PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) LAPORAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN KAWASAN PANTAI DAN PESISIR I. PENDAHULUAN Surabaya merupakan kota metropolitan yang berada di pesisir utara pulau Jawa dimana tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang tumbuh begitu cepat terutama untuk pembangunan sarana prasarana fisik seperti gedung perkantoran, industri, plaza, pasar, rumah sakit, hotel, restauran atau fasilitas publik lainnya. Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara maupun bahan-bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sampah organik dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan industri dan sebagainya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan wilayah pesisir. Jika dilihat dari sumber (asal) kejadianya, jenis kerusakan lingkungan ada yang dari luar wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu sendiri. Pencemaran berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman dan industri) yang terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas. Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya dan bencana alam. Sumber pencemaran perairan pesisir biasa terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment, unsur hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang). Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 1 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian, rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang terjadi kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih banding dan udang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir yaitu : 1. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan; 2. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi oseanografi setempat; 3. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan lingkungan perairan; 4. Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan; 5. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia; 6. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari depan; Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang atau proses saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada dengan bahan pencemar yang masuk kemudian. Oleh karena itu penting diketahui sifat fisik kimia bahan pencemar maupun perairan, dan kemungkinan terjadinya peningkatan pencemaran serta perusakan lingkungan. Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. Bahan buangan yang beracun perlu diberi perlakuan (treatment) terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai kondisi oseanografi yang memadai,. Industri-industri yang didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi. Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut di Surabaya merupakan isu yang penting untuk ditangani mengingat besarnya ketergantungan warga Surabaya terhadap sumberdaya pesisir dan laut untuk kelangsungan hidupnya. Tuntutan warga kota yang semakin meningkat telah mengakibatkan pengeksploitasian dan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut yang berlebihan di beberapa daerah pesisir. Disamping eksploitasi yang berlebihan, ancaman terhadap Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 2 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) lingkungan pesisir dan laut juga datang akibat pencemaran, baik dari darat maupun dari laut, serta teknik pemanfaatan yang menyebabkan kerusakan. Limbah cair domestik dan industri ( domestic and industrial sewage ) merupakan masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Surabaya. Hal ini umumnya disebabkan karena tidak atau kurang memadainya fasilitas untuk menangani dan mengelola limbah cair domestik dan industri. Sebagian besar pengembangan industri selama beberapa tahun yang lalu berlangsung juga di kawasan pesisir. Hal ini, diikuti dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, telah berakibat pada meningkatnya pencemaran di kawasan pesisir dan laut yang berasal dari proses produksi industri serta limbah domestik. Sebagai contoh air permukaan di kawasan pesisir Surabaya menunjukkan adanya limbah domestik dan industri dalam jumlah yang cukup besar yang berasal dari kegiatan di daratan di palung kali bratas. Rekreasi dan kepariwisataan menjadi aspek penting dalam peningkatan ekonomi nasional, khususnya bagi penduduk pesisir. Kegiatan – kegiatan ini tidak jarang mendorong kegiatan baru yang bersifat ekonomi dan meningkatkan pendapatan. Namun demikian, dampak lingkungan dari kegiatan – kegiatan ini tidak selalu positif. Buangan limbah dari hotel dan restoran di sepanjang pantai, serta meningkatnya permintaan air bersih dapat memberi ancaman berupa pencemaran dankerusakan lingkungan pesisir. Disisi lain, tidak ada atau kurangnya titik / tempat tambatan kapal ( ponton ) yang di persiapkan pada kawasan taman wisata alam laut, menyebabkan jangkar kapal sangat berpeluang merusak terumbu karang. Masalah pencemaran yang dikaitkan dengan pertanian adalah sedimentasi pestisida dan pupuk. Aliran air hujan di daerah pertanian juga banyak mengandung bahan makanan yang besar, seperti senyawa nitrogen yang jika sampai di perairan pesisir, dapat menyebabkan masalah eutropikasi. Budidaya pesisir menjadi tradisi penting selama bertahun – tahun. Dalam tiga dekade tercatat adanya kemajuan pesat di bidang ini, namun disayangkan juga disertai dampak yang merugikan. Dampaknya terhadap ekosistem akibat pemanfaatan yang berlebihan dapat berupa kerusakan fisik danpencemaran. Praktek penangkapan ikan yang salah, dengan menggunakan tuba, dinamit dan bahan beracun, masih terus dilakukan di beberapa daerah dan telah menyebabkan musnahnya trumbu karang dan ekosistemnya. Kerusakan habitat dibeberapa daerah pesisir Indonesia telah menyebabkan musnahnya tempat- tempat pengembangbiakan atau pembibitan berbagai organisme laut, atau menurunnya produktivitas habitat yang dimanfaatkan untuk bahan makanan dan Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 3 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) pelindung. Menurunnya hasil ikan tangkap di pesisir utara jawa bisa dilihat sebagai petunjuk kerusakan habitat, disamping karena penangkapan yang berlebih. Guna menentukan sistem yang tepat dalam mengelola kawasan pesisir Kota Surabaya yang terdiri dari pelabuhan, daerah wisata dan daerah konservasi maka Badan Lingkungan Hidup pada Tahun Anggaran 2010 melaksanakan pemantauan kondisi kualitas air laut yang nantinya akan dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun 2004 tentang Ralat Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. II. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dilaksanakan kegiatan penanggulangan dampak lingkungan ini antara lain : Dalam rangka pelaksanaan mandat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah maka daerah memiliki peluang besar untuk memanfaatkan, mengelola dan melindungi kawasan pesisir dan laut sejauh + 4 mil diukur dari garis pantai (sepertiga dari kewenangan propinsi); Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian dan Perusakan Laut; Sebagai upaya pemenuhan terhadap Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut; Memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebagai dasar penentu kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut serta pengembangan tata ruang kawasan pantai dan laut bagi kegiatan usaha masyarakat dengan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan serta pemberdayaan masyarakat dan peran serta swasta sebagai mitra pembangunan. Sasaran dilaksanakan kegiatan penanggulangan dampak lingkungan antara lain sebagai berikut 1. Tersedianya data kondisi kualitas air laut dikawasan pesisir dan pantai secara periodik 2. Tersedianya analisa terhadap sebab penurunan / peningkatan kondisi kualitas air laut dikawasan pesisir dan pantai. Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 4 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) III. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Informasi Keuangan Daerah 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah : 7. Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 197 Tahun 2004 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah kabupaten dan Daerah Kota 10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut 11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun 2004 tentang Ralat Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut; 12. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 15 Tahun 2005 tentang Organisasi Lembaga Teknis Kota Surabaya IV. SUMBER PENDANAAN Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dampak lingkungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran 2009 kode kegiatan 1.08.1.08.0100.23.0004 dengan nama kegiatan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir, sejumlah Rp. 332.838.719,- (Tiga Ratus Tiga Puluh Dua Juta Delapan Ratus Tiga Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Sembilan Belas Rupiah). Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 5 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) V. PELAKSANAAN KEGIATAN Guna menunjang kegiatan pengelolaan pesisir maka Pemerintah Kota Surabaya melalui Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya secara periodik melakukan monitoring kualitas air di 3 (tiga) kawasan perairan yaitu kawasan wisata bahari, kawasan pelabuhan dan biota laut. Untuk wisata bahari monitoring dilakukan 2 (dua) lokasi yaitu Pantai Kenjeran (Gunung Pasir) dan Pantai Kenjeran (pengasapan ikan). Monitoring terhadap kualitas air laut pelabuhan dilakukan pada lokasi Nilam Barat dan Nilam Timur. Pada Perairan biota laut titik pantau dilakukan pada muara sungai Wonorejo dan Teluk Lamong masing-masing dua lokasi. Kegiatan pengujian terhadap kualitas air laut dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 54 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut secara periodik dalam 4 triwulan. 1. Uji Sampling Air Laut untuk Wisata Bahari dilaksanakan di 2 lokasi 4 kali 2. Uji Sampling Air Laut untuk Perairan Pelabuhan dilaksanakan di 2 lokasi 4 kali 3. Uji Sampling Air Laut untuk Biota Laut dilaksanakan di 4 lokasi 4 kali Parameter yang dipantau sesuai dengan Kep. Men. Lingkungan No. 54 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Secara Umum pengambilan sampel air laut dilaksanakan pada siang hari ( 09.00 s/d 12.00 WIB) pada saat air pasang, dan tidak dilaksanakan pada Hari Hujan; Lokasi Sampel Kalilamong I dan II (Baku Mutu Biota) Kondisi gelombang relatif rendah ( tinggi rata-rata gelombang 0,2 m), arus ratarata harian sedang( kecepatan kurang dari 2 knot), perairan cukup dalam (lebih dari 22 m LWS), sedimentasi tinggi disekitar muara sungai, kondisi tanah kurang baik untuk pertanian, secara alami wilayah ini potensial untuk areal operasional pelabuhan Secara alami lokasi merupakan alur pelayaran kapal, volume lalu lintas kapal kecil cukup tinggi untuk melayani transportasi dari Pelabuhan Tanjung Perak ke pelabuhan lain termasuk ke wilayah pelabuhan umum Gresik dan Bangkalan, bebas ranjau laut Dengan laju sedimentasi yang tinggi menjadikan kawasan pantai digunakan sebagai areal perumahan nelayan, pergudangan serta kawasan berikat. Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 6 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Lokasi Sampel Dermaga Nilam Barat dan Timur (Baku Mutu Kawasan Pelabuhan) Kondisi gelombang relatif rendah ( tinggi rata-rata gelombang 0,3 m), arus ratarata harian deras( kecepatan 2 knot), perairan cukup curam sampai landai, sedimentasi rendah secara alami wilayah ini potensial untuk areal pelabuhan. Lokasi Dermaga Nilam Timur saat ini menjadi tempat sandar kapal besar dan kecil (kapal cargo dan kapal layar motor), terdiri atas pergudangan, serta tempat tempat bongkar muat bahan pokok (tepung terigu, beras, gula dll) , crude palm oil, dan baja. Lokasi Dermaga Nilam Barat terdiri dari Pegudangan dan bonkar muat Gas Cair serta tempat dok perkapalan besar dan kecil Lokasi Sampel Kenjeran pengasapan ikan dan Pulau Pasir (Baku Mutu Kawasan Wisata) Kondisi gelombang agak tinggi (tinggi maksimum 0,6 m) arus rata-rata harian sedang (kurang dari 2 knot), perairan relatif landai, kondisi tanah baik untuk pertanian sehingga lokasi ini menjadi lahan wisata. Lalu lintas kapal besar dan kecil relatif kecil sehingga potensi wisata dan olah raga laut berkembang dikawasan ini. Pada Wilayah ini perumahan cukup padat disepanjang pantai, terdapat lokasi IPAL pencucian Ikan bantuan dari Belanda, Tempat Pengasapan Ikan, serta industri kecil lainnya berbahan dasar hasil laut. Lokasi Sampel Muara kali Wonorejo dan UPN (Baku Mutu Biota) Gelombang relatif rendah (kurang dari 0,5 m), arus harian rendah (kecepatan kurang dari 1 Knot), perairan dangkal, kondisi tanah baik untuk pertanian secara alami daerah ini ditumbuhi mangrove disepanjang pantai dan berpotensi sebagai wilayah perikanan laut, dan pertambakan. Dengan terdapatnya sungai besar yang bermuara diwilayah ini dengan beban sedimen tinggi maka pertumbuhan garis pantai juga cukup cepat meningkatkan potensi perluasan lahan Secara umum kualitas air masih tergolong baik meski cenderung mengalami penurunan kualitas. Sepanjang sungai hingga muara seringkali menjadi tempat pembuangan limbah domestik (sampah, kotoran hewan, kotoran manusia, dll) Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 7 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) VI. HASIL UJI SAMPLING Inventarisasi data tentang baku mutu air laut tersebut dilakukan di 3 kawasan, yaitu di Perairan Pelabuhan, Wisata Bahari dan Biota Laut. Sampling dilakukan pada beberapa titik lokasi yang representatif, yaitu : 1. Nilam Barat dan Nilam Timur untuk kawasan perairan pelabuhan Secara umum, titik sampling ini adalah perairan dengan topografi cukup curam hingga landai; dermaga Nilam Barat dan Timur digunakan untuk tempat sandar kapal besar dan kecil (kargo dan layar motor) dengan spesifikasi penggunaan untuk pergudangan dan tempat bongkar muat bahan pokok (tepung terigu, beras, gula dll) serta CPO dan baja. 2. Kenjeran gunung pasir dan Kenjeran pengasapan ikan untuk kawasan wisata bahari Kondisi perairan relative landai dan mempunyai potensi menjadi wisata laut; arus lalu lintas kapal kecil ataupun besar cukup jarang sehingga potensi wisata dan olah raga laut berpotensi berkembang; perumahan cukup padat sepanjang pantai, bahkan masih terdapat lokasi IPAL pencucian ikan bantuan dari pemerintah Belanda ataupun industry kecil lainnya yang terkait dengan bahan dasar hasil laut. 3. Muara kali Gunung Anyar (UPN), muara kali Gunung Anyar (Wonorejo), Kali Lamong I dan II untuk Biota Laut Kondisi perairan, terutama di muara kali Gunung Anyar (baik UPN dan Wonorejo) cenderung dipengaruhi oleh kegiatan pertanian; vegetasi mangrove sepanjang pantai memberikan potensi wilayah tersebut sebagai daerah fishing ground. Kondisi limbah domestic hingga saat ini cukup memprihatinkan mengingat kesadaran masyarakat relative kecil. Kondisi ini memperburuk kualitas perairan sehingga timbul pencemaran bahan organic yang tinggi. Sedangkan di kali Lamong I dan II, secara alami merupakan lokasi alur pelayaran kapal dengan volume lalu lintas untuk kapal kecil cukup tinggi; laju sedimentasi cukup tinggi membuat daerah tersebut menjadi salah satu kawasan favorit untuk areal perumahan nelayan (ombak tidak tinggi) serta pergudangan. Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 8 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Parameter Plankton untuk Baku Mutu Air Laut Baku mutu air laut untuk ketiga kawasan tersebut memiliki ambang batas yang berbeda dan juga parameter yang relative berbeda pula. Hal ini didasarkan atas peruntukan perairan tersebut, seperti halnya perairan pelabuhan ataupun wisata bahari yang tidak memerlukan pengambilan data parameter plankton (phytoplankton dan atau zooplankton). Namun, jika tinjauannya berdasarkan biota laut, maka parameter plankton menjadi salah satu parameter yang dianggap cukup penting keberadaannya. Oleh karena itu, bahasan baku mutu air laut menjadi bervariasi tergantung pada peruntukannya. Peruntukan perairan pelabuhan dan wisata bahari mempunyai kaitan erat dengan kondisi fisik kimia sebagai salah satu parameter uji untuk menyatakan kondisi lingkungan dilokasi tersebut. Sementara peruntukan biota laut mempunyai kaitan erat dengan kontinuitas kehidupan biota laut yang saling berhubungan satu sama lain dengan konsep tinjauan komunitas. Peruntukan perairan untuk biota laut mempunyai keterkaitan erat dengan salah satu parameter penting dalam tinjauan komunitas, yaitu produsen primer. Produsen primer perairan adalah phytoplankton. Dengan mengetahui secara lebih detail kondisi phytoplankton di perairan tersebut maka kualitas lingkungan untuk biota laut secara tidak langsung dapat diprediksi. Oleh karena itulah, dalam KepMenLH no.51/2004 ditambahkan parameter plankton sebagai salah satu parameter biologi selain bakteri koliform. Parameter plankton di tinjau dari baku mutu perairan diharapkan tidak mengalami blooming (pertumbuhan yang berlebihan yang dipengaruhi oleh nutrient, cahaya, suhu, kecepatan arus dan ketidakstabilan plankton itu sendiri). Phytoplankton adalah produsen primer perairan yang mempunyai peran tinggi dalam menjaga kestabilan komunitas biota laut. Tanpa adanya phytoplankton maka dapat dipastikan tidak akan ada kehidupan di laut. Sebagai produsen primer utama perairan, maka phytoplankton mempunyai kemampuan untuk menghasilkan energy dengan cara melakukan proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis inilah yang akan digunakan oleh struktur trophik lebih tinggi (zooplankton, ikan kecil, hingga ikan besar) sebagai sumber energy utama mereka. Salah satu parameter untuk menyatakan bahwa phytoplankton tersebut sesuai dengan peruntukannya adalah dengan melihat kategori blooming. Kondisi blooming untuk plankton tertentu yang berpotensi HABs (Harmful Algal Blooms) apabila kelimpahannya mencapai >5000 individu/liter. Untuk mengetahui posisi kondisi lingkungan perairan di Surabaya berdasarkan parameter blooming di muara Gunung Anyar dan UPN serta Kali Lamong I dan II, disajikan pada table berikut : Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 9 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Table 1. Jumlah takson, kelimpahan individu/liter dan indeks diversitas phytoplankton setiap triwulan pada empat lokasi sampling sepanjang tahun 2010 LOKASI SAMPLING Triwulan I (pebruari) S ∑ H’ ind 8 720 1,75 Triwulan II (mei) S ∑ H’ ind 14 990 2,52 Muara kali GA (UPN) Muara kali GA 9 803 1,87 11 1466 2,23 (Wonorejo) Muara kali 8 1090 1,28 8 468 1,77 Lamong I Muara kali 8 930 1,39 8 454 1,73 Lamong II Keterangan : S = jumlah takson/spesies ∑ ind = jumlah individu per liter H’ = indeks diversitas (Shannon Wiever) Triwulan III (juli) S ∑ H’ ind 8 684 1,75 Triwulan IV (nopember) S ∑ H’ ind 8 941 1,77 9 770 1,85 9 843 1,89 15 3096 2,16 8 794 1,73 14 2281 2,12 8 892 1,88 Table diatas menunjukkan bahwa jumlah spesies yang diperoleh sepanjang tahun 2010 dalam empat triwulan tersebut berkisar 8 – 15, dengan kelimpahan individu antara 454 – 3096 dan nilai indeks diversitas 1,28 – 2,52. Jika dikaitkan dengan KepMenLH no.51/2004 lampiran 3 dengan parameter baku mutu plankton yang tidak blooming, maka kondisi perairan di Surabaya dapat dikatakan sudah memenuhi nilai ambang batas tersebut karena jumlah individu untuk seluruh spesies tertinggi hanya 3096 individu/liter, yang belum tentu seluruh spesies tersebut termasuk kategori spesies plankton penyebab HABs. Sementara jika ditinjau dari nilai indeks diversitas atau keanekaragamannya, maka kisaran nilai terendah adalah 1,28 dan tertinggi adalah 2,52. Jika mengacu pada kriteria kondisi perairan seperti yang tertera pada hasil laporan hasil pengujian oleh pihak Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL) Surabaya, maka kondisi perairan Surabaya termasuk pada kondisi tercemar sedang hingga belum tercemar. Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 10 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Table 2. Indeks Kriteria kondisi perairan berdasarkan nilai indeks diversitas plankton Indeks diversitas >2,0 2,0 – 1,6 1,5 – 1,0 <1,0 Derajat pencemaran Belum tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat Namun, jika melihat kecenderungan nilai indeks diversitas seluruh lokasi sampling selama empat triwulan menunjukkan bahwa kondisi perairan Surabaya termasuk kategori tercemar ringan. Hal ini dipertegas dengan nilai indeks diversitas yang masuk kategori 2,0 – 1,6 sekitar 10 dari 16 kali sampling. Tetapi, sekali lagi penegasan pencemaran cukup sulit untuk dijelaskan disebabkan oleh apa, karena data fisik kimia mempunyai variasi yang cukup beragam. Dan apabila melihat pada inti baku mutu air laut berdasar biota laut, sebenarnya penegasan pencemaran bukan tujuan utama, melainkan dititikberatkan pada kondisi struktur komunitas plankton itu sendiri. Dengan mengacu pada struktur komunitas plankton, maka prediksi kondisi ekosistem di perairan laut tersebut dapat diperkirakan. Jika kondisi struktur komunitas mengarah pada kondisi yang baik, maka plankton sebagai penyedia energy dan makan bagi struktur trophik yang lebih tinggi dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya karena telah didukung oleh komponen dasar penyusun ekosistem yaitu produsen primer (phytoplankton). Kategori komponen dasar penyusun ekosistem atau phytoplankton yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perairan yang sesuai dengan biota laut adalah dengan melihat kestabilan struktur komunitasnya. Wibisono (2005) memberikan suatu criteria terkait dengan nilai indeks diversitas phytoplankton yang didasari pada kestabilan struktur komunitasnya, seperti dibawah ini : Tabel 3. Kualitas perairan menurut indeks diversitas fitoplankton dan zooplankton Indeks Keanekaragaman > 2.41 1.81 – 2.40 1.21 – 1.80 0.61 – 1.20 < 0.60 Kondisi struktur komunitas Sangat stabil Lebih stabil Stabil Cukup stabil Kurang stabil Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 Kategori Skala Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk 5 4 3 2 1 11 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Jika mengacu pada kriteria pada table 3 diatas, maka kondisi perairan Surabaya diprediksi stabil hingga sangat stabil berdasar kondisi struktur komunitasnya. Artinya, komponen penyusun utama perairan dari golongan plankton dianggap mampu untuk menopang struktur trophik diatasnya karena kedudukan masing-masing spesies plankton dalam struktur trophik tidak didominasi oleh spesies-spesies tertentu yang apabila spesies-spesies tersebut tidak ada dalam komunitas tersebut akan berimbas kurangnya sumber makanan bagi struktur trophik diatasnya. Namun, dengan kriteria stabil hingga sangat stabil, menunjukkan bahwa setiap spesies mempunyai kedudukan yang sama pentingnya bagi kelangsungan jaring-jaring makanan. Sehingga apabila terjadi ketiadaan spesies tertentu, masih dapat digantikan oleh spesies plankton yang lain. Parameter Bakteri Coliform untuk Baku Mutu Air Laut Bakteri koliform adalah sekelompok bakteri Gram negative berbentuk batang yang bersifat aerob atau anaerob fakultatif dan tidak membentuk spora. Kebanyakan bakteri koliform berasal atau habitatnya adalah saluran pencernaan mahkluk hidup berdarah panas, seperti manusia dan hewan. Walaupun tidak semua bakteri koliform berbahaya terhadap kesehatan manusia dan hewan, tetapi karena bakteri koliform ada di saluran pencernaan dan feses makhluk hidup, bakteri ini berasosiasi dengan mikroorganisme pathogen lain yang juga hidup di habitat yang sama. Adanya keterkaitan ini, bakteri koliform menjadi salah satu parameter kualitas air yang menunjukkan adanya kontaminasi anthropogenic pollutan berupa feses manusia dalam suatu perairan. Walaupun parameter ini sebenarnya masih bias, karena ada juga anggota kelompok bakteri koliform yang habitatnya adalah air dan sedimen. Intepretasi yang dapat diambil dari parameter bakteri koliform ini adalah apabila dalam suatu perairan mengandung lebih dari 200 koloni per 100 ml sample, maka probabilitas keberadaan mikroorganisme pathogen yang berasosiasi dengan bakteri koliform di perairan tersebut juga tinggi. Mikroorganisme patogen tersebut berpotensi menyebabkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan pencernaan, seperti disentri, hepatitis dan tifus. KepMenLH no.51/2004 menyebutkan bahwa baku mutu adalah 1000 jpt/100 ml. Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 12 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) Tabel 4. Konsentrasi bakteri koliform di 3 kawasan perairan di Surabaya pada 4 triwulan pengukuran. Kawasan Wisata Bahari Perairan Pelabuhan Biota Laut Titik Sampling Total bakteri koliform (jpt/100 ml) I II III IV Kenjeran, Gunung Pasir 4.5X102 2.4X104 1.6X105 2.4X104 Kenjeran, pengasapan 2.1X102 1.3X104 1.6X105 4.5X105 ikan Nilam Barat 4.9X103 3.3X103 <7.9X103 4.5X102 Nilam Timur 2.4X103 2.3X102 3.5X104 4.5X102 Gn.Anyar-Kali UPN 1.6X106 1.6X106 3.5X105 1.6X105 5 4 6 Gn.Anyar-Kali Wonorejo 3.5X10 1.6X10 >1.6X10 1.6X105 Kali Lamong-1 5.4X105 1.7X106 1.3X102 7.9X103 4 6 3 Kali Lamong-2 4.9X10 1.1X10 2.3X10 1.6X105 Tabel 5. Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) di kawasan perairan di Surabaya pada 4 triwulan pengukuran. Kawasan Wisata Bahari Biota Laut Titik Sampling Oksigen terlarut (DO) (mg/l) I II III IV Kenjeran, Gunung Pasir 6.27 5.73 2.07 4.69 Kenjeran, pengasapan ikan 6.05 7.79 1.68 6.23 Gn.Anyar-Kali UPN 1.53 0.7 1.68 1.55 Gn.Anyar-Kali Wonorejo 3.8 5.83 2.07 2.01 Kali Lamong-1 6.24 6.12 5 1.21 Kali Lamong-2 5.82 6.55 6.27 0.77 Dari kompilasi data triwulan (Tabel 4), terdeteksi bahwa jumlah bakteri koliform di tiga kawasan tersebut di atas telah melewati ambang batas walaupun rata-rata kandungan oksigen terlarut yang ada di perairan tersebut berada di bawah ambang batas (Tabel 5). Tingginya jumlah bakteri koliform dan rendahnya oksigen terlarut dapat digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut telah terkontaminasi feses makhluk hidup (manusia dan hewan). Karena bakteri koliform yang berasal dari saluran pencernaan makhluk hidup adalah kebanyakan bersifat anaerob fakultatif, contohnya bakteri Escherichia coli. Artinya bakteri koliform anaerob fakultatif tidak mutlak membutuhkan oksigen untuk respirasinya. Dalam kondisi oksigen rendah konsentrasinya, Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 13 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) bakteri koliform anaerob fakultatif masih dapat bertahan hidup dan berkembang biak karena dapat melakukan fermentasi untuk konservasi energi. Data ini relevan dengan titik sampling di masing-masing kawasan sangat berdekatan dengan kawasan hunian dan aktifitas harian manusia yang berpotensi sebagai sumber pencermaran, terutama untuk kawasan biota laut di Gunung Anyar. Data ini juga dapat diintepretasikan bahwa jumlah mikroorganisme pathogen yang berasosiasi dengan bakteri koliform juga tinggi, sehingga manusia yang kontak dengan air ini perairan ini beresiko terserang penyakit pencernaan. Mengingat salah satu peruntukan kawasan tersebut adalah untuk kawasan wisata bahari (perairan Kenjeran), maka perairan di kawasan tersebut perlu dikelola secara maksimal sehingga anthropogenic pollution (polutan yang dihasilkan oleh aktifitas manusia) dapat dieliminasi semaksimal mungkin. VII. Kesimpulan & Saran Sesuai hasil analisa sampel yang telah dilakukan pada tahun 2010 dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa kualitas air laut di Kota Surabaya mengalami pencemaran sedang. Pencemaran ini pada umumnya disebabkan karena tingginya bakteri koliform dan rendahnya oksigen terlarut yang pada umumnya digunakan sebagai indikator bahwa perairan tersebut telah tercemar urine dan feses makhluk hidup, sehingga perlu diadakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kualitas air laut. Surabaya, Desember 2010 Kepala Sub Bidang Investigasi dan Evaluasi Mengetahui, Kepala Bidang Penanggulangan Dampak Lingkungan Ir. ANTHO HANDIONO, MM. Penata Tingkat I NIP. 19700118 199602 1 001 Ir. SURTAULI SINURAT, MM Pembina Tingkat I NIP. 19600830 199010 2 001 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir 2010 14