Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi Bab IV Faktor yang Mempengaruhi Evolusi IV.1 Genetika A. Pengertian Genetika Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Penurunan sifat dan karakter itu melaui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel. Bahan dasar inti sel (nucleus) adalah protein khas yang disebut protein inti atau nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh senyawa protein dan asam inti atau Asam Deoksiribo Nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat (RNA). B. Hukum Mendel Hal lain yang menjadi masalah bagi teori Darwin adalah penurunan sifat. Pada masa ketika Darwin mengembangkan teorinya, pertanyaan tentang cara makhluk hidup meneruskan sifat ke keturunannya –yaitu, bagaimana penurunan sifat terjadi?— tidaklah dipahami sepenuhnya. Itulah mengapa keyakinan awam bahwa penurunan sifat terjadi melaui darah masih diterima luas. Pengatahuan dangkal tentang penurunan sifat membawa Darwin mendasarkan teorinya pada landasan yang sama sekali salah. Darwin beranggapan bahwa seleksi alam merupakan “mekanisme evolusi”. Namun, ada satu pertanyaan yang tetap tidak terjawab : bagaimanakan “sifat menguntungkan: ini terpilih dari diteruskan dari satu keturunan ke berikutnya? Pada titik ini, Darwin menganut teori Lamarck, yaitu “penurunan sifat-sifat dapatan”, dalam bukunya, The Great Evolution Mystery (Rahasia Besar Evolusi), Gordon R. Taylor, seorang peneliti penganjur teori evolusi, menggambarkan pandangannya bahwa Darwin sangat terpengaruh oleh Lamarck : Lamarckisme dikenal sebagai teori penurunan sifat-sifat dapatan. Sebenarnya, Darwin sendiri cenderung mempercayai bahwa penurunan sifat seperti itu bisa terjadi dan menyebutkan laporan kejadian tentang seseorang yang kehilangan jarinya dan melahirkan anak tanpa jari …(Darwin), katanya, tidak mengambil satu ide pun dari Lamarck. Hal ini sangat ironis karena Darwin berkali-kali 25 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi memainkan gagasan penurunan sifat dapatan dan, jika gagasan ini begitu buruk, Darwinlah yang seharusnya mendapatkan nama jelek daripada Lamarck. Dalam karyanya edisi tahun 1859, Darwin mengacu pada “perubahan keadaan lingkungan luar” menyebabkan keragaman, tetapi kemudian keadaan ini dijelaskan sebagai mengarahkan keragaman dan bekerja sama dengan seleksi alam dalam mengarahkannya. Setiap tahun, ia semakin mengacu kepada aktivitas penggunaan dan penyia-nyiaan. Pada tahun ketika ia menerbitkan Varieties of Animals and plants under Domestication (Keragaman Hewan dan Tumbuhan dalam Pembudidayaan), segala contoh tentang penurunan sifat menurut Lamarck ia berikan : seperti seorang laki-laki yang terpotong jari kelingkingnya dan semua anak laki-laki yang terlahir dengan kulit khitan yang pendek sebagai akibat dari tradisi berkhitan secara turun-temurun. Namun, pandangan lamarck, seperti yang telah kita lihat di atas, disangkal oleh hukum penurunan sifat yang terungkap oleh seorang pendeta dan ahli tumbuhan Austria, Gregor Mendel. Karenanya, konsep “sifat-sifat yang menguntungkan” tidak memperoleh dukungan. Hukum penurunan sifat menunjukkan bahwa sifat-sifat dapatan tidak diturunkan dan bahwa penurunan sifat berdasarkan hukum tetap tertentu. Hukum ini mendukung pandangan bahwa spesies tetap tidak berubah. Berapa kali pun sapi yang dilihat oleh Darwin di pasar ternak Inggris beranak, jenis sendiri tidak akan pernah berubah : sapi akan tetap menjadi sapi. Gregor Mendel mengumumkan hukum penurunan sifat yang ia temukan sebagai hasil dari percobaan dan pengamatan yang panjang dalam sebuah makalah ilmiah pada tahun 1868. Namun, makalah ini baru menarik perhatian dunia ilmiah pada akhir abad. Pada awal abad ke-20, kebenaran dari hukum ini telah diterima oleh seluruh masyarakat ilmiah. Hal ini merupakan kebuntuan besar bagi teori Darwin yang mencoba mendasarkan konsep “sifat-sifat menguntungkan” pada (toeir) Lamarck. Di sini, kita harus meluruskan kesalahpahaman umum : Mendel tidak hanya menentang model evolusi Lamarck, tetapi juga Darwin. Sebagaimana artikel “Mendel’s Opposition to Evolution and Darwin” (Penentangan Mendel atas Evolusi dan Darwin), dalam Journal of Heredity, menjelaskan, “Ia (Mendel) 26 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi mengenal (buku) The Origin of Species dan ia menentang teori Darwin; Darwin mendukung penurunan (sifat) dengan perubahan melalui seleksi alam, sedangkan Mendel menyokong doktrin tradisional tentang penciptaan khusus.” IV.2 Mutasi Mutasi diartikan sebagai pemutusan atau penggantian yang terjadi pada molekul DNA yang ditemukan dalam inti sel dari setiap makhluk hidup dan memuat semua informasi genetik darinya. Pemutusan atau penggantian ini diakibatkan oleh pengaruhpengaruh luar, seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah sebuah “kecelakaan” dan merusak nukleotida-nukleotida penyusunan DNA atau mengubah kedudukan mereka. Hampir selalu, mereka menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian besar sehingga sel tidak bisa memperbaikinya. Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung evolusionis, bukan sebuah tongkat sulap yang bisa mengubah makhluk hidup menjadi bentuk yang lebih maju dan sempurna. Dampak langsung mutasi adalah membahayakan. Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh mutasi hanya akan serupa dengan apa yang dialami penduduk Hiroshima, Nagasaki, dan Chernobyl, yaitu kematian, cacat, dan kelainan tubuh. Alasan di balik ini sangatlah sederhana : DNA memiliki Kaki yang cacat, hasil mutasi. struktur yang sangat kompleks dan perubahan-perubahan acak hanya akan merusaknya. Ahli biologi B.G.Ranganathan menyatakan : Pertama, mutasi asli sangat jarang terjadi di alam. Kedua, kebanyakan mutasi adalah berbahaya karena terjadi secara acak, bukan secara teratur mengubah struktur gen, setiap perubahan acak dalam suatu sistem yang sangat tertata rapi hanya akan memperburuk, bukan memperbaiki. Sebagai contoh, jika gempa bumi menggoncang struktur yang tertata rapi, seperti gedung, akan terjadi perubahan acak pada kerangka bangunan tersebut yang dapat dipastikan, tidak akan merupakan suatu perbaikan.” Tidak mengherankan, tidak satu pun mutasi bermanfaat telah teramati sejauh ini. Semua mutasi telah terbukti berbahaya. Ilmuwan evolusionis, Warren Weaver, mengomentari lapiran yang disusun oleh Committee on Genetic Effects of Atomic Radiation (Komite dampak Genetik dari Radiasi Atom), sebuah organisasi yang dibentuk 27 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi untuk menyelidiki mutasi yang mungkin terjadi akibat senjata nuklir pada Perang Dunia II : Banyak yang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen termutasi yang telah dikenal ternyata membahayakan. Jika mutasi adalah bagian yang diperlukan dari proses evolusi, bagaimana mungkin suatu pengaruh baik evolusi ke bentuk kehidupan yang lebih tinggi dihasilkan dari mutasi yang umumnya membahayakan?” Setiap usaha yang dilakukan untuk “menghasilkan mutasi yang bermanfaat” berakhir dengan kegagalan. Selama puluhan tahun, evolusionis melakukan berbagai percobaan untuk menghasilkan mutasi pada lalat buah karena serangga ini berkembang biak sedemikian cepat sehingga mutasi akan lebih cepat terlihat. Keturunan demi keturunan lalat buah ini dimutasikan, namun tidak satu pun mutasi bermanfaat yang teramati terjadi. Ahli genetika evolusionis, Gordon taylor, akhirnya menulis : Sejak awal abad ke-20, ahli biologi evolusi telah mencari-cari contoh mutasi menguntungkan dengan menciptakan lalat mutan [lalat hasil mutasi]. Tetapi, usaha keras ini selalu menghasilkan makhluk yang berpenyakit dan cacat. Gambar kiri menunjukkan kepala seekor lalat buah yang wajar, dan gambar kanan menunjukkan kepala lalat buah dengan kaki yang keluar darinya, akibat mutasi. Adalah sebuah kenyataan menarik, tetapi tidak sering disebutkan bahwa, meskipun para ahli genetika telah mengembangbiakkan lalat buah selama lebih dari 60 tahun di laboratorium seluruh dunia, lalat yang menghasilkan keturunan baru setiap sebelas hari tidak pernah terlihat oleh mereka munculnya spesies baru atau bahkan enzim baru. Peneliti lainnya, Michael Pitman, berkomentar tentang kegagalan percobaanpercobaan tersebut : 28 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi Morgan, Goldschmidt, Muller, dan ahli genetika yang lain telah menghadapkan beberapa lalat buah pada kondisi ekstrim, seperti panas, dingin, terang, gelap, dan perlakukan dengan zat kimia serta radiasi. Semua jenis mutasi, semuanya hampir tak berarti atau benar-benar Katak mutan terlahir dengan kaki pincang. merugikan, telah dihasilkan. Inikah evolusi buatan manusia? Tidak juga : hanya sebagian kecil dari monster buatan para ahli genetika tersebut yang mungkin mampu bertahan hidup di luar botol tempat mereka dikembangbiakkan. Pada kenyataannya, mutan-mutan tersebut mati, mandul, atau cenderung kembali ke jenis asalnya. Hal yang sama berlaku bagi manusia. Semua mutasi yang teramati pada manusia mengakibatkan cacat fisik, penyakit mongolisme, sindroma down, albinisme (bulai), cebol, atau kanker. Jelaslah, sebuah proses yang membua manusia cacat atau sakit tidak mungkin menjadi “mekanisme evolusi”. Evolusi seharusnya menghasilkan bentuk-bentuk yang lebih mampu bertahan hidup. Ahli penyakit Amerika, David A. Demick, mencatat sebagai berikut dalam sebuah artikel ilmiah tentang mutasi : Ribuan penyakit manusia yang berhubungan dengan mutasi gentik telah dicatat pada beberapa tahun terakhir dan lebih banyak lagi yang sedang dikaji. Sebuah buku rujukan terbaru genetika kedokteran mendaftarkan sekitar 4500 penyakit genetika yang berbeda. Beberapa gejala menurun yang diketahui secara klinis pada masa sebelum analisis genetika molekuler (seperti gejala Marfan) sekarang ternyata diketahui berbeda jenis, yaitu Lalat mutan dengan sayap cacat. berhubungan dengan berbagai mutasi yang berbeda. Dengan sederetan penyakit manusia yang disebabkan oleh mutasi ini, apakah dampak baiknya? Dengan ribuan contoh mutasi berbahaya yang ada, tentunya dimungkinkan memperlihatkan beberapa mutasi berguna jika saja evolusi makro benar. Hal ini (mutasi berguna) akan diperlukan tidak hanya untuk evolusi ke bentuk lebih kompleks, tetapi juga untuk mengurangi dampak buruk dari banyak mutasi berbahaya. Namun, ketika tiba saatnya untuk menunjukkan mutasi berguna, ilmuwan-ilmuwan evolusionis, anehnya, hanya bungkam. 29 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi Satu-satunya contoh “mutasi berguna” yang diberikan oleh ahli biologi evolusi adalah penyakit yang dikenal sebagai anemia sel sabit. Pada penyakit ini molekul hemoglobin, yang membawa oksigen dalam darah, rusak karena mutasi dan mengalami perubahan bentuk. Akibatnya, kemampuan molekul hemoglobin untuk mengangkut oksigen benar-benar terganggu. Karena itu, penderita anemia sel sabit mengalami kesulitan bernafas. Namun demikian, contoh mutasi ini, yang dijabarakan dalam bab kelainanan darah pada buku kedokteran, anehnya dinilai oleh sebagian ahli biologi evolusi sebagai “mutasi berguna”. Mereka mengatakan bahwa kekebalan terbatas terhadap malaria pada penderita anemia sel sabit adalah sebuah “hadiah” dari evolusi. Dengan alur pemikiran yang sama, seseorang bisa mengatakan bahwa, karena orang yang dilahirkan dengan kelumpuhan kaki genetik tidak mampu berjalan dan jadinya selamat dari kematian karena kecelakaan lalu lintas, maka kelumpuhan kaki genetik tersebut adalah sebuah “sifat genetik yang menguntungkan”. Pemikiran seperti ini jelas-jelas tidak berdasar. Bentuk dan fungsi sel darah merah mengalami kerusakan akibat anemia sel-sabit. Karenanya, daya ikat oksigen sel berkurang. Jelaslah bahwa mutasi hanyalah suatu mekanisme yang merusak. Pierre-Paul Grasse, mantan ketua French Academy of Sciences, menjelaskan dengan gamblang dalam komentarnya mengenai mutasi. Grasse mengibaratkan mutasi sebagai “kesalahan menulis huruf ketika menyalin sebuah tulisan” sebagaimana mutasi, kesalahan huruf tidak bisa menghasilkan suatu informasi baru, tetapi hanya merusak informasi yang telah ada. Grasse menjelaskan kenyataan ini sebagai berikut : Mutasi, pada suatu saat, terjadi secara terpisah. Mutasi tidak saling melengkapi satu sama lain ataupun menumpuk pada keturnan selanjutnya menuju arah tertentu. Mereka mengubah apa yang telah ada sebelumnya. Tetapi, walau bagaimanapun, mereka melakukannya secara tidak teratur. Segera setelah 30 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi beberapa ketidakteraturan, meskipun kecil, terjadi pada makhluk yang teratur, penyakit, dan kematian akan mengikuti. Tidak mungkin ada penyatuan antara fenomena kehidupan dengan ketidakteraturan. Bukti terpenting bahwa mutasi membawa pada kerusakan adalah proses penyadian genetik. Hampir semua gen pada makhluk hidup yang sepenuhnya berkembang membawa lebih dari satu macam informasi. Sebagai contoh, satu gen mungkin mengatur sifat tinggi sekaligus warna mata pada suatu organisme. Ahli mikrobiologi, Michael Denton, menjelaskan sifat gen pada organisme tingkat tinggi seperti manusia ini, sebagai berikut : Pengaruh pada gen pada perkembanagan secara tak terduga seringkali beragam/ pada tikus rumah, hampir semua gen warna kulit memiliki beberapa pengaruh pada ukuran tubuh. Dari tujuh belas mutasi warna mata yang dipicu sinar X pada lalat buah Drosophila melanogaster, empat belas di antaranya mempengaruhi bentuk organ kelamin betina, sifat yang orang akan kira tidak ada hubungannya dengan warna mata. Hampir setiap gen yang telah dipelajari pada organisme tingkat tinggi diketahui mempengaruhi lebih dari satu sistem organ , sebuah efek beragam yang dikenal sebagai pleitropik. Seperti pendapat Mayr dalam Population, Species and Evolution : sangat diragukan apakah ada gen yang tidak pleiotropik pada organisme tingkat tinggi. Karena sifat struktur genetik makhluk hidup ini, setiap perubahan tidak disengaja karena mutasi, pada gen mana saja dalam DNA, akan memengaruhi lebih dari satu organ. Akibatnya, mutasi ini tidak akan terbatas pada satu bagian tubuh saja, tetapi akan memperlihatkan lebih banyak dampak merusaknya. Bahkan, jika satu dari dampak ini ternyata menguntungkan sebagai hasil dari kebetulan yang sangat jarang, pengeruh yang tidak bisa dihindari dari kerusakan yang disebabkannya akan jauh lebih terasa daripada manfaat tersebut. Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama sebab-sebab mutasi tidak memungkinkan terjadinya evolusi : Pengaruh langsung dari mutasi adalah membahayakan : karena terjadi secara acak, mutasi hampir selalau merugikan makhluk hidup yang mengalaminya. Nalar kita mengatakan bahwa campur tangan tak berkesadaran (atau perubahan nacak) pada sebuah struktur yang sempurna dan kompleks tidak 31 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi akan memperbaiki struktur tersebut, tetapi malah merusaknya. Dan memang, tidak ada “mutasi berguna” yang pernah teramati. 1. Sayap-sayap tidak berkembang. 2. Tungkai belakang tumbuh sewajarnya, namun ruas jari-jemarinya tak berkembang sempurna. 3. Tiada bulu halus yang menutupi permukaan tubuh. 4. Walaupun saluran pernapasan ada, paru-paru dan kantung udara tidak ada. 5. Saluran kemih tidak tumbuh, dan tidak mendorong perkembangan ginjal. Pada belahan gambar sebelah kiri, kita dapat melihat perkembangan wajar unggas hasil penangkaran, dan belahan gambar kanan menunjukkan pengaruh merugikan dari mutasi pada gen pleiotropik. Pemeriksaan saksama menunjukkan bahwa mutasi pada satu gen saja dapat merusak banyak organ. Bahkan jika kita berpendapat bahwa mutasi dapat berdampak menguntungkan, "pengaruh pleiotropik" akan merusak lebih banyak organ sehingga kerugian yang ditimbulkan lebih besar daripada keuntungannya. Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme : unsur-unsur penyusun informasi genetik menjadi terenggut dari tempatnya, hancur, atau terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi makhluk hidup organ atau sifat baru. Mutasi hanya mengakibatkan kecacatan, seperti kaki yang muncul di punggung atau telinga di perut. Agar dapat diwariskan kepada keturunannya selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel perkembangbiakan organisme tersebut : perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada keturunan berikutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang berubah akibat pengaruh radiasi atau selain tidak akan diwariskan kepada keturunan berikutnya. Semua penjelasan yang diberikan di atas menunjukkan bahwa seleksi alam dan mutasi tidak memiliki pengaruh evolusi sama sekali. Sejauh ini, belum ada contoh yang dapat diamati dari “evolusi” yang diperoleh dengan cara ini. Kadang kala, ahli bioligi 32 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi evolusi menyatakan bahwa “mereka tidak bisa mengamati pengaruh evolusi dari mekanisme seleksi alam dan mutasi karena mekanisme ini hanya terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang”. Namun, alasan ini, yang hanya merupakan cara mereka menghibur diri, tidaklah berdasar, dalam pengertian bahwa hal demikian tidak memiliki landasan ilmiah. Selama hidupnya, seorang ilmuwan bisa mengamati ribuan keturunan makhluk hidup dengan masa hidup singkat, seperti lalat buah atau bakteri dan tetap tidak mengamati adalanya “evolusi”. Pierrre-Paul Grasse menyatakan hal berikut tentang tidak berubahnya bakteri secara alamiah, sebuah kenyataan yang menyanggah evolusi : Bakteri adalah organisme yang, karena jumlah besar mereka, menghasilkan paling banyak mutan. Bakteri menunjukkan kesetiaan besar pada spesies mereka. Bakteri Eschericia coli, yang mutannya telah dipelajari dengan teliti, adalah contoh terbaik. Pembaca akan setuju bahwa Bakteri Escherichia coli tak berbeda dengan contoh sejenisnya yang berumur satu miliar tahun. Mutasi yang tak terhitung jumlahnya selama waktu yang panjang ini tidak mendorong ke perubahan struktur apa pun. sungguh mengejutkan, paling tidak, (bahwa mereka) yang ingin membuktikan evolusi dan mengungkapkan mekanismenya ternyata kemudian memilih bahan untuk dipelajari suatu makhluk yang tidak berubah selama miliaran tahun! Apa gunanya mutasi mereka yang tidak kenal berhenti jika mereka tidak berubah (atau menghasilkan perubahan secara evolusi)? Secara keseluruhan, mutasi pada bakteri dan virus hanyalah perubahan warisan seputar kedudukan pertengahan; berayun ke kanan, ke kiri, tetapi pada akhirnya tidak ada pengaruh evolusi. Kecoa, yang merupakan salah satu kelompok serangga paling maju, sedikit banyak tetap tidak berubah sejak zaman Permian, tetapi mereka telah mengalami mutasi sebanyak Drosophila, serangga zaman tersier. IV.3 Fosil Fosil-fosil biasanya tidak tersusun dan tidak lengkap. Karenanya, rekaan apa pun yang didasarkan padanya cenderung sangat spekulatif. Kenyatannya, rekonstruksi (gambar atau model) yang dibuat evolusionis berdasarkan peninggalan-peninggalan fosil itu telah dipersiapkan secara spekulatif namun cermat untuk mendukung pernyataan evolusi. Seorang ahli antropologi dari Harvard, david R.Pilbeam, menegaskan fakta ini ketika mengatakan, “setidaknya dalam paleoantropologi, data masih sangat jarang 33 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi sehingga teori sangat mempengaruhi penafsiran. Teori-teori di masa lampau, dengan jelas mencerminkan ideology-ideology kita bukannya mewakili data sesungguhnya.” Karena masyarakat sangat terpengaruh dengan informasi visual, rekonstruksi-rekonstruksi ini adalah cara terbaik untuk membantu kaum evolusionis mencapai tujuannya, yaitu meyakinkan orang bahwa makhluk-makhluk ini benar-benar ada di masa lalu. Gambar-Gambar Imajiner yang Menyesatkan. Dengan gambar dan rekonstruksi, evolusionis sengaja memberi bentuk pada ciri-ciri fisik yang sebenarnya tidak meninggalkan jejak-jejak fosil, seperti struktur hidung dan bibir, bentuk rambut, bentuk alis dan rambut bagian tubuh lain, untuk mendukung teori evolusi. Mereka juga menyiapkan gambar-gambar terperinci makhluk-makhluk imajiner ini sedang berjalan dengan keluarga mereka, berburu, atau contoh-contoh kehidupan mereka seharihari lainnya. Akan tetapi, semua gambaran ini adalah rekaan belaka dan tidak memiliki acuan pada catatan fosil. Tidak ada bukti fosil yang nyata untuk mendukung gambaran “manusia kera” yang tidak putus-putusnya diindoktrinnasikan media massa dan akademisi evolusionis. Dengan kuas ditangan, evolusionis membuat makhluk-makhluk khayalan. Namun, mereka memiliki masalah serius Karena tidak ada fosil-fosil yang cocok dengan gambargambar itu. Salah satu metode menarik yang mereka gunakan untuk mengatasi masalah ini adalah “membuat“ fosil-fosil yang tidak dapat mereka temukan. Manusia Piltdown, 34 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi sekandal paling menghebohkan dalam sejarah ilmu pengetahuan, adalah contoh khas metode ini. Tiga Rekonstruksi Berbeda dari Tengkorak yang Sama Dimuat di Sunday Times, 5 April 1964 Lukisan Maurice Wilson Rekonstruksi N. Parker di National Geographics, September 1960 Manusia Piltdown : rahang orang utan dan tengkorak manusia ! Seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir, Charles Dawson, menyatakan bahwa ia telah menemukan tulang rahang dan fragment tengkorak di dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris, pada tahun 1912. tulang rahang tersebut lebih mirip tulang rahang kera, tetapi gigi dan tengkoraknya seperti mirip manusia. Spesimen ini dinamakan manusia “Piltdown”. Fosil ini diduga berusia 500 ribu tahun, dan dipajang di beberapa museum sebagai bukti mutlak evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, telah banyak artikel ilmiah mengenai “manusia Piltdown”. Ditulis sejumlah penafsiran dan gambar dibuat dan fosil tersebut dikemukakan sebagai bukti penting evolusi manusia. Tidak kurang dari 500 tesis doctor ditulis mengenai subjek ini. Seoreang ahli paleoantropologi terkenal dari Amerika, Hendry Fairfield Osborn, ketika sedang mengunjungi british museum pada tahuan 1935 berkata “…..kita harus selalu diingatkan bahwa alam dipenuhi oleh paradoks, dan ini adalah sebuah temuan mengejutkan tentang manusia prasejarah……” Ota Benga : Orang Afrika dalam kerangkeng Setelah Darwin menyetakan bahwa manusia berevolusi dari makhluk hidup yang mirip kera melaui bukunya The Descent of Man, ia kemudian mencarai fosil-fosil untuk mendukung argumentasinya. Bagaimanapun, sejumlah 35 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi evolusionis percaya bahwa makhluk “separo manusia-separo kera” tidak hanya ditemukan dalam bentuk fosil, tetapi juga dalam keadaan hidup di berbagai belahan dunia. Di awal abad ke-20, pencarian “mata rantai transisi yang masih hidup” in menghasilkan kejadian-kejadian memilukan, dan yang paling biadab di antaranya adalah yang menimpa seorang Pigmi (suku Afrika tengah dengan tinggi badan rata-rata kurang dari 127 sentimeter) bernama Ota Benga. Ota Benga ditangkap pada tahun 1904 oleh seorang peneliti evolusionis di Kongo. Dalam bahasanya, nama Ota Benga berarti “teman”. Ia memiliki seorang istri dan dua orang anak. Dengan dirantai dan dikurung seperti binatang, ia di bawa ke Amerika Serikat. Disana, para ilmuwan evolusionis memamerkannya untuk umum pada Pekan Raya Dunia di St.Louis bersama spesies kera lain dan memperkenalkannya sebagai “mata rantai transisi terdekat dengan manusia”. Dua tahun kemudian, mereka membawanya ke Kebu Bintang Bronx di New York. Ia pamerkan dalam kelompok “nenek moyang manusia” bersama beberapa simpanse, gorilla bernama Dinah, dan orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang evolusionis direktur kebun binatang tersebut memberikan sambutan panjang lebar tentang betapa bangganya ia memiliki “bentuk transisi” yang luar biasa ini di kebun binatangnya dan memperlakukan Ota benga dalam kandang seolah ia seekor binatang biasa. Tidak tahan dengan perlakuan yang diterimanya, Ota Benga akhirnya bunuh diri. Manusia Piltdown dan Ota Benga ….skandal-skandal ini menunjukkan bahwa ilmuwan evolusionis tidak ragu-ragu menggunakan segala cara yang tidak ilmiah untuk membuktikan teori mereka. Dengan mengingat hal ini, ketika kita melihat yang dinamakan bukti lain dari mitos “evolusi manusia”, kita akan menghadapi siatuasi yang sama. Inilah sebuah cerita fiksi dan sepasukan relawan yang siap mencoba apa saja untuk membenarkan cerita itu. IV.4 Seleksi Alam Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum Darwin, yang mendefinisikannya sebagai “mekanisme yang menjaga agar spesies tidak berubah tanpa menjadi rusak”. Darwin adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa 36 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi proses ini memiliki kekuatan evolusi. Ia kemudian membangun seluruh teorinya berlandaskan pernyataan tersebut. Seleksi alam sebagai dasar teori Darwin di tunjukkan oleh judul : The Origin of Species, by Means of Natural Selection… Akan tetapi, sejak masa Darwin, tidak pernah dikemukakan sebuah bukti pun yang menunjukkan bahwa seleksi alam telah menyebabkan makhluk hidup berevolusi. Coliun Patterson, seorang ahli Paleontologi senior pada Museum of Natural history di Inggris, yang juga seorang evolusionis terkemuka, menegaskan bahwa seleksi alam tidak pernah ditemukan memiliki kekuatan yang menyebabkan sesuatu berevolusi : Tidak seorang pun pernah menghasilkan suatu spesies melalui mekanisme seleksi alam, bahkan sekedar untuk mendekatinya. Kebanyakan perdebatan dalam neodarwinisme sekarang adalah seputar pertanyaan ini. Seleksi alam menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan cara memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup, sebaliknya yang tidak mampu bertahan akan punah. Sebagai contoh, dalam sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman hewan pemangsa, secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari lebih kencang akan bertahan hidup. Akan tetapi, hingga kapan pun proses ini berlangsung tidak akan membuat rusa-rusa tersebut menjadi spesies lain. Rusa akan tetap menjadi rusa. Pada tahun 1986, Douglas Futuyma menerbitkan sebuah buku, The Biology of Evolution, yang diterima sebagai salah satu sumber paling eksplisit menjelaskan teori evolusi melalui seleksi alam. Contohnya yang paling terkenal adalah mengenai warna populasi ngengat, yang tampak menjadi lebih gelap selama Revolusi Industri di Inggris. Menurut kisahnya, pada awal revolusi di Inggris, warna kulit batang pohon di sekitar Manchester benar-benar terang. Karena itu, ngengat berwarna gelap yang hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung pemangsa, sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima puluh tahun kemudian, akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap, dan saat itu ngengat berwarna cerah menjadi yang paling mudah diburu. Akibatnya, jumlah ngengat berwarna cerah berkurang, sementara populasi ngengat berwarna gelap meningkat karena mereka tidak mudah terlihat. Evolusionis menggunakan ini sebagai bukti kuat teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri di balik etalase dengan menunjukkan bahwa ngengat berwarna cerah “telah berevolusi” menjadi ngengat berwarna gelap. 37 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi Contoh penggelapan warna karena pengaruh industri jelas bukan bukti evolusi, sebab proses ini tidak memunculkan jenis ngengat baru. Seleksi hanya terjadi di antara varietas yang telah ada. Seharusnya sudah sangat jelas bahwa keadaan ini sama sekali tidak dapat digunakan sebagai bukti teori evolusi, karena seleksi alam tidak memunculkkan bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap sudah ada dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Yang berubah hanya proporsi relative dari varietas ngengat yang ada. Ngengat tersebut tidak mendapatkan sifat atau organ baru, yang memunculkan “spesies baru”, sedangkan agar seekor ngengat berubah menjadi spesies lain, menjadi burung misalnya, penambahan-penambahan baru harus terjadi pada gengennya. Dengan kata lain, program genetik yang sama sekali berbeda harus dimasukkan untuk memuat informasi mengenai sifat-sifat fisik burung. Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk hidup, menghilangkan organ, atau mengubah makhluk itu menjadi spesies lain. Hal ini sungguh bertentangan dengan khayalan evolusionis. Bukti “terbesar” tadi dikemukakan karena Darwin hanya mampu mencotohklan “Melanisme industri” pada ngengat-ngengat di Inggris. IV.5 Perkawinan Tak Acak Supaya kesetimbangan Hardy-Weinberg tetap berlaku, suatu individu bergenotif tertentu harus memilih pasangannya secara acak dari populasi. Namun pada kenyataannya, tidak ada perkawinan yang benar-benar acak. Perkawinan pada umumnya dipengaruhi factor pilihan. 38 Teori Evolusi dan Pematahannya Faktor yang Mempengaruhi evolusi Perkawinan asortatif atau perkawinan berdasarkan pilihan. Misalnya, burung merak betina lebih memilih merak jantan dengan bulu ekor yang besar dan indah, dan manusia cendrung mengembang biakan hewan atau tanaman yang menguntungkan. Akibat dari perkawinan tak acak ini, oleh yang membawa sifat yang lebih disukai akan menjadi lebih disukai akan menjadi lebih sering dijumpai dalam populasi. Perhatikan sekali lagi bahwa perkawinan yang tidak acak meningkatkan jumlah lokus gen dalam populasi yang homozigot, tetapi perkawinan tidak acak tidak dengan sendirinya mengubah keseluruhan frekuensi alel dalam kumpulan gen populasi. Namun demikian, ingat bahwa struktur genetic suatu populasi ditentukan oleh frekuensi alel dan genotip. Setiap perubahan dalam prilaku kawin asortatif populasi akan menggeser frekuensi genotip yang berlainan. Dengan demikian perkawinan tidak acak dapat menyebabkan populasi berevolusi. IV.6 Migrasi Individu yang meninggalkan populasi (emigrasi),akan membawa alel keluar. Sebaliknya individu yang masuk ke dalam populasi (imigrasi),akan membawa alel antar populasi ini disebut arus gen. migrasi menyebabkan bertambahnya fariasi sifat dalam suatu populaasi. Tidak adanya migrasi dapat menyebabkan perbedaan frekuensi gen antar populasi. Spesies yang terpisah oleh letak geografis atau visis tertentu seperti jarak oleh samudra atau pegunungan tidak mungkin mengadakan perpindahan secara normal dari daerah yang satu ke daerah yang lain atau sebaliknya. Spesies pada kedua populasi yang terpisah itu saling terisolir. Melalui proses evolusi, maka akan terjadi perubahan frekuensi gen pada kedua populasi tersebut. Perubahan yang terjadi dapat sama atau berbeda, tergantung keadaan dan lingkungan masing-masing. Jika lingkungan berbeda perubahan dapat mengarah kepada terbentuknya dua spesies yang berbeda. Contoh spesies yang mengalami perubahan frekuensi gen adalah xylocopa nobilis (kumbang kayu). Kumbang kayu yang terdapat di pulau sangihe memiliki ciri-ciri yang berbeda, dengan kumbang kayu di daerah manado. Apabila kumbang kayu dari sangihe bermigrasi ke manado dan terjadi interhibridasi maka akan timbul perubahan frekuensi gen pada generasi berikutnya. 39