9 BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1

advertisement
BAB II
GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS
II.1 Gempa Bumi
Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip
(pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi karena adanya sumber
kekuatan (force) sebagai penyebabnya. Para peneliti kebumian berkesimpulan bahwa
penyebab utama terjadinya gempa bumi adalah akibat adanya energi di dalam interior
bumi yang menekan kerak bumi (crust) yang bersifat rapuh, sehingga ketika kerak bumi
tidak lagi kuat menahan respon gaya gerak energi dari dalam bumi tersebut maka akan
terjadi batuan terpatahkan secara tiba-tiba (rock to break suddenly) dan menghasilkan
gempa bumi.
II.1.1 Siklus Gempa
Gempa bumi mempunyai sifat berulang, perulangan gempa bumi ini dinamakan
earthquake cycle. Satu cycle berlangsung dalam kurun waktu seratusan tahun. Dalam
satu Earthquake cycle terdapat beberapa tahapan mekanisme terjadinya gempa bumi,
yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic.
II.1.1.1 Interseismic
Fase interseismic merupakan fase awal dari satu earthquake cycle, dimana pada
fase ini energi dari dalam bumi menggerakan lempeng dan energi mulai terakumulasi di
bagian-bagian lempeng tempat biasanya terjadinya gempa bumi (batas antar lempeng dan
patahan.
II.1.1.2 Pre-seismic
Sesaat sebelum terjadinya gempa bumi dinamakan fase pre-seismic. Tahapan preseismic ini merupakan tahapan diantara tahapan interseismic dan co-seismic.
Para
peneliti kemudian menyebut tahapan ini sebagai precursor gempa bumi. Pada tahap ini
9
para peneliti melihat sinyal anomali terhadap sinyal interseismic dan co-seismic. Contoh
sinyalnya antara lain berupa gempa-gempa kecil sebelum terjadinya gempa besar di
Haiceng China kemudian diikuti pula dengan adanya perilaku anomali dari binatang,
kemudian adanya akselerasi deformasi sekitar empat hari sebelum gempa bumi di
Tonangkai Jepang tahun 1944, dan adanya anomali muka air tanah sebelum terjadinya
gempa Chici di Taiwan 1999 (Mori, 2004).
Tahapan pre-seismic ini masih menjadi perdebatan yang hangat di kalangan para
peneliti. Hal ini terjadi karena bukti-bukti sinyal pre-seismic masih sedikit sekali
ditemukan. Di sisi lain, para peneliti memiliki bukti kontradiktif lebih banyak yang
memperlihatkan bahwa gempa bumi datang tanpa memberikan sinyal apapun terlebih
dahulu. Beberapa bukti menunjukan sinyal negatif diberikan tahapan pre-seismic pada
beberapa gempa yang terjadi di Jepang dalam kurun waktu 1990 sampai dengan tahun
2000 (Mori, 2004, Irwan 2004 dalam Sagiya, 2005).
II.1.1.3 Co-seismic
Co-seismic adalah fase ketika terjadinya gempa utama, dimana getaran pada bumi
di rasakan paling kuat karena terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi.
Pada fase co-seismic terjadi, maka sebagian kerak bumi dapat terdeformasi (co-seismic
deformation) mencapai orde meter. Co-seismic deformation dapat terjadi secara vertikal
( uplift dan atau subsidence ), dan juga horisontal ( horizontal displacement ). Magnitude
dan Intensitas suatu gempa bumi (contoh Gempa Aceh 2004 Mw 9.0) dicatat pada fase
ini.
Pada daerah subduction zone, lempeng samudra menujam terhadap lempeng
benua. Sedangkan pada batas pertemuan antar lempeng dapat terjadi locking part akibat
adanya gaya gesek antar dua material. Energi dominan yang datang dari arah lempeng
samudera bersifat kontinyu dan menyebabkan timbulnya akumulasi energi di sekitar
daerah locking part tersebut, ilustrasinya dapat dilihat pada gambar II.1. Akumulasi
energi menyebabkan terjadinya akumulasi deformasi (interseismik deformation).
Interseismic vector searah dengan laju pergerakan lempeng samudera.
10
Interseismic vector
Energi dominan
Co-seismic vector
Gambar II.1. Ilustrasi co-seismic deformation
akibat dari adanya locking part lempeng, dan
ketika energi semakin besar menyebabkan
rupture dan terjadi fase co-seismic.
Ketika energi deformasi lebih besar dari gaya gesek antar lempeng, maka
terjadinya fase co-seismic dari gempa bumi, yaitu
bagian lempeng tergeser atau
terdeformasi secara tiba-tiba ( co-seismic deformation ) diiringi getaran yang kuat di
permukaan bumi. Co-seismic vector berlawanan arah dengan interseismic vector.
II.1.1.4 Post-seismic
Post-seismic adalah fase setelah gempa utama terjadi dimana sisa-sisa energi di
lepaskan secara aseismic namun tetap menghasilkan deformasi secara permanen
mencapai orde sub meter bahkan meter. Post-seismic dapat memberikan nilai deformasi
hampir 2 kali lipat dari co-seismic. Untuk gempa yang berkekuatan besar seperti gempa
Aceh 2004 (9.0 Mw), fase post-seismic ini mungkin dapat terjadi sampai sekitar 10 tahun
lamanya, dan memberikan nilai deformasi dalam fraksi meter (Irwan2006).
11
II.2
Gempa Bumi Di Aceh
Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia,
lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 6:58:50 WIB. Pusat gempa terletak
pada koordinat 3,298° LU dan 95,779° BT, kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh
dengan kedalaman 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9.0 Mw dan merupakan salah
satu gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam
Asia. Gempa bumi ini mengakibatkan tsunami (gelombang pasang) yang menelan sangat
banyak korban jiwa. Dipastikan lebih dari 150.000 jiwa tewas. Di Indonesia, gempa
menelan
lebih dari 101.318. korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama,
terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 80%
dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh
tsunami yang menghantam pantai barat Aceh dan Sumatra Utara (Wikipedia, 2004).
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, Gempa bumi didefinisikan sebagai
getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak
bumi. Penyebab utama terjadinya gempa bumi adalah akibat adanya energi di dalam
interior bumi yang menekan kerak bumi (crust) yang bersifat rapuh, sehingga ketika
kerak bumi tidak lagi kuat menahan respon gaya gerak energi dari dalam bumi tersebut
maka akan terjadi batuan terpatahkan secara tiba-tiba (rock to break suddenly) dan
menghasilkan gempa bumi.
Dalam satu Earthquake cycle terdapat beberapa tahapan mekanisme terjadinya
gempa bumi, yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic. Dan telah
diprediksi, gempa besar yang diiringi oleh tsunami di Aceh ini jelas sekali akan
menghasilkan nilai co-seismic deformation yang cukup besar.
Wilayah Aceh dan
sekitarnya diprediksikan telah bergeser sekitar 2 meter bahkan lebih. Pengaruh deformasi
co-seismic di sekitar Aceh dapat dilihat pada gambar II.2, dan besarnya deformasi coseismic di beberapa titik yang diukur langsung dapat dilihat pada tabel II.1.
12
Gambar II.2. Vektor Co-seismic horizontal
displacement gempa Aceh 2004 di daerah Sekitar Aceh
(near field) [Irwan et. al 2005]
TABEL II.1
Hasil perhitungan Co-seismic horizontal
displacement gempa Aceh 2004 di daerah
Sekitar Aceh (Irwan, 2005) (Andreas, 2005)
Nama titik
Lokasi
Pergeseran
horisontal (m)
BPPT-SBG1
Sabang
1.8
BPN-0113
Kalahayati
1.4
BAKO-B110
Sigli
0.7
BAKO-K510
Banda Aceh
2.4
BPN-0250
Banda Aceh
2.4
BPN-0260
Pulot
2.5
BPN-0270
Lok Nga
2.7
BPN-0280
Pekan Bada
2.5
BAKO-B094
Meulaboh
1.9
BAKO-SAMP
Sampali
0.1
13
Semenanjung Malaysia dan daerah Phuket Thailand ternyata ikut mengalami
deformasi sekitar beberapa sentimeter sampai beberapa desimeter dari hasil pengolahan
data GPS kontinyu MASS dan Phuket Thailand, pengaruh deformasi co-seismic di
semenanjung malaka dapat dilihat pada gambar II.3. Pergeseran ini baru pada tahap coseismic, dapat dibayangkan deformasi yang dapat terjadi setelah tahap post-seismic.
Gambar II.3. Vektor Co-seismic horizontal
displacement gempa Aceh 2004 di daerah
semenanjung Malaysia dan Phuket Thailand
(Far Field) [Simon et. al 2005]
Untuk membuktikan besarnya co-seismic deformation di wilayah Aceh dan
sekitarnya, dan kemudian menggunakan informasi nilai deformasi bagi pemahaman fisik
dari mekanisme kejadian gempa bumi, serta studi lainnya, maka harus dilakukan
pengukuran lapangan. Strategi pengukuran co-seismic deformation gempa Aceh 2004
dilakukan dengan cara membandingkan koordinat titik-titik kontrol yang terletak di
sekitar wilayah Aceh yang dikelola oleh BAKOSURTANAL dan BPN yang telah
ditentukan nilainya sebelum terjadinya gempa, dengan koordinat yang di cari setelah
terjadinya gempa bumi. Ketika survey lapangan di cari titik-titik yang masih utuh tidak
rusak akibat terjangan tsunami.
14
Post-seismic pada gempa Aceh dimulai tepat setelah berakhirnya deformasi
elastis pada fase co-seismic. Nilai deformasi bertambah sebesar 4 sentimeter dalam
kurun waktu 15 hari di stasiun PHKT (Phuket Thailand). Rekaman sinyal post-seismic
menunjukan pola eksponensial sesuai dengan hukum omori mengenai fase ini. Nilai
deformasi di stasiun PHKT (Phuket Thailand) setelah 50 hari dari waktu kejadian gempa
mencapai 34 cm, dan nilai ini cukup signifikan, mencapai 1.25 kali nilai deformasi yang
diberikan fase co-seismic. Sementara itu stasiun GPS yang
dipasang kontinyu di
Universitas Syah Kuala Banda Aceh menunjukkan nilai deformasi post-seismic sebesar
15 sentimeter setelah 90 hari pengamatan.
II.2.1 Implikasi Co-seismic Terhadap Masalah Geometrik Data Spasial Wilayah
Aceh Dan Sekitarnya
Data-data spasial yang terdapat di wilayah Aceh dan sekitarnya, seperti peta
tematik (peta utilitas, peta kadastral) dan peta-peta lainnya terutama peta dengan skala
besar dan mempunyai aspek legal yang signifikan dalam masalah ketelitian, kemudian
jaringan titik-titik kontrol Nasional yang dikelola oleh BAKOSURTANAL dan BPN
akan terpengaruh status geometriknya setelah adanya gempa bumi Aceh tahun 2004.
Berdasarkan informasi hasil survey lapangan seperti tertera pada tabel II.1,
wilayah Banda Aceh telah mengalami deformasi secara horisontal setelah fase co-seismic
sekitar 2.4 meter, pulau sabang telah terdeformasi sekitar 1.8 meter, sigli mengalami
deformasi sekitar 70 centimeter, Meulaboh bergeser sekitar 1.9 meter dan daerah yang
mengalami deformasi paling besar yaitu Lok nga sebesar 2.7 meter.
Dengan begitu data spasial yang berada di wilayah Aceh dan sekitarnya,
kemudian peta-peta tematik, dan peta-peta lainnya telah berubah secara geometrik
dengan variasi mencapai orde meter. Implikasi co-seismic dan post-seismic deformation
terhadap masalah geometrik mungkin akan akan mempengaruhi batas daerah dan negara,
sedangkan di wilayah ujung utara Pulau Sumatra yang terkena gempa dan tsunami pada
tahun 2004 yang lalu, terdapat batas antara negara kita dengan negara-negara tetangga.
Selain itu ada juga batas antar daerah ditingkat Provinsi (antara NAD dengan provinsi
15
Sumatra Utara) serta batas-batas ditingkat kota dan kabupaten. Masalah geometrik,
termasuk didalamnya ketelitian posisi titik batas, akan memiliki peranan yang cukup
penting karena memiliki aspek hukum dan aspek teknis yang harus dipenuhi. Sedangkan
batas di darat memiliki ketelitian posisi titik batas yang harus dipenuhi mencapai orde
submeter, yaitu:
•
Untuk PBU dan PABU (Pilar Acuan Batas Utama) = ± 15 cm
•
Untuk PBA dan PABA (Pilar Acuan Batas Antara) = ± 25 cm
Dan batas di laut memiliki ketelitian posisi titik batas yang harus dipenuhi mencapai
ketelitian + 1.5 m. Batas daerah dan batas negara yang akan terpengaruh karena
deformasi co-seismic dapat dilihat pada gambar I.3 dan gambar I.4
16
Download