BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif dari variabel tak bebas terhadap variabel bebas-n (Marwan dan Said, 2009). Contoh persamaan diferensial : y’ + xy = 3 y” + 5y’ + 6y = cos x y” = ( 1 + y’2) (x2 + y2) Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap sebagai fungsi satu peubah bebas x, yaitu y = y(x). Menurut peubah bebas, persamaan differensial dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu persamaan differensial biasa dan parsial sedangkan persamaan differensial dilihat dari bentuk fungsi atau pangkatnya juga dibedakan menjadi dua yaitu persamaan differensial linear dan persamaan differensial non linear (Marwan dan Said, 2009). B. Persamaan Diferensial Biasa Definisi 2.2 Persamaan Differensial Biasa Persamaan diferensial yang mempunyai turunan hanya tergantung pada satu variabel bebas, maka persamaan diferensial tersebut dikatakan persamaan diferensial biasa. (Marwan dan Said, 2009). Contoh: x + - xy = 0 contoh tersebut merupakan persamaan diferensial biasa, karena vareabel tak bebas y hanya bergantung pada variable bebas x. Definisi 2.3 Suatu persamaan diferensial biasa orde-n adalah suatu persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk: , ( ) ( ) ( ) ( )- 6 Persamaan di atas menyatakan hubungan antara peubah bebas x, fungsi u dan turunanya u’, u”, u”’, …un . untuk selanjutnya akan digunakan variabel y sebagai ( ) ( ) ( ) ( ( ), sehingga dapat ditulis dalam bentuk : ) (Marwan dan Said, 2009). Definisi 2.4 Persamaan Diferensial Biasa Orde Pertama Suatu persamaan diferensial biasa orde pertama adalah persamaan yang memuat satu variabel bebas, biasanya dinamakan x, satu variabel tak bebas dinamakan y, dan derivative . Suatu persamaan diferensial biasa orde pertama dapat dinyatakan dalam bentuk: Dengan ( ( ). ) adalah fungsi kontinu pada x dan y. Secara umum, persamaan diferensial linier orde pertama mempunyai bentuk umum : ( ) ( ) dengan p dan g adalah fungsi kontinu pada interval ( Panggabean, 2008). Berikut ini diberikan pengertian order dan derajat persamaan diferensial Definisi 2.5 Tingkat (order) Persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari derivatif yang terdapat dalam persaman diferensial. Definisi 2.6 Derajat (degree) Persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari derivatif tingkat tertinggi yang terdapat dalam persamaan diferensial. 7 Contoh : +5 -2( ( )4 + ( )- + 6y – cos x = 0 ; persamaan diferensial orde 2 derajat 1. )3 + 3y – sin x = 0 ; + 2y = 0 ; - 3y = 0 ; persamaan diferensial orde 2 derajat 1. persamaan diferensial orde 2 derrajat 4. persamaan diferensial orde 3 derajat 2. Notasi y’ , y’’ , y’’’ , y (4) , … , y (n) dapat digunakan untuk menyatakan berturut – turut derivative pertama, kedua, ketiga, …, dan derivative ke-n. Dari variable tak bebas y terhadap suatu variable bebas. Contoh : -2 t2 + 3y = 0 +t + 2y = sin t atau dapat ditulis : y” – 2y’ + 3y = 0 t2 y” + ty’ + 2y = sin t (Marwan dan Said, 2009). C. Persamaan Diferensial Linear Definisi 2.7 Persamaan Differensial Linear Sebuah persamaan differensial termasuk persamaan diferensial linier jika memenuhi dua hal berikut: 8 a. Variabel-variabel terikat dan turunannya paling tinggi berpangkat satu dan tidak terdapat fungsi transenden dalam bentuk peubah tak bebas, serta an(x) adalah fungsi kontinu. b. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan lainnya, atau variabel terikat dengan sebuah turunan (Marwan dan Said, 2009). Jadi istilah linear berkaitan dengan kenyataan bahwa tiap suku dalam persamaan diferensial itu, peubah-peubah y, y', , yn berderajat satu atau nol. Bentuk umum persamaan differensial linear orde-n adalah: an (x) yn + an-1 (x) yn-1 + … + a1(x)y’ + a0(x)y = f(x) dimana a0 , a1 ,…, an , f merupakan fungsi dari x. Contoh : 1. 2. 3. 4. (Ladas,1988). 9 D. Persamaan Differensial Non Linear Definisi 2.8 Persamaan Differensial Non Linear Persamaan differensial yang bukan persamaan differensial linier (Pamuntjak dan Santosa, 1990). Dengan demikian persamaan differensial F( x, y’, …, y(m)) = 0 adalah persamaan differensial tak linier, jika salah satu dari berikut dipenuhi oleh F : - F tidak berbentuk polinom dalam y, y’ , , y (m) - F tidak berbentuk polinom berpangkat lebih dari 2 dalam y, y’ , , y (m) Contoh : 1. yy’ + xy’’ = 0 ; persamaan diferensial tak linier karena F(x, y, y’, y’’) = yy’ + xy’’ polinom berbangkat dua dalam y, y’, y’’. 2. sin xy y, E. , + cos = 0 ; tak linier karena F tak berbentuk polinom dalam . (Pamuntjak dan Santosa, 1990). Masalah Nilai Awal (MNA) Definisi 2.9 Masalah nilai awal suatu masalah yang melibatkan satu atau lebih fungsi yang tidak diketahui beserta turunannya dalam sebuah persamaan yang memenuhi syarat awal yang diberikan. Dengan definisi di atas, MNA untuk sistem persamaan diferensial orde pertama diberikan dalam bentuk berikut ini ( ( )) ( ) pada interval , - 10 ( )) ( Persamaan ( ) pada interval , - akan mempunyai penyelesaian tunggal jika fungsi F memenuhi syarat Lipschitz. Teorema 2.1 ( )) ( Jika persamaan ( ) , pada interval - dan F memenuhi syarat Lipschitz yaitu ada sebuah konstanta k sedemikian sehingga | ( Untuk semua , ) ( - dan semua )| | | , kemudian ada fungsi y(x) yang terdiferensial dan kontinu sedemikian hingga ( ( )) dengan syarat awal, ( ) ( Joseph, 2008). Iterasi Picard untuk masalah nilai awal Secara umum, permasalahan persamaan diferensial selalu melibatkan masalah nilai awal, yang dapat ditulis sebagai berikut: ( ( )) ( ) Dengan kondisi awalnya ( ) dapat disebut sebagai masalah nilai awal. Metode iterasi Picard digunakan untuk penyelesaian secara hampiran persamaan diferensial dengan nilai awal. ( ( )) ( ) (2.1) Dua ide yang mendasari metode ini. Pertama Integrasikan ke dua sisi (2.1) diperoleh y(x) = ∫ , ( )- (2.2) 11 Kemudian dalam metode iterasi Picard ini akan didapat persamaan pada interval , - ( ) y1(x) = ∫ ( y2(x) = ∫ ( ( )) y3(x) = ∫ , ( )- y4(x) = ∫ , ( )- y5(x) = ∫ , ( )- y6(x) = ∫ , ( )- yn(x) = ∫ , yn+1(x) = ∫ ) ( ), ( )- (2.3) ( Joseph, 2008). F. Barisan dan Deret Definisi 2.10 Barisan Barisan adalah himpunan dari bilangan u1, u2, u3, … , un. dengan susunan aturan yang pasti. Contoh: Barisan (xn ) dengan (xn ) = (xn ) = . (Wikaria, 2007). 12 Definisi 2.11 Deret Tak hingga maka deret ( ) Jka (un) suatu barisan dan disebut deret tak hingga. Bilangan – bilangan disebut jumlah parsial deret tak hingga yang didefinisikan dengan, u1 Deter tak hingga ∑ dan mempunyai jumlah S, apabila barisan jumlah-jumlah parsial * + konvergen menuju S. Apabila * + , maka deret divergen (tidak memiliki jumlah) (Purcell, 1987). G. Kriteria Konvergensi Untuk menyelidiki konvergensi suatu deret dapat dilakukuan dengan menguju (test) terhadap dirinya sendiri “ kriteria konvergensi” atau “test konvergensi”. Definisi 2.12 Tes Rasio Andaikan ∑ i. Jika sebuah deret yang sukunya positif dan andaikan deret konvergen 13 ii. Jika deret divergen iii. Jika pengujian ini tidak memberikan kepastian. Bukti : Oleh karena , maka seperti deret geometri dengan pembanding apabila hasil bagi i. Oleh karena misalnya r = ( ; ini berarti bahwa deret ini Deret geometri akan konvergen dan divergen apabila hasilbagi , dapat dipilih bilangan r sehingga ) , Kemudian pilih N sehingga untuk . Maka : Oleh karena itu deret geometri dengan , maka deter ini akan konvergen. ii. Andikan , maka ada N sedemikian sehingga untuk semu Jadi 14 Jadi untuk semua , yang berarti bahwa tidak mungkin sama dengan nol. Maka uji cob suku-n, deret ∑ iii. Diketahui jika ∑ divergen sedangkan ∑ konvergen. Untuk deret yng pertama, Untuk deret kedua, ( ) ( ) Jadi, uji hasilbagi ini tidak dapat membedakan deret yang konvergen dengan deret yang divergen apabila (William, 1972). Definisi 2.13 Deret berselang seling Berganti tanda secara teratur positif-negatif. Jika deret ∑ ( i. ) Barisan konvergen bila terpenuhi: monoton turun, maksudnya ii. (Wikaria, 2007). Definisi 2.14 Konvergen Mutlak Deret ∑ dinamakan konvergen mutlak jika hanya jika deret ∑ | | konvergen. Missal, ∑ sebuah deret yang sukunya positif dan andaikan | | | | 15 i. Jika deret divergen ii. Jika deret konvergen iii. Jika pengujian ini tidak memberikan kepastian. (Wikaria, 2007). 16