bab 1 pendahuluan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Musik di Indonesia sangat beragam, hal ini dikarenakan suku-suku di
Indonesia yang bermacam-macam, sehingga boleh dikatakan seluruh 17.508
pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri. Indonesia memiliki ribuan jenis
musik, terkadang diikuti dengan tarian dan pentas. Musik tradisional yang paling
banyak digemari adalah gamelan dan keroncong, sementara musik modern
adalah pop dan dangdut.
Salah satu bentuk musik yang paling dikenal adalah gamelan, musik ini
dimainkan oleh beberapa orang bersama alat musik perkusi, seperti metalofon,
gong dan rebab bersama dengan suling bambu. Pertunjukan seperti ini umum di
negara seperti Indonesia dan Malaysia, namun gamelan berasal dari pulau Jawa,
Bali dan Lombok. Konon genre music progressive rock dan electronica berasal
dari gamelan itu sendiri.
Keroncong terbentuk sejak orang-orang Portugis memasuki Indonesia,
yang juga membawa alat musik Eropa. Pada permulaan 1900-an, musik ini
dianggap sebagai musik berkualitas rendah. Hal ini berubah pada 1930-an, ketika
perfilman Indonesia mulai bergabung dengan musik keroncong, dan mulai
berjaya pada dekade berikutnya, ketika musik ini terhubung dengan perjuangaan
kemerdekaan.
Salah satu lagu keroncong paling terkenal adalah Bengawan Solo, yang
ditulis pada tahun 1940 oleh Gesang Martohartono, seorang pemusik dari Solo.
Lagu ini ditulis ketika Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa
pada Perang Dunia II, lagu tersebut (tentang sungai Bengawan Solo, sungai
terpanjang dan terpenting di Jawa) menjadi populer di kalangan orang Jawa, dan
terkenal di seluruh Indonesia ketika mulai didengarkan di radio. Lagu ini juga
populer di kalangan tentara Jepang, sehingga ketika mereka kembali ke Jepang
setelah perang, banyak penyanyi Jepang menyanyikan lagu tersebut dan
membuatnya sebagai best-seller.
Untuk musik Seriosa, Lied German adalah komposisi musik vokal
German, memiliki tiga bentuk lagu: strophic, through-composed dan song cycle.
Masuk ke Indonesia, dibawa oleh Bangsa Belanda pada abad 16. Keberadaannya
memberi inspirasi bagi para pencipta lagu bangsa Indonesia, sehingga
berpengaruh terhadap lahirnya lagu seriosa. Lagu seriosa adalah komposisi
musik vokal Indonesia, sebagai adaptasi Lied German. Lahir di Indonesia tahun
1930-an, dipelopori oleh Cornel Simanjuntak. Lagu seriosa mengandung nuansa
musik Nusantara, dan idiom musik Indonesia. Sarat dengan muatan budaya,
historis, dan nilai nasionalisme Indonesia. Karenanya menjadi lagu khas
Indonesia, dan sebuah genre musik di Indonesia.
1 2 Pasang surut sejarah perkembangan lagu seriosa, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan situasi politik, sosial dan teknologi di Indonesia. Dalam hal ini
kebijakan pemerintah pada masa-masa tertentu, kondisi pendidikan musik,
perkembangan application music technology dan media elektronik berpengaruh
terhadapnya. Lagu seriosa hingga kini masih menjadi media pembelajaran musik
vokal yang efektif di pendidikan tinggi maupun sekolah musik negeri dan
swasta. Dikarenakan kandungan nilai artistik yang khas Indonesia dan teknik
produksi suaranya menggunakan dua gaya bernyanyi Jerman dan Itali. Hingga
kini masih eksis pada pergelaran musik klasik, walaupun tidak menjadi sajian
utama. Lagu seriosa merupakan jenis musik seni untuk seni, yang diutamakan
adalah nilai artistik bukan nilai finansial. Jenis kesenian seperti ini, kelastarian
dan pengembangannya menjadi tanggung jawab pemerintah. Berbeda dengan
jenis lagu hiburan, yang diutamakan adalah selera masyarakat dan nilai finansial.
Kelestarian dan pengembangannya, bisa ditopang oleh masyarakat.
Namun berbeda halnya dengan salah seorang tokoh musik klasik,
Solomon Tong. Menurutnya musik seriosa di Indonesia sudah salah kaprah.
"Indonesia ini hanya mengutip setengah-setengah lagu-lagu pada zaman
Barrock. Di Jerman istilahnya Lieder artinya song. Tapi arti sesungguhnya art
song," papar Tong. Puisi yang dilagukan ini melahirkan lieder-lieder yang sangat
terkenal di Jerman. Cara pembawaanya pun 'serius', berbeda dengan lagu-lagu
biasa.
Hal senada di ungkapkan oleh Suka Hardjana, seorang pemusik, dirigen,
dan kritikus kelahiran Jogja 17 Agustus 1940."Dilihat dari bentuk penulisan dan
pembawaannya pun sesungguhnya masih terlalu sederhana untuk dibilang seni
serious(a). Istilah musik seriosa yang kedengaran agak ke-italia-italia-an itu
sebenarnya berasal dari pemilahan khazanah musik di Amerika dan Eropa di
awal perkembangan industri musik sesudah Perang Dunia II," urai Suka
Hardjana.
"Sangat mengherankan bahwa mereka (penulis lagu seriosa Indonesia)
sepertinya sama sekali tak terinspirasi oleh komponis-komponis yang lebih
fundamental seperti Bach, Mozart, Debussy, Bartok, Stravinsky, dan lainnya.
Tapi hal itu bisa dimengerti bila diingat bahwa sesungguhnya lagu-lagu pendek
mendayu-merdu-merayu dari para komponis Romantik mudah masuk selera. Dan
itu rasanya lebih dekat dengan apresiasi diletantis para komponis Indonesia dari
dulu hingga sekarang," tulis Suka Hardjana di bukunya, Esai & Kritik Musik'
(Penerbit Galang Press, Jogjakarta, 2004).
Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di
Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an.
Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsurunsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan
harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka
masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar
3 listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh
dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik
populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari
keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.
Dalam buku “Musik Indonesia dan Permasalahannya” (Balai
Pustaka,1952) yang ditulis J.A.Dungga dan L.Manik,menyimpulkan bahwa lagu
lagu yang melukiskan perjuanagn kita selama revolusi dibagi dalam 4 kategori
yaitu :
1.Lagu lagu tanah air berupa mars.
Lagu lagu ini biasanya dinyanyikan pasukan-pasukan yang berlatih untuk
berjuang digaris terdepan.Tak lama setelah proklamasi Indonesia
berkumandang mars “Dari Barat sampai Ke Timur” yang melodi bait
pertamanya
memiripi
lagu
kebangsaan
Prancis
“La
Marseillaise”.Dungga dan L.Manik pun menemukan kemiripan notasi
melodi antara lagu “Halo Halo Bandung” dengan lagu bergaya bluegrass
“When It’s Springtime In The Rockies” karya Robert Sauer dan Mary
Hale Woolsey .
2.Lagu lagu tanah air bernuansa tenang.
Lagu ini temanya sama dengan yang diatas namun bernuansa tenang
seperti lagu “Tanah Airku” karya Iskak,”Tanah Tumpah Darahku” karya
Cornel Simandjuntak atau “Syukur” karya H.Mutahar maupun “Padamu
Negeri” karya Kusbini
3.Lagu lagu percintaan.
Menurut Dungga dan Manik ,selama revolusi banyak muncul lagu
lagu percintaan yang berkaitan dengan perjuangan para pejuang.Hampir
semua lagu lagu ini berputar disekitar perpisahan antara seorang gadis
dengan kekasihnya yang menunaikan bakti digaris terdepan,disertai
perasaanbahwa kepergiannya mungkin untuk selamanya.Ismail Marzuki
lalu menulis sederet lagu romansa mulai dari “Gugur Bunga”,”Selendang
Sutera”,”Melati Di tapal Batas”,””Bandung Selatan Di Waktu Malam”
dan banyak lagi.
4.Lagu lagu sindiran
Lagu lagu sindiran bermaksud melukiskan keburukan-keburukan
dalam masyarakat kita di masa perjuangan.Lagu bertema semacam ini
memang tak banyak jumlahnya dan tak dikenal siapa penciptanya.Satu
4 diantaranya adalah lagu “Ibu ,Aku tak sudi Tukang Catut” yang
menggambarkan rasa jijik seorang gadis terhadap tukang catut.Di jaman
itu tukang catut dianggap sebagai sesuatu yang merugikan
perjuangan.Kelak lagu lagu semacam ini mungkin kerap disebut sebagai
lagu bernuansa kritik sosial seperti yang kini terdapat pada lagu lagu
Slank atau Iwan Fals.
Dari illustrasi diatas yang mengungkap pola lagu-lagu Indonesia di jaman
perjuangan sesungguhnya telah merefleksikan perangai lagu lagu dalam musik
pop Indonesia pada era setelah kemerdekaan mulai dari era 50-an,60-an,70an,80-an,90-an hingga era millennium sekarang ini.Benang merahnya tercetak
denga sangat jelas.Setidaknya pada dua nuansa lagu seperti yang heavy maupun
yang mellow,juga tematik lagu yang berpusar di sekitar lagu lagu percintaan
hingga kritik sosial.
Menurut
musikolog
Remy
Sylado.
Sejarah
musik
pop
Indonesia,kehadirannya mesti dilhat secara politis.Saat itu musik pop di
cengkeram Elvis Presley termasuk Indonesia.Elvis Mania pun melanda negeri
yang kemudian membuat gerah pemerintah karena “kepribadian nasional” seolah
tercoreng.Bung Karno dalam pidato Manipol Usdek di tahun 1959 lalu melarang
budaya pop seperti rock n’roll hingga cha cha cha.Siasat pun mencuat dari benak
kreatif para seniman music.Mereka menyelusupkan aroma Indonesia dalam lagulagu yang sebetulnya masih berafiliasi pada kultur Barat.Oslan Husein lalu
menyanyikan “Bengawan Solo” karya Gesang dalam gaya rockabilly ala Bill
Haley & His Comets.Lagu lagu Minang bersekutu dengan lagu lagu Latin ala
Xavier Cugat atau Perez Prado lewat eksperimentasi populis yang ditancapkan
Orkes Gumarang hingga Orkes Kumbang Tjari.Lalu mencuatlah lagu lagu
seperti “Ayam Den Lapeh” hingga “Papaya Cha Cha”.Rasanya disinilah titik
awal keterpengaruhan seniman music Indonesia terhadap musik Barat yang tak
berkesudahan hingga kini.Proses pengindonesiaan karakter pop Barat berlang
sung secara perlahan hingga kian deras,bermula dari era akhir 50-an hingga
memasuki era 60-an dan berlanjut sampai setelahnya.
Industri musik di Indonesia sebetulnya telah bermula disini,walau belum
dalam skala yang bombastik seperti saat berkuasanya rezim Orde Baru.Dalam
“Ensiklopedi Musik” yang disusun Remy Sylado diulis bahwa sebelum
berlangsung Perang Dunia ke II telah berdiri sebuah perusahaan rekaman
piringan hitam Tio Tek Hong,salah seorang pedagang Tionghoa terkaya di
Batavia. Peminat piringan hitam memang terbatas.Saat itu masyarakat lebih
menikmati musik pop di panggung-panggung seperti di Pasar Gambir,Prinsen
Park,Globe Garden,Stem en Wyns hingga Maison Veersteegh.
Di tahun 1954 lalu berdiri perusahaan rekaman Irama yang didirikan oleh
seorang pengusaha pribumi Soejoso Karsono yang menggunakan garasi
rumahnya di Jalan Theresia sebagai studio rekaman.Berbagai genre music
direkam oleh Irama,mulai dari jazz,keroncong,pop hingga musik bernuansa
Melayu.Artis artis yang merekam disini antara lain adalah Bubi Chen,Nick
5 Mamahit,Titiek Puspa,Koes Bersaudara,Orkes Bukit Siguntang,Orkes Teruna
Ria hingga Oslan Husein yang membawakan “Bengawan Solo” dalam gaya
rockabilly.
Di tahun 1956 berdiri pula perusahaan rekaman milik Pemerintah
“Lokananta” di Solo yang banyak merekam ragam budaya musik tradisional
Indonesia juga keroncong,pop dan jazz.
Setelahnya kemudian berdiri Remaco,Dimita,Metropolitan Studio dan
kian menggurita pada akhir 70-an hingga sekarang ini.
Dari era ke era,tampak jelas bahwa Indonesia senantiasa berada dibawah
bayang bayang supremasi musik pop dunia yang dicengkeram Amerika Serikat
maupun Inggris termasuk juga Belanda.
Wajah Elvis Presley atau Pat Boone rasa Indonesia bias tersimak saat
Rachmat Kartolo menyanyikan lagu “Patah Hati” yang sempat dihujat banyak
kalangan sebagai lagu cengeng membabi buta.Tapi toh anehnya,banyak yang
menggemari lagu semacam ini.Ketika Rachmat Kartolo menyanyikannya
kembali pada tahun 1984 melalui JK Record,lagu inipun kembali mendulang
sukses tiada terkira.
Berbagai upaya dan strategi untuk menghalau “pop cengeng” semacam
ini memang pernah dilakukan oleh seniman musik lainnya.Even kompetisi
seperti Festival Lagu Populer Indonesia yang telah digagas sejak tahun 1971 dan
bertahan hingga tahun 1991 adalah salah satunya.Beberapa lagu lagu yang
berhasil mencuat di ajang ini bisa dicatat seperti “Damai Tapi Gersang” (Adjie
Bandy),”Lady” (Anton Issoedibyo),”Burung Camar” (Aryono Huboyo
Djati/Iwan Abdurachman),”Kembalikan Baliku” (Guruh Soekarno Putera) yang
berhasil meraih beberapa penghargaan dalam kategori berbeda dalam World
Popular Song Festival yang di gelar oleh Yamaha Music Foundation di Budokan
Hall Tokyo.
Begitu pula terobosan yang dilakukan oleh Lomba Cipta Lagu Remaja
Prambors yang digagas antara tahun 1977 hingga 1996 merupakan salah satu
anasir yang memperkaya khazanah musik Indonesia.Termasuk kontribusi dari
sederet pemusik idealis semisal Harry Roesli,Guruh Soekarno Putera,Eros
Djarot,Chrisye,Keenan Nasution,Gombloh,Leo Kristi,Ebiet G Ade,Iwan
Fals,Ully Sigar Rusady,setidaknya memberikan semacam pengimbang diantara
derasnya lagu-lagu pop yang memberhalakan komoditas semata.
Progressive rock atau sering disingkat prog adalah jenis musik yang
mulai berkembang pada akhir dekade tahun 1960 dan mencapai masa jayanya di
tahun 1970, menggabungkan elemen-elemen dari rock, jazz dan musik klasik.
Kadang pengaruh dari blues dan musik tradisional juga terasa.
6 Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The
Beatles dan The Beach Boys mereka mulai menggabungkan musik tradisional,
musik klasik dan jazz ke dalam komposisi mereka. Beberapa band progressive
rock terkemuka adalah Yes, King Crimson, UK, Pink Floyd dan Genesis dari
sekitar tahun 1969, Rush dari tahun 1970 dan Marillion serta Dream Theater dari
tahun 1980.
Seperti halnya aliran-aliran musik yang lain, adalah sangat sulit untuk
mendefinisikan musik rock progresif secara tepat. Karena inilah terdapat banyak
perdebatan mengenai apakah satu kelompok musik prog atau tidak. Namun ada
beberapa ciri khas musik prog yang biasanya dapat ditemui dalam karya-karya
musisi prog. Di antaranya adalah ritme yang tidak konvensional (bukan 4/4 atau
sinkopasi), penguasaan alat musik yang mahir dengan permainan solo yang
rumit, dan lagu-lagu yang panjangnya melebihi normal (lebih dari 5 menit,
biasanya sekitar 12-20 menit atau bahkan lebih panjang).
Banyak grup progressive rock yang menerbitkan satu album dengan lagulagu yang bertemakan sama atau sambung-menyambung menceritakan satu
cerita (disebut juga sebagai album konsep). Contoh-contoh album konsep di
antaranya adalah Metropolis 2: Scenes from a Memory dari Dream Theater dan
The Lamb Lies Down on Broadway dari Genesis. Banyak pula group musik
progressive saat ini yang mulai keluar dari stigma musik progressive sebagai
genre dan kembali ke pemikiran inti musik progressive sebagai pandangan yang
amat sangat kuat dipengaruhi pandangan Jazz.
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon,
gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya atau
alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan
dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang
berarti memukul atau menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata
benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan
Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali
dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap
sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Buddha yang
mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili
seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai
seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya
dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan
adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan
dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh
tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang
Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk
memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan
dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
7 Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi
Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat
musik misalnya suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran,
kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief
tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya.
Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula
gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang
kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog,
"Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal
sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang
beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara,
drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur
Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa
dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara
mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini
menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan
musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Musik Indonesia telah mengalami perkembangan sejak tahun 1945
hingga sekarang. Berdasarkan buku “Musik Indonesia dan Permasalahannya”
(Balai Pustaka,1952) yang ditulis oleh J.A.Dungga dan L.Manik, menyimpulkan
bahwa lagu-lagu yang melukiskan perjuangan kita selama revolusi dibagi dalam
4 kategori yaitu lagu-lagu tanah air berupa mars yang bertujuan untuk
membangun semangat pejuang ketika sedang dalam masa peperangan, lagu-lagu
tanah air yang bersifat tenang, yang mirip dengan mars hanya saja dengan nada
yang lebih tenang seperti “Syukur” H.Mutahar, lagu-lagu percintaan serta lagulagu sindiran, yang apabila pada jaman sekarang, seperti lagu-lagu dari Iwan
Fals. Dari berbagai macam jenis lagu Indonesia pada jaman perjuangan tersebut,
hingga pada pasca kemerdekaan sekitar tahun 1950-1970, masih terasa benang
merahnya karena yang menjadi topik pada lagu tersebut tak lepas dari masalah
percintaan, sindiran dan kritik sosial. Selain itu pada tahun 1950, dimana sang
legendaris Elvis Presley merajai dunia lewat lagu-lagunya, tak terkecuali,
masyarakat Indonesia pun ikut merasakan apa yang namanya “Demam Elvis”
Sehingga pada saat itu, band-band dengan unsur kebarat-baratan pun mulai
marak dan hal ini membuat pemimpin kita, bapak Soekarno geram karena
merasa kepribadian bangsa kita tercoreng. Pada masa inilah para musikus terus
bereksperimen untuk menggabungkan unsur barat pada lagunya, tetapi tetap
tidak meninggalkan unsur lokal seperti yang terjadi pada lagu Oslan Husein yang
menyanyikan lagu “Bengawan Solo” karya Gesang dalam gaya rockabilly ala
8 Bill Haley & His Comets. Dan nampaknya, pada masa inilah awal dari
perkembangan industri musik Indonesia.
Pada saat ini, dunia musik Indonesia mengalami perkembangan, seiring
dengan perkembangan teknologi, genre musik pun menjadi bertambah luas.
Tetapi belakangan ini, sepertinya dunia musik lokal mengalami kemunduran
dengan hadirnya segelintir band-band baru dengan genre yang sama, gaya
dandanan yang sama, lirik yang melulu soal cinta dan perselingkuhan. Kuantitas
band-band ini harusnya ditampilkan bersama-sama dengan keragaman genre
musik yang berbeda agar terlihat lebih bervariasi, tetapi yang ada hanya
keseragaman yang tampaknya menjadi hal yang membosankan. Selain bandband ini menyuguhkan dandanan, ciri khas musik, serta irama yang terlihat
seragam, lirik-liriknya pun kadang ditulis secara dangkal dan tidak ditulis dengan
pemakaian bahasa serta estetika yang baik. Tetapi anehnya, lirik tersebut sangat
melekat dimasyarakat, bahkan anak kecil sekalipun. Selain itu, karena sikap
masyarakat kita yang “latahan” akhirnya terus menerus diciptakan band-band
serupa, yang kadang bahkan sulit untuk dibedakan band yang satu dengan yang
lainnya. Dunia musik kita seakan tidak lagi mempunyai identitas dan ciri khas
dan semuanya itu dilakukan atas nama pasar.
Dengan adanya kebosanan terhadap musik lokal ini, maka diangkatnya
lah tema dari proyek tugas akhir, yaitu band “Guruh Gipsy”, band side project
dan band non-commercial yang merupakan gabungan dari Guruh Soekarno Putra
serta band Gipsy yang terdiri dari Almarhum Chrisye, Keenan Nasution, Gauri
Nasution, Oding Nasution, Abadi Soesman serta Ronny Harahap. Guruh Gipsy
merupakan band yang bisa dibilang tidak begitu sukses pada masanya, yaitu
tahun 1976 dan penjualan albumnya yang terbatas pun tidak mampu menembus
keuntungan. Band ini merupakan band yang mega budget dan hanya
mengeluarkan satu album saja. Walaupun band yang beraliran symphonic
progressive rock-experimental ini tidak sukses pada saat itu, tetapi usaha dan
semangat para personilnya dalam memajukan kesenian Indonesia serta
budayanya patut diacungi jempol. Ide mereka yang menggabungkan nada
pentatonik dan diatonik ini berhasil dimainkan dengan sempurna dan cukup
“gila” pada masanya. Keberadaan band Guruh Gipsy ini, walaupun dengan
eksistensi yang hanya sebentar, patut diperhitungkan dan layak menjadi salah
satu legend serta aset bangsa kita. Banyak pengamat musik lokal maupun luar
negeri yang mereview band ini serta menyebut band ini sebagai “Revolusi musik
Indonesia”. Hingga sekarang, belum ada band manapun yang bisa menyaingi ketotalitas-an Guruh Gipsy ini. Karya Guruh Gipsy ini merupakan sebuah proyek
eksperimen yang berani dengan pengorbanan biaya, waktu, dan tenaga yang
ekstra. Kalaupun dikerjakan sekarang dengan ditunjang teknologi yang mutakhir,
pembuatan karya itu tetap membutuhkan pemikiran, dedikasi, dan kerja keras.
Belakangan ini, album ini terus dicari orang dan tak heran apabila salah seorang
berkebangsaan Jerman membajak LP Guruh Gipsy dan menyebarnya dalam
bentuk MP3 tanpa sepengetahuan Guruh Gipsy.
9 Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mengetahui siapa itu Guruh
Gipsy. Mungkin orang mengenal Keenan Nasution, Guruh Soekarno Putra atau
Almarhum Chrisye, tetapi banyak orang yang tidak tahu apa yang telah mereka
capai dan usaha apa yang pernah mereka lakukan untuk terus melestarikan
budaya Indonesia di bidang musik. Walaupun dengan umur band Guruh Gipsy
sendiri yang sangat singkat, namun perjalanan band, usaha serta semangat
mereka dalam bermusik perlu diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya pada
masa-masa ini, dimana seolah-olah kita telah di “brainwash” oleh pola pikir
industri musik bahwa musik yang baik bagi Indonesia saat ini adalah musik
dengan kualitas yang biasa-biasa saja namun cukup dengan lirik dan gaya yang
“sensasional”, “nakal” sehingga dapat “menyentil” masyarakat tanpa
memasukkan nilai-nilai dan dasar yang kuat dalam bermusik.
2. Lingkup Proyek Tugas Akhir
Oleh karena itu, dipilihnya suatu rancangan publikasi berupa biografi box
set perjalanan serta usaha Guruh Gipsy KESEPAKATAN DALAM
KEPEKATAN, apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, masyarakat akan
lebih menghargai sejarah bangsa kita, mendapat suatu inspirasi dari masa lalu,
pemikiran-pemikiran yang baru serta sosok suatu band Indonesia yang pantas
untuk menjadi panutan serta inspirasi masyarakat. bukan berarti dengan adanya
buku ini akhirnya menjadi mengajak masyarakat untuk membenci band-band
yang sudah ada atau mengajak masyarakat untuk “anti barat”. Sudah tidak bisa
dipungkiri lagi, sejak dahulu, mau tidak mau, kita sudah dengan telak menelan
pengaruh-pengaruh dari barat dan tidak ada masalah untuk itu selama kita masih
bisa mempertahankan kelokalan kita dan tahu latar belakang kita sebagai
masyarakat Indonesia yang berbudaya. Bukan berarti juga musisi-musisi
Indonesia harus berganti haluan kepada progressive rock seperti Guruh Gipsy
atau langsung ikut menggabungkan unsur lokal dan barat, tetapi lebih kepada
menyadarkan, mengingatkan sekaligus memberi tahu masyarakat bahwa band
Guruh Gipsy ini merupakan bagian dari sejarah bangsa ini yang sudah
semestinya harus kita perhitungkan keberadaannya dan semangat, usaha, niat
serta tetap menunjukan ciri khas dan identitas mereka, hal-hal seperti itu bisa
melahirkan serta menularkan kreativitas-kreativitas baru. Adakah band-band
jaman sekarang yang mau berkarya dengan niat, pengorbanan serta tenaga dan
pikiran yang benar-benar matang tetapi tetap mempertahankan jati diri kita
sebagai masyarakat berbudaya, masyarakat Indonesia? Dibutuhkan kreatifitas,
pemikiran-pemikiran serta kesepakatan dalam masa kepekatan ini, khususnya
terhadap dunia permusikan Indonesia yang sekarang sudah terasa sangat
membosankan.
Download