aku kutuk; dan semua bangsa di bumi akan diberkati melalui engkau” (penekanan sendiri ditambahkan). Sejak awal, keturunan Abraham memiliki tanggung jawab untuk memberkati bangsa-bangsa. Ketika mereka keluar dari perbudakan di Mesir dan ketika mereka menaklukkan Tanah Perjanjian, sepanjang masa hakim-hakim dan raja-raja, Allah terus 258 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja menepati janji-Nya. Tujuannya adalah agar Nama-Nya ditinggikan di antara bangsa-bangsa. Berkat ini tidak pernah diperuntukkan hanya bagi Israel, tetapi sejak awal bagi bangsa-bangsa. Dan berkat ini tidak pernah dibatasi hanya pada berkat rohani. Allah ingin semua umat-Nya bertumbuh secara holistik. Kata Ibrani dan Yunani bagi bangsa-bangsa (atau orangorang, bahasa, atau kata-kata) muncul lebih dari 500 kali dalam Alkitab. Sering kali ketika membaca kata-kata itu, kita bisa melihat beberapa aspek dari perhatian Allah kepada atau prediksi Allah tentang nasib semua bangsa (atau orang) di dunia. Pertimbangkanlah contoh-contoh ini: Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba. (Wahyu 7:9) Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, Sela supaya jalanMu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepadaMu. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersoraksorai. (Mazmur 67:2–4) Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam. (Maleakhi 1:11) Ia memerintah dari laut ke laut, dari sungai Efrat sampai ke ujung bumi! Kiranya penghuni padang belantara berlutut di depannya… Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! … Kiranya segala bangsa saling memberkati dengan namanya, dan menyebut 259 Child, Church, and Mission dia berbahagia… kiranya kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi. (Mazmur 72:8–19) Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan. (Habakuk 1:5) Memahami misi Allah membuat kita bisa berfokus pada tujuan dari pelayanan anak: supaya mereka mengalami transfor­ masi yang menyeluruh sehingga menjadi seperi yang dikehendaki Allah, menemukan identitas dan tujuan mereka yang unik. Sejarah Sangat Singkat Misi pada Zaman Modern Buku Perspectives on World Missions mengungkapkan bahwa ada tiga era misi yang tumpang-tindih dalam 200 tahun terakhir. Tahun-tahun ini merupakan kerangka waktu dari Misi pada Zaman Modern. Era Pertama Misi Zaman Modern (1792–1910) dimulai dengan William Carey, “Pendiri Misi pada Zaman Modern”. Pada 1791, Carey menulis sebuah artikel berjudul “Sebuah Penyelidik­ an terhadap Kewajiban Orang Kristen untuk Memakai ‘Sarana’ Guna Menobatkan Orang Kafir.” Ia berpendapat agar upaya misi berhasil, diperlukan lembaga misi atau lembaga pengutus agar bisa memberikan dukungan doa dan finansial untuk mengurus misionaris (lembaga ini adalah sarana yang ia maksudkan). Tidak lama setelah itu, sarana ini didirikan. Baptist Mission Society, dengan William Carey sebagai misionarisnya yang per­ tama, dibentuk. Meskipun lembaga ini cukup lemah dan hanya memberikan dukungan minimal yang diperlukan Carey untuk pergi ke India, pembentukan lembaga ini menginspirasi pembentuk­ Ibid. Meg Crossman, editor. Worldwide Perspectives (Pasadena, CA: William Carey Library, 1995), hlm. 5–1. 260 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja an dan aktivitas banyak lembaga lainnya di seberang Samudra Atlantik. William Carey memiliki pandangan yang sangat holistik ter­ hadap misi karena dalam karier misinya selama 42 tahun di India, ia menerjemahkan atau melakukan supervisi penerjemahan Alkitab ke dalam 37 bahasa, mendirikan lebih dari 200 sekolah (lebih dari separuh bagi gadis-gadis yang menurut tradisi sering kali tidak diizinkan sekolah), melakukan banyak hal untuk meningkatkan hasil panen dan perkebunan di India, serta mendirikan banyak misi pengobatan dan fasilitas kesehatan. Misi ke pesisir-pesisir Afrika dan Asia menjadi karakteris­ tik Era Pertama. Dalam era ini didirikan lembaga-lembaga yang ber­naung di bawah Sinode. Sebagian besar misi ini adalah orang Inggris atau orang Eropa. Era ini ditandai oleh demonstrasi kasih dan pengorbanan mereka yang diutus. Sedikit sekali misionaris yang bertahan hidup. Pada umumnya, misi pada era ini ditandai oleh strategi-strategi misi yang sangat bermutu dan holistik. Bahkan, dewasa ini beberapa sistem kesehatan dan pendidikan yang dibuat pada era ini masih menghasilkan buah! Era Kedua (1865–1874) menampilkan misi-misi ke daerah pedalaman. Pendorongnya adalah visi yang penuh keberanian yang disampaikan Hudson Taylor bahwa orang-orang di pedalaman China perlu dijangkau. Organisasi yang ia dirikan—China Inland Mission—akhirnya melayani lebih dari 6.000 misionaris. Lebih dari 40 badan misi pedalaman dibentuk, termasuk Africa Inland Mission, China Inland Mission, dan Sudan Interior Mission. Amerika Utara menjadi negara yang menonjol dalam bidang misi pada era ini. Gagasan tentang Faith Missions (misi berdasarkan iman semata) menjadi lazim—artinya misionaris yang tidak diutus oleh Sinode menggalang dana sendiri untuk me­menuhi kebutuhan mereka. Dalam era pertama dan era kedua misi, pelayanan kepada anak-anak menjadi sesuatu yang menonjol. Namun yang aneh, sejarawan dalam bidang misi sering kali mengabaikan aspek ini. Sebagai contoh, sejarawan yang terhormat, Kenneth Scott Ibid., hlm. 5–4. 261 Child, Church, and Mission Latourette mendokumentasikan sejarah penyebaran kekristenan secara komprehensif dan meyakinkan, tetapi orang sulit sekali menemukan pembahasan tentang upaya-upaya misi yang kredibel yang ditujukan kepada anak-anak dan kaum muda. Meskipun demikian, yang menarik adalah, karyanya ini sering kali memuat referensi tentang dampak sekolah-sekolah Kristen dalam upaya misi. Sejumlah besar pemimpin politik di Afrika merupakan hasil dari sistem sekolah Kristen yang didirikan di hampir semua negara di Afrika pada bagian pertama abad ini. Presiden Kenyatta, Moi, Kaunda, Nyerere, Boigne, dan banyak pe­ mimpin lainnya—belum termasuk semua pemimpin gereja di Afrika—ada di antara mereka yang mengalami dampak strategi misi mula-mula di Afrika. Dalam taraf tertentu, hal yang sama juga terjadi di Asia. Sebagai contoh, Latourette mengamati pentingnya sekolah Kristen di India: Pendekatan yang dipakai aliran Protestan di India bervariasi … Beberapa melalui sekolah … dari sekolah-sekolah di desa bagi para anggota kelas yang tertekan menjadi pintu harapan dan memperoleh kesempatan yang lebih besar di dunia, melalui sekolah-sekolah sekunder hingga jenjang universitas.10 Latourette juga mencatat bahwa pemimpin “yang paling banyak berbuat untuk membentuk cita-cita berupa China yang revolusioner antara 1911 sampai 1940 adalah Sun Yat-Sen, seorang Kristen yang diakui yang memperoleh sebagian besar pendidikan formalnya di sekolah Kristen.”11 Contoh-contoh lain bisa dikutip. Orang juga bisa merasakan pentingnya sekolah Kristen di pikiran beberapa pemimpin Marxis karena fakta bahwa, di mana pun Komunis mengambil alih, salah satu pembatasan pertama adalah sekolah Kristen. Ketika mengungkapkan tentang pengambilalihan China oleh komunis, Latourette menulis: Kenneth Scott Latourette, A History of Christianity (Vol. II): Reformation to the Present A.D. 1500 to A.D. 1975 (San Fransisco: Harper Collins, 1975), hlm. 1353. 11 ibid., hlm. 1317–8. 10 262 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Pendidikan agama terhadap kaum muda di bawah umur 18 tahun dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan lebih dari empat orang dilarang … Beberapa mata pelajaran teologi masih diizinkan, tetapi hanya setelah memperoleh izin tertulis dari negara. Tidak ada orang percaya yang diizinkan mengajar di sekolah negeri.12 Kehadiran sekolah-sekolah Kristen di Korea dalam jangka panjang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan yang drama­ tis kekristenan di negara itu, kata pendeta Korea, Nam Soo Kim. Ia menunjukkan bahwa misionaris dari luar negeri datang ke Thailand dan Korea saat yang hampir sama, sekitar 1885. Masyarakat kedua negara itu menjadi masyarakat yang tertutup dan sulit dipenetrasi. Sekarang, jumlah orang Kristen di Thailand tetap di bawah 1 persen, sementara lebih dari 30 persen penduduk Korea adalah orang Kristen. Apakah yang menyebabkan perbedaan kedua nega­ ra itu? Perang Korea, kehadiran dan pengaruh tentara Amerika, beberapa dari mereka adalah orang Kristen dan bisa menjelaskan sebagian. Akan tetapi, Pendeta Kim menegaskan bahwa perbedaan utama terletak pada strategi-strategi misi yang dibuat di Korea yang mencakup pendirian sekolah-sekolah Kristen. Di Thailand tidak dilakukan upaya misi yang berarti seperti ini. Ia melaporkan sekolah-sekolah Kristen yang dahulu didirikan di Korea ini sekarang telah meluluskan lebih dari 350.000 siswa dan berada di antara universitas-universitas paling ternama di Korea.13 Oleh karena berbagai alasan, penekanan terhadap sekolah di ladang misi sebagian besar ditinggalkan setelah akhir era kolonial. Fokus pada penanggulangan bencana dan perkembangan yang dilakukan aliran Injili bisa jadi telah menyerap sebagian energi yang sebelumnya dikerahkan untuk melayani lewat sekolah. Jelas, kita tidak bisa dan sebaiknya jangan mencoba untuk mulai men­ dirikan sekolah Kristen—setidaknya dalam skala nasional. Namun, pertanyaan yang harus kami tanyakan adalah, Dengan apa kita 12 13 Ibid. Nam Soo Kim, catatan dari khotbah yang disampaikan dalam Konferensi Tentang Jendela 4/14 di Debre Zeit, Etiopia, 27 April, 2010. 263 Child, Church, and Mission telah mengganti penekanan terhadap anak-anak dan kaum muda di ladang misi melalui sekolah? Bagaimanakah kita memunculkan generasi berikutnya dalam Gereja dan kepemimpinan nasional? Era Ketiga misi (1974–sekarang), seperti dua era se­be­lum­ nya, diinspirasi oleh visioner-visioner kunci: Cameron Townsend. Townsend adalah misionaris “era ketiga” yang bekerja di Guatemala, yang berusaha mendistribusikan Alkitab dalam bahasa Spanyol. Ia memerhatikan bahwa sebagian besar orang Indian tidak ber­ bicara dalam bahasa Spanyol. Seorang dari mereka bertanya, “Bila Allahmu itu begitu pintar, mengapa Dia tidak berbicara dalam bahasa kami?”14 Pertanyaan yang bagus! Masalah ini meng­ inspirasi Townsend untuk memulai misinya sendiri, Wycliffe Bible Translators. Pada mulanya, Townsend mem­perkirakan ada sekitar 500 atau lebih suku-suku yang belum terjangkau di dunia. Sekarang kita tahu bahwa jumlahnya lebih dari 5.000! Wycliffe terus bertumbuh, fokus utamanya adalah suku-suku dan bahasa. Sekarang, Wycliffe memiliki lebih dari 6.000 misionaris dan sejauh ini merupakan organisasi yang paling banyak memiliki hamba Tuhan bergelar Ph.D. dan personel yang sangat terlatih. Juga, seperti yang terjadi pada era sebelumnya, dalam era ketiga ini muncul banyak lembaga dan organisasi misi. Dalam era ini muncul misi yang bergerak di bidang jasa (service mission), seperti Missionary Aviation Fellowship dan lembaga-lembaga rekaman Injil. Awal 1950-an juga menandai peluncuran organisasiorganisasi per­tama yang ber­gerak dalam bidang penanggulangan bencana dan pembangunan seperti World Vision dan Compassion Inter­national. Ketika misionaris Kristen pergi ke berbagai negara yang berbeda di dunia, pelayanan mereka kepada anak-anak sering kali mencakup sekolah-sekolah, rumah sakit dan panti asuhan. Kadang program ini memiliki kekurangan, menuntut anak-anak “dicabut” dari ko­munitas dan identitas kultural mereka. Kadang anak-anak dipaksa untuk mempelajari bahasa yang baru, serangkaian peraturan di sekolah dan sistem nilai yang baru. Kadang pengertian orang 14 Crossman, Worldwide Perspectives, hlm. 5–10. 264 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Barat tentang masa kanak-kanak sebagai masa yang penuh dengan kepolosan, masa bermain dan kebebasan, berbenturan dengan pandangan budaya lainnya terhadap masa kanak-kanak. Namun, anak-anak tidak diabaikan atau dilalaikan. Para misi mengerti per­ lunya memunculkan orang Kristen generasi berikutnya. Pertumbuhan Kekristenan Baru-baru Ini Bila merenungkan cengkeraman setan atas begitu banyak wilayah dalam Jendela 10/40 dan bagian-bagian lain di dunia, mudah bagi kita untuk berkecil hati terhadap kemajuan penginjilan global. Melihat kemunduran dalam kekristenan yang berkomitmen di dunia Barat juga mengecilkan hati kita. Namun demikian, ada alas­an yang cukup kuat untuk berharap. Sebenarnya, banyak orang Kristen cenderung untuk tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sedang Allah lakukan. Sesungguhnya, sedang terjadi banyak pergerakan di seluruh dunia dan Roh Kudus sedang memenangkan pertempuran di berbagai tempat di seluruh dunia. Kebangunan rohani sedang menyapu dunia. Sejak 1930-an, “pusat kekristenan” perlahan-lahan bergeser ke selatan dan timur. Dekade 40, 50, dan 60-an merupakan masa kebangunan rohani yang masif di seluruh Afrika, sampai titik bahwa sekarang sebagian besar orang Afrika di Sahara selatan mengklaim diri sebagai orang Kristen. Tahun 1970-an merupakan dekade terjadinya peningkatan pesat jumlah orang Kristen Injili di Amerika Latin. Jumlah orang Kristen Injili di Brazil sekarang lebih banyak dari jumlah orang Kristen Injili di seluruh Eropa Barat. Pada 1980-an, kekristenan menyapu banyak wilayah di Asia. Pada 1990-an dan dalam dekade pertama abad ke-21, gereja Korea menjadi salah satu gereja paling aktif dan paling injili di seluruh dunia. Jumlah misi Korea yang telah diutus per kapita merupakan yang terbesar dari negara mana pun. Sekarang jumlah orang Kristen di Asia lebih banyak dibandingkan jumlah orang Kristen di dunia Barat. 265 Child, Church, and Mission Meskipun demikian, ada cara lain untuk memandang per­ tumbuhan kekristenan yang juga menimbulkan harapan. Yaitu, rasio orang Kristen dibandingkan dengan bukan orang Kristen terus meningkat dan ini khususnya terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Pada zaman Rasul Paulus, rasio orang Kristen dibanding­ kan orang tidak Kristen bisa diprediksi dan bisa dipastikan kecil. Sebuah perkiraan yang sederhana memperkirakan pada akhir abad pertama perbandingan orang Kristen dengan orang tidak Kristen adalah satu berbanding 100.000 atau 200.000. Bahkan pada 1792, pada awal misi pada zaman modern ketika William Carey pergi ke Asia, jumlah orang Kristen masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah orang yang bukan Kristen. Akan tetapi, sekarang jumlah orang Kristen telah meningkat dengan dramatis bila dibandingkan dengan jumlah orang bukan Kristen. Lebih dari 30 persen penduduk dunia sekarang menama­ kan diri orang Kristen (secara kasar satu di antara tiga orang) dan 40 persen lainnya telah mendengar Injil; artinya mereka telah mem­ peroleh kesempatan untuk mendengar berita tentang Kristus. Ini berarti dua dari setiap tiga orang di dunia adalah orang Kristen atau telah berkesempatan untuk mendengar Injil. Dengan melihat hal ini, tugas yang masih ada untuk memberitakan Injil kepada suku-suku yang belum mendengar Injil sudah kurang menakutkan dibandingkan masa mana pun dalam sejarah. Pertumbuhan Misi-misi Bukan dari Barat Ringkasan yang singkat dari sejarah misi yang telah kami tulis tentunya adalah sejarah misi dari Barat. Meskipun demikian, gerakan Misi global sama sekali tidak hanya terjadi di dunia Barat. Lebih dari seperempat abad yang terakhir, jumlah misionaris dan organisasi misi di negara-negara yang bukan negara Barat, meskipun kurang didokumentasikan, telah bertambah secara dramatis. Bahkan, sekarang diperkirakan jumlah misionaris yang berasal dari negara-negara yang bukan negara Barat telah melebihi 266 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja jumlah misi dari negara Barat.15 Di Asia, sungguh menggairahkan melihat antusiasme dan komitmen sejumlah besar orang India, orang Cina yang tersebar di berbagai negara, orang Filipina, orang Korea dan orang-orang dari negara lain yang merespons panggilan untuk terjun ke ladang misi. Larry Pate16 mendaftar beberapa pola pikir yang esensial yang harus ada untuk memastikan bahwa pertumbuhan misi global ini didorong dan didukung. Ini mencakup: 1. 2. 3. 15 16 Gereja di negara-negara bukan negara Barat—Asia, Afrika dan Amerika Latin—harus belajar memahami diri mereka dalam konteks global. Kerja sama global dalam pelatihan misi itu vital. Banyak misionaris dari Two Third World (Dunia Dua Pertiga) diutus setelah sedikit menerima pelatihan atau bahkan sama sekali tidak memperoleh pelatihan, dan yang lain menunggu selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk memperoleh kesempatan untuk dilatih. (Catatan: Sejak awal 1980 istilah ini dipergunakan oleh kaum Injili untuk merujuk pada negara-negara berkembang yang jumlah penduduknya 2/3 dari populasi dunia, dimana kekristenan berkembang dengan pesat. Penggunaan istilah ini dimaksudkan untuk menggantikan istilah Dunia Ketiga, karena ada kesan politis yang kental memisahkan negara-negara blok Barat dan blok Rusia yang disebut sebagai negara Dunia Pertama dan Dunia Kedua pada era “perang dingin”.) Model dukungan secara global harus bergeser kea rah Dunia Dua Pertiga. Badan-badan misi di negaranegara Barat perlu memasukkan misionaris dari Dunia Dua Pertiga ke dalam organisasi mereka, memberikan kesempatan pada mereka untuk memperoleh status Larry Pate, “The Changing Balance in Global Mission” dalam Worldwide Perspectives, editor: Meg Crossman (Pasadena, CA: William Carey Library, 1995), hlm. 15–14, 15–15. Ibid., hlm. 15–16. 267 Child, Church, and Mission 4. 5. internasional dan kesempatan yang setara untuk men­ jadi pemimpin. Badan-badan misi dan misionaris dari negara-negara non-Barat perlu didukung. Sumber daya informal harus didesentralisasi. Ini me­ rupakan satu sasaran lembaga-lembaga internasional seperti Global Mapping International, DAWN Ministries, dan OC International. Misionaris dari dunia Barat harus bersiap untuk berganti peran. Tugas-tugas yang secara tradisi di­lakukan para misionaris dunia Barat harus sema­kin banyak dilakukan oleh pemimpin-pemimpin dari ne­gara-negara nonBarat. Ekspansi gerakan misi dari negara-negara non-Barat tidak berarti tidak ada lagi peranan yang valid bagi orang Barat dalam bidang misi. Harold Fuller dari SIM17 telah menulis garis besar dari empat tahap peran misionaris dalam kaitannya dengan Misi Gereja. Ini berlaku bagi misi yang berasal dari negara Barat dan non-Barat. Tahap Pertama, tahap Perintisan, membutuhkan karunia kepemimpinan di samping karunia-karunia lainnya. Oleh karena hanya terdapat sedikit atau belum ada orang percaya dalam tahap ini, sang misionaris sendiri yang harus memimpin dan melakukan banyak pekerjaan. Tahap Kedua, tahap Orangtua, membutuhkan karunia mengajar. Terdapat hubungan yang sedang bertumbuh antara gereja yang masih muda dan misi. Namun, sang orangtua harus menghindari paternalisme. Tahap Ketiga, tahap Mitra, yang agak sulit. Tahap ini me­ nuntut adanya perubahan dari hubungan berbentuk orangtua– anak antara sang misionaris dan gereja yang masih muda menjadi hubungan antara orang yang sudah dewasa. Sulit bagi kedua belah 17 Harold Fuller, “Stages of Missionary Role,” dalam Worldwide Perspectives, editor: Meg Crossman (Pasadena, CA: William Carey Library, 1995), hlm. 5–6. 268 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja pihak untuk berubah tetapi penting bagi gereja untuk menjadi “orang dewasa” yang matang. Tahap Keempat, tahap Partisipan. Sebuah gereja yang benar-benar matang mengambil alih kepemimpinan. Bila sang misionaris masih ada di gereja itu, ia harus menggunakan karuniakarunia yang dimilikinya untuk memperkuat gereja itu agar tujuan Amanat Agung tercapai. Sementara itu sang misionaris sebaiknya terlibat dalam tahap pertama di tempat lain. Lima Konsep Misiologi yang Penting (dan Relevansinya terhadap Anak) Konsep misiologi pertama yang merupakan konsep yang paling penting18 adalah Amanat Agung yang terdapat dalam Matius 28, “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakan Injil”. Melihat sekularisasi yang terjadi dengan cepat di Amerika Serikat dan Eropa Barat, penyebaran Islam, gerakan Zaman Baru dan agama lainnya, sulit untuk percaya bahwa penggenapan Amanat Agung sudah lebih dekat dibandingkan sebelumnya. Meskipun demikian, seperti yang telah kita lihat, ini pandangan yang sempit. Satu pengertian yang lebih luas terhadap apa yang sedang Allah lakukan di seluruh dunia akan membantu kita melihat hal-hal yang terjadi dari sudut pandang yang benar. Ini juga memberikan kita pandangan positif terhadap status kekristenan di seluruh dunia dan prospek penggenapan Amanat Agung. Tentu saja, anak-anak termasuk dalam Amanat Agung ini. Dalam Matius 19:14 Yesus berkata, “Biarkan anak-anak itu datang kepadaku dan jangan halangi mereka.” Kita tahu bahwa “datang kepada Yesus” ini tidak hanya mendekat kepada Yesus secara jasmani ketika Dia sedang mengajar murid-murid-Nya, tetapi juga mengizinkan dan mendorong mereka untuk datang kepada Dia dengan iman. Perhatikanlah bahwa anak-anak tidak dibuat atau dipaksa dengan cara apa pun supaya datang kepada Yesus, me­ 18 Lima konsep misiologi ini diadaptasi dari karangan Dan Brewster, Compassion’s Role in Furthering the Kingdom (karangan yang tidak diterbitkan, 1995). 269 Child, Church, and Mission lainkan diizinkan. Sesungguhnya, kita sering kali melihat anak-anak dengan sukarela dan gembira datang kepada Yesus ketika diberi kesempatan. Konsep kedua yang harus dipertimbangkan adalah me­ mandang dunia sebagai kelompok manusia (people’s group). Sebuah kelompok manusia bisa didefinisikan sebagai sebuah kelompok etnis atau ras yang memiliki bahasa, tradisi, sejarah, dan kebiasaan sendiri. Ketika para misionaris dan organisasi misi mulai memikirkan kelompok manusia dan bukan hanya batas-batas nasional, mereka akan mampu menarget tiap kelompok dalam negara-negara yang ada secara lebih spesifik dan efektif. Ini telah merevolusi cara para misiolog memandang tugas penginjilan yang belum selesai. Seperti yang telah kita lihat dalam bab satu, anak-anak bukanlah “kelompok manusia” menurut definisi yang normal da­ lam misiologi. Namun memandang anak-anak sebagai kelompok manusia membantu kita menemukan karakteristik yang sama, tepat seperti yang kita lakukan di antara kelompok manusia yang sudah dewasa, yang memampukan kita memberitakan Injil dengan lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang mereka rasakan. Anak-anak adalah kelompok manusia yang jumlahnya banyak sekali, yakni hampir 1,2 miliar dan makin bertambah, khususnya daerah-daerah di dunia di mana Injil paling sedikit diberitakan. Mereka adalah kelompok manusia yang menderita: 26.000 anak di bawah usia 5 tahun meninggal setiap hari. Anak-anak adalah kelompok manusia yang tidak diinginkan, seperti yang diindikasikan oleh angka aborsi yang sangat tinggi yang mengejutkan dan jumlah anak jalanan di seluruh dunia yang sama-sama mengejutkan. Mereka adalah kelompok manusia yang menjadi korban, sering kali menjadi korban perdagangan, eksploitasi dan bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Akan tetapi, hal yang terpenting bagi pembahasan kita saat ini adalah, kita tahu bahwa anak-anak adalah kelompok manusia yang terbuka, fakta yang kembali akan kita bahas di bawah. Yang menyedihkan, dari sudut pandang dunia misi, anak-anak biasanya 270 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja menjadi kelompok manusia yang dilupakan. Dalam sejarah, anakanak kurang diperhatikan, baik sebagai objek atau agen misi. Konsep misiologi ketiga yang berguna adalah pembedaan antara orang-orang yang sudah mendengar Injil dan orangorang yang belum pernah mendengar Injil. Untuk tujuan dalam dunia misi, sebuah kelompok dianggap sudah mendengar Injil bila sebagian besar orang telah memperoleh kesempatan yang “cukup” untuk mendengar dan merespons Injil. Tidak berarti semua atau sebagian besar orang-orang itu menerima Kristus. Ini berarti ter­ sedia cukup banyak gereja, misionaris, siaran radio, bagian-bagian Alkitab atau Alkitab yang sudah diterjemahkan, atau sumber daya Kristen lainnya bagi mereka untuk menjadi orang Kristen seandainya mereka ingin. Kelompok orang “yang belum terjangkau” belum memperoleh kesempatan seperti itu, dengan alasan apa pun, untuk merespons Injil. Sebagai contoh, persentase orang Kristen yang berkomitmen di Prancis sangat rendah. Sama halnya di Thailand. Namun, Prancis adalah negara yang telah mendengar Injil dan Thailand belum. Mengapa? Karena di Prancis, hampir setiap orang telah mendengar nama Yesus. Siapa pun yang ingin memperoleh informasi tentang iman kristiani atau menjadi orang Kristen bisa menemukan orang percaya lainnya yang bisa menolong mereka, Alkitab dalam bahasa mereka sendiri, atau banyak sumber daya lainnya. Situasi di Thailand berbeda. Banyak orang (mungkin sebagian besar?) belum pernah mendengar tentang Yesus. Lebih lanjut, jumlah gereja yang ada masih sedikit sehingga belum tersedia kesempatan yang cukup bagi orang-orang Thailand yang tertarik untuk menerima Kristus. Banyak kelompok misi dewasa ini mulai mengubah fokus mereka untuk lebih berkonsentrasi pada kelompok orang-orang yang belum terjangkau atau belum pernah mendengar injil. Dan di antara populasi ini, seperti di antara semua populasi lainnya, anakanak dan kaum muda adalah orang-orang yang paling terbuka. Konsep keempat adalah Jendela 10/40, yang terbukti sangat berguna untuk memandang sebuah wilayah di dunia yang 271 Child, Church, and Mission sebagian besar belum terjangkau dan sangat miskin. Jendela ini ada di garis lintang 10 sampai 40 derajat, membentang secara kasar dari Afrika Barat sampai Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Setidak-tidaknya ada enam alasan Jendela 10/40 ini penting sekali:19 1. 2. 3. 4. 5. 19 Daerah ini memiliki arti penting secara historis dan menu­ rut Alkitab. Sejarah kuno dalam Alkitab berlangsung di wilayah-wilayah yang ada dalam Jendela 10/40. Dalam Jendela 10/40 Kristus lahir, menjalani hidupNya dan mati di kayu salib. Sesungguhnya, baru setelah perjalanan misi Paulus yang kedua—sampai catatan terakhir dalam Alkitab—baru peristiwa-peristiwa illahi dalam sejarah terjadi di luar wilayah yang diidentifikasi sebagai Jendela 10/40. Sebagian besar orang yang belum pernah mendengar Injil tinggal di Jendela 10/40. Bahkan, meskipun wilayah ini merupakan sepertiga dari seluruh wilayah di dunia ini, hampir dua pertiga penduduk dunia tinggal di Jendela 10/40. Jendela 10/40 merupakan pusat agama-agama bukan Kristen. Ada 28 negara Islam, satu negara Hindu (men­ cakup sebuah populasi yang besarnya hampir satu miliar jiwa) dan delapan negara Budha dengan populasi lebih dari 230 juta jiwa. Orang termiskin dari yang miskin tinggal di Jendela 10/40. Lebih dari delapan dari sepuluh orang termis­ kin dari orang miskin—dengan pendapatan per kapita di bawah $500 per orang dalam setahun—tinggal di Jendela 10/40. Di Jendela 10/40 tinggal orang-orang dengan kualitas hidup yang paling rendah. Satu cara mengukur kualitas hidup adalah dengan mengombinasikan tiga variabel: Diadaptasi dari karangan Luis Bush, Getting to the Core of the 10/40 Window (Wheaton, IL: Evangelism and Missions Information Service, 1996), hlm. 1–7. 272 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Empat Blok Agama dan Jendela 10/40 Blok Agama Yang Besar Banyak yang beragama Hindu Banyak yang beragama Islam Banyak yang tidak beragama Banyak yang beragama Budha Sebagian besar beragama Hindu Sebagian besar beragama Islam Sebagian besar tidak beragama Sebagian besar beragama Budha Di dalam Jendela 10/40 – 48 Negara Data dari Johnstone, Operation World CD-Room 2001 Peta dibuat oleh Global Mapping International – www.gmi.org 6. 2 Negara Hindu – Penduduk beragama Hindu = 787 juta jiwa 37 Negara Islam – Penduduk beragama Islam = 724 juta jiwa 2 Negara yang tidak beragama – Penduduk yang tidak beragama = 642 juta jiwa 7 Negara Budha – Penduduk beragama Budha = 240 juta jiwa Jumlah total = 2,4 milliar jiwa usia harapan hidup, angka kematian bayi, dan “melek huruf”. Lebih dari delapan dari sepuluh orang yang tinggal di 50 negara di dunia dengan kualitas hidup yang paling rendah juga tinggal di Jendela 10/40. Jendela 10/40 merupakan benteng setan. Ketika kita membaca kembali halaman-halaman sejarah, kita menemukan dalam catatan Nabi Daniel bukti adanya benteng teritorial yang didirikan oleh kekuatan-ke­ kuatan rohani yang jahat (Dan. 10:13). Konsep kelima adalah mempertimbangkan Jendela 4/14. Bahkan, misiolog Luis Bush sekarang menyebut Jendela 4/14 sebagai “intinya inti” dalam misi. Dr. Bush sedang memimpin gerakan yang benar-benar baru “untuk membuka pikiran dan hati terhadap sebuah gagasan, yaitu menjangkau dan membangkitkan sebuah generasi yang baru dari dalam kelompok yang sangat luas ini—sebuah generasi yang bisa mengalami transformasi sosial 273 Child, Church, and Mission dan sebagai hasilnya, menjadi agen bagi terjadinya transformasi global.”20 Satu hal yang sering kali dibicarakan oleh para misiolog adalah keterbukaan orang-orang. Artinya, seberapa besar keterbukaan sebuah kelompok tertentu untuk mendengar Injil dan mem­buat komitmen kepada Kristus? Anak-anak dan orang muda merupakan segmen populasi yang paling reseptif di banyak masyarakat, apa pun latar belakang atau afiliasi agama mereka. Banyak misi memiliki pandangan yang sempit dalam upayaupaya penginjilan yang mereka lakukan—Kristus segera datang, karena itu kita harus memberitakan Injil kepada orang dewasa. Mereka sering kali tidak memiliki waktu untuk memberitakan Injil kepada anak-anak dan membuat gereja “bertumbuh”. Namun, kalau populasi yang lebih dewasa begitu tidak reseptif, organisasiorganisasi misi yang serius tentu harus memberikan perhatian yang lebih besar pada segmen populasi yang reseptif. Anak dan Misi Mengapa sebuah penjelasan yang panjang tentang misi dan misio­ logi dalam sebuah buku tentang anak-anak? Alasannya adalah anakanak itu (atau seharusnya) sangat strategis dalam menjangkau orang-orang yang belum terjangkau Injil dan dalam memperluas Kerajaan Allah. Anak-anak ditampilkan secara menonjol (atau se­ harusnya) dalam tiap konsep misi yang disebutkan di atas. Amanat Agung berlaku bagi anak-anak dan juga orang de­ wasa. Anak-anak, lebih dari kelompok manusia manapun juga, adalah orang-orang yang reseptif terhadap injil. Hampir setengah populasi dari setiap negara dalam Jendela 10/40 juga terdapat da­lam Jendela 4/14. Di daerah di mana gereja bertumbuh, sebagian besar petobat baru berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak merupakan obyek dan sumber daya bagi misi di negara-negara nonBarat. 20 Luish Bush, The 10/40 Window (Colorado Springs, CO: Compassion International, 2009), X. 274 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja Pertimbangkanlah Salome, yang mengambil bagian dalam penjangkauan yang dilakukan gereja dekat rumah pengasuhnya di Etiopia. Salome mulai menghadiri penjangkauan ini bersama anak-anak setempat lainnya beberapa tahun yang lalu. Ibunya meninggal beberapa bulan setelah melahirkan Salome. Ayahnya tidak sanggup membesarkan Salome dan menemukan orang yang bersedia mengasuh dia beberapa mil jauhnya dari perkebunan dia. Seperti yang mereka lakukan pada setiap orangtua atau pengasuh anak, gereja ini mengungkapkan kepada pengasuh Salome bahwa penjangkauan yang akan mereka adakan melibatkan mengajarkan Injil dan menyelenggarakan pemahaman Alkitab sebelum meng­ undang Salome untuk datang dalam penjangkauan itu. Ketika Salome semakin memahami Kabar Baik yang dibe­rita­ kan, ia memutuskan untuk menjadi orang Kristen. Keputusan itu diambilnya ketika gereja itu mengorganisasi sebuah penjangkau­an terhadap anak-anak yang tidak hanya menjangkau anak-anak, tetapi pada titik tertentu juga dipimpin anak-anak. Salome telah menjadi komunikator Injil yang aktif melalui lagu-lagu yang ia nyanyikan, memimpin pelajaran-pelajaran yang singkat, dan berbicara kepada anak-anak seusia dia tentang arti menjadi orang Kristen dari sudut pandang anak-anak. Dahulu ia adalah objek penjangkauan, sekarang Salome menjadi sumber daya bagi penjangkauan. Misi terhadap anak-anak dewasa ini dikerjakan dengan penuh semangat dan tersebar secara luas. Gerakan Kristen di seluruh dunia melayani lebih dari 20 juta anak melalui sekitar 25.000 pekerja. Banyak pelayanan yang berpartisipasi dalam misi yang benar-benar holistik, yang tidak hanya memerhatikan jiwa anak-anak, namun juga pikiran, tubuh, dan hubungan mereka. Kenyataan bahwa anak-anak itu memiliki arti strategis te­ lah mengubah cara organisasi di mana saya bekerja, Compassion International, memikirkan strategi-strategi untuk memunculkan pertumbuhan. Pada urutan paling atas daftar kriteria yang dipakai dewasa ini adalah kriteria misi. Yakni, Di manakah kami tidak hanya bisa menolong anak-anak yang membutuhkan, tetapi juga menolong 275 Child, Church, and Mission gereja yang sedang muncul dan strategis dalam memperluas Kerajaan Allah? Refleksi yang dilakukan Compassion terhadap peran kami dalam memperluas Kerajaan Allah telah banyak mengubah kami. Staf kami di tiap negara mengenal bahasa yang dipakai kelompok manusia yang belum terjangkau injil dan dalam penginjilan. Mere­ka makin mengetahui apa yang sedang Allah lakukan di seluruh dunia dan di negara tempat mereka melayani. Sebagian besar anak-anak yang baru yang mengikuti proyek-proyek yang ada atau anak-anak yang mengikuti proyek-proyek yang baru berasal dari keluarga yang belum diselamatkan dan pertumbuhan yang kami alami secara keseluruhan sebagian besar berasal dari orang-orang yang belum diselamatkan atau yang belum menjadi orang Kristen. Para direktur dan staf di tiap negara tahu siapakah kelompok manusia yang belum terjangkau Injil itu. Jadi, kami tidak hanya memerhatikan orang miskin atau bahkan orang miskin dalam gereja. Sebaliknya, kami menantang gereja-gereja agar memiliki visi untuk bergerak keluar dan mem­ perluas Kerajaan Allah dengan secara terencana membuat strategi untuk menjangkau anak-anak yang bukan Kristen supaya mereka dan keluarga mereka bisa datang kepada Kristus. Berikan Anak-anak Kepadaku atau Aku akan Mati! Dalam ayat pertama Kejadian 30, terdapat jeritan yang luar biasa, menyedihkan dari Rahel, istri Yakub yang mandul. Oleh karena ingin sekali menghindari stigma bahwa ia mandul, Rahel berulang kali berdoa agar Allah memberikan anak-anak kepadanya. Begitu besar kerinduannya untuk mempunyai anak sehingga ia berseru, “Berikan anak-anak kepadaku, atau aku (Gereja) akan mati!” Siapa pun yang pergi ke Eropa sebagai turis akan melihat katedral-katedral yang besar dan tinggi tetapi kosong di setiap kota yang besar. Ribuan orang berjalan mengelilingi katedral-katedral ini dan kagum melihat patung, kubah, serta jendela-jendela dengan kaca berwarna-warni yang mempesona. Seandainya mereka berada 276 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja di sana pada saat yang tepat, mereka mungkin melihat 30 atau lebih orang percaya yang sudah tua sedang mengikuti Perjamuan Kudus atau berdoa dengan suara pelan. Katedral-katedral yang sangat besar dan menginspirasi di Eropa itu dari segi arsitek memang mengagumkan, tetapi sekarang itu tidak lebih dari sekadar museum yang mengagumkan. Gereja-gereja yang megah di Eropa ini sudah mati atau sedang sekarat. Mengapa? Gereja di Eropa tidak berseru, “Berikan anak-anak kepadaku atau aku akan mati!” Mereka tidak merebut hati anak-anak, akibatnya gereja-gereja mati. Kebijakan Satu Anak— Kesempatan Istimewa bagi Gereja-gereja di China? Kebijakan satu anak di China adalah satu cara di mana anak-anak di­ korbankan. Kebijakan ini telah menyebabkan anak perempuan tidak dihargai, diabaikan, ditelantarkan dan bahkan pembunuhan terhadap bayi-bayi perempuan. Sayangnya, bila seseorang memeriksa kebijakan satu anak secara serius, jelas bahwa bukan hanya bencana besar yang muncul. Kebijakan ini juga berarti anak-anak sekarang tidak memiliki saudara laki-laki dan saudara perempuan. Bila kebijakan ini dilanjutkan selama lebih dari satu generasi, ini juga berarti anak tidak akan punya bibi atau paman, sau­ dara sepupu, keponakan laki-laki atau keponakan perempuan. Bahkan, kebijakan ini menghancurkan seluruh keluarga besar, karena anak-anak ini tidak akan memiliki sanak saudara kecuali orangtua dan kakek nenek mereka yang masih hidup! Meskipun demikian, kebijakan satu anak di China bisa juga memberikan kesempatan yang signifikan bagi gerejagereja di China. Di kota-kota atau tempat yang sudah berkembang di China, bahkan di tempat-tempat terdapat kondisi yang mengizinkan orangorang untuk tidak melaksanakan kebijakan ini, banyak keluarga tidak 277 Child, Church, and Mission memilih kebijakan ini karena dewasa ini pasangan-pasangan suami istri di China (dan di mana-mana) sering kali lebih memilih keberhasilan dalam karier daripada punya anak. Pasangan suami istri yang berpendidikan dan memiliki kondisi ekonomi yang lebih baik ini biasanya hanya punya satu anak atau tidak punya anak sama sekali. Karena generasi ketiga telah lahir di bawah bayang-bayang kebijakan ini, muncullah fenomena unik, yakni anak-anak ini memperoleh perhatian sepenuhnya dari enam orang dewasa—orangtua mereka dan empat orang lain, yaitu kakek dan nenek mereka. Bersamaan dengan kondisi ekonomi keluarga yang membaik, anak-anak sering kali dimanjakan oleh suplai materi, tetapi menderita kehampaan rohani dan sosial. Ini membuka kesempat­an bagi gereja-gereja lokal untuk menjangkau anak-anak ini. Dengan mendemonstrasikan kasih kepada anak-anak, gereja-gereja mungkin bisa memperoleh kepercayaan dari orangtua anak-anak itu dan merebut hati mereka bagi Kristus. Pedesaan memiliki dinamika yang cukup berbeda, tetapi tetap terbuka kesempatan untuk menjangkau anak-anak bagi Yesus. Di tempattempat terpencil di mana pertanian tetap menjadi aktivitas ekonomi yang utama dan orang-orang kurang berpendidikan, keluarga-keluarga sering kali melanggar kebijakan satu anak ini karena berbagai macam alasan, seperti kurang memiliki pengetahuan tentang kontrasepsi atau tradisi mereka yang lebih menyukai anak laki-laki. Melanggar kebijakan ini akan menimbulkan penderitaan bagi anak-anak yang “bukan anak sulung” dan orangtua mereka. Anak-anak yang bukan anak sulung tidak akan memperoleh tun­ jangan sosial, seperti pendidikan gratis. Oleh karena pada umumnya keluarga di pedesaan itu miskin, anak-anak ini jarang memiliki kesempatan untuk sekolah dan bisa jadi tidak akan memiliki akses untuk memperoleh perawatan medis yang tepat. Orangtua dan anak-anak ini dipandang sebagai orang-orang yang dibuang masyarakat. Namun kembali lagi, ini mungkin memberikan kesempatan-ke­ sempatan yang istimewa bagi gereja. Bila gereja-gereja bersedia menga­sihi anak-anak ini dengan memerhatikan kebutuhan praktis mereka, mereka tidak hanya melayani anak-anak ini, tetapi juga memiliki kesempatan yang baik untuk menjangkau keluarga mereka. Sebuah tragedi sedang tersingkap dewasa ini, bukan hanya di China, melainkan di mana-mana, yaitu anak-anak yang sering kali tidak dihargai sehingga mereka tidak 278 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja diizinkan untuk lahir. Pasangan-pasangan suami istri menolak untuk me­ miliki anak-anak atau mulai mengaborsi bayi dalam kandungan. Studi kasus ini adalah adaptasi dari bagian artikel yang ditulis oleh Dan Brewster yang pertama kali dicetak dengan judul : “The 4/14 Window: A Special Opportunity for Chinese Churches?” (Jendela 4/14: Sebuah Kesempatan Istimewa bagi Gereja-gereja di China) dalam China Source, Vol. 8, No. 2, Musim Panas 2006, 11–13. Bacaan “The Bridges of God,” oleh Donald McGravan dari “To Reach All Peoples,” Worldwide Perspectives. “Today’s Global Human Need,” oleh Meg Crossman, Our Globe and How to Reach It (Serial AD 2000) “God’s Heart for the Nations,” oleh Meg Crossman, dari “To Reach All Peoples,” Worldwide Perspectives. “Getting to the Core of the Core: The 10/40 Window” oleh Luis Bush, Evangelism and Missions Information Service. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Ketika gereja Anda memikirkan misi, apakah anak-anak juga muncul dalam pikiran mereka ? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Renungkanlah holisme dalam pelayanan Carey. Me­nurut Anda, bagaimanakah keterlibatannya dalam bidang pen­ 279 Child, Church, and Mission didikan, pelayanan medis, dan pertanian memberi­kan manfaat bagi pelayanan rohaninya? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Bacalah Maleakhi 2:15. Mengapa Allah menciptakan lembaga pernikahan? Apa kaitan antara kebijakan satu anak, baik secara resmi, atau de facto dengan rencana Allah itu? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Kami telah menyatakan bahwa era pertama dan kedua dari misi pada zaman modern terutama berfokus pada anak-anak tetapi anak-anak tidak lagi menjadi fokus misi dalam era ketiga. Selanjutnya muncul pertanyaan: “Dengan apakah kita mengganti penekanan pada anakanak dan kaum muda di sekolah dalam bidang misi?” a. Bagaimanakah respons Anda terhadap hal ini ? .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. b. Bagaimanakah gereja Anda menumbuhkan generasi selanjutnya di gereja dan kepemimpinan nasional? 280 Misi—Apakah yang Harus Dilakukan Gereja .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. 5. Tinjaulah kembali lima konsep yang penting dalam misiologi. Untuk setiap konsep, berikan contoh Anda sendiri aplikasinya terhadap pengembangan anak se­ cara holistik dan misi kepada anak-anak. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 281 11 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya. Dan Ia berkata lagi: Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Lukas 13:19–20 Child, Church, and Mission D alam bab tujuh, kita memeriksa beberapa hal yang berkait­ an dengan pertumbuhan iman anak-anak dalam lingkungan yang sebagian besar adalah lingkungan Kristen. Pertumbuhan iman dibandingkan dengan pertumbuhan sebuah pohon. Namun, kita memerhatikan bahwa pertumbuhan iman anak-anak dalam lingkungan yang bukan Kristen memiliki dinamika yang sangat berbeda. Sekarang kita mengalihkan perhatian kita lebih kepada hal-hal yang berkaitan dengan anak dan misi. Perkataan Yesus dalam ayat-ayat di atas hanyalah bebe­ rapa dari banyak ayat yang ditulis di seluruh Alkitab yang meng­ indikasikan bahwa Kabar Baik akan mendatangkan dampak di mana-mana. Injil tidak pernah dimaksudkan hanya untuk satu kebudayaan, melainkan untuk semua kebudayaan. Namun, masalah muncul ketika Injil menembus batas-batas kebudayaan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang pertobatan dan pertumbuhan iman dalam penginjilan lintas budaya atau penginjilan kepada agama lain itu sangat berbeda dengan per­ tanyaan-pertanyaan tentang hal yang sama dalam konteks Kristen. Pelayanan kepada anak-anak mungkin bisa menjadi sebuah cara yang luar biasa efektif untuk menemukan cara yang sensitif da­ lam menjangkau komunitas dan kelompok manusia yang belum terjangkau. Namun, penginjilan kepada agama lain, khususnya penginjilan kepada anak-anak yang beragama lain, memiliki ma­ salah-masalah dan implikasi yang sangat signifikan. Seperti misio­ naris lintas budaya harus mempelajari kebudayaan dan konteks orang dewasa yang mereka layani, demikian pula orang-orang yang terlibat dalam misi terhadap anak-anak yang beragama lain harus bersikap sangat bijaksana, sensitif, dan berhati-hati dalam pelayanan holistik kepada anak-anak dari konteks bukan Kristen. Jelas, hanya karena anak-anak cenderung reseptif terhadap Injil tidak berarti kita bisa sembrono dalam cara kita mendekati mereka atau orangtua mereka. Sesungguhnya, reseptivitas yang tinggi itu seharusnya menyebabkan kita untuk lebih berhatihati dan mampu menilai, karena kemungkinan untuk terjadinya eksploitasi juga makin besar. 284 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Dan kita juga harus memahami dengan jelas hal lainnya. Ti­ dak boleh ada anak yang menerima pengajaran dan pelatihan tanpa sepengetahuan dan persetujuan orangtua mereka. Persis seperti para orangtua Kristen yang peduli akan marah bila dilakukan upaya-upaya untuk memengaruhi anak mereka, demikian pula dorongan yang sama akan muncul dalam hati para orangtua yang tidak beragama Kristen. Mereka harus dihormati dan dipedulikan seperti yang diminta Injil. Allah bukanlah Allah yang memecah belah, memperdaya, atau suka menyembunyikan sesuatu, kita juga harus bersikap sama ketika berurusan dengan anak dan keluarga yang beragama lain. Organisasi yang saya representasikan, Compassion International, me­ma­ sukkan pelatihan Kristen sebagai bagian dari semua program dan proyek yang didukung. Kami sengaja mendaftarkan anak dari keluarga-keluarga bukan Kristen. Namun, kami berharap agar semua tindakan, maksud, dan tujuan serta gereja-gereja yang menjadi mitra kami selalu transparan dan jelas. Kami selalu menerangkan bahwa semua anak yang terdaftar akan menerima pelatihan Kristen. Kami tidak akan pernah mengikutsertakan anak-anak dari latar belakang apa pun tanpa persetujuan orangtua dan pengasuh anak yang utama. Kadang persetujuan itu disampaikan secara tertulis, sementara saat lain persetujuan itu disampaikan secara lisan. Ada banyak contoh di mana dalam program semacam ini anakanak menyerahkan hati mereka kepada Kristus. Kembali, para orangtua harus mengetahui apa yang sedang terjadi. Orangtua dari semua anak didorong berpartisipasi dalam pelatihan itu supaya tahu persis apa yang dipelajari anak mereka. Meskipun demikian, dibutuhkan lebih dari sekadar persetujuan orangtua sebelum kami mendorong para mitra gereja kami untuk membaptis orang-orang yang baru percaya kepada Kristus. Saya mendukung pandangan bahwa orang-orang di bawah usia 18 tahun yang hidup dalam konteks bukan Kristen jangan dibaptis kecuali orangtua mereka juga siap dibaptis bersama mereka. Hasilnya, anak-anak tidak hanya memperoleh izin, tetapi juga dukungan dan dorongan untuk belajar arti mengikut Kristus. 285 Child, Church, and Mission Masalah-masalah Utama dalam Penginjilan kepada Anak-anak yang Beragama Lain Sebuah pendapat yang biasa dikemukakan yang menentang per­ tobatan anak-anak yang beragama lain adalah anak-anak secara psikologis belum cukup matang mengambil keputusan secara sa­dar atau memilih agama mereka sendiri. Oleh karena itu, mengarahkan seorang pada agama tertentu secara etika tidak tepat. Beberapa orang Kristen bahkan berkata menginjili anak-anak itu tidak etis! Mereka berpandangan bahwa kita sebaiknya hanya menginjili orangtua kemudian orangtua yang menginjili anak-anak mereka. Akan tetapi, pandangan ini tidak alkitabiah. Pola penginjilan yang alkitabiah adalah memberitakan Injil kepada setiap orang. Tidak ada yang dikecualikan. Tidak etis dan tidak adil bila sejum­ lah besar orang mendengar Injil dan segelintir orang lain setuju de­ ngan Injil tersebut. Penginjilan, atau memberikan pelatihan Kristen kepada anak-anak dari orangtua bukan Kristen tidak eksploitatif dan etis. Namun, kami kembali menekankan perlunya kepekaan tertentu dan pertimbangan-pertimbangan etis dalam memberikan pelayanan rohani kepada anak-anak yang beragama lain. Pertobatan atau Proselitisme? Proselitisme adalah mengubah agama orang lain di bawah pe­ ngaruh yang mendominasi dari kekuatan-kekuatan yang lebih kuat, di bawah paksaan, atau bila hal itu mendatangkan manfaat ekonomi atau sosial. Tuntutan secara hukum atau dakwaan kadang diajukan karena telah melakukan proselitisme kepada anak-anak. Hukum di banyak negara melarang proselitisme ini. Kadang kami juga mendengar tuduhan bahwa telah terjadi “pertobatan yang dipaksakan.” Dan beberapa negara sekarang membuat hukum yang melarang perpindahan dari satu agama kepada agama lain. Saya berutang budi kepada Sujitha Siri Kumara, seorang teman dari Kolombo, Sri Lanka untuk beberapa pandangannya dalam bagian ini. Karangannya yang dipresentasikan dalam kelas saya yang membahas Anak, Gereja dan Misi 286 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Meskipun benar bahwa beberapa orang mungkin telah di­cuci otaknya supaya menerima ajaran yang keliru dan beberapa anak mungkin merasa terdorong untuk setuju tanpa bisa membantah ketika diundang untuk menerima Kristus, dalam kenyataannya, mustahil untuk memaksakan sebuah pertobatan. Pertobatan yang sejati menunjuk pada terjadinya sebuah perubahan rohani dalam hati seseorang yang menurut definisinya, selalu dilakukan secara sukarela. Namun dalam kenyataannya memang penginjilan yang su­dah dilakukan dengan tulus, sensitif bisa disalahmengerti oleh orangorang dan penganut agama lain. Oleh karena itu sangatlah penting agar, seperti yang telah dikemukakan di atas, pelatihan Kristen jangan diberikan kepada anak-anak tanpa sepengetahuan dan izin orangtua mereka. Kita juga harus ingat bahwa sebagian besar orang di negara yang bukan negara Barat cenderung datang kepada Kristus dalam bentuk kelompok keluarga atau klan. Semua keputusan besar yang diambil adalah keputusan kelompok—dan tidak seorang pun yang mengambil keputusan sampai seluruh anggota kelompok siap untuk memutuskan. Seorang pekerja yang melakukan penginjilan kepada anak-anak perlu memahami gerakan seperti ini. Berusaha agar seorang anak bertobat bisa jadi tidak hanya membuat anak itu berisiko untuk diasingkan oleh masyarakat atau mengalami perlakuan yang lebih buruk, tetapi secara budaya juga tidak sensitif karena bertentangan dengan cara setiap keputusan diambil dalam masyarakat tersebut. Bagaimana dengan “Membeli Petobat”? Banyak kritik yang sah telah dilayangkan pada tindakan-tindakan yang “membeli petobat” dan bahaya menciptakan “orang Kristen beras”. Sangat mungkin untuk memaksa seorang anak (atau orang yang sudah dewasa) agar mengucapkan sebuah deklarasi iman agar di Malaysia Baptist Theological Seminary pada Juni 2003 telah membantu membentuk banyak dari poin yang saya sampaikan. 287 Child, Church, and Mission bisa menerima semangkuk nasi atau barang-barang yang menarik lainnya. Mereka bisa jadi melakukan hal ini karena mereka sudah putus asa dengan hidup mereka atau untuk memastikan bahwa barang-barang itu tetap mengalir ke dalam hidup mereka. Biasanya, “petobat-petobat” semacam ini akan menyangkal deklarasi iman mereka ketika kebutuhan mereka sudah terpenuhi. Dan mereka bersedia “bertobat” lagi ketika makanan atau bantuan lainnya ditawarkan. Akan tetapi, seperti mustahil untuk memaksakan sebuah per­­tobatan, membeli petobat itu juga mustahil. Tidak ada orang Kristen yang bertanggung jawab yang akan memaksa seseorang meng­ambil keputusan dalam keadaan semacam ini, atau percaya bahwa deklarasi iman yang diucapkan secara terpaksa benar-benar merefleksikan perubahan hati yang membuat seseorang menjadi orang yang beriman kepada Kristus. Meskipun demikian, kemungkinan inilah yang telah men­ dorong beberapa lembaga Kristen yang bergerak dalam bidang pe­nanggulangan bencana dan pembangunan untuk secara total me­ misahkan aktivitas-aktivitas kemanusiaan mereka dari setiap peng­ injilan Kristen yang bisa melibatkan mereka. Bahkan, beberapa organisasi Kristen yang bisa dipercaya dalam tingkat internasional bahkan tidak ingin dikenal sebagai organisasi Kristen pada tingkat lokal dalam lingkungan yang bukan Kristen. Mereka bisa jadi mengakomodasi atau memperlunak berita Kristen karena sensitif terhadap orang-orang bukan Kristen yang mendengarnya. Dan inilah bahayanya. Pengembangan anak secara Kristen dan holistik bisa mengabaikan kebutuhan jasmani dan rohani anak-anak dan keluarga mereka. Bagaimana mungkin orang-orang Kristen bisa menunjukkan kasih dan kepedulian dengan memenuhi kebutuh­ an materi anak-anak, tetapi tidak memberitakan Kabar Baik, yang bisa mentransformasi kehidupan anak-anak sekarang dan untuk selamanya? Dr. Bryant Myers memberikan pandangan yang bermanfaat mengenai kesaksian Kristen dalam lingkungan yang bukan Kristen. Ia berkata, 288 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Kita harus bersaksi karena bersaksi merupakan fitur sentral dari komitmen iman kita; ini bukan pilihan. Namun bagai­ mana kita bersaksi memunculkan kesulitan dan tantangan. Kesulitannya adalah setiap orang—orang Kristen dan bukan orang Kristen—sebenarnya selalu bersaksi. Pertanyaannya hanyalah bagaimanakah mereka bersaksi dan kepada siapa mereka bersaksi? Bagaimana sering kali bersaksi bagi orang Kristen men­ jadi tantangan. Kutipan terkenal yang dianggap berasal dari St. Fransiskus Assisi, “Beritakanlah Injil di mana pun dan sepanjang waktu, pakailah kata-kata kalau perlu,” menjadi pedoman yang berguna dan holistik. Pendapat yang berkata kita hanya bersaksi bila kita memberitakan Kristus dan mencari petobat adalah Injil yang terpotong dan terdikotomi. Bahwa kesaksian Kristen itu harus ada, dan harus sensitif memerhatikan konteks yang ada dan tidak manipulatif adalah sebuah aksioma. Akhirnya, di tingkat lain kita sebaiknya memerhatikan bah­ wa motivasi yang mendorong seseorang ke pintu gerbang iman di hadapan Tuhan mungkin tidak sepenting fakta bahwa orang itu begitu termotivasi untuk menaruh iman mereka pada Kristus. Motivasi banyak orang entah mengapa dicurigai. Dalam jangka panjang, lebih penting menguatkan dan menumbuhkan seseorang yang telah mengambil keputusan untuk mengikut Kristus, dari pada mengkritik motivasi yang mendorong pengambilan keputusan semacam itu. Penginjilan atau Eksploitasi? Telah dikatakan bahwa orang-orang Kristen yang terlibat dalam upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan rohani anak-anak se­ ring kali dikritik orang-orang bukan Kristen yang memandang penginjilan, atau setiap upaya yang “merusak” kepercayaan, ke­ biasaan, dan praktik lokal sebagai melakukan eksploitasi. Bryant Myers, Walking with the Poor, 17. 289 Child, Church, and Mission Bagaimanakah kita merepons tuduhan ini? Apakah metode yang kita pakai membenarkan tuduhan ini? Apakah kita bertindak sebagai makelar yang membaptis anak-anak agar menjadi anggota denominasi kita atau sebagai duta besar yang bertindak untuk melaksanakan maksud Allah dan untuk kemuliaan Allah? Apakah upaya-upaya holistik yang kita lakukan bertujuan mensejahterakan anak-anak secara keseluruhan? Dalam pernyataan dan aktivitas-aktivitas yang kami lakukan di tengah orang-orang bukan Kristen, harus jelas bagi kita bahwa kita memiliki keyakinan yang teguh anak-anak memiliki kebutuhan rohani di samping kebutuhan jasmani, emosi, dan mental. Meskipun harus tetap sensitif, kita tidak perlu merasa bersalah bahwa kita tetap berkomitmen untuk berusaha agar terjadi transformasi rohani dan jasmani. Kita harus menunjukkan integritas yang tidak manipulatif dan respek dalam penginjilan yang kita lakukan tanpa memperlunak Injil dan kebenaran bahwa anak-anak membutuhkan Injil itu. Anak-anak membutuhkan perjumpaan yang autentik de­ ngan Kristus supaya mengalami kepenuhan hidup yang disediakan Allah bagi mereka. Seperti yang telah ditulis di atas, para orangtua memiliki perasaan yang kuat bahwa anak mereka menganut agama yang dianut orangtuanya. Para penginjil yang etis dan penuh pengertian, akan mengetahui dan mendukung perlunya kepekaan yang mutlak dalam hal yang penting ini. Pada saat yang sama, sebuah perbedaan harus dibuat antara memandang anak-anak sebagai milik orangtua mereka atau memperlakukan anak-anak sebagai orang-orang yang memiliki hak sendiri. Eksegesis yang paling mendasar dari Amanat Agung dan dasar dari setiap misi adalah memberitakan Injil kepada semua orang, termasuk anak-anak, dengan maksud dan harapan bahwa mereka akan menjadi pengikut Kristus. Penginjilan dan pelatihan Kristen yang dilakukan terhadap anak-anak yang orangtuanya bukan orang Kristen bukan sesuatu yang eksploitatif atau tidak etis bila orangtua anak-anak ini me­ ngerti dan menyetujui. Dalam pelayanan kepada anak-anak, secara khusus kita harus peka sehingga bisa memilih waktu, tempat, 290 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak cara dan pendekatan yang tepat untuk melakukan penginjilan secara terbuka. Tidak memerhatikan situasi dan keadaan bisa jadi membuat penginjilan yang dilakukan secara terbuka sebagai sesuatu yang tidak sensitif atau bahkan tidak etis dipandang dari segi waktu, tempat, dan cara. Peringatan Penginjilan terhadap Anak dalam Situasi yang Sensitif Penginjilan dan pelatihan Kristen yang dilakukan secara jujur dan transparan terhadap anak-anak yang orangtuanya bukan orang Kristen merupakan sesuatu yang penting dan pantas dilakukan. Meskipun demikian, terdapat keadaan yang bisa membuat peng­ injilan yang dilakukan secara terbuka ini tidak tepat bahkan tidak etis. Berikut ini adalah beberapa prinsip, yang mungkin telah diketahui dan dipahami dengan jelas, yang saya percaya penting bagi mereka yang melayani anak-anak dalam lingkungan yang sensitif, bukan Kristen. Anak-anak tidak boleh menerima ajaran dan pelatihan agama tanpa sepengetahuan dan persetujuan orangtua me­ re­ka. Bahkan, beberapa pekerja Kristen, termasuk saya, percaya bahwa dalam situasi yang paling sensitif para pemimpin gereja sebaiknya jangan membaptis seorang anak sampai orangtua anak itu siap dibaptis untuk memastikan anak itu memperoleh dukungan dalam hal imannya yang baru. Orang-orang Kristen jangan memaksa anak-anak agar bertobat dalam situasi dimana anak-anak itu dan/atau orang­ tua mereka sepenuhnya bergantung pada bantuan finansial atau materi dari orang-orang Kristen. Ini bisa terjadi di panti asuhan, rumah-rumah penampungan anak-anak dan keluarga-ke­ luarga yang membutuhkan pemulihan, pusat-pusat penitipan anakanak kala orangtua mereka bekerja, kamp-kamp pengungsi, proyekproyek bantuan sosial dan komunitas-komunitas yang banyak ditopang oleh upaya-upaya pengembangan Kristen. Anak-anak itu begitu menyadari ketidakberdayaan mereka sehingga mereka 291 Child, Church, and Mission mungkin akan menerima syarat apa pun agar memperoleh bantuan yang disediakan bagi mereka. Tentu, Injil harus tetap diberitakan kepada anak-anak dalam situasi semacam ini tetapi pemberitaan Injil itu harus dilakukan dengan menjaga perasaan mereka dan hati-hati. Tidak tepat bila mengharapkan anak-anak bertobat padahal orang yang melayani anak-anak menunjukkan sikap yang sama sekali tidak berempati terhadap realitas yang se­ dang dihadapi anak-anak yang dilayani. Orang yang melayani anak-anak harus berempati dan memahami penderitaan anakanak yang dilayani, yang sangat rentan dan sama sekali tidak bisa mengendalikan keadaan dalam hidup mereka. Pendekatan yang dipakai adalah mengenali dan menunjukkan belas kasihan Tidaklah tepat memberitakan Injil kepada anak-anak dengan suatu cara yang mengurangi, meremehkan, atau me­ nyangkal validitas kebudayaan mereka. Sebuah masalah yang biasa terjadi dalam ladang misi adalah pertobatan Kristen kadang sama dengan pergantian budaya. Allah menciptakan kebudayaan. Seperti setiap kebudayaan memiliki aspek yang harus ditolak atau ditebus, demikian pula setiap kebudayaam memiliki aspek-aspek yang bisa didukung dan dirayakan. Kita harus mengetahui faktorfaktor yang ada dalam sebuah kebudayaan dan saat yang sama tidak mengizinkan faktor-faktor itu mengurangi kuasa Injil. Tidaklah tepat dan mungkin tidak etis bila anak-anak dibimbing untuk menjadi orang Kristen padahal mereka be­ lum mengerti apa artinya menjadi orang Kristen. Khususnya dalam keadaan di mana sebuah komitmen kepada Kristus bisa menimbulkan pengasingan oleh masyarakat, penolakan, peng­ aniayaan atau penderitaan, konsekuensi dalam mengikut Kristus harus disampaikan dengan jelas dengan suatu cara yang bisa dipahami anak-anak dan sesuatu dengan tingkat kematangan anakanak yang dilayani. 292 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Misi Strategis terhadap Anak Kita telah membahas Jendela 4/14 dan kenyataan bahwa sebagian besar orang yang mengambil keputusan untuk mengikut Kristus melakukan hal itu ketika mereka berusia antara 4 sampai 14 tahun. Dari apa yang telah Anda pelajari dalam bab sepuluh, sekarang Anda tahu bahwa ide Jendela 4/14 sangat didasarkan pada konsep Jendela 10/40. Tentu saja ini sengaja. Saya percaya bahwa dua konsep itu penting bagi para pembuat strategi di bidang misi. “Jendela dalam Jendela” ini menyingkapkan sesuatu yang baru tidak hanya pada gereja-gereja dan misi-misi, tetapi juga menyingkapkan fondasi masa depan Gereja. Setiap kali saya me­ nyampaikan hal ini kepada kelompok-kelompok Kristen, saya melakukan survei tidak resmi. Saya bertanya, “Berapa banyak dari saudara yang mengambil keputusan pertama yang signifikan untuk mengikut Kristus sebelum umur 15 tahun?” Hal luar biasa, hasil survei saya meneguhkan fakta yang penting dalam bidang misi. Hasil tidak resmi di antara penduduk negara yang bukan negara Barat bisanya menunjukkan angka antara 50 sampai 70 persen. Jelas, jawaban mereka entah mengapa bergantung pada ba­ gaimana definisi menjadi orang Kristen dan banyak orang Kristen memiliki lebih dari satu pengalaman yang mencakup komitmen iman, ketika komitmen kepada Kristus menjadi masak dan matang ketika usia seseorang bertambah. Namun, apakah yang akan kita katakan? Mungkin hanya 60 persen orang Kristen mengambil keputusan untuk mengikut Kristus dalam tahun-tahun yang lentur ini, atau mungkin besarnya hanya 50 sampai 60 persen. Mengapa ini harus diperhatikan para pemimpin misi dewasa ini? Realitas Jendela 4/14 sekali lagi diteguhkan dalam Konfe­ rensi Lausanne yang diselenggarakan di Pattaya, Thailand. Di sana, Paul Eschelman, orang yang paling bertanggung jawab atas penayangan Film Yesus di seluruh dunia, minta pada 1.700 atau Tulisan-tulisan dalam bagian ini diadaptasi dari tulisan Dan Brewster, “The 4/14 Window: Child Ministries and Mission Strategies” dalam buku Children in Crisis: A New Commitment, editor: Phyllis Kilbourn (Monrovia, CA: MARC, 1996). 293 Child, Church, and Mission lebih peserta konsultasi itu untuk berdiri bila mereka mengambil keputusan pertama untuk mengikut Kristus sebelum umur 15 tahun. Setidak-tidaknya 80 persen peserta berdiri. Jendela 4/14 bukan lagi sekadar frasa menarik, melainkan sebuah fakta yang baku. Pertimbangkanlah hal ini juga: Penelitian lain menunjukkan 70 persen orang yang datang kepada Kristus berkata bahwa yang paling memengaruhi mereka adalah teman-teman sebaya atau orang-orang seusia mereka. Bila dua pernyataan ini benar, anak-anak dan kaum muda bukan hanya ladang misi yang paling berbuah, tetapi mungkin juga menjadi kekuatan paling efektif dalam bidang misi. Di mana gereja bertumbuh, sebagian besar petobat baru berusia di bawah 18 tahun. Menargetkan Jendela 4/14 menghasilkan pertumbuhan gereja yang strategis dan pengembangan kepemimpinan di antara anakanak dan kaum muda. Sesungguhnya, Jendela 4/14 itu valid dan begitu strategis, kelompok-kelompok yang serius bergerak di bidang misi harus memberikan perhatian lebih banyak lagi kepada orang-orang dari kelompok umur ini. Anak, Pertumbuhan Gereja, dan Perkembangan Kepemimpinan Anak-anak tidak hanya dibatasi pada pelayanan yang memenuhi kebutuhan mereka, tetapi juga perhatian kaum misionaris dalam perkembangan strategi misi yang strategis. Pendiri gereja acap kali mengenal pentingnya pelayanan anak. Namun, terlalu sering, pengenalan ini disampaikan karena pelayanan anak diyakini sebagai jembatan untuk menjangkau orangtua mereka. Acap kali pendekatan ini berhasil, tetapi jika pelayanan anak semata dilandaskan oleh alasan itu, pelayanan anak hanya akan digunakan 294 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak untuk hal tersebut. Pelayanan anak perlu dilakukan karena nilai anak-anak di hadapan Tuhan sendiri. Dalam prosesnya, banyak keluarga yang terlibat di dalamnya—baik anak dan orang dewasa— akan datang kepada Kristus. Anak-anak merupakan Gereja pada masa mendatang. Me­ reka juga Gereja pada masa kini. Dalam antusiasme mereka karena ingin melihat per­kem­ bangan strategi penginjilan secara global, orang-orang Kristen kadang bertindak seolah-olah kita tidak punya waktu menunggu orang-orang Kristen yang masih muda untuk matang dan kemudian baru diangkat menjadi pemimpin. Ini adalah pendekatan yang berpandangan pendek. Jelas kita harus menegaskan bahwa kita masih mampu menumbuhkan Gereja. Anak-anak yang hidup sekarang ini masih merupakan pe­ mimpin-pemimpin masa mendatang. Persis seperti kita sebagai orangtua tahu dibutuhkan setidak-tidaknya 18 tahun untuk “me­ numbuhkan” anak-anak kita sendiri, demikian pula pertum­buh­ an anak membutuhkan waktu yang lama. Kematangan da­lam ke­ pemimpinan Kristen masa mendatang menuntut investasi yang strategis dan terus-menerus dari orang-orang Kristen yang me­ numbuhkan anak-anak dewasa ini. Ada tendensi untuk merendahkan pelayanan dan misi ke­ pada anak-anak, dengan berkata bahwa pelayanan kepada anakanak bukanlah misi yang serius atau pekerjaan misi yang kurang cakap atau kreatif. Pelayanan kepada anak-anak sesungguhnya merupakan cara yang efektif untuk membuat gereja bertumbuh, memunculkan pemimpin-pemimpin Kristen yang baru, dan sebuah cara yang efektif untuk menjangkau orang dewasa atau kelompok manusia yang belum terjangkau. Oleh karena itu, penting sekali bagi kelompok-kelompok yang bergerak di bidang misi dan para pemikir di bidang misi untuk tidak mengabaikan anak-anak dan kaum muda, juga tidak merendahkan pelayanan kepada anak-anak. Anak-anak bukannya tidak penting. Kelompok-kelompok yang bergerak di bidang misi harus memeriksa kembali strategi-strategi misi mereka yang hanya mementingkan pelayanan pada orang 295 Child, Church, and Mission dewasa. Mereka harus mempraktikkan misi yang holistik, yang melibatkan anak-anak dan kaum muda. Anak-anak Sebagai Agen Misi Kenyataan adanya Jendela 4/14 berarti melibatkan anak-anak da­ lam strategi misi itu penting bagi pelayanan misi yang serius dewa­ sa ini. Namun demikian, anak-anak tidak boleh dipandang hanya sebagai obyek penginjilan dan misi. Seperti yang telah kita lihat, baik Alkitab maupun pengalaman telah menunjukkan kita bahwa anak-anak memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan yang diperkirakan. Mereka bisa mendengar dan menaati firman Allah dalam hidup mereka dan mereka bisa melayani orang lain. Da­ lam Alkitab, mereka berpartisipasi sepenuhnya dalam komunitaskomunitas iman. Berulang kali mereka terpilih untuk menjadi alat Allah ketika orang-orang dewasa atau lembaga-lembaga orang dewasa gagal. Pete Hohmann menulis, Anak-anak memiliki kapasitas rohani yang luar biasa. Me­reka bisa mendatangkan sukacita dalam hati Tuhan. Mereka bisa mendengar suara Tuhan dan menaatinya. Mereka bisa melayani orang lain. Meskipun demikian, anakanak ber­gantung pada orang lain untuk memperlengkapi mereka me­lakukan hal-hal ini. Ketidakmampuan kita untuk melihat kapasitas rohani anak-anak bisa menyebabkan kita melaku­kan hal-hal yang sebenarnya membahayakan atau menghalangi pertumbuhan rohani anak-anak. Anak-anak adalah pemimpi. Mereka itu idealis; mereka selalu memiliki iman untuk masa depan yang lebih baik. Tidak heran Yesus memberi tahu kita bahwa kita harus menjadi seperti anakanak. Allah sering kali melaksanakan maksud-Nya yang terbesar melalui anak-anak. Pete Hohmann, Kids Making a Difference (Instant Publisher, 2004). Dari korespondensi tentang naskah sebelum diterbitkan. 296 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Seperti yang telah kita lihat, Allah tidak ragu untuk memakai anak-anak sebagai utusan atau alat-Nya ketika sebuah tugas ke­ lihatan begitu penting sehingga tidak bisa dipercayakan kepada orang dewasa. Mungkin Allah tahu bahwa anak-anak tidak akan mencuri kemuliaan-Nya. Mungkin Dia pasti tahu bahwa mereka mendengarkan. Ketika Allah membutuhkan kemurahhatian yang besar, Dia memilih seorang anak. Dalam seluruh Alkitab, kita melihat bah­ wa hampir selalu ketika seorang anak disebutkan, Allah sedang melakukan sesuatu yang penting. Dalam satu kasus, Dia memberi makan 5.000 orang. Sebenarnya Dia bisa melakukannya dengan berbagai macam cara, tetapi Dia melakukannya melalui seorang anak laki-laki yang masih kecil hanya untuk menunjukkan, saya pikir, respek-Nya terhadap anak-anak yang akan memberikan Dia semua yang menjadi milik-Nya. Dia sanggup melipatgandakan melampaui ekspektasi kita yang paling liar. Bisakah Anda membayangkan ketika anak laki-laki itu tiba di rumah? Pasti ibunya berkata, “Bagaimana makan siangmu? Dan jangan buat cerita yang aneh-aneh lagi!” Sylvia Foth, dalam bukunya yang hebat tentang memunculkan hati misi dalam anak-anak berjudul Daddy, Are We There Yet? menambahkan ideide berikut ini untuk melibatkan dan menumbuhkan anak-anak dalam bidang misi: Anak-anak bisa membesarkan hati orang lain. Anak-anak bisa memberi dan melayani. Anak-anak bisa belajar membagikan iman mereka. Anak-anak bisa ikut serta dalam perjalanan misi. Banyak gereja dan keluarga membawa anak-anak belajar melayani, ber­doa, dan menolong. Kalau Anda bisa, bawalah mereka ke daerah-daerah yang belum terjangkau Injil. Pengalaman ini bisa men­datangkan perbedaan yang langgeng dalam hidup mereka. Dengan disertai ucapan terima kasih, saya berikan sanjungan kepada Dr. Wess Stafford dari Compassion International untuk contoh-contoh yang ia berikan. 297 Child, Church, and Mission Ketika Allah ingin menguji komitmen, Dia memilih seorang anak. Ketika Petrus sedang berada di halaman sidang pengadilan, orang pertama yang menemui untuk menguji imannya adalah anak perempuan yang bekerja sebagai pelayan. Allah pasti berkata, “Aku akan berikan Petrus setiap kesempatan untuk sukses.” Kalau Anda tidak berani membagikan iman Anda kepada seorang anak, kepada siapa Anda berani membagikan iman Anda? Anak perempuan ini bertanya, “Bukankah bapak salah satu pengikut orang itu?” Dan Petrus gagal, “Bukan, bukan, anak kecil, aku bukan pengikut orang itu.” Anak-anak tetap perlu ditantang. Suatu penyelidikan ter­­ha­­dap materi yang dipakai para guru Sekolah Minggu akan menyingkapkan banyak topik tentang bagaimana Allah akan mem­ berkati orang percaya namun sama sekali tidak ada topik yang mem­per­lengkapi anak-anak untuk menjangkau anak lain atau menantang mereka untuk melayani atau terlibat dalam misi. Saya diberi tahu bahwa pada hari saya dilahirkan, ayah me­ nimang saya dan berdoa suatu hari saya akan menjadi misionaris. Tradisi keluarga kami berkata ia melakukan hal yang sama terhadap semua anaknya yang berjumlah enam orang. Ka­dang, ketika saya beribicara dalam konferensi-konferensi misi di Asia, saya bertanya berapa banyak orangtua di Asia yang me­nimangnimang anak mereka yang masih bayi dan berdoa agar mereka menjadi misionaris. Jarang sekali ada orang yang mampu berkata mereka telah melakukan itu. Hal yang lebih sering terjadi adalah pertanyaan itu mengejutkan mereka. Bagaimana mungkin kita berdoa agar anak-anak kita menempuh risiko dan bahaya semacam ini? Namun, anak-anak yang didoakan dengan cara seperti itu kemudian mengalami bahwa mimpi itu terus ada sepanjang masa kanak-kanak mereka, dan mereka sering kali membuat komitmen untuk menjadi misionaris. Anak-anak biasanya hidup di atas (atau di bawah) ekspetasi kita terhadap mereka. Seperti yang biasanya saya katakan kepada Bambang Budijanto, “Children: New Energy in Mission,” dalam Emerging Mission Movements (Colorado Springs, CO: Compassion, 2010), hlm. 47. 298 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak putra saya, “Pikirkanlah apa yang bisa kamu lakukan, dan pikirkan­ lah apa yang tidak bisa kamu lakukan—salah satu dari jawaban itu pasti benar.” Banyak anak dan orang muda bosan terhadap ke­ kristenan. Masalahnya bagi beberapa orang adalah mereka tidak diberi kesempatan untuk mempraktikkan iman mereka. Ide dan kepercayaan mereka tetap tidak teruji dan, oleh karena itu, tidak menyatu dengan iman mereka sendiri dengan cara yang berarti. Anak-anak dan orang muda—yang berada di Jendela 4/14— memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan. Dr. Bambang Budijanto menamakan mereka energi yang bersih dan kekuatan yang belum tersalur untuk misi.6 Anak-anak dan kaum muda suka sekali menghadapi tantangan. Akan tetapi, banyak dari apa yang disampaikan dalam pelayan­an anak di gereja-gereja dewasa ini bertujuan menghibur dan bukan memperlengkapi atau menantang mereka. Kita harus bertanya, “Apakah yang tidak dilakukan dan tidak dipelajari anakanak kita ketika mereka sedang dihibur?” Pada akhir masa remaja mereka, Alex dan Brett Harris me­ nulis buku Do Hard Things. Suami istri Harris ini berkata, “Untuk menjadi remaja yang baik, kita hanya tidak perlu melakukan hal-hal yang buruk seperti menjadi pencandu narkoba, minum minuman keras, dan berpesta pora. Namun, apakah cukup sekadar mengetahui hal-hal negatif yang tidak boleh kita lakukan?” Dr. William Damon mencatat, …. bertentangan dengan apa yang ada dalam pikiran bebera­ pa orang dewasa, (anak-anak dan orang muda) tidak perlu pulang ke rumah setelah enam jam berada di luar rumah dan “menyegarkan diri mereka lagi” dengan menonton TV. Yang benar-benar mereka butuhkan adalah memakai energi mereka dengan sepenuhnya dan dengan sukacita untuk tuju­an yang mulia. Dengan secara sistematis mengurangi Alex Harris dan Brett Harris, Do Hard Things (Colorado Springs, CO: Multomah Books, 2008), hlm. 97. Ibid., hlm. 86. 299 Child, Church, and Mission kapabilitas anak-anak, kita membatasi potensi anak-anak untuk bertumbuh. Dengan tidak mengharapkan anak-anak untuk melayani orang lain … kita mencegah mereka dari merasa memiliki tanggung jawab sosial dan pribadi … Se­ baliknya, dengan memberikan visi kepada anak-anak untuk memperhatikan orang lain, suatu orientasi untuk melayani yang muncul dalam hati anak-anak yang memunculkan rasa percaya diri yang lebih pasti bisa memberikan banyak kontribusi untuk terjadinya perubahan sosial yang positif. Memberikan Pandangan Misi kepada Anak-anak Saya tidak akan pernah lupa hari ketika saya ditelepon Dr. Gene Daniels. Dr. Daniels sedang melalukan penelitian tentang orangorang yang datang kepada Kristus di India. Di sebuah daerah , ia menemukan bahwa sekitar 6.000 orang dari etnis Banjara (sebuah kelompok etnis di India tengah) telah mengambil keputusan untuk mengikut Kristus dan ia mulai menyelidiki mengapa hal ini terjadi. Ia menelepon saya karena mengira kami ingin mengetahui penemuannya yaitu sekitar 30 penginjil yang dahulu disponsori Compassion dan kemudian menjadi orang yang paling berpengaruh di antara orang Banjara dan mereka memutuskan menjadi orang Kristen. Tampaknya kami tidak hanya menolong orang-orang yang paling miskin di India, tetapi juga membantu menciptakan kekuatan yang sangat efektif bagi misi setelah anak-anak dan orang muda itu mandiri. Visi kita terhadap anak-anak sering kali begitu berorientasi ke masa de­ pan sehingga kita tidak melihat kapasitas rohani yang luar biasa yang sekarang dimiliki anak-anak. Pete Hohmann mengungkapkan bahwa Allah telah menaruh dalam diri anak-anak Roh Kudus yang sama yang Dia taruh dalam diri orang dewasa dan Dia ingin menjamah dan mengurapi anak-anak dengan penuh kuasa. 300 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak Pete Hohmann berbicara tentang memberikan suatu pan­ dangan misi kepada anak-anak. Ini untuk membantu anak-anak memandang dunia di sekitar mereka dan mengerti maksud Allah bagi dunia. “Tidak ada tujuan hidup yang lebih besar yang bisa kita berikan kepada anak-anak,” Hohmann menulis, “selain mandat Allah kepada semua orang percaya: membuat nama-Nya dikenal di seluruh dunia. Inilah tujuan yang dinyatakan dalam Alkitab. Inilah tujuan yang perlu kita impartasikan kepada anak-anak kita.” Anak-anak bisa efektif ketika mendoakan orang lain. Karena iman mereka yang tulus dan hati mereka yang percaya, anakanak mungkin secara unik bisa membuat perbedaan melalui doa. Satu saat yang penuh kuasa dalam Kongress Penginjilan Sedunia di Pretoria, Afrika Selatan pada 1997 adalah ketika anak-anak berdoa dengan penuh keyakinan dan kompetensi bagi semua peserta konferensi itu. “Karena iman mereka yang tulus dan hati mereka yang percaya, anak-anak secara unik mampu membuat perbedaa­ an melalui doa … Karena anak-anak berpikir secara konkret, Allah sering kali mengomunikasikan kehendak-Nya kepada mereka melalui gambar-gambar di pikiran mereka ketika mereka berdoa.”10 Esther Ilnisky dan Esther Network yang didirikannya merinci dan mendokumentasikan peran anak-anak sebagai pendoa dan pejuang doa.11 Anak-anak bisa membagikan iman mereka. Mereka sering kali memiliki keberanian yang lebih besar untuk membagikan iman mereka dibandingkan orang dewasa. Patricia, anak perempuan berusia 12 tahun yang tinggal di sebuah komunitas kumuh Santa Mesa di Filipina adalah contoh utama dari hal ini. Lingkungannya memiliki reputasi sebagai “pangkalan” pencuri, geng, dan pelacur yang makin banyak jumlahnya. Patricia melihat benih-benih berupa sikap yang tidak menghormati dan kebiasaan-kebiasaan buruk dalam diri anak-anak di Santa Mesa. Sebagai respons, ia mulai menyelenggarakan pemahaman Alkitab mingguan bagi anak-anak Peter Hohmann, The Great Commisary Kids (Springfield, MO: Boys and Girls Missionary Crusade, 1997), hlm. 21. 10 Ibid. 11 Esther Ilnisky, Let the Children Pray (Ventura, CA: Regal, 2000). 301 Child, Church, and Mission Bagaimanakah kita mengimpartasikan dunia misi kepada anak-anak? Bagaimanakah kita bisa mengomunikasikan konsep-konsep tentang misi kepada anak-anak dengan suatu cara yang bisa mereka mengerti dan melihat bahwa itu cocok bagi mereka? Bagaimanakah anak-anak bisa mengetahui bahwa mereka benar-benar bisa membuat perbedaan dalam rencana Allah secara global? Satu kemungkinan yang ia rekomendasikan adalah mengajarkan sepuluh kata yang huruf awalnya adalah “P” yang diciptakan oleh Jan Bell dari “Kids Can Make a Difference” (Anak-anak Bisa Membuat Perbedaan). 10 kata ini adalah: Purpose (Tujuan): Tujuan Allah adalah membuat nama-Nya dikenal di seluruh dunia. Power (Kuasa): Allah membuat nama-Nya dikenal dengan men­ demontrasikan kuasa-Nya kepada manusia. People (Orang-orang) : Allah rindu semua orang mengenal Dia. People-Moving (Orang-orang yang bergerak): Orang-orang ber­ gerak di seluruh dunia, ini menciptakan kebutuhan dalam hidup mereka. Passport to the World (Paspor ke dunia): Allah telah selalu menyuruh umat-Nya agar pergi ke seluruh dunia, tetapi kita perlu mengetahui seperti apakah dunia itu. Preparation (Persiapan): Sebelum kita bisa pergi ke seluruh dunia, kita perlu mempersiapkan diri. Possessions (Milik): Milik kita adalah waktu, talenta, uang dan benda-benda materi. Kita perlu menggunakannya untuk me­ laksanakan misi Allah, bukan hanya untuk diri kita sendiri. Projects (Proyek) : Kita perlu melakukan mobilisasi untuk bertindak sekarang. Partnership (Kemitraan): Kita bermitra dengan Allah dalam tugas untuk membuat nama-Nya dikenal di seluruh bumi. Proclamation (Proklamasi): Setengah penduduk dunia masih be­ lum tahu tentang Yesus. 302 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak berusia 5 sampai 10 tahun di lingkungannya. Ia memiliki penjelasan sederhana bagi apa yang sedang dilakukannya: “Saya tidak ingin mereka kalau besar nanti menjadi penjahat, melainkan menjadi orang-orang yang mengenal Yesus.” Seperti contoh yang ditunjukkan Patricia, anak-anak bisa membuat perbedaan melalui penjangkauan di komunitasnya. Penjangkauan dalam sebuah komunitas memberikan pelajaran yang berharga dalam hidup ini yang membentuk karakter anakanak. Melalui penjangkauan inilah, anak-anak menguji ide-ide dan kepercayaan mereka serta menemukan apa yang riil dan siapa yang memiliki kuasa. Anak-anak bisa membuat perbedaan melalui keterlibat­ an mereka dalam misi dunia. Kecuali kita mengimpartasikan sudut pandang yang alkitabiah kepada anak-anak kita, masyarakat akan mengimpartasikan sudut pandang yang salah: kepuasan diri sendiri. Tujuan Allah dalam Alkitab adalah membuat nama-Nya dikenal oleh setiap orang dari setiap bahasa, suku dan bangsa. Sylvia Foth, dalam bukunya yang bagus tentang memberikan hati misi kepada anak-anak Daddy, Are We There Yet? mengusulkan cara-cara berikut ini untuk menolong anak-anak merasa mereka adalah bagian dari sesuatu yang signifikan.12 12 Bekerjalah untuk menciptakan kemampuan yang riil dalam pelayanan. Tolonglah anak anak agar me­ miliki kemampuan—mendengarkan, berdoa, mem­beri­ kan dorongan, kemurahan hati—mereka akan sungguhsungguh dalam melayani orang lain, di mana pun mereka hidup di dunia ini. Meskipun sebuah proyek anak-anak mungkin sebuah langkah yang sangat kecil, buatlah proyek itu signifikan sehingga anak-anak menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Bekerjalah untuk memberikan anak-anak informa­ si yang riil tentang dunia yang riil. Bahkan anak- Ibid., hlm. 203. 303 Child, Church, and Mission anak yang masih kecil tidak bisa sepenuhnya mengerti masalah-masalah yang kompleks yang dihadapi dunia ini; benih-benih kebenaran bisa ditanamkan dalam diri mereka ketika mereka masih anak-anak sehingga benih itu tidak akan tercabut belakangan. Waspadalah terhadap mitos-mitos seperti, “Semua anak dari negara lain itu miskin.” “Misionaris hanya berasal dari Inggris dan Amerika.” “Negara kita lebih Kristen dibandingkan negara lain.” “Dunia telah terjangkau.” Tentu saja, bila Anda melayani anak-anak, Anda perlu mengetahui halhal ini terlebih dahulu. Dengan demikian, Anda bisa memberikan informasi yang sehat dan benar kepada anak-anak. Biarkan anak-anak menciptakan proyek-proyek mereka sendiri. Khususnya ketika anak-anak menca­ pai usia pra remaja, mereka akan memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan di dalam dunia dengan kemampuan mereka sendiri. Proyek-proyek misi yang telah direncanakan sebelumnya bisa menjadi pilihan yang hebat—menawarkan kartu-kartu doa yang telah dicetak, video dan ide-ide yang berkaitan dengan pro­ yek. Meskipun demikian, pada titik tertentu, anak-anak akan siap menciptakan proyek mereka sendiri untuk membantu para misionaris atau orang-orang yang membutuhkan di seluruh dunia. Biarkan mereka berdoa, mendengarkan tuntutan Tuhan, dan belajar menaatiNya dengan hati mereka. Ajarkanlah anak-anak perbedaan antara pelayan kebajikan Kristen dan pelayan kebajikan lainnya. Sekolah anak yang membantu sebuah pro­yek dengan sebuah proyek Kristen pasti berbeda. Apa beda kasih Yesus dengan kasih lainnya di dunia ini? Bagaimanakah orang lain tahu bahwa kita sedang membagikan kasih Yesus kepada mereka? Proyek kita akan berbeda karena 304 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak kita mendoakan proyek itu, ka­rena kita membuat komitmen jangka panjang untuk menolong, karena kita berkorban untuk melayani, atau karena proyek kita itu membantu orang-orang untuk mendengar tentang Yesus secara langsung. Bicarakanlah itu bersama-sama. “Memperlengkapi anak-anak untuk melayani membutuh­ kan banyak upaya,” tulis Pete Hohmann. “Namun apakah kita tahan untuk tidak melakukan hal itu? Anak-anak yang melayani orang lain bergairah terhadap iman yang mereka miliki. Mereka memiliki pengenalan akan Allah yang terbukti melalui pengalaman yang nyata dalam hidup ini (ruang kelas berupa kehidupan). Pengalaman ini menjadi balok-balok yang membentuk karakter mereka. Anak-anak yang melayani orang lain juga menemukan sebuah tujuan dalam hidup ini yang lebih besar dibandingkan diri mereka sendiri.”13 Saya sendiri tidak sanggup mengungkapkannya dengan le­ bih baik. Bacaan 13 “Conversion as Revolution” oleh Vishnal Mangalwadi dalam The Quest for Freedom and Dignity, bab 6 dalam Willowbank Report, Lausanne Committee for World Evangelization, 1974. “Children ‘at Risk’ Because They Have Not Heard the Good News: The 4/14 Window” oleh Daniel Brewster dalam Celebrating Children, hlm. 175–181. Children: The Great Omission? oleh Daniel Brewster dan Patrick McDonald (buku kecil yang dipersiapkan bagi Lausanne III di Pattaya, Thailand, 2004). The Great Commissary Kids oleh Peter Hohmann, hlm. 3–40. The 4/14 Window, oleh Luis Bush. Hohmann, The Great Commissary Kids, hlm. 21. 305 Child, Church, and Mission Ada bahan-bahan lain untuk mengajarkan misi kepada anak-anak. Sebuah situs yang baik yang memiliki banyak bahan di bidang misi adalah www.missionresources.com/teachkidsr.html. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Renungkanlah lima peringatan yang disampaikan bagi penginjilan lintas budaya terhadap anak. Apakah Anda tahu situasi-situasi di mana peringatan ini telah di­ langgar? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Sebutlah setidak-tidaknya dua peringatan lain yang berkaitan dengan ketepatan atau etika dalam mem­ bagikan iman Anda secara lintas budaya kepada anakanak yang mungkin perlu dalam konteks budaya Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Daftarlah dan diskusikanlah setidak-tidaknya lima alas­ an mengapa pelayanan dan misi kepada anak dan orang muda bisa menjadi strategi yang baik dalam bidang misi. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 306 Masalah-masalah Praktis dalam Misi dan Anak-anak 4. Apakah implikasi Jendela 4/14 bagi gereja, misi atau lembaga Anda? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Sebutkan tiga dari sepuluh “P” yang paling efektif dalam menjelaskan misi kepada anak-anak atau orang muda yang Anda kenal. Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 6. Diskusikanlah pengalaman Anda tentang anak dan orang muda sebagai sumber daya bagi misi. Apakah yang telah Anda lihat (atau dengar) tentang anak-anak yang sedang terlibat dan memberikan kontribusi? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 307 K Bagian Lima SARANA-SARANA UNTUK MELAKUKAN ADVOKASI ita memulai bagian terakhir ini dengan melihat konsep tentang advokasi. Advokasi adalah sebuah istilah hukum yang berarti mengajukan permohonan kepada seseorang yang memiliki kedudukan sebagai penanggung jawab atau yang memiliki otoritas untuk kepentingan sesuatu atau seseorang yang hak-haknya sedang dilanggar atau yang suaranya tidak didengar. Ada banyak cara untuk melakukan advokasi. Ber­ bicara mengenai hal ini bisa muncul dalam banyak bentuk yang berbeda. Kadang pembela berbicara dengan bahasa yang keras dan mengganggu. Kita akan melihat sarana-sarana untuk melakukan advokasi bagi orang-orang Kristen, khususnya dari sudut pandang yang tidak konfrontasional. Satu sarana yang digunakan oleh orang-orang yang mem­ bela anak-anak di seluruh dunia adalah Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-hak Anak) yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan diratifikasi oleh sebagian besar negara di dunia. Sarana ini begitu dikenal sehingga banyak organisasi memakainya sebagai titik awal bagi semua pelayanan mereka terhadap anak-anak. Konvensi ini begitu dikenal sehingga Gereja perlu mengetahui isi konvensi itu dengan baik dan mengerti apa yang tersedia di dalamnya, kekuatan dan kelemahannya. Oleh karena itu, dalam bab tiga belas, kita akan memeriksa aspek-aspek yang bermanfaat dalam konvensi ini, dan mengajukan beberapa pertanyaan terhadap isi konvensi ini yang merupakan pertanya­ an-pertanyaan yang diajukan beberapa orang Kristen dari sudut pandang Alkitab. Child, Church, and Mission Berjejaring berjalan seirama dengan advokasi. Kami telah menunjukkan pentingnya Gereja di seluruh dunia dalam meres­ pons kebutuhan anak. Namun, banyak gereja dan pelayanan yang melayani anak-anak sebagian besar melakukan hal itu sendirian. Jadi, sementara kami mengakhiri buku ini, kita akan melihat sejauh mana efektivitas berjejaring dalam membantu pelayanan-pe­la­ yanan untuk saling menguatkan satu sama lain, mengombinasi­ kan upaya mereka dan menghindari tumpang tindih—semuanya merupakan aspek yang sangat penting dalam memaksimalkan dampak kita sekarang ini dan di masa mendatang dalam pelayanan dan misi terhadap anak. 310 12 Advokasi yang Tidak Konfrontasional Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka. Amsal 31:8, 9 Child, Church, and Mission A kar advokasi adalah profesi di bidang hukum. Advokasi artinya berbicara bagi, bertindak bagi, atau membela seseorang atau sesuatu di hadapan orang lain—dan ini merupakan aktivitas yang vital dari umat Allah. Advokasi berupaya memengaruhi dan mengubah orang-orang, kebijakan-kebijakan, dan struktur-struk­ tur untuk kepentingan orang miskin atau mereka yang suaranya tidak didengar. Bagian dari peran Gereja adalah melakukan advokasi de­ ngan berbicara melawan ketidakadilan, membela kasus orang miskin, meminta pertanggungjawaban pemegang kekuasaan, dan memberdayakan orang-orang agar bisa menyatakan pendapat mereka sendiri. Dalam Alkitab jelas Allah mengharapkan orang Kristen untuk memerhatikan dan bersuara bagi orang-orang miskin. Harapan ini telah menjadi bagian dari komunitas iman se­ jak masa Perjanjian Lama. Sebagai contoh, Amsal 31:8–9 berkata, “Berbicaralah bagi mereka yang tidak bisa berbicara bagi diri mereka sendiri, bagi hak-hak semua orang miskin. Berbicaralah dan hakimilah dengan adil; belalah hak-hak orang miskin dan membutuhkan.” Ratapan 2:19 berkata, “Bangunlah, mengeranglah pada malam hari, pada permulaan giliran jaga malam; curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan. Angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu, yang jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan.” Ulangan 10:17–18—bagian dari Hukum Musa—berkata, “Sebab Tuhan Allahmu Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu atau menerima suap, yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian.” Musa tidak asing dengan advokasi. Ia sering terpaksa ber­ doa syafaat bagi bangsa Israel yang menggerutu ketika Allah mem­ bebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Keluaran 32:11–14 memberikan contoh semacam ini: 312 Advokasi yang Tidak Konfrontasional Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, de­ ngan berkata: “Mengapakah, TUHAN, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan mem­ binasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malape­ taka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan mem­ buat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada ke­ turunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.” Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancang­kanNya atas umat-Nya. Sebuah episode lain (yang mungkin mengejutkan) dalam Perjanjian Lama tentang seorang pemimpin yang menjadi pembela adalah Abraham yang berbicara demi Sodom dan Gomora yang terkenal karena perbuatan bejatnya. Kejadian 18:23–32 mencatat: TUHAN berfirman: “Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.” Abraham menyahut: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu. Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?” Firman-Nya: “Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana.” Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepadaNya: “Sekiranya empat puluh didapati di sana?” FirmanNya: “Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu.” Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau 313 Child, Church, and Mission aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.” Katanya: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu.” Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” FirmanNya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.” Dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri sering kali membela anak-anak dan orang miskin. Ketika Dia menempatkan seorang anak di tengah (Mat. 18:1–3), ketika Dia membiarkan diri-Nya diurapi seorang “wanita yang hidup dalam dosa” (Luk. 7:36–50), ketika Dia bercakap-cakap dengan seorang wanita yang bejat moralnya di tepi sumur (Yoh. 4:5–29), Dia menjadi pembela mereka. Segera setelah memanggil murid-murid-Nya, Lukas mencatat tujuh perjumpaan “advokasi” (pasal lima sampai delapan) antara Yesus dan orang miskin yang dibuang masyarakat. Apakah yang tercakup dalam advokasi? Advokasi adalah: Bertanya mengapa hingga Anda sampai pada akar masalah. Memastikan bahwa kekuasaan dipergunakan dengan baik, memampukan mereka yang tidak memiliki kekuasaan untuk memperoleh akses kepada kekuasaan dan menolong mereka yang tertindas atau diperlakukan dengan tidak adil. Bersuara bagi yang tidak mampu bersuara dan memampukan orang-orang yang tidak mampu bersuara untuk menyerukan pendapat mereka. Diadaptasi dari buku Graham Gordon, Understanding Advocacy (Teddington, UK: Tearfund, 2002), hlm. 30. 314 Advokasi yang Tidak Konfrontasional Advokasi yang Tidak Konfrontasional Siapa pun bisa menjadi pembela. Seseorang perlu berprofesi di bidang hukum atau menjadi seorang ahli. Pembela adalah sese­ orang yang memiliki pendapat yang kuat, seseorang yang dengan aktif berupaya keras memengaruhi orang lain dalam hal yang sama. Advokasi dilakukan secara langsung oleh mereka yang menderita ketidakadilan atau untuk kepentingan mereka. Banyak organisasi yang membela anak-anak menargetkan kebijakan publik atau pemerintah agar mengubah atau membuat hukum yang berman­ faat bagi anak-anak. Ini merupakan sebuah komponen yang bisa dipraktikkan dan penting dalam advokasi anak yang telah banyak bermanfaat bagi anak-anak di seluruh dunia. Sebuah bentuk advokasi yang lebih agresif mencakup tin­ dakan atau aktivisme. Metode yang dipakai mencakup melobi pe­ jabat-pejabat pemerintah atau pembuat hukum dan kebijakan. Ini bisa dilakukan lewat demonstrasi, berbaris, memegang plakat dan bersuara di tempat-tempat umum. Kadang advokasi dilakukan melalui tindakan-tindakan seperti menghalangi akses ke fasilitasfasilitas melalui sabotase atau gangguan lainnya. Namun, jenis advokasi yang lebih kelihatan dan membangkitkan amarah ini sering kali menarik perhatian kepada metode advokasi yang di­ pakai daripada masalah-masalah yang menimpa anak-anak. Ini­lah sebabnya kami mendorong dibuatnya strategi-strategi dan tindakantindakan yang berasal dari advokasi yang tidak konfrontasional. Advokasi yang tidak konfrontasional mencakup berbicara atau memampukan orang untuk menyatakan pendapat mereka sendiri guna membangkitkan kesadaran. Termasuk di dalamnya adalah menantang orang-orang bu­ kan hanya dengan menyodorkan fakta dan angka namun dengan menyampaikan panggilan yang jelas agar muncul perubahan. Juga bisa mencakup memampukan orang lain untuk membuat perubah­ an dan memakai pengalaman untuk melatih dan memperlengkapi mereka yang bersedia membuat perubahan tersebut. Di dalamnya hampir selalu mencakup doa, pendidikan, penelitian, pelatihan, 315 Child, Church, and Mission memberikan dorongan, berjejaring dan sarana-sarana lain untuk menonjolkan dan membahas masalah-masalah yang ada. Cara Melakukan Advokasi yang Tidak Konfrontasional Ada beberapa cara untuk melakukan advokasi yang tidak kon­ frontasional. Tiap cara berfokus pada masalah-masalah yang me­ nuntut dilakukannya advokasi terhadap anak-anak, bukan pada metode-metode yang menyebabkan orang tidak bisa berfokus. Doa, jelas merupakan salah satu cara untuk melakukan ad­ vokasi. Doa adalah memohon kepada satu Pribadi yang memiliki otoritas (Allah) bagi mereka yang hak-haknya diinjak-injak atau mereka yang suaranya tidak didengar, dalam kasus kita, anak-anak. Kitab Ratapan mendorong kita untuk “bangun, berseru pada malam hari, ketika giliran jaga malam dimulai, curahkanlah isi hatimu bagaikan air di dalam hadirat Tuhan. Angkatlah tanganmu kepadaNya demi hidup anak-anak, yang jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan” (2:19). Jadi setiap kali kita mengangkat anak-anak kita di da­ lam doa, kita menjadi pembela mereka. Baik itu dilakukan ke­ tika mempersiapkan stategi atau ketika stategi itu sedang di­ implementasikan, kita ingin dan membutuhkan Tuhan sebagai bagian dari aktivitas kita. Pembela kita sendiri, Roh Kudus berdoa bagi kita dan berdiri dihadapan Allah untuk berbicara mewakili kita. Penyampaian visi memperluas ruang lingkup pembelaan seseorang dengan cara mengajak orang lain memandang sesuatu seperti Anda memandangnya, atau memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Saya sangat menyukai nasihat yang telah sering disampaikan dalam Kitab Yesaya agar “mengangkat muka dan melihat ke sekeliling” (Yes. 49:18). Penyampaian visi ini bisa berarti mengajarkan dasar yang alkitabiah bagi anak-anak dan pelayanan terhadap anak (Amanat 316 Advokasi yang Tidak Konfrontasional Agung) kepada jemaat. Ini bisa mencakup mengajar dan me­ nyampaikan pandangan yang alkitabiah terhadap kemiskinan dan perkembangan manusia. Sering kali ini juga berarti mengajar dan berbicara tentang kebutuhan, pengabaian dan pemeliharaan anakanak—kondisi dan besarnya tantangan yang dihadapi anak-anak yang dilanda kemiskinan, potensi anak, peran Gereja dan komunitas Kristen dalam memuridkan dan mengembangkan anak-anak dan respons Gereja dan komunitas Kristen dewasa ini ter­hadap anakanak. Berbicara berarti menemukan dan menciptakan kesempat­ an untuk mengutarakan kebutuhan anak-anak dan menantang gereja untuk bertindak. Di sini juga bisa berarti bersuara untuk menantang mereka yang bertanggung jawab melindungi dan me­ melihara anak-anak. Tentu saja, advokasi mencakup lebih dari sekadar berbicara tentang anak-anak. Bagian dari apa yang harus kita katakan, akan kita pelajari melalui penelitian. Penelitian akan memberikan kepada kita pengertian yang lebih baik tentang kebutuhan, peng­ abaian dan pemeliharaan anak-anak—kondisi dan besarnya tan­ tangan dan ancaman yang dihadapi anak-anak di seluruh dunia. Ini akan memberikan sebuah konteks untuk pertumbuhan anak dan akar penyebab kemiskinan: ketidakadilan, eksploitasi, ke­ putusasaan, akibat modernisasi dan paska modernisasi. Ini me­ nyingkapkan hukum yang relevan bagi anak-anak/remaja dan teori-terori yang ada sekarang ini serta praktik-praktik yang terjadi dalam pengembangan anak-anak serta masalah-masalah yang dihadapi anak-anak di seluruh dunia. Ini juga secara aktif melibatkan literatur yang ada tentang pengembangan anak dan apa yang tersedia di setiap negara. Berjejaring membantu orang-orang dan organisasi-orga­ nisasi untuk memelajari praktik-praktik yang terbaik, tetap ter­ motivasi dan tetap semangat, serta meningkatkan koordinasi dan perencanaan dalam upaya menumbuhkan anak. Dalam berjeja­ ring ini diungkapkan praktik-praktik yang terbaik dan dilakukan upaya-upaya koordinasi agar lebih efisien. Dalam banyak kasus, 317 Child, Church, and Mission berjejaring mencakup pemberian informasi tentang organisasiorganisasi perkembangan anak yang besar pada tingkat nasional dan internasional dan program-program mereka. Memperlengkapi dan melatih pihak-pihak yang bermi­ nat merupakan cara lain yang strategis dalam advokasi yang tidak konfrontasional. Mereka yang memiliki keahlian dan sumber daya di bidang pengembangan anak secara Kristen dan holistik, dasardasar yang alkitabiah, administrasi program, dan sumber daya bisa membagikannya kepada orang lain. Salah satu cara yang bisa dipakai orang-orang Kristen dalam bekerja sama adalah memakai kesempatan yang ada untuk melatih dan memperlengkapi individuindividu serta kelompok-kelompok dalam bidang hukum dan bidang lainnya yang berdampak langsung terhadap anak-anak yang membutuhkan bantuan. Advokasi dan Pengembangan Berjalan Bersama Anda telah mendengar pepatah yang berkata, “Berikanlah seekor ikan kepada seorang anak; kamu akan memberi makan dia dalam sehari. Ajarilah seorang anak untuk memancing, kamu akan mem­beri makan dia seumur hidupnya.” Namun bagaimana kalau sang anak tidak memiliki akses ke kolam? Bagaimana kalau air dalam kolam itu sudah terkena polusi dari hulunya? Bagaimana kalau kekuatankekuatan yang kaya memaksa sang anak agar menyerahkan ikan yang didapat kepada mereka? Bagaimana kalau ada hal-hal lain yang menghalangi orang-orang untuk memakai keahlian dan ke­mampuan yang telah mereka miliki? Sering kali perkembang­ an tidak sampai menyentuh akar masalah. Advokasi sering kali berurusan dengan aspek-aspek struktural dari kemiskinan, eks­ ploitasi, dan ketidakadilan yang berkaitan secara langsung dengan beberapa dari masalah ini. Advokasi bisa menjadi pelopor perkembangan anak. Yohanes Pembaptis adalah pelopor pelayanan Yesus. Demikian pula, aktivitas-aktivitas advokasi bisa mempersiapkan jalan bagi gereja Anda untuk melakukan upaya pengembangan anak yang 318 Advokasi yang Tidak Konfrontasional signifikan—suatu pekerjaan yang didasari pemahaman yang penuh terhadap kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi anakanak. Advokasi bisa memperkuat program-program pengem­ bangan anak. Anda tidak bisa membagikan apa yang tidak Anda miliki. Banyak gereja yang terlibat dalam upaya pengembangan anak ini bergumul dengan masalah kepemilikan visi. Beberapa gereja tidak bisa memahami misi dan visi pelayanan anak. Ini sebagian disebabkan dilakkukan sebelum penaburan benih persemaianpersemaian dipersiapkan dengan tepat. Aktivitas-aktivitas advokasi bisa membantu jemaat untuk mengerti bagaimana mereka merupakan bagian yang sig­nifikan dari tuaian. Tidak selalu mudah untuk berbicara tentang ancaman yang setiap hari dihadapi beberapa anak. Ada masalah-masalah yang sistemis seperti kurangnya pelayanan, pemeliharaan ke­ sehat­an, pendidikan, dan sanitasi. Anak-anaklah yang pertamatama menderita karena korupsi yang dilakukan pemerintah dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan militer dan polisi. Dis­ kriminasi yang menimbulkan perlakuan yang buruk menimpa jutaan anak setiap hari. Pornografi anak, perdagangan anak, dan prostitusi anak menyakitkan hati sebagian besar orang. Keburukan dari masalah-masalah ini (dan masalah lainnya) dengan mudah bisa membuat upaya pengembangan anak menjadi sesuatu yang terlalu berat. Namun, kabar baiknya adalah sebuah pengembangan anak yang stabil bisa menghilangkan efek-efek yang negatif dari setiap masalah yang didikusikan oleh para pembela anak. Dalam hal tertentu, advokasi memiliki suara yang krusial bagi pengembangan anak. Harus diketahui dengan jelas bahwa aktivitas-aktivitas ad­ vokasi bisa berisiko dan berbahaya. Orang-orang yang terlibat dalam korupsi dan eksploitasi tidak akan memberikan tanggapan yang baik terhadap campur tangan dan meningkatnya kesadaran terhadap aktivitas mereka. Advokasi “tabrak lari”—berbicara bagi seseorang dan kemudian meninggalkan mereka untuk menghada­ pi konsekuensinya sendirian—jelas bukan strategi yang berguna. 319 Child, Church, and Mission Kekerasan, isolasi dan pengasingan dari masyarakat, reputasi yang rusak dan kerugian ekonomi semuanya merupakan risiko yang nyata yang dihadapi orang-orang yang melakukan advokasi dan mereka yang dibela. Jelas, pembela yang efektif akan berhati-hati, bijaksana, dan sensitif. Advokasi dalam Compassion International Meskipun Compassion International memiliki definisi yang sama terhadap advokasi, kami sengaja tidak menetapkan advokasi yang kami lakukan terhadap anak-anak sebagai sebuah kebijakan publik. Kami tidak melobi pemerintah-pemerintah, mengupayakan perubahan-perubahan di hukum dalam sidang pengadilan, atau bergabung dengan banyak kelompok di Perserikatan Bangsa-bangsa yang melakukan hal yang sama di seluruh dunia. Pertama dan yang terutama, kami menetapkan diri kami sebagai pembela anak. Apa pun yang kami lakukan dan katakan adalah untuk membela dan berdoa syafaat bagi anak-anak. Advokasi adalah pola pikir kami. Compassion Internatio­ nal memandang advokasi sebagai sebuah pola pikir yang bisa memengaruhi semua pelayanan di gereja. Advokasi sebagai sebuah pola pikir memberikan kesempatan kepada kami untuk terlibat dalam diskusi di tingkat regional dan global tentang anak-anak dan hal-hal yang berkaitan dengan misi dan memosisikan kami untuk mengambil bagian dalam berbagai forum yang membahas masalah yang berkaitan dengan anak. Memandang diri kami sebagai pembela mendorong kami untuk memandang ke atas dan memandang pelayanan kami bukan hanya sebagai administrator kepentingan anak-anak, melainkan juga sebagai pembela anak-anak—berbicara dan bertindak untuk kepentingan mereka. Jadi, advokasi memberikan kesempatan ke­ pada kami untuk melipatgandakan pelayanan kami dan bukan hanya sebagai tambahan terhadap pelayanan yang sudah ada. Advokasi juga memampukan kami untuk memperbaiki dan meningkatkan 320 Advokasi yang Tidak Konfrontasional pelayanan orang Kristen lainnya untuk kepentingan anak-anak yang membutuhkan di seluruh dunia. Sebagai pembela anak, kami terdorong untuk berbicara kepada mereka yang menjadi bagian dan bukan merupakan bagi­ an dari keluarga besar Compassion agar memberikan dorongan dan memerlengkapi mereka yang memiliki pelayanan yang efek­ tif kepada anak-anak. Advokasi merupakan bagian yang tak ter­ pisahkan dari para staf dan donatur serta mitra perkembangan. Bagi Compassion, advokasi sebenarnya adalah meme­nang­ kan kasus-kasus yang dihadapi anak-anak dengan cara me­mo­bil­ isasi komunitas Kristen untuk kepentingan mereka. Ini men­cakup memakai suara dan pengalaman kami untuk mendidik, memotivasi, dan mengupayakan terjadi perubahan dalam hati, pikiran dan strategi Gereja dan jemaatnya. Pendekatan yang kamu pakai berfokus pada gereja dan tidak konfrontrasional. Tujuan kami adalah menantang Gereja secara global agar makin terlibat dan makin efektif untuk kepentingan anak-anak yang membutuhkan. Pelayanan advokasi kami berupaya untuk: 1. Memperluas (Increase): Memotivasi dan memper­ lengkapi Ge­reja dan orang lain agar makin terlibat untuk kepenting­an anak-anak. 2. Meningkatkan (Improve): Melatih dan memperleng­ kapi Gereja su­paya semakin efektif dalam melayani anak-anak. 3. Menginspirasi (Inspire): Memberikan afirmasi dan dorongan kepada pelayanan-pelayana Kristen yang sudah ada agar melayani anak-anak yang membutuhkan, dan memengaruhi gereja-gereja dan orang lain agar mendukung dan mem­berikan penghargaan kepada pelayanan-pelayanan yang melayani anak-anak yang membutuhkan. 321 Child, Church, and Mission Memperluas Definisi Advokasi bagi Compassion Compassion International mendefinisikan advokasi anak-anak se­ bagai berikut: Advokasi anak bagi Compassion International adalah pelayanan yang membangkitkan kesadaran akan kebutuhan, pengabaian, pemeliharaan, dan potensi anak-anak yang hidup dalam kemiskinan dan menantang serta memampukan mereka yang berada dalam lingkup pengaruh kami agar makin terlibat dan makin efektif untuk kepentingan anak-anak. Sebuah perluasan terhadap definisi ini membantu meng­ klarifikasi luas dan kedalaman advokasi, yang dilakukan siapa pun, demi anak-anak yang membutuhkannya. Advokasi: Bagi Compassion, konsep yang paling sinonim bagi advokasi adalah menjadi seorang pembela. Kami meng­ atasi penyebab anak-anak menjadi miskin dan men­jadi pemenang bagi tiap anak. Pelayanan: Pernyataan misi kami mendeklarasikan bahwa kami ada sebagai pembela. Advokasi menjadi ka­rakteristik siapakah kami dan memberi arah kepada apa yang kami lakukan. Membangkitkan kesadaran: Kami membangkitkan ke­ sadaran melalui sarana-sarana komunikasi pendidikan yang bersifat pribadi dan publik. Kami harus memiliki in­formasi yang baik dan melakukan penelitian yang menjadi dasar komunikasi itu. Kebutuhan: Bersama dengan kemiskinan datang pula kesempatan dan pilihan serta halangan yang tak terhitung banyaknya yang menghalangi perkembangan anak-anak. Pengabaian: Konsep pengabaian mencakup kegagal­an pengaruh dan pelindung untuk menyediakan apa yang perlu untuk perkembangan yang sehat dan juga mencakup banyak tipe pelecehan, penindasan, dan ketidakadilan. Pemeliharaan: Anak-anak perlu dipelihara supaya bisa berkembang dengan sehat. Ada dasar-dasar perkem­bangan 322 Advokasi yang Tidak Konfrontasional anak yang baik yang bisa diajarkan dan diterapkan dalam setiap keadaan dan budaya. Anak-anak yang miskin: Populasi yang menjadi tar­get kami adalah anak-anak yang miskin. Anak-anak adalah kelompok yang paling tidak berdaya dalam masyarakat. Anak-anak yang miskin pada umumnya menghadapi rin­tangan yang terbesar untuk bisa berkembang. Menantang: Advokasi perlu menggerakkan orang-orang agar bertindak. Kami menyampaikan visi dan me­nantang orang lain untuk menggenapinya. Memampukan: Kami memampukan orang lain agar bisa terlibat dalam pengembangan anak yang lebih efek­tif dengan memfasilitasi, melatih, memperlengkapi, dan me­nyediakan bahan-bahan yang diperlukan. Orang-orang di bawah pengaruh kami: Kami hanya bisa efektif terhadap orang-orang yang berada di bawah pengaruh kami. Kami berfokus pada mereka yang memi­ liki hubungan yang paling dekat dengan Compassion (staf, sponsor, donatur, mitra gereja) dan bekerja berdasarkan ruang lingkup pengaruh itu untuk memberikan pengaruh yang lebih luas kepada Gereja di seluruh dunia. Kami tidak berupaya memengaruhi pemerintah atau orang-orang yang memiliki otoritas di dunia sekuler secara langsung. Keterlibatan yang lebih besar: Sasarannya bukan sekadar menyadarkan orang lain akan masalah yang ada, melainkan agar orang lain makin terlibat dalam aktivitas demi anakanak yang membutuhkan bantuan. Kami menceritakan apa yang sedang kami lakukan, apa yang sedang dilakukan orang lain, dan bagaimana orang-orang bisa terlibat. Efektivitas: Aktivitas tanpa efektivitas tidak ada arti­nya. Kami menantang dan memperlengkapi orang lain untuk melakukan intervensi-intervensi yang paling efektif dengan redundansi dalam jumlah yang paling kecil. 323 Child, Church, and Mission Apa yang Bisa Anda Lakukan sebagai Pembela Anak Marilah kita lihat beberapa hal yang bisa dilakukan setiap orang untuk menjadikan advokasi sebuah pola pikir. Milikilah informasi yang lengkap tentang situasi anakanak secara umum dan secara khusus dalam komunitas Anda. Didiklah keluarga, gereja, dan komunitas tentang inisiatif-inisiatif yang berbeda yang dilakukan untuk kepentingan anak-anak di seluruh dunia. Milikilah sebuah kehidupan dalam rumah tangga, gereja dan komunitas Anda yang merefleksikan bahwa anakanak itu berharga. Doakanlah hal-hal yang berakibat kepada anak-anak, berdoalah sespesifik mungkin. Berjejaringlah dengan mereka yang bekerja bagi anakanak dan bantulah dengan cara apa saja yang bisa Anda lakukan. Dukunglah pelayanan gereja Anda atau pelayanan lain yang berfokus pada anak-anak, dan doronglah orang lain agar membuat dunia sebuah tempat yang lebih aman bagi anak-anak. Ide-ide yang sederhana ini menjadi sebuah dasar yang teguh bagi advokasi ketika dipraktikkan. Apa pun yang Anda laku­kan, jangan pernah meremehkan kekuatan kata-kata yang diucapkan dengan tepat atau perbuatan yang dilakukan dengan tepat untuk kepentingan seorang anak yang membutuhkannya. Inilah inti advokasi. Diadaptasi dari Compassion Child Advocacy Frequently Asked Questions (Compassion International, 2004). 324 Advokasi yang Tidak Konfrontasional Bacaan Compassion Child Advocacy Frequently Asked Questions, Compassion International. Advocacy Study Pack oleh Andy Atkins dan Graham Gordon, TEAR Fund, hlm. 1– 43. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Di samping Abraham dan Musa, dapatkah Anda me­ nyebutkan setidak-tidaknya dua pembela lain dalam Alkitab? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Gambarkanlah dengan singkat bagaimanakah tujuan Allah tercapai melalui peran mereka dalam melaku­kan ad­vokasi dengan menyebutkan ayat-ayat, nama-nama, tempat-tempat tertentu dalam Alkitab. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Seperti yang Anda lihat, apakah beberapa kelebihan dan kekurangan advokasi yang konfrontasional? Advokasi yang tidak konfrontasional? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 325 Child, Church, and Mission 4. Apakah Anda melihat Gereja boleh melakukan advokasi yang konfrontasional? Mengapa boleh atau mengapa tidak boleh? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Berikanlah dua contoh di mana Anda telah melihat advokasi dilakukan. Kritiklah efektivitas advokasi itu dalam tiap contoh yang Anda berikan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 326 13 Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satupun dari jalannya. Amsal 3:31 Child, Church, and Mission O rang-orang Kristen dan Gereja tentu tidak sendirian ketika mereka memerhatikan kebutuhan anak-anak. Anak-anak juga memperoleh manfaat dari aktivitas yang dilakukan banyak LSM-LSM sekuler, pemerintah, dan PBB. Sekarang kita mengalihkan perhatian kepada inisiatif-inisiatif besar yang dilakukan dunia sekuler dan dokumen-dokumen yang mempromosikan kesejahteraan anakanak. Hal paling terkemuka di antara inisiatif ini adalah Convention on the Rights of the Child (CRC) atau Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak (KHA). KHA adalah dokumen paling dihormati yang berisi perlindungan dan provisi bagi anak-anak. KHA adalah dokumen PBB yang diratifikasi pada 1990an oleh semua negara kecuali dua negara di dunia (Somalia dan Amerika Serikat). Awal pem­ buatan dokumen ini dimulai oleh seorang Kristen visioner yang memiliki nama yang tidak lazim, Eglantyne Jebb. Pada awal 1920, ia mengawasi penciptaan International Save the Children Union, yang menggabungkan organisasi-organisasi dari berbagai negara yang bekerjasama untuk meringankan penderitaan anak-anak di Eropa. Eglantyne ini membangkitkan kesadaran akan kebutuhan anak-anak di seluruh dunia. Ia mengeluarkan sebuah pernyataan yang berisi visi yang dimilikinya tentang hak-hak semua anak: Saya percaya bahwa kita harus mengklaim hak-hak ter­ tentu bagi anak-anak dan mengusahakan agar mereka mem­peroleh pengakuan secara universal, sehingga setiap orang—bukan hanya sejumlah kecil orang yang mampu mem­berikan kontribusi terhadap dana penanggulangan bencana, melainkan agar setiap orang yang dengan cara apa pun berhubungan dengan anak-anak, artinya sebagian besar umat manusia—bisa membantu kemajuan gerakan ini. Dalam setahun, Deklarasi Hak-hak Anak yang dibuat Eglantyne Jebb diadopsi oleh Liga Bangsa-bangsa dan memperoleh pengakuan yang langgeng di dunia internasional. Konvensi PBB Save the Children, “Eglantyne Jebb,” http://www.savethechildren.ca/en/who-weare/international-alliance/377 (diakses pada 2 Maret 2010). 328 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak tentang Hak-hak Anak yang berlaku sekarang ini diambil dari pernyataan Eglantyne itu. KHA berisi hak-hak dasar yang dimiliki manusia yaitu bahwa anak-anak di mana saja—tanpa diskriminasi—berhak untuk tetap hidup, memperoleh kesempatan untuk berkembang sepenuh­nya, dan memperoleh perlindungan dari pengaruh-pengaruh yang berbahaya, pelecehan dan eksploitasi, dan berpartisipasi se­pe­ nuhnya dalam keluarga, kebudayaan dan kehidupan sosial. Dengan meratifikasi KHA, pemerintah negara-negara di­ anggap telah membuat komitmen untuk melindungi dan menjamin hak-hak anak. Mereka setuju untuk bertanggung jawab menjaga komitmen ini di hadapan komunitas internasional. Pada awal teks ini kami menyebutkan terbitan UNICEF lain­ nya yang terkenal, The State of the World’s Children (SOWC). Setiap tahun, mengemukakan beberapa masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Namun, tujuan utama terbitan ini adalah me­ monitor sejauh mana berbagai pemerintah membuat kemajuan dalam mengimplementasikan KHA dan dalam meningkatkan ke­ sejahteraan anak-anak secara keseluruhan. Dan kemajuan sedang dibuat. Sebagai contoh, kita telah melihat, selama bertahun-tahun, jumlah anak-anak yang mati setiap hati berkurang. Beberapa tahun yang lalu, SOWC melaporkan lebih dari 42.000 anak mati setiap hari. Sebagian besar angka yang diperoleh baru-baru ini mengindikasikan bahwa jumlahnya sekitar 24.000. Isi dan Tujuan KHA Konvensi adalah kesepakatan antara negara-negara untuk mema­ tuhi hukum yang sama. Ketika sebuah pemerintah me­ratifikasi sebuah konvensi, berarti pemerintah itu setuju mematuhi hukum yang ditulis dalam konvensi itu. KHA dianggap alat hukum yang paling kuat yang mengakui dan melindungi hak-hak anak. Di dalamnya seluruhnya terdapat 54 pasal. 329 Child, Church, and Mission Provisi mendasar yang ditulis dalam konvensi ini dibagi ke dalam tiga kategori yang berlainan. Tiga kategori itu adalah: Perlindungan (melindungi anak-anak dari bahaya) Penyediaan (menyediakan apa yang dibutuhkan anakanak untuk hidup dan berkembang). Partisipasi (melibatkan anak-anak di dunia mereka) Daftar yang panjang dari provisi yang ada dalam KHA ditulis dalam pedoman buku ini. KHA adalah dokumen yang konstruktif yang bisa menjadi alat yang berharga bagi orang-orang Kristen dan gereja-gereja ketika mereka merenungkan dan membuat strategi untuk memelihara anak-anak dan bagi pengembangan anak secara ho­ listik. Dokumen ini mengartikulasikan banyak ancaman yang di­hadapi anak-anak, menyediakan sebuah kerangka kerja yang berguna untuk menyadarkan gereja dan komunitas agar bertindak. Dokumen ini juga menjadi sebuah langkah maju yang menjanji­ kan dalam menantang pemerintah-pemerintah agar mengambil tindakan hukum, struktural dan mendukung yang diperlukan untuk menjamin kesejahteraan anak-anak. Melalui respons yang tepat kepada pemerintah ini, KHA menjadi alat untuk mendorong pemerintah-pemerintah agar me­ laksanakan tanggung jawab mereka dengan melakukan bagian mereka. Hal yang membesarkan hati adalah sikap pemerintahpemerintah yang menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan anak, seperti yang terbukti dari perbaikan secara umum yang dialami anak-anak dalam beberapa sektor dan beberapa bidang. Namun yang menyedihkan, di tempat-tempat anak mengalami pen­deritaan yang paling berat, pemerintah di sana cenderung mengabaikan kewajiban mereka meskipun mereka telah membuat komitmen dengan menandatangani dokumen ini. 330 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak Beberapa Keprihatinan Orang Kristen terhadap KHA Meskipun dewasa ini KHA merupakan dokumen yang paling sering digunakan dan diterima, tidak semua orang Kristen antusias ter­ hadap KHA. Alasan resmi mengapa dokumen ini tidak diratifikasi Amerika Serikat adalah provisi dalam pasal 41, yang berkata ketika standar nasional yang dipakai untuk melindungi anak lebih tinggi dibandingkan standar dalam konvensi ini, undang-undang yang berlaku adalah standar nasional itu. Amerika Serikat berpendapat bahwa perlindungan semacam itu benar-benar ada. Namun demi­ kian, alasan yang tidak resmi KHA tidak diratifikasi Amerika Serikat setidak-tidaknya adalah resistensi atau pertentangan orang-orang Kristen yang berpengaruh di sana (banyak legislator Amerika Serikat juga merasa hukum federal Amerika Serikat sekarang sudah cukup melindungi hak-hak anak). Beberapa pekerja Kristen enggan memakai KHA, karena keprihatinan mereka sendiri atau pengertian mereka terhadap beberapa keberatan yang dimiliki orang Kristen yang berpandangan sama. Beberapa keprihatinan orang Kristen terhadap KHA adalah: KHA bisa menghilangkan terlalu banyak hak orangtua. KHA menekankan hak-hak anak yang mungkin belum cukup ma­ tang untuk ditanganinya. KHA membuat disiplin yang penuh kasih seperti memukul pantat anak di rumah sebagai bentuk pelecehan terhadap anak. Pandangan KHA terhadap hak-hak anak secara budaya mungkin tidak tepat. Seluruh ide tentang hak-hak anak ini mungkin sangat sekuler dan tidak alkitabiah. 331 Child, Church, and Mission Beberapa keprihatinan ini, dan respons terhadap kepri­ha­ tinan ini, diperlihatkan di bawah. Secara umum, keberatan banyak orang Kristen terhadap KHA berkaitan dengan penekanan dalam Alkitab terhadap tang­ gung jawab dan kewajiban bukan pada hak. Kematangan dalam kekristenan menangguhkan setiap hak yang kita miliki demi kepentingan orang lain seperti yang ditunjukkan oleh Yesus dan Paulus. Seperti yang dikatakan Paul Stephenson, Hak tidak sekadar diklaim atau dilaksanakan, melainkan merupakan hasil tanggung jawab yang aktif kepada Allah bagi orang lain. Dalam suratnya kepada orang Kristen di Efesus, Paulus meringkas hal ini dalam ayat 21: “Tunduk­ lah satu sama lain karena menghormati Kristus.” Dengan melaksanakan maksud Allah bagi umat manusia, maka hakhak manusia, seperti terciptanya hubungan yang harmonis, saling mengasihi dan adil antarmanusia bisa tercapai. Setelah pemikiran seperti ini, banyak orang Kristen kuatir KHA menghilangkan terlalu banyak hak orangtua. Kelihatannya ada konflik antara KHA dan hak orangtua—pemberdayaan anakanak yang berlebihan dan hak-hak ini anti keluarga dan mengikis nilai-nilai yang positif dalam kekristenan. Beberapa orang Kristen, sebagai contoh, merasa Pasal 3 memindahkan hak orangtua yang diberikan Allah kepada negara: Pasal 3: Kepentingan terbaik anak—semua tindakan ter­ hadap anak harus memerhatikan kepentingan yang terbaik si anak. Negara akan menyediakan pengasuhan yang tepat kepada anak bila orangtua, atau orang lain yang bertanggung jawab gagal untuk melakukan hal itu. Lebih lanjut, beberapa orang merasa pasal 12, 13, dan 14 cenderung untuk melembagakan pemberontakan dengan memberikan berbagai hal yang mendasar pada anak-anak yang Paul Stephenson, “The Rights of the Child and the Christian Response” dalam Celebrating Children, Editor: Glenn Miles dan Josephine-Joy Wright (Carlisle, UK: Paternoster Press, 2003) , hlm. 57. 332 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak mendukung pandangan bahwa anak-anak memiliki otonomi dan bebas untuk tidak dibimbing orangtua mereka. Pasal 12: Pendapat anak—Anak berhak untuk bebas meng­ ekspresikan pendapatnya sendiri pendapat itu harus diperhitungkan dalam setiap hal atau prosedur yang berakibat pada anak. Pasal 13: Kebebasan berekspresi—Anak berhak meng­ ekspresikan pandangannya sendiri, memperoleh informasi dan mem­ buat ide-ide dan informasi itu dikenal, tanpa mempedulikan batasbatas yang ada. Pasal 14: Kebebasan berpikir, berhati nurani, dan ber­ agama—Negara akan menghargai kebebasan anak untuk berpikir, berhati nurani dan beragama, di bawah bimbingan orangtua. Ketika kita merespons, keprihatinan ini harus diper­ timbangkan dengan saksama. Provisi-provisi ini, dalam ke­nyata­ annya, telah digunakan untuk menantang otoritas orangtua— khususnya dalam konteks dunia Barat. Meskipun demikian kita harus memerhatikan bahwa di beberapa tempat KHA berhati-hati untuk menyatakan bahwa peranan Negara ada di bawah peran orangtua. Dalam bagian perkenalan KHA. UNICEF berpendapat, … Konvensi ini secara spesifik menunjuk pada keluarga se­ bagai kelompok dasar dari masyarakat dan lingkungan yang alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan para anggota­ nya, khususnya anak-anak. Negara wajib menghormati tang­ gung jawab orangtua yang utama yakni memelihara dan membimbing anak-anak mereka dan mendukung orangtua dalam kaitannya dengan hal ini, dengan menyediakan ban­ tuan materi dan program-program pendukung. Pasal 5 dalam KHA menekankan “Negara … akan menghormati tanggung jawab, hak dan tugas orangtua … yakni memberikan … arahan dan bimbingan yang tepat dengan melaksanakan hak-hak UNICEF, “Convention on the Fights of the Child: Promoting and protecting rights for the children,” http://www.unicef.org/crc/index_30168,html (diakses pada 2 Maret 2010). 333 Child, Church, and Mission anak yang diakui oleh konvensi ini.” Selanjutnya, pasal 18 berkata “Orangtua memiliki tanggung jawab yang utama yaitu membesarkan anak dan negara akan mendukung mereka dalam melaksanakan hal ini. Negara akan menyediakan bantuan yang tepat bagi orang­ tua dalam membesarkan anak mereka.” KHA tidak menciptakan halangan terhadap kebijaksanaan yang diambil orangtua dalam memilih cara mereka membesarkan anak mereka. Keprihatinan kedua yang biasanya muncul adalah KHA me­ nekankan hak-hak yang mungkin tidak bisa ditangani anak karena belum matang. Pasal-pasal yang memunculkan keprihatin­ an ini mencakup pasal-pasal ini: Pasal 14: Kebebasan berpikir, berhati nurani dan ber­ agama—Negara akan menghormati hak anak untuk bebas berpikir, berhati nurani dan beragama, di bawah bimbingan orangtua. Pasal 15: Kebebasan untuk berhubungan—Anak-anak berhak bertemu dengan orang lain, dan bergabung atau membentuk assosiasi. Pasal 16: Kebebasan memiliki privasi—Anak-anak ber­ hak memperoleh perlindungan dari campur tangan terhadap pri­ vasi, keluarga, rumah dan korespondensi dan perlindungan dari pencemaran nama baik atau fitnah. Pasal 17: Akses terhadap informasi yang benar—Negara akan menjamin anak-anak untuk bisa mengakses informasi … dari berbagai sumber dan negara akan mendorong (penyebaran) informasi … agar mendatangkan manfaat kepada anak-anak dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi dari bahan-bahan yang berbahaya. Sebagai respons. KHA berupaya menghargai anak-anak— tetapi tidak dengan mengorbankan hak-hak azasi manusia atau tanggung jawab orang lain. KHA mengkonfirmasikan bahwa anakanak berhak mengekspresikan pandangan mereka dan berhak agar pandangan mereka diperhatikan dengan serius dan diberi bobot yang sepantasnya, tetapi KHA tidak menyatakan bahwa pan­ dangan anak-anak adalah satu-satunya pandangan yang harus 334 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak dipertimbangkan. Konvensi itu secara eksplisit juga menyatakan bahwa anak-anak memiliki tanggung jawab untuk menghargai hakhak orang lain, khususnya hak-hak orangtua mereka. Konvensi itu menekankan perlunya menghargai “kapasitas untuk berkembang” yang dimiliki anak-anak namun tidak memberikan kepada anakanak hak untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri ketika mereka masih terlalu kecil. Ini didasarkan pada konsep yang masuk akal bahwa jalan yang harus ditempuh anak dari ketergantungan secara total menjadi orang yang dewasa adalah berangsur-angsur. Keprihatinan ketiga adalah KHA bisa jadi menganggap disiplin yang penuh kasih termasuk memukul pantat anak di dalam rumah merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap anak, sebagaimana yang ditunjukkan dalam pasal di bawah ini. Pasal 19: Perlindungan dari pelecehan dan pengabaian— Negara akan melindungi anak dari semua bentuk perlakukan yang keliru yang dilakukan orangtua atau orang lain yang bertanggung jawab memelihara si anak. The Committee on the Rights of the Child (Komite Hak-hak Anak), badan PBB yang memonitor pelaksanaan KHA ber­kata bahwa ini berarti hukuman jasmani atau memukul pantat anak di rumah dan juga di sekolah dilarang. Sebagai respons, dan ini adalah sebuah keprihatinan yang sah—khususnya bagi mereka (termasuk saya sendiri) yang per­ caya disiplin jasmani yang penuh kasih itu tepat dan perlu untuk mendidik seorang anak yang masih kecil. Sayangnya hanya sedikit yang diajarkan orang-orang dewasa mengenai disiplin yang tepat. Sesungguhnya, memukul pantat anak sering kali dilakukan disertai amarah dan memang, dalam kenyataannya, kadang melampaui batas dan berubah menjadi bentuk pelecehan jasmani. Saya percaya bahwa banyak orangtua yang prihatin terha­ dap keterbatasan dalam artikel ini mengenai cara mereka mendidik anak mereka benar-benar tahu bagaimana melakukan koreksi Ibid. 335 Child, Church, and Mission jasmani dengan tepat. Mereka melakukannya secara terkendali, jarang melakukan hal itu dan melakukannya dengan penuh kasih, yang memberikan afirmasi kepada anak dan mencegah munculnya kelakuan yang tak diinginkan, menciptakan batasan-batasan yang diperlukan seorang anak dan menaruh orangtua dalam sebuah peran yang tepat, yaitu membentuk kemauan sang anak tanpa menghancurkan semangatnya. Saya percaya gereja-gereja perlu memasukkan pelatihan dan disiplin anak dalam kelas-kelas pelatihan untuk orangtua, dan menyediakan konseling serta dukungan bagi para orangtua dalam melaksanakan tanggung jawab yang sulit dan sering kali membingungkan. Orangtua yang mengerti penggunaan pemukulan pantat anak secara tepat tidak boleh dihalangi (apalagi dituntut secara hukum) karena menggunakannya secara pribadi, dan kem­ bali, dengan penuh kasih. Meskipun demikian, bila secara umum pelatihan semacam ini belum ada, yang terbaik adalah mendorong para orangtua yang belum memiliki pengertian semacam ini agar jangan memukul pantat anak. Lebih lanjut, dalam masyarakat dewasa ini, tentu saja saya tidak menganjurkan dilakukannya di­ Pada pandangan seorang anak terhadap dunia, apakah hak adalah sesuatu yang sangat penting? Penelitian awal mengindikasikan bahwa bagi anakanak, hubungan dan bermain itu lebih penting. Akan tragis sekaligus ironis jika gerakan untuk mendukung hak anak-anak justru menekan mereka lebih jauh menjadi cetakan dan lembaga orang dewasa… Di manakah penekanan Seimbang terhadap kualitas kehidupan mereka di sini dan sekarang? Ketika sedang bermain, berada dalam ruangan, melamun atau ketika memiliki sifat yang khas sebelum menemukan jati diri? Waktunya … sudah terlambat untuk menyingkirkan kebijakan dan pelayanan kita terhadap anak-anak dari departemen pemerintah yang berlainan dan mendorong hadirat cara berpikir yang baru tentang masa anak-anak. Oleh Keith White, “Small Matters,” Third Way Journal, Februari 2002, hlm. 5. 336 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak siplin jasmani terhadap anak-anak oleh siapa pun kecuali oleh orangtua si anak yang penuh kasih dan memiliki wawasan yang luas (sebagai contoh, guru-guru di sekolah atau pengaruh anak lainnya). Keprihatinan lainnya adalah seluruh diskusi tentang “hak-hak” tidak jadi tepat secara budaya (khususnya dalam kebudayaan di Asia). Garis lainnya yang memisahkan orang Kristen dan hakhak sekuler adalah sikap yang berpusat kepada Allah merupakan landasan konsep kekristenan. Teori hak di dunia sekuler pada za­ man modern akarnya adalah pendekatan yang individualis (bah­ kan sering kali egois). Bagi orang Kristen, hak-hak yang berpusat kepada Allah mendikte agar fokus mereka tidak pada mengklaim untuk diri sendiri, tetapi pada kerinduan untuk melayani orang lain sesuai ajaran firman. Sesungguhnya, Alkitab selalu menyuruh kita untuk memikirkan hak-hak sesama kita dan mereka yang tidak kita kenal. Tidak seperti di Barat, yang menekankan individu, inti nilai-nilai di Asia berorientasi pada komunitas. Oleh karena itu, penekanannya adalah pada menghormati orang yang lebih tua, peduli kepada keluarga besar dan kesalehan anak laki-laki dan perempuan. Dalam keadaan normal, praktik budaya semacam ini biasanya melindungi kesejahteraan anak. Oleh karena itu, masalah yang berkaitan dengan “hak” tidak muncul. Sebagai respons, siapa pun yang berusaha mengim­ple­ mentasikan KHA harus menghormati kebudayaan yang ada dalam tiap struktur keluarga. Isi KHA harus dikontekstualisasikan de­ngan tiap situasi, sementara saat yang sama menjaga isinya. Sikap yang berkata “ini hanya kebudayaan kami” menjadi dalih untuk terus melakukan praktik-praktik budaya yang berbahaya. Lebih lanjut, ketika struktur-struktur tradisional hancur dan anak kehilangan perlindungan, KHA berada ada di atas kebudayaan (baik itu ada­ lah kebudayaan Asia atau Barat) supaya bisa berbicara untuk Edna Valdez, editor, Protecting Children: A Biblical Perspective on Child Rights (Monrovia, CA: World Vision, 2002), 14. Lihat pula Amsal 31: 8,9; Lukas 20: 46,47. 337 Child, Church, and Mission kepentingan anak guna memulihkan “hak-hak” asasinya sebagai manusia. Keprihatinan lainnya adalah pertentangan praktis yang muncul antara hak menurut Alkitab dan hak menurut dunia sekuler. Dari sudut-pandang sekuler, hak itu pusatnya adalah diri sendiri. Bagi orang Kristen, hak itu merupakan pemberian Tuhan dan tidak bisa diberikan atau diciptakan oleh manusia atau hukum. Sebagai respons, ada perbedaan mendasar antara bahasa yang dipakai dunia sekuler tentang hak dengan hak yang berdasarkan Alkitab, hak yang diberikan oleh Allah. Hak me­nurut dunia sekuler didasarkan pada hubungan yang dianggap berdasarkan “kontrak” antara seseorang dengan masyarakat yang lebih luas. Hak me­ nurut Alkitab merupakan pemberian Allah dan berkaitan dengan kerinduan-Nya untuk terjadinya transformasi dalam masyarakat dan terciptanya masyarakat yang adil. Jadi ketika hak-hak menurut hukum yang dibuat manusia sesuai dengan hak-hak yang diberikan oleh Allah, hak-hak itu harus didukung. Hal yang tidak sesuai jangan didukung. Jadi, apakah yang harus kami katakan? Seperti yang telah ditulis di atas, perasaan saya sendiri berkata KHA adalah alat yang berguna dan bermanfaat bagi kelompok-kelompok Kristen. Bila dilihat dari sisi yang paling positif, isi KHA tentunya bisa didukung oleh semua orang Kristen. Lebih lanjut, ruang lingkup pasal-pasal KHA sangat berguna, mendemonstrasikan banyak sekali aspek dalam kehidupan, pengalaman dan lingkungan seorang anak di mana pengasuh anak yang penuh kasih perlu memberikan per­­ hatian dan menyediakanapa yang dibutuhkan anak-anak. Se­lan­ jutnya, saya percaya bahwa, kembali, bila dilihat dari sisi yang terbaik, semua pasal dalam KHA memiliki dukungan dari ayat-ayat dalam Alkitab. Sesungguhnya, beberapa kelompok Kristen telah menyampaikan pandangan mereka tentang versi Kristen dari Hak Lihat Mazmur 11:7; 33:5; 106:3; Amsal 29:7; Yesaya 1:17; 5:7; Hosea 12:6; Amos 5:15–24; Mikha 3:1; Zakharia 7: 9,10. 338 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak hak Anak, beberapa di antaranya berisi dukungan yang luas dari ayat-ayat dalam Alkitab terhadap tiap hak. Akhirnya, mungkin benar bahwa KHA ditampilkan dalam sebagian besar program yang dibuat dunia sekuler untuk me­ melihara anak-anak. Oleh karena ini telah sering dilakukan, dan karena kita berkomitmen untuk mendorong dilakukannya pe­ meliharaan yang lebih baik terhadap anak-anak di mana saja dan setiap saat, para praktisi Kristen yang sedang berusaha menge­ta­hui dengan jelas pemeliharaan dan perlindungan anak-anak di arena global harus paham benar isi KHA. The Millennium Development Goals (MDG) Sekarang kita mengalihkan perhatian kita sebentar ke sebuah inisiatif sekuler yang bersifat global yang bertujuan melindungi dan menyediakan apa yang dibutuhkan anak-anak: Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals). Pemerintah di seluruh dunia telah menetap­kan target untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan per­­kembangan, di antara banyak hal lain yang menimbulkan ke­pri­hatinan. Target-target semacam ini, walaupun tidak selalu ter­capai, dilandasi oleh maksud yang baik dan memiliki pengaruh yang besar terhadap pemerintah-pemerintah yang berpartsipasi dalam komunitas bangsa-bangsa. The Millenium Development Goals diformulasikan dalam KTT Millenium yang diselenggarakan pada September 2000, ber­ dasarkan kesepakatan yang dicapai dalam konferensi-konferensi tingkat dunia yang diorganisasi oleh PBB dalam dekade sebelum­ nya. Sasarannya telah diterima oleh banyak orang sebagai kerangka kerja untuk mengukur kemajuan perkembangan nasional secara keseluruhan. Sasaran yang telah ditetapkan berfokus pada upaya-upaya yang dilakukan komunitas dunia untuk mencapai perbaikan Sebagai contoh, lihatlah versi bahasa Spanyol, “Liturgia y Derechos Humanos del Movimiento Ecumenico por los Derechos Humanos,” dibuat oleh Dewan Gereja Amerika Latin pada 1984. 339 Child, Church, and Mission yang signifikan dan terukur dalam kehidupan manusia. Mereka membuat kayu meteran untuk mengukur hasil yang dicapai, bukan hanya bagi negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga bagi negara-negara yang kaya. Kayu-kayu meteran ini menyediakan standar evaluasi yang membantu mendanai program-program pengembangan dan memberikan informasi kepada lembaga-lem­ baga multilateral yang menolong negara-negara untuk meng­im­ plementasikan program itu. Berikut ini adalah sasaran dan target, standar atau indikator yang dipakai: Sasaran 1 – Melenyapkan kemiskinan dan kelaparan yang parah. Target 1: Sebagian, antara 1990 sampai 2015, proporsinya adalah orang-orang dengan penghasilan kurang dari $ 1 per hari. Target 2: Sebagian, antara 1990 sampai 2015, proporsi adalah orang-orang yang menderita kelaparan. Sasaran 2 – Mencapai pendidikan primer yang universal Target 3: Memastikan bahwa, pada 2015, anak-anak di mana saja, laki-laki dan perempuan akan mampu menyelesaikan studi mereka di sekolah dasar. Sasaran 3 – Mempromosikan keseteraan gender dan memberdayakan wanita Target 4: Menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan primer dan sekunder kemungkinan besar pada 2005 dan di semua tingkat pendidikan paling lambat pada 2015. Sasaran 4 – mengurangi mortalitas anak Perserikatan Bangsa-bangsa, “Millenium Development Goals,” http://www. developmentgoals.org/About_the_goals_htm (diakses pada tanggal 2 Maret 2010). 340 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak Target 5: Mengurangi hingga dua pertiga, antara 1990 sampai 2015, angka mortalitas di bawah usia 5 tahun. Sasaran 5 – Meningkatkan kesehatan ibu Target 6: Mengurangi hingga tiga perempat, antara 1990 sampai 2015, angka mortalitas ibu. Sasaran 6 – Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. Target 7: Telah berhenti pada 2015 dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS. Target 8: Telah berhenti pada 2015 dan mulai membalikkan berjangkitnya malaria dan penyakit berbahaya lainnya. Sasaran 7 – Memastikan pemeliharaan lingkungan Target 9: Mengintegrasikan prinsip-prinsip yang mendukung terjadinya perkembangan yang terus-menerus ke dalam kebijakan dan program yang dibuat negara dan membalikkan hilangnya sumber daya alam. Target 10: Sebagian, pada 2015, proporsinya adalah orangorang tanpa akses memperoleh air minum yang aman dan sanitasi dasar. Target 11: Telah dicapai, pada 2020, suatu perbaikan yang signifikan dalam kehidupan setidak-tidaknya 100 juta orang yang tinggal di tempat yang kumuh. Sasaran 8 – Mengembangkan kemitraan global untuk menciptakan perkembangan Target 12: Mengembangkan lebih lanjut suatu sistem per­ dagangan dan finansial yang terbuka, didasarkan pada peraturan, bisa diprediksi dan tidak diskriminatif (menca­ kup komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik, perkembangan, dan pengurangan kemiskinan—baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat internasional). 341 Child, Church, and Mission Sasaran ini bergema bersama banyak masalah berupa ketidakadilan dan belas kasihan yang secara garis besar diungkap­ kan dalam Alkitab. Beberapa masalah yang muncul menimbulkan kontroversi, tetapi tidak berarti kita harus menghindarinya. Se­ baliknya, kita harus terus memainkan peran kita seperti yang disebutkan dalam Alkitab sebagai terang dan garam di hadapan dunia yang memerhatikan kita dan Allah yang menciptakan dunia. A World Fit for Children (WFFC)—Sebuah Dunia yang Ramah Anak Dokumen sekuler terakhir yang diterima secara luas yang men­ dorong dilakukannya perlindungan terhadap ketentuan bagi anakanak yang perlu kita pertimbangkan adalah sebuah dokumen berjudul A World Fit for Children. Dalam KTT Khusus tentang Anak-anak yang diselenggarakan PBB pada 2002, deklarasi ini ditandatangani dan diadopsi oleh 180 negara. Dokumen ini menegaskan kembali kewajiban para pe­ mimpin untuk mempromosikan dan melindungi hak tiap anak dan mengakui standar hukum yang ditetapkan oleh KHA. Seluruh masyarakat dipanggil untuk bergabung dengan sebuah gerakan global untuk membangun sebuah dunia yang cocok bagi anak-anak, berdasarkan sepuluh poin yang disampaikan dalam reli-reli yang juga membentuk inti kampanye “Say Yes for Children” (Katakan Ya Demi Anak-anak). Rencana tindakan menetapkan tiga hasil yang diperlu­ kan: awal kehidupan yang terbaik bagi anak-anak, akses kepada pendidikan dasar yang berkualitas, mencakup pendidikan primer yang gratis dan diwajibkan, dan kesempatan luas bagi anak-anak dan remaja untuk mengembangkan kapasitas mereka masingmasing. Perserikatan Bangsa-Bangsa, “A World Fit for Children,” http://www.unicef.org/ specialsession/Wffc/ (diakses pada tanggal 2 Maret 2010). 342 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak 1. Mendahulukan anak-anak. Dalam semua tindakan yang berdampak pada anak-anak, yang pertama-tama kami pikirkan adalah yang paling menyangkut ke­pen­ tingan anak- anak. 2. Akhirilah kemiskinan: Investasikanlah dalam ke­ hidupan anak-anak. Sekali lagi kami berjanji untuk berusaha agar kemiskinan berkurang dalam jumlah yang besar dalam satu generasi. Kami semua setuju bahwa untuk melenyapkan kemiskinan, kami harus melakukan investasi dalam kehidupan anak-anak dan menyadari hak-hak mereka. Tindakan harus segera di­ ambil untuk menghentikan bentuk yang terburuk dari mempekerjakan anak-anak. 3. Jangan tinggalkan anak-anak. Setiap anak perempuan dan anak laki-laki memiliki kebebasan sejak lahir dan dalam segala hal mereka sederajat. Semua bentuk dis­kriminasi yang berakibat pada anak-anak harus di­ akhiri. 4. Perhatikanlah setiap anak. Anak-anak harus meng­ awali kehidupannya sebaik mungkin. Kelangsungan hidup, proteksi pertumbuhan dan perkembangan anakanak yang sehat dan terpelihara dengan baik merupakan awal yang paling penting bagi perkembangan manusia. Kami akan melakukan upaya-upaya yang riil untuk memerangi penyakit dan penyebab utama ke­laparan. Kami akan memelihara anak-anak dalam suatu ling­ kungan yang aman sehingga mereka bisa belajar dan sehat secara jasmani, mental, emosi, dan sosial. 5. Didiklah setiap anak. Semua anak laki-laki dan anak perempuan harus memperoleh dan menyelesaikan pendidikan primer yang gratis, sesuatu yang harus di­dapatkan semua anak dan pendidikan itu haruslah pen­didikan yang berkualitas. Anak laki-laki dan anak perempuan memiliki akses yang sederajat untuk mem­ peroleh pendidikan dasar dan sekunder. 343 Child, Church, and Mission 6. Lindungilah anak-anak dari bahaya dan eksplotasi. Anak-anak harus dilindungi dari setiap kekerasan, pe­ lecehan, eksploitasi, dan diskriminasi, dan juga semua bentuk terorisme dan penyanderaan. 7. Lindungilah anak-anak dari peperangan. Anak-anak harus dilindungi dari kengerian peperangan. Dengan memakai hukum internasional, anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang diduduki negara lain juga harus dilindungi. 8. Perangilah HIV/AIDS. Anak-anak dan keluarga mereka harus dilindungi dari dampak yang mengerikan dari HIV/AIDS. 9. Dengarkanlah anak-anak dan pastikanlah partisi­ pasi mereka. Kami percaya bahwa anak-anak dan re­ maja bisa membantu membangun sebuah masa depan yang baik bagi setiap orang. Kami harus menghargai hak mereka untuk mengekspresikan diri mereka sendiri dan untuk berpartisipasi dalam segala hal yang berakibat pada mereka, sesuai usia dan kematangan mereka. 10. Lindungilah bumi demi anak-anak. Kami harus me­ lindungi lingkungan alam kami dengan berbagai ma­ cam kehidupan, keindahan dan sumber daya alam di dalamnya, semuanya untuk membuat kehidupan ma­ nusia menjadi lebih baik sekarang dan dimasa men­ datang. Kami akan melakukan semua yang bisa kami lakukan untuk melindungi anak-anak dari akibat ben­ cana alam dan masalah-masalah lingkungan. Seperti yang telah ditulis di atas, saya percaya masing-masing isi dokumen ini secara umum berguna bagi para pengasuh Kristen. Meskipun orang-orang Kristen akan menguji ketentuan-ketentuan dalam dokumen ini dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alkitab—dan sebaiknya kita melakukan hal itu—saya percaya kita semua bisa memperoleh manfaat ketika mempertimbangkan maksud dokumen ini yang mulia. 344 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak Komitmen-komitmen yang dibuat atau disiratkan secara umum tidak bertentangan dengan komitmen Kristen terhadap anakanak. Ruang lingkup komitmen ini membantu kita memahami dalam dan luasnya masalah-masalah yang muncul dalam pengembang­an anak secara holistik dan juga strategi-strategi yang bisa dibuat untuk melakukan intervensi. Dan melihat betapa luasnya penyebaran dokumen Convention on the Rights of the Child, The Millennium Development Goals, dan A World Fit for Children, tidaklah mungkin bagi para praktisi Kristen untuk terlibat sepenuhnya dalam pem­ bicaraan dalam arena global tentang pemeliharan anak-anak tanpa mengetahui isi dokumen ini. Bacaan The Convention on the Rights of the Child. Ringkas­an tidak resmi: http://www.crin.org/docs/Resources/ uncrc.htm. “The ‘Rights’ of the Child and the Christian Response” oleh Paul Stephenson, Celebrating Children, hlm. 52–61. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Ketika Anda membaca ringkasan pasal-pasal dalam KHA, apakah Anda semakin setuju atau kurang setuju de­ ngan isi pasal-pasal itu, bila dibandingkan dengan yang ada dalam pikiran Anda sebelum Anda membacanya? Jelaskan. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 345 Child, Church, and Mission 2. Tinjaulah kembali keprihatinan-keprihatinan yang mun­ cul terhadap isi KHA yang ditulis dalam teks. Mana yang membuat Anda prihatin? Apakah anda setuju dengan respons terhadap keprihatinan yang muncuk terhadap KHA? Mengapa setuju dan mengapa tidak setuju? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Apakah respons Anda terhadap hak anak-anak dari sudut pandang Anda sebagai orang Asia (orang Afrika, dsb.)? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 4. Yesus memberikan kita hak untuk disebut anak Allah. Diskusikanlah bagaimanakah janji dalam Alkitab ini berkaitan dengan hak-hak/janji-janji yang dirinci dalam KHA. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 346 Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak 5. Tinjaulah kembali semua pasal dalam KHA dari ringkasan dalam lampiran buku ini. Mana yang berkaitan dengan: a. Perlindungan anak. ............................................................................................................. ............................................................................................................. ............................................................................................................. b. Menyediakan apa yang dibutuhkan anak. ............................................................................................................. ............................................................................................................. ............................................................................................................. c. Partisipasi anak. ............................................................................................................. ............................................................................................................. ............................................................................................................. 347 14 Berjejaring Demi Anak-anak Walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Roma 12:5 Child, Church, and Mission S ejalan dengan advokasi, ada pekerjaan yang penting, yaitu ber­ jejaring. Kami telah menunjukkan pentingnya Gereja di selu­ruh dunia merespons kebutuhan anak-anak. Dan Gereja benar-benar telah merespons secara masif dan penuh belas kasihan selama bertahun-tahun dan di semua benua. Pada saat yang sama, meskipun banyak sekali program dan proyek yang dikelola gereja dan didasarkan pada gereja yang ber­tujuan memenuhi kebutuhan anak-anak, banyak sekali dari program dan proyek itu yang beroperasi sendiri. Banyak yang ke­ kurangan informasi dan kurang tahu bagaimana menjalankan­nya dengan baik. Siapa yang melakukan apa dan di mana? Siapa yang bisa menolong saya? Siapa yang sebelumnya pernah melakukan hal ini? Bagaimana saya melakukan hal ini? Sebagian besar kekurangan dorongan, dukungan, dan persekutuan. Meskipun demikian, hal-hal yang berkaitan dengan mana­ jemen, memelihara staf, berhubungan dengan donatur, pemerin­tah, otoritas dan orang lain dalam komunitas itu penting sekali untuk menyusun program yang efektif untuk kepentingan anak-anak. Berjejaring yang efektif dan ekstensif merupakan bagian respons terhadap hal-hal ini dan tantangan-tantangan lainnya. Berjejaring demi anak-anak menutup celah dengan belajar dari “pengalaman orang lain”, seperti yang dikatakan Patrick McDonald: Meskipun telah dilakukan upaya-upaya yang signifikan untuk menolong “anak-anak yang berisiko” pada tingkat akar rum­put, gerakan Injili telah memberikan masukan yang agak marginal kepada penelitian dan evaluasi. Secara akademis dan teknis, kita kalah pengalaman dengan orang lain dalam pemikiran kita tentang bagaimana melakukan praktik yang baik untuk memelihara anak … Banyak organisasi yang bergerak dengan serius di bidang pengembangan dan pemeliharaan anak memandang gerakan Injili sebagai gerakan yang energetik Patrick McDonald, Reaching Children in Need (Eastbourne: Kingsway Publications, 2001), hlm. 108–9. 350 Berjejaring Demi Anak-Anak dan penuh belas kasihan namun tidak menganggapnya se­ bagai entitas yang serius. Ini banyak kaitannya dengan ku­ rangnya pengetahuan akan kodrat yang sesungguhnya dan ruang lingkup upaya-upaya yang kita lakukan. Namun, saya percaya bahwa ini juga akibat kegagalan kita melakukan penelitian yang serius terhadap praktik, kebijakan dan per­ forma kita. Seorang rekan menggambarkan upaya yang kita lakukan untuk menolong anak-anak seperti me­nimbulkan panas, tetapi hanya memancarkan sinar yang sedikit. Saya ingin memberi tahu orang-orang bahwa berjejaring me­ngembangkan proprioception (persepsi tanpa sadar yang mun­ cul terhadap sebuah gerakan dan orientasi terhadap ruang dan tempat yang muncul karena dorongan dalam tubuh) kita. Apakah proprioception itu? Sebagian besar orang, tanpa melihat kaki mereka, tahu kedua kaki mereka sedang menyilang. Sebabnya ada­ lah orang yang normal memiliki indra keenam yang disebut pro­ prioception, yang memampukan orang untuk merasakan anggota tubuh lainnya. Orang-orang yang lumpuh sering kali tidak memiliki indra tambahan ini. Luka baring dan luka-luka lainnya yang kadang mereka derita sering kali diakibatkan karena ketidakmampuan mereka untuk merasakan tubuh mereka dan mencegah timbulnya luka itu. Dalam pengertian tertentu, orang-orang Kristen yang ber­ jejaring untuk memelihara anak-anak membantu kita mengem­ bangkan proprioception kita. Artinya, berjejaring membantu kita merasakan anggota tubuh lainnya. Ketika satu anggota tubuh men­derita, anggota tubuh lainnya bisa merespons. Ketika satu anggota tubuh ada dalam kebutuhan, anggota tubuh lainnya bisa menyediakan apa yang dibutuhkan (1 Kor. 12:12–31). Manfaat Berjejaring Isolasi merupakan sebuah masalah yang mengganggu dan me­ matahkan semangat banyak pelayanan yang melayani anak-anak. Dalam setiap kasus pekerjaan menjadi sulit untuk dilakukan. 351 Child, Church, and Mission Mencoba melakukannya sendirian masih lebih sulit. Banyak pe­ layanan tidak mengetahui pertolongan atau dukungan apakah yang tersedia di komunitas atau kota mereka. Terhubung secara efektif merupakan manfaat yang utama dari berjejaring. Ketika orang-orang Kristen tidak saling berhubungan, setiap situasi baru yang muncul, tidak peduli betapa lazimnya situasi itu, harus ditangani seolah-olah situasi itu muncul untuk yang pertama kalinya. Menyusun rencana yang baru untuk mengajar, mendekati pemerintah setempat untuk meminta sumber daya, mengupayakan dukungan doa, melacak sumbersumber makanan, pendanaan dan perlengkapan, berurusan dengan masalah-masalah hukum, menerapkan disiplin dan memikirkan bagaimana menangani kemarahan emosi ber­ sama staf dan anak-anak ketika masalah baru muncul dalam upaya untuk menemukan solusi. Tanpa bantuan pengalaman dan hikmat orang lain yang telah terakumulasi, muncullah kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari. Memaksimalkan penggunaan sumber daya merupakan manfaat yang berkaitan dengan berjejaring. Di beberapa tempat terdapat pelayanan anak-anak yang saling tumpang tindih, se­ mentara banyak tempat lainnya tidak memiliki pelayanan yang melayani anak-anak. Merupakan sesuatu yang lazim menemukan pelayanan-pelayanan yang sama bekerja atau mempertimbangkan untuk bekerja di distrik yang sama dalam sebuah kota atau dalam sebuah komunitas yang sama. Pada saat yang sama, ada begitu banyak daerah yang tidak memiliki pelayanan-pelayanan yang bisa memberikan bantuan. Berjejaring penting sekali untuk memastikan bahwa celah yang ada tertutup dan tumpang tindih diminimalkan. Penting bagi kita untuk memaksimalkan penggunaan sumber-daya yang kita miliki dan meminimalkan duplikasi upaya. Berjejaring mendorong pengembangan standar yang pro­ fessional. Seperti apakah pelayanan Kristen yang baik terhadap anak-anak? Apakah yang tercakup didalamnya? Bagaimana itu McDonald, hlm. 81. 352 Berjejaring Demi Anak-Anak bisa dicapai? Berjejaring bisa mempertemukan orang-orang dan organisasi-organisasi untuk menetapkan dan menyepakati stan­ dar pelayanan yang profesional. Setelah standar itu ditetapkan, pelayanan-pelayanan yang berjejaring bisa saling meminta per­ tanggungjawaban dan bersama-sama mengejar tingkat ekselensi yang lebih tinggi. Berjejaring bisanya membuat pelatihan yang berkualitas lebih bisa diakses. Ada banyak sekali kebutuhan akan pelatih­ an dan pembangunan kapasitas di antara pekerja-pekerja yang ber­­gerak di bidang pemeliharaan anak. Banyak pekerja yang ber­ gerak di bidang pemeliharaan anak sangat merindukan keahlian dan nasihat. Masalahnya adalah menyediakan kedua hal itu. Ke­ tika gereja dan organisasi berjejaring, mereka bisa mulai meng­ identifikasi kebutuhan-kebutuhan yang sama di bidang pelatih­an. Berjejaring kemudian bisa mempertemukan para ahli, bahanbahan dan sumber daya lainnya dengan orang-orang yang perlu diperlengkapi. Berjejaring menunjukkan penghargaan. Dengan berje­ja­ ring kesatuan dalam tubuh Kristus didemonstrasikan. Berjejaring sering kali mengurangi semangat berkompetisi dan mendorong semangat untuk berbagi, Lebih lanjut, berjejaring mendorong akun­tabilitas terhadap mereka yang memikiki visi yang sama dan memahami keterbatasan yang ada. Berjejaring melindungi sikap. Dengan berjejaring organisasiorganisasi yang lebih besar bisa terdorong untuk bersikap rendah hati ketika mereka sadar bahwa mereka tidak memiliki semua jawaban namun bisa belajar dari orang lain. Dan berjejaring membantu organisasi-organisasi yang lebih kecil untuk merasa bahwa mereka sedang memberikan kontribusi yang melampaui sumber daya mereka yang terbatas. Lihat Yohanes 17: 20–23. Lihat 1 Korintus 1: 12-13; Kolose 4:16 Lihat Lukas 19:12–27 Lihat 1 Korintus 4: 6,7,18. Lihat 1 Korintus 12:21–25 353 Child, Church, and Mission Berjejaring mendemonstrasikan persekutuan. Dalam ber­ jejaring sering kali dianjurkan pengelolaan dan efisiensi yang lebih besar dengan bersatu untuk berbagi fasilitas, mengurangi duplikasi dan membatasi penyia-nyiaan. Berjejaring membantu mendu­kung dan menguatkan mereka yang sedang menghadapi pergumulan dalam melaksanakan tugas. Berjejaring juga memberikan ke­ sempatan kepada kita untuk bersukacita melihat keberhasilan, siapa pun yang mencapai keberhasilan itu.10 Berjejaring meningkatkan efektivitas. Dengan berjejaring kita mengakui bahwa kita hidup dalam dunia yang rumit dan hanya dengan bekerja sama dan membagikan hikmat dan sumber daya yang Allah berikan kepada kita, kita akan bisa menyelesaikan tugas.11 Berjejaring juga memberikan kesempatan kepada kita untuk me­ mantapkan ide-ide kita secara bersama-sama, menceritakan ber­ bagai macam pendekatan yang kita pakai, mengevaluasi strategistrategi yang berbeda, belajar dari kesalahan dan keberhasilan orang lain serta menetapkan penanda untuk aktivitas pada masa mendatang.12 Akhirnya, dengan berjejaring, kita hampir selalu akan lebih bisa menunjukkan kepedulian kita pada orang-orang yang terlibat dalam pelayanan. Patrick McDonald menunjukkan bah­ wa pelayanan-pelayanan Kristen belum dikenal sebagai organisasi yang menunjukkan kepedulian kepada orang-orang yang terlibat dalam pelayanan.13 Sebuah masalah yang sangat serius, namun seringkali ti­ dak diketahui yang dihadapi orang-orang yang berada di garis depan pelayanan terhadap anak-anak yang beresiko adalah kurangnya dukungan yang praktis, dukungan emosi dan rohani. Ketidakmampuan untuk menemukan waktu untuk bersekutu dengan orang Kristen lainnya atau untuk Lihat Titus 3:14 Lihat Yesaya 34:1–4 10 Lihat Filipi 1:12–14. 11 Lihat Pengkhotbah 4:9–12. 12 Lihat Amsal 13:10. 13 McDonald, hlm. 88. 354 Berjejaring Demi Anak-Anak mengalami pembaharuan pribadi dan kurangnya dukungan doa menimbulkan keputusasaan dan kejenuhan yang lebih awal. Beberapa orang tetap melanjutkan pelayanan mereka namun mulai kehilangan visi yang pernah mereka miliki untuk menolong anak-anak ini dan akhirnya menginvestasikan se­mua sumberdaya mereka untuk sekadar bertahan ketika menghadapi krisis berikutnya. Begitu banyak yang ditawarkan dalam berjejaring baik bagi konteks dan implementasi dalam pelayanan kepada anak. Viva Network14 adalah bukti hidup. Viva Viva! Gerakan Kristen secara global yang terlibat dalam pemeliharaan anak yang berisiko memiliki sekutu yang sangat kuat yaitu Viva. Viva Network adalah gerakan global dari orang-orang Kristen yang peduli kepada anak-anak yang berisiko. Jaringan ini berupaya meningkatkan dan memperluas upaya-upaya yang sudah ada dengan menghubungkan dan memobilisasi semua orang Kristen dalam menghadapi tantangan yang ada yaitu menolong anak-anak yang menderita. Ini dilakukan melalui berbagai macam inisiatifinisiatif yang berjejaring, yang memberikan kesempatan bagi orang-orang Kristen yang melayani anak-anak berisiko untuk bertemu dengan orang lain yang terlibat dalam pelayanan yang sama. Mereka saling menguatkan dan memberikan tantangan, berbagi ide, informasi dan sumber daya, berusaha bersama, dan meluncurkan inisiatif-inisiatif yang baru untuk kepentingan anakanak yang berisiko. Inisiatif-inisiatif yang berjejaring ini dilakukan di tingkat lokal, regional, dan internasional.15 Tidak ada diskusi tentang membentuk jaringan pekerja Kristen yang bergerak di bidang pemeliharaan anak yang bisa dilakukan tanpa memperhatikan kontribusi yang diberikan oleh Patrick McDonald dan Viva Network. Sebagian besar poin yang muncul berasal dari buku Patrick berjudul Reaching Children in Need, dan/ atau bahan-bahan lain dari Patrick dan Viva Network. 15 Viva, “Tentang Viva,” http://www.viva.org/aboutviva.aspx (diakses pada 2 Maret 2010). 14 355 Child, Church, and Mission Pelayanan yang luar biasa ini telah mendirikan lebih dari 40 jaringan nasional di seluruh dunia. Viva ini telah menjadi pendorong terbentuknya banyak subjaringan dan segala macam inisiatif yang berkaitan dengan anak. Mereka telah membantu me­luncurkan pelatihan-pelatihan, bahan-bahan perkembangan, forum, konferensi, penelitian dan arah pelayanan yang benar-benar baru, seperti Child Theology Movement dan Understanding God’s Heart for Children. Tujuan Viva adalah meningkatkan kualitas kepedulian ter­ hadap anak-anak, meningkatkan tindakan untuk kepentingan anakanak dan memengaruhi para pengambil keputusan agar menjadi suara yang lebih efektif bagi anak-anak. Mereka melakukan hal ini melalui berbagai macam cara: Dengan membangun jaringan di semua tingkatan. Dengan menghubungkan orang-orang dan kelompokkelompok yang ingin menolong anak-anak dan meng­ hubungkan mereka yang memiliki kebutuhan dan minat yang sama, melalui kontak secara pribadi, konferensikonferensi dan forum-forum. Mengembangkan atau memfasilitasi pengembangan ke­sempatan untuk menyelenggarakan pelatihan dan memperlengkapi di semua tingkatan. Menyediakan sumber daya seperti Jurnal Reaching Children at Risk. Mengembangkan pusat-pusat data pelayanan dan jenisjenis pemetaan lainnya dalam semua aspek pelayan­an terhadap anak-anak dan mengidentifikasi serta meng­ ikuti tren-tren utama yang berkaitan dengan upaya global untuk memelihara anak-anak. Memobilisasi upaya-upaya yang baru untuk menjangkau anak-anak yang berisiko di seluruh dunia. Menjadi pembela anak-anak di tingkat nasional dan lokal. 356 Berjejaring Demi Anak-Anak Viva Network Gerakan Kristen Peduli Anak-anak Berisiko Viva ada untuk mengubah hidup anak-anak dengan memampukan orang-orang untuk bekerja sama. Masalah yang dihadapi anak-anak yang berisiko itu banyak sekali, jadi solusi yang kita tawarkan juga harus sama besar. Kita perlu merevolusi semua kota dan wilayah supaya hidup anakanak mengalami transformasi yang berarti. Hanya bila kita bekerja sama baru kita bisa melihat cita-cita ini menjadi kenyataan. Tujuan Kami ingin orang-orang Kristen yang menolong anak-anak yang rentan bekerja dalam bentuk kemitraan, dengan demikian dampaknya akan lebih luas, dan kami ingin mereka berusaha keras bekerja dengan hebat, dengan demikian mendatangkan dampak yang lebih dalam dan langgeng. Ini akan membawa pada solusi yang nyata terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh anak-anak yang rentan, ketika secara bersama-sama kami tidak hanya bereaksi terhadap kebutuhan yang ada melainkan secara proaktif menangani akar masalah. Strategi yang Menyeluruh Menemukan – siapa, apa dan di mana. Respons orang Kristen banyak tetapi Terfragmentasi. Dalam setiap lokasi, kami harus mengidentifikasi kebutuhan anak, menemukan respons yang ada, membongkar celah yang muncul, dan menentukan titik-titik di mana kami bisa berkolaborasi. Menjalin hubungan – mempertemukan orang-orang. Melalui pembentukan jaringan-jaringan lokal, kami menghubungkan ba­ nyak proyek, gereja, dan organisasi yang berbeda dalam sebuah wilayah geografis untuk merespons anak-anak. Ini membangun identitas yang kolektif, memberikan kesempatan kepada orang untuk membagikan kontak-kontak yang mereka miliki, berbagi pengalaman dan mulai bersuara dalam komunitas yang ada. 357 Child, Church, and Mission Memperlengkapi – membuat orang-orang menjadi lebih kuat. Dengan berjejaring, kami menciptakan ekselensi dalam semua bidang pengembangan dan pemeliharaan anak, melalui pelatihan, penyediaan sumber daya, dan mengembangkan standar-standar bagi proyek-proyek, pekerja-pekerja, dan pembuat-pembuat ke­ putusan yang berpengaruh. Melakukan inovasi – menawarkan solusi yang nyata. Ketika kami membangun jaringan lokal, mempertemukan orang-orang dan membuat mereka menjadi lebih kuat, mereka makin mampu me­laksanakan program-program yang lebih besar dan lebih signifikan. Baru kemudian mereka melakukan penanganan dan pencegahan yang lebih efektif terhadap masalah-masalah seperti perdagangan anak, HIV, anak-anak yang hidup di jalanan, dan anak-anak yang dipaksa bekerja. Saat ini Viva melibatkan 43 jaringan Kristen yang merepresentasi­ kan lebih dari 8000 proyek dan 25.000 pekerja. Ketika orang-orang Kristen ini bekerja sama, hidup lebih dari satu juta anak mengalami transformasi. Saya sangat merekomendasikan Viva sebagai tempat untuk memulai perjalanan Anda dalam berjejaring untuk kepentingan anak-anak yang membutuhkan. Anda mungkin juga perlu mem­ pertimbangkan pentingnya mengontak gereja-gereja di daerah anda untuk menemukan apa yang sedang ditawarkan yang bisa bermanfaat bagi anak-anak di dekat anda. Periksalah www.viva.org untuk memperoleh informasi selanjutnya. Anak-anak tidak membutuhkan pelayanan yang berdiri sendiri seolah-olah orang Kristen lainnya tidak ada. Mereka mem­ butuhkan pelayanan yang terhubung, sama dan sebangun supaya Gereja bisa menjangkau sebanyak mungkin dari mereka. Baru kemudian kita bisa mengoptimalkan dampak mereka pada masa mendatang untuk memperluas Kerajaan Allah dalam generasi mereka. 358 Berjejaring Demi Anak-Anak Bacaan Reaching Children in Need oleh Patrick McDonald, hlm. 71–117. Pertanyaan-pertanyaan untuk Direnungkan 1. Dari enam manfaat berjejaring, apakah dua manfaat yang Anda percayai sebagai manfaat yang paling penting. Mengapa? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 2. Berikanlah setidak-tidaknya satu contoh yang me­ nujukkan bahwa Anda telah melihat berjejaring me­ ningkatkan pelayanan Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 3. Menurut pendapat Anda, mana dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas—menunjukkan penghargaan, melindungi sikap, meningkatkan efektivitas atau men­­ demonstrasikan persekutuan—yang menjadi argumen­ tasi yang terkuat untuk berjejaring. Jelaskanlah respons Anda. ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 359 Child, Church, and Mission 4. Apakah yang akan Anda lakukan untuk meng­imple­ mentasikan atau menceritakan pentingnya berjejaring untuk kepentingan anak-anak? ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 5. Sebutkanlah setidak-tidaknya seorang mitra potensial yang bisa diajak berjejaring dalam tiap kategori berikut ini: a. Lokal. Misalnya, siapakah mitra atau pelayanan di tingkat lokal yang bersedia membantu Anda menyelenggarakan sebuah acara yang spesial bagi anak-anak, seperti sekolah Alkitab liburan? .......................................................................................................... .......................................................................................................... .......................................................................................................... b. Regional. Adakah sebuah gereja mitra dalam per­ sekutuan Anda yang bisa memberikan wawasan tentang pelayanan Anda kepada Anda? .......................................................................................................... .......................................................................................................... .......................................................................................................... c. Nasional. Bisakah sebuah organisasi atau asosiasi gereja di tingkat nasional memberikan pelatihan atau membagikan ide-ide yang berkaitan dengan program kepada Anda? 360 Berjejaring Demi Anak-Anak .......................................................................................................... .......................................................................................................... .......................................................................................................... d. Internasional. Apakah organisasi internasional yang bekerja untuk kepentingan anak-anak yang bisa terus memberikan informasi kepada Anda tentang praktik-praktik terbaik dalam pelayanan anak atau informasi terbaru dalam penelitian di bidang anak? .......................................................................................................... .......................................................................................................... .......................................................................................................... 361 Kesimpulan Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.” Markus 9:36–37 Child, Church, and Mission B agaimanakah kita bisa mengoptimalkan dan memaksimalkan dampak anak-anak pada masa mendatang bagi Kerajaan Allah? Kita memulai pembahasan ini dengan melakukan apa yang telah dilakukan Yesus—menaruh seorang anak di tengah. Yesus sendiri berkata bahwa anak-anak adalah tanda dan ahli waris Kerajaan Allah. Bila Yesus serius terhadap kesejahteraan anak, kita juga harus menghargai dan memerhatikan anak-anak dengan serius, serta mengerti peran mereka dan pentingnya mereka dalam Alkitab. Kita telah melihat semua anak menghadapi risiko, baik itu berupa kemiskinan atau kemakmuran, dan masa kanak-kanak dirusak oleh penderitaan dan eksploitasi atau dipaksa menjadi orang dewasa melalui komersialisasi dan materialisme. Kita telah menemukan bahwa, bertentangan dengan ke­ yakinan beberapa orang, Alkitab sebenarnya banyak berbicara tentang anak-anak. Mereka tidak disembunyikan atau diabaikan; juga tidak dianggap tidak penting atau bukan yang utama. Se­ baliknya, mereka menjadi orang-orang yang menonjol dalam kisahkisah tentang karya Allah yang baru. Sering kali anak-anak men­jadi agen, alat, model, dan sarana-Nya. Oleh karena kita tahu anak-anak penting di pandangan Allah, kita kemudian berpaling pada masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan anak secara holistik. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa semua anak menikmati kepenuhan hidup yang diinginkan Allah bagi semua anak-Nya? Keprihatinan terhadap kebutuhan, pengabaian dan pemeliharaan anak terlihat di seluruh Alkitab, dan Allah berharap itu juga menjadi fokus keprihatinan kita. Kemiskinan menimbulkan penderitaan yang berat dalam hidup anak-anak. Kemiskinan bukan soal tidak memiliki secara jasmani, melainkan dalam kenyataannya dan pada dasarnya me­ rupakan sebuah masalah rohani. Kita telah melihat bagaimana pandangan berupa animisme dan sekulerisme membuat anak-anak dan keluarga-keluarga menjadi kehilangan harapan, menderita kemiskinan dan kehancuran. Bertentangan dengan pandangan yang diajarkan dalam Alkitab, yang bila secara konsisten diikuti 364 Kesimpulan dan dipraktikkan, menimbulkan yang sebaliknya—kehidupan yang utuh, melimpah dan penuh dengan harapan. Oleh karena kemiskinan adalah masalah rohani, pembahas­ an kemiskinan menjadi tanggung jawab yang khusus orang Kristen dan Gereja. Kita telah menemukan bahwa Gereja adalah alat Allah bukan hanya untuk memberitakan keselamatan, penebusan, dan rekonsiliasi kepada manusia secara seutuhnya, melainkan kepada seluruh ciptaan. Meskipun mandat ini jelas disebutkan dalam Alkitab, telah lama muncul perdebatan dan per­selisihan dalam gereja tentang peran ganda penginjilan dan aksi sosial (atau pelayanan holistik). Berikutnya kita membahas anak di dalam gereja. Bagaimana kita membuat gereja menjadi sebuah tempat yang lebih ramah kepada anak? Sering kali kita telah salah memahami tempat itu, dan memandang rendah kontribusi yang diberikan anak-anak. Di semua tingkat, gereja bertanggung jawab untuk mengupayakan pendekatan dan pelayanan yang lebih sensitif terhadap anak. Banyak yang bisa dilakukan untuk membuat program, fasilitas, dan staf gereja lebih ramah anak. Kita melihat model bagaimana iman bertumbuh dalam diri anak-anak, dan bagaimana gereja bisa mempromosikan serta mendorong pertumbuhan iman. Meskipun menyakitkan, kami mengakui bahwa bahkan dalam konteks gereja, anak-anak bisa rentan terhadap pelecehan dan eksploitasi. Gereja memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi anak-anak yang berada di bawah pemeliharaannya. Kami memberikan tinjauan secara luas terhadap protokol-protokol perlindungan anak untuk melindungi anak-anak dan pelayananpelayanan dari insiden-insiden yang menghancurkan berupa pelecehan anak di balik dinding-dinding gereja. Keyakinan kami adalah pelayanan anak merupakan misi yang paling banyak menghasilkan buah. Dalam sejarah, melalui pendirian sekolah-sekolah misi, seluruh generasi pemimpin Afrika dan Asia di masa mendatang bertumbuh besar dengan menerima pelatihan Kristen. Meskipun sekolah Kristen dewasa ini tidak lagi menja­di model yang giat dilaksanakan di bidang misi, kami bertanya, 365 Child, Church, and Mission “Apakah strategi-strategi baru yang bisa digunakan badan-badan misi pada masa kini untuk menjangkau dan memunculkan generasi pemimpin global berikutnya?” Realitas Jendela 4/14 ber­arti pelayanan anak dan kaum muda harus diutamakan dalam setiap strategi yang kredibel di bidang misi. Lebih lanjut, anak-anak bukan hanya obyek misi, melainkan juga agen dan alat yang penting dan efektif bagi misi. Yusuf, Musa, Miriam, Samuel, gadis Samaria yang menjadi pelayan Naaman, Ester, Daud, Yosia dan Yeremia semuanya merupakan agen dan duta-Nya dalam Alkitab. Ketika Allah membutuhkan orang yang memiiki iman dan keberanian yang besar, ketika Dia membutuhkan sebuah alat yang murni, bersih untuk menyampaikan pesan-Nya, ketika Dia membutuhkan orang yang memiliki visi, ketika Dia membutuhkan orang yang sangat kreatif dan jenius, ketika Dia membutuhkan orang yang murah hati sekali—Dia memilih seorang anak. Demikian pula, anak-anak dewasa ini perlu dipandang sebagai sumber-daya bagi misi, dan ditantang serta diutus untuk menjadi pengambilpengambil risiko bagi Allah. Akhirnya, dengan anak di tengah, kita melihat perlunya “… berbicara bagi mereka yang tidak mampu berbicara bagi diri mereka sendiri, bagi hak semua orang yang membutuhkan” (Ams. 31:8–9). Orang-orang Kristen perlu bersuara—melakukan advokasi bagi anak dengan berbicara melawan ketidakadilan, membela kasus orang miskin, meminta pertanggungjawaban mereka yang memegang kekuasaan, dan memampukan orang-orang untuk menyuarakan pendapat mereka. Advokasi bisa muncul dalam banyak bentuk— doa, pendidikan, penelitian, pelatihan, memberikan dorongan, ber­­jejaring dan sarana-sarana lainnya. Semua ini bisa menjadi sa­ rana untuk menonjolkan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi anak-anak. Doa saya adalah agar buku Child, Church and Mission mem­ bantu Anda mengembangkan pengertian Anda akan arti dan kodrat hubungan antara anak, gereja, dan misi. Lebih dari itu, saya berharap buku ini telah: 366 Kesimpulan Memberikan informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi anak-anak, kebutuhan, pengabaian yang mereka alami, dan pemeliharaan mereka; informasi tentang peranan Gereja dalam memelihara mereka, dan bagaimana mereka merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rancangan Allah terhadap pelayanan, misi dan perluasan kerajaan-Nya. Memberikan inspirasi untuk memahami anak-anak dari sudut pandang yang alkitabiah dan memandang pelayanan serta misi kepada dan bersama anak-anak sebagai sesuatu yang lebih sah, penting dan strategis dibandingkan yang Anda pahami sebelumnya. Memberikan pengaruh untuk berupaya meningkat­kan pelayanan Anda dan pelayanan gereja Anda terhadap anak supaya Anda kemudian berupaya memengaruhi orang lain agar melakukan hal yang sama. 367 Referensi Aaron, Audrey, Hugh Hughes dan Juliet Grayton, Child-to-Child. London: MacMillan Press, 1979. Adeyemo, Tokumboh. “A Critical Evaluation of Contemporary Perspectives.” In Word and Deed, diedit oleh Bruce Nicholls, Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 1985. Albert, Linda, dan Michael Popkin. Quality Parenting. New York; Random House, 1987. Atkins, Andy dan Graham Gordon. Advocacy Study Pack. UK: TEARFUND, Juni 1999. Barna, George. Transforming Children into Spiritual Champions. Ventura, CA: Regal, 2003. Beasley-Murray, G.R. “The Child and the Church.” Children and Conversion, diedit oleh Clifford Ingle. Nashville, TN: Broadman Press, 1970. Beeftu. Dr. Alemu. God Heard the Boy Crying. Colorado Springs, CO: Compassion International, 2001. Boice, James Montgomerry. “Children’s Worship,” ChristianUnite Articles. http://articles.christianunite.com/article2544.shtml Boyle, Renita. “A Liturgy of Hope.” Ringkasan Konsultasi yang disel­eng­ garakan sebelum Konsultasi tentang Anak-Anak Yang Beresiko. Oxford, UK: Januari 1997. Brewster, Daniel. “Compassion’s Role in Furthering the Kingdom.” Ka­ rangan yang tidak diterbitkan, 1995. Child, Church, and Mission Brewster, Daniel. “The 4/14 Window: Child Ministries and Mission Strategies.” Children in Crisis: A New Commitment, diedit oleh Phyllis Kilbourn. Monrovia, CA: MARC, 1996. Brewster, Daniel. “True Compassion with Strings.” Religious Broadcasting (April 1995). Brewster, Daniel dan Gordon Mullenix. “Development: Bounded, Centred or Fuzzy ?” Together 50 MARC Publications (April-Juni 1996)l 1013 Brewster, Daniel dan Heather McCloud. “Protecting Children from Ourselves.” Presentasi yang disampaikan dalam Konferensi Cutting Edge III, Le Bron, Holland, Maret 2001. Budijanto, Bambang. “A Reflection on the ‘Association’ Factor for Holistic Mission.” Karangan untuk direnungkan, bagi Lausanne, 2004. Bush, Luis. Gettings to the Core of 10/40 Window. Wheaton, IL: Evangelism and Missions Information Service, 1996. “Caring for Our Children.” National Health and Safety Performance Standards – Appendix K, American Academy of Pediatrics, 2002. Chester, Timothy, Awakening to a World of Need. Leicester, England: InterVarsity Press, 1993. “The Child in South Asia: Issues in Development as if Children Mattered.” New Delhi: UNICEF, 1988. Compassion Child Advocacy Frequently Asked Questions. Compassion International, 2004. Copsey, Katherine. “What Is a Child?” dalam Celebrating Children. Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 2003. Crossman, Meg, ed. Worldwide Perspectives. Pasadena, CA: William Carey Library, 1995. Dawn, Marva. Is It a Lost Cause ? Grand Rapids, MI: Eerdmans Publishing, 1997. Dobson, James. “Dr. Dobson Answers Your Questions” Focus on the Family 20 no. 1 (1996) Doherty, Sam, Why Evangelize Children? (Northern Ireland: Child Evangelism Fellowship, 1996) “Evangelism and Social Action.” Lausanne Occasional Papers no. 21. Grand Rapids Report, 1982. 370 Referensi Fuller, Harold. “Stages of Missionary Roles.” Dalam Worldwide Perspectives, diedit oleh Meg Crossman. Pasadena, CA: William Carey Library, 1995. Fuller, Harold. “Fiullness of Life and Dignity of Children in the Midst of Globalisation.” Laporan yang disampaikan dalam Konsultasi Antar Wilayah WCC/CCA (Januari 2004): 21-25. George, Timothy. “You Must be Born Again but at What Age?” Christianity Today (1 Maret, 1999). Gordon, Graham. Advocacy Toolkit Vol. 1: Understanding Advocacy. Teddington, UK: TEARFUND, 2002. Gordon, Graham. Advocacy Toolkit Vol. 2: Practical Action in Advocacy. Teddington, UK: TEARFUND, 2002. Gothard, Bill. Advanced Seminar Textbook. Oakbrook, IL: Institute in Basic Life Principles, 1986. Grant, Wilson. The Caring Father. Nashville, TN: Broadman Press, 1983. Hendricks, William, “The Age of Accountability.” Children and Conversion, diedit oleh Clifford Ingle. Nashville, TN: Broadman Press, 1970. Hewlett, Sylvia. When the Bough Breaks. New York: Basic Books, 1991. Holmes, Arthur F. “Toward a Christian View of Things.” The Making of a Christian Mind, diedit oleh Arthur Holmes. Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1985. Honeycutt, Roy L. Jr. “The Child within the Old Testament Community.” Children and Conversion, diedit oleh Cilffrord Ingle. Nashville, TN: Broadman Press, 1970. Hohmann, Pete. Kids Making a Difference, 2004. Hohmann, Pete. The Great Commissionary Kids. Springfield, MO: Boys and Girls Missionary Crusade, 1997. Hughes, Dewi. The God of the Poor. UK: M Publishing, 1998. Ilnisky, Esther. Let the Children Pray. Ventura, CA: Regal, 2000. Ingle, Clifford, ed. Children and Conversion. Nashville, TN: Broadman Press, 1970. Jebb, Eglantyne. “Save the Children.” http://www.savethechildren.ca/en/ who-we-are/International-alliance/377. Kirk, Andrew. What Is Mission ? Darton, UK: Longman & Todd Ltd., 1999. 371 Child, Church, and Mission Kostelnik. “Guiding Children’s Social Department.” Dalam Child Abuse and Neglect: A Self-Instructional Text for Head Start Personnel. Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1977. Kraft, Charles. Anthropology for Christian Witness. New York: Orbis Books, 1996. Kraybill, Donald. The Upside Down Kingdom. Scottsdale, PA: Herald Press, 1978. Kumara, Sujitha Siri. The Ethics of Conversion in the Sri Lankan Context. Karangan yang dipresentasikan dalam kuliah “Child, Church and Mission,” Penang, Malaysia: Malaysia Baptist Theological Seminary, Juni 2003. Latourette, Kenneth Scott, A History of Christianity (Vol. !!): Reformation to the Present – A.D. 1975. San Fransisco, CA: HarperCollins, 1975. Lewis, Jonathan, editor. World Mission: An Analysis of the World Christian Movement. Pasadena, CA: William Carey Library, 1987. “Liturgia y Derechos Humanos del Movimiento Ecumenico por los Derechos Humanos.” Latin American Council of Churches, 1984. London, H.B. dan N. Wiseman, It Takes a Church Within a Village. Nashville, TN: Thomas Nelson, 1996. Mangalwadi, Patrick. Reaching Children in Need. Eastbourne, UK: Kingsway Publications, 2000. Michael, Shiferaw. Consultant on Ministering to Children. Tidak diterbitkan, 2002. Michael, Shiferaw. “Rate Your Church on Children Friendliness.” Tidak diterbitkan, 2002. Michael, Shiferaw. “Advocacy: Its Relations With and Support for Our Care Program.” Compassion International Discussion Paper (Maret 2002):4. Miles, Glenn dan Josephine-Joy Wright, editor. Celebrating Children. Carlisle, Cumbria: Paternoster Pres, 2003. Miller, Darrow. Discipling Nations: The Power of Truth to Transform Cultures. Seattle, WA: YWAM Publishers, 1998. Miller, Darrow. “The Development Ethic: Hope for a Culture of Poverty.” Christian Relief and Development, diedit oleh Edgar Elliston. Dallas, TX: Word Publishing, 1989. 372 Referensi Miller, Donald. “Child Development.” Sebuah karangan yang tidak diterbitkan dan tidak memiliki tanggal (Compassion International). Moffitt, Bob. If Jesus Were Mayor. Phoenix, AZ: Harvest India, 2004. Myers, Bryant. Exploring World Missions. Federal Way, WA: World Vision International, 2003. Olasky, Marvin. The Tragedy of American Compassion. Washington, D.C.: Regnery Gateway, 1992. Oxford Statement on Children at Risk, 1997. Diterbitkan oleh Oxford Centre for Mission Studies dan Viva Network. Pate, Larry. “The Changing Balance in Global Mission” dalam Worldwide Perspectives, diedit oleh Meg. Postman, Neil. Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of Show Business. New York: Viking Penguin, 1985. Rin Ro, Bong. “The Perspective of Church History from New Testament Times to 1960.” Dalam In Word and Deed: Evangelism and Social Responsibility, diedit oleh Bruce J. Nicholls. Carlisle, Cumbria: Paternoster Press, 1985. Samuel, Vinay. “Some Theological Perspectives on Children at Risk.” Transformation 14, no. 2 (April/Juni 1997). Sider, Ronald, Rich Christians in an Age of Hunger (Dallas, TX: Word Publishing, 1990). Stafford, Wess. Konferensi yang diselenggarakan Compassion Wilayah Asia. Chiang Rai. Thailand, Agustus 2003. Stark, Rodney. The Rise of Christianity. San Fransisco, CA: HarperCollins, 1997. Stephenson, Paul. “The ‘Rights’ of the Child and the Christian Response.” Celebrating Children, diedit oleh Glenn Miles dan Josephine-Joy Wright. Carlisle, UK: Paternoster Press, 2003. UNICEF. “Convention on the Rights of the Child: Promoting and protecting rights for Children.” http://www.unicef.org/crc/index_30168. html. UNICEF. “State of World’s Children. 2005.” http://www.unicef.org/ sowc/. 373 Child, Church, and Mission UNICEF. “World Declaration on the Survival, Protection and Development of Children.” World Summit for Children, 1990. United Nations. “Millennium Development Goals.” http://www. developmentgoals.org/About _the_goals.htm. United Nations. “A World Fit for Children.” http://www.unicef.org/ specialsession/wffc/. Valdez. Edna, ed., Protecting Children: A Biblical Perspective on Child Rights. Federal Way, W.A: World Vision, 2002. Viva Network. “About Viva.” http://www.viva.org.aboutviva.aspx Wamberg, Steve. Youth and Faith Development. Dipersiapkan sebagai Modul Pelatihan dan Pendidikan Yang Berkelanjutan bagi Compassion International, Januari 2004. Wattenburg, Ben. Fewer. Chicago, IL: Ivan R. Dee, 2004. White, Keith. “An Integrated Biblical and Theoretical Typology of Children Needs.” Celebrating Children. Carlisle, UK: Paternoster Press, 2003. White, Keith. Creation Regained. Grand Rapids, MI: Eerdmans Publishing, 1986. White, Keith. The Growth of Love. Abingdon, OX: The Bible Reading Fellowship, 2008. Wolters, Albert. “A Little Child Shall Lead Them.” Karangan yang di­ presentasikan dalam Konferensi Cutting Edge, De Bron, Holland, 2001. Winter, Ralph. Two Structures of God’s Redemptive Mission. U.S. Centre for World Missions Series No. 01-995, 1995. Zuck, Roy. Precious in His Sight. Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1996. 374 Indeks 1 Korintus, 189, 231, 353 1 Raja-raja, 159, 169, 170 1 Samuel, 44, 45 2 Korintus, 255 2 Raja-raja, 35, 39, 44, 45 2 Tesalonika, 78, 191 Beeftu, Alemu, 164, 167 bubble generation, 16, 17, 18, 19 Budhisme, 106 Budijanto, Bambang, vii, 138, 150, 298, 299 Bush, Luis, iii, 20, 272, 273, 279, 305 B Bangkok, 143 Barna, George, 197, 202 D Daddy, Are We There Yet?, 186 Damon, William, 299 A aborsi, 18, 100, 114, 270 Adeyemo, Tokumboh, 146, 369 advokasi, xiv, 228, 249, 309, 311, 312, 314, 315, 316, xiv, 318, 319, 320, 321, 322, 323, 325, 366 Afrika, iv, 9, 10, 15, 218, 261, 262, 265, 267, 272, 301, 346, 365, 379 akuntabilitas, usia, 177, 180, 182, 183, 188, 189, 201, 202 Amanat Agung, xii, 6, 20, 138, 147, 258, 269, 274, 290, 316 Amsal, 19, 37, 38, 57, 60, 61, 63, 311, 312, 327, 337, 338, 354 animisme, 106, 108, 111, 112, 113, 116, 118, 364 Asia, iv, 9, 10, 15, 138, 233, 261, 262, 265, 266, 267, 272, 298, 337, 338, iv, vii, viii, ix, 346, 365, 370, 373, 379 C Carey, William, 153, 256, 260, 261, 266, 267, 268, 370, 371, 372 Chambers, Robert, 95 Child Theology Movement, iii, 356 China, 100, 261, 262, 263, 277, 278, 279 Christian, Jayakumar, 102, 122 Christobal, Roberto, 162 Compassion International, ii, vii, x, xiv, 20, 25, 43, 78, 138, 154, 160, 191, 249, 264, 274, 275, 285, 297, 320, 322, 324, 325, 369, 370, 372, 373, 374, 379 Convention on the Rights of the Child, 309, 328, 345, 373 Copsey, Katherine, 22, 25, 190 CRC, 328 Crossman, Meg, 149, 260, 267, 268, 279, 371 Child, Church, and Mission DAWN Ministries, 268 doa, 69, 87, 161, 162, 187, 199, 220, 260, 301, 304, 315, 316, 352, 355, 366 Dobson, James, 14, 199 Do Hard Things, 299 E Efesus, 39, 137, 332 Eropa, 140, 142, 261, 265, 269, 276, 277, 328 Eschelman, Paul, 293 Esther Network, 301 F fatalisme, 97 Fewer, 100, 101, 374 Filipi, 68, 354 Filipina, 115, 162, 267, 301 Foth, Sylvia, 186, 187, 297, 303 Fransiskus Assisi, 289 Fuller, Harold, 268 G Gereja Katolik, 154 Gereja yang Ramah Anak, 205 Daftar untuk, 205 Keperluan dasar, 205 Perjanjian dalam, 205 Program untuk, 205 Ghana, 148 Gnostik, 131, 132 Gothard, Bill, 161 Guatemala, 264 H Harris, Alex, 299 Harris, Brett, 299 Hayes, Tom, 16, 17 Hendricks, William, 184, 202, 218, 371 hidup berkelimpahan, 2, 107, 109, 174 Hinduisme, 106 Hohmann, Pete, 296, 300, 301, 305 Holisme, 65, 66, 67, 72, 89, 279 Honeycutt, Roy, 183, 184, 214, 371 hukuman, 8, 37, 42, 119, 233, 335 I Ilnisky, Esther, 301 Imamat, 41 India, 10, 102, 261, 262, 267, 300, 373 injil kemakmuran, 109 injil sosial, 142, 144 Inkarnasi, 49 Islam, 269, 272, 273 Ismael, 36, 164, 165, 167, 168 Israel, 3, 20, 41, 43, 45, 46, 58, 59, 130, 134, 183, 184, 259, 312, 313 J Jeannette, Mukamwiza, 69 Jebb, Eglantyne, 328, 329, 371 Jendela Keterbukaan, xiii, 196, 197, 198 Jump Point, 17 K kebijakan, 100, 220, 234, 239, 244, 245, 246, 247, 248, 250, 277, 278, 280, 312, 315, 320, 336, 341, 351 Kebijakan Satu Anak, 277 Kejadian, 36, 77, 103, 115, 117, 131, 133, 134, 164, 165, 167, 168, 258, 276, 313 kelompok orang, 271 Keluaran, 40, 41, 43, 312 kematangan, 177, 182, 196, 199, 213, 292, 344 kemiskinan, ix, 1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 19, 22, 24, 57, 58, 61, 62, 72, 75, 76, 79, 89, 94, 95, 96, 97, 98, 376 Indeks 99, 101, 101, 102, 103, 104, 106, 107, 108, 111, 112, 114, 116, 119, 120, 121, 124, 125, 144, 145, 165, 174, 317, 318, 322, 339, 340, 341, 343, 364, 365 akar rohani, 76, 103, 104 penyebab, 94, 95, 98, 101, 103, 317 versus hidup berkelimpahan, 2, 107, 109, 174 Kerajaan Allah, iii, iv, viii, 21, 22, 37, 47, 48, 50, 51, 52, 61, 63, 88, 138, 139, 141, 142, 144, 150, 151, 152, 274, 276, 283, 358, 364 keterkaitan yang saling memengaruhi, 95, 96 keutuhan, 58, 59, 65, 68, 69, 70, 74, 89, 90, 91, 97, 108, 109, 111, 121, 125, 131, 241 KHA, xiv, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 334, 335, 337, 338, 339, 342, 345, 346, 347 Kirk, Andrew, 257 Kolose, 39, 76, 111, 120, 136, 149, 353 komunisme, 102 konferensi Uppsala, 143 Konsultasi Teologia Anak-anak di Penang, 206 Korea, 263, 265, 267 korupsi, 101 Kraft, Charles, 104, 105 Kraybill, Donald, 50 kritik tinggi, 142 L Latourette, Kenneth Scott, 262, 263, 372 M Malaysia Baptist Theological Seminary, vii, ix, 287, 372 Maleakhi, 40, 173, 176, 259, 280 Manifesto Manila, 148 Mazmur, 3, 32, 34, 36, 43, 46, 47, 60, 109, 115, 117, 133, 191, 259, 260, 338 McDonald, Patrick, iv, 5, 198, 305, 350, 354, 355, 359 McGavran, Donald, 143 Menn, Esther, 45 Millennium Development Goals (MDG), xiv, 339 Miller, Darrow, iii, 105, 112, 122 modalitas, 153, 154 Moffitt, Bob, 136, 138, 142, 144, 155, 174, 175 Moody, Dwight L., 144 Myers, Bryant, 95, 96, 288, 289 N Nam Soo Kim, 263 Nikodemus, 51, 87 O OC International, 268 Oxford Centre for Mission Studies, iv, 20, 373 P Pate, Larry, 267 paternalisme, 77, 268 patronisme, 77 pelecehan seksual, 232, 233, 237, 239, 242 penciptaan, 131, 328 pendamaian, 104, 136, 255 penebusan, 41, 53, 130, 134, 135, 136, 137, 142, 157, 365 Pengabaian Besar, 30, 253 penghakiman, 64, 67 Perjanjian Lausanne, 147 pertobatan, 42, 144, 180, 181, 182, 183, 189, 197, 284, 286, 287, 288, 292 377 Child, Church, and Mission Peterson, Eugene, 68 Precious in His Sight, 32, 174, 180, 185, 374 program sponsor, 78, 162 R Ramos, Juan, 194 Ratapan, 36, 312, 316 Reaching Children at Risk, 356 rekonsiliasi, 46, 134, 136, 365 Roh Kudus, v, 200, 265, 300, 316 Rwanda, 69 transenden, 20, 21, 22, 23, 190 tren populasi, 99 U Ulangan, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 46, 58, 60, 61, 94, 179, 188, 189, 312 Understanding God’s Heart for Children, 181, 356 UNICEF, 1, 9, 165, 329, 333, 370, 373, 374 S Samuel, Vinay, 20, 21, 190 sepuluh perintah Allah, 60 shalom, 66, 91 sistem kasta, 113 sodalitas, 153, 154, 155 Somalia, 328 Stafford, Wess, 20, 25, 43, 44, 172, 297 Stark, Rodney, 139 State of the World’s Children (SOWC), 329 Stephenson, Paul, 332, 345 sudut pandang, ix, 1, 2, 17, 31, 45, 50, 53, 65, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 108, 111, 120, 121, 124, 125, 160, 161, 163, 219, 269, 270, 275, 303, 309, 316, 346, 367 sungsang, 2 Sun Yat-Sen, 262 T Taylor, Hudson, 261 Thailand, 68, 198, 263, 271, 293, 305, 373 Theisme, 106 Too Small to Ignore, 25, 44 Total Fertility Rate, 100 Townsend, Cameron, 264 V Viva, iv, xiv, 5, 181, 198, 218, 219, 355, 356, 357, 358, 373, 374 W Wamberg, Steve, 191, 193, 195 Wattenberg, Ben, 100, 101 Westerhoff, John H., 145 What Is Mission?, 257 White, Keith, 21, 30, 33, 46, 50, 52, 53, 68, 139, 208, 336 Winter, Ralph, 153, 156 Wolters, Albert, 132, 135 Wong, John, 66 World Council of Churches, 142 World Vision, 102, 264, 337, 373, 374 Wycliffe Bible Translators, 264 Y Yen, James, 76, 78 Yesuit, 19, 154 Z Zuck, Roy, 32, 174, 180 378 Seputar Penulis D an Brewster adalah Director for International Academic Programs for Compassion International. Selama lebih dari 25 tahun bersama Compassion, Dan melayani sebagai advocacy director di Asia, area director di Afrika, director for program development, dan international director for advocacy pertama. Ia sudah melakukan perjalanan ke lebih dari 100 negara dan sudah terlibat dalam merencanakan serta memonitor perkembangan anak dan keluarga atau proyek-proyek bantuan di lebih dari lima puluh negara. Dan mempunyai gelar doktor dalam bidang misiologi dari Fuller Seminary. Ia menulis banyak buku dan mengajar di seluruh dunia, mempromosikan dan memimpin banyak pelayanan serta program pengembangan anak Kristen secara holistik. Dan bersama istrinya, Alice, tinggal di Penang, Malaysia, dan mempunyai tiga anak yang sudah dewasa. Catatan : Catatan : Catatan : Catatan : Catatan : Catatan :