ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea) PADA TANAH YANG TERAKUMULASI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DI PERKEBUNAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG PLANT GROWTH ANALYSIS OF CABBAGE (Brassica oleracea) ON SOIL HEAVY METAL ACCUMULATED CADMIUM (Cd) AT PANGALENGAN ESTATE DISTRICT OF BANDUNG Gayatri Anggi., Kusdianti1., Rini Solihat. Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI ABSTRAK Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas sayuran adalah dengan adanya tindakan pengendalian hama dan pemberian pupuk. Adanya pemberian pupuk dan pestisida dalam sistem pertanian dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi tanaman dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan tanaman kubis pada tanah yang terakumulasi logam kadmium (Cd). Sampel tanaman kubis didapatkan dari lahan Pertanian Pangalengan Bandung. Parameter yang diamati adalah kadar klorofil, biomassa dan kadar logam Cd pada pupuk, pestisida, tanah dan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan biomassa tanaman bertambah dari awal penanaman hingga masa panen seiring dengan adanya penambahan kadar klorofil pada tanaman. Hasil analisis logam Cd yang terdapat pada tanah (3.65 ppm) dan tanaman (0.217 ppm) menunjukkan hasil yang melebihi ambang batas. Hal tersebut menunjukkan akumulasi logam berat Cd pada tanaman tidak memberikan dampak pada pertumbuhan tanaman, tetapi akumulasi logam Cd pada tanaman melebihi ambang batas.Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kubis dapat mengakumulasi logam. Kata kunci : Brassica oleracea, Logam Kadmium, Kadar Klorofil, Biomassa, Lingkungan ABSTRACT One effort to increase the productivity of vegetables is the existence of pest control measures and the provision of fertilizer. The provision of fertilizers and pesticides in farming systems can cause a range of negative effects for plants and the environment. This research aims to analyze the growth of cabbage crops in soil accumulated metals cadmium (Cd). The cabbage plant samples obtained from agricultural land Pangalengan, Bandung. The parameters observed were the levels of chlorophyll, biomass and the levels of metals Cd in fertilizers, pesticides, soil and plants. The results showed increased plant biomass from planting until harvest time along with the addition of the levels of chlorophyll in plants. Results of the analysis of metal found in the ground Cd (3.65 ppm) and plants (0.217 ppm) indicates results that exceed the threshold. It shows heavy metal Cd accumulation in plants do not give an impact on plant growth, but the accumulation of metal Cd on plants above the threshold level prove that the cabbage plant can accumulate metal. Keywords: Brassica oleracea, Cadmium, Chlorophyll Content, Biomass, Environment ________________________ 1 Penulis Penanggung Jawab Gayatri Anggi., Kusdianti1., Rini Solihat. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Pada Tanah yang Terakumulasi Logam Berat Kadnium (Cd) di Perkebunan Pangalengan Kabupaten Bandung Sayuran dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan vitamin yang dibutuhkan manusia (Nugrohati dan Untung, 1986). Salah satu contoh tanaman jenis sayuran adalah kubis (Brassica oleracea). Kubis merupakan salah satu sayuran yang sangat digemari oleh banyak kalangan masyarakat untuk dikonsumsi. Kubis, selain memiliki kandungan vitamin, gizi dan serat yang tinggi, juga memiliki kandungan antioksidan tinggi yang dapat mengurangi resiko terkena penyakit. Disamping hal tersebut, konsumsi sayuran oleh masyarakat saat ini masih dibawah kebutuhan gizi yang seharusnya. Konsumsi sayuran yang masih rendah tersebut disebabkan antara lain tingkat pengetahuan rata-rata masyarakat dan produktivitas sayuran yang rendah. Faktor-faktor pembatas produktivitas yang penting adalah adanya serangan berbagai jenis hama tanaman dan masalah penanganan pasca panen yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas sayuran (Nugrohati dan Untung, 1986). Salah satu usaha agar produktivitas sayuran dapat ditingkatkan diperlukan tindakan pengendalian hama dan penanganan pasca panen yang efektif dan efisien (Nugrohati dan Untung, 1986). Pestisida banyak digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti pada tanaman kubis. Pestisida yang diberikan pada tanaman memiliki kandungan bahan kimia yang beragam. Pestisida yang digunakan pada tanaman seringkali dipakai secara berlebihan, karena penggunaan tersebut maka tanah yang ditanami tanaman kubis kemungkinan besar akan mengalami akumulasi residu dari pestisida tersebut. Selain pestisida, tanaman juga memakai bahan organik seperti pupuk kandang atau kompos yang berfungsi untuk menangani masalah tanah-tanah kritis, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah dan menambah unsur hara (Kim, 1991). Pupuk juga dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam lingkungan tersebut dan dapat meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat meracuni hewan dan manusia yang mengkonsumsinya (Prabowo, 2008). Penggunaan pestisida dan pupuk pada pertanian terbukti dapat menekan jumlah serangan hama penyakit dan meningkatkan kesuburan tanaman. Namun dengan penggunaan pestisida dan pupuk secara berlebihan pada tanaman dapat menyebabkan terjadinya deposit bahan kimia yang ada pada pupuk dan pestisida yang akhirnya menjadi residu pada tanah dan tanaman yakni logam berat.Logam berat pada kondisi lingkungan yang alami tidak menjadi masalah, namun akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan seperti pemupukan dan pestisida yang terus menerus, maka logam berat tersebut terakumulasi dan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan terutama tanah dan tumbuhan itu sendiri(Tarumingkeng, 1992). Akumulasi logam pada tanaman terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dan tidak berimbang terutama pada tanaman kubis yang disebut sebagai tanaman bioakumulator. Tanaman bioakumulator merupakan kemampuan dari tanaman maupun organisme untuk menyerap logam-logam berat seperti Cd dan logam berat lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan analisis bagaimanakah pertumbuhan tanaman kubis pada tanah yang terakumulasi logam berat kadmium (Cd) akibat penggunaan pupuk dan pestisida. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan tanaman kubis pada Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 tanah yang terakumulasi residu logam berat Cd di lokasi perkebunan Pangalengan, Kabupaten Bandung. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang dilakukan pada lahan perkebunan kubis Pangalengan Kabupaten Bandung. Analisis pertumbuhan yang diamati meliputi kadar klorofil dan biomassa tanaman. Perkebunan kubis yang diamati memiliki kontur tanah yang miring sehingga untuk pengambilan sampel dilakukan pembagian lahan menjadi dua plot pengamatan yakni plot pengamatan atas dan bawah. Pada setiap lokasi pengamatan diambil tiga sampel tanaman kubis yang diambil secara acak untuk mewakili masing-masing bagian plot atas (A,B,C) dan bawah (D,E,F). Tanaman ditimbang untuk pengukuran berat basah, setelah itu diambil daun ketiga untuk pengukuran kadar klorofil. Pengukuran kadar klorofil menggunakan metode Arnon (Dube et al.,2001). Pengukuran berat kering tanamandilakukan dengan carasampel tanaman kubis dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70oC hingga beratnya konstan. Pengujian logam Cd menggunakan Spektofotometri Serapan Atom (AAS) di Laboratorium tanah Universitas Padjajaran Bandung. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi lokasi perkebunan Perkebunan kubis terdapat di desa Margaluyu Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung yang berada di selatan Kota Bandung, luas perkebunan sekitar 4 hektar dan berdekatan mengitari Situ Cileunca yang memiliki kontur tanah dan pengairan yang miring. Berdasarkan wawancara dengan petani sekitar, perkebunan tersebut menggunakan berbagai jenis pestisida (Agrisimba, Wondersim, Promaneb, Victory mix, Cymbush, Growmore, Fastron, Prevathon, Recor) dan pupuk (ZA / Zwavel Ammoniumdan Phonska). Bahan-bahan tersebut digunakan pada awal penanaman,pada minggu ke-3 setelah tanam dan selanjutnya bergantung pada curah hujan di lokasi perkebunan dan hama tanaman yang ada. Penggunaan pestisida dilakukan dengan cara dicampurkan dalam satu tangki. Menurut Djojosumarto (2000), pencampuran pestisida dilakukan apabila sasaran penyakit dan hama pada tanaman yang dituju berbeda dan bertujuan pula untuk memutuskan organisme pengganggu tanaman yang sudah resisten sehingga sangat sulit untuk dimusnahkan. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan faktor abiotik lingkungan yang diukur pada minggu pertama awal penanaman hingga akhir masa panen. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan pada lokasi perkebunan dan mengetahui faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Ratarata hasil pengukuran faktor abiotik pada lokasi perkebunan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Data Abiotik pada Lokasi Sampling Tanaman Kubis Gayatri Anggi., Kusdianti1., Rini Solihat. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Pada Tanah yang Terakumulasi Logam Berat Kadnium (Cd) di Perkebunan Pangalengan Kabupaten Bandung B. Analisis Kandungan Pertumbuhan Tanaman Kubis. Logam dan Pada penelitian ini dilakukan analisis pengujian kandungan logam Cd yang terdapat pada tanaman, tanah juga pupuk dan pestisida yang digunakan pada penanamannya. Berdasarkan pengujian AAS tersebut, ditemukan kandungan logam pada semua sampel yang diuji. Pada pengujian pupuk yang digunakan untuk awal penanaman oleh petani dihasilkan kandungan logam berat Cd sebesar 4,23 ppm dan pestisida sebesar 0.018 ppm. Menurut Setyorini et al. (2003), ambang batas untuk pupuk adalah 0,11 ppm, hal tersebut membuktikan bahwa pupuk yang digunakan pada penanaman kubis mengandung logam Cd melebihi ambang batas, namun untuk pestisida belum ditemukan ambang batas yang ditetapkan. Pada tanah kebun kubis juga dilakukan pengujian kadar logam Cd yang diambil pada saat awal penanaman (Minggu ke-1), pertengahan masa tanam (Minggu ke-6) dan pada saat panen (Minggu ke-11) (Gambar 1). Jumlah Kandungan Logam Berdasarkan Tabel 1, terdapat perbedaan antara hasil pengukuran plot atas dan plot bawah diantaranya adalah kecepatan angin, intensitas cahaya, pH tanah, kelembaban udara dan materi organik tanah (MOT). Hal tersebut disebabkan karena berbagai faktor diantaranya adalah adanya kanopi pada plot atas sehingga menyebabkan kecepatan angin, kelembaban udara dan intensitas cahaya yang berbeda. pH tanah dan MOT yang berbeda disebabkan karena kondisi lahan yang miring sehingga menyebabkan adanya pencucian kandungan unsur dalam tanah yang mengakibatkan banyaknya kandungan unsur hara dan materi organik terbawa oleh air hujan yang meresap dalam tanah hingga terbawa ke lokasi yang lebih rendah, sehingga lokasi sampling bawah memiliki kandungan materi organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi sampling atas sama halnya seperti pada pengukuran pH tanah. 4 3 (ppm) 2 1 0 1 6 11 Minggu ke- Gambar 1. Kandungan Logam Cd pada Tanah Berdasarkan Gambar 1, untuk pengambilan sampel tanah pada minggu ke-1 hasil kandungan logam pada tanah sebesar 3.65 ppm sedangkan pada minggu ke-6 sekitar 3.58 ppm, hasil kandungan logam pada tanah mengalami sedikit penurunan sekitar 0,07 ppm. Pengujian sampel tanah terakhir (minggu ke-9) dilakukan pada tanah saat panen yang memiliki hasil sangat berbeda dengan hasil pengujian pada sampel awal dan tengah. Hasil pengujian untuk tanah saat panen pada lokasi sampling memiliki rata-rata kandungan Cd 0,15 ppm. Penurunan kandungan logam pada saat panen diduga akibat adanya penyerapan logam dalam tanah ke tanaman yang disebabkan karena tanaman memiliki upaya penyerapan air dan bahan mineral dari tanah oleh akar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat tumbuh. Selain itu diduga adanya pencucian yang disebabkan curah hujan yang cukup tinggi pada lokasi perkebunan kubis yang cenderung memiliki ketinggian yang berbeda dan menyebabkan air turun ke tempat yang lebih rendah, sehingga logam yang terdapat didalam pupuk dan pestisida ikut terbawa oleh air.Selain dilakukan pengujian terhadap tanah, dilakukan pula pengujian pada tanaman kubis untuk mengetahui apakah terdapat akumulasi logam di dalam tanaman. Hasil akumulasi Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 kandungan logam Cd pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Rata-rata kandungan logam Cd pada Krop Tabel 2. Rata-rata kandungan logam Cd pada Tanaman Berdasarkan Tabel 2 untuk pengujian kandungan logam minggu pertama di kedua lokasi pengamatan memiliki rata-rata kandungan logam <0.01.Hal tersebut diduga disebabkan karena bibit tanaman kubis baru ditanam dan belum menyerap logam di dalam tanah. Hasil pengujian minggu ke-11 di lokasi pengamatan atas memiliki nilai kandungan Cd yang tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan lokasi pengamatan bawah yakni memiliki rata-rata 0.192 ppm. Pengambilan sampel pada masa panen di kedua lokasi pengamatan memiliki rata-rata kandungan logam Cd 0.217 ppm yang apabila dibandingkan dengan pengambilan minggu ke-11 kandungan logam Cd mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dicantumkan pada SNI 7387:2009bahwa batas maksimum pencemaran logam Cd dalam sayuran adalah 0,2 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar logam Cd pada tanaman telah melebihi ambang batas yang ditetapkan dan perlu diwaspadai. Pada saat panen, pengujian kandungan logam pada tanaman selain pada daun terluar juga dilakukan pada krop. Hasil rata-rata kandungan logam Cd pada krop dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, Rata-rata kandungan logam Cd pada krop tanaman kubis lokasi sampling atas memiliki hasil yang lebih tinggi yakni 0.180 ppm dan pada lokasi sampling bawah 0.103 ppm dengan rata-rata keduanya yakni 0.142 ppm. Berdasarkan data yang dicantumkan pada BPOM No.HK.00.06.1.52.4011 bahwa batas maksimum pencemaran logam Cd dalam sayuran adalah 0,2 ppm. Rata-rata kandungan logam Cd pada krop kubis berdasarkan Tabel 3 hampir mendekati ambang batas pencemaran logam, sehingga patut untuk diwaspadai karena akan berdampak buruk bagi masyarakat yang akan mengkonsumsinya. Apabila dibandingkan kandungan logam antara daun terluar kubis dan krop memiliki hasil yang tidak berbeda jauh, pada daun terluar mengandung lebih banyak logam yang diduga akibat penyemprotan pestisida yang terkena langsung pada daun terluar, sehingga menyebabkan adanya akumulasi pada daun terluar, selain itu pula daun terluar memiliki umur yang lebih tua dibandingkan dengan daun di bagian dalam, sehingga telah lebih lama terkena paparan pestisida. Daun terluar memiliki usia yang lebih tua dibandingkan dengan daun lainnya, hal tersebut berhubungan dengan selsel pada daun yang lebih tua memiliki perkembangan yang lebih dewasa, sehingga pengambilan dan pemasukan zat-zat baik dari penyemprotan maupun dari pengangkutan air dan zat mineral dari akar ke bagian tubuh tanaman terutama daun lebih maksimal Gayatri Anggi., Kusdianti1., Rini Solihat. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Pada Tanah yang Terakumulasi Logam Berat Kadnium (Cd) di Perkebunan Pangalengan Kabupaten Bandung dibandingkan dengan daun muda yang baru mengalami pertumbuhan. Ukuran daun terluar yang lebih besar dan kasar memungkinkan untuk lebih banyaknya pestisida yang menempel dan terserap ke dalam daun khususnya terserap dan disimpan di dalam sel tanaman. Weling (1977 dalam Alloway 1995) menyatakan bahwa partikel logam yang menempel pada permukaan daun yang kasar dan berbulu, tujuh kali lebih besar daripada endapan di atas perrnukaan daun dan batang yang licin. Untuk analisis pertumbuhan tanaman dilakukan pengukuran pada kadar klorofil dan biomassa tanaman. Hasil rata-rata kandungan klorofil dapat dilihat pada Gambar 2. (mg/g) Jumlah Kandungan Klorofil 12 (mg/g) 10 10 Jumlah Kandungan Klorofil pengamatan tersebut dari awal tanam sampai dengan panen tidak mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan berbagai faktor abiotik diantaranya yakni intensitas cahaya pada kedua lokasi pengamatan. Plot atas memiliki intensitas cahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan plot bawah, hal tersebut menyebabkan kemampuan dari klorofil untuk menyerap cahaya menjadi rendah dan kadar klorofil pada plot pengamatan tersebut rendah pula. Selain klorofil a, dilakukan perhitungan pula untuk kadar klorofil b. Untuk hasil rata-rata kadar klorofil b dapat dilihat pada Gambar 3. 8 6 atas 4 bawah 2 8 6 atas 4 bawah 2 0 0 1 1 3 5 7 9 11 13 Minggu ke- Gambar 2. Rata-Rata Kadar Klorofil a pada Daun Berdasarkan Gambar 2, rata-rata kandungan klorofil tanaman kubis pada pengambilan sampel ke-1 hingga sampel ke-7 tidak memiliki perbedaan yang terlihat pada kedua lokasi pengamatan. Pada pengambilan sampel pertama yakni pada awal tanam, bibit tanaman kubis pada lokasi pengamatan atas memiliki kadar klorofil rata-rata 7.1018 mg/g dan pada pengambilan sampel ke-7 memiliki rata-rata kadar klorofil 7.6746 mg/g. sedangkan untuk lokasi pengamatan bawah, rata-rata kadar klorofil untuk pengambilan sampel ke-1 adalah 7.6270 mg/g dan untuk pengambilan sampel ke-7 adalah 8.9989 mg/g. Klorofil a yang terdapat pada kedua plot 3 5 7 9 11 13 Minggu ke- Gambar 3. Rata-Rata Kadar Klorofil b pada Daun Berdasarkan Gambar 3, rata-rata kadar klorofil b pada lokasi sampling minggu ke-1 adalah 5.051 mg/g dan pada minggu ke-7 adalah 9.6243 mg/g. sedangkan pada lokasi sampling bawah minggu ke-1 adalah 8.297 mg/g dan pada minggu ke-7 adalah 9.6917 mg/g. Rata-rata menunjukkan plot bawah masih memiliki jumlah kadar klorofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan plot atas, namun pada klorofil b lebih terlihat adanya perbedaan jumlah pada kedua plot pengamatan dibandingkan klorofil a yang perbedaannya tidak terlalu berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan karena pada klorofil b memiliki sifat yang lebih polar dan menyerap cahaya lebih kuat atau sensitive terhadap Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 Jumlah Kandungan Klorofil (mg/g) 20 15 atas 10 bawah 5 0 1 3 5 7 9 11 13 Minggu ke- Gambar 4. Rata-Rata Kadar Klorofil total pada Daun Berdasarkan Gambar 4, kadar klorofil total pada tanaman kubis dengan dua plot sampling yang berbeda memiliki perbedaan yang tidak terlalu berbeda. Namun kadar klorofil total pada lokasi sampling bawah memiliki rata-rata yang sedikit lebih besar apabila dibandingkan dengan pada lokasi sampling atas. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena lokasi sampling bawah yang berada pada lahan terbuka sehingga lebih banyaknya matahari yang sampai ke tanaman dan mengoptimalkan terjadinya proses fotosintesis. Namun, apabila dibandingkan dengan pengambilan sampel pada masa panen atau pengambilan sampel ke-13, lokasi sampling bawah memiliki penurunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi sampling atas. Hal tersebut diduga disebabkan karena adanya akumulasi logam dalam tanah dan tanaman yang kemudian menghambat sintesis dari tanaman kubis tersebut yang berasal dari pemberian pestisida dan pupuk pada tanaman. Selain itu juga dapat disebabkan karena adanya penempelan endapan sisa penyemprotan pestisida yang menempel pada daun sehingga mengurangi tingkat intensitas cahaya yang diserap oleh tanaman dan terbentuk klorofil. Seperti halnya dengan klorofil a dan b, pada kadar klorofil total sangat erat kaitannya dengan berbagai faktor abiotik diantaranya intensitas cahaya dan kandungan materi organik (MOT), seiring dengan tingginya intensitas cahaya dan mineral maka tinggi pula kadar klorofil yang terdapat di dalam tanaman karena adanya penyerapan maksimal dari pigmen klorofil yang ada di dalam tanaman. Untuk analisis pertumbuhan tanaman kubis, selain kadar klorofil juga dilakukan perhitungan biomassa tanaman yang meliputi berat basah dan berat kering tanaman. Hasil rata-rata biomassa tanaman dari minggu ke-1 hingga panen dapat dilihat pada Gambar 5. (gr) 1200 Biomassa Tanaman cahaya. Karena adanya naungan yang menghalangi plot atas untuk lewatnya cahaya menyebabkan plot atas memiliki kadar klorofil b yang lebih rendah dibandingkan dengan plot atas, sensitifitas terhadap cahaya tersebutlah yang menyebabkan kedua plot pengamatan lebih berbeda nyata pada jumlah kadar klorofil b. Setelah pengujian kadar klorofil a dan b, maka selanjutnya dilakukan perhitungan utnuk kadar klorofil total. Untuk hasil rata-rata kadar klorofil total dapat dilihat pada Gambar 4. 1000 800 600 Atas 400 Bawah 200 0 1 3 Minggu 5 7 ke9 11 Gambar 5. Rata-Rata Biomassa pada Tanaman Kubis Berdasarkan Gambar 5, rata-rata biomassa pada tanaman kubis dimulai dari awal tanam (minggu 1) hingga panen (minggu11). Dari rata-rata tersebut dapat Gayatri Anggi., Kusdianti1., Rini Solihat. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Pada Tanah yang Terakumulasi Logam Berat Kadnium (Cd) di Perkebunan Pangalengan Kabupaten Bandung terlihat peningkatan biomassa tanaman pada setiap pengambilan sampel. Namun, perbedaan terlihat pada kedua lokasi plot pengamatan yakni plot pengamatan atas dan plot pengamatan bawah. Pada plot pengamatan atas memiliki rata-rata biomassa yang lebih rendah dibandingkan dengan plot pengamatan bawah, hal tersebut diduga karena adanya lebih banyak sumber air dan mineral yang diserap tanaman dibandingkan dengan plot pengamatan atas. Lahan perkebunan memiliki kontur yang miring, sehingga memudahkan air untuk terkumpul pada lokasi bawah yang lebih rendah dibandingkan dengan plot atas. Mineral pun akan terbawa oleh air sehingga pada lokasi plot pengamatan bawah memiliki materi organik yang tinggi. Air dan mineral merupakan sumber utama yang digunakan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Rata-rata biomassa tersebut juga dapat dihubungkan dengan kadar klorofil pada kedua plot. Kadar klorofil pada lokasi plot bawah berbanding lurus dengan biomassa pada lokasi plot bawah yakni lebih tinggi dibandingkan dengan plot pengamatan atas. Menurut Harjadi (1989), klorofil dipersiapkan untuk proses fotosintesis yang dimana hasil dari proses fotosintesis akan lebih banyak dibutuhkan untuk perkembangan pembentukan kuncup bunga, bunga, buah dan biji. Dari kenampakan tanaman, pada plot pengamatan atas memiliki ukuran tanaman yang lebih kecil dibandingkan dengan plot pengamatan bawah. Hal tersebut menyebabkan pada plot pengamatan bawah memiliki rata-rata biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan plot pengamatan atas. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan hasil yang telah didapatkan, analisis kandungan klorofil dan biomassa pada tanaman kubis dari awal tanam hingga masa panen terlihat mengalami peningkatan. Pengujian adanya akumulasi logam kadmium yang terdapat pada lahan perkebunan kubis menunjukkan adanya kandunganlogam cukup tinggi pada tanah (3.65 ppm) dan tanaman (0.217 ppm) yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Alloway, B. 1995. “Heavy Metals in Soil”. Sydney : Univ. of Sydney Library. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Indonesia: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Cetakan ke -5. Jakarta : Penerbit Kanisius. Dube, A., Zbytniewski, R., Kowalkowski, T., Cukrowska, E. dan Buszewski, B. 2001. “Adsorption and Migration of Heavy Metals in Soil”. Polish Journal of Environmental Studies. 10, ( 1). 1-10 Harjadi, S. 1989. Pengantar Agronomi. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Kim, H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah.Jakarta : penerbit Gajah Mada University Press. Cetakan kedua. Nugrohati, S. dan K. Untung. 1986. Pestisida dalam Sayuran. Seminar Keamanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian. Yogyakarta 1 – 3 September. Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 Prabowo. 2008. Atasi Hama Belalang secara Organik. Bogor, Jawa Barat. Setyorini, D., Soeparto, & Sulaeman.2003. “Kadar Logam Berat dalam Pupuk”. Jurnal Puslitbangtanak. 219-229. Tarumingkeng, R. C. 1992. Dinamika dalam Lingkungan: Aspek Pestisida di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor.