BAB I - USU Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spritualitas dan Materialitas dalam Perspektif Sosiologi
Islam adalah wahyu atau risalah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pedoman bagi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yang semuanya itu ada dalam Al-Qur’an
dan As-sunnah sebagai sumber pokok ajarannya. Di dalam ajaran Islam, setiap
orang diperintahkan untuk melaksanakan ajaran Islam secara utuh, termasuk
berekonomi harus dilaksanakan secara syariah
Nilai-nilai islam antara lain mengajarkan manusia untuk saling bekerja
sama dalam kebaikan, saling menjaga kepercayaan ( trust ), saling silaturahmi,
bekerja keras, cerdas (profesional ), ikhlas, saling menolong dan memberi. Ini
merupakan bentuk keunggulan ajaran yang dapat mendorong tumbuhnya modal
sosial yang kuat dan akan menghasilkan masyarakat berbudaya unggul dan bangsa
yag kuat pula.
Islam memandang pentingnya ekonomi, tetapi ekonomi bukanlah segalagalanya. Ekonomi mengatur kehidupan jasmaniah, agama mengatur kehidupan
rohaniah. Ajaran Islam memberikan dorongan kepada manusia untuk berekonomi
sebagai pemenuhan kebutuhan hidup di dunia tanpa melupakan akhirat. Dorongan
tersebut terlihat di dalam Al-qur’an juga al-hadist sebagai sumber ajarannya.
Max Weber dalam teorinya mengenai etika protestan dan hubungan
dengan semangat kapatalisme mencoba mengadakan transformasi struktural
17
Universitas Sumatera Utara
sekaligus juga lintas struktural antara dua bidang, agama dan ekonomi. Dengan
suatu fakta statistik ia menjelaskan fenomena di dunia Eropa modern yang
menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin perusahaan dan para pemilik modal,
maupun mereka yang tergolong sebagai buruh terampil (ahli) tingkat tinggi
kebanyakan memeluk agama protestan (Sudrajat, 1994: 3). Menurut Weber,
kapitalisme modern timbul sebagai hasil kumulatif kekuatan sosial, politik dan
ekonomi serta agama yang berakar jauh di dalam sejarah eropa. Ia menempatkan
agama, khususnya agama protestan sebagai faktor yang determinan, berdiri sendiri
dan berpengaruh. Dan berbeda dengan Marx yang menempatkan agama pada
posisi sekunder dan dependen (Turner, 1984: 7). Weber mencoba mencari
hubungan antara penghayatan agama dengan pola-pola perilaku, motivasi dan
dorongan-dorongan psikologis dari setiap perilaku termasuk ekonomi. Dan
dorongan-dorongan psikologis tersebut berakar kuat pada tradisi atau doktrindoktrin agamis (protestan).
Munculnya koperasi berbasis syari’ah memiliki relevensi atas keberlakuan
tesis Weber dalam hal pengaruh agama bagi pelaku ekonomi. Sifat-sifat yang
dikutip Weber sebagai ciri khas protestan seperti tanggungjawab langsung kepada
Tuhan, kejujuran dalam perbuatan, kerja keras, sifat hemat, pembagian waktu
secara metodik dalam kehidupan sehari-hari, kalkulasi perdagangan yang rasional,
semua hal tersebut telah ditentukan dalam etika Islam.
Teori sosiologi menyebutkan bahwa masyarakat dapat dianalogikan
sebagai sebuah organisasi hidup yang terdiri dari bagian struktur yang saling
menopang dan melengkapi (Poloma, 1997: 23). Masing-masing bagian
Universitas Sumatera Utara
merupakan sistem yang independen (berdiri sendiri) tetapi tidak terlepas dari
pengaruh sistem lainnya. Semua sistem ini harus seimbang dalam menjaga
keseimbangan masyarakat itu sendiri. Agama adalah bagian dari sistem struktur
masyarakat yang berfungsi menegakkan norma-norma sosial, aturan-aturan,
pemenuhan kebutuhan spritual manusia, dan media antara manusia dan tuhannya.
Koperasi syariah adalah salah satu upaya umat manusia untuk menegakkan halhal di atas.
Emille Durkheim, tokoh yang mengedepankan definisi substantatif
mengatakan masyarakat beragama dimana pun berada selalu membedakan dunia
ini menjadi dua hal yang berbeda, yaitu yang sakral dan yang profan. Munculnya
koperasi syari’ah sebenarnya ingin menegaskan bagaimana agama membawa
manusia untuk memberi nilai sakral dan transenden dalam kegiatan sehariharinya. Aktivitas ekonomi yang berdasarkan syari’ah merupakan sarana bahwa
orang (umat Islam) bekerja tidak hanya mencari uang, tetapi ia dimaknai sebagai
sebuah keikhlasan dan ibadah dalam rangka memperoleh ridho Tuhan. Agama
merupakan sebuah sistem keyakinan dan praktek-praktek yang dengannya
sekelompok pemeluknya berusaha keras untuk memecahkan persoalan-persoalan
terbesar dalam kehidupan yang mereka hadapi. Agama datang membawa ide-ide
dan konsep-konsep untuk menjawab persoalan hidup yang mendasar bagi
manusia. Ia harus dengan aktif mampu menyentuh emosi dan memiliki argumen
kukuh. Konsep syari’ah dalam Islam memiliki peranan emosi dalam
mengukuhkan ide dan konsep-konsep agama yang merupakan ’penjaga”. Supaya
kepercayaan dan keteguhan dalam mempercayai dan membenarkan jawaban
Universitas Sumatera Utara
agama tersebut tidak bersifat sementara. Jawaban-jawaban agama disamping
rasional juga bersifat emosional dan etis. Dalam fungsi identitas merupakan
penjelasan secara naluriah manusia ingin diakui dan dianggap memiliki identitas
dan jati diri. Koperasi syariah merupakahan salah satu identitas bagi umat Islam
untuk aktualisasi diri di bidang ekonomi.
Fungsi sosial agama menurut pendekatan fungsional Durkheim memiliki
dua macam fungsi yaitu fungsi kultural dan struktural. Fungsi kultural agama ada
kaitannya dengan penyakralan nilai dan norma-norma sosial yang ada di dalam
sebuah komunitas masyarakat. Agama memberikan landasan non empiris dan
menyakralkan nilai dan norma-norma sebagai sebuah struktur sosial, agama
berperan sebagai perekat di dalam mempersatukan anggota-anggotanya ke dalam
suatu himpunan komunitas yang disebut Durkheim sebagai komunitas moral.
Fungsi integratif agama ini dimungkinkan karena agama membawa norma-norma
dan nilai-nilai sakral yang ikut berperan dalam mengendalikan dan mengatur
masyarakat. Durkheim mendefinisikan agama sebagai sebuah sistem simbol yang
berperan dan membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, perpasive, dan
tahan lama di dalam diri manusia dengan cara merumuskan konsepsi tatanan
kehidupan yang umum dengan membungkus konsepsi-konsepsi ini dengan suatu
aura faktualitas sehingga suasana hati dan motivasi tampak realisasi secara unik.
Dalam hal ini konsep syari’ah yang berupa nilai-nilai suci dari Islam merupakan
simbol yang merupakan media dalam mengakspresikan dan menyatakan perasaan
sikap, serta keyakinan seseorang atas komunitas masyarakat terhadap agamanya.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Modal Sosial (Social Capital)
” Semakin banyak orang yang anda kenal dan semakin banyak anda
berbagi pandangan umum dengan mereka, semakin kayalah modal sosial
anda ” (Field, 2005:1).
Kemampuan masyarakat untuk dapat saling bekerjasama tidak dapat
terlepas dari adanya peran modal sosial yang mereka miliki. Hakikat modal sosial
adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga
masyarakat. Dengan membangun suatu hubungan satu sama lain, dan
memeliharanya agar terjalin terus, tujuan bersamapun akan dapat tercapai. Modal
sosial bukan milik individual, melainkan sebagai hasil dari hubungan sosial antara
individu. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerjasama dengan
mudah (Ibrahim, 2002: 76).
Modal sosial menjadi hal yang sangat vital dibutuhkan dalam
perkembangan ekonomi. Fransis Fukuma menunjukkan hasil-hasil studi di
berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan
diberbagai sektor ekonomi, karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan
keeratan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku
ekonomi. Ia mendefinisikan modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat
masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan
didalamnya diikat oleh nilai-nilai yang akan menjadi resep kunci bagi
keberhasilan pembangunan disegala bidang ekonomi dan demokrasi (Hasbullah,
2006:8).
Sikap partisipastif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan
menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma
Universitas Sumatera Utara
yang mendukungnya, merupakan beberapa nilai dan unsur modal sosial. Nilainilai sosial yang positif dapat dilihat dari besarnya tingkat kepercayaan dalam
masyarakat dan organisasi sosial yang bertahan.
Lubis, dalam (Badaruddin, 2005: 31) menjelaskan bahwa modal sosial
adalah sumber daya yang berintikan elemen-elemen pokok yang mencakup: 1)
Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran
(fairness), sikap egaliter (egalitarianisme), toleransi (tolerance) dan kemurahan
hati (generosity) 2) Jaringan sosial (networoks), yang meliputi adanya partisipasi
(participations), pertukaran timbal balik (reciprocity), solidaritas (solidarity),
kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan (equity), 3) Pranata
(institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value),
norma-norma dan sanksi-sanksi (norm and sanctions), dan aturan-aturan (rules).
Rusdi Syahra, dkk, dalam (Kristina, 2003:60) menyebutkan bahwa modal
sosial dapat dilihat dari:
1. Kepercayaan (trust) adalah: kecenderungan untuk menempati sesuatu yang
telah dikatakan baik secara lisan maupun tulisan. Adanya sifat
kepercayaan ini merupakan landasan utama bagi seseorang untuk
menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan keyakinan bahwa yang
bersangkutan akan menepati janji atau memenuhi kewajibannya.
2. Solidaritas, kesediaan untuk secara sukarela ikut menanggung suatu
konsekuensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi
suatu masalah.
Universitas Sumatera Utara
3. Toleransi, kesediaan untuk memberikan konsensi atau kelonggaran, baik
dalam bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan
dengan hal-hal yang bersifat prinsipil.
2.2.1. Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan adalah salah satu unsur penting dalam modal sosial yang
merupakan tali pengikat antara satu sama lain sehingga tercipta suatu dukungan
yang solid dan tahan lama. Trust adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah
komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan kooperatif, berdasarkan normanorma yang dimiliki bersama, dan kepentingan anggota yang lain dari komunikasi
itu (Fukuyama, 2002:36).
Robert D. Putnam (1993), mendefinisikan trust atau rasa percaya
(mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain
akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak
dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak
akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Hasbullah, 2006:11).
Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial, dengan mempercayai
seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut
(resiprositas). Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, pretty dan
ward, dalam (Badruddin, 2005: 32) mengemukakan bahwa adanya hubunganhubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan dibayar
kembali (repaird and balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan
kerja sama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
Colemen, dalam (Kristina, 2003: 60) menegaskan ”bahwa kelansungan
setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah dan
kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat”. Artinya hubungan transaksi antara
manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun
non ekonomi, hanya mungkin terjadi dan berkelanjutan apabila ada trust atau rasa
saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, memungkinkan terciptanya organisasiorganisasi bisnis (dagang) yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi
global.
Elemen modal sosial yang menjadi pusat kajian Fukayama adalah
kepercayaan (trust) karena menurutnya erat kaitannya antara modal sosial dengan
kepercayaan. Suatu kelompok yang memiliki modal sosial yang tinggi akan
membuka kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan dengan lebih mudah.
Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa hidup
dengan rasa saling mempercayai yang tinggi. Perkembangan ekonomi yang
dialami oleh Asia Timur yang begitu cepat, terutama dikarenakan pembentukan
jaringan rasa percaya yang dibangun melampaui batas-batas keluarga, suku,
negara dan agama.
2.2.2. Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak
individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun
Universitas Sumatera Utara
informal. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar
warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal
(Ibrahim, 2002: 67)
George, Ritzer-Goodman J Daungleas (2004: 383) mengatakan bahwa satu
ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga
makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor (pelaku) mungkin saja individu tetapi
mungkin pula kelompok, perusahaan dan masyarakat. Hubungan dapat terjadi
struktur sosial skala luas maupun ditingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter
melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang ”melekat” dalam
hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur (jaringan) hubungan itu. Hubungan
ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektifitas)
mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai (kekayaan,
kekuasaan, informasi) akibatnya adalah bahwa sistem yang berstruktur cenderung
terstratifikasi komponen tertentu dan tergantung pada komponen yang lain.
Jaringan sosial di hubungan dengan bagaimana individu terkait satu
dengan yang lainnya dan bagaimana ikatan aplikasi melayani baik sebagai pelicin
untuk memperoleh sesuatu yang dikerjakan maupun sebagai perekat yang
memberikat tatanan dan makna pada kehidupan sosial (Damsar, 2002: 35).
Jaringan telah lama dilihat sangat penting bagi keberhasilan bisnis. Pada tingkat
permulaan fungsi jaringan diterima dengan luas sebagai suatu sumber informasi
penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi
peluang-peluang bisnis. Jaringan-jaringan itu dapat juga menyediakan akses
finansial. (John Field, 2005: 16-17).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Pranata
Menurut Koentjaraningrat, pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan
dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks
kebutuhan
khusus
dalam
kehidupan
bermasyarakat
(Soerjono, 1990: 217). Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan,
atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.
Pranata merupakan elemen inti yang tidak bisa dilepaskan dari konsepsi
modal sosial. Pranata merupakan pendorong bagi terciptanya hubungan kerjasama
yang saling menguntungkan. Fukuyama, dalam (Lawang, 2004: 180) menunjuk
pada serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama diantara para
anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.
Norma-norma akan berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar
individu. Norma yang tercipta diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh individu pada
suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan tersebut biasanya tidak tertulis, namun
demikian dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial, ekonomi.
Aturan-aturan tersebut misalnya, bagaimana cara menghormati dan menghargai
orang lain, norma untuk tidak mencurigai orang lain, norma untuk selalu
bekerjasama dengan orang lain, merupakan contoh norma yang ada. Norma dan
aturan yang terjaga dengan baik akan berdampak positif bagi kualitas hubungan
yang terjalin serta merangsang berlangsungnya kohesifitas sosial yang hdiup dan
kuat (Hasbullah, 2006: 13)
Menurut Sumner dalam Soerjono (1990:219) ada tiga fungsi dari pranata,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat terutama menyangkut kebutuhan
2. Menjaga keutuhan masyarakat
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial.
Norma dan nilai-nilai yang ada pada suatu masyarakat merupakan unsur
yang terkandung dalam pranata sosial. Norma dan nilai-nilai dapat menjadi
pengikat anggota masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran, karena norma
dan nilai-nilai mempunyai sanksi sosial. Dalam rumusan Robert D. Putnam,
modal sosial menunjuk pada ciri-ciri organisasi social yang berbentuk jaringanjaringan horizontal yang didalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi
koordinasi, kerjasama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan
bersama anggota organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Download