bab 2 tinjauan pustaka

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1. Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori Agensi ini pertama kali
dicetuskan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer
(agent) dengan investor (principal). Perspektif keagenan merupakan dasar yang
digunakan untuk memahami corporate governance. Inti dari hubungan keagenan
adalah adanya pemisahan status antara pemilik dan pengelola perusahaan
menimbulkan suatu masalah yang biasa disebut agency problem, terjadi antara
pemilik perusahaan atau shareholders di satu sisi dengan manajemen selaku
pengelola di sisi lain.
Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan
agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu
biaya keagenan (agency cost). Teori keagenan mengasumsikan bahwa masingmasing individu cenderung untuk mementingkan diri sendiri. Manajer sebuah
perusahaan mungkin memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan
untuk memaksimalkan kekayaan pemilik pemegang saham. Hak yang dimiliki
manajer untuk mengelola aset perusahaan, menimbulkan adanya konflik kepentingan
antara dua belah pihak (Hikmah dkk.,2011).
Perbedaan kepentingan antara principal (pemegang saham) dan agent
(manajer) dapat menimbulkan suatu informasi asymetri (kesejangan informasi).
Masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Manajer
dalam hal ini dapat melakukan tindakan kecurangan (fraud) untuk memanipulasi
laba, agar kompensasi ekonomi yang diberikan oleh principal semakin besar.
Tindakan-tindakan seperti memanipulasi laba inilah yang menjadi pentingnya adanya
pengendalian internal dan struktur tata kelola perusahaan (governance structure)
(Wibowo, dkk, 2013:3)
11
12
2.2.Good Corporate Govenance
2.2.1. Sejarah Good Corporate Governance
2.2.1.1.Sejarah Internasional
Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika
Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 2012). Dimana
pada saat itu di Amerika terjadi gejolak ekonomi yang luar biasa, kejadian The New
York Stock Exchange Crash pada tanggal 19 Oktober 1987 yang mengakibatkan
banyak perusahaan multinational yang mengalami kerugian finansial yang cukup
besar dan melakukan restrukturisasi dengan menjalankan segala cara untuk merebut
kendali atas perusahaan lain. Tindakan ini menimbulkan protes keras dari masyarakat
atau publik. Publik menilai bahwa manajemen dalam mengelola perusahaan
mengabaikan kepentingan-kepentingan para pemegang saham sebagai pemilik modal
perusahaan. Merger dan akuisi pada saat itu banyak merugikan para pemegang
saham akibat kesalahan manajemen dalam pengambilan keputusan. Untuk menjamin
dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan
komisaris sebagai salah satu wacana penegakan GCG.
Konsep Corporate Governance yang komprehensif mulai berkembang sejak
terbitnya Cadbury Code on Corporation Governance pada tahun 1992, semakin
banyak institusi yang melakukan penyempurnaan dalam prinsip-prinsip dan petunjuk
teknis praktik Good Corporate Governance. Pola Good Corporate Governance
kemudian diikuti oleh Negara-negara di Eropa hingga seluruh dunia.
2.2.1.2.Sejarah Perkembangan GCG di Indonesia
Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997
krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan–
perusahaan secara bertanggung jawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat dengan
praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012). Bermula dari usulan
penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek
Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEI yang
mewajibkan untuk mengangkat Komisaris Independen dan membentuk Komite
Audit pada tahun 1998, GCG mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di
Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia
untuk Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Policies)
13
mengeluarkan The Indonesia Code for Good Corporate Governance (Kode Tata
Kelola Perusahaan yang Baik) bagi masyarakat bisnis Indonesia. Dalam Indonesia
Code forGood Corporate Governance tersebut dimuat hal-hal yang berkaitan dengan
pemegang saham dan hak mereka, fungsi dewan komisaris perusahaan, fungsi direksi
perusahaan,
sistem
audit,
sekretaris
perusahaan,
pemangku
kepentingan
(stakeholders), prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan,
prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi serta perlindungan terhadap lingkungan
hidup.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat
bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk
menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat internasional.
Pada tahap pertama, ketentuan tentang tata kelola perusahaan yang baik
tersebut ditunjukan bagi perusahaan-perusahaan publik, badan usaha milik negara,
dan perusahaan-perusahaan yang mempergunakan dana publik atau ikut serta dalam
pengelolaan dana publik (Effendi, 2008).
Sejauh ini penegakan aturan untuk penerapan GCG belum ada sanksi bagi
perusahaan yang belum menerapkan maupun yang sudah menerapkan tetapi tidak
sesuai standar pelaksanaan GCG. Namun pelaksanaan penerapan GCG memberi nilai
tambah bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada kualitas
GCG menunjukkan peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang
mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan pada
penilaian pasar (Cheung, 2011).
2.2.2. Definisi Good Corporate Governance
Sebagai sebuah konsep, Good Corporate Governance (GCG) tidak memiliki
definisi tunggal. Beberapa organisasi mengemukakan antara lain: Komite Cadburry
melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report mengeluarkan definisi
tersendiri tentang GCG :
"GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya, dan
stakeholders pada umumnya".
14
Center for European Policy Studies (1999) mendefinisikan GCG sebagai
berikut :
"GCG merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen
perusahaan."
Organization for Economic Coorperation and Development (2004)
mendefinisikan:
"GCG
adalah
cara-cara
manajemen
perusahaan
bertanggung jawab
pada
sharehoider-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat
dipertanggung jawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah
bagi shareholders lainnya."
Menurut
Komite
Nasional
Kebijakan
Governance
(KNKG),
Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi
pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap
perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) mendorong terciptanya persaingan
yang sehat dan iklim usaha yang kondusif.
Definisi GCG yang dikemukakan diatas berbeda namun memiliki maksud
yang sama. Dari definisi diatas dapat disimpulkan GCG adalah sistem atau
seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan antara
para pengelola perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan. GCG tidak
hanya sebagai alat pengatur dan pengendali saja namun juga sebagai nilai tambah
bagi suatu perusahaan.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
2.2.3.1.Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance yang dikembangkan OECD
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang
merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
pengembangan Good Governance
baik untuk pemerintah maupun dunia usaha.
Pertama kali OECD mengeluarkan prinsip-prinsip Corporate Governance pada Mei
15
1999
dan
telah
direvisi
pada
bulan
Desember
2004.
Prinsip
dasar
Corporate Governance yang dikeluarkan OECD pada tahun 2004 mencakup:
1.
Memastikan kerangka pengembangan Corporate Governance yang efektif;
2.
Hak Pemegang Saham dan Fungsi Utama Kepemilikan Saham;
3.
Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham;
4.
Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance;
5.
Keterbukaan dan Transparasi;
6.
Tanggung Jawab Dewan (Komisaris dan Direksi).
prinsip-prinsip tersebut menjadi acuan dalam pengkajian baik kandungan teoritis
maupun prakteknya khususnya di Pasar Modal. Pengkajian ini bertujuan untuk
melihat sejauh mana ketentuan dan peraturan di Bidang Pasar Modal dapat secara
berkelanjutan memberikan cerminan Corporate Governance.
2.2.3.2.Prinsip Menurut Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002
Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara tentang
penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Prinsipprinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 sebagai berikut :
1. Transparansi (Transparancy), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material
dan relevan mengenai perusahaan.
2. Kemandirian atau Independen (Independency), yaitu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa bantuan kepentingan dan pengaruh atau tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas
(Accountability),
yaitu
kejelasan
fungsi,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
16
5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2.2.3.3.Prinsip menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKG)
Prinsip corporate governance menurut Pedoman Umum Good Corporate
Governnace Indonesia yang dikeluarkan KNKG pada tahun 2006, yaitu :
1. Transparansi (Transparancy). Perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan akses yang mudah dan dipahami oleh pemangku
kepentingan untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal penting lain untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability). Perusahaan harus mempertanggung jawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Resposibility). Perusahaan harus memenuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independecy). Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga tiap organ perusahaan tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness). Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
17
Berdasarkan paparan prinsip-prinsip di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip
yang harus ada dalam penerapan GCG yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, kemandirian dan kewajaran mengenai pemenuhan hak, kewajiban,
dan tanggung jawab pada hubungan shareholders dan stakeholders lainnya dalam
menjalankan suatu bisnis dengan ditopang oleh peran dan struktur dewan.
Struktur governance adalah suatu kerangka di dalam organisasi dimana
berbagai prinsip governance harus didesain untuk mendukung berjalannya aktivitas
organisasi secara bertanggung jawab dan terkendali. Struktur dari corporate
governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggung jawab dari masing-masing
pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu antara lain dewan komisaris dan
direksi, manajer, pemegang saham, serta pihak-pihak lain yang terkait sebagai
stakeholders. Struktur dari corporate governance juga menjelaskan bagaimana
aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan
melakukan itu semua maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat
dipertanggung jawabkan dan dilakukan dengan baik (Hikmah dkk.,2011:6).
Perusahaan–perusahaan di Indonesia pada umumnya berbasis two-board
system seperti kebanyakan perusahaan di Eropa (Model Continental Europe). Twoboard system adalah sruktur corporate governance yang secara tegas memisahkan
keanggotaan dewan, yakni antara dewan komisaris sebagai pengawas dan dewan
direksi sebagai ekskutif perusahaan. Rapat Umum Pemgang Saham (RUPS)
merupakan organ perusahaan tertinggi yang memiliki wewenang dalam mengangkat
dan memberhentikan dewan komisaris sebagai wakil dari pemegang saham dalam
memonitoring manajemen. Dewan Komisaris membawahi secara langsung dan
melakukan pengawasan
terhadap
kegiatan dewan direksi dalam mengelola
perusahaan. Pengungkapan informasi memfasilitasi terwujudnya pengawasan
eksternal mengenai ada atau tidaknya praktik-praktik pihak insider perusahaan serta
mampu mengurangi dampak negatif dari praktik tersebut terhadap kelangsungan
hidup perusahaan. Bagi pihak manajemen, informasi akan diungkapkan dalam
laporan tahunan akan mempengaruhi ketidakpastian investor dalam hal pengambilan
keputusan investasi. Perusahaan yang memiliki proses operasional yang efektif,
kebijakan dan sistem yang berjalan sesuai dengan yang seharusnya sangat terkait
dengan praktik corporate governance, dan diharapkan bahwa perusahaan yang
18
memiliki struktur corporate governance yang baik akan semakin banyak melakukan
pengungkapan (Che Haat, 2008).
2.2.4. Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia
Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia disusun oleh
Komite Nasional Kebijakan Governance. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2006
ini merupakan revisi atas Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan
pada tahun 2001. Meskipun Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia 2006 ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, namun dapat
menjadi rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan Good Corporate Governance.
2.2.4.1.Peraturan / Undang-Undang Mengenai Good Corporate Governance
2.2.4.1.1. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Salah satu bentuk penyempurnaan Undang-undang No. 40 Tahun 2007
adalah pembaharuan tentang konsep pengelolaan perseroan. Pendirian perseroan
terbatas dihadapkan pada dua kepentingan, yaitu kepentingan pemegang saham/
pemilik serta kepentingan masyarakat luas dalam hal ini adalah stakeholders dan
shareholders. Sehingga dengan dua kepentingan yang saling tarik menarik ini,
diharapkan pada pengelolaan perseroan yang bisa mengakses kepentingan kedua
belah pihak.
Tujuan pembaharuan Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun
2007, salah satunya adalah untuk mendukung implementasi GCG atau Good
Corporate Governance. Dalam Undang-undang No.40 Tahun 2007 prinsip-prinsip
GCG harus mencerminkan pada hal-hal berikut :
1. Transparansi
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh undang-undang seperti dilakukan oleh
perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalamhal penerapan
manajemen keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan
tepat waktu baik kepada para pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas
19
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial dalam hal ini ada dua
pengendalian yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris. Direksi menjalankan
operasional perusahaan, sedangkan Komisaris melakukan pengawasan terhadap
jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga adanya
jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang
profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan
aktivitas operasional Perseroan.
3. Responsibilitas
Pertanggung jawaban perseroan kepada stakeholders dengan tidak merugikan
kepentingan stakeholders. Yang ditekankan dalam undang-undang ini Perseroan
haruslah berpegang pada hukum yang berlaku.
4. Keadilan
Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil
adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepetingan. Selain itu prinsip
keadilan ini tercermin dalam Pasal 53 ayat 2 “ Setiap saham dalam klasifikasi yang
sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.” Pasal ini menunjukkan
unsur fairness (non diskriminatif) antar Pemegang saham dalam klasifikasi yang
sama
untuk
memperoleh
hak-haknya,
seperti
hak
untuk
mengusulkan
dilaksanakannya RUPS, hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS dan
lain-lain.
2.2.4.1.2. Undang- Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Penerapan Good Corporate Governance juga terdapat dalam Undang-Undang
No.25 tahun 2007 Pasal 15 tentang Penanaman Modal yang mewajibkan setiap
penanaman modal menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Pada pasal 3 undang-undang no.25 tahun 2007 ini terdapat asas dan tujuan dari
aktivitas
penanaman
modal
diselenggarakan berdasarkan asas :
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
yang
diselenggarakan,
penanaman
modal
20
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;
e. kebersamaan;
f. efisiensi berkeadilan;
g. berkelanjutan;
h. berwawasan lingkungan;
i. kemandirian; dan
j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dimana asas-asas yang terdapat dalam pasal 3 undang-undang No.25 tahun 2007
sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yaitu diantaranya akuntabilitas,
transparansi, keadilan, kewajaran.
2.2.4.1.3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Nomor 8/4/PBI/2006
Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Pada Bank Umum
Sebagaimana ketentuan dalam peraturan Bank Indonesia, bahwa Bank
Indonesia melakukan penilaian terhadap Good Corporate Governance perusahaan
perbankan. Dalam pasal 2 ayat (1) perusahaan perbankan diwajibkan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidaknya harus
diwujudkan dalam :
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian intern bank;
c. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
d. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
e. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
f. Rencana strategis Bank;
g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.
2.2.4.1.4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER
- 09/MBU/2012
Kewajiban Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menerapkan prinsipprinsip good corporate governance diatur dalam peraturan Menteri negara BUMN
21
nomor :PER-09/MBU/2012 dalam pasal 2 ayat (1) BUMN wajib menerapkan GCG
secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini
dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran
dasar BUMN. Penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN, bertujuan untuk:
1.
Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
BUMN;
2.
Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ
Perum;
3.
Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial BUMN terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan
di sekitar BUMN;
4.
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
5.
Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.
2.2.5. Mekanisme Corporate Governance
Dalam suatu pelaksanaan aktivitas perusahaan, prinsip Good Corporate
Governance (GCG) dituangkan dalam suatu mekanisme. Mekanisme ini dibutuhkan
agar aktivitas perusahaan dapat berjalan secara sehat sesuai dengan arah yang
ditetapkan. Dalam konteks pengendalian dikenal adanya mekanisme eksternal dan
mekanisme internal untuk membantu menyamakan perbedaan kepentingan antara
pemegang saham dan manajer yaitu :
1) Mekanisme pengendalian internal perusahaan yaitu pengendalian yang
dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun resiko yang
disetujui oleh principal dan agent. Salah satu pilihan mekanisme pengendalian
internal adalah kontrak insentif jangka panjang. Kontrak jangka panjang ini
dilakukan dengan memberikan insentif pada manajer apabila nilai perusahaan
atau kemakmuran pemegang saham meningkat. Dengan demikian, manajer akan
termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan atau meningatkatkan
22
kemakmuran pemegang saham karena hal tersebut juga akan meningkatkan
kekayaan manajer sendiri.
2) Mekanisme pengendalian ekternal berdasarkan pasar adalah pengendalian
perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Menurut teori pasar untuk pengendalian
perusahaan (market for corporate control), pada saat diketahui bahwa
manajemen berperilaku menguntungkan diri sendiri kinerja perusahaan akan
menurun yang direfleksikan oleh nilai saham perusahaan. Pada kondisi tersebut,
kelompok manajer lain akan menggantikan manajer yang sedang memegang
jabatan. Dengan demikian bekerjanya market for corporate control bisa
menghambattindakan menguntungkan diri manajer sendiri (Jensen dan
Meckling, 1976).
2.2.5.1.Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi
dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak sematamata demi kepentingan perusahaan (KNKG,2004).
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah
Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian
jumlah atau komposisi Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah satu dari Komisaris
Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. Meskipun
Pedoman Good Corporate Governance tidak menentukan jumlah Komisaris
Independen, dalam Peraturan Bapepam-LK, Emiten atau Perusahaan Publik wajib
memiliki sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Independen sedangkan Bursa
Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah
Komisaris Independen. Kriteria Komisaris Independen secara rinci diatur dalam
peraturan Bapepam-LK yaitu :
a. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik;
b. Tidak mempunyai saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung
maupun tidak langsung;
23
c. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris, Direksi dan
Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik;
d. Tidak mempunyai hubungan usaha dengan Emiten atau Perusahaan Publik
baik langsung maupun tidak langsung.
Partisipasi Komisaris independen dirancang untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk melindungi diri dari ancaman dari lingkungan sekaligus
menyelaraskan sumber daya perusahaan guna mendapatkan keuntungan yang lebih
besar (Ehikioya, 2009). Dewan komisaris yang independen akan membuat proses
pengawasan berjalan dengan efektif berdasarkan fakta bahwa ketika perusahaan di
dominasi oleh dewan komisaris yang tidak independen, maka permainan antara
manajer dan anggota dewan komisaris dapat terjadi. Hal ini akan membahayakan
bagi kepentingan shareholders dan proses transparansi dari perusahaan tersebut.
Dewan komisaris yang independen menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kepatuhan perusahaan dalam melakukan pengungkapan pada laporan
tahunan perusahaan tersebut.
2.2.5.2.Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan saham merupakan salah satu dari mekanisme Good
Corporate Governance. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa struktur
kepemilikan saham merupakan salah satu mekanisme pengawasan dimana
mekanisme ini dapat menurunkan konflik kepentingan (conflict of interest) yang
disebabkan oleh masalah keagenan antara pemilik dan manajer.
Kepemilikan manajemen adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen
yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan (Rustiarini 2011). Manajemen
sebagai pihak yang mengontrol dan menjalakan perusahaan tidak dapat dipercaya
untuk bertindak sebaik mungkin bagi kepentingan para pemegang saham yang biasa
disebut dengan agency problem (Wahyuningtyas dan Nugrahanti, 2011). Dengan
adanya kepemilikan saham oleh manajemen diharapkan dapat mengurangi agency
problem.
Meningkatkan kepemilikan manajerial digunakan sebagai salah satu cara
untuk mengatasi masalah yang ada di perusahaan. Dengan meningkatnya
kepemilikan manajerial maka manajer akan termotivasi untuk meningkatkan
24
kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan serta
memenuhi keinginan dari para pemegang saham. Semakin besar kepemilikan
manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan
kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi
keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen
akan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan, karena manajemen akan
ikut merasakan manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil. Selain itu
manajemen juga ikut menanggung kerugian apabila keputusan yang diambil oleh
mereka salah.
2.2.5.3.Kepemilikan Asing
Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 6
kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan
pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia.
Lee (2008) berpendapat bahwa kepemilikan asing dan kepemilikan
institusional lebih mampu mengendalikan kebijakan manajemen karena memiliki
kemampuan dan pengalaman yang baik di bidang keuangan dan bisnis. Dengan
semakin banyaknya pihak asing yang menanamkan sahamnya diperusahaan maka
akan meningkatkan kinerja dari perusahaan yang diinvestasikan sahamnya, hal ini
terjadi karena pihak asing yang menanamkan modal sahamnya memiliki sistem
manajemen, teknologi dan inovasi, keahlian dan pemasaran yang cukup baik yang
bisa membawa pengaruh positif bagi perusahaan. Sesuai dengan teori keagenan
bahwa masalah yang terjadi yang menyebabkan kinerja perusahaan menjadi turun
adalah hubungan yang tidak baik antara pemegang saham dengan manajer tetapi
ketika hubungan antara pemegang saham dengan manajer bisa dikendalikan maka
kinerja perusahaan dapat menjadi lebih baik. Semakin tinggi kepemilikan asing,
maka pihak asing sebagai pemegang saham mayoritas akan menunjuk orang asing
untuk menjabat sebagai dewan komisaris atau dewan direksi, dengan demikian
keselarasan antara tujuan ingin memaksimalkan kinerja perusahaan akan tercapai
karena persamaan prinsip antara pemegang saham asing dengan manajemen yang
juga ditempati pihak asing sebagai bagian dari manajemen perusahaan.
25
2.2.5.4.Hutang
Kebijakan hutang dapat digunakan sebagai mekanisme corporate governance
untuk mengurangi konflik keagenan (Jensen & Mekling 1976, Lang & Young, 2001,
dalam Alwi, 2007). Peningkatan hutang akan mendorong perusahaan untuk
menggunakan kas secara lebih efisien, karena kas dapat dipakai untuk membayar
bunga pinjaman secara periodik. Pemegang saham tentu menginginkan FCF (Free
Cash
Flow)
digunakan
untuk
membayar
dividen
sementara
manajemen
menginginkan FCF dipakai untuk membiayai ekspansi usaha terutama bagi
perusahaan yang memiliki Investment Opportunity Set (IOS) yang tinggi. Sementara
pemegang saham selalu menghendaki pengembangan usaha seharusnya dibiayai
dengan hutang. Secara teori kebijakan hutang diharapkan dapat meningkatkan
kinerja perusahaan, yang secara ekonomi dapat dicerminkan dengan peningkatan
laba. Selanjutnya peningkatan laba diharapkan dapat meningkatkan earning per
share, dan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan (Value of the Firm).
Kebijakan hutang juga dapat mengurangi kecenderungan agen yang ingin
meningkatkan kekayaannya dengan menggunakan kekayaan principal, karena gagal
bayar atas hutang yang dilakukan akan dapat merusak reputasi manajemen, Hutang
dapat menggeser fungsi pengawasan manajemen dari yang semula dilakukan oleh
pemegang saham kepada pemberi pinjaman atau kreditor (Jensen& Meckling 1976
dalam Alwi, 2009; 115). Namun demikian jumlah hutang yang berlebihan dan tidak
dikelola dengan baik dapat menurunkan kinerja perusahaan, karena bagaimanapun
juga setiap hutang yang dilakukan manajemen mempunyai konsekuensi biaya bunga.
2.2.5.5.Kualitas Audit
Akuntan publik adalah profesi yang memberikan jasa audit atas laporan
keuangan klien untuk memberikan jaminan kepada pemakai laporan keuangan bahwa
laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Akuntan publik dalam memberikan opininya atas laporan keuangan yang telah
diaudit, harus mempertanggungjawabkan semua perikatan audit yang telah dilakukan
(Herawaty,2011:7).
Kualitas auditor yang dipilih oleh perusahaan untuk melaksanakan audit akan
menentukan kredibilitas laporan keuangan auditan. Tiap-tiap KAP memiliki
26
perbedaan kualitas dalam memberikan jasa audit berkaitan dengan tingkat
kompetensi dan kredibilitas, dalam hal ini disebut diferensiasi kualitas audit yang
bisa diamati melalui investasi KAP dalam reputasi brand-name (The Big dan Non
Big).
Auditor yang bekerja pada KAP big four akan lebih memperlihatkan
independensi dibandingkan auditor yang bekerja pada KAP non big four dimana
hasil audit atas laporan keuangan perusahaan akan dapat meyakinkan pengguna
eksternal yang memiliki kepentingan terhadap pelaporan tersebut.
Kantor akuntan publik yang mengaudit suatu perusahaan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pengungkapan informasi walaupun manajemen telah
memiliki tanggung jawab sebelumnya untuk menyiapkan hal tersebut.
2.3.
Kinerja Saham
Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan
suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat
diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang
mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar
sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh
pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang
dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
(Cahyani, 2009)
Untuk mengetahui nilai pasar perusahaan di mata investor, digunakanlah
rasio-rasio keuangan. Dan rasio-rasio inilah yang nantinya akan memberikan indikasi
bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan di masa
lampau dan prospeknya di masa yang akan datang. Manajer dan investor sering lebih
tertarik pada nilai pasar suatu perusahaan.
Nilai pasar dapat menjadi ukuran nilai perusahaan, sedangkan dalam neraca
keuangan, ekuitas menggambarkan total modal perusahaan. Penilaian terhadap
perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai nominal, hal ini dikarenakan kondisi
perusahaan mengalami perubahan setiap waktu secara signifikan. Biasanya sebelum
27
krisis nilai perusahaan nominalnya cukup tinggi namun setelah krisis kondisi
perusahaan merosot sementara nominalnya tetap (Che Haat, 2008).
Ada beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur nilai pasar perusahaan,
salah satunya adalah tobin’s Q atau Q ratio, Tobin’s q adalah indikator untuk
mengukur
kinerja
perusahaan,
khususnya
tentang nilai
perusahaan,
yang
menunjukkan suatu proforma manajemen dalam mengelola aktiva perusahaan. Nilai
Tobin’s q menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang dimiliki perusahaan
(Lang,et al 1989) atau potensi pertumbuhan perusahaan (Tobin & Brainard, 1968;
Tobin, 1969). Nilai Tobin’q dihasilkan dari penjumlahan nilai pasar saham
(market value of all outstanding stock) dan nilai pasar hutang (market value of all
debt) dibandingkan dengan nilai seluruh modal yang ditempatkan dalam aktiva
produksi (replacementvalue of all production capacity), maka Tobin’s q dapat
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu dari sisi potensi nilai pasar
suatu perusahaan.
Tobin’s Q digunakan di dalam penelitian ini sebagai suatu proksi (perkiraan)
untuk return pasar yang diukur sebagai kinerja saham. Tobin’s Q membandingkan
nilai pasar perusahaan dengan biaya penggantian aset-aset perusahaan. Ini juga
memiliki implikasi bahwa semakin besar real return on investment maka semakin
besar nilai dari Q. Nilai pasar perusahaan diukur oleh nilai pasar dari saham biasa
ditambah nilai pasar dari obligasi jangka panjang dan nilai buku saham preferensi.
Nilai pasar dari saham bisa diestimasikan dengan mengalikan jumlah saham biasa
dengan harga saham di akhir tahun fiskal, sedangkan nilai hutang seluruh
perusahaan adalah sama dengan nilai buku total seluruh hutang jangka panjang. Nilai
pasar dari hutang tidak dapat diperoleh karena seluruh perusahaan ini telah
mendapatkan hutang privat, dimana informasinya tidak tersedia.
Di dalam penggunaannya, Tobin’s q mengalami modifikasi. Modifikasi
Tobin’s q versi Chung dan Pruitt (1994) telah digunakan secara konsisten karena
disederhanakan di berbagai simulasi permainan. Modifikasi versi ini secara statistik
kira-kira mendekati Tobin’s q asli dan menghasilkan perkiraan 99,6% dari formulasi
aslinya yang digunakan oleh Lindenberg & Ross (1981). Formulasi rumusnya
sebagai berikut:
q = (MVE + D)/TA
Dimana:
28
MVE = Market value of all outstanding shares.
D
= Debt.
TA
= Firm’s asset’s.
Market value of all outstanding shares (MVS) merupakan nilai pasar saham
yang diperoleh dari perkalian jumlah saham yang beredar dengan harga saham
(Outstanding Shares* Stock Price). Debt merupakan besarnya nilai pasar hutang,
dimana nilai ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
D = (AVCL – AVCA) + AVLTD
Dimana:
AVCL
= Accounting value of the firm’s Current Liabilities.
= Short Term Debt + Taxes Payable.
AVLTD
= Accounting value of the firm’s Long Term Debt.
= Long Term Debt
AVCA
= Accounting value of the firm’s CurrentAssets.
= Cash + Account Receivable + Inventories
Interpretasi dari skor Tobins q adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tabel Skor Interpretasi Tobin’s Q
Skor Interpretasi Tobin’s Q
Keterangan
Menggambarkan bahwa harga saham
Tobin's Q < 1
dalam
kondisi
undervalued.
Potensi
pertumbuhan investasi rendah.
Menggambarkan saham dalam kondisi
Tobins'Q = 1
average. Manajemen Stagnan dalam
mengelola aktiva.
Menggambarkan saham dalam kondisi
Tobin's Q > 1
overvalued.
investasi tinggi.
Sumber : Tobin’s q versi Chung dan Pruitt (1994)
Potensi
pertumbuhan
29
Berdasarkan penjelasan dalam interpretasi tersebut di atas, maka investor
yang akan mengejar capital gain dapat mengambil keputusan untuk membeli,
menahan atau menjual saham yang dimilikinya. Meskipun Tobin’s Q memiliki daya
tarik yang tinggi bagi para peneliti, pendidik dan kalangan manajer, namun beberapa
kritik dialamatkan terhadap Tobin’s Q. Tobin’s Q didasarkan pada pandangan bahwa
nilai pasar modal merupakan nilai keseluruhan modal terpasang dan insentif yang
diinvestasikan.
Walaupun Tobin’s Q biasanya berkorelasi dengan investasi dalam studi
empiris, peneliti menemukan bahwa hubungan ini kadang-kadang lemah dan sering
didominasi oleh pengaruh langsung aliran kas terhadap investasi.
2.4.
Perusahaan BUMN
Peran perusahaan-perusahan BUMN di Indonesia sangatlah penting, karena
mereka adalah salah satu penyumbang terbesar devisa negara. Menurut data yang
telah dihimpun dari situs resmi Kementrian BUMN menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki sekitar 142 BUMN, beberapa diantaranya adalah perusahaan dengan
kinerja yang baik dan menghasilkan keuntungan besar. Beberapa perusahaan BUMN
telah melakukan privatisasi dan berstatus sebagai perusahaan terbuka yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara, definisi BUMN adalah:
1.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2.
Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh
atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
3.
Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka,
adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria
30
tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
4.
Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan
untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan.
2.5.
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Dinamika perekonomian suatu negara tentu tidak terlepas dari aktifitas para
pelaku ekonomi. Pada dasarnya, Bursa Efek Indonesia merupakan pasar untuk
berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam
bentuk hutang ataupun modal sendiri. Instrumen-instrumen keuangan yang diperjualbelikan di BEI seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel,
dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call).
Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian BEI
atau pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan
dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
Efek. BEI memberikan peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar
modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas
atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki
kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya
pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat
melalui penjualan Efek saham melalui prosedur IPO atau efek utang (obligasi). BEI
dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena BEI memberikan kemungkinan dan
kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan
karakteristik investasi yang dipilih. Jadi diharapkan dengan adanya pasar modal
aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan
alternatif pendanaan bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan
31
perusahaan dan pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat yang lebih
luas.
2.6.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh mekanisme corporate governance diantaranya
adalah sebagai berikut :
2.6.1. Penelitian Mohd Hasan Che Haat (2008) “Corporate Governance,
Transparency, Performance of Malaysian Companies”
Che Haat,
2008 meneliti
hubungan antara
corporate governance,
pengungkapan, ketepat waktuan penyampaian laporan keuangan dan kinerja
perusahaan pada perusahaan-perusahaan di Malaysia. Tujuan penelitian yang di
lakukan oleh Che Haat ini untuk meneliti efek dari praktik-praktik GCG dan kinerja
perusahaan Malaysia yang terdaftar. Sampel yang dipilih menggunakan matchedsampling dan hirarkis rekgresi untuk menguji hubungan antara mekanisme good
corporate governance, transparansi dan kinerja. Hasil penelitian mendapatkan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara GCG dengan pengungkapan laporan
keuangan maupun ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan. Namun demikian
GCG memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Selain itu
diperoleh pula bahwa pengungkapan dan ketepatwaktuan penyampaian laporan
keuangan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja keuangan.
2.6.2. Penelitian Sylvia Veronica Siregar dan Sidharta Utama (2008) “Type of
Earnings Management and The Effect of Ownership Structure, Firm Size
and Corporate Governance Practies ; Evicences From Indonesia”
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
dari
struktur
kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance terhadap
besaran pengelolaan laba. Struktur kepemilikan dibedakan menjadi kepemilikan
institusional dan kepemilikan keluarga, ukuran perusahaan diukur menggunakan
kapitalisasi pasar, dan praktek corporate governance diukur menggunakan tiga
variabel (kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan
komite audit). Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Penelitian
32
ini menggunakan data empiris dari Bursa Efek Jakarta dengan sampel sebanyak 144
perusahaan untuk periode non krisis (1995-1996, 1999-2002).
Berdasarkan hasil pengujian, ditemukan bahwa variabel yang mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap besaran pengelolaan laba adalah ukuran
perusahaan dan kepemilikan keluarga. Semakin besar ukuran perusahaan semakin
kecil pengelolaan labanya dan rata-rata pengelolaan laba pada perusahaan dengan
kepemilikan keluarga tinggi dan bukan perusahaan konglomerasi lebih tinggi
daripada rata-rata pengelolaan laba pada perusahaan lain. Variabel kepemilikan
institusional dan ketiga variabel praktek corporate governance tidak terbukti
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap besaran pengelolaan laba yang
dilakukan perusahaan.
2.6.3. Penelitian Megawati (2009) “Pengaruh Corporate Governance, Leverage
dan Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan yang Termasuk
Kelompok Jakarta Islamic Index Tahun 2005-2007”
Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah corporate governance,
leverage dan manajemen laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Corporate
governance dalam penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial dan keberadaan komite audit. Objek penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok JII periode 2005-2007 dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan 30 perusahaan
sebagai sampel penelitian. Alat uji yang digunakan adalah uji linier berganda.
Berdasarkan hasil uji t pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial, keberadaan komite audit dan
manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang termasuk
kelompok Jakarta Islamic Index tahun 2005-2007.
33
2.6.4. Penelitian Benjamin I. Ehikioya (2009) “Corporate Governance Structure
and Firm Performance In Developing Economies : Evidence From
Nigeria”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara struktur
corporate governance dan kinerja perusahaan di Nigeria. Metodelogi penelitian yang
digunakan adalah model regresi untuk menganalisis data publik yang tersedia untuk
sampel dari 107 perusahaan yang terdaftar di Nigerian Stock Exchange tahun 19982002. Penyelidikan empiris menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan memiliki
dampak positif pada kinerja . Meskipun hasil menunjukkan tidak ada bukti untuk
mendukung dampak komposisi dewan terhadap kinerja, ada bukti yang signifikan
untuk mendukung fakta bahwa CEO dualitas berdampak negatif pada kinerja
perusahaan. Hasilnya juga menunjukkan ukuran perusahaan dan leverage untuk
dampak pada kinerja perusahaan. Standar Good Corporate Governance sangat
penting bagi setiap organisasi atau perusahaan untuk terus-menerus diterapkan agar
dapat mencapai keuntungan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam
perusahaan (stakeholders) dan para investor.
2.6.5. Penelitian Irmala Sari (2010) “Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance
Terhadap
Kinerja
Perbankan
Nasional
(Studi Pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2006-2008)
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengukuran tata kelola dan kinerja
perusahaan perbankan yang ditentukan oleh mekanisme tata kelola perusahaan yang
meliputi
mekanisme
pemantauan
Kepemilikan,
Mekanisme
Pemantauan
Pengendalian Internal, Mekanisme Pemantauan Regulator dan Mekanisme
Pemantaun Pengungkapan apakah terdapat hubungan yang signifikan dengan kinerja
perusahaan sektor perbankan secara khusus. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode dokumenter yaitu
pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari catatan-catatan atau
dokumen perusahaan (data sekunder) serta studi pustaka dari berbagai literatur dan
sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan good corporate governance. Data
sekunder berisi tentang data-data annual report yang mencakup data corporate
governance, komposisi struktur kepemilikan, auditor eksternal dan rasio keuangan
34
periode tahun 2006-2008. Pemilihan data tahun 2006-2008 dikarenakan adanya
beberapa peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mulai tahun 2006
mengenai penerapan Good Corporate Governanve bagi bank umum yakni Ketentuan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang penerapan GCG bagi bank
umum yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur
kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan pemegang saham pengendali, kepemilikan
asing, kepemilikan pemerintah; ukuran dewan direksi; ukuran dewan komisaris;
komisaris independen; CAR dan auditor eksternal Big. Sampel dari penelitian ini
adalah perusahaan perbankan umum yang berada di Indonesia yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2006-2008. Data penelitian ini berasal dari
laporan tahunan bank (annual report) periode 2006-2008 yang didapat dari website
Bursa Efek Indonesia, Direktori Perbankan Indonesia, Indonesian Capital Market
Directory (ICMD). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda
sesuai dengan tujuan penelitian yang menganalisis pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Metode purposive sampling digunakan untuk
menentukan sampel pilihan. Dari metode ini, didapatkan 22 sampel bank umum.
Hasil analisis menemukan bahwa Mekanisme Pemantauan Kepemilikan
menunjukan hubungan yang tidak signifikan terhadap kinerja perbankan. Kedua,
Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal menujukkan hubungan yang negatif
signifikan terhadap kinerja perbankan kecuali hanya satu ukuran dewan direksi yang
menujukan hubungan yang positif namun tidak signifikan. Ketiga, Mekanisme
Pemantauan Regulator melalui persyaratan cadangan dan atau Rasio Kecukupan
Modal (CAR) menunjukkan hubungan yang positif signifikan terhadap kinerja
perbankan. Keempat, Mekanisme Pemantauan Pengungkapan melalui auditor
eksternal Big 4 menunjukan hubungan yang positif signifikan terhadap kinerja
perbankan.
35
2.7. Kerangka Pemikiran Teoritis
Mekanisme corporate governance diharapkan dapat menjadi hal yang dapat
mengurang masalah konflik kepentingan antara agent dan principal, sehingga
asimetri informasi yang ada antara manajemen dan pemegang saham akan menjadi
kecil. Berdasarkan telaah teoritis serta penelitian terdahulu di atas menunjukkan
adanya hubungan komposisi komisaris, direksi, kepemilikan serta kualitas audit
terhadap kinerja saham perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat model
penelitian sebagai berikut:
X1
Komisaris
Independen
Rx1,y
X2
Kepemilikan
Manajerial
Rx2,y
36
X3
X4
Kepemilikan
Asing
Hutang
Rx3,y
Y Kinerja Saham
Rx1,x2,x3,x4,x5,y
Rx4,y
Rx5,y
X5
Kualitas
Audit
Gambar 2.1 Model Hubungan Antara Mekanisme Good Corporate Governace
(Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Asing, Hutang
dan Kualitas Audit) dengan Kinerja Saham
2.8. Pengembangan Hipotesis
2.8.1. Hubungan antara Komisaris Independen dengan Kinerja Perusahaan
Berdasarkan teori keagenan, bahwa semakin besar jumlah komisaris
independen, bahwa semakin besar jumlah komisaris independen pada dewan
komisaris, maka semakin baik mereka bisa memenuhi peran mereka di dalam
mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif. Premis dari
teori keagenan adalah bahwa komisaris independen dibutuhkan pada dewan
komisaris untuk mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi, sehubungan
dengan perilaku oportunistik mereka (Jensen dan Meckling, 1976).
Komisaris independen diharapkan dapat bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan, dalam hal ini pemegang saham. Komisaris independen
menjamin adanya mekanisme pengawasan terhadap kinerja manejemen dapat
berjalan secara efektif. Namun, komisaris independen memiliki akses yang terbatas
terhadap informasi yang menyangkut perusahaan. Hal ini disebabkan dewan
komisaris independen tidak turut andil dalam kegiatan operasional perusahaan. Oleh
karena itu, diperlukan suatu pengungkapan informasi akuntansi perusahaan agar
asimetri informasi dapat diminimalisir dan agency conflict dapat dicegah. Selain itu,
37
fungsi pengawasan yang dilakukan dewan komisaris dapat mendorong terlaksananya
good corporate governance (Achmad, 2012:3).
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Danang Febriyanto yang
berjudul “Analisis Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012”
dengan jumlah sampel penelitian yaitu 40 perusahaan manufaktur dengan periode
pengamatan selama 5 tahun, hipotesis pada penelitian yang dilakukan oleh Danang
Febriyanto yaitu Ha1 : Dewan komisaris independen berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan sesuai dengan hasil uji hipotesis yang
dilakukan yaitu Dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dihipotesiskan sebagai berikut :
Ha1 : Komposisi komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
2.8.2. Hubungan
Antara
Kepemilikan
Manajerial
terhadap
Kinerja
Perusahaan
Kepemilikan manajemen adalah tingkat kepemilikan saham oleh pihak
manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan (Rustriarini, 2011).
Manajemen sebagai pihak yang mengontrol dan menjalankan perusahaan tidak dapat
dipercaya bertindak sebaik mungkin bagi kepentingan para pemegang saham yang
biasa disebut dengan agency problem (Wahyuningtyas dan Nugrahanti,2011).
Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen diharapkan dapat mengurangi
agency probelm.
Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap
kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan
manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi
perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan
Meckling, 1976). Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila
seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danang Febriyanto yang
berjudul “Analisis Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012”
38
dengan jumlah sampel penelitian yaitu 40 perusahaan manufaktur dengan periode
pengamatan selama 5 tahun, hipotesis pada penelitian yang dilakukan oleh Danang
Febriyanto yaitu Ha4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan, hipotesis tersebut diterima karena hasil uji
hipotesis Ha4 Kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan, hal ini juga sesuai dengan penelitian lain yang
dilakukan oleh Rafriny Amyulianthy yang berjudul “Pengaruh Struktur Corporate
Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik Indonesia” penelitian ini
menggunakan data dari 45 perusahaan yang tergabung dalam saham LQ 45 dengan
periode penelitian Januari 2010 sampai dengan Desember 2010, hasil dari penelitian
ini mendukung hipotesis yang dibuat yaitu H2: Kepemilikan Manajerial berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
perusahaan.
Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha2 : Kepemilikan manajemen berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
2.8.3. Hubungan Kepemilikan Asing dengan Kinerja Perusahaan
Kepemilikan asing diduga menjadi salah satu cara untuk meng-upgrade
perusahaan-perusahaan secara teknologi di negara-negara berkembang, melalui
impor langsung modal baru dan teknologi baru (Kozlov et al dalam Che Haat, 2008).
Kontribusi penting lain dari investasi asing di negara transisi dan negara berkembang
adalah
spin-off
(tukar
guling)
potensial
teknik-teknik
manajerial
barat
(Che Haat, 2008). Selain itu, perusahaan-perusahaan milik asing meningkatkan
persaingan di pasar, oleh karena itu memaksa perusahaan-perusahaan domestik untuk
melakukan restrukturisasi secara lebih cepat. Restrukturisasi dapat berbentuk
peningkatan teknologi dan perbaikan di dalam corporate governance, dan
perubahan-perubahan di dalam rentang serta kualitas barang yang diproduksi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulius Ardy Wirnata Hingorani yang
berjudul “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur
di Indonesia” (2013) yang meneliti 224 perusahaan manufaktur sebagai sampel
penelitian dengan hipotesis H1: kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan, hipotesis tersebut diterima dengan hasil penelitian yang
mendukung pernyataan bahwa kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap
39
kinerja perusahaan hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh
(dalam Che Haat, 2008), yang menyimpulkan bahwa insider ownership dan
kepemilikan asing mengurangi masalah-masalah keagenan melalui insentif-insentif
yang menyelaraskan kepentingan para manajer dan investor. Berdasarkan uraian
diatas dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha3 : Kepemilikan Asing berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
perusahaan
2.8.4. Hubungan antara Hutang dengan Kinerja Perusahaan
Harvey et al (dalam Che Haat, 2008) menemukan bahwa di pasar-pasar yang
berkembang dimana ada informasi yang tidak seimbang yang ekstrim diantara pihak
dalam dan pihak luar perusahaan. Perusahaan menggunakan hutang yang dipinjam di
pasar-pasar internasional untuk memberikan sinyal akan kemauan mereka untuk
diawasi oleh pemegang hutang. Menurut Sarkar (dalam Che Haat, 2008), kelebihan
dari arus kas dalam perusahaan akan memberikan kesempatan pada manajer untuk
mengambil proyek dengan NPV negatif atau over investasi yang dapat menurunkan
nilai pasar perusahaan sehingga mengakibatkan penurunan nilai pemegang saham.
Dengan demikian, dengan adanya masalah keagenan yang tinggi yang diakibatkan
oleh kepemilikan insider dan kebutuhan akan modal, maka
perusahaan yang
mempunyai kinerja yang buruk akan lebih banyak bergantung pada pendanaan yang
bersumber pada hutang untuk biaya investasi mereka (Che Haat, 2008). Berdasarkan
uraian diatas dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha4: Hutang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.
2.8.5. Hubungan antara Kualitas Audit dan Kinerja Perusahaan
Auditor eksternal adalah profesi audit yang melakukan audit atas laporan
keuangan dari perusahaan, pemerintah, individu atau organisasi lainnya sesuai
dengan standar audit yang berlaku umum. Selain standar audit, akuntan publik atau
auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip
profesi baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum.
Prinsip-prinsip ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kepentingan publik,
integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan,
perilaku profesional, dan standar teknis (Rapina, dkk., 2010:2).
40
Hasil audit tidak bisa diamati secara langsung sehingga pengukuran variabel
kualitas audit maupun kualitas auditor menjadi sulit untuk dioperasionalkan. Untuk
mengatasi permasalahan ini, para peneliti terdahulu kemudian mencari indikator
pengganti dari kualitas auditor. Dimensi kualitas auditor yang paling sering
digunakan dalam penelitian adalah ukuran kantor akuntan publik atau KAP karena
nama
baik
perusahaan
(KAP)
dianggap
kredibel
untuk
mengungkap
profesionalismenya. Kualitas kantor akuntan publik dalam penelitian ini juga
mengacu pada nama KAP atau audit brand name yang tercermin dari kerjasama
dengan Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) dan Organisasi Audit Asing (OAA).
Kualitas audit yang tinggi dapat dilihat dari ukuran besarnya KAP. KAP yang
besar mempunyai sumber daya yang besar untuk meningkatkan kualitas audit,
sehingga dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen. Hal ini didukung oleh Herawaty (2011), dan Chen et al. (2011). Dalam
penelitian ini kualitas audit digunakan sebagai variabel yang memoderasi hubungan
antara manajemen laba, baik manajemen laba akrual maupun manajemen laba riil,
dan kinerja perusahaan. Kualitas audit ditunjukkan dengan audit yang dilakukan oleh
KAP Big 4. Berdasarkan uraian diatas dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha5 : Kualitas Audit berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.
2.8.6. Hubungan Antara Mekanisme Good Corporate Governance Secara
Keseluruhan Terhadap Kinerja Perusahaan
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
mekanisme Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan, masingmasing variabel yang menjadi variabel indikator mekanisme GCG sebagai variabel
independen dan kinerja perusahaan sebagai variabel dependen memiliki hubungan
dan pengaruh secara parsial, dalam penelitian ini tidak hanya hubungan serta
pengaruh secara parsial saja yang akan diuji dan dianalisis tetapi hubungan secara
keseluruhan atas pengaruh mekanisme GCG terhadap kinerja perusahaan. Dari hasil
penelitian acuan yang dilakukan oleh Abdul Karim (2010) menyatakan bahwa hasil
uji atas pengaruh secara simultan mekanisme GCG dengan 5 variabel independen
yaitu komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan asing, hutang dan
kualitas audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen kinerja
41
perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Maka, berdasarkan uraian diatas dapat
dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha :
Hubungan Antara Mekanisme Good Corporate Governance Secara
Keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.
2.9.Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Acuan
Penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance dengan
penggunaan indikator komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan
asing, hutang dan kualitas audit terhadap kinerja perusahaan yang tinjau dari kinerja
saham perusahaan telah dilakukan oleh Abdul Karim (2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Abdul Karim menjadi acuan penelitian yang digunakan pada
peneltian ini, perbedaan penelitian acuan dengan penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 2.2 berikut ini
Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Acuan
42
Penelitian Ini
Judul
Penelitian Acuan
Hubungan Antara Mekanisme Good Pengaruh
Corporate
Governance
Asing,
Corporate
(Komisaris Governance Terhadap Kinerja
Independen, Kepemilikan Manajerial, saham
Kepemilikan
Good
Hutang
Perusahaan
(Studi
dan Empiris Pasar Saham LQ45 di
Kualitas Audit) Dengan kinerja saham Bursa Efek Indonesia)
Perusahaan BUMN yang Terdaftar di
BEI Tahun 2008-2013
Perusahaan-Perusahaan Badan Usaha Perusahaan-Perusahaan
Objek
Penelitian/
sampel
Milik Negara (BUMN) Yang terdaftar di termasuk
Bursa Efek Indonesia (BEI)
dalam
yang
gabungan
saham LQ45 yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Jangka waktu pengamatan 6 tahun Jangka waktu pengamatan 3
Periode
tahun (2006-2008)
Pengamatan (2008-2013)
Menggunakan
Metode
Analisis
Data
Uji
diantaranya
Asumsi
Uji
Klasik Tidak
Normalitas, Asumsi Klasik
Uji Autokorelasi, Uji Multikolinearitas,
dan uji Heteroskedatisitas
Sumber : hasil pengolahan data
menggunakan
Uji
Download