Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
PENGARUH PVA TERHADAP MORFOLOGI DAN KINERJA MEMBRAN KITOSAN
DALAM PEMISAHAN PEWARNA RHODAMIN-B
Indah F. Farha, Nita Kusumawati
Jurusan Kimia Fmipa Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Pada penelitian ini, telah dibuat membran Kitosan dan Kitosan-PVA secara inversi fasa dengan teknik
penguapan pelarut. Membran kitosan dipreparasi dengan komposisi 1-5% (%b/v) kitosan dalam asam asetat
1%, sedangkan membran kitosan-PVA dipreparasi dengan perbandingan Kitosan/PVA 3%:1%-3%:5%
(%b/v) dalam pelarut asam asetat. Morfologi dari kedua membran yang dihasilkan, diamati dengan
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada penelitian ini juga diamati kemampuan membran
dalam mempertahankan ukuran pori yang terwakili dari nilai modulus Young dengan menggunakan
Autograph. Masing-masing membran yang dihasilkan, diuji kinerjanya pada pemisahan Rhodamin B dengan
menggunakan reaktor membran “Dead end” dengan variasi tekanan 1-5 kg/cm2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa membran kitosan yang dipreparasi dari larutan cetak dengan komposisi 1-5%, nilai
fluks rhodamin B terbaik dihasilkan oleh membran kitosan 1% yaitu 11,318-27,575 L/m2.jam, dan nilai
rejeksi terbaik yaitu pada perbandingan 3% pada tekanan 1 kg/cm2 yaitu 88,27%. Sementara pada membran
kitosan/PVA dengan komposisi 3%:1%-3%:5% (%b/v), nilai fluks terbaik dihasilkan dari komposisi 3%:1%
yaitu 16,052–38,372 L/m2.jam, dan rejeksi yang dihasilkan terbaik pada komposisi ke-4 pada tekanan 1
kg/cm2 yaitu 85,26%. Membran kitosan yang dihasilkan memiliki ukuran pori 0,45-0,6 µm; sedangkan
membran kitosan-PVA memiliki ukuran pori 0,1-0,3µm. Membran kitosan-PVA memiliki daya regang dan
fleksibilitas yang optimum pada tegangan 5,646 dengan nilai sebesar 9,25%. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut diketahui bahwa kedua jenis membran masuk dalam golongan mikrofiltrasi. Membran kitosan
memiliki nilai modulus young yang lebih tinggi dibangdingkan dengan membrane kitosan-PVA yaitu
mencapai 61,04 Kgf. Hal inilah yang kemudian menyebabkan rejeksi dari membrane kitosan terhadap
Rhodamin B juga lebih tinggi dibandingkan membran kitosan-PVA.
Kata Kunci: Membran kitosan, PVA, Rhodamin B, fluks, rejeksi
1. Pendahuluan
Industri tekstil merupakan salah satu
bidang yang sangat berkembang di Indonesia.
Perkembangan industri ini dapat dilihat dari
nilai ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT)
yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan semakin meningkatnya nilai ekspor
TPT dari tahun ke tahun menjadikan industri ini
sebagai sumber devisa negara yang penting.
Dengan perkembangan industri tersebut manusia
juga dihadapkan dengan permasalahan baru
untuk mengolah limbah yang dihasilkannya.
Saat ini, sebagian besar industri tekstil
menggunakan zat warna sintetis dengan alasan
murah, warnanya yang tahan lama, mudah
diperoleh dan digunakan tetapi limbah yang
dihasilkan
masih
berwarna
dan
sulit
terdegradasi. Sekitar 15-20% zat warna yang
digunakan akan tersisa pada air buangan yang
pada akhirnya akan masuk ke dalam lingkungan
sekitarnya (Chatterjee, 2007). Rhodamin B
C - 169
merupakan salah satu jenis pewarna non azo
yang banyak digunakan dalam industri tekstil.
Senyawa Rhodamin B memiliki rumus molekul
C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul 479,02
gram/mol. Metode pengolahan zat warna yang
sedang dikembangkan saat ini, meliputi: (1)
pengolahan menggunakan oksidator, seperti
klorin, H2O2, K2FeO4 ; (2) pengolahan
menggunakan adsorben, seperti zeolit; (3)
pengolahan menggunakan ozon; dan (4) proses
pemisahan menggunakan membran (Noel et al.,
2000; Cho et al., 1999; Xu et al., 1999).
Dalam aplikasinya untuk proses
pemisahan,
pemurnian
dan
pemekatan,
teknologi membran mempunyai berbagai
keunggulan dibandingkan metoda pemisahan
yang konvensional, di antaranya proses dapat
dilakukan secara kontinyu, tidak memerlukan
zat kimia tambahan, konsumsi energi rendah,
dapat dilangsungkan pada temperatur rendah
sehingga dapat digunakan untuk pemisahan
senyawa yang tidak tahan temperatur tinggi,
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
mudah
dalam
pengaturannya,
tidak
membutuhkan kondisi yang ekstrim (pH dan
temperatur), material membran bervariasi
sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya
dan mudah dikombinasikan dengan proses
pemisahan lainnya.
Pada penelitian ini akan dibuat
membran dari kitosan dan kitosan PVA. Dengan
variasi kitosan pada membran jenis pertama
yaitu 1%-5% (b/v), sedangkan pada membran
jenis kedua yaitu membran kitosan-PVA, akan
dibuat dengan variasi PVA yaitu kitosan:PVA
3%:1%-3%5%. Pada akhir penelitian akan
dilakukan uji tarikan dan regangan membran
menggunakan Autograph untuk mengetahui
sifat mekanik membran. Sementara untuk
mengetahui kinerja membran, akan dilakukan
uji fluks dan koefisien rejeksi menggunakan alat
uji membran dead-end dengan tekanan
operasional yang divariasi pada 1-5 kg/cm2.
Dasar penentuan variasi tekanan tersebut
dikarenakan membran mempunyai rentangan
tekanan operasional pada 1-5 atm (Mulder,
1996). Larutan rhodamin-B yang digunakan
sebagai larutan umpan (feed) pada penelitian ini
memiliki konsentrasi 50 ppm.
2. Metode Penelitian
2.1. Pembuatan membran komposit kitosan
dan kitosan-PVA
Untuk membuat membran kitosan
1% mula-mula 1 gram kitosan dari kulit
udang dilarutkan dalam 100 ml CH3 COOH
1% pada suhu ruang. Bahan yang telah
dicampur diaduk dengan stirer selama 2 jam
hingga homogen sehingga diperoleh larutan
kitosan 1%. Larutan kitosan kemudian
dituangkan ke dalam cetakan cawan petri.
Membran yang telah dicetak dikeringkan
pada suhu kamar. Prosedur yang sama juga
diterapkan untuk pembuatan membran
kitosan dengan konsentrasi kitosan 2, 3, 4
dan 5%.
Sedangkan untuk preparasi membran
kitosan-PVA, Mula-mula 3 gram kitosan
dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1%
(v/v), diaduk dengan menggunakan magnetic
stirrer hingga homogen. Selanjutnya ke
dalam larutan kitosan 3% ditambahkan PVA
1% (b/v), diaduk dengan magnetic stirrer dan
dipanaskan dengan suhu ±80oC. Larutan
kitosan-PVA
yang
telah
homogen
selanjutnya ditambahkan PEG 2,5% (b/v).
Campuran larutan yang telah homogen
dituangkan ke dalam cetakan cawan petri dan
C - 170
dikeringkan pada suhu kamar hingga
diperoleh
film
kitosan-PVA
kering.
Perlakuan yang sama juga diterapkan untuk
pembuatan membran komposit kitosan-PVA
dengan konsentrasi PVA 2%, 3%, 4%, dan
5%.
Selanjutnya, untuk kedua jenis
membran ditambahkan larutan NaOH 1% ke
dalam film kitosan dan kitosan-PVA yang
sudah kering dan didiamkan hingga
membran terangkat ke permukaan. Untuk
menghilangkan NaOH dilakukan pencucian
pada membran secara berulang-ulang
menggunakan aquades. dilakukan analisis
menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM), dan uji kuat tarik menggunakan
Autograph.
2.2. Aplikasi membran pada alat dead-end dan
penentuan nilai fluks pemisahan
Membran yang akan diuji dipotong
berbentuk lingkaran dengan diameter ±7 cm.
Membran diletakkan di bagian bawah alat
penguji yang sebelumnya telah dilapisi
dengan kertas saring. Selanjutnya dilakukan
pengaplikasian aquades pada membran
selama ±30 menit untuk proses kompaksi.
Larutan umpan rhodamin B sebanyak 100 ml
dimasukkan ke dalam alat uji “dead-end”,
ditutup rapat dan kemudian ke dalamnya
diberikan tekanan 1-5 kg/cm2 . Volume
permeat yang dihasilkan dicatat setiap 5
menit selama 30 menit.
2.3. Penentuan koefisien Rejeksi
Untuk
mengetahui
konsentrasi
rhodamin-B setelah dilewatkan membran,
dilakukan pengukuran nilai absorbansi
dengan
menggunakan
instrumen
spektrofotometer
UV-Visible.
Nilai
absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke
dalam persamaan regresi dari kurva kalibrasi,
untuk selanjutnya dapat dihitung koefisien
rejeksinya.
Dengan diketahuinya konsentrasi
permeat maka koefisien rejeksi permeat
dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan, sebagai berikut:
R=1- Cp/Cf x 100%
Dimana:
R = koefisien rejeksi
Cp = konsentrasi zat terlarut dalam
permeate
Cf = konsentrasi zat terlarut dalam umpan
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Pembuatan Mmbran Komposit Kitosan
Pembuatan
membran
dalam
penelitian ini menggunakan metode inversi
fasa. Inversi fasa adalah metode yang
paling banyak digunakan dalam pembuatan
membran polimer untuk proses pemisahan
(Kim and Lee, 1998). Pembentukan
membran pada teknik ini melalui beberapa
tahap. Pertama, pembuatan larutan cetak
hingga homogen, penguapan pelarut dan
perendaman dalam larutan non-pelarut.
Preparasi membran kitosan 1%,
mula-mla serbuk kitosan yang akan
digunakan sebagai bahan pembuatan
membran kitosan dilarutkan terlebih
dahulu ke dalam asam asetat 1% karena
keterlarutan kitosan yang paling baik ialah
dalam larutan asam asetat 1%. Kemudian
diaduk selama 2 jam dengan pengaduk
magnetik hingga terbentuk larutan kental
dengan warna kuning jernih. Agar dapat
diperoleh membran yang halus dan
homogen, kitosan harus larut sempurna
dalam pelarut yang digunakan.
Larutan kitosan sebelum dicetak
harus dibiarkan dahulu kurang lebih
selama 24 jam untuk menghilangkan
gelembung-gelembung
udara
karena
gelembung udara yang terperangkap pada
saat
pencetakan
membran
dapat
mengakibatkan membran menjadi sobek.
Kemudian cetakan yang telah terisi
larutan membran diangin-anginkan hingga
diperoleh film padat kering. Melepas
membran harus dilakukan secara hati-hati
karena lapisannya sangat tipis sehingga
mudah robek atau bocor. Untuk melepas
membran dari
cetakan,
diperlukan
perendaman dengan larutan NaOH 1%.
Membran yang sudah kering direndam
dengan larutan NaOH 1%. Larutan NaOH
dalam hal ini berfungsi sebagai larutan
non-pelarut yang dapat berdifusi ke bagian
bawah membran yang berhimpitan dengan
permukaan cetakan sehingga membran
tersebut akan terdorong ke atas dan
terkelupas.
Membran yang telah dilepaskan dari
cawan petri dicuci berulang-ulang dengan
akuades untuk menghilangkan NaOH.
Membran dipotong berbentuk lingkaran
dengan diameter 7 cm. Membran kitosan
yang dihasilkan dalam penelitian ini
C - 171
berupa
lembaran
kekuningan.
3.2.
tipis
berwarna
Pembuatan
Membran
Komposit
Kitosan-PVA
Penelitian ini dimulai dengan
pembuatan larutan kitosan 3% b/v (gr/ml)
terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan
penelitian
Meriatna
(2008)
yang
menyatakan bahwa kondisi terbaik adalah
pada konsentrasi membran kitosan 3%.
Untuk membuat larutan kitosan 3%
sebanyak 300 ml, serbuk kitosan sebanyak
9 gram dilarutkan ke dalam asam asetat
1% v/v (ml/ml), kemudian diaduk selama 1
jam dengan pengaduk magnetik hingga
terbentuk larutan kental dengan warna
kuning jernih. Agar dapat diperoleh
membran yang halus dan homogen, kitosan
harus larut sempurna dalam pelarut yang
digunakan.
Penambahan PVA dilakukan setelah
diperoleh larutan kitosan yang homogen.
Polivinil akohol berwujud padatan kering
dan berbentuk butiran serbuk putih.
Penambahan PVA dalam jumlah tertentu
dapat memperbaiki struktur dari membran
itu sendiri, meningkatkan kekuatan
membran
kitosan,
serta
mampu
menstabilkan membran yang dibentuknya
(Hassan & Peppas 2000). Menurut Nisa
(2005), semakin tinggi konsentrasi PVA
yang ditambahkan maka membran yang
dihasilkan akan semakin tebal. PVA
ditambahkan ke dalam larutan kitosan 3%
(dengan variasi konsentrasi 1-5% b/v
(gr/ml)) dalam gelas kimia dan diaduk
dengan
pengaduk
magnetik
pada
temperatur 80oC selama 1 jam. PVA yang
merupakan senyawa turunan dari Poly
Vinyl Acetat akan meleleh pada suhu diatas
72o C, sebab Poly Vinyl Acetat meleleh
pada suhu 72oC (Cowd, M.A, 1991). PVA
dapat larut homogen dengan larutan
kitosan dikarenakan adanya ikatan
hidrogen antara PVA dengan kitosan.
Larutan kitosan-PVA yang telah
homogen selanjutnya ditambahkan poli
etilen glikol (PEG) 2,5% gr/ml (b/v).
Penggunaan PEG pada penelitian ini
dilakukan untuk pembentukkan pori-pori
membran atau dikenal sebagai porogen
(Yang et al. 2001). Yang et al (2001)
menyebutkan bahwa peningkatan jumlah
PEG dapat meningkatkan porositas
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
membran komposit kitosan-selulosa, yang
diperlihatkan melalui peningkatan nilai
fluks membran tersebut. Setelah tercampur
semua, larutan tersebut didiamkan
semalaman. Proses pendiaman larutan
sebelum
dicetak
turut
berperan
menghasilkan membran yang baik. Hal
tersebut dikarenakan proses pengadukan
dapat menimbulkan gelembung udara.
Gelembung udara yang terperangkap pada
saat
pencetakan
membran
dapat
mengakibatkan lubang pada membran,
selain itu juga dapat menutupi pori
membran.
3.2. Uji Mekanik Membran
Uji kekuatan tarik membran kitosan
dilakukan pada suhu kamar.
Kekuatan tarik
membran
kitosan
dapat dilihat dari nilai Load yaitu nilai kuat
tegang membran pada saat
putus
dan
Stroke yaitu kekuatan regangan pada saat
putus yang dimiliki oleh membran kitosan.
Tabel 1. Data hasil uji kekuatan tarik
membran komposit kitosan
Membra
n
Kitosan
(%)
1
2
3
4
5
Teganga
n (Load)
(kgf)
ΔL
(mm)
0,1531
1,5816
1,8367
2,3980
2,8571
1,72
1,85
2,41
2,68
3,29
Reganga
n
(stroke)
(%)
2,86
3,08
4,02
4,47
5,48
Modulu
s Young
5,35
51,35
45,69
53,64
52,14
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
membran kitosan 1% memiliki kekuatan
tarik dan regangan yang rendah karena
pada membran kitosan 1% ukuran porinya
lebih besar dari membran yang lain,
sehingga menyebabkan struktur membran
menjadi rapuh. Kekuatan tarik pada saat
putus (tegangan) meningkat dengan
bertambah tingginya konsentrasi membran
kitosan. Membran kitosan 4% dan 5%
memiliki kekuatan tarik yang besar. Hal
tersebut dikarenakan strukturnya yang rapat
menyebabkan jarak antara molekul dalam
membran
semakin
rapat
sehingga
mempunyai kekuatan tarik yang besar. Hal
tersebut juga didukung dengan nilai
modulus young yang tinggi terutama pada
membran dengan konsentrasi 4%.
C - 172
Tabel 2. Data hasil uji kekuatan tarik
membran komposit kitosan
Membran
Kitosan
(%)
R1
R2
R3
R4
R5
Tegangan
(Load)
(kgf)
0,816
1,786
2,806
3,214
5,867
ΔL
(mm)
Regangan
(stroke) (%)
Modulus
Young
0,68
2,27
3,67
4,52
5,99
1,13
3,78
6,12
7,53
9,98
72,21
47,25
45,85
42,68
58,79
Dari tabel dapat dilihat bahwa
dengan bertambah tingginya konsentrasi
PVA, membran memiliki daya regang dan
fleksibilitas yang tinggi. Hal ini
disebabkan polivinil alkohol memiliki
struktur yang kristalin dimana molekulmolekulnya tersusun rapat, teratur, dan
saling berdekatan, sehingga interaksi tarik
menarik antar ikatan molekulnya menjadi
kuat dan dibutuhkan energi yang cukup
besar untuk memutuskan ikatan antar
molekulnya.
Berdasarkan nilai modulus young
kekuatan terbesar dimiliki oleh membran
dengan variasi kitosan:PVA 3%:1% yaitu
sebesar 72,21 kgf. Sedangkan pada
konsentrasi berikutnya nilai modulus
young cendering menurun, hal tersebut
disebabkan pada titik itulah sifat
keplastikan dari PVA mendominasi
membran sehingga memberikan kekuatan
yang cenderung menurun.
Melalui modulus young dapat
dibandingkan kekuatan dari membran
kitosan dan kitosan-PVA. Kekuatan
terbaik dimiliki oleh membran kitosanPVA dengan perbandingan 3%:1% yaitu
sebesar 72,21 kgf. Hal tersebut disebbkan
pada membran ini mengadung PVA yang
berfungsi sebagai penguat. Sedangkan
membran kitosan hanya mencapai 53,64
kgf, terdapat pada konsentrasi kitosan 4%.
3.3. Morfologi Mebran
Untuk
mengetahui
morfologi
membran, digunakan Scanning Electron
Microscopy
(SEM)
yang
dapat
memberikan informasi mengenai struktur
morfologi membran. Dengan SEM, juga
dapat diperoleh data mengenai ukuran pori
membran, sehingga dari hasil ini dapat
ditentukan standar keseragaman struktur
membran yang dapat digunakan (Mulder,
1991). Pengaruh konsentrasi
kitosan
terhadap morfologi dan struktur pori
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
membran kitosan tampak pada gambar 4.3.
Berdasarkan gambar tersebut, tampak
bahwa struktur pori-pori membran kitosan
1% lebih rapat dari pada membran kitosan
2% dan 3%. Pada
membran dengan
konsentrasi kitosan 2% dan 3% terlihat ada
sedikit molekul kitosan yang belum larut
sempurna sehingga menyebabkan adanya
gumpalan kering yang menutupi pori
membran.
Berdasarkan foto yang diperoleh dari
Scanning Elektron Miscroscopy (SEM ),
dapat diketahui ukuran pori membran,
yaitu sebagai berikut: (a) membran kitosan
1% mempunyai ukuran pori yang dapat
teridentifikasi adalah antara 0,6 µm sampai
1,3 µm, (b) untuk membran kitosan 2%
mempunyai ukuran pori yang dapat
teridentifikasi adalah antara 0,4 µm sampai
0,6 µm dan (c) membran kitosan 3%
mempunyai ukuran pori yang dapat
teridentifikasi adalah antara 0,1 µm sampai
0,3 µm. Pori-pori yang terbentuk
dipengaruhi oleh konsentrasi polimer
dalam larutan membran. Pada membran
kitosan 1% ukuran pori membran lebih
besar dibanding dengan membran 2% dan
3%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan
dalam membran, maka pori yang terbentuk
akan semakin kecil ukurannya. Tingginya
konsentrasi kitosan menyebabkan jarak
antar molekul dalam membran semakin
rapat, sehingga pori yang terbentuk
semakin kecil. Dilihat dari ukuran pori,
membran yang dihasilkan termasuk
membran
ultrafiltrasi.
Karakteristik
struktur membran ultrafiltrasi adalah
memiliki ukuran pori antara 0,001 µm – 2
µm (Mulder,1996).
(a)
C - 173
(b)
(c)
Gambar 1. Morfologi membran kitosan
Keterangan :
(a) Membran Kitosan 1%
(b) Membran Kitosan 2%
(c) Membran Kitosan 3%
Berdasarkan imaging yang diperoleh
dari
SEM
(Scanning
Elektron
Miscroscopy), dapat diketahui ukuran pori
membran kitosan-PVA. Pada gambar
tersebut tampak bahwa membran R-1
(Gambar a) mempunyai ukuran pori antara
0,8-1,6 µm, membran R-2 (Gambar b)
mempunyai ukuran pori yang dapat
teridentifikasi adalah 1,2 µm, sedangkan
untuk membran R-3 (Gambar c)
mempunyai ukuran pori antara 0,7-1,0 µm.
Dilihat dari ukuran pori yang terbentuk
pada membran, membran yang dihasilkan
masuk
dalam
rentang
membran
mikrofiltrasi.
Karakteristik
struktur
membran mikrofiltrasi adalah memiliki
ukuran pori antara 0,1 µm – 10 µm
(Mulder,1996).
Pada
penelitian
ini
tidak
menghasilkan membran yang masuk dalam
rentang membran ultrafiltrasi. Hal ini
dikarenakan penggunaan PEG sebagai
porogen jumlahnya di kontrol. Oleh karena
itu untuk penelitian selanjutnya dapat
dilakukan variasi konsentrasi PEG.
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
umpan. Hal tersebut dikarenakan fluks
merupakan standar dalam mengevaluasi
kinerja membran sebelum dan sesudah
digunakan.
Tahap pertama yang dilakukan untuk
mengukur
fluks
membran
adalah
melakukan proses kompaksi. Kompaksi
merupakan suatu proses deformasi mekanik
pada matriks polimer penyusun membran
yang mengakibatkan struktur pori membran
menjadi lebih rapat dan stabil. Proses ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
harga fluks yang konstan pada variasi
tekanan operasional yang diberikan yaitu 15 kg/cm2. Menurut Mulder (1996) jika gaya
dorong yang dikenakan konstan terhadap
membran maka nilai fluks membran akan
konstan setelah tercapai keadaan tunak.
Pengukuran nilai fluks dilakukan
dengan menampung volume permeat tiap
30 menit dalam gelas ukur. Dalam
pelaksanaan operasi membran digunakan
rhodamin B sebagai larutan umpan (feed).
Hubungan antara konsentrasi kitosan dan
fluks membran pada tekanan yang berbeda
ditunjukkan pada tabel berikut ini :
(a)
(b)
Tabel 3. Data hasil uji kekuatan tarik
membran komposit kitosan
Membran
M-1
(c)
Gambar 2. Morfologi membran kitosan
Keterangan :
(a) Membran Kitosan 1%
(b) Membran Kitosan 2%
(c) Membran Kitosan 3%
M-2
4.4. Karakteristik Kinerja Membran
Modul membran yang digunakan
pada penelitian ini berbentuk lingkaran
dengan luas efektif 38,465 cm2. Pada
bagian filter penyangga diletakkan kertas
saring sebagai support, untuk menjaga
ketahanan dari lembaran membran.
Pengukuran nilai fluks dilakukan
untuk mengetahui kemampuan membran
dalam melewatkan sejumlah volume
C - 174
M-3
M-4
Tekanan
(kg/cm2)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Fluks
(l/m2.jam)
16,0519
23,2727
29,0390
33,6104
38,3723
10,8745
13,9567
18,5974
23,5671
27,4459
5,0736
7,1688
10,4242
13,2468
17,8009
0,7273
1,0736
0,3636
-
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Pada tabel terlihat bahwa pada tiap
membran yang sama, semakin besar
tekanan yang diberikan, akan semakin
besar pula nilai fluks yang dihasilkan. Pada
pemberian tekanan 5 kg/cm2, dihasilkan
fluks yang lebih besar untuk tiap waktu
operasi dibandingkan dengan tekanan 1-4
kg/cm2 . Hal ini sesuai dengan gaya dorong
utama (driving force) dari operasi
membran. Peningkatan tekanan yang
diaplikasikan pada aliran umpan yang
melewati membran akan menyebabkan
ukuran pori-pori membran melebar dan
fluks yang dihasilkan pun semakin besar
seiring dengan pertambahan tekanan.
Konsentrasi polimer pembentuk
membran juga sangat mempengaruhi
karakter
membran yang terbentuk,
semakin tinggi konsentrasi polimer
pembentuknya maka membran yang
dihasilkan akan semakin padat sehingga
fluks membran akan semakin kecil
(Mulder 1996). Pada pembuatan membran
dalam penelitian ini konsentrasi kitosan
akan mempengaruhi nilai fluks dari
membran.
Hubungan antara konsentrasi PVA
dan fluks membran pada tekanan yang
berbeda ditunjukkan pada tabel.
Tabel 4. Data hasil uji kekuatan tarik
membran komposit kitosan-PVA
Membran
R1
R2
R3
R4
Tekanan
(kg/cm2 )
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
Fluks rata-rata
(L/m2.jam)
11,318
13,952
19,342
23,363
27,575
6,447
9,619
12,462
15,581
18,805
4,090
6,933
10,382
12,600
15,633
3,362
5,823
R5
3
4
5
1
2
3
4
5
8,545
10,191
11,612
1,057
2,738
4,298
5,078
6,759
Dari tabel 4 terlihat bahwa pada tiap
komposisi PVA yang sama, semakin besar
tekanan yang diberikan menghasilkan fluks
yang besar. Pada tekanan 5 kg/cm2
dihasilkan fluks yang lebih besar untuk
tiap waktu operasi dibandingkan dengan
pada tekanan 1-4 kg/cm2. Hal ini sesuai
dengan gaya dorong utama (driving force)
dari operasi membran. Peningkatan
tekanan yang diberikan pada membran
akan menyebabkan terjadinya deformasi
pada membran sehingga mengakibatkan
ukuran pori-pori. membran menjadi
melebar dan fluks yang dihasilkan pun
akan semakin besar.
Konsentrasi polimer pembentuk
membran juga sangat mempengaruhi
karakter membran yang terbentuk. Pada
penelitian ini, konsentrasi kitosan dan PEG
yang
digunakan dalam pembuatan
membran dibuat konstan sehingga PVA
menjadi material yang berpengaruh
terhadap kinerja membran. Dari tabel 4.3
dapat dilihat bahwa pada tiap tekanan yang
sama, semakin besar konsentrasi PVA
yang digunakan, akan semakin kecil fluks
yang dihasilkan. Membran R-5 dengan
konsentrasi PVA yang paling besar yakni
5% menghasilkan nilai fluks yang paling
rendah diantara membran R-1, R-2, R-3,
maupun R-4. Hal ini disebabkan karena
pada PVA konsentrasi tinggi, membran
yang dihasilkan memiliki struktur yang
semakin padat dan pori yang terbentuk
semakin berkurang.
4.5. Pengukuran Koefisien Rejeksi
Untuk pengukuran persen koefisen
rejeksi, hal-hal yang harus dilakukan
antara lain adalah penentuan panjang
gelombang maksimum, pembuatan kurva
kalibrasi, serta pengukuran absorbansi
permeat dan penentuan konsentrasi
permeat.
C - 175
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Sebelum dilakukan analisa persen
koefisien rejeksi membran, dilakukan
penentuan panjang gelombang maksimum
dari
rhodamin-B.
Adapun
tujuan
penentuan panjang gelombang maksimum
zat pewarna rhodamin-B ini adalah untuk
mengetahui daerah panjang gelombang
dimana terjadi serapan maksimum dari
rhodamin-B.
Absorbansi
0.4
membran diukur nilai absorbansinya
dengan
menggunakan
instrumen
spektrofotometer UV-Visible Genesys 10.
Nilai absorbansi permeat yang diperoleh
dimasukkan ke dalam persamaan regresi
dari kurva kalibrasi untuk mendapatkan
konsentrasi permeat, selanjutnya dapat
ditentukan koefisien rejeksi membran
dengan menggunakan persamaan di bawah
ini:
=1−
555
100%
0.3
0.2
0.1
0
490
500
510
520
530
540
550
560
570
580
590
600
610
Panjang Gelombang (nm)
Dimana Cp adalah konsentrasi
permeat dan Cf adalah konsentrasi larutan
umpan (rhodamin B 50 ppm).
Data koefisien rejeksi pada masingmasing
membran
dengan
tekanan
operasional 1-5 kg/cm2 ditunjukan pada
tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 5. Data hasil uji membran komposit
kitosan
Berdasarkan data spektra absorpsi
UV-Vis pada gambar 4.7 di atas, tampak
bahwa absorbansi maksimum rhodamin-B
terletak pada panjang gelombang 555 nm
dengan nilai absorbansi sebesar 0,330.
Membran
Absorbansi
Grafik 1. Spektra absorbansi rhodamin-b
pada daerah visible
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
M-1
M-2
y = 0.067x + 0.236
R² = 0.989
0
5
10
15
Konsentrasi (ppm)
M-3
Grafik 2. Kurva hubungan antara konsentrasi
larutan standar dengan Absorbansi
Dari grafik 2 diperoleh persamaan
garis lurus dengan y = 0,0676x + 0,2365,
yang
merupakan
hubungan
antara
konsentrasi dengan absorban. Nilai
absorban (Y) merupakan fungsi dari
konsentrasi (X).
Pada
penelitian
ini,
untuk
menentukan permselektivitas membran
kitosan yang dihasilkan, digunakan
rhodamin B dengan konsentrasi awal 50
ppm. Cairan permeat yang telah melewati
C - 176
Tekanan
(kg/cm2)
Rejeksi (%)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
45,40
40,82
39,86
29,69
26,83
70,33
55,20
41,04
36,63
28,95
88,27
85,23
82,14
78,51
74,57
Nilai koefisen rejeksi membran
semakin tinggi dengan bertambahnya
konsentrasi kitosan dalam membran.
Koefisien rejeksi membran kitosan 3%
lebih tinggi daripada membran kitosan 1%
dan 2%. Hal ini disebabkan oleh ukuran
dan jumlah pori-pori membran. Membran
3% memiliki jumlah pori-pori yang lebih
sedikit serta ukuran pori-porinya lebih
kecil dari membran 1% dan 2%, sehingga
makin banyak molekul rhodamin B yang
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
tertahan, akibatnya koefisien rejeksinya
juga makin tinggi. Pada membran kitosan
4%, volume permeat yang dihasilkan
jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak
dapat diukur koefisien rejeksinya. Begitu
juga untuk membran kitosan 5%, pada
membran ini tidak dihasilkan permeat
sehingga tidak dapat pula diukur koefisien
rejeksinya.
Tabel 5. Data hasil uji
kitosan-PVA
Membran
R1
R2
R3
R4
R5
Hal ini disebabkan karenanya adanya
gaya dorong yang besar menimbulkan
deformasi pada membran, sehingga
ukuran pori-pori membran melebar dan
partikel-partikel
rhodamin-B
yang
seharusnya
tertahan
dapat
lolos
melewati membran.
Pada tabel 4.5 nilai koefisien
rejeksi membran semakin tinggi dengan
bertambahnya konsentrasi PVA dalam
membran. Koefisien rejeksi membran
R-5 dengan konsentrasi PVA terbesar
yakni 5% lebih tinggi daripada
membran R-1, R-2, R-3, dan R-4. Hal
ini disebabkan pada membran R-5
memiliki jumlah pori-pori yang lebih
sedikit serta ukuran pori-porinya lebih
kecil, sehingga makin banyak partikelpartikel rhodamin-B yang tertahan,
akibatnya koefisien rejeksinya juga
makin tinggi.
membran komposit
Tekanan
(kg/cm2 )
Koefisien Rejeksi
rata-rata (%)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
50,305
46,542
39,194
31,517
27,332
74,209
68,584
52,998
39,865
34,479
82,878
79,775
59,334
49,905
43,278
85,260
82,227
64,640
58,273
54,690
91,136
89,665
86,762
83,408
79,585
Daftar Pustaka
Aryanto, A.Y. 2002. Pemanfaatan Khitosan dari
Limbah Kulit Udang (Crustacea) Sebagai
Bahan untuk Pembuatan Membran. Skripsi.
Fateta IPB Bogor.
Aziz, M.S. 2008. Role of Electrokinetic Parameters
on Asymetric Ultrafiltration Flux and Rejection
During
Separation
of
Bovine
Serum
Albumin.Tesis yang dipublikasikan. Malaysia:
Universitas Malaysia Pahang.
Chatterjee, D, Vidya, R, Anindita, S. 2007. Kinetics
of the decoloration of reactive dyes over visible
light-irradiated
TiO2
semiconductor
photocatalyst. Journal of Hazardous Materials
156 (2008) 435-441. Elsevier.
Gustiani, Srie., Sugiana, D. 2009. Teknologi
Bioreaktor Membran pada Pengolahan Limbah
Cair Tekstil Berwarna. Arena Tekstil. Vol. 24.
Hal 41-50.
Heru Pratomo Al. 2003. Pembuatan dan
Karakterisasi Membran Komposit Polisulfon
Selulosa Asetat Untuk Proses Ultrafiltrasi.
Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. Edisi
3. Tahun VIII.
I Dewa K. Sastrawidana., Bibiana W. Lay., Anas
Miftah Fauzi., Dwi Andreas Santosa. 2008.
Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi
Anaerobik-Aerobik
Menggunakan
Biofilm
Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah
Tekstil. Econtropic. Vol. 3, no 2. Hal. 74-80.
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa
bertambahnya tekanan operasi pada
jenis membran yang sama menghasilkan
nilai rejeksi yang semakin menurun.
Pada tekanan 5 kg/cm2 dihasilkan
koefisien rejeksi yang lebih kecil
dibandingkan pada tekanan 1-4 kg/cm2
untuk tiap jenis membran yang sama.
C - 177
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7
Surabaya, 25 Pebruari 2012
Meriatna. 2008. Penggunaan Membran Kitosan Mulder, M. 1991. Basic Principles of Membran
Untuk Menurunkan Kadar Logam Krom(Cr)
Technology. Netherlands: Khewer Academic
dan Nikel(Ni) Dalam Limbah Cair Industri
Publisher.
Pelapisan Logam. Tesis. Fakultas Teknik
Kimia, Universitas Sumatera Utara.
C - 178
Download
Study collections