PENGARUH pH DAN SUHU PASTEURISASI

advertisement
PENGARUH pH DAN SUHU PASTEURISASI TERHADAP
KARAKTERISTIK KIMIA, ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN
SAMBAL
SKRIPSI
Oleh :
NURSARI
NIM. D1C1 11 016
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
PENGARUH pH DAN SUHU PASTEURISASI TERHADAP
KARAKTERISTIK KIMIA, ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN
SAMBAL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan
Oleh
NURSARI
NIM. D1C1 11 016
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
ABSTRAK
Nursari (D1C1 11 016). Pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terhadap karakteristik
kimia, organoleptik dan daya simpan sambal. Penelitian ini (Dibimbing oleh Tamrin
sebagai Pembimbing I dan La karimuna sebagai Pembimbing II).
Sambal adalah produk olahan dari cabai (Capsicum sp) yang dilumatkan dan
ditambahkan bahan tambahan lainnya yang memiliki rasa pedas dan berfungsi sebagai
pelengkap dalam menyantap makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
sambal yang mempunyai masa simpan yang panjang tanpa penambahan bahan
pengawet kimia, melalui pengaturan pH dan suhu yang tepat.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dalam pola faktorial dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan pH dalam tiga taraf yakni pH 5 (R1), pH
4 (R2) dan pH 3 (R3). Faktor kedua adalah perlakuan suhu pasteurisasi dalam tiga
taraf, yakni suhu 70˚C (T1), 80˚C (T2) dan 90˚C (T3). Dari dua faktor pengamatan
meliputi karakteristik kimia: kadar air, vitamin C, organoleptik: rasa, aroma, tekstur
dan warna. Dan daya simpan. Perlakuan tersebut terdapat 9 kombinasi perlakuan dan
diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 27 unit percobaan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air tidak nyata, sedangkan pada
vitamin C hasil terbaik menunjukan pada R2T2 pada minggu pertama. Pada uji
organoleptik rasa,aroma, tekstur dan warna menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan
pada daya simpan sambal cabai dapat bertahan hingga 6 minggu.
Kata Kunci ; sambal, pH, suhu pasteurisasi
ABSTRACT
Nursari (D1C1 11 016). Effects of pH and temperature pasteurization on the
Chemical Characteristics , Appearance and Shelf life of Save Condiment. This study
(Supervised by Tamrin as Supervisor I and La karimuna as Advisor II).
Condiment is a processed product of chilli (Capsicum sp) are crushed and
added to other additives that have a spicy flavor and serves as a complement in eating
food. This study aims to produce a sauce that has a long shelf life without the addition
of chemical preservatives, with pH adjustment and the right temperature.
This study design was completely randomized in a factorial design with two
factors. The first factor is the pH treatment in three levels namely pH 5 (R1), pH 4
(R2) and pH 3 (R3). The second factor is the temperature pasteurization treatment in
three levels, namely a temperature of 70C (T1), 80C (T2) and 90C (T3). Observations
of two factors include chemical characteristics: water content, vitamin C, organoleptic:
taste, aroma, texture and color. And power savings. Such treatment there are 9
combined treatment and repeated 3 times to get 27 experimental units.
Results of analysis of variance showed that the water content is not real ,
whereas in vitamin C showed the best results in the first week R2T2 . In organoleptic
taste , aroma , texture and color showed different results and the storability of chili can
last up to 6 weeks.
Keywords ; sambal, pH, temperature pasteurization
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan
karuniah-Nya sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam
semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa manusia dari peradaban jahiliyah menuju peradaban iman dan ilmu yang
bermanfaat. Penelitian ini berjudul “Pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terhadap
karakteristik kimia, organoleptik dan daya simpan sambal ” yang disusun untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan. Hasil penelitian ini dipersembahkan penulis kepada kedua orang
tua (Bapak Hasan dan Ibu Boho) yang senantiasa memberi dukungan dan mendidik
penulis serta memberikan dukungan doa dan moral serta materil hingga hasil
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kepada Bapak Dr. Tamrin. SP.,MP selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Prof.Dr.Ir.H.La
Karimuna,M.Sc.,Agr
selaku
Dosen
Pembimbing
II,
penulis
mengucapkan terima kasih karena dengan ikhlas tulus telah memberikan bimbingan
dan memberi pengarahan bagi penulis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai
dengan penyelesaian penelitian ini
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada :
1. Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara, atas
penerimaannya untuk melanjutkan studi di Universitas Halu Oleo.
2. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggra, atas
pengizinannya untuk melakukan studi di jurusan ilmu dan teknologi
pangan, program studi Teknologi pangan.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan yang sabar dalam
melayani segala hal yang berhubungan dengan pelayanan akademik bagi
mahasiswa.
4. Ketua dan staf Laboratorium jurusan Ilmu dan Teknologi pangan yang
telah membantu dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian di
Laboratorium.
5. Dosen di lingkungan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan khususnya dan
Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian umumnya yang telah
membimbing penulis selama perkuliahan, praktikum dan menyelesaikan
hasil penelitian ini.
6. Tim pengabdian dosen Prof.Dr.Ir.H. La Karimuna.,Msc.Agr, Dr.Tamrin
SP.,Mp, Dr.Hj.Sri Wahyuni.,M.Si, Dr. Muh.Nuh Ibrahim.,S.pi.M.si dan
Dr. Gusnawaty HS,SP.,MP. Yang telah memberikan bimbingan dan
motivasi dalam penyelesaian penelitian ini.
7. Pegawai administrasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi dan Industri Pertanian atas urusan
administrasi
yang
mendukung penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian.
8. Saudari penulis (Suriyanti, Ajeng dan Anggi) yang telah memberikan
dukungan dan motivasi selama menyelesaikan hasil penelitian ini.
9. Suami penulis tercinta Marwanto dan ayah angkat penulis Yusrin yang
telah membantu, mendukung dan motivasi dalam menyelesaikan hasil
penelitian.
10. Mirna, Indah Iftriani, Hesti, Egi aldi setiawan, Rian Alfadli, Eko Isro
Riyanto S.TP, Wanton, Ita, Bahnur, Tiar, Yusman, Huzair, dan Dwi
Wahyono yang telah memberikan do’a dan dukungan kepada penulis
dalam menyelesaikan hasil penelitian.
11. Rekan-rekan seperjuangan KKN tematik yang telah bersama-sama
memberi dukungan dalam penyelesaian penelitian pengabdian dosen ini.
12. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian,
Program Studi Teknologi Pangan yang telah banyak membantu selama
penyusunan hasil penelitian, serta pihak-pihak lain yang bersangkutan dan
memberi informasi dalam penulisan
hasil penelitian ini, sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
hasil penelitian ini, demi memperlancar pelaksanaan penelitian nantinya. Penulis juga
berharap semoga hasil penelitian yang tercantumkan dalam skripsi ini bermanfaat
adanya, amin.
Kendari, April 20
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul..................................................................................... I
Halaman Pengesahan.............................................................................. .. ii
Ucapan Terima Kasih............................................................................ .. iii
Daftar Isi................................................................................................ v
Daftar Tabel............................................................................................ vi
Daftar Lampiran...................................................................................... viii
Daftar Gambar………………………………………………………………… x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. PerumusanMasalah........................................................................ 3
C. Tujuan Dan Kegunaan................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DeskripsiTeori.............................................................................. 5
B. KerangkaPikir.............................................................................. 13
C. HipotesisPenelitian........................................................................ 15
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi danWaktuPenelitian……………………………………......... 16
B. AlatdanBahan…………………………………………………………. 16
C. Rancanganpenelitian……………………………………………......... 16
D. ProsedurPenelitian……………………………………………………. 17
E. VariabelPenelitian…………………………………………………….. 18
F. AnalisisData…………………………………………………………… 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan…………………………………………………….. 21
B. Pembahasan…………………………………………………………… 29
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpula……………………………………………………………… 38
B. Saran…………………………………………………………………… 38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 39
LAMPIRAN.............................................................................................. 40
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Halaman
Kandungan kimia berbagai jenis cabai per 100 kg……….
Persyaratan mutu Saus Cabai……………………………..
Rekapitulasi analisis sidik ragam sambal cabai terhadap
parameter uji organoleptik, vitamin C dan kadar air…….
Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari
perlakuan mandiri pH……………………………………..
Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari
perlakuan mandiri suhu…………………………………...
Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari
perlakuan minggu ke 0 interaksi perlakuan pH dan suhu
…………………………………………………………….
Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari
perlakuan minggu ke 2 interaksi perlakuan pH dan suhu
…………………………………………………………….
Rerata hasil penilaian rasa sambal cabai dari perlakuan
mandiri pH………………………………………………..
Rerata hasil penilaian aroma sambal cabai dari perlakuan
mandiri pH………………………………………………..
Rerata hasil penilaian aroma sambal cabai dari perlakuan
mandiri suhu……………………………………………..
Rerata hasil penilaian tekstur sambal cabai dari perlakuan
mandiri pH………………………………………………..
Rerata hasil penilaian tekstur sambal cabai dari perlakuan
mandiri suhu……………………………………………
Rerata hasil penilaian warna sambal cabai dari perlakuan
mandiri pH……………………………………………….
Rerata hasil penilaian warna sambal cabai dari perlakuan
mandiri suhu………………………………………………
Hasil perhitungan koloni total mikroba pada sambal
cabai………………………………………………………
6
12
21
23
23
24
24
25
26
27
27
28
28
29
35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Denah penelitian……………….………………………....
42
2.
Prosedur kerja…………………………………………….
44
3.
perlakuan pH dan suhu……………………………………
45
4.
Format uji organoleptik skala hendonik…………………
46
5.a
Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 0…………………………………
Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 2…………………………………..
Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 4………………………………….
Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 6………………………………….
Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 0………………………………….
Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 2………………………………….
Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 4………………………………….
Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal
cabai pada minggu ke 6…………………………………...
5.b
5.c
5.d
6.a
6.b
6.c
6.d
47
47
48
48
49
49
50
50
7.
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air………………………….
51
8.
Lampiran 8. Perhitungan Vitamin C……………………………
52
Lampiran Dokumentasi…………………………………..
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka pikir…………………………………………..
14
2.
Gambar rerata kadar air…………………………………
30
3.
Gambar rerata vitamin C……………………………….
32
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sulawesi Tenggara mempunyai lahan kering yang cukup luas untuk
pengembangan tanaman cabai, namun demikian produktivitas cabai di daerah ini
masih sangat rendah yaitu pada tahun 2011 sekitar 2,50 t/ha dan produktivitas pada
tahun 2010 yaitu sekitar 3,98 t/ha (BPS Sultra, 2011).
Cabai secara umum adalah produk hortikultura bermusim dan mudah rusak
sehingga pada bulan tertentu dalam setahun ada masa paceklik, sementara itu cabai
atau produk olahan cabai hampir setiap saat dikonsumsi oleh hampir setiap lapisan
masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketersediaan
cabai di musim paceklik yaitu dengan merubahnya ke dalam bentuk produk yang lebih
stabil mutunya, di antaranya dengan mengolah dan mengawetkan ke dalam bentuk
sambal.
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman
hortikultura dari famili Solanaceae yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Cahyono,
2003). Cabai rawit digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan obat (Heyne, 1987).
Menurut Rukmana (2002), secara umum buah cabai rawit mengandung zat gizi antara
lain lemak, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan
senyawa alkaloid seperti capsaicin, oleoresin, flavainoid dan minyak esensial.
Kandungan tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak, ramuan obat
tradisional, industri pangan dan pakan unggas.
Cabai
mengandung
senyawa
aktif
capsaicin
dengan
rumus
kimia
C18H27NO3. Senyawa capsaicin memiliki kelarutan rendah dalam air tetapi larut
dalam lemak, dan mudah rusak oleh proses oksidasi. Capsaicin terdiri dari unit
vanilamin dengan asam dekanoat yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai bagian
asam (Andrew, 1979). Derajat kepedasan cabai diukur dengan satuan Scoville. Skala
scoville mengukur konsenstrasi capsaicin dalam cabai. Terdapat beberapa tingkat
kepedasan cabai atau scoville rating yang berkisar antara 0 sampai 16.000.000 SHU
(Scoville Heat Unit).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976, tahun 2006, saus
cabai atau sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum sp),
baik yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu atau tanpa penambahan makanan
lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan, tetapi banyak juga yang
melakukan penambahan bahan pengawet yang berlebihan bahkan bahan pengawet
yang tidak diizinkan.
Saus sambal adalah pelengkap makanan yang berbentuk cairan kental yang
umumnya berfungsi sebagai bahan penyedap dan penambah cita rasa masakan.
Adapun pengertian lain dari saus adalah suatu produk cair atau kental yang
ditambahkan pada makanan ketika dihidangkan untuk meningkatkan penampilan,
aroma, dan rasa dari makanan tersebut. Di Indonesia kata saus merupakan suatu
bentuk terjemahan dari sauce dan ketchup. Lazim dikenal dengan red ketchup yang
menggunakan tomat sebagai bahan utama, sedangkan saus adalah jenis pelengkap
masakan yang lebih encer dari kecap, misalnya saus cabai (sambal) dan saus tomat
(Ditjen POM, 1999).
Banyaknya industri yang sedang berkembang namun tidak semua yang berlaku
jujur, seperti dengan penambahan bahan pengawet yang berbahaya atau pemberian
bahan pengawet yang tidak sesuai dengan takaran yang dianjurkan, hal ini dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Pembuatan suatu produk yang aman dan sehat dengan tidak menambahkan
bahan pengawet dapat dijadikan produk makanan yang baik bagi kesehatan seperti
dengan penambahan bahan pengawet yang diizinkan dan sesuai standar SNI, atau
dapat pula dilakukan daya pengaturan pH dan suhu. Pengaturan pH dan suhu pada
proses pembuatan saus dapat memperbaiki nilai gizi, cita rasa dan daya simpan yang
tahan lama. Namun demikian pH dan suhu pasteurisasi yang tepat belum diketahui.
Untuk itu, penelitian pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terhadap karakteristik kimia,
organoleptik dan daya simpan sambal sangat perlu untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1.
Apakah ada interaksi pH dan suhu pasteurisasi terhadap sifat organoleptik,
sifat kimia dan daya simpan sambal ?
2.
Apakah ada pengaruh pH dan suhu terhadap sifat organoleptik sambal ?
3.
Apakah ada pengaruh pH dan suhu terhadap sifat kimia sambal ?
4.
Apakah ada pengaruh pH dan suhu terhadap daya simpan sambal ?
C. Tujuan dan kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mempelajari dan menjelaskan pengaruh interaksi antara pH dan suhu
terhadap sifat organoleptik, sifat kimia dan daya simpan sambal ?
2.
Untuk mempelajari pengaruh pH terhadap sifat organoleptik,sifat kimia dan
daya simpan sambal ?
3.
Untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap sifat organoleptik, sifat kimia dan
daya simpan sambal ?
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai penambah informasi bagi masyarakat agar tidak menggunakan bahan
tambahan pangan yang berbahaya dalam pembuatan sambal.
2. Dapat dijadikan sebagai alternatif yang baik dalam pembuatan sambal
nantinya.
3. Referensi bagi penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Cabai Rawit
Cabai rawit adalah salah satu jenis cabai yang termasuk dalam genus
Capsicum. Tanaman ini berwarna hijau saat muda dan berwarna merah pada saat tua.
Cabai rawit memiliki ukuran buah yang kecil, namun rasanya lebih pedas
dibandingkan cabai besar biasa. Bahkan menurut Skala Scoville (skala ukuran
kepedasan cabai secara internasional), kepedasan cabai rawit mencapai nilai 50.000 100.000. (Lili, 2011).
Heyne (1987), cabai rawit banyak digunakan sebagai bumbu dapur seperti
sambal, saus, asinan dan produksi makanan kaleng. Selain digunakan sebagai
penyedap masakan, juga dapat digunakan untuk industri pewarna bahan makanan,
bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman. Cabai
mempunyai prospek cerah sebagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan
memiliki peluang ekspor serta membuka lapangan kerja di masyarakat.
Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan ke dalam dua
golongan yaitu karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna
merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayursayuran. (Rizal dan Anies,1994).
Warna antosianin berubah dengan berubahnya pH. Pada pH tinggi antosianin
akan berwarna biru, kemudian berwarna violet dan akhirnya berwarna merah pada pH
rendah (DeMan, 1997).
Cabai rawit sebagai salah satu komoditi pokok juga memiliki kelemahan yaitu
mudah rusak. Pada penanganan pasca panen cabai, biasanya masyarakat kurang
memperhatikan penyimpanan yang baik dari cabai tersebut. Kerusakan dapat terjadi
karena pengemasan yang kurang baik, Selain itu juga mempengaruhi laju reaksi enzim
seperti perubahan warna cabai (Anonimous, 2008).
Pada saat panen raya produk buah cabai berlimpah, sehingga nilai jualnya
rendah dan bahkan tidak mempunyai nilai jual sama sekali. Untuk mengantisipasi
menurunnya harga cabai, diperlukan teknologi pengolahan cabai, yang selain dapat
memberi nilai tambah bagi petani, juga dapat membuka lapangan kerja.Bentuk olahan
cabai yaitu bentuk olahan setengah jadi dan bentuk olahan langsung jadi, misalnya
saus cabai (Nasrullah, 2011).
Buah cabai rawit mengandung zat gizi yang cukup lengkap, yakni protein,
lemak, karbohidrat, mineral (kalsium, fosfor dan besi), vitamin A, B1, B2 dan C
(Rukmana, 2002), sebagaimana disajikan pada tabel 1. Cabai rawit mengandung zat
oleoresin dan zat aktif capsaicin yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit
rematik, obat batuk berdahak, sakit gigi, masuk angin, asma dan mencegah infeksi
sistem pencernaan (Wijayakusuma, 1992).
Table 1. Kandungan kimia berbagai jenis cabai per 100 kg
Kandungan kimia cabai rawit cabai merah cabai hijau
Enegi (kal)
103
31
Protein (gram)
4,7
1,0
Lemak (gram)
2,4
0,3
Karbohidrat (gram)
19,9
7,3
Kalsium ( mg)
45
29
Fosfor (mg)
85
24
Vitamin A (SI)
11,05
470
Vtamin C (mg)
70
181
Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 1977
23
0,7
0,3
5,2
14
23
260
84
2. Saus Cabai
Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang
diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan
(SNI 01-2976-1992).
Cahyadi (2008), menguraikan bahwa tujuan penggunaan bahan tambahan
makanan adalah: (1). Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya
simpan. (2). Membuat makanan lebih mudah dihidangkan dan (3). Membuat makanan
tampak lebih berkualitas. Ada bermacam-macam variasi sambal, Setiap variasi
menuntut bahan dan bumbu yang beragam juga. Meskipun sederhana proses
pembuatan sambal tidak bisa dianggap sepele. Semua bumbu, bahan, dan cara
pembuatannya harus diperhatikan dengan betul. Dengan begitu yang dihasilkan
nantinya rasa pedas yang nikmat (Munawaroh dan Jasmine, 2006).
Siapkan bahan-bahan yang digunakan (cabai rawit, bawang putih, gula pasir,
garam, minyak wijen, kecap inggris, air, asam cuka dan bahan pengawet). Kemudian
kukus cabai dan bawang putih selama kurang lebih 20 menit. Setelah dingin, blender
bahan-bahan yang dikukus hingga menjadi bubur. Untuk memudahkan penghancuran
tambahkan sedikit air. Tuang bubur cabai kedalam panci lalu masak di atas api sedang
hingga adonan saus mengental. Tambahkan garam, gula pasir, minyak wijen dan
kecap inggris ke dalam adonan saus cabai. Setelah adonan saus masak tambahkan
cuka. Kemudian diaduk hingga rata (Suyanti, 2007).
Penambahan karbohidrat bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri
asam laktat. Bakteri asam laktat akan menguraikan karbohidrat menjadi senyawasenyawa sederhana, yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol.
Senyawa-senyawa ini berguna sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada produk
(Rahayu et al. 1992).
Saos cabai merupakan salah satu bahan penyedap masakan dan penambah rasa
pada makanan. Bahan baku utama saus cabai adalah cabai, selain itu ditambahkan pula
bahan-bahan lain seperti bahan pengganti,bumbu, pengawet, dan pengasam. Masingmasing bahan tersebut mempunyai fungsi tersendiri.Sebagai produk yang berfungsi
sebagai penyedap dan penambah citarasa, maka rasa menjadi faktor yang penting
(Hartuti, 1996).
3. Mekanisme Pengawetan Sambal Botol
Tingkat keawetan saus cabai sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang
diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan
(terutama pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi
awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih (Astawan, 2007).
Selama penyimpanan akan terjadi degradasi mutu sambal cabai seperti
degradasi capsaicin, penurunan vitamin C, perubahan warna. Degradasi capsaicin
meningkat seiring dengan peningkatan temperatur (Ahmed et.al., 2000) dan Ahmed
et.al., 2002). Proses pemanasan pada pengolahan puree cabai merah yang dilakukan
exhausting pada suhu 82˚C selama 10 menit dapat memperpanjang masa simpan
produk 2 hingga 3 bulan (Renate, 2004). Kehilangan nilai gizi juga terjadi pada
penyimpanan yang terlalu lama, terutama pada kondisi suhu kamar atau suhu panas.
Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan menurunkan suhu tetapi jamur juga
kurang aktif di ruang yang tidak lembab atau ruangan yang kering.
penyimpanan saus cabai menyebabkan terjadinya perubahan kimia berupa
fluktuasi nilai pH dan secara fisik perubahan sensori; warna, aroma, dan kekentalan,
sehingga parameter citarasa pun ikut dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
tersebut.(nesha, 2012)
Pada proses pasteurisasi, pemanasan ditujukan untuk memusnahkan sebagian
besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan
masih hidup terus dihambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah
atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 100˚ C dan pemanasan
di atas 100˚C. Perubahan aroma suatu bahan dapat disebabkan oleh proses penguraian
senyawa
volatil
dari
degradasi
komponen-komponen
senyawa
yang
akan
menghasilkan bau yang tidak sedap (Anonim, 2008).
pH adalah salah satu indikator yang penting dalam prinsip pengawetan bahan
pangan. Hal ini disebabkan pH berkaitan dengan ketahanan hidup mikroba. Dengan
semakin rendahnya pH, maka bahan pangan dapat lebih awet karena mikroba
pembusuk tidak dapat hidup. Selama penyimpanan pH cenderung menurun kemudian
meningkat pada penyimpanan bulan ke-3. Hal ini mungkin disebabkan karena
penguraian glukosa menjadi asam (Barlina, et al. 2004).
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ yang berada dalam larutan. Jika
nilai pH semakin tinggi, maka semakin banyak ion H+ yang berada dalam larutan. pH
dan total asam tertitrasi. Sampel yang tidak menunjukkan korelasi dengan pH,
dikarenakan berhubung pada TAT, pengukuran keasaman dihitung sebagai asam
laktat, sehingga bila ada formulasi yang menghasilkan asam selain asam laktat
menghasilkan data TAT yang rendah. Kedua parameter tersebut merupakan parameter
yang penting dan menentukan mutu produk fermentasi yang dihasilkan (Saputera,
2004).
4. Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang menghasilkan sejumlah besar
asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang
dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan
pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari
beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal
dari kelompok ini yaitu organisme-organisme yang bersifat homofermentative dan
heterofermentative. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan
asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenis-jenis heterofermentatif
menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan
ester disamping asam laktat (Suprihatin, 2010).
Bakteri asam laktat bersifat mesofilik dan termofilik, beberapa dapat tumbuh
pada suhu 50C dan tertinggi 450C, dapat bertahan pada pH 3,2 dan pada pH yang
lebih tinggi 9,6. Beberapa hanya bisa tumbuh pada kisaran pH yang sempit 4.0-4,5
(Jay, 1996). Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh
kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media .Selain itu, produki substansi
penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperatur
lingkungan.Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan
rasa dan aroma yang khas.Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam
laktat, asam asetat, etanol, manitol, dekstran, ester dan CO2. Kombinasi dari asam,
alkohol dan ester akan menghasilkanrasa yang spesifik dan disukai (Amin dan
Leksono, 2001).
Bakteri Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat yang bersifat
heterofermentatif fakultatif. L. plantarum dapat memproduksi hidrogen peroksida
diantara bakteri asam laktat lainnya. Bakteri ini dapat memfermentasi hampir semua
jenis gula dan dapat hidup pada pH rendah. Bakteri ini termasuk yang tahan terhadap
hambatan-hambatan pada saluran pencernaan seperti air liur, asam lambung dan asam
empedu (Frazier dan Westhoff, 1978).
Tabel 2 . Persyaratan mutu Saus Cabai
No. Kriteria Uji
Satuan
1
Keadaan:
Bau
Rasa
2
Jumlah padatan terlarut
% b/b
3
Mikroskopis
4
pH
5
Bahan tambahan pangan:
1.1 Pewarna
1.2 Pengawet
1.3 Pemanis buatan
6
Cemaran logam:
mg/kg
6.1 Timbal (Pb)
mg/kg
6.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
6.3 Seng (Zn)
mg/kg
6.4 Timah (Sn)
mg/kg
6.5 Raksa (Hg)
7
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
8
Cemaran Mikroba
Koloni/g
8.1 Angka lempeng total
APM/g
8.2 Bakteri kloroform
Koloni/g
8.3 Kapang
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2006
Pertumbuhan
L.
Plantarum
dapat
Persyaratan
Normal
Normal
min 20
cabe positip
maks. 4
Sesuai peraturan di bidang
makanan yang berlaku
maks. 2,0
maks. 5,0
maks. 40,0
maks. 40,0/250,0*
maks. 0,03
maks. 1,0
maks. 1 x 105
<3
maks. 50
menghambat
kontaminasi
dari
mikrooganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya untuk
menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat
menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. L.
Plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang
berfungsi sebagai zat antibiotik (Suriawiria, 1996).
5. Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari enam prinsip higienis dan
sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam
jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan
bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik
menurut higienes dan sanitasi makanan adalah setiap bahan makanan mempunyai
spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan
tempat penyimpanan (Depkes RI, 1999).
Kelembaban udara didalam ruang penyimpanan dapat berhubungan langsung
dengan daya tahan kualitas produk yang bersangkutan. Bila udara kering, uang air
akan diserap dari makanan yang disimpan sehingga menyebabkan pelayuan buahbuahan dan sayuran. Bila udara terlalu lembab makanan akan menjadi rusak terutama
bila suhu berubah-ubah (Desrosier, 1988).
6. Uji Analisa Mikroba
Untuk melakukan uji mikroba, maka medium dan alat-alat yang diperlukan
harus disterilisasi sebelum diinokulasi agar biakan bakteri yang dibuat dapat terhindar
dari kontaminan. Sterilisasi yaitu suatu proses untuk mematikan semua organisme
yang dapat menjadi kontaminan. Umumnya, untuk melaukan sterilisasi metode yang
sering digunakan adalah dengan pemanasan. Ada dua jenis sterilisasi yaitu basah dan
kering. Jika panas digunakan bersama-sama dengan uap air disebut sterilisasi basah
(menggunakan autoklaf), sedangkan jika tanpa uap air disebut sterilisasi kering
(menggunakan oven) (Fardiaz, 1993).
B. Kerangka Pikir
Cabai ada salah satu tanaman hortikultura yang banyak disukai masyarakat
sebagai bahan dasar pembuatan sambal dengan cita rasa pedas dan meningkatkan
selera makan, cabai memiliki potensi yang cukup banyak dan mengandung banyak
manfaat bagi tubuh karena cabai memiliki nilai gizi yang cukup, tetapi cabai memiliki
daya simpan yang rendah akibat penyimpanan yang kurang baik, oleh karena itu perlu
dilakukan pengolahan cabai seperti pembuatan sambal. Dengan pengaturan pH dan
suhu pasteurisasi pada pembuatan sambal dapat memperpanjang daya simpan sambal
yang cukup lama.
cabai
potensi
 Terdapat banyak manfaat
bagi tubuh
 Nilai gizi cukup tinggi

Daya simpan rendah
Penyimpanan yang
kurang baik
Pengolahan cabai
sambal


Pengaturan suhu
pemanasan
Pengaturan pH
Sambal dengan daya
simpan yang cukup
lama
Gambar 1. Kerangka pikir
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1. Terdapat pengaruh interaksi antara pH dan suhu terhadap sifat organoleptik,
sifat kimia dan daya simpan sambal.
2. Terdapat pengaruh pH terhadap sifat organoleptik, sifat kimia dan daya simpan
sambal.
3. Terdapat pengaruh suhu terhadap sifat organoleptik, sifat kimia dan daya
simpan sambal.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan November 2015 sampai Maret 2016 dan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau, baskom, kukusan,
kompor, saringan, blender, wajan, pengaduk, timbangan, aluminium foil, dan pelastik
jenis polipropilen (pp). Sedangkan alat untuk analisis yaitu cawan petri, oven,
desikator, tabung reaksi, pipet tetes, pipet mikro, gelas ukur, gelas piala, autoclave,
timbangan analitik, botol semprot, pengukur pH, thermometer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabai rawit 1kg , gula 400g,
garam 45g, bawang putih 50g, lada 5g, tepung tapioka 40g ,kecap ingris 3 sendok
makan, minyak wijen 2 sendok makan dan penyedap rasa 3g. Sedangkan bahan untuk
analisis yaitu iod 0,1 N, indikator pati, aquades.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif untuk perhitungan total
mikroba dan perhitungan protein. Sedangkan kadar air, vitamin C dan uji organoleptik
menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) dalam pola Faktorial, yang terdiri
atas dua faktor. Faktor pertama adalah pH (R1) yang terdiri atas tiga taraf yaitu (R1)
pH 5, (R2) pH 4 dan (R3) pH 3. Faktor kedua adalah suhu (T) yang terdiri atas tiga
taraf yaitu (T1) 70˚C, T2 80˚C dan (T3) 90˚C. Kedua faktor tersebut dikombinasikan
didapatkan 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang 3
kali,sehingga terdapat 27 unit percobaan.
D. Prosedur Penelitian
a. Pembuatan saus cabai
Prosedur penelitian pembuatan sambal botol (Suyanti, 2007) :
1. Cabai dipetik dari tangkainya sambil disotrasi dan dicuci bersih
2. Blensing dengan cara steam (pengukusan) selama 5 – 10 menit dengan suhu
90˚C
3. Diblender sampai halus lamanya 5 – 10 menit
4. Bubur cabai kemudian disaring, apabila ampas cabai masih banyak
dihancurkan kembali.
5. Bubur cabai dimasukkan ke dalam wajan
6. Sementara itu, membuatan larutan tepung tapioka, tambahkan dalam bubur
cabai, dimasak dengan api kecil.
7. Diaduk terus agar tidak menggumpal dan tercampur rata.
8. Bumbu-bumbu (lada halus, sari bawang putih, minyak wijen, kecap inggris
dimasukkan ke dalam bubur cabai )
9. Campuran bahan diaduk lagi sampai mendidih dan kekentalanya cukup. Cara
memeriksa kekentalan adalah dengan mengangkat pengaduk kayu, jika sedikit
saos yang menempel tidak lagi mengalir jatuh, berarti saos sudah cukup kental.
10. Terakhir tambahkan cuka.
11. pengemasan.
Prosedur penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.
b. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Filtrat sampel
diambil sekitar 50 ml dan ditambahkan cuka 25% lalu diaduk hingga rata kemudian
diukur pHnya. pH sampel langsung dapat diketahui dengan membaca yang
ditunjukkan oleh alat tersebut. Dapat disajikan pada lampiran 3
c. Pasteurisasi
Proses pasteurisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave dengan suhu
yang berbeda-beda yaitu 70°C, 80°C dan 90°C dengan lama pemanasan 15 menit.
Pada suhu pasteurisasi menggunakan metode LTLT ( Low Themperature Long Time )
dengan suhu 61°C - 71°C dan metode HTST ( High Themperature Sort Time ) dengan
suhu 72°C - 90°C. Dapat disajikan pada lampiran 3
E. Variabel Penelitian
a. Kadar Air (Sudarmadji, et al. 1997)
1.
Bahan yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya.
2.
Bahan dikeringkan pada oven pada suhu 100-105°C selama 3-5 jam,
selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
3.
Bahan kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit didinginkan
kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang
konstan.
4.
Selanjutnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
% kadar air = berat awal – berat akhir 𝑥 100 %
Berat akhir
b. Vitamin C (Sudarmadji, et al. 1997)
1. Sampel ditimbang 5 g ke labu takar dan dilarutkan dengan aquadest hingga
tanda tera.
2. Kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu
dititrasi dengan larutan iod 0,1 N dengan menggunakan indikator pati sebanyak
2 – 3 tetes hingga berwarna biru tua.
3. Persentase vitamin c dihitung dengan menggunakan rumus :
= ml iod 𝑥 0,88 𝑥 4
Berat bahan 𝑥 1000
C. Uji organoleptik (Rampengan, et al. 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan
suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen). Metode Hedonic (uji
kesukaan) meliputi tekstur, rasa, aroma, warna, kenampakan dari produk yang
dihasilkan. Dalam metode hedonic ini panelis diminta memberikan penilaian
berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3
(agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Dapat disajikan pada lampiran 4
D. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial, Apabila dari hasil analisa sidik ragam terdapat
pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan UJBD atau DMRT (Duncan Multiple
Range Test), pada tingkat kepercayaan 95%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengolahan cabai rawit menjadi sambal cabai
dengan waktu penyimpanan 8 minggu dengan waktu analisis dimulai dari hari 0,
minggu ke 2, minggu ke 4 dan minngu ke 6, sedangkan minggu ke 8 produk sambal
cabai sudah rusak jadi analisis tidak dilanjutkan lagi. Penelitian pengaruh pH dan suhu
pasteurisasi pada sambal cabai terdiri dari uji organoleptik, ( warna, aroma, rasa dan
tekstur ), dan parameter kimia vitamin C dan kadar air, sedangkan uji total mikroba
dan protein dilakukan secara deskriptif.
Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam sambal cabai terhadap parameter uji
organoleptik, vitamin C dan kadar air disajikan pada Tabel 3:
Tabel 3. Rekapitulasi analisis sidik ragam sambal cabai terhadap parameter uji
organoleptik, vitamin C dan kadar air.
variabel
No penelitian
Analisis ragam
Minggu 0
minggu 2
minggu 4
Minggu 6
R T r*t R T r*t R T r*t R T r*t
1
kadar air
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
2
vitamin C
** ** * ** * * ** * tn ** tn tn
3 Organoleptik
a. rasa
** tn tn ** tn tn ** tn tn ** tn tn
b. aroma
** tn tn ** tn tn ** ** tn ** ** tn
c.tekstur
** tn tn ** tn tn ** tn tn ** * tn
d. warna
tn tn tn tn tn tn ** tn tn ** tn tn
Keterangan : **= berpengaruh sangat nyata * = berpengaruh nyata
tn = berpengaruh tidak nyata r = pH t = suhu
r*t = interaksi
Tabel 3 terlihat bahwa pada penyimpanan kadar air minggu ke 0, 2, 4 dan ke 6
berpengaruh tidak nyata sedangkan pada vitamin C penyimpanan minggu ke 0, 2, 4,
dan 6 pada perlakuan pH berpengaruh sangat nyata. Untuk perlakuan suhu hanya
minngu ke 0 yang berpengaruh sangat nyata sedangkan minggu ke 2 dan 4 hanya
berpengaruh nyata dan pada minggu ke 6 interaksinya tidak nyata. Pada uji
organoleptik rasa, aroma dan tekstur berpengaruh sangat nyata pada perlakuan pH
sedangkan pada suhu dan interaksi berpengaruh tidak nyata kecuali pada minngu ke 6
perlakuan suhu berpengaruh nyata. Untuk warna berpengaruh tidak nyata pada
perlakuan pH tetapi minggu ke 4 dan 6 yang berpengaruh sangat nyata.
1. Kadar Air
Pada hasil analisis sidik ragam kadar air tidak menghasilkan uji lanjut karena
dari hasil analisis terdapat pengaruh tidak nyata.
2. Vitamin C
Hasil pengamatan vitamin C pada sambal cabai yang disajikan pada lampiran
53 dan 54 bahwa perlakuan pH secara mandiri pada minggu ke 0 hingga minggu ke 6
berpengaruh sangat nyata dan berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan suhu
pasteurisasi secara mandiri dari minggu ke 0 hingga minggu ke 4 berpengaruh sangat
nyata tetapi pada minggu ke 6 mendapatkan hasil tidak nyata. Sedangkan pada
interaksi kedua perlakuan pH dan suhu pasteurisasi terdapat pengaruh nyata pada
minggu ke 0 dan minggu ke 2. Rerata hasil penilaian vitamin C hasil uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT0,05) disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari perlakuan mandiri
pH
Pngamatan
Perlakuan pH
Rerata vitamin C
DMRT 0,05
Minggu ke 0
pH 5 (R1)
0.010a
pH 4 (R2)
0.010a
2=0,0038
pH 3 (R3)
0.009a
3=0,0040
Minggu ke 2
pH 5 (R1)
0.010a
pH 4 (R2)
0.009a
2=0,0039
pH 3 (R3)
0.009a
3=0,0041
Minggu ke 4
pH 5 (R1)
0.001a
pH 4 (R2)
0.001a
2=0,00035
pH 3 (R3)
0.001a
3=0,00037
Minggu ke 6
pH 5 (R1)
0.001a
pH 4 (R2)
0.001a
2= 0,00040
pH 3 (R3)
0.001a
3= 0,00042
Tabel 4 terlihat bahwa rerata vitamin C dari perlakuan mandiri pH pada sambal
cabai yang dihasilkan diperoleh nilai tertinggi pada minggu ke 0 yaitu pada pH 5
dengan nilai 0.010. Dan hasil terendahnya pada minggu ke 2 yaitu pada pH 3 dengan
nilai 0.009. Hasil perhitungan pada semua perlakuan berpengaruh sangat nyata.
Tabel 5. Rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari perlakuan mandiri
suhu
Pengamatan
Perlakuan suhu
Rerata vitamin C
DMRT 0,05
pasteurisasi
Minggu ke 0
70˚C (T1)
0.010a
80˚C(T2)
0.010a
2=0,0038
90˚C(T3)
0.009a
3=0,0040
Minggu ke 2
70˚C (T1)
0.010a
80˚C(T2)
0.010a
2=0,0039
90˚C(T3)
0.008a
3=0,0041
Minggu ke 4
70˚C (T1)
0.001a
80˚C(T2)
0.001a
2=0,00035
90˚C(T3)
0.001a
3=0,00037
Tabel 5 terlihat bahwa rerata vitamin C bahwa perlakuan suhu pasteurisasi terhadap
sambal cabai diperoleh nilai tertinggi pada minggu ke 0 perlakuan T1 yaitu dengan
nilai 0.010 dan yang terendah terdapat minggu ke 4, dengan nilai 0.001.
Tabel 6. rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari perlakuan minggu ke
0 interaksi perlakuan pH dan suhu
Pengamatan
Perlakuan
Rerata vitamin C
DMRT 0,05
R1T1(pH 5 suhu 70)
0.013 a b
001262
R1T2(pH 4 suhu 80)
0.011 c
001324
R1T3(pH 3 suhu 90)
0.010
001363
R2T1(pH 5 suhu 70)
0.012 b C
minggu ke 0
001391
R2T2(pH 4 suhu 80)
0.014 C
001410
R2T3(pH 3 suhu 90)
0.012 b C
001425
R3T1(pH 5 suhu 70)
0.006
001437
R3T2(pH 4 suhu 80)
0.006 ᶠ
001446
R3T3(pH 3 suhu 90)
0.005ᶠ
Tabel 6 terlihat bahwa rerata vitamin C pada perlakuan interaksi sambal cabai
pada minggu ke 0 diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan R1T1 dengan nilai 0.013
dan yang terendah terdapat pada perlakuan R3T3 dengan nilai 0.005.
Tabel 7. rerata hasil penilaian vitamin C sambal cabai dari perlakuan minggu ke
2 interaksi perlakuan pH dan suhu
Pengamatan
Perlakuan
Rerata vitamin C
DMRT 0,05
R1T1(pH 5 suhu 70)
0.012 a b
001842
R1T2(pH 4 suhu 80)
0.011 C b
001933
R1T3(pH 3 suhu 90)
0.009 C
001990
R2T1(pH 5 suhu 70)
0.012 a b
Minggu ke 2
002029
R2T2(pH 4 suhu 80)
0.013 a
002058
R2T3(pH 3 suhu 90)
0.012 a b
002080
R3T1(pH 5 suhu 70)
0.006
002097
R3T2(pH 4 suhu 80)
0.00
002110
R3T3(pH 3 suhu 90)
0.004
Tabel 7 terlihat bahwa rerata vitamin C pada perlakuan interaksi sambal cabai pada
minggu ke 2 diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan R2T2 dengan nilai 0.013 dan
yang terendah terdapat pada perlakuan R3T3 dengan nilai 0.004.
3. Uji Organoleptik
Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan perlakuan penambahan asam cuka
25% dengan takaran yang berbeda. Asam cuka yang ditambahkan adalah 3 ml ; 5 ml;
dan 15 ml pada setiap 50 gr sambal cabai dengan suhu pasteurisasi 70˚C, 80˚C dan
90˚C. Pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terdiri dari uji organoleptik (rasa, tekstur,
warna dan aroma) dan parameter kimia (kadar air dan vitamin C).
a. Rasa
Hasil pengamatan dari uji organoleptik rasa pada sambal cabai dengan waktu
penyimpanan hingga 6 minggu dengan hasil analisis penerimaan organoleptik rasa
dengan penyimpanan dan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Rerata hasil penilaian rasa sambal cabai dari perlakuan mandiri pH
Pngamatan
Perlakuan pH
Rerata rasa
DMRT 0,05
Minggu ke 0
pH 5 (R1)
3.437a
pH 4 (R2)
3.452b
2=0,1740
pH 3 (R3)
2.570c
3=0,1825
Minggu ke 2
pH 5 (R1)
3.370a
pH 4 (R2)
3.407a
2=0,1659
pH 3 (R3)
2.533b
3=0,1741
Minggu ke 4
pH 5 (R1)
3.568a
pH 4 (R2)
3.505a
2=0,1798
pH 3 (R3)
2.354b
3=0,1886
Minggu ke 6
pH 5 (R1)
3.436a
pH 4 (R2)
3.370a
2= 0,1778
pH 3 (R3)
2.362b
3= 0,1866
Pada tabel 8 terlihat bahwa rerata hasil penilaian organoleptik pada sambal
cabai perlakuan mandiri pH dengan nilai tertinggi yaitu pada minggu ke 4 perlakuan
R1 dengan nilai 3.568. pada hasil perhitungan semua perlakuan minggu ke 0 berbeda
nyata, minggu ke 2, 4 dan 6 R1 dan R2 berpengaruh sangat nyata sedangkan pada R3
berbeda nyata.
b. Aroma
Hasil pengamatan dari uji organoleptik aroma pada sambal cabai dengan waktu
penyimpanan hingga 6 minggu dari hasil analisis penerimaan organoleptik aroma
dengan penyimpanan dan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Rerata hasil penilaian aroma sambal cabai dari perlakuan mandiri pH
Pngamatan
Perlakuan pH
Rerata aroma
DMRT 0,05
Minggu ke 0
pH 5 (R1)
3.066a
pH 4 (R2)
2.837b
2=0,1755
pH 3 (R3)
2.363c
3=0,1842
Minggu ke 2
pH 5 (R1)
2.956a
pH 4 (R2)
2.770a
2=0,2091
pH 3 (R3)
2.295b
3=0,2194
Minggu ke 4
pH 5 (R1)
3.423a
pH 4 (R2)
3.110b
2=0,1298
pH 3 (R3)
2.296c
3=0,1362
Minggu ke 6
pH 5 (R1)
3.287a
pH 4 (R2)
2.977b
2= 0,1374
c
pH 3 (R3)
2.221
3= 0,1441
Pada tabel 9 terlihat bahwa perlakuan mandiri pH pada sambal cabai yang
dihasilkan diperoleh nilai tertinggi pada minggu ke 4 yaitu pada pH 5 atau R1 dengan
nilai 3.423. hasil perhitungan pada semua perlakuan berpengaruh tidak nyata.
Tabel 10. rerata hasil penilaian aroma sambal cabai dari perlakuan mandiri
suhu
Pngamatan
Perlakuan suhu
Rerata aroma
DMRT 0,05
pasteurisasi
Minggu ke 4
70˚C (T1)
3.215a
80˚C(T2)
3.177b
2=0,1798
c
90˚C(T3)
3.035
3=0,1886
Minggu ke 6
70˚C (T1)
3.116a
80˚C(T2)
3.088b
2= 0,1778
90˚C(T3)
2.963c
3= 0,1866
Pada tabel 10 terlihat bahwa rerata hasil penilaian organoleptik aroma pada sambal
cabai perlakuan mandiri suhu pasteurisasi dengan nilai tertinggi yaitu pada minggu ke
4 perlakuan T1 dengan nilai 3.215 sedangkan yang terendah terdapat pada minggu ke
6 pada perlakuan T3 dengan nilai 2.963.
c. Tekstur
Hasil pengamatan dari uji organoleptik tekstur pada sambal cabai dengan waktu
penyimpanan hingga 6 minggu dari hasil analisis penerimaan organoleptik tekstur
dengan penyimpanan dan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 11 dan 12.
Tabel 11. Rerata hasil penilaian tekstur sambal cabai dari perlakuan mandiri pH
Pngamatan
Perlakuan pH
Rerata tekstur
DMRT 0,05
Minggu ke 0
pH 5 (R1)
3.651a
pH 4 (R2)
3.637a
2=0,1929
pH 3 (R3)
2.866b
3=0,2024
Minggu ke 2
pH 5 (R1)
3.585a
pH 4 (R2)
3.571a
2=0,1919
pH 3 (R3)
2.800b
3=0,2013
Minggu ke 4
pH 5 (R1)
3.756a
pH 4 (R2)
3.534b
2=0,1351
c
pH 3 (R3)
2.542
3=0,1417
Minggu ke 6
pH 5 (R1)
3.621a
pH 4 (R2)
3.401b
2= 0,1310
pH 3 (R3)
2.496c
3= 0,1375
Pada tabel 11 terlihat bahwa perlakuan mandiri pH pada sambal cabai yang dihasilkan
diperoleh nilai tertinggi pada minggu ke 4 yaitu pada pH 5 atau R1 dengan nilai 3.756.
hasil perhitungan pada semua perlakuan minggu ke 0 dan minggu ke 2 pada T1 dan T2
berpengaruh sangat nyata sedangkan pada T3 berbeda nyata.pada minggu ke 4 dan 6
semua perlakuan berbeda nyata.
Tabel 12. Rerata hasil penilaian tekstur sambal cabai dari perlakuan mandiri
suhu
Pngamatan
Perlakuan suhu
Rerata tekstur
DMRT 0,05
pasteurisasi
Minggu ke 6
70˚C (T1)
3.288a
80˚C(T2)
3.141a b
2= 0,1310
90˚C(T3)
3.088b
3= 0,1375
Pada tabel 12 terlihat bahwa rerata hasil penilaian organoleptik tekstur pada sambal
cabai perlakuan mandiri suhu pasteurisasi
mendapatkan hasil tidak nyata pada
perlakuan minggu ke 0 hingga minggu ke 4, Sedangkan minggu ke 6 mendapatkan
hasil berbeda nyata.
d. Warna
Hasil pengamatan dari uji organoleptik warna pada sambal cabai dengan waktu
penyimpanan hingga 6 minggu dari hasil analisis penerimaan organoleptik warna
dengan penyimpanan dan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Rerata hasil penilaian warna sambal cabai dari perlakuan mandiri pH
Pngamatan
Perlakuan pH
Rerata warna
DMRT 0,05
Minggu ke 4
pH 5 (R1)
3.754a
pH 4 (R2)
3.563b
2=0,1831
pH 3 (R3)
3.052c
3=0,1921
Minggu ke 6
pH 5 (R1)
3.615a
pH 4 (R2)
3.430b
2= 0,1831
pH 3 (R3)
2.917c
3= 0,1921
Pada tabel 13 terlihat bahwa perlakuan mandiri pH pada sambal cabai yang dihasilkan
diperoleh nilai tertinggi pada minggu ke 4 yaitu pada pH 5 atau R1 dengan nilai 3.754
sedangkan nilai yang terendah terdapat pada minggu ke 6 dengan nilai 2.917 pada
perlakuan R3.
Tabel 14. rerata hasil penilaian warna sambal cabai dari perlakuan mandiri suhu
Pngamatan
Perlakuan suhu
Rerata warna
DMRT 0,05
pasteurisasi
Minggu ke 4
70˚C (T1)
3.577a
80˚C(T2)
3.443ab
2=0,1831
90˚C(T3)
3.348b
3=0,1921
Minggu ke 6
70˚C (T1)
3.436a
80˚C(T2)
3.311ab
2= 0,1831
90˚C(T3)
3.215b
3= 0,1921
Pada tabel 14 terlihat bahwa rerata hasil penilaian organoleptik warna pada sambal
cabai perlakuan mandiri suhu pasteurisasi dengan nilai tertinggi yaitu pada minggu ke
4 perlakuan T1 dengan nilai 3.577 sedangkan nilai terendah terdapat pada minggu ke 6
dengan perlakuan T3 dengan nilai 3.215.
B. Pembahasan
Sambal adalah saus yang disiapkan dari cabai yang dihancurkan sehingga keluar
kandungan airnya dan biasanya ditambah bahan-bahan lain seperti garam, cuka dan
terasi dan lain-lain. Sambal adalah salah satu unsur
khas
hidangan
Indonesia ,
Melayu ditemukan pula dalam kuliner Asia Selatan dan Asia Timur. Ada bermacammacam variasi sambal yang berasal dari berbagai daerah. (Jasmine, 2006).
1. Kadar Air
Kadar air merupakan parameter penting karena kadar air berpengaruh terhadap daya
simpan sambal cabai. Pada penelitian ini analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terkandung dalam produk sambal cabai.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Winarno (2002) bahwa Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
citarasa dan juga daya simpan pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata
dalam menentukan ketahanan simpan. Selama penyimpanan, parameter-parameter
mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna dan sebagainya akan berubah karena
pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor
komposisi makanan itu sendiri (Syarief dan Halid 1993).
Gambar 2: Hasil analisis rerata kadar air sambal cabai dapat disajikan pada
gambar 2 berikut :
RERATA KADAR AIR
KADAR AIR
40
30
minggu ke 0
20
minggu ke 2
10
minggu ke 4
0
minggu ke 6
PERLAKUAN
Gambar 2. Hasil penilaian rerata kadar air
Dari hasil gambar diatas bahwa kadar air yang terdapat pada sambal cabai
terjadi peningkatan selama penyimpanan, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada
R3T2 pada minggu ke 6 dan kadar terrendah terdapat pada R1T3 pada minggu ke 0.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlakuan yang tidak menghasilkan perbedaan
yang nyata terhadap kadar air sambal cabai. Semua perlakuan yang diberikan hampir
sama, Hal ini didukung oleh pernyataan Susanto (2008) bahwa kadar air pada suatu
bahan dipengaruhi oleh kelembaban udara disekitarnya. Bila kadar air bahan tersebut
rendah, sedangkan kelembaban udara disekitarnya tinggi, maka akan terjadi
penyerapan uap air dari udara sehingga bahan tersebut menjadi lembab atau kadar
airnya menjadi tinggi. Selain itu, kadar air juga dipengaruhi oleh karakteristik dari
masing-masing bahan. Sesuai dengan pendapat Reinneccius (1994) bahwa Suatu
bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada
bahan asalnya.
2. vitamin C
Cabai mengandung dua jenis vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh, yaitu vitamin A
dan C. Vitamin A mampu menjaga daya tahan tubuh, sekaligus baik untuk memelihara
kesehatan indera pengelihatan. Sementara antioksidan dalam vitamin C membantu
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Febrianindya, 2012).
Gambar 3. Hasil analisis ragam rerata kandungan vitamin C dapat disajikan
dibawah ini:
KANDUNGAN VITAMIN
RERATA KANDUNGAN VITAMIN
0.02
0.015
0.01
minggu ke 0
0.005
minggu ke 2
0
minggu ke 4
minggu ke6
PERLAKUAN
Gambar 3 rerata kandungan vitamin C
Dari hasil gambar diatas bahwa rerata kandungan vitamin C dalam setiap
minggunya terjadi penurunan kadar vitamin C, Pada saat penyimpanan, terutama pada
suhu penyimpanan yang tinggi, kandungan asam askorbat (vitamin C) akan
mengalami penurunan. pada saus cabai tersebut telah terjadi reaksi perubahan pada
pigmen karotenoid yang terkandung didalamnya utamanya setelah mengalami
pemanasan dan saat penyimpanan yang berada dalam kondisi asam. Selain itu, pada
saus cabai terjadi pula reaksi pencoklatan sehingga warna saus cabai selama
penyimpanan tampak lebih gelap dibandingkan kontrol akibat oksidasi vitamin C. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Goodwin (1976) bahwa pigmen karotenoid tidaklah
stabil, khususnya sensitif terhadap cahaya, pemanasan, oksigen, dan beberapa
golongan alkali (golongan astaxanthin, cantaxanthin, fucoxanthin, peridinin, dal lainlain). Selain itu, didukung pula oleh Winarno (2004) bahwa perubahan warna terjadi
karena adanya reaksi pencoklatan yaitu reaksi yang menghasilkan warna kecoklatan
pada bahan makanan. Dan pernyataan pendukung lainnya oleh Syarief dan Halid
(1993) bahwa vitamin C selain bertindak sebagai reduktor juga sebagai prekursor
untuk pembentukan warna coklat non enzimatik.
Kandungan asam askorbat selama penyimpanan kira-kira tinggal 1/2 sampai 2/3
bagian dari waktu panen. Hal ini disebabkan karena asam askorbat yang terdapat
dalam jaringan tanaman mudah teroksidasi, misalnya oleh enzim asam askorbat
oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman tersebut (Matto dkk., 1975).
3. Uji Organoleptik
Setiap
komponen
bumbu
menyumbangkan
citarasa,
warna,
aroma,
dan
penampakannya yang khas, sehingga kombinasinya satu sama lain akan memberikan
sensasi baru yang dapat meningkatkan selera, daya terima, dan identitas tersendiri
kepada setiap produk yang dihasilkan. Secara alami rempah-rempah mengandung
berbagai macam komponen aktif yang sangat besar peranannya dalam penciptaan rasa
suatu produk. Rempah-rempah mengandung zat antioksidan, anti bakteri, antikapang,
anti khamir, antiseptic, antikanker, dan antibiotic yang kesemuannya itu sangat besar
peranannya dalam membuat bumbu-bumbuan menjadi awet (Astawan, 2009).
a. Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan bagi
konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk pangan. Meskipun parameter
lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai maka produk akan ditolak.
Ada empat jenis rasa dasar yang dikenali oleh manusia yaitu asin, asam, manis dan
pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari
keempat rasa tersebut
(Soekarto, 1985).
Garam yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap rasa karena garam merupakan
pemberi dan penguat rasa bumbu yang sudah ada sebelumnya. Makanan yang
mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Suprapti,
2000).
b. Tekstur
Kestabilan tekstur suatu produk semi basah dapat dilihat dari perubahan
kekentalannya, apabila terjadi perubahan kekentalan yang nyata kemungkinan besar
produk itu sudah mengalami penurunan mutu. Parameter kekentalan merupakan salah
satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap mutu saus yaitu tekstur. Hal ini
disebabkan selama penyimpanan dilakukan, terjadi perubahan-perubahan pada
komponen yang terdapat dalam saus cabai sehingga memberikan pengaruh pada
kekentalan produk saus cabai tersebut, salah satunya dengan adanya komponen pati
sebagai bahan pengental pada saus cabai yang selama proses pengolahan atau
pemasakan telah mengalami gelatinisasi sehingga mudah menyerap air dan pada saat
penyimpanan akan mampu menyebabkan penurunan kekentalan pada saus cabai. Hal
ini didukung pula oleh pernyataan Winarno (1991) bahwa akibat paparan panas, pati
yang ditambahkan akan membengkak dan menyerap air (pati tergelatinisasi).
c. Aroma
Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian
dan kualitas suatu bahan pangan. Selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan
berpengaruh dan menjadi perhatian utama. Sesudah bau diterima maka penentuan
selanjutnya adalah citarasa disamping teksturnya (Rubianty dan Berty, 1985).
d. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas
atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai
enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang
atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak
dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada
warna, karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004). Senyawa penyusun
warna cabai merah yaitu karatenoid yang terdiri dari karoten, kapsorubin, kapsantin,
dan zeaxanthin Karatenoid merupakan senyawa yang larut dalam lemak. (Farrel,
1990).
4. Total Mikroba
Tabel 15. hasil perhitungan koloni total mikroba pada sambal cabai
Perlakuan
R1T1
R2T1
R3T1
Hasil pelaporan
2,272 x 10¹ Koloni/g
1,5 x 10¹ Koloni/g
0,7 x 10¹ Koloni/g
Berdasarkan Tabel 15 tersebut, terlihat bahwa analisa total mikroba dari 3 perlakuan
terpilih tidak dapat terdeteksi karena dari hasil perhitungan total mikroba pada sambal
masih dibawah SNI
Pada bahan pangan pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor dan setiap
mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan
jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan
juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut (Sudiarto, 2009).
Winarno et al. (1980) mengemukakan bahwa proses pemanasan pada pengolahan
pangan bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas.
Namun jika suhu dan waktu pemanasan kurang tepat maka tidak akan mematikan
mikroorganisme atau hanya menyebabkan sel mengalami kerusakan. Pemanasan ini
disebut dengan pemanasan subletal. Dalam pengolahan pangan, sel-sel yang
mengalami kerusakan karena pemanasan subletal mungkin dapat sembuh kembali
menjadi sel-sel normal dan berkembang biak selama penyimpanan di dalam medium
yang baik. Sebagian besar bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada suhu 82-
94oC, tetapi banyak spora bakteri yang masih tahan pada suhu air mendidih 100oC
selama 30 menit.
Standar total mikroba menurut SNI (01 - 7388 – 2009) bahwa jenis saus cabe, saus
tomat dan saus cabe non pengemulsi memiliki batas maksimum 1 x 105 koloni/gr (5,0
log cfu/gr). Total mikroba dapat dideteksi jika dalam inokulasi sampel terdapat koloni
mikroba sebanyak 25-250. Hal ini disebabkan karena pada sambal mengandung
bakteri asam asetat yang menghasilkan senyawa pengawet alami serta penambahan
bahan alami seperti bawang putih, gula, garam dan lain-lain pada proses pembuatan
mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk selama penyimpanan sambal
cabai.
Menurut Fardiaz (1989) bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor
proses, dan faktor implisit. Jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi
protein bakteri.oleh karena itu beberapa mikroba sensitif terhadap asam. Asam yang
dihasilkan oleh salah satu mikroba selama fermentasi biasanya akan menghambat
perkembangbiakan mikroba lainnya.oleh karena itu fermentasi dapat digunakan untuk
mengawetkan makanan dengan cara melawan bakteri terutama bakteri proteolitik atau
mikroba pembusuk lainnya. Asam yang dikombinasikan dengan panas akan
menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba (C.S Pederson, 2000).
5. Protein
Hasil analisis uji protein dari perlakuan terpilih R1T1, R2T1 dan R3T1 mendapatkan
jumlah protein yang brbeda-beda dan nilai tertinggi terdapat pada R1T1 yaitu 3,39%
sedangkan R2T1 mendapatkan hasil yaitu 3,09% dan hasil terendah terdapat pada
R3T1 yaitu 2,60%. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh asam yang terkandung didalam
sambal sehingga protein tersebut mudah terdenaturasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dari hasil analisis sidik ragam pengaruh interaksi pH dan suhu pasteurisasi
terhadap kadar air dan uji organoleptik berpengaruh tidak nyata, sedangkan
pada vitamin C berpengaruh nyata pada minggu ke 0 dan minggu ke 2.
2.
Dari hasil penelitian pengaruh pH terhadap sifat kimia, organoleptik dan daya
simpan sambal terdapat perubahan penurunan vitamin C sedangkan pada kadar
air terjadi peningkatan selama penyimpanan.
3.
Dari hasil penelitian pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terhadap sifat kimia,
organoleptik dan daya simpan sambal dapat bertahan hingga 2 bulan
penyimpanan pada suhu ruang.
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan tentang adanya penggunaan bahan tambahan
pengawet yang alami dan metode lain pada sambal cabai agar umur simpannya
semakin lama dan aman bagi yang mengkonsumsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin dan Leksono, 2001. Efektivitas Bakteri Asam Laktat dalam Menghambat
Bakteri. Airlangga. Jogyakarta.
Andrew, L.T., 1979. Contemporary Organic Chemistry, 2nd edition, WB
Sounders.Co.
Anonimous. 2008. Cabai rawit. http://www.wikipedia.org. (17 september 2015)
Anonim, 2008. http://www.alibaba.com/showroom/sambal.html. Pengolahan Sambal
Ulek Dengan Cara Tradisonal. diakses 22 september 2015.
Astawan,
M.,
2007.
Jangan
Asal
Nyocol
Saus
Cabai
!,
http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item115, diakses 15 september 2015.
Astawan. 2009. Sehat dengan Kacang-kacangan dan Biji-bijian. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Barlina, R Steivie Karouw, Juni Towaha, dan Ronald Hutapea., 2004. Pengaruh
Perbandingan Air Kelapa dan Penambahan Daging Kelapa Muda Serta Lama
Penyimpanan Terhadap Serbuk Minuman Kelapa. Balai Penelitian Tanaman
Kelapa dan Palma Lain Menado.
Cahyadi, (2008), Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, edisi
2, cetakan 1, Jakarta, Bumi Aksara.
Cahyono, B, 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya Dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogjakarta.
C.S. Pederson, 2000. Courtesy of Some Industrial Fermentation in Food Industries.
Food Science. Amerika (USA).
DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Bandung. Penerbit ITB.
Departemen Kesehatan R.I.1999. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata
Karaya Aksara. Jakarta.
Desrosier N. W.1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo.
UI-Press, Jakarta.
Ditjen POM, 1999. Peraturan Perundang-Undangan Di bidang Obat Tradisonal.
Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Fardiaz, Srikandi., 1989. Analisa Mikrobiologi Pangan. Raja Grafiondo Persada.
Jakarta.
Fardiaz. 1993. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Tekonologi Pangan
dan Gizi, FATETA, IPB. Bogor.
Farrel, K.T. 1990. Spicies, Condiments and Seasonings. Van Nostrand Reinhold: New
York.
Frazier W.C. and P.C. Westhoff., 1978. Food Microbiology. Tata McGrawHill
Goodwin, T.W. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plants Pigmen II. Edisi 2.
Academic Press. London, New York. San Fransisco.
Hartuti, N. 1996. Penanganan Panen dan Pascapanen Cabai Merah. Teknologi
Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta: Yayasan Sarana
Wana Jaya.p.38-40.
Jasmine, M., B. Munawaroh. 2006. Aneka Sambal Nusantara. Kawan Pustaka:
Jakarta.
Munawaroh, B. dan Jasmine, M. 2006. Aneka Sambal Nusantara. Jakarta ;PT Kawan
Pustaka.
Nasrullah. 2011. Saus cabai. http://indoplasma.or.id/pn/buletin_pn_17_2_2011_7379_abdullah.pd. Diakses tanggal 23 september 2015.
Rahayu PW, Ma’oen S, Suliantari, Fardiaz S., 1992. Teknologi Fermentasi Produk
Perikanan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Rampengan, V.J Pontoh Dan D.T Sembel,.1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu
Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur,
Ujung Pandang.
Renate, D., 2004. Pengaruh Jenis Cabai dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas
Puree Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Laporan Penelitian Universitas
Jambi (tidak dipublikasikan).
Rizal, S dan Anies, I., 1994. Pengetahuan Bahan Industri Pangan. Melton Putra.
Jakarta.
Rubianty, S., B. Kaseger. 1985. Kimia Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Bagian Timur: Makassar.
Rukmana, R.H , 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.31-33.
Saputera, V. H. A., 2004. Pembuatan Soygurt Sinbiotik dengan Menggunakan Kultur
Campuran Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei galur Shirota, dan
Bifidobacterium bifidum. [Skripsi] Departemen Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
SNI 01-2976-2006, Saus Cabe. Badan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia No. 01-2976-1992, 1992, Tentang Persyaratan Pengawet
pada Saus Cabai.
Sudarmadji, S. Haryono, B. Suhardi,. (1997) , prosedur analisis untuk bahan makanan
dan pertanian. Edisi ketiga , Liberty, Yogyakarta.
Suprapti, L. 2000. Membuat Saos Tomat. Trubus Agrisarana: Jakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit UNESA University Press. Surabaya
Suriawiria U., 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara
Biologis. Penerbit Alumni. Bandung.
Suyanti. 2009. Membuat Aneka Olahan Cabai . Penebar Swadaya. Jakarta
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Syarief, R. dan Halid Hariyadi., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan.
Jakarta.
Wijayakusuma, H., Dalimartha, S., Wirian, A.S, 1992. “Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia”. Jilid I Jakarta: Pustaka Kartini.p.21-25.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Penulis bernama Nursari, lahir di Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tanggal 22 Januari 1994, anak ke-2
dari 2
bersaudara dari pasangan Bapak Hasan dan Ibu Boho. Penulis
menjalani pendidikan formal pada tahun 1999 di SD Negeri 1
Amosilu, kemudian lulus pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah
Menegah Pertama Negeri 2 Sampara dan pada tahun 2011 lulus dari SMK/SPP Negeri
Wawotobi. Pada tahun 2011, Penulis diterima menjadi mahasiswa Universitas Halu
Oleo Kendari di Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur
SMPTN. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam bentuk tematik dan di
percayakan untuk sambil melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh pH dan Suhu
Pasteurisasi Terhadap Karakteristik Kimia, Organoleptik Dan Daya Simpan Sambal
dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jenjang S1 pada
program studi Teknologi Pangan, jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi dan Industri Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
Lampiran 1 : Denah penelitian
RITI (1)
R1T1 (3)
R2T1 (2)
RITI (2)
R2T1 (3)
R3T1 (1)
R2T3 (1)
R3T1 (3)
R3T1 (2)
R1T2 (1)
R3T2 (2)
R3T2 (1)
R1T3 (1)
R1T3 (2)
R1T3 (3)
R1T2 (3)
R2T1 (1)
R2T3(2)
R2T3 (3)
R3T3 (1)
R2T2 (3)
R3T3 (2)
R3T2 (3)
R3T3 (3)
R2T2 (1)
R2T2 (2)
R1T2 (2)
KETERANGAN:
R1T1 (1) = pH
R1T1 (2) = pH
R1T1 (3) = pH
suhu 70˚C ulangan 1
suhu 70˚C ulangan 2
suhu 70˚C ulangan 3
R1T2 (1) = pH
R1T2 (2) = pH
R1T2 (3) = pH
suhu 80˚C ulangan 1
suhu 80˚C ulangan 2
suhu 80˚C ulangan 3
R1T3 (1) = pH
R1T3 (2) = pH
R1T3 (3) = pH
suhu 90˚C ulangan 1
suhu 90˚C ulangan 2
suhu 90˚C ulangan 3
R2T1 (1) = pH 4 suhu 70˚C ulangan 1
R2T1 (2) = pH 4 suhu 70˚C ulangan 2
R2T1 (3) = pH 4 suhu 70˚C ulangan 3
R2T2 (1) = pH 4 suhu 80˚C ulangan 1
R2T2 (2) = pH 4 suhu 80˚C ulangan 2
R2T2 (3) = pH 4 suhu 80˚C ulangan 3
R2T3 (1) = pH 4 suhu 90˚C ulangan 1
R2T3 (2) = pH 4 suhu 90˚C ulangan 2
R2T3 (3) = pH 4 suhu 90˚C ulangan 3
R3T1 (1) = pH 3 suhu 70˚C ulangan 1
R3T1 (2) = pH 3 suhu 70˚C ulangan 2
R3T1 (3) = pH 3 suhu 70˚C ulangan 3
R3T2 (1) = pH 3 suhu 80˚C ulangan 1
R3T2 (2) = pH 3 suhu 80˚C ulangan 2
R3T2 (3) = pH 3 suhu 80˚C ulangan 3
R3T3 (1) = pH 3 suhu 90˚C ulangan 1
R3T3 (2) = pH 3 suhu 90˚C ulangan 2
R3T3 (3) = pH 3 suhu 90˚C ulangan 3
Lampiran 2: Prosedur Kerja
Cabai
rawit
Disortasi dan dicuci
Dikukus
5-10 menit
diblender
disaring
Membuat larutan
tapioka
Ampas diblender
kembali
Dimasukkan
dalam wajan
Api kecil
Masak
Bumbu -bumbu
Aduk terus
menerus
Lada halus , bawang
putih, minyak wijen,
kecap inggris
Dan terakhir cuka
pengemasan
Lampiran 3: perlakuan pH dan suhu
a. pH
Ket.
pH
Asam cuka
R1
5
3 ml
R2
4
5 ml
R3
3
15 ml
Ket.
suhu
Lama pemanasan
T1
70˚C
15 menit
T2
80˚C
15 menit
T3
90˚C
15 menit
b. Suhu
Lampiran 4 : Format uji organoleptik skala hedonik
Nama Panelis
:
Jenis Kelamin
:
Hari/Tanggal
:
Petunjuk: Cicipi sambal yang disediakan dan nyatakan kesukaannya terhadap
karakteristik organoleptiknya, dengan memberikan Skor.
No
Sampel
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Total
1.
R1T1 (1)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19
20
21
22
23
24
25
26
27
R1T2(1)
R1T3(1)
R1T1(2)
R1T2(2)
R1T3(2)
R1T1(3)
R1T2(3)
R1T3(3)
R2T1(1)
R2T2(1)
R2T3(1)
R2T1(2)
R2T2(2)
R2T3(2)
R2T1(3)
R2T2(3)
R2T3(3)
R3T1(1)
R3T2(1)
R3T3(1)
R3T1(2)
R3T2(2)
R3T3(2)
R3T1(3)
R3T2(3)
R3T3(3)
Jumlah
Saran :
`
Keterangan :
5 = sangat suka
4 = suka
1 = sangat tidak suka
3 = agak suka 2 = tidak suka
Tanda Tangan
Lampiran 5a: Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 0
perlakuan
R1T1
R1T2
ulangan
1
30.05
30.46
2
36.40
30.03
3
30.55
31.86
total
rerata
97.00
92.36
32.33
30.79
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
33.08
32.39
29.58
31.85
34.36
30.10
30.69
282.55
29.75
32.64
36.06
29.80
29.95
36.67
31.13
292.44
30.53
33.97
31.68
35.38
32.39
31.71
30.98
289.06
93.36
99.01
97.31
97.03
96.69
98.48
92.81
864.05
31.12
33.00
32.44
32.34
32.23
32.83
30.94
32.00
Lampiran 5b: Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 2
perlakuan
R1T1
R1T2
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
ulangan
1
30.07
30.47
33.08
31.34
29.58
31.85
32.97
30.10
31.22
280.67
2
36.44
30.56
30.78
33.85
36.06
30.33
31.51
36.67
31.13
297.33
3
30.55
31.86
30.53
33.85
32.23
35.38
32.39
32.22
30.98
290.00
total
rerata
97.06
92.90
94.38
99.03
97.87
97.56
96.87
99.00
93.33
868.00
32.35
30.97
31.46
33.01
32.62
32.52
32.29
33.00
31.11
32.15
Lampiran 5c: Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 4
perlakuan
R1T1
R1T2
ulangan
1
27.46
27.19
2
39.20
33.15
3
34.15
36.56
total
rerata
100.81
96.90
33.60
32.30
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
31.76
32.83
35.84
40.11
28.99
34.97
35.10
294.26
30.25
34.07
30.41
31.78
33.90
31.02
34.55
298.33
32.59
33.68
32.97
27.46
35.63
41.85
31.10
305.98
94.60
100.58
99.23
99.35
98.52
107.84
100.74
898.57
31.53
33.53
33.08
33.12
32.84
35.95
33.58
33.28
Lampiran 5d: Hasil pengamatan kadar air dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 6
perlakuan
R1T1
R1T2
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
ulangan
1
36.62
34.19
29.56
34.10
32.73
40.42
26.79
32.26
36.00
302.68
2
39.86
32.76
32.48
34.22
30.94
32.51
37.25
38.02
34.65
312.71
3
34.60
36.14
32.81
33.16
36.63
27.09
36.39
42.82
31.37
311.01
total
rerata
111.09
103.10
94.85
101.48
100.30
100.02
100.43
113.10
102.02
926.39
37.03
34.37
31.62
33.83
33.43
33.34
33.48
37.70
34.01
34.31
Lampiran 6a: Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 0
perlakuan
R1T1
R1T2
ulangan
1
0.01225
0.011898
total
2
0.0128832
0.0115456
rerata
3
0.014291 0.039424 0.013141
0.011686 0.03513 0.01171
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
0.011123
0.013587
0.014432
0.013024
0.006688
0.006899
0.005843
0.095744
0.010208
0.0127424
0.01408
0.0121088
0.0058432
0.0057728
0.0046464
0.0898304
0.009434
0.011968
0.014502
0.013728
0.007744
0.006829
0.00535
0.095533
0.030765
0.038298
0.043014
0.038861
0.020275
0.019501
0.01584
0.281107
0.010255
0.012766
0.014338
0.012954
0.006758
0.0065
0.00528
0.010411
Lampiran 6b: Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 2
perlakuan
R1T1
R1T2
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
Ulangan
1
0.010842
0.011898
0.009715
0.012883
0.014432
0.011616
0.005984
0.006195
0.003731
0.087296
2
0.012883
0.009434
0.010208
0.012038
0.013376
0.011405
0.004928
0.004928
0.004646
0.083846
3
0.013587
0.011686
0.00873
0.011264
0.013798
0.013728
0.007744
0.004717
0.00535
0.090605
total
rerata
0.037312
0.033018
0.028653
0.036186
0.041606
0.036749
0.018656
0.01584
0.013728
0.261747
0.012437
0.011006
0.009551
0.012062
0.013869
0.01225
0.006219
0.00528
0.004576
0.009694
Lampiran 6c: Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 4
perlakuan
R1T1
R1T2
Ulangan
total
rerata
1
2
3
0.00169 0.002112 0.001619 0.005421 0.001807
0.001549 0.001478 0.000915 0.003942 0.001314
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
0.001267
0.000986
0.001197
0.000986
0.000845
0.000845
0.000563
0.009926
0.001338
0.001478
0.001197
0.001267
0.000986
0.001126
0.000634
0.011616
0.001408
0.001056
0.001267
0.001197
0.001197
0.000915
0.000915
0.01049
0.004013
0.00352
0.003661
0.00345
0.003027
0.002886
0.002112
0.032032
0.001338
0.001173
0.00122
0.00115
0.001009
0.000962
0.000704
0.001186
Lampiran 6d: Hasil pengamatan vitamin C dalam pembuatan sambal cabai pada
minggu ke 6
perlakuan
R1T1
R1T2
R1T3
R2T1
R2T2
R2T3
R3T1
R3T2
R3T3
total
ulangan
1
0.000915
0.001408
0.001549
0.000915
0.001056
0.000704
0.000704
0.000845
0.001126
0.009222
2
0.0011264
0.0008448
0.002112
0.001408
0.0011968
0.0011264
0.0006336
0.0005632
0.000704
0.0097152
3
0.000986
0.001619
0.001619
0.001056
0.001478
0.001197
0.001197
0.000774
0.000704
0.01063
total
rerata
0.003027
0.003872
0.00528
0.003379
0.003731
0.003027
0.002534
0.002182
0.002534
0.029568
0.001009
0.001291
0.00176
0.001126
0.001244
0.001009
0.000845
0.000727
0.000845
0.001095
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air (Sudarmadji, et al. 1997)
5.
Bahan yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya.
6.
Bahan dikeringkan pada oven pada suhu 100-105°C selama 3-5 jam,
selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
7.
Bahan kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit didinginkan
kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang
konstan.
8.
Selanjutnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
% kadar air = berat awal – berat akhir 𝑥 100 %
Berat akhir
Lampiran 8. Perhitungan Vitamin C (Sudarmadji, et al. 1997)
4. Sampel ditimbang 5 g ke labu takar dan dilarutkan dengan aquadest hingga
tanda tera.
5. Kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu
dititrasi dengan larutan iod 0,1 N dengan menggunakan indikator pati sebanyak
2 – 3 tetes hingga berwarna biru tua.
6. Persentase vitamin c dihitung dengan menggunakan rumus :
= ml iod 𝑥 0,88 𝑥 4
Berat bahan 𝑥 1000
LAMPIRAN DOKUMENTASI
A
D
G
Keterangan:
A. pembuatan sampel
B
C
E
F
B. uji orlganoleptik
C. pengukuran pH
E. penimbangan sampel
F. pengovenan
G. analisis vitamin C
H. sterilisasi uji mikroba
Download
Study collections