DAKWAH NABI MELALUI SURAT (Suatu Pendekatan Historis) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.) Oleh Imam Muslim NIM: 103051028622 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M DAKWAH NABI MELALUI SURAT (Suatu Pendekatan Historis) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.) Oleh Imam Muslim NIM: 103051028622 Di Bawah Bimbingan Rubiyanah, M.A NIP: 150 286 373 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul : DAKWAH NABI MELALUI SURAT; Suatu Pendekatan Historis. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam Program Strata Satu (S-1) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 16 Juni 2008 Panitia Sidang Munaqasyah Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota Dr. Arief Subhan, M.A. NIP: 150 262 442 Dra. Hj. Mona Eliza, M.A. NIP: 150 232 028 Anggota. Penguji I Penguji II Drs. Masran, M.Ag. NIP: 150 275 384 Umi Musyarofah, M.A. NIP: 150 281 980 Pembimbing, Rubiyanah, M.A NIP: 150 286 373 ABSTRAK DAKWAH NABI MELALUI SURAT (Suatu Pendekatan Historis) Imam Muslim Islam merupakan agama besar, hingga menjelang abad ini, agama Islam telah dipeluk oleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan populasi penduduk dunia. Perkembangan ini tidak terlepas dari agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Islam sebagai agama dakwah pada abad ke-7 Masehi sebagai ajaran baru di kota Mekkah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Sehingga orang yang memeluk agama Islam, maka secara otomatis harus menyebarkan ajaran tersebut. Dari konteks diatas, maka muncul pertanyaan; bagaimana agama Islam disyiarkan? Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sehingga Islam dikenal di seluruh penjuru dunia? Dan apa latar belakang Nabi mengirimkan surat-surat dakwahnya kepada para Kaisar? Keberhasilan Islam dalam menempatkan posisinya sebagai salah satu agama besar dunia tidak terlepas dari kedudukannya sebagai agama dakwah atau agama misi. Selain agama Islam, agama Kristen juga merupakan agama misi. Satu lagi agama besar yang berstatus sebagai agama samawi, yaitu agama Yahudi. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metodologi yang bersifat kepustakaan atau library reseach. Sebab sumber yang digunakan dalam kajian ini adalah buku-buku, baik karya-karya yang ditulis oleh kalangan Islam sendiri maupun oleh kalangan non-muslim (orientalis barat). Dengan menggunakan metodologi diatas, diharapkan memperoleh analisis historis yang objektif mengenai sejarah pengiriman surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw. Menurut hemat penulis, tersebarnya agama Islam ini tidak terlepas dari pemimpinnya, yaitu Nabi Muhammad Saw, yang telah meberikan contoh bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, pandai, cermat, dan mampu membaca situasi dan kondisi pada saat itu. Nabi Muhammad telah menunjukkan, bahwa syiar agama Islam tidak harus dilakukan dengan cara bertatap muka, tetapi beliau mencoba untuk menyiarkan Islam dengan cara tulis menulis, yaitu dakwah bil qalam. Dalam pengiriman surat tersebut, ada beberapa motif yang menyebabkan kenapa hal itu harus dilakukan. Pertama, imbas Perjanjian Hudaibiyah. Kedua, keberhasilan dalam membentuk kekuatan di Madinah. Ketiga, sebagai perwujudan Islam rahmatan lil ‘alamin. Keputusan untuk melakukan upaya penyebaran agama Islam melalui surat ini telah berdasarkan beberapa hal yang menjadi latar belakang. Upaya dakwah dengan cara ini juga sekaligus menunjukkan kemampuan dari Rasulullah dalam memanfaatkan situasi dan kondisi pada saat itu, dan juga penyebaran Islam yang luas ini sebagai bentuk perwujudan dari kedudukan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, yang mampu menembus dinding-dinding kewilayahan. Inilah terobosan baru yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam menyebarkan agama Islam. Oleh sebab itu, tantangan yang sekarang kita hadapi adalah mampukah kita melakukan hal tersebut. Wallahu a‘lam bis shawab. DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................8 D. Metodologi Penelitan ...................................................................9 E. Tinjauan Pustaka ..........................................................................12 F. Sistematika Penulisan ..................................................................14 BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG DAKWAH NABI MELALUI SURAT A. Pengertian Surat ...........................................................................15 1. Penjelasan Umum Surat ...........................................................15 2. Surat Rasulullah .......................................................................19 B. Pengertian Dakwah ......................................................................20 C. Metode Dakwah dan Media Dakwah...........................................24 1. Pengertian Metode Dakwah ...................................................24 2. Pengertian Media atau Sarana Dakwah .................................25 D. Dakwah bil Qalam Dalam Dakwah Islam....................................27 BAB III SURAT-SURAT RASULULLAH KEPADA PARA PENGUASA A. Surat Kepada Kaisar Najasyi .......................................................30 B. Surat Kepada Kaisar Heraklius ...................................................34 C. Surat Kepada Kisra Eperwiz .......................................................38 D. Surat Kepada Al Muqauqis .........................................................41 E. Surat Kepada Harits Al Ghissani .................................................44 F. Surat-surat Yang Lain .................................................................46 1. Al Mundzir bin Sawa .............................................................47 2. Haudzah bin Ali al-Hanafi .....................................................47 3. Jaifar dan Abdu bin Julani .....................................................48 BAB IV DAKWAH NABI MUHAMMAD MELALUI SURAT A. Latar Belakang dan Motif Rasulullah Menulis Surat...................50 1. Imbas Perjanjian Hudaibiyah .................................................51 2. Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah...................56 3. Islam Sebagai Rahmatan Lil 'Alamin.....................................59 B. Tema dan Isi Surat-surat Rasulullah ............................................61 C. Situasi Politik Dari Para Penguasa Saat Itu .................................67 1. Kaisar An Najasyi di Habsyi..................................................67 2. Perseteruan Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz...................70 3. Sikap Pasif Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani ..................73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................................................77 B. Saran ............................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................79 LAMPIRAN..............................................................................................................82 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama besar, hingga menjelang abad ini, agama Islam telah dipeluk oleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan populasi penduduk dunia. Dengan kedudukannya yang demikian itu maka Islam telah menjadi salah satu agama besar di dunia 1 Keberhasilan Islam dalam menempatkan posisinya sebagai salah satu agama besar dunia tidak lepas dari kedudukannya sebagai agama dakwah atau agama misi. Selain agama Islam, agama Kristen juga sebagai misi. Satu lagi agama besar yang berstatus sebagai Agama Samawi, yaitu agama Yahudi.2 Dengan statusnya sebagai agama dakwah, Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar senantiasa menyebarkan ajaran Islam kepada orang lain dengan harapan agar orang itu mau mengimaninya. Jadi sangat wajar apabila praktik penyampaian ajaran kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keyakinan Islam. Dalam konteks kesejarahan, Islam sebagai agama dakwah dimulai sejak awal munculnya pada abad ke-7 Masehi sebagai ajaran baru. Para pemeluk ajaran Islam gelombang pertama ini berusaha memperkenalkan dan menyebarkan ajaran baru yang menjadi keyakinannya itu. Dengan begitu 1 Uraian yang membahas tentang persebaran dan persentase pemeluk agama Islam yang tersebar di dunia ini bisa dilihat pada buku karya Jamaluddin Athiyah Muhammad, Fiqh Baru Bagi Kaum Minoritas (HAM dan Supremasi Hukum Sebagai Keniscayaan) (Bandung: Nuansa Cendekia, 2006) h. 24-27. 2 Burhanuddin Daya, Agama Yahudi (Yogyakarta; PT. Bagus Arafah, 1982), h. 5 aktivitas penyebaran ajaran agama atau dakwah itu sudah menjadi kegiatan yang identik dengan sejarah kelahiran dari ajaran Islam itu sendiri. Penyiaran agama atau dakwah Islam pada saat itu dilakukan dan ditujukan kepada obyek yang sifatnya masih terbatas yakni kepada orangorang yang ada dalam lingkungan di mana ajaran Islam tersebut pertamakali lahir yaitu di Mekkah, suatu kota yang berada dalam kawasan Jazirah Arab atau Semenanjung Arabia. Penduduknya yang pertama mengenal ajaran ini dikenal dengan nama kaum Quraish Mekkah.3 Dalam sejarah kelahiran suatu ajaran, pengenalan dan penyampaiannya selalu dilakukan dengan cara-cara yang biasa berlaku pada saat itu yakni dengan khotbah. Hal ini juga yang dilakukan pada saat pertamakali dikenalkan kepada kaum Quraish Mekkah. Di kota ini terdapat Ka'bah yang selalu menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Mekkah untuk melakukan ritual dan juga menjadi tempat para penduduk Mekkah melakukan interaksi sosial.4 Metode penyampaian dakwah Islam pada permulaannya juga mengikuti kebiasaan yang telah berlangsung dalam masyarakat Arab. Nabi Muhammad Saw. memanfaatkan momen haji dan momentum lainnya seperti pada saat penyelenggaraan “Pasar Ukaz”, sebuah istilah bagi penduduk Mekkah untuk berkompetisi dalam lomba baca syair. Cara seperti inilah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw selama periode Mekkah, di mana salah satu hasil yang dapat dicatat dari cara ini adalah dengan dikenalnya ajaran Islam oleh orang-orang Yatsrib (Madinah). 3 Amin Ahsan Islahi, Serba-Serbi Dakwah (Bandung; PT. Pustaka, 1989), h. 30. Ka’bah merupakan tempat dan bangunan kebanggaan dengan nilai kesejarahannya yang tinggi dan agung. Baik bangsa Arab maupun bangsa-bangsa lainnya yang berdiam di sekitarnya mengetahui betul bahwa Ka’bah adalah warisan bangunan dari tokoh besar, Nabi Ibrahim As, yang dianggap sebagai bapak agama-agama Samawi. 4 Pengenalan orang Madinah terhadap ajaran Islam didapatkan saat mereka sedang melakukan ritual tahunan Haji. Rasulullah maupun para sahabat memanfaatkan momentum ini sebagai media untuk berdialog sekaligus memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat di luar penduduk Mekkah. Seluruh periode Mekkah yang berlangsung kurang lebih 13 tahun itu menggunakan metode penyiaran secara oral atau khotbah dengan catatan pada masa ini orang Islam mengalami tekanan dan penindasan sangat luar biasa dari kelompok yang menentang ajaran Islam di Mekkah. Pada periode Madinah mulai ada perbedaan yang ditempuh dalam melakukan syiar Islam. Jika sebelumnya syiar Islam dilakukan secara langsung dalam suatu tempat, maka pada periode ini Rasulullah menempuh cara baru dalam penyampaian ajaran Islam. Cara atau langkah baru itu adalah dengan menggunakan media surat-menyurat atau korespondensi dalam menyampaikan ajakan masuk Islam kepada obyek yang dituju. Model seperti ini diambil terkait dengan perubahan kedudukan Rasulullah, di mana saat itu beliau tidak hanya berkedudukan sebagai pemimpin agama saja tapi juga diakui sebagai pemimpin politik dan sosial masyarakat. Madinah sendiri dalam interpretasi sosial dan politik juga telah memenuhi syarat sebagai representasi sebuah negara.5 Memang motif dan alasan dari langkah Rasulullah untuk menempuh cara surat-menyurat ini tidak berdiri sendiri. Selain karena telah terjadi perubahan kedudukan pada diri Rasulullah, motif lain adalah terkait dengan disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah (Tahun 6 Hijriah atau 628 Masehi). 5 Ali Hasymi, Di Mana Letak Negara Islam? (Jakarta; Bina Ilmu, 1987), h. 47. Rasulullah melihat momentum perjanjian tersebut sebagai peluang yang sangat strategis untuk memperkenalkan agama Islam di luar Jazirah Arab.6 Dengan begitu Rasulullah mempunyai fikiran yang sangat maju dan berorientasi ke depan terkait dengan kedudukan keberlangsungan dakwah Islam. Jika syiar Islam hanya berkonsentrasi di kawasan Jazirah Arab semata, maka Islam hanya akan menempati ruang yang sempit disamping juga pertimbangan berupa tekanan dan tantangan dari kaum Quraishy Mekkah yang semakin hari semakin keras. Bagi Rasulullah, persoalan penyiaran Islam tidak hanya upaya penyebaran untuk wilayah Madinah dan Jazirah Arab secara khusus, melainkan sudah saatnya ditujukan kepada wilayah yang lebih luas lagi.7 Dalam studi kritis Historiografi Islam yang dikembangkan oleh kalangan non-Islam (orientalis), langkah Rasulullah dalam menyampaikan surat-surat ajakan masuk Islam itu diinterpretasikan dengan pemaknaan yang sama sekali berbeda. Mereka mengembangkan satu argumentasi bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut kental dengan muatan politik, karena obyek dari surat-surat dakwah Rasulullah adalah para Kaisar dan pemimpin saat itu. Tindakan Rasulullah itu dianggap sebagai upaya untuk menekan para Kaisar dan penguasa tersebut.8 Dalih yang digunakan untuk memperkuat tuduhan seperti itu terkait dengan kedudukan Rasulullah sebagai pemimpin 6 Perjanjian Hudaibiyah oleh sebagian besar kalangan saat itu dinilai sebagai kesepakatan yang merugikan bagi kalangan Islam karena secara eksplisit butir-butir perjanjian itu memang merugikan umat Islam. Namun di sinilah letak kejelian Rasulullah yang mampu melihat keuntungan dari disepakatinya perjanjian tersebut, dimana Islam mempunyai peluang untuk diperkenalkan kepada masyarakat atau wilayah di luar Jazirah Arab. Lihat, Munawwar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Jakarta; Bulan Bintang, 1966), h. 187. 7 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta; Rajawali Press, 1997), h. 31. 8 W. Montgemery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta; Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, P3M, 1988), h. 2. agama, politik, dan sosial di Madinah pada saat mengirimkan surat-surat tersebut.9 Terlepas benar atau tidak asumsi tersebut, yang jelas bahwa upaya Rasulullah mengirimkan surat-surat dakwahnya kepada para penguasa merupakan satu bentuk tindakan yang ditujukan untuk menyebarkan ajaran Islam ke wilayah atau kawasan di luar Jazirah Arab yang lebih luas sebagai perwujudan dari kedudukan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Terkait dengan kedudukannya selain mempunyai fungsi sebagai media dakwah, dalam beberapa segi (dari perspektif politik dan kewilayahan), suratsurat Nabi Muhammad Saw tersebut juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang bersifat diplomatic, karena terkait dengan hubungan korespondensi antara Rasulullah yang saat itu mempunyai posisi sebagai pemimpin agama sekaligus juga pemimpin politik dengan para penguasa yang memiliki kekuasaan yang sangat ditakuti dan disegani pada saat itu. Sebagai gambaran, sosok penguasa yang mendapatkan surat dakwah dari Rasulullah itu adalah Kaisar Najasyi (Kaisar di Habsyi (Habasyah) atau Negara Ethiopia sekarang ini), Kaisar Heraclius (penguasa Romawi yang berpusat di Konstantinopel atau Byzantium), Kisra Eperwiz (penguasa Persia), Al Muqauqis (Walinegara yang berkedudukan di Aleksandria, Mesir), Harits Al Ghissani (Walinegara yang berkedudukan di Damaskus, Syam atau sekarang menjadi negara Suriah), dan beberapa para penguasa yang lainnya.10 Dari wilayah-wilayah yang disebutkan itu ada dua wilayah yang saat itu mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam peradaban dunia yakni 9 H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta; Bharata Aksara, 1993), h. 22. Muhammad Husain Heikal, Sejarah Hidup Nabi Muhammad Saw. (Jakarta; Pustaka Antar Nusa, 1992), h. 411. 10 Romawi Timur (Byzantium) dan Persia. Dua wilayah ini telah dikenal sebagai dua kubu yang saling berseteru dan saling mengalahkan satu sama lain untuk memperebutkan kedudukan sebagai kekaisaran paling kuat saat itu. Dengan melihat pada bukti sejarah ini maka metode alternatif dari dakwah Islam telah dilakukan pada saat ajaran ini muncul di Jazirah Arab. Metode alternatif itu diambil dengan pertimbangan untuk menyiasati dan mengatasi faktor kewilayahan, dimana jarak wilayah yang diperintah oleh para penguasa tersebut sangat jauh dari pusat Islam saat itu yakni Madinah. Studi ini lebih ditujukan untuk melakukan kajian terhadap sejarah dakwah Rasulullah melalui surat yang ditujukan kepada para penguasa saat itu sebagai media penyampaian ajaran Islam. Untuk memperkuat dan memberi nilai tambah terhadap studi ini juga akan dipaparkan hal-hal yang mempunyai keterkaitan dengan keputusan Rasulullah saat mengirimkan surat-surat dakwah tersebut. Terkait dengan penyusunan tulisan ini maka dapat dikatakan bahwa surat-surat Nabi Muhammad Saw. yang ditujukan kepada para penguasa itu merupakan suatu peristiwa sejarah yang cukup berbobot dalam khasanah sejarah Islam yang cukup menarik untuk dipelajari dan diteliti. Sementara dalam perspektif Ilmu Dakwah, fenomena tersebut memberikan satu gambaran dan bukti tentang proses kreatif dan inovatif yang dicontohkan serta dilakukan oleh Rasulullah dalam usaha menegakkan panji-panji dan ajaran Islam di berbagai kawasan dunia. Dalam konteks surat-surat Nabi Muhammad Saw. pengertiannya adalah surat-surat dari Rasulullah yang telah dikirimkan kepada sosok-sosok yang menjadi objek atau tujuan dari pengiriman surat-surat tersebut. Surat-surat yang telah dikirimkan oleh Nabi Muhammad tersebut memuat isi dan maksud berupa seruan atau ajakan untuk masuk dan mengikuti ajaran Islam.11 Tindakan seperti ini merupakan salah satu bentuk dari upaya alternatif untuk menyiarkan agama Islam agar bisa dikenal dan menyebar di kawasan-kawasan luar Jazirah Arab. Namun tidak menutupi motif utama yakni untuk menyiarkan ajaran agama Islam, tidak mentutup kemungkinan juga ada agenda-agenda lain yang mengandung muatan politik dari Rasulullah terkait dengan tindakan beliau mengirimkan beberapa surat yang ditujukan kepada para penguasa saat itu. Realitas yang terkait dengan kedudukan dan fungsi dari Rasulullah sebagai pemimpin politik masyarakat (setelah sebelumnya beliau dikenal sebagai pemimpin spiritual) sangat memungkinkan dan berpeluang memberikan alas an untuk melakukan agenda-agenda lain diluar konteks aktivitas dakwah Islam. Dalam konteks ini pula maka kajian yang dilakukan dalam menyusun tulisan ini lebih tepat dinamakan sebagai studi terkait dengan disiplin ilmu Sejarah Dakwah Islam. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa kajian mengenai dakwah Nabi Muhammad Saw. melalui surat kepada beberapa penguasa merupakan sebuah khasanah yang sangat penting dalam studi Sejarah Islam. Jika dilakukan penelitian yang seksama maka akan didapatkan lebih dari satu motif atau 11 Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 7. unsur yang menjadi latar belakang terkait dengan keputusan dan tindakan Rasulullah mengirimkan surat-surat itu. Memang pokok utama dari penyampaian dan pengiriman surat itu lebih diutamakan pada upaya untuk memperkenalkan dan mengajak para penguasa untuk mengimani ajaran Islam. Namun lebih dari sekedar itu ada latar belakang sangat terbuka untuk mencari dan menguak motif-motif lain yang cukup penting untuk diketahui dalam studi ini. Dalam buku-buku sejarah Islam yang mengkaji tentang riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. kita mengetahui bahwa Rasulullah telah mengirimkan beberapa surat seruan atau ajakan masuk Islam, yang jelas surat yang telah dikirimakan itu lebih dari lima buah surat. Oleh sebab itu dalam penyusunan ini penulis hanya membatasi pada lima dari surat-surat yang telah dikirimkan oleh Rasulullah. Adapun rumusan masalah dari tema penyusunan ini adalah sebagai berikut: 1. Apa latar belakang atau motif-motif yang menyebabkan Rasulullah mengirimkan surat-surat kepada para penguasa? 2. Bagaimana situasi politik pada saat itu? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi latar belakang, motif dan aspek lainnya disekitar peristiwa sejarah pengiriman surat-surat Nabi Muhammad Saw kepada para penguasa. b. Supaya penulis khususnya dan ummat Islam pada umumnya memahami dan mengetahui dakwah yang ditempuh Nabi Muhammad Saw melalui surat, dan agar bisa diterapkan dimasa sekarang ini. 2. Manfaat Penelitian a. Segi Akademis 1. Kajian tentang sejarah Islam dalam literature Islam sudah sangat banyak, tetapi pembahasan sejarah tentang pengiriman suratsurat dakwah Nabi Muhammad Saw belum mendapatkan porsi yang cukup. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan keilmuan Islam tentang studi sejarah dakwah, terutama mengenai surat-surat Nabi Muhammad Saw sebagai media dakwah. Disamping itu juga sebagai sumbangan pengetahuan dalam disiplin Ilmu Dakwah dengan dikhususkan pada kajian Sejarah Dakwah Islam. b. Segi Praktis 1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada Da'i mengenai dakwah Nabi Muhammad Saw melalui surat, agar Da'i sebagai subjek dapat menerapkannya dan dapat menambah khazanah keilmuan dakwah. D. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metodologi penelitian sejarah. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat mengumpulkan dan mengungkap sumber-sumber sejarah yang sudah ada. Karena penyusunan ini merupakan penelitian sejarah, maka penelitian yang dilakukan adalah bersifat kepustakaan (Library Research). Sebab sumber data yang digunakan dalam kajian ini merupakan buku-buku, baik karya-karya ilmuan modern maupun klasik, baik yang dari kalangan muslim sendiri atau karya-karya dari non-Muslim (Orientalis-Barat) yang dianggap memiliki pandangan objektif dalam melihat sejarah Islam. Data-data tersebut akan dijadikan bahan rujukan primer, sementara karya-karya atau dokumen lain yang membahas sejarah Islam pada masa Rasul akan dijadikan bahan rujukan skunder. Adapun sumber-sumber primer yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah buku; Surat-surat Nabi Muhammad karya Kholid Sayyid Ali yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh H.A. Aziz Salim Basyarahil. Buku ini memang lebih mengkhususkan untuk menulis tentang surat-surat Rasulullah yang ditujukan kepada beberapa penguasa. Selanjutnya buku Sejarah dan Metode Dakwah karya Ali Mustafa Ya'cub, yang meskipun tidak menempatkan surat-surat Rasulullah sebagai tema utama, namun penulisnya telah memberikan ruang yang cukup banyak dalam membahas surat-surat tersebut serta mengaitkannya dengan hal-hal yang bersentuhan dengan dakwah Islam. Untuk melengkapinya, penulis menggunakan karya-karya lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Seperti buku; Kelengkapan Tarikh Muhammad Saw (Munawwar Khalil), Islam Dalam Lintasan Sejarah (H.A.R. Gibb), Sirah Nabi Muhammad Saw (Abdul Hamid Siddiqi), Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah (W. Montgemery Watt), serta sumber-sumber pustaka lainnya yang bisa membantu dalam memberikan anlisa diluar konteks disiplin dakwah dan sejarah, seperti konteks politik, sosial dan sebagainya. Sumber-sumber kepustakaan seperti yang disebutkan tersebut akan dapat membantu serta melengkapi untuk penyusunan tulisan ini. 1. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh sumber dalam penyusanan ini, ada beberapa langkah yang harus penulis lakukan. Diantara langkah-langkah yang akan penulis tempuh adalah; a. Membaca buku-buku karya ilmuan dan sejarawan baik yang ditulis oleh orang muslim sendiri maupun yang ditulis oleh non-Muslim, seperti buku Surat-surat Nabi Muhammad karya Kholid Sayyid Ali yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh H.A. Aziz Salim Basyarahil, Sejarah dan Metode Dakwah karya Ali Mustafa Ya'cub. Penggunaan karya-karya mereka sebagai sumber primer didalam mencari data mengenai surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw. b. Inventaris data, yaitu mengumpulkan data-data yang sudah ada, baik yang mengenai tentang sejarah pengiriman surat dakwah Nabi Muhammad Saw itu sendiri maupun data-data yang berhubungan dengan pembahasan pada tema penuisan ini. 2. Tehnik Analisa Data a. Mendeskripsikan analisis historis yang dilakukan oleh para sejarawan data- data atau fakta yang telah dikelompokkan diatas. b. Menganalisis data-data atau fakta-fakta tersebut. c. Membuat kesimpulan-kesimpulan. Dengan menggunakan metodologi diatas, diharapkan memperoleh analisis yang objektif mengenai sejarah pengiriman surat-surat Nabi Muhammad Saw. Adapun teknik penulisan ini merujuk pada buku "Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)" yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007. E. Tinjauan Pustaka Karya-karya ilmiah yang mengkhususkan diri mengkaji dan meneliti sejarah Islam sudah sedemikian banyak kita temukan. Tetapi untuk kajian Sejarah Islam yang khusus mengakaji dan menenliti mengenai surat-surat Nabi Muhammad Saw kepada para penguasa belum begitu banyak dilakukan. Padahal kajian seperti layak dan bahkan sangat perlu dilakukan untuk melengkapi khazanah kesejarahan Islam yang telah berlangsung sangat panjang. Ada beberapa skripsi yang penulis temukan yang mengakaji tentang sejarah Nabi Muhammad Saw. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Helmi: Hijrah Suatu Gerakan Terencana Menuju Pembentukan Negara Islam Madinah, (Skripsi Fak Adab Jurusan SKI, UIN Jakarta, 1994), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sebelum hijrah, ummat Islam hanyalah ummat dakwah; menyampaikan risalah Allah kepada manusia, tanpa eksistensi politik yang dapat melindungi mereka dari pelecehan orang-orang yang tidak menyukainya. Setelah hijrah, kaum muslimin membangun kekuatan struktural yang berfungsi melindungi gerakan Islam ke seluruh dunia. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Lalu Kamaruddin: Dakwah Nabi Muhammad Saw Pasca Perjajian Hudaibiya, (Skripsi Fak Dakwah Jurusan KPI, UIN Jakarta, 2006), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pasca perjanjian Hidaibiyah adalah babak baru dalam dakwah Islam, karena pada masa sebelumnya gerak dakwah sangat sulit berkembang. Dengan kondusifnya ajaran Islam, Rasulullah Saw mulai mengembangkan dakwah Islam lebih luas yaitu dengan cara mengirimkan surat dan utusan-utusan kepada para pemimpin dunia. Dari dua penelitian diatas, satu diantaranya meneliti Dakwah Nabi Muhammad Saw pasca perjanjian Hudaibiyah, yang menjelaskan tentang pengiriman surat dan utusan-utusan. Namun penelitian ini tidak mengkaji secara spesifik tentang dakwah Nabi Muhammad Saw melalui surat. Sekalipun penelitian yang dilakukan Lalu Kamaruddin ini tentang dakwah Nabi Muhammad Saw pasca perjanjian Hudaibiyah, tetapi penelitian ini hanya pada tataran perkembangan dakwah Nabi Muhammad setelah perjanjian Hudaibiyah, yaitu pengiriman surat dan gerakan militer Islam. Oleh sebab itu, dalam penyusunan ini penulis akan meneliti atau memfokuskan penelitiannya pada dakwah Nabi Muhammad Saw, lebih spesifiknya lagi tentang pengiriman surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw kepada para kaisar atau pemimpin. F. Sistematika Penulisan Penyusunan atas tulisan yang diajukan ini terdiri dari lima bab yang kesemuanya tersusun secara berurutan dalam urutan sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teoritis tentang surat-surat Rasulullah dan dakwah Islam yang meliputi pengertian surat secara umum. Kemudian pengertian metode dan media dakwah. Dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai dakwah bil qalam dalam dakwah Islam. Bab III : Untuk bab ini akan dibahas tentang surat-surat Rasulullah kepada para kaisar atau pemimpin. Diantaranya surat kepada Kaisar Najasyi, Kaisar Heraclius, Kisra Eperwiz, surat kepada Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani. Bab IV : Adapun bab ini akan mengulas dan memfokuskan pada latar belakang atau motif Rasulullah mengirimkan surat. Selanjutnya membahas tentang tema dan isi surat, kemudian dijelaskan pula situasi politik dari para penguasa pada saat pengiriman surat-surat itu berlangsung. BAB II KERANGKA TEORITIK DAKWAH NABI MELALUI SURAT A. Pengertian Surat Sebelum melanjutkan pembahasan secara lebih mendalam mengenai judul yang disusun, dalam Bab II ini akan diuraikan mengenai kerangka teoritik dan penegasan dari judul yang dibahas. Pemahaman mendasar dan teoritik ini mencakup pada pemahaman yang terkait dengan pemaknaan atas kata atau istilah yang tersusun dari sebuah tema. Berikut pemahaman teoritik yang diuraikan untuk judul Dakwah Nabi Melalui Surat; (Suatu Pendekatan Historis). 1. Penjelasan Umum Surat Secara bahasa (etimologi) kata “surat” berasal dari bahasa Arab yakni “surah.” Dengan merunut dari penjelasan J.S. Badudu dan Sutan Mahmud Zain, di situ disebutkan bahwa pengertian “surat” adalah sesuatu yang telah ditulis atau dicetak. Dari batasan yang pendek ini, pengertian istilah surat kemudian bisa diuraikan dengan lebih jelas lagi. Dalam penjelasan selanjutnya, disebutkan pengertian dari “surat” adalah sebagai sesuatu yang telah ditulis atau dicetak yang di dalamnya memuat maksud dan tujuan yang diinginkan oleh penulis (subyek surat). Dalam hal ini isi surat itu dapat berupa permohonan, permintaan, perintah, ancaman dan sebagainya.12 Segala hal yang menjadi dari isi surat tersebut ditujukan kepada obyek surat atau orang yang menerima surat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan edisi cetakan ketiga tahun 1990, pengertian dari kata “surat” disebutkan; kertas atau bahan-bahan lain seperti kain atau sesuatu lainnya yang mempunyai fungsi untuk ditulisi dengan berbagai isi yang dituliskan dengan maksud dan fungsi yang ada di dalamnya.13 Maksud dan fungsi di sini adalah segala hal yang menjadi maksud dan tujuan dari penulis surat yang tertuang dalam bentuk bahasa tulisan seperti permintaan, ajakan, penawaran, peringatan dan sebagainya. Berdasarkan dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa pengertian kata “surat” adalah; sesuatu yang ditulis atau dicetak pada suatu media fisik seperti kertas, kain, atau bahan-bahan lain yang memiliki fungsi sejenis atau sama yang di dalamnya memuat segala sesuatu yang menjadi tujuan dan maksud dari subyek surat yakni penulis surat. Maksud dan tujuan penulis surat itu bisa berupa penegasan, keterangan, penjelasan, tawaran, ajakan, gagasan dan sebagainya yang semuanya dituangkan dalam bentuk bahasa tulis yang dapat dimengerti oleh obyek (penerima) surat tersebut. Dalam rentang sejarah peradaban manusia, surat telah digunakan sejak lama. Fungsi dan kegunaannya sebagai pendukung proses interaksi mulai digunakan sejak peradaban memasuki periode sejarah, sebuah fase 12 JS. Badudu & Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 1381. 13 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi I cetakan keempat, Departemen Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 872. di mana di dalamnya telah mulai mengenal dan menggunakan budaya simbol dan huruf dalam aktivitas tulis-menulis sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Ketika peradaban masih dalam fase sederhana sesuatu yang berfungsi sebagai kertas menggunakan media atau unsur bermacammacam. Unsur yang digunakan bisa berupa sesuatu yang terbuat dari serat tulang, kayu, kain, daun yang diawetkan dan sebagainya.14 Dalam masa Mesir Kuno, telah dikenal suatu bahan yang menyerupai atau memiliki fungsi layaknya kertas yang digunakan masyarakatnya. Bahan itu memiliki fungsi seperti halnya kertas yang digunakan untuk menulis atau untuk berbagai keperluan lainnya, yang disebut Papirus. Kertas jenis ini terbuat dari bahan serat tetumbuhan tanaman papyrus yang banyak terdapat di sepanjang Sungai Nil.15 Tumbuhan papyrus ini juga banyak tumbuh di Ethiopia dan sepanjang pinggir Sungai Yordan16 yang sudah pasti telah dimanfaatkan penduduk-penduduk di wilayah ini untuk dijadikan sebagai media yang mempunyai fungsi layaknya kertas. Dengan fakta kesejarahan seperti itu maka kertas yang terbuat dari serat Papyrus atau kertas papirus telah memiliki umur yang cukup tua. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah papyrus ini kemudian mengilhami dan menjadi sebutan untuk sebuah media yang dijadikan 14 Setiawan Sabana & Hawe Setiawan (editor), Legenda Kertas (Menelusuri Jalan Sebuah Peradaban), (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2005), h. 18. 15 Adolf Heuken, S.J., Ensiklopedi Gereja III (Jakarta: Yayasan Ciptaloka Caraka, 1995), h. 301. 16 Funks & Wagnalls New Encyclopedia, vol. 20 (United States of Amerika: R.R. Donnelley & Sons Company, 1994), h. 136. sebagai tempat untuk menulis yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah “paper” yang mempunyai arti sebagai kertas. Di masa lalu, surat yang ditulis melalui papyrus ini telah menjadi alat penyampai pesan yang populer. Sebagai sebuah contoh, dalam sejarah penyiaran ajaran Kristen di awal Tarikh Masehi, salah seorang misionaris pertama yang bernama Santo Paulus telah menggunakan kertas jenis ini untuk menulis surat-surat yang berisi pesan dan pemikirannya guna disampaikan kepada para jamaahnya yang tersebar di Roma, Byzantium, Asia Kecil dan di beberapa pulau yang ada di sekitar Yunani.17 Bahkan bisa dipastikan, penulisan firman-firman suci Kristen baik yang ditemukan dalam naskah-naskah terserak maupun yang termaktub dalam kitab Injil (Bibel), pada awalnya juga dituliskan pada media kertas papyrus ini. Di samping Papyrus, masyarakat di masa lalu juga mengenal media lain yang berfungsi sebagaimana layaknya fungsi kertas. Media itu disebut Perkamen, yakni suatu bahan yang juga biasa digunakan untuk menulis surat atau untuk kegunaan lainnya di mana media ini dibuat dari bahan kulit binatang ternak. Sudah pasti karena bahannya yang berasal dari kulit binatang maka penggunaan perkamen kurang populer di kalangan masyarakat awam kebanyakan karena mahal. Penggunaaan perkamen untuk keperluan menulis surat atau untuk kegiatan surat-menyurat serta berbagai keperluan lain yang terbatas untuk kalangan tertentu saja, yakni lingkungan kerajaan dan kalangan elit masyarakat. Surat yang ditulis dalam perkamen ini biasanya digunakan 17 hl. 17. FF. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), untuk surat-surat hubungan antar kerajaan atau digunakan untuk tujuan dan maksud yang lebih besar lagi, 18 Seperti untuk dokumen yang harus disimpan atau untuk media tulisan yang memuat tentang hukum atau ketetapan-ketetapan yang telah dibuat oleh raja. 2. Surat Rasulullah Surat Rasulullah adalah surat yang telah ditulis beliau di mana dalam surat tersebut mengandung isi berupa tujuan dan maksud yang dikehendaki oleh Rasulullah. Pengertian secara umum, surat Nabi Muhammad Saw adalah semua surat yang diketahui dan ditulis beliau dengan berbagai tujuan dan kehendak yang diinginkan. Dalam hal ini Muhammad bin Sa’ad seperti telah dikutip Ali Mustafa Ya’cub, memberikan klasifikasi terhadap semua keseluruhan surat Rasulullah yang telah diketahui. Klasifikasi yang diberikan Muhammad bin Sa’ad itu adalah: a. Surat yang berisi seruan untuk masuk agama Islam. Surat jenis seperti ini ditujukan kepada orang non-Muslim (ahli kitab atau kaum musyrikin) yang pada saat itu berkedudukan sebagai penguasa (kaisar, atau kedudukan lainnya yang setara), walinegara (jabatan setingkat gubernur), pemimpin suku (kabilah), juga kepada perseorangan. b. Surat yang berisi tentang aturan agama Islam, seperti surat yang di dalamnya memuat mengenai penjelasan zakat, shadaqah dan sebagainya. Surat dalam kelompok ini biasanya disampaikan 18 Ibid., h. 17. kepada mereka yang sudah menjadi muslim tapi masih membutuhkan beberapa penjelasan dari Rasulullah. c. Surat yang berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan orangorang non-muslim yang tinggal dan hidup di wilayah dan pemerintahan Islam (Madinah). Surat dengan jenis seperti ini disampaikan kepada golongan non-muslim yang telah membuat perjanjian damai dengan Rasulullah.19 Sebagaimana butir-butir perjanjian yang dibuat antara Rasulullah dan umat Islam dengan kaum Yahudi di Madinah, di mana butir-butir dari kesepakatan dan perjanjian itu dituangkan dalam bentuk surat tertulis yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sebagaimana tujuan penulisan surat dan sejalan dengan pengertian dari surat yang terklasifikasi pada urutan pertama, maka surat yang disampaikan Rasulullah kepada para pemimpin di luar Jazirah Arabia itu memuat isi berupa ajakan mengikuti dan mengimani ajaran Islam.20 Dengan begitu penulisan dan penyampaiannya ini merupakan salah satu cara yang ditempuh beliau dalam rangka melaksanakan dakwah Islam. B. Pengertian Dakwah 1. Pengertian Dakwah Pengertian dakwah secara etimologi (bahasa atau lughah) berasal dari bahasa Arab ( دﻋﻮة- ﻳﺪﻋﻮ- ) دﻋﻰ. Ada beberapa arti yang dapat 19 Ali Mustafa Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 8. 20 Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 7. diperoleh dari kata ini, seperti; mengajak, menyeru, memanggil, dan mengundang. Dalam Al-Qur'an kata dakwah bisa berarti menyeru kepada kebaikan maupun keburukan. Ada bebearapa ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan seruan seperti Surah Al-Mukmin/40:41 yakni artinya "Hai kaumku! Bagaimanakah kamu, aku seru kamu (ad'ukum) kepada keselamatan tapi kamu menyeruku (tad'uni) ke neraka."21 Dakwah juga berari do'a atau permohonan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah/1: 186 yang artinya "Aku mengabulkan permohonan (da'watan) orang-orang yang berdoa (da'i) apabila ia berdoa (da'a) kepada-Ku." Bentuk perkataan dakwah tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja atau fi’il-nya adalah da’aa – yad’u yang berarti memanggil, menyeru, atau mengajak. Dalam arti seperti ini dapat ditemukan dalam Al Qur’an, misalnya Surah Yusuf/12: 33 sebagai berikut: ☺ “Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.”22 21 K.H. Irfan Hielmy, Dakwah Bil-Hikmah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), h. 9. Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Penerbit PT. Bumi Restu, 1975) h. 353. 22 Pengertian dakwah dengan merunut kepada pengertian terminologi sangat beragam. Beberapa ahli dan pemikir mempunyai batasan-batasan tersendiri tentang pengertian dakwah dalam perspektif terminologis ini. Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin, sebagaimana dilansir Chadijah Nasution, memberikan batasan mengenai dakwah ini, sebagai berikut: “Mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarangnya dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat”23 Baginya, dakwah adalah upaya untuk mendorong atau memotivasi orang lain atau manusia dalam melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka untuk berbuat kebaikan (ma’ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.24 Sementara itu Hamzah Ya’cub memberikan batasan dakwah, yaitu sebagai upaya untuk mengajak manusia yang dilakukan dengan cara hikmah (ilmu) dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, Bakhial Khulli juga menyatakan, dakwah adalah sebagai upaya untuk memindahkan umat dari situasi (yang tidak atau belum baik) menuju kepada situasi yang lain (yang lebih baik).25 23 Syekh Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin. Penerjemah Chadijah Nasution (Jakarta: Usaha Penerbitan Tiga A, 1970), h. 17. 24 Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasat fi Dakwah al-Islamiyah (Kairo: Dar el Tibaah al Mahmadiyah, 1987) h. 10. 25 M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah tentang Aktivitas Keagamaan (Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1980), h. 13. Dari pakar Indonesia sendiri, batasan mengenai istilah dakwah ini dapat diambil dari pendapat Mohammad Natsir yang mengatakan, dakwah adalah: “Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia mengenai konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia, yang meliputi amar ma”ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam kehidupan perseorangan, perikehidupan rumah tangga (usrah), perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara”.26 Tentu masih banyak batasan lain yang diberikan oleh para pemikir dan ahli selain dari batasan-batasn yang disebutkan di atas. Sebagai agama dakwah, hubungan ajaran Islam dengan dakwah diibaratkan sebagai dua keping mata uang. Dengan begitu dakwah menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari ajaran dan keimanan Islam. Dalam AlQur‘an cukup banyak ayat-ayat yang menguraikan tentang segala sesuatu yang terkait dengan kegiatan dakwah. Ayat-ayat itu mengemukakan tentang kewajiban, perintah dan cara dalam melakukan aktivitas dakwah Islam. Dalam konteks upaya dakwah Islam melalui media surat, Rasulullah telah melakukan hal yang menjadi upaya dalam berbagai definisi yang telah disebutkan itu. Dengan media surat, Rasulullah mendorong dan menyeru kepada para penguasa untuk melakukan perbuatan ma’ruf dan menjauhi kemunkaran. Selain itu dalam melaksanakan upaya ini, Rasulullah melakukannya dengan cara hikmah (ilmu) dan kebijaksanaan, yakni dengan media surat berarti beliau telah menunjukkan pengetahuan 26 Abdul Rosyad Shaleh dalam buku, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 9. Dalam buku ini batasan tentang dakwah dilansirnya dari buku Mohamad Natsir, Fungsi Dakwah Islam dalam Rangka perjuangan, di halaman 7 dari buku tersebut. dan ilmu yang dimilikinya. Sementara kebijaksanaan yang ditunjukkan adalah sikap penghormatannya pada kedudukan para penguasa dan untuk menyeru kepada mereka itu Rasulullah tidak memakai cara berkhotbah yang mana ini bisa menimbulkan kesan menggurui dan merendahkan kedudukan dari para penguasa. C. Metode dan Media Dakwah 1. Pengertian Metode Dakwah Dalam pengertian bahasa, “metode” berasal dari dua kata yakni, meta yang mempunyai pengertian sebagai melalui dan hodos yang dapat diartikan sebagai jalan atau cara.27 Dengan demikian metode secara terminologi mengandung pengertian sebagai, cara atau jalan yang harus dilalui atau digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Pendapat lain menyatakan, pengertian metode ini berasal dari istilah yang diambil dari bahasa Jerman, metodhica, yang mengandung pengertian sebagai ajaran tentang metode. Namun yang lebih lazim dipahami, istilah ini berasal dari bahasa Yunani yakni methodos. Adapun dalam bahasa Arab istilah ini bisa disamakan dengan thariq.28 Dengan merujuk pada arti-arti yang telah ditunjukkan itu, secara bebas 27 28 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, cetakan I (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61. H. Hasanuddin, Hukum Dakwah, cetakan I (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 35. maka metode dapat didefinisikan sebagai cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran guna mencapai suatu maksud atau tujuan.29 Para pakar yang memiliki kompetensi dalam ilmu dakwah juga memiliki pandangan sendiri mengenai pengertian dari metode ilmu dakwah ini, di antaranya adalah menurut Toto Tasmara menyatakan, dengan menggabungkan beberapa pendapat mengenai dakwah sebagaimana telah diuraikan di depan dengan pengertian metode, maka definisi dari metode dakwah dapat diartikan sebagai; cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang komunikator, yang dalam konteks dakwah sebagai subyeknya adalah seorang da’i kepada mad’u atau obyek untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.30 Dengan demikian batasan ini juga mengandung arti bahwa pendekatan dakwah itu harus bertumpu kepada satu pandangan human oriented, yakni penghargaan yang mulia atas diri manusia.31 Dalam Al Qur’an dakwah adalah sebuah cara untuk menyeru kepada jalan Tuhan melalui cara-cara yang baik, sebagaimana telah difirmankan dalam surat An-Nahl/16: 125 berikut: ☺ ☺ ☺ . 29 ☺ M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), h. 7. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 47. 31 Munir, Metode Dakwah, h. 8 30 “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." 2. Pengertian Media atau Sarana Dakwah Media atau sarana yaitu hal-hal yang dapat mengantarkan kepada sesuatu. Seorang da'i agar terbantu dalam dakwahnya maka harus menggunakan media atau sarana dalam menyampaikan dakwahnya tersebut. Dari sudut penyampaian, ada dua macam media atau sarana dakwah: media langsung dan media tidak langsung.32 Sa'id bin Ali bin Wahif Al-Qahthani dalam bukunya Al-Hikmatu Fid Dakwah Ilallah Ta'ala menjelaskan, yang dimaksud dengan media atau sarana dakwah tidak langsung disini adalah hal-hal yang menyangkut kesiapan diri seorang da'i sebelum menyampaikan dakwahnya. Hal berikut ini termasuk dalam kelompok media atau sarana dakwah tidak langsung: a. Sikap hati-hati dan senantiasa bertakwa kepada Allah. Sebelum berdakwah kapada orang lain seorang da'i perlu memberi peringatan kepada keluarganya agar hati-hati terhadap perbuatan maksiat, bahaya nafsu, kaum munafik dan kafir. b. Meminta bantuan kepada orang lain. Setelah meminta kepada Allah, seorang da'i perlu meminta bantuan kepada sesama manusia demi kelancaran dakwahnya. c. Sikap disiplin. Seorang da'i harus disiplin, termasuk dalam masalah waktu. Jangan sekali-kali membuang kesempatan. Ia 32 Sa'id bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Al Hikmatu Fid Dakwah Ilallah Ta'ala. Penerjemah Drs. Masykur Hakim, MA; Ubaidillah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 102. harus memperhatikan kaidah-kaidah disiplin yang diperintahkan Islam. Bekerja sedikit waktu tapi secara teratur dan berkesinambungan lebih baik dari pada bekerja dengan banyak waktu tapi tanpa arah dan tidak berkesinambungan. Adapun media atau sarana dakwah langsung adalah menyangkut teknik penyampaian (tabligh) melalui perkataan, perbuatan, dan perilaku da'i yang dijadikan teladan orang lain sehingga mereka tertarik kepada Islam.33 Dalam menyampaikan dakwahnya, seorang da'i memerlukan berbagai macam media atau sarana yang bermanfaat. Namun perlu diketahui bahwa sebagian media adakalanya berguna pada suatu masa tapi tidak berguna pada masa lain, bermanfaat bagi suatu masyarakat tapi tidak bagi masyarakat yang lain. Seorang da'i yang bijak adalah yang mampu mimilah-milah media atau sarana yang cocok pada zaman dan tempat.34 D. Metode bil Qalam Dalam Dakwah Islam Dalam kesejarahan perkembangan agama-agama besar di dunia, media surat telah cukup lama digunakan dalam mendukung upaya penyebaran ajaran. Peran surat dalam menunjang penyebaran ajaran terbukti efektif dalam upaya menjadikan sebuah ajaran menjadi cepat tersiar dan mendapatkan pengikut dalam jumlah yang lebih besar lagi. Media surat ini, dalam sejarah penyiaran agama apapun yang ada selalu digunakan ketika metode lama yang konvensional dirasa sudah tidak mampu 33 34 Ibid., hal. 102. Ibid., h. 103. menjawab terhadap tuntutan untuk menyebarkan ajaran dalam lingkup jumlah dan wilayah yang lebih luas. Demikian halnya dalam sejarah penyiaran ajaran Islam. Ketika pertama kali Islam sebagai ajaran muncul di Mekkah, cara yang digunakan Rasulullah untuk menyampaikan dan menyebarkan ajaran juga menggunakan cara yang lazim saat itu yakni dengan mengggunakan metode berdakwah langsung (khotbah). Cara ini mengandalkan kemampuan berbicara secara lisan dalam menyampaikan ajaran atau dikenal dengan metode retorika. Pada masa itu metode ini menjadi hal yang lazim. Dalam menyampaikan ajaran dituntut adanya kemampuan retorika yang baik. Pada masa Rasululah metode seperti ini sering dilakukan dalam acara “Fannal Khitobah” yaitu satu kontes berpidato yang diikuti peserta dengan penyelenggaraannya dilangsungkan di dekat bangunan Ka’bah.35 Namun pada saat Islam memasuki periode Madaniyah, struktur masyarakat Islam sudah sangat kuat serta telah mulai terjalinnya hubungan dengan kawasan-kawasan di luar Jazirah Arab, maka sudah pasti metode retorika ini sudah tidak relevan lagi karena jangkauan yang sudah semakin luas dan sudah dipastikan obyek dakwah yang berada di luar Jazirah Arab itu memiliki latar belakang budaya dan keyakinan yang jauh berbeda dengan masyarakat Madinah. Dari sinilah maka metode selanjutnya yang menjadi alternatif dilakukan yakni dengan menggunakan metode tulisan yang dalam hal ini dilakukan dalam bentuk pemanfaatan surat.36 Dalam konteks sebagai sebuah pendekatan, dakwah dengan menggunakan media surat ini oleh Mustafa Ya’cub dikategorisasikan sebagai 35 She H. Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 37. 36 Sutirman Eka Sardhana, Jurnalistik Dakwah (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995), h. 25. pendekatan korespondensi. Pengertiannya adalah, suatu pendekatan dari cara berdakwah yang tertuju kepada perseorangan atau wilayah yang lebih jauh dan luas dengan menggunakan media tulisan yang tertuang dalam bentuk surat. Masih dalam pandangan Mustafa Ya’cub, selain sebagai sebuah pendekatan, metode korespondensi ini juga bisa dilihat sebagai sebuah motivasi untuk menunjukkan tentang nilai-nilai universalitas dari suatu agama (baca: Islam) dalam kedudukannya sebagai agama dakwah.37 Dalam hemat penulis sebagai kelengkapan dari motif adalah, dengan menggunakan pendekatan korespondensi ini sekaligus juga menunjukkan bentuk dari kedudukan agama atau ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. 37 Ya’cub, Sejarah dan Metoda Dakwah Nabi, h. 181. BAB III SURAT-SURAT RASULULLAH KEPADA PARA PENGUASA Dalam pembahasan pada bab II disebutkan bahwa pengertian dari Suratsurat Rasulullah tidak hanya dipahami sebagai surat-surat yang ditujukan kepada para penguasa semata. Dengan begitu sudah pasti ada surat-surat lain dari Rasulullah yang pernah dibuat dan ditulis untuk berbagai tujuan dan kepentingannya. Jika demikian halnya maka jumlah dan jenis surat yang pernah dibuat oleh Rasulullah tentu berjumlah sangat banyak dengan tujuan yang beragam pula. Menurut ahli Sejarah Islam, Muhammad bin Sa’ad, sebagaimana dilansir Ali Mustafa Ya’cub, disebutkan bahwa dari keseluruhan surat-surat Rasulullah yang pernah ada, tercatat ada sekitar 105 buah surat yang telah ditulis lengkap dengan sanadnya.38 Jumlah ini mencakup pada tiga kelompok jenis surat sebagaimana disinggung pada bab II. Sudah pasti surat-surat yang terkait dengan seruan dakwah Islam termasuk ke dalam 105 surat itu. Sementara untuk lebih khusus, dalam hal jumlah surat-surat yang pernah disampaikan Rasulullah kepada para penguasa belum dapat dipastikan jumlahnya. Tentunya jumlah surat seruan yang telah dibuat oleh Rasulullah lebih dari lima buah sebagaimana yang telah menjadi tema dalam penyusunan penulisan ini. Ketika muncul gagasan untuk mengirimkan surat-surat seruan yang ditujukan kepada para penguasa itu, situasi yang berlangsung dalam masyarakat Islam di Madinah sangat kondusif. Keadaan seperti itu jelas sangat memungkinkan bagi 38 1997), h. 8 Ali Mustofa Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, Rasulullah untuk menyampaikan banyak surat seruan yang ditujukan kepada para pemimpin yang ada di Jazirah Arab maupun wilayah-wilayah lain di luar Jazirah Arab.39 Alasan menampilkan lima surat Rasulullah ini dengan pertimbangan bahwa surat-surat tersebut sangat populer dan selalu menjadi salah satu kajian dan bagian dalam studi sejarah Islam permulaan. Adapun surat-surat yang pernah disampaikan oleh Rasulullah kepada para penguasa itu adalah sebagai berikut; A. Surat Kepada Kaisar Najasyi Surat Dakwah Rasulullah yang disampaikan pertama kali untuk penguasa di luar Jazirah Arab adalah surat yang ditujukan kepada Kaisar Najasyi. Surat seruan untuk masuk Islam ini disampaikan pada tahun ke-5 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 628 Masehi. Kaisar ini adalah seorang pemeluk keyakinan Nasrani (Kristen). Nama lain yang biasa disebut bagi Najasyi pada saat itu adalah dengan sebutan “Ash-Hamah”.40 Ia adalah seorang kaisar yang berkuasa atas wilayah Habsyah atau Habsyi.41 Sebutan ini kemudian berkembang dan populer menjadi nama Abbesinia atau sekarang dikenal sebagai negara Ethiopia, suatu kawasan yang berada di timur laut benua Afrika. 39 Sebagai contoh adalah surat seruan Rasulullah yang ditujukan kepada Mundhir bin Sawa, seorang penguasa di Bahrain. Kedudukan Mundhir bin Sawa pada saat itu adalah sebagai Gubernur Wilayah (Prekurator) yang dibawah kekuasaan Kisra Eperwiz, Persia. Rasulullah juga menulis surat yang sama kepada Haudzah bin Ali, seorang penguasa al Yamamah yang terletak di sebala timur kota Makkah. Surat yang sama juga disampaikan kepada dua penguasa yang berada diwilayah Oman, yakni Jaifar dan Abdu bin Julandi. Lihat Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 57, 63, 65. 40 Orang Arab pada saat itu sering menyebut kaisar ini dengan sebutan “An-Najasyi AsShamah.” 41 H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), h. 750. Ada alasan kuat yang dijadikan sandaran Rasulullah untuk mengirimkan surat seruan kepada penguasa ini. Nama Kaisar Najasyi telah sangat dikenal oleh kaum muslimin beberapa tahun sebelum mereka melakukan hijarah ke Madinah. Pada saat kaum Muslimin di Mekkah berada dalam tekanan dan penindasan Kaum Quraish, Rasulullah pernah memerintahkan agar pengikutnya melakukan hijrah ke Habsyi. Bahkan pelaksanaan hijrah ke Habsyi ini berlangsung dua kali.42 Kaisar ini dikenal sebagai penguasa yang mempunyai sifat-sifat sangat baik seperti adil, jujur, menghormati dan melindungi tamu serta tidak mudah termakan hasutan. Sifat dan sikap seperti inilah yang ditunjukkannya ketika menerima rombongan kaum Muslimin yang hijrah ke wilayahnya. Dengan demikian sebelum Rasulullah menyampaikan surat, antara umat Islam dengan Kaisar Najasyi telah tercipta hubungan yang sangat baik. Orang yang dipercayai oleh Rasulullah untuk menyampaikan surat seruan untuk masuk Islam kepada Kaisar Najasyi ini adalah Amru bin Umayyah Ad-Dhamiri.43 Adapun isi dari surat seruan Rasulullah kepada Kaisar Najasyi itu adalah sebagai berikut: ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ِ ﺣ َﻤ ْ ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ ْ ِﺑ ﺸ ِﺔ َ ﺤ َﺒ َ ﻚ ا ْﻟ ِ ﻲ َﻣِﻠ ﺷﱢ ِ ﺠﺎ َ ﷲ ِإَﻟﻰ اﻟ ﱠﻨ ِ لا ِ ﺳ ْﻮ ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر َ ﻦ ُﻣ ْ ِﻣ ﻚ ُ ﻻ ُه َﻮ ا ْﻟ َﻤِﻠ ﻻ ِإَﻟ َﻪ ِإ ﱠ َ ي ْ ﷲ اﱠﻟ ِﺬ ُ َا،ﻚ َ ﷲ ِإَﻟ ْﻴ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ﻲ َر ْ ﺖ َﻓِﺈ ﱢﻧ َ ﺳِﻠ ْﻢ َأ ْﻧ ْ َأ ﻦ َﻣ ْﺮ َﻳ َﻢ َ ﺴﻰ ا ْﺑ َ ﻋ ْﻴ ِ ن ﺷ َﻬ ُﺪ َأ ﱠ ْ َوَأ،ﻦ ُ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َﻬ ْﻴ ِﻤ ُ ﻼ ُم ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ َﺴ س اﻟ ﱠ ُ ا ْﻟ ُﻘ ﱡﺪ ْو ﺼ ْﻴ َﻨ ِﺔ ِ ﺤ َ ﻄ ﱢﻴ َﺒ ِﺔ ا ْﻟ ل اﻟ ﱠ ِ ﻄ ْﻮ ُ ﷲ َو َآِﻠ َﻤ ُﺘ ُﻪ َأ ْﻟ َﻘﺎ َهﺎ ِإَﻟﻰ َﻣ ْﺮ َﻳ َﻢ ا ْﻟ َﺒ ِ حا ُ ُر ْو 42 43 Ibid., h. 363-372. Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, h. 49. .ﻖ ﺁ َد َم ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ َ ﺧَﻠ َ ﺨ ِﺘ ِﻪ َآ َﻤﺎ َ ﺣ ِﻪ َو َﻧ ْﻔ ِ ﻦ ُر ْو ْ ﺨَﻠ َﻘ ُﻪ ِﻣ َ ﺴﻰ َﻓ َ ﺖ ِﺑ ِﻌ ْﻴ ْ ﺤ َﻤَﻠ َ َﻓ ﻋ ِﺘ ِﻪ َ ﻃﺎ َ ﻋَﻠﻰ َ ﻻ ِة َ ﻚ َﻟ ُﻪ َوا ْﻟ ُﻤ َﻮا َ ﺷ ِﺮ ْﻳ َ ﻻ َ ﺣ َﺪ ُﻩ ْ ﷲ َو ِ ك ِإَﻟﻰ ا َ ﻋ ْﻮ ُ ﻲ َأ ْد ْ َوِإ ﱢﻧ ﻲ ْ ﷲ َوِإ ﱢﻧ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ﻲ َر ْ َﻓ ِﺈ ﱢﻧ،ﻲ ْ ﺟﺎ َء ِﻧ َ ي ْ ﻦ ِﺑﺎﱠﻟ ِﺬ َ ﻲ َو ُﺗ ْﺆ ِﻣ ْ ن َﺗ ﱠﺘ ِﺒ َﻌ ِﻨ ْ َوَأ ﺖ َﻓﺎ ْﻗ َﺒُﻠ ْﻮا ُ ﺤ ْﺼ َ ﺖ َو َﻧ ُ َو َﻗ ْﺪ َﺑﱠﻠ ْﻐ.َﻞ ّﺟ َ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﷲ ِ ك ِإَﻟﻰ ا َ ﺟ ُﻨ ْﻮ َد ُ ك َو َ ﻋ ْﻮ ُ َأ ْد .ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى ِ ﻋَﻠﻰ َﻣ َ ﻼ ُم َﺴ َواﻟ ﱠ.ﻲ ْ ﺤ ِﺘ َ ﺼ ْﻴ ِ َﻧ Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah, ditujukan kepada Kaisar An-Najasyi raja penguasa Habsyi.” Masuklah tuan ke dalam agama Islam, karena saya sesungguhnya mengucapkan puji kepada Allah ini kepadamu. Allah adalah Dzat yang tidak ada tuhan selain Dia. Yang Merajai, Yang Maha Suci, Yang maha Pemberi keselamatan dan Maha Pemberi keamanan serta Maha melindungi. Dan aku bersaksi bahwa Isa putera Maryam adalah ruh dan kalimat Allah yang disampaikan-Nya kepada Maryam, wanita yang tidak bersuami yang berperangai baik serta menjaga dirinya. Maka hamillah ia dengan mengandung Isa dan ruh dengan tiupan-Nya, sebagimana Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya. Dan sesungguhnya pula aku mengajak tuan untuk menyembah kepada Allah dengan mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan hal yang lain, serta aku mengajak tuan untuk mengikuti aku dan beriman kepada wahyu yang datang kepadaku. Karena sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Sesungguhnya aku mengajak tuan beserta seluruh balatentara tuan untuk menyembah kepada Allah yang Maha Perkasa. Selanjutnya aku telah menyampaikan ajakan ini kepada tuan sekaligus juga memberikan nasihat kepada tuan. Karena itu semoga bisa diterima nasihat ini. Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah.”44 Surat Rasulullah yang ditujukan kepada penguasa Habsyi ini memang dibuat agak panjang. Rasulullah memahami betul situasi yang dialami Kaisar Najasyi yang dihadapkan pada pertentangan paham kepercayaan dalam 44 Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 21. Teks asli lihat. Lamp. hal. …. keyakinan Kristen yang saat itu dipeluknya. Memang pada saat itu para penganut Kristen sedang dihadapkan pada pertentangan dua kubu yakni golongan Arius-Athanasius dan Nestorius. Kaisar Najasyi sendiri adalah penganut Kristen Nestorius yang pada saat itu mempunyai banyak pengikut dari umat Kristen yang berdomisili di wilayah Timur Tengah dan bagian utara Afrika. Sementara aliran Arius sendiri kebanyakan berasal dari masyarakat yang berdomisili di wilayahwilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Romawi. Dengan pemahaman terhadap situasi yang di alami olah obyek surat (Kaisar An-Najasyi) maka isi dari surat Rasulullah lebih menempatkan masalah teologis sebagai tema utama dari isi surat itu. Isi tentang kedudukan Isa Al Masih dan Maryam menjadi pokok utama dari isi surat. Hal ini memang sengaja dilakukan oleh Rasulullah karena pertentangan dalam internal para pemeluk Kristen pada saat itu sudah sedemikian parah dan berbahaya. Diriwayatkan, sikap yang ditunjukkan oleh Kaisar Najasyi dengan datangnya surat seruan dari Rasulullah ini sangat simpatik. Ia diberitakan menempatkan surat tersebut ke atas kepalanya sebagai simbol dan sikap hormatnya kepada Rasulullah sekaligus juga menghormati seruan yang disampaikan oleh Rasulullah. Sebagain riwayat lain menyatakan, Kaisar Najasyi kemudian membalas surat itu dengan antusias dan menyatakan diri mengikuti seruan dari Rasulullah yakni masuk Islam.45 45 Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 21. Namun begitu juga ada riwayat yang menyatakan bahwa Kaisar tersebut tetap kukuh dengan kepercayaannya namun sikapnya menunjukkan penghormatan dan penghargaaan atas upaya yang ditempuh oleh Rasulullah. B. Surat Kepada Kaisar Heraclius. Kaisar Heraclius adalah penguasa terkuat pada saat itu. Ia adalah kaisar pada imperium Romawi Timur (Byzantium) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang menjadi Istanbul, bagian dari negara Turki). Dengan demikian Kaisar Heraclius adalah salah satu sosok yang tercatat sebagai salah satu penerus dari kejayaan dan kebesaran kekuasaan Romawi. Semenjak awal naik tahta kekaisaran, Heraclius mendapatkan saingan berat dari kekuasaan Persia yang juga berambisi dan ingin membangun imperium kekuasaan baru untuk menandingi kekuasaan Romawi Timur. Akibatnya pada masa itu kedua wilayah ini terlibat dalam perseteruan dan peperangan yang berlarut-larut untuk saling mengalahkan satu dengan yang lain. Puncak dari perseteruan kedua kubu ini adalah ditandai dengan kemenangan Kaisar Heraclius atas Persia setelah kedua negara ini terlibat peperangan yang panjang selama kurang lebih sembilan tahun dari tahun 622 – 630 Masehi. Surat seruan untuk masuk Islam kepada Kaisar Heraclius ini disampaikan pada tahun ke-6 Hijriyah atau bertepatan dengan 629 Masehi. Dengan begitu surat ini disampaikan satu tahun setelah Rasulullah bersama kaum Muslimin di Madinah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah. Surat seruan Rasulullah ini disampaikan ketika Kaisar Heraclius berada di tengah-tengah pasukannya yang baru meraih kemenangan atas Persia dengan merebut kota Yerussalem tahun 629 Masehi. Surat seruan itu sampai di tangan kaisar ketika mereka sedang berada dalam puncak kemenangan dan kejayaan. Orang yang dipercayai untuk menyampaikan surat dari Rasulullah ini adalah Dahyah bin Khalifah al-Khattabi.46 Isi surat itu adalah sebagai berikut: ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ِ ﺣ َﻤ ْ ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ ْ ِﺑ ﻈ ْﻴ ِﻢ اﻟ ﱡﺮ ْو ِم ِﻋ َ ﻞ َ ﷲ ِإَﻟﻰ ِه َﺮ ْﻗ ِ لا ِ ﺳ ْﻮ ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر َ ﻦ ُﻣ ْ ِﻣ . َأ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ،ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى ِ ﻋَﻠﻰ َﻣ َ ﻼ ٌم َﺳ َ ك َ ﺟ َﺮ ْ ﷲ َأ ُ ﻚا َ ﺳِﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ ِﺗ ْ ﺴَﻠ ْﻢ َوَأ ْ ﺳِﻠ ْﻢ َﺗ ْ َأ،ﻼ ِم َﺳ ْﻹ ِ ﻋﺎ َﻳ ِﺔ ا َ ك ِﺑ ِﺪ َ ﻋ ْﻮ ُ ﻲ َأ ْد ْ َﻓِﺈ ﱢﻧ ﻞ َ ﻞ ﻳَﺎ َأ ْه ْ " ُﻗ.ﻦ َ ﺳ ِﺘ ْﻴ ِﻴ ْ ﻷ ِر َ ﻚ ِإ ْﺛ َﻢ ا َ ﻋَﻠ ْﻴ َ ن ﺖ َﻓِﺈ ﱠ َ ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ ْ َﻓِﺈ،ﻦ ِ َﻣ ﱠﺮ َﺗ ْﻴ ﻻ َ ﷲ َو َ ﻻا ﻻ َﻧ ْﻌ ُﺒ َﺪ ِإ ﱠ ﺳ َﻮا ٍء َﺑ ْﻴ َﻨ َﻨﺎ َو َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ َأ ﱠ َ ب َﺗ َﻌﺎَﻟ ْﻮا ِإَﻟﻰ َآِﻠ َﻤ ٍﺔ ِ ا ْﻟ ِﻜ َﺘﺎ ن ْ َﻓِﺈ،ﷲ ِ نا ِ ﻦ ُد ْو ْ ﻀﺎ َأ ْر َﺑﺎ ًﺑﺎ ِﻣ ً ﻀ َﻨﺎ َﺑ ْﻌ ُ ﺨ َﺬ َﺑ ْﻌ ِ ﻻ َﻳ ﱠﺘ َ ﺷ ْﻴ ًﺌﺎ َو َ ك ِﺑ ِﻪ َ ﺸ ِﺮ ْ ُﻧ ".ن َ ﺴِﻠ ُﻤ ْﻮ ْ ﺷ َﻬ ُﺪ ْوا ِﺑ َﺄ ﱠﻧﺎ ُﻣ ْ َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻮا َﻓ ُﻘ ْﻮُﻟﻮا ا Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba dan utusan Allah. Kepada Kaisar Heraclius penguasa Romawi. Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk. Aku mengajak tuan untuk memeluk Islam. Jika tuan melakukan hal itu, maka tuan akan selamat dan aman. Jika tuan masuk ke wilayah Islam, Allah akan memberi tuan pahala yang berlipatganda dan jika tuan berpaling darinya, maka beban dosa manusia akan ditanggung oleh tuan. Wahai Ahli Kitab, marilah kita menuju kepada suatu kata sepakat antara kita dan kalian bahwa kita tidak akan menyembah kecuali kepada Allah dan bahwa kita tidak akan memperserikatkan apapun dengan-Nya dan bahwa tidak akan seorangpun akan menjadikan yang lain sebagai tuhan selain Allah. Maka jika mereka berpaling, katakanlah: Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami ini Muslim.”47 46 47 Ibid., h. 25. Teks asli lihat. Lamp. h….. Ibid., h. 27. Sebagaimana diungkpakan di depan, surat Rasulullah sampai ke tangan Kaisar Heraclius ketika para pasukan Romawi beru saja berhasil merebut kota Yerussalem dari tangan orang-orang Persia. Tujuan utama untuk merebut kota ini adalah agar para pemeluk Kristen di Romawi dapat berkunjung dan berziarah ke tempat kelahiran Isa Al Masih tersebut. Pada saat kota ini berada dalam genggaman orang Persia, orang-orang Kristen Romawi tidak dapat berzirah ke kota ini. Dengan begitu motif perebutan kota Yerussalem selain untuk menunjukkan supremasi kekuasan Romawi juga mempunyai tujuan untuk memberi fasilitas dan kemudahan bagi orang-orang Kristen Romawi untuk berziarah dan beribadah di kota Yerussalem tersebut. Diriwayatkan bahwa Kaisar Heraclius menerima surat itu pada saat merayakan kemenangan atas keberhasilan merebut kota suci tersebut dari genggaman Persia. Surat seruan untuk masuk Islam tersebut hadir di tengah suasana perayaan kemenangan dan kegagahan gegap-gempita Balatentara Romawi. Setelah menerima dan membaca surat Rasulullah Kaisar Heraclius berada dalam satu kesadaran bahwa antara dirinya dengan Rasulullah adalah sama-sama Ahli Kitab di mana keyakinannya yang sedang dipeluknya dengan keyakinan Rasulullah disandarkan kepada ajaran yang datangnya dari kitab suci yang diturunkan Allah. Dalam berbagai riwayat disebutkan Kaisar Heraclius membenarkan semua ungkapan yang dituliskan dalam surat itu. Meski begitu Kaisar Heraclius masih penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang sosok Rasulullah yang telah menyampaikan surat seruan itu. Untuk itu dimintanya kafilah atau orang Arab yang ketika itu berada di Yerussalem, salah satunya adalah Abu Sofyan.48 Di hadapan Kaisar Heraclius, Abu Sofyan ini mengatakan tentang sosok Rasulullah yang di mata masyarakat Arab adalah diakui sebagai pribadi yang sangat dipercaya dan terjaga semua keinginan, perkataan serta kejujurannya. Dari penjelasan ini, secara pribadi Kaisar Heraclius menerima kebenaran atas kedudukan Rasulullah sebagai utusan Allah sekaligus juga membenarkan semua seruan yang ditujukan kepadanya.49 Namun begitu, Kaisar Heraclius memutuskan untuk memegang keyakinan Kristennya. Kaisar Heraclius menyatakan, ia dapat membenarkan ajaran yang disampaikan Rasulullah sekaligus memberikan penghormatan yang tinggi kepada Rasulullah. C. Surat Kepada Kisra Eperwiz Kisra atau Khoesroes adalah sebutan atau gelar yang digunakan para penguasa Persia. Setiap Raja yang menjadi penguasa selalu menempatkan gelar kisra ini di depan namanya. Penguasa Persia yang mendapatkan surat seruan masuk Islam dari Rasulullah ini adalah Kirsra Eperwiz bin Hormuz bin Anusirwan. 48 Pada saat itu Abu Sofyan masih di pihak Quraish Mekkah yang memusuhi Rasulullah beserta kaum Muslimin di Madinah. Kaisar Heraclius sengaja melakukan hal ini dengan tujuan mendapatkan pemaparan yang benar-benar obyektif dari sesama orang Arab. Meskipun Abu Sofyan saat itu dikenal sebagai salah satu orang yang menentang Rasulullah namun dalam hal pengakuan terhadap keluhuran sifat dan sikap Rasulullah, Abu Sofyan tetap mengungkapkan hal tersebut dengan jujur dan apa adanya. 49 Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Kaisar Heraclius sebenarnya mempunyai keinginan untuk masuk Islam sebagimana diserukan Rasulullah dalam suratnya. Namun keinginan Kaisar Heraclius ini tidak terwujud karena adanya masukan dan pendapat yang muncul dari para penasihat dan bawahannya. Para penasihat dan bawahannya itu menyatakan bahwa jika ia mengikuti seruan Rasulullah maka Romawi timur kelak akan berada dalam kekuasaan orang-orang Islam dengan tanpa melalui penaklukan atau peperangan. Juga diriwayatkan bahwa orang-orang Romawi telah mengancam kepada Kaisar Heraclius, jika ia menerima seruan Rasulullah dan masuk Islam, maka kedudukannya sebagai penguasa Romawi Timur akan dijatuhkan. Para sejarahwan Islam menyebutkan bahwa surat seruan Rasulullah yang ditujukan kepada penguasa Persia ini disampaikan lebih dahulu dibandingkan dengan surat seruan yang ditujukan kepada Kaisar Heraclius (Byzantium). Namun sebagian sejarahwan lain menyatakan bahwa surat tersebut disampaikan dalam waktu yang hampir bersamaan.50 Namun terlepas dari bersamaan atau tidak waktu penyampaian surat seruan tersebut, yang jelas Kisra menerima surat seruan tersebut pada saat dirinya berada dalam kondisi terdesak oleh saingan utamanya, Kaisar Heraclius. Surat tersebut disampaikan melalui utusan Rasulullah yang bernama Abdullah bin Hudzaifah As-Sahami.51Adapun isi dari surat yang disampaikan oleh Rasulullah kepada Kisra Eperwiz ini adalah sebagai berikut: ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ِ ﺣ َﻤ ْ ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ ْ ِﺑ س ِ ﻈ ْﻴ ِﻢ َﻓﺎ ِر ِﻋ َ ﺴ َﺮى ْ ﷲ ِإَﻟﻰ ِآ ِ لا ِ ﺳ ْﻮ ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر َ ﻦ ُﻣ ْ ِﻣ ﻻ ﻻ ِإﻟَ َﻪ ِإ ﱠ َ ن ْ ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ َوﺷَ ِﻬ َﺪ َأ ُ ﷲ َو َر ِ ﻦ ﺑِ ﺎ َ ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى َوﺁ َﻣ ِ ﻋَﻠﻰ َﻣ َ ﻼ ٌم َﺳ َ ﻋﺎﻳَ ِﺔ َ ك ِﺑ ِﺪ َ َوَأ ْدﻋُ ْﻮ.ﺳ ْﻮُﻟ ُﻪ ُ ﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر َ ﺤ ﱠﻤ ًﺪا َ ن ُﻣ ﻚ َﻟ ُﻪ َوَأ ﱠ َ ﺷ ِﺮ ْﻳ َ ﻻ َ ﺣ َﺪ ُﻩ ْ ﷲ َو ُ ا ﻖ ﺣ ًّﻴ ﺎ َو َﻳﺤِ ﱠ َ ن َ ﻦ آَ ﺎ ْ َﻷ ْﻧ ِﺬ َر ﻣ َ ِ س َآﺎ ﱠﻓ ًﺔ ِ ﷲ ِإَﻟﻰ اﻟ ﱠﻨﺎ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ﷲ َﻓِﺈ ﱢﻧﻲ َأ َﻧﺎ َر ِ ا س ِ ﺠ ْﻮ ُ ن ِإ ْﺛ َﻢ ا ْﻟ َﻤ ﺖ ﻓَ ِﺈ ﱠ َ ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ ْ ﻓَ ِﺈ،ﺴَﻠ ْﻢ ْ َﺳ ِﻠ ْﻢ ﺗ ْ َأ.ﻦ َ ﻋﻠَ ﻰ ا ْﻟﻜَ ﺎ ِﻓ ِﺮ ْﻳ َ ﻖ ا ْﻟﺤَ ﱡ .ﻚ َ ﻋَﻠ ْﻴ َ Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah. Kepada Kisra pemimpin besar Persia. 50 51 Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h. 746. Syekh Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin (Mesir: Asyhar Syarif, t.t), h. 50. Keselamatan semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk Allah, yang beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Tunggal dan tidak ada sekutu bagi-Nya, serta bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku mengajak kepada tuan dengan ajakan Allah, karena sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk seluruh manusia. agar ia (Muhammad) memberikan peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) itu atas orang-orang kafir. Masuklah tuan ke dalam agama Islam, maka tuan akan selamat. Apabila tuan menolak ajakan ini, maka tuan akan menanggung dosa orang-orang Majusi.”52 Dari surat-surat Rasulullah yang pernah disampaikan, surat yang ditujukan kepada Kisra Eperwiz ini yang mendapatkan sambutan yang sangat tidak simpatik bahkan respon yang ditunjukkan oleh penguasa Persia ini sangat kasar. Disebutkan bahwa reaksi Kisra ketika selesai membaca surat seruan dari Rasulullah tersebut adalah merobek-robek surat itu. Dengan adanya surat seruan tersebut maka dirinya merasa direndahkan meskipun tidak ada maksud sedikit pun dari Rasulullah untuk melakukan hal tersebut. Tujuan utama menyampaikan surat tersebut adalah agar Kisra Eperwiz mau mengikuti seruan untuk masuk Islam dan meninggalkan kepercayaan Majusi yang dianutnya selama ini. Bahkan diriwayatkan, Kisra memerintahkan untuk memberi seonggok kantong berisi pasir kepada Abdullah bin Hudaifah agar diserahkan kepada Rasulullah.53 Masih belum cukup, Kisra bahkan memerintahkan kepada salah seorang gubernurnya di daerah Yaman yang bernama Bazam agar mengirimkan dua algojo ke Madinah untuk menangkap Rasulullah dan membawanya ke Persia.54 52 Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 48. Teks asli lihat. Lamp. h….. Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 51. 54 Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h. 747. 53 Munculnya sikap kasar ini dilatarbelakangi situasi tidak harmonis antara bangsa Pesia dan bangsa Arab pada saat itu. Kisra nampaknya masih jengkel dengan kejadian sebelumnya ketika terjadi insiden bersenjata di Dzu-Qar. Dalam peristiwa itu Bangsa Arab yang dengan persenjataan terbatas ternyata sanggup mengusir balatentara Persia yang memiliki persenjataan yang lebih lengkap dan kuat.55 Ditambah lagi kedua bangsa ini juga secara umum terlibat konflik keyakinan dimana bangsa Persia saat itu dipandang sebagai representasi dari penganut kepercayaan Majusi sementara bangsa Arab adalah representasi dari masyarakat Islam dan Ahlul Kitab. Secara politik memang pertentangan ini disebabkan ketidaksenangan orang Majusi Persia dan Kisra Eperwiz yang melihat kaum Muslimin lebih menunjukkan sikap memihak Romawi Byzantium dari pada Persia ketika kedua pusat kekuatan dunia itu sedang berselisih. Demi melihat sambutan Kisra yang tidak pantas itu, Rasulullah menyatakan bahwa Allah akan merobek-robek kekuasaan Kisra di Persia seperti halnya ia merobek-robek surat Rasulullah serta dikatakan pula bahwa kaum Musliminlah yang kelak akan mengirimkan sekantong pasir ke Persia. Ungkapan terakhir tersebut mengandung pemaknaan bahwa kaum Muslimin Arab lah yang kelak akan menguasai negeri Persia.56 D. Surat Kepada Al Muqauqis 55 Ibid., h. 747. Pernyataan Rasulullah ini kemudian terbukti dimana pada masa Khalifah Umar Bin Khattab keinginan ini terwujud. Balatentara yang saat itu telah menjelma menjadi kekuatan yang sangat disegani dengan gagah berani berhasil menaklukkan Persia yang sekaligus juga menjadi momentum penting bagi masyarakat Persia untuk meninggalkan kepercayaan Majusi dan masuk menjadi penganut Islam. 56 Jabatan Al Muqauqis ketika menerima surat seruan dari Rasulullah adalah sebagai seorang walinegara Mesir. Memang jauh hari sebelumnya wilayah Mesir telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan imperium kekaisaran Romawi Timur. Jabatan walinegara yang berada dalam kekuasaan Romawi pada saat itu selalu dipercayakan kepada orang wilayah setempat yang dipandang cakap dan loyal kepada kekuasaan pusat di Byzantium. Istilah yang digunakan untuk jabatan walinegara dalam pemerintahan Romawi disebut Prekurator. Jabatan prekurator atau walinegara ini setingkat dengan jabatan gubernur sebuah wilayah. Al Muqauqis adalah seorang walinegara Mesir yang saat itu berkedudukan di kota Aleksandria (Iskandarsyah). Mesir pada saat itu berada dalam penguasaan kekaisaraan Romawi Byzantium. Al Muqauqis sendiri berasal dari suku Qibty, dengan begitu ia adalah pejabat kekaisaran Byzantium yang berasal dari wilayah setempat. Al Muqauqis seorang penganut Nasrani seperti halnya menganut kepercayaan yang dianut oleh pimpinannya di Byzantium. Surat seruan Rasulullah yang ditujukan kepada Al Muqauqis disampaikan oleh Hathib bin Abi Balta'ah.57 Adapun isi dari surat seruan Rasulullah kepada Al Muqauqis itu adalah sebagai berikut: ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ِ ﺣ َﻤ ْ ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ ْ ِﺑ ﻂ ِ ﻈ ْﻴ ِﻢ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒ ِﻋ َ ﺲ ِ ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ ِإَﻟﻰ ا ْﻟ ُﻤ َﻘ ْﻮ ِﻗ ُ ﷲ َو َر ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا َ ﻦ ِ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ َ ﻦ ُﻣ ْ ِﻣ . َوَأ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ،ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى ِ ﻋَﻠﻰ َﻣ َ ﻼ ٌم َﺳ َ 57 Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 50. Teks asli lihat. Lamp. h….. ،ﻦ ِ ك َﻣ ﱠﺮ َﺗ ْﻴ َ ﺟ َﺮ ْ ﷲ َأ ُ ﻚا َ ﺴَﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ ِﺗ ْ ﺳِﻠ ْﻢ َﺗ ْ َأ،ﻼ ِم َﺳ ْﻹ ِ ﻋﺎ َﻳ ِﺔ ا َ ك ِﺑ ِﺪ َ ﻋ ْﻮ ُ ﻲ َأ ْد ْ َﻓِﺈ ﱢﻧ ب َﺗ َﻌﺎَﻟ ْﻮا ِإَﻟﻰ ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜ َﺘﺎ َ ﻞ َﻳﺎ َأ ْه ْ " ُﻗ.ﻂ ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒ ِ ﻚ ِإ ْﺛ َﻢ َأ ْه َ ﺖ َﻓ َﻌَﻠ ْﻴ َ ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ ْ َﻓِﺈ ﻻ َ ﺷ ْﻴ ًﺌﺎ َو َ ك ِﺑ ِﻪ َ ﺸ ِﺮ ْ ﻻ ُﻧ َ ﷲ َو َ ﻻا ﻻ َﻧ ْﻌ ُﺒ َﺪ ِإ ﱠ ﺳ َﻮا ٍء َﺑ ْﻴ َﻨ َﻨﺎ َو َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ َأ ﱠ َ َآِﻠ َﻤ ٍﺔ ﺷ َﻬ ُﺪ ْوا ْ ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻮا َﻓ ُﻘ ْﻮُﻟﻮ ا ْ َﻓِﺈ،ﷲ ِ نا ِ ﻦ ُد ْو ْ ﻀﺎ َأ ْر َﺑﺎ ًﺑﺎ ِﻣ ً ﻀ َﻨﺎ َﺑ ْﻌ ُ ﺨ َﺬ َﺑ ْﻌ ِ َﻳ ﱠﺘ ".ن َ ﺴِﻠ ُﻤ ْﻮ ْ ِﺑَﺄ ﱠﻧﺎ ُﻣ Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah. Kepada tuan Al Muqauqis pemimpin bangsa Qibti. Salam keselamatan semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk Allah. Maka sesungguhnya aku mengajaknya kepada tuan dengan ajakan menuju kepada keselamatan (Islam). Masuklah tuan kepada Islam maka Allah akan memberikan pahala yang berlipatganda kepada tuan. Namun jika tuan menolak ajakan ini maka tuan yang akan menanggung dosa seluruh orangorang Qibti. Wahai para Ahli Kitab, Marilah kita menuju kepada suatu kalimat atau ketetapan yang tidak ada perbedaan antara kami dan tuan, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah dan tidak pula pada sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan kecuali Allah. Jika kemudian mereka berpaling maka katakanlah; Saksikan bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah” Kepada Hathib yang membawa surat tersebut, Al Muqauqis sempat mempertanyakan tindakan Rasulullah mengapa beliau menyebarkan ajaran tersebut bukan kepada bangsanya (orang-orang Mekkah) dan orang-orang Mekkah sendiri malah memusuhinya. Pertanyaan itu dijawab oleh Hathib bin Abi Baltaah dengan mencontohkan hal yang sama saat Isa Al-Masih juga dimusuhi kaumnya ketika sedang menyebarkan ajarannya di Yerussalem. Jawaban dari Hathib ini sangat mengena di hati Al Muqauqis.58 58 Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 754. Respon yang ditunjukkan oleh Al Muqauqis cukup baik. Sebagai bentuk penghargaan terhadap surat seruan Rasulullah tersebut, ia membuat dan menyampaikan surat balasan kepada utusan Rasulullah yang menyampaikan surat itu, ia menitipkan surat balasan yang isinya bahwa dirinya dapat mengerti dan memahami seruan dari Rasulullah tersebut. Sikap konkrit pertama yang ditunjukkan Al Muqauqis adalah dengan mengirimkan beberapa budak, kuda, keledai dan tabib sebagai bentuk penghormatannya kepada Rasulullah.59 Sementara terkait dengan pensikapannya terhadap seruan masuk Islam itu, al Muqauqis nampaknya enggan untuk mengikutinya. Pertimbangan yang dijadikan acuan adalah rasa takutnya terhadap jabatannya. Jika ia memutuskan untuk masuk Islam maka sangat memungkinkan jabatannya sebagai seorang walinegara di Aleksandria akan berakhir dan digantikan oleh orang lain. Apalagi ia juga melihat pimpinannya tertinggi, Kaisar Heraclius, juga melakukan hal yang serupa. E. Surat Kepada Harits Al Ghissani Seperti halnya Al Muqauqis, Harits Al Ghissani adalah seorang walinegara Syam (sekarang negara Suriah). Wilayah ini juga menjadi bagian dari kekuasaan imperium Romawi Byzantium. Sebagai walinegara (prekurator), Harits Al Ghissani berkedudukan di Damaskus. Surat seruan Rasulullah yang disampaikan kepada Harits Al Ghissani ditulis dengan bahasa yang singkat dan orang yang mendapatkan kepercayan 59 Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 47. dan tanggung jawab untuk menyampaikannya adalah Abu Syujaa' bin Wahab Al-asadi.60 Selengkapnya isi surat Rasululah kepada Harits Al Ghissani itu sebagai berikut: ﺣ ْﻴ ِﻢ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ِ ﺣ َﻤ ْ ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ ْ ِﺑ ﻲ ﺴﺎ ِﻧ ﱢ ﺷ ْﻤ ٍﺮ ا ْﻟ َﻐ ﱠ َ ﻲ ْ ﻦ َأ ِﺑ ِ ث ْﺑ ِ ﺤﺎ ِر َ ﻋَﻠﻰ ا ْﻟ َ ﷲ ِ لا ِ ﺳ ْﻮ ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر َ ﻦ ُﻣ ْ ِﻣ ن ْ ك ِإَﻟﻰ َأ َ ﻋ ْﻮ ُ ﻲ َأ ْد ْ ق َوِإ ﱢﻧ َ ﺻ ﱠﺪ َ ﻦ ِﺑ ِﻪ َو َ ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى َوﺁ َﻣ ِ ﻋَﻠﻰ َﻣ َ ﻼ ٌم َﺳ َ .ﻚ َ ﻚ ُﻣ ْﻠ ُﻜ َ َﻳ ْﺒ َﻘﻰ َﻟ،ﻚ َﻟ ُﻪ َ ﺷ ِﺮ ْﻳ َ ﻻ َ ﺣ َﺪ ُﻩ ْ ﷲ َو ِ ﻦ ِﺑﺎ َ ُﺗ ْﺆ ِﻣ Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad Utusan Allah. Kepada Harits bin Abu Syamar. Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah, beriman kepada-Nya dan membenarkan ajaranNya. Sesungguhnya aku mengajak kepada tuan untuk beriman kepada Allah yang Esa dan tidak ada sekutu baginya. Apabila tuan mau menerima ajakan ini maka kekuasaan tuan akan tetap lestari” Berbeda dengan Al Muqauqis yang menunjukkan sikap penghormatan dan penghargaan atas seruan Rasulullah, sikap yang diperlihatkan Harits Al Ghissani setelah menerima surat ini tidak mencerminkan sikap sebagai pemimpin. Reaksi yang diperlihatkannya sangat jauh dari tatacara dan etika seorang penguasa pada masa itu. Seperti halnya yang dilakukan oleh penguasa Persia (Kisra Eperwiz), Harits Al Ghissani langsung membuang surat seruan itu sambil mempertanyakan apakah ada kekuatan lain selain Kaisar yang dapat mencopot kedudukannya sebagai prekuator. Memang sebagai seorang 60 Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 55. Teks asli lihat. Lamp. h…. prekurator, tidak ada orang yang sanggup atau bisa menjatuhkan jabatannya selain dari kaisar Romawi sendiri yakni Kaisar Heraclius. Terkait dengan sikap Harits dalam menanggapi surat seruan Rasulullah ini didapatkan periwayatan yang tidak bersifat tunggal. Versi pertama, sebagaimana telah diungkapkan didepan, disebutkan bahwa Harits Al Ghissani menunjukkan sikap menolak seruan Rasulullah itu dengan memperlihatkan sikap yang sangat tidak terpuji. Bahkan masih dalam versi yang pertama ini, Harits Al Ghissani bersikap seperti Kisra dari Persia yang memerintahkan untuk membunuh utusan Rasulullah. Namun pada versi yang lain dikisahkan berbeda. Disebutkan bahwa Walinegera yang berkedudukan di Damaskus (Syam atau Suriah) itu menerima dengan baik seruan Rasulullah itu meskipun dilakukan secara rahasia, Harits Al Ghissani dikisahkan secara diam-diam menyatakan diri masuk Islam. Cara diam-diam dan rahasia ini terpaksa dilakukan karena ia takut hal ini akan diketahui oleh orang-orang yang ada di sekitar Kaisar, bahkan ia takut jika hal ini diketahui oleh Kaisar Heraclius sendiri. Perhitungannya, jika tindakan masuk Islam ini diketahui oleh umum maka Harits Al Ghissani akan menghadapi dua risiko yakni; kehilangan jabatan dan mungkin akan dibunuh orang-orang Romawi. Belum bisa dipastikan versi mana yang benar. Namun yang jelas antara kaum Muslimin Arab dengan Syam kemudian pernah terlibat dalam sebuah peperangan dahsyat yang dikenal sebagai Perang Mu’tah. Perang ini meletus pada tahun ke-8 Hijriyah atau bertepatan dengan bulan Agustus-September 629 Masehi. Dalam peperangan ini pihak Syam dibantu pasukan Byzantium.61 F. Surat-surat Yang Lain Selain kelima surat yang telah dipaparkan di depan, masih terdapat beberapa surat-surat Rasulullah yang ditujukan untuk mengajak para pemimpin suatu wilayah agar bersedia menerima ajaran Islam sebagai keyakinan baru untuk pengganti keyakinan yang lama. Dari kelima surat yang telah dipaparkan tersebut memang belum ada hasil yang bersifat langsung, dalam arti para penguasa tersebut langsung mengimani dan mengikuti segala yang telah diserukan oleh Rasulullah. Namun begitu upaya yang telah dilakukan oleh Rasulullah tersebut bisa dibilang sebagai tindakan yang maju pada zamannya. Beberapa surat seruan Rasulullah yang disampaikan selain kepada lima pemimpin di depan adalah kepada; 1. Al Mundzir bin Sawa Kedudukannya adalah setingkat prekurator seperti halnya Al Muqauqis (Aleksandria, Mesir) maupun Harits Al Ghissani (Syam).62 Dalam surat yang ditujukan kepada Al Mundzir tersebut 61 Para ahli sejarah melihat bahwa peristiwa Perang Mut’ah ini sebagai fase baru dari gerakan kaum Muslimin Arab terhadap wilayah-wilayah yang berada di luar jazirah Arab. Perang Mut’ah yang melibatkan pasukan Syam yang dibantu dengan pasukan Romawi berhadapan dengan pasukan Muslim Arab berlangsung di suatu daerah yang menjadi perbatasan antara wilayah kekuasaan Romawi Byzantium dengan wilayah Arab. Keberhasilan umat Islam dalam peperangan besar menjelang wafatnya Rasulullah ini seolah membuka pintu bagi kaum Muslimin Arab untuk melebarkan wilayah kekuasaan dan jangkauan penyebaran ajaran Islam keluar dari wilayah Semenanjung Arabia. Lihat Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h. 718-732. 62 Yang membedakan antara Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani dengan Al Mundzir bin sawa adalah dua pemimpin yang pertama adalah pejabat walinegara (prekurator) untuk kekuasaan diriwayatkan bahwa ia sempat mengalami kegamangan antara ketakutannya pada jabatan serta Kisra yang telah mengangkatnya sebagai walinegara di Bahrain.63 Meskipun sempat mengalami kebimbangan Al Mundhir bin Sawa akhirnya sampai pada satu keputusan untuk memenuhi seruan Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. 2. Haudzah bin Ali al-Hanafi Haudzah adalah penguasa al-Yamamah (suatu wilayah yang berada di sebelah timur kota Mekkah). Namun nampaknya Haudzah tidak ingin mengambil risiko kehilangan kekuasaannya jika ia memutuskan untuk mengikuti seruan Rasulullah dan ia pun masih memegang keyakinannnya yang lama. 3. Jaifar dan Abdu bin Julandi Dua raja ini berkuasa di wilayah Oman, surat seruan Rasulullah itu disampaikan pada tahun ke-8 Hijriyah.64 Yang mendapatkan kepercayaan untuk menyampaikan surat itu adalah Amr bin Ash. Romawi Byzantium, sementara Al Mundzir bin Sawa saat itu adalah pejabat setingkat gubernur yang berada dalam kendali kekuasaan Kisra Eperwiz (Persia). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Al Mundzir bin Sawa adalah seorang pengikut kepercayaan Majusi, kepercayaan yang dianut oleh pemimpinnya Kisra dari Persia. Lihat Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 57. 63 Ibid., h. 60 64 Ibid., h. 63. Nampaknya untuk kali ini Rasulullah telah mengirimkan seorang utusan yang tepat. Amr bin Ash dikenal sebagai seorang sahabat Nabi yang mempunyai kecakapan dalam berbicara serta mempunyai bakat sebagai seorang diplomat ulung. Diriwayatkan ketika surat tersebut sampai kepada kedua pemimpin itu, kemudian terjadi satu dialog dan debat yang sangat panjang. Berkat kecakapan Amr bin Ash serta isi surat yang begitu meyakinkan maka kedua penguasa di Oman itu kemudian menyatakan diri masuk Islam.65 Demikian pemaparan sekilas mengenai surat-surat yang berisi seruan untuk mengimani ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah kepada beberapa pemimpin yang berkuasa pada saat itu. Memang tidak semua surat yang telah disampaikan oleh Rasulullah tersebut kemudian mendapatkan sambutan sebagaimana yang diharapkan, bahkan dalam beberapa kasus surat yang disampaikan Rasulullah itu kemudian mendapatkan respon dan reaksi yang kurang mengenakkan. Sebagai kejadian dan bagian yang menyertai dari upaya dakwah maka hal-hal seperti ini telah menjadi bagian yang sangat dimaklumi oleh Rasulullah. Satu hal yang menjadi catatan khusus dari upaya yang telah dilakukan oleh Rasulullah adalah beliau telah melakukan sebuah strategi dan metode dakwah yang lebih maju pada zamannya. Selain itu upaya ini adalah pembuktian nyata bahwa Islam dalam keadaan apapun juga harus dibuktikan sebagai rahmat untuk seluruh alam. Bagi Rasulullah keinginan bahwa Islam 65 Ibid., h. 64. adalah rahmat bagi seluruh alam itu tidak hanya diwujudkan dalam ungkapan lisan semata namun pada menjelang akhir dari kehidupan beliau hal itu telah diupayakan dengan sungguh-sungguh dengan tetap mempertimbangkan segala risiko yang mungkin muncul dan ditanggung. Selain itu menurut hemat penulis, upaya yang dilakukan Rasulullah dengan menyampaikan surat seruan itu memiliki nilai taktis dan strategis ke depan yakni sebagai upaya untuk membuka cakrawala bagi umat Islam terkhusus orang Arab untuk melihat kenyataan di dunia luar Arab. Dari cakrawala yang telah dibuka ini akan memicu kaum Muslimin untuk berfikir dan bertindak lebih serius lagi dalam upaya menyebarkan ajaran Islam ke wilayah-wilayah yang lebih luas di masa-masa mendatang. BAB IV DAKWAH NABI MUHAMMAD MELALUI SURAT A. Latar Belakang dan Motif Rasulullah Menulis Surat Sebagaimana telah diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa upaya Rasulullah mengirimkan surat kepada para penguasa adalah satu cara baru dalam aktivitas dakwah Islam pada masa itu. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab tindakan seperti ini masih terbilang baru karena kebiasaan yang mereka lakukan selama ini lebih mengandalkan pada cara yang menyandarkan kemampuan berbicara di depan umum atau cara-cara retorika. Upaya penyebaran Islam dengan cara mengirimkan surat (korespondensi) dinilai sebagai langkah yang tepat sekaligus cerdas ketika dijumpai sebuah kenyataan berupa jarak yang jauh serta luasnya wilayah yang akan dijadikan sasaran dakwah. Dan pada masa itu, cara seperti ini telah dilakukan dengan sangat baik sekali, dan tindakan ini dalam konteks strategi dan manajemen dakwah bisa dikatakan upaya yang cerdas. Harus dicermati pula bahwa upaya pengiriman surat-surat dakwah itu bukan satu kejadian yang berdiri sendiri. Keputusan untuk melakukannya ini tidak lepas dari adanya latar belakang serta pemikiran sebelumnya. Latar belakang dan pemikiran ini yang kemudian menjadi motif bagi Rasulullah untuk melakukan hal itu. Adapun beberapa hal yang menjadi latar belakang dari tindakan Rasulullah dalam mengirimkan surat itu adalah: 1. Imbas Perjanjian Hudaibiyah Pada periode awal dalam perjuangan menyiarkan Islam di Mekkah, situasi yang dialami Rasulullah dan umat Islam begitu berat. Rasulullah dan kaum muslimin lainnya saat itu mendapati kenyataan bahwa jumlah mereka masih sedikit selain juga harus menanggung berbagai tekanan, penyiksaan, pemboikotan, bahkan ancaman pembunuhan dari kafir Quraish. Pihak Kafir Quraish di Mekkah berusaha keras menghalangi perkembangan ajaran Islam dan untuk itu mereka melakukan apa saja guna menghambat berkembangnya ajaran Islam di Mekkah dan Semananjung Arabia pada umumnya. Meskipun masyarakat Mekkah sebelumnya telah menjuluki Rasulullah dengan sebutan “Al-Amin” (sosok yang dipercaya), namun untuk masalah penyebaran Islam ini, sebagian besar penduduk kota itu tidak mau mempercayai terhadap semua yang diserukan Rasulullah. Alihalih sekedar percaya dan mengimani, jika tidak mendapat perlindungan dari keluarga besarnya, sahabat serta pengikutnya, bisa jadi Rasulullah akan dibunuh oleh mereka. Periode Mekkah ini memang menjadi fase pertama sekaligus paling berat dalam sejarah siar Islam di Jazirah Arab. Keadaan seperti ini berlangsung kurang lebih selama 13 tahun, di mana fase ini disebut sebagai “Periode Makkiyah.” Dengan semakin kerasnya tekanan dari kafir Quraish maka terpikir oleh Rasulullah untuk memindahkan pusat siar Islam ini keluar dari Mekkah. Rasulullah pernah mencoba ke tempat lain misalnya ke Thaif namun kenyataannya sambutan yang ditunjukkan oleh masyarakatnya kurang lebih sama dengan di Mekkah. Bahkan di kota ini Rasulullah pernah mengalami penghinaan yang luar biasa di mana beliau dilempari kotoran saat hendak melakukan siar Islam di tempat ini. Kota Yatsrib akhirnya dipilih sebagai tempat dan pusat siar Islam dengan alasan adanya tawaran dan permintaan dari orang Yastrib yang telah masuk Islam. Rasulullah pun kemudian memindahkan pusat siar Islamnya ke tempat ini.66 Pemindahan itu berlangsung bertahap, dan pada tahun 622 Masehi, Rasulullah pun menuju ke Yastrib. Bagi Rasulullah, kota ini dinilai lebih kondusif dalam mendukung upaya siar Islam untuk waktu-waktu mendatang. Peristiwa perpindahan ini dalam sejarah Islam dikenal sebagai “Peristiwa Hijrah” yang sekaligus menandai penanggalan dan tahun pertama dalam Tarikh Islam. Begitu tiba di Yatsrib, Rasulullah menjadikan tempat ini sebagai pusat penyiaran Islam dan dengan kesepakatan penduduk kota, Rasulullah merubah nama Yatsrib menjadi Madinah Al Munawwarah. Dalam waktu yang singkat, kota Madinah ini menjadi basis kekuatan dan penyiaran Islam. 66 Pengalihan dari Mekkah ke Yastrib ini bermula dari datangnya tawaran orang-orang Yastrib yang melakukan Haji di Ka’bah (Mekkah). Mereka tertarik dengan ajaran Islam dan mengakui Rasulullah sebagai pemimpin dengan menawarkan agar Rasulullah sudi pindah ke Madinah demi tujuan untuk melanjutkan siar Islam. Tawaran ini disepakati Rasulullah sebagaimana kemudian tertuang dalam Perjanjian Aqobah. Dalam Perjanjian ini pihak Yastrib mewakilkan 12 orang dengan sepuluh diantaranya berasal dari suku Khajraz dan Auz. Satu tahun kemudian dalam musim Haji, pihak Yastrib datang lagi kepada Rasulullah dalam jumlah lebih banyak lagi, yakni 88 orang dengan penawaran sebagaimana yang pernah diajukan dalam pertemuan tahun sebelumnya. Melihat kesungguhan mereka, Rasulullah kemudian memerintahkan para pengikutnya untuk hijrah ke Yastrib. Lihat Abdul Hamid Siddiqi, Sirah Nabi Muhammad Saw (Bandung: Marja, 2005), h. 164-171. Meskipun Rasulullah dan umat Islam telah meninggalkan Mekkah, pihak Quraish Mekkah tetap tidak tinggal diam dengan terus mengganggu umat Islam di Madinah. Dalam beberapa kali mereka melakukan penyerangan sehingga beberapa kali pula meletus pertempuran antara kedua belah pihak. Beberapa perang yang pernah terjadi itu adalah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang dalam skala kecil lainnya. Dalam setiap peperangan itu, kekuatan dan jumlah pasukan kafir Quraish selalu lebih besar. Namun begitu dengan segenap kelebihannya itu tidak lantas menjadikan pihak kafir Quraish tampil sebagai pemenangnya, bahkan bisa dikatakan kegagalan malah yang sering mereka alami. Secara umum mereka telah gagal dalam mewujudkan ambisi utamanya yaitu menghancurkan kekuatan Islam di Madinah dan sekaligus membunuh Rasulullah. Setelah upaya kekerasan dan peperangan tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, pihak Kafir Quraish mencoba menggunakan jalan lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengajak Rasulullah untuk melakukan perundingan. Dalam perundingan diharapkan ada beberapa hal yang akan disepakati dan menjadi pegangan dari kedua pihak. Rencananya, pihak Mekkah akan menggunakan media perundingan ini untuk memaksakan beberapa klausul yang menurut mereka dapat merugikan pihak Islam Madinah. Nampaknya kafir Quraish telah menyadari, bahwa ambisi untuk mengalahkan kaum Muslimin apalagi membunuh Rasulullah adalah hal yang tidak mungkin lagi dan upaya yang paling memungkinkan adalah dengan menempuh satu cara dan muslihat. Pada tahun ke-6 Hijriyah bertepatan dengan tahun 628 M disepakati sebuah perjanjian yang dikenal dengan sebutan Perjanjian Hudaibiyah. Nama ini berasal dari suatu tempat yang berada di perbatasan kota Mekkah.67 Setelah melalui proses yang cukup alot, kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian Hudaibiyah itu berhasil disepakati kedua belah pihak.68 Perjanjian Hudaibiyah memuat enam klausul dan terkesan bahwa pihak Islam dirugikan, sementara kafir Quraish merasa sangat diuntungkan dengan keseluruhan pasal yang tertuang dalam perjanjian ini. Pasal-pasal yang dinilai merugikan pihak Muslimin Madinah itu diantaranya menyatakan; …..“Kaum Muslimin tidak boleh membawa senjata kecuali pedang yang bersangkur selama kunjungan berikutnya di Mekkah…” juga pasal yang menyatakan, …”Jika seseorang melintasi wilayah Muhammmad tanpa izin penjaganya, dia harus dikembalikan kepada orang-orang Quraish, tetapi jika pengikut Muhammad kembali kepada kafir Quraish maka dia tidak boleh dikembalikan.”69 Dengan disepakati perjanjian ini memang tidak lagi konflik terbuka antara kafir Quraish dengan Muslimin Madinah. Namun untuk masa-masa awal dari pemberlakuannya, imbas perjanjian ini sungguh luar biasa bagi umat Islam. Sebagian besar dari mereka menyatakan kekecewaannya dan 67 Abdul Hamid Siddiqi, Sirah Nabi Muhammad Saw (Bandung: Marja, 2005), h. 289 Jika melihat pada kronologinya, perjanjian ini berlangsung dalam situasi yang tidak terduga karena saat itu Rasulullah bersama 1500 pengikutnya berencana untuk berziarah ke Ka’bah dan sama sekali tidak membawa senjata karena mereka tidak berniat untuk berperang. Melihat rombongan kaum Muslimin Madinah ini maka jalanan ke arah Mekkah ditutup oleh pihak Quraish. Rasulullah dan pengikutnya kemudian memutuskan berkemah di sebuah tempat yang bernama Hudaibiyah itu. Selama proses penyusunan perjanjian yang berlangsung cukup alot ini, Quraish Mekkah selalu berkeras kepala untuk mendesakkan keinginan-keinginannya. Sebagai contoh mereka menolak tulisan Ali bin Abi Thalib yang bertindak sebagai sekretaris yang mengawali menuliskan pasal-pasal perjanjian dengan Kalimat Basmalah, demikian halnya pencantuman Muhammad Rasulullah juga ditolak dengan keras oleh salah satu delegasi Kafir Quraish yang bernama Suhayl ibnu Amir. 69 ibid., h. 289. 68 tidak habis mengerti atas tindakan Rasulullah itu yang menyepakati perjanjian tersebut. Namun jika diteliti secara seksama, terlihat kecerdikan Rasulullah dalam menyikapi kesepakatan dengan pihak kafir Quraish Mekkah itu. Dalam perjanjian tersebut terdapat salah satu klausul yang menyatakan; …”Siapa saja yang ingin bergabung dengan Muhammad atau melakukan perjanjian dengannya, harus ada kebebasan untuk melakukannya.” Klausul inilah bagi Rasulullah keuntungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan klausul-klausul lainnya yang terkesan menguntungkan pihak Quraish Mekkah. Dalam pandangan seorang pemikir Islam, A. Syalabi, pasal ini telah memberikan jaminan Rasulullah dan umat Islam atas adanya keleluasaan dalam menjalin hubungan dengan fihak atau kawasan di luar Jazirah Arab. Keleluasaan seperti ini dipastikan akan membuka peluang serta kesempatan guna menyiarkan Islam tidak hanya di Arab saja, namun juga untuk kawasan lain yang lebih luas.70 Dan sesuai dengan butir pasal ini, pihak kafir Quraish tidak boleh campur tangan apalagi mengganggunya.71 Dalam pemikiran Rasulullah, daripada sebagian besar potensi umat hanya dihabiskan untuk menghadapi kafir Quraish, maka lebih baik jika potensi dan waktu yang ada itu dimanfaatkan untuk memperkenalkan dan menyiarkan Islam ke luar Arab. Pemikiran ini sudah pasti di luar perkiraan 70 Ensiklopedi Islam Indonesia (IAIN Syarif Hidayatullah) (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1992), h. 328 71 A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam jilid II ( Jakarta: Pustaka Al Husna, 1990), h. 189. pihak lawan, bahkan para sahabat dan kaum Muslim lainnya juga belum menyadarinya akan potensi dan peluang yang demikian itu. Di kalangan para sahabat dan umat Islam lainnya, setelah mendapatkan penjelasan mengenai manfaat jangka panjang serta luasnya orientasi yang dituju, mereka pun baru mengerti juga mengakui betapa cerdiknya langkah yang diambil Rasulullah itu. Dari butir kesepakatan itulah maka Rasulullah kemudian terpikir untuk memperkenalkan Islam dan menyerukannya kepada beberapa pihak di luar Semenanjung Arabia, dalam hal ini para penguasa dan pemimpin dengan melalui media surat seruan. Pada sisi yang lain dari pengiriman surat ini, secara politis Rasulullah juga berkehendak untuk memperkenalkan kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat Islam di Madinah. Pendapat seperti itu diungkapkan oleh Sayyed Hossein Nasr dalam mencermati motif yang menjadi alasan Rasulullah dalam melakukan seruan mengajak para penguasa untuk mengimani ajaran Islam melalui media surat. Hossein Nasr juga sangat sepakat bahwa imbas dari Perjanjian Hudaibiyah-lah yang paling memungkin bagi Rasulullah untuk melakukan hal itu.72 Dengan kata lain, langkah tersebut merupakan salah satu manuver dan langkah cerdik yang diambil Rasulullah untuk menciptakan peluang agar Islam bisa disiarkan pada kawasan yang lebih luas lagi. 2. Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah 72 47. Sayyed Hossein Nasr, Muhammad Hamba Allah (Jakarta: Rajawali Press, 1994), h. Periode Madinah merupakan fase yang sama sekali baru dalam perjalanan siar Islam di Jazirah Arab. Pada periode ini, Rasululah bersama umat Islam telah berhasil membentuk kekuatan untuk mengimbangi kafir Quraish Mekkah. Kepercayaan umat Islam di Madinah, baik dari kalangan Anshar dan Muhajirin, kepada Rasulullah telah memberikan kesempatan yang sangat baik bagi Rasulullah untuk membentuk satu struktur masyarakat baru dan kuat di kota ini. Dalam periode ini Rasulullah tidak hanya memerankan diri sebagai seorang pemimpin agama semata, tapi beliau juga telah ditempatkan masyarakat sebagai pemimpin sosial dan politik. Di Madinah, Rasulullah berhasil menciptakan dan memberlakukan berbagai perangkat yang mendukung kehidupan sosial-kemasyarakatan, diantaranya keberhasilan memberlakukan hukum, administrasi pemerintahan, sistem perekonomian bahkan pembentukan angkatan perang dan sebagainya.73 Dengan adanya kelengkapan seperti itu sudah pasti jika kedudukan kaum Muslimin Madinah berkembang dan tumbuh menjadi sangat kuat. Rasulullah sendiri kemudian juga ditempatkan penduduk kota ini sebagai pemimpin dalam suatu masyarakat dan pemerintahan di Madinah. Terkait dengan fenomena ini, Amin Ihsan Islahi menyatakan bahwa dengan keberhasilannya beliau dalam membentuk satu sistem kemasyarakatan yang kuat juga dengan kedudukan beliau sebagai pemimpin agama dan politik, hal ini kemudian menjadikan umat Islam di 73 A. Hasjmi, Di mana Letaknya Negara Islam (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 1994), h. 49. Madinah tidak lagi merasa inferior (masyarakat kelas dua). Pada diri kaum Muslimin di Madinah muncul satu rasa kepercayaan diri yang tinggi.74 Dengan mempertimbangkan bahwa posisinya itu pula, Rasulullah melakukan upaya yang mensinergikan kedua posisinya itu. Dalam hal ini tindakan menulis surat-surat seruan dakwah dapat dikategorikan sebagai upaya untuk mensinergikan dua fungsi yang sedang diembannya saat itu. Dengan tindakan ini Rasulullah telah melakukan fungsinya sebagai utusan Allah yang bertugas menyebarkan ajaran Allah ke bumi, dan dalam waktu bersamaan beliau juga menjalankan fungsi sebagai pemimpin sosial- politik. Tindakan Rasulullah menulis surat yang ditujukan kepada para penguasa itu telah disandarkan pada alasan yang tepat baik dalam pertimbangan ajaran agama maupun dalam pertimbangan yang bersifat diplomatik. Untuk hal ini Rasulullah dan kaum Islam Madinah juga telah mempertimbangkan dan mempersiapkan kemungkinan buruk terkait dengan akibat dari mengirimkan surat-surat tersebut.75 Dalam hal ini pula selain mengandung misi yang bersifat keagamaan, 74 di dalamnya juga termuat satu keinginan untuk W. Montgemerry Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1988) h. 2 dan H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta: Bharata Aksara, 1993), h. 22. 75 Bahwa objek yang menjadi tujuan dari para penguasa ini adalah mereka yang dikenal sebagai penguasa yang disegani saat itu. Sebagai contoh Kaisar Heraclius, penguasa Imperium Romawi Byzantium dan Kisra Eperwiz seorang penguasa pada Kekaisaran Persia. Dua wilayah ini merupakan dua kutub kekuasaan paling besar dan saling bersaing pada saat itu. Sudah pasti Rasulullah telah mempertimbangkan akan munculnya ketidaksukaan dari dua penguasa tersebut, sehingga dimungkinkan keduanya melakukan hal-hal negative terhadap Rasulullah dan umat Islam di Madinah. Mengenai hal ini oleh Amin Ihsan Islahi dikatakan, bahwa Rasulullah beserta pengikutnya telah mempertimbangkan sekaligus mempersiapkan tentang hal ini. Lihat Amin Ihsan Islahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Penerbit Pustaka, 1989) h. 22. memperkenalkan bangsa Arab – yakni umat Islam, sebagai salah satu masyarakat yang terlibat dalam kancah politik dunia saat itu. Terkait dengan tindakan mengirimkan surat seruan itu, dengan mengkombinasikan hipotesis dari Patricia Crone sebagaimana dikutip oleh Faisal Ismail, disebutkan bahwa Rasulullah sebenarnya ingin mencapai tujuan dan misi politiknya untuk mempromosikan Nasionalisme Arab, selain mewartakan ajaran Islam ke berbagai wilayah. Karena misi politik yang berbarengan dengan motif siar Islam inilah yang kemudian menjadi daya pacu dan daya dorong atas tersebarnya Islam secara luas ke Jazirah Arab dan berbagai wilayah lainnya di luar kawasan tersebut.76 3. Islam Sebagai Rahmatan Lil 'Alamin Faktor lain selanjutnya yang menjadi motif atas munculnya tindakan Rasulullah mengirimkan surat-suratnya adalah terkait dengan adanya firman Allah Swt dalam Surat Al-Anbiyaa’/17: 107 yang menyatakan: ☺ “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”77 Ayat ini turun dan ditujukan kepada Rasulullah seperti halnya kepada nabi-nabi sebelumnya, bahwa para nabi yang diturunkan Allah 76 Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam (Pergumulan Kultur dan Struktur) (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), 2002), h. 22. 77 Al-Quran dan Terjemahannya (Departemen Agama Republik Indonesia) (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 508. membawa wahyu serta diperintahkan untuk berupaya mengajak para manusia untuk mengimani ajaran-ajaran yang telah diturunkan-Nya itu.78 Dengan menengok ke belakang, dari seluruh rangkaian ayat yang termaktub dalam Surat Al- Anbiyaa’ itu yang berjumlah 112 ayat ini. Surat ini diturunkan di Mekkah, di mana pada saat jumlah dan kekuatan umat Islam masih sangat kecil dan mereka masih dalam situasi ditekan oleh pihak kafir Quraish di Mekkah. Dalam kondisi yang begitu terbatas dan tertekan, sudah pasti jika firman ini tidak bisa dilakukan secara maksimal karena bisa mewujudkan perintah yang terkandung pada ayat itu dibutuhkan persyaratan yang belum bisa terpenuhi di Mekkah. Untuk merealisasikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam diperlukan situasi yang mendukung, seperti adanya kekuatan dan berbagai perangkat pendukung lainnya seperti jumlah pengikut yang besar, kepemimpinan yang bisa diandalkan, struktur sosial yang kuat dan berbagai persyaratan lainnya. Ketika segala hal yang dibutuhkan untuk merealisasikan spirit yang terkandung dalam Surat Al-Anbiyaa’: 107 telah didapatkan di Madinah, maka dengan segera Rasulullah dan umat Islam pun mewujudkan sesuatu yang menjadi spirit dari firman tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, Rasulullah melihat pihak kafir Quraish tidak mungkin lagi bisa mengalahkan kaum Muslimin, selain juga telah disepakatinya kesepakatan untuk tidak saling menyerang sebagaimana 78 Ibid., h. 494. dalam Perjanjian Hudaibiyah. Kini Rasulullah dan umat Islam tidak disibukkan lagi dengan berbagai peperangan melawan Quraish Mekkah.79 Kini saatnya untuk mewujudkan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin di mana ajarannya bisa menembus dinding kesukuan dan kawasan. Pembuktian yang paling memungkinkan untuk itu salah satunya adalah dengan cara mengirimkan surat-surat seruan masuk Islam kepada para kaisar atau penguasa. Media surat dipilih sebagai alat paling memungkinkan karena Rasulullah menyadari bahwa beliau kini berhadapan dengan para penguasa sehingga dalam menjalin komunikasi harus menggunakan tata cara tersendiri, selain juga cara mengirimkan surat ini juga merupakan salah satu dari sikap penghormatan terhadap penguasa-penguasa itu. Hal lain selanjutnya yang ingin dibuktikan Rasulullah adalah bahwasanya siar Islam dilakukan melalui jalan damai. Hal ini terkait dengan kedudukan ajaran Islam dan Rasulullah yang sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan begitu penyebaran ajaran Islam tidak semestinya harus dilakukan melalui kilatan pedang atau peperangan. Jika Rasulullah tidak mengambil langkah cerdik dengan menyetujui Perjanjian Hudaibiyah dan melanjutkan pilihan berkonfrontasi dengan kafir Quraish Mekkah, maka realisasi Islam sebagai rahmat tentu akan sulit untuk diwujudkan. Jika 79 Ali Syariati, Rasulullah sejak Hijrah Hingga Wafat (Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah) ( Jakarta; Pustaka Hidaya, 1992), h. 95. demikian maka stigma bahwa Islam disebarkan melalui kilatan pedang atau peperangan akan sulit untuk dihindarkan.80 B. Tema dan Isi Surat-surat Rasulullah Surat-surat Rasulullah yang ditujukan kepada para penguasa itu merupakan kenyataan yang terjadi dalam sejarah perkembangan Islam. Dalam disiplin ilmu sejarah, maka kajian yang mengkhususkan dalam mempelajari surat-surat Rasulullah memberikan satu ruang yang cukup menarik sebagai bagian untuk membantu dalam memahami pengetahuan sejarah Islam secara komprehensif. Namun begitu tulisan yang disusun ini belum dalam kedudukannya untuk bisa memberikan kajian dan gambaran secara detail mengenai hal ini. Terkait dengan itu semua maka surat-surat Nabi Muhammad Saw. dapat dicermati dan dikaji atas isi yang menjadi tema serta kedudukan dari suratsurat tersebut. 1. Tema dan Isi Surat Surat-surat seruan dari Rasulullah merupakan salah satu fakta, yang dengan begitu peristiwa ini merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari studi sejarah Islam, bahkan dengan lebih spesifik menjadi salah satu kajian dalam Sejarah Dakwah Islam. Meskipun surat Rasulullah kepada para penguasa itu diberikan pada saat subyek surat (Rasulullah) dan obyek surat (penguasa) dibuat dalam keadaan di mana keduanya bertindak sebagai pemimpin bagi 80 Ibid,. h. 95. masyarakat dan wilayahnya masing-masing, secara umum tema dan isi surat berisi tentang ajakan untuk mengimani ajaran Islam. 1.1. Tema dan Isi Surat Secara umum materi yang disampaikan dalam semua surat-surat Rasululllah yang pernah ditujukan kepada para penguasa itu mengandung hal-hal seperti: a. Seruan untuk menyembah Allah dan ajakan untuk meninggalkan tuhan-tuhan yang selain Allah. Tema yang berkonsep ketauhidan ini menjadi salah satu materi pokok dan yang selalu dicantumkan dalam setiap surat-surat Rasulullah. Sebagaimana diketahui monotheisme Islam dalam konsep Tauhid adalah merupakan salah satu pilar utama dari ajaran Islam. Nabi selalu menekankan materi mengenai ketauhidan ini karena beliau menyadari bahwa obyek surat itu adalah para pemimpin yang memeluk keyakinan lain seperti Nasrani dan Majusi. Sudah pasti konsep ketuhanan dari ajaran yang mereka yakini itu berbeda dengan konsep monotheisme Islam.81 b. Materi selanjutnya adalah pemberitahuan bahwa Islam adalah ajaran dan kepercayaan baru yang memberikan jaminan dan janji keselamatan bagi siapa saja yang mau mengimaninya. Rasulullah berani untuk mengajukan konsep Islam sebagai ajaran yang 81 Keyakinan Majusi yang menjadi kepercayaan mayoritas masyarakat Persia menyatakan bahwa api dipercaya sebagai unsur tertinggi dan berkuasa atas kehidupan. Karena kepercayaannya seperti ini maka kaum Majusi sering disebut sebagai penyembah api. Sementara itu juga di kalangan Kristen pada saat itu telah terjadi pergeseran mengenai faham ketuhanan yang cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan Pagan ala Romawi. Ajaran ketuhahan mereka digambarkan layaknya keyakinan terhadap para dewa-dewa yang memiliki beberapa kecenderungan yang mirip dengan keadaan yang dialami oleh manusia. Pada masa ketika Rasulullah menuliskan surat-suratnya itu faham ketuhanan Kristen yang berdasarkan kepada faham Trinitas sudah menjadi faham ketuhanan mayoritas di kalangan pemeluk agama Kristen. menyelamatkan terkait dengan konflik keagamaan yang sedang berlangsung pada masa-masa itu, khususnya di kalangan Nasrani yang terpecah dalam berbagai golongan dengan klaim kebenaran dan keselamatannya masing-masing. Sebagai contoh perpecahan antara kelompok Arius dan Nestorius, atau pertentangan antara Kristen Roma dengan penganut Ortodoks di kawasan Eropa Timur dan sekitarnya. c. Peringatan terhadap tanggung jawab dari masing-masing pemimpin terkait dengan kedudukan yang sedang mereka emban saat itu. Rasulullah mengingatkan bahwa sebagai seorang pemimpin meraka mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan sekaligus dituntut untuk bersungguh-sungguh dengan tanggung jawab yang mereka emban.82 Tema dan isi yang terdapat dalam semua surat Nabi ditulis secara ringkas, padat, tegas serta jelas. Seperti mengulang cara beliau saat pertama kali memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat Mekkah yang sama sekali belum mengenal ajaran Islam,83 hal yang sama juga dilakukan Rasulullah dalam menuliskan kalimat-kalimat dalam surat-suratnya. 1.2. Struktur Surat Seperti yang telah disinggung di depan, semua surat Rasulullah ditulis dengan susunan kalimat yang singkat, padat serta tegas. Model tulisan seperti ini memiliki struktur yang sama pada ayat-yat yang 82 Tahia Al- Ismail, Tarikh Muhammad Saw (Teladan Perilaku Umat) ( Jakarta: Sri Gunting Raja Grafindo Persada, 1996), h. 307. 83 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (bagian I dan II) (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h. 33. diturunkan Allah pada periode Mekkah. Perumpamaannya, para penguasa tersebut diibaratkan atau diperlakukan sama dengan masyarakat Mekkah yang saat itu baru mengenal ajaran Islam. Dalam hal pengenalan awal, maka segala sesuatu yang diperkenalkan itu semestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang sederhana agar lekas mudah untuk dikenali dan dipahami. Di samping juga gaya kalimat yang dituliskan itu dimaksudkan untuk menghormati para penguasa tersebut juga karena mereka sosok yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan. Dengan menggunakan bahasa ringkas itu Rasulullah bermaksud untuk menghormati kedudukannya dengan menghindari penggunaan rangkaian kalimat panjang yang dapat menimbulkan asumsi sebagai satu sikap menggurui atau mendikte. Dengan mencermati keseluruhan dari surat-surat tersebut maka secara garis besar struktur surat Rasulullah terbentuk dalam tiga fase uraian yang terdiri atas uraian pembukaan, isi surat dan penutup. Pada pembukaan surat, Rasulullah menyertakan kalimat Basmalah kemudian disertai pengenalan atas diri Rasulullah kepada penguasa yang mendapatkan surat tersebut. Pengenalan itu ditulis dengan ungkapan; …”Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah.” Selain itu dalam ungkapan pembuka Rasulullah selalu tidak lupa menyertakan nama penguasa yang menjadi obyek beserta menyebutkan kedudukan dan kekuasaannya. Misalnya dituliskan; …”Kepada Heraclius, Pemimpin Romawi”…struktur kalimat pembuka yang kurang lebih sama juga dituliskan dalam surat yang ditujukan kepada Kisra Eperwiz, Kaisar Najasyi, Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani. Struktur kalimat pembuka seperti ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari tata cara surat-menyurat sebagai bagian dari penghormatan terhadap kekuasaan serta kepemimpinan yang dimiliki seorang penguasa tersebut. Uraian kedua dari surat adalah isi dari surat itu sendiri. Sebagaimana telah diuraikan di depan isi dari surat-surat Rasulullah adalah ajakan untuk mengikuti ajaran Islam, ketauhidan, Islam sebagai ajaran yang akan menyelamatkan serta peringatan terhadap kekuasaan yang sedang dipegang para penguasa itu. Namun begitu jika dicermati lagi terdapat perbedaan dalam durasi kalimat pada masing-masing surat. Menurut hemat penulis, panjang dan pendeknya durasi itu tergantung dengan tingkat kepentingan dan kedekatan antara Rasulullah dengan penguasa tersebut. Rasulullah menulis dengan uraian agak panjang kepada Kaisar Najasyi, Kaisar Heraclius, namun hal yang demikian itu tidak dilakukannya dalam suratnya yang ditujukan terhadap penguasa Kekaisaran Persia, Kisra Eperwiz. Rasulullah menuliskan uraian yang agak panjang kepada Kaisar Najasyi dan Kaisar Heraclius dikarenakan beliau yakin bahwa kedua penguasa ini memiliki rasa hormat terhadap Rasulullah dengan kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat di Madinah. Meskipun mempunyai keyakinan yang berbeda dengan Rasulullah, namun kedua kaisar itu tidak pernah memiliki sikap memusuhi beliau. Hal ini berbeda dengan Kisra Eperwiz yang pada saat itu hubungannya dengan Rasulullah dalam situasi yang tidak baik terkait dengan perseteruan antara masyarakat Arab dengan bangsa Persia. Selain itu pula penguasa Persia ini dianggap sebagai representasi dari ajaran Majusi yang dalam ayatayat Al Quran yang turun sering diuraikan dengan ungkapan yang kurang simpatik karena bukan tergolong dalam kelompok Ahli Kitab. Sementara itu untuk bagian yang terakhir dari surat adalah penutup, Rasulullah mengingatkan kepada para penguasa untuk memperhatikan dan mempertimbangkan ajakan yang telah disampaikannya tersebut dan pada bagian yang paling akhir dari surat, beliau selalu membubuhkan stempel yang terdiri dari tiga baris kata berasal dari cincin beliau yang terbuat dari perak dengan tulisan : “Muhammad Rasul Allah” C. Situasi Politik Dari Para Penguasa Saat Itu Pada saat para penguasa itu mendapatkan surat dari Rasulullah, masingmasing mereka sedang menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan yang dihadapi penguasa-penguasa tersebut antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Sebagai contoh, Kaisar Heraclius (Romawi Timur) saat itu seluruh konsentrasi kekuatan yang dimiliki sedang difokuskan untuk menghadapi dan menaklukkan saingan utamanya, Kisra Eperwiz dari Persia. Sementara Kaisar An Najasyi sendiri sedang berhadapan dengan masalah pertentangan aliran dalam internal Kristen pada saat itu. Yang jelas ada beberapa hal yang terkait dengan isu situasi politik yang menyangkut para penguasa pada saat mereka menerima surat seruan untuk masuk Islam dari Rasulullah. 1. Kaisar An Najasyi di Habsyi Kaisar An Najasyi yang mendapatkan surat dari Rasulullah, adalah Kaisar yang berkuasa atas wilayah Habsyi atau Habsyah yang kemudian menjadi negara Abbesinia atau Ethiopia.84 Dalam sejarah Islam nama Habsyi ini sangat populer karena pada waktu kelahiran Rasulullah, penguasa kawasan ini telah memerintahkan untuk menyerang Mekkah dan berkehendak untuk merobohkan bangunan suci Ka’bah. Memang penguasa Habsyi sebelum Kaisar Najasyi telah menunjukkan sikap yang kurang simpatik terhadap masyarakat Arabia. Namun setelah pucuk pimpinan kekuasaan negara dipegang Kaisar Najasyi Negusa, sikap seperti itu sudah tidak ada lagi. Bahkan Kaisar ini sebelumnya yang telah menerima secara terbuka atas hijrahnya beberapa pengikut Rasulullah yang dikenal sebagai hijrah pertama kaum Muslimin. Dengan begitu sebelum Rasulullah menyampaikan surat dakwahnya itu, Rasulullah dan kaum Madinah dengan kaisar ini telah terbina satu hubungan dan kedekatan yang cukup baik. Namun selama masa berkuasa Kaisar Najasyi (Negusa) ini menghadapi persoalan yang pelik terkait dengan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan penganut Nasrani terkait dengan kebenaran ketuhanan. Perpecahan ini kemudian membagi umat Nasrani pada saat itu ke dalam dua kelompok; golongan Arius-Athanasius dan Nestorius.85 Persoalannya, pertentangan ini kemudian juga merembet pada kawasan politik dan kekuasaan. Pada saat itu Kaisar Najasyi mengikuti golongan Kristen-Nestorius86 yang faham ketuhanannya berbeda dengan faham teologi Athanasius yang sangat dipengaruhi oleh budaya Romawi.87 84 Amin Ahsan Aslahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Pustaka, 1989)h. 22. M. At-Taurrahim, Misteri Yesus dalam Sejarah (Jakarta: Pustaka Da’i, 1994), h. 37. 86 Fuad Hassem, Sirah Muhammad Rasulullah (Sebuah Pengantar Baru) (Bandung: Mizan, 1989), h. 171. 87 Salah satu yang menjadi isu utama munculnya pertentangan antara golongan Athanasius dan Nestorius adalah terkait tentang eksistensi dari Isa Al Masih atau Yesus Kristus. 85 Kaisar Najasyi dalam keadaan seperti ini menghadapi ancaman dari kalangan Arius-Athanasius yang selain telah menggalang kekuatan atas konsep dan faham teologinya, juga telah menyertakan kekuatan politik dalam memaksakan konsepnya itu. Jika saja Kaisar Najasyi tetap bersikukuh dengan prinsipnya maka ia mendapatkan ancaman serangan dari golongan Athanasius.88 Surat Rasulullah datang pada saat Kaisar Habsyah menghadapi hal yang sangat pelik dan berisiko ini. Nampaknya kehadiran dan ajakan Rasulullah ini dapat dipahamai sebagai salah satu cara untuk keluar dari pertentangan tersebut. Jika Kaisar Najasyi mau mengikuti dan mengimani pada apa yang disampaikan Rasulullah, maka golongan Arius-Athanasius tidak lagi memiliki persoalan dengan Kaisar ini. Seandainya pun kemudian masih juga ada masalah maka pengikut golongan Arius akan berfikir bahwa mereka tidak hanya akan menghadapi Najasyi saja tapi juga akan berhadapan dengan Rasulullah dan umat Islam lainnya. Dalam beberapa riwayat dinyatakan, Kaisar Najasyi mau mengikuti dan mengimani terhadap semua yang telah disampaikan Rasulullah, Golongan Athanasius yang berhasil menjadi mayoritas telah sampai kepada sebuah anggapan bahwa Yesus berkedudukan sebagai Tuhan selain Tuhan Bapa dan Ruh Kudus. Dari mereka muncul konsep Trinitas yang pada kelanjutannya identik sebagai ajaran yang tidak terpisahkan dari ajaran Kristen hingga saat ini. Namun di lain pihak, Golongan Nestorian, menolak keras pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa Yesus atau Isa Al Masih tidak lebih sebagai kalimat Allah yang berwujud pada sosok manusia. Sehingga dengan demikian kedudukan Yesus atau Isa Al Masih tidak lebih sebagai makhluk Allah (manusia) yang mempunyai tugas untuk mewartakan ajaran dari langit kepada umat manusia. Lihat Muhammad At-Taurrahim, Misteri Yesus dalam Sejarah, h. 37. 88 Potensi yang seperti ini sangat memungkinkan sekali dengan mengingat bahwa golongan Athanasius ini memilki pengaruh yang sangat kuat dari masyarakat Asia Tengah bahkan aliran ini telah mendapatkan dukungan yang penuh dari pemegang otoritas tertinggi di Romawi Timur selain tentu juga dukungan dari Gereja Paulus yang berpusat di Vatikan. Lihat Fuad Hasem, Sirah Muhammad Rasulullah (Suatu Penafsiran baru) ( Bandung: Mizan, 1989), h. 171. namun begitu pula ada yang meragukan pendapat seperti itu. Mereka yang meragukan itu mengatakan, meskipun Kaisar Najasyi telah mendapatkan surat Rasulullah tapi ia tetap bersikukuh dengan keyakinan Kristen Nestorian-nya itu.89 Namun di atas semua ketidakjelasan tersebut, yang jelas sikap yang ditunjukkan Kaisar Najasyi terhadap surat seruan Rasulullah itu sangat simpatik, bersahabat dan menghormati seruan tersebut.90 Dengan demikian Kaisar Najasyi telah menunjukkan kebesarannya sebagai seorang pemimpin dan negarawan yang baik dengan indikasinya ia menerima, mengerti dan menghormati terhadap seluruh isi surat yang disampaikan. Sikap ini menunjukkan sebagai seorang kaisar dan pemimpin ia masih memegang teguh etiket yang semestinya ditunjukkan kepada sesama pemimpin yang lain. 2. Perseteruan Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz Memasuki pertengahan Abad ke-7 Masehi, adalah masa meletusnya persaingan dua kutub kekuasaan politik paling kuat di dunia saat itu, yakni Romawi Timur (Byzantium) dan Persia. Perseteruan itu secara personalitas juga dilihat sebagai bentuk dari perseteruan antara Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz. Keduanya berambisi untuk 89 Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 184. 90 Dalam sebuah kisah disebutkan, begitu selesai membaca surat tersebut, Kaisar Najasyi kepada utusan yang menyampaikan surat itu menyatakan penghormatannya kepada Rasulullah. Kaisar ini juga kemudian menuliskan surat kepada Rasulullah yang isinya tentang kemengertiannya serta penghormatannya terhadap seluruh isi surat yang disampaikan kepada dirinya. Ketika utusan Rasulullah itu akan pulang ke Madinah, Kaisar Najasyi memberikan berbagai macam hadiah yang ditujukan kepada Rasulullah dan umat Islam sebagai bentuk rasa hormatnya kepada Rasulullah dan umat Islam di Madinah. mengalahkan satu dengan yang lain agar bisa diakui sebagai penguasa tunggal. Romawi Timur yang saat itu adalah representasi kekuatan Romawi yang sebelumnya terbelah menjadi dua yakni Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Romawi Timur (Byzantium) dengan pusatnya di Konstanstinopel (sekarang menjadi kota Istanbul, yang masuk dalam wilayah negara Turki).91 Dalam perkembangannya Romawi Timur tumbuh lebih pesat dan menjadi kuat dibanding dengan Romawi Barat.92 Nampaknya Kaisar Heraclius memendam dendam terhadap Kisra Eperwiz terkait dengan serangan yang telah dilakukan oleh Persia terhadap Romawi Timur pada tahun 615 Masehi.93 Serangan itu dimaksudkan untuk menikam langsung jantung kekuasaan Romawi Timur, sekaligus juga untuk mengkampanyekan kepada para penguasa lain di kawasan Timur Tengah untuk tidak tunduk kepada Romawi timur dan mengakui kekuasaan Persia. Karena serangan ini, Kaisar Heraclius kemudian selalu berupaya keras dan mencari kesempatan untuk suatu saat bisa menyerang balik Persia sebagai bentuk dari pembalasan dendamnya. 91 Pemberian nama ibukota Romawi Timur (Byzantium) dengan sebutan Konstantinopel ini didasari oleh pada penghormatan kepada salah satu Kaisar Romawi yang bernama Kaisar Konstantin. Kaisar ini dinilai memberi jasa yang sangat luar biasa atas tersebarnya ajaran Kristen di Roma. Kaisar Konstantin mengambil langkah yang sangat berani dengan menyatakan diri masuk agama Kristen sebagai upaya politik untuk meredam kemungkinan munculnya pemberontakan dari kaum Nasrani yang saat itu menjadi musuh nomor satu pemerintahan Romawi. Dengan masuknya Konstantin menjadi pemeluk Kristen maka pada saat itu ajaran Kristen mulai bersinggungan dan bersinergi dengan budaya dan keyakinan kuno Romawi. Karena jasa-jasanya itu maka penguasa Romawi Timur menjadikan nama Kaisar Konstantin sebagai nama ibukota negara mereka. 92 Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah sebelum Lahirnya Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 472. 93 Dengan melihat bahwa Kaisar Heraclius mulai berkuasa pada tahun 610 M, maka Persia melakukan serangan tersebut pada masa empat tahun setelah Heraclius naik menjadi Kaisar di Romawi Timur. Dendam ini kemudian dilaksanakan pada tahun 622-630 M, di mana kaisar Heraclius melakukan berbagai serangan ke wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan Persia, seperti Asia Kecil, Mesir dan Suriah.94 Puncak dari kemenangan Kaisar Heraclius atas Persia terjadi pada tahun 630 M ketika pasukan Romawi berhasil merebut Yerussalem, kota suci bagi orang Kristen dari tangan Persia.95 Surat seruan Rasulullah diterima Kaisar Heraclius pada saat ia berada di Yerussalem dan berada di tengah pasukan yang sedang merayakan kemenangan besarnya atas Persia.96 Sebagaimana diriwayatkan, sambutan Heraclius diberitakan sangat simpatik meski ia tetap memegang keyakinan lamanya. Namun begitu sebagai seorang penguasa yang baik, Heraclius menghormati seruan itu dan mengakui bahwa Rasulullah tidak hanya sebagai pemimpin spiritual bagi masyarakat Arab (Madinah) tapi lebih dari itu ia menyatakan, Rasulullah adalah seorang pemimpin negara yang memiliki kedudukan yang sama dengan dirinya. Sikap seperti ini tentu mengundang simpati dari kaum Muslimin karena kaisar ini baru saja mendapatkan kemenangan yang gemilang yang 94 Funk & Wagnalls New Ensiklopedia jilid 13 (United State of America Printed: RR Donelly & Sons Company, 1994), h.69. 95 Al Hamid Al Hussein, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw (Jakarta: Waqtiyah, 1990), h. 677. 96 Sebagai kota yang sering menjadi sasaran perebutan dari berbagai kekuatan yang ada pada saat itu, kota Yerussalem seringkali diganti namanya sesuai dengan kehendak dari pihak yang berhasil merebutnya. Dalam khasanah bahasa Ibrani, Yerussalem sering disebut dengan “Bethlehem” atau orang Arab menyebutnya dengan aksen yang ada pada mereka dengan sebutan “Baitullahmi” yang keduanya memiliki arti yang kurang lebih sama yakni “Kota Tuhan”. Sebutan terhadap Yerussalem ini juga berubah ketika pasukan Romawi di bawah kendali Kaisar Heraclius berhasil merebut kota ini dari penguasaan pasukan Persia. Oleh orang-orang Romawi mereka menyebut kota Yerussalem berdasarkan aksen bahasa yang mereka miliki dengan menyebut Yerussalem sebagai “Elia Capitolania” yang juga mengandung pengertian yang sama yakni kota Tuhan. tentunya sangat wajar jika ia bersikap sombomg atau tinggi hati. Namun hal ini tidak ditunjukkan oleh Kaisar Heraclius yang tidak lantas menjadi sombong dan memandang remeh pemimpin lainnya seperti Rasulullah. Sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah, Kaisar Heraclius membalas surat itu dengan disertai bermacam hadiah sebagai bentuk rasa hormat dan pengakuannya terhadap kedudukan Rasulullah di Madinah. Karena sikap-sikapnya yang demikian itu, sangat masuk akal jika dalam konflik Romawi Timur versus Persia ini, Rasulullah lebih bersimpati pada Kaisar Heraclius karena selain sikapnya terpuji, Rasulullah juga menilai penganut keyakinan Nasrani (Kristen) termasuk sebagai golongan Ahli Kitab yang mewarisi konsep monotheisme yang sebelumnya dibawa oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Isa Al Masih serta nabi-nabi lainnya. Kenyataan ini tentu sangat berbeda dengan orang Persia yang menganut ajaran Majusi, di mana mereka tidak termasuk sebagai pewaris ajaran ketuhanan yang dibawa Nabi Ibrahim. Selain itu sikap pemimpin mereka, Kisra Eperwiz, saat menerima surat seruan dari Rasulullah juga sangat tidak terpuji dan jauh sekali dari gambaran dari sikap seorang pemimpin dan penguasa yang baik. 3. Sikap Pasif Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani Dari sekian banyak referensi dalam sejarah Islam nampaknya tidak begitu banyak uraian yang mengulas tentang situasi politik pada diri Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani. Nama kedua penguasa ini muncul pada bahasan yang terkait dengan studi terhadap surat-surat seruan yang dilakukan Rasulullah. Namun begitu kedua wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam studi sejarah pada waktu itu. Al Muqauqis, adalah penguasa Mesir di Afrika bagian utara, di mana kawasan ini pada masa ribuan tahun sebelumnya pernah mempunyai kekuasaan dan peradaban yang gemilang. Pada ribuan tahun sebelumnya wilayah ini terkenal dengan kejayaan dan kekuasaan dari raja-raja Fir’aun (Pharaoh). Di Masa lalu posisi Mesir ini menjadi sangat penting karena wilayah ini memiliki kota pelabuhan Aleksandria yang dikenal sebagai salah satu tempat paling strategis dalam lalu lintas perdagangan laut di sekitar Perairan Mediterania (Laut Tengah). Tidak heran jika wilayah Mesir ini kemudian selalu menjadi rebutan dari beberapa kekuatan besar dunia. Pada masa Al Muqauqis, Mesir berada dalam kekuasaan Romawi Byzantium dengan status sebagai wilayah setingkat provinsi yang dipimpin seorang prekurator (walinegara). Sebagai seorang walinegara, sebagian besar langkah dan kebijakan yang diambil Al Muqauqis selalu bersandar kepada penguasa di Konstantinopel (Ibukota Romawi Timur atau Byzantium).97 Aleksandria sebagai pusat pemerintahan saat itu tidak lebih sebagai kawasan satelit bagi kekuasaan Romawi di Mesir dan kawasan sekitarnya. Dengan demikian hampir pada semua hal, Al Muqauqis tidak berani 97 Dalam perkembangannya Konstantinopel ini kemudian menjadi bagian dari negara Turki modern. Kota ini memang menempati kawasan yang sangat strategis karena berada di bagian barat dari Selat Bosporus yang menjadi pintu gerbang masuk ke wilayah-wilayah Asia Kecil. Meskipun sebutan sebagai kota Konstantinopel masih terasa akrab dalam pendengaran masyarakat namun sebagian besar orang lebih mengenalnya sebagai kota Istanbul, sebuah nama yang diberikan terhadap kota Konstatinopel oleh penguasa Turki setelah berhasil menguasai kota ini dan menjadikannnya sebagai bagian dari negaranya. mengambil keputusan yang otonom. Demikian pula saat mendapatkan seruan Rasulullah, Al Muqauqis pun mengekor kepada sikap Kaisar Heraclius, yakni tetap memegang keyakinannya meskipun dalam hati ia dapat membenarkan apa yang telah diserukan Rasulullah tersebut. Selain Mesir dan Al Muqauqis yang menjadi wilayah bawahan dari Romawi Timur, wilayah lainnya adalah Syam. Wilayah ini sudah cukup akrab bagi orang-orang Arab karena sudah sejak lama kawasan Syam ini menjadi tujuan dari kegiatan perniagaan para pedagang Arab. Bahkan Rasulullah di masa mudanya juga pernah diajak oleh pamannya, Abi Thalib, untuk ikut berdagang di tempat ini. Secara geografis, Syam (sekarang menjadi negara Suriah dengan pusatnya di Damaskus) menempati posisi yang strategis. Wilayah ini menjadi kawasan perbatasan karena letaknya berada di tengah wilayahwilayah yang dikuasai Romawi Timur dengan kawasan Jazirah Arab. Selain itu, di sebelah utara dan timur Syam ini, ada kawasan Persia yang pada waktu itu menjadi pesaing berat bagi Romawi Byzantium. Pada masa Harits Al Ghissani, wilayah ini sama halnya dengan Mesir, yakni menjadi jajahan Romawi Byzantium. Kedudukan Harits Al Ghissani sebagai prekurator telah menyebabkan ia harus tunduk pada kekuasaan pusat di Konstantinopel. Sama halnya dengan penguasa Mesir, Harits Al Ghissani juga tidak memiliki keberanian untuk bersikap secara mandiri karena pertimbangan kedudukannya yang di bawah Kaisar Romawi Timur. Selain itu ia juga sangat tergantung dalam segala hal kepada kekuasaan dan kekuatan Romawi Timur. Sikap ini dapat dilihat pada saat Perang Mut’ah, orangorang Syam merasa sangat yakin dengan kekuatannya karena mendapatkan bantuan balatentara dari Romawi. Dengan melihat pada kecenderungan-kecenderungan seperti ini maka baik Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani adalah sosok penguasa yang berkecenderungan bersikap pasif. Tindakan seperti ini sangat memungkinkan karena di atas kekuasaan mereka ada kekuasaan yang lebih besar lagi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian sederhana yang disusun dalam empat bab di depan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keputusan Rasulullah melakukan kegiatan berdakwah melalui media surat ini berdasarkan beberapa hal yang menjadi latar belakang. Sesuatu atau hal yang menjadi latar belakang itu adalah; a) Sebagai imbas dari Perjanjian Hudaibiyyah, b). Motivasi untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, c). Keberhasilan Rasulullah dalam membentuk sebuah struktur masyarakat yang kuat di Madinah. 2. Keputusan untuk melakukan upaya dakwah melalui surat ini sekaligus menunjukkan kemampuan dari Rasulullah dalam memanfaatkan situasi politik yang sedang berlangsung pada saat itu. Seperti Kaisar Najasyi di Habsyah yang pada saat itu sedang mengalami perpecahan teologi antara Kristen Nestorius dan Arius Athanasius, di mana perpecahan ini telah merembet pada wilayah kekuasaan. Kaisar Heraclius di Romawi yang sedang berseteru dengan Kisra Eperwiz di Persia, di mana dua raja ini saling mengalahkan satu sama lain. Begitu juga dengan al-Muqauqis dan Harits al-Ghissani, dan lain sebagainya. 3. Selain juga, hal ini menunjukkan visi Rasulullah yang maju dimana beliau memiliki keinginan Islam bisa menyebar ke luar Jazairah Arab, dan Islam sanggup menembus dinding-dinding kebangsaan dan kewilayahan. Ini merupakan satu bentuk dari visi universalisme dari agama Islam itu sendiri. B. Saran-saran 1. Diharapkan dengan penyusunan tulisan ini akan menambah penhgetahuan kita terhadap realitas sejarah yang pernah terjadi. Sehingga bisa memberikan sumbangsih dan masukan terhadap kajian yang sama untuk waktu-waktu yang akan datang, sekaligus juga untuk melengkapi adanya kekurangan-kekurangan yang belum terpenuhi dari penyusunan skripsi ini. 2. Diharapkan dengan penyusunan tulisan ini turut membukan kesadaran dan pengetahuan sejarah, lebih dikhususkan lagi pada kajian sejarah dakwah. Dengan munculnya kesadaran dan pengetahuan ini diharapkan bisa menjadi bekal dan refrensi terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh mahasiswa di lingkungan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atau kepada orang-orang yang terjun langsung dalam kegiatan praktik dakwah. 3. Dengan adanya penyusunan tulisan ini, diharapkan bisa menambah aspekaspek yang telah ada dalam mempelajari mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan dakwah, baik dakwah sebagai ilmu maupun dakwah sebagai terapan praktis dalam kehidupan. 4. Dan tulisan ini diharapkan akan memunculkan tulisan-tulisan lain dengan tema yang sama dan tentunya diharapkan dengan kualitas atau bobot yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. Karim MR. Metodologi Penelitian Agama. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989. Al-Husain, Al-Ahmad. Membangun Peradaban (Sejarah Muhammad Saw. Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi). Bandung: Pustaka Hidaya, 2000. Al-Husain, Al-Ahmad. Riwayat Kehidupan Nabi Muhammad. Jakarta: Waqfiyah, 1990. Al-Ismail, Tahia. Tarikh Muhammad Saw. (Teladan Perilaku Umat). Jakarta: Srigunting Raja Grafindo Persada, 1986. Al-Maula Bik, Muhammad Ahmad. Muhammad Saw Insan Teladan. Rembang Jawa Tengah: Insan Teladan, Pustaka Anisah, 2004. Al-Qahthani, Wahif bin Ali bin Said. Al Hikmatu Fid Da'wah Ilallah Ta'ala. Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Al-Qur’an & Terjemahannya. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Departemen Agam Republik Indonesia, 1986. Ali, A. Mukti. Perbandingan Agama; Dialog, dakwah, dan Misi. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1990. Ali, Kholid Sayyid. Surat-surat Nabi Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press, 1991. Atjeh, Abubakar. Potret Dakwah Nabi Muhammad dan Para Sahabatnya, Ramadhani. Surakarta, 1986. Badudu, J.S. & Zain, Sutan Muhammad. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994. Daya, Burhanuddin. Agama Yahudi. Yogyakarta: PT. Bagus Arafah, 1982. Eka Sardhana, Sutirman. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Ensiklopedi Islam. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1993. Ensiklopedi Islam Indonesia (IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta). Jakarta: Djambatan, 1992. Gibb, H. R. Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Bharata Aksara, 1993. Hasymy, A. Di Mana Letak Negara Islam?. Jakarta: Bina Ilmu, 1987. Heikal, Muhammad Husain Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Jakarta: Pustaka Antar Nusa, 1992. Hielmy, Irfan. Dakwah Bil Hikmah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002. Hosein, Fuad. Sirah Muhammad Rasulullah (Sebuah Pengantar Baru). Bandung: Mizan, 1989. Islahi, Amin Ahsan. Serba-Serbi Dakwah. Bandung: PT. Pustaka, 1989. Khalil, Munawwar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad. Jakarta: Bulan Bintang, 1966. Lapidus, Ira. M. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1999. Muhammad, Jamaluddin Athiyah. Fiqh Baru bagi Kaum Minoritas. Bandung: Nuansa Cendekia, 2006. Munir, M. Metode Dakwah Islam. Jakarta: Kencana, 2003. Nasr, Sayyed Hussein. Muhammad Hamba Allah. Jakarta: Rajawali Press, 1994. Shaleh, Abdul Rosyad. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Shiddiqi, Abdul Hamid. Sirah Nabi Muhammad Saw. Bandung: Penerbit Marja, 2005. Shiddiq, Nourouzzaman. Jeram-Jeram Peradaban Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1988. Surachmad, Winarno. Dasar-dasar Teknik Riset (Pengantar Metodologi Ilmiah). Bandung: Tarsito, 1994. Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1995. Syafi’i Ma’arif, Ahmad. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: LP3ES, 1995. Syam, Nur. Metodologi Penelitian Dakwah. Surakarta: Ramadhani, 1991. Syariati, Ali. Rasulullah Sejak Hijrah hingga Wafat. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992. Tambak Alam, She H. Datuk. Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Watt, Montgemery W. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1988. Yahya, Mukhtar. Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahirnya Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997. Ya’qub, Ali Mustofa. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. − − − −, Histeriografi Islam, Logos, Jakarta, 1998. Zaidan, Abdul Karim. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta: Media Dakwah, 1984.