File - PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI USU MEDAN

advertisement
i
ISSN: 1858-4721
Nomor 9 Tahun 5
Maret 2009
Etnomusikologi
Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni
Departemen Etnomusikologi
Universitas Sumatera Utara
Medan
ii
Etnomusikologi
Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni
ISSN: 1858-4721
Pelindung
Rektor Universitas Sumatera Utaa
Penasehat
Dekan Fakultas Sastra USU, Dr. Syahron Lubis, M.A.
Guru Besar Etnomusikologi FS USU, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D.
Penanggung Jawab
Ketua Departemen Etnomusikologi FS USU, Dra. Frida Deliana Harahap,
M.Si.
Ketua Penyunting
Drs. Muhammad Takar, M.Hum. Ph.D.
Wakil Ketua Penyunting
Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si.
Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
Dewan Penyunting
Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Drs. Torang
Naiborhu, M.Hum., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Dra. Rithaony Hutajulu, M.A.,
Arifni Netriroza, SST., M.A., Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Drs. Fadlin,
M.A., Drs. Kumalo Tarigan, M.A.
Alamat Penyunting:
Gedung Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara,
Jln. Universitas No. 19, Kampus USU, Padangbulan, Medan,
umatera Utara, Telefon/Faks: 061-8215956,
Email: [email protected]
Etnomusikologi
menerima sumbangan tulisan tentang illmu-ilmu seni dalam
bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak
lain. Penulis yang artikelnya dimuat dalam Jurnal ini akan memperoleh imbalan dua
eksemplar Jurnal Etnomusikologi. Semua tulisan yang diterbitkan dalam Etnomusikologi
tidak harus menggambarkan pendapat dan pikiran para penyunting. Harga langganan
per tahun untuk 2 nomor Etnomusikologi adalah Rp 40.000,oo untuk pelanggan pribadi
dan Rp 60.000,oo untuk pelanggan lembaga/perpustakaan, ditambah ongkos kirim Rp
10.000,oo.
iii
Etnomusikologi, Nomor 9 Tahun 5 Maret 2009
ISSN: 1858-4721
DARI PENYUNTING
Manusia adalah makhluk yang berseni. Artinya manusia
itu memerlukan keindahan dalam segenap aspek kehidupannya.
Keindahan ini amatlah fungsional. Selain itu seni dapat menyebar
dari satu kelompok manusia ke kelompok manusia lain, yang lazim
disebut dengan difusi. Penyebaran seni ini bias melalui media
massa, ideologi sejenis, atau kebutuhan hidup
Dalam terbitan nomor 9 tahun 5 kali ini, Etnomusikologi,
Jurnal llmu Pengetahun Seni, menekankan kepada aspek
etnomusikologi sebagai ilmu dan kajian etnomusikologi terhadap
fenomena budaya musik dan tari. Terdapat empat penulis yang
menyumbangkan pikiran-pikirannya dalam bentuk artikel. Kelima
penulis ini adalah para alumni dan dosen di lingkungan
Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera
Utara. Mereka memiliki kapasitas keilmuan di bidang
etnomusikologi, dengan kajian kasus-kasus khusus. Semoga saja
etnomusikologi turut berjasa dalam rangka memberi pencerahan
keilmuan kepada masyaarakat luas. Wasalam.
Muhammad Takari
iv
v
Etnomusikologi , Nomor 9, Tahun 5, Maret 2009
ISSN: 1858-4721
ETNOMUSIKOLOGI DAN ILMU-ILMU SENI
DI ALAM MELAYU: KEBERADAAN DAN
PENGEMBANGAN TEORI
Muhammad Takari
Dosen Etnomusikologi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
Throuout this paper I will be described about existence of
ethnomusicology in the universities in the Malay World (Dunia
Melayu or Alam Melayu), especially Indonesia and Malaysia. Then, I
will be analyze the developing of ethnomusicology theories in this
area.. As ascience ethnomusicology have his brothers as
ethnocoreology, theatre anthropology, performing art study, and
visual art study. These sciences can be using in Malay world to some
socioculural objectives. Beside Malays ethnomusicologists uses the
theories based on Western culture, they are must be developing the
Malay ethnomethodology which rich in this area. For example of the
theories are gerenek, cengkok, patah lagu, estetika Melayu, adat
Melayu, takmilah, atqakum, neonostalgia, and so on.
Pendahuluan
Kesenian adalah ekspresi dan sebuah unsur dari tujuh unsur
kebudayaan. Kesenian dapat berwujud dalam bentuk ide, kegiatan,
maupun bend-benda. Contohnya dalam budaya musik Toba terdapat ide
marsiulak hosa yang dilakukan dalam aktivitas hembusan dengan
pernafasan yang sirkular (circular breathing) dalam memainkan alat
musik sarune (shwam)—sarune itu sendiri adalah benda seni budaya.
Kesenian mencerminkan sejauh mana tingkat peradaban manusia
pendukungnya. Kesenian tumbuh dan berkembang dalam sebuah
masyarakat tertentu karena mereka memerlukan pemuasan akan rasa
Takari, Etnomusikologi
keindahan atau estetika.1 Kesenian dapat diekspresikan melalui bunyi
yang disebut dengan nada dan ritme; titik, garis, warna; dialog, prolog,
epilog, lakon, adegan; gerak-gerik, mimik muka, dan lain-lainnya.
Kesenian dapat digunakan dan difungsikan dalam berbagai aktivitas
kehidupan masyarakat. Demikian pentingnya kesenian, sampai-sampai
dunia wisata di setiap negara pun memungsikan kesenian untuk tujuan
bisnis di bidang ini. Sementara itu, selain seni berfungsi untuk berbagai
kepentingan masyarakat. Kesenian juga perlu dikaji secara ilmiah,
menurut ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui ilmu di
sebalik pertunjukan dan perwujudan kesenian. Di antara ilmu-ilmu seni
adalah etnologi tari (disebut juga dengan etnokoreologi dan antropologi
tari), antropologi teater, ilmu seni rupa, kajian seni pertunjukan
(performing art study), kajian seni rupa (visual art study), musikologi,
etnomusikologi, dan lain-lain. Munculnya disiplin-disiplin seni ini,
selaras dengan perkembangan ilmu dan perkembangan kebudayaan
manusia di dunia.
Seiring dengan perkembangan peradaban dan keilmuan dunia, maka
etnomusikologi muncul secara alamiah, untuk perkembangan ilmu dan
pencerahan pemikiran. Di Dunia Barat (Oksidental) ilmu ini muncul di
universitas-universitas seperti Wesleyan University, University California
of Berkeley, University California at Los Angeles, University of Hawaii,
Brown University, Alberta University, Jaap Kunst University, Durham
University, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di Dunia Timur
etnomusikologi didirikan di beberapa negara, di antaranya adalah
National University Philippine, Universiti Sains Malaysia, dan Universiti
Malaya. Di Ausralia didirikan di Monash University.
1
Pada dasarnya, sejak di alam kandungan manusia itu telah membutuhkan
keindahan. Denyut jantung dan nadi itu sendiri adalah ritme dan taktus kehidupan
musikal. Gerakan-gerakan saat berada di dalam kandungan ibu, juga mencerminkan
adanya konsep-konsep tarian awal dalam diri manusia. Kemudian saat lahir ia menangis
sekeras-kerasnya, yang juga mengekspresikan jiwa dan raganya “terkejut” sementara lahir
di dunia fana ini seperti yang telah dijanjikan Tuhan kepadanya. Setelah lahir dan
kemudian tmbuh dan berkembang, ia pun belajar. Dengan menggunakan unsur-unsur
keindahan, seperti bernyanyi, menari, main musik, main bola, main petak umpet, main
gala asin, dan sejenisnya, makhluk manusia muda ini lebih akan dapat menerima
pendidikan yang diperoleh dari alam sekitarannya.
7
Takari, Etnomusikologi
Di Indonesia, disiplin etnomusikologi umumnya diintegrasikan ke
dalam sekolah tinggi seni atau institut seni. Misalnya di Institut Kesenian
Jakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Institut Seni Indonesia
Surakarta, Institut Seni Indonesia Denpasar, Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (baru berubah menjadi Institut Seni Indonesia) Padangpanjang.
Satu-satunya disiplin etnomusiklogi yang diasuh universitas adalah
Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera
Utara (FS USU) Medan. Selain itu, sejak tahun 2009 ini, ketika Program
Studi Etnomusikologi FS USU telah berusia 30 tahun, pemerintah
Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jederal Perguruan Tinggi, telah mengizinkan USU untuk membuka
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni. Ini juga
yang kedua sebagai S-2 Penciptaan dan Pengkajian Seni yang diasuh oleh
universitas, selepas Universitas Gadjah Mada (UGM). Dengan melihat
kondisi tersebut di atas, maka kita lihat betapa etnomusikologi sebagai
ilmu sangat berperan dalam konteks dunia dan nasional Indonesia.
Di Malaysia etnomusikologi dibawa oleh para pakarnya yang umum
melakukan studi ke Eropa atau ke Amerika Serikat. Agak berbeda di
Indonesia, etnomusikologi yang telah diajarkan di strata satu, maka di
Malaysia umumnya etnomusikologi baru ditawarkan pada jenjang
pendidikan strata dua dan tiga. Etnomusikologi pun belum secara khussu
terlembaga dalam satu jurusan, departemen, atau jabatan. Etnomusikologi
baru berada di bawah departemen lain atau lembaga yang lebih luas
menangani masalah kesenian seperti Pusat Kebudayaan di beberapa
universitas di Malaysia. Ada juga di bawah departemen Pengkajian Seni
Pertunjukan (Persembahan).
Disiplin etnomusikologi ini diasuh di beberapa universitas di
Malaysia seperti Universiti Sains Malaysia (USM) dengan pakar
etnomusikologinya yang terkenal Prof. Dr. Tan Soei Beng dan juga
seroang pakar pengkajian seni persembahannya Prof. Dr. Ghouse
Nasuruddin. Begitu juga di Universiti Malaya terdapat beberapa pakar
etnomusikologi dan etnokoreologi. Yang terkenal adalah Prof. Dr.
Mohammad Anis Md Nor. Ditambah dengan Allahyarham Ku Zam Zam
Ku Idris. Demikian pula Demikian pula Prof. Madya Dr. Nasir yang
merupakan pakar musikologi. Ditambah Prof. Dr. Wan Abdul Kadir Wan
8
Takari, Etnomusikologi
Yusof, pakar budaya Melayu populer. Ada lagi seorang pakar teater yaitu
Prof. Dr. Rahmah Bujang. Di kalangan genersi mudanya ada Puan Nor
Azlin Hamidon, M.A. Jadi kesedsran akan pentingnya kajian yang
bersifat etnomusikologis ini, telah disadari di Malaysia.
Namun demikian, di Malaysia, pada peringkat sarjana muda
(bachelor), telah pula didirikan akademi atau institut kesenian, khsusunya
Akademi Seni Warisan Kebangsaan (ASWARA) atau disebut juga
dengan Akademi Seni Kebangsaan (ASK). Akademi ini, memliki peranan
dan fungsi layaknya akademi seni di Indonesia seperti ASKI maupun
ASTI, yang mewadahi penciptaan dan pengkajian seni: musik, tari, teater,
rupa, dan media rekam. Bagaimanapun arah dan kurikulum yang
dirancang di ASWARA ini mengacu kepada konsep Dasar Kebudayaan
Kebangsaan (DKK) yang diterajui oleh pemerintah Malaysia, dengan
dukungan-dukungan pemikir dan aktivis kebudayan kebangsaan
Malaysia.
Dalam makalah ini penulis akan mengkaji etnomusikologi di Alam
Melayu dalam konteks ilmu-ilmu seni. Tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran, bahwa etnomusikologi secara keilmuan memiliki
“saudara-saudara” lainnya. Etnomusikologi sangat diperlukan di Dunia
Melayu. Bagaimana kedudukan etnomusikologi secara keilmuan,
hubungannya dengan ilmu-ilmu seni lainnya. Bagaimana pula
kedudukannya dalam dunia sains. Kemudian tentu saja bagaimana
pengembangan teorinya, agar ilmu ini berkembang dalam masyarakat.
Dalam hal ini, etnomusikologi di Alam Melayu, akan menyumbangkan
berbagai teori dari kawasan Dunia Timur bagi mengembangkan ilmu ini
dalam konteks etnomusikologi di dunia.2
2
Tentu saja ini bukn hanya hayalan atau cita-cita yang begitu tinggi. Bagaimanapun
sebagai sebuah negara bangsa, Indonesia memiliki peran strategis, baik itu politis,
ekonmi, budaya, maupun ilmu pengetahuan. Dalam berbagai perlombaan di peringkat
internasional para siswa Indonesia telah berkali-kali menjadi juara. Yang baru lalu siswa
menengah kita menjuarai olimpiade matematika peringkat dunia, yang diselenggarakan di
New Delhi. Begitu pula Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah mantan presiden Indonesia
ketiga, yang sealigus teknokrat penemu teori aerodinamika pesawat terbang yang
digunakan di peringkat dunia. Untuk bidang etnomusikologi kemungkinan sumbangan
untuk ilmu pengetahuan manusia di dunia ini juga terbuka lebar, karena faktor-faktor:
Indonesia memiliki ragam budaya yang kaya. Selain itu setiap kelompok etnik memiliki
9
Takari, Etnomusikologi
Penceraahan kepada Masyarakat Dunia
Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, etnomusikologi telah
terbukti mampu memberikan pencerahan-pencerahan kepada umat
manusia, baik pencerahan dalam tatanan dunia baru. Dimulai dari
kalangan akademisi, pemerintahan, masyarakat, dan suku bangsa atau
etnik. Di belahan bumi Eropa, berkat lahirnya disiplin ini, masyarakatnya
memberikan apresiasi, memahami, dan akhirnya menyadari
keberanekaragaman kebudayaan di seluruh dunia. Sedikit demi sedikit
mereka pun mulai meninggalkan istilah-istilah yang berkonotasi tak baik
terhadap kelompok manusia lain seperti istilah savage, primitive, tribal,
dan sejenisnya.3
Menurut I Made Bandem, etnomusikologi merupakan sebuah bidang
keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk
diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi
mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai
ilmu pengetahuannya sendiri, yang terbukti dapat mencerahkan dari masa ke masa. Begitu
pula para ilmuwan sosial, budaya, dan eksakta di Indonesia mampu mengembangkan
kemampuan intelektualnya bagi kesejahteraan umat manusia sejagad, bukan hanya untuk
orang Indonesia saja. Malaysia juga memiliki peranan strategis untuk mengembangkan
disiplin etnomusikologi. Dasar Kebudayaan Kebangsaan Malaysia menyebutkan bahwa
budaya Malaysia berasas kepada budaya rantau Alam Melayu (Nusantara). Malaysia juga
memiliki konsep negara bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok etnik, yang perlu
diintegrasikan ke dalam Satu Malaysia dengan ilmu-ilmu terkait seperti etnomusikologi,
antropologi, sosiologi, psikologi, dan lainnya. Konsep Malaysia sebenar Asia juga perlu
diberi panduan polariosasi keilmuan, termasuklah ilmu etnomusikologi.
3
Mungkin yang sangat luas menyebar dalam disiplin ini, dan hal itu juga umum
terjadi di dalam antropologi. Titik pandangan ini pada dasarnya terlindung secara
alamiah, bahwa musik berbagai masyarakat di dunia ini banyak disalahgunakan dan
dirugikan; misalnya kebanyakan orang Barat tidak menempatkannya sebagai dualisme;
dan selanjutnya membantu etnomusikolog untuk melindunginya dari hinaan lainnya serta
menerangkan dan memenangkannya dengan berbagai kemungkinan. Dalam cara ini,
etnomusikologi seperti juga antropologi, memandang dunia keseluruhannya sebagai
lapangan studi dan melakukan reaksi kembali dengan disiplin yang lebih khusus, yang
mengkonsentrasikan perhatian hanya terhadap fenomena budaya Barat. Titik pandangan
ini muncul secara luas di dalam etnomusikologi, salah satunya mencapai pernyataan atau
kesimpulan langsung. Jaap Kunst, sebagai contoh, melakukan reaksi dengan intensitas
keras kepada pandangan orang-orang Barat bahwa musik pada masyarakat lainnya adalah
“tidak lebih dari sekedar inferior, peradaban yang lebih primitif, atau sebagai suatu jenis
musik yang murtad.”
10
Takari, Etnomusikologi
disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar
satu abad, namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai
jauh sebelumnya. Uraian-raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia,
utusan-utusan agama, orang-orang yang suka berziarah dan para ahli
fillogi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya
dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise
Halde tahun 1735 dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab
oleh Guillaume-Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai
awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan
Ensiklopedia Musik oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768,
yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi. 4 Penelitian tentang
musik rakyat dari berbagai bangsa di Eropa dilakukan oleh Grin dan
Herder dan kawan-kawannya, yang akhirnya menjadi tumbuhnya benih
keasadaran akan perbedaan budaya dalam persamaan universal makhluk
manusia.
Sikap dan ideologi etnosentrisme Eropa perlahan-lahan bertukar ke a
rah humanisme universal manusia. Misalnya konsep Jerman di atas
segalanya (Deuthsland ubber alles) tidak relevan dalam tatanan dunia
kini. Begitu juga Amerika Serikat yang menetapkan konsep
keanekaragaman (unibis e umum), terus berusaha menerapkannya walau
tetap masih adanya sisa-sisa etnosentrisme, terutama pembedaan warna
kulit, serta gerakan puritanisme agama.5
Demikian juga di kalangan agamawan, penerimaan perbedaan di
dunia ini menjadi suatu keniscayaan yang tak boleh ditolak. Vatikan
4
I Made Bandem, 2001. “Etnomusikologi Penyelamat Musik Dunia,” dalam
Selonding: Jurnal Etnomusikologi Indonesia. Yogyakarta: Masyarakat Etnomusi-kologi
Indonesia. Volume 1 tahun 1. h. 1-2.
5
Kesadaran tentang kesamaan hak dan kewajiban antara seiap warga negara dalam
negara bangsa ini, dalam sejarah politik Amerika Serikat telah dibuktikan pada tahun
2009 ini, ketika seorang keturunan kulit hitam (ibunya kulit putih) yaitu Barack Obama
Husin menjadi presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat. Beberapa dasawarsa
sebelumnya seorang Katolik yaitu John Fizgerald Kennedy menjadi presiden Amerika
Serikat, yang mungkin kedua kondisi in tak pernah terbayangkan di era-era sebelumnya.
Bagaimanapun secar normatif, yang menjadi presiden Amerika Serikat seharusnya adalah
Anglosakson kulit putih dan beragama Protestan.
11
Takari, Etnomusikologi
sebagai pusat Katholik telah memberikan dan menghargai konsep-konsep
dasar tentang keberagaman manusia dan agamanya di dunia ini. Agama
Kristen Katholik dan Protestan juga memiliki konsep inkulturasi, yaitu
menerima semua kebudayaan di dunia ini dengan keindahannya masingmasing dalam konteks membumikan gereja di mana pun di dunia ini.
Dalam Islam pula dijarakan tentang keanekaragaman budaya ini
seperti yang terdapat di dalam Al-Qur’an,
yang artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kamu bangsa dan
puak supaya kamu berkenal-kenalan, sesungguhnya semulia-mulia kamu
di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu.” (Qur’an, surah
Al-Hujurat:13).
Jadi sejak awal Islam telah menghargai perbedaan itu. Ketika
etnomusikologi lahir, maka tiada halangan bagi agama ini untuk
menerima disiplin ilmu etnomusikologi. Misalnya di beberapa universitas
di Turki, mendirikan disiplin ini secara khas Turki. Demikian pula di
Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Beberapa etnomusikolog, etnokoreolog, dan antropolog di kawasan Asia
Tenggara cukup mewarnai etnomusikologi dan antropologi Dunia.
Misalnya kita mengenal nama Mohd Anis Md. Noor, Mohammed Ghouse
Nasuruddin,
Rizaldi
Siagian,
R.M.
Soedarsono,
Santosa,
Koentjaraningrat, Parsudi Suparlan, dan lain-lain, sebagai ilmuwan
muslim. Demikian pula ilmuwan yang beragama lain di Asia Tenggara
seperti Jose Maceda, Tan Sooi Beng, Mauly Purba, Sri Hastanto, dan
lainnya. Ini semua mengindikasikan bahwa etnomusikologi diterima di
seluruh dunia—bukan hanya di Dunia Barat saja.
12
Takari, Etnomusikologi
Di kawasan Dunia Timur (Oriental) pula, di tempat-tempat ilmu ini
berkembang, masyarakatnya menyadari juga akan aneka ragam budaya di
dunia yang sama-sama dihuni makhluk manusia ini. Manusia di Dunia
Barat maupun
Dunia Timur menyadari bahwa sifat dan sikap
etnosentrisme yang rata-rata terkandung dalam nilai kebudayaan mereka,
berangsur-angsur berubah seiring proses globalisasi. Mereka belajar dari
sejarah bahwa konsep-konsep etnosentrisme tak lagi relevan diterapkan
di masa kini. Dengan demikian etnomusikologi turut berperanserta dalam
mencerahkan makhluk manusia di seluruh dunia.
Etnomusikologi dalam Konteks Keilmuan
Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi dengan terangterangan dinobatkan sebagai dua kelompok disiplin, yaitu ilmu
humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Selain itu pula, sangat dirasakan
perlunya memanfaatkan ilm eksakta di bidang disiplin ini, terutama yang
berkaitan dengan organologi, akustik, dan artefak. Etnomusikologi, pada
waktu ini, memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya
bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu
humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya,
mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai
hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan
yang lebih luas.6
Etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau
lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi baik
terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya, dan ada
beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalahmasalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang
sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu
yang penting dari berbagai aspek lainnya pada kebudayaan, untuk
mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan
berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran
sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis tata tingkah
laku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang
6
Silahkan lihat lebih jauh Alan P. Merriam, 1964. The Anthropology of Music.
Chicago: North Western University Press.
13
Takari, Etnomusikologi
suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana
analisis makna terhadap prinsip struktur sosial.
Etnomusikolog
seharusnya tak dapat menghindarkan diri terhadap dirinya sendiri dengan
masalah-masalah simbolisme di dalam musik, pertanyaan tentang
hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu
estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah
etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga
tentang tata tingkah laku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai
sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada
masalah-masalah esoteris saja, yang tak dapat diketahui oleh orang selain
yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri.
Tentu saja,
etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk
mendukung hasil riset, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum
yang luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.
Ilmu pengetahuan humaniora lebih menaruh perhatian kepada nilainilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan
lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan
perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang
kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode daripada
menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilainilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu-ilmu
humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk
manusia di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan
religi), sedangkan fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia
hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.
Etnomusikologi memperhatian dengan sama seriusnya tentang produk
manusia dan cara hidup bersama mereka.
Ontologis, Epistemologis, dan Akdiologis
Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi tentu saja harus
berdasar kepada tiga esensi dasar dalam filsafat dan ilmu pengetahuan,
yaitu epistemologis, aksiologis, dan ontologis. Dalam filsafat dikenal dua
istilah yang saling berkaitan, tetapi memiliki makna yang berbeda yaitu
istilah pengetahuan (knowledge) dan ilmu pengetahuan (ilmu atau sains)
14
Takari, Etnomusikologi
yang berasal dari bahasa Inggris science. Pengetahuan adalah istilah yag
digunakan dalam filsafat yang berarti belum sampai kepada tahap ilmu
pengetahuan. Filsafat sendiri dapat diartikan sebagai cara berpikir yang
radikal dan menyeluruh—suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya.7
Bagan 1: Kedudukan Etnomusikologi dalam Konteks Ilmu-ilmu
Humaniora, Sosial, Eksakta, dan Filsafat
Ilmu pegetahuan adalah sebuah disiplin yang mempunyai tahapantahapan dan prosedur-prosedur tertentu, yang sering disebut ilmiah. Di
antaranya adalah rasionalisme, empirisme, determinisme, hipotesis dan
pembuktian, asumsi, pengamatan (observasi), penelitian, pengolahan
data, temuan, dan lain-lainnya.8
7
Yuyun S. Suria Sumantri, Ilmu dalam Perpektif, Yayasan Obor dan Leknas LIPI,
Jakarta, 1984, h. 4.
8
Lebih lanjut lihat Norman K. Denzim dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of
Qualitative Research, Sage Publications, Thousand Oaks, London, dan New Delhi, 1995.
15
Takari, Etnomusikologi
Dalam ontologis biasanya dipertanyakan apa yang ingin kita
ketahui. Seterusnya dalam epistemologis dipertanyakan tentang
bagaimana kita mengetahuinya. Sedangkan pada aksiologis ditanyakan
nilai apa yang berkembang pada pengetahuan yang kita ketahui.
Ketiga dasar filosofis ini tentu saja dapat diaplikasikan dalam
menjawab munculnya etnomusikologi di tengah-tengah ilmu pengetahuan
yang bersifat saintifik. Secara ontologis etnomusikologi digunakan oleh
para ilmuwannya untuk mengetahui musik dalam kebudayaan. Atau kalau
diperluas menjadi musik dalam kebudayaan, musik sebagai kebudayaan,
dan musik dalam konteks kebudayaan. Secara filosofis mengetahui musik
tujuan akhirnya adalah mengetahui bagaimana manusia yang
menggunakan dan mendukung musik itu. Musik adalah salah satu cabang
kesenian, dan kesenian sediri adalah salah satu unsur kebudayaan. Jadi
mengetahui musik, harus mempertimbangkan dalam seni dan kebudayaan
yang lebih holistik. Selain itu, dalam rangka mengetahui musik tentu saja
harus melihatnya dalam konteks sosial selain budaya. Bagaimana musik
ini hidup dan berkembang dalam kelompok manusia, sejauh apa pula
sumbangannya dalam konteks sosiobudaya.
Secara epistemologis etnomusikologi dalam rangka mengetahui
musik dalam kebudayaan, mestilah memiliki teori dan metode. Teori
adalah panduan dasar dalam memecahkan dan memerikan fenomena
musik dalam konteks sosiobudaya. Teori menjadi alat untuk
menganalisis. Namun untuk mengembangkan ilmu diperlukan penemuan
dan pembaharuan teori di kalangan ilmuwan etnomusikologi atau ilmu
terkait secara terus-menerus. Sementara metode digunakan untuk
mendukung kerja penelitian dan analisis. Metode yang baik dapat
mempermudah kerja etnomusikolog dan memperoleh hasil yang
terverifikasi. Teknik kerja dalam etnomusikologi tampaknya sangat
diwarnai dan didukung oleh penemuan teknologi terkini. Oleh karenanya
etnomusikolog haruslah menguasai teknologi terkait, bukan gagap
teknologi (gaptek).
Kemudian secara aksiogis, yaitu nilai-nilai apa yang terkandung
dalam disiplin etnomusikologi, harus diletakkan sejak awal beridirinya
disiplin ini. Nilai-nilai, sasaran dan tujuan etnomusi-kologi tidak berbeda
menariknya dengan disiplin-disiplin lain. Musik adalah fenomena
16
Takari, Etnomusikologi
manusia secara universal dan musik ini dalam pengetahuan filsafat Barat
berjasa dalam studi terhadap kebenaran itu sendiri. Kepentingan manusia
yang akhir kali adalah manusia itu sendiri, dan musik itu adalah bagian
dari apa yang ia lakukan dan bagian dari apa yang ia studi terhadap
dirinya sendiri. Namun kepentingan yang sama adalah fakta bahwa musik
adalah sebagai tata tingkah laku manusia, dan etnomusikolog mempunyai
peranan baik itu dengan ilmu pengetahuan sosial atau humaniora,
menjangkau suatu pengetahuan kenapa manusia bertata tingkah laku
seperti itu.
Fusi dan Prosesnya
Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan fusi atau
gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi) dan
musikologi. Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang
kompleks dalam perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi
lagi dengan ilmu lain, katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu
perkembangan yang menarik. Dalam konteks etnomusikologi, bidang
musikologi selalu dipergunakan dalam mendeskripsikan struktur
musik yang mempunyai hukum- hukum internalnya sendiri--sedangkan
etnologi memandang musik sebagai bagian dari fungsi kebudayaan
manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu dari suatu dunia yang
lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own
division, for it has always been compounded of two distinct parts, the
musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is
the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither
but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its
literature, for where one scholar writes technically upon the structure of
music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a
functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole.
At approximately the same time, other scholars, influenced
in
considerable part by American anthropology, which tended to assume an
aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools,
began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was
placed not so much upon the structural components of music sound as
upon the part music plays in culture and its functions in the wider social
and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by
17
Takari, Etnomusikologi
Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American
"schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt.
The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of
theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies
were made by early German scholars in problems not at all concerned
with music structure, while many American studies heve been devoted to
technical analysis of music sound.9
Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar
etnomusikologi membawa
dirinya
sendiri kepada
benih-benih
pembahagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian
keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian
menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar
dalam
rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan
penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua
disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari
literatur-literatur yang dihasilkannya--seorang sarjana menulis secara
teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri,
sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai
suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian
yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama,
beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi
Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura
reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner
difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks
etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana
ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik
sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan
fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang
lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu
terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusiko-logi
di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama.
9
Silahkan lihat lebih jauh Alan P. Merriam, op. cit. 1964. h. 3-4. Buku ini menjadi
“bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar etnomusikologi seluruh dunia, dengan
pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya.
18
Takari, Etnomusikologi
Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda,
baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya.
Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana
Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya
pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para
sarjana Amerika telah mempersem-hkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi
dibentuk dari dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau
terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing
ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama
berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.
Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan
dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa
(Melayu) Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi,
yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, 1995, yang
disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P.
Merriam mengemu-kakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa
pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai
Elizabeth Hesler tahun 1976.10
`R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya,
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan
oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P.
Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian.
Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi
tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan HistorisTeoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik
Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang
bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi:
Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang
berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini
barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan,
dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama
yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu
antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang
19
Takari, Etnomusikologi
Dari 42 definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa
etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan
atropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan interdisiplin.
Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial sekali
gus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya
mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau
awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua
jenis musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya.
Dengan demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi
sendiri akan terus berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.
Ruang Lingkup kajian
Dalam titik pandangan dua jenis disiplin yang mengisi
etnomusikologi ini, atau musik eksotik (“ajaib”) sebagaimana yang
kemudian mereka sebut, kebanyakannya selalu didefinisikan dalam
istilah-istilah yang menekankan kepada deskriptif: studi karakter
struktural dan daerah geografis yang selalu ingin dijangkaunya. Misalnya
Benjamin Gilman, pada tahun 1909, menganjurkan ide studi terhadap
musik eksotik yang sebenarnya, meliputi bentuk-bentuk musik primitif
dan Dunia Timur atau Oriental (1909), sedangkan V.M. Bingham
menambahinya dengan musik para petani Dalmatian (1914). Penilaian
umum terhadap pandangan ini, memberikan anjuran untuk juga
mempergunakan definisi secara kontemporer, di mana daerah geografis
lebih ditekankan, dibanding jenis-jenis studi yang dilakukan. Marius
Schneider mengatakan bahwa “tujuan utama [etnomusikologi adalah]
studi komparatif terhadap semua karakteristik, yang biasa atau tidak
biasa, dari [musik] non-Eropa”11; dan Nettl mendefinisikan
etnomusikologi sebagai “sains terhadap sejumlah besar musik rakyat di
luar peradaban Barat.”12
ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh
para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi
Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
11
Marius Schneider, 1957. “Primitive Music,” dalam Egon Weller (ed.), Ancient
and Oriental Music. London: Oxford University Press. h. 1-22.
12
Bruno Nettl, 1956. Music in Primitive Culture. Cambridge: Cambridge University
Press. h. 1.
20
Takari, Etnomusikologi
Kesulitan dengan jenis definisi seperti ini adalah terhadap
kecenderungan untuk membatasi ruang lingkup dan pendekatannya, yang
pada akhirnya, etnomusikologi ini lebih berupa suatu proses
dibandingkan dengan pembatasan geografis yang statis. Willard Rhodes,
sebagai contoh, memberikan langkah dalam arahan ini, meskipun bersifat
tentatif, ia menambahkan musik “Timur Tengah, Timur Jauh, Indonesia,
Afrika, Indian Amerika Utara, dan musik rakyat (folk) Eropa” juga studi
“musik dan tarian populer”.Pada masa yang lebih akhir, Kolinski
mempunyai maksud untuk mendefinisikan etnomusikologi sebagai “sains
terhadap musik non-Eropa” dan dia mencatata bahwa “etnomusikologi ini
tidak banyak perbedaannya dalam area geografis analisis, sebagaimana
dalam pendekatan umum yang membedakan etnomusikologi dari
musikologi pada umumnya”13
Jaap Kunst menambahkan suatu dimensi lanjutan, yaitu kualifikasi
terhadap tipe-tipe musik yang dapat distudi dalam etnomusikologi, seperti
yang ditulisnya seperti berikut [terjemahan penulis].
Objek-studi etnomusikologi, atau, yang pada awalnya disebut:
musikologi komparatif, adalah musik dan alat musik tradisional dalam semua
strata kebudayaan umat manusia, dari yang disebut masyarakat primitif
sampai kepada bangsa yang berperadaban. Sains kita ini, selanjutnya,
menyelidiki semua musik tribal dan folk dan setiap jenis musik seni nonBarat. Di samping itu, studinya juga mencakup aspek sosiologi musik,
seperti fenomena akulturasi musik, mis. Pengaruh hibridasi dengan elemenelemen musik asing. Musik seni dan musik populer (hiburan) Barat tidak
termasuk ke dalam lapangan etnomusikologi .14
Mantle Hood mengajukan definisinya dari usul Masyarakat
Musikologi Amerika, tetapi dengan menyisipkan (memasukkan ke dalam
tanda kurung) prefiks “etno,” yang dalam usulannya menyatakan bahwa
“[Etno]musikologi adalah suatu lapangan ilmu pengetahuan, yang
mempunyai objek penyelidikan terhadap seni musik, sebagaimana pula
fisika, psikologi, estetika, dan fenomena kebudayaan. [Etno]musikolog
13
MieczyslawKolinski, 1957. “Ethnomusicology in Problems and Methods,” dalam
Ethnomusicology Newsletter. No 10: 1-7, h. 1-2.
14
Jaap Kunst, 1959. Ethnomusicology.The Hague: Martinus Nijhoff. (Edisi Ketiga)
h.1.
21
Takari, Etnomusikologi
adalah seorang ilmuwan-peneliti, dan dia mengarahkan dirinya terutama
untuk mencapai pengetahuan tentang musik.15 Akhirnya, Gilbert Chase
menunjukkan bahwa “penekanan pada masa kini … adalah studi musik
kontemporer manusia, untuk masyarakat apa pun, ia dapat
memasukkannya, apakah masyarakat primitif atau kompleks, Timur atau
Barat.”16
Untuk definisi yang bervariasi ini, saya mempunyai suatu yang perlu
ditambahkan,
dalam
menyatakan
etnomusikologi,
Merriam
mendefinisikannya sebagai “studi musik di dalam kebuda-yaan”17 adalah
suatu yang penting bahwa definisi ini sesungguhnya dapat diterangkan
jika ia benar-benar dipahami. Makna implisit yang terkandung dalam
asumsi bahwa etnomusikologi adalah dibentuk dari musikologi dan
etnologi, dan suara musik merupakan hasil dari proses tata tingkah laku
manusia, yang dibentuk oleh berbagai nilai, sikap, dan kepercayaan
masyarakatnya yang turut mengisi suatu kebudayaan. Suara musik tidak
akan tercipta, kecuali dari satu orang ke orang lainnya, dan meskipun
kita tidak dapat memisahkan dua aspek tersebut secara konseptual, tidak
akan diperoleh kenyataan yang lengkap tanpa mau mempelajarinya. Tata
tingkah laku manusia menghasilkan musik, tetapi prosesnya adalah suatu
yang kontinu; tata tingkah laku itu sendiri membentuk hasil suara musik,
dan dengan demikian studi terhadap aspek yang satu tentunya akan
melibatkan studi lainnya.
Falam Konteks Aliran Pemikiran
Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, maka etnomusi-kologi
juga tidak harus mengisolasi diri dari perkembangan-perkembangan arus
pemikiran ilmu-ilmu sosial, humaniora, maupun eksakta pada masa kini.
Etnomusikologi harus membuka diri untuk menerima berbagai teori dan
metode dari ilmu-ilmu lainnya. Pada masa sekarang ini jeas terjadi
pergulatan antara aliran pemikiran modernisme dengan posmodernisme.
15
Mantle Hood, 1957. Training and Playing in Ethnomusicology. Ethnomusi-cology
Newsletter. No. 11:2-8. h. .
16
Gilbert Chase, 1958. “A Dialectical Approch in Music History.” Ethnomusicology. 2:1-9. h. 7.
17
Alan P. Merriam, op. cit., 1964.
22
Takari, Etnomusikologi
Begitu juga muncul aliran pemikiran posstrukturalisme dan
poskolonialisme. Semua aliran-aliran ini sudah semestinya direspons oleh
para etnomusikolog di seluruh dunia.
Ada kesamaan dan titik temu antara tujuan etnomusiklogi sebagai
ilmu dengan aliran pemikiran posmodernisme, sebagai antitesis terhadap
modernisme, yaitu adanya kesamaan menghargai pluralitas budaya.
Secara historis, stilah posmodernisme muncul dalam kebudayaan
Eroamerika pada dasawarsa 1960-an. Posmodernisme muncul dalam
disiplin-disiplin: seni rupa, sastra, arsitektur, teater, musik, ilmu-ilmu
sosial, filsafat, dan lainnya. Walaupun posmodernisme muncul secara
spektakuler pada dekade 1960-an, terutama di Amerika, namun gejalagejala geliatnya telah tampak sejak akhir abad kesembilan belas di mana
saat itu lagi tumbuh subur ide modernisme di dunia ini. Rintisan awal
aliran pemikiran ini bersumber dari pemikiran filosof Friederich
Nietzsche di akhir abd kesembilan belas. Kemudian diteruskan ke awal
abad kedua puluh oleh pemikiran filsafat yang bersumber dari filosof
Martin Heidegger.
Aliran pemikiran posmodernisme ini mulai diwacanakan secara
holistik dan serius oleh filosof Lyotard dan Kristeva. Bahkan terjadi
polemik antara Lyotard yang mewakili kubu posmodernisme
(poststrukturalis) dan Habermas yang mewakili kubu modernisme
(strukturalis). Bagi Habermas, meskipun di dunia ini terjadi krisis
sosiopolitis yang begitu mendasar dan komprihenrif, namun mencuatnya
gagasan rasionalisme modernis tampaknya belum selesai, dan masih akan
berlangsung lama. Para pendukung posmodernisme juga umumnya
terkesan anti terhadap filsafat Hegelian dan Marxisme, yang mereka
anggap sangat totalitarian. Hegel menotalkan setiap unsur kehidupan
pada unsur roh atau juwa, sebaliknya Karl Marx pada substansi materi.
Kritik lainnya para pendukung posmodernisme diarahkan kepaa
berbagai faham kebenaran dalam dunia ilmiah yang disebut dengan
legitimasi, yang biasanya mengacu secara tunggal pada idealisme.
Padahal sains yang lahir dari metode rasional dan empirik, tidak akan
leps dari aspek etika, metafisika, dan hal-hal irasionalitas lainnya.
Dengan demikian, dalam kondisi masyarakat kontemporer, pengetahuan
tidak membutuhkan lagi legitimasi pada kebenaran tunggal, sehingga
23
Takari, Etnomusikologi
manusia dihadapkan kepada delegitimasi atau paralogi, yang menghargai
keanekaragaman atau pluralisme.
Dalam konteks kenegaraan misalnya, Indonesia Indonesia memiliki
filsafat dan way of life Pancasila, yang menurut masyarakatnya digali
dari nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Aliran pemikiran
Pancasila ini wajar diterima ole seluruh warga negara Indonesia dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Sudah selayaknya setiap
etnomusikolog Indonesia atau etnomusikolog Indonesianis mendudukan
aliran pemikiran ini dalam konteks mengkaji seni, terutama yang sarat
dengan muatan-muatan niai Pancasila. Masih banyak aliran-aliran
pemikiran lain yang dapat diambil kira oleh para etnomusikolog. Ini
menjadi daya tarik sendiri ke masa depan.
Dalam konteks Malaysia, alotan-alitan pemikiran kemelayuan,
kebangsaan, dan Islam juga muncul secara menyerlah. Bahkan setiap
pemimpin pemerintahan Malaysia, biasanya memiliki konsep-konsep
aliran pemikirannya. Dalam perkembangan politik terkini Perdana
Menteri Najib Tun Rajak memiliki konsep aliran pemikiran 1Malaysia
(Satu Malaysia) yang berisikan makna tentang perlunya integrasi semua
komponan warga Malaysia yang pelbagai dan berbilang kaum. Namun di
sisi lain integrasi ini jangan menepikan konsep letuanan Melayu yang
telah digagas pada era-era sebelumnya. Demikian juga konsep Dasar
Kebudayaan Kebangsaan, yang digagas sejak Malaysia belum merdeka
dengan beberapa kali kongres kebudayaan, menyatakan bahwa agama
Islam adalah agama resmi engara, bahasa kebangsaan adalah bahasa
Melayu, Namun suku, gama selain Islam, dan ras selain Melayu dihargai
keberadaanya dan dibebaskan menjalankan ibadahnya.
Demikian pula gagasan atau aliran pemikiran Islam hadhari yang
digagas oleh mantan Perdana Menteri Tun Haji Abdullah Ahmad Badawi
terus relevan dan sinerji dengan perkembangan Dunia dan Malaysia
hingga hari ini. Islam hadgari adalah Islam yang didasarjab kepada
konsep ketamadunan. Islam sebagai rahmat kepada seluruh alam, bukan
hanya orang Melayu, orang Islam, tetapi kepada semua manusia,
makhluk, dan seluruh alam semesta dengan panduan wahyu Ilahi.
Demikian pula aliran pemikiran masyatakat madani (civil society), yang
juga sama dengan konsep Islam hadhari menginginkan masyarakat
24
Takari, Etnomusikologi
Malaysia yang bertamadun, berpera-daban, dan mempolarisasikan
kebudayaan dunia. Di sisi lain juga ada alairan pemikiran ketuanan
Melayu, yang mendasarkan kepada sejarah pejuangan bangsa Malaysia
dalam membina kebudayaanya, dengan tetap mempertimbangkan
kesempatan dan keseimbangan pertumbuhan Malaysia yang berbilang
etnik. Konsep ini bukan easialis, bukan pula etnosentris, tetapi
mempertimbangkan keseimbangan hak dan ekwajiban setiap warga
negara Malausia.
Aliran-aliran pemikiran yang berkembang di Dunia Melayu seperti
tersebut di atas, hendaklah direspons juga oleh para ahli etnomusikologi
dan ilmu-olmu sosiohumaniora lainnya di Dunia Melayu. Para pakar ilmu
ini haruslah mampu berpikir kreatif dan bertindak secaar arif dalam
merespons perubahan-perubahan zaman.
Aplikasinya di Alam Melayu
Indonesia adalah sebuah negara bangsa yang merdeka pada tahun
1945. Dalam masa kemerdekaan ini, kita dapat membaginya kepada
peiodesasi politik, yaitu Orde Lama dari tahun 1945 sampai 1966.
Kemudian dilanjutkan ke masa Orde Baru mula tahun 1966 sampai 1998.
Kemudian Era Reformasi dari tahun 1998 hingga kini. Periode ini
diwarnai dengan tesis dan antitesis pemikiran dan skala pembangunan
bangsa Indonesia yang merdeka. Zaman Orde Lama ditandai dengan
pengutamaan di bidang pembangunan politik. Kemudian masa Orde Baru
ditandai dengan pembangunan ekonomi. Zaman Reformai pula ditandai
dengan pembangunan demokrasi dan kebebasan.
Etnomusikologi sebagai institusi formal memang baru dimulai tahun
1979, ketika Universitas Sumatera Utara, yang ketika itu dipimpin oleh
Adi Putra Parlindungan Lubis membuka Jurusan Etnomusikologi, yang
diintegrasikan di Fakultas Sastra. Pendirian institusi ini bekerjasama
dengan The Ford Foundation Amerika Serikat dan Monash University,
Australia. Namun demikian, rintisan etnomusikologi ini sudah dimulai
sejak zaman penjajahan Belanda. Masuknya Kristen ke Indonesia juga
menjadi pengalaman menarik bagi bangsa Eropa. Mereka tak akan dapat
masuk melalui kekuatan senjata dan penjajahan, tetapi dapat masuk
dengan cara pendekatan budaya, seperti yang dilakukan Ingwer Ludwig
25
Takari, Etnomusikologi
Nommensen di Tanah Batak. Demikian pula rintisan etnomusikologi ini
sudah dimulai dengan berdirinya konservatorium-konservatorium musik
yang polarisasinya seperti yang terjadi dalam berbagai konservatorium di
Eropa.
Saat Indonesia merdeka dalam rangka membina dan
memberdayakan seni tradisi Indonesia, maka dibukalah sekolah-sekolah
seni. Di peringkat sekolah menengah didirikan Sekolah Menengah
Karawitan Indonesia (SMKI) yang terdiri dari Jurusan Karawitan, Musik
Barat, Tari, dan Teater. Untuk seni rupa didirikan Sekolah Menengah
Seni Rupa (SMSR). Khusus untuk Jurusan Musik didirikan Sekolah
Menengah Musik Negeri (SMMN). Di peringkat Perguruan Tinggi (PT)
didirikan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) atau Akademi Seni
Tari Indonesia (ASTI), kemudian berangsur-angsur dinaikkan tarafnya
menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI). Perkembangan yang lebih
akhir dinaikkan statusnya menjadi Institus Seni Indonesia atau Institut
Kesenian. Kesemua perguruan tinggi seni ini hanya terdapat di kawasan
Indonesia Barat, khsususnya pulau Jawa, Bali, dan Sumatera saja. Kini
perguruan tinggi seni itu terdiri dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ),
institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Institut Seni Indonesia (ISI)
Surakarta, Institut Seni Indonesia Denpasar, dan Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI) Padangpanjang. Ada pula universitas-universitas yang
mengasuh ilmu seni seperti Universitas Sumatera Utara (USU) Medan,
Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istitut Teknologi Bandung. Di sisi
lain, universitas hasil penembangan Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) tetap memelihara program kependidikan kesenian,
yang diintegrasikan ke dalam Jurusan Sendratasik, seperi yang terdapat di
Universitas Negeri Medan (Unmed), Universitas Negeri Padang,
Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas
Negeri Makasar, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, dan lainnya.
Bidang ilmu etnomusikologi di Indonesia diajarkan di peringkat atau
jenang strata satu saja, yang ini agak berbeda dengan di berbagai
universitas dunia, yang umumnya mengasuh disiplin ilmu ini di peringkat
strata dua atau tiga. Namun demikian pemerintah Indonesia memiliki
kebijakan yang lebih memperluas cakupan strata dua di bidang seni,
yaitu didirianlah program studi penciptaan dan pengkajian seni baik di
26
Takari, Etnomusikologi
strata dua atau tiga. Tujuannya adalah untuk membentuk wadah yang
lebih luas dalam menimba lulusan strata satu di bidang seni.
Di Malaysia, seperti telah diuraikan di atas, etnomsuikologi secara
melembaga belumlah begitu terserlah. Terutama di peringkat perguruan
tinggi. Etnomusikologi di Malaysia barulah diterajui dan dipelajari oleh
sedikit ilmuwan, yang kemudian mencoba menerapkannya di ebebrapa
perguruan tinggi atau universitas. Dalam konteks Malaysia, tentu ke
depan diperlukan institusi sekolah formal yang khas mengelola kesenian,
mulai di peringkat sekolah menengah sampai ke universitas, di peringkat
sarjana muda, magister (sarjana), sampai doktor. Gunanya adalah untuk
menerapkan ilmu-ilmu seni bagi polarisasi kebudayaan Malaysia, yang
salah satu paksi kuatnya adalah budaya rumpun Melayu. Di
negeri=negeri lainnya di Dunia Melayu perlu pula mengambil kira ilmu
etnomusikologi bagi kepentingan tumbuh dan berkembangnya kesenian
dan kebudayaannya.
Ilmu-ilmu Seni
Seperti sudah terurai di atas, bahwa tampaknya pemerintah Republik
Indonesia maupun Malaysia melalui departemen pendidikan, tampaknya
mempolarisasikan ilmu seni secara bersama, tidak sendiri-sendiri. Artinya
tidak mengkhususkan pengembangan bidang seni secara parsial saja,
tetapi holistik dan menyeluruh. Untuk itu perlu saling memahami dan
kerjasama antara pakar, mahasiswa, dan luusan ilmu-ilmu seni ini seperti
yang diuraikan ada sub tulisan ini.
Pendekatan Multidisiplin dan Interdisiplin
Dengan gambaran seperti tersebut di atas, tentu saja penekanan
pendekatan multidisilin dan interdisiplin sangat mutlak diperlukan, dalam
ilmu-ilmu seni dan tak terkecuali etnomusikologi di Indonesia.
Pendekatan multidisiplin dan interdisiplin ini juga sejiwa dengan roh
etnomusikologi yang sejak berdirinya adalah hasil dari fusi dua ilmu
dasar yaitu musikologi dan antropologi.
Selain dari itu pendekatan yang demikian perlu pula melihat dan
mengaplikasikan metode dan teori yang berasal dari ilmu-ilmu bahasa,
sastra, filsafat, ilmu agama, etnokoreologi, semiotika, psikologi,
27
Takari, Etnomusikologi
sosiologi, fisika (gelombang), dan lain-lainnya. Dengan demikian akan
didapati kajian yang mendalam, holistik, dan menjawab permasalahan
sosiobudaya yang dihadapi.
Persinggungan Ilmu-ilmu Seni dengan Antropologi
Antropologi adalah sebuah bidang ilmu yang mempelajari manusia
(anthropos), sebagai sebuah disiplin integrasi dari berbagai ilmu yang
masing-masing mempelajari suatu kompleks masalah-masalah khusus
mengenai makhIuk manusia.18 Integrasinya ini mengalami proses sejarah
yang panjang, dimulai sejak kira-kira. awal abad ke-19. Antropologi
mulai mencapai bentuknya yang konkret setelah lebih dari 60 pakamya
dari berbagai negara Eroamerika bertemu mengadakan simposiurn tahun
1951. Pendekatan ilmiah antropologi adalah berdasarkan kepada kajian
menyeluruh (universal) terhadap manusia, yang mencakup bermacam
jenis manusia, kebudayaannya, serta semua aspek pengalaman manusia.
Pendalaman bidang-bidang antropologi di antaranya adalah: antropologi
fisik, antropologi budaya, arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi.
Kesenian sebagai salah satu unsur dan ekspresi budaya, jelas dapat
dikaji oleh antropologi budaya. Namun dalarn perkembangan selanjutnya,
beberapa disiplin yang objeknya adalah seni berdiri dan tetap memakai
berbagai teori dan metode dalam antropologi, seperti persinggungannya
dengan musikologi menghasilkan etnomusiko-logi, dengan tari
menghasilkan antropologi tari, dengan teater menghasilkan antropologi
teater, dan seterusnya. Oleh karena itu, akan dibahas apa itu musikologi
secara garis besar saja.
Musikologi lahir di Dunia Barat, yang pada dasamya mempelajari
musik seni (art music) Barat seperti kcarya-karya Bach, Beethoven,
Stravinsky, musik gereja, trobadour, trouvere, dan lainnya. Ilmu ini
mernbuat dikotomi yang mencolok antara "musik seni" dan "musik
primitif” berdasarkan atas ada atau tidaknya budaya tulis dan teori yang
telah berkembang. Secara keilmuan, musikologi bersifat humanistis dan
cenderung mengesampingkan ilmu-ilmu pengetahuan lain, kecuali yang
18
Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cistra, h.1.
28
Takari, Etnomusikologi
bersinggungan saja. Secara mendasar, musikologi bersifat historis budaya
Barat dan objek studinya adalah musik sebagaimana adanya.
Berbanding terbalik dengan musikologi, antropologi mempu-nyai
ciri-ciri mempelajari manusia sepanjang masa; melihat semua aspek
budaya manusia dan masyarakat sebagai sekelornpok variabel yang
berinteraksi. Antropologi mernpunyai orientasi saintifik, yang
metodologinya sebagian historis akan tetapi pada dasarnya bersifat
saintifik. Tujuan antropologi adalah untuk memahami tingkah laku
manusia.
Musikologi dan antropologi bukanlah bentuk studi yang sama. Yang
pertarna masuk pada studi humaniora, yang kedua adalah ilmu sosial.
Setelah berpadu dalam disiplin baru etnomusikologi, maka terjadi
perkembangan-perkembangan lebih lanjut, disertai ciri khas setiap
kawasan yang mengasuh ilmu ini, walaupun dasar-dasamya adalah ingin
mengetahui manusia, lewat jendela budaya musik secara universal.
Dalam perkembangan selanjutnya, para musikolog yang sadar akan
kemitraan dengan budaya di luar Barat, bahkan menjadi etnomusikolog.
Atau ada juga etnomusikolog yang kajiannya adalah musik Eropa,
biasanya musik folk atau rakyat.
Secara ilmiah, interaksi positif terjadi antara antropologi dengan
teater, musik, dan tari. Yang pertarna menghasilkan. disiplin antropologi
teater, yang kedua etnomusikologi, dan ketiga etnologi tari, atau disebut
juga antropologi tari dan etnokoreologi. Ketiga disiplin ilmu pengetahuan
tersebut lahir di Barat, dan etnomusikologi muncul paling dahulu, yaitu
akhir abad ke-19 (1890-an). .Demikian pula di Indonesia, etnomusikologi
lebih dahulu dibuka di Fakultas Sastra Universitas Surnatera Utara tahun
1979, yang kemudian diikuti oleh institusi seni lainnya. Kemudian
disusul oleh berdirinya ilmu antropologi tari dan antropologi teater.
Antropologi Tari
Antropologi tari adalah sebuah disiplin baru yang sebelumnya
dikenal sebagai etnologi tari, atau oleh sebagian pakar disebut dengan
etnokoreologi. Walau istilah etnologi tari baru tersebar luas, tetapi
penelitian di bidang etnologi tari telah berlangsung sejak tahun 1930-an.
Jika di bidang etnomusikologi ada tokoh Alan P. Merriam, maka dalarn
29
Takari, Etnomusikologi
antropologi tari salah seorang perintisnya adalah Getrude Prokosch
Kurath yang kumpulan esainya diterbitkan tahun 1986 dengan judul Half
Century of Dance Research oleh Cross Cultural Dance Research
(CCDR, Flagstaff, Arizona, Amerika Serikat). Ada pula seorang tokoh
yang dikenal cukup ahli baik di bidang etnomusikologi maupun
antropologi tari yaitu Curt Sachs.
Kurath menggunakan 20 tahun pertama karirnya sebagai penari dan
produser pertunjukan budaya, tetapi kemudian menceburkan dirinya di
bidang penelitian etnologi tari. Menurutnya, metode penelitian etnologi
tari terdiri dari tiga tahap: (1) melakukan studi secara aktif dan
mendatangi upacara-upacara masyarakat yang diteliti; (2) mentransfer
pola-pola tari ke dalam bentuk tulisan, dengan deskripsi verbal dan layout
visual; dan (3) menginterpretasikan fakta-fakta yang telah
diorganisasikan.
Seperti dalam studi etnomusikologi, yang tergantung latar belakang
pengalaman dan pendidikannya, dalam kajian tari pun ada
peneliti-peneliti yang lebih menekankan salah satu disiplin: antropologi
atau tari. Seperti yang dikemukakan oleh Adrianne Kaeppler, bahwa para
ahli etnologi tari biasanya adalah berlatarbelakang sebagai penari--yang
melihat tari terpisah dari konteks budaya masyarakatriya. Mereka selalu
mendeskripsikan tari menurut pandangan mereka sendiri, bukan
pandangan masyarakat pelaku tari itu. Mereka mendeskripsikan secara.
struktural bagian-bagian tari itu seperti pola gerak, motif, garis, arah, dan
repetisi tari.
Sebaliknya, para etnolog tari ingin mengetahui lebih dari itu.
Antropologi pada abad ke-20 telah berkembang dari pendekatan
deskriptif dan natural ke pendekatan yang menekankan kepada teori. Bagi
antropolog, deskripsi tari dari seluruh dunia ini bukan etnologi, hanya
sekedar data, yang lebih jauh harus dianalisis secara. etnografis, sehingga
didapatkan makna-makna kulturalnya, baik dengan memakai teori
maupun metode ilmiah.
30
Takari, Etnomusikologi
Bagan 2: Hubungan Antara Berbagai Cabang Akustik Musik dan
Kaitannya denganLapangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Menurut Janet Adshead dalarn bukunya Dance Analysis: Theory and
Practice (London, Dance Book, 1988:6) penelitian terhadap tari pada
perkembangan sekarang ini memerlukan bantuan disiplin lainnya, seperti:
antropologi, sejarah, psikologi, sosiologi, teologi, dan lainnya. Disiplindisiplin ini sangat membantu untuk memahami tari dalarn konteks yang
lebih luas, serta menjelaskan fungsi-fungsinya dalarn kehidupan
masyarakat pendukungnya..
31
Takari, Etnomusikologi
Kajian Pertunjukan Budaya dan/atau Antropologi Teater
Kajian pertunjukan (performance study) adalah sebuah disiplin
(ilmu) yang relatif baru, yang dalarn pendekatan saintifiknya berdasar
kepada interdisiplin atau multidisiplin ilmu, yaitu mempertemukan antara
lain antropologi, kajian teater, antropologi tari atau etnologi tari,
etnomusikologi, folklor, semiotika, sejarah, linguistik, koreografi, kritik
sastra, dan lainnya. Dua orang tokoh terkernuka pada disiplin ini adalah
Victor Turner (antropolog) dan Richard Schechner (aktor, sutradara
teater, pakar pertunjukan, dan editor majalah The Drama Review).
Sasaran kajian pertunjukan tidak terbatas kepada pertunjukan yang
dilakukan di atas panggung saja, tetapi juga yang terjadi di luar
panggung, seperti olah raga, permainan, sirkus, karnaval, perjalanan
ziarah, nyekar, dan upacara. Dia menulis buku yang terkenal From Ritual
to Theater On the Edge of the Bush: Anthropology as Experience, The
Anthropology of Performance, dan The Anthro-pology of Experience.
Buku yang terakhir ini, disuntingnya bersarna Victor Turner dan Edward
M. Bruner tahun 1982 setahun sebelum ia meninggal dunia. Pada
karya-karyanya tersebut secara saintifik Schechner dan Turner tampaknya
menawarkan pentingnya pendekatan pengalaman, pragmatik, praktik, dan
pertunjukan dalarn mengkaji kesenian. Tentunya pendekatan ini
diperlukan berdasarkan asumsi dasar bahwa pengalarnan yang kita alami
tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga dalam bentuk imajinasi dan
impresi (kesan). Keseluruhan disiplin pertunjukan budaya di atas
umumnya mendasarkan kajianya pada pendekatan ilmiah dengan
menggunakan teori-teori.
Pengembangan Teori dalam Etnomusikologi dan Ilmu-ilmu Seni
Sebagai disiplin ilmu dengan pendekatan-pendekatan ilmiah, maka
etnomusikologi dan ilmu-ilmu seni lain seperti etnokoreologi,
musikologi, antropologi teater, ilmu seni rupa, pengkajian seni
pertunjukan, pengakajian seni rupa, dan lainnya perlu mengembangkan
teori dan metode. Pengembangan ini mutlak diperlukan sebagai respons
perubahan zaman dan keilmuan yang pasti terjadi secara terus-menerus.
32
Takari, Etnomusikologi
Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu disiplin yang mempunyai
tahap-tahap dan prosedur tertentu, yang sering disebut dengan pendekatan
ilmiah. Di antaranya adalah: rasionalisme, empirisme, determinisme,
hipotesis dan pembuktian, asumsi, pengamatan, penelitian, dan lainnya.19
Teknik yang dikenal dengan metode ilmiah sangat didasarkan kepada
akal sehat. Model penelitiannya berjalan mengikuti lngkah-langkah
seperti berikut: (a) identifikasi variabel yang dipelajari; (b) satu hipotesis
mengenai hubungan satu variabel terhadap yang lainnya atau terhadap
satu situasi; (c) suatu uji realitas di mana hubungan hipotesis diukur
dengan suatu hasil penelitian; (d) suatu evaluasi hubungan yang terukur
dibandingkan dengan hipotesis awalnya, dan dikembangkannya
generalisasi-generalisasi; dan (e) saran-saran mengenai keberaturan
teoretis dari penemuan-penemuan, faktor-faktor yang terlibat dalam uji
yang mungkin menyesatkan hasil-hasilnya, dan hipotesis-hipotesis lain
yang tercetus dalam pikiran dalam konteks penelitian. 20
Pendekatan saintifik biasanya menggunakan teori tertentu. dalarn
mengkaji fenomena alam, biologi, sosial, budaya, dan lain-lainnya. Teori
memiliki peran penting dalam pendekatan ilmiah. Dengan teori seorang
ilmuwan dibekali dasar-dasar bagaimana mencari dan mengolah data-sehingga didapatkan kesimpulan yang absah. Teori menurut Marckward21
memiliki tujuh pengertian: (1) sebuah rancangan atau skerna pikiran, (2)
prinsip dasar atau penerapan ilmu pengetahuan, (3) abstrak pengetahuan
yang antonim dengan praktik, (4) rancangan hipotesis untuk menangani
berbagai fenornena, (5) hipotesis yang mengarahkan seseorang, (6) dalarn
matematika adalah teorerna yang menghadirkan pandangan sistematik
dari beberapa subjek, dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik.
Jadi dengan demikian, teori berada dalarn tataran ide orang, yang
kebenarannya secara empiris dan rasional telah diujicoba terutama oleh
pakar teori tersebut. Dalarn dimensi waktu teori-teori dari sernua disiplin
19
Lihat Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, 1995. Handbook of Qualitative
Research. New Delhi dan London: Thousand Oaks.
20
Keneth R. Hoover, 1989. Unsur-unsur Pemikiran Ilmiah dalam Ilmu Sosial.
(Terjemahan Hartono H.). Yogyakarta: Tiara Wacana. h. 26.
21
Marckward, Albert H. et al. (eds.), 1990. Webster Comprehensive Dictionary
(volume 2). Chicago: Ferguson Publishing Company. h. 1302.
33
Takari, Etnomusikologi
ilmu terus berkembang. Teori-teori yang dipergunakan dalam mengkaji
tari, musik, teater/pertunjukan, seni rupa, diambil dari berbagai disiplin
atau dikembangan sendiri secara khas, seperti beberapa contoh yang
dikemukakan berikut ini.
Berikut ini akan dideskripsikan teori-teori dan metode yang lazim
digunakan dalam etnomusikologi dan ilmu-ilmu seni. Kemudian penulis
menawarkan pengembangan-pengembangannya ke masa depan, yang
pasti dibutuhkan oleh disiplin-disiplin ini. Pengembangan tentu harus
dilatarbelakangi oleh dasar filsafat terbentuknya ilmu ini, dan selain itu
juga perlunya latar belakang teori-teori yang pernah ada dan yang tetap
digunakan hingga ke hari ini.
Semiotika
Pendekatan untuk mengkaji seni, salah satunya mengambil teori
semiotika dalam rangka usaha untuk memahami bagaimana makna
diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistern simbol yang membangun
sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de
Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce,
seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai
sistern yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi
(sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep
(signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.
Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem larnbang,
tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2)
pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalarn kajian kesenian berarti
kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton
sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami
proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan
lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol.
Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka
disebut ikon. Jika larnbang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti
tirnbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika larnbang tidak
menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan
negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.
34
Takari, Etnomusikologi
Dengan mengikuti pendekatan semiotika, maka dua pakar
pertunjukan budaya, Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis,
mengaplikasikannya dalam pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistern
lambang dari sebuah pertunjukan teater--8 berkaitan langsung dengan
pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas lambang itu adalah:
kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, make-up, gaya rarnbut,
kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara.
Pavis menyusun daftar pertanyaan yang lebih lugas dan detil untuk
mengkaji sebuah pertunjukan. Pertanyaan-pertanyaannya menekankan
perlunya dijelaskan bagaimana makna dibangun dan mengapa demikian.
Pertanyaan ini menekankan pentingnya sebuah proses pertunjukan.
Adapun pertanyaan-pertanyaan itu adalah yang mencakup: (1) diskusi
umum tentang pertunjukan, yang meliputi: (a) unsur-unsur apa yang
mendukung pertunjukan, (b) hubungan antara sistem-sistem pertunjukan,
(c) koherensi dan inkoherensi, (d) prinsip-prinsip estetis produksi, (e)
kendala-kendala apa yang dijumpai tentang produksi seni, apakah
momennya kuat, lernah, atau membosankan; (2) skenografi, yang
meliputi: (a) bentuk ruang pertanjukan--mencakup: arsitektur, gestural,
keindahan, imitasi tata ruang, (b) hubungan. antara tempat penonton
dengan panggung pertunjukan, (c) sistem pewarnaan dan konotasinya.,
(d) prinsip-prinsip organisasi ruang yang meliputi hubungan antara
on-stage dan off-stage dan keterkaitan antara ruang yang diperlukan
dengan gambaran panggung pada teks drama; (3) sistern tata cahaya; (4)
properti panggung: tipe, fungsi, hubungan antara ruang dan para pemain;
(5) kostum: bagaimana mereka mengadakannya serta bagaimana
hubungan kostum antar pemain; (6) pertunjukan: (a) gaya. individu atau
konvensional, (b) hubungan antara pernain dan kelompok, (c) hubungan
antara. teks yang tertulis dengan yang dilakukan, antara pemain dan
peran, (d) kualitas gestur dan mimik, (e) bagaimana dialog
dikembangkan; (7) fungsi musik dan efek suara; (8) tahapan pertunjukan:
(a) tahap keseluruhan, (b) tahap-tahap tertentu sebagai sistem tanda
seperti tata cahaya, kostum, gestur, dan lain-lain, tahap pertunjukan yang
tetap atau berubah tiba-tiba; (9) interpretasi cerita dalam pertunjukan: (a)
cerita apa yang akan dipentaskan, (b) jenis dramaturgi apa yang dipilih,
(c) apa yang menjadi ambiguitas dalam pertunjukan dan poin-poin apa
35
Takari, Etnomusikologi
yang dijelaskan, (d) bagaimana struktur plot, (e) bagaimana cerita
dikonstruksikan oleh para pemain dan bagaimana pementasannya, (f)
termasuk genre apakah teks dramanya; (10) teks dalam pertunjukan: (a)
terjemahan skenario, (b) peran yang diberikan. teks drama dalam
produksi, (c) hubungan antara teks dan imaji; (11) penonton: (a) di mana
pertunjukan dilaksanakan, (b) prakiraan penonton tentang apa yang akan
terjadi dalam pertunjukan, (c) bagaimana reaksi penonton, dan (d) peran
penonton dalam konteks menginterpretasikan makna-makna; (12)
bagaimana mencatat produksi pertunjukan secara teknis, (b) imaji apa
yang menjadi fokus; (13) apa yang tidak dapat diuraikan dari tanda-tanda
pertunjukan: (a) apa yang tidak dapat diinterpretasikan dari sebuah
pertunjukan, (b) apa yang tidak dapat direduksi tentang tanda dan makna
pertunjukan (dan mengapa), (14) apakah ada masalah-masalah khusus
yang perlu dijelaskan, serta berbagai komentar dan saran lebih lanjut
untuk. melengkapi sejumlah pertanyaan dan memperbaiki produksi
pertunjukan.22
Menurut Encylopedia Brittanica pengertian dari semiotika itu adalah
seperti yang dijabarkan berikut ini.
Semiotic also called Semiology, the study of signs and sign-using
behaviour. It was defined by one of its founders, the Swiss linguist
Ferdinand de Saussure, as the study of “the life of signs within society.”
Although the word was used in this sense in the 17th century by the English
philosopher John Locke, the idea of semiotics as an interdisciplinary mode
for examining phenomena in different fields emerged only in the late 19th
and early 20th centuries with the independent work of Saussure and of the
American philosopher Charles Sanders Peirce.
Peirce's seminal work in the field was anchored in pragmatism and
logic. He defined a sign as “something which stands to somebody for
something,” and one of his major contributions to semiotics was the
categorization of signs into three main types: (1) an icon, which resembles
its referent (such as a road sign for falling rocks); (2) an index, which is
associated with its referent (as smoke is a sign of fire); and (3) a symbol,
which is related to its referent only by convention (as with words or traffic
signals). Peirce also demonstrated that a sign can never have a definite
meaning, for the meaning must be continuously qualified.
22
Dalam tulisan Victor Turner dan Edward M. Bruner (eds.). 1983. The
Anthropology of Performance. Urbana dan Chicago: University Illinois.
36
Takari, Etnomusikologi
Saussure treated language as a sign-system, and his work in
linguistics has supplied the concepts and methods that semioticians apply to
sign-systems other than language. One such basic semiotic concept is
Saussure's distinction between the two inseparable components of a sign:
the signifier, which in language is a set of speech sounds or marks on a
page, and the signified, which is the concept or idea behind the sign.
Saussure also distinguished parole, or actual individual utterances, from
langue, the underlying system of conventions that makes such utterances
understandable; it is this underlying langue that most interests semioticians.
This interest in the structure behind the use of particular signs links
semiotics with the methods of structuralism (q.v.), which seeks to analyze
these relations. Saussure's theories are thus also considered fundamental to
structuralism (especially structural linguistics) and to poststructuralism.
Modern semioticians have applied Peirce and Saussure's principles to
a variety of fields, including aesthetics, anthropology, psychoanalysis,
communications, and semantics. Among the most influential of these
thinkers are the French scholars Claude Lévi-Strauss, Jacques Lacan,
Michel Foucault, Jacques Derrida, Roland Barthes, and Julia Kristeva.23
Semiotika atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign)
serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang
sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu
pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika
adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang
menggunakan tanda-tanda itu.”
Meskipun kata-kata ini telah
dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke, gagasan
semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai
contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru
muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika
munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof
Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.
Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotika ini, ia menumpukan
perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda
sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.”
Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotika adalah
pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a)
ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah
23
Encyclopedia Brittanica (versi elektronik), 2007. London.
37
Takari, Etnomusikologi
tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan
referennya (asap adalah tanda adanya api); dan (c) simbol, yang berkaitan
dengan referentnya dengan cara penemuan (seperti dengan kata-kata atau
signal trafik).
Secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani
semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest24 menyatakan bahwa semiotika
berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar.
Manakala bidang pragmatik mengkaji kesan penggunaan lambang
terhadap proses komunikasi. Dengan menggunakan pendekatan
semiotika, seseorang boleh menganalisis makna yang tersurat dan tersirat
di balik penggunaan lambang dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Semiotika dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan lambang,
termasuk: penggunaan lambang, isi pesan, dan cara penyampaiannya. 25
Dalam semiotika terdapat hubungan tiga segi antara lambang, objek, dan
makna.26 Lambang itu mewakili objek yang dilambangkan. Penerima
yang menghubungkan lambang dengan objek dan makna, disebut
interpretan, yang berfungsi sebagai perantara antara lambang dengan
objek yang dilambangkan. Oleh karena itu, makna lambang hanya
terwujud dalam pikiran interpretan, selepas saja
interpretan
menghubungkaitkan lambang dengan objek.
Dalam konteks kajian musik, terdapat beberapa makna musik. Salah
satu yang fundamental adalah bahwa tanda dan objek menghadirkan
sebuah keterhubungan identitas. Bahwa tanda musikal adalah murni
sebagai sebuah ikon. Bagaimanapun, musik memiliki kapasistas tanda.
24
Panuti Sudjiman dan Art van Zoest, (eds.), 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta:
Gramedia.
25
D.K. Berlo, 1960. The process of Communication. San Francisco: Rinenart Press.
h.54.
26
Lihat tulisan-tulisan: (a) Wimal Dissanayake, 1993. Teori Komunikasi Perspektif
Asia. Rahmah Hashim (penterj.). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka dan
Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia; (b) Littlejohn S.W.
Littlejohn, S.W. 1992. Theories of Human Communication. Ed ke-4. Belmont, California:
Wadsworth Publishing Company; dan (c) Barthes, 1967. Barthes, R., 1967. Elementss of
Semiology. London: Jonathan Cape.
38
Takari, Etnomusikologi
Beberapa ahli estetika musik, seperti Eduard Hanslick27 dan para
komposer seperti Pierre Boulez, 28 dan John Cage,29 mengemukakan
bahwa estetika musik itu sangat bergantung kepada modus signifikasi.
Sehingga ide musik murni atau musik absolut tak mungkin terwujud
dalam membicarakan musik dalam kebudayaan. Setiap tradisi musik di
dunia ini memiliki asas dan konsepsi estetika yang berlainan.
Pentingnya mengkaji berbagai tanda ikonik dalam musik juga
penting. Peirce membagi tanda-tanda ikonik dalam pelbagai imaji,
diagram, dan metafora. Imaji adalah ikon yang menghadirkan karakter
objek. Contoh musikal ikonik adalah mulai dari suara burung sampai
kepada musik sesungguhnya. Dalam analisis semiotika ini, purlu pula
bagi para pengkajinya memperhatikan pada aspek metafora. Musik
adalah bidang semiotika yang kompleks, yang dapat dikaji melalui
berbagai titik pandang.
Teori Fungsionalisme
Untuk mengkaji sejauh apa fungsi komunikasi seni pertun-jukan,
serta bagaimana fungsi lagu dan tari dalam masyarakat, biasanya
digunakan teori fungsionalisme. Menurut Lorimer et al., teori
fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu
sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusiinstitusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat
tertentu. Analisis fungsi menjelaskan
bagaimana
susunan sosial
didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga,
aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang
kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung
nilai-nilai yang difungsikan untuk
mendukung kegiatan politik
demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat
yang
lebih
sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan
27
Eduard Hanslick, 1957. The Beautiful in Music. Edited and translated by Gustave
Cohen. New York: Liberal Arts. h. 61.
28
Pierre Boulez, 1986. Orientations. M. Cooper, J.J. Nattiez (ed.). Cambridge:
Harvard University Press.
29
John Cage, 1961. Silence. Middletown: Wesleyan University Press.
39
Takari, Etnomusikologi
berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara kelompokkelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya. Meskipun teori
ini menjadi dasar bagi para penulis Eropa abad ke-19, khususnya Emile
Durkheim, fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah
teori yang mengagumkan sejak dipergunakan oleh Talcott Parsons dan
Robert Merton tahun 1950-an. Teori ini sangat berpengaruh kepada
para pakar sosiologi Anglo-Amerika dalam dekade 1970-an. Bronislaw
Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown, mengembangkan teori ini di
bidang antropologi, dengan memusatkan perhatian pada masayarakat
bukan Barat. Sejak dekade 1970-an, teori fungsionalisme dipergunakan
pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial30
Dalam bidang komunikasi, ada beberapa pakar yang
mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi. Fungsi
komunikasi memperlihatkan arus gerakan yang seiring dengan
masyarakat atau individu. Komunikasi berfungsi menurut keperluan
pengguna atau individu yang berinteraksi. Oleh karena itu, fungsi
komunikasi bisa dikaitkan dengan ekspresi (emosi), arahan, rujukan,
puitis, fatik, dan metalinguitik yang berkaitan dengan bahasa. Secara
umum fungsi komunikasi terdiri dari empat kategori utama yaitu: (1)
fungsi memberitahu, (2) fungsi mendidik, (3) memujuk khalayak
mengubah pandangan, dan (4) untuk menghibur orang lain.
30
Lawrence T. Lorimer et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (volume 120). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated. vol. 18. H.112-113
40
Takari, Etnomusikologi
Gambar 1:
Talcott Parson
Ilmuwan Fungsionalisme
pada Sosiologi
Sumber:
www.wikipedia.com
Gambar 2:
Robert Merton
Ilmuwan Fungsionalisme
pada Sosiologi
Sumber:
www.wikipedia.com
Fungsi untuk memberi tahu, artinya adalah melalui komunikasi
berbagai konsep atau gagasan diberitahukan kepada orang lain (penerima
komunikasi), dan penerima ini menerimanya, yang kemudian dampaknya
ia tahu tentang gagasan yang dikomunika-sikan tersebut. Akhirya isi
komunikasi itu akan direspons oleh penerima, boleh jadi dalam bentuk
perilaku, balasan, dan lainnya. Pemberitahuan ini sangat penting dalam
konteks sosial kemasyarakatan. Misalnya orang yang diberitahu bahwa
salah seorang warganya meninggal dunia, melalui saluran komunikasi,
seperti dalam bentuk lisan atau bukan lisan seperti bunyi bedug dengan
pukulan dan irama tertentu, atau lambang-lambang, seperti bendera
merah atau hijau di depan rumah, dan lainnya. Akibatnya penerima
komunikasi akan menafsir pesan komunikasi dalam bentuk lisan dan
bukan lisan tadi, kemudian datang bertakziah ke tempat warganya yang
meninggal dunia.
Fungsi komunikasi lainnya adalah mendidik. Artinya adalah bahwa
komunikasi berperan dalam konteks pendidikan manusia. Komunikasi
menjadi saluran ilmu dari seseorang kepada orang lainnya. Ilmu
41
Takari, Etnomusikologi
pengetahuan dipindahkan dari sesorang yang tahu kepada orang yang
belum tahu. Berkat terjadinya komunikasi maka kelestarian kebudayaan
akan terus berlanjut antara generasi ke generasi, dan dampak akhirnya
masyarakat itu cerdas dan dapat mengelola alam melalui ilmu
pengetahuan.
Komunikasi juga berfungsi untuk mengubah pandangan manusia
atau memujuk khlayak untuk merubah pandangannya.
Melalui
komunikasi, pandangan seseorang atau masyarakat dapat diubah, dari
satu pandangan ke pandangan lain. Apakah pandangan yang lebih baik
atau lebih buruk menurut stadar norma-norma sosial. Dalam konteks
bernegara misalnya, pandangan yang tak sesuai dengan ideologi negara
akan bisa dipujuk untuk menuruti ideologi yang selaras dengan negara.
Dalam konteks ini umumnya suatu kabinet di dalam negara, membentuk
departemen komunikasi, informasi, atau penerangan. Tujuan utamanya
adalah memujuk masyarakat bangsa itu untuk menurut ideologi dan
program-program pembangunan yang dianut dan dilaksanakan oleh
pemerintah.
Fungsi komunikasi lainnya adalah menghibur orang lain.
Maksudnya adalah bahwa melalui komunikasi seorang penyampai atau
sumber komunikasi akan menghibur orang lain sebagai penerima
komunikasi, yang memang dalam konteks sosial diperlukan. Fungsi
komunikasi sebagai sarana hiburan ini akan dapat membantu seseorang
atau sekumpulan orang terhibur dari beban sosial budaya yang
dialaminya. Hiburan ini dapat berupa rasa simpati sumber kepada
penerima. Bentuknya boleh saja seperti ungkapan verbal turut merasakan
apa yang dirasakan penerima komunikasi, atau juga seperti bernyanyi,
bermain musik, melawak, dan lain-lainnya. Dengan demikian, melalui
komunikasi terjadi hiburan, yang juga melegakan diri dari himpitan dan
tekanan sosial. Demikian sekilas teori fungsionalisme komunikasi dalam
seni pertunjukan. Selanjutnya kita lihat bagaimana teori fungsionalisme
di bidang antropologi, serta bagaimana fungsi seni pertunjukan.
Teori fungsionalisme dalam ilmu antopologi mulai dikembangkan
oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi,
yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia lahir di Cracow, Polandia,
sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya seorang guru
42
Takari, Etnomusikologi
besar dalam ilmu sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila
Malinowski memperoleh pendidikan yang kelak memberikannya suatu
karir akademik juga. Tahun 1908 ia lulus dari Fakultas Ilmu Pasti dan
Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar
membaca buku mengenai folklor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga
ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi
kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman.
Perhatiannya terhadap folklor menyebabkan ia membaca buku J.G.
Frazer, bertajuk The Golden Bough, mengenai ilmu ghaib, yang
menyebabkan ia menjadi tertarik kepada ilmu etnologi. Ia melanjutkan
belajar ke London School of Economics, tetapi karena di Perguruan
Tinggi itu tak ada ilmu folklor atau etnologi, maka ia memilih ilmu yang
paling dekat kepada keduanya, yaitu ilmu sosiologi empiris. Gurunya
ahli etnologi, yaitu C.G. Seligman. Tahun 1916 ia mendapat gelar doktor
dalam ilmu itu, dengan menyerahkan dua buah karangan sebagai ganti
disertasi, yaitu The Family among the Australian Aborigines (1913) dan
The Native of Mailu (1913). Kemudian ia berangkat ke Pulau Trobiand
di utara Kepulauan Massim, sebelah tenggara Papua Nugini, untuk
melakukan penelitian tahun 1914. Sehabis perang dunia pertama pada
tahun 1918, ia pergi ke Inggris karena mendapat pekerjaan sebagai
asisten ahli di London School of Economics.
Ia mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk
menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori
fungsional tetang kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia
kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat,
ketika ia ditawari untuk menjadi guru besar antropologi di University
Yale tahun 1942. Sayang tahun itu juga ia meninggal dunia. Buku
mengenai teori fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh
muridnya H. Cairns dan menerbitkannya dua tahun selepas itu
(Malinowski 1944).
Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi
berinteraksi secara fungsional yang dikembangkannya dalam berbagai
kuliahnya. Isinya adalah tentang metode-metode penelitian lapangan.
Dalam masa penulisan ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan
Trobiand selanjutnya, menyebabkan konsepnya mengenai fungsi sosial
43
Takari, Etnomusikologi
adat, perilaku manusia, dan pranata-pranata sosial, menjadi lebih mantap.
Ia membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi yaitu:
(1) Fungsi sosial suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan
pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya terhadap
adat, perilaku manusia, dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
(2) Fungsi sosial suatu adat, pranata sosial, atau usur kebudayaan
pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya terhadap
keperluan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya,
seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat;
(3) Fungsi sosial suatu adat atau pranata sosial pada tingkat abstraksi
ketiga mengenai pengaruh atau efeknya terhadap keperluan mutlak untuk
berlangsungnya secara terintegrasi suatu sistem sosial tertentu.
(4) Malinowski juga mengemukakan teori fungsional tentang
kebudayaan. Kegemaran Malinowski terhagap ilmu psikologi juga
tampak ketika ia mengujungi University Yale di Amerika Serikat selama
setahun, pada tahun 1935. Di sana ia berteu dengan ahli-ahli psikologi
seperti J. Dollard, yag ketika itu sedang mengembangkan serangkaian
penelitian mengenai proses belajar. Menurut sarjana psikologi dari Yale
itu, asas dari proses belajar adalah tidak lain dari ulangan-ulangan dari
reaksi-reaksi suatu organisme terhadap gejala-gejala dari luar dirinya,
yang terjadi sedemikian rupa sehingga salah satu keperluan naluri dari
organisme tadi dapat dipuaskan. Teori belajar, atau learning theory, ini
sangat menarik perhatian Malinowski, sehingga dipakainya untuk
memberi asas pasti bagi pemikirannya terhadap hubungan-hubungan
berfungsi dari unsur-unsur sebuah kebudayaan.
44
Takari, Etnomusikologi
Gambar 3: Malinowski
Ilmuwan Fungsionalisme
pada Antropologi
Sumber:
www.wikipedia.com
Gambar 4: Radcliffe-Brown
Ilmuwan Fungsionalisme
pada Antropologi
Sumber:
www.wikipedia.com
Seperti telah diuraikan di atas, saat Malinowski awal kali menulis
karangan-karangannya tentang pelbagai aspek masyarakat orang
Trobiand sebagai kebulatan, ia tidak sengaja mengenalkan pandangan
yang baru dalam ilmu antropologi. Namun reaksi dari kalangan ilmu itu
memberinya dorongan untuk mengembangkan suatu teori tentang fungsi
dari unsur-usur kebudayaan manusia.
Dengan demikian, dengan
menggunakan
learning
theory
sebagai
dasar,
Malinowski
mengembangkan teori fungsionalismenya, yang baru terbit selepas ia
meninggal dunia. Bukunya bertajuk A Scientific Theory of Culture and
Other Essays (1944). Dalam buku ini Malinowski mengembangkan teori
tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks. Namun
inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala kegiatan kebudayaan
itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah
keperluan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
45
Takari, Etnomusikologi
kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
kebudayaan, terjadi karena manusia ingin memuaskan keperluan
nalurinya akan keindahan; ilmu pengetahan juga timbul karena keperluan
naluri manusia untuk ingin tahu; teknologi muncul karena keperluan
manusia akan peralatan yang mempermudah hidupnya; organisasi sosial
timbul karena manusia ingin hiduop berkelompok untuk menuju cita-cita
bersama, dan seterusnya. Namun banyak juga kegiatan kebudayaan
terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human needs itu. Dengan
faham ini, kata Malinowski, seseorang peneliti boleh mengkaji dan
menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan manusia.
Menurut penjelasan Ihromi31 Malinowski mengajukan sebuah
orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang ditulis Malinowski
dalam artikel bertajuk “The Group and the Individual in Functional
Analysis”, dalam jurnal American Journal of Sociology, jilid 44 (1939),
hal. 938-964. Dalam artikel ini Malinowski beranggapan atau berasumsi
bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana
unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap
kebudayaan menyatakan bahwa setiap pola kelakuan yang telah menjadi
kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bahagian dari
kebudayaan dalam suatu masyarakat, yang memenuhi beberapa fungsi
mendasar dalam kebudayaan bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi
dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa
keperluan dasar atau beberapa keperluan yang timbul dari keperluan
dasar yaitu keperluan sekundari dari para warga suatu masyarakat.
Keperluan pokok atau asas adalah seperti makanan, reproduksi
(melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan,
kesantaian, gerak, dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Untuk memenuhi kebutuhan
dasar ini, muncul keinginan jenis kedua (derived needs), keinginan
sekunder yang juga harus dipenuhi oleh kebudayaan. Misalnya unsur
kebudayaan yang memenuhi keinginan akan makanan menimbulkan
keinginan sekunder untuk kerja sama dalam mengumpulkan makanan
31
Ihromi, 1987. Pokok-pokok Atropologi Budaya. Jakarta: Jambatan. h. 59-61.
46
Takari, Etnomusikologi
atau yang untuk diproduksi. Untuk ini masyarakat mengadakan bentukbentuk organisasi politik dan pengawasan sosial, yang akan menjamin
kelangsungan kewajiban kerjasama itu. Sehingga menurut pandangan
Malinowski mengenai kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya
dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga
masyarakat.
Malinowski percaya bahwa pendekatan fungsional mempunyai
sebuah nilai praktis yang penting. Pengertian nilai praktis ini dapat
dimanfaatkan oleh mereka yang bergaul dengan masyarakat primitif. Ia
menjelaskan sebagai berikut: “nilai praktis teori fungsionalisme ini
adalah teori ini mengajar kita tentang kepentingan relatif dari berbagai
kebiasaan yang beraneka ragam; bagaimana kebiasaan-kebiasaan itu
tergantung satu dengan yang lainnya, bagaimana harus dihadapi oleh para
penyiar agama, oleh penguasa kolonial, dan oleh mereka yang secara
ekonomi mengekploitasi perdagangan dan tenaga orang-orang
masyarakat primitif.”32
Selain Malinowski pakar teori fungsionalisme dalam ilmu
antropologi lainnya adalah Arthur Reginald Radcliffe-Brown. Seperti
Malinowski, ia mendasarkan teorinya mengenai perilaku manusia pada
konsep fungsionalisme. Namun berbeda dengan Malinowski, RadcliffeBrown merasa bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah
berkembang untuk memuaskan keinginan individual, tetapi justeru timbul
untuk mempertahankan strukur sosial masyarakat. Struktur sosial sebuah
32
Ibid. Keberatan utama terhadap teori fungsionalismenya Malinowski adalah
bahwa teori ini tidak dapat memberi penjelasan mengenai adanya aneka ragam
kebudayaan manusia. Keinginan-keinginan yang diidentifikasikannya, sedikit banyak
bersifat universal, seperti keinginan akan makanan yang semua masyarakat harus
memikirkannya kalau ingin hidup terus. Jadi teori fungsionalisme memang dapat
menerangkan kepada kita bahwa semua masyarakat menginginkan pengurusan soal
mendapatkan makanan, namun teori ini tak dapat menjelaskan kepada kita mengapa
setiap mesyarakat berbeda pengurusannya mengenai pengadaan makanan mereka.
Dengan kata lain, teori fungsionalisme tidak menerangkan mengapa pola-pola
kebudayaan tertentu timbul untuk memenuhi suatu keinginan manusia, yang sebenarnya
boleh sahaja dipenuhi dengan cara yang lain yang boleh dipilih dari sejumlah alternative
dan mungkin cara itu lebih mudah.
47
Takari, Etnomusikologi
masyarakat adalah keseluruhan jaringan dari hubungan-hubungan sosial
yang ada33 (Radcliffe-Brown 1952).
Sebuah contoh nyata pendekatan yang bersifat struktural-fungsional
dari Radcliffe-Brown adalah kajiannya mengenai cara penanggulangan
ketegangan sosial yang terjadi di antara orang-orang yang terikat karena
faktor perkawinan, yang terdapat dalam pelbagai masyarakat yang
berbeda. Untuk mengurangi kemungkinan ketegangan antara orang-orang
yang mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya
orang beripar, atau berbesanan. Ia menjelaskan bahwa masyarakat boleh
melakukan satu dari dua cara sebagai berikut: pertama dibuat peraturan
yang ketat yang tidak membuka kesempatan betemu muka antara orang
yang mempunyai hubungan ipar atau mertua seperti halnya pada suku
Indian Navajo di Amerika Serikat, yang melarang seorang menantu lakilaki bertemu muka dengan mertua perempuannya. Kemudian, yang
kedua, hubungan itu dianggap sebagai hubungan berkelakar seperti yang
terdapat pada orang-orang Amerika kulit putih yang mengenal banyak
lelucon tentang ibu mertua. Dengan begitu, konflik antara anggota
keluarga dapat dihindarkan dan norma budaya, yaitu aturan ketat pada
orang Navaho dan lelucon pada orang kulit putih Amerika, berfungsi
dalam menjaga solidaritas sosial masyarakatnya. Demikian sekilas
tentang teori fungsionalisme yang lazim digunakan di bidang antropologi.
Teori Evolusi
Selain itu dalam seni pertunjukan lazim pula dipergunakan pula teori
evolusi. Pada dasarnya, teori evolusi menyatakan bahwa unsur
kebudayaan berkembang sejalan dengan perkembangan ruang dan waktu,
dari yang berbentuk sederhana menjadi lebih kompleks. Teori ini dalam
kesenian banyak digunakan untuk mengkaji sejarah seni. Misalnya seperti
yang dilakukan oleh Wan Abdul Kadir dari Malaysia dalam tulisannya.
yang berjudul Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran
(1988), yang mengkaji perkem-bangan kebudayaan Melayu dari masa
kerajaan Melayu Melaka sampai akhir Perang Dunia Kedua--yaitu terdiri
33
Radcliffe-Brown, A.R., 1952., Structure and Function in Primitive Society.
Glencoe: Free Press.
48
Takari, Etnomusikologi
dari masa Kerajaan Melayu Melaka 1400-an berkembang ke masa
pendudukan Pulau Pinang oleh Inggris tahun 1786, pembukaan Singapura
1819, Pernerintahan Kolonial sampai 1874, 1880-an pertumbuhan teater
bangsawan, 1908 film, 1914 piringan hitam, 1930 film Melayu, dan
1930-an radio. Wan Abdul Kadir melihat perkembangan budaya
masyarakat Melayu dari yang sederhana ke yang lebih kompleks dalam
batasan waktu tahun 1400-an sampai pertengahan abad ke-20 dan
berdasarkan penemuan teknologi baru.
Dalam konteks pemikiran adat Melayu, teori ecolusi ini juga
diwujudkan dalam konsep adat yang teradat. Maknanya adalah bahwa
dalam kebudayaan Melayu itu ada hal-hal berupa ide, kegiatan, maupun
benda budaya, yang biasa digunakan dalam kehidupannya. Namun karena
kebiasaan-kebiasaan ini telah terisntitusi, maka lambat laun ia menjadi
adat. Contohnya sebelum kedatangan Islam, destar merupakan penutup
kepala secara resmi dalam upacara atau majlis Melayu, maka setelah itu
songkok atau peci perlahan-lahan tetapi pasti menggantikan fungsi destar
atau detar.
Teori Difusi
Teori difusi juga dipergunakan dalam mengkaji seni.
Pada
prinsipnya, teori ini mengemukakan bahwa suatu kebudayaan dapat
menyebar ke kebudayaan lain melalui kontak budaya. Karena teori ini
berpijak pada alasan adanya suatu sumber budaya, maka ia sering disebut
juga dengan teori monogenesis (lahir dari suatau kebudayaan). Lawannya
adalah teori poligenesis, yang menyatakan bahwa beberapa kebudayaan
mungkin saja memiliki persamaan-persamaan baik ide, aktivitas, maupun
benda. Tetapi sejumlah persamaan itu bukanlah menjadi alasan adanya
satu sumber kebudayaan. Bisa saja persamaan itu muncul secara
kebetulan, karena ada unsur universal dalarn diri manusia. Misalnya
bentuk dayung perahu hampir sama di mana-mana di dunia ini. Namun
itu tidak berarti bahwa ada satu sumber budaya pembentuk dayung
perahu. Katakanlah dayung perahu berasal dari China Selatan. Teori ini
banyak dipergunakan oleh para pengkaji seni yang mencoba mencari
adanya sebuah sumber budaya. Dalarn kajian seni, misalnya sebagian
besar peneliti percaya bahwa zapin berasal dari Yaman. Hal ini didukung
49
Takari, Etnomusikologi
oleh fakta-fakta sejarah, dan bukti-bukti peninggalannya di Yaman
sekarang ini, dan persebaran kesenian ini ke berbagai kawasan di
Nusantara.
Dalam konteks Dunia Melayu, teori difusi ini, dapat dipergun-akan
secara meluas untuk mengkaji unsur0unsur kebudayaan yang
berkembang di Alam Melayu. Teori dapat membuktikan keserumpunan
kebudayaan masyarakat Melayu. Misalnya dengan menggunakan teori
difusi ini, para pakar linguistik telah menyimpulkan bajwa semua bahasa
di Alam Melayu sebenarnya berakar dan dikategorikan sebagai bahasa
Melayu-Polinesia. Dengan menggunakan teori yang sama, para pakar
sejarah, antropologi, maupun arkeologi, menyatukan Dunia Melayu,
dengan sebutan kebudayaan Melayu-Austronesia. Bagi para ilmuwan
Melayu sendiri, mereka memiliki konsep Dunia Melayu atau Alam
melayu yang mencakup wilayah Formosa, Fasifik, Selandia Baru,
kepulauan Nusantara, Madagaskar, sampai di daratan Asia Tenggara.
Lihat peta dunia Melayu.
Teori Pergerakan Sosial dan Perilaku Kolektif
Dalam karyanya yang bertajuk Protest Movements in Rural Java
(1973), Sartono Kartodirdjo mempergunakan sebahagian kerangka
analitis yang pernah dikemuakan Landsberger dalam “The Role of
Peasant Movements and Revolts in Development: An Analitical
Framework” dalam Landsberger (ed.) Latin American Movements (1968)
untuk memahami asal-usul, perkembangan, dan berbagai dampak
pergerakan yang bersifat protes sosial. Dalam semua kasus yang
kompleks, faktor-faktor harus dikaji, serta fenomena keresahan sosial
hanya dapat dijelaskan melalui kombinasi sebab-sebab yang terpisah.
Aspek-aspek analitis yang merupakan kerangka penelitian Kartodirdjo
adalah: (a) struktur politik ekonomi pedesaan Jawa abad ke-19 dan 20;
(b) basis massa pergerakan sosial; (c) kepemimpinan pergerakanpergerakan sosial; (d) ideologi-ideologi pergerakan; dan (e) dimensi
budaya yang bersifat mendorong pergerakan sosial (cultural
conduciveness). Dari sembilan butir hal yang dikemukakan Landsberger
hanya empat yang diambilnya, yaitu: (a) peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadiannya; (b) sekutu-sekutu dan musuh-musuh gerakan tani;
50
Takari, Etnomusikologi
(c) cara-cara aksi gerakan tani; (d) gerakan sebagai organisasi; dan (e)
pemikiran mengenai berhasil serta gagalnya gerakan tani dan dampaknya.
Sebuah pendekatan ilmu sejarah lainnya adalah menggunakan teori
perilaku kolektif atau dalam bahasa Inggris disebut collective behaviour.
Contoh aplikasi ini dalam tulisan sejarah adalah apa yang ditulis oleh
Ibrahim Alfian, yang mengkaji peperangan yang berlangsung antara
kerajaan Aceh melawan kerajaan Belanda 1873-1912. Buku yang ditulis
Ibrahim Alfian bertajuk Perang di Jalan Allah (1987). Teori perilaku
kolektif ini ia adopsi dari tulisan sosiolog Amerika Serikat, Neil J.
Smelser, dalam buku yang berjudul Theory of Collective Behaviour,
1962.
Teori Siklus Kuint dan Lainnya
Dalam mengkaji timbulnya tangga nada di dunia ini, para
etnomusikolog telah mencapai tahap generalisasi, dengan menggunakan
teori siklus kuint (overblown fifth). Dari bahan-bahan sejarah di China
ditemui bahwa untuk membentuk sebuah tangga nada, seorang rajanya
bernama Huang Ti memerintahkan memotong bambu dalam
ukuran-ukuran tertentu berdasarkan siklus interval kuint dengan rasio
matematis 3/4 dan 2/3. Di Yunani-Romawi, India, serta Timur Tengah,
tangga nada diturunkan dari alat-alat musik bersenar dengan membagi
rasio panjangnya senar. Sehingga didapati tangga nada heptatonik (7
nada) yang dibagi ke dalam dua tetrakord (kumpulan empat nada tangga
nada). Tangga nada jenis ini dianalisis dalam teori devisif.
51
Takari, Etnomusikologi
Peta 1: Dunia Melayu
sumber: The Encyclopedia of Malaysia (jilid 4, p. 76)
52
Takari, Etnomusikologi
Para pengkaji seni yang meminati upacara-upacara terutama
kematian, selalu menggunakan teori rites de passages yang ditawarkan
oleh antropolog Van Gennep. Bahwa sebuah kematian manusia adalah
dalam kondisi transisi dari suatu dunia ke dunia lain. Para etnomusikolog
juga dalam mengkaji struktur musik sering menggunakan teori
kantometrik, yaitu sebuah teori "general" untuk melihat bagaimana
struktur umum budaya musik yang diteliti melalui 37 jenis parameter
dimensi ruang dan waktu dalarn musik. Selain itu juga dipergunakan teori
weighted scale, yang melihat unsur-unsur pembentuk melodi, seperti:
tangga nada, wilayah nada, jumlah nada , interval, kontur, formula, dan
lainnya (lihat Malm 1977). Para etnolog tari, dalam mengkaji struktur tari
juga selalu menggunakan teori koreometrik, yang sama dasarnya dengan
kantometrik namun dipergunakan untuk mengkaji struktur tari.
Unsur-unsur tari yang dibahas di antaranya: waktu, ruang, dan tenaga.
Selain dari teori-teori ilmu sosial dan humaniora dalam kajian seni
tak kalah pentingnya juga dipergunakan teori-teori dalam ilmu eksakta.
Misalnya untuk mendeskripsikan pengecoran dalam pembuatan alat-alat
musik, dipergunakan teori reduksi oksidasi (redoks) dan sejenisnya dari
ilmu kimia. Atau untuk menguji aspek akustik dan timber bunyi alat-alat
musik, biasanya dipergunakan disiplin fisika gelombang. Salah satu karya
monumental di bidang akustik musik adalah karya John Backus yang
berjudul The Acoustical Foundation of Music (1977).
Teori-teori yang dipergunakan dalarn mengkaji seni akan terus
berkembang, scsuai dengan perkembangan pcradaban manusia di muka
bumi ini. Dengan demikian, seniman dan ilmuwan seni terus ditantang
untuk mengabdikan dirinya untuk kesejahteraan umat manusia secara
umum atau secara khusus kelompoknya.
Teori-teori yang Berbasis kepada Etnosains Melayu
Untuk pengembangan etnomusikologi dan ilmu terkait di masa
depan, perlu sekali diterokai ilmu-ilmu yang berasal dari pemikiran
masyarakay Melayu itu sendiri, bukan hanya mengambil teori-teori
secara mentah dari ilmu peradaban Barat. Polarisasi yang perlu dilakukan
oleh imuwan Melayu adalah. Pertama, mengambil teori dari budaya
53
Takari, Etnomusikologi
Barat. Kemudian mengolah atau mengadunnya sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi Dunia Melayu. Ketiga adalah menggali
teori-teori yang berasal dari pemikiran masyarakat Dunia Melayu.
Keempat jika mungkin memadukan teori-teori budaya Barat dengan
budaya Timur, khususnya Dunia Melayu. Kelima meneroka dan
menggali teori-teori etnometodologi Melayu.
Islam yang dipeluk oleh masyarakat melayu juga dalam sejarahnya
sangat mendukung perkembangan ilmu yang berasas pada rasionalisme,
namun juga tak mengetepikan hal-hal di luar rasionalitas. Islam dan ilmu
pengetahuan berdasarkan sejarah saling dukung-mendukung dan
menguatkan. Islam tak pernah melakukan inkuisisi kepada para ilmuwan.
Oleh karena itu, teori-teori yang berdasar kepada ajaran-ajaran Islam
perlu juga dikembangkan di Dunia Melayu.
Teori Takmilah
Usaha mencari teori kritik sastra Melayu (Malaysia dan Indonesia)
oleh para sarjana kesusastraan dimulai tahun 1970-an. Pada masa itu
minat masyarakat, organisasi dan pemimpin pemerintahan terhadap sastra
sedang hangat. Surat kabar dan majalah memberi ruang kepada para
penulis untuk mempublikasikan karya-karya mereka. Pemerintah
Malaysia melalui Dewan Bahasa dan Pustaka mengadakan sayembara
dan anugerah seperti Anugerah Pejuang Sastra dan Hadiah Karya Sastra
(kini dikenal dengan Hadiah Sastra Perdana). Usaha ini turut
dilaksanakan oleh persatuan-persatuan penulis, organisasi swadaya
masyarakat, dan organisasi kebudayaan. Organisasi-organisasi swasta
seperti bank, yayasan, bertindak sebagai sponsor.
Tuntutan mencari karya yang terbaik atau usaha membina karya
bermutu telah memungkinkan pengadopsian beberapa teori dari Barat. Di
antaranya ialah teori struktural, sosiologi sastra, formalistik,
psikoanalisis, Marxisme, dan sebagainya. Penggunaan teori-teori Barat
terhadap karya-karya sastra Melayu ternyata tidak semuanya
menyenangkan. Ada aspek-aspek tertentu dalam karya yang dapat
dicernakan dengan baik dan tidak kurang pula terlihat pertentangan nilai
dan normal. Hal ini menyebabkan timbul usaha dan minat para sarjana
54
Takari, Etnomusikologi
sastra Melayu untuk membangun teori sastra sendiri yang relevan dengan
nilai, normal, adat budaya, agama, dan mentalitas masyarakat.
Berkat usaha yang bersungguh-sungguh, maka lahir beberapa teori
sastra di Malaysia, seperti: teori sastra Islam oleh Shahnon Ahmad, teori
teksdealisme oleh Mana Sikana, teori persuratan baru oleh Mohammad
Affandi Hassan, teori taabudiyyah oleh Mana Sikana, teori puitika sastra
Melayu oleh Muhammad Haji Salleh, teori pengkaedahan Melayu oleh
Hashim Awang, teori takmilah oleh Shafie Abu Bakar, teori konseptual
kata kunci oleh Mohamad Mokhtar Hassan, teori rasa fenomenologi oleh
Sohaimi Abdul Aziz, teori adat oleh Zahir Ahmad, teori pembentukan
watak oleh Mohammad Anuar Ridhwan, teori kritikan Melayu oleh S.
Othman Kelantan, teori hermeneutik kerohanian oleh Salleh Yaapar,
teori gerak rasa oleh Sahlan Mohammad Saman, teori semiotik Melayu
oleh Sahlan Mohammad Saman, teori neonostalgia oleh Hashim Ismail,
dan lain-lain. Sebahagian teori-teori tersebut telah diuji dalam kajian di
peringkat sarjana dan doktor filsafat.
Teori takmilah diperkenalkan oleh Shafie Abu Bakar, mantan dosen
di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Teori ini dianggap sebagai
teori kritik karya sastra Islam. Hal ini karena teori tersebut berdasarkan
tauhid dalam segala aspek keilmuan Islam dan berusaha melahirkan insan
syumul yang bersifat uluhiyah dan rubudiyah. Istilah takmilah bertalian
dengan sifat kamal Allah yang berarti sempurna. Takmilah
menyempurnakan sesuatu yang dengannya akan menjadi sempurna.
Maksudnya, melalui teori takmilah sesuatu yang dianggap sempurna oleh
manusia (sebenarnya belum sempurna di sisi agama) akan menjadi lebih
sempurna. Kesempurnaan itu dilihat dari segi akidah, tauhid, akhlak, dan
ilmu. Kesemuanya hadir dalam kesatuan. Hubungan takmilah itu berkait
pula dengan sifat-sifat jamal, qahhar, dan jalal Allah. Kesatuan
hubungan itu dapat difahami, misalnya dalam kasus cerpen “Langit
Makin Mendung” karya Ki Pandji Kusmin. Nilai sastranya tinggi dan
ceritanya juga menarik. Namun, dari awal cerita lagi Ki Pandji Kusmin
menyatakan rasa tidak puas hati Nabi Muhammad terhadap Tuhannya.
Dari segi realitas peristiwa, sebenarnya tidak ada petisi yang menandakan
rasa tidak puas hati Nabi Muhammad terhadap Allah. Walaupun dari segi
teori pembangunan karya, cerpen “Langit Makin Mendung” adalah
55
Takari, Etnomusikologi
sempurna dan tepat, namun dari segi realitas peristiwa sebenar adalah
fitnah.
Artinya, dari segi ilmunya ada, tetapi dari segi akidah dan tauhid
Islam adalah sebaliknya. Tidak ada kebersatuan antara nilai akidah,
tauhid, akhlak dan ilmu keislaman dengan nilai sastra (rujuk buku Pleidoi
Sastra: Kontroversi Cerpen “Langit Makin Mendung” Kipandjikusmin,
2004). Teori takmilah tidak memisahkan nilai seni sebagai tuntutan hati
nurani manusia mencintai dan mendekati tuhannya. Bahkan pada situasi
tertentu, seni juga dianggap salah satu jalan menuju ke rumah Tuhan.
Salah satu konsep seni dalam susastra Melayu ialah penyempurnaan
rohani bagi tujuan menyucikan jiwa, menambah ketakwaan, melahirkan
suasana harmoni, dan membentuk pemerintahan adil yang diridhai
Allah.34 Menurut hadis riwayat Bukhari dari Ubay bin Ka’ab, Rasulullah
s.a.w pernah bersabda yang bermaksud: “Sebahagian syair mengandung
hikmah kebijaksanaan.”
Teori takmilah diciptakan untuk aplikasi terhadap semua karya bagi
menilai dan mengukur nilai keislaman dalam karya. Pada satu posisi
mungkin karya itu bebas darinada keislaman, tetapi setelah dianalisis
baru nampak citra keislamannya. Demikian sebaliknya, sesebuah karya
yang kelihatan bernada keislaman, setelah dianalisis mengandung citra
yang sebaliknya. Mungkin di luar alam sadar pengarangnya.
Teori takmilah menekankan tiga komponen penting yaitu pengarang,
karya, dan khalayak. Semuanya harus bermula dari kesadaran tauhid
pengarang yang menuangkan kesedaran itu ke dalam karya untuk
membangkitkan
kesedaran
tauhid
pembaca.
Ketiga-tiganya
memperlihatkan sifat saling menyempurnakan, yang menjadi sifat Allah
dan lambang kesempurnaan-Nya. Karya yang indah harus berdasar
kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Karya ini tercerna dalam
hubungan sikap dan perlakuan manusia terhadap Allah, sikap dan
perlakuan manusia sesama makhluk Allah, serta sikap dan perlakuan
manusia dengan alam sekitarannya.
34
Maniyamin bin Haji Ibrahim “Menggali Keintelektualan Silam Membina Seni
Masa Kini” dlm. Mohamad Saleeh Rahamad, S.M. Zakir dan Shamsudin Othman, 2006.
Persuratan dan Peradaban Nasional. Kuala Lumpur: Persatuan Penulis Nasional
Malaysia (PENA).m h, 212-214.
56
Takari, Etnomusikologi
Keindahan dan kesempurnaan karya sastra meliputi keindahan isi
dan bentuk. Jika isi baik tetapi disampaikan dalam bentuk yang tidak
sesuai, atau bentuk baik tetapi isi tidak sesuai, maka karya itu dianggap
tidak indah dan tidak sempurna. Isi dan bentuk karya harus sama-sama
indah, sebagaimana maksud susastra itu sendiri, dan karya sastra ini
berpandukan ajaran Al-Qur’an. Walaupun aspek struktur karya sama,
namun teori ini melihat aspek strukturnya mesti tidak bertentangan
dengan isi, tepat dengan genre, bahasanya tepat, isinya mudah difahami,
dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Dari segi isi pula karya itu mesti dapat memberi teladan atau hikmah
kepada pembaca. Satu hal yang ditegaskan oleh Shafie Abu Bakar bahwa
teori takmilah melihat segala kejadian atau peristiwa sebagai indah, baik
peristiwa itu menggembirakan maupun menyedihkan.
Misalnya
peristiwa tsunami di Aceh. Di dalamnya terkandung hikmah dan
keteladanan, dalam konteks tauhid kepada Allah
Untuk menguatkan teori ini, Shafie Abu Bakar mengemukakan tujuh
prinsip, yaitu: (1) prinsip ketuhanan yang bersifat kamal, (2) prinsip
kerasulan sebagai insan kamil, (3) prinsip keislaman yang bersifat akmal,
(4) prinsip ilmu dengan sastra yang bersifat takamul, (5) prinsip sastra
bercirikan estetis dan bersifat takmilah, (6) prinsip pengkarya yang
seharusnya mengistikmalkan diri, dan (7) prinsip khalayak yang
bertujuan memupuk mereka ke arah insan kamil.
Dalam sajak “Jiwa Hamba,” Usman Awang mencatat sebagai
berikut:
Termenung seketika sunyi sejenak
kosong di jiwa tiada penghuni
hidup terasa diperbudak-budak
hanya suara melambung tinggi
berpusing roda beralihlah masa
berbagai neka hidup di bumi
selagi hidup berjiwa hamba
pasti tetap terjajah abadi
57
Takari, Etnomusikologi
kalau hidup ingin merdeka
tiada tercapai hanya berkata
ke muka maju sekata maju kita
melemparkan jauh jiwa hamba
Ingatkan kembali kata sakti,
dari bahang kesedaran berapi
di atas robohan Kota Melaka
Kita dirikan jiwa merdeka’
Sajak ini menyeru masyarakat Melayu Malaysia agar membebaskan
jiwanya. Kata Usman Awang, “hidup terasa diperbudak-budak / hanya
suara melambung tinggi,” sedang suara itu tidak langsung mendapat
perhatian pihak yang berkenaan. Hal ini disebabkan “jiwa hamba” yang
menebali diri. Kata Usman Awang lagi, selagi kita berjiwa hamba maka
hidup kita akan terus dijajah. Beliau menyeru agar orang-orang Melayu
bangkit dari kesilapan masa lampau, yang dalam sajak ini, ditandai
dengan kejatuhan Kota Melaka. Seruan Usman Awang itu merupakan
usaha mengembalikan kedaulatan dan kesakralan bangsa Melayu.
Kedaulatan dan kesakralan itu tentunya mengambil contoh kegemilangan
yang pernah dicapai pada zaman Kesultanan Melayu Melaka. Walaupun
sajak Usman Awang itu tidak terlihat nada keislamannya, namun seruan
Usman Awang itu menjadi tuntutan agama Islam. Dalam surah Ar-Ra’ad
ayat 11 Allah menegaskan bahwa Dia tidak mengubah nasib sesuatu
kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Usman Awang menyeru orang-orang Melayu agar membebas-kan
jiwa dari belenggu penjajahan dan berarti pula ia mengajak orang-orang
Melayu agar membuang jauh sikap dan paradigma yang menyekat
kemajuan diri. Jika seruan itu disadari pembaca, diikut dan diteladani,
maka seruan itu telah mendatangkan kebijakan atau hikmah yang
membijaksanakan. Individu berkenaan akan merasakan betapa nikmatnya
kemerdekaan jiwa. Idealisme sajak ini bermula daripada kesedaran jiwa
Usman Awang yang diterapkan ke dalam karya untuk dikongsi dan
diteladani oleh pembaca.
58
Takari, Etnomusikologi
Teori takmilah berusaha membentuk insan sempurna dan mulia yang
mesra agama. Usaha Shafie Abu Bakar dan sarjana sastra Malaysia
membina teori kritikan sendiri sangat baik dan perlu disdukung, baik oleh
sarjana sastra Malaysia maupun sarjana sastra Indonesia, juga negaranegara Asia yang lain. Melalui teori-teori beridealismekan budaya dan
pemikiran sendiri, kita dapat memurnikan karya-karya pengarang kita.
Teori Atqakum
Teori ini dikemukakan oleh Sanat (1998). Istilah atqakum diambil
dari surah Al-Hujurat (49:13) yang maknanya adalah kamu yang lebih
bertakwa. Di sini merujuk kepada manusia yang lebih mulia di sisi
Allah ialah yang lebih bertakwa. Di dalam Al-Qur’an, terdapat maksud
seperti takwa, bertakwa, ketakwaan, ketakwaannya, dan bertakwalah.
Menurut Indeks Al-Qur’an (1999:440-441), bermaksud bertakwalah
dikolokasikan kepada Allah, yaitu merujuk kepada perintah suruhan. Jika
maksudnya kepada selain Allah, ungkapannya akan merujuk
pertanyaannya seperti berikut.
yang artinya: “Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan
di bumi, dan untuk-Nya-lah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa
kamu bertakwa kepada selain Allah?” (Al-Qur’an surah an-Nahl, 16:52)
Ungkapan tanya dalam ayat 52 tersebut sebenarnya tidak ada
jawaban pilihan kepada manusia melainkan bertakwa kepada Allah,
karena maksud ungkapan yang mendahuluinya merujuk kepada
pemilihan Allah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada-Nya
saja tertuju ibadah dan ketaatan untuk selama-lamnya.
A. Chaedar Alwasilah (1993:28) menyatakan bahwa teori adalah
suatu sistem dari hipotesis yang melukiskan hubungan antara fakta. Jika
59
Takari, Etnomusikologi
hipotesis diartikan sebagai dugaan kuat yang sifatnya sementara dan akan
dibuktikan kebenarannya, maka setelah terbukti kebenarannya, hipotesis
menjadi teori. Teori memungkinkan pengetahuan tentang sesuatu objek
atau objek lain yang sama yang sedang diteliti atau semua yang lain yang
berkeadaan sama. Dengan demikian teori memberikan persiapan untuk
menghadapi kejadian silam atau kejadian apa pun. Teori adalah defenisi
yang diperluas.
Lamb dalam artikelnya yang bertajuk “On the Aims of Linguistics”
dalam Copelanded (1984:1-16) menyatakan bahwa Hjelmslev
berpendapat teorui linguistik bertujuan bukan saja untuk mengabsahkan
sistem linguistik seutuhnya, tetapi juga manusia dan masyarakat di
sebalik bahasanya. Semua upaya pengetahuan manusia melalui bahasa.
Puncak pencapaian teori linguistik itu ialah manusia dan keuniversalan
atau humanitas et universitas.
Teori atqakum yang dimaksud oleh Sanat adalah melampaui
pengertian teori biasa, teori ini merujuk langsung kepada perintah Allah
untuk menjadi manusia bertakwa. Manusia wajib melakuknnya dalam
konteks hubungan dengan Sang Khalik. Penunaian kewajiban itu adalah
sebagai tanda ketaatan dan kesyukuran yang manfaatnya akan didapati
manusia yang melaksanakannya. Sebaliknya, keingkaran kepada Allah
tidak akan mengurangi kemuliaan dan kekuasaan Allah. Hal ini terekam
di dalam Al-Qur’an seperti berikut ini.
yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Al-Qur’an, surah Lukman, 31:12)
60
Takari, Etnomusikologi
Teori atqakum menggagaskan bahwa menjadi lebih bertakwa
merupakan hukum perintah yang tidak ada pilihan pada saat apa pun dan
tempat mana pun. Dengan syarat taklif syar’i. Penunaian teori dalam
semua bidang kehidupan atau disiplin ilmu sebagai tanda ketaatan dan
kesyukuran yang membawah khasanah di dunia dan akhirat. Teori ini
menjadi supraordinat kepada teori lain dalam subdisiplin, termasuk
linguistik. 35
Teori Neonostalgia
Teori neonostalgia adalah teori di bidang sastra yang dikemukakan
oleh Hashim Ismail. Menurutnya teori neonostalgia merupakan
pandangan konseptualnya terhadap apa yang berlaku dalam
perkembangan sastra Melayu di Nusantara. Teori neonostalgia, bagi
Hashim Ismail merupakan satu gagasan kawasan ini untuk
mengembalikan marwah masyarakat Melayu dalam menghadapi kemelut
globalisasi. Juga persoalan-persoala yang dibawa karena benturan
pemikiran Barat dengan Timur, atau antara Islam dengan bukan Islam,
yang kini tampak menjurus ke arah multikulturalisme, serta cabangcabang lain dalam masa pascamodernisme.
Epistemologi neonostalgia awal kali dimunculkan Hashim Ismail
dalam sebuah seminar kritik sastra di Kuala Lumpur tahun 2001. Ia
membicarakan tradisi moralitas kolektif yang menjadi teras wahana
penghasilan teks Melayu. Menurutnya moralitas kolektif ini adalah
sebagai bentukan dari moralitas tua (the old morality) yang harus
diangkat dan diketengahkan. Kita akan kembali kepada satu bentuk
nostalgia kolektif, seperti yang dikutipnya dari Fred Davis tentang
nostalgia, yang menggunakan istilah simple nostalgia (nostalgia
sederhana).
Dari segi konsep, nostalgia kolektif merujuk keadaan objek-objek
simbolik yang sangat dierima umum, tersebar luas, dan sudah menjadi
kelaziman, dan merupaka sumber simbolis dari masa lalu yang disalurkan
dalam keadaan yang terkawal atau terbentuk—dapat memacu gelombang
35
Lebih jauh dan rinci lihat Sanat Md. Nasir (2005)
61
Takari, Etnomusikologi
demi gelombang perasaan nostalgia jutaan manusia dalam masa yang
sama.
Tidak saja pandangan Fred yang menyebabkan Hashim membuat
epistemologi, namun dalam membicarakan teori pada era
posmodernisme, semakin banyak kebutuhan ke arah itu untuk
dirasionalkan. Pembacaan terhadap kupasan Fred ditemukan the beautiful
past and the unattractive present. Fred juga menggunakan ungkapan
things were better then now.
Sejarah boleh dikonstruksi kembali dalam bentuk baru yang
memiliki maksud baru untuk tujuan tertentu. Keberadaan sejarah bisa
ditemukan dalam bentuk nostalgia baru, kembali kepada keagungan
silam. Tujuannya untuk menunjukkan sebuah maksud baru yang mungkin
tidak lagi merujuk kepada sejarah realitas tetapi sejarah yang berdialog,
yang bersifat intertekstualitas, dan merupakan moralitas baru yang
semakin diperlukan untuk memperkokoh jati diri bangsa tersebut.
Teori neonostalgia adalah teori moralitas kolektif masa lampau yang
diterapkan pada masa sekarang. Moralitas masa lampau ini memiliki
berbagai keunguulan dalam rangka membentuk jati diri kelompok
manusia. Pemikiran neonostalgia merupakan suatu bentuk pemikiran
yang bukan lagi untuk muncul mengenangkan kembali masa silam yang
indah—tetapi meruakan suatu pembentukn pemikiran yang megangkat
pola-pola nostalgia sejarah silam, tradisi kolektif, dan moralitas kolektif
untuk diberikan makna baru, seupaya bangsa itu dapat memahami
keagungan masa silam.
Demikian contoh-contoh teori yang lazim digunakan dalam disiplin
ilmu-ilmu seni dan sastra. Termasuk perkembangan-perkembangannya
yang dicipta dan dikaji oleh para ahli-ahli linguistik, sastra, dan seni.
Bagaimanapun, teori-teori tersebut akan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan tuntutan disiplin ilmu di Dunia Melayu.
Polarisasi Teori Etnomusikologi dan Seni di Dunia Melayu ke Depan
Secara tradisional, masyarakat Melayu memiliki teori-teori etnosains
yang digunakan dalam mengekspresikan dan menciptakan keseniannya.
Ke depan, teori-teori yang berlatar belakang etnosains Melayu ini perlu
terus-menerus digali dan digunakan dalam mengkaji kesenian Melayu.
62
Takari, Etnomusikologi
Contoh-contoh teori etnosains atau aliran etnometodologi yang belum
banyak dieksplorasi oleh para ilmuwan budaya dan kesenian Melayu di
antaranya adalah teori adat. Teori ini daalm Alam Melayu
mengkategorikan adat ke dalam empat strata yaitu: (a) adat yang sebenar
adat, (b) adat yang diadatkan, (c) adat yang teradat, dan (d) adat-istiadat.
Dalam Dunia Melayu adar lazimnya berhubungkait dengan agama Islam,
yang dikonsepkan adat bersendikan syarak, dan syarak bersendikan
kitabullah.
Selain itu etnosains Melayu juga memiliki teori gerenek yang
merupakan ide dan kreativitas estetika seniman Melayu dalam
menciptakan dan menggubah melodi atau lagu. Gerenek ini terdiri dari
tiga jenis, yaitu: cengkok, patah lagu, dan gerenek. Cengkok adalah
hiasan melodi dengan “ayunan” nada. Sementara patah lagu adalah
hiasan melodi dengan cara menyentak-nyentakkannya. Kemudian
gerenek itu sendiri adalah hiasan melodi dengan cara menggunakan nadanada yang berdensitas rapat, terutama dalam lagu-lagu yang bertempo
lambat seperti asli, senandung, dan gubang.
Teori lainnya yang tidak kalah penting dalam musik tradisional
Melayu adalah teori bunyi sebagai manifestasi alam. Dalam membuat
bangunan atau arsitektonik musik, para seniman musik Melayu adalah
membuat bunyi sebagai bahagian dari alam. Konsep bunyi sebagai
bahagian alam ini, adalah menyatukan dimensi marokosmos dan
mikrokosmos. Itu dicerminkan dalam ungkapan: alam besar dikecilkan,
alam kecil dihabisi, alam yang telah dihabisi disebatikan dengan diri. Jadi
maknanya manusia adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari alam.
Manusia Melayu adalah rahmat kepada seluruh sekalian alam.
Kalau di Eropa juga telah ditemui dan digunakannya semiotika,
maka orang-orang Melayu juga memiliki teori semiotikanya sendiri
dalam rangka mengkomunikasikan kesenian yang dibuatnya. Semiotika
Melayu ini terselit dalam karya seni, biasanya mengandung makna yang
implisit dan tersamar, dalam bentuk perwujudan simbol, ikon, maupun
indeks. Dalam teater Melayu misalnya, keris adalah simbol kegagahan
dan kemandirian orang Melayu dalam mengharungi laut kehidupan. Keris
juga simbol kekuasaan penguasa Melayu. Keris juga melambangkan ilmu
dan kesaktian suku Melayu dalam menjaga marwah dan tanah airnya.
63
Takari, Etnomusikologi
Masih banyak teori etnosains Melayu lainnya yang perlu kita gali teurs
menerus untuk kejayaan tamadun Melayu, dan bagi polarisasi keilmuan
yang bersifat kemelayuan.
Penutup
Etnomusikologi secara formal dan institusional adalah disiplin ilmu
yang relatif baru. Namun dalam konteks sejarah ilmu-ilmu seni, ia
termasuk pelopor awal. Etnomusikologi awalnya muncul di belahan bumi
peradaban Barat. Kemudian ilmu ini tumbuh dan berkembang juga di
wilayah Dunia Timur. Etnomusikologi dalam konteks ilmu pengetahuan
dan filsafat, masuk ke dalam rumpun ilmu humaniora dan sosial sekali
gus. Etnomusikologi juga merupakan disiplin ilmu yang menekankan
kepada penelitian lapangan.
Gambar 5:
Bruno Nettl
Tokoh lmmuwan
Etnomusikologi
Gambar 6:
Curt Sachs
Tokoh Ilmuwan
Etnomusikologi
dan Etnokoreologi
Gambar 7:
Alan P. Merriam
Tokoh Ilmuwan
Fungsionalisme
dalamEtnomusikol
ogi
Gambar 8:
William P. Malm,
Tokoh Ilmuwan
Etnomusikologi
(KajianOrientalis
me)
Sumber:
www.wikipedia.c
om
Sumber:
www.wikipedia.c
om
Sumber:
www.wikipedia.co
m
Sumber:
www.wikipedia.co
m
Dalam konteks ilmu-ilmu seni, etnomusikologi memiliki peran
strategis. Ilmu ini sangat mewarnai ilmu-ilmu seni. Etnomusikologi yang
tampil dan muncul di awal-awal sejarah perkembangan ilmu-ilmu seni,
64
Takari, Etnomusikologi
menjadi percontohan dan model bagi ilmu-ilmu seni lainnya. Oleh karena
itu, sudah selayaknya antara ilmuwan etnomusikologi dengan ilmu-ilmu
seni seperti antropologi tari, antropologi teater, pengkajian seni
pertunjukan, pengkajian seni rupa, ilmu seni rupa, bekerjasama mengkaji
kebudayaan (seni) manusia. Bagaimanapun fokus kajian ilmu-ilmu seni
ini agak sedikit berbeda, dan pengalamannya tentu saja berbeda. Untuk
saling mengembangkan keilmuan dan daya guna dalam masyarakat
mutlak diperlukan kerjasama dan saling bertukar ilmu.
Pengembangan teori juga selayaknya dilakukan terus-menerus oleh
para pakar etnomusikologi. Teori ini dikembangkan berdasarkan temuantemuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Teori akan sangat berguna
dalam rangka memecahkan persoalan kajian atau pokok permasalahan
penelitian. Teori ini juga perlu didukung oleh metode-metode dan teknikteknik dalam proses mengembangkan disiplin etnomusikologi.
Alam Melayu sangatlah perlu emmbina disiplin etnomusikolgi ini
bagi menjaga keberadaan dan pengembangan keseniannya. Ilmu ini boleh
diasuh di peringkat sekolah menengah, maupon perguruan tinggi.
Kerajaan atau pemerintahan di negeri-negeri rumpun Melayu perlulah
memperhatikan keseniannya. Apalabi kini dunia pariwisata di rumpun
Melayu amat digalakkan, dalam rangka menyumbang perekonomian
engara. Aspek pendukung utama wisata ini adalah seni, selain alam, dan
sejarah. Untuk itu, dengan niat yang baik, Allah akan membimbing kita
dengan ilmu yang diberikannya, termasuk etnomusikologi, bagi
kemaslahatan
umat
Melayu.
Usikum
wanafsi
bitakuallah,
wassalamu’alaikum warahmatullahi wabara-katu.
65
Takari, Etnomusikologi
Gambar 9:
I Made Bandem
Etnomusikolog/Etn
okoreolog Indonesia
Gambar 10:
Rizaldi Siagian
Etnomusikolog
Indonesia
Gambar 11:
Philip
Yampolski,
Etnomusikolog
Amerika Serikat
yang
Indonesianis
Gambar 12:
Mauli Purba
Etnomusikolog
Indonsia
Jatidiri Penulis
Muhammad Takari, Dosen Fakultas Sastra USU, lahir pada tanggal
11 Januari 1965 di Kotapinang, Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Atas di Labuhanbatu. Tahun 1990 menamatkan studi sarjana
seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara. Selanjutnya tahun 1998 menamatkan studi magister humaniora
pada Program Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Tahun 2009 menyelesaikan studi S-3
Pengajian Media Komunikasi di Universiti Malaya, Malaysia. Aktif
sebagai dosen, peneliti, penulis di berbagai media dan jurnal dalam dan
luar negeri. Juga sebagai seniman khususnya musik Sumatera Utara,
dalam rangka kunjungan budaya dan seni ke luar negeri. Kini juga
sebagai Ketua Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian
Seni, Fakultas Ilmu Budaya (Sastra), Universitas Sumatera Utara. Kantor:
Jalan Universitas No. 19 Medan, 20155, telefon/fax.: (061)8215956.
Rumah: Tanjungmorawa, Bangunrejo, Ds I, No. 40/3, Deliserdang,
20336, e-mail: [email protected].
66
Etnomusikologi, Nomor 9, Tahun 5, Maret 2009
ISSN: 1858-4721
WILAYAH PENYELIDIKAN DAN PENDIDIKAN
MUSIK DALAM PERSPEKTIF
ETNOMUSIKOLOGI
Heristina Dewi
Dosen Etnomusikologi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
This paper will discuss two major subjects of the ethnomusicology
discipline scoup and educational. Cited from Merriam (1964) there
are six area studies of ethnomusicology: (a) instruments material
musical culture and economic value in instruments, (b) study of song
text, (c) ethnic musical categorization, (d) musicians in the societies,
(e) uses and functions of music, and (f) study music as a cretitive
activity in culture. In the context educational or enculturation of
musical culture, ethnomusicology give us a polarization view that
educational as Kneller (1965) said, as a process which use a people
for controlling and shaping everyone to go teir aims, which based on
their culture. Educational must be presented the values of culture.
Pengantar
Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya selalu
merespons alam sekitar. Misalnya ketika ia lapar dan ingin makan dan
minum, maka ia berusaha menggunakan bahan-bahan makanan dan
minuman di sekitarnya. Manusia juga menginginkan ilmu pengetahuan,
maka terbentuklah lembaga pendidikan, baik yang sifatnya formal
maupun informal (nonformal). Dalam membina pendidikan ini berbagai
macam ilmu diberikan kepada manusia, yang sesuai dengan minat dan
bidangnya masing-masing. Mereka yang berminat di bidang teknik dapat
mempelajarinya melalui disiplin teknologi. Mereka yang berminat di
bidang kehidupan makhluk di dunia ini dapat mengkajinya dari bilogi
(ilmu hayat). Demikian pula untuk mereka yang berminat di bidang seni
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
dapat mempelajarinya melalui ilmu-ilmu seperti etnokoreologi
(antropolo-gi tari), antropologi teater, pengkajian seni, pengkajian seni
pertunjukan, pengkajian seni rupa, etnomusikolgi, dan lain-lainnya.
Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang
mempelajari musik seluruh dunia dalam konteks budayanya. Sejak awal
etnomusikologi memilih mengkaji budaya musik di luar peradaban Barat,
selain itu memperhatikan secara serius budaya musik yang ditransmisikan
secara oral atau lisan. Etnomusikologi adalah disiplin ilmu sosial dan
humaniora sekali gus. Etnomusikologi sangat memperhatikan enkulturasi
budaya musik dari satu generasi ke generasi lain. Begitu juga dengan
difusi musik, dan evolusinya.
Melalui tulisan ini, penulis akan memaparkan secara umum wilayah
penyelidikan etnomusikologi, dengan berdasar kepada Merriam (1964).
Kemudian mengkaitkannya dengan pendidikan musik dalam perspektif
etnomusikologi. Karena terdapat perbedaan-perbedaan fokus dan
penekanan antara ilmu-ilmu seni dalam memposisikan pendidikan musik
ini.
Wilayah Penyelidikan Etnomusikologi
Seorang etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah
penyelidikan etnomusikologi, supaya ia tidak melantur ke sana dan sini.
Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan nantinya, pada
dasarnya ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang
luas. Maka sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti
perekaman suara musik, atau masalah peran sosial pemusik di dalam
masyarakat. Jika suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di
suatu daerah penelitian, dan jika peneliti menganggap studi
etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek lisan, tetapi
juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling tidak
ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian kita (Merriam
1964).
Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini
meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan
klasifikasi yyang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon,
dan kordofon. Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur,
68
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip
pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik
pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah
teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada
sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian
lapangan etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan
secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat?
Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang
melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik?
Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan
tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk
alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan
manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?
Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa
spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada
atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan
alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan
dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik
merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara
luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin
dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual
akkan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat
musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu.
Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam
kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan
kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan
penduuduk melalui studi alatmusik.
Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini
meliputi kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik
dengan suara musik, dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks
tersebut. Masalah hubungan antara teks dengan musik telah banyak
diteliti di dalam etnomusikologi karena memberi manfaat yang jelas.
Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian yang menggunakan
linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis.
69
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
Teks nyanyian mengejewantahkan perilaku kebahasaan yang dapat
dianalisis dari sudut struktur dan isi. Bahasa teks nyanyian cenderung
mempunyai perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala,
seperti pada nama-nama pujian, atau bunyi pertanda gendang, teks
tersebut merupakan bahasa “rahasia” yang hanya diketahui sekelompok
tertentu saja dari masyarakatnya. Dalam teks nyanyian, bahasa yang
digunakan sering lebih elastis dibandingkan dengan bahasa sehari-hari,
dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan proses kejiwaan seperti
pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang sifat yang tidak
mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian sering
mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya
boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari.
Hal ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol
yang mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis
generalisasi karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan
nyata sering dapat diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks
juga digunakan sebagai catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai
cara-cara untuk menanamkan nilai-nilai, dan sebagai cara untuk
membudayakan generasi muda.
Aspek ketiga meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh
peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok
tersebut. Di dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara
rekamannya, yang diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh
akurat dari semua jenis musik di dalam situasi-situasi pertunjukan yang
direncanakan dan dipertunjukkan sebenarnya.
Pemain musik dapat memberikan sasaran keempat bagi
etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk
menjadi pemusik. Apakan seseorang dipaksa oleh masyarakatnya
untukmenjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai
pemusik? Bagaimana metode latihannya, apakah sebagai pemain musik
potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia
mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat
musiknya atau teknik menyanyi ddari orang lain, atau apakah ia
menjalani latihan yang ketat dalamwaktu tertentu?
Siapa saja
pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya?
Hal ini
70
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah
masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan
pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan
memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benarbenar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai
spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda
untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali
tidak mendapat bayaran.
Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang
apakah pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar
biasa, atau apakah semua anggoata masyarakat tersebut dianggap
mempunyai bakat yang sama?
Apakah pemusik mewariskan
kemampuannya dan apabila demikian dari siapa dan dengan cara apa?
Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang
kemampuannya sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orangorang lain, dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan
masyarakatnya dalam rangka hubungan tertentu. Orang yang bukan
pemusik pun dapat menganut konsep-konsep prilaku musikal yang dapat
atau tidak dapat diterima, dan membentuk sikap-sikap terhadap pemusik
dan tindakannya dengan dasarr ini. Tentu saja pemusik dapat juga
dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka dapat
membentukberbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka
di dalam masyarakat. Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi
memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan
dengan barang-barang yang tidak tersangkut langsung.
Di dalam hubungan inilah pengkajian lintas budaya dari kemampuan
musik dapat digunakan; meskipun tidak ada pengkajian bebas budaya
sejauh ini yang dikembangkan, rumusan mereka akan sangat
memperhatikan penafsiran kemampuan-kemampuan terpendam dan
kemampuan nyata pemusik dan buakn pemusik, seperti yang ditentukan
masyarakat dan di dalam hubungan perorangan.
Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi
musik dalam hubungannya dengan aspek budaya lain. Informasi yang
kita dapatkan, menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan
penggunaan, musik meliputi semua aspek masyarakat; sebagai perilaku
71
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
manusia, musik dihubungkan secara sinkronik dengan perilaku lainnya,
termasuk religi, drama tari, organisasi sosial, ekonomi, struktur politik,
dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi tentangmusik,
peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara lengkap
dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia
mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik
menjadi bagiannya.
Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penyelidikan
lain dari penyelidikan tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya
diarahkan kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah
dinyatakan bahwa salah satu fungsi utama musik adalah untuk membantu
mengintegrasikan masyarakat, suatu proses yang secara kontinu
dilakukan di dalam kehidupan manusia. Fungsi lain adalah untuk
melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara penggunaan dan
fungsi musik belum banyak dibicarakan di dalam etnomusikologi, dan
studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk memusatkan kepada
masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang kedua. Studistudi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh karena
studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih
dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii
dalam masyarakat.
Akhirnya, keenam, peneliti lapangan dapat mempelajari musik
sebagai aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini
adalah tahap-tahap dari studi musik yang memusatkan pada konsepkonsep musik yangdigunakan di dalam masyarakat yang sedang diteliti.
Yang mendasari semua pertanyaan adalah berbagai masalah perbedaan
yang dibuat oleh pemusik dan bukan pemusik di antara apa yang
dianggap musik dan bbukan musik, merupakan sasaran yang baru
mendapatkan sedikit perhatian di dalam etnomusikologi. Apa sumbersumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan
bantuan dan persetujuan manusia super, atau apakah musik merupakan
gejala-gejala manusia biasa?
Bagaimana nyanyian-nyanyian baru
muncul? Apabila penyusun musik mempunyai status tinggidi dalam
masyarakat, bagaimana ia menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya
tentang proses penyusunan musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam
72
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
pertunjukan adalah penting sekali karena melalui pengertian ukuran ini
peneliti dapat melihat musik yang baik dan buruk serta dapat melihatnya
dengan cara-cara yang digunakan di dalam masyarakat. Masalahmasalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan evaluasi analitis
dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut; juga
mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk
divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan
terhadap apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola
ritme inti khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan
pemusik.
Keenam wilayah penyelidikan etnomusikologi di atas dapat
dijangkau oleh etnomusikolog melalui tiga tahapan. Sebagaimana halnya
di berbagai studi lapangan lainnya, kerja etnomusikolog dibagi secara
kasar kepada tiga tahapan, yang memberikan prioritas rencana dan
pengenalan proyeknya. Arahan yang pertama adalah pengumpulan data,
dan di dalam kasus etnomusikologi, etnomusikolog selalu melakukan
kerja lapangan di luar musik Eropa dan Amerika, meskipun ada juga
persepsi yang memandang itu adalah aturan secara umum. Pengumpulan
data memberikan masalah-masalah yang kompleks dan berbagai masalah
khusus, dari hubungan antara teori, metode, desain riset, metodologi, dan
teknik, sebagaimana juga masalah-masalah yang timbul pada semua
disiplin yang mengikuti pola-pola riset, lebih kasarnya dibandingkan
studi intuitif.
Kedua, sesudah awal kali data dikumpulkan, etnomusikolog
biasanya melakukan kerja terhadap subjek jenis kedua yaitu analisis.
Pertama, pengumpulan materi-materi etnografis dan etnologis yang
koheren dengan pengetahuan seputar praktik musik, tata tingkah laku
musik, dan konsep-konsep di dalam masyarakat yang distudi,
sebagaimana juga yang relevan dengan hipotesis dan desain masalah
riset. Yang kedua adalah teknik analisis laboratorium dari materi suara
musik yang telah dikumpulkan, dan kerja ini memerlukan teknik-teknik
dan kadang-kadang peralatan khusus untuk mentranskripsi dan
menganalisis struktur musik.
Ketiga, menganalisis data dan hasil yang diperoleh dialikasikan
kepada masalah-masalah yang relevan , khususnya dalam etnomusikologi
73
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
dan yang lebih luas dari itu adalah ilmu pengetahuan sosial dan
humaniora. Dalam semua prosedur ini, etnomusikologi sebenarnya tidak
berbeda dengan disiplin-disiplin lainnya. Selain itu, dalam menggunakan
teknik-teknik khusus ini, dan mungkin terutama dalam keperluan untuk
mempertemukan kedua jenis data itu secara bersama-sama—yaitu
antropologis dan musikologis.
Apakah etnomusikologi termasuk ke dalam ilmu pengetahuan sosial
atau humaniora? Jawabannya adalah menggunakan kedua-duanya;
pendekatan dan tujuannya lebih bersifat saintifik ketimbang hunaistik,
sedangkan subjek pokoknya lebih bersifat humanistik ketimbang
saintifik.
Selain itu juga studinya dibatasi kepada analisis dan
pengetahuan yang dihasilkannya sendiri, tujuannya terutama tidak
menghasilkan istilah-istilah humanistik. Etnomusikolog bukan kreator
musik yang dikajinya, juga tujuan dasarnya tidak untuk berpartisipasi
secara estetis di dalam musik (meskipun ia dapat saja melakukannya
untuk mengkreasikan kembali). Selain itu, posisinya selalu sebagai
outsider yang mencoba untuk mengetahui apa yang ia dengarkan, yang
menganalisis struktur dan perilaku, dan menyederhanakan istilah-istilah
pengetahuan ini, yang akan memberinya bahan perbandingan dan
generalisasi hasil-hasil penelitiannya terhadap musik sebagai fenomena
universal dalam eksistensi manusia. Etnomusikolog berilmu pengetahuan
tentang musik. Jika ia melakukan kerja ini dengan sukses, maka jelas
bahwa pengetahuannya ini harus berasal dari dua lapangan ilmu
pengetahuan tersebut. Tidaklah mungkin melakukan studi struktur musik
tanpa lebih dahulu mengetahui musik; juga tidak mungkin melakukan
kajian mengenai perilaku musik tanpa terlebih dahulu mengetahui sains
sosial; dan hasil-hasil kajian seperti itu yang paling baik, menggunakan
kedau ilmu pengetahuan tersebut.
Pendidikan Musik
Pendidikan adalah salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal.
Pendidikan ini dilakukan pada semua masyarakat di dunia, baik
masyarakat tribal, primitivf, modern, atau posmodernisme. Pendidikan
akan melibatkan pendidik dan peserta didik. Cara pendidikan ini
dilatarbelakangi oleh kebudayaan di mana pendidikan itu berlangsung.
74
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
Atau sistem pendidikan bisa pula dipengaruhi oleh kelompok manusia
lain. Misalnya seperti Indonesia sistem pendidikan formalnya, banyak
menyerap sistem pendidikan Belanda, termasuk pemberian gelar
akademis. Begitu juga sistem hukum di Indonesia yang banyak
menyerap sistem hukum Belanda. Di sisi lain, setiap masyarakat memiliki
sistem pendidikannya sendiri. Misalnya sistem lisan hidup dan
berkembang dalam sistem pendidikan etnik di seluruh Nusantara ini.
Contoh pendidikan dalam tradisi lisan ini misalnya berlaku dalam cara
pembelajaran kesenian (musik, tari, dan teater).
Namun demikian, secara tradisi ada pula sistem pendidikan
tradisional yang menggunakan tulisan, seperti pada tradisi pesantren di
Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak abad pertama telah pula mengenal
sistem tulisan seperti tulisan palawa di Jawa, tulisan Batak, tulisan Bugis,
dan lain-lainnya.
Begitu pentingnya pendidikan seni ini, maka pemerintah pun perlu
mengaturnya dalam bentuk undang-undang, yang sifatnya yuridis dan
formal. Menurut UU No. 22 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan
dibagi ke dalam 3 kategori yaitu: (1) informal adalah pendidikan di
rumah tangga; (2) formal adalah pendidikan yang berjenjang dari
Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi; (3) nonformal adalah pendidikan
luar sekolah seperti lifeskill.
Pendidikan seni tidak hanya dapat diperoleh dari pendidikan formal
saja melainkan bisa dari pendidikan nonformal, contohnya seperti
pembelajaran musik melalui les privat yang diselenggarakan oleh
lembaga kursus musik. Karena itu sekarang banyak pendidikan seni yang
menawarkan berbagai pilihan dari alat-alat musik yang ditawarkan untuk
dipelajari, seperti: vokal, piano, biola, drum, bass, gitar elektrik, dan gitar
klasik. Melalui sanggar-sanggar musik dan tari tradisi.
Manusia memerlukan pendidikan yang membedakannya dengan
makhluk hewan. Berkat pendidikan ini, manusia memiliki peradaban
(sivilisasi) dan berkembang dari masa ke masa. Selain itu, pada dasarnya
manusia memerlukan keindahan dalam kehidupannya. Keperluan
terhadap keindahan ini dipenuhi oleh unsur budaya yang disebut
kesenian, seni atau lazim disebut seni budaya. Dalam rangka kegiatan
berkesenian ini, manusia yang terlibat di dalamnya perlu sebuah sistem
75
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
pengelolaan, agar prosesnya terjadi secara teratur, terarah, terpadu, dan
mencapai sasaran.
Menurut Kneller (1965), pendidikan merupakan proses yang
digunakan suatu masyarakat untuk mengendalikan dan membentuk
individu-individu sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditentukan oleh nilainilai dasar kebudayaan. Para pendidik diharapkan melakukan
pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa telah ditanamkan nilainilai, sikap, gagasan-gagasan, dan keterampilan-keterampilan yang
mendukung kelanjutan kebudayaan.
Dunia pendidikan dapat dianggap sebagai sebuah industri yang
menghasilan: ilmu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills). Jasa
pengawasan (culstodial care), sertifikasi (sertification) dan kegiatan
komunitas (community activity). Dalam konteks Universitas Sumatera
Utara (USU) yang menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan
universitas untuk industry, maka jelas bahwa perguruan tinggi ini adalah
senuah industry pendidikan, yang lulusannya digunakan oleh pengguna
(stake holder). Tugas Universitas Sumatera Utara (USU) menghasilkan
para ahli madya, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, di bidang ilmu
masing-masing, sesuai dengan pangsa pasar yang membutuhkannya.
Dalam konteks pendidikan seni, keberlangsungan kebudayaan
diperlukan generasi harus mempelajari warisan budayanya sesuai dengan
perhatiannya dan mengembangkan gambaran mereka sendiri mengenai
kebudayaannya secara objektif. Hal ini dapat merangsang pemikiran dan
penerimaan inovatif sehingga melahirkan penciptaan-penciptaan seni.
Dalam konteks pendidikan seni musik atau etnomusikologi, notasi
musik adalah “suatu sistem yang digunakan untuk menulis dan mencatat
musik diatas kertas agar kita dapat membaca, menyimpannya untuk
dokumen, atau disampaikan kepada orang lain. Metode mengajar musik
adalah cara mengajar yang didasarkan pada pola atau contoh yang
diberikan guru atau pelatih sesuai dengan taraf pendidikan siswa untuk
memperoleh tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan kutipan di atas jelas sekali bahwa metode pendidikan
yang meliputi pengajar, kurikulum, dan sarana prasarana seperti alat
peraga dalam hal ini alat musik dan buku yang digunakan sangatlah
penting peranannya. Karena di dalam pendidikan seni musik kita tidak
76
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
hanya mementingkan teori saja, tetapi antara praktik dan teori
mempunyai peranan yang seimbang. Hal ini dikarenakan di dalam musik
kita tidak hanya berbicara saja tetapi kita butuh memainkan dan
mempraktikannya.
Dalam konteks etnomusikologi, pentingnya perhatian kepada proses
pembelajaran atau enkulturasi, dikemukakan oleh Merriam (1964) bahwa
dalam etnomusikologi, pendidikan (enkulturasi ) budaya musik menjadi
salah satu fokus kajiannya. Pendidikan musik ini menjadi salah satu
fungsi musik yaitu untuk menjaga kontinuitas kebudayaan. Selain itu
pendidikan musik mencakup pada aspek bagaimana kedudukan pemusik
meneruskan keahliannya kepada generasi pemusik yang lebih muda.
Kesimpulan
Memperhatikan uraian di atas, maka disimpulkan hal-hal sebagai
berikut. (a) Wilayah kajian etnomusikologi menurut Merriam mencakup
enam bidang, yaitu: (1) kebudayaan material musik yang merujuk kepada
alat-alat musik dan nilai ekonomisnya, (2) kajian teks (lirik) nyanyian, (3)
kategori musik, (4) pemusik itu sendiri, (5) penggunaan dan fungsi
musik, dan (6) musik sebagai aktivitas kreatif dalam masyarakat.
Sementara
itu,
pendidikan
musik
dalam perspektif
etnomusikologi, melihat
bahwa pendidikan adalah bahagian dari
kebudayaan. Pendidikan adalah transmisi pengetahuan dan keterampilan
dari guru kepada muridnya. Pendidikan ada yang diselenggarakan secara
formal dan ada pula yang diselenggarakan secara nonformal. Semestinya
pendidikan ini menjadi bahagian yang integral dari kebudayaan
masyarakatnya.
Daftar Pustaka
Kneller, G.F.,1965. Educational Anthropology. New York: John Wiley & Sons. Inc.
Kneller, G.F. (ed.),1971. Foundations of Education. New York: John & Sons. Inc.
Kroeber, A.L., 1917. “The Super Organic.” American Anthropologist XIX, p. 163-213.
Manan, Imran, 1989. Antropologi Pendidikan: Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Manan, Imran, 1989. Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University
Press.
77
Heristina Dewi, Ruang Lingkup Penyelidikan dan Pendidikan Etnomusikologi
Takari, Muhammad dan Heristina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera
Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Tentang Penulis
Heristina Dewi, dengan gelar akademik Dra. dan M.Pd., adalah
Dosen Fakultas Sastra USU, di Departemen Etnomusikologi lahir pada
tahun 1966 di Medan. Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Medan.
Tahun 1992
menamatkan studi sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara, menulis skripsi dengan tema kuda
kepang di Sumatera Utara. Selanjutnya tahun 2007 menamatkan studi
magister pendidikan pada Jurusan Antropologi dan Sosiologi, Universitas
Negeri Padang (UNP), dengan tema jaran kepang di Sumatera Utara
degan pendekatan antropologis. Aktif sebagai dosen, peneliti, dan
penulis. Kini menjabat sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi,
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kantor: Jalan
Universitas No. 19 Medan, 20155, telefon/fax.: (061)8215956.
78
Etnomusikologi, Nomor 9, Tahun 5, Maret 2009
ISSN: 1412-8585
DESKRIPSI TARI TAMBORIN
DAN MUSIK PENGIRING PADA
IBADAH RAYA GEREJA BETHEL
INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN
Hans Marpaung
Sarjana Seni Alumni Departemen Etnomusikologi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
This paper will be describe of tambourine (Indonesian: tamburin)
dance and musical accompaniment this dance, which use in
Indonesian Bethel Chucrh/Gereja Bethel Indonesia (GBI), in
Tanjungsari Medan City, North Sumara, Indonesia. This dance exist
in GBI integrated with its formal ceremony. This dance always
performing by woman with tambourine frame drums property. The
musical instruments which use in this dance are: one iinstrument and
one player electric guitar, one pianist, one keyboardist, and one drum
set player. The link between dance and musical accompaniment,
expressed in meter four, and the form of melody and harmony.
Latar Belakang
Tari tamborin36 merupakan tarian yang dilaksanakan pada ibadah
37
raya di Gereja Bethel Indonesia (GBI). Selain digunakan dalam ibadah
raya, tarian tamborin biasanya juga ditarikan pada saat ibadah KKR
(Kebaktian Kebangunan Rohani). Tarian tamborin ini masih tetap
36
Tari tamborin adalah suatu tarian yang menggunakan alat musik tamborin sebagai
media untuk menari dimana tarian ini merupakan tarian yang bersifat puji-pujian kepada
Tuhan. (Sabda.org., 2009)
37
Ibadah raya adalah ibadah yang diadakan pada hari minggu dan bersifat umum,
ibadah raya merupakan puncak dari ibadah dari ibadah-ibadah hari sebelumnya,
contohnya ibadah wanita, ibadah pemuda, ibadah tengah minggu, dan lain-lain.
(wawancara dengan Pdt. J. Palempong, S.Th., Agustus 2009)
Hans Marpaung, Tari Tamborin
digunakan dalam setiap ibadah hingga sampai saat ini. Hal ini juga
terlihat di GBI Tanjung Sari sebagai tempat lokasi penelitian.
Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan pertunjukan tari
tamborin dalam konteks ibadah raya GBI (Gereja Bethel Indonesia).
Ibadah raya merupakan ibadah yang diadakan setiap hari minggu.
Ibadah38 ini merupakan sarana atau perkumpulan untuk memuji dan
memuliakan Tuhan. Ibadah raya ini mempunyai pola dan tata aturan
dalam ibadahnya.
Ibadah raya merupakan sesuatu yang yang penting dan wajib
diadakan pada setiap minggunya. Ibadah raya ini dipimpin oleh seorang
MC (Master Ceremonial) yang disebut sebagai worship leader atau
pemimpin pujian dan Pendeta sebagai pengkotbah yang akan
menyampaikan Firman Tuhan. Dalam ibadah raya seorang pemimpin
pujian mempunyai peran penting yaitu untuk memimpin jalannya ibadah
raya dengan memimpin pujian yang dinyanyikan dan diikuti oleh seluruh
jemaat. Dalam ibadah raya ini mengandung unsur–unsur tata ibadah
yang penting yaitu doa-doa, tari tamborin dan nyayian-nyayian rohani.
Unsur-unsur tata ibadah ini merupakan proses jalannya ibadah dari awal
sampai akhir ibadah. Unsur-unsur tata ibadah ini antara lain, bersalamsalaman, panggilan untuk merayakan ibadah, doa, pujian dan
penyembahan (nyayian-nyayian), persembahan syukur, khotbah, doa,
sakramen, doa, nyayian, persembahan syukur, warta jemaat, dan doa
penutup ibadah (Samuel, 2007:109)
Disebut Tari tamborin karena merupakan tari yang menggunakan
alat musik tamborin (tambourine frame drums39) yang termasuk ke dalam
klasifikasi alat musik membranophone sebagai media dalam menari
sekaligus pencipta ritem (iringan internal). Tari ini diawali dengan
38
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari
ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Kamus Umum Bahasa
Indonesia:1985)
39
Tambourine frame drums, frame drums consist of one or two membranes
stretched over simple frame made of thin wood, the frame is usually shallow and adds
little resonance when the skin is beaten, most frames are circular but order shapes are
also found. Drums of this type originated in the middle east and are still common there.
Many frame drums, like the popular tambourine have metal jingle attached to the rim.
(Musical Instruments of The World by The Diagram Group)
80
Hans Marpaung, Tari Tamborin
gerakan menepuk-nepuk kulit tamborin sesuai dengan irama dan tempo
dari musik pengiringnya. Tamborin dipegang pada tangan kanan dan
dimainkan sehingga muncul bunyi gemerincing dan bunyi membran
tamborin akibat pukulan telapak tangan kiri. Kecepatan tarian dan
pukulan pada tamborin disesuaikan dengan irama dan tempo musik
pengiringnya.
Tarian tamborin ini menunjukkan ungkapan ekspresi adanya rasa
sukacita dan kegembiraan juga sekaligus sebagai media penyampaian
rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, dimana selama satu minggu
telah diberi kesehatan dan keselamatan. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan informan Bapak Pdt. E.
Purba, bahwa dalam ibadah raya, penyajian tari tamborin berfungsi
sebagai sarana pujian dan penyembahan kepada Tuhan, dalam hal ini
yaitu Tuhan Yesus Kristus.( 25 Mei 2009)
Dalam pelaksanaannya penari tamborin biasanya atau pada
umumnya adalah wanita dewasa berusia antara 17 sampai 30, dan selalu
perempuan. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk
dibawakan oleh anak-anak. Jumlah penari tidak dibatasi tergantung dari
kebutuhan, dan luas altar atau panggung. Minimal 2 penari, sampai
ratusan penari tamborin tergantung kebutuhan. (Wawancara dengan Rey
Situmeang, Agustus 2009)
Dalam Ibadah Raya di gereja biasanya minimal dua sampai puluhan
orang. Sedangkan dalam KKR dan ibadah Natal Gabungan yang
dilaksanakan di stadion atau lapangan yang luas, biasanya terdiri dari
pulusan bahkan sampai ratusan penari tamborin. Sedangkan dalam
Lokasi penelitian penulis, jumlah penari terdiri dari 4 sampai 5 orang. Hal
ini, sesuai dengan luas altar panggung dan kebutuhan ibadah di GBI
Tanjung Sari.
Dalam menarikan tari tamborin, lebih diutamakan gerakan tangan
dibandingkan dengan gerakan kaki. Gerakan kaki dilakukan dengan cara
melangkah, dimana gerakan kaki ini berupa langkah memutar, langkah
kiri, langkah kekanan, kedepan maupun kebelakang.
Dalam sebuah komposisi kelompok, setiap pola rangkaian gerakan
dapat dilakukan secara serempak, berimbang, berseling–seling, terpecah–
pecah dan berurutan; dengan pola lantai yang dapat dibuat tetap di tempat
81
Hans Marpaung, Tari Tamborin
atau berpindah–pindah tempat (Sal Murgiyanto 1972:39). Dalam hal ini
tari tamborin merupakan tarian yang dilakukan dengan gerakan yang
serempak dengan pola lantai yang tetap.
Tari tamborin ini biasanya dilaksanakan setelah pemimpin pujian
berdoa untuk memulai kebaktian. Tarian tamborin ini dilaksanakan dalam
suasana ibadah yang terdiri dari Pujian dan Penyembahan. Pujian adalah
penyampaian ungkapan syukur melalui nyanyian dengan suasana yang
gembira dan riang dan biasanya lagu yang dinyanyikan bertempo cepat.
Sedangkan penyembahan adalah nyanyian yang bertempo lambat.
Tari tamborin merupakan tari yang berfungsi sebagai sarana
pendukung pelaksaaan tata ibadah pujian dan penyembahan40 kepada
Tuhan. Dalam pelaksanaannya para penari harus benar-benar mengerti
dan bisa menghayati hal–hal yang terkandung pada tarian tersebut agar
tari yang disajikan dapat membuat jemaat ikut merasakan sukacita dalam
tarian tersebut. Dengan demikian tari tamborin merupakan suatu tarian
yang bersifat tari dramatik yang tidak berdialog sehingga diharapkan dari
gerakan tari itu saja sudah cukup untuk mewakili isi dan tema dari tarian
tersebut41.
Proses penyajian tari tamborin tidak berdiri sendiri, karena selalu
mengikuti nyanyian yang dilantunkan oleh jemaat dan dipimpin oleh
seorang Pemimpin Pujian (Worship Leader). Disamping itu harus diiringi
musik, alat musik pengiringnya yaitu terdiri dari drum set, gitar elektrik,
bass elektrik, keyboard dan piano elektrik (pengiring eksternal).
Dalam penyajian tari tamborin, musik pengiring berperan penting
karena menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian
penulis melihat ada hubungan antara tari tamborin dan musik penggiring.
Perpaduan tari tamborin dan musik pengiring merupakan sesuatu
hal yang sama sama saling mempengaruhi. Biasanya gerakan tari
tamborin sejalan dengan tempo musik, jika musik yang dimainkan
40
Menurut fungsinya, tari-tarian Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu kelompok tari upacara, kelompok tari bergembira atau tari pergaulan yang sering
disebut tari sosial, dan kelompok tari teatrikal atau tari tontonan (Soedarsono, 1972:96)
41
Bahwa jenis-jenis tari ada didasarkan pada pola gerak, fungsi, kareografi dan tema.
Sedang jenis tari menurut tema terdiri dari tari dramatik dan non dramatik. Tari dramatik
terbagi dua yang berdialog dan non dialog atau lebig dikenal dengan Sendratari (Suparta,
1982:38)
82
Hans Marpaung, Tari Tamborin
bertempo cepat, gerakan tari juga seirama dengan musik. Demikian juga
sebaliknya, ketika musik yang dimainkan bertempo lambat, maka
gerakan tari juga mengikuti tempo musik tersebut.
Peranan musik iringan dalam tari tamborin merupakan hal yang
penting dimana musik menjadi pembentuk suasana dan juga memperjelas
tekanan-tekanan gerak. Ketika lagu tersebut dimainkan, terjadi perubahan
pola gerak tari tamborin untuk setiap bagian lagu yang sedang dimainkan.
Contohnya, dalam sebuah lagu yang dimainkan dalam ibadah, biasanya
terdiri atas beberapa bagian yaitu intro, bait, reff , interlude dan ending.
Gerakan tari tamborin disesuaikan dengan pola tersebut. Dengan
demikian, gerakan tari tamborin sejalan dengan musik yang dimainkan.
Karena adanya penyajian tari tamborin di GBI khususnya GBI
Tanjung Sari, membuat penulis tertarik mengangkatnya dalam suatu
bentuk skripsi. Hal-hal di atas menarik perhatian penulis untuk meneliti
dan melihat penyajian tari tamborin ini dalam suatu ibadah raya GBI.
Dimana semua komponen termasuk tari, musik, perlengkapan serta
persiapan yang dilakukan serta hal–hal yang mendukung pertunjukan
menjadi bahan penelitian yang menarik untuk dibahas. Untuk itu penulis
akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan
judul :
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis perlu menentukan
hal-hal yang menjadi pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana penyajian tari tamborin pada pada ibadah raya GBI
Tanjung Sari Medan
2. Perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam mendukung
pertunjukan tari tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari
Medan
3. Bagaimana fungsi tari tamborin dalam ibadah raya GBI Tanjung
Sari Medan dan deskripsi musik pengiring.
Teori
Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab
masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini. Dengan pengetahuan
yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita
sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh suatu
83
Hans Marpaung, Tari Tamborin
teori-teori yang bersangkutan (Koentjara-ningrat 1983 : 30).
Koentjaraningrat (1985:243) juga mengatakan bahwa komponen
upacara ada empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan
alat upacara, serta orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Melihat teori di atas bahwa tari tamborin merupakan tarian yang terdapat
dalam ibadah raya. Tarian ini mempunyai waktu dan tempat yang
disediakan dalam ibadah, beberapa orang penari dan pemusik yang
mengiringi tarian, dan jemaat dalam ibadah. Pada ibadah raya ini ibadah
dipimpin oleh seorang pemimpin pujian atau disebut worship leader.
Seorang pemimpin pujian akan mengorganisir jalannya ibadah.
Pembahasan fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi tari tamborin
pada ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI), penulis juga mengutip teori
Soedarsono yang mengatakan bahwa secara garis besar fungsi seni
pertunjukan dalam kehidupan manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu,
(1) seni sebagai sarana ritual, penikmatnya adalah kekuatan-kekuatan
yang tidak kasat mata, (2) seni sebagai sarana hiburan pribadi,
penikmatnya adalah pribadi-pribadi yang melibatkan diri dalam
pertunjukan, dan (3) seni sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya
harus dipersentasikan atau disajikan kepada penonton (Soedarsono,
1999:170). Penggunaan teori yang disampaikan oleh R.M Soedarsono,
penulis terapkan hanya pada pendapat pertama. Pendapat pertama yaitu
tari tamborin sebagai sarana ritual.
Bila ditinjau pendapat dari Soedarsono maka dapat kita lihat bahwa tarian
ini merupakan bagian dari kegiatan ritual keagamaan, dimana dalam hal
ini tari tamborin merupakan salah satu bagian dari ibadah. Jemaat
menyakini adanya kehadiran Tuhan dalam ibadah ini untuk bersekutu.
Sehingga jemaat memuji dan menyembah Tuhan dengan nyayiannyayian, doa-doa dan tarian, dengan harapan adanya berkat dari Tuhan.
Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat
sekurang-kurangnya sepuluh fungsi musik, yaitu : (1) fungsi
pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3)fungsi
hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi
reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara
keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9)
fungsi kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian
84
Hans Marpaung, Tari Tamborin
masyarakat (Merriam, 1964:219-226). Dengan melihat kesepuluh fungsi
musik di atas, maka musik pengiring tari tamborin digolongkan ke dalam
fungsi pengungkapan emosional, fungsi pengesahan lembaga sosial dan
upacara keagamaan, fungsi pengintegrasian masyarakat, fungsi
komunikasi dan fungsi reaksi jasmani.
Untuk menggambarkan makna yang terkandung pada pertunjukan
tari tamborin, penulis menggunakan pendekatan yang dikatakan
Soedarsono (1972:81-98) yang mengatakan bahwa tari adalah seni yang
memiliki substansi dasar yaitu gerak yang telah diberi bentuk ekspresif
dimana gerakan ini memiliki hal-hal yang indah dan menggetarkan
perasaan manusia, yang di dalamnya mengandung maksud tertentu dan
juga mengandung maksud simbolis yang sukar untuk dimengerti.
Dalam meneliti gerak tari tamborin tersebut terdapat teori Notasi
Laban (Edi Sedyawati, 2006:298) yang membahas secara detail bentuk
dan polanya, mengingat penulis tidak sanggup secara detail untuk
menotasikan gerak tari pada teori Notasi Laban, maka dalam tulisan ini
penulis akan menggunakan lambang–lambang umum dan sederhana yang
dapat mewakilkan pola gerak tari tamborin dengan teori kineosiologi.
Teori kenesiologi adalah ilmu yang mempelajari gerak. Fokus dari teori
kinesiologi ini adalah membahas fungsi dan gerak tubuh.
Hubungan musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi
dapat juga digabungkan dengan aspek yang mendukung. Musik
merupakan rangkaian ritme dan nada sedangkan tarian adalah rangkaian
gerak, ritme dan ruang, dimana fenomena keduanya merupakan suatu
yang berlawanan, yang mana musik merupakan fenomena yang terdengar
tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang terlihat tapi tidak
terdengar (Wimbrayardi 1999:9-10)
Untuk melakukan analisis musikal terhadap tari penulis
menggunakan teori yang diungkapkan Nettl (1964:145) dalam
menganalisis bunyi musikal hal-hal yang terpenting dilakukan adalah
melihat aspek ritem, melodi dan musik. Kemudian Malm (1977:15),
menyebutkan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan
dalam menganalisis melodi adalah: (1) scale (tangga nada); (2) pitcher
center (nada pusat); (3) range tone (wilayah nada); (4) jumlah nada; (5)
penggunaan interval; (6) pola cadensa; (7) formula melodi; (8) kantur.
85
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Gereja Bethel Indonesia, disingkat GBI, adalah salah satu sinode
gereja besar di Indonesia yang bernaung di bawah PGI (Persekutuan
Gereja Indonesia). Selain itu GBI juga merupakan anggota dari Dewan
Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injil Indonesia (PII).
Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal
Temple Inc., Seattle,Washington Amerika Serikat, mengutus dua orang
misionarisnya ke Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek. Ke
dua missionaris ini adalah orang Amerika keturunan Belanda.
Sesudah tiba di Indonesia, tujuan awal kedatangan mereka untuk
memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa
Tengah. Di kota ini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang
Kristen Injil yang bekerja pada perusahaan minyak Belanda Bataafsche
Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya
telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije
Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. C.H.Hoekendijk (ayah dari
Karel Hoekendjik).
Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian
bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah
ke Lawang, Jawa Timur. Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai
wanita yang pertama di Indonesia yang menerima Baptisan Roh Kudus
dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan setelahnya.
Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek
mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung
dalam rangka pelayanan baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini.
Pada hari itu, lima belas jiwa baru dibaptiskan.
Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi
jemaat yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit
mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus
dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu. Inilah permulaan
dari gerakan Pentakosta di Indonesia.
Keempat orang ini yaitu Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel, dan
Pdt. J. Thiessen merupakan pionir dari "Gerakan Pentakosta" di
Indonesia. Sesudah itu, tak lama kemudian Groesbeek pindah ke
86
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Surabaya, sedangkan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang
meneruskan memimpin Jemaat Cepu. April 1926, Groesbeek dan Van
Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel
meletakkan jabatannya sebagai pegawai tinggi di BPM dan pindah ke
Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.
Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang
pesat dengan membuka cabang-cabang dimana-mana, sehingga mendapat
pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in
Indonesia” (sekarang GPdI). Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini
membangun gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja
yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).
Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang
disebutnya “Studi Tabernakel”. Melihat pesatnya perkembangan gereja
yang telah dirintis oleh Van Gessel, Gereja Bethel Pentecostal Temple
Seattle, kemudian mengutus beberapa misionaris lagi. Satu diantaranya
yaitu, W.W. Patterson yang membuka Sekolah Akitab di Surabaya (NIBI:
Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para
misionaris itu melanjutkan pelayanan kembali dengan membuka Sekolah
Alkitab di berbagai tempat.
Sesudah selesai perang melawan agresi militer Belanda di Indonesia,
maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. Pada
saat itulah H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua GPdI menggantikan Van
Gessel.
Alasan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tampuk
pimpinan di sebabkan pada saat itu, jemaat gereja yang seharusnya
menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak dalam
nasionalisme yang tengah berkobar-kobar dalam menghadapi penjajahan
Belanda. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam
gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi
bertindak sebagai pemimpin. Dan menyerahkan tampuk pimpinan kepada
H.N. Rungkat.
Kondisi rohani Gereja Pentakosta disaat itu yang sedang tidak
kondusif menyebabkan ketidakpuasan disebagian kalangan pendetapendeta GPdI. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan
otoriter dari Pengurus Pusat Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang
87
Hans Marpaung, Tari Tamborin
terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta,
diantaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.
Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, mereka kemudian
membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel
Injil Sepenuh (GBIS). Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani”
dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan
Penghubung). H.L. Senduk berperan sebagai Pendeta dari jemaat yang
ada di Jakarta, sedangkan Van Gessel pimpinan seluruh jemaat yang ada
di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan
Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan
Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C.
Totays.
Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu
organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Gereja
Bethel Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun
1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh
Pdt. C. Totays.
Pada tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada
Pemerintah Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus
kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup,
tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah
pimpinan pendeta-pendeta Indonesia. Roda sejarah berputar terus, dan
GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat.
Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi
organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak
kepentingan yang harus diakomodasi.
Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh
pihak-pihak lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. H.L.
Senduk dan pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS.
Pada tanggal 6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya
membentuk sebuah organisasi Gereja baru bernama Gereja Bethel
Indonesia (GBI) dan diakui sebagai suatu agama yang berhak hidup dan
berkembang di bumi Indonesia. Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara
resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.
88
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Pada tahun 1972, Pdt H.L.Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt
S.J. Mesach dan Pdt Olly Mesach untuk membantu pelayanan di GBI
Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J. Mesach telah menjadi Gembala
Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah dilayaninya sejak tahun 1963.
Pada awalnya GBI memiliki jemaat dengan jumlah 20 orang
jemaat ,yang kemudian berkembang hingga saat ini jumlah jemaat GBI
mencapai sekitar ratusan ribu jemaat yang tersebar di seluruh pelosok
Tanah Air dan Luar Negeri.
Pada saat ini, Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan
dibantu oleh istrinya Pdt Helen Theska Senduk, dan Pdt Thio Tjong Koan
serta Pdt Harun Sutanto. (sumber www.wikipedia.org)
Sejarah GBI Tanjung Sari Medan
GBI Tanjung Sari Medan adalah sebuah gereja yang berada dalam
Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI), yang merupakan anggota dari
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dewan Pentakosta
Indonesia (DPI), dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).
Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari merupakan salah satu
organisasi gereja yang ada di kota Medan. Gereja Bethel Indonesia
terletak di Jl. Setia Budi Medan. Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari
didirikan dan diprakarsai oleh Bpk. Pdt. E. Purba. Bpk. Pdt. E. Purba
adalah sebagai pimpinan dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari.
Gereja ini berdiri semenjak tahun 2001 sampai dengan sekarang.
Gereja ini diakui keberadaannya oleh Departemen Agama Indonesia.
Ibadah raya di gereja ini dilaksanakan dengan dua sesi, sesi pertama
pukul 08.00 wib dan ibadah kedua pada pukul 10.00 wib. Selain ibadah
raya terdapat ibadah lainnya, yaitu ibadah tengah minggu yang diadakan
pada hari rabu pukul 20.00 wib, ibadah pemuda yang diadakan pada hari
sabtu pukul 19.00 wib.
Sistem Tata Ibadah
Sistem tata ibadah merupakan sistematika jalannya acara pada
ibadah raya. Adapun sistem tata ibadah dalam Gereja Bethel Indonesia
(GBI) adalah sebagai berikut:
(a) Pra Ibadah terdiri dari:
89
Hans Marpaung, Tari Tamborin
1. Panggilan untuk merayakan ibadah/Ucapan selamat datang
Sesudah masuk gereja dan waktu ibadah akan segera dimulai, maka
pemimpin pujian naik ke altar. Panggilan merayakan ibadah dilakukan.
Pemimpin pujian menyambut panggilan merayakan ibadah dengan
mengucapkan selamat datang kepada semua jemaat yang telah hadir.
2. Bersalam-salaman/Fellowship Hal yang pertama sekali dilakukan
adalah mengajak semua jemaat bersalaman dengan sesama anggota yang
hadir. Pemimpin pujian atau worship leader mengajak jemaat untuk
bersalaman dengan jemaat yang ada di dekatnya. Hal ini dilakukan adalah
untuk mengakrapkan jemaat yang satu dengan jemaat yang lainnya.
(b) Ibadah, yang terdiri dari: (1) Doa Pembuka Sesudah panggilan
merayakan ibadah dilakukan, maka seorang pemimpin pujian memulai
ibadah dengan doa pembuka. (2) Penyembahan (Worship). Seluruh
Jemaat dipimpin oleh pemimpin pujian menaikkan ucapan syukur dengan
membawakan lagu penyembahan. Pada saat inilah para penari tamborin
tampil ke atas altar. Mereka menari mengikuti nyanyian yang dibawakan.
Penyembahan42 lebih bersifat batiniah dibandingkan dengan pujian.
Penyembahan berarti memasuki suatu kemesraan dengan Tuhan.
Meskipun pujian maupun penyembahan memiliki sifat pewartaan,
penyembahan lebih bersifat hubungan vertikal, relasi antara manusia dan
Tuhan. Penyembahan melibatkan pula emosi dan perasaan yang terdalam.
Bernyanyi penuh perasaan bukan berarti bernyanyi tanpa menahan diri.
Teknik bernyanyi tetap perlu sebab hanya dengan bernyanyi dengan
penuh perasaan dan dengan teknik bernyanyi yang baik akan dihasilkan
nyanyian yang indah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pelayanan musik
atau nyanyian penyembahan yang baik, yang indah, sangat penting
dewasa ini:
1. Penyembahan yang indah menciptakan suasana doa. Bene cantat
bis orat: bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali.
2. Nyanyian yang indah membantu kita untuk mengarahkan hati
kepada Tuhan.
42
Penyembahan (Worship) berasal dari bahasa Ibrani Shachah (dalam Perjanjian
lama) yang berarti sujud merendahkan diri. Kata lainnya ialah Chaghadh yang artinya
terjatuh ke dasar
90
Hans Marpaung, Tari Tamborin
3. Musik dan nyanyian yang indah meningkatkan kepekaan kita.
4. Nyanyian penyembahan yang indah menyegarkan jiwa dan bisa
membawa orang kepada pertobatan.
5. Sebaliknya, nyanyian yang sumbang dan tidak diatur hanya akan
mengganggu orang lain.
Contoh lagu:
Bapa Engkau sungguh baik, kasihMu melimpah dihidupku
Bapa kubertrimakasih berkatMu hari ini yang Kau sediakan bagiku
Reff :
Kunaikkan syukurku buat hari yang Kau bri
Tak habis-habisnya kasih dan rahmatMu
Slalu baru dan tak pernah terlambat pertolonganMu
Besar setiaMu dispanjang hidupku
(c) Doa. Setelah selesai penyembahan, jemaat dipimpin oleh seorang
pendoa yang telah ditunjuk untuk menaikkan doa kepada Tuhan. Dalam
doa ini meminta agar jalannya kebaktian ibadah raya berjalan dengan
lancar.
(d) Puji-pujian (Praise). Puji-pujian adalah salah satu unsur yang
kuat dalam ibadah raya. Dalam ibadah ini jemaat yang dipimpin
pemimpin pujian menyayikan lagu-lagu yang diiringi oleh musik
pengiring. Nyanyian yang dipanjatkan bersifat gembira, dimana tujuan
dari puji-pujian adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih
kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah meberikan keselamatan selama
satu minggu penuh.
Dalam Ibadah pujian ini biasanya pemimpin pujian dan team musik
mengajak semua jemaat untuk bernyanyi dengan gerakan tubuh yang
ekspresif seperti bertepuk tangan, menari, mengangkat tangan dan lain
sebagainya. Pada saat inilah tarian tamborin dipertunjukkan.
Pujian biasanya bersifat gembira dan dalam pujian seluruh jemaat
bersorak-sorai serta bersukacita memuliakan, memuji kebaikan serta
bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus. Didalam pujian terkandung suatu
unsur pewartaan atau pemberitaan kebaikan yang telah dilakukan Tuhan
Yesus Kristus kepada umat manusia
91
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Dalam pujian yang benar harus memiliki unsur-unsur berikut:
sukacita (senyum), semangat, dan antusiasme43 (enthusiasm). Pujian yang
keluar dari lubuk hati yang terdalam mengandung antusiasme dan
semangat untuk mencintai Tuhan yang tidak mungkin dapat ditutuptutupi. Antusiasme disini tidak berarti bersikap sembrono dan liar. Dalam
memuji Tuhan suasana dan sikap jemaat tidak seperti menghadiri suatu
konser musik rock. Ada kaidah dan aturan yang berlaku sehingga tidak
menimbulkan suasana yang mendatangkan kekacauan. Contoh lagu yang
dibawakan dalam puji-pujian dapat dilihat sebagai berikut.
Sgala Puji Syukur hanya bagiMu Tuhan
Sebab Engkau layak di puji
Kami mau bersorak tinggikan namaMu Tuhan
Haleluya ,,,
Reff: Soraklah Haleluya, soraklah Haleluya, Haleluya
Soraklah Haleluya, soraklah Haleluya, Haleluya
(e) Persembahan syukur/Mengumpulkan Persembahan. Persembahan
adalah merupakan salah satu bentuk ibadah. Dalam pengumpulan
persembahan disertai dengan nyayian dan jemaat mengikuti secara
bersama-sama. Sesudah selesai mengumpulkan persembahan, maka
dinaikkan doa persembahan oleh pemimpin pujian sekaligus doa untuk
menyambut penyampaian Firman Tuhan
(f) Pembacaan dan penyampaian Firman/Khotbah. Pada sesi ibadah
ini seorang pendeta akan berdoa dan berkhotbah untuk semua jemaat
yang ada. Dimana khotbah yang disampaikan oleh pendeta sifatnya
membangun dan menghibur juga menguatkan seluruh jemaat. Sehingga
jemaat merasa mendapat kekuatan dan pencerahan sehingga dapat lebih
siap untuk menjalani kegiatan untuk hari-hari selanjutnya. Biasanya
durasi waktu untuk mendengarkan kotbah adalah antara 30 sampai 45
menit. Pada saat sesi khotbah seluruh petugas ibadah seperti pemimpin
pujian,penyanyi latar, pemain tamborin dan pemain musik beristirahat.
43
antusiasme dalam bahasa inggris enthusiasm yang berarti semangat yang besar,
kegairahan, kegembiraan yang besar.
92
Hans Marpaung, Tari Tamborin
(g) Persembahan Ayukur dan Warta Jemaat. Sudah pendeta selesai
berkotbah, dilaksanakan persembahan syukur. Biasanya persembahan
syukur berbentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong
persembahan. oleh petugas. Persembahan syukur merupakan
pengumpulan kantong persembahan dari para jemaat yang ada untuk
keperluan pelayanan seperti penginjilan dan sosial serta keperluan
administrasi gereja. Setelah itu maka seorang petugas yang telah ditunjuk
sebelumnya, tampil ke depan dan membacakan warta jemaat atau
pengumuman tentang aktifitas gereja yang yang sudah selesai dilakukan
serta mengumumkan apa-apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam satu minggu ke depan. Dengan mendengar pengumuman ini,
semua jemaat akan tau apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
gereja tersebut.
(h) Sakramen, doa umum/doa syafaat dan doa khusus untuk individuindividu Pada akhir ibadah pendeta akan berdoa bagi jemaat. dimana
pendeta, mendoakan agar semua jemaat diberkati dan dilindungi agar
dapat berkumpul kembali untuk beribadah. Pendeta juga mendoakan
bangsa dan negara agar pemerintahan Indonesia berjalan dengan baik.
Akhirnya pendeta menutup ibadah dengan doa berkat semoga seluruh
jemaat pulang dengan membawa damai sejahtera. Setelah doa selesai,
seluruh jemaat bersalam-salaman satu dengan yang lain menandakan
ibadah telah usai serta jemaat sudah dapat meninggalkan tempat ibadah.
Biasanya acara salam-salaman ini juga diiringi dengan nyanyian pujian.
(Samuel, Wlfred J, 2007:109) (Wawancara dengan Bpk. Pdt. E. Purba
November 2009)
Sistem Agama dan Kepercayaan
Gereja Bethel Indonesia (GBI) merupakan penganut agama
kristen. Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada
ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa
Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias,
juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari
dosa. Yang beribadah di gereja dan menggunakan Kitab Suci Alkitab.
Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang
berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan
93
Hans Marpaung, Tari Tamborin
kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam
Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang
dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi).
Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara
teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal.
Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325)
yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa
Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang
disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus
adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi.
Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua
kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama
Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh
Perintah Tuhan.
Gereja Bethel Indonesia (GBI) menganut aliran kharismatik44. Aliran
kharismatik dikenal juga dengan nama “Gerakan Pentakostal Baru”.
Dengan demikian jelaslah bahwa gerakan kharismatik berpangkal pada
gerakan Pentakostal. Ciri utama yang menunjukkan bahwa gerakan
kharismatik berpangkal dan mirip dengan gerakan Pentakostal ialah,
keduanya memberi tekanan pada “Baptisan Roh” dan “Penyembuhan
Ilahi”.
Cikal bakal Gerakan kharismatik ini adalah sebuah organisasi para
pengusaha Kristen yang bernama The Full Gospel Business Men’s
Fellowship (FGBMF), yang dibentuk oleh Demos Shakarian, seorang
milyuner di kota California, Amerika Serikat. Sejak semula kalangan
FGBMF sudah menggunakan nama “Persekutuan Kharismatik” untuk
pertemuan-pertemuan mereka.
44
“Kharismatik”, istilah-istilah ini menjelaskan suatu suatu pribadi, teologi, atau
kelompok yang menyukai pengadopsian dan pelaksanaan praktek-praktek, idiologi, dan
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan Gerakan Roh. Secara etimologis (asal kata), istilah
“kharismatik” merupakan suatu perkembangan dari istilah alkitabiah Yunani
“kharismata”, yang dipakai untuk karunia-karunia rohani (Rm. 1:11, 12:6, 1 Kor.12:4, 9,
28, 30, dan ! Ptr. 4:10). (Wilfred J. Samuel, 1997:3)
94
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Suatu peristiwa yang sering diacu sebagai awal kemunculan gerakan
Kharismatik ini ialah peristiwa yang terjadi di lingkungan Gereja
Episkopal di sekitar kota Los Angeles-California, pada tahun 1959.
Dalam peristiwa tersebut sepasang suami-istri yang masih muda, John
dan Joan Baker, menerima Baptisan Roh disertai tanda berbahasa lidah,
setelah bersentuhan dengan kalangan Pentakostal. Segera menyusul 10
orang lagi, lalu mereka berhimpun mengadakan kebaktian sendiri.
Peristiwa ini (Baptisan Roh) kemudian dialami pula oleh jemaat-jemaat
Episkopal di sekitarnya, dan mengakibatkan api kharismatik menyulut
kobaran dimana-mana. (sumber www.wikipedia.org)
Sejarah Singkat Perkembangan Kristen di Dunia
Gereja Katolik dipimpin oleh satu tampuk pimpinan yang disebut
Paus, sementara Gereja Ortodoks menyerahkan kepemimpinan di
tangan para bishop atau patriark; pandangan tentang Roh Kudus juga
berbeda Gereja Katolik tetap berperan penting hingga abad
pertengahan. Berpusat di Roma, Paus memegang kekuasaan tertinggi,
yang melampaui kekuasaan raja dan ratu. Namun sejak akhir abad
keempat belas mulailah timbul tantangan terhadap kekuasaan Paus yang
begitu besar. Timbullah gerakan reformasi yang dimulai Lollards dan
Hussites; gerakan ini berubah menjadi ancaman serius terhadap
supremasi Gereja
Katolik ketika tahun 1617, seorang imam bernama Martin Luther
menentang keras penjualan surat aflat oleh gereja. Dia
lalu
menolak supremasi
Paus,
menyangkal transubstanti-ation, serta
mendorong para bangsawan Jerman untuk membe-rontak dan
memisahkan kekuasaan mereka. Para bangsawan, yang sebelumnya
terdisilusi dengan kontrol oleh Gereja dan Paus, membutuhkan sedikit
dorongan dan banyak di antara mereka segera bergabung dengan Martin
Luther.
Tindakan Luther merupakan awal tumbuhnya berbagai sekte yang
didasari kepada doktrin pokok Luther namun berkembang sesuai dengan
jalan yang ditempuh masing-masing sekte. Pandangan Luther
mendapat formalisasi dalam Gereja Lutheran yang tumbuh subur di
Jerman, Skandinavia dan Amerika. Namun Luther pun bertentangan
95
Hans Marpaung, Tari Tamborin
dengan
bekas sekutunya menentang Paus. Salah satu bekas
pendukungnya, Zwingli, mengembangkan pandangan Eukaristi yang
menyebabkan Luther dan Zwingli berpisah.
Pengaruh Reformasi menyebar ke seluruh Eropa. Pembaharu yang
lain, John Calvin, memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma tahun
1533. Pandangannya hampir sama dengan Luther, namun dia yakin
akan adanya karunia tertentu untuk kelompok tertentu. Pengikut
Calvin menyebar di Jerman, Negeri Belanda, Skotlandia, Swiss,
Amerika Utara dan cukup berpengaruh di Inggris.
Inggris juga mengikuti anjuran para pembaharu namun dengan
motif yang agak berbeda. Tahun 1521 Raja Henry VIII telah
mengeluarkan suatu traktat yang menyerang Luther
yang
menyebabkan dia mendapat titel 'Pembela Iman" dari Paus. Akan tetapi
Raja Henry VIII sangat ingin menikahi putri Anne Boleyn
namun
sebelum bisa menikahi Anne, dia harus menceraikan Catherine of
Aragon. Sayangnya Paus tidak merestui perce-raian itu (Roma
dipengaruhi
oleh saudara-saudara Catherine yang ada di Spanyol,
negeri asal Catherine) dan Henry terpaksa mengabaikan kekuasaan
Paus pada tahun 1534. Lalu dia menyatakan dirinya sebagai kepala
Gereja Inggris, dan dapat membatalkan perkawinannya dengan
Catherine. Ajaran "Tiga puluh sembilan pasal," yang menyangkut
hal-hal
yang
kontro-versial serta mengungkapkan bagaimana
kedudukan Gereja Inggris mengenai masalah perceraian tersebut,
dikeluarkan tahun 1571 selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, anak
perem-puan Henry. Gereja Inggris mengakui kerajaan sebagai kepala
gereja, bukan Paus, juga menolak transubstantiation, meniadakan biara
serta menggantikan bahasa Latin dengan bahasa Inggris untuk
dipakai di Gereja.
Namun reaksi terhadap Roma masih belum mencapai bentuknya
yang paling ekstrim. Dalam abad ketujuh belas, George Fox, dari
Leicestershire (Inggris), mulai menyebarkan ajaran bahwa manusia
dapat berhubungan dengan Tuhan tanpa melakukan suatu 'hiasan'
(upacara) ritualis yang ditetapkan oleh gereja-gereja Katolik, dan
bahwa gereja-gereja yang telah diperbaharui belum cukup jauh
melangkah dalam penolakan mereka terhadap upacara dan hierarki
96
Hans Marpaung, Tari Tamborin
gerejawi. Seorang kristen, menurut George Fox tidak membutuhkan
imam atau pendeta/pastor, dan juga tidak membutuhkan bait suci. Tidak
ada gunanya ketujuh sakramen Gereja Katolik; tidak dibutuhkan
suatu sakramen apa pun. Fox lalu mulai menyebarkan ajarannya dan
melakukan berbagai perjalanan ke daerah-daerah pedalaman. Pada
umumnya, saat berdirinya gerakan Fox ini dianggap terjadi pada tahun
1652, yakni saat terjadinya kebaktiannya yang sangat berhasil untuk
pertama kalinya. Pengikutnya disebut "Quakers," atau "Perkumpulan
Sahabat-sahabat." Sampai sekarang juga mereka tidak mempunyai
bait suci kecuali rumah-rumah kebaktian, dan dalam kebaktian mereka
tidak ada liturgy, tetapi sebaliknya, setiap orang dapat berbicara bila
mereka merasa bahwa mereka mempunyai sesuatu yang bermanfaat
untuk diutarakan, tanpa memperhatikan atau mempedulikan berapa
usia
yang
mau berbicara tersebut dan apa kedudukannya dalam
masyarakat.
Berbagai perkembangan baru telah terjadi di Inggris pada periode
setelah Perang Saudara. Banyak orang merasa tidak senang dengan
penyatuan gereja dan negara yang dilakukan oleh Henry VIII, tetapi
selama periode persemakmuran (Commonwealth period) di Inggris,
mereka menjadi lega melihat bahwa kedua hal tersebut (gereja dan
negara) telah dipisahkan kembali. Akan tetapi, dengan naiknya Charles
II menjadi pangeran, Undang-undang Uniformitas dikeluarkan pada
tahun
1662
yang
memulihkan status quo tersebut dan
memerintahkan semua pastor untuk
menerima
"Buku
Doa
Bersama." Imam-imam yang menolak untuk menerima (oleh karena itu
disebut Non-Conformis) ketentuan-ketentuan Undang-undang ini akan
dikeluarkan dari Jemaah mereka dan dianiaya. Hal ini berlangsung
sampai dengan keluarnya Undang-undang Toleransi pada tahun
1689 yang memberikan mereka beberapa hak hukum (legal).
Akibatnya, perkembangan Gereja Baptis dan Gereja
Reformasi
bersatu mengalami perkembangan cepat. Gereja Baptis, yang didirikan
oleh John Smith, menganggap bahwa pembaptisan bayi adalah
melawan perintah Alkitab. Hanya orang dewasa yang telah mengerti
makna sumpah yang diucapkannyalah yang dapat dibaptis. Mereka
juga mencoba untuk meyakinkan bahwa jemaat ikut aktif dalam
97
Hans Marpaung, Tari Tamborin
perjalanan Gereja,
dan
mencontoh
Kisah rasul-rasul dengan
mengangkat deakonis dari antara jemaatnya (lihat Kisah Rasul-Rasul 6:
1-6) untuk membantu mengarahkan dan menuntun gereja tersebut.
Gereja Reformasi Bersama adalah suatu koalisi dari GereJa Presbiterian
Inggris (yang dikembangkan dari ajaran Calvin) dan gereja-gereja
Jemaat Inggris dan Wales yang didasarkan pada ajaran-ajaran dari
tokoh pembaharu lainnya yang telah menyebarkan ajarannya pada zaman
Calvin, yakni Robert Browne (1550-1633). Terlepas dari pandanganpandangan mereka yang sangat sama, tetapi usaha-usaha untuk
menyatukan kelompok-kelompok ini barulah berhasil pada tahun
1972 dengan pembentukan Gereja Reformasi Bersatu.
Gereja Metodis pada mulanya adalah merupakan suatu gerakan
dalam Gereja Inggris. Pendirinya, John Wesley (1703-1791), tetap
menolak untuk berpisah dari gereja induknya. Akan tetapi, setelah
kematiannya, disadari bahwa Gereja Metodis tidak dapat lagi dimasukkan
dalam Gereja Inggris, dan lalu memisahkan diri pada tahun 1795. John
Wesley dan saudaranya Charles, melalui studi mereka yang ketat dan
metodis terhadap InJil (sehingga mereka disebut dengan nama
Metodis), merasa bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih dan
karunia Tuhan, bukan karena suatu perbuatan atau kebaikan manusia.
Menjelang akhir abad kesembilan belas, ada gelombang atau
kegairahan lain mengenai perhatian keagamaan. Hal ini sebagian
disebabkan penemuan-penemuan ilmiah dalam abad tersebut yang
mengancam berbagai keyakinan yang hingga waktu itu telah diterima
sebagai kebenaran religius yang tidak dapat dibantah (misalnya,
mengenai taman firdaus dan masalah penciptaan). Dalam hal ini,
reaksi dari Pencerahan (Enlightement) dalam tahun-tahun sebelumnya
turut berperan. Akibatnya adalah bermunculannya banyak sekte yang
memisahkan diri dari gereja induk mereka, sebagaimana yang terjadi
dalam Reformasi
yang
memunculkan
gereja-gereja
yang
diperbaharui yang memisahkan diri dari iman Katolik.
Di Inggris, Bala Keselamatan berkembang sebagai suatu kekuatan
besar, bukan saja karena ketaatan beragamanya, tetapi juga karena
reformasi dan bantuan sosialnya. Di bawah kepemimpinan
William Booth (1829-1912), Bala Keselamatan tersebut memisahkan
98
Hans Marpaung, Tari Tamborin
diri dari gereja Metodis dalam tahun 1865 dan membentuk sendiri
suatu organisasi yang bergaya militer karena kelompok tersebut
menganggap dirinya sebagai laskar perang Tuhan dan memerangi
ketidakadilan sosial. Dibandingkan dengan kebanyakan sekte Gereja,
mereka sangat sedikit memperhatikan sakramen, walaupun mereka
menerima bahwa beberapa orang Kristen mungkin melihat sakramen itu
merupakan pertolongan dan bantuan.
Di
Amerika juga terjadi suatu gejolak keagamaan yang
demikian. Pada tahun 1830, Mormon, atau Gereja Yesus Kristus dari
Orang-orang Suci Hari Terakhir, dibentuk oleh Joseph Smith (18051844) yang mengklaim telah mengalami suatu wahyu Tuhan, menemukan
tablet-tablet emas yang tertulis dalam Buku Mormon, yakni yang
merupakan kitab suci penganut Mormon. Pada
mulanya ajaran
Mormon ini terlarang karena pandangan-pandangan mereka yang
menyimpang dari ajaran Kristen dan praktek poligami mereka, tetapi
Mormon ini merayap ke seluruh Amerika dan akhirnya menetap di Salt
Lake City, tempat markas mereka terletak hingga kini.
Aliran spiritual mulai ada tahun 1848 ketika dua orang
perempuan, yakni saudara perempuan Fox yang berumur dua belas
dan lima belas tahun, menyebabkan suatu kegemparan di antara,
penduduk kota mereka, Arcadia, New York State, dengan mengklaim
bahwa mereka telah dapat berkomunikasi dengan roh-roh. Walaupun
ada yang menyatakan bahwa suara-suara gaduh tersebut adalah suara
gabungan dari suara kedua anak perempuan tersebut, tetapi mereka
(penduduk kota tersebut) berkumpul sedemikian banyak mendukung
supaya Gereja Spiritual didirikan. Penganut aliran Spiritual yakin, selain
pada pandangan-pandangan Kristen biasa, bahwa, melalui mereka,
nasihat dan tuntunan dapat diperoleh.
Advent Hari Ketujuh juga mulai ada di Amerika, yang
membangun reputasinya dalam tahun 1860, dan setelah itu sekte ini
cepat menyebar ke seluruh dunia. Berbeda dengan sekte-sekte Kristen
lainnya, mereka membuat hari ketujuh sebagai Sabat (yaitu, mereka
menjalankannya seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi, dimulai
dari saat matahari terbenam pada hari Jumat sampai matahari
terbenam hari Sabtu). Sama seperti Gereja Baptis, mereka hanya
99
Hans Marpaung, Tari Tamborin
membaptis orang-orang dewasa, dan juga membuat pembatasanpembatasan mengenai apa yang dapat dimakan dan diminum oleh
jemaatnya. Misalnya, mereka tidak boleh minum alkohol dan
memakan makanan kerang-kerangan.
Sebelum mengakhiri ulasan ini, tiga kelompok Kristen lainnya
harus disebut yakni: Christian Science, Saksi Jehova, dan gerakan
Pantekosta. Christian Science didirikan oleh Mrs. Mary Baker Eddy
pada tahun 1879, yang mempertahankan bahwa satu-satunya realitas
hanyalah pikiran dan semua yang lainnya adalah illusi. Oleh karena itu
penyakit jangan dirawat dengan obat, tetapi harus disembuhkan dengan
mempraktekkan pemikiran yang benar.
Saksi Jehova, yang didirikan oleh C.T. Russell, yakin bahwa
kedatangan kedua kalinya Yesus serta akhir dunia ini akan terjadi
dalam waktu yang tidak lama lagi, dan bila hal itu terjadi maka hanya
suatu kelompok elit saja yang selamat, yaitu kelompok Saksi Jehova itu
sendiri. Mereka mempunyai Alkitab dengan terjemahan mereka
sendiri dan mereka menyisihkan banyak waktu, usaha, dan uang
untuk kegiatan-kegiatan missionaris.
Yang terakhir, yakni gerakan Pantekosta, yang bermula dari suatu
missi di Los Angeles dalam tahun 1906 yang dilakukan oleh W.J.
Seymour, mengajarkan bahwa setiap orang Kristen dapat mengalami
kehadiran Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri dan menerima
hadiah-hadiah roh. Oleh karena itu kebaktian Pantekosta adalah
merupakan upacara yang sangat emosional, di mana jemaatnya
menjadi dirasuki oleh Rohul Kudus dan tampak berbicara dalam lidah
(berbahasa roh), sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid
Yesus yang pertama. Walaupun gerakan Pantekosta telah mempunyai
gereja sendiri, tetapi gerakan ini telah juga mempengaruhi aspekaspek lain dari Gereja (Kristen), dan dalam GereJa Katolik gerakan
tersebut juga berpengaruh dengan munculnya apa yang disebut gerakan
Karismatik, orang-orang Katolik bermaksud menerima Rohul Kudus
dalam diri mereka sendiri. (oleh L. Berkhof Diterjemahkan oleh: Drs. H.
Thoriq A. Hindun, sumber www.google.com)
100
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Pokok-pokok Penting Ajaran
1. Pujian. Adalah luapan kegembiraan dan ucapan rasa syukur dari
lubuk hati orang percaya. Hasilnya, orang tersebut memiliki kemampuan
baru memuliakan Allah, sebagaimana nampak dalam lagu-lagu pujian
Kharismatik yang spontan. Seperti melompat dan bertepuk tangan.
2. Penginjilan. Bagi sebagian orang hal ini mendorong mereka
untuk menginjili lebih efektif lagi, sedangkan bagi sebagian orang yang
lain merupakan dorongan untuk menginjili untuk pertama kalinya.
Mereka memiliki kemampuan dan keberanian baru untuk berbicara
kepada orang lain tentang Tuhan Yesus Kristus.
Kegiatan penginjilan dapat dilakukan secara berkelompok maupun
secara sendiri. Dimana tempat yang dituju biasanya adalah daerah yang
jarang bahkan belum ada penginjilan.
3. Karunia-karunia Roh. Hal ini yang paling banyak disebut sebagai
ciri Kharismatik hal ini sesuai dengan yang tertulis di dalam Alkitab
yaitu I Korintus 12:8-10. Kendati daftar ini memuat sembilan charismata,
namun karunia yang paling utama dan paling banyak dibicarakan adalah
glossolalia (bahasa lidah), nubuat dan penyembuhan.
4. Kuasa Rohani. Hal ini berbicara tentang keseluruhan pandangan
dan praktek gerakan Kharismatik. Kuasa Rohani terjadi setelah orang
tersebut menerima Baptisan Roh. Hal ini terlihat dalam kemampuan
memuji Allah, menginjili, mengusir dan mengalahkan si jahat, serta
mempraktekkan karunia-karunia Roh. (sumber www.wikipedia.org)
Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia
Gerakan/aliran Kharismatik pertama kali masuk ke Indonesia pada
bagian kedua tahun 1960-an melalui penginjil-penginjil dari Amerika
Serikat dan Eropa. Dalam waktu sangat singkat gerakan ini berkembang
dengan sangat pesat di Indonesia, hal ini terlihat dengan semakin pesat
berkembang sehingga pengaruhnya hampir sejajar dengan Gereja yang
sudah terlebih dahulu ada..
Dewasa ini hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat gereja
yang beraliran Kharismatik. Gerakan/aliran ini memiliki pengaruh yang
sangat besar, terutama dikalangan pemuda/mahasiswa. Selain karena
semangat yang luar biasa dari para penginjilnya, “keunggulan” aliran ini
101
Hans Marpaung, Tari Tamborin
terletak pada pola peribadahannya yang sangat memikat, yang ditunjang
oleh musik yang ditata dengan sangat apik.
Adapun ekspresi-ekspresi umum dalam sistem tata ibadah Gereja
Bethel Indonesia (GBI) dapat dibagi dalam enam pengelompokakan
besar, yaitu:
1. Pertama, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan
dengan gerakan tubuh. Ini mencakup wilayah kegiatan yang luas seperti
mengangkat tangan, doa lantang, bertepuk tangan, menyanyi dengan
berbagai ekspresi wajah, bernyanyi terus menerus untuk jangka waktu
yang panjang pada awal ibadah, menari, melompat-lompat di tempat, dan
sebagainya
2. Kedua, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan
unsur atau kewajiban selebratif. Ini mencakup: mengulang-ulang lagu,
bertepuk tangan, bernyanyi dengan keras, permainan musik seperti band,
penyayi latar, tari tamborin, perpaduan “kebudayaan elektronis”,
berbicara dalam bahasa lidah, musik yang keras, dan sebagainya.
3. Ketiga, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan
bentuk dan dekorasi interior yang artistik. Ini akan mencakup:
memisahkan bagian depan tempat ibadah untuk dipakai oleh band musik
dan peralatan mereka, penggunaan spanduk dekoratif, ayat-ayat Kitab
suci terpasang di dinding, sebuah altar kecil atau kadang-kadang tanpa
altar, karangan bunga yang ditempatkan khusus guna menambah semarak
warna, menari, dan sebagainya.
4. Keempat, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan
dengan struktur ibadah. Tata gereja pada umumnya merefleksikan
keluesan, tetapi dapat juga mengandaikan suatu struktur tertentu yang
bersifat tetap dan yang khusus untuk jemaat individual.
5. Kelima, kebiasaan dan praktek yang dihubungkan dengan
pelayanan gerejawi. Ini mencakup: penumpangan tangan dalam gerakan
yang bergetar (untuk melepaskan kuasa), doa syafaat yang keras,
memproklamasikan kelepasan dalam nada yang agresif, menengking si
jahat dengan nada memerintah, berbagi kesaksian, pengurapan dengan
minyak dan sebagainya.
6. Keenam, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan
dengan ekspresi linguistik dan pemilihan kata-kata yang populer. Ini
102
Hans Marpaung, Tari Tamborin
mencakup: (a) “Marilah kita memberikan tepukan tangan.” (b) “Marilah
kita menaikkan puji-pujian.” (c) Tanggapan yang sering dengan
mengucapkan “Amin” atau “Halleluya”, Atau “Puji Tuhan.” (d) “Marilah
kita merayakannya” atau “Allah mengasihimu.” (e)
“Angkatlah
tanganmu dan sembahlah Allah.” (f) “Marilah kita menyambut Kristus di
tengah-tengah kita.” (g) “Kristus hadir di tengah-tengan kita.” (h) “Kami
menyambut-Mu Tuhan Roh Kudus.”
(i) “Roh Kudus tengah bergerak diantara kita.”(j) “Marilah kita masuk
menghadap Yang Maha kudus dengan puji-pujian.” (Samuel, Wlfred J,
1970:109)
Bahasa
Bahasa sebagai alat penghubung serta komunikasi bagi
masyarakat pendukungnya sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan seharihari J.S. Badudu (Pelik Pelik Bahasa Indonesia 1989:3) mengatakan
bahwa bahasa adalah alat penghubung bagi masyarakat individu sebagai
manusia yang berpikir, merasa dan berkeinginan.
Bahasa sangatlah penting dan berlaku sebagai alat komunikasi
yang dapat mengungkapkan perasaaan serta pikiran seseorang terhadap
orang lain dimana peran bahasa yang dapat menjalin suatu pengertian
bersama diantara masyarakat pendukungnya.
Secara umum bahasa yang digunakan di GBI adalah bahasa
indonesia, tetapi ada sebagian yang mengunakan bahasa mandarin.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis di tempat lokasi penelitian,
bahasa yang digunakan pada ibadah raya GBI Tanjung Sari adalah
bahasa Indonesia.
Bahasa indonesia merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia.
Penggunaan bahasa indonesia pada ibadah raya adalah dengan alasan
bahwa GBI Tanjung Sari bukanlah merupakan gereja tradisional yang
menggunakan bahasa suku. Dimana jemaat yang hadir bukan merupakan
dominan dari salah satu suku yang ada, tetapi gabungan dari berbagai
suku dan bahasa. Sehingga diperlukan suatu bahasa pemersatu yaitu
bahasa Indonesia.
103
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Kesenian
Ibadah dalam GBI tidak lepas dari musik maupun tarian. Unsurunsur musik baik instrumental maupun vokal dan tari telah menjadi
bagian dalam ibadah raya. Musik merupakan bagian penting bagi ibadah
pujian dan penyembahan, dengan adanya musik maka ibadah raya ini
dapat berjalan dengan lebih baik. Dalam ibadah raya ini tarian, musik
maupun nyayian vokal dari jemaat berjalan selaras pada sesi ibadah
pujian dan penyembahan.
Sejarah Tari Tamborin
Tari tamborin merupakan bagian acara yang tidak terpisahkan
dalam acara kebaktian yang ada di dalam ibadah raya Gereja Bethel
Indonesia (GBI). Tari tamborin telah dimainkan di GBI sejak gereja ini
mulai dibentuk. Tarian tamborin dimainkan secara berkelompok, dan
menggunakan tamborin sebagai media utama.
Berdasarkan wawancara dengan Intan Manullang45, tari tamborin
lebih sering disajikan pada acara ibadah raya yang diadakan setiap hari
minggu, selain itu tari tamborin juga disajikan pada ibadah KKR
(Kebangkitan Kebangunan Rohani). Gerakan-gerakan dasar dari tari
tamborin telah ditentukan dari mula dan selalu berkembang secara
dinamis sesuai dengan perkembangan jaman. Gerakan-gerakan selalu
berkembang dimana dapat diperoleh dari video-video gerakan dasar
tarian tamborin atau dari buku-buku yang menggambarkan gerakan tarian
tamborin. Juga perubahan dapat diperoleh dari melihat tarian yang ada di
televisi, atau pertunjukan tari yang lain. Biasanya ini disesuaikan dengan
kebutuhan yang diperlukan.
Menurut Kitab Keluaran46 yang terdapat dalam perjanjian lama,
disebutkan bahwa Miryam saudara perempuan Musa dan Harun lah yang
45
Hasil wawancara tanggal 2 Agustus 2009
Kitab Keluaran merupakan buku kedua kitab Taurat Musa dan jadi Perjanjian
Lama atau Tanakh. Dalam bahasa Ibrani kitab ini disebut Shemoth dari kata-kata pertama
Ve-eleh shemoth. Sedangkan dalam beberapa bahasa Eropa, disebut dengan nama Exodus.
Kata ini diambil dari terjemahan bahasa Latin Santo Hieronimus yang mengambilnya dari
Septuaginta, terjemahan bahasa Yunani. Ini artinya adalah "keluaran", dan terutama
"keluaran" bangsa Yahudi dari tanah Mesir, dimana mereka diperbudak.
(www.wikipedia.org)
46
104
Hans Marpaung, Tari Tamborin
pertama sekali disebutkan sebagai pelopor penggunaan tamborin. Dimana
pada saat itu, sesudah bangsa Israel lepas dari kejaran tentara Mesir yang
mengejar mereka, maka sebagai ungkapan kegembiraan Miryam
mengambil dan memukulkan rebana atau tamborin ke tangannya,
sehingga seluruh perempuan Israel mengikuti apa yang barusan dilakukan
oleh Miryam. Dimana seluruh perempuan mengikutinya memukul rebana
serta menari-nari bagi Tuhan. Nyayian dan tarian Miryam ini
menandakan kebebasan dan ungkapan syukur mereka.
Tahun 1000-600 sebelum masehi ditemukan tokoh patung
perempuan dari tanah liat memegang tamborin. Patung langka ini
ditemukan di Megiddo47 (Sumber www.schaah.com)
Asal tarian tamborin didalam masyarakat Kristen berasal dari suatu
warisan / pusaka Yahudi. Tamborin merupakan salah satu bagian
instrumen alat musik yang penting dalam masyarakat Yahudi, dimana
tujuan aslinya untuk pujian dan pemujaan kepada Allah.
Kebangkitan tarian tamborin dimulai di Inggris pada tahun 1865
oleh sepasang suami istri William Booth dan Catherine yang mendirikan
sebuah lembaga yang dinamakan Salvation Army48 . Sepasang suami istri
ini memelopori suatu sikap yang benar dan baru tentang melayani Tuhan.
Mereka fokus dan betul-betul mengabdikan diri dalam pelayanan gereja.
Hal ini terlihat dari sikap dan perbuatan yang dilakukan, Mereka memberi
pakaian dan memberi makan kepada kaum yang lemah/miskin, dan yang
47
Megiddo adalah sebuah lembah di Israel didekat kota modern Megiddo. Megiddo
adalah sebuah situs yang penting di dunia kuno, Megiddo adalah sebuah rute perdagangan
yang menghubungkan Mesir dan Siria. Karena lokasinya yang strategis sebagai
persimpangan beberapa rute besar, Meggido dan sekitarnya menjadi saksi beberapa
peperangan penting dalam sejarah. Situs ini telah berdiri sejak 7000 SM sampai 500 SM.
Saat ini, Megiddo adalah persimpangan jalan utama yang menghubungkan Israel pusat
dengan Galilea dan wilayah bagian utara. (sumber www.wikipedia.org)
48
Bala Keselamatan (Inggris: Salvation Army) adalah salah satu denominasi di
kalangan Gereja Protestan yang terkenal dengan pelayanan sosialnya. Mereka
melaksanakan berbagai program seperti dapur umum untuk kaum miskin, rumah
tumpangan, panti asuhan, rumah sakit, proyek-proyek pembangunan masyarakat, dll.
Sehari-hari mereka mengenakan pakaian seragam dengan pangkat-pangkat kemiliteran,
dari prajurit sampai jenderal. (sumber www.wikipedia.org)
105
Hans Marpaung, Tari Tamborin
menderita kelaparan. Mereka juga mengajarkan Injil49 dengan semangat
dan tidak kenal lelah.
Salvation Army berkembang pesat dan menyebar ke berbagai negara
di dunia. Salah satu misi mereka adalah mengajarkan ibadah yang benar,
dimana di dalam tata ibadah yang diajarkan termasuk penggunaan
tamborin di dalam ibadah kebaktian.
Pada umumnya mereka memainkan tamborin dalam bentuk
orkestra atau musik band. Para pemain memakai seragam dan sarung
tangan yang putih. Mereka menaruh pita ditamborin yang merupakan
warna dari Salvation Army yaitu merah, kuning, dan biru. Maksud atau
arti simbolis warna yang merah untuk darah dari Yesus, Kuning untuk
Api dari Roh Kudus, dan biru untuk kemenangan atas dosa.
Salvation Army masuk ke Indonesia dengan membawa tari tamborin
dalam setiap ibadah raya yang diadakan oleh mereka. Akhirnya
penggunaan tari tamborin juga diikuti oleh gereja-gereja yang ada. Salah
satunya adalah Gereja Bethel Indonesia. Dalam perkembangannya
penggunaan tamborin dalam ibadah raya bukan hanya terjadi di gerejagereja yang berpusat di Jakarta, tetapi juga menyebar ke seluruh Gereja
Betel yang ada di Indonesia. Di mana salah satunya adalah GBI Tanjung
Sari. Penggunaan tamborin di GBI Tanjung Sari dimulai sejak berdirinya
gereja. Ketika ditanyakan oleh penulis kepada bapak Pendeta, beliau
mengatakan bahwa penggunaan tari tamborin dibuat agar anggota jemaat
dapat terlibat secara langsung dalam pelayanan di gereja. Dengan
mengadakan latihan tamborin, maka jemaat dapat terlibat aktif dan
mendukung pengembangan pelayanan di GBI Tanjung Sari. (wawancara
dengan Bpk. E. Purba, Agustus 2009)
Deskripsi Tari Tamborin
Penulisan tentang tari tamborin adalah dalam bentuk deskripsi.
Adapun yang dimaksud deskripsi, menurut Kamus Umum Bahasa
49
Injil (Yunani: ευαγγέλιον/euangelion - "kabar baik" atau "berita baik" atau "berita
suka cita") adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keempat kitab pertama dalam
Alkitab Perjanjian Baru. Kitab-kitab tersebut adalah: Injil Matius, Injil Markus, Injil
Lukas, dan Injil Yohanes. Kata injil sendiri berasal dari bahasa Arab. (sumber
www.wikipedia.org)
106
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Indonesia (1985:34) adalah menggambarkan apa adanya. Asal kata
deskripsi, dari bahasa Inggris yaitu descriptive yang berarti bersifat
menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran melalui kata – kata
atau tulisan. Jadi dalam penulisan ini nantinya adalah memberikan
gambaran dengan tulisan mengenai pertunjukan tari tamborin pada
ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan.
Tari tamborin ini disajikan oleh beberapa orang wanita. Dalam
tarian tamborin dibutuhkan gerakan yang sesuai dengan tempo dan irama
dari musik pengiringnya. Tarian tamborin ini mengunakan media alat
musik tamborin dalam menari.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan
Tarian tamborin pada ibadah raya dilaksanakan di dalam gedung
gereja, selain itu tarian tamborin juga biasanya dapat dilaksanakan di
gedung-gedung pertemuan maupun aula dan juga lapangan terbuka. Hal
ini disesuaikan dengan tujuan dari acara ibadah yang dilaksakan.
Tarian tamborin pada ibadah raya yang dilaksanakan di gereja
ataupun aula-aula pertemuan biasanya memiliki pangung. Sehingga
terpisah dengan tempat duduk jemaat yang beribadah. Tarian tamborin
dipertunjukkan di pangung, dimana para penari dapat terlihat dari semua
posisi jemaat yang hadir. Biasanya mereka berdiri di depan pemimpin
pujian atau di samping, sehingga tidak terganggu oleh siapapun.
Dalam setiap minggunya GBI T. Sari mengadakan ibadah raya
dengan dua sesi ibadah. yaitu pagi jam 08.00 Wib dan jam 10.00 Wib.
Dengan demikian, tarian tamborin juga dimainkan dua kali sesuai dengan
waktu ibadah yang dilaksanakan
Pemain Musik
Dalam setiap ibadah raya pemain musik yang dipakai berjumlah
5 orang. Dimana mempunyai tugas masing-masing. Satu orang pemain
gitar elektrik, satu orang pemain bas elektrik, satu orang pemain piano,
satu orang pemain kibord dan satu orang pemain drum. Semua anggota
pemain musik telah berlatih mempersiapkan diri untuk ibadah raya.
biasanya mereka mempunyai waktu latihan bersama di hari lain untuk
melatih lagu-lagu yang akan dibawakan pada hari minggu. Mereka
107
Hans Marpaung, Tari Tamborin
biasanya latihan pada hari rabu dan sabtu. Di hari sabtu, para penari
tamborin ikut latihan gabungan. Agar dapat menyesuaikan gerakan tari
dengan musik pengiring.
Penari
Penari merupakan salah satu bagian dari pendukung ibadah raya.
Seorang penari harus mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk
menarikan tarian tamborin di atas panggung. Dalam setiap ibadah raya di
GBI T.Sari biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang penari. Banyaknya
penari tergantung dari besarnya panggung yang ada.
Biasanya untuk menentukan siapa yang akan tampil pada hari
minggu, diadakan seleksi pada hari-hari latihan. Disini dapat dilihat
bagaimana kemampuan si penari dalam berinteraksi dengan temantemannya dan juga kemampuan si penari mengikuti musik. Hal yang juga
penting, dimana si penari dapat mengikuti aba-aba melalui gerakan yang
dilakukan oleh pemimpin tari tamborin. Hal ini agar sesuai dengan
gerakan yang sudah disepakati bersama sehingga tidak terjadi kesalahan.
Dengan demikian dapat menciptakan gerakan yang indah dan enak
dilihat.Dalam latihan inilah dilihat siapa saja yang dapat menguasai
materi yang akan dibawakan. Sehingga ketika tampil tidak melakukan
kesalahan.
Proses pemilihan penari yang akan tampil, biasanya dilakukan oleh
pemimpin tari tamborin. Beliau inilah yang menyeleksi siapa-siapa saja
yang akan tampil. Pemimpin tamborin selalu ikut dalam setiap latihan
dan juga pada ibadah raya. Seorang kapten atau pemimpin tari tamborin
biasanya seorang yang paling senior dalam kelompok tersebut
108
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Gambar Penari Tamborin
Unsur-unsur penting yang harus diperhatikan oleh pelayanan tari
tamborin adalah:
1. Kerohanian. Setiap orang yang menjadi penari tamborin ketika
tampil di panggung dalam ibadah raya haruslah orang yang punya
keinginan yang tulus untuk melayani Tuhan Yesus Kristus. Maksud dari
kalimat ini adalah, dia seorang yang sudah betul-betul menyerahkan
hidupnya untuk melayani melalui penyajian tari tamborin. Hal ini terlihat
ketika mereka memainkan tari tamborin. Ekspresi sangat penting dalam
membawakan tari tamborin. Bagaimana seorang penari dapat
mengekspresikan sukacita diwajahnya kalau tidak ada sukacita yang
sesungguhnya dalam hatinya dan bagaimana pula seorang penari dapat
menari dengan bebas dan penuh percaya diri kalau dalam hatinya tidak
ada damai sejahtera Allah dan kebebasan yang total dari dendam.
Hal lain yang perlu diperhatikan , bahwa seorang penari tamborin
adalah jemaat tetap dari GBI T.Sari. juga ikut terlibat dan aktif dalam
kegiatan yang dilaksakan dalam gereja ini. Seperti ibadah pemuda, atau
kegiatan persekutuan yang lainnya.
2. Skill/ketrampilan Setiap orang yang ingin melayani dalam pelayan
tari tamborin tidak harus orang yang memiliki bakat atau talenta menari.
Sembilan pulah delapan persen pelayan tari adalah orang-orang awam
yang sama sekali belum pernah mendapat pelatihan khusus. Semua penari
dilatih dari awal sehingga menguasai seluruh gerakan tarian. Dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa mereka yang terlibat dalam pelayanan
tari tamborin adalah orang-orang biasa yang rindu untuk terlibat dalam
109
Hans Marpaung, Tari Tamborin
pelayanan. Karena itu seharusnya setiap pelayan memiliki semangat dan
kemauan untuk belajar sehingga dapat menari dengan benar dan terlihat
indah.
3. Fellowship/persahabatan Pelayan tari tamborin pada umumnya
adalah dalam bentuk tim. Dalam tim tersebut berkumpul orang-orang
yang berbeda karakter, maka perlu adanya fellowship/persekutuan dan
persahabatan yang baik dan erat. Kalau di dalam team ada permusuhan
dan perpecahan, akan sulit sekali untuk dapat menari dengan kompak.
Bukan karena latihannya yang kurang, tapi karena ada perpecahan di
dalamnya. Biasanya untuk mengakrabkan diri, pemimpin senior punya
trik dan cara tersendiri. Baik itu dengan cara mengadakan tukar pendapat,
ataupun mengajak melakukan kegiatan secara bersama-sama di luar
acara latihan seperti jalan-jalan bersama.
4. Disiplin latihan. Pelayanan tari tamborin juga harus memiliki sikap
yang disiplin. Disiplin yaitu mengikuti setiap latihan yang diadakan.
Kedisiplinan sangat diperlukan untuk melatih kemampuan dan komitmen
dalam melayani. Pemimpin senior mengatur kapan waktu latihan dan
berapa lama waktu yang diperlukan setiap latihan. Dengan latihan yang
teratur maka gerakan tarian dapat dikuasai.
Jemaat
Dalam ibadah raya ini kehadiran jemaat merupakan sesuatu yang
sangat penting, karena tanpa adanya jemaat maka ibadah raya tidak dapat
dilaksanakan. Jemaat merupakan warga dari gereja tersebut yang setiap
minggunya berkumpul untuk beribadah, juga adakalanya hadir simpatisan
dari jemaat gereja yang lain. Dalam penyajian tari tamborin jemaat akan
bernyayi bersama-sama dengan iringan musik.
Perlengkapan Pertunjukan
Beberapa perlengkapan perlu dipersiapkan dalam penyajian
tarian tamborin. Sehingga perlengkapan ini nantinya akan mendukung
jalannya penyajian tarian tamborin pada ibadah raya. Persiapan juga
harus maksimal dalam penyusunan dan penataan supaya menghasilkan
tarian yang baik.
110
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Perlengkapan dalam penyajian tarian tamborin diantaranya:
panggung, kostum, alat musik yang digunakan dan properti lain yang
dibutuhkan. Semua perlengkapan tersebut harus diperhatikan dengan
teliti agar semua berjalan dengan lancar. Perlengkapan ini juga akan
saling melengkapi satu sama lain.
Kostum
Biasanya setiap tim tari Gereja yang satu dengan yang lain memiliki
ciri khas masing-masing dan ada pengaruh selera individu di dalamnya.
Standar kostum tamborin internasional adalah baju blouse tangan panjang
berwarna putih dengan rok berwarna hitam sepanjang mata kaki satin
ditambah penggunaan stocking. Alasan pemilihan warna ini dikarenakan
warnanya lebih bersahabat dan lebih mudah didapat di toko-toko pakaian.
Penari tamborin biasanya tidak memakai sepatu ketika tampil. Saat ini
banyak Gereja yang memodifikasi standar tersebut dengan berbagai
macam model selama masih sopan dan tidak memamerkan aurat.
Hal ini juga penulis dapati di GBI T. Sari. Selama penulis
menghadiri acara ibadah raya yang diadakan setiap minggunya. Ada
beberapa hal yang dapat dilihat oleh penulis, yaitu:
1. Baju dan Rok. Para penari tamborin di gereja ini memakai baju
lengan panjang yang berwarna putih serta memakai rok berwarna hitam
sepanjang mata kaki. Tapi tidak selamanya mereka memakai kostum
berwarna hitam putih. Hal ini tergantung kesepakatan bersama antara
pemimpin tari tamborin dengan anggota. Adakalanya mereka memakai
warna baju biru, merah dan warna lain. Ini sesuai dengan kesepakatan
yang telah dibuat diantara mereka. Dapat disimpulkan semua warna boleh
dipakai tapi warna utama adalah hitam dan putih. Alasan penggunaan
warna hitam putih yaitu warna ini bersahabat dan sesuai kondisi. Karena
warna ini dapat dipakai pada waktu siang dan malam. Penggunaan
kostum penari memakai warna yang sama. Alasan pemilihan warna yang
sama agar terlihat kompak dan enak dilihat. Penggunaan seragam bukan
tergantung dari mahal atau murahnya seragam tersebut. Yang utama
adalah kostum harus seragam.
2. Kaus kaki. Ketika hal ini penulis tanyakan kepada pemimpin tari
tamborin, beliau mengatakan bahwa penggunaan kaos kaki supaya
111
Hans Marpaung, Tari Tamborin
terlihat rapi dan wajib. Sebagai pengganti sepatu. Mereka tidak memakai
sepatu supaya gerakan kaki lebih fleksibel. Juga dengan memakai kaus
kaki, telapak kaki mereka tidak lecet karena bersentuhan langsung
dengan lantai. Penggunaan warna kaus kaki, tidak diwajibkan warna
putih, warna apapun boleh asalkan seragam diantara semua penari.
3. Ikat rambut atau ribbon. Hal yang juga menarik perhatian
penulis, adalah semua penari tamborin memakai ikat rambut atau ribbon.
Ketika penulis tanyakan kepada mereka, alasan yang dikemukakan adalah
agar tidak mengganggu gerakan mereka dalam membawakan tari. Juga
tidak gerah, karena selama menari mereka mengeluarkan keringat.
Dengan mengikat rambut, mereka lebih nyaman.
4. Tata Rias. Para anaggota melakukan tata rias sendiri, biasanya
mereka melakukan tata rias yang sederhana dan seadanya hal ini agar
tidak terlalu mencolok. Para penari selalu berhias dari rumah masingmasing. Tata rias serupa dengan jemaat perempuan yang hadir. Jadi tidak
ada perbedaan yang terlalu mencolok. Mungkin yang membedakan
adalah dalam penggunaan bedak, mereka memakai bedak yang tidak
cepat luntur. Hal ini dapat dimaklumi, karena sepanjang ibadah mereka
bergerak dan terus menari. Jikalau tidak demikian maka bedak yang
dipakai mereka akan cepat luntur.
Gambar Penari dan Kostum yang dipakai
112
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Panggung
Panggung untuk penyajian tari tamborin dan musik pengiringnya
terbuat dari semen yang telah dilapisi dengan karpet. Letak panggung ini
lebih tinggi sekitar 50 cm dari lantai.
Di atas panggung inilah para pemain tamborin akan menari. Besar
kecilnya panggung akan mempengaruhi banyaknya penari. Biasanya
batasan minimum penari tamborin adalah 2 orang. Dengan 2 orang saja
sudah dapat memainkan tamborin. Batas maksimum tidak dibatasi
tergantung luas panggung dan kebutuhan acara.
Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa pemain tamborin yang
dibutuhkan untuk tampil setiap minggunya di GBI T.Sari berjumlah 5
orang. Ketika ditanya oleh penulis, pemimpin senior pemain tamborin
mengatakan bahwa hal ini sesuai dengan luas panggung di gereja ini
dengan demikian anggota yang lainnya akan bergantian tampil setiap
minggunya sesuai dengan kesepakatan yang telah diatur diantara mereka.
Di atas panggung ini juga alat-alat musik pengiring diletakkan.
Susunan alat musik diatur agar tidak mengganggu gerakan dari para
penari tamborin. Alat-alat musik pengiring ini nantinya diletakkan di
sebelah sudut kiri atau sudut kanan panggung.
Tamborin
Tamborin atau rebana adalah salah satu jenis alat musik dari
banyak alat musik yang ada di Alkitab yang digunakan untuk memuji
Tuhan dan dimainkan ketika kita memuji dan menyembah Tuhan.
Tamborin bentuknya bundar dan memiliki selaput di salah satu
sisinya, selaput itu bisa berupa kulit binatang atau plastik mengkilap yang
disebut hologram. Bunyi tamborin dengan selaput hologram lebih nyaring
dari pada yang terbuat dari kulit binatang atau plastik transparan.
Tamborin atau rebana yang merupakan alat musik pukul dari keluarga
yang terdiri dari frame. Pada sisi tempat kita memegang tamborin logamlogam kecil yang gemerincing berwarna perak seperti warna sendok dan
garpu yang disebut zils. Ukuran tamborin bermacam-macam, ada yang
113
Hans Marpaung, Tari Tamborin
disebut tamborin anak-anak dan tamborin dewasa. Bedanya yaitu dari
diameter dan beratnya (Sumber www.wikipedia.org)
Struktur dari Tamborin
Membran
Keterangan:
Membran
Jingle
Rim
Fingger hole
: Selaput tamborin
: Ring-ring yang terdapat di sekeliling tamborin
: Lingkar tamborin
: Lubang untuk jari-jari tangan
Berikut ini merupakan gambar alat musik tamborin:
Gambar tamborin tampak depan
Proses Belajar
Penari tamborin berasal dari jemaat yang ada dimana dalam
proses belajarnya dilatih oleh penari yang lebih senior. Dalam proses
belajar seorang penari harus menghafal gerakan dasar yang ada yaitu Tap.
Tap adalah tepukan biasa, dimana tamborin ditepuk dengan tangan
yang lain. Tamborin dipegang dengan tangan dan ditepuk dengan
memakai tangan kiri. Alasan memegang tamborin dengan tangan kanan
adalah karena secara logika tangan kanan lebih kuat daripada tangan kiri.
Sehingga sepanjang acara ibadah, tidak gampang lelah dalam memegang.
Menurut hasil wawancara dengan pemimpin penari tamborin,
gerakan tap adalah dasar yang harus betul-betul dikuasai. Biasanya untuk
mempelajari gerakan ini memakan waktu dua sampai tiga bulan.
114
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Tergantung keseriusan dari si penari. Disaat inilah terkadang seorang
penari mengundurkan diri, karena bosan. Hanya mempelajari satu
gerakan yaitu menepuk permukaan tamborin. Seorang penari tamborin
yang baik ketika ia dapat menyatu dengan tamborin dan juga telapak
tangan terbiasa dan fasih memukul membran tamborin. Sesudah selesai
tahap inilah maka akan memasuki tahap selanjutnya seperi shake, zip,
swikel dan loop. Menurut informan penulis, seorang penari harus
mempunyai kemauan dan disiplin yang baik agar dapat menguasai tarian
tamborin dengan baik. Latihan tamborin di GBI T.Sari diadakan setiap
dua kali dalam seminggu yaitu hari rabu dan sabtu di mulai jam 19.00
Wib - 21.00Wib
Penari yang boleh tampil pada ibadah raya adalah penari yang
telah berlatih untuk ibadah raya, dimana dalam dua kali latihan inilah
seorang pemimpin memilih siapa saja dari anggotanya yang dapat tampil
dihari minggu. Pemimpin melihat keseriusan dan kemampuan si pemain
tamborin dalam menghapal gerakan untuk tiap-tiap lagu. Juga gerakan
kaki dan tangan dari pemain tamborin sesuai dengan tempo atau ritem
lagu yang dimainkan. Dengan syarat-syarat tersebut, seorang pemimpin
dapat memilih siapa saja dari anggotanya yang siap tampil untuk hari
minggu.
Tidak selamanya seorang penari tamborin bertahan di
gereja tersebut. Dengan alasan, ada yang berpindah tempat tinggal atau
mempunyai kesibukan lain bahkan juga pindah tugas ke daerah lain.
Untuk menjaga agar tidak terjadi kekosongan anggota, biasanya
dilakukan perekrutan atau penyeleksian anggota baru. Hal ini penulis
alami sendiri ketika mengikuti ibadah di GBI T.Sari, dalam warta jemaat
diumumkan bahwa ada penerimaan anggota baru untuk penari tamborin.
Hal ini dilakukan setiap minggunya melalui warta jemaat. Dengan cara
ini, otomatis anggota yang berminat dapat langsung mendaftar sesudah
ibadah atau pada jam yang sudah ditentukan. Dengan demikian,
regenerasi pemain tamborin dapat terus terjaga di GBI T.Sari.
Contoh Ragam Gerak Candle Srick
115
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hitungan 1, tamborin diayunkan ke kanan atas.
Hitungan 2, tamborin
melewati kerpala.
dipukul ke kanan atas
Hitungan 3, tamborin diayunkan ke kiri atas.
Hitungan 4, tamborin dipukul ke kiri atas melewati
kepala.
116
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hitungan 5, tamborin diayunkan ke kanan atas.
Hitungan 6, tamborin
melewati kerpala.
dipukul ke kanan atas
Hitungan 7, tamborin digoyang dan dipukul di
sebelah kanan atas kepala.
Hitungan 8, tamborin digoyang dan dipukul di
sebelah kiri atas kepala.
117
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hitungan 9, tamborin diayunkan ke kanan atas.
Hitungan 10, tamborin
melewati kepala.
dipukul ke kanan atas
Hitungan 11, tamborin diayunkan ke kiri atas.
Hitungan 12 tamborin
melewati kepala.
dipukul ke kiri atas
118
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hitungan 13 tamborin diayunkan ke kanan atas.
Hitungan 14, tamborin
melewati kerpala.
dipukul ke kanan atas
Hitungan 15, tamborin digoyang dan dipukul di
sebelah kanan atas kepala.
119
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hitungan 16, tamborin digoyang dan dipukul di
sebelah kiri atas kepala.
Dalam menari tamborin terdapat pola 1 x 16 ketukan dalam
setiap gerakan. Hal ini ketika penulis tanyakan, mereka mengatakan
bahwa gerakan tangannya adalah 16 gerakan/hitungan. Jadi setiap lagu
sesuai dengan gerakan ini. Baik lagu cepat dan juga lagu lambat. Ketika
penulis meminta mereka mempraktekkan gerakan tersebut, sesuai dengan
apa yang dijelaskan. Walaupun berganti lagu, tapi gerakan pola 1 x 16 ini
tetap. Penulis melihat bahwa yang disebut dengan pola 1 x 16 adalah
sesuai dengan pemenggalan frasa lagu contohnya dapat diambil dari lagu
“Ada Satu Sobatku”
Keterangan: ini yang disebut dengan satu pola 16 ketukan dalam tarian
tamborin. Demikian seterusnya dalam seluruh lagu.
Ketika ditanyakan apakah ada gerkan yang lain , informan
penulis mengatakan bahwa ada pola 8 ketukan. Hal ini bisa dimainkan
tetapi lebih sering yang pola 16. pola 8 adalah gerakan yang dilambatkan
gerakan tanggannya. Jadi penghitunggannya digandakan. Pola ini tidak
terbatas hanya untuk lagu lambat tetapi bisa juga untuk lagu yang cepat.
Posisi
120
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Dalam menari tamborin, ada 3 posisi kaki yaitu Posisi 1: tumit kaki
kanan diletakkan merapat pada sisi bagian dalam kaki kiri. Posisi ini
digunakan saat start awal akan memulai suatu tarian. Biasanya sebelum
lagu akan dimainkan. Posisi badan tegak. Tangan kiri diletakkan di
belakang punggung, tangan kanan memegang tamborin.
-
Posisi 2: Kedua tumit kaki dirapatkan hingga membentuk sudut
30derajat. Seperti posisi pasukan paskibra. Digunakan pada saat gerakan
sudah selesai dan ada jeda sebelum ke gerakan berikutnya. Posisi badan
tegak. Tangan kiri diletakkan di belakang punggung, tangan kanan
memegang tamborin.
Posisi 3: Sama seperti posisi 2, namun ada jarak pada kaki sepanjang
kedua pundak.
121
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Beberapa gerakan kaki :
(1) Point: Seperti pada balet, ada beberapa gerakan yang
menggunakan point, yaitu hanya ujung jari salah satu kaki saja yang
menyentuh tanah. Untuk memberi kesan anggun (2) Pliye : Kaki pada
posisi 3, tapi berat badan tertumpu pada kaki yang satu berpindah ke kaki
yang lainnya. Pastinya arah badan juga condong menurut tumpuan kaki.
Kalau berat badan tertumpu pada kaki kiri, badan pun juga ikut ke kiri,
begitupun sebaliknya. Pada saat tumpuan berat badan berpindah ke kaki
yang lain, posisi badan turun ke bawah terlebih dulu, jadi seperti gerakan
menggenjot. (3) Step waltzing : Adalah gerakan kaki yang paling umum
dalam tamborin. Kedua kaki berpindah bergantian kanan-kiri, kiri-kanan
dengan cara digenjot. Hitungannya seperti ini (kanan)satu-dua, (kiri)satudua.
Tangan
Jari-jari penari tamborin harus terlihat lentik selama menari. Yaitu
ujung telunjuk yang menonjol ke luar, bukan kelingking. Cara memegang
tamborin : Tamborin dengan satu lubang pegangan atau dua, biasanya jari
tengah yang dimasukkan ke lubang. Sementara jari yang lainnya
menahan pegangan tamborin/pada kayunya. Tamborin dipegang
menggunakan tangan kanan.
122
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Beberapa tepukan tamborin
(1) Tap: Tepukan biasa, tamborin ditepuk dengan tangan yang
lain seperti pada saat bertepuk tangan. Tamborin ditepuk dengan ketiga
jari tengah seirama dengan tempo musik (2) Zip, Menepuk tamborin
dengan menggunakan jari jempol. Gesekan ini menyebabkan bunyi
gemerincing.. (3) Loop : Seperti Tap, bedanya dengan tap hanya sebatas
buku-buku jari yang menepuk tamborin, tidak sampai ke telapak tangan.
Bedanya lagi tamborin digerakkan berputar seperti spiral. Dan yang
bergerak memang hanya tangan yang memegang tamborin. Sementara
tangan kiri diam saja namun tetap terbuka. (4) Shake: ramborin
digoyangkan terus supaya tetap berbunyi gemerincing, sampai hitungan
yang ditentukan. (5) Tap N: Caranya: i. Posisikan tangan kiri menghadap
ke atas, lalu tepukkan tamborin pada telapak tangan tersebut (namun
hanya sebatas buku-buku jari saja). ii.Tepukkan kembali memutar dengan
cepat, jadi kali ini tamborin yang menghadap atas, tangan kiri berada di
atasnya (tetap hanya sebatas buku-buku jari). Iii. Tepukkan lagi memutar
sehingga kembali seperti yang pertama. Seterusnya sama
Fungsi Tari Tamborin
Mengkaji suatu seni pertunjukan yang dilandasi oleh konsep masingmasing pendukung dan pemiliknya, terdapat permasalahan yang sangat
kompleks dan hal ini merupakan suatu kesulitan, sehingga tidak dapat
merekontruksi dan menyimpulkan seni pertunjukan secara objektif
berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Oleh karena itu, berbagai teori
dan metode keilmuan serta pendekatan etnomusikologi dengan didukung
123
Hans Marpaung, Tari Tamborin
oleh ilmu-ilmu lainnya sangatlah diperlukan untuk mengungkap
permasalahan yang berkaitan dengan pertunjukan dan konteks budaya.
Lebih jauh lagi, bila melihat tari tamborin sebagai suatu tarian
yang ada di dalam gereja, maka agar dapat menyelediki lebih jauh
mengenai fungsinya, penulis mengacu kepada fungsi seni pertunjukan
yang dikemukakan oleh Soedarsono (1999:170) bahwa secara garis besar
fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia bisa dikelompokkan
menjadi tiga yaitu, (1) seni sebagai sarana ritual, penikmatnya adalah
kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, (2) seni sebagai sarana hiburan
pribadi, penikmatnya adalah pribadi-pribadi yang melibatkan diri dalam
pertunjukan, dan (3) seni sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya
harus dipersentasikan atau disajikan kepada penonton. Bila melihat
penyajian tari tamborin pada Gereja Bethel Indonesia (GBI) maka penulis
mengambil pendapat yang pertama bahwa tari tamborin digunakan
sebagai sarana ritual.
Fungsi Tari Tamborin Sebagai Sarana Ritual
Tari tamborin memiliki fungsi sebagai sarana ritual, bisa kita
lihat dari tari ini sebagai bagian dari ibadah raya Gereja Bethel Indonesia
(GBI). Dalam ibadah raya ini tari tamborin ini disajikan untuk memuji
dan menyembah Tuhan Yesus. Dalam ibadah raya ini jemaat menyakini
adanya kehadiran Tuhan dalam ibadah raya ini. Dengan adanya tarian ini
diharapkan ibadah raya akan lebih sempurna.
Menurut Bpk. Pdt. E. Purba50 ada beberapa hal yang mengenai arti
dan tujuan bermain tamborin dalam ibadah raya:
1. Alat musik tamborin atau rebana adalah alat musik yang
diperintahkan oleh Tuhan untuk digunakan karena tertulis di
dalam Alkitab51.
2. Tamborin menandakan adanya suasana sukacita, kebahagiaan
dan kemenangan.
3. Tamborin digunakan untuk memuji dan menyembah Tuhan,
untuk menyatakan kebesaran-Nya.
50
51
Hasil wawancara Agustus 2009
Merupakan Kitab Suci yang dipakai oleh agama Kristen
124
Hans Marpaung, Tari Tamborin
4. Tamborin menandakan adanya sebuah perayaan. Maka dari itu,
tamborin dimainkan dalam ibadah raya untuk merayakan
kemenangan atas iblis.
Dengan melihat pendapat di atas tarian tamborin yang disajikan
pada ibadah raya terdapat unsur ritual. Hal ini dikarenakan karena adanya
doa-doa yang dipanjatkan pada Tuhan dan nyayian-nyayian pujian yang
ditujukan pada Tuhan.
Tari tamborin merupakan tarian yang berfungsi sebagai sarana
ritual adalah dikarenakan dalam setiap gerakannya ada makna yang
terkandung di dalamnya. Gambar di bawah ini merupakan makna dari
gerakan tari tamborin.
Dengan melihat gambar ini kita bisa menyimpulkan bahwa ada
makna yang tersirat di balik gerakan-gerakan tangan dari tarian tamborin.
Makna ini antara lain:
istirahat, memberi, menunggu, berserah,
membuka, memuji, menyenangkan, dan mengangkat. Makna gerakan ini
keseluruhannya difungsikan untuk dipersembahkan kepada Tuhan Yesus.
Properti Tamborin
Properti untuk menyajikan tarian tamborin kebanyakan telah
disediakan oleh gereja. Misalnya tamborin maupun kostum untuk penari
tamborin. Tamborin maupun kostumnya dibuat secara khusus dan
membutuhkan keahliah untuk membuatnya, sehingga alat – alat ini harus
dibeli dipasaran. Alat-alat musik untuk musik pengiring telah disediakan
oleh pengurus gereja.
125
Hans Marpaung, Tari Tamborin
126
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Hubungan Tari Tamborin dengan Musik Pengiring
Penyajian musik sebagai pengiring tari merupakan hal yang
terpenting dimana musik dapat membantu tempo serta menambah
keindahan dari tarian tersebut dan juga dapat mewakili awal dan akhir
dari tarian sehingga terdapat suatu keharmonisan di antara penari dan
musik.
Sal Mugiarto (1978:33) mengatakan bahwa, iringan tari terdiri dari
dua, yaitu iringan internal dan iringan eksternal. Iringan internal adalah
iringan tari yang dimainkan oleh sipenari sendiri, sedangkan iringan
eksternal adalah iringan yang dilakukan oleh orang lain atau yang datang
dari luar tubuh si penari itu sendiri. Dalam hal ini musik pengiring tari
tamborin merupakan iringan eksternal yaitu musik yang datang dari luar
tubuh si penari
Alat-alat musik pengiring tari Tamnorin tersiri dari: 1. Gitar Elektrik.
Gitar elektrik merupakan alat musik berdawai enam yang mempunyai
nada diatonik. Gitar elektrik merupakan alat musik dengan klasifikasi
chordophone. Gitar elektrik berfungsi sebagai pembawa ritme dan
melodi. Gitar elektrik ini dimainkan oleh satu orang pemain. Dalam
permainannya dimainkan dengan posisi duduk.
Gitar listrik adalah sejenis gitar yang menggunakan beberapa pickup
untuk mengubah bunyi atau getaran dari senar gitar menjadi arus listrik
yang akan dikuatkan kembali dengan menggunakan seperangkat
amplifier dan loud speaker. Suara gitar listrik dihasilkan dari getaran
senar gitar yang mengenai kumparan yang ada di badan gitar yang biasa
disebut "pick up". Terkadang sinyal yang keluar dari pickup diubah
secara elektronik dengan gitar effect sebagai reverb ataupun distorsi.
2. Gitar Elektrik Bas. Gitar elektrik bas merupakan alat musik
berdawai empat atau lima yang mempunyai nada diatonik Gitar elektrik
merupakan alat musik dengan klasifikasi chordophone. Gitar elektrik bas
berfungsi sebagai pembawa ritme. Gitar elektrik bas ini dimainkan oleh
satu orang pemain. Dalam permainannya dimainkan dengan posisi duduk.
Gitar bass listrik adalah alat musik dawai yang menggunakan listrik
untuk memperbesar suaranya. Penampilannya mirip dengan gitar elektrik
127
Hans Marpaung, Tari Tamborin
tapi perbedaannya dengan gitar elektrik adalah gitar elektrik bas memiliki
badan yang lebih besar, neck (leher) yang lebih panjang, dan biasanya
memiliki empat senar (gitar elektrik memiliki enam senar).
Berat dari gitas bas lebih berat daripada gitar elektrik biasa, karena
senarnya yang lebih tebal (berguna untuk menjaga kerendahan
nada/bunyi) sehingga menyebabkan harus memilih kayu yang lebih padat
dan keras untuk menyeimbangi tekanan pada neck (leher gitar). Selain itu
ukuran fret (kolom pada gitar) yang lebih besar yang disesuaikan dengan
ketebalan senar.
Ada banyak jenis bass yang dipakai sampai dengan saat ini. Yang
paling banyak dipakai berupa contra bass dan cello bass (yang biasa
digunakan untuk pertunjukan opera), bass listrik (biasa digunakan untuk
semua jenis pertunjukan terutama band) serta bass fretless yang sama
dengan bass listrik tapi tidak ada fret (kolom/pembatas pada papan
tekan/neck) pada bass tersebut. Prinsip kerja bass fretless mirip dengan
contra/cello bass hanya saja berbentuk gitar listrik.
3. Keyboard/String. Kibort (Inggris: Keyboard) adalah sebuah alat
musik yang dimainkan seperti piano, tetapi kibort bisa memainkan
beragam suara, seperti terompet, suling, gitar, biola, sampai suara-suara
perkusi. Dengan kibor juga bisa dimainkan layaknya sebuah kelompok
band. Kibort juga bisa dimainkan bermain organ atau piano dan lebih
praktis karena lebih mudah dibawa ke mana-mana.
Dalam memainkan kibort penggunaan akord adalah sangat penting
dan sering digunakan. Akord adalah kumpulan tiga nada atau lebih yang
bila dimainkan secara bersamaan terdengar harmonis. Akord bisa
dimainkan secara terputus-putus ataupun secara bersamaan. Akord ini
digunakan untuk mengiringi suatu lagu. Contohnya adalah dengan
menekan tiga tuts piano C, E dan G secara bersamaan, maka sebuah
akord telah dimainkan. Contoh alat musik lainnya yang bisa memainkan
akord adalah gitar (akustik dan listrik), organ, electone.
4. Piano elektrik. Piano elektrik (atau piano listrik), yang didasarkan
pada teknologi elektro akustik atau metode digital. Nada suaranya
terdengar melalui sebuah amplifier dan loudspeaker.
Dari sisi mutu suara, piano elektronik seperti tidak ada bedanya
dengan piano biasa. Perbedaannya terletak pada berbagai fitur yang
128
Hans Marpaung, Tari Tamborin
melengkapinya. Fitur yang ada pada piano elektrik tidak ada dalam piano
biasa. Misalnya, piano elektrik bisa dihubungkan dengan perangkat
MIDI, komputer, alat rekam; memiliki pengatur volume, dan headphone
untuk pendengar kepala.
5. Drum Set. Drum adalah kelompok alat musik perkusi yang terdiri
dari kulit yang direntangkan dan dipukul oleh tangan atau sebuah batang
kayu. Selain kulit, juga digunakan bahan lain, misalnya plastik. Drum
terdapat di seluruh dunia dan memiliki banyak jenis, misalnya kendang,
timpani, Bodhrán, Ashiko, snare drum, bass drum, tom-tom, dan lainlain.
Dalam musik pop, rock, dan jazz, "drums" biasanya mengacu kepada
drum kit atau drum set, yaitu sekelompok drum yang biasanya terdiri dari
snare drum, tom-tom, bass drum, cymbal, hi-hat, dan kadang ditambah
berbagai alat musik drum listrik. Orang yang memainkan drum set
disebut “drummer".
Penggunaan Musik Pengiring Tari Tamborin
Dalam disiplin etnomusikologi, penggunaan dan fungsi mempunyai
pengertian yang berbeda. Hal ini ditegaskan oleh Alan P. Merriam yang
mengatakan: Use then, refers to the situation in which music is employed
in human action; fungction concerns the reasons for its employment and
particularly the broader purpose which it serves (Merriam, 1964:210).
Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa fungsi musik adalah
menyangkut tujuan pemakaian musik itu, sedangkan penggunaan adalah
menyangkut cara pemakaian musik itu dalam konteks sosio-kulturalnya.
Penggunaan lebih menitik beratkan pada masalah waktu pemakaian
musik, sedangkan fungsi menyangkut untuk apa musik itu digunakan
demikian.
Memperhatikan penggunaan musik pengiring tarian tamborin
pada Gereja Bethel Indonesia dapat dilihat pada saat berlangsungnya
ibadah raya. Dimana pada saat ibadah raya peran dari pada musik sangat
diperlukan dimana musik akan mengiringi jalannya ibadah maupun untuk
mengiringi tarian tamborin.
Pola Ritem
129
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Untuk mempermudah pemahaman tulisan ini maka penulis
memakai lambang dan simbol musik barat. Untuk itu not yang tertulis
(seperempat) dibaca 1 ketuk kemudian not (setengah) bernilai 2 ketuk.
Dalam hal ini tamborin sebagai pembawa ritem internal
mempunyai pola ritem yang mengikuti tempo dari musik pengiringnya.
Penulis menuliskan ritem dasar tamborin sebagai pengiring internal tarian
tamborin. Iringan internal tamborin dengan iringan eksternal ritemnya
saling menjalin. Dalam hal ini ketukan tamborin dalam tarian tamborin
konstan.
Pola Gerak Tari Tamborin
Hubungan Ritem Internal Dengan Ritem Eksternal
Pola gerakan tari tamborin mempunyai dua jenis yaitu pola 1 x 8
dan 1 x 16. pola gerakan tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini:
Pola 1 x 8
4
4
Pola 1 x 16
4
4
Pola 1 x 8 adalah pola ritem internal yang nilai ketukannya
terdiri dari 8 hitungan. Dimana dalam lagu yang berirama 4/4 nilai not
seperempat dihitung satu ketuk dan not setengah dihitung dua ketuk.
Pola 1 x 16 adalah pola ritem internal yang nilai ketukannya
terdiri dari 16 hitungan. Dimana dalam lagu yang berirama 4/4 nilai not
seperempat dihitung satu ketuk dan not not setengah dihitung dua ketuk.
130
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Penggunaan kedua pola tersebut tergantung kebutuhan lagu dan
kesepakatan dari leader penari dan para anggota. Jadi dalam satu lagu
yang sedang dimainkan bisa menggunakan kedua pola tersebut.
Sampel Lagu : Ada Satu Sobatku
Foxtrot/Chacha
131
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Keterangan :
Contoh lagu di atas menjelaskan penggunaan pola ritem 1 x 16, partitur
dibagi dua yang di atas menjelaskan ritem eksternal sedangkan yang di
bawah menjelaskan tentang ritem internal dalam hal ini tamborin. Siklus
1 x 16 akan selalu terjadi perulangan hingga akhir lagu. Ini membuktikan
siklus pola 1 x 16 cocok dengan frasa lagu yang dimainkan.
132
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Gerakan tamborin dimulai dari hitungan 1, 2, 3, 4, 5 , 6 ,7, 8 ,9, 10,
11, 12, 13, 14, 15, dan 16 atau searah dengan tanda panah.
4
1
2
3 4
5
6
7 8
9 10
11
13 14 15 16
Fungsi Musik Pengiring Tari Tamborin
Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat
sekurang-kurangnya sepuluh fungsi musik, yaitu : (1) fungsi
pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3)fungsi
hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi
reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara
keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9)
fungsi kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian
masyarakat (Merriam, 1964:219-226)
Selanjutnya fungsi-fungsi di atas akan dijadikan sebagai dasar
pembahasan berkenaan dengan fungsi musik pengiring tari tamborin pada
Gereja Bethel Indonesia (GBI).
Fungsi Pengungkapan Emosional
Pada dasarnya
semua musik adalah berfungsi sebagai
pengungkapan emosional, baik melalui bunyi yang dihasilkan maupun
oleh penyajinya. Emosional penyanjinya akan tertuang melalui teknik
permainan musik itu sendiri, sehingga daripadanya akan muncul suatu
ungkapan musik baik secara ritmes maupun melodis.
Penggungkapan musik yang dihasilkan musik pengiring tari
tamborin secara otomatis akan menimbulkan emosi bagi pemain musik
itu sendiri maupun orang yang mendengar musik itu. Dengan adanya
musik pengiring ini maka akan berpengaruh juga bagi para penari
tamborin, dimana musik akan membangkitkan emosi atau semangat
untuk menari. Dengan menghayati lagu-lagu yang dimainkan, maka akan
timbul suatu kesadaran yang dapat membantu mengekspresikan emosi,
baik itu bagi pemain musik maupun para penari tamborin.
133
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan
Dalam ibadah raya ini fungsi musik pengiring yaitu untuk
mengesahkan atau menandakan adanya perayaan dalam ibadah raya.
Dengan adanya musik dalam ibadah raya itu akan menambah
kesempurnaan dalam ibadah itu. Hal ini terlihat, bahwa ibadah raya
berbeda dari kebaktian biasa yang diadakan setiap hari. Hal ini dapat
dilihat, ketika ada kegiatan di gereja GBI Tanjung Sari baik itu hari senin
sampai sabtu, musik penggiring tidak dimainkan . karena hanya
dimainkan ketika ibadah raya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan musik penggiring dalam ibadah raya adalah sebagi
fungsi pengesahan lembaga social dan upacara keagamaan.
Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
Selain untuk mengiringi tarian tamborin pada ibadah raya, maka
musik pengiring tari tamborin juga digunakan untuk menyatukan jemaat
dengan persekutuan. Dengan Adanya musik maka jemaat akan bernyayi
bersama pada ibadah raya ini, hal ini tentunya akan menyatukan jemaat.
Hal ini dibuktikan, dengan penggunaan musik penggiring, jemaat dan
pemain musik bersatu. Jemaat dan musik penggiring tidak dapat berdiri
sendiri, dimana ketika musik dimainkan, ada bagian bagian lagu yang
hanya khusus untuk pemain musik, dan ada juga bagian dari lagu yang
dinyanyikan secara bersama-sama oleh jemaat. Jadi musik penggiring
dapat menyatukan antara jemaat yang hadir didalam ibadah raya yang
diadakan oleh GBI tanjung Sari Medan.
Hal ini juga terlihat, dimana dalam tari tamborin kebersamaan
gerak oleh kelompok penarinya. Hal ini terjadi karena adanya kerjasama
dan kesatuan dengan musik penggiring.karena kalau tidak ada
kekompakan pasti akan terjadi kekacauan diantara para pendukung acara
didalam kebaktian ibadah raya. Dengan demikian kehadiran musik
pengiring tari tamborin berfungsi sebagai benda pengintegrasian bagi
individu-individu yang ada di dalamnya
134
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Fungsi Komunikasi
Musik pengiring tari tamborin akan menghasilkan melodi dan
ritem yang baik apabila ada komunikasi dari setiap alat musik yang
mainkan. Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan menghasilkan
tatanan musik yang baik. Hal inin terlihat, bahwa setiap instrument alat
musik yang dimainkan dalam musik penggiring mempunyai tugas
masing-masing. Ada alat musik yang hanya berfungsi sebagai pembawa
ritem yang konstan dari awal lagu sampai akhir. Hal ini dilakoni oleh
pemain drum. Dengan adanya alat musik drum, maka ada ketukan yang
selalu berulang secara konstan disepanjang lagu. Demikian juga dengan
alat musik piano, gitar dan bass. Masing-masing alat musik ini berfungsi
sebagai pembawa melodi. Walaupun masing-masing pembawa melodi,
tetapi mempunyai aturan dalam memainkan nadanya. Porsi antara alat
musik tersebut dibagi untuk menghasilkan nada-nada yang baik.
Komunikasi selanjutnya yaitu pada ibadah raya, musik juga
berfungsi sebagai alat perantara untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Lagu-lagu yang dinyayikan dengan diiringi musik yang mana teksnya
berisi pujian-pujian serta permohonan-permohonan doa kepada Tuhan.
Fungsi Reaksi Jasmani
Yang dimaksud dengan fungsi reaksi jasmani disini ialah bunyi
musikal yang dapat merangsang seseorang untuk melakukan gerakangerakan teratur seirama dengan tempo ataupun bunyi musik yang
dimainkan. Berkenaan dengan hal tersebut musik pengiring tari tamborin
berfungsi untuk merangsang jasmani para penari tamborin tersebut untuk
menggerakkan tubuhnya sesuai dengan tempo musiknya. Hal ini terlihat,
ketika dimainkan lagu yang bersifat pujian, maka akan ada semangat dan
gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa lagu itu membuat semangat.
Biasanya para jemaat, ketika menyanyikan lagu pujian yang diiringi
musik melompat dan bertepuk tangan. Ungkapan ekspresi terlihat dari
gerakan tubuh mereka. Hal ini berbeda ketika para jemaat mengikuti
musik pengiring yang membawakan lagu penyembahan. Jemaat terlihat
tenang dan ekspresi tubuh juga tidak banyak melakukan gerakan.
135
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Analisis Musik
Dalam analisis musiknya, lagu Ada Satu Sobatku dapat di analisis
berdasarkan metodologi yang dikemukakan oleh Charles Seeger, yang
membedakan dua notasi yaitu notasi preskriptif dan notasi deskriptif.
Preskriptif ialah notasi yang melukiskan secara garis besar nada dari
suatu lagu, notasi ini merupakan pedoman tentang bagaimana musik
tertentu itu dapat diwujudkan oleh pemain musik. Sedangkan Deskriptif
ialah laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana
sebenarnya suatu musical dalam suatu pertunjukan diwujudkan. Untuk
kebutuhan analisis lagu Ada Satu Sobatku, penulis menggunakan
preskriptif.
Analisis Melodi
1. Tangga nada dalam teori Malm (1977:8) yang diperguna-kan
adalah tangga nada barat, karena nada-nadanya sudah terukur
dikarenakan lagu yang dimainkan dibawakan oleh alat musik modern.
dimana tangga nada untuk lagu ada satu sobatku yang setia menggunakan
tangga mayor yang terdiri dari C – D – E – F – G – A – B – C
2. Wilayah Nada. Dalam menentukan wilayah nada adalah dengan
melihat jarak antara nada terendah sampai ke nada yang tertinggi.
Berdasarkan hasil transkripsi melodi, maka wilayah nada ada satu
sobatku yang setia adalah d-a’.
3. Interval
Interval merupakan jarak antara dua buah nada (naik atau turun).
Adapun interval-interval yang terdapat dalam melodi lagu ada satu
sobatku yang setia adalah :
Interval
Jumlah
1. Prime Perfect
22
2. Sekunda Mayor
22
136
Hans Marpaung, Tari Tamborin
3. Terts Mayor
4. Terts Minor
5. Kwint Perfect
5
4
4
4. Kontur. Kantur merupakan garis atau alur melodi dalam sebuah
lagu, hal ini menurut Malm (1964:8) dapat dibedakan beberapa jenis,
yaitu:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya menaik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya menurun dari nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada
yang rendah ke nada yang lebih tinggi, kemudian kembali ke nada yang
lebih rendah, sebaliknya dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih
rendah dan kembali ke nada yang lebih tinggi.
4. Terraced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak
tangga nada yang lebih rendah ke nada yang tinggi, kemudian bergerak
sejajar lalu bergerak ke nada yang lebih tinggi dan seterusnya yang
akhirnya berbentuk seperti anak tangga.
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap bergerak dalam ruang
lingkup yang terbatas / datar
Berdasarkan hasil transkripsi dapat dituliskan bahwa kontur dari melodi
lagu ada satu sobatku yang setia adalah pendulous.
6. Formula melodi. Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi
lagu ada satu sobatku yang setia maka penulis menggunakan pendapat
Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang perlu
diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu
dengan memperhatikan unsur-unsur melodi yang terkandung berdasarkan
pengulangan frasa, berdasarkan tanda diam, pengulangan pola ritem,
transposisi, kesatuan dari teks yang ada dalam musik (1964:150).
Frasa merupakan bangunan musik dengan jumlah beat yang lebih
pendek dari pola ritem, yang mengandung dua atau lebih motif ritme
melodi. Melodi menurut apel dalam skripsi Heristina Dewi (1992), adalah
suatu elemen yang membentuk suatu kesatuan. Dalam menganalisa frasa,
digunakan beberapa simbol, yaitu A, B, C, dan seterusnya. Frasa yang
137
Hans Marpaung, Tari Tamborin
sama diberi simbol yang sama sedangkan frasa yang merupakan variasi
disimbolkan dengan huruf kapital yang sama tetapi ditambah dengan
simbol angka, yaitu A1, A2, dan seterusnya. Frasa yang terdapat pada
lagu ada satu sobatku yang setia adalah :
Frasa A
Frasa A1
Frasa B
138
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Frasa B1
Perjalanan frasa-frasa pada lagu ada satu sobatku yang setia dapat
digambarkan seperti berikut ini :
A
A1
B
B1
A
A1
B
B1
B
B1
139
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Lengk ap2
Penutup
Keberadaan tari tamborin yang merupakan salah satu bagian dari
sistem tata ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari Medan.
Keberadaan tarian tamborin dalam ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI)
T. Sari tidak jauh berbeda dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) lainnya.
Tarian tamborin ini menggunakan alat musik tamborin (pengiring
internal) sebagai alat untuk menari. Dalam pelaksanaanya tarian ini
diiringi oleh instrumen musik berupa: satu buah gitar elektrik, satu buah
gitar bas elektrik, piano, kibort dan seperangkat drum set. Jumlah penari
tediri dari 4 – 5 wanita atau lebih.
Tari tamborin merupakan tarian yang terdapat dalam ibadah raya
Gereja Bethel Indonesia (GBI). Ibadah raya merupakan ibadah yang
diadakan setiap hari minggu yang merupakan kegiatan untuk memuji dan
memuliakan Tuhan. Tarian tamborin dalam ibadah raya akan
menyemarakkan jalannya ibadah raya. Dalam ibadah raya tari tamborin
berfungsi sebagai tarian untuk memuji dan memuliakan Tuhan atau
disebut sebagai fungsi ritual. Tarian tamborin juga berfungsi untuk
menyemarakkan ibadah raya.
140
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Dalam hal ini, alat musik yang digunakan dalam penyajian tari
tamborin berfungsi sebagai instrumen pengiring tarian, bukan sebagai
lagu, sehingga dalam setiap penyajiannya lagu yang digunakan untuk
mengiringi tarian tamborin dapat berubah-ubah. Adapun fungsi dari
musik pengiring tarian tamorin selain untuk mengiringi tarian tamborin
adalah untuk menambah semangat atau emosi daripada penari juga untuk
menunjukkan adanya ibadah. Untuk mengiringi tarian tamborin lagu yang
digunakan adalah lagu-lagu yang berisifat riang dan bersemangat.
Dalam menari tamborin terdapat pola 1 x 16 ketukan dalam setiap
gerakan. Baik lagu cepat dan juga lagu lambat. Walaupun berganti lagu,
tapi gerakan pola 1 x 16 ini tetap. Penggunaan pola 1 x 16 adalah sesuai
dengan pemenggalan frasa lagu.
Penggunaan kostum dalam tarian tamborin yang digunakan harus
sopan. Penggunaan kostum disesuaikan dengan kesepakatan para penari.
Dalam penyajiannya tarian tamborin diekspresiakan dengan bersemangat
dan bergembira. Eksistensi iringan musik dalam tari sangatlah penting
yaitu sebagai pembentuk suasana dan juga untuk mempertegas tekanantekanan gerak, sehingga tari dapat berjalan dengan baik.
Tarian tamborin beserta musik pengiringnya merupakan hal yang
penting dalam eksistensi ibadah raya yang ada dalam Gereja Bethel
Indonesia (GBI). T. Sari Sehingga diharapkan adanya upaya dari penari
maupun pemain musik untuk meregenerasikannya kepada jemaat-jemaat
yang lain.
Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menyadari bahwa tulisan
ini memiliki banyak keurangan. Tulisan ini belum bisa dikatakan
sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan kelemahan yang
dimiliki penulis. Penulis sangatlah mengharapkan saran dan kritikankritikan yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian, agar tulisan ini
menjadi lebih baik lagi.
Disini penulis juga sangat terbuka menjadi mitra diskusi, bila ada
peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk meneliti kebudayaan-kebudayaan
yang ada di gereja. Akhir kata penulis mengucapkan semoga tulisan ini
dapat bermanfaat sesuai dengan harapan kita semua, terima kasih.
Daftar Pustaka
Edi Sedyawati, 1981.Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta, Pustaka Jaya
141
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Edi Sedyawati, 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. JakartaL
Direktorat Kesenian.
Edi Sedyawati, 2006. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada
Edi Sedyawati, 2008. KeIndonesiaan dalam Budaya. Jakarta, Wedatama Widya Sastra
JS Badudu, 1989. Pelik Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Prima
Koentjaraningrat, 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Antropologi. Jakarta, PT. Rineka Cipta
Koentjaraningrat, 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music Evanston: Northwestern University
Press
Mawene, 2002 Gereja yang Bernyayi (PBMR) ANDI
Yap, Magrate, 1994. Pujilah Dia Dengan Rebana & Tarian Jakarta, Metanoia Publising
Mike & Viv Hibert, 2001. Pelayanan Musik (PBMR) ANDI
Malm, William P, 1977. Music Cultures of The pasific Music The Near East And Asia.
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Nettl, Bruno, 1964. Theory and Method In Ethomusicology
New York: The free Pres Of Glencoe
Tuti Rahayu, 2002. Pengantar Pengetahuan Tari. Jurusan Sendratari FBS UNIMED
R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. YOGYAKARTA MSPI
R.M Soedarsono, 1972. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta: ASTI
Yogyakarta
R.M Soedarsono, 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. MSPI
(Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia)
Sal Mugiarto, 1972. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-batas dan Arti
Pertunjukan, Yogyakarta, Jurnal MSPI
Poerwadarminta. W.J.S, 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka
Samuel, Wilfred J., 2006. Kristen Kharismatik. Jakarta:PT BPK Gunung Mulia
Internet
http://www.wikipedia.org
http://www.sabda.org
Daftar Informan
Pdt. E. Purba, 45 tahun, pekerjaan pendeta..
Vero, usia 19 tahun, pekerjaan penari tamborin/mahasiswa.
Intan Manullang, 23 tahun, pekerjaan penari tamborin/maha-siswa
Herdi Berutu, usia 23 tahun, pekerjaan pemusik gereja/mahasiswa
Rahman, 29 tahun, diaken/pekerja gereja.
142
Hans Marpaung, Tari Tamborin
Tentang Penulis
Hans Marpaung adalah sarjana seni lulusan Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan,
tahun 2009. Rulisan ini merupakan hasil penyuntingan skripsi beliau
yang bertema musik dan tari tamborin pada Gereja Bethel Indonesia di
Medan.
.
143
Etnomusikologi, Nomor 9, Tahun 5, Maret 2009
ISSN: 1858-4721
SYAIR DALAM KEBUDAYAAN MELAYU:
KAJIAN STRUKTUR MUSIKAL
Fadlin
Dosen Etnomusikologi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
This paper will be discuss syair in Malay world, especially in North
Sumatran Malayu. I will be described of historical and musical
structure of Malay syair. In the contect of historical, syair exist in
Malay world since the Malay culture in earliest time, and syair
expressed the original nalur of Malay. Then, when arab and Parsi cam
to Malay world syair acculturated with both culture. Structyrally,
syair shaped by some melody, primary Selendang Delima melody and
song. This melody very popular to performed syair. This melody can
be divided into interlude and content, whuch have ternary melodic.
This melody always accompanied by violin, piano accordion, frame
drum (gendang Melayu), and tawak-tawak (gong).
Pengantar
Syair adalah sebuah genre sastra dalam peradaban Melayu,yang
penggunaannya menyebar di seluiruh kawasan Dunia Melayu. Syair
secara social dipergunakan dalam berbagai aktivitas, seeprti persembahan
bangsawan, mengiringi upacara perkawinan, sebagai prolog dalam
pertunjukan kesenian Melayu, hiburan pribadi, pengungkapan settika dan
lain-lain.
Beberapa pakar sastra dan linguistik Melayu memerikan tentang
syair. Meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti A.
Teeuw yang menggunakan pendekatan ekstensif (emik) dan Syed Naquib
al-Attas yang menggunakan pendekatan intensif, para sarjana ini tidak
dapat menafikan bahwa dalam realitinya Hamzah Fansuri yang
memesatkan penggunaan syair dalam perkembangan kesusastraan
Fadlin, Syair Melayu
Melayu. Oleh karenanya, soalan yang perlu dibagi jawaban ialah sangat
menentukan seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah (1989:216):
Pertamanya, apakah syair itu merupakan bentuk puisi
Melayu-Indonesia yang asli (purba), ertinya telah ada sebelum
kedatangan Islam atau, keduanya, benarkah syair dikarang
dandicipta oleh Hamzah Fansuri dan hanya dikenali dan
berkembang selepas Hamzah Fansuri (m. 1630 Masihi)
Harun Mat Piah mengemukakan empat kesimpulan berasaskan kepada
berbagai pendapat dan polemik yang timbul berhubung dengan syair yang
dikemukakan oleh para sarjana. Tanpa mengulangi satu per satu
penghujahan yang dikemukakan oleh para sarjana dan mengulangi lagi
asal-usul syair dan lain-lain yang berkaitan dengannya, kita lihat keempat
simpulan mengenai syair yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah
(1989:209-210). (1) Bahwa istilah syair berasal dari bahasa Arab; dan
penggunaannya dalam bahasa Melayu hanya sebagai istilah teknik. (2)
Bahwa syair Melayu itu, walau ada kaitannya dengan puisi Arab, tetapi
tidak berasal dari syair Arab dan Persia, atau sebagai penyesuaian dari
mana-mana genre puisi Arab atau Persia. Dengan perkataan lain, syair
adalah cipataan asli masyarakat Melayu. (3) Ada kemungkinan syair itu
berasal dari puisi Melayu Malaysia-Indonesia asli. (4) Bahwa syair
Melayu dicipta dan dimulakan penyebarannya oleh Hamzah Fansuri dan
beracuankan puisi Arab-Persia.
Pengkaji lainnya yaitu Mohd. Yusof Md. Nor dan Abdul Rahman
Kaeh (1985:vii) mengemukakan empat kesimpulan juga, namun sedikit
berbeda dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah,
yaitu: (1) Karena kata syair datangnya dari Arab-Persia, maka syair
dianggap datang dari luar. (2) Meskipun kata syair ada kaitannya dengan
bahasa Arab-Persia, tetapi bentuk syair ialah ciptaan orang Melayu di
Nusantara ini. (3) Syair sudah ada sejak abad kelima belas di Melaka. (4)
Syair dikarang oleh Hamzah Fansuri dan berkembang selepasnya.
145
Fadlin, Syair Melayu
Notasi 1.
Cuplikan Marhaban
146
Fadlin, Syair Melayu
Sementara Siti Hawa Salleh menambahkan bahwa selain simpulan
seperti di atas ada sebuah lagi aspek yang berkaitan dengan eksistensi
syair di dunia Melayu. Menurutnya, kegiatan keagamaan dalam tradisi
merayakan Maulidur Rasul (Maulid Nabi) memperkenalkan dan
merapatkan masyarakat Melayu dengan puisi barzanji. Mungkin pada
mulanya puisi didendangkan dalam bahasa Arab asalnya dan kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sambil memberi perhatian
kepada rima akhir setiap baris. Akhirnya para penyair Melayu sendiri
mencipta puisi-puisi dengan berpandukan penulisan puisi barzanji.
Contoh-contoh yang dipetik dari buku barzanji memperlihatkan bahwa
bentuk penciptaan puisi itu ialah bentuk syair seperti yang wujud
sekarang. Kegiatan menyanyikan puisi barzanji dalam majlis Maulidur
Rasul (maulid Nabi) setiap tahun pasti meninggalkan kesan terhadap
selera puisi masyarakat Melayu. Dengan itu, tentulah sedikit sebanyak
lagu barzanji ini memainkan peranan dalam menyebarkan penciptaan
puisi jenis ini yang akhirya bernamakan syair. Selain itu, tidak dapat
dinafikan bahwa minda masyarakat Melayu lebih mudah menerima puisi
barzanji dengan struktur kalimat dan rima akhirnya karena kebiasaan
mereka dengan bentuk puisi yang sedia ada dalam kesusastraannya
sendiri.
Dengan wujudnya berbagai-bagai jenis syair dalam kesusastraan
Melayu, ternyata bahwa puisi jenis ini amat disukai oleh masyarakat
Melayu zaman silam.
Syair menyediakan satu lagi cara untuk
menyampaikan cerita selain bentuk prosa. Walaupun pantun berkait
berdaya menyam-paikan sesuatu kisah yang panjang, menuruti
penceritaannya dapat memberikan tekanan kepada pembaca atau
pendengar karena struktur pantun berkait yang terpaksa mengulang sebut
maksud dalam rangkap awal sebelum mengungkapkan informasi dalam
rangkap yang berikutnya. Oleh itu, pantun berkait tidak digunakan secara
meluas untuk menyampaikan cerita yang panjang-panjang seperti yang
dapat dilakukan oleh syair (Siti Hawa Salleh 2005:23).
Dalam Dunia Melayu hampir setiap genre kesusastraan Melayu
tradisional mempunyai versinya dalam bentuk syair, selain dalam bentuk
prosa—hingga terdapat satu kumpulan karya yang besar tercipta dalam
bentuk syair. Dengan demikian, daam perbendaharaan kesusastraan
147
Fadlin, Syair Melayu
Melayu terdapat syair agama, syair sejarah, syair hikayat, syair nasehat,
dan lain-lain. Syair juga muncul dalam karya prosa tradisional, baik
untuk selingan mauun penghias bahasa dan juga dapat sebagai penyampai
alternatif. Kepopularannya dikekalkan melalui iramanya yang tersendiri
hingga syair termasuk ke dalam kumpulan dendangan irama asli52,
menjadi sebahagian dari nyanyian dalam persembahan bangsawan dan
mempunyai peminat atau audiensnya sendiri. Contoh syair dalam Dunia
Melayu: (a) syair sejarah (Syair Sultan Maulana, Syair Perang
Mengkasar, Syair Muko-Muko), (b) syair keagamaan (Syair Makrifat,
Syair Mekah dan Medinah, Syair Hari Kiamat), (c) syair
hikayat/hiuran/romantis (Syair Harith Fadzillah, Syair Gul Bakawali,
Syair Jauhar Manikam), (d) syair hikayat panji (Syair Ken tambuhan,
Syair Panji), syair nasihat (Syair Nasihat, Syair Nasihat Pengajaran
untuk Memelihara Diri, Syair Nasihat kepada Pemerintah), dan (e) syair
perlambangan, kiasan atau sindiran (Syair Ikan Terubuk, Syair Ikan
Tongkol, Syair Bereng-bereng) (Siti Hawa Haji Salleh 2005:24).
52
Sebenarnya syair ini tidak boleh dikategorikan sebagai irama asli atau kalau di
Sumatera Utara disebut irama senandung, yang temponya lambat yaitu sekitar 60 ketukan
asas per minitnya. Ditulis dalam birama atau sukatan 4/4. Dalam satu siklus (pusingan)
memerlukan delapan ketukan asas. Dengan onomatopeik bunyi 4 ketukan awal diisi oleh
suara tak, dan empat berikutnya dang, dang , tung, tung, dang, dang dan tung. Dengan
nota lengkap sebagai berikut:
. Pada
bahagian melodi selang (interlude) digunakan rentak inang atau mak inang dalam 4/4 dan
bahagian isi meter bebas bukan rentak ata irama asli.
148
Fadlin, Syair Melayu
Gambar 2.
Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji
149
Fadlin, Syair Melayu
Struktur Musikal
Selain peraturan struktural sastra, seperti sudah diuraikan di atas,
struktur syair yang tak kalah pentingnya adalah melodi dan rentak
musikalnya. Syair ini selalu dipersembahkan dengan menggunakan
bentuk melodi tertentu, yang memiliki struktur internal pula. Bahkan
dalam satu bait pada Syair Puteri Hijau dinyatakan sebagai berikut.
Sampai disini sja’irpun tammat,
Sadjaknya banjak a’ betul amat,
Mengarangkan dia habislah tjermat,
Pinggang dan tengkuk rasanja lumat.
Sedikit sadja saja pohonkan,
Membatja sja’ir hendaklah lagukan,
Supaja gembira jang mendengarkan,
Paedahnja banjak tentu didapatkan.
(Rahman 1962:92)
Dari nukilan atau cuplikan syair di atas jelaslah bahwa dalam mempersembahkan syair,
haruslah dilagukan bukan dibaca verbal biasa saja. Demikian pentingnya lagu ini, maka
menurut penulis, lagu dalam syair Melayu memainkan peran utama dalam aspek strukruralnya
mahupun fungsionalnya Artinya lagu dalam syair ini memberikan identitas dan jati diri kepada
syair selain dari struktur teks sastranya. Bagaimana-pun, melodi syair berbeda dengan melodi
gurindam dan berbeda pula dengan melodi nazam, dan genre sastra Melayu lainnya. Dengan
demikian melodi syair wajib dibagi perhatian serius pula di samping struktur sastranya.
Di Sumatera Utara, melodi pengiring syair disebut dengan Lagu Selendang Delima. Dari mana
asal-usul tajuk melodi ini belum dapat dipastikan lagi. Namun kemungkinan besar, menurut
penulis adalah melodi tersebut awalnya berasal dari sebuah lagu tradisional Melayu baik yang
berada di Sumatera Utara atau Semenanjung Tanah Melayu, yang bertajuk Lagu Selendang
Delima, dengan teksnya tersendiri, atau teks berbentuk pantun, yang boleh pantun mana saja
masuk ke dalamnya. Karena lagu ini memang tepat untuk dimasuki sesebuah pantun.
Kemudian karena ia bentuk asli atau senandung dan sedikit meter bebas melodinya, maka lagu
ini tepat pula dipergunakan untuk menyampaikan syair. Demikian hipotesis penulis.
Nama tajuk Lagu Selendang Delima ini tak banyak yang mengetahuinya. Hanya ada
beberapa pemusik saja di kalangan seniman Melayu, yang mengetahuinya, terutama di kalangan
pemusik yang berusia relatif tua. Mereka menjelaskan bahwa lagu ini memang bertajuk demikian
sejak mereka mengenalnya awal kali. Bila itu tercipta dan siapa penciptanya mereka tidaklah tahu.
Di Sumatera Utara, melodi Lagu Selendang Delima untuk
mempersembahkan syair ini cukup populer, karena pada dekade 1960-an
sampai 1970-an, masyarakat Melayu Sumatera Utara biasanya pencinta
berat acara Drama dalam Syair yang disiarkan oleh Radio Singapura,
150
Fadlin, Syair Melayu
Singapore Broadcasting Coorporation (SBC). Pada ketika itu, pemain
drama ini yang cukup popular di kalangan masyarakat Melayu Sumatera
Utara adalah Jahlelawati dan Haji Syarif Medan Singapura. Adapun
cerita-cerita yang dipersembahkan umumnya adalah sama dengan yang
dipersembah-kan dalam genre teater bangsawan.
Melodi Lagu Selendang Delima ini dalam konteks megiringi
syair, di wilayah Sumatera Utara, biasanya untuk suara lelaki memakai
nada dasar D sedangkan untuk mengiringi penyair perempuan
menggunakan tangga nada G (wawancara dengan Ahmad Setia 22
September 2007 di Jalan Antara Medan). Nada dasar ini diperlukan
sebagai sarana memosisikan suara agar tidak terlalu rendah atau terlalu
tinggi, disesuaikan dengan ambitus suara penyair. Namun demikian,
setiap penyair boleh saja meminta nada dasar yang lebih sesuai untuk
suaranya, misalnya E, Es atau F untuk lelaki, As atau A untuk
perempuan, dan lain-lainnya, menurut kehendak dan kemampuan suara
penyair itu.
Rentak yang digunakan pada melodi syair ini adalah
menggunakan dua jenis rentak yaitu (a) mak inang, ditulis dalam birama
2/4 atau 4/4, dengan menggunakan onomatopeik: tak, ding, dang dan
tung. Keseluruhannya adalah delapan birama atau 32 ketukan asas.
Kemudian rentak yang kedua (b) adalah meter bebas atau free meter.
Pada bahagian ini diutamakan persembahan teks syair yang terdiri dari
empat baris dalam satu baitnya. Rentak meter bebas ini sedikit mengarah
kepada rentak senandung namun tidak terikat oleh tanda birama atau
metrum Dengan demikian kita boleh melihat adanya pengutamaan teks
saat isi ini sehingga boleh dikategorikan sebagai musik melogenik, yaitu
musik yang mengutamakan unsur teks dibanding ritme atau melodi. Ini
menjadi ciri utama pula dalam persembahan kesenian Melayu pada
umumnya, jarang yang mengutamakan unsur musik saja, namun lebih
menumpukan pada teks.
151
Fadlin, Syair Melayu
Notasi 2.
Tiga Rentak Dasar dalam Musik Melayu Sumatera Utara
(Senandung, Mak Inang, dan Lagu Dua)
Rentak Mak Inang adalah Asas pada Melodi Penyelang Syair
Struktur Melodi Selendang Delima
Struktur melodi Lagu Selendang Delima yang biasa digunakan untuk
menyanyikan syair, nampaknya hampir sama di kawasan Dunia Melayu,
khususnya Indonesia dan Malaysia. Secara struktural lagu ini terdiri dari
satu bentuk interlude atau melodi penyelang (dalam hal ini diidentifikasi
sebagai bentuk X). Ditambah tiga bentuk isi, yaitu (A-B-B’-C). Bentuk
isi ini digunakan untuk menyanyikan teks yang terdiri dari empat baris
152
Fadlin, Syair Melayu
dalam satu bait. Selengkapnya melodi Selendang Delima itu adalah
seperti Notasi 3 berikut ini.
Notasi 3.
Lagu atau Melodi Selendang Delima
yang Biasa Digunakan Untuk Menyanyikan Syair
Melodi Selendang Delima di atas dapat dianalisis lagi menurut
bentuknya. Bentuk melodi selang atau bentuk X, menggunakan birama
4/4. Dimulai dari tanda istirahat seperdelapan dilanjut ke nada b di bawah
c tengah yang berdurasi seperdelapan, meloncat ke nada e dengan durasi
not setengah, selepas itu ke nada g dan a masing-masing not seperdelapan
Nada dan durasi ini mengisi birama pertama. Selanjutnya birama kedua
diisi oleh nada b, c, a, b, g, a, fis, dan g dengan menggunakan durasi
153
Fadlin, Syair Melayu
masing-masing not seperdelapan. Sementara itu pada birama ketiga diisi
oleh nada e dengan durasi tiga perempat dilanjut ke nada g, fis, a, g, fis
masing-masing berdurasi not seperdelapan. Birama keempat diisi oleh
nada dan durasi not yang sama dengan birama ketiga. Kemudian birama
kelima diisi oleh nada e, d, cis, b yang masing-masing berdurasi not
seperdelapan dilanjut ke nada cis dan d masing-masing not seperempat.
Birama keenam pula diisi sama dengan birama tiga atau empat. Birama
ketujuh sama dengan birama kelima, dan birama kedelapan diisi oleh satu
nada saja yang berdurasi dua pertiga ditambah tanda istirahat seperempat.
Lihat Notasi 4 berikut ini.
Notasi 4.
Bentuk Melodi Penyelang (Interlude) yang Diidentifikasi Sebagai X
Bentuk melodi Selendang Delima bahagian isi, yang bermeter
bebas, terdiri dari bentuk A, B, B’ dan C. Bentuk A dimulai dari tanda
istirahat seperdelapan dilanjutkan dengan nada e berdurasi relatif
seperdelapan. Kemudian dilanjutkan dengan repetisi tiga buah nada a
masing-masing berdurasi seperdelapan, dilanjut ke nada a bahagian ujung
frase yang berdurasi not setengah. Bahagian ini kemudian dilanjutkan
dengan nada gis, b, a, g, yang masing-masing berdurasi not seperdelapan,
dilanjut ke nada f durasi tiga perdelapan, terus ke nada f lagi dengan
durasi seperdelapan, nada a seperdelapan, nada b seperempat, nada d
seperempat, nada c seperdelapan, nada b seperempat, nada a seperenam
belas, dan bentuk ini diakhiri oleh nada b yang berdurasi tiga perdelapan.
Selengkapnya lihat bentuk A ini pada Notasi 6 berikut ini.
154
Fadlin, Syair Melayu
Notasi 5.
Bentuk Melodi Isi A
Bentuk B dimulai dari nada b dan c yang masing-masing berdurasi
seperdelapan. Dilanjutkan dengan nada dis berdurasi seperenam belas,
kemudian nada e berdrasi seperdelapan, nada e setengah, kemudian ke
nada cis dengan durasi seperdelapan, dianjutkan ke nada e, d, c masingmasingberdurasi seperdelapan dan kemudian diakhiri sementara oleh
nada b dengan durasi not setengah. Kemudian perjalanan melodi
dilanjutkan dengan nada a, c, b dan a masing-masing berdurasi not
seperdelapan, kemudian ditambah dengan nada g seperempat durasinya,
dengan dilanjutkan nada f, a, g yang masing-masing berdurasi not
seperdelapan dan bentuk ini diakhiri oleh nada e sebagai nada dasarnya
dengan durasi not setengah. Bentuk B ini selengkapnya dapat dilihat
pada Notasi 6 berikut ini.
Notasi 6.
Bentuk Melodi Isi B
Bentuk B’ hampir sama dengan bentuk B, yang berbeda adalah bahagian
awal—dimulai empat nada yang berbeda dengan bentuk B yaitu
menggunakan nada e berdurasi seperdelapan langsung meluncur ke atas
nada d sebanyak tiga kali dengan durasi masing-masing not seperdelapan.
Selangkapnya lihat Notasi 7 berikut ini.
155
Fadlin, Syair Melayu
Notasi 7.
Bentuk Melodi Isi B’
Bentuk C yaitu bentuk terakhir isi melodi syair, dimulai dari nada e
berdurasi seperdelapan, dianjutkan ke nafa fis berdurasi seperdelapan,
nada g seperdelapan, nada b seperenam belas, nada a seperdelapan, nada
b seperenam belas, nada a tiga perdelapan, nada f berdurasi seperdelapan,
nada e berdurasi seperenam belas, nada dis berdurasi not seperdelapan.
Kemudian dilanjutkan e nada a dua kali masin-masing berdurasi not
seperdelapan, nada f tiga perenam belas, nada a seperdelapan, nada g
seperdelapan, nada fis seperdelapan dan diakhiri nada e sebesar tiga
perempat sebagai nada paling akhir dari keseluruhan nada melodi ini.
Bentuk C ini dapat dilihat pada Notasi 8 sebagai berikut.
Notasi 8.
Bentuk Melodi Isi C
156
Fadlin, Syair Melayu
Gambar 3.
Teknik Menghasilkan Empat Onomatopeik Bunyi
Pada Gendang Ronggeng Melayu,
Termasuk untuk Mengiringi Sastra Melayu yang Dinyanyikan
Gambar tangan: Muhammad Takari, 1997
Gambar 4.
157
Fadlin, Syair Melayu
Biola
Salah Satu Alat Musik untuk
Pembacaan Sastra yang Dilagukan
Sumber: www.concertgoersguide.org
158
Fadlin, Syair Melayu
Gambar 5.
Akordeon
Salah Satu Alat Musik Terpenting untuk
Mengiringi Sastra yang Dilagukan
Gambar 6.
Tawak-tawak atau Gong
Untuk Mengiringi Sastra yang Dilagukan
Gambar tangan: Muhammad Takari, 1997
159
Fadlin, Syair Melayu
Gambar 7.
Gendang Ronggeng yang biasa Digunakan untuk Mengiringi
Musik Melayu termasuk Sastra yang Dilagukan
160
Fadlin, Syair Melayu
Gambar 8.
Rebab Melayu
Digunakan untuk Mengiringi Sastra yang Dilagukan
terutana Gurindam
Tangga nada (scale) yang dipergunakan dalam syair atau Lagu Selendang
Delima secara umum adalah tangga nada minor: minor natural, melodis,
harmonis dan zigana sekali gus. Unsur maqam dari Asia Barat juga
terwujud dalam lagu ini.
Dengan demikian, musik memainkan peran penting pula di
samping peran seni sastra di dalam persembahan syair dalam konteks
Sumatera Utara atau yang lebih luas Dunia Melayu. Melodi Lagu
Selendang Delima menjadi salah satu identitas atau jati diri khas syair
161
Fadlin, Syair Melayu
dalam kebudayaan Melayu, yang membedakannya dengan syair dalam
tradisi budaya Arab dan Persia. Melodi ini terebar secara luas di kawasan
Asia Tenggara atau juga di wilayah diaspora Melayu. Dengan demikian,
seorang penyair yang bagus dalam kebudayaan Melayu haruslah pandai
menyanyikan syair dengan melodi asas yang telah ada disertai dengan
gerenek (ornamentasi) melodi yang boleh saja menjadi ciri seorang
penyair. Melalui melodi ini pula seseorang dapat membedakan
persembahan-persembahan sejenis dalam kebudayaan Melayu seperti
nazam, gurindam, dondang sayang dan lain-lainnya. Jadi unsur musikal
dan sastra menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan dalam konteks
pertunjukan syair, baik dalam bentuk pertunjukan semata-mata syair, atau
dalam bangsawan, toneel dan yang lainnya.
Daftar Bacaan
A. Rahman, 1962. Sja’ir Puteri Hidjau: Tjerita Jang Benar Terdjadi pada Abad ke15 di Tanah Deli Sumatera Timur. Medan: Pustaka Andalas.
Abdul Monir Yaacop dan Sarina Othman (ed.), 1995. Pemerintahan Islam dalam
Masyarakat Majmuk. Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia
(IKIM).
Abdullah, Mohd. Ghazali, 1995. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur:
Kemenerian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia.
Abu Hassan Sham, 1995. Syair-syair Melayu Riau. Kuala Lumpur: Perpustakaan
Negeri Malaysia.
Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Musik Vokal Marhaban dalam Upacara
Menabalkan
Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli
Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Faruk, 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hajjah Noresah bt Baharon dkk. (eds.), 2002. Kamus Dewan Edisi Ketiga. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hamzah Hamndani (ed.), 2005. Islam di Malaysia dan Sastera Nusantara. Kuala
Lumpur: Gapeniaga.
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Perbincangan Genre dan
Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hashim Ismail, 2005. “Karakteristik Melayu dalam Sastera Nusanara: Perspektif
Neonostalgia.” dalam Hamzah Hamndani (ed.) Islam di Malaysia dan
Sastera Nusantara. Kuala Lumpur: Gapeniaga.
Mana Sikana, 2005. Teori & Kritikan Sastera Malaysia & Singapura. Singapura:
Pustaka Karya.
Maniyamin bin Haji Ibrahim “Menggali Keintelektualan Silam Membina Seni Masa
Kini” dlm. Mohamad Saleeh Rahamad, S.M. Zakir dan Shamsudin Othman,
162
Fadlin, Syair Melayu
2006. Persuratan dan Peradaban Nasional. Kuala Lumpur: Persatuan Penulis
Nasional Malaysia (PENA).
Maniyamin bin Haji Ibrahim, 2005. Citra Takmilah: Analisis Terhadap Kumpulan
Puisi Islam. Selangor Darul Ehsan: Karisma Publications Sdn. Bhd.
Mohd. Yusof Md. Nor dan Abd. Rahman Kaeh (ed.), 1985. Puisi Melayu Tradisi.
Petaling Jaya: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.
Rogayah A. Hamid dan Wahyunah Abd. Gani (peny.), 2005. Pandangan Semesta
Melayu: Syair. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Shafie Abu Bakar, 1995a. “Takmilah: Teori Sastera Islam” dlm. S. Faafar Husin
(peny.) Nadwah Ketakwaan Melalui Kreativiti. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka.
Siti awa Haji Salleh, 2005. “Suatu Perbincangan tentang Sejarah dan Asal Usul
Syair, dalam Rogayah A. Hamid dan Wahyunah Abd. Gani (peny.),
Pandangan Semesta Melayu: Syair. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Teeuw. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pustaka Jaya: Jakarta.
Wahyunah Abdul Ghani dan Mohamad Shaidan, 2000. Puisi Melayu Lama
Berunsur Islam. Kuala Lmpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Zalila Sharif dan Jamilah Hj. Ahmad, 1993. Kesusastraan Melayu Tradisional.
Kuala Lumpur; Dewan Bahasa dan Pustaka.
Tentang Penulis
Fadlin Muhammad Dja’far, menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Kota Tebingtinggi.
Tahun 1980 masuk menjadi mahasiswa Etnomusikologi Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara dan menamatkannya tahun 1988. Setelah itu
ia diangkat menjadi dosen di Jurusan Etnomusikologi FS USU, dan
kemudian menjabat sekretaris Jurusan Etnomusikologi FS USU tahun
1990 sampai 1999. Ia juga pernah menjadi ketua Lembaga Kesenian
USU, dan aktif melakukan kajian dan pertunjukan kesenian.
Menyelesaikan pendidikan master di Akademi Pengajian Melayu,
Jabatan Sosiobudaya Melayu, Universiti Malaya, tahun 2009, menulis
tesis dengan tema songket Batubara, email: [email protected]
163
Download