View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan Tekonologi Informasi yang demikian
pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentukbentuk peraturan hukum yang baru (Undang-Undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Menimbang Point C)
Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan
teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi
ini telah merebak di seluruh belahan dunia. Tidak hanya Negara maju saja,
namun Negara berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi
informasi pada masyarakatnya masing-masing, sehingga teknologi informasi
mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa.
Teknologi digital yang digunakan untuk mengimplementasikan dunia
siber memiliki kelebihan dalam hal duplikasi atau regenerasi. Data digital
dapat direproduksi dengan sempurna seperti aslinya tanpa mengurangi
kualitas data aslinya. Hal ini sulit dilakukan dalam teknologi analog, dimana
kualitas data lebih baik daripada duplikatnya.
1
Bahwa
latar belakang adanya
Undang-Undang Informasi dan
Teknologi Elektronik atau yang biasa disingkat dengan UU ITE Nomor 11
Tahun 2008 ini adalah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat
perkembangan
teknologi
informasi
telah
mengakibatkan
perubahan-
perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi
telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui
sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau
melakukan tukar menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang
tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jarak dan waktu.
Proses
globasisasi
tersebut
membuat
suatu
fenomena
yang
mengubah model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan
dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang ini dengan internet.
Penggunaan
dan
pemanfaatan
Tekonologi
Informasi
harus
terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan
dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan demi
kepentingan
nasional.
Serta
peran
pemerintah
perlu
mendukung
pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur
hukum dan
pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara
aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-niai
2
agama, dan sosial budayya masyarakat Indonesia.(Undang-Undang No.11
Tahun 2008 Point D)
Menurut M.Arsyad Sanusi (2007:419) materi muatan (substansi)
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah dibentuk di
Indonesia adalah materi-materi yang mengatur lebih lanjut ketentuan dalam
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 khususnya Pasal 28F Amandemen Keempat UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia”
Dengan demikian dipahami bahwa materi muatan atau subtansi UU
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah turunan dari ketentuan yang telah
digariskan dalam Pasal 28F Amandemen Keempat UUD Negara Republik
Indonesia 1945. Sehingga ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU
Informasi dan Transaksi Elektronik mencakup ketentuan-ketentuan yang
mengatur kegiatan komunikasi dan kegiatan memperoleh informasi, yang
meliputi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
3
Kejahatan
pada
dasarnya
tumbuh
dan
berkembang
dalam
masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat atau seperti Lacassagne
bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya. Betapapun
kita mengetahui banyak tentang faktor kejahatan yang ada dalam
masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah
satu bentuk perilaku manusia yang perkembangannya terus sejajar dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu kejahatan telah
diterima sebagai suatu fakta, baik pada masyarakat yang paling sederhana
(primitive) maupun pada masyarakat yang modern yang merugikan
masyarakat.
Semakin maju dan modern kehidupan masyarakat, maka semakin
maju dan modern pula jenis dan modus operandi kejahatan yang terjadi di
masyarakat. Hal ini seolah membenarkan suatu adagium, bahwa “dimana
ada masyarakat disitu ada kejahatan”. Faktanya adagium tersebut memang
terbukti. Realitas perkembangan kehidupan masyarakat di satu sisi
menampakkan
potret
yang
sebenarnya,
bahwa
setiap
tahapan
perkembangan yang terjadi di tengah perubahan sosial bisa diniscayakan
diikuti dengan berbagai kenyataan lain yang kurang menyenangkan, sebab
realitas
tidak
menyenangkan
ini
adalah
berbentuk
perilaku
yang
menyimpang.
4
UU ITE merupakan payung hukum bagi semua aktivitas dan transaksi
di internet dan media elektronik misalnya memindahkan dokumen elektronik
milik orang lain. Bahwa aturan ini tertuang dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE
No.11 Tahun 2008, yang berbunyi :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan
suatu informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang
lain atau milik publik”
Bahwa yang dimaksud dengan hukum siber (cyber law) adalah aspek
hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan
dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyber law sendiri merupakan istilah yang
berasal dari cyberspace law.
Secara akademis, terminology “cyber law” tampaknya belum menjadi
terminologi yang sepenenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan
dipakainya terminology lain untuk tujuan yang sama seperti The law of
internet, law of information superhighway, information technology of law, the
law of information, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati
atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminology “cyber law”.
Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan
5
dari “cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan
HukumTelematika (Telekomunikasi dan Informatika).
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang
siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai
tindakan atau perbuatah hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada
ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum
konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam
ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun
alat buktinya bersifat elektronik.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan
kepastian hukum dalam pemanfataan teknologi informasi, media, dan
komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat
tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan
aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk
mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum,
persoalan pemanafaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.(Dikutip
dari Penjelasan Umum UU ITE No.11 Tahun 2008).
6
Bahwa semenjak adanya UU ITE ini, telah terjadi kejahatan di Kota
Makassar
yang
melanggar
UU
ITE
No.11
Tahun
2008
dengan
memperhatikan Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Adanya penganjuran dari tersangka utama yang saat ini tersangka
utamanya melarikan diri menganjurkan (uitlokker) seorang perempuan yang
bernama Lili Heryani untuk turut serta melakukan tindak pidana “Dengan
Sengaja dan melawan hukum mentransmisi, memindahkan suatu informasi
elektronik / dokumen elektronik milik orang lain berulang kali). Bahwa
terdakwa telah dijatuhkan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun, 3 (tiga)
bulan.
Menurut UU ITE No.11 Tahun 2008, Isi dari Pasal 48 ayat 1 adalah
“Setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah)”
Sedangkan isi dari Pasal 32 ayat 1 UU ITE No.11 Tahun 2008 adalah
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan
suatu Informasi Elektronik dan.atau Dokumen Elektronik milik orang
lain atau milik publik.
7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materiil oleh hakim terhadap
pelaku pemindahan dokumen elektronik milik orang lain dalam
Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS?
2. Apakah yang menjadi pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam
menerapkan
hukuman
terhadap
pelaku
pemindahan
dokumen
elektronik milik orang lain dalam Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana materiil
terhadap Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS
2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan hasil penelitian ini akan menambah kepustakaan ilmu
pengetahuan dan menjadi bahan penelitian hukum pada umumnya,
dan dalam bidang hukum pidana pada khususnya
2. Diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna agar
kejadian ini tidak terulang dikemudian hari.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tindak Pidana
1.1.
Pengertian
Menurut Amir Ilyas (2012:19) Delik yang dalam bahasa Belanda
disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar, dan feit. Yang
masing-masing memiliki arti:



Straf diartikan sebagai pidana dan hukum
Baar diartikan sebagai dapat dan boleh
Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa,
perbuatan.
pelanggaran,
dan
Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau
perbuatan yang dapat dipidana.
Menurut Erdianto Effendi, (2011:97-99) istilah tindak pidana adalah
terjemahan paling umum untuk istilah strafbaar feit dalam bahasa Belanda
walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Andi Zainal
Abidin Farid adalah salah seorang ahli hukum pidana Indonesia yang tidak
sepakat dengan penerjemahan strafbaar feit menjadi tindak pidana. Adapun
alasannya sebagai berikut :
a. Tindak tidak mungkin dipidana, tetapi yang melakukanlah yang
dapat dijatuhi pidana
9
b. Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, tindak adalah kata benda
dan pidana juga kata benda. Yang lazim ialah kata benda selalu
diikuti kata sifat misalnya kejatan berat, perempuan cantik, dan
lain-lain
c. Istilah strafbaar feit sesungguhnya bersifat eliptis yang kalu
diterjemahkan secara harfiah adalah peristiwa yang dapat
dipidana, oleh Van Hattum bahwa sesungguhnya harus
dirumuskan feit terzake van hetwelk een person strarfbaar is,
yang berarti peristiwa yang menyebabkan seseorang dapat
dipidana. Istilah criminal act lebih tepat karena ia hanya
menunjukkan sifat kriminalnya perbuatan.
Terjemahan atas istilah strafbaar feit ke dalam Bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan berbagai istilah misalnya tindak pidana, delik,
peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana, strafbaar
feit, dan sebagainya.
Menurut Simons, tindak pidana adalah :
“suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh
undang-undang, bertentang dengan hukum dan dilakukan dengan
kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab”.
Menurut Pompe “strafbaar feit” secara teoritis dapat merumuskan
sebagai suatu :
“suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum” yang
dengan sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku,
dimana penjatugan hukumannya terhadap pelaku tersebut adalah
perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan
hukum.
Menurut E. Utrecht “strafbaar feit” dengan istilah peristiwa pidana
yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan
handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen negatif,
maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau
melalaikan itu)
10
Sementara itu, Moeljatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah :
“perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan itu harus
pula dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata
pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat”.
Sedangkan menurut Kanter dan Sianturi menyatakan bahwa :
“tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu, dan
keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam
dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta
dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab.
(dikutip dari buku “Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar,
Erdianto Efendi, S.H., M.Hum, hal.96-99, Maret 2011).
Menurut Vos (Adami Chazawi:2002:72-75) merumuskan bahwa
strafbaar feit adalah :
“suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan
perundang-undangan” (Martiman p.2, 1996:16).
J.E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana adalah :
“perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk)
yang
berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan
oleh orang dapat dipertanggungjawabkan” (1987;135).
Wirjono Projodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana adalah :
“suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana”
(1985:50)
Menurut Amir Ilyas (2012:28) bahwa tindak pidana ialah setiap
perbuatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. perbuatan tersebut dilarang oleh Undang-Undang (mencocoki
rumusan delik);
2. memiliki sifat melawan hukum; dan
11
3. tidak ada alasan pembenar.
1.2.
Jenis-Jenis Tindak Pidana
Menurut Teguh Prasetyo (2010:56-60) bahwa jenisjenis tindak pidana
itu ada 5 (lima) macam, yaitu :
a. Kejahatan dan Pelanggaran
KUHP menempatkan kejahatan dan pelanggaran di dalam buku kedua
dan ketiga tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut
kejahatan dan pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu
pengetahuan untuk memberikan dasarnya, tetapi tampaknya tidak ada
yang sepenuhnya memuaskan.
Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau
delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict
atau delik
undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang
dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti
pembunuhan,
melukai
orang
lain,
mencuri,
dan
sebagainya.
Sedangkan delik-delik undang-undang adalah melanggar apa yang
ditentukan oleh undang-undang, misalnya saja keharusan untuk
mempunyai SIM bagi yang mengendarai kendaraan bermotor dijalan
umum, atau mengenakan helm ketika mengendarai sepeda motor.
12
b. Delik Formal (Formil) dan Delik Material (Materiil)
Pada umumnya rumusan delik di dalam KUHP merupakan rumusan
yang selesai yaitu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya.
Delik formal adalah delik yang dianggap selesai dengan dilakukannya
perbuatan itu, atau dengan perkataan lain titik beratnya berada pada
perbuatan itu sendiri. Tidak dipermasalahkan apa perbuatannya,
sedangkan akibatnya hanya merupakan aksidentalia (hal yang
kebetulan). Contoh delik formal adalah Pasal 362 (pencurian), Pasal
160 (penghasutan), dan Pasal 209-210 (penyuapan). Jika seseorang
telah melakukan perbuatan mengambil dan seterusnya, dalam delik
pencurian sudah cukup. Juga jika penghasutan sudah dilakukan, tidak
peduli apakah yang dihasut benar-benar mengikuti hasutan itu.
Sebaliknya di dalam hukum materiil titik beratnya pada akibat yang
dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi,
bagaimana cara melakukan perbuatan itu tidak menjadi masalah.
Contohnya adalah Pasal 338 (pembunuhan), yang terpentng adalah
matinya seseorang. Caranya boleh dengan mencekik, menusuk,
menembak, dan sebagainya.
13
c. Delik Dolus dan Delik Culpa
Dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan (schuld) yang akan
dibicarakan tersendiri di belakang
1. Delik dolus / Opzet (sengaja) adalah delik yang memuat unsur
kesengajaan, rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata
yang tegas…. Dengan sengaja, tetapi mungkin juga dengan katakata lain yang senada, seperti…. Diketahuinya dan sebagainya.
Contohnya Pasal-Pasal 162, 197, 310, 338, dan masih banyak lagi.
Menurut Crimineel Wetboek Netherland Tahun 1809 (Pasal 11) yang
dikutip dari buku Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin Farid, ‘Hukum Pidana 1’
,bahwa opzet (sengaja) itu adalah “maksud untuk membuat sesuatu atau
tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh UndangUndang” (Utrecht 1960:301).
Sedangkan menurut Clark dan Marshall (op.cit.:243), bahwa telah
merupakan prinsip umum bahwa orang yang berkemampuan bertanggung
jawab mengetahui apa yang sedang dilakukannya, dan dianggap mempunyai
kesengajaan terhadap hasil atau akibat perbuatannya sesuai dengan lazim
terjadi atau sesuai dengan kemungkinan terjadinya”.
Penjelasan tentang kesengajaan (opzet) dikemukakan oleh Menteri
Kehakiman Netherland Mr. Modderman, yang tercatat di dalam Memorie van
14
Toelichting = Risalah Penjelasan WvS (van Hattum, 1953:259 sebagai “de
(bewuste) richting van den wil op een bepaald misdriff”, yaitu tujuan
kehendak yang disadari ke suatu kejahatan tertentu.
Untuk mengetahui benar atau tidaknya pendapat para sarjana hukum
pidana itu, maka perlu kita mempelajari dua teori ini, yaitu :
a. Teori Kehendak (Wilsttheorie)
Teori ini diajarkan oleh Von Hippel, guru besar di Gottingen, Jerman,
yang berpendapat bahwa Vorsatz (kesengajaan) adalah kehendak untuk
melakukan suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat karena
perbuatannya itu, seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang pidana.
b. Teori Membayangkan (Vorstellingstheorie)
Kalau teori kehendak diajarkan oleh Von Hippel pada tahun 1903
dalam bukunya berjudul “Die Grenze von Vorsatz und Fahrlassigkeit” maka
pada tahun 19078, Frank, seorang guru besar di Tubingen dalam karangan
berjudul “Ueber den Aufbau des Schuldbegriffs”, dalam Fesrschrift Giezen,
menentang teori Von Hippel. Berdasarkan alasan psikologis, tidaklah
mungkin suatu akibat dapat dikehendaki.
Menurut rumus Frank (Moeljatno.op.cit,:172) yang mengutip rumusan
tersebut Pompe sebagai berikut:
15
“Kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsure-unsur yang
diperlukan menurut rumusan wet (de wil tot handelen bij voorstelling
van de tot de wettelijke omschhrijving behoorende bestanddelen”
Untuk
membuktikan
kesengajaan
pembuat
delik
dengan
menggunakan teori bayangan (teori pengetahuan menurut Moeljatno), maka
Moeljatno (op.cit:173,174) menganjurkan untuk menempuh dua jalan, yaitu :
1. Membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa antara
motif dan tujuan
2. Pembuktian adanya penginsyafan atau pengertian terhadap apa yang
dilakukan beserta akibat dan keadaan-keadaan yang menyertainya.
Vos (Utrecht.op.cit:305) memberikan definisi sengaja sebagai maksud
sebagai berikut :
“Sengaja sebagai maksud terjadi jikalau pembuat
delik
mengkehendaki akibat perbuatannya dengan kata lain, andaikata pembuat
sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan
terjadi, maka sudah tentu ia tidak pernah melakukan perbuatannya”.
c. Delik Commissionis dan Delik Omissionis
Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana sesungguhnya dikenal pula
berbagai pembedaan delik, diantaranya delik comisi dan delik omisi. Delik
commissionis yaitu terjadinya delik dengan melakukan perbuatan yang
dilarang oleh suatu peraturan hukum pidana. Sedangkan delik omisi yaitu
terjadinya delik dengan tidak melakukan perbuatan padahal seharusnya
melakukan perbuatan.
16
d. Delik Aduan dan Delik Biasa
Delik aduan (klachtdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya
hanya
dilakukan
atas
dasar
adanya
pengaduan
dari
pihak
yang
berkepentingan atau terkena. Terdapat dua (2) jenis delik aduan, yaitu delik
aduan absolut yang penuntutannya hanya berdasarkan pengaduan dan delik
aduan relatif disini karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dan
korban.
e. Jenis Delik Aduan yang Lain
1. Delik berturut-turut (voortgezet delict), yaitu tindak pidana yang
dilakukan berturut-turut.
2. Delik yang berlangsung terus: misalnya tindak pidana merampas
kemerdekaan orang lain. Cirinya adalah perbuatan terlarang itu
berlangsung memakan waktu.
3. Delik berkualifikasi (gequalificeerd), yaitu tindak pidana dengan
pemberatan, misalnya pencurian, penganiayaan berat.
4. Delik dengan privilege (gepriviligeerd delict), yaitu delik dengan
peringanan.
5. Delik politik, yaitu tindak pidana yang berkaitan dengan Negara
sebagai keseluruhan, seperti terhadap keselamatan kepala Negara
dan sebagainya.
17
6. Delik propria, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang
mempunyai kualitas tertentu. Seperti hakim, ibu, pegawai negeri
sipil, ayah, majikan,dan lain-lain yang disebutkan dalam KUHP.
1.3.
Unsur-Unsur Tindak Pidana
Menurut Moeljatno dalam Erdianto Effendi (2011:98-99), dapat
diketahui unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :
1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia
2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang-undang
3. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum (melawan hukum)
4. Harus
dilakukan
oleh
seseorang
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada si pembuat.
Sementara itu, Lobby Loqman
menyatakan bahwa unsur-unsur
tindak pidana meliputi :
a. Perbuatan manusia baik aktif maupun pasif
b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang
c. Perbuatan itu dianggap melawan hukum
d. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan
e. Pelakunya dapat dipertanggung jawabkan
Sedangkan menurut EY Kanter dan SR Sianturi, unsur-unsur tindak
pidana adalah :
1.
2.
3.
4.
Subjek
Kesalahan
Bersifat melawan hukum (dan tindakan)
Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undangundang /perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam
dengan pidana
5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya)
18
Menurut rumusan R. Tresna dalam Adami Chazawi (2002:80), tindak
pidana terdiri dari unsur-unsur yaitu :
1. Perbuatan / rangkaian perbuatan (manusia)
2. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
3. Diadakan tindakan penghukuman
Sedangkan menurut Vos dalam Adami Chazawi (2002:80), unsurunsur tindak pidana yaitu:
1. Kelakukan manusia;
2. Diancam dengan pidana;
3. Dalam peraturan perundang-perundangan
Menurut Jonkers (penganut paham monism) dalam adami Chazawi
(2002:81) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah :
a.
b.
c.
d.
Perbuatan (yang)
Melawan hukum (yang berhubungan dengan);
Kesalahan (yang dilakukan oelh orang yang dapat)
Dipertanggungjawabkan
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat
diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Unsur tingkah laku;
Unsur melawan hukum;
Unsur kesalahan;
Unsur akibat konstitutif;
Unsur keadaan yang menyertai;
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
Unsur objek hukum tindak pidana;
Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
19
1.4.
Locus Delicti dan Tempus Delicti
LOCUS DELICTI
Yurisprudensi mengenal 3 (tiga) macam teori locus delicti, yaitu :
1. Teori perbuatan materiil ; perbuatan madi
2. Teori alat
3. Teori akibat
1. Teori Perbuatan Materiil
Delicta Commissionis (delik-delik yang diwujudkan dengan berbuat
aktif) pada umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat (dader)
mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsur pertanggungjawaban pidana
(criminal liability). Tempat dan waktu terjadinya delictaomissionis (delik yang
hanya dapat diwujudkan dengan perbuatan pasif atau tidak berbuat atau
berbuat lain daripada yang diperintahkan oleh hukum) terwujud di tempat dan
waktu pembuat seharusnya berbuat menurut perintah hukum pidana.
2. Teori Alat
Azenwijse paard-arrest, H.R. pada tanggal 6 April 1915 (N.J.1915,
p.427) memutuskan bahwa tempat (locus delicti) terwujudnya delik ialah
tempatdimana alat (instrument) bekerja. Hoge Raad di Netherland menganut
ajaran tersebut. Di Jerman, teori alat tersebut theorie der langen Hand (hr. :
20
teori tangan panjang) dan di Netherland disebut der leer van her instrument
(ajaran tentang alat).
Pengertian alat, instrument, langen Hand, dapat berupa binatang,
benda, bahkan orang yang tidak mampu bertanggung jawab (misalnya orang
sakit jiwa atau kanak-kanak yang belum mengetahui baik dan buruknya
(Hazenwinkel-Suringa, 1973:170)
Menurut pendapat Hazenweikel-Suringa (1973:loc.cit) bahwa teori alat
berguna antara lain untuk melindungi kepentingan Negara dari serangan
orang asing. Theorie v/h instrument, teori tangan panjang atau teori alat
paling baik diterapkan terhadap delik pers, dalam hal pembuat tulisan yang
menghina seseorang di dalam negeri (Pasal 310 s/d 319 KUHP). Percetakan
(kalau memenuhi persyaratan Pasal 62 ayat 1 KUHP) merupakan alat
instrument, sedangkan pembuatnya berada di luar negeri. Pembuat delik
pers tersebut barulah dapat dituntut di Indonesia lalu ditangkap atau ia
diserahkan oleh negara asing, tempat orang yang menulis karangan
(lembaga uitlevering=penyerahan tertuduh). Teori alat telah digunakan oleh
H.R dalam arrestnya tanggal 6 April 1915. Menurut Utrecht (1961:239), teori
alat merupakan tambahan (aanvulling) teori perbuatan materiil.
3. Teori Akibat
21
Menurut Hazenwinkel-Suringa (1973-171) untuk delik-delik materiil,
yaitu yang mensyaratkan terwujudnya suatu akibat substansil, teori yang
paling cocok digunakan ialah teori sebab-akibat.
Kadang-kadang juga teori alat tak dapat memberikan penyelesaian
yang dikehendaki, karena tidak ada alat yang digunakan. Juga teori
perbuatan materiil tidak dapat memecahkan persoalan. Oleh ilmu hukum
pidana dibuatkan teori lain, yaitu teori akibat. Menurut teori ini, maka locus
delicti ialah tempat terwujudnya akibat. Dalam hal ini ajaran sebab dan akibat
memegang peranan.
Ajaran tentang de meervoudige locus delicti, yaitu beberapa (lebih dari
satu) tempat yang dterima sebagai tempat terwujudnya delik. Dalam
hubungan ini perlu diperhatikan pendapat van Hamel (1927:212) yang
mengemukakan bahwa harus diterima sebagai locus delicti, adalah :
1.
tempat
seseorang
pembuat
(dader)
telah
melakukan
perbuatannya yang dilarang (atau yang diperintahkan) oleh
undang-undang pidana;
2.
tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja;
3.
tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud; dan
4.
tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud
22
TEMPUS DELICTI
Menurut Jonkers (1946:87) dikemukakan bahwa untuk menentukan
tempus delicti, saat terwujudnya delik, maka teori-teori tentang locus delicti
berlaku
juga.
Hanya
Jonkers
(sama
dengan
Hazenwinkel-Suringa)
mengemukakan bahwa untuk melengkapi ketiga teori tersebut, maka
diperlukan satu teori atau ajaran lagi untuk mengatasi masalah kesulitan
penentuan waktu dan tempat delicti seperti telah dikemukakan oleh
Hazenwinkel-Suringa tersebut di atas.
Jonkers berkesimpulan bahwa teori tempus (dan locus) delicti yang
jamak (meervoudige tempus delicti) yang harus digunakan oleh hakim, oleh
karena hakim dapat menilai perkara demi perkara yang dihadapinya, dan
untuk tiap kasus dapat diputusnya sesuai dengan sifat khususnya.
2.Deelneming (Penyertaan)
2.1.
Pengertian
Doktrin Hukum Pidana Klasik menekankan bahwa unsur yang lebih
dominan apabila terjadi suatu peristiwa pidana adalah unsur subjektif yang
ada pada diri si pelaku. Yang lebih berperan atas suatu kejahatan adalah
fikiran atau sikap batin (mens rea). Oleh karena itu, andai kata ada orang
yang menganjurkan dengan orang yang melakukan, maka hukuman yang
23
dapat dijatuhkan akan lebih berat kepada si penganjur daripada si pelaku
lapangan.
Pasal 55 KUHP menyatakan :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang
turut serta melakukan perbuatan
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman kekerasan, ancaman atau penyesatan,
atau dengan member kesempatan, sarana atau keterangan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan;
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan
sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Sedangkan Pasal 56 menyatakan:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan;
2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yang berarti
bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan tindak pidana atau dengan
perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bahagian untuk mewujudklan
suatu tindak pidana. Secara luas dapat disebutkan bahwa seseorang turut
serta ambil bagian dalam hubungannya dengan orang lain, untuk
mewujudkan suatu tindak pidana, mungkin jauh sebelum terjadinya
(misalnya:merencakan), dekat sebelum terjadinya (misalnya:menyuruh atau
24
menggerakkan untuk melakukan, memberikan keterangan dan sebagainya),
pada saat terjadinya (misalnya:turut serta, bersama-sama melakukan atau
seseorang itu dibantu oleh orang lain) atau setelah terjadinya suatu tindak
pidana (menyembunyikan pelaku atau hasil tindak pidana).
2.2.
Bentuk-Bentuk Penyertaan (Deelneming)
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua
pembagian besar, yaitu:
a. Pembuat / Dader (Pasal 55) yang terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
Pelaku;
Yang menyuruh melakukan (doenpleger);
Yang turut serta (medepleger);
Penganjur (uitlokker);
b. Pembantu / Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari:
1. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan
Sehubungan
beberapa
dengan
pertanggungjawabannya,
maka
dikenal
penanggung jawab suatu tindak pidana yang masing-masing
berbeda pertanggung jawabannya. Berdasarkan hal itu, Mustafa Abdullah
dan Ruben Achmad menyatakan bahwa dalam hukum pidana dibedakan
beberapa macam penanggung jawab persitiwa pidana yang secara garis
besar dapat diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu:
1. Penanggung jawab penuh
2. Penanggung jawab sebagian
25
Penanggung jawab penuh adalah orang yang menyebabkan (turut
serta menyebabkan) peristiwa pidana, yang diancam dengan pidana setinggi
pidana pokoknya. Yang termasuk kategori penanggung jawab penuh adalah :
a. Dader, adalah penanggung jawab pidana atau orang yang
sikap tindaknya memenuhi semua unsure yang disebut
dalam perumusan tindak pidana, baik berupa delik materiil
maupun formil.
b. Mededader dan Medeplager, yaitu yang dikatakan Noyon da
Tresna
sebagai orang yang menjadi kawan
pelaku,
sedangkan Medeplager adalah orang yang ikut serta
melakukan tindak pidana. Perbedaannya adalah terletak
pada peranan orang-orang yang menciptakan/menyebabkan
peristiwa pidana tersebut.
c. Doenplager, adalah seseorang yang menyuruh orang lain
untuk melakukan suatu peristiwa pidana. Dalam bentuk ini,
yuridis merupakan suatu syarat bahwa orang yang disuruh
tersebut tidak mampu bertanggung jawab, jadi tidak dapat
dipidana.
d. Uitlokker, adalah orang yang membujuk orang lain supaya
melakukan
peristiwa
pidana
atau
dinamakan
juhga
26
perencana, intelectueel dader. Sedang orang yang dibujuk
adalah uitgelokte.
Sedangkan orang yang disebut sebagai penanggung jawab sebagian
adalah apabila seseorang bertanggung jawab atas bantuan, percobaan suatu
kejahatan yang diancam dengan pidana sebesar 2/3 pidana kejahatan yang
selesai. Termasuk dalam kategori ini meliputi:
a. Poger, orang yang melakukan poging (percobaan)
b. Medeplichtige, yaitu penanggung jawab bantuan.
1. Pelaku (Pleger)
Pelaku atau petindak adalah orang yang melakukan
sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan
dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan. Ia
melakukan dengan tangannya sendiri atas sesuatu yang
terjadi.
2. Orang yang Menyuruh Melakukan (Doenpleger)
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan
dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu
tidak dapat diminta pertanggungjawaban di depan hukum
pidana. Kalau orang yang disuruh sama kedudukan
hukumnya dengan orang yang menyuruh maka tidak
dinamakan dengan menyuruh melakukan, tetapi disebut
27
menganjurkan (uitloking), dan orang yang dianjurkan
disebut uitgelokte. Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
(1) alat yang dipakai adalah manusia, (2) alat yang
dipakai berbuat, (3) alat yang dipakai tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Orang yang Turut Serta (Medepleger)
Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan
sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya
sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta
tindak pidana adalah sama.
Syarat adanya medepleger:
a. Ada kerjasama secara sadar; kerjasama dilakukan
secara sengaja untuk melakukan tindak pidana.
b. Bekerjasama dan ditujukan kepada hal yang dilarang
undang-undang.
c. Ada
pelaksanaan
bersama
secara
fisik,
yang
menimbulkan selesainya yang bersangkutan.
Banyak tindak pidana yang memang dengan sendirinya tidak mungkin
dapat dilakukan oleh seseorang. Melainkan harus dilakukan oleh banyak
orang, minimal lebih dari seorang.
28
4. Penganjur (Uitlokker)
Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain
untuk
melakukan
menggunakan
suatu
tindak
sarana-sarana
pidana
dengan
yang ditentukan
oleh
undang-undang secara limitatif, yatu memberi atau
menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat,
kekerasan,
ancaman,
atau
penyesatan,
dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan
(Pasal 55 (1) angka 2)
5. Pembantuan (Medeplichtige)
Sebagaimana
disebutkan
dalam
Pasal 56
KUHP,
pembantuan ada dua jenis:
a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara
bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam
KUHP. Ini mirip dengan medepleger (turut serta),
namun perbedaannya terletak pada:
1. Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat
membantu/menunjang, sedang pada turut serta
merupakan perbuatan pelaksanaan.
2. Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja
memberi
bantuan
tanpa
disyaratkan
harus
kerjasama dan tidak bertujuan/berkepentingan
29
sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang
turut serta sengaja melakukan tindak pidana,
dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan
sendiri.
3. Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana
(Pasal 60 KUHP) sedangkan turut seta dalam
pelanggaran tetap dipidana.
4. Maksimum pidana pembantu adalah maksimum
pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga,
sedangkan turut serta dipidana sama.
b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang
dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana
atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran
(uitlokking). Perbedaannya pada niat/kehendak, pada
pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah
ada sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantui,
sedangkan dalam penganjuran kehendak melakukan
kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si
penganjur. Berbeda dengan pertanggungjawaban
pembuat yang semuanya dipidana sama dengan
pelaku, pembantu dipidana lebih ringan daripada
pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman
30
maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat [1]).
Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara
maksimal 15 tahun.
3. Cybercrime
3.1.
Pengertian
Menurut Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI,
Naskah Akademis Kejahatan Internet (2004:4) Pada masa awalnya,
cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Mengenai definisi
kejahatan
komputer
sendiri,
sampai
sekarang
para
sarjana
belum
sependapat mengenai pengertian atau definisi dari kejahatan komputer.
Bahkan penggunaan istilah tindak pidana untuk kejahatan pun masih belum
seragam. Beberapa sarjana menggunakan istilah “computer misuse”,
“computer abuse”, computer fraud”, “computer-related crime”, “computerassisted crime”, atau “computer crime”. Namun para sarjana pada waktu itu,
pada umumnya lebih menerima pemakaian istilah “computer crime” oleh
karena dianggap lebih luas dan biasa dipergunakan dalam hubungan
internasional.
(Dikutip
dari
Naskah
Akademis
Kejahatan
Internet
(cybercrimes), 2004. hal 4, Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI)
31
The British Law Commission, misalnya, mengartikan “computer fraud”
sebagai manipulasi komputer dengan cara apa pun yang dilakukan dengan
itikad buruk untuk memperoleh uang,barang, atau keuntungan lainnya atau
dimaksudkan untuk menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Mandell
membagi “computer crime” atas dua kegiatan, yaitu :
1. Penggunaan
komputer
untuk
melaksanakan
perbuatan
penipuan, pencurian, atau penyembunyian yang dimaksud
untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis,
kekayaan atau pelayanan;
2. Ancaman terhadap komputer itu sendiri, seperti pencurian
perangkat keras atau lunak, sabotase,dan pemerasan
The US Computer Crime Manual menggunakan “computer related
crime” disamping “computer crime”. Komisi Franken lebih condong
menggunakan “computer misuse” oleh karena “computer crime” lebih
membatasi pada perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang Hukum
Pidana, padahal perbuatan penyalahgunaan komputer dapat dilarang pula
oleh ketentuan lainnya. Dalam bahasa Belanda sering digunakan istilah
“computer
misbruik”
disamping
“computer
criminaliteit”.
Dengan
berkembangnya jaringan internet dan telekomunikasi kini dikenal istilah
“digital crimes” dan “cybercrime”
32
Bahwa menurut Kepolisian Inggris, cybercrime adalah :
“segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan criminal
dan/atau criminal berteknologi dengan menyalahgunakan kemudahan
teknologi digital”.
Sedangkan menurut Peter, Cyber Crime adalah :
‘the easy definition of cyber crime is crimes directed at a computer or a
computer system. The nature of cyber crime, however, is a far more
complex. As we will see later, cyber crime can take the form of simple
snooping into a computer virus into the wild. It may be malicious
vandalism by a disgruntled employee. Or it may be theft of data,
money, or sensitive information using a computer system’.
Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan
dunia maya adalah :
“jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi
informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan
sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat
keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang
disampaikan dan diakses pelanggan internet”. (dikutip dari internet,
http://business.fortunecity.com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm
)
3.2.
Bentuk-Bentuk Cybercrime
Menurut Abdul Wahid dan M.Labib dalam Budi Suhariyanto, (2012:14-
16)
Sesungguhnya
banyak
mengklasifikasi kejahatan
klasifikasi
tersebut
perbedaan
komputer
terdapat
diantara
para
(computer crime).
kesamaan
dalam
ahli
dalam
Ternyata
beberapa
hal.
dari
Untuk
memudahkan klasifikasi kejahatan komputer (cyber crime) tersebut, maka
dari beberapa klasifikasi dapat disimpulkan:
33
1. Kejahatan-kejahatan yang menyangkut data atau informasi
komputer
2. Kejahatan-kejahatan yang menyangkut program atau
software komputer.
3. Pemakaian fasilitas-fasilitas komputer tanpa wewenang
untuk kepentingan-kepentingan yang tidak sesuai dengan
tujuan pengelolaan atau operasinya
4. Tindakan-tindakan yang mengganggu operasi komputer
5. Tindakan merusak peralatan komputer atau peralatan yang
berhubungan dengan komputer atau sarana penunjangnya.
Secara umum terdapat beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan
erat dengan penggunaan teknologi informasi yang berbasis utama komputer
dan jaringan telekomunikasi ini, dalam beberapa literatur dan praktiknya
dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain :
1. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam
suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau
tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya.
2. Illegal Contens
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke
internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat
dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum
3. Data Forgery
34
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen yang tersimpan sebagai scriptless document melalui
internet.
4. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan
memasuki sistem jaringan komputer (computer network system)
pihak sasaran.
5. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, pengrusakan,
atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer, atau
sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6. Offense Againts Intellectual Property.
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual
yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan
tampilan pada webpage suatu situs milik orang lain secara illegal,
penyiaran suatu informasi di internet
yang ternyata merupakan
rahasia dagang orang lain dan sebagainya.
7. Infrengments of Privacy
35
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang
merupakan hal sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya
ditujukan terhadap keterangan seseorang pada formulir data
pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila
diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan korbannya secara
materiil maupun immaterial seperti nomor kredit, nomor PIN ATM,
cacat, atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Berdasarkan kriteria bentuk-bentuk kejahatan cyber di atas, maka
dapat diklasifikasikan lebih sederhana, bentuk-bentuk aktivitas kejahatan
komputer dapat dikelompokkan dalam dua golongan (besar-pen): penipuan
data dan penipuan program. Dalam bentuk pertama, data yang tidak sah
dimasukkan ke dalam sistem atau jaringan komputer atau data yang tidak
sah dan seharusnya di entry diubah sehingga menjadi tidak valid atau tidak
sah lagi. Fokus perhatian pada kasus pertama ini adalah adaanya pemalsuan
dan/atau pengrusakan data input dengan maksud untuk mengubah output.
Bentuk kejahatan yang kedua, yang relatif lebih canggih dan lebih berbahaya
adalah apabila seseorang mengubah program komputer baik dilakukan
langsung di tempat komputer tersebut berada maupun dilakukan secara
remote melalui jaringan komunikasi data. Pada kasus ini penjahat melakukan
penetrasi ke dalam sistem komputer dan selanjutnya mengubah susunan
program dengan tujuan menghasilkan keluaran (output) yang berbeda dari
36
seharusnya, meski program tersebut memperoleh masukan (input) yang
benar.
3.3.
Cybercrime di Indonesia
Menurut Budi Suhariyanto (2012:17-19) Peringkat Indonesia dalam
kejahatan di dunia maya (menggunakan internet) telah menggantikan posisi
Ukraina yang sebelumnya menduduki posisi pertama. Indonesia menempati
persentase tertinggi di dunia maya. Data tersebut berasal dari penelitian
Verisign, perusahaan yang memberikan pelayanan intelijen di dunia maya
yang berpusat di California, Amerika Serikat. Hal ini juga ditegaskan oleh Staf
Ahli Kapolri Brigjend Anton Tabah bahwa jumlah cybercime di Indonesia
adalah yang tertinggi di dunia. Indikasinya dapat dilihatt dari banyaknya
kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobobal sejumlah bank.
Menurut Budi Suhariyanto (2012:18-19) bahwa Kejahatan (cybercrime)
internet yang marak di Indonesia meliputi penipuan kartu kredit, penipuan
perbankan, defacing, cracking, transaksi seks, judi online, dan terorisme
dengan korban berasal dari luar negeri seperti AS, Inggris, Australia, Jerman,
Korea, serta beberapa daerah ditanah air. Menurut Roy Suryo (2001) kasuskasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis
berdasarkan modusnya, yaitu :
37
1. Pencurian Nomor Kredit
Menurut
Rommy
Alkatiry
(Wakil
Kabid
Informatika
KADIN)
penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain melalui internet merupakan
kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di
Indonesia. Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain memang tidak rumit
dan bisa dilakukan secara fisik atau online. Nama dan kartu kredit orang lain
yang diperoleh di berbagai tempat (restaurant, hotel, atau segala tempat
yang melakukan transaksi pembaayaran dengan kartu kredit) dimasukkan di
aplikasi pembelian barang di internet.
2. Memasuki, Memodifikasi, atau Merusak Homepage (Hacking)
Menurut John S. Tumiwa pada umumnya tindakan hacker di Indonesia
belum separah aksi diluar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas
masuk ke dalam suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan
penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati.
Diluar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak
database bank.
3. Penyerangan Situs atau E-Mail melalui Virus atau Spamming
Modus yang paling sering terjadi mengirim virus melalui email.
Menurut RM Roy Suryo, diluar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi
38
hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi
karena peraturan yang ada belum menjangkaunya.
4.
4.1.
Dokumen Elektronik / Informasi Elektronik
Pengertian
Dikutip dari penjelasan UU ITE No.11 tahun 2008 pasal 1 ayat (4)
bahwa Dokumen elektronik adalah :
“setiap informasi yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui
komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat difahami oleh orang yang mampu
memahaminya”.
Dikutip dari penjelasan UU ITE No.11 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1)
Informasi Elektronik adalah :
“satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),telegram, teleks,
telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode kkses, simbol,
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat difahami
oleh orang yang mampu memahaminya”.
4.2.
Asas dan Tujuan
Dikutip dari UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 3 bahwa Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan
asas:
39
a.
b.
c.
d.
e.
Kepastian Hukum
Manfaat
Kehati-hatian
Iktikad Baik
Kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi
Dikutip dari UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 4, Sedangkan
pemanfaaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
dengan tujuan untuk :
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
4.3.
Bentuk-Bentuk Dokumen Elektronik
-
File-file dalam program komputer, seperti tulisan, gambar,
spreadsheet, video, suara, dan lain-lain
4.4.
-
E-Contract
-
Digital Signature
-
Microfilm
-
E-mail
Hal-Hal yang Kurang Mendukung Dokumen Elektronik
40
Dokumen elektronik sangat mudah untuk dipublikasikan sehingga
diketahui lagi data mana yang original. Dokumen elektronik sebagai alat bukti
dikhawatirkan dapat dipalsukan dan nantinya akan muncul masalah tentang
keotentikan dokumen elektronik tersebut.
-
Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis,
dan
dapat
dianggap
melanggar
hukum,
melanggar
ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu
berita fitnah akan menghancurkan martabat atau harga diri
pihak lain. Hal-hal yang berhubungan dengan pornografi
atau pemuatan suatu informasi yang menurut rahasia
negara,
agitaso,
dan
propaganda
untuk
melawan
pemerintahan yang sah dan sebagainya.
-
Data Elektronik sebagai Alat Bukti Masih Dipertanyakan

Pengakuan
data
elektronik
sebagai
alat
bukti
di
pengadilan nampaknya masih dipertanyakan valitasnya.
4.5.

Belum adanya payung hukum.

Belum terjamin keadaan data.
Hal-Hal yang Mendukung Dokumen Elektronik
-
Online trading dalam kegiatan bursa efek;
41
-
Pengakuan microfilm sebagai media penyimpanan;
-
UNCITRAL menyusun draft untuk Konvensi Pembentukan
Kontrak Elektronik bertujuan :

Menghapuskan
hambatan
hukum
dalam
pembentukankontrak yang digunakan surat elektronik
dalam komunikasi.

Memperjelas atau mengadaptasi peraturan tradisional
dalam pembentukan kontrak untuk mengakomodasi
kenyataan dalam kontrak elektronik.
-
Adanya UU ITE yang mendukung penggunaan dokumen
elektronik;
-
Diterbitkannya Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi
Nomor56/KEP/M/KOMINFO/12/2003
Manajemen
Sistem
Dokumen
tentang
Elektronik
Panduan
tanggal
29
Desember 2003 sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2003;
-
Dengan adanya teknologi yang cukup canggih, dokumen
yang sengaja atau tidak sengaja terhapus dapat dilacak atau
dikembalikan. Hal ini terutama dalam penyelidikan suatu
kasus kriminal / penghilangan barang bukti;
42
-
Peranti lunak Dokumen Elektronik Memudahkan Kinerja
Banyak Profesi, contoh : 1.
spreadsheet (excel) untuk
proses akuntansi, 2. Visio drawing, autocad, dll untuk
menggambar (arsitektur),
-
Berupa penerapan teknologi watermark pada dokumen
elektronik. Sebuah tanda unik diletakkan secara permanen
ke dalam sebuah dokumen elektronik, dan harus memiliki
kemampuan untuk tidak terdeteksi melainkan oleh perangkat
yang diancam khusus untuk mendeteksi dan membaca
tanda tersebut.
5.
Kartu Kredit
5.1.
Pengertian
Pengertian kartu kredit dalam Expert Dictionary didefiniskan:
“kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk
memungkinkan
pembawanya
membeli
barang-barang
yang
dibutuhkannya secara hutang”.
Kata bithaqah (kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas
kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan
potongan kertas itu. Sementara kata I’timan secara bahasa artinya adalah
kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha
artinya semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap
peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu, ia
43
memberikan dana itu dalam bentukan pinjaman untuk dibayar secara
tertunda.
Secara terminologis definisi kartu kredit adalah kartu yang dikeluarkan
oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya
untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu
secara hutang. Kalau kita terjemahkan kata ‘kredit giro’ ini secara langsung
artinya kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada
pembawanya untuk mendapatkan pinjaman.
Menurut Kasmir (1998:338). Kartu kredit merupakan :
“Kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu
kredit diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai
alat pembayaran di berbagai tempat, seperti supermarket, pasar
swalayan, hotel, dan tempat-tempat lain”.
Kartu kredit adalah fasilitas yang mengeluarkan untuk perbanknan
untuk melakukan pembayaran tanpa perlu menggunakan uang cash,
sehingga jika dilakukan transaksi, maka pembayaran dapat dilakukan cukup
dengan menggunakan kartu tersebut. (http://www.total.or.id/info.php?kkcreditcard)
Kartu kredit adalah suatu hal yang berharga dikeluarkan oleh suatu
instansi atau bank tersendiri untuk dipergunakan oleh perorangan/nasabah,
yang mana isinya bisa memberikan hak dan kewajiban bagi pemegang kartu
kredit tersebut, yaitu, pemegang berhak dalam mendapatkan uang sesuai
44
dengan yang dikeluarkan bank atas kesepakatan bersama dan pemegang
kartu juga berkewajiban membayar atas seluruh atau sebagian uang tersebut
baik
secara
pelunasan
maupun
dengan
cara
dicicil.
(http://kartukreditmu.wordpress.com/2010/09/27/penawaran-jasapenyelesaian-permasalah-semua-kartu-kredit-kita-macet/)
Adapun pengertian kartu kredit yaitu suatu hal yang berharga atau
fasilitas keuangan yang dikeluarkan oleh suatu instansi/bank tersendiri untuk
dipergunakan oleh perorangan/nasabah yang mana isinya biasa memberikan
hak dan kewajiban bagi pemegang kartu tersebut yaitu pemegang kartu
berhak dalam mendapatkan uang sesuai dengan yang dikeluarkan bank atas
kesepakatan bersama dan pemegang kartu juga berkewajiban membayar
atas seluruh/sebagian uang tersebut tercantum baik secara pelunasan
maupun dengan cara diplat/dicicil.
5.2.
Sejarah Kartu Kredit
Dikutip
dari
(hukumperbankan.blogspot.com/2008/12).
Konsep
penggunaan kartu dalam transaksi perbankan ternyata telah dikenal lebih
dari 67 tahun yang lalu. Meski demikian, muatan teknologi tinggi baru dapat
muncul sekitar dekade 1970-an.
Pada tahun ini muncul pertama kali mesin ATM yang menandai
transaksi perbankan yang ditunjang oleh teknologi telekomunikasi secara
45
online untuk semua nasabah selama 24 jam, penuh tidak terputus. 30 (tiga
puluh tahun) kemudian gaya transaksi elektronik ini menjadi gaya hidup lebih
dari 90% transaksi perbankan di negara-negara maju.
Berikut ini sejarah perkembangan layanan kartu kredit yang ada di
dunia:
1. Tahun 1924, konsep penggunaan kartu dalam transaksi perbankan
telah mulai diperkenalkan. Beberapa tahun kemudian, metode
pemakaian kartu ini diikuti oleh 100 buah bank diseluruh dunia.
2. Tahun 1950, Dinners Club dan American Express menjadi kartu
yang menggunakan plastik pertama.
3. Tahun 1958, American Express menawarkan kredit untuk pasar
travel dan entertainment.
4. Tahun 1966, Bank of America menawarkan lisensi Kartu America
Bank ke bank-bank lain untuk membuat kartu pembayaran.
5. Tahun 1969, ATM (Automatic Teller Machine) pertama muncul di
Inggris.
6. Tahun 1970, ide pembuatan kartu kredit diterima secara luas.
7. Tahun 1977, Bank of America memberi lisensi kartu kredit yang
dipusatkan bersama secara resmi dibawah nama Visa
8. Tahun 1995, lebih dari 90% transaksi perbankan di America
dilakukan secara elektronik.
46
Saat ini di dunia kartu kredit diterbitkan oleh beberapa jaringan
internasional,
yaitu
VISA,
MASTERCARD,
DINNERS
CLUB
INTERNATIONAL, dan AMERICAN EXPRESS.
Untuk jaringannya sendiri saat ini yang paling luas adalah VISA,
terbukti dengan dipercaya menjadi sponsor Olimpiade Beijing 2008.
Saat ini yang berhak menerbitkan kartu kredit di Indonesia adalah
lembaga keuangan resmi seperti bank. Masing-masing penerbit memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk jenisnya sendiri,
adalah:
1. PLATINUM (limit paling tinggi tidak terbatas)
2. GOLD (limit menengah s.d. tinggi)
3. SILVER (limit rendah s.d. menengah)
4. KHUSUS, sepertiGolf Card, Manchester United card, dll
6.
Pidana dan Pemidanaan
Menurut Amir Ilyas (2012:95-96) Pemidanaan bisa diartikan sebagai
tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum
pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan
“pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman.
Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahat,
dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena pemidanaan itu
47
mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban, dan
juga masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme.
Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku
kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan
serupa.
Pemberian pidana atau pemidanaan dapat benar-benar terwujud
apabila melihat beberapa tahap perencanaan sebagai berikut :
1. Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang
2. Pemberian pidana oleh badan yang berwenang
3. Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.
Dalam masalah pemidanaan dikenal dua sistem atau cara yang biasa
diterapkan mulai dari jaman W.V.S. Belanda sampai dengan sekarang yakni
KUHP:
1. Bahwa orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam
tembok penjara. Ia harus diasingkan dari masyarakat ramai
terpisah dari kebiasaan hidup sebagaimana layaknya mereeka
bebas.
2. Bahwa selain narapidana dipidana, mereka juga harus dibina untuk
kembali bermasyarakat atau rehabilitasi.
Mengenai maksimum pidana penjara dalam KUHP adalah lima
belas tahun dan hanya boleh dilewati menjadi dua puluh tahun,
sedangkan minimum pidana penjara teratas adalah satu hari
48
sebagaimana diatur dalam Pasal 12 KUHP. Sedangkan mengenai
maksimum pidana kurungan adalah satu tahun dan hanya boleh
dilewati menjadi satu tahun empat bulan, dalam hal ada
pemberatan pidana karena pengulangan, perbarengan, atau
karena
ketentuan
Pasal
52-52a.
Adapun
minimum
pidana
kurungan adalah satu hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal
18 KUHP.
Lanjut menurut Andi Hamzah bahwa pidana merupakan karakteristik
hukum pidana yang membedakannya dengan hukum perdata. Dalam
gugatan perdata pada umumnya, pertanyaan timbul mengenai berapa besar
jika ada, tergugat telah merugikan penggugat dan kemudian pemulihan apa
jika ada yang sepadam untuk mengganti kerugian penggugat. Dalam perkara
pidana, sebaliknya, seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan
pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar
hukum (pidana).
Adapun tujuan pemidanaan sebagai pembalasan pada umumnya
dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang dengan jalan menjatuhkan
pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan. Namun
demikian, kita harus juga mementingkan tuntutan masyarakat,
yaitu
membentuk pergaulan hidup yang teratur sesuai dengan perasaan keadilan
yang ada pada orang. Oleh karena itu tujuan pemidanaan bukanlah untuk
49
membalas, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum, maka timbullah teori
pemidanaan.
Menurut Lamintang, pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran
tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu :
1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri.
2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatankejahatan,
3. Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan
kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang
lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Menurut Adami dalam Amir Ilyas (2012:97) terdapat beberapa teori
yang mebahas alasan-alasan yang membenarkan (justification) penjatuhan
hukuman (sanksi). Diantaranya adalah :
1. Teori absolute atau teori pembalasan (vergeldings theorien)
2. Teori relative atau tujuan (doeltheorien)
3. Teori gabungan (verenigingstheorien)
1. Teori Absolute atau Teori Pembalasan (vergeldings theorien)
Aliran ini yang menganggap sebagai dasar dari hukum pidana adalah
alam pikiran untuk pembalasan (vergelding atau vergeltung). Teori ini dikenal
pada akhir abad 18 yang mempunyai pengikut-pengikut seperti Immanuel
Kant, Hegel, Herbart, Stahl, dan Leo Polak.
Menurut Stahl dalam Amir Ilyas (2012:98) mengemukakan bahwa:
50
“Hukum adalah suatu aturan yang bersumber pada aturan Tuhan yang
diturunkan melalui pemerintahan Negara sebagai abdi atau wakil
Tuhan di dunia ini, karena itu Negara wajib memelihara dan
melaksanakan hukum dengan cara setiap pelanggaran terhadap
hukum wajib dibalas setimpal dengan pidana terhadap pelanggarnya”.
Lebih lanjut menurut Hegel dalam Amir Ilyas (2012:98) berpendapat
bahwa:
“Hukum atau keadilan merupakan suatu kenyataan (sebagai these).
Jika seorang melakukan kejahatan atau penyerangan terhadap
keadilan, berarti ia mengingkari kenyataan adanya hukum (anti these),
oleh karena itu harus diikuti oleh suatu pidana berupa ketidakadilan
bagi pelakunya (synthese) atau mengembalikan suatu keadilan atau
kembali tegaknya hukum (these)”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Herbart dalam Amir Ilyas (2012:99)
bahwa :
“Apabila kejahatan tidak dibalas maka akan menimbulkan
ketidakpuasan terhadap masyarakat. Agar kepuasaan masyarakat
dapat dicapai atau dipulihkan, maka adari sudut aethesthica harus
dibalas dengan penjatuhan pidana yang setimpal pada penjahat
pelakunya”.
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorien)
Teori ini yang memberikan dasar pikiran bahwa dasar hukum dari
pidana adalah terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Oleh karena pidana itu
mempunyai tujuan-tujuan tertentu, maka disamping tujuan lainnya terdapat
pula tujuan pokok berupa mempertahankan ketertiban masyarakat (de
handhaving der maatshappeljikeorde) Adapun juga yang merupakan
51
kombinasi atau gabungan teori pembalasan dan teori tujuan dinamakan teori
gabungan.
Mengenai cara mencapai tujuan itu ada beberapa paham yang
merupakan aliran-aliran dari teori tujuan yaitu prevensi khusus dan prevensi
umum. Prevensi khusus adalah bahwa pencegahan kejahatan melalui
pemidanaan dengan maksud mempengaruhi tingkah laku terpidana untuk
tidak melakukan tindak pidana lagi. Sedangkan prevensi umum bahwa
pengaruh pidana adalah untuk mempengaruhi tingkah laku anggota
masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana.
Teori-teori yang dimaksudkan dalam teori prevensi umum adalah
seperti yang ditulis oleh Lamintang dalam Amir Ilyas (2012:99) sebagai
berikut:
a. teori-teori yang mampu membuat orang jera, yang bertujuan untuk
membuat orang jera semua warga masyarakat agar mereka tidak
melakukan kejahatan ataupun pelanggaran-pelanggaran terhadap
kaedah-kaedah hukum pidana.
b. Ajaran mengenai pemaksaan secara psikologis yang telah
diperkenalkan oleh Anslm Fuerbach. Menurutnya ancaman
hukuman itu harus dapat mencegah niat orang untuk melakukan
tindak pidana, dalam arti apabila bahwa orang melakukan
kejahatan mereka pasti dikenakan sanksi pidana, maka mereka
pasti akan mengurungkan niat mereka untuk melakukan kejahatan.
Adapun menurut Van Hamel dalam Amir Ilyas (2012:100) bahwa
teori pencegahan umum ini adalah pidana yang ditujukan agar
orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat jahat.
52
Van Hamel membuat suatu gambaran tentang pemidanaan yang
bersifat pencegahan khusus, yakni:
a. Pidana adalah senantiasa untuk pencegahan khusus, yaitu
untuk menakut-nakuti orang-orang yang cukup dapat dicegah
dengan cara menakuti-nakutinya melalui pencegahan pidana itu
agar ia tidak melakukan niatnya.
b. Akan tetapi bila ia tidak dapat lagi ditakut-takuti dengan cara
menjatuhkan pidana, maka penjatuhan pidana harus bersifat
memperbaiki dirinya (reclasering)
c. Apabila bagi penjahat tersebut tidak dapat lagi diperbaiki, maka
penjatuhan pidana harus bersifat membinasakan atau membuat
mereka tidak berdaya.
d. Tujuan satu-satunya dari pidana adalah mempertahankan tata
tertib hukum didalam masyarakat.
3. Teori Gabungan (Vereningingstheorien)
Menurut teori gabungan pertimbangan tentang pemidanaan disamping
sebagai pembalasan juga dilihat kegunaannya bagi masyarakat. Misalnya
ada orang tersebut yang seharusnya dipidana mati itu dibatalkan.
Kelemahan teori absolut adalah :
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembuhan tidak
semua pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus
dipertimbangkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada.
b. Apabila yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan
maka mengapa hanya Negara saja yang memberikan pidana.
Kelemahan teori relatif adalah :
53
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan pula. Misalnya untuk mencegah
kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku
kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang berat sekedar untuk
menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana
bertentangan dengan keadilan.
b. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu sematamata
untuk
memperbaiki
si
penjahat,
masyarakat
yang
membutuhkan kepuasan dengan demikian diabaikan.
Teori gabungan yang pertama, menurut Pompe bahwa teori gabungan
harus menitikberatkan unsur pembalasannya. Pompe mengatakan:
“orang tidak boleh menutup mata pada pembalasan. Memang, pidana
dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi tetap ada cirricirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah
suatu sanksi, dan dengan demikian terikat dengan tujuan-tujuan
sanksi-sanksi itu. Dan karena itu hanya akan diterapkan jika
menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi
kepentingan umum”
Van Bemmelen pun menganut teori gabungan dengan mengatakan :
“Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan
masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara
tujuan. Jadi pidana dan tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan
untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan masyarakat.
Grotius
mengembangkan
teori
gabungan
yang
menitiberatkan
keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna
masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai
54
dengan beratnya perbuatan yang dilakukan terpidana dapat diukur,
ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.
Teori gabungan yang kedua yaitu menitikberatkan pertahankan tata
tertib masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang
ditimbulkannya dan gunanya juga tidak boleh lebih besar daripada yang
seharusnya.
Pidana bersifat pembalasan karena ia hanya dijatuhkan terhadap
delik-delik, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sukarela pembalasan
adalah sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan pidana adalah
melindungi kesejahteraan masyarakat.
Teori gabungan yang ketiga, yaitu memandang sama pembalasan dan
pertahanan tata tertib masyarakat. Gabungan kedua teori itu mengajarkan
bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum
dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.
6.1.
Jenis - Jenis Pidana
Jenis pidana tercantum di dalam Pasal 10 KUHP dalam Amir Ilyas
(2012:107-118). Jenis pidana ini berlaku juga bagi delik yang tercantum diluar
KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang (Pasal 103
KUHP). Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana
tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan,
55
kecuali jika dalam hal-hal tertentu. Pasal 10 KUHP berbunyi sebagai berikut.
Pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok
1.
2.
3.
4.
pidana mati
pidana penjara
pidana kurungan
pidana denda
b. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman
selain yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP.
1. Pidana Pokok:
a. Pidana Mati
Sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 11 KUHP yaitu :
“Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan pada leher
terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri”
b. Pidana Penjara
Menurut
Andi
Hamzah,
menegaskan
bahwa
“pidana
penjara
merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana
penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk
pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.
Sedangkan menurut P.A.F. Lamintang menyatakan bahwa :
56
“bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana pembatasan
kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan
menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan
dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata
tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan
dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar
peraturan tersebut”.
Dengan adanya pembatasan ruang gerak tersebut, maka secara
otomatis ada beberapa hak-hak kewarganegaraan yang juga ikut terbatasi,
seperti hak untuk memilih dan dipilih (dalam kaitannya dengan pemilihan
umum), hak memegang jabatan publik, dan lain-lain.
Masih banyak hak-hak kewarganegaraan lainnya yang hilang jika
seseorang beada dalam penjara sebagaimana yang dinyatakan oleh Andi
Hamzah, yaitu:
“Pidana penjara disebut pidana kehilangan kemerdekaan, bukan saja
dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka bepergian, tetapi juga
narapidana itu kehilangan hak-hak tertentu”, seperti :
1) Hak untuk memilih dan dipilih (lihat UU Pemilu). Di negara liberal
sekalipun demikian halnya. Alasannya ialah agar kemurnian
pemilihan terjamin, bebas dari unsur-unsur immoral dan perbuatanperbuatan yang tidak jujur;
2) Hak untuk memangku jabatan publik. Alasannya ialah agar publik
bebas dari perlakuan manusia yang tidak baik;
3) Hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan. Dalam hal ini
telah dipraktikkan pengendoran dalam batas-batas tertentu;
57
4) Hak untuk mendapat perizinan-perizinan tertentu, misalnya saja
izin usaha, izin praktik (dokter,pengacara,notaris,dan lain-lain);
5) Hak untuk mengadakan asuransi hidup;
6) Hak
untuk
tetap
dalam
ikatan
perkawinan.
Pemenjaraan
merupakan salah satu alasan untuk minta perceraian menurut
hukum perdata;
7) Hak
untuk
kawin,
meskipun
adakalanya
seseorang
kawin
sementara menjalani pidana penjara, namun itu merupakan
keadaan luar biasa dan hanya bersifat formalitas belaka; dan
8) Beberapa hak sipil yang lain.
c. Pidana Kurungan
Pidana kurungan membatasi kemerdekaan bergerak dari seorang
terpidana dengan mengurung orang tersebut di dalam sebuah
Lembaga Pemasyarakatan.
Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan
pidana penjara, ini ditentukan oleh Pasal 69 ayat (1) KUHP, bahwa
berat ringannya pidana ditentukan oleh urutan-urutan dalam Pasal
10 KUHP yang ternyata pidana kurungan menempati urutan ketiga.
Sesuai Pasal 18 KUHP, bahwa:
“paling sedikit satu hari dan paling lama setahun, dan jika ada
pemberatan karena gabungan atau pengulangan atau karena
ketentuan Pasal 52 dapat ditambah menjadi satu tahun empat
bulan. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun
empat bulan”.
58
d. Pidana Denda
Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi
pidana denda tersebut oleh Hakim / Pengadilan untuk membayar
sejumlah uang tertentu oleh karena ia telah melakukan suatu
perbuatan yang dapat dipidana.
2. Pidana Tambahan
Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana
pokok yang dijatuhkan, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam
hal-hal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu.
Menurut Hermin Hadiati bahwa ketentuan pidana tambahan ini
berbeda dengan ketentuan bagi penja Tuhan pidana pokok,
ketentuan tersebut adalah:
1) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan disamping pidana
pokok. Artinya, pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan sebagai
pidana satu-satunya.
2) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila di dalam
rumusan suatu perbuatan pidana dinyatakan dengan tegas
sebagai ancaman, ini berarti bahwa pidana tambahan tidak
diancamkan.
3) Pada setiap jenis perbuatan pidana, akan tetapi hanya
diancamkan kepada beberapa perbuatan pidana tertentu.
59
4) Walaupun diancamkan secara tegas di dalam perumusan suatu
perbuatan pidana tertentu, namun sifat pidana tambahan ini
adalah fakultatif. Artinya diserahkan kepada hakim untuk
menjatuhkannya atau tidak.
Pidana tambahan sebenarnya bersifat preventif. Ia juga bersifat
sangat khusus sehingga sering sifat pidananya hilang dan sifat
preventif inilah yang menonjol. Pidana tambahanpun sering
termasuk dalam kemungkinan mendapat grasi.
a. Pencabutan Hak - Hak Tertentu
Menurut ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang
dapat dicabut oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan
adalah:
1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang
tertentu;
2) Hak untuk memasuki angkatan bersenjata
3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum;
4) Hak menjadi penasehat atau pengurus atau penetapan
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu
atau pengampu pengawasan atas orang yang bukan anak
sendiri;
5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian
atau pengampuan atas anak sendiri;
6) Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.
b. Perampasan Barang-Barang Tertentu
Pidana perampasan barang-barang tertentu merupakan jenis
pidana harta kekayaan, seperti halnya pidana denda. Ketentuan
60
mengenai perampasan barang-barang tertentu terdapat dalam
Pasal 39 KUHP yaitu :
1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari
kejahatan atau yang disengaja dipergunakan untuk
melakukan kejahatan, dapat dirampas;
2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak
dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat
juga dijatuhan putusan perampasan berdasarkan hal-hal
yang telah ditentukan dalam undang-undang;
3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah
yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas
barang-barang yang telah disita.
c. Pengumuman Putusan Hakim
Pengumuman putusan hakim diatur dalam Pasal 43 KUHP yang
mengatur bahwa:
“apabila hakim memerintahkan agar putusan diumumkan
berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan umum yang
lainnya, harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan
perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan pengumuman
putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang
ditentukan undang-undang”
Pidana tambahan pengumuman putusan hakim ini dimaksudkan
terutama untuk pencegahan agar masyarakat terhindar dari kelihaian busuk
atau kesembronoan seorang pelaku. Pidana tambahan ini hanya dapat
dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan berlaku pasal-pasal tindak pidana
tertentu.
Di dalam KUHP hanya untuk beberapa jenis kejahatan saja yang
diancam dengan pidana tambahan ini yaitu terhadap kejahatan-kejahatan:
61
1) Menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang
keperluan Angkatan Perang dalam waktu perang.
2) Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang
yang membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau
karena alpa
3) Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain luka
atau mati
4) Penggelapan
5) Penipuan
6) Tindakan merugikan pemiutang.
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih penulis bertempat di Pengadilan Negeri
Makassar. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa Pengadilan
Negeri
tersebut
merupakan
tempat
diputus
perkara
No.69/PID.B/2012/PN.MKS yang merupakan objek sasaran kasus yang
diangkat oleh penulis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
penerapan hukum pidana terhadap kasus tersebut dan apa yang menjadi
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam proses penyusunan
proposa/skrispi ini adalah data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data dan informasi yang diperoleh secara
langsung melalui wawancara dengan para pakar, narasumber,
ataupun pihak-pihak yang terkait dengan penulisan proposal/skripsi ini.
2. Data sekunder adalah data atau dokumen yang diperoleh dari instansi
lokasi penelitian penulis.
63
Adapun sumber data yang penulis peroleh, yaitu melalui hasil
wawancara dengan Para Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang
memutus perkara ini, serta Panitera yang bersangkutan.
C. Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data
berdasarkan, yaitu :
1. Wawancara (interview), dilakukan dengan jalan mengadakan
wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang
memutus perkara tersebut, atau Panitera yang bersangkutan.
2. Penelitian
kepustakaan
(Library
Research),
yaitu
untuk
mengumpulan data-data melalui kepustakaan dengan membaca
referensi-referensi
hukum,
peraturan-peraturan
perundang-
undangan dan dokumen-dokumen dari instansi terkait untuk
memperoleh data sekunder.
D. Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh baik dari data primer maupun
sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya data tersebut
dituliskan secara deskriptif guna memberikan pemahaman yang jelas dan
terarah dari hasil penelitian.
64
E. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian empiris dan normative.
Tipe penelitian empiris adalah tipe penelitian yang bersumber langsung
mewawancarai hakim yang bersangkutan yang menangani kasus tersebut.
Sedangkan tipe normative adalah tipe penelitian yang bersumber dari buku,
undang-undang, majalah, dan lain-lain.
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Oleh Majelis Hakim Terhadap
Pelaku Pemindahan Dokumen Elektronik Milik Orang Lain
Putusan No. 69/PID.B/2012/PN.MKS
Sebelum penulis menguraikan mengenai penerapan hukum pidana
materiil dalam kasus putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS, maka perlu
diketahui terlebih dahulu posisi kasus dan penjatuhan putusan oleh majelis
hukum dengan melihat acara pemeriksaan biasa pada Pengadilan Negeri
Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini.
1. Posisi Kasus
Lili Hendrayani bersama-sama dengan Saksi TEO alias AKAP
pada hari Minggu tanggal 18 September 2011 dan pada hari JUmat
tanggal 23 September 2011 serta pada hari Kamis tanggal 6
Oktober 2011 atau setidak-tidaknya masih dalam bulan September
2011 sampai dengan bulan Oktober Tahun 2011 atau setidaktidaknya masih dalam tahun 2011 bertempat di Mall Panakkukang
tepatnya di Toko Gaudi, Kota Makassar atau setidaknya pada
tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Makassar yang berwenang mengadili, terdakwa
dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara
apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain.
Bahwa awalnya terdakwa diajak oleh Saksi TEO alias AKAP untuk
bekerjasama dalam mengambil data yang terdapat dalam kartu
Debit pembeli yang melakukan transaksi di took dimana terdakwa
bekerja sebagai supervisor dan atas hal tersebut terdakwa
dijanjikan akan diberikan imbalan sebesar Rp.75.000,- (tujuh puluh
lima ribu rupiah) untuk kartu ATM Silver dan untuk ATM Gold
sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dan untuk jenis
66
Platinum sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)
sedangkan untuk ATM yang lengkap dengan nomor PIN akan
diberikan imbalan sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Bahwa atas ajakan tersebut terdakwa kemudian menyanggupinya
dan pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas,
terdakwa yang merupakan Karyawan Gaudi pada tempat
sebagaimana tersebut di atas, menerima beberapa pembeli yang
melakukan transaksi dengan cara melakukan pembayaran dengan
menggunakan Debit diantaranya korban EMILIA BASONY
SARUNGGALLO,
korban
VIKTOR
TUNARSO,
korban
MUSDALIFA MEGA LESTARI yang masing-masing melakukan
transaksi dengan menggunakan Kartu Debit Bank Mandiri.
Bahwa setelah menerima kartu dari para korban tersebut kemudian
menggesekannya di Mesin EDC (Electronic Data Capture) untuk
kepentingan transaksi dan kemudian kembali menggesekkan kartu
tersebut ke mesin skimmer dimana mesin tersebut berfungsi untuk
mengambil data-data di kartu ATM milik para korban selanjutnya
data-data elektronik tersebut akan tersimpan di komputer kasir dan
oleh terdakwa data tersebut di copi untuk dipindahkan ke Flash
Disk selanjutnya data-data tersebut selanjutnya data-data tersebut
diserahkan kepada saksi AKAP melalui Email milik saksi AKAP
dengan alamat email [email protected] atau melalui Pr.
NURUNA dengan alamat email [email protected] atau
dikirimkan melalui alamat email istri AKAP dengan alamat email
[email protected] atau dapat diserahkan juga melalui sms ke
nomor HP (handphone) saksi AKAP dan oleh saksi AKAP
selanjutnya data tersebut diserahkan kembali kepada Lk. RUSLI
dan oleh Lk. RUSLI data-data tersebut dibuatkan Kartu ATM untuk
digunakan bertransaksi seolah-olah transaksi tersebut dilakukan
oleh para korban yang kartu ATM nya telah digandakan yaitu
dengan cara melakukan penarikan tunai melalui mesin ATM untuk
saksi EMYLIA BASO SARUNGALLO pada tanggal 7 Oktober 2011
sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah), tanggal 8 Oktober
2011 sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah),
dan tanggal 9 Oktober 2011 sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) dengan total transaksi sebesar Rp.13.500.000,- (tiga belas
juta lima ratus ribu rupiah) dan untuk korban MUSDALIFA MEGA
LESTARI juga ditarik secara bertahap melalui ATM yaitu pada
tanggal 10 Oktober 2011 sebesar Rp.3.500.000,- (tiga juta lima
ratus ribu rupiah), dan masih pada hari yang sama sebesar
Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan
67
Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga total transaksi sebesar
Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Lili Hendrayani bersama-sama dengan Saksi TEO alias AKAP
pada hari Minggu tanggal 18 September 2011 dan pada hari JUmat
tanggal 23 September 2011 serta pada hari Kamis tanggal 6
Oktober 2011 atau setidak-tidaknya masih dalam bulan September
2011 sampai dengan bulan Oktober Tahun 2011 atau setidaktidaknya masih dalam tahun 2011 bertempat di Mall Panakkukang
tepatnya di Toko Gaudi, Kota Makassar atau setidaknya pada
tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan negeri Makassar yang berwenang mengadili, terdakwa
dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara
apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain.
Bahwa awalnya terdakwa diajak oleh Saksi TEO alias AKAP untuk
bekerjasama dalam mengambil data yang terdapat dalam kartu
debit pembeli yang melakukan transaksi di tempat dimana
terdakwa bekerja sebagai supervisor dan atas hal tersebut
terdakwa dijanjikan akan diberikan imbalan sebesar Rp.75.000,(tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk kartu ATM Silver dan untuk
ATM Gold sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dan untuk
jenis Platinum sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu
rupiah) sedangkan untuk ATM yang lengkap dengan nomor PIN
akan diberikan imbalan sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu
rupiah);
Bahwa atas ajakan tersebut terdakwa kemudian menyanggupinya
dan pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas,
terdakwa yang merupakan Karyawan Gaudi pada tempat
sebagaimana tersebut di atas, menerima beberapa pembeli yang
melakukan transaksi dengan cara melakukan pembayaran dengan
menggunakan Debit diantaranya korban EMILIA BASONY
SARUNGGALLO,
korban
VIKTOR
TUNARSO,
korban
MUSDALIFA MEGA LESTARI yang masing-masing melakukan
transaksi dengan menggunakan Kartu Debit Bank Mandiri.
68
Bahwa setelah menerima kartu dari para korban tersebut kemudian
menggesekannya di Mesin EDC (Electronic Data Capture) untuk
kepentingan transaksi dan kemudian kembali menggesekkan kartu
tersebut ke mesin skimmer dimana mesin tersebut berfungsi untuk
mengambil data-data di kartu ATM milik para korban selanjutnya
data-data elektronik tersebut akan tersimpan di komputer kasirdan
oleh terdakwa data tersebut di copy untuk dipindahkan ke Flash
Disk selanjutnya data-data tersebut selanjutnya data-data tersebut
diserahkan kepada saksi AKAP melalui Email milik saksi AKAP
dengan alamat email [email protected] atau melalui Pr.
NURUNA dengan alamat email [email protected] atau
dikirimkan melalui alamat email istri AKAP dengan alamat email
[email protected] atau dapat diserahkan juga melalui sms ke
nomor HP (handphone) saksi AKAP dan oleh saksi AKAP
selanjutnya data tersebut diserahkan kembali kepada Lk. RUSLI
dan oleh Lk. RUSLI data-data tersebut dibuatkan Kartu ATM untuk
digunakan bertransaksi seolah-olah transaksi tersebut dilakukan
oleh para korban yang kartu ATM nya telah digandakan yaitu
dengan cara melakukan penarikan tunai melalui mesin ATM untuk
saksi EMYLIA BASO SARUNGALLO pada tanggal 7 Oktober 2011
sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah), tanggal 8 Oktober
2011 sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah),
dan tanggal 9 Oktober 2011 sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) dengan total transaksi sebesar Rp.13.500.000,- (tiga belas
juta lima ratus ribu rupiah) dan untuk saksi MUSDALIFA MEGA
LESTARI juga ditarik secara bertahap melalui ATM yaitu pada
tanggal 10 Oktober 2011 sebesar Rp.3.500.000,- (tiga juta lima
ratus ribu rupiah), dan masih pada hari yang sama sebesar
Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan
Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga total transaksi sebesar
Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)
Dakwaan :
Pertama : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam
dengan pidana Pasal 48 ayat (1) Jo. Pasal 32 ayat (1) UU Republik
Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP;
Atau Kedua
: Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana Pasal 48 ayat (2) Jo. Pasal 32 ayat (2) UU
Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
69
Transaksi Elektronik Jo.Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP.
Atau Ketiga
: Perbuatan terdakwa sebagiaman diatur
dan diancam pidana pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Nomor Registrasi Perkara : PDM06/MKS/EP.1/12/2011, yang pada pokoknya meminta kepada
Majelis Hakim untuk memutuskan :
1. Menyatakan terdakwa Lili Hendrayani terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana “secara tanpa hak
memindahkan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik milik orang lain” sebagaimana diatur dan diancam
pidana Kesatu : 48 ayat (1) Jo. Pasal 32 ayat (1) UU Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lili Hendrayani dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama
terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah untuk tetap
ditahan;
3. Menyatakan barang bukti berupa : 1(satu) lembar Kartu ATM
BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA milik
Helku Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA
milik Lili
Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna Hitam, 3
(buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone, 1 (buah) HP
(handphone) merek Blackberry Curve Gemini 3G warna hitam
dengan nomor panggil 087840015879, 1 (satu) buah HP Nokia
Type C 2, warna hitam dengan nomor panggil 087840200300, 1
(satu) unit komputer yang terdiri dari CPU merek Simbada dan
Monitor merek LG beserta dengan kabelnya milik toko Planet
Surf, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU dan monitor
milik Gaudi, 1 (satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna
hitam beserta charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai
sebesar Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari
Helky Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta
rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan
70
berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA
dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat, 3
(tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor
rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga)
lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening
1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah) buku
tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank BCA
dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing
dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama
terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat
4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar
Rp.2.000,4. Amar Putusan
MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa terdakwa Lili Hendrayani tersebut telah
terbukti secara sah dan meyakinkan berslaah melakukan tindak
pidana “Dengan sengaja dan melawan hukum mentransmisi,
memindahkan suatu informasi elektronik / dokumen elektronik
milik orang lain berulang kali”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5. Memerintahkan barang bukti berupa 1(satu) lembar Kartu ATM
BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA milik
Helku Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA
milik Lili
Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna Hitam, 3
(buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone, 1 (buah) HP
(handphone) merek Blackberry Curve Gemini 3G warna hitam
dengan nomor panggil 087840015879, 1 (satu) buah HP Nokia
Type C 2, warna hitam dengan nomor panggil 087840200300, 1
(satu) unit komputer yang terdiri dari CPU merek Simbada dan
Monitor merek LG beserta dengan kabelnya milik toko Planet
Surf, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU dan monitor
milik Gaudi, 1 (satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna
hitam beserta charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai
sebesar Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari
Helky Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta
rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan
71
berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA
dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat, 3
(tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor
rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga)
lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening
1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah) buku
tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank BCA
dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing
dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama
terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat
6. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar
Rp.2.000,5. Komentar Penulis
Menurut penulis surat dakwaan yang disusun oleh penuntut
umum telah memenuhi syarat formal dan materiil surat dakwaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 2 KUHP, yaitu
harus memuat tanggal dan ditanda tangani oleh penuntut umum
serta identitas lengkap terdakwa, selain itu juga harus memuat
uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak
pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat pidana dilakukan. Penyusunan surat dakwaan penuntut
umum harus bersifat cermat atau teliti terutama yang berkaitan
dengan
penerapan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku agar tidak terjadi kekurangan atau kekeliruan yang
mengakibatkan batalnya surat dakwaan.
72
Terdakwa dalam kasus ini berdasarkan surat dakwaan penuntut
umum, dikenakan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat 1 UU RI
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektroniik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP tersebut maka perbuatan terdakwa haruslah memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Unsur Setiap Orang :
Unsur setiap orang adalah yang ditujukan kepada manusia
sebagai subjek hukum yang bersifat jasmani dan rohani dan
mampu bertanggung jawab / dapat dipertanggung jawabkan
secara hukum dan diajukan sebagai terdakwa ke persidangan.
2.
Unsur dengan Sengaja :
Bahwa yang dimaksud “dengan sengaja” atau “opzetilijk”,
undang-undang juga tidak memberikan pengertian pengertian
yang jelas tentang maknanya, akan tetapi dalam doktrin hukum
pidana diketahui bahwa “dengan sengaja” atau “opzitilijk”
haruslah menunjukkan adanya hubungan sikap batin pelaku,
baik dengan wujud perbuatannya maupun akibat dari
perbuatannya.
Bahwa hubungan sikap batin pelaku baik dengan wujud
perbuatannya maupun dengan akibat perbuatannya dapat
dilihat dalam 2 (dua) teori yaitu teori kehendak (wills theorie)
yang menitikberatkan kepada apa yang dikehendaki dan teori
pengetahuan (voorstellings theorie), yang menitik beratkan
pada apa yang diketahuinya;
Bahwa dari kedua teori tersebut diatas dapat ditarik suatu
tafsiran bahwa “dengan sengaja” atau “opzetilijk” diartikan
bahwa menghendaki terjadinya perbuatan yang dimaksud dan
pelaku sadar atau mengetahui bahwa dari perbuatan yang
dikehendakinya itu dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain
dan hal ini yang lebih mengetahui terdakwa sendiri.
73
3. Unsur dengan cara apapun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik public
:
Bahwa unsur ke-3 tersebut adalah bersifat alternatif, artinya cukup
salah satu dari rumusan unsur tersebut yang harus dibuktikan.
4. Unsur Melakukan,
Melakukan :
Menyuruh
Melakukan
atau
Turut
Bahwa berdasarkan fakta persidangan sebagaimana telah
dipertimbangkan di atas ternyata bahwa terdakwa telah menyuruh
Fitriani, Kasir Toko Gaudy yang berada dibawah pengawasannya
untuk menggesekannya kartu ATM Customer pada alat skimmer
yang telah terdakwa pasang pada komputer kasir toko Gaudy
tersebut, kemudian terdakwa melakukan sendiri perbuatan
transmisi dan memindahkan data-data kartu ATM milik customer
yang telah tersimpan dalam alat skimmer tersebut ke dalam
flashdisk dan mengirimkan datanya kepada Irda Firdaus (AKAP)
melalui email, dengan menggunakan komputer toko Gaudy termpat
terdakwa bekerja.
Bahwa dengan demikian terbukti bahwa terdakwa adalah sebagai
orang yang melakukan sendiri atau pelaku yang memindahkan
atau mentransmisi data ATM miik orang lain dan menyerahkan
kepada orang lain
Bahwa oleh karena itu maka unsur Pasal 55 ayat (1) KUHP telah
terbukti dan terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.
5. Unsur Perbarengan beberapa perbuatan yang
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri
harus
Bahwa yang dimaksud dengan perbarengan disini adalah
beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai
perbuatan tersendiri-tersendiri yang masing-masing memiliki
kejahatan yang terancam dengan hukuman utama yang sejenis.
Bahwa oleh karena iitu maka menurut Majelis, unsur Pasal 65 ayat
1 ke-1 KUHP telah terpenuhi.
74
Bahwa menurut penulis penerapan hukum pidana materiil yang
dijatuhkan oleh majelis hakim kepada terdakwa sudah sesuai dengan
dakwaan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu melanggar
Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Republik Indonesia No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65
ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Bahwa hakim
menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan.
Menurut penulis juga hukuman minimal yang dijatuhkan oleh
majelis hakim sudah sesuai menurut peraturan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 yang telah ditetapkan dari hukuman maksimal
selama 8 (delapan) tahun penjara dan/atau denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,-
(dua
miliar
rupiah).
Hanya
saja
penulis
berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim
kepada terdakwa masih kurang dari harapan penulis. Majelis hakim
hanya menjatuhkan hukuman 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan. Menurut
penulis disini dari hukuman yang dijatuhkan kurang efek jera bagi
terdakwa.
Dan
terdakwa
dikhawatirkan
mengulang
kembali
perbuatannya. Serta tidak menimbulkan rasa takut bagi orang lain
untuk melakukan tindak pidana tersebut.
Bahwa setelah penulis memperhatikan alat bukti berupa kesaksian,
bukti tertulis, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa yang
75
dihadirkan pada saat sidang pemeriksaan serta barang-barang bukti yang
telah disita oleh pihak kepolisian, maka penulis memberikan pendapatnya
sendiri bahwa kepolisian telah melakukan langkah yang tepat menyita
barang bukti dari para korban. Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi
karena pihak kepolisian takut tersangka akan menghilangkan barang
bukti. Bahwa menurut penulis, delik yang tepat pada tindak pidana ini
adalah delik materiil. Ini dikarenakan bahwa kerugian telah ditimbulkan
dan dirasakan oleh korban daripada tindak pidana yang telah dilakukan
oleh tersangka. Bahwa seperti penulis kutip dari Koran Kompas (Sabtu,23
Maret 2013, hal 19) yang mengatakan bahwa Bank Indonesia
menekankan perlunya kartu debet yang dikeluarkan kalangan perbankan
nasional untuk segera bermigrasi dari basis pita
magnetic ke chip.
Langkah ini untuk meminimalisasi pencurian data seperti yang terjadi
baru-baru ini. Sesuai peraturan Bank Indonesia (BI), seluruh kartu kredit
yang beredar di Indonesia sudah menggunakan chip sejak tahun 20109.
Kartu debet diwajibkan memakain kartu chip per 1 Januari 2016.
Saat ini sejumlah bank yang menyediakan sistem pembayaran
yang menggunakan kartu kredit. Data BI per akhir tahun 2012, jumlah
kartu debit dan ATM mencapai 71 juta kartu. Sementara ada 17juta kartu
kredit. Informasi yang dihimpun Kompas, semula diduga ada sekitar 5.000
kartu yang dicuri datanya dengan kerugian sekitar Rp.100juta-Rp.200juta.
76
B.
Pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim dalam Menjatuhkan
Putusan No. 69/PID.B/2012/PN.MKS
Menimbang, dalam persidangan telah di dengar keterangan dari para
saksi dan korban yang memberikan keterangan dengan sumpah masingmasing pada pokoknya sebagai berikut :
1. Saksi Fitriani, pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
-
Bahwa kejadiannya bulan Agustus 2011 atau bulan
September 2011
-
Bahwa
benar saksi pernah menggesek kartu ATM milik
Customer, ke alat skimmer kemudian barulah digesek ke
mesin EDC dan saksi tidak pernah meminta no.PIN kepada
customer;
-
Bahwa kata terdakwa kalau ada customer yang berbelanja
pakai ATM, digesek dulu kartunya kea lat skimmer setelah
gesek muncul namanya di computer lalu saksi tanyakan
kepada customer atas nama ini ya, lalu yang sudah tergesek
di alat itu saksi simpan di dalam computer itu karena disuruh
oleh terdakwa, kemudian barulah digesek ke mesin EDC
dan kata terdakwa nanti terdakwa yang lihat apakah kartu itu
maestro atau tidak, karena saksi sebagai kasir takut
nantinya saksi nombok sebesar Rp.10.000,-
-
Bahwa setelah digesek kealat skimmer barulah kartu
digesek
ke
mesin
EDC
untuk
dikeluarkan
strok
pembayarannya untuk diberikan kepada customer dan
mengenai data yang disimpan tadi saksi tidak tahu menahu.
2. Saksi ADDI WIMBANDIOKO ASAH ; pada pokoknya sebagai
berikut :
77
-
Bahwa saksi tahu dengan terdakwa pada saat saksi
melakukan investigasi di toko tempat terdakwa bekerja pada
bulan Oktober 2011;
-
Bahwa
saksi
mengetahui
terdakwa
telah
melakukan
pencurian data karena ada laporan dari 3 orang nasabah
dan setelah dicek ternyata ada penggandaan kartu ATM;
-
Bahwa setiap transaksi itu mencurigakan karena ada
nasabah yang complain;
-
Bahwa setiap transaksi dicatat dalam sistem komputer.
-
Bahwa pada saat transaksi data dan PIN nya nasabah
diperhatikan dan setelah itu terdakwa menyimpan datanya
dengan cara kartu digesek 2 kali sedangkan biasanya kartu
hanya digesek 1 kali saja, namanya Mesin EDC.
-
Bahwa untuk transaksi wajar, kartu digesek ke mesin EDC
dan tidak diperlukan mesin skimmer tersebut;
3. Korban Emylia Basoni Sarungallo
-
Bahwa yang saksi ketahui tentang terdakwa ini yaitu saksi
sebagai korban Debit kartu sebanyak Rp.3.000.000,- pada
Bank Mandiri
-
Bahwa hal itu bisa terjadi karena korban telah melakukan
transaksi pada tanggal 23 September 2011 sekitar jam
09.00 malam di Toko Gaudi Mall Panakkukang
-
Bahwa kartu ATM korban terdebet di Surabaya tanggal 7
Oktober 2011 sebesar Rp.3.000.000,- padahal korban tidak
pernah berbelanja di Surabaya.
-
Bahwa
setelah
kartu
ATM
korban
terdebet,
korban
mengecek saldonya, uang korban terdebet Rp.3.000.000,-
78
pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011, kemudian pada
hari Senin korban buatkan keluhan nasabah di bank Mandiri.
4. Korban Viktor Tunarso
-
Bahwa kejadiannya pada hari Senin tanggal 10 Oktober
2011,di Kantor Bank Mandiri Cabang Stella Maris.
-
Bahwa jumlah uang korban yang berkurang tersebut
sebesar Rp.13.500.000,-
-
Bahwa pada tanggal 18 September 2011, korban melakukan
transaksi pembayaran harga baju yang korban belikan untuk
cucunya dengan menggunakan kartu ATM Gold Bank
Mandiri saksi senilai Rp.427.200,-
-
Bahwa korban tidak perhatikan kartu ATM tersebut digesek
di alat apa saja oleh karyawan Toko Gaudi yang melayani
korban karena saat itu korban hanya bilang korban bayar
dengan menggunakan kartu debit dan karyawan Gaudi
tersebut melakukan transaksi dengan kartu korban.
-
Bahwa terhadap uang korban yang hilang dari rekeningnya
korban melakukan keberatan ke Bank Mandiri, dan Bank
Mandiri menjelaskan bahwa ada transaksi pada tanggal 7
Oktober 2011 senilai Rp.4.000.000,-, tanggal 8 Oktober
senilai Rp.4.500.000,- dan tanggal 9 Oktober 2011 senilai
Rp.5.000.000,-, namun korban menolak telah melakukan
transaksi tertanggal dan senilai di atas tersebut, sehingga
dari
Bank
Mandiri
Cabang
Kartini
meminta
korban
menunggu sebab masalah korban akan dilaporkan ke kantor
pusat di Jakarta,
-
Bahwa korban tidak pernah melakukan transaksi pada
tanggal 7 Oktober 2011 senilai Rp.4.000.000,-, tanggal 8
79
Oktober 2011 senilai Rp.4.500.000,-, dan tanggal 9 Oktober
senilai Rp.5.000.000,- dengan menggunakan kartu ATMnya.
-
Bahwa korban sudah lupa apakah saudari Lili Hendrayani
yang melayani korban saat itu di Toko Gaudi Mall
Panakkukang Makassar atau bukan yang pasti korban ingat
seorang perempuan;
-
Bahwa korban tidak pernah melihat atau mengetahui alat
apa skimmer tersebut karena korban baru lihat setelah
diperiksa oleh penyidik.
5. Korban Musdalifah Mega Lestari
-
Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2011, malah hari korban
melakukan transaksi pembayaran harga baju di Toko Gaudi
Mall Panakkukang Makassar dengan menggunakan kartu
ATM Bank Mandiri senilai Rp.445.400,-
-
Bahwa kejadiannya pada hari Senin, tanggal 10 Oktober
2011, sekitar jam 12.30 Wita di ATM BNI, Jalan Latimojong
Kota Makassar
-
Bahwa jumlah uang korban yang berkurang sebesar
Rp.13.000.000,-
-
Bahwa terhadap uang korban yang hilang dari rekeningnya
selanjutnya korban melakukan keberatan dan melapor ke
Bank Mandiri, dan selanjutnya Bank Mandiri menjelaskan
bahwa ada transaksi pada tanggal 10 Oktober 2011 senilai
Rp.3.500.000,- Rp.4.500.000,- dan senilai Rp.5.000.000,sehingga totalnya senilai Rp.13.000.000,- namun korban
menolak telah melakukan transaksi tertanggal dan senilai di
atas tersebut sehingga dari Bank Mandiri Kartini meminta
80
korban menunggu sebab masalah saksi akan dilaporkan ke
Kantor Pusat di Jakarta.
-
Bahwa korban tidak pernah melakukan transaksi pada
tanggal 10 Oktober 2011 senilai Rp.13.000.000,- dengan
menggunakan kartu ATMnya;
-
Bahwa terhadap LILI HENDRAYANI salah satu karyawan
Toko
Gaudi
Mall
Panakkukang
Makassar,
setelah
diperlihatkan fotonya korban kenali bahwa yang menggesek
kartu ATMnya saat melakukan transaksi adalah Saudari LILI
HENDRAYANI tersebut.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi orang lain
dan dapat menghilangkan kepercayaan orang kepada
lembaga perbankan serta meresahkan masyarakat.
Hal yang meringankan :
1. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
2. Terdakwa belum pernah dihukum;
3. Terdakwa masih muda dan masih dapat diharap
merubah kelakuannya domasa yang akan datang;
Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan
bersalah maka Terdakwa juga harus dibebani membayar
biaya perkara ini.
Mengingat dan memperhatikan Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32
ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal
65 ayat 1 KUHP dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP serta ketentuan-ketentuan Hukum lain yang
berhubungan dengan perkara ini;
MENGADILI :
Menyatakan bahwa terdakwa Lili Hendrayani tersebut telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
81
tindak pidana “Dengan sengaja dan melawan hukum
mentransmisi, memindahkan suatu informasi elektronik
/ dokumen elektronik milik orang lain berulang kali”
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Memerintahkan barang bukti berupa 1(satu) lembar Kartu
ATM BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA
milik Helki Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA milik
Lili Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna
Hitam, 3 (buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone,
1 (buah) HP (handphone) merek Blackberry Curve Gemini
3G warna hitam dengan nomor panggil 087840015879, 1
(satu) buah HP Nokia Type C 2, warna hitam dengan nomor
panggil 087840200300, 1 (satu) unit komputer yang terdiri
dari CPU merek Simbada dan Monitor merek LG beserta
dengan kabelnya milik toko Planet Surf, 1 (satu) unit
komputer yang terdiri dari CPU dan monitor milik Gaudi, 1
(satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna hitam beserta
charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai sebesar
Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari Helky
Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta
rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan
berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA
dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat,
3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor
rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga)
lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor
rekening 1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah)
buku tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank
BCA dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing
dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama
terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat.
Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara
sebesar Rp.2.000,-
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
83
Setelah melalui pembahasan dan hasil penelitian yang telah
ditemukan dan dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan hukum pidana materiil terhadap kasus Tindak Pidana
Memindahkan Dokumen Elektronik Milik Orang Lain, penerapan
ketentuan pidananya pada perkara ini, adalah yaitu Pasal 48 ayat
1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat 1
KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP telah sesuai dan sudah tepat
yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Dan mengenai
pertanggung jawaban pidananya, terdakwa dianggap mampu
bertanggung jawab, menyadari perbuatannya tersebut telah
melanggar hukum, terdakwa sehat jasmani dan rohani dalam
menjalani hukuman.
2. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam menjatuhkan
sanksi pidana terhadap pelaku pencurian dokumen elektronik milik
orang lain dalam perkara
Nomor 69/PID.B/2012/PN.MKS telah
sesuai menurut aturan-aturan yang terkait dengan pasal yang di
dakwakan oleh jaksa penuntut umum, serta berdasarkan analisis
yuridis, fakta-fakta persidangan, alat bukti baik berupa keterangan
saksi-saksi, barang bukti, keterangan terdakwa, petunjuk serta
diperkuat dengan keyakinan hakim sendiri. Serta dilihat mulai dari
84
proses penyelidikan, penyidikan, hingga sampai persidangan
terdakwa dianggap kooperatif. Selain itu terdakwa mengakui
secara terus terang perbuatannya, terdakwa belum pernah
dihukum sebelumnya, dan juga terdakwa masih muda dan masih
diharapkan dapat merubah kelakuannya dimasa yang akan datang.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan
penulisan skripsi ini adalah :
1. Penulis sangat mengharapkan kepada segenap aparat penegak
hukum agar setiap pelaku kejahatan (khususnya tindak pidana
memindahkan dokumen elektronik milik orang lain) sekiranya bisa
ditindak tegas dan dijatuhi sanksi yang mampu membuat para
pelaku tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Pemberian efek jera
dan daya cegah dimaksud agar pemberian sanksi pidana yang
tajam diharapkan dapat memberikan efek prevensi general yaitu
masyarakat akan berusaha mentaati hukum disamping adanya
efek jera bagi terpidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi.
Selain efek jera, hakim juga harus mempertimbangkan adanya
pembinaan, pengasingan, dan pembalasan dalam menjatuhkan
hukuman
sehingga kejahatan
ini tidak akan
terulang lagi
dikemudian hari.
85
2. Selain pemberian sanksi pidana yang tajam kepada pelaku, untuk
menghindari terjadinya tindak pidana memindahkan dokumen
elektronik milik orang lain. Selain itu, perlunya kepada para
konsumen
yang
hendak
berbelanja
di
pusat
perbelanjaan
(shopping center) dengan menggunakan kartu kredit atau kartu
ATM agar semakin berhati-hati, jikalau memungkinkan kepada para
konsumen agar selalu menyediakan uang cash (uang tunai) untuk
menghindari kejahatan seperti ini terulang lagi. Dan juga kepada
para customer agar selalu waspada dan tidak serta merta langsung
memberikan
kartu
debit/visa
yang
digunakan
sebagai
alat
pembayaran kepada orang lain tanpa memperhatikan terlebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
86
Abdul Wahid dan M. Labib, 2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime. Refika
Aditama, Bandung
Adami Chazawi, 2001, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori
Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum PIdana: Pelajaran Hukum
Pidana.Rajawali Press. Jakarta
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana I : Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan. Rangkang
Education dan PuKAP Indonesia. Yogyakarta
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana II. Rangkang Education dan
PuKAP Indonesia. Yogyakarta
Andi Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum Pidana 1. Sinar Grafika. Jakarta
Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime):
Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya. Rajawali Press. Jakarta
Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar, PT.
Refika Aditama, Bandung
E.Y.Kanter dan R.Sianturi, 1982, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Alumni AHM-PTHM. Jakarta
Lilik Mulyadi,2007. Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoritis, Praktik, dan
Permasalahannya. Alumni. Bandung
M.Arsyad Sanusi, 2007. Konvergensi Hukum dan Teknologi Informasi
(Sebuah Torehan Empiris-Yuridis). Indonesia Rearch. Jakarta
Moeljatno, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum
Pidana. Bina Aksara, Jakarta
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad. 1989. Intisari Hukum Pidana. Ghaka
Indonesia. Jakarta
P.A.F.Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya
Bakti. Bandung
Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah AgungRI). 2004.Naskah
Akademis Kejahatan Internet (Cybercrimes)
S.R.Sianturi, 1986. Asas-Asas Hukum Pidana
Penerapannya. Alumni Ahaem, Petehaem. Jakarta
di
Indonesia
dan
87
Teguh Prasetyo. 2010. Hukum Pidana. Rajawali Press. Jakarta
Wirjono Projodikoro, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika
Aditama. Bandung
Perundang-undangan:
KUHP dan KUHAP beserta penjelasannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Majalah / Internet :
(http://business.fortunecity.com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm)
(http://www.total.or.id/info.php?kk-creditcard)
(http://kartukreditmu.wordpress.com/2010/09/27/penawaran-jasa
penyelesaian-permasalah-semua-kartu-kredit-kita-macet/)
(http://hukumperbankan.blogspot.com/2008/12)
Koran Kompas “Percepat Kartu Debet Pakai Cip” (Sabtu, 23 Maret 2013,
hal 19)
88
Download