TEORI EVOLUSI TINJAUAN DARI SUDUT PANDANGAN ISLAM DR. SHAIKH ABDUL MA’MUD Deputi Direktur Jenderal Akademi Islam, Cambrigde Penerjemah: Prof. Dr. H. ILZAMUDIN MA’MUR, MA. Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Sultan Maulaana Hasanuddin”, Serang, Banten. TEORI EVOLUSI TINJAUAN DARI SUDUT PANDANGAN ISLAM Dr. SHAIKH ABDUL MA’MUD Deputi Direktur Jenderal Akademi Islam, Cambrigde Penerjemah: Dr. H. ILZAMUDIN MA’MUR, MA. Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Sultan Maulaana Hasanuddin”, Serang, Banten. Al QUR’AN MENDOBRAK TEORI EVOLUSI Dr. SHAIKH ABDUL MABUD ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************************************************************************** ****************** AL QUR’AN MENDOBRAK TEORI EVOLUSI DR. SHAIKH ABDUL MABUD (Deputi Direktur Jenderal Akademi Islam, Cambridge) ****************************************************************************** ****************************************************************************** ************************************************************ Buku ini diterjemahkan dari “Theory of Evolution: An Assessment from the Islamic Point of View’ karya Dr. Shaikh Abdul Mabud terbitan The Islamic Academy, Cambridge 1986. Penerjemah Dr. H. Ilzamudin Ma’mur, MA. ****************************************************************************** ****************************************************************************** ************************************************************ DAFTAR ISI PENDAHULUAN BAB I. KONSEP-KONSEP TEORI EVOLUSI MODERN ………………………….. 3 1.1. Asal-Usul Species …………………………………………………………… 4 1.2. Evolusi Manusia …………………………………………………………….. 8 1.3. Asal Usul Dunia ini …………………………………………………………. 11 1.4. Kecenderungan-kecenderungan Mutakhir …………………………………... 13 BAB II. PANDANGAN ISLAM TENTANG ASAL USUL ………………………….. 19 2.1. Evolusi dan Masyarakat Muslim ……………………………………………. 20 2.2. Pandangan Al Qur’an Mengenai Penciptaan ………………………………... 22 2.3. Penciptaan Dunia Ini ………………………………………………………… 23 2.3.1. Dunia ini Diciptakan Dari Tiada ………………………………………….. 23 2.3.2. “Enam Hari” Penciptaan ………………………………………………….. 26 2.3.3. Perbandingan Kosmologi Al Qur’an dan Kosmologi Modern …………… 35 2.3.3.1 Konsep Tentang Langit ………………………………………………….. 35 2.3.3.2. Singularitas dan Ledakan Besar (Big Bang) Dibandingkan Dengan Konsep Al Qur’an ……………………………………………… 40 2.3.3.3 Era Geologi dan “Hari” Al Qur’an ……………………………………… 43 2.4. Penciptaan Dunia dan Tumbuh-tumbuhan …………………………….......... 47 2.5. Penciptaan Dunia Binatang ………………………………………………….. 49 2.6. Penciptaan Manusia …………………………………………………………. 54 2.6.1. Adam Adalah Manusia Pertama ……………………………………………54 2.6.2. Adam Adalah Dicptakan Tanpa Orang Tua ………………………………. 58 2.6.3. Adam Diciptakan Dari Tanah Liat ………………………………………… 61 2.7. Maurice Bucaile dan Transformasi Manusia …………………………………71 IKNTISAR DAN KESIMPULAN ………………………………………………..77 CATATAN DAN PUSTAKA ACUAN …………………………………………. 85 INDEKS AYAT-AYAT AL-QUR’AN ………………………………………….. 92 GAMBAR/FIGURE: 1. Pemisahaan Seketika dan Pemisahan Penciptaan Bumi dan Langit …………... 36 2. Pemisahan Seketika dan Kesinambungan Tahapan-thapan Penciptaan Langit dan Bumi ………………………………………………………………. 37 3. Singularitas Seketika dan Kesinambungan Tahapan-tahapan Penciptaan Langit dan Bumi ………………………………………………………………. 42 4. Sekala Waktu Geografis dan Sejarah Kehidupan …………………………….. 46 oooOOOooo PENDAHULUAN “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Al Hijr 21) Tujuan buku kecil ini adalah untuk menyoroti dan menilai secara kritis terhadap pandangan-pandangan para sarjana dan kaum modernis Muslim yang tidak saja mengklaim bahwa konsep-konsep evolusi modern itu sama sekali cocok dan sesuai dengan Al Qur’an, tetapi juga bahkan Al Qur’an itu sendiri mengajarkan konsep-konsep ini. Para sarjana ini terutama concern terhadap evolusi manusia dan jagad raya. Oleh sebab itu, dalam Bab pertama dari wcana ini kita fokuskan pada suatu eksposisi kritis yang singkat mengenai filsafat evolusi, evolusi manusia serta evolusi jagad raya atau dunia. Ini akan memudahkan suatu perbandingan antara pandangan-pandangan modern dan pandangan-pandangan Islam yang akan dibahas pada Bab kedua dari karya ini. Kita akan menganalisa, pada Bab dua tersebut, Pandanagn-pandangan kaum modernis Muslim, dan melihat sejauh mana pandangan-pandangan mereka itu sesuai dan sejaln dengan Al qur’an dan Hadist serta dengan konsep-konsep evolusi modern itu sendiri dan tidak lupa, yang lebih penting, juga mengajukan pandangan-pandangan Al qur’an mengenai masalah tersebut. BAB I KONSEP-KONSEP EVOLUSI MODERN Asal usul Spesies Kendatipun konsep evolusi sudah tidak lagi memegang dan menguasai otoritas sebanyak dan seluas seperti dahulu bahkan hinga kira-kira satu atau dua dekade yang lewat, namun ia kini masih merupakan ‘world view’ atau pandangan dunia yang dominant dalam sains modern serta paradaban modern. Kendatipun telah terjadi kemajuan yang luar biasa dalam bidang sains biologi, namun dewasa ini teori evolusi tidak lagi lebih sering disebut-sebut seperti ketika satu abad yang lalu. Ia kini masih saja merupakan satu-satunya pandangan ilmiah utama yang mempengaruhi dihampir setiap cabang ilmu pengetahuan. Akan tetapi Darwin tidak pernah mengklaim telah mengatasi misteri kehidupan, tidak pula telah mengajukan suatu teori mengenai itu. Dalam sebuah surat untuk salah seorang cucu laki-lakinya ia menulis: “Tetapi saya percaya mengenai seleksi alam, tidak karena saya dapat membuktikan pada satu kasus bahwa ia telah mengubah suatu spesies kepada spesies lain, tetapi karena ia mengelompokkan dan menjelaskan dengan baik, itu menurut hemat saya, tentang banyak fakta dalam klarifikasi, embriologi, morfolofi, organ-organ permulaan, rangkaian dan distribusi geologi…”1 Singkat kata, tesa utama dari konsep ini adalah sebagai berikut: perkembangan spesiesspesies awal yang lebih sederhana kepada spesies-spesies belakangan yang lebih kompleks merupakan proses keturunan fisik aktual yang diatur oleh seleksi alam, perjuangan hidup, kelangsungan hidup bagi yang sesuai, seleksi jenis kelamin dan sebagainnya, yang melintasi periode masa yang amat panjang. Ini adalah Darwisme-klasik; ia telah mengalami modifikasi dengan meningkatnya kompleksitas dan difersifikasi, kendati demikian konsep sentralnya masih tetap sama. Semenjak hipotesa ini dipandang sebagai konsep ilmiah ia menjadi sasaran kritik yang dilancarkan para ilmuwan dan filosof. Para ilmuwan bahkan tidak setuju mengenai makna sederhana dari beberapa istilah kunci.2 masalah-masalah utama yang mendasar telah ditunjukkan sendiri oleh Darwin, danjuga oleh ilmuwan-ilmuwan lain seperti Collins, Bounoure, Lemoine, Agasssiz, dewar dan Schute selama beberapa tahun berikutnya.3 selama tiga dekade pertama abad ini teori evolusi mengalami kemunduran. Pada tahun 1930-an, 1940-an dan tahun 1950-an sintesis genetika Mendelian dan teori seleksi alam terjadi, serta teori yang disebut denagn ‘teori sintetik’ atau teori neo-Darwinisme dirumuskan ulang terutama sekali dikarenakn munculnya karya Mayr, Dobzhansky, Huxley, Simpson dan Stebbins.4 Struktur DNA ditemukan pada tahun 1953, kode genetika tersebut tersebar luas pada tahun 1961, dan masalah evolusi “terus bergulir dala keadaan perkembangan yang cepat.”5 Klaim dasar dari Neo-Darwinisme adalah bahwa kehidupan itu berevolusi dari autoorganisasi benda melalui agen kekuatan alam; bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah berevolusi dengan cepat kedalam bentuk-bentuk yang lebih tinggi dan akhirnya kepada manusia melalui kesempatan dan variasi molekuler, yang bertanggungjawab terhadap mekanisme-gen dan program yang telah dikode dalam sel-sel biologis.”6 Dengan adanya kemajuan dalam bidang molekuler biologi maka para ahli evolusi atau evolusionis berharap dapat menemukan jawabanjawaban bagi masalah-masalan evolusi di tingkat molekuler. Tetapi ternyata genetika molekuler itu tidak banyak mengungkap mengenai pembentukan spesies-spesies (spesiation), makroevolusi atau pun tingkatan evolusi.7 Kegagalan hipotesa ini untuk menjelaskan karakter-karakter pembeda spesies seperti adanya gap-gap antara spesies, genera-genera dan sebagainya, telah mengendurkan semangat banyak para ilmuwan ahli yang mempunyai keyakinan kepadanya.8 Justifikasi atau pembenaran hipotesa kaum transformis (yakni satu spesies berubah menjadi spesies lain) telah diragukan dan dipermasalahkan oleh para pakar-pakar ilmu fisika,9 matematika,10 biologi,11 ahli hukum,12 dan para ahli filsafat ilmu.13 pakar-pakar matematika mengajukan keberatan serius mereka terhadap hipotesaitu pada tahun enam puluhan. Dari sudut pandang toeri probabilitas atau teori kemungkinan evolusi tidak pernah dapat dimulai, sebab kemungkinan bahwa binatang bersel tunggal membentuk diri keluar dari unsur-unsur pokoknya adalah sangat mustahil, atau hampir nihil. Menurut hukum kedua Termodinamik, susunan dan tatanan di dunia terus memburuk dan hancur setiap saat. Semua sistem alam mempunyai kecenderungan untuk mengalami keadaan yang tidak beraturan. Tidak ada sistem alam yang dapat mengorganisasi dirinya tanpa adanya tuntutan dari agen luar. Dilain pihak, evolusi berarti kemajuan, organisasi dan pengembangan. Dua konsep tersebut oleh karenanya saling bertentangan. Jika hukum kedua itu benar dalam sekala global dan kita mempunyai setiap alasan untuk mempercayai bahwa hal itu memang demikan selanjutnya, evolusi yakni tatanan dan perkembangan progresif, tidak dapat terjadi pada sekala global. Menurut hukum kedua tingkat susunan keteraturan dan kompleksitas sistemsistem alam secara terus menerus menurun kecuali jika ada agen luar untuk membalik proses itu. Dari sudut pandang saintifik murni, tidak ada agen di luar materi atau benda dunia, dan oleh sebab itu tidak ada organisasi dan tidak pula ada perkembangan progresif yang mungkin pada sekala global. Tetapi teori evolusi justru mengklaim yang sebaliknya. Oleh karena itu, atas dasar hukum kedua termodinamik kita dapat mengatakan tanpa adanya kontradiksi bahwa susunan atau tatanan dunia sekarang ini tidak dapat terjadi melalui evolusi. Bukti dari paleontologi disini dikutip sebagai bukti evolusi yang menyakinkan, tetapi sebenarnya ini merupakan suatu muslihat untuk mengalihkan perhatian kita kepada dunia fosil, sebab fosil memberikan bukti evolusi yang lebih kuat dari pada spesies yang masih hidup. Jika evolusi memang benar, maka organisasi yang berbeda-beda harus mengalami perkembangan yang terus menerus melintasi semua bentu-bentuk transisi atau bentuk intermediate (perantara) yang mungkin. Tetapi dalam dunia kehidupan tidak ada oreganisme demikian muncul. Berjutajuta fosil telah hilang mungkin. Tetapi dalam dunia kehidupan tidak ada organisme demikian yang muncul.berjuta-juta fosil telah ditemukan, tetapi tidak satupun dari mereka yang merupakan bentuk yang seperti itu. Pada dasarnya juarng-jurang pemisah yang sama terdapat dalam catatan fosil seperti di kalangan spesies-spesies yang masih hidup. Darwin mengatakan: “…..oleh sebab itu jumlah garis-garis penghubung intermediate dan transisi, antara semua spesies yang masih hidup dan spesies-spesies yang sudah punah, tentunya dengan tak terletak sangat besar sekali. Tetapi dengan yakinnya, jika teori ini benar, spesiesspesies seperti itu telah hidup dimuka bumi.14 Tetapi Darwin sendiri tidak mendapatkan satupun sikuensi transisi dan membuat pernyataa sebagai berikut: “Kasus tersebut pada saat sekarang tentunya tetap tak dapat dijelaskan atupun dimengerti dan barangkali benar-benar ditentang sebagai argumen yang sahih yang berlawanan dengan pandangan-pandangan yang disajikan di sini.15 Situasi tesebut tidak berubah sejak saat itu. Mengenai status paling mutakhir dari catatan fosil, Robert Barnes menyatakan: “……Catatan fosil hamper tidak menceritakan apa-apa pada kita mengenai evolusi asal usul filum dan kelas-kelas. Bentu-bentuk perantara atau intermediate tidak pernah ada, tidak diketemukan ataupu tidak dikenal.”16 Para pakar planteologi yang termasyhur Eldredge dan Gould menyatakan: Fila atau filum adalah rumpun terbesar dalam klasifikasi dunia hewan (pen.). “ Dalam decade terakhir, bagaimanapun juga, para ahli geologi telah menemukan lapisan-lapisan batu karang dari semua batas bagian selam 500 juta tahun terakhir dan bentuk-bentuk transisi tidak terkandung didalamnya.”17 Kini secara luas telah diterima oleh para ilmuwan bahwa catatan fosil tidak memberikan apapun memngenai evolusi organik. Darwin menggunakan homologi sebagai bukti evolusi yang kuat. Menurut Darwin, homologi adalah “hubungan antara bagian-bagian yang dihasilkan dari perkembangan mereka dari bagian-bagian embrionik yang sesuai.18 Tetapi Sir Davin De Beer, seorang pakar embriologi dari Inggris dan manta direktur British Museum of Natural History, telah menunjukan bahwa struktu-struktur homologi itu tidak berasal dari dari bagian embrionik yang sesuai.19 Sel yang hidup merupakan mekanisme penyimpanan dan pemilihan informasi yang mengagumkan. Semua informasi yang diperlukan mengenai perkembangan suatu organisme tersimpan rapih dalam DNA dari organisme khusus tersebut. Molekul-molekul DNA hanyalah merupakan pembawa informasi. “Encoding” dan “Decoding” yakni penulisan sautu bahasa dan menterjemahkan ke dalam perbuatan, tidak dapat dijelaskan tanpa konsep fikiran, yang bersifat non-bendawi dan oleh karenanya termasuk wilayah dunia ekstra-sensor. Tetapi ahli evolusi atau evolusionis tidak percaya pada susunan dan tatanan ralaitas apapun di luar kontinum ruang dan waktu. Ia percaya bahwa benda itu tidak dating dari makhluk intelegensi yang hidup, tetapi bahwa fikiran yang hidup itu telah berevolusi dari benda. Perubahan bentuk yang digabung dengan seleksi alam menyebakan adanya spesies baru kehidupan hanyalah merupakan perubahan dan kebutuhan yang saling mempengaruhi. Bagi kita hal itu nampaknya mustahil. Itu berada diluar komprehensi atau kesanggupan kita untuk membayangakan bahwa jutaan perubahaan bentuk tak terkontrol yang acak itu akan n mewujudkan makhluk-makhluk yang rumit, kompleks, terorganisasi dengan baik dan bersifat adptif dari semua jenis makhluk yang kita liahat di dunia dewasa ini. Dinyatakan bahwa transformasi spesies itu terjadi di masa lampau, tetapi tidak ada buktinya dan bahwa evolusi tersebut kini masih sedang berlangsung, tetapi terlalu lamban untuk dapat diamati. Hal ini tidak dapat dibuktikan dalam eksperimen-ekperimen laboratorium karena ia memerlukan ribuan tahun sebelum satu kesimpulan dapat dicapai. Ia merupakan peristiwa yang tak dapat diulang, seandainya itu pernah terjadi, yanmg mengirimgi Karl Popper pada suatu kesimpulan bahwa itu bukanlah teori yang ilmiah.13 kendatipun teori itu tidak dapat diuji secara langsung di laboratorium, namun sebagian besar dari hipotesa-hipotesa pedukungnya telah diuji dengan hasil yang negatif. Evolusi Manusia Agar dapat mendukung ide tingkatan evolusi yang mengarah kepada makhluk manusia, maka seorang ahli evolusi atau evolusionis menunjuk kepada sejumlah fosil hominid (yang mengacu kapada manusia dan kera mirip-manusia) hominoid (yang mengacu kepada hominid dan pongid yakni sebangsa kera), kendatipun banyak ilmuwan termasyhur dunia tidak memandang fosil-fosil ini sebagai pemberi garis penghubung antara manusia dank era.20/21 Ramapithecus adalah satu-satunya makhluk seperti itu, yang fosilnya ditemukan di India pada tahun 1932, dan yang terdiri dari beberapa hasil fragmen gigi dan rahang saja. Pibean, Simons, serta evolusionis-evolusionis lannya mengira bahwa ia adalah nenek monyang manusia, tetapi kepusan untuk menghubungkan manusia kepada Ramapithecus semata-mata atas dasar bukti beberapa buah gigi dan fragmen atu bagian rahang, diragukan dan dipertanyaakn oleh para ahli terkemuka dalam bidang ini. Kemudian, bahkan Pilbean sendiri Tergalada, yang masih hidup di Eithopia dewasa ini, dengan cirri-ciri yang mirip dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Ramapithecus dan Australopithecus merupakan bukti yang kuat bahwa Ramapithecus bukanlah hominid. Kandidat lain dalam deretan yang diduga kuat sebagai nenek moyang bangsa manusia adalah Australopithecus, dengan tengkorak berkapasitas rata-rata 500 cc yaitu dalam batas seekor kera dan kira-kira sepertiga dari kapsaitas untuk manusia. Selam beberapa waktu telah ada perdebatan sengit disekitar Australopithecus. Akan tetapi, temuan-temuan Richard Leaky telah banyak sekali merubah status Austrapolithecus terbukti: “Fosil-fosil tulang ttangan dan kaki Australopithecus merupakn temuan-temuan langka, tetapi Leaky kini mempunyai sample yang banyak. Mereka menggambarkan Australopithecus sebagai makhluk yang bertangan panjang dan berkaki pendek. Ia barangkali pejalan-merangkak, bukan pejalan berdiri tegak, sebagaimana yang dewasa ini dipercaya dan diyakini para antropolog.”22 Ini berarti bahwa Austrapolithecus itu berbeda baik dari manusia maupun kera, dan oleh sebab itu ia tidak mempunyai hubungan apaun dengan nenek moyang manusia. Kandidat berikutnya adalah Homo erectus, ia berjalan tegak lurus, mempunya kapasitas tengkorak rata-rata 1000 cc dan mengembangkan kebudayaan kasar dan mentah termasuk perkakas-perkakas dan senjata-senjata sederhana. Adalah mungkin bahwa ia adalah manusia, tetapi manusia yang berukuran dan berkebudayaan randah dan terbelakang. Penemuan baru-baru ini menunjukan bahwa ia muncul pada saat yang sama dengan munculnya manusia modern: “Tengkorak-tengkorak kepala yang terpendam atau terkubur kurang dari 10.000 tahun yang lampau kini menunjukan bahwa, pada saat yang sama, ketika dimana-mana di dunia lama pengganti spesies homo sapiens berubah dari berburu dan bergerombol kepada bercocok tanam. Beberapa keturunan Homo Erectus tetap hidup di Australia.23 Ini manfi’kan tentang kemungkina bahwa Homo erectus adalah nenek moyang bangsa manusia. Manusia Neanderthal adalah yang paling terkenal di semua ”garis penghubung yang hilang” atau the missing links. Pertama kali ditemuka di lembah Neander di Jerman, ia dilukiskan sebagai sub-manusia yang bongkok gengan karakter yang kasar. Postur semi-tegak ini belakangan dianggap disebabkan kekurangan vitamin D yang mengakibatkan timbulnya rahitis (sejenis penyakit tulang). Banyak sisa-sisa kerangka yang kini ada menunjukan dengan tidak perlu disangsikan lagi bahwa manusia Neanderthal sepenuhnya berdiri tegak memiliki ukuran otak yang sama atau lebih besar dari pada ukura otak manusia. Lagipula data palentologi telah menunjukan bahwa manusia telah ada pada saat yang sama dengan Austrapolithecus, Homo Erectus dan Homo neanderthalenis, yang diduga sebagai nenek moyangnya. “Tahun yang lalu Leaky dan kerabat kerjanya menemukan tiga buah tulang rahang, tulah kaki dan lebih dari 400 buah peralatan dan perkakas batu buatan manusia. Specimenspesimen itu dianggap berasal dari golongan homo 2,6 juta tahun. “Leaky lebih jauh lagi menjelaskan seluruh bentuk rongga otak itu sungguh-sungguh mengingatkan kepada manusia modern, tidak mempunyai bagian (lekukan) pelipis yang berat dan menonjol serta tulang-tulang yang tebal yang menjadi ciri khas atau karakteristik Homo erectus.” “Sebagai tambahan kepada tengkorak yang belum diberi nama ini ekpedisi itu menambah temuanya dengan bagian-bagian tulang kaki dari dua individu yang berbeda. Fosil-fosil ini dengan sangat mengejutkan menunjukkan bahwa keunikan daya gerak makhluk berkaki dua manusia itu dikembangkan paling tidak sejak 25 juta tahun yang lampau.”24 Dengan demikian, observasi ilmiah murni itu menunjukan bahwa manusia telah hidup mendahului manusia Neanderthal, mendahului Homo erectus dan bahkan mendahului Australopithecus. Sejauh ke belakang yang dapat ditelusuri atas dasar data paleonotologi paling mutakhir, manusia tealh senantiasa eksis sebagai manusia. Sains telah gagal untuk menemukan nenek moyang manusia, secara sederhana hanya dikarenakan, menurut hemat kita, ia memang tidak mempunyai nenek moyang. Temuan kesimpulan ilmiah ini, tentunya sesuai dan sejalan dengan Al Qur’an dan juga beberapa kitab wahyu. Asal Usul Dunia Menurut kosmologi modern dunia meledak dari penciutan keadaan, yang terlepas, yang tiada batasnya kira-kira delapan belas milyar tahun yang lampau. Ledakan yang menakjubkan ini, yang menyebabkan dunia ini mendadak eksis, secara popular dikenal dengan ‘Big Bang’ yang berate ledakan besar.25 Alasan terpenting yang menyebabkan ilmuwan mempercayai ini, berasal dari konsederasi hukum kedua termodinamik, kendati konsep keturunan dunia yang gradual secara langsung bertentangan dengan hukum kedua tersebut. Sejak saat terjadinya Big Bang dunia melebar-luas dan galaksi-galaksi, sebagaimana mereka membentuk, terlibat dalam perluasan itu. Sebelum terjadinya Big Bang tidak ada apa-apa – tidak ada waktu, tidak ada ruang; apa yang eksis hanyalah sejumlah benda tak terbilang, nebgkompres menjadi kepadatan telur kosmik permulaan yang sangat besar, sambil menyerap semua ruang. Para ilmuwan mengacu kepada ini denagn singularitas atau ketunggalan.26 Pada Big Bang waktu dan ruang tercipta: benda permulaan telur kosmik seketika ada di mana-mana. Pada saat Big Bang hanya hydrogen, denterium, helium dan barangkali jejak-jejak lilitum yang terbentuk. Unsure-unsur yang lebih ringan lagi terbentuk segera setelah Big Bang. Sedangkan unsure-unsur yang lebih berat dan tambahan sejumlah unsure-unsur yang lebih ringan terbentuk pada saat ledakan-ledakan bentang atau stellar. Sejauh formasi bintang-bintang dan planet-planet terlibat, hanya ada semacamperubahan materi-materi mentah dan kasar Hydrogen, helium dan fraksi-fraksi unsur yang lebih berat – ke dalam bintang-bintang dan planet-planet, galaksi-galaksi dan sebagainya yang tak terhitung jumlahnya telah terbentuk dan mencapai berbagai tingkatan dalam evolusi mereka. Matahri, bintang tipikal di dalam galaksi kita, berusia kira-kira lima juta tahun. Menurut teori nebula,27 matahari dan planet-planet terbentuk dari apa yang disebut dengan Solar Nebula. Kira-kira lima juta tahun yang lamoau awan-awan gas dan debu yang lebih kecil menyusutkan ruangan antar bintang. Para ilmuwan percaya bahwa hilangnya gas yang kemudian membentuk sistem tata surya adalah disebabkan oleh guncanagn gelombang bintang yang meledak disekitarnya. Supernova. Bintang yang tertua dalam galaksi kita kira-kira berumur sepuluh juta tahun. Bumi berevolusi dari matahari dan ia berumur kira-kira empat setengah juta tahun. Sedangkan, umur rembulan dan berbagai benda meteor adalah kira-kira sama dengan umur bumi. Menurut versi lain mengenai teori Big Bang, yang disebut dengan oscillating universe, telah pernah ada Big Bang lain sebulumnya dan kemudian runtuh, dan demikian seterusnya, Big Bang yang paling mutakhir adalah Big Bang dalam serangkaian Big Bang yang amat sangat besar. Versi pertama tadi tidak menjawab mengapa Big Bang tersebut terrjadi sedangkan versi kedua juga tidak menceritakan apa-apa pada kita tentang asal-usul dunia. Konsep Big Bang secar ilmiah tidak begitu mantap dan kokoh seperti yang dipercayai secara populer.28 Berkenaan dengan ‘Singularitas’ atau ketunggalan ruang-waktu, dan keadaan permulaan dunia Paul Davies, seorang Profesor bidang ilmu fisika teoritis dari University of Newcastle-upon-Tyne, menyatakan: “Banyak pendapat atu ide berada pada perbatsan ilmu fisika modern dan hanya akan dapat diperjelas oleh perkembangan-perkembangan masa depan. Tidak ada kesempatan di kalangan para ahli fisika mengenai status singularitas atau ketunggalan ruang-waktu, tau bahkan tentang keadaan sahaja permulaan dunia / jagat raya dahulu kala.”29 Kendatipun buku-buku teks (teksbook) kita, menyajikan teori-teori ini sebagai bukti fakta-fakta ilmiah, namun pada kenyataannya mereka semata-mata hanyalah merupkan hipotesishipotesis atau spekulasi-spekulasi belaka. Yang didasarkan atas beberapa data ekperimental. Kecenderungan-Kecenderungan Mutakhir Apabila orang melihat dengan kritis terhadap seluruh persoalan evolusi, maka bahwa orang akan mendapatkannya bahwa ia telah memberikan kira bukti-bukti yang tidak ilmiah sama sekali tentang asl-usul jagat raya dan spesies-spesies. Konsep evolusi senantiasa tetap saja merupakan hipotsesis yang berfungsi khusus. Buku-buku teks dan artikel-artikel riset masih saja melukiskannya sebagai fakta yang benar. Bahan-bahan bacaan dihasilkan dari perspektif evolusi dan mereka diajarkan kepada para pelajar dan mahasiswa atas nama sains. Keadaan ini secdar tetap dilukiskan salam tulisan Michael Denton: “Penolakan supremasi mitos itu telah menciptakan suatu ilusi yang meluas bahwa teori evolusi tidak lain dari teori yang dibuktikan lewat kurun waktu beratus-ratus tahun silam dan bahwa semua riset biologis yang mengiringinya paleontology, zoology serta cabangcabang ilmu genetika yang lebih sempit lagi dan biologi molekuler telah memberikan bukti yang berkembang terhadap pandangan-pandangan Darwin. Tidak ada yang lebih menjadi terjauh dari kebenaran. Kenyataan adalah bahwa bukti itu begitu tidak lengkap terputus-putus seratus tahun yang silam sehingga bahkan Darwin sendiri keraguannya semakin menjadi-jadi seperti keraguan terhadap kevaliditasn pandangan-pandangannya, dan satu-satunya aspek dari teorinya yang masih memperoleh dukungan sepanjang abad yang silam adalah di mana ia berlaku bagi fenomena mikroevolusi. Teori umumnya bahwa semua kehidupan di muka bumi ini berasal usul dan berevolusi melalui akumulasi suksesif yang terus-menerus dari muatsi-mutasi secara kebetulan adalah, sebagaimana pada zaman Darwin masih merupakan hipotesis-hipotesis yang secara keseluruhan sangat tinggi tingkat spekulasinya tanpa dukungan factual langsung dan sanagt jauh bahwa aksioma bukti-diri dari sebagian pendukung-pendukungnya yang lebih agresif itu akan membuat kita menjadi percaya.”30 Seluruh konsep evolusi Darwin telah mengalami, kemahsyuran hingga mencapai puncak, suatu evolusi luarbiasa.31 Bahkan selam masa hidupnya sendiri, Darwin telah disibukkan dengan menjawab kritik-kritik dan memperbaiki teori-teori itu. Edisi terakhir buku karyanya menunjukkan bahwa dalam mengupayakan pada halaman-halaman yang takberaturan untuk memenuhi keberatan-keberatan yang tengah dilancarkan terhadap teorinya menyebakan volume yang lebih tebal itu menjadi kontradiksi.32 Tori itu mengalami kemunduran sekitar akhir abad ini, tetapi disokong paling tidak oleh dua sintesis utama dua hingga enam decade abad ini. Fase berikutnya adalah penolakan total terhadap teori neo-Darwinisme oleh para ilmuwan seperti Arthur Koestler,33 pengajar modern terkemuka terhadap Lamarkisme, dal Eldredge serta Gould,34 penemu-penemu teori ‘punctuated equilibrium.’ Serangan paling mutakhir dari kecaman-kecaman ini tidaklah ditunjukkan untuk menentang madzab evolusi tertentu saja. Melainkan untuk menentang semua konsep evolusi. Madzab pemikiran ini dikenal dengan Cladism (kladisme) yang dipelopori oleh Willi Henning.35 Para pengikutnya, yang dikenal dengan ‘transformed Cladist’, telah menantang cara tradisonal Darwin dalam memghubungkan klasifikasi dengan evolusi. Mereka mengelompokkan organisme-organisme yang hidup atas dasar karakteristi-karakteristik yang terbagi, yang tidak pernah dapat menceritakan pada kita apakah satu spesies diturunkan dari spesies yang lain. Dalam kata-kata Peter Bowler: “Transformed Cladist dengan demikian menyatakan bahwa seluruh upaya guna merekonstruksi masa lalu evolusi adalah didasarkan atas pengetahuan yang tidak memadai. Tidak ada studi tentang hubunga alam yang dapat memenuhi informasi yang hilang, oleh karenanya banyak pohon silsilah evolusi yang telah disusun selama lebih dari satu abad riset ternyata tidak dapat dibuktikan. Para kladis dengan demikian telah menambahkan garis argument baru bagi kalim yang menyatakan bahwa teori evolusi itu tidak saintifik.”36 Kita berada dalam satu era ketika para pakar terkemuka dalam bidang itu tengah mengungkapkan keraguan serius mereka atas seluruh konsep evolusi. Akhir-akhir ini ada berbagi publikasi dan penerbitan yang menunjukkan adanya peningkatan rasa ketidakpuasan masyarakat ilmiah terhadap konsep neo-Darwinian, malahan sesungguhya terhadap konsep evolusi. Misalnya, dal buku “Beyond Neo-Darwinism: an Introduction to the New revolutionary Paradigm”, sejumlah ilmuwan telah menunjukan kesalahan paradigma neo-Darwinian.31 sebagian anggota gerakan kiwari itu telah menolak konsep dasr evolusi. Berkenaan dengan gerakan paling mutakhir tersebut yakni kladisme, Keith Thompson dari Yale University menyatakan: “Tak seorang pun perlu diingatkan bahwa kita berada dalam fase revolusi dalam situasi evolusi, sistematika, serta hubungan-hubungan antar organisme-organisme…hingga ke pada tesis-tesis evolusinya Darwin… bahkan telah ditambah lagi dengan antitasis newcladistic yang mengatakan bahwa pelacakan terhadap nenek-moyang adalah merupakan perjalanan manusia bodoh, bahwa semua yang dapat kita lakukan adalah menentukan hubungan sister-group atas dasar analisis asal karakter-karakter …Merupakan perubahan dalam pendekatan memanh hinnga kita tidaklah mudah menerima dengan baik, dengan sepenuhnya, karena ia bertentangan dengan apa yang telah diajarkan kepada kita.”37 Collin Peterson dari British Nusium mengungkapkan pandangan-pandangan anti-evolusinya kepada suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah lima puluh orang ilmuwan pada acara pembukaan pertemuaan di American Museum of national History, New York. Ia menytakan bahwa setelah dua puluh tahun ia baru menyadari bahwa semua apa yang telah ia pelajari selama ini mengenai evolusi adalah salah.Dalam kata-katanya sendiri: “Kemudian saya terjaga dan menyadari bahwa sepanjang hidup saya, saya telah dibohongi dengan memandang evolusionisme sebagai kebenaran wahyu dalam beberapa hal.” Berkenaan dengan teori evolusi ia menyimpulkan: “Teori itu membuat ramalan atau prediksi, kita telah mengujinya danternyata prediksi tersebut salah atau melenceng sama sekali.” Akhir-akhir ini serangan massive (besar-besaran) menentang hipotesis ini telah dilancarkan oleh sejumlah ilmuwan professional yang telah menolak teori evolusi dan mencoba menjelaskan difersitas kehidupan dengan acuan kepada penciptaan. Mereka tidak saja membangkitkan kembali konsep kreasionisme di kalangan lingkaran-lingkaran ilmiah barat, tetapi juga mengklaim bahwa pendekatan mereka tidak kalah ilmiahnya dbanding dengan pendekatan para evolusionis.39 Tentu saja klaim mereka dapat diterima, karena baik kresionisme maupun teori evolusi keduanya tidak dapat diuji. Dengan popularitas yang cukup khususnya dikalangan umum non-ilmiah, kelompok kresionis ini merupakan ancaman asli bagi masyarakat evolusionis. Agar dapat melaksanakan aktivitas yang terorganisasi para ilmuwan ini telah mendirikan suatu organisasi yang disebut dengan ‘Institute for Creation Research’ dengan profesor Henry Morris sebagai direkturnya . aktivitas mereka telah menimbulkan keprihatinan serius di kalangan para evolusionis dan sekaligus menjadikan mereka kebingungan.40 Para ilmuwan kreasionis tersebut secara menyeluruh telah mengkritik penggunaan catancatan atau rekaman-rekaman fossilsebagai bukti evolusi.20/21 menantang keabsahan ‘radiometric dating method’ mereka menyanggah, dengan semata-mata atas dasar basis ilmiah, dunia yang baru, yang bertentangan dengan apa yang diperlukan dan dituntut oleh teori evolusi. Dengan argument-argumen yang sangat meyakinkan mereka telah menunjukkan bahwa data-data ilmiah yang ada tingkat kecocokannya dengan konsep kreasi atau penciptaan adalah jauh lebih baik dari pada dengan konsep evolusi. Mereka menyebut ini dengan ‘Scientific Creationism’ memberikan bukti yang kuat dalam dukungan kepadanya. Dalam sebuah artikel yang baru-baru ini diterbitkan dalam Muslim Education Quarterly, Richard Bliss telah menghasilkan suatu rangkuman mengenai bukti-bukti ini.41 sebagian dari bukti-bukti ini asebagai berikut: 1. Konsiderasi Hukum Pertama dan kedua Termodinamik mengarah pada kesimpulan yang takterelekan bahwa dunia diciptakan secara tiba-tiba. 2. Kemunculan mendadak kehidupan yang telah menjadi fossil yang kompleks dalam catatan fosil dapat dipertanggungjawabkan secara memuaskan hanya dengan menerima kreasi khusus sebagaimana adnya saja. 3. Semua jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan yang kini hidup masih tetap begitu adanya sejak kemunculan mereka yang pertama dalam catatan fossil. Mereka telah mengalami variasi genetika hanya dalam batas-batas sempit. Dengan menerapkan pengetahuan prinsip-prinsip ilmu genetika para kreasionis dapat membuat prediksi mengenai ketepatan dan kestabilan tipe-tipe atau organisme-organisme. Prediksi-prediksi ini diperkuat ioleh eksperimen-eksperimen. 4. Ciri-ciri geologis bumi dibentuk dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa bencana alam seperti banjir banding, letusan-letusan gunung berapi besar, tanah-tanah longsor dan sebagainya. Bukti geologis mendukung katastropisme dan bukannya uniformitarianisme, yang menjadi landasan dasar teori evolusi. 5. Radiometric dating method yang digunakan oleh para evolusionis mengalami banyak kesalahan dan kelemahan serta tidak dapat dipandang memberikan estimasi atau taksiran umur yang meyakinkan dan tidak terbantahkan. Asumsi-asumsi kunci tentang rasio permulaan potasium dan argon serta tinkat kerusakannya sangat dipertanyakan. Ada bukti ilmiah yang kuat bahwa usia kosmos itu jauh lebih sedikit dari pada yang dimajuakan oleh tori evolusi. Semua bukti-bukti ini serta bukti-bukti lain menunjukkan bahwa sepanjang yang diketahui oleh pengetahuan fisik dunia sekarang, konsep kreasi adalah sesuai dengan fenomen yang diamati dari pada konsep tiruan evolusi. Ini adalah alasan yang benar mengapa para evolusionis telah berusaha membuktikan teori mereka selama lebih dari satu abad dan namun belum berhasil juga. Dari analisis terdahulu nampak jelas terlihat bahwa, berbeda dengan keyakinan yang populer, teori evolusi adalah semata-mata merupakan hipotesis ilmiah khusus dimana hipotesis pendukungnya sebagian besar telah tertolak. Ia merupakan suatu teori dengan banyak kesenjangan yang dapat diisi hanya dengan “Loncatan Keimanan” (leaps of faith). Kenyataan ini Potasium adalah unsure kimia yang halus dan berwarna putih keperak-perakan (penerjemah) sepenuhnya didasari oleh sejumlah ilmuwan sejak awal permulaan. Akan tetapi, akhir-akhir ini kebenran ini tengah mulai timbul mencuat dalam diri para ilmuwan lainnya, dan banyak dari mereka telah menanggalkan jubah evolusionis mereka, berterimakasih terhadap integritas keilmiahan mereka, kejujuran pribadi, serta kritik dan sikap obyektif mereka terhadap sains itu sendiri. BAB II PANDANGAN ISLAM TENTANG ASL-USUL Evolusi dan Masyarakat Muslim Di dunia muslim masalah evolusi tidak pernah menimbulkan atau menyebabkan keprihatinan (concern) apapun sebagai pandangan yamg menerobos membelah masyarakat, karena mereka menerima penjelasan kreasionis Al Qur’an sebagai bagian integral dari keyakinan agama mereka. Mengikuti pola Barat, teori evolusi diajarkan di sekolah-ekolah, kolese-kolese dan universitas-universitas, akan tetapi, dikarenakan agama benar-benar hidup dan berurat mengakar dengan mendalam dalam kehidupan seorang Muslim, dan karena norma agama merupakan norma dasar dalam masyarakat Muslim, maka konsep evolusi hanya memainkan, hingga kini, suatu peran yang sangat kecil saja dan tidak berarti di dalam masyarakat Muslim.42 Akan tetapi, masyarakat Muslim tidak seharusnya dipandang dan dianggap sepenuhnya kebal terhadap konsekuensi-konsekuensi berjangkauan jauh dari konsep takbertuhan ini. Situasi ini telah diperburuk oleh tulisan-tulisan orang-orang yang dipandang sebagai sarjana-sarjana Islam. Kendatipun tidak ada seorang Muslim pun yang percaya terhadap autoorganisasi materi/benda serta hipotesis transformis mengenai asal-usul spesies, namun sebagian orang Muslim, termasuk komentator-komentator atau munfasirin Al Qur’an yang bersifat apologetic dan juga kaum modernis, telah menghubung-hubungkan secara picik ayat-ayat Al Qur’an tertentu dengan teori evolusi. Pandangan-pandangan evolusi rasionalistik orang-orang ini tidak diterima baik oleh ummat Muslim maupun oleh kaum evolusionis sendiri. Mereka yang telah mendapatkan konfirmasi dalam Al Qur’an mengenai filsafat evolusi tersebut termasuk Muhammad Abduh, Sir Syed ahmad, Abdullah Yusuf Ali, Fazlur Rahman Ansari, Ayatullah Murtaza Muthahhari dan Murice Bucaille. Kendatipun pandangan orang-orang ini berbeda dalam detail-detail mereka, namun saya telah mengelompokkan mereka secara bersama-sama sebagai kaum evolusionis teistik’, karena ingin memberikan istilah yang lebih baqik. Evolusionisme teistik dapat mengambil banyak bentuk, tetapi tak satu pun dari bentuk itu yang diterima oleh para guru pemikir evolusi. Belum ada satu pun penafsiran Al Qur’an dan Hadits Nabi yang benar-benar kuat yang telah menerima versi evolusi teistik mana saja. Para evolusionis teistik (Theistic Evolutionists) nampaknya terpesona dan silau terhadapa “suppremasi” sains modern. Mereka telah menerimanya sebagai norma dan menundukan semua bentuk pengetahuan kepadanya. Mereka hanya memiliki sedikit pemahaman terhadap berbagai bentuk pengetahuan dan bagaimana mereka diintegrasikan di bawah perspektif Islam ke dalam satu hieraki yang mengakui wahyu firman Allah sebagai Pengetahuan Paling Utama. Para evolusionis teistik gagal menyadari bahwa keutamaan pengetahuan ini tidak tergantung apapun teletak pada konsiderasi-konsiderasi duniawi. Ketulusan dan pengabdia para evolusionis teistik itu tidak perlu diragukan dan dipertanyakan. Bukannya karena Kurangnya ketulusan, atau karena anti-pati terhadap Islam, melainkan karena cinta buta merekalah yang menjadikan mereka merasakan bahwa agama yang dinamis seperti Islam haruslah memiliki kapasitas yang inheren untuk menyesuaikan dirinya kepada apa saja yang bersifat ilmiah. Mereka tidak ingin melihat Islam sebagai agama yang statis. Sementara ini memang merupakan sikap yang sangat terpuji, sayangnya mereka nampaknya tidak menyadari bahwa banyak teori-teori yang sah bagi sains, dewasa ini, namun menurut refleksi yang kritis, mereka semata-mata merupakan dugaan-dugaan yang belum terbukti atau paling banter hanyalah spekulasi-spekulasi filosofis. Terlepas apapun yang difikirkan para evolusionis teistik, kebenran dan keotentikan al qur’an tidaklah terletak pada kesesuaiannya dengan sains/ilmu pengetahuan modern. Tidak pula kesesuaian ini (yang boleh jadi berwawasan dangkal dan picik) dapat menambah nilai tambah bagi al Qur’an atau tidak juga ketidaksesuaian apa pun (yang boleh jadi bersifat temporer) dapat mengurangi nialinya. Keotentikan Al Qur’an harus disadari secara rasional, intelektual, fisikal dan secara spiritual di dalam jiwa (being) diri seorang. Kebenarannya harus diketahui dari efek transformasinya atas golongan ummat manusia yang telah hidup dalam kosmos Islam dan berpartisipasi dalam barakahnya selama berabad-abad. Pandangan Al Qur’an Tentang Penciptaan Kita ingin memperjelaskannya benar-benar bahwa Al Qur’an tidak mengabsahkan atau pun mendorong nosi evolusi apa pun yang berkenaan dengan munculnya dunia, system tata surya, alam tumbu-tumbuhan dan dunia binatang. Khususnya Al Qur’an secara kategoris menyangkal konsep evolusi organik. Agar dapat menempatkan permasalahan ini dalam perspektif yang tepat, maka kita mengikhtisarkan landasan-landasan utama hipotesis-hipotesis evolusi sebagaimana yang sudah dibicarakan pada bab pertama dari karya ini sebgai berikut. Dan selanjutnya mempertimbangkan sejauhmana mereka sesuai dan setuju dengan Al Qur’an dan Al Hadits. 1. Evolusi mempertahankan bahwa dunia ini telah berevolusi dengan sendirinya dari benda/materi inorganic. Ini berarti bahwa semua benda mati dan benda hidup telah sampai pada keadaan mereka sekarang melalui proses evolusi bergerak-sendiri. 2. Kehidupan, kesadaran dan itelegensia berkembang dari susunan metri tertentu; tidak ada campur tangan Tuham dalam kehidupan. 3. spesies-spesies yang berbeda-beda mempunyai moyang umum yakni spesies-spesies baru berkembang dari spesies-spesies yang ada sebelumnya melalui transformasi fisik aktual. Seleksi alam, Perjuangan untuk mempertahankan hidup, mutasi dan pergantian bentuk, telah menyebabkan organisma-organisma bersel tunggal berevolusi kepada organismeorganisme bersel banyak. Misalnya binatnag yang tidak bertulang belakang, binatang bertulang belakang, ikan, amfibi, reptil, atau binatang melata, mamalia, dan akhirnya manusia. 4. Tidak ada perbedaan antara manusia dan binatang kecuali yang disebut terdahulu secara biologis lebih berkembang dan maju dari pada yang disebut belakangan. 5. Evolusi mengajarkan bahwa tidak ada susunan realitas di luar ruang, waktu dan materi serta terjauh dari kebutuhan apriori suppremasi realitas Tertinggi, Tuhan. Ia mengingkari eksistensi Inteligensia atau teleonomi apa pun di luar materi. 6. Evolusi merupakan proses mendaki dengan tanpa sasaran, tanpa tujuan, dan tanpa akhir. 7. Evolusionis tidak percaya terhadap norma nilai-nilai yang anabsolut, karena baginya nilai-nilai juga secara terus menerus berkembang. 8. Evolusioni tidak percaya terhadap hal yang ghaib dan terhadap alam akhirat. Semua konsep tersebut di atas adalah berlawanan dengan ajaran-ajaran Al Qur’an. Sesungguhnya, semua pandangan-pandangan di atas bertentangan dengan semua agamaagama wahyu dunia. Prinsip Islam adalah bahwa dunia ini dan segala isinya, termasuk tumbu-tumbuhan, binatang dan manusia maujud tidak dengan evolusi tetapi diciptakan Tuhan, sebagaimana yang akan kita papar-jelaskan dalam bagian-bagian berikut. Penciptaan Dunia (a) Dunia diciptakan dari tiada Dr. Fazlur Rahman Ansari, Presiden World federation of Islamic Missions, menulis: “melihat pada proses penciptaan dengan latar belakang konsep evolusi yang secara eksplisit di proyeksikan dalam Al Qur’an, kita sampai pada pandangan kreasi evolusi, di dalamnya seperti hipotesis-hipotesis dalam sains modern kita di bombing kepada penegasan “Primeval Atom” sebagai titik pangkal, yang berfungsi sebagai nucleus dan dirinya bertumbuh kepada seluruh kosmos melalui proses evolusi…Adapun bagi watak dan sifat proses evolusi, ia harus difahami…dalam pengertian….kemajuan bertambah dari sudut kekongkritan, katalisasi, eksistensi, kenyataan, dan kuantitatif: atas dasar kemajuan katalisasi proses al-khalaq, yang menyiratkan penciptaan objek-objek baru dari materi-materi yang ada. Dengan kata lain, ia tentunya merupakn suatu proses menuju kepada ‘ekpresi’ yang lebih mendalam dan menyelruh sedikit demi sedikit. Ini adalah apa yang kita pahami dari Al Qur’an dan juga dari sains.”43 Ansari tidak hanya saja percaya kepada evolusi asal-usul dunia, tetapi juga terhadap skema evolusi yang komprehensif. Menurutnya: “kita dapat/temukan di dalam (Al Qur’an) beberapa konsep ilmiah tang sangat kaya, yang teramat sangat penting dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Misalnya…konsep dunia yang diciptakan tetapi berkembang…konsep evolusi biologi secara umum…evolusi kehidupan tumbuh-tumbuhan…dan evolusi dalam kaitannya dengan manusia.”44 Abdullah Yusuf Ali, pakar tafsir Al Qur’an termahsyur, juga telah menemukan dukungan Al Qur’an bagi teori evolusi. Ia percaya terhadap ‘evolusi kehidupan’ ,45 plepasan planet-planet dari kuantitas besar materi nebular yang bercampur air, dimana sentral inti padatnya adalah matahari’46, ‘evolusi gradual dari bentuk bumi’, pegunungan dan lautan, serta kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatangnya!.47 marilah kita lihat dan periksa sejauh mana klaim-klaim orang ini dapat dibenarkan. Al Qur’an menyatakan: “Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.”(Al Hadid: 3) Nabi Muhammad saw bersabda: “Tuhan maujud dan tidak ada satu pun sebelum-Nya, singgasana-Nya di atas air. Lantas Dia menciptakan langit, bumi, dan menuliskan segala sesuatu sebagai peringatan.”48 (dan nlihat juga surat Huud ayat 7). Dokrin yang diciptakan di sini bertentangan dengan konsep evolusi yang menurutnya permulaan itu adalah materi. Al Qur’an mengajarkan segala sesuatu yang maujud di dunia ini berasal dari Tuhan. Dia menghadirka dan mewujudkan segala sesuatu itu dari tiada. Hal ini berlawanan dengan konsep materialistik tentang materi atau benda yang tidak dapat musnah. Menurut konsep ini tidak ada sesuatu apapun yang dapat diciptakan dari tiada dan adalah mustahil/tidak mungkin untuk memusnahkan materi apa saja. Bentuk-bentuk materi mengalami perubahan dan transformasi, akan tetapi jumlah seluruh materi di dunia ini tetap saja utuh tak berkurang sedikitpun jumlahnnya. Benda atau materi dapat di transformasikan menjadi energi dan demikian juga sebaliknya. Di lain pihak, nmenurut Al Qur’an benda-benda zaman permulaan diciptakan oleh Allah. Adalah melalui kehendak Allah-lah benda menjadi ada atau eksis dari tiada. Al Qur’an menyatakan: Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu. (Al-An’am : 101) Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang Telah menciptakannya: dan Aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". (Al- Anbiyaa’: 56) Al Qur’an mempergunakan berbagai bentuk kata kerja untukmenggunakan jenis-jenis ‘penciptaan’ yang berbeda-beda, misalnya: Khalaqa, bada’a, fatara, dhara’a, dan ansha’a. kata kerja yang digunakan dalam dua ayat di atas adalah abda’a (dari makna kata badi’ berasal) dan fathara. Kata abda’a berarti memperbaharui atau meningkatkan, mewujudka menjadi ada dengan sama sekali-baru untuk pertama kalinya, tidak ada atau tidak maujud sebelumnya. Dan tidak pula meniru atau mengikuti kesamaan dan kemiripan apa saja sebelum ‘ada’ nya. Fathara berari menciptakan, untuk menyebabkan ada maujud yang pertama kalinya, aseli. Kata khalaq berarti membuat sesuatu dengan ukuran, meghadirkan benda menjadi ada agar menjadikannya seimbang dengan benda lain, menciptakan dari tiada, mewujudkan menjadi ada terhadap apa saja dan tidak meniru dan mengikuti kemiripan apa saja sebelum ‘ada’nya.49 Kata kunci yang digunakan dalam ayat-ayat diatas adalah abda’a dan fathara,yang berarti penciptaan dari tiada. Oleh sebab itu, dunia ini telah diciptakan dari tiada, dan bukannya berevolusi. Konsep ini tidak cocok ndan sejalan dengan pemikiran evolusi. (b) ‘Enam Hari’ Penciptaan Setelah kita mengetahui bahwa dunia ini adalah diciptakan, maka pertanyaan-pertanyaa berikutnya harus kita arahkan pada kapan gerakan dunia ini diciptakan dan bagaimana. Tidak seperti Injil, Al Qur’an tidak menyebutkan urutan apapun berkenaan dengan penciptaan langit dan bumi. Dalam beberapa ayat tentang penciptaan langit disebutkan terlebih dahulu, di beberapa ayat lain, penciptaan bumi disebutkan terlebih dahulu. Misalnya: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsytidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at Maka apakah kamu tidak memperhatikan. (As Sajdah: 4) Dan ayat: Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang Tinggi. (Thaahaa: 4) Ada dua point yang harus diperhatikan di sini, pertama, Al Qyr’an tidak menetapkan sikuensi atau runtutan apapun dalam kaitannya dengan penciptaan bumi dan langit. Kedua, ada banyak ayat-ayat Al Qur’an seperti ayat-ayat tersebut di atas, yang menceritaka kepada kita bahwa keseluruhan dunia diciptakan dalam enam hari atau enam masa. Makna yang pasti dan tepat dari frase ‘enam hari’ tersebut tidak diketahui, apabila ia dihubungkan dengan konsep waktu, yang dirinya sangat halus, jadi membingungkan dan mengandung teka-teki, serta dalam banyak segi tidak dapat didefinisikan. Adlah bukan maksud dantujuan dari buku kecil ini untuk memasuki ke dalam pembicaraan filosofis mengenai masalah yang sudah lama berabad-abad ini. Tetapi kita harus membicarakan beberapa aspek dari masalah itu yang telah menghantarkan pada pembahasa kontroversi evolusi dan kreasi atau penciptaan. Untuk inilah kita akan mempertimbangkan beberapa penafsiran paling umu tentang ayat-ayat Al Qur’an yang paling relevan, tanpa memasuki perangkap perdebatan manapun seperti terhadap mana salah satu dari mereka adalah lebih baik, karena mereka semua dipegang teguh oleh sekelompok sarjana Muslim atau yang lainnya. Gagasan di balik pendekatan ini adalah untuk menjelajah apakah penafsiran-penafsiran ini menghantarkan pada konsep evolusi. Kini marilah kita kembali kepada makna frae ‘enam hari’ Telah di klaim oleh sebagian ulama dan sarjaa bahwa ‘enam hari’ berarti enam interval waktu yang lama atau berabad-abad atau aeon masa beribi-ribu tahun), karena penggunaan kata ‘ahri’ (yaum) mengacu pada masa ketika konsep kita tentang hari, berdasarkan rotasi diurnal bumi mengelilingi matahari, belum ada. Klaim ini berasal dari upaya untuk mendamaikan atau menselaraskan ungkapan frase tersebut dengan hipotesis-hipotesis evolusi atau karena alasan-alasan bahasa semata. Para pendukung pandanganini mendasarkan klaim mereka dengan mengutp ayat-ayat Al Qur’an yang menyamakan hari dengan masa ribuan tahun. Misalnya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (As Sajdah: 5) Atau ayat: Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (Al Ma’aarij: 4) Muhammad Asad secara tepat menyatakan: “Kata Yaum, umumnya diterjemahkan dengan “hari”-tetapi di atas digambarkan sebagai aeon- digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan suatu perioda, apakah sangat lama (aeon) ataupun sangat pendek (sa’at): penerapannya kepada ‘hari’ bumi yang lamanya 24 jam hanyalah merupakan salah satu dari banyaknya konotasi.”50 Kita lihat bahwa menurut Al Qur’an hari memilik masa lama yang beragam, tergantung pada kemunculannya dalam pernyataan. Hari yang diperlukan bagi para Malaikat dan Jibril guna mencapai Tuhan adalah tidak sama seperti yang diperlukan bagi semua urusan untuk mencapai kepada-nya. Juga literatur Hadits pun penuh dengan lamanya-hari yanmg beragam, merentang dari sehari du puluh empat jam hingga kepada masa ribuan tahun. Maka dari itu, akan salahlah kita apabila mengambil (memandang) semua macam hari yang berbeda-beda sebagai periode waktu yang lama. Pada umumnya, apabila hari mempunyai lama waktu yang berbeda dengan 24 jam, maka ia disebutkan. Enam hari penciptaan secara berulang-ulang disebutkan dalam al Qur’an dan Al Hadits, namun didalam tidak terdapat adanya pengkhususan panjang-lamanya hari. Oleh sebab itu agaknya mungkin bahwa ‘enam hari’ itu mengacu kepada hari-hari yang berlama masa 24 jam. Ada banyak Hadits yang bahkan menyebutkan nama-nama hari yang enam, yang sesuai dengan nama hari-hari dalam seminggu, misalnya: “Allah menciptakan bumi pada hari Minngu dan Senin, dan gunung-gunung serta semua benda yang bermanfaat di dalamnya pada hari Selasa, dan pohon-pohon, air, habitat, kesuburan dan ketandusan pada hari Rabu, pada hari kamis dia menciptakan langit, dan pada hari Jum’at hingga tiga jam yang terakhir, Dia menciptakan bintang-gemintang, matahari, rembulan dan para Malaikat. Dalam jam kedua dari tiga jam terakhir, Dia mencampur bahaya dengan benda-benda yang dapat diambil manfaatnya oleh manusia, dan dalam jam ketiga Dia menciptakan adam, menempatkannya di Surga dan memerintahkan kepada Iblis agar bersujud di hadapan Adam dan akhirnya mengusir ke luar dari Surga.”51 Hadits tersebut di atas dikuti di sini tidak untuk dijadikan dasar pandangan bahwa harihari Al Qur’an adalah 24 jam lamanya, tetapi mereka yang menyadarkan kepada pandangan ini mengacu dan merujuk kepada Hadits tersebut. Barangkali perlu dicatat di sini bahwa konsep hari (atau masa) tidak tegantung kepada penciptaah Matahari. Waktu dapat didefisinikan dala pengertian beberapa kekayaan materi, sebagai mana dilakukan akhir-akhir ini. Kedua, hari didefinisikan sebagai waktu atau masa yang diperlukan bagi 9,192,631,770 getaran atom cesium. Ini adalah bagaimana para ilmuwan merujuk kepada peristiwa-peristiwa segar setelah terjadinya Big-Bang, ketika bumi belum berputar mengelilingi matahari (menurut hipotesis evolusi). Juga telah dinyatakan bahwa Tuhan tidak memerlukan waktu kendatipun selama seperti hari-hari dua puluh empat jam untuk menciptakan dunia: Bagi Tuhan barangkali hari lebih pendek/lebih singkat dari pada 24 jam, karena hari 24 jam barangkali lebih lama: Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) dia Hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.” (Al Baqarah: 117). Dan Juga ayat: “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Dan perintah kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” (Al qamar: 49-50). Perintah kreatif Tuhan, “Jadilah” (Kun) adalah seketika, tanpa campur tangan ruang, waktu ataupun sirkumtansi. Oleh sebab itu adalah mungkin bahwa Tuhan mewujudkan seluruh dunia secara serentak seketika. Jika halnya demikian, bagaimana orang seharusnya menafsirkan frase ‘enam hari’?. Lantas hal itu secara sederhana berarti enam kejadian serentak atau seketika maujud. Akan tetapi, bacaan harfiah Al Qur’an dan Hadits nampaknya tidak mendukung pandangan ini. Orang dapat juga menyanggah bahwa perintah kreatif-lah menyebakan dunia ini maujud atau eksis dalam enam hari atau enam aeon. Kemungkinan lainnya adalah bahwa Tuhan memerlukan waktu enam hari untuk menciptakan dunia, di mana tindakan kreatif itu sendiri tidak menyebar melingkupi seluruh masing-masing hari. Yakni, dunia ini maujud seperti enam ‘linatasan’ penciptaan pada masingmasing hari yang enam tersebut dan enam hari dimaksud boleh jadi panjang waktunya taberaturan. Ini dapat didukung oleh ayat berikut: Dan dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (AL An’am: 73). Adapun yang hendak Dia ciptakan pada masing-masing hari ini, Dia mewujudkan mereka menjadi ada dengan seketika pada hari itu juga melalui perintah kreatif-Nya.”Jadilah”. Pandangan ini tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan al Hadits. Pembicaraan diatas membimbingn kita kepada beberapa kemungkinan yang meliputi: 1. Dunia diciptakan dengan seketika. 2. Dunia diciptaka dalam waktu enam hari, masing-masing hari lebih pendek/singkat dari dua puluh empat jam (tetapi tidak dengan seketika). 3. Dalam enam hari – dua puluh empat jam. 4. Lebih dari enam masa/dalam waktu enam masa. Terlepas seberapa banyak yang dicoba oleh seorang evolusionis teistik, ia tetap tidak bias menjadikan satu pun dari ketiga kemungkinan pertama sesuai dengan hipotesis teori evolusi, sebab evolusi tidak terjadi hanya dalam sehari atau berhari-hari saja, melainkan berjutaan tahun. Dengan demikian, kita akan memeriksa secar dekat terhadap kemungkinan keempat di atas mana evolusionis teistik bersandar. Enam hari Al Qur’an tidaklah didefinisikan dengan baik seperti dalam Bibel/Injil. Ayat-ayat yang menceritakan masalah ini dengan agak mendetail adalah sebagai berikut: “Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaikbaiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Fushilat: 9-12) Tuhan menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi dalam waktu dua hari, menciptakan segala yang ada di bumi dalam empat hari, dan langit dalam dua hari. Ini menambah jumlah keseluruhan menjadi delapan hari sebagai ganti enam hari yang disebutkan di banyak tempat dalam Al Qur’an. Para ahli tafsir terdahulu sependapat dan setuju bahwa adalah empat hari yang diperlukan guna menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi termasuk dua hari yang diperlukan untuk menciptakan bumi itu sendiri, dengan demikian jumlah keseluruhannya menjadi enam hari. Masalah ini juga dapat diatasi dengan menggangap bahwa hari-hari penciptaan langit barangkali bersamaan waktunya dengan dua hari penciptaa bumi. Kendatpun penafsiran ini agak dapat dimengerti, namun ia belum dapat mengatasi masalah urutan-urutan penciptaan bumi dam langit. Kata bahasa arab ‘tsumma (…..), seperti yang digunakan dalam ayat-ayat di atas, tidak selalu menunjukan pengertian sikuensi atau runtutan peristiwa. Orang menemukan masalah ini dalam ayat-ayat lainnya juga, misalnya: “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.” (An Naazi’aat: 30) Disini, frase ‘ba’da dzaalika’ juga tidak selalu harus menunjukkan pengertian sikuensi. Suatu penafisran terhadapa ayat-ayat di atas oleh Ibnu Abbas adalah sebagai berikut: “Tuhan menciptakan bumi dalam dua hari. Kemudian menciptakan langit, danselanjutnya Dia memasukan mereka ke dalam rancangan-Nya dan memberikan mereka susunan dan penyempurnaan dalam Dua hari berikutnya. Dalam dua hari terakhir penyempurnaan dalam dua hari berikutnya. Dalam dua hari terakhir Dia membentangkan bumi dan menciptakan darinya air serta tanah padang rimput, dan menciptakan gunung-gunung, pohon-pohonan, batu-batu karang, dan semua benda-benda lainnya yang berada di antara bumi dan langit.”52 Yakni, bumi diciptakan sebelum penciptaan langit, tetapi bumi diperluas lagi setalah penciptaan langit. Penafsiran ini menjelaskan mengapa Allah kadang-kadang menyebutkan penciptaan bumi terlebih dahulu, dan kadang-kadang langit terlebih dahulu. Karena, menurut Ibnu Katsir, bumi diciptakan pada hari Minggu dan Senin, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya – untuk kesejahteraan manusia – pada hari Selasa dan Rabu, dan langit pada dua hari terakhir yaitu Kamis dan Jum’at. Baik Haqdits maupun Al Qur’an, keduanya tidak memberikan bukti apapun yang pasti terhadap urutan-urutan penciptaan bumi dan langit. Akan tetapi, apa yang benar-benar gambling dari ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits di atas adalah ‘tindakan’ pembeda berikut: Tindakan 1 : Pemisahan bumi dan langit. Tindakan 2 : Penciptaan Bumi. Tindakan 3 : Penciptaan segala macam benda. Tindakan 4 : Penciptaan langit. Al Qur’an juga menyebutkan bahwa bumi dan langit pada mulanya menyatu, tetapi kemudian dipisahkan. Bagaimanapun juga tidak secara terang-terangan disebutkan kapan pemisahan bumi dan langit terjadi misalnya pada permulaan hari pertama atau boleh jadi proses perpanjangan yang di mulai dari permulaan hari pertama dan berakhir pada ujung hari kedua. Atau malahan boleh jadi berbeda dari kemungkinan-kemungkinan di atas di mana kita barangkali tidak mempunyai pengetahuan tentangnya sedikitpun. Al qur’an hanya menyebutkan: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman. (Al Anbiyaa: 30). Kita tidak dapat menempatkan waktu kapan pemisahaan itu terjadi. Akan tetapi, setelah pemisahaan itu langit barangkali masih dalam keadaan berupa asap-asap gas (dokhan) hingga Tuhan kembali pada mereka dan menjadikannya ke dalam tujuh lapisan langit dalam masa dua hari. Jika kita hendak embandingkan kosmologi Al Qur’an dengan kosmologi evolusi, maka kita harus memiliki gagasan atau ide yang jelas terhadap apa yang Al Qur’an nyatakan mengenai persoalan ini. Sebagaimana yang telah kita lihat, penetapan atau penentuan sikuensi dan urutanurutan yang dapat diterima dengan baik terhadap penciptaan bumi dan langit adalah tidak mungkin: karena kemungkinan-kemungkinannya terlalu banyak. Para Evolusionis teistik mungkin mendapatkannya menguntungkan mereka, dengan harapan akan dapat mengakurkan salah satu dari penafsiran ini dengan hipotesis evolusi modern. (Atau mereka malah tidak memiliki gagasan atau ide yang jelas tentang hal yang disebut belakangan?). Maka dari itu, saya akan mempertimbangkan semua penafsiran ayat-ayat al Qur’an yang mungkin, dan memeriksa apakah salah satu dari mereka ada yang pas sesuai dengan pemikiran evolusi. Sebagian penafsiran-penafsiran ini diperlihatkan dalam figure I dan Figur II. (c) Perbandingan Kosmologi Al Qur’a dan Kosmologi Evolusi 1. Konsep langit Konsep Islam tentang langit tidaklah semudah seperti ia nampak pada mulanya. Kata Bahasa Arab untuknya adalah sama’ bentuk jamaknya samawat, dan kedua kata ini telah digunakan dalam Al Qur’an. Ia biasanya diterjemahkan dengan ‘langit’ yang dalam bahasa Inggrisnya ‘sky’ atau ‘heaven’, tetapi mungkin juga diterjemahkan dengan ‘angkasa’ ia diterjemahkan dalam Al Qur’an sebagai bina’ (langit), saqf (atap, tara’iq (jejak atau jalan), tibaq (formasi dasar).54 Menurut Al qur’an dan Al Hadits tujuh langit itu tersusun berlapis satu di atas yang lain. Bahkan ada Hadits-hadits yang menyebutkan jarak antara mereka. Tetapi konsep tujuh langit seperti yang terdapat dalam kosmologi Al Qur’an tidak ada dalam kamus sains modern. Maka dari itu evolusionis teistik menjelaskan angka ‘tujuh’ dengan mengatakan bahwa ia berarti ‘banyak’ seolah-olah dengan menjadikan angka tujuh tersebut samara-samar ia dapat menjadikan Al Qur’an sependapat dan setuju dengan sains modern. Setelah menjadikan angka itu samarasamar lantas ia menghubung-hubungkan langit dalam Al Qur’an itu dengan galaksi atau bima sakti atau sistem tata surya. (tetapi hingga kini kita secra pasti mengetahui hanya ada satu saja). Hal ini salah, sebab semua ‘benda-benda langit’ seperti bintang-bintang, planet-planet, kometkomet, nebula, galaksi, kuasar dan sebagainnya berada di bawah lapisan langit pertama Al Qur’an (sama-al-dunya).55 Sedangkan langit yang lain secara berurut-urutan berada di atasnya, dan secara mutlak tidak ada kemungkinan bagi para ilmuwan akan pernah menemukan mereka karena terbatasnya kecepatan sinar, terlepas dari apapun lainnya. Elaborasi penjelasan tentang langit dapat dijumpai dalam banyak Hadits dalam kitab Sakhih Bukhari dan Sakhih Muslim. Jadi jelaslah bahwa semua yang telah ditemukan oleh para pakar astronomi hingga sekarang adalah dikelilingi dengan “Plularitas Dunia” tidak ada yang dapat dilakukan terhadap tujuh lapisan langit Al Qur’an. Sebagian evolusionis teistik bahkan telah membandingkan Stratosfer, Ionesfer dan sebagainya dengan tujuh langit tersebut! Pertanyaan berikutnya yang kita toleh adalah apakah bintang-bintang, termasuk matahari, harus dipandang sebagai bagian dari langit atau tidak. Untuk ini kita pertimbangkan beberapa ayat Al Qur’an: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'atMaka apakah kamu tidak memperhatikan ( As Sajdah: 4). Benda-benda apa sajakah gerangan y6ang ada di antara langit dan bumi? Mengapa mereka disebut secara terpisah? Apakah mereka bukan merupakan bagian dari langit dan bumi? Sebagian ayat-ayat Al Qur’an sungguh menyiratkan bahwa mereka sebenarnya mereupakan bagian dari langit dan bumi. Misalnya: quasar merupakan benda angkasa yang lebih besar dari bintang biasa tapi lebih kecil dari bintang bima sakti. (penerjemah). Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki. (Al Hajj:18). Penyebutan Matahari, bulan dan sebagainyasebagai tambahan kepada langit adalah sekedar untuk menekankan saja. Bintang-bintang dan benda-benda angkasa lainnya yang mengeluarkan cahaya, menurut hemat saya, adalah merupakan bagian dari langit dan mereka telah ditempatkan di sana dengan tujuan/maksud yang pasti. Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Al Mulk: 5). Segala sesuatu yang melayang di angkasa (falak) dalah berada dalam wilayah langit (sama) dan bukan dalam wilayah bumi. Bahkan awan sekalipun digambarkan sebagai bergelantungan di langit (Al Baqarah: 164). Ini berarti bulan juga merupakan bagian dari langit sama halnya dengan mata hari. Apabila kita mengatakan bahwa Al Qur’an tidak memberikan secara eksplisit mengenai sikuensi urutan-urutan penciptaan bumi dan langit, kita maksudkan bahwa kita tidak mengetahui pakah matahari, bulan, bintang-bintang diciptakan setelah bumi atau tidak. Menurut kosmologi modern dunia ini berusia enam belas milyar tahun; Matahari lima milyar tahun dan bumi empat setengah milyar tahun. Untuk menerima gagasan dan pandangan kosmologi modern maka akan memaksakan terhadap ayat-ayat Al qur’an suatu penafsiran tertentu bahwa langit berevolusi terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan masalah lain, karena hal itu juga akan berarti bahwa bulan berevolusi sebelum bumi, yang dipertentangkan dan diperdebatkan oleh kosmologi modern. Pertama, seperti telah dicatat terdahulu, evolusi bulan tidak dapat didamaikandan diselaraskan dengan ayat-ayat Al qur’an. Kedua, menurut skema ini ketujuh langit itu tentunya telah disempurnakan kira-kira dalam waktu yang sama seperti waktu yang digunakan bumi untuk berevolusi (pada akhir hari dua). Tetapi menurut Al Qur’an langit masih dalam keadaan berupa asap ketika bimi dipisahkan. Tidak ada rentangan imajinasi yang dapat persoalan-persoalan ini. Ketiga, pada sekema kita berakhir pada umur dunia yang tidak konsisten. Enam belas milyar tahun yang lampau bumi dan langit menyatu padu bersama (ratq), Tuhan memisahkan (fatq) mereka empat setengah milyar tahun yang lalu. Jika memandang ‘pemisahan’ itu dalam pengertian ini merupakan sinonim dari ‘penciptaan’ maka kita dapat menyatakan bahwa ini dilakukan pada hari 1 dan hari 2 (QS 41:9). Ini berarti bahwa panjangnya hari Al Qur’an boleh jadi (16 – 4 ½) + 2 = 5,75 milyar tahun. Akan tetapi bumi memerlukan empat hari lagi untuk dapat dihuni dan diberi makanan dengan proporsi yang memadai (QS 41:10). Ini tentunya memerlukan waktu 4 x 5,75 = 34,5 milyar tahun ke belakang – jauh melampaui waktu kita mulai dalam tempat pertama. Tidak saja kita benar-benar muncul dengan ketidak konsistenan ini, duia seperti itu tidak akan diterima oleh kosmologi modern. Orang mungkn berfikir bahwa perbedaan dan ketidaksesuaian ini dapat diperbaiki dengan menerima sebagian dalil bahwa orang mungkin berfikir bahwa perbedaan dan ketidak cocockan ini dapat diperbaiki dengan menerima sebagian dalil bahwa hari-hari al Qur’an memiliki panjang waktu yang bervariasi. Tetapi ini hanya merupkan bagian kecil dari masalah itu saja. Keempat, seluruh pertanyaan dan persoalan evolusi terletak pada penalaran-penalaran analogis, bukti sirkumtansial dan spekulasi-spekulasi hipotesis. Bahkan para pakar pun tidak setuju mengenai masalah-masalah utam. Oleh karenanya, upaya-upaya mendamaikan teori-teori evolusi dengan Al Qur’an adalah merupakan perbuatan yang sia-sia belaka. Kendatipun disana nampaknya ada kesesuaian yang menonjol antara singularitas dan ratq yang disebut dalam Al Qur’an, namun ini hanya sekedar di permukaan saja. Manakala diuji dan diperiksa dengan hati-hati, mereka sebenarnya saling bertentangan satu sama lain. Jika Big Bang yang paling akhir merupakan ledakan dalam serangkaian yang tak terbatas maka situasinya bahkan lebih buruk lagi. Kesesuaian semata-mata hanya ada pada permukaannya saja antara Al Qur’an dan teori evolusi seharusnya tidak membimbing dan memandu kita untuk menerima yang belakangan kecuali jika Al Qur’an atau Hadits menyebutkan hal itu. Atau kecuali jika kita muncul dengan penjelasan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits. Kita simpulkan bahwa singularitas dan ratq adalah sepenuhnya merupakan hal yang berbeda, seperti apakah pemisah al qur’an (fatq) dan Big bang atau lenyapnya gas yang membentuk planetplanet. Untuk membuat perbandingan-perbandingan seperti itu hanya akn menghasilkan pemahaman yang buruk tentang Al Qur’an dan sains modern sekaligus. 3. Era geologis dan “Hari Al Qur’an” Menurut Al Qur’an segala sesuatu di muka bumi ini diciptakan dalam waktu empat hari. Telah dikemukakan oleh evolusionis-evolusionis teistik dengan cara hipotesis bahwa empat hari ini mungkin sama dengan empet prioda geologis yang disebut oleh sains modern,dengan kemunculan manusiaterjadi pada era quaternary. Pada permukaan tersebut ada kesesuaian antara prioda-prioda geologis dan hari-hari Al Qur’an, tetapi dalam pengamatan yang lebih dekat dan seksama kita temukan problematika-problematika . problematika-problematika ini adalah cukup jelas manakala kita bandingkan urutan kemunculan berbagai bentuk kehidupan dengan urutan yang diberikan dalam Al Qur’an. Marilah kita pertimbangkan ayat-ayat ini: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.(An Naazi’aat:30-33) Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (An Nahl: 14). Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (Al Baqarah: 29). Menurut beberapa penafsiran otentik tidak ada yang dapat dikataka mengenai urutanurutan dalam mana berbagai bentuk kehidupan diciptakan . Akan tetapi sebagian besar sarjana sepndapat dan setuju bahwa manusia muncul yang terakhir kali. Bahkan jika kita mengambil pendekatan yang sangat bebas sekalipun, yang terbaik yang dapat kita katakana atas dasar ayatayat di atas dalah bahwa susunan atau urutan dalam mana berbagai bentuk kehidupan yang telah muncul adalah: bumi, air, hujan, tumbuh-tumbuhan, binatng ternak, dan akhirnya manusia. Dalam catatan/rekaman geologis, ada pembagian yang jelas di antara berbagai bentuk kehidupan yang muncul pada era geologis yang berbeda (figure 4). Tetapi data Al Qur’an terntu terbatas untuk membolehkan kategori apapun yang rinci. Dari ayat-ayat di atas kita dapat mengatakan bahwa binatang muncul setelah tumbuh-tumbuhan, dan manusia setelah binatang. Manusia juga muncul setelah ikan, tetapi kita tidak dapat mengatakan apakah ikan muncul setelah binatang ternakatau sebelumnya. Akan tetapi jika kita menerima penafsiran ini kita dapat mengatakan bahwa urutan-urutan dalam mana tumbuh-tumbuhan, binatang ternak dan manusia muncul, sungguh benar-benar cocok dengan urutan-urutan dalam sekema evolusi.dengan demikian yang paling baik yang dapat kita simpulkan adalah bahwa urutan-urutan kemunculan beberapa makhluk hidup adalah sejalan dengan urutan-urutan yang diberikan dalam buku biologi modern. Tetapi bagaimana dengan binatang-binatang lainnya? Jika kita tidak dapat membuat penilaia apa pun tentang binatang-binatang lain dalam Al Qur’an (misalnya ikan), maka jenis kesimpulan ini tidak mempunyai arti/makna apa-apa. Kita juga harus ingat bahwa kesamaan dan kesesuaian parsial ini seharusnya tidak digunakan untuk menyatakan bahwa Al Qur’an menyatakan secara tidak langsung mengenai prinsip evolusi. Di jantung konsep evolusi adalah transformasi spesiesspesies, yang sepenuhnya tidak terdapat dalam Al Qur’an, sebagaimana yang akan kita lihat pada bagian berikut dari karya ini. Jika seratus ribu fossil tidak menunjukkan kecenderungan evolusi apa pun, maka bukankah akan merupakan kesia-siaan belaka untuk mencoba membangun serangkaian evolusi hanya dari segenggam penuh organisme-organisme hidup yang dikutip dalam Al Qur’an? Terlebih lagi, orang akan cenderung untuk berfikir bahwa semua hari-hari Al Qur’an adalah sama panjangnya, sedangkan era geologis mempunyai panjang waktu beragam: Era Cenozoic – 70 juta tahun, Era Mosozoic – 155 juta tahun, Era Pakozoic – 345 juta tahun, dan era Pre-canberian – 2920 juta tahun. Dengan demikian menjadi semakinjelaslah bahwa orang tidak dapat berusaha mendamaikan atau menyama-nyamakan Al Qur’an dengan kosep-konsep evolusi tanpa membebaskan dirinya dari tugas mengatasi halyang mustahil. Diharapkan bahwa pembahasan terdahulu sudah cukup untuk menepis klaim bahwa Al qur’an mendukung pandangan evolusi modern mengenai asal-usul jagad raya ini. Kita lagi-lagi menemukan bahwa pandangan-pandangan Al Qur’an adalah pandangan yang berkenaan dengan kreasi atau penciptaan dan bukannya pandangan evolusi maupun evolusi kreatif. Penciptaan Dunia Tumbuh-tumbuhan Dalam Al Qur’an tidak ada rujukan atau referensi mengenai evolusi binatang. Secara eksplisit dinyatakan bahwa Tuha menciptakan semua jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan: ”Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebunkebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (Al An’anm: 99). Dua kataq bahasa Arab yang digunakan dalam ayat ini adalah mutasyabihan (sama) dan ghaira mutasyabihin (berbeda). Sebagian hasil buah itu sama dan sebagian yang lain berbeda. Para evolusionis barangkali merujuk pada kesamaan ini sebagai bukti evolusi yang terus menerus. Tetapi Al Qur’an dengan jelas – tegas mengatakan semua tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda bertumbuh dengan serentak, kendatipun kemungkinan pemuncula mereka pada saat yang berbeda – tidak jadi masalah seberapa mirip kesamaan mereka itu – semua diciptakan secara terpisah, sebagaiman yang allah firmankan dalam Al Qur’an: Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacammacam. (Thaahaa: 53). Frase bahasa Arab ‘min nabatin syatta’ yang digunakan dalam ayat ini dijelaskan dengan sangat baik dalam bahasa Inggrisdengan ‘distingtively defferent kinds’ (jenis-jenis yang berbeda secara istimewa).Ini meyakinkan bahwa berbagai jenis tanaman-tanaman diciptakan secara terpisah. Ciptaan tipe-tipe tanam-tanaman yang berbeda disebutkan dalam Al Qur’an dengan cara yang berbeda. Misalnya, dalam ayat berikut Allah menfirmankan berbagai jenis buahbuahan: Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. ( An Nahl: 11). Sangat jelas bahwa titik tekanannya adalah pada ‘segala jenis’. Kita mendapatkan pandangan yang sama bertebaran di seluruh bagian Al Qur’an. Berikut ini adalah contoh yang lain: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia meletakkan gununggunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.(Luqman: 10). Lagi frase ‘kulli zaujin’ mengacu kepada jenis kehidupan yang berbeda yang Tuhan tumbuhkan di muka bumi. Tidak ada isyarat sedikit pun mengenai transformasi satu spesies kepada spesies yang lain. Jika para evolusionis teistik dapat menerima Tuhan sebagai sang pencipta, mereka tidak dapat mereka tidak dapat menerima-Nya sebagai Sang Pencipta jenis bentuk-bentuk kehidupan yang berbeda-beda? Mengapa mereka mencoba menghubung-hubungkan firman-firman Allah dengan suatu teori yang justeru tengah ditoleh kevaliditasannya?. Penciptaan Dunia Binatang Dr. Bucaille menyatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa evolusi itu ada terdapat dalam dunia binatang: ini ditunjukkan dengan pemunculan filum utama, yang cirri-ciri pembedanya terdapat pada seluruh keturunan.57 Tidak jadi masalah seberapa yakinnya Bucaille terhadap evolusi dalam dunia binatang, sesungguhnya tidak jejak dari konsep ini dalam Al Qur’an dan Hadits. Tuhan tidak pernah menyebutkan bahwa dia mengeluarkan satu jenis binatang tertentu dari binatang lain. Jumlah binatang yang disebutkan salam Al Qur’an hanya sedikit saja, dan Al Qur’an menyatakan bahwa mereka itu diciptakan, bukannya berevolusi, sebagaimana Allah firmankan: Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. (An Nahl: 5). Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (An Nahl: 8). Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas. tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An Nahl 79). Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (An Nuur: 45). Maka dari itu kita lihat bahwa setiap binatng telah diciptakan dengan tujuan khusus, baik untuk diambil manfaatnya oleh manusia secara langsung, atau sebagai symbol bagi ummat manusia untuk bahan renungan atas keagungan Tuhan. Jika Tuhan dapat menciptakan bentuk kehidupan yang pertama, mengapa Dia tidak dapat menciptakan semua jenis bintang secara terpisah? Tentu saja para Evolusionis teistik tidak menyangkal ketidak maha kuasaan Tuhan ini, tetapi mereka menyatakan bahwa Tuhan secara seimbang mampu menciptakan makhlukmakhluk hidup melalui proses evolusi. Otoritas apa yang mereka jadikan dasar untuk membuat klaim seperti itu? Mereka harus memberikan bukti yang luas dari Al Qur’an Al Karim atau argument-argumen mutakhir yang konsisten dan dapat diterima secara intelektual dan mendukung klaim mereka itu. Setelah tidak menemukan bukti di dalam Al Qur’an atau Hadits, namun mereka menyatakan bahwa Al Qur’an mengenai penciptaan binatang sebenarnya tidaklah bertentangan dengan konsep-konsep evolusi modern. Kliam seperti dapat ditunjukkan letak kesalahannya atas dasar beberapa landasan: pertama, evolusi binatang terjadi dalam empat hari. Kita telah menunjukkan sebelumnya bahwa era geologis dan hari-hari Al Qur’an adalah merupakan dua hal yang berbeda. Kedua, bahkan benyak evolusionis terkemuka telah mengungkapkan rasa keragu-raguan yang sangat mengenai keseluruhan konsep evolusi. Maka dari itu akan merupakan kebodohanlah bagi kita untuk mencoba mendamaikan dan menyelaraskan Al Qur’an dengan evolusi. Ketiga, jika kita menerima evolusi dunia binatang maka ada sedikit pembenaran untuk mengesampingkan kemunginan evolusikehidupan dari materi inoeganik melalui kekutan-kekuatan alam yang saling mempengaharui. Dan kita juga akan harus memasukan manusia ke dalam keturunan binatang. Tetapi jika kita benar-benar melakukan yang demikian, maka kita akan bertentangan dengan Al Qur’an, keempat, apabila Al Qur’an secara eksplisit menyatakan bahwa baik manusia maupun tumbuh-tumbuhan tidak berevolusi, mengapa kita harus menerima evolusi dalam kasus binatang? Jika kita berbuat demikian, dan tidak dapat mengembangka nosi untuk memasukan dunia binatang atau manusia, maka pandangan evolusi yang parsial atau yang setengah-setengah seperti itu tidak akan dapat diteriman oleh para pakar evolusi. Menurut Al Qur’an, tidak saja penciptaan binatang, bahkan pembagian geografis mereka pun ditakdirkan oleh Allah: Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (Al Jaatsiyah: 4). Ini merupakan konflik langsung dengan teori evolusi, menurut mana isolasi geografis memainkan peran yang penting dalam pembentukan spesies. Jadi bukanlah lingkungan dan seleksi alam yang secara derastis merubah morfologi dan karakteristik-karakteristik binatang; Tuhan menetapkan binatang-binatang dalam lingkungan yang sesuai di mana mereka dapat mengadaptasikan diri dengan lebih baik. Supaya dapat membuktikan ketidak benaran klaim atau pernyataan para evolusionis teistik mengenai evolusi binatang, saya akan merujuk dua buah ayat lagi yang menunjukan bahwa, apabila diperlukan, Allah benar-benar menciptakan seekor binatang tanpa adanya keturunan sebelum kemunculan. Allah berfirman: Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami (An Naml: 82). Tentunya ia merupak binatang anaeh yang akan berbicara dengan makhluk manusia. Ia akan menjadi pertanda bagi datangnya hari akhir, sebelum bentuk wujud dunia ini musnah dan dunia baru diciptakan. Ia memang tidak akan menjadi jembatan missing link antara binatang dan manusia – yang merupakan apa yang sedang dicari-cari oleh para evolusionis – tetapi makhluk aneh tersebut yang diciptakan dari bumi dan akan bercakap-cakap dengan manusia dalah sebagia pertanda bagi mereka yang tidak percaya kepada ayat-ayat Allah. Contoh lainnya adalah ayat berikut: Dan dia menciptakan jin dari nyala api. ( Ar Rahman 15). Ini adalah contoh nyata tentang makhluk yang diciptakan dengan cara terpisah dan berbeda – bukannya dari spesies yang terdahulu yang telah ada melalui proses evolusi – tetapi dari materi melalui proses seketika (discontinuous). Saya yakin bahwa tidak ada evolusionis teistik yang akan mencoba menghubung-hubungkan nenek moyang jin kepada amoeba. Kita, maka dari itu, harus melihat bahwa Al qur’an tidak mengajarkan tentang transformasi spesies-spesies, tetapi secara berulang-ulang membicarakan tentang penciptaan mereka dengan suatu cara yang tidak dapat diselarakan dan didamaiakan dengan hipotesis evolusi. Pandangan diskontinyu (keserba seketika) tentang alam dengan pembatasan-pembatasan yang ketat antara jenis benda-benda hidup yang berbeda adalah sangat dengan jelas dinyatakan dengan dalam ayat-ayat berikut: Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Faathir 27 – 28). Ibarat yang dapat di ambil di sini adalah bahwa perbedaan-perbedaan di antara berbagai benda hidup dalah sama besarnya seperti perbedaan antara warna merah dan putih. Bagi mreka yang tidak percaya kepada pandangan tipografis Islam, saya akan merujuk pada tabel priodik dalam ilmu kimia, di mana semua unsur itu tersusun dalam hieraki tertentu tetapi tidak diyakini telah berevolusi dari proto-elemen mana pun. Penciptaan manusia (a) Adam adalah manusia pertama Pernyataan –pernyataan tAl Qur’an yang berkenaan dengan penciptaan manusia adalah sangat banyak. Al Qur’an membicarakan masalah-masalah seperti penciptaan manusia pertama, reproduksi manusia, perbedaan-perbedaan morfologis di antara bangsa-bangsa, kematian dan kebangkitan mereka. Para evolusionis teistik telah mengajukan beberapa pertanyaan serius berkenaan penciptaan manusia. Sebagian dari mereka telah mempertanyakan tentang keberadaan Adam sebagai manusia pertama, sebagian lagi bahkan telah memandang Adam mungkin bernenek moyang binatang. Dari Al Qur’an kita dapat menemukan bahwa Adam ‘alaihi salam’ adalah manusia pertama dan ia diciptakan dari tanah: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".(Shhad: 71). Akan tetapi Yusuf ali mengatakan: “Bahkan belum jelas bahwa adam sebagai manusia pertama, kendati ia dan hawa di kenal sebagai nenek-moyang kita. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 35, Adam disebutkan dengan jelas, dan pada bagian yang lebih awal dari kisah itu disebut dengan bentu ganda, tetapi kemudian, kisahnya disebutkan dengan bentuk jamak. Ini sedikit banyak tertera dalam QS 20:115-123. Dalam QS 7:11 kisah itu bercerita dengan cara berikut: Sesungguhnya kami Telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami bentuk tubuhmu, Kemudian kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", Maka merekapun bersujud kecuali iblis. dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (Al A’raaf: 11). Dari sini jelaslah bahwa penggandaan ummat manusia diasumsikan sebelum kejatuhannya adam dan Hawa dan mereka menjadi wakil-wakil ummat manusia; karena bentuk tunggal, dual atau pun jamak semua disebutkan silih berganti.”58 Ini adalah garis argumentasi yang asing, khusunya bagi para ahli tafsir Al Qur’an. Ada begitu banyak ayat-ayat Al qur’an dan Hadits yang sama sekali tidak meragukan bahwa adam adalah manusia pertama. Kendatipun penggandaan ummat manusia sebelum terusirnya Adam dari syurga sangat jelas bagi Abdullah Yusuf Ali, namun tidak demikian bagi kita. Kita dengan mudah menunjukan bukti langsung yang memuskan dari Hadits, tetapi kita lebih suka mempersembahkan dan menyajikan ayat-ayat Al Qur’an untuk tujuan ini yang pasti memenuhi maksud yang sama, kendatipun dengan cara yang tidak langsung. Kita setuju bahwa Al Qur’an tidak secara jelas menyatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Akan tetapi kesimpulan ini tidak dapat dielekan jika kita bersikap objektif dalam menarik inferensi dari ayat-ayat Al Qur’an yang berbeda. Allah berfirman dalam Al Qur’an: Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, Kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. "Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." dia Telah menetapkan atas DiriNya kasih sayang. dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman. Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang. dan dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al A’raaf: 11 -13). Memang benar apakah manusia sudah ada sebelum Adam atau belum adalah tidak jelas dari ayat-ayat ini. Iblis diminta bersujud kapada Adam, tetapi ia menolak melakukannya dikarenakan Adam diciptakan dari tanah (thin) sedangkan dirinya diciptakan dari api. Atas penolakn yang disandarkan tersebut terhadap perintah Allah, maka ia pun diusir dari Syurga. Kita lihat bahwa kisah yang sama di ungkapkan di tempat lain dalam Al Qur’an dalam setting yang berbeda, di mana Adam bukanlah karakter utamanya, tetapi adalah manusia-lah yang diciptakan dari tanah: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, Kecuali Iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang Telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, Karena Engkau ciptakan Aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". (Shaad: 71 – 76). Frase “akan menciptakan manusia dari tanah” tentu saja mengandung arti bahwa manusia belumlah ada sebelumnya dan Allah hendak menciptakannya untuk yang pertama kalinya. Ayat ini oleh karenanya mengacu pada penciptaan manusia pertama. Setelah menciptakan manusia pertama tersebut, lalu Allah minta kepada Malaikat supaya bersujud kepadanya, sementara Iblis menolaknya dan akhirnya di usir dari Syurga. Kita lihat bahwa kisah yang sama dihubungkan atau dikaitkan di satu tempat dengan rujukan kepada Adam dan di tempat lain di hubungkan dengan rujukan kepada manusia yang pertama, kalu tidak maka Iblis tentunya telah diperintahkan bersujud kepada dua kesempatan dan pada tiap-tiap kesempatan itu ia diusir dari syurga.(mungkinkah ia diizinkan untuk masuk Syurga lagi setelah pengusirannya yang pertama?). (b) Adam Diciptakan Tanpa Orangtua Evolusionis-evolusionis teistik mengklaim bahwa adalah mungkin untuk mencocokan dan menyamakan penciptaan Adam dengan sekema evolusi dan mereka menghubung-hubungkan nenek-moyang manusia kepada binatang dalam/dengan cara berikut: Tuhan, dengan kekuasaan pencipta-Nya yang tiada terbatas memilih satu makhluk dari keturunan Binatang dan dengan meniupkan ruh-Nya ke dalamdirinya, lalu mengangkat derajatnya kepada tingkatan makhluk manusia.59 Penjelasan ini terasa sangat absurd, karena hal itu akan berarti bahwa bentuk manusia selalu muncul dalam satu bentuk atau lain bentuk sebelum ditiupkan kepadanya ruh. Tatapi Al Qur’an menyatakan bahwa ada suatu zaman atau saat ketika manusia yang mengacu kepada penciptaan manusia serta nasib manusia disebut dengan al-Insan (manusia) atau Al-Dahr (waktu). Surat ter4sebut diawali dengan ayat berikut: Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?. (Al Insan: 1). Ada suatu masa ketika manusia belum maujud meski dalamkonsep hipotesis sekalipun (kecuali ada dalam pengetahuan Tuhan). Kita secara jelas memperhatiakan adanya diskontinuitas atau ketidak-konsistenan antara dua keadaan: manusia sebelum maujud dan manusia yang maujud seperti sekarang (man non-existence and man existence). Tidak ada konsep transformasi yang berkesinambungan tahapannya. Kemudian, pada titik waktu tertentu Tuhan mulai menciptakan manusia dari tanah. Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. (As Sajdah 7 – 8). Juga ayat berikut: Dan Allah menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari air mani, Kemudian dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Faathir: 11). Ayat-ayat Al Qur’an tersebut di atas menunjukan bahwa penciptaan manusia pertama atau Adalah unik. Tidak seperti manusia-manusia lainnya, ia tidak diciptakan dari ‘tetesan spermatozoa’, melainkan dari ‘tanah’. Keunikan ini ditekankan di tempat-tempat lain dalam Al Qur’an: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia. (Ali ‘Imran: 59). Ayat ini memudarkan harapan penelusuran terhadap asal-usul nenek-moyang manuisa di luar Adam. Alas an mengapa ayat ini diwahyukan adalah sebagai berikut: Umat Kristen dari Nazareth waktu itu tengah terlibat dalam mempertahankan argumen dengan Nabi Muhammad tentang Isa. Mereka mengtakan kepada Nabi SAW,: “Mengapa Tuhan menghina Tuhan kami?” “Nabi bersabda: Apa gerangan yang telah saya katakana?” Mereka menjawab: “ Tuhan mengatkan bahwa Ia adalalah hamba Allah.?” Kemudian Beliau menjawab: “Memang benar. Ia adalah seorang hamba Allah, Ia adalah nabi-Nya, dan firman-firman-Nya diilhamkan kepada Maryam.” Pada pernyataan inimereka berkata: “Pernakah tuan melihat ada manusia tanpa ayah? Jika tuan memang benar, beri kami suatu tanda bukti!”. Pada kesempatan inilah Allah mewahyukan ayat tersebut di atas.60 Ayat tersebut menegaskan bahwa jika Isa lahir tanpa ayah, demikia juga halnya dengan Adam. Adam tidak diciptakan dari orang tua manapun, tetapi hanya dari tanah. Allah tidak saja mampu menciptakan manusia tanpa orang tua, tetapi jugaDia benarbenar menciptkan Adam dengan cara ini. Ayat yang mengikuti ayat tersebut di atas adalah: Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 60). Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan cara sebagai berikut: “Allah memanifestasikan kemahakuasaan-Nya dengan menciptakan Ada tanpa orangtua, Hawa dari pria tanpa wanita, Isa dari wanita tanpa pria, sebagaimana Ia menciptkan manusia-manusia lain dari kedua wanita dan pria…. Ini adalah firman Tuhan, maka janganlah diragukan akan kebenaran tentangnya.”61 Tuhan merujuk Adam sebagai bashar atau insan. Istilah-istilah yang sama kini digunakan untuk mengacu kepada ummat manusia. Manusia-kiwari bukanlah keturunan evolusi Adam, melainkan hanyalah merupakan anak-anak cucu Adam atau bani Adam. (c) Adam Diciptakan Dari Tanah Tidak perlu menekankan kenyataan bahwa benda dari mana adam dibentuk adalah diciptakan terlebih dahulu tentu saja. Ia dalam Al Qur’an dirujuk dengan: ‘shal shak kal fakhkhr (tanah kering seperti tembikar), khama im masnun (Lumpur hitam yang diberi bentuk), thin (tanah) dan thurab (debu atau tanah).62 orang-orang telah memberikan penafsiran yang beragam terhadap makna kata-kata ini. Sebagian menganggap mereka digunakan secara metaforsis, sebagian lain menganggap mereka secara harfiah. Kendatipun kita tidak mengesampingkan apalagi membuang istilah-istilah ini dari makna metafisika mereka, namun pada saat yang sama kita juga berpegang bahwa adam secara harfiah adalah diciptakan dari thin atau thurab. Hal ini nyatanya dibenarkan oleh ayat-ayat berikut: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia. (Ali ‘Imran: 59). Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (Kami akan kembali lagi) ?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (Qaaf: 3). Dan ayat: Dari bumi (tanah) Itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. (Thaahaa: 55). Maka dari itu, materi dari mana kita diciptakan, ke dalam mana kita akan kembali dan kedalam mana kita akan direduksi (disurutkan), adalah tetap materi yang sama yakni, turab. Makhluk manusia bertumbuh, hidup dan berreproduksi dengan mengkonsumsi dan membudidayakan hasil bumi, yakni bumi atau tanah dari pernyataan umum berkenaan dengan penciptaan seluruh ummat manusia dari tanah atau bumi. (lihat: Al qur’an surat Ar-Rahman: 14, dan surat Al Hajj: 5). (d). Asal-usul Kehidupan Akuatik (berasal dari air). Al Qur’an juga mengisahkan kehiupan manusia dari air: Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (Furqan: 54). Apa makna air dalam ayat ini? Kata aiar telah ditafsirkan dengan berbagai penafsiran, agar kita dapat memperoleh makna yang lebih baik dari kata tersebut maka kita perlu memperhatikan dan mempertimbangkan dua ayat lagi yang membicarakan tentang masalah asal-usul kehidupan ‘akuatik’. Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (An Nuur: 45). Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman.? (Al Anbiyaa’: 30). Ayat-ayat ini dan beberapa yang lain telah ditafsirkan untuk membuktikan ‘asal-usul kehidupan akuatik’, suatu konsep yang dipegang oleh neo-Darwinian. Menurut neo-Darwinian, semua kehidupan mula-mula berasal dari air, yang melalui serangkaian reproduksi yang berkesinambungan dam beragam, berevolusi dari satu organismebersel banyak kedalam spesies yang tak terbilang, termasuk manusia, dimana kebanyakan dari mereka telah mengalami kepunahan sejak berabad-abad yang silam. Evolusionis-evolusionis teistik sebagian besar setuju dengan konsep ini, misalnya: “Saya akan mengungkapkan ayat-ayat Al Qur’an dalam mana dinyatakan bahwa asal-usul kehidupan adalah akuatik……..kehidupan sesungguhnya berasala dari akuatik, dan air memang merupakan komponen utama darisemua sel-sel yang hidup…….’Data modern membimbing kita untuk berfikir bahwa makhluk hidup yang tertua barangkali tergolong pada dunia tumbuh-tumbuhan: Ganggang telah ditemukan berasal dari prioda Pre-Cambrian, suatu masa daratan yang dikenal paling tua. Organisme-organisme yang tergolong pada dunia binatang barang kali muncul sedikit agak belakangan: mereka juga berasal dari laut.”63 (Bucaille). ‘Singgasana-Nya berada di atas Air (dari mana kehidupan berevolusi).”64 (Fazlul Rahman Anasari) “Bahwa semua kehidupan dalam air juga merupakan suatu kesimpulan yang ditunjukkan oleh pengetahuan kita yang paling mutakhir dalam ilmu biologi. Terlepas dari kenyataan bahwa protoplasama, asal dasar kehidupan air, adalah berbentuk cairan atau semi-cairan dan dalam keadaan perubahan yang konstan serta keadaan ketidakajegan, ada fakta bahwa binatang-binatang darat, seperti binatang-binatang bertulang belakang yang lebih maju, termasuk manusia, dalam sejarah organ-organ embriologis mereka menunjukkan kemiripan yang dimiliki ikan-ikan, ini memberikan indikasi asal-usul yang hidup di air dari habitat asli mereka.”65 (Abdullah Yusuf Ali). Sebagian dari mereka yang percaya terhadap asal-usul kehidupan akuatik juga percaya terhadap kemajuan dan peningkatan evolusi bentuk-bentuk kehidupan. Bagi sebagian dari mereka, antara manusia dan binatang memiliki suatu pertalian darah yang mendasar. Yusuf Ali percaya terhadap kemajuan dan perkembangan manusia dalam pengertian material dan spiritual. Karena manusia dihubungkan dengan dunia spiritual yang lebih tinggi maka ia juga dihubungkan dengan dunia binatang. Dalam kaitan hubungan manusia dengan binatang, ia menyatakan: “Dia 9manusia) harus mengenal pertalian darahnya dengan dunia binatang dengan memberinya semua hak serta memenuhi semua kewajiban-kewajiban yang dilibatkan oleh pertalian darah tersebut. Ada banyak anekdot mengenai kebaikan nabi terhadap binatang. Pertalain darah tersebut melibatkan idea kebaikan yang lebih dari sekedar sikap ramah-kasih terhadap binatang-binatang yang ‘bisu-tuli’,’putus asa’ atau ‘yang malang’ saja. Melibatkan ia melibatkan idea semacam persahabatan bahkan persaudaraan dalam tingkatan kadar yang ringan dan rendah. Ia tidak saja konsisten dengan ide-ide evolusi Darwin, namun malah mendekatan kepada mereka:…….Bahkan belum pasti benar bahwa Islam sepenuhnya menghapuskan kemungkinan terhadap perkembanganperkembangan etika dan spiritual dalam dunia binatag, atau hubunga mereka dengan cara yang khusus dengan Tuhan, pararel, sesuai dengan pencapaian-pencapaian dan perkembangan mereka, dalam beberapa tingkatan mendekati hubungan spiritual Manusia dengan Tuhan.”66 Sekarang kita kembali kepada persoalan asal-usul akuatik kehidupan. Para pakar evolusi percaya bahwa atmosfir bumi sebelum ada kehidupan (prebiotic) tersusun dari methanol, ammonia, hydrogen dan asap air. Pelepasan-pelepasan listrik atmosfir menyebabkan persenyawaan-persenyawaan ini bereaksi secara bersama-sama membentuk zat asam-amino, yang merupakan blok-blok bangunan protein, yang pada gilirannya menjadi blok-blok bangunan benda-benda hidup. Zat asam ini, bersama-sama dengan kelima dasar neuclic acid dan tiga zat gula yang terjadi secara alamiah yang juga terbentuk, jatuh kedalam lautan permulaan bumi selama prioda 300 juta tahun, dan akhirnya membentuk1% solusi benda organic, umumnya dikenal dengan “primeval soup”.67 Dalam rentangan masa yang amat panjang susunan organic yang sederhana ini yang merupakan penggantian-diri atau duplikat-diri. Persenyawaanpersenyawaan penggantian-diri ini lagi-lagi terbentuk secara kebetulan untuk kemudian membentuk suatu sel hidup (barangkali seperti bakteri). Karena sel-sel hidup ini berjuang untuk mempertahankan hidup, maka mereka pun berkembang dan berevolusi ke dalam ganggeng dan akhirnya kepada manusia. Ini adalah mitos asal-usul kehidupan akuatik, dan para evoluisonis teistik kita tidak mendukungnya. Ayat Al Qur’an yang berarti, “Tuhan menciptakan setiap benda yang hidup dari air”’ tidak dapat/boleh ditafsirkan hingga berarti bahwa kehidupan ini pertama kali muncul dalam lautan permulaan bumi dan baru kemudian, melalui seleksi alam, berevolusi ke dalam organisme-orgenisme kompleks yang lebih tinggi. Untuk menerima hipotesis ini adalah berarti mengingkari peran Tuhan dalampenciptaan kehidupan. Hanya ada satu tampak perbedaan anatara evolusi teistik dan evolusi.l Tuhan yang tidak memainkan peran langsung dalam penciptaan, melainkan dengan melaksanakannya hanya melalui beberapa hukum alam yang tetap tidak berubah-ubah melalui agen beberapa kekuatan alam, dapat dengan mudah melaksanakannya dengan cara seperti itu. Pandangan yang demikian adalah sejalan dan dapat didamaikan dengan ‘aktualisme’ atau ‘uniformitarianisme’, tetapi tidak dengan ‘kreasionisme’ Al Qur’an. Sains modern tidak menytakan bahwa semua makhluk hidup itu berasal dari air (H2O), melainkan hanya bentuk-bentuk kehidupan primitive sajalah yang berasal dari premival ocean (lautan permulaan dahulu). Tetapi al qur’an menandaskan, “Kami jadikan setiap benda hidup dari air”. Apakah ayat ini berarti bahwa semua makhluk hidup, baik yang bentuknya sederhana ataupun yang kompleks, mempunyai asal-usul yang berbeda mereka dari air? Menurut hemat saya jawabannya adalah ‘Ya’. Bukti Al Qur’an untuk masalah ini adalah ayat berikut: Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (An Nuur: 45). Allah berfirman bahwa tidak saja bakteri atau amoeba saja yang diciptakan dari air, tetapi juga semua jenis binatang, apakah binatang melata, binatang berkaki dua ataupun binatang berkaki dua semunya secara terpisah diciptakan dari air. Tidak terdapat dalam Al Qur’an ayat yang menyatakan bahwa hanya bentuk kehidupan pertama sajalah yang diciptkan dari air dan bentuk kehidupan yang lain-lainnya berevolusi darinya. Dari padanya. Maka dari itu, konsep al Qur’an mengenai asal kehidupan akuatik adalah beda dengan konsep evolusi. Apa sesungguhnya yang kita maksudkan ketika mengatakan bahwa setiap makhluk hidup itu mempunyai asal-usul dari air? Adkah ia berpengertian atau mengandung makna bahwa kuda itu diciptakan dari air? Jawabanya terletak dalam penafsiran kata ma’ (…..). Ma’ berarti air dan juga cairan benih. Penafsiran yang tepat dan jujur terhadap ayat di atas adalah bahwa air (H2O) merupakan ramuan dasar, komponen utama atau komponen yang paling tidak dapat dipisahpisahkan dari semua benda-benda hidup, dan juga, dalam hal/kasus bentu-bentuk kehidupan yang lebih tinggi bahwa mereka diciptakan dari cairan benih. Dengan cara ini semua makhluk hidup adalah berasal dari air!. Yusuf Ali dan Buccaile juga sependapat dengan penafsiran ini, namun sayangnya mereka juga mencoba untuk mendamaikan ini dengan teori evolusi. Yusuf ali secara mutlak salah manakala ia menyatakan bahwa habitat asli manusia adalah air karena ia bergerak maju melalui tahapan ikan selama perkembangan embriologisnya. Dalam membuat pernyataan ini ia tentunya telah terpengaruhi oleh teori biologi yang kini sudah tertolak bahwa ontogeny (sejarah pertumbuhan makhluk hidup) merkapitulasi phylogeny. Teori ini berarti bahwa sejarah perkembangan dan pertumbuahan individu merekapitulasi atau merangkumkan sejarah spesies-spesies. Dari susut pandang Al qur’an orang seharusnya tidak membicarakan ‘the origin of life’ melainkan bicarakanla ‘Origins of life’ , karena masing-masing jenis benda yang hidup yang berbeda itu mempunyai asal masing-masing yang berbeda-beda; karena mereka semua diciptakan secara terpisah dan berbeda, bermacam-macam. Juga dari Al Qur’an kita mengetahui apakah bentuk kehidupan partama itu muncul di air atau di daratan. Karena Tuhan menciptakan tumbuh-tumbuhan untuk konsumsi binatang-binatang, maka dapat dinyatakan bahwa tumbuhtumbuhan diciptakan terlebih dahulu, yakni sebagai bentuk kehidupan pertama yang muncul di daratan. Bahkan seandainya argumentasi-argumentasi ini diterima, kita tidakboleh menutup mata terhadap kenyataan bahwa air adalah zat merupakan zat yang tak terpisahkan bagi pertumbuhan tanam-tanaman. Adalah sangat tepat dalam bagian ini untuk membuat suatu “passing reference” (acua pintas) kepada ‘asal’ dari air itu sendiri. Marilah kita pertimbangkan Hadits yang disebutkan pada halaman 25. menurut Hadits ini langit dan bumi diciptakan setelah penciptaan air. Dan kemudian, setelah itu benda-benda hidup diciptakan dari air sebagaimana yang kita periksa terlebih dahulu. Sedangkan menurut teori evolusi, daratan adalah diciptakan terlebih dahulu, kalau tidak demikian maka bumi tidak mampu memuat lautan primitive, bumi harus mencapai temperature tertentu sebelum ia diisi air. Manakala orang membandingkan masalah-masalah itu dengan mendetail, maka orang akan menghadapi masalah-masalah yang sulit ditanggulanginya seandainya ia berupaya mendamaikan atau mencocok-cocokan dua World-View (pandangan dunia) yang berkutub terpisah (mempunyai kutub yang berbeda). (e) Penggantian Satu Kelompok Manusia Dengan Yang lain, seperti yang dinyatakan dalam Al Qur’an. Beberap evolusionis teitik telah mencoba mereka-reka ayat Al Qur’an (mengakali ayat Al Qur’an) agar setuju dengan konsep evolusi mengenai pendakian manusia melalui kurun waktu berabad-abad. Mereka menemukan dukungan bagi klaim dalamayat berikut: Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. jika dia menghendaki niscaya dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana dia Telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (Al An’am: 133). Kami Telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila kami menghendaki, kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. (Al Insaan: 28). Telah ditegaskan bahwa manusia-manusia tempo dulu secara fisik adalah kuat (joints strong), dan termasuk golongan Australopithecus atau Pithacanthropus.68 Tuhan telah menggantikan mereka dengan manusia modern. Konsep ini tidak dapat disajikan oleh siapapun juga kecuali orang bodoh. Manakala Tuhan menyebutkan kehancuran atau kemusnahan suatu kaum tertentu dengan pergantian-pergantian merekadengan kaum yang lain. Dia juga menyebutkan dan mengemukakan alasan mengapa Dia berbuat demikian. Alasannya adalah, ketika kaumtertentu menolak perintah-Nya, dan menjadi orang-orang durhaka, maka Tuhan menghancurkan mereka dan sebagai gantinya menghadirka kaum yang baru di tempat mereka. Misalnya Tuhan memusnahkan kaum ‘ad, Tsamud, kaumnya Nabi Nuh, serta kaumnya Nabi Luth (QS 53: 50 – 53). Ini merupakan contoh pemusnahan-binasaan satu kaum dan digantikan dengan kaum yang lain. Tidak ada konsep satu kaum berevolusi dari kaum lain. Tuhan juga menciptakan kelompok-kelompok manusia yang bermacam-macam dengan perbedaan-perbedaan morfologis dan bahasa: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al Hujaraat: 13). Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui. (Ar Ruum: 22). Kendatipun variasi morfologis benar-benar ada, namun tidak ada bukti – baik dari Al Qur’an, hadits maupun dari sains modern bahwa tipe-tipe manusia yang bermacam-macam itu berevolusi dari satu kelompok atau kelompok-kelompok yang lai. Mereka merupakan tipe-tipe manusia yang berbeda-beda, diciptakan secara terpisah dengan maksud dan tujuan tertentu. Sebagian berkulit hitam, sebagian bule, sebagian cokelat, sebagian berpostur tinggi, sebagian lain yang pendek dan sebagainya. Sesungguhnya bahwa allah telah menjadikan sebagian dari manusia generasi terdahulu itu lebih kuat dari pada kita(QS 6: 6). Seharusnya tidak dipandang mengandung makna bahwa mereka itu merupakan pendahulu-pendaulu evolusi kita dengan tubuh yang tegap-kuat dan berkarakter kasar, karena dalam konsep evolusi transformasi spesiesspesies yang dikontrol oleh seleksi alam adalah fundamental, sedangkan pergantian generasi oleh generasi lain tidaklah melibatkan konsep sperti itu sama sekali. Seandainya ada, itu adalah hukuman Tuhan yang menggantiakn satu kaum dengan kaum yang lain dan seleksi alam tidak berperan sedikit-pun; tidak pula kepunahan mereka itu sabagai akibat dari kegagalan mereka dalam proses perjuangan memperthankan hidup. Kita tidak mewariskan bentuk-bentuk kita melalui evolosi. Al Qur’an menyebutkan transformasi janindi dalam gua-garba ibu, dan ini telah digunakan oleh sebagian orang pendukung bagi hipotesis evolusi. Jika istialah ‘evolusi’ digunakan dalam pengertian yang terbatas untuk mengacu pada tingkatan-tingkatan atau tahapan-tahapan yang bereda-beda dari pada pertumbuhan embrionik, maka Al Qur’an setuju denganya – nyatanya bahkan mengjarkan tipe ‘evolusi’ tersebut. Tetapi karena kata ‘evolusi’ mempunyai implikasi yang lebih luas lagi, maka kita seharusnya tidak menngunakan istilah ini guna mengacu pada perkembangan dan pertumbuhan embrionik. Karena bentuk fisik manusia tidak diwariskan melalui evolusi, dan tidak pula bagianbagian fisiknya. Allah berfirman: Dan dialah yang Telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. amat sedikitlah kamu bersyukur ( Al Mu’minuun: 78). Dan ayat: Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.(Ar Rahman: 3-4). Oleh sebab itu, kita simpulkan bahwa bentuk fisik manusia juaga semua fakultas-fakultas atau bagian-bagian darinya adalah diciptakan oleh Tuhan. Manusia telah senantiasa tetap manusia sejak pertama kali Ia menginjakkan kakinya di bumi ini, Ia tidak berevolusi dari makhluk apa pun yang lebih sedikit agak berkembang, atau tidak pula ia tidak berevolusi dari makhluk apa pun yang lebih sedikit agak berkembang, atau tidak pula ia akan berevolusi kepada makhluk apa pun yang lebih tinggi lagi. Dapat di tanyakan sebenarnya apa bahaya jika kita benar-benar menerima transformasi evolusi morfologi manusia selama berabad-abad? Pernyataan ini kita tunjukkan kepada kita sendiri guna menyingkap secara luas pada bagian berikutnya. Maurice Bucaille dan Transformasi Mansuia Dari semua pakar evolisioni teistik, Dr. Maurice Bucaille berhak mendapatkan perhatian khusus. Ia terdidikdalam sains kedokteran dan telah membawa pengetahuan ilmiahnya untuk berhubungan dengan masalah ini. Ia telah membahas secra menyeluruh tentang transformasi manusia dalam buku karnya “WHAT IS THE ORIGIN OF MAN?”. Pada bagian pendahuluan dari buku ini Ia menulis: “Dalam karya saya sekarang ii, saya akan mengutip banyak pendapat yang dikemukakan oleh seorang pakar zoology ini (P.P.Grasse), karena saya percaya bahwa teori-teorinya adalah benar.”69 secara alami tentu saja semua upaya Bucaille melalui buku ini merupakan salah satu upaya mendamaikan antara Al Qur’an dengan teori evolusinya Grasse. Mengikitui Grasse, Bucaille menolak penjelasan evolusinya neo-Darwinian. Menurut Grasse, evolusi adalah tidak berjalan maju dengan mutasi random pada gen; karena evolusi molekul pada DNA harus mencpai satu gen baru: dengan demikian menambah pada persediaan informasi yang dipegang secara kimiawi; atau modifikasi-modifikasi harus terjadi dalam gen yang telah eksis/ada.70 sehingga bentuk kehidupan baru dapat berevolusi. Ini, pendek kata, adalah merupakan ensensi dari teorinya Grasse tentang evolusi kreatif. Tidak ada seorangpun yang mampu mendemonstrasikan atau menunjukan formasi gen-gen baru dalam masa waktu tertentu dan teori itu pada dasarnya menderita masalah-masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh teorinya neo-Darwinian. Setelah menerima teori Grasse tentang evolusi kreatif, Bucaille mengatakan: “ Konsep evolusi dalam dunia binatang (yang tidak dapat dipungkiri sekarang) tidak akan berubah sama sekali seandainya Tuhan, dengan kemahakuasaan-Nya, telah memutuskan pada poin tertentu untuk memperkenalkan suatu pasangan baru dari makhluk hidup untuk muncul di muka bumi ………. Apabila pasangan baru ini telah tercipta, maka mereka tentunya telah membentuk asal-usul keturunan manusia yang, melintas masa jutaan tahun, mengalami transformasi-transformasi fisik sehingga data paleontology tak pelak lagi dapat menunjukan. Dengan demikian, seperti yang nampaknya dinyatkan dalam Al Qur’an, manusia diciptakan oleh Tuhan barangkali telah berevolusi dengan baik sekali dengan acuan pada bentuk ini.”71 “Dalam pandangan ini kita tidak dapat menemukan kontradiksi antara pernyataanpernyataan dalam Al Qur’an mengenai transformasi manusia sepanjang abad dan data paleontology yang benar-benar kokoh berkenaan dengan bentuk-bentik awal manusia yang ciri-ciri khasnya berbeda dalam hal tertentu dari cirri-ciri khas yang dimiliki oleh manusia-kiwari. Kita seharusnya mengingat-ingat akan fakta-fakta yang telah disebutkan yang berkenaan dengan bentuk –bentuk manusia yang telah menjadi fossil yang berasal beberapa juta tahun yang lalu (Australopithecus), bentuk-bentuk yang agak kuno lagi (seperti manusia Neanderthal, silam), dan bentuk-bentuk yang lebih baru (seperti manusia Cro-Magnon), dari mana, dan istilah-istilah praktis, spesies-spesies kita sendiri berevolusi (Homo Sapiens, yang muncul kira-kira 40.000 tahun lampau).”72 Bucaille tidak berhenti sampai di sini, Dia melanjutkan: “Saya bahkan harus pergi jauh untuk menyatakan bahwa jika bukti formal pada suatu hari nanti diketemukan yang menghubungkan manusia dengan nenek-moyang binatang – tidak karena adanya kemiripan yang paling mendekati dari kejadian-kejadian ini – dan seandainya Tuhan dengan kemahakuasaan-Nya telah menciptakan informasi baru untuk menganugerahi silsilah dengan ciri-ciri manusiawi yang berisikan atau mengandung kemungkina-kemungkinan evolusi yang sama menuju kepada manusia yang berkembang maju sepenuhnya, semua peristiwa-peristiwa ini menurut hemat saya adalah dapat dicocokan/didamaikan dengan data yang disebutkan dalam buku ini.”73 Sekarang marilah kita lihat konsiderasi-konsiderasi apakah yang membimbing dan memandu Bucaille untuk mengklaim bahwa asal-usul transformasi manusia adalah tersirat dalam Al qur’an untuk mana dia memilik validitas yang ilmiah. Ia menyatakan berdasarkan alur ayat berikut: Setelah Allah menciptakan manusia Dia memberikan bentuk padanya (QS 7: 11) yang Dia olah secara harmonis (sawwa – Shaad: 72), serta sesuai dengan bentuk yang paling baik (akhsani taqwim – At Tiin: 4). Bentuk dalam mana Tuhan menciptakan manusia barangkali tidaklah unik sepanjangh abad karena Tuhan telah berfirman bahwa Dia menciptakan manusia dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki (fi ayyi suratin maasya’a – Al Infithaar: 8) Tuhan menyebutkan bahwa Dia menggantikan kaum tertentu, khususnya mereka yang secara fisik lebih kuat, dengan keturunan dari kaum masyarakat lain. (Al Insaan: 8 dan Al An’am: 6). Konsiderasi dari ayat-ayat ini nampaknya mengiringi Bucaille pada kesimpulan bahwa bentuk-bentuk manusia telah ditransformasikan melalui masa waktu/kurun waktu yang panjang. Tetapi bagaimana Dia mendamaikan tentang penciptaan adam dengan konsep evolusi kreatif? Berikut ini adalah apa yang Bucaille harus katakan: “Konsep evolusi kreatif tidak melibatkan Adam, tetapi keturunan adam dan Hawa sepanjang masa. Konsekuensinya, konsep ini tidaklah harus didamaikan dan diselaraskan dengan Penciptaan adam. Ia dapat diberlakuakan terhadap transformasi bentuk-bentuk manusia sepanjang abad, dan juga terhadapa evolusi dalambenda-benda hidup lainnya………………… Adam tidak bisa ditempatkan pada masa-masa Homo sapiens atau manusia Neanderthal atau Homo erectus. Anda harus menempatkannya pada zaman makhluk-makhluk yang kini disebut dengan Autralopithecus………Adam tergolong pada manusia gelombang pertama dari empat gelombang manusia (yaitu Australopithecus) yang sudah saya sebutkan dalam buku saya.”74 Kita telah lihat pada bab pertama dari karya ini bahwa Australopithecus bukanlah makhluk manusia. Oleh sebab itu, untukmenghubungkan adam (yakni manusia) dengan Australopithecus adalah secara ilmiah salah. Terlebih lagi, dengan menarik kesimpulan secara murni dari Al Qur’an dan Hadits orang dapat mengatakan bahwa Bucaille tidak memiliki sedikitpun bukti mengenai transformasi manusia. Menurut Al Qur’an Tuhan menciptakan adam dengan tangan-Nya sendiri (Shaad: 75) dan mengajarkan kepadanya tentang nama-nama segala sesuatu. Semua ini berlangsung di Syurga, sedangkan Australopithecus dan juga para pendahulunya selalu mengembara dimuka bumi ini. Tuhan kemudian menurunkan adam ke bumi sebagai Nabi yang pertama. Dengan demikia Dia turun ke muka bumi ini sebagai seorang manusia yang memiliki banyak pengetahuan dan kapasitas intelektual. Dia dianugerahi dengan satu visi bahwa tidak ada manusia, kecuali nabinabi, yang telah pernah dijamin. Bucaille menerima teori evolusi kreatifnya P.P. Grasse berkenaan dengan asal-usul kehidupan. Secara buta menerima teori-teori Grasse, Bucaille hanya membuat posisi teologisnya sendiri menjadi rawan dan mudah diserang. Grasse sendiri adalah seorang evolusionis tulen, dan Ia percaya bahwa Australopithecus itu mempunyai pendahulu-pendahulu, hanya saja sains modern hingga kini belumdapat menemukan mereka. Untuk menerima Grasse berarti mengingkari bahwa Adam adalah manusia pertama, sedangkan Al Qur’an menyatakan bahwa Ia adalah manusia pertama, yang lahir tanpa orang tua. Kita telah membicarakan persoalan ini lebih awal dalam karya ini. Bucaille nampaknya telah memandang Adam dan Hawa sebagai “pasangan baru makhluk hidup yang muncul di muka bumi”. Ia juga yang berpendapat bahwa “Konsep evolusi kreatif tersebut tidak melibatkan Adam, melainkan anak-cucu adam dan Hawa disepanjang zaman.” Ini berarti Bucaille tidak percaya bahwa Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan. Kendatipun pandangan ini tidak sejalan dengan teorinya Grasse, namun ia sepenuhnya merupakan pandangan Al Quran. Bucaille percaya bahwa (1) Adam termasuk golongan Australopithecus, dan (2) anak keturunan Adam dan Hawa mengalaimi transformasi yang akhirnya berevolusi kepada manusia modern (Homo Sapiens). Kita menolak kedua pandangan ini atas dasar saintifik dan teologis. Argumen saitifik atau argument ilmiah bahwa Australopithecus tidak dapat menjadi nenek-moyang manusia telah disajikan dalam BAB 1 dari buku ini. Sedangkan argumen-argumen teologis akan diberikan menyusul. Australopithecus mempunya tinggi badan 1,5 metetr dan kapasitas otak 500 cc. Bucaille mengatakan bahwa sejak masa Australopithecus kekuatan funsional dan fisik manusia, khusushya intelegensi kreatifnya, berkembang kepada tingkat-tingkat rata-rata yang sama seperti cirri-ciri tertentu anatomi manusia. Ciri-ciri dari keempat gelombang manusia seperti yang dijelsakan oleh Bucaille adalah sebagai berikut: Tipe makhluk Manusia Muncul bertahun-tahun lalu Tinggi (meter) Australopithecus 600.000 1.25 s/d 1.5 Kapasitas otak (cc) 500 Pithecanthropus 500.000 158 s/d 1.78 900 Neanderthal Man 100.000 Ukuran sedang 1.600 Homo Sapiens 40.000 1.8 1.350 Gambaran Adam yang diperoleh seseorang dari data paleontologi yang diberikan oleh Bucaille adalah: Adam merupkan manusia (atau kera mirip manusia?) secara kasar tingginya 1.25 meter dengan kapasitas otak 500 cc, mempunyai daya fungsional, fisik dan intelektual yang rendah. Kita telah lihat pada BAB pertama buku ini bahwa Australopithecus kelihatnya sperti kera dan berjalan seperti kera. Gambaran mengenai Adam ini tidak cocok dengan gambaran yang kita peroleh dari Al Qur’an. Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Allah Telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat” (Ali Imran: 33). Tugas Adam adalah membimbing dan memandu umat manusia, dan supaya dapat melaksanakannya maka Ia dianugerahi dengan pengetahuan (nama-nama) segala sesuatu. Nabi bersabda: “Adam tingginya enam puluh cubit dan lebar badannya tujuh cubit,” Dengan semat-mata atas dasar Al Qur’an dan sabda-sabda Nabi kita menolak hipotesis Bucaille bahwa Adam termasuk golongan manusia gelombang manusia dari empat gelombang manusia. Ini secara otomatis menepis hipotesis yang kedua bahwa anak cucu keturunan Adam telah mengalami transformasi morfologis sesuai dengan teori evolusi kreatifnta Grasse. Terlebih lagi, dengan menerima anak-cucu keturunan Adam sebagai telah mengalami transformasi morfologis, maka secara logika memerlukan dan menuntut bahwa Adam pun (Austrapithecus) tentunya telah berevolusi dari beberapa spesies, kalau bukan dari Ramaphitheuc. Tetapi ini bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits. Kita tahu bahwa manusia pada zaman yang lebih awal adalah hidup lebih lama ketimbang kita sekarang ini. Al Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Nuh hidup selama sembilan ratus lima puluh tahun, Sedangkan Nabi kita hanya hidup 63 tahun saja. Dan termasuk ukuran sedang. Atas dasar hadits ini dan Hadits-Hadits terdahulu kita dapat mengatakan bahwa ummat manusia telah mengalami ‘devolusi’ atau kemunduran, jika orang dapat mengatakan demikian, dan buaknnya “evolusi” atau berkembang. Untuk menilai dan menganalisa secara kritis terhadapa pandangan-pandangan Bucaille tentang evolusi maka memerlukan suatu kajian tersendiri. Di sini kita hanya mempertimbangkan pandangan-pandangan yang berkenaan dengan transformasi saja dan mendapatkan bahwa hipotesisnya tidak dapat diterima tanpa bertentangan dengan Al Qur’an dengan Hadits. Ikhtisar dan Kesimpulan Dalam karya sederhana ini kita telah membicarakan persoalan-persoalan berikut yang pada umumnya muncul dalam setiap pembahasan masalah mengenai penciptaan dan evolusi: asal-usul (1) jagat raya atau dunia, (2) dunia binatang, (3) dunia tumbuh-tumbuhan dan (4) manusia. Cubit adalah ukuran panjang yang dipkai pada zaman dahulu kira-kira sama dengan 18 inci atau 45 s/d 56 sentimeter (penerjemah). Kita telah melihat bahwa diktrin Islam secara keseluruhan bertentangan dengan nosi-nosi evolusi dari sudut semua persoalan-persoalan ini. Doktrin Islam adalah doktrin penciptaan, dan secara absolute tidak ada konsep auto-organisasi atau pun transmusasi spesies-spesies. Para ahli evolusi teistik mereka salah dalam hal: pertama, mereka telah gagal untuk memahami prinsip penciptaan Islam. Kedua, dengan sia-sia berusaha mencapai tujuan-tujuan mereka, mereka menjalin-pintal firman-firman Tuhan guna disesuaikan dengan sains-sains modern, yang bersifat subjektif, sementara dan relative. Sebagian dari mereka telah mencoba untuk mengepaskan atau mencocokan Al Qur’an dangan teorinya neo-Darwinian, sebagian dengan teorinya Grasse, dan sebagian yang lain lagi bahkan dengan hukum biologi-nya Hacckel. Beberapa dari komponen teori-teori ini telah ditolak oleh para Ilmuwan yang bekerja pada bidang yang berbeda-beda. Ketiga, ketika banyak para pemimpin atau tokoh pemikir evolusi tengah memisahkan diri dari konsep evolusi, para evolusionis teistik menerima versi mana pun dari evolusi itu sendira tidak menerima versi mana pun dari evolusi teistik. Maka dari itu, kita bertanya-tanya, siapakah yang diharapkan oleh para evolusionis teistik menerima pandangan-pandangan mereka? Pandanganpandangan mereka hanyalah sekedar pendekatan apologetik rasionalistik belaka tanpa ada hasilhasil yang positif bagi Ummah. Menurut Islam dunia ini merupakan manifestasi dari kehendak Tuhan dalam ruang waktu. Tidak saja kehendaknya memenuhi isi dunia, tetapi juga semua makhluk-makhluk ciptaan meresponi kehendak-Nya, dengan disadari ataupun tanpa disadari. Islam tidak menyetujui pandangan-pandangan yang bersifat parsial, sepotong-sepotong atau pun terbagi-bagi dan terpilah-pilah tentang dunia dan jagad raya. Prinsip kesatuan, yang terrefleksi pada perkembangan materi, menyatukan benda-benda ciptaan di bawah hukum tertentu yang Dia ciptakan, tetapi yang Dia sendiri terikat untuk mengikuti. Hukum-hukum ini hanya dapat dilanggar dengan takdir Tuhan, (kharq al-‘adah) tanpa memerlukan ketidak konsistenan, dengan hukum-hukum milik tatanan yang lebih tinggi. Ini adalah apa yang kita lihat dalam penciptaan dunia dari tiada, penciptaan Adam tanpa orang tua, dan dalam penciptaan Isa tanpa ayah. Apabila semua pengetahuan manusia digabung bersama dan menanyakan sesuatu yang mustahil, bahkan kemudian (kadzalika) Tuhan menjadikan mungkin. Konsep Al Qur’an seluruhnya merupakan atitesis dari konsep evolusi organik. Kita melihat pola-pola dan disain-disain dalam alam, tetapi tidak melihat adanya sikuensi gradualistik atau urutan-urutan yang terus-menerus. Kita melihat variasi-variasi tetapi tidak menemukan makroevolusi organic. Konsep kontinuitas makhluk-makhluk yang diciptakan tidak ada dalam Al Qur’an. Sebagai gantiya, Al Qur’an dan As-Sunnah secara berulang-ulang kali menandaskan hieraki makhluk-makhluk - suatu hieraki yang berfungsi dalam rencana penciptaan yang menyatu. Hidup merupakan fenomena seketika, seperti halnya dengan semua binatang: Manusia tidak ada kaitannya dengan kuda, atau tidak pula yang belakangan berkaitan dengan ikan. Tentu saja, memang variasi di antara ummat manusia, seperti juga variasi diantara ikan-ikan, benar adanya. Namun variasi ini senantiasa terbatas dan terjadi dalam tipe tertentu saja (inter-type) dan tidak pernah menyebabkan suatu individu melampaui berbatasan yang dibangun oleh ketentuanketentuan karakteristik dari tipe tersebut untuk berkembang kepada yang lainnya. Konsep intertype variation (variasi dalam-satu type) belum pernah diteliti dan juga memang diterima oleh Islam. Jika seseorang mempunyai suatu keyakinan yang teguh dalam penelitian dan pengamatan eksperimental, dan tidak tergelincir dan terperangkap ke dalam spekulasi yang liar, apa yang akan ia lihat dan sadari dalam alam adalah kemandekan. Diversitas alam, bagaimanapun juga, adalah sangat besar dan tiada terbatas. Adalah merupakan keindahan ciptaan sehingga, kendatipun ada jumlah yang sangat besar banyaknya dari organisme-organisme yang hidup di muka bumi ini, mereka tidak tepat nasuk ke dalam suatu sikuensi yang progresif. Kendatipun perbedaan tipe benda-benda hidup adalah jelas, namun seharusnya tidak menghalangi kita untuk mengklarifikasikan atau mengkelompok-kelompokan mereka atas dasar persamaan-persamaan karakteristik, atau karakteristik-karakteristik yang berdekatan. Ini telah dilakukan dalam Al Qur’an (lihat misalnya surat An Nuur ayat 45) dan ini adalah apa yang telah dilakukan oleh para ilmuwan Muslim di masa lalu. Benda-benda hidup dengan pasti dapat disusun dalam hirakis dengan susunan atau urutan mendaki berdasarkan kekompleksitasan mereka, tetapi garis-garis penghubung harus dipandang bersifat hipotesis, abstrak dan bukan fisikal. Islam tidak mempercayai “clockwork universe” (cara kerja/ jam kerja dunia), atau faham ketuhanan apapun yang berpandangan bahwa Tuhan tidak perlu melibatkan diri-Nya dengan penciptaan ini apabila makhlu-ciptaan itu telah diciptakan-Nya. Islam percaya terhadap penyebab horiziontal yang menghubungkan fenomena yang berbeda dari dunia material, dan percaya terhadap penyebab vertikal yang menghubungkan dunia yang dimanifestasikan dengan sumber penciptaan. Kita percaya bukan kepada Tuhan yang senantiasa mengontrol dan mengarahkan jagat raya setiap saat dan menyadari terhadap ciptaan-Nya tanpa alpa sekejap pun. Binatang-binatang dan manusia-manusia mengalami perubahan yang terus menerus. Mereka lahir, mereka tumbuh dan akhirnya mereka mati. Tahapan dan tingkatan yang dilalui oleh suatu benda-benda hidup sepanjang hayat adalah bukan tahapan-tahapan evolusi. Seandainya tingkatan-tingkatan itu merupakan tahapan-tahapan evolusi maka mereka akan merupakan bukti-bukti yang dapat ditontonkan karena mendukung teorinya neo-Darwinian. Sangat disayangkan para evolusionis teistik ini gagal untuk mencerna poin ini. Misalnya Murtaza Mutahhari menulis, sebagai komentator atas ayat 12 – 14 surat Al Mu’minun, “Ayat yang mulia ini mengacu kepada transformasi dan evolusi embrio sesuai dengan system determinasi dan mengatakanj bahwa btindakan-tindakan penciptaan yang tengah berlangsung adalah mengikuti pola evolusi yang sama ini.”79 Agar dapat diamati, evolusi memerlukan waktu jutaan tahun, dan bukannya selama masa hayat dikandung badan saja, seperti yang dinyatakan Mutahhari di sini dan di tempat-tempat lainnya.80 Bukanlah pelayanan terhadap Islam untuk membaca teori evolusi modern dalam ayat-ayat Al Qur’an. Evolusi kesadaran dan inteligensia dari materi adalah suatu kemustahilan dan menyajikan pandangan-pandangan yang demikian adalah berarti mendukung keabsurditasan. Ketidaksadaran tidak dapat meningkat kepada kesadaran, seperti halnya kehidupan yang tidak mungkin dapat muncul dari kematian. Hanya hiduplah yang dapat memperoleh kehidupan. Pancaran kehidupan adalah milik alam yang lebih tinggi. Problematika transformis tidak hanya sekedar “missing link” belaka antara fila, genera dan sebagainya, melainkan antara yang mati dan yang hidup. Ada hambatan yang mengganjal antara yang sadar dengan yang tidak sadar, antara kehidupan dengan non-kehidupan. Mereka tergolong kepada dua susunan realitas dan tidak ada kesinambungan di antara mereka. Jagat raya telah, karena kebutuhan, maujud melalui kehendak Dzat yang jaga. Materi hadir dari Dzat yang jaga/sadar dan tidak sebaliknya karena yang lebih kecil tidak dapat menentukan yang lebih besar. 81/82 Apakah penciptaan dibatasi sesaat atau tidak telah menjadi perdebatan yang penting. Dalam karya ini kita telah mencoba menjelaskan problematika tersebut, karena ia hanya mengalihkan perhatian kita dari masalah utama. Seandainya penciptaan merupakan fenomena kesemestaan maka bertentangan dengan evolusi. Di lain pihak. Jika kita menerima bahwa Allah menciptakan jagat raya dengan bertahap (selama enam hari), bahkan kemudian, seperti yang telah kita lihat, hal itu tidak menjadikan teori evolusi dapat disejajarkan dengan Al Qur’an. Allah tidak pernah terhenti menjadi Sang Khaliq, dan penciptaan terjadi di setiap saat, Akan tetapi evolusionis teistik menunjukan kurangnya wawasan yang dimilikinya apabila ia menghubungkan penciptaan “yang terbentang” ini dengan evolusi modern. Dalam karya sederhana ini saya secara kritis telah menilai tulisan-tulisan tentang evolusi karya Abdullah Yusuf Ali, Fazlur Rahman Ansari, dan Maurice Bucaille terutama sekali dari sudut pandang Al Qur’an. Saya telah memaparkan ketidakkonsistenan yang inheren dalam pemikiran-pemikiran mereka dan telah membuktikan bahwa pandangan-pandangan mereka tidak diterima/tertolak oleh al Qur’an dan Hadits. Di beberapa tempat saya juga telah berusaha secara obyektif dalam menganalisa landasan-landasan piker para ahli evolusi teistik dan menguji serta memeriksa konsekuensi-konsekuensi berjangkauan-jauh dari pada hipotesis-hipotesis mereka , dan dalam melakukan ini saya telah berusaha seliberal mungkin namun masih berada dalam rangka piker Al qur’an dan Hadits. Maksud dan tujuannya adalah untuk menunjukan bahwa walau dengan penafsiran Al Quran yang liberal atau bebas sekalipun adalah tidak mungkin untuk mendamaikan Al Qur’an dengan pemikiran evolusi modern. Adapun bagi kita, kita tidak bersikap apologetic sama sekali mengenai inkompatibilitas ini (hal tidak dapat didamaikan ini), sebab kosmologi evolusi dan evolusi organic adalah tidak saja nyata-nyata ditolak oleh sains modern, tetapi kuga termasuk wilayah pengetahuan yang digantikan oleh pengetahuan kita tentang kebenaran. Bagi kita, Al Qur’an adalah norma sebagai rujukan terhadap mana semua bentuk pengetahuan harus dinilai dan diadili. Sedangkan, para evolusionis teistik, kendatipun cinta mereka terhadap Al qur’an dan keprihatinan mereka terhadap dinamisme Islam, telah mencoba mencocok-cocokan Al Quran ke dalam Sains modern, seolah-olah yang belakangan disebut (sains modern) adalah norma!. Adalah pendekatan mereka inilah yang kita tentang dengan keras. Sebagai Muslim pendekatan kita haruslah rasional, kritis dan obyektif. Kita seharusnya tidak usah ragu dalam membuang suatu teori jika ia tidak didukung oleh bukti-bukti eksperimental. Tidak pula kita perlu “merentangkan” Al Qur’an agar cocok supaya pas dengan realitas yang senantiasa berubah yang tidak lain hanyalah merupakn ilusi belaka. *****************************Wallahu ‘alam bis-shawab****************** REFERENSI DAN DAFTAR KEPUSTAKAAN CATATAN DAN DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Dikutip dalam P.P Grasse, (1977) Evolusion of Living Organisms: Evidence for a New Theory of Transformation. Academic Press, hal. 5-6. Surat ini terdapat di British Musium. Ia diterbitkan dengan faksimil oleh G. Vernet, (1950), L’Evolution du Monde Vivant. 2. Osborn, H. (1984), From the Greeks to Darwin: An Outline of the Development of the Evolution of Idea, MacMillan. New York. 3. Misalnya, lihat Louis Bounoure (1957), Determinisme et finalite, Paris, Flammarion. D. Dewar (1957) the Transformation Illusion, Murfresboro, Tennesse. Dehoff Publisher; E. Shute (1976), Flawn in the Theory of Evolution, Nutley, New Jersey. 4. Lihat misalnya, Bejama, C.J., Artificial Selection and the Development of Evolutionary Theory, Hutchinson Ross Publishing Co., Pennsylvania. Part IV, hal. 328-329. 5. Stansfield, W.D., (1977), the Science of Evolution, MacMillan Publishing Co. Inc., New York, Cllier MacMillan Publishers, London. Hal.49. 6. Smith, A.E. Wilder (1981), the Natural Science Know Nothing of Evolution, master books. a Divisionof CLP Publishers, San diego, California. 7. Dikutip oleh Roger lewin dalam “Molecules come to Darwin’ Aid”, Science, 216, (1982), 1092. Lihat juga: Wolfgang Smith, pada bab mengenai “Evolution: Fact and Fantasy,” dalam buku “Cosmos and Trancedence”: Breaking Through Barrier of scientific Belief (1984). Sherwood Sugden and Co., Ltd. Illionis. 8. Sebahagian Ilmuwan, yang dulunya sebgai pakar-pakar evolusi, sekarang telah menjadi kladis dan kreasionis. Misalnya, Collin Peterson, seorang ilmuwan Inggris yang dikenal di seantero jagat raya. 9. Smith, C.J. “Problems of Radiometic dating, “Edisi kedua (1981), San Diego; Institu for Creation Research; H. Lipson, “Evolution” dalam Phisics Bulletin, vol.36 (1985), hal.50. Institut of Physics, London; T.G. Barners, “Young age of the Moon anf the Earth” dalam Impact, nomor 110, Institu of Creation Research, San Diego, CA. 10. P.S. Moorhead dan M.M Kaplan, Eds. (1967), Mathematical Challenges to the NeoDarwinian Interpretation of Evolution, Wistar Institut Press, Philadelphia. 11. Contoh-contohnya banyak, misalnya, E. Shut (1976), Flaws in the Theory of Evolution, Nutley, New Jersey; Wheaton, Illinois; Michael Danton (1985), Evolution: a Theory in Crisis, Burnett6 Books, London. 12. N. Macbeth (1971), Darwin Retired, Gambit, Inc., Boston. 13. P. Schilpp (Editor) (1974), Intelectual Autobiography’ dalam the Philosophy of Karl Popper, dua jilid, Open Court, La Salle, Illinois, halaman 137-143. 14. Darwin, Charles (1872), the Origin of Spesies, edisi ke enam (1962) Collier Books, New York, hal.309. 15. Ibid. hal.322. 16. Barnes, R.D., (1980) “Invertebrate Beginnings” dalam Paleobilogy, 6, hal.365. 17. the Guardian Weekly, 26 Nov., 1978, vol.119, No.22. hal.1. 18. Darwin, Charles, op cit, hal.492. 19. De Beer, Sir Gavin (1971), Homology: an Unsolved Problem, Oxford University Press, London. 20. Gish, D.T. (1984), Evolution: The Fossils say No, Cration Life Publisher, San diego, California, Bab IV/VI. Buku yang didokumentasikan dengan baik ini secara jelas membuktikan bahwa manusia merupakan makhluk yang unik. 21. Mossir, H.M. (1984) Scientific Creationism, Master Books, El Cajon, California, Bab VII. Hal. 171-201. 22. “Australopithecus a Long-Armed, Short-Legged Knuckle-walker,”, Science News, vol.100 (November 27,1971) hal.357. 23. “Last Adam”, Scientific American, vol.227 (Oktober 1972) hal.48. 24. “Leakey’s New Skull Changes Our Pedegree and Lengthens our Past”, Scientific News, vol.102. 918 November 1980), hal.324. 25 Pasachof, J.M. (1983), Astronomy: From the Earth to the Universe, edisi kedua. Bab 28. 26. Davis, P. (1980), Others Worlds: Space, Superspace, and the Quantum Universe, Abacus, London, hal.102. 27. Pasachoff, J.M. Ibid, hal.113. 28. Lihat Misalnya: H.S. Slusher (1980), the Origin of Universe: an Examination of Big Bang and Steay State Cosmogonies, , Institute for Creation Research, El Cakajon, California. 29. Davies, P. God and the New Physic, (1983) Penguin Books, England, hal.57. 30. Denton M., (1985) op cit, hal, 77. 31. Untuk mempertanggungjawabkan yang singkat mengenai gerakan sekarang lihat: Mae-wan Hp dan Peter T. Saunders (1984), Beyond neo-Darwinianism: an Introduction to the New Evolutionary Paradigm, Academic Press, London. 32. Eisley, L. (1959), Darwin’s Century, Gollanez, London, hal.242. 33. Koesteler. A. (1967), the Ghost in the Machine, MacMillan, New York; Juga lihat: Koestler (1972), the Roots of Coincodence, Hutchinson, London. 34. Eldredge, N. dan Gould, S.J. (1972), Punctuated Equilibria: an Alternative to Phyletic Gradualisme Dalam T.J.M. Shoff (Ed.) Models in Paleobiology, Freeman, Cooper Co., San Fransisco, hal. 82-115. 35. Henning, W. (1966), Phylogenetic Sustematics, terjemahan D. Dwight Davis dan Rainer Zangerl, University of Illinois Press, Urbana. 36. Bowler, P.J. (1984), Evolution: the History of an Idea, University of California Press, Berkley, hal.332. 37. Dikutip dalam Denton D.M. (1985) po cit, hal.139. 38 Patterson, C. Dikutip dalam Impact. No.140 (1985), Institute of Creation Research, Lihat: “Creationism VS Evolutionism” American Museum of national History, New York, Nov, No.5. 1985. 39. Morris, H.M. (1982), Evolution in Turmoil, Creation Life Publishers. San Diego, California. Dan… Morris, H.M. (1974), the Twilight of Evolution, the Presbyteran and Retomed Publishing Co., new Jersey. 40. A. Montagu (1984) (Ed), Science and Creationism, Oxford University Press, Oxford. 41. Bliss. R. (1985), “Creation the Best Alternatives on Origins,” Dalam Muslim Education Quarterly, vol.2. no.4. hal.17-27, Cambridge. 42. Nessef, A.O. dan Black P.J. (1984), Science Education and Religious Values, the Islamic Academy, Cambridge. 43. Ansari, Fazlul Rahman, (1977), the Qur’anic Foundations and Structure of Moslem Society, the World Islamic federation of Islamic Missions, Karachi, Pakistan, vol. II, hal.XVIXVII. 44. Ansari, Fazlul Rahman, (1977), op cit, hal.123. 45. Ali, Abdullah Yusuf, (1934), the Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary, (1975), the Islamic Foundation, no.4475, hal 1289. 46. Ali, Abdullah Yusuf, (1934), op cit, hal.828. 47. Ibid. no. 4470. hal.1288. 48. Bukhari, lihat: Terjemahan Hobson Mishkat-al-masabih, hal.1219. 49. Poole, S.L. (1984), Arabic English Lexicon, Islamic text Society Trust, Cambridge. 50. Asad, Muhammad, (1980), the Massage of the Qur’an, hal.221. Dar al-Andalus, Gilbraltar. 51. Al-Shabuni, Muhammad Ali, (1981), Mukhtasar Ibn Kathir, Darul Qur’anul Karim, Beirut. vol. III. hal. 258. 52. Muhammad Al-Sabuni (1980), Safwat al-Tafsir, Darul Qur’anul Karim, Beirut, hal. 186-187. 53. Ibid. hal. 257-258. 54. The Holy Koran 40:64 21:32 23:17 67:3. 55. The Holy Koran 67:5. 56. Green, N.P.O., Stout, G.W., Taylor D.J., Soper, R. (Editor),, Biological Science I, Cambridge University Press. 57. Bucaille, Maurice, (1982), What is the Origin of Man?, Seghers, Paris, hal.202. 58. Ali, Abdullah Yusuf, (1931), the personality of Man, DalamIslamic Studies, vol.5. hal.544. 59. Bucaille, Maurice, op cit, hal.Bagian V. 60. Al-Shabuni, Muhammad Ali, (1981), Safwat al-Tafsir, Darul Qur’anul Karim, Beirut. vol. I. hal. 204. 61. Al-Shabuni, Muhammad Ali, (1981), Mukhtasar Ibn Kathir, Darul Qur’anul Karim, Beirut. vol. I. hal. 287. 62. The Holy Koran 55:14 15:26 6:2 22:5. 63. Bucaille, Maurice, op cit, hal.166. 64. Ansari, F.M. (1977), op cit, hal. 328. 65. Ali, Abdullah Yusuf, (1934), op cit, hal.828. no. 2691. 66. Ali, Abdullah Yusuf, (1934), op cit, hal. 547-8. 67. White, A.J.M. (1978), What About Origins? Dunestone Printers Ltd. England. hal.77. 68. Bucaille, Maurice, (1982), op cit, hal.204-5. 69. Ibid. hal.12. 70. Ibid. hal.81. 71. Ibid. hal.199. 72. Ibid. hal.204-5. 73. Ibid. hal.201. 74. Pembicaraan secara pribadi. 75. Bucaille, Maurice, (1982), op cit, hal.87-92. 76. Miskhat al-Masabih, diterjemahkan dalam James Hubson, hal.1229. 77. Bukhari dan Muslim. Lihat: dalam terjemahan Jemes Hubson, Miskhat al-Masabih, hal.969. 78. Nasr, Syed Hossein, (1976), Islamic Science, Bab IV hal.54-70. 79. Muttahari, Ayatullah Murtaza, (1985), Fundamentals of Islamic thought, diterjemahkan oleh R.Campbell (1985), Mizan Press, California, hal.199. 80. Muttahari, ibid, bab mengenai “Spirit, Matter and Life” hal. 183-219. 81. Nasr, Syed Hossein, (1981), Knowledge and the Sacred, Edinburg University Press, hal.237. 82. Schoun, F. (1981), From the Devine to the Human, Bloomington, United States of America, bab. 1. 00000000002206090000000000 INDEKS AYAT-AYAT AL QUR’AN AL KARIM 1. 2. 3 4. 5. Al Baqarah 17. As Sajdah 2 : 29 45 32 : 4 26, 39 2 : 117 30 32 : 5 5 2 : 164 40 32 : 7-8 59 Ali ‘Imran 18. Fathir 3 : 30 61 35 : 11 60 3 : 33 76 35 : 27-28 54 3 : 59 60,62 Al An’am 19. Shaad 6:2 90 38 : 71 55 6:6 70, 74 38 : 72 74 6 : 39 48 38 : 75 75 6 : 73 31 38 : 71 - 77 58 6 : 102 25 6 : 133 68 Al ‘Araaf 20. Fushilat 7 : 11 55, 74 41 : 9 41 7 : 11 - 13 56 41 : 10 41 41 : 9 - 12 33 Huud 25 11 : 7 6 7. 21. Al Jatsiyah 45 : 4 Al Hijr 52 22. Al Qaaf 15: 5 90 15 : 21 1 Al Nahl 46 : 3 62 23. Al Hujarat 16 : 5 44, 50 16 : 8 50 16 : 10 44 16 : 11 49 16 : 14 44 49 : 13 69 8. 9. 16 : 79 50 16 : 82 53 Thaha 24. An Najm 20 : 55 62 20 : 4 26 20 : 53 48 20: 115-123 55 Al Anbiyaa 53 : 50 - 53 69 25. Al Qamar 21 : 30 35, 41, 63 21 : 32 89 21 : 56 25 10. Al Hajj 54 : 50 -53 30 26. Ar Rahman 22 : 5 62, 90 55 : 3 – 4 71 22 : 18 39 55 : 14 62, 90 55 : 15 53 11. Al Mukminun 27. Al Hadid 23 : 12 – 14 81 23 : 17 89 23 : 78 71 12. An Nuur 24 : 45 51, 63, 66, 80 62 89 67 : 5 39, 89 70 : 4 28 30. Al Insan 53 15. Ar Ruum 30 : 22 67 : 3 29. Al Ma’arij 14. An Naml 27 : 2 25 28. Al Mulk 13. Al Furqon 25 : 54 57 : 3 76 : 1 59 76 : 28 69, 74 31. An Naziyat 70 79 : 30 33 79 : 30 - 33 44 16. Luqman 31 : 10 32. At Tiin 49 95 : 4 74