BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Antropologi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Antropologi secara harfiah dapat dikatakan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
tentang manusia beserta kebudayaannya, menurut Koentjaraningrat kebudayaan
merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1980:193). Dari
definisi tersebut maka ilmu antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia
beserta segala aspek kehidupan manusia.
Antropologi visual adalah salah satu sub-ilmu dari antropologi yang mempelajari
manusia dan kebudayaannya dengan perhatian terhadap bentuk penyajian data secara
visual, Sejalan dengan hal tersebut ada dua fokus penting dalam kajian visual
antropologi, yaitu penggunaan materi visual dalam suatu bentuk penelitian antropologi
dan studi mengenai sistem visual dan budaya kasat mata/terlihat (Morphy dan Marcus,
1999:1-2). Kemunculan sub-ilmu visual antropologi menimbulkan dua golongan
pendapat dalam ilmu antropologi secara umum, kedua golongan tersebut adalah golongan
pertama yang memiliki pendapat bahwa visual antropologi hanyalah suatu datasubtitution (data tambahan/pelengkap) dalam penelitian antropologi, golongan kedua
adalah golongan yang berpendapat bahwa visual antropologi merupakan suatu sub-ilmu
dari antropologi yang memiliki konsekuensi metodologis terhadap antropologi (Ibid,
1999:1-2).
Tulisan ini tidak memihak pada salah satu golongan pendapat mengenai visual
antropologi karena penulis mencoba untuk melihat kedua hal tersebut bukan sebagai
suatu perbedaan melainkan sebagai dua hal yang memiliki keterkaitan serta memiliki
peran yang penting dalam penelitian.
Penggunaan visual antropologi dalam tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan
penggunaan Gordang Sambilan secara menyeluruh, adapun penggunaannya adalah
sebagai bentuk kesenian.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kesenian merupakan salah satu bagian dari
tujuh unsur kebudayaan universal (1996:80-81), sebagai bagian dari tujuh unsur
kebudayaan, kesenian memiliki peranan yang menentukan dalam suatu bentuk
kebudayaan, salah satunya adalah upacara keagamaan, dalam upacara keagamaan
terdapat unsur menyanyi nyanyian suci dan memainkan drama (Koentjaraningrat,
1980:393), dipandang dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan
keindahan itu dinikmati, maka ada dua lapangan besar, yaitu : (1) seni rupa, atau kesenian
yang dinikmati oleh manusia dengan mata, dan (2) seni suara, atau kesenian yang
dinikmati oleh manusia dengan telinga (Koentjaraningrat, 1980:395-396), dalam hal ini
kesenian dimunculkan salah satunya dalam bentuk alat musik.
Menurut
Koentjaraningrat
bagi
masyarakat
Indonesia,
pada
umumnya
kebudayaan adalah “kesenian”, yang bila dirumuskan, bunyinya sebagai berikut :
Kebudayaan (dalam arti kesenian) adalah ciptaan dari segala
pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah, sehingga
ia dapat dinikmati dengan pancainderanya (yaitu penglihat, penghidu,
pengecap, perasa, dan pendengar) (1999:19).
Masyarakat Sumatera Utara terdiri dari enam sub-grup Batak yaitu : Toba,
Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing dan Angkola Sipirok (Purba, 2004:60), keenam
sub-grup Batak ini memiliki akar kebudayaan yang sama seperti adat istiadat dan
kekerabatan, keenam sub-grup ini memiliki budaya merantau ke pusat kota dalam hal ini
kota Medan, kebudayaan merantau pada keenam sub-grup masyarakat Batak ke pusat
kota seperti kota Medan diawali pada masa kolonial, tepatnya ketika perkebunanperkebunan besar dibuka di Sumatera Timur dengan pusat pemerintahan terletak di kota
Medan.
Dari keenam sub-grup Batak yang menjadi pekerja perkebunan di masa kolonial
Belanda ini salah satunya adalah etnis Mandailing1 yang mendapatkan keistimewaan dari
pihak Sultan Deli berupa hak pakai tanah sebagai tempat tinggal para pekerja di daerah
Sei Mati. Sebagai masyarakat yang melakukan perpindahan dari desa ke kota sebagai
pekerja
perkebunan,
masyarakat
Mandailing
tidak
serta
merta
melupakan
kebudayaannya.
1
Etnis Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun temurun dimanapun ia
bertempat tinggal, etnis Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun temurun di
manapun ia bertempat tinggal (Nasution, 2005:13).
Kebudayaan masyarakat Mandailing salah satunya dimunculkan dalam bentuk
upacara adat yang memiliki unsur kesenian, dimana Gordang Sambilan digunakan
sebagai alat musik pengiring upacara adat tersebut.
Gendang secara harfiah dapat dikatakan sebagai suatu jenis alat musik pukul, di
daerah Tapanuli (Batak pada umumnya) gendang dikenal dengan berbagai macam nama,
gendang yang diangkat dalam masalah ini adalah Gordang Sambilan. Gordang dapat
diartikan sebagai suatu lagu dari keseluruhan musik Gordang. Makna lain dari kata ini,
berarti juga sebagai (1) menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat
usia; atau orang-orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari
(Manortor) pada saat upacara berlangsung (http://www.silaban.net/2006/07/02/ ).
Gordang Sambilan yang menjadi fokus adalah penggunaan Gordang Sambilan
bagi masyarakat etnik Mandailing yang bertempat tinggal di kota Medan, memang pada
kenyataannnya banyak alat musik tradisional Mandailing lainnya namun pemilihan
Gordang Sambilan menjadi fokus tulisan ini dikarenakan Gordang adalah suatu alat
musik yang memiliki susunan atau formasi lengkap dalam memainkannya tidak seperti
alat musik lainnya yang dapat dimainkan secara tunggal sehingga dengan demikian dapat
dikatakan bahwa gordang merupakan alat musik ritmis, ritmis dalam hal ini berarti bahwa
Gordang Sambilan dalam penggunaannya berupa alat musik yang memiliki kemampuan
untuk mengiringi suatu komposisi (repertoir) lagu.
Kegunaan Gordang Sambilan yang terdapat pada masyarakat Mandailing secara
tradisional diperuntukkan dan hanya dimiliki serta dapat digunakan oleh raja dan
keturunannya. Oleh sebab itu, Gordang Sambilan ditempatkan disebuah tempat khusus
yang disebut dengan Bagas Gondang (Rumah Besar) di dekat kediaman Raja. Dalam
masyarakat Mandailing, Gordang Sambilan pada dasarnya memiliki makna ganda. Secara
linguistik dapat diartikan sebagai : 1. menunjukkan pada perangkat gendang yang terdiri
dari sembilan buah, atau 2. sebagai suatu kesatuan antara Gordang Sambilan beserta
kelengkapannya. Beberapa komposisi dalam permainan Gordang Sambilan secara
tradisional diantaranya berhubungan dengan ritual maupun seremonial yang bersifat
spiritual (Harahap dan Rithaony, 2004:4).
Ketertarikan akan penggunaan Gordang Sambilan
pada masyarakat etnis
Mandailing di kota Medan disebabkan karena Gordang disamping sebagai suatu alat
musik ternyata memiliki penggunaan yang lain yaitu sebagai suatu media ritual adat dan
yang menjadi fenomena adalah penggunaan Gordang Sambilan daerah perantauan etnik
Mandailing (Medan).
Gordang Sambilan menarik untuk diteliti karena pada saat sekarang ini sudah
jarang sekali upacara adat Mandailing di kota Medan yang menggunakan Gordang
Sambilan kalaupun ada kemungkinan Gordang tersebut telah mengalami perubahan dari
bentuk dan makna aslinya, seperti jenis irama yang dibawakan, peruntukkannya serta
adanya alat musik tambahan yang tidak termasuk dalam perlengkapan Gordang Sambilan
secara mainstream. Makna yang terkandung dari Gordang Sambilan merupakan suatu
bentuk manifestasi dari sistem kebudayaan masyarakat Mandailing, dan hal ini menjadi
suatu daya tarik sendiri serta menjadi kekayaan dalam khasanah budaya Indonesia secara
luas. Makna Gordang pada masyarakat Mandailing adalah sebagai suatu alat musik yang
memiliki peranan penting dalam setiap kegiatan masyarakat, dalam upacara-upacara
masyarakat Mandailing, Gordang selalu ada untuk mengiringi acara tersebut, seperti :
kelahiran, perkawinan, kematian, dan lain lain.
Secara praktis tujuan penulisan mengenai penggunaan Gordang Sambilan suatu
video etnografi pada masyarakat Mandailing di kota Medan adalah untuk melihat
seberapa jauh eksistensi Gordang Sambilan (hiburan dan ritual) dalam konteks
masyarakat Mandailing yang bertempat tinggal di kota Medan serta sebagai sebentuk
kajian visual antropologi. Dalam masyarakat Mandailing sendiri Gordang Sambilan
sudah mengalami pergeseran makna menjadi suatu bentuk hiburan, sedangkan pada asal
mulanya Gordang adalah suatu media kesenian yang mengandung nilai-nilai ritual bagi
masyarakat Mandailing sendiri.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui jalannya suatu penelitian, hal
ini juga berlaku bagi penulisan tentang “Gordang Sambilan, Video Etnografi tentang
penggunaannya ditengah-tengah masyarakat Mandailing di Kota Medan”, bertujuan
untuk melihat seberapa jauh masyarakat Mandailing di kota Medan melakukan
peruntukkan Gordang Sambilan dari pada awalnya sebagai alat musik tradisional yang
mengiringi upacara adat menjadi peruntukkan yang bernilai profan (hiburan).
Penelitian ini mencoba untuk melihat peruntukan Gordang Sambilan oleh
masyarakat Mandailing kota Medan. Gordang Sambilan sebagaimana telah diungkapkan
sebelumnya memiliki peruntukkan yang merupakan suatu bentuk kekayaan kesenian
yang juga memiliki makna yang didasarkan pada budaya masyarakat Mandailing.
Gordang Sambilan pada penelitian ini dideskriptifkan secara rinci sebagai alat ritual adat
dan hiburan pada masyarakat Mandailing kota Medan serta dianalisis dalam lingkup
visual antropologi melalui penyajian video etnografi.
Permasalahan yang menjadi penulisan ini dapat dirumuskan dalam beberapa
pernyataan penelitian, yaitu :
1. Sebagai gambaran umum pada bentuk materi yang dijadikan objek dasar,
yaitu Gordang Sambilan maka, jenis atau variasi bentuk Gordang pada
masyarakat Mandailing kota Medan akan dideskripsikan sebagai unsur
fundamental untuk menjabarkan maksud dari penelitian ini.
2. Pemahaman terhadap Gordang Sambilan sebagai suatu media ritual adat
maupun sebagai suatu sarana hiburan.
3. Penggunaan video etnografi sebagai bentuk perkembangan dalam penyajian
data penelitian antropologi.
4. Penggunaan Gordang Sambilan pada masyarakat Mandailing di kota Medan.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, Gordang adalah suatu jenis alat
musik pukul yang ada ditengah-tengah masyarakat Mandailing, Gordang sebagai salah
satu alat musik pada kenyataannya memiliki fungsi dan makna didalam sistem
kebudayaan masyarakat Mandailing, selain memiliki fungsi, Gordang juga memiliki
makna tersendiri, tergantung dari kapan waktu pelaksanaan permainan Gordang, pada
saat kapan Gordang dapat dimainkan dan sebagainya.
Dalam penelitian ini nantinya akan digunakan bentuk penyajian data penelitian
antropologi secara visual antropologi (video etnografi) dengan tujuan agar data penelitian
nantinya dapat dipublikasikan secara audio-visual sehingga segala hal yang berkaitan
dengan Gordang Sambilan dapat terekam secara antropologis, dalam hal ini juga
diperlukan adanya pembatasan agar penelitian ini tidak menjadi rancu ataupun meluas
kepada hal-hal yang tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti, dengan adanya
pembatasan diharapkan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini menjadi fokus
terhadap penggunaan Gordang Sambilan dalam masyarakat Mandailing di kota medan.
Pembatasan dilakukan dengan cara hanya memasukkan suatu informasi maupun
data yang didapat dilapangan maupun kepustakaan yang memiliki kaitan langsung
dengan masalah penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, permasalahan utama dari
penulisan ini adalah penggunaan Gordang Sambilan oleh masyarakat Mandailing kota
Medan dalam bentuk video etnografi.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak dicapai dan
manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan manfaat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini juga bertujuan sebagai sebentuk tulisan ilmiah dengan penggunaan
video etnografi yang bermaksud untuk dapat menghadirkan suasana dan gambaran
mengenai penggunaan Gordang Sambilan secara utuh dan menyeluruh.
Tujuan selanjutnya adalah untuk melihat secara keseluruhan penggunaan Gordang
Sambilan bagi masyarakat Mandailing yang bertempat tinggal di kota Medan, hal ini
ditujukan untuk melihat bagaimana penggunaan terhadap Gordang Sambilan sebagai
suatu manifestasi kebudayaan Mandailing dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah
satu bentuk studi antropologis.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari
penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum dan
masyarakat Mandailing pada khususnya, secara sederhana manfaat yang diharapkan dari
penelitian dan hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskripsi tentang
penggunaan Gordang Sambilan bagi masyarakat Mandailing kota Medan, untuk
mendapatkan gambaran tentang penggunaan Gordang Sambilan pada masyarakat
Mandailing di kota Medan secara utuh, penelitian ini melihat Gordang sebagai suatu alat
musik yang memiliki nilai ritual adat dan hiburan dalam lingkup masyarakat Mandailing
di kota Medan didalam penerapannya. Penelitian tentang Gordang Sambilan ini juga
bermanfaat sebagai suatu yang penting, menarik dan berguna untuk melestarikan bentuk
alat dan bentuk ritual adat dari penggunaan Gordang Sambilan tersebut.
Menariknya penelitian ini untuk semakin memperkokoh jatidiri masyarakat
Mandailing melalui media Gordang Sambilan dengan tujuan utama agar para generasi
berikutnya mengenal alat dan bentuk kesenian tradisional mengingat bentuk kesenian
modern, seperti musik populer (pop, rock, dll). Peran media elektronik telah merasuk
dalam penggunaan Gordang Sambilan di kota Medan, hal ini telah diungkapkan oleh
Nakagawa bahwa penggunaan media elektronik dalam musik telah merasuki musik
tradisional dan ditenggarai dapat merubah bentuk asli bahkan menghilangkan sama sekali
bentuk musik tradisional (2000:10). Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi penambah
khasanah penelitian bidang visual antropologi.

Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan secara
nyata mengenai penggunaan video etnografi dalam studi antropologi.

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi terhadap penelitian
yang telah ada sebelumnya mengenai Gordang Sambilan sebagai suatu ritual adat
maupun sebagai suatu bentuk hiburan.
1.4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Medan, dengan lokasi yang dianggap
merepresentasikan etnis Mandailing di kota Medan, adapun lokasi tersebut meliputi : 1.
Kawasan Sei Mati, 2. Kawasan Bandar Selamat serta 3. Kawasan Simpang Limun, 4.
Kawasan Sei Agul, 5. Kawasan Medan Tembung, pemilihan lokasi penelitian ini
dilakukan dengan didasarkan atas :

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, sehingga
kota Medan adalah bentuk kota modern yang dihuni oleh berbagai masyarakat
dalam hal ini yang menjadi fokus adalah masyarakat Mandailing.

Adanya komunitas Mandailing dengan kelengkapan adat istiadat di kota Medan.

Kawasan Bandar Selamat dan Simpang Limun, merupakan daerah pusat
transportasi antar daerah di kota Medan yang didiami oleh masyarakat
Mandailing.

Kawasan Sei Mati, secara historis kawasan ini merupakan kawasan yang didiami
oleh masyarakat Mandailing pada saat Kesultanan Deli berkuasa di Medan.

Kawasan Medan Tembung, pada kawasan ini banyak bertempat tinggal seniman
Gordang Sambilan.

Kawasan Sei Agul, merupakan kawasan alternatif yang didiami oleh masyarakat
Mandailing di kota Medan.
Masih terbuka kemungkinan munculnya lokasi lain dalam penelitian ini nantinya,
hal ini dikarenakan adanya lokasi-lokasi lain yang dapat dianggap sebagai suatu lokasi
yang mewakili keberadaan etnik Mandailing yang bertempat tinggal di kota Medan.
1.5. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka diperlukan untuk dapat menentukan arah dari penelitian
tersebut, maka dengan adanya tinjauan pustaka diharapkan penelitian nantinya akan
berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan sebelumnya. Dalam tinjauan pustaka ini
akan dijelaskan secara sistematis mengenai hal-hal yang bersifat teoritik serta dapat
membantu menjelaskan penelitian ini, adapun hal-hal bersifat teoritik yang akan
dijelaskan secara sistematis adalah : 1. Kebudayaan, konsepsi mengenai kebudayaan yang
sesuai dengan arah dan tujuan penelitian ini, 2. Penggunaan dan Fungsi, berkaitan dengan
penjelasan tentang penggunaan dan fungsi Gordang Sambilan dalam konteks masyarakat
kota, 3. Visual antropologi, hal ini menjelaskan tentang penggunaan sistem visual beserta
budaya visual dalam mendeskripsikan Gordang Sambilan.
1. Konsepsi Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Koentjaraningrat, 1980:193), dan dari definisi kebudayaan ini Gordang Sambilan
dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia, untuk menjadikan sebagai suatu hasil karya
manusia diperlukan adanya proses penyampaian hasil karya tersebut kepada generasi
selanjutnya, proses transmisi ini meliputi cara pandang, cara pembuatan maupun
penggunaan yang dapat diperoleh melalui tiga wujud kebudayaan yang secara singkat
dapat dituliskan sebagai berikut, yaitu : - wujud ide/gagasan, - wujud sistem sosial serta
wujud kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1980:201-203), ketiga wujud kebudayaan ini
berjalan seiring dan berkaitan serta dalam penjelasan suatu fenomena kebudayaan ketiga
wujud kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan manun dapat dijelaskan secara
terpisah. Dari definisi dan wujud kebudayaan tersebut Gordang Sambilan dalam
penelitian ini dilihat sebagai suatu bagian dari kebudayaan fisik, dalam hal ini Gordang
Sambilan sebagai suatu alat musik yang memiliki keterkaitan dengan sistem sosial
masyarakat Mandailing yaitu bentuk upacara adat/ritual dan hiburan, ide dan gagasan
mengenai Gordang Sambilan merupakan suatu karya kognitif yang menjadi milik
masyarakat Mandailing, untuk memperkuat hal ini digunakan analisis folklor, dimana
folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara
turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat peraga pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaja, 1986:2), hal ini juga
berlaku bagi Gordang Sambilan.
Gordang Sambilan sebagai suatu alat ritual dan hiburan pada masyarakat
Mandailing merupakan salah satu jenis alat musik tradisional yang terdapat pada
masyarakat Mandailing, adapun tatacara penggunaan atau saat dimainkannya gondang
tersebut tergantung pada waktu dan upacara tertentu saja. Pengetahuan menjadi dasar
utama untuk melihat Gordang Sambilan secara holistik sehingga semua aspek pada
Gordang Sambilan dapat terungkap secara menyeluruh, seperti kegunaan Gordang
Sambilan ditengah-tengah masyarakat Mandailing di kota Medan.
2. Penggunaan dan Fungsi
Penggunaan dan fungsi merupakan bagian penting dalam tinjauan pustaka, karena
hal ini adalah instrumen primer dalam menjelaskan tentang Gordang Sambilan dalam
konteks kota yang menjadi judul dan fokus penelitian ini.
Allan P. Merriam menjelaskan :
“The uses and functions of music represent one of the most
important problems…not only fot the descriptive facts about music, but,
more important, fot the meaning of the music. Descriptive facts, while in
themselves of importance, make their most significant contribution when
they are applied to broader problems of understanding of the phenomenon
which has been described…to know not only what a thing is, but, more
significantly, what it does for people and how it does it (1964:209).”
“Penggunaan dan fungsi dari musik mewakili salah satu dari
beberapa masalah penting…tidak hanya untuk menggambarkan kenyataan
tentang musik, akan tetapi, lebih penting lagi yaitu arti sesungguhnya dari
musik. Proses penggambaran kenyataan tersebut, menjadikan hal ini
penting, menjadikannya sebagai bagian dari masukan yang yang cukup
berarti, ketika hal tersebut diaplikasikan untuk dapat menjelaskan
fenomena yang digambarkan…tidak hanya untuk mengetahui hal itu saja,
tetapi, lebih penting lagi, bagaimana hal tersebut (musik) buat masyarakat
dan bagaimana hal tersebut bekerja.”
Secara singkat pernyataan ini dapat diartikan bahwa penggunaan dan fungsi
musik merupakan suatu hal yang memuat banyak persoalan yang harus dijelaskan dan hal
ini berhubungan dengan tingkah laku manusia pendukung dari musik tersebut (musik
tradisional, dalam hal ini etnis Mandailing dengan Gordang Sambilan) serta segala usaha
untuk mendeskripsikan bukan hanya sekedar menjelaskan musik saja melainkan juga
untuk menjelaskan hubungan antara musik dan manusia agar dapat menggambarkan
fenomena yang terkait, selaras dengan pernyataan ini maka Gordang Sambilan dilihat
bukan hanya sekedar alat musik saja melainkan juga dilihat bagaimana Gordang
Sambilan tersebut berfungsi dalam sistem sosial masyarakat Mandailing beserta dengan
segala peruntukkannya. Allan P. Merriem juga menyebutkan bahwa “music may be used
in a given society in a certain way, and this may be expressed directly as part of folk
evaluation (1964:209)”, dengan sederhana dapat dikatakan bahwa musik memiliki
kemampuan untuk memberikan bentuk atau nilai lain kepada masyarakat, dalam hal ini
secara tepat diekspresikan sebagai bagian dari evaluasi masyarakat tersebut, sehingga
dalam konteks penelitian ini (Gordang Sambilan) merupakan musik yang memiliki nilai
dalam sistem sosial dan budaya masyarakat Mandailing, kegiatan-kegiatan upacara adat
dan hiburan yang menggunakan Gordang Sambilan juga merupakan sebagai sarana
evaluasi terhadap budaya Mandailing.
Secara fungsi (Function), musik dalam masyarakat adalah :
“Learn something of the values of a culture by analyzing song
texts for what they express; however, he does so from the folk and
analytical point of view understanding of what music does for human
beings as evaluated by the outside observer who seeks to increase his
range of comprehension by this mean (Allan P Merriem, 1964:210).”
“Mempelajari sesuatu tentang nilai dari budaya dengan
menganalisa teks lagu untuk melihat apa yang mereka tunjukkan
(ekspresi); bagaimanapun juga, hal tersebut dilakukan dengan dasar
masyarakat dan hal penting dari analisa tersebut adalah cara pandang
untuk mengetahui bagaimana musik berpengaruh terhadap setiap manusia
sebagai evaluasi dari peneliti yang mencari pengembangkan dari
pemahaman arti (fungsi musik) tersebut.”
Musik memiliki fungsi sebagai evaluasi bagi kehidupan masyarakat dan
bagaimana kelengkapan musik dianalisa sebagai fungsi sosial dalam masyarakat, hal ini
bertujuan untuk melihat fungsi dari musik (Gordang Sambilan) sebagai musik yang hidup
dan berkembang ditengah-tengah masyarakat Mandailing, fungsi musik juga berfungsi
untuk dapat menggambarkan hubungan antara musik dan kelengkapannya dengan sistem
kehidupan masyarakat, gambaran ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman
tentang arti Gordang Sambilan dan sebagai gambaran yang menyeluruh dari Gordang
Sambilan.
Secara penggunaan (Use) :
“When we speak of the uses of music, we are reffering to the ways
in which music is employed in human society, to the habitual practice or
customary exercise of music either as a thing in itself or in conjuction with
other activities…When the supplicant uses music to approach his god, he
is employing a particular mechanism in conjuction with other mechanisms
such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts (Allan P
Merriem, 1964:210).”
“Ketika kita berbicara tentang penggunaan dari musik, kita sedang
kembali kepada tatacara dimana musik dipekerjakan di masyarakat
manusia, bagi praktek kebiasaan atau latihan yang biasa tentang musik
baik sebagai suatu hal dengan sendirinya atau dihubungkan dengan
aktivitas yang lain…Ketika permintaan penggunaan musik untuk
mendekati dewanya, ia sedang memanfaatkan mekanisme tertentu
dikaitkan dengan mekanisme yang lain seperti tarian, doa, upacara agama
yang diorganisir, dan peraturan adat bertindak.”
Berdasarkan konsepsi mengenai penggunaan dari musik dalam tatanan
masyarakat, Gordang Sambilan dalam penelitian ini dilihat sebagai seperangkat alat
musik yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas lainnya, aktivitas yang berhubungan
dengan pelaksanaan Gordang Sambilan terbagi atas dua bagian besar, yaitu : 1. sebagai
suatu ritual adat, dan 2. sebagai alat musik yang bernilai hiburan.
Penggunaan dan fungsi digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
melihat seberapa jauh penggunaan dan fungsi musik (dalam hal ini Gordang Sambilan)
bagi masyarakat Mandailing yang merupakan pendukung dari kebudayaan tersebut.
Penggunaan dan fungsi dalam menerjemahkan musik sebagai suatu bagian dari
sistem sosial, memiliki bagian-bagian untuk dapat menjelaskannya, adapun bagianbagian tersebut adalah :
“1. The function of aesthetic enjoyment, 2. The function of
entertainment, 3. The Function of communication, 4. The Function of
symbolic representation, 5. The function of physical response, 6, The
function of enforcing conformity to social norms, 7. The function of
validation of social institutions and religious ritual, 8. The function of
contribution to the continuity and stability of culture, 9. The function of
contribution to the integration of society ( Devereux dan La Barre dalam
Allan P Merriem, 1964:221).”
“1. fungsi dari kenikmatan estetik, 2. fungsi dari pertunjukan, 3.
fungsi dari komunikasi, 4. fungsi dari penyajian yang simbolis, 5. fungsi
dari tanggapan secara fisik, 6. fungsi dari menguatkan penyesuaian ke
norma-norma yang sosial, 7. fungsi dari pengesahan dari institusi sosial
dan upacara agama yang religius, 8. fungsi dari kontribusi bagi stabilitas
dan kesinambungan dari budaya, 9. fungsi dari kontribusi kepada
pengintegrasian dari masyarakat.”
Dari fungsi-fungsi yang telah disebutkan, Gordang Sambilan dalam penelitian ini
akan diarahkan kepada hanya beberapa fungsi saja, yaitu : 1. fungsi dari kenikmatan
secara estetika, 2. fungsi pertunjukan, 3. fungsi dari penyajian yang simbolis, 4. fungsi
dari kontribusi bagi stabilitas dan kesinambungan dari budaya. Pembatasan terhadap
fungsi-fungsi musik yang akan diterapkan pada penelitian ini bertujuan agar penelitian ini
fokus pada satu tujuan, yakni penggunaan dan fungsi Gordang Sambilan bagi masyarakat
Mandailing kota Medan, dengan adanya pembatasan diharapkan penelitian ini tidak
melebar pada persoalan lain.
Kegunaan serta fungsi musik dalam kehidupan masyarakat tradisional Mandailing
setidaknya dapat dibagi atas tiga kategori umum: 1. terkait dengan ritual maupun upacara
spiritual loka-tradisional dan berbagai ritual adat, 2. aktifitas musik sebagai hiburan
pribadi, atau penggunaan alat musik yang dipakai dalam konteks kebutuhan yang lebih
bersifat hiburan sosial (social gathering); dan 3. terkait dengan lingkungan kerja (sound
technology) terutama dalam konteks pertanian (Harahap dan Rithaony, 2004:4). Dari hal
ini dapat dilihat bahwa Gordang Sambilan sebagai aplikatif musik memiliki keterkaitan
dengan ritual maupun upacara spiritual loka-tradisional dan berbagai ritual adat yang ada
pada masyarakat Mandailing, hal ini untuk semakin menegaskan tujuan utama penelitian
yaitu melihat Gordang Sambilan sebagai media ritual adat dan sebagai media hiburan
semata. Kegunaan dan fungsi serta pengetahuan yang terangkum dalam Gordang
Sambilan sebagai representatif ritual adat Mandailing merupakan suatu sistem simbol :
“A system of beliefs held in common by members of a
collectivity…which is oriented to the evaluative integration of the
collectivity, by interpretation of the empirical nature of the collectivity and
of the situation in which it is placed, the processes by which it developed
to its given state, the goals to which its members are collectively oriented,
and their relation to the future course of events (Talcott Parsons dalam
Clifford Geertz, 1973:251).”
“Suatu sistem dari kepercayaan disimpan umum oleh anggota dari
suatu keseluruhan…yang mana hal sistem kepercayaan diorientasikan
kepengintegrasian yang evaluatif dari keseluruhan, dengan penafsiran dari
sifat empiris dari keseluruhan tentang situasi dimana hal tersebut
ditempatkan, proses pengembangan status yang diberi, keberhasilan bagi
anggotanya yang mana adalah secara bersama- diorientasikan, dan
hubungan mereka kepada kelakuan peristiwa yang masa depan.”
Penggunaan dan fungsi makna merupakan hal yang memiliki nilai tersendiri dan
berlaku pada masyarakat yang menjadi pendukungnya. Gondang memiliki makna yang
berlaku bagi masyarakat Mandailing yang menjadi pendukung gondang tersebut, makna
gondang umumnya berhubungan dengan religi atau kepercayaan walaupun ada makna
lain yang terkandung pada gondang tersebut namun untuk menghindari terjadinya
pencampuran atau bias dalam penelitian ini maka Gordang Sambilan yang menjadi fokus
penelitian adalah penggunaan dan fungsi Gordang Sambilan dalam struktur sistem sosial
masyarakat Mandailing kota Medan.
3. Visual Antropologi
Visual antropologi merupakan sub-bagian dari disiplin ilmu antropologi,
penggunaan dan studi visual antropologi menitikberatkan perhatian terhadap penggunaan
sistem visual dan budaya visual dalam aplikatif lapangan penelitian antropologi. Secara
garis terdapat dua fokus perhatian dari visual antropologi, yaitu : penggunaan materi
visual dalam penelitian antropologi, kedua, visual antropologi merupakan studi mengenai
sistem visual dan budaya yang terlihat (kasat mata) serta memproduksi dan menggunakan
hasil dari visual antropologi (Morphy, 1999:1-2), memperjelas hal tersebut Ruby Jay
mengatakan bahwa studi visual antropologi merupakan suatu usaha menganalisa dari
berbagai kelengkapan dari sistem-sistem visual, menentukan kelengkapan dari sistemsistem visual dan berbagai kondisi, meliputi : intepretasi yang terdapat didalamnya dan
menghubungkan sistem-sistem tertentu kepada berbagai kerumitan dari berbagai proses
sosial maupun budaya politis dimana sistem-sistem tersebut menjadi bagian didalamnya,
kedua, studi visual adalah menguraikan berbagai tujuan/makna visual terhadap
penyebarluasan (disseminasi) pengetahuan antropologi itu sendiri (Jay dalam Morphy,
1999:2), sejalan dengan hal tersebut penelitian ini menggunakan video etnografi yang
merupakan bagian dari studi visual antropologi dengan tujuan untuk melihat Gordang
Sambilan secara utuh dan menyeluruh melalui sudut pandang visual antropologi serta
sebagai perkembangan ilmu antropologi dalam penggunaan sistem visual dalam studi
antropologi.
Penggunaan visual antropologi memiliki konsekuensi metodologi, yaitu merekam
hal yang terlihat atau fenomena yang terlihat yang memiliki data visual, dengan
konsekuensi metodologi tersebut terdapat dua bagian data penting dalam visual
antropologi yaitu merekam (visual recording) dan produk material dari kebudayaan
(visible culture). Visual antropologi sebagai suatu jalan memberikan bentuk data
lapangan secara visual, dengan maksud semakin memperkokoh kedudukan data dalam
penelitian serta sebagai cara untuk memberikan gambaran lapangan penelitian secara
kasat mata kepada khalayak ramai, hal ini sejalan dengan pendapat Ruby Jay yang
mengatakan bahwa :
“Visual anthropology logically proceeds from the belief that
culture is manifested through visible symbols embedded in gestures,
ceremonies, rituals, and artifacts situated in constructed and natural
environments (Ruby Jay, 1996:1345).”
“Ilmu antropologi visual yang secara logika berasal dari
kepercayaan bahwa budaya dinyatakan melalui simbol yang kelihatan
ditempelkan di isyarat, upacara, upacara agama, dan artefak yang
diposisikan di lingkungan dibangun dan alami.”
Berdasarkan pendapat Ruby Jay tersebut, antropologi visual dalam penelitian ini
ditempatkan sebagai metode penelitian, hal ini kemudian diperkuat dengan pernyataan
Howard Morphy dan Marcus Banks :
“As method, visual anthropology is in the first instance a flag, a
reminder that much that is observable, much that can be learned about a
culture can be recorded most effectively and comprehensively through
film, photography or by drawing (1999:14).”
“Sebagai metoda, ilmu antropologi yang visual pertama adalah
sebagai suatu titik pandang, suatu peringatan yang banyak memuat
pengamatan, banyak yang dapat dipelajari sekitar suatu budaya dapat
direkam paling secara efektif dan dengan penuh pemahaman melalui film,
fotografi atau dengan gambar.”
Berdasarkan dua pendapat diatas, penelitian yang nantinya akan dilakukan adalah
penelitian deskriptif yang menggunakan visual antropologi sebagai metode penelitian,
sebagai konsekuensi penggunaan metode visual antropologi, data penelitian nantinya
akan disajikan secara audio visual dalam lingkup antropologi.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat Deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci
Gordang Sambilan pada masyarakat Mandailing kota Medan, selain melihat Gordang
sebagai suatu jenis alat musik tradisional Mandailing, juga akan melihat Gordang
Sambilan sebagai suatu keseluruhan, hal ini sejalan dengan Goodenough :
“When I speak of describing a culture, then formulating a set of
standards that will meet this critical test is what I have in mind. There are
many other things, too, that we anthropologists wish to know and try to
describe. We have often reffered to these other things as culture, also
consequently (1970:101).”
“Ketika berbicara tentang menguraikan suatu budaya, kemudian
merumuskan satu standar yang akan dihadapkan pada test kritis ini adalah
tujuan dari menguraikan suatu budaya. Ada banyak hal lain, juga yang
terkait dengan hal tersebut, maka kita sebagai antropolog ingin
mengetahui dan berusaha untuk menguraikan budaya tersebut. Kita sering
masuk ke berbagai hal lain dari perihal budaya, hal ini merupakan
konsekwensi dari menguraikan suatu budaya.”
Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik dalam
bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara-cara memainkan, cara-cara pandang,
ataupun ungkapan-ungkapan emosi dari masyarakat yang diteliti mengenai makna yang
ada dalam ritual adat melalui media Gordang, itu justru digunakan sebagai data dalam
penelitian ini.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal mendeskripsikan tentang makna gordang sambilan pada masyarakat
Mandailing, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh
data primer. Selain itu diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan
sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk
memperoleh data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau
pengamatan dan wawancara.
Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian lapangan, yaitu :
Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan
waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara
saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan
suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan
pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang
dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.
Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi)
observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang
terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan
memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini
peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini akan dilakukan, hal ini tidak
tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk kota Medan
sendiri, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah
dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik. Walaupun
demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh di
lapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang bersifat
observasi non-partisipasi, digunakan kamera dan video kamera untuk mempublikasikan
hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dan video
kamera dapat memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat
tempat penelitian berlangsung.
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth
interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan
disini adalah para pemain-pemain gondang sebagai informan utama, para tokoh-tokoh
adat dan masyarakat Mandailing lainnya sebagai informan biasa. Para pemain Gordang
Sambilan adalah mereka yang secara luas mengetahui seluk beluk tentang Gordang
tersebut secara menyeluruh, selain para pemain Gordang tersebut tokoh-tokoh adat dan
masyarakat Mandailing dikategorikan sebagai informan untuk memperoleh pengetahuan
masyarakat luas tentang makna Gordang. Besar kecilnya jumlah informan tergantung
pada data yang diperoleh di lapangan.
Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi para pemain Gordang
yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang
sejarah, asal-usul Gordang. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah,
asal-usul Gordang tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami
makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.
Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung
dengan informan utama maupun informan biasa dengan berpedoman pada interview
guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih
rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan
tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape
recoder serta video kamera yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam
rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan wawancara
serta sebagai bahan video lapangan etnografi (field video ethnography).
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki
keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian.
Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah :
Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan
peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari
beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan
akhir penelitian ini.
1.6.3. Analisis Data
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam penelitian ini
penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan.
Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti
kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali
kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.
Langkah selanjutnya data-data ini akan dianalisa secara kualitatif melalui teknik
taxonomy data, sehingga data yang didapat pada dua daerah tersebut dikategorikan dalam
dua bagian besar berdasarkan daerah, data yang telah dikategorisasi tersebut kemudian
dikomparasi agar mencapai tujuan dari penelitian ini. Keseluruhan data yang diperoleh
dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman
akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
Analisis secara visual antropologi juga digunakan dalam analisa data penelitian
ini, adapun penggunaan analisis visual bertujuan untuk memperbaiki rekaman gambar
(re-touch video data), accoustic ethnography (penggunaan, perbaikan dan penggolongan
sumber suara hasil video lapangan yang bertujuan untuk menghasilkan suara video
etnografi yang sesuai dengan kaidah antropologi). Penggunaan analisis visual terhadap
data visual bertujuan untuk menyempurnakan hasil video etnografi yang telah didapat
melalui data video lapangan etnografi, analisis ini mempertahankan nilai dari data
lapangan yang telah ada, perbaikan data dilakukan seperlunya dengan memperhatikan
kondisi nilai data.
Download