analisis wacana lirik lagu keroncong

advertisement
ANALISIS WACANA LIRIK LAGU KERONCONG
“ NYIDHAM SARI ” KARYA ANDJAR ANY
(Tinjauan Segi Gramatikal, Leksikal, dan Kontekstual)
(Herwening Roro K, C0107007)
A. PENDAHULUAN
1. Keroncong
Sekitar tahun 1930, di koya Surakarta sudah banyak bermunculan jenis musik
orkes keroncong. Orkes yang disebut keroncong harus memenuhi syarat baku
ialah memiliki biola, seruling, gitar, stringbas dan dilengkapi pula oleh alat-alat
tiup. Nama-nama orkestra keroncong pada jaman itu antara lain Monte Carlo,
Sinar Bulan yang akhirnya pecah menjadi dua. Dan selanjutnya lahir pula orkes
bernama Sinar Muda dan orkes Bunga Mawar. Di Surakarta pertama-tama
dikenalkan gaya baru dalam tabuhan yang berkendangan mempergunakan cello
yang dipetik. Hasil dari kendangan tersebut menghidupkan warna musiknya
menjadi lebih segar. Keroncong jaman dulu tidak memerlukan seorang dirigen
sebagai pembimbing langsung pemain orkestra. Hal ini serasi dengan orkestra
gamelan yang melibatkan puluhan yaga.
Menurut penuturan Gesang, keroncong adalah musik kebersamaan tetapi
meminta mutu perorangan. Menurut pengamatan para tokoh musik sebelum jaman
Jepang apa-apa yang dinamakan langgam itu pada mulanya adalah lagu keroncong
atau yang dimainkan dengan gaya roffel berupa adaptasi dan sering kali ada
adaptasi dari lagu-lagu jazz yang diperoleh dari cara mendengarkan dan
menghafal lagu-lagu dari film-film Amerika atau dari piringan hitam (Sumarlam,
2004:113)
2. Riwayat Hidup Andjar Any
Andjar Mudjiono atau Andjar Any, lahir di Ponorogo, 3 Maret 1936 dan
meninggal di Surakarta, 13 November 2008 pada umur 72 tahun. Andjar Any
adalah pencipta lagu langgam Jawa, sastrawan (terutama sastra Jawa modern),
wartawan, dan kritikus seni asal Surakarta. Di antara sekitar 1000-an lagu
karangannya, yang populer dan tetap disukai hingga sekarang adalah Jangkrik
Gènggong, Yèn ing Tawang Ana Lintang, Jenang Gula, Nyidam Sari, serta Taman
Jurug. Pada tahun 1950-an langgam Jawa mulai disukai orang. Penyanyi yang
dikenal saat itu adalah Waldjinah, yang menyanyikan sejumlah lagu karangan
Anjar Any, juga Ki Narto Sabdo dan Gesang. Pada masa kebangkitan campursari
dan dangdut, lagu-lagunya kembali dikenal orang. Selain dikenal sebagai penulis
lagu, Andjar Any banyak menulis cerpen (cerkak, crita cekak) serta geguritan
(puisi bebas berbahasa Jawa). Sebagai wartawan ia pernah mengasuh koran lokal
Pos Kita. Tulisan lainnya adalah sejumlah kronik sejarah. Cakupan minat seninya
juga merambah ke aspek seni pertunjukan. Ia pernah memimpin suatu organisasi
pembina reog. Selain itu, ia mendirikan pula grup campursari "Sangga Buana".
Andjar Any menikah dengan Niek Piyatni dan pasangan ini dikaruniai lima anak.
Pada bulan Maret 2008 ia masih sempat merayakan perkawinan emasnya (50
tahun). Ia wafat setelah sakit strok beberapa waktu. Jenazahnya dimakamkan di
Astana Bibisluhur, Sala.
3. Narasi Lirik
Banyak orang menyalah artikan makna lagu “Nyidham Sari” karya Andjar
Any adalah gambaran kecintaan seorang laki-laki kepada gadis pujaan hati. Gadis
pujaan hati tersebut dalam lirik lagu digambarkan seperti bunga melati ‘sekar
melathi’ dan jalan ‘margi’, dimana sang gadis juga disapa dengan sapaan ‘wong
manis’ dan ‘si rupa ayu’.Karena kecintaan seorang laki-laki itu kepada sang gadis
pujaannya, sehingga sang laki-laki berjanji takkan meninggalkan pujaan hatinya
itu. Dan karena sayangnya, sampai-sampai tiap malam tiba sang laki-laki
terbayang wajah sang gadis. Walaupun sang gadis pergi hingga ke ujung dunia
sang laki-laki akan terus mencarinya meskipun harus melewati dan menyebrangi
lautan itu tak menjadi penghalang, demi pujaan hatinya. Rasa yang dimiliki lakilaki itu tidak main-main, ia sangat sungguh-sungguh akan rasa cintanya itu hingga
ia membuat lirik lagu yang begitu puitisnya. Dan dalam baris terakhir dituttup
dengan janji bahwa sampai mati sang laki-laki tidak akan melupakan sang gadis.
Gambaran sebenarnya lagu ini adalah mengkisahkan tentang Andjar Any
sendiri yakni sebagai bentuk tanda tanya pada dirinya sendiri, ”Apa benar jalan
hidupku dan karirku adalah menjadi pengarang lagu dan komponis ?”.
Andjar Any memang piawai bermain dengan kata-kata dan menyembunyikan
maksud sesungguhnya dari syair suatu lagu, sehingga orang seringkali terkecoh
dan salah
B. ANALISIS WACANA LIRIK LAGU KERONCONG “ NYIDHAM SARI ”
KARYA ANDJAR ANY DARI ASPEK GRAMATIKAL
Aspek gramatikal wacana meliputi: pengacuan (reference), penyulihan
(substitution), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (conjunction). (Halliday dan
Hasan, 1976 : 6; Sumarlam, 1996:66; Baryadi, 2001:10). Selanjutnya adalah
penjelasan keempat aspek gramatikal tersebut dan disertai dengan contoh-contoh
dalam analisis lirik lagu keroncong yang berjudul “Nyidham Sari”.
1.
Pengacuan (Referensi)
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain
(atau suatu acuan)
yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan
tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi dua, yaitu (a) pengacuan endofora
yaitu apabila acuannya berada di dalam teks, (b) pengacuan eksofora yaitu
apabila acuannya berada di luar teks wacana. Pengacuan endofora
berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pengacuan anaforis
(anaphoric reference)
(cataphoric reference).
dan pengacuan
kataforis
Pengacuan anaforis yaitu salah satu kohesi
gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang
mengacu
satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu pada
di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut
pada
anteseden
terdahulu.
Sedangkan pengacuan kataforis yaitu salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa satuan lingual tertentu
yang mengacu pada satuan lingual lain
yang mengikutinya, atua mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu
pada unsur yang baru disebut kemudian.
Jenis kohesi pengacuan gramatikal, pengacuan tersebut diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu: (a) pengacuan persona, (b) pengacuan
demonstratif, dan (c) pengacuan komparatif.
a) Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata
ganti orang), yang meliputi persona I, persona II, dan persona III, baik
tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal dan III
tunggal ada yang berbentuk bebas dan terikat. Sedangkan yang berbentuk
terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat
di sebelah kanan (lekat kanan). Pengacuan persona dalam lirik lagu
keroncong “Nyidham Sari” antara lain:
(1) Upama sliramu sekar melathi (1)
”Seandainya dirimu bunga melati”
(2) Aku kumbang nyidham sari (2)
”Aku Ibarat Kumbang penghisap madu”
(3) Upama sliramu margi wong manis (3)
”Seandainya dirimu jalan wahai orang cantik”
(4) Aku sing bakal ngliwati (4)
“Aku yang akan melewati”
(5) Nalikanira ing wengi atiku (13)
“Ketika aku di malam hari hatiku”
Satuan lingual –mu pada sliramu (dirimu) pada kutipan (1)
merupakan pengacuan pronomina persona kedua tunggal bentuk terikat
lekat kanan yang mengacu pada unsur sebelah kanan yaitu sekar melathi
(bunga melati) merupakan pengacuan referensi endofora yang kataforis.
Satuan lingual aku (saya) pada kutipan (2) merupakan pengacuan
pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas yang mengacu pada
unsur sebelah kanan yaitu kumbang (kumbang) merupakan pengacuan
referensi endofora yang kataforis. Satuan lingual aku (saya) pada kutipan
(4) merupakan pengacuan pronomina persona pertama tunggal bentuk
bebas yang mengacu pada unsur sebelah kanan yaitu sing bakal ngliwati
(yang akan melewati), merupakan pengacuan referensi endofora yang
kataforis. Satuan lingual –ku pada atiku (hatiku) pada kutipan (5)
merupakan pengacuan pronomina persona pertama tunggal bentuk terikat
lekat kanan.
b) Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dibedakan menjadi
dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina
tempat (lokasional)
Pronomina demonstratif waktu (temporal) dalam lirik lagu keroncong
yang berjudul “Nyidham Sari” :
(6) Sineksen lintange luku semana (5)
Janji prasetyaning ati
”disaksikan bintang luku dahulu,
Janji kesetiaan hati
(7) Adhuh, dadi ati salawase (12)
”Aduh jadi hati selamanya”
(8) Nalikanira ing wengi atiku (13)
”Ketika aku di malam hari hatiku”
(9) Nganti mati ora bakal lali (15)
”Sampai mati tidak akan lupa”
Satuan lingual semana ”dahulu” pada kutipan (6) merupakan referensi
demonstratif waktu lampau, yaitu mengacu ke sebelah kanan janji
prasetyaning ati (janji kesetiaan hati) pada kutipan (6) merupakan jenis
pengacuan endofora yang kataforis.
Satuan lingual selawase ”selamanya” pada kutipan (7) merupakan
referensi demonstratif waktu netral, karena tidak menujuk pada waktu
lampau saja, waktu kini saja, atau
waktu yang akan datang saja,
melainkan menunjuk pada waktu selamanya yang tak terhingga lamanya.
Mengacu ke sebelah kiri dadi ati (jadi hati) pada kutipan (7) merupakan
jenis pengacuan endofora yang anaforis.
Satuan lingual nalikanira ”ketika” pada kutipan (8) merupakan
referensi demonstratif waktu lampau, yaitu mengacu ke sebelah kanan ing
wengi (di malam hari) pada kutipan (8) merupakan jenis pengacuan
endofora yang kataforis.
Satuan lingual nganti mati ”sampai mati” pada kutipan (9) merupakan
jenis referensi demonstratif waktu netral, karena tidak menujuk pada
waktu lampau saja, waktu kini saja, atau waktu yang akan datang saja,
melainkan menunjuk pada waktu selamanya yang tak terhingga lamanya
yaitu mengacu ke sebelah kiri atiku ”hatiku” pada kutipan (9) merupakan
jenis pengacuan endofora yang anaforis.
Pronomina demonstratif tempat (lokasional) dalam lirik lagu keroncong
yang berjudul “Nyidham Sari”.
(10) Midera sajagad raya (9)
” Berkelilinglah sejagad raya”
(11) Kalingana wukir lan samudra (10)
” Terhalang gunung dan samudra”
Satuan lingual wukir lan samodra ”gunung dan samudra” pada
kutipan (11) merupakan referensi demonstratif tempat menunjuk
secara eksplisit yang mengacu pada unsur sebelah kiri sajagad raya
pada kutipan (10) termasuk pengacuan endofora yang anaforis.
c) Pengacuan komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang
mempunyai kemiripan dari segi bentuk atau wujud (sifat, perilaku, watak,
dsb). Dalam lirik lagu keroncong “Nyidham Sari” tidak diketemukan
adanya pengacuan komparatif.
2.
Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan (substitusi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebutkan)
dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda.
Substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal.
a) Substitusi Nominal
Adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (KB)
dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina.
(12) Janji prasetyaning ati (6)
”Janji kesetiaan hati”
(13) Karasa rasaning driya (8)
”Terasa rasanya hati”
Pada kutipan (12) satuan lingual nomina pula yaitu kata ati ”hati” yang
digantikan dengan kata driya (ati) pada kutipan (13). Karena nomina
digantikan nomina maka disebut substitusi nomina.
b) Substitusi Verbal
Adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja)
dengan lingual lainnya yang juga berkategori verba. Substitusi verbal
tidak ditemukan dalam lirik lagu keroncong yang berjudul “Nyidham
Sari”.
c) Substitusi Frasal
Adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa
dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa.
(14) Upama sliramu sekar melathi (1)
”Seandainya dirimu bunga melati”
(15) Upama sliramu margi wong manis (3)
”Seandainya dirimu jalan orang cantik”
(16) Lam-lamen si rupa ayu (14)
”Terbayang-bayang Si wajah cantik”
Pada kutipan (14) satuan lingual sliramu sekar melathi ”dirimu bunga
melati” disubstitusikan dengan frasa wong manis ”orang manis”pada
kutipan (15) dan juga digantikan denagan frasa si rupa ayu ”si wajah
cantik” pada kutipan (16). Karena kata disubstitusi dengan frasa maka
disebut substitusi frasal.
d) Substitusi Klausal
Substitusi klausal Adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa
klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau
frasa. Subtitusi klausal pada lirik lagu keroncong ”Nyidham sari” tidak
ditemukan.
3.
Pelesapan (Elipsis)
Pelesapan (elepsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah
disebutkan sebelumnya. Unsur yang dislesapkan itu bisa berupa kata, frasa,
klausa atau kalimat.
(17a) Janji prasetyaning ati Ø (6)
“Janji kesetiaan hati Ø
(17b) Janji prasetyaning atiku
“Janji kesetiaan hatiku”
(18a) Tansah kumanthil ing netra Ø rinasa (7)
“Selalu terbayang di mata Ø terasa”
(18b) Tansah kumanthil ing netraku rinasa
“ Selalu terbayang di mataku terasa”
(19a) Karasa rasaning driya Ø (8)
“Terasa rasanya di hati Ø
(19b) Karasa rasaning driyaku
”Terasa rasanya di hatiku”
(20a) Adhuh Ø dadi ati Ø selawase (12)
“Adhuh Ø jadi hati Ø selamanya”
(20b) Adhuh sliramu dadi atiku salawase
“Aduh dirimu jadi hatiku selamanya”
(21a) Ø lam-lamen Ø si rupa ayu (14)
” Ø terbayang-bayang Ø si wajah cantik
(21b) Aku lam-lamen sliramu si rupa ayu
”Aku terbayang-bayang dirimu si wajah cantik”
(22a) Nganti mati Ø ora bakal lali Ø (15)
“Sampai mati Ø tidak akan lupa Ø
(22b) Nganti mati aku ora bakal lali sliramu
“Sampai mati aku tidak akan lupa dirimu”
Pelesapan pengacuan pronomina persona tunggal pertama bentuk
terikat lekat kiri yaitu –ku, yang berfungsi sebagai subjek, terjadi dua kali
pada kutipan (17a), (18a), (19a), dan (20a) dengan bentuk aslinya pada
kutipan (17b), (18b), (19b) dan (20b)
Pelesapan pengacuan pronomina persona pertama tunggal bentuk
bebas yaitu aku, yang berfungsi sebagai subjek, terjadi dua kali pada kutipan
(21a) dan (22a) dengan bentuk asli pada kutipan (21b) dan (22b).
Pelesapan pengacuan pronomina persona kedua tunggal bentuk bebas
yaitu sliramu, yang berfungsi sebagai objek terjadi tiga kali pada kutipan
(20a), (21a), dan (22a) dengan bentuk asli pada kutipan (20b), (21b), dan
(22b).
4.
Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan
dengan cara menghubungkan unsur satu dengan unsur yang lain dalam
wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa,
klausa, kalimat, atau alinea.
(23) ’Kalingana wukir lan samodra’ (10)
’Walaupun terhalang gunung dan samudra’
Konjungsi lan ”dan” pada kutipan (23) berfungsi menghubungkan
secara koordinatif antara kata yang berada di sebelah kiri dan kanannya.
Konjungsi lan “dan” pada kutipan (23) menyatakan makna penambahan atau
aditif.
C. ANALISIS WACANA LIRIK LAGU KERONCONG “ NYIDHAM SARI ”
KARYA ANDJAR ANY DARI ASPEK LEKSIKAL
Selain didukung oleh aspek gramatikal, kepaduan wacana didukung juga oleh
aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur
dalam wacana secara sistematis (Sumarlam, 2009:35). Kohesi leksikal dalam
wacana ada enam macam, yaitu (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan
kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5)
antonimi (lawan kata), (6) ekuivalensi (kesepadanan).
Dalam lagu “Nyidham Sari” karya Anjdar Any semua aspek leksikal
digunakan oleh pencipta lagu untuk menghasilkan lirik lagu sebagai sebuah
wacana yang padu. Pemakaian kohesi leksikal dalam lagu “Nyidham Sari”
tampak dalam penjelasan berikut ini.
1.
Repetisi
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau
bagian kalimat) yang dianggap penting memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai (Sumarlam, 2009:35). Unsur yang mengalami
pengulangan pasti menjadi perhatian penuh bagi penciptanya. Macam-macam
repetisi antara lain:
a) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Dalam lirik lagu
“Nyidham Sari” tidak ditemukan repetisi tersebut.
b) Repetisi Tautotes
Repetisi tautoes adalah pengulangan satuan lingual atau kata
beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari”
tidak ditemukan repetisi tersebut.
c) Repetisi Anafora
Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau
frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam,
2009:36). Repetisi anafora dalam lagu “Nyidham Sari” dapat dilihat pada
kutipan berikut.
(24) Upama sliramu sekar melati (1)
‘seandainya dirimu bunga melati’
(25) Upama sliramu margi, wong manis (3)
‘seandainya dirimu jalan, orang manis’
(26) Aku kumbang nyidham sari (2)
‘ aku kumbang menginginkan madu (sari bunga)’
(27) Aku sing bakal nglewati (4)
‘aku yang akan melewati’
Pada kutipan lagu diatas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan
frasa upama sliramu pada baris pertama dan baris ketiga serta
pengulangan kata aku pada baris kedua dan keempat. Repetisi semacam
ini dimanfatkan oleh pencipta lagu untuk menyampaikan maksud bahwa
aku (tokoh pertama dalam lagu ini) sangat mencintai seseorang yang
ditunjukan dengan kata sliramu ‘kamu’ dan mengandaikan orang yang
dicintainya dengan sekar melati ‘bunga melati’ dan margi ‘jalan’ namun
aku tetap akan setia mencintainya.
d) Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata, frasa pada
akhir baris atau akhir kalimat. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak
ditemukan repetisi tersebut.
e) Repetisi Simploke
Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan
akhir beberapa baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam lirik lagu
“Nyidham Sari” tidak ditemukan repetisi tersebut.
f) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengahtengah baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam lirik lagu “Nyidham
Sari” tidak ditemukan repetisi tersebut.
g) Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang kata
atau frasa terakhir dari baris atau kalimat yang merupakan pengulangan
kata atau frasa pertama. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak
ditemukan repetisi tersebut.
h) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris
atau kaliamat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kaliamat
berikutnya. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak ditemukan repetisi
tersebut.
i) Pengulangan Jumlah Suku Kata
Dalam lagu “Nyidham Sari” terdapat pengulangan jumlah suku kata
dalam baris-baris liriknya bila kita mengamati dengan teliti. Tampak
bahwa pengarang lagu “Nyidham Sari” mengulang lirik-liriknya dalam
jumlah suku kata yang sama, yaitu sebelas suku kata pada baris ke-1, 3, 5,
7, 13; delapan suku kata pada baris ke-2, 4, 6, 8, 9, 11, 14, 16; dan sepuluh
suku kata pada baris ke-10, 12, 15. Pengulangan jumlah suku kata dalam
lagu tersebut dapat dillihat dari kutipan berikut ini:
1) Jumlah sebelas suku kata
(28) Upama sliramu sekar melati (1)
‘seandainya dirimu bunga melati’
(29) Upama sliramu margi, wong manis (3)
‘seandainya dirimu jalan, orang manis'
(30) Sineksen lintange luku semana (5)
‘disaksikan bintang luku dahulu’
(31) Tansah kumanthil ing netra rinasa (7)
‘selalu terbayang di mata terasa’
(32) Nalika nira ing wengi atiku (13)
‘ketika aku di malam hari hatiku’
2) Jumlah sepuluh suku kata
(33) Kalingana wukir lan samodra (10)
‘terhalang gunung dan lautan’
(34) Adhuh, dadi ati selawase (12)
‘adhuh, jadi hati selamanya’
(35) Nganti mati ora bakal lali (15)
‘sampai mati tidak akan lupa’
3) Jumlah delapan suku kata
(36) Aku kumbang nyidam sari (2)
‘aku kumbang menginginkan madu (sari bunga)’
(37) Aku sing bakal nglewati (4)
‘aku yang akan melewati’
(38) Janji prasetyaning ati (6)
‘janji kesetiaan hati’
(39) Midero sajagad raya (9)
‘berkelilinglah sejagad raya’
(40) Ora ilang memanise (11)
‘tidak hilang kecantikannya’
(41) Lam-lamen si rupa ayu (14)
‘terbayang-bayang si wajah cantik’
(42) Lha kae lintange mlaku (16)
‘lha itu bintangnya jalan’
2.
Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai (1) telaah
mengenai bermacam-macam kata yang memilki makna yang sama, atau (2)
keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama (Gorys
Keraf, 2005:34).Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau
hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan
ungkapan lain (Abdul Chaer dalam Sumarlam, 2009:39). Kepaduan wacana
didukung oleh sinonimi yang merupakan salah satu aspek leksikal. Fungsi
sinonimi adalah menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan
lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana.
Sinonimi dapat dibedakan menjadi lima berdasarkan wujud satuan
lingualnya, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem
(terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa
dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat.
Dalam lagu “Nyidham Sari” terdapat tiga bentuk sinonimi yaitu
sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat), sinonimi kata dengan kata
dan sinonimi kata dengan frasa. Sinonimi tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut:
a) Sinonimi Morfem (Bebas) dengan Morfem (Terikat)
(43) Aku kumbang nyidham sari (2)
‘aku kumbang menginginkan madu (sari bunga)’
(44) Aku sing bakal ngliwati (4)
‘aku yang akan melewati’
(45) Nalika nira ing wengi atiku (13)
‘ketika aku di malam hari hatiku’
Pada kutipan di atas morfem bebas aku bersinonim dengan morfem
(terikat) –ku dalam atiku.
b) Sinonimi Kata dengan Kata
(46) Janji prasetyaning ati (6)
‘janji kesetiaan hati’
(47) Janji prasetyaning ati (6)
‘janji kesetiaan hati’
(48) karasa rasaning driya (8)
‘terasa rasa di hati’
c) Sinonimi Klausa dengan Kata
(49) Tansah kumanthil ing netra rinasa (7)
‘selalu terbayang di mata rasanya’
(50) Lam-lamen si rupa ayu (14)
‘terbayang-bayang si wajah cantik’
Tampak pada kutipan (46) di atas yaitu sinonimi kata dengan kata
yaitu kata janji dengan kata prasetyaning merupakan kata bentukan dari
kata dasar prasetya yang memiliki arti janji. Serta kata ati pada kutipan
(47) dengan kata driya ‘ati’ dalam bahasa Jawa Kawi. Kedua kata tersebut
memiliki makna sepadan.
Pada kutipan (49) diatas, terdapat sinonimi antara klausa dengan
kata yaitu klausa tansah kumanthil ing netra rinasa dengan kata lamlamen pada kutipan (50) yang keduanya memiliki makna yang sepadan
yaitu ‘terbayang-bayang’.
d) Sinonimi Kata dengan Krasa
(51) adhuh, dadi ati selawase (12)
‘adhuh, jadi hati selamanya’
(52) nganti mati ora bakal lali (15)
‘sampai mati tidak akan lupa’
Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal berupa
sinonimi antara kata selawase ‘selamanya’ pada baris ke-12 dengan frasa
nganti mati ‘sampai mati’ pada baris ke-15.
3.
Antonimi (Oposisi Makna)
Antonimi dapat diartikan sebagai satuan lingual yang maknanya
beralawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi
disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang
betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja.
Berdasarkan sifatnya oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam
yaitu :
a) Oposisi Mutlak
Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Dalam
lirik lagu “Nyidham Sari” tidak ditemukan oposisi tersebut.
b) Oposisi Kutub
Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak,
tetapi bersifat gradasi. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak ditemukan
oposisi tersebut.
c) Oposisi Hubungan
Oposisi Hubungan adalah oposisi makna uyang bersifat saling
melengkapi. Karena bersifat saling melengkapai maka kata yang satu
dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang
menjadi oposisinya; atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya
kata yang lain (Sumarlam, 2009: 41-42). Kutipan kata yang mengandung
oposisi hubungan dalam lirik lagu “Nyidham Sari” sebagai berikut.
(53) Umpama sliramu sekar melathi (1)
‘seandainya dirimu bunga melati’
(54) Aku kumbang nyidam sari (2)
‘aku kumbang menginginkan madu (sari bunga)’
Pada data diatas terdapat oposisi hubungan antara kata sekar
melathi ‘bunga melathi’ pada kutipan (53) dengan kata kumbang
‘kumbang’ pada kutipan (54). Kata sekar melathi ‘bunga melathi’
kehadirannya akan lebih bermakna apabila ada kumbang ‘kumbang’ dan
sebaliknya.
d) Oposisi Hirarkial
Oposisi Hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret
jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkial pada
umumnya kata-kata yang menunjuk pada nama-nama satuan ukuran
ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan dan
sejenisnya. Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak ditemukan oposisi
tersebut.
e) Oposisi Majemuk
Oposisi Majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa
kata (lebih dari dua). Dalam lirik lagu “Nyidham Sari” tidak ditemukan
oposisi tersebut.
4.
Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi
atau
sanding
kata
adalah
asosiasi
tertentu
dalam
menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.
Kata-kata berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu
domain atau jaringan tertentu (Sumarlam, 2009:44). Kolokasi dalam lagu
“Nyidham Sari” dapat ditunjukan dari kutipan berikut ini:
a. (55) Nalika nira ing wengi atiku (11)
‘ketika aku di malam hari hatiku’
(56) Lha kae lintange mlaku (16)
‘lha itu bintangnya berjalan’
b. (57) Midero sajagad raya (9)
‘berkelilinglah sejagad raya’
(58) Kalingana wukir lan samodra (10)
‘terhalang gunung dan lautan’
c. (59) Upama sliramu margi, wong mais (3)
‘seandainya dirimu jalan, orang manis’
(60) Aku kang bakal ngliwati (4)
‘aku yang akan melewati’
(61) midera sajagad raya (9)
‘berkelilinglah sejagad raya’
(62) lha kae lintange mlaku (16)
‘lha iu bintangnya berjalan’
d. (63) tansah kumanthil ing netra rinasa (7)
‘selalu terbayang di mata rasanya’
(64) kalingana wukir lan samodra (10)
‘terhalang gunung dan lautan’
e. (65) upama sliramu margi, wong manis (13)
‘seandainya dirimu jalan, orang manis’
(66) lam-lamen si rupa ayu (14)
‘terbayang-bayang si wajah cantik’
Pada data (a) tampak pemakaian kata-kata wengi ‘malam’ dan
lintange ‘bintangnya’ yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan
wacana. Kata malam dan bintang cenderung dipakai secara berdampingan
karena malam selalu dihiasi bintang-bintang meskipun kadang bintang itu
tidak nampak. Demikian pula dalam data (b), (c), (d), dan (e) juga saling
berkolokasi yaitu dalam data (b) antara jagad raya, wukir dan samudra,
mempunyai hubungan saling keterkaitan yaitu ketiganya termasuk dalam
alam semesta. Dalam data (c) antara margi dan nglewati kedua kata tersebut
saling berhubungan yaitu margi ‘ jalan’ kegunaannya untuk dilewati. Pada
data (d) antara netra dan kalingana, kedua kata tersebut berhubungan dengan
indra penglihatan. Sedangkan dalam data (e) wong manis dan si rupa ayu,
kedua kata tersebut merupakan kata sapaan yang digunakan untuk menyapa
seorang gadis cantik.
5.
Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi adalah semacam relasi antara kata yang berwujud atasbawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain
(Gorys Keraf, 2005:38). Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahas (kata,
frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna
satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa
unsur atau lingual berhiponim itu disebut “hipernim” atau “superordinat”
(Sumaralam, 2009:45). Penggunaan hiponimi dalam lagu “Nyidham Sari”
dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
(67) Midero sajagad raya (9)
‘berkelilinglah sejagad raya’
(68) Kalingana wukir lan samudra (10)
‘terhalang gunung dan lautan’
(69) Lha kae lintange mlaku (16)
‘lha itu bintangnya berjalan’.
Jagad raya
Wukir
Samudra
Lintang
Bagan hubungan antara hipernim, hiponimi,
dan kohiponim dalam hiponimi “jagad raya”
Pada kutipan lirik diatas, yang merupakan hipernim atau super
ordinatnya adalah jagad raya ‘alam semesta’. Sementara itu yang termasuk
dalam alam semesta sebagai hiponimnya adalah wukir ‘gunung’, samudra
‘samudra’ dan lintang ‘bintang’.
6. Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual
tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam,
2009:46). Kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan
adanya hubungan kesepadanan. Lagu “Nyidham Sari” terdapat dua morfem
asal yang memiliki ekuivalensi dengan kata bentukan yang telah mengalami
proses afiksasi. Morfem tersebut adalah rasa dan manis. Penjabaran
ekuivalensi pada lagu tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
a. (70) Tansah kumanthil ing netra rinasa (7)
‘Selalu terbayang di mata rasanya’
(71) Karasa rasaning driya (8)
‘Terasa rasa di hati’
b. (72) Upama sliramu margi, wong manis (3)
‘Seandainya dirimu jalan, orang manis’
(73) Ora ilang memanise (11)
‘Tidak hilang kemanisannya’
Pada data (a) hubungan makna antara kata rinasa ‘rasanya’, karasa
‘terasa’, rasaning ‘rasanya di-‘ semua dibentuk dari bentuk asal yang sama
yaitu rasa. Demikian pula pada data (b) yaitu hubungan makna antara kata
manis ‘manis’ dan memanise ‘kemanisannya’ yang mempunyai kata dasar
manis ‘manis’.
D. KONTEKSTUAL DAN INFERENSI
1. Analisis Kontekstual Lirik Lagu Keroncong “Nyidham Sari” Karya Andjar
Any
Analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks
yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya.baik konteks
situasi maupun konteks cultural. Pemahaman konteks-konteks tersebut dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan analogi.
Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :
a) Penafsiran Personal
Berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana.
Halliday dan Hasan (1992:16) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan
dengan istilah “pelibat wacana”. pelibat wacana biasanya menunjuk pada orangorang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya,
ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.
Untuk mengetahui pelibat wacana dalam lagu tersebut mari kita simak
kutipan berikut:
(74) ‘Upama sliramu sekar melathi’ (1)
‘seandainya dirimu bunga melati’
(75) Aku kumbang ngidham sari (2)
‘aku adalah lebah yang mendambakan sari bunga
(76) Upama sliramu margi wong manis (3)
‘ibarat dirimu jalan anak manis’
(77) Aku sing bakal ngliwati (4)
‘Aku yang akan melewatinya’
Berdasarkan aspek gramatikalnya, khususnya referensi pronomina persona
mudah diketahui bahwa pelibat wacana dalam lagu tersebut adalah persona pertama
tunggal aku ‘aku, saya’ dan pronomina persona kedua tunggal sliramu ‘dirimu’.
Unsur (seseorang atau nama orang) yang diacu oleh pronominal persona aku ‘aku’
tidak dapat ditemukan di dalam lagu tersebut karena sifat acuannya yang eksoforis.
Sementara itu, unsur yang diacu oleh pronomina persona sliramu ‘dirimu’pada
kutipan di atas dapat ditemukan lagi di dalam bait selanjutnya karena sifat acuan
yang endoforis, yaitu seseorang yang disapa dengan kata wong manis ‘anak manis’
(3). Pertanyaan yang muncul sebenarnya siapakah sesungguhnya aku ‘saya’ dan
siapakah sliramu ‘dirimu’ atau wong manis ‘anak manis’ dalam lagu tersebut ?
Aku sebagai penafsiran personal dalam lagu tersebut setidak-tidaknya
mempunyai beberapa tafsiran yakni :
a. Pengarang lagu itu sendiri
b.Orang yang khusus menyanyikan lagu itu untuk dipopulerkan
c.Siapa saja yang membaca lirik lagu atau sengaja menyanyikan lagu tersebut.
d.seorang lelaki yang sedang dimabuk asmara.
Sedangkan sliramu ‘dirimu’ atau wong manis ‘anak manis’adalah penafsiran
terhadap pelibat wacana yang bisa ditafsirkan sebagai :
a. Ditujukan untuk seseorang yang dikasihi sang pengarang.
b. Kata sapaan dari seorang lelaki untuk kekasihnya
c. Siapa saja yang menjadi pujaan hati atau orang yang didambakan.
b) Penafsiran Lokasional
Berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi
(keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. Berdasarkan
perangkat benda yang menjadi konteksnya kita dapat menafsirkan tempat
terjadinya suatu situasi pada tuturan sebagai berikut :
(78) ‘Midera sajagad raya (5)
‘sampai mengelilingi seluruh bumi’
(79) ‘Kalingana wukir lan samudra (6)
‘Di halangi gunung dan samodra’
Pronominal demonstrative seperti sajagad raya ‘seluruh bumi’ dan wukir lan
samodra ‘gunung dan samodra’ merupakan tempat yang mengacu secara
eksplisit (tidak benar-benar dialami oleh pengarang) sehingga tidak ditemukan
suatu situasi atau tempat karenanya sulit ditafsirkan.
c) Penafsiran Temporal
Berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita
dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa,
keadaan, proses) dapat terlihat pada :
(80) ‘ Nalikanira ing wengi atik’,
‘ketika malam datang, hatiku
(81) ‘lam-lamen si rupa ayu’
‘teringat wajah yang ayu itu’
(82) ‘Nganti mati ora bakal lali’
’sampai mati tidak bakal lupa’
(83) ‘lha kae lintange mlaku
‘itu dia bintangnya berjalan’
Pronomina demonstrative waktu nalikanira ing wengi ‘ketika malam datang’
mengacu pada lha kae lintange mlaku ‘itu dia bintangnya berjalan’ ditafsirkan
bahwa mungkin sang pengarang mengarang lagu itu terinspirasi ketika malam
datang dan saat yang tepat untuk berkasih mesra oleh sepasang kekasih adalah
ketika malam datang.
d) Penafsiran Analogi.
Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra
tutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau
keseluruhan ) sebuah wacana. Dan dalam lirik lagu “Nyidham Sari” penafsiran
analogi ditemukan dalam wacana sebagai berikut:
(84) Upama sliramu sekar melathi (1)
‘ibarat dirimu bunga melati’
(85) Aku kumbang ngidham sari (2)
‘ aku adalah lebah yang mendambakan sari bunga
(86) Upama sliramu margi wong manis (3)
‘ ibarat dirimu jalan anak manis’
(87) Aku sing bakal ngliwati (4)
‘ Aku yang akan melewatinya’
Dari penganalogian upama sliramu sekar melathi
ditafsirkan sebagai
seorang wanita yang dijadikan dambaan hati seorang pria, maka mengakibatkan
aku kumbang nyidham sari diibaratkan seorang prianya yang mendambakan
wanita pujaan hatinya itu. Begitu pula dengan analogi upama sliramu margi
wong manis mengakibatkan aku sing bakal ngliwati.
Dari analogi sebab akibat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
maksud dari lirik lagu tersebut adalah lagu dari seorang pria yang sedang jatuh
cinta kepada wanita pujaan hatinya.
2. Inferensi Lirik Lagu Keroncong “Nyidham Sari” Karya Andjar Any
Adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/ pendengar/
mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam
wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/ penulis/ penutur).
Inferensi dapat diambil dari sebuah tuturan bergantung pada konteks yang
menyertainya. Terdapat empat macam konteks yaitu: konteks fisik, konteks
epistemis, konteks linguistic, dan konteks sosial.
(88). ‘Upama sliramu sekar melathi, (1)
‘Andaikan kamu bunga melati,
(89) ‘aku kumbang nyidham sari’. (2)
‘Aku kumbang menginginkan sari’
Sang gadis diibaratkan bagai bunga melati yang harum baunya dan masih suci
belum ternoda dan sang laki-laki diibaratkan bagai kumbang yang ingin
mendapatkan cinta sang gadis, bagai kumbang yang ingin menghisap sekar madu.
(90) ‘Upama sliramu margi wong manis’ (1)
‘andaikan kamu jalan, orang manis
(91) ‘Aku sing bakal ngliwati (2)’
‘Aku yang akan melewati’
Sang gadis manis diibaratkan bagaikan sebuah jalan yang setiap saat akan
dilewati pemakai jalan (yang diibaratkan sebagai laki-laki), sebab sang laki-laki
tidak dapat lepas dari sang gadis yang setiap saat ingin bersaman dan ingin
menemuinya setiap saat..
(92) ‘sineksen litange luku semono’ (5)
‘disaksikan bintang luku ketika itu’
(93) ‘janji prasetyaning ati’ (6)
‘Janji akan kesetiaan hati’
Janji kesetiaan sang lelaki kepada sang gadis yang disaksikan oleh bintang
luku ketika malam hari. Janji terucap karena sang laki-laki tak ingin kehilangan
sang gadis yang sangat dicintainya.
(94) ‘Tansah kumanthil ing netra rinasa’ (7)
‘Selalu (teringat) di mata rasanya’
(95) ‘Karasa rasaning driya’ (8)
‘Terasa rasanya di hati’
Janji yang akan selalu ditepati dan akan selalu tersimpan dihati sang laki-laki.
(96) ‘Midera sajagad raya’ (9)
‘Berkelilinglah sejagad raya’
(97) ‘Kalingana wukir lan samodra’ (10)
‘Walau terhalang gunung dan samudra’
(98) ‘Ora ilang memanise’ (11)
‘Tidak hilang manisnya’
(99) ‘Adhuh dadi ati salawase’ (12)
‘Adhuh, mejadi pujaan hati selamanya’
Meski sang gadis pergi kemanapun, hingga berkeliling dunia pun tetap
sang lelaki akan pergi mencarinya, walau harus mendaki gunung hingga
menyeberangi samudra tetap sang lelaki akan pergi menemuinya.
Bahkan hingga sampai nanti (masa tua) gadis yang dicintainya itu akan tetap
menjadi pujaan hati meskipun termakan usia (menua) tidak akan hilang
kecantikannya.
(100) ‘Nalikanira ing wengi atiku’ (13)
‘Ketika malam datang hatiku’
(101) ‘Lam-lamen si rupa ayu’ (14)
‘Terbayang-bayang si wajah cantik’
(102) ‘Nganti mati ora bakal lali’ (15)
‘Sampai mati tidak akan lupa’
(103) ‘Lha kae lintange mlaku’ (16)
‘Lha, itu (lihatlah) ada bintang berjalan’
Sang lelaki bekata kepada sang gadis bahwa setiap malam ia
terbayang-bayang wajah sang gadis yang ayu, rasa rindu selalu ada di
hatinya.dan kata-kata rayuan manis itu terucap ketika sepasang kekasih itu
sedang berdua memadu kasih dimalam hari, dan tiba-tiba sang lelaki melihat
bintang yang berjalan, kemudian berdoa semoga cinta mereka berdua dapat
abadi selamanya.
E. SIMPULAN
Dalam penelitan proses analisis data data yang telah dilakuakan, telah
ditemukan simpulan dari Analisis Wacana Lirik Lagu Keroncong “Nyidham Sari”
karya Andjar Any yaitu dari beberapa aspek yang diteliti. Setiap aspek memilki hal
yang paling dominan, sebagai berikut.
I.
Gramatikal
Pada aspek gramatikal lirik lagu “Nyidham Sari” yang paling dominan
adalah pelesapan atau elipsis.
a. Pelesapan pronomina persona tunggal pertama bentuk terikat lekat kiri
yaitu –ku yaitu ati(-ku), netra(-ku), driya(-ku).
b.
Pelesapan pronomina persona tunggal bentuk bebas yaitu aku,yang
berfungsi sebagai subjek adalah (aku) lam-lamen si rupa ayu, dan nganti
mati (aku) ora bakal lali.
c. Pelesapan pengacuan pronomina persona kedua tunggal bentuk bebas
yaitu sliramu, yang berfungsi sebagai objek adalah adhuh (sliramu) dadi
ati selawase, lam-lamen (sliramu) si rupa ayu, nganti mati ora bakal lali
(sliramu).
II.
Leksikal
Pada aspek leksikal lirik lagu “Nyidham Sari”
yang paling dominan
adalah Sinonimi atau padan kata.
Morfem (bebas) aku bersinonim dengan morfem (terikat) –ku dalam
atiku. Sinonimi kata dengan kata yaitu kata janji dengan kata
prasetyaning merupakan kata bentukan dari kata dasar prasetya yang
memiliki arti janji. Serta kata ati dengan kata driya ‘ati’ dalam bahasa
Jawa Kawi. Kedua kata tersebut memiliki makna sepadan. Sinonimi antara
klausa dengan kata yaitu klausa tansah kumanthil ing netra rinasa
dengan kata lam-lamen yang keduanya memiliki makna yang sepadan
yaitu ‘terbayang-bayang’. Sinonimi antara kata selawase ‘selamanya’
dengan frasa nganti mati ‘sampai mati’ kata dan frasa tersebut memiliki
kesepadanan makna.
III.
Kontekstual
a) Dari Segi Pemafsiran Persona
Aku sebagai penafsiran personal dalam lagu tersebut setidak-tidaknya
mempunyai beberapa tafsiran yakni :
1. Pengarang lagu itu sendiri (Andjar Any)
2. Orang yang khusus menyanyikan lagu itu untuk dipopulerkan
3. Siapa saja yang membaca lirik lagu atau sengaja menyanyikan lagu tersebut.
4. Seorang lelaki yang sedang dimabuk asmara.
b) Dari Segi Pronominal demonstratif
Seperti sajagad raya ‘seluruh bumi’ dan wukir lan samodra ‘gunung
dan samodra’ merupakan tempat yang mengacu secara eksplisit (tidak benarbenar dialami oleh pengarang) sehingga tidak ditemukan suatu situasi atau
tempat karenanya sulit ditafsirkan.
c) Dari Segi Temporal
Waktu nalikanira ing wengi ‘ketika malam datang’ mengacu pada lha
kae lintange mlaku ‘itu dia bintangnya berjalan’ ditafsirkan bahwa mungkin
sang pengarang mengarang lagu itu terinspirasi ketika malam datang dan saat
yang tepat untuk berkasih mesra oleh sepasang kekasih adalah ketika malam
datang.
d) Dari Segi Penganalogian
Upama sliramu sekar melathi
ditafsirkan sebagai seorang wanita
yang dijadikan dambaan hati seorang pria, maka mengakibatkan aku
kumbang nyidham sari diibaratkan seorang prianya yang mendambakan
wanita pujaan hatinya itu. Begitu pula dengan analogi upama sliramu margi
wong manis mengakibatkan aku sing bakal ngliwati. Dari analogi sebab
akibat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari lirik lagu
tersebut adalah lagu dari seorang pria yang sedang jatuh cinta kepada wanita
pujaan hatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Andjar Any. 1996. Kumpulan Lagu Keroncong dan Langgam Jawa. Surakarta:
Cendrawasih.
Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sabar Sabdo, ML. 1999. Catetan Nonton Wayang Ngewrat Langgam lan Lagon
Dolanan. Surakarta: Cendrawasih.
Sumarlam. 2009. Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Sumarlam, dkk.2004. Analisis Wacana, Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, dan Novel
Drama. Bandung : Pakar Raya.
Lampiran:
“Nyidham Sari”
Ciptaan Andjar Any
1. Upama sliramu sekar melathi
‘andaikan kamu bunga melati’
2. aku kumbang nyidham sari
‘aku kumbang menginginkan sari’
3. upama sliramu margi wong manis
‘andaikan kam jalan, orang manis’
4. aku sing bakal ngliwati
‘aku yang akan melewati’
5. sineksen linange luku semana
‘disaksikan bintang luku ketika itu’
6. janji prasetyaning ati
‘janji kesetiaan hati’
7. tansah kumanthil ing near rinasa
‘selalu ( ada teringat) di mata rasanya’
8. karasa rasaning driya
‘terasa rasanya sapa ke hati’
9. midera sajagad raya
‘(walaupun) berkeliling sejagad raya’
10. kalingana wukir lan samodra
‘(meski) terhalang gunung dan samudra’
11. ora ilang memanise
‘tidak akan hilang manisnya’
12. adhuh, dadi ati selawase
‘aduh, menjadi (pujaan hati) selamanya’
13.nalikanira ing wengi atiku
‘ketika malam (datang) hatiku’
14. lam-lamen si rupa ayu
‘terbayang-bayang si wajah cantik’
15. nganti matu ora bakal lali
‘sampai mati tidak akan lupa’
16. lha kae litange mlaku
‘lha itu (lihatlah)! ada bintang berjalan’
Download