Aspek Biologi Dan Dinamika Populasi Ikan Di

advertisement
LAPORAN TEKNIS / AKHIR
TAHUN ANGGARAN 2016
Judul KAK (PROPOSAL) :
Aspek Biologi Dan Dinamika Populasi Ikan
Di Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur
Oleh :
Siti Nurul Aida, Agus Djoko Utomo, Taufiq Hidayah,
Muhammad Ali, Herry Kusuma,
Abas Soffyan, Gatot Subroto, Busyrol Waroh.
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2016
SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGAN
DI WADUK PONDOK DAN WIDAS JAWA TIMUR
Abstrak
WadukWidasdanPondokmempunyaiartipentingbagiperikanan.
Produksiperikanantangkapmasihpunyapeluangbesaruntukdinaikkanmelaluiteknolgipengelo
laansumberdayaikan
.Penelitianbertujuanuntukmendapatkan
data
daninformasiaspekbiologibeberapajenisikan,
dayadukungperairanuntukikantebaran,
stokikandandinamikapopulasibeberapajenisikan.Penelitiandenganmenggunakanmetodesur
veidilakukanlima
kali
surveiyaitupadabulanFebruari,
April,
Juli,
SeptemberdanNopember2016. Tingkat kesuburankeduawadukeutrofik (TSI rata rata
62).Dayadukungperairanuntukbudidayaikanpadakerambajaringapung
di
WadukPondokyaitu196,5 ton ikan/th (atausetaradengan 130 petak KJA),
dalamkenyataannyajumlah KJA di WadukPondokada 126 petak (sudah optimum
tidakdapatditambahlagi). Estimasijumlahikan yang dapatditebar di WadukPondokadalah
35.587 ekor/tahun untuknila, 17.793 ekor/tahun untukTawes, dan 120.106 ekor /tahun
untuk
Wader.
Sedangkanestimasijumlahikan
yang
dapatditebar
di
WadukWidasadalah29.743 ekor/tahun untuknila, 43.907 ekor/tahun untukTawes, dan
151.078 ekor/tahun untuk Wader.Stokikan di wadukPondok256,91 kg/ha,wadukWidas
165,67
kg/ha.
Parameter
dinamikapopulasibeberapajenisikan
di
WadukPondokuntukikanTawes: L∞= 29Cm, K =0,55, M=1,25051, F= 3,0556, Z=
3,703dan E= 0,7. UntukikanNila: L∞= 29,1Cm, K = 0,44, M=1,08540, F=3,0556, Z=
4,141dan E= 0,7.
Sedangkan Parameter dinamikapopulasibeberapajenisikan di
WadukWidasuntukikanNila: L∞= 44,4Cm, K = 0,7, M= 1,29704, F= 6,2579, Z= 7,555dan
E= 0,8. UntukikanTawes: L∞= 45 Cm, K = 0,63, M= 1,2061, F= 3,5473, Z= 4,780, dan E=
0,7.
Kata kunci :Biologiikan ,Ikantebaran,Stokikan, Dinamikapopulasi.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian
Tahun Anggaran 2016 yang berjudul ”Aspek Biologi Dan Dinamika Populasi Ikan Di
Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur“ Tujuan akhir penelitian adalah untuk
mendapatkan rekomendasi teknik pengelolaan perikanan tangkap, konservasi sumberdaya
ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai. Tujuan penelitian pada
tahun 2016 yaitu: a). Mendapatkan data dan informasi aspekbiologibeberapajenisikan, b).
Estimasijumlahikan
yang
akanditebar,
c).Stokikan,
d).
Parameter
dinamikapopulasibeberapajenisikan.
Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2016, Kami mengucapkan
terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas
fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran sangat
diperlukan guna penyempurnaan laporan ini.
Palembang,
Desember 2016
Tim Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
i
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Justifikasi
1.3. Tujuan dan Sasaran
1.4. Keluaran
1.5. Hasil yang Dicapai/diharapkan
1.6. Manfaat dan Dampak
1
1
2
3
3
3
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karateristik Waduk
2.2. Ekologi Perairan Waduk
2.3. Pencemaran di Waduk
2.4. Aspek Penangkapan
2.5. Sumberdaya Ikan
2.6. Kualitas Air
5
5
6
8
11
11
13
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Komponen Kegiatan
3.2
Alat Dan Bahan Penelitian
3.3
Tempat Dan Waktu
16
16
16
16
v
3.4
Pengumpulan Data dan Analisis
3.4.1. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan
3.4.2. Dinamika Populasi
3.4.3. Pendugaan Stok Ikan dan Pemetaan Bathimetri dengan Alat
Akustik
3.4.4. Estimasi Jumlah Benih Ikan Untuk Penebaran
3.4.5. Monitor Kualitas Air
18
18
23
24
25
26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Waduk Pondok dan Widas
4.2. Aspek Biologi Beberepa Jenis Ikan.
4.3. Pendugaan Jumlah Ikan Yang Ditebar
28
28
31
54
4.4. Daya Dukung Perairan Untuk KJA.
4.5. Kepadatan Stok Ikan
4.6. Parameter Dinamika Populasi
56
63
86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
98
DAFTAR PUSTAKA
100
LAMPIRAN
104
1. Kualitas air di WadukPondok
104
2. Kualitas Air di WadukWidas
116
3. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Pondok 2016
128
4. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Widas 2016
131
5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
134
6. FotoAktivitas Penelitian Di Waduk Pondok Dan Widas
135
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1
Metode Analisis Biologi
18
3.2
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky
dalam Effendie (2002)
19
3.3
Metoda AnalisaDinamika Populasi
24
3.4
Peralatan Akustik Untuk Pendugaan Stok Ikan
25
3.5
Parameter dan metode analisis sampel air
26
4.2.1.1 Indeks Kepenuhan Lambung dan Perbandingan Panjang Usus
dengan Panjang Tubuh Ikan Nila di Waduk Pondok.
4.2.1.2 Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie 1997).
34
4.2.1.3 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Pondok
38
4.2.1.4 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Pondok
39
4.2.1.5 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Widas
42
4.2.1.6 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Widas
44
37
4.3.1
Rata-rata persentasi hasil tangkapan ikan dominan di waduk Widas
Dan Pondok, Jawa Timur
54
4.3.2
Kompetisi pakan alami ikan dominan pemakan plankton di waduk
Widas Dan Pondok, Jawa Timur
54
4.4.1
Tingkat Kesuburan Perairan Waduk Widas Dan Pondok
58
4.4.2
Contoh Kandungan Total P dalam Pakan dan Ikan pada beberapa
Pembudidaya Ikan di Waduk Pondok
59
4.4.3
Contoh Konversi Pakan Pada Beberapa Pembudidaya Ikan
59
4.5.1
Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
65
4.5.2
Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
67
4.5.3
Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
67
4.5.4
Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Pondok, Juli 2016
70
4.5.5
Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
77
4.5.6
Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
79
4.5.7
Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
79
4.5.8
Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Widas, Juli 2016
82
vii
4.6.1
Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus),
dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Widas , Kabupaten
Madiun, Jawa Timur
86
4.6.2
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Widas
88
4.6.3
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Widas
90
4.6.4
Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus),
dan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Pondok , Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
92
4.6.5
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Pondok
93
4.6.6
Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Pondok
96
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu ..............................
6
2.2
Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk .......
7
3.1
Lokasi Penelitian Di Waduk Pondok (a) Dan Widas (b).......................
17
4.2.1.1
Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Pondok ..............................
32
4.2.1.2
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Pondok 2016 ...........
34
4.2.1.3
Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Pondok ..........................
35
4.2.1.4
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Pondok ................
35
4.2.1.5
Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Pondok ...........................................
36
4.2.1.6
Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Pondok .......................................
39
4.2.1.7
Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Widas .................................
40
4.2.1.8
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Widas ......................
41
4.2.1.9
Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Widas ............................................
41
4.2.1.10
Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Widas .............................
42
4.2.1.11
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Widas .................
43
4.2.1.12
Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Widas ........................................
44
4.2.2.1
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok ..............
47
4.2.2.2
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok ..........
48
4.2.2.3
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas ................
49
4.2.2.4
Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Widas.............
50
4.2.2.5
Grafik faktor kondisi ikan Nila di Waduk Pondok dan Widas ..............
52
4.2.2.6
Grafik faktor kondisi ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas
53
4.5.1
Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Pondok Jawa
Timur, Juli 2016 ......................................................................................
65
4.5.2
Profil densitas rata-rata secara vertikal ...................................................
66
4.5.3
Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman ......................
68
4.5.4
Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman ..................
68
4.5.5
Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila ...............................................
69
4.5.6
Biomassa tiap strata kedalaman perairan ................................................
70
4.5.7
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m ..............................
70
ix
4.5.8
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m .............................
70
4.5.9
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m ..........................
72
4.5.10
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m ..............................
72
4.5.11
Peta bathimetri waduk Pondok 2016 ......................................................
73
4.5.12
Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Widas Jawa
Timur, Juli 2016 ......................................................................................
76
4.5.13
Profil densitas rata-rata secara vertikal ...................................................
77
4.5.14
Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman ......................
80
4.5.15
Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman ..................
80
4.5.16
Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila ...............................................
81
4.5.17
Biomassa tiap strata kedalaman perairan ................................................
82
4.5.18
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m ..............................
83
4.5.19
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m .............................
83
4.5.20
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m ..........................
84
4.5.21
Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m
84
4.5.22
Peta bathimetri waduk Widas 2016 ......................................................
85
4.6.1
87
4.6.2
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di
waduk Widas, Madiun............................................................................
Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Widas Madiun ...................
4.6.3
Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes Di Waduk Widas...... .....................
89
4.6.4
89
4.6.5
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di
waduk Widas, Madiun ...........................................................................
Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Widas ............................
4.6.6
Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Widas ...............................
91
4.6.7
92
4.6.8
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes di
waduk Pondok, Ngawi............................................................................
Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Pondok, Ngawi....................
4.6.9
Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes Di Waduk Pondok ..........................
94
4.6.10
95
4.6.11
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di
waduk Pondok, Ngawi. ..........................................................................
Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Pondok ..........................
4.6.12
Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Pondok ..............................
96
87
90
93
95
x
DAFTAR LAMPIRAN
No
Lampiran
Halaman
1
Lampiran 1. Kualitas Air di Waduk Pondok
104
2
Lampiran2. Kualitas Air di WadukWidas
116
3
Lampiran 3. Hasil Tangkapan Ikan Di Waduk Pondok
128
4
Lampiran4. HasilTangkapanIkan Di WadukWidas
131
5
Lampiran 5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
134
6
Lampiran 6. Foto Kegiatan Penelitian Di Waduk Pondok Dan
Widas
135
xi
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perairan umum mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar dalam berbagai
kegiatan. Bagi perikanan, perairan umum merupakan sumber daya alam untuk
penangkapan ikan konsumsi maupun ikan hias, benih dan induk ikan bagi usaha budidaya
ikan di samping sebagai tempat usaha budidaya. Waduk merupakan ekosistem terbuka.
Perairan ekosistem terbuka umumnya dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Beberapa
kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan di waduk antara lain aktivitas
pemukiman, rekreasi, penggunaan lahan di wilayah tangkapan dan adanya kegiatan
budidaya ikan karamba jaring terapung. Waduk merupakan tipe perairan umum yang
dibuat untuk keperluan irigasi, PLTA, PAM, Perikanan, Pariwisata. Dalam masa
mendatang perairan waduk akan terus berkembang dengan seiring keperluan pertanian.
Waduk Widas mempunyai luas 570ha terletak di desa Pajaran, kecamatan Saradan
Kabupaten Madiun Jawa imur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984. Waduk
Widas merupakan waduk serbaguna fungsi utama sebagai irigasi persawahan seluas 9.120
ha, pembangkit tenaga listrik sebesar 650 KW. Fungsi lain yaitu sumber air minum,
pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Waduk tersebut terbentuk oleh
karena pembendungan sungai Widas (Kali Bening) yang merupakan sub DAS Berantas,
bermata air dari Gunung Wilis. Waduk Widas juga disebut Bendungan Bening, berada di
wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), dikelilingi oleh Gunung
Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro, berjarak 40 km kea arah utara dari kota
madiun. Hasiltangkapan per tahun rata ratamencapai 283 ton/tahunterdiridarijenisikan:
Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red
Devil. Sudah terbentuk yaitu kelompok Mina Widas makmur, terdiri dari 125 orang.
(Dinas Perikanan Madiun, 2012). Permasalahan Sungai utama di Waduk Widas yaitu
sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk Widas masih kurang,
sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Kasiyanti et al, 2013)
Waduk Pondok terletak di Desa Gondang Kecamatan Bringin, kurang lebih 15 km
dari Kota Ngawi Propinsi Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo.
Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduksekitar 380 ha,
volume efektif air 29.000.000 m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Hasil tangkapan per
tahun rata ratamencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro/Mas, Tawes, Nila,
Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Sudah terbentuk kelompok nelayan di waduk
1
pondok yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama) desaGandong, KUB desaSuruh, KUB
desa Kenongo Rejo, KUB desaDampit. Alat tangkap yang dominant yaitu Jaring insang,
Jalatebar, Pancing, Bubu, Serok/songko (DinasPerikananNgawi, 2012).
Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok
yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan infrastruktur yang
memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI, infrastruktur yang
mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga
perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan.
Di Indonesia terdapat sekitar 102 waduk besar dan kecil. Dari total waduk tersebut
80 % nya berada di pulau Jawa (KKNI-BB, 2011). Jumlah waduk besar (≥ 500 ha)
berkisar 15 % dan sisanya (85 %) adalah waduk-waduk kecil. Di Jawa Timur terdapat
sekitar 21 waduk yang terdiri dari 2 buah waduk besar, yaitu waduk Karangkates dan
Wonorejo dan 19 buah waduk-waduk kecil antara lain waduk Widas dan Pondok. Wadukwaduk kecil mempunyai peran besar yang langsung untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Keberadaan waduk-waduk kecil bertujuan utama untuk pengendali banjir dan
irigasi pertanian. Disamping itu pengelolaan waduk kecil relative lebih mudah sesuai
dengan tujuan utamanya. Dengan terbentuknya perairan waduk ini, sangat berpotensi
untuk meningkatkan produksi perikanan dari perairan umum daratan. Penelitian ini
dilakukan di waduk Widas dan Pondok karena cukup mewakili (representative) terhadap
keberadaan waduk-waduk kecil.
I.2. Justifikasi.
Dari segi perikanan waduk tersebut mempunyai arti penting bagi nelayan dan
waisata pemancingan. Retribusi pemancingan punya kontribusi terhadap PAD setempat.
Ikan disamping dijual dalam bentuk segar juga dalam olahan sperti ikan asin dan filet.
Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh pemerintah masih terbatas pada
penebaran ikan (Nila). Masih punya peluang besar produksi perikanan tangkap untuk
dinaikan karena pengelolaan yang berupa konservasi sumberdaya ikan, perlindungan ikan,
tata ruang, penebaran ikan selain ikan nila belum dilakukan.
Untuk mendukung teknik konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan
penebaran jenis ikan yang sesuai perlu dukungan riset. Penelitian akan dilakukan selama
tiga tahun yaitu pada tahun 2015 dilakukan penelitian inventarisasi jenis-jenis ikan, biota
perairan, keragaman habitat, kualitas air dan kegiatan penangkapan. Pada tahun 2016
dilakukan penelitian tentang biologi ikan,
kajian stok ikan, dan dinamkia populasi
beberapa jenis ikan.
2
I.3. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dan sasaran akhir: Mendapatkan teknik pengelolaan perikanan tangkap,
daya dukung perairan untuk perikanan, jenis dan jumlah ikan yang harus ditebar. Tahun
2016 : Mendapatkan data dan informasi tentang biologi ikan, jumlah dan jenis ikan yang
akan ditebar, bathimetri, stok ikan dan dinamika populasi.
I.4. KELUARAN YANG DIHARAPKAN
Tahun 2016 :
 Data dan informasi tentang aspek biologi beberapa jenis ikan
 Data dan informasi tentang bathimetri dan stok ikan
 Data dan informasi tentang dinamika populasi beberapa jenis ikan.
1.5 HASIL YANG DICAPAI/DIHARAPKAN.
Hasil yang sudah didapatkan Tahun 2015: Laporan teknis tentang biologi
perairan,kualitas perairan, keragaman jenis ikan,
dan aspek penangkapan. Di waduk
Pondok terdapat 19 jenis ikan dan satu jenis udang, 18 spesies fitoplankton,
kelimpahannya 11,400-55,300 sel/l, zooplankton 12 spesies zooplankton. Makrozoobentos
di waduk terdiri dari kelompok Tubificidae. Kedalaman rata-rata 10 m, kecerahan 0,7 m.
Tingkat kesuburan (TSI): 62 Tergolong eutrofik, dugaan potensi produksinya: 415
kg/ha/thn. Ada tujuh jenis alat tangkap, didominasi alat tangkap yang bersifat pasif, hanya
jala (cast net) dan serok yang bersifat aktif. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila,
tawes, wader. Hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh pola pergerakan air waduk. Di
waduk Widas terdapat 15 jenis ikan dan satu jenis udang, 21 spesies fitoplankton,
kelimpahannya 31.200 sel/l, zooplankton 15 spesies. Makrozoobentos di waduk terdiri dari
kelompok Tubificidae. Kedalaman rata-rata 11 m, kecerahan 0,5 m. Tingkat kesuburan
(TSI): 63,7. Tergolong eutrofik, dugaan potensi produksinya: 569,6 kg/ha/thn. Ada tujuh
jenis alat tangkap, sebagian besar bersifat pasif didominasi jaring, hanya jala (cast net)
dan serok yang bersifat aktif. Jenis-jenis ikan didominansi oleh ikan introduksi seperti
ikan Nila dan Patin dan Red devil, jenis ikan lain tawes, mujair, gabus, wader, keprek.
Jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan berukuran besar adalah Gabus, nila, dan
mujair. Hasil tangkapan rata-rata 9 kg/hari (Rp.180.000/hari).
Hasil penelitian yang didapatkan tahun 2016 yaitu Laporan teknis tentang stok
ikan, estimasi penebaran benih ikan dan dinamika populasi untuk beberapa jenis ikan
dominan dan biologi beberapa jenis ikan. Draf laporan ilmiah tentang aspek biologi ikan
3
Nila dan Tawes, daya dukung perairan untuk KJA di waduk Pondok, pertumbuhan ikan
Nila dan Tawes di Waduk Pondok dan Widas.
I.6. Manfaat Dan Dampak
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai masukan dalam pengelolaan
sumberdaya ikan di Waduk Widas dan Pondok agar lestari dan dimanfaatkan secara
berkesinambungan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Perairan Waduk.
Waduk merupakan badan air yang terbentuk karena pembendungan aliran air sungai
oleh manusia, yang mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologinya berbeda dengan
sungai. Dengan terbentuknya sungai menjadi waduk maka kualitas air waduk lebih stabil
dan produksi perikanannya lebih tinggi. Pembuatan waduk biasanya digunakan untuk
keperluan pembangkit tenaga listrik, irigasi pertanian, pariwisata dan perikanan.
Terbentuknya waduk yaitu karena pembedungan sungai, beberapa wilayah akan
ditengelamkan. Sehingga dasar waduk banyak materi materi yang terendam seperti kebun,
rumah, danlain sebgainya. Disamping itu waduk bentuknya tidak beraturan, banyak teluk,
dan lain sebgainya. Waduk merupakan perairan yang relatip tergenang, aliran air tidak
deras, ada daerah inlet (air masuk), ada daerah outlet (air keluar), ada daerah yang dalam
dan ada daerah yang dangkal. Walupun aliran air tidak deras namun sering terjadi
gelombang yang disebabkan oleh angin yang kencang. Pengaturan air menggunakan pintu
air di oulet, bila diperlukan untuk pengairan pertanian maka pintu air di buka, dan bila
untuk menyimpan air maka pintu air ditutup. Sehingga waduk mempunyai fluktuasi air
yang besar, kandungan lumpur biasanya banyak terdapat di dekat pintu air (Direktorat
Pengelolaan Bengawan Solo, 2003)
Berdasarkan terbentuknya waduk maka waduk ada tiga macam yaitu waduk
Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk karena
pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10 ha,
kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal. Waduk
irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim
penghujan), luasan 10–500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan,
fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen,
luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan; mempunyai
funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pengendali banjir
(Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006).Waduk mempunyai ciri fisik
sebagai berikut; banyak teluk,
daerah tangkap hujan luas, garis pantai panjang,
pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar (5-25 m), masa simpan air sebentar karena
sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral luas, tidak terjal seperti danau (Departemen
Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006).
5
2.2. Ekologi Perairan Waduk.
Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air
termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam
memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah tangkap
hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk. Garis
pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan. Banyak
teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil .
Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan
suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin
Namun pada
kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang
dingin.
menyolok.
Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan
hypolimnion (lihat Gambar 2.1).
Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada
permukaan, suhu panas. Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi
penurunan suhu yang tajam. Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang
suhunya lebih dingin (Mitsch and Jorgensen 2004).
Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu
Sumber : Odum, 1996
Perairan waduk yang dalam
berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka
lapisan Fotik dan Afotik (lihat Gambar 2.2). Lapisan fotik berada di permukaan, banyak
cahaya matahari yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses
fotosintesa, kondungan oksigen relatip tinggi.
6
Sedangkan lapisan afotik merupakan
lapisan yang berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada
aktivitas fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai
hasil proses dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara
lapisan fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas
untuk kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut.
Gambar 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk.
Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus maka
suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi
perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke atas.
Peristiwa ini disebut ”UP-WELLING” (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan
nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas
beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga
akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring
Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata, peristiwa
tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan ”UMBALAN”.
Selanjutnya dikatakan oleh
Krismono, 2003 bahwa
terjadinya Upwelling di
waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil,
Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya
kelimpahan
kedalaman air di inlet.
Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan
menyebabkan kematian masal bagi ikan.
Menurut Effendi, 2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai
kadar Fospor total
kurang dari 10 (µg/ l),
Nitrogen total kurang dari 200 (µg/
l),Klorofil-a kurang dari 4 (µg/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total
10-20 (µg/l), Nitrogen total 200-500 (µg/ l ), Klorofil a 4-10 (µg/l ). Sedangkan
7
perairaneutrophic mempunyai kadar Fospor total lebih besar 20 ( µg/ l ), Nitrogen total
lebih besar 500 ( µg/ l ), Klorofil-a lebih besar 10 ( µg/ l ).
Perairan Danau yang dalam biasanya Oligotrophic (miskin unsur hara), sedangkan
Waduk pada umumnya
mesotrophic (unsur hara sedang) (Odum 1996;
Mitsch and
Jorgensen 1934). Perairan Oligotrophic mempunyai lapisan hypholimnion yang besar
dibanding epilimnion, densitas plankton kecil, perairan jernih, tumbuhan litoral kurang.
Sedangkan perairan Eutrophic sperti
rawa kaya nutrien, densitas plankton tinggi,
kecerahan kurang, banyak tumbuhan litoral.
Kandungan nutrien di waduk tinggi
disebabkan karena sungai dan anak sungai yang masuk ke waduk banyak, daerah tangkap
hujan luas, sering mendapatkan masukan nutrient dari pemelihara ikan di Waduk. Perairan
waduk dapat mengalami eutrofikasi (pengayaan unsur hara) bila ada masukan kadar fosfor
dan nitrogen. Eutrofikasi dapat menyebabkan blooming algae, tumbuhan air berkembang
pesat. Keadaan tersebut akan mengganggu fungsi waduk sebagai sumber air minum dan
wisata.
2.3. Pencemaran di Waduk
Menurut Ekho dalam Febrian et al 2004: tingkat pencemaran air waduk Cirata
sudah berada atas tingkat baku mutu air. Dari hasil kajian, ternyata penyebabnya selain
polutan yang dibawa dari Sungai Citarum juga berasal dari pakan ikan yang mengandung
zat kimia yang mengendap di dasar waduk menyebabkan peralatan waduk mengalami
korosi. Di Waduk Cirata, menurut Eman, saat ini ada sekitar 39.000 petak jaring apung.
Padahal, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 jumlah
jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak saja dan harus seizin instansi terkait. Bahkan di
Waduk Saguling jaring apung penduduk, jumlahnya tidak banyak karena mutu air
Saguling sudah tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, kandungan belerang yang berasal
dari aktivitas Gunung Patuha dan Tangkuban Perahu yang dialirkan oleh Sungai Citarum,
mengendap di dasar waduk, bahkan ketika memasuki areal Saguling bau belerang sangat
kuat tercium.
Selanjutnya Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa kematian
sekitar 300 ton
ikan mas di Waduk Cirata pada pertengahan
bulan Juli 2004
bukan
hanya disebabkan oleh koi herpes virus saja. Namun akibat dari naiknya limbah yang
mengendap di dasar Waduk waktu hujan pertama yang deras turun setelah kemarau yang
panjang. Nelayan jaring apung Waduk Cirata di Desa Margalaksana mengakui tingkat
pencemaran air di waduk menyebabkan ikan mati, pakan ikan yang biasa ia berikan
8
merupakan penyebab polusi. Pakan ikan per harinya sebanyak 2 kuintal untuk empat
petak jaring apung.
Menurut Febrian, et al 2004 menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu air di waduk
Jati Luhur masih berwarna biru bening. Sekarang, yang ada adalah warna kuning keruh.
Keruhnya waduk terjadi sejak bermunculannya keramba jaring-jaring terapung milik para
petambak. Saat ini di waduk seluas 83 kilometer persegi itu tersebar 3.083 unit keramba
milik 209 petambak. Dari ribuan keramba itu setiap tahun dikeruk 16.869 ton ikan. Dan
setiap hari, pemilik tambak menebar sekitar 10 ton pakan ikan. Dengan tebaran sebanyak
itu, bagaimana mungkin air waduk bisa bening? Tak hanya membuat air jadi keruh,
berton-ton pakan ikan juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan
ini adalah sumber pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah
Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. "Sebelum
ada keramba, air waduk tak seperti sekarang ini.
Menurut Tahlan (Corporate Secretary PT Indonesia Power) 2004 yang menangani
Waduk Saguling dalam Febrian et al 2004 mengatakan timbunan limbah pakan ikan itu
hanyalah bagian kecil dari penyebab tercemarnya air waduk.,yang paling parah adalah
limbah buangan rumah tangga dan industri yang mengotori daerah aliran Sungai Citarum.
Sungai ini sekaligus pula menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500 industri di
Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Ujung Berung,
Cimahi, dan Padalarang.
Sungai Citarum harus menampung 280 ton limbah kimia
anorganik setiap hari.
Menurut Lilik dalam Febrian et al 2004 menyatakan hasil penelitian yang
dilakukan PT Indonesia Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 kualitas air
Waduk Saguling sudah di atas ambang batas
misalnya, meroket hingga
normal.
Kandungan merkuri (Hg),
menembus angka 0,236. Padahal,menurut
standar
baku
mutuangka aman adalah 0,002. Logam merkuri itu, berasal dari pakan ikan dan industri
plastik. Sedangkan logam berat lainnya berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan
kain
Sekarang air Waduk Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi,
pertanian dan perikanan.
Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata, Surachman dalam Febrian et al 2004
menyatakan sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung petambak di waduk
seluas 6.200 hektare itu, ditemukan empat kandungan logam berat. "Keempatnya adalah
timbel (Pb) 0,6 part per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan
9
air raksa atau merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb), pada pertengahan Juli
2004 kematian ikan di Waduk Cirata, yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes
virus dan pekatnya limbah. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tak lagi layak konsumsi
karena baku mutu air normal untuk minum sudah terlewati.
Menurut Kartamihardja 1997 menyatakan bahwa Waduk Saguling, Cirata, dan
Jatiluhur terdapat ribuan unit jaring terapung yang membudidayakan ikan air tawar seperti
ikan mas dan ikan nila. Jaring terapung di Waduk Cirata dinilai
sudah melampaui
kapasitas tampung waduk. Dewasa ini, jumlah jaring terapung di perairan itu sekitar
30.000 unit padahal daya dukungnya hanya untuk 3.000 unit. Kandungan H2S (asam
sulfida) air buangan Waduk Jatiluhur cukup tinggi. Asam sulfida merupakan uraian sisa
protein, sisa pakan yang tidak termakan dan terbuang. Pengaruh lainnya bisa dilihat dari
beberapa jenis ikan lokal, sekarang jenis-jenis ikan seperti jambal, beliga, baung, dan
sebagainya.
Surachman 2002 dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa keberadaan Waduk
Cirata sebagai sumber listrik tenaga air berkekuatan 1.000 megawatt (MW) kini dalam
kondisi yang memprihatinkan karena sedikitnya 30.000 petak jaring apung milik
masyarakat membentang di waduk ini yang berakibat pengendapan limbah secara luar
biasa, pengendapan limbah pakan ikan telah cukup mengganggu turbin pembangkit listrik
di waduk itu, beberapa jenis pakan ikan dari senyawa kimia telah memberi kontribusi
terjadinya korosi pada peralatan turbin, sedangkan kerusakan lainnya disebabkan oleh
endapan sisa pakan yang mencapai ribuan ton di dasar waduk. Kotoran sisa pakan ikan
akan mengapung menuju turbin apabila terjadi arus balik di sekitar waduk. Arus balik
itu terjadi apabila terjadi hujan. Selain pakan ikan, limbah yang masuk ke Waduk Cirata
melalui aliran Sungai Citarum cukup banyak, terutama dari buangan industri tekstil di
sekitar Kabupaten Bandung. Limbah pakan dan tekstil itu telah menurunkan kualitas air
waduk.
Krismono, 1992 menyatakan bahwa keramba jaring apung dengan ukuran 7 x7 x3
m3 pakan yang keluar ke perairan 20 – 30 %, sedangkan ukuran 1 x1 x 1 m3 pakan yang
keluar 30–5- %. Waduk Jatiluhur, Saguling, Cirata masing masing mengeluarkan pakan
yang lepas ke perairan 5,9 ton/tahun, 8,7 ton/tahun, 4,7 ton /tahun, dalam pakan tersebut
mengandung 4,86 % N dan 0,26 P. Selanjutnya dikatakan oleh Ryding and Rast 1989
dalam Krismoni et al 2008 bahwa tiap satu ton ikan akan melepaskan nutrient ke perairan
85 – 90 kg P dan 12- 13 kg N. Sehingga waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur disamping
mendapatkan beban dari pakan yang lolos dari sangkar juga beban nutrien yang
10
dikeluarkan oleh ikan. Beban nutrien dari ikan dalam sangkar pada masing masing Waduk
Cirata, Saguling dan Jati Luhur yaitu N= 1428,8 ton/tahun dan P = 10120,95 ton/tahun, N
= 261,8 ton/tahun dan P= 1854,36 ton/tahun; N = 1268,8 ton/tahun dan P = 179,13
ton/tahun.
Tingkat pencemaran waduk yang diakibatkan senyawa nitrogen, posfat, dan zat
organik dapat dibagi 3 kategori yaitu: Pencemaran amat sangat berat (hypertrophic =
penyuburan amat sangat berat), pencemaran berat (eutrophic = penyuburan berat),
pencemaran
sedang
(oligotrophic
=
penyuburan
sedang),
belum
tercemar
(mesotrophic=belum terjadi penyuburan).Dari hasil penelitian semakin lama terjadi
penurunan pada kualitas air danau dan waduk yang ada di Indonesia, yang disebabkan
karena adanya pencemaran bahan organik pada air danau dan waduk yang disebabkan oleh
limbah industri, pertanian, dan penduduk.
Beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan pengelolaan sumber daya
air antara lain: Pengelolaan DAS waduk oleh instansi terkait masih belum saling
berintegrasi
dengan
baik,bahkan
sering
timbul
konflik
kepentingan.
2.4. Aspek Penangkapan
Penebaran ikan asli (restocking) dengan tujuan memulihakan populasi ikan asli
yang sudah dianggap menurun atau langka, sedangkan penebaran ikan introduksi
(stocking) yang sesuai dengan perairan tersebut dengan tujuan pemanfaatan relung
ekologis dan peningkatan produksi.
Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan umum secara berekelanjutan perlu
dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum
melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin
tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan
daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati.
Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, maka perlu
disusun petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Populasi
ikan mulai menurun/hampir punah, baik disebabkan oleh factor lingkungan maupun
tekanan penangkapan.
2.5. Sumberdaya Ikan
Dalam UU RI Nomor 31 Tahun 2004, Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis
ikan. Menurut Insidewinme (2008), sumberdaya ikan adalah merupakan salah satu
sumberdaya kelautan dan perikanan yang tergolong dalam sumberdaya yang dapat
11
diperbaharui (renewable resources), artinya jika sumberdaya ini dimanfaatkan sebagian,
sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan
berkembang biak. Sumber daya ikan yang terdapat di perairan umum seharusnya menjadi
salah satu yang dapat menopang ketahanan pangan masyarakat. Waduk merupakan salah
satu tipe perairan umum yang salah satu fungsinya adalah untuk perikanan, menjadi
sumber ekonomi yang berkontribusi menjadi sumber kehidupan masyarakat yang
berkelanjutan. Kondisi usaha perikanan tangkap masih didominasi usaha perikanan
tangkap skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha serta pendapatan yang
masih rendah. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, mengingat peranan nelayan
sebagai hulu dalam bisnis perikanan. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan,
sumberdaya lingkungan, serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan/manajemen sumberdaya
perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya,
serta pengelolaan kegiatan manusia (Fauzi dan Anna, 2005). Sumberdaya perikanan
bersifat dinamis demikian juga gangguan terhadap keseimbangan sistem yang terjadi pada
sumberdaya tersebut baik berupa hubungan langsung antara catch dan effort maupun
hubungan tidak langsung antara catch dan effort. Pencemaran merupakan suatu sistem
yang bersifat dinamis.
Target produksi Perikanan Indonesia pada tahun 2015 sebesar 353 %. Produksi
perikanan tangkap di perairan umum mencapai 406 ribu ton atau meningkat sebesar 2,9
persen dibandingkan tahun 2013. Produksi perikanan tangkap di Jawa Timur rata-rata dari
tahun 2003-2013 sebesar 381,36 ton (Pusat Data Statistik KKP, 2014). Perikanan Darat di
Kabupaten Ngawi memilki luas 1.381.895 ha dengan produksi 1.690.308 Kg. Jenis ikan
hasil tangkapan perairan umum di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh ikan nila 20,81%,
ikan tawes 18,69%, ikan mujair 16,34% dan ikan gabus 9,23% (Dinas Kelautan dan
Perikanan Jawa Timur, 2011). Ahir tahun 2014 telah ditebar berbagai jenis benih ikan
sejumlah 12.000 ekor di waduk Pondok Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi. Bertujuan
untuk mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat tumbuhnya beraneka macam ikan
(Pemda Kabupaten Ngawi, 2014). Untuk meningkatkan produksi waduk Widas, persatuan
masyarakat nelayan disekitarwadukWidasrutinmenebarikannila setiaptahun (Komunikasi
Pribadi). Tahun 2013 Dinas Kabupaten Madiun menebar ikan ke perairan umum dan
sebagian benih Ikan tombro dan nila sebanyak 450 Ekor ditebar ke waduk Widas.
Hilangnya habitat dan keanekaragamanhayati akuatisakibat modifikasi alamiah
atau campur tangan manusia, perubahan lanskap adalah penyebab utama hilangnya
12
keanekaragaman hayati akuatis,dan meningkatkan potensi perkembangan spesies yang
berasal dari luar.Kehadiran spesies asing mengancam spesies asli. Spesies hewan atau
tanaman asing yang bersifat ganas dapat berkembang biak dengan cepat dapat merusak
flora atau fauna asli setempat, bahkan dalam beberapa kejadian bisa memusnahkannya
sama sekali. Contoh yang paling menonjol adalah merambahnya tanaman eceng gondok
(Eichhornia crassipes) di Rawa Pening dan di danau Limboto.
2.6. Kualitas air
Menurut Novotny dan Olem, (1994) dalam Effendi, (2000) tingkat kecerahan
perairan kurang dari 200 cm termasuk dalam tingkat kesuburan eutrofik. Kecerahan air
tergantung kepada warna, kekeruhan (turbidity), keadaan cuaca, waktu pengukuran, dan
padatan tersuspensi (TSS) dan terlarut (TDS). Kecerahan yang rendah mengindikasikan
laju sedimentasinya tinggi, warna air mengindikasikan perairan kaya plankton terutama
fitoplankton dan sedimentasi. Oksigen terlarut di perairan dalam seperti waduk , memiliki
kecendrungan semakin rendah dengan semakin dalamnya suatu perairan. Seperti halnya di
waduk Kedung Ombo berkisar antara 0,0 – 9,72 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut secara
alami bervariasi pada setiap kedalaman, penurunan tersebut tidak terlalu tajam, namun
mengikuti pola stratifikasi perairan (Aida et al, 2012). Oksigen pada lapisan epilimnion
lebih tinggi karena daerah ini terjadi proses fotosintesis secara aktiv, sedangkan di daerah
hipolimnion konsentrasi oksigen lebih rendah (Boyd, 1998). Konsentrasi oksigen di di
daerah hipolimnion merupakan hasil bersih dari sisa proses dekomposisi bahan organik di
sedimen dan respirasi biota perairan. Unsur hara Nitrogen dan fosfor merupakan unsur
hara makro yang dibutuhkan mahluk hidup. Nitrogen dalam bentuk nitrat dan fosfor dalam
bentuk orthopsfat merupakan hara tersedia langsung diserap oleh mahluk hidup. Menurut
Goldman dan Horn (1983) dalam Effendi (2000) kandungan amoniak diantara 0,01 – 0,2
termasuk perairan mesotrofik. Kandungan total klorofil-a di perairan dapat digunakan
untuk menduga potensi produksi ikan dan tingkat kesuburan perairan. Menurut Novotny &
Olem (1994); perairan oligotrofik bila kandungan klorofil < 4 μg/l, mesotrofik bila
kandungan klorofil antara 4-10 μg/l, eutrofik bila kandungan klorofil >10 μg/l.
Faktor fisik yang paling penting di waduk adalah cahaya. Ini mempengaruhi
suhu,potensi fotosintesis, dan oksigen terlarut. Zona fotik dan aphotic terkait dengan
penetrasi cahaya. Zona eufotik mengacu pada kedalaman maksimum kolom air yang
tanaman dapat tumbuh (Wetzel, 1995). Zona littoral di zona eufotik. Zona litoral terletak
di dekat pantai di mana tanaman berakar tumbuh. Ini adalah zona paling produktif, karena
produktivitas primer di zona ini disumbangkan oleh tanaman air yang mengambang,
13
terendam dan berakar dan fitoplankton. Intensitas cahaya dan nutrisi yang tinggi di zona
ini.Sumber terbesar dari panas dalam air adalah radiasi matahari dengan penyerapan
langsung. Transferpanas dari udara dan dari sedimen terjadi dalam jumlah yang relatif
kecil (Wetzel, 1995). Suhu air permukaan dipengaruhi oleh ketinggian, dan musim, waktu
hari, sirkulasi udara, aliran dan kedalaman badan air. Fisik, kimia dan karakteristik
biologis dipengaruhi oleh suhu.Konduktivitas listrik (EC) adalah ukuran kemampuan
sebuah larutan untuk melakukanarus listrik. EC berkaitan dengan jumlah total ion terlarut
dalam air dan memiliki korelasi positif dengan gradien trofik dan kelimpahan fitoplankton
(Diaz et al., 2007). Sumber polutan seperti air limbah dari pabrik pengolahan limbah,
limpasan pertanian, dan limpasan perkotaan meningkatkan ion dalam air, yang mengarah
ke peningkatan dari EC (Nather Khan, 1990a). EC meningkatkan juga selama stratifikasi
termal di hypolimnion karena peningkatan dekomposisi.Alkalinitas adalah kapasitas asampenetral air. Kebanyakan perairan alami mengandung keasaman yang rendah. Alkalinitas
adalah indikator konsentrasi karbonat, bikarbonat dan hidroksida, tetapi mungkin termasuk
kontribusi dari borat, fosfat, silikat dan senyawa dasar lainnya. Oleh karena itu, danau
yang terletak di dekat lanskap pertanian atau perkotaan memiliki tingkat alkalinitas lebih
tinggi. Perairan alkalinitas rendah (<24 mg / l sebagai CaCO3) memiliki kapasitas buffer
yang rendah.pH merupakan variabel penting dalam penilaian kualitas air. Hal ini
dipengaruhi oleh banyakbiologis (fotosintesis dan respirasi) dan proses kimia
(dekomposisi) di dalam tubuh air dan semua proses yang terkait dengan pasokan air dan
tretmen. Diperairan tercemar, pH dikendalikan oleh keseimbangan antara karbon dioksida,
karbonat dan ion bikarbonat. Variasi harian pH juga dapat disebabkan oleh fotosintesis dan
respirasi siklus alga di perairan eutrofik. Tingginya nilai pH (lebih dari 8,5) dicatat di
perairan dengan kandungan organik yang tinggi dan kondisi eutrofik (Kalff, 2002).
Oksigen terlarut (DO) adalah penting untuk semua bentuk kehidupan air. DO perairan
alami dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu, tekanan, salinitas, dan turbulensi.
Bahan organik yang ekstrim dari limbah penurunan DO konsentrasi dalam waduk.
Dalam dunia perikanan keberadaan plankton terutama fitoplankton merupakan
faktor biologi yang penting, karena fitoplankton merupakan bagian mata rantai pertama
dalam jaringan makanan di perairan. Disamping itu, kelimpahan plankton dapat juga
menjadi indikator tentang kesuburan perairan (Wetzel & Likens, 1979). Menurut Swingle
dalam Muligan (1969) peran fitoplankton dalam dunia perikanan adalah keterlibatannya
dalam sistem rantai makanan menuju ke produksi ikan. Daerah pelagis waduk merupakan
daerah utama di mana plankton tumbuh dan berkembangbiak. Kelimpahan fitoplankton
14
berkaitan erat dengan kandungan unsur hara N dan P perairan, dimana unsur N umumnya
merupakan unsur pembatas pertumbuhannya (Kartamihardja & Sri Nastiti, 2003). Secara
vertikal, fitoplankton hidup pada lapisan permukaan yaitu didaerah eufotik, akan tetapi hal
ini hanya terbatas pada lapisan tertentu dimana pada siang hari fitoplankton tidak terlalu
dekat dengan permukaan karena fitoplankton tidak menyukai cahanya matahari dengan
intensitas tinggi. Sedangkan pada malam hari biasanya fitoplankton dekat dengan
permukaan air. Konsentrasi fitoplankton sangat besar di lapisan permukaan, dan
penurunan konsentrasi hampir berbanding lurus dengan pertambahan kedalaman daya
tembus
cahaya
(Davis,
1955
dalam
Suroso,
2008).
Kelimpahan
fitoplankton
menggambarkan karakteristik umum perairan waduk dan danau (Ryding & Rast, 1989).
Lebih lanjut dikatakan bahwa di perairan eutrofik, frekuensi pertumbuhan sesaat alga (alga
bloom) lebih sering terjadi dengan kuantitas alga hijau dan alga hijau biru relatif lebih
tinggi jika dibandingkan dengan di perairan oligotrofik.
Tanaman telah lama digunakan sebagai indikator untuk kualitas habitat.
Menentukan tempat yang cocok untuk perumahan, pertanian dan kehutanan, untuk air
minum dan sumber daya lainnya (Kollmann&Fischer, 2003). Zona tepian merupakan
bidang biologi, fisika dan kimia berinteraksi kuat antara ekosistem darat dan perairan.
biasanya ditandai oleh keragaman fauna, flora dan lingkungan. Struktur habitat lebih
beragam di lokasi yang vegetasi, substrat berlumpur lebih berlimpah di daerah dengan
vegetasi riparian riparian alamnya masih ada. Pada kedalaman yang rendah dan tidak ada
riparian menyebabkan peningkatan erosi dan sedimentasi di habitat air. Salah satu peran
yang paling penting dari zona riparian adalah penyediaan kayu/pohon sebagai habitat dan
substrat untuk fauna akuatik, seperti invertebrata dan ikan (Boys & Thoms 2006 dalam
Beltrao et al., 2009). Keragaman vegetasi riparian dan ekosistem air, berkaitan dengan
keragaman dan komposisi ikan (Vono & Barbosa 2001 dalam Beltrao et al., 2009),
berkorelasi dengan habitat air seperti kekeruhan (Medeiros et al. 2008). Oleh karena itu
keadaan ekosistem ini akan mempengaruhi struktur biotik diperairan. Banyak habitat
lingkungan perairan di seluruh dunia telah rusak oleh aktivitas manusia (Mugodo et al.
2006 dalam Beltrao et al., 2009). Habitat dengan struktural yang kompleks memberikan
substrat pertumbuhan, sumber makanan dan pemijahan, serta perlindungan dari predator
untuk invertebrata air dan ikan (Pusey & Arthington 2003 dalam Beltrao et al., 2009).
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Komponen Kegiatan
Penelitian bersifat survei lapangan dan pemeriksaan sampel di laboratorium. Instansi
yang terlibat dalam penelitian ini ialah: Balai Riset Perikanan Perairan umum Palembang, dan
Dinas Perikanan Kabupaten Ngawi dan Madiun, Provinsi Jawa Timur. Parameter yang diamati
yaitu : Aspek biologi beberapa jenis ikan (TKG,IKG, fekunditas, foodhabits); Beberapa aspek
dinamika populasi beberapa jenis ikan penting (pertumbuhan, mortalitas); dan Pendugaan stok,
estimasi jumlah penebaran benih dan batrimetri dengan metoda akustik serta monitoring kualitas
perairan secara ex situ dan in situ di laboratorium.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Ikan sampel, timbangan digital, mikroskop, gilson, formalin 4 %, disecting set.

Alat akustik tipeBiotonic DT-X (Portable Scientific Echosounder), kapal untuk
melaksanakan shounding perairan, dan perangkat komputer.

Untuk
monitoring
kualitas
air
diperlukan
water-sampler,
long
cable,
dan
spektrofotometer.

Blanko frekuensi panjang ikan hasil tangkapan setiap bulan.
3.3. Tempat Dan Waktu
Penelitian pada tahun 2016 merupakan tahap kedua dengan judul kegiatan “Aspek
biologi dan dinamika populasi ikan di Waduk Pondok dan Widas, Provinsi
JawaTimur”.
Penelitian bersifat survey lapangan (sampling dan observasi) dan analisis sample di
laboratorium. Pelaksanaan pengamatan lapangan direncanakan dilakukan 5 kali pada bulan
Februari, April, Juli, September dan Nopember 2016. Lokasi penelitian dilakukan diseluruh
luasan perairan waduk Pondok dan waduk Widas. Stasiun penelitian di tentukan berdasarkan out
let, inlet, dan bagian tengah waduk, area keramba jaring apung, dan daerah suaka (Gambar 3.1).
16
(Gambar a): Waduk Pondok, Kabupaten Ngawi
Gambar (b) : Waduk Widas, Kabupaten Madiun
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Di Waduk Pondok (a) Dan Widas (b)
17
3.4. Pengumpulan Data
3.4.1. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan
Biologi ikan yang akan diamati adalah jenis ikan yang dominan, bernilai ekonomis
penting
di
waduk
Pondok
antara
lain
ikan
nila
(Oreochromis
niloticus),
Tawes
(Barbodesgonionotus), dan Red devil (Amphilopus sp) dan dari waduk Widas antara lain ikan
Belida (Notopterus notopterus), Nila (Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus),
wader (Rasbora sp), dan gabus (Channa striata) dan ikan-ikan lainnya. Aspek biologi beberapa
jenis ikan diamati pada sampel yang dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan dengan
menggunakan berbagai alat tangkap. Pengumpulan specimen ikan dilakukan pada saat survei dan
pengumpulan oleh enumerator (untuk data tiap bulan). Sampel ikan dicatat nama lokal, waktu
penangkapan, ukuran panjang dan berat. Pada waktu peneliti survey sampel ikan dibedah untuk
dilihat TKG, dan diambil sampel saluran pencernaan lalu diawetkan dalam formalin 4 %, dan
gonad diawetkan dalam larutan gilson, kemudian dibawa kelaboratorium untuk dianalisa lebih
lanjut. Metoda dan analisis yang akan digunakan tertera dalam uraian berikut dan Tabel 1.
Tabel 3.1. Metode Analisis Biologi
Data / Parameter
-TKG
-IKG
Metoda
Penyajian/Analisa
- Nikolsky; Tester dan Takata
dalam Effendi (2002)
-Fekunditas
-Volumetri (Effendie, 2002)
-Hubungan Panjang
Berat
Carlander (1969) dalam
Effendie (2002)
-Food habits
-Index of Preponderance
-Tabulasi data
-Grafik/Histogram
-Grafik
-Tabulasi data
Natarajan dan Jhingran (1961) in -Grafik/Histogram
Effendie (1979).
-Frekuensi kejadian
ukuran kecil/benih)
-Sex rasio
Effendie (1979)
(untuk
- Tabulasi data
18
Analisa Data
Aspek Biologi Ikan
a. TKG
Tabel 3.2. Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam
Effendie (2002)
I
Ovari seperti benang, panjang sampai ke
depan tubuh, warna jernih dan
permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek,
ujungnya dirongga tubuh, warna
jernih
II
Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap
kekuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan
putih susu, bentuk lebih jelas dari
TKG I
III
Ovari berwarna kuning, secara
morfologi telur sudah kelihatan butirnya
dengan mata.
Permukaan testes nampak bergerigi,
warna makin putih, dalam keadaan
Diawetkan mudah putus.
IV
Ovari makin besar, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan, butir minyak
tak nampak, mengisi ½ - 2/3 rongga tubuh,
usus terdesak bagian rongga Tubuh.
Seperti TKG III tampak lebih jelas
Testes makin pejal, dan rongga tubuh
mulai penuh, warna putih susu
V
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
sisa terdapat didekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan
bagian dekat pelepasan masih terisi.
Ukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber (Udupa,
1986) dengan persamaan sebagai berikut:
m = (Xk + X/2) – (X, ∑pi)...................................................................... (1)
Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan:
Antilog (m lebih kurang 1,96 √(var(m))...................................................(2)
Dimana :
M
= Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m), m = log panjang ikan pada
kematangan gonad yang pertama
Xk
= Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad
X
= Pertambahan log panjang nilai tengah kelas
Pi
= ri/ni = perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang
ri
= jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i
19
ni
= jumlah contao ikan pada kelas ke i
qi
= 1 – pi
b. IKG
Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992)
dengan Rumus :
Bg
IKG = _________ x 100 %
Bi
Keterangan:
IKG = Indeks kematangan gonad
Bg
= Berat gonad (gram)
Bi
= Berat ikan (gram)
c. Fekunditas
Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG IV.
Metode perhitungan Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992)
yaitu seluruh gonad yang berisi telur dikeringkan udara dahulu. Tentukan terlebih dahulu berat
kering udara seluruh gonadnya, demikian pula sebagian dari telur yang akan ditimbang beratnya.
Dengan menggunakan rumus
F=(G/g) n
Keterangan:
F
= jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)
G
= bobot gonad tiap satu ekor ikan
g
= bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan
n
= jumlah telur dari sampel gonad
d. Hubungan Panjang bobot
Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Carlender
dalamEffendie (1979) yaitu :
20
W = aLb
Keterangan:
W = berat ikan (gr)
L = panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta regresi
Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau
penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb :
Ho : b = 3
H1 : b ≠ 3
T hitung dihitung menggunakan rumus sbb :
T hit =
1   2
S 1
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk
pertumbuhan isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :
K
W
x105
3
L
Keterangan :
K = faktor kondisi
W= berat rata rata ikan (gr)
L = panjang rata rata ikan (mm)
Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b≠3) maka faktor kondisi dapat
dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :
Kn 
W
cLn
Keterangan :
Kn= faktor kondisi nisbi
W= berat rata rata (gr)
c=a
n= b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.
21
e. Kebiasaan makan
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan
menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi kejadian
dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979):
Metode Frekuensi Kejadian
Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai
bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula.
Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan yang kosong.
Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi
dinyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti namun tidak
meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat frekuensi
kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam persen.
Metode Volumetrik
Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian
makanan tadi dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas
kertas saring supaya airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing
organisme yang dapat dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila
terdapat makanan yang tak dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan
yang tak dapat ditentukan. Volume makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume
dari seluruh volume makanan seekor ikan.
Vi x Oi
IP = ------------- x 100
∑Vi x Oi
Keterangan :
Vi = persentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
IP= Index of preponderance
22
f. Sex Ratio
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina
yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :
Rasio kelamin = J/B
Dimana : J = Jumlah ikan jantan (ekor), dan B = Jumlah ikan betina (ekor)
Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chisquare (Walpole, 1993).
3.4.2. Dinamika Populasi.
Dilakukan sampling length frequency terhadap beberapa jenis ikan yang dominan di
waduk Pondok antara lain ikan Nila (Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus), dan
Red devil (Amphilopus sp) dan dari waduk Widas adalah ikan belida (Notopterus notopterus), nila
(Oreochromis niloticus), Tawes (Barbodesgonionotus), wader (Rasbora sp), dan gabus (Channa
striata).
Ikan didapatkan dari berbagai alat tangkap yang digunakan di perairan tersebut.Cara
pengambilan contoh ukuran ikan adalah hasil tangkapan diambil sebagian secara acak dengan
alat cerok, selanjutnya ikan tersebut diukur panjang totalnya (cm). Parameter pertumbuhan
individu ikan yaitu panjang infinitive (L) dan koefisien percepatan pertumbuhan (K) diduga
berdasarkan data contoh frekuensi ukuran panjang yang di dapat dari bulan ke bulan dengan
bantuan program ELEFAN dalam paket program FISAT II (Gayanilo et al, 1996). Parameter
mortalitas penangkapan total ( Z) diduga dengan metoda Jones and Van Zalinge dalam Spare
and Venema (1992) yang berdasarkan basis kelompok ukuran panjang dan parameter
pertumbuhan yang telah didapatkan. Metode tersebut menggunakan persamaan regresi sebagai
berikut:
Log C (L , L) = a +Z/K * Log (L - L)
Z/K = b (sudut regresi)
Keterangan:
1. C (L , L) = Hasil tangkapan kumulatif pada ukuran panjang L cm
23
2. L = panjang infiniti, K= konstanta percepatan pertumbuhan, Z = parameter mortalitas total.
Pendugaan parameter mortalitas alami ( M ) berdasarkan persamaan empiris Pauly, (1984) yaitu:
Log ( M) = - 0, 0152 – 0,2790 Log (L ) + 0,6543 Log ( K ) + 0, 4634 Log ( T), rata rata suhu
perairan. Sedangkan parameter mortalitas penangkapan ( F ) = Z – M dan laju penangkapan E =
F/ Z.
Tabel 3.3.Metoda Analisa Dinamika Populasi
Data / Parameter
Parameter Pertumbuhan
Metoda/Peralatan
Penyajian/Analisa
-Lenght Frequency data,
time series
- FISAT
-VBGF
MortalitasAlami
-FISAT
EmpirisPauliy, D
Mortalitas Penangkapan
(F) Dan Total (Z)
- FISAT
Jones and Van
Zalinge analisis Plot
Tingkat eksploitasi(E)
- FISAT
Pauly, D
-Regresi analisis
3.4.3. Pendugaan Stok Ikan dan Pemetaan Bathimetri dengan Alat Akustik
Pendugaan stok ikan dengan menggunakan alat akustik SIMRAD EY-60 (Portable
Scientific Echosounder) yang dipasang pada sisi kanan (di bawah) kapal dengan kekuatan mesin
3 GT. Desain alur pengambilan data yang digunakan adalah transek zig-zag di perairan waduk
yang meliputi badan air Teluk, Tengah, dan Tepi.
Akuisisi data selama di lapangan dan
dilakukan secara real time dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ER60. Pengolahan
data akustik lebih lanjut di lakukan dengan menggunakan perangkat lunak SONAR-4. Selama
pendugaan stok dengan akustik juga dilakukan sampling komposisi jenis ikan dengan berbagai
24
macam alat tangkap (multi fishing gear) yaitu gill-net dari berbagai macam ukuran, jala, dan
tangkul dari hasil tangkapan nelayan.
Tabel 3.4. Peralatan Akustik Untuk Pendugaan Stok Ikan
No
Jenis alat
Kegunaan
1
Akustik:
Portable
Scientific Alat utama penduga stok ikan
Echosounder SIMRAD EY-60,
transducer 120 KHz
2
Satu Unit Portable Gienset, 1000 Pembangkitlistrikselamadalam
Watt
Perjalananpendugaanstok.
3
Kapal dari kayu, mesin berkekuatan Pengangkut peralatan, tempat memasang
3 GT.
alat akustik di samping badan kapal.
4
Laptop.
Memory
>2
GB, Akuisisi data, selamaalatakustikberoperasi
Hardisk>80 GB
Didalamkapal
5
Personal Computer (PC). Memory Post-Prosessing data, dilakukan di
>2 GB, Hardisk>80 GB
laboratorium data.
6
Perangkatlunak ER60
Mengolah data echogram menjadi data
data- threshold (Akuisisi data).
7
Perangkatlunak SONAR-4
Pengolahan data lanjutan, disimpan dalam
ASCII
8
PerangkatlunakMicrosoft Exel
Tabulasi data.
3.4.4. Estimasi Jumlah Benih Ikan Untuk Penebaran
Estimasi jumlah benih ikan pemakan plankton untuk penebaran dihitung dengan persamaan
Kartamihardja (2007) sebagai berikut:
N = (Bf * Fc * Te/W)+M
keterangan:
N = jumlah ikan tebaran pada waktu awal (ekor)
Bf = biomassa fitoplankton (kg/ha/tahun)
Fc = kompetisi makan ikan tebaran dengan ikanlain (persentase volume fitoplankton yang
dapat dimanfaatkan oleh ikan tebaran)
25
Te = transfer effisiensi biomassa fitoplankton keikan (4 - <10%)
W = rata–rata berat ikan tebaran yang akandipanen (kg)
M = mortalitas ikan tebaran (%)
3.4.5. Monitoring Kualitas Air
Kualitas perairan meliputi fisika dankimia (Tabel 3.5). Pengumpulan data kualitas air
secara stratifikasi kedalaman dari permukaan sampai dasar perairan. Lokasi pengamatan
ditentukan yaitu daerah inlet, tengah dan outlet.
Dengan cara Insitu:
Kimia air melalui pengambilan sampel air dengan alat (water sampler) dengan
kedalaman 1 m, 3 m, 5 m dan dasar. Pemeriksaan secara in situ menggunakan alat long cable
yang langsung dikerjakan ditempat seperti suhu, pH, DHL, Oksigen terlarut (O 2). Sedangkan
kecerahan menggunakan sechidish, kedalaman dengan depthsounder, dan T. Alkalinitas (metode
titrasi Winkler).
Dengan cara Eksitu:
Sampel air diawetkan dengan pendinginan untuk dianalisa dilaboratorium Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum.
Tabel 3.5. Parameter dan metode analisis sampel air
Parameter
Satuan
Metode dan peralatan
1. Suhu
0
C
Insitu. Termometer
2. Kecerahan
Cm
Insitu. Piring sechi
3. DHL
µS/ cm
Insitu. SCT meter
4. pH
Insitu. pH universal indicator
5. Clorofil-a
ug/Liter.
Metode kalorimetric
6. Oksigen terlarut
mg/L
Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan
26
larutan thiosulfat sebagai titrant.
7. Produktivitas Primer
mg C/jam
Botol gelap botol terang
8. Kedalaman
M
Depth Sounder
8. PO4
mg/L
Spectrophotometric
9. TN
mg/L
Metode Nessler, Spectrophoto metric.
10. C-oragnik
%
Metode pengabuan
Sumber: APHA (1986).
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Daerah Sekitar Waduk Widas Dan Pondok.
Waduk Widas merupakan salah satu dari beberapa waduk yang termasuk di
Kabupaten Nganjuk yaitu : Waduk Widas, Waduk Kepuh, Waduk Sendang, Waduk
Logawe, Waduk Sumbersono, Waduk Perning. Waduk tersebut dialiri oleh sungai Widas
yang merupakan anak sungai Berantas yang hulu sungainya ada di pegunungan Wilis dan
pegunungan Kendeng. Waduk Sungai Widas yang selesai dibangun tahun 1981 diberi
nama Waduk Bening/Widas
kapasitas bruto 37,5 juta m3, kapasitas efektif 33 juta m3 .
Kegunaan utama waduk Bening yaitu untuk pertanian, pengendali banjir, dan tenaga air.
Selain fungsi utama tersebut waduk Widas juga mempunyai arti penting bagi pariwisata
dan perikanan (Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum, 2012.,
Sunaryo, et al. 2004 ). Waduk Widas mempunyai luas 570 ha terletak di dusun Petung,
desa Pajaran, kecamatan Saradan, Perbatasan Kabupaten Nganjuk dan Madiun Jawa
Timur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984 (Ichwan ,2010). Waduk tersebut
berjarak sekitar 40 km ke arah utara dari pusat kota Madiun, 15 km dari kota Caruban kea
rah timur. Waduk tersebut terletak diantara perbukitan Gunung Wilis Madiun dan Gunung
Pandan Bojonegoro, mampu mengairi sawah irigasi seluas 9.120 ha dan pembangkit
tenaga listrik sebesar 0,65 MW. Waduk Widas dikelola oleh Jasa Tirta, lokasi waduk
tersebut berada di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan, di
sekeliling waduk merupakan hutan jati milik Perhutani. Permasalahan Sungai utama di
Waduk Widas yaitu sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk
Widas masih kurang, sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Jusieprutz, 2010).Waduk
Widas juga merupakan tempat wisata. Obyek wisata berupa wisata air dengan
menggunakan perahu motor keliling waduk, waisata pemancingan ikan, wisata
perkemahan di sekitar hutan jati, wisata lainya berupa pemadangan alam pegunungan dan
hutan jati.
Fasilitas Wisata : Aula pertemuan, taman bermain anak, warung makan,
musholla, sewa perahu, tempat pemancingan (Sichengger, 2011., Asmoro, G. 2012).
Waduk Widas juga merupakan tempat mata pencaharian bagi nelayan. Hasil tangkapan
ikan per tahun rata rata mencapai 283 ton/tahun, 496 kg/ha/tahun terdiri dari jenis ikan:
Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red
Devil. Sudah terbentuk kelompok nelayan yaitu kelompok Mina Widas Makmur, terdiri
dari 125 orang. (Dinas Peternakan dan Perikanan Madiun, 2012). Alat tangkap ikan yang
28
mereka gunakan yaitu jaring (gill-net), jala (cast net), pancing (hook line), telik/wuwu (pot
traps).
Waduk Pondok Ngawi,terletak di seputar desa Gandong, Suruh, Dampit,
Kenongorejo Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur. Lokasi Waduk
Pondok berdekatan dengan Waduk Sangingan desa Sumberbening, masih dalam wilayah
Kecamatan Bringin Ngawi. Waduk Pondok kurang lebih 15 km dari Kota Ngawi Propinsi
Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo. Pelaksanaan kontruksi
dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduk sekitar 380 ha, volume efektif air
29.000.000 m3, muka air banjir 38,1 juta m3, muka air normal 30,9 juta m3, Volume Mati
: 2,9 juta m3, Vol. Efektif : 28 juta m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Waduk Pondok
dibangun tahun 1995 dan diresmikan tahun 2000, pengelola waduk adalah Dinas
Pariwisata.
Tipe Bendungan berdasarkan materi dan struktur bangunan diklasifikasikan
sebagai urugan batu dengan inti tanah dengan panjang puncak mencapai 298 m dan tinggi
di atas dasar sungai : 30,67 m. Lebar puncak : 8 m, Tinggi di atas galian terdalam : 32 m,
Elevasi puncak : EI + 110 m, Volume tubuh bendungan : 300.000 m3.( http://www.
sinonimkata.com/2012., Sunaryo, et al. 2004). Fungsi utama waduk Pondok yaitu sebagai
irigasi persawahan. Namun disamping fungsi utama tersebut juga punya fungsi lain yaitu
sebagai daerah wisata dan perikanan. Jenis wisata di Waduk Pondok yaitu wisata
pemancingan ikan, wisata air dengan menggunakan perahu motor/boat, lahan berkemah,
taman bermain dan beberapa tempat rumah makan yang menyediakan maskan ikan khas
waduk, wisata lainnya berupa pemandangan alam sekitar waduk yang dikelilingi oleh
hutan mahoni dan pohon jati. Kegiatan perikanan di Waduk Pondok yaitu budidaya ikan
dalam keramba jaring apung (KJA) dan perikanan tangkap. Jenis ikan yang dibudidayakan
yaitu Patin, Nila Gurame (http://Ngawi-New.blogspot.com/2014). Kegiatan penangkapan
ikan di waduk pondok dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring (gill-net),
Jebakan (Cage Traps), jala (cast net), telik/bubu (pot traps), pancing (hook-line). Hasil
tangkapan per tahun rata rata mencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan:
Tombro/Mas, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Alat tangkap
yang dominant yaitu Jaring , Jala, Pancing, Bubu, Serok (Dinas Pternakan dan Perikanan
Ngawi, 2012). Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah
Waduk Pondok yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan
infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI,
29
infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya
perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan.
30
4.2.1. Aspek Biologi Beberepa Jenis Ikan.
A. Waduk Pondok
a). Pakan Alami Ikan ikan Nila (Oreochromis nilotica).
Metode Indeks bagian terbesar (indeks of preponderance) merupakan gabungan
dari metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. Indeks ini sering digunakan
dalam studi kebiasaan makanan ikan dan menilai bermacam-macam makanan yang
menjadi kesukaan ikan (Effendie, 1979). Analisis nilai indeks bagian terbesar dihitung
dengan menggunakan rumus perhitungan menurut
Natarajan dan Jhingran (1961) in
Effendie (1979) :
IP(%) 
Vi x O i
n
 V xO 
i 1
i
x 100
i
Keterangan : IP
= Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)
Vi
= Persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi
= Persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
n
= Jumlah organisme makanan ikan (i = 1,2,3,...n)
Untuk menganalisis kebiasaan makanan pada ikan, maka urutan makanan dibedakan
dalam tiga kategori berdasarkan persentase Index of Preponderance (IP), yaitu :
IP > 40 %
: Makanan utama
4 % ≤ IP ≤ 40 % : Makanan pelengkap
IP < 4 %
: Makanan tambahan
Tidak semua makanan yang tersedia di perairan dapat dicerna dengan baik oleh
ikan. Bahan-bahan yang terbentuk dari zat selulosa, silikat atau kapur, serta bahan yang
terbungkus lendir tertentu tidak tercerna oleh ikan. Jumlah atau persentase makanan yang
ditemukan dalam usus dibedakan dalam tiga kelompok yaitu, dalam jumlah besar disebut
makanan utama, dengan indeks lebih dari 40 %, dalam jumlah lebih sedikit dengan indeks
antara 4-40 % disebut makanan pelengkap, dan disebut makanan tambahan jika ditemukan
dalam jumlah sangat sedikit, dengan indeks kurang dari 4 % (Nikolsky, 1963). Persentase
31
Jenis organisma yang dimakan dengan bagian terbesar (IP) dapat menunjukkan suatu ikan
masuk dalam kelompok karnivora, herbivora, atau omnifora.
dll
4%
IP Ikan Nila Waduk Pondok
Chorella
14%
Serasah
28%
Cloeslastrum
18%
Merismopedia
10%
Pleodorina
3%
Ulotrix
Scenedesmus
2% Synedra
1%
Staurastrum
2%
5%
Phacus Pediastrum
2%
4%
Navicula
3%
Cosmarium
2%
Diatoma
2%
Gambar 4.2.1.1. Indeks Propenderance Ikan Nila Di Waduk Pondok
Analisa makanan yang dilakukan pada bagian saluran pencernaan yaitu usus, yang
mewakili sepanjang usus, diasumsikan makanan pada bagian pangkal tengah dan ujung
usus dapat mewakili analisa pakan ikan, termasuk analisa pakan yang belum tercerna
sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Makanan ikan Nila
secara umum didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian
fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. (Gambar 4.2.1.1).
Proporsi IP terbesar pada ikan Nila tercantum dalam Gambar 4.2.1.1. adalah fragsi
tumbuhan yang sudah halus, namun masih dapat di identifikasi sebagai tumbuhan, dan
tercerna yaitu lebih besar 50 % dari total makanan yang teridentifikasi, sehingga tumbuhan
(serasah) merupakan makanan utama bagi ikan Nila di Waduk Pondok. Adapun makanan
pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %),
tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %).
Berdasarkan jenis makanan yang ditemukan pada isi saluran percernaan ikan nila ,
maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). Jika ditinjau lebih
lanjut, plankton sangat dimanfaatkan oleh ikan nila termasuk ikan nila yang dewasa,
merupakan makanan yang selalu dimanfaatkan ikan Nila sebagai makanan selalu terikut
32
pada setiap ukuran ikan Nila. Ikan digolongkan stenophagic karena Jenis pakan alami yang
didapatkan selama penelitian hanya beberapa macam, yaitu fragmen ikan, dan lain-lain
yang tercerna tetapi tidak terdeteksi lagi. Indeks bagian terbesar (index of propenderance)
adalah tumbuhan sebesar 80 % sebagai makanan utama terdapat pada saluran pencernaan
pada ikan yang berasal dari area sekitar perairan waduk Pondok pada pengamatan
(Gambar 4.2.1.1).
Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa ikan Nila tergolong
herbivora cendrung planktonivore. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri ikan kelompok herbivor,
yaitu mempunyai jenis mulut inferior simetris (Kottelat et al., 1993). Berbadan ramping
sehingga dapat masuk ke bagian-bagian yang banyak tumbuhan.
Diketahui bahwa
disekitar tumbuhan tersebut umumnya tempat berkumpul plankton. Bukaan mulut sedang
– besar, bergigi halus disertai bentuk usus yang halus panjang. sehingga dapat makanan
(berupa tumbuhan) dapat dicerna dalam waktu yang relatif lebih lama.
Makanan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelimpahan ikan di
suatu perairan. Makanan yang dikonsumsi ikan sering mengalami perubahan dengan
perubahnya ukuran ikan (Oliveira et al.; 2004). Ikan mempunyai kemampuan untuk
berubah-ubah (plasticity) yang besar dalam hal makanan (Lowe-McConnel, 1987) guna
mempertahankan kehadirannya (survive) di habitatnya. Perubahan konsumsi jenis
organisme makanan dapat terjadi karena musim (Wootton, 1990).
b. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis nilotica).
Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan
aktifitas makan dari ikan ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan mengetahui persentase
tingkat konsumsi pakan relatifnya. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan
membandingkan berat isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan.
Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis
niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 2,108 hingga 6,184 dengan rata-rata 4,083.
Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila berfluktuasi, Hal ini berhubungan dengan
panjang relative ikan Nila (Tabel 4.2.1.1.). Panjang usus lebih panjang dari pada panjang
tubuh atau ikan yang mempunyai panjang relative yang lebih besar akan mencerna
makanan lebih lama jika dibandingkan dengan yang mempunyai usus lebih pendek.
Menurut Effendi (2001) ikan yang mempunyai usus lebih panjang akan mencerna
makanan lebih lama.
33
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila
Di Waduk Pondok
5,333
17
3,709
15
2,604
13
2,108
11
2,642
2,727
7
2,641
5,953
4,895
2,641
9
6,184
6,063
3,709
5
3
2,108
1
6,063
5,953
2,604
5,133
Gambar 4.2.1.2. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Pondok 2016
Tabel 4.2.1.1. Indeks Kepenuhan Lambung dan Perbandingan Panjang Usus
dengan Panjang Tubuh Ikan Nila di Waduk Pondok.
ISC
2,73
2,64
2,11
2,64
4,89 2,60
5,95
3,71
6,06 5,33
L Usus : L
2,07
4,07
5,89
4,07
3,50 2,44
6,17
7,92
5,61 7,84
Kesimpulan
Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis
niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 2,11 hingga 6,06. Makanan ikan Nila secara
umum didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen
tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. Tergolong ikan herbivore,
dengan indeks bagian terbesar isi saluran pencernaan adalah tumbuhan, dan tercerna yaitu
lebih besar 50 % dan makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton
lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %).
c. Pakan Alami Ikan Tawes (Barbodes gonionotus)
Dari Gambar 4.2.1.3 dapat dilihat bahwa ikan Tawes diwaduk Pondok yang
teridentifikasi memakan pellet sebagai makanan utama dan tumbuhan berupa serasah
sebagai makanan pelengkap, sementara fitoplankton sebagai tambahan. Hal ini berbeda
dengan penelitian di waduk penjalin, bahwa Ikan tawes lebih banyak memanfaatkan
fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar 35,00% dimana genus yang dominan
ditemukan adalah Navicula sp (Hedianto et.al, 2013). Hal ini dimungkinkan ikan tawes
yang diperiksa kebiasaan makannya adalah ikan yang berasal dari hasil tangkapan nelayan
34
dengan menggunakan jebakan, dimana dalam proses penangkapannya menggunakan pellet
dan dedak sebagai umpan.
Synedra
1%
IP Ikan Tawes Waduk Pondok
Gomphospharia
Diatoma Ulotrix
3%
2%
2%
dll
11%
Anacystis
7%
Cyclotella
3%
serasah
29%
pellet
38%
kulit padi
4%
Gambar 4.2.1.3. Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Pondok
d. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) Tawes (Barbodes gonionotus).
Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan aktifitas
makan dari ikan. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan membandingkan berat
isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan.
Gambar 4.2.1.4. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Pondok
Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Tawes (Barbodes
gonionotus) secara keseluruhan terbagi tiga kelompok besaran yaitu : 0,277; 1,666 dan
7,131. Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan tawes sangat tiga kelompok ini jauh berbeda
35
antara kelompok satu dengan kelompok dua dan tiga. Seperti halnya ikan nila, ikan
ukuran besar memanfaatkan pakan alami lebih banyak, dengan panjang usus yang lebih
panjang. Sehingga kepenuhan isi lambung lebih banyak dan lama tersimpan di dalam
lambung selama proses metabolisme pakan. Ikan herbivora lebih lama proses
metabolisme. Panjang usus lebih panjang dari pada panjang tubuh atau ikan yang
mempunyai panjang relative yang lebih besar akan mencerna makanan lebih lama jika
dibandingkan dengan yang mempunyai usus lebih pendek. Menurut Effendi (2001) ikan
yang mempunyai usus lebih panjang akan mencerna makanan lebih lama.
e. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Nila (Oreochromis nilotica).
Gambar 4.2.1.5, memperlihatkan rasio kelamin jantan betina ikan Nila berkisar
antara 0,58 hingga 0,67 dengan rata-rata 0,63. Rasio kelamin jantan berbanding dengan
betina 1: 1 disebut agregasi atau rasio yang seimbang, sedangkan rasio yang tidak
seimbang disebut segregasi. Menurut Bal dan Rao (1984) dalam Haryati et al., (2005)
segregasi atau agregasi jantan dan betina ada hubungannya dengan tabiat makan, memijah
dan migrasi dari tiap jenis ikan.
Frekuensi (%)
Rasio Kelamin
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Sex Rasio Ikan Nila Waduk Pondok
Sex Rasio
0,67
0,625
Betina
0,58
Jantan
Feb
April
Sept
NK Ikan Nila Waduk Pondok
Feb
April
Sept
Gambar 4.2.1.5. Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Pondok
Tingkat Kematangan Gonad
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki ciri seksual sekunder berupa bentuk
tubuh, tetapi untuk menentukan jenis kelamin diduga melalui pembedahan dengan melihat
secara morfologi gonad dari masing-masing ikan contoh. Gonad betina berwarna kuning
sedangkan untuk gonad jantan berwarna putih. Kemudian ditentukan tingkat kematangan
gonad seperti terlihat pada Tabel 4.2.1.2. Gonad dikeluarkan dari tubuh ikan contoh lalu
ditimbang berat totalnya. Tingkat kematangan gonad diamati secara visual dengan cara
membedah perut ikan dan dilihat tingkat perkembangan gonadnya (Lagler et al., 1977 ;
Miller, 1984).
36
Tabel 4.2.1.2 Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie (1997).
TKG Betina
Jantan
Ovari seperti benang, panjang Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya
I
sampai ke depan tubuh, warna dirongga tubuh, warna jernih.
jernih dan permukaan licin
Ukuran lebih besar, pewarnaan Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih
II
gelap kekuningan, telur belum susu, bentuk lebih jelas dari TKG I
terlihat jelas
Ovari berwarna kuning, secara Permukaan testes nampak bergerigi, warna
III
morfologi telur sudah kelihatan makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah
butirnya dengan mata
Ovari
makin
berwarna
IV
besar,
kuning,
putus
telur Seperti TKG III tampak lebih jelas testes
mudah makin pejal, dan rongga tubuh mulai penuh,
dipisahkan, butir minyak tak warna putih susu
nampak, mengisi ½ - 2/3 rongga
tubuh, usus terdesak bagian
rongga tubuh
Ovari berkerut, dinding tebal, Testes bagian belakang kempis dan bagian
V
butir telur sisa terdapat didekat dekat pelepasan masih terisi.
pelepasan
Ikan contoh yang dibedah untuk pengamatan TKG sebanyak 75 ekor, dengan
rincian jantan 46 ekor betina 29 ekor. Didapatkan tingkat kematangan gonad dengan
tingkat I hingga IV dan spent. Ikan jantan mempunyai TKG I sebanyak 15 ekor, TKG II
13 ekor, TKG III sebanyak 10 ekor.
Ikan Betina sebanyak 29 ekor dengan TKG I
sebanyak 9 ekor, TKG II sebanyak 9 ekor, TKG III sebanyak 3 ekor, TKG IV sebanyak 7
ekor dan yang sudah TKG V/ spent sebanyak 1 ekor (Tabel 4.2.1.3). TKG III dan IV
pada umumnya dapat ditemukan sepanjang bulan pengamatan antara bulan September
hingga Maret, namun diduga mencapai puncak pemijahan pada bulan Januari hingga
37
Februari di habitat pemijahan, misalnya di rumpon tempat sekumpulan eceng gondok yang
berada di inlet-inlet dan sepanjang pinggiran waduk Pondok.
Hal ini diduga karena
banyak terdapat pakan alami dan terlindung dari gangguan, dan banyak tempat untuk
menempelkan telur jika memijah, diketahui ikan nila adalah ikan yang menempelkan
telurnya di subsrtat setelah terjadi pembuahan.
Tabel 4.2.1.3. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Pondok
TKG
Jantan
Betina
Jumlah
I
15
9
24
II
13
9
22
III
10
3
13
IV
5
7
12
V
3
1
4
Jumlah
46
29
75
f. Fekunditas
Fekunditas ikan Nila dihitung berdasarkan contoh ikan dengan TKG IV. Pada ikan
nila dengan panjang total berkisar antara 16,1 cm dan berat 77 gram, berat gonad 1,495
gram, didapatkan IKG 1,495 % fekunditas sebesar 1.740 butir telur. Kisaran diameter
telur dari 100 butir yaitu berkisar 1,00-2,65mm dengan rata-rata 1,9125 mm. Hunter et al
(1992) menyatakan bahwa fekunditas total adalah jumlah telur yang terdapat di dalam
ovary yang akan dikeluarkan pada waktu memijah.
Jumlah telur dalam ovary
menunjukkan potensi reproduksi ikan. Besarnya fekunditas satu spesies ikan antara lain
dipengaruhi factor luar seperti lingkungan dan ketersediaan makanan bagi calon induk
tersebut, sedangkan factor dari dalam antara ain genetis, panjang, berat dan umur ikan
tersebut (Wootton, 1979; Royce, 1984). Habitat pemijahan (spawning ground) bagi ikan
nila hampir di semua bagian waduk Pondok, terutama di tempat yang lebih jernih dan
yang kaya pakan alami ikan. Sedangkan ikan Tawes memijah pada musim penghujan.
Ikan matang gonad pada umur kurang lebih 8 bulan dengan ukuran panjang 20 cm berat
175 gram dengan fekunditas berkisar antara 25.980-86.916 butir. Telur mengendap pada
daerah domersal atau dasar perairan (Utomo et.al, 2014).
38
Frekuensi (%)
g. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tawes (Barbodes
gonionotus).
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Sex Rasio Ikan Tawes Waduk Pondok
Sex Rasio
4,60
Betina
Jantan
Feb
April
1,50
Sept
NK Ikan Tawes Waduk Pondok
0,75
Feb
April
Sept
Gambar 4.2.1.6. Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Pondok
Tabel 4.2.1.4. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Pondok
TKG
Jantan
Betina
Jumlah
I
5
3
8
II
5
5
10
III
9
6
15
IV
14
21
35
V
0
3
3
Jumlah
33
38
71
Jumlah ikan contoh yang dibedah sebanyak 71 ekor, terdiri dari 38 ekor betina dan
33 ekor jantan sehingga perbandingannya 1:0,8 antara 1,5 pada bulan Februari, 4,6 bulan
April dan 0,75 pada bulan September.Dari keseluruhan ikan contoh didapatkan sebanyak
50 % matang gonad, 21 % tingkat kematangan III dan 0,4 % sudah melewati masa
memijah (Spent). Dari pengamatan tingkat kematangan gonad ikan Tawes memijah
sepanjang tahun dengan puncak pemijahan di awal musim hujan.
B. Waduk Widas.
a. Pakan Alami Ikan ikan Nila (Oreochromis nilotica).
Pengamatan makanan ikan Nila dilakukan pada saluran pencernaan (usus).
Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 7 kelompok jenis organisme
39
makanan, tumbuhan air (Gambar 4.2.1.7). Proporsi IP terbesar pada ikan Nila adalah
serasah/tumbuhan air sebesar 69 %, sehingga tumbuhan air merupakan makanan utama
bagi ikan Nila di waduk Widas. Adapun makanan pelengkap terdiri atas makanan
tambahan yaitu tujuh jenis fitoplankton (16%), tidak terdiedntifikasi 15 %. Berdasarkan
jenis organisme makanan yang ditemukan pada lambung ikan nila, maka dapat
digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan).
dll
5%
Diatoma
Cloeslastrum
2%
1%
Pediastrum
4%
Synedra
Phacus
Pleodorina
2%
2%
3%
Ulotrix
Cyclotela
1%
11%
Serasah
69%
Gambar 4.2.1.7. Indeks Propenderance ikan Nila Di Waduk Widas
b. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis nilotica).
Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan nila di waduk Widas
berkisar antara 0,335 – 2,77 (Gambar 4.2.1.8), terihat nilai ISC ikan Nila di waduk Widas
terdapat dalam 5 kelompok yaitu : 0,34; 0,76; 0,81; 1,34; dan 2,7. Hal ini menunjukkan
bahwa ikan dengan berbagai ukuran aktif mencari makan pada lokasi yang sama. Ikan
dengan ukuran besar mempunyai isi lambung lebih penuh dan lebih survive dengan adanya
perubahan lingkungan. Menurut Lagler (1972), tingkat keaktifan ikan untuk mencari
makan pada suatu lingkungan lebih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur,
ketersediaan makanan, ukuran makanan dan selera ikan terhadap makanan.
40
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila
Di Waduk Widas
0,813
10
9
0,335
0,763
8
1,341
7
0,813
6
5
0,335
1,34
4
2,072
3
2
0,762
2,77
1
Gambar 4.2.1.8. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Waduk Widas 2016
c. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis nilotica).
Jenis Kelamin
Ikan Nila dengan lambung berisi yang didapatkan selama pengamatan berjumlah 941 ekor
terdiri atas 620 ekor ikan jantan dan 321 ekor ikan betina, sehingga nisbah kelamin ikan
jantan dan ikan betina adalah 1 : 0,5 . Dari Grafik terlihat ikan jenis kelamin jantan lebih
banyak tertangkap. Namun pada bulan September perbandingan jantan dan betina hampir
seimbang, dan ikan betina lebih banyak tertangkap (Gambar 4.2.1.9).
Frekuensi (%)
100%
80%
60%
40%
Betina
20%
Jantan
0%
Feb April Juli Sept
NK Ikan Nila Waduk Widas
Gambar 4.2.1. 9. Rasio Kelamin Ikan Nila di Waduk Widas
41
Tingkat Kematangan Gonad
Ikan contoh yang dibedah sebanyak 941 ekor, didapatkan tingkat kematanagn
gonad I, II, III, dan IV. Sebanyak 12 % (116 ekor) berada pada Tingkat kematangan gonad
IV yaitu ikan Nila jantan 56 ekor dan betina 60 ekor. Dari Tabel 4.2.1.5 terlihat bahwa
ikan Nila di waduk Widas dengan TKG I-IV dalam jumlah yang hampir sama. Hal ini
indikasi ikan Nila dapat memijah sepanjang tahun.
Tabel 4.2.1.5. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila di Waduk Widas
TKG
Jenis
Kelamin
I
II
JUMLAH
III
IV
(ekor)
BETINA
49
142
70
60
321
JANTAN
257
204
103
56
620
JUMLAH
306
346
173
116
941
d. Pakan Alami Ikan Tawes (Barbodes gonionotus)
Berdasarkan jenis organisme makanan yang ditemukan pada lambung ikan Tawes,
maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). Proporsi IP
organisme tumbuhan isi saluaran pencernaannya (usus) ikan Tawes didapatkan sebesar 76
%. Organisme hewani sebesar 2 % dan detritus sebesar 4 % , dan plankton 18 %
(Gambar 4.2.1.10). Oleh karena itu, ikan Tawes merupakan tipe ikan herbivora, namun
dapat memanfaatkan detritus yang ada di perairan.
IP Ikan tawes waduk widas
Coscinodiscus
3%
Cyclotella
synedra Scenedesmus Naviculla
1%
4%
4% Colaps 1%
4%
Diatoma
1%
dll
4%
potongan
serangga
1%
Sisik ikan
1%
serasah
76%
Gambar 4.2.1.10. Indeks Propenderance Ikan Tawes Di Waduk Widas
42
e. Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) Tawes (Barbodes gonionotus).
Indeks kepenuhan lambung ikan Tawes di waduk Widas berkisar antara 0,074
hingga 2,8. Gambar 4.2.1.11 memperlihatkan hanya 25 % ikan tawes yang mempunyai
lambung yang penuh. Hal ini diduga ikan contoh yang didapatkan dengan alat tangkap
jaring, sudah melampaui waktu makan pada saat jaring diangkat sehingga sebagian besar
saluran pencernaannya (usus) sebagian besar sudah kosong.
Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes
Di Waduk Widas
4
3
2
0,074
0,174
0,478
2,777
1
Gambar 4.2.1.11. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Tawes Di Waduk Widas 2016
f. Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tawes (Barbodes
gonionotus).
Jenis Kelamin
Ikan contoh yang dibedah sebanyak 29 ekor untuk melihat perbandingan jenis
kelamin dan tingkat kematangan gonadnya. Ikan jantan sebanyak 12 ekor dan ikan betina
sebanyak 17 ekor. Sehingga nisbah kelamin ikan jantan dan ikan betina adalah 1 : 1,4 .
Dari Grafik terlihat ikan jenis kelamin jantan lebih banyak tertangkap. Namun pada bulan
Februari dan September cendrung ikan betina lebih banyak tertangkap (Gambar 4.2.1.2).
Ha ini berkaitan dengan musim pemijahan dari akhir tahun hingga awal tahun.
43
Sex Rasio Ikan Tawes Waduk Widas
Frekuensi (%)
100%
Sex Rasio
3
80%
60%
40%
Betina
20%
Jantan
2
1,2
1
0%
Feb April Juli Sept
NK Ikan Tawes Waduk Widas
Feb
April
Juli
Sept
Gambar 4.2.1.12. Rasio Kelamin Ikan Tawes di Waduk Widas
Tingkat Kematangan Gonad
Ikan contoh yang dibedah sebanyak 29 ekor, didapatkan tingkat kematanagn gonad I (6
ekor), II (12 ekor), III (2 ekor), IV (8 ekor) dan V (1 ekor). Sebanyak 27 % (8 ekor)
berada pada Tingkat kematangan gonad IV ikan betina dan 3 % sudah spent atau sudah
memijah. Dari Tabel 4.2.1.6 terlihat bahwa ikan Tawes di waduk Widas dengan TKG
terkelompok dua bagian TKG I-II (18 ekor) dan TKG IV-V (9 ekor) . Hal ini indikasi
ikan Tawes cendrung mengalami musim atau waktu pemijahan yang tertentu (akhi dan
awal tahun).
Tabel 4.2.1.6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tawes di Waduk Widas
TKG
Jenis
JUMLAH
Kelamin
I
II
III
IV
V
(ekor)
BETINA
3
3
2
8
1
17
JANTAN
3
9
0
0
0
12
JUMLAH
6
12
2
8
1
29
44
C. Ukuran panjang pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan di waduk
Pondok dan Widas.
Berdasarkan ikan contoh yang di dapatkan melalui pengamatan tingkat kematngan
gonad, maka ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad di waduk Pondok untuk ikan
Nila (Oreochromis nilotica) ; 13,5 Cm, Ikan Red Devil (Amphilopus labiatus) ; 15 Cm,
ikan Tawes (Barbodes gonionotus) ; 17,1 Cm. Di waduk Widas, ikan Nila 23 Cm, ikan
Red devil ; 16,8 Cm, ikan Tawes ; 23,3 Cm, ikan Belida (Notopterus notopterus) ; 26,8
Cm, dan ikan kutuk atau gabus (Channa striata) ; 37,8 Cm.
Kesimpulan
Ikan Nila matang gonad (TKG III dan IV) didapatkan antara bulan Februari hingga
Nopember. Tingkat kematanagn gonad III terdapat pada setiap pengamatan, diduga ikan
nila memijah sepanjang tahun. Indeks kematangan gonad yaitu 1,495% pada ikan dengan
panjang total 16,1 cm dan 77 gram. Fekuditas mencapai 1.740 butir, dengan rata-rata
diameter telur 1,9125mm. Rasio kelamin berkisar antara 0,61 – 1,14 dan rata-rata 0,76.
Ikan-ikan dominan di waduk Pondok dan Widas adalah kelompok herbivora (pemakan
tumbuhan), pakan tambahan dan yang terikut terutama fitoplankton. Ikan Nila di waduk
Pondok mempunyai Indeks kepenuhan lambung (ISC): 2,108-6,184, Sex rasio 1:1.
Sedangkan ikan Tawes ISC nya: 2,8-7,13. Sedangkan Di Waduk Widas ikan nila
mempunyai ISC 0,335-2,77, sex rasio 1:0,5, Ikan Tawes mempunyai ISC: 0,074-2,77. Sex
rasionya 1: 1,4.
45
4.2.2.Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi
A. Hubungan Panjang Berat.
Hubungan panjang dan berat merupakan salah satu aspek biologi perikanan yang
perlu dianalisa pada ikan. Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat, semakin panjang
tubuh ikan maka semakin berat pula bobot ikan tersebut. Hubungan bobot-panjang serta
distribusi panjang ikan sangat perlu diketahui untuk mengkonservasi secara statistik hasil
tangkapan dalam bobot ke jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi dan menduga laju
kematiannya.
Data hubungan berat-panjang juga diperlukan dalam manajemen perikanan untuk
menentukan selektifitas alat agar ikan-ikan non target tidak ikut tertangkap. Hal ini dilakukan
agar kenormalan pertumbuhan ikan dapat diketahui sedini mungkin. Sebuah perubahan berat
dan panjang memperlihatkan umur dan kelas kelompok tahun ikan. Data panjang berat ikan
juga dapat digunakan untuk menaksirkan daya dukung stock perikanan tangkap. Selain itu,
data panjang dan berat dapat juga menggambarkan petunjuk penting tentang perubahan iklim
dan lingkungan.
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, dan lingkungan ( zat hara ). Ketiga faktor tersebut
bekerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi
untuk mengendalikan perkembangan ikan ( Fujaya, 1999 ).
Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk keadaan ikan, baik itu
dari kondisi ikan itu sendiri dan kondisi luar yang berhubungan dengan ikan tersebut.
Diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Pada keturunan
yang berasal dari alam sangat sulit di kontrol, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik,
ikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda pada tingkatan umur dimana waktu
muda pertumbuhannya cepat, dan ketika tua menjadi lamban. Faktor luar yang utama ialah
makanan dan suhu perairan. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung
pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh
(Effendi, 2002 ).
a). Analisa Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok
Hubungan panjang berat dari ikan Nila di Waduk Pondok pada bulan Februari, April
dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.1
46
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Pondok Feb 2016
100
60
y = 0,0689x2,464
R² = 0,7934
80
Berat (gr)
Berat (gr)
100
y = 0,023x2,9253
R² = 0,8636
80
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Pondok April 2016
40
20
60
40
20
0
0
0
5
10
15
Panjang (cm)
5
10
15
Panjang (cm)
20
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Pondok Sept 2016
100
y = 0,0152x3,0843
R² = 0,97
80
Berat (gr)
0
20
60
40
20
0
0
5
10
15
20
Panjang (cm)
Gambar 4.2.2.1 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Pondok
Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan
panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,925 (mendekati nila 3). Setelah
dilakukan uji t ternyata t-hitung (0,248) < t-tabel (3,223) yang berarti nilai b = 3 artinya yaitu
menunjukan hubungan yang isometrik atau pertumbuhan berat ikan Nila seimbang dengan
pertumbuhan panjangnya. Hasil analisa pada bulan April hubungan panjang berat pada ikan
Nila memiliki nilai b = 2,464, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,256) > t-tabel
(2,042) yang berarti pertumbuhannya besifat allometrik negatif, dimana nilai b < 3 artinya
pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dibanding pertumbuhan panjangnya.
Sedangkan pada bulan September didapatkan nilai b = 3,084 (mendekati nilai 3).
Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,0521) < t-tabel (2,011) yang berarti nilai b = 3.
Hal ini menunjukan pertumuhan ikan pada bulan tersebut bersifat isometrik atau
pertumbuhan berat ikan Nila seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Effendie (1979), bahwa nilai b<3, menyatakan bahwa pertumbuhan
panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan beratnya, sedangkan nilai b=3 menyatakan
pertumbuhan berat seimbang dengan laju pertumbuhan panjang. Selain itu Gambar .... juga
menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai korelasi antara pertambahan
47
panjang dan pertambahan berat yang lebih tinggi pada bulan September (0,970) dibandingkan
pada bulan Februari (0,663) dan April (0,793).
b). Analisa Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok
Hubungan panjang berat dari ikan Tawes di Waduk Pondok pada bulan Februari,
April dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.2
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
400 Waduk Pondok April 2016
y = 0,0078x3,181
R² = 0,9737
80
60
Berat (gr)
Berat (gr)
100
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
Waduk Pondok Feb 2016
40
20
0
0
10
Panjang (cm)
y = 0,0049x3,3416
R² = 0,9885
200
100
0
0
10
20
Panjang (cm)
30
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
Waduk Pondok Sept 2016
250
y = 0,0075x3,1519
R² = 0,9908
200
Berat (gr)
20
300
150
100
50
0
0
10
20
Panjang (cm)
30
Gambar 4.2.2.2 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Pondok
Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan
panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 3,181 . Setelah dilakukan uji t ternyata
t-hitung (0,693) < t-tabel (2,447) yang berarti menunjukan pertumbuhan isometrik atau
pertumbuhan berat ikan Tawes seimbang dengan pertumbuhan panjangnya. Pada bulan April
analisa pada ikan Tawes memiliki nilai b = 3,341, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung
(4,747) > t-tabel (2,052) yang berarti pertumbuhannya besifat allometrik positif, dimana nilai
b > 3 artinya pertumbuhan berat ikan Nila lebih cepat dibanding pertumbuhan panjangnya.
Hasil analisa pada bulan September didapatkan nilai b = 3,152 . Hasil uji t
menunjukkan ternyata t-hitung (3,353) > t-tabel (2,012). Hal ini menunjukan pertumbuhan
ikan pada bulan tersebut bersifat alometrik positif (b>3) atau pertumbuhan berat ikan Nila
48
lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan aloletrik positif ini
diduga berhubungan dengan perkembangan gonad ikan, atau ikan mengalami kematangan
gonad pada bulan tersebut.
Gambar 4.2.2.2 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai
korelasi yang sangat tinggi pada ke- 3 bulan tersebut. Pada bulan Februari (0,973), April
(0,988) dan September (0,990), semua mendekati nilai 1 yang berati bahwa antara
pertambahan panjang dan pertambahan berat mempunyai korelasi yang sangat tinggi.
c). Analisa Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas
Hubungan panjang berat dari ikan Nila di Waduk Widas pada bulan Februari, April
dan September 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.2.2.3
800
y = 0,0663x2,5933
R² = 0,8968
150
Berat (gr)
Berat (gr)
200
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Widas Feb 2016
100
50
0
0
10
20
Panjang (cm)
y = 0,037x2,7911
R² = 0,9753
600
400
200
0
30
0
20
Panjang (cm)
40
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Widas Sept 2016
1500
Berat (gr)
Hub Panjang Berat Ikan Nila
Waduk Widas April 2016
y = 0,0284x2,8932
R² = 0,9885
1000
500
0
0
10
20
30
Panjang (cm)
40
50
Gambar 4.2.2.3 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Nila di Waduk Widas
Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan
panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,593. Setelah dilakukan uji t ternyata
t-hitung (2,656) > t-tabel (2,030). Nilai b < 3 yang menunjukan laju pertumbuhan bersifat
alometrik negatif atau pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dengan pertumbuhan
panjangnya. Begitu juga hasil analisa pada bulan April hubungan panjang berat pada ikan
Nila memiliki nilai b = 2,791, setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (2,155) > t-tabel
49
(2,069) yang berarti pertumbuhannya juga besifat alometrik negatif, dimana nilai b < 3
artinya pertumbuhan berat ikan Nila lebih lambat dibanding pertumbuhan panjangnya.
Pada bulan September hasil analisa yang didapatkan nilai b = 3,084 (mendekati 3).
Setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,677) < t-tabel (2,055) yang berarti laju
pertumbuhan ikan pada bulan tersebut bersifat isometrik atau pertumbuhan berat ikan Nila
seimbang dengan pertumbuhan panjangnya.
Gambar 4.2.2.3 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai
korelasi antara pertambahan panjang dan pertambahan berat yang lebih tinggi pada bulan
September (0,988) dibandingkan pada bulan Februari (0,896) dan April (0,975), namun
ketiganya masih memiliki korelasi yang cukup tinggi.
d). Analisa Panjang Berat Ikan Tawes di Waduk Widas
Hubungan panjang berat dari ikan Tawes di Waduk Widas pada bulan Februari, April
dan September 2016 dapat dilihat pad Gambar 4.2.2.4
300
250
200
150
100
50
0
200
y=
R² = 0,6297
0
10
20
Berat (gr)
0,366x2,0003
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
Waduk Widas April 2016
y = 0,032x2,7758
R² = 0,8972
150
100
50
0
30
-
Panjang (cm)
10,0
20,0
Panjang (cm)
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
Waduk Widas Sept 2016
800
y = 0,0037x3,4344
R² = 0,9554
600
Berat (gr)
Berat (gr)
Hub Panjang Berat Ikan Tawes
350 Waduk Widas Feb 2016
400
200
0
0
10
20
Panjang (cm)
30
40
Gambar 4.2.2.4 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Tawes
di Waduk Widas 2016
50
30,0
Analisa persamaan garis eksponensial yang didapat membentuk grafik hubungan
panjang berat pada bulan Februari didapatkan nilai b = 2,003 (dibawah 3). Setelah dilakukan
uji t ternyata t-hitung (2,439) > t-tabel (2,120) yang berarti
menunjukan pertumbuhan
alometrik negatif atau pertumbuhan berat ikan Tawes lebih lambat dari pertumbuhan
panjangnya. Pada bulan April analisa pada ikan Tawes memiliki nilai b = 2,775 (di bawah
3). Namun setelah dilakukan uji t ternyata t-hitung (1,350) < t-tabel (2,032) yang berarti pola
pertumbuhannya besifat isometrik yang artinya pertumbuhan berat ikan Tawes sama dengan
pertumbuhan panjangnya. Hubungan panjang-berat ikan tidak seimbang, hal ini diperkirakan
karena lingkungan hidup ikan yang kurang mendukung
Hasil analisa pada bulan September didapatkan nilai b = 3,434 (di atas 3). Hasil uji t
menunjukkan ternyata t-hitung (3,201) > t-tabel (2,035). Hal ini menunjukan pertumbuhan
ikan pada bulan tersebut bersifat alometrik positif atau pertumbuhan berat ikan Nila lebih
cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan alometrik positif ini
diduga berhubungan dengan perkembangan gonad ikan, atau ikan mengalami kematangan
gonad pada bulan tersebut. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian (Abdullatif, 1982;
Almeida et al, 2010; Djunaedi, 1982) yang menjelaskan bahwa pola pertumbuhan ikan dan
udang yang sedang mengalami perkembangan gonad bersifat allometrik dimana pertambahan
berat lebih cepat dari pertambahan panjang.
Gambar 4.2.2.4 juga menunjukkan grafik hubungan panjang berat dengan nilai
korelasi yang tinggi pada bulan September (0,955) dan April (0,897). Sedangkan korelasi
agak rendah terjadi pada bulan Februari (0,629). Hal ini dimungkinkan banyak terkait dengan
faktor kondisi lingkungan pada bulan tersebut yang kurang baik dibandingkan pada bulan
April dan September.
B. Faktor Kondisi
a). Faktor Kondisi Ikan Nila di Waduk Pondok dan Widas
Salah satu nilai penting dalam pertumbuhan ialah faktor kondisi dimana faktor ini
menunjukan keadaan baik dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie,
1997). Dari hasil penelitian didapatkan gambaran faktor kondisi relatif antara ikan Nila di
Waduk Pndok dan Widas dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.2.2.5.).
51
Faktor Kondisi Ikan Nila
Waduk Pondok & Widas
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Feb
Waduk Pondok
April
Waduk Widas
Sept
Gambar 4.2.2.5. Grafik faktor kondisi ikan Nila di Waduk Pondok Dan Widas 2016
Gambar 4.2.2.5, menunjukkan bahwa grafik nilai faktor kondisi ikan Nila di Waduk
Pondok dan Widas memiliki tren yang hampir sama, hanya pada bulan Februari di Waduk
Pondok lebih baik dari Waduk Widas,
atau bisa dikatakan kondisi lingkungan Waduk
Pondok lebih baik dari pada Waduk Widas, terutama di bulan Februari. Sedangkan
penurunan faktor kondisi ikan pada bulan April dimungkinkan karena pada bulan tersebut
ikan nila banyak mengeluarkan energi untuk melakukan pemijahan. Lagler dalam (Effendie,
1979) mengemukakan bahwa keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka
dinamakan faktor kondisi. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor kondisi dapat menunjukkan
kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi yang mana ini dipengaruhi oleh
faktor makanan, lingkungan dimana udang hidup dan kematangan gonad.
b). Faktor Kondisi Ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas
Dari hasil penelitian didapatkan gambaran faktor kondisi relatif antara ikan Tawes di
Waduk Pondok dan Widas dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.2.2.6).
52
Faktor Kondisi Ikan Tawes
Waduk Pondok & Widas
2
1,5
1
0,5
0
Feb
April
Waduk Pondok
Sept
Waduk Widas
Gambar 4.2.2.6 Grafik faktor kondisi ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas
Hasil perhitungan faktor kondisi Tawes pada bulan Februari, April dan September
menggambarkan kapasitas fisik (kegemukan) ikan Tawes. Dari gambar tersebut di atas
terlihat bahwa nilai faktor kondisi Ikan Tawes di Waduk Pondok dan Widas memiliki tren
yang berbeda. Pada bulan April di Waduk Widas mengalami penaikan sedang di Waduk
Pondok mengalami penurunan. Sedang untuk bulan Februari dan September tidak terlalu jauh
mengalami perbedaan. Penurunan faktor kondisi ikan pada bulan April dan September
dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh proses reproduksi, faktor lingkungan dan ketersediaan
makanan di perairan.
53
4.3. Pendugaan Jumlah Ikan Yang Ditebar
Persentasi hasil tangkapan ikan di waduk Pondok dan Widas tertera pada Tabel 4.3.1.
Dari beberapa jenis ikan yang terdapat di waduk Pondok, hasil tangkapan didominasi oleh
ikan Tawes, Nila, Wader, Louhan. Sedangkan di waduk Widas didominasi oleh ikan Tawes ,
Nila, Wader, Belida, Gabus (kutuk) dan Red devil (Tabel.4.3.2.). Berdasarkan analisa isi
saluran pencernaan, ikan yang dominan tergolong ikan plantinovora atau pemakan plankton.
Tabel 4.3.1. Rata-rata persentasi hasil tangkapan ikan dominan
di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur
Waduk
Widas
Waduk Pondok
Jenis
Ikan
TAWES
NILA
Wader
RED
DEVIL
LOHAN
Lainlain
Total
Kg
%
Kg
%
6631
1851
359
62,4
17,4
3,4
TAWES
NILA
Wader
287,4
3303,9
50
7,3
84,4
1,3
973
9,2
BELIDA
161,7
4,1
609
5,7
80
2,0
200
1,9
30
0,8
10623
100
GABUS
Lainlain
Total
3913
100
Tabel.4.3.2. Kompetisi pakan alami ikan dominan pemakan plankton
di waduk Widas Dan Pondok, Jawa Timur
Waduk Pondok
Waduk Widas
Plankton
Plankton
Kompetisi
Kompetisi
Jenis Ikan
dalam
Jenis Ikan
dalam
(%)
(%)
usus (%)
usus (%)
Red devil
13
6
RED Devil
16
8
Nila
72
32
Nila
62,5
31
Tawes
35
16
Tawes
43
21
Wader
80
36
Wader
80
40
Louhan
25
11
Jumlah
100
100
Estimasi jumlah benih ikan pemakan plankton untuk penebaran dihitung dengan
persamaan Kartamihardja (2007) sebagai berikut:
N = (Bf * Fc * Te/W)+M
keterangan:
N = jumlah ikan tebaran pada waktu awal (ekor)
54
Bf = biomassa fitoplankton (kg/ha/tahun)
Fc = kompetisi makan ikan tebaran dengan ikan lain (persentase volume fitoplankton
yang dapat dimanfaatkan oleh ikan tebaran)
Te = transfer effisiensi biomassa fitoplankton ke ikan (4 - <10%)
W = rata–rata berat ikan tebaran yang akan dipanen (kg)
M = mortalitas ikan tebaran (%)
Estimasi kebutuhan benih ikan Tawes, Nila dan Wader untuk penebaran di waduk
Pondok dihitung berdasarkan konsentrasi klorofil-a, dengan asumsi bahwa ikan Tawes, Nila
dan Wader memanfaatkan fitoplankton sebagai makanannya. Nilai klorofil di waduk Pondok
(380 ha) rata-rata 21 mg/m3, maka hasil penghitungan kebutuhan benih untuk waduk Pondok
yang dihitung berdasarkan persamaan dari Kartamihardja (2007), secara umum
memperlihatkan bahwa kebutuhan benih ikan (terutama yang bersifat planktivora) totalnya
adalah 173.486 ekor benih/ha. Angka tersebut merupakan kebutuhan jumlah benih ikan
planktivora yang seyogyanya ditebarkan dalam setahun, yang terdiri dari ikan Tawes 17.793
ekor/tahun, ikan Nila 35.587 ekor/tahun, dan ikan Wader 120.106 ekor/tahun. Artinya
penebaran dapat dilakukan beberapa kali hingga jumlahnya sesuai dengan daya dukungnya.
Untuk waduk Widas mempunyai nilai klorofil-a rata-rata : 27,17 mg/m3. Ikan dominan hasil
tangkapan hampir sama dengan waduk Pondok, yaitu ikan Tawes, Ikan Nila, dan Ikan wader.
Maka hasil perhitungan untuk dugaan kebutuhan benih masing-masing ikan Nila 29.743
ekor/tahun, ikan Tawes 43.907 ekor/tahun, dan ikan Wader 151.078 ekor/tahun. Total ikan
yang ditebar di waduk Widas tahun pertama ialah 224.728 ekor per tahun.
55
4.5. Kepadatan Stok Ikan
A. Waduk Pondok.
Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan
alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan
transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem
side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan
Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan
Waduk Pondok (Gambar 4.5.1).
Pengolahan dan Analisis Data Akustik
Data akustik diolah dengan menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Analisis untuk
estimasi ikan dilakukan mulai dari kedalaman 1-20 m dengan strata tiap 5 m.
Elementary sampling distance unit (ESDU) adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai
area backscattering coeficient (sA, m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal
dalam satuan decibel (dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan.
Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section, m2) dihitung
berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992) yaitu:
TS=10 log óbs .............................................. …………………………………………………...(1)
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind./nmi2) adalah:
ñA=sA/óbs ................................................................................................................................... (2)
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu:
óbs=aLb ....................................................................................................................................... (3)
Hubungan target strength dan L adalah:
TS=20 log L+A ........................................................................................................................... (4)
di mana:
A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength)
63
Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan digunakan
persamaan TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004).
Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan bobot (W) dari
suatu spesies ikan yaitu:
W=aLb...........................................................................................................................................(5)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al. (2005) persamaan panjang
dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}}………………………………………(6)
di mana:
Wt = bobot total (g)
ÄL = selang kelas panjang (cm)
Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm)
ni = jumlah individu pada kelas ke-i
a, b = konstanta untuk spesies tertentu
Selain nilai estimasi stok ikan berdasarkan atas komposisi ukurannya, hasil analisis juga
disajikan dalam bentuk peta sebaran densitas tiap strata kedalaman.
Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas melalui pembagian stratifikasi
kedalaman, stratifikasi kedalaman yang dilakukan untuk pelagis adalah kedalaman 5 m, 10m,
15m, dan >15m .Rata-rata densitas diterakan pada Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.5.2.
64
Gambar 4.5.1. Bentuk trek pengambilan data akustik
di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur, Juli 2016
Tabel. 4.5.1 Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
Strata Kedalaman
1-5m
6 - 10 m
Volume Density
12.7
8.8
11 - 15 m
> 15 m
7.7
6.1
Dari Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.5.2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung
meningkat menurut kedalaman, densitas rata-rata tertinggi terdapat pada strata kedalaman 1-5 m
yaitu 12.7 ind/ m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah strata kedalaman >15 m, yaitu 6.1 ind/m3,
dengan rata-rata 9.7 ekor/ m3.
65
14,0
12,0
12,7
10,0
8,8
8,0
7,7
6,1
6,0
4,0
2,0
0,0
1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.2. Profil densitas rata-rata secara vertikal
Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut stara kedalaman perairan
Hasil akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) paling banyak terdeteksi pada
strata kedalaman 1 yaitu strata kedalaman 1–5 m, target dengan ukuran kecil, yaitu target dengan
nilai target strength kurang dari –47 dB cenderung meningkat menurut kedalaman sampai pada
strata kedalaman 6-10 m, kemudian menurun seiring bertambahnya kedalaman, sedangkan target
dengan ukuran lebih besar, target dengan nilai TS lebih dari –47 dB cenderung meningkat
menurut kedalaman sampai dengan strata kedalaman 11-15 m, untuk kemudian menurun
menurut bertambahnya kedalaman. Kecilnya jumlah target yang terdeteksi pada kedalaman lebih
dari 15 m dikarenakan sedikitnya sampling pada perairan dengan kedalaman ini (Tabel 4.5.2
,Gambar 4.5.3 ).
Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak terdeteksi pada
kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan swimming layer dari masingmasing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berenang di perairan dalam
dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai komposisi dari masing-masing target pada tiap strata
ini digunakan dalam penentuan komposisi berat yang digunakan pada tiap strata dalam proses
konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan Waduk Pondok
66
Tabel 4.5.2. Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
Strata
TARGET STRENGHT
-66
-65
-64
-63
-62
-61
-60
-59
-58
-57
-56
-55
-54
-53
-52
-51
-50
-49
-48
-47
-46
-45
-44
1-5m
1
0
1
0
2
0
1
0
0
1
1
1
0
0
2
10
4
1
0
0
1
1
4
1
1
1
0
4
7
3
10
1
6
4
6
5
2
2
0
0
0
2
1
0
2
1
3
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6 - 10 m
1
0
0
0
1
2
11 - 15 m
0
0
1
2
1
2
16 - 20 m
1
0
1
1
0
3
1
0
2
3
1
0
1
2
1
0
1
1
0
0
0
Tabel 4.5.3.. Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
Strata
TARGET STRENGHT
-66
-65
-64
-63
-62
-61
-60
-59
-58
-57
-56
-55
-54
-53
-52
-51
-50
-49
-48
-47
-46
-45
-44
1-5m
2
0
2
0
4
0
2
0
0
2
2
2
0
0
4
13
15
21
21
8
2
0
0
6 - 10 m
3
0
0
0
3
5
3
3
3
10
3
3
3
0
10
10
8
15
13
5
5
0
0
11 - 15 m
0
0
4
8
4
8
4
0
12
0
8
0
4
0
0
8
4
0
8
4
12
0
12
16 - 20 m
8
0
8
8
0
25
17
8
8
8
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
67
12
10
Jumlah
8
1-5m
6
6- 10 m
11 - 15 m
4
16 - 20 m
2
0
-66 -65 -64 -63 -62 -61 -60 -59 -58 -57 -56 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44
Target Strenght (db)
Gambar 4.5.3.Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman
30
% Komposisi
25
20
1-5m
15
6- 10 m
11 - 15 m
10
16 - 20 m
5
0
-66 -65 -64 -63 -62 -61 -60 -59 -58 -57 -56 -55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44
Target Srenght (db)
Gambar 4.5.4. Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman
68
Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)
Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dugaan
menjadi berat ikan dugaan, data panjang berat dari ikan-ikan yang ditangkap di perairan
Waduk Pondok. Pada penentuan biomassa perairan Waduk Pondok, data yang digunakan
adalah Ikan Nila. Hubungan panjang berat Nila. disertakan pada Gambar 4.5.6.
100
y = 0,018x2,9987
R² = 0,9505
90
80
Berat (gr)
70
60
50
40
30
20
10
0
0
5
10
15
20
Panjang (Cm)
Gambar 4.5.5. Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila
Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk ikan W =
0,018 L2,998. Grafik hubungan panjang dan berat kedua jenis ikan tersebut dikemukakan pada
Gambar 4.5.5.
Dugaan Biomassa
Dari hasil perhitungan didapatkan luas perairan Waduk Pondok adalah kurang lebih
adalah 1.47 mil2, terdiri dari perairan dengan kedalaman kurang dari 5 m seluas 1.47 mil2
(100 % dari luas keseluruhan), perairan dengan kedalaman 6–10 m seluas 0.6 mil2 (37.4%),
perairan dengan kedalaman 11–15 m seluas 0.2 mil2 (14.5%), perairan dengan kedalaman
>15 m seluas 0.1 mil2 (4.5%). Kedalaman hasil deteksi akustik dikemukakan pada Gambar
4.5.7. Luas perairan inilah yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan
untuk menentukan biomassa perairan.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh, didapatkan nilai
biomassa untuk masing-masing strata kedalaman sebesar 58.362 Kg untuk strata kedalaman
1-5 m, 11.953 Kg untuk strata kedalaman 6-10 m, 7.260 Kg untuk strata kedalaman 11-15
69
m, ton untuk strata kedalaman 42 Kg untuk 15-20 m, , jadi didapatkan nilai biomassa total
untuk perairan Waduk Pondok yang disurvey adalah 77.616 Kg atau 256.41 Kg/ha (Tabel
4.5.4). Dari Tabel 4.5.4 dan Gambar 4.5.7 terlihat bahwa biomassa tertinggi didapatkan pada
strata kedalaman 1-5 m, yaitu
Biomassa (Kg)
Tabel 4.5.4. Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Pondok, Juli 2016
Layer
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/km2) Biomassa (Kg/ha)
1-5 m
58362
9260.25
92.60
6-10 m
11953
6335.16
63.35
11-15 m
7260
9911.44
99.11
>15 m
42
184.49
1.84
Total
77616
25691.34
256.91
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.6. Biomassa tiap strata kedalaman perairan
Sebaran densitas ikan secara horisontal
Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampirsama,
dimana densitas tinggi banyak diketemukan di lapisan kedalaman lebih dalam Gambar 4.5.7
–sampai dengan Gambar 4.5.10 berikut ini :
70
Gambar 4.5.7. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m
Gambar 4.5.8. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m
71
Gambar 4.5.9. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m
Gambar 4.5.10.. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m
72
Gambar 4.5.11. Peta bathimetri waduk Pondok 2016
Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang telah dilakukan pada bulan Juli 2016,
kedalaman waduk Pondok antara 2 hingga 16 meter (Gambar 4.5.11). Waduk Pondok
menunjukkan kedalaman maksimum 16 meter yang terletak di tengah waduk dan di dekat out
let. Sedangkan kedalaman kurang dari 0,5 - 2 meter banyak dijumpai di bagian inlet-inlet.
Semakin tua warna dalam peta batimetri menunjukkan kedalaman danau yang semakin
dalam.
73
B. Waduk Widas.
Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Widas Jawa Timur ditentukan dengan
alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan
transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem
side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Widas Jawa Timur pada bulan
Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi Waduk Widas.
Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan
alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan
transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem
side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan
Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan
Waduk Pondok (Gambar 4.5.1).
Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur ditentukan dengan
alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan
transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem
side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Pondok Jawa Timur pada bulan
Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan
Waduk Pondok (Gambar 4.5.1).
Pengolahan dan Analisis Data Akustik
Data akustik diolah dengan menggunakan software ECHOVIEW ver.5. Analisis untuk
estimasi ikan dilakukan mulai dari kedalaman 1-20 m dengan strata tiap 5 m.
Elementary sampling distance unit adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area
backscattering coeficient (sA, m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal dalam
satuan decibel (dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan.
Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section, m2) dihitung
berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992) yaitu:
TS=10 log óbs .............................................. …………………………………………………...(1)
Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind./nmi2) adalah:
ñA=sA/óbs ................................................................................................................................... (2)
74
Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu:
óbs=aLb ....................................................................................................................................... (3)
Hubungan target strength dan L adalah:
TS=20 log L+A ........................................................................................................................... (4)
di mana:
A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan
(normalized target strength)
Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan digunakan
persamaa TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004).
Menurut Hile (1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan bobot (W) dari
suatu spesies ikan yaitu:
W=aLb...........................................................................................................................................(5)
Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al. (2005) persamaan panjang
dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot dugaan adalah:
Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}}………………………………………(6)
di mana:
Wt = bobot total (g)
ÄL = selang kelas panjang (cm)
Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm)
ni = jumlah individu pada kelas ke-i
a, b = konstanta untuk spesies tertentu
Selain nilai estimasi stok ikan berdasarkan atas komposisi ukurannya, hasil analisis juga
disajikan dalam bentuk peta sebaran densitas tiap strata kedalaman.
75
Hasil dan Pembahasan
Kepadatan stok ikan pelagis di Perairan Waduk Widas, Jawa Timur ditentukan dengan
alat echo sounder BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan
transducer bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal dengan sistem
side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Waduk Widas, Jawa Timur pada bulan
Juli 2016 dilaksanakan dengan jalur survey berbentuk parallel mengelilingi luasan perairan
Waduk Widas (Gambar 4.5.12).
Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas melalui pembagian stratifikasi
kedalaman, stratifikasi kedalaman yang dilakukan untuk pelagis adalah kedalaman 5 m, 10 m,
15m, dan >15m .Rata-rata densitas diterakan pada Tabel 4.5.5 dan Gambar 4.5.12.
Gambar 4.5.12. Bentuk trek pengambilan data akustik di Perairan Waduk Widas Jawa Timur,
Juli 2016
76
Tabel. 4.5.5. Rata-rata densitas absolut pada tiap strata kedalaman
Strata Kedalaman
1-5m
6 - 10 m
11 - 15 m
> 15 m
Volume Density
20.7
3.0
0.6
0.2
Dari Tabel 4.5.5 dan Gambar 4.5.13 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut
cenderung meningkat menurut kedalaman, densitas rata-rata tertinggi terdapat pada strata
kedalaman 1-5 m yaitu 20.7 ind/ m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah strata kedalaman >15 m,
yaitu 0.2 ind/m3, dengan rata-rata 8.1 ekor/ m3.
25,0
20,0
20,7
15,0
10,0
5,0
3,0
0,6
0,0
1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
0,2
16 - 20 m
Gambar 4.5.13. Profil densitas rata-rata secara vertikal
Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut stara kedalaman perairan
Hasil akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) paling banyak terdeteksi pada
strata kedalaman 1 yaitu strata kedalaman 1–5 m, target dengan ukuran kecil, yaitu target dengan
nilai target strength kurang dari –47 dB cenderung menurun menurut kedalaman, sedangkan
target dengan ukuran lebih besar, target dengan nilai TS lebih dari –47 dB cenderung meningkat
menurut kedalaman sampai dengan strata kedalaman 11-15 m, untuk kemudian menurun
menurut bertambahnya kedalaman. Kecilnya jumlah target yang terdeteksi pada kedalaman lebih
77
dari 15 m dikarenakan sedikitnya sampling pada perairan dengan kedalaman ini (Tabel 4.5.6 dan
4.5.7 serta Gambar 4.5.14 dan 4.5.15 ).
Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak terdeteksi pada
kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan swimming layer dari masingmasing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berenang di perairan dalam
dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai komposisi dari masing-masing target pada tiap strata
ini digunakan dalam penentuan komposisi berat yang digunakan pada tiap strata dalam proses
konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan Waduk Widas
78
Tabel 4.5.6.Sebaran nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
Strata
1-5m
6 - 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
-55
1
2
0
0
-54 -53 -52 -51 -50 -49
6 10
5
3
0
2
4
3
1
4
4
2
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
TARGET STRENGHT
-48 -47 -46 -45
0
0
0
0
0
1
1
2
0
0
0
3
0
0
0
1
-44
0
0
2
3
-43
0
0
2
1
-42
0
0
3
1
-41
0
0
2
1
-40
0
0
0
0
-39
0
0
1
0
Tabel. 4.5.7. Komposisi nilai target strength menurut strata kedalaman perairan
Strata
1-5m
6 - 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
-55
4
8
0
0
-54
22
4
0
0
-53
37
17
0
0
-52
19
17
0
0
-51
11
17
0
0
-50
0
13
0
0
TARGET STRENGHT
-49 -48 -47 -46 -45
7
0
0
0
0
8
0
4
4
8
7
0
0
0 21
0
0
0
0 14
79
-44
0
0
14
43
-43
0
0
14
14
-42
0
0
21
14
-41
0
0
14
14
-40
0
0
0
0
-39
0
0
7
0
12
10
Jumlah
8
1-5m
6
6- 10 m
11 - 15 m
4
16 - 20 m
2
0
-55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 -40 -39
Target Strenght (db)
Gambar 4.5.14. Variasi jumlah target strength menurut strata kedalaman
40
% Komposisi
35
30
25
1-5m
20
6- 10 m
15
11 - 15 m
10
16 - 20 m
5
0
-55 -54 -53 -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 -40 -39
Target Srenght (db)
Gambar.4.5.15. Variasi komposisi nilai target strength menurut kedalaman
Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)
Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dugaan
menjadi berat ikan dugaan, data panjang berat dari ikan-ikan yang ditangkap di perairan
Waduk Widas. Pada penentuan biomassa perairan Waduk Widas, data yang digunakan adalah
Ikan Nila. Hubungan panjang berat Nila. disertakan pada Gambar 4.5.16.
80
800
y = 0,0264x2,9042
R² = 0,9498
700
Berat (gr)
600
500
400
300
200
100
0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Panjang (cm)
Gambar 4.5.16. Grafik hubungan panjang-berat ikan Nila
Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk ikan , W =
0,026 L2,904. Grafik hubungan panjang dan berat kedua jenis ikan tersebut dikemukakan pada
Gambar 4.5.16.
Dugaan Biomassa
Dari hasil perhitungan didapatkan luas perairan Waduk Widas adalah kurang lebih
adalah 2.2 mil2, terdiri dari perairan dengan kedalaman kurang dari 5 m seluas 2.2 mil2 (100
% dari luas keseluruhan), perairan dengan kedalaman 6–10 m seluas 1.2 mil2 (53.9%),
perairan dengan kedalaman 11–15 m seluas 0.4 mil2 (18%), perairan dengan kedalaman >15
m seluas 0.2 mil2 (9.9 %). Kedalaman hasil deteksi akustik dikemukakan pada Gambar. Luas
perairan inilah yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan volume perairan untuk
menentukan biomassa perairan.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh, didapatkan nilai
biomassa untuk masing-masing strata kedalaman sebesar 58813 Kg untuk strata kedalaman
1-5 m, 11998 Kg untuk strata kedalaman 6-10 m, 7828 Kg untuk strata kedalaman 11-15 m,
ton untuk strata kedalaman 1219 Kg untuk 15-20 m, , jadi didapatkan nilai biomassa total
untuk perairan Waduk Widas yang disurvey adalah 79848 Kg atau 165.67 Kg/ha. Biomassa
tertinggi didapatkan pada strata kedalaman 1-5 m, yaitu 58813 kg atau 62,35 kg/ha (Tabel
4.5.8 dan Gambar 4.5.17 ).
81
Tabel 4.5.8. Biomassa ikan pelagis di perairan Waduk Widas, Juli 2016
Layer
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/km2) Biomassa (Kg/ha)
1-5 m
58813
6235.32
62.35
6-10 m
11988
2946.47
29.46
11-15 m
7828
5750.87
57.51
>15 m
1219
1634.46
16.34
Total
79848
16567.11
165.67
70000
60000
Biomassa (Kg)
50000
40000
30000
20000
10000
0
1-5m
6- 10 m
11 - 15 m
16 - 20 m
Gambar 4.5.17. Biomassa tiap strata kedalaman perairan
Sebaran densitas ikan secara horisontal
Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampirsama,
dimana densitas tinggi banyak diketemukan di lapisan kedalaman lebih dalam Gambar 4.5.18
hingga Gambar 4.5.21 berikut ini.
82
Gambar 4.5.18. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 1- 5 m
Gambar 4.5.19. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 6-10 m
83
Gambar 4.5.20. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman 11–15 m
Gambar 4.5.21. Sebaran densitas ikan pada strata kedalaman >15 m
84
Gambar. 4.5.22. Peta bathimetri waduk Widas Bulan Juli 2016.
Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang telah dilakukan pada bulan Juli 2016, kedalam
waduk Widas antara 2 hingga 20 meter (Gambar 4.5.22). Waduk Widas menunjukkan
kedalaman maksimum 20 meter yang terletak di tengah waduk dan di dekat out let.
Sedangkan kedalaman kurang dari 0,5 - 2 meter banyak dijumpai di bagian inlet-inlet.
Semakin tua warna dalam peta batimetri menunjukkan kedalaman danau yang semakin
dalam.
85
4.6. Parameter Dinamika Populasi Beberapa Jenis Ikan
a). Parameter Populasi di Waduk Widas.
Hasil analisis panjang total (length frequency data) ikan Tawes dan ikan Nila
setiap bulan dengan bantuan program Elefan I didapatkan nilai panjang maksimal (L),
percepatan pertumbuhan (K), mortalitas alami (M), mortalitas total (Z), mortalitas
penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) seperti disajikan dalam Tabel 4.6.1.
Tabel 4.6.1. Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila
(Oreochromis nilotica) di waduk Widas , Kabupaten Madiun, Jawa Timur
Jenis Ikan
Tawes (Barbodes gonionotus)
Nila (Oreochromis nilotica)
L∞ (cm)
45
44,4
K
0,63
0,7
M
Z
1,2061 4,780
1,2970 7,555
F
3,5473
6,2579
E
0,748
0,8
Terlihat dari Tabel 4.6.1. diatas mortalitas karena penangkapan ikan Tawes dan
Nila di waduk Widas lebih besar daripada mortalitas alami dan laju penangkapan sudah
over fishing, melebihi laju penangkapan optimum E = 0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984).
1. Ikan Tawes (Barbodes gonionotus)
Panjang infinitive (L∞) = 45 cm, k = 0.63 .temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami
(M) = 1.2061, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 3,574, mortalitas total
(Z) = 4,780. Laju eksploitasi (E) = 0,748, t0 = -0,229679, Laju pertumbuhan Lt = 45 (1-e
-0.63 (t+0,229679)
). Ukuran panjang (cm) ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 8,0 – 36
cm. Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 860 ekor. Selama penelitian ukuran
panjang diatas 30 cm didapatkan pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober.
Gambar memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan Tawes dalam
tahun 2016.
86
Gambar 4.6.1. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes
di waduk Widas, Madiun.
Dengan persamaan Von Bertalanffy didapatkan panjang infinity ikan Tawes (L∞) = 45
cm yang akan dicapai pada umur lebih dari 15 tahun dan kecepatan pertumbuhan (k) =
0,63. Namun pada umur 3 tahun ikan sudah mencapai ukuran maksimal hasil tangkapan.
Gambar 4.6.2. Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Widas Madiun
87
Tabel 4.6.2. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Widas
Umur
(Tahun)
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Umur
(Tahun)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7.0
Panjang (CM)
7.2821
17.5396
24.951
30.306
34.1751
36.9706
38.9904
Panjang (CM)
40.4498
41.5043
42.2661
42.8166
43.2143
43.5017
44.5267
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.1 dan Tabel
4.6.2), maka populasi terbesar ikan Tawes yang tertangkap menyebar dalam tiap kelas
ukuran diduga berumur kurang dari 3 tahun.
Ukuran terpanjang ikan Tawes yang
tertangkap sebesar 36 cm diduga berumur 3 tahun hanya ditemukan 15 ekor dari total.
Jika ukuran populasi tersebut dapat dianggap sebagai suatu yang bersifat umum, maka
populasi ikan Tawes di perairan tersebut masih berada dalam kondisi masih wajar.
Namun jika dilihat dari laju penangkapan (E) = 0,748, maka laju penangkapan ikan
Tawes sudah termasuk over fishing. Kegiatan penangkapan ikan Tawes tidak dapat
ditingkatkan lagi. Populasi ikan tersebut sudah perlu diperhatikan supaya tidak terganggu
perkembangbiakannya. Tingginya laju eksploitasi ikan Tawes di waduk Widas
disebabkan ikan ini termasuk dominan, tergolong berukuran besar dan bernilai ekonomis
penting sebagai ikan konsumsi. Hal ini menyebabkan mortalitas penangkapannya lebih
besar dari mortalitas alami. Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter
mortalitas total (Z) = 4,780 (Gambar 4.6.3) dengan asumsi temperature di perairan waduk
Widas rata rata 29,5 oC, mortalitas alami (M) = 1,2061. Mortalitas penangkapan (F) =
3,574.
88
Gambar 4.6.3. Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes di Waduk Widas
2. Nila (Oreochromis nilotica)
Panjang infinitive L∞ = 44,4 cm, k = 0.7.temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami
(M) = 1,29704, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 6,25796, mortalitas
total (Z) = 7,555. Laju eksploitasi (E) = 0,8. t0 = -0,20664. Laju pertumbuhan Lt = 44,4
(1-e
-0.7 (t+0,20664)
). Ukuran ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 11,1-35 cm.
Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 4452 ekor. Selama penelitian ukuran
panjang diatas 30 cm didapatkan tersebar pada bulan Januari hingga September. Gambar
4.6.4. memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan nila dalam tahun
2016.
Gambar 4.6.4. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila
di waduk Widas, Madiun
89
Dengan persamaan Von Bertalanffy diduga panjang maksimal ikan Nila (L∞) = 44,4 cm
sudah mencapai umur lebih dari 6,5 tahun dan kecepatan pertumbuhan (k) = 0,7. Pola
laju pertumbuhan ikan Nila tertera pada Gambar 4.6.5.
Gambar 4.6.5. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Widas
Tabel 4.6.3. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Widas
Umur (tahun)
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Panjang (cm)
Umur (tahun)
17.3255
25.3209
30.9552
34.9256
37.7235
39.6952
41.0845
42.0636
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
Panjang (cm)
42.7536
43.2398
43.5824
43.8239
44.0654
44.3069
44.5484
44.7899
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.5 dan Tabel
4.6.3), populasi ikan menyebar dalam tiap kelas ukuran dan populasi terbesar ikan Nila
yang sering tertangkap berukuran 25 cm dan diduga berumur kurang dari 1,5 tahun.
Ukuran terpanjang ikan Nila yang tertangkap sebesar 35 cm diduga berumur 2 tahun dan
ikan yang berukuran lebih besar atau diatas 30 cm hanya ditemukan 58 ekor dari total.
90
Gambar 4.6.6. Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Widas
Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 7,555
dengan asumsi temperature di perairan waduk Widas rata rata 29,5 oC (Gambar 4.6.6).
Mortalitas penangkapan (F = 6,25796) lebih besar daripada mortalitas alami
(M=1,29704).
Laju penangkapan (E) = 0,8 berarti laju penangkapan ikan Nila sudah
tergolong lebih tangkap dari laju penangkapan optimum E=0,5 (Gulland dalam Pauly,
1984). Mortalitas penangkapan lebih besar dari mortalitas alami, dan laju tangkapan
mencapai laju tangkapan optimum, namun populasinya di waduk masih dominan. Hal ini
karena ikan Nila termasuk ikan yang mempunyai toleransi yang kuat beradaptasi
terhadap perubahan kualitas lingkungan, dan mudah berkembang biak sepanjang waktu
(Pullin, 1996).
b). Parameter Populasi di Waduk Pondok
Hasil analisis panjang total (length frequency data) ikan Tawes dan ikan Nila
setiap bulan dengan bantuan program Elefan I didapatkan nilai panjang maksimal (L),
percepatan pertumbuhan (K), mortalitas alami (M), mortalitas total (Z), mortalitas
penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) seperti disajikan dalam Tabel 4.6.4.
91
Tabel 4.6.4. Beberapa parameter populasi ikan Tawes (Barbodes gonionotus), dan Nila
(Oreochromis nilotica) di waduk Pondok , Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Jenis Ikan
L∞ (cm)
Tawes (Barbodes gonionotus)
Nila (Oreochromis
nilotica)
K
M
Z
F
E
29
0,55
1,25051 3,703
2,453
0,7
29,1
0,44
1,08540 4,141
3,0556
0,7
Terlihat dari Tabel 4.6.4 diatas mortalitas karena penangkapan ikan Tawes dan
Nila di waduk Widas lebih besar daripada mortalitas alami dan laju penangkapan sudah
over fishing, melebihi laju penangkapan optimum E = 0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984).
1. Ikan Tawes (Barbodes gonionotus)
Panjang infinitive (L∞) = 29 cm, K = 0.55 .temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami
(M) = 1.25051, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 2,453, mortalitas total
(Z) = 3,703. Laju eksploitasi (E) = 0,7, t0 = -0,29844, Laju pertumbuhan Lt = 29 (1-e
-
0.55 (t+0,29844)
). Ukuran panjang (cm) ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 2,0 –
28,5 cm. Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 2593 ekor. Ukuran terpanjang
ikan Tawes yang tertangkap sebesar 28,5 cm diduga berumur 4,5 tahun dan ikan yang
berukuran lebih besar 26 cm hanya ditemukan 2 ekor dari total. Gambar 4.6.7 dan
Gambar 4.6.8 memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan laju pertumbuhan ikan Tawes
dalam tahun 2016.
Gambar 4.6.7. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Tawes
di waduk Pondok, Ngawi.
92
Dengan persamaan Von Bertalanffy didapatkan panjang maksimal ikan Tawes (L∞) = 29
cm pada umur lebih dari 7 tahun dan kecepatan pertumbuhan (K) = 0,55.
Gambar 4.6.8. Grafik Pertumbuhan Ikan Tawes di Waduk Pondok, Ngawi
Tabel 4.6.5. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Tawes di Waduk Pondok
Umur (Tahun)
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Panjang (CM)
10.3069
14.8012
18.215
20.808
22.7776
24.2736
25.41
Umur (Tahun)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
Panjang (CM)
26.2731
26.9287
27.4267
27.805
28.0923
28.3105
28.4763
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.8 dan Tabel
4.6.5), maka populasi terbesar ikan Tawes yang tertangkap menyebar dalam tiap kelas
ukuran diduga berumur kurang dari 2 tahun.
Ukuran terpanjang ikan Tawes yang
tertangkap sebesar 28,5 cm diduga berumur 3,5 tahun dan ikan yang berukuran lebih
besar atau 28,5 cm hanya ditemukan 2 ekor dari total. Jika ukuran populasi tersebut
dapat dianggap sebagai suatu yang bersifat umum, maka populasi ikan Tawes di perairan
tersebut masih berada dalam kondisi masih wajar.
93
Namun jika dilihat dari laju penangkapan (E) = 0,7, maka laju penangkapan ikan
Tawes sudah termasuk over fishing. Kegiatan penangkapan ikan Tawes tidak dapat
ditingkatkan lagi. Populasi ikan tersebut sudah perlu diperhatikan supaya tidak terganggu
perkembangbiakannya. Tingginya laju eksploitasi ikan Tawes di waduk Pondok
disebabkan ikan ini termasuk dominan, berukuran besar dan bernilai ekonomis penting.
Hal ini menyebabkan mortalitas penangkapannya lebih besar dari mortalitas alami.
Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 3,703
(Gambar 4.6.9 ) dengan asumsi temperature di perairan waduk Widas rata rata 29,5 oC,
mortalitas alami (M) = 1,2505. Mortalitas penangkapan (F) = 2,453
Gambar 4.6.9. Grafik Mortalitas Total Ikan Tawes di Waduk Pondok
2. Nila (Oreochromis nilotica)
Panjang infinitive L∞ = 29,1 cm, k = 0.44.temperatur rata-rata 30 oC. Mortalitas alami
(M) = 1,08540, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 2,453, mortalitas total
(Z) = 4,141. Laju eksploitasi (E) = 0,7. t0 = -0,375866. Laju pertumbuhan Lt = 29,1 (1-e
-0,44 (t+0,375866)
). Ukuran ikan contoh yang didapatkan berkisar antara 2,0 – 24 cm. Jumlah
sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 2901 ekor. Selama penelitian ukuran panjang
dibawah 26 cm didapatkan tersebar pada bulan Januari hingga September. Gambar
4.6.10 memperlihatkan sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan nila dalam tahun
2016.
94
Ukuran ikan Nila panjang diatas 20 cm diaapatkan pada bulan Agustus, September dan
oktober sebanyak 38 ekor dari total. Gambar 4.6.10 memperlihatkan sebaran ukuran
panjang dan pertumbuhan ikan Nila dalam tahun 2016.
Gambar 4.6.10. Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila
di waduk Pondok, Ngawi.
Dengan persamaan Von Bertalanffy diduga panjang maksimal ikan Nila (L∞) = 29,1 cm
sudah berumur lebih dari 10 tahun dan kecepatan pertumbuhan (K) = 0,44. Pola laju
pertumbuhan ikan Nila tertera pada Gambar 4.6.11.
Gambar 4.6.11. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Pondok
95
Tabel 4.6.6. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Pondok
Umur (Tahun)
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Panjang (CM)
9.3064
13.2153
16.3522
18.8697
20.89
22.5113
Umur (Tahun)
3.5
4
4.5
5
5.5
6
Panjang (CM)
23.8124
24.8566
25.6946
26.3671
26.9068
27.3399
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 4.6.11 dan Tabel
4.6.6), populasi ikan menyebar dalam tiap kelas ukuran dan populasi terbesar ikan Nila
yang sering tertangkap berukuran kurang dari 20 cm dan diduga berumur kurang dari 2
tahun.
Gambar 4.6.12. Grafik Mortalitas Total Ikan Nila di Waduk Pondok
Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 4,141
dengan asumsi temperature di perairan waduk Pondok rata rata 30 oC (Gambar 4.6.12).
Mortalitas penangkapan (F = 2,453) lebih besar daripada mortalitas alami (M=1,08540).
Laju penangkapan (E) = 0,7 berarti laju penangkapan ikan Nila masih tergolong over
fishing dari laju penangkapan optimum E=0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). Mortalitas
96
penangkapan lebih besar dari mortalitas alami, dan laju tangkapan mencapai laju
tangkapan optimum, namun populasinya di waduk masih dominan. Hal ini karena ikan
Nila termasuk ikan yang mempunyai toleransi yang kuat beradaptasi terhadap perubahan
kualitas lingkungan, dan mudah berkembang biak sepanjang waktu (Pullin, 1996).
97
V. KESIMPULAN DAN SARAN.
5.1. Kesimpulan.
Ikan Nila dapat memijah sepanjang tahun dengan fekunditas 1.740 butir. Puncak musim
pemijahan ikan Tawes pada musim penghujan. Ikan Tawes matang gonad pada umur kurang
lebih 8 bulan dengan ukuran panjang 20 cm berat 175 gram dengan fekunditas berkisar antara
25.980-86.916 butir. Pakan alami ikan Tawes 69 % berupa serasah dan 31 % berupa plankton.
Pakan alami ikan Nila 28 % berupa serasah dan 72 % berupa plankton.
Biomass ikan di Waduk Pondok 257 kg/ha, sedangkan di Waduk Widas 166 kg/ha.
Estimasi jumlah ikan yang dapat ditebar di waduk Widas yaitu Nila 43.907 ekor/tahun, Tawes
29.743 ekor/tahun, Wader 143.308 ekor/tahun. Sedangkan estimasi jumlah ikan yang dapat
ditebar di waduk Pondok yaitu Nila 35.587 ekor/tahun, Tawes 17.793 ekor/tahun, Wader 80.071
ekor/tahun
Perairan waduk Widas dan pondok sudah dalam kondisi eutrofik dengan nilai TSI masing
masing waduk adalah 63,2 dan 62,1. Daya dukung perairan waduk Pondok untuk budidaya ikan
pada KJA adalah 196,5 ton ikan/th atu 130 petak KJA. Sedangkan jumlah KJA di Waduk
Pondok sudah ada 126 petak KJA, sehingga sudah dapat dikatakan optimum tidak dapat
ditambah lagi.
Nilai parameter pertumbuhan ikan Tawes di Waduk Widas L∞ (cm)= 45, K=0,63,
M=1.2, Z = 4.78, F=5.5, E=0,75; Untuk ikan Nila di Waduk Widas L∞ (Cm)= 44.4, K=0,7,
M=1.3, Z = 7,5, F=6.26, E=0,80. Sedangkan parameter pertumbuhan ikan Tawes di Waduk
Pondok L∞ (Cm) =29, K=0,55, M=1.25, Z = 3.7, F=2.45, E=0,7; Untuk ikan Nila di Waduk
Pondok L∞ (Cm) = 29 , K=0,44, M=1.08, Z = 4.14, F=3.05, E=0,7.
Dari nilai yang telah
didapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ikan Nila dan Tawes di Waduk Widas
lebih cepat dan ukurannya lebih besar dari pada di Waduk Pondok. Laju penangkapan ikan di
Waduk Widas dan Pondok sudah menunjukkan lebih tangkap (E> 0,5).
98
5.2. Saran.
Penebaran ikan di waduk sebaiknya adalah ikan asli seperti Tawes dan Wader. Untuk
waduk Widas bila ditebar ikan Tawes sebaiknya untuk tahun pertama 29.740 ekor, sedangkan
penebaran selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 10.400 ekor/tahun. Untuk penebaran
ikan Wader di Waduk Widas pada tahun pertama sebanyak 143.300 ekor, sedangkan untuk tahun
selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 50.150 ekor/tahun.
Untuk waduk Pondok bila ditebar ikan Tawes sebaiknya untuk tahun pertama 17.800
ekor, sedangkan penebaran selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 6.230 ekor/tahun.
Untuk penebaran ikan Wader di Waduk Pondok pada tahun pertama sebanyak 80.00 ekor,
sedangkan untuk tahun selanjutnya 35 % dari penebaran pertama yaitu 28.000 ekor/tahun.
Jumlah KJA di Waduk Pondok sudah optimum sesuai dengan daya dukung perairan,
sehinga tidak perlu ada penambahan KJA lagi.
99
Lampiran 1. Kualitas Air di Waduk Pondok
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
Kali Kenongo
GPS
0
S. 07 22' 34''
0
E. 111 34' 19''
TANGGAL
16 feb 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Hujan Gerimis
LOKASI
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
17,8
95
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
310
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
6
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
GPS
0
TANGGAL
16 Feb 2016
WAKTU
11.50
KETERANGAN
Cerah
SATUAN
0,0559
0,0008
0,5455
0,1989
5,66
1
2
3
4
5
6
Kali Gandu
PARAMETER
6
NILAI
30
7,5
1,5
5,8
0,08
83
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
C
NILAI
29
8
1,2
6,1
0,07
53
260
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
104
0,0599
0,0015
0,4182
0,1765
6,39
18,2
116
Lanjutan Lampiran 1.
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
29
8
11,3
7,9
0
92
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
5
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Pondok
STASIUN
KJA
GPS
0
TANGGAL
16 feb 2016
WAKTU
13.15
KETERANGAN
Hujan Gerimis
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 24' 27''
7
TDS
mg/L
190
E. 1110 33' 54''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
5
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
GPS
0
TANGGAL
16 Feb 2016
WAKTU
13.40
KETERANGAN
Hujan Gerimis
SATUAN
14,7
75
1
2
3
4
5
6
Tengah
PARAMETER
0,0299
0,0007
0,4
0,1726
4,59
NILAI
28
8
5,6
5,6
0
94
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
105
0,0579
0,0008
0,3818
0,1199
4,34
11,5
94
Lanjutan Lampiran 1
Kualitas Air Waduk Pondok Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
29
8
16
6,6
0
94
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
5
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Pondok
STASIUN
Outlet
GPS
0
TANGGAL
16 feb 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Hujan Gerimis
NO
PARAMETER
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
106
0,024
0,0008
0,2818
0,1937
3,52
12,1
62
Lanjutan Lampiran 1…
Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
31
7,11
3,2
7,3
0,09
84
S. 07 22' 50''
7
TDS
mg/L
220
E. 1110 34' 22''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
6
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Pondok
STASIUN
Kali Kenongo
GPS
0
TANGGAL
21 April 2016
WAKTU
11.25
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
10,74
SATUAN
138
130
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 23' 15''
7
TDS
mg/L
230
E. 1110 35' 11''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
4
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Kali Gandu
GPS
0
TANGGAL
21 April 2016
WAKTU
11.00
KETERANGAN
Cerah
PARAMETER
0,0052
0,0299
0
0,964
0,1111
0,37
9,006
NILAI
30
7,11
3,7
7,6
0,12
80
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
107
0,003
0,0473
0,0007
0,1066
0,0147
1,37
9,48
8,81
111
101
Lanjutan Lampiran 1
Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
31
7,13
13,2
7,4
0,09
80
S. 07 23' 50''
7
TDS
mg/L
210
E. 1110 34' 22''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
4
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Pondok
STASIUN
KJA
GPS
0
TANGGAL
21 April 2016
WAKTU
11.50
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
9,52
SATUAN
125
152
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 24' 27''
7
TDS
mg/L
200
E. 1110 34' 53''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
6
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Tengah
GPS
0
TANGGAL
21 April 2016
WAKTU
12.15
KETERANGAN
Cerah
PARAMETER
0,0037
0,0261
0,0004
0,0508
0,0236
0,35
9,48
NILAI
31
6,68
17,6
7,1
0,1
80
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
108
0,0045
0,0162
0,0018
0,0964
0,0777
0,49
8,532
10,46
122
142
Lanjutan Lampiran 1
Kualitas Air Waduk Pondok Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
30
7,1
18,9
7,1
0,11
85
S. 07 24' 36''
7
TDS
mg/L
210
E. 1110 33' 46''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
7
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Pondok
STASIUN
Outlet
GPS
0
TANGGAL
21 April 2016
WAKTU
12.20
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
109
0,003
0,0286
0,0017
0,0711
0,0118
0,57
8,848
9,54
132
150
Lanjutan Lampiran 1.
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Kali Kenongo
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Hujan Gerimis
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Juli 2016
WAKTU
11.50
KETERANGAN
Cerah
192
0
S. 07 22' 44''
TANGGAL
0,0677
0,4595
1,13
SATUAN
m
mg/L
mg/L
m
GPS
0,081
0,1439
3,24
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
0
170
mg/m3
mg/L
µS/cm
1
2
3
4
5
6
Kali Gandu
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
110
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Lanjutan Lampiran 1
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
KJA
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
13.15
KETERANGAN
Hujan Gerimis
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 33' 54''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Juli 2016
WAKTU
13.40
KETERANGAN
Hujan Gerimis
188
0
S. 07 24' 27''
TANGGAL
0,0016
0,1171
5,69
SATUAN
m
mg/L
mg/L
m
GPS
0,0105
0,0352
5,77
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
0
160
mg/m3
mg/L
µS/cm
1
2
3
4
5
6
Tengah
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
111
160
0,0032
0,0264
0,015
0,0991
3,34
4,74
192
Lanjutan Lampiran 1
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Outlet
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Hujan Gerimis
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
112
160
0,004
0,0117
0,0677
0,1532
1,28
2,37
196
160
Lanjutan Lampiran 1.
Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
Kali Kenongo
GPS
0
S. 07 22' 47''
0
E. 111 34' 20''
TANGGAL
23 Sept 2016
WAKTU
14.00
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
Kali Gandu
GPS
0
S. 07 23' 15''
0
E. 111 05' 20''
TANGGAL
23 Sept 2016
WAKTU
10.35
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
NO
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
113
NILAI
34
8
9,1
4
0
43
105
NILAI
32
8
1,6
4,8
0
53
94,2
Lanjutan Lampiran 1
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
KJA
GPS
0
S. 07 23' 51''
0
E. 111 34' 23''
TANGGAL
23 Sept 2016
WAKTU
10.00
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
Tengah
GPS
0
S. 07 24' 24''
0
E. 111 33' 59''
TANGGAL
23 Sept 2016
WAKTU
09.35
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
NO
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
114
NILAI
31
8
11,7
3,8
0,02
72
95,5
NILAI
31
8
14,5
4,3
0
69
97,5
Lanjutan Lampiran....
Tabel Kualitas Air Waduk Pondok Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Pondok
STASIUN
Outlet
GPS
0
S. 07 24' 37''
0
E. 111 33' 43''
TANGGAL
23 Sept 2016
WAKTU
09.00
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
115
NILAI
32
8
12,6
3,8
0
84
90,3
Lampiran 2. Kualitas Air di Waduk Widas.
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
31
7
3
3,4
1,4
38
S. 07 32' 43''
7
TDS
mg/L
140
E. 1110 46' 53''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
6
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
Kali Petung
GPS
0
TANGGAL
19 Feb 2016
WAKTU
14.25
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 32' 34''
7
TDS
mg/L
120
E. 1110 46' 58''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
8
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
GPS
0
TANGGAL
19 Feb 2016
WAKTU
13.50
KETERANGAN
Cerah
SATUAN
7,6
101
1
2
3
4
5
6
Kali Pandan
PARAMETER
0,0325
0,0798
0,0011
0,3909
0,2701
5,73
NILAI
31
7,5
2,1
4
1,4
47
Waduk
Widas
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
116
0,0391
0,0938
0,0013
0,5455
0,2819
4,73
7,8
110
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
32
8
2,3
5,6
0
62
S. 07 32' 16''
7
TDS
mg/L
130
E. 1110 47' 33''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
5
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
SUAKA
GPS
0
TANGGAL
19 Feb 2016
WAKTU
15.05
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 32' 17''
7
TDS
mg/L
120
E. 1110 47' 48''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
14
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
GPS
0
TANGGAL
19 Feb 2016
WAKTU
15.00
KETERANGAN
Cerah
SATUAN
7
112
1
2
3
4
5
6
Tengah
PARAMETER
0,0066
0,0399
0,0009
0,4545
0,1976
6,12
NILAI
33
8,5
13,6
5,5
0
50
Waduk
Widas
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
117
0,0066
0,1098
0,0012
0,3364
0,2121
5,26
10
82
Lanjutan Lampiran. 2.
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip I bulan Februari 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
33
9
20,7
6,5
0
57
S. 07 32' 39''
7
TDS
mg/L
130
E. 1110 47' 52''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
20
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
Outlet
GPS
0
TANGGAL
19 Feb 2016
WAKTU
15.30
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
118
0,003
0,0499
0,0017
0,5727
0,1845
4,99
6,4
95
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
29
6,57
4,5
4,6
0,35
70
S. 07 32' 43''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 46' 53''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
8
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
Kali Petung
GPS
0
TANGGAL
25 April 2016
WAKTU
11.30
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
11,9
SATUAN
65
60
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 32' 34''
7
TDS
mg/L
110
E. 1110 46' 60''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
3,5
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Kali Pandan
GPS
0
TANGGAL
25 April 2016
WAKTU
10.50
KETERANGAN
Cerah
PARAMETER
0,0299
0,2157
0,0003
0,1015
0,1504
1,46
10,112
NILAI
29,5
6,45
0,6
5,8
0,3
80
Waduk
Widas
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
119
0,0377
0,2973
0,0006
0,1421
0,3707
3,15
9,322
17,2
78
65
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
31
6,57
3,4
5,6
0,26
70
S. 07 32' 16''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 37''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
7
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
SUAKA
GPS
0
TANGGAL
25 April 2016
WAKTU
13.25
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
NO
PARAMETER
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
5,27
SATUAN
68
58
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 32' 12''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 46''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
11
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Tengah
GPS
0
TANGGAL
25 April 2016
WAKTU
13.45
KETERANGAN
Cerah
PARAMETER
0,0292
0,2705
0,0021
0,1371
0,2232
2,06
9,796
NILAI
30
6,41
14,3
5,7
0,2
75
Waduk
Widas
STASIUN
NO
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
120
0,0306
0,2617
0,0004
0,1269
0,1406
1,33
9,796
7,34
68
57
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip II bulan April 2016
LOKASI
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
NILAI
30
6,57
27
4,9
0,23
80
S. 07 32' 35''
7
TDS
mg/L
100
E. 1110 47' 58''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
3
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Waduk
Widas
STASIUN
Outlet
GPS
0
TANGGAL
25 April 2016
WAKTU
14.00
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
121
0,0306
0,2768
0,004
0,1015
0,1288
3,48
6,952
10,57
65
56
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Kali Petung
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Juli 2016
WAKTU
11.50
KETERANGAN
Cerah
160
0
S. 07 22' 44''
TANGGAL
0,1351
0,1057
4,04
SATUAN
m
mg/L
mg/L
m
GPS
0,0089
0,1938
4,4187
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
0
120
mg/m3
mg/L
µS/cm
1
2
3
4
5
6
Kali Pandan
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
122
120
0,0049
0,0382
0,1351
0,1003
3,8
6,6283
156
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 44''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
SUAKA
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
13.15
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
NO
C
PARAMETER
NILAI
7
TDS
mg/L
E. 1110 33' 54''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Juli 2016
WAKTU
13.40
KETERANGAN
Cerah
148
0
S. 07 24' 27''
TANGGAL
0,1982
0,0371
3,25
SATUAN
m
mg/L
mg/L
m
GPS
0,0065
0,188
6,291
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
0
110
mg/m3
mg/L
µS/cm
1
2
3
4
5
6
Tengah
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
123
0
0
0
0
0
0
0
0
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip III bulan Juli 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
NO
PARAMETER
SATUAN
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
S. 07 22' 34''
7
TDS
mg/L
E. 1110 34' 19''
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
Outlet
GPS
0
TANGGAL
Juli 2016
WAKTU
12.45
KETERANGAN
Cerah
NILAI
0
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
124
120
0,004
0,21
0,018
0,0501
2,3
1,7697
152
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
Kali Petung
GPS
0
S. 07 32' 42''
0
E. 111 46' 52''
TANGGAL
25 Sept 2016
WAKTU
11.35
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
Kali Pandan
GPS
0
S. 07 31' 47''
0
E. 111 47' 54''
TANGGAL
25 Sept 2016
WAKTU
13.35
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
NO
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
125
NILAI
32
8
3
4,6
0,1
29
106
NILAI
31,7
8
3,5
4,3
0,02
67
82
Lanjutan Lampiran.
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
SUAKA
GPS
0
S. 07 32' 15''
0
E. 111 47' 36''
TANGGAL
25 Sept 2016
WAKTU
10.45
KETERANGAN
Cerah
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
Tengah
GPS
0
S. 07 32' 15''
0
E. 111 47' 45''
TANGGAL
25 Sept 2016
WAKTU
13.05
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH2
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
NO
C
mg/m3
mg/L
µS/cm
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
126
NILAI
32,3
7,5
11,9
3,3
0,03
72
92
NILAI
32,6
8
10,6
3,8
0,02
81
78
Lanjutan Lampiran 2
Tabel Kualitas Air Waduk Widas Trip IV bulan September 2016
LOKASI
Waduk
Widas
STASIUN
Outlet
GPS
0
S. 07 32' 39''
0
E. 111 47' 52''
TANGGAL
25 Sept 2016
WAKTU
14.10
KETERANGAN
Cerah
NO
PARAMETER
SATUAN
0
1
2
3
4
5
6
Suhu
pH
Kedalaman
DO
CO2
Kecerahan
C
m
mg/L
mg/L
m
7
TDS
mg/L
8
9
10
11
12
13
14
15
TSS
Ortophospat (O-PO4)
Total Phopat
Nitrat (NO2)
Nitrit (NO3)
Ammoniak (NH3)
Turbiditas
Bahan Organik Terlarut
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
NTU
mg/L
16
17
18
Klorofil
Alkalinitas
DHL
mg/m3
mg/L
µS/cm
127
NILAI
31,2
8
17,9
4,3
0,01
80
75
Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016
Warsidi Cs. Waduk Pondok 2016
Tanggal
03/01/2016
2-28 feb
2016
01/03/2016
04/01/2016
15/05/2016
Ikan
Tawes
nila
red
devil
Kg
362
218
tawes
nila
redevil
lohan
392
257
149
92
tawes
nila
redevil
lohan
tawes
nila
redevil
lohan
tawes
nila
lohan
Red
Devil
365
189
131
115
237
156
102
101
134
94
89
Tanggal
14/06/2016
136
01/07/2016
20/7/2016
08/01/2016
09/01/2016
88
128
Ikan
tawes
nila
Kg
146
98
lohan
Red
Devil
tawes
nila
lohan
Red
Devil
tawes
nila
lohan
tawes
nila
lohan
tawes
nila
lohan
97
92
92
82
79
80
140
85
91
250
132
137
310
163
153
Lanjutan Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016
Nardi Cs. Waduk Pondok 2016
Tanggal
01/01/2016
01/02/2016
01/04/2016
01/05/2016
01/06/2016
Ikan
Kg
tawes
740
nila
Tanggal
Ikan
Kg
tawes
430
252
nila
152
devil
175
devil
131
tawes
145
lohan
119
nila
90
tawes
395
devil
88
nila
131
tawes
643
devil
105
nila
283
tawes
820
devil
189
nila
208
lohan
183
devil
172
tawes
715
tawes
545
nila
223
nila
180
devil
184
devil
135
lohan
174
tawes
1240
nila
328
devil
261
lohan
194
01/07/2016
20/7/2016
08/01/2016
09/01/2016
129
Lanjutan Lampiran 3. Hasil tangkapan Ikan di waduk Pondok Tahun 2016
Kartono Pondok 2016
Tanggal
Ikan
Ekor
9-31/01/2016
nila
2485
tawes
375
nila
3275
tawes
640
nila
2875
tawes
610
nila
1695
tawes
295
nila
1875
tawes
285
nila
2965
tawes
531
nila
2635
tawes
424
nila
495
tawes
205
nila
1810
tawes
311
nila
4455
tawes
532
nila
1105
tawes
211
01/02/2016
02/03/2016
02/04/2016
16/04/2016
01/05/2016
01/06/2016
02/07/2016
16/07/2016
08/03/2016
09/01/2016
130
Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016
Nelayan : Agus susanto
Tanggal
Ikan
Kg
Ekor
Tanggal
Ikan
Kg
Ekor
242
709
1-30/6/2016
NILA
246
516
TAWES
TAWES
86,5
78
BELIDA
BELIDA
79
57
GABUS
GABUS
NILA
103,5
139
77
8
NILA
263,5
875
01/01/2016 NILA
Feb 2016
NILA
156
340
1-18/7/2016
TAWES
88
48
TAWES
BELIDA
78
10
BELIDA
GABUS
01/03/2016 NILA
GABUS
412
1438
01/08/2016
TAWES
122,5
220
TAWES
110
134
BELIDA
86,5
57
BELIDA
88,5
67
NILA
189
524
TAWES
90
83
BELIDA
81
30
GABUS
01-Apr-16
GABUS
NILA
133
255
TAWES
93,5
72
BELIDA
80,5
27
09/09/2016
GABUS
1-31/5/
2016
GABUS
Nila
314
1027
Tawes
99
92
Belida
84
44
Gabus
131
Lanjutan Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016
Nelayan: Suyadi
Tanggal
01/01/2016
Feb 2016
01/03/2016
01-Apr-16
1-31 Mei 2016
Ikan
Kg
Tanggal
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
Nila
Tawes
Belida
Gabus
214
1-30 /6/2016
118
1-18/7/2016
142
01/08/2016
158
09/09/2016
179
103
132
Ikan
Kg
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
NILA
TAWES
BELIDA
GABUS
170
108
89
114
107
182
87
183
88
Lanjutan Lampiran 4. Hasil tangkapan Ikan di waduk Widas Tahun 2016
Nelayan : Nuryanto
Tanggal
01/01/2016
Ikan
Kg
Ekor
Tanggal
NILA
259,5
813
1-30 /6/ 2016
TAWES
80,7
4
BELIDA
80
GABUS
Feb 2016
01/03/2016
NILA
141,7
284
TAWES
86,2
28
NILA
395
1383
TAWES
87,6
13
BELIDA
94,1
51
GABUS
80
349
TAWES
81,1
5
BELIDA
BELIDA
80,2
1
GABUS
GABUS
80
206,7
634
81
5
01/08/2016
NILA
248,7
790
TAWES
81,6
9
BELIDA
BELIDA
80,4
2
GABUS
GABUS
80,2
1
NILA
181
497
80,2
1
NILA
237
778
09/09/2016
TAWES
89,5
46
TAWES
BELIDA
86
30
BELIDA
GABUS
1-31/5/2016
Ekor
150,3
TAWES
01-Apr-16
Kg
NILA
NILA
1-18/7/2016
Ikan
GABUS
Nila
Tawes
Belida
80
Gabus
133
Lampiran 5. Jenis-jenis Ikan Di Waduk Pondok Dan Widas
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nama lokal
Bandeng
Bawal
Belida
Belut
Bulus
Garingan
Grasscarp/Koan
Gurameh
Jambal siam
Kutuk
Lele dumbo
Lele lokal
Nila
Red devil
Sapu sapu
Sepat
Tawes ekor
kuning
Tawes abang
Tombro
Udang
Wader keprek
Wader abang
Wader pari
Mujahir
Loham
Nama ilmiah
Chanos chanos
Colossoma macropomum
Notopterus notopterus
Monopterus albus
Cuora amboinensis
Mystus nigriceps
Ctenopharyngodon idella
Osphronemus goramy
Pangasianodon hypophthalmus
Channa striata
Clarias gariepinus
Clarias batrachus
Oreochromis niloticus
Amphilophus labiatus
Hyposarcus pardalis
Trichogaster sp
Lokasi Waduk
Familia
Widas Pondok
Chanidae
*
Charasidae
*
Notopteridae
**
Synbranchidae *
*
*
Bagridae
*
Cyprinidae
*
Osphronemidae *
Pangasiidae
*
*
Channidae
**
**
Claridae
*
Claridae
*
*
Cichlidae
***
***
Cichlidae
**
**
Loricarinae
*
Belontiidae
*
Barbodes gonionatus
Cyprinidae
***
***
Barbodes balleroides
Cyprinus carpio
Cyprinidae
Cyprinidae
Belum diident
Puntius binotatus
Rasbora yacobsoni
Rasbora lateristriata
(Oreochromis mussambicus)
Amphilophus
trimaculatus
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cichlidae
Cichlidae
***
*
*
*
*
*
***
*
*
**
**
**
*
*
*
*
Total
18
134
22
Lampiran 6. Foto Aktivitas Penelitian di Waduk Pondok Dan Widas
Bendungan / Waduk Pondok Ngawi
Koordinasi dengan Dinas Perikanan Dan
Peternakan Kab. Ngawi
Sampling di Waduk Pondok
Analisa kualitas air (in situ)
Sampling Biologi morfologi ikan
Sampling biologi reproduksi ikan
135
Sampling BOD
Sampling Benthos
Merakit alat sampling akustik
Sampling dengan alat akustik
Wawancara dengan nelayan
Aktifitas penangkapan
136
Lanjutan Lampiran 6. Aktivitas Penelitian di Waduk Widas
Waduk Bening / Widas Madiun
Koordinasi dengan Dinas Perikanan dan
Peternakan Kab. Madiun
Koordinasi dengan Jasa Tirta Waduk Widas
Analisa kualitas air (in situ)
Sampling Kualitas Air
Sampling biologi ikan
137
Sampling Plankton
Sampling Benthos
Aktifitas penangkapan dengan pancing
Aktifitas Penangkapan dengan jaring
Sampling dengan alat akustik di Waduk Widas
Wawancara dengan nelayan dan petugas Dinas
Perikanan dan Peternakan Kab. Madiun
138
Download