BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan Tekonologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentukbentuk peraturan hukum yang baru (Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Menimbang Point C) Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh belahan dunia. Tidak hanya Negara maju saja, namun Negara berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi informasi pada masyarakatnya masing-masing, sehingga teknologi informasi mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Teknologi digital yang digunakan untuk mengimplementasikan dunia siber memiliki kelebihan dalam hal duplikasi atau regenerasi. Data digital dapat direproduksi dengan sempurna seperti aslinya tanpa mengurangi kualitas data aslinya. Hal ini sulit dilakukan dalam teknologi analog, dimana kualitas data lebih baik daripada duplikatnya. 1 Bahwa latar belakang adanya Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik atau yang biasa disingkat dengan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 ini adalah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan- perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu. Proses globasisasi tersebut membuat suatu fenomena yang mengubah model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang ini dengan internet. Penggunaan dan pemanfaatan Tekonologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan demi kepentingan nasional. Serta peran pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-niai 2 agama, dan sosial budayya masyarakat Indonesia.(Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Point D) Menurut M.Arsyad Sanusi (2007:419) materi muatan (substansi) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah dibentuk di Indonesia adalah materi-materi yang mengatur lebih lanjut ketentuan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 28F Amandemen Keempat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia” Dengan demikian dipahami bahwa materi muatan atau subtansi UU Informasi dan Transaksi Elektronik adalah turunan dari ketentuan yang telah digariskan dalam Pasal 28F Amandemen Keempat UUD Negara Republik Indonesia 1945. Sehingga ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik mencakup ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan komunikasi dan kegiatan memperoleh informasi, yang meliputi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 3 Kejahatan pada dasarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat atau seperti Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya. Betapapun kita mengetahui banyak tentang faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang perkembangannya terus sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu kejahatan telah diterima sebagai suatu fakta, baik pada masyarakat yang paling sederhana (primitive) maupun pada masyarakat yang modern yang merugikan masyarakat. Semakin maju dan modern kehidupan masyarakat, maka semakin maju dan modern pula jenis dan modus operandi kejahatan yang terjadi di masyarakat. Hal ini seolah membenarkan suatu adagium, bahwa “dimana ada masyarakat disitu ada kejahatan”. Faktanya adagium tersebut memang terbukti. Realitas perkembangan kehidupan masyarakat di satu sisi menampakkan potret yang sebenarnya, bahwa setiap tahapan perkembangan yang terjadi di tengah perubahan sosial bisa diniscayakan diikuti dengan berbagai kenyataan lain yang kurang menyenangkan, sebab realitas tidak menyenangkan ini adalah berbentuk perilaku yang menyimpang. 4 UU ITE merupakan payung hukum bagi semua aktivitas dan transaksi di internet dan media elektronik misalnya memindahkan dokumen elektronik milik orang lain. Bahwa aturan ini tertuang dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE No.11 Tahun 2008, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik” Bahwa yang dimaksud dengan hukum siber (cyber law) adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber law sendiri merupakan istilah yang berasal dari cyberspace law. Secara akademis, terminology “cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi yang sepenenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminology lain untuk tujuan yang sama seperti The law of internet, law of information superhighway, information technology of law, the law of information, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminology “cyber law”. Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan 5 dari “cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan HukumTelematika (Telekomunikasi dan Informatika). Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatah hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfataan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanafaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.(Dikutip dari Penjelasan Umum UU ITE No.11 Tahun 2008). 6 Bahwa semenjak adanya UU ITE ini, telah terjadi kejahatan di Kota Makassar yang melanggar UU ITE No.11 Tahun 2008 dengan memperhatikan Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Adanya penganjuran dari tersangka utama yang saat ini tersangka utamanya melarikan diri menganjurkan (uitlokker) seorang perempuan yang bernama Lili Heryani untuk turut serta melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja dan melawan hukum mentransmisi, memindahkan suatu informasi elektronik / dokumen elektronik milik orang lain berulang kali). Bahwa terdakwa telah dijatuhkan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun, 3 (tiga) bulan. Menurut UU ITE No.11 Tahun 2008, Isi dari Pasal 48 ayat 1 adalah “Setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)” Sedangkan isi dari Pasal 32 ayat 1 UU ITE No.11 Tahun 2008 adalah “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan.atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik. 7 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materiil oleh hakim terhadap pelaku pemindahan dokumen elektronik milik orang lain dalam Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam menerapkan hukuman terhadap pelaku pemindahan dokumen elektronik milik orang lain dalam Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS 2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS D. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan hasil penelitian ini akan menambah kepustakaan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan penelitian hukum pada umumnya, dan dalam bidang hukum pidana pada khususnya 2. Diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna agar kejadian ini tidak terulang dikemudian hari. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tindak Pidana 1.1. Pengertian Menurut Amir Ilyas (2012:19) Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar, dan feit. Yang masing-masing memiliki arti: Straf diartikan sebagai pidana dan hukum Baar diartikan sebagai dapat dan boleh Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, perbuatan. pelanggaran, dan Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Menurut Erdianto Effendi, (2011:97-99) istilah tindak pidana adalah terjemahan paling umum untuk istilah strafbaar feit dalam bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Andi Zainal Abidin Farid adalah salah seorang ahli hukum pidana Indonesia yang tidak sepakat dengan penerjemahan strafbaar feit menjadi tindak pidana. Adapun alasannya sebagai berikut : a. Tindak tidak mungkin dipidana, tetapi yang melakukanlah yang dapat dijatuhi pidana 9 b. Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, tindak adalah kata benda dan pidana juga kata benda. Yang lazim ialah kata benda selalu diikuti kata sifat misalnya kejatan berat, perempuan cantik, dan lain-lain c. Istilah strafbaar feit sesungguhnya bersifat eliptis yang kalu diterjemahkan secara harfiah adalah peristiwa yang dapat dipidana, oleh Van Hattum bahwa sesungguhnya harus dirumuskan feit terzake van hetwelk een person strarfbaar is, yang berarti peristiwa yang menyebabkan seseorang dapat dipidana. Istilah criminal act lebih tepat karena ia hanya menunjukkan sifat kriminalnya perbuatan. Terjemahan atas istilah strafbaar feit ke dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan berbagai istilah misalnya tindak pidana, delik, peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana, strafbaar feit, dan sebagainya. Menurut Simons, tindak pidana adalah : “suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentang dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab”. Menurut Pompe “strafbaar feit” secara teoritis dapat merumuskan sebagai suatu : “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum” yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatugan hukumannya terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. Menurut E. Utrecht “strafbaar feit” dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu) 10 Sementara itu, Moeljatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah : “perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan itu harus pula dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat”. Sedangkan menurut Kanter dan Sianturi menyatakan bahwa : “tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab. (dikutip dari buku “Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar, Erdianto Efendi, S.H., M.Hum, hal.96-99, Maret 2011). Menurut Vos (Adami Chazawi:2002:72-75) merumuskan bahwa strafbaar feit adalah : “suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan” (Martiman p.2, 1996:16). J.E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana adalah : “perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang dapat dipertanggungjawabkan” (1987;135). Wirjono Projodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana adalah : “suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana” (1985:50) Menurut Amir Ilyas (2012:28) bahwa tindak pidana ialah setiap perbuatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. perbuatan tersebut dilarang oleh Undang-Undang (mencocoki rumusan delik); 2. memiliki sifat melawan hukum; dan 11 3. tidak ada alasan pembenar. 1.2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Menurut Teguh Prasetyo (2010:56-60) bahwa jenisjenis tindak pidana itu ada 5 (lima) macam, yaitu : a. Kejahatan dan Pelanggaran KUHP menempatkan kejahatan dan pelanggaran di dalam buku kedua dan ketiga tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan dasarnya, tetapi tampaknya tidak ada yang sepenuhnya memuaskan. Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti pembunuhan, melukai orang lain, mencuri, dan sebagainya. Sedangkan delik-delik undang-undang adalah melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang, misalnya saja keharusan untuk mempunyai SIM bagi yang mengendarai kendaraan bermotor dijalan umum, atau mengenakan helm ketika mengendarai sepeda motor. 12 b. Delik Formal (Formil) dan Delik Material (Materiil) Pada umumnya rumusan delik di dalam KUHP merupakan rumusan yang selesai yaitu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya. Delik formal adalah delik yang dianggap selesai dengan dilakukannya perbuatan itu, atau dengan perkataan lain titik beratnya berada pada perbuatan itu sendiri. Tidak dipermasalahkan apa perbuatannya, sedangkan akibatnya hanya merupakan aksidentalia (hal yang kebetulan). Contoh delik formal adalah Pasal 362 (pencurian), Pasal 160 (penghasutan), dan Pasal 209-210 (penyuapan). Jika seseorang telah melakukan perbuatan mengambil dan seterusnya, dalam delik pencurian sudah cukup. Juga jika penghasutan sudah dilakukan, tidak peduli apakah yang dihasut benar-benar mengikuti hasutan itu. Sebaliknya di dalam hukum materiil titik beratnya pada akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, bagaimana cara melakukan perbuatan itu tidak menjadi masalah. Contohnya adalah Pasal 338 (pembunuhan), yang terpentng adalah matinya seseorang. Caranya boleh dengan mencekik, menusuk, menembak, dan sebagainya. 13 c. Delik Dolus dan Delik Culpa Dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan (schuld) yang akan dibicarakan tersendiri di belakang 1. Delik dolus / Opzet (sengaja) adalah delik yang memuat unsur kesengajaan, rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata yang tegas…. Dengan sengaja, tetapi mungkin juga dengan katakata lain yang senada, seperti…. Diketahuinya dan sebagainya. Contohnya Pasal-Pasal 162, 197, 310, 338, dan masih banyak lagi. Menurut Crimineel Wetboek Netherland Tahun 1809 (Pasal 11) yang dikutip dari buku Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin Farid, ‘Hukum Pidana 1’ ,bahwa opzet (sengaja) itu adalah “maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh UndangUndang” (Utrecht 1960:301). Sedangkan menurut Clark dan Marshall (op.cit.:243), bahwa telah merupakan prinsip umum bahwa orang yang berkemampuan bertanggung jawab mengetahui apa yang sedang dilakukannya, dan dianggap mempunyai kesengajaan terhadap hasil atau akibat perbuatannya sesuai dengan lazim terjadi atau sesuai dengan kemungkinan terjadinya”. Penjelasan tentang kesengajaan (opzet) dikemukakan oleh Menteri Kehakiman Netherland Mr. Modderman, yang tercatat di dalam Memorie van 14 Toelichting = Risalah Penjelasan WvS (van Hattum, 1953:259 sebagai “de (bewuste) richting van den wil op een bepaald misdriff”, yaitu tujuan kehendak yang disadari ke suatu kejahatan tertentu. Untuk mengetahui benar atau tidaknya pendapat para sarjana hukum pidana itu, maka perlu kita mempelajari dua teori ini, yaitu : a. Teori Kehendak (Wilsttheorie) Teori ini diajarkan oleh Von Hippel, guru besar di Gottingen, Jerman, yang berpendapat bahwa Vorsatz (kesengajaan) adalah kehendak untuk melakukan suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat karena perbuatannya itu, seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang pidana. b. Teori Membayangkan (Vorstellingstheorie) Kalau teori kehendak diajarkan oleh Von Hippel pada tahun 1903 dalam bukunya berjudul “Die Grenze von Vorsatz und Fahrlassigkeit” maka pada tahun 19078, Frank, seorang guru besar di Tubingen dalam karangan berjudul “Ueber den Aufbau des Schuldbegriffs”, dalam Fesrschrift Giezen, menentang teori Von Hippel. Berdasarkan alasan psikologis, tidaklah mungkin suatu akibat dapat dikehendaki. Menurut rumus Frank (Moeljatno.op.cit,:172) yang mengutip rumusan tersebut Pompe sebagai berikut: 15 “Kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsure-unsur yang diperlukan menurut rumusan wet (de wil tot handelen bij voorstelling van de tot de wettelijke omschhrijving behoorende bestanddelen” Untuk membuktikan kesengajaan pembuat delik dengan menggunakan teori bayangan (teori pengetahuan menurut Moeljatno), maka Moeljatno (op.cit:173,174) menganjurkan untuk menempuh dua jalan, yaitu : 1. Membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa antara motif dan tujuan 2. Pembuktian adanya penginsyafan atau pengertian terhadap apa yang dilakukan beserta akibat dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Vos (Utrecht.op.cit:305) memberikan definisi sengaja sebagai maksud sebagai berikut : “Sengaja sebagai maksud terjadi jikalau pembuat delik mengkehendaki akibat perbuatannya dengan kata lain, andaikata pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi, maka sudah tentu ia tidak pernah melakukan perbuatannya”. c. Delik Commissionis dan Delik Omissionis Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana sesungguhnya dikenal pula berbagai pembedaan delik, diantaranya delik comisi dan delik omisi. Delik commissionis yaitu terjadinya delik dengan melakukan perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum pidana. Sedangkan delik omisi yaitu terjadinya delik dengan tidak melakukan perbuatan padahal seharusnya melakukan perbuatan. 16 d. Delik Aduan dan Delik Biasa Delik aduan (klachtdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atau terkena. Terdapat dua (2) jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolut yang penuntutannya hanya berdasarkan pengaduan dan delik aduan relatif disini karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dan korban. e. Jenis Delik Aduan yang Lain 1. Delik berturut-turut (voortgezet delict), yaitu tindak pidana yang dilakukan berturut-turut. 2. Delik yang berlangsung terus: misalnya tindak pidana merampas kemerdekaan orang lain. Cirinya adalah perbuatan terlarang itu berlangsung memakan waktu. 3. Delik berkualifikasi (gequalificeerd), yaitu tindak pidana dengan pemberatan, misalnya pencurian, penganiayaan berat. 4. Delik dengan privilege (gepriviligeerd delict), yaitu delik dengan peringanan. 5. Delik politik, yaitu tindak pidana yang berkaitan dengan Negara sebagai keseluruhan, seperti terhadap keselamatan kepala Negara dan sebagainya. 17 6. Delik propria, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kualitas tertentu. Seperti hakim, ibu, pegawai negeri sipil, ayah, majikan,dan lain-lain yang disebutkan dalam KUHP. 1.3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Moeljatno dalam Erdianto Effendi (2011:98-99), dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : 1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia 2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang 3. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum (melawan hukum) 4. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan 5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada si pembuat. Sementara itu, Lobby Loqman menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi : a. Perbuatan manusia baik aktif maupun pasif b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang c. Perbuatan itu dianggap melawan hukum d. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan e. Pelakunya dapat dipertanggung jawabkan Sedangkan menurut EY Kanter dan SR Sianturi, unsur-unsur tindak pidana adalah : 1. 2. 3. 4. Subjek Kesalahan Bersifat melawan hukum (dan tindakan) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undangundang /perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana 5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya) 18 Menurut rumusan R. Tresna dalam Adami Chazawi (2002:80), tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yaitu : 1. Perbuatan / rangkaian perbuatan (manusia) 2. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 3. Diadakan tindakan penghukuman Sedangkan menurut Vos dalam Adami Chazawi (2002:80), unsurunsur tindak pidana yaitu: 1. Kelakukan manusia; 2. Diancam dengan pidana; 3. Dalam peraturan perundang-perundangan Menurut Jonkers (penganut paham monism) dalam adami Chazawi (2002:81) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah : a. b. c. d. Perbuatan (yang) Melawan hukum (yang berhubungan dengan); Kesalahan (yang dilakukan oelh orang yang dapat) Dipertanggungjawabkan Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Unsur tingkah laku; Unsur melawan hukum; Unsur kesalahan; Unsur akibat konstitutif; Unsur keadaan yang menyertai; Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana; Unsur objek hukum tindak pidana; Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana; Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. 19 1.4. Locus Delicti dan Tempus Delicti LOCUS DELICTI Yurisprudensi mengenal 3 (tiga) macam teori locus delicti, yaitu : 1. Teori perbuatan materiil ; perbuatan madi 2. Teori alat 3. Teori akibat 1. Teori Perbuatan Materiil Delicta Commissionis (delik-delik yang diwujudkan dengan berbuat aktif) pada umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat (dader) mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsur pertanggungjawaban pidana (criminal liability). Tempat dan waktu terjadinya delictaomissionis (delik yang hanya dapat diwujudkan dengan perbuatan pasif atau tidak berbuat atau berbuat lain daripada yang diperintahkan oleh hukum) terwujud di tempat dan waktu pembuat seharusnya berbuat menurut perintah hukum pidana. 2. Teori Alat Azenwijse paard-arrest, H.R. pada tanggal 6 April 1915 (N.J.1915, p.427) memutuskan bahwa tempat (locus delicti) terwujudnya delik ialah tempatdimana alat (instrument) bekerja. Hoge Raad di Netherland menganut ajaran tersebut. Di Jerman, teori alat tersebut theorie der langen Hand (hr. : 20 teori tangan panjang) dan di Netherland disebut der leer van her instrument (ajaran tentang alat). Pengertian alat, instrument, langen Hand, dapat berupa binatang, benda, bahkan orang yang tidak mampu bertanggung jawab (misalnya orang sakit jiwa atau kanak-kanak yang belum mengetahui baik dan buruknya (Hazenwinkel-Suringa, 1973:170) Menurut pendapat Hazenweikel-Suringa (1973:loc.cit) bahwa teori alat berguna antara lain untuk melindungi kepentingan Negara dari serangan orang asing. Theorie v/h instrument, teori tangan panjang atau teori alat paling baik diterapkan terhadap delik pers, dalam hal pembuat tulisan yang menghina seseorang di dalam negeri (Pasal 310 s/d 319 KUHP). Percetakan (kalau memenuhi persyaratan Pasal 62 ayat 1 KUHP) merupakan alat instrument, sedangkan pembuatnya berada di luar negeri. Pembuat delik pers tersebut barulah dapat dituntut di Indonesia lalu ditangkap atau ia diserahkan oleh negara asing, tempat orang yang menulis karangan (lembaga uitlevering=penyerahan tertuduh). Teori alat telah digunakan oleh H.R dalam arrestnya tanggal 6 April 1915. Menurut Utrecht (1961:239), teori alat merupakan tambahan (aanvulling) teori perbuatan materiil. 3. Teori Akibat 21 Menurut Hazenwinkel-Suringa (1973-171) untuk delik-delik materiil, yaitu yang mensyaratkan terwujudnya suatu akibat substansil, teori yang paling cocok digunakan ialah teori sebab-akibat. Kadang-kadang juga teori alat tak dapat memberikan penyelesaian yang dikehendaki, karena tidak ada alat yang digunakan. Juga teori perbuatan materiil tidak dapat memecahkan persoalan. Oleh ilmu hukum pidana dibuatkan teori lain, yaitu teori akibat. Menurut teori ini, maka locus delicti ialah tempat terwujudnya akibat. Dalam hal ini ajaran sebab dan akibat memegang peranan. Ajaran tentang de meervoudige locus delicti, yaitu beberapa (lebih dari satu) tempat yang dterima sebagai tempat terwujudnya delik. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan pendapat van Hamel (1927:212) yang mengemukakan bahwa harus diterima sebagai locus delicti, adalah : 1. tempat seseorang pembuat (dader) telah melakukan perbuatannya yang dilarang (atau yang diperintahkan) oleh undang-undang pidana; 2. tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat bekerja; 3. tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud; dan 4. tempat sesuatu akibat konstitutif telah terwujud 22 TEMPUS DELICTI Menurut Jonkers (1946:87) dikemukakan bahwa untuk menentukan tempus delicti, saat terwujudnya delik, maka teori-teori tentang locus delicti berlaku juga. Hanya Jonkers (sama dengan Hazenwinkel-Suringa) mengemukakan bahwa untuk melengkapi ketiga teori tersebut, maka diperlukan satu teori atau ajaran lagi untuk mengatasi masalah kesulitan penentuan waktu dan tempat delicti seperti telah dikemukakan oleh Hazenwinkel-Suringa tersebut di atas. Jonkers berkesimpulan bahwa teori tempus (dan locus) delicti yang jamak (meervoudige tempus delicti) yang harus digunakan oleh hakim, oleh karena hakim dapat menilai perkara demi perkara yang dihadapinya, dan untuk tiap kasus dapat diputusnya sesuai dengan sifat khususnya. 2.Deelneming (Penyertaan) 2.1. Pengertian Doktrin Hukum Pidana Klasik menekankan bahwa unsur yang lebih dominan apabila terjadi suatu peristiwa pidana adalah unsur subjektif yang ada pada diri si pelaku. Yang lebih berperan atas suatu kejahatan adalah fikiran atau sikap batin (mens rea). Oleh karena itu, andai kata ada orang yang menganjurkan dengan orang yang melakukan, maka hukuman yang 23 dapat dijatuhkan akan lebih berat kepada si penganjur daripada si pelaku lapangan. Pasal 55 KUHP menyatakan : (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan 2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan member kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan; (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Sedangkan Pasal 56 menyatakan: Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bahagian untuk mewujudklan suatu tindak pidana. Secara luas dapat disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil bagian dalam hubungannya dengan orang lain, untuk mewujudkan suatu tindak pidana, mungkin jauh sebelum terjadinya (misalnya:merencakan), dekat sebelum terjadinya (misalnya:menyuruh atau 24 menggerakkan untuk melakukan, memberikan keterangan dan sebagainya), pada saat terjadinya (misalnya:turut serta, bersama-sama melakukan atau seseorang itu dibantu oleh orang lain) atau setelah terjadinya suatu tindak pidana (menyembunyikan pelaku atau hasil tindak pidana). 2.2. Bentuk-Bentuk Penyertaan (Deelneming) Berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu: a. Pembuat / Dader (Pasal 55) yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. Pelaku; Yang menyuruh melakukan (doenpleger); Yang turut serta (medepleger); Penganjur (uitlokker); b. Pembantu / Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari: 1. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan 2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan Sehubungan beberapa dengan pertanggungjawabannya, maka dikenal penanggung jawab suatu tindak pidana yang masing-masing berbeda pertanggung jawabannya. Berdasarkan hal itu, Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad menyatakan bahwa dalam hukum pidana dibedakan beberapa macam penanggung jawab persitiwa pidana yang secara garis besar dapat diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu: 1. Penanggung jawab penuh 2. Penanggung jawab sebagian 25 Penanggung jawab penuh adalah orang yang menyebabkan (turut serta menyebabkan) peristiwa pidana, yang diancam dengan pidana setinggi pidana pokoknya. Yang termasuk kategori penanggung jawab penuh adalah : a. Dader, adalah penanggung jawab pidana atau orang yang sikap tindaknya memenuhi semua unsure yang disebut dalam perumusan tindak pidana, baik berupa delik materiil maupun formil. b. Mededader dan Medeplager, yaitu yang dikatakan Noyon da Tresna sebagai orang yang menjadi kawan pelaku, sedangkan Medeplager adalah orang yang ikut serta melakukan tindak pidana. Perbedaannya adalah terletak pada peranan orang-orang yang menciptakan/menyebabkan peristiwa pidana tersebut. c. Doenplager, adalah seseorang yang menyuruh orang lain untuk melakukan suatu peristiwa pidana. Dalam bentuk ini, yuridis merupakan suatu syarat bahwa orang yang disuruh tersebut tidak mampu bertanggung jawab, jadi tidak dapat dipidana. d. Uitlokker, adalah orang yang membujuk orang lain supaya melakukan peristiwa pidana atau dinamakan juhga 26 perencana, intelectueel dader. Sedang orang yang dibujuk adalah uitgelokte. Sedangkan orang yang disebut sebagai penanggung jawab sebagian adalah apabila seseorang bertanggung jawab atas bantuan, percobaan suatu kejahatan yang diancam dengan pidana sebesar 2/3 pidana kejahatan yang selesai. Termasuk dalam kategori ini meliputi: a. Poger, orang yang melakukan poging (percobaan) b. Medeplichtige, yaitu penanggung jawab bantuan. 1. Pelaku (Pleger) Pelaku atau petindak adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan. Ia melakukan dengan tangannya sendiri atas sesuatu yang terjadi. 2. Orang yang Menyuruh Melakukan (Doenpleger) Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu tidak dapat diminta pertanggungjawaban di depan hukum pidana. Kalau orang yang disuruh sama kedudukan hukumnya dengan orang yang menyuruh maka tidak dinamakan dengan menyuruh melakukan, tetapi disebut 27 menganjurkan (uitloking), dan orang yang dianjurkan disebut uitgelokte. Unsur-unsur pada doenpleger adalah: (1) alat yang dipakai adalah manusia, (2) alat yang dipakai berbuat, (3) alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan. 3. Orang yang Turut Serta (Medepleger) Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama. Syarat adanya medepleger: a. Ada kerjasama secara sadar; kerjasama dilakukan secara sengaja untuk melakukan tindak pidana. b. Bekerjasama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang. c. Ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya yang bersangkutan. Banyak tindak pidana yang memang dengan sendirinya tidak mungkin dapat dilakukan oleh seseorang. Melainkan harus dilakukan oleh banyak orang, minimal lebih dari seorang. 28 4. Penganjur (Uitlokker) Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan menggunakan suatu tindak sarana-sarana pidana dengan yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yatu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55 (1) angka 2) 5. Pembantuan (Medeplichtige) Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada dua jenis: a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Ini mirip dengan medepleger (turut serta), namun perbedaannya terletak pada: 1. Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan. 2. Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerjasama dan tidak bertujuan/berkepentingan 29 sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri. 3. Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP) sedangkan turut seta dalam pelanggaran tetap dipidana. 4. Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama. b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantui, sedangkan dalam penganjuran kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur. Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan daripada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman 30 maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat [1]). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. 3. Cybercrime 3.1. Pengertian Menurut Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Naskah Akademis Kejahatan Internet (2004:4) Pada masa awalnya, cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Mengenai definisi kejahatan komputer sendiri, sampai sekarang para sarjana belum sependapat mengenai pengertian atau definisi dari kejahatan komputer. Bahkan penggunaan istilah tindak pidana untuk kejahatan pun masih belum seragam. Beberapa sarjana menggunakan istilah “computer misuse”, “computer abuse”, computer fraud”, “computer-related crime”, “computerassisted crime”, atau “computer crime”. Namun para sarjana pada waktu itu, pada umumnya lebih menerima pemakaian istilah “computer crime” oleh karena dianggap lebih luas dan biasa dipergunakan dalam hubungan internasional. (Dikutip dari Naskah Akademis Kejahatan Internet (cybercrimes), 2004. hal 4, Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI) 31 The British Law Commission, misalnya, mengartikan “computer fraud” sebagai manipulasi komputer dengan cara apa pun yang dilakukan dengan itikad buruk untuk memperoleh uang,barang, atau keuntungan lainnya atau dimaksudkan untuk menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Mandell membagi “computer crime” atas dua kegiatan, yaitu : 1. Penggunaan komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian, atau penyembunyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis, kekayaan atau pelayanan; 2. Ancaman terhadap komputer itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak, sabotase,dan pemerasan The US Computer Crime Manual menggunakan “computer related crime” disamping “computer crime”. Komisi Franken lebih condong menggunakan “computer misuse” oleh karena “computer crime” lebih membatasi pada perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang Hukum Pidana, padahal perbuatan penyalahgunaan komputer dapat dilarang pula oleh ketentuan lainnya. Dalam bahasa Belanda sering digunakan istilah “computer misbruik” disamping “computer criminaliteit”. Dengan berkembangnya jaringan internet dan telekomunikasi kini dikenal istilah “digital crimes” dan “cybercrime” 32 Bahwa menurut Kepolisian Inggris, cybercrime adalah : “segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan criminal dan/atau criminal berteknologi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital”. Sedangkan menurut Peter, Cyber Crime adalah : ‘the easy definition of cyber crime is crimes directed at a computer or a computer system. The nature of cyber crime, however, is a far more complex. As we will see later, cyber crime can take the form of simple snooping into a computer virus into the wild. It may be malicious vandalism by a disgruntled employee. Or it may be theft of data, money, or sensitive information using a computer system’. Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah : “jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses pelanggan internet”. (dikutip dari internet, http://business.fortunecity.com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm ) 3.2. Bentuk-Bentuk Cybercrime Menurut Abdul Wahid dan M.Labib dalam Budi Suhariyanto, (2012:14- 16) Sesungguhnya banyak mengklasifikasi kejahatan klasifikasi tersebut perbedaan komputer terdapat diantara para (computer crime). kesamaan dalam ahli dalam Ternyata beberapa hal. dari Untuk memudahkan klasifikasi kejahatan komputer (cyber crime) tersebut, maka dari beberapa klasifikasi dapat disimpulkan: 33 1. Kejahatan-kejahatan yang menyangkut data atau informasi komputer 2. Kejahatan-kejahatan yang menyangkut program atau software komputer. 3. Pemakaian fasilitas-fasilitas komputer tanpa wewenang untuk kepentingan-kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan atau operasinya 4. Tindakan-tindakan yang mengganggu operasi komputer 5. Tindakan merusak peralatan komputer atau peralatan yang berhubungan dengan komputer atau sarana penunjangnya. Secara umum terdapat beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi ini, dalam beberapa literatur dan praktiknya dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain : 1. Unauthorized Access to Computer System and Service Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. 2. Illegal Contens Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum 3. Data Forgery 34 Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. 4. Cyber Espionage Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. 5. Cyber Sabotage and Extortion Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, pengrusakan, atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer, atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. 6. Offense Againts Intellectual Property. Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada webpage suatu situs milik orang lain secara illegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain dan sebagainya. 7. Infrengments of Privacy 35 Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan seseorang pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan korbannya secara materiil maupun immaterial seperti nomor kredit, nomor PIN ATM, cacat, atau penyakit tersembunyi dan sebagainya. Berdasarkan kriteria bentuk-bentuk kejahatan cyber di atas, maka dapat diklasifikasikan lebih sederhana, bentuk-bentuk aktivitas kejahatan komputer dapat dikelompokkan dalam dua golongan (besar-pen): penipuan data dan penipuan program. Dalam bentuk pertama, data yang tidak sah dimasukkan ke dalam sistem atau jaringan komputer atau data yang tidak sah dan seharusnya di entry diubah sehingga menjadi tidak valid atau tidak sah lagi. Fokus perhatian pada kasus pertama ini adalah adaanya pemalsuan dan/atau pengrusakan data input dengan maksud untuk mengubah output. Bentuk kejahatan yang kedua, yang relatif lebih canggih dan lebih berbahaya adalah apabila seseorang mengubah program komputer baik dilakukan langsung di tempat komputer tersebut berada maupun dilakukan secara remote melalui jaringan komunikasi data. Pada kasus ini penjahat melakukan penetrasi ke dalam sistem komputer dan selanjutnya mengubah susunan program dengan tujuan menghasilkan keluaran (output) yang berbeda dari 36 seharusnya, meski program tersebut memperoleh masukan (input) yang benar. 3.3. Cybercrime di Indonesia Menurut Budi Suhariyanto (2012:17-19) Peringkat Indonesia dalam kejahatan di dunia maya (menggunakan internet) telah menggantikan posisi Ukraina yang sebelumnya menduduki posisi pertama. Indonesia menempati persentase tertinggi di dunia maya. Data tersebut berasal dari penelitian Verisign, perusahaan yang memberikan pelayanan intelijen di dunia maya yang berpusat di California, Amerika Serikat. Hal ini juga ditegaskan oleh Staf Ahli Kapolri Brigjend Anton Tabah bahwa jumlah cybercime di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Indikasinya dapat dilihatt dari banyaknya kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobobal sejumlah bank. Menurut Budi Suhariyanto (2012:18-19) bahwa Kejahatan (cybercrime) internet yang marak di Indonesia meliputi penipuan kartu kredit, penipuan perbankan, defacing, cracking, transaksi seks, judi online, dan terorisme dengan korban berasal dari luar negeri seperti AS, Inggris, Australia, Jerman, Korea, serta beberapa daerah ditanah air. Menurut Roy Suryo (2001) kasuskasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis berdasarkan modusnya, yaitu : 37 1. Pencurian Nomor Kredit Menurut Rommy Alkatiry (Wakil Kabid Informatika KADIN) penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain melalui internet merupakan kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di Indonesia. Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain memang tidak rumit dan bisa dilakukan secara fisik atau online. Nama dan kartu kredit orang lain yang diperoleh di berbagai tempat (restaurant, hotel, atau segala tempat yang melakukan transaksi pembaayaran dengan kartu kredit) dimasukkan di aplikasi pembelian barang di internet. 2. Memasuki, Memodifikasi, atau Merusak Homepage (Hacking) Menurut John S. Tumiwa pada umumnya tindakan hacker di Indonesia belum separah aksi diluar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas masuk ke dalam suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati. Diluar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak database bank. 3. Penyerangan Situs atau E-Mail melalui Virus atau Spamming Modus yang paling sering terjadi mengirim virus melalui email. Menurut RM Roy Suryo, diluar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi 38 hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi karena peraturan yang ada belum menjangkaunya. 4. 4.1. Dokumen Elektronik / Informasi Elektronik Pengertian Dikutip dari penjelasan UU ITE No.11 tahun 2008 pasal 1 ayat (4) bahwa Dokumen elektronik adalah : “setiap informasi yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat difahami oleh orang yang mampu memahaminya”. Dikutip dari penjelasan UU ITE No.11 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) Informasi Elektronik adalah : “satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode kkses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat difahami oleh orang yang mampu memahaminya”. 4.2. Asas dan Tujuan Dikutip dari UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 3 bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas: 39 a. b. c. d. e. Kepastian Hukum Manfaat Kehati-hatian Iktikad Baik Kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi Dikutip dari UU ITE No.11 Tahun 2008 Pasal 4, Sedangkan pemanfaaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk : a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. 4.3. Bentuk-Bentuk Dokumen Elektronik - File-file dalam program komputer, seperti tulisan, gambar, spreadsheet, video, suara, dan lain-lain 4.4. - E-Contract - Digital Signature - Microfilm - E-mail Hal-Hal yang Kurang Mendukung Dokumen Elektronik 40 Dokumen elektronik sangat mudah untuk dipublikasikan sehingga diketahui lagi data mana yang original. Dokumen elektronik sebagai alat bukti dikhawatirkan dapat dipalsukan dan nantinya akan muncul masalah tentang keotentikan dokumen elektronik tersebut. - Illegal Contents Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum, melanggar ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita fitnah akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain. Hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang menurut rahasia negara, agitaso, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya. - Data Elektronik sebagai Alat Bukti Masih Dipertanyakan Pengakuan data elektronik sebagai alat bukti di pengadilan nampaknya masih dipertanyakan valitasnya. 4.5. Belum adanya payung hukum. Belum terjamin keadaan data. Hal-Hal yang Mendukung Dokumen Elektronik - Online trading dalam kegiatan bursa efek; 41 - Pengakuan microfilm sebagai media penyimpanan; - UNCITRAL menyusun draft untuk Konvensi Pembentukan Kontrak Elektronik bertujuan : Menghapuskan hambatan hukum dalam pembentukankontrak yang digunakan surat elektronik dalam komunikasi. Memperjelas atau mengadaptasi peraturan tradisional dalam pembentukan kontrak untuk mengakomodasi kenyataan dalam kontrak elektronik. - Adanya UU ITE yang mendukung penggunaan dokumen elektronik; - Diterbitkannya Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor56/KEP/M/KOMINFO/12/2003 Manajemen Sistem Dokumen tentang Elektronik Panduan tanggal 29 Desember 2003 sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003; - Dengan adanya teknologi yang cukup canggih, dokumen yang sengaja atau tidak sengaja terhapus dapat dilacak atau dikembalikan. Hal ini terutama dalam penyelidikan suatu kasus kriminal / penghilangan barang bukti; 42 - Peranti lunak Dokumen Elektronik Memudahkan Kinerja Banyak Profesi, contoh : 1. spreadsheet (excel) untuk proses akuntansi, 2. Visio drawing, autocad, dll untuk menggambar (arsitektur), - Berupa penerapan teknologi watermark pada dokumen elektronik. Sebuah tanda unik diletakkan secara permanen ke dalam sebuah dokumen elektronik, dan harus memiliki kemampuan untuk tidak terdeteksi melainkan oleh perangkat yang diancam khusus untuk mendeteksi dan membaca tanda tersebut. 5. Kartu Kredit 5.1. Pengertian Pengertian kartu kredit dalam Expert Dictionary didefiniskan: “kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang”. Kata bithaqah (kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata I’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu, ia 43 memberikan dana itu dalam bentukan pinjaman untuk dibayar secara tertunda. Secara terminologis definisi kartu kredit adalah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kalau kita terjemahkan kata ‘kredit giro’ ini secara langsung artinya kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman. Menurut Kasmir (1998:338). Kartu kredit merupakan : “Kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu kredit diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat, seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, dan tempat-tempat lain”. Kartu kredit adalah fasilitas yang mengeluarkan untuk perbanknan untuk melakukan pembayaran tanpa perlu menggunakan uang cash, sehingga jika dilakukan transaksi, maka pembayaran dapat dilakukan cukup dengan menggunakan kartu tersebut. (http://www.total.or.id/info.php?kkcreditcard) Kartu kredit adalah suatu hal yang berharga dikeluarkan oleh suatu instansi atau bank tersendiri untuk dipergunakan oleh perorangan/nasabah, yang mana isinya bisa memberikan hak dan kewajiban bagi pemegang kartu kredit tersebut, yaitu, pemegang berhak dalam mendapatkan uang sesuai 44 dengan yang dikeluarkan bank atas kesepakatan bersama dan pemegang kartu juga berkewajiban membayar atas seluruh atau sebagian uang tersebut baik secara pelunasan maupun dengan cara dicicil. (http://kartukreditmu.wordpress.com/2010/09/27/penawaran-jasapenyelesaian-permasalah-semua-kartu-kredit-kita-macet/) Adapun pengertian kartu kredit yaitu suatu hal yang berharga atau fasilitas keuangan yang dikeluarkan oleh suatu instansi/bank tersendiri untuk dipergunakan oleh perorangan/nasabah yang mana isinya biasa memberikan hak dan kewajiban bagi pemegang kartu tersebut yaitu pemegang kartu berhak dalam mendapatkan uang sesuai dengan yang dikeluarkan bank atas kesepakatan bersama dan pemegang kartu juga berkewajiban membayar atas seluruh/sebagian uang tersebut tercantum baik secara pelunasan maupun dengan cara diplat/dicicil. 5.2. Sejarah Kartu Kredit Dikutip dari (hukumperbankan.blogspot.com/2008/12). Konsep penggunaan kartu dalam transaksi perbankan ternyata telah dikenal lebih dari 67 tahun yang lalu. Meski demikian, muatan teknologi tinggi baru dapat muncul sekitar dekade 1970-an. Pada tahun ini muncul pertama kali mesin ATM yang menandai transaksi perbankan yang ditunjang oleh teknologi telekomunikasi secara 45 online untuk semua nasabah selama 24 jam, penuh tidak terputus. 30 (tiga puluh tahun) kemudian gaya transaksi elektronik ini menjadi gaya hidup lebih dari 90% transaksi perbankan di negara-negara maju. Berikut ini sejarah perkembangan layanan kartu kredit yang ada di dunia: 1. Tahun 1924, konsep penggunaan kartu dalam transaksi perbankan telah mulai diperkenalkan. Beberapa tahun kemudian, metode pemakaian kartu ini diikuti oleh 100 buah bank diseluruh dunia. 2. Tahun 1950, Dinners Club dan American Express menjadi kartu yang menggunakan plastik pertama. 3. Tahun 1958, American Express menawarkan kredit untuk pasar travel dan entertainment. 4. Tahun 1966, Bank of America menawarkan lisensi Kartu America Bank ke bank-bank lain untuk membuat kartu pembayaran. 5. Tahun 1969, ATM (Automatic Teller Machine) pertama muncul di Inggris. 6. Tahun 1970, ide pembuatan kartu kredit diterima secara luas. 7. Tahun 1977, Bank of America memberi lisensi kartu kredit yang dipusatkan bersama secara resmi dibawah nama Visa 8. Tahun 1995, lebih dari 90% transaksi perbankan di America dilakukan secara elektronik. 46 Saat ini di dunia kartu kredit diterbitkan oleh beberapa jaringan internasional, yaitu VISA, MASTERCARD, DINNERS CLUB INTERNATIONAL, dan AMERICAN EXPRESS. Untuk jaringannya sendiri saat ini yang paling luas adalah VISA, terbukti dengan dipercaya menjadi sponsor Olimpiade Beijing 2008. Saat ini yang berhak menerbitkan kartu kredit di Indonesia adalah lembaga keuangan resmi seperti bank. Masing-masing penerbit memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk jenisnya sendiri, adalah: 1. PLATINUM (limit paling tinggi tidak terbatas) 2. GOLD (limit menengah s.d. tinggi) 3. SILVER (limit rendah s.d. menengah) 4. KHUSUS, sepertiGolf Card, Manchester United card, dll 6. Pidana dan Pemidanaan Menurut Amir Ilyas (2012:95-96) Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahat, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena pemidanaan itu 47 mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban, dan juga masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa. Pemberian pidana atau pemidanaan dapat benar-benar terwujud apabila melihat beberapa tahap perencanaan sebagai berikut : 1. Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang 2. Pemberian pidana oleh badan yang berwenang 3. Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang. Dalam masalah pemidanaan dikenal dua sistem atau cara yang biasa diterapkan mulai dari jaman W.V.S. Belanda sampai dengan sekarang yakni KUHP: 1. Bahwa orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam tembok penjara. Ia harus diasingkan dari masyarakat ramai terpisah dari kebiasaan hidup sebagaimana layaknya mereeka bebas. 2. Bahwa selain narapidana dipidana, mereka juga harus dibina untuk kembali bermasyarakat atau rehabilitasi. Mengenai maksimum pidana penjara dalam KUHP adalah lima belas tahun dan hanya boleh dilewati menjadi dua puluh tahun, sedangkan minimum pidana penjara teratas adalah satu hari 48 sebagaimana diatur dalam Pasal 12 KUHP. Sedangkan mengenai maksimum pidana kurungan adalah satu tahun dan hanya boleh dilewati menjadi satu tahun empat bulan, dalam hal ada pemberatan pidana karena pengulangan, perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52-52a. Adapun minimum pidana kurungan adalah satu hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 KUHP. Lanjut menurut Andi Hamzah bahwa pidana merupakan karakteristik hukum pidana yang membedakannya dengan hukum perdata. Dalam gugatan perdata pada umumnya, pertanyaan timbul mengenai berapa besar jika ada, tergugat telah merugikan penggugat dan kemudian pemulihan apa jika ada yang sepadam untuk mengganti kerugian penggugat. Dalam perkara pidana, sebaliknya, seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar hukum (pidana). Adapun tujuan pemidanaan sebagai pembalasan pada umumnya dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang dengan jalan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan. Namun demikian, kita harus juga mementingkan tuntutan masyarakat, yaitu membentuk pergaulan hidup yang teratur sesuai dengan perasaan keadilan yang ada pada orang. Oleh karena itu tujuan pemidanaan bukanlah untuk 49 membalas, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum, maka timbullah teori pemidanaan. Menurut Lamintang, pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu : 1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri. 2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatankejahatan, 3. Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Menurut Adami dalam Amir Ilyas (2012:97) terdapat beberapa teori yang mebahas alasan-alasan yang membenarkan (justification) penjatuhan hukuman (sanksi). Diantaranya adalah : 1. Teori absolute atau teori pembalasan (vergeldings theorien) 2. Teori relative atau tujuan (doeltheorien) 3. Teori gabungan (verenigingstheorien) 1. Teori Absolute atau Teori Pembalasan (vergeldings theorien) Aliran ini yang menganggap sebagai dasar dari hukum pidana adalah alam pikiran untuk pembalasan (vergelding atau vergeltung). Teori ini dikenal pada akhir abad 18 yang mempunyai pengikut-pengikut seperti Immanuel Kant, Hegel, Herbart, Stahl, dan Leo Polak. Menurut Stahl dalam Amir Ilyas (2012:98) mengemukakan bahwa: 50 “Hukum adalah suatu aturan yang bersumber pada aturan Tuhan yang diturunkan melalui pemerintahan Negara sebagai abdi atau wakil Tuhan di dunia ini, karena itu Negara wajib memelihara dan melaksanakan hukum dengan cara setiap pelanggaran terhadap hukum wajib dibalas setimpal dengan pidana terhadap pelanggarnya”. Lebih lanjut menurut Hegel dalam Amir Ilyas (2012:98) berpendapat bahwa: “Hukum atau keadilan merupakan suatu kenyataan (sebagai these). Jika seorang melakukan kejahatan atau penyerangan terhadap keadilan, berarti ia mengingkari kenyataan adanya hukum (anti these), oleh karena itu harus diikuti oleh suatu pidana berupa ketidakadilan bagi pelakunya (synthese) atau mengembalikan suatu keadilan atau kembali tegaknya hukum (these)”. Pendapat lain dikemukakan oleh Herbart dalam Amir Ilyas (2012:99) bahwa : “Apabila kejahatan tidak dibalas maka akan menimbulkan ketidakpuasan terhadap masyarakat. Agar kepuasaan masyarakat dapat dicapai atau dipulihkan, maka adari sudut aethesthica harus dibalas dengan penjatuhan pidana yang setimpal pada penjahat pelakunya”. 2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorien) Teori ini yang memberikan dasar pikiran bahwa dasar hukum dari pidana adalah terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Oleh karena pidana itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu, maka disamping tujuan lainnya terdapat pula tujuan pokok berupa mempertahankan ketertiban masyarakat (de handhaving der maatshappeljikeorde) Adapun juga yang merupakan 51 kombinasi atau gabungan teori pembalasan dan teori tujuan dinamakan teori gabungan. Mengenai cara mencapai tujuan itu ada beberapa paham yang merupakan aliran-aliran dari teori tujuan yaitu prevensi khusus dan prevensi umum. Prevensi khusus adalah bahwa pencegahan kejahatan melalui pemidanaan dengan maksud mempengaruhi tingkah laku terpidana untuk tidak melakukan tindak pidana lagi. Sedangkan prevensi umum bahwa pengaruh pidana adalah untuk mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana. Teori-teori yang dimaksudkan dalam teori prevensi umum adalah seperti yang ditulis oleh Lamintang dalam Amir Ilyas (2012:99) sebagai berikut: a. teori-teori yang mampu membuat orang jera, yang bertujuan untuk membuat orang jera semua warga masyarakat agar mereka tidak melakukan kejahatan ataupun pelanggaran-pelanggaran terhadap kaedah-kaedah hukum pidana. b. Ajaran mengenai pemaksaan secara psikologis yang telah diperkenalkan oleh Anslm Fuerbach. Menurutnya ancaman hukuman itu harus dapat mencegah niat orang untuk melakukan tindak pidana, dalam arti apabila bahwa orang melakukan kejahatan mereka pasti dikenakan sanksi pidana, maka mereka pasti akan mengurungkan niat mereka untuk melakukan kejahatan. Adapun menurut Van Hamel dalam Amir Ilyas (2012:100) bahwa teori pencegahan umum ini adalah pidana yang ditujukan agar orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat jahat. 52 Van Hamel membuat suatu gambaran tentang pemidanaan yang bersifat pencegahan khusus, yakni: a. Pidana adalah senantiasa untuk pencegahan khusus, yaitu untuk menakut-nakuti orang-orang yang cukup dapat dicegah dengan cara menakuti-nakutinya melalui pencegahan pidana itu agar ia tidak melakukan niatnya. b. Akan tetapi bila ia tidak dapat lagi ditakut-takuti dengan cara menjatuhkan pidana, maka penjatuhan pidana harus bersifat memperbaiki dirinya (reclasering) c. Apabila bagi penjahat tersebut tidak dapat lagi diperbaiki, maka penjatuhan pidana harus bersifat membinasakan atau membuat mereka tidak berdaya. d. Tujuan satu-satunya dari pidana adalah mempertahankan tata tertib hukum didalam masyarakat. 3. Teori Gabungan (Vereningingstheorien) Menurut teori gabungan pertimbangan tentang pemidanaan disamping sebagai pembalasan juga dilihat kegunaannya bagi masyarakat. Misalnya ada orang tersebut yang seharusnya dipidana mati itu dibatalkan. Kelemahan teori absolut adalah : a. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembuhan tidak semua pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus dipertimbangkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada. b. Apabila yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan maka mengapa hanya Negara saja yang memberikan pidana. Kelemahan teori relatif adalah : 53 a. Dapat menimbulkan ketidakadilan pula. Misalnya untuk mencegah kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang berat sekedar untuk menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana bertentangan dengan keadilan. b. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu sematamata untuk memperbaiki si penjahat, masyarakat yang membutuhkan kepuasan dengan demikian diabaikan. Teori gabungan yang pertama, menurut Pompe bahwa teori gabungan harus menitikberatkan unsur pembalasannya. Pompe mengatakan: “orang tidak boleh menutup mata pada pembalasan. Memang, pidana dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi tetap ada cirricirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah suatu sanksi, dan dengan demikian terikat dengan tujuan-tujuan sanksi-sanksi itu. Dan karena itu hanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi kepentingan umum” Van Bemmelen pun menganut teori gabungan dengan mengatakan : “Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan masyarakat. Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitiberatkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai 54 dengan beratnya perbuatan yang dilakukan terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat. Teori gabungan yang kedua yaitu menitikberatkan pertahankan tata tertib masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya dan gunanya juga tidak boleh lebih besar daripada yang seharusnya. Pidana bersifat pembalasan karena ia hanya dijatuhkan terhadap delik-delik, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sukarela pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan pidana adalah melindungi kesejahteraan masyarakat. Teori gabungan yang ketiga, yaitu memandang sama pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat. 6.1. Jenis - Jenis Pidana Jenis pidana tercantum di dalam Pasal 10 KUHP dalam Amir Ilyas (2012:107-118). Jenis pidana ini berlaku juga bagi delik yang tercantum diluar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang (Pasal 103 KUHP). Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan, 55 kecuali jika dalam hal-hal tertentu. Pasal 10 KUHP berbunyi sebagai berikut. Pidana terdiri atas: a. Pidana Pokok 1. 2. 3. 4. pidana mati pidana penjara pidana kurungan pidana denda b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim. Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman selain yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. 1. Pidana Pokok: a. Pidana Mati Sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 11 KUHP yaitu : “Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri” b. Pidana Penjara Menurut Andi Hamzah, menegaskan bahwa “pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan. Sedangkan menurut P.A.F. Lamintang menyatakan bahwa : 56 “bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut”. Dengan adanya pembatasan ruang gerak tersebut, maka secara otomatis ada beberapa hak-hak kewarganegaraan yang juga ikut terbatasi, seperti hak untuk memilih dan dipilih (dalam kaitannya dengan pemilihan umum), hak memegang jabatan publik, dan lain-lain. Masih banyak hak-hak kewarganegaraan lainnya yang hilang jika seseorang beada dalam penjara sebagaimana yang dinyatakan oleh Andi Hamzah, yaitu: “Pidana penjara disebut pidana kehilangan kemerdekaan, bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka bepergian, tetapi juga narapidana itu kehilangan hak-hak tertentu”, seperti : 1) Hak untuk memilih dan dipilih (lihat UU Pemilu). Di negara liberal sekalipun demikian halnya. Alasannya ialah agar kemurnian pemilihan terjamin, bebas dari unsur-unsur immoral dan perbuatanperbuatan yang tidak jujur; 2) Hak untuk memangku jabatan publik. Alasannya ialah agar publik bebas dari perlakuan manusia yang tidak baik; 3) Hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan. Dalam hal ini telah dipraktikkan pengendoran dalam batas-batas tertentu; 57 4) Hak untuk mendapat perizinan-perizinan tertentu, misalnya saja izin usaha, izin praktik (dokter,pengacara,notaris,dan lain-lain); 5) Hak untuk mengadakan asuransi hidup; 6) Hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan. Pemenjaraan merupakan salah satu alasan untuk minta perceraian menurut hukum perdata; 7) Hak untuk kawin, meskipun adakalanya seseorang kawin sementara menjalani pidana penjara, namun itu merupakan keadaan luar biasa dan hanya bersifat formalitas belaka; dan 8) Beberapa hak sipil yang lain. c. Pidana Kurungan Pidana kurungan membatasi kemerdekaan bergerak dari seorang terpidana dengan mengurung orang tersebut di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan pidana penjara, ini ditentukan oleh Pasal 69 ayat (1) KUHP, bahwa berat ringannya pidana ditentukan oleh urutan-urutan dalam Pasal 10 KUHP yang ternyata pidana kurungan menempati urutan ketiga. Sesuai Pasal 18 KUHP, bahwa: “paling sedikit satu hari dan paling lama setahun, dan jika ada pemberatan karena gabungan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan”. 58 d. Pidana Denda Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim / Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karena ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. 2. Pidana Tambahan Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam hal-hal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu. Menurut Hermin Hadiati bahwa ketentuan pidana tambahan ini berbeda dengan ketentuan bagi penja Tuhan pidana pokok, ketentuan tersebut adalah: 1) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan disamping pidana pokok. Artinya, pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan sebagai pidana satu-satunya. 2) Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila di dalam rumusan suatu perbuatan pidana dinyatakan dengan tegas sebagai ancaman, ini berarti bahwa pidana tambahan tidak diancamkan. 3) Pada setiap jenis perbuatan pidana, akan tetapi hanya diancamkan kepada beberapa perbuatan pidana tertentu. 59 4) Walaupun diancamkan secara tegas di dalam perumusan suatu perbuatan pidana tertentu, namun sifat pidana tambahan ini adalah fakultatif. Artinya diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkannya atau tidak. Pidana tambahan sebenarnya bersifat preventif. Ia juga bersifat sangat khusus sehingga sering sifat pidananya hilang dan sifat preventif inilah yang menonjol. Pidana tambahanpun sering termasuk dalam kemungkinan mendapat grasi. a. Pencabutan Hak - Hak Tertentu Menurut ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat dicabut oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan adalah: 1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2) Hak untuk memasuki angkatan bersenjata 3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; 4) Hak menjadi penasehat atau pengurus atau penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawasan atas orang yang bukan anak sendiri; 5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; 6) Hak menjalankan mata pencaharian tertentu. b. Perampasan Barang-Barang Tertentu Pidana perampasan barang-barang tertentu merupakan jenis pidana harta kekayaan, seperti halnya pidana denda. Ketentuan 60 mengenai perampasan barang-barang tertentu terdapat dalam Pasal 39 KUHP yaitu : 1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang disengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas; 2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan dalam undang-undang; 3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita. c. Pengumuman Putusan Hakim Pengumuman putusan hakim diatur dalam Pasal 43 KUHP yang mengatur bahwa: “apabila hakim memerintahkan agar putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan umum yang lainnya, harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan pengumuman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang” Pidana tambahan pengumuman putusan hakim ini dimaksudkan terutama untuk pencegahan agar masyarakat terhindar dari kelihaian busuk atau kesembronoan seorang pelaku. Pidana tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan berlaku pasal-pasal tindak pidana tertentu. Di dalam KUHP hanya untuk beberapa jenis kejahatan saja yang diancam dengan pidana tambahan ini yaitu terhadap kejahatan-kejahatan: 61 1) Menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan Angkatan Perang dalam waktu perang. 2) Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang yang membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau karena alpa 3) Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain luka atau mati 4) Penggelapan 5) Penipuan 6) Tindakan merugikan pemiutang. 62 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih penulis bertempat di Pengadilan Negeri Makassar. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa Pengadilan Negeri tersebut merupakan tempat diputus perkara No.69/PID.B/2012/PN.MKS yang merupakan objek sasaran kasus yang diangkat oleh penulis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap kasus tersebut dan apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam proses penyusunan proposa/skrispi ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data dan informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan para pakar, narasumber, ataupun pihak-pihak yang terkait dengan penulisan proposal/skripsi ini. 2. Data sekunder adalah data atau dokumen yang diperoleh dari instansi lokasi penelitian penulis. 63 Adapun sumber data yang penulis peroleh, yaitu melalui hasil wawancara dengan Para Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memutus perkara ini, serta Panitera yang bersangkutan. C. Teknik Pengumpulan data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan, yaitu : 1. Wawancara (interview), dilakukan dengan jalan mengadakan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memutus perkara tersebut, atau Panitera yang bersangkutan. 2. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu untuk mengumpulan data-data melalui kepustakaan dengan membaca referensi-referensi hukum, peraturan-peraturan perundang- undangan dan dokumen-dokumen dari instansi terkait untuk memperoleh data sekunder. D. Analisis Data Data-data yang telah diperoleh baik dari data primer maupun sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya data tersebut dituliskan secara deskriptif guna memberikan pemahaman yang jelas dan terarah dari hasil penelitian. 64 E. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian empiris dan normative. Tipe penelitian empiris adalah tipe penelitian yang bersumber langsung mewawancarai hakim yang bersangkutan yang menangani kasus tersebut. Sedangkan tipe normative adalah tipe penelitian yang bersumber dari buku, undang-undang, majalah, dan lain-lain. 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Oleh Majelis Hakim Terhadap Pelaku Pemindahan Dokumen Elektronik Milik Orang Lain Putusan No. 69/PID.B/2012/PN.MKS Sebelum penulis menguraikan mengenai penerapan hukum pidana materiil dalam kasus putusan No.69/PID.B/2012/PN.MKS, maka perlu diketahui terlebih dahulu posisi kasus dan penjatuhan putusan oleh majelis hukum dengan melihat acara pemeriksaan biasa pada Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini. 1. Posisi Kasus Lili Hendrayani bersama-sama dengan Saksi TEO alias AKAP pada hari Minggu tanggal 18 September 2011 dan pada hari JUmat tanggal 23 September 2011 serta pada hari Kamis tanggal 6 Oktober 2011 atau setidak-tidaknya masih dalam bulan September 2011 sampai dengan bulan Oktober Tahun 2011 atau setidaktidaknya masih dalam tahun 2011 bertempat di Mall Panakkukang tepatnya di Toko Gaudi, Kota Makassar atau setidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar yang berwenang mengadili, terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain. Bahwa awalnya terdakwa diajak oleh Saksi TEO alias AKAP untuk bekerjasama dalam mengambil data yang terdapat dalam kartu Debit pembeli yang melakukan transaksi di took dimana terdakwa bekerja sebagai supervisor dan atas hal tersebut terdakwa dijanjikan akan diberikan imbalan sebesar Rp.75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk kartu ATM Silver dan untuk ATM Gold sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dan untuk jenis 66 Platinum sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) sedangkan untuk ATM yang lengkap dengan nomor PIN akan diberikan imbalan sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah); Bahwa atas ajakan tersebut terdakwa kemudian menyanggupinya dan pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, terdakwa yang merupakan Karyawan Gaudi pada tempat sebagaimana tersebut di atas, menerima beberapa pembeli yang melakukan transaksi dengan cara melakukan pembayaran dengan menggunakan Debit diantaranya korban EMILIA BASONY SARUNGGALLO, korban VIKTOR TUNARSO, korban MUSDALIFA MEGA LESTARI yang masing-masing melakukan transaksi dengan menggunakan Kartu Debit Bank Mandiri. Bahwa setelah menerima kartu dari para korban tersebut kemudian menggesekannya di Mesin EDC (Electronic Data Capture) untuk kepentingan transaksi dan kemudian kembali menggesekkan kartu tersebut ke mesin skimmer dimana mesin tersebut berfungsi untuk mengambil data-data di kartu ATM milik para korban selanjutnya data-data elektronik tersebut akan tersimpan di komputer kasir dan oleh terdakwa data tersebut di copi untuk dipindahkan ke Flash Disk selanjutnya data-data tersebut selanjutnya data-data tersebut diserahkan kepada saksi AKAP melalui Email milik saksi AKAP dengan alamat email [email protected] atau melalui Pr. NURUNA dengan alamat email [email protected] atau dikirimkan melalui alamat email istri AKAP dengan alamat email [email protected] atau dapat diserahkan juga melalui sms ke nomor HP (handphone) saksi AKAP dan oleh saksi AKAP selanjutnya data tersebut diserahkan kembali kepada Lk. RUSLI dan oleh Lk. RUSLI data-data tersebut dibuatkan Kartu ATM untuk digunakan bertransaksi seolah-olah transaksi tersebut dilakukan oleh para korban yang kartu ATM nya telah digandakan yaitu dengan cara melakukan penarikan tunai melalui mesin ATM untuk saksi EMYLIA BASO SARUNGALLO pada tanggal 7 Oktober 2011 sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah), tanggal 8 Oktober 2011 sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), dan tanggal 9 Oktober 2011 sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan total transaksi sebesar Rp.13.500.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) dan untuk korban MUSDALIFA MEGA LESTARI juga ditarik secara bertahap melalui ATM yaitu pada tanggal 10 Oktober 2011 sebesar Rp.3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah), dan masih pada hari yang sama sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan 67 Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga total transaksi sebesar Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah) 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Lili Hendrayani bersama-sama dengan Saksi TEO alias AKAP pada hari Minggu tanggal 18 September 2011 dan pada hari JUmat tanggal 23 September 2011 serta pada hari Kamis tanggal 6 Oktober 2011 atau setidak-tidaknya masih dalam bulan September 2011 sampai dengan bulan Oktober Tahun 2011 atau setidaktidaknya masih dalam tahun 2011 bertempat di Mall Panakkukang tepatnya di Toko Gaudi, Kota Makassar atau setidaknya pada tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan negeri Makassar yang berwenang mengadili, terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain. Bahwa awalnya terdakwa diajak oleh Saksi TEO alias AKAP untuk bekerjasama dalam mengambil data yang terdapat dalam kartu debit pembeli yang melakukan transaksi di tempat dimana terdakwa bekerja sebagai supervisor dan atas hal tersebut terdakwa dijanjikan akan diberikan imbalan sebesar Rp.75.000,(tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk kartu ATM Silver dan untuk ATM Gold sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dan untuk jenis Platinum sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) sedangkan untuk ATM yang lengkap dengan nomor PIN akan diberikan imbalan sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah); Bahwa atas ajakan tersebut terdakwa kemudian menyanggupinya dan pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, terdakwa yang merupakan Karyawan Gaudi pada tempat sebagaimana tersebut di atas, menerima beberapa pembeli yang melakukan transaksi dengan cara melakukan pembayaran dengan menggunakan Debit diantaranya korban EMILIA BASONY SARUNGGALLO, korban VIKTOR TUNARSO, korban MUSDALIFA MEGA LESTARI yang masing-masing melakukan transaksi dengan menggunakan Kartu Debit Bank Mandiri. 68 Bahwa setelah menerima kartu dari para korban tersebut kemudian menggesekannya di Mesin EDC (Electronic Data Capture) untuk kepentingan transaksi dan kemudian kembali menggesekkan kartu tersebut ke mesin skimmer dimana mesin tersebut berfungsi untuk mengambil data-data di kartu ATM milik para korban selanjutnya data-data elektronik tersebut akan tersimpan di komputer kasirdan oleh terdakwa data tersebut di copy untuk dipindahkan ke Flash Disk selanjutnya data-data tersebut selanjutnya data-data tersebut diserahkan kepada saksi AKAP melalui Email milik saksi AKAP dengan alamat email [email protected] atau melalui Pr. NURUNA dengan alamat email [email protected] atau dikirimkan melalui alamat email istri AKAP dengan alamat email [email protected] atau dapat diserahkan juga melalui sms ke nomor HP (handphone) saksi AKAP dan oleh saksi AKAP selanjutnya data tersebut diserahkan kembali kepada Lk. RUSLI dan oleh Lk. RUSLI data-data tersebut dibuatkan Kartu ATM untuk digunakan bertransaksi seolah-olah transaksi tersebut dilakukan oleh para korban yang kartu ATM nya telah digandakan yaitu dengan cara melakukan penarikan tunai melalui mesin ATM untuk saksi EMYLIA BASO SARUNGALLO pada tanggal 7 Oktober 2011 sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah), tanggal 8 Oktober 2011 sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), dan tanggal 9 Oktober 2011 sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan total transaksi sebesar Rp.13.500.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) dan untuk saksi MUSDALIFA MEGA LESTARI juga ditarik secara bertahap melalui ATM yaitu pada tanggal 10 Oktober 2011 sebesar Rp.3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah), dan masih pada hari yang sama sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga total transaksi sebesar Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah) Dakwaan : Pertama : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 48 ayat (1) Jo. Pasal 32 ayat (1) UU Republik Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; Atau Kedua : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 48 ayat (2) Jo. Pasal 32 ayat (2) UU Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan 69 Transaksi Elektronik Jo.Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau Ketiga : Perbuatan terdakwa sebagiaman diatur dan diancam pidana pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. 3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Nomor Registrasi Perkara : PDM06/MKS/EP.1/12/2011, yang pada pokoknya meminta kepada Majelis Hakim untuk memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa Lili Hendrayani terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “secara tanpa hak memindahkan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain” sebagaimana diatur dan diancam pidana Kesatu : 48 ayat (1) Jo. Pasal 32 ayat (1) UU Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lili Hendrayani dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah untuk tetap ditahan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : 1(satu) lembar Kartu ATM BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA milik Helku Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA milik Lili Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna Hitam, 3 (buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone, 1 (buah) HP (handphone) merek Blackberry Curve Gemini 3G warna hitam dengan nomor panggil 087840015879, 1 (satu) buah HP Nokia Type C 2, warna hitam dengan nomor panggil 087840200300, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU merek Simbada dan Monitor merek LG beserta dengan kabelnya milik toko Planet Surf, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU dan monitor milik Gaudi, 1 (satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna hitam beserta charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai sebesar Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari Helky Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan 70 berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah) buku tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank BCA dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat 4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2.000,4. Amar Putusan MENGADILI : 1. Menyatakan bahwa terdakwa Lili Hendrayani tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan berslaah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja dan melawan hukum mentransmisi, memindahkan suatu informasi elektronik / dokumen elektronik milik orang lain berulang kali” 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Memerintahkan barang bukti berupa 1(satu) lembar Kartu ATM BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA milik Helku Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA milik Lili Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna Hitam, 3 (buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone, 1 (buah) HP (handphone) merek Blackberry Curve Gemini 3G warna hitam dengan nomor panggil 087840015879, 1 (satu) buah HP Nokia Type C 2, warna hitam dengan nomor panggil 087840200300, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU merek Simbada dan Monitor merek LG beserta dengan kabelnya milik toko Planet Surf, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU dan monitor milik Gaudi, 1 (satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna hitam beserta charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai sebesar Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari Helky Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan 71 berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah) buku tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank BCA dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat 6. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2.000,5. Komentar Penulis Menurut penulis surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum telah memenuhi syarat formal dan materiil surat dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 2 KUHP, yaitu harus memuat tanggal dan ditanda tangani oleh penuntut umum serta identitas lengkap terdakwa, selain itu juga harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat pidana dilakukan. Penyusunan surat dakwaan penuntut umum harus bersifat cermat atau teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan. 72 Terdakwa dalam kasus ini berdasarkan surat dakwaan penuntut umum, dikenakan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat 1 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroniik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tersebut maka perbuatan terdakwa haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur Setiap Orang : Unsur setiap orang adalah yang ditujukan kepada manusia sebagai subjek hukum yang bersifat jasmani dan rohani dan mampu bertanggung jawab / dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan diajukan sebagai terdakwa ke persidangan. 2. Unsur dengan Sengaja : Bahwa yang dimaksud “dengan sengaja” atau “opzetilijk”, undang-undang juga tidak memberikan pengertian pengertian yang jelas tentang maknanya, akan tetapi dalam doktrin hukum pidana diketahui bahwa “dengan sengaja” atau “opzitilijk” haruslah menunjukkan adanya hubungan sikap batin pelaku, baik dengan wujud perbuatannya maupun akibat dari perbuatannya. Bahwa hubungan sikap batin pelaku baik dengan wujud perbuatannya maupun dengan akibat perbuatannya dapat dilihat dalam 2 (dua) teori yaitu teori kehendak (wills theorie) yang menitikberatkan kepada apa yang dikehendaki dan teori pengetahuan (voorstellings theorie), yang menitik beratkan pada apa yang diketahuinya; Bahwa dari kedua teori tersebut diatas dapat ditarik suatu tafsiran bahwa “dengan sengaja” atau “opzetilijk” diartikan bahwa menghendaki terjadinya perbuatan yang dimaksud dan pelaku sadar atau mengetahui bahwa dari perbuatan yang dikehendakinya itu dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain dan hal ini yang lebih mengetahui terdakwa sendiri. 73 3. Unsur dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik public : Bahwa unsur ke-3 tersebut adalah bersifat alternatif, artinya cukup salah satu dari rumusan unsur tersebut yang harus dibuktikan. 4. Unsur Melakukan, Melakukan : Menyuruh Melakukan atau Turut Bahwa berdasarkan fakta persidangan sebagaimana telah dipertimbangkan di atas ternyata bahwa terdakwa telah menyuruh Fitriani, Kasir Toko Gaudy yang berada dibawah pengawasannya untuk menggesekannya kartu ATM Customer pada alat skimmer yang telah terdakwa pasang pada komputer kasir toko Gaudy tersebut, kemudian terdakwa melakukan sendiri perbuatan transmisi dan memindahkan data-data kartu ATM milik customer yang telah tersimpan dalam alat skimmer tersebut ke dalam flashdisk dan mengirimkan datanya kepada Irda Firdaus (AKAP) melalui email, dengan menggunakan komputer toko Gaudy termpat terdakwa bekerja. Bahwa dengan demikian terbukti bahwa terdakwa adalah sebagai orang yang melakukan sendiri atau pelaku yang memindahkan atau mentransmisi data ATM miik orang lain dan menyerahkan kepada orang lain Bahwa oleh karena itu maka unsur Pasal 55 ayat (1) KUHP telah terbukti dan terpenuhi oleh perbuatan terdakwa. 5. Unsur Perbarengan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri harus Bahwa yang dimaksud dengan perbarengan disini adalah beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan tersendiri-tersendiri yang masing-masing memiliki kejahatan yang terancam dengan hukuman utama yang sejenis. Bahwa oleh karena iitu maka menurut Majelis, unsur Pasal 65 ayat 1 ke-1 KUHP telah terpenuhi. 74 Bahwa menurut penulis penerapan hukum pidana materiil yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada terdakwa sudah sesuai dengan dakwaan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu melanggar Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Republik Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Bahwa hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan. Menurut penulis juga hukuman minimal yang dijatuhkan oleh majelis hakim sudah sesuai menurut peraturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah ditetapkan dari hukuman maksimal selama 8 (delapan) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Hanya saja penulis berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada terdakwa masih kurang dari harapan penulis. Majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan. Menurut penulis disini dari hukuman yang dijatuhkan kurang efek jera bagi terdakwa. Dan terdakwa dikhawatirkan mengulang kembali perbuatannya. Serta tidak menimbulkan rasa takut bagi orang lain untuk melakukan tindak pidana tersebut. Bahwa setelah penulis memperhatikan alat bukti berupa kesaksian, bukti tertulis, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa yang 75 dihadirkan pada saat sidang pemeriksaan serta barang-barang bukti yang telah disita oleh pihak kepolisian, maka penulis memberikan pendapatnya sendiri bahwa kepolisian telah melakukan langkah yang tepat menyita barang bukti dari para korban. Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi karena pihak kepolisian takut tersangka akan menghilangkan barang bukti. Bahwa menurut penulis, delik yang tepat pada tindak pidana ini adalah delik materiil. Ini dikarenakan bahwa kerugian telah ditimbulkan dan dirasakan oleh korban daripada tindak pidana yang telah dilakukan oleh tersangka. Bahwa seperti penulis kutip dari Koran Kompas (Sabtu,23 Maret 2013, hal 19) yang mengatakan bahwa Bank Indonesia menekankan perlunya kartu debet yang dikeluarkan kalangan perbankan nasional untuk segera bermigrasi dari basis pita magnetic ke chip. Langkah ini untuk meminimalisasi pencurian data seperti yang terjadi baru-baru ini. Sesuai peraturan Bank Indonesia (BI), seluruh kartu kredit yang beredar di Indonesia sudah menggunakan chip sejak tahun 20109. Kartu debet diwajibkan memakain kartu chip per 1 Januari 2016. Saat ini sejumlah bank yang menyediakan sistem pembayaran yang menggunakan kartu kredit. Data BI per akhir tahun 2012, jumlah kartu debit dan ATM mencapai 71 juta kartu. Sementara ada 17juta kartu kredit. Informasi yang dihimpun Kompas, semula diduga ada sekitar 5.000 kartu yang dicuri datanya dengan kerugian sekitar Rp.100juta-Rp.200juta. 76 B. Pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim dalam Menjatuhkan Putusan No. 69/PID.B/2012/PN.MKS Menimbang, dalam persidangan telah di dengar keterangan dari para saksi dan korban yang memberikan keterangan dengan sumpah masingmasing pada pokoknya sebagai berikut : 1. Saksi Fitriani, pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Bahwa kejadiannya bulan Agustus 2011 atau bulan September 2011 - Bahwa benar saksi pernah menggesek kartu ATM milik Customer, ke alat skimmer kemudian barulah digesek ke mesin EDC dan saksi tidak pernah meminta no.PIN kepada customer; - Bahwa kata terdakwa kalau ada customer yang berbelanja pakai ATM, digesek dulu kartunya kea lat skimmer setelah gesek muncul namanya di computer lalu saksi tanyakan kepada customer atas nama ini ya, lalu yang sudah tergesek di alat itu saksi simpan di dalam computer itu karena disuruh oleh terdakwa, kemudian barulah digesek ke mesin EDC dan kata terdakwa nanti terdakwa yang lihat apakah kartu itu maestro atau tidak, karena saksi sebagai kasir takut nantinya saksi nombok sebesar Rp.10.000,- - Bahwa setelah digesek kealat skimmer barulah kartu digesek ke mesin EDC untuk dikeluarkan strok pembayarannya untuk diberikan kepada customer dan mengenai data yang disimpan tadi saksi tidak tahu menahu. 2. Saksi ADDI WIMBANDIOKO ASAH ; pada pokoknya sebagai berikut : 77 - Bahwa saksi tahu dengan terdakwa pada saat saksi melakukan investigasi di toko tempat terdakwa bekerja pada bulan Oktober 2011; - Bahwa saksi mengetahui terdakwa telah melakukan pencurian data karena ada laporan dari 3 orang nasabah dan setelah dicek ternyata ada penggandaan kartu ATM; - Bahwa setiap transaksi itu mencurigakan karena ada nasabah yang complain; - Bahwa setiap transaksi dicatat dalam sistem komputer. - Bahwa pada saat transaksi data dan PIN nya nasabah diperhatikan dan setelah itu terdakwa menyimpan datanya dengan cara kartu digesek 2 kali sedangkan biasanya kartu hanya digesek 1 kali saja, namanya Mesin EDC. - Bahwa untuk transaksi wajar, kartu digesek ke mesin EDC dan tidak diperlukan mesin skimmer tersebut; 3. Korban Emylia Basoni Sarungallo - Bahwa yang saksi ketahui tentang terdakwa ini yaitu saksi sebagai korban Debit kartu sebanyak Rp.3.000.000,- pada Bank Mandiri - Bahwa hal itu bisa terjadi karena korban telah melakukan transaksi pada tanggal 23 September 2011 sekitar jam 09.00 malam di Toko Gaudi Mall Panakkukang - Bahwa kartu ATM korban terdebet di Surabaya tanggal 7 Oktober 2011 sebesar Rp.3.000.000,- padahal korban tidak pernah berbelanja di Surabaya. - Bahwa setelah kartu ATM korban terdebet, korban mengecek saldonya, uang korban terdebet Rp.3.000.000,- 78 pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011, kemudian pada hari Senin korban buatkan keluhan nasabah di bank Mandiri. 4. Korban Viktor Tunarso - Bahwa kejadiannya pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2011,di Kantor Bank Mandiri Cabang Stella Maris. - Bahwa jumlah uang korban yang berkurang tersebut sebesar Rp.13.500.000,- - Bahwa pada tanggal 18 September 2011, korban melakukan transaksi pembayaran harga baju yang korban belikan untuk cucunya dengan menggunakan kartu ATM Gold Bank Mandiri saksi senilai Rp.427.200,- - Bahwa korban tidak perhatikan kartu ATM tersebut digesek di alat apa saja oleh karyawan Toko Gaudi yang melayani korban karena saat itu korban hanya bilang korban bayar dengan menggunakan kartu debit dan karyawan Gaudi tersebut melakukan transaksi dengan kartu korban. - Bahwa terhadap uang korban yang hilang dari rekeningnya korban melakukan keberatan ke Bank Mandiri, dan Bank Mandiri menjelaskan bahwa ada transaksi pada tanggal 7 Oktober 2011 senilai Rp.4.000.000,-, tanggal 8 Oktober senilai Rp.4.500.000,- dan tanggal 9 Oktober 2011 senilai Rp.5.000.000,-, namun korban menolak telah melakukan transaksi tertanggal dan senilai di atas tersebut, sehingga dari Bank Mandiri Cabang Kartini meminta korban menunggu sebab masalah korban akan dilaporkan ke kantor pusat di Jakarta, - Bahwa korban tidak pernah melakukan transaksi pada tanggal 7 Oktober 2011 senilai Rp.4.000.000,-, tanggal 8 79 Oktober 2011 senilai Rp.4.500.000,-, dan tanggal 9 Oktober senilai Rp.5.000.000,- dengan menggunakan kartu ATMnya. - Bahwa korban sudah lupa apakah saudari Lili Hendrayani yang melayani korban saat itu di Toko Gaudi Mall Panakkukang Makassar atau bukan yang pasti korban ingat seorang perempuan; - Bahwa korban tidak pernah melihat atau mengetahui alat apa skimmer tersebut karena korban baru lihat setelah diperiksa oleh penyidik. 5. Korban Musdalifah Mega Lestari - Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2011, malah hari korban melakukan transaksi pembayaran harga baju di Toko Gaudi Mall Panakkukang Makassar dengan menggunakan kartu ATM Bank Mandiri senilai Rp.445.400,- - Bahwa kejadiannya pada hari Senin, tanggal 10 Oktober 2011, sekitar jam 12.30 Wita di ATM BNI, Jalan Latimojong Kota Makassar - Bahwa jumlah uang korban yang berkurang sebesar Rp.13.000.000,- - Bahwa terhadap uang korban yang hilang dari rekeningnya selanjutnya korban melakukan keberatan dan melapor ke Bank Mandiri, dan selanjutnya Bank Mandiri menjelaskan bahwa ada transaksi pada tanggal 10 Oktober 2011 senilai Rp.3.500.000,- Rp.4.500.000,- dan senilai Rp.5.000.000,sehingga totalnya senilai Rp.13.000.000,- namun korban menolak telah melakukan transaksi tertanggal dan senilai di atas tersebut sehingga dari Bank Mandiri Kartini meminta 80 korban menunggu sebab masalah saksi akan dilaporkan ke Kantor Pusat di Jakarta. - Bahwa korban tidak pernah melakukan transaksi pada tanggal 10 Oktober 2011 senilai Rp.13.000.000,- dengan menggunakan kartu ATMnya; - Bahwa terhadap LILI HENDRAYANI salah satu karyawan Toko Gaudi Mall Panakkukang Makassar, setelah diperlihatkan fotonya korban kenali bahwa yang menggesek kartu ATMnya saat melakukan transaksi adalah Saudari LILI HENDRAYANI tersebut. Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi orang lain dan dapat menghilangkan kepercayaan orang kepada lembaga perbankan serta meresahkan masyarakat. Hal yang meringankan : 1. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; 2. Terdakwa belum pernah dihukum; 3. Terdakwa masih muda dan masih dapat diharap merubah kelakuannya domasa yang akan datang; Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah maka Terdakwa juga harus dibebani membayar biaya perkara ini. Mengingat dan memperhatikan Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta ketentuan-ketentuan Hukum lain yang berhubungan dengan perkara ini; MENGADILI : Menyatakan bahwa terdakwa Lili Hendrayani tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan 81 tindak pidana “Dengan sengaja dan melawan hukum mentransmisi, memindahkan suatu informasi elektronik / dokumen elektronik milik orang lain berulang kali” Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan; Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Memerintahkan barang bukti berupa 1(satu) lembar Kartu ATM BCA milik Tri Hidayat, 1 (satu) lembar Kartu ATM BCA milik Helki Paul Korua, 1 (satu) lembar kartu ATM BCA milik Lili Hendrayani, 2 (buah) alat gesek merek ID Tech warna Hitam, 3 (buah) Flash Disk masing-masing merk Kingstone, 1 (buah) HP (handphone) merek Blackberry Curve Gemini 3G warna hitam dengan nomor panggil 087840015879, 1 (satu) buah HP Nokia Type C 2, warna hitam dengan nomor panggil 087840200300, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU merek Simbada dan Monitor merek LG beserta dengan kabelnya milik toko Planet Surf, 1 (satu) unit komputer yang terdiri dari CPU dan monitor milik Gaudi, 1 (satu) unit komputer Tablet Merk Advan warna hitam beserta charge, 1 (satu) buah modem, uang tunai sebesar Rp.1.600.000,- (satu juta enam ratus ribu rupiah) dari Helky Paul Korua, uang tunai sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) dari Tri Hidayat; 1 (satu) buah kalung emas dengan berat 5 gram; 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 0255606218 atas nama Tri Hidayat, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 7890405235 atas nama Helky Paul Korua, 3 (tiga) lembar print out rekening Koran BCA dengan nomor rekening 1601160175 atas nama Lili Hendrayani, 1 (buah) buku tabungan atas nama Ratih Setyaningsih pada bank BCA dengan nomor rekening 0255502935. Masing-masing dipergunakan untuk pembuktian dalam perkara atas nama terdakwa Helky Paul Korua dan Tri Hidayat. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2.000,- 82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 83 Setelah melalui pembahasan dan hasil penelitian yang telah ditemukan dan dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan hukum pidana materiil terhadap kasus Tindak Pidana Memindahkan Dokumen Elektronik Milik Orang Lain, penerapan ketentuan pidananya pada perkara ini, adalah yaitu Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP telah sesuai dan sudah tepat yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Dan mengenai pertanggung jawaban pidananya, terdakwa dianggap mampu bertanggung jawab, menyadari perbuatannya tersebut telah melanggar hukum, terdakwa sehat jasmani dan rohani dalam menjalani hukuman. 2. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pencurian dokumen elektronik milik orang lain dalam perkara Nomor 69/PID.B/2012/PN.MKS telah sesuai menurut aturan-aturan yang terkait dengan pasal yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum, serta berdasarkan analisis yuridis, fakta-fakta persidangan, alat bukti baik berupa keterangan saksi-saksi, barang bukti, keterangan terdakwa, petunjuk serta diperkuat dengan keyakinan hakim sendiri. Serta dilihat mulai dari 84 proses penyelidikan, penyidikan, hingga sampai persidangan terdakwa dianggap kooperatif. Selain itu terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, dan juga terdakwa masih muda dan masih diharapkan dapat merubah kelakuannya dimasa yang akan datang. B. Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah : 1. Penulis sangat mengharapkan kepada segenap aparat penegak hukum agar setiap pelaku kejahatan (khususnya tindak pidana memindahkan dokumen elektronik milik orang lain) sekiranya bisa ditindak tegas dan dijatuhi sanksi yang mampu membuat para pelaku tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Pemberian efek jera dan daya cegah dimaksud agar pemberian sanksi pidana yang tajam diharapkan dapat memberikan efek prevensi general yaitu masyarakat akan berusaha mentaati hukum disamping adanya efek jera bagi terpidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi. Selain efek jera, hakim juga harus mempertimbangkan adanya pembinaan, pengasingan, dan pembalasan dalam menjatuhkan hukuman sehingga kejahatan ini tidak akan terulang lagi dikemudian hari. 85 2. Selain pemberian sanksi pidana yang tajam kepada pelaku, untuk menghindari terjadinya tindak pidana memindahkan dokumen elektronik milik orang lain. Selain itu, perlunya kepada para konsumen yang hendak berbelanja di pusat perbelanjaan (shopping center) dengan menggunakan kartu kredit atau kartu ATM agar semakin berhati-hati, jikalau memungkinkan kepada para konsumen agar selalu menyediakan uang cash (uang tunai) untuk menghindari kejahatan seperti ini terulang lagi. Dan juga kepada para customer agar selalu waspada dan tidak serta merta langsung memberikan kartu debit/visa yang digunakan sebagai alat pembayaran kepada orang lain tanpa memperhatikan terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA 86 Abdul Wahid dan M. Labib, 2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime. Refika Aditama, Bandung Adami Chazawi, 2001, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum PIdana: Pelajaran Hukum Pidana.Rajawali Press. Jakarta Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana I : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan. Rangkang Education dan PuKAP Indonesia. Yogyakarta Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana II. Rangkang Education dan PuKAP Indonesia. Yogyakarta Andi Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum Pidana 1. Sinar Grafika. Jakarta Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya. Rajawali Press. Jakarta Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar, PT. Refika Aditama, Bandung E.Y.Kanter dan R.Sianturi, 1982, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Alumni AHM-PTHM. Jakarta Lilik Mulyadi,2007. Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoritis, Praktik, dan Permasalahannya. Alumni. Bandung M.Arsyad Sanusi, 2007. Konvergensi Hukum dan Teknologi Informasi (Sebuah Torehan Empiris-Yuridis). Indonesia Rearch. Jakarta Moeljatno, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad. 1989. Intisari Hukum Pidana. Ghaka Indonesia. Jakarta P.A.F.Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah AgungRI). 2004.Naskah Akademis Kejahatan Internet (Cybercrimes) S.R.Sianturi, 1986. Asas-Asas Hukum Pidana Penerapannya. Alumni Ahaem, Petehaem. Jakarta di Indonesia dan 87 Teguh Prasetyo. 2010. Hukum Pidana. Rajawali Press. Jakarta Wirjono Projodikoro, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama. Bandung Perundang-undangan: KUHP dan KUHAP beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Majalah / Internet : (http://business.fortunecity.com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm) (http://www.total.or.id/info.php?kk-creditcard) (http://kartukreditmu.wordpress.com/2010/09/27/penawaran-jasa penyelesaian-permasalah-semua-kartu-kredit-kita-macet/) (http://hukumperbankan.blogspot.com/2008/12) Koran Kompas “Percepat Kartu Debet Pakai Cip” (Sabtu, 23 Maret 2013, hal 19) 88