Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT 7 DI PANTAI TANAH MERAH KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA (Coast Line Change Study Using Sattelite Images of Landsat 7 at Tanah Merah Beach, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara) WAHYU SUGIYONO1), GHITARINA2) dan S. A. SAMSON2) 1) Mahasiswa Jurusan MSP-FPIK, Unmul 2) Staf Pengajar Jurusan MSP-FPIK, Unmul Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda E-mail: [email protected] ABSTRACT Coastal line changes is a major problem for the sustainability of coastal ecosystems, particularly the changes of coastline formed by a erosion and accretion processes that can threat the sustainability of coastal ecosystem in facing coastal change. In facing the study of coastal zone problem is the basis information that should be mastered in facing and solving this problem. The coastal change was analyzed with multi-temporal analysis using Landsat 7 ETM+ series satellite. Visual interpretation of RGB 543 was done to identify the shoreline, method End Point Rate was used to calculate the area of erosion and accretion, by converting digitized polyline feature into a polygon feature. The results of this study showed that over a period 2002 until 2014 Tanah Merah coastline experienced extensive abrasion of 4.2 ha with the average annual abrasion of 0.3497 ha/year (3,497 ) the coast have been facing accretion averagely 1.0625 ha/year (10,625 ). During 12 year, the average of coastline change due to abration range from 0.01 m to 1.29 m/year while for change due to accretion was ranged from 0.05 to 8.06 m/year. Keywords: Coast line, sattelite images, landsat. PENDAHULUAN Wilayah pesisir telah lama menjadi salah satu bagian daratan paling intensif dimanfaatkan. Pemandangan yang indah antara darat dan lautan serta keanekaragaman sumberdaya alam yang melimpah begitu menarik bagi manusia. Dari 40% garis pantai dunia merupakan bagian paling dinamis, dimanfaatkan sebagai perumahan, perdagangan, industri, dan pariwisata. Pantai Tanah Merah yang menjadi wilayah penelitian ini terletak di kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, 14 kilometer dari persimpangan jalan raya Samarinda-Balikpapan yang merupakan kawasan objek wisata dengan pantai pasir putih dan pepohonan pinus disepanjang garis pantainya. Pantai Tanah Merah mendapatkan pengaruh langsung dari dinamika laut Selat Makassar yang merupakan selat yang terletak di antara pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi dan juga menghubungkan Laut Sulawesi di bagian utara dengan Laut Jawa yang ada di bagian selatan. Selat Makassar termasuk kategori laut dalam dan merupakan salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol. 21. No. 1, Oktober 2015:068–076 Diterima 17 Juni 2015. Semua hak pada materi terbitan ini dilindungi.Tanpa izin penerbit dilarang untuk mereproduksi atau memindahkan isi terbitan ini untuk diterbitkan kembali secara elektronik atau mekanik. 68 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson Penelitian ini didasarkan pada hasil observasi lapangan yang mengindikasikan adanya erosi dan abrasi yang terjadi di sepanjang garis pantai Tanah Merah. Selain itu diduga breakwater yang dipasang pada lokasi tersebut telah memicu terjadinya akresi. Breakwater atau pemecah gelombang yang terpasang menjadikan garis pantai semakin maju dan dibeberapa bagian akresi telah membuat breakwater tertimbun sedimentasi. Akan tetap seberapa besar laju perubahan garis pantai Tanah Merah masih belum diketahui sehingga penelitian ini bermaksud untuk mengetahui rata-rata perubahan setiap tahun serta luasan abrasi dan akresi yang terjadi selama periode tahun 2002 sampai 2014. Untuk mengetahui perubahan garis pantai, peneliti memanfaatkan teknologi satelit penginderaan jauh dalam menentukan dan menganalisis data garis pantai yang diekstraksi dari data citra satelit pengindraan jauh. Pengindraan jauh didefinisikan sebagai metode pengukuran permukaan bumi dengan menggunakan data yang diperoleh dari pesawat atau satelit pengindraan jauh tanpa harus bersentuhan langsung dengan obyek yang diamati (Schowengerdt. 2007). Pada studi kasus khususnya monitoring perubahan garis pantai ini, dengan menggunakan data pengindraan jauh kita dapat membedakan atau mengindentifikasi batas antara badan air dengan daratan atau secara umum dapat membedakan wilayah laut dan wilayah daratan atau dengan garis pantainya tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek yang diamati. Karena hal tersebut kegiatan monitoring perubahan garis pantai dengan memanfaatkan informasi citra satelit menjadi hal yang efisien untuk dilakukan. Pemantauan perubahan garis pantai dapat dilaksanakan secara cepat dan dinamika perubahan garis pantai yang terjadi dapat dengan mudah diketahui dari tahun ketahun hanya dari analisa data citra satelit di layar komputer. Kelebihan utama dari penggunaan satelit Landsat (land sattelit) dalam kegiatan monitoring adalah ketersedian data citra yang gratis dengan rentang waktu yang panjang. Data citra satelit Landsat tersedia sejak tahun 1989-2014, dimulai dari seri Landsat 4 dan Landsat 8, yang dapat dengan mudah digunakan dan diunduh dari website badan geologi Amerika. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan perubahan garis pantai Tanah Merah dengan fokus pengamatan tahun 2002-2014 serta mengukur tingkat peubahannya berdasarkan skala ruang dan waktu. Sehingga diharapkan dapat memberi dekskripsi dari karakteristik perubahan garis pantai yang terjadi dari waktu ke waktu dimana informasi tersebut berguna dalam pengawasan, pemeliharaan, perencanaan dalam pemanfaatan kawasan pantai tesebut. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2014. Lokasi penelitian ini bertempat diwilayah pantai Tanah Merah Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara (Garis lintang Selatan 1° 2’57.9 dan Garis bujur Timur 117°. 06.07). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satelit Landsat 7. Berikut ini adalah Peta lokasi Penelitian dan gambar citra Landsat 7 RGB 543. Alat dan Bahan Data yang digunakan pada penelitin ini adalah data citra satelit Landsat 7 path 116 raw 61, tahun akuisisi citra yang mewakili masing-masing tahun, yaitu: Tahun 2002, 2006, 2010 dan 2014. Data tersebut diunduh dari website Badan Survey Geologi Amerika Serikat dengan pertimbangan data tersebut dapat mewakili kondisi pada tiap tahun pengamatan. Data citra satelit yang diunduh dipilih dari rendahnya persentase tutupan awan (di bawah 40%). GPS digunakan dalam penentuan titik ikat peta dan 1 unit Komputer beserta perangkat lunak digitasi peta yaitu ArcGis dengan Plugin Digital Shoreline Analisis Sistem (DSAS). Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 69 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Gambar 2. Pantai Tanah Merah dengan Batas Frame, citra dari LANDSAT 7 tahun 2002 Metode Ekstraksi Garis Pantai Metode ekstraksi informasi garis pantai yang digunakan adalah metode visual dengan on screen digital, penetapan garis pantai yang digunakan dalam penelitian adalah interpretasi visual dari kenampakan objek dari komposit 543 (RGB) karena batas tegas antara air laut dan daratan yang ada dapat dilukiskan dengan jelas (Winarso, et al. 2001). Proses on screen digital dilakukan pada layar komputer dan telah berhasil diterapkan untuk pemetaan pantai (Moore. 2000). Selama melakukan interpretasi visual akan diperhatikan dan diamati kedudukan garis pantai, terutama kemungkinan adanya kenampakan daratan yang masih basah atau bagian air yang menjorok kedarat karena pengaruh pasang surut, dengan membandingan antara komposit 543 dan 321 (RGB) warna sesungguhnya sebagai koreksi dalam penentuan batas darat dan air. Menghitung Luasan Abrasi dan Akresi Analisa data dilakukan dengan menghitung areal perubahan kestabilan garis pantai yang didapatkan dengan melakukan perlakuan overlay yang akan memunculkan fitur polygon dari hasil deliniasi fiturset dari tahun yang berbeda. Deliniasi garis pantai untuk deret waktu berbeda, secara visual akan menunjukkan di mana perubahan kestabilan pertambahan areal akibat sedimentasi ataupun berkurangnya areal akibat erosi dan abrasi. Sehingga dapat diketahui dinamika yang berlangsung pada suatu kawasan pantai. Statistik Laju Perubahan Garis Pantai Perhitungan laju perubahan garis pantai yang terjadi, dianalisis menggunakan perangkat lunak Digital Shoreline Analisis Sistem (DSAS). DSAS memanfaatkan transe-transek sebagai acuan dari perubahan garis pantai (Himmelstoss. 2009). Transek tersebut kemudian memberi informasi profil jarak dari masing-masing garis pantai terhadap titik acuan. Metode untuk memprediksi dan menganalisis laju perubahan garis pantai Tanah Merah adalah metode statistik End Point Rate (EPR) yang merupakan tools dari program DSAS. Metode jenis ini mengukur tingkat perubahan yang dihitung dengan membagi jarak gerakan garis pantai dengan waktu yang telah berlalu antara garis awal dan pengukuran garis pantai terbaru. Perpindahan garis pantai pada pantai maju ditandai sebagai nilai positif, sebaliknya ditandai negatif jika jarak titik perpotongan tersebut merupakan garis pantai mundur. 70 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Data Citra Satelit Landsat Pendekatan ekstraksi citra satelit untuk menetapkan perubahan garis pantai dengan menggunakan data satelit resolusi menengah merupakan tugas yang sulit, oleh karena itu dalam proses ekstraksi citra satelit, garis pantai didefinisikan dengan menggunakan pendekatan pragmatis. Garis pantai tetap didefinisikan berupa batas antara kering dan basah (Guariglia, 2006). Dalam mendapatkan hasil ekstraksi batas darat dan laut yang lebih baik dan untuk mengatasi kecenderungan batas darat dan laut yang melamapaui nilai pixel yang ditentukan, maka dibuat perbandingannya dengan membuat citra baru (Alesheikh, et al. 2007). Citra baru tersebut kemudian dibandingkan secara visual antara hasil dari analisis mengggunakan ekstensi Image Analisis untuk mengoreksi adanya kesalahan informasi terhadap hasil ekstraksi garis pantai (raster to vector). Kondisi pasang surut selama akuisisi data pada tanggal 5 oktober 2014 pukul 14:21 WIT dapat dilihat pada gambar 5, paras air laut berada pada kedudukan yang rendah pada saat akuisisi data citra dilakukan. Dari 4 citra Landsat yang diamati pada path 116 dan raw 61 (Pantai Tanah Merah), menunjukan bahwa jadwal waktu akuisisi data citra yang dirilis oleh penyedia jasa satelit Landsat 7 (USGS) berkisar pukul 10:00 siang mulai memasuki wilayah equator (Richards, 1999) dengan estimasi waktu akuisisi data citra pantai tanah merah berapa pada posisi surut, dimana batas basah dan kering dapat dikenali sensor dari satelit landsat 7 saat akuisisi dilakukan. Gambar 3. Grafik pasang surut di Perairan Balikpapan tanggal 5 Oktober 2014. Garis merah menunjukan waktu satelit melewati lokasi penelitian (Pukul 14:21) Tren pasut Pantai Tanah Merah menujukan daerah pasung surut yang lebih jauh dari garis pantainya (coastline) dengan bentuk pantai yang luas. secara umum tipe pasut pada pantai tersebut adalah pasang surut campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) (Amir, 2013). Pada pengamatan yang dilakukan, garis pantai surut terjauh pada lokasi pengamatan rata-rata lebih dari 500 meter dari garis pantai. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 71 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson Gambar 4. Grafik pasang surut di Perairan Balikpapan tanggal 1-15 Oktober 2014. Garis merah menunjukan waktu satelit melewati lokasi penelitian (Pukul 14:21) Dari definisi yang ada bahwa garis pantai merupakan batas pertemuan antara bagian laut dan daratan, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Bahkan garis pantai dapat berubah cepat dalam satuan waktu detik. Pada kasus seperti Pantai Tanah Merah yang memiliki garis surut yang jauh dan mengacu pada pendapat sebelumnya diatas maka penetapan kedudukan garis pantai citra Landsat akan sangat membingungkan. Oleh karena itu penetapan garis Pantai Tanah Merah ini merupakan hasil ekstraksi dari penampakan batas tegas antara darat dan laut. Perubahan Garis Pantai Tanah Merah Untuk mengetahui, apakah suatu wilayah telah terjadi proses abrasi atau akresi, maka ditentukan dengan cara mengintegrasikan dua hasil ekstraksi garis pantai dari tahun yang berbeda dengan melakukan proses overlay dan merubah digjitasi polyline features menjadi dijitasi polygon features. Berdasarkan hasil tumpang susun tersebut, akan didapatkan 2 kelas baru, yaitu: garis pantai akresi dan garis pantai abrasi. Gambar 5. Overlay garis Pantai Tanah Merah dengan rentang waktu 4 tahun. a) Tahun 2002 dan 2006, b) Tahun 2006 dan 2010, c) Tahun 2010 dan 2014 serta d) Tahun 2002-2014. Berdasarkan data hasil overlay garis pantai dapat diketahui bahwa sebagian besar lokasi pada wilayah penelitian mengalami akresi yang lebih besar dibandingkan dengan bagian pantai yang 72 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson mengalami abrasi. Berikut ini adalah hasil overlay garis pantai dengan rentang waktu 4 tahun yang menghasilkan luasan perubahan garis pantai yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Luas Erosi dan Akresi Pantai Tanah Merah 2002-2014. Tahun 2002-2006 2006-2010 2010-2014 Total Luasan Luas ( Abrasi 12.140 8.286 21.541 41.968 ) Akresi 26.874 51.755 48.876 127.505 Tabel tersebut mmemperlihatkan bahwa luasan abrasi dan akresi pada pantai Tanah Merah hasil analisa dengan teknik overlay pada rentang garis pantai pengamatan sepanjang 4,1 kilometer menunjukan perubahan yang secara nyata dapat dihitung luasanya, yaitu: pada periode tahun 2002-2006 terjadi abrasi seluas 12.140 (1,21 ha) dan akresi seluas 26.874 (2,69 ha), pada periode tahun 2006-2010 terjadi abrasi seluas 8.286 (0,83 ha) dan akresi seluas 51.755 (5,18 ha) serta periode tahun 2010-2014 terjadi abrasi seluas 21.541 (2,15 ha) dan akresi seluas 48.876 (4,89 ha). Total luasan selama periode 12 tahun, perubahan garis pantai yang terjadi di pantai Tanah Merah yang mengalami abrasi seluas 41.968 (4,197 ha) dan wilayah yang mengalami akresi seluas 127.505 (12,751 ha). Selama periode 12 tahun, Pantai Tanah Merah cenderung mengalami intensitas akresi lebih tinggi, dengan nilai rata-rata bagian pantai yang mengalami akresi seluas 1,063 ha/tahun (10.630 ), dan dengan nilai abrasi seluas 0,350 ha/tahun (3.500 ) lebih rendah dari nilai akresi yang terjadi. Peneliti Menduga bahwa akresi yang tinggi pada garis pantai Tanah Merah ada kaitanya dengan kegiatan campur tangan manusia ataupun tersedianya material sedimen pada pantai itu sendiri (Davis, 1978). Aktifitas campur tangan manusia pada lingkungan berupa pemasangan bangunan pemecah gelombang dan pengerukan sungai yang bermuara di pantai Tanah Merah turut andil dalam proses sedimentasi berupa pasokan material ataupun terhambatnya distribusi sedimen. Pemasangan bangunan pemecah gelombang yang dilakukan bertahap sejak tahun 2008 memberikan efek yang luar biasa pada percepatan akresi. Pada periode pengamatan tahun 2002-2006 sebelum bangunan pemecah gelombang dibuat laju akresi dan abrasi tidak terlalu besar, namun pada periode 20062010 setelah bangunan pemecah gelombang dipasang (tahun 2008) terjadi percepatan akresi hampir dua kali lipat dari jumlah akresi yang terjadi pada periode 2002-2006. Pada periode 2010-2014 bisa dikatakan bahwa akresi yang terjadi mulai melambat, dari 51.755 pada periode 2006-2010 turun menjadi 48.876 . Percepatan akresi yang melambat bisa dipahami akibat berkurangnya jarak antara bangunan pemecah gelombang dan garis pantai. Laju Perubahan Garis Pantai Tanah Merah Pengukuran laju perubahan garis pantai menggunakan metode statistik End Point Rate. Perubahan garis pantai dan tingkat perubahannya diukur dengan mengukur jumlah pergeseran garis pantai di sepanjang garis transek. Prosedur EPR memerlukan suatu garis dasar (Baseline) yang dibuat dibelakang daerah darat garis pantai (Offshore), garis transek dibuat tegak lurus terhadap garis dasar dan proses pengukuran dihitung dengan membagi jarak pergerakan garis pantai berdasarkan waktu yang berlalu antara garis pantai tahun terdahulu dan garis pantai terbaru (Crowell, 1997; dan Dolan, 1991dalam Himmelstoss, 2009). Analisa EPR tersebut dijalankan mengunakan perangkat lunak Digital Shoreline Analisis Sistem (DSAS). Baseline dibuat ke arah daratan yang sejajar dengan garis pantai. Garis transek secara teratur dibangun dengan jarak 20 meter sepanjang bentangan garis pantai (4.1 Km). Dengan demikian, ada 203 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 73 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson garis transek yang dibangun dan dikaitkan dengan Nomor Identifikasi dari selatan (Transek Id 1) ke utara (Transek Id 203) seperti yang dijelaskan dalam Gambar 7. Gambar 6. Garis Transek dengan latar belakang gambar citra satelit Landsat (Id 160- Id 203) Gambar 7. Garis Transek Pantai Tanah Merah dan Overlay garis pantai tahun 2002-2014, dari arah selatan (Id 1) kearah Utara (Id 203) Perpindahan garis pantai akresi ditandai sebagai nilai positif dan pada garis pantai mundur ditandai dengan nilai negatif, jika jarak titik perpotongan tersebut merupakan garis pantai erosi. Dengan kelemahan di mana informasi tambahan seperti siklus dan besaran terjadinya perubahan garis pantai berupa akresi dan erosi akan diabaikan (Crowell, 1997 dan Dolan, 1991 dalam Himmelstoss, 2009). Gambar 8. Verifikasi gambar dari keadaan sesugguhnya dengan latar belakang citra landsat 7 tahun 2014, warna kuning bergaris adalah hasil statistic EPR garis pantai 2002 dan 2014 74 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson Selama periode tahun 2002-2014 menunjukan tren perubahan garis pantai berupa laju akresi yang agresif, dengan akresi maksimum terjadi pada transek Id 112 (8,06 m/th) dari jumlah keseluruhan transek 161 Id yang tercatat mengalami akresi dengan tren akresi yang terjadi antara 0,05-8,06 m/tahun. Kemudian laju abrasi maksimum berada pada transek Id 142 (-1,29 m/th) dengan keseluruhan jumlah tren abrasi yang tercatat sebanyak 41 transek Id dengan tren abrasi antara 0,01-1,29 m/th. Kondisi pantai Tanah Merah yang diintegerasikan dengan foto-foto dari lokasi penelitian menunjukan bahwa tingkat akresi lebih tinggi dari abrasi. Pada gambar 9 gambar b dan c menunjukan bagian yang mengalami abrasi, dimana pohon ditepi pantai tumbang. Akresi sangat terlihat pada gambar a yang menunjukan garis pantai maju membuat bagian akar dari pohon mangrove tertimbun pasir cukup dalam (45cm) dan pada gambar d, serta f sedimentasi telah membuat bangunan pemecah gelombang tertimbun dan garis pantai semakin maju. KESIMPULAN 1. Selama Periode 12 tahun, pada tahun pengamatan antara tahun 2002 sampai tahun 2014. Pantai Tanah Merah mengalami abrasi seluas 4,2 ha dengan rata-rata abrasi pertahun seluas 0,35 ha/tahun (3.500 ). Namun pada kenyataanya pada periode 12 tahun tersebut, Pantai Tanah Merah lebih banyak mengalami akresi, dengan nilai rata-rata bagian pantai yang mengalami akresi seluas 1,063 ha/tahun (10.063 ). 2. Laju perubahan garis pantai Tanah Merah selama periode 12 tahun, yang di analisis menggunakan metode statistik End Point Rate menunjukan tingkat rata-rata perubahan garis pantai abrasi antara 0,01-1,29 m/tahun dan laju rata-rata akresi antara 0,05-8,06 m/tahun. SARAN Untuk penelitian lanjutan, Penulis menyarankan agar dilakukan kajian sebaran sedimentasi yang terjadi di pantai tanah merah Samboja serta hubungan antara breakwater yang terpasang, melihat bahwa pada arah utara Pantai Tanah Merah sedang dimulai rencana pembangunan pelabuhan dan pengerukan sungai-sungai yang bermuara langsung ketepi pantai wilayah perairan kecamatan. Sehingga diharapkan dapat diketahui pola sebaran sedimentasi yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA Addo, K. A. 2011. Quantitative Analysis of Shoreline Change Using Medium Resolution Satellite Imagery in Keta, Ghana. Jurnal Marine Science ; Volume 1, Hal 1-9. Alesheikh, A. A. 2007. Coastline change detection using remote sensing. Jurnal International Environmen Science Technolog, Volume 4, hal: 61-66. Amir. A. 2013. Analisa Distribusi sedimendi pantai berbeda (pantai pangempang, pantai tanah merah dan pantai manggar. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Mulawarman. Cahyanto. N. 2011. Sistem satelit Landsat-7 ETM. Diperoleh 20 Maret (https://nurcahyanto88.wordpress.com/2011/03/30/sistem-satelit-landsat-7-etm/). 2014, dari Bird. E. 2008. Coastal Geomorphology, Second Edition. Chichester. John Wiley & Sons Ltd. Guariglia. A. 2006. A multisource approach for coastline mapping and identification of shoreline changes. Jurnal Annals of Geophysics, Vol. 49. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006 75 Wahyu Sugiyono, Ghitarina dan S. A. Samson Himmelstoss, E. A. 2009. DSAS 4.0 Installation Instructions and User Guide dalam : Thieler, E. R. , Himmelstoss, E. A. , Zichichi, J. L. , and Ergul, Ayhan. 2009 Digital Shoreline Analysis System (DSAS) version 4.0 An ArcGIS extension for calculating shoreline change: U.S. Geological Survey Open-File Report 2008-1278. Kankara, R. S. 2014. An adaptive approach to monitor the Shoreline changes in ICZM framework: A case study of Chennai coast. Indian Journal of Marine Sciences Volume. 43 hal 7. Kasim, F. 2010. Laju Perubahan Garis Pantai Menggunakan Modifikasi Teknik Single Transect (ST) dan Metode End Point Rate (EPR): Studi Kasus Pantai Sebelah Utara Indramayu-Jawa barat. Jurnal Ilmiah Agropolitan Volume 3 No 2. Lillesand, T. M. dan Kiefer, R.W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan, Sutanto Eds. Gadjah Mada Universitas Press. Prabaharan, S .2010. Remote Sensing and GIS Applications on Change Detection Study in Coastal Zone Using Multi Temporal Satellite Data. Jurnal Internasional Geometics dan Geosciences Volume 1, No 2. Suyatna, I. 2013. Manajemen Lingkungan Pesisir. Unpublished Thoha. 2008. Karakteristik Citra Satelit. Karya Tulis. Fakultas Pertanian Sumatra Utara. Hal; 5. Winarso, G. Haris, J dan Arifin, S. 2009. Kajian Penggunaan Data Inderaja Untuk Pemetaan Garis Pantai (Studi Kasus Pantai Utara Jakarta). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Inderaja LAPAN. Jurnal Penginderaan Jauh Volume. 6, Hal :65-72. 76 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 1, Oktober 2015 – ISSN 1412-2006