IATMI 08-009 Tantangan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Menuju

advertisement
 IATMI 08-009
Tantangan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Menuju Perusahaan
Energi yang Mandiri dan Berkelanjutan
Oleh Ibrahim Arsyad
PT. Medco E&P Indonesia
Abstact
Pertumbuhan sosial dan ekonomi telah
memacu peningkatan pencemaran lingkungan
global dan gejolak sosial. Unsur masyarakat, baik
perorangan, pemerintah, industri, institusi sosial
non-pemerintah dan institusi finansial memiliki
peranan dalam rangka menekan pencemaran
global dan gejolak sosial agar tidak lebih buruk
lagi. Pemahaman lingkungan hidup yang lebih
holistik mutlak diperlukan dalam rangka menuju
kemandirian
energi
yang
berkelanjutan
(sustainable). Tujuan dari tulisan ini: a) secara
umum mendeskripsikan kenyataan, harapan dan
tantangan pengelolaan lingkungan hidup, secara
khusus mendeskripsikan isu-isu lingkungan hidup
kritikal terkait dengan aspek fisik, sosial ekonomi
dan finansial; dan b) menentukan landasan
kebijakan, kerangka kerja dan arah pengelolaan
lingkungan hidup menuju perusahaan energi yang
mandiri dan berkelanjutan.
Beberapa kesimpulan tulisan ini meliputi:
1) Pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan
oleh industri/ perusahaan saat ini tidak hanya
dituntut untuk melakukan pentaatan terhadap
suatu kebijakan, peraturan perundangan dan atau
konvensi-konvensi lain yang mengikat secara
hukum, melainkan dituntut lebih dari itu (beyond
compliance); 2) Tuntutan akan pengelolaan
lingkungan hidup yang lebih baik tidak hanya
bertujuan untuk menjaga agar perusahaan dapat
beroperasi tanpa ada gangguan dari lingkungan
sekitar atau karena dampak negatif yang
ditimbulkannya, melainkan bahwa hal ini akan
merupakan keunggulan bagi perusahaan dalam
bisnis dan kepercayaan investor, hal ini
ditampilkan dalam prinsip-prinsip dan program
pengelolaan perusahaan yang baik misal: MDG’s
(Millenium Development Goals) dan Equator
Principles; dan 3) dukungan yang kuat dan
penghargaan stake holder kepada perusahaan
dibutuhkan untuk menunjukkan citra yang kuat
untuk mencapai perusahaan energi yang mandiri
dan berkelanjutan.
Latar Belakang
Pertumbuhan sosial dan ekonomi diyakini
telah
memacu
peningkatan
pencemaran
lingkungan global dan gejolak sosial. Pemanasan
bumi atau perubahan iklim global adalah dampak
dari pencemaran lingkungan global, yaitu
peningkatan emisi gas rumah kaca (greenhouse
gasses). Penyebab dominan peningkatan gas
rumah kaca adalah akibat dari peningkatan
kegiatan ekonomi yang mengkonversikan hutan
dan penggunaan bahan bakar minyak, serta
aktivitas
lain
yang
tidak
memperhatikan
keseimbangan lingkungan hidup.
Secara umum dampak dari pemanasan
global antara lain: peningkatan level muka air laut;
penurunan produktivitas tanaman pangan dan
ketidakseimbangan ekosistem. Ekosistem yang
tidak seimbang menyebabkan tiga perempat atau
75-80 persen bencana alam di bumi dan
merupakan bencana yang terkait dengan iklim,
seperti: banjir (33%), badai (23%), peningkatan
penyakit (15,2%), kekeringan (15,2%), hingga
tanah longsor (4,5%).
Berkorelasi dengan penurunan kualitas
lingkungan adalah terjadi juga penurunan kualitas
kehidupan dan kualitas sumber daya manusia.
Kemiskinan, penurunan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, peningkatan pengangguran,
masalah udara dan air bersih, terutama di negaranegara berkembang yang semakin menonjol. Di
Indonesia sekitar 16 % (39 Juta-an) tergolong
miskin. Pada kondisi tersebut, gejolak sosial akan
mudah muncul dan meningkat, mulai dari ketidakpuasan, demonstrasi, kriminalitas/ ancaman
kejahatan, hingga terorisme.
Perorangan, pemerintah, industri, institusi
sosial non-pemerintah dan institusi finansial memiliki peranan dalam rangka menekan pencemaran global dan gejolak sosial agar tidak lebih buruk
lagi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
manusia harus serasi dan berkelanjutan dengan
sasaran-sasaran yang didasarkan atas pilar
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, seperti
yang disampaikan pada Gambar 1.
MedcoEnergi sebagai salah satu perusaha
an migas nasional Indonesia yang tumbuh kokoh
menjadi sebuah perusahaan milik pribumi
Indonesia, dalam menjalankan dan mengelola
usaha terpadu di bidang energi selain secara
menguntungkan, juga harus memiliki peran dan
tanggungjawab terhadap sasaran lingkungan dan
sosial.
Di dunia usaha yang dinamis, reputasi
sebuah perusahaan yang terkemuka tidak hanya
ditentukan oleh kinerja keuangan semata, melainkan juga oleh tanggung jawab lingkungan dan
sosial yang diembannya serta kesinambungan
usahanya. Perusahaan dituntut mampu menciptakan nilai tidak hanya bagi pemegang saham,
namun juga bagi seluruh stakeholder lainnya.
Tulisan ini disusun dengan harapan dapat
memposisikan MedcoEnergi sebagai salah satu
brand terkemuka di sektor industri energi, baik di
kawasan regional maupun global, oleh karena itu
perlu pengelolaan usaha dengan komitmen untuk
menangani isu-isu ekonomi/ finansial, lingkungan
hidup dan sosial dalam satu paket. Pendekatanpendekatan universal dengan isu tersebut
dituangkan dalam sasaran-sasaran dan prinsipprinsip antara lain seperti yang tertuang pada
Millenium Development Goals (MDGs), Global
Compact (GC) dan Equatorial Principles (EP).
Penyesuaian pengelolaan usaha kepada sasaran/
prinsip universal pembangunan berkelanjutan
merupakan tantangan menjadi perusahaan energi
yang mandiri dan berkelanjutan.
Tujuan dari tulisan ini: a) secara umum
mendeskripsikan kenyataan, harapan dan tantang
an pengelolaan bisnis, secara khusus mendeskripsikan isu-isu lingkungan, sosial dan tantangan
finasial; dan b) menentukan landasan kebijakan,
kerangka kerja dan arah pengelolaan lingkungan
hidup menuju perusahaan energi pilihan.
Menjadi: Perusahaan Energi Pilihan
“Keberhasilan di masa lalu tidak membuat
kita terlena untuk terus meningkatkan diri di masa
mendatang. Visi kita mencerminkan tujuan
perusahaan serta upaya kita meraih hasil yang
melebihi harapan: Menjadi Perusahaan Energi
Pilihan bagi segenap stakeholder, yang secara
konsisten menghasilkan produk dan jasa di bidang
energi yang kompetitif, dengan standar kelas
dunia” (Hilmi Panigoro).
Perusahaan yang memenuhi standar
dunia, setidaknya mempunyai lima karak-teristik
utama, yaitu 1) kompetensi, 2) kemampuan
berdaptasi (adaptability), 3) mempunyai budaya
kualitas, 4) inovatif dan 5) sifat entrepreneur.
Kelima karakteristik itu saling kait-mengait dan
harus terintegrasi dengan baik (Susanto,
2006).
Kompetensi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk beroperasi dalam standar yang
tinggi. Makna “standar yang tinggi”
bersifat
dinamis, karena standar ini bukan hanya memiliki
dimensi internal, tetapi harus berorientasi
eksternal, yaitu berorientasi kepada para stake
holder dan kepada dinamika persaingan.
Kemampuan beradaptasi dalam lingkungan global
yang berubah dan bergerak cepat, di dalam bisnis
yang berkembang, bisnis yang kompleks dan
kompetitif, juga merupakan prasyarat dalam
rangka mengoptimalisasi seluruh sumber daya
yang dimilikinya, termasuk karyawan, proses, aset
dan teknologi.
Budaya kualitas sangat terkait dengan
kerangka nilai yang umum di tuangkan dalam visi,
misi, tata nilai, komitmen dan standar of business
conduct. Entrepreneur, memiliki makna karakter
berorientasi pada pencapaian dan keinginan kuat
untuk membangun, tangguh, mandiri dan cekatan,
cenderung kaya wawasan, berbagi ide, banyak
solusi, cerdik, kaya sumber daya, opportunistik,
kreatif dan percaya diri.
Bagaimana suatu perusahaan menggapai
impian sebagai perusahaan standar kelas dunia?
Selain kemampuan finansial, SDM, teknologi,
business network yang handal, perluadanya
pemimpin yang dapat ‘melihat dan bermimpi’,
mengubah dan menggerakkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi; dan yang paling
penting adalah harus diterapkannya prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
Bagaimana dengan MedcoEnergi? Untuk
mencapai
perusahaan standar kelas dunia,
melalui brand MedcoEnergi, kita mengekspresikan
komitmen “kita” kepada stake holder. Brand
MedcoEnergi berisikan karakter:
9 beradaptasi, seraya terus mengupayakan
solusi yang lebih ramah lingkungan;
9 pencapaian kinerja yang senantiasa berusaha
melebihi ekspektasi stakeholder;
9 tanggung jawab sosial terhadap lingkungan;
9 komitmen kepada planet Bumi dan pelestarian
lingkungan merupakan aspek kunci dalam
mencapai keberhasilan usaha; dan
9 percaya akan peran dalam menciptakan
kehidupan yang lebih bersih, aman dan sehat.
Sejak re-branding, MedcoEnergi semakin
menegaskan “komitmen” untuk melakukan usaha
dengan ramah lingkungan dan tanggung jawab
sosial. Tantangan berikutnya adalah bagaimana
“komitmen”
yang
melekat
pada
brand
MedcoEnergi tersebut kemudian “diimplementasikan” dengan baik dan sejalan dengan tantangantantangan global.
Tantangan Sosial dan Lingkungan
Hidup
Pendekatan-pendekatan universal digunakan untuk menganalisa isu-isu lingkungan, sosial
dan tantangan bagi MedcoEnergi untuk menjadi
Perusahaan Energi Pilihan bagi segenap
stakeholder dengan standar kelas dunia; serta
menentukan landasan kebijakan, kerangka kerja
dan arah pengelolaan lingkungan hidup.
Pendekatan universal yang akan dideskripsikan
meliputi: MDGs, GC dan EP.
Millenium Development Goals (MDGs)
MDGs atau tujuan pembangunan milenium
merupakan paradigma pembangunan global yang
disepakati secara internasional oleh 189 negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dalam konferensi tingkat tinggi milenium PBB
September 2000 silam. majelis umum PBB
kemudian melegalkannya ke dalam resolusi
majelis umum PBB nomor 55/2 tanggal 18
September 2000 tentang Deklarasi milenium PBB.
PBB mendiskusikan berbagai macam
permasalahan-permasalahan di dunia, antara
lain:
1.
Setiap tahun, lebih dari 18 juta orang
meninggal dunia akibat hal-hal yang
berhubungan dengan kemiskinan, umumnya
mereka adalah kaum perempuan dan anakanak,
2.
600 juta anak hidup dalam kemiskinan,
3.
800 juta orang tertidur dalam kondisi
lapar setiap harinya,
4.
Hampir separuh dari penduduk dunia
hidup dengan biaya kurang dari 2 dollar
(kurang dari Rp.20.000)
5.
Lebih dari 1 miliar penduduk dunia
hidup dengan biaya 1 dollar (Rp. 10.000) per
hari
6.
Setiap tahun, hampir 11 juta anak
meninggal dunia sebelum mencapai usia
balita
Indonesia sebagai salah satu Negara
yang telah mengadopsi MDGs juga memiliki
beberapa target dan indikatornya. MDGs
menempatkan pembangunan manusia sebagai
fokus utama pembangunan serta memiliki tenggat
waktu dan kemajuan yang terukur.
MDGs didasarkan atas konsensus dan
kemitraan global, sambil menekankan tanggung
jawab negara berkembang untuk melaksanakan
pekerjaan rumah mereka. Jadi boleh dikatakan
bahwa MDGs adalah merupakan janji negara
kepada rakyatnya.
Deklarasi MDGs ini berisi kesepakatan
negara-negara tentang arah pembangunan
berikut sasaran-sasarannya yang perlu
diwujudkan. Secara ringkas, arah pembangunan yang disepakati secara global
meliputi:
(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat,
(2) mewujudkan pendidikan
semua orang,
dasar
untuk
(3) mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan,
(4) menurunkan angka kematian anak,
(5) meningkatkan kesehatan maternal,
(6) melawan penyebaran HIV/AIDS, dan
penyakit kronis lainnya (malaria dan
tuberkulosa),
(7) menjamin keberlangsungan lingkungan,
(8) mengembangkan kemitraan global untuk
pembangunan.
Dampak positif dari MDGs, paling tidak
dapat dilihat dari dua aspek yaitu:
Pertama, orientasi pembangun-an
yang menekankan pada pemerataan akan
mengangkat kesejahteraan penduduk secara
lebih luas. Dengan begitu, lebih banyak
penduduk yang dapat menikmati hasil
pembangunan.
Kedua, secara timbal balik, karena
semakin banyaknya penduduk yang kesejahteraannya meningkat, pada gilirannya akan
lebih banyak lagi sumberdaya manusia yang
dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Dengan
demikian
keberlanjutan
pembangunan menjadi lebih pasti. sebaliknya
orientasi pembangunan yang menekankan
pada pertumbuhan ekonomi semata akan
lebih menghasilkan kesenjangan dalam
masyarakat.
Upaya mengedepankan pembangunan
yang berorientasi pada kesejahteraan umat
manusia, baik untuk generasi saat ini maupun
generasi mendatang
Bagaimana peran perusahaan dalam
pencapaian MDGs?
Peran perusahaan dalam pembangunan semakin menonjol dalam dimensi praktis
maupun normatif. Mau tidak mau, Corporate
Social Responsibility (CSR) mengalami
apropriasi menuju "peran perusahaan dalam
pembangunan secara luas".
Di sinilah
kemudian CSR berintegrasi dengan MDGs
yang menjadikan pembangunan dengan
mudah dilihat tujuan-tujuan terpentingnya.
Kontribusi perusahaan dalam pencapaian MDGs memang sangatlah penting.
Seperti yang disampaikan oleh Ban Ki-Moon
pada kesempatan UN Global Compact
Leaders Summmit 5 Juli 2007 lalu.
Dijelaskan keterlibatan perusahaan dalam
MDGs adalah bahwa agar mereka bisa
beroperasi dalam jangka panjang, mereka
haruslah dipercaya dan diberi legitimasi
sebagai bagian penting dalam memecahkan
berbagai masalah pembangunan, bukan
menjadi sumber masalahnya.
Perusahaan, harus dapat membuktikan
dirinya berkontribusi dalam mengurangi
kemiskinan ekstrem dan meningkatkan mutu
lingkungan, bukan menambah jumlah orang
miskin dan meruntuhkan daya dukung
lingkungan. Hanya apabila perusahaan bisa
membuktikan diri sebagai aktor pembangun-an yang membawa dampak positiflah maka
kepercayaan dan legitimasi dapat diraih.
Jane Nelson dan Dave Prescott dalam
"Business and the Millennium Development
Goals: A Framework for Action" (diterbitkan
oleh UNDP dan IBLF, 2003)” menyatakan
bahwa ada tiga alasan kuat (business case)
mengapa perusahaan perlu berkontribusi
dalam pencapaian MDGs, yaitu:
1. perusahaan akan mendapatkan lingkungan yang baik untuk mendukung bisnisnya,
2. perusahaan bisa mengelola risiko dari
dampak operasinya, dan
3. perusahaan akan mendapatkan berbagai
peluang bisnis baru.
Perusahaan harus memproduksikan
produk yang aman, menghasilkan keuntungan dan menambah investasi, menciptakan
pekerjaan, membangun SDM, mengembangkan kesempatan berusaha di tingkat lokal,
serta menyebarkan standar dan praktik
terbaik.
"Obey the law, manage risks, minimize
negative sosial and environmental impacts
and create positive values..." adalah kunci
bagaimana perusahaan harus berperilaku
dalam bisnis.
CSR memang bukan semata-mata
tanggung jawab, melainkan juga peluang.
telah menemukan bukti kuat bahwa
menjalankan bisnis dengan mereka yang
miskin-diistilahkan dengan bottom of the
pyramid ternyata sangat menguntungkan.
Kebijakan perusahaan yang sangat
penting adalah kebijakan-kebijakan menyangkut tata kelola lingkungan, menarik dan
mempertahankan investasi, membuka pasar
ekspor,
serta
meningkatkan
bantuan
pembangunan dari negara-negara maju.
Sebagaimana yang dikemukakan di
atas, muara dari kontribusi perusahaan dalam
pencapaian MDGs adalah kepercayaan dan
legitimasi dari publik. Menurut hukum besi
tanggung jawab sosial dari Keith Davis,
"Society permits business to exist, allows
them to have power, and grants them
legitimacy. If businesses abuse their power,
they will loose it." Karenanya, keterlibatan
perusahaan dalam pembangunan masyarakat
adalah masalah yang sangat serius.
Ia
menentukan hidup matinya perusahaan.
Global Compact (GC)
Apa itu GC? GC adalah kerangka kerja
bisnis yang memiliki komitmen untuk
menyelaraskan operasi dan strategi bisnis
dengan sepuluh prinsip-prinsip universal yang
meliputi hak asasi manusia, standar tenaga
kerja, lingkungan hidup dan anti-korupsi (UN,
2007). GC bukan merupakan instrument
regulasi, jadi tidak mengatur/ memaksa atau
mengukur perilaku perusahaan. GC menitikberatkan pada akuntabilitas public, transparansi dan pencerahan tujuan dari masingmasing perusahaan, buruh dan masyarakat
sipil untuk berinisiatif atau berbagi aksi-aksi
selaras prinsip-prinsip GC.
Hingga kini hampir 5.000 perusahaan
menandatangani sepuluh prinsip utama GC.
Di Indonesia baru 22 perusahaan yang telah
menandatangani GC.
Perusahaan bisa menerapkan 10
prinsip GC sesuai dengan core values
bisnisnya masing-masing. Pelaksana-an dari
perusahaan ataupun institusi masing-masing
lebih merupakan tanggung jawab moral, dan
bukan berupa komitmen yang mengikat
secara hukum.
Dalam hal lingkungan, prinsip 7-8-9
dari 10 prinsip, meliputi:
Prinsip-7: perusahaan harus mendukung
upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup;
Prinsip-8: perusahaan mengambil inisiatif
tanggung jawab pengelolaan
lingkungan yang lebih besar,
Prinsip-9: mendorong penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Ketiga prinsip tersebut dibuat berdasar
deklarasi Agenda 21 United Nations
Conference on Environment and Develop
ment (the Earth Summit) di Rio de Janeiro,
1992.
Prinsip-prinsip lingkungan hidup GC
secara umum ditujukan untuk menanggulanggi beberapa tantangan, yaitu:
9 Kehilangan biodiversity dan kerusakan
ekosistem jangka panjang
9 Pencemaran udara dan perubahan iklim
9 Kerusakan ekosistem aquatik
9 Degradasi lahan
9 Dampak penggunaan dan limbah bahan
kimia
9 Produksi/ timbulan limbah
9 Penurunan sumber daya tak terbarukan
Partisipasi Perusahaan dalam GC
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perusahaan bisa menerapkan 10 prinsip
Global Compact sesuai dengan core values
bisnisnya masing-masing.
Perusahaan
secara sukarela dapat berpartisipasi dengan
mengkomunikasikan progres pelaksanaannya
kepada stakeholders melalui laporan Communications on Progress (COP). Metode
komunikasi/ COP berupa annual atau
sustainability report, atau melalui jalur
komunikasi publik seperti (websites, koran,
intranet dan sebagainya). Kebijakan laporan
“Communication on Progress” diatur oleh
United Nations Global Compact.
Pada
beberapa perusahaan, beberapa report di
validasi oleh badan independen.
Bagi perusahaan yang menerapkan
GC ini memiliki keuntungan antara lain dalam
hal insentif reputasi dan brand value dalam
pengelolaan bisnisnya, meningkatkan moral
tenaga kerja, mengkomunikasikan pengalaman dalam memecahkan kritikal isu kepada
stakeholder atau sesama anggota secara
transparan.
Jika kerangka kerja MDGs Based
Poverty Reduction Strategy 2015 terwujud,
maka GC 2025 antara negara-negara kaya
dan miskin untuk mengakhiri kemiskinan
global akan berjalan baik
Equatorial Principles
Tantangan pengelolaan lingkungan
hidup dan tanggung jawab sosial dalam
industri finansial juga menjadi isu penting
dalam pembiayaan suatu project. Risiko
sosial, etika dan lingkungan hidup juga
dipertimbangkan dalam kajian pemberian
pinjaman serta proses persetujuan kredit.
Pada tahun 2002, sekelompok bank
bersama dengan Bank Dunia (the World Bank
Group's International Finance Corporation
(IFC)), mendiskusikan isu tersebut. Kemudian
mereka membuat kerangka kerja industri
perbankan yang berorientasi kepada risiko
lingkungan hidup dan sosial. Kerangka itu
kemudian dinamakan Equatorial Principles
(EP) dan untuk pertama kali diluncurkan Juni
2003. Edisi revisi dan terbaru direalease
pada Juli 2006.
EP merupakan suatu pedoman bersifat
sukarela bagi lembaga/ institusi keuangan
yang memperhitungkan dampak sosial dan
lingkungan dari pembiayaan suatu proyek,
serta menempatkan kelestarian/ keberlanjutan
(sustainability)
sebagai
inti
dari
pembangunan ekonomi.
Penerapannya meliputi kajian terperinci
atas proposal kredit dan investasi, dukungan
terhadap
praktek
dan
pengembangan
lingkungan hidup yang berkelanjutan, serta
komitmen terhadap kesejahteraan dan
pembangunan di lingkungan setempat.
Institusi finansial yang mengadopsi EP
tidak akan memberikan biaya, jika suatu
proyek jika pelaksana proyek tidak mau, atau
tidak mampu memenuhi salah satu di antara
prinsip-prinsip yang tertuang pada Equator
Principles. Untuk industri yang berpotensi
akan berdampak negatif pada kondisi sosial,
etika atau lingkungan, kredit hanya akan
diberikan setelah dilakukan kajian tambahan
dan terperinci terhadap dampak tersebut,
untuk menjamin bahwa keterlibatan lembaga
pembiayaan dalam transaksi tersebut telah
memenuhi standar dan komitmen terhadap
pelestarian alam (sustainability). Saat ini telah
58 institusi finasial yang telah mengadopsi
EP.
Peran EP dalam industri pembiayaan
terutama atas project yang bernilai lebih 10
juta USD akan sangat penting. Beberapa
lembaga finansial yang telah secara sukarela
ikut EP, dapat dibilang “mewajibkan” projectproject yang akan dibiayainya untuk
mengikuti prinsip-prinsip yang tertuang dalam
EP.
Jika partisipasi atau peran perusahaan
dalam MDGs dan GC lebih kepada sukarela,
maka EP, boleh dibilang lebih memaksa
perusahaan yang akan melakukan suatu
project untuk mengikuti prinpip-prinsip yang
telah ditetapkan. Secara fisik perusahaan
harus bisa membuktikan bahwa rencana
kegiatan yang akan dilakukan dalam bentuk
dokumen yang dapat disebut sebagai “EP
conformities document”.
Tantangan Compliance or Beyond
Compliance
Proses bisnis yang dilakukan dengan
pilar yang kokoh dan Skema Kerangka Nilai
(Value Framework) yang dijalankan oleh
sumber daya yang handal merupakan
keunggulan MedcoEnergi dalam bisnis dan
juga nilai tambah bagi tingkat kepercayaan
investor. Kerangka nilai (Gambar 2) yang
terdiri visi, misi, value, commitments dan
standard of business conduct ini harus
“mendarah daging” dan dijalankan oleh setiap
pekerja dengan brand MedcoEnergi.
Dukungan yang kuat dan penghargaan
stake holder kepada perusahaan menunjukkan citra yang kuat untuk mencapai
perusahaan energi pilihan yang mandiri dan
pilihan. Penilaian stakeholder saat ini perlu
dijaga dan ditingkatkan agar menjadi lebih
baik.
Secara mikro tuntutan masyarakat,
demonstrasi dan sabotase, seperti pemotongan pipa dan lain sebaginya, yang dilakukan
oleh masyarakat dan atau orang yang tidak
bertanggung
jawab,
menjadi
bahan
instrospeksi kita untuk melihat lagi sejauh
mana
perhatian
perusahaan
kepada
lingkungan secara fisik maupun sosial
ekonomi.
Secara makro, sistem dan komunitas
global, telah mengarahkan dan atau
memaksa industri atau perusahaan untuk
melakukan pengelolaan lingkungan hidup
saat ini tidak lagi dituntut untuk melakukan
pentaatan
terhadap
suatu
kebijakan,
peraturan perundangan dan atau konvensikonvensi lain yang mengikat secara hukum,
tetapi lebih untuk melakukan aksi-aksi yang
dikaitkan dengan tanggung jawab sosial dan
pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik
(beyond compliance).
1. Al Gore, An Inconvenient truth, the
planetary emergency of global warming
and what we can do about it, Rodale: New
York, 2006
2. MEI, “BrandBook: MedcoEnergi, a new
dynamic”, PT Medco Energi Internasional
Tbk. Jakarta: ____
3.
Kesimpulan
Beberapa
meliputi:
kesimpulan
tulisan
ini
1) Pengelolaan lingkungan hidup yang
dilakukan oleh industri/ perusahaan saat ini
tidak hanya dituntut untuk melakukan
pentaatan terhadap suatu kebijakan,
peraturan perundangan dan atau konvensikonvensi lain yang mengikat secara
hukum, melainkan lebih dari itu (beyond
compliance);
2) Tuntutan akan pengelolaan lingkungan
hidup yang lebih baik tidak hanya
bertujuan untuk menjaga agar perusahaan
dapat beroperasi tanpa ada gangguan dari
lingkungan sekitar atau karena dampak
negatif yang ditimbulkannya, melainkan
bahwa hal ini akan merupakan keunggulan
bagi perusahaan dalam bisnis dan
kepercayaan investor, hal ini ditampilkan
dalam
prinsip-prinsip
dan
program
pengelolaan perusahaan yang berkelanjutan misal: MDG’s (Millenium Development
Goals), Global Compact (GC) dan Equator
Principles (EP).
3) Dukungan yang kuat dan penghargaan
stake
holder
kepada
perusahaan
dibutuhkan untuk menunjukkan citra yang
kuat untuk mencapai perusahaan energi
mandiri dan berkelanjutan.
References
MEI, “Profil Medco Group”, 2007 edditon.
http://www.medcogroup.co.id which was
accessed on February 13, 2008
4. Mudiyarso, Daniel, “Dampak perubahan
iklim terhadap kehidupan sosial ekonomi“,
written
on
November
22,
2007.
http://www.indonesia.go.id which was
accessed on February 13, 2008
5. Medco E&P, Kebijakan Tata Laku Usaha/
Standard of Business Conduct, Jakarta:
PT. Medco E&P Indonesia, 2007
6. Respati, N., Signifikasi Pemahaman
Masalah Sosial Dan Kemanusiaan Untuk
Meningkatkan Peran Pakar Sains Dan
Teknologi, Jurnal Sosioteknologi, ITB
Bandung: Edisi 9 Tahun 5, Desember
2006
7. Susanto, A. B., “World Class Company &
GCC”,
written
on
2006,
http://www.jakartaconsulting.com
which
was accessed on February 13, 2008
8. IFC. “The Equator Principles, A financial
industry benchmark for determining,
assessing and managing sosial &
environmental risk in project financing”,
http://www.equator-principles.com which
was accessed on December 12, 2007
9. Tim Penyusun Bappenas, Laporan
Perkembangan Pencapaian Millenium
Development Goals Indonesia 2007,
Bappenas
(Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional): Jakarta, 2007
***
10. UN, “About The Global Compact”, written
on Tuesday, December 7, 2007,
http://www.unglobalcompact.org
which
was accessed on December 12, 2007
11. ------- , “Tanggung Jawab Sosial (Semu)
Korporasi”, written on Tuesday, July 24th
2007, http://www.media-indonesia.com
which was accessed on February 13,
2008
12. -------, “Special Report Impact of global
warming”, BBC News, Friday, November
28, 1997. http://news.bbc.co.uk which was
accessed on February 13, 2008
13. -------, KCM., “Indonesia Sumbang 7
Persen Pencemaran Global”, Banjarmasin
Post, Saturday, August 25th 2007 edditon.
http://www.indomedia.com which was
accessed on February 13, 2008
Gambar 2. Kerangka Nilai
Gambar 1. Pilar pembangunan berkelanjutan
Download