perlindungan hukum bagi investor atas kegagalan

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR ATAS KEGAGALAN
SISTEM PERDAGANGAN DAN PENYELESAIAN TRANSAKSI EFEK
DALAM PELAKSANAAN SISTEM PERDAGANGAN EFEK TANPA
WARKAT (SCRIPLESS TRADING) DI PASAR MODAL INDONESIA
LEGAL PROTECTION OF THE TRADING SYSTEM AND SETTLEMENT
FAILURE IN THE SCRIPLESS TRADING SYSTEM FOR INVESTOR IN
INDONESIA’S CAPITAL MARKET
Novianti Fathiyyah, Juajir Sumardi, Oky Deviani
Program Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi:
Novianti Fathiyyah
Fakultas Hukum
Program Pascasarjana
Magister Kenotariatan
Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
HP : 0811-1000123
Email : [email protected]
1
ABSTRAK
Pelaksanaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat (Scripless Trading) dimaksudkan untuk menciptakan pasar modal
yang tertib, teratur, efisien serta memberikan keamanan dan kenyamanan bagi investor dalam bertransaksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami (1) pelaksanaan Scripless Trading di Pasar Modal
Indonesia dengan adanya kegagalan sistem perdagangan dan penyelesaian transaksi (2) perlindungan hukum
bagi investor apabila terjadi kegagalan sistem perdagangan maupun kegagalan penyelesaian transaksi efek
melalui sistem Scripless Trading di Pasar Modal Indonesia. Penelitian ini berbentuk penelitian normatif-empiris.
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah (a) kepustakaan, (b) wawancara dan (c) dokumentasi. Data
diolah dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh berupa data
sekunder dan data primer kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pada pelaksanaan Scripless Trading masih ditemukan kasus kegagalan sistem perdagangan yaitu tidak dapat
dilakukannya perdagangan efek secara lancar, tertib dan teratur karena masalah teknis pada sistem perdagangan
dan juga kegagalan penyelesaian transaksi (gagal serah / gagal bayar). Upaya untuk melindungi investor atas
pelaksanaan Scripless Trading adalah dengan perlindungan preventif diantaranya yaitu dengan peningkatan
mekanisme pengawasan, perawatan (maintenance) sistem dan peningkatan (up-grade) sistem. Represif yaitu
dengan ketegasan dalam penegakan hukum, serta pemberian sanksi-sanksi seperti pembayaran denda dan
suspensi perdagangan untuk menimbulkan efek jera.
Kata Kunci :Scripless Trading, Perlindungan Hukum.
ABSTRACT
The Implementation of Scripless Trading is intended to achieve an orderly, organized, efficient, and safety and
comfort providing for investors in the capital markets transaction. This study intended to identify and
understand (1) the implementation of Scripless Trading in Indonesian Capital Market with the failure of trading
and settlement systems (2) legal protection for investors in case of failure system or failure of trade settlement of
securities transactions through the Scriptless Trading system in Indonesian Capital Market . This research
studies the form of normative-empirical research. Data collection methods are: (a) literature, (b) interviews and
(c) documentation. Data were processed is using qualitative methods by describing the obtained data in the
form of secondary data and primary data then do the interpretation and conclusions. The results showed that the
implementation of Scripless Trading is still found the system failure case that the securities trading can not be
done expeditly, orderly and organized due to technical problems in the system and also trade settlement failure
(fail to deliver / failure to pay). The Efforts to protect the investor from the failure of Scripless Trading
implementation are the preventive protection are the mechanisms increased oversight, system maintenance and
an upgrade system regurarly. The repressive protection are the law enforcement firmness, as well as the
sanctions determine such as to pay a fines and trading suspension as a deterrent effect.
Keywords : Scripless Trading, Legal Protection.
2
PENDAHULUAN
Scripless Trading adalah sistem perdagangan efek di pasar modal tanpa menggunakan
warkat, dimana efek-efek, misalnya saham yang biasanya diperdagangkan dalam bentuk
kertas-kertas saham dan dilakukan secara manual, maka dengan sistem ini perdagangan itu
dilakukan secara elektronik seperti yang ada pada rekening perbankan, mekanisme
penyelesaian dan penyimpanannya adalah secara elektronik dengan mengubah sertifikat
saham kedalam bentuk elektronik (Safitri, 1999). Pelaksanaan Scripless Trading secara resmi
dimulai di bursa pada tanggal 11 Juli 2000, sebagai pengganti atau pembaharuan atas sistem
perdagangan Efek sebelumnya yang menggunakan sertifikat Efek pada setiap transaksinya.
Dimulai dengan perdagangan tanpa warkat untuk 4 (empat) Efek dari 4 (empat) perusahaan
yaitu PT. Multipolar, PT. Suparma, PT. Sari Husada dan PT. Dankos Laboratories.(Darmadji
dkk, 2001)
Diberlakukannya scripless trading di Indonesia salah satu tujuannya adalah untuk
menjawab tantangan global yaitu terjadinya persaingan antara pasar modal, oleh karena itu
pasar modal Indonesia harus mengikuti perkembangan dan kaidah-kaidah yang berlaku di
dunia internasional. Pengembangan harus mengedepankan unsur keamanan (safety) dan
menghindarkan adanya praktek-praktek yang bersifat manipulatif. Di samping itu penegakan
hukum (law enforcement) mutlak diperlukan. Dengan demikian diharapkan investor akan
semakin bertambah yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas pasar. Terdapat empat
tujuan yang hendak dicapai dengan sistem ini, yaitu Proses penyelesaian transaksi tanpa
warkat, meningkatkan kualitas jasa pelayanan dalam penyelesaian transaksi, meminimalkan
risiko, meningkatkan likuiditas (Nasarudin, 2004).
Seluruh proses penyelesaian transaksi Efek dalam sistem Scripless Trading dilakukan
secara elektronis, berupa pemindahbukuan Efek dari suatu rekening ke rekening lainnya, serta
pemindahan dana dari satu rekening ke rekening lainnya. Seluruh proses harus dilakukan pada
hari yang sama untuk menghindari terjadinya ketidak cocokan. PT. Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) dan dan PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesi (KPEI) harus selalu
memantau jumlah dana maupun jumlah efek yang ada dalam rekening anggota bursa, untuk
menghindari terjadinya gagal serah maupun gagal bayar.
Pada kenyataannya, pelaksanaan Perdagangan Efek Tanpa Warkat (Scripless Trading)
masih memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya adalah masih terjadinya gagal sistem
perdagangan dan juga gagal penyelesaian transaksi efek (gagal settlement). Contoh kasus
gangguan sistem perdagangan adalah yang terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal
27 Agustus 2012, Terganggunya sistem ini terjadi sejak perdagangan sesi pertama. Pelaku
3
pasar baru dapat melakukan transaksi pada pukul 10.00 Jakarta Automated System (JATS),
atau lebih lambat dari waktu normal yaitu pukul 09.30 JATS. Perdagangan sesi pertama
ditutup 30 menit lebih awal dari yang seharusnya yaitu pada pukul 12.00 JATS. Gangguan
tersebut masih belum dapat diatasi pada perdagangan sesi kedua. BEI akhirnya mempercepat
penutupan perdagangan sesi kedua pada pukul 15.30 JATS, atau lebih cepat 30 menit dari
waktu normal yaitu 16.00 JATS. Terganggunya perdagangan di BEI ini menyebabkan nilai
transaksi pada hari itu hanya mencapai Rp. 1.006.000.000.000,- (satu trilyun enam milyar
Rupiah),
jauh
dibawah
transaksi
harian
normal
yang
biasanya
mencapai
Rp.
4.000.000.000.000,- (empat trilyun Rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000.000,- (lima
trilyun Rupiah). (Anonim, 2012)
Kegagalan sistem perdagangan ini menyebabkan kerugian di pihak investor yaitu
hilangnya kesempatan bertransaksi dan juga tidak bisa memantau harga. Menurut Budi
Wibowo analisis e-Trading Securities, kekacauan sistem perdagangan ikut merusak analisis
teknikal, yaitu membuat beberapa saham tidak terbaca. Hal ini menimbulkan dampak
psikologis, yakni sebagian investor menjadi was-was melakukan perdagangan (Anonim,
2012).
Kasus kegagalan pada sistem penyelesaian transaksi (gagal settlement), contohnya
adalah kasus gagal bayar PT. Danatama Makmur (http://finance.detik.com , 2008). Gagal
bayar dalam terminologi bursa memiliki berbagai makna, namun intinya pada saat waktu
penyelesaian transaksi tiba (settlement), broker terkait tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Kasus Danatama ini berkaitan dengan belum dipenuhinya kewajiban (gagal bayar)
penyelesaian transaksi saham sampai dengan batas jatuh tempo penyelesaian transaksi yaitu
T+3. Dengan terjadinya kegagalan dalam penyelesaian transaksi Efek baik secara sistem
maupun kegagalan settlement (gagal serah dan gagal bayar), maka akan ada pihak yang
dirugikan antara lain investor. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor
VI.A.3 Perihal Rekening Efek pada Kustodian, mensyaratkan tersedianya dana dan Efek pada
rekening Efek dan kesepadanan Efek pada penerapan sistem ini sehingga seharusnya hal
tersebut tidak boleh terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan perdagangan efek tanpa warkat
(Scripless Trading) di Pasar Modal Indonesia yang mengalami kegagalan sistem perdagangan
dan kegagalan penyelesaian transaksi serta bagaimanakah hukum bagi investor apabila terjadi
kegagalan sistem perdagangan maupun kegagalan penyelesaian transaksi efek melalui sistem
perdagangan efek tanpa warkat (Scripless Trading) di Pasar Modal indonesia.
4
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dan Makassar, di DKI Jakarta karena Lembagalembaga yang bergerak di bidang Pasar Modal terdapat di DKI Jakarta. Sedangkan di
Makassar dijadikan lokasi penelitian karena terdapat investor-investor pasar modal.
Desain Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian Normatif - Empiris, selain mengkaji hukum
secara teoritik dan normatif, juga akan mengkaji hukum dalam pelaksanaannya. Kesesuaian
antara hukum dalam perspektif normatif dan hukum dalam perspektif empiris merupakan
sebuah tuntutan realitas untuk mengefektifkan hukum dalam kehidupan.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari Pihak-pihak yang terlibat
langsung dalam Perdagangan tanpa Warkat (Scripless Trading) di Pasar Modal Indonesia,
yaitu Investor, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian (LPP), dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang sejak tanggal 1
Januari 2013 telah berubah nama menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari populasi penelitian yang ada, maka peneliti mengambil sampel penelitian adalah
Investor sebanyak 4 (empat) orang, PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 1 (satu) orang,
PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebanyak 1 (satu) orang, PT. Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebanyak 1 (satu) orang, Badan Pengawas Pasar Modal –
Lembaga Keuangan (Bapepam – LK, sekarang OJK) sebanyak 1 (satu) orang.
Jadi total sampel yang menjadi Responden dalam penelitian ini yaitu: 8 (delapan) orang.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Wawancara
dengan mendatangi responden dengan melakukan tanya jawab langsung, maupun melalui
telepon. Tipe pertanyaan teratur dan terstruktur, Kuesioner dengan menyediakan daftar
pertanyaan tertulis yang disusun secara sistematis yang ditujukan kepada responden, dan
Dokumentasi untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dan tersier dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh
berupa data sekunder dan data primer kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan.
Dengan metode ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas
mengenai Perlindungan Hukum Bagi Investor atas Kegagalan Sistem Perdagangan dan
5
Penyelesaian Transaksi Efek Dalam Pelaksanaan Sistem Perdagangan Efek Tanpa Warkat
(Scripless Trading)
HASIL
Perdagangan Efek di Pasar Modal memiliki Mekanisme tersendiri, seperti yang terlihat
dalam skema perdagangan dan penyelesaian pada Lampiran, Gambar 1. Sebelum melakukan
transaksi, terlebih dahulu investor harus membuka rekening (menjadi nasabah) di Perusahaan
Efek atau kantor broker. Di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat 116 (seratus enam belas)
Perusahaan Efek yang menjadi anggota BEI. Pertama kali investor melakukan pembukaan
rekening dengan mengisi dokumen pembukaan rekening. Di dalam dokumen pembukaan
rekening memuat identitas nasabah lengkap (termasuk tujuan investasi dan keadaan
keuangan) serta keterangan tentang investasi yang akan dilakukan.
Dalam perdagangan efek, pada dasarnya terdapat 2 (dua) proses, yaitu proses transaksi
(pembelian / penjualan efek) dan proses penyelesaian transaksi. Pada Transaksi Pembelian /
Penjualan Efek diawali dengan order (pesanan) untuk harga tertentu. Pesanan tersebut dapat
disampaikan secara tertulis maupun via telepon, untuk kemudian disampaikan kepada
Perusahaan efek melalui sales / dealer, dan harus menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau
dijual dengan harga tertentu yang diinginkan.
Proses Penyelesaian Transaksi adalah suatu proses yang diakhiri dengan terpenuhinya
semua hak dan kewajiban atas terjadinya transaksi perdagangan Efek. Transaksi di bursa
secara umum bukanlah transaksi yang bersifat tunai, untuk itu apabila transaksi dilakukan
pada hari ini, maka penyerahan Efek (saham) dan pembayaran harus diselesaikan masingmasing melalui KPEI dan KSEI pada hari bursa ke-3 (T+3) atau tiga hari kemudian setelah
transaksi. Pada kasus gagal bayar Danatama, kewajiban pembayaran pada T+3 tidak dapat
dipenuhi karena ketidakcukupan dana. Sehingga dinyatakan gagal bayar.
Setelah transaksi terjadi maka bursa menerbitkan daftar transaksi bursa sebagai dasar
penyelesaian transaksi. Daftar tersebut dikirimkan ke anggota bursa yaitu perusahaan Efek,
KPEI, dan KSEI sebagai dasar penyelesaian transaksi. Berdasarkan daftar tersebut, ditentukan
hak dan kewajiban masing-masing anggota bursa. Dalam proses pemenuhan kewajiban
tersebut, KPEI berfungsi sebagai lembaga kliring dan penjaminan antara anggota bursa.
Sedangkan KSEI berfungsi sebagai lembaga penyimpanan dan penyelesaian yaitu sebagai
sentral penyimpanan Efek yang ditransaksikan di bursa.
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) berperan penting dalam pengembangan
sistem perdagangan tanpa warkat di Indonesia, yaitu dengan melakukan perencanaan,
6
pengembangan dan penerapan sistem penyelesaian transaksi secara pemindahbukuan
di
Bursa Efek Indonesia. Melalui sistem ini, investor diwajibkan memiliki rekening di KSEI
yang bertindak sebagai depository central. Dengan demikian, penyelesaian transaksi
dilakukan melalui sistem pemindahbukuan dengan melakukan debet dan / atau kredit atas
rekening mereka pada depository central seperti layaknya transaksi perbankan, seluruh
pergerakan fisik saham, dana, maupun efek yang lainnya ditiadakan. Dengan demikian,
proses penyelesaian transaksi menjadi lebih cepat, efisien dan aman.
Transaksi Efek yang telah terjadi membawa konsekuensi kepada nasabah jual/beli untuk
menerima/menyerahkan dana/Efek melalui perusahaan Efek masing-masing sesuai dengan
pesanan yang telah sesuai (matched). Gagal bayar dan gagal serah akan sangat berkurang
dengan pelaksanaan Scripless Trading, tetapi gagal serah atau gagal bayar masih sangat
mungkin terjadi dalam transaksi bursa, karena pada proses transaksi di bursa efek terjadi
penawaran jual dan penawaran beli yang dilaksanakan oleh dua pihak yang berbeda, yaitu
Perusahaan Efek / broker (yang mewakili Pembeli) berkewajiban untuk menyerahkan dana,
sedangkan Perusahaan Efek / broker lainnya (yang mewakili penjual) berkewajiban untuk
menyerahkan Efek . Gagal bayar dalam terminologi bursa memiliki berbagai makna. Namun
pada intinya yaitu pada saat penyelesaian transaksi (settlement) tiba, broker terkait tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya. Latar belakang gagal bayar dapat berupa keterlambatan teknis
akibat kliring antar bank, atau investor (broker) tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi
kewajibannya pada saat settlement, serta penipuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gagal bayar
merupakan gagal dalam penyerahan sejumlah dana yang ditransaksikan dalam suatu transaksi
bursa.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan bahwa pada pelaksanaan Scripless Trading masih terdapat
kasus kegagalan sistem perdagangan Efek dan Kegagalan Penyelesaian Transaksi Efek.
Contoh kasus kegagalan Sistem Perdagangan adalah terjadi pada tanggal 27 Agustus
2012. PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan bahwa masalah yang terjadi pada hari
tersebut ada pada koneksi sistem Remote Trading utama BEI, sehingga perdagangan
dilakukan melalui sistem Disaster Recovery Centre (DRC). DRC adalah sistem pendukung
(back up system) yang menggantikan sistem utama apabila terjadi kerusakan atau masalah
sistem, namun terdapat masalah dikarenakan ada sekitar 40 (empat puluh) Anggota Bursa
(AB) yang tidak pernah ikut ujicoba DRC sehingga mereka gagal terkoneksi bahkan
selanjutnya koneksi data dari DRC mati, sehingga AB tidak dapat mengetahui bagaimanakah
7
status transaksi yang telah dilakukan apakah sudah terjadi atau tidak. Adanya beberapa AB /
Pelaku pasar yang tidak terkoneksi dengan DRC juga dikarenakan BEI tidak memiliki aturan
yang mewajibkan semua pelaku pasar terkoneksi dengan sistem utama harus juga terkoneksi
dengan sistem pendukung (DRC), hal ini masih merupakan suatu pilihan. Seharusnya menjadi
kewajiban bagi seluruh pelaku pasar untuk terhubung juga dengan DRC, sehingga apabila
sistem perdagangan utama mengalami gangguan, maka seluruh pelaku pasar dapat terkoneksi
dengan DRC dan proses perdagangan dapat terselenggara dengan lancar.
Kegagalan sistem perdagangan yang terjadi di BEI juga mendapat tanggapan dari
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Anggota Komisi XI DPR RI, Harry
Azhar Azis, menilai adanya indikasi kelalaian pada pihak otoritas dalam pemilihan Direksi
Bursa Efek. Pasalnya, dalam peraturan Pasar Modal Nomor III.A.3 tentang Direksi Bursa
Efek, disebutkan jelas bahwa khusus bagi calon Direktur Bursa Efek yang bertanggung jawab
di bidang teknologi informasi, wajib berpengalaman dalam posisi manajerial pada bidang
teknologi informasi paling kurang lima tahun, sedangkan Adikin Basirun yang kini menjabat
Direktur TI dan Manajemen Risiko BEI tidak memiliki latar belakang pendidikan formal di
bidang TI.
Kegagalan sistem yang terjadi pada tanggal 27 Agustus 2012 tersebut menyebabkan
kerugian di pihak investor yaitu hilangnya kesempatan bertransaksi dan juga tidak bisa
memantau harga. Sedangkan dari pihak Perusahaan Efek, Vibiet S Putri dari Analisis BNI
Securities telah mengkalkulasi potensi hilangnya total fee transaksi yang mencapai Rp.
200.000.000.000 (dua ratus milyar Rupiah) (anonim, 2012). Menurut salah satu investor yang
peneliti wawancara, kegagalan sistem tersebut mengakibatkan kerugian baginya karena tidak
dapat melakukan transaksi seperti biasanya melalui Perusahaan Efek tempatnya terdaftar
sebagai Investor.
Kasus yang terkait dengan kegagalan penyelesaian transaksi di back office (kegagalan
settlement) adalah yang terjadi pada kasus gagal bayar PT. Danatama Makmur (Danatama).
Hal ini diakibatkan Danatama tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran atas transaksi
yang dilakukan sampai dengan jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan bursa yaitu T+3.
Pada kasus seperti ini PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) selaku Lembaga Kliring
Penjaminan (LKP)
bertugas untuk memastikan kegagalan penyelesaian transaksi dapat
dihindari dengan memberikan dana talangan, dan Danatama berkewajiban untuk melunasinya
(Triatmodjo, 2008). Kewajiban Danatama yaitu membayar dana talangan KPEI berikut
dendanya saja, tetapi juga diberi peringatan tertulis oleh BEI karena Danatama tidak
melaksanakan verifikasi atas kecukupan dana dan Efek Nasabah sebelum pelaksanaan
8
transaksi sebagaimana diatur dalam peraturan Bapepam dan LK Nomor V.D.3 Tentang
Pengendalian Intern dan Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan Efek. Sanksi lainnya
yaitu diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah)
kepada BEI, diwajibkan membentuk manajemen risiko sehingga kejadian serupa tidak terjadi
lagi, dan diberlakukannya suspend sehingga Danatama tidak dapat melakukan aktifitas
perdagangan selama sanksi suspend tersebut belum dicabut.
Penjatuhan sanksi suspensi oleh BEI terhadap Danatama dilatar belakangi surat dari
PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Nomor : KPEI-0722/DIR/1008 tanggal 7
Oktober 2008 perihal Laporan Kegagalan, berdasarkan surat tersebut maka BEI
mengeluarkan surat pengumuman Nomor PENG-0154/BEI.ANG/10-2008 tanggal 7 Oktober
2007 yang menyatakan bahwa PT. Danatama Makmur tidak diperkenankan untuk melakukan
aktivitas perdagangan di bursa sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut. Suspensi Danatama
tesebut dicabut 29 (dua puluh sembilan) hari kemudian dengan Surat Pengumuman Nomor
PENG-169/BELANG/I 1-2008 tanggal 17 November 2012 sehingga Danatama dapat kembali
melakukan aktivitas perdagangan di Bursa.
Berdasarkan hasil hipotesis pada penelitian yang lain (Reinata, 2009) ditemukan
bahwa pada pelaksanaan Scripless Trading masih ditemukan kasus gagal settlement (gagal
bayar / gagal serah), tetapi hal tersebut dapat ditanggulangi oleh PT. Kliring Penjaminan
Efek Indonesia (KPEI) artinya kasus gagal bayar tersebut bukan merupakan kesalahan
dari KPEI. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan KPEI, bahwa sampai
dengan peneliti melakukan wawancara tersebut belum pernah terjadi kasus gagal bayar
yang diakibatkan oleh kesalahan atau ketidaksiapan KPEI dalam melaksanakan tugasnya
dalam menyelesaikan transaksi (Yunus, 2013).
Gagal bayar Danatama tersebut tidak merugikan investor secara langsung, karena
pembayarannya telah diselesaikan oleh KPEI dan Danatama yang selanjutnya harus
bertanggung jawab terhadap KPEI. Tetapi akibat dari dijatuhkannya sanksi suspensi kepada
Danatama tersebut menimbulkan kerugian bagi investor lainnya, terutama investor yang
terdaftar di Perusahaan Efek Danatama. Hasil wawancara peneliti dengan investor
(Sustiyono, 2013) pada Perusahaan Efek PT. E- Trading Securities. Menurutnya apabila
perusahaan efek tempatnya terdaftar selaku investor disuspend oleh BEI selama 29 (dua puluh
sembilan) hari, maka ia akan merasa dirugikan karena tidak bisa melakukan perintah
pembelian ataupun penjualan Efek sampai dengan suspend berakhir. Sehingga tidak dapat
keuntungan dengan cara menjual efeknya apabila ternyata efek yang dimilikinya mengalami
kenaikan harga (capital gain), ataupun tidak dapat meminimalisasi kerugian apabila efek yang
9
dimilikinya mengalami penurunan harga (capital loss). Sedangkan menurut Investor lainnya
(Ginting, 2013), Investor pada Perusahaan Efek PT. Danareksa Sekuritas. Menurutnya apabila
perusahaan efek tempatnya terdaftar selaku investor disuspend oleh BEI maka ia akan merasa
dirugikan, karena tidak dapat melakukan perintah jual apabila ternyata efek yang dimilikinya
mengalami kenaikan harga, maka ia tidak akan mendapatkan capital gain.
Perlindungan hukum preventif bagi investor karena kegagalan sistem perdagangan yaitu
dengan perawatan (maintenance) berkala terhadap perangkat teknis perdagangan untuk
meminimalisasi kegagalan sistem perdagangan. Sistem pengganti (back up system yaitu
Disaster Recovery System (DRC) harus diwajibkan kepada seluruh pelaku pasar yang
terhubung dengan sistem utama sehingga apabila terjadi kegagalan sistem, para pelaku pasar
dapat langsung terhubung dengan DRC dan melaksanakan aktifitas perdagangan seperti
biasanya. Pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus semakin ditingkatkan.
Perlindungan represif yaitu dengan memberikan sanksi penghapusan kontrak secara sepihak
oleh BEI apabila data vendor menolak untuk terhubung dengan Disaster Recovery System
(DRC). Begitu pula BEI akan diberi sanksi oleh OJK apabila kejadian serupa terulang.
(Anuwar, 2013) Aturan hukumnya harus disusun dan diberlakukan terlebih dahulu.
Perlindungan hukum Preventif bagi investor akibat kegagalan penyelesaian transaksi
Efek yaitu dengan memberikan edukasi terhadap calon investor dalam hal pemilihan
Perusahaan Efek (PE). PE yang dipilih haruslah memiliki track record yang baik dalam
mengurus aset investornya, artinya tidak pernah terkena kasus penyelewengan dana investor
maupun pernah terkena sanksi dari Self Regulatory Organization (SRO) di Pasar Modal
Indonesia. Pelaksanaan pengawasan yang lebih ketat oleh Self Regulatory Organization
(SRO) yaitu BEI, KPEI dan KSEI dan juga oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan hal
yang sangat penting untuk meminimalisasi terulangnya kejadian serupa. Perlindungan
Represif yaitu dengan menjatuhkan sanksi kepada pihak yang melakukan pelanggaran,
diwajibkan untuk membentuk Manajemen Risiko sehingga kejadian gagal bayar tidak
terulang lagi dengan selalu memperhatikan faktor kecukupan modal, dan yang terakhir
dijatuhi sanksi suspensi. Apabila termasuk pelanggaran berat, maka akan dicabut izinnya
sehingga tidak dapat melakukan kegiatannya selaku broker / PE. Apabila ternyata ditengarai
ada unsur kejahatan maka akan diberlakukan ketentuan pidana pasar modal.
10
KESIMPULAN DAN SARAN
Sistem Perdagangan Efek Tanpa Warkat (Scripless Trading) dalam pelaksanaannya
masih memiliki kelemahan, diantaranya adalah terjadinya Kegagalan sistem perdagangan,
seperti yang terjadi pada tanggal 27 Agustus 2012 mengakibatkan investor (melalui
Perusahaan Efek / Broker) tidak dapat melakukan aktivitas jual dan / atau beli Efek maupun
memantau pergerakan Efek secara real time. Disaster Recovery Centre (DRC) yang
merupakan sistem pengganti (back up)
dari sistem utama tidak berfungsi maksimal,
dikarenakan tidak semua pelaku pasar terhubung dengan DRC, hal ini dikarenakan belum
adanya aturan yang mewajibkan pelaku pasar yang terkoneksi dengan sistem utama harus
terhubung juga dengan sistem penggantinya (DRC), sedangkan kegagalan penyelesaian
Transaksi Efek (gagal serah/gagal bayar), seperti yang terjadi pada kasus PT. Danatama
Makmur (Danatama), terjadi dikarenakan pada T+3 setelah terjadinya transaksi di front office
(Bursa Efek), Broker tidak dapat melakukan pembayaran atas efek yang dibelinya, sehingga
terjadi gagal bayar sehingga penyelesaiiannya dilakukan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI). Sanksi suspend yang.dijatuhkan kepada Danatama menyebakan kerugian
bagi investor yang terdaftar di Danatama, sehingga tidak mendapatkan hak-haknya selaku
investor terhadap dana maupun efeknya. Perlindungan bagi Investor dilakukan dengan cara
Preventif yaitu melakukan langkah-langkah mencegah terjadinya gagal sistem perdagangan
dan gagal penyelesaian transaksi juga meningkatkan sistem pengawan pelaksanaan Scripless
Trading di Pasar Modal Indonesia Sedangkan Perlindungan bagi Investor secara Represif
yaitu melakukan penegakan hukum secara tegas untuk menimbulkan efek jera sehingga
kejadian serupa tidak akan terulang lagi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). read/2012/08/29/32/668194/direksi-bei-diancam-sanksi. Retrieved April
2013, from http://ekbis.sindonews.com.
Anonim (2012, Agustus). Bursa-macet-ini-alasan-bei. Retrieved April 2013, from
http://investasi.kontan.co.id/news.
Anuwar, B. (2013). OJK (eks.Bapepam). (Novianti, Interviewer)
Darmadji, T., & Fakhruddin, H. M. (2001). Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT. Salemba
Empat Patria.
Fakhruddin, T. D. (2001). Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT. Salemba Empat Patria.
Ginting, G. (2013). (Novianti, Interviewer)
http://finance.detik.com . (2008). Retrieved April 2013, from cerita-di-balik-kasus-gagalbayar-danatama.
Mekanisme Perdagangan. (2013). Retrieved April 2013, from http://www.idx.co.id. .
Nasarudin, M. I. (2004). Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Profil anggota bursa. (2013). Retrieved April 29, 2013, from www.idx.xo.id.
Reinata, Y. (2009). Efektivitas Scripless Trading di Pasar Modal, Tesis, Universitas
Indonesia.
Safitri, I. (1999). Aspek Yuridis Scripless Trading di Indonesia. Legal Journal From
Indonesian Capital and Investment Market .
SU, I. B. (2008). Retrieved Nopember 2008, from http://finance.detik.com.
Sustiyono, I. (2013). (Novianti, Interviewer)
Transaksi Terganggu, Investor Gugat Bursa Efek. (2012). Retrieved April 2013, from
http://www.surabayapost.co.id.
Triatmodjo, Y. (2008). BEI Usut Penyebab Gagal Bayar Danatama. Retrieved April 2012,
from http://investasi.kontan.co.id.
Widoatmodjo, S. (2009). Pasar Modal indonesia : Pengantar dan Studi Kasus. Bogor:
Ghalia Indonesia.
12
Gambar 1. Sumber : http://www.idx.co.id (Web site Bursa Efek Indonesia)
13
Download