Diah Setyowati Ayuningtyas, Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Antara Intensi HUBUNGAN ANTARA INTENSI UNTUK MEMATUHI RAMBU-RAMBU LALU LlNTAS DENGAN PERILAKU MELANGGAR LALU LlNTAS PADA SUPIR BUS 01 JAKARTA Diah Setyowati Avuningtyas, Guritnaningsih A, Santoso Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak Berdasarkan fenomena sehari-hari dapat dilihat bahwa banyak pengendara yang melanggar tanda-tanda lalu lintas. Tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas ini merupakan salah satu contoh dari tingkah laku mengendara agresifyang dapat membahayakan penggunajalan lainnya. Salah satu faktor internal yang menyebabkan munculnya tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas adalah tidak adanya intensi untuk mematuhi tanda­ tanda lalu lintas. Intensi merupakan indikasi mengenai besarnya usaha yang dikeluarkan individu untuk melakukan suatu tingkah laku. Responden penelitian berjumlah 55 orang pengendara bus di Jakarta yang diambil secara insidental. Alat ukur yang digunakan adalah dua buah kuesioner, yaitu (1) kuesioner intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas; (2) kuesioner tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Kedua kuesioner ini menggunakan skala dengan empat kategori respon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan terbalik antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas, artinya semakin tinggi intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas maka semakin rendah tingkah laku melanggar tanda­ tanda lalu lintas. Kata Kunci: Intensi, Tingkah Laku, Aggressive Driving, Kepatuhan Pendahuluan Oi usianya yang sudah lebih dari 400 tahun ini, Jakarta masih memiliki permasalahan besar yang sampai saat ini belum terselesaikan dengan baik, yaitu kemacetan. Jakarta sebagai kota metropolitan merupakan kota yang menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama dalam bidang lapangan kerja, bisnis, dan ekonomi. Tersedianya berbagai macam fasilitas di Jakarta membuat semua orang berbondong-bondong datang ke Jakarta, baik untuk menetap maupun mencari nafkah. Hal tersebut menyebabkan mobilitas di Jakarta sangat tinggi. Mobilitas tersebut tidak hanya dilakukan oleh penduduk yang menetap di Jakarta sendiri, melainkan juga oleh penduduk yang tinggal di kota satelit seperti Bekasi, Bogar, dan Tangerang. Selain digunakan untuk perjalanan dalam kota, Jakarta juga dijadikan sebagai jembatan bagi perjalanan luar kota ataupun distribusi barang dari pulau Jawa ke pulau Sumatra dan sebaliknya. Jakarta, sebagai ibu kota Republik Indonesia, merupakan kota yang memili­ ki penduduk terpadat dibandingkan 1 JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007 tanda (sen), tidak memperhatikan jarak aman, melanggar rambu lalu lintas, dan sebagainya (NYS Department of Motor Vehicles, 2005). Joint (1995) menyebutkan bahwa kepadatan merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi aggressive driving pengendara. Kepadatan yang terjadi di Jakarta menjadi salah satu pemicu pengemudi untuk bertingkah laku agresi pada saat ia mengendarai. Hal tersebut semakin membuat kondisi jalan yang sudah macet karena padat semakin semrawut. Salah satu tingkah laku agresi yang paling sering dilakukan oleh pengendara adalah melanggar tanda-tanda lalu lintas ("Merlndukan," 2005). Pemerintah melalui Departemen Perhubungan, bekerja sama dengan Dinas Lalu Lintas Jalan Raya dan Polisi Lalu Lintas telah membuat berbagai macam tanda­ tanda lalu lintas yang berfungsi untuk mengatur kelancaran dan ketertiban serta keselamatan para pengguna jalan. Semua ini diatur dalam sebuah Undang­ Undang no 14 tahun 1992 mengenai lalu lintasdan angkutall jalall. Berdasarkan undang-undang no 14 tahun 1992, tanda-tanda lalu Iintasdibagi menjadi 3 golongan, yaitu isyarat lampu lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas, dan marka jalan. Tiap-tiap golongan tanda­ tanda lalu Iintas memiliki berbagai jenis. Kesemua jenis tanda-tanda lalu lintas itu harus dipatuhi oleh semua pengendara dan pejalan kaki lainnya. Jika tidak dipatuhi, maka akan d;~erikan sanksi oleh p~tugas yang berwenang. Tata cara pemberian sanksi kepada pengendara juga diatur dalam undang­ undang ini. Tlngkah laku individu dipengaruhi oleh besarnya intensi (niat) individu untuk melakukan tingkah laku itu (Fishbein dan Ajzen, 1975). Intensi kota-kota lain di Indonesia. Hal ini menyebabkan ruang gerak di Jakarta menjadi terbatas (sempit). Kepadatan penduduk dan tingginya mobilitas di Jakarta, menimbulkan masalah lalu Iintas.Jumlahkendaraanyangmeningkat setiap harinya tidak diiringi dengan tersedianya jalan di Jakarta. Akibatnya kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas terjadi di berbagai tempat. Di sisi lain, fasilitas umum yang disediakan untuk bertransportasi di Jakarta tidak memadai dan kondisinya pun sangat memprihatinkan ("Kendaraan," 2003). Tidak heran jika banyak penduduk yang lebih memilih untuk menggunakan kendaran pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Sempitnya ruang gerak, tingginya mobilitas penduduk, dan jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan jumlah jalan yang disediakan, mengakibatkan kemacetan lalu Iintas di Jakarta tidak dapat dihindarkan. Kemacetan yang mLincul di berbagai tempat itu memberikan tekanan tersendiri bagi pengemudi. Ketika macet pengemudi harus lebih berkonsentrasi karena jarak antar kendaraan sangat sempit. Selain itu. pengemudijuga harus siap siaga untuk selalu menginjak pedal gas dan rem karena pengemudi tidak .tahu kapan kendaraan di depannya maju dan berhenti. Sementara itu, tekanan lain di luar situasi jalan, seperti tekanan waktu, juga menambah beban pengemudi saat berkendara. Tekanan­ tekanan tersebut dapat membuat pengemudi frustasi dan kemudian menimbulkan agresi yang ditampilkan dalam tingkah laku agresi ketika mengendarai (aggressive driving). Tingkah laku agresi yang dilakukan pengemudi pada saat mengendarai bermacam-macam, se-perti memotong atau berpindah jalur tanpa memberi 2 Diah Setyowati Ayuningtyas. Guritnaningsih A. Santoso: HUbungan Antara Intensi merupakan aspek motivasional individu yang mempengaruhi terlaksananya suatu perilaku. Intensi adalah indikasi mengenai besarnya usaha yang dikeluarkan individu untuk melakukan suatu perilaku. Begitu pula dalam hal berlalu lintas. Tingkah laku individu untuk mematuhi tanda-tanda lalu Iintas juga dipengaruhi oleh besarnya intensi individu untuk melakukan tingkah laku tersebut. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan tingkah laku (Ajzen, 1988). Oleh karena itu, semakin besar intensi pengendara untuk mematuhi tanda­ tanda lalu lintas, maka kecenderungan individu untuk menampilkan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas akan semakin kecil. Ada tiga faktor yang saling berkaitan dalam membentuk intensi individu untuk bertingkah laku, yaitu sikap (Fishbein & Ajzen, 1975), norma subyektif (Fishbein &Ajzen, 1975) serta perceived behavior control (Ajzen, 1988). Ketiga faktor ini akan dipengaruhi oleh belief masing­ masing individu. Belief merujuk kepada semua informasi yang dimiliki individu mengenai suatu objek, yang dalam hal ini adalah suatu perilaku (Fishbein &Ajzen, 1975). Dalam intensi untuk melakukan tingkah laku, belief berperan sebagai pembentuk sikap, norma subyektif dan perceived behavior control. FishbeindanAjzen (1975)mengatakan bahwa individu akan melakukan suatu perilaku jika ia memiliki intensi untuk melakukan perilaku tersebut. Jika keinginan untuk bertingkah ;aku dikatakan sebagai tujuan (goal), maka intensi dianggap sebagai rencana untuk mencapai tujuan. yaitu melakukan suatu tingkah laku (Ajzen, 1988). Namun. memiliki intensi tidak menjamin tujuan akan tercapai (Heckhausen dan Gollwitzer dalam Gillholm, Erdeus & Garling, 1996). Berarti, jika seorang pengendara sudah memiliki intensi untuk mematuhi tanda-tanda lalu Iintas belum menjamin tingkah laku mematuhi tanda-tanda lalu lintas akan muncul. Hal ini dapat terjadi karena pada saat individu merniliki suatu intensi untuk bertingkah laku, individu terkadang belum menentukan bagaimana, kapan, dan dimana tingkah laku akan dilaksanakan (Heckhausen dan Gollwitzer dalam Gillholm, Erdeus & Garling, 1996). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gollwitzer (dalam Gillholm, Erdeus & Garling, 1996), kemungkinan munculnya tingkah laku lebih besar pada individu yang ketika ia memiliki intensi individu juga menentukkan bagaimana, kapan, dan dimana tingkah laku akan dilaksanakan dibandingkan dengan individu yang ketika ia memiliki intensi individu belum menentukan cara, waktu, dan tempat akan dilaksanakannya tingkah laku. Mengingat memiliki intensi belum menjamin munculnya tingkah laku, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara intensi dan tingkah laku. Pertimbangan lain bagi penulis untuk meneliti hal ini karena studi untuk menganalisis kondisi lalu lintas selama in; lebih banyak dilakukan dari sudut pandang sistem transportasi, seperti pengaturan lampu lalu lintas, rambu lalu Iintas; gangguan di jalan raya berupa po!usi lingkungan yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor (kadar emisi), dan lain sebagainya. Studi dari sudut pengguna jalan sendiri, khususnya pengemudi, belum banyak dilakukan. Padahal kelancaran ataupun gangguan yang terjadi di jalan merupakan hasil perilaku manusia sebagai pengguna jalan, baik pengemudi kendaraan maupun pejalan kaki. Responden dalam penelitian Inl adalah pengendara (supir) bus kota di 3 JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007 memandang intensi sebagai suatu kesatuan, bukan sesuatu yang terdiri dari tiga faktor, yaitu sikap, norma subyektif, dan perceivedbehaviorcontro/, sehingga pengukuran terhadap tiga faktor tersebut tidak dilakukan. Pengukuran tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas menggunakan kuesioner tingkah laku didasarkan pada Undang-Undang No 14 tahun 1992 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan serta berdasarkan hasil observasi langsung di jalan-jalan protokol di Jakarta. Data yang didapat dari penelitian ini akan diolah dengan menggunakan metode korelasi untuk mengetahui hubungan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas pada pengendara bus kota di Jakarta. Jakarta. Penulis memilih pengendara bus kota karena bus kota sebagai angkutan massal, juga tidak terlepas dari pelanggaran lalu Iintas. Berdasarkan fenomena yang dapat dilihat setiap harinya, bus kota merupakan kendaraan yang secara nyata banyak melakukan tindakan agresif saat berkendara. Padahal, pengendara bus kota seharusnya menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan penumpangnya. Namun, hal itu sepertinya tidak diperhatikan oleh sebagian besar pengendara bus di Jakarta. Tingkah laku agresifyang secara nyata dapat dilihat oleh pengendara bus kota adalah melanggar tanda­ tanda lalu lintas. Pengendara bus kota sering kali menurunkan penumpang di bawah rambu larangan berhenti (stop). Selain itu, pengendara bus kota juga sering melanggar lampu lalu lintas. Bus kota cenderung tetap berjalan ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Tingkah laku-tingkah laku tersebut dapat membahayakan pengendara lain dan penumpang yang ada di dalamnya. Hal inilah yang menjadi pertimbangan penulis memilih pengendara bus kota sebagai responden dalam penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan metode field study. Artinya, penelitian ini dilaksanakan saat tingkah laku sedang berlangsung. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang akan mengukur intensi mematuhi tanda­ tanda lalu lintas serta kuesioner yang akan mengukur tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Pengukuruan intensi mematuhi tanda­ tanda lalu lintas dilakukan dengan menggunakan kuesioner intensi yang mengacu kepada teori Fishbein & Ajzen (Fishbein & Ajzen. 1975; Ajzen, 1988). Namun, pada kuesioner ini peneliti Permasalahan Penelitian Masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah terdapat hubungan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda­ tanda lalu lintas pada pengendara bus di Jakarta?" Tinjauan Kepustakaan Aggressive Driving Menurut NYS Departement of Motor Vehicles Governor's Traffic Safety Committee (2005) aggressive driver adalah: "Operates a motor vehicle in a selfish, bold or pushy manner, without regard for the rights or safety of other users of the streets and highways." (NYS Departement of Motor Vehicles Committee, 2005) Definisi ini merujuk kepada cara seseorang mengendarai kendaraannya tanpa menghormati keselamatan pengguna jalan lainnya. Definisi aggressive driving yang diberikan oleh 4 Diah Setyowati Ayuningtyas, Guritnaningsih A. Santoso: HUbungan Antara Intensi Martinez (dalam Indriastuti, 1998) tidak hanya memfokuskan kepada niat pengendara untuk melukai pengendara lain, tetapijuga berbagai macam tingkah laku mengendarai yang dapat beresiko bagi pengendara dan pengguna jalan lainnya. Martinez (dalam Indriastuti, 1998) mendefinisikan aggressive driving sebagai: "driving behavior that endangers or is likely to endanger people or property". Including a broad spectrum of driving behaviors, ranging from risky driving and escalating to dueling and violence on the road" (Martinez dalam Indriastuti, 1998; hal 37) Jadi, dari berbagai definisi yang telah dijabarkan sebelumnya dapat disirnpulkan bahwa aggressive driving merupakan berbagai macam tingkah laku yang dilakukan pengendara pada saat mengemudi, yang dapat mernbahayakan penggunajalan lainnya, kendaraan lain atau berbagai macam properti yang terdapat di jalan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aggressive driving dapat bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pengendara. Faktor internal yang dapat menyebabkan munculnya aggressive driving diantaranya mood, usia dan jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup, sikap pengendara, dan intensi. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar pengendara atau faktor yang berasal dari Iingkungan. Cannel dan Joint (1996) menyebutkan beberapa faktor lingkungan yang dapat menimbulkan aggressive driving, diantaranya: kebisingan, temperatur, overcrowding, dan territoriality. NYS Department of Motor Vehicles Governor's Traffic Safety Committee (2005) menjelaskan bahwa aggressive driving dapat dikarakterisasikan dengan berdasarkan pelanggaran lalu lintas, seperti: pelanggaran batas kecepatan, perpindahan jalur kendaraan secara tidak aman, melanggar tanda-tanda lalu lintas, jarak dengan kendaraan lain yang terlalu dekat, tidak memberikan sen ketika berpindah jalur, dan cara mengendarai yang mengganggu. Kepatuhan Terhadap Tanda-Tanda Lalu Lintas Menurut Baron & Byrne (2000), kepatuhan merupakan bentuk dari pengaruh sosial dimana individu dirninta untuk melakukan sesuatu, dan individu tersebut pun melakukannya. Sedangkan Deaux, Dane & Sigelman (1993) menyebutkan kepatuhan tnerupakan bentuk khusus dari permintaan, dimana respon dari permintaan ditunjukkan secara langsung. Individu mematuhi suatu perintah karena figur yang memerintahkan memiliki otoritas tertentu (Deaux, Dane & Sigelman, 1993; Corsini, 2002; Bartoli, 2003; Bernstein, Penner, CI<;lrke-Stewart, & Roy, 2004). Figur otoritas tidak hanya berupa individu, tetapi juga dapat berupa suatu aturan, seperti hukum, kitab suci dan rambu-rambu lalu lintas Deaux, Dane & Sigelman, 1993; Corsini, 2002; Pritchard, 2003). Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan merupakan perubahan opini, penilaian, tingkah laku karena adanya perintah atau permintaan dari figur otoritas seperti individu dengan kedudukan yang lebih tinggi, hukum, peraturan, kitab suci, rambu-rambu lalu lintas dan lain sebagainya. Berdasarkan undang-undang no 14 tahun 1992 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, tanda-tanda lalu Iintas 5 JPS VoL. 13 No. 01. Januari 2007 dibagi menjadi 3 golongan, yaitu isyarat lampu lalu Iintas, rambu-rambu lalu lin~as dan marka jalan. Tanda-tanda lalu Iintas merupakan perlengkapan jalan yang berfungsi untuk menjaga keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas. Tiap-tiap golongan tanda-tanda lalu lintas memiliki berbagai jenis dan pengguna jalan wajib mematuhi ketiga golongan tanda-tanda lalu lintas ini. dengan perilaku dan dapat memprediksi perilaku tersebut dengan derajat . ketepatan yang tinggi. Namun seiring dengan berjalannya waktu, intensi untuk melakukan suatu perilaku dapat berubah. Semakin lama waktu yang berlalu semakin besar kemungkinan terjadinya berbagai kejadian yang tidak terduga yang dapat merubah intensi. Pengukuran intensi yang dilakukan setelah terjadinya perubahan intensi tidak dapat menjadi prediktor yang baik terhadap munculnya perilaku. Oleh karena itu, dapat disimplJlkan bahwa ketepatan prediksi terhadap perilaku akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu antara pengukuran intensi dengan dilaksanakannya suatu perilaku.· Sebaliknya, derajat korelasi yang tinggi antara perilaku dan intensi dapat diharapkan jika rentang waktu antara pengukuran dan waktu untuk dilakukannya perilaku kecil (Ajzen, 1988). Ada tiga faktor yang mempengaruhi intensi individu untuk bertingkah laku, yaitu sikap, norma subyektif, dan perceivedbehaviorcontrol. Sikapindividu terhadap obyek perilaku ditentukan oleh evaluasi individu terhadap konsekuensi dari perilaku serta kuatnya asosiasi diantara keduanya. Penilaian terhadap setiap konsekuensi yang dipersepsikan individu, dan persepsi individu terhadap kemungkinan munculnya konsekuensi yang dimaksud akan membentuk sikap pada diri individu (Fishbein & Ajzen, 1975). Norma subyektif individu dipengaruhi oleh persepsi 3ubyektifnya mengenai sejauh mana orang-orang atau pihak yang dianggap penting (yang disebut sebagai referents) akan rnendukung atau lIlelarangnya dalam melakukan suatu perilaku. Referents penting karena pendapat atau anjuran dari referents ini dapat memunculkan Intensi Allport (dalam Hall & Lindzey, 1978) menjelaskan intensi sebagai hal yang mengindikasikan besarnya usaha yang dikeluarkan individu untuk melakukan suatu tingkah laku. Da.lam Fishbein & Ajzen (1975), intensi atau behavioral intention didefinisikan sebagai: "As a person location on subjective probability dimention involving a relation between himself and some action. A behavioral intention therefore, refers to a person's subjective probability that he will perform some behavior." (Fishbein & Ajzen, 1975; hal 288) Berdasarkan definisi ini berarti intensi menunjukkan kemungkinan dilakukannya suatu perilaku oleh individu. Jika belum menjadi perilaku nyata, intensi masih merupakan suatu disposisi (kecenderungan) untuk bertingkah laku. Namun, ketika kesempatan atau situasi yang tepat muncul, intensi berubah menjadi suatu usaha untuk melakukan tingkah laku tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perilaku jika ia memiliki intensi untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1988). Jadi, dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa intensi menunjukkan besarnya usaha yang memungkinkan dilakukannya suatu tingkah laku. Intensi memiliki hubungan yang erat 6 Diah Setyowati Ayuningtyas. Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Antara Intensi internal pengendara untuk melakukan tingkah laku agresi saat mengendarai. Pengendara yang memiliki intensi untuk mengendarai secara agresif, cenderung bertingkah laku mengendara secara agresif. Sebaliknya, pengendara yang memiliki intensi untuk mengendara dengan aman, maka ia cenderung bertingkah laku mengendara yang aman. Serkaitan dengan penelitian ini, maka besarnya intensi pengendara bus untuk mematuhi tanda-tanda lalu Iintas akan berhubungan dengan besarnya tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintasnya. motivasi dalam diri individu untuk meng'ikuti pendapat atau anjuran (motivation to comply) yang diberikan referents. Motivasi untuk mengikuti pendapat atau anjuran ini turut berperan dalam pembentukan norma subyektif individu (Fishbein & Ajzen, 1975). Perceived Behavior Control (PSC) adalah persepsi mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku dan merupakan gambaran pengalaman masa lalu individu dengan perilaku bersangkutan dan sekaligus antisipasi masa depan (Ajzen, 1988). Faktor ini dianggap penting karena berkaitan dengan kontrol persepsi dar; subyek terhadap tingkah laku. Dengan kata lain, sejauh mana subyek merasa memiliki kontrol terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkannya untuk melakukan suatu tingkah laku. Metode Penelitian ini menggunakan pende­ katan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel incidental sampling. Metode korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi Pearson's Product Moment. Responden dalam penelitian ini adalah pengendara bus dengan karakteristik sudah memiliki 81M S1 Umum, trayek bus yang dikendarainya merupakan trayek Jakarta untuk pergi dan pulang (Jakarta PP) atau trayek Jakarta dan daerah sate/it untuk pergi dan pulang, dan respond en harus mengendarai bus secara rutin atau setidaknya 3 kali dalam seminggu. Penelitian ini melibatkan 55 responden. Dinamika Hubungan Antara Intensi Mematuhi Tanda-Tanda Lalu Lintas Dan Tingkah Laku Melanggar Tanda-Tanda Lalu Lintas Intensi atau niat dapat dikatakan sebagai usaha awal individu untuk melakukan sesuatu. Allport (dalam Hall-& Lindzey, 1978) menggambarkan intensi sebagai harapan, keinginan, ambisi, aspirasi, rencana seseorang untuk melakukan sesuatu. Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa intensi menunjukkan kemungkinan dilakukannya tingkah laku. Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan besarnya usaha yang memungkinkan individu untuk memunculkan suatu perilaku. Jadi dapat dikatakan bahwa individu akan melakukan suatu perilaku jika ia memiliki intensi untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1988). Segitu pula dalam hal mengendarai. Intensi juga merupakan salah satu faktor Instrumen Alat ukur dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis kuesioner, yaitu kuesioner in+~nsi mematuhi tanda-tanda lalu Iintas dan kuesioner tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Kedua kuesioner ini menggunakan skala dengan empat kategori respon. Skoring diberikan untuk setiap itemnya berdasarkan respon yang diberikan subyek. Skoring positif diberikan untuk setiap pernyataan favorable dan skoring negatif diberikan 7 JPS Vol. 13 No. 01 Januari 2007 melanggar tanda-tanda lalu lintas. Hal ini menunjukkan, ada hubungan antara variabel intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dengan variabel tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas. Hubungan yang dimiliki oleh kedua variabel adalah hubungan terbalik, yaitu semakin tinggi skor intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas maka semakin rendah skor tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas, begitu pula sebaliknya. Kecenderungan belief responden dilihat dari nilai rata-rata tiap item. Semakin tinggi rata-rata item, maka peran beliefpada item tersebut semakin besar, dan sebaliknya. untuk setiap pernyataan unfavorable. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach-Alpha. Koefisien Alpha untuk kuesioner intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas sebesar 0.8840, sedangkan koefisien Alpha untuk kuesioner tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas sebesar 0.9207. Dari hasil uji reliabilitas diketahui bahwa kedua alat ukur memiliki reliabilitas yang baik. Hasil Penelitian Dari hasil pengolahan dan perhitungan Pearson's Product Moment, diperoleh Ililai koefisien korelasi sebesar -.561 dengan tingkat signifikansi 0.00 (I.o.s TABEL 1.1 Gambaran Mean Belief Mematuhi Tanda-Tanda Lalu Lintas Subyek FAKTOR Salient Belief Sig. Others Belief Control PERNYATAAN Mean item Mematuhi tanda-tanda lalu lintas pada malam hari Menjaga ketertiban Tidak mengambil penumpang pada tempat yang terdapat rambu dilarang STOP Mematuhi walau setoran tidak terpenuhi Tidak mengambil penumpang yang menunggu di sembarang tempat Agar disiplin Mengendarai dengan penuh kesadaran Menghindari tilang/denda dari petugas Agar lancar Mengendarai bus dengan hati-hati Harus dipatuhi Penumpang berkurang Menjaga keselamatan pengguna jalan Mempedulikan anjuran keluarga Mengikuti anjuran perusahaan Menolak permintaan penumpang untuk diturunkan sembarang tempat Mengikuti anjuran petugas Mengikuti saran teman supir lain Yang menentukan untuk melanggar adalah diri sendiri Menjaga keseJamatan penumpang Mudah, karena di:: :ldiakan fasilitas mengambil penumpang Paluh walau tidak ada pelugas Tidak pedulikan pnumpang yang nunggu di sembarang tempat Setoran yang harus terpenuhi tidak menyulitkan untuk mematuhi tanda tanda lalu lintas 3.67 3.45 3.40 3.44 3.28 3.28 2.96 3.06 2.78 2.75 2.69 2.22 2.18 3.65 3.25 3.17 3.04 3.02 2.75 3.60 3.46 3.05 2.89 2.51 Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hampir semua belief yang berperan dalam intensi mematuhi tanda-tanda 0.01). Berarti, terdapat korelasi yang signifikan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku 8 Diah Setyowati Ayuningtyas, Guritnaningsih A. Santoso: HUbungan Antara (ntensi yang memiliki nilai terendah, yaitu mematuhi tanda-tanda lalu lintas untuk menjaga keselamatan penurnpang (mean 2.18) dan belief mematuhi tanda-tanda lalu Iintas walaupun penumpang berkurang (mean =2.22). Padasignificantothers, mempedulikan anjuran keluarga untuk selalu mematuhi tanda-tanda lalu Iintas dengan memiliki rata-rata paling tinggi (3.65) dan yang menentukan untuk melanggar tanda­ tanda lalu lintas adalah diri sendiri memiliki rata-rata paling rendah lalu lintas memiliki rata-rata diatas nilai tengah (2.5). Hal ini menunjukkan peran beliefs dalam pembentukkan intensi tanda-tanda lalu Iintas tergolong tinggi. Pada salient belief, ada 3 belief yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi, yaitu belief mematuhi tanda-tanda lalu lintas pada malam hari (mean = 3.67), belief mematuhi tanda-tanda lalu lintas untuk menjaga ketertiban (mean = 3.45) dan belief mematuhi tanda-tanda lalu lintas walau setoran tidak terpenuhi (mean = 3.44). Selain itu, ada 2 belief = TABEL 1.2 Gambaran Mean Tiap Tingkah Laku Melanggar Tanda-Tanda Lalu Lintas Subyek GOL MARKA JALAN LAMPU LALU L1NTAS RAMBU LALU L1NTAS PERNYATAAN Menggunakn jalur lambat untuk ambil penumpang saat jalan lancar Menggunakan bahu jalan saat jalan padat Mengurangi kecepatan saat melewati zebra cross Melewati garis lurus saat tidak ada petugas Melewati garis lurus saat jalan padat Melewati garis putih pertemuan 2 jalur saat jalan lancar Menggunakan bahu jalan saat tidak ada petugas Melewati garis putih pertemuan 2 jalur saat tidak ada petugas Melewati gans putih pertemuan dua jalur Menggunakan bahu jalan saat jalan lancar Melewati garis lurus saat ada petugas Menggunakan bahu jalan saat ada petugas Berhenti di persimpangan saat lampu hijau kondisi jalan padat Berhenti di persimpangan saat lampu hijau & tdk ada petugas Tetap berjalan saatlampu pejalan kaki hijau & ada petugas Menambah kecepatan saat lampu kuning dan ada petugas Tetap belok saat lampu belok merah ketika ada petugas Melambatkan kecepatan saat lampu hijau dan ada petugas Tetap berbelok saatlampu belok merah kondisi jalan padat Menerobos lampu merah saat tidak ada petugas Berhenti saat lampu hijClu saat tidak ada petugas Menerobos lampu merah saat jalan padat Menerobos lampu merah saat jalan lancar Menerobos lampu merah saat ada petugas Melewati batas kecepatam maksimum saat tidak ada petugas Menurunkan penumpang di jalur cepat saat jalall padat Ngetem di perimpangan jalan Ambil penumpang di persimpangan sa at tidak ada petugas Ngetem di tikungan Mengambil penumpang di persimpangan saat jalan lancar Mengurangi kecepatan saat akan melewati persimpangan Ambil penumpang di jalur cepat saat tidak ada petugas Mengambil penumpang di ramiJu STOP saat ada petugas Menurunkan penumpang di jalan tol saat jalan padat Menurunkan penumpang di jalan lol saat tidak ada petugas Menurunkan penumpang di jalur cepat saat jalan lancar Menurunkan penumpang di jalur cepat saal ada petugas 9 Mean item 2.65 2.38 2.18 2.05 1.98 1.89 1.84 1.80 1.73 1.69 1.64 1.45 1.89 1.69 1.65 1.62 1.62 1.56 1.56 1.49 1.47 1.43 1.31 1.20 1.98 1.98 1.94 1.93 1.85 1.82 1.69 1.60 1.58 1.58 1.43 1.41 1.18 JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007 laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang menyatakan bahwa individu akan melakukan tingkah laku jika ia memiliki intensi untuk melakukan hal itu. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Ajzen (1988) dan Manstead (dalam Ajzen, 1988), yang juga mencari hubungan antara intensi dan tingkah laku namun dalam tema yang berbeda. Dari perhitungan mean tiap-tiap belief didapatkan bahwa salient belief yang paling berperan dalam pembentukan intensi adalah mematuhi tanda-tanda lalu lintas pada malam hari, mematuhi tanda-tanda lalu linta$ untuk menjaga ketertiban dan mematuhi tanda-tanda lalu lintas walau setoran tidak terpenuhi. Significant others yang paling berperan dalam pembentukan intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas adalah keluarga. Belief control yang paling berperan adalah mematuhi tanda-tanda lalu lintas untuk menjaga keselamatan penumpang. Dari ketiga hal di atas dapat dilihat bahwa belief-belief yang paling berperan dalam pembentukan intensi pengendara bus lebih bersifat eksternal. Berarti, intensi pengendara bus untuk mematuhi tanda-tanda lalu Iintas lebih dipengaruhi oleh faktor­ faktor yang berada di luar dirinya dibandingkan faktor-faktor yang berada di dalam diri pengendara sendiri. Berdasarkan teori belajarinstrumental, hal ini dapat terjadi karena faktor­ faktor eksternal lebih memberikan reinforcement sebagai konsekuensi dari respon yang diberikan. Contohnya, dari belief mematuhi tanda-tanda lalu lintas agartidak kena tilang dapat dilihat bahwa pengendara bus memiliki keyakinan mematuhi tanda-tanda lalu jika ia (2.75). Pada belief control, mematuhi tanda-tanda lalu lintas untuk menjaga keselamatan penumpang merupakan belief control yang paling berperan dalam pembentukan intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas karena mean yang dimiliki tinggi, yaitu 3.60. Belief yang paling sulit dikontrol pengendara bus adalah setoran yang harus terpenuhi, karena memiliki nilai mean yang paling kedl yaitu, 2.51. Kecenderungan sering tidaknya tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas dilihat dari nilai rata-rata tiap item. Semakin tinggi rata-rata item, maka tingkah laku pada item tersebut semakin sering dilakukan, dan semakin rendah rata-rata item, maka tingkah laku pada item tersebut semakin jarang dilakukan Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hampir semua tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas berada dibawah nilai median (2.5). Hal ini menunjukkan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas tersebut tergolong rendah. Dari semua tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas itu, tingkah laku menurunkan penumpang di jalur cepat saat ada petugas merupakan tingkah laku yang paling jarang dilakukan oleh pengendara bus (mean =1.18). Diantara tingkah laku yang berada dibawah nilai median, hanya ada satu tingkah laku yang berada diatas nilai median yaitu tingkah laku menggunakan jalur lambat untuk mengambil penumpang saatjalan lancar (mean = 2.65). Berarti tingkah laku ini merlJpakan tingkah laku yang paling sering dilakukan oleh pengendara bus. Diskusi Hasil utama dari penelitian Inl menu~ukkan adanya hubungan yang signifikan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah 10 Diah Setyowati Ayuningtyas, Guritnaningsih A. Santoso: HUbungan Antara Intensi t I.;.• f t I.'.· .. • Iintas maka ia akan mendapat negative reinforcement berupa terhindar dari tilang petugas. Sebaliknya, pengendara bus juga memiliki keyakinan bahwa jika ia melanggar tanda-tanda lalu lintas, maka ia akan terkena tilang petugas. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa tingkah laku melanggar tanda­ tanda lalu lintas pada pengendara tergolong rendah. Pada masing-masing jenis tanda-tanda lalu lintas juga didapatkan nilai mean yang lebih rendah dari nilai median. Dengan demikian, pelanggaran tanda-tanda lalu lintas yang dilakukan pengendara bus pada setiap jenisnya juga tergolong rendah. Namun, rata-rata pelanggaran terhadap marka jalan lebih tinggi dibandingkan pelanggaran terhadap larilpu lalu Iintas dan rambu lalu lintas. Maka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengendara bus adalah pelanggaran marka jalan. Menurut asumsi peneliti, berdasarkan fenomena yang ada, hal ini dapat terjadi karena pengendara yang melanggar marka jalan jarang diberikan sanksi dibandingkan dengan pengendara yang melanggar lampu lalu lintas ataupun rambu lalu Iintas. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas yang paling sering dilakukan adalah tingkah laku mengambil penumpang di jalur lambat saat jalan lancar. Menurut informasi yang diperoleh peneliti melalui wawancara, tingkah laku mengambil penumpang di jalur lambat saat jalan lancar banyak dilakukan oleh pengendara bus karena pengendara bus mempersepsikan jalur lambat sebagai jalur untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Padahal, menaikkan dan menurunkan penumpang seharusnya dilakukan di halte. Selain itu, pelanggaran ini sering terjadi karena banyak penumpang yang menunggu di sepanjang jalur lambat akibat jarak antar halte sangat jauh. Sampai saat ini, halte-halte banyak dibangun hanya pada jalan-jalan protokol saja, sedangkan untuk jalan­ jalan arteri biasa jarak antara satu halte dengan halte lainnya sangat jauh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa intensi mematuhi tanda-tanda lalu Iintas pengendara bus tergolong tinggi dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas pengendara bus tergolong rendah. Hasil penelitian ini bertentangan dengan fenomena yang terjadi setiap harinya. Berdasarkan fenomena yang teramati, secara umum, pengendara bus banyak melakukan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Menurut peneliti, perbedaan hasil penelitian ini dengan fenomena yang teramati setiap hari dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama, pengendara bus sudah memiliki cukup kesadaran bahwa tanda-tanda lalu lintas harus dipatuhi dan mereka sudah memiliki intensi untuk mematuhinya, namun pengendara bus terpaksa melanggar karena ada hal-hal yang bersifat eksternal yang mendorong mereka untuk melakukan pelanggaran tanda­ tanda lalu Iintas. Salah satu contoh hal-hal yang mendorong pengendara bus untuk melakukan pe!anggaran tanda-tanda lalu lintas adalah setoran yang harus terpenuhi setiap harinya. Tingginya setor....n yang harus terpenuhi setiap harinya memicu pengendara bus untuk melakukan pelanggaran tanda­ tanda lalu lintas. Kedua, kurang konsistennya punishment yang diberikan oleh polisi atau dinas perhubungan kepada pengendara bus yang melanggar tanda­ tanda lalu lintas. Pengendara bus yang 11 JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007 yang lengkap. Alat ukur yang digunakan sebaiknya benar-benar berdasarkan kerangka teori intensi dari Fishbein dan Ajzen. Karena terbatasnya waktu, penelitian ini hanya mengacu kepada teori intensi Fishbein dan Ajzen, sehingga besarnya pengaruh faktor­ faktbr pembentuk intensi tidak dapat diketahui. Dengan berdasarkan kepada kerangka teori intensi dari Fishbein dan Ajzen, akan diperoleh gambaran yang lebih komprehensif. Kedua, agarlebih mendapatgambaran kontribusi·dan interaksi dari faktor-faktor pembentuk intensi mematuhi tanda­ tanda lalu Iintas yang lebih berpengaruh terhadap tingkah laku melanggar tanda­ tanda lalu lintas pengendara, sebaiknya dilakukan pengukuran terhadap tiga faktor pernbentuk intensi, yaitu sikap, norma subyektif dan perceived behavior control. Ketiga, penelitian ini tidak menggali lebih dalam mengenai intensi pengendara bus untuk mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas yang dilakukan pengendara bus. Sebaiknya, pada penelitian selanjutnya, intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas harus lebih digali lagi. Untuk dapat menggali jawaban-jawaban respondent perlu ditambahkan metode lain seperti wawancara dan partisipant observation. Selain saran teoritis, ada beberapa saran praktis yang dapat diberikan. Pertama, alat ukur intensi in; dapat dijadikan sebagai prediktor tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas. Dengan demikian, alat ukur ini dapat digunakan sebagai suatu alat untuk melakukan assessment berkala bagi pengendara mengenai tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas yang melakukan pelanggaran tanda-tanda lalu Iintas terkadang tidak diberikan punishment berupa tilang dari petugas. Akibatnya, pengendara bus tidak belajar bahwa jika ia melakukan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas, maka ia akan mendapatkan hukuman berl.lpa tilang. Ketiga, faktor yang lebih bersifat teknis penelitian, pada. saat penelitian berlangsung. Ada kemungkinan subyek ingin memberi kesan yang sebaik­ baiknya (faking good) dalam mengisi kuesioner yang diberikan. Pengendara merasa dirinya akan dinilai oleh peneliti sehingga pengendara memberikan jawaban yang ideal bukan jawaban yang mencerminkan dirinya sendiri. Kesimpulan Permasalahan yang hendak dijawab pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas pada pengendara bus kota di Jakarta? Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan hubungan antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggartanda-tanda lalu Iintas. Hal in; berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu Iintas, artinya semakin tinggi intensi mematuhi tanda-tanda lalu Iintas maka semakin rendah tingkah laku melanggar tanda­ tanda lalu lintas. Saran Ada beberapa saran teoritis yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya. Pertama, agar lebih mendapat gambaran menyeluruh sebaiknya menggunakan model teoritik 12 Diah Setyowati Ayuningtyas, Guritnaningsih A. Santoso: Hubungan Antara Intensi ia lakukan selama ia mengemudi. Kedua, pemerintah, melalui DLLAJ dan departemen perhubungan, harus segera memperbaiki kondisi fisik tanda­ tanda lalu lintas, terutama marka jalan, yang sudah kusam dan rusak. Selain itu, rambu-rambu lalu lintas juga harus diletakkan di tempat-tempat yang tidak terhalang oleh benda-benda disekitarnya, sehingga pengendara dapat dengan jelas melihatnya. Hal ini perlu dilakukan agar pengguna jalan dapat dengan mudah melakukan sensasi terhadap tanda-tanda lalu Iintas, sehingga persepsi terhadap tanda­ tanda lalu Iintas juga dapat dengan mudah dilakukan. Routledge. Deaux, Kay., Francis C. Dane, Lawrence S. Wrightsman. (1993). Social Psychology in the '90s. California: Brooks/Cole Publishing Company. Fishbein M., Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An introduction to Theory and Research. Addison-Wesley: Reading Massachusetts. Gillholm, Robert., Johan Erdeus, Tommty Garling. (1996) The Effect of Choice on Intention-Behavior Consistency [on-line], vol. 9: 26. Diambil dari http://www.psy.gu.se/ download/gpr969.pdf tanggal 31 Mei 2006. Daftar Pustaka Attitudes, Ajzen, leek. (1988). Personality and Behavior. Milton Keynes: Open University Press. Hall, Baron, Robert A., Donn Byrne. (2000). Social Psychology 9th Edition. Boston: Allyn and Bacon. Calvin S., Gardner Lindzey. (1985). Introduction to Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons. Indriastuti, Aryani. (1998). Perilaku Agresif pengemudi Kendaraan Pribadi. Depok: Fakultas Psikologi UI. Bartoli, Angela M. (2003). Sociai Psychology. Diambil dari http:/L www.ship.edu/-ambartlPSY 220/ conformoutline.htm tanggal 20 Januari 2006 Joint, Matthew. (1995). Road Rage. Diambil dari http://www. aaafou ndation .org/resource/ index.cfm?button=agdrtexttanggal 17 Juni 2005. Bernstein, Douglas A., Louis A. Penner, Alison Clarke-Stewart & Edward J. Roy. (2004). Social Influences. Diambil dari http://psyc.queensu. ca/courses/psyc399/SociaIPart3. htm tanggal 20 Januari 2006. Kendaraan Pribadi, Biang Macet Jakarta. Warta Kota, 30 April 2003. Diambil dar; http://www.pelangi. or.id/media.php?mid=83 tanggal 20 Juni 2005. Connel, Dominic & Joint Matthew (1996). Driver Aggression. Diambil dari http://www.aaafolJndation. org/resource/index. cfm?button=agdrtext tanggal 17 Juni 2005. Kesehatan Pengemudi Faktor Utama Kecelakaan Lalu Lintas. Kompas, 30 September 2003. Diambil dari http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0309/30/iptek/591298.htm diambil tanggal 27 Januari 2006. Corsini. (2002) The Dictionary of Psychology. New York: Brunner- Merindukan 13 Jakarta Tertib Berlalu JPS VoL. 13 No. 01 Januarl2007 Lintas. Liputan 6, 15 Januari 2005. Diambil dari http://www.liputan6. com/view/0.93791.1 ,0,113831817 4.html tanggal 27 Januari 2006 NYS Departement of Motor Vehicles Governor's Traffic Safety Committee. (2005). Aggressive Driving. Diambil dari http://www. nysgtsc.state.ny.us/aggr-ndx.htm tanggal 17 Juni 2005. 14