1 SISTEM POLITIK ISLAM UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA

advertisement
SISTEM POLITIK ISLAM
UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA
Diajukan untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Kelompok 10
Karyana Girijati
: 2010-41-180
Ika Putri Yanuarti
: 2012-31-102
Ardiana Nur Rahma
: 2012-31-112
Putria Haerun Nissa
: 2012-58-058
Richa Mia Destiyani
: 2012-32-005
1
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Mahakuasa, atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam dengan judul Sistem Politik Islam
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Supandi yang telah memberikan referensi materi terhadap tugas yang diberikan
sehingga penulis menjadi termotivasi untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Seperti peribahasa “Tak Ada Gading yang Tak Retak” begitu pula penulis yakin
bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca yang bijak, untuk memperbaiki makalah yang akan
datang.
Semoga isi dalam makalah ini, dapat bermanfaat dan bisa menjadi pelajaran yang
sangat berharga bagi yang membaca. Aamiin.
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
Cover ......................................................................................................................... 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 2
Daftar Isi................................................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan............................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penulisan ............................................................................................. 6
1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 6
BAB II : METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 7
2.1 Metode Studi Pusaka ......................................................................................... 7
2.2 Langkah-Langkah Penelitian ........................................................................... 7
2.3 Penyajian Hasil .................................................................................................. 7
BAB III : PEMBAHASAN...................................................................................... 8
3.1 Pengertian Politik .............................................................................................. 8
3.2 Pengertian Politik Menurut Islam ................................................................... 8
3.3 Politik Dalam Islam ........................................................................................... 9
3.4 Pemikiran Politik Hukum di Indonesia ........................................................... 11
3.5 Konsep dan Prinsip Dasar Politik Islam ......................................................... 12
3.6 Asas-asas Sistem Politk Islam........................................................................... 14
3.7 Politik Luar Negeri ............................................................................................ 17
3.8 Politik Bebas Aktif Republik Indonesia .......................................................... 19
3.9 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional.................................... 20
4
BAB IV : PENUTUP ............................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 23
4.2 Saran ................................................................................................................... 23
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 25
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, islam
memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil. Dalam Al-Qur‟an memang
aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada zaman Rasullullah SAW
sangatlah baik. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakatnya
menjalankan syariat Islam
Indonesia adalah sebuah negara islam terbesar di dunia, namun bila dikatakan
negara islam, dalam prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem pemerintahan
baik itu politik maupun demokrasinya, hal itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek
kehidupan manusia di indonesia, terutama pada system yang berlaku dalam pemerintahan
indonesia, contoh kecil adalah maraknya korupsi yang dikarenakan kurang transparannya
pemerintahan di indonesia.
Disini kami akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan
politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Qur‟an, Al
Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah SAW.
1.2
Rumusan Malasah
Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
a) Apa konsep dan prinsip dasar sistem politik Islam ?
b) Bagaimana prinsip dasar politik luar negeri?
c) Apa kontribusi umat Islam di Indonesia dalam politik nasional?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian yang kami kaji dalam makalah ini, yaitu :
a) Untuk mengetahui konsep dan prinsip dasar politik Islam
b) Untuk mengetahui prinsip dasar politik luar negeri
c) Untuk mengetahui kontribusi umat Islam dalam politik nasional
1.4
Metodologi Penulisan
Metode pusaka yang diambil melalui internet dan modul pendidikan agama
6
1.5
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki manfaat, yaitu :
1. Memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama
2. Mengetahui sistem politik Islam
3. Mengetahui partai-partai Indonesia yang menganut sistem politik Islam
1.6
Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yaitu :
Bab pertama adalah Pendahuluan, yang mencakup, latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab kedua
adalah penjabaran metodologi penelitian berupa langkah-langkah
penelitian dan bagaimana penyampaian hasil penelitian
Bab ketiga adalah pembahasan, yang berisi materi atau bahasan pokok dari yang
telah diuraikan pada rumusan masalah, yaitu konsep dan prinsip dasar politik islam, prinsip
dasar politik luar negeri, dan kontribusi umat Islam dalam politik nasional
Bab keempat adalah penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
7
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1
Metode Studi Pusaka
Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang berarti cara atau jalan yang
ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka, metode menyangkut masalah cara
kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi
metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dalam sebuah penelitian,tentu ada metode yang digunakan. Metode menurut KBBI
adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sementara itu,Pendapat
lain dari Prof.Almadk mengatakan bahwa metode adalah cara menerapkan prinsip-prinsip
logis terhadap penemuan,pengesahan dan penjelasan kebenaran.
2.2
Langkah – langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah seperti :
1. Menentukan topik ,tema, dan judul penelitian
2. Mencari dan mengumpulkan data informasi (study pusaka).
3. Mengelola data dan dianalisis
4. Menyusun karya ilmiah.
2.3
Penyajian Hasil
Hasil Penelitian ini disajikan dalam paragraf untuk pembahasan, dan visualisasi
data penulis membuatnya dalam bentuk powerpoint .
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin Politicus dan bahasa Yunani politicos,
artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu
berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989),
pengertian politik sebagai kata benda ada tiga, Jika dikaitkan dengan ilmu artinya :
1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan);
2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan atau terhadap negara lain; dan
3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).
3.2
Pengertian Politik Menurut Islam
Dalam bahasa arab istilah politik merupakan terjemahan dari siyasah. Politik islam
terdiri dari dua aspek. Yaitu politik dan islam. Politik berarti suatu cara bagaimana
penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai dengan keinginan
penguasa. Sedangkan islam berarti penataan dan islam sebagai din merupakan organisasi
penataan menurut ajaran Allah, yaitu Al-Qur’an dan menurut sunnah rasulnya. Politik
islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat, agar
berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunnah rasulnya.
Dalam konsep islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan
dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Qur’an menurut sunah rasul. Penguasa tidak
memiliki kekuasaan mutlak, ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi
untuk menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.
Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukum yang telah-dialih bahasakan menjadi
hukum intinya adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan atau
vonis (pengadilan). Secara harfiyah dapat diartikan sebagai mengurus, mengendali atau
memimpin sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu„alaihi wa-sallam:
‫س كْ َل ْئكرْ ْس ْاون َاك ْاوُن َاك‬
‫ نْ َي ك ْ َُ َْ َْو نن َاُن نه َي ُْ ن‬.
9
“Adapun Bani Israil dipimpin oleh para nabi mereka”
3.3
Politik Dalam islam
Dalam Agama Islam, bukan masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja yang dibahas.
Akan tetapi tentang kemaslahatan umat juga dibahas dan diatur dalam Islam, dalam kajian
ini salah satunya adalah Politik Islam yang dalam bahasa agamanya disebut Fiqh Siyasah.
Fiqh Siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas
mengenai ketatanegaraan Islam (Politik Islam). Secara bahasa Fiqh adalah mengetahui
hukum-hukum Islam yang bersifat amali melalui dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan
Siyasah adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijaksanaan,
pengurusan, dan pengawasan.
Sedangkan Ibn Al-Qayyim mengartikan Fiqh Siyasah adalah segala perbuatan yang
membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemudharatan,
serta sekalipun Rasullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah menetapkannya pula. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Fiqh Siyasah adalah hukum yang mengatur
hubungan penguasa dengan rakyatnya. Pembahasan diatas dapat diartikan bahwa Politik
Islam dalam kajian Islam disebut Fiqh Siyasah.
Dan Fiqh Siyasah ini menurut Pulungan terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu Siyasah
itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan diatas,
sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan. Secara pengertian
umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam mengambil
keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan, Siyasah Dusturiyah adalah hal yang mengatur atau
kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam mengatur warga
negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian terpenting dalam suatu
negara, karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar dari suatu negara. Yaitu
keharmonisan antara warga negara dengan kepala negaranya.
2. Siyasah Maliyah
10
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu
Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai
keuangan negara. Djazuli mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan
kewajiban kepala negara untuk mengatur dan mengurus keuangan negara guna
kepentingan warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan
Pulungan yang mengatakan bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang
menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak, serta Baitul Mal.
Siyasah maliyah adalah hal-hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara
yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan negara yang tidak
bertentangan dengan syari’at Islam.
3. Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, wewenang, serta kekuasaan.
Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk
mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalah teritorial, nasionalitas,
ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing.
Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal
balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash.
Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada pengaturan masalah kenegaraan yang
bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan
negara untuk pengakuan dari negara lain.
4. Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat
atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau
kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah atau
kepala negara mengatur dan mengurusi hal-hal dan masalah yang berkaitan dengan
perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang,
perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah perdamaian.
Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah
perdamaian saling membantu dalam kebaikan, maka:
11
1) Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan
darurat hanya di lakukan seperlunya.
2) Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.
3) Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepada damai.
4) Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi
3.4
Pemikiran Politik Hukum Islam di Indonesia
Negara dan agama, di negara sekulerpun, tidak dapat dipisahkan begitu saja, karena
para pengelola negara adalah manusia biasa yang juga terikat dengan berbagai macam
norma yang hidup dalam masyarakat, termasuk norma agama. Misalnya, meskipun negaranegara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda adalah negara yang
memaklumkan diri sebagai negara sekuler, tetapi banyak kasus menunjukkan bahwa
keterlibatannya dalam urusan keagamaan terus berlangsung sepanjang entitas agama dan
negara itu ada. Bukti empiris keterkaitan agama dan negara dalam konteks Indonesia dapat
dilihat misalnya dalam perjuangan sebagian umat Islam untuk memberlakukan Islam
sebagai dasar negara.
Menurut Mahfud MD, secara yuridis-konstitusional negara Indonesia bukanlah
negara agama dan bukan pula negara sekuler. Menurutnya Indonesia adalah religious
nation state atau negara kebangsaan yang beragama. Indonesia adalah negara yang
menjadikan ajaran agama sebagai dasar moral, sekaligus sebagai sumber hukum materiil
dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dengan jelas
dikatakan bahwa salah satu dasar negara Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Abdul Ghani Abdullah mengemukakan bahwa berlakunya hukum Islam di
Indonesia telah mendapat tempat konstitusional yang berdasar pada tiga alasan,
yaitu: Pertama, alasan filosofis bahwa ajaran Islam rnerupakan pandangan hidup, cita
moral dan cita hukum mayoritas muslim di Indonesia, dan ini mempunyai peran penting
bagi terciptanya norma fundamental negara Pancasila. Kedua, alasan sosiologis bahwa
perkembangan sejarah masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa cita hukum dan
kesadaran
hukum
bersendikan
ajaran
Islam
memiliki
tingkat
aktualitas
yang
berkesinambungan, dan Ketiga, alasan yuridis yang tertuang dalam pasal 24, 25 dan 29
UUD 1945 memberi tempat bagi keberlakuan hukum Islam secara yuridis formal.
12
Mengenai kedudukan hukum Islam dalam tata hukum negara Indonesia, sistem
hukum di Indonesia bersifat majemuk, ini sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya.
Disebut demikian karena hingga saat ini di Indonesia berlaku tiga sistem hukum sekaligus,
yakni sistem hukum adat, sistem hukum Islam, dan sistem hukum barat.
Namun tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa hukum Islam di Indonesia adalah
“hukum yang hidup” (the living law), kendati secara resmi dalam aspek-aspek pengaturan
tertentu, ia tidak atau belum dijadikan kaidah hukum positif oleh negara. Banyaknya
pertanyaaan dan permaslahan mengenai hukum dalam masyarakat yang diajukan kepada
para ulama, media massa, dan organisasi sosial keagamaan Islam, haruslah dilihat sebagai
sebagai salah satu isyarat bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup dalam
masyarakat.
Untuk mewujudkan anggapan tersebut maka dibutuhkan aktualisasi hukum Islam itu
sendiri, agar tetap urgen menjadi bagian dari proses pembangunan hukum nasional.
Aktualisai
hukum
Islam
dapat
dibedakan
menjadi
dua
bentuk: pertama, upaya
pemberlakuan hukum Islam dengan pembentukan peraturan hukum tertentu yang berlaku
khusus bagi umat Islam. Kedua, upaya menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum
bagi penyusunan hukum nasional. Adapun prosedur legislasi hukum Islam harus mengacu
kepada politik hukum yang dianut oleh badan kekuasaan negara secara kolektif. Suatu
undang-undang dapat ditetapkan sebagai peraturan tertulis yang dikodifikasikan apabila
telah melalui proses politik pada badan kekuasaan negara yaitu legislatif dan eksekutif,
serta memenuhi persyaratan dan rancangan perundang-undangan yang layak.
3.5
Konsep dan prinsip dasar politik islam.
1. Konsep pertama adalah mengenai imâmah (kepemimpinan). Pengangkatan
pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep
politik Islam yang pokok.
Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu, Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat (An-Nisa ayat 58)
13
Para ulama mengatakan bahwa penggalan surat An-Nisa di atas diturunkan untuk
para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri), agar mereka menyampaikan amanat
kepada ahlinya. Ayat berikutnya (An-Nisa ayat 59) :
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah
kepada Rasul dan ulil amri dari golonganmu! Kemudian jika engkau
berselisih dalam masalah sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam hal
pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu gugur
(tidak berlaku) bila mereka memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat kepada
Allah swt. Oleh karena itu, “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan
maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).”
2. Konsep kedua adalah syûrâ (konsultasi) atau musyawarah. Allah berfirman di
dalam al-Quran,
Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka
maafkanlah
mereka,
mohonkan
ampun
bagi
mereka,
dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya
Allah
menyukai
orang-orang
yang
bertawakkal
kepadanya. (Ali Imran: 159).
Konsep ini menuntun bagi sebuah proses pengambilan keputusan atau kebijakan
dari seorang pemimpin dl menjalankan pemerintahannya. Syûrâ menjadi ruh
yang sangat penting bagi partisipasi ummat dalam penentuan kebijakan.
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua
negara dan orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam
pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan
penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di
dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah
14
berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-perkara baru yang timbul
di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
3. Konsep ketiga mengenai ‘adalah (keadilan). Allah berfirman di dalam al-Quran :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat
kebajikan (Al-Nahl: 90)
Keadilan dan kesetimbangan (balance) dalam menentukan kebijakan merupakan
prinsip yang dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam mengedepankan
keadilan dalam inti ajarannya.
Keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.
Prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan
merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia,
termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah. Kewajiban berlaku adil dan
menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam,
maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas
tersebut.
4. Konsep Keempat adalah Kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh sistem
politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan kebajikanyang sesuai dengan Al–
Qur’an dan Hadist. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan
terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas
utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
5. Konsep Kelima adalah Persamaan. Terdiri daripada persamaan dalam
mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab
menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan
dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.
3.6
Asas-asas Sistem Politik Islam
Ada tiga asas dalam sistem politik islam, yaitu :
1. Hakimiyyah Ilahiyyah : Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan
kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagiNyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan
hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
15
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:

Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi
pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan
tunduk.

Hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh sesiap orang kecuali
Allah.

Allah sajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya
Pencipta.

Hanya Allah saja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab
Dialah satu-satuNya Pemilik.

Hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia saja yang mengetahui
hakikat segala sesuatu dan di tanganNya saja penentuan hidayah dan penentuan
jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa teras utama kepada sistem politik Islam ialah
tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
2. Risalah : Kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga
kepada Nabi Muhammad SAW adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam.
Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam
bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan
menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala
perintah dan larangan Rasulullah SAW. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintahperintah Rasulullah SAW dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah SAW untuk
menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
َ ‫لا ْو ْس ْىَع‬
‫كهن َْءو ْن مو‬
‫لا ْل َْ ءْ َََْ ْس َكوقنئا َ ْ َْ ْس ْم َن ِْ ن‬
‫َئ ن‬
َ ‫َْ َكوقن َئاع ْوذْل َْ ْو‬
‫سواَن َْ َكوَْيومع‬
‫سََ ْس كا َْن َْ َكو ْي‬
َ ‫َون اََْنْ ًنَوْوُ ُْ نناكْ ال ْا َي كو‬
ْ ْ‫ُ و نا ني مو َْ ْم َو نن َي ك َ ْ َيو‬
ْ
َ ‫ْ ُْدُد ن‬
‫لا نل‬
‫كوئ ن‬
َ ‫كه ك َقناك َْ ءْو َُي ْ نهاك سن ْى َو ُْهو نا َي مو َْ ءْ نهذنَخن‬
ْ ‫َكو ْاقو‬
ْ َ ‫كهْ َّْ َك‬
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal
dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
16
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (AlHasyr: 7)
‫اح ْىيَع ُننَ ْموناكْ ْال َْ ِْاْ َْر ءْ ْل‬
ْ ‫َ ْ َُهن ْس ْه َي ءْي ُْ ْردنَك ْال َّ ن َي اْ ََوْ نه َي‬
ْ ‫ُ ْر ْئ ءَْ ْيو ُن ْك ْ َن ني‬
‫َض ْم َيو ْى ْئ ُرو‬
ْ َ‫ت‬
ْ َْ ‫س ََْ نياك‬
ْ ‫ْ َس ََْ ُيو َُْن‬
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
3. Khilafah : Berarti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah
sebagai wakil Allah. Oleh karena itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka
manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di
atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah
atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.
‫َل نْ نم َكَنْل َثم َّ ُمث‬
‫أ ايف نَ نف ائ نث‬
‫ن ِ َ نرَ ا ث‬
‫َل اََن ََن نثن نْ َم اه اد َثم اْ َث‬
‫ْع نل َف نث‬
‫َ ن َم نُك نث‬
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah
mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar
mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orangorang yang memenuhi syarat-syarat berikut :

Terdiri dari orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung
prinsip-prinsip tanggung jawab yang terangkum dalam pengertian khilafah

Tidak terdiri dari orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta
bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya

Terdiri dari orang yang berilmu, berakal sehat, memiliki kecerdasan, kearifan serta
kemampuan intelek dan fisikal
17

Terdiri dari orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab
kepada mereka dengan yakin dan tanpa keraguan.
3.7
Politik Luar Negeri
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam
hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola
perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara
lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti
pilihan jalan tertentu.
Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia
(1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh
pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk
mencapai tujuan nasional”. Dari uraian di atas sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan
politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut
memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan
yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan
keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional
sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
Adapun Landasan hukum pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terdapat pada :
1. Pancasila
2. Pembukaan UUD 1945 alinea I dan IV .
Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan
secara jelas di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I
menyatakan bahwa ”... Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”
Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa ”…dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
3. Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 : Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
18
4. Pasal 13 UUD 1945 menyebutkan bahwa : a. Presiden mengangkat duta dan
konsul. b. Dalam hal mengangkat duta; Presiden memperhatikan pertimbangan
DPR. c. Presiden menerima penempatan duta negara lain dngn memperhatikan
pertimbangan DPR.
5. Undang-undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
7. Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri
Politik luar negeri Indonesia oleh pemerintah dirumuskan dalam kebijakan luar negeri
yang diarahkan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional. Kebijakan luar negeri
oleh pemerintah dilaksanakan dengan kegiatan diplomasi yang dilaksakan oleh para
diplomat. Dalam menjalankan tugasnya para diplomat dikoordinasikan oleh Departemen
Luar Negeri yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri. Tugas diplomat adalah
menjembatani kepentingan nasional negaranya dengan dunia internasional.
Menurut Drs. Moh. Hatta, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan Negara,
2. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar
kemakmuran rakyat,
3. Meningkatkan perdamaian internasional,
4. Meningkatkan persaudaraan dengan semua bangsa.
Prinsip-prinsip pokok yang menjadi dasar politik luar negeri Indonesia :
1. Negara kita menjalani politik damai.
2. Negara kita bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dengan
tidak mencampuri soal susunan dan corak pemerintahan negara masing-masing
3. Negara kita memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi
internasional untuk menjamin perdamaian yg kekal.
4.
Negara
kita
berusaha
mempermudah
jalannya
pertukaran
pembayaran
internasional.
5. Negara kita membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan
berpedoman pada Piagam PBB.
19
6. Negara kita dalam lingkungan PBB berusaha menyokong perjuangan kemerdekaan
bangsa-bangsa yang masih dijajah, sebab tanpa kemerdekaan, persaudaraan dan
perdamaian internasional itu tidak akan tercapai.
Pelaksanaan politik luar negeri Politik Luar Negeri di masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan
usaha memantapkan politik luar negeri, yaitu dengan cara meningkatkan kerjasama
internasional
dan
meningkatkan
kualitas
diplomasi
Indonesia
dalam
rangka
memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158
negara anggota PBB.
Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :
1. Ketua Komite Sanksi Rwanda
2. Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian
3. Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone
4. Wakil Ketua Komite penyelesaian konfik Sudan
5. Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo
6. Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau
Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak
tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua negara lainnya memberikan dukungan
untuk memberi sanksi pada Iran.
3.8
Politik Bebas Aktif Republik Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri
RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna
politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa
pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif.
A.W Wijaya merumuskan : Bebas artinya tidak terikat oleh suatu ideologi atau
oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara
adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan
20
kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan
negara lain.
Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan : Bebas dalam pengertian
bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif berarti
bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasifreaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai perkataan bebas dalam politik
bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian
ini, dapat diberi definisi sebagai : Berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan
pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masingmasing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”
3.9
Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Konstribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional tidak bisa dipandang sebelah
mata. Di setiap massa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh
besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdrinya kerajaan – kerajaan,
pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas
bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa
memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia.
Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan
kontribusi bagi bangsa ini.
1.
Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup
panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial berada di tanah air, sudah berdiri kerajaan Islam
yang berjaya. Kejayaan kerajaan Islam ini berlangsung antara abad ke – 13 hingga abad ke
– 16 Masehi.
2.
Era Kolonial dan Kemerdekaan ( Orde Lama )
21
Pada masa ini kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu
seperti komunisme dengan segala intriknya.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpinpemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari
penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri diatas Daulah Islamiyyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta.
Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum
agama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila
sebagai filosofis Negara.
3.
Era Orde Baru
Pemerintah pada masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di
dalam Negara. Ideology politik lainnya di pasung dan tidak boleh di tampilkan, termasuk
ideologi Islam. Hal ini menyebabkan terjadinnya kondisi deplotasi politik di dalam
perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum
skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah.
Kelompok kedua adalah kaum subtansialis
yang mendukung pemerintah dan
menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik Negara ini.
4.
Era Reformasi
Bulan Mei pada tahun 19977 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk membangun kekuatan dengan maksud menumbangkan rezim
tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran pemimpin Islam pada saat itu.
Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung perpolitikan pun
semakin di perhitungkan.
Umat islam kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan
lagi sebagai satu-satunya asas dalam Negara Indonesia. Partai-partai politik juga boleh
menggunakan asas islam.
22
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asa dan label Islam.
Partai – partai politik yang berasaskan islam pada waktu itu ialah PKB, PKU, PNU, PBR,
PKS, PKNU dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya
umat islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang terjun
dalam perjuangan politik yang lebih serius. Islam harus serius untuk memunculkan
pemimpin yang handal, cerdas, berakhlak mulia, professional, dan punya integritas diri
yang tangguh.
Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi (genaralisasi) dalam
panggung politik. Politk islam harus mampu mempresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia
yang tercinta ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
23
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan :
1. Semua sumber politik islam yang kita pelajari adalah bersumber dari Alquran dan
Hadist.
2. Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didomisili oleh orangorang Islam yang menahami dan mengamalkan Islam secara baik, yang merupakan
hasil penerapan dari siyasah.
4.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Langkah politik yang diambil kalangan Islam dalam menanggapi perubahan
situasi politik nasional era reformasi memang tidak berbeda jauh dengan
pendahulunya. Kalangan Islam mampu berdampingan dengan demokrasi
sebagai bentuk sistem politik modern. Tetapi cukup mengecewakan keadaan
kalangan Islam saat ini lebih banyak mengikutialur perpolitikan ketimbang
pembuat alur. Selain itu, pertimbangan kekuatan politik di parlemen menjadi
tolok ukur untuk menentukanl angkah-langkah perjuangan penegakan syari‟at.
Bila posisi politik di MPR mendukung (Islam sebagai mayoritas), wakil-wakil
gerakan Islam atau kalangan Islam akan membuat aturan-aturan perundangundangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Kalau tidak, mereka tidak
memaksakan dan akan menerima aturan walaupun berlainan dengan ajaran
agamaIslam. Sehingga sangat mengesankan sikap pragmatisme kalangan
Islam.
2. Umat Islam di Indonesia seharusnya berani untuk mengambil alih
pemerintahan sehingga nilai-nilai Islam akan terwujud di masyarakat Indonesia
sendiri.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://gondayumitro.com/konsep-dasar-pemikiran-politik-dalam-islam/ , diunduh 15 Agustus
2013
http://zakigerilyawan.wordpress.com/2009/06/20/konsep-dasar-politik-islam/ , diunduh 15
Agustus 2013
http://mariamahsulaiman.blogspot.com/2013/02/politik-luar-negeri.html , diunduh 15 Agustus
2013
25
http://mustofasmp2.wordpress.com/2009/01/20/politik-luar-negeri-indonesia/ , diunduh 15
Agustus 2013
http://cahyodwi-dc.blogspot.com/2011/03/kontribusi-umat-islam-dalam.html , diunduh 15
Agustus 2013
http://prefix-entry.blogspot.com/2010/10/kontribusi-umat-islam-dalam.html , diunduh 15
Agustus 2013
Download