FITRI KUMALA ARUM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu fakta teramat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya
yang melambung terus. Indonesia merupakan pengimpor gula nomor dua terbesar
di dunia (Richana, 2005). Namun, dibalik itu semua, peningkatan jumlah
penggunaan gula pada skala industri seperti industri makanan, pemanis dan
minuman ringan telah meningkatkan pula perhatian manusia pada dampak
kesehatannya. Jumlah penduduk yang terkena penyakit diabetes, obesitas, kanker,
dan jantung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan fenomena tersebut, adanya
sirup fruktosa dan rare sugar diharapkan sebagai pemanis berkalori rendah dan
sangat toleransi terhadap penyakit diabetes juga sebagai alternatif antitumor dan
antikanker (Saksono, 2006).
Keuntungan lain yang dapat diraih yaitu pasokan gula tidak hanya dari
gula sukrosa (gula pasir) tapi juga dari gula fruktosa dan rare sugar lainnya. Hal
tersebut secara langsung akan memanfaatkan sumber bahan berpati di Indonesia
yang sangat melimpah. Dengan produksi yang meningkat maka akan dapat
menekan harga, sehingga harga dapat bersaing dengan gula pasir dan tentu saja
semua itu akan mengurangi kebutuhan gula pasir, sehingga tidak perlu impor gula
lagi.
International Society of Rare Sugar (ISRS) telah mendefinisikan rare
sugar sebagai monosakarida dan derivatifnya yang terbilang langka di alam
(Granstrom et al. 2005). Metode produksi berbagai rare sugar membutuhkan
1
pendekatan multidisiplin yang meliputi teknologi fermentasi, biologi molekular,
teknologi enzim dan kimia organik (Granstrom et al. 2004).
Pembuatan sirup fruktosa dapat dilakukan dengan tersediaanya substrat
pati jagung, gandum, beras, kentang, dan umbi-umbian serta enzim isomerase
yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa. Oleh karena itu, DNA
rekombinan dengan teknik insersi gen xylA ke dalam suatu vektor diharapkan
dapat digunakan sebagai teknologi alternatif dalam produksi sirup fruktosa dengan
memanfaatkan sumber pati yang melimpah dan keanekaragaman mikroorganisme
sumber gen xylA (Saksono, 2006).
Gen xylA yang menyandikan enzim xilosa isomerase diketahui mampu
merubah glukosa menjadi fruktosa melalui proses isomerasi. Penelitian ini akan
menggunakan bakteri Lactobacillus pentosus sebagai sumber gen xylA. Teknik
DNA rekombinan dilakukan dengan mengkloning gen xylA yang diinsersikan ke
dalam plasmid kloning pGEM-T Easy dan ditransformasikan ke dalam bakteri
inang Escherichia coli DH5α. Selanjutnya, dilakukan sekuensing untuk
memeriksa urutan basa xylA dari E.coli DH5α yang kemudian akan dibandingkan
dengan sekuens basa gen xylA yang telah dipublikasikan oleh Genebank.
OH
O
H
HO
H
H
OH
H
OH
OH
OH
D-Glukosa
Xilosa isomerase
HO
H
H
O
H
OH
OH
OH
D-Fruktosa
Gambar 1. Proses isomerasi untuk produksi sirup fruktosa
2
OH
O
H
HO
H
OH
H
OH
Xilosa isomerase
HO
H
OH
OH
D-Xilosa
O
H
OH
D-Xilulosa
Gambar 2. proses isomerasi untuk produksi rare sugar
Reaksi tersebut merupakan reaksi “reversible” artinya dapat mengkatalis
ke aksi bolak-balik (Rahmawati, 2003).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah gen xylA dapat diisolasi dari genom L.pentosus ?
2. Apakah gen xylA dapat dikloning pada E.coli DH5α ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengisolasi gen xylA dari genom L.pentosus.
2. Mendapatkan klon gen xylA pada E.coli DH5α .
3
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
a. Mengembangkan teknologi alternatif dalam proses produksi gula yang
aman bagi penderita diabetes dan yang berpotensi sebagai obat antitumor
dan terapi kanker secara masal dengan memanfaatkan metabolisme
mikroba dan proses enzimatik.
b. Memberikan cakrawala pengetahuan baru yang lebih luas mengenai
peranan studi bioinformatika dalam mencari sumber gen yang akan
digunakan dalam suatu proses penelitian.
c. Memberikan gambaran nyata mengenai implementasi bioteknologi dengan
pengetahuan genetika dan kloning DNA yang bermanfaat untuk skala
industri, khususnya industri gula dan pemanis buatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bioinformatika
Bioinformatika merupakan satu area ilmu pengetahuan baru yang sedang
tumbuh dan berkembang, dengan memakai pendekatan perhitungan dan teknilogi
informasi melalui pemanfaatkan komputer (computational biology) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar ilmu biologi (Nugroho, 2006). Bidang
ini memadukan disiplin biologi molekuler, matematika, dan teknik informasi
(Wibowo, 2003), terutama dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino
serta informasi yang berkaitan dengannya. Keberadaan data-data tersebut secara
otomatis akan mendukung upaya untuk mempelajari fungsi gen-gen secara global
melalui pendekatan-pendekatan functional genomics. Perkembangan internet juga
mendukung berkembangnya bioinformatika. Basis data bioinformatika yang
terhubung melalui internet memudahkan untuk mengumpulkan hasil sekuensing
ke dalam basis data tersebut maupun memperoleh sekuens biologis sebagai bahan
analisis. Selain itu, penyebaran program-program aplikasi bioinformatika melalui
internet memudahkan untuk mengakses program-program tersebut dan kemudian
memudahkan pengembangannya.
Selain menyediakan database seperti urutan DNA genom, urutan asam
amino berbagai organisme, urutan basa DNA atau cDNA, bioinformatika juga
memberikan alat-alat untuk menganalisa secara biologi molekuler seperti
kemampuan untuk mencari urutan basa yang sama (similarity search), melakukan
sequence allignment,. Salah satu sisi bioinformatika yang mempunyai fasilitas
5
terlengkap dalam memfasilitasi penelitian functional genomics adalah yang
dibangun dan dikelola oleh NCBI (National Center for Biotechnology
Information) yang merupakan bagian dari National Institute of Health di Amerika
Serikat (www.ncbi.nlm.nih.gov). NCBI
berkolaborasi
dengan organisasi-
organisasi lain seperti DNA Databank of Japan (DDBJ) dan European Molecular
biology Laboratory (EMBL) database milik European Bioinformatics Institute
dalam hal pertukaran informasi sehingga data-data baru yang diperoleh secara
terpisah akan dapat dikumpulkan untuk dimanfaatkan oleh publik semaksimal
mungkin (Nugroho, 2006). Sementara itu, contoh beberapa basis data penting
yang menyimpan sekuens primer protein adalah PIR (Protein Information
Resource, Amerika Serikat), Swiss-Prot (Eropa), dan TrEMBL (Eropa). Ketiga
basis data tersebut telah digabungkan dalam UniProt (yang didanai terutama oleh
Amerika Serikat) (Nugroho, 2006) .
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) merupakan perkakas
bioinformatika yang berkaitan erat dengan penggunaan basis data sekuens
biologis. Penelusuran BLAST (BLAST search) pada basis data sekuens
memungkinkan ilmuwan untuk mencari sekuens asam nukleat maupun protein
yang mirip dengan sekuens tertentu yang dimilikinya. Hal ini berguna misalnya
untuk menemukan gen sejenis pada beberapa organisme atau untuk memeriksa
keabsahan hasil sekuensing maupun untuk memeriksa fungsi gen hasil
sekuensing. Algoritma yang mendasari kerja BLAST adalah penyejajaran
sekuens. Sekuen DNA tersedia pada Genebank yang dapat diakses secara bebas
dari website NCBI pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ BLAST (Triastanto et
6
al. 2006). Website ini juga memiliki link dengan web database DNA lainnya.
Beberapa pusat riset di dunia telah melakukan upaya genome sequencing yang
datanya dapat diakses secara bebas. Manipulasi dan analisis DNA dapat dilakukan
secara on line atau off line internet (Purwantomo, 2006)
2.2. Kloning Gen (DNA)
Kloning DNA umumnya adalah perbanyakan DNA rekombinan, yaitu DNA
yang sudah direkayasa dengan teknik penggabungan atau penyisipan gen (DNA)
dari organisme satu ke dalam genom organisme lain (transplantasi gen/teknologi
plasmid). Contohnya : kloning gen penghasil insulin dari kelenjar pankreas
manusia, disisipkan ke dalam plasmid bakteri E.coli, sehingga bakteri dapat
mengekspresikan gen tersebut dan menghasilkan insulin manusia dalam jumlah
yang banyak, mengingat bakteri sangat cepat membelah diri dan bertambah
banyak dengan cepat.
Bioteknologi telah lebih banyak menggunakan sumber genetik (DNA)
organisme yang telah dimanipulasi dan disebut dengan rekayasa genetika.
Rekayasa genetika telah memungkinkan para ilmuwan untuk memodifikasi gengen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda. Menurut
Ratnasari (2007) mekanisme penyisipan gen (DNA) adalah sebagai berikut :
1. DNA yang ingin disisipkan, diisolasi dan dipotong oleh enzim restriksi
endonuklease, di tempat yang urutan nukleotidanya spesifik.
2. Plasmid bakteri E.coli, diisolasi dan dipotong pula oleh enzim yang sama.
Plasmid ini biasanya disebut sebagai vektor pengklon.
7
3. Fragmen DNA kemudian disisipkan ke dalam vektor dan disatukan oleh
enzim ligase.
4. Plasmid yang telah disisipi, dimasukkan kembali ke dalam bakteri,
kemudian bakteri tersebut dikembangbiakan menjadi banyak, sehingga
rekombinan pun ikut bertambah banyak, demikian pula hasil ekspresi
gennya.
2.2.1. Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA sirkular ynag terdapat bebas dalam sel
bakteri. Plasmid hampir selalu membawa satu gen atau lebih dan sering kali gen
tersebut menyebabkan adanya ciri-ciri penting yang ditunjukkan oleh bakteri tuan
rumah. Sebagai contoh, kemampuan hidup di dalam antibiotik dengan konsentrasi
yang biasanya toksik seperti kloramfenikol dan ampisilin sering digunakan
sebagai suatu selectable marker untuk memastikan bahwa bakteri dalam kultur
mengandung gen tertentu (Brown, 1991).
Semua plasmid memiliki paling sedikit satu urutan (rangkaian) DNA yang
dapat bertindak sebagai asal replikasi, sehingga plasmid-plasmid itu mampu
memperbanyak diri di dalam sel (Brown, 1991).
2.2.2. Ligasi dan Penyisipan Gen
Untuk membuat DNA rekombinan, setidaknya digunakan dua macam
enzim yaitu enzim endonuklease yang berfungsi sebagai pemotong DNA. Karena
fungsinya, enzim ini sering disebut sebagai enzim pemotong (restriction enzyme).
Enzim lainnya adalah enzim ligase yang berfungsi menggabungkan molekul DNA
8
yang sudah terpotong ke molekul DNA lain. DNA vektor dipotong pada bagian
yang dikehendaki untuk disisipi DNA asing, Adapun DNA asing yang akan
disisipkan
juga
dipotong
sesuai
yang
dikehendaki.
Pemotongan
dan
penggabungan molekul DNA dilakukan secara in vitro (Muladno, 2002).
2.2.3. Transformasi
Transformasi merupakan proses pemasukan molekul DNA ke dalam sel.
Sel yang digunakan dalam proses transformasi ini biasanya disebut dengan sel
kompeten. Dalam proses transformasi, sel kompeten yang dicampur dengan
molekul DNA hasil penggabungan akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu :
1. Sel kompeten tidak kemasukan molekul DNA apapun,
2. Sel kompeten kemasukan DNA vektor yang tidak membawa gen asing,
3. Sel kompeten kemasukan molekul DNA vektor yang membawa gen
rekombinan.
Untuk mengetahui ketiga kemungkinan yang terjadi pada sel kompeten, tiga
cawan yang berisi media padat disiapkan, yang masing-masing dilabel A, B,C.
Cawan A hanya berisi media padat, cawan B berisi media padat yang
mengandung antibiotik, cawan C berisi media padat yang mengandung
antibiotik, X-Gal, dan IPTG. Masing-masing cawan digunakan untuk
menumbuhkan sel kompeten hasil transformasi. Ketika sel ditumbuhkan pada
ketiga cawan tersebut, jumlah koloni terbanyak didapat pada cawan A, karena
semua sel kompeten dapat hidup semua. Pada cawan B, jumlah koloni jauh lebih
sedikit daripada jumlah koloni pada cawan A karena semua sel kompeten kosong
9
akan mati. Hanya koloni sel pembawa DNA plasmid yang dapat hidup karena
pada plasmid mengandung gen tahan terhadap antibiotik. Pada cawan C jumlah
koloni relatif sama dengan jumlah koloni pada cawan B tetapi ada dua macam
warna koloni, yaitu putih dan biru. Adanya perbedaan warna koloni ini terjadi
akibat adanyazat kimia X-Gal dan IPTG yang bereaksi dengan produk gen LacZ
pada plasmid. Warana putih pada koloni diakibatkan adanya kerusakan pada gen
LacZ yang disisipi oleh gen asing. Dengan kata lain, koloni berwarna putih
berarti sel kompeten membawa DNA rekombinan (DNA plasmid+gen asing).
Adapun koloni berwarna biru berarti sel kompeten yang tumbuh di cawan hanya
membawa DNA plasmid saja (tidak tersisipi gen asing) (Muladno, 2002).
Menurut Mizawarti (2003), setelah proses transformasi berlangsung di dalam
bakteri inang, vektor menggandakan replikasi menghasilkan banyak salinan atau
turunan yang identik, baik vektornya maupun gen yang dibawanya.
2.3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (Reaksi Rantai Polimerase, PCR) merupakan
teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan
sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin jutaan kali untuk diperbanyak
sehingga dapat dianalisis, atau dimodifikasi secara tertentu. PCR memanfaatkan
enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan
DNA pada proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada organisme hidup,
proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai dengan
10 kb (kb = kilo base pairs = 1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa
suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
10
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu
fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu
sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri
atas ATP, CTP, GTP, TTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang
melakukan katalis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting
adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).
Menurut Muladno (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan primer, antara lain:
a.
GC content mendekati 50%, minimal 47%.
b.
Tm (primer forward dan primer reverse) relatif sama (≤ 5 °C).
c.
Basa G dan C letaknya menyebar.
d.
Menghindari pengulangan GG-CC di depan dan di belakang primer.
e.
Panjang primer 22-25 basa.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus
temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan.
Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada
temperatur 94-96°C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal.
Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60°C
yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan
ujung fragmen DNA yang ingin disalin, primer menentukan awal dan akhir
daerah yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau
11
elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru
oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis
DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan
menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas
baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya
(Muladno, 2002).
Sejak tahun 1985, PCR telah banyak digunakan dalam penelitian biologis
kedokteran, sosial, dan hukum. PCR digunakan untuk mendeteksi pelaku
kejahatan dari sampel DNA air mani, darah atau jaringan tubuh pelaku lainnya,
atau PCR ini digunakan untuk mendeteksi patogen yang sulit terdeteksi, seperti
DNA virus HIV (Ratnasari, 2007).
2.4. Elektroforesis Agarosa
Pada prinsipnya, DNA dapat bermigrasi di dalam gel dalam bentuk padat
yang diletakkan dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik. Secara fisik,
agarosa tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarosa yang dijual,
secara komersial terkontaminasi dengan polisakarida, garam dan protein.
Besarnya kontaminasi dalam gel dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel
dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel dan kemampuan mengambil
DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis.
Gel agarosa dapat dicetak dengan memanaskan agarosa yang dilarutkan dalam
larutan buffer hingga didapatkan larutan yang jernih. Larutan yang masih cair
(dengan suhu 60 oC) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera setelah itu, sisir
ditempatkan di dekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Kepadatan gel
12
bergantung dari persentase agarosa di dalam larutan tadi. Apabila gel telah
mengeras, sisir dicabut sehingga akan terbentuk sumur-sumur yang digunakan
untuk menempatkan larutan DNA (Muladno, 2002).
Elektroforesis agarosa digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan
ukurannya. DNA bermuatan negatif, maka DNA akan bergerak ke kutub positif
pada daerah yang dipengaruhi oleh arus listrik. DNA yang ukurannya lebih kecil
akan bergerak lebih cepat dibandingkan DNA yang ukurannya lebih besar. Hasil
dari elektroforesis gel agarosa ini adalah berupa pita-pita. Gel agarosa pada
elektroforesis ini merupakan polimer dari D-galaktosa dan 3,6 Anhidro-Lgalaktosa yang dalam keadaan gel akan berikatan silang satu sama lain, sehingga
seakan-akan membentuk jaring yang akan menyeleksi DNA yang melewati gel
agarosa. DNA merupakan molekul yang sulit dilihat dengan mata, sehingga
membutuhkan molekul yang dapat membantu untuk melihat DNA. Etidium
bromida (Et-Br) adalah salah satu molekul yang dapat membantu visualisasi
DNA. Et-Br dalam DNA mampu menghasilkan fluoresensi bila disinari dengan
ultra violet. Karena Et-Br menyisip pada DNA maka posisi DNA dapat diketahui.
Kompleks Et-Br dan DNA memiliki spektrum fluoresensi dengan panjang
gelombang maksimum 302 nm. Fluoresensi kompleks DNA-Et-Br 10 kali lipat
lebih besar dibandingkan DNA tanpa Et-Br. Diperkirakan sinar ultra violet yang
diserap oleh DNA ditransfer ke ikatan Et-Br dan diemisikan kembali pada panjang
gelombang yang lebih tinggi. Kompleks Et-Br DNA pada gel juga memberikan
latar fluoresensi. Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor di
antaranya adalah,
13
1. Ukuran molekul DNA. Migrasi molekul DNA yang berukuran besar, akan
lebih lambat bermigrasi dibandingkan molekul DNA yang berukuran kecil.
2. Konsentrasi agarosa. Migrasi molekul DNA pada gel berkosentrasi rendah
lebih cepat daripada migrasi molekul DNA yang sama pada gel berkonsentrasi
tinggi. Oleh karena itu, penentuan konsentrasi agarosa dalam membuat gel
harus memperhatikan ukuran molekul DNA yang akan dianalisis.
3. Voltase yang digunakan. Pemisahan molekul DNA di dalam gel
akan
menurun jika pada waktu pengukuran menggunakan voltase yang terlalu
tinggi.
4. Adanya etidium bromida di dalam gel. Ini mengakibatkan pengurangan
tingkat kecepatan migrasi molekul DNA sebesar 15%. Larutan ini sangat
berbahaya dan bersifat karsinogenik.
5. Komposisi larutan buffer. Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan,
maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat,
sedangkan larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas
sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan
meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
2.5. Enzim Xilosa Isomerase (XI)
Xilosa isomerase merupakan kelompok enzim isomerase (golongan V),
yang termasuk kelas ini adalah semua enzim yang mengkatalisis interkonversi
isomer-isomer optik, geometrik, atau posisi. Enzim ini bekerja pada reaksi
intramolekuler (Poedjiadi, 1994).
Enzim xilosa isomerase disandikan oleh gen xylA dan berperan dalam
mengkatalisis isomerisasi D-xilosa menjadi D-xilulosa atau sebaliknya. Enzim ini
14
juga dapat mengkatalisa glukosa menjadi fruktosa, sehingga dikenal juga sebagai
enzim glukosa isomerase.
Setiap enzim mempunyai nomor kode sistemik (Enzyme Commission, EC).
Xilosa isomerase mempunyai kode EC 5.3.1.5. Nomor ini menunjukan jenis
reaksi sebagai kelas (digit pertama), sub-kelas (digit kedua), sub-kelas (digit
ketiga), dan digit keempat adalah untuk nama enzim tertentu. Di samping
menggunakan xilosa dan glukosa, enzim ini juga dapat menggunakan Lrhamnosa, L-arabinosa, D-ribosa, atau D-allosa sebagai substrat (Rahmawati,
2003).
Enzim ini merupakan homotetramer dengan berat molekul 200,000 kDa
dan bersifat sangat termostabil dengan aktivitas optimal hingga diatas 95°C
(Vieille et al, 1995). Xilosa isomerase menunjukkan aktivitas maksimum pada pH
7.1 dan menggunakan ion Mg2+ sebagai kofaktornya. Enzim ini dapat diisolasi
dari bakteri hipertermofilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh optimum pada
temperatur di atas 80°C (Vieille et al, 1995).
Enzim xilosa isomerase secara umum dikenal aman dan telah digunakan
secara luas pada industri tepung dan proses makanan tertentu. Pada industri
pemanis buatan, xylosa isomerase digunakan sebagai katalis dalam proses
pembuatan sirup fruktosa (High Fructose Corn Syrup, HFCS) karena sifatnya
yang termostabil, enzim ini akan sangat membantu dalam proses pemecahan pati
(starch) menjadi oligomer lalu menjadi glukosa atau fruktosa.Dalam skala
industri, sirup fruktosa dibuat dari glukosa yang diperoleh dari pati jagung,
gandum,
beras,
kentang,
dan
umbi–umbian
melalui proses
isomerasi
menggunakan enzim tersebut. Sirup fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali
15
lebih besar dibandingkan dengan sirup glukosa dan 1,4–1,8 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan gula sukrosa. Sirup fruktosa mempunyai kelebihan
dibanding gula pasir (sukrosa) yaitu sebagai pemanis rendah kalori, indek
glutemik jauh lebih rendah yaitu tidak meningkatkan gula darah dalam tubuh dan
di metabolisme tanpa membutuhkan insulin, sehingga sangat baik untuk penderita
diabetes, Oleh sebab itu sirup fruktosa dapat digunakan untuk pemanis penderita
diabetes. Berdasarkan keunggulan sirup fruktosa ini maka pemanfaatan fruktosa
tidak hanya untuk penderita diabetes tetapi juga digunakan untuk produk
minuman ringan (soft drink), sirup, jelly, jam, coctail, dan sebagainya (Richana,
2005).
Selain manfaat di atas, baik D- xilulosa yang dihasilkan dari D-xilosa juga
dapat dikonversi menjadi xilitol dengan bantuan enzim xilitol dehidrogenase.
Gula xilitol merupakan gula poliol dengan 5 rantai karbon, yang sangat baik untuk
kesehatan. Xilitol dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan pemanis
nonkariogenik untuk membuat produk-produk seperti permen karet, chewing gum,
dan lain-lain. Di samping itu xilitol saat ini banyak digunakan untuk pasta gigi
karena dapat menguatkan gusi. Selain xilitol, contoh lain dari rare sugar adalah
D-lixosa, yang diketahui berpotensi sebagai bahan produksi obat antitumor dan
agen imunostimulatori untuk terapi kanker (Morita et al, 1996).
2.6. Mikrobiologi Industri
Penentuan produk industri menggunakan jasa mikroorganisme sangat
tergantung dari sifat-sifat mikroorganisme yang dipilih. Mikroorganisme yang
dipilih harus memenuhi kriteria-kriteria: memiliki sifat-sifat yang stabil, mampu
16
tumbuh pesat, tidak patogenik, memiliki sifat potensial menjamin proses
biotransformasi
berlangsung
sesuai
dengan
tujuan
yang
diharapkan.
Mikroorganisme yang terpilih ini berupa galur-galur unggul. Sedangkan
penentuan media dan bagian pengendali proses lainnya disesuaikan dengan
spesifikasi sifat mikroorganisme serta enzim-enzimnya. Macam-macam tipe
produk industri dari mikroorganisme antara lain : sel-sel mikroorganisme itu
sendiri sebagai produk yang dikehendaki, enzim-enzim yang dihasilkan
mikroorganisme, metabolit dari mikroorganisme.
Selanjutnya pembahasan mikrobiologi industri meliputi beberapa contoh
proses pembuatan produk industri menggunakan jasa mikroorganisme antara lain
industri minuman beralkohol, industri sirup fruktosa tinggi, produksi asam amino,
produksi asam sitrat, produksi asam glutamat, produksi obat pengendali hama,
produksi antibiotika, produksi vaksin rekombinan.
Mikroorganisme yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
L.pentosus sebagai bakteri sumber gen xylA dan E.coli sebagai bakteri inang
dalam proses kloning gen xylA.
1. Lactobacillus pentosus
Taksonomi
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Lactobacillales
Familia
: Lactobacillaceae
Genus
: Lactobacillus
17
Spesies
: Lactobacillus pentosus
Genus Lactobacillus merupakan bakteri yang mampu memproduksi
sejumlah asam laktat dari karbohidrat sederhana. Secara morfologik bakteri ini
berbentuk batang positif Gram dan tidak bergerak. Lactobacillus memerlukan zat
makanan yang cukup kompleks, dan kebanyakan strain tidak dapat tumbuh pada
perbenihan biasa kecuali ada penambahan glukosa atau whey (Syahrurachman et
al, 1994).
L.pentosus merupakan bakteri fakultatif heterofermentatif yang digunakan
dalam fermentasi sayur–sayuran seperti mentimun dan kubis. Tidak seperti
kebanyakan jenis Lactobacillus lainnya, L.pentosus dapat menggunakan xilosa
sebagai sumber energi. L.pentosus adalah bakteri asam laktat yang memiliki
perangkat gen terkait dengan metabolisme gula heksosa maupun pentosa. Pada
organisme ini, tiga jenis gen terlibat dalam katabolisme D-xilosa, menyandikan
enzim D-xilosa isomerase (xylA), D-xilosa kinase (xylB), dan protein regulator
(xylR) (Lokman et al, 1994).
2. Escherichia coli
Taksonomi
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
18
E.coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang
banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal
(Syahrurachman et al, 1994). Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh
Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah
kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya
(Wikipedia, 2007). E.coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.
Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang
diinginkan untuk dikembangkan. E.coli dipilih karena pertumbuhannya sangat
cepat dan mudah dalam penanganannya. Selain itu E.coli merupakan organisme
yang paling dipahami pada taraf molekular dan organisme pilihan bagi banyak
ahli genetika karena lebih mudah untuk mempelajarinya (Pelczar, 1986).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
dari bulan
Februari-Desember
2008
di
Laboratorium CBRG (Carbohydrate and Bioengineering Research Group) Pusat
Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong,
Bogor, Jawa Barat.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Media MRS Broth (oxoid) sebagai media tumbuh L.pentosus, Media LB
(Luria Bertani) sebagai media tumbuh E.coli DH5α, L.pentosus sebagai bakteri
sumber gen xylA (wild type, National Institute of Technology and Evaluation
Biological Resource Center, NITE-BRC, Jepang) . E.coli DH5α sebagai bakteri
inang dalam kloning, Lisozim, Buffer TE (Tris-EDTA), Genomic DNA
Purification Kit (Fermentas), EtOH 70% dan 100%, Enzim RNAse, Kertas
Parafilm, Agarose Gel 1%, Buffer TBE 1x, buffer loading dye, EtBr (Ethidium
Bromide),
Primer
forward
(5’GGATCCTATGACGAATGAGTATTGGCAAGG3’) dan primer reverse
(5’TCTCGAGCTTGCTTAACGTCTC3’)
(Eurogentec
AIT),
PCR
Kits
(Fermentas), Gene Ruler 1kb DNA Ladder (Fermentas), EZ-10 Spin Column
Products Purification Kit (BIO BASIC INC), T4 DNA ligase (Fermentas),
Larutan B (50 mM CaCl2 dan 10 mM Tris-HCl pH 8), Ampisilin 50µg/ml,
20
IPTG (Isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside) 100mM (Fermentas), X-Gal (5
bromo-4 kloro-3 indolil-β-D-galaktopiranosid) Solution 50µg/µl (Fermentas),
Larutan I (1 M Tris-HCl pH 8; 0,5 M EDTA pH 8;1 M glukosa), Larutuan II
(NaOH 10 N; SDS 10%; dalam aquades), dan Larutan III (5 M kalium asetat;
asam asetat glasial dalam aquades) yang akan digunakan dalam proses isolasi
plasmid, Enzim Restriksi EcoRI (Fermentas) yang akan digunakan dalam proses
digesti, Plasmid pGEM-T Easy vector system (Promega) yang akan digunakan
dalam kloning.
3.2.2. Alat
Software Bioinformatika (Genamics Expression, DNA Calculator, BioEdit
versi 7.04 dan Software FastPCR in silico), Genebank NCBI (National Center for
Biotechnology Information), Erlenmeyer 100ml dan 250ml (Pyrex), Gelas Ukur
50ml dan 100ml (Pyrex), Spatula, Timbangan Analitik (Precisa 310M), Hot Plate
(Thermolyne), Cawan Petri, Tabung Reaksi (Pyrex), Autoklaf (All American),
Jarum Ose, Spreader, Bunsen Burner, Laminar Air Flow (ESCO), Mikropipet
ukuran 10µl, 100µl, 200µl, 1000µl dan 5000µl (Gilson Pipetman), Tip Mikropipet
ukuran 10µl, 200µl, dan 1000µl (Axygen), Tabung eppendorf ukuran 250µl dan
1500µl (Axygen), Waterbath, Sentrifuge (Biofuge Fresco), Vortex (Fisons), Timer
(Force), Oven 37ºC dan 150ºC (Heraeus Instrument), Perkin Elmer GeneAmp®
PCR System, Magnetic Stirer, Inkubator Shaker (New Brunswick Scientific),
Vacum Dry (Savant), Lemari Es 4ºC (Hitachi) dan
-20ºC (Jouan), Perangkat
Elektroforesis (Mupid eXu), kamera digital (Canon PowerShot A470), Ruang
asam.
21
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Studi Bioinformatika
Studi Bioinformatika dimulai dengan pencarian sekuens basa nukleotida
dan rangkaian asam amino dari bakteri sumber gen xylA L.pentosus melalui
Genebank online NCBI (National Center for Biotechnology Information). Selain
itu dengan menggunakan program BLAST (Basic Local Allignment Search Tool)
pada Genebank tersebut, maka akan diketahui beberapa bakteri yang memiliki gen
xylA (selain L.pentosus) lengkap dengan sekuens basa nuklotida dan rangkaian
asam aminonya, sehingga dapat diketahui tingkat homologi antar bakteri yang
memiliki gen xylA.
3.3.2. Desain Primer
Desain primer dibuat dari sekuens gen xylA L.pentosus dengan
menggunakan program Genamics Expression (Lampiran 6) dan dikalkulasi
dengan DNA calculator online (Lampiran 9) untuk mengetahui potensial
pembentukan hairpin dan self-annealing primer. Software FastPCR in silico
(Lampiran 8) digunakan untuk memprediksi produk PCR berdasarkan primer
yang telah didesain dan untuk mengetahui spesifikasi primer.
3.3.3. Preparasi
a. Sterilisasi
Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian dicuci bersih dan
disterilisasi. Cara sterilisasi yang digunakan yaitu metode sterilisasi kering dengan
menggunakan oven pada suhu 150°C selama 2 jam dan metode sterilisasi basah
dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C pada tekanan 1 atm selama 30
menit.
22
b. Pembiakan Bakteri
Biakan L.pentosus dikultur dalam media MRS (Oxoid) dan diinkubasi
pada suhu 37 C selama 24 jam secara anaerobik. Biakan E.coli dikultur dalam
media LB (Luria Bertani) dan diinkubasi dalam inkubator shaker 150 rpm pada
suhu 37°C selama 16 jam.
3.3.4. Isolasi Genom
Proses isolasi genom akan dilakukan dengan menggunakan Genomic DNA
Purification Kit dari Fermentas. Kultur L.pentosus sebanyak 1,5 ml dalam media
cair dipindahkan ke dalam tabung steril dan disentrifugasi dengan kecepatan
12.000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Pelet yang didapatkan dari perlakuan
tersebut ditambahkan dengan 200µl buffer TE, divorteks dan dibolak-balik hingga
homogen. Larutan ditambah 400µl lysis solution dan diinkubasi dalam waterbath
65 oC selama 10 menit. Setelah itu ditambahkan 600µl kloroform, dibolak-balik 35 kali dan disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit pada suhu
ruang.
Fase paling atas (Upper Aqueus Layer) diambil, dipindahkan ke tabung
1,5ml baru, ditambah 800µl larutan presipitasi, dibolak-balik selama 2 menit dan
disentifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang.
Larutan kemudian ditambahkan 100µl larutan NaCl, divorteks dan ditambahkan
300µl EtOH 100%.
Larutan diinkubasi selama
2 jam pada suhu -20oC. Setelah itu
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang,
supernatan dibuang dan pelet dikeringkan dengan pengering vakum. Pelet
ditambah 30 µl larutan RNAse dalam buffer TE dan diinkubasi pada suhu 37oC
23
selama 1 jam. Hasil isolasi genom dicek dengan elektroforesis menggunakan
agarosa 1% dalam buffer TBE dan Gene Ruler 1kb DNA Ladder sebagai penanda
(marker) dan divisualisasi di bawah sinar UV.
3.3.5. Kloning Gen xylA
a. Amplifikasi Sekuens DNA Target dengan Metode PCR
Amplifikasi sekuens xylA dilakukan dengan menggunakan DNA Cloning
Kit dari fermentas. Campuran reaksi PCR dibuat dalam volume 50µl dan
disesuaikan dengan
rekomendasi dari produsen untuk tujuan optimasi.
Komposisinya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Reaksi PCR
Komposisi dalam Reaksi PCR
Larutan dNTPmix 10mM
Larutan MgCl2 25mM
Primer forward 100 µM
Primer reverse 100 µM
10 x buffer Taq DNA polymerase
Taq DNA Polymerase
DNA template
dH2O
Volume Total
Konsentrasi
Akhir
0,2 mM
2 mM
2 µM
2 µM
1x
1,25 u/50µl
1 ng
-
Volume yang
Ditambahkan
5 µl
4 µl
1 µl
1 µl
5 µl
0,25 µl
1 µl
32,75 µl
50 µl
Semua komponen PCR tersebut disiapkan di atas es dalam sebuah tabung
PCR ukuran 250µl dan komponen larutan dalam tabung PCR dicampur hingga
homogen, lalu disentrifugasi hingga seluruh larutan terbawa ke dasar tabung.
Tabung PCR kemudian diletakkan ke dalam thermocycler otomatis (Perkin Elmer
GeneAmp® PCR System).
Proses PCR akan dilakukan dengan kondisi sebagai berikut:
24
Tabel 2. Kondisi Reaksi PCR
Kondisi reaksi PCR
Suhu (°C)
Denaturasi awal (Initial Denaturation)
94
Denaturasi (Denaturation)
94
Penempelan primer (Primer Annealing)
52
Pemanjangan (Extending)
72
Akhir pemanjangan (Final extending)
72
Sebanyak 35 siklus
Waktu
2 menit
30 detik
30 detik
1 menit
7 menit
Cek hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa
1% dalam buffer TBE dan Gene Ruler 1kb DNA Ladder.
b. Purifikasi Produk PCR
Proses purifikasi akan dilakukan dengan menggunakan Gel Extraction Kit
dari Bio Basic Inc. Produk PCR sebanyak 40µl ditambah dengan 120 µl Binding
buffer II dibolak-balik dan dimasukkan dalam EZ-10 Column+Collection tube
lalu didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang. Proses sentifugasi dilakukan
dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit pada suhu ruang. Supernatan
dipindahkan dari Collection tube dan ditambahkan 500µl Wash solution kemudian
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit pada suhu
ruang. Supernatan dipindahkan dari Collection tube dan dilakukan sentrifugasi
dengan kondisi yang sama. EZ-10 Column dipindahkan dari Collection tube ke
tabung steril dan ditambahkan dengan 30µl Elution buffer tepat di tengah-tengah
kolom. Campuran di dalam tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit
dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit pada
suhu ruang.
c. Ligasi Produk PCR ke dalam Plasmid pGEM-T Easy
Proses ligasi dilakukan dengan menggunakan T4 DNA Ligase dari
Fermentas. Komposisi reaksi ligasi sebagai berikut:
25
Tabel 3. Komposisi Reaksi Ligasi
Komposisi dalam Reaksi Ligasi
Produk PCR (50 ng/µL)
Plasmid pGEM-T Easy (50 ng/µL)
2x Rapid Ligation Buffer
Enzim T4 DNA Ligase (3 weiss units/µL)
Volume yang
Ditambahkan
7 µL
1 µL
9 µL
1 µL
Volume total
18 µ L
Masing-masing komposisi dimasukkan dalam tabung 1,5 ml. Proses
pencampuran dilakukan di atas es. Setelah semua larutan berada dalam kondisi
homogen, maka akan dilakukan inkubasi pada suhu 4°C selama 24 jam.
d. Sel Kompeten E.coli DH5α dan Transformasi Plasmid Rekombinan ke dalam
Bakteri Inang E.coli DH5α
Persiapan sel kompeten E.coli DH5α dilakukan dengan metode CaCl2.
Hasil kultur E.coli DH5α sebanyak 3 mL yang telah diinkubasi 37°C , 200 rpm
Overnight, diambil 500µl kemudian dimasukkan ke dalam media LB 50 mL, lalu
diinkubasi kembali pada 37°C, 200 rpm selama
3 jam hingga nilai OD 0,6-1.
Selanjutnya kultur E.coli DH5α tersebut dipindahkan ke dalam tabung sorval dan
diinkubasi 10 menit di atas es. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500
rpm selama 15 menit pada suhu 4°C. Pelet yang didapat ditambahkan dengan 20
mL larutan B dan dicampurkan hingga pelet lepas. Kemudian diinkubasi selama
30 menit di atas es lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3500 rpm selama
15 menit pada suhu 4°C. Pelet diambil dan dicampurkan dengan 2 mL larutan B,
divorteks dan diinkubasi kembali diatas es selama 15 menit sebelum digunakan
untuk proses tranformasi selanjutnya. Proses transformasi akan dilakukan dengan
metode Heat Shock menurut Sambrook et al (1989). Prosedur kerjanya sebagai
berikut:
26
Ligation mix (baik untuk produk PCR maupun kontrol) sebanyak 4µl
ditambah dengan sel kompeten E.coli DH5α sebanyak 50µl dimasukkan dalam
tabung steril 1,5 ml dan dilakukan proses inkubasi selama 30 menit dalam es.
Heat Shock dilakukan pada suhu 42°C dalam waterbath selama 100 detik dan
secara cepat langsung diinkubasi dalam es selama 2 menit. Media LB sebanyak
950µl ditambahkan ke dalam campuran dan dilakukan inkubasi dalam inkubator
shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 2 jam pada suhu 37°C. Hasil
transformasi sebanyak 40µl dipindah ke dalam media LB padat yang telah diberi
antibiotik ampisilin, IPTG dan X-Gal solution. Proses inkubasi akan dilakukan
selama 16 jam pada suhu 37°C.
e. Isolasi Plasmid pGxylA dari Bakteri Rekombinan E.coli DH5α
Persiapan dilakukan dengan mengisolasi koloni tunggal yang berwarna
putih dari bakteri rekombinan E.coli DH5α pada medium LB padat yang telah
ditambahkan ampisilin menggunakan tip steril. Koloni tunggal diambil dengan
menggunakan tip steril dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 3 ml
medium LB cair yang telah ditambahkan ampisilin. Inkubasi dilakukan dengan
menggunakan inkubator shaker kecepatan 250 rpm selama 16 jam pada suhu
37 oC.
Proses isolasi plasmid dimulai dengan melakukan sentrifugasi kecepatan
10.000 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit terhadap kultur bakteri yang telah
dipindahkan ke dalam tabung 1,5ml steril hingga didapatkan pelet pada dasar
tabung. Pelet ditambah dengan larutan I sebanyak 100µl, divorteks hingga
homogen dan diinkubasi dalam es selama 5 menit. Larutan ditambah dengan
larutan II sebanyak 200µl, dibolak-balik hingga keruh dan diinkubasi dalam es
27
selama 5 menit. Larutan ditambah dengan larutan III sebanyak 150µl, dibolakbalik hingga terbentuk endapan putih dan diinkubasi dalam es selama 5 menit.
Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu
4oC.
Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung steril 1,5 ml dan
ditambah etanol 100% sebanyak 900µl. Larutan divorteks hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Supernatan dibuang, pelet
dikeringkan dan ditambah dengan etanol 70% (dingin) sebanyak 1ml. Larutan
divorteks hingga endapan lepas dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm
selama 5 menit pada suhu 4oC. Supernatan dibuang, pelet yang diperoleh
dikeringkan dengan pengering vakum dan dilarutkan dengan 30µl larutan RNAse
dalam buffer TE serta diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam.
f. Pemotongan (Digesti) Plasmid pGxylA dengan Enzim Restriksi
Proses ini dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi EcoRI dari
Fermentas. Komposisi reaksi dalam volume 5µl adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi Reaksi Enzim Restriksi EcoRI
Komposisi dalam Reaksi Volume yang
Ditambahkan
Enzim 10 x EcoRI
0,5 µL
Buffer 10 x EcoRI
0,5 µL
Plasmid pGxylA
4 µL
Volume total
5 µL
Campuran dimasukkan dalam tabung steril 250µl dan diinkubasi pada
waterbath 37°C selama 2 jam. Cek hasil digesti plasmid pGxylA dilakukan
28
dengan elektroforesis menggunakan agarose 1% dalam buffer TBE dan Gene
Ruler 1kb DNA Ladder Marker.
g. Elektroforesis dengan Gel Agarosa
Dilarutkan 5 gr bubuk agarosa ke dalam tabung erlenmeyer yang telah
berisi 50ml larutan buffer TBE, kemudian dipanaskan campuran hingga semua
agarosa larut dan larutan menjadi bening. Didinginkan larutan hingga mencapai
suhu 60°C, selanjutnya dipasang sisir pembentuk sumur di atas tempat pencetak
gel, lalu secepatnya larutan agarosa yang hangat dituang ke dalam cetakan.
Dipastikan jangan sampai ada gelembung udara di bawah atau diantara ruas-ruas
dari tempat pencetak gel. Dibiarkan gel mengeras (sekitar 30-40 menit pada suhu
ruang), lalu diangkat sisir pembentuk sumur dan diletakan gel pada tangki
elektroforesis dan ditambahkan larutan buffer TBE sampai larutan buffer
menutupi seluruh permukaan gel. Dicampur 5µl DNA dengan 1µl buffer loading
dye, lalu dibuat campuran untuk penanda (1µl buffer loading dye, 4µl akuades,
1µl Gene Ruler 1kb DNA Ladder Marker). Dimasukkan campuran-campuran
tersebut ke dalam sumur pada gel secara perlahan dengan menggunakan
mikropipet ukuran 10µl. Selanjutnya ditutup tangki elektroforesis dengan
penutupnya kemudian dihubungkan dengan arus listrik pada tegangan 135 volt
selama 20 menit. Setelah itu, dilakukan pewarnaan gel dengan Et-Br.
h. Pewarnaan Gel dengan Ethidium Bromida (Et-Br) dan Pemotretan dengan Sinar
Ultra
Violet (UV).
Direndam gel dalam air yang mengandung Et-Br (0,1µl/ml) selama 30-45
menit pada suhu ruang. Selanjutnya dilakukan pemotretan gel dengan
29
menggunakan sinar ultra violet, yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah
digunakan pelindung mata untuk menahan sinar UV karena radiasi sinar UV
sangat berbahaya. Lalu hasil floresensi pita-pita difoto dengan menggunakan
kamera digital.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Bakteri Sumber Gen
Bakteri yang dipilih sebagai bakteri sumber gen adalah L.pentosus yang diperoleh
dalam bentuk wild type (NITE-BRC, Jepang). Bakteri tersebut merupakan kelompok
Bakteri Asam Laktat (BAL) yang memiliki perangkat gen terkait dengan metabolisme
gula heksosa maupun pentosa. Pada organisme ini, tiga jenis gen terlibat dalam
katabolisme D-xilosa, menyandikan enzim D-xilosa isomerase (xylA), D-xilosa kinase
(xylB), dan protein regulator (xylR). Untuk mengetahui sekuens DNA dan asam amino
dari bakteri sumber gen maka dilakukan penelusuran melalui pendekatan bioinformatika
yang dilengkapi dengan perangkat internet online, yaitu dengan menggunakan data
Genebank yang diakses secara bebas dari website NCBI (National Center for
Biotechnology Information) pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ BLAST.
Gambar 3. Sekuens nukleotida gen xylA dari L.pentosus
31
Gambar 4. Sekuens asam amino yang disandikan oleh gen xylA
Pemilihan bakteri L.pentosus sebagai bakteri sumber gen juga karena bakteri ini
tidak bersifat patogen dan telah direkomendasikan secara umum memiliki status GRAS
Bacteria (Generally Recognized As Save Bacteria) artinya suatu bakteri yang aman untuk
digunakan. Berdasarkan data yang diberikan dari Genebank dapat diketahui gen xylA
mempunyai panjang 1350 pasangan basa (Gambar 3) dan menyandikan 450 asam amino
(Gambar 4).
4.2. Isolasi Genom
Isolasi genom menggunakan bahan-bahan Genomic DNA Purification Kit dari
Fermentas. Isolasi genom diawali dengan penghancuran dinding sel, pemusnahan protein,
dan juga RNA sehingga hanya tertinggal DNA dalam bentuk murni. L.pentosus
merupakan bakteri gram positif, yang memiliki kandungan peptidoglikan yang lebih tebal
pada dinding selnya dan untuk menghancurkannya maka dilakukan secara kimiawi yaitu
dengan memanfaatkan lisozim yang berasal dari putih telur, karena lisozim dapat
mendigesti senyawa polimerik yang menyebabkan kekakuan dinding sel, kemudian lisis
disempurnakan dengan penambahan larutan lysis solution (Kits Fermentas) berfungsi
32
untuk menghilangkan ion magnesium yang penting dalam mempertahankan keseluruhan
struktur selubung sel serta untuk menghambat kerja enzim selular yang dapat merusak
DNA, dan untuk membantu menghilangkan molekul lipid. lysis solution mengakibatkan
sel mengalami lisis. Pecahan (debris) sel yang timbul dibersihkan dengan cara
sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA).
Untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi dari DNA yang dihasilkan, tahap yang paling
penting adalah penghilangan molekul pengotor yang tidak diinginkan. Protein yang
merupakan pengotor utama dalam ekstraksi DNA dari bakteri dihilangkan dengan
penambahan kloroform yang dapat menyebabkan presipitasi protein, namun DNA dan
RNA tetap masih ada. Selanjutnya untuk mendapatkan DNA yang murni, maka harus
menghilangkan RNA dengan menggunakan enzim RNAse yang dapat memecah molekul
RNA menjadi subunit ribonukleotida.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Genebank, ukuran genom L.pentosus belum
diketahui secara keseluruhan. Perkiraan kasar ukuran genom dilakukan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarosa yang divisualisasi di bawah sinar UV setelah
pewarnaan Et-Br. Posisi pita isolat genom L.pentosus berada pada ukuran di atas 10.000
pb ukuran marker. Genom ini membentuk konformasi superkoil, sehingga molekulmolekul DNA pada genom mudah dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa karena
mempunyai mobilitas yang tinggi (Watson, et al. 1992).
33
Gambar 5. Hasil isolasi genom, (M) GeneRuler 1 Kb DNA Ladder Marker;
(S1&S2) Isolat genom L.pentosus
Terlihat pada gambar 5, isolat genom S2 memiliki intensitas lebih tebal
dibandingkan dengan isolat genom S1, maka isolat genom S2 yang selanjutnya
digunakan sebagai DNA cetakan pada proses amplifikasi DNA target dengan metode
PCR.
4.3. Ampilifikasi DNA Target (xylA) dengan PCR
Proses PCR menggunakan DNA cetakan hasil dari isolasi genom
dan
menggunakan komponen PCR Kits Fermentas. Primer yang digunakan dalam PCR ada
dua macam yaitu primer forward dan primer reverse. Agar memperoleh produk PCR
yang spesifik maka dilakukan analisa pada kedua primer tersebut dengan menggunakan
Software Bioinformatika (Genamics Expression, BioEdit versi 7.04 dan DNA Calculator)
dengan parameter – parameter tertentu (Lampiran 6, 7 dan 9) dan penambahan situs
enzim restriksi yang akan digunakan, maka dipilih pasangan primer terbaik yaitu :
1. Primer forward : 5’ GGATCCTATGACGAATGAGTATTGGCAAGG 3’
2. Primer Reverse : 5’ TCTCGAGCTTGCTTAACGTCTC 3’
34
Pada primer forward ditambahkan situs pemotongan enzim restriksi BamHI
(G↓GATCC), sedangkan pada primer reverse ditambahkan situs pemotongan enzim
restriksi XhoI (CTC↓GAG). Kedua enzim tersebut dipilih karena diketahui tidak
memotong sekuens gen xylA dari L.pentosus (Lampiran 7). Hasil uji in silico kedua
primer tersebut dengan software FastPCR menunjukkan hasil produk PCR dengan
panjang 1361 pb (Lampiran 8).
Pada penelitian ini satu siklus PCR terdiri atas tiga tahapan, yaitu denaturasi,
annealing dan ekstensi. Pradenaturasi dilakukan selama 2 menit dan pada suhu 94 oC
sebanyak satu kali. Untuk tahap denaturasi dilakukan selama 30 detik pada suhu 94 oC,
tahap annealing dilakukan selama 30 detik pada suhu 52 oC , dan tahap ekstensi dilakukan
selama 1 menit pada 72 oC. Jumlah siklus yang dilakukan adalah 35 siklus. Pada siklus
terakhir dilakukan pemanjangan waktu ekstensi selama 7 menit. Penentuan utama
keberhasilan proses amplifikasi gen biasanya adalah suhu annealing, yaitu suhu saat
primer melekat pada DNA cetakan, sedangkan suhu denaturasi dan ekstensi pada
umumnya tetap. Penetapan suhu annealing secara teoritis biasanya 5-10 oC dibawah nilai
suhu leleh (Temperatur Melting, Tm) dari kedua primer. Produk PCR ditunjukkan pada
gambar berikut :
Gambar 6. Hasil amplifikasi gen xylA dengan reaksi PCR
35
Dari gambar 6 terlihat bahwa amplifikasi gen xylA dengan reaksi PCR telah
berhasil dilakukan dan ditunjukkan dengan adanya pita spesifik yang terletak pada
ukuran di antara 1000 pb dan 1500 pb. Pita yang tampak pada gambar 6 merupakan
produk PCR, hasil ini diprediksi merupakan pita gen xylA dari L.pentosus. Hasil PCR ini
sesuai dengan prediksi menggunakan software FastPCR in silico (Lampiran 8) yaitu
dengan panjang
1361 pb, kemudian selanjutnya dilakukan purifikasi
dengan
menggunakan Gel Extraction Kit dari Bio Basic Inc.
4.4. Ligasi dan Transformasi
Produk PCR xylA diligasikan dengan plasmid pGEM-T Easy yang mengandung
gen lacZ membentuk plasmid rekombinan pGxylA, kemudian ditransformasikan ke
dalam bakteri inang E.coli DH5α. Ligasi dilakukan dengan mencampurkan sekuen gen
yang akan disisipkan dengan plasmid dengan perbandingan molar 3:1 (Lampiran 3).
Untuk mengetahui efisiensi transformasi digunakan kontrol transforman berupa plasmid
sirkular utuh yang tidak terpotong. Sel kompeten E.coli DH5α disisipkan dengan
menggunakan metode CaCl2. Transformasi dilakukan dengan metode Heat Shock (kejut
panas), yaitu dengan melakukan perubahan suhu secara ekstrim. Metode ini dipilih
karena prosesnya lebih mudah dan efisien, ketika kejut panas dilakukan, membran sel
yang pada awalnya dalam keadaan dingin akan menjadi tidak selektif ketika terjadi
lonjakan panas sehingga menyebabkan plasmid dapat masuk ke dalam bakteri.
36
A
B
C
Gambar 7. (A) kontrol positif terhadap E.coli DH5α yang terinsersikan plasmid kosong,
(B) kontrol negatif terhadap E.coli DH5α, (C) Transforman bakteri rekombinan
Proses transformasi kali ini menggunakan kontrol transformasi yaitu kontrol
positif terhadap E.coli DH5α yang tersisipkan plasmid kosong dan kontrol negatif
terhadap E.coli DH5α yang tidak tersisipkan plasmid. Keberhasilan transforman dapat
dilihat pada gambar 7(A) dan 7(C) dengan tumbuhnya koloni pada media LB padat yang
telah mengandung ampisilin. Hal ini dikarenakan, plasmid yang digunakan memiliki gen
resistensi terhadap ampisilin, sehingga yang dapat tumbuh adalah hanya sel yang tersisipi
plasmid. Sedangkan E.coli DH5α yang tidak tersisipkan plasmid ditunjukkan pada
gambar 7(B), tidak dapat tumbuh pada media LB yang telah mengandung ampisilin.
Bakteri rekombinan yang mengandung plasmid pGxylA yang tumbuh, kemudian
ditumbuhkan pada media seleksi, yaitu media LB padat dengan penambahan antibiotik
ampisilin, IPTG dan X-Gal. Adanya X-Gal dan IPTG akan menghasilkan koloni biru dan
putih. Koloni bakteri yang putih diisolasi karena mengandung pGEM-T Easy
rekombinan. Bakteri yang mengandung pGEM-T Easy rekombinan tidak mampu
menghasilkan β–galaktosidase karena gen lacZ telah rusak akibat tersisipi oleh fragmen
gen xylA, sehingga X-Gal tidak dapat diuraikan dan koloni tetap berwarna putih,
sedangkan koloni yang mengandung pGEM-T Easy non rekombinan akan berwarna biru
37
karena gen lacZ yang menyandikan β-galaktosidase masih aktif dan mengubah substrat
X-Gal yang tidak berwarna menjadi biru.
4.5. Isolasi Plasmid
DNA plasmid pGEM-T Easy rekombinan yang telah dikloning ke E.coli DH5α
diisolasi menggunakan lisis dengan metode lisis alkali. Dari hasil transformasi, sebanyak
70 koloni bakteri putih dikultur dalam media cair LB yang telah ditambahkan ampisilin
dan terbagi atas 14 tabung, dengan hasil isolasi plasmid pGxylA sebagai berikut :
Gambar 8. Hasil isolasi plasmid pGxylA
Dari hasil isolasi plasmid pGxylA menggunakan elektroforesis dapat diketahui
bahwa semua sampel yang berjumlah 14, secara kasar terlihat ada beberapa pita pada
ukuran sekitar 2500 pb, 3000 pb, dan diatas 1 Kb (Gambar 8). Hal ini menunjukkan
bahwa plasmid pGxylA berhasil diisolasi, selanjutnya hasil isolasi plasmid pGxylA
tersebut dipotong dengan menggunakan enzim restriksi EcoRI untuk mengetahui
keberhasilan ligasi fragmen gen xylA ke dalam plasmid pGEM-T Easy.
38
Gambar 9. Peta ORF xylA yang di potong dengan enzim restriksi EcoRI
Panjang produk PCR gen xylA adalah 1361 pb (Lampiran 8). Diketahui pada peta
situs pemotongan enzim restriksi gen xylA L.pentosus enzim restriksi EcoRI dapat
memotong gen xylA pada 2 tempat, yaitu pada posisi 269 pb dan 935 pb (Lampiran 7).
Maka bila hasil isolasi plamid pGxylA tersebut dipotong dengan enzim restriksi EcoRI
akan terbagi menjadi 4 fragmen pita, yaitu pada ukuran 3018 pb (pGEM-T Easy), 666 pb,
419 pb, dan 276 pb (Gambar 10).
Gambar 10. Hasil plasmid pGxylA yang dipotong dengan enzim restriksi EcoRI
39
Pada Gambar 10 terlihat bahwa dari 14 sampel hasil pemotongan
dengan enzim restriksi EcoRI, hanya pada sampel 3A yang positif
menghasilkan 4 fragmen pita pada ukuran-ukuran yang sesuai tersebut.
Hal ini menunjukkan proses ligasi fragmen gen xylA
ke dalam plasmid pGEM-T Easy telah berhasil seperti yang diharapkan.
Fragmen pita- pita yang terbentuk pada sampel 3A dapat diprediksikan
bahwa fragmen pita-pita tersebut merupakan fragmen plasmid pGxylA
yaitu plasmid rekombinan antara plasmid pGEM-T Easy dan gen xylA.
Hingga tahap ini proses kloning gen xylA dari L.pentosus yang
ditranformasikan
ke dalam
bakteri inang
E.coli
DH5α berhasil
dilakukan. Dengan demikian, telah didapatkan kandidat klon positif yang
mengandung gen xylA. Penelitian
ini akan dilanjutkan ke arah pemurnian transforman dan sequencing
urutan basa nukleotidanya untuk memastikan ketepatan sekuens gen xylA
yang telah diklon.
4
0
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data
kualitatif sehingga analisa data dilakukan secara deskriptif
berdasarkan hasil elektroforesis dari proses isolasi genom, produk
PCR, isolasi plasmid, dan digesti plasmid dengan menggunakan
enzim restriksi. Berdasarkan hasil analisa, dapat disimpulkan :
1. Isolasi gen xylA dari genom L.pentosus telah berhasil
dilakukan dengan teknik amplifikasi PCR menggunakan
sepasang primer (primer forward dan primer reverse) yang
telah didesain dengan perangkat bioinformatika.
2. Gen xylA berhasil diklon pada bakteri inang E.coli DH5α
dengan menggunakan plasmid vektor pGEM-T Easy sebagai
vektor kloning. Kandidat klon positif yang mengandung gen
xylA dari L.pentosus berhasil didapatkan dengan ukuran 1350
pasang basa yang telah dibuktikan sementara dengan
perlakuan enzim restriksi EcoRI yang menghasilkan 4
fragmen pita pada ukuran 3018 pb (pGEM-T Easy), 666 pb,
419 pb, dan 276 pb.
40
5.2. Saran
1.
Perlu dilakukan pemurnian bakteri E.coli DH5α klon positif yang
mengandung plasmid pGxylA hingga diperoleh fragmen gen xylA yang
lebih spesifik dari bakteri klon E.coli DH5α dan selanjutnya dilakukan
pengecekan dengan menggunakan enzim restriksi XhoI dan BamHI.
2. Perlu dilakukan sekuensing gen xylA untuk mengetahui sekuen gen
xylA dari
dibandingkan
dengan
E.coli
DH5α
sekuen
gen
yang kemudian
xylA
yang
telah
dipublikasikan, dan untuk memastikan bahwa tidak adanya mutasi
selain mutasi basa yang dilakukan secara sengaja sebelumnya.
41
Download