PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN PADA PROSES SUGU DAN PROSES AMPELAS TERHADAP PENDENGARAN TENAGA KERJA DI BENGKEL KAYU X Ch. Desi Kusmindari Dosen Universitas Bina Darma, Palembang Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang Pos-el : [email protected] Abstract : Workshop X is one of peripatetic industry at industrial area of furniture like cupboard; locker making, desk, chair, and others. At process of the product, a lot of yielding noise intensity which high enough like at machine of sugu and machine sandpaper, can make the hearing trouble of all worker. From result analyze to result of measurement of noise intensity known that by the mean of noise intensity at process sugu that is 92,538 dB and at abrasion process that is 90,912 dB of while auditory threshold labour of process sugu that is: 36,209 dB and auditory threshold labors of abrasion process that is: 36,347 dB. height of noise Intensity which is in yielding at process of sugu and abrasion process in Workshop X cause the labors experience of light deaf pursuant to ISO where about maximal normal auditory threshold 25 dB. Keyword: noise, hearing trouble, health and working safety. Abstrak : Bengkel Kayu X adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk tersebut banyak menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin sugu dan mesin ampelas, hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada para pekerja. Dari hasil analisis terhadap hasil pengukuran intensitas kebisingan diketahui bahwa rata-rata intensitas kebisingan pada proses sugu yaitu 92,538 dB dan pada proses ampelas yaitu 90,912 dB sedangkan ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu: 36,209 dB dan ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu: 36,347 dB. Tingginya intensitas kebisingan yang di hasilkan pada proses sugu dan proses ampelas di Bengkel X menyebabkan tenaga kerja mengalami tuli ringan sesuai dengan ketentuan ISO di mana ambang dengar normal maksimal 25 dB. Kata kunci: kebisingan, gangguan pendengaran, kesehatan dan keselamatan kerja. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi 1. oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor PENDAHULUAN kebisingan, Sedangkan kebisingan adalah suatu polusi bagi telinga karena menghasilkan bunyiKebisingan dapat menyebabkan kerusakan pendengaran, baik yang sifatnya sementara ataupun permanen. Hal ini sangat dipengaruhi pendengaran oleh intensitas terpapar dan kebisingan. lamanya Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8 – 12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Polusi tersebut dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap kesehatan, keselamatan dan kenyamanan bekerja karena intensitas kebisingan yang melebihi 85 dB secara Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ……( Ch. Desi K) 87 terus menerus dapat pendengaran menimbulkan sementara bahkan hilang mempunyai intensitas yang cukup tinggi, hal ini bisa menyebabkan keluhan bagi pekerja. Dengan di menyebabkan tuna rungu. ketahuinya intensitas kebisingan yang di Gangguan pendengaran akibat bising hasilkan dapat diketahui pengaruh intensitas (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah tuli kebisingan terhadap gangguan pendengaran dari akibat terpapar oleh bising yang cukup keras pekerja serta usaha penanggulangannya. dalam jangka waktu yang cukup lama dan Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan mengetahui kerja. Banyak hal yang mempermudah seseorang proses menjadi tuli akibat terpapar oleh bising antara mengetahui apakah ada pengaruh jenis lain, bahan terhadap tingkat kebisingan, (3) Intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar oleh bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa intensitas kebisingan sugu dan proses pada ampelas, (2) mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan, (4) mengetahui apakah ada interaksi perubahan proses dan perlakuan dapat jenis bahan terhadap tingkat kebisingan, (5) menjadi ancaman serius bagi pendengaran para mengetahui ambang dengar tenaga kerja pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pada proses sugu dan proses ampelas dan (6) pendengaran permanen. mengetahui apakah intensitas kebisingan Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat pada proses sugu dan proses ampelas menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya mempengaruhi pendengaran tenaga kerja di ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya Bengkel Kayu X ditanggulangi secara yang baik sehingga sifatnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja 2. METODOLOGI PENELITIAN secara berkala. Bengkel Kayu X adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri 2.1. Objek Penelitian furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk tersebut banyak menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin Penelitian ini dilakukan pada mesin sugu dan amplas di bengkel kayu X yang terletak di Jalan Suakrame Palembang. sugu dan mesin Ampelas, hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada para 2.2. Langkah –langkah Penelitian pekerja. Dari pengamatan pendahuluan bunyibunyi yang di hasilkan pada proses tersebut 88 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96 Langkah-langkah dimulai taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan dengan mengambil data kebisingan dari dua yang diamati, menghasilkan taksiran yang lebih mesintersebut dengan alat Sound Level Meter. akurat Kemudian data di uji dengan uji kecukupan data memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran dan kenormalan data agar dapat dimasukkan ke yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu dalam desain eksperimen. Selajutnya dilakukan faktor; (2) Pengacakan derajat atau tingkat dapat pengujian dengan desain eksperimen acak di percayanya mengenai kebenaran kesimpulan sempurna sangatlah penting dan ini diukur dengan peluang. untuk penelitian mengetahui apakah ada untuk kekeliruan mungkinkan Pengukuran masing proses dan desiain eksperimen faktorial pengacakan; (3)Kontrol lokal, sebagian daripada untuk mengetahui apakah ada pengaruh keseluruhan prinsip desain oleh dan perbedaan tingkat kebisingan untuk masing- jenis di eksperimen yang adanya harus produk atau bahan yang digunakan dan peroses dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah- terhadap tingkat kebisingan langkah atau usaha-uasaha yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam 2.2.1. Desain eksperimen desain. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya akan memungkinkan berlakunya uji Desain eksperimen yaitu suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang sedemikian betul-betul sehingga terdefinisikan) informasi yang keberartian, maka kontrol lokal menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi. berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat 2.2.2. Eksperimen faktorial dikumpulkan (Sudjana 1991). Desain untuk suatu memperoleh eksperimen atau bertujuan mengumpulkan Eksperimen faktorial adalah eksperimen informasi sebanyak-banyaknya yang deperlukan yang dan dikombinasikan atau disilangkan dengan semua berguna dalam melakukan penelitian semua taraf sebuah faktor tertentu persoalan yang akan dibahas. (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya ada Ada tiga prinsip-prinsip dasar dalam eksperimen dalam eksperimen itu (Walpole, 2004). yaitu : (1) Replikasi atau pengulangan Berdasarkan adanya banyak taraf dalam eksperimen dasar, dalam kenyataannya reflikasi tiap faktor, eksperimen ini sering di beri nama ini diperlukan karena memberikan taksiran dengan menambahkan perkalian antara banyak kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk taraf faktor yang satu dengan banyak taraf faktor menentukan panjang interval konfidens (selang atau faktor-faktor lainnya. Misalnya, apabila kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai dalam eksperimen digunakan dua buah faktor, “satuan dasar pengukuran” untuk menetapkan sebuah terdiri atas empat taraf dan sebuah lagi Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ……( Ch. Desi K) 89 terdiri atas tiga taraf, maka diperoleh eksperimen konsentrasi, maka suara bising hendaknya faktorial 4 x 3; sehingga untuk ini akan dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat diperlukan 12 kondisi eksperimen (atau sering dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas pula disebut kombinasi perlakuan) yang berbeda- kerja meningkat. beda. Ada Kecermatan pengamat terhadap tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan pengaruh-pengaruh perlakuan yang diberikan tingkat dalam percobaan dapat dicapai pada taraf yang (Sutalaksana,1979): (1) lama waktu bunyi maksimal tertentu, apabila dalam percobaan tersebut terdengar, (2) intensitas yang biasanya semua dengan diukur dengan desibel (dB) yang menunjukkan seksama kecuali variabel-variabel eksperimen itu besarnya arus energi persatuan luas dan (3) sendiri. Pola eksperimen faktorial adalah suatu frekuensi suara yang menunjukkan jumlah pola yang menyediakan kemungkinan bagi gelombang suara yang sampai di telinga penyelidik untuk sekaligus menyelidiki pengaruh seseorang setiap detik (jumlah getaran perdetik dari dua jenis variabel eksperimen atau lebih. atau Herz). faktor dapat Mengingat dikendalikan penelitian ini gangguan terhadap manusia, yaitu hanya Dalam lingkungan kerja dengan tingkat melibatkan dua perlakuan yang melibatkan dua bising diatas 60 dB daya konsentrasi akan kombinasi dari kebisingan pada proses sugu dan berkurang, proses ampelas dengan berbagai jenis kayu menghitung, mengetik dan daya reaksi atas (bahan) yang digunakan maka eksperimen rangsangan, sehingga dengan demikian prestasi faktorial yang digunakan adalah eksperimen kerja akan menurun. Sistem saraf autonom akan faktorial dua faktor. sangat terkesiap oleh bising, sehingga akan demikian juga kemampuan menaikkan tekanan darah, mempercepat denyut jantung, mengecilkan saluran darah dikulit, 2.3. Kebisingan di tempat kerja mengendorkan kegiatan pencernaan dan sebagainya. Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki terutama jika kebisingan berlangsung dalam jangka panjang dan bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan pendengaran dan komunikasi, bahkan kebisingan bekerja, menimbulkan menurut yang serius bisa merusak kesalahan penelitian menyebabkan kematian. Bagi pekerjaan yang membutuhkan 90 Kebisingan ada kalanya dapat di adaptasikan oleh telinga, tetapi sampai seberapa tinggi kebisingan dapat dianggap tidak mengganggu masih sulit di tetapkan. Perlu dijaga agar tingkat kebisingan tidak sampai mengakibatkan hilangnya kesempatan istirahat, karena akan menyebabkan lelah kronis. Tindakan yang paling efektif untuk mengatasi bising ialah menghentikan sumber bising, misalnya: dengan menempatkan sumber bising itu jauh dari tempat kerja yang memerlukan Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96 konsentrasi/ keterampilan mental, memakai Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999 bahan yang tidak menimbulkan bunyi nyaring, Tingkat Kebisingan Lama Perhari menyelubungi sumber suara, memekai bahan dB-A) (jam) penyerap suara pada ruangan, dan sebagainya. 80 24 82 16 85 8 telinga harus dilindungi dengan memakai sumbat 88 4 kapas atau headphone. 91 2 94 1 Bila sumber bising tidak dapat dihilangkan maka Dengan kebisingan, melakukan memberikan pengukuran 97 0,5 kemungkinan 100 0,25 melakukan analisis ilmiah terhadap gangguangangguan yang di timbulkan oleh kebisingan dan 103 0,125 106 0,0625 Sumber : kepmenaker 1999 untuk mendapatkan informasi-informasi yang di perlukan serta melakukan pengendalian/ penanggulangan kebisingan secara lebih tepat. 2.4 Indera pendengaran Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 yang Telinga merupakan organ pengindera berhubungan dengan kesehatan menyatakan penting kedua sesudah mata, karena dengan pembagian wilayah dalam empat Zona. Zona A telinga seseorang dapat berkomunikasi lisan adalah Zona untuk tempat penelitian, rumah dengan dunia luar. Oleh sebab itu telinga perlu sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial, dijaga agar jangan sampai tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB. Zona B hendaknya diupayakan agar dapat menikmati untuk kondisi nyaman demi tingginya efesiensi daya tahun 1987 tentang perumahan, kebisingan tempat pendidikan dan rekreasi. Angka kebisingannya antara 45-55 dB. pendengaran. Zona C, antara lain perkantoran, pertokohan, kelestarian daya pendengaran dan kemampuan perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar komunikasi lisan adalah kebisingan. Telinga 50-60 dB. Zona D bagi lingkungan industri, akan mulai dapat menangkap suara sebagai pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. bisikan lembut pada frekwensi 1000 HZ. Tingkat kebisingan 60-70 dB. Proses Bahaya rusak, bahkan yang mendengar mengancam diawali dengan Namun demikian harus disadari adanya ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga perbedaan-perbedaan fisiologi pada masing- dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui masing individu sehingga tingkat gangguan tidak udara atau ke tulang koklea. Pada dasarnya dapat ditentukan secara eksak untuk setiap telinga terbagi dalam tiga bagian, yaitu: telinga orang. Berikut Ambang Batas kebisingan yang di bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga perkenankan sesuai dengan keputusaan Menteri bagian dalam. Berikut derajat ketulian menurut Tenaga Kerja tahun 1999. ISO 1964 (Rambe,2007): Tabel 2.1 Batas Pajanan Kebisingan Yang di Perkenankan Tabel 2.2 Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ……( Ch. Desi K) 91 Derajat Ketulian ISO 1964 Derajat ketulian Keterangan 0 – 25 dB 26 – 40 dB 41 – 60 dB Normal Tuli ringan Tuli Sedang 61 – 90 dB > 90 Tuli berat Sangat tuli pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 – 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10 – 15 tahun setelah terjadi pemaparan penderita mungkin tidak Sumber : Rambe,2007 menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan 2.5. Pengaruh kebisingan pada pendengaran pemeriksaan Audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat akibat pemaparan bising biasanya sembuh paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, setelah istirahat beberapa jam (1 – 2 jam). Bising intensitas dan lamanya waktu paparan, dapat dengan intensitas tinggi dalam waktu yang berupa: (1)Adaptasi, bila telinga terpapar oleh cukup lama (10 – 15 tahun) akan menyebabkan kebisingan terasa robeknya sel-sel rambut organ corti sampai terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama- terjadi distruksi total organ corti. Proses ini kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena karena suara tidak terasa begitu keras seperti rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu pada awal pemaparan, (2) Peningkatan ambang lama dengar sementara yang terjadi karena ambang metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi pendengaran sementara yang secara perlahan- kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini rambut organ corti. Akibatnya terjadi kehilangan akan berlangsung sampai beberapa jam bahkan pendengaran sampai beberapa minggu setelah pemaparan. frekwensi Kenaikan ambang pendengaran ini mula-mula intensitas adalah 3000 – 6000 Hz. Alat corti terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada pemaparan berlangsung lama maka kenaikan frekwensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan nilai ambang pendengaran sementara akan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin pada tahap awal tidak di sadari oleh para pekerja, tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan hal makin waktu pemeriksaan audiometer. Apabila bising dengan pemaparan dan makin besar nilai ambang intensites tinggi tersebut terus berlangsung pendengarannya. (3) peningkatan ambang dengar dalam waktu yang cukup lama, akibat pengaruh menetap, kenaikan terjadi setelah seseorang penurunan pendengaran akan menyebar ke cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi frekwensi percakapan (500 – 2000 Hz). Pada Perubahan ambang mula-mula tinggi dengar telinga intensitas dan akan lama dapat ini mengakibatkan yang permanen. pendengaran hanya dapat yang perubahan Umumnya mengalami dibuktikan dengan saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena 92 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96 tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya. fisiologis, kebisingan dalam jangka waktu yang (Rambe,2007) lama dapat merusak fungsi pendengaran. 3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 2.6. Gangguan atau kelainan pendengaran Setelah akibat bising dilakukan pengumpulan data terhadap tingkat kebisingan sebanyak 50 data Gangguan atau kelainan telinga akibat bising menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensoriuneral (perseptif). Tuli akibat bising (Nois Induced Hearing Loss) ialah tuli yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam waktu yang cukup lama dan untuk masing-masing proses dan bahan serta data ambang dengar dari 4 operator dengan masing-masing operator dilakukan 5 kali pengukuran untuk masing-masing operator maka diperoleh rata-rata tingkat kebisingan adalah: Tabel 1 Nilai Rata-Rata Intensitas Kebisingan (desiBell) biasanya di akibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising yang intensitas 85 dB, atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada Proses Jenis Bahan Rata-rata Meranti Merbau Olen Medang Balam Sugu 93,04 92,83 91,71 91,81 93,30 92,538 Ampelas 91,33 90,33 90,88 90,77 90,66 90,912 Sumber : hasil pengolahan data reseptor Tabel 1 diatas merupakan rata-rata pendengaran corti telinga bagian dalam. Banyak intensitas kebisingan dengan menggunakan SLM hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli untuk proses mesin sugu dan amplas terhadap 5 akibat terpapar bising, antara lain intensitas jenis bahan yang berbeda. bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, Dari data yang telah dikumpulkan dari lebih lama terpapar bising dan lain-lain. Orang masing-masing proses selanjutnya dilakukan menderita tuli saraf koklea sangat terganggu oleh pengujian bising latar noise). keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Dari Sehingga bila seseorang tersebut berkomunikasi pengujian tersebut di dapat bahwa data telah di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mencukupi untuk dianalisis. Data yang telah mendengar pembicaraan. dilakukan pengujian kecukupan data adalah data Kebisingan dalam jangka waktu tertentu dapat intensitas kebisingan dari masing-masing proses. mempengaruhi manusia dalam pekerjaannya, Selain uji kecukupan data juga dilakukan uji terutama dalam bentuk (Rambe,2007): (a) keseragaman data, dari uji tersebut dapat dilihat Gangguan dapat bahwa data yang telah dikumpulkan dari masing- menimbulkan kesalahan dalam komunikasi, masing proses adalah seragam karena tidak ada mengganggu pembicaraan, (b) Efek psikologis, data yang keluar dari batas kontrol atas dan batas kebisingan dapat mengganggu ketenangan dalam kontrol bawah. bekerja, belakang dan (Background mengerti komunikasi, mengganggu kebisingan konsentrasi, kecukupan data dengan tingkat mem- Setelah melakukan uji kecukupan data pengaruhi emosi pendengarnya dan (c) Efek dan keseragaman data, selanjutnya dilakukan Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ……( Ch. Desi K) 93 pengolahan data dengan desain acak sempurna tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis bahan untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis yang berbeda terhadap tingkat kebisingan unutuk bahan terhadap tingkat kebisingan, kemudian proses sugu dengan = 0,05. dilakukan uji eksperimen faktorial a x b, untuk Sedangkan hasil desain acak sempurna untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan intensitas proses amplas di tampilkan dalam tabel 5 berikut kebisingan dilihat dari perubahan perlakuan Tabel 3 proses, jenis bahan, dan apakah terdapat interaksi Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap perubahan proses dan perlakuan jenis bahan Intensitas Kebisingan Pada Proses Ampelas terhadap tingkat kebisingan. Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Variasi Kebebasan Kuadrat-Kuadrat Tengah (Dk) (JK) (KT) Rata-rata 1 413.249,587 413.249,587 Antar Perlakuan 4 2,595 0,649 Kekeliruan 45 256,578 5,702 Jumlah 50 413.508,76 - pada proses sugu dan proses ampelas terhadap tingkat kebisingan yang dihasilkan maka dilakukan uji desain acak sempurna. 0,114 Adapun hipotesis untuk desain tersebut adalah : Ho : 1 = 2 = .......... 5 F Sumber :hasil pengolahan data H 1 : Paling sedikit dua rataan tidak sama Sehingga hasil perhitungan dengan statistik untuk proses sugu di perlihatkan pada Dari tabel 5 diatas yang merupakan hasil perhitungan dengan metode desain acak sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,114 tabel 4 berikut Tabel 2 < 2,57 ) maka terima Ho, dan disimpulkan Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis Intensitas Kebisingan Pada Proses Sugu bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan untuk proses ampelas dengan = 0,05. Sumber Variasi Derajat Kebebasan (Dk) Jumlah Kuadrat-Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Rata-rata 1 428.164,072 428.164,072 Antar Perlakuan 4 21,335 5,335 F desain acak sempurna selanjutnya dilakukan uji eksperimen faktorial a x b dengan hipotesis 0,743 Kekeliruan 45 323,065 7,179 Jumlah 50 428.508,47 - Sumber : hasil pengolahan data Dari tabel 4 di atas yang merupakan hasil perhitungan dengan metode desain acak sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,743 < 2,57) maka terima Ho, dan disimpulkan bahwa 94 Setelah didapat hasil dari pengujian sebagai berikut : H o : 1 2 0 H o : 1 2 3 4 5 0 H o : ( )11 ( )12 ( )13 ....... ( ) 25 0 H1 : Paling sedikit salah satu 1 tidak sama dengan nol H 1 : Paling sedikit salah satu 1 tidak sama dengan nol Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96 H1 : Paling sedikit salah satu ( ) ij tidak Tabel 5 Rata-rata Ambang Dengar Tenaga Kerja sama dengan nol (desiBell) Dari hasil perhitungan uji eksperimen faktorial a x b di dapat hasil sebagai berikut: Ambang dengar tenaga Tabel 4 Proses kerja Daftar Anava Eksperimen Faktorial 2 x 5 ( 5 Observasi Tiap Sel ) Sumber Variasi Derajat Kebebasan (DK) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Rata-rata 1 841.347,562 841.347,562 A 1 66,097 66,097 B 4 13,465 3,366 AB 4 10,465 2,616 Kekeliruan 90 579,641 6,440 Jumlah 100 842.017,23 - Rata-rata Operator 1 Operator 2 Sugu 35,682 36,736 36,209 Ampelas 36,904 35,79 36,347 F Dari tabel 7 di atas hasil pengukuran intensitas kebisingan pada masing-masing proses Perlakuan: 10,273 0,523 0,406 diketahui rata-rata tingkat kebisingan yang dihasilkan pada proses sugu pada pengerjaan jenis bahan Meranti, Merbau, Olen, Medang, - Sumber : pengolahan data Balam yaitu 92,538 desiBell dan rata-rata kebisingan yang dihasilkan pada proses ampelas Dari tabel diatas yang merupakan hasil pada pengerjaan jenis bahan Meranti, Merbau, perhitungan yang didapat dengan uji eksperimen Olen, Medang, Balam yaitu 90,912 desiBell. faktorial a x b diketahui bahwa: (1) F 1 Sedangkan rata-rata ambang dengar tenaga kerja hitung > F 1 tabel (10,273 > 3,96), maka tolak Ho dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pada proses sugu yaitu 36,209 desiBell dan ratarata ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu 36,347 desiBell. dari perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan dengan = 0,05; (2) F 2 Ini berarti bahwa rata-rata pekerja telah hitung < mengalami gangguan pendengaran yaitu tuli (0,523 < 2,49), maka terima Ho dan ringan, sesuai dengan derajat ketulian ISO. Di disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan mana ambang dengar yang normal adalah 25 pengaruh perlakuan jenis bahan terhadap tingkat desiBell, hal ini terjadi akibat pajanan kebisingan kebisingan dengan = 0,05; F 3 yang terjadi pada proses sugu dan proses F2 tabel hitung < F3 tabel (0,406 < 2,49), maka terima Ho dan disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi perubahan proses dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan dengan = 0,05. Sedangkan rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu dan proses ampelas adalah: melebihi tingkat intensitas kebisingan yang di izinkan berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: Kep- 51/MEN/1999 Pasal 3 ayat 1, yang menetapkan bahwa tingkat intensitas kebisingan yang di izinkan yaitu sebesar 85 desiBell. Dengan tingkat kebisingan yang dihasilkan di atas 90 desiBell tersebut maka lama pajanan bising yang di perkenankan hanya 1 – 2 jam dalam satu hari, Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ……( Ch. Desi K) 95 padahal mereka bekerja 8 jam perhari tanpa alat www.kalbe.co.id pelindung pendengaran. Dikunjungi 23 mei 2008. Sudjana. 3. Simpulan 1991. Desain / Dan library. Analisis Eksperimen. Edisi III . Tarsito. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Sutalaksana, I.Z., R. Anggawisastra, dan 1. Rata-rata intensitas kebisingan pada proses sugu yaitu 92,538 desiBell dan rata-rata Bandung. intensitas kebisingan pada proses ampelas yaitu 90,912 desiBell 2. Tidak ada perbedaan pengaruh antara J.H. Tjakraatmadja. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. ITB. Bandung. Walpole, R.E. 2004. Pengantar Statistika edisi revisi, Gramedia, Jakarta jenis bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan 3. Terdapat perbedaan pengaruh dari perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan 4. Tidak terdapat proses dan interaksi perlakuan perubahan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan 5. Rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu 36,209 desiBell dan rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu 36,347 desiBell 6. Intensitas kebisingan pada proses sugu dan proses ampelas menyebabkan tenaga kerja mengalami tuli ringan. DAFTAR RUJUKAN KEPMEN TENAGA KERJA 51/MEN/1999 NO: KEP- tentang ” Nilai Ambang Batas Faktor fisika di Tempat Kerja. Rambe, Andrina Y.M. 2007. ”Gangguan Pendengaran Akibat Bising”. http:// 96 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96