UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI KAPULAGA (Amomum compactum) TERHADAP Aeromonas hydrophila SECARA IN VITRO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Siska Dyah Kusuma Putri NIM. M0408085 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ii iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan /atau dicabut. Surakarta, Mei 2012 Siska Dyah Kusuma Putri NIM. M0408085 iv Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga (Amomum compactum) terhadap Aeromonas hydrophila secara In Vitro Siska Dyah Kusuma Putri Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. ABSTRAK Salah satu kendala yang menghambat budidaya ikan air tawar adalah kehadiran bakteri patogen yaitu Aeromonas hydrophila. Bakteri ini menyebabkan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS). Salah satu upaya pengobatan terhadap penyakit MAS dengan memanfaatkan biji kapulaga (Amomum compactum) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan mengetahui konsentrasi minimum ekstrak biji kapulaga yang mampu menghambat bakteri A. hydrophila secara in vitro. Ekstrak kapulaga dibuat dengan maserasi bertingkat menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi 100% untuk masing-masing ekstrak, pelarut, bakteri tanpa ekstrak untuk kontrol negatif dan kloramfenikol untuk kontrol positif. Selanjutnya uji Minimum Concentration Inhibitory (MIC) dilakukan dengan menggunakan ekstrak yang zona penghambatannya paling luas. Konsentrasi ekstrak yang diuji 5,71%, 2,70%, 1,35%, 0,68%, 0,34%, 0,17%, 0%(b/v) sebagai kontrol negatif, dan antibiotik kloramfenikol 3,4%sebagai kontrol positif. Analisis data secara statistik dengan uji Analisis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Ekstrak biji kapulaga yang dihasilkan dengan pelarut n-heksana sebanyak 11,1 g, etilasetat 10 g dan metanol 15,1 g. Ekstrak biji kapulaga dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol dengan konsentrasi 100% menghasilkan rerata zona hambat berturut-turut 5,25 mm, 6,25 mm dan 5,75 mm. Nilai MIC pada ekstrak etil asetat terhadap A. hydrophila adalah 2,70 %. Kata kunci: Antibakteri, ekstrak kapulaga (Amomum compactum), Aeromonas hydrophila, in vitro v In Vitro Testing of Antibacterial Activity of Extracts Of Seed Cardamom (Amomum compactum) against by Aeromonas hydrophila Siska Dyah Kusuma Putri Biology Department, Faculty of Mathematic and Natural Sciences Sebelas Maret University ABSTRACT One of the obstacles that hinder the cultivation of common freshwater fish is the presence of pathogenic bacteria Aeromonas hydrophila. These bacteria cause Motile Aeromonas Septicemia (MAS). One effort against MAS on freshwater fish is the use of cardamom seed (Amomum compactum). The purpose of this study were to know the antibacterial activity and get the minimum concentration of cardamom seed extract that was able to inhibit A. hydrophila in vitro. Cardamom seed extraction was done by stratified maceration using three solvent i.e. n-hexane, ethyl acetate and methanol. Antibacterial activity was coundueted using disc diffusion method by 100 % concentration for each extract, solvents, only bacteria culture without the extract as negative control and positive control for chloramphenicol 3,4%. Minimum Concentration Inhibitory test (MIC) performed using extracts of the most widespread inhibitory zone. The extract concentrations tested 5,71%, 2,70%, 1,35%, 0,68%, 0,34%, 0,17%(b/v),and 0% as a negative control, while the antibiotic chloramphenicol as a positive control. Data analysid using Analysis of Variance test (ANOVA) and Duncans Multiple Range test (DMRT) level of 5%. Cardamom seed extracted by n – hexane, ethylacetate and methanol as a solvent were 11,1 g, 10 g and 15,1 g extract respectively. Inhibition zone of 100% cardamom seed extract with the solvent n - hexane, ethyl acetate and methanol were 5,25 mm, 6,25 mm and 5,75 mm respectively. MIC values in the ethyl acetate extract of A. hydrophila was 2,70%. Key word: Antibacterial, cardamom seed extract (Amomum compactum), Aeromonas hydrophila, in vitro vi MOTTO “ Kegagalan adalah guru yang terbaik” “ Seseorang yang percaya akan kemampuan dirinya akan bersikap positif, optimis dan kreatif melakukan pekerjaan dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab untuk meraih sukses” ( Siska Dyah Kusuma Putri) vii PERSEMBAHAN Skripsi ini Kupersembahkan untuk ibuku tercinta, Elang Winata Kusuma tersayang, Alm. R. Eko Saputra, M.A terkasih dan temanteman tercinta, Yang senantiasa memberikan dukungan, Doa dan kasih sayangnya. Terima kasih ............................... viii KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga (Amomum compactum) terhadap Aeromonas hydrophila secara In Vitro”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi. 2. Bapak Dr. Agung Budiharjo, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian. 3. Ibu Dr. Ari susilowati, M. Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi. 4. Ibu Dr. Ratna Setyaningsih, M. Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi. 5. Ibu Estu Retnaningtyas N, S. TP., M. Si selaku penelaah I yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama penelitian. 6. Ibu Widya Mudyantini, M.Si selaku penelaah II yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama penelitian. 7. Dosen di Jurusan Biologi yang telah dengan sabar memberikan pengarahan dan dorongan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. ix 8. Kepala dan Staff Laboratorium Biologi FMIPA dan Sub Laboratorium Biologi MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Ibuku tercinta Sugiyanti yang telah memberi semangat, dukungan, dan doa demi keberhasilan penulis. 10. Elang Winata Kusuma, A.md yang tiada henti-hentinya memberi semangat dan inspirasi dengan penuh kesabaran dan ketulusan doa demi keberhasilan penulis. 11. Kakakku Alm. R. Eko Saputra, S. Sn, M. A terkasih yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, semangat dan dorongan dengan demi keberhasilan penulis. 12. Kepada Eva, Fatimah, Unoviana, Putri dan seluruh teman-teman biologi 2008 yang terus memberikan dorongan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga seluruh kebaikan yang telah diberikan ini menjadi amal ibadah dan mendapat limpahan rahmat dan hidayah yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap walaupun skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Rabbal Alamin. Surakarta, Mei 2012 Siska Dyah Kusuma Putri x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN...…………………….………………… ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN................................................................. iv ABSTRAK............................................................................................... v ABSTRACT............................................................................................. vi HALAMAN MOTTO.............................................................................. vii HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................. viii KATA PENGANTAR............................................................................. ix DAFTAR ISI.………………………………………………………...… xi DAFTAR TABEL..….........……………………………………………. xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xv BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1 A. Latar Belakang ...…………………………………………... 1 B. Perumusan Masalah ...…………………………………...… 5 C. Tujuan Penelitian ……...…………………………………... 5 D. Manfaat Penelitian ……...…………………………………. 5 BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………….... 6 A. Tinjauan Pustaka ……........................................................... 6 1. Kapulaga (Amomum compactum)........................………... 6 A) Deskripsi....................................................................... 6 B) Kandungan.................................................................... 7 2. Aeromonas hydrophila........................................................ 7 A) Deskripsi....................................................................... 7 B) Penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila....... 9 C) Patogenisitas dan Virulensi......................................... 11 D) Penggunaan Antibakteri xi untuk Menanggulangi Penyakit Pada Ikan …….............................................. 11 3. Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi............... 13 4. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)......................... 15 B. Kerangka Pemikiran……...………………………………... 16 C. Hipotesis................................................................................ 16 BAB III. METODE PENELITIAN………………………….………… 17 A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 17 B. Alat dan Bahan ...…………………………………………… 17 C.Cara Kerja .......………………………………….................... 18 D. Analisis Data ……………………………………...………... 23 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................….………… 25 A. Komponen Bioaktif pada Biji Kapulaga................................. 25 B. Kurva Standar A. hydrophila...............................…………… 26 C. Kurva Pertumbuhan A. hydrophila......................................... 27 D. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga terhadap 29 Pertumbuhan A. hydrophila..................................................... E. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)............................. 37 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................….………… 41 A. Kesimpulan....................................…...................................... 41 B. Saran........................................................................................ 41 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 42 LAMPIRAN............................................................................................. 47 RIWAYAT HIDUP PENULIS................................................................ 55 xii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Berat dan Warna Ekstrak yang Dihasilkan dari Ekstraksi Bertingkat Biji Kapulaga dengan Pelarut N-Heksana, Etil Asetat dan Metanol.................................................................... 25 Tabel 2. Nilai OD dan Jumlah Bakteri A. hydrophila dalam Hitung Cawan........................................................................................ 26 Tabel 3 Diameter Zona Hambat Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga terhadap Bakteri A. hydrophila pada Inkubasi Selama 24 Jam............................................................................................. 31 Tabel 4 Tabel 5 Nilai Absorbansi pada Uji MIC Ekstrak Etil Asetat Biji Kapulaga terhadap Bakteri A. hydrophila................................ 37 Nilai Absorbansi pada kontrol positif...................................... 37 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Biji Kapulaga (Amommum Compactum L)........................... 7 Gambar 2. Sel dan Koloni Aeromonas hydrophila.................................... 9 Gambar 3. Haemorrhagic Septicemia Akibat A. hydrophila..................... 10 Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran........................................................ 16 Gambar 5 Kurva Standar A. hydrophila................................................. 27 Gambar 6. Kurva Pertumbuhan A. hydrophila........................................ 28 Gambar 7. Konsentrasi Sel Bakteri dalam Waktu 24 Jam...................... 28 Gambar 8. Zona Penghambatan Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga Konsentrasi 100% terhadap A. hydrophila........................... Gambar 9. Zona Penghambatan Antibakteri Pelarut terhadap A. hydrophila................................................................................ Gambar 10. 30 30 Kekeruhan Media pada Uji MIC Ekstrak Biji Kapulaga dengan Pelarut Etil Asetat terhadap Pertumbuhan A. hydrophila................................................................................. Gambar 11. 38 Media dan Ekstrak Biji Kapulaga Dengan Pelarut Etil Asetat tanpa Bakteri A. Hydrophila......................................... xiv 38 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Pengukuran Nilai OD Bakteri A. hydrophila Setiap 2 Jam Sekali.................................................................................. 47 Lampiran 2. Pertumbuhan Bakteri A. hydrophila dalam 24 Jam.................. Lampiran 3. Diameter Zona Bening Ekstrak Biji Kapulaga terhadap A. hydrophila............................................................................ Lampiran 4. 48 ANOVA Zona Hambat Ekstrak Biji Kapulaga terhadap A. hydrophila................................................................................. Lampiran 5. 48 49 ANOVA MIC Ekstrak Biji Kapulaga terhadap Pertumbuhan A. hydrophila............................................................................. 51 Lampiran 6 Biji Kapulaga yang Dihaluskan................................................. 53 Lampiran 7 Maserasi Biji Kapulaga, Biji Kapulaga yang Dievaporasi dan Maserat Biji Kapulaga............................................................... 53 Lampiran 8 Pembuatan Media...................................................................... 54 Lampiran 9 Pengenceran Media dan Pengenceran NaCl 0,85%.................. 54 Lampiran 10 Jumlah Bakteri pada Pengenceran 10-4 dan 10-5........................ 54 Lampiran 11 Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Buah Kapulaga untuk Uji MIC........................................................................................... xv 55 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi budidaya ikan air tawar cukup besar yaitu sekitar 10 ton/tahun. Pada tahun 2006, ekspor perikanan budidaya di Indonesia mencapai 1.329 juta ton. Nilainya mencapai US $21 miliar atau sekitar Rp 18,9 triliun (Pasaribu, 2006). Budidaya ikan air tawar dihadapkan pada beberapa kendala. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan air tawar adalah penyakit. Penyakit yang menyerang ikan tropis air tawar umumnya disebabkan oleh bakteri. Beberapa bakteri yang menginfeksi ikan adalah Aeromonas hydrophila, Aeromonas sobria, Aeromonas salmonicida, Renibacterium salmoninarum, Edwardsiella tarda, dan Yersinia ruckeri (Mariyono dan Sudana, 2002). Pada tahun 1980, wabah penyakit yang disebabkan A. hydrophila menyebabkan kematian 82.288 ikan di Jawa Barat. Pada tahun 2005, sebanyak 47 ton ikan gurame dan 2,1 juta ekor benih gurame yang siap dipasarkan mati disebabkan oleh penyakit yang disebabkan A. hydrophila di Lubuk Pandan, Sumatera Barat (Zainal, 2009). Motile Aeromonas septicemia (MAS) atau “penyakit merah”, merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri A. hydrophila. MAS merupakan penyakit bakterial yang bersifat akut, menginfeksi semua umur dan semua jenis ikan air tawar baik yang dibudidayakan seperti: ikan mas, lele, patin, nila, dan gurame maupun ikan yang ada di perairan umum. Tingkat kematian akibat penyakit tersebut dapat mencapai 80% dalam periode yang relatif singkat dengan 1 2 kerugian ekonomi yang signifikan. Gejala klinis akibat infeksi bakteri tersebut antara lain: warna tubuh pucat, haemorrhagic septicemia atau pendarahan yang meluas di seluruh permukaan tubuh, luka/borok (ulcer), perut busung (dropsy), sisik terkuak, dan luka pada sirip disertai kematian. Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Nasional pada tahun 2006 telah menetapkan jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri A. hydrophila sebagai salah satu penyakit ikan utama di Indonesia (Choudhury et al., 2006). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila ternyata selain menyerang pada ikan juga dapat menyerang pada manusia. Pada tahun 2012, seorang warga negara Kanada terpaksa dipotong kakinya untuk mengatasi penyerangan laju dari bakteri A. hydrophila. Keganasan bakteri tersebut telah membunuh sejumlah jaringan tubuhnya. Penyakit yang disebabkan bakteri A. hydrophila menyerang manusia menyebar di Kanada, Belanda dan hampir seluruh Benua Eropa. Menurut Dr. William Schaffner, Kepala Departemen Pencegahan Penyakit di Vanderbilt University Medical Center, mengatakan, jumlahnya yang terdata sekitar 250 kasus di seluruh Amerika Serikat. Kasus yang terjadi masih langka (Noorastuti, 2012). Metode yang banyak digunakan untuk menanggulangi penyakit pada ikan budidaya adalah pengobatan dengan zat kimia atau antibiotik. Penggunaan terapi kimiawi dan antibiotik untuk penanganan penyakit ikan pada akuakultur telah mendapatkan kritikan tajam (FAO, 2005). Penanganan yang dilakukan di tingkat petani bergantung pada antibiotik seperti oksitetrasiklin dan hijau malachite (Jangkaru, 2007). Penggunaan antibiotik secara berlebihan dan jenis antibiotik 3 yang tidak tepat mengakibatkan adanya galur resisten dari bakteri A. hydrophila dalam budidaya ikan. Muncul masalah lain terkait dengan antibiotik yaitu masalah lingkungan seperti pencemaran air, bau antibiotik yang mencemari perairan (Mohammad dan Abasali, 2010). Resistensi bakteri terhadap obat-obatan merupakan salah satu proses alamiah yang dilakukan oleh organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru (Skou dan Jensen, 2007). Pada penelitian Kaskhedikar dan Chhabra (2010), cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotik dapat menimbulkan masalah resistensi yaitu munculnya bakteri yang multiresisten terhadap antibiotik seperti pada isolat A. hydrophila yang resisten terhadap antibiotik ampisilin dan kolistin (Tjay dan Rahardja, 2002). Meskipun demikian penggunaan antibiotik tidak bisa 100% ditinggalkan sehingga bahan alam bisa digunakan sebagai pengobatan alternatif. Indonesia merupakan negara kaya dengan tumbuhan yang berkhasiat untuk obat. Penggunaan tumbuhan sebagai obat telah dikenal sejak zaman nenek moyang dan telah diwariskan secara turun-temurun. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya tumbuhan yang berkhasiat di Indonesia berjumlah kurang-lebih 1 juta spesies tumbuhan (Osward, 1995). Banyak jenis bahan alam mengandung senyawa yang bersifat antibakteri. Sejumlah bahan alam mengandung senyawa bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri), dan bakteristatik (penghambat pertumbuhan bakteri). Bahan alam untuk obat banyak diperoleh di pekarangan rumah dan mudah dikerjakan oleh siapa saja dalam keadaan yang mendesak sekalipun. Kemajuan ilmu pengetahuan dan 4 teknologi modern ternyata tidak mengesampingkan begitu saja peranan bahan alam tetapi justru saling melengkapi. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat bahan alam (Solikhah, 2009). Beberapa tumbuhan obat tradisional yang telah diketahui dapat dimanfaatkan dalam pengendalian berbagai agen penyebab penyakit ikan adalah sirih (Piper betle L.), daun jambu biji (Psidium guajava L.), sambiloto (Andrographis paniculata) (Grandiosa, 2010). Permintaan buah kapulaga untuk obat di Indonesia tahun 1978 sebanyak 97 ton, dan 1979 sebanyak 142 ton. Pada tahun 2006, ketika panen raya pada bulan Juni-Agustus, permintaan melonjak menjadi 3 ton per hari (Yajri, 2009). Mengatasi tingginya permintaan untuk obat manusia dapat digunakan pula bagian lain dari tumbuhan buah kapulaga yang memiliki kandungan senyawa yang sama seperti daun, rimpang maupun akar kapulaga. Sediaan dalam bentuk ekstrak maupun minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen. Berdasarkan penelitian Maipiliandari et al. (2008), ekstrak kapulaga memiliki kemampuan menghambat aktivitas bakteri gram negatif yaitu E. coli dengan menghasilkan zona hambat sebesar 8,0 mm untuk konsentrasi 250 mg/ml. Permintaan buah kapulaga ini sangatlah laku keras di pasaran Indonesia. Pemakaian ekstrak biji kapulaga sebagai antibakteri pada ikan belum banyak digunakan dan besarnya aktivitas antibakteri dari bahan-bahan tersebut belum banyak diketahui. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang antibakteri ekstrak kapulaga terhadap A. hydrophila secara in vitro. 5 B. PERUMUSAN MASALAH 1. Seberapa besar aktivitas antibakteri dari ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum) terhadap A. hydrophila secara in vitro? 2. Berapa konsentrasi minimum ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum) yang mampu menghambat bakteri A. hydrophila secara in vitro? C. TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui besarnya aktivitas antibakteri dari ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum) terhadap A. hydrophila secara in vitro. 2. Mengetahui konsentrasi minimum ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum) yang mampu menghambat bakteri A. hydrophila secara in vitro. D. MANFAAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui bahwa biji kapulaga (Amomum compactum) merupakan antibakteri alternatif kepada masyarakat luas yang terkait dengan perikanan. Penelitian ini diharapkan memperoleh cara alternatif dalam pengendalian penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila yang lebih murah dan mudah. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai penggunaan ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum) untuk menghambat bakteri A. hydrophila. BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kapulaga (Amomum compactum) a) Deskripsi A. compactum adalah tumbuhan asli dan endemik di wilayah perbukitan di Jawa bagian barat. Kapulaga tergolong dalam familia Zingiberaceae (jahejahenan) dan biasanya berbau aromatis. Kapulaga memiliki batang semu berwarna hijau gelap, memiliki rimpang dan daun yang terletak berseling dengan ujung runcing. Tumbuhan ini biasanya tumbuh mencapai tinggi 2 m. Bagian yang biasa digunakan adalah bagian bijinya (Tjitrosoepomo, 1994). Buah berbentuk kapsul bulat, berdiameter 1-1,5 cm, bergaris-garis rapat. Buah kapulaga berwarna abu-abu sampai coklat. Buahnya berkumpul dalam tandan kecil dan pendek. Bila masak, buahnya akan pecah dan membelah berdasarkan ruang-ruangnya. Buah kapulaga muncul dari batang semu dekat tanah, dan merayap bersama tandannya yang sepanjang 1 m, ke tanah sekitarnya. Bagian dalam pada buah terdapat biji yang berbentuk bulat telur memanjang. Kapulaga berbuah pada umur 3 tahun. Permukaan biji licin dengan kulit tipis dan beralur agak dalam (Tjitrosoepomo, 1994). Biji agak besar, berukuran 4 mm dan berbentuk pipih berwarna coklat, pada ujungnya terdapat arrillus atau selaput biji yang merupakan lapisan tipis berwarna putih dan mempunyai rasa agak manis (Gambar 1) ( Hariana, 2008). 6 7 a b Gambar 1. Biji kapulaga tersusun atas kulit biji (a) dan biji (b) Tumbuhan ini terutama menyenangi wilayah dengan kelembaban yang tinggi, curah hujan yaitu 2.500-4.000 mm pertahun, suhu tahunan yang kurang lebih hangat dan stabil 23-28°C, dan banyak hujan sekurangnya 136 hari dalam setahun. Kapulaga juga menyenangi tempat yang setengah ternaungi, pada tanahtanah dengan pH 5-6,8, dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi (Fauziah, 2008). b) Kandungan Biji dan buah kapulaga yang dikeringkan mengandung 2-4% minyak esensial, yang terutama terdiri dari 1,8-cineol (hingga 70%), β-pinen (16%), αpinen (4%), α-terpineol (5%) dan humulen (3%) yang merupakan senyawa terpenoid, alkaloid dan fenolik. Rimpang dan akar segar mengandung minyak esensial sekitar 0,1%, yang berisi 1,8-cineol dan alkaloid yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri dan antijamur. Daun kapulaga juga mengandung flavanoid, alkaloid dan fenolik. Pada kulit batang semu terdapat flavonoid, saponin dan polifenol (Maipiliandari et al., 2008). 8 2. Aeromonas hydrophila a) Deskripsi A. hydrophila diisolasi dari manusia dan hewan pada tahun 1950. Bakteri ini adalah yang paling terkenal dari enam spesies Aeromonas. A. hydrophila juga sangat tahan terhadap berbagai antibiotik tertentu, klorin, dan suhu dingin (Aberoum, 2010). A. hydrophila merupakan bakteri gram negatif, aerob fakultatif (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen) yang mengubah karbohidrat menjadi asam dan gas. Bakteri A. hydrophila termasuk ke dalam famili Aeromonadaceae (Garde et al., 2010). Bakteri ini biasanya terdapat di lingkungan perairan dan saluran gastrointestinal ikan yang sehat. Bakteri ini juga terdapat pada makanan seperti ikan, susu, dan daging merah (Rey et al., 2009). Bakteri ini memiliki inang dengan spektrum yang luas yaitu hewan berdarah dingin dan hewan berdarah panas (Alavandi et al., 1998). Ciri utama bakteri A. hydrophila adalah berbentuk batang, berdiameter 0,3-1,0 µm (Gambar 2A), hidup pada suhu optimal 22°- 28°C (Colle et al., 1996). Koloni bakteri A. hydrophila pada media agar berwarna putih kekuningan, bentuk bulat cembung dan reaksi katalase positif (Gambar 2B). Bakteri ini senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15-30° C dan pH antara 5,5-9 (Gufran dan Kordi, 2004). A. hydrophila terdapat di perairan tawar atau laut. A. hydrophila tahan terhadap penisilin, sefalosporin, dan eritromisin. Siproflosakin secara konsisten aktif terhadap strain A. hydrophila di Amerika Serikat dan Eropa (Rahman, 2008). 9 A B Gambar 2. Sel A. hydrophila jika dilihat dengan menggunakan SEM (A) (Daskalov, 2005) dan koloni bakteri A. hydrophila dalam media Agar TSA (B). Anak panah menunjukkan sel (A) dan koloni (B) A. hydrophila. Pada media air laut steril yang miskin nutrisi, populasi A. hydrophila menurun sekitar 0,1 colony forming unit (cfu)/ml setelah 3-5 minggu (Mallej et al., 2004). A. hydrophila juga dapat diisolasi dari produk makanan dingin, produk susu, produk ternak ruminansia dan produk unggas (Mac Rae et al., 1991). b) Penyakit yang disebabkan A. hydrophila Bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan infeksi pada ikan nila (Oreochromis niloticus), infeksi pada ikan lele (Clarias sp.) dan infeksi pada insang ikan mas (Cyprinus carpio) (Mohammad et al., 2010). A. hydrophila telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar dan ikan laut dan merupakan organisme oportunis karena penyakit yang disebabkan mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stres atau pada pemeliharan dengan padat tebar tinggi. Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), sehingga tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan menurunnya kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang 10 baik. Banyak pandangan yang berbeda tentang peran yang tepat dari A. hydrophila sebagai patogen pada ikan. Beberapa peneliti menetapkan bahwa organisme ini hanya sebagai penyerang sekunder pada inang yang lemah, sedang peneliti lain menyatakan bahwa A. hydrophila adalah suatu patogen utama ikan air tawar. Kondisi ini dicirikan oleh adanya pengikisan sisik dan haemorrhagic septicemia. Haemorrhagic septicemia menutupi sampai 75% dari seluruh permukaan tubuh ikan. Hal itu akan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi (Brooks et al., 2005). Tanda-tanda klinis dari infeksi A. hydrophila bervariasi. Pada umumnya ditunjukkan dengan adanya haemorrhagic septicemia pada kulit ditandai oleh kemunculan luka kecil pada permukaan yang memacu pengeringan lendir pada sisik (Gambar 3), insang, rongga mulut dan borok pada kulit yang meluas ke jaringan otot. Ikan yang terserang A. hydrophila juga memperlihatkan gejalagejala berupa warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan sedikit menonjol, insang berwarna merah dan sisik terkuak (Sanoesi, 2008). Gambar 3. Haemorrhagic septicemia akibat A. hydrophila pada ikan Cyprinus carpio (tanda lingkaran) (Sanoesi, 2008). 11 c) Patogenitas dan virulensi Patogenitas merupakan kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit pada inang, sedangkan virulensi adalah derajat patogenesis dari suatu mikroba. Tingkat virulensi suatu mikroba dapat meningkat karena adanya beberapa faktor meliputi produksi toksin, kemampuan mikroba melawan sistem antibodi dari sel inang, kondisi lingkungan dan variasi genetik (Longworth, 2000). Patogenitas A. hydrophila disebabkan oleh serangkaian faktor, termasuk lipopolisakarida (LPS), protein membran luar, pili dan flagella, sistem sekresi tipe III bertindak sebagai struktur adhesi, dan faktor ekstraseluler seperti enzim dan toksin. Faktor virulensi dari A. hydrophila digolongkan 2 kelompok. Pertama, komponen permukaan sel berupa pili, S-layer dan lipopolisakarida. Kedua, faktor ekstraseluler, berupa enterotoksin, hemolisin, lipase dan protease (Swift et al., 1997). Metode tradisional untuk mendeteksi sifat virulensi pada A. hydrophila dengan menggunakan tes in vivo dan in vitro dengan menggunakan model hewan yaitu ikan air tawar seperti ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan gurami (Osphronemus gouramy) (Octtaviani et al., 2011). d) Penggunaan Antibakteri untuk Menanggulangi Penyakit pada Ikan Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba. Antibakteri biasanya digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Mikroba 12 patogen dapat berbahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit (Jawetz. et al., 2005) Berdasarkan daya kerjanya, antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri bakteriostatik dan antibakteri bakterisidik. Kelompok pertama menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, kelompok kedua bekerja mematikan bakteri tersebut. Daya kerja ini nampaknya berkaitan dengan mekanisme kerja antibakteri tersebut. Mekanisme kerja antibiotik dapat dibedakan menjadi lima kelompok yaitu dengan mengganggu metabolisme, menghambat sintesis dinding sel, mengganggu keutuhan membran, menghambat sintesis protein dan menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri (Setiabudy dan Vincent, 2002). Metode yang paling banyak digunakan dalam menangulangi masalah penyakit pada ikan budidaya adalah pengobatan dengan zat kimia atau antibiotik. Cara ini memiliki dampak negatif karena dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri. Resitensi mikroba merupakan masalah individual epidemologi yang menggambarkan ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang berupa reseistensi ilmiah. Resistensi ini karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resistensi atau faktor R atau R-plasmid. Antibiotik biasanya diberikan melalui makanan, perendaman atau penyuntikan sehingga residu antibiotik dapat terakumulasi pada ikan. Antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan ikan adalah ampisilin, karbenesilin, kloramfenikol, kanamisin, streptomisin, tetrasiklin dan ritamisin (Kaskhedikar dan Chhabra, 2010). 13 Berdasarkan penelitian Mariyono dan Sundana (2002), hasil zona hambat yang ditimbulkan oleh antibiotik kloramfenikol terhadap A. hydrophila dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan baik. Pemberian kloramfenikol sebesar 5 ppm telah dapat menghambat pertumbuhan A. hydrophila. Namun, demikian, pemakaian kloramfenikol harus hati-hati, karena antibiotik yang ampuh mempunyai efak samping pada organ tubuh seperti ginjal dan insang. Selain itu, penyalahgunaan atau penggunaan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi terhadap antibiotik tersebut. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada bahan obat alternatif yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat antiparasit, antijamur, antibakteri, dan antiviral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya (Grandiosa, 2010). 3. Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran (dilusi). Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 cfu/ml (Hermawan et al., 2007). 14 Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas (Kusmayati dan Agustini, 2007). Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksi dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang. Metode lempeng silinder yaitu difusi antibiotik dari silinder yang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu sehingga mikroba dapat dihambat pertumbuhannya. Metode difusi cakram prinsip kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam cakram kertas. Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu ditanam pada media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian diinkubasikan 35°C selama 18-24 jam. Zona jernih di sekitar cakram kertas diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Selama inkubasi, bahan uji berdifusi dari cakram kertas ke dalam agar-agar itu, sebiji zona inhibisi dengan demikian akan terbentuk. Diameter zona sebanding dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke cakram kertas. Metode ini secara rutin digunakan untuk menguji sensitivitas antibiotik untuk bakteri patogen. 15 4. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Pengujian MIC dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran). Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi. Dalam uji ini diperlukan suspensi mikroba uji yang dimasukkan dalam medium. Mikroba uji dimasukkan dalam medium yang berisi berbagai konsentrasi bahan antimikroba. Setelah biakan diinkubasi, pertumbuhan bakteri ditandai dengan adanya kekeruhan. Penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri ditandai dengan media yang jernih ditetapkan sebagai MIC (Pratiwi, 2008). Uji MIC adalah uji aktivitas antibiotik dengan cara mengetahui konsentrasi terendah dari bahan antibakteri yang masih mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji (Skou dan Jensen, 2007). B. Kerangka Penelitian Industri perikanan mengalami penurunan produksi. Hal ini disebabkan oleh serangan infeksi bakteri, salah satunya adalah A. hydrophila. Selama ini penanganan A. hydrophila dengan menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resitensi terhadap bakteri tersebut dan toksik bagi lingkungan. Cara alternatif untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pemberian ekstrak kapulaga. Ekstrak ini diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila . Kerangka Pemikiran secara skematis tersaji dalam Gambar 4. 16 Produksi Ikan menurun Biji Kapulaga Terpenoid, flavonoid, saponin, dan polifenol Kendala budidaya ikan Aktivitas antibakteri Infeksi bakteri A. hydrophila Pemberian antibiotik Uji Aktivitas antibakteri Metode difusi cakram dan dilusi Resistensi dan masalah lingkungan seperti pencemaran lingkungan Pengobatan alternatif pada ikan Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran C. HIPOTESIS Ekstrak n-heksana, etil asetat atau metanol biji kapulaga (Amomum compactum) mampu menghambat Aeromonas hydrophila secara in vitro. Minimum inhibitory concentration (MIC) akan dapat ditentukan diantara konsentrasi–konsentrasi ekstrak biji kapulaga yang diuji. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Biologi FMIPA dan Sub Laboratorium Biologi UPT Laboratorium MIPA Pusat UNS. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Biakan murni Aeromonas hydrophila dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, Biji kapulaga (Amomum compactum) yang telah diidentifikasi di Balai Besar Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPTO-OT) Tawangmangu Karanganyar, Trypticase Soy Broth (TSB) dan Trypticase Soy Agar (TSA), pelarut; aquades, Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), metanol, etil asetat dan n-heksana, cakram kertas, kloramfenikol. 2. Alat Alat yang digunakan untuk membiakan bakteri: erlenmeyer 50 ml, tabung reaksi, shaker, Laminar Air Flow (LAF), inkubator, cawan petri, bunsen burner, jarum ose, mikropipet 100 μL-1000 μL dan mikropipet 20 μL-200 μL. Alat yang digunakan untuk ekstraksi: blender, toples maserasi, oven, corong pisah, erlenmeyer, dan rotary evaporator. Alat yang digunakan untuk uji penghambatan dengan pengukuran zona bening: jangka sorong, cawan petri, mikropipet 100 μL- 17 18 1000 μL dan mikropipet 20 μL-200 μL. Alat yang diperlukan untuk penentuan MIC: Seperangkat alat spektrofotometer, dan tabung reaksi. C. Cara kerja 1) Pembuatan Serbuk Biji Kapulaga Biji kapulaga dicuci bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung. Biji kapulaga yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah tertutup (Lampiran 6). Serbuk akan digunakan untuk pembuatan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol. 2) Pembuatan Ekstrak Kapulaga Menurut Harmani et al., (2001), ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol yang masing-masing bersifat non polar, semi polar, dan polar (Lampiran 7a). Serbuk kapulaga 550 g dilarutkan dalam n-heksana sampai terendam semua (±2,5 liter), dikocok dan dibiarkan selama 24 jam. Ekstrak disaring dan diambil filtratnya. Selanjutnya, ampas dilarutkan dengan pelarut etil asetat sampai terendam semua (±2,5 liter), dikocok, dan dibiarkan selama 24 jam. Ekstrak disaring dan diambil filtratnya. Selanjutnya, ampas dilarutkan dengan pelarut metanol sampai terendam semua (± 2,5 liter), dikocok, dan dibiarkan selama 24 jam. Masing-masing filtrat dipekatkan dengan cara dievaporasi dengan suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak agak kental (Lampiran 7b dan 7c). Ekstrak agak kental diuapkan untuk menghilangkan pelarut dan diperoleh ekstrak yang lebih kental. Konsentrasi 19 ekstrak dibuat dengan menambahkan CMC 0,1% sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. 3) Penyiapan Media untuk Pertumbuhan Bakteri. Komposisi TSB: peptonase from casein 17,0 gr, peptone from soymeal 3,0 g, D(+) glukosa 2,5 g, sodium choride 5,0 g, dipotasium hydrogen phospat 2,5 g, aquades 1000 ml pH akhir 7,3. TSA: TSB ditambahkan agar bacteriogical. Media TSB dan TSA yang akan digunakan untuk menumbuhkan bakteri beserta peralatan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm (Lampiran 8). 4) Pembuatan Kurva Standar A. hydrophila Hubungan antara nilai absorbansi dan jumlah bakteri per ml didapatkan melalui pembuatan kurva standar dengan menentukan plot antara nilai absorbansi dan nilai hitung cawan. Sebanyak 1 ose biakan bakteri A. hydrophila ditumbuhkan dalam 10 ml media TSB digoyangkan di atas shaker pada kecepatan 120 rpm selama 24 jam sampai media menjadi keruh. Kemudian 5 ml biakan bakteri tersebut dipindahkan ke dalam 5 ml media TSB, dilakukan pengenceran berseri sebanyak 5 tabung yang berisi media TSB sehingga diperoleh perbandingan 1: 1/2: 1/4: 1/8: 1/16 (Lampiran 9a). Masing-masing tabung reaksi yang berisi media dan biakan bakteri diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Setelah diketahui nilai OD, 1 ml biakan bakteri ditumbuhkan ke dalam 9 ml garam fisiologis 0,85% dalam tabung reaksi dan dihomogenkan dengan vortek (pengenceran 10-1). Biakan bakteri diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan 20 dimasukkan ke dalam garam fisiologis 9 ml dalam tabung reaksi lain (pengenceran 10-2). Seri pengenceran dibuat sampai pengenceran 10-5 (Lampiran 9b). Masing-masing biakan dalam tabung reaksi diambil 100 µl biakan bakteri diteteskan pada media TSA dalam cawan petri dan diratakan dengan batang kaca penyebar selama 48 jam kemudian diinkubasi dengan suhu 29°C . Setiap pengenceran diambil 2 kali untuk ditumbuhkan pada cawan petri yang berbeda (2 ulangan). Metode yang digunakan adalah spread plate. Jumlah bakteri dihitung jika jumlah koloni yang tumbuh antara 30-300. Jika yang memenuhi syarat 30300 ada dua tingkat pengenceran maka jika perbandingan lebih dari atau sama dengan 2:1, dipilih pengenceran yang lebih dulu. Jika perbandingan kurang dari 2:1, hasilnya dirata-rata. Jika ada kontaminasi yang menutupi lebih dari separuh petri, koloni dalam cawan tersebut tidak dapat dihitung. Jumlah sel per ml dihitung dengan cara membagi jumlah koloni dengan faktor pengenceran dan volume suspensi yang disebar. Kurva standar dapat diperoleh dengan nilai regresi y = bx+ a, dengan y= nilai absorbansi, x =jumlah sel bakteri. 5) Pembuatan Kurva Pertumbuhan A. hydrophila Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui fase log bakteri sehingga dapat diketahui waktu yang tepat yaitu fase log untuk melakukan uji aktivitas antibakteri terhadap A. hydrophila. Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan cara memindahkan satu ose biakan bakteri ke dalam 10 ml media TSB kemudian digoyangkan diatas shaker dengan kecepatan 120 rpm dalam suhu 29°C selama 24 jam. Setelah inkubasi 24 jam, 5 ml biakan bakteri tersebut dipindahkan dalam 95 ml media serupa dan diukur nilai absorbansi setiap 21 2 jam selama 24 jam pada panjang gelombang 595 nm dengan menggunakan spektrofotometer sehingga didapatkan nilai optical density (OD). Media steril digunakan sebagai blangko. Kurva pertumbuhan ditentukan dengan plot antara waktu dan log jumlah bakteri per ml (Grandiosa, 2010). 6) Penyiapan Biakan Bakteri Satu ose bakteri A. hydrophila ditumbuhkan di media TSB 10 ml, digoyangkan dengan shaker pada kecepatan 120 rpm selama 24 jam, kemudian 5 ml suspensi bakteri tersebut dipindahkan ke dalam 95 ml media TSB, sehingga diperoleh volume 100 ml biakan bakteri. Biakan bakteri yang digunakan untuk uji aktivitas penghambatan adalah biakan bakteri pada fase log dengan kepadatan 106-108 cfu/ml ditentukan berdasarkan nilai OD yang didapatkan dari kurva standar. 7) Uji Penghambatan dengan Metode Difusi Cakram Bulatan cakram kertas berdiameter 5 mm ditetesi dengan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol masing-masing dengan konsentrasi 100%, pelarut n-heksana, etil asetat, metanol, CMC 0,1%, biakan bakteri sebagai kontrol negatif dan kloramfenikol 3,4% yang digunakan sebagai kontrol positif. Cakram kertas ditetesi dengan larutan uji, dikeringanginkan kemudian ditetesi kembali dengan ekstrak sampai ektrak yang terserap sebanyak 5µl. Dengan pinset steril, bulatan cakram kertas yang telah kering tersebut dilekatkan dalam media TSA dalam cawan petri yang sebelumnya telah diinokulasi dengan 0,1 ml suspensi bakteri dengan kerapatan sekitar 108 sel/ml. Kemudian biakan 22 disimpan dalam lemari pendingin selama ± 2 jam agar proses difusi ekstrak kapulaga berjalan dengan baik. Setelah itu, keseluruhan cawan petri diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam. Pengujian ini dilakukan dengan empat ulangan. Pengamatan penghambatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan mengukur diameter zona jernih di sekitar cakram kertas dengan menggunakan jangka sorong yang merupakan diameter zona penghambatan (Brooks dan Morse, 2005). Ekstrak yang menunjukkan diameter zona penghambatan paling besar terhadap pertumbuhan bakteri kemudian diujikan lebih lanjut. 8) Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Percobaan MIC dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri setelah dikontakkan dengan ekstrak dengan beberapa konsentrasi kemudian diinkubasi selama 24 jam. Konsentrasi ekstrak ditentukan berdasarkan hasil uji penghambatan metode difusi. Ekstrak biji kapulaga yang paling luas zona penghambatannya dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi 5,41%, 2,70%, 1,35%, 0,68%, 0,35%, 0,17% (b/v), dan 0% sebagai kontrol negatif, antibiotik kloramfenikol sebesar 3,4% sebagai kontrol positif. Nilai absorbansi ekstrak biji kapulaga dengan konsentrasi 5,41%, 2,70%, 1,35%, 0,68%, 0,35%, 0,17% (b/v), tanpa bakteri diukur dan digunakan sebagai pembanding. Penentuan MIC dilakukan dengan metode dilusi/pengenceran, media yang digunakan adalah TSB. Sebanyak 10 ml TSB ditambahkan pada setiap tabung uji. Sejumlah 400 µl eksrak tiap konsentrasi dan 400 µl kultur bakteri dengan kepadatan 107-108 cfu/ml dimasukan ke dalam tabung reaksi berbeda. Ekstrak masing-masing 23 konsentrasi sebanyak 400 µl ditambahkan dalam media TSB steril untuk digunakan sebagai pembanding. Perlakuan tersebut menggunakan lima ulangan. Pengamatan MIC dilakukan dengan melihat adanya kekeruhan pada media sebagai indikasi adanya pertumbuhan bakteri setelah 24 jam inkubasi pada suhu 29°C dan bila medianya bening diindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri. Tabung reaksi diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30ºC dalam inkubator, selanjutnya dilakukan pengukuran nilai OD dengan spektrofotometer (λ 595 nm) (Lukistyowati 2005). Apabila hasil pengukuran terhadap nilai MIC merupakan konsentrasi terendah pada ekstrak uji yang mana hasil penghambatan 100% terhadap pertumbuhan suatu organisme. Formulasi persentasi penghambatan: 1(OD Uji/OD kontrol) (Sherlock et al., 2010). D. Analisis Data Analisis data meliputi secara statistik dengan Analisis of Varians (ANOVA) dan dilanjutkan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komponen Bioaktif pada Biji Kapulaga Pemisahan komponen bioaktif biji kapulaga dengan menggunakan metode ekstraksi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol. Maserasi 550 g berat kering biji kapulaga menghasilkan ekstrak kental sebanyak 2,018% menggunakan pelarut n-heksana, 1,188% menggunakan pelarut etil asetat, dan 2,745% menggunakan pelarut metanol dari massa awal. Ekstrak kental dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Berat dan warna ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi bertingkat biji kapulaga dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol Pelarut (±2,5 L) Berat Ekstrak(g) Warna Ekstrak N-heksana Etil asetat Metanol 11, 1 g 10 g 15, 1 g Coklat kehitaman Coklat kehitaman Hitam Kecoklatan Pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah n-heksana, etil asetat dan metanol. Ekstraksi dengan pelarut n-heksana ini dimaksudkan untuk menarik senyawa–senyawa yang bersifat nonpolar alami terutama senyawa-senyawa lilin, minyak nabati dan sebagian minyak atsiri yang terkandung dalam biji kapulaga. Ekstraksi dengan pelarut etil asetat dimaksudkan untuk menarik senyawa-senyawa semi polar seperti alkaloid yang terkandung dalam biji kapulaga. Pelarut metanol digunakan untuk menarik senyawa-senyawa polar seperti fenolik, karbohidrat, asam amino dan protein yang terkandung dalam biji kapulaga. Proses maserasi 24 25 perlu disertai dengan pengadukan agar terjadi interaksi yang merata antara cairan penyari dengan seluruh permukaan masing-masing serbuk dan maserat dapat lebih homogen. Pengadukan juga dapat menimbulkan sirkulasi sehinga ekstraksi dapat berlangsung optimal. Pelarut akan mengalir secara berulang-ulang ke dalam serbuk. Perpindahan pelarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah tidak terjadi apabila konsentrasi di dalam dan di luar sel dalam keadaan seimbang. Maserasi dengan n-heksana, etil asetat dan metanol dilakukan dalam waktu 24 jam, dengan asumsi bahwa dengan rentang waktu tersebut senyawa yang diinginkan telah terambil. Hasil maserasi biji kapulaga untuk pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol memiliki nilai rendemen yang tinggi jika dibandingkan dengan biji teratai dan agak rendah jika dibandingkan dengan daging biji kepel. Untuk rendemen maserasi biji teratai dengan pelarut n-heksana sebanyak 0,84%, etil asetat sebanyak 0,95% dan etanol sebanyak 7,34% (Fitrial et al., 2008). Untuk biji kepel (Stelechocarpus buharol) rendemen maserasi dengan pelarut metanol sebanyak 18,76% (Sumartini, 2008). Jika dibandingkan dengan hasil maserasi biji belimbing dengan menggunakan pelarut metanol rendemennya hanya sekitar 1,41 % (Sukadana, 2009). Rendemen maserasi biji kapulaga dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol lebih besar. Hasil rendemen maserasi untuk biji dan biji sangat kecil dibandingkan dengan maserasi bagian-bagian lain pada tumbuhan seperti daun atau akar. Perbedaan rendemen dari hasil maserasi dikarenakan perbedaan kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia dan 26 kemampuan pelarut untuk mengambil kandungan senyawa aktif yang berada di dalam suatu simplisia. B. Kurva Standar A. hydrophila Penentuan kepadatan A. hydrophila yang mampu mencapai aktivitas antibakteri dilakukan dengan membuat kurva standar A. hydrophila. Suspensi A. hydrophila diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm sehingga diperoleh OD yang kemudian dikorelasikan dengan jumlah bakteri pada hitung cawan Tabel 2. Nilai OD dan jumlah bakteri hasil hitungan cawan (Lampiran 10a dan 10b) dibuat kurva standar A. hydrophila sehingga diperoleh persamaan y= 1,625x – 11,83 dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 2. Nilai OD dan jumlah bakteri A. hydrophila dalam hitung cawan Pengenceran Tabung ke1 OD Jumlah bakteri 2, 4724 6 x 108 Log jumlah bakteri 8,778 2 1, 9631 3 x 108 8,477 3 1, 3510 1,5 x 108 8, 176 4 0, 8876 7,5 x 107 7,875 5 0, 5846 3, 75 x 107 7,574 27 3 y = 1.6258x - 11.831 R² = 0.9855 2.5 OD 2 1.5 1 0.5 0 7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6 8.8 9 log konsentrasi sel bakteri (cfu/ ml) Gambar. 5. Kurva Standar A. hydrophila Uji virulensi A. hydrophila melalui penyuntikan menunjukkan bahwa bakteri tersebut sangat virulen terhadap ikan nila dan menyebabkan infeksi pada kepadatan 106 cfu/ml, ikan uji telah mengalami kematian sebesar 50% dalam waktu 96 jam ( Mangunwardoyo et al., 2010). Berdasarkan kurva standar tersebut, kepadatan A. hydrophila sebesar 107-108 cfu/ml dicapai pada nilai OD ≤ 1. C. Kurva Pertumbuhan A. hydrophila Pengukuran kurva pertumbuhan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui fase log dari pertumbuhan bakteri yang nantinya akan digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Pengukuran nilai OD A. hydrophila dilakukan pada panjang gelombang 595 nm dan dilakukan 2 jam sekali selama 24 jam (Lampiran 1). Dari pengukuran OD diperoleh kurva pertumbuhan seperti pada Gambar 6. 28 1.8 1.6 1.4 OD 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 waktu (jam) Log jumlah bakteri (cfu/ml) Gambar 6. Kurva Pertumbuhan A. hydrophila selama 24 jam. 8.3 8.2 8.1 8 7.9 7.8 7.7 7.6 7.5 0 2 4 6 8 10 12 14 waktu (jam) Gambar 7. Konsentrasi sel bakteri dalam waktu 24 jam Dari kurva pertumbuhan A. hydrophila dapat diketahui bahwa pada jam ke 10 terjadi kestabilan nilai OD karena telah memasuki fase stasioner. Berdasarkan kurva pertumbuhan ditentukan bahwa bakteri yang digunakan untuk inokulum 29 berumur 6 jam dengan kepadatan 1,29 x 108 cfu/ml (Gambar 6 dan 7) dan (Lampiran 2). Menurut Schlegel dan Schmidth (1994), pada fase lag pertumbuhan bakteri berlangsung lambat karena bakteri harus mulai beradaptasi dengan medium baru. Pada fase log pertumbuhan bakteri berlangsung cepat karena ketersediaan nutrisi yang cukup. Selanjutnya pada fase stasioner pertumbuhan jumlah bakteri semakin sedikit karena ketersediaan nutrisi yang semakin terbatas. Bakteri akan mengalami fase kematian setelah melewati fase 24 jam. Kondisi tersebut terkait dengan ketersediaan nutrisi dan lingkungan yang tepat untuk kehidupan bakteri tersebut (Purwoko, 2007). Selama masa pertumbuhan A. hydrophila yang ditumbuhkan dalam media akan mengeluarkan metabolit primer maupun sekunder yang dapat menurunkan kualitas nutrisi dalam media. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi aktivitas dan patogenitas bakteri ( Maturin dan Peller, 1998). D. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga terhadap Pertumbuhan A. hydrophila Ketahanan mikroorganisme terhadap suatu antibakteri dapat dilakukan dengan pengujian menggunakan antibiotik komersial. Metode ini dikembangkan oleh Kirby-Bauer dikenal dengan Kirby-Bauer Disk Method. Prinsip kerja metode ini yaitu kemampuan difusi antibiotik yang diberikan pada suatu cakram kertas untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme uji pada medium kultur (Atlas et al., 1984). Hasil uji antibakteri ditandai dengan terbentuknya zona hambat oleh 30 adanya pengaruh ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol biji kapulaga pada A. hydrophila dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. c b d f e a Gambar 8. Zona penghambatan antibakteri ekstrak biji kapulaga konsentrasi 100% terhadap bakteri A. hydrophila: (a) Ekstrak kapulaga dengan pelarut n-heksana (b)Ekstrak kapulaga dengan pelarut etil asetat (c) Ekstrak kapulaga dengan pelarut metanol (d) Kloramfenikol 3,4% (e) Tanpa perlakuan (f) CMC 0,1 % c d a b Gambar 9. Zona penghambatan antibakteri pelarut terhadap bakteri A. hydrophila: (a) Pelarut n-heksana (c) Pelarut metanol (b) Pelarut etil asetat (d) Pelarut CMC 0,1% 31 Ukuran zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas pada mikroorganisme uji tergantung pada beberapa faktor. Faktor ini antara lain, adalah densitas dan viskositas medium kultur, kemampuan difusi antibiotik, konsentrasi antibiotik pada cakram kertas, sensitivitas mikroorganisme uji terhadap antibiotik dan interaksi antara antara antibiotik dan medium (Atlas et al., 1984). Selain itu juga ditentukan oleh tipe medium yang digunakan (Larkin, 2000). Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak biji kapulaga yang diujikan memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan A. hydrophila. Aktivitas penghambatan ini ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekeliling cakram kertas. Hasil pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila oleh ekstrak biji kapulaga pada berbagai pelarut dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 3. Tabel 3. Diameter zona hambat antibakteri ekstrak biji kapulaga 100% terhadap bakteri A. hydrophila pada inkubasi selama 24 jam Perlakuan Pelarut n-heksana Pelarut etil asetat Pelarut metanol Pelarut CMC 0,1% Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak Metanol Kloramfenikol 3,4% Tanpa perlakuan Diameter Zona Hambat (mm) 0a 0,75a 0a 0a 5, 25b 7,00c * 5,75b 5, 5 0 Keterangan: : * : Diameter zona hambat terbesar Angka-angka pada kolom yang sama yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% 32 Menurut Davis dan Stout (1971) ketentuan kekuatan daya antibiotikantibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kategori kuat, daerah hambatan berukuran 5-10 mm dikategorikan sedang, daerah hambatan 5 mm atau kurang termasuk kategori lemah. Hasil pengukuran zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak biji kapulaga dengan ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol memiliki daya hambat yang sedang terhadap bakteri A. hydrophila yaitu sekitar 5-6,25 mm setelah dikurangi dengan masing-masing pelarut. Namun, ekstrak biji kapulaga dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat paling besar dibandingkan dengan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut metanol yaitu sebesar 6,25 mm setelah dikurangi pelarut etil asetat. Sedangkan kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan A. hydrophila sebesar 5,5 mm. Hal ini diketahui dengan adanya zona bening pada biakan bakteri di cawan petri. Hasil penelitian Mulia et al., (2011) menyatakan bahwa ekstrak biji mengkudu dengan pelarut etil asetat terhadap bakteri A. hydrophila memiliki daya hambat sedang sebesar 6,02 mm untuk konsentrasi 17,8 mg/ml. Penelitian Maipiliandri (2008) menyatakan bahwa ekstrak biji kapulaga memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri gram negatif. Biji kapulaga dengan pelarut metanol memiliki daya hambat sedang terhadap bakteri E. coli sebesar 8,0 mm untuk konsentrasi 250 mg/ml. Ardiansyah (2007) mengatakan bahwa secara umum mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh 33 beberapa faktor yaitu gangguan pada senyawa penyusun dinding bakteri, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. Mekanisme pertama mengganggu pembentukan dinding sel, mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membram sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Mekanisme kedua bereaksi dengan membram sel, komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membram sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, penghambatan pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATPase pada membram sel. Mekanisme kedua bereaksi dengan membram sel. Mekanisme ketiga menginvasi enzim, mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dan mempertahankan kelangsungan aktivitas antimikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisis ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif). Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba. 34 Mekanisme keempat menginaktivasi fungsi material genetik, komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukkan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan mengiaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan untuk pembiakkan. Perbedaan zona hambat tersebut juga dapat disebabkan karena perbedaan spesies bakteri yang dijadikan percobaan serta perbedaan kandungan zat aktif yang diduga berperan sebagai zat antibakteri. Perbedaan zona hambat untuk antibiotik kloramfenikol dikarenakan kloramfenikol yang digunakan dalam penelitian ini bukan menggunakan kloramfenikol murni sehingga memiliki zona hambat yang berbeda jika menggunakan kloramfenikol murni, media yang digunakan pada penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian ini sehingga diperoleh hasil yang berbeda. Komposisi media yang berbeda menyebabkan perbedaan aktivitas dari bakteri. Kloramfenikol sebagai kontrol positif dalam penelitian ini digunakan karena merupakan salah satu antibiotik yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan A. hydrophila. Kloramfenikol mampu bergabung dengan subunit ribosom sehingga menghambat sintesis protein (Brooks et al., 2002; Noga, 2000). Ekstrak kapulaga dengan pelarut etil asetat dengan luas zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut metanol dan n-heksana pada tingkat kepercayaan 95%. Perlakuan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut nheksana dan metanol tidak berbeda nyata. Ekstrak etil asetat memberikan 35 penghambatan tertinggi. Hal ini berarti senyawa yang paling baik untuk penghambatan pertumbuhan bakteri A. hydrophila adalah semi polar seperti alkaloid. Senyawa ini diduga sebagai senyawa antimikroba dikarenakan mempunyai sifat sebagai pengkhelat/pengikatan senyawa berefek spasmolitik. Efek spasmolitik dapat mengerutkan dinding sel A. hydrophila sehingga sel bakteri terganggu permeabilitasnya. Selain itu senyawa alkaloid yang terkandung dalam biji kapulaga diperkirakan mempengaruhi hambatan terhadap pertumbuhan A. hydrophila. Kemampuan senyawa semi polar untuk menghambatan pertumbuhan berkaitan dengan komponen dinding sel bakteri yang tidak bersifat absolut hidrofobik maupun absolut hidrofilik. Kanazawa et al ( 1995) menyatakan bahwa suatu senyawa antimikroba dengan bakteri diperlukan keseimbangan hidrofobik-hidrofilik. Di duga senyawa semi polar mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel, sehingga ekstrak semi polar lebih efektif menghambat pertumbuhan A. hydrophila dari pada senyawa polar (metanol) dan nonpolar (n-heksana). Sifat hidrofilik diperlukan untuk menjamin senyawa dapat larut dalam fase air yang merupakan tempat hidup mikroba, tetapi senyawa yang bekerja pada membram sel yang hidrofobik memerlukan pula sifat lipofilik, sehingga senyawa antibakteri memerlukan keseimbangan hidrofobiklipofilik untuk memperoleh aktivitas yang optimum. Alkaloid dapat mengganggu bakteri dengan cara meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding sel serta mengendapkan protein. Komponen alkaloid juga dapat mendenaturasi enzim yang bertanggung jawab terhadap perkembangbiakkan spora atau berpengaruh terhadap asam amino yang terlibat 36 dalam perkembangbiakan. Senyawa alkaloid yang mampu menginaktifkan enzim essensial di dalam sel mikroba meskipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Senyawa alkaloid mampu memutuskan ikatan peptidoglikan saat menerobos dinding sel. Ikatan peptidoglikan ini secara mekanis memberi kekuatan pada sel bakteri. Jenis bakteri yang digunakan adalah bakteri gram negatif dengan dinding sel terdapat peptidoglikan yang tipis atau sedikit sekali dan berada diantara selaput luar dan selaput dalam dinding sel. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Setelah menerobos dinding sel, senyawa akan menyebabkan kebocoran isi sel dengan cara merusak ikatan hidrofobik yang berakibat meningkatnya permeabilitas membram. Terjadinya kerusakan pada membram sel mengakibatkan tekanan terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme (Robinson, 2005). Kontrol berupa pelarut n-heksana, dan metanol tidak menunjukkan adanya zona hambat. Hal ini mengindikasikan bahwa kontrol yng digunakan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Sedangkan pada pelarut etil asetat terdapat zona hambat meskipun tidak terlalu besar. Hal ini mengindikasikan bahwa kontrol yang digunakan mempengaruhi uji aktivitas antibakteri meskipun sedikit. CMC dalam penelitian sebagai pelarut tidak mempengaruhi hasil penelitian. CMC adalah derivat dari selulosa. CMC dapat diuraikan secara biologi oleh berbagai macam bakteri aerob maupun anaerob. Hasil penguraiannya berupa fragmen CMC yang lebih kecil dari gula. Selain itu, struktur molekul CMC terlalu beasr untuk dapat menetrasi dinding sel bakteri. Ekstrak biji kapulaga dengan pelarut etil asetat 37 diujikan lebih lanjut untuk mengetahui besarnya nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC). E. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Pengujian aktivitas antimikrobia dari ekstrak etil asetat biji kapulaga dengan menggunakan metode kontak langsung antara bakteri A. hydrophila dengan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut etil asetat. Metode MIC ini digunakan untuk mendapatkan nilai MIC dari suatu ekstrak antimikroba. Uji MIC menggunakan metode dilusi/ pengenceran. Uji MIC didefinisikan sebagai nilai terendah dari konsentrasi antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme setelah diinkubasi 24 jam. MIC digunakan sebagai petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan mikrobia dan juga memberi petunjuk mengenai dosis yang diperlukan dalam pengobatan penyakit (Andrews, 2001). Penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri ditandai dengan media yang jernih ditetapkan sebagai MIC. Berdasarkan Sherlock et al (2010), pengamatan terhadap nilai MIC dengan menggunakan nilai absorbansi merupakan konsentrasi terendah pada ekstrak uji yang mana hasil penghambatan 100% terhadap pertumbuhan suatu organisme. Formulasi persentasi penghambatan: 1-(OD Uji/OD kontrol). Nilai MIC dipengaruhi oleh bakteri uji yang digunakan, jumlah inokulum yang digunakan, komposisi dari kultur media, waktu inkubasi, kondisi inkubasi seperti suhu, pH, dan aerasi. Nilai MIC dilihat dari tingkat kekeruhan tabung dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. 38 a b c d e f g h i Gambar 10. Kekeruhan media pada uji MIC biji kapulaga dengan pelarut etil asetat terhadap pertumbuhan A. hydrophila: (a) Media (d) Ekstrak 5,41% (g) Ekstrak 0,68% (b) Tanpa perlakuan (e) Ekstrak 2,70% (h) Ekstrak 0,34% (c) Kloramfenikol 3,4% (f) Ekstrak 1,35% (i) Ekstrak 0,17% f e d c b a Gambar 11. Media dan ekstrak biji kapulaga dengan pelarut etil asetat tanpa bakteri: (a) Ekstrak 5,41% (c) Ekstrak 1,35% (e) Ekstrak 0,34% (b) Ekstrak 2,70% (d) Ekstrak 0,68% (f) Ekstrak 0,17% 39 Uji penghambatan ekstrak biji kapulaga terhadap A. hydrophila dengan melihat tingkat kekeruhan media, untuk ekstrak 5,41%, 2,70%, 1,35%, dan kloramfenikol dapat menghambat bakteri ditunjukkan dengan gejala bening pada media. Untuk ekstrak konsentrasi 0,68%, 0,34% dan 0,17% menunjukkan gejala kekeruhan (Gambar 11). Tabung reaksi ekstrak tanpa bakteri dan media tidak ada yang menunjukkan gejala kekeruhan yaitu pada ekstrak 5,41%, 2,70%, 1,35%, 0,68%, 0,34% dan 0,17%. Semua konsentrasi menunjukkan gejala bening (Gambar 12). Hal ini disebabkan karena konsentrasi ekstrak dengan tidak terkontaminasi bakteri lain dan tidak adanya pertumbuhan bakteri. Pengamatan ini digunakan sebagai pembanding dengan pengamatan uji penghambatan ekstrak biji kapulaga terhadap pertumbuhan A. hydrophila. Berdasarkan pengamatan ini konsentrasi ekstrak 1,35% dapat dijadikan nilai MIC yang menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Selanjutnya untuk memastikan nilai MIC dilakukan spektrofotometri. Nilai absorbansi menunjukkan besarnya cahaya dalam spektofotometer yang diserap oleh sel dalam kuvet, yang berbanding lurus dengan jumlah sel tersebut. Hasil pengukuran nilai absorbansi ekstrak biji kapulaga terhadap A. hydrophila dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 5. 40 Tabel 4. Nilai absorbansi pada uji MIC ekstrak etil asetat biji kapulaga terhadap bakteri A. hydrophila Konsentrasi Ekstrak Bakteri 5,41% 2,70% 1,35% 0,68% 0,34% 0,17% 0,1417 0,1677 0,2124 0,3333 0,8386 1,6559 Perlakuan (OD) Tanpa bakteri 0,1415 0,1638 0,1365 0,1300 0,1245 0,1238 Selisih (OD) Persentase penghambatan Aktivitas 0,0002 0,0039 0,0759 0,2033 0,7141 1,5321 99,96%a 99,78%a 95,87%b 88,96%c 61,26%d 16,89%e Menghambat Menghambat - Tabel 5. Nilai absorbansi pada kontrol Perlakuan OD Kloramfenikol 3,4% Bakteri 0, 2592 1, 8436 Persentase penghambatan 85,94% - Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan adanya kekeruhan pada media. Jumlah bakteri dapat diukur dengan cara mengetahui kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Cahaya yang dipancarkan pada spektrofotometer akan mengenai sel sehingga sebagian cahaya akan diserap dan sebagian lagi diteruskan. Banyaknya cahaya yang diabsorbsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu (Purwoko, 2007). 41 Nilai MIC ditentukan berdasarkan dari konsentrasi terendah dengan nilai OD yang paling kecil. Nilai OD yang terkecil menyatakan adanya penurunan nilai absorbansi yang berarti terjadi penurunan jumlah sel setelah inkubasi. Nilai OD terbesar menunjukkan adanya peningkatan nilai absorbansi yang masih terdapat pertumbuhan bakteri. Masih adanya pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa pada konsentrasi ekstrak tersebut belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan pengamatan OD konsentrasi ekstrak 2,70% dapat dijadikan nilai MIC yang menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila karena konsentrasi minimal yang memiliki persentase penghambatan 100% . Ekstrak kapulaga dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 1,35%, 0,68%, 0,34% dan 0,17% berbeda nyata terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada tingkat kepercayaan 95%. Perlakuan ekstrak 5,41% dan 2,70% sebanding atau tidak beda nyata terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada tingkat kepercayaan 95%. Perlakuan ekstrak 5,41% dan 2,70% berbeda nyata terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada tingkat kepercayaan 95% terhadap ekstrak 1,35%, 0,68%, 0,34% dan 0,17% (Tabel 4 dan Lampiran 5). Hasil pengukuran OD nilai MIC biji kapulaga terhadap pertumbuhan A. hydrophila tercapai pada konsentrasi 2,70%. Aktivitas bakteriostatik ekstrak etil asetat biji kapulaga dinyatakan dalam nilai MIC, yaitu pada konsentrasi minimal yang menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri. Ekstrak etil asetat biji kapulaga dengan konsentrasi 2,70% lebih baik jika dibandingkan dengan kloramfenikol. Kloramfenikol memiliki persentasi penghambatan 85,94% sedangkan ekstrak etil 42 asetat biji kapulaga dengan konsentrasi 2,70% mampu menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila sebanyak 99, 78%. Jika dibandingkan dengan nilai MIC ekstrak tanaman lain, seperti ekstrak etil asetat bunga kecombrang nilai MIC ekstrak terhadap E. coli dan S. typhimurium adalah 4 mg/ml ( Naufalin, 2005) dan ekstrak jintan hitam terhadap A. hydrophila adalah 1000 ppm atau 1 mg/ml (Grandiosa, 2010). Nilai MIC pada penelitian ini adalah 2,70%. Nilai MIC pada ekstrak biji kapulaga dapat tercapai jika ekstraknya lebih banyak. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan spesies bakteri yang dijadikan percobaan serta perbedaan kandungan zat aktif yang diduga berperan sebagai zat antibakteri. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Ekstrak biji kapulaga yang memiliki aktivitas penghambatan terbesar terhadap A. hydrophila adalah ektrak biji kapulaga dengan pelarut etil asetat. Senyawa yang memiliki aktivitas penghambatan terbesar A. hydrophila adalah senyawa semipolar. 2. Nilai MIC ekstrak etil asetat biji kapulaga ( A. compactum) terhadap bakteri A. hydrophila adalah pada konsentrasi 2,70%. B. Saran 1. Perlu dilakukan partisi, isolasi dan purifikasi terhadap ekstrak etil asetat biji kapulaga untuk mengetahui golongan senyawa dan aktivitasnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme penghambatan senyawa antibakteri ekstrak etil asetat biji kapulaga terhadap bakteri uji secara pasti dengan metode in vivo. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada bagian lain pada tanaman kapulaga seperti akar, rimpang, batang dan bunga. 41 DAFTAR PUSTAKA Aberoum, A. and H. Jooyandeh. 2010. “A Review on Occurrence and Characterization of the Aeromonas Spesies from Marine Fishes”. World J.of Fish and Marine Scie. 2: 519-523. Alavandi, S., S.A. Ananthan and G. Kang. 1998. Prevelance in vitro Secretory Activity and Cytotoxicity of Aeromonas Species Assosiated with Chilhod Gastroenterisis in Chennai (Madrus), India. Jmed.Sci.Biol 51: 1-12. Andrews, J. M. 2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. Journ. of Antimicrobia. Chem. 48: 5-16. Ardiansyah. 2007. Antimikroba dari Tumbuhan . www.beritaiptek.com. Atlas, RM., A.L. Brown, K.W. Dobra, and L. Miller. 1984. Microbiology Fundamental and Application. New York: MacMillan Publishing Company. Brooks, G. F., J. S. Butel and S. A. Morse. 2005. Medical Microbiology. New York: Mc Graw Hill. Choudhury, D., A.K. Pal, N.P. Sahu, S. Kumar, S.S. Das and S.C. Mukherjee. 2006. Dietary yeast RNA supplementation reduces mortality by Aeromonas hydrophila in rohu (Labeo rohita L.) juiveniles. Fish & Shellfish Immuno. 19: 281-291. Colle, J.G, A.G. Fraser and B.P. Marmion. 1996. A Practical Medical Microbiologi. New York: Churchill Livingstone. Daskalov. 2005. The Importance of Aeromonas hydrophila in Food Safety Food Control. Departemen on Food Hygiene, Tecnology and Control of Food 17: 478-483. Davis, W.W and T.R. Stout. 1971. Disc Plate Methode of Microbiologycal Antibiotic Assay. Microbiology 22: 659-665. FAO. 2005. Responsible use of antibiotics in aquaculture. Rome: FAO Fisheries Technical Paper. Fauziah, M. 2008. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. 42 43 Fitrial, Y., M. Astawan, S. Soekarto, K. Wiryawan, T. Wrediyati and R. Khairina. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd) Terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare. J. Teknol dan Inds. Pang. 88: 158-154. Garde C, T. Bjarnsholt, M. Givskov, H. Jakobsen, M. Hentzer, A. Claussen, K. Sneppen, J. Ferkinghoff-Borg and T. Sams. 2010. Quorum Sensing Regulation in Aeromonas hydrophila. J. Mol. Biol 306: 849-867. Grandiosa, R. 2010. Efektivitas Penggunaan Larutan Filtrat Jintan Hitam (Nigella sativa) dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophila Secara In-vitro dan Uji Toksisitasnya terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Jatinangor: Universitas Padjajaran. Gufran, M dan Kordi. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Hariana, A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Harmani, M. N, P. Djas dan N. Said. 2001. Penapisan Hayati Antimikrobial Ekstrak Biji Pisang Batu (Musa brachicarpa). J. Natural 1:34-37. Hermawan, A., W. Hana dan T. Wiwiek . 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Skripsi. Surabaya: Universitas Erlangga. Jangkaru, Z. 2007. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Jakarta: Penebar Swadaya. Jawetz, E., J. Melnick dan L. Adelberg. 2005. Microbiologi Untuk Profesi Kesehatan. Terjemahan Huriati dan Hartanto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kanazawa, A., Ikeda, T., and Endo, T. 1995. A Novel approach to mode of action of calionic biocides morfological effect on bacterial activity. J. Appl. Bacteriol. 60: 77-88. Kashedikar, M and D. Chhabra. 2010. Multiple drug resistance in Aeromonas hydrophila isolates of fish. Venetary World 3: 76-78. 44 Kusmayati and N. W. R Agustini. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Mikroalga (Porphyridium cruentum). Biodiversitas 8: 48-53. Larkin, J.M. 2000. “A Laboratory Manual for Microbiology”. Nat. Pro. Journ. Lawrence Press. Longworth, D.L. 2000. Handbook of Infection Disese Spring. House Crporation Spring House. Lukistyowati, I. 2005. Teknik Pemeriksaan Penyakit Ikan. Pekanbaru: Universitas Riau Press. Mac Rae, I.C and A. Ibrahim. 1991. Inadence of Aeromonas and Listeria sp. In Red Meat and Milk Sample in Brisbane, Australia. Int.J.Food Microbiol (12):263. Maleej, S.M, Dennis, and S. Dukan. 2004. Temperatur and Growth, Phase Effect on Aeromonas hydrophila survival in Natural Sea Water Microcosm: Role of Protein Synthesis and Nucleid Acid Content on Viable but Temporaily non culturable Respone. J.Microbiol 150:181-187. Maipiliandari, I., S. Herawati, Irawan dan N. Widijantipa. 2008. Aktivitas Antimikrob dari Oleoresin Beberapa Tanaman Rempah. Warta Akrab 19:1-10. Mangunwardoyo, W., R. Ismayasari dan E. Riani. 2010. Uji Patogenisitas dan Virulensi Aeromonas hydrophila Stainer pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui Postulat Koch. J. Ris. Akua. 5: 245-255. Mariyono and A. Sundana. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Bercak Merah pada Ikan Air Tawar yang disebabkan oleh Bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian 7: 33-36. Maturin, L.J and J.T. Peeler. 1998. Aerobic Plate Count. J. Bacterio. 8: 1-10. Mohammad, S and H. Abasali. 2010. Effect of Plant Extract Supplement Diets on Immunity and Resistence to Aeromonas hydrophila in Common Carp (Cyprinus carpio). Rearch J.of Animal Scie. 4(1):26-34 Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikrobia Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaria speciosa Horan) terhadap berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Bogor: IPB. Noga, J. E. 2000. Fish Disease Diagnosis and Treatment. USA: Lowa State Press. 45 Noorastuti, P. T. 2012. Bakteri Pemangsa Daging Manusia. http://teknologi.vivanews.com/news/read/320486-bakteri-pemangsadaging-manusia [ diakses 13 Juni 2012] Octtaviani, D., C. Parlani, B. Citterio, L. Masini, F. Leoni , C. Canonico, L. Sabatini, F. Bruscolini and A. Pianetti A. 2011. “Putative virulence properties of Aeromonas strains isolated from food, environmental and clinical sources in Italy: A comparative study”. Int. J. of Food Microbiol;. 144:538-545. Osward, T. T. 1995, Tumbuhan Obat. Jakarta: Baratha. Pasaribu, F., H. Dalimurte and M. Poeloegan. 2006. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Ikan Bercak Merah. Bogor: itb. Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara. Rahman, M.F. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya Pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Bogor: IPB. Rey, A., N. Verjan, W. Ferguson and C. Iregui. 2009. Pathogenesis of Aeromonas hydrophila strain KJ99 infection and its extratcelluler in products in two species of fish. J. Veterinary (164): 493-499 Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Setiabudy, R. dan H. S. G. Vincent. 2002. Farmakologi dan Terapi : Pengantar Antimikroba. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Skou, T dan G. S. Jensen. 2007. Mikrobiologi. Denmark: Norhaven book. Sanoesi, E. 2008. Penggunaan Ekstrak Daun Pepaya ( Carica papaya Linn) terhadap jumlah Sel Makrofag pada Ikan Mas ( Cyprinus carpio L) yang terinfeksi bakteri Aeromonas Hydrophila. J. Perikanan 11: 139144. Sherlock O., A. Dolan, R. Athman, A. Power, G. Gethin, S. Cowman and H. Humphreys. 2010. Comparison of the antimicrobial activity of Ulmo honey from Chile and Manuka honey against methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Pseudomonas aeruginosa. BMC Complementary and Alternative Medicine 10: 47-52 46 Solikhah, E.H. 2009. Efektivitas Campuran Meniran Phyllanthus Niruri dan Bawang Putih Allium Sativum dalam Pakan untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp.Skripsi. Bogor: IPB. Sukadana, I. M. 2009. Senyawa Antibakteri Golongan Flavanoid dari Biji Belimbing Manis ( Averrhoa carambola Linn. L). J. Kim. 3: 109-116. Sumartini, Dra. 2008. Studi Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik dalam Daging Biji Kepel (Stelechocarpus Burahol). Skripsi. Bogor: IPB. Swift, S., A.V. Karlysshev, E.C. Durant, M.K. Winson, S.R. Chhabra, S. Macintrye, dan G.S. Stewart. 1997. Quorum sensing in Aeromonas hydrophila dan Aeromonas Salmonicida: Indentifikasi of the Lux RI homologs AhyRI and AsaRI and their Cognate N-Acvyl-Homoserine Lactoner Signal Molecules. J. Bacteriol. 179: 5271-5281. Tjay, T, dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: UGM Press. Yajri, Faiz. 2009. Ratu Rempah Minim Pasokan. http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/ 08/07/1466/9/ Ratu-Rempah-Minim-Pasokan. Zainal. 2009. Atasi Bakteri Ikan dengan Tanaman Obat. Jakarta : Suplemen Media Indonesia. 47 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Pengukuran nilai OD bakteri A. hydrophila setiap 2 jam sekali. Jam ke Ulangan OD 0 1 0,4278 2 0,4301 3 0,4323 1 0,6893 2 0,6888 3 0,6864 1 1,1631 2 1,1569 3 1,1569 1 1,3827 2 1,3804 3 1,3799 1 1,4848 2 1,4834 3 1,4850 1 1,6031 2 1,5870 3 1,5836 1 1,5332 2 1,5314 3 1,5430 2 4 6 8 10 12 48 Lampiran 2. Pertumbuhan Bakteri A. hydrophila dalam 24 jam Jam OD Jumlah bakteri/ml Log jumlah bakteri/ml 0 0,4301 3,51x 107 7,5446 2 0,6881 5,05 x 107 7,7034 4 1,1593 9,79 x 107 7,9934 6 1,3810 1,29 x 108 8,1298 8 1,4844 1,56x 108 8,1935 10 1,5912 1,81 x 108 8,2592 12 1,5352 1,69x108 8,2247 Lampiran 3. Diameter zona bening ekstrak biji Kapulaga terhadap A. hydrophila Perlakuan Ulangan 1 2 3 4 x a. n-heksana 0 0 0 0 0 b.etil asetat 0 1 2 0 0,75 c.metanol 0 0 0 0 0 d. CMC 0,1% 0 0 0 0 0 a. n-heksana 6 5 5 5 5,25 b.etil asetat 7 6 7 8 7 c.metanol 6 4 8 5 5,75 a.Kloramfenikol 7 5 4 6 5,5 b. Bakteri 0 0 0 0 Pelarut Ekstrak Kontrol 0 49 Lampiran 4. ANOVA zona hambat ekstrak biji Kapulaga terhadap A. hydrophila ONEWAY dzh BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05). Oneway Descriptives diameter zona hambat 95% Confidence Interval for Mean Std. Mean Deviation N Std. Error Lower Bound Upper Bound Minim Maxim um um pelarut n heksana 4 .00 .000 .000 .00 .00 0 0 pelarut etil asetat 4 .75 .957 .479 -.77 2.27 0 2 pelarut metanol 4 .00 .000 .000 .00 .00 0 0 pelarut cmc 0,1% 4 .00 .000 .000 .00 .00 0 0 ekstrak nheksana 4 5.25 .500 .250 4.45 6.05 5 6 ekstak etil asetat 4 7.00 .816 .408 5.70 8.30 6 8 ekstrak metanol 4 5.75 .957 .479 4.23 7.27 5 7 28 2.68 3.031 .573 1.50 3.85 0 8 Total Test of Homogeneity of Variances diameter zona hambat Levene Statistic 4.543 df1 df2 6 Sig. 21 .004 50 ANOVA diameter zona hambat Sum of Squares Between Groups Mean Square 239.857 6 8.250 21 248.107 27 Within Groups Total df 39.976 101.758 .393 Post Hoc Tests diameter zona hambat Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 pelarut n heksana 4 .00 pelarut metanol 4 .00 pelarut cmc 0,1% 4 .00 pelarut etil asetat 4 .75 ekstrak n-heksana 4 5.25 ekstrak metanol 4 5.75 ekstak etil asetat 4 Sig. 3 7.00 .135 F .272 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Sig. .000 51 Lampiran 5. ANOVA MIC ekstrak biji Kapulaga terhadap pertumbuhan A. hydrophila ONEWAY mic BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05). Oneway Descriptives mic 95% Confidence Interval for Mean Std. Mean Deviation N 5,41% 2,70% 1,35% 0,68% 0,34% 0,17% Total Std. Error Upper Bound Minimu Maximu m m 5 99.964 0 .01817 .00812 99.9414 99.9866 99.94 99.99 5 99.786 0 .04615 .02064 99.7287 99.8433 99.74 99.84 5 95.878 0 .10756 .04810 95.7444 96.0116 95.72 95.98 5 88.960 0 .11979 .05357 88.8113 89.1087 88.82 89.15 5 61.260 0 .85405 .38194 60.1996 62.3204 60.46 62.66 5 16.894 0 .80438 .35973 15.8952 17.8928 16.29 18.14 30 77.123 7 30.53398 5.57472 65.7221 88.5252 16.29 99.99 Test of Homogeneity of Variances Mic Levene Statistic Lower Bound df1 df2 Sig. 52 Test of Homogeneity of Variances Mic Levene Statistic df1 df2 6.170 5 Sig. 24 .001 ANOVA Mic Sum of Squares Between Groups Mean Square 27031.773 5 5.619 24 27037.392 29 Within Groups Total df F Sig. 5406.355 2.309E4 .234 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Mic Duncan perlaku an Subset for alpha = 0.05 N 1 2 3 4 5 0,17% 5 16.8940 0,34% 5 0,68% 5 1,35% 5 2,70% 5 99.7860 5,41% 5 99.9640 Sig. 61.2600 88.9600 95.8780 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. .566 .000 53 Lampiran 6. Biji Kapulaga yang dihaluskan. Lampiran 7. Maserasi Biji Kapulaga, Biji Kapulaga yang dievoporasi dan Maserat Biji Kapulaga. a. Maserasi Biji Kapulaga c.Maserat Biji Kapulaga b. Biji Kapulaga yang dievaporasi 54 Lampiran 8. Pembuatan Media Lampiran 9. Pengenceran Media dan NaCl 0,85% a.Pengenceran media b. Pengenceran NaCl 0,85% Lampiran 10. Jumlah Bakteri pada Pengenceran 10-4 dan 10-5 a.Jumlah Bakteri pada pengenceran 10-4 b.Jumlah Bakteri pada pengenceran 105 55 Lampiran 11. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Biji Kapulaga untuk Uji MIC 1. Konsentrasi a: 0,4/7,4 ml= x/100 7,4 x = 40 x = 5,41 % 2. . Konsentrasi b: 0,2/7,4 ml= x/100 7,4 x = 20 x = 2,70 % 3. . Konsentrasi c: 0,1/7,4 ml= x/100 7,4 x = 10 x = 1,35 % 4. . Konsentrasi d: 0,05/7,4 ml= x/100 7,4 x = 5 x = 0,68 % 5. Konsentrasi e: 0,025/7,4 ml= x/100 7,4 x = 2,5 x = 0,34 % 6. . Konsentrasi f: 0,4/7,4 ml= x/100 7,4 x = 40 x = 0,17 % 56 RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama Lengkap : Siska Dyah Kusuma Putri Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 23 Desember 1989 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status Pernikahan : Belum menikah Alamat : Nglano Barat RT 05/RW 2 Tasikmadu Karanganyar No HP : 087836279203 Alamat E-mail : [email protected] Pendidikan Formal Tingkat Pendidikan Lulus Tahun Nama Ajaran SD SD N 3 Pandeyan 2000/2001 SMP SMPN 1 Tasikmadu 2003/2004 SMA SMAN Kebakkramat 2006/2007 Pendidikan Non Formal Nama Pelatihan Instansi Penyelenggara Tahun 1. Achievement Motivation Training KM FMIPA UNS 2009 2. Semnas Energi Baru Terbarukan FMIPA UNS 2009 SKI FMIPA UNS 2009 3. Seminar Ilmiah “The Secret of Your Spiritual DNA” 4. Seminar Nasional “ Kebijakan Nasional Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim 5. Kuliah Umum” Menciptakan Budaya Perusahaan yang Berpusat Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan UNS Toyota Astra 2009 2011 57 pada DDM Penghargaan yang Pernah Diraih Beasiswa yang Pernah Diperoleh Nama Beasiswa Instansi Pemberi Tahun Beasiswa Toyota Astra Yayasan Toyota Astra 2010 -2012 Pengalaman Organisasi Organisasi Jabatan Tahun 1. Himpunan Mahasiswa Biologi Staff Sekertaris Umum 2008-2009 Wakil 1 Sekertaris Umum 2009-2010 3. KS Biodiversitas Anggota 2009-2012 4. KS Mutasi Anggota 2008-2010 5. KS Bioteknologi Anggota 2008-2009 (HIMABIO) UNS 2. Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) UNS Penelitian yang Pernah Dilakukan Judul Penelitian Instansi Tahun Pemberi Pemanfaatan Biji Nangka (Artocarpus DIKTI heterophyllus Lamk.) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Keju Sinbiotik Bergizi Tinggi sebagai Alternatif Pengganti Keju Hewani. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri pada Biji DIPA Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) dan Kapulaga (Amomum compactum) terhadap Penghambatan Pertumbuhan Aeromonas hydrophila Secara In Vitro. Studi Pengolahan Air Limbah Batik dengan Kayu DIKTI Apu (Pistia stratiotes L) sebagai Upaya Treatment Pengurangan Daya Cemar Limbah Sebelum Dibuang ke Lingkungan. 2010 2011 2012 58 Pengalaman Kerja Pekerjaan Tahun 1. Asisten Praktikum Struktur dan Perkembangan Tumbuhan I 2011 & 2012 2. Asisten Praktikum Taksonomi Tumbuhan 2011 3. Asisten Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan II 2011 4. Magang sebagai Lab-Analis, Sub-Laboratorium 2011 Mikrobiologi, di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta 5. Asisten Praktikum Mikrobiologi Pangan dan Obat 2012 6. Asisten Training Mikrobiologi “SMA N 1 Sragen” 2012 Surakarta, Mei 2012 Siska Dyah Kusuma Putri