Human Papillomavirus dan kanker serviks

advertisement
praktis
Human Papillomavirus dan Kanker Serviks
Hera Noviana
Kalbe Genomics Laboratory
Pendahuluan
Human papillomavirus (HPV) genitalia
adalah penyebab infeksi paling sering
yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted infection) di
dunia. Infeksi persisten HPV, khususnya
HPV tipe high risk, dapat menimbulkan
kanker serviks pada wanita dan kanker
anogenital lainnya (vulva, vagina, penis,
dan anus), sedangkan infeksi HPV tipe
low risk dapat menimbulkan kutil kelamin
(condyloma acuminatum), baik pada wanita maupun pria.1
Kanker serviks merupakan jenis kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada
wanita di seluruh dunia, dengan insidens
sebesar 25-40 per 100.000 wanita per tahun.2 Menurut American Social Health Association, sekitar 6,2 juta orang di Amerika
Serikat terinfeksi HPV setiap tahunnya.3
Sedangkan Globocan (2008)menunjukan
data prevalensi HPV di populasi wanita
Indonesia adalah sekitar 31%.1 Data infeksi
HPV dan kanker serviks di Indonesia dapat
dilihat pada tabel 1.
Infeksi HPV dan Kanker Serviks
Manusia adalah reservoar utama bagi
HPV dan setiap individu dapat terinfeksi
oleh lebih dari satu tipe HPV (infeksi multipel). Lebih dari 100 genotipe HPV telah
teridentifikasi, 40 di antaranya menginfeksi sistem genitalia.4 Tipe HPV genitalia
digolongkan berdasarkan asosiasi epidemiologis dengan kanker serviks. Infeksi
HPV tipe low risk dapat menyebabkan perubahan sel-sel serviks yang bersifat benign
atau low-grade, kutil kelamin, dan papillomatosis. HPV tipe high risk bersifat karsinogenik, cenderung berkembang menjadi
kanker serviks atau kanker anogenital lainnya. HPV tipe high risk, meliputi tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68,
69, 73, dan 82, dapat menyebabkan abnormalitas low-grade hingga high-grade pada
sel-sel serviks yang merupakan prekursor
kanker.4
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
HPV adalah jenis virus dari keluarga
­Papillomaviridae dengan materi inti DNA
untai ganda (double-stranded DNA) dan
tidak memiliki selubung (envelope). HPV
terdiri dari Early protein (E6 dan E7, yang
diekspresikan pada awal infeksi) dan
Late protein (L1 dan L2, yang berfungsi
menghasilkan kapsid untuk virion baru).
Genotipe HPV ditentukan oleh adanya
variasi genetik di protein kapsid L1 dan
L2, sedangkan yang bersifat onkogenik adalah E6 dan E7. Aktivasi protein
onkogenik pada HPV tipe high risk menyebabkan terjadinya perubahan epigenetik pada beberapa promoter tumor
suppressor gene (TSG) sehingga dapat
menimbulkan kanker.3 Siklus HPV dapat
dilihat pada gambar 1. Beberapa studi
menunjukkan protein E6 dan E7 pada
HPV tipe low risk memiliki afinitas yang
rendah terhadap TSG dibandingkan tipe
high risk sehingga HPV tipe low risk tidak
berpotensi menimbulkan kanker. Protein
E6 dan E7 pada HPV tipe low risk hanya
berfungsi untuk menjaga stabilitas episom genomnya.
Kurang lebih 90% kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV tipe high risk.
Meskipun infeksi HPV tipe high risk dapat
menyebabkan kanker serviks, mayoritas
infeksi yang terjadi bersifat self-limiting.1
Hasil penelitian di tiga kota di Indonesia (Jakarta, Tasikmalaya, dan Bali) tahun
2004-2006, pada 2.686 wanita yang sudah
menikah, menunjukkan bahwa prevalensi HPV tipe high risk adalah sekitar 7,9%.5
Prevalensi HPV tipe high risk pada 118
sampel dari beberapa rumah sakit rujukan
di laboratorium KalGen adalah 6,8%, yaitu
tipe 16 (2), 51 (1), 52 (2), 68 (2) dan 58 (1);
tipe low risk yang terdeteksi adalah tipe 6,
43 dan 44.
Deteksi Dini Kanker Serviks
Deteksi dini kanker serviks yang ideal adalah pemeriksaan Papanicolaou (dikenal
dengan sitologi Pap smear), baik sitologi
konvensional maupun berbasis cairan,
yang dikombinasikan dengan pemeriksaan DNA HPV. Menurut NCCN Guidelines ver1.2011 Cervical Cancer Screening,
deteksi dini kanker serviks dengan sitologi
Pap smear dimulai saat wanita berumur 21
sampai 29 tahun dengan frekuensi pemeriksaan setiap 2 tahun. Bagi wanita umur 30
tahun atau lebih, selain sitologi, juga disarankan untuk menjalani pemeriksaan DNA
HPV. Apabila ditemukan hasil negatif pada
pemeriksaan sitologi dan DNA HPV, pemeriksaan dapat kembali dilakukan setelah
3 tahun.6
Metode Pemeriksaan Sitologi dan DNA
HPV
Deteksi dini kanker serviks dilakukan dengan pemeriksaan sitologi dan DNA HPV
menggunakan spesimen berupa sel-sel
serviks. Untuk memastikan kualitas sampel yang baik, area pengambilan spesimen
difokuskan pada zona transformasi (zona
antara bagian ektoserviks dan endoserviks).
Pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan
3600 mengelilingi zona transformasi sebanyak 5 kali.7
Sampel untuk pemeriksaan sitologi dan
DNA HPV sebaiknya mengandung sel-sel
endoserviks sebagai parameter bahwa selsel di zona transformasi juga sudah terambil
(gambar 2). Pada masa lalu, sampel yang
tidak mengandung sel-sel endoserviks disarankan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.
Namun, beberapa studi menunjukkan wanita dengan hasil sitologi negatif tanpa sel endoserviks tidak lebih tinggi resikonya untuk
mendapatkan lesi serviks di kemudian hari,
dibandingkan wanita dengan hasil sitologi
negatif dan sampelnya mengandung sel
endoserviks. 8
Deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan sitologi Pap smear, baik konvensional maupun berbasis cairan, bersama
dengan pemeriksaan DNA HPV harus
menjadi prioritas bagi setiap wanita agar
risiko kematian akibat kanker serviks dapat
dicegah.
65
praktis
Tabel 1. Data Statistik HPV dan Kanker Serviks di Indonesia.
Wanita yang berisiko terkena kanker serviks (populasi wanita ≥15 tahun)
Jumlah kasus kanker serviks per tahun
Jumlah kasus kematian akibat kanker serviks per tahun
Perkiraan jumlah kasus kanker serviks baru tahun 2025
Perkiraan jumlah kematian akibat kanker serviks tahun 2025
Prevalensi infeksi HPV pada populasi (wanita tanpa kelainan sitologi)
79,14 juta
13.762
7.493
21.155
12.080
31,0%
Prevalensi HPV tipe 16 dan/atau 18 pada wanita:
-
-
-
-
tanpa kelainan sitologi
low-grade cervical lesions (LSIL/CIN-1)
high-grade cervical lesions (HSIL/CIN-2 and CIN-3)
kanker serviks
4,0%
80,1%
Sumber: WHO /ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer (HPV Information Centre).
Human papillomavirus and related cancers. Summary Report Update. 3rd edition. 2010.
a
Normal oervix
Infection by HPV
Shedding of virus
d Formation of infectious
virus
c Differentiation
&movement
of cells
Basement
membrane
Basal epithelial cells
Transformation zone of cervix
Columnar
epithelium
e
Squamous epithelium
Malignant transformation of cervix
Disordered
cellular architecture
HPV-transformed
epithelial cells
terus berdiferensiasi dan bermigrasi ke permukaan epitel, tempat sel-sel skuamosa
mulai mengekspresikan late gen (L1 dan
L2). Partikel virus baru akan menyebar ke
dalam lumen vagina. (e) Infeksi HPV (terutama tipe high risk) dapat berkembang
menjadi: 1. displasia ringan, 2. cervical intraepithelial neoplasia stadium akhir (CIN3),
dan 3. invasive cervical cancer (CaCx); bila
dasar membran rusak, akan terjadi penyebaran lokal dan metastasis. (f) Pada selsel epitel yang bertransformasi, gen HPV
berintegrasi dengan kromosom inang dan
mengekspresikan protein onkogenik (E6
dan E7) yang berikatan dengan tumor suppressor protein (p53 dan Rb).
Sumber: HPV-16 and HPV-18. Available from: http://
www.stanford.edu/group/virus/papilloma/2005/papilloma10.html
L1, L2
expression
b
Episomal viral
replication:
E1, E2, E4-7
expression
f Integration of HPV into
host chromosomes
Suprabasal
mitotic figures
Invasion
CIN3
Invasive CaCx
Expression of E6, E7
(p53, Rb binding)
Gambar 1. Infeksi dan siklus HPV pada sel-sel epitel serviks. (a) Serviks yang normal memiliki zona transfomasi (atau TZ) yang tiba-tiba bertransisi dari epitel kolumnar menjadi epitel
skuamosa. (b) HPV mendapatkan akses ke sel-sel epitel basal serviks via vagina (selama
berhubungan seksual) dan bereplikasi secara episomal (siklus lisogenik) dan mengekspresikan early gen (E1, E2, E4, E5, E6, dan E7). (c) Sel-sel basal yang rusak akibat infeksi HPV,
Gambar 2. Teknik pengambilan spesimen
untuk pemeriksaan sitologi dan DNA HPV.
Sel-sel pada zona transformasi diambil
menggunakan cervical brush.
Sumber: Cervical dysplasia. Available from: http://www.
hopkinsmedicine.org/kimmel_cancer_center/centers/
cervical_dysplasia/diagnosis_and_screening.html
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer (HPV Information Centre). Human papillomavirus and related cancers. Summary Report Update. 3rd edition.
2010. Available from: www. who. int/ hpvcentre
2. Tambunan, Butar-Butar, Umbas, Hidayah. 2007. Conserved region og analysis of oncogenic human papillomavirus genome. Biotechnology 2007; 6(1):93-96.
3. HPV statistics. Available from: http://hpv.emedtv.com/hpv/hpv-statistics.html
4. Woodman CBJ, Collins SI, Young LS. The natural history of cervical HPV infection: unresolved issue. Nat Rev. 2007; 7:11-22.
5. Vet NI, de Boer MA, van den Akker BEWM, Siregar B, Lisnawati, Budiningsih, et al. 2008. Prevalence of human papillomavirus in Indonesia: a population-based study in
three regions. B J Cancer 2008; 99:214-8.
6. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Cervical cancer screening. Version 1. 2011.
7. Washington State Department of Health. Administrative and program performance manual. breast, cervical and colon health program. 2009-2010.
66
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Download