Metastasis Ovarium dari Kanker Serviks Stadium IA

advertisement
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 2 Mei - Agustus 2009 : 83 - 86
Metastasis Ovarium dari Kanker Serviks Stadium IA–IIB
yang Dilakukan Radikal Histerektomi di RSU Dr. Soetomo Tahun 2003–2005
Ovarian Metastasis of Cervical Carcinoma Stage IA–IIB
with Radical Hysterectomy at Dr. Soetomo Hospital, Year 2003–2005
Niken Wening Suryanti, Brahmana Askandar Tj,1 Dyah Fauziyah2
1
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi
2
Departemen/SMF Patologi Anatomi
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRACT
Cervical cancer is a gynecological cancer most commonly found in women. Compared to other gynecological
malignancies, cervival cancer develops in young women population. Epidemiologu indicates significance, that the
incidence of cervical cancer in young age is increasing, in which early stage invasive cervival cancer diagnosis
prompts them to undergo radical hysterectomic operation. This case report observes the incidence of early stage
cervical cancer that had been metastatic to the ovary and subjected to radical hysterectomy at Dr Soetomo Hospital,
Surabaya, in 5 years (2003-2007), and observed the effect of disease stage, histopathological-based cell type, lymph
nodes involvement, and parametrial invasion on the incidence of ovarian metastasis. There were 221 cervical cancer
patients stage IA-IIB undergoing radical hysterectomy with bisalphyngo-oophorectomy and pelvic lymphadenectomy.
The incidence of ovarian metastasis from stage I-II cervical cancer with radical hysterectomy in Dr Soetomo
Hospital for 5 years (2003-2007) was 0%. This does not confirm the latest reports, which was 1.3% in SCC and 6.3%
in adenocarcinoma.
Keywords: Ovary metastasis, cervical carcinoma, radical hysterectomy
Correspondence: Niken Wening Suryanti, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo
Surabaya
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker ginekologi yang paling
sering terjadi pada wanita. Sebagian besar dipicu oleh
infeksi HPV (human papilloma virus), walaupun tentu
saja pengaruh multifaktorial dari pejamu memegang
peranan penting dalam pertumbuhan sel kanker.
Frekuensi kanker serviks invasif di Amerika Serikat
tidak diketahui secara pasti, tetapi dilaporkan insidensi
rata-rata 8–10 per 100.000/tahun. Dan di negara
berkembang jumlah yang lebih besar mungkin terjadi,
dikarenakan rendahnya taraf sosial ekonomi yang
berakibat kurangnya skrining untuk deteksi dini penyakit
ini.1
Dibandingkan dengan keganasan ginekologi yang lain,
kanker serviks berkembang pada populasi wanita muda.
Berhubungan dengan mulai dilakukannya aktivitas
seksual secara aktif, dimana primimuda dan multiparitas
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terserang
kanker serviks. Dan oleh karena perjalanan penyakit
yang cukup panjang untuk sampai terjadi lesi maligna
perlu dilakukan skrining dari penyakit ini sejak usia
reproduktif.2
Sebagian besar stadium awal dari penyakit ini adalah
asimptomatik, dan gejala pada stadium yang lebih lanjut
dapat berupa perdarahan pervaginam, terutama pasca
senggama, keputihan yang berbau, maupun gejala-gejala
lain yang berhubungan dengan invasi atau infiltrasi
tumor ke organ-organ sekitarnya.
Terapi dari kanker serviks ditentukan berdasarkan
stadium dari penyakit. Umumnya pada stadium awal
secara efektif dilakukan tindakan pembedahan, baik
konisasi maupun histerektomi radikal, sedangkan pada
stadium lanjut radioterapi merupakan pilihan utama.
Epidemiologi menunjukkan jumlah yang signifikan,
bahwa insidensi kanker serviks pada usia muda terus
meningkat, dengan diagnosis kanker serviks invasif
stadium awal, mengharuskan mereka untuk menjalani
operasi histerektomi radikal, dengan konsekuensi
kehilangan fungsi ovarium yang bermanifestasi klinis
hormonal imbalance, yang akan mempengaruhi kualitas
hidup penderita, terutama yang berusia muda.
Berbagai laporan tentang insidensi metastasis ovarium
dari kanker serviks menunjukkan angka yang rendah,
yaitu 1,4–1,6%,dari stadium IB adenokarsinoma serviks,
terbesar dilaporkan oleh Tabata, et al, saat meneliti pada
otopsi 494 kasus dengan karsinoma sel skuamus
83
Suryanti dkk. : Metastasis Ovarium dari Kanker Serviks Stadium IA–IIB yang Dilakukan Radikal Histerektomi
(squamous cell carcinoma, SCC) stadium lanjut, 54
kasus (10,9%) didapatkan invasi ke korpus uteri, dan 20
dari 54 kasus tersebut (37%) menunjukkan metastasis ke
ovarium.3 Bahkan Woodruf, et al melaporkan insidensi
metastasis ovarium dari kanker serviks sebesar < 1%,
dan sebagian besar kasus berasal dari stadium lanjut
adenokarsinoma serviks.4
Ovarian preservation atau memelihara fungsi ovarium
pada penderita kanker khususnya kanker serviks telah
banyak dibahas akhir-akhir ini, sebagai cara untuk
menjaga kualitas hidup penderita kanker serviks usia
muda, yang harus menjalani operasi histerektomi radikal.
Akan tetapi masih menjadi kontroversi dimana
pertimbangan faktor risiko terjadinya metastasis ke
ovarium, antara lain penampakan ovarium secara
makroskopis, jenis histopatologi sel kanker, keterlibatan
kelenjar getah bening dan invasi parametrium, serta
ukuran tumor perlu dilakukan identifikasi secara cermat,
untuk mencegah rekurensi dari kanker serviks.5
Dari latar belakang tersebut, laporan kasus ini
mengamati insidensi kanker serviks stadium awal yang
dilakukan operasi histerektomi radikal yang metastasis
ke ovarium di RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam 5
tahun (2003–2007), dan mengamati pengaruh stadium
penyakit,
jenis
sel
berdasarkan
histopatologi,
keterlibatan KGB, serta invasi parametrium terhadap
insidensi metastasis ke ovarium.
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui
insidensi kanker serviks yang bermetastasis ke ovarium
di RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam 5 tahun
(2003–2007) dan manfaat dari hasil pengamatan ini bagi
pelayanan adalah memberikan alternatif pilihan terapi
kanker serviks stadium awal pada usia muda untuk
memperbaiki kualitas hidup pasca operasi histerektomi
radikal. Sedangkan bagi keilmuan adalah sebagai data
klinis insidensi kanker serviks yang dilakukan operasi
histerektomi radikal di RSU Dr. Soetomo Surabaya
dalam 5 tahun.
KASUS & TATALAKSANA
Selama 5 tahun (2003–2007) didapatkan 221 penderita
kanker serviks stadium IA–IIB yang menjalani operasi
histerektomi radikal dengan bisalphyngo-oophorectomy
dan pelvic lymphadenectomy, dengan karakteristik yang
tampak pada tabel 1.
Dari penelitian ini tidak didapatkan metastasis ke
ovarium pada keseluruhan pasien yang dilakukan operasi
histerektomi radikal. Di lain pihak adanya metastasis ke
KGB sebanyak 50 pasien (22,6%) dimana 18 orang
merupakan stadium IB, 22 orang stadium IIA, dan 10
orang pada stadium IIB pasca kemoterapi, tidak
didapatkan pasien pada stadium IA yang metastasis ke
KGB.
Tabel 1. Karakteristik kasus
Umur (tahun)
45,6
Paritas
4,2
Stadium (FIGO)
IA
22/221
IB
67/221
IIA
76/221
IIB pasca kemo 56/221
Histo PA
Squamous cell ca
145/221
Adeno ca
69/221
Adeno squamous
7/221
(30–60)
(P0–P4)
(10%)
(30,3%)
(34,4%)
(25,3%)
(65,6%)
(31,2%)
(3,2%)
Tabel 2. Insidensi metastasis KGB dan ovarium
berdasarkan stadium (FIGO)
Stadium
Metastasis KGB
Metastasis Ovarium
IA
0/22
(0%)
0
IB
18/67
(26,86%)
0
IIA
22/76
(28,94%)
0
IIB
10/56
(17,86%)
0
Total
50/221
(22,60%)
0
Dengan memperhitungkan stadium, ternyata tidak
satupun dari ke-4 kategori stadium yang ada didapatkan
metastasis ke ovarium. Pada stadium IB didapatkan 18
pasien dari 67 pasien (26,86%) yang metastasis ke KGB,
pada stadium IIA 22 pasien dari 76 pasien (28,94%)
metastasis ke KGB, dan stadium IIB pasca kemoterapi
10 pasien dari 56 pasien (17,80%) metastasis ke KGB.
Tabel 3. Insidensi metastasis KGB dan ovarium
berdasarkan jenis histopatologi anatomi
Metastasis
Histo PA
KGB
Ovarium
Squamous cell
33/145
(22,75%)
0
Adeno
13/69
(18,84%)
0
Adeno squamous
4/7
(57,14%)
0
Small cell
0/0
(0%)
0
Total
50/221
(22,62%)
0
Berdasarkan jenis histopatologi pun ternyata tidak
didapatkan metastasis ke ovarium, dari 221 pasien yang
dilakukan operasi histerektomi radikal. Dari 221 pasien
didapatkan ukuran tumor lebih dari 4 cm sebanyak 89
pasien (40,23%), lainnya tidak didapatkan keterangan
tentang deskripsi ukuran tumor pada laporan operasi.
Sedangkan gambaran invasi sel kanker ke stroma
dilaporkan pada 48 pasien (21,72%), sebagian besar
tidak disebutkan kedalaman invasi stroma dalam satuan
panjang. Invasi endometrium didapatkan pada 53 orang
(23,98%), dimana keseluruhan dari kasus ini terdapat
metastasis ke KGB (50 pasien).
Di RSU Dr. Soetomo, keseluruhan pasien yang
dilakukan operasi histerektomi radikal, dilakukan
bisalphyngo-oophorectomy, tidak ada pasien yang
dilakukan ovarium transposisi ataupun meninggalkan
ovarium.
84
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 2 Mei - Agustus 2009 : 83 - 86
PEMBAHASAN
Penyebaran dan metastasis kanker serviks stadium awal
ke ovarium jarang terjadi. Beberapa peneliti melaporkan
insidensi metastasis kanker serviks ke ovarium sebesar
0,9%, 1,4–1,6%, dan insidensi tertinggi sebesar 7,7%
dilaporkan oleh Tabata, et al. saat melakukan otopsi pada
494 penderita SCC stadium lanjut. Beberapa penelitian
yang baru mendukung data-data dari literatur lama
bahwa penyebaran SCC ke ovarium jarang ditemukan.
Penelitian mengenai metastasis kanker serviks pada
ovarium dari beberapa laporan menunjukkan bahwa
penyebaran ke ovarium lebih banyak pada kasus
adenokarsinoma serviks daripada SCC.
Studi yang berkembang akhir-akhir ini tertuju pada
kualitas hidup penderita. Khususnya bahwa kondisi yang
akan dialami oleh penderita menghadapi terapi radikal
dan mempertahankan fungsi organ yang berpengaruh
terhadap status hormonalnya. Terapi konvensional yang
selama ini dilakukan baik pembedahan radikal dan
radioterapi pada stadium IB dan II ataupun radioterapi
pada stadium III dan IV, telah memberikan efek yang
kurang baik terhadap kualitas hidup penderita
sehubungan dengan hormonal imbalance yang terjadi.
Insidensi terjadinya keganasan ovarium setelah
histerektomi diperkirakan sekitar 0,2% sampai 1–3%.
Tindakan re-operasi terhadap kelainan ovarium yang
terjadi setelah histerektomi radikal sebesar 7,6% dan
1,2%. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan
keganasan ovarium bukan merupakan suatu alasan untuk
tidak melakukan preservasi ovarium pada operasi radikal
dari kanker serviks.
McCall, et al tidak dapat menemukan kasus metastasis
ke ovarium pada lesi skuamus dari kanker serviks
dibawah stadium III dan ia merupakan orang yang
pertama kali menganjurkan preservasi ovarium bila tidak
terlihat tanda-tanda metastasis sewaktu operasi. Hal ini
didukung oleh Yagi, et al, yang merekomendasikan
preservasi ovarium berdasarkan data insidensi metastasis
ke ovarium pada kanker serviks, yaitu 0,5% dan 0,04%.
Pada studi terakhir masih terjadi perdebatan, pada 1992,
Gynecologic Oncologyc Group (GOG) dengan skala
besar mengidentifikasi penyebaran ke ovarium, ada 4
dari 770 (0,5%) pasien SCC dan 2 dari 121 (1,7%)
dengan adenokarsinoma. Tidak ada laporan pasien
dengan
adenoskuamus
karsinoma
(82)
atau
histopatologis lain (17) yang bermetastasis ke ovarium.
Meskipun frekuensi metastasis pasien dengan
adenokarsinoma adalah yang terbesar, tetapi secara
statistik tidak signifikan. Namun demikian Sarjana
Nakanishi melaporkan insidensi metastasis ke ovarium
dari adenokarsinoma serviks secara signifikan lebih
tinggi daripada SCC, insidensi pada adenokarsinoma
serviks ini erat berhubungan dengan ukuran tumor
daripada stadium klinisnya, hal ini berbeda dengan SCC
dimana stadium klinis lebih berperan
kemungkinan metastasis ke ovarium.6
terhadap
Sarjana Young, et al, melaporkan bahwa invasi stroma
yang dalam (lebih dari 1,2 mm) berhubungan dengan
meningkatnya insidensi metastasis ke ovarium, hal ini
dihubungkan dengan pertumbuhan ekstensif karsinoma
in situ yang melibatkan kelenjar endometrium, yang
diperkirakan menjadi sumber penyebaran langsung sel
kanker. Sarjana Parham melaporkan hal sama, pada
laporan kasus penderita adenokarsinoma serviks bulky
stadium IB, metastasis ke ovarium terjadi 6 bulan pasca
operasi histerektomi radikal dan radioterapi, pada
pemeriksaan patologi didapatkan invasi sel kanker pada
sepertiga bagian stroma serviks, dan meluas ke
perbatasan endoserviks serta segmen bawah rahim, dan
juga didapatkan metastasis ke KGB obturator.3
Faktor risiko lain yang berperan terhadap metastasis ke
ovarium adalah invasi sel kanker ke endometrium, hal
ini berhubungan dengan infiltrasi secara langsung dari
sel kanker ke organ sekitarnya. Dari laporan terakhir
dinyatakan bahwa insidensi dari adanya faktor di atas
berkisar 55–80%, tetapi Sarjana Shimada melaporkan
dari penelitiannya, didapatkan 2 orang pasien (dari 52
pasien) tanpa metastasis KGB, tanpa invasi stromal,
tanpa invasi endometrium, dan ukuran tumor tidak bulky,
ternyata mengalami metastasis ke ovarium; Dan evaluasi
ovarium durante operasi (untuk memastikan tidak
adanya lesi metastastik di ovarium) sulit dilakukan.7
Seperti yang dilaporkan oleh sarjana Kim, pada kasus
adenokarsinoma serviks, dengan inspeksi tampak serviks
tanpa lesi yang berarti, hanya sedikit hipertrofi, dengan
besar uterus yang normal, adneksa dan parametrium
tidak ditemukan infiltrasi, gambaran foto dada, profil
darah, dan kimia klinik yang normal, serta dari MRI
pelvis didapatkan massa terbatas pada serviks dan
ovarium normal, setelah dilakukan operasi histerektomi
radikal didapatkan ovarium kiri yang secara makroskopis
normal, dan ovarium kanan ditemukan nodul sangat
kecil yang cukup sulit untuk diidentifikasi, dan ternyata
didapatkan metastasis ovarium pada pemeriksaan
histopatologi selain invasi ke stroma.5
Rute penyebaran sel kanker sehingga terjadi metastasis
ke ovarium masih menjadi kontroversi, Sarjana Wu, et
al, menyatakan bahwa penyebaran tersebut melalui jalur
limfatik dan implantasi transtubal. Sarjana Tabata, et al,
menduga jalur hematogen-lah yang berperan, sedangkan
Sarjana Shimada menyatakan bahwa metastasis terjadi
tergantung dari jenis histopatologinya, dimana SCC
melalui jalur limfatik, sedangkan adenokarsinoma
serviks melalui jalur hematogen.7
Studi terbaru melaporkan, insidensi metastasis ovarium
pada kanker serviks stadium dini adalah nol. Tidak
ditemukan sel mikroskopik metastasis ovarium pada
kanker serviks stadium dini (IB dan IIA) dengan
85
Suryanti dkk. : Metastasis Ovarium dari Kanker Serviks Stadium IA–IIB yang Dilakukan Radikal Histerektomi
pembedahan radikal atau stadium lanjut (IIA, IIB, IIIA)
yang telah dilakukan bilateral salphyngo-oophorectomy.
Secara histologi, SCC atau small cell carcinoma tidak
mempengaruhi insidensi metastasis ovarium. Tidak ada
peningkatan risiko dari recurrent pelvic abdominal mass
yang terjadi pada pasien dengan ovarium tunggal, baik
pada adenokarsinoma atau SCC. Kejadian metastasis
KGB pada metastasis ovarium tidak ada.
mencegah risiko osteoporosis, hot flushes, kekeringan
vagina, dan perubahan psikis pada pasien ekonomi
lemah, dengan meninggalkan ovarium pada terapi bedah
kanker serviks yang akan meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menyelamatkan mereka dari pemberian
terapi pengganti hormon.
KESIMPULAN
Sarjana Landoni, et al melaporkan dari penelitian
terhadap 1.965 penderita kanker serviks stadium
IA-IB-IIA (FIGO) dengan histopatologi SCC dan
non-SCC yang dilakukan operasi histerektomi radikal,
didapatkan insidensi metastasis ke ovarium sebesar 0,9%
(16 kasus). Dikatakan bahwa umur, stadium, jenis
histopatologi, serta kedalaman stroma yang diinvasi sel
kanker adalah faktor risiko yang berpengaruh terhadap
metastasis ke ovarium. Sehingga ia menyimpulkan
preservasi ovarium dapat dilakukan pada penderita muda
dengan stadium awal, yang secara makroskopis
ovariumnya normal dan dengan stroma serviks uteri
yang tidak diinvasi sel kanker.
Insidensi metastasis ovarium dari kanker serviks stadium
I–II yang menjalani operasi histrektomi radikaldi RSU
Dr. Soetomo selama 5 tahun (2003–2007) adalah 0%.
Hal ini tidak sesuai dengan insidensi yang telah
dilaporkan pada penelitian akhir-akhir ini yaitu sekitar
1,3% pada SCC dan 6,3% pada adenokarsinoma. Tetapi
dapat diperoleh gambaran bahwa insidensi metastasis
ovarium yang rendah, sehingga perlu dipertimbangkan
tindakan
preservasi
ovarium
sebagai
usaha
mempertahankan kualitas hidup pada pasien kanker
serviks stadium awal yang berusia muda dan akan
menjalani operasi histerektomi radikal.
Berdasarkan semua temuan di atas, menjadi rasional bila
mempertahankan ovarium normal pada wanita muda
yang akan mengalami histerektomi radikal pada SCC
stadium dini, apabila secara makroskopis ovarium
tampak normal.
DAFTAR PUSTAKA
Hasil yang ditemukan oleh penulis masih menimbulkan
kontroversi, karena tidak didapatkannya metastasis ke
ovarium pada seluruh kasus yang diamati, meskipun
didapatkan faktor risiko untuk terjadinya metastasis yaitu
keterlibatan KGB, invasi stroma dan endometrium, serta
ukuran tumor yang bulky. Memang pada pengumpulan
data penulis menemui banyak kesulitan yang disebabkan
ketidaklengkapan rekam medik yang ada, baik pada
pencatatan evaluasi status awal pasien, maupun
perjalanan penatalaksanaan yang telah dilakukan,
demikian pula pada pelaporan hasil operasi maupun hasil
pemeriksaan histopatologi, tidak ada keseragaman yang
baku, sehingga banyak data yang diperlukan tidak
ditemukan dalam pelaporan yang ada.
Perawatan ovarium pada wanita muda, yaitu dengan
melakukan preservasi ovarium meningkat 33,8%, untuk
mencegah menopause pembedahan yang kemudian
1. DiSaia P, Creasman W. Invasive cervical cancer. In:
Clinical gynecology oncology. Elsevier-Mosby; 2007.
p.56–115.
2. Kumar V, Abbas A, Fausto N. Cervix, disease of organ
systems. In: Pathologic basic of disease. Elsevier Saunders;
2005. p.1072–9.
3. Nguyen L, Brewer CA, DiSaia PJ. Ovarian metastasis of
stage IIB squamous cell cancer of the cervix after radical
parametrectomy and oophoropexy. Gynecologic Oncology.
1998; 68:198–200.
4. Yada-Hashimoto N, Yamamoto T, et al, Metastatic ovarian
tumors: a review of 64 cases. Gynecologic Oncology. 2003;
89:314–7.
5. Kim JY, Lee DH, et al. Ovarian metastasis from stage IB
cervical adenocarcinoma: a case report. Pusan, Korea:
Department of Obstetrics and Gynecology, College of
Medicine, National University Pusan; March 2003.
6. Nakanishi T, Wakai K, et al. A comparison of ovarian
metastasis between squamous cell carcinoma and
adenocarcinoma of the uterine cervix. Gynecologic
Oncology. 2001; 82:504–9.
7. Shimada M, Kigawa J, et al. Ovarian metastasis in
carcinoma of the uterine cervix. Gynecologic Oncology.
2006; 101:234–7.
86
Download