Pengaruh Klorofil Terhadap P-N Junction Pada Susunan Lapisan

advertisement
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
PENGARUH KLOROFIL TERHADAP P-N JUNCTION
PADA SUSUNAN LAPISAN TIPIS Ag/CuInSe/SiP
Nugroho Tri Sanyoto1, Giri Slamet 2
1) STTN – BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281
2) PTAPB – BATAN, Jalan Babarsari PO BOX 6101 YKBB Yogyakarta 55281
Abstrak
PENGARUH KLOROFIL TERHADAP P-N JUNCTION PADA SUSUNAN LAPISAN TIPIS
Ag/CuInSe/SiP. Telah dilakukan pembuatan lapisan tipis P-N junction, dengan struktur : kaca (substrat), Ag
(back contact), CuInSe (absorber), klorofil (buffer layer), SiP (front contact). Masing-masing bahan
dideposisikan menggunakan teknik DC magnetron sputtering. P-N junction yang dihasilkan sebanyak 6 buah
dengan variasi luas area klorofil pada setiap lapisannya, yaitu klorofil di atas substrat dengan luas 800 mm2,
di atas substrat yang luasnya 1600 mm2, di atas Ag pada luas area 800 mm2, di atas CuInSe 850 mm2, di atas
SiP seluas 1050 mm2 serta sel surya pada susunan lapisan tipis Ag/CuInSe/SiP tanpa klorofil. Lapisan tipis
yang diperoleh diukur nilai arus dan tegangannya dengan multimeter. Kemudian dilakukan karakterisasi
arus-tegangan photovoltaik pada sel surya tunggal, rangkaian seri, serta paralel dengan menggunakan
modul P-N junction .Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan klorofil yang dilapiskan di atas CuInSe
yang paling optimal dapat ditentukan pada saat karakterisasi arus dan tegangan photovoltaik. P-N junction
ini menghasilkan arus yang lebih besar dibandingkan dengan P-N junction tanpa klorofil, yaitu
(0,021±0,002) mA untuk P-N junction dengan klorofil di atas CuInSe dan (0,019±0,001) mA pada P-N
junction tunggal tanpa klorofil. Jika ke enam P-N junction yang dihasilkan dirangkai secara seri akan
menaikkan tegangan sampai (1440±21) mV dan arus yang kecil sebesar (0,004±0,001) mA sedangkan P-N
junction yang dirangkai paralel akan menurunkan tegangan dan memperbesar arus, nilai masing-masing
arus dan tegangan adalah (400±5) mV dan (0,024±0,004) mA.
Kata Kunci : Klorofil, P-N junction, Lapisan Tipis
Abstract
THE CHLOROPHYLL’S INFLUENCE TO THE P-N JUNCTION OF THE THIN FILMS
Ag/CuInSe/SiP. Have fabricated thin film P-N junction, the structure thin film P-N junction : glass
(substrat), Ag (back contact), CuInSe (absorber), chlorophyll (buffer layer), SiP (front contact). Each of
substance was deposited by using DC magnetron sputtering technique. P-N junction which was prepared is
six items with the variation of the chlorophyll’s area in each layer, they were the chlorophyll on the glass
substrat with 800 mm2 of area, on the glass substrat with 1600 mm2 of area, on the layer of Ag with 800 mm2,
on the layer of CuInSe with 850 mm2, on the layer of SiP with 1050 mm2 and the P-N junction thin films
Ag/CuInSe/SiP without chlorophyll. The thin film which was prepared followed by the measurement of the
current and its voltage using multimetre. Than, the thin film was characterized by the photovoltaic current
and voltage in single P-N junction, arranged in series, as well as parallel by using module of the P-N
junction. The result of this research showed that chlorophyll which was deposited on the CuInSe layer is the
most optimal compared to the other layers on the substrate, Ag, and SiP which was obtained throught
measurement of photovoltaic effect. This P-N junction has the current higher than the P-N junction without
chlorophyll, it was (0,021±0,002) mA of the single P-N junction with chlorophyll on CuInSe layer and
(0,019±0,001) mA of the P-N junction without chlorophyll. The six P-N junction were aranged in series has
also shown the increasing of the voltage until (1440±21) mV and the small current (0,004±0,001) mA while
Nugroho T.S., dkk
279
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
the P-N junction which was arraged in parallel has shown the decreasing of the voltage and increasing of
the current, they were (400±5)mV and (0,024±0,004)mA.
Keywords: Chlorophyll’s, P-N Junction, The Thin Films
PENDAHULUAN
Teknologi sel surya merupakan salah satu jenis
teknologi masa depan yang hingga kini para peneliti
dari berbagai negara berlomba-lomba untuk
memperoleh piranti sel surya yang murah dengan
kualitas rasional serta dapat dijadikan produk
industri yang dapat dipasarkan. Salah satu desain
sel surya yang relatif mudah diperoleh di Indonesia
dengan harga yang relatif murah adalah dari bahan
organik. Mengingat sumber alam yang melimpah
yang ada perlu untuk dioptimalkan penggunaannya,
maka desain sel surya yang dibuat dari bahan
organik sangat efisien digunakan. Selain itu teknik
yang digunakan untuk membuat thin film bahan
tersebut dengan menggunakan teknik yang relatif
sederhana dan tidak memerlukan teknologi yang
rumit sehingga diharapkan dapat memberikan
gambaran bagi variasi pengembangan Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia. Efisiensi
divais solar sel dan harga pembuatan sel surya
merupakan masalah yang paling penting untuk
merealisasikan solar sel sebagai sumber energi
alternatif.
Efisiensi
didefinisikan
sebagai
perbandingan antara tenaga listrik yang dihasilkan
oleh divais solar sel dibandingkan dengan jumlah
energi yang diterima dari pancaran sinar matahari
(Hariyadi, 1998).
Banyak bahan organik yang memungkinkan
untuk dibuat sel surya dengan beberapa kelebihan
dan kekurangannya yang perlu untuk dikembangkan
dari waktu ke waktu, sebagai contoh ekstrak
klorofil. Seorang peneliti Amerika telah berhasil
menambang sel-sel protein pada daun bayam yang
dapat menjadi sumber listrik. Marc Baldo seorang
pakar nanoteknologi Massachusetts Institute of
Technology (MIT) menyatakan bahwa sel-sel
protein dari daun bayam dapat digunakan untuk
memasok listrik sebuah komputer laptop dan
membuatnya menjadi alternatif untuk sumber energi
hijau portabel (Nano Letters, 2007).
Sel protein itu berasal dari kloroplas daun
bayam. Kloroplas adalah komponen pada daun yang
menolong tanaman mengubah cahaya menjadi
energi. Kloroplas ada di dalam setiap tanaman
berdaun hijau, jadi pada dasarnya setiap tanaman
tak hanya bayam memiliki potensi untuk menjadi
sumber listrik. Sel protein menghasilkan listrik
ketika elektron di dalamnya ikut bergerak
bersamaan dengan berlangsungnya proses reaksi
photosintesis. Photosintesis adalah suatu proses
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
280
mengubah energi cahaya menjadi energi kimia pada
tumbuhan. Proses ini mengeksploitasi energi
matahari dalam menyediakan energi untuk reaksi
fisika-kimia pada tumbuhan. Menurut Baldo untuk
membuat sel-sel itu menghasilkan listrik protein itu
dilapiskan diantara dua material yang dapat
menghantarkan listrik. Ketika sel-sel itu disinari,
arus listrik diproduksi. Tetapi untuk menambang
dan memanfaatkan protein itu tidak mudah karena
molekulnya rapuh dan tidak bekerja ketika
dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya (daun).
Untuk menyiasatinya, para peneliti mengawetkan
protein itu dengan menambahkan molekul surfaktan
peptida. Molekul pengaman ini menipu sel-sel
protein itu hingga “berpikir” masih menjadi bagian
dari daun tanaman dan terus menghasilkan listrik.
Meskipun demikian, sel-sel itu juga masih kurang
efisien karena sel-sel tersebut hanya menghasilkan
listrik selama 21 hari dan hanya dapat mengubah 12
persen energi cahaya yang diserap menjadi energi
listrik (Nano Letters, 2007).
Pada perkembangan berikutnya beberapa orang
peneliti dari IPB yaitu Maddu, Mariyana dan
Dahlan pada tahun 2006 meneliti tentang Uji
Spektroskopi dan Efek photovoltaik Ekstrak
klorofil.
Metodologi penelitian yang dilakukan yaitu
dengan membuat ekstrak klorofil dari daun
mengkudu yang diambil sarinya kemudian disaring
dan didiamkan beberapa saat. Selanjutnya
dilakukan uji absorbansi ekstrak klorofil dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS (Ultra
Violet Visible Spectroscopy). Pembuatan lapisan
ekstrak klorofil dilakukan dengan
merendam
substrat kaca transparan konduktif TCO
(Transparent Conductive Oxide) ke dalam larutan
ekstrak klorofil selama 24 jam kemudian didiamkan
sampai mengering. Substrat berlapis emas
ditempelkan di atas lapisan ekstrak klorofil dengan
proses elektrolisis sehingga membentuk sel
elektrokimia. Hasil yang diperoleh, klorofil
memiliki dua pita spesifik yaitu pita spektrum biru
dan pita spektrum merah, yang merupakan sifat
optik khas dari klorofil. Lebar kedua pita absorbsi
ini ditentukan oleh kadar senyawa klorofil. Di lain
pihak, meskipun klorofil memiliki nilai absorbsi
yang cukup besar namun nilai arus dan tegangan
yang dihasilkan sangat kecil. Arus yang kecil ini
terjadi akibat koleksi muatan (elektron) yang tidak
optimal, sehingga tidak banyak muatan yang
mengalir ke rangkaian luar, disamping karena nilai
Nugroho T.S., dkk
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
hambatan sangat besar yang mengakibatkan
efisiensi konversi cahaya matahari menjadi energi
listrik (Maddu, 2005).
Pada penelitian ini akan dilakukan preparasi
lapisan tipis susunan Ag/CuInSe/SiP dengan variasi
luas area klorofil pada setiap lapisannya. Tujuannya
adalah untuk mengetahui pengaruh klorofil terhadap
efek photovoltaik pada lapisan tipis Ag/CuInSe/SiP
yang diharapkan dengan adanya lapisan klorofil
tersebut dapat memperbesar arus dan tegangan
photovoltaik yang dihasilkan. Pendeposisian lapisan
tipis Ag/CuInSe/SiP dilakukan dengan metode DC
magnetron sputtering. Salah satu kelebihan metode
sputtering ini adalah mudah mendeposisikan lapisan
tipis dari bahan dengan titik leleh tinggi yang sulit
dilakukan dengan metode evaporasi. Lapisan tipis
yang dideposisi dengan DC magnetron sputtering
dapat menghasilkan lapisan tipis yang ketebalannya
mudah diatur, berukuran antara nanometer hingga
micrometer. Lapisan yang terbentuk memiliki daya
adhesi yang tinggi. Untuk mengetahui kualitas
secara umum dari lapisan tipis yang terbentuk,
maka perlu dilakukan karakterisasi arus dan
tegangan pada sel tunggal, sel-sel yang dirangkai
secara seri dan paralel pada saat penyinaran.
Photosintesis berasal dari kata foton yaitu
cahaya dan sintesis yang artinya penyusunan.
Fotosintesis adalah suatu proses mengubah energi
cahaya menjadi energi kimia tumbuhan. Proses ini
mengekploitasi energi matahari dalam menyediakan
energi untuk reaksi fisika-kimia pada tumbuhan.
Photosintesis mengkonsumsi cahaya matahari yang
jatuh ke bumi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik, yang memiliki radiasi yang
bervariasi. Radiasi panjang gelombang pendek,
seperti sinar-X, berenergi tinggi merusak molekulmolekul komplek akibat ionisasi. Cahaya ultraviolet
dengan panjang gelombang lebih panjang dari sinarX tetapi lebih kecil dari pada cahaya tampak, dapat
merusak ikatan molekul-molekul organik beberapa
jaringan biologi. Radiasi infra merah dengan
panjang gelombang lebih panjang dari cahaya
tampak dan energi lebih rendah, dapat
mengakibatkan ikatan kimia molekul-molekul
mengabsorbsi cahaya tampak dan relatifstabil untuk
mempengaruhi transisi dari keadaan energi rendah
ke keadaan energi tinggi (Yohanes, 1997).
Dalam proses photosintesis, radiasi yang
terbesar adalah cahaya tampak. Proses penyerapan
cahaya dalam photosintesis yang berperan adalah
molekul pigmen yang terdapat di dalam kloroplas
yang dikenal sebagai klorofil. Klorofil pada
tanaman menggunakan elektron-elektron bebas
untuk mensintesis karbohidrat dalam proses
photosintesis, dengan demikian, klorofil sebagai
dye organik dapat digunakan dalam pembuatan sel
surya sebagai komponen penyerap cahaya dalam
Nugroho T.S., dkk
281
proses konversi energi cahaya menjadi energi
listrik. Sel surya menggunakan elektron-elektron
untuk menghasilkan arus listrik (Smested, 1998).
A. Konsep absorpsi cahaya oleh klorofil :
Cahaya biru selalu kurang efisien dalam fotosintesis
dibandingkan cahaya merah. Setelah eksitasi
dengan foton biru, elektron dalam klorofil selalu
jatuh dengan sangat cepat dengan cara pelepasan
panas ke tingkat energi yang lebih rendah, yaitu
suatu tingkat yang menghasilkan cahaya merah
berenergi lebih rendah tanpa kehilangan panas
ketika foton merah diserap. Dari tingkat yang lebih
rendah ini kehilangan panas tambahan, flouresensi
atau photosintesis dapat terjadi. Pada photosintesis
energi elektron yang tereksitasi pada berbagai
pigmen ditransfer ke pigmen pengumpul energi
yakni pusat yang berfungsi sebagai pusat reaksi
yaitu tilakoid (Maddu, 2006).
B. Efek Photovoltaik
Kata photovoltaic berasal dari bahasa Yunani yaitu
photos yang berarti cahaya dan volta yang
merupakan nama ahli fisika dari Italia yang
menemukan tegangan listrik, sehingga secara
bahasa dapat diartikan sebagai cahaya dan listrik
photovoltaik (Wikipedia, 2007)
Efek photovoltaik adalah proses fisika pada sel
surya yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik. Proses ini terjadi ketika foton yang
mengandung banyak energi yang berbeda dari
berbagai panjang gelombang spektrum matahari
mengenai sel surya. Foton-foton tersebut mungkin
diserap, dipantulkan atau lewat begitu saja
(Photovoltaic Systems Research & Development,
2007).
Pada prinsipnya sel surya adalah sambungan
semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang memiliki
energi gap (Eg). Energi gap (Eg) adalah selisih
antara energi elektron pada pita konduksi dan energi
elektron pada pita valensi. Dalam suatu sambungan
p-n (p-n junction) terbentuk tiga daerah berbeda.
Daerah pertama adalah daerah netral tipe-p, yaitu
daerah yang mayoritas pembawa muatannya adalah
lubang (hole), daerah kedua adalah daerah netral
tipe-n dengan mayoritas pembawa muatannya
adalah elektron dan daerah ketiga adalah daerah
pengosongan. Pada daerah ini terdapat medan listrik
internal yang arahnya dari n ke p. Jika ada berkas
cahaya yang mengenai permukaan sel suya dengan
energi partikel foton E = h lebih besar dari pada
Eg, maka elektron pada pita valensi akan memasuki
pita konduksi. Sehingga elektron-elektron tersebut
mudah bergerak walaupun dipengaruhi oleh medan
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
yang kecil. Karena pengaruh medan listrik dari
daerah deplesi maka elektron akan tereksitasi dan
meninggalkan ruang yang selanjutnya disebut hole
(muatan positif). Elektron yang tereksitasi pada
tipe-n lebih banyak daripada elektron yang
tereksitasi di tipe-p, Maka perbedaaan muatan
antara tipe-n dan tipe-p tersebut akan menimbulkan
tegangan. Tegangan tersebut akan membuat
elektron dari tipe-n berdifusi ke tipe-p dan
berkombinasi dengan hole yang ada di tipe-p,
sehingga terjadi aliran elektron dari tipe-n ke tipe-p
yang disebut arus difusi (Rio, 1999).
C. Radiasi Matahari
Indonesia terletak di daerah tropis dan menerima
radiasi energi surya harian persatuan luas, persatuan
waktu kira-kira 4,8 kilowatt/m2, serta menerima
radiasi sepanjang tahun dengan waktu siang tahanan
lebih panjang daripada negara-negara sub tropis.
Energi surya yang sampai di bumi dipancarkan
dalam bentuk satuan gelombang elektromagnetik
(Roger, 2004). Spektrum panjang gelombang
pancaran energi surya ditunjukkan pada gambar3.
Spektrum panjang gelombang cahaya matahari
seperti yang tampak pada gambar 3, akan
menentukan beberapa jenis teknologi konversi
energi yang sesuai. Teknologi yang dimaksud
adalah pembuatan piranti-piranti berbasis tenaga
surya. Konversi energi surya menjadi energi lain
secara umum dapat dibedakan menjadi tiga proses
terpisah, yakni proses heliochemical, heliotermal
dan helioelectrical. Proses heliochemical terjadi
pada proses fotosintesis. Proses heliotermal
penyerapan (absorbsi) radiasi matahari dan secara
langsung dikonversi menjadi energi termal,
sedangkan proses helioelectrical adalah produksi
listrik oleh sel-sel surya dan disebut juga efek
photovoltaik (Ariswan, 2003).
D. Semikonduktor
Suatu penghantar listrik yang buruk disebut isolator,
penghantar listrik yang baik adalah konduktor
(logam) dan bahan yang konduktivitasnya terletak
antara
konduktor
dan
isolator
disebut
semikonduktor. Suatu bahan tergantung pada
struktur pita energinya, dapat dimasukan pada salah
satu golongan ini.
Semikonduktor merupakan suatu zat yang
mempunyai energi gap relatif kecil (~ 1eV). Zat ini
memiliki pita valensi yang penuh dengan elektron
dan pita konduksi yang kosong, sehingga bahan ini
akan bersifat isolator pada temperatur rendah. Akan
tetapi bila temperatur dinaikan, sebagian dari
elektron valensi akan mendapat energi termal yang
lebih besar dari Eg, sehingga elektron akan bergerak
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
282
menuju pita konduksi. Elektron-elektron akan bebas
dan mudah bergerak walaupun hanya dipengaruhi
oleh medan yang kecil, sehingga mudah untuk
menghantarkan listrik. Kekosongan elektron dalam
pita valensi disebut hole (Barmawi, 1997).
Dalam semikonduktor elektron-elektron yang
saling berikatan kovalen akan menghasilkan pita
konduksi saat mereka dalam keadaan anti-bonding
dan menghasilkan pita valensi saat dalam keadaan
bonding.
E. Sambungan p-n
Bila bahan semikonduktor tipe-p disambungkan
dengan bahan semikonduktor tipe-n, maka elektron
bebas pada tipe-n akan berdifusi ke tipe-n.
Sebaliknya lubang pada tipe-p berdifusi masuk ke
tipe-n, tetapi proses ini tidak berlangsung terus
menerus. Bila lubang meninggalkan daerah tipe-p
dan hilang ke dalam daerah tipe-n karena
berekombinasi, sebuah aseptor akan diionisasikan
menjadi negatif dalam daerah tipe-p tersebut
membentuk muatan ruang negatif. Hal yang sama
pada elektron yang meninggalkan muatan ruang
positif pada daerah tipe-n akan membangkitkan
medan listrik yang mulai dari ruang bermuatan
positif dan berakhir pada ruang muatan negatif.
Medan listrik ini menghambat hole untuk berdifusi
dari tipe-p menuju tipe-n dan elektron juga
terhambat berdifusi dari tipe-n menuju tipe-p.
Medan listrik akan semakin kuat apabila semakin
banyak pembawa muatan yang berdifusi dan
berekombinasi. Setelah terjadi keseimbangan antara
difusi dan hanyutan (drift) dari pembawa-pembawa
yang disebabkan oleh medan listrik yang
berlawanan arahnya maka aliran pembawa muatan
tersebut berhenti.
Dalam keadaan seimbang di dalam hubungan
p-n terbentuk :
1. Daerah tipe-p netral : daerah dimana jumlah
hole sama dengan jumlah aseptor.
2. Daerah muatan ruang tipe-p : daerah dimana
aseptor diionisasikan negatif.
3. Daerah muatan ruang tipe-n : daerah dimana
donor diionisasikan positif.
4. Daerah tipe-n netral : daerah dimana jumlah
donor sama dengan jumlah elektron.
Daerah-daerah (2) dan (3) bersama-sama
disebut daerah atau lapisan deplesi. Dalam daerah
ini terdapat medan listrik walaupun pada hubungan
p-n tidak diberi tegangan. Medan ini disebut medan
dalam atau medan built-in. Dalam kedua daerah
netral tidak terdapat medan listrik (Rio, 1999).
Nugroho T.S., dkk
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
METODE
A. Instalasi alat penelitian
Pada penelitian ini teknik preparasi lapisan tipis
dilakukan dengan menggunakan DC magnetron
sputtering. Gambar piranti DC magnetron
sputtering ditampilkan pada Gambar 1.
Piranti preparasi yang digunakan dengan DC
magnetron sputtering, meliputi :
- Tabung
chamber,
di
dalam
terdapat
innerelectrode pada katoda dipadukan dengan
sistem magnet sebagai tempat material target
-
-
dan anoda sebagai tempat substrat. Dan
dihubungkan dengan pengatur jarak antar
elektroda.
Sistem pemvakuman awal dengan pompa rotary
dengan tingkat kevakuman 3.10-2 mbar dan
pompa turbo dengan tingkat kevakuman 8.10
-6 mbar, alat ukur vakum dan sistem pendingin.
Generator HV DC sebagai generator
pembangkit terjadinya proses deposisi.
Gas argon (sebagai gas sputter).
Dengan
Magnet
Kran gas
Substrat
sputter
Target
Gas Ar
Generato
r DC
magentro
Meter
vakum
Pompa
turbo
Pompa
rotari
Gambar 1. Teknik preparasi DC magnetron sputtering
B. Prosedur Penelitian
a.
Metode preparasi lapisan tipis sel surya susunan
Ag/CuInSe/SiP dengan variasi luas area klorofil
pada setiap lapisannya meliputi 4 tahapan dan
dijelaskan dibawah:
1. Penyiapan bahan substrat/ material dengan
kaca
Beberapa langkah dalam menyiapkan material
substrat diantaranya:
b.
Nugroho T.S., dkk
283
c.
Pemotongan kaca dengan ukuran panjang 64
mm dan lebar 25 mm.
Pencucian kaca menggunakan alkohol untuk
menghilangkan kontaminan organik maupun
anorganik yang tidak larut dengan air.
Pembersihan kaca dengan larutan alkohol
menggunakan ultrasonic cleaner selama
setengah jam. Tujuan tahapan ini adalah
menghilangkan lapisan oksida dan kontaminan
anorganik pada permukaan kaca.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
d.
e.
Pengeringan kaca menggunakan tissue dan
hairdrayer.
Penyimpanan substrat yang telah dibersihkan
pada kotak yang bersih agar tidak
terkontaminasi oleh partikel/ kotoran luar
2.
Pendeposisian lapisan tipis
a.
Pendeposisian P-N junction
dilapisi klorofil
yang telah
Proses pendepositan P-N junction dengan
klorofil ditunjukkan seperti Gambar 2.
CuInSe
SiP
Ag
3.
Pengukuran arus dan tegangan photovoltaik
pada lapisan tipis P-N junction
Pengukuran arus dan tegangan efek photovoltaik
pada lapisan tipis P-N dilakukan dengan
menggunakan multimeter digital, dengan cara
terminal positif multimeter dihubungkan pada kutub
positif dari sel surya yaitu lapisan Ag dan terminal
negatif multimeter dihubungkan dengan negatif
yaitu lapisan SiP. Pengukuran arus dan tegangan
photovoltaik dilakukan pada setiap P-N tunggal.
Kontak antara sel surya dan multimeter dilapisi plat
tembaga agar lapisan tipis tidak rusak akibat
gesekan dengan jarum multimeter.
Besarnya arus photovoltaik ditunjukkan oleh
amperemeter yang dirangkai seri dengan P-N
junction
sedangkan
pengukuran
tegangan
ditunjukkan dengan voltmeter yang dirangkai
paralel dengan P-N
V
Ag
-
Ag
SiP
-
CuInSe
SiP
+
Gambar 4 (a). Pengukuran Tegangan P-N junction 4
(b). Pengukuran Arus fotovoltaik P-N junction
Ag
4.
Gambar 3. Struktur lapisan tipis P-N susunan
Ag/CuInSe/SiP dalam sistem grid tanpa klorofil
P-N junction tanpa klorofil digunakan sebagai
pembanding dengan P-N junction yang telah
dilapisi klorofil untuk mengetahui perubahan efek
fotovoltaik yang dihasilkan. Langkah-langkah
pendeposisiannya sama seperti di atas. Ag
dideposisi selama 5 menit. Setelah itu CuInSe
dideposisi selama 20 menit. Kemudian SiP
dideposisi selama 10 menit dengan mencatat
perubahan arus dan tegangan DC yang terukur.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
.
I
Pendeposisian P-N junction tanpa klorofil
CuInSe
Si
P
+
Gambar 2. Struktur lapisan tipis P-N junction
susunan Ag/CuInSe/SiP dalam sistem grid dengan
klorofil diatas substrat luas area 800 mm2
b.
CuInSe
284
Karakterisasi arus-tegangan pada lapisan
tipis P-N junction
Karakterisasi arus dan tegangan dilakukan dengan
menggunakkan perangkat I-V seperti pada Gambar .
Pengamatan arus-tegangan dilakukan pada lapisan
tipis untuk mengetahui karakter P-N yang
dihasilkan. Pengamatan I-V pada kondisi terang
dilakukan di bawah sinar matahari pada waktu jam
11.00 – 13.00 WIB.
P-N junction tunggal maupun dalam rangkaian
seri dan paralel dihubungkan kesebuah sirkit
karakterisasi diberi masukan tegangan pada
polaritas positif dan negatif dengan skala 1-5 V
secara bergantian serta diatur potensiometer yang
dipasang dalam sirkit
Nugroho T.S., dkk
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
Sinar matahari
Potensiometer
+
+
Voltmeter
+
VV
-
Sel surya
-
Power Suply
-
-
+
A
Amperemeter
Gamba 5. Skema karakterisasi arus-tegangan P-N junction
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil pengukuran arus dan
A. Hasil Pengukuran Arus dan Tegangan P-N
tegangan P-N junction.
junction
No.
P-N junction
V
I
R
Pengukuran arus dan tegangan pada lapisan tipis
(fotovoltaik)
(mV) (µA) (MΩ)
Ag/CuInSe/SiP dilakukan dengan menggunakan
1. P-N
junction 220
0.01
22
multimeter digital. Pada pengukuran tegangan
dengan klorofil di
dihubungkan secara paralel dengan multimeter
atas substrat (luas
dengan elektroda tipe-p terhubung terminal positif
area 800 mm2).
multimeter dan elektroda tipe-n terhubung terminal
2. P-N
junction 230
0.01
23
negatif multimeter. Sedangkan pada pengukuran
dengan klorofil di
arus antara modul P-N junction (fotovoltaik) dan
atas substrat (luas
multi meter dirangkai seri. Dalam rangkaian
area 1600 mm2).
tertutup, arus akan mengalir apabila dihubungkan
3. P-N
junction 240
0.01
24
dengan tahanan. Apabila semakin besar tahanan
dengan klorofil di
maka arus yang mengalir semakin kecil, namun
atas Ag (luas area
apabila tahanan yang dipasang terlalu kecil maka
800mm2).
arus tidak mengalir. Berikut tabel hasil pengukuran
4.
P-N
junction 250
0.02 12.5
arus dan tegangan fotovoltaik 6 lapisan tipis dengan
dengan klorofil di
variasi klorofil yang dilapiskan pada setiap lapisan
atas CuInSe (luas
hasil deposisi.
area 850 mm2)
Dengan semakin besar tahanan sambungan P-N
5.
P-N
junction 200
0.01
20
yang dihasilkan maka menyebabkan penurunan arus
dengan klorofil di
photovoltaik yang dihasilkan. CuInSe bersifat
atas SiP (luas area
absober atau menyerap sinar matahari, sehingga jika
1050mm2)
dilapiskan larutan klorofil di atasnya, daya serap
6. P-N
junction 300
0.02
15
energi matahari akan lebih tinggi. Hal ini terbukti
tanpa klorofil
dengan besarnya arus yang dihasilkan oleh P-N
Karakterisasi arus dan tegangan dikerjakan pada
junction yang dilapisi klorofil di atas CuInSe.
lapisan tipis untuk P-N junction tunggal, kombinasi
Dapat dilihat bahwa sel surya dengan klorofil
sirkit seri, dan sirkit paralel. Karakterisasi arusdi atas CuInSe merupakan P-N junction yang
tegangan pada dilakukan dalam kondisi penyinaran.
optimal, karena memiliki resistansi yang terkecil
Penyinaran penyinaran langsung dengan sinar
yaitu 12,5 MΩ, sehingga akan menghasilkan arus
matahari pada lapisan tipis P-N junction
yang besar.
Dengan
menggunakan
rangkaian
telah
dilakukan pengukuran arus dan tegangan
B. Karakterisasi Arus dan Tegangan Fotovoltaik
photovoltaik untuk P-N junction tunggal, rangkaian
P-N junction
Nugroho T.S., dkk
285
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
seri, dan paralel. Hasil-hasil pengamatan disajikan
pada Gambar 6,7,8 dan 9
Hasil karakterisasi arus-tegangan pada kondisi
dengan penyinaran ditunjukkan pada Gambar 6 :
Gambar 6. Kurva karakterisasi arus-tegangan pada P-N junction tunggal susunan Ag/CuInSe/SiP dengan
substrat kaca tanpa klorofil
Gambar 7. Kurva karakterisasi arus-tegangan pada P-N junction tunggal susunan Ag/CuInSe/SiP dengan
substrat kaca dilapisi klorofil diatas CuInSe
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
286
Nugroho T.S., dkk
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
Gambar 8. Kurva karakterisasi arus-tegangan rangkaian seri pada P-N junction dengan susunan
Ag/CuInSe/SiP yang telah dilapisi klorofil pada tiap lapisannya dengan substrat kaca
Gambar 9. Kurva karakterisasi arus-tegangan rangkaian paralel pada P-N juncticn dengan susunan
Ag/CuInSe/SiP yang telah dilapisi klorofil pada tiap lapisannya dengan substrat kaca
KESIMPULAN
1.
Hasil yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Nugroho T.S., dkk
287
Dengan klorofil yang dilapiskan di atas
CuInSe dengan luas area 850 mm2dapat
meningkatkan efek photovoltaik pada P-N
junction, mampu menghasilkan tegangan dan
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
2.
arus photovoltaik yang maksimal yang
besarnya 220 mV dan 0,021mA. Sedangkan
tanpa klorofil dapat menghasilkan arus 0,019
mA dan tegangan 250 mV.
Enam lapisan tipis sel surya susunan
Ag/CuInSe/SiP dengan variasi klorofil pada
setiap lapisannya dirangkai dalam sirkit
paralel dan seri. Dalam sirkit paralel
menghasilkan kenaikan arus dan tegangan,
masing-masing 0,024 mA dan 400 mV.
Dalam sirkit seri menghasilkan penurunan
arus yang besarnya 0,004 mA dan tegangan
1440 mV. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
rangkaian
paralel
tujuannya
adalah
memperbesar
arus,
sedangkan
seri
memperbesar tegangan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ariswan. 2003. Modul Kuliah Semikonduktor.
Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta
Barnawi dan Tjia, M.O,1977. Elektronika
Terpadu Rangkaian dan Sistem Analog dan
digital-Jilid I,Jakarta, Erlangga
Haryadi,1988, Sel Surya Menggunakan bahan
Organik, Majalah Elektro Indonesia, Edisi ke
12
Maddu,A. 2005. Jurnal Biofisika, Vol 2(1).
Bandung(IPB)
Nano Letters, 2007. Ilmu dan Teknologi,
Artikel diambil pada tanggal 20 februari 2008
http; // www.Koran tempo.com. Ilmu dan
Teknologi
Photovoltaic System Research & Development
2007. The Voltaic Effect
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
288
Nugroho T.S., dkk
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
Lampiran
Tabel 2. Data hasil karakterisasi arus-tegangan yang dilapisi
klorofil pada kondisi dengan penyinaran
No.
1.
Tegangan (Volt)
P-N junction tunggal tanpa klorofil
dengan substrat kaca
2.
Sel tunggal dilapisi klorofil diatas
CuInSe dengan substrat kaca
3.
P-N junction dalam sirkit seri yang
telah dilapisi klorofil pada setiap
lapisannya dengan substrat kaca
4.
P-N junction dalam sirkit paralel
yang telah dilapisi klorofil pada
setiap lapisannya dengan substrat
kaca
Nugroho T.S., dkk
289
4.86
3.98
2.89
1.99
1.04
-0.06
-1.09
-1.93
4.66
3.85
2.79
2.01
0.96
-0.02
-1.05
-2.05
4.72
3.66
2.82
1.92
0.99
-0.02
-0.87
-1.87
-2.88
-3.71
-4.64
3.68
2.77
1.89
0.73
-0.02
-0.92
-1.86
-2.75
-3.74
-4.65
Arus
(µA)
0.47
0.38
0.27
0.18
0.09
-0.02
-0.11
-0.20
0.45
0.37
0.26
0.19
0.08
-0.01
-0.11
-0.20
0.46
0.35
0.27
0.18
0.09
-0.01
-0.09
-0.19
-0.29
-0.37
-0.46
0.58
0.45
0.31
0.12
-0.01
-0.14
-0.25
-0.39
-0.51
-0.66
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
290
Nugroho T.S., dkk
Download