1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya koloni atau Kolonisasi sekumpulan tidak bakteri menimbulkan pada diri gejala seseorang. klinis hingga infeksi dari bakteri tersebut terjadi. Kolonisasi dapat terjadi baik pada bakteri yang bersifat patogen maupun flora normal dalam tubuh. Staphylococcus aureus adalah flora normal berbentuk terdapat pada kulit berkoloni pada 30% coccus dan gram mukosa populasi positif serta secara yang ditemukan general, namun paling sering menyebabkan infeksi nosokomial (Whitt & Salyers, 2002; Almeida et.al.,2014). Manifestasi klinis dari infeksi Staphylococcus aureus dapat beragam, dari infeksi kutan sampai kasus yang lebih berat osteomyelitis, shok toksik lagi endokarditis, (Murray, seperti septikemia, pneumonia, dan Keparahan dari 2005). sindroma infeksi tergantung pada patogen dan respon imun host. Populasi yang beresiko terkena infeksi adalah manusia dengan respon imun yang lemah atau kebersihan diri yang buruk, seperti dengan pada anak-anak, pemasangan pasien kateter rawat intravena inap, pasien ataupun pasien dengan fungsi paru-paru yang bermasalah (Murray, 2005). Seperti bakteri pada umumnya, manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus dapat diobati dengan pemberian antibiotik, namun diketahui belakangan ini Staphylococcus aureus memiliki resistensi terhadap antibiotik golongan beta laktamase. Hingga saat ini, resistensi bakteri terhadap antibiotik masih menjadi masalah dunia yang tidak kalah penting dengan bahaya bakteri itu sendiri (Yuwono, 2011). Hal tersebut membuat strain ini lebih sulit untuk diatasi. Salah satu antibiotik golongan beta laktamase adalah metisilin. Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin atau Staphylococcus pada tahun yang Aureus 1960 di disebut (MRSA) rumah Methicilin-Resistant pertama sakit di kali ditemukan Eropa (Enright, 2002). Data menunjukkan bahwa, sekitar 25% infeksi di rumah sakit di Staphylococcus Amerikat aureus Serikat isolat disebabkan oleh Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Bell et.al., 2002). Ratarata prevalensi Methicillin-resistant Staphylococcus 2 aureus (MRSA) di rumah sakit di seluruh dunia adalah 20% dengan rentang kejadian yang cukup tinggi dari 270%. Di Rumah resistant Sakit Atmajaya, Staphylococcus kejadian aureus Methicillin- (MRSA) dilaporkan sebanyak 47% pada tahun 2003 (Sudigdoadi, 2010). Seseorang yang terbukti memiliki kolonisasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada tubuhnya atau yang disebut carrier Methicillin- resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dapat menjadi agen penyebaran Staphylococcus Penyebaran dapat kolonisasi aureus Methicillin-resistant (MRSA) melalui rumah (Bara sakit Edi,2008). ataupun dari komunitas, perbedaan ini perlu diperhatikan dengan baik karena kedua strain bakteri tersebut memproduksi toksin dan model resistensi yang berbeda. Strain bakteri yang peyebarannya melalui komunitas memiliki virulensi yang lebih tinggi sehingga sering terjadi pada individu yang sehat. Penyebaran melalui rumah sakit sangat berkaitan erat dengan beberapa faktor seperti, riwayat rawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu panjang, prosedur pembedahan, pemasangan alat-alat invensif melalui kutan, dan dialisis (Murray , 2005). Ruang emergensi dan ruang bedah merupakan tempat dengan prevalensi 3 penyebaran terbanyak dikarenakan prosedur invasif yang sering dilakukan. Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap persebaran yakni kurangnya kesadaran diri para tenaga medis menggunakan untuk alat selalu pelindung menjaga diri, kebersihan jumlah pasien dan dan tenaga medis yang tidak sebanding, unit isolasi yang tidak mencukupi, dan seringnya relokasi antara pekerja dan pasien (Gemmell et al., 2006). Infeksi resistant memiliki yang ditimbulkan Staphylococcus angka dari aureus mortalitas Methicillin- (MRSA) yang beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi Staphylococcus aureus pada strain yang sensitif terhadap metisilin (Bara Edi,2008) Penelitian Staphylococcus Staphylococcus mengenai aureus aureus frekuensi dan (MRSA) kolonisasi Methicillin-resistant penting dilakukan. Pehamanan terhadap kejadian kolonisasi yang baik akan berdampak positif terhadap proses pencegahan infeksi, dimana hal tersebut akan berlanjut pada kontrol infeksi dan penanganan terhadap pasien yang memadai (Jerningan et.al., 2003). Selain itu, pemahaman terhadap faktor resiko pasien yang mudah mendapatkan kolonisasi baik Staphylococcus aureus maupun Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga tidak kalah penting 4 untuk dapat melakukan pencegahan secara dini terutama di fasilitas kesehatan. Kedua informasi tersebut dapat digunakan rumah sakit pengobatan infeksi sebagai oleh kebijakan Staphylococcus dalam aureus (Bara Edi,2008). Informasi mengenai angka kolonisasi Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di Indonesia masih terbilang rendah. Pada tahun 2011, penelitian serupa oleh Joseph Lau Kah Fu telah dilakukan di RSUP Dr.Sardjito, namun penelitian yang berkelanjutan penelitian Staphylococcus masih perlu tentang aureus dilakukan. profil dan pasien Untuk itulah, kolonisasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di Ruang Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito ini dibuat. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Berapakah frekuensi kolonisasi Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant Staphylococcus 5 aureus (MRSA) pada pasien di ruang rawat inap Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito pada April-Juni 2014? 2. Bagaimanakah profil pasien, meliputi: jenis kelamin, usia, index massa tubuh, diagnosis utama, diagnosis penyerta, riwayat rawat inap dan rawat jalan, serta intervensi Staphylococcus aureus medis, dan dengan kolonisasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada pasien di ruang rawat inap Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito pada AprilJuni 2014? 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui aureus aureus frekuensi dan (MRSA) kolonisasi Staphylococcus Methicillin-resistant Staphylococcus pada pasien di ruang rawat inap Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito pada April-Juni 2014. 2. Mengetahui profil Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus pasien dan dengan kolonisasi Methicillin-resistant (MRSA) di ruang rawat inap Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito pada April-Juni 2014. 6 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian sumbangan pengetahuan kolonisasi ini diharapkan mengenai profil pasien dengan Methicillin- resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam bidang dalam penelitian melakukan aureus memberi dan pendidikan, Staphylococcus dapat ini diharapkan penelitian sebagai selanjutnya acuan yang lebih terperinci dengan cakupan yang lebih luas. Data hasil penelitian juga dapat memberi gambaran angka pasien dengan kolonisasi Staphylococcus Methicillin-resistant Staphylococcus aureus dan aureus (MRSA) diharapkan dapat dalam bidang publikasi. Secara klinis, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi indikator kerja suatu rumah sakit sehingga dapat ditinjau kembali kinerja tenaga medis yang terkait dan bahan untuk pembuatan kebijakan yang dapat Staphylococcus mengurangi aureus persebaran dan kolonisasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) melalui rumah sakit. 7 5. Keaslian Penelitian No. Peneliti Judul Metode 1. Jernigan et.al (1998) Prevalence of and Risk Factor for Colonization with Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) At The Time of Hospital Admission Case control 2. Hidron et.al (2005) Case control 1. Bara, Edi (2008) 2. Fu,Joseph (2013) Risk Factor for Colonization with Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) in Patient Admitted to an Urban Hospital: Emergence of CommunityAssociated MRSA Nasal Carriage Prevalensi Carrier Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA)Pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr Sarjdito Yogyakarta Patient Profile With Presumptive Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) Laboratory Result in Dr. Hasil Prevalensi Staphylococcus aureus 21% dan Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) 2,7%. Pasien dengan kolonisasi memiliki riwayat kontak dengan fasilitas kesehatan dan terdapat penyakit kronis Prevalensi kolonisasi MRSA pada saat itu tinggi yakni >7%. Harus dilakukan surveilans untuk pasien dengan faktor resiko ≥1 Observasi crosssectional Besar carrier MRSA adalah 20% dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan besar prevalensi Observasional retrospektif Karakteristik pasien dengan prevalensi tinggi adalah pasien dewasa yang immunocompromised, riwayat hospitalisasi lama, dan banyak 8 Sardjito Hospital Yogyakarta Year 2011 Berdasarkan dilakukan mendapat intervensi medis in penelitian-penelitian sebelumnya, belum ada yang penelitian telah untuk melihat prevalensi dan profil pasien dengan kolonisasi Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di ruang rawat inap Dahlia 4 RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2014. 9