BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Olahraga lari sejak 2014 sudah menjadi trend tersendiri di tengah
masyarakat Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Olahraga ini menjadi banyak
peminatnya ketika olahraga lari dimodifikasi. Seperti diadakannya acara colur
run yang mana mensosialisasikan tentang gaya hidup sehat. Kemunculannya
ini memberikan pemikiran sendiri bahwa olahraga lari, bukan hanya sehat tapi
juga menyenangkan. Selain colour run ada juga lari lintas alam dimana trail
lari di perbukitan jalan menanjak, jalan turunan, atau di lereng gunung.
Banyaknya peminat untuk olahraga lari yang dibawakan secara berbeda, maka
tidak heran jika muncul komunitas yang menampungnya. Seperti Indo Colour
Run atau Indorunners yang memiliki anggota bukan hanya dari kalangan
remaja namun dari berbagai kalangan usia. Meskipun banyak peminatnya,
salah satu pendiri komunitas lari pun mengakui bahwa fun run tidak menjamin
anggotanya
akan
konsisten
mengikuti
olahraga
ini
(Triananda,
http://www.beritasatu.com/olahraga/242496-2015-olahraga-lari-diperkirakanakan-makin-diminati.html. Diakses pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 21.05).
Tidak sedikit dari komunitas akan melakukan bentuk aktivitas komunikasi
yang dilakukan ke dalam maupun ke luar komunitas untuk mempertahankan
nilai yang dimiliki komunitas. Ataupun melakukan manajemen komunikasi
untuk melakukan strategi komunikas kepada masyarakat agar komunitas
tersebut bisa tetap eksis dan memiliki banyak peminatnya.
Berbeda dengan komunitas lari lintas alam tertua di Yogyakarta bahkan
Indonesia, Hash House Harriers yang masih memiliki anggota setia untuk
menjadi peminat komunitas. Hash House Harriers merupakan komunitas
olahraga lari lintas alam non-kompetisi. Mulai masuk ke Indonesia sekitar
tahun 1970-an. Pada mulanya Hash House Harriers hadir di Yogyakarta pada
1
tahun 1978, tepatnya 28 mei 1978 yang diperkenalkan oleh Andrew Pinhead
Kilsby seorang warga negara Inggris yang bekerja di Yogyakarta menangani
Proyek Irigasi Kali Progo (Komarudin, 2010 : 7). Klub pertama bernama
Jogjakarta Hash House Harriers yang pada awalnya anggotanya adalah WNA
(Warga Negara Asing) di Yogyakarta.
Selama 35 tahun Jogjakarta Hash House Harriers berdiri di tengah
masyarakat umum tetap banyak orang yang asing dengan komunitas ini.
Komunitas ini memiliki keterterbatasan menggunakan media komunikasi agar
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers dikenal kepada masyarakat luas.
Namun mereka tetap memiliki peminat setia untuk bergabung ke dalam
komunitas.
Olahraga lari lintas alam ini tersebar di seluruh dunia dan memiliki
semboyan fun, fitness,and friendship. Fun mewakili rasa senang mereka
melakukan olahraga lari lintas alam ini. Kemudian fitness mewakili olahraga
yang baik untuk kesehatan. Dan friendship memandang komunitas Hash
sebagai komunitas yang memiliki rasa kekeluargaan. Usia komunitas Hash
bisa dikatakan lebih dari 30 tahun dan tetap memiliki peminat yang relatif
banyak meskipun dengan publikasi yang terbatas. Hal ini terbukti dengan
adanya 6 komunitas Hash yang tetap eksis di Yogyakarta.
Sebagai komunitas Hash yang pertama kali dibentuk di Yogyakarta,
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers yang berdiri sejak tahun 1979.
Bermunculannya berbagai komunitas Hash setelah Jogjakarta Hash House
Harriiers membuat permasalahan tersendiri bagi komunitas. Terlebih adanya
dinamika jumlah anggota selama lima tahun terakhir menunjukkan penurunan
jumlah partisipasi anggota. Namun, sampai sekarang Jogjakarta Hash House
Harriers masih mampu untuk bertahan sebagai komunitas Hash tertua di
Yogyakarta.
Sebagai komunitas Hash tertua di Yogyakarta, pengelolaan komite
Jogjakarta Hash House Harriers berbeda dengan komunitas Hash lainnya.
2
Jogjakarta Hash House Harriers masih menjaga tradisi dari komunitas Hash
seperti mempertahankan nilai fun, fitness, friendship. Dan mewujudkan tujuan
komunitas Hash dimana sebagai media untuk menyalurkan jiwa sosial kepada
masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan manajemen komunikasi yang
dilakukan oleh komite Jogjakarta Hash House Harriers memberikan peran
yang penting bagi komunitas.
Partisipasi aktif dari para hasher (sebutan untuk anggota Hash) dimotivasi
oleh adanya pandangan bahwa komunitas Hash mampu memberikan investasi
kesehatan di masa yang akan datang. Dan para hasher percaya bahwa
komunitas Hash House Harriers mempunyai kapasitas untuk berkembang dan
tumbuh menjadi suatu tempat yang baik untuk hidup sehingga social
actualization dari para hasher pun dapat diwujudkan. Dalam hal social
contribution, para hashers pun percaya bahwa aktivitas sehari-hari mereka
berkontribusi/berperan untuk masyarakat dan berapa banyak aktivitas tersebut
dihargai oleh masyarakat mereka (Komarudin, 2010:11). Tentu saja
pandangan ini tidak terlepas dari upaya pengelolaan komite komunitas Hash.
Komunikasi atau interaksi yang berkaitan di dalam organisasi atau
kelompok Jogjakarta Hash House Harriers bukan hanya terpusat kepada
pemimpin saja. Bisa jadi dari pemimpin komunitas ke anggota ataupun
sebaliknya. Komite terbuka dengan pendapat dari anggota. Sikap keterbukaan
ini menjadikan interaksi timbal balik diantara sesama anggota atau komite
dengan anggota memberikan input yang positif terhadap komunitas. Mereka
merasa mendapatkan keluarga baru di dalam komunitas Jogjakarta Hash
House Harriers. Bentuk komunikasi yang terbuka ini terlihat pada beberapa
kegiatan yang dilaksanakan di Jogjakarta Hash House Harriers adalah ide
dari anggotanya sendiri. Seperti pelaksanaan liburan bersama yang tidak
jarang destinasinya hasil dari pendapat hasher.
Serangkaian program komite yang dilaksanakan setiap tahunnya sebagai
sebuah pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan komite
3
untuk mencapai tujuan dari komunitas. Kinerja secara sukarela dari komite
tidak mengahalangi mereka untuk melakukan pengelolaan organisasi secara
optimal.
Seperti koordinasi diantara komite untuk membuat jalur lari dengan tiga
tipe (short run, medium run, long run), melakukan publikasi tentang jalur rute
lari ke suratkabar lokal, kemudian menyebarkan potongan kertas sebagai
penanda rute lari. Setiap lari ada upacara On-On (sebelum lari) dan di akhir
lari ada upacara Down-Down. Komite pun mempersiapkan pemimpin upacara
dan jika memungkinkan disiapkan pula seperangkat sound sederhana untuk
para hasher menyanyikan lagu Hash House Harriers. Mereka juga menyiapkan
konsumsi berupa makan dan minum untuk hasher. Tentu dengan adanya
pengelolaan semacam ini, terdapat pesan yang salah satunya berisi ajakan
untuk selalu mengikuti kegiatan Hash disini yang disampaikan kepada seluruh
khalayak Jogjakarta Hash House Harriers.
Komunitas lari di Yogyakarta saat ini sedang berkembang pesat. Adanya
komunitas Indorunner yang menyebarkan virus lari dan tersebar di seluruh
dunia sejak tahun 2009 dan memiliki 3000 anggota di seluruh Indonesia
membawa
angin
segar
untuk
berolahraga
lari
(Anggraningrum,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=158970&val=4687&title
=Strategi%20Komunikasi%20Komunitas%20IndoRunner).
Namun
para
hasher memandang komunitas Jogjakarta Hash House Harriers ini sebagai
komunitas lari yang berbeda dengan komunitas olahraga lari atau Hash
lainnya. Berbeda karena rute yang digunakan untuk lari dan juga di dalam
komunitas mereka tidak melihat latar belakang dari masing-masing
anggotanya. Dengan kata lain mereka sama dan saling membaur. Mereka
bergabung dengan suka cita dan tidak heran loyalitas dari anggota dipengaruhi
pula dengan lingkungan komunitas yang seperti keluarga sendiri.
Bertahannya anggota juga untuk mempertahankan komunitas Jogjakarta
Hash House Harriers. Sumber dana untuk hidupnya komunitas ini, komite
4
mengandalkan iuran anggota, arisan anggota, dan sponsor. Bahkan tak jarang
sponsor yang didapat untuk komunitas berasal dari hasher-nya sendiri. Tidak
ada strategi komunikasi yang aktif dari komite untuk secara massif
mempromosikan tentang komunitas Jogjakarta Hash House Harriers. Mereka
hanya mengandalkan publikasi terbatas melalui suratkabar Kedaulatan Rakyat.
Mereka lebih mengandalkan penyaluran informasi tentang Jogjakarta Hash
House Harriers melalui mulut ke mulut.
Sebagai media jalannya informasi dan komunikasi di dalam internal
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers, mereka memiliki buletin yang
terbit setiap minggunya dan yang bercerita tentang apa dan bagaimana
kegiatan lari yang dilaksanakan sebelumnya. Buletin ini juga sebagai media
komunikasi diantara hasher untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun
atau ucapan belasungkawa. Buletin juga sebagai media pemasangan sponsor.
Jogjakarta Hash House Harriers dari sudut pandang organisasi melakukan
manajemen komunikasinya secara tidak langsung. Peran dan partisipasi dari
hasher di dalam internal komunikasi juga membantu untuk melancarkan
pengorganisasian oleh komite. Sikap keterbukaan dan rasa toleransi yang
dibangun dari kegiatan-kegiatan yang ada pada Jogjakarta Hash House
Harriers membuat para hasher nyaman di dalam komunitas dan mendukung
untuk bertahannya mereka di dalam komunitas. Peran dan partisipasi para
hasher mampu dipacu oleh komite dengan cara misalkan penyematan nama
panggilan khusus di Jogjakarta Hash House Harriers kepada hasher yang
sudah lama mengikuti kegiatan lari di komunitas Jogjakarta Hash House
Harriers. Dengan salah satu cara seperti itu membuat anggota Hash merasa
dianggap di komunitas dan mempertahankan hidupnya Jogjakarta Hash
House Harriers sebagai komunitas Hash yang mempertahankan nilai
fun,fitness,friendhsip komunitas Hash.
5
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, fenomena
komunitas Hash ini memunculkan satu pertanyaan penelitian tentang
“Bagaimana pengelolaan manajemen komunikasi organisasi di dalam
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers untuk mempertahankan nilai
fun,fitness,friendship komunitas Hash ? ”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan komunikasi yang dilakukan di dalam
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers yang dipandang
sebagai organisasi.
2. Untuk
mendeskripsikan
manajemen
komunikasi
yang
dilakukan komunitas Jogjakarta Hash House Harriers untuk
mempertahankan nilai fun,fitness,friendhsip komunitas Hash
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Pada akhir penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan
atau referensi tentang komunikasi organisasi pada komunitas Hash House
Harriers yang begitu lama berkembang di Yogyakarta.
2. Manfaat Non Akademis
Mampu untuk memberikan kritik dan saran bagi perkembangan dalam
komunitas Hash House Harriers sendiri.
E. Kerangka Pemikiran
1. Komunikasi Organisasi pada Komunitas
Organisasi menurut Johnson (2000) adalah salah satu bentuk
kelompok yang difungsikan oleh dua orang atau lebih yang memiliki
norma dan telah disepakati di dalamnya. Jika menurut Harun (2008:35)
organisasi memiliki dua pengertian. Pertama, mengacu pada suatu
6
lembaga atau kelompok fungsional. Yang kedua mengacu pada proses
pengorganisasian,
yaitu
pengaturan
pekerjaan
dan
pengalokasian
pekerjaan di antara organisasi sehigga tujuan organisasi dapat dicapai
secara efisien.
Komunitas dilihat dari sisi organisasi, mampu dikategorikan ke
dalam organisasi sosial. Van Dijk (dalam Lievrow,2009:63) menjelaskan
ada empat karakter utama dari komunitas, yaitu memiliki anggota, sebuah
organisasi sosial, memiliki bahasa dan pola interaksi serta sebuah identitas
umum dan kultural. Dimana menurut Pace dan Faules (2010 : 41)
organisasi sosial merujuk pada pola – pola interaksi sosial dan regularitas
yang teramati dan perilaku sosial orang – orang yang disebabkan oleh
situasi sosial mereka. Organisasi sosial terbentuk pun karena adanya
tujuan bersama yang ingin diraih melalui organisasi. Selebihnya Berlo
(dalam Pace dan Faules, 2010 : 42) memberikan penjelasan tentang
komunikasi organisasi sosial termasuk ke dalam komunitas meilihat
aktivitas komunikasi adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Melalui
komunikasi yang terjadi di dalam internal maupun eksternal organisasi
akan memberikan persamaan pandangan tentang sistem sosial, norma yang
mengikat anggota, dan cara mereka berkomunikasi di dalamnya.
Hovland (dalam Effendi 2003:10) mengungkapkan komunikasi
adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Salah satu
bentuk komunikasi adalah komunikasi yang terjadi di organisasi atau yang
disebut juga komunikasi organisasi. Perkembangan tentang komunikasi
organisasi, dipandang sebagai hal yang subjektif atau dari objektifnya.
Seseorang belajar tentang komunikasi di dalam organisasi bisa jadi ingin
mempelajari tentang perilaku berorganisasi atau memperbaiki komunikasi
untuk tujuan manajemen.
Pace dan Faules (2006:31) mengungkapkan ada dua pandangan
untuk mendefinisikan komunikasi organisasi. Berdasarkan definisi
7
fungsional, komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan
dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan
bagian dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarki organisasi.
Kemudian berdasarkan pandangan tradisional, komunikasi menekankan
pada kegiatan penanganan-pesan yang terkandung dalam suatu batas
organisasi.
Lain halnya
dengan pandangan DeVito (2007:377)
yang
mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan di dalam orgdaftanisasi yang meliputi di dalam kelompok
formal ataupun informal organisasi. Redding dan Sanborn (2008:4)
menyatakan komunikasi organisasi adalah proses pengiriman dan
penerimaan
informasi
dalam
organisasi
yang
kompleks,
seperti
komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola,
komunikasi atasan kepada bawahan (downward), komunikasi dari
bawahan ke atasan (upward), komunikasi horizontal, keterampilan
komunikasi dan berbicara, mendengarkan dan komunikasi evaluasi
program.
Dapat dikatakan pula bahwa komunikasi organisasi adalah proses
penyampaian pesan dan penerimaan pesan hingga umpan balik pesan di
lingkup organisasi. Komunikasi organisasi dapat bersifat formal dan
informal. Kompleksnya komunikasi yang terjadi di organisasi adalah
hubungan hierarki dari tingkat perngorganisasian mulai dari keputusan
hingga pengawasan organisasi sehingga mampu untuk mencapai tujuan
komunikasi. Efektifitas komunikasi di dalam organisasi agar mampu
menunjukkan kinerja optimal di dalam organisasi, dijelaskan pula oleh
Harun (2008:45) bahwa pola organisasi harus memberi kemungkinan
komunikasi dalam empat arah yang berbeda : ke bawah, ke atas,
horizontal, dan diagonal. Karena arah tersebut memberikan kerangka kerja
kemana arah informasi mampu untuk didistribusikan.
8
Walaupun dalam bukunya, Harun menjelaskan tentang kinerja
komunikasi organisasi di strata perusahaan, teori yang ia berikan juga
mampu untuk menjelaskan fenomena komunikasi organisasi yang
dilakukan di komunitas. Seperti yang dikatakan oleh DeVito bahwa
komunikasi organisasi bukan hanya terdapat pada kelompok formal namun
juga kelompok informasl organisasi. Pandangan komunitas sebagai sebuah
organisasi sama halnya terjadi komunikasi organisasi seperti pada
organisasi yang lain. Alur komunikasi di dalam organisasi memungkinkan
dilakukan dengan 4 arah.
a. Komunikasi ke bawah
Komunikasi ini mengalir dari seseorang yang dari jenjang hierarki
yang lebih tinggi ke jenjang yang lebih rendah. Ada lima jenis
informasi dari komunikasi ke bawah menurut Katz & Kahan (dalam
R.Wayne Pace,1998) :
-
Informasi mengenai bagaimana melakukan perkerjaan
-
Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
-
Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi
-
Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas
Manajemen puncak dari sebuah organisasi kaya akan informasi
yang pada hakekatnya untuk menciptakan komunikasi yang efektif,
informasi tersebut haruslah diketahui menyeluruh ke semua anggota
organisasi. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kesalahpahaman dan
untuk peningkatan kerja hingga mewujudkan hubungan yang baik
antara antasan dengan bawahan.
b. Komunikasi ke atas
Harun (2008:47) mengungkapkan bahwa komunikasi ke atas membuat
efektivitas kerja organisasi, yang artinya komunikator berada kepada
mereka yang berada pada hierarki manajemen tingkat bawah. Arus
komunikasi ke atas meliputi kontak saran, pertemuan kelompok,
prosedur naik banding atau pengaduan. Berdasarkan analisis dan
9
penelitian di bidang komunikasi, biasanya komunikasi ke atas akan
memberikan informasi berupa memberikan saran, kritik, gagasan,
mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang
pekerjaan mereka, rekan mereka, dan pandangan tentang organisasi.
c. Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal dirasa efektif juga di dalam komunikasi
organisasi. Arus komunikasi ini lebih kepada hubungan antar-persona.
Di dalam kelompok ataupun komunitas komunikasi horizontal baik
terjadi untuk membuat kesepahaman yang sama tentang apa yang
tengah dilakukan atau terjadi di komunitas, untuk memecahkan
kelompok, untuk menumbuhkan hubungan antar-persona. Dengan
memberikan hubungan yang baik di komnikasi horizontal, maka rasa
ketidakpercayaan sesama anggota organisasi dapat diminimalisir.
d. Komunikasi diagonal
Arus komunikasi ini terjadi jika keinginan dari orang yang berada pada
hierarki organisasi menginginkan untuk berbagi informasi dengan
melewati batas-batas fungsional yang ada. Arus komunikasinya bisa
berbeda. Bukan dengan atasan, atau bawahan, bukan juga dengan
rekan sejawat.
Mengatur komunikasi di dalam organisasi memberikan peluang untuk
menjalankan segala aktitivitas di organisais secara efektif. Sehingga
peningkatan komunikasi dalam organisasi dapat dikatakan perlu untuk
dilakukan supaya dapat mewujudkan peningkatan loyalitas anggota
organisasi. Terlebih untuk komunitas yang dipandang sebagai organisasi.
Manajemen tertinggi dari sebuah organisasi menjadi komunikator harus
paham dengan apa yang diucapkannya dan timbal balik bahkan pengaruh
yang dihasilkan dari pesan yang disampaikannya. Bertahannya anggota di
dalam sebuah komunitas, dipengaruhi kegiatan komunikasi organisasi
yang seideal mungkin karena mempengaruhi iklim organisasi kepada
anggotanya. Hill (1985:20) mengungkapkan bahwa iklim organisasi tidak
10
dapat dilihat namun hal ini dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan metode
tindakannya sendiri yang secara keseluruhan menciptakan iklimnya.
Manusia yang bergabung di dalamnya tentu akan memilih iklim mana
yang cocok untuk dirinya sendiri.
Komunikasi yang dilakukan organisasi dalam bentuk komunitas
terdapat perbedaan yang menurut Hill (1985:27) terpengaruhi dari
pemimpin, norma, dan grapevine. Tentu ketiga hal tersebut diluar hierarki
yang terdapat dalam segi organisasi. Grapevine sendiri memiliki arti
selentingan. Seperti yang ditulis oleh Harun (2008:63) menggunakan
selentingan adalah salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi di
dalam organisasi. Selentingan adalah komunikasi informal yang melewati
batas fungsional suatu hierarki kepemimpinan. Di beberapa organisasi
komunikasi melalui jalur ini terlihat efektif. Dikarenakan pula cara
selentingan mampu menyebarkan informasi secara luas dan cepat. Riset
juga menunjukkan komunikasi melalui selentingan lebih dari 75%
seksama dan 25% lagi dapat merusak. Sebagian besar selentingan ini
dilakukan secara tatap muka dan memungkinkan sekali mendapatkan
timbal balik secara langsung.
Selain
dengan
menggunakan
selentingan,
cara
meningkatkan
komunikasi di dalam organisasi yang dilakukan oleh komunikator dapat
pula dengan cara mengadakan tindak lanjut, mengatur arus informasi,
memanfaatkan umpan balik, empati, pengulangan, mendorong saling
mempercayai, penetapan waktu secara efektif, menyederhanakan bahasa,
mendengarkan secara selektif. Hal ini sama halnya dengan yang dilakukan
komunitas dipandang sebagai organisasi.
Arah komunikasi yang terjadi di organisasi, dari atas ke bawah atau
sebaliknya, secara horizontal, maupun diagonal untuk di organisasi
berbasis komunitas terdapat norma yang melingkupinya. Norma menurut
Dwisari (2013:9) adalah standar perilaku yang dapat digunakan bersama
oleh anggota kelompok. Norma di dalam kelompok menjadi landasan
11
untuk berperilaku. Karena di dalamnya diungkapkan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan di dalam kelompok. Maka norma menjadi pengaruh
untuk membentuk pola komunikasi organisasi pada komunitas.
2. Manajemen Komunikasi dalam Organisasi Komunitas
Komunitas yang menjalankan peran sebagai sebuah organisasi
membutuhkan aktivitas manajemen, satu hal yang berperan penting.
Aktivitas manajemen terlebih digunakan untuk mencapai tujuan komunitas
sesuai yang diharapkan. Fungsi lain yang tidak kalah penting adalah
komunikasi. Maka manajemen dan komunikasi adalah unsur dalam
organisasi perlu diperhatikan. Keduanyanya memiliki kesinambungan.
Proses komunikasi dari
pengiriman pesan dan penyebaran informasi
dengan saluran yang tepat tentu mengefisiensikan dan mengefektifkan
kinerja untuk mempertahankan sebuah organisasi agar tetap hidup. Ruslan
(1998:76) berkata kaitannya dengan human relations manajemen
komunikasi penting untuk pencapai open communication sebagai
penciptaan
saling
pengertian
dan
pemahaman
mengenai
instruksi,pelaksanaan,tugas yang efektif dan lain sebagainya. Selain itu
juga untuk meningkatkan partisipasi demi mencapai tujuan bersama
(management by participation). Pada proses komunikasinya akan
ditemukan unsur-unsur dari komunikasi seperti yang diungkapkan oleh
Schramm
(dalam
Mulyana
2003:140)
komunikasi
senantiasa
membutuhkan tigas unsur sumber,pesan, dan sasaran. Namun berbeda
dengan James (2010:27-28) unsur dari proses komunikasi meliputi sender,
receiver, message, medium, code, feedback, noise, effect.
Sedangkan Ruslan (2002:83) membagi unsur – unsur pokok proses
komunikasi menjadi source
(individu yang menyampaikan pesan),
message (gagasan berupa pesan, informasi, pengetahuan, ajakan bujukan
ataupun ungkapan yang disampaikan komunikator kepada perorangan atau
kelompok sebagai komunikan), channel (berupa media, sarana, atau
12
saluran yang digunakan oleh komunikator dalam mekanisme penyampaian
pesan kepada komunikan), effect (dampak yang terjadi dalam proses
penyampaian pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan.
Bersifat positif atau negatif). Unsur – unsur dalam komunikasi inilah yang
akan membantu aktivitas manajemen agar berjalan secara efektif.
Ruslan (1998: XVII) mengungkapkan tentang pengertian komunikasi
manajemen. Beliau mengatakan komunikasi manajemen memiliki dua
segi, yakni segi komunikasi antar manajemen dan hubungan antar
manusia. Robbins dan Marry (1999 : 212) juga mengatakan dalam
manajemen tingkat penentuan hierarki sasaran – tujuan pada organisasi
mulai dari
manajemen atas hingga bawahan
akan meningkatakan
pencapaian yang diharapkan oleh organisasi. Pada proses komunikasi
terdapat pesan yang dibawa dan harus tersampaikan. Sama halnya dengan
organisasi. Ada proses pengelolaan kreasi pesan pada organisasi yang
dikemas dalam pengelolaan manajemen komunikasi itu sendiri.
Ruslan melanjutkan bahwa aktivitas bidang komunikasi dalam
manajemen
pada
umumnya,
berkaitan
dengan
cara
memelihara
komunikasi dua arah atau timbal balik bagi suatu tim kerja sama antar
departemen, dan sekelompok orang dalam organisasi (publik internal)
serta memanfaatkan sumber daya manusia yang ada untuk mencapai
tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut
George R. Terry (dalam Suprapto: 2009) mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya.
Organisasi membutuhkan manajemen untuk pelaksanaan setiap
aktivitas di dalamnya termasuk juga perihal komunikasi. Tujuan
komunikasi adalah untuk merubah tingkah laku. Pada tataran manajemen,
13
komunikasi akan berjalan dengan efektif jika dalam prosesnya dikaitkan
dengan fungsi manajemen yang ada. Suprapto (2009) menggambarkan
fungsi manajemen di dalam komunikasi organisasi. Tabel di bawah ini
dapat menjelaskan secara ringkas tentang hal tersebut.
Tabel 1.1
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi.
Yogyakarta : MedPress
Tabel diatas menggambarkan bahwa setiap aktivitas manajemen untuk
komunikasi di dalam suatu organisasi atau komunitas memperhatikan
setiap unsur komunikasi yang ada (komunikator, pesan, media, khalayak,
efek). Dapat pula dijelaskan sebagai berikut :
a. Menyusun perencanaan untuk komunikator, pesan, media, khalayak,
dan rencana pengaruhnya.
b. Mengorganisasikan komunikator, pesan, media, dan pengaruh yang
diinginkan
c. Menggiatkan komunikator, pesan, media, dan pengaruh yang
diinginkan
d. Mengontrol/mengawasi komunikator, penyajian pesan, pemilihan dan
penggunaan media, pemilihan, dan penetapan khalayak serta pengaruh
yang diharapkan.
Selain itu aktivitas manajemen yang ditulis oleh Basu Swastha DH (dalam
Ruslan: 1998) ialah melakukan tindakan-tindakan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penyusunan (staffing), memimpin, dan
14
pengawasan. Handoko (1999: 23 - 25) pun menjelaskan tentang aktivitas
manajemen pada organisasi yang serupa mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan. Dari kedua
teori manajemen tersebut memiliki inti bahwa kegiatan manajemen untuk
mencapai dan mengarahkan kegiatan organisasi pada pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
Tahap perencanaan diawali dengan penetapan tujuan, aturan,
prosedur, rencana, strategi, anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Kemudian untuk pengorganisasian lebih mengarah kepada
penentuan sumber daya manusia untuk kegiatan pelaksanaan rencana yang
telah ditetapkan, memberikan tugas, dan mendelegasikan wewenang
kepada masing – masing yang terlibat di dalam aktivitas manajemen.
Tahap penyusunan atau staffing adalah proses rekruitmen yang dilakukan
organisasi. Yang mana tindak lanjut dari proses ini adalah orientasi
karyawan (jika itu di dalam perusahaan) atau pengenalan kepada
lingkungan organisasi. Tahap memimpin atau leading dalam aktivitas
manajemen dalam dibilang penting karena, peran dari pimpinan ini adalah
mengarahkan kinerja dari bawahannya sesuai apa yang direncanakan.
Sehingga mampu bekerja secara efektif dan efisien. Selain itu juga tahap
memimpin mampu untuk memberikan motivasi, pembentuk iklim kerja,
dan menumbuhkembangkan disiplin kerja sense of belonging pada publik
internal organisasi. Yang terakhir pada aktivitas manajemen ada tahap
pengawasan. Pengawasan mencangkup kegiatan mempersiapkan suatu
standar kualitas dan kuantitas hasil kerja dan penerapan cara dan peralatan
untuk menjamin rencana dilaksanakan sesuai yang telah ditetapkan.
Proses komunikasi yang ada pada aktivitas manajemen memadukan
dua asas yaitu komunikasi dan manajemen, hal ini memiliki definisi
bahwa manajemen diletakkan pada aktivitas komunikasi (Suprapto, 2010 :
140). Di dalam organisasi memiliki tujuan komunikasinya untuk beberapa
hal yang diperuntukkan keefektifan kerja organisasi. Dengan asas
15
manajemen yang digunakan maka sinergi antara aktivitas manajemen dan
pencapaian tujuan komunikasi akan mampu untuk dicapai secara efektif.
Pada asas manajemen bahwa manajemen memiiliki perannya sendiri.
Minztberg (1960) mengungkapkan peran menajemen menjadi 3 yaitu,
peran
interpersonal
manajemen),
peran
(pemimpin
dan
informasional
penghubung
(monitoring,
pada
kegiatan
menyebarluaskan
informasi, dan sebagai spokeperson) , peran penentu keputusan (negosiasi,
penanganan resiko, alokasi sumber daya).
Masing-masing dari teori tentang manajemen memberikan pandangan
yang berbeda-beda tentang bagaimana sebuah organisasi melakukan
manajemennya sendiri. Seperti halnya manajemen komunikasi organisasi
digunakan untuk menyasar internal atau eksternal dari organisasi. Dapat
disimpulkan dan secara sederhana pada umumnya sebuah organisasi akan
melakukan pengelolaan manajemen yang seperti diungkapkan oleh
Abdulrachman (1973) dan James, R.Edward, Daniel (1995) sebagai
berikut :
1. Perencanaan
(planning)
merupakan
tindakan
awal
sebuah
manajemen yang memiliki output sebuah rencana. Perencanaan
merupakan tahapan untuk merumuskan visi misi, tujuan,
kebijakan, menyiapkan SDM, menetapkan target, dan menyiapkan
dana. Alfiyaty (2013) berpendapat bahwa hubungan perencanaan
dengan unsur – unsur komunikasi adalah adanya perumusan
tujuan atau pesan yang ingin disampaikan, menentukan siapa
komunikator yang bertanggung jawab, merencanakan aktivitas
komunikasi dan media apa yang digunakan untuk menyampaikan
pesan, dan publik sasaran (komunikan) yang ingin dicapai
sehingga mendapatkan umpan balik sesuai yang diharapkan.
2. Pengorganisasian (organization) berarti para pemimpin menyusun
atas pembagian kerja/tugas/wewenang. Pembagian kerja ini
didasarkan kepada sumber daya manusia yang ada di dalam
organisasi. Pengorganisasian dilakukan agar proses koordinasi
16
menjadi efektif dan efisien mampu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bukan hanya pemagian kerja pada struktur organisasi,
namun untuk ranah manajemen komunikasi juga diperhatikan
pengelolaan media komunikasi yang sesuai dengan khalayak yang
ditentukan. Hal ini dinilai untuk memberikan keefektifan
penyampaian pesan yang telah ditentukan sebuelumnya.
3. Memimpin (to lead) menunjukkan bagaimana para pemimpin
mengoordinasikan setiap unit manajemennya agar melakukan
tugas secara efektif sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Memimpin juga berarti sebagai fungsi pengawasan baik
mengawasi kinerja organisasi dan juga mengawasi penyebaran
keakuratan informasi. Pada tahap ini, komunikator dapat melihat
secara langsung bagaimana efek yang yang diberikan dari
khalayak. Menurut Wibisono untuk melakukan pelaksanaan dan
koordinasi perlu adanya 3 tahap yaitu siapa yang melakukannya,
apa dan bagimana melakukannya, dan alat apa yang diperlukan.
4. Pengendalian (controlling) pihak di dalam manajemen atas
meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah tujuan yang
telah ditetapkan. Jika ada yang salah, pemimpin berusaha mencari
tahu sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke tujuan
semula. Pada dasarnya pengendalian sejajar dengan evaluasi atau
pengawasan. Jadi melihat seberapa jauh kegiatan yang telah
dilakukan mampu menyasar tujuan yang telah ditentukan.
Adanya manajemen pada suatu organisasi adalah untuk menjalankan
pengelolaan yang terarah terhadap kehidupan di organisai dan mampu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika dibutuhkan cara yang efektif
untuk menjalankan suatu manajemen di sebuah organisasi agar mampu
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan maka mengorganisir
komunikasi manajemen tentu diperlukan. Kaye (1994) memandang
manajemen komunikasi adalah bagaimana orang-orang mengelola proses
komunikasi dalam hubungannya dengan orang lain dalam setting atau
17
konteks komunikasi. Pandangan Diwan (1999) melengkapi definisi
manajemen komunikasi dari Kaye, yang mana ia menganggap manajemen
komunikasi adalah proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi
secara
terpadu
melalui
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan adanya komunikasi di fungsi manajemen, penyampaian pesan
akan berjalan efektif dan juga akan mampu untuk mengikat ikatan
kesatuan organisasi diantara anggota organisasi dan meminimalisir
masalah yang mungkin terjadi di organisasi. Terry (dalam Ruslan 1998)
setuju bahwa komunikasi di dalam manajemen adalah suatu hal yang
paling pokok. Beliau juga mengutarakan management is communication,
manajemen komunikasi adalah sebagai alat bukan sebagai tujuan dari
organisasi. Masing – masing organisasi memiliki cara mengaktualisasikan
aktivitas manajemen komunikasinya sendiri. Pada komunitas sendiri,
pengelolaan menajamen komunikasi memiliki keterkaitan hubungan
dengan norma dan tradisi komunitas, identitas komunitas, dan bentuk
komunikasi yang terbuka di dalam komunitasnya sendiri.
Ruslan (1998:77) menggambarkan bagaimana pola strategi komunikasi
dan pelaksanaan fungsi manajemen dalam suatu organisasi berdasarkan :
Plan, Do, Check, and Action Plan
1. Manajemen Atas
Yang berada pada tingkat paling tinggi organisasi menjalankan
aktivitas komunikasi antara lain adalah penyampaian komunikasi dan
pelaksanaannya.
berisikan
Sedangkan substansi
kebijaksanaan
umum,
komunikasi
instruksi
pesan
yang
penugasan,
keputusan/peraturan perusahaan dan pimpinan.
2. Manajemen Tengah
Yang berada pada tingkat manajemen ini melakukan aktivitas
komunikasi berupa penyampaian dan pelaksanaan. Dan substansi dari
18
komunikasinya berupa pemberian motivasi, pembinaan,pengendalian,
dan perubahan.
3. Bawahan
Aktivitas
komunikasi
yang
dilakukan
adalan
penyampaian,
pelaksanaan, dan melakukan tugas. Sedangkan untuk substansinya
berisikan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan.
Apa yang diungkapkan oleh Ruslan diatas, masih belum menjelaskan
bagaimana arus informasi dan komunikasi yang dilakukan di dalam
manajemen. Adanya pola komunikasi yang ada akan memberikan
penjelasan bagaimana informasi tersebar dan manajemen dilaksanakan di
sebuah organisasi. Menurut Baird (1997) dan Kreps (1990) (dalam DeVito
2007:283) jaringan adalah sebuah saluran yang digunakan untuk
meneruskan pesan dari satu orang ke orang yang lain.
4. Organisasi Berbasis Komunitas
Komunitas adalah salah satu bentuk kelompok di masyarakat yang
memiliki
minat
yang
sama.
Mengutip
dari
Delobelle
(http://www.duniapelajar.com/2014/07/30/pengertian-komunitas-menurutpara-ahli/ akses 5 Mei 2015) komunitas merupakan sarana berkumpulnya
orang-orang yang memiliki kesamaan minat, komunitas dibentuk
berdasarkan 4 faktor yaitu keinginan untuk berbagi dan berkomunikasi
antar anggota sesuai dengan kesamaan minat, basecamp atau wilayah
tempat dimana mereka biasa berkumpul, berdasarkan kebiasaan dari antar
anggota yang selalu hadir, adanya orang yang mengambil keputusan atau
menentukan segala sesuatunya.
Bill Lee (1992) mengartikan komunitas sebagai sebuah perkumpulan
yang berisi orang-orang yang memiliki kesamaan. Robert (1979)
memandang komunitas sebagai sebuah perkumpulan dua orang atau lebih
yang sadar akan beberapa masalah dan memiliki tujuan yang luas,
kemudian menghilang melalui proses belajar tentang mereka dan
lingkungan mereka dan telah merumuskan tujuan bersama. Karakter dari
19
komunitas menurut Brieger (2006) adalah identitas, integritas, orientasi
kelompok, linkages.
1. Identitas
Pada karakter identitas individu yang berada di dalam
komunitas merasakan seberapa besar mereka merasa sebagai
anggota komunitas dan berbagi informasi atau pengalaman
dengan yang lainnya.
2. Integritas/Kohesi
Karakter integritas di dalam komunitas dipandang dari apakah
mereka
mampu
untuk
bekerja
bersama
dan
saling
bersosialisasi. Kohesi besar atau tidaknya di dalam komunitas
terlihat dari keikutsertaan anggota di dalam aktivitas, proyek,
atau kegiatan komunitas yang lainnya.
3. Orientasi Kelompok
Seberapa pentingnya komunitas dimata kepentingan individu
yang ada di dalamnya. Pembentukan norma bersama sebagai
kontrol sosial dan penentu keputusan di dalam kelompok
mampu sebagai indikatornya.
4. Linkages
Saluran atau media yang digunakan oleh komunitas untuk
berhubungan diantara individu di dalamnya atau media yang
digunakan untuk berhubungan keluar komunitas.
Sebuah komunitas membentuk perilaku individu yang ditentukan oleh
norma dan peran yang ada di dalamnya. Dimana norma akan membentuk
perilaku apa yang sebaiknya boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Sedangkan peran menjadi ukuran dimana individu di komunitas
berkontribusi bahkan berpartisipasi untuk menghidupkan komunitas
bahkan mengorganisir komunitas. Yang pertama, norma adalah standar
perilaku yang dipatuhi oleh setiap individu di dalam komunitas. Menurut
Hill (2012:104) norma tidak ditulis namun mampu memberikan efek
20
kepada tingkah laku setiap individu di dalamnya. Johnson dan Johnson
(2000) berkata bahwa norma adalah sebagai keyakinan umum tentang
perilaku, sikap, serta persepsi yang sesuai. Maka norma adalah sesuatu
yang secara kasat mata dimana mengatur perilaku yang boleh atau tidak
boleh dilakukan di dalam komunitas.
Selanjutnya peran yang mana di dalam komunitas anggota-anggotanya
memiliki perannya masing-masing. Benne dan Sheats (dalam Forsyth,
1983) membagi peran sebagai task role dimana anggota kelompok
melakukan tugasnya untuk tujuan tertentu. Misal sebagai coordinator,
elaborator, energizer, evaluatorcritic, information giver, information
seeker, dan opinion seeker. Ada juga secioemotional role dimana posisi
anggota di dalam komunitas untuk mendukung perilaku interpersonal
secara akomodatif. Misalnya compromiser, encourager, follower, dan
harmonizer. Dan individual role adalah peran anggota yang tidak berperan
besar. Misalnya aggressor, block, dominator, dan help seeker.
Komunitas
dipandang
sebagai
sebuah
organisasi
dapat
pula
disimpulkan karena ada beberapa orang yang mengambil peran sebagai
sosok pemimpin dan mampu untuk menjaga atau mempertahankan nilai
karakter dari komunitas. Melalui fungsi organisasi ini, muncullah aktoraktor
dari individu di komunitas yang berpeluang untuk mendorong
individu lain berpartisipasi di dalam komunitas. Rahmena memberikan
pengertian tentang partisipasi sebagai “the action or fact of partaking,
having or forming a part of” (Muluk, 2007:44). Komunitas sebagai
organisasi mampu mengelola partisipasi dari anggota. Terutama partisipasi
di dalam proses komunikasi organisasi. Munculnya partisipasi aktif
maupun pasif dari anggota bergantung pada manajemen komunikasi
organisasi yang dijalankan pada komunitas. Rukmana (1995) menjelaskan
tentang bentuk-bentuk partisipasi anggota. Partisipasi dalam pengambilan
keputusan, yaitu peran serta yang dilakukan pada tahap suatu kegiatan
sedang direncanakan, dipersiapkan serta penetapan segala ketentuan-
21
ketentuan yang akan dipakai nantinya dalam pelaksanaan kegiatan. Yang
kedua partisipasi dalam pelaksanaan rencana, yaitu peran serta yang
dilakukan pada tahap yang mencakup kegiatan yang direncanakan tersebut
sedang berjalan. Dan yang ketiga partisipasi dalam evaluasi, dalam hal ini
partisipasinya terlihat pada saat telah selesai kegiatan fisik misalnya
respon anggota dapat diartikan umpan balik (feed back) sebagai masukan
bagi kegiatan sejenis untuk selanjutnya.
Komunitas menjalankan fungsi
organisasi
di
dalamnya
dapat
disimpulkan agar mampu bertahan sebagai sebuah komunitas yang
diminati dan hidup di tengah masyarakat. Tentu fungsi komunikasi
menjadi peran penting dimana informasi yang mengalir ke seluruh anggota
di dalamnya mampu mewujudkan tujuan bersama dan mengikat secara
tidak langsung dari anggota.
F. Kerangka Konsep
Jogjakarta Hash House Harriers adalah sebuah komunitas lari lintas alam.
Selain sebagai komunitas, Jogjakarta Hash House Harriers juga bergerak
sebagai organisasi. Kegiatan organisasi yang dilakukan adalah untuk
mencapai tujuan dari komunitas.
Selama lebih dari 30 tahun, komunitas
Jogjakarta Hash House Harriers masih menunjukkan identitasnya di tengah
komunitas Hash lainnya yang ada di Yogyakarta. Sebagai komunitas Hash
tertua, Jogjakarta Hash House Harriers menjaga nilai tradisi dari komunitas
Hash sebagai bentuk visi mereka. Maka dari pengelolaan manajemen
komunikasi organisasi yang dilakukan oleh komite Jogjakarta Hash House
Harriers ini akan memberikan mutual understanding bagi para anggota
komunitas agar tujuan bersama pun bisa tercapai. Untuk mengetahui
bagaimana pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang mereka
lakukan pertama diidentifikasikan di dalam struktur manajemen dalam
organisasi berdasarkan teori dari Ruslan (1998 : 77) menggambarkan
pelaksanaan kegiatan komunikasi manajemen dalam suatu organisasi
berdasarkan : Plan, Do, Check, and Action Plan
22
1. Manajemen Atas
Yang berada pada tingkat paling tinggi organisasi menjalankan
aktivitas komunikasi antara lain adalah penyampaian komunikasi
dan pelaksanaannya. Sedangkan substansi komunikasi pesan yang
berisikan
kebijaksanaan
umum,
instruksi
penugasan,
keputusan/peraturan perusahaan dan pimpinan.
2. Manajemen Tengah
Yang berada pada tingkat manajemen ini melakukan aktivitas
komunikasi berupa penyampaian dan pelaksanaan. Dan substansi
dari komunikasinya berupa pemberian motivasi, pembinaan,
pengendalian, dan perubahan.
3. Bawahan
Aktivitas komunikasi yang dilakukan adalan penyampaian,
pelaksanaan, dan melakukan tugas. Sedangkan untuk substansinya
berisikan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan.
Setelah mengetahui kegiatan komunikasi manajemen yang ada di
komunitas Jogjakarta Hash House Harriers kemudian dilihat bagaimana
pengelolaan manajemen komunikasi yang dilakukannya. Fokus penelitian
terletak pada proses pengelolaan manajemen komunikasi pada organisasi agar
mampu mempertahankan nilai fun,fitness,friendship komunitas Jogjakarta
Hash House Harriers, sebagai berikut Abdulrachman (1973) dan James,
R.Edward, Daniel (1995) sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning)
Teori perencanaan ini akan disesuaikan dengan apa yang dilakukan
manajemen organisasi Jogjakarta Hash House Harriers. Yang mana
merupakan tahapan untuk merumuskan visi misi, tujuan, kebijakan,
menyiapkan SDM, menetapkan target, dan menyiapkan dana. Alfiyaty
(2013) berpendapat bahwa hubungan perencanaan dengan unsur –
unsur komunikasi adalah adanya perumusan tujuan atau pesan yang
ingin disampaikan, menentukan siapa komunikator yang bertanggung
23
jawab, merencanakan aktivitas komunikasi dan media apa yang
digunakan
untuk
menyampaikan
pesan,
dan
publik
sasaran
(komunikan) yang ingin dicapai sehingga mendapatkan umpan balik
sesuai yang diharapkan.
b. Pengorganisasian (organization)
Tahap ini melihat para pemimpin komite Jogjakarta Hash House
Harriers menyusun atas pembagian kerja/tugas/wewenang. Pembagian
kerja ini didasarkan kepada sumber daya manusia yang ada di dalam
organisasi. Untuk ranah manajemen komunikasi juga diperhatikan
pengelolaan media komunikasi yang sesuai dengan khalayak yang
ditentukan agar terjadi keefektifan dalam menyampaikan pesan.
c. Memimpin (to lead)
Menunjukkan bagaimana para pemimpin mengoordinasikan setiap unit
manajemen yang ada pada komite Jogjakarta Hash House Harriers
agar melakukan tugas secara efektif sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan. Memimpin juga berarti sebagai fungsi pengawasan
baik mengawasi kinerja organisasi dan juga mengawasi penyebaran
keakuratan informasi. Pada tahap ini, komunikator dapat melihat
secara langsung bagaimana efek yang yang diberikan dari khalayak.
Menurut Wibisono untuk melakukan pelaksanaan dan koordinasi perlu
adanya 3 tahap yaitu siapa yang melakukannya, apa dan bagimana
melakukannya, dan alat apa yang diperlukan.
d. Pengendalian (controlling)
Pihak di dalam manajemen atas meyakinkan bahwa organisasi
bergerak dalam arah tujuan yang telah ditetapkan. Jika ada yang salah,
pemimpin
berusaha
mencari
tahu
sebabnya
dan
kemudian
mengarahkan kembali ke tujuan semula. Pada dasarnya pengendalian
sejajar dengan evaluasi atau pengawasan. Jadi melihat seberapa jauh
kegiatan yang telah dilakukan mampu menyasar tujuan yang telah
ditentukan.
24
Berdasarkan teori bagaimana untuk menjalankan aktivitas manajemen
komunikasi pada organisasi terutama pada organisasi komunitas, terjadi
proses pertukaran pesan atau tujuan komunitas sehingga ada partisipasi
anggota karena rasa sense of belonging yang dimiliki. Dan teori dari Brieger
(2007 : 18 - 35) tentang karakteristik komunitas yang meliputi identitas
(individu yang berada di dalam komunitas merasakan seberapa besar mereka
merasa sebagai anggota komunitas dan berbagi informasi atau pengalaman
dengan yang lainnya), integritas/kohesi (apakah mereka mampu untuk
bekerja bersama dan saling bersosialisasi. Kohesi besar atau tidaknya di
dalam komunitas terlihat dari keikutsertaan anggota di dalam aktivitas,
proyek, atau kegiatan komunitas yang lainnya), orientasi kelompok (seberapa
pentingnya komunitas dimata kepentingan individu yang ada di dalamnyan,
pembentukan norma bersama sebagai kontrol sosial dan penentu keputusan di
dalam kelompok mampu sebagai indikatornya, linkages (saluran atau media
yang digunakan oleh komunitas untuk berhubungan diantara individu di
dalamnya atau media yang digunakan untuk berhubungan keluar komunitas)
menjadi indikator pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang
dilakukan Jogjakarta Hash House Harriers mempertahankan karakteristik
sebuah komunitas.
e. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan karena melalui pendekatan ini mampu untuk
mendalami fenomena sosial yang ada. Selanjutnya metode yang digunakan
adalah studi kasus. Studi kasus digunakan karena bersangkutan dengan
institusi tertentu dan fenomena yang diteliti masih berlangsung. Rose,
Spink & Canhoto (2015:3) juga memaparkan tentang fungsi dari studi
kasus,” Their ability to investigate cases in depth and to employ multiple
sources of evidence makes them a useful tool for descriptive research
studies where the focus is on a specific situation or context where
generalisability is less important and in applied research, for example in
25
describing the implementation of a programme or policy”. Yin (2006:29)
mengatakan bahwa metode studi kasus lebih mampu untuk menjawab
pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Hal ini sesuai dengan apa yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini.
Yin (2006:4) pun menjelaskan studi kasus memungkinkan peneliti
untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwaperistiwa kehidupan nyata – seperti siklus kehidupan seseorang, prosesproses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial,
hubungan-hubungan internasional, dan kematangan industri-industri.
Melalui metode studi kasus mampu untuk menganalisis secara mendalam
tentang pengelolaan manajemen komunikasi di dalam komunitas
Jogjakarta Hash House Harriers sebagai organisasi untuk menjaga
loyalitas anggota Jogjakarta Hash House Harriers.
2.
Lokasi Penelitian
Untuk melakukan penelitan ini maka kegiatan pengambilan data
dilakukan pada komunitas Yogyakarta Hash House Harriers baik kantor
kesekretariatan yang terletak di Jl. Mangkubumi No.38 Yogyakarta,
maupun saat kegiatan lari lintas alam yang selalu berubah tempat sesuai
dengan keputusan komite Yogyakarta Hash House Harrierss setiap
minggunya.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)
Yaitu metode pengumpulan data melalui percakapan dengan
maksud tertentu. Dalam penelitan kualitatif wawancara mendalam
berguna untuk kelengkapan informasi dan kedalaman interpretasi dari
penelitian. Melalui wawancara mendalam dipilih beberapa responden
yang terlibat langsung ke dalam komunitas Jogjakarta Hash House
Harriers sebagai komite komunitas dan anggota yang rutin mengikuti
kegiatannya. Berikut data narasumber dari komunitas Yogyakarta
Hash House Harriers untuk dilakukannya wawancara mendalam :
26
A. Narasumber Primer :
1. Morgan Onggo Wijoyo, selaku pembina dari Jogjakarta
Hash House Harriers
2. Rudy Santosa, ketua atau Hash Master komite dari
Jogjakarta Hash House Harriers tahun 2014 – 2016.
B. Narasumber Sekunder :
1. Bambang, komite Jogjakarta Hash House Harriers
2. Budi, menjadi anggota Jogjakarta Hash House Harriers
lebih dari 15 tahun
3. Wasiban, komite Jogjakarta Hash House Harriers
b. Observasi Langsung
Observasi langsung digunakan karena penelitian kualitatif dituntut
untuk terjun langsung agar mendapat data yang lebih mendalam dari
suatu fenomena. Menjadi partisipan di dalamnya, peneliti mengikuti
kegiatan Hash seperti anggota lainnya. Menurut Yin (104-105)
oberservasi langsung yang digunakan di dalam organisasi akan
mendapatkan dimensi yang berbeda untuk memperkaya analisis data.
Melalui observasi langsung juga akan didapatkan data berupa
dokumentasi langsug dari peneliti tentang kegiatan Jogjakarta Hash
House Harriers, budaya Hash yang terbentuk di dalamnya, interaksi
anggota dengan komite dan sebaliknya, partisipasi dan peran komite
Jogjakarta Hash House Harriers.
c. Studi Literatur, Rekaman, atau Dokumen
Yaitu metode pengumpulan data dan teori dengan memanfaatkan
buku-buku, majalah, koran, penelitan sebelumnya, dan penelusuran
sumber-sumber di internet serta sumber-sumber informasi lain yang
dapat menunjang penelitian. Diharapkan melalui pengumpulan data ini
akan didapatkan dokumen-dokumen organisasi yang meliputi sejarah
27
komunitas, tujuan komunitas, susunan organisasi Jogjakarta Hash
House Harriers, foto dokumen jumlah anggota yang ada atau tentang
Jogjakarta Hash House Harriers, dokumen tentang perencanaan,
pelaksanaan, kepemimpinan, dan pengawasan dari organisasi.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Yin (1996:140) bahwa
teknik penjodohan pola yang dilakukan pada metode studi kasus adalah
yang paling disenangi. Logika penjodohan pola (pattern matching)
membandingkan pola yang didasarkan atas empiris dengan pola yang
diprediksikan. Jika kedua pola tersebut mengalami persamaan, maka akan
didapat validitas internal di dalam studi kasus.
5. Teknik Validitas Data
Melakukan triangulasi data menurut pandangan Sugiyono (2012:372),
triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan penelitian ini teknik
triangulasi data akan dilakukan dengan cara mencari kredibilitas data
melalui sumber lainnya. Peneliti akan mengumpulkan dari beberapa
sumber dan melakukan pengecekan kembali tentang data tersebut dengan
teknik yang berbeda. Tujuannya adalah agar data mampu diverifikasi
kebenarannya sehingga validitasnya terjamin.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti akan mengecek data yang didapat
melalui narasumber yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam
dengan cara observasi pada Jogjakarta Hash House Harriers. Jika ada
temuan yang berbeda maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut
dengan sumber yang bersangkutan.
28
Download