hasil dan pembahasan

advertisement
 15 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada
sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi
untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap penyimpanan. Kadar air yang baik
dari suatu sampel adalah kurang dari 10% karena pada tingkat kadar air tersebut
waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari pencemaran yang
disebabkan oleh mikroba.
Kadar air yang diperoleh dari serbuk daun takokak dan buah takokak dalam
kondisi segar yang berasal dari Balitro diperoleh masing-masing sebesar 8.83%
dan 16.16%. Nilai rerata yang diperoleh artinya bahwa dalam 100 g bahan
terdapat 8.83 g dan 16.16 g air. Hasil ini menunjukkan bahwa daun takokak
kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan buah
takokak dalam kondisi segar cukup tinggi sehingga buah takokak segar pada
penelitian ini tidak baik disimpan dalam jangka waktu lama.
Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi sampel adalah
maserasi. Adapun mekanisme metode maserasi, yaitu adanya proses difusi pelarut
ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang ada
dalam tumbuhan tersebut dan senyawa yang kurang tahan terhadap panas,
biasanya digunakan untuk sampel yang belum diketahui sifat dan pencirian
senyawanya.
Pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah n-heksana, etil asetat,
metanol dan air. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan asumsi maserasi
sudah tidak efektif mengekstraksi komponen tumbuhan dalam jumlah yang
berarti. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan untuk mengetahui persen
rendemen. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 40 oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang
terkandung dalam ekstrak, sedangkan maserasi dengan pelarut air dipekatkan
dengan freeze drier. Ekstrak yang diperoleh disebut ekstrak kasar n-heksana,
16 ekstrak kasar etil asetat, ekstrak kasar metanol, dan ekstrak kasar air. Persen
rendemen hasil ekstraksi dari daun takokak kering dan buah takokak segar dapat
dilihat pada Tabel 1.
Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia terhadap ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat,
ekstrak metanol dan ekstrak air dari daun takokak dan buah takokak teridentifikasi
adanya golongan saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid. Hal ini ditandai
dengan terbentuknya buih yang stabil setelah dibiarkan 10 menit pada uji saponin
dan terbentuknya warna merah jingga setelah penambahan magnesium dan HCl
pekat pada uji flavonoid. Uji alkaloid memberikan hasil positif yang ditandai
dengan terbentuknya endapan jingga kecokelatan setelah ditambahkan pereaksi
Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Uji tanin memberikan hasil positif dengan
terbentuknya warna hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3. Uji steroid
memberikan hasil positif hanya pada ekstrak etil asetat dan metanol dari daun
takokak, sedangkan pada buah takokak tidak terdapat steroid. Hasil penapisan
fitokimia pada berbagai ekstrak daun dan buah takokak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji fitokimia dan hasil rendemen ekstraksi dari daun takokak kering
dan buah takokak segar
Jenis ekstrak
n-Heksana
Etil asetat
Metanol
Air
Uji
Daun
Buah
Daun
Buah
Daun
Buah
Daun
Buah
Alkaloid
−
−
+
+
+
+
_
_
Flavonoid
−
−
−
+
+
+
_
+
Saponin
−
−
−
−
+++
+++
+++
+++
Tanin
−
−
−
−
_
−
++
++
Steroid
−
−
+
−
+
+
_
Rendemen
0.87
0.24
3.09
0.33
8.60
0.80
5.75
1.04
(%)
Keterangan: (−): tidak terdeteksi; (+): positif lemah; (++): positif; (+++): positif sangat kuat.
17 Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rendemen daun takokak paling tinggi
diperoleh dari hasil ekstraksi dengan pelarut metanol (ekstrak metanol). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Health dan Reineccius (1987) yang menyebutkan
bahwametanol mampu mengekstraksi senyawa organik, sebagian lemak serta
tanin karena metanol memiliki gugus yang mampu mengikat ekstrak polar dan
non polar yang menyebabkan hasil ekstraksi metanol cukup besar.
Berdasarkan hasil uji fitokimia simplisia daun takokak kering (Tabel 1) ini
sama dengan yang dilaporkan Dharmayanti (2008) bahwa simplisia dari Solanum
sp. mengandung senyawa alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Dengan demikian,
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak metanol daun Solanum torvum
diduga memiliki peran tertentu dalam menghambat aktivitas dari enzim αglukosidase.
Uji Inhibisi α-Glukosidase Ekstrak Metanol
Uji inhibisi terhadap enzim α-glukosidase dilakukan untuk mengetahui
aktivitas antihiperglikemik dari setiap ekstrak. Pada uji ini α-glukosidase akan
menghidrolisis substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi p-nitrofenol yang
berwarna kuning dan glukosa dengan reaksi sebagai berikut:
-O
O
N+
HO
OH
O
O
O
N+
HO
OH
-O
P-nitrofenol-α-D-glukopiranosa
OH HO
+ α-glukosidase
O
P-nitrofenol
α-D-glukosa
Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil absorbansi p-nitrofenol yang
berwarna kuning (Basuki et al. 2002). Dengan adanya ekstrak daun takokak yang
berperan sebagai inhibitor α-glukosidase maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan
berkurang yang ditandai oleh berkurangnya intensitas warna kuning.
18 Nilai IC50 dari hasil uji inhibisi α-glukosidase ekstrak daun kering dan buah
takokak segar dapat dilihat pada Tabel 2. Parameter yang digunakan untuk
pengukuran aktivitas inhibitor α-glukosidase dari daun takokak adalah IC50, yaitu
bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat
aktivitas inhibitor α-Glukosidase sebesar 50%.
Tabel 2 Nilai IC50 dari ekstrak daun takokak kering dan buah takokak segar
IC50
Pelarut
Daun (ppm)
Buah (ppm)
n-Heksana
−
315.44
Etil asetat
−
−
Metanol
100
−
Air
301.28
154.98
Akarbose
1.096
1.096
Keterangan: IC50 adalah konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas inhibitor αglukosidase sebesar 50%; tanda − : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum
8000 ppm. Data absorbansi dan persen inhibisi dari ekstrak metanol daun takokak kering dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Nilai IC50 diperoleh dari persamaan kurva hubungan antara % inhibisi
(sebagai sumbu y) dan konsentrasi ekstrak (sebagai sumbu x). Hasil yang
diperoleh (Tabel 2) menunjukkan ekstrak daun takokak memiliki IC50 100 ppm.
Nilai ini berarti ekstrak metanol daun takokak dapat menginhibisi 50% pada
konsentrasi 100 ppm. Hasil uji aktivitas inhibisi α-glukosidase pada buah takokak
memberikan nilai IC50 cukup besar jika dibandingkan dengan ekstrak daun
takokak kering yang artinya buah takokak tidak bersifat sebagai inhibitor tetapi
sebagai aktivator, sehingga buah takokak tidak digunakan untuk uji aktivitas
selanjutnya.
Kontrol positif (acarbose) yang digunakan pada uji aktivitas inhibisi αglukosidase dimulai dari konsentrasi 0.375, 0.75, 1.5, 3, dan 6 ppm memiliki IC50
sebesar 1.096 ppm. Nilai ini berarti acarbose dapat menginhibisi 50 % aktivitas αglukosidase pada konsentrasi 1.096 ppm. Hal ini tidak berbeda jauh dengan
ekstrak metanol daun takokak nilai persen inhibisinya, tetapi konsentrasi ekstrak
19 tidak sebaik kontrol positif karena IC50 ekstrak lebih besar dari pada IC50
akarbose. Data absorbansi dan nilai persen inhibisi acarbose dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pemilihan Eluen Terbaik
Hasil pemilihan eluen terbaik yang bersifat semipolar diperoleh noda
berekor sedangkan eluen polar diperoleh noda yang terpisah. Jadi eluen tunggal
terbaik, yaitu butanol. Eluen campuran terdiri atas butanol-aseton (1:1, 2:1, 3:1,
4:1, 6:1, 9:1) (Gambar 2). Dari kelima perbandingan tersebut diperoleh noda yang
terpisah pada butanol-aseton (1:1), sedangkan pada perbandingan lain
pemisahannya kurang bagus ditandai dengan adanya noda yang berekor (Gambar
3).
Gambar 3 Penentuan eluen terbaik pada ekstrak daun takokak dengan
menggunakan eluen tunggal. Keterangan: n-heksana, metanol,
kloroform, aseton, butanol, etil asetat. (Kondisi KLT: plat KLT SiO2
G60 F254, visualisasi noda: UV 254 dan 366 nm).
20 Gambar 4
Penentuan eluen terbaik dengan menggunakan eluen campuran.
Keterangan: perbandingan aseton-butanol dari kiri ke kanan adalah
1:1, 4:1, 3:1, 2:1, 9:1, dan 6:1 (Kondisi KLT: plat KLT SiO2 G60
F254, visualisasi noda: UV 254 dan 366 nm).
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksinasi daun takokak pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kromatografi kolom. Fase diamnya adalah silika gel dan proses elusinya dilakukan
secara gradien (peningkatan kepolaran). Elusi gradien dipilih agar semua senyawa
yang terdapat pada daun takokak dapat difraksinasi dan terelusi ke luar kolom
dengan cepat. Menurut Harvey (2000), metode step gradient (peningkatan
kepolaran) pada kromatografi kolom dapat dilakukan untuk fraksinasi komponenkomponen dalam suatu sampel agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen,
semua komponen dalam sampel tersebut akan terbawa lebih cepat ke luar kolom.
Eluen n-heksana, butanol, aseton, dan air dengan berbagai komposisi pada
penelitian ini diharapkan dapat membawa semua pita-pita senyawa yang
terkandung dalam daun takokak untuk ke luar kolom.
Semua fraksi dari hasil pemisahan dengan kromatografi kolom kemudian
dianalisis jumlah spotnya menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
fase diam berupa silika G60F254 dan fase geraknya menggunakan eluen terbaik
yang diperoleh dari analisis menggunakan KLT sebelumnya, yaitu asetonbutanol(1:1). Hasil fraksinasi kolom diperoleh sebanyak 6 fraksi (Tabel 3).
21 Tabel 3 Rendemen hasil fraksinasi ekstrak daun takokak
Bobot fraksi
(g)
Rendemen
(%)
0.94
0.1634
4.66
1
0.91
1.2124
34.64
3
1
0.90
0.7151
20.43
4
2
0.93, 0.40
0.7747
22.13
5
2
0.75, 0.83
0.4069
11.62
6
1
0.60
0.1382
3.94
Fraksi
Jumlah spot
1
1
2
Nilai Rf
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Hasil Fraksinasi
Pengujian selanjutnya dilakukan pada hasil fraksinasi dari ekstrak daun
takokak. Berdasarkan pengujian terhadap ke 6 fraksi, fraksi teraktif adalah fraksi 2
dengan nilai IC50 sebesar 18.28 ppm. Nilai ini berarti bahwa ekstrak daun takokak
fraksi 2 hasil fraksinasi mampu menginhibisi 50% pada konsentrasi 18.28 ppm.
Nilai IC50 dari fraksi 2 yang diperoleh pada kromatografi kolom dapat dilihat pada
Tabel 4. Data absorbansi dan persen inhibisi α-glukosidasi hasil fraksinasi kolom
dari fraksi 2 dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 4 Nilai IC50 inhibitor α-glukosidase pada fraksi hasil kromatografi kolom
Fraksi
Bobot fraksi
(g)
IC50
(ppm)
1
0.1634
−
2
1.2124
18.28
3
0.7151
−
4
0.7747
−
5
0.4069
−
6
0.1382
−
Hasil yang diperoleh dari pengujian ke fraksi tersebut terhadap aktivitas
inhibisi enzim α-glukosidase, nilai IC50 yang diperoleh dari fraksi 1 sampai 6,
22 haya fraksi 2 yang berpotensi sebagai inhibitor α-glukosidase. Fraksi lain
memiliki nilai IC50 diatas konsentrasi maksimum (-). Aktivitas ini lebih kecil dari
ekstrak kasarnya yaitu IC50 = 100 ppm, hal ini di duga karena pemisahan yang
terjadi pada kromatografi kolom kurang baik akibat interaksi fase diam dan fase
gerak begitu kuat sehingga masih banyak senyawa yang tertinggal pada fase diam,
bagian lain terpisahkan begitu cepat yang ditunjukkan oleh sedikitnya
keterpisahan yang muncul pada fraksi. Selain itu tidak sempurnanya kelarutan
contoh pada eluen juga di perkirakan menyebabkan pemisahan pada kolom
kromatografi menjadi kurang sempurna.
Adanya aktivitas senyawa kemungkinan sifat senyawa yang jika di
pisahkan dari kelompok senyawaannya maka aktivitas enzimatisnya menjadi tidak
optimal atau berkurang turut menjadi kemungkinan kurang baiknya hasil
pengujian. Hasil pengujian ini juga di dukung oleh Usman (2009) bahwa aktivitas
antidiabetes hasil fraksinasi kolom pada buah mahkota dewa mengalami
penurunan dibandingkan dengan ekstrak kasar.
Data absorbansi dan persen inhibisi α-glukosidasi hasil fraksinasi kolom dari
fraksi 2 dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Fraksi 2 sebagai fraksi teraktif hasil fraksinasi daun takokak dimurnikan
lebih lanjut dengan menggunakan KLTP. Pemisahan dengan KLTP menggunakan
eluen kloroform-metanol-etil asetat (7:2:1) sebagai eluen terbaiknya. Pemisahan
ini menggunakan adsorben silika gel. Berdasarkan pemisahan yang dilakukan
diperoleh 10 fraksi. Selanjutnya, dilakukan analisis KLT dari 10 fraksi (2A-2J).
Noda terlihat pada Gambar 5. Noda yang terbentuk dapat dideteksi dengan sinar
UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Nilai Rf dan rendemen hasil
KLTP dapat dilihat pada Tabel 5.
23 Tabel 5 Rendemen hasil KLTP fraksi 2A ekstrak daun takokak
Fraksi
Jumlah
spot
Nilai Rf
Bobot fraksi
(g)
Rendemen
(%)
1
1
0.06
0.0511
15.56
2
2
0.13, 0.05
0.0216
6.58
3
1
0.63
0.0140
4.26
4
1
0.44
0.0327
9.96
5
−
−
0.0022
0.67
6
1
0.59
0.0581
1.77
7
1
0.59
0.0019
0.57
8
1
0.56
0.0109
3.32
9
1
0.50
0.0745
22.69
10
−
−
0.0378
11.51
Gambar 5 Hasil analisis KLT pada 10 fraksi hasil KLTP dengan eluen kloroformmetanol-etil asetat (7:2:1) berturut-turut fraksi A sampai J dari kiri ke
kanan (Visualisasi noda: UV 254 nm dan 366 nm)
24 Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Hasil KLTP
Selanjutnya hasil KLTP fraksi 2A-2J diuji aktivitas inhibitor αglukosidasenya. Uji aktivitas inhibitor α-glukosidase menunjukkan bahwa fraksi
2A memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Nilai IC50 fraksi 2A sebesar 67.02
ppm. Hasil IC50 hasil KLTP lebih besar dari nilai IC50 hasil kolom sebesar 18.28
ppm, dapat disimpulkan bahwa fraksi hasil pemisahan dapat meningkatkan
kemampuan fraksi dalam menghambat α-glukosidase. Nilai IC50 hasil KLTP
(Tabel 6). Data absorbansi Persen inhibisi hasil KLTP dari fraksi 2A dapat dilihat
pada Lampiran 7
Tabel 6 Nilai IC50 Inhibitor α-glukosidase pada fraksi hasil KLTP
Bobot fraksi
(g)
Inhibitor α-glukosidase
A
0.0511
67.02
B
0.0216
−
C
0.0140
−
D
0.0327
−
E
0.0022
−
F
0.0581
−
G
0.0019
−
H
0.0109
−
I
0.0745
−
J
0.0378
−
Fraksi
Berdasarkan pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase menunjukkan dari
awal ekstrak, hasil fraksinasi kolom, dan hasil fraksinasi KLTP bahwa nilai IC50
memiliki data yang fluktuatif, hal ini dimungkinkan eluen terbaik yang digunakan
berbeda, untuk ekstrak kasar dan fraksinasi kolom menggunakan eluen
aseton:butanol
(1:1),
hasil
fraksinasi
KLTP
menggunakan
eluen
kloroform:metanol:etil asetat (7:2:1) dan dipengaruhi oleh senyawa metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai inhibitor α-glukosidase.
25 Uji Fitokimia Lanjutan
Pengujian fitokimia lanjutan pada fraksi 2A bertujuan mengetahui senyawa
metabolit sekundernya. Berdasarkan uji yang dilakukan diketahui bahwa fraksi
2A mengandung senyawa flavon. Hasil ini berdasarkan warna noda pada sinar
tampak adalah kuning pucat dan berwarna coklat tua ketika dilihat dengan sinar
UV. Ketika diuapi dengan amonia, warna yang terbentuk adalah kuning kunyit.
Hal ini menandakan bahwa fraksi 2A merupakan senyawa golongan flavonoid
(Harborne 1987).
Analisis Spektrofotometer UV-Vis
Fraksi 2A yang diperoleh dari hasil KLTP dianalis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS. Hasil analisis ini menunjukkan fraksi 2A KLTP
sebagai fraksi teraktif memiliki panjang gelombang maksimum pada 326.6 nm.
Hasil tersebut menunjukkan terjadinya transisi π-π* yang dihasilkan dari
kromofor C=O dan C=C (Sudjadi 1985). Menurut Harborne (1987), kisaran
panjang gelombang maksimum 330-350 nm merupakan senyawa flavon. Hasil ini
semakin menguatkan bukti bahwa fraksi 2A merupakan senyawa flavon.
Spektrum UV-VIS fraksi 2A dapat dilihat pada Lampiran 8.
Analisis Spektrofotometer FTIR
Berdasarkan spektrum inframerah fraksi teraktif (Lampiran 12) terdapat
uluran –OH pada serapan 3378.24 cm-1, regangan C-H pada 2932.13 cm-1, nada
lipat aromatik pada bilangan gelombang 2097.03 cm-1, gugus C=O pada serapan
1701.26 cm-1, tekukan aromatik pada 1651.25-1603.95 cm-1, pada bilangan
gelombang 1384.07 cm-1 terdapat tekukan O-H, dan terakhir regangan C-O eter
siklik terdapat pada bilangan gelombang 1069.68 cm-1 (Tabel 8). Berdasarkan
data spektrum FTIR maka diduga bahwa dalam fraksi 2A mengandung senyawa
flavon. Spektrum FTIR fraksi 2A dapat dilihat pada Lampiran 9.
26 Tabel 7
Hasil absorpsi inframerah gugus fungsi fraksi 2A pada ekstrak metanol
daun takokak kering
Bilangan gelombang
(cm-1)
Dugaan gugus fungsi
Kisaran bilangan
gelombang (cm-1)
3378.24
Regangan –OH
3650-3300**
2932.13
Regangan C-H alifatik
3600-2500*
2097.03
Nada lipat aromatik
2273-2000*
1701.26
Regangan C=O
1870-1540*
1651.25-1603.95
Tekukan aromatik
1900-1550**
1384.07
Tekukan –O-H
1425-1350**
1069.68
Regangan C=O eter siklik
1200-1150**
Keterangan: *Pavia et al. (1986),** Cholthup et al. (1975).
Download