DAKWAH NABI MELALUI SURAT - Institutional Repository UIN

advertisement
DAKWAH NABI MELALUI SURAT
(Suatu Pendekatan Historis)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Imam Muslim
NIM: 103051028622
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
DAKWAH NABI MELALUI SURAT
(Suatu Pendekatan Historis)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Imam Muslim
NIM: 103051028622
Di Bawah Bimbingan
Rubiyanah, M.A
NIP: 150 286 373
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul : DAKWAH NABI MELALUI SURAT; Suatu Pendekatan
Historis. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Juni 2008. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial
Islam Program Strata Satu (S-1) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 16 Juni 2008
Panitia Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota
Sekretaris merangkap anggota
Dr. Arief Subhan, M.A.
NIP: 150 262 442
Dra. Hj. Mona Eliza, M.A.
NIP: 150 232 028
Anggota.
Penguji I
Penguji II
Drs. Masran, M.Ag.
NIP: 150 275 384
Umi Musyarofah, M.A.
NIP: 150 281 980
Pembimbing,
Rubiyanah, M.A
NIP: 150 286 373
ABSTRAK
DAKWAH NABI MELALUI SURAT
(Suatu Pendekatan Historis)
Imam Muslim
Islam merupakan agama besar, hingga menjelang abad ini, agama Islam
telah dipeluk oleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan populasi penduduk dunia.
Perkembangan ini tidak terlepas dari agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Islam
sebagai agama dakwah pada abad ke-7 Masehi sebagai ajaran baru di kota
Mekkah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Sehingga orang yang memeluk
agama Islam, maka secara otomatis harus menyebarkan ajaran tersebut.
Dari konteks diatas, maka muncul pertanyaan; bagaimana agama Islam
disyiarkan? Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sehingga Islam
dikenal di seluruh penjuru dunia? Dan apa latar belakang Nabi mengirimkan
surat-surat dakwahnya kepada para Kaisar?
Keberhasilan Islam dalam menempatkan posisinya sebagai salah satu
agama besar dunia tidak terlepas dari kedudukannya sebagai agama dakwah atau
agama misi. Selain agama Islam, agama Kristen juga merupakan agama misi. Satu
lagi agama besar yang berstatus sebagai agama samawi, yaitu agama Yahudi.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metodologi yang bersifat
kepustakaan atau library reseach. Sebab sumber yang digunakan dalam kajian ini
adalah buku-buku, baik karya-karya yang ditulis oleh kalangan Islam sendiri
maupun oleh kalangan non-muslim (orientalis barat). Dengan menggunakan
metodologi diatas, diharapkan memperoleh analisis historis yang objektif
mengenai sejarah pengiriman surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw.
Menurut hemat penulis, tersebarnya agama Islam ini tidak terlepas dari
pemimpinnya, yaitu Nabi Muhammad Saw, yang telah meberikan contoh
bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, pandai, cermat, dan
mampu membaca situasi dan kondisi pada saat itu. Nabi Muhammad telah
menunjukkan, bahwa syiar agama Islam tidak harus dilakukan dengan cara
bertatap muka, tetapi beliau mencoba untuk menyiarkan Islam dengan cara tulis
menulis, yaitu dakwah bil qalam. Dalam pengiriman surat tersebut, ada beberapa
motif yang menyebabkan kenapa hal itu harus dilakukan. Pertama, imbas
Perjanjian Hudaibiyah. Kedua, keberhasilan dalam membentuk kekuatan di
Madinah. Ketiga, sebagai perwujudan Islam rahmatan lil ‘alamin.
Keputusan untuk melakukan upaya penyebaran agama Islam melalui
surat ini telah berdasarkan beberapa hal yang menjadi latar belakang. Upaya
dakwah dengan cara ini juga sekaligus menunjukkan kemampuan dari Rasulullah
dalam memanfaatkan situasi dan kondisi pada saat itu, dan juga penyebaran Islam
yang luas ini sebagai bentuk perwujudan dari kedudukan Islam sebagai rahmatan
lil ‘alamin, yang mampu menembus dinding-dinding kewilayahan. Inilah
terobosan baru yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam
menyebarkan agama Islam. Oleh sebab itu, tantangan yang sekarang kita hadapi
adalah mampukah kita melakukan hal tersebut. Wallahu a‘lam bis shawab.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................8
D. Metodologi Penelitan ...................................................................9
E. Tinjauan Pustaka ..........................................................................12
F. Sistematika Penulisan ..................................................................14
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG DAKWAH NABI
MELALUI SURAT
A. Pengertian Surat ...........................................................................15
1. Penjelasan Umum Surat ...........................................................15
2. Surat Rasulullah .......................................................................19
B. Pengertian Dakwah ......................................................................20
C. Metode Dakwah dan Media Dakwah...........................................24
1. Pengertian Metode Dakwah ...................................................24
2. Pengertian Media atau Sarana Dakwah .................................25
D. Dakwah bil Qalam Dalam Dakwah Islam....................................27
BAB III
SURAT-SURAT RASULULLAH KEPADA PARA
PENGUASA
A. Surat Kepada Kaisar Najasyi .......................................................30
B. Surat Kepada Kaisar Heraklius ...................................................34
C. Surat Kepada Kisra Eperwiz .......................................................38
D. Surat Kepada Al Muqauqis .........................................................41
E. Surat Kepada Harits Al Ghissani .................................................44
F. Surat-surat Yang Lain .................................................................46
1. Al Mundzir bin Sawa .............................................................47
2. Haudzah bin Ali al-Hanafi .....................................................47
3. Jaifar dan Abdu bin Julani .....................................................48
BAB IV
DAKWAH NABI MUHAMMAD MELALUI SURAT
A. Latar Belakang dan Motif Rasulullah Menulis Surat...................50
1. Imbas Perjanjian Hudaibiyah .................................................51
2. Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah...................56
3. Islam Sebagai Rahmatan Lil 'Alamin.....................................59
B. Tema dan Isi Surat-surat Rasulullah ............................................61
C. Situasi Politik Dari Para Penguasa Saat Itu .................................67
1. Kaisar An Najasyi di Habsyi..................................................67
2. Perseteruan Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz...................70
3. Sikap Pasif Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani ..................73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................77
B. Saran ............................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................79
LAMPIRAN..............................................................................................................82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama besar, hingga menjelang abad ini, agama Islam
telah dipeluk oleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan populasi penduduk
dunia. Dengan kedudukannya yang demikian itu maka Islam telah menjadi
salah satu agama besar di dunia 1
Keberhasilan Islam dalam menempatkan posisinya sebagai salah satu
agama besar dunia tidak lepas dari kedudukannya sebagai agama dakwah atau
agama misi. Selain agama Islam, agama Kristen juga sebagai misi. Satu lagi
agama besar yang berstatus sebagai Agama Samawi, yaitu agama Yahudi.2
Dengan statusnya sebagai agama dakwah, Islam mengajarkan kepada
para pemeluknya agar senantiasa menyebarkan ajaran Islam kepada orang lain
dengan harapan agar orang itu mau mengimaninya. Jadi sangat wajar apabila
praktik penyampaian ajaran kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari keyakinan Islam.
Dalam konteks kesejarahan, Islam sebagai agama dakwah dimulai sejak
awal munculnya pada abad ke-7 Masehi sebagai ajaran baru. Para pemeluk
ajaran Islam gelombang pertama ini berusaha memperkenalkan dan
menyebarkan ajaran baru yang menjadi keyakinannya itu. Dengan begitu
1
Uraian yang membahas tentang persebaran dan persentase pemeluk agama Islam yang
tersebar di dunia ini bisa dilihat pada buku karya Jamaluddin Athiyah Muhammad, Fiqh Baru
Bagi Kaum Minoritas (HAM dan Supremasi Hukum Sebagai Keniscayaan) (Bandung: Nuansa
Cendekia, 2006) h. 24-27.
2
Burhanuddin Daya, Agama Yahudi (Yogyakarta; PT. Bagus Arafah, 1982), h. 5
aktivitas penyebaran ajaran agama atau dakwah itu sudah menjadi kegiatan
yang identik dengan sejarah kelahiran dari ajaran Islam itu sendiri.
Penyiaran agama atau dakwah Islam pada saat itu dilakukan dan
ditujukan kepada obyek yang sifatnya masih terbatas yakni kepada orangorang yang ada dalam lingkungan di mana ajaran Islam tersebut pertamakali
lahir yaitu di Mekkah, suatu kota yang berada dalam kawasan Jazirah Arab
atau Semenanjung Arabia. Penduduknya yang pertama mengenal ajaran ini
dikenal dengan nama kaum Quraish Mekkah.3
Dalam sejarah kelahiran suatu ajaran, pengenalan dan penyampaiannya
selalu dilakukan dengan cara-cara yang biasa berlaku pada saat itu yakni
dengan khotbah. Hal ini juga yang dilakukan pada saat pertamakali dikenalkan
kepada kaum Quraish Mekkah. Di kota ini terdapat Ka'bah yang selalu
menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Mekkah untuk melakukan ritual
dan juga menjadi tempat para penduduk Mekkah melakukan interaksi sosial.4
Metode penyampaian dakwah Islam pada permulaannya juga mengikuti
kebiasaan yang telah berlangsung dalam masyarakat Arab. Nabi Muhammad
Saw. memanfaatkan momen haji dan momentum lainnya seperti pada saat
penyelenggaraan “Pasar Ukaz”, sebuah istilah bagi penduduk Mekkah untuk
berkompetisi dalam lomba baca syair. Cara seperti inilah yang dilakukan Nabi
Muhammad Saw selama periode Mekkah, di mana salah satu hasil yang dapat
dicatat dari cara ini adalah dengan dikenalnya ajaran Islam oleh orang-orang
Yatsrib (Madinah).
3
Amin Ahsan Islahi, Serba-Serbi Dakwah (Bandung; PT. Pustaka, 1989), h. 30.
Ka’bah merupakan tempat dan bangunan kebanggaan dengan nilai kesejarahannya yang
tinggi dan agung. Baik bangsa Arab maupun bangsa-bangsa lainnya yang berdiam di sekitarnya
mengetahui betul bahwa Ka’bah adalah warisan bangunan dari tokoh besar, Nabi Ibrahim As, yang
dianggap sebagai bapak agama-agama Samawi.
4
Pengenalan orang Madinah terhadap ajaran Islam didapatkan saat mereka
sedang melakukan ritual tahunan Haji. Rasulullah maupun para sahabat
memanfaatkan momentum ini sebagai media untuk berdialog sekaligus
memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat di luar penduduk Mekkah.
Seluruh periode Mekkah yang berlangsung kurang lebih 13 tahun itu
menggunakan metode penyiaran secara oral atau khotbah dengan catatan pada
masa ini orang Islam mengalami tekanan dan penindasan sangat luar biasa
dari kelompok yang menentang ajaran Islam di Mekkah.
Pada periode Madinah mulai ada perbedaan yang ditempuh dalam
melakukan syiar Islam. Jika sebelumnya syiar Islam dilakukan secara
langsung dalam suatu tempat, maka pada periode ini Rasulullah menempuh
cara baru dalam penyampaian ajaran Islam. Cara atau langkah baru itu adalah
dengan menggunakan media surat-menyurat atau korespondensi dalam
menyampaikan ajakan masuk Islam kepada obyek yang dituju.
Model seperti ini diambil terkait dengan perubahan kedudukan
Rasulullah, di mana saat itu beliau tidak hanya berkedudukan sebagai
pemimpin agama saja tapi juga diakui sebagai pemimpin politik dan sosial
masyarakat. Madinah sendiri dalam interpretasi sosial dan politik juga telah
memenuhi syarat sebagai representasi sebuah negara.5
Memang motif dan alasan dari langkah Rasulullah untuk menempuh cara
surat-menyurat ini tidak berdiri sendiri. Selain karena telah terjadi perubahan
kedudukan pada diri Rasulullah, motif lain adalah terkait dengan
disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah (Tahun 6 Hijriah atau 628 Masehi).
5
Ali Hasymi, Di Mana Letak Negara Islam? (Jakarta; Bina Ilmu, 1987), h. 47.
Rasulullah melihat momentum perjanjian tersebut sebagai peluang yang
sangat strategis untuk memperkenalkan agama Islam di luar Jazirah Arab.6
Dengan begitu Rasulullah mempunyai fikiran yang sangat maju dan
berorientasi ke depan terkait dengan kedudukan keberlangsungan dakwah
Islam. Jika syiar Islam hanya berkonsentrasi di kawasan Jazirah Arab semata,
maka Islam hanya akan menempati ruang yang sempit disamping juga
pertimbangan berupa tekanan dan tantangan dari kaum Quraishy Mekkah
yang semakin hari semakin keras. Bagi Rasulullah, persoalan penyiaran Islam
tidak hanya upaya penyebaran untuk wilayah Madinah dan Jazirah Arab
secara khusus, melainkan sudah saatnya ditujukan kepada wilayah yang lebih
luas lagi.7
Dalam studi kritis Historiografi Islam yang dikembangkan oleh kalangan
non-Islam (orientalis), langkah Rasulullah dalam menyampaikan surat-surat
ajakan masuk Islam itu diinterpretasikan dengan pemaknaan yang sama sekali
berbeda. Mereka mengembangkan satu argumentasi bahwa apa yang
dilakukan oleh Rasulullah tersebut kental dengan muatan politik, karena
obyek dari surat-surat dakwah Rasulullah adalah para Kaisar dan pemimpin
saat itu. Tindakan Rasulullah itu dianggap sebagai upaya untuk menekan para
Kaisar dan penguasa tersebut.8 Dalih yang digunakan untuk memperkuat
tuduhan seperti itu terkait dengan kedudukan Rasulullah sebagai pemimpin
6
Perjanjian Hudaibiyah oleh sebagian besar kalangan saat itu dinilai sebagai kesepakatan
yang merugikan bagi kalangan Islam karena secara eksplisit butir-butir perjanjian itu memang
merugikan umat Islam. Namun di sinilah letak kejelian Rasulullah yang mampu melihat
keuntungan dari disepakatinya perjanjian tersebut, dimana Islam mempunyai peluang untuk
diperkenalkan kepada masyarakat atau wilayah di luar Jazirah Arab. Lihat, Munawwar Khalil,
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Jakarta; Bulan Bintang, 1966), h. 187.
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta; Rajawali Press, 1997), h. 31.
8
W. Montgemery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta; Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, P3M, 1988), h. 2.
agama, politik, dan sosial di Madinah pada saat mengirimkan surat-surat
tersebut.9
Terlepas benar atau tidak asumsi tersebut, yang jelas bahwa upaya
Rasulullah mengirimkan surat-surat dakwahnya kepada para penguasa
merupakan satu bentuk tindakan yang ditujukan untuk menyebarkan ajaran
Islam ke wilayah atau kawasan di luar Jazirah Arab yang lebih luas sebagai
perwujudan dari kedudukan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Terkait dengan kedudukannya selain mempunyai fungsi sebagai media
dakwah, dalam beberapa segi (dari perspektif politik dan kewilayahan), suratsurat Nabi Muhammad Saw tersebut juga mempunyai kedudukan dan fungsi
yang bersifat diplomatic, karena terkait dengan hubungan korespondensi
antara Rasulullah yang saat itu mempunyai posisi sebagai pemimpin agama
sekaligus juga pemimpin politik dengan para penguasa yang memiliki
kekuasaan yang sangat ditakuti dan disegani pada saat itu.
Sebagai gambaran, sosok penguasa yang mendapatkan surat dakwah dari
Rasulullah itu adalah Kaisar Najasyi (Kaisar di Habsyi (Habasyah) atau
Negara Ethiopia sekarang ini), Kaisar Heraclius (penguasa Romawi yang
berpusat di Konstantinopel atau Byzantium), Kisra Eperwiz (penguasa Persia),
Al Muqauqis (Walinegara yang berkedudukan di Aleksandria, Mesir), Harits
Al Ghissani (Walinegara yang berkedudukan di Damaskus, Syam atau
sekarang menjadi negara Suriah), dan beberapa para penguasa yang lainnya.10
Dari wilayah-wilayah yang disebutkan itu ada dua wilayah yang saat itu
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam peradaban dunia yakni
9
H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta; Bharata Aksara, 1993), h. 22.
Muhammad Husain Heikal, Sejarah Hidup Nabi Muhammad Saw. (Jakarta; Pustaka
Antar Nusa, 1992), h. 411.
10
Romawi Timur (Byzantium) dan Persia. Dua wilayah ini telah dikenal sebagai
dua kubu yang saling berseteru dan saling mengalahkan satu sama lain untuk
memperebutkan kedudukan sebagai kekaisaran paling kuat saat itu.
Dengan melihat pada bukti sejarah ini maka metode alternatif dari
dakwah Islam telah dilakukan pada saat ajaran ini muncul di Jazirah Arab.
Metode alternatif itu diambil dengan pertimbangan untuk menyiasati dan
mengatasi faktor kewilayahan, dimana jarak wilayah yang diperintah oleh para
penguasa tersebut sangat jauh dari pusat Islam saat itu yakni Madinah.
Studi ini lebih ditujukan untuk melakukan kajian terhadap sejarah
dakwah Rasulullah melalui surat yang ditujukan kepada para penguasa saat itu
sebagai media penyampaian ajaran Islam. Untuk memperkuat dan memberi
nilai tambah terhadap studi ini juga akan dipaparkan hal-hal yang mempunyai
keterkaitan dengan keputusan Rasulullah saat mengirimkan surat-surat
dakwah tersebut.
Terkait dengan penyusunan tulisan ini maka dapat dikatakan bahwa
surat-surat Nabi Muhammad Saw. yang ditujukan kepada para penguasa itu
merupakan suatu peristiwa sejarah yang cukup berbobot dalam khasanah
sejarah Islam yang cukup menarik untuk dipelajari dan diteliti. Sementara
dalam perspektif Ilmu Dakwah, fenomena tersebut memberikan satu gambaran
dan bukti tentang proses kreatif dan inovatif yang dicontohkan serta dilakukan
oleh Rasulullah dalam usaha menegakkan panji-panji dan ajaran Islam di
berbagai kawasan dunia.
Dalam konteks surat-surat Nabi Muhammad Saw. pengertiannya adalah
surat-surat dari Rasulullah yang telah dikirimkan kepada sosok-sosok yang
menjadi objek atau tujuan dari pengiriman surat-surat tersebut. Surat-surat
yang telah dikirimkan oleh Nabi Muhammad tersebut memuat isi dan maksud
berupa seruan atau ajakan untuk masuk dan mengikuti ajaran Islam.11
Tindakan seperti ini merupakan salah satu bentuk dari upaya alternatif untuk
menyiarkan agama Islam agar bisa dikenal dan menyebar di kawasan-kawasan
luar Jazirah Arab.
Namun tidak menutupi motif utama yakni untuk menyiarkan ajaran
agama Islam, tidak mentutup kemungkinan juga ada agenda-agenda lain yang
mengandung muatan politik dari Rasulullah terkait dengan tindakan beliau
mengirimkan beberapa surat yang ditujukan kepada para penguasa saat itu.
Realitas yang terkait dengan kedudukan dan fungsi dari Rasulullah sebagai
pemimpin politik masyarakat (setelah sebelumnya beliau dikenal sebagai
pemimpin spiritual) sangat memungkinkan dan berpeluang memberikan alas
an untuk melakukan agenda-agenda lain diluar konteks aktivitas dakwah
Islam.
Dalam konteks ini pula maka kajian yang dilakukan dalam menyusun
tulisan ini lebih tepat dinamakan sebagai studi terkait dengan disiplin ilmu
Sejarah Dakwah Islam.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa kajian mengenai dakwah Nabi
Muhammad Saw. melalui surat kepada beberapa penguasa merupakan sebuah
khasanah yang sangat penting dalam studi Sejarah Islam. Jika dilakukan
penelitian yang seksama maka akan didapatkan lebih dari satu motif atau
11
Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim
Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 7.
unsur yang menjadi latar belakang terkait dengan keputusan dan tindakan
Rasulullah mengirimkan surat-surat itu. Memang pokok utama dari
penyampaian dan pengiriman surat itu lebih diutamakan pada upaya untuk
memperkenalkan dan mengajak para penguasa untuk mengimani ajaran Islam.
Namun lebih dari sekedar itu ada latar belakang sangat terbuka untuk mencari
dan menguak motif-motif lain yang cukup penting untuk diketahui dalam studi
ini.
Dalam buku-buku sejarah Islam yang mengkaji tentang riwayat
kehidupan Nabi Muhammad Saw. kita mengetahui bahwa Rasulullah telah
mengirimkan beberapa surat seruan atau ajakan masuk Islam, yang jelas surat
yang telah dikirimakan itu lebih dari lima buah surat. Oleh sebab itu dalam
penyusunan ini penulis hanya membatasi pada lima dari surat-surat yang telah
dikirimkan oleh Rasulullah.
Adapun rumusan masalah dari tema penyusunan ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa latar belakang atau motif-motif yang menyebabkan Rasulullah
mengirimkan surat-surat kepada para penguasa?
2. Bagaimana situasi politik pada saat itu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi latar belakang, motif dan
aspek lainnya disekitar peristiwa sejarah pengiriman surat-surat
Nabi Muhammad Saw kepada para penguasa.
b.
Supaya penulis khususnya dan ummat Islam pada umumnya
memahami dan mengetahui dakwah yang ditempuh Nabi
Muhammad Saw melalui surat, dan agar bisa diterapkan dimasa
sekarang ini.
2. Manfaat Penelitian
a. Segi Akademis
1. Kajian tentang sejarah Islam dalam literature Islam sudah sangat
banyak, tetapi pembahasan sejarah tentang pengiriman suratsurat dakwah Nabi Muhammad Saw belum mendapatkan porsi
yang cukup. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat menambah
khazanah pengetahuan dan keilmuan Islam tentang studi sejarah
dakwah, terutama mengenai surat-surat Nabi Muhammad Saw
sebagai media dakwah. Disamping itu juga sebagai sumbangan
pengetahuan dalam disiplin Ilmu Dakwah dengan dikhususkan
pada kajian Sejarah Dakwah Islam.
b. Segi Praktis
1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada Da'i mengenai dakwah Nabi Muhammad
Saw
melalui
surat,
agar
Da'i
sebagai
subjek
dapat
menerapkannya dan dapat menambah khazanah keilmuan
dakwah.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi
ini adalah metodologi penelitian sejarah. Dengan menggunakan metode ini
diharapkan dapat mengumpulkan dan mengungkap sumber-sumber sejarah
yang sudah ada.
Karena penyusunan ini merupakan penelitian sejarah, maka penelitian
yang dilakukan adalah bersifat kepustakaan (Library Research). Sebab sumber
data yang digunakan dalam kajian ini merupakan buku-buku, baik karya-karya
ilmuan modern maupun klasik, baik yang dari kalangan muslim sendiri atau
karya-karya dari non-Muslim (Orientalis-Barat) yang dianggap memiliki
pandangan objektif dalam melihat sejarah Islam. Data-data tersebut akan
dijadikan bahan rujukan primer, sementara karya-karya atau dokumen lain
yang membahas sejarah Islam pada masa Rasul akan dijadikan bahan rujukan
skunder.
Adapun sumber-sumber primer yang penulis gunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah buku; Surat-surat Nabi Muhammad karya Kholid Sayyid Ali
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh H.A. Aziz Salim Basyarahil.
Buku ini memang lebih mengkhususkan untuk menulis tentang surat-surat
Rasulullah yang ditujukan kepada beberapa penguasa. Selanjutnya buku
Sejarah dan Metode Dakwah karya Ali Mustafa Ya'cub, yang meskipun tidak
menempatkan surat-surat Rasulullah sebagai tema utama, namun penulisnya
telah memberikan ruang yang cukup banyak dalam membahas surat-surat
tersebut serta mengaitkannya dengan hal-hal yang bersentuhan dengan
dakwah Islam.
Untuk melengkapinya, penulis menggunakan karya-karya lain yang
berkaitan dengan objek penelitian. Seperti buku; Kelengkapan Tarikh
Muhammad Saw (Munawwar Khalil), Islam Dalam Lintasan Sejarah (H.A.R.
Gibb), Sirah Nabi Muhammad Saw (Abdul Hamid Siddiqi), Politik Islam
Dalam Lintasan Sejarah (W. Montgemery Watt), serta sumber-sumber
pustaka lainnya yang bisa membantu dalam memberikan anlisa diluar konteks
disiplin dakwah dan sejarah, seperti konteks politik, sosial dan sebagainya.
Sumber-sumber kepustakaan seperti yang disebutkan tersebut akan dapat
membantu serta melengkapi untuk penyusunan tulisan ini.
1. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh sumber dalam penyusanan ini, ada beberapa langkah
yang harus penulis lakukan. Diantara langkah-langkah yang akan penulis
tempuh adalah;
a. Membaca buku-buku karya ilmuan dan sejarawan baik yang ditulis
oleh orang muslim sendiri maupun yang ditulis oleh non-Muslim,
seperti buku Surat-surat Nabi Muhammad karya Kholid Sayyid Ali
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh H.A. Aziz Salim
Basyarahil, Sejarah dan Metode Dakwah karya Ali Mustafa Ya'cub.
Penggunaan karya-karya mereka sebagai sumber primer didalam
mencari data mengenai surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw.
b. Inventaris data, yaitu mengumpulkan data-data yang sudah ada, baik
yang mengenai tentang sejarah pengiriman surat dakwah Nabi
Muhammad Saw itu sendiri maupun data-data yang berhubungan
dengan pembahasan pada tema penuisan ini.
2. Tehnik Analisa Data
a. Mendeskripsikan analisis historis yang dilakukan oleh para sejarawan
data- data atau fakta yang telah dikelompokkan diatas.
b. Menganalisis data-data atau fakta-fakta tersebut.
c. Membuat kesimpulan-kesimpulan.
Dengan menggunakan metodologi diatas, diharapkan memperoleh
analisis yang objektif mengenai sejarah pengiriman surat-surat Nabi
Muhammad Saw.
Adapun teknik penulisan ini merujuk pada buku "Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)" yang diterbitkan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Karya-karya ilmiah yang mengkhususkan diri mengkaji dan meneliti
sejarah Islam sudah sedemikian banyak kita temukan. Tetapi untuk kajian
Sejarah Islam yang khusus mengakaji dan menenliti mengenai surat-surat
Nabi Muhammad Saw kepada para penguasa belum begitu banyak dilakukan.
Padahal kajian seperti layak dan bahkan sangat perlu dilakukan untuk
melengkapi khazanah kesejarahan Islam yang telah berlangsung sangat
panjang. Ada beberapa skripsi yang penulis temukan yang mengakaji tentang
sejarah Nabi Muhammad Saw.
Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Helmi: Hijrah Suatu
Gerakan Terencana Menuju Pembentukan Negara Islam Madinah, (Skripsi
Fak Adab Jurusan SKI, UIN Jakarta, 1994), dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa sebelum hijrah, ummat Islam hanyalah ummat dakwah;
menyampaikan risalah Allah kepada manusia, tanpa eksistensi politik yang
dapat
melindungi
mereka
dari
pelecehan
orang-orang
yang
tidak
menyukainya. Setelah hijrah, kaum muslimin membangun kekuatan struktural
yang berfungsi melindungi gerakan Islam ke seluruh dunia.
Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Lalu Kamaruddin:
Dakwah Nabi Muhammad Saw Pasca Perjajian Hudaibiya, (Skripsi Fak
Dakwah Jurusan KPI, UIN Jakarta, 2006), dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa pasca perjanjian Hidaibiyah adalah babak baru dalam dakwah Islam,
karena pada masa sebelumnya gerak dakwah sangat sulit berkembang. Dengan
kondusifnya ajaran Islam, Rasulullah Saw mulai mengembangkan dakwah
Islam lebih luas yaitu dengan cara mengirimkan surat dan utusan-utusan
kepada para pemimpin dunia.
Dari dua penelitian diatas, satu diantaranya meneliti Dakwah Nabi
Muhammad Saw pasca perjanjian Hudaibiyah, yang menjelaskan tentang
pengiriman surat dan utusan-utusan. Namun penelitian ini tidak mengkaji
secara spesifik tentang dakwah Nabi Muhammad Saw melalui surat.
Sekalipun penelitian yang dilakukan Lalu Kamaruddin ini tentang dakwah
Nabi Muhammad Saw pasca perjanjian Hudaibiyah, tetapi penelitian ini hanya
pada tataran perkembangan dakwah Nabi Muhammad setelah perjanjian
Hudaibiyah, yaitu pengiriman surat dan gerakan militer Islam.
Oleh sebab itu, dalam penyusunan ini penulis akan meneliti atau
memfokuskan penelitiannya pada dakwah Nabi Muhammad Saw, lebih
spesifiknya lagi tentang pengiriman surat-surat dakwah Nabi Muhammad Saw
kepada para kaisar atau pemimpin.
F. Sistematika Penulisan
Penyusunan atas tulisan yang diajukan ini terdiri dari lima bab yang
kesemuanya tersusun secara berurutan dalam urutan sistematika pembahasan.
Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab I
: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan teoritis tentang surat-surat Rasulullah dan dakwah Islam
yang meliputi pengertian surat secara umum. Kemudian pengertian
metode dan media dakwah. Dalam bab ini juga akan dijelaskan
mengenai dakwah bil qalam dalam dakwah Islam.
Bab III : Untuk bab ini akan dibahas tentang surat-surat Rasulullah kepada
para kaisar atau pemimpin. Diantaranya surat kepada Kaisar
Najasyi, Kaisar Heraclius, Kisra Eperwiz, surat kepada Al
Muqauqis dan Harits Al Ghissani.
Bab IV : Adapun bab ini akan mengulas dan memfokuskan pada latar
belakang atau motif Rasulullah mengirimkan surat. Selanjutnya
membahas tentang tema dan isi surat, kemudian dijelaskan pula
situasi politik dari para penguasa pada saat pengiriman surat-surat
itu berlangsung.
BAB II
KERANGKA TEORITIK DAKWAH NABI MELALUI SURAT
A. Pengertian Surat
Sebelum melanjutkan pembahasan secara lebih mendalam mengenai
judul yang disusun, dalam Bab II ini akan diuraikan mengenai kerangka
teoritik dan penegasan dari judul yang dibahas.
Pemahaman mendasar dan teoritik ini mencakup pada pemahaman yang
terkait dengan pemaknaan atas kata atau istilah yang tersusun dari sebuah
tema. Berikut pemahaman teoritik yang diuraikan untuk judul Dakwah Nabi
Melalui Surat; (Suatu Pendekatan Historis).
1. Penjelasan Umum Surat
Secara bahasa (etimologi) kata “surat” berasal dari bahasa Arab
yakni “surah.” Dengan merunut dari penjelasan J.S. Badudu dan Sutan
Mahmud Zain, di situ disebutkan bahwa pengertian “surat” adalah sesuatu
yang telah ditulis atau dicetak. Dari batasan yang pendek ini, pengertian
istilah surat kemudian bisa diuraikan dengan lebih jelas lagi. Dalam
penjelasan selanjutnya, disebutkan pengertian dari “surat” adalah sebagai
sesuatu yang telah ditulis atau dicetak yang di dalamnya memuat maksud
dan tujuan yang diinginkan oleh penulis (subyek surat). Dalam hal ini isi
surat itu dapat berupa permohonan, permintaan, perintah, ancaman dan
sebagainya.12 Segala hal yang menjadi dari isi surat tersebut ditujukan
kepada obyek surat atau orang yang menerima surat.
Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan edisi cetakan ketiga tahun 1990,
pengertian dari kata “surat” disebutkan; kertas atau bahan-bahan lain
seperti kain atau sesuatu lainnya yang mempunyai fungsi untuk ditulisi
dengan berbagai isi yang dituliskan dengan maksud dan fungsi yang ada di
dalamnya.13 Maksud dan fungsi di sini adalah segala hal yang menjadi
maksud dan tujuan dari penulis surat yang tertuang dalam bentuk bahasa
tulisan seperti permintaan, ajakan, penawaran, peringatan dan sebagainya.
Berdasarkan dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa
pengertian kata “surat” adalah; sesuatu yang ditulis atau dicetak pada suatu
media fisik seperti kertas, kain, atau bahan-bahan lain yang memiliki
fungsi sejenis atau sama yang di dalamnya memuat segala sesuatu yang
menjadi tujuan dan maksud dari subyek surat yakni penulis surat. Maksud
dan tujuan penulis surat itu bisa berupa penegasan, keterangan, penjelasan,
tawaran, ajakan, gagasan dan sebagainya yang semuanya dituangkan
dalam bentuk bahasa tulis yang dapat dimengerti oleh obyek (penerima)
surat tersebut.
Dalam rentang sejarah peradaban manusia, surat telah digunakan
sejak lama. Fungsi dan kegunaannya sebagai pendukung proses interaksi
mulai digunakan sejak peradaban memasuki periode sejarah, sebuah fase
12
JS. Badudu & Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 1381.
13
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi I cetakan keempat, Departemen
Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 872.
di mana di dalamnya telah mulai mengenal dan menggunakan budaya
simbol dan huruf dalam aktivitas tulis-menulis sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari.
Ketika peradaban masih dalam fase sederhana sesuatu yang
berfungsi sebagai kertas menggunakan media atau unsur bermacammacam. Unsur yang digunakan bisa berupa sesuatu yang terbuat dari serat
tulang, kayu, kain, daun yang diawetkan dan sebagainya.14 Dalam masa
Mesir Kuno, telah dikenal suatu bahan yang menyerupai atau memiliki
fungsi layaknya kertas yang digunakan masyarakatnya. Bahan itu
memiliki fungsi seperti halnya kertas yang digunakan untuk menulis atau
untuk berbagai keperluan lainnya, yang disebut Papirus. Kertas jenis ini
terbuat dari bahan serat tetumbuhan tanaman papyrus yang banyak
terdapat di sepanjang Sungai Nil.15 Tumbuhan papyrus ini juga banyak
tumbuh di Ethiopia dan sepanjang pinggir Sungai Yordan16 yang sudah
pasti telah dimanfaatkan penduduk-penduduk di wilayah ini untuk
dijadikan sebagai media yang mempunyai fungsi layaknya kertas.
Dengan fakta kesejarahan seperti itu maka kertas yang terbuat dari
serat Papyrus atau kertas papirus telah memiliki umur yang cukup tua.
Dalam
perkembangan
selanjutnya,
istilah
papyrus
ini
kemudian
mengilhami dan menjadi sebutan untuk sebuah media yang dijadikan
14
Setiawan Sabana & Hawe Setiawan (editor), Legenda Kertas (Menelusuri Jalan
Sebuah Peradaban), (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2005), h. 18.
15
Adolf Heuken, S.J., Ensiklopedi Gereja III (Jakarta: Yayasan Ciptaloka Caraka, 1995),
h. 301.
16
Funks & Wagnalls New Encyclopedia, vol. 20 (United States of Amerika: R.R.
Donnelley & Sons Company, 1994), h. 136.
sebagai tempat untuk menulis yang dalam bahasa Inggrisnya disebut
dengan istilah “paper” yang mempunyai arti sebagai kertas.
Di masa lalu, surat yang ditulis melalui papyrus ini telah menjadi
alat penyampai pesan yang populer. Sebagai sebuah contoh, dalam sejarah
penyiaran ajaran Kristen di awal Tarikh Masehi, salah seorang misionaris
pertama yang bernama Santo Paulus telah menggunakan kertas jenis ini
untuk menulis surat-surat yang berisi pesan dan pemikirannya guna
disampaikan kepada para jamaahnya yang tersebar di Roma, Byzantium,
Asia Kecil dan di beberapa pulau yang ada di sekitar Yunani.17 Bahkan
bisa dipastikan, penulisan firman-firman suci Kristen baik yang ditemukan
dalam naskah-naskah terserak maupun yang termaktub dalam kitab Injil
(Bibel), pada awalnya juga dituliskan pada media kertas papyrus ini.
Di samping Papyrus, masyarakat di masa lalu juga mengenal media
lain yang berfungsi sebagaimana layaknya fungsi kertas. Media itu disebut
Perkamen, yakni suatu bahan yang juga biasa digunakan untuk menulis
surat atau untuk kegunaan lainnya di mana media ini dibuat dari bahan
kulit binatang ternak. Sudah pasti karena bahannya yang berasal dari kulit
binatang maka penggunaan perkamen kurang populer di kalangan
masyarakat awam kebanyakan karena mahal.
Penggunaaan perkamen untuk keperluan menulis surat atau untuk
kegiatan surat-menyurat serta berbagai keperluan lain yang terbatas untuk
kalangan tertentu saja, yakni lingkungan kerajaan dan kalangan elit
masyarakat. Surat yang ditulis dalam perkamen ini biasanya digunakan
17
hl. 17.
FF. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),
untuk surat-surat hubungan antar kerajaan atau digunakan untuk tujuan
dan maksud yang lebih besar lagi,
18
Seperti untuk dokumen yang harus
disimpan atau untuk media tulisan yang memuat tentang hukum atau
ketetapan-ketetapan yang telah dibuat oleh raja.
2. Surat Rasulullah
Surat Rasulullah adalah surat yang telah ditulis beliau di mana
dalam surat tersebut mengandung isi berupa tujuan dan maksud yang
dikehendaki oleh Rasulullah.
Pengertian secara umum, surat Nabi Muhammad Saw adalah
semua surat yang diketahui dan ditulis beliau dengan berbagai tujuan dan
kehendak yang diinginkan. Dalam hal ini Muhammad bin Sa’ad seperti
telah dikutip Ali Mustafa Ya’cub, memberikan klasifikasi terhadap semua
keseluruhan surat Rasulullah yang telah diketahui. Klasifikasi yang
diberikan Muhammad bin Sa’ad itu adalah:
a. Surat yang berisi seruan untuk masuk agama Islam. Surat jenis
seperti ini ditujukan kepada orang non-Muslim (ahli kitab atau
kaum musyrikin) yang pada saat itu berkedudukan sebagai
penguasa (kaisar, atau kedudukan lainnya yang setara), walinegara
(jabatan setingkat gubernur), pemimpin suku (kabilah), juga
kepada perseorangan.
b. Surat yang berisi tentang aturan agama Islam, seperti surat yang di
dalamnya memuat mengenai penjelasan zakat, shadaqah dan
sebagainya. Surat dalam kelompok ini biasanya disampaikan
18
Ibid., h. 17.
kepada mereka yang sudah menjadi muslim tapi masih
membutuhkan beberapa penjelasan dari Rasulullah.
c. Surat yang berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan orangorang non-muslim yang tinggal dan hidup di wilayah dan
pemerintahan Islam (Madinah). Surat dengan jenis seperti ini
disampaikan kepada golongan non-muslim yang telah membuat
perjanjian damai dengan Rasulullah.19 Sebagaimana butir-butir
perjanjian yang dibuat antara Rasulullah dan umat Islam dengan
kaum Yahudi di Madinah, di mana butir-butir dari kesepakatan dan
perjanjian itu dituangkan dalam bentuk surat tertulis yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
Sebagaimana tujuan penulisan surat dan sejalan dengan pengertian
dari surat yang terklasifikasi pada urutan pertama, maka surat yang
disampaikan Rasulullah kepada para pemimpin di luar Jazirah Arabia itu
memuat isi berupa ajakan mengikuti dan mengimani ajaran Islam.20
Dengan begitu penulisan dan penyampaiannya ini merupakan salah satu
cara yang ditempuh beliau dalam rangka melaksanakan dakwah Islam.
B. Pengertian Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah secara etimologi (bahasa atau lughah) berasal
dari bahasa Arab ( ‫ دﻋﻮة‬-‫ ﻳﺪﻋﻮ‬- ‫) دﻋﻰ‬. Ada beberapa arti yang dapat
19
Ali Mustafa Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1997), h. 8.
20
Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim
Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 7.
diperoleh dari kata ini, seperti; mengajak, menyeru, memanggil, dan
mengundang. Dalam Al-Qur'an kata dakwah bisa berarti menyeru kepada
kebaikan maupun keburukan. Ada bebearapa ayat Al-Qur'an yang
berkaitan dengan seruan seperti Surah Al-Mukmin/40:41 yakni artinya
"Hai kaumku! Bagaimanakah kamu, aku seru kamu (ad'ukum) kepada
keselamatan tapi kamu menyeruku (tad'uni) ke neraka."21
Dakwah juga berari do'a atau permohonan, sebagaimana firman
Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah/1: 186 yang artinya "Aku
mengabulkan permohonan (da'watan) orang-orang yang berdoa (da'i)
apabila ia berdoa (da'a) kepada-Ku."
Bentuk perkataan dakwah tersebut dalam bahasa Arab disebut
mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja atau fi’il-nya adalah da’aa – yad’u
yang berarti memanggil, menyeru, atau mengajak. Dalam arti seperti ini
dapat ditemukan dalam Al Qur’an, misalnya Surah Yusuf/12: 33 sebagai
berikut:
☺
“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku.”22
21
K.H. Irfan Hielmy, Dakwah Bil-Hikmah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), h. 9.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Penerbit PT. Bumi
Restu, 1975) h. 353.
22
Pengertian dakwah dengan merunut kepada pengertian terminologi
sangat beragam. Beberapa ahli dan pemikir mempunyai batasan-batasan
tersendiri tentang pengertian dakwah dalam perspektif terminologis ini.
Syekh
Ali
Mahfudz
dalam
kitabnya
Hidayatul
Mursyidin,
sebagaimana dilansir Chadijah Nasution, memberikan batasan mengenai
dakwah ini, sebagai berikut:
“Mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan menurut petunjuk,
menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarangnya dari perbuatan
munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat”23
Baginya, dakwah adalah upaya untuk mendorong atau memotivasi
orang lain atau manusia dalam melakukan kebaikan dan mengikuti
petunjuk, memerintahkan mereka untuk berbuat kebaikan (ma’ruf) dan
mencegah dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.24
Sementara itu Hamzah Ya’cub memberikan batasan dakwah, yaitu
sebagai upaya untuk mengajak manusia yang dilakukan dengan cara
hikmah (ilmu) dan kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, Bakhial Khulli juga menyatakan,
dakwah adalah sebagai upaya untuk memindahkan umat dari situasi (yang
tidak atau belum baik) menuju kepada situasi yang lain (yang lebih baik).25
23
Syekh Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin. Penerjemah Chadijah Nasution (Jakarta:
Usaha Penerbitan Tiga A, 1970), h. 17.
24
Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasat fi Dakwah al-Islamiyah (Kairo: Dar el Tibaah al
Mahmadiyah, 1987) h. 10.
25
M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah tentang
Aktivitas Keagamaan (Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1980), h. 13.
Dari pakar Indonesia sendiri, batasan mengenai istilah dakwah ini
dapat diambil dari pendapat Mohammad Natsir yang mengatakan, dakwah
adalah:
“Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan
manusia dan seluruh umat manusia mengenai konsepsi Islam tentang
pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia, yang meliputi amar
ma”ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang
diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam kehidupan
perseorangan, perikehidupan rumah tangga (usrah), perikehidupan
bermasyarakat dan perikehidupan bernegara”.26
Tentu masih banyak batasan lain yang diberikan oleh para pemikir
dan ahli selain dari batasan-batasn yang disebutkan di atas.
Sebagai agama dakwah, hubungan ajaran Islam dengan dakwah
diibaratkan sebagai dua keping mata uang. Dengan begitu dakwah menjadi
sesuatu yang tidak terpisahkan dari ajaran dan keimanan Islam. Dalam AlQur‘an cukup banyak ayat-ayat yang menguraikan tentang segala sesuatu
yang terkait dengan kegiatan dakwah. Ayat-ayat itu mengemukakan
tentang kewajiban, perintah dan cara dalam melakukan aktivitas dakwah
Islam.
Dalam konteks upaya dakwah Islam melalui media surat, Rasulullah
telah melakukan hal yang menjadi upaya dalam berbagai definisi yang
telah disebutkan itu. Dengan media surat, Rasulullah mendorong dan
menyeru kepada para penguasa untuk melakukan perbuatan ma’ruf dan
menjauhi kemunkaran. Selain itu dalam melaksanakan upaya ini,
Rasulullah melakukannya dengan cara hikmah (ilmu) dan kebijaksanaan,
yakni dengan media surat berarti beliau telah menunjukkan pengetahuan
26
Abdul Rosyad Shaleh dalam buku, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), h. 9. Dalam buku ini batasan tentang dakwah dilansirnya dari buku Mohamad
Natsir, Fungsi Dakwah Islam dalam Rangka perjuangan, di halaman 7 dari buku tersebut.
dan ilmu yang dimilikinya. Sementara kebijaksanaan yang ditunjukkan
adalah sikap penghormatannya pada kedudukan para penguasa dan untuk
menyeru kepada mereka itu Rasulullah tidak memakai cara berkhotbah
yang mana ini bisa menimbulkan kesan menggurui dan merendahkan
kedudukan dari para penguasa.
C. Metode dan Media Dakwah
1. Pengertian Metode Dakwah
Dalam pengertian bahasa, “metode” berasal dari dua kata yakni,
meta yang mempunyai pengertian sebagai melalui dan hodos yang dapat
diartikan sebagai jalan atau cara.27
Dengan
demikian
metode
secara
terminologi
mengandung
pengertian sebagai, cara atau jalan yang harus dilalui atau digunakan untuk
mencapai suatu tujuan. Pendapat lain menyatakan, pengertian metode ini
berasal dari istilah yang diambil dari bahasa Jerman, metodhica, yang
mengandung pengertian sebagai ajaran tentang metode. Namun yang lebih
lazim dipahami, istilah ini berasal dari bahasa Yunani yakni methodos.
Adapun dalam bahasa Arab istilah ini bisa disamakan dengan thariq.28
Dengan merujuk pada arti-arti yang telah ditunjukkan itu, secara bebas
27
28
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, cetakan I (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61.
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah, cetakan I (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 35.
maka metode dapat didefinisikan sebagai cara yang telah diatur dan
melalui proses pemikiran guna mencapai suatu maksud atau tujuan.29
Para pakar yang memiliki kompetensi dalam ilmu dakwah juga
memiliki pandangan sendiri mengenai pengertian dari metode ilmu
dakwah ini, di antaranya adalah menurut Toto Tasmara menyatakan,
dengan
menggabungkan
beberapa
pendapat
mengenai
dakwah
sebagaimana telah diuraikan di depan dengan pengertian metode, maka
definisi dari metode dakwah dapat diartikan sebagai; cara-cara tertentu
yang dilakukan oleh seorang komunikator, yang dalam konteks dakwah
sebagai subyeknya adalah seorang da’i kepada mad’u atau obyek untuk
mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.30 Dengan
demikian batasan ini juga mengandung arti bahwa pendekatan dakwah itu
harus bertumpu kepada satu pandangan human oriented, yakni
penghargaan yang mulia atas diri manusia.31
Dalam Al Qur’an dakwah adalah sebuah cara untuk menyeru kepada
jalan Tuhan melalui cara-cara yang baik, sebagaimana telah difirmankan
dalam surat An-Nahl/16: 125 berikut:
☺
☺
☺
.
29
☺
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), h. 7.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 47.
31
Munir, Metode Dakwah, h. 8
30
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik. sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."
2. Pengertian Media atau Sarana Dakwah
Media atau sarana yaitu hal-hal yang dapat mengantarkan kepada
sesuatu. Seorang da'i agar terbantu dalam dakwahnya maka harus
menggunakan media atau sarana dalam menyampaikan dakwahnya
tersebut. Dari sudut penyampaian, ada dua macam media atau sarana
dakwah: media langsung dan media tidak langsung.32
Sa'id bin Ali bin Wahif Al-Qahthani dalam bukunya Al-Hikmatu
Fid Dakwah Ilallah Ta'ala menjelaskan, yang dimaksud dengan media atau
sarana dakwah tidak langsung disini adalah hal-hal yang menyangkut
kesiapan diri seorang da'i sebelum menyampaikan dakwahnya. Hal berikut
ini termasuk dalam kelompok media atau sarana dakwah tidak langsung:
a.
Sikap hati-hati dan senantiasa bertakwa kepada Allah. Sebelum
berdakwah kapada orang lain seorang da'i perlu memberi
peringatan kepada keluarganya agar hati-hati terhadap perbuatan
maksiat, bahaya nafsu, kaum munafik dan kafir.
b.
Meminta bantuan kepada orang lain. Setelah meminta kepada
Allah, seorang da'i perlu meminta bantuan kepada sesama
manusia demi kelancaran dakwahnya.
c.
Sikap disiplin. Seorang da'i harus disiplin, termasuk dalam
masalah waktu. Jangan sekali-kali membuang kesempatan. Ia
32
Sa'id bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Al Hikmatu Fid Dakwah Ilallah Ta'ala.
Penerjemah Drs. Masykur Hakim, MA; Ubaidillah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 102.
harus memperhatikan kaidah-kaidah disiplin yang diperintahkan
Islam.
Bekerja
sedikit
waktu
tapi
secara
teratur
dan
berkesinambungan lebih baik dari pada bekerja dengan banyak
waktu tapi tanpa arah dan tidak berkesinambungan.
Adapun media atau sarana dakwah langsung adalah menyangkut
teknik penyampaian (tabligh) melalui perkataan, perbuatan, dan perilaku
da'i yang dijadikan teladan orang lain sehingga mereka tertarik kepada
Islam.33
Dalam menyampaikan dakwahnya, seorang da'i memerlukan
berbagai macam media atau sarana yang bermanfaat. Namun perlu
diketahui bahwa sebagian media adakalanya berguna pada suatu masa tapi
tidak berguna pada masa lain, bermanfaat bagi suatu masyarakat tapi tidak
bagi masyarakat yang lain. Seorang da'i yang bijak adalah yang mampu
mimilah-milah media atau sarana yang cocok pada zaman dan tempat.34
D. Metode bil Qalam Dalam Dakwah Islam
Dalam kesejarahan perkembangan agama-agama besar di dunia, media
surat telah cukup lama digunakan dalam mendukung upaya penyebaran ajaran.
Peran surat dalam menunjang penyebaran ajaran terbukti efektif dalam upaya
menjadikan sebuah ajaran menjadi cepat tersiar dan mendapatkan pengikut
dalam jumlah yang lebih besar lagi.
Media surat ini, dalam sejarah penyiaran agama apapun yang ada selalu
digunakan ketika metode lama yang konvensional dirasa sudah tidak mampu
33
34
Ibid., hal. 102.
Ibid., h. 103.
menjawab terhadap tuntutan untuk menyebarkan ajaran dalam lingkup jumlah
dan wilayah yang lebih luas.
Demikian halnya dalam sejarah penyiaran ajaran Islam. Ketika pertama
kali Islam sebagai ajaran muncul di Mekkah, cara yang digunakan Rasulullah
untuk menyampaikan dan menyebarkan ajaran juga menggunakan cara yang
lazim saat itu yakni dengan
mengggunakan metode berdakwah langsung
(khotbah). Cara ini mengandalkan kemampuan berbicara secara lisan dalam
menyampaikan ajaran atau dikenal dengan metode retorika. Pada masa itu
metode ini menjadi hal yang lazim. Dalam menyampaikan ajaran dituntut
adanya kemampuan retorika yang baik. Pada masa Rasululah metode seperti
ini sering dilakukan dalam acara “Fannal Khitobah” yaitu satu kontes
berpidato yang diikuti peserta dengan penyelenggaraannya dilangsungkan di
dekat bangunan Ka’bah.35
Namun pada saat Islam memasuki periode Madaniyah, struktur
masyarakat Islam sudah sangat kuat serta telah mulai terjalinnya hubungan
dengan kawasan-kawasan di luar Jazirah Arab, maka sudah pasti metode
retorika ini sudah tidak relevan lagi karena jangkauan yang sudah semakin
luas dan sudah dipastikan obyek dakwah yang berada di luar Jazirah Arab itu
memiliki latar belakang budaya dan keyakinan yang jauh berbeda dengan
masyarakat Madinah. Dari sinilah maka metode selanjutnya yang menjadi
alternatif dilakukan yakni dengan menggunakan metode tulisan yang dalam
hal ini dilakukan dalam bentuk pemanfaatan surat.36
Dalam
konteks
sebagai
sebuah
pendekatan,
dakwah
dengan
menggunakan media surat ini oleh Mustafa Ya’cub dikategorisasikan sebagai
35
She H. Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 37.
36
Sutirman Eka Sardhana, Jurnalistik Dakwah (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995), h.
25.
pendekatan korespondensi. Pengertiannya adalah, suatu pendekatan dari cara
berdakwah yang tertuju kepada perseorangan atau wilayah yang lebih jauh dan
luas dengan menggunakan media tulisan yang tertuang dalam bentuk surat.
Masih dalam pandangan Mustafa Ya’cub, selain sebagai sebuah
pendekatan, metode korespondensi ini juga bisa dilihat sebagai sebuah
motivasi untuk menunjukkan tentang nilai-nilai universalitas dari suatu agama
(baca: Islam) dalam kedudukannya sebagai agama dakwah.37
Dalam hemat penulis sebagai kelengkapan dari motif adalah, dengan
menggunakan pendekatan korespondensi ini sekaligus juga menunjukkan
bentuk dari kedudukan agama atau ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
37
Ya’cub, Sejarah dan Metoda Dakwah Nabi, h. 181.
BAB III
SURAT-SURAT RASULULLAH KEPADA PARA PENGUASA
Dalam pembahasan pada bab II disebutkan bahwa pengertian dari Suratsurat Rasulullah tidak hanya dipahami sebagai surat-surat yang ditujukan kepada
para penguasa semata. Dengan begitu sudah pasti ada surat-surat lain dari
Rasulullah yang pernah dibuat dan ditulis untuk berbagai tujuan dan
kepentingannya. Jika demikian halnya maka jumlah dan jenis surat yang pernah
dibuat oleh Rasulullah tentu berjumlah sangat banyak dengan tujuan yang
beragam pula.
Menurut ahli Sejarah Islam, Muhammad bin Sa’ad, sebagaimana dilansir
Ali Mustafa Ya’cub, disebutkan bahwa dari keseluruhan surat-surat Rasulullah
yang pernah ada, tercatat ada sekitar 105 buah surat yang telah ditulis lengkap
dengan sanadnya.38 Jumlah ini mencakup pada tiga kelompok jenis surat
sebagaimana disinggung pada bab II. Sudah pasti surat-surat yang terkait dengan
seruan dakwah Islam termasuk ke dalam 105 surat itu.
Sementara untuk lebih khusus, dalam hal jumlah surat-surat yang pernah
disampaikan Rasulullah kepada para penguasa belum dapat dipastikan jumlahnya.
Tentunya jumlah surat seruan yang telah dibuat oleh Rasulullah lebih dari lima
buah sebagaimana yang telah menjadi tema dalam penyusunan penulisan ini.
Ketika muncul gagasan untuk mengirimkan surat-surat seruan yang ditujukan
kepada para penguasa itu, situasi yang berlangsung dalam masyarakat Islam di
Madinah sangat kondusif. Keadaan seperti itu jelas sangat memungkinkan bagi
38
1997), h. 8
Ali Mustofa Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
Rasulullah untuk menyampaikan banyak surat seruan yang ditujukan kepada para
pemimpin yang ada di Jazirah Arab maupun wilayah-wilayah lain di luar Jazirah
Arab.39
Alasan menampilkan lima surat Rasulullah ini dengan pertimbangan
bahwa surat-surat tersebut sangat populer dan selalu menjadi salah satu kajian dan
bagian dalam studi sejarah Islam permulaan. Adapun surat-surat yang pernah
disampaikan oleh Rasulullah kepada para penguasa itu adalah sebagai berikut;
A. Surat Kepada Kaisar Najasyi
Surat Dakwah Rasulullah yang disampaikan pertama kali untuk
penguasa di luar Jazirah Arab adalah surat yang ditujukan kepada Kaisar
Najasyi. Surat seruan untuk masuk Islam ini disampaikan pada tahun ke-5
Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 628 Masehi. Kaisar ini adalah seorang
pemeluk keyakinan Nasrani (Kristen).
Nama lain yang biasa disebut bagi Najasyi pada saat itu adalah dengan
sebutan “Ash-Hamah”.40 Ia adalah seorang kaisar yang berkuasa atas wilayah
Habsyah atau Habsyi.41 Sebutan ini kemudian berkembang dan populer
menjadi nama Abbesinia atau sekarang dikenal sebagai negara Ethiopia, suatu
kawasan yang berada di timur laut benua Afrika.
39
Sebagai contoh adalah surat seruan Rasulullah yang ditujukan kepada Mundhir bin
Sawa, seorang penguasa di Bahrain. Kedudukan Mundhir bin Sawa pada saat itu adalah sebagai
Gubernur Wilayah (Prekurator) yang dibawah kekuasaan Kisra Eperwiz, Persia. Rasulullah juga
menulis surat yang sama kepada Haudzah bin Ali, seorang penguasa al Yamamah yang terletak di
sebala timur kota Makkah. Surat yang sama juga disampaikan kepada dua penguasa yang berada
diwilayah Oman, yakni Jaifar dan Abdu bin Julandi. Lihat Kholid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi
Muhammad. Penerjemah H.A. Aziz Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 57,
63, 65.
40
Orang Arab pada saat itu sering menyebut kaisar ini dengan sebutan “An-Najasyi AsShamah.”
41
H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw,
Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), h. 750.
Ada alasan kuat yang dijadikan sandaran Rasulullah untuk mengirimkan
surat seruan kepada penguasa ini. Nama Kaisar Najasyi telah sangat dikenal
oleh kaum muslimin beberapa tahun sebelum mereka melakukan hijarah ke
Madinah. Pada saat kaum Muslimin di Mekkah berada dalam tekanan dan
penindasan
Kaum
Quraish,
Rasulullah
pernah
memerintahkan
agar
pengikutnya melakukan hijrah ke Habsyi. Bahkan pelaksanaan hijrah ke
Habsyi ini berlangsung dua kali.42
Kaisar ini dikenal sebagai penguasa yang mempunyai sifat-sifat sangat
baik seperti adil, jujur, menghormati dan melindungi tamu serta tidak mudah
termakan hasutan. Sifat dan sikap seperti inilah yang ditunjukkannya ketika
menerima rombongan kaum Muslimin yang hijrah ke wilayahnya. Dengan
demikian sebelum Rasulullah menyampaikan surat, antara umat Islam dengan
Kaisar Najasyi telah tercipta hubungan yang sangat baik.
Orang yang dipercayai oleh Rasulullah untuk menyampaikan surat
seruan
untuk masuk Islam kepada Kaisar Najasyi ini adalah Amru bin
Umayyah Ad-Dhamiri.43 Adapun isi dari surat seruan Rasulullah kepada
Kaisar Najasyi itu adalah sebagai berikut:
‫ﺣ ْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬
ِ ‫ﺣ َﻤ‬
ْ ‫ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ‬
ْ ‫ِﺑ‬
‫ﺸ ِﺔ‬
َ ‫ﺤ َﺒ‬
َ ‫ﻚ ا ْﻟ‬
ِ ‫ﻲ َﻣِﻠ‬
‫ﺷﱢ‬
ِ ‫ﺠﺎ‬
َ ‫ﷲ ِإَﻟﻰ اﻟ ﱠﻨ‬
ِ ‫لا‬
ِ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر‬
َ ‫ﻦ ُﻣ‬
ْ ‫ِﻣ‬
‫ﻚ‬
ُ ‫ﻻ ُه َﻮ ا ْﻟ َﻤِﻠ‬
‫ﻻ ِإَﻟ َﻪ ِإ ﱠ‬
َ ‫ي‬
ْ ‫ﷲ اﱠﻟ ِﺬ‬
ُ ‫ َا‬،‫ﻚ‬
َ ‫ﷲ ِإَﻟ ْﻴ‬
ِ ‫لا‬
ُ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َر‬
ْ ‫ﺖ َﻓِﺈ ﱢﻧ‬
َ ‫ﺳِﻠ ْﻢ َأ ْﻧ‬
ْ ‫َأ‬
‫ﻦ َﻣ ْﺮ َﻳ َﻢ‬
َ ‫ﺴﻰ ا ْﺑ‬
َ ‫ﻋ ْﻴ‬
ِ ‫ن‬
‫ﺷ َﻬ ُﺪ َأ ﱠ‬
ْ ‫ َوَأ‬،‫ﻦ‬
ُ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َﻬ ْﻴ ِﻤ‬
ُ ‫ﻼ ُم ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ‬
َ‫ﺴ‬
‫س اﻟ ﱠ‬
ُ ‫ا ْﻟ ُﻘ ﱡﺪ ْو‬
‫ﺼ ْﻴ َﻨ ِﺔ‬
ِ ‫ﺤ‬
َ ‫ﻄ ﱢﻴ َﺒ ِﺔ ا ْﻟ‬
‫ل اﻟ ﱠ‬
ِ ‫ﻄ ْﻮ‬
ُ ‫ﷲ َو َآِﻠ َﻤ ُﺘ ُﻪ َأ ْﻟ َﻘﺎ َهﺎ ِإَﻟﻰ َﻣ ْﺮ َﻳ َﻢ ا ْﻟ َﺒ‬
ِ ‫حا‬
ُ ‫ُر ْو‬
42
43
Ibid., h. 363-372.
Ya’cub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, h. 49.
.‫ﻖ ﺁ َد َم ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ‬
َ ‫ﺧَﻠ‬
َ ‫ﺨ ِﺘ ِﻪ َآ َﻤﺎ‬
َ ‫ﺣ ِﻪ َو َﻧ ْﻔ‬
ِ ‫ﻦ ُر ْو‬
ْ ‫ﺨَﻠ َﻘ ُﻪ ِﻣ‬
َ ‫ﺴﻰ َﻓ‬
َ ‫ﺖ ِﺑ ِﻌ ْﻴ‬
ْ ‫ﺤ َﻤَﻠ‬
َ ‫َﻓ‬
‫ﻋ ِﺘ ِﻪ‬
َ ‫ﻃﺎ‬
َ ‫ﻋَﻠﻰ‬
َ ‫ﻻ ِة‬
َ ‫ﻚ َﻟ ُﻪ َوا ْﻟ ُﻤ َﻮا‬
َ ‫ﺷ ِﺮ ْﻳ‬
َ ‫ﻻ‬
َ ‫ﺣ َﺪ ُﻩ‬
ْ ‫ﷲ َو‬
ِ ‫ك ِإَﻟﻰ ا‬
َ ‫ﻋ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َأ ْد‬
ْ ‫َوِإ ﱢﻧ‬
‫ﻲ‬
ْ ‫ﷲ َوِإ ﱢﻧ‬
ِ ‫لا‬
ُ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َر‬
ْ ‫ َﻓ ِﺈ ﱢﻧ‬،‫ﻲ‬
ْ ‫ﺟﺎ َء ِﻧ‬
َ ‫ي‬
ْ ‫ﻦ ِﺑﺎﱠﻟ ِﺬ‬
َ ‫ﻲ َو ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬
ْ ‫ن َﺗ ﱠﺘ ِﺒ َﻌ ِﻨ‬
ْ ‫َوَأ‬
‫ﺖ َﻓﺎ ْﻗ َﺒُﻠ ْﻮا‬
ُ ‫ﺤ‬
ْ‫ﺼ‬
َ ‫ﺖ َو َﻧ‬
ُ ‫ َو َﻗ ْﺪ َﺑﱠﻠ ْﻐ‬.َ‫ﻞ‬
ّ‫ﺟ‬
َ ‫ﻋ ﱠﺰ َو‬
َ ‫ﷲ‬
ِ ‫ك ِإَﻟﻰ ا‬
َ ‫ﺟ ُﻨ ْﻮ َد‬
ُ ‫ك َو‬
َ ‫ﻋ ْﻮ‬
ُ ‫َأ ْد‬
.‫ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى‬
ِ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣ‬
َ ‫ﻼ ُم‬
َ‫ﺴ‬
‫ َواﻟ ﱠ‬.‫ﻲ‬
ْ ‫ﺤ ِﺘ‬
َ ‫ﺼ ْﻴ‬
ِ ‫َﻧ‬
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah, ditujukan kepada Kaisar An-Najasyi raja
penguasa Habsyi.”
Masuklah tuan ke dalam agama Islam, karena saya sesungguhnya
mengucapkan puji kepada Allah ini kepadamu. Allah adalah Dzat yang tidak
ada tuhan selain Dia. Yang Merajai, Yang Maha Suci, Yang maha Pemberi
keselamatan dan Maha Pemberi keamanan serta Maha melindungi.
Dan aku bersaksi bahwa Isa putera Maryam adalah ruh dan kalimat
Allah yang disampaikan-Nya kepada Maryam, wanita yang tidak bersuami
yang berperangai baik serta menjaga dirinya. Maka hamillah ia dengan
mengandung Isa dan ruh dengan tiupan-Nya, sebagimana Allah menciptakan
Adam dengan tangan-Nya.
Dan sesungguhnya pula aku mengajak tuan untuk menyembah kepada
Allah dengan mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan hal yang
lain, serta aku mengajak tuan untuk mengikuti aku dan beriman kepada
wahyu yang datang kepadaku. Karena sesungguhnya aku adalah utusan
Allah. Sesungguhnya aku mengajak tuan beserta seluruh balatentara tuan
untuk menyembah kepada Allah yang Maha Perkasa.
Selanjutnya aku telah menyampaikan ajakan ini kepada tuan sekaligus
juga memberikan nasihat kepada tuan. Karena itu semoga bisa diterima
nasihat ini.
Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang
mengikuti petunjuk Allah.”44
Surat Rasulullah yang ditujukan kepada penguasa Habsyi ini memang
dibuat agak panjang. Rasulullah memahami betul situasi yang dialami Kaisar
Najasyi yang dihadapkan pada pertentangan paham kepercayaan dalam
44
Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 21. Teks asli lihat. Lamp. hal. ….
keyakinan Kristen yang saat itu dipeluknya. Memang pada saat itu para
penganut Kristen sedang dihadapkan pada pertentangan dua kubu yakni
golongan Arius-Athanasius dan Nestorius.
Kaisar Najasyi sendiri adalah penganut Kristen Nestorius yang pada saat
itu mempunyai banyak pengikut dari umat Kristen yang berdomisili di
wilayah Timur Tengah dan bagian utara Afrika. Sementara aliran Arius
sendiri kebanyakan berasal dari masyarakat yang berdomisili di wilayahwilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Romawi.
Dengan pemahaman terhadap situasi yang di alami olah obyek surat
(Kaisar An-Najasyi) maka isi dari surat Rasulullah lebih menempatkan
masalah teologis sebagai tema utama dari isi surat itu. Isi tentang kedudukan
Isa Al Masih dan Maryam menjadi pokok utama dari isi surat. Hal ini memang
sengaja dilakukan oleh Rasulullah karena pertentangan dalam internal para
pemeluk Kristen pada saat itu sudah sedemikian parah dan berbahaya.
Diriwayatkan, sikap yang ditunjukkan oleh Kaisar Najasyi dengan
datangnya surat seruan dari Rasulullah ini sangat simpatik. Ia diberitakan
menempatkan surat tersebut ke atas kepalanya sebagai simbol dan sikap
hormatnya kepada Rasulullah sekaligus juga menghormati seruan yang
disampaikan oleh Rasulullah. Sebagain riwayat lain menyatakan, Kaisar
Najasyi kemudian membalas surat itu dengan antusias dan menyatakan diri
mengikuti seruan dari Rasulullah yakni masuk Islam.45
45
Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 21.
Namun begitu juga ada riwayat yang menyatakan bahwa Kaisar tersebut
tetap
kukuh
dengan
kepercayaannya
namun
sikapnya
menunjukkan
penghormatan dan penghargaaan atas upaya yang ditempuh oleh Rasulullah.
B. Surat Kepada Kaisar Heraclius.
Kaisar Heraclius adalah penguasa terkuat pada saat itu. Ia adalah kaisar
pada imperium Romawi Timur (Byzantium) yang berpusat di Konstantinopel
(sekarang menjadi Istanbul, bagian dari negara Turki). Dengan demikian
Kaisar Heraclius adalah salah satu sosok yang tercatat sebagai salah satu
penerus dari kejayaan dan kebesaran kekuasaan Romawi. Semenjak awal naik
tahta kekaisaran, Heraclius mendapatkan saingan berat dari kekuasaan Persia
yang juga berambisi dan ingin membangun imperium kekuasaan baru untuk
menandingi kekuasaan Romawi Timur. Akibatnya pada masa itu kedua
wilayah ini terlibat dalam perseteruan dan peperangan yang berlarut-larut
untuk saling mengalahkan satu dengan yang lain. Puncak dari perseteruan
kedua kubu ini adalah ditandai dengan kemenangan Kaisar Heraclius atas
Persia setelah kedua negara ini terlibat peperangan yang panjang selama
kurang lebih sembilan tahun dari tahun 622 – 630 Masehi.
Surat seruan untuk masuk Islam kepada Kaisar Heraclius ini
disampaikan pada tahun ke-6 Hijriyah atau bertepatan dengan 629 Masehi.
Dengan begitu surat ini disampaikan satu tahun setelah Rasulullah bersama
kaum Muslimin di Madinah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah.
Surat seruan Rasulullah ini disampaikan ketika Kaisar Heraclius berada
di tengah-tengah pasukannya yang baru meraih kemenangan atas Persia
dengan merebut kota Yerussalem tahun 629 Masehi. Surat seruan itu sampai
di tangan kaisar ketika mereka sedang berada dalam puncak kemenangan dan
kejayaan. Orang yang dipercayai untuk menyampaikan surat dari Rasulullah
ini adalah Dahyah bin Khalifah al-Khattabi.46 Isi surat itu adalah sebagai
berikut:
‫ﺣ ْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬
ِ ‫ﺣ َﻤ‬
ْ ‫ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ‬
ْ ‫ِﺑ‬
‫ﻈ ْﻴ ِﻢ اﻟ ﱡﺮ ْو ِم‬
ِ‫ﻋ‬
َ ‫ﻞ‬
َ ‫ﷲ ِإَﻟﻰ ِه َﺮ ْﻗ‬
ِ ‫لا‬
ِ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر‬
َ ‫ﻦ ُﻣ‬
ْ ‫ِﻣ‬
.‫ َأ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ‬،‫ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى‬
ِ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣ‬
َ ‫ﻼ ٌم‬
َ‫ﺳ‬
َ
‫ك‬
َ ‫ﺟ َﺮ‬
ْ ‫ﷲ َأ‬
ُ ‫ﻚا‬
َ ‫ﺳِﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ ِﺗ‬
ْ ‫ﺴَﻠ ْﻢ َوَأ‬
ْ ‫ﺳِﻠ ْﻢ َﺗ‬
ْ ‫ َأ‬،‫ﻼ ِم‬
َ‫ﺳ‬
ْ‫ﻹ‬
ِ ‫ﻋﺎ َﻳ ِﺔ ا‬
َ ‫ك ِﺑ ِﺪ‬
َ ‫ﻋ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َأ ْد‬
ْ ‫َﻓِﺈ ﱢﻧ‬
‫ﻞ‬
َ ‫ﻞ ﻳَﺎ َأ ْه‬
ْ ‫ " ُﻗ‬.‫ﻦ‬
َ ‫ﺳ ِﺘ ْﻴ ِﻴ‬
ْ ‫ﻷ ِر‬
َ ‫ﻚ ِإ ْﺛ َﻢ ا‬
َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ‬
َ ‫ن‬
‫ﺖ َﻓِﺈ ﱠ‬
َ ‫ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ‬
ْ ‫ َﻓِﺈ‬،‫ﻦ‬
ِ ‫َﻣ ﱠﺮ َﺗ ْﻴ‬
‫ﻻ‬
َ ‫ﷲ َو‬
َ ‫ﻻا‬
‫ﻻ َﻧ ْﻌ ُﺒ َﺪ ِإ ﱠ‬
‫ﺳ َﻮا ٍء َﺑ ْﻴ َﻨ َﻨﺎ َو َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ َأ ﱠ‬
َ ‫ب َﺗ َﻌﺎَﻟ ْﻮا ِإَﻟﻰ َآِﻠ َﻤ ٍﺔ‬
ِ ‫ا ْﻟ ِﻜ َﺘﺎ‬
‫ن‬
ْ ‫ َﻓِﺈ‬،‫ﷲ‬
ِ ‫نا‬
ِ ‫ﻦ ُد ْو‬
ْ ‫ﻀﺎ َأ ْر َﺑﺎ ًﺑﺎ ِﻣ‬
ً ‫ﻀ َﻨﺎ َﺑ ْﻌ‬
ُ ‫ﺨ َﺬ َﺑ ْﻌ‬
ِ ‫ﻻ َﻳ ﱠﺘ‬
َ ‫ﺷ ْﻴ ًﺌﺎ َو‬
َ ‫ك ِﺑ ِﻪ‬
َ ‫ﺸ ِﺮ‬
ْ ‫ُﻧ‬
".‫ن‬
َ ‫ﺴِﻠ ُﻤ ْﻮ‬
ْ ‫ﺷ َﻬ ُﺪ ْوا ِﺑ َﺄ ﱠﻧﺎ ُﻣ‬
ْ ‫َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻮا َﻓ ُﻘ ْﻮُﻟﻮا ا‬
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad hamba dan utusan Allah.
Kepada Kaisar Heraclius penguasa Romawi.
Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk. Aku mengajak tuan
untuk memeluk Islam. Jika tuan melakukan hal itu, maka tuan akan selamat
dan aman. Jika tuan masuk ke wilayah Islam, Allah akan memberi tuan
pahala yang berlipatganda dan jika tuan berpaling darinya, maka beban dosa
manusia akan ditanggung oleh tuan.
Wahai Ahli Kitab, marilah kita menuju kepada suatu kata sepakat
antara kita dan kalian bahwa kita tidak akan menyembah kecuali kepada
Allah dan bahwa kita tidak akan memperserikatkan apapun dengan-Nya dan
bahwa tidak akan seorangpun akan menjadikan yang lain sebagai tuhan
selain Allah. Maka jika mereka berpaling, katakanlah: Saksikanlah bahwa
sesungguhnya kami ini Muslim.”47
46
47
Ibid., h. 25. Teks asli lihat. Lamp. h…..
Ibid., h. 27.
Sebagaimana diungkpakan di depan, surat Rasulullah sampai ke tangan
Kaisar Heraclius ketika para pasukan Romawi beru saja berhasil merebut kota
Yerussalem dari tangan orang-orang Persia. Tujuan utama untuk merebut kota
ini adalah agar para pemeluk Kristen di Romawi dapat berkunjung dan
berziarah ke tempat kelahiran Isa Al Masih tersebut. Pada saat kota ini berada
dalam genggaman orang Persia, orang-orang Kristen Romawi tidak dapat
berzirah ke kota ini. Dengan begitu motif perebutan kota Yerussalem selain
untuk menunjukkan supremasi kekuasan Romawi juga mempunyai tujuan
untuk memberi fasilitas dan kemudahan bagi orang-orang Kristen Romawi
untuk berziarah dan beribadah di kota Yerussalem tersebut.
Diriwayatkan bahwa Kaisar Heraclius menerima surat itu pada saat
merayakan kemenangan atas keberhasilan merebut kota suci tersebut dari
genggaman Persia. Surat seruan untuk masuk Islam tersebut hadir di tengah
suasana perayaan kemenangan dan kegagahan gegap-gempita Balatentara
Romawi.
Setelah menerima dan membaca surat Rasulullah Kaisar Heraclius
berada dalam satu kesadaran bahwa antara dirinya dengan Rasulullah adalah
sama-sama Ahli Kitab di mana keyakinannya yang sedang dipeluknya dengan
keyakinan Rasulullah disandarkan kepada ajaran yang datangnya dari kitab
suci yang diturunkan Allah. Dalam berbagai riwayat disebutkan Kaisar
Heraclius membenarkan semua ungkapan yang dituliskan dalam surat itu.
Meski begitu Kaisar Heraclius masih penasaran dan ingin tahu lebih
banyak tentang sosok Rasulullah yang telah menyampaikan surat seruan itu.
Untuk itu dimintanya kafilah atau orang Arab yang ketika itu berada di
Yerussalem, salah satunya adalah Abu Sofyan.48
Di hadapan Kaisar Heraclius, Abu Sofyan ini mengatakan tentang sosok
Rasulullah yang di mata masyarakat Arab adalah diakui sebagai pribadi yang
sangat dipercaya dan terjaga semua keinginan, perkataan serta kejujurannya.
Dari penjelasan ini, secara pribadi Kaisar Heraclius menerima kebenaran atas
kedudukan Rasulullah sebagai utusan Allah sekaligus juga membenarkan
semua seruan yang ditujukan kepadanya.49 Namun begitu, Kaisar Heraclius
memutuskan untuk memegang keyakinan Kristennya. Kaisar Heraclius
menyatakan, ia dapat membenarkan ajaran yang disampaikan Rasulullah
sekaligus memberikan penghormatan yang tinggi kepada Rasulullah.
C. Surat Kepada Kisra Eperwiz
Kisra atau Khoesroes adalah sebutan atau gelar yang digunakan para
penguasa Persia. Setiap Raja yang menjadi penguasa selalu menempatkan
gelar kisra ini di depan namanya. Penguasa Persia yang mendapatkan surat
seruan masuk Islam dari Rasulullah ini adalah Kirsra Eperwiz bin Hormuz bin
Anusirwan.
48
Pada saat itu Abu Sofyan masih di pihak Quraish Mekkah yang memusuhi Rasulullah
beserta kaum Muslimin di Madinah. Kaisar Heraclius sengaja melakukan hal ini dengan tujuan
mendapatkan pemaparan yang benar-benar obyektif dari sesama orang Arab. Meskipun Abu
Sofyan saat itu dikenal sebagai salah satu orang yang menentang Rasulullah namun dalam hal
pengakuan terhadap keluhuran sifat dan sikap Rasulullah, Abu Sofyan tetap mengungkapkan hal
tersebut dengan jujur dan apa adanya.
49
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Kaisar Heraclius sebenarnya mempunyai
keinginan untuk masuk Islam sebagimana diserukan Rasulullah dalam suratnya. Namun keinginan
Kaisar Heraclius ini tidak terwujud karena adanya masukan dan pendapat yang muncul dari para
penasihat dan bawahannya. Para penasihat dan bawahannya itu menyatakan bahwa jika ia
mengikuti seruan Rasulullah maka Romawi timur kelak akan berada dalam kekuasaan orang-orang
Islam dengan tanpa melalui penaklukan atau peperangan. Juga diriwayatkan bahwa orang-orang
Romawi telah mengancam kepada Kaisar Heraclius, jika ia menerima seruan Rasulullah dan
masuk Islam, maka kedudukannya sebagai penguasa Romawi Timur akan dijatuhkan.
Para sejarahwan Islam menyebutkan bahwa surat seruan Rasulullah yang
ditujukan kepada penguasa Persia ini disampaikan lebih dahulu dibandingkan
dengan surat seruan yang ditujukan kepada Kaisar Heraclius (Byzantium).
Namun sebagian sejarahwan lain menyatakan bahwa surat tersebut
disampaikan dalam waktu yang hampir bersamaan.50 Namun terlepas dari
bersamaan atau tidak waktu penyampaian surat seruan tersebut, yang jelas
Kisra menerima surat seruan tersebut pada saat dirinya berada dalam kondisi
terdesak oleh saingan utamanya, Kaisar Heraclius.
Surat tersebut disampaikan melalui utusan Rasulullah yang bernama
Abdullah bin Hudzaifah As-Sahami.51Adapun isi dari surat yang disampaikan
oleh Rasulullah kepada Kisra Eperwiz ini adalah sebagai berikut:
‫ﺣ ْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬
ِ ‫ﺣ َﻤ‬
ْ ‫ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ‬
ْ ‫ِﺑ‬
‫س‬
ِ ‫ﻈ ْﻴ ِﻢ َﻓﺎ ِر‬
ِ‫ﻋ‬
َ ‫ﺴ َﺮى‬
ْ ‫ﷲ ِإَﻟﻰ ِآ‬
ِ ‫لا‬
ِ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر‬
َ ‫ﻦ ُﻣ‬
ْ ‫ِﻣ‬
‫ﻻ‬
‫ﻻ ِإﻟَ َﻪ ِإ ﱠ‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ َوﺷَ ِﻬ َﺪ َأ‬
ُ ‫ﷲ َو َر‬
ِ ‫ﻦ ﺑِ ﺎ‬
َ ‫ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى َوﺁ َﻣ‬
ِ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣ‬
َ ‫ﻼ ٌم‬
َ‫ﺳ‬
َ
‫ﻋﺎﻳَ ِﺔ‬
َ ‫ك ِﺑ ِﺪ‬
َ ‫ َوَأ ْدﻋُ ْﻮ‬.‫ﺳ ْﻮُﻟ ُﻪ‬
ُ ‫ﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر‬
َ ‫ﺤ ﱠﻤ ًﺪا‬
َ ‫ن ُﻣ‬
‫ﻚ َﻟ ُﻪ َوَأ ﱠ‬
َ ‫ﺷ ِﺮ ْﻳ‬
َ ‫ﻻ‬
َ ‫ﺣ َﺪ ُﻩ‬
ْ ‫ﷲ َو‬
ُ ‫ا‬
‫ﻖ‬
‫ﺣ ًّﻴ ﺎ َو َﻳﺤِ ﱠ‬
َ ‫ن‬
َ ‫ﻦ آَ ﺎ‬
ْ َ‫ﻷ ْﻧ ِﺬ َر ﻣ‬
َ ِ ‫س َآﺎ ﱠﻓ ًﺔ‬
ِ ‫ﷲ ِإَﻟﻰ اﻟ ﱠﻨﺎ‬
ِ ‫لا‬
ُ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﷲ َﻓِﺈ ﱢﻧﻲ َأ َﻧﺎ َر‬
ِ ‫ا‬
‫س‬
ِ ‫ﺠ ْﻮ‬
ُ ‫ن ِإ ْﺛ َﻢ ا ْﻟ َﻤ‬
‫ﺖ ﻓَ ِﺈ ﱠ‬
َ ‫ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ‬
ْ ‫ ﻓَ ِﺈ‬،‫ﺴَﻠ ْﻢ‬
ْ َ‫ﺳ ِﻠ ْﻢ ﺗ‬
ْ ‫ َأ‬.‫ﻦ‬
َ ‫ﻋﻠَ ﻰ ا ْﻟﻜَ ﺎ ِﻓ ِﺮ ْﻳ‬
َ ‫ﻖ‬
‫ا ْﻟﺤَ ﱡ‬
.‫ﻚ‬
َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ‬
َ
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah.
Kepada Kisra pemimpin besar Persia.
50
51
Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h. 746.
Syekh Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin (Mesir: Asyhar Syarif, t.t), h. 50.
Keselamatan semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti
petunjuk Allah, yang beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan bersaksi
bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Tunggal dan tidak ada sekutu
bagi-Nya, serta bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Aku mengajak kepada tuan dengan ajakan Allah, karena sesungguhnya
aku adalah utusan Allah untuk seluruh manusia. agar ia (Muhammad)
memberikan peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya
pastilah ketetapan (azab) itu atas orang-orang kafir.
Masuklah tuan ke dalam agama Islam, maka tuan akan selamat. Apabila
tuan menolak ajakan ini, maka tuan akan menanggung dosa orang-orang
Majusi.”52
Dari surat-surat Rasulullah yang pernah disampaikan, surat yang
ditujukan kepada Kisra Eperwiz ini yang mendapatkan sambutan yang sangat
tidak simpatik bahkan respon yang ditunjukkan oleh penguasa Persia ini
sangat kasar. Disebutkan bahwa reaksi Kisra ketika selesai membaca surat
seruan dari Rasulullah tersebut adalah merobek-robek surat itu. Dengan
adanya surat seruan tersebut maka dirinya merasa direndahkan meskipun tidak
ada maksud sedikit pun dari Rasulullah untuk melakukan hal tersebut. Tujuan
utama menyampaikan surat tersebut adalah agar Kisra Eperwiz mau mengikuti
seruan untuk masuk Islam dan meninggalkan kepercayaan Majusi yang
dianutnya selama ini.
Bahkan diriwayatkan, Kisra memerintahkan untuk memberi seonggok
kantong berisi pasir kepada Abdullah bin Hudaifah agar diserahkan kepada
Rasulullah.53 Masih belum cukup, Kisra bahkan memerintahkan kepada salah
seorang gubernurnya di daerah Yaman yang bernama Bazam agar
mengirimkan dua algojo ke Madinah untuk menangkap Rasulullah dan
membawanya ke Persia.54
52
Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 48. Teks asli lihat. Lamp. h…..
Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 51.
54
Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h. 747.
53
Munculnya sikap kasar ini dilatarbelakangi situasi tidak harmonis antara
bangsa Pesia dan bangsa Arab pada saat itu. Kisra nampaknya masih jengkel
dengan kejadian sebelumnya ketika terjadi insiden bersenjata di Dzu-Qar.
Dalam peristiwa itu Bangsa Arab yang dengan persenjataan terbatas ternyata
sanggup mengusir balatentara Persia yang memiliki persenjataan yang lebih
lengkap dan kuat.55 Ditambah lagi kedua bangsa ini juga secara umum terlibat
konflik keyakinan dimana bangsa Persia saat itu dipandang sebagai
representasi dari penganut kepercayaan Majusi sementara bangsa Arab adalah
representasi dari masyarakat Islam dan Ahlul Kitab.
Secara politik memang pertentangan ini disebabkan ketidaksenangan
orang Majusi Persia dan Kisra Eperwiz yang melihat kaum Muslimin lebih
menunjukkan sikap memihak Romawi Byzantium dari pada Persia ketika
kedua pusat kekuatan dunia itu sedang berselisih.
Demi melihat sambutan Kisra yang tidak pantas itu, Rasulullah
menyatakan bahwa Allah akan merobek-robek kekuasaan Kisra di Persia
seperti halnya ia merobek-robek surat Rasulullah serta dikatakan pula bahwa
kaum Musliminlah yang kelak akan mengirimkan sekantong pasir ke Persia.
Ungkapan terakhir tersebut mengandung pemaknaan bahwa kaum Muslimin
Arab lah yang kelak akan menguasai negeri Persia.56
D. Surat Kepada Al Muqauqis
55
Ibid., h. 747.
Pernyataan Rasulullah ini kemudian terbukti dimana pada masa Khalifah Umar Bin
Khattab keinginan ini terwujud. Balatentara yang saat itu telah menjelma menjadi kekuatan yang
sangat disegani dengan gagah berani berhasil menaklukkan Persia yang sekaligus juga menjadi
momentum penting bagi masyarakat Persia untuk meninggalkan kepercayaan Majusi dan masuk
menjadi penganut Islam.
56
Jabatan Al Muqauqis ketika menerima surat seruan dari Rasulullah
adalah sebagai seorang walinegara Mesir. Memang jauh hari sebelumnya
wilayah Mesir telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan imperium
kekaisaran Romawi Timur. Jabatan walinegara yang berada dalam kekuasaan
Romawi pada saat itu selalu dipercayakan kepada orang wilayah setempat
yang dipandang cakap dan loyal kepada kekuasaan pusat di Byzantium. Istilah
yang digunakan untuk jabatan walinegara dalam pemerintahan Romawi
disebut Prekurator. Jabatan prekurator atau walinegara ini setingkat dengan
jabatan gubernur sebuah wilayah.
Al Muqauqis adalah seorang walinegara Mesir yang saat itu
berkedudukan di kota Aleksandria (Iskandarsyah). Mesir pada saat itu berada
dalam penguasaan kekaisaraan Romawi Byzantium. Al Muqauqis sendiri
berasal dari suku Qibty, dengan begitu ia adalah pejabat kekaisaran
Byzantium yang berasal dari wilayah setempat. Al Muqauqis seorang
penganut Nasrani seperti halnya menganut kepercayaan yang dianut oleh
pimpinannya di Byzantium.
Surat seruan Rasulullah yang ditujukan kepada Al Muqauqis
disampaikan oleh Hathib bin Abi Balta'ah.57 Adapun isi dari surat seruan
Rasulullah kepada Al Muqauqis itu adalah sebagai berikut:
‫ﺣ ْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬
ِ ‫ﺣ َﻤ‬
ْ ‫ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ‬
ْ ‫ِﺑ‬
‫ﻂ‬
ِ ‫ﻈ ْﻴ ِﻢ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒ‬
ِ‫ﻋ‬
َ ‫ﺲ‬
ِ ‫ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ ِإَﻟﻰ ا ْﻟ ُﻤ َﻘ ْﻮ ِﻗ‬
ُ ‫ﷲ َو َر‬
ِ ‫ﻋ ْﺒ ِﺪ ا‬
َ ‫ﻦ‬
ِ ‫ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ‬
َ ‫ﻦ ُﻣ‬
ْ ‫ِﻣ‬
.‫ َوَأ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ‬،‫ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى‬
ِ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣ‬
َ ‫ﻼ ٌم‬
َ‫ﺳ‬
َ
57
Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 50. Teks asli lihat. Lamp. h…..
،‫ﻦ‬
ِ ‫ك َﻣ ﱠﺮ َﺗ ْﻴ‬
َ ‫ﺟ َﺮ‬
ْ ‫ﷲ َأ‬
ُ ‫ﻚا‬
َ ‫ﺴَﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ ِﺗ‬
ْ ‫ﺳِﻠ ْﻢ َﺗ‬
ْ ‫ َأ‬،‫ﻼ ِم‬
َ‫ﺳ‬
ْ‫ﻹ‬
ِ ‫ﻋﺎ َﻳ ِﺔ ا‬
َ ‫ك ِﺑ ِﺪ‬
َ ‫ﻋ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َأ ْد‬
ْ ‫َﻓِﺈ ﱢﻧ‬
‫ب َﺗ َﻌﺎَﻟ ْﻮا ِإَﻟﻰ‬
ِ ‫ﻞ ا ْﻟ ِﻜ َﺘﺎ‬
َ ‫ﻞ َﻳﺎ َأ ْه‬
ْ ‫ " ُﻗ‬.‫ﻂ‬
ِ ‫ﻞ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒ‬
ِ ‫ﻚ ِإ ْﺛ َﻢ َأ ْه‬
َ ‫ﺖ َﻓ َﻌَﻠ ْﻴ‬
َ ‫ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ‬
ْ ‫َﻓِﺈ‬
‫ﻻ‬
َ ‫ﺷ ْﻴ ًﺌﺎ َو‬
َ ‫ك ِﺑ ِﻪ‬
َ ‫ﺸ ِﺮ‬
ْ ‫ﻻ ُﻧ‬
َ ‫ﷲ َو‬
َ ‫ﻻا‬
‫ﻻ َﻧ ْﻌ ُﺒ َﺪ ِإ ﱠ‬
‫ﺳ َﻮا ٍء َﺑ ْﻴ َﻨ َﻨﺎ َو َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ َأ ﱠ‬
َ ‫َآِﻠ َﻤ ٍﺔ‬
‫ﺷ َﻬ ُﺪ ْوا‬
ْ ‫ن َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻮا َﻓ ُﻘ ْﻮُﻟﻮ ا‬
ْ ‫ َﻓِﺈ‬،‫ﷲ‬
ِ ‫نا‬
ِ ‫ﻦ ُد ْو‬
ْ ‫ﻀﺎ َأ ْر َﺑﺎ ًﺑﺎ ِﻣ‬
ً ‫ﻀ َﻨﺎ َﺑ ْﻌ‬
ُ ‫ﺨ َﺬ َﺑ ْﻌ‬
ِ ‫َﻳ ﱠﺘ‬
".‫ن‬
َ ‫ﺴِﻠ ُﻤ ْﻮ‬
ْ ‫ِﺑَﺄ ﱠﻧﺎ ُﻣ‬
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah.
Kepada tuan Al Muqauqis pemimpin bangsa Qibti.
Salam keselamatan semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti
petunjuk Allah.
Maka sesungguhnya aku mengajaknya kepada tuan dengan ajakan
menuju kepada keselamatan (Islam). Masuklah tuan kepada Islam maka Allah
akan memberikan pahala yang berlipatganda kepada tuan. Namun jika tuan
menolak ajakan ini maka tuan yang akan menanggung dosa seluruh orangorang Qibti.
Wahai para Ahli Kitab, Marilah kita menuju kepada suatu kalimat atau
ketetapan yang tidak ada perbedaan antara kami dan tuan, bahwa tidak ada
yang kita sembah kecuali Allah dan tidak pula pada sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan kecuali Allah. Jika kemudian mereka
berpaling maka katakanlah; Saksikan bahwa kami adalah orang-orang yang
menyerahkan diri kepada Allah”
Kepada Hathib yang membawa surat tersebut, Al Muqauqis sempat
mempertanyakan tindakan Rasulullah mengapa beliau menyebarkan ajaran
tersebut bukan kepada bangsanya (orang-orang Mekkah) dan orang-orang
Mekkah sendiri malah memusuhinya. Pertanyaan itu dijawab oleh Hathib bin
Abi Baltaah dengan mencontohkan hal yang sama saat Isa Al-Masih juga
dimusuhi kaumnya ketika sedang menyebarkan ajarannya di Yerussalem.
Jawaban dari Hathib ini sangat mengena di hati Al Muqauqis.58
58
Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 754.
Respon yang ditunjukkan oleh Al Muqauqis cukup baik. Sebagai bentuk
penghargaan terhadap surat seruan Rasulullah tersebut, ia membuat dan
menyampaikan surat balasan kepada utusan Rasulullah yang menyampaikan
surat itu, ia menitipkan surat balasan yang isinya bahwa dirinya dapat
mengerti dan memahami seruan dari Rasulullah tersebut. Sikap konkrit
pertama yang ditunjukkan Al Muqauqis adalah dengan mengirimkan beberapa
budak, kuda, keledai dan tabib sebagai bentuk penghormatannya kepada
Rasulullah.59
Sementara terkait dengan pensikapannya terhadap seruan masuk Islam
itu, al Muqauqis nampaknya enggan untuk mengikutinya. Pertimbangan yang
dijadikan acuan adalah rasa takutnya terhadap jabatannya. Jika ia memutuskan
untuk masuk Islam maka sangat memungkinkan jabatannya sebagai seorang
walinegara di Aleksandria akan berakhir dan digantikan oleh orang lain.
Apalagi ia juga melihat pimpinannya tertinggi, Kaisar Heraclius, juga
melakukan hal yang serupa.
E. Surat Kepada Harits Al Ghissani
Seperti halnya Al Muqauqis, Harits Al Ghissani adalah seorang
walinegara Syam (sekarang negara Suriah). Wilayah ini juga menjadi bagian
dari
kekuasaan
imperium
Romawi
Byzantium.
Sebagai
walinegara
(prekurator), Harits Al Ghissani berkedudukan di Damaskus.
Surat seruan Rasulullah yang disampaikan kepada Harits Al Ghissani
ditulis dengan bahasa yang singkat dan orang yang mendapatkan kepercayan
59
Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 47.
dan tanggung jawab untuk menyampaikannya adalah Abu Syujaa' bin Wahab
Al-asadi.60
Selengkapnya isi surat Rasululah kepada Harits Al Ghissani itu sebagai
berikut:
‫ﺣ ْﻴ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮ‬
ِ ‫ﺣ َﻤ‬
ْ ‫ﺴ ِﻢ اﷲ ِاﻟ ﱠﺮ‬
ْ ‫ِﺑ‬
‫ﻲ‬
‫ﺴﺎ ِﻧ ﱢ‬
‫ﺷ ْﻤ ٍﺮ ا ْﻟ َﻐ ﱠ‬
َ ‫ﻲ‬
ْ ‫ﻦ َأ ِﺑ‬
ِ ‫ث ْﺑ‬
ِ ‫ﺤﺎ ِر‬
َ ‫ﻋَﻠﻰ ا ْﻟ‬
َ ‫ﷲ‬
ِ ‫لا‬
ِ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َر‬
َ ‫ﻦ ُﻣ‬
ْ ‫ِﻣ‬
‫ن‬
ْ ‫ك ِإَﻟﻰ َأ‬
َ ‫ﻋ ْﻮ‬
ُ ‫ﻲ َأ ْد‬
ْ ‫ق َوِإ ﱢﻧ‬
َ ‫ﺻ ﱠﺪ‬
َ ‫ﻦ ِﺑ ِﻪ َو‬
َ ‫ﻦ ا ﱠﺗ َﺒ َﻊ ا ْﻟ ُﻬ َﺪى َوﺁ َﻣ‬
ِ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣ‬
َ ‫ﻼ ٌم‬
َ‫ﺳ‬
َ
.‫ﻚ‬
َ ‫ﻚ ُﻣ ْﻠ ُﻜ‬
َ ‫ َﻳ ْﺒ َﻘﻰ َﻟ‬،‫ﻚ َﻟ ُﻪ‬
َ ‫ﺷ ِﺮ ْﻳ‬
َ ‫ﻻ‬
َ ‫ﺣ َﺪ ُﻩ‬
ْ ‫ﷲ َو‬
ِ ‫ﻦ ِﺑﺎ‬
َ ‫ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad Utusan Allah.
Kepada Harits bin Abu Syamar.
Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang-orang yang
mengikuti petunjuk Allah, beriman kepada-Nya dan membenarkan ajaranNya.
Sesungguhnya aku mengajak kepada tuan untuk beriman kepada Allah
yang Esa dan tidak ada sekutu baginya. Apabila tuan mau menerima ajakan
ini maka kekuasaan tuan akan tetap lestari”
Berbeda dengan Al Muqauqis yang menunjukkan sikap penghormatan
dan penghargaan atas seruan Rasulullah, sikap yang diperlihatkan Harits Al
Ghissani
setelah menerima surat ini tidak mencerminkan sikap sebagai
pemimpin. Reaksi yang diperlihatkannya sangat jauh dari tatacara dan etika
seorang penguasa pada masa itu. Seperti halnya yang dilakukan oleh penguasa
Persia (Kisra Eperwiz), Harits Al Ghissani langsung membuang surat seruan
itu sambil mempertanyakan apakah ada kekuatan lain selain Kaisar yang dapat
mencopot kedudukannya sebagai prekuator. Memang sebagai seorang
60
Ali Mahfudz, Hidayatul Mursyidin, h. 55. Teks asli lihat. Lamp. h….
prekurator, tidak ada orang yang sanggup atau bisa menjatuhkan jabatannya
selain dari kaisar Romawi sendiri yakni Kaisar Heraclius.
Terkait dengan sikap Harits dalam menanggapi surat seruan Rasulullah
ini didapatkan periwayatan yang tidak bersifat tunggal. Versi pertama,
sebagaimana telah diungkapkan didepan, disebutkan bahwa Harits Al
Ghissani menunjukkan sikap menolak seruan Rasulullah itu dengan
memperlihatkan sikap yang sangat tidak terpuji. Bahkan masih dalam versi
yang pertama ini, Harits Al Ghissani bersikap seperti Kisra dari Persia yang
memerintahkan untuk membunuh utusan Rasulullah.
Namun pada versi yang lain dikisahkan berbeda. Disebutkan bahwa
Walinegera yang berkedudukan di Damaskus (Syam atau Suriah) itu
menerima dengan baik seruan Rasulullah itu meskipun dilakukan secara
rahasia, Harits Al Ghissani dikisahkan secara diam-diam menyatakan diri
masuk Islam. Cara diam-diam dan rahasia ini terpaksa dilakukan karena ia
takut hal ini akan diketahui oleh orang-orang yang ada di sekitar Kaisar,
bahkan ia takut jika hal ini diketahui oleh Kaisar
Heraclius sendiri.
Perhitungannya, jika tindakan masuk Islam ini diketahui oleh umum maka
Harits Al Ghissani akan menghadapi dua risiko yakni; kehilangan jabatan dan
mungkin akan dibunuh orang-orang Romawi.
Belum bisa dipastikan versi mana yang benar. Namun yang jelas antara
kaum Muslimin Arab dengan Syam kemudian pernah terlibat dalam sebuah
peperangan dahsyat yang dikenal sebagai Perang Mu’tah. Perang ini meletus
pada tahun ke-8 Hijriyah atau bertepatan dengan bulan Agustus-September
629 Masehi. Dalam peperangan ini pihak Syam dibantu pasukan Byzantium.61
F. Surat-surat Yang Lain
Selain kelima surat yang telah dipaparkan di depan, masih terdapat
beberapa surat-surat Rasulullah yang ditujukan untuk mengajak para
pemimpin suatu wilayah agar bersedia menerima ajaran Islam sebagai
keyakinan baru untuk pengganti keyakinan yang lama. Dari kelima surat yang
telah dipaparkan tersebut memang belum ada hasil yang bersifat langsung,
dalam arti para penguasa tersebut langsung mengimani dan mengikuti segala
yang telah diserukan oleh Rasulullah. Namun begitu upaya yang telah
dilakukan oleh Rasulullah tersebut bisa dibilang sebagai tindakan yang maju
pada zamannya.
Beberapa surat seruan Rasulullah yang disampaikan selain kepada lima
pemimpin di depan adalah kepada;
1. Al Mundzir bin Sawa
Kedudukannya adalah setingkat prekurator seperti halnya Al
Muqauqis (Aleksandria, Mesir) maupun Harits Al Ghissani
(Syam).62 Dalam surat yang ditujukan kepada Al Mundzir tersebut
61
Para ahli sejarah melihat bahwa peristiwa Perang Mut’ah ini sebagai fase baru dari
gerakan kaum Muslimin Arab terhadap wilayah-wilayah yang berada di luar jazirah Arab. Perang
Mut’ah yang melibatkan pasukan Syam yang dibantu dengan pasukan Romawi berhadapan dengan
pasukan Muslim Arab berlangsung di suatu daerah yang menjadi perbatasan antara wilayah
kekuasaan Romawi Byzantium dengan wilayah Arab. Keberhasilan umat Islam dalam peperangan
besar menjelang wafatnya Rasulullah ini seolah membuka pintu bagi kaum Muslimin Arab untuk
melebarkan wilayah kekuasaan dan jangkauan penyebaran ajaran Islam keluar dari wilayah
Semenanjung Arabia. Lihat Al Husaini, Membangun Peradaban, Sejarah Muhammad Saw, h.
718-732.
62
Yang membedakan antara Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani dengan Al Mundzir bin
sawa adalah dua pemimpin yang pertama adalah pejabat walinegara (prekurator) untuk kekuasaan
diriwayatkan bahwa ia sempat mengalami kegamangan antara
ketakutannya pada jabatan serta Kisra yang telah mengangkatnya
sebagai walinegara di Bahrain.63 Meskipun sempat mengalami
kebimbangan Al Mundhir bin Sawa akhirnya sampai pada satu
keputusan untuk memenuhi seruan Rasulullah dan menyatakan diri
masuk Islam.
2. Haudzah bin Ali al-Hanafi
Haudzah adalah penguasa al-Yamamah (suatu wilayah yang
berada di sebelah timur kota Mekkah). Namun nampaknya Haudzah
tidak ingin mengambil risiko kehilangan kekuasaannya jika ia
memutuskan untuk mengikuti seruan Rasulullah dan ia pun masih
memegang keyakinannnya yang lama.
3. Jaifar dan Abdu bin Julandi
Dua raja ini berkuasa di wilayah Oman, surat seruan
Rasulullah itu disampaikan pada tahun ke-8 Hijriyah.64 Yang
mendapatkan kepercayaan untuk menyampaikan surat itu adalah
Amr bin Ash.
Romawi Byzantium, sementara Al Mundzir bin Sawa saat itu adalah pejabat setingkat gubernur
yang berada dalam kendali kekuasaan Kisra Eperwiz (Persia). Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa Al Mundzir bin Sawa adalah seorang pengikut kepercayaan Majusi, kepercayaan yang
dianut oleh pemimpinnya Kisra dari Persia. Lihat Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad, h. 57.
63
Ibid., h. 60
64
Ibid., h. 63.
Nampaknya untuk kali ini Rasulullah telah mengirimkan
seorang utusan yang tepat. Amr bin Ash dikenal sebagai seorang
sahabat Nabi yang mempunyai kecakapan dalam berbicara serta
mempunyai bakat sebagai seorang diplomat ulung. Diriwayatkan
ketika surat tersebut sampai kepada kedua pemimpin itu, kemudian
terjadi satu dialog dan debat yang sangat panjang. Berkat kecakapan
Amr bin Ash serta isi surat yang begitu meyakinkan maka kedua
penguasa di Oman itu kemudian menyatakan diri masuk Islam.65
Demikian pemaparan sekilas mengenai surat-surat yang berisi seruan
untuk mengimani ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah kepada beberapa
pemimpin yang berkuasa pada saat itu. Memang tidak semua surat yang telah
disampaikan oleh Rasulullah tersebut kemudian mendapatkan sambutan
sebagaimana yang diharapkan, bahkan dalam beberapa kasus surat yang
disampaikan Rasulullah itu kemudian mendapatkan respon dan reaksi yang
kurang mengenakkan. Sebagai kejadian dan bagian yang menyertai dari upaya
dakwah maka hal-hal seperti ini telah menjadi bagian yang sangat dimaklumi
oleh Rasulullah.
Satu hal yang menjadi catatan khusus dari upaya yang telah dilakukan
oleh Rasulullah adalah beliau telah melakukan sebuah strategi dan metode
dakwah yang lebih maju pada zamannya. Selain itu upaya ini adalah
pembuktian nyata bahwa Islam dalam keadaan apapun juga harus dibuktikan
sebagai rahmat untuk seluruh alam. Bagi Rasulullah keinginan bahwa Islam
65
Ibid., h. 64.
adalah rahmat bagi seluruh alam itu tidak hanya diwujudkan dalam ungkapan
lisan semata namun pada menjelang akhir dari kehidupan beliau hal itu telah
diupayakan dengan sungguh-sungguh dengan tetap mempertimbangkan segala
risiko yang mungkin muncul dan ditanggung.
Selain itu menurut hemat penulis, upaya yang dilakukan Rasulullah
dengan menyampaikan surat seruan itu memiliki nilai taktis dan strategis ke
depan yakni sebagai upaya untuk membuka cakrawala bagi umat Islam
terkhusus orang Arab untuk melihat kenyataan di dunia luar Arab. Dari
cakrawala yang telah dibuka ini akan memicu kaum Muslimin untuk berfikir
dan bertindak lebih serius lagi dalam upaya menyebarkan ajaran Islam ke
wilayah-wilayah yang lebih luas di masa-masa mendatang.
BAB IV
DAKWAH NABI MUHAMMAD MELALUI SURAT
A. Latar Belakang dan Motif Rasulullah Menulis Surat
Sebagaimana telah diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa upaya
Rasulullah mengirimkan surat kepada para penguasa adalah satu cara baru
dalam aktivitas dakwah Islam pada masa itu. Sebelumnya, dalam masyarakat
Arab tindakan seperti ini masih terbilang baru karena kebiasaan yang mereka
lakukan selama ini lebih mengandalkan pada cara yang menyandarkan
kemampuan berbicara di depan umum atau cara-cara retorika.
Upaya
penyebaran
Islam
dengan
cara
mengirimkan
surat
(korespondensi) dinilai sebagai langkah yang tepat sekaligus cerdas ketika
dijumpai sebuah kenyataan berupa jarak yang jauh serta luasnya wilayah yang
akan dijadikan sasaran dakwah. Dan pada masa itu, cara seperti ini telah
dilakukan dengan sangat baik sekali, dan tindakan ini dalam konteks strategi
dan manajemen dakwah bisa dikatakan upaya yang cerdas.
Harus dicermati pula bahwa upaya pengiriman surat-surat dakwah itu
bukan satu kejadian yang berdiri sendiri. Keputusan untuk melakukannya ini
tidak lepas dari adanya latar belakang serta pemikiran sebelumnya. Latar
belakang dan pemikiran ini yang kemudian menjadi motif bagi Rasulullah
untuk melakukan hal itu. Adapun beberapa hal yang menjadi latar belakang
dari tindakan Rasulullah dalam mengirimkan surat itu adalah:
1. Imbas Perjanjian Hudaibiyah
Pada periode awal dalam perjuangan menyiarkan Islam di Mekkah,
situasi yang dialami Rasulullah dan umat Islam begitu berat. Rasulullah
dan kaum muslimin lainnya saat itu mendapati kenyataan bahwa jumlah
mereka masih sedikit selain juga harus menanggung berbagai tekanan,
penyiksaan, pemboikotan, bahkan ancaman pembunuhan dari kafir
Quraish. Pihak Kafir Quraish di Mekkah berusaha keras menghalangi
perkembangan ajaran Islam dan untuk itu mereka melakukan apa saja guna
menghambat berkembangnya ajaran Islam di Mekkah dan Semananjung
Arabia pada umumnya.
Meskipun masyarakat Mekkah sebelumnya telah menjuluki
Rasulullah dengan sebutan “Al-Amin” (sosok yang dipercaya), namun
untuk masalah penyebaran Islam ini, sebagian besar penduduk kota itu
tidak mau mempercayai terhadap semua yang diserukan Rasulullah. Alihalih sekedar percaya dan mengimani, jika tidak mendapat perlindungan
dari keluarga besarnya, sahabat serta pengikutnya, bisa jadi Rasulullah
akan dibunuh oleh mereka.
Periode Mekkah ini memang menjadi fase pertama sekaligus
paling berat dalam sejarah siar Islam di Jazirah Arab. Keadaan seperti ini
berlangsung kurang lebih selama 13 tahun, di mana fase ini disebut
sebagai “Periode Makkiyah.” Dengan semakin kerasnya tekanan dari kafir
Quraish maka terpikir oleh Rasulullah untuk memindahkan pusat siar
Islam ini keluar dari Mekkah. Rasulullah pernah mencoba ke tempat lain
misalnya ke Thaif namun kenyataannya sambutan yang ditunjukkan oleh
masyarakatnya kurang lebih sama dengan di Mekkah. Bahkan di kota ini
Rasulullah pernah mengalami penghinaan yang luar biasa di mana beliau
dilempari kotoran saat hendak melakukan siar Islam di tempat ini.
Kota Yatsrib akhirnya dipilih sebagai tempat dan pusat siar Islam
dengan alasan adanya tawaran dan permintaan dari orang Yastrib yang
telah masuk Islam. Rasulullah pun kemudian memindahkan pusat siar
Islamnya ke tempat ini.66
Pemindahan itu berlangsung bertahap, dan pada tahun 622 Masehi,
Rasulullah pun menuju ke Yastrib. Bagi Rasulullah, kota ini dinilai lebih
kondusif dalam mendukung upaya siar Islam untuk waktu-waktu
mendatang. Peristiwa perpindahan ini dalam sejarah Islam dikenal sebagai
“Peristiwa Hijrah” yang sekaligus menandai penanggalan dan tahun
pertama dalam Tarikh Islam. Begitu tiba di Yatsrib, Rasulullah
menjadikan tempat ini sebagai pusat penyiaran Islam dan dengan
kesepakatan penduduk kota, Rasulullah merubah nama Yatsrib menjadi
Madinah Al Munawwarah. Dalam waktu yang singkat, kota Madinah ini
menjadi basis kekuatan dan penyiaran Islam.
66
Pengalihan dari Mekkah ke Yastrib ini bermula dari datangnya tawaran orang-orang
Yastrib yang melakukan Haji di Ka’bah (Mekkah). Mereka tertarik dengan ajaran Islam dan
mengakui Rasulullah sebagai pemimpin dengan menawarkan agar Rasulullah sudi pindah ke
Madinah demi tujuan untuk melanjutkan siar Islam. Tawaran ini disepakati Rasulullah
sebagaimana kemudian tertuang dalam Perjanjian Aqobah. Dalam Perjanjian ini pihak Yastrib
mewakilkan 12 orang dengan sepuluh diantaranya berasal dari suku Khajraz dan Auz. Satu tahun
kemudian dalam musim Haji, pihak Yastrib datang lagi kepada Rasulullah dalam jumlah lebih
banyak lagi, yakni 88 orang dengan penawaran sebagaimana yang pernah diajukan dalam
pertemuan tahun sebelumnya. Melihat kesungguhan mereka, Rasulullah kemudian memerintahkan
para pengikutnya untuk hijrah ke Yastrib. Lihat Abdul Hamid Siddiqi, Sirah Nabi Muhammad
Saw (Bandung: Marja, 2005), h. 164-171.
Meskipun Rasulullah dan umat Islam telah meninggalkan Mekkah,
pihak Quraish Mekkah tetap tidak tinggal diam dengan terus mengganggu
umat Islam di Madinah. Dalam beberapa kali mereka melakukan
penyerangan sehingga beberapa kali pula meletus pertempuran antara
kedua belah pihak. Beberapa perang yang pernah terjadi itu adalah Perang
Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang dalam skala
kecil lainnya.
Dalam setiap peperangan itu, kekuatan dan jumlah pasukan kafir
Quraish selalu lebih besar. Namun begitu dengan segenap kelebihannya itu
tidak lantas menjadikan pihak kafir Quraish tampil sebagai pemenangnya,
bahkan bisa dikatakan kegagalan malah yang sering mereka alami. Secara
umum mereka telah gagal dalam mewujudkan ambisi utamanya yaitu
menghancurkan kekuatan Islam di Madinah dan sekaligus membunuh
Rasulullah. Setelah upaya kekerasan dan peperangan tidak mendapatkan
hasil yang diinginkan, pihak Kafir Quraish mencoba menggunakan jalan
lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengajak Rasulullah
untuk melakukan perundingan.
Dalam perundingan diharapkan ada beberapa hal yang akan
disepakati dan menjadi pegangan dari kedua pihak. Rencananya, pihak
Mekkah akan menggunakan media perundingan ini untuk memaksakan
beberapa klausul yang menurut mereka dapat merugikan pihak Islam
Madinah. Nampaknya kafir Quraish telah menyadari, bahwa ambisi untuk
mengalahkan kaum Muslimin apalagi membunuh Rasulullah adalah hal
yang tidak mungkin lagi dan upaya yang paling memungkinkan adalah
dengan menempuh satu cara dan muslihat.
Pada tahun ke-6 Hijriyah bertepatan dengan tahun 628 M
disepakati sebuah perjanjian yang dikenal dengan sebutan Perjanjian
Hudaibiyah. Nama ini berasal dari suatu tempat yang berada di perbatasan
kota Mekkah.67 Setelah melalui proses yang cukup alot, kesepakatan yang
tertuang dalam perjanjian Hudaibiyah itu berhasil disepakati kedua belah
pihak.68
Perjanjian Hudaibiyah memuat enam klausul dan terkesan bahwa
pihak Islam dirugikan, sementara kafir Quraish merasa sangat diuntungkan
dengan keseluruhan pasal yang tertuang dalam perjanjian ini. Pasal-pasal
yang dinilai merugikan pihak Muslimin Madinah itu diantaranya
menyatakan;
…..“Kaum Muslimin tidak boleh membawa senjata kecuali pedang
yang bersangkur selama kunjungan berikutnya di Mekkah…” juga
pasal yang menyatakan, …”Jika seseorang melintasi wilayah
Muhammmad tanpa izin penjaganya, dia harus dikembalikan kepada
orang-orang Quraish, tetapi jika pengikut Muhammad kembali kepada
kafir Quraish maka dia tidak boleh dikembalikan.”69
Dengan disepakati perjanjian ini memang tidak lagi konflik terbuka
antara kafir Quraish dengan Muslimin Madinah. Namun untuk masa-masa
awal dari pemberlakuannya, imbas perjanjian ini sungguh luar biasa bagi
umat Islam. Sebagian besar dari mereka menyatakan kekecewaannya dan
67
Abdul Hamid Siddiqi, Sirah Nabi Muhammad Saw (Bandung: Marja, 2005), h. 289
Jika melihat pada kronologinya, perjanjian ini berlangsung dalam situasi yang tidak
terduga karena saat itu Rasulullah bersama 1500 pengikutnya berencana untuk berziarah ke
Ka’bah dan sama sekali tidak membawa senjata karena mereka tidak berniat untuk berperang.
Melihat rombongan kaum Muslimin Madinah ini maka jalanan ke arah Mekkah ditutup oleh pihak
Quraish. Rasulullah dan pengikutnya kemudian memutuskan berkemah di sebuah tempat yang
bernama Hudaibiyah itu. Selama proses penyusunan perjanjian yang berlangsung cukup alot ini,
Quraish Mekkah selalu berkeras kepala untuk mendesakkan keinginan-keinginannya. Sebagai
contoh mereka menolak tulisan Ali bin Abi Thalib yang bertindak sebagai sekretaris yang
mengawali menuliskan pasal-pasal perjanjian dengan Kalimat Basmalah, demikian halnya
pencantuman Muhammad Rasulullah juga ditolak dengan keras oleh salah satu delegasi Kafir
Quraish yang bernama Suhayl ibnu Amir.
69
ibid., h. 289.
68
tidak habis mengerti atas tindakan Rasulullah itu yang menyepakati
perjanjian tersebut.
Namun jika diteliti secara seksama, terlihat kecerdikan
Rasulullah dalam menyikapi kesepakatan dengan pihak kafir Quraish
Mekkah itu. Dalam perjanjian tersebut terdapat salah satu klausul yang
menyatakan;
…”Siapa saja yang ingin bergabung dengan Muhammad atau
melakukan perjanjian dengannya, harus ada kebebasan untuk
melakukannya.”
Klausul inilah bagi Rasulullah keuntungan yang jauh lebih baik
dibandingkan
dengan
klausul-klausul
lainnya
yang
terkesan
menguntungkan pihak Quraish Mekkah. Dalam pandangan seorang
pemikir Islam, A. Syalabi, pasal ini telah memberikan jaminan Rasulullah
dan umat Islam atas adanya keleluasaan dalam menjalin hubungan dengan
fihak atau kawasan di luar Jazirah Arab. Keleluasaan seperti ini dipastikan
akan membuka peluang serta kesempatan guna menyiarkan Islam tidak
hanya di Arab saja, namun juga untuk kawasan lain yang lebih luas.70 Dan
sesuai dengan butir pasal ini, pihak kafir Quraish tidak boleh campur
tangan apalagi mengganggunya.71
Dalam pemikiran Rasulullah, daripada sebagian besar potensi umat
hanya dihabiskan untuk menghadapi kafir Quraish, maka lebih baik jika
potensi dan waktu yang ada itu dimanfaatkan untuk memperkenalkan dan
menyiarkan Islam ke luar Arab. Pemikiran ini sudah pasti di luar perkiraan
70
Ensiklopedi Islam Indonesia (IAIN Syarif Hidayatullah) (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 1992), h. 328
71
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam jilid II ( Jakarta: Pustaka Al Husna, 1990), h.
189.
pihak lawan, bahkan para sahabat dan kaum Muslim lainnya juga belum
menyadarinya akan potensi dan peluang yang demikian itu. Di kalangan
para sahabat dan umat Islam lainnya, setelah mendapatkan penjelasan
mengenai manfaat jangka panjang serta luasnya orientasi yang dituju,
mereka pun baru mengerti juga mengakui betapa cerdiknya langkah yang
diambil Rasulullah itu.
Dari butir kesepakatan itulah maka Rasulullah kemudian terpikir
untuk memperkenalkan Islam dan menyerukannya kepada beberapa pihak
di luar Semenanjung Arabia, dalam hal ini para penguasa dan pemimpin
dengan melalui media surat seruan. Pada sisi yang lain dari pengiriman
surat
ini,
secara
politis
Rasulullah
juga
berkehendak
untuk
memperkenalkan kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat Islam di
Madinah.
Pendapat seperti itu diungkapkan oleh Sayyed Hossein Nasr dalam
mencermati motif yang menjadi alasan Rasulullah dalam melakukan
seruan mengajak para penguasa untuk mengimani ajaran Islam melalui
media surat. Hossein Nasr juga sangat sepakat bahwa imbas dari
Perjanjian Hudaibiyah-lah yang paling memungkin bagi Rasulullah untuk
melakukan hal itu.72 Dengan kata lain, langkah tersebut merupakan salah
satu manuver dan langkah cerdik yang diambil Rasulullah untuk
menciptakan peluang agar Islam bisa disiarkan pada kawasan yang lebih
luas lagi.
2. Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah
72
47.
Sayyed Hossein Nasr, Muhammad Hamba Allah (Jakarta: Rajawali Press, 1994), h.
Periode Madinah merupakan fase yang sama sekali baru dalam
perjalanan siar Islam di Jazirah Arab. Pada periode ini, Rasululah bersama
umat Islam telah berhasil membentuk kekuatan untuk mengimbangi kafir
Quraish Mekkah. Kepercayaan umat Islam di Madinah, baik dari kalangan
Anshar dan Muhajirin, kepada Rasulullah telah memberikan kesempatan
yang sangat baik bagi Rasulullah untuk membentuk satu struktur
masyarakat baru dan kuat di kota ini.
Dalam periode ini Rasulullah tidak hanya memerankan diri sebagai
seorang pemimpin agama semata, tapi beliau juga telah ditempatkan
masyarakat sebagai pemimpin sosial dan politik. Di Madinah, Rasulullah
berhasil menciptakan dan memberlakukan berbagai perangkat yang
mendukung kehidupan sosial-kemasyarakatan, diantaranya keberhasilan
memberlakukan hukum, administrasi pemerintahan, sistem perekonomian
bahkan pembentukan angkatan perang dan sebagainya.73
Dengan adanya kelengkapan seperti itu sudah pasti jika kedudukan
kaum Muslimin Madinah berkembang dan tumbuh menjadi sangat kuat.
Rasulullah sendiri kemudian juga ditempatkan penduduk kota ini sebagai
pemimpin dalam suatu masyarakat dan pemerintahan di Madinah.
Terkait dengan fenomena ini, Amin Ihsan Islahi menyatakan
bahwa dengan keberhasilannya beliau dalam membentuk satu sistem
kemasyarakatan yang kuat juga dengan kedudukan beliau sebagai
pemimpin agama dan politik, hal ini kemudian menjadikan umat Islam di
73
A. Hasjmi, Di mana Letaknya Negara Islam (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 1994), h. 49.
Madinah tidak lagi merasa inferior (masyarakat kelas dua). Pada diri kaum
Muslimin di Madinah muncul satu rasa kepercayaan diri yang tinggi.74
Dengan mempertimbangkan bahwa posisinya itu pula, Rasulullah
melakukan upaya yang mensinergikan kedua posisinya itu. Dalam hal ini
tindakan menulis surat-surat seruan dakwah dapat dikategorikan sebagai
upaya untuk mensinergikan dua fungsi yang sedang diembannya saat itu.
Dengan tindakan ini Rasulullah telah melakukan fungsinya sebagai utusan
Allah yang bertugas menyebarkan ajaran Allah ke bumi, dan dalam waktu
bersamaan beliau juga menjalankan fungsi
sebagai pemimpin sosial-
politik.
Tindakan Rasulullah menulis surat yang ditujukan kepada para
penguasa itu telah disandarkan pada alasan yang tepat baik dalam
pertimbangan ajaran agama maupun dalam pertimbangan yang bersifat
diplomatik. Untuk hal ini Rasulullah dan kaum Islam Madinah juga telah
mempertimbangkan dan mempersiapkan kemungkinan buruk terkait
dengan akibat dari mengirimkan surat-surat tersebut.75
Dalam hal ini pula selain mengandung misi yang bersifat
keagamaan,
74
di
dalamnya
juga
termuat
satu
keinginan
untuk
W. Montgemerry Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1988) h. 2 dan H.A.R. Gibb, Islam dalam
Lintasan Sejarah (Jakarta: Bharata Aksara, 1993), h. 22.
75
Bahwa objek yang menjadi tujuan dari para penguasa ini adalah mereka yang dikenal
sebagai penguasa yang disegani saat itu. Sebagai contoh Kaisar Heraclius, penguasa Imperium
Romawi Byzantium dan Kisra Eperwiz seorang penguasa pada Kekaisaran Persia. Dua wilayah ini
merupakan dua kutub kekuasaan paling besar dan saling bersaing pada saat itu. Sudah pasti
Rasulullah telah mempertimbangkan akan munculnya ketidaksukaan dari dua penguasa tersebut,
sehingga dimungkinkan keduanya melakukan hal-hal negative terhadap Rasulullah dan umat Islam
di Madinah. Mengenai hal ini oleh Amin Ihsan Islahi dikatakan, bahwa Rasulullah beserta
pengikutnya telah mempertimbangkan sekaligus mempersiapkan tentang hal ini. Lihat Amin Ihsan
Islahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Penerbit Pustaka, 1989) h. 22.
memperkenalkan bangsa Arab – yakni umat Islam, sebagai salah satu
masyarakat yang terlibat dalam kancah politik dunia saat itu.
Terkait dengan tindakan mengirimkan surat seruan itu, dengan
mengkombinasikan hipotesis dari Patricia Crone sebagaimana dikutip oleh
Faisal Ismail, disebutkan bahwa Rasulullah sebenarnya ingin mencapai
tujuan dan misi politiknya untuk mempromosikan Nasionalisme Arab,
selain mewartakan ajaran Islam ke berbagai wilayah. Karena misi politik
yang berbarengan dengan motif siar Islam inilah yang kemudian menjadi
daya pacu dan daya dorong atas tersebarnya Islam secara luas ke Jazirah
Arab dan berbagai wilayah lainnya di luar kawasan tersebut.76
3. Islam Sebagai Rahmatan Lil 'Alamin
Faktor lain selanjutnya yang menjadi motif atas munculnya
tindakan Rasulullah mengirimkan surat-suratnya adalah terkait dengan
adanya firman Allah Swt dalam Surat Al-Anbiyaa’/17: 107 yang
menyatakan:
☺
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam.”77
Ayat ini turun dan ditujukan kepada Rasulullah seperti halnya
kepada nabi-nabi sebelumnya, bahwa para nabi yang diturunkan Allah
76
Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam (Pergumulan Kultur dan Struktur) (Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), 2002), h. 22.
77
Al-Quran dan Terjemahannya (Departemen Agama Republik Indonesia) (Semarang:
Toha Putra, 1989), h. 508.
membawa wahyu serta diperintahkan untuk berupaya mengajak para
manusia untuk mengimani ajaran-ajaran yang telah diturunkan-Nya itu.78
Dengan menengok ke belakang, dari seluruh rangkaian ayat yang
termaktub dalam Surat Al- Anbiyaa’ itu yang berjumlah 112 ayat ini. Surat
ini diturunkan di Mekkah, di mana pada saat jumlah dan kekuatan umat
Islam masih sangat kecil dan mereka masih dalam situasi ditekan oleh
pihak kafir Quraish di Mekkah.
Dalam kondisi yang begitu terbatas dan tertekan, sudah pasti jika
firman ini tidak bisa dilakukan secara maksimal karena bisa mewujudkan
perintah yang terkandung pada ayat itu dibutuhkan persyaratan yang
belum bisa terpenuhi di Mekkah. Untuk merealisasikan Islam sebagai
rahmat bagi seluruh alam diperlukan situasi yang mendukung, seperti
adanya kekuatan dan berbagai perangkat pendukung lainnya seperti
jumlah pengikut yang besar, kepemimpinan yang bisa diandalkan, struktur
sosial yang kuat dan berbagai persyaratan lainnya.
Ketika segala hal yang dibutuhkan untuk merealisasikan spirit
yang terkandung dalam Surat Al-Anbiyaa’: 107 telah didapatkan di
Madinah, maka dengan segera Rasulullah dan umat Islam pun
mewujudkan sesuatu yang menjadi spirit dari firman tersebut. Dalam
perkembangan selanjutnya, Rasulullah melihat pihak kafir Quraish tidak
mungkin lagi bisa mengalahkan kaum Muslimin, selain juga telah
disepakatinya kesepakatan untuk tidak saling menyerang sebagaimana
78
Ibid., h. 494.
dalam Perjanjian Hudaibiyah. Kini Rasulullah dan umat Islam tidak
disibukkan lagi dengan berbagai peperangan melawan Quraish Mekkah.79
Kini saatnya untuk mewujudkan bahwa Islam adalah rahmatan
lil ‘alamin di mana ajarannya bisa menembus dinding kesukuan dan
kawasan. Pembuktian yang paling memungkinkan untuk itu salah satunya
adalah dengan cara mengirimkan surat-surat seruan masuk Islam kepada
para kaisar atau penguasa. Media surat dipilih sebagai alat paling
memungkinkan
karena
Rasulullah
menyadari
bahwa
beliau
kini
berhadapan dengan para penguasa sehingga dalam menjalin komunikasi
harus menggunakan tata cara tersendiri, selain juga cara mengirimkan
surat ini juga merupakan salah satu dari sikap penghormatan terhadap
penguasa-penguasa itu.
Hal lain selanjutnya yang ingin dibuktikan Rasulullah adalah
bahwasanya siar Islam dilakukan melalui jalan damai. Hal ini terkait
dengan kedudukan ajaran Islam dan Rasulullah yang sebagai rahmat bagi
seluruh alam.
Dengan begitu penyebaran ajaran Islam tidak semestinya harus
dilakukan melalui kilatan pedang atau peperangan. Jika Rasulullah tidak
mengambil langkah cerdik dengan menyetujui Perjanjian Hudaibiyah dan
melanjutkan pilihan berkonfrontasi dengan kafir Quraish Mekkah, maka
realisasi Islam sebagai rahmat tentu akan sulit untuk diwujudkan. Jika
79
Ali Syariati, Rasulullah sejak Hijrah Hingga Wafat (Tinjauan Kritis Sejarah Nabi
Periode Madinah) ( Jakarta; Pustaka Hidaya, 1992), h. 95.
demikian maka stigma bahwa Islam disebarkan melalui kilatan pedang
atau peperangan akan sulit untuk dihindarkan.80
B. Tema dan Isi Surat-surat Rasulullah
Surat-surat Rasulullah yang ditujukan kepada para penguasa itu
merupakan kenyataan yang terjadi dalam sejarah perkembangan Islam. Dalam
disiplin ilmu sejarah, maka kajian yang mengkhususkan dalam mempelajari
surat-surat Rasulullah memberikan satu ruang yang cukup menarik sebagai
bagian untuk membantu dalam memahami pengetahuan sejarah Islam secara
komprehensif. Namun begitu tulisan yang disusun ini belum dalam
kedudukannya untuk bisa memberikan kajian dan gambaran secara detail
mengenai hal ini.
Terkait dengan itu semua maka surat-surat Nabi Muhammad Saw. dapat
dicermati dan dikaji atas isi yang menjadi tema serta kedudukan dari suratsurat tersebut.
1. Tema dan Isi Surat
Surat-surat seruan dari Rasulullah merupakan salah satu fakta,
yang dengan begitu peristiwa ini merupakan suatu bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari studi sejarah Islam, bahkan dengan lebih spesifik menjadi
salah satu kajian dalam Sejarah Dakwah Islam.
Meskipun surat Rasulullah kepada para penguasa itu diberikan
pada saat subyek surat (Rasulullah) dan obyek surat (penguasa) dibuat
dalam keadaan di mana keduanya bertindak sebagai pemimpin bagi
80
Ibid,. h. 95.
masyarakat dan wilayahnya masing-masing, secara umum tema dan isi
surat berisi tentang ajakan untuk mengimani ajaran Islam.
1.1. Tema dan Isi Surat
Secara umum materi yang disampaikan dalam semua surat-surat
Rasululllah yang pernah ditujukan kepada para penguasa itu
mengandung hal-hal seperti:
a. Seruan untuk menyembah Allah dan ajakan untuk meninggalkan
tuhan-tuhan
yang selain Allah.
Tema yang berkonsep
ketauhidan ini menjadi salah satu materi pokok dan yang selalu
dicantumkan dalam setiap surat-surat Rasulullah. Sebagaimana
diketahui monotheisme Islam dalam konsep Tauhid adalah
merupakan salah satu pilar utama dari ajaran Islam.
Nabi selalu menekankan materi mengenai ketauhidan ini karena
beliau menyadari bahwa obyek surat itu adalah para pemimpin
yang memeluk keyakinan lain seperti Nasrani dan Majusi. Sudah
pasti konsep ketuhanan dari ajaran yang mereka yakini itu
berbeda dengan konsep monotheisme Islam.81
b. Materi selanjutnya adalah pemberitahuan bahwa Islam adalah
ajaran dan kepercayaan baru yang memberikan jaminan dan janji
keselamatan bagi siapa saja yang mau mengimaninya. Rasulullah
berani untuk mengajukan konsep Islam sebagai ajaran yang
81
Keyakinan Majusi yang menjadi kepercayaan mayoritas masyarakat Persia
menyatakan bahwa api dipercaya sebagai unsur tertinggi dan berkuasa atas kehidupan. Karena
kepercayaannya seperti ini maka kaum Majusi sering disebut sebagai penyembah api. Sementara
itu juga di kalangan Kristen pada saat itu telah terjadi pergeseran mengenai faham ketuhanan yang
cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan Pagan ala Romawi. Ajaran ketuhahan mereka
digambarkan layaknya keyakinan terhadap para dewa-dewa yang memiliki beberapa
kecenderungan yang mirip dengan keadaan yang dialami oleh manusia. Pada masa ketika
Rasulullah menuliskan surat-suratnya itu faham ketuhanan Kristen yang berdasarkan kepada
faham Trinitas sudah menjadi faham ketuhanan mayoritas di kalangan pemeluk agama Kristen.
menyelamatkan terkait dengan konflik keagamaan yang sedang
berlangsung pada masa-masa itu, khususnya di kalangan Nasrani
yang terpecah dalam berbagai golongan dengan klaim kebenaran
dan keselamatannya masing-masing. Sebagai contoh perpecahan
antara kelompok Arius dan Nestorius, atau pertentangan antara
Kristen Roma dengan penganut Ortodoks di kawasan Eropa
Timur dan sekitarnya.
c. Peringatan terhadap tanggung jawab dari masing-masing
pemimpin terkait dengan kedudukan yang sedang mereka emban
saat itu. Rasulullah mengingatkan bahwa sebagai seorang
pemimpin meraka mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan
sekaligus dituntut untuk bersungguh-sungguh dengan tanggung
jawab yang mereka emban.82
Tema dan isi yang terdapat dalam semua surat Nabi ditulis secara
ringkas, padat, tegas serta jelas. Seperti mengulang cara beliau saat
pertama kali memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat
Mekkah yang sama sekali belum mengenal ajaran Islam,83 hal yang
sama juga dilakukan Rasulullah dalam menuliskan kalimat-kalimat
dalam surat-suratnya.
1.2. Struktur Surat
Seperti yang telah disinggung di depan, semua surat Rasulullah
ditulis dengan susunan kalimat yang singkat, padat serta tegas. Model
tulisan seperti ini memiliki struktur yang sama pada ayat-yat yang
82
Tahia Al- Ismail, Tarikh Muhammad Saw (Teladan Perilaku Umat) ( Jakarta: Sri
Gunting Raja Grafindo Persada, 1996), h. 307.
83
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (bagian I dan II) (Jakarta: Rajawali Press,
1999), h. 33.
diturunkan Allah pada periode Mekkah. Perumpamaannya, para
penguasa tersebut diibaratkan atau diperlakukan sama dengan
masyarakat Mekkah yang saat itu baru mengenal ajaran Islam. Dalam
hal pengenalan awal, maka segala sesuatu yang diperkenalkan itu
semestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang sederhana agar
lekas mudah untuk dikenali dan dipahami.
Di samping juga gaya kalimat yang dituliskan itu dimaksudkan untuk
menghormati para penguasa tersebut juga karena mereka sosok yang
mempunyai kekuasaan dan kedudukan. Dengan menggunakan bahasa
ringkas itu Rasulullah bermaksud untuk menghormati kedudukannya
dengan menghindari penggunaan rangkaian kalimat panjang yang dapat
menimbulkan asumsi sebagai satu sikap menggurui atau mendikte.
Dengan mencermati keseluruhan dari surat-surat tersebut maka secara
garis besar struktur surat Rasulullah terbentuk dalam tiga fase uraian yang
terdiri atas uraian pembukaan, isi surat dan penutup.
Pada pembukaan surat, Rasulullah menyertakan kalimat Basmalah
kemudian disertai pengenalan atas diri Rasulullah kepada penguasa yang
mendapatkan surat tersebut. Pengenalan itu ditulis dengan ungkapan;
…”Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah.” Selain itu dalam ungkapan
pembuka Rasulullah selalu tidak lupa menyertakan nama penguasa yang
menjadi obyek beserta menyebutkan kedudukan dan kekuasaannya.
Misalnya dituliskan; …”Kepada Heraclius, Pemimpin Romawi”…struktur
kalimat pembuka yang kurang lebih sama juga dituliskan dalam surat yang
ditujukan kepada Kisra Eperwiz, Kaisar Najasyi, Al Muqauqis dan Harits Al
Ghissani.
Struktur kalimat pembuka seperti ini menjadi bagian tidak terpisahkan
dari tata cara surat-menyurat sebagai bagian dari penghormatan terhadap
kekuasaan serta kepemimpinan yang dimiliki seorang penguasa tersebut.
Uraian kedua dari surat adalah isi dari surat itu sendiri. Sebagaimana
telah diuraikan di depan isi dari surat-surat Rasulullah adalah ajakan untuk
mengikuti ajaran Islam, ketauhidan, Islam sebagai ajaran yang akan
menyelamatkan serta peringatan terhadap kekuasaan yang sedang dipegang
para penguasa itu.
Namun begitu jika dicermati lagi terdapat perbedaan dalam durasi
kalimat pada masing-masing surat. Menurut hemat penulis, panjang dan
pendeknya durasi itu tergantung dengan tingkat kepentingan dan kedekatan
antara Rasulullah dengan penguasa tersebut. Rasulullah menulis dengan
uraian agak panjang kepada Kaisar Najasyi, Kaisar Heraclius, namun hal
yang demikian itu tidak dilakukannya dalam suratnya yang ditujukan
terhadap penguasa Kekaisaran Persia, Kisra Eperwiz.
Rasulullah menuliskan uraian yang agak panjang kepada Kaisar
Najasyi dan Kaisar Heraclius dikarenakan beliau yakin bahwa kedua
penguasa
ini
memiliki
rasa
hormat
terhadap
Rasulullah
dengan
kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat di Madinah. Meskipun
mempunyai keyakinan yang berbeda dengan Rasulullah, namun kedua
kaisar itu tidak pernah memiliki sikap memusuhi beliau.
Hal ini berbeda dengan Kisra Eperwiz yang pada saat itu hubungannya
dengan Rasulullah dalam situasi yang tidak baik terkait dengan perseteruan
antara masyarakat Arab dengan bangsa Persia. Selain itu pula penguasa
Persia ini dianggap sebagai representasi dari ajaran Majusi yang dalam ayatayat Al Quran yang turun sering diuraikan dengan ungkapan yang kurang
simpatik karena bukan tergolong dalam kelompok Ahli Kitab.
Sementara itu untuk bagian yang terakhir dari surat adalah penutup,
Rasulullah mengingatkan kepada para penguasa untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan ajakan yang telah disampaikannya tersebut dan pada
bagian yang paling akhir dari surat, beliau selalu membubuhkan stempel
yang terdiri dari tiga baris kata berasal dari cincin beliau yang terbuat dari
perak dengan tulisan : “Muhammad Rasul Allah”
C. Situasi Politik Dari Para Penguasa Saat Itu
Pada saat para penguasa itu mendapatkan surat dari Rasulullah, masingmasing mereka sedang menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan
yang dihadapi penguasa-penguasa tersebut antara satu dengan yang lainnya
tidaklah sama. Sebagai contoh, Kaisar Heraclius (Romawi Timur) saat itu
seluruh konsentrasi kekuatan yang dimiliki sedang difokuskan untuk
menghadapi dan menaklukkan saingan utamanya, Kisra Eperwiz dari Persia.
Sementara Kaisar An Najasyi sendiri sedang berhadapan dengan masalah
pertentangan aliran dalam internal Kristen pada saat itu. Yang jelas ada
beberapa hal yang terkait dengan isu situasi politik yang menyangkut para
penguasa pada saat mereka menerima surat seruan untuk masuk Islam dari
Rasulullah.
1. Kaisar An Najasyi di Habsyi
Kaisar An Najasyi yang mendapatkan surat dari Rasulullah, adalah
Kaisar yang berkuasa atas wilayah Habsyi atau Habsyah yang kemudian
menjadi negara Abbesinia atau Ethiopia.84 Dalam sejarah Islam nama
Habsyi ini sangat populer karena pada waktu kelahiran Rasulullah,
penguasa kawasan ini telah memerintahkan untuk menyerang Mekkah dan
berkehendak untuk merobohkan bangunan suci Ka’bah.
Memang
penguasa
Habsyi
sebelum
Kaisar
Najasyi
telah
menunjukkan sikap yang kurang simpatik terhadap masyarakat Arabia.
Namun setelah pucuk pimpinan kekuasaan negara dipegang Kaisar
Najasyi Negusa, sikap seperti itu sudah tidak ada lagi. Bahkan Kaisar ini
sebelumnya yang telah menerima secara terbuka atas hijrahnya beberapa
pengikut Rasulullah yang dikenal sebagai hijrah pertama kaum Muslimin.
Dengan begitu sebelum Rasulullah menyampaikan surat dakwahnya itu,
Rasulullah dan kaum Madinah dengan kaisar ini telah terbina satu
hubungan dan kedekatan yang cukup baik.
Namun selama masa berkuasa Kaisar Najasyi (Negusa) ini
menghadapi persoalan yang pelik terkait dengan perpecahan yang terjadi
dalam lingkungan penganut Nasrani terkait dengan kebenaran ketuhanan.
Perpecahan ini kemudian membagi umat Nasrani pada saat itu ke dalam
dua kelompok; golongan Arius-Athanasius dan Nestorius.85
Persoalannya, pertentangan ini kemudian juga merembet pada
kawasan politik dan kekuasaan. Pada saat itu Kaisar Najasyi mengikuti
golongan Kristen-Nestorius86 yang faham ketuhanannya berbeda dengan
faham teologi Athanasius yang sangat dipengaruhi oleh budaya Romawi.87
84
Amin Ahsan Aslahi, Serba-serbi Dakwah (Bandung: Pustaka, 1989)h. 22.
M. At-Taurrahim, Misteri Yesus dalam Sejarah (Jakarta: Pustaka Da’i, 1994), h. 37.
86
Fuad Hassem, Sirah Muhammad Rasulullah (Sebuah Pengantar Baru) (Bandung:
Mizan, 1989), h. 171.
87
Salah satu yang menjadi isu utama munculnya pertentangan antara golongan
Athanasius dan Nestorius adalah terkait tentang eksistensi dari Isa Al Masih atau Yesus Kristus.
85
Kaisar Najasyi dalam keadaan seperti ini menghadapi ancaman dari
kalangan Arius-Athanasius yang selain telah menggalang kekuatan atas
konsep dan faham teologinya, juga telah menyertakan kekuatan politik
dalam memaksakan konsepnya itu. Jika saja Kaisar Najasyi tetap
bersikukuh dengan prinsipnya maka ia mendapatkan ancaman serangan
dari golongan Athanasius.88
Surat Rasulullah datang pada saat Kaisar Habsyah menghadapi hal
yang sangat pelik dan berisiko ini. Nampaknya kehadiran dan ajakan
Rasulullah ini dapat dipahamai sebagai salah satu cara untuk keluar dari
pertentangan tersebut. Jika Kaisar Najasyi mau mengikuti dan mengimani
pada apa yang disampaikan Rasulullah, maka golongan Arius-Athanasius
tidak lagi memiliki persoalan dengan Kaisar ini. Seandainya pun kemudian
masih juga ada masalah maka pengikut golongan Arius akan berfikir
bahwa mereka tidak hanya akan menghadapi Najasyi saja tapi juga akan
berhadapan dengan Rasulullah dan umat Islam lainnya.
Dalam beberapa riwayat dinyatakan, Kaisar Najasyi mau mengikuti
dan mengimani terhadap semua yang telah disampaikan Rasulullah,
Golongan Athanasius yang berhasil menjadi mayoritas telah sampai kepada sebuah anggapan
bahwa Yesus berkedudukan sebagai Tuhan selain Tuhan Bapa dan Ruh Kudus. Dari mereka
muncul konsep Trinitas yang pada kelanjutannya identik sebagai ajaran yang tidak terpisahkan
dari ajaran Kristen hingga saat ini. Namun di lain pihak, Golongan Nestorian, menolak keras
pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa Yesus atau Isa Al Masih tidak lebih sebagai kalimat
Allah yang berwujud pada sosok manusia. Sehingga dengan demikian kedudukan Yesus atau Isa
Al Masih tidak lebih sebagai makhluk Allah (manusia) yang mempunyai tugas untuk mewartakan
ajaran dari langit kepada umat manusia. Lihat Muhammad At-Taurrahim, Misteri Yesus dalam
Sejarah, h. 37.
88
Potensi yang seperti ini sangat memungkinkan sekali dengan mengingat bahwa
golongan Athanasius ini memilki pengaruh yang sangat kuat dari masyarakat Asia Tengah bahkan
aliran ini telah mendapatkan dukungan yang penuh dari pemegang otoritas tertinggi di Romawi
Timur selain tentu juga dukungan dari Gereja Paulus yang berpusat di Vatikan. Lihat Fuad Hasem,
Sirah Muhammad Rasulullah (Suatu Penafsiran baru) ( Bandung: Mizan, 1989), h. 171.
namun begitu pula ada yang meragukan pendapat seperti itu. Mereka yang
meragukan itu mengatakan, meskipun Kaisar Najasyi telah mendapatkan
surat Rasulullah tapi ia tetap bersikukuh dengan keyakinan Kristen
Nestorian-nya itu.89 Namun di atas semua ketidakjelasan tersebut, yang
jelas sikap yang ditunjukkan Kaisar Najasyi terhadap surat seruan
Rasulullah itu sangat simpatik, bersahabat dan menghormati seruan
tersebut.90
Dengan demikian Kaisar Najasyi telah menunjukkan kebesarannya
sebagai seorang pemimpin dan negarawan yang baik dengan indikasinya
ia menerima, mengerti dan menghormati terhadap seluruh isi surat yang
disampaikan. Sikap ini menunjukkan sebagai seorang kaisar dan
pemimpin ia masih memegang teguh etiket yang semestinya ditunjukkan
kepada sesama pemimpin yang lain.
2. Perseteruan Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz
Memasuki
pertengahan
Abad
ke-7
Masehi,
adalah
masa
meletusnya persaingan dua kutub kekuasaan politik paling kuat di dunia
saat itu, yakni Romawi Timur (Byzantium) dan Persia. Perseteruan itu
secara personalitas juga dilihat sebagai bentuk dari perseteruan antara
Kaisar Heraclius dan Kisra Eperwiz. Keduanya berambisi untuk
89
Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1997), h. 184.
90
Dalam sebuah kisah disebutkan, begitu selesai membaca surat tersebut, Kaisar
Najasyi kepada utusan yang menyampaikan surat itu menyatakan penghormatannya kepada
Rasulullah. Kaisar ini juga kemudian menuliskan surat kepada Rasulullah yang isinya tentang
kemengertiannya serta penghormatannya terhadap seluruh isi surat yang disampaikan kepada
dirinya. Ketika utusan Rasulullah itu akan pulang ke Madinah, Kaisar Najasyi memberikan
berbagai macam hadiah yang ditujukan kepada Rasulullah dan umat Islam sebagai bentuk rasa
hormatnya kepada Rasulullah dan umat Islam di Madinah.
mengalahkan satu dengan yang lain agar bisa diakui sebagai penguasa
tunggal.
Romawi Timur yang saat itu adalah representasi kekuatan Romawi
yang sebelumnya terbelah menjadi dua yakni Romawi Barat yang berpusat
di Roma dan Romawi Timur (Byzantium) dengan pusatnya di
Konstanstinopel (sekarang menjadi kota Istanbul, yang masuk dalam
wilayah negara Turki).91 Dalam perkembangannya Romawi Timur tumbuh
lebih pesat dan menjadi kuat dibanding dengan Romawi Barat.92
Nampaknya Kaisar Heraclius memendam dendam terhadap Kisra
Eperwiz terkait dengan serangan yang telah dilakukan oleh Persia terhadap
Romawi Timur pada tahun 615 Masehi.93 Serangan itu dimaksudkan untuk
menikam langsung jantung kekuasaan Romawi Timur, sekaligus juga
untuk mengkampanyekan kepada para penguasa lain di kawasan Timur
Tengah untuk tidak tunduk kepada Romawi timur dan mengakui
kekuasaan Persia. Karena serangan ini, Kaisar Heraclius kemudian selalu
berupaya keras dan mencari kesempatan untuk suatu saat bisa menyerang
balik Persia sebagai bentuk dari pembalasan dendamnya.
91
Pemberian nama ibukota Romawi Timur (Byzantium) dengan sebutan
Konstantinopel ini didasari oleh pada penghormatan kepada salah satu Kaisar Romawi yang
bernama Kaisar Konstantin. Kaisar ini dinilai memberi jasa yang sangat luar biasa atas tersebarnya
ajaran Kristen di Roma. Kaisar Konstantin mengambil langkah yang sangat berani dengan
menyatakan diri masuk agama Kristen sebagai upaya politik untuk meredam kemungkinan
munculnya pemberontakan dari kaum Nasrani yang saat itu menjadi musuh nomor satu
pemerintahan Romawi. Dengan masuknya Konstantin menjadi pemeluk Kristen maka pada saat itu
ajaran Kristen mulai bersinggungan dan bersinergi dengan budaya dan keyakinan kuno Romawi.
Karena jasa-jasanya itu maka penguasa Romawi Timur menjadikan nama Kaisar Konstantin
sebagai nama ibukota negara mereka.
92
Mukhtar Yahya, Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah sebelum
Lahirnya Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 472.
93
Dengan melihat bahwa Kaisar Heraclius mulai berkuasa pada tahun 610 M, maka
Persia melakukan serangan tersebut pada masa empat tahun setelah Heraclius naik menjadi Kaisar
di Romawi Timur.
Dendam ini kemudian dilaksanakan pada tahun 622-630 M, di mana
kaisar Heraclius melakukan berbagai serangan ke wilayah-wilayah yang
berada dalam kekuasaan Persia, seperti Asia Kecil, Mesir dan Suriah.94
Puncak dari kemenangan Kaisar Heraclius atas Persia terjadi pada tahun
630 M ketika pasukan Romawi berhasil merebut Yerussalem, kota suci
bagi orang Kristen dari tangan Persia.95
Surat seruan Rasulullah diterima Kaisar Heraclius pada saat ia
berada di Yerussalem dan berada di tengah pasukan yang sedang
merayakan kemenangan besarnya atas Persia.96
Sebagaimana diriwayatkan, sambutan Heraclius diberitakan sangat
simpatik meski ia tetap memegang keyakinan lamanya. Namun begitu
sebagai seorang penguasa yang baik, Heraclius menghormati seruan itu
dan mengakui bahwa Rasulullah tidak hanya sebagai pemimpin spiritual
bagi masyarakat Arab (Madinah) tapi lebih dari itu ia menyatakan,
Rasulullah adalah seorang pemimpin negara yang memiliki kedudukan
yang sama dengan dirinya.
Sikap seperti ini tentu mengundang simpati dari kaum Muslimin
karena kaisar ini baru saja mendapatkan kemenangan yang gemilang yang
94
Funk & Wagnalls New Ensiklopedia jilid 13 (United State of America Printed: RR
Donelly & Sons Company, 1994), h.69.
95
Al Hamid Al Hussein, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw (Jakarta:
Waqtiyah, 1990), h. 677.
96
Sebagai kota yang sering menjadi sasaran perebutan dari berbagai kekuatan yang ada
pada saat itu, kota Yerussalem seringkali diganti namanya sesuai dengan kehendak dari pihak yang
berhasil merebutnya. Dalam khasanah bahasa Ibrani, Yerussalem sering disebut dengan
“Bethlehem” atau orang Arab menyebutnya dengan aksen yang ada pada mereka dengan sebutan
“Baitullahmi” yang keduanya memiliki arti yang kurang lebih sama yakni “Kota Tuhan”. Sebutan
terhadap Yerussalem ini juga berubah ketika pasukan Romawi di bawah kendali Kaisar Heraclius
berhasil merebut kota ini dari penguasaan pasukan Persia. Oleh orang-orang Romawi mereka
menyebut kota Yerussalem berdasarkan aksen bahasa yang mereka miliki dengan menyebut
Yerussalem sebagai “Elia Capitolania” yang juga mengandung pengertian yang sama yakni kota
Tuhan.
tentunya sangat wajar jika ia bersikap sombomg atau tinggi hati. Namun
hal ini tidak ditunjukkan oleh Kaisar Heraclius yang tidak lantas menjadi
sombong dan memandang remeh pemimpin lainnya seperti Rasulullah.
Sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah, Kaisar Heraclius
membalas surat itu dengan disertai bermacam hadiah sebagai bentuk rasa
hormat dan pengakuannya terhadap kedudukan Rasulullah di Madinah.
Karena sikap-sikapnya yang demikian itu, sangat masuk akal jika
dalam konflik Romawi Timur versus Persia ini, Rasulullah lebih
bersimpati pada Kaisar Heraclius karena selain sikapnya terpuji,
Rasulullah juga menilai penganut keyakinan Nasrani (Kristen) termasuk
sebagai golongan Ahli Kitab yang mewarisi konsep monotheisme yang
sebelumnya dibawa oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Isa Al Masih
serta nabi-nabi lainnya. Kenyataan ini tentu sangat berbeda dengan orang
Persia yang menganut ajaran Majusi, di mana mereka tidak termasuk
sebagai pewaris ajaran ketuhanan yang dibawa Nabi Ibrahim. Selain itu
sikap pemimpin mereka, Kisra Eperwiz, saat menerima surat seruan dari
Rasulullah juga sangat tidak terpuji dan jauh sekali dari gambaran dari
sikap seorang pemimpin dan penguasa yang baik.
3. Sikap Pasif Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani
Dari sekian banyak referensi dalam sejarah Islam nampaknya tidak
begitu banyak uraian yang mengulas tentang situasi politik pada diri Al
Muqauqis dan Harits Al Ghissani. Nama kedua penguasa ini muncul pada
bahasan yang terkait dengan studi terhadap surat-surat seruan yang
dilakukan Rasulullah.
Namun begitu kedua wilayah yang berada di bawah kekuasaan
mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam studi sejarah pada
waktu itu. Al Muqauqis, adalah penguasa Mesir di Afrika bagian utara, di
mana kawasan ini pada masa ribuan tahun sebelumnya pernah mempunyai
kekuasaan dan peradaban yang gemilang. Pada ribuan tahun sebelumnya
wilayah ini terkenal dengan kejayaan dan kekuasaan dari raja-raja Fir’aun
(Pharaoh). Di Masa lalu posisi Mesir ini menjadi sangat penting karena
wilayah ini memiliki kota pelabuhan Aleksandria yang dikenal sebagai
salah satu tempat paling strategis dalam lalu lintas perdagangan laut di
sekitar Perairan Mediterania (Laut Tengah). Tidak heran jika wilayah
Mesir ini kemudian selalu menjadi rebutan dari beberapa kekuatan besar
dunia.
Pada masa Al Muqauqis, Mesir berada dalam kekuasaan Romawi
Byzantium dengan status sebagai wilayah setingkat provinsi yang
dipimpin seorang prekurator (walinegara). Sebagai seorang walinegara,
sebagian besar langkah dan kebijakan yang diambil Al Muqauqis selalu
bersandar kepada penguasa di Konstantinopel (Ibukota Romawi Timur
atau Byzantium).97
Aleksandria sebagai pusat pemerintahan saat itu tidak lebih sebagai
kawasan satelit bagi kekuasaan Romawi di Mesir dan kawasan sekitarnya.
Dengan demikian hampir pada semua hal, Al Muqauqis tidak berani
97
Dalam perkembangannya Konstantinopel ini kemudian menjadi bagian dari negara
Turki modern. Kota ini memang menempati kawasan yang sangat strategis karena berada di
bagian barat dari Selat Bosporus yang menjadi pintu gerbang masuk ke wilayah-wilayah Asia
Kecil. Meskipun sebutan sebagai kota Konstantinopel masih terasa akrab dalam pendengaran
masyarakat namun sebagian besar orang lebih mengenalnya sebagai kota Istanbul, sebuah nama
yang diberikan terhadap kota Konstatinopel oleh penguasa Turki setelah berhasil menguasai kota
ini dan menjadikannnya sebagai bagian dari negaranya.
mengambil keputusan yang otonom. Demikian pula saat mendapatkan
seruan Rasulullah,
Al Muqauqis pun mengekor kepada sikap Kaisar
Heraclius, yakni tetap memegang keyakinannya meskipun dalam hati ia
dapat membenarkan apa yang telah diserukan Rasulullah tersebut.
Selain Mesir dan Al Muqauqis yang menjadi wilayah bawahan dari
Romawi Timur, wilayah lainnya adalah Syam. Wilayah ini sudah cukup
akrab bagi orang-orang Arab karena sudah sejak lama kawasan Syam ini
menjadi tujuan dari kegiatan perniagaan para pedagang Arab. Bahkan
Rasulullah di masa mudanya juga pernah diajak oleh pamannya, Abi
Thalib, untuk ikut berdagang di tempat ini.
Secara geografis, Syam (sekarang menjadi negara Suriah dengan
pusatnya di Damaskus) menempati posisi yang strategis. Wilayah ini
menjadi kawasan perbatasan karena letaknya berada di tengah wilayahwilayah yang dikuasai Romawi Timur dengan kawasan Jazirah Arab.
Selain itu, di sebelah utara dan timur Syam ini, ada kawasan Persia yang
pada waktu itu menjadi pesaing berat bagi Romawi Byzantium.
Pada masa Harits Al Ghissani, wilayah ini sama halnya dengan
Mesir, yakni menjadi jajahan Romawi Byzantium. Kedudukan Harits Al
Ghissani sebagai prekurator telah menyebabkan ia harus tunduk pada
kekuasaan pusat di Konstantinopel.
Sama halnya dengan penguasa Mesir, Harits Al Ghissani juga tidak
memiliki keberanian untuk bersikap secara mandiri karena pertimbangan
kedudukannya yang di bawah Kaisar Romawi Timur. Selain itu ia juga
sangat tergantung dalam segala hal kepada kekuasaan dan kekuatan
Romawi Timur. Sikap ini dapat dilihat pada saat Perang Mut’ah, orangorang
Syam
merasa
sangat
yakin
dengan
kekuatannya
karena
mendapatkan bantuan balatentara dari Romawi.
Dengan melihat pada kecenderungan-kecenderungan seperti ini
maka baik Al Muqauqis dan Harits Al Ghissani adalah sosok penguasa
yang berkecenderungan bersikap pasif. Tindakan seperti ini sangat
memungkinkan karena di atas kekuasaan mereka ada kekuasaan yang lebih
besar lagi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian sederhana yang disusun dalam empat bab di depan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keputusan Rasulullah melakukan kegiatan berdakwah melalui media
surat ini berdasarkan beberapa hal yang menjadi latar belakang. Sesuatu
atau hal yang menjadi latar belakang itu adalah; a) Sebagai imbas dari
Perjanjian Hudaibiyyah, b). Motivasi untuk mewujudkan Islam sebagai
rahmatan lil 'alamin, c). Keberhasilan Rasulullah dalam membentuk
sebuah struktur masyarakat yang kuat di Madinah.
2. Keputusan untuk melakukan upaya dakwah melalui surat ini sekaligus
menunjukkan kemampuan dari Rasulullah dalam memanfaatkan situasi
politik yang sedang berlangsung pada saat itu. Seperti Kaisar Najasyi di
Habsyah yang pada saat itu sedang mengalami perpecahan teologi antara
Kristen Nestorius dan Arius Athanasius, di mana perpecahan ini telah
merembet pada wilayah kekuasaan. Kaisar Heraclius di Romawi yang
sedang berseteru dengan Kisra Eperwiz di Persia, di mana dua raja ini
saling mengalahkan satu sama lain. Begitu juga dengan al-Muqauqis dan
Harits al-Ghissani, dan lain sebagainya.
3. Selain juga, hal ini menunjukkan visi Rasulullah yang maju dimana
beliau memiliki keinginan Islam bisa menyebar ke luar Jazairah Arab,
dan Islam sanggup menembus dinding-dinding kebangsaan dan
kewilayahan. Ini merupakan satu bentuk dari visi universalisme dari
agama Islam itu sendiri.
B. Saran-saran
1. Diharapkan dengan penyusunan tulisan ini akan menambah penhgetahuan
kita terhadap realitas sejarah yang pernah terjadi. Sehingga bisa
memberikan sumbangsih dan masukan terhadap kajian yang sama untuk
waktu-waktu yang akan datang, sekaligus juga untuk melengkapi adanya
kekurangan-kekurangan yang belum terpenuhi dari penyusunan skripsi ini.
2. Diharapkan dengan penyusunan tulisan ini turut membukan kesadaran dan
pengetahuan sejarah, lebih dikhususkan lagi pada kajian sejarah dakwah.
Dengan munculnya kesadaran dan pengetahuan ini diharapkan bisa
menjadi bekal dan refrensi terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh
mahasiswa di lingkungan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atau kepada
orang-orang yang terjun langsung dalam kegiatan praktik dakwah.
3. Dengan adanya penyusunan tulisan ini, diharapkan bisa menambah aspekaspek yang telah ada dalam mempelajari mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan dakwah, baik dakwah sebagai ilmu maupun dakwah
sebagai terapan praktis dalam kehidupan.
4. Dan tulisan ini diharapkan akan memunculkan tulisan-tulisan lain dengan
tema yang sama dan tentunya diharapkan dengan kualitas atau bobot yang
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. Karim
MR. Metodologi Penelitian Agama. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1989.
Al-Husain, Al-Ahmad. Membangun Peradaban (Sejarah Muhammad Saw. Sejak
Sebelum Diutus Menjadi Nabi). Bandung: Pustaka Hidaya, 2000.
Al-Husain, Al-Ahmad. Riwayat Kehidupan Nabi Muhammad. Jakarta: Waqfiyah,
1990.
Al-Ismail, Tahia. Tarikh Muhammad Saw. (Teladan Perilaku Umat). Jakarta:
Srigunting Raja Grafindo Persada, 1986.
Al-Maula Bik, Muhammad Ahmad. Muhammad Saw Insan Teladan. Rembang
Jawa Tengah: Insan Teladan, Pustaka Anisah, 2004.
Al-Qahthani, Wahif bin Ali bin Said. Al Hikmatu Fid Da'wah Ilallah Ta'ala.
Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Al-Qur’an & Terjemahannya. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an,
Departemen Agam Republik Indonesia, 1986.
Ali, A. Mukti. Perbandingan Agama; Dialog, dakwah, dan Misi. Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, 1990.
Ali, Kholid Sayyid. Surat-surat Nabi Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press,
1991.
Atjeh, Abubakar. Potret Dakwah Nabi Muhammad dan Para Sahabatnya,
Ramadhani. Surakarta, 1986.
Badudu, J.S. & Zain, Sutan Muhammad. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Daya, Burhanuddin. Agama Yahudi. Yogyakarta: PT. Bagus Arafah, 1982.
Eka Sardhana, Sutirman. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Ensiklopedi Islam. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1993.
Ensiklopedi Islam Indonesia (IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta). Jakarta:
Djambatan, 1992.
Gibb, H. R. Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Bharata Aksara, 1993.
Hasymy, A. Di Mana Letak Negara Islam?. Jakarta: Bina Ilmu, 1987.
Heikal, Muhammad Husain Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Jakarta: Pustaka
Antar Nusa, 1992.
Hielmy, Irfan. Dakwah Bil Hikmah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002.
Hosein, Fuad. Sirah Muhammad Rasulullah (Sebuah Pengantar Baru). Bandung:
Mizan, 1989.
Islahi, Amin Ahsan. Serba-Serbi Dakwah. Bandung: PT. Pustaka, 1989.
Khalil, Munawwar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad. Jakarta: Bulan
Bintang, 1966.
Lapidus, Ira. M. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Muhammad, Jamaluddin Athiyah. Fiqh Baru bagi Kaum Minoritas. Bandung:
Nuansa Cendekia, 2006.
Munir, M. Metode Dakwah Islam. Jakarta: Kencana, 2003.
Nasr, Sayyed Hussein. Muhammad Hamba Allah. Jakarta: Rajawali Press, 1994.
Shaleh, Abdul Rosyad. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Shiddiqi, Abdul Hamid. Sirah Nabi Muhammad Saw. Bandung: Penerbit Marja,
2005.
Shiddiq, Nourouzzaman. Jeram-Jeram Peradaban Muslim. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1988.
Surachmad, Winarno. Dasar-dasar Teknik Riset (Pengantar Metodologi Ilmiah).
Bandung: Tarsito, 1994.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Syafi’i Ma’arif, Ahmad. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: LP3ES, 1995.
Syam, Nur. Metodologi Penelitian Dakwah. Surakarta: Ramadhani, 1991.
Syariati, Ali. Rasulullah Sejak Hijrah hingga Wafat. Jakarta: Pustaka Hidayah,
1992.
Tambak Alam, She H. Datuk. Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah. Jakarta:
Rineka Cipta, 1990.
Watt, Montgemery W. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta:
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1988.
Yahya, Mukhtar. Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah
Sebelum Lahirnya Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997.
Ya’qub, Ali Mustofa. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1997.
− − − −, Histeriografi Islam, Logos, Jakarta, 1998.
Zaidan, Abdul Karim. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta: Media Dakwah,
1984.
Download