iii. pokok bahasan: penilaian surat berharga jangka

advertisement
I.
MANAJEMEN KEUANGAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian manajemen keuangan
2. Fungsi, pendekatan, dan tujuan Manajemen Keuangan
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian manajemen keuangan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara pendekatan manajemen keuangan dengan
pendekatan Akuntansi dalam “membaca” Laporan Keuangan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan 3 fungsi manajemen keuangan
4. Mahasiswa dapat menjelaskan posisi manajemen keuangan dal am menjalankan 3 fungsinya.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan normatif dari manajemen keuangan
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen Keuangan adalah perencanaan dan pengawasan investasi, pembelanjaan, dan aset suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Investasi adalah pengambilan keputusan tentang alokasi
dana yang dimiliki oleh organisasi, pembelanjaan (financing) adalah pengambilan keputusan tentang
sumber dana yang akan digunakan, dan manajemen aset adalah masalah efisiensi penggunaan aktiva
yang dimiliki.
Berdasarkan pengertian di atas, maka Manajemen Keuangan (bisa juga dibaca Manajer Keuangan)
mempunyai 3 fungsi (tugas utama yang dapat dibedakan dengan tugas lainnya): Pengambilan
keputusan di bidang investasi, pengambilan keputusan di bidang pembelanjaan, dan pengambilan
keputusan untuk pengelolaan aset. Sehingga posisi Manajer Keuangan dalam perusahaan dapat di
gambarkan sebagai berikut:
Perusahaan
(menanamkan
dana pada kegiatan produktif)
(2)
(1)
Manajer
Keuangan
(4b)
(3)
Sumber dana
(Pasar Modal,
Bank, Lembaga
Keuangan Non Bank
dsb.
(4a)
(1)
(2)
(3)
(4)
Manajer Keuangan mencari dana ke Sumber Dana yang ada
Setelah memperoleh dana, kemudian dana di investasikan ke real asset yang digunakan untuk
operasi perusahaan
Kegiatan operasi perusahaan akan menghasilkan aliran kas masuk yang lebih dari cukup,
sehingga tercipta laba.
Laba perusahaan tersebut dapat digunakan untuk: a. mengembalikan utang dan pembagian laba,
dan b. ditanamkan kembali ke perusahaan untuk tujuan perluasan/pengembangan perusahaan.
Informasi yang dibutuhkan bagi Manajemen Keuangan untuk pengambilan keputusan dalam
menjalankan 3 fungsinya, sebagian terbesar diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan perusahaan disusun dan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum,
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 1
yaitu berdasarkan accrual basis (tidak tunai). Sedang analisis yang harus dilakukan dalam manajemen
keuangan menggunakan cash basis (tunai). Misalnya dalam Laporan Laba Rugi, penyusutan aktiva
tetap diakui sebagai biaya yang mengurangi pendapatan, meskipun perusahaan secara nyata tidak
mengeluarkan uang untuk membayar biaya tersebut (accrual basis). Demikian juga angka-angka yang
tercantum di dalam Neraca adalah mencerminkan nilai buku (accrual basis), bukan nilai pasar (cash
basis). Oleh karena itu, manajer keuangan dalam membaca laporan keuangan untuk keperluan
pengambilan keputusan di bidang keuangan harus dibaca ‘secara’ cash basis.
Pada umumnya orang menyangka bahwa semua perusahaan mempunyai tujuan memperoleh laba
setinggi-tingginya. Tidak sepenuhnya salah, tetapi ada tujuan yang lebih esensial, yang disebut dengan
tujuan normatif (seharusnya). Tujuan normatif manajemen keuangan adalah: memaksimumkan nilai
perusahaan, dan nilai perusahaan pada umumnya tercermin dari harga saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan. Mengapa demikian? Sebab pemilik perusahaan (pemegang saham ) belum tentu bertambah
kaya meskipun perusahaan memperoleh laba tinggi. Tetapi pemilik perusahaan pasti kaya kalau harga
saham yang dipegangnya harganya semakin tinggi.
B. ANALISIS DALAM MANAJEMEN KEUANGAN
Seluruh analisis dalam manajemen keuangan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan biaya (Benefit
and Cost Analysis), atau lebih tepat disebut analisis manfaat dan pengorbanan. Artinya semua
pengambilan keputusan di bidang keuangan akan membandingkan besarnya manfaat yang dapat
diperoleh karena sejumlah pengorbanan tertentu. Dalam penerapannya, analisis ini dapat dilakukan
sebagai berikut:
a.
Dilihat dari dua sisi, yaitu sisi manfaat dan pengorbanannya. Membandingkan besarnya manfaat
yang dapat diperoleh dengan pengorbanan yang harus dilakukan. Prinsipnya apabila manfaat
lebih besar dari pengorbanannya, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan.
b.
Dilihat dari satu sisi yaitu sisi manfaatnya saja. Membandingkan tambahan manfaat yang dapat
diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh tambahan manfaat yang cukup signifikan tanpa
mengakibatkan perubahan tingkat pengorbanan, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk
dilaksanakan
b.
Dilihat dari satu sisi, yaitu sisi pengorbanannya saja. Membandingkan pengurangan
pengorbanan (penghematan) yang dapat diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh penghematan
biaya yang cukup signifikan tanpa mengakibatkan perubahan tingkat manfaat, maka keputusan
keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan
C. PENTINGNYA TEORI NILAI WAKTU DARI UANG
Keputusan keuangan selain melibatkan jumlah uang yang besar, pada umumnya akan mencakup kurun
waktu yang cukup panjang (lebih dari 1 tahun). Terutama untuk keputusan pembelanjaan dan
keputusan investasi. Apabila modal perusahaan diperoleh dari pinjaman jangka panjang, maka modal
tersebut akan tertanam (dalam bentuk utang jangka panjang) untuk jangka waktu yang cukup lama
(misal 5 tahun s/d 10 tahun). Demikian juga, jika perusahaan menginvestasikan dananya untuk
membeli mesin atau kendaraan, maka umur penggunaan (umur ekonomis) dari aktiva tersebut pasti
lebih dari 1 tahun. Padahal nilai uang Rp1,00 saat ini, akan berubah nilainya pada waktu 10 tahun yang
akan datang. Contoh sederhana, misalnya pada tahun 1990, harga sebungkus rokok Gudang Garam
Internasional adalah Rp1.500,00. Pada tahun 2000 harga sebungkusnya menjadi Rp3.000,00. Sehingga
pada tahun 1990 uang Rp3.000,00 bernilai 2 bungkus rokok GG internasional, dan pada tahun 2000
nilainya turun tinggal sama dengan 1 bungkus rokok.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 2
Nilai uang dapat juga diamati dari nilai tukarnya dengan mata uang asing. Perhatikan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika. Perubahan nilai Rupiah tidak lagi dalam hitungan tahun, tetapi dalam
hitungan jam, bahkan menit.
Pemahaman tentang teori nilai waktu dari uang merupakan modal dasar untuk dapat memahami
perhitungan dan analisis dalam manajemen keuangan, oleh karena itu, sebelum melangkah untuk
mempelajari materi manajemen keuangan, teori nilai waktu dari uang harus dipahami lebih dahulu.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 3
II. POKOK BAHASAN: KONSEP PENILAIAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Time Value of Money, dan faktor bunga
2. Teknik penilaian
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian nilai waktu dari uang
2. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik menghitung nilai waktu dari uang dengan faktor bunga
3. Mahasiswa dapat menghitung nilai waktu dari uang dengan menggunakan faktor bunga
4. Mahasiswa dapat menjelaskan future value untuk ordinary annuity dan annuity due
5. Mahasiswa dapat menghitung nilai yang akan datang dari uang (Future Value) untuk ordinary
annuity dan annuity due
6. Mahasiswa dapat menjelaskan present value untuk ordinary annuity dan annuity due
7. Mahasiswa dapat menghitung nilai sekarang dari uang (Present Value) untuk ordinary annuity dan
annuity due
MATERI PERKULIAHAN:
A. TIME VALUE OF MONEY (NILAI WAKTU DARI UANG), DAN FAKTOR BUNGA
Nilai waktu uang adalah konsep yang mengatakan bahwa uang itu sebenarnya nilainya akan berubah
karena berjalannya waktu. Uang Rp100.000,00 saat ini mulai ditabung, akan berubah nilainya setahun
kemudian, yaitu menjadi lebih besar karena bertambah dengan bunga selama setahun. Kalau bank
memberikan bunga 10% per tahun, maka uang tersebut setahun kemudian nilainya akan menjadi
Rp100.000,00 + Rp10.000,00 = Rp110.000,00. Demikian pula sebaliknya, dengan tingkat bunga sama,
nilai uang Rp110.000,00 yang akan diterima setahun yang akan datang, apabila diterimakan sekarang,
maka nilainya saat ini sama dengan Rp100.000,00. Dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam teori nilai
waktu uang, faktor bunga mempunyai peranan utama dalam menentukan besarnya nilai uang.
Faktor bunga ada 2 macam, yaitu bunga tunggal (single interest), dan bunga majemuk (compound
interest). Bunga tunggal, menyatakan bahwa bunga yang diperoleh pada tahun pertama tidak akan
menambah jumlah pokok simpanan, sehingga tidak ikut diperhitungkan dalam menghitung bunga tahun
ke dua. Bunga majemuk adalah bunga yang diperoleh pada tahun pertama akan menambah jumlah
pokok simpanan sehingga akan masuk dalam perhitungan bunga tahun ke dua (bunga berbunga).
Disamping itu, bunga dapat pula diperhitungkan 1x, 2x, 4x dalam setahun, bahkan 360x setahun (bunga
harian). Bunga majemuk ini yang akan banyak digunakan dalam pembahasan nilai waktu uang.
Cakupan bahasan nilai waktu uang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Future Value
(nilai yang akan datang)
Single
non annuity
Series
ordinary annuity
annuity due
Single
non annuity
Series
ordinary annuity
annuity due
Time Value of Money
Present Value
(nilai sekarang)
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 4
Single, series, dan annuity (bisa ordinary annuity atau annuity due) serta non annuity adalah
karakteristik dari aliran kas yang terjadi. Single berarti aliran kas hanya terjadi sekali, dan series berarti
aliran kas terjadi lebih dari satu kali. Non annuity berarti aliran series dan setiap kali terjadi besarnya
aliran kas tidak sama. Ordinary annuity menyatakan bahwa besarnya aliran kas sama dan terjadi di
setiap akhir periode. Sedang annuity due, aliran kas yang terjadi besarnya sama, tetapi terjadi di setiap
awal periode. Akan dapat dipahami dengan lebih jelas kalau digambar dengan garis waktu sebagai
berikut:
Tahun ke
0
1
2
3
4
Single
Aliran kas
a
Aliran kas yang series:
Tahun ke
0
1
2
3
4
Non annuity
Aliran kas
Tahun ke
0
a
b
c
d
1
2
3
4
Ordinary annuity
Aliran kas
a
a
a
a
4
Tahun ke
0
1
2
3
Aliran kas
a
a
a
a
Annuity due
B. RUMUS FUTURE VALUE (NILAI YANG AKAN DATANG)
Single:
FV
FVn = CF ( 1 + i)n
Contoh: Uang Rp1.000,00 saat ini (PV) ditabung di Bank dengan bunga (i) 10% per tahun, maka nilai
uang tersebut 1 tahun yang akan datang (FV1) adalah Rp1.000,00 (1 + 10%)1 = Rp1.100,00. Atau nilai
uang tersebut 5 tahun yang akan (FV5) datang menjadi Rp1.000,00 ( 1 + 10%)5 = Rp1.610,51.
Series:
Non annuity: dihitung satu per satu dengan rumus FV yang single.
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00; Rp1.200; dan
Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3)
adalah:
0
1
2
3
Rp1.000,00
Rp1.200,00
Rp1.500,00
FV3=?; i = 10% per tahun
Rp1.000,00(1 + 10%)3 = Rp1.331,00
Rp1.200,00(1 + 10%)2 = Rp1.452,00
Rp1.500,00(1 + 10%)1 = Rp1.650,00
FV3
= Rp4.433,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 5
Ordinary annuity:
 1  i n  1 

FVn  CF

i


Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menabung Rp1.000,. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah:
0
1
2
3
Rp1.000,00
Rp1.000,00
Rp1.000,00
FV3=?; i = 10% per tahun
 1  10% 3  1 

FV3  Rp1.000,00

10%


= Rp3.310,00
Annuity due:
 1  i n1  1

FVn  CF
- 1
i


Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00. Kalau tingkat
bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah:
0
1
2
3
Rp1.000,00
Rp1.000,00
Rp1.000,00
FV3=?; i = 10% per tahun
 1  10% 31  1

FV3  Rp1.000,00 
- 1
10%


= Rp3.641,00
C. RUMUS PRESENT VALUE (NILAI SEKARANG)
PV
Single:
CF
1  i n
Contoh: Uang Rp1.000,00 akan diterima 1 tahun yang akan datang (FV1), jika bunga bank 10% per
tahun, maka nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang (PV) adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)1 =
Rp909,09. Seandainya uang Rp1.000,00 tersebut akan diterima 5 tahu yang akan datang (FV5), maka
nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang adalah adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)5 = Rp620,92.
PV 
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 6
Series:
Non annuity: dihitung satu per satu dengan rumus PV yang single.
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode akan menerima uang Rp1.000,00; Rp1.200;
dan Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut kalau diterimakan
sekarang (PV) adalah:
0
1
2
Rp1.000,00 Rp1.200,00
PV=?; i = 10% per tahun
3
Rp1.500,00
Rp1.000,00/(1 + 10%)1 = Rp 909,09
Rp1.200,00/(1 + 10%)2 = Rp 991,74
Rp1.500,00/(1 + 10%)3 = Rp1.126,97
FV3
= Rp3.027,08
Ordinary annuity: (Mahasiswa diwajibkan hapal rumus ini!!!)
1

1n

1  i

PV  CF

i








Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menerima Rp1.000,. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah:
0
1
PV=?
Rp1.000,00
i = 10% per tahun
2
3
Rp1.000,00
Rp1.000,00
1

13

1  10% 

PV  Rp1.000,00

10%








= Rp2.486,85
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 7
Annuity due
1

 1n -1

1  i

PV  CF 1 

i








Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menerima Rp1.000,00. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah:
0
1
2
3
Rp1.000,00
Rp1.000,00
Rp1.000,00
FV3=?; i = 10% per tahun
1

 13 -1

1  10% 

PV  Rp1.000,00 1 

10%








= Rp2.735,54
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 8
III. POKOK BAHASAN: PENILAIAN SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian nilai perusahaan
2. Perbedaan konsep nilai
3. Penilaian surat berharga jangka panjang
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian nilai perusahaan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian tentang nilai perusahaan
3. Mahasiwa dapat menghitung nilai obligasi dengan present value
4. Mahasiswa dapat menghitung nilai saham dengan present value
MATERI PERKULIAHAN:
A. PENILAIAN SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG
Pada pokok bahasan I diketahui bahwa tujuan normatif manajemen keuangan adalah memaksimumkan
nilai perusahaan (memaksimumkan kekayaan pemilik), sedang nilai perusahaan dapat dilihat dari surat
berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Karena surat berharga yang mewakili kepemilikan
suatu perusahaan adalah saham, maka nilai perusahaan biasanya dapat dilihat dari harga pasar saham.
Ada beberapa pengertian nilai/harga surat berharga, yaitu
1. Nilai likuidasi/Liquidation Value: Sejumlah uang yang dapat diperoleh karena suatu asset
(sekelompok asset) dijual ketika perusahaan dilikuidasi (dibubarkan)
2. Going-Concern Value: Suatu jumlah uang tertentu yang dapat diperoleh dari perusahaan yang dijual,
dengan asumsi perusahaan tetap beroperasi seperti semula.
3. Nilai buku: Nilai akuntansi dari aktiva. Kalau aktiva tetap berarti harga perolehan dikurangi dengan
depresiasi. Kalau yang dilnilai saham (equity), maka sama dengan total asset dikurangi dengan
utang dan saham preferen.
Dalam manajemen keuangan yang akan dibahas sebagai nilai/harga pasar surat berharga jk. panjang
adalah nilai dalam pengertian going-concern value. Apabila ada gejala kebangkrutan, baru nilai
likuidasi digunakan.
Ada beberapa jenis surat berharga jk. panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan sbb:
Obligasi/Bond
(Surat tanda
utang)
Perpetual Bond (Tidak memiliki jatuh tempo)
Maturity Bond (Memiliki jatuh tempo)
Surat berharga
Jangka panjang
Saham/Stock
(Surat tanda
Kepemilikan)
Preffered Stock/Saham Preferen
(“Tidak memiliki jatuh tempo”)
Common Stock/Saham Biasa
(“Memiliki/tidak memiliki jatuh tempo”)
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 9
Menilai surat berharga Jk. panjang adalah menghitung harga pasar yang wajar saat ini. Atau dengan
kata lain, kalau surat berharga tersebut saat ini (Present Value) akan dibeli, berapa harga yang wajar
yang harus dibayarkan. Oleh karena itu perhitungannya akan menggunakan konsep Time Value
of Money, khususnya rumus Present Value yang Ordinary Annuity. Angka-angka yang dilibatkan
dalam perhitungan adalah nilai nominal (nilai yang tercantum dalam surat berharga tersebut) untuk
surat berharga yang memiliki jatuh tempo, dan bunga/kupon (untuk obligasi), dividen (untuk saham).
Pada prinsipnya nilai surat berharga adalah nilai sekarang dari seluruh aliran kas yang akan
diterima oleh pembeli surat berharga.
1. Perpetual Bond (Tidak memiliki jatuh tempo)
Nilai Perpetual Bond: Nilai sekarang (PV) dari seluruh bunga/kupon yang diterima sepanjang umur
obligasi. (catatan: umur obligasi tidak terbatas, karena tidak memiliki jatuh tempo, sehingga umur
obligasi adalah ∞ tahun. )
Thn 0
1
2
3
4 dst……. …….∞
:---------:---------:----------:----------:---------: …. ……..:
Cf
I1
I2
I3
I4
…………….I∞
Dinilai sekarang dengan faktor bunga kd
V0
1

11 - k d 
V0  I

kd








Cf = aliran kas yang diterima, berasal dari bunga obligasi (I); I = i x Nominal. I1 = I2 = I3 dst.
V0 = Nilai Obligasi/harga yang wajar saat ini
kd = tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pembeli obligasi (biaya obligasi bagi perusahaan)
Karena (1 + kd)∞ sama dengan ∞, maka 1/ (1 + kd)∞ = 0, sehingga rumus di atas dapat
disederhanakan menjadi V = I/ kd
Contoh: Sebuah perpetual bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%.
Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%?
Jawab: I = 10% x Rp1.500,00 = Rp150,00
V0 = Rp150,00/12% = Rp1.250,00
Obligasi terjual dengan diskon, karena harga
pasarnya lebih rendah dari nilai nominalnya
Kalau kd = 10 %, maka V0 = Rp150,00/10% = Rp1.500,00
Kalau kd = 8 %, maka V0 = Rp150,00/8% = Rp1.875,00
Obligasi terjual sama dengan
nilai nominalnya.
Obligasi terjual dengan premium,
karena harga pasarnya lebih tinggi
dari nilai nominalnya
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 10
2. Maturity Bond (Memiliki jatuh tempo)
Thn 0
1
2
3
4
:---------:---------:----------:----------:
Cf1
I1
I2
I3
I4
Cf2
Pelunasan
Untuk Maturity Bond ada 2 macam aliran kas yang diterima pembeli, yaitu pendapatan bunga dan
pembayaran pelunasan dari perusahaan penerbit obligasi pada saat jatuh tempo.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
PV dari bunga + PV dari Nominal (pelunasan)
Contoh: Sebuah maturity bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%. Umur
obligasi (jatuh tempo) 4 tahun kemudian. Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau
pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%?
PV Bunga
1

1(1  12%) 4
 Rp150

12%








PV Pelunasan
= Rp1.500,00 / (1 + 12%)4
Nilai Obligasi (V0)
 Rp
455,60
= Rp 953,28
= Rp 1.408,88
terjual dengan diskon.
Bagaimana kalau kd = 10%?; kd = 8 %?
3. Preffered Stock/Saham Preferen (“Tidak memiliki jatuh tempo”)
Saham preferen memiliki karakteristik sama dengan perpetual bond. Saham preferen tidak
pernyataan saat jatuh tempo, namun memberikan dividen secara tetap (fixed dividend), dan
pemegang saham preferen mempunyai hak mendapatkan dividen kumulatif. Oleh karena itu rumus
perhitungannya sama dengan perpetual bond, tetapi dengan simbol berbeda. Rumusnya V0 = D1/kp.
(D = dividen, kp = keuntungan yang diminta oleh pembeli saham).
Contoh: Sebuah saham preferen dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D =
Rp200,00). Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kp)
sebesar 12%?
Jawab: V0 = Rp200,00/12% = Rp1.666,67
Saham terjual dengan diskon.
4. Common Stock/Saham Biasa
Saham preferen memiliki karakteristik sama dengan maturity bond. Pemegang saham biasa dapat
memilih untuk: (1) memegang/memiliki untuk selamanya (“tidak memiliki jatuh tempo”), atau (2)
memegang/memiliki untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilepas/dijual (“memiliki jatuh
tempo”). Oleh karena itu cara menghitung harga yang wajar ( juga menggunakan 2 cara, sesuai
dengan pilihan pemegang saham.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 11
a.
Dipegang/dimiliki selamanya
Jika pemegang saham memutuskan untuk mempertahankan saham yang dibeli tidak akan
dilepas untuk selamanya, maka karakteristik saham tersebut sama dengan perpetual bond.
Sehingga untuk menghitung harga yang wajar dari saham biasa tersebut dapat menggunakan
rumus perpetual bond tetapi dengan simbul yang bebeda disesuaikan dengan kasusnya.
Contoh: Sebuah saham biasa dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D1 =
Rp200,00). Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan
(ke) sebesar 12%?
Jawab:
V0 
D1
ke
Rp200
 Rp1.666,67
12%
Terjual dengan diskon
V0 
b.
Dipegang/dimiliki untuk jangka waktu tertentu
Jika pemegang saham memutuskan untuk membeli saham tersebut dan beberapa waktu
(tahun/bulan) dilepas/dijual kembali, maka karakteristik saham biasa ini sama dengan maturity
bond. Sehingga untuk menghitung harga yang wajar saat ini (V0) bisa menggunakan logika
perhitungan untuk kasus maturity bond.
Contoh: Sebuah saham biasa dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D1 =
Rp200,00). Saham biasa tersebut 3 tahun kemudian akan dijual kembali dengan perkiraan harga
pasar saat itu (V3) adalah Rp2.100. Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli
meminta keuntungan (ke) sebesar 12%?
PV Dividen
PV V3
1


1
3
(1  12%) 

 Rp200


12%




= Rp2.100,00 / (1 + 12%)3
Nilai Saham (V)
 Rp
480,37
= Rp 1.494,74
= Rp 1.975,11
terjual dengan diskon.
Bagaimana kalau ke = 10%?; ke = 8 %?
B. TEORI PERTUMBUHAN (g = growth)
Setiap perusahaan pasti akan diusahakan untuk berkembang (tumbuh), pertumbuhan ini akan
mempengaruhi nilai perusahaan (nilai saham). Kalau tingkat pertumbuhan setiap tahun selalu sama,
maka rumusnya menjadi V = D1/( ke - g). Misal dividen tahun pertama (D1) = Rp500,00; ke = 12%,
dan g = 3%, maka harga saham tersebut menjadi: V = D1/( ke - g)
V = Rp500,00/(12% - 3%) = Rp5.555,60
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 12
Contoh lain: D0 = Rp2,00; ke = 14%. Tingkat pertumbuhan 5 tahun pertama = 10%, dan kemudian
mulai tahun ke 6 dan seterusnya akan tumbuh dengan konstan sebesar 6%. Berapa nilai saham
tersebut?
Tahap 1: Nilai sekarang (PV) dari dividen yang akan diterima selama 5 tahun I (g = 10%)
Akhir
PV dgn faktor
Divivden
PV dari Dividen
thn ke
bunga 14%
1
Rp2,00 (1 +10%)1 = Rp2,20
1/(1 +14%)1
= Rp1,93
2
2
Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,42
1/(1 +14%)2
= Rp1,86
3
3
3
Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,66
1/(1 +14%)
= Rp1,80
4
Rp2,00 (1 +10%)4 = Rp2,93
1/(1 +14%)4
= Rp1,76
5
5
5
Rp2,00 (1 +10%) = Rp3,22
1/(1 +14%)
= Rp1,67
Nilai sekarang dari dividen selama 5 tahun I = Rp8,99
Tahap 2: Nilai sekarang saham dengan pertumbuhan konstan (g = 6%)
Dividen pada kahir tahu ke 6 = Rp3,22 (1 + 6%)1 = Rp3,41
Nilai Saham pada akhir tahun ke 5 (V5) = D6/( ke - g)
= Rp3,22/(14% - 6%) = Rp42,63
Nilai sekarang V5 = Rp42,63/(1 +14%)5 = Rp22,13
Tahap 3: Nilai sekarang saham
V = Rp8,99 + Rp22,13 = Rp31,12
(Analisis perhitunga di atas dengan asumsi saham biasa tersebut dipegang untuk selamanya (‘tidak
memiliki jatuh tempo’)
C. YIELD TO MATURITY
Yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian (return) investasi dalam surat berharga jangka
panjang, jika surat berharga tersebut dibeli sebesar harga pasar saat ini dan dipegang/dimiliki sampai
dengan saat jatuh tempo. Disebut juga sebagai internal rate of return (IRR) dari surat berharga jangka
panjang tersebut. Sehingga untuk menghitung YTM tersebut menggunakan interpolasi.
1. YIELD TO MATURITY dari Obligasi
Contoh: Sebuah obligasi dengan nominal Rp1.000,00 per lembar. Saat ini harga pasar (V0) obligasi
tersebut adalah Rp761,00. Obligasi tersebut akan jatuh tempo 12 tahun yang akan datang. Kupon 8%
per tahun. Berapa tingkat bunga yang akan menghasilkan seluruh aliran kas masuk (cif) yang bisa
diharapkan sampai dengan saat jatuh tempo sama dengan harga pasar saat ini (cof), atau YTM dari
obligasi tersebut?
Jawab:
Aliran kas atau cash flow dari kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1
:
Cof: V0 Rp761,00
Cif: Kupon
Pelunasan
2
:
Rp80,00
:
Rp80,00
3 ….……………………..................12
: ………………
:
Rp80,00
Rp80,00
:
Rp80,00
Rp1.000
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 13
Menggunakan interpolasi antara tingkat bunga 10% dengan 12%, akan dapat diperoleh tingkat bunga
yang akan menghasilkan PVcif = PVcof
i1 = 10%
2%
PV cif = Rp863,7261*)
X%
YTM = …….
PV cif = Rp761,00
i2 = 12%
PV cif = Rp752,2250*)
X Rp 102,7261


2% Rp111,5011
X
Rp102.7261
Rp111.5011
Rp102,7261
x 2%  1,84%
Rp111,5011
YTM = 10% + 1,84% = 11,84%
*) PVcif dengan tingkat bunga 10%
1


112 
(1  12%) 
PV Bunga
 Rp80 
 Rp 545,0953


12%




PV Pelunasan = Rp1.000,00 / (1 + 12%)12 = Rp 318,6308
Total PVcif
= Rp 863,7261
Cara yang sama digunakan untuk menghitung PVcif dengan tingkat bunga 12%
2. YIELD TO MATURITY dari Saham Preferen
Contoh: Sebuah Saham Preferen dengan nominal Rp1.000,00 per lembar memberikan dividen 10%
(Rp100,00). Harga pasar saat ini (V0) adalah Rp921,50 per lembar. Hitunglah YTM dar saham preferen
tersebut.
Jawab:
Rumus harga yang wajar dari saham preferen:
D1
kp
Sehingga dengan memasukkan harga pasar saat (V0) ini ke dalam rumus tersebut, akan dapat diketahui
YTM dari saham tersebut.
V0 
Rp92 1,50 
Rp100
kp
kp = Rp100/Rp921,50 = 10,85%
2. YIELD TO MATURITY dari Saham Biasa
Contoh: Saat ini harga pasar (V0) dari sebuah saham biasa adalah Rp6.000,00, degan dividen yang
diharapkan tumbuh (g) dengan 9% pertahun. Tahun depan saham ini diharapkan memberi dividen
sebesar Rp240,00. Hitung YTM dari saham biasa tersebut.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 14
Jawab:
Rumus harga yang wajar dari saham biasa dengan teori pertumbuhan adalah:
D1
ke  g
Seperti pada perhitungan YTM dari saham preferen, maka menghitung YTM saham biasa berarti
menghitung ke saham tersebut. Dengan modifikasi mathematic maka rumus di atas dapat di ubah
menjadi
V0 
V0 
D1
ke  g
ke - g 
D1
V0
ke 
D1
g
V0
Sehingga YTM dari saham biasa tersebut:
ke 
Rp240
 9%
Rp6.000
k e  4%  9%
ke atau YTM = 13%
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 15
IV. POKOK BAHASAN: PENILAIAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING)
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian dan arti penting Capital Badgeting.
2. Identifikasi dan perhitungan cashflow.
3. Keputusan Investasi: Metoda Non Discounted Cashflow
4. Keputusan investasi: Metoda Discounted Cashflow
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Capital Budgeting
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting Capital Budgeting
3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung cashflow investasi baru
4. Mahasiswa dapat menghitung cashflow investasi baru
5. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung cashflow investasi penggantian
6. Mahasiswa dapat menghitung cashflow investasi penggantian
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pngertian dan teknik perhitungan Accounting Rate of Return untuk
menilai kelayakan investasi
8. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Accounting Rate of Return untuk menilai
kelayakan investasi
9. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Average Accounting Rate of
Return untuk menilai kelayakan investasi
10. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Average Accounting Rate of Return untuk
menilai kelayakan investasi
11. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Pay Back Period untuk menilai
kelayakan investasi
12. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Pay Back Period untuk menilai kelayakan
investasi
13. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Net Present Value untuk menilai
kelayakan investasi
14. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Net Present Value unruk menilai kelayakan invesatasi
15. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Internal Rate of Return untuk
menilai kelayakan investasi
16. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Internal Rate of Return unruk menilai kelayakan invesatasi
17. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Profitability Index untuk menilai
kelayakan investasi
18. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Profitability Index unruk menilai kelayakan invesatasi
MATERI PERKULIAHAN:
A. CAPITAL BUDGETING
Capital Budgeting adalah keseluruhan proses analisis tentang pengambilan keputusan investasi pada
aktiva tetap (proyek). Investasi pada aktiva tetap (misal: bangunan, kendaraan, dsb) akan melibatkan
dana yang cukup besar dan dana tersebut akan terikat dalam jangka panjang (lebih dari 1 thn). Untuk
menghindari kesalahan, maka perlu analisis yang baik agar keputusan yang diambil optimal. Kesalahan
pengambilan keputusan dalam investasi aktiva tetap akan menimbulkan kerugian yang besar karena
langkah perbaikan yang harus dilakukan pasti memerlukan biaya yang sangat besar.
Analisis yang digunakan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan pengorbanan (Benefit & Cost
Analysis). Tujuannya adalah untuk menilai kelayakan investasi tersebut. Investasi disebut layak apabila
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 16
modal yang digunakan dapat kembali ditambah sejumlah keuntungan (aliran kas masuk lebih besar
daripada aliran kas keluar).
1. Menghitung Aliran Kas Investasi
Aliran kas suatu investasi dapat dibedakan menurut accrual basis dan menurut cash basis (baca lagi
BAB I). Jenis investasi dapat dibedakan menjadi investasi baru dan investasi penggantian.
1.a. Investasi Baru
Kasus A: Sebuah perusahaan merencanakan membeli mesin seharga Rp85.000,00. Mesin dibeli dari
Singapura dengan ongkos kirim Rp10.000,00. Setelah tiba dilokasi, mesin harus dipasang (set-up)
dengan biaya Rp5.000,00. Umur ekonomis mesin = 5 tahun. Mesin baru ini diperkirakan dapat
menghasilkan penjualan sebesar Rp150.000,00 pertahun dengan biaya operasi (diluar depresiasi)
Rp100.000,00. Tingkat pajak = 30%.
Langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut:
Harga perolehan mesin = Rp85.000,00 + Rp10.000,00 + Rp5.000,00 = Rp100.000,00
Depresiasi/thn = Rp100.000,00/5 tahun = Rp20.000,00/thn
Perhitungan aliran kas/tahun
Ringkasan Laba Rugi
Penjualan
Biaya operasi
Depresiasi
Laba operasi (EBIT)
Pajak (30%)
Laba Bersih (EAT)
Accrual basis
150.000,00
100.000,00
20.000,00
120.000,00
30.000,00
9.000,00
21.000,00
Cash basis
150.000,00
100.000,00
-
100.000,00
50.000,00
9.000,00
41.000,00
Aliran kas masuk dengan cash basis ini
disebut dengan Proceed.
Proceed = EAT + Depresiasi
= Rp21.000 + Rp20.000,00
= Rp41.000,00
1.b. Investasi penggantian
Kasus B: Sebuah perusahaan akan mengganti mesin lama dengan mesin baru. Mesin lama mempunyai
nilai buku Rp30.000,00 dengan sisa umur ekonmis 3 tahun. Mesin lama tersebut laku dijual sebesar
nilai bukunya. Mesin baru dibeli dengan harga perolehan Rp120.000,00, mempunyai umur ekonomis 3
tahun. Penggantian mesin ini akan dapat memberikan penghematan biaya pemeliharaan, biaya bahan,
dan biaya tenaga kerja sebesar Rp55.000,00 per tahun. Tingkat pajak 40%.
Langkah-langkah perhitungannnya sebagai berikut:
Harga perolehan mesin baru = Rp120.000,00
Depresiasi Mesin Baru/thn = Rp120.000,00/3 tahun = Rp40.000,00/thn
Depresiasi Mesin Baru/thn = Rp30.000,00/3 tahun = Rp10.000,00/thn
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 17
Perhitungan tambahan aliran kas/tahun
incremental analysis
Ringkasan Laba Rugi
Accrual basis
Penghematan biaya
55.000,00
Depresiasi Baru
40.000,00
Depresiasi Lama
10.000,00
30.000,00
Tambahan Laba operasi
25.000,00
(EBIT)
10.000,00
Tambahan Pajak (40%)
15.000,00
Tamabahan Laba Bersih (EAT)
Cash basis
55.000,00
-
55.000,00
10.000,00
45.000,00
Aliran kas masuk dengan cash basis ini disebut dengan Tambahan Proceed.
Tambahan Proceed = Tambahan EAT + Tambahan Depresiasi
= Rp15.000 + Rp30.000,00
= Rp45.000,00
B. METODE PENILAIAN INVESTASI
Metode penilaian invesatasi ada 6 metode, dapat digambrkan sebagai berikut:
Accounting Rate of Return (ARR)
Non Dicounted
(Mengabaikan
Nilai Waktu Uang)
Metode
Penilaian
Average Accounting Rate of Return (AARR)
Pay Back Period (PBP)
Net Present Value (NPV)
Discounted
(Memperhitungkan
Nilai Waktu Uang)
Internal Rate of Return (IRR)
Profitability Index (PI)
Pembahasan masing-masing metode akan menggunakan Kasus A dan Kasus B di atas.
1. Accounting Rate of Return: adalah persentase laba bersih dibandingkan dengan initial investment.
Definisi di atas dapat dinyatakan dalam formula ARR = EAT/Initial Investment. Initial
investment adalah dana bersih yang dibutuhkan sampai dengan investasi tersebut siap dioperasikan.
Initial Investment Kasus A = Rp100.000,00. Initial Investment Kasus B = Rp120.000,00 –
Rp30.000,00 = Rp90.000,00. Maka:
ARRA = Rp21.000,00/Rp100.000,00 = 0,21 atau 21%
ARRB = Rp15.000,00/Rp90.000,00 = 0,1667 atau 16,67%
Berarti tingkat keuntungan berdasarkan initial investment untuk Kasus A adalah 21% dan Kasus B
adalah 16,67%. Layak dan tidaknya investasi tersebut menggunakan dasar sebagai berikut:
a. Kalau membandingkan antara 2 investasi, maka dipilih yang mempunyai ARR paling tinggi.
b. Kalau hanya menilai 1 investasi, maka ARR yang dihasilkan dibandingkan dengan tingkat
keuntungan yang diinginkan, atau dengan tingkat bunga bank. Kalau ARR lebih kecil, maka
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 18
investasi tersebut tidak layak (ditolak). Kalau ARR lebih tinggi maka investasi tersebut layak
(diterima).
2. Average Accounting Rate of Return: adalah persentase dari rata-rata laba bersih terhadap ratarata investasi. Cara perhitungan sama dengan ARR, namun menggunakan angka rata-rata. Rata-rata
laba bersih (EAT) sama dengan EAT/thn, karena setiap tahun besarnya sama. Sedang rata-rata
investasi menggunakan formula = (Investasi Awal + Investasi Akhir)/2. Karena Investasi Akhir = 0
(modal sudah kembali), maka rata-rata investasi untuk masing-masing Kasus:
Rata-rata Investasi Kasus A = Rp100.000,00/2 = Rp50.000,00
Rata-rata Investasi Kasus B = Rp90.000/2 = Rp45.000,00
Sehingga:
AARRA = Rp21.000,00/Rp50.000,00 = 0,42 atau 42%
AARRB = Rp15.000,00/Rp45.000,00 = 0,3333 atau 33,33%
Kriteria penilaian sama dengan ARR.
3. Pay Back Period: adalah jangka waktu yang dibutuhkan agar initial investment dapat kembali.
Metode ini (dan metode-metode berikutnya) akan menggunakan proceed sebagai aliran kas masuk.
Sedang initial investment sama dengan metode sebelumnya (ARR dan AARR). Perhitungannya
dengan cara membagi initial investment dengan proceed, sebagai berikut:
PBPA = Rp100.000,00/Rp41.000,00 = 2,44 tahun
0,44 tahun x 12 bulan = 5,28 bulan
0,28 bulan x 25 hari = 7 hari
Sehingga jangka waktu yang dibutuhkan agar modal Kasus A dapat kembali (PBPA ) = 2 tahun, 5
bulan, 7 hari.
PBPB = Rp90.000,00/Rp45.000,00 = 2 tahun
Sehingga jangka waktu yang dibutuhkan agar modal Kasus B dapat kembali (PBPB ) = 2 tahun.
Kriteria penilaiannya sebagai berikut:
a. Kalau membandingkan 2 investasi maka yang dipilih adalah PBP yang terkecil (waktu
pengembalian modal paling cepat).
b. Kalau hanya menilai 1 investasi, maka harus ditetapkan dulu PBP maksimum. Kalau PBP
investasi lebih besar atau sama dengan PBP maksimum, maka proyek tersebut tidak layak
(ditolak). Sebaliknya kalau PBP investasi lebih kecil dari PBP maksimum, maka proyek
tersebut layak (diterima).
4. Net Present Value: adalah nilai sekarang aliran kas masuk dikurangi nilai sekarang aliran kas
keluar (PVCIF – PVCOF).. Karena metode ini mengakui bahwa dengan berjalannya waktu, nilai uang
akan berubah, maka cara perhitungannya menggunakan teori Time Value of Money, khususnya
yang Present Value (PV). Formula yang digunakan NPV = PVCIF – PVCOF.
Kasus A: (karena aliran kas yang terjadi adalah ordinary annuity, maka untuk menghitung PVCIF
Bisa menggunakan rumus PV untuk ordinary annuity, misal tingkat bunga = 24%).
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 19
1

15

1  24% 

PVcif  Rp41.000

24%


PVcof =
NPVA
Kasus B:


  Rp112.565, 82



= Rp100.000,00
= Rp 12.565,82 (positif)
1

11  24% 3
PVcif  Rp45.000 

24%


PVcof =
NPVA


  Rp 89.158,64



= Rp 90.000,00
=- Rp
841,36 (negatif)
Kriteria penilaiannya sebagai berikut:
Kalau NPV > 0 maka investasi diterima
Kalau NPV < atau = 0 investasi ditolak.
Dari contoh soal di atas, Kasus A diterima, Kasus B ditolak.
5. Internal Rate of Return: adalah tingkat bunga yang akan membuat PVCIF = PVCOF (NPV = 0)
Untuk menghitung IRR, harus dilakukan dengan cara interpolasi, yaitu menentukan 2 macam
tingkat bunga, tingkat bunga yang satu diusahakan akan menghasilkan PVCIF > PVCOF dan tingkat
bunga yang lain diusahakan akan menghasilkan PVCIF < PVCOF, maka tingkat bunga yang akan
menghasilkan PVCIF = PVCOF (IRR), berada di antara 2 tingkat bunga tersebut.
Kasus A: misal i1 =28% dan i2 = 30%
2%
i1 = 28%
PV cif = Rp103.812,25
X%
IRR = …….
PV cif = Rp100.000,00
i2 = 30%
PV cif = Rp 99.858,36
X
Rp 3.812,25


2% Rp3.953,89
X
Rp3.812,25
Rp 3.953,89
Rp 3.812,25
x 2%  1,93%
Rp3.953,89
IRRA = 28% + 1,93% = 29,93%
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 20
Kasus B: misal i1 =22% dan i2 = 24%
2%
i1 = 22%
PV cif = Rp 91.900,86
X%
IRR = …….
PV cif = Rp 90.000,00
i2 = 24%
PV cif = Rp 89.153,64
X
Rp 1.900,86


2% Rp2.747,22
X
Rp1.900,86
Rp 2.747,22
Rp 1.900,86
x 2%  1,38%
Rp2.747,22
IRRB = 22% + 1,38% = 23,38%
Kriteria penilaian IRR:
a. IRR hasil perhitungan dibandingkan dengan target keuntungan yang diharapkan (r). Apabila
IRR < r maka investasi tidak layak (ditolak). Kalau IRR>r maka investasi dapat diterima.
b. Apabila membandingkan 2 proyek investasi, dan kedua investasi tersebu memiliki IRR>r, maka
dipilih IRR yang tertinggi.
Dari contoh soal di atas, apabila r (target keuntungan) = 24%, maka Kasus A dapat diterima, sedang
Kasus B ditolak.
6.
Profitability Index: adalah perbandingan antara PVCIF dengan PVCOF.
Berdasarkan definisi tersebut, maka rumus perhitungannya adalah PI = PVCIF/ PVCOF
Jika target keuntungan = 24%, maka
Kasus A
PIA = Rp112.565,82/Rp100.000,00 = 1,12
Kasus B
PIB = Rp89.158,64/Rp90.000,00 = 0,99
Kriteria penilaian: Kalau PI>1 investasi dapat diterima, dan sebaliknya kalu PI<1 maka investasi
harus ditolak. Dari contoh di atas, maka Kasus A diterima, sedang Kasus B ditolak.
Dari ke 6 metode penilaian investasi tersebut, metode yang masuk kelompok non discounted
mempunyai kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan nilai waktu uang, padahal investasi pada aktiva
tetap mempunyai jangka waktu lebih dari 1 tahun. Khusus untuk ARR dan AARR, mempunyai
kebaikan pada cara perhitungan yang sederhana, dan menggunakan angka yang sudah matang. Untuk
metode yang menggunakan proceed (PBP, NPV, IRR, dan PI) harus menyiapkan angka proceed lebih
dulu. Metode yang menggunakan teori nilai waktu uang dianggap baik karena dapat memberikan
gambaran aliran kas dan keuntungan yang lebih realistis, namun perhitungannya cukup rumit. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah, apbila NPV mengatakan bahwa investasi layak, maka metode IRR dan
PI juga akan mengatakan yang sama. Sebab, apabila IRR>r dan PI>1 maka pasti NPV>0.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 21
V. POKOK BAHASAN: RISIKO DAN KEUNTUNGAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Definisi Risiko dan Keuntungan
2. Metoda perhitungan risiko dengan Disitribusi Probabilitas.
3. Risiko dan Keuntungan dalam Portfolio
4. Risiko sistimatik dan unsistimatik
5. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
6. Teknik perhitungan risiko Capital Budgeting
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian risiko
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian keuntungan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan cara perhitungan risiko mutlak dan risiko relatif
4. Mahasiswa dapat menghitung tingkat risiko mutlak investasi pada surat berharga jk. panjang
dengan distribusi probabilitas
5. Mahasiswa dapat menghitung risiko relatif investasi pada surat berharga jk panjang dengan
distribusi probabilitas
6. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian portfolio
7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung risiko portfolio dengan metode matrix
8. Mahasiswa dapat menghitung risiko portfolio dengan metode matrix
9. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat risiko sistematis dengan grafik
10. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat risiko unsistematis dengan grafik
11. Mahasiswa dapat menyebutkan beta sebagai ukuran risiko sistematis
12. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan cara perhitungan Capital Asset Pricing Model
13. Mahasiswa dapat menghitung nilai surat berharga jangka panjang memakai model CAPM dengan
memasukkan faktor risiko dan keuntungan.
14. Mahasiswa dapat menghitung risiko mutlak investasi pada aktiva tetap dengan distribusi
probabilitas
15. Mahasiswa dapat menghitung risiko relatif investasi pada aktiva tetap dengan distribusi probabilitas
16. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menyusun pohon probabilitas.
17. Mahasiswa dapat menghitung risiko invesatsi pada aktiva tetap dengan cashflow lebih dari 1 tahun
MATERI PERKULIAHAN:
A. RISIKO DAN KEUNTUNGAN (RETURN)
Keuntungan, disebut juga return (R), adalah pendapatan yang diterima dari suatu investasi yang
dilakukan, dibagi dengan pengeluaran investasinya (modal). Biasanya diekspresikan dalam persentase.
Pengertian investasi, seperti penjelasan pada pokok bahasan sebelumnya, dapat disimpulkan baik
investasi pada surat berharga maupun investasi pada aktiva tetap.
Risiko: adalah penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Karena merupakan penyimpangan (deviasi),
maka tingkat risiko dapat diukur secara statistik (berdasarkan data historis) dengan menghitung standar
deviasi. Perhitungan tingkat risiko (standar deviasi) akan menggunakan data historis yang ada dengan
melihat distribusi probabilitasnya. Antara risiko dengan return akan terjadi “trade off”, yaitu pada
umumnya usaha yang menjanjikan return yang tinggi akan diikuti pula dengan tingkat risiko yang
tinggi, dan sebaliknya.
Penting untuk diketahui, bahwa menghitung tingkat risiko bukanlah semata-mata untuk menentukan
pilihan pada investasi yang memiliki tingkat risiko yang paling rendah. Investor, karena karakternya
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 22
yang menyukai tantangan, mungkin akan memilih investasi yang berisiko tinggi, tetapi menjanjikan
keuntungan yang tinggi pula. Sebaliknya investor yang konservatif (penuh kehati-hatian) akan memilih
investasi yang relatif aman (tingkat risiko rendah) dengan konsekuensi tingkat keuntungan yang akan
diperoleh juga relatif rendah.
B. RISIKO INVESTASI PADA SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG
1. Tingkat Risiko Mutlak dan Tingkat Risiko Relatif
Investasi pada surat berharga dapat dilakukan baik dengan membeli saham maupun obligasi, yang
umur investasinya lebih dari 1 tahun.
Contoh kasus: dari data historis diketahui sebagai berikut:
Kondisi
Return (R)
Return (R)
Probabilitas (P)
Ekonomi
Saham A
Saham B
Baik
30%
10%
30%
Sedang
40%
8%
24%
Buruk
30%
6%
18%
Berdasarkan data historis tersebut, dapat dilakukan analisis perhitungan untuk mengukur tIngkat risiko
jika akan melakukan investasi (membeli) Saham A dan Saham B. Perhitungannya sebagai berikut:
Saham A:
Kondisi
Ekonomi
Baik
Sedang
Buruk
P
RA
30%
40%
30%
10%
8%
6%
P
RB
30%
40%
30%
30%
24%
18%
(RA)P
(RA -ŘA)2P
0,030
0,00012
0,032
0
0,018
0,00012
ŘA = 0,080 (σ A)2 = 0,00024
Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (ŘA) = 8%
Dengan tingkat risiko saham A
σA = √0,00024 = 0,0154919 atau 1,55%
Saham B:
Kondisi
Ekonomi
Baik
Sedang
Buruk
(RB)P
(RB -ŘB)2P
0,090
0,00108
0,096
0
0,054
0,00108
ŘB = 0,240 (σ B)2 = 0,00216
Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (ŘB) = 24%
Jadi tingkat risiko saham B
σ B = √0,00216 = 0,0464758 atau 4,65%
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat risiko saham A lebih kecil dibanding
tingkat risiko saham B. Standar deviasi ini menggambarkan tingkat risiko mutlak. Kalau diperhatikan
lebih lanjut, tingkat risiko kedua saham tersebut sebenarnya tidak dapat diperbandingkan begitu saja,
sebab kedua saham tersebut mempunyai skala return yang berbeda. Saham A dalam skala satuan,
sedang saham B dalam skala puluhan. Sehingga membandingkan risiko mutlak antara kedua saham
tersebut tidak dapat dilakukan. Apabila skala dari return kedua saham tersebut sama, maka menghitung
risiko mutlak untuk diperbandingkan adalah sudah cukup. Apabila skala return kedua saham tersebut
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 23
berbeda, maka tingkat risiko kedua saham tersebut harus diperbandingkan secara relatif, sesuai dengan
skalanya masing-masing. Jadi harus dihitung dulu tingkat risiko relatif kedua saham tersebut, dengan
rumus CV = σ/Ř (CV = tingkat risiko relatif).
CVA = σA/ŘA
CVB = σB/ŘB
1,55%/0,080 = 19,4%
4,65%/0,240 = 19,4%
Ternyata, setelah dihitung tingkat risiko sesuai dengan skala return masing-masing (risiko relatif),
tingkat risiko kedua saham tersebut sama.
2. Risiko Portfolio
Portfolio adalah investasi pada kombinasi beberapa surat berharga, dengan tujuan untuk mengurangi
tingkat risiko.
Misal:
R

D
A
10%
5%
70%
B
6%
4%
30%
Saham
rAB = -35%
R = return dari saham,  = tngkat risiko masing-masing saham; D = distribusi dana yang dimiliki untuk
dialokasikan ke masing-masing saham, dan rAB = koefisien korelasi antara saham A dan saham B.
Berdasarkan data tersebut di atas, hitunglah return dari portfolio (Rp ) dan risiko portfolio (p)!
Jawab:
Rp = DaRa + DbRb
= 0,7 X 0,1 + 0,3 X 0,06
= 0,07 + 0,018 = 0,088 atau 8,8%
tingkat keuntungan yang dapat diharapkan dari
investasi portfolio
p = tingkat risiko portfolio, dihitung dengan matrix sebagai berikut:
Saham A
Saham B
Saham A
DaDaraaaa
DaDbrabab
Saham B
DaDbrabab
DbDbrbbbb
Saham A
Saham B
Saham A
Saham B
(0,7)(0,7)(1)(0,05)(0,05)
(0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) 0,5
(0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) (0,3)(0,3)(1)(0,04)(0,04)
Saham A
Saham B
Saham A
0,001225
-0,000147
Saham B
-0,000147
0,000144
0,5
0,5
 p  0,001225 - 0,000147 - 0,000147  0,000144
p = 0,0327871926215 atau 3,28%
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 24
3. Risiko Sistematis, Risiko Unsistematis dan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Tujuan investor melakukan portfolio adalah untuk mereduksi tingkat risiko investasi, dengan cara
mengkombinasi beberap surat berharga. Pada titik tertentu penambahan jenis surat berharga yang
dikombinasikan tidak dapat lagi menurunkan tingkat risiko. Jadi ada risiko yang dapat direduksi
dengan menambah kombinasi surat berharga (risiko unsistematis) , di lain pihak ada risiko yang tidak
dapat direduksi dengan menambah kombinasi surat berharga (risiko sistematis). Kalau digambarkan
dalam grafik akan nampak sebagai berikut:
p
Risiko unsistematis
Total risiko
Risiko sistematis
Jumlah surat berharga yang
dikombinasi dalam portfolio
Total Risiko = Risiko Unsistematis + Risiko Sistematis
Risiko sistematis dalam perhitungan diwakili angka yang disebut dengan index risiko sitematis (β).
Manfaat β adalah dalam menentukan return dari saham tertentu yang beredar di pasar modal, yang
terpengaruh oleh risiko pasar, sebagai berikut:
Rj = I + (Rm – I ) β
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Rj = return dari saham j
i = tingkat bunga bebas risiko (bunga bank pemerintah)
Rm =return yang diharapkan dari portfolio di pasar modal
β = index risiko sistematis
Misal:
i = 10%; Rm = 15%;β = 1,3
maka Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5%
kalau β = 1
maka Rj = 10% + (15% - 10%)1= 15%
kalau β = 0,5
maka Rj = 10% + (15% - 10%)0,5 = 12,5%
jadi
kalau β > 1 maka Rj > Rm
kalau β = 1 maka Rj = Rm
kalau β < 1 maka Rj < Rm
Perubahan kondisi yang mengakibatkan perubahan harga saham dengan model CAPM
Misal dividen = Rp200,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 25
Sebelum
Perubahan
10%
15%
1,3
10%
i
Rm
β
g
Sesudah
Perubahan
8%
12%
1,1
9%
Sebelum perubahan
Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5%
V = D/(ke – g)
200/(16,5% - 10%) = Rp3.076,923
Setelah perubahan
Rj = 8% + (12% - 8%)1,1 = 12,4%
V = D/(ke – g)
200/(12,4% - 9%) = Rp5.882,35
C. RISIKO INVESTASI PADA AKTIVA TETAP
Pada dasarnya cara menghitung tingkat risiko investasi pada aktiva tetap adalah sama dengan cara
menghitung tingkat risiko investasi pada surat berharga jangka panjang, yaitu dengan menghitung
standar deviasi dengan distribusi probabilitas. Dalam investasi pada surat berharga jangka panjang
panjang, yang diukur adalah risiko dari return (R), dalam investasi pada aktiva tetap yang diukur adalah
penyimpangan (risiko) dari cash in flow (CF), yaitu risiko dari aliran kas masuk yang dihasilkan oleh
investasi tersebut.
1. Tingkat risiko kalau CF hanya 1 tahun
Contoh kasus: dari data historis diketahui sebagai berikut:
Kondisi
Cash
Cash
Ekonomi
Probabilitas (P)
Flow(CF)
Flow(CF)
Proyek A
Proyek B
Baik
25%
Rp3.000,00
Rp10,00
Sedang
50%
Rp5.000,00
Rp50,00
Buruk
25%
Rp7.000,00
Rp90,00
Proyek A:
Kondisi
Ekonomi
Baik
Sedang
Buruk
P
25%
50%
25%
CFA
(CFA)P
3.000,00
750,00
5.000,00
2.500,00
7.000,00
1.750,00
Rerata CFA = 5.000,00
(CFA –Rerata CFA)2P
1.000.000,00
0
1.000.000,00
( A)2 = 2.000.000,00
CF yang dapat diharapkan (Rerata CFA) = Rp5.000,00
Dengan tingkat risiko proyek A
σ A = √2.000.000,00 = Rp1.414,2136
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 26
Proyek B:
Kondisi
Ekonomi
Baik
Sedang
Buruk
P
CFB
(CFB)P
(CFB –Rerata CFB)2P
25%
50%
25%
10,00
2,50
400,00
50,00
25,00
0
90,00
22,50
400,00
2
Rerata CFB = 50,00
( B) = 800,00
CF yang dapat diharapkan (Rerata CFB) = Rp50,00
Dengan tingkat risiko proyek B
σ B = √800,00= Rp28,2842
Kesimpulan: risiko rroyek A lebih besar dari risiko proyek B
Apabila skala CF dari kedua proyek tersebut sama, maka perhitungan diatas (risiko mutlak) sudah
cukup untuk diperbandingkan. Tetapi karena skala CF masing-masing proyek tidak sama (ribuan
dibanding puluhan), maka tingkat risiko mutlak tidak dapat digunakan, dan harus dihitung dengan
tingkat risiko relatif
CVA = σ A/Rerata CFA
CVB = σ B/Rerata CFB
Rp1.414,2136/Rp5.000,00 = 0,1369
Rp28,2842/Rp50,00 = 0,2739
Ternyata setelah dihitung risiko relatif masing-masing proyek, tingkat risiko proyek A lebih kecil dari
pada tingkat risiko proyek B (relatif sesuai dengan sklalanya).
2. Total risiko proyek (CF lebih dari 1 tahun)
Initial investment Rp240,00. Umur investasi 2 tahun. Pada akhir tahun I ada 3 kemungkinan CF. Kalau
kondisi bagus akan ada CF = Rp500 dengan probilitas (p) = 25%, kondisi biasa CF = Rp200,00 dengan
p =50%, dan kondisi buruk CF = -Rp200,00 dengan p = 25%
Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke satu (CF = Rp500,00; p = 25%), maka
pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp800,00; p = 40%, kondisi biasa
CF = Rp500,00; p = 20%, kondisi buruk CF = Rp200,00; p = 20%
Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke dua (CF = Rp200,00; p = 50%), maka
pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp500,00; p = 20%, kondisi biasa
CF = Rp200,00; p = 60%, kondisi buruk CF = -Rp100,00; p = 20%
Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke tiga (CF = -Rp200,00; p = 25%), maka
pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp200,00; p = 20%, kondisi biasa
CF = -Rp100,00; p = 40%, kondisi buruk CF = -Rp400,00; p = 40%
Untuk memperjelas permasalahan, dapat dibuat skema dengan pendekatan pohon probabilitas:
-Rp240,00
(0,25) Rp500,00
(0,4) Rp800,00
(0,4) Rp500,00
(0,2) Rp200,00
(0,50) Rp200,00
(0,2) Rp500,00
(0,6) Rp200,00
(0,2) –Rp100,00
(0,25) –Rp100,00
(0,2) Rp200,00
(0,4) –Rp100,00
(0,4) –Rp400,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 27
Apabila investasi berumur lebih dari I tahun, maka metode yang paling baik adalah NPV, sehingg
sebelum menghitung risiko total, dicari lebih dulu NPV masing-masing kemungkinan. Misal tingkat
bunga = 8%, NPV masing-masing kemungkinan:
Tahun I
Initial
Prob. CF1
(p1)
Conditional
Prob. (p2)
CF2
0,4
0,4
0,2
800
500
200
0,10 500/(1,08)1 + 800/(1,08)2 – 240 =
0,10 500/(1,08)1 + 500/(1,08)2 – 240 =
0,05 500/(1,08)1 + 200/(1,08)2 – 240 =
908,83
651,63
394,43
200
0,2
0,6
0,2
500
200
-100
0,10 200/(1,08)1 + 500/(1,08)2 – 240 =
0,30 200/(1,08)1 + 200/(1,08)2 – 240 =
0,10 200/(1,08)1 - 100/(1,08)2 – 240 =
373,85
116,65
-140,55
-100
0,2
0,4
0,4
200
-100
-400
0,05 -100/(1,08)1 + 200/(1,08)2 – 240 =
0,10 -100/(1,08)1 – 100/(1,08)2 – 240 =
0,10 -100/(1,08)1 – 400/(1,08)2 – 240 =
-161,12
-418,33
-675,53
0,25
500
0,50
0,25
Tahun II
JP
0,10
0,10
0,05
0,10
0,30
0,10
0,05
0,10
0,10
Joint Probability
(JP = p1 x p2)
NPV
(JP)(NPV)
908,83
90,883
651,63
65,163
394,43
19,720
373,85
37,385
116,65
34,995
-140,55
-14,055
-161,12
-8,056
-418,33
-41,833
-675,53
-67,553
Rerata NPV = 116,649
NPV (I = 8%)
(NPV – Rerata NPV)2(JP)
(908,83 -116,649)2(0,10) = 62.755,710
(651,63 - 116,649)2(0,10) = 28.620,721
(394,43 - 116,649)2(0,05) = 3.858,134
(373,85 - 116,649)2(0,10) = 6.615,472
(116,65 - 116,649)2(0,30) =
0
(-140,55 - 116,649)2(0,10) = 6.615,066
(-161,12 - 116,649)2(0,05) = 3.857,915
(-418,33 - 116,649 )2(0,10) = 28.619,876
(-675,53 - 116,649)2(0,10) = 62.754,459
σ 2 =203.697,353
Expected NPV (NPV yang dapat diharapkan) = Rp116,649
Tingkat risiko proyek σ = √203.697,353 = Rp451,328
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 28
VI. POKOK BAHASAN: ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Rugi-Laba)
2. Manfaat Rasio, jenis-jenis Rasio, kerangka analisis,
3. Kombinasi Rasio laporan keuangan
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Neraca, Rugi Laba, dan Perubahan Laba Ditahan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara Neraca, Rugi Laba, dan Perubahan Laba Ditahan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa manfaat analisis laporan keuangan
4. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis analisa rasio
5. Mahasiswa dapat menghitung rasio data keuangan perusahaan
6. Mahasiswa dapat menilai kondisi keuangan perusahaan berdasarkan analisa rasio
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian peningkatan laba perusahaan berdasarkan alat analisa
rasio
8. Mahasiswa dapat menggabungkan perhitungan beberapa analisa rasio untuk tujuan meningkatkan
laba perusahaan
MATERI PERKULIAHAN:
A. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Analisis Laporan Keuangan dilakukan atas laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. Laporan
keuangan keuangan perusahaan paling tidak terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Laba
Ditahan (Perubahan Modal).
Neraca: menunjukkan nilai kekayaan perusahaan pada sisi aktiva, dan sumber dana (ada yang
menyebut “claims”) untuk kekayaan tersebut pada sisi utang dan modal..
Laporan Laba Rugi: menunjukkan aktivitas perusahaan selama 1 periode (1 tahun) sehingga
menghasilkan pendapatan atas pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan laba.
Laporan Laba Ditahan: menunjukkan besarnya modal sendiri yang digunakan dan bagian laba tahun
berjalan yang tidak dibagikan sebagai dividen.
Hubungan antara ketiga laporan tersebut adalah bahwa Neraca menunjukkan posisi keuangan
perusahaan pada saat tertentu, sedang Laporan Laba Rugi menunjukkan hasil operasi selama periode
tertentu.Laporan Laba Ditahan menunjukkan proses perubahan rekening Laba Ditahan yang nampak
dalam Neraca akhir periode dibanding dengan Neraca pada awal periode.
Perhatikan contoh laporan keuangan perusahaan berikut ini:
Neraca PT TURBO Akhir Tahun 1998 dan 1999
(dalam jutaan rupiah)
AKTIVA
UTANG & MODAL
Kas
Surat Berharga
Piutang
Persd. Brg Jadi
Persd. Brg Dlm Proses
Persd. Bhn. Mentah
TOTAL AKTIVA LANCAR
Bangunan & Mesin
Depresiasi
TOTAL AKTIVA TETAP
TOTAL AKTIVA
31/12/98
32
75
250
200
150
300
1.007
2.000
(400)
1.600
2.607
31/12/99
30
70
200
100
100
200
700
2300
(500)
1.800
2.500
Utang Dagang
Utang Wesel
Utang Bank
Utang pajak
Utang Lain
TOTAL UTG LANCAR
Utang Jk. Panjang
Modal Saham
Laba Ditahan
TOTAL MDL SENDIRI
TOTAL UTG & MDL
31/12/98
87
210
400
125
25
847
600
700
460
1.160
2.607
31/12/99
40
150
425
120
25
760
540
700
500
1.200
2.500
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 29
Laporan Laba Rugi PT TURBO31/12/1999
(dalam jutaan rupiah)
Penjualan
Persd. awal Barang Jadi
Persd. awal Bahan Mentah
Pembelian
Bahan Mentah yang tersedia
Persd. akhir Bahan Mentah
Bahan Mentah yang digunakan
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead Pabrik
Biaya Produksi
Persd. awal Barang Dlm Proses
Biaya Produksi yg diperhitungkan
Perd. akhir Barang Dlm Proses
Harga Pokok Produksi
Harga Pokok Brg tersedia untuk dijual
Persd. akhir Barang Jadi
Harga Pokok Penjualan
Laba Kotor
Biaya Operasi
Laba Operai (EBIT)
Biaya Bunga
Laba Sebelum Pajak (EBT)
Pajak (40%)
Laba Bersih (EAT)
3.600
200
300
1.500
1.800
200
1.600
450
500
2.550
150
2.700
100
2.600
2.800
100
2.700
900
200
700
150
550
220
330
Laporan Laba Ditahan PT TURBO 31/12/1999
(dalam jutaan rupiah)
Saldo Laba Ditahan, 31/12/1998
460
Laba bersih 1999
330
790
Pembagian Dividen
290
Saldo Laba Ditahan, 31/12/1999
500
Arti penting analisis laporan keuangan adalah untuk lebih memahami prestasi dan kondisi keuangan
suatu perusahaan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap analisis laporan keuangan adalah:
1. Manajemen perusahaan, untuk pengambilan keputusan kebijakan intern perusahaan
2. Suplier, untuk memberi kebijakan kredit kepada perusahaan.
3. Investor, untuk pengambilan keputusan pembelian saham perusahaan yang dianalisis.
Untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan perusahaan, diperlukan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran
yang seringkali dipergunakan salah satunya adalah analisa rasio.
Pada umumnya berbagai rasio yang dihitung dapat dikelompokkan dalam 4 tipe dasar:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 30
1. Rasio Likuiditas: mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial jangka
pendek
2. Rasio Leverage: mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang.
3. Rasio Aktivitas: mengukur efektivitas penggunaan sumber daya.
4. Rasio Profitabilitas:mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan keuntungan.
Ringkasan Analisis Rasio PT TURBO untuk tahun 1999
Rasio
Rumus
Rasio Likuiditas
1. Current Rasio
2. Quick Rasio
3. Likuiditas Absolut
Rasio Leverage
1. Times Interest Earned
2. Fixed Charges Coverage
3. Debt Service Coverage
4. Total Utang/ Total Aset
5. Total Utang/ Modal Sendiri
6. Utang Jk Panjang/ Total Aset
7. Utang Jk Panjang/ Modal Sendiri
Rasio Aktivitas
1. PerputaranKas
2. PerputaranSurat Berharga
3. Perputaran Piutang
4. Rerata Hari pengumpulan Piutang
5. Perputaran Persd. Brg Jadi
6. Perputaran Persd. Brg Dlm Proses
7. Perputaran Persd. Bhn. Mentah
8. Perputaran Aktiva Lancar
9. Perputaran Bangunan & Mesin
10. Perputaran Total Aset
Rasio Profitabilitas
1. Gross Profit Margin
2. Net Profit Margin
3. Operating Profit Margin
4. Operating Rates
5. Return On Asset (ROA)
6. Return On Investment (ROI)
7. Return On Equity (ROE)
Perhitungan
Aktva lancar(AL)/Utang Lancar(UL)
(AL – Persediaan)/UL
(Kas+Surat Berharga/UL
700/760 =0,92
EBIT/Biaya Bunga
(EBT+Bunga+Sewa)/Bunga+Sewa
EBIT/(Bunga+(Angsuran/(1-tx))
Total Utang/ Total Aset
Total Utang/ Modal Sendiri
Utang Jk Panjang/ Total Aset
Utang Jk Panjang/ Modal Sendiri
700/150 = 4,67 x
(550+150+0) = 4,67 x
(150 + 0)
700/(150+(60/(1-0,4)) =2,8 x
1.300/2.500 = 52%
1.300/1.200 = 108%
540/2.500 = 21,6%
540/1.200 = 45%
Penjualan/Kas
Penjualan/Surat Berharga
Penjualan/Piutang
360 hari/Perputaran piutang
HPPenjualan/Persd. Brg. Jadi
HPPenjualan/Persd. Brg. Dlm Proses
HPPenjualan/Persd. Bhn. Mentah
Penjualan/Total AL
Penjualan/Bangunan & Mesin
Penjualan/Total Aset
3.600/30 = 12 x
3.600/70 = 51,4 x
3.600/200 = 18 x
360 hari/18 x = 20 hari
2.700/100 = 27 x
2.700/100 = 27 x
2.700/200 = 13,5 x
3.600/700 = 5,14 x
3.600/1.800 = 2 x
3.600/2.500 = 1,44 x
(Penjualan-HPPenj.)/Penjualan
EAT/Penjualan
Ebit/Penjualan
(HPPenj.+Biaya Operasi)/Penjualan
EBIT/Total Aset
EAT/Total Aset
EAT/MS
900/3.600 = 25%
330/3.600 = 9,2%
700/3.600 =19,5%
2.900/3.600 = 80,5%
700/2.500 = 28%
330/2.500 = 13%
330/1.200 = 28%
300/760 = 0,39
100/760 = 0,13
Penafsiran angka-angka rasio secara garis besar
Rasio Likuiditas: mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial jangka pendek.
Angka rasio yang dihasilkan menunjukkan sampai seberapa jauh utang lancar dijamin dengan aktiva
lancar. Misal Current Rasio = 0,92, berarti setiap Rp1,00 utang hanya dijamin dengan aktiva lancar
Rp0,92. Oleh karena itu kalau rasionya semakin kecil, maka jaminan terhadap utang lancar juga akan
semakin rendah, dan berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancarnya (kewajiban)
semakin rendah pula. Perusahaan yang rasio likuiditasnya sangat rendah biasanya akan mengalami
kesulitan likuiditas.
Rasio Leverage: mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang.
Angka rasio yang dihasilkan menunjukkan proporsi utang (total utang) terhadap seluruh kekayaan
perusahaan. Semakin besar proporsi utang (angka rasio dalam persentase semakin tinggi), berarti
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 31
perusahaan itu banyak sekali menggunakan sumber dana dari utang dalam mengoperasikan perusahaan,
akibatnya perusahaan tersebut semakin berisiko tinggi. Selain itu rasio ini juga melihat kemampuan
perusahaan dalam membayar bunga dan angsuran utang jangka panjangnya (kewajiban jangka panjang)
dari hasil usaha perusahaan. Semakin tinggi angka rasionya (sekian x), maka semakin baik kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang tersebut.
Rasio Aktivitas: mengukur efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Sumber daya yang dimaksud disini adalah semua potensi yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin
tinggi angka rasionya, berarti perusahaan ini semakin efisien dalam memanfaatkan sumber dayanya.
Misal tingkat perputaran persediaan barang jadi =27 x. Berarti dana yang digunakan untuk pengadaan
barang jadi dalam setahun dapat digunakan sebanyak (berputar) 27 x. Semakin tinggi tingkat
perputaran sumber daya tersebut berarti akan semakin tinggi pula kontribusinya terhadap pendapatan
(laba) perusahaan, kecuali rata-rata hari pengumpulan piutang (umur piutang). Semakin panjang umur
piutang, semakin rendah tingkat perputarannya.
Rasio Profitabilitas:mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan keuntungan.
Keuntungan perusahaan dapat diukur dari berbagai modal yang digunakan. Keuntungan yang mampu
dihasilkan dari keseluruhan aset perusahaan (ROA) = 28%, berarti setiap Rp1,00 modal sendiri dan
modal asing (utang) dapat menghasilkan keuntungan Rp0,28. Demikian juga profitabilitas ini dapat
diukur dari sisi penjualan, dan modal sendiri. Semakin tinggi angka rasionya, maka akan semakin baik
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
B. INTERAKSI ANTAR ANALISIS RASIO UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILIAS
PERUSAHAAN
Gabungan antara rasio aktivitas dengan net profit margin akan dapat memberi petunjuk kepada manajer
cara meningkatkan laba perusahaan. Sistem penggabungan rasio ini dikemukakan oleh Du Pont,
sehingga dikenal dengan sistem Du Pont. Sistem ini menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut
saling berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan.
ROI dari PT TURBO dari perhitungan di atas = 13%
ROI = EAT/Total Asset
13% = EAT/Total Asset, rumus ini bisa dikembangkan dengan melibatkan rasio-rasio lain sbb:
EAT
Penjualan
13% = -------------- x ----------Penjualan
Total Asset
Net Profit
Margin = 9,2%
Perputaran
Total Asset = 1,44 x
9,2% x 1,44 = 13%
Modifikasi ini dapat dikembangkan dalam bentuk diagram sbb:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 32
ROI = 13%
NPM = 9,2%
EAT
Rp330
:
Penjualan
Rp3.600
X
Perputaran
Aktiva = 1,44
Penjualan
Rp3.600
:
Total Aktiva
Rp2.500
Diagram ini masih dapat dikembangkan lagi (ke bawah), misal EAT data dipecah lagi menjadi
Penjualan – Total Biaya; Total Aktiva = Aktiva Lancar + Aktiva Tetap, dst. Kalau manajer ingin
meningkatkan ROI menjadi 16%, maka manajer mempunyai 2 alternatif yaitu menaikkan NPM atau
menaikan Perputaran Aktiva. Kalau yang dipilih menaikkan NPM, maka ada 2 alternatif cara lagi yang
bisa dipilih, yaitu menaikkan EAT atau menurunkan Penjualan dst.
Sehingga penggabungan rasio-rasio ini apabila dikembangkan sedemikian rupa, sehingg menunjukkan
interaksi antar rasio secara lengkap, dapat memberi petunjuk kepada manajer tentang cara
meningkatkan keuntungan perusahaan.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 33
VII. POKOK BAHASAN: MANAJEMEN MODAL KERJA
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Konsep, arti penting manajemen modal kerja, dan klasifikasi modal kerja
2. Teknik perhitungan kebutuhan modal kerja
3. Pendanaan Modal Kerja
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian modal kerja
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen modal kerja
3. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan modal kerja perusahaan sesuai dengan ciri-cirinya.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan dua teknik cara menghitung kebutuhan modal kerja
5. Mahasiswa dapat menghitung kebutuhan modal kerja dengan metode waktu keterikatan dana.
6. Mahasiswa dapat menghitung kebutuhan modal kerja dengan metode perputaran modal kerja
7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara perhitungan untuk menentukan lamanya dana terikat dalam
modal kerja
8. Mahasiswa dapat menentukan sumber dana yang akan digunakan berdasarkan perhitungan waktu
keterikatan dana.
9. Mahasiswa dapat menghitung biaya penggunaan dana untuk modal kerja
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN MODAL KERJA
Modal Kerja: adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan dari
hari ke hari.
Klasifikasi Modal Kerja:
1. Modal Kerja Kotor atau Kuantitatif (Gross Working Capital): jumlah kesekuruhan aktiva lancar
2. Modal Kerja Bersih atau Kualitatif (Net Working Capital): kelebihan aktiva lancar atas utang lancar
3. Modal Kerja Fungsional: seluruh dana yang digunakan untuk menghasilkan current income (laba
pada tahun berjalan). Dana yang tidak digunakan untuk menghasilkan current income masuk dalam
kategori modal kerja potensial (mis: laba bersih, keuntungan yang terkandung dalam piutang) dan
bukan modal kerja (mis: aktiva tetap).
Karena modal kerja adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan
perusahaan dari hari ke hari, maka manajer perlu merencanakan kebutuhan modal kerja tersebut dengan
baik. Apabila modal kerja ditentukan terlalu besar, maka akan banyak dana yang menganggur (tidak
produktif), tetap jika modal kerja ditentukan terlalu sedikit, maka pada suatu ketika kegiatan
perusahaan akan berhenti karena tidak ada dana untuk membayar tenaga kerja, membeli bahan, dan
sebagainya.
B. METODE PENENTUAN BESARNYA KEBUTUHAN MODAL KERJA
1. Metode Waktu Keterikatan Dana
Metode ini menghitung kebutuhan modal kerja berdasarkan waktu keterikatan dana tersebut dalam
modal kerja. Misalnya perusahaan membeli kebutuhan bahan mentah sebesar Rp200.000,00. Bahan
mentah harus dipesan dulu 5 hari sebelum digunakan, dengan pembayaran saat pesan. Kemudian
proses produksi memerlukan waktu 3 hari, setelah menjadi barang jadi harus disimpan dalam
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 34
gudang selama 2 hari. Penjualan barang jadi secara kredit dengan pembayaran 3 hari setelah
pembelian. Persoalan ini dapat dilihat dengan cara:
Pesan
Proses
Produksi
5 hari
Membayar
Rp200.000,00
Barang Jadi
masuk gudang
3 hari
Penjualan
2 hari
Menerima
Pembayaran
3 hari
Uang masuk
Rp200.000,00
Dana dalam bentuk uang tunai Rp200.000,00, untuk menjadi uang tunai kembali sehingga dapat
digunakan untuk membeli bahan mentah lagi memerlukan waktu 13 hari. Padahal kebutuhan bahan
mentah harus dipenuhi setiap hari. Sehingga selama13 hari, setiap hari perusahaan harus
menyediakan dana sebesar Rp200.000,00 untuk membeli bahan mentah. Pada hari ke 14 perusahan
tidak perlu lagi menyediakan dana, karena dana yang dipergunakan pada hari pertama sudah
kembali menjadi uang tunai pada hari ke 13, sehingga bisa digunakan untuk membeli bahan mentah
untuk hari ke 14. Berdasarkan waktu keterikatan dana dalam modal kerja, maka kebutuhan modal
kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 13 hari x Rp200.000,00 = Rp2.600.000,00.
Seandainya pembayaran pembelian bahan mentah dilakukan saat bahan sudah datang, dan penjualan
dilakukan secara tunai, maka kebutuhan modal untuk membeli bahan juga akan berubah sebagai
berikut:
Pesan
Proses
Produksi
5 hari
3 hari
Membayar
Rp200.000,00
Barang Jadi
masuk gudang
Penjualan
tunai
2 hari
Uang masuk
Rp200.000,00
Uang tunai Rp200.000,00 akan menjadi uang tunai kembali dalam waktu 5 hari. Maka kebutuhan
modal kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 5 hari x Rp200.000,00 = Rp1.000.000,00.
2. Metode Perputaran Modal Kerja
Modal kerja disini yang dimaksud adalah modal kerja kotor (total aktiva lancar). Misal penjualan
tahun ini Rp100.000.000,00, dan total aktiva lancar Rp15.000.000,00, maka tingkat perputaran
modal kerja = Rp100.000.000,00/Rp15.000.000,00 = 6,67 x. Seandainya tahun depan perusahaan
merencanakan meningkatkan penjualan menjadi Rp133.400.000,00, maka kebutuhan modal
kerjanya = Rp133.400.000,00/6,67 = Rp20.000.000,00.
Contoh kasus:
Sebuah perusahan memproduksi barang X, dengan kapasistas 1 hari = 20 unit. Hari kerja dalam 1
bulan = 25 hari. Bahan yang digunakan ada 2 macam, yaitu bahan A dan bahan B. Bahan harus
dipesan dan dibayar 5 hari sebelum bahan digunakan. Setiap 1 unit barang X membutuhkan
Rp100,00 bahan A. Untuk bahan B, tidak perlu dipesan, biasa dibeli dan langsung digunakan. Setiap
unit barang X membutuhkan Rp25,00 bahan B. Tenaga kerja langsung Rp75,00/unit barang X.
Biaya tetap terdiri dari biaya administrasi Rp12.500,00 per bulan, dan gaji pimpinan Rp25.000,00
per bulan.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 35
Proses produksi memerlukan waktu 3 hari, penyimpanan di gudang (pertimbangan kualitas) 2 hari,
penjualan secara kredit dengan pembayaran 5 hari setelah penjualan. Kas minimal per hari
Rp25.000,00. Berapakah kebutuhan modal kerja perusahaan tersebut?
Jawab:
1. Waktu keterikatan dana.
a. Bahan A terikat dalam :
Pemesanan
5 hari
Proses Produksi 3 hari
Gudang
2 hari
Piutang
5 hari
15 hari
2.
b. Bahan B, TKL, dan Biaya Tetap terikat dalam:
Proses Produksi
3 hari
Gudang
2 hari
Piutang
5 hari
10 hari
Perhitungan kebutuhan modal kerja:
a. Bahan A (terikat selama 15 hari)
(Rp100,00 x 20 unit) x 15 hari
b. Bahan B (terikat selama 10 hari
(Rp25,00 x 20 unit) x 10 hari
c. Biaya Tetap (terikat 10 hari)
Biaya tetap/bulan = Rp12.500,00 + Rp25.000,00
= Rp37.500,00
Biaya tetap/hari = Rp37.500,00/25 = Rp1.500,00/hari
Kebutuhan selama 10 hari = Rp1.500,00 x 10 hari
d. Tenaga Kerja Langsung (terikat 10 hari)
(Rp75,00 x 20 unit) x 10 hari
e. Kas minimal/hari
Kebutuhan Modal Kerja
Rp
30.000,00
5.000,00
15.000,00
Rp
15.000,00
25.000,00
90.000,00
C. PENENTUAN SUMBER DANA DAN BIAYA MODAL KERJA
Sumber dana untuk modal kerja diasumsikan dari pinjaman, dan ada 2 alternatif, yaitu pinjaman
(pembelanjaan) jangka pendek (kurang dari 1 tahun) dan pinjaman jangka panjang (1 tahun).
Kebutuhan modal kerja pada umumnya berfluktuasi seperti gambar di bawah ini:
Modal Kerja
Modal kerja variabel
Modal kerja permanen
Waktu
Modal kerja permanen: dana yang selalu digunakan perusahaan untuk membiaya modal kerja
(minimal). Modal kerja Variabel: dana yang digunakan sesuai dengan kebutuhan di atas modal kerja
permanen. Berdasarkan karakter modal kerja tersebut, terdapat 3 alternatif pembelanjaan yaitu
konservatif, agresif, dan hedging.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 36
Pembelanjaan konservatif: seluruh kebutuhan modal kerja permanen dan sebagian kebutuhan modal
kerja variabel di danai dengan pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri,
dan pembelanjaan spontan). Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut:
Pembelanjaan Jk. Pendek
Modal Kerja
Pembelanjaan Jk. Panjang
Waktu
Pembelanjaan agresif: hanya sebagian kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan
pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan),
sebagian lagi dari modal kerja permanen dan seluruh modal kerja variabel didanai dengan pinjaman
jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut:
Pembelanjaan Jk. Pendek
Modal Kerja
Pembelanjaan Jk. Panjang
Waktu
Pembelanjaan hedging: seluruh kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan pembelanjaan
jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan). Kebutuhan
modal kerja variabel di danai pinjaman jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak
sebagai berikut:
Pembelanjaan Jk. Pendek
Modal Kerja
Pembelanjaan Jk. Panjang
Waktu
Contoh kasus:
PT Spectra menentukan saldo kasnya rata-rata 2% dari penjualan. Pengumpulan piutang rata-rata
terjadi dalam waktu 60 hari. Perputaran persediaan 4x dalam satu tahun. Pembelian barang dagangan
dilakukan secara kredit, dengan jangka waktu pembayaran 45 hari. Penjualan setahun mencapai Rp120
juta, dengan harga pokok 80% dari harga jual.Hitunglah:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 37
a. Kas, Rata-rata piutang, Rata-rata utang, dan Persediaan PT Spectra
b. Perputaran modal kerja bersih
c. Tingkat keuntungan modal kerja kotor. Berapa dana yang harus dicari untuk menutup kebutuhan
modal kerja kotor?
d. Diperkirakan kebutuhan modal kerja Rp50 juta, 60% merupakan modal kerja permanen. Apabila
perusahaan ingin menerapkan kebijakan pembelanjaan hedging, berapakah besarnya pembelanjaan
jangka pendek yang harus diambil?
Jawab:
a. Penjualan Rp120.000.000,00
HPPenj. = 80% x Rp120.000.000,00 = Rp96.000.000,00
Kas = 2% x Rp120.000.000,00 = Rp2.400.000,00
Rata-rata hari pengumpulan piutang = 60 hari
Tingkat perputaran piutang = 360 hari/60 hari = 6 x
Rata-rata piutang = Rp120.000.000,00/6x = Rp20.000.000,00
Umur utang = 45 hari
Perputaran utang = 360 hari/45 hari = 8 x
Jumlah utang = Rp96.000.000,00/8x = Rp12.000.000,00
Perputaran persediaan = 4x
Persediaan = Rp96.000.000,00/4x = Rp24.000.000,00
b. Jumlah Modal Kerja bersih = (Kas+Piutang+Persediaan) – Utang
= (Rp2.400.000,00 + Rp20.000.000,00 + Rp24.000.000,00) – Rp12.000.000,00
= Rp34.400.000,00
Perputaran Modal Kerja bersi = Rp120.000.000/Rp34.400.000,00 = 3,488 x
c. Keuntungan = Rp120.000.000,00 – Rp96.000.000,00 = Rp24.000.000,00
Modal kerja kotor = Total aktiva lancar = Rp46.400.000,00
Tingkat keuntungan modal kerja = Rp24.000.000,00/Rp46.400.000,00 = 51,72%
Modal kerja kotor = Rp46.400.000,00
Dana yang sudah tersedia adalah sebesar utang dagang = Rp12.000000
Harus dicari lagi sebanyak= Rp46.400.000,00 – Rp12.000.000,00 = Rp34.400.000,00
d. Pembelanjaan jangka pendek = 40% x Rp50.000.000,00 = Rp20.000.000,Jangka Waktu Kritis
Metoda lain untuk menentukan sumber dana yang akan digunakan adalah metode jangka waktu kritis.
Jangka waktu kritis adalah jangka waktu keterikatan dana dalam modal kerja yang akan menghasilkan
biaya pinjaman jangka pendek sama dengan biaya pinjaman jangka panjang. Dana yang terikat < dari
jangka waktu kritis akan lebih murah dibiayai dengan pinjaman jangka pendek dan sebaliknya.Metode
ini mempunyai keterbatasan, yaitu penerapan metode ini harus dengan syarat tingkat bunga pinjaman
jangka pendek > tingkat bunga pinjaman jangka panjang >tingkat bunga simpanan di bank (I pendek >I
panjang >I bank).
(I panjang – I bank)
Rumus Jangka Waktu Kritis = ------------------------------------- x 12 bulan
(I pendek – I bank)
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 38
Contoh kasus:
Kebutuhan modal kerja PT Spektrum adalah: Kw I
Rp125.000,00
Kw II
187.500,00
Kw III
312.500,00
Kw IV
250.000,00
Selama I tahun
Rp875.000,00
Kebijakan perusahaan yang digunakan selama ini untuk memenuhi kebutuhan modal kerja tersebut
adalah dengan melakukan pinjaman jangka panjang sebesar Rp125.000,00 dengan bunga 10%. Sisanya
dipenuhi dengan pinjaman jangka pendek, dengan tingkat bunga 15%. Bunga simpanan di bank 5%.
Biaya Bunga dengan kebijakan tersebut:
312.500
250.000
187.500
125.000
62.500
Pinjaman Jk Panjang
Rp125.000,00; i = 10%
Kw I
Kw II
Kw III
Kw IV
Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp125.000 x 10% =
Biaya bunga pinjaman jangka pendek:
Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek.
Kw 2 = Rp62.500 x 15% x (3/12) =
Kw 3 = Rp187.500 x 15% x (3/12) =
Kw 4 = Rp125.000 x 15% x (3/12) =
Total biaya bunga yang harus dibayar/thn
Rp
12.500,00
Rp
2.348,75
7.031,25
4.687,50
26.562,50
Dengan metode jangka waktu kritis:
(10% – 5%)
Rumus Jangka Waktu Kritis = ---------------------------- x 12 bulan = 6 bulan
(15% – 5%)
Dana yang terikat sama dengan jangka waktu kritis baik dibiayai dengan pinjaman jangka pendek
maupun pinjaman jangka panjang akan menghasilkan biaya bunga yang sama. Dana yang terikat < dari
jangka waktu kritis akan lebih murah dibiayai dengan pinjaman jangka pendek dan sebaliknya. Oleh
karena itu langkah berikutnya mengidentifkasi waktu keterikatan dana dala modal kerja sebagai
berikut:
Kw I
Kw II
Kw III
Kw IV
Kebutuhan modal kerja
125.000
187.500
312.500
250.000
Modal kerja Gol. 1
125.000
125.000
125.000
125.000
0
62.500
187.500
125.000
Modal kerja Gol. 2
62.500
62.500
62.500
0
125.000
62.500
Modal kerja Gol. 3
62.500
62.500
62.500
0
Modal kerja Gol. 4
62.500
0
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 39
Modal kerja Gol. 1 Rp125.000,00 terikat selama 12 bulan (> jangka waktu kritis)  Pinj. Jk Panjang
Modal kerja Gol. 2
62.500,00 terikat selama 9 bulan (> jangka waktu kritis)  Pinj. Jk Panjang
Modal kerja Gol. 3
62.500,00 terikat selama 6 bulan (= jangka waktu kritis)  sama saja
Modal kerja Gol. 4
62.500,00 terikat selama 3 bulan (< jangka waktu kritis)  Pinj. Jk Pendek
Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka panjang, maka total pinjaman jangka
panjang = Rp250.000,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang
kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut:
312.500
250.000
187.500
125.000
Pinjaman Jk Panjang
Rp125.000,00; i = 10%
62.500
Kw I
Kw II
Kw III
Kw IV
Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp250.000 x 10% =
Biaya bunga pinjaman jangka pendek:
Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek.
Kw 2 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek
Kw 3 = Rp62.500 x 15% x (3/12) =
Kw4
= Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek
Total biaya bunga yang harus dibayar/thn
Pendapatan bunga:
Kw 1 = Rp125.000 x 5% x (3/12) =
Rp1.562,50
Kw 2 = Rp62.500 x 5% x (3/12) =
781,50
Total pendapatan bunga
Total biaya bunga bersih/thn
Rp
25.000,00
Rp
2.343,75
.
27.343,75
2.343,75
25.000,00
Ternyata dengan metode jangka waktu kritis, biaya bunga yang harus dibayar dapat ditekan (lebih
murah dari kebijakan perusahaan), sebab sumber dana untuk membiayai kebutuhan modal kerja dapat
ditentukan secara tepat.
Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka pendek, maka total pinjaman jangka
panjang = Rp187.500,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang
kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut:
312.500
250.000
187.500
125.000
Pinjaman Jk Panjang
Rp125.000,00; i = 10%
62.500
Kw I
Kw II
Kw III
Kw IV
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 40
Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp187.500 x 10% =
Biaya bunga pinjaman jangka pendek:
Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek.
Kw 2 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek
Kw 3 = Rp125.000 x 15% x (3/12) =
Kw4
= Rp62.500 x 15% x (3/12) =
Total biaya bunga yang harus dibayar/thn
Pendapatan bunga:
Kw 1 = Rp62.500 x 5% x (3/12) =
Total biaya bunga bersih/thn
Rp
18.750,00
Rp
4.687,50
2.343,75
25.781,25
781,50
25.000,00
Hasil perhitungan biaya bunga yang harus dibayar sama dengan sebelumnya.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 41
VIII. POKOK BAHASAN: MANAJEMEN PERSEDIAAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Konsep dan arti penting manajemen persediaan
2. Teknik penentuan jumlah pesanan paling ekonomis (EOQ, lead time, reorder point)
3. Faktor ketidakpastian dalam manajemen persediaan.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian persediaan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen persediaan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan terbentuknya rumus Economic Order Quantity
4. Mahasiswa dapat menerapkan rumus Economic Order Quantity untuk menghitung jumlah pesanan
yang paling ekonomis
5. Mahasiswa dapat membuktikan bahwa biaya persediaan akan minimal kalau rumus Economic
Order Quantity diterapkan
6. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kondisi ketidakpastian
7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan biaya kekurangan bahan dan tambahan
biaya simpan
8. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya kekurangan bahan dan tambahan biaya simpan
9. Mahasiswa dapat menentukan kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali dalam
kondisi ketidakpastian
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN PERSEDIAAN
Persediaan yang dimaksud dalam pokok bahasan ini adalah persediaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan penjualan. Perusahaan manufaktur biasanya memiliki 3 jenis persediaan, yaitu persediaan
bahan mentah, persediaan barang setengah jadi, dan persediaan barang jadi. Untuk perusahaan dagang
biasanya hanya ada satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan.
Persediaan ini sering kali menjadi bagian yang cukup besar dari keseluruhan aktiva lancar. Manajemen
persediaan dimaksudkan agar jumlah persediaan berada pada tingkat optimal, artinya tidak terlalu
besar, sehingga tidak banyak aktiva lancar (dana) yang menganggur, tetapi juga jangan sampai terlalu
kecil sehingga mengganggu proses produksi atau penjualan. Lebih penting lagi, jumlah persediaan juga
akan mempengaruhi besar kecilnya biaya persediaan yang harus dikeluarkan. Metode pengelolaan
persediaan disini lebih menekankan pada jumlah pesanan yang paling ekonomis (yang mempengaruhi
jumlah persediaan) dilihat dari sisi total biaya persediaan.
Biaya persediaan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis biaya:
1. Biaya pesan (Order Cost): seluruh biaya yang harus dikeluarkan sehingga bahan/barang sampai di
gudang. Biasanya dihitung dengan berapa kali pesan dalam satu periode dikalikan biaya pesan per
satu kali pesan. Baya simpan terdiri dari biaya telpon, surat menyurat, biaya pengiriman, biaya
bongkar dan muat, dan sebagainya..
2. Biaya simpan (Carrying Cost): seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penyimpanan
barang/bahan sampai siap digunakan/dijual. Biasanya dihitung dengan rata-rata jumlah unit yang
disimpan dikalikan dengan biaya simpan per unit per periode. Biaya simpan meliputi biaya listrik,
gaji penjaga, biaya adminstrasi gudang, biaya kerusakan barang/bahan, dan sebagainya.
Metode pengelolaan persediaan yang seringkali di gunakan adalah Economic Order Quantity (EOQ),
yaitu jumlah pesanan yang paling ekonomis ditinjau dari sisi biaya pengelolaannya.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 42
Simbul yang digunakan untuk kebutuhan bahan selama 1 tahun = D unit, biaya pesan = O per satu kali
pesan, dan biaya simpan = C per unit per tahun.
Jumlah 1 kali pesan = Q, maka frekuensi pesan = D/Q (sekian kali). Dari perhitungan tersebut dapat
diketahui biaya pesan selama 1 tahun = (D/Q) x O atau DO/Q.
Rerata persediaan bahan yang ada dalam gudang = (Persedian awal bahan + persediaan akhir bahan)/2
atau = (Q + 0)/2 = Q/2, sehingga biaya simpan = (Q/2) x C atau (QC)/2.
Misal: D = 2.000 unit/tahun dengan biaya pesan = Rp50,00 / 1 x pesan; dan biaya simpan = Rp5,00 per
unit per tahun, maka dapat dibuat alternatif sebagai berikut:
Q = Jumlah 1 x pesan
50 unit
100 unit
400 unit
1000 unit
200 unit
Q/2 = Rerata persediaan
25 unit
50 unit
200 unit
500 unit
100 unit
D/Q = Frekuensi pesan
40 x
20 x
5x
2x
10 x
(QC)/2 =Biaya simpan
Rp 125,00 Rp 250,00
Rp1.000,00
Rp2.500,00
Rp 500,00
DO/Q = Biaya pesan
Rp2.000,00 Rp1.000,00
Rp 250,00
Rp 100,00
Rp 500,00
(QC)/2 + DO/Q = Total
Rp2.125,00 Rp1.250,00
Rp1.250,00
Rp2.600,00
Rp1.000,00
Biaya Persediaan
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pesanan yang akan menghasilkan total biaya
persediaan yang paling murah adalah 200 unit, yaitu sebesar Rp1.000,00, sehingga dalam satu tahun
harus melakukan 10 kali pembelian (pemesanan). Kalau digambar dalam grafik sbb:
Biaya
Total Biaya Persediaan
Biaya simpan
Biaya Pesan
0
Jumlah unit
yang dipesan
Q = 200 unit
Dari perhitungan dan grafik dapat disimpulkan bahwa total biaya persediaan akan minimum pada saat
biaya simpan = biaya pesan. Atau secara mathematis dapat dituliskan:
(QC)/2 = DO/Q
Q2C = 2DO
Q2 = 2DO/C
EOQ 
Q = 2DO/C
2DO
C
Kalau biaya simpan (C) dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata persediaan, rumus akan
berubah menjadi:
EOQ 
2DO
PC
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 43
Contoh soal: Kebutuhan bahan = 4000 unit per tahun, biaya pesan = Rp80,00 per 1 x pesan. . Harga
bahan Rp64,00 per unit. Biaya simpan 25% dari nilai rata-rata persediaan (Rp16,00 per unit per tahun)
EOQ 
2DO
2 x 4000 x 80

 200 unit
C
16
atau
EOQ 
2DO

PC
2 x 4000 x 80
 200 unit
64 x 0,25
B. REORDER POINT (TITIK PEMESANAN KEMBALI)
Kapan perusahaan harus memesan ulang bahan yang dibutuhkan? Contoh kasus di atas menunjukkan
bahwa dengan asumsi bahan begitu dipesan segera dapat digunakan, maka pemesanan ulang dilakukan
pada saat persediaan bahan di gudang = 0 unit. Namun kadang-kadang bahan baru bisa digunakan
(datang) setelah beberapa hari dipesan. Jadi ada waktu tunggu (lead time) sebelum bahan itu dapat
digunakan. Seandainya 1 tahun = 300 hari kerja, maka pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari
= 13,33 unit per hari. Seandainya lagi, waktu tunggu (waktu antara dilakukannya pemesanan s/d bahan
datang) = 3 hari, maka perusahaan harus memesan pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 13,33
unit x 3 hari = 40 unit. Atau:
Reorder Point (ROP) = Lead time x pemakaian bahan per hari
= 3 hari x 13,33 unit = 40 unit.
Secara grafis:
Q = 200 unit
ROP
40 unit
waktu (hari)
3 hari
Safety stock (persediaan bahan minimal yang harus ada dalam perusahaan), juga akan mempengaruhi
kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali. Misal safety stock = 40 unit, maka:
ROP = Lead time + Safety Stock = 40 unit + 40 unit = 80 unit.
Artinya pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 80 unit, perusahaan harus sudah melakukan
pemesanan ulang. Secara grafis:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 44
Q = 200 unit
80 unit
ROP
waktu (hari)
6 hari
C. FAKTOR KETIDAKPASTIAN
Faktor ketidakpastian akan sangat mempengaruhi kebijakan waktu tunggu. Bahan dipesan hari ini, ada
kemungkinan datang 5 hari kemudian. Tetapi bisa jadi datang besuk pagi. Ada ketidakpastian tentang
datangnya bahan. Oleh karena itu ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kelebihan bahan yang
tersedia (kalau bahan datang lebih cepat dari yang diperkirakan), dan ada kemungkinan perusahaan
akan mengalami kekurangan bahan (kalau bahan datang lebih lambat dari yang diperkirakan). Kapan
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali?. Ini akan sangat ditentukan oleh keputusan tentang
waktu tunggu (lead time). Berapa hari lead time yang paling optimal, sehingga kalau bahan datang
terlalu cepat tidak akan menimbulkan tambahan biaya simpan (TBS) yang terlalu besar, sebaliknya
kalu bahan datang terlambat tidak akan menimbulkan tambahan biaya kekurangan bahan (TBKB) yang
terlau besar pula.
Masih menggunakan kasus di atas, dengan tambahan informasi yang diperlukan sebagai berikut:
Kebutuhan bahan = 4000 unit per tahun, biaya pesan = Rp80,00 per 1 x pesan. Harga bahan Rp64,00
per unit. Biaya simpan 25% dari nilai rata-rata persediaan (Rp16,00 per unit per tahun). Apabila terjadi
kekurangan bahan karena bahan datang terlambat, maka perusahaan harus membeli bahan secara
eceran dengan harga Rp70,00 per unit. Satu tahun = 300 hari kerja. Pengalaman tahun-tahun lalu
menyatakan bahwa:
Bahan datang pada hari ke:
3 hari
4 hari
5 hari
Kemungkinan terjadinya:
30%
40%
30%
Untuk menentukan waktu tunggu yang paling optimal, kasus ini akan dipecahkan secara lengkap sbb:
EOQ 
2DO

C
2 x 4000 x 80
 200 unit
16
Jadi frekuensi pemesanan = 4.000 unit/200 unit = 20 kali dalam setahun
Total biaya persediaan:
Biaya simpan = (QC)/2 = (200 unit x Rp16,00)/2
= Rp1.600,00
Biaya pesan = DO/Q = (4.000 unit x Rp80,00)/200 unit = Rp1.600,00
Total Biaya Persediaan
Rp3.200,00
Pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari = 13,33 unit per hari.
Kalau bahan datang terlambat, maka :
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 45
TBKB/hari = 13,33 unit x (Rp70,00 – Rp64,00) = Rp80,00/hari.
Kalau bahan datang terlalu cepat (sekali pesan sesuai dengan EOQ = 200 unit), maka setiap hari bahan
yang disimpan akan bertambah dengan 200 unit, sampai sisa bahan yang lama habis. Biaya simpan per
unit per tahun = Rp16,00. Jadi biaya simpan per unit per hari = Rp16,00/300 hari = Rp0,053
Jadi TBS/hari = Rp0,053 x 200 unit = Rp10,67.
Waktu
tunggu
3 hari
4 hari
5 hari
TBKB1)
TBS2)
1 hari x Rp80,00 x 40% = Rp32,00
2 hari x Rp80,00 x 30% = Rp48,00
Rp80,00
1 hari x Rp80,00 x 30% = Rp24,00
0
Total
Tambahan
Biaya
0
Rp80,00
1 hari x Rp10,67 x 30% = Rp3.201
Rp27,20
1 hari x Rp10,67 x 40% = Rp4.268
Rp11,03
2 hari x Rp10,67 x 30% = Rp6.402
Rp11.03
1) Kalau waktu tunggu ditetapkan 3 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian,
terlambat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBKB untuk 1 hari, dst.
2) Kalau waktu tunggu ditetapkan 5 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian, lebih
cepat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBS untuk 1 hari, dst.
Dari perhitungan di atas, nampak bahwa kalau waktu tunggu (lead time) 5 hari (melakukan pemesanan
pada saat bahan di gudang tinggal mencukupi untuk kebutuhan 5 hari), akan menghasilkan total
tambahan biaya yang paling murah yaitu Rp11,03, sehingga waktu tunggu 5 hari adalah waktu tunggu
yang paling optimal.
D. POTONGAN PEMBELIAN
Tawaran potongan pembelian dari suplier seringkali harus dipertimbangkan untuk diperbandingkan
dengan biaya persediaan kalau membeli dengan metode EOQ. Berikut ini diberikan ilustrasi untuk
menggambarkan keadaan tersebut. Misal D =2.000 unit pertahun, harga per unit Rp20,00. Biaya pesan
(O) = Rp50,00 per 1 x pesan. Biaya simpan (C) Rp5,00 per unit per tahun. Perusahaan ditawari
potongan pembelian sebesar 3%, apabila dalam 1 x pembelian membeli minimal 1.000 unit.
Membeli dengan pola EOQ:
EOQ 
2DO

C
2 x 2000 x 50
 200 unit
5
Frekuensi pesan = 2.000 unit/200 unit = 10 x
Harga bahan mentah = 200 unit x Rp20,00 x 10 kali
Biaya pesan = 10 kali x Rp50,00
Biaya simpan = (200 unit/2) x Rp5,00
Total cash out flow
Rp
Rp
40.000,00
500,00
500,00
41.000,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 46
Membeli dengan potongan (minimal 1.000 unit, frekuensi pesan 2x)
Harga bahan mentah = 2.000 unit x Rp20,00 x 0,97
Biaya pesan = 2 kali x Rp50,00
Biaya simpan = (1.000 unit/2) x Rp5,00 x 0,97
Total cash out flow
Rp
Rp
38.800,00
100,00
2.425,00
41.325,00
Dari perbandingan biaya yang harus dikeluarkan tersebut nampak bahwa pembelian dengan
menggunakan EOQ ternyata memberikan biaya yang lebih kecil. Karenanya tawaran potongan
pembelian tersebut sebaiknya ditolak.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 47
IX. POKOK BAHASAN: MANAJEMEN PIUTANG
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian, arti penting manajemen piuatng, dan kebijakan piutang
2. Analisis manfaat dan biaya piutang
3. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian piutang
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen piutang
3. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai unsur yang dipertimbangkan untuk menetukan kebijakan
piutang
4. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan manfaat dan biaya karena perubahan
kebijakan piutang
5. Mahasiswa dapat menghitung tambahan manfaat dari perubahan kebijakan piutang
6. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya karena perubahan kebijakan piutang
7. Mahasiswa dapat menentukan kelayakan perubahan kebijakan piutang.
8. Mahasiswa dapat membuat skedul pengumpulan piutang
9. Mahasiswa dapat menentukan umur piutang sebagai dasar kebijakan piutang
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN PIUTANG
Piutang adalah hak tagihan kepada pihak lain yang berutang kepada perusahaan. Munculnya piutang,
karena perusahaan menjual secara kredit. Semakin besar piutang yang dimiliki oleh perusahaan, maka
semakin besar pula dana yang digunakan untuk membelanjai piutang tersebut, sehingga semakin besar
pula biaya kehilangan kesempatan (opportunity cost) untuk memperoleh pendapatan dari dana tersebut
(misal pendapatan bunga jika disimpian di bank). Disamping itu, jika jumlah piutang semakin besar,
kemungkinan munculnya piutang yang tidak dapat ditagih semakin besar pula (bad debt). Namun jika
perusahaan tidak menerapkan penjualan secara kredit, pembeli mungkin akan beralih ke perusahaan
yang memberi fasilitas kredit. Pada intinya, kebijakan pengelolaan piutang merupakan trade off antara
besarnya biaya pengelolaan piutang dengan dengan besarnya manfaat yang diperoleh. Dengan
demikian maka analisis kebijakan kredit bisa dilakukan dengan prinsip pengorbanan hanya dibenarkan
sejauh bisa memberikan manfaat yang lebih besar.
Asumsi dasar analisis dalam manajemen piutang adalah bahwa seluruh biaya tetap telah teralokasikan
seluruhnya. Artinya perubahan jumlah unit yang dijual tidak akan merubah jumlah biaya tetap.
Sehingga dalam perhitungan dapat menggunakan contribution margin sebagai titik tolak untuk
menghitung tambahan manfaat karena adanya perubahan jumlah penjualan, sebagai akibat adanya
perubahan kebijakan penjualan secara kredit.
Untuk menentukan kebijakan kredit ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) jangka waktu
kredit, (2) discount (potongan) yang diberikan kepada pelanggan, dan (3) Standar kredit sebagai
antisipasi munculnya bad debt.
1. Jangka waktu kredit:
Misal sebuah perusahaan selama ini menjual secara tunai dengan penjualan per tahun Rp100 juta.
Biaya variabel 90% dari harga jual. Manajer perusahaan ini memutuskan untuk merubah kebijakan
tersebut, yaitu menjual secara kredit dengan syarat net 60. Artinya pelanggan boleh membeli dengan
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 48
kredit, tetapi harus melunasi pembelian mereka dalam waktu 60 hari. Perusahaan tidak merubah harga
jual, sehingga penjualan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp150 juta per tahun. Karena jangka
waktu kredit 60 hari, maka perputaran piutangnya dalam setahun adalah 360 hari/60 hari = 6 x. Dengan
demikian, rata-rata piutang perusahaan per tahun = Rp150 juta/ 6x = Rp25 juta (lihat lagi Analisa
Rasio!). Karena contribution margin sebesar 10% (Penjualan - Biaya Variabel), maka dana (modal)
yang digunakan untuk membelanjai piutang 90% x Rp25 juta = Rp22,5 juta. Dengan kata lain,
meskipun piutangnya sebesar Rp25 juta bukan berarti dana yang dibutuhkan Rp25 juta, tetapi hanya
Rp22,5 juta, karena yang Rp2,5 juta adalah tambahan manfaat.
Misal biaya modal yang ditanggung perusahaan 20%, maka penggunaan dana sebesar Rp22,5 juta
tersebut akan menimbulkan biaya sebesar 20% x Rp22,5 juta = Rp 4,5 juta. Perubahan kebijakan ini
akan meningkatkan contributin margin dengan (10% x Rp150 juta) – (10% x Rp100 juta) = Rp5 juta.
Disisi biaya akan muncul tambahan biaya sebesar Rp4,5 juta. Jadi tambahan manfaat bersih = Rp0,5
juta.
Perhitungan di atas dapat disajikan dalam tabel sbb:
Tunai
1. Penjualan/tahun
Rp100 juta
2. Contribution margin
10 juta
3. Perputaran Piutang
4. Rata-rata piutang
5. Modal untuk piutang
6. Biaya modal
-
Kredit (net 60)
Rp150 juta
15 juta
6x
25 juta
22,5 juta
4,5 juta
Tambahan Manfaat (Keuntungan) = Rp15 juta – Rp10 juta = Rp5 juta
Tambahan Biaya
Rp4,5 juta
Tambahan manfaat bersih
Rp0,5 juta
(kebijakan baru diterima)
2. Discount (Potongan Penjualan):
Kebijakan lain yang bisa ditempuh (masih menggunakan kasus di atas) adalah dengan menawarkan
potongan (discount). Misalnya perubahan kebijakan tersebut bukan net 60 tetapi 2/30 net 60. Artinya
apabila pelanggan membayar s/d hari ke 30 sejak pembelian akan mendapatkan potongan sebesar 2 %,
lebih dari hari ke 30 s/d hari ke 60 pelanggan harus membayar penuh. Diperkirakan dengan pemberian
potongan ini, penjualan meningkat menjadi Rp150 juta, dan pelanggan yang memanfaatkan periode
potongan (membayar s/d hari ke 30) adalah 40 % dari seluruh pelanggan perusahaan. Apakah alternatif
kebijakan ini lebih bagus dari kebijakan kredit net 60?
Apabila 40% pelanggan memanfaatkan periode potongan, maka rata-rata umur piutang menjadi sebesar
(0,4 x 30 hari) + (0,6 x 60 hari) = 48 hari. Perputaran piutangnya menjadi = 360 hari/48 hari = 7,5 kali.
Dengan demikian rata-rata piutangnya sebesara Rp150 juta/7,5 kali = Rp20 juta. Maka dana yang
dibutuhkan untuk membelanjai piutang = 0,9 x Rp20 juta = Rp18 juta. Biaya modal yang harus
ditanggung = 20% x Rp18 juta = Rp3,6 juta. Sebagai akibat 40% pembeli memanfaatkan periode
potongan, maka potongan harga yang diberikan kepada pelanggan sebesar 2% x 40% x Rp150 juta =
Rp1,2 juta.
Kebijakan baru ini akan memberi tambahan manfaat sebesar (10% x Rp150 juta) – (10% x Rp100 juta)
= Rp5 juta, dan mengakibatkan munculnya tambahan biaya sebesar Rp3,6 juta ditambah dengan
potongan harga Rp1,2 juta, sehingga manfaat bersih yang diperoleh = Rp5 juta – (Rp3,6 juta + Rp1,2
juta) = Rp0,2 juta. Ternyata hasil manfaat bersih lebih kecil dari kebijakan net 60, sehingga kebijakan
2/30 net 60 harus ditolak dan perusahaan tetap memutuskan untuk menggunakan kebijakan net 60.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 49
Perhitungan di atas dapat disajikan dalam tabel sbb:
Tunai
1. Penjualan/tahun
Rp100 juta
2. Contribution margin
10 juta
3. Perputaran Piutang
4. Rata-rata piutang
5. Modal untuk piutang
6. Biaya modal
7. Potongan harga
Tambahan manfaat (Rp15 juta – Rp10 juta) =
Tambahan biaya (Rp3,6 juta + Rp1,2 juta) =
Tambahan manfaat bersih
2/3 net 60
Rp150 juta
15 juta
7,5 x
20 juta
18 juta
3,6 juta
1,2 juta
Rp5 juta
Rp4,8 juta
Rp0,2 juta
3. Standar kredit:
Standar kredit menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan agar diperbolehkan
membeli secara kredit. Misal perusahaan akan melonggarkan syarat kredit dari pelanggan yang
berpenghasilan tetap, menjadi termasuk juga pelanggan yang tidak berpenghasilan tetap, asal
mempunyai penghasilan rata-rata dalam jumlah tertentu.
Dari contoh kasus di atas, diumpamakan perusahaan akhirnya memutuskan untuk menggunakan
kebijakan kredit net 60, sehingga diharapkan penjualan akan menjadi Rp150 juta. Namun muncul
alternatif lain, yaitu syarat kreditnya dilonggarkan, sehingga pelanggan yang tidak mempunyai
penghasilan tetap juga bisa menikmati fasilitas kredit tersebut. Dengan pelonggaran syarat kredit
tersebut, diperkirakan penjualan akan meningkat lagi menjadi Rp175 juta. Risiko yang diperkirakan
akan timbul adalah adanya bad debt sebesar 1% dari total penjualan, dan pembayaran oleh pembeli
akan mundur s/d 75 hari (umur piutang). Alternatif manakah yang akan dipilih oleh perusahaan?
Perhitungan langsung menggunakan tabel sbb:
Tunai
Net 60
Net 75
1. Penjualan/tahun
Rp100 juta
Rp 150 juta
Rp 175 juta
2. Contribution margin
Rp 10 juta
Rp 15 juta
Rp 17,5 juta
3. Perputaran Piutang
6x
4,8 x *)
4. Rata-rata piutang
Rp 25 juta
Rp36,460 juta
5. Modal untuk piutang
Rp 22,5 juta
Rp32,813 juta
6. Biaya modal
Rp 4,5 juta
Rp 6,563 juta
7. Bad debt (1% x Rp175 juta)
Rp 1,750 juta
*) 360 hari/75 hari = 4,8 x
Tunai
net 60
Tambahan Manfaat (Keuntungan) = Rp15 juta – Rp10 juta = Rp5 juta
Tambahan Biaya
Rp4,5 juta
Tambahan manfaat bersih
Rp0,5 juta
Tunai
net 75
Tambahan manfaat = Rp17,5 juta – Rp10 juta =
Rp7,5 juta
Tambahan Biaya: Tambahan biaya modal
= Rp6,563 jt
Tambahan Bad debt
= Rp1,750 juta
Tambahan manfaat bersih
Rp8,313 juta
- Rp0,813 juta
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 50
Tambahan manfaat bersih ternyata negatif Rp0,813 juta, berarti kalau kebijakan melonngarkan syarat
kredit dilakukan, maka yang terjadi adalah pengorbanan lebih besar dari manfaat yang didapat. Dengan
demikian perusahaan seharusnya tetap menggunakan kebijakan kredit net 60.
B. PERUBAHAN UMUR PIUTANG
Kebijakan lama perusahaan:
Penjualan Rp2.400.000,00
Average Collection Period (ACP) = 1 bulan
Bad debt 2% dari penjualan
Biaya Variabel 70%
Baya modal 20%
Kebijakan baru:
ACP menjadi 2 bulan
Tambahan penjualan Rp600.000,00
Tambahan Bad debt = 10% dari tambahan
penjualan.
Dalam kasus ini, perusahaan sudah menerapkan kebijakan lama, sudah bukan lagi perencanaan
seperti contoh kasus sebelumnya. Kemudian perusahaan merencanakan akan menerapkan kebijakan
baru. Analisis untuk masalah ini dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu pendekatan ACP penjualan
lama tetap, dan pendekatan ACP penjualan lama ikut berubah sesuai dengan kebijakan baru.
ACP penjualan lama tetap:
Tambahan contribution margin = 30% x Rp600.000,00
Rp 180.000,00
Tambahan piutang:
Perputaran tambahan piutang = 360 hari/60 hari = 6 kali
Tambahan piutang = Rp600.000,00/6 kali = Rp100.000,00
Tambahan dana utk piutang = 0,7 x Rp100.000,00 = Rp70.000,00
Tambahan biaya = 20% x Rp70.000,00 =
Rp 14.000,00
Tambahan Bad debt = 10% x Rp600.000,00
60.000,00
Tambahan biaya
74.000,00
Tambahan manfaat bersih
Rp 106.000,00
Dengan pendekatan ACP penjualan lama tetap, manfaat bersih positif, jadi kebijakan baru dapat
disetujui.
ACP penjualan lama ikut berubah:
Tambahan contribution margin = 30% x Rp600.000,00
Rp 180.000,00
Tambahan piutang:
Perputaran tambahan piutang = 360 hari/60 hari = 6 kali
Tambahan piutang = Rp600.000,00/6 kali = Rp100.000,00
Tambahan dana utk piutang = 0,7 x Rp100.000,00 = Rp70.000,00
Tambahan biaya = 20% x Rp70.000,00 =
Rp 14.000,00
Tambahan Bad debt = 10% x Rp600.000,00
60.000,00
Opportunity cost:
Rata-rata piutang lama = Rp2.400.000,00/12 x= Rp200.000,00
Rata-rata piutang baru = Rp2.400.000,00/6 x = Rp400.000,00
Tambahan Investasi = Rp400.000,00 – Rp200.000,00 = 200.000,00
Opportunity cost = 20% x Rp200.000,00
Rp 40.000,00
Tambahan biaya
114.000,00
Tambahan manfaat bersih
Rp 76.000,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 51
Dengan pendekatan ACP penjualan lama ikut berubah, manfaat bersih negatif, jadi kebijakan baru
seharusnya ditolak.
C. SKEDUL PENGUMPULAN PIUTANG
Misal perkiraan penjualan untuk 3 bulan mendatang sebagai berikut:
Januari Rp48.000.000,00; Februari Rp70.000.000,00, dan Maret Rp84.000.000,00. Penjualan
Desember tahun lalu Rp96.000.000,00. Syarat penjualan adalah 3/20 net 30. Berdasarkan pengalaman
tahun lalu pola pengumpulan piutangnya sebagai berikut:
60% terkumpul dalam waktu 20 hari (mendapat potongan)
30% terkumpul sesudah 20 hari tetapi masih dalam bulan penjualan
10% terkumpul bulan berikutnya sesudah bulan penjualan.
Penyelesaian:
Penjualan bulan Desember tahun lalu:
Terkumpul bulan Januari = 10% x Rp96.000.000,00 = Rp9.600.000,00
Penjualan bulan Januari:
Terkumpul bulan Januari = 60% x Rp48.000.000,00 x 0,97 = Rp27.936.000,00
30% x Rp48.000.000,00
=
14.400.000,00
Rp42.336.000,00
Terkumpul bulan Februari = 10% x Rp48.000.000,00 = Rp4.800.000,00
Penjualan bulan Februari:
Terkumpul bulan Februari = 60% x Rp70.000.000,00 x 0,97 = Rp40.740.000,00
30% x Rp70.000.000,00
= 21.000.000,00
Rp61.740.000,00
Terkumpul bulan Maret = 10% x Rp70.000.000,00 = Rp7.000.000,00
Penjualan bulan Maret:
Terkumpul bulan Maret = 60% x Rp84.000.000,00 x 0,97 = Rp48.888.000,00
30% x Rp84.000.000,00
=
25.200.000,00
Rp74.088.000,00
Terkumpul bulan April = 10% x Rp84.000.000,00 = Rp8.400.000,00
Sekdul pengumpulan piutangnya sbb:
Penjualan
Desember
Januari
Februari
Maret
Jml penerimaan tunai
Januari
Rp 9.600.000,00
Rp42.336.000,00
Rp51.936.000,00
Februari
Rp 4.800.000,00
Rp61.740.000,00
Rp66.540.000,00
Maret
Rp 7.000.000,00
Rp74.088.000,00
Rp81.088.000,00
April
Rp8.400.000,00
Rp8.400.000,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 52
D. KEBIJAKAN KREDIT BERDASARKAN UMUR PIUTANG
Pengalaman tahun-tahun sebelumnya akan memberikan informasi mengenai pola pengumpulan piutang
yang terjadi. Informasi tersebut dapat menggambarkan umur piutang yang kemudian dapat digunakan
untuk menetapkan kebijakan kredit yang diberikan kepada pembeli.
Contoh:
Usia piutang dalam hari
(berdasrkan pengalaman
tahun lalu)
1 –30 hari
31 – 60 hari
lebih dari 60 hari
Persentasi dari
total piutang
40%
55%
5%
Dari data tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa 95% dari pembeli akan membayar kurang
dari 60 hari, sedang yang 40% membayar dalam waktu 30 hari. 5% sisanya membayar lebih dari 60
hari. Kebijakan yang dapat diputuskan adalah: menjual dengan syarat kredit 2/30 net 60; dan
membuat cadangan kerugian piutang 5% dari total penjualan.
D. HUBUNGAN ANTARA BIAYA PENGUMPULAN PIUTANG DENGAN BAD DEBT
Bad debt
Biaya pengumpulan piutang
0
Titk jenuh
Sampai dengan titik tertentu penambahan biaya pengumpulan piutang akan menurunkan jumlah bad
debt, tetapi setelah mencapai titik jenuh, berapapun penambahan biaya pengumpulan piutang ditambah
tidak akan berpengaruh lagi terhadap jumlah bad debt.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 53
X. POKOK BAHASAN: MANAJEMEN KAS DAN SURAT BERRHARGA JANGKA
PENDEK
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian dan arti penting kas dan surat berharga jangka pendek
2. Optimalisasi kebutuhan kas (Model EOQ, Model Miller-Orr)
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kas dan surat berharga jangka pendek.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen kas dan surat berharga jangka pendek
3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung jumlah kas yang optimal dengan model inventory
(EOQ) dan model Miller-Orr
4. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kas yang optimal dengan model inventory (EOQ)
5. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kas yang optimal dengan model Miller-Orr
MATERI PERKULIAHAN:
MANAJEMEN KAS DAN SURAT BERHARGA JANGKA PENDEK
Kas adalah aktiva yang paling likuid. Artinya merupakan aktiva yang dipakai sebagai alat pembayaran,
dan diterima oleh semua pihak Aktiva lain yang setara dengan kas adalah surat berharga jangka pendek
(cek, tabungan, atau warkat dan sejenisnya). Bedanya, kalau kas di simpan dalam almari besi
perusahaan tidak memberikan keuntungan apapun, sedang surat berharga sementara belum digunakan,
akan dapat memberi pendapatan bunga meskipun kecil jumlahnya.
Ada 3 tujuan memelihara sejumlah kas dalam perusahaan meskipun tidak memberikan keuntungan,
yaitu:
Tujuan transaksi: tujuannya adalah untuk membayar kewajiban yang harus segera dibayar akibat
operasi perusahaan sehari-hari.
Tujuan berjaga-jaga: tujuannya untuk berjaga-jaga terhadap pengeluaran-pengeluaran yang tidak
terduga.
Tujuan spekulasi: tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi tingkat bunga bank dan
harga surat berharga jangka pendek. Kalau tingkat bunga bank cenderung turun dan harga surat
berharga jangka pendek cenderung naik akan lebih menguntungkan untuk diinvestasikan dalam surat
berharga, dan sebaliknya.
Kebanyakan perusahaan menentukan jumlah kas yang harus ada dalam perusahaan, namun jumlah
tersebut harus optimal. Artinya jangan sampai terlalu besar sehingga justru tidak terpakai dan tidak
produktif (tidak menghasilkan apapun), tetapi juga jangan sampai terlalu kecil sehingga mengganggu
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Ada dua model manajemen kas yang memperhitungkan
seberapa banyak yang harus dipertahankan sebagai kas dalam perusahaan dan seberapa banyak yang
harus diinvestasikan dalam surat berharga jangka pendek, yaitu Model Inventory dan Model MillerOrr.
1. Manajemn kas Model Inventori:
Model ini dapat digunakan dengan asumsi dibawah kondisi kepastian. Artinya jumlah kebutuhan kas
stabil dari waktu ke waktu. Rumus yang digunakan sama dengan rumus EOQ tetapi dengan simbul
berbeda. Misalnya kebutuhan kas perusahaan setiap bulan adalah Rp40 juta untuk membiayai kegiatan
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 54
perusahaan sehari-hari. Biaya transaksi (baik membeli atau menjual surat berharga) Rp2.000,00 per
satu kali transaksi. Tingkat bunga surat berharga 12% per tahun atau 1% per bulan.
Permasalahan ini dapat disederhanakan sebagai berikut:
D = Rp40.000.000,00
b = Rp2.000,00 per satu kali transaksi
i = 12%/tahun atau 1% per bulan
Seandainya jumlah kas yang optimal yang harus dipertahankan dalam perusahaan adalah C, maka
dalam satu bulan akan terjadi D/C kali transaksi. Total biaya transaksi (D/C) x b. Rata-rata kas yang
ada dalam perusahaan adalah C/2. Maka biaya kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan
bunga (opportunity cost) dari surat berharga adalah C/2 x i. C optimal (memberikan biaya yang paling
murah) apabila total opportunity cost = biaya transaksi, atau C/2 x i =( D/C) x b. Secara mathematis
maka persamaan ini dapat diselesaikan sbb:
C/2 x i =( D/C) x b
C2 =(2 x D x b )/i
atau:
C
2xDxb
i
Dengan demikian kalau data angkanya kita masukkan menjadi:
C
2 x Rp40 juta x Rp2.000
 Rp4.000.000,00
1%
Jadi jumlah kas yang paling optimal untuk dipertahankan adalah Rp4.000.000,00, sehingga dalam satu
bulan akan terjadi Rp40 juta/Rp4 juta = 10 kali transaksi. Rata-rata kas yang ada dalam perusahaan
Rp4 juta/2 = Rp2 juta. Biaya pengelolaan kas:
Biaya transaksi = (Rp40 juta/Rp4 juta) x Rp2.000,00 =
Biaya transfer = (Rp4 juta)/2 x 1% =
Total biaya pengelolaan kas
Rp20.000,00
20.000,00
Rp40.000,00
Seandainya sekali transaksi perusahaan menjual surat berharga untuk memperoleh kas sejumlah Rp8
juta (C). maka total biaya pengelolaan kas:
Biaya transaksi = (Rp40 juta/Rp8 juta) x Rp2.000,00 =
Biaya transfer = (Rp8 juta)/2 x 1% =
Total biaya pengelolaan kas
Rp10.000,00
40.000,00
Rp50.000,00
Terbukti bahwa dengan model inventori (modifikasi EOQ untuk manajemen kas) total biaya
pengelolaan kas menjadi minimum.
2. Manajemen kas Model Miller-Orr:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 55
Pada kenyataannya, kebutuhan kas per hari adalah sangat berfluktuasi, dan ini menjadi kelemahan
manajemen kas model inventori. Miller-Orr menyempurnakan model tersebut dengan rumus yang
dikembangkan sebagai berikut:
1/ 3
3x b x2 

Z  
4
x
i


atau
Z 3
3x b x2
4xi
Z = adalah return point, artinya bila saldo kas dalam perusahaan mendekati batas maksimum atau batas
atas (h), maka perusahaan harus membeli sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke
tingkat Z. Sebaliknya kalau saldo kas berkurang hingga mendekati batas minimum atau batas
bawah, maka perusahaan harus menjual sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke
tingkat Z. Dalam hal ini h = 3Z, atau disebut juga maximum minimum spread (MMS).
2
 = Varian aliran kas masuk bersih harian (suatu pengukuran penyebaran aliran kas)
b = biaya transaksi
i = bunga surat berharga
Secara grafis sbb:
h = 3Z
batas atas (Upper limit = UL)
Z
Return Point (RP)
0
Batas bawah (Lower limit = LL)
waktu
Misalnya
2 = Rp800,00
b = Rp25,00
i = 20%/tahun atau 20%/360 per hari
1/ 3
 3 x Rp25,00 x (Rp800,00) 

Z  
4 x (20%/360)


 Rp299,99 dibulatkan Rp300,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 56
Jadi UL = h = 3Z = 3 x Rp300,00 = Rp900,00
Return point = Z = Rp300,00
LL = Rp0,00
Rp900,00
batas atas (Upper limit = UL)
Rp300,00
Return Point (RP)
0
Batas bawah (Lower limit = LL)
waktu
Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat
berharga sejumlah = UL - RP = Rp900,00 - Rp300,00 = Rp600,00
Sebaliknya, kalau saldo kas mendekati batas bawah, maka perusahaan harus menjual surat berharga
sejumlah = RP - LL = Rp300,00 - Rp0,00 = Rp300,00
Seandainya perusahaan menetapkan bahwa jumlah saldo kas minimal adalah Rp150,00, maka Return
point menjadi R150,00 + Rp300,00 = Rp450,00, dan h = Rp150,00 + Rp900,00 = Rp1.050,00, dan LL
menjadi sebesar Rp150,00. Grafiknya sbb:
Rp1.050,00
batas atas (Upper limit = UL)
Rp450,00
Return Point (RP)
Rp150,00
0
Batas bawah (Lower limit = LL)
waktu
Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat
berharga sejumlah = UL - RP = Rp1.050,00 - Rp450,00 = Rp600,00
Sebaliknya, kalau saldo kas mendekati batas bawah, maka perusahaan harus menjual surat berharga
sejumlah = RP - LL = Rp450,00 - Rp150,00 = Rp300,00.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 57
XI. POKOK BAHASAN: PEMBELANJAAN JANGKA PENDEK
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian, arti penting, dan jenis-jenis Pembelanjaan Spontan.
2. Analisis manfaat dan biaya pembelanjaan spontan.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian pembelanjaan spontan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting pembelanjaan spontan bagi perusahaan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis pembelanjaan spontan
4. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan manfaat dan biaya
5. karena kebijakan pembelanjaan spontan
6. Mahasiswa dapat menhitung tambahan manfaat karena kebijakan pembelanjaan spontan
7. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya karena kebijakan pembelanjaan spontan
8. Mahasiswa dapat menentukan kelayakan kebijakan pembelanjaan spontan yang digunakan.
MATERI PERKULIAHAN:
PEMBELANJAAN SPONTAN
Pembelanjaan spontan adalah fasilitas pinjaman (kredit) dari pihak lain (supplier, bank, asuransi) dalam
jangka pendek yang dapat diperoleh segera (spontan) tanpa melalui prosedur, sistem, dan persyaratan
secara rinci. Pembelian bahan dengan pembayaran 1 bulan kemudian, adalah salah satu bentuk
pembelanjaan spontan. Meskipun demikian, setiap bentuk pinjaman yang dimanfaatkan akan
memberikan beban biaya bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus dapat menentukan
pembelanjaan spontan yang mana yang akan dimanfaatkan.
Jenis-jenis Pembelanjaan spontan:
1. Utang Dagang - Potongan Tunai
Pemasok kadang-kadang memberikan syarat pembelian kredit seperti 2/10 net 30. Artinya apabila
perusahaan membayar s/d hari ke 10 sejak pembelian dilakukan akan mendapat potongan sebesar
2% dari harga pembelian, dan harus membayar penuh kalau pembayaran dilakukan pada hari ke 11
dst, dan harus lunas pada hari ke 30. Apabila perusahaan membayar pada hari ke 30, artinya tidak
memanfaatkan periode potongan, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan mendapat
potongan sebesar 2%, artinya uang yang harus dibayarkan menjadi lebih besar dari pada kalau
membayar pada periode potongan. Hal ini disebut sebagai biaya tidak memanfaatkan periode
potongan, atau secara umum disebut dengan biaya bunga dari pembelanjaan spontan.
Misalnya perusahaan melakukan pembelian secara kredit sebesar Rp1.000,00 dengan syarat 2/10
net 30. Maka potongan yang dapat dinikmati adalah 2% x Rp1.000,00 = Rp20,00, atau perusahaan
hanya membayar Rp980,00. Tetapi jika perusahaan tidak memanfaatkan periode potongan, maka
perusahaan harus membayar Rp1.000,00. Dengan demikian, selama beberapa hari perusahaan dapat
menggunakan dana Rp1.000,00 tersebut sampai dengan hari ke 30 untuk aktivitas yang lain. Pada
dasarnya, memanfaatkan dana Rp1.000,00 s/d dengan hari ke 30 tersebut dapat kita sebut sebagai
perusahaan memperoleh kredit sebesar Rp980,00 dengan bunga Rp20,00 untuk selama 20 hari
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 58
(jangka waktu kredit - periode potongan atau 30 hari -10 hari). Kalau setiap 20 hari dapat
memanfaatkan kredit jangka pendek tersebut, maka dalam setahun dapat meanfaatkan fasilitas
tersebut sebanyak 360 hari/20 hari = 18 x. Permasalahan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
hari
0
10
Periode potongan
30
Periode bebas
Jk wkt kredit
Sehingga biaya bunga karena tidak memanfaatkan periode potongan per tahun = (Rp20,00/Rp980)
x (360 hari/20 hari) = 36,73%. Formula rumus untuk mencari biaya bunga per tahun tersebut dapat
ditulis sbb:
d
Biaya bunga/tahun =
360 hari
x
(100% - d)
(periode bebas)
d = persentase potongan pembelian
periode bebas = Jk. Wkt kredit - periode potongan
Misalnya syarat pembelian diubah menjadi 2/20 net 30, maka:
2%
Biaya bunga/tahun =
360 hari
x
98%
= 73,47%
10 hari
Semakin panjang periode diskon, apabila tidak dimanfaatkan maka akan semakin mahal biaya
bunga per tahunnya.
2. Pinjaman Rekening Koran (PRK)
Pinjaman Rekeing Koran (PRK) adalah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank, yaitu
memberikan pinjaman dalam batas plafon tertentu (misal s/d Rp100.000.000,00), dan perusahaan
dapat memanfaatkan sebagian atau seluruh pinjaman tersebut tergantung pada kebutuhannya. Biaya
bunga hanya dibebankan pada jumlah yang dimanfaatkan saja.
a. Compensating Balance
Compensating balance adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan karena
perusahaan memperoleh pinjaman rekening koran (PRK). Compensating balance adalah syarat
untuk mempertahankan saldo minimal PRK. Misalnya PRK s/d Rp100.000.000,00 dengan
compensating balance Rp1.000.000,00, maka perusahaan hanya dapat memanfaatkan PRK
maksimal sebesar Rp99.000.000,00. Saldo di rekening pinjaman tidak boleh kurang dari
Rp1.000.000,00.
Contoh soal: Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan
bunga 12% per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10%
dari plafon pinjaman). Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut?
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 59
Penyelsaian:
12% x Rp1.000.000,00
Biaya bunga/tahun =
= 13,33% per tahun
Rp1.000.000,00 - Rp100.000,00
Seandainya perusahaan hanya memanfaatkan pinjaman tersebut sebesar Rp700.000,00, maka
biaya bunga per tahun:
12% x Rp700.000,00
Biaya bunga/tahun =
= 13,33% per tahun
Rp700.000,00 - (10% x Rp700.000,00)
b. Commitment Fee
PRK juga dapat mempunyai persyaratan commitment fee, yaitu persetujuan dari pemberi
pinjaman untuk tetap menyediakan dana sebesar saldo pinjaman yang belum digunakan.
Misalnya seperti contoh kasus di atas sbb:
Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan bunga 12%
per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10% dari plafon
pinjaman). Perusahaan hanya memanfaatkan sebagian, yaitu sebesar Rp700.000,00. Pihak bank
komit untuk tetap menyediakan sisa pinjaman yang belum dimanfaatkan dengan commitment
fee sebesar 0,5%. Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut?
(12% x Rp700.000,00) + (0,5% x Rp300.000,00)
Biaya bunga/tahun =
= 13,57% per tahun
Rp700.000,00 - (10% x Rp700.000,00)
3. Commercial Paper (CP)
Commercial Paper adalah surat pernyataan utang yang diterbitkan oleh perusahaan dalam jangka
pendek. CP merupakan utang tanpa jaminan, dan harga jualnya tergantung dari hasil tawar
menawar antara perusahaan dengan investor yang akan membeli (memberi pinjaman). Biasanya CP
akan terjual dengan diskon, artinya terjual dibawah nilai nominalnya. Pada saat jatuh tempo
perusahaan hharus melunasi sebesar nilai nominalnya.
Contoh: Perusahaan membutuhkan dana sebesar Rp5.000.000,00. Kebutuhan dana ini dipenuhi
dengan cara menerbitkan CP senilai Rp5.250.000,00 yang dijual seharga Rp5.000.000,00.
Penjualan dilakukan secara periodei 4 bulan sekali (setahun 3 kali) Berpakah biaya bunga efektif
dari penerbitan CP tersebut?
Penyelesaian:
Rp5.250.000,00 - Rp5.000.000,00
Biaya bunga/tahun =
x3
= 15% per tahun
Rp5.000.000,00
4. Factoring Account Receivable
Factoring Account Receivable adalah menjual/menjaminkan piutang yang dimiliki perusahaan
kepada lembaga keuangan (bank maupun non bank). Pengertian menjaminkan/menjual piutang
adalah perusahaan memperoleh cash advance (menerima uang tunai dimuka) dengan menyerahkan
sejumlah tertentu dari piutang yang dimiliki kepada pembeli/penjamin.Oleh karena itu
pembeli/penjamin akan membebankan biaya bunga kepada perusahaan, sebagai ganti hilangnya
kesempatan pembeli/penjamin mendapatkan pendapatan bunga dari sejumlah uang yang diserahkan
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 60
kepada perusahaan penjual piutang tersebut. Hak penagihan piutang tersebut beralih kepada
penjamin, termasuk risiko bad debt yang mungkin terjadi, oleh karena itu pembeli/penjamin berhak
atas fee (principle fee).
Contoh: Perusahaan membutuhkan dana Rp100.000,00 per bulan. Kebutuhan ini dipenuhi dengan
menjaminkan piutang senilai Rp150.000,00 per bulan, dengan batas maksimum pinjaman 75% dari
nilai piutang yang dijaminkan, dengan bunga 12% per tahun. Fee untuk penjamin 2,5% dari nilai
jaminan. Biaya administrasi piutang dan bad debt yang dapat dihemat oleh perusahaan sebesar
Rp3.500,00 per bulan. Berapakah biaya bunga efektif per tahun dari penjaminan piutang tersebut?
Penyelesaian:
Biaya fee = 2,5% x Rp150.000,00 x 12 bulan =
Penghematan biaya = Rp3.500,00 x 12 bulan =
Tambahan biaya bersih
Rp45.000,00
Rp42.000,00
Rp 3.000,00
12% x Rp100.000,00 + Rp3.000,00
Biaya bunga/tahhun =
= 15% per tahun
Rp100.000,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 61
Download