STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) ANTARA DAERAH KEDUNGHALANG KOTA BOGOR DENGAN DAERAH CIAPUS KABUPATEN BOGOR Wahyu Hening Kartiko, Ismanto, Sri Wiedarti Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Abstrak Pembangunan di Kota Bogor yang perkembangannya sangat pesat serta dibarengi dengan pertambahan jumlah kendaraan, menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan menurunya kualitas udara. Sejauh itu untuk mengurangi bahan pencemar di udara diadakanya tanaman peneduh jalan tanaman penduh jalan. tanaman yang berinteraksi langsung dengan udara sekitar bahan pencemar udara akan langsung mempengaruhi aktivitas dalam daun. Penelitian ini dilakuan untuk mengetahui perbedaan struktur morfologi dan anatomi antara daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang terpapar bahan pencemar udara. Hasil penelitian menujukan ukuran panjang daun, lebar daun, panjang daun dan luas daun di daerah Ciapus memiliki nilai rataan lebih tinggi dibandingkan di daerah Kedunghalang sedangkan, nilai rataan panjang stomata dan lebar stomata daun di daerah Kedunghalang lebih rendah dibandingkan di daerah Ciapus, nilai rataan tebal mesofil dan tebal daun di daerah Kedunghalang lebih tinggi dibandingkan di daerah Ciapus. Kata kunci: bahan pencemar, mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Pendahuluan Pembangunan di Kota Bogor perkembangannya sangat pesat serta dibarengi dengan pertambahan jumlah kendaraan, menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan menurunya kualitas udara. Menurut Nur dan Purnomo (2015) wilayah perkotaan termasuk Kota Bogor, merupakan pemukiman dan aktivitas non pertanian masyarakat. Selain penduduknya yang lebih padat, pada umumnya pencemaran udara di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Sebagian besar pencemaran udara di perkotaan disebabkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran udara yang terjadi dapat menurunkan kualitas udara. Kualitas udara dapat menurun akibat peningkatan aktivitas manusia memanfaatkan bahan bakar minyak. Hubungan kausal antara penggunaan lahan dan transportasi akan mendorong tingginya volume lalu lintas kendaraan bermotor yang melewati ruas jalan kota ( Nur dan Purnomo, 2015). Sejauh itu untuk mengurangi semakin tingginya bahan pencemar yang dihasilkan kendaraan bermotor, perlu adanya pohonpohon yang berfungsi sebagai penjerap bahan pencemar dan debu di udara yang dihasilkan kendaraan bermotor. Sel-sel daun berfungsi menangkap karbondioksida dan timbal untuk kemudian diolah dalam sistem fotosintesis. Proses fotosintesis mampu mengubah karbondioksida (CO 2 ) yang dikeluarkan dari sistem pernapasan menjadi oksigen yang dibutuhkan paruparu (Nugrahani dan Sukartiningrum 2008). Daun adalah bagian utama dari tumbuhan yang berinteraksi langsung dengan udara sekitar, sehingga kondisi udara sekitar akan langsung mempengaruhi aktivitas dalam daun. Proses pencemaran udara yang terserap oleh daun melalui stomata secara bertahap akan menyebabkan kerusakan seperti berkurangnya jumlah stomata, kerusakan pada sel penjaga, peningkatan jumlah stomata yang tertutup, kerusakan pada kondisi helaian daun, laju fotosintesis terhambat, luas daun menyusut, penurunan kadar klorofil dan kematian pada daun (Kovacs, 1992). Pencemaran udara yang terjadi antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan yang berbeda akan mempengaruhi pada struktur anatomi dan morfologi daun tanaman peneduh jalan. Beberapa jenis tanaman peneduh jalan yang dominan di Kota Bogor salah satunya adalah mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur morfologi dan anatomi antara daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) di daerah Kedunghalang Kota Bogor dengan di daerah Ciapus Kabupaten Bogor. Pengamatan morfologi daun ditentukan dari parameter berikut: Panjang daun, Lebar daun, Panjang ibu tangkai daun, Warna daun, dan Luas daun dilakuknan menggunakan metode gravimetri. Menurut Aminarti (2013) untuk menghitung luas daun menggunakan rumus: A=Wt Wi Keterangan : A= Luas daun (Cm2 ), Wt= Berat kertas pola daun (g), dan Wi= Berat kertas yang dijadikan standar Pengamatan anatomi daun ditentukan dari parameter berikut: Panjang stomata, Lebar stomata, Tebal epidermis, Tebal mesofil, Tebal daun dan indeks stomata. Penghitungan indeks stomata diawali dengan pembuatan preparat metode cutek. Menurut Palit (2008) penghitungan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran l0 x 40. Seluruh stomata dan sel epidermis yang tampak dihitung dengan perumusan: Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada tanggal 01 Januari – 03 Februari 2016. Pengambilan sampel dilakuan di Jl. Raya Kedunghalang Kota Bogor dan pembanding sampel diambil di daerah Ciapus Desa Tamansari Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Sampel duan merupakan bagian cabang ke 1 dan 2 dari bagian bawah pohon, diambil dari ujung tangkai daun urutan ke 1, 3, dan 5 dan dibawa ke Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Pakuan untuk dilakukan pengamatan. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang dilakukan di daerah Kedunghalang yang memiliki kepadatan kendaraan bermotor 1.767 per jam data terlampir pada (lampiran 12) dan di daerah Ciapus yang tidak terdapat kendaraan bermotor, menggunakan parameter mofologi dan anatomi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) sebagai berikut : Parameter yang Diamati Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Ibu tangkai daun (cm) Luas daun (cm2 ) Nilai rataan Kedunghalang Nilai rataan Ciapus 12,86 15,15 5,56 6,21 32,23 34,43 7,01 7,98 morfologi ukuran panjang dan lebar daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang berasal dari daerah Ciapus lebih besar dibandingkan di daerah Kedunghalang, luas daun yang berada di daerah Ciapus lebih luas dengan luas (7,98 cm2 ) sedangkan di daerah Kedunghalang (7,01cm2 ). Luasnya daun memungkin terjadinya proses fotosintesis lebih besar dibandingkan dengan luas daun yang lebih kecil. Hal tersebut menunjukan dugaan pengaruh pencemaran udara terhadap gangguan fisiologi terhadap morfologi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Panjang ibu tangkai daun yang berasal dari daerah Ciapus (34,43 cm) lebih panjang dibandingkan di daerah Kedunghalang (32,25 cm). Hal ini membuktikan bahwa pengaruh pertumbuhan yang terjadi akibat pencemaran udara selain mempengaruhi proses metabolisme pada daun juga berpengaruh terhadap ibu tangkai daun. Perbandingan warna daun di daerah Ciapus memiliki warna lebih hijau tua dan cerah dibandingkan di daerah Kedunghalang sedangkan tepi daun berwarna kuning kecoklatan tandan berbakar hal ini diduga proses fotosintesis di daerah Ciapus lebih besar sehingga memiliki klorofil daun lebih banyak. Malhotra dan Khan (1984), menyebutkan bahwa pencemaran udara mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan tingkat produktivitas tanaman yang diikuti pula dengan beberapa gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena pencemaran udara berawal dari tingkat biokimia (gangguan proses fotosintesis, respirasi, serta biosintesis protein dan lemak), selanjutnya tingkat ultrastruktural (disorganisasi sel membran), kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya gejala pada jaringan daun seperti klorosis dan nekrosis. Rendahnya parameter morfologi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) di daerah Kedunghalang dibandingkan di daerah Ciapus diduga disebabkan terganggunya proses respirasi, taranspirasi dan fotosintesis oleh pencemaran udara baik berupa gas atau partikel. Menurut Kozlowski dan Mudd (1975) kebanyakan polusi udara menurunkan laju fotosintesis secara langsung maupun secara tidak langsung yang merusak jaringan. Tabel Pengamatan Anatomi Daun Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Parameter yang Diamati Indeks Stomata Panjang Stomata (nm) Lebar Stomata (nm) Tebal epidermis Nilai rataan Kedunghalang Nilai rataan Ciapus 0,1797 0,1395 203.80,93 210.88,18 179.59,89 181.77,38 249.96,73 246.33,17 atas (nm) Tebal Palisade 104.853,90 89.521,48 (nm) Tebal 132.860,2 Spons 131.810,95 1 (nm) Tebal 222.381,6 Mesofil 236.664,85 9 (nm) Tebal epidermis 161.30,81 177.77,81 bawah (nm) Tebal 247.750,7 daun 258.826,37 4 (nm) Dari hasil parameter anatomi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) nilai indek stomata di daerah Kedunghalang (0,1797) lebih tinggi dibandingkan di daerah Ciapus (0,1395). Duldulao dan Gomez (2008), menyebutkan bahwa adanya peningkatan indeks stomata pada tanaman dengan keadaan yang terpolusi. Menurut Wilmer (1983) tanaman dengan indeks stomata yang lebih tinggi kemungkinan akan mampu menyerap pencemar udara yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan indek stomata yang lebih rendah. Umumnya tanaman yang mempunyai ketahanan terhadap pencemar udara yang lebih tinggi, mempunyai indeks stomata yang lebih rendah, sehingga penetrasi bahan pencemar ke dalam daun menjadi lambat. Terlihat pada gambar 8. stomata pada daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang berasal dari daerah Kedunghalang memliliki ukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan di daerah Ciapus. Nilai rataan panjang stomata di daerah Kedunghalang sebesar 203.80,93 nm sedangkan di darah Ciapus sebesar 21088,12 nm dapat dilihat panjang stomata di daerah lebih besar dibandingkan di daerah Kedunghalang, begitupun ukuran lebar stomata di daerah ciapus relatif lebih besar (181.77,38 nm) dibandingkan di daerah Kedunghalang (179.59,89 nm). Stomata Epidermis (A) Stomata Epidermis (B) Gambar 8. Stomata Abaksial Daun Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) (A) di Ciapus dan (B) di Kedunghalang Terlihat pada Gambar 8.(B) pada permukaan daun di daerah Kedunghalang terdapat pencemar udara berupa partikel berwarna hitam yang menghalangi atau menutupi mulut stomata, hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozlowski dan Mudd (1975) kebanyakan polusi udara menurunkan laju fotosintesis secara langsung maupun secara tidak langsung. (B) Gambar 9. Anatomi Daun Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) (A) di Ciapus dan (B) di Kedunghalang Pada Gambar 9.(A) di Ciapus, Anatomi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) terlihat berwarna lebih hijau, hal ini karena daun mengandung zat hijau daun pada pengelihatan mikroskop pembesaran 10 x 10 sedangkan pada gambar 9.(B) di daerah Kedunghalang pada lapisan bagian didalam dekat dasar abaksial terdapat banyak warna kecoklatan dan beberapa warna coklat di lapisan mesofil. Warna coklat pada daun menandakan terdapat pencemar udara yang masuk ke dalam jaringan daun. Pencermar udara yang terlihat di sebelah dalam bagian abaksial pada daun yang masuk melewati stomata yang ada di bagian abaksial pada daun sedangkan pada bagian adaksial pada daun tidak terdapat warna coklat. Stomata pada daun mahoni hanya terdapat pada bagian bawah saja, hal ini membuktikan pencemaran udara yang masuk melaui stomata. Hal ini didukung juga pada gambar sebelumnya yaitu pada gambar 8. Terlihat pencemar udara berupa partikel menghalangi atau menutupi stomata hal tersebut dikarenakan jenis pencemar udara memiliki ukuran yang seukuran atau lebih besar dibandingkan dengan ukuran stomata. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Duldulao & Gomez 2008) stomata merupakan bagian tanaman tempat terjadinya penyerapan polutan. Selain menghalangi dan mentupi stomata, pencemar udara juga mempengaruhi jaringan mesofil pada daun mahoni (Swietenia mahagoniJacq.). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gostin (2009) pencemar udara yang masuk melalui stomata secara langsung dapat berhubungan denganjaringan mesofil. Dilihat dari nilai rataan tebal mesofil pada daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dari daerah Kedunghalang lebih tebal (236.664,85 nm) dibandingkan dengan dari dari Ciapus (222.381,69 nm) hal ini karena tebal jaringan palisade di daerah Kedunghalang lebih tebal (104.853,90 nm) dibandingkan di daerah Ciapus (895.21,48 nm) sedangkan tebal bunga karang relatif sama. Lebih tebalnya mesofil di daerah kedunghalang akibat pencemar udara yang mempengaruhi proses fisiologi pada daun mahoni ((Swietenia mahagoni Jacq.). Tebal epidermis atas daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) di daerah Kedunghalang dan di daerah Ciapus memiliki nilai rataaan tebal epidermis atas yang relatif sama dengan nilai rataan tebal epidermis di derah Kedunghalang sebesar 249.96,72 nm dan di daerah Ciapus sebesar 246.33,17 nm sedangkan pada lapisan epidermis bawah daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) di daerah Kedunghalang lebih kecil dibandingkan dengan di daerah Ciapus dengan nilai rataan di daerah Kedunghalang sebesar 161.30,81 nm dan didaerah Ciapus sebesar 177.77,81 nm hal tersebut dikarenakan lapisan epidermis atas pada daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) tidak terdapat stomata daun, sehingga pengaruh fisiologi tanaman tidak berdampak pada epidermis atas sedangkan pada lapisan epidermis bawah berdampak pada daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) diduga karena pencemar udara yang masuk melalui stomata mempengaruhi fisiologi pada lapisan epidermis bawah menghambat pertumbuhan pada lapisan epidermis bawah daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq. Kesimpulan 1. Terdapat perbedaan nilai rataan morfologi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) antara daerah Kedunghalang dengan daerah Ciapus yaitu: ukuran panjang daun, lebar daun, panjang daun dan luas daun di daerah Ciapus memiliki nilai rataan lebih tinggi dibandingkan di daerah Kedunghalang. 2. Terdapat perbedaan nilai rataan anatomi daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) antara daerah Kedunghalang dengan daerah Ciapus yaitu: nilai rataan indeks stomata daun di daerah kedunghalang lebih tinggi dibandingkan di daerah Ciapus, nilai rataan panjang stomata dan lebar stomata daun di daerah Kedunghalang lebih rendah dibandingkan di daerah Ciapus, nilai rataan tebal mesofil dan tebal daun di daerah Kedunghalang lebih tinggi dibandingkan di daerah Ciapus, mesofil dan tebal daun di daerah Kedunghalang lebih tinggi dibandingkan di daerah Ciapus. Daftar Pustaka Aminatari, Sri. 2013. Akumulasi Timbal (pb) dan Struktur Daun Angsana (Pterocarpus indicus willd) sebagai Tumbuhan Peneduh Jalan di Kota Banjarmasin. Wahana Bio Vol. 9 (1): 11-27. Duldulao, M.C.G. and R. A. Gomez. 2008. Effects of Vehicular Onmorphological Characteristics of Young and Mature Leaves of Sunflower (Tithonia diversifolia) and Napier Grass (Pennisetum purpureum). Research Journal. Vol. 1 (6): 142-151. Gostin, I. N. 2009. Air Pollution Effect on the Leaf Structure of Some Fabaceae Species. Notulae Botanicae Horti Agrobotanici Cluj-Napoca. Vol. (3) 7: 57-63. Palit, J. J. 2008. Teknik Penghitungan Jumlah Stomata Beberapa Kultivar Kelapa. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 (1): 9-10. Kovacs, M. 1992. Biological Indicators in Environmental Protection. Ellis Horwood. New York Kozlowski, T. T. and J. B. Mudd (Ed). 1975. Respone of Plants to Air Pollution. Academic Press. New York. Nugrahani, P. dan Sukartiningrum. 2008. Indeks Toleransi Polusi Udara (APTI) Tanaman-taman Median Jalan Kota Surabaya. Jurnal Pertanian Mapeta Vol.10 (2): 86-92. Nur, R. P. R. dan H. Purnomo. 2015. Model Simulasi Emisi dan Penyerapan CO2 di Kota Bogor (Model Simulation of CO2 Emission and Absorption in Bogor City). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 20 (1): 47-52. Wilmer, C. M. 1983. Stomata. Longman. London.