BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga lari sejak 2014 sudah menjadi trend tersendiri di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Olahraga ini menjadi banyak peminatnya ketika olahraga lari dimodifikasi. Seperti diadakannya acara colur run yang mana mensosialisasikan tentang gaya hidup sehat. Kemunculannya ini memberikan pemikiran sendiri bahwa olahraga lari, bukan hanya sehat tapi juga menyenangkan. Selain colour run ada juga lari lintas alam dimana trail lari di perbukitan jalan menanjak, jalan turunan, atau di lereng gunung. Banyaknya peminat untuk olahraga lari yang dibawakan secara berbeda, maka tidak heran jika muncul komunitas yang menampungnya. Seperti Indo Colour Run atau Indorunners yang memiliki anggota bukan hanya dari kalangan remaja namun dari berbagai kalangan usia. Meskipun banyak peminatnya, salah satu pendiri komunitas lari pun mengakui bahwa fun run tidak menjamin anggotanya akan konsisten mengikuti olahraga ini (Triananda, http://www.beritasatu.com/olahraga/242496-2015-olahraga-lari-diperkirakanakan-makin-diminati.html. Diakses pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 21.05). Tidak sedikit dari komunitas akan melakukan bentuk aktivitas komunikasi yang dilakukan ke dalam maupun ke luar komunitas untuk mempertahankan nilai yang dimiliki komunitas. Ataupun melakukan manajemen komunikasi untuk melakukan strategi komunikas kepada masyarakat agar komunitas tersebut bisa tetap eksis dan memiliki banyak peminatnya. Berbeda dengan komunitas lari lintas alam tertua di Yogyakarta bahkan Indonesia, Hash House Harriers yang masih memiliki anggota setia untuk menjadi peminat komunitas. Hash House Harriers merupakan komunitas olahraga lari lintas alam non-kompetisi. Mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970-an. Pada mulanya Hash House Harriers hadir di Yogyakarta pada 1 tahun 1978, tepatnya 28 mei 1978 yang diperkenalkan oleh Andrew Pinhead Kilsby seorang warga negara Inggris yang bekerja di Yogyakarta menangani Proyek Irigasi Kali Progo (Komarudin, 2010 : 7). Klub pertama bernama Jogjakarta Hash House Harriers yang pada awalnya anggotanya adalah WNA (Warga Negara Asing) di Yogyakarta. Selama 35 tahun Jogjakarta Hash House Harriers berdiri di tengah masyarakat umum tetap banyak orang yang asing dengan komunitas ini. Komunitas ini memiliki keterterbatasan menggunakan media komunikasi agar komunitas Jogjakarta Hash House Harriers dikenal kepada masyarakat luas. Namun mereka tetap memiliki peminat setia untuk bergabung ke dalam komunitas. Olahraga lari lintas alam ini tersebar di seluruh dunia dan memiliki semboyan fun, fitness,and friendship. Fun mewakili rasa senang mereka melakukan olahraga lari lintas alam ini. Kemudian fitness mewakili olahraga yang baik untuk kesehatan. Dan friendship memandang komunitas Hash sebagai komunitas yang memiliki rasa kekeluargaan. Usia komunitas Hash bisa dikatakan lebih dari 30 tahun dan tetap memiliki peminat yang relatif banyak meskipun dengan publikasi yang terbatas. Hal ini terbukti dengan adanya 6 komunitas Hash yang tetap eksis di Yogyakarta. Sebagai komunitas Hash yang pertama kali dibentuk di Yogyakarta, komunitas Jogjakarta Hash House Harriers yang berdiri sejak tahun 1979. Bermunculannya berbagai komunitas Hash setelah Jogjakarta Hash House Harriiers membuat permasalahan tersendiri bagi komunitas. Terlebih adanya dinamika jumlah anggota selama lima tahun terakhir menunjukkan penurunan jumlah partisipasi anggota. Namun, sampai sekarang Jogjakarta Hash House Harriers masih mampu untuk bertahan sebagai komunitas Hash tertua di Yogyakarta. Sebagai komunitas Hash tertua di Yogyakarta, pengelolaan komite Jogjakarta Hash House Harriers berbeda dengan komunitas Hash lainnya. 2 Jogjakarta Hash House Harriers masih menjaga tradisi dari komunitas Hash seperti mempertahankan nilai fun, fitness, friendship. Dan mewujudkan tujuan komunitas Hash dimana sebagai media untuk menyalurkan jiwa sosial kepada masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan manajemen komunikasi yang dilakukan oleh komite Jogjakarta Hash House Harriers memberikan peran yang penting bagi komunitas. Partisipasi aktif dari para hasher (sebutan untuk anggota Hash) dimotivasi oleh adanya pandangan bahwa komunitas Hash mampu memberikan investasi kesehatan di masa yang akan datang. Dan para hasher percaya bahwa komunitas Hash House Harriers mempunyai kapasitas untuk berkembang dan tumbuh menjadi suatu tempat yang baik untuk hidup sehingga social actualization dari para hasher pun dapat diwujudkan. Dalam hal social contribution, para hashers pun percaya bahwa aktivitas sehari-hari mereka berkontribusi/berperan untuk masyarakat dan berapa banyak aktivitas tersebut dihargai oleh masyarakat mereka (Komarudin, 2010:11). Tentu saja pandangan ini tidak terlepas dari upaya pengelolaan komite komunitas Hash. Komunikasi atau interaksi yang berkaitan di dalam organisasi atau kelompok Jogjakarta Hash House Harriers bukan hanya terpusat kepada pemimpin saja. Bisa jadi dari pemimpin komunitas ke anggota ataupun sebaliknya. Komite terbuka dengan pendapat dari anggota. Sikap keterbukaan ini menjadikan interaksi timbal balik diantara sesama anggota atau komite dengan anggota memberikan input yang positif terhadap komunitas. Mereka merasa mendapatkan keluarga baru di dalam komunitas Jogjakarta Hash House Harriers. Bentuk komunikasi yang terbuka ini terlihat pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan di Jogjakarta Hash House Harriers adalah ide dari anggotanya sendiri. Seperti pelaksanaan liburan bersama yang tidak jarang destinasinya hasil dari pendapat hasher. Serangkaian program komite yang dilaksanakan setiap tahunnya sebagai sebuah pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan komite 3 untuk mencapai tujuan dari komunitas. Kinerja secara sukarela dari komite tidak mengahalangi mereka untuk melakukan pengelolaan organisasi secara optimal. Seperti koordinasi diantara komite untuk membuat jalur lari dengan tiga tipe (short run, medium run, long run), melakukan publikasi tentang jalur rute lari ke suratkabar lokal, kemudian menyebarkan potongan kertas sebagai penanda rute lari. Setiap lari ada upacara On-On (sebelum lari) dan di akhir lari ada upacara Down-Down. Komite pun mempersiapkan pemimpin upacara dan jika memungkinkan disiapkan pula seperangkat sound sederhana untuk para hasher menyanyikan lagu Hash House Harriers. Mereka juga menyiapkan konsumsi berupa makan dan minum untuk hasher. Tentu dengan adanya pengelolaan semacam ini, terdapat pesan yang salah satunya berisi ajakan untuk selalu mengikuti kegiatan Hash disini yang disampaikan kepada seluruh khalayak Jogjakarta Hash House Harriers. Komunitas lari di Yogyakarta saat ini sedang berkembang pesat. Adanya komunitas Indorunner yang menyebarkan virus lari dan tersebar di seluruh dunia sejak tahun 2009 dan memiliki 3000 anggota di seluruh Indonesia membawa angin segar untuk berolahraga lari (Anggraningrum, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=158970&val=4687&title =Strategi%20Komunikasi%20Komunitas%20IndoRunner). Namun para hasher memandang komunitas Jogjakarta Hash House Harriers ini sebagai komunitas lari yang berbeda dengan komunitas olahraga lari atau Hash lainnya. Berbeda karena rute yang digunakan untuk lari dan juga di dalam komunitas mereka tidak melihat latar belakang dari masing-masing anggotanya. Dengan kata lain mereka sama dan saling membaur. Mereka bergabung dengan suka cita dan tidak heran loyalitas dari anggota dipengaruhi pula dengan lingkungan komunitas yang seperti keluarga sendiri. Bertahannya anggota juga untuk mempertahankan komunitas Jogjakarta Hash House Harriers. Sumber dana untuk hidupnya komunitas ini, komite 4 mengandalkan iuran anggota, arisan anggota, dan sponsor. Bahkan tak jarang sponsor yang didapat untuk komunitas berasal dari hasher-nya sendiri. Tidak ada strategi komunikasi yang aktif dari komite untuk secara massif mempromosikan tentang komunitas Jogjakarta Hash House Harriers. Mereka hanya mengandalkan publikasi terbatas melalui suratkabar Kedaulatan Rakyat. Mereka lebih mengandalkan penyaluran informasi tentang Jogjakarta Hash House Harriers melalui mulut ke mulut. Sebagai media jalannya informasi dan komunikasi di dalam internal komunitas Jogjakarta Hash House Harriers, mereka memiliki buletin yang terbit setiap minggunya dan yang bercerita tentang apa dan bagaimana kegiatan lari yang dilaksanakan sebelumnya. Buletin ini juga sebagai media komunikasi diantara hasher untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun atau ucapan belasungkawa. Buletin juga sebagai media pemasangan sponsor. Jogjakarta Hash House Harriers dari sudut pandang organisasi melakukan manajemen komunikasinya secara tidak langsung. Peran dan partisipasi dari hasher di dalam internal komunikasi juga membantu untuk melancarkan pengorganisasian oleh komite. Sikap keterbukaan dan rasa toleransi yang dibangun dari kegiatan-kegiatan yang ada pada Jogjakarta Hash House Harriers membuat para hasher nyaman di dalam komunitas dan mendukung untuk bertahannya mereka di dalam komunitas. Peran dan partisipasi para hasher mampu dipacu oleh komite dengan cara misalkan penyematan nama panggilan khusus di Jogjakarta Hash House Harriers kepada hasher yang sudah lama mengikuti kegiatan lari di komunitas Jogjakarta Hash House Harriers. Dengan salah satu cara seperti itu membuat anggota Hash merasa dianggap di komunitas dan mempertahankan hidupnya Jogjakarta Hash House Harriers sebagai komunitas Hash yang mempertahankan nilai fun,fitness,friendhsip komunitas Hash. 5 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, fenomena komunitas Hash ini memunculkan satu pertanyaan penelitian tentang “Bagaimana pengelolaan manajemen komunikasi organisasi di dalam komunitas Jogjakarta Hash House Harriers untuk mempertahankan nilai fun,fitness,friendship komunitas Hash ? ” C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan komunikasi yang dilakukan di dalam komunitas Jogjakarta Hash House Harriers yang dipandang sebagai organisasi. 2. Untuk mendeskripsikan manajemen komunikasi yang dilakukan komunitas Jogjakarta Hash House Harriers untuk mempertahankan nilai fun,fitness,friendhsip komunitas Hash D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik Pada akhir penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan atau referensi tentang komunikasi organisasi pada komunitas Hash House Harriers yang begitu lama berkembang di Yogyakarta. 2. Manfaat Non Akademis Mampu untuk memberikan kritik dan saran bagi perkembangan dalam komunitas Hash House Harriers sendiri. E. Kerangka Pemikiran 1. Komunikasi Organisasi pada Komunitas Organisasi menurut Johnson (2000) adalah salah satu bentuk kelompok yang difungsikan oleh dua orang atau lebih yang memiliki norma dan telah disepakati di dalamnya. Jika menurut Harun (2008:35) organisasi memiliki dua pengertian. Pertama, mengacu pada suatu 6 lembaga atau kelompok fungsional. Yang kedua mengacu pada proses pengorganisasian, yaitu pengaturan pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara organisasi sehigga tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien. Komunitas dilihat dari sisi organisasi, mampu dikategorikan ke dalam organisasi sosial. Van Dijk (dalam Lievrow,2009:63) menjelaskan ada empat karakter utama dari komunitas, yaitu memiliki anggota, sebuah organisasi sosial, memiliki bahasa dan pola interaksi serta sebuah identitas umum dan kultural. Dimana menurut Pace dan Faules (2010 : 41) organisasi sosial merujuk pada pola – pola interaksi sosial dan regularitas yang teramati dan perilaku sosial orang – orang yang disebabkan oleh situasi sosial mereka. Organisasi sosial terbentuk pun karena adanya tujuan bersama yang ingin diraih melalui organisasi. Selebihnya Berlo (dalam Pace dan Faules, 2010 : 42) memberikan penjelasan tentang komunikasi organisasi sosial termasuk ke dalam komunitas meilihat aktivitas komunikasi adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Melalui komunikasi yang terjadi di dalam internal maupun eksternal organisasi akan memberikan persamaan pandangan tentang sistem sosial, norma yang mengikat anggota, dan cara mereka berkomunikasi di dalamnya. Hovland (dalam Effendi 2003:10) mengungkapkan komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi yang terjadi di organisasi atau yang disebut juga komunikasi organisasi. Perkembangan tentang komunikasi organisasi, dipandang sebagai hal yang subjektif atau dari objektifnya. Seseorang belajar tentang komunikasi di dalam organisasi bisa jadi ingin mempelajari tentang perilaku berorganisasi atau memperbaiki komunikasi untuk tujuan manajemen. Pace dan Faules (2006:31) mengungkapkan ada dua pandangan untuk mendefinisikan komunikasi organisasi. Berdasarkan definisi 7 fungsional, komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarki organisasi. Kemudian berdasarkan pandangan tradisional, komunikasi menekankan pada kegiatan penanganan-pesan yang terkandung dalam suatu batas organisasi. Lain halnya dengan pandangan DeVito (2007:377) yang mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam orgdaftanisasi yang meliputi di dalam kelompok formal ataupun informal organisasi. Redding dan Sanborn (2008:4) menyatakan komunikasi organisasi adalah proses pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks, seperti komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi atasan kepada bawahan (downward), komunikasi dari bawahan ke atasan (upward), komunikasi horizontal, keterampilan komunikasi dan berbicara, mendengarkan dan komunikasi evaluasi program. Dapat dikatakan pula bahwa komunikasi organisasi adalah proses penyampaian pesan dan penerimaan pesan hingga umpan balik pesan di lingkup organisasi. Komunikasi organisasi dapat bersifat formal dan informal. Kompleksnya komunikasi yang terjadi di organisasi adalah hubungan hierarki dari tingkat perngorganisasian mulai dari keputusan hingga pengawasan organisasi sehingga mampu untuk mencapai tujuan komunikasi. Efektifitas komunikasi di dalam organisasi agar mampu menunjukkan kinerja optimal di dalam organisasi, dijelaskan pula oleh Harun (2008:45) bahwa pola organisasi harus memberi kemungkinan komunikasi dalam empat arah yang berbeda : ke bawah, ke atas, horizontal, dan diagonal. Karena arah tersebut memberikan kerangka kerja kemana arah informasi mampu untuk didistribusikan. 8 Walaupun dalam bukunya, Harun menjelaskan tentang kinerja komunikasi organisasi di strata perusahaan, teori yang ia berikan juga mampu untuk menjelaskan fenomena komunikasi organisasi yang dilakukan di komunitas. Seperti yang dikatakan oleh DeVito bahwa komunikasi organisasi bukan hanya terdapat pada kelompok formal namun juga kelompok informasl organisasi. Pandangan komunitas sebagai sebuah organisasi sama halnya terjadi komunikasi organisasi seperti pada organisasi yang lain. Alur komunikasi di dalam organisasi memungkinkan dilakukan dengan 4 arah. a. Komunikasi ke bawah Komunikasi ini mengalir dari seseorang yang dari jenjang hierarki yang lebih tinggi ke jenjang yang lebih rendah. Ada lima jenis informasi dari komunikasi ke bawah menurut Katz & Kahan (dalam R.Wayne Pace,1998) : - Informasi mengenai bagaimana melakukan perkerjaan - Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan - Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi - Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas Manajemen puncak dari sebuah organisasi kaya akan informasi yang pada hakekatnya untuk menciptakan komunikasi yang efektif, informasi tersebut haruslah diketahui menyeluruh ke semua anggota organisasi. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kesalahpahaman dan untuk peningkatan kerja hingga mewujudkan hubungan yang baik antara antasan dengan bawahan. b. Komunikasi ke atas Harun (2008:47) mengungkapkan bahwa komunikasi ke atas membuat efektivitas kerja organisasi, yang artinya komunikator berada kepada mereka yang berada pada hierarki manajemen tingkat bawah. Arus komunikasi ke atas meliputi kontak saran, pertemuan kelompok, prosedur naik banding atau pengaduan. Berdasarkan analisis dan 9 penelitian di bidang komunikasi, biasanya komunikasi ke atas akan memberikan informasi berupa memberikan saran, kritik, gagasan, mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan mereka, dan pandangan tentang organisasi. c. Komunikasi horizontal Komunikasi horizontal dirasa efektif juga di dalam komunikasi organisasi. Arus komunikasi ini lebih kepada hubungan antar-persona. Di dalam kelompok ataupun komunitas komunikasi horizontal baik terjadi untuk membuat kesepahaman yang sama tentang apa yang tengah dilakukan atau terjadi di komunitas, untuk memecahkan kelompok, untuk menumbuhkan hubungan antar-persona. Dengan memberikan hubungan yang baik di komnikasi horizontal, maka rasa ketidakpercayaan sesama anggota organisasi dapat diminimalisir. d. Komunikasi diagonal Arus komunikasi ini terjadi jika keinginan dari orang yang berada pada hierarki organisasi menginginkan untuk berbagi informasi dengan melewati batas-batas fungsional yang ada. Arus komunikasinya bisa berbeda. Bukan dengan atasan, atau bawahan, bukan juga dengan rekan sejawat. Mengatur komunikasi di dalam organisasi memberikan peluang untuk menjalankan segala aktitivitas di organisais secara efektif. Sehingga peningkatan komunikasi dalam organisasi dapat dikatakan perlu untuk dilakukan supaya dapat mewujudkan peningkatan loyalitas anggota organisasi. Terlebih untuk komunitas yang dipandang sebagai organisasi. Manajemen tertinggi dari sebuah organisasi menjadi komunikator harus paham dengan apa yang diucapkannya dan timbal balik bahkan pengaruh yang dihasilkan dari pesan yang disampaikannya. Bertahannya anggota di dalam sebuah komunitas, dipengaruhi kegiatan komunikasi organisasi yang seideal mungkin karena mempengaruhi iklim organisasi kepada anggotanya. Hill (1985:20) mengungkapkan bahwa iklim organisasi tidak 10 dapat dilihat namun hal ini dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan metode tindakannya sendiri yang secara keseluruhan menciptakan iklimnya. Manusia yang bergabung di dalamnya tentu akan memilih iklim mana yang cocok untuk dirinya sendiri. Komunikasi yang dilakukan organisasi dalam bentuk komunitas terdapat perbedaan yang menurut Hill (1985:27) terpengaruhi dari pemimpin, norma, dan grapevine. Tentu ketiga hal tersebut diluar hierarki yang terdapat dalam segi organisasi. Grapevine sendiri memiliki arti selentingan. Seperti yang ditulis oleh Harun (2008:63) menggunakan selentingan adalah salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi di dalam organisasi. Selentingan adalah komunikasi informal yang melewati batas fungsional suatu hierarki kepemimpinan. Di beberapa organisasi komunikasi melalui jalur ini terlihat efektif. Dikarenakan pula cara selentingan mampu menyebarkan informasi secara luas dan cepat. Riset juga menunjukkan komunikasi melalui selentingan lebih dari 75% seksama dan 25% lagi dapat merusak. Sebagian besar selentingan ini dilakukan secara tatap muka dan memungkinkan sekali mendapatkan timbal balik secara langsung. Selain dengan menggunakan selentingan, cara meningkatkan komunikasi di dalam organisasi yang dilakukan oleh komunikator dapat pula dengan cara mengadakan tindak lanjut, mengatur arus informasi, memanfaatkan umpan balik, empati, pengulangan, mendorong saling mempercayai, penetapan waktu secara efektif, menyederhanakan bahasa, mendengarkan secara selektif. Hal ini sama halnya dengan yang dilakukan komunitas dipandang sebagai organisasi. Arah komunikasi yang terjadi di organisasi, dari atas ke bawah atau sebaliknya, secara horizontal, maupun diagonal untuk di organisasi berbasis komunitas terdapat norma yang melingkupinya. Norma menurut Dwisari (2013:9) adalah standar perilaku yang dapat digunakan bersama oleh anggota kelompok. Norma di dalam kelompok menjadi landasan 11 untuk berperilaku. Karena di dalamnya diungkapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam kelompok. Maka norma menjadi pengaruh untuk membentuk pola komunikasi organisasi pada komunitas. 2. Manajemen Komunikasi dalam Organisasi Komunitas Komunitas yang menjalankan peran sebagai sebuah organisasi membutuhkan aktivitas manajemen, satu hal yang berperan penting. Aktivitas manajemen terlebih digunakan untuk mencapai tujuan komunitas sesuai yang diharapkan. Fungsi lain yang tidak kalah penting adalah komunikasi. Maka manajemen dan komunikasi adalah unsur dalam organisasi perlu diperhatikan. Keduanyanya memiliki kesinambungan. Proses komunikasi dari pengiriman pesan dan penyebaran informasi dengan saluran yang tepat tentu mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja untuk mempertahankan sebuah organisasi agar tetap hidup. Ruslan (1998:76) berkata kaitannya dengan human relations manajemen komunikasi penting untuk pencapai open communication sebagai penciptaan saling pengertian dan pemahaman mengenai instruksi,pelaksanaan,tugas yang efektif dan lain sebagainya. Selain itu juga untuk meningkatkan partisipasi demi mencapai tujuan bersama (management by participation). Pada proses komunikasinya akan ditemukan unsur-unsur dari komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Schramm (dalam Mulyana 2003:140) komunikasi senantiasa membutuhkan tigas unsur sumber,pesan, dan sasaran. Namun berbeda dengan James (2010:27-28) unsur dari proses komunikasi meliputi sender, receiver, message, medium, code, feedback, noise, effect. Sedangkan Ruslan (2002:83) membagi unsur – unsur pokok proses komunikasi menjadi source (individu yang menyampaikan pesan), message (gagasan berupa pesan, informasi, pengetahuan, ajakan bujukan ataupun ungkapan yang disampaikan komunikator kepada perorangan atau kelompok sebagai komunikan), channel (berupa media, sarana, atau 12 saluran yang digunakan oleh komunikator dalam mekanisme penyampaian pesan kepada komunikan), effect (dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Bersifat positif atau negatif). Unsur – unsur dalam komunikasi inilah yang akan membantu aktivitas manajemen agar berjalan secara efektif. Ruslan (1998: XVII) mengungkapkan tentang pengertian komunikasi manajemen. Beliau mengatakan komunikasi manajemen memiliki dua segi, yakni segi komunikasi antar manajemen dan hubungan antar manusia. Robbins dan Marry (1999 : 212) juga mengatakan dalam manajemen tingkat penentuan hierarki sasaran – tujuan pada organisasi mulai dari manajemen atas hingga bawahan akan meningkatakan pencapaian yang diharapkan oleh organisasi. Pada proses komunikasi terdapat pesan yang dibawa dan harus tersampaikan. Sama halnya dengan organisasi. Ada proses pengelolaan kreasi pesan pada organisasi yang dikemas dalam pengelolaan manajemen komunikasi itu sendiri. Ruslan melanjutkan bahwa aktivitas bidang komunikasi dalam manajemen pada umumnya, berkaitan dengan cara memelihara komunikasi dua arah atau timbal balik bagi suatu tim kerja sama antar departemen, dan sekelompok orang dalam organisasi (publik internal) serta memanfaatkan sumber daya manusia yang ada untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut George R. Terry (dalam Suprapto: 2009) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Organisasi membutuhkan manajemen untuk pelaksanaan setiap aktivitas di dalamnya termasuk juga perihal komunikasi. Tujuan komunikasi adalah untuk merubah tingkah laku. Pada tataran manajemen, 13 komunikasi akan berjalan dengan efektif jika dalam prosesnya dikaitkan dengan fungsi manajemen yang ada. Suprapto (2009) menggambarkan fungsi manajemen di dalam komunikasi organisasi. Tabel di bawah ini dapat menjelaskan secara ringkas tentang hal tersebut. Tabel 1.1 Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta : MedPress Tabel diatas menggambarkan bahwa setiap aktivitas manajemen untuk komunikasi di dalam suatu organisasi atau komunitas memperhatikan setiap unsur komunikasi yang ada (komunikator, pesan, media, khalayak, efek). Dapat pula dijelaskan sebagai berikut : a. Menyusun perencanaan untuk komunikator, pesan, media, khalayak, dan rencana pengaruhnya. b. Mengorganisasikan komunikator, pesan, media, dan pengaruh yang diinginkan c. Menggiatkan komunikator, pesan, media, dan pengaruh yang diinginkan d. Mengontrol/mengawasi komunikator, penyajian pesan, pemilihan dan penggunaan media, pemilihan, dan penetapan khalayak serta pengaruh yang diharapkan. Selain itu aktivitas manajemen yang ditulis oleh Basu Swastha DH (dalam Ruslan: 1998) ialah melakukan tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan (staffing), memimpin, dan 14 pengawasan. Handoko (1999: 23 - 25) pun menjelaskan tentang aktivitas manajemen pada organisasi yang serupa mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan. Dari kedua teori manajemen tersebut memiliki inti bahwa kegiatan manajemen untuk mencapai dan mengarahkan kegiatan organisasi pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tahap perencanaan diawali dengan penetapan tujuan, aturan, prosedur, rencana, strategi, anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Kemudian untuk pengorganisasian lebih mengarah kepada penentuan sumber daya manusia untuk kegiatan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan, memberikan tugas, dan mendelegasikan wewenang kepada masing – masing yang terlibat di dalam aktivitas manajemen. Tahap penyusunan atau staffing adalah proses rekruitmen yang dilakukan organisasi. Yang mana tindak lanjut dari proses ini adalah orientasi karyawan (jika itu di dalam perusahaan) atau pengenalan kepada lingkungan organisasi. Tahap memimpin atau leading dalam aktivitas manajemen dalam dibilang penting karena, peran dari pimpinan ini adalah mengarahkan kinerja dari bawahannya sesuai apa yang direncanakan. Sehingga mampu bekerja secara efektif dan efisien. Selain itu juga tahap memimpin mampu untuk memberikan motivasi, pembentuk iklim kerja, dan menumbuhkembangkan disiplin kerja sense of belonging pada publik internal organisasi. Yang terakhir pada aktivitas manajemen ada tahap pengawasan. Pengawasan mencangkup kegiatan mempersiapkan suatu standar kualitas dan kuantitas hasil kerja dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin rencana dilaksanakan sesuai yang telah ditetapkan. Proses komunikasi yang ada pada aktivitas manajemen memadukan dua asas yaitu komunikasi dan manajemen, hal ini memiliki definisi bahwa manajemen diletakkan pada aktivitas komunikasi (Suprapto, 2010 : 140). Di dalam organisasi memiliki tujuan komunikasinya untuk beberapa hal yang diperuntukkan keefektifan kerja organisasi. Dengan asas 15 manajemen yang digunakan maka sinergi antara aktivitas manajemen dan pencapaian tujuan komunikasi akan mampu untuk dicapai secara efektif. Pada asas manajemen bahwa manajemen memiiliki perannya sendiri. Minztberg (1960) mengungkapkan peran menajemen menjadi 3 yaitu, peran interpersonal manajemen), peran (pemimpin dan informasional penghubung (monitoring, pada kegiatan menyebarluaskan informasi, dan sebagai spokeperson) , peran penentu keputusan (negosiasi, penanganan resiko, alokasi sumber daya). Masing-masing dari teori tentang manajemen memberikan pandangan yang berbeda-beda tentang bagaimana sebuah organisasi melakukan manajemennya sendiri. Seperti halnya manajemen komunikasi organisasi digunakan untuk menyasar internal atau eksternal dari organisasi. Dapat disimpulkan dan secara sederhana pada umumnya sebuah organisasi akan melakukan pengelolaan manajemen yang seperti diungkapkan oleh Abdulrachman (1973) dan James, R.Edward, Daniel (1995) sebagai berikut : 1. Perencanaan (planning) merupakan tindakan awal sebuah manajemen yang memiliki output sebuah rencana. Perencanaan merupakan tahapan untuk merumuskan visi misi, tujuan, kebijakan, menyiapkan SDM, menetapkan target, dan menyiapkan dana. Alfiyaty (2013) berpendapat bahwa hubungan perencanaan dengan unsur – unsur komunikasi adalah adanya perumusan tujuan atau pesan yang ingin disampaikan, menentukan siapa komunikator yang bertanggung jawab, merencanakan aktivitas komunikasi dan media apa yang digunakan untuk menyampaikan pesan, dan publik sasaran (komunikan) yang ingin dicapai sehingga mendapatkan umpan balik sesuai yang diharapkan. 2. Pengorganisasian (organization) berarti para pemimpin menyusun atas pembagian kerja/tugas/wewenang. Pembagian kerja ini didasarkan kepada sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Pengorganisasian dilakukan agar proses koordinasi 16 menjadi efektif dan efisien mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bukan hanya pemagian kerja pada struktur organisasi, namun untuk ranah manajemen komunikasi juga diperhatikan pengelolaan media komunikasi yang sesuai dengan khalayak yang ditentukan. Hal ini dinilai untuk memberikan keefektifan penyampaian pesan yang telah ditentukan sebuelumnya. 3. Memimpin (to lead) menunjukkan bagaimana para pemimpin mengoordinasikan setiap unit manajemennya agar melakukan tugas secara efektif sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Memimpin juga berarti sebagai fungsi pengawasan baik mengawasi kinerja organisasi dan juga mengawasi penyebaran keakuratan informasi. Pada tahap ini, komunikator dapat melihat secara langsung bagaimana efek yang yang diberikan dari khalayak. Menurut Wibisono untuk melakukan pelaksanaan dan koordinasi perlu adanya 3 tahap yaitu siapa yang melakukannya, apa dan bagimana melakukannya, dan alat apa yang diperlukan. 4. Pengendalian (controlling) pihak di dalam manajemen atas meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah tujuan yang telah ditetapkan. Jika ada yang salah, pemimpin berusaha mencari tahu sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke tujuan semula. Pada dasarnya pengendalian sejajar dengan evaluasi atau pengawasan. Jadi melihat seberapa jauh kegiatan yang telah dilakukan mampu menyasar tujuan yang telah ditentukan. Adanya manajemen pada suatu organisasi adalah untuk menjalankan pengelolaan yang terarah terhadap kehidupan di organisai dan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika dibutuhkan cara yang efektif untuk menjalankan suatu manajemen di sebuah organisasi agar mampu mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan maka mengorganisir komunikasi manajemen tentu diperlukan. Kaye (1994) memandang manajemen komunikasi adalah bagaimana orang-orang mengelola proses komunikasi dalam hubungannya dengan orang lain dalam setting atau 17 konteks komunikasi. Pandangan Diwan (1999) melengkapi definisi manajemen komunikasi dari Kaye, yang mana ia menganggap manajemen komunikasi adalah proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi secara terpadu melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya komunikasi di fungsi manajemen, penyampaian pesan akan berjalan efektif dan juga akan mampu untuk mengikat ikatan kesatuan organisasi diantara anggota organisasi dan meminimalisir masalah yang mungkin terjadi di organisasi. Terry (dalam Ruslan 1998) setuju bahwa komunikasi di dalam manajemen adalah suatu hal yang paling pokok. Beliau juga mengutarakan management is communication, manajemen komunikasi adalah sebagai alat bukan sebagai tujuan dari organisasi. Masing – masing organisasi memiliki cara mengaktualisasikan aktivitas manajemen komunikasinya sendiri. Pada komunitas sendiri, pengelolaan menajamen komunikasi memiliki keterkaitan hubungan dengan norma dan tradisi komunitas, identitas komunitas, dan bentuk komunikasi yang terbuka di dalam komunitasnya sendiri. Ruslan (1998:77) menggambarkan bagaimana pola strategi komunikasi dan pelaksanaan fungsi manajemen dalam suatu organisasi berdasarkan : Plan, Do, Check, and Action Plan 1. Manajemen Atas Yang berada pada tingkat paling tinggi organisasi menjalankan aktivitas komunikasi antara lain adalah penyampaian komunikasi dan pelaksanaannya. berisikan Sedangkan substansi kebijaksanaan umum, komunikasi instruksi pesan yang penugasan, keputusan/peraturan perusahaan dan pimpinan. 2. Manajemen Tengah Yang berada pada tingkat manajemen ini melakukan aktivitas komunikasi berupa penyampaian dan pelaksanaan. Dan substansi dari 18 komunikasinya berupa pemberian motivasi, pembinaan,pengendalian, dan perubahan. 3. Bawahan Aktivitas komunikasi yang dilakukan adalan penyampaian, pelaksanaan, dan melakukan tugas. Sedangkan untuk substansinya berisikan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan. Apa yang diungkapkan oleh Ruslan diatas, masih belum menjelaskan bagaimana arus informasi dan komunikasi yang dilakukan di dalam manajemen. Adanya pola komunikasi yang ada akan memberikan penjelasan bagaimana informasi tersebar dan manajemen dilaksanakan di sebuah organisasi. Menurut Baird (1997) dan Kreps (1990) (dalam DeVito 2007:283) jaringan adalah sebuah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang yang lain. 4. Organisasi Berbasis Komunitas Komunitas adalah salah satu bentuk kelompok di masyarakat yang memiliki minat yang sama. Mengutip dari Delobelle (http://www.duniapelajar.com/2014/07/30/pengertian-komunitas-menurutpara-ahli/ akses 5 Mei 2015) komunitas merupakan sarana berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan minat, komunitas dibentuk berdasarkan 4 faktor yaitu keinginan untuk berbagi dan berkomunikasi antar anggota sesuai dengan kesamaan minat, basecamp atau wilayah tempat dimana mereka biasa berkumpul, berdasarkan kebiasaan dari antar anggota yang selalu hadir, adanya orang yang mengambil keputusan atau menentukan segala sesuatunya. Bill Lee (1992) mengartikan komunitas sebagai sebuah perkumpulan yang berisi orang-orang yang memiliki kesamaan. Robert (1979) memandang komunitas sebagai sebuah perkumpulan dua orang atau lebih yang sadar akan beberapa masalah dan memiliki tujuan yang luas, kemudian menghilang melalui proses belajar tentang mereka dan lingkungan mereka dan telah merumuskan tujuan bersama. Karakter dari 19 komunitas menurut Brieger (2006) adalah identitas, integritas, orientasi kelompok, linkages. 1. Identitas Pada karakter identitas individu yang berada di dalam komunitas merasakan seberapa besar mereka merasa sebagai anggota komunitas dan berbagi informasi atau pengalaman dengan yang lainnya. 2. Integritas/Kohesi Karakter integritas di dalam komunitas dipandang dari apakah mereka mampu untuk bekerja bersama dan saling bersosialisasi. Kohesi besar atau tidaknya di dalam komunitas terlihat dari keikutsertaan anggota di dalam aktivitas, proyek, atau kegiatan komunitas yang lainnya. 3. Orientasi Kelompok Seberapa pentingnya komunitas dimata kepentingan individu yang ada di dalamnya. Pembentukan norma bersama sebagai kontrol sosial dan penentu keputusan di dalam kelompok mampu sebagai indikatornya. 4. Linkages Saluran atau media yang digunakan oleh komunitas untuk berhubungan diantara individu di dalamnya atau media yang digunakan untuk berhubungan keluar komunitas. Sebuah komunitas membentuk perilaku individu yang ditentukan oleh norma dan peran yang ada di dalamnya. Dimana norma akan membentuk perilaku apa yang sebaiknya boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan peran menjadi ukuran dimana individu di komunitas berkontribusi bahkan berpartisipasi untuk menghidupkan komunitas bahkan mengorganisir komunitas. Yang pertama, norma adalah standar perilaku yang dipatuhi oleh setiap individu di dalam komunitas. Menurut Hill (2012:104) norma tidak ditulis namun mampu memberikan efek 20 kepada tingkah laku setiap individu di dalamnya. Johnson dan Johnson (2000) berkata bahwa norma adalah sebagai keyakinan umum tentang perilaku, sikap, serta persepsi yang sesuai. Maka norma adalah sesuatu yang secara kasat mata dimana mengatur perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan di dalam komunitas. Selanjutnya peran yang mana di dalam komunitas anggota-anggotanya memiliki perannya masing-masing. Benne dan Sheats (dalam Forsyth, 1983) membagi peran sebagai task role dimana anggota kelompok melakukan tugasnya untuk tujuan tertentu. Misal sebagai coordinator, elaborator, energizer, evaluatorcritic, information giver, information seeker, dan opinion seeker. Ada juga secioemotional role dimana posisi anggota di dalam komunitas untuk mendukung perilaku interpersonal secara akomodatif. Misalnya compromiser, encourager, follower, dan harmonizer. Dan individual role adalah peran anggota yang tidak berperan besar. Misalnya aggressor, block, dominator, dan help seeker. Komunitas dipandang sebagai sebuah organisasi dapat pula disimpulkan karena ada beberapa orang yang mengambil peran sebagai sosok pemimpin dan mampu untuk menjaga atau mempertahankan nilai karakter dari komunitas. Melalui fungsi organisasi ini, muncullah aktoraktor dari individu di komunitas yang berpeluang untuk mendorong individu lain berpartisipasi di dalam komunitas. Rahmena memberikan pengertian tentang partisipasi sebagai “the action or fact of partaking, having or forming a part of” (Muluk, 2007:44). Komunitas sebagai organisasi mampu mengelola partisipasi dari anggota. Terutama partisipasi di dalam proses komunikasi organisasi. Munculnya partisipasi aktif maupun pasif dari anggota bergantung pada manajemen komunikasi organisasi yang dijalankan pada komunitas. Rukmana (1995) menjelaskan tentang bentuk-bentuk partisipasi anggota. Partisipasi dalam pengambilan keputusan, yaitu peran serta yang dilakukan pada tahap suatu kegiatan sedang direncanakan, dipersiapkan serta penetapan segala ketentuan- 21 ketentuan yang akan dipakai nantinya dalam pelaksanaan kegiatan. Yang kedua partisipasi dalam pelaksanaan rencana, yaitu peran serta yang dilakukan pada tahap yang mencakup kegiatan yang direncanakan tersebut sedang berjalan. Dan yang ketiga partisipasi dalam evaluasi, dalam hal ini partisipasinya terlihat pada saat telah selesai kegiatan fisik misalnya respon anggota dapat diartikan umpan balik (feed back) sebagai masukan bagi kegiatan sejenis untuk selanjutnya. Komunitas menjalankan fungsi organisasi di dalamnya dapat disimpulkan agar mampu bertahan sebagai sebuah komunitas yang diminati dan hidup di tengah masyarakat. Tentu fungsi komunikasi menjadi peran penting dimana informasi yang mengalir ke seluruh anggota di dalamnya mampu mewujudkan tujuan bersama dan mengikat secara tidak langsung dari anggota. F. Kerangka Konsep Jogjakarta Hash House Harriers adalah sebuah komunitas lari lintas alam. Selain sebagai komunitas, Jogjakarta Hash House Harriers juga bergerak sebagai organisasi. Kegiatan organisasi yang dilakukan adalah untuk mencapai tujuan dari komunitas. Selama lebih dari 30 tahun, komunitas Jogjakarta Hash House Harriers masih menunjukkan identitasnya di tengah komunitas Hash lainnya yang ada di Yogyakarta. Sebagai komunitas Hash tertua, Jogjakarta Hash House Harriers menjaga nilai tradisi dari komunitas Hash sebagai bentuk visi mereka. Maka dari pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan oleh komite Jogjakarta Hash House Harriers ini akan memberikan mutual understanding bagi para anggota komunitas agar tujuan bersama pun bisa tercapai. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang mereka lakukan pertama diidentifikasikan di dalam struktur manajemen dalam organisasi berdasarkan teori dari Ruslan (1998 : 77) menggambarkan pelaksanaan kegiatan komunikasi manajemen dalam suatu organisasi berdasarkan : Plan, Do, Check, and Action Plan 22 1. Manajemen Atas Yang berada pada tingkat paling tinggi organisasi menjalankan aktivitas komunikasi antara lain adalah penyampaian komunikasi dan pelaksanaannya. Sedangkan substansi komunikasi pesan yang berisikan kebijaksanaan umum, instruksi penugasan, keputusan/peraturan perusahaan dan pimpinan. 2. Manajemen Tengah Yang berada pada tingkat manajemen ini melakukan aktivitas komunikasi berupa penyampaian dan pelaksanaan. Dan substansi dari komunikasinya berupa pemberian motivasi, pembinaan, pengendalian, dan perubahan. 3. Bawahan Aktivitas komunikasi yang dilakukan adalan penyampaian, pelaksanaan, dan melakukan tugas. Sedangkan untuk substansinya berisikan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan. Setelah mengetahui kegiatan komunikasi manajemen yang ada di komunitas Jogjakarta Hash House Harriers kemudian dilihat bagaimana pengelolaan manajemen komunikasi yang dilakukannya. Fokus penelitian terletak pada proses pengelolaan manajemen komunikasi pada organisasi agar mampu mempertahankan nilai fun,fitness,friendship komunitas Jogjakarta Hash House Harriers, sebagai berikut Abdulrachman (1973) dan James, R.Edward, Daniel (1995) sebagai berikut : a. Perencanaan (planning) Teori perencanaan ini akan disesuaikan dengan apa yang dilakukan manajemen organisasi Jogjakarta Hash House Harriers. Yang mana merupakan tahapan untuk merumuskan visi misi, tujuan, kebijakan, menyiapkan SDM, menetapkan target, dan menyiapkan dana. Alfiyaty (2013) berpendapat bahwa hubungan perencanaan dengan unsur – unsur komunikasi adalah adanya perumusan tujuan atau pesan yang ingin disampaikan, menentukan siapa komunikator yang bertanggung 23 jawab, merencanakan aktivitas komunikasi dan media apa yang digunakan untuk menyampaikan pesan, dan publik sasaran (komunikan) yang ingin dicapai sehingga mendapatkan umpan balik sesuai yang diharapkan. b. Pengorganisasian (organization) Tahap ini melihat para pemimpin komite Jogjakarta Hash House Harriers menyusun atas pembagian kerja/tugas/wewenang. Pembagian kerja ini didasarkan kepada sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Untuk ranah manajemen komunikasi juga diperhatikan pengelolaan media komunikasi yang sesuai dengan khalayak yang ditentukan agar terjadi keefektifan dalam menyampaikan pesan. c. Memimpin (to lead) Menunjukkan bagaimana para pemimpin mengoordinasikan setiap unit manajemen yang ada pada komite Jogjakarta Hash House Harriers agar melakukan tugas secara efektif sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Memimpin juga berarti sebagai fungsi pengawasan baik mengawasi kinerja organisasi dan juga mengawasi penyebaran keakuratan informasi. Pada tahap ini, komunikator dapat melihat secara langsung bagaimana efek yang yang diberikan dari khalayak. Menurut Wibisono untuk melakukan pelaksanaan dan koordinasi perlu adanya 3 tahap yaitu siapa yang melakukannya, apa dan bagimana melakukannya, dan alat apa yang diperlukan. d. Pengendalian (controlling) Pihak di dalam manajemen atas meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah tujuan yang telah ditetapkan. Jika ada yang salah, pemimpin berusaha mencari tahu sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke tujuan semula. Pada dasarnya pengendalian sejajar dengan evaluasi atau pengawasan. Jadi melihat seberapa jauh kegiatan yang telah dilakukan mampu menyasar tujuan yang telah ditentukan. 24 Berdasarkan teori bagaimana untuk menjalankan aktivitas manajemen komunikasi pada organisasi terutama pada organisasi komunitas, terjadi proses pertukaran pesan atau tujuan komunitas sehingga ada partisipasi anggota karena rasa sense of belonging yang dimiliki. Dan teori dari Brieger (2007 : 18 - 35) tentang karakteristik komunitas yang meliputi identitas (individu yang berada di dalam komunitas merasakan seberapa besar mereka merasa sebagai anggota komunitas dan berbagi informasi atau pengalaman dengan yang lainnya), integritas/kohesi (apakah mereka mampu untuk bekerja bersama dan saling bersosialisasi. Kohesi besar atau tidaknya di dalam komunitas terlihat dari keikutsertaan anggota di dalam aktivitas, proyek, atau kegiatan komunitas yang lainnya), orientasi kelompok (seberapa pentingnya komunitas dimata kepentingan individu yang ada di dalamnyan, pembentukan norma bersama sebagai kontrol sosial dan penentu keputusan di dalam kelompok mampu sebagai indikatornya, linkages (saluran atau media yang digunakan oleh komunitas untuk berhubungan diantara individu di dalamnya atau media yang digunakan untuk berhubungan keluar komunitas) menjadi indikator pengelolaan manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan Jogjakarta Hash House Harriers mempertahankan karakteristik sebuah komunitas. e. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena melalui pendekatan ini mampu untuk mendalami fenomena sosial yang ada. Selanjutnya metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus digunakan karena bersangkutan dengan institusi tertentu dan fenomena yang diteliti masih berlangsung. Rose, Spink & Canhoto (2015:3) juga memaparkan tentang fungsi dari studi kasus,” Their ability to investigate cases in depth and to employ multiple sources of evidence makes them a useful tool for descriptive research studies where the focus is on a specific situation or context where generalisability is less important and in applied research, for example in 25 describing the implementation of a programme or policy”. Yin (2006:29) mengatakan bahwa metode studi kasus lebih mampu untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini. Yin (2006:4) pun menjelaskan studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwaperistiwa kehidupan nyata – seperti siklus kehidupan seseorang, prosesproses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan-hubungan internasional, dan kematangan industri-industri. Melalui metode studi kasus mampu untuk menganalisis secara mendalam tentang pengelolaan manajemen komunikasi di dalam komunitas Jogjakarta Hash House Harriers sebagai organisasi untuk menjaga loyalitas anggota Jogjakarta Hash House Harriers. 2. Lokasi Penelitian Untuk melakukan penelitan ini maka kegiatan pengambilan data dilakukan pada komunitas Yogyakarta Hash House Harriers baik kantor kesekretariatan yang terletak di Jl. Mangkubumi No.38 Yogyakarta, maupun saat kegiatan lari lintas alam yang selalu berubah tempat sesuai dengan keputusan komite Yogyakarta Hash House Harrierss setiap minggunya. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview) Yaitu metode pengumpulan data melalui percakapan dengan maksud tertentu. Dalam penelitan kualitatif wawancara mendalam berguna untuk kelengkapan informasi dan kedalaman interpretasi dari penelitian. Melalui wawancara mendalam dipilih beberapa responden yang terlibat langsung ke dalam komunitas Jogjakarta Hash House Harriers sebagai komite komunitas dan anggota yang rutin mengikuti kegiatannya. Berikut data narasumber dari komunitas Yogyakarta Hash House Harriers untuk dilakukannya wawancara mendalam : 26 A. Narasumber Primer : 1. Morgan Onggo Wijoyo, selaku pembina dari Jogjakarta Hash House Harriers 2. Rudy Santosa, ketua atau Hash Master komite dari Jogjakarta Hash House Harriers tahun 2014 – 2016. B. Narasumber Sekunder : 1. Bambang, komite Jogjakarta Hash House Harriers 2. Budi, menjadi anggota Jogjakarta Hash House Harriers lebih dari 15 tahun 3. Wasiban, komite Jogjakarta Hash House Harriers b. Observasi Langsung Observasi langsung digunakan karena penelitian kualitatif dituntut untuk terjun langsung agar mendapat data yang lebih mendalam dari suatu fenomena. Menjadi partisipan di dalamnya, peneliti mengikuti kegiatan Hash seperti anggota lainnya. Menurut Yin (104-105) oberservasi langsung yang digunakan di dalam organisasi akan mendapatkan dimensi yang berbeda untuk memperkaya analisis data. Melalui observasi langsung juga akan didapatkan data berupa dokumentasi langsug dari peneliti tentang kegiatan Jogjakarta Hash House Harriers, budaya Hash yang terbentuk di dalamnya, interaksi anggota dengan komite dan sebaliknya, partisipasi dan peran komite Jogjakarta Hash House Harriers. c. Studi Literatur, Rekaman, atau Dokumen Yaitu metode pengumpulan data dan teori dengan memanfaatkan buku-buku, majalah, koran, penelitan sebelumnya, dan penelusuran sumber-sumber di internet serta sumber-sumber informasi lain yang dapat menunjang penelitian. Diharapkan melalui pengumpulan data ini akan didapatkan dokumen-dokumen organisasi yang meliputi sejarah 27 komunitas, tujuan komunitas, susunan organisasi Jogjakarta Hash House Harriers, foto dokumen jumlah anggota yang ada atau tentang Jogjakarta Hash House Harriers, dokumen tentang perencanaan, pelaksanaan, kepemimpinan, dan pengawasan dari organisasi. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Yin (1996:140) bahwa teknik penjodohan pola yang dilakukan pada metode studi kasus adalah yang paling disenangi. Logika penjodohan pola (pattern matching) membandingkan pola yang didasarkan atas empiris dengan pola yang diprediksikan. Jika kedua pola tersebut mengalami persamaan, maka akan didapat validitas internal di dalam studi kasus. 5. Teknik Validitas Data Melakukan triangulasi data menurut pandangan Sugiyono (2012:372), triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan penelitian ini teknik triangulasi data akan dilakukan dengan cara mencari kredibilitas data melalui sumber lainnya. Peneliti akan mengumpulkan dari beberapa sumber dan melakukan pengecekan kembali tentang data tersebut dengan teknik yang berbeda. Tujuannya adalah agar data mampu diverifikasi kebenarannya sehingga validitasnya terjamin. Berdasarkan penelitian ini, peneliti akan mengecek data yang didapat melalui narasumber yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan cara observasi pada Jogjakarta Hash House Harriers. Jika ada temuan yang berbeda maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber yang bersangkutan. 28