BAB I. PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI TIK : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan mengerti mengenai kontrak perkuliahan TPTA dan mengerti masalah yang ditimbulkan erosi dan siklus hidrologi PENDAHULUAN Mata kuliah Teknik Pengawetan Tanah dan Air adalah mata kuliah yang mempelajari bagaimana teknik-teknik untuk mengawetan tanah dan air sehingga produktivitas lahan dapat terjaga. Mata kuliah ini lebih menekankan pada sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah) daripada kesuburan tanah. Lahan yang produktivitasnya menurun maka pada gilirannya tidak dapat mendukung pertumbuhan optimal tanaman. Teknik Pengawetan Tanah dan Air adalah penerapan prinsip-prinsip teknik dan biologi untuk menyelesaikan masalah-masalah pengelolaan tanah dan air. Menurut Schwab., et al (1997) masalah-masalah teknik tanah dan air dibagi menjadi beberapa tahapan yakni: (i) pengendalian erosi; (ii) drainase; (iii) irigasi; (iv) pengendalian banjir dan (v) pengembangan dan pengaweta/konservasi sumber-sember daya air. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Teknik Pengawetan Tanah dan Air didasarkan pada integrasi dari ilmu-ilmu tanah terutama fisik tanah; tanaman dan pengelolaan air serta lingkungan. Jumlah penduduk yang terus bertambah khususnya di Indonesia menyebabkan kebutuhan terhadap pengawetan sumberdaya alam; sehingga tepatlah bila masalah teknik pengawetan tanah dan air terutama erosi merupakan masalah nasional. Selain itu dampak terjadinya erosi dapat menimbulkan bermacam-macam dampak negatif; misalnya di sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan yang pada gilirannya akan menurunkan produksi tanaman. Sementara di bidang kesehatan adalah terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit. Selain itu erosi dapat pula mencemari lingkungan khususnya mencemari air karena limpasan hujan yang membawa sedimen, hara dan pestisida. Secara teknis sedimen yang dibawa limpasan hujan dapat pula terendapkan di saluran-saluran irigasi atau sungaisungai dan pada gilirannya akan memperkecil kapasitas saluran ataupun sungai. Dampak positif dari sedimentasi yang dibawa oleh limpasan hujan akan menyuburkan lahan karena sedimen berasal dari penggerusan top soil (lapisan tanah bagian atas) yang merupakan media tanam yang sangat subur. Brooks ., dkk (1991) berpendapat bahwa penyebab terjadinya erosi ada dua yaitu air dan angin; Indonesia sebagai negara tropis sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia adalah disebabkan hanya oleh air; hal ini juga lebih disebabkan juga karena Indonesia adalah negara tropis; dan adanya dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dengan jumlah hujan pertahun melebihi 1500 milimeter; maka jumlah hujan yang tinggi ini terutama pada musim hujan akan memacu terjadinya erosi. Bila perencanaan konservasi teknik tanah dan air baik maka pada saat musim hujan air dapat disimpan (konservasi) di dalam tanah dan dipegang oleh agregat-agregat tanah (water holding capacity) ;sehingga agregat tanah sukar melepaskan air. Keadaan ini juga yang salah satu penyebab mengapa erosi angin tidak terjadi di Indonesia; sementara angin yang berhembus di Indonesia tidak sekencang angin yang berhembus di daerah gurun Erosi angin hanya terjadi pada daerah kering atau semi kering; sementara daerah yang rusak karena terjadinya erosi angin adalah daerahdaerah lahan pasir atau tanah bertekstur pasir (sedikit daya ikat antar partikel) yang kering atau daerah pinggir pantai ataupun daerah gurun pasir. Biasanya partikel-partikel tanah yang dibawa angin sebagai erosi angin adalah partikel tanah yang sangat halus (diameter 0,02 sampai 0,1 mm); sedangkan partikel tanah yang lebih besar tetap tinggal di permukaan lahan. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya erosi maka Gambar 1 di bawah ini merinci siklus hidrologi baik di lahan yang terbuka (bera) maupun pada lahan yang tertutup oleh tanaman (cover crop). Gambar 1 berikut ini adalah siklus hidrologi yang menggambarkan suatu siklus yang terjadi di lahan miring; dimulai dari curah hujan yang turun ke permukaan lahan, sampai hujan masuk ke permukaan tanah sebagai infiltrasi, sisanya mengalir di atas permukaan tanah sebagai limpasan hujan dan lainnya menguap ke atmosfir kemudian hujan turun lagi ke permukaan tanah. Gambar 1.1 Siklus Hidrologi Gambar 1 menggambarkan dari mulai hujan jatuh ke permukaan tanah (baik tanah yang tertutup oleh cover crop maupun hujan yang jatuh pada tanah yang bera khususnya lahan miring. Sebahagian hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan tertahan di permukaan daun (interseption), dan sebagian lagi akan masuk ke permukaan tanah sebagai infiltrasi dan sebahagian lagi akan mengalir di permukaan lahan sebagai limpasan hujan (run off) . Hujan yang jatuh pada tanah yang tertutup cover crop akan tertahan lebih dahulu pada daun ; besarnya hujan yang tertahan di atas permukaan daun sangat dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan daun. Sebagai contoh bahwa daun pinus akan menahan air hujan lebih kecil dibandingkan dengan daun keladi. Curah hujan dengan drop size akan memukul langsung permukaan tanah yang bera sehingga agregat tanah akan terpecah menjadi partikel-partikel tanah. Mudah tidaknya agregat tanah hancur menjadi partikel-partikel tanah sangat tergantung dari: (i) besarnya hujan terutama intensitas hujan dengan drop sizenya; dan (ii) tekstur tanah di lahan tersebut; tektur pasir karena ikatan antar partikelnya rendah maka agregat tanahnya akan lebih mudah terpecahkan dibandingkan dengan tanah dengan tekstur liat. Drop size (ukuran butiran-butiran hujan) dengan kinetik enerji dan massanya akan memukul agregat tanah sehingga hancur menjadi partikelpartikel tanah dan partikel tanah yang telah hancur ini dengan mudah akan dibawa oleh limpasan hujan ke tempat-tempat yang lebih rendah dan akan terkumpul sebagai sedimen . Sedangkan air hujan yang tertahan di permukaan daun sebahagian secara perlahan akan teruapkan (terevaporasi) ke atmosfir sebagai uap air atau dan sebahagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah dan masuk ke permukaan tanah sebagai infiltrasi. Besar dan kecepatan (velocity) limpasan hujan sangat tergantung dari kemiringan tanah dan kapasitas infiltrasi yang juga dipengaruhi oleh besar dan kecilnya pori-pori tanah. Air hujan yang masuk ke permukaan tanah sebagai infiltrasi sebagian akan terperkolasi dan limpasan hujan yang tidak terinfiltrasi tetap berada di atas permukaan tanah dan akan menguap ke atmosfir yang lebih dikenal dengan evaporasi. Air hujan yang terintersep di permukaan daun sebahagian akan jatuh per lahan-lahan ke permukaan tanah dan sebahagian lagi akan teruapkan ke atmosfir (transpirasi). Evaporasi dan transpirasi akan terkumpul menjadi awan dan bila terjadi benturan yang hebat diantara awan maka akan turun menjadi hujan. Erosi adalah penggerusan lapisan tanah bagian atas atau top soil yang disebabkan oleh air dan angin. (Nurpilihan, 2001). sementara erosi yang disebabkan oleh hanyutnya partikel-partikel tanah oleh terjadinya aliran permukaan (run off) sangat membahayakan baik di bidang pertanian maupun dampak lain di bidang non pertanian. Schwab, et al., (1997) berpendapat bahwa erosi merupakan salah satu masalah penting pada bidang pertanian, karena erosi selain menurunkan produktivitas lahan juga merupakan faktor utama sedimen yang menyebabkan polusi sungai dan penggenangan pada waduk. Terjadinya pengendapan partikel-partikel tanah di waduk akan mempengaruhi kapasitas waduk, sehingga waduk tidak dapat menampung air sesuai dengan kapasitas tampungnya. Top soil atau bagian atas tanah merupakan media tumbuh tanaman yang amat subur ; tebal lapisan top soil ini sangat bervariasi, namun di daerah pertanian tebal top soil berkisar 30 sampai 50 sentimeter . Di negara dengan iklim tropis kehilangan lapisan tanah bagian atas berkisar antara 2 sampai 4 sentimeter pertahun; hal ini sangat diperngaruhi oleh tektur tanah dan besarnya intensitas hujan. Bila top soil terus menerus tergerus oleh proses erosi tanpa adanya pengendalian maka top soil akan habis dan di permukaan tanah akan timbul sub soil. Lapisan tanah sub soil ini tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman ; akibat dari keadaan ini adalah tanah tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman karena tanaman tidak dapat tumbuh pada lapisan tanah sub soil. Bennet (1989) berpendapat bahwa untuk membentuk satu sentimeter lapisan tanah top soil dari parent material (bahan induk) dibutuhkan waktu 300 sampai 1000 tahun. Menyimak pendapat Bennet ini maka seharusnyalah untuk menjaga ketebalan top soil ini dari proses erosi yang terjadi. Diskusi : 1. Jelaskan siklus hidrologi 2. Apa yang disebut dengan : a. infiltrasi b. interseption c. evaporasi d. transpirasi e. top soil f. sub soil g. proses erosi BAB II. MEKANISME TERJADI EROSI SERTA EROSI MENURUT JENIS DAN BENTUKNYA TIK : Setelah kuliah berakhir mahasiswa mengerti mekanisme terjadi erosi; erosi menurut jenisnya serta erosi menurut bentuknya 2.1. MEKANISME TERJADI EROSI Mekanisme terjadinya erosi oleh Nurpilihan (2000) diidentifikasikan menjadi tiga tahap yaitu: (i) detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii) transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run off dan (iii) sedimentation (sedimen/pengendapan jumlah tanah tererosi); tanah-tanah tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah bagian bawah. Cekungan-cekungan yang menampung partikel-partikel tanah dari top soil yang tergerus akan menjadi lahan yang amat subur. Faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi erosi adalah iklim terutama curah hujan, tekstur tanah; vegetasi dan topografi dan manusia; kecuali iklim maka faktorfaktor lainnya dapat dikendalikan oleh manusia. Nurpilihan (2000) berpendapat diltinjau dari tekstur tanah maka dapat dikatakan bahwa tekstur pasir lebih mudah terhancurkan oleh butiran-butiran hujan menjadi partikel-partikel tanah dibandingkan dengan tekstur lainnya; hal ini disebabkan karena daya ikat antar partikel tanah dari tekstur pasir tidak kuat atau tidak mantap karena atau perekat antar partikel lemah yang disebabkan karena sedikitnya tekstur liat ( yang berfungsi sebagai semen diantara partikel-partikel tanah). Sedangkan tekstur liat paling mudah diangkut (transportasi) dibandingkan tekstur lainnya karena ukuran partikel tanah yang kecil dibandingkan dengan tekstur lainnya. Drop size sangat berperan dan mempengaruhi proses erosi secara langsung, makin tinggi intensitas hujan maka semakin besar pula drop size hujan, sementara penelitian Wischmeier dan Smith (1958) mengungkapkan bahwa kecepatan drop size untuk jatuh ke permukaan tanah sangat tergantung dari besar kecilnya drop size. Semakin besar drop size semakin cepat pula jatuh ke atas permukaan tanah. 2.2 EROSI MENURUT JENISNYA Erosi ditinjau dari jenisnya dibagi menjadi empat yaitu: i. Erosi lembar (sheet erosion) ; yaitu erosi yang akibatnya tidak dapat dilihat secara kasat mata; karena pengikisan tanah yang diakibatkan oleh limpasan hujan sangat tipis (sheet/lembar). Keadaan ini baru dapat terlihat apabila kejadian erosi lembar ini sudah berulang kali terjadi atau telah kejadiannya telah bertahun-tahun sehingga terjadi produktivitas lahan menurun yang diikuti oleh menurunnya produksi tanaman yang; atau bila dapat juga dilihat bila kita membuat profil tanah maka dapat dilihat bahwa telah terjadi penipisan top soil dari tahun ke tahun. Namun pembuatan profil tanah yang terus menerus tidak dapat dilakukan mengingat efisiensi waktu dan biaya. ii. Erosi alur (reel erosion); yaitu tingkat erosi yang terjadi di permukaan lahan sudah menunjukkan gejala adanya alur-alur sebagai jalannya air hujan yang menyerupai parit-parit kecil di atas permukaan lahan. Besarnya alur-alur jalannya air ini amat tergantung dari kemiringan lereng dan besarnya intensitas hujan; makin miring lahan dan makin besar intensitas hujan maka makin besar alur jalannya air hujan yang terjadi. iii. Erosi parit (gully erosion); yaitu tingkat erosi yang mengakibatkan timbulnya parit-parit sebagai jalannya air hujan di atas permukaan lahan. Bentuk parit ini bervariasi yaitu bila bentuk parit yang disebabkan drop size ini menyerupai huruf U ; hal ini menandakan bahwa tekstur lahan yang tergerus adalah tekstur pasir; sementara bila bentuk paritnya berbentuk V maka dapat diprediksi bahwa lahan tersebut bertekstur liat. Keadaan ini disebabkan karena tekstur liat sulit sekali dihancurkan oleh butir-butir hujan sementara tekstur pasir sangat mudah dihancurkan oleh butiran-butiran hujan; sehingga menyebabkan perbedaan bentuk yang ditimbulkan oleh drop size dari curah hujan yang memukul tanah. iv. Erosi tebing sungai (steam bank erosion); yaitu erosi yang terjadi pada tebing sungai. Air sungai yang mengalir dan menghantam tebing sungai akan mengakibatkan terjadinya erosi tebing sungai sehingga lama kelamaan lahan tersebut semakin lama semakin banyak tergerus oleh air sungai dan terjadilah erosi tebing sungai yang pada gilirannya lahan pertanian disekitar tebing sungai akan mengecil dan lebar sungai akan menjadi lebih lebar. Untuk mengatasi hal ini biasanya petani menanam tanaman yang mempunyai perakaran kuat menahan aliran air dan kuat pula memegang tanah; misalnya tanaman bambu di sekitar tebing sungai untuk menahan erosi yang terjadi; karena menurut kenyataannya tanaman bambu mempunyai perakaran yang kuat memegang tanah. v. Longsor; para pakar Teknik Tanah dan Air berpendapat bahwa longsor ini masuk kepada jenis erosi. Namun bila dilihat teori dari proses terjadinya erosi yang menyebutkan bahwa erosi adalah proses penggerusan lapisan tanah bagian atas oleh air dan angin, maka longsor ini perlu dikaji apakah masuk pada proses erosi atau tidak. Longsor dapat saja terjadi tiba-tiba misalnya pada kejadian hujan yang deras tanpa adanya penggerusan tanah lapisan atas terlebih dahulu; atau ada kemungkinan terjadinya longsor disebabkan oleh karena adanya lapisan aquifer tanah yang tidak stabil. 2.3. EROSI BERDASARKAN KEJADIANNYA Dilihat dari kejadiannya maka erosi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Natural erosion atau erosi secara alami; yaitu macam erosi yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia, dan b. Accelerate erosion atau erosi yang dipercepat; yaitu erosi yang dipercepat karena ulah manusia yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Tindakan manusia ini sangat memacu percepatan erosi; misalnya penebangan hutan yang semena-mena tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, menanam tanaman budidaya searah lereng bukan memotong lereng dan lain-lain. Selain bentuk dan jenis-jenis erosi di atas maka Schwab (1999) menyatakan bahwa ada satu lagi jenis erosi yang disebut erosi percikan (splash erosion); yaitu terjadinya percikan tanah akibat dari jatuhnya butiran hujan dan memercikkan partikel tanah kesamping kiri dan samping kanan lahan. Diskusi : 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : a) Proses terjadinya erosi b) Mekanisme terjadinya erosi c) Macam-macam erosi 2. Mengapa longsor masih diperdebatkan sebagai proses terjadinya erosi 3. Bentuk gully erosion ada yang berbentuk U dan ada pula yang berbentuk V. Beri penjelasan Saudara mengenai hal ini 4. Apa pengertian splash erosion BAB III. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EROSI (1) TIK : Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor penyebab erosi (faktor iklim) Secara umum perhitungan jumlah erosi dinyatakan dengan jumlah tanah khususnya top soil yang tergerus karena erosi dan secara kumulatif dinyatakan dengan satuan ton/hektar /tahun; namun dapat juga dihitung jumlah tanah yang erosi untuk satu musim tanam dari tanaman tertentu atau jumlah tanah yang tererosi pada satu bulan tertentu. Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan erosi dan mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan manusia. Kelima faktor tersebut sangat berkaitan erat satu dengan lainnya; tidak dapat dihitung jumlah erosi yang hanya dipengaruhi oleh hanya pada satu faktor saja . Erosi potensial dihitung dengan mempertimbangkan besarnya erosi dilihat dari dua faktor yaitu erosivitas hujan dan erodibilitas (Gabriel, 1974). Hal ini dapat digambarkan dengan model seperti berikut ini: E = f (erosivitas; erodibilitas)………….................…………………..(3.1) dimana : E adalah jumlah erosi Erosivitas adalah kekuatan hujan menimbulkan erosi Erodibilitas adalah kepekaan tanah menimbulkan erosi f adalah fungsi Erosivitas hujan merupakan fungsi dari intensitas dan durasi hujan, massa, diameter dan kecepatan air hujan. Untuk menghitung erosivitas diperlukan analisis dari distribusi ukuran butiran hujan. Laws dan Parsons (1943) berdasarkan penelitian di Timur Amerika Serikat menunjukkan bahwa ukuran butir hujan bervariasi seiring denga intensitas hujan. Baver (1989) menggambarkan hubungan fungsi erosi dengan faktorfaktor penyebab erosi sebagai berikut: E = f (C;S;V;T;H)……………………………………........................(3.2) dimana : E adalah jumlah erosi f adalah fungsi C adalah faktor iklim (curah hujan, sinar matahari, angin dan temperatur) S adalah faktor tanah (tekstur dan struktur) V adalah faktor vegetasi (pengelolaan tanaman) T adalah faktor topografi (panjang dan kemiringan lereng) H adalah faktor tindakan manusia (teknologi yang digunakan untuk mengolah lahan dan tanaman) Mengkaji fungsi erosi yang dikemukakan oleh Baver di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa erosi adalah merupakan fungsi-fungsi dari iklim, tanah, tanaman, topografi dan tindakan manusia; artinya bahwa kejadian hujan yang menimbulkan erosi merupakan interaksi dari kelima faktor di atas; dengan perkataan lain bahwa erosi tidak dapat dihitung bila kita hanya mengetahui satu faktor saja. 3.1 FAKTOR IKLIM Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah curah hujan, suhu, angin, kelembaban dan radiasi matahari. Suhu dan angin tidak mempengaruhi erosi secara langsung namun, terjadinya angin yang kencang dan suhu yang tinggi terutama suhu tanah maka akan mempengaruhi proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi dan transpirasi tinggi akan mempertinggi terjadinya penguapan air ke atmosfir sehingga menurut siklus hidrologi uap air ini akan membentuk awan dan jatuh kepermukaan sebagai hujan. Selain itu penguapan air yang tinggi juga akan mempengaruhi kandungan atau kelembaban air tanah; pori tanah akan kosong dan bila terjadi hujan kapasitas infiltrasi akan tinggi; dan run off kecil. Konsep perencanaan teknik konservasi seperti ini adalah suatu perencanaan yang diharapkan untuk pengendalian erosi. Sementara angin secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah erosi karena angin dapat merubah kecepatan jatuhnya hujan dan sudut pukulan air hujan. Kelembaban dan sinar matahari akan mempengaruhi terhadap suhu udara maupun suhu tanah dan juga akan mempengaruhi laju pengurangan air tanah. Faktor iklim yang sangat berperan terhadap proeses atau terjadinya erosi adalah hujan; Nurpilihan (2000) berpendapat bahwa parameter-parameter hujan dapat dibagi menjadi: (i) jumlah hujan; (ii) intensitas hujan; (iii) durasi/lamanya kejadian hujan); dan (iv) distribusi hujan. Dari keempat parameter hujan di atas maka faktor hujan yang paling signifikan menimbulkan erosi adalah intensitas hujan. A. JUMLAH HUJAN Hujan bisa terjadi dalam bentuk yang tidak selalu konstan, dan bentuk dari hujan bisa berupa partikel air dengan diameter yang beragam; dapat pula berbentuk salju atau hujan es . Di Indonesia hujan es sangat jarang terjadi. Jumlah hujan adalah banyaknya hujan yang jatuh ke permukaan tanah atau tertampung pada tanaman terutama daun dengan satuan mm/cm per hari (24 jam). Data jumlah hujan ini dapat diperoleh dari stasiun cuaca yang menggunakan alat penakar hujan manual atau alat penakar hujan otomatis ( automatic rain gauge). Data jumlah hujan ini diukur setiap hari bila ada kejadian hujan, baik menggunakan penakar hujan manual maupun dengan penakar hujan otomasi. Bila kita ingin memperoleh data jumlah hujan selama satu minggu, satu bulan , satu musim tanam atau satu tahun kalender maka cukup menjumlahkan secara kumulatif jumlah curah hujan harian. Gambar 3.1 berikut ini adalah pengukur curah hujan manual dengan hasil pencatat curah hujan harian. Pengukur curah hujan manual ini hanya dapat mengukur jumlah hujan harian; bulanan; semusim tanam maupun jumlah curah hujan tahunan. Sedangkan intensitas hujan; durasi hujan tidak dapat diukur langsung menggunakan alat pengukur curah hujan ini. Pengukur hujan automatik atau aotomatic raingage dapat mengukur selain jumlah hujan juga intensitas hujan; durasi hujan (kapan hujan mulai turun dan berhenti); kinetik enerji hujan dan intensitas hujan maksimum selama 30 menit dan 60 menit. Sayang karena mahalnya alat pengukur hujan automatik ini maka sering terjadi pencurian; sehingga di stasiun cuaca jarang sekali tersedia alat pengukur curah hujan ini Gambar 3.1 Pengukur curah hujan secara manual Jumlah curah hujan tahunan biasanya > 1500 mm, baik di bagian Barat Indonesia maupun di bagian Timur Indonesia; yang membedakan antara wilayah Barat dan Timur adalah hari hujan ; dimana wilayah bagian Timur hari hujannya lebih kecil dari wilayah bagian Barat; di wilayah Barat hari hujan tahunan hari. > 120 hari sementara di wilayah Timur hanya berkisar 90 Jumlah hujan yang diperoleh dari pengukur jumlah hujan secara manual dapt dihitung intensitas hujan dengan menggunakan rumus Bolls (1998). Penelitian Bolls ( 1998) menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun untuk menghitung erosivitas hujan tahunan dalam hubungannya dengan erosi alur dalam jangka lama dari lahan berlereng antara 3-20%, menggunakan rumus sebagai berikut: EI 30 6,119 (R) 1,21 (H) 0, 47 (R m )0,53 .....................................................(3.3) Dimana : EI30 adalah indeks erosivitas hujan bulanan rata-rata; R adalah curah hujan rata-rata bulanan (cm); H adalah jumlah hari hujan rata-rata bulanan (hari); Rm adalah curah hujan maksimum selama 24 jam dalam 1 bulan Bila di satasiun cuaca hanya terdapat penakar curah hujan manual dapat menggunakan rumus Bolls untuk menghitung erosivitas hujan. Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam waktu relatif singkat, biasanya dalam waktu 2 jam. Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan Derajat Hujan Hujan sangat lemah Hujan lemah Hujan normal Hujan deras Hujan sangat deras Intensitas curah hujan (mm/min) < 0,02 0,02-0,05 Kondisi Tanah agak basah dibasahi sedikit atau Tanah menjadi basah semua tetapi sulit membuat pudel. 0,05-0,25 Dapat dibuat pudel dan bunyi curah hujan terdengar 0,25-1 Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan kedengaran dari genangan >1 Hujan seperti ditumpahkan dan saluran drainase meluap. Sumber : Foth, 1995 Tabel 2 di bawah ini menggambarkan keadaan curah hujan terhadap intensitas curah hujan (Foth, 1995). Tabel 2. Keadaan curah hujan terhadap intensitas curah hujan Keadaan curah hujan Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat Sumber : Foth, 1995 Intensitas curah hujan (mm) 1 jam 24 jam >1 <5 1-5 5-20 5-20 20-50 10-20 50-100 >20 >100 Morgan (1963) menyimpulkan bahwa rata-rata kehilangan tanah perkejadian hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas hujan seperti tertera pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Hubungan antara intensitas hujan dan kehilangan tanah. Maksimum intensitas hujan 5 menit (mm/jam) 0 – 25.4 25.5 – 50.8 50.9 – 76.2 76.3- 101.6 101.7 – 127.0 127.1- 152.4 152.5 – 177.8 177.9 – 254.0 Jumlah kejadian hujan 40 61 40 19 13 4 5 1 Rata-rata erosi per kejadian hujan (kg/m2) 0.37 0.60 1.18 1.14 3.42 3.63 3.87 4.79 Sumber : Morgan, 1986. B. INTENSITAS HUJAN Intensitas hujan adalah parameter hujan yang sangat berperan terhadap terjadinya erosi. Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam satuan millimeter atau sentimeter per jam. Dari karakteristik hujan yang terjadi dapat dikatakan bahwa intensitas hujan tinggi dan sangat tinggi biasanya berlangsung tidak terlalu lama tetapi dapat menimbulkan erosi. Secara teori dapat dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas hujan maka semakin tinggi jumlah erosi yang terjadi; namun praktek di lapangan hal ini tidak selalu terjadi, misalnya tanah yang mempunyai kelembaban tanah kering diakibatkan evaporasi dan transpirasi yang tinggi dan tidak turun hujan dalam jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan pori-pori tanah kosong akan air. Pada saat hujan turun maka pori-pori akan terisi air dan kapasitas infiltrasi tinggi ; yang pada gilirannya jumlah aliran permukaan kecil. Sebaliknya hujan yang turun terus menerus selama beberapa hari akan mengisi pori-pori tanah sehingga penuh; dan manakala hujan datang walaupun gerimis atau jumlah hujan kecil maka pori-pori tanah tidak mampu menampung curah hujan sehingga yang terjadi adalah aliran permukaan di atas permukaan tanah tinggi dan walaupun hujan hanya gerimis dan kejadian hujan ini dapat menimbulkan erosi. Penelitian Hudson (1963) di daerah tropis menggambarkan bahwa hubungan erosi dengan intensitas hujan berlaku bila intensitas hujan lebih dari 100 milimeter per jam. Pada intensitas yang lebih besar ukuran butiran hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas, hal ini mungkin diakibatkan karena turbulensi yang lebih besar membuat ukuran butiran yang lebih besar menjadi tidak stabil. Karena kesulitan dalam penentuan variasi tersebut, maka dimungkinkan untuk menggunakan hubungan umum antara energi kinetik hujan dan intensitas hujan. Berdasarkan pada penelitian Laws dan Parson (1943), Wischmeier dan Smith (1958) menggunakan persamaan : KE = 11.87 + 8.73 log10I.......................................................................(3.4) dimana: I adalah intensitas hujan (mm jam -1) KE adalah energi kinetik hujan (J m- 2 mm-1 ). Untuk daerah tropis, Hudson (1965) memberikan persamaan untuk menentukan nilai KE adalah sebagai berikut: KE 29.8 - 127.5 ..................................................................................(3.5) I Penghitungan energi kinetik dilakukan dengan mencatat hujan dari alat ukur hujan otomatis yang dianalisis dan kemudian hujan dibagi menjadi rentang waktu yang pendek dan memiliki intensitas yang seragam. Pada tiap periode waktu, dengan mengetahui intensitas hujan, energi kinetik hujan dapat diperkirakan dari persamaan di atas dan kemudian dikalikan dengan jumlah hujan yang didapat, memberikan energi kinetik pada periode waktu tersebut. Jumlah dari nilai energi kinetik dari seluruh periode waktu memberikan total energi kinetik dari hujan. Untuk memberikan nilai indeks erosi potensial, indeks erosivitas harus secara penting dikorelasikan dengan kehilangan tanah. Wischmeier dan Smith (1958) menemukan bahwa kehilangan tanah oleh percikan, limpasan air permukaan dan erosi parit memiliki hubungan gabungan antara indeks energi kinetik dan intensitas hujan maksimal 30 menit (I30). Indeks ini dikenal sebagai EI30 alasan ini disebabkan: Pertama, dengan mendasarkan pada energi kinetik 30 menit, menjadikan itu pendugaan untuk hujan tropis pada intensitas yang tinggi.Schwab , et al., (1979) berpendapat untuk menghitung besarnya intensitas hujan dapt menggunakan persamaan sebagai berikut: i = KTx/tn ……………………………………………………………(…….) dimana: i adalah intensitas hujan K,c, dan n adalah konstanta untuk lokasi geografis tertentu t adalah lamanya hujan dalam waktu menit T adalah periode ulang dalam tahun Menurut Schwab, et al., (1997) bahwa persamaan di atas jarang digunakan mengingat sulitnya menentukan nilai-nilai konstanta. Pada kenyataannya tak ada alasan yang jelas kenapa intensitas 30 menit merupakan parameter yang cocok untuk dipilih. Menurut Stocking dan Ewell (1973) disarankan penggunaannya untuk kondisi tanah yang kosong. Dengan kondisi lahan yang jarang dan padat pelindung tanaman mereka memberikan korelasi yang lebih baik dengan kehilangan tanah menggunakan maksimum intensitas hujan 15 dan 5 menit. Pada modifikasi EI30, yang didesain untuk mengurangi perkiraan yang berlebih untuk hujan tropis, Wischmeier dan Smith, menentukan nilai maksimum intensitas hujan sebesar 76.2 mm perjam untuk perhitungan energi kinetik per unit hujan dan 63.5 mm perjam untuk I30. sebagai alternatif indeks erosivitas, Hudson (1965) menggunakan KE > 25, untuk menghitung hujan tunggal, kemudian menjumlahkan energi kinetik pada penambahan waktu tersebut ketika intensitas hujan sama dengan 25 mm perjam atau lebih besar. Ketika diaplikasikan pada data dari Zimbabwe, korelasi yang lebih baik antara kehilangan tanah dan EI30. Stocking dan Ewell (1973) menghitung kembali data Hudson dan memberikan informasi terbaru, bahwa EI30 merupakan indeks terbaik dari semua. Karena mereka menggunakan menghitung EI30 untuk hujan berjumlah 12.5 mm dan dengan intensitas hujan maksimum 5 menit lebih besar dari 25 mm perjam. Mereka telah menghilangkan keraguan pada indeks EI30 yang orisinal, bagaimanapun menghasilkan indeks yang secara filosofis mendekati KE > 25. Indeks Hudson memiliki kelebihan untuk kemudahan dan dalam persyaratan data yang dibutuhkan (Morgan,1986). Menurut Suripin 2001, faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Terdapat dua penyebab utama pada tahap pertama dan kedua dari proses terjadinya erosi, yaitu tetesan butiran – butiran hujan dan aliran permukaan. Tetesan butiran – butiran hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya agregat – agregat tanah, diakibatkan oleh tetesan butiran hujan memiliki energi kinetik yang cukup besar. Intensitas hujan yang lebih besar dapat membentuk butiran – butiran tetesan hujan yang lebih besar lagi dan mengakibatkan aliran air di permukaan yang lebih banyak. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi jumlah atau kedalaman hujan, intensitas hujan dan lamanya hujan. Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi. Energi hujan dimaksudkan sebagai energi hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah atau dengan perkataan lain energi hujan terdiri dari energi kinetik dan potensial hujan. C. DURASI HUJAN Durasi hujan atau lamanya hujan adalah lamanya hujan yang terjadi pada satu hari (24 jam) atau satu minggu, satu musim tanaman ataupun satu tahun kalender. Durasi hujan ini dihitung secara kumulatif; misalnya untuk menghitung lamanya hujan satu hari satu malam kita harus menjumlahkan lamanya waktu hujan pada hari yang akan dihitung. Sebagai contoh hujan yang jatuh tanggal 11 Fabruari 2010 adalah 2 jam 31 menit; atau kejadian hujan selama satu minggu dari tanggal 1 sampai tanggal 7 Februari 2010 hanya 2 hari hujan dan seterusnya; atau kita ingin mengetahui durasi hujan selama satu tahun kalender maka cukup menjumlahkan hari-hari kejadian hujan selama satu tahun, misalnya pada tahun 2010 hari hujan di Jawa Barat hanya 201 hari. Khusus untuk lamanya hujan per hari tidak dapat dihitung dengan menggunakan alat penakar hujan secara manual, haruslah menggunakan alat penakar hujan secara otomatis. Antara wilayah Timur dan Barat Indonesia jumlah hujan tahunan mungkin tidak berbeda secara signifikan, misalnya > 1500 mm; namun perbedaannya adalah dalam hal durasi hujan. Rata-rata durasi hujan di wilayah Timur Indonesia adalah 90 hari/tahun sementara di wilayah Indonesia 130 hari pertahun. Untuk mengatasi hal ini biasanya para petani di bagian Timur Indonesia bergabung membangun ”embung” (kolam kecil yang diberi pengerasan dengan semen) yang fungsinya untuk menyimpan air sehingga dapat digunakan pada musim kemarau. D. DISTRIBUSI HUJAN Hujan dengan jumlah hujan yang tinggi atau rendah dengan durasi yang berbeda sangat dimungkinkan terjadi pada wilayah yang sangat berdekatan. Distribusi hujan dapat diartikan sebagai penyebaran hujan; biasanya penyebaran hujan ini sering tidak merata. Sebagai contoh adalah di suatu areal pertanian terjadi hujan, namun pada areal pertanian yang bersebelahan pada waktu yang bersamaan tidak terjadi hujan. Keadaan ini menunjukkan bahwa distribusi hujan tidak merata di daerah tersebut, distribusi hujan sangat nyata terlihat misalnya antara wilayah daerah Timur Indonesia dengan wilayah Barat Indonesia. Diskusi : Sebutkan pengertian –pengertian sebagai berikut: a. Jumlah hujan b. Intensitas hujan c. Durasi hujan d. Distribusi hujan e. Erosivitas hujan f. Erodibilitas tanah g. I30 dan I60 BAB IV. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EROSI (2) TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan faktorfaktor penyebab erosi (faktor tanah) 4.1. FAKTOR TANAH Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran. Partikel – partikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori – porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi lagi oleh udara. Dalam kaitannya dengan konservasi tanah dan air, sifat fisik tanah yang berpengaruh meliputi : tekstur, struktur, infiltrasi dan kandungan bahan organik. Tanah berfungsi sebagai media tanam yang menyediakan hara dan air bagi tanaman, sementara efektivitas tanah untuk penyediaan air bagi tanaman sangat tergantung dari besar kecilnya pori tanah atau remahnya struktur tanah. Schwab., et al (1997) berpendapat bahwa besarnya pori tanah akan mempengaruhi kecepatan dan laju infiltrasi dan keadaan ini sangat dipengaruhi oleh: (1) ukuran partikel tanah; (2) kemantapan agregat tanah dan (3) tekstur tanah yaitu perbandingan fraksi pasir, liat, debu dan lempung. Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (%) fraksi – fraksi pasir debu dan liat. Tanah mengandung partikel-partikel yang beraneka ragam ukurannya ada yang berukuran koloid, sangat halus, kasar dan sangat kasar. Partikel-partikel ini dibagi dalam kelompok – kelompok atas dasar ukuran diameter tanpa memandang komposisi kimia, warna, berat, atau sifat lainnya. Tabel 4 berikut ini menggambarkan beberapa cirri-ciri pemisahan tanah yang dikemukan dari hasil penelitian Forth (1995) sebagai berikut: Tabel 4. Beberapa ciri-ciri karakteristik pemisahan tanah. Diameter (mm ) Diameter (mm) USDA SI Soil Science Society Jenis Jumlah partikel /gram Pasir sangat kasar 2,00 – 1,00 - 90 Pasir kasar 1,00-0,50 2,00-0,20 720 Pasir sedang 0,50-0,25 - 5700 Pasir halus 0,25-0,10 0,20-0,02 46000 Pasir sangat halus 0,10-0,05 - 722000 Debu 0,05-0,002 0,02-0,002 5776000 Liat Dibawah 0,002 Dibawah 0,002 90250853000 Sumber : Foth, 1995. Analisa laboratorium partikel-partikel tersebut dinamakan analisa mekanis. Dalam analisa ini ditetapkan distribusi menurut ukuran-ukuran partikel tanah.Dari hasil analisa tersebut akan diperoleh susunan berat relatif dari fraksi –fraksi tanah baik pasir, debu maupun liat. Setelah diperoleh susunan berat relatif dari fraksi-fraksi tanah tersebut maka dengan menggunakan segitiga tekstur dapat dicari kelas tekstur tanah tersebut seperti tertera pada Gambar 4.1 berikut: Gambar 4.1 Segitiga Tekstur (Sumber Foth, 1995) Pemisahan tanah dilakukan dengan menjadi kelompok ukuran partikelpartikel mineral dengan diameter kurang dari 2 milimeter atau kelompok dengan ukuran lebih kecil dari kerikil. Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu, dan liat membentuk agregat-agregat, dimana antara satu agregat dengan agregat lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah.(Hakim dkk, 1986) Menurut Foth 1995, struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah primer (pasir, debu, liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau (ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena kelemahan permukaan. Struktur suatu horison yang berbeda satu profil tanah merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia. Berdasarkan tipe dan kedudukan agregat, struktur mikro dapat dibedakan menjadi 3 kelompok (Suripin,2001), yaitu : 1. Remah – lepas: keadaan tanah tampak lepas, mudah dipindahkan atau didorong ke tempat lain. 2. Remah – sedang : tanah cenderung agak bergumpalan, hal ini tampak lebih jelas dari profil tanahnya, susunan lapisan-lapisan tanahnya tampak adanya agregasi dan terdapat pula lubang-lubang atau menggerongong, menyebabkan air mudah menerobos ke lapisan bawah. Hal ini memudahkan tanah untuk pertanian, atau pekerjaan pemindahan tanah 3. Lekat – lengket : tanahnya biasanya sangat kompak jika dalam kondisi gumpalan, bila dilakukan penggalian sangat berat, dan sangat susah pula untuk diolah. Dalam keadaan kering gumpalan-gunpalan sangat keras, sedangkan pada kondisi basah sangat lengket. Permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas dan akar menembus tanah. Permeabilitas tanah untuk air merupakan konduktivitas hidrolik. Konduktivitas hidrolik tanah tergantung pada banyak faktor, yaitu temperatur, ukuran partikel tanah, porositas tanah, ukuran pori dan permeabilitas tanah. Konduktivitas hidrolik tanah terdiri atas dua macam yaitu konduktivitas hidrolik tanah jenuh dan tidak jenuh. Penentuan nilai permeabilitas tanah di laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan metode uji tinggi-konstan (constant-head) ataupun uji tinggi tinggi-jatuh (falling-head). Permeabilitas air dalam tanah banyak tergantung pada tekstur dan struktur tanah. Tabel 5 berikut adalah kelas permeabilitas berdasarkan kelas yang disusun oleh “United States Soil Survey”. Tabel 5. Kelas Permeabilitas Keterangan Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat Sumber : Foth, 1995 Kecepatan permeabilitas Inchi / jam Cm / jam <0,05 <0,13 0,05 – 0,20 0,13 – 2,00 0,20 – 0,80 0,51 – 2,00 0,80 – 2,50 2,00 – 6,35 2,50 – 5,00 6,35 – 12,70 5,00 – 10,00 12,70 – 25,40 > 10,00 > 25,40 Simbol angka 1 2 3 4 5 6 7 Porositas atau ruang pori total adalah persentase volume ruang pori total dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Porositas dapat dihitung dengan cara menempatkan cores tanah pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian cores ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh dan cores yang kering setelah dioven merupakan volume ruang pori untuk tanah (Foth, 1995). Kepadatan partikel tanah adalah massa tanah kering persatuan volume tanah bebas udara. Kepadatan partikel tanah untuk tanah mineral pada umumnya mempunyai nilai sebesar 2,65 gram/cm3. Nilai dari bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah dan lain-lain. Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan. Erodibilitas bervariasi tergantung dari tekstur tanah, stabilitas agregat, kapasitas infiltrasi dan organik dan kandungan kimia tanah. Peran tekstur tanah pada partikel tanah yang besar menunjukkan sifat yang tahan terhadap transport karena membutuhkan tenaga yang besar untuk membawanya dan partikel yang lebih halus memiliki sifat yang tahan terhadap pelepasan karena sifat kohesifnya. Partikel yang kurang tahan adalah silt dan pasir halus. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang erodible, mudah tererosi. Penggunaan kandungan liat sebagai indikator erodibilitas secara teori lebih memuaskan karena partikel liat menggabungkan dengan bahan organik untuk membentuk agregat tanah atau gumpalan dan itu adalah stabilitas yang ditentukan oleh ketahanan tanah. Tanah dengan kandungan mineral dasar yang tinggi secara umum lebih stabil karena berkontribusi pada ikatan kimia dari agregat. Tanah mempunyai empat tekstur yaitu (i) tekstur liat; (ii) tekstur debu; (iii) tekstur lempung dan (iv) tekstur pasir. Tekstur tanah sangat berperan terhadap terjadinya erosi; sebagai contoh bahwa tekstur pasir mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya rendah dibandingkan dengan tekstur liat yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat kuat sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan. Kemantapan agregat tanah yang rendah sangat rawan terhadap pelepasan partikel tanah oleh butir hujan sehingga mudah dibawa oleh limpasan hujan; sebaliknya tekstur tanah pasir sangat mudah meloloskan air ke dalam tanah sehingga air banyak yang terawetkan di dalam tanah. Didalam ruang lingkup teknik tanah dan air diharapkan agregat tanah yang mantap sehingga sulit tererosi dan porositas tanah yang tinggi sehingga mudah meloloskan air yang pada gilirannya akan terawetkan di dalam permukaan tanah. Tekstur tanah turut menentukan keadaan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan memegang air oleh tanah (water holding capacity). Selain tekstur tanah parameter tanah yang berperan terhadap erosi adalah struktur tanah. Struktur tanah adalah susunan partikel – pertikel tanah yang membentuk agrega yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air. Stuktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air , dengan demikian menurunkan laju limpasan air permukaan Stuktur tanah yang optimal dalam bidang pertanian umumnya struktur remah, yang mempunyai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori – pori relatif seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan kandungan air dan udara mencukupi bagi pertumbuhan tanaman, dan menyebabkan akar dapat cukup kuat bertahan. Tanah yang berstruktrur remah memiliki pori – pori diantara agregat tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat., sehingga dapat meloloskan air ke dalam tanah sehingga pada gilirannya limpasan hujan di atas permukaan tanah kecil. Shear strength atau tahanan geser dari tanah diukur dari kohesifnya dan ketahanan terhadap gaya geser oleh gravitasi, cairan yang bergerak dan beban mekanis. Tahanan ini diturunkan dari tahanan friksi yang bertemu dengan unsur pokok partikel ketika mereka dipaksa bergerak satu dengan yang lainnya atau bergerak dari sambungan posisinya. Untuk tujuan aplikasi shear strength ditunjukan persamaan empiris berikut : τ c tan .......................................................................................(4.1) dimana : t adalah tahanan geser, c adalah pengukuran kohesi, tegangan normal pada lahan geser dan sudut gesekan dalam. Peningkatan kandungan air dari tanah berdampak pada penurunkan tahanan geser dan membuat perubahan sifat. Pada kandungan air yang rendah tanah bersifat sebagai padatan dan mudah patah karena tegangan tetapi meningkatnya kandungan air menjadikannya plastis dan tidak mudah patah oleh aliran air. Dengan pembasahan lebih lanjut, tanah akan mencapai batas cair hingga akan mengalir karena beratnya sendiri. Pada tanah yang jenuh, apabila terdapat saluran untuk mengurangi kejenuhan, maka tanah akan berada di bawah batas plastis dan memiliki tahanan geser yang kuat. Sedangkan bila tidak terjadi pengeringan tanah akan mengalami tekanan, beban padat ini tidak dapat didukung dan tanah menjadi rusak bentuknya . Berdasarkan kapasitas infiltrasinya dapat dikatakan bahwa kemungkingan terjadinya aliran permukaan pada tanah – tanah yang berat lebih besar dibandingkan pada tanah yang berstuktrur ringan. Kapasitas infiltrasi, maksimum tingkat dimana tanah dapat menyerap air, dipengaruhi oleh ukuran pori, stabilitas pori, dan bentuk dari profil tanah. Tanah dengan agregat yang stabil mempertahankan ruang porinya lebih baik ketika dengan liat mengembang atau mineral – mineral yang tidak stabil didalam air menjadikannya mengurangi kapasitas infiltasi tanah. Bahan organik terdiri dari sisa tanaman ataupun hewan dan telah terdekomposisi oleh mikroorganisme menjadi bahan organik. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempunyai porositas tanah tinggi dan dapat mengawetkan air di dalam tanah. Selain hal di atas bahan organik dapat pula menambah hara di dalam tanah. Penambahan hara ini sangat dipengaruhi oleh bahan baku bahan organik; misalnya bila bahan baku bahan organik banyak mengandung protein maka unsur hara nitrogen tersedia cukup banyak; namun bila bahan organik banyak mengandung serat maka bahan organik yang dihasilkan banyak mengandung selulosa. Bennet (1955) menyatakan bahwa fungsi bahan organik dalam pencegahan erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran. Peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Ditinjau dari sifat kimia tanah dapat dikatakan bahwa bahan organik dapat menambah hara pada tanah sehingga tanah akan menjadi lebih subur. Bahan organik dapat meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi, namun sayang persentase bahan organic di dalam tanah tidak terlalu banyak hanya berkisar 2 sampai 3,5% ; dengan banyaknya kandungan bahan organic di dalam tanah maka permeabilitas tanah akan meningkat. Fungsi bahan organik dalam pencegahan erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi porositas tanah serta meningkatkan kapasitas memegang air oleh tanah (water holding capacity). Terhadap sifat fisik tanah bahan organik juga dapat menaikkan kemantapan agregat tanah, sementara terhadap sifat kimia tanah bahan organik dapat menambah hara di dalam tanah yang pada gilirannya akan menambah pula kesuburan tanah. Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah dalam meloloskan air, yang sangat dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah serta kandungan organik. Tanah dengan pemeabilitas tanah tinggi akan berdampak pada tingginya laju infiltrasi yang pada gilirannya akan memperkecil kecepatan dan jumlah limpasan hujan . Erodibilitas tanah (K) adalah kepekaan tanah yang menimbulkan erosi. Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung erodibilitas tanbah adalah menilai mengukur nilai K di lapangan pada pada petakan penelitian yang bera (tanpa ditanami) , dengan panjang lereng 22 meter dan kemiringan lahan 9%. Namun Weischmeir Johnson dan Cross (1971) berpendapat bahwa perhitungan nilai K dapat didekati dengan mengetahui kandungan organik, struktur dan permeabilitas dari tanah yang diketahui. Salah satu perhitungan nilai K atau erodibilitas tanah adalah dengan metoda Bouyoucos atau disebut juga metoda clay ratio. Besarnya erodibilitas menurut metoda ini dinyatakan dalam persamaan dibawah ini. E % pasir % debu ................................................................(4.2) % liat dimana ; E adalah nilai erodibilitas tanah Dari persamaan tersebut terlihat bahwa tekstur tanah (pasir, debu dan liat) berperan terhadap besar – kecilnya nilai erodibilitas tanah. Wischmeir (1999) yang menggunakan nomograf. Untuk menentukan besarnya nilai K. Data yang dibutuhkan untuk mencari nilai faktor K ini adalah data sifat fisik tanah seperti kandungan bahan organi, persen pasir, permeabilitas tanah dan struktur tanah. Semua data ini diperoleh dari analisis sifat fiasik tanah di laboratorium, dan di input ke nomogram. Gambar 4.1 Nomograph Weischmeir (1999) Banyaknya aliran permukaan, tergantung kepada dua sifat yang dipunyai tanah tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi atau kemampuan tanah untuk meresapkan air, diukur dalam satuan milimeter persatuan waktu, permebilitas tanah dari lapisan tanah yang berlainan atau kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah. Bilamana kapasitas infiltasi dan permeabilitas besar seperti pada tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam, walaupun dengan curah hujan yang lebat kemungkinan untuk terjadi aliran permukaan kecil sekali. Sedangkan tanah – tanah bertekstur halus akan menyerap air sangat lambat, sehingga curah huajn yang cukup rendah akan menimbulkan aliran permukaan. Diskusi : Sebutkan apa yang dimaksud dengan : a. erodibilitas lahan b. erosivitas c. Struktur tanah d. Tekstur tanah e. Permeabilitas tanah BAB V. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EROSI (3) TIK : Setelah mengikuti kuliah ini Mahasiswa dapat menjelaskan faktor penyebab erosi ( faktor vegetasi dan topografi) 5.1. VEGETASI PENUTUP TANAH Pengaruh vegetasi pengaruh penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai berikut: vegetasi mampu menangkap atau intersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada permukaan tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh tumbuhan penutup pada erosi melalui dua cara yaitu memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan, selain iut menangkap butir hujan dan meminimalkan pengaruh negatif terhadap struktur tanah. Laju dan kapasitas infiltrasi lebih signifikan dengan adanya penutup tanah dibandingkan dengan jenis tanah ataupun tekstur tanah. Gambar 5.1 berikut ini menggambarkan beberapa kurva infiltrasi dari berbagai penutup tanah (Holtan dan Kirkpatrick, 1950) Gambar 5.1 Kurva infiltrasi dari berbagai penutup tanah (Holtan dan Kirkpatrick,1950) Tanaman penutup tanah (cover crop) mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel tanah. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya. Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Tumbuhan bawah lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena merupakan strata vegetasi terakhir yang akan menentukan besar – kecilnya erosi percikan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin tanpa mengurangi persaingan unsure hara dan sinar matahari. Teknik konservasi tanah dan air baru dapat dikatakan berhasil bila tanah tertutup rapat sehingga memperkecil tumbukan butiran butir-butir hujan sementara produksi tidak terganggu. Pelindung tanaman mengurangi erosi diteliti oleh Henderson Research Station di Zimbabwe dimana pada periode 1953-1956 rata-rata kehilangan tanah tahunan sekitar 4.63 kg/m2 dibandingkan dengan 0.04 kg/m2 pada tanah dengan penutup tanah yang tebal dari jenis tanaman digitaria.. Efektifitas pelindung tanaman dalam mengurangi erosi bergantung pada ketinggian dan kontinuitas dari kanopi, kerapatan dari pelindung dipermukaan tanah dan kerapatan akar. Ketinggian kanopi sangat penting karena air jatuh dari ketinggian 7 meter dapat melebihi 90 persen dari kecepatan terminal. Lebih lanjut, tetesan hujan yang terintersepsi oleh kanopi dapat bergabung pada daun membentuk tetesan yang lebih besar yang mana lebih erosif. Efek ini diteliti terutama dalam hubungan dengan kanopi hutan, Pelindung tanaman dapat menjadi peran yang penting dalam mengurangi erosi bila perencanaan vegetasi dikelola dengan baik. Secara keseluruhan hutan merupakan yang paling efektif menahan laju erosi sementara pertumbuhan rumput yang padat dapat mengendalikan erosi kedua setelah hutan (Nurpilihan 1998) . Penutupan tanah oleh vegetasi yang terlalu rapat misalnya sampai di atas 70% tanaman dapat bersaing dalam hal penyerapan unsure hara dan penyerapan sinar matahari. Tabel 6 berikut ini menggambarkan pengaruh penutup tanah terhadap erosi yang terjadi hasil penelitian Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran, (1978); Coster (1938) berikut ini: Tabel 6. Pengaruh seresah dan tumbuhan penutup tanah terhadaperosi No. Macam penutup tanah Hutan Akasia kg/petak * Hutan Campuran kg/m2/th ** 1 Seresah dan penutup tanah 14.95 0.03 2 Hanya seresah tanpa penutup tanah 38.65 0.06 3 Tanpa seresah tanpa penutup tanah 586.65 4.39 Sumber : * Lembaga Ekologi, 78/79, ** Coster, 1938 Di Jawa Barat masih terdapat petani yang menanami lahan curam dengan tanaman pangan; sedangkan peraturan bahwa lahan yang mempunyai kecuraman lebih dari 15% harus dihutankan. Penelitian Nurpilihan (2001) menyimpulkan bahwa bila lahan-lahan curam tidak dikelola dengan baik atau ditanam dengan tanaman pangan tanpa pengelolaan khusus maka akan memacu jumlah tanah tererosi yang hebat. 5 2. TOPOGRAFI Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume limpasan hujan.. Kecepatan limpasan hujan ditentukan oleh kemiringan lereng dan panjang . Menurut Nurpilihan (2000) bahwa secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah dari pada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, semakin panjang lereng cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan baik kecepatan dan jumlah semakin tinggi. Kombinasi kedua variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng. Morgan (1986) melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa erosi akan meningkat sejalan dengan kemiringan lereng. Hubungan antara erosi dan kemiringan dapat diuraikan sebagai : Q s tan m è L n ..................................................................................(5.1) Dimana: Qs adalah menggambarkan per unit area θ gradien sudut L adalah panjang lereng Erosi menjadi permasalahan di lahan pertanian kemiringan curam misalnya kendala utama penanaman kentang dan wortel di daerah curam adalah bahaya erosi karena ditanam di lereng curam dan jumlah tanah yang hilang melebihi jumlah yang dapat diabaikan. Jumlah tanah hilang akibat penggunaan lahan untuk tanaman kentang mencapai 17,2 – 8280 ton/ha/tahun, sedangkan penggunaan lahan untuk tanaman wortel mencapai 5,2 – 138,0 ton/ha/tahun (Suryani,2000). Erosi di lahan curam dapat dikendalikan dengan mengatur penutupan tanah oleh tanaman; penelitian Ginting (1982) menyimpulkan bahwa pada lahan pertanaman kopi umur 16 tahun dengan lereng 46 – 49 % menghasilkan aliran permukaan berkisar antara 3,4 % dan 6,3 % dari jumlah curah hujan selama masa penelitian sedangkan jumlah erosinya selama 6 bulan berturut – turut sebesar 1,6 dan 1,3 ton/ha. Penelitian Pujianto ( 2001) di jember Jawa Timur pada lahan dengan lereng 31 % dan curah hujan 2.768 mm/tahun menghasilkan jumlah erosi yang cukup tinggi yaitu sebesar 26 ton/hektar untuk tahun pertama dan pada tahun kedua, pada tahun ketiga dan seterusnya erosi jauh menurun, yakni lebih kecil dari 1 ton/ha. Hasil ini disebabkan karena naungan pohon kopi semakin luas sehingga dapat menaungi tanah dari drop size (tumbukan butir hujan) sehingga agregat tanah dapat terhindar dari detachment (penghancuran partikel tanah). Percobaan di hutan dengan perlakuan lahan di bawah tanaman hutan bersih dengan cara membuang tumbuhan bawah dan seresah menunjukkan bahwa erosi yang terjadi meningkat sebesar 2 hingga 2.5 kali apabila tumbuhan bawah dierosi dan meningkat 40 hingga 140 kali jika tumbuhan bawah dan seresah dibuang. Hal ini menunjukkan dengan jelas peranan perlindungan terhadap erosi terutama oleh seresah dan oleh tumbuhan bawah tanah atau serasah. . Percobaan dihutan dengan perlakuan membuang tumbuhan bawah dan serasah maka erosi meningkat sebesar 40 hingga 140 kali jika. Hal ini menunjukkan dengan jelas peranan perlindungantanaman serasah terhadap erosi . Diskusi : Jelaskan apa yang dimaksud dengan: 1. Naungan tanaman 2. Tanaman penutup tanah 3. Panjang lereng 4. Kemiringan lereng 5. Kaitan antara panjang lereng dan erosi yang terjadi BAB VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EROSI (4) TIK : Setelah mengikuti Kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan faktor penyebab erosi ( faktor manusia) 6.1. FAKTOR MANUSIA Manusia sangat berperan terhadap terjadinya erosi; seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa dilihat dari jenisnya erosi dapat dibagi dua yaitu (i) erosi alami (natural erosion) dan (ii) erosi yang dipercepat (accelerate erosion). Tindakan manusia yang semena-mena atau tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi tanah dan air maka akan menyebabkan erosi yang dipercepat. Sebagai contoh adalah penebangan hutan yang tidak mengindahkan aturan; misalnya pada hutan produksi telah ditetapkan bahwa tanaman hutan baru boleh ditebang bila diameter tanaman sudah sama atau melebih 60 sentimeter. Namun yang terjadi adalah bahwa tanaman hutan yang diameter batangnya kurang dari 60 sentimeterpun sudah ditebang. Ditingkat lahan pertanian juga terjadi pelanggaran-pelanggaran kaidah konservasi tanah dan air; sebagai contoh adalah dalam teknik konservasi tanah dan air penanaman tanaman pertanian (budidaya pertanian) terutama di lahan miring haruslah ditanam memotong lereng atau searah kontur, kecuali bagi tanaman-tanaman yang buahnya di bawah permukaan tanah. Keadaan yang terjadi adalah bahwa tanaman budidaya pertanian masih banyak yang ditanam searah lereng atau tidak memotong lereng; hal ini tentu akan memacu erosi yang hebat. Penelitian Nurpilihan (1983) mengungkapkan bahwa jumlah tanah erosi yang ditanami tanaman tumpangsari antara jagung dan kedelai di lahan dengan kemiringan 24% adalah 15,1 ton/hektar sementara jumlah tanah tererosi yang ditanami se arah lereng adalah 3 kali lebih besar yaitu 44,7 ton//hektar. Perlu diberikan penyuluhan yang terus menerus agar masyarakat tani terutama di lahan miring agar tidak menanami lahan mereka sejajar lereng tetapi se arah kontur. Menurut Soemarwotto (1991) erosi itu disebabkan oleh kombinasi tekanan penduduk yang besar dan cara bercocok tanam yang kurang baik. Penghijauan dengan pohon-pohon yang tidak membentuk tajuk yang berlapis dan seresah serta tanpa adanya tumbuhan penutup tanah tidak akan efektif dalam melindungi tanah terhadap erosi bahkan memperbesar. Sistem sawah sangat efektif untuk mencegah erosi, karena dengan dibentuknya petak-petak sawah akan mendorong dibuatnya sengkedan untuk sawah. Sistem pekarangan dan talun efektif juga dalam mengurangi erosi. Pekarangan terdapat didalam daerah pemukiman sedangkan talun terdapat di luar pemukiman. Diskusi : a. Sebutkan peran manusia sehingga dapat memacu laju erosi (accelerate erosion) b. Jelaskan apa hubungannya antara penanaman secara lereng dengan erosi yang terjadi c. Beri contoh-contoh kaidah-kaidah teknik pengawetan tanah dan air yang sering dilanggar oleh petani/masyarakat tani. BAB VII. EROSI YANG DAPAT DIBIARKAN (SOIL TOLERANCE EROSION) DAN EROSI PERCIKAN (SPLASH EROSION) TIK: Setelah kuliah ini mahasiswa dapat mengerti mengenai erosi yang dapat dibiarkan (soil tolerance erosion) dan Erosi Percikan (Splash Erosion) 7.1 EROSI YANG DAPAT DIBIARKAN (SOIL TOLERANCE EROSION) Tujuan penetapan batas laju erosi yang dapat dibiarkan adalah agar dapat menurunkan laju erosi yang terjadi pada suatu lahan baik pertanian maupun non pertanian terutama pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan yang berlereng. Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang ini. Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa dihilangkan, khususnya lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum, yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Hal ini penting dilakukan pada lahan – lahan pertanian untuk membatasi tanah yang hilang, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan. Laju kehilangan tanah dapat diukur sedangkan laju pembentukan tanah yang berlangsung sangat lambat tidak mudah ditentukan. Menurut Buol, Hole dan McCracken 1973 dalam Suripin (2001) laju pembentukan tanah di seluruh muka bumi berkisar antara 0,01 sampai 7,7 mm/tahun. Laju yang sangat cepat merupakan perkecualian, karena rata-rata laju pembentukannya adalah 0,2 mm/tahun. Laju pembentukan tanah sebesar 0,1 mm/tahun setara dengan 0.12 kg/m2/tahun atau 1.2 ton /ha/tahun. Berbagai pakar Erosi dalam penelitiannya telah menghasilkan laju erosi yang dapat dibiarkan seperti tertera pada Tabel 7 berikut: Tabel 7.Batas maksimum laju erosi yang dapat dibiarkan untuk berbagai macam kondisi tanah. Laju erosi Kondisi tanah Skala makro (misal DAS) ( kg/m2/th) Sumber 0.2 Morgan (1980) Tanah berlempung tebal dna subur (MidWest,USA) 0.6 – 1.1 Wischemeier & Smith 1978 Tanah dangkal yang mudah tererosi 0.2 – 0.5 Skala meso (misal lahan pertanian) Hudson (1971) Smith & Stamey (1965) Tanah berlempung tebal, yang berasal dari endapan vulkanik Tanah yang mempunyai kedalaman : 1.3 – 1.5 Hudson (1971) Laju erosi Kondisi tanah ( kg/m2/th) 0 – 25 cm 0.2 25 – 50 cm 0.2 – 0.5 50 – 100 cm 0.5 – 0.7 100 – 150 cm 0.7 – 0.9 > 150 cm Sumber Arnoldus (1977) 1.1 Tanah tropika yang sangat mudah tererosi 2.5 Morgan (1980) Skala Mikro (misal DAS terbangun) 2.5 Morgan (1980) Tanah dangkal diatas batuan 0.112 Tanah dalam diatas batuan 0.224 Tanah lapisan dalam padat diatas batuan lunak 0.448 Homson (1957) Tanah dengan permeabilitas lambat diatas batuan lunak Tanah yang permeabel diatas batuan lunak Sumber : Suripin, 2001. 1.121 Suwardjo, dkk 1975 1.341 Dalam kaitannya dengan laju erosi, Hudson 1976 menyarankan besarnya erosi maksimum yang masih dibiarkan berkisar antara 2.5 – 12.5 ton/ha/tahun terutama untuk tanah-tanah di Amerika Serikat. Tanah – tanah di Afrika tengah besarnya erosi maksimum yang masih dapat dibiarkan untuk tanah berpasir sebesar 10 ton/ha/tahun, dan untuk tanah liat sebesar 12.5 ton/ha/tahun. 7.2 EROSI PERCIK (SPLASH EROSION) Erosi percikan adalah merupakan bentuk erosi yang terpercik ke kanan dan ke kiri lahan kemudian sebagian pindah ke permukaan tanah.. persentase total tanah yang terpercik dan pindah kebawah lereng sejalan dengan besar kecilnya kemiringan lereng. Ellisen (1944) meneliti mengenai erosi percik pada kemiringan lahan 10 persen bahwa dan menyimpulkan bahwa 75 persen tanah yang terpercik pindah kebawah lereng dan 25 persen keatas lereng. Mekanisme erosi percik adalah drop size hujan akan memercikkan tanah ke udara keadaan ini terjadi berkali-kali. Faktor yang mempengaruhi arah dan jarak percikan tanah adalah kemiringan lereng, angin, kondisi permukaan tanah, dan penutup tanah. Pada lahan miring percikan tanah akan bergerak lebih jauh ke bawah dibandingkan kea rah atas, keadaan ini menurut Schwab., et al (1997), bukan saja disebabkan karena partikel tanah bergerak lebih jauh ke depan, tetapi juga karena sudut pukulan menyebabkan reaksi pukulan menuju kea rah bawah. Kecepatan angin ke bawah atau ke atas lereng memberikan pengaruh significan pada pergerakan tanah dan percikan.Penutup tanah yang baik akan memberikan efek positif terhadap pengurangan jumlah erosi percikan. Drop size hujan pada tanah yang bera menimbulkan jumlah percikan yang hebat sementara kemantapan agregat tanah akan dikurangi yang pada gilirannya akan menimbulkan kerusakan struktur tanah.. Yogama (2007) melakukan penelitian laboratorium dengan hujan buatan dan contoh tanah yang tidak terganggu kemudian disimpan dalam alat catching tray yang berfungsi untuk mengukur erosi percik. Adapun kemiringan dan curah hujan divariasikan sedemikian rupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar intensitas dan jumlah curah hujan berdampak pada jumlah tanah yang terpercik. Pada kemiringan 30 persen jumlah erosi yang terjadi adalah sebesar 12. 878 gram pada percobaan hujan pertama .Selanjutnya pada curah hujan kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing masing jumlah eroai adalah berturut-turut 15.7, 2 gram;, 29.89 gram dan 34.639 gram dengan rata-rata peningkatan sebesar 5.295 gram. memperlihatkan peningkatan erosi yaitu Peningkatan kemiringan juga jumlah tanah terpecik semakin besar. Pada curah hujan 168.15/jam a jumlah erosi yang terjadi adalah sebesar 2.267 gram. Selanjutnya pada kemiringan 10; 20; dan 30 persen masing masing jumlah erosi sebesar 5.11 gram, 8.52 gram , dan 12.87 gram dengan rata-rata peningkatan sebesar 3.53 gram. Pengukuran erosi percikan dibawah pohon akasia dan jabon (Anthocephalus Sinensis ) di Jatiluhur (Lembaga ekologi, 1980) dan di talun serta pekarangan (Ambar,1986; Soemarwoto 1984 ) menunjukkan erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi percikan. Kenaikan erosi disebabkan oleh lebih besarnya volume air lolosan yang mempunyai dua efek yaitu massa air lolosan naik dan kecepatan terminal yang didapatkan oleh tetesan tersebut juga besar, dengan demikian energi kinetik pun makin besar. Diskusi: Sebutkan apa yang Saudara ketahui mengenai: a. Erosi yang dapat dibiarkan b. Erosi percik c. Bagaimana mekanisme terjadinya dua erosi di atas d. Bagaimana hubungan kemiringan tanah dengan curah hujan terhadap erosi percik yang terjadi e. Sampai ambang batas berapa erosi yang dapat dibiarkan diabaikan. dapat BAB VIII. PENGENDALIAN EROSI TIK : Setelah kuliah selesai mahasiswa dapat menjelaskan pengendalian \ erosi Pada prinsipnya cara pengendalian erosi dibagi menjadi tiga yaitu: a. Pengendalian erosi secara vegetative dan biologi b. Pengendalian erosi secara mekanis c. Pengendalian erosi secara kimiawi Ketiga cara pengendalian erosi di atas mempunyai prinsip-prinsip yang sama hanya caranya yang berbeda. 8.1. PENGENDALIAN EROSI SECARA VEGETATIF DAN BIOLOGI Pengendalian erosi secara vegetatip merupakan suatu cara pengendalian erosi yang menggunakan tanaman; sementara secara biologi umumnya memberikan mulsa baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Kedua cara ini prinsipnya adalah memberikan penutup tanah agar tanah terhindar dari tumbukan butir-butir hujan. Efektivitas penutup tanah sangat tergantung pada kondisi penutup tanah atau naungan tanaman, arah barisan tanaman, lebar barisan tanah, jenis tanaman. Mengatur pola tanam pada satu kalender tanam; memilih jenis tanaman; memilih sistem tanam (monocropping atau multiple cropping); menanam tanaman secara kontur merupakan cara pengendalian erosi secara vegetative. Sementara pemberian mulsa dan bahan organik ke permukaan tanah atau ke dalam permukaan tanah merupakan cara pengendalian erosi secara biologi. Pengendalian erosi secara vegetative maupun biologi pada dasarnya adalah melindungi tanah terhadap massa hujan dengan kinetic energy hujan sehingga detachment (pemecahan agregat tanah) dapat terhindar. Penanaman tanaman di lahan miring haruslah diatur waktu tanamnya agar pada saat terjadi puncak hujan tanah sudah ternaungi oleh tanaman, namun demikian haruslah dengan menggunakan prinsip kaidah teknik konservasi tanah dan air yaitu tanah harus tertutup rapat sementara produkisi tidak terganggu. Lahan yang tertutup rapat akan menimbulkan masalah yaitu terjadinya persaingan unsur hara dan sinar matahari yang pada gilirannya akan berdampak pada produksi tanaman. Tanaman dengan sistem perakaran yang menyebar sangat baik untuk ditanam di lahan miring dengan tujuan mengendalikan erosi. Akar tanaman akan memperbesar pori tanah sehingga porositas tanah akan tinggi; dan air yang masuk ke dalam permukaan tanah baik sebagai infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas akan tinggi. Bila infiltrasi tinggi maka limpasan hujan akan rendah dan erosi akan dapat diperkecil, serta pengawetan tanah dan air di dalam tanah akan besar. Selain tanaman yang mempunyai perakaran menyebar maka tanaman yang mudah menutupi tanah juga sangat dianjurkan untuk pengendalian erosi asalkan tanaman tersebut mempunyai persyaratan dapat berproduksi. Tanaman kacang-kacangan atau jenis crotalaria sangat cepat menutupi tanah, sayangnya tanaman ini tidak menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh petani untuk dijual. Tanaman jenis crotalaria ini biasanya ditanam di lahan yang ditanami kelapa sawit agar tanah terhindar dari proses erosi dan tanaman crotalaria ini dapat dijadikan sebagai bahan organik. Daun dan cabang-cabang tanaman yang tidak langsung menyentuh tanah mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan kecepatan limpasan hujan . Sisa-sisa tanaman yang disebar di atas permukaan tanah disebut mulsa; dapat mencegah tumbukan butir-butir hujan sehingga diharapkan butir hujan yang mempunyai massa dan enerji akan menjadi nol. Mulsa adalah limbah tanaman yang setelah terdekomposisi dapat dijadikan bahan organik. Bagi lahan-lahan yang mempunyai kemiringan tinggi (.>10%); untuk mengendalikan tumbukan langsung butir-butir hujan ke permukaan tanah dapat ditambahkan mulsa sebagai penutup tanah. Mulsa sisa tanaman ini dapat berasal dari daun, cabang ataupun batang tanaman; namun setiap bagian dari tanaman yang dipakai sebagai mulsa mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Mulsa daun biasanya tinggi akan protein dan lebih mudah terdekomposisi, sementara mulsa cabang dan batang tanaman sangat sulit hancur karena tinggi akan selulosa. Baik mulsa yang berasal dari daun maupun yang berasal dari cabang ataupun batang tanaman diberikan ke permukaan tanah ataupun ke dalam tanah dengan ketentuan C/N rasionya sudah mendekati 12. C/N rasio awal mulsa yang baru dipanen berkisar antara 200 sampai 400; keadaan ini tidak dianjurkan diberikan ke permukaan ataupun ke dalam tanah karena proses dekomposisi masing berlangsung. Keadaan yang belum layak digunakan sebagai mulsa ini dikarenakan mikroorganisme yang berperan untuk mengdekomposisi mulsa masih aktif , sehingga mikroorganisme tersebut mengeluarkan energy dan pada gilirannya akan menimbulkan panas dan akan berdampak pada pertumbuhan tanaman. Mulsa yang baik adalah mulsa yang dapat menutupi lahan; mudah terdekomposisi ; disukai oleh mikroorganisme dan tentunya mempunyai kandungan protein yang tinggi. Tingginya protein pada mulsa akan meningkatkan kualitas bahan organik (hasil dekomposisi) dari mulsa . Biasany mulsa yang berasal dari daun tanaman kacang tanah dapat memenuhi criteria di atas. Persyaratan mulsa lainnya adalah mulsa tersedia di tempat pada areal yang akan diberi mulsa; tidak perlu mendatangkan dari daerah lain dan tidak perlu membeli. Limbah yang diberi sebagai putup tanah dalam waktu tertentu (tergantung dari bahan mulsa) akan terdekomposisi dengan baik dan akan menjadi bahan organik. Karena sulitnya mendapatkan mulsa maka akhir-akhir ini kecenderungan penggunaan mulsa sampah dari rumah tangga. Dilihat dari kualitas mulsa maka limbah dari rumah tangga ini bila terdekomposisi dengan baik akan menghasilkan kualitas mulsa yang baik. Namun masalah adalah banyaknya plastik pada mulsa rumah tangga sehingga sebelum diberikan ke permukaan tanah plastic tersebut harus dibuang terlebih dahulu. Selain itu bau mulsa rumah tangga ini tidak disukai oleh lingkungan; serta beragamnya asal mulsa ini diduga akan menimbulkan binatang-binatang kecil (semut, kecoa dan lain-lain) yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Begitu pula dengan kemungkinan datangnya penyakit yang ditimbulkan oleh mulsa rumah tangga ini. Sistem penanaman menurut kontur atau memotong lereng sangat menguntungkan ditinjau dari sisi menahan erosi; keuntungannya adalah: (i) erosi dapat ditahan karena terbatas pada jarak yang sama di dalam barisan tanaman dan (ii) air dapat dikonservasi karena tanah mempunyai waktu untuk infiltrasi, sehingga run off akan kecil. 8.2. PENGENDALIAN EROSI SECARA MEKANIK Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan memperbesar erosi. Contoh metode mekanik untuk pengendalian erosi yang umum digunakan petani adalah: a. Penterasan (terasering) b. Pengolahan lahan secara kontur c. Pembuatan chek dam d. Pembuatan rorak e. Pembuatan guludan (terutama di lahan sawah) f. Dan lain-lain. Petani dapat memilih cara pengendalian secara mekanik di atas disesuaikan dengan keadaan di lapangan yang menyangkut topografi lahan, biaya, jenis tanaman yang akan diusahakan dan tingkat erosi yang terjadi. Prinsip daripada penterasan adalah suatu upaya pengendalian erosi yang memotong lereng; karena beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa semakin panjang lereng semakin tinggi laju erosi yang terjadi. Diharapkan bahwa pemotongan panjang lereng dengan penterasan akan memperkecil laju erosi. 8.3. PENGENDALIAN EROSI SECARA KIMIAWI Prinsip dari pengendalian erosi secara kimiawi adalah pemantapan agregat tanah dengan memberikan zat kimia, sehingga agregat tanah akan lebih mantap dan sehingga susah dipecah dengan adanya tumbukan butirbutir hujan. Zat kimia yang diberikan sebagai pemantap tanah haruslah mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Tidak merupakan racun bagi tanaman b. Tidak mematikan mikroorganisme tanah c. Tidak mengurangi porositas tanah, bila memungkinkan dapat meningkatkan pori tanah d. Ramah terhadap lingkungan e. Dapat lebih memantapkan agregat tanah Di Indonesia pengendalian erosi secara kimiawi ini belum begitu dikenal oleh para petani, alas an yang signifikan adalah bahwa selain zat kimia ini jarang tersedia terutama di daerah rawan erosi, mahal harganya dan sosialisasi yang kurang didapat oleh petani berdampak tidak dikenalnya cara ini. Di Negara-negara yang sudah berkembang cara ini sering digunakan; dan zat kimia yang digunakan adalah Bitumen dan Latex yang disebut sebagai soil conditioner. Di Indonesia para petani sering pula menggunakan metode vegetative yang dikombinasikan dengan metode mekanis; contoh konkritnya adalah bahwa lahan miring mereka selain diteras juga diatur pola tanamnya. Ternyata pengendalian erosi dengan metode ini sangat ampuh untuk memperkecil laju erosi. Diskusi: a. Sebutkan 3 (tiga) cara pengendalian erosi yang Saudara ketahui b. Bahas keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara c. Mengapa para petani di Indonesia tidak lazim menggunakan cara pengendalian erosi secara kimiawi d. Persyaratan-persyaratan apa saja yang harus dipenuhi agar bahan kimia yang digunakan untuk pengendalian erosi e. Untuk lahan petani yang sempit di Indonesia cara mana dari ketiga cara pengendalian erosi yang paling mungkin dilakukan BAB IX. CARA MENGHITUNG EROSI TIU : Setelah kuliah ini berakhir mahasiswa dapat menghitung erosi baik di lapangan maupun dengan prediksi menggunakan model USLE 9.1. CARA MENGHITUNG EROSI DI LAPANGAN Erosi dapat dihitung dengan dua cara yaitu: (i) menghitung jumlah tanah tererosi di lapangan pada setiap kejadian hujan yang menimbulkan erosi dan (ii) prediksi erosi dengan menggunakan beberapa model yang telah dikembangkan oleh para pakar. Wischmeier (1999) telah mengembangkan prediksi jumlah tanah yang tererosi dengan menggunakan model yang disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). Model yang dihasilkan Wischmeir ini banyak digunakan oleh negara-negara tropis dan sub tropis untuk memprediksi jumlah tanah yang tererosi. Prediksi jumlah tanah tererosi menggunakan USLE ini sangat berlaku umum dengan menggunakan data sekunder, dan terbatas pada kepanjangan lereng 22 meter serta kemiringan lereng 9 persen . Untuk menghitung secara prediksi jumlah tanah tererosi pada lahan-lahan curam (kemiringan tinggi yaitu lebih dari 15%) maka perlu dilakukan modifikasi model USLE ini. Perhitungan erosi di lapangan dapat dilakukan dengan metode petak kecil yaitu suatu metode yang menggunakan lahan dengan panjang 22 meter dan lebar 2 meter untuk tanaman semusim; sedangkan untuk tanaman tahunan lebar petak 4 meter dan panjang lereng sama yaitu 22 meter. Ditentukan pula bahwa kemiringan lereng standar yang digunakan untuk pengukuran erosi dengan petak kecil ini adalah 9%. Prinsip dari metode petak kecil ini adalah bahwa sekeliling petak diberi sekat yang maksudnya agar curah hujan yang jatuh ke atas permukaan lahan tidak terinfiltrasi secara horizontal ke kanan dan kekiri petak; sementara di ujung petak ditampung dengan penampung selebar petakan yang diberi nama kolektor drain. Metode petak kecil ini akan menampung erosi dan limpasan hujan pada setiap kejadian hujan yang menimbulkan erosi. Gambar 2 berikut ini memberikan gambaran mengenai metode petak kecil ini: Pengukuran jumlah tanah tererosi adalah merupakan kumulatif dari jumlah hari kejadian hujan yang menimbulkan erosi. Misalnya untuk tanaman jagung dengan umur tanaman seratus hari maka dengan pengukuran di lapangan ini kita mendapat data jumlah tanah erosi seumur tanaman jagung. Pengukuran erosi dengan macam ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup banyak, namun hasilnya sangat akurat. 3 2 Segmen 1 1 Segmen 2 0 4 Bak Segmen 3 outlet Gambar 9.1 Petakan Kecil Mengukur Erosi 9.2. PREDIKSI EROSI Berbagai metode prediksi erosi tanah telah banyak dikembangkan antara lain: a. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dikembangkan oleh Wischeimer dan Smith (1978) merupakan metode yang digunakan untuk memprediksi erosi di berbagai kondisi lahan secara umum. b. Metode AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model) yang dikembangkan oleh Young (1989) c. Metode WEPP (Water Erosion Prediction Project) dikembangkan oleh Lane dan Nearing (1989), d. Metode MMF (Morgan-Morgan-Finney) dikembangkan oleh R.P.C. Morgan, D.D.V. Morgan dan Finney (1982). Metode – metode yang telah dikembangkan merupakan model empiris (parametrik) yang dikembangkan berdasarkan proses hidrologi dan fisis yang terjadi selama peristiwa erosi dan pengangkutannya dari DAS ke titik yang ditinjau (Suripin, 2001). Metode yang paling umum dikenal di dunia adalah metode yang dikembangkan oleh Wieschmeir (1999) yaitu dikenal dengan model Universal Loss Equation (USLE) Wischeimer dan Smith (Foth, 1999) membuat rumus dugaan besarnya erosi sebagai berikut : A = R K L S C P.......................................................................(9.1) dimana : A adalah besarnya dugaan erosi dihitung per unit area (ton/are), R adalah erosivitas curah hujan merupakan jumlah unit indeks erosi pada hujan tahunan normal. Indeks erosi adalah suatu ukuran dari gaya mengikis curah hujan tertentu, K adalah faktor erodibilitas tanah yaitu laju erosi per unit indek erosi untuk tanah tertentu dengan pengolahan tanah yang dibajak dan dengan kemiringan 9 persen. L adalah faktor panjang lereng merupakan rasio hilangnya tanah dari panjang lereng lapang terhadap hal yang sama pada 72,6 feet pada tipe dan kemiringan tanah yang sama, S adalah faktor kemiringan lereng yaitu adalah rasio hilangnya tanah pada kemiringan lapang terhadap kemiringan 9 persen dan P adalah faktor tindakan konservasi tanah. 1. Indeks erosivitas hujan (R) Faktor eroscovotas hujan (R) adalah : ukuran kemampuan hujan menimbulkan erosi. Oleh sebab itu nilai R dalam persamaan di atas harus berasosiasi dengan besarnya pukulan kekuatan jatuh hujan ( energi hujan ) dan banyaknya aliran permukaan akibat hujan ( energi transportasi aliran permukaan ). Untuk Indonesia Indeks erosi hujan (EI) yang diturunkan oleh Wischmeier (1959) kelihatannya dapat dipakai untuk menghitung R. Nilai EI suatu hujan adalah perkalian antara jumlah energi hujan (E) dengan intensitas maksimum selama 30 menit (I30) ; EI = E (I30)……………………………………………………………. (9.2) E = 210 + 89 log I di mana………………………………………………(9.3) Dimana: E = energi kinetik dalam ton meter per hektar per cm hujan I = Intensitas hujan dalam cm/jam Nilai R dapat dihitung dengan menjumlahkan semua nilai EI setiap hujan selama satu tahun; R = E x 10 -2 x I30 Di mana R = erosivitas hujan tahunan Rumus ini bisa digunakan apabila penakar hujan yang dipakai adalah penakar hujan mencatat sendiri (automatic recording rangage). Pencatat hujan seperti ini masih jarang sekali dipakai di Indonesia. Oleh sebab itu rumus menghitung R yang dapat menggunakan data hujan yang pada umumnya tersedia di Indonesia. Rumus tersebut adalah : ………………………………………………….. (9.4) di mana ……………………………… .(9.5) dimana = erosivitas hujan bulanan E P = curah hujan bulanan H = hari hujan bulanan MP = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam 1 bulan (mm) Data R yang dihitung dengan metoda Bols sudah tersedis dalam bentuk peta iso eroden untuk beberapa pulau di Indonesia. Faktor curah hujan merupakan ukuran yang mengikis curah hujan tertentu yang dihubungkan dengan kuantitas maupun intensitas curah hujan. Curah hujan atau faktor R adalah jumlah energi kinetik dengan intesitas maksimum hujan dalam waktu 30 menit untuk setiap hujan lebat selama tahun yang bersangkutan. R dihitung dengan rumus sebagai berikut: R (EI 30 ) 100 dan E 210 89 log I ......................................................(9.6) dimana : R= indeks erosivitas hujan; E= energi kinetis hujan (ton m.ha-1cm hujan-1); I = intensitas hujan (cm/jam), dan I30 = intensitas tertinggi selama 30 menit (cm.jam-1). 2. Erodibilitas Tanah (K) Faktor erodibilitas tanah (K) adalah ukuran kepekaan tanah tererosi oleh air. NIlai K dapat ditentukan dari hasil penelitian erosi pada suatu petak baku yang panjangnya 22 meter dan lerengnya 9 persen. Petak ini harus diberakan sepanjang tahun dan dibiarkan bersih tanpa ditanami tumbuhan apapun. Tanahnya harus diolah menurut lereng secara periodik untuk menghilangkan tumbuhan teutama gulma. Nilai K ditentukan sebagai besarnya erosi dalam ton per hektar per indeks erosi hujan dalam selang waktu yang sama. Untuk mendapatkan nilai K yang mantap, penelitian ini harus dilakukan selama paling sedikit 2 tahun. Disamping melalui penelitian, nilai K dapat juga ditentukan dengan menggunakan monograf erodibilitas tanah seperti pada Gambar 4.1 atau dengan menggunakan rumus (USDA, 1978) Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas dan total kapasitas air; dan yang menahan penghamburan, percikan, kikisan dan gaya mengangkut curah hujan dan aliran permukaan. Percobaan untuk menentukan faktor erodibilitas dilakukan pada tahun 1930 pada 23 petak tanah utama dengan petak 72,6 feet pada kemiringan 9 persen dipertahankan dengan pemberaan, dengan pengolahan seluruhnya menurut panjang lereng, ditentukan dan dibagi menurut faktor curah hujan (Sinukaban, 1978) Wischmeier (1971) dalam Asdak (2001) mengembangkan persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti disebut dibawah ini: 2,5 (P - 3) K 2,71 10- 4 12 OM M1,14 3,25 (S - 2) .....................(9.7) 100 dimana: K adalah erodibilitas tanah OM adalah persen unsur organik S adalah kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive dan lain – lain ) P adalahpermeabilitas tanah, dan M adalah persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) × (100 % liat). Tabel 8 berikut menunjukkan nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah yang telah ditentukan. Nilai erodibilitas tanah dapat diperoleh dengan menggunakan nomograf dan rumus – rumus tertentu. Nomograf erosi tanah ditunjukkan pada Gambar 4.1. digunakan untuk menentukan nilai faktor erodibilitas tanah dengan menggunakan 5 parameter tanah. Parameter tersebut adalah (i) persen pasir + persen pasir halus, yang memiliki fraksi 0.05 hingga 0.1 mm, persen pasir > 0.1 mm, (ii) persen bahan organik,(iii) (iv) kelas tekstur dan (v) permeabilitas. Besarnya erodibilitas tanah dapat pula diperoleh dari hasil penelitian yang dirangkum seperti pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah. Kelas tekstur tanah Nilai M Kelas tekstur tanah Nilai M Lempung berat 210 Pasir geluhan 1245 Lempung sedang 750 Geluh lempungan 3770 Lempung pasiran 1213 Geluh pasiran 4005 Lempung ringan 1685 Geluh 4390 Geluh lempung 2160 Geluh debuan 6330 Pasir lempung debuan 2830 Debu 8245 Campuran merata 4000 Pasir 3035 Sumber : RLKT DAS Citarum (1987) Menurut Wischmeier et.al (1971) erodibilitas tanah merupakan fungsi dari kadar debu, pasir, dan bahan organik tanah, serta struktur dan permeabilitas tanah. Abdurachman (1987); mendapatkan rumus perhitungan nilai erodibilitas K melalui percobaan laboratorium menggunakan “Rainfall simulator” sebagai berikut : K 3,075 3,23 10- 4 X1 0,024 X 2 2,418 X 3 0,068 (I2 X 4 ) 0,07 (X 5 3) 0,135 (X 6 2) ....................................................................................................................(9.8) dimana : K adalah X1 adalah X2 adalah erodibilitas tanah parameter M (% debu + pasir sangat halus) × (100 - % liat) ; stabilitas tanah (indeks stabilitas tanah × % agregat > 2 mm) ; X3 adalah X4 adalah kerapatan lindak (BD, g/cc) ; kandungan bahan organik tanah (%) ; X5 adalah X6 adalah kelas permeabilitas profil tanah; kode struktur tanah. Selain dapat diperoleh dengan menggunakan nomograf besarnya faktor K untuk beberapa tempat di Indonesia telah dirangkum oleh Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Tabel 9 berikut adalah beberapa angka erodibilitas tanah menurut jenis tanah oleh Novotny (1981) sebagai berikut: Tabel 9. Faktor erodibilitas tanah K Kelas Tekstur K untuk kandungan bahan organik % < 0.5 2 4 Sand Pasir 0.05 0.03 0.02 Fine sand Pasir halus 0.16 0.14 0.10 Very fine sand Pasir sangat halus 0.42 0.36 0.28 Loamy sand Pasir berlempung 0.12 0.1 0.08 Loamy fine sand Pasir halus berlempung 0.24 0.2 0.16 Loamy very fine sand Pasir sangat halus berlempung 0.44 0.38 0.3 Sandy loam Lempung berpasir 0.27 0.24 0.19 Fine sandy loam Lempung halus berpasirr 0.35 0.3 0.24 Very fine sandy loam Lempung sangat halus berlempung 0.47 0.41 0.33 Loam Lempung 0.38 0.34 0.29 Silt loam Lempung berlanau 0.48 0.42 0.33 Kelas Tekstur K untuk kandungan bahan organik % < 0.5 2 4 Silt Lanau 0.6 0.52 0.42 Sandy clay loam Liat lempung berpasir 0.27 0.25 0.21 Clay loam Liat berlempung 0.28 0.25 0.21 Silty clay loam Liat lempung berlanau 0.37 0.32 0.26 Sandy clay Liat berpasir 0.14 0.13 0.12 Silty clay Liat berlanau 0.25 0.23 0.19 Clay Liat 0.13 – 0.2 Sumber: Novotny (1981). Tim Pakar dari Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran (2001 )telah melakukan penelitian di daerah tangkapan air Jatiluhur Jawa Barat dan telah menetapkan hasil erodibilitas tanah ( nilai K) pada beberapa jenis tanah seperti tertera pada Tabel 10 berikut ini. Nilai K paling tinggi adalah 1; bila nilai K sama dengan 1 artinya adalah tanah bera atau tidak ditanami oleh tanaman pada kemiringan 9% dan panjang lereng 22 meter dan tanah diolah secara minimum; misalnya mencabut rumput secara manual di lahan tersebut. Semakin kecil nilai K maka pengelolaan lahan semakin baik yang berdampak pada kecilnya jumlah erosi yang terjadi. Tabel 10 berikut ini adalah perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa jenis tanah di daerah tangkapan air Jatiluhur Jawa Barat. Tabel 10.Prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air Jatiluhur, Jawa Barat. Jenis klasifikasi tanah Nilai K rata – rata (metrik) Latosol merah 0,12 Latosol merah kuning 0,26 Latosol coklat 0,23 Latosol 0,31 Regosol 0,12 – 0,16 Regosol 0,29 Regosol 0,31 Gley humic 0,13 Gley humic 0,26 Gley humic 0,20 Lithosol 0,16 Lithosol 0,29 Grumosol 0,21 Hydromorf abu – abu 0,20 Sumber : Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran ( 2001) Ramdhon (1976); meneliti jumlah erosi di lapangan dan mendapatkan hasil nilai erodibilitas tanah pada berbagai jenis tanah seperti tertera pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Besarnya nilai erodibilitas dari beberapa macam tanah. No. Macam tanah Transfortabilitas (B) Stabilitas (St) Erodibilitas (E) 1. Tanah loam 51.50 105.34 0.49 2. Tanah pasir 35.3 103.78 0.34 3. Tanah kapur 31.8 114.43 0.28 4. Tanah lempung 20.1 110.32 0.18 Sumber:Bermanakusumahr., 1976 Tabel 8 . Beberapa nilai K dari Beberapa Macam Tanah di Daerah Aliran Sungai Cimanuk (Hamer, 1980) Tanah (Subgroup) Rata-rata Faktor Erodibilitas (K) Jumlah Sample Standard Deviasi Mediteran Haplik Podsolik Humik Mediteran Kromik Nitosol Distrik Regosol Eutrik Nitosol Eutrik Mediteran Eutrik Kambisol Distrik Grumusol Kromik Mediteran Geliik Nitosol Humik Kambisol Eutrik Gleisol Molik Andosol Okrik Andosol Vitrik Gleisol Eutrik Podsolik Gleiik 0,13 0,16 0,16 0,17 0,19 0,19 0,20 0,21 0,24 0,28 0,28 0,29 0,31 0,31 0,32 0,32 0,42 2 4 2 2 3 4 3 1 2 4 1 10 2 9 9 6 1 0.00 0.3 0.02 0.00 0.02 0.02 0.03 0.00 0.04 0.09 0.04 0.07 0.09 0.15 - Sumber: Hammer 1980 3. Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) Nilai faktor topografi ( LS ) adalah besarnya yang menunjukan perbandingan tanah yang hilang dari suatu luas (ton/ha) pada lereng tertentu dengan tanah yang hilang dari suatu petak baku pada tempat berdekatan. Nilai LS ini dapat ditentukan juga untuk sembarang lereng yang seragam dengan menggunkan grafik faktor topografi seperti pada gambar 5. Untuk menentukan nilai LS pada topografi tidak seragam, harus dilakukan evaluasi dengan metoda evaluasi yang diterapkan pads USDA (1978). Panjang lereng dibatasi sebagai jarak dari titik puncak diatas lahan menuju ke titik lainnya dimana lereng menurun sampai luasan dimana pengendapan terjadi, atau titik dimana aliran permukaan memasuki saluran dengan batas yang jelas. Aliran permukaan di lereng bagian atas akan meningkatkan aliran air pada lereng di bagian bawahnya. Selama kemiringan atau persen kemiringan tanah meningkat maka kecepatan aliran permukaan meningkat, karena terjadinya peningkatkan kekuatan mengikis tanah. Erosi percik (splash erosion) adalah percikan partikel-partikel tanah kedalam udara oleh pukulan butir-butir air hujan menyebabkan gerakan murni tanah ke arah bawah lereng. Kombinasi panjang lereng dan faktor-faktor kemiringan (LS) yang digunakan dalam persamaan untuk menduga hilangnya tanah diberikan pada Gambar 9.2. Gambar 9.2 Peta pengaruh kemiringan pada faktor topografik LS Sumber : Foth, 1995 Faktor panjang dan kemiringan lereng (L dan S) disatukan menjadi faktor LS dapat pula dihitung dengan persamaan dengan rumus yang dikembangkan Weischmneir (1999) sebagai berikut: LS L 1/2 0,00138s 0.00965 S 0,0138 .......................................(9.9) dimana : L adalah Panjang lereng (meter) S adalah Kemiringan lereng (%) Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot erosi pada lereng 3 – 18 %, sehingga tidak memadai untuk lereng yang sangat terjal. Untuk lahan berlereng terjal disarankan menggunakan rumus berikut (Asdak, 2001): LS ( L m ) C ( cos ) 1,50 0,5 (sin ) 1,25 (sin ) 2,25 ................................ 22 ..................................................................................(9.10) dimana : m adalah : 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih 0,4 untuk lereng 3,5 – 4,9 % 0,3 untuk lereng 3,5 % C adalah 34,71; α adalah sudut lereng; l adalah panjang lereng 4. Pengelolaan Tanaman (C) dan faktor Konservasi (P) Pengaruh pengelolaan tanaman (C) tidak dapat dievaluasi secara terpisah karena pengaruh gabungannya sangat dipengaruhi oleh banyak hubungan antar keduanya yang sangat menentukan. Nilai faktor C adalah besaran yang menunjukan perbandingan antara tanah yang hilang akibat erosi per satuan luas (ton/ha) dari lahan yang ditanami dengan sistem pengelolaan tanah dan tanamannya untuk mengurangi erosi. Dengan demikian bila suatu tanah diberakan secara terus menerus dan diolah menurut lereng untuk menghilangkan tumbuhan maka besarnya nilai C = 1 , dan besarnya erosi = RKLS. Berdasarkan hasil penelitian di beberapa tempat di Indonesia maka telah didapatkan nilai C dari beberapa sistim pengelolaan tanah dan tanaman pada Tabel 9. Namun penggunaan nilai C ini sebaiknya dengan memperhatikan peta iso eroden, karena nilai C akan berbeda pada dua daerah yang berbeda erosovitas hujannya walaupun sistim pengelolaan tanah dan tanamannya sama. Oleh sebab itu penelitian untuk menentukan niali C dari setiap sistim pengelolaan tanah dan tanaman yang umum digunakan petani pada setiap daerah perlu dilakukan. Nilai faktor tehnik konservasi (P) adalah besaran yang menunjukan perbandingan antara tanah yang hilang akibat erosi per satuan luas (ton/ha) pada daerah yang menggunakan suatu tehnikm konservasi tanah tertentu dengan yang hilang dari petak baku pada tempat yang berdekatan. Beberapa tehnik konservasi tanah yang sudah secara luas diterapkan dan diperkalikan dalam persamaan erosi tersebut adalah pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip menurut kontur, dan pemakai terap, Beberapa nilai P yang telah didapatkan melalui penelitian dan dapat digunakan tertera pada Tabel 10 dan 11. Beberapa nilai kombinasi C x P dari beberapa sistim pertanaman di Indonesia tertera pada Tabel 12. Tabel 9 . Nilai C dari Beberapa Jenis Pertanaman di Indonesia (Hamer, 1980) No. Jenis pertanaman Nilai C 1 Tanah yang diberakan tapi diolah secara periodik 2 Sawah beririgasi 0.01 3 Sawah tadah hujan 0.05 4 Tanaman Tegalan ( tidak dispesifikasi ) 0.7 5 Tanaman rumput Brachiaria : - Tahun permulaan - Tahun berikutnya 1 0.3 * 0.02 * 6 Ubi Kayu 0.80 7 Jagung 0.7 8 Kacang-kacangan 0.6 9 Kentang 0.4 10 Kacang tanah 0.2 11 Padi 0.5 12 Tebu 0.2 13 Pisang 0.6 14 Sereh wangi 15 Kopi dengan tanaman penutup tanah 0.2 16 Yam 0.85 17 Cabe, Jahe, dll (rempah-rempah) 0.9 18 Kebun campuran : Kerapatan tinggi 0.1 0.4 * - Ubi kayu – kedele 0.2 Kerapatan sedang 0.3 Kerapatan rendah (kacang tanah) 0.5 19 Perladangan berpindah-pindah (shifting cultivation) 0.4 20 Perkebunan (penutup tanah buruk) : - Karet 0.8 - The 0.5 21 - Kelapa sawit 0.5 - Kelapa 0.8 Hutan alam : - penuh dengan serasah - Serasah sedikit 22 Hutan produksi : - tebang habis ( clear cutting ) - Tebang pilih ( selective cutting ) 0.001 0.005 0.5 0.2 23 Belukasr/rumput 24 Ubi kayu + kedele 0.181 25 Ubi kayu + kacang tanah 0.195 26 Padi + sorghum 0.345 27 Padi + Kedele 0.417 28 Kacang tanah + gude 0.495 29 Kacang tanah + kacang tunggak 0.571 30 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.049 31 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0.096 32 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0.128 33 Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 ton/ha 0.136 34 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0.259 35 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0.377 36 Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ha 0.387 37 Padi tanam tumpang gilir ± mulsa jerami 6 ton/ha 0.079** 38 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0.347*** * ** Hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor Pola tanam tumpang gilir : jagung – padi – ubi kayu *** Pola tanam berurutan : padi – jagung – kacang tanah 0.3 Tabel 10. Nilai P dan Batasan Panjang Lereng pada Tehnik Konservasi Pembuatan Kontur Panjang Lereng Persen Lereng Nilai Maksimum (m)*) 1–2 0.60 121.9 3–5 0.50 91.4 6–8 0.50 60.9 9 – 12 0.60 36.6 13 – 16 0.70 24.4 17 – 20 0.80 18.3 21 - 25 0.90 15.2 *) Panjang lereng dapat ditambah 25 % bila sisa-sisa tanaman dapat menutup permukaan lebih dari 50 % setelah tanaman. Tabel 11. Nilai P pada Beberapa Tehnik Konservasi ( Hamer, 1980 ) No. Jenis Tehnik Konservasi Nilai P 1 0.04 0.15 0.35 0.40 0.40 2 3 4 Teras bangku - Standard disain dan bangunan baik - Standard disain dan bangunan sedang - Standard disain dan bangunan rendah Teras tradisional Penanaman/pengolahan menurut kontur pada lereng : 0–8% 9 – 20 % > 20 Penanaman rumput ( Bahlia ) dalam strip 0.5 0.75 0.90 - Standard disain dan keadaan pertumbuhan baik 0.04 - Standard disain dan keadaan pertumbuhan tidak baik 0.40 Penanaman Crotolaria dalam rotasi 0.60 Penggunaan mulsa ( Jerami 6 ton/ha ) 0.30 ( jerami 3 ton/ha ) 0.50 ( jerami 3 ton/ha ) 0.80 Penanaman tanaman penutup tanah rendah pada tanaman perkebunan - Kerapatan tinggi 0.1 - Kerapatan sedang 0.5 5 6 7 Tabel 12. Nilai C x P dari Beberapa Tipe Ambar dan Penggunaan Lahan di Jawa ( Syaefudin, 1979 ) No. Tipe Penggunaan Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Hutan, tidak terganggu Hutan, tanpa tumbuhan rendah Hutan, tanpa tumbuhan rendah dan serasah Semak/belukar tidak terganggu Semak/belukar, sebagian ditumbuhi rumput Kebun campuran Pekarangan Perkebunan tanaman keras, dengan tanaman penutup tanah Perkebunan tanaman keras, hanya sebagian dengan penutup tanah Rumput, menutup tanah dengan baik Rumput alang-alang Rumput alang-alang, dibakar setiap tahun Ruput, Sereh wangi Tanaman Tegalan, umbi-umbian Tanaman tegalan, kacang-kacangan Tanaman tegalan, campuran Tanaman tegalan, padi beririgasi Sistim berladang (shifting cultivation) - 1 tahun ditanami, 1 tahun diberakan - 1 tahun ditanami, 2 tahun diberakan Pertanian umum dengan : - memakai mulsa - teras bangku 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Nilai CxP 0.01 0.03 0.50 0.01 0.10 0.07 0.20 0.01 0.07 0.01 0.02 0.06 0.65 0.63 0.36 0.43 0.02 0.28 0.19 0.14 0.04 - guludan 0.14 Vegetasi penutup tanah, dapat mengabsorbsi energi kinetik butir-butir air hujan yang jatuh dan mengurangi potensi mengikis dari hujan. Vegetasi sendiri menahan sejumlah air dan memperlambat aliran air permukaan. Faktor C mengukur kombinasi pengaruh semua hubungan variabel penutup dan variabel pengelolaan, termasuk tipe pengolahan tanah, sisa akibat pengelolaan, waktu perlindungan tanah dengan vegetasi dan seterusnya. Besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun. Tabel II.10 menunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor di beberapa daerah di Jawa. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata – rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata – rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor – faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Besarnya faktor P yang telah berhasil ditentukan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa adalah seperti tersebut pada Tabel II.11. Sedangkan Faktor P untuk pertanaman menurut kontur dan tanaman dalam teras ditunjukkan pada Tabel II.12. Nilai faktor pengelolaan tanaman didapat dengan membandingkan jumlah tanah tererosi dari petak pertanaman yang dilakukan dengan jumlah tanah tererosi dari petak kontrol dalam waktu yang sama (Weischmeir; 1999) C A ................................................................................(9.11) R K LS P Nilai faktor tindakan konservasi adalah jumlah erosi yang terjadi pada lahan yang telah dilakukan tindakan konservasi dibandingkan dengan erosi yang terjadi pada lahan tanpa tanaman tanpa tindakan konservasi tanah atau dapat dihitung dengan persamaan (Weischmeir; 1999) P A ...................................................................................(9.12) R K LS C Abdurrahman, dkk (1984) dalam penelitiannya telah menetapkan nilai C dan P seperti tertera pada Tabel 12 ;Tabel 13 dan Tabel 14 berikut ini Tabel 12. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan Pengolahan tanaman Jenis Tanaman Lahan / Tataguna Nilai C Jenis Tanaman / Tataguna Lahan Nilai C Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290 Pola tanam berurutan 0,398 Tanaman kacang jogo 0,161 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 Tanaman gandum 0,242 Kebun campuran 0,2 Tanaman ubi kayu 0,363 Ladang berpindah 0,4 Tanaman kedelai 0,399 Tanah kosong diolah 1,0 Tanaman serai wangi 0,434 Tanah kosong tidak diolah 0,950 Tanaman padi lahan kering 0,560 Hutan tidak terganggu 0,001 Tanaman padi lahan basah 0,010 Semak tidak terganggu 0,010 Tanaman jagung 0,637 Alang - alang permanen 0,020 Tanaman jahe, cabe 0,900 Alang - alang dibakar 0,700 Tanaman kentang ditanam searah lereng 1 Sengon disertai semak 0,012 Tanaman kentang ditanam searah kontur 0,350 Sengon tidak disertai semak tanpa seresah 1,000 Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami (6 ton /ha/th) 0,079 Pohon tanpa semak 0,320 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,347 Sumber : Abdurachman dkk, 1984 . Semakin baik pengelolaan lahan maka semakin kecil harga factor C, sementara harga faktor C tertinggi adalah 1 artinya lahan tersebut tidak ada penutup tanahnya (cover crop). Nilai faktor P adalah nilai yang menunjukkan adanya penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air pada lahan tersebut. Penerapan kaidah konservasi tanah yang baik akan menghasilkan nilai faktor P kecil, dan nilai faktor C dan faktor P diperoleh dari hasil penelitian khususnya penelitian erosi. Penanaman secara kontur sangat dianjurkan dalam perencanaan konservasi tanah dan air; namun kenyataannya petani jarang melaksanakan penanaman secara kontur mengingat sulitnya pekerjaan di lapangan dan banyak menghabiskan lahan pertanaman. Tabel 13. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa Teknik Konservasi Tanah Nilai P Teras bangku Teknik Konservasi Tanah Nilai P Tanaman dalam jalur - jalur : jagung - kacang tanah + mulsa 0,05 a. baik 0,20 Mulsa limbah jerami b jelek 0,35 a. 6 ton/ha/tahun 0,30 Teras bangku : jagun-ubi kayu/ kedelai 0,06 b. 3 ton/ha/tahun 0,50 Teras bangku : sorghum – sorghum 0,02 c. 1 ton/ha/tahun 0,80 Teras tradisional 0,40 Tanaman perkebunan Teras gulud : padi – jagung 0,01 a. disertai penutup tanah rapat 0,10 Teras gulud : ketela pohon 0,06 b. disertai penutup tanah sedang 0,50 Teras gulud : jagung - kacang + mulsa sisa tanaman 0,01 Padang rumput Teras gulud : kacang kedelai 0,11 a. baik 0,04 b. jelek 0,40 Tanaman dalam kontur a. kemiringan 0 - 8 % 0,50 b. kemiringan 9 - 20 % 0,75 c. kemiringan >20 % 0,90 Sumber : Abdurachman dkk, 1984 dalam Asdak 2001. Tabel 14. Faktor P untuk pertanaman menurut kontur dan tanaman dalam teras. Nilai P Kemiringan lereng Kontur (%) Tanaman jalur dlm kontur Teras A b 2-7% 0,50 0,25 0,50 0,10 8 - 12 % 0,60 0,30 0,60 0,12 13 - 18 % 0,80 0,40 0,80 0,16 19 - 24 % 0,90 0,45 0,90 0,18 Sumber : Soil Conservation Service, 1972 Nilai faktor C dan P sering digabungkan karena dalam kenyataannya, kedua faktor tersebut berkaitan erat. Tabel 15 menunjukkan perkiraan Nilai CP. Tabel 15. Perkiraan nilai faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa. Konservasi dan pengelolaan Tanaman Nilai CP Hutan : a. tak terganggu 0,01 b. tanpa tumbuhan bawah, disertai serasah 0,05 c. tanpa tumbuhan bawah, tanpa serasah 0,50 Semak : a. tak terganggu 0,01 b. sebagian berumput 0,10 Kebun : a. kebun – talun 0,02 b. kebun – pekarangan 0,20 Perkebunan : a. penutupan tanah sempurna 0,01 b. penutupan tanah sebagian 0,07 Perumputan : a. penutupan tanah sempurna 0,01 b. penutupan tanah sebagian ; ditumbuhi alang – alang 0,02 c. alang - alang : pembakaran sekali setahun 0,06 d. serai wangi 0,65 Tanaman pertanian Konservasi dan pengelolaan Tanaman Nilai CP a. umbi-umbian 0,51 b. biji – bijian 0,51 c. kacang – kacangan 0,36 d. campuran 0,43 e. padi irigasi 0,02 Perladangan : a. 1 tahun tanam - 1 tahun bero 0,28 b. 1 tahun tanam - 2 tahun bero 0,19 Pertanian dengan konservasi : a. mulsa 0,14 b. teras bangku 0,04 c. contour cropping 0,14 Sumber : Abdurachman dkk, 1984 ; Ambar dan Syafrudin, 1979 Diskusi : a. Jelaskan cara menghitung erosi yang Saudara ketahui b. Sebutkan pula keuntungan dan kerugian dari setiap cara pengukuran erosi c. Buat suatu data (tentative) yang dibutuhkan untuk menghitung erosi di suatu tempat dan hitung jumlah erosi yang terjadi dengan menggunakan model USLE BAB X. LIMPASAN HUJAN TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan pengertian limpasan hujan Limpasan hujan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai danau dan lautan. Schwab, et al (1997) mendefinisikan bahwa limpasan hujan atau run off adalah bagian curah hujan yang mengalir kea rah saluran, danau atau laut sebagai aliran permukaan. Rancangan saluran dan bangunan untuk mengatasi masalah aliran permukaan selalu menggunakan data aliran permukaan mencakup volume limpasan; distribusi dan laju limpasan yang tertinggi. Limpasan hujan baru dapat terjadi bila curah hujan yang terjadi tidak dapat lagi terinfiltrasi ke dalam permukaan tanah terutama di lahan yang mempunyai kemiringan lebih dari 3%. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang masuk kedalam tanah atau air infiltrasi, sebagian tidak sempat masuk ke dalam tanah dan mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut keluar ke permukaan tanah dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran air permukaan yang disebut terakhir tersebut disebut aliran permukaan. Sebelum air mengalir di atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus memenuhi keperluan air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan berbagai bentuk cekungan tanah dan bentuk penampung air lainnya (Asdak, 1991). Limpasan air hujan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi ari ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas. Ada bagian yang berlangsung agak cepat untuk selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian limpasan air permukaanlain, karena melewati cekungan-cekungan permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu sebelum akhirnya menjadi aliran debit (Asdak, 1991). Bila lahan tertutup oleh tanaman maka terjadi intersepsi oleh tajuk tanaman, dan bila tajuk tanaman luas maka intersepsi air hujan dapat sangat besar sehingga mencegah hujan dengan drop sizenya untuk memukul agregat tanah. Misalnya intersepsi oleh penutup tanah yang rapat pada hutan dapat mencapai 25% dari hujan; sementara tanaman jagung yang berumur dewasa mampu mengintersesi air hujan sampai 0,5 milimeter per hari. Faktor – faktor yang mempengaruhi limpasan air permukaan dapat dikelompokkan menjadi faktor – faktor yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang berhubungan dengan karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume air larian. Limpasan air permukaan total untuk suatu hujan secara langsung berhubungan dengan lama hujan untuk intensitas hujan tertentu. Infiltrasi akan berkurang pada tingkat awal suatu kejadian hujan. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak banyak menghasilkan air larian. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan dengan waktu yang lebih lama, akan menghasilkan limpasan air permukaan yang lebih besar (Asdak, 1991). Schwab et al., (1997) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan hujan adalah (i) curah hujan (meliputi lama hujan; intensitas hujan dan distribusi hujan) serta (ii) daerah tangkapan hujan. Total limpasan hujan akan berhubungan langsung dengan durasi hujan (lamanya hujan) dengan intensitas tertentu; sementara infiltrasi akan berkurang sejalan dengan waktu pasa awal tahapan hujan. Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume limpasan hujan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume limpasan air permukaan akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian, hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah yang ditimbulkan oleh tenaga kinetis hujan dan limpasan air permukaan yang dihasilkan. Pengaruh daerah aliran sungai terhadap limpasan air permukaan adalah melalui bentuk dan ukuran daerah aliran sungai. Gambar 10.1 menggambarkan hubungan limpasan hujan dengan intensitas curah hujan dan terhadap total curah hujan pada setiap kejadian hujan Gambar 10.1 Total lintasan hujan yang berkaitan dengan jumlah dan intensitas hujan (Copley et.al.,1944). Gambar 10.1 menggambarkan data hujan selama 8 tahun pada tanah bera di Statesville, North Carolina. Penelitian ini dilakukan pada curah hujan lebih dari 25 milimeter dengan intensitas hujan lebih dari 37 milimeter/jam. Laju dan volume limpasan hujan dari suatu tangkapan air dipengaruhi oleh distribusi hujan dan intensitas curah hujan pada suatu daerah. Scara umum laju dan volume limpasan hujan maksimum terjadi nila seluruh daerah tangkapan air berperan. Daerah tangkapan hujan mempengaruhi jumlah limpasan hujan, sementara beberapa factor yang mempengaruhi daerah tangkapan air menurut Schwab., et al (1997) adalah topografi, geologi dan tanaman yang diusahakan pada lahan. Luas lahan akan meningkatkan daerah tangkapan air, namun laju dan volume limpasan per satuan luas daerah tangkapan aire berkurang bila luas limpasan hujan bertambah. Daerah tangkapan air yang panjang dan sempit cenderung menyebabkan jumlah limpasan hujan lebih kecil dibandingkan daerah tangkapan air yang lebar.Bentuk topografi seperti lereng daerah hulu, derajat perkembangan dan gradasi saluran; luas dan jumlah areal cekungan, akan mempengaruhi volume dan laju limpasan hujan. Daerah tangkapan air dengan daerah yang datar atau daerah cekungan tanpa tempat pembuangan air memiliki limpasan hujan yang lebih sedikit dibandingkan daerah curam dengan pola drainase yang ada. Vegetasi dan hutan sangat mempengaruhi infiltrasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah aliran permukaan karena system perakaran tanaman akan memperbesar pori dan pada gilirannya akan memperbesar infiltrasi. Selain itu vegetasi di atas lahan akan menahan aliran permukaan dan akan mengurangi laju infiltrasi sehingga tanah mempunyai waktu untuk memperbesar laju infiltrasi. Laju limpasan hujan juga sangat dipengaruhi oleh bangunan fisik seperti tersedianya chek dam; tanggul; jembatan dan saluran bawah tanah. Diskusi : a. Sebutkan apa yang disebut limpasan hujan b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi limpasan hujan c. Bagaimana hubungan antara kemiringan lereng dengan limpasan hujan d. Jelaskan kaitan antara infiltrasi dengan limpasan hujan. BAB XI . MENGHITUNG EROSI DENGAN MODEL PENGEMBANGAN UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (USLE) YAITU MODIFIED SOIL LOSS EQUATION (MUSLE) TIK : Setelah kuliah berakhir mahasiswa dapat menghitung jumlah erosi di lahan curam menggunakan model MUSLE Prediksi erosi menggunakan model Universal Soil Loss Equation (USLE) secara umum sering digunakan untuk memprediksi jumlah tanah tererosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1978. Model USLE ini berlaku sangat umum, namun agar perhitungan jumlah tanah tererosi lebih akurat terutama untuk kemiringan lahan yang lebih dari 15% maka dianjurkan menggunakan Modified Universal Loss Equation (MUSLE) yang dikembangkan oleh Berndt dan Williams (1972). Kelebihan model MUSLE adalah sebagai berikut: (i) menggunakan formulasi matematik ; (ii) curah hujan yang digunakan untuk perhitungan adalah menggunakan curah hujan pada satu kejadian hujan sehinggan akurasi perhitungan dengan model MUSLE akurasinya lebih baik dibandingkan dengan penggunaan persamaan yang menggunakan data hujan rata-rata bulanan seperti yang digunakan pada model USLE. Di bawah ini disajikan hasil penelitian Strategi Nasional oleh Nurpilihan, dkk., 2010 yang berjudul Pemodelan Prediksi Erosi Dengan Persamaan Modifikasi Universal Loss Equation Di Daerah Pertanian Kemiringan Curam. Cara perhitungan menggunakan model MUSLE adalah dengan persamaan sebagai berikut (Berndt dan Williams, 1972). S = 11,8 (Q.qp)0,56 KLSCP……………………………………………(10.1) dimana: S adalah hasil sedimen (ton) Q adalah volume aliran permukaan (m3) Qp adalah puncak laju aliran permukaan (m3/s) K adalah faktor erodibilitas tanah LS adalah faktor panjang lereng dan kemiringan lereng C adalah faktor pengelolaan tanaman, dan P adalah faktor tindakan konservasi tanah dan air. Parameter qp untuk plot penelitian ditentukan dari formula sebagai berikut berdasarkan analisis SCS yaitu hydrograph. Qp = 0,278 x A x d/Tp……………..…………………………………..(10.2) dimana: qp adalah puncak laju aliran (m3s-1) A adalah luas area dalam (km2) d adalah kedalamam aliran permukaan (mm) Tp adalah kenaikan dari hydrograph, waktu dari awal terjadinya aliran permukaan hingga waktu terjadinya puncak aliran permukaan Faktor erodibilitas tanah dapat pula dihitung dengan menggunakan magnitude of soil erodibility faktor K seperti tertera pada Tabel berikut Hasil-hasil penelitian konservasi tanah dan air oleh para pakar juga menghasilkan nilai faktor erodibilitas tanah seperti tertera pada Tabel 9 ; Tabel 10 dan Tabel 11. Perhitungan factor panjang lereng dan factor kemiringan lereng menggunakan rumus (9.6) yaitu rumus yang digunakan untuk lahan yang mempunyai kemiringan curam (> 15%), yaitu Koefisien panjang dan kemiringan lereng sebagai berikut: LS ( l m ) C ( cos )1,50 0,5 (sin )1,25 (sin ) 2,25 22 LS L 1/2 0,00138s 0.00965 S 0,0138 dimana : L adalah panjang lereng (m) S adalah kemiringan lereng (%) m = 0,5 untuk kemiringan lereng 5% atau lebih m = 0,4 untuk lereng antara 3,5% - 4,9% m = 0,3 untuk lereng kecil dari 3,5% C = 34,71 @ adalah sudut lereng L adalah panjang lereng Penelitian Nurpilihan, dkk; (2010) berpendapat bahwa pengamatan volume curah hujan yang digunakan untuk menghitung jumlah tanah tererosi dengan model MUSLE adalah selang waktu 15 sampai 30 menit. Pengukuran limpasan hujan (run off) dilakukan pada setiap satu kejadian hujan. Data yang diperoleh adalah volume limpasan air permukaan dan data durasi hujan yang pada gilirannya perhitungan akan dikonversikan untuk mendapatkan data debit limpasan. Gambar di bawah ini menggambarkan algoritma program erosi sebagai berikut Algoritma Program Erosi Transformasi program dihitung setiap intensitas 5 menit; untuk dimensi Array (k) ; Segmen (j) dan Time (i) seperti Gambar berikut ini Jumlah erosi dalam array, segmen dan waktu dihitung dengan persamaan sebagai berikut: dimana : I adalah waktu J adalah segmen; dan K adalah array jumlah erosi dapat dibandingkan antara data hasil pengukuran di lapangan dengan data hasil perhitungan prediksi dengan menggunakan model. Menurut Spitz dan Moreno (1996) perbedaan antara hasil perhitungan prediksi erosi menggunakan model dengan jumlah erosi dengan melakukan penelitian (lapangan) dapat dihitung dengan persamaan Sum Square of Error (SSE), dimana SSE yang mendekati nol merupakan hasil yang non signifikan antara hasil perhitungan menggunakan model dengan hasil perhitungan menggunakan penelitian di lapangan. Data pada Tabel 11.1 di bawah ini adalah hasil penelitian Nurpilihan, dkk (2010); yaitu perbandingan statistik antara data pengamatan di lapangan dengan data perhitungan dengan menggunakan model MUSLE dan dihitung dengan persamaan Sum Square of Error. Tabel 11.1 Perbandingan Statistik Antara Data Pengamatan di Lapangan dengan Data Perhitungan Menggunakan Model MUSLE dan Dihitung dengan Persamaan Sum Square of Error Tabel 11.1 di atas merupakan hasil analisa dengan sum square error pada tiap kejadian hujan, dimanba setiap kejadian hujan dibandingkan data pengamatan di lapangan dengan data perhitungan menggunakan program yang telah dirancang. Pada analisis perbandingan untuk erosi dengan metode sum square error memilki nilai yang berkisar antara 0,43 hingga nol; hal ini menunjukkan bahwa perhitungan model yang dilakukan sudah baik karena lebih mendekati nol. Walaupun demikian nilai 0,43 pada kejadian hujan ketiga perlu dicermati. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada kejadian hujan ketiga, hujan hanya terjadi di awal hujan. Keadaan tanah masih dalam keadaan sangat kering sehingga air lebih banyak terserap ke dalam tanah. Sebagai infiltrasi. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap perhitungan limpasan hujan (run off) yang menggunakan nilai koefisien pengaliran dari rata-rata pengamatan di lapangan. Selanjutnya hasil penelitian Nurpilihan, dkk (2010); mengungkapkan pula perhitungan erosi dengan berbagai kondisi katagori hujan/ simulasi hujan seperti di bawah ini. 11.1 Hasil Perhitungan Erosi dengan berbagai kondisi Kategori Hujan / Simulasi Hujan Kondisi hujan disusun dengan memvariasikan intensitas hujan seperti yang menggambarkan hubungan antara time step dan hujan yang terjadi pada tiap skenario memiliki tinggi hujan dan intensitas hujan yang menunjukkan kategori tertentu. Adapun durasi hujan disamakan untuk semua skenario hujan yaitu 36 time step atau selama 3 jam. Erosi yang terjadi dihitung dari tiap-tiap kategori hujan seperti yang terlihat pada Tabel 11.1 Tabel 11.1 Skenario hujan dan erosi yang terjadi dengan time step per 5 menit Tinggi hujan Intensitas hujan Erosi Skenario hujan mm mm/menit Kategori Kg Skenario 1 8.08 0.04 Lemah 0.088 Skenario 2 24.27 0.13 Normal 0.302 Skenario 3 97.09 0.54 Deras 1.425 Skenario 4 194.17 1.08 Sangat deras 3.097 12 Lemah 10 Normal Hujan (mm) Deras 8 Sangat Deras 6 4 2 34 31 28 25 22 19 16 13 10 7 4 1 0 Time step 5 menit Gambar 11.2. Hubungan Klasifikasi Hujan dan Tinggi Hujan Pengujian varian (anova) terhadap skenario hujan dilakukan untuk melihat adanya perbedaan dan bertujuan mengetahui perbedaan ragam yang terjadi antar skenario hujan sehingga diharapkan dapat mewakili tiap kategori hujan. Adapun hasil analisis anova terhadap empat skenario hujan menunjukkan bahwa antara skenario memiliki perbedaan ragam yang nyata sehingga dapat digunakan sebagai asumsi klasifikasi hujan. Sedimen Hasil Perhitungan (Kg) 0.18 0.16 Lemah 0.14 Normal Deras 0.12 Sangat deras 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 34 31 28 25 22 19 16 13 10 7 4 1 0 Time step ke -n Gambar 11.3. Hubungan waktu dan erosi pada simulasi berbagai kategori hujan Pada Gambar 11.3. menggambarkan grafik hubungan antara time step dan erosi yang terjadi pada tiap skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang terjadi pada skenario hujan lemah dan normal tidak jauh berbeda dan kejadian erosi mulai terlihat meningkat pada skenario hujan deras dan sangat deras. Gambar 11.4 hingga Gambar 11.7 berikut, menunjukkan hubungan antara hujan dan erosi pada masing-masing skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang sudah terjadi pada hujan lemah walaupun sangat kecil, seiring dengan bertambah derasnya hujan erosi yang terjadi menjadi meningkat. Sedimen hasil Perhitungan (Kg) 0.006 y = 0.0112x - 7E-05 0.005 2 R = 0.9492 0.004 0.003 0.002 0.001 0 0 0.1 0.2 0.3 Tinggi Hujan (mm) 0.4 0.5 Gambar 11.4 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan lemah Sedimen hasil Perhitungan (Kg) 0.018 0.016 y = 0.0128x - 0.0002 0.014 R2 = 0.95 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 Tinggi Hujan (mm) 1 1.2 1.4 Gambar 11.5. Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan normal 0.09 Sedimen hasil Perhitungan (Kg) 0.08 y = 0.0151x - 0.0011 0.07 R2 = 0.95 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 1 2 3 Tinggi Hujan (mm) 4 5 6 Gambar 11.6. Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan deras 0.18 y = 0.0164x - 0.0024 Sedimen hasil Perhitungan (Kg) 0.16 2 R = 0.9499 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 2 4 6 Tinggi Hujan (mm) 8 10 12 Gambar 11.7. Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan sangat deras 11.2 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pengamatan jumlah erosi di lapangan disbanding jumlah erosi menggunakan model MUSLE tidak berbeda secara siknifikan. Hal ini ditunjukkan dengan sum square error yang sangat kecil yaitu berkisar antara 0,0 sampai 0,43; ini berarti pemodelan perhitungan prediksi menggunakan MUSLE di lahan miring dapat digunakan 2. Jumlah tanah erosi yang kecil di lapangan disebabkan jumlah hujan di daerah penelitian sangat kecil berkisar antara 1,13 milimeter sampai 33,62 milimeter. Intensitas hujan hujan juga sangat kecil yaitu hanya berkisar 0,03 sampai 0,89 milimeter sehingga tidak ment=yebabkan erosi. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas hujan dengan erosi yang terjadi, yaitu makin besar intensitas hujan semakin tinggi jumlah tanah yang tererosi