bab ii disintegrasi timor-timur dari indonesia

advertisement
BAB II
DISINTEGRASI TIMOR-TIMUR DARI INDONESIA
A. Gambaran Umum Timor-Timur
Timor-Timur atau yang sekarang lebih di kenal dengan nama Timor Leste
adalah Negara yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia dan merupakan
Provinsi ke-27 (1976-1999) Indonesia, adalah Negara yang terletak di sebelah utara
Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayahnya juga meliputi pulau
Kambing atau Atauro, Jaco dan enclave Oecussi-Ambeno di Timor Barat.Secara
astronomis Timor Timur terletak antara 8O7’LS - 9O 29’LS dan 124OBT-127OBT.
Luas keseluruhan negara ini adalah ± 14.874 km2. Timor Leste secara resmi merdeka
pada tanggal 20 Mei 2002. Awalnya bernama Provinsi Timor-Timur, saat menjadi
anggota PBB, mereka memutuskan memakai nama Portugis “Timor Leste” sebagai
nama resmi Negara. 30
Jumlah penduduk Timor Timur tahun 1975 setelah Portugal meninggalkan
wilayah tersebut sekitar 680.000 orang. Mayoritas penduduk Timor Timur adalah dari
golongan orang Timor, tetapi ada juga beberapa golongan Tionghoa dan orang
Indonesia. Penyebaran penduduk di Timor Timur tidak merata, terdapat beberapa
daerah yang padat penduduknya. Daerah yang berpenduduk padat yaitu, Ainaro, Dili,
30
http://ssbelajar.blogspot.com/2014/07/negara-timor-leste.html diakses tanggal 18 Desember 2014,
Pukul 20.00
21
Universitas Sumatera Utara
Baucano, dan Uqoisu. Terdapat beberapa kelompok etnis di Timor Timur dan masingmasing kelompok mempunyai bahasa sendiri. Tapi pada umumnya masyarakat Timor
Timur memakai bahasa Tetum sebagai bahasa pengantar sehari-hari dan digunakan
oleh sekitar 60% masyarakat Timor Timur. 31
Gambar 1. Peta Timor Timur ( Sumber: ambafrance-id.org)
Timor Timur adalah daerah yang berbukit- bukit, sehingga kebanyakan
penduduknya hidup jauh dari kota dan pengaruh asing juga kemajuan. Mereka
berpatokan pada ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar kelompok
31
http://ssbelajar.blogspot.com Ibid.
22
Universitas Sumatera Utara
dari masyarakat Timor Timur bermata pencaharian petani dan tinggal di dusun-dusun,
dan sebagian kecilnya hidup di pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan. 32
Untuk pendidikan, selama Perang Dunia II sampai tahun 1975, beberapa
penduduk Timor Timur berhasil mendapatkan pendidikan di sekolah kolonial yang
pada saat itu jumlahnya masih sedikit. Di tahun 1960-an dan 1970-an muncul
beberapa golongan elite kecil yang berpendidikan dan orang-orang dengan pendidikan
dan aspirasi nasional ini menjadi pemimpin di wilayah Timor Timur ketika Portugal
meninggalkan Timur Timur tahun 1975.33
Sebelum Belanda dan Portugis memasuki wilayah Timor-Timur, pulau Timor
merupakan jaringan dagang yang berpusat di Jawa Timur, dan kemudian Celebes
(Sulawesi), dan jaringan ini merupakan jaringan yang terikat dengan jaringan
komersil di Cina dan India. Pulau timor di gambarkan sebagai pulau yang terdiri dari
pegunungan yang di selimuti pepohonan cendana putih dan merupakan satu-satunya
hasil bumi daerah tersebut. Portugis melakukan pendaratan pertama di pulau Solor.
Tahun 1566, para imam Dominikan membangun sebuah benteng untuk tempat tinggal
mereka, mereka dilindungi oleh orang solor dan flores yang sudah mengikut agama
mereka.
Pada masa itu orang-orang Portugis setiap tahunnya berlayar ke Timor untuk
mengumpulkan cendana dan memperdagangkan barang-barang jadi.Pada tahun 1613
Belanda berniat menaklukkan Solor, oleh sebab itu penduduk dalam benteng itu
32
Hastutining Dyah Wijayatmi. 2004. Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor
Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Hal. 28
33
Ibid hal.28
23
Universitas Sumatera Utara
pindah ke pulau Larantuka. Solor terus berganti penguasa antara Belanda dan Portugis
tetapi Larantuka tetap di bawah kekuasaan Portugis. Pertengahan abad ke17merupakan titik balik sejarah Timor, karena sepanjang tahun itu Portugis
menyerang Timor dengan kekuatan penuh. Portugis berusaha memperluas pengaruh
mereka melampaui daerah pantai agar dapat mengontrol perdagangan. Alasan
penyerangan mereka adalah untuk membela penguasa pantai yang baru saja
dikristenkan. Kemenangan portugis diperoleh dengan cepat dan mudah.
Selama kurang lebih 4 abad, rakyat Timor berada dalam kungkungan
pemerintah Portugal. Sementara saudara-saudara yang berada di Timor Barat sudah
memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak tahun 1945.
Selama 4 abad tersebut Portugal menguras habis kekayaan alam Timor Timur yang
kaya dengan kayu cendana, minyak alam, dan kopi Arabika dan Portugal juga
memperbudak serta membantai ribuan orang penduduk asli Timor Timur yang
dianggap membangkang atau yang tidak mau diperbudak untuk bekerja kepada
Perusahaan Minyak Timor Oil dengan upah yang sangat minim karena dikorupsi
habis oleh atasannya yang kulit putih. Dalam tulisan Hendro Subroto mengatakan
bahwa “ perubahan di Timor Timur terjadi setelah kudeta militer di Portugal pada 25
April 1974, yang di kenal dengan nama “Revolusi dos Cravos atau Revolusi
Bunga”.34
Pada masa itu terjadi suatu proses dekolonisasi Portugal yang gagal karena
merebaknya dominasi komunis di Portugal pada tahun 1974, dan lahir sebuah gerakan
34
Basilio Dias Araujo. 2014. Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari
Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing. Hal. 7
24
Universitas Sumatera Utara
angkatan bersenjata yang bernama Movimento das Forças Armadas –MFA yang
merupakan gabungan dari tentara-tentara yang merasa tidak puas dengan penderitaan
yang dialami selama dinas kemiliteran di Afrika, yang akhirnya memaksa para politisi
untuk melakukan suatu perubahan radikal dalam sistem politik di Portugal yang lebih
manusiawi menurut kehendak kelompok kiri yang pada saat itu menguasai percaturan
politik dalam negeri Portugal. Setelah semua pemerintahan Portugal diambil alih oleh
MFA, Portugal mulai membuka peluang kepada wilayah jajahannya dalam hal ini
termasuk Timor Timur untuk memulai proses dekolonisasi. 35
Awal bulan Mei 1975 orang Timor Timur mulai membentuk partai-partai
politik, ada beberapa partai politik yang cukup berpengaruh pada saat itu, yaitu:
1.
Uniâo Democrática Timorense disingkat UDT (Uni Demokratik Timor).
Partai ini berdiri tanggal 11 Mei 1974 dan diketuai oleh Francisco Xavier
Lopes da Cruz. UDT merupakan partai yang bertujuan agar Timor Timur tetap
berada di bawah perlindungan Portugal dengan ketentuan dapat berdiri sendiri
kalau sudah mampu mandiri beberapa tahun kemudian;
2.
Associação Sosial Democrática Timorense disingkat ASDT (Asosiasi Sosial
Demokratik Orang Timor). Partai ini berdiri pada tanggal 20 Mei 1974, partai
ini memiliki beberapa tokoh seperti Francisco Xavier do Amaral, Nicolao
Lobato, dan Jose Ramos Horta. Diawal ASDT ingin bergabung ke Indonesia,
tapi pada perkembangannya berubah menjadi berhaluan Komunis Maoist
setelah kembalinya beberapa mahasiswa Timor-Timur dari Lisabon yang
35
Basilio Dias Araujo. Ibid. hal. 8
25
Universitas Sumatera Utara
berhaluan Komunis. Oleh karena itu, ASDT kemudian merubah namanya
menjadi Frente Revolucionária Timor Leste Indepente disingkat FRETILIN
(Front Revolusioner Timor Timur Merdeka). Kelompok politik yang
memimpin partai ini berhaluan kiri garis keras sehingga menginginkan agar
Timor-Timur dapat merdeka secepatnya.
3.
Associação
Popular
Democrática
de
Timor
disingkat
APODETI
(Perhimpunan Demokrasi Rakyat Timor). Partai ini berdiri tanggal 27 Mei
1974, didirikan oleh tokoh-tokoh pribumi yang melakukan pemberontakan
melawan Portugis di Lospalos pada tahun 1945-1949 dan makar di Viqueque
dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Arnaldo dos Reis Araújo, José Osório
Soares, dan Guilherme Maria Gonçalves. Partai politik ini bertujuan untuk
menyatakan kemerdekaannya bersama Indonesia melalui Integrasi dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.
Klibur Oan Timur Aswain disingkat KOTA (Persatuan Pejuang Timor),
bertujuan untuk memperjuangkan suatu pemerintahan kerajaan atau berbentuk
monarki.
5.
Trabalhista adalah Partai Buruh yang ingin berasosiasi dengan Australia yang
pada masa itu dikuasai oleh Partai Buruh. Partai ini berdiri pada bulan Oktober
1974 dan diketuai oleh A. Abrão dan Domingos Pareira. 36
Keadaan politik di Timor Timur menjadi semakin panas setelah banyaknya
partai politik yang muncul dan membawa serta memperjuangkan tujuan partainya
36
Basilio Dias Araujo. Ibid. hal. 12-14
26
Universitas Sumatera Utara
masing-masing. Dalam hal ini Fretilin merupakan partai yang paling keras dan tidak
segan-segan untuk membantai lawan politiknya yang dianggap menghalangi jalannya
untuk mencapai tujuannya sehingga banyak dari lawan politiknya yang lari ke NTT
dan luar negeri. Pada tanggal 28 November 1975 Fretilin memproklamasikan
kemerdekaan Timor-Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi TimorTimur.37
Dua hari setelahnya, tepatnya tanggal 30 November 1975 empat partai politik
lainnya
yaitu
Apodeti,
UDT,
KOTA
dan
Trabalhista
memproklamirkan
kemerdekaannya dengan cara berintegrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi Balibo.
Setelah deklarasi kemerdekaan melalui integrasi dengan Indonesia oleh keempat
partai tersebut dan setelah melalui proses legilslasi, Timor Timur kemudian
berintegrasi secara resmi dengan Indonesia yang di kukuhkan dalam Undang-Undang
No. 7 tahun 1976, dan disahkan melalui TAP MPR No. VI/1978. 38
B. Proses Bergabungnya Timor Timur Sebagai Bagian Dari Indonesia
Selama kurang lebih 300 tahun, rakyat Timor timur berada dalam kungkungan
pemerintahan penjajahan portugal. Padahal sudara-saurada yang berada di Tiomr
Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak
1945. Menurut Hendro subroto menyatakan bahwa “ perubahan di timor timur mulai
terjadi di Timor timur setelah terjadi kudeta militer Portugal pada April 1974, yang
37
38
Basilio Dias Araujo Ibid. hal 31
Basilio Dias Araujo Ibid. hal 33
27
Universitas Sumatera Utara
dikenal sebagai Revulucao dos Cravos atau Revolusi Bunga.” 39 Kudeta telah
membawa Jendral Antonio de Spinola ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden
Portugal. Penguas varu Portugal itu memperkenalkan kehidupan politk yang lebih
demokratis di Portugal. Perubahan itu memberikan harapan bagi perubahan politik di
koloni-koloni Portugis, termasuk di Timor Timur yang merupakan salah satu koloni
Portugal pada saat itu. Pemerintahn portugal memberikan kesempatan kepada
penduduk Timor Timur membantu partai politik sejak 1974. Olehkarena itu, mulai
tahun 1974 mulai terbentuk beberapa organisasi politik di Timor Timur.
Sementara itu, pemerintahan Portugal pun sebenarnya sudah merancang
dekolonisasi (kemerdekaan) bagi Timor Timur. Hanya yang jadi masalah
bagaimanakah Bentuk kemerdekaan Timor Timur tersebut. Apakah akan bergabung
dengan Indonesia, menjadi negara yang berdiri sendiri, atau bergabung dengan
Portugis. Untuk maksud tersebut pada 17 Oktober 1974 di Jakarta dilangsungkan
pembicaraan antara menteri Seberang Lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida
Santos dengan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar Negri Adam
Malik. Di lain kesempatan sebelumnya ketua Partai Apdeti pada 31 Agustus 1974,
menyatakan Bahwa “partainya telah mengusulkan agar Timor Timur menjadi provinsi
bagian dari indonesia”. 40
Pemerintahan Indonesia sangat mendukung maksud Pemerintahan Portugal
untuk mengadakan dekolonisasi di Timor Tmur dan maksud Ketua Partai Apodeti
39
Hendro subroto, Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
1997, hal 5
40
Ibid, hal 21
28
Universitas Sumatera Utara
untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Asalkan proses dekolonisasi itu tidak
menimbulkan instabilitas diwilayah Indonesia. Presiden Soeharto menanggapi
maksud dekolonisasi Timor Timur itu dengan menyatakan tiga sikap dasar
pamerintah, yaitu:41

Tidak mempunyai ambisi teritorial

Menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menetukan nasibnya
sendiri

Apabila rakyat Timor Timur memilih bergabung dengan wilayah
Indonesia, tidak mungkin berbentuk negara akan tetapi sebagai bagian
dari wilayah NKRI
Sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Menteri Seberang Lautan Portugal
dengan Menlu Indonesia Di Jakarta, pada 9 Maret 1975 di London diadakan
pertemuan lanjutan. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Portugal masih beranggapan
bahwa apabila rakyat Timor Timur memilih untuk bergabung dengan Indonesia hal
ini merupakan yang masuk akal. Pada 5 November 1975, pemerintahan Portugal
menandatangani dokumen memorandum of understanding, yang intinya bahwa: 42
41
42

Untuk pertama kalinya Indonesia mengerti secara resmi dari Portugal

Portugal mengakui semua pihak yang ada di Timor Timur

Akan dilanjutkan dengan kontrak-kontrak tetap antara RI dengan Portugal
Nana Supriyatna, Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Grafindo Media Pratama, 1999, hal 43
Ibid,. hal 44
29
Universitas Sumatera Utara
Ketika perundingan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung,
ketegangan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan antara
berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur sedang
berlangsung, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam
masyarakat Timor Timur semakin memuncak. Pada tahap awal, UDT dan Fretilin
berkoalisi untuk melawan Apodeti yang ingin bergabung dengan Indonesia. Namun
keja sama itu hanya berlangsung beberapa bulan saja, karena aksi UDT pada 11
Agustus 1975 yang dibalas oleh Fretilin seminggu kemudian. Pertikaian bersenjata
antara kelompok yang berbeda itu tidak dapat dihindari. Akibatnya perang saudara
terjadi di Timor Timur, dimulai di kota Dili sejak Agustus 1975.
Fretilin berhasil didesak ke luar oleh lawan politiknya dari kota Dili. Portugal
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap koloninya, membiarkan koloninya
tanpa pemerintahan yang jelas sejak Gubernur portugis di Timor Timur melarikan diri
dari Dili ke pulau Atauro atau Pulau Kambing. Penduduk dibiarkan terjebak dalam
perang saudara, dan ribuan orang menjadi korban atau terpaksa melakukan
pengungsian. Fretilin yang tersingkir dari Dili kemudian mendapatkan bantuan
persenjataan dari para pendukungnya di dalam pemerintahan kolonial dan tentara
Portugis. Perang baru mulai berkecamuk, yang dengan mudah dimenangkan oleh
fretilin. Dili kembali diduduki Fretilin. Jumlah korban jiwa dan penduduk yang
terpaksa harus mengungsi akibat dari perang saudara itu semakin banyak. Beribu -ribu
penduduk Timor Timur, termasuk anak-anak dan orang tua membanjiri daerah
perbatasan dengan Indonesia di Timor bagian Barat.
30
Universitas Sumatera Utara
Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur dan berdirinya sebuah
Republik Demokrasi Timor Timur di koloni Pprtugis tersebut pada tanggal 28
November 1975. Namun, proklamasi itu tidak mendapatkan dukungan baik dari
kelompok lain di dalam masyarakat Timor Timur maupun dari dunia internasional.
Australia yang sangat diharapkan memberi dukungan kepada Fretilin, ternyata tidak
melakukan hal tersebut. Kelompok masyarakat Timor Timur yang terdiri dari UDT,
Apodeti, KOTA, dan Trabalhista menyampaikan Proklamasi tandingan di balibo pada
30 November 1975. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Balibo”
yang menyatakan keinginan Timor Timur untuk berintegrasi dengan Republik
Indonesia.
Perkembangan Timor Timur dan situasi politik Internasional pada perang
dingin waktu itu telah menyeret Indonesia secara langsung ke dalam pertikaian antara
orang Timor Timur sendiri. Padahal, Menlu Indonesia Adam Malik pernah
menyatakan bahwa Indonesia tidak akan melakukan invasi ke wilayah Timor Timur
yang menjadi koloni portugis itu. Kekalahan Amerika Serikat dari tentara Komunis di
medan perang Vietnam dan kejatuhan Kamboja serta laos ke tangan pemerintah
komunis pada 1975, sangat merisaukan blok barat yang dipimpin oleh Amerika
Serikat. Perluasan pengaruh Fretilin yang berhaluan kiri di Timor Timur
menimbulkan kecemasan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan
Australia terhadap kemungkinan perluasan kekuatan komunis di Asia Tenggara dan
pasifik. Hal ini telah mendorong munculnya dukungan Barat bagi keterlibatan
langsung Indonesia di Timor Timur.
31
Universitas Sumatera Utara
Konfrontasi bersenjata semakin meluas. Keadaan di medan pertempuran mulai
berubah pada akhir 1975, kota Dili berhasil diduduki kelompok pendukung integrasi
yang mendapat bangtuan militer dari indonesia melalui operasi seroja. Pada
kesempatan yang sama, masyarakat Oekussin yang terletak ditengah-tengah wilayah
Republik Indonesia menandatangani naskah pernyataan berintegrasi dengan
Indonesia. Para pendukung Fretilin terdesak ke daerah pinggiran dan ke daerahdaerah pegunungan yang terpencil, melanjutkan perjuangan menentang integrasi
Timor Timur dengan Indonesia.
Pertikaian politik dan militer ini menimbulkan korban jiwa, harta, serta
kekacauan berkepanjangan di dalam masyarakat Timor Timur. Beban yang harus
ditanggung oleh Indonesia juga sangat besar, termasuk adanya korban anggota
pasukan Indonesia yang cukup besar. Disamping itu, pertempuran yang terjadi telah
menimbulkan korban jiwa warga negara asing, khususnya Australia. Hal ini kemudian
menjadi kontroversi di dunia internasional, yang menimbulkan protes, tekanan, dan
tuntutan terhadap tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kekerasan politik dan
militer yang terjadi dimasyarakat mendorong terjadinya pengungsian ke berbagai
tempat di Indonesia dan ke luar negri.
Pernyataan integrasi Timor Timur yang telah disampaikan sebelumnya,
diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang Nusa Tenggara Timur pada 12
Desember 1975. Sebagai langkah berikutnya, kelompok pendukung integrasi yang
terdiri dari Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili Apodeti, Fransisco Xavier Lopez
da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili KOTA dan
32
Universitas Sumatera Utara
Domingus C. Pareira yang mewakili Trabalishta sepakat untuk membentuk
Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT). Pemerintahan sementara ini dibentuk
pada 17 Desember 1975 di bawah pimpinan oleh Arnaldo dos Reis Araujo.
Setelah itu, sebuah lembaga legislatif juga dibentuk. Pada 1976, para anggota
DPRD Timur Timur secara resmi menerima petisi Integrasi Timor Timur dengan
Republik Indonesia dari masyarakat Timor Timur pro integrasi. Petisi itu berisi
desakan kepada pemerintah untuk menerima Timor Timur sebagai wilayah yang
menjadi satu dengan Republik Indonesia tanpa protes jajak pendapat.
Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia diajukan secara
resmi pada 29 juni 1976. Sebuah rancangan undang-undang kemudian diajukan
kepada DPR RI dan Timor Timur secara resmi menjadi sebuah provinsi dari Republik
Indonesia setelah UU No. 7 Tahun 1976 disahkan oleh DPR pada 17 Juli 1976.
Ketentuan ini kemudian diperkuat Oleh MPR melalui Ketetapan No. VI/MPR/1978
tanggal 1978.
C. Lepasnya Timor Timur dari NKRI
Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian Orde Baru yang ditandai dengan
pengunduran diri mantan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai akibat
dari gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuka cakrawala baru
bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Gerakan reformasi dilakukan sebagai
bentuk ungkapan kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan
pada saat terjadi krisis multidimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu,
33
Universitas Sumatera Utara
persoalan status Timor Timur yang menarik perhatian PBB dan masyarakat
internasional diharapkan memperoleh kejelasan. Penyelesaian masalah Timor Timur
ini dilanjutkan oleh B.J Habibie dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberian
status khusus dengan otonomi luas dalam sebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni
1998.
C.1 Tawaran ( Opsi) Penyelesaian Persoalan Timor Timur
Konsep Otonomi Luas telah lama menjadi pembicaraan banyak kalangan bagi
penyelesaian persoalan Timor Timur. Setelah insiden Santa Cruz, Uskup Carlos Filipe
Ximenes Belo sudah berusaha menyerukan otonomi bagi Timor Timur sebagai
alternatif terbaik yang dapat dilakukan.43 Seruan tersebut disampaikannya setelah
surat usulan tentang referendum yang pernah
disampaikannya kepada Sekretaris
Jendral PBB-Javier Perez de Cuellar mendapat reaksi keras dari Pemerintah Republik
Indonesia. Dalam surat tersebut, Uskup Belo mengungkapkan pengalamannya selama
bertugas untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan yang mengalami ancaman
sehingga ia meminta bantuan pengamanan dari internasional. Hal itu dilakukannya
dengan alasan di Timor Timur sudah tidak ada tempat untuk melakukan pengaduan
karena ABRI yang dianggap sebagai pelindung telah melakukan hal sebaliknya
berupa tindakan ancaman dan kekerasan.44 Akan tetapi semua usulan mengenai
pemberian otonomi luas di Timor Timur tidak mendapat perhatian serius dari
pemerintah Republik Indonesia pada saat itu karena posisi dan sikap pemerintah
43
44
Garry van Klinken, Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur, ( Jakarta: ELSAM, 1996), hal.23-24.
Buletin Kay Rala Lian, Edisi VI/Mei/1997.
34
Universitas Sumatera Utara
sangat jelas yang menganggap bahwa integrasi Timor Timur merupakan hal yang
telah final dan tidak bisa ditawar.45
Pemberian otonomi luas menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu
bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh, dan dapat diterima secara
internasional. Cara ini menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu cara
penyelesaian yang paling realistis, paling mungkin terlaksana, dan dianggap paling
berprospek damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang adil antara integrasi
penuh dan aspirasi kemerdekaan. Tawaran dari pemerintah berupa Otonomi luas
tersebut memberi kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk dapat memilih Kepala
Daerahnya sendiri, menentukan kebijakan daerah sendiri, dan dapat mengurus
daerahnya sendiri. Keputusan untuk mengeluarkan Opsi mengenai otonomi luas di
Timur Timur diambil oleh Presiden B.J.Habibie karena
integrasi wilayah itu ke
Indonesia selama hampir 23 tahun tidak mendapat pengakuan dari PBB. Pemerintah
Portugal maupun PBB menyambut positif tawaran status khusus dengan otonomi luas
bagi Timor Timur yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini terlihat
pada saat Presiden mengutus Menteri Luar Negeri Ali Alatas untuk menyampaikan
usulan Indonesia tentang pemberian status khusus ini kepada Sekjen PBB di New
York pada tanggal 18 Juli 1998. Selain itu juga diperkuat dengan berlangsungnya
kembali Perundingan “Senior Official Meeting” (SOM) atau Pejabat Senior dibawah
tingkat menteri di New York pada tanggal 4 Agustus 1998.
45
Zacky A.Makarim, dkk, Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian, ( Jakarta: Sportif
Media Informasindo, 2003), hal.33.
35
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil dialog tersebut ketiga pihak sepakat untuk membahas dan
menjabarkan lebih lanjut usulan baru dari Pemerintah Republik Indonesia mengenai
otonomi luas sebagai usaha penyelesaian persoalan Timor Timur tanpa merugikan
posisi masing-masing pihak. Pada saat yang sama Sekretaris jendral PBB juga sedang
berusaha untuk meningkatkan konsultasi dengan berbagai tokoh masyarakat Timor
Timur yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Hal itu dilakukan dengan
tujuan untuk menyampaikan perkembangan perundingan yang telah dilakukan kepada
mereka dan sekaligus untuk mendapatkan masukan-masukan dari mereka sebagai
bahan pertimbangan dalam mempersiapkan rancangan naskah persetujuan tentang
rancangan otonomi luas pada pertemuan dialog segitiga ( tripartite talks) tersebut.
Tanggapan positip mengenai rancangan otonomi luas juga diberikan oleh banyak
tokoh dan kalangan moderat Timor Timur. Hal ini antara lain terlihat dalam diskusi
yang diprakarsai oleh East Timor Study Group (ETSG). Mereka melihat konsep
otonomi luas tersebut di dalam kerangka suatu masa transisi yang cukup lama
sebelum suatu penyelesaian menyeluruh melalui referendum diadakan. Otonomi luas
tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah Republik Indonesia, bisa
juga tidak diperlukan apabila masyarakat sudah puas dengan pilihan tersebut.
Sebagaimana otonomi yang telah diterapkan di berbagai negara lain,
wewenang Pemerintah Daerah Timor Timur adalah mengatur berbagai aspek
kehidupan kecuali aspek pertahanan, politik luar negeri, moneter dan fiskal.
Wewenang pemberian otonomi luas terhadap masyarakat Timor Timur ini jika dilihat
dan ditinjau terdapat perbedaan dan jauh lebih luas daripada kebebasan yang
36
Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada propinsi-propinsi lain di Indonesia dalam mengatur kehidupan
masyarakatnya. Tindakan ini diambil oleh pemerintah mengingat Timor Timur
memiliki kekhususan sejarah dan sosial budaya sehingga diperlukan pengaturan yang
lebih bersifat khusus. 46 Akan tetapi semua perkembangan mengenai otonomi tersebut
mengalami perubahan karena pada saat Pemerintah Republik Indonesia dan Portugal
sedang melanjutkan pembicaraan berkaitan dengan tawaran otonomi luas bagi Timor
Timur, Presiden B.J.Habibie mengajukan Opsi II pada tanggal 27 Januari 1999. Opsi
II menyebutkan bahwa jika rakyat Timor Timur menolak Opsi I tentang pemberian
otonomi luas maka Pemerintah Republik Indonesia akan memberikan kewenangannya
kepada MPR hasil pemilu bulan Juni 1999 untuk memutuskan kemungkinan
melepaskan wilayah tersebut dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
secara terhormat, baik-baik, dan damai, serta secara konstitusional.
Usulan mengenai Opsi II disampaikan oleh Presiden B.J.Habibie pada saat
berlangsung Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri Bidang Politik dan Keamanan
(Rakorpolkam) pada tanggal 25 Januari 1999. Rapat tersebut dilakukan untuk
membahas surat yang dikirim oleh Perdana Menteri Australia-John Howard kepada
Presiden RI tanggal 19 Desember 1998 mengenai perubahan sikap Pemerintah
Australia terhadap Pemerintah Indonesia. Di dalam suratnya, PM John Howard
mendesak dilakukannya Jajak Pendapat (referendum) setelah penerapan status khusus
dengan otonomi luas di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Perubahan sikap
Australia itu berpengaruh bagi Pemerintah Republik Indonesia karena Australia
46
Arsip DPR RI mengenai Rancangan Penjelasan Atas Undang Undang RI tahun 1976
37
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya menjadi salah satu dari beberapa negara yang mendukung integrasi dan
mengakui kedaulatan RI atas Timor Timur. Usulan Presiden B.J.Habibie kemudian
dilanjutkan kembali pada tanggal 27 Januari 1999 dan disetujui oleh para anggota
dalam Sidang Kabinet Paripurna terbatas Bidang Politik dan Keamanan. Apapun hasil
dari referendum menurut Presiden B.J.Habibie akan berdampak positip bagi
Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari beban nasional untuk
membiayai pembangunan di Timor Timur, maupun tekanan-tekanan internasional dan
kritik dari negara lain.
Tekanan-tekanan internasional, khususnya berasal dari PBB yang tidak
mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Selain itu keputusan tersebut
diambil dengan pertimbangan berbagai permasalahan ekonomi dan politik dalam
negeri pada saat. Kebijakan Presiden B.J.Habibie mengenai Opsi II merupakan suatu
usaha untuk membangun citra baik sebagai pemerintahan transisi yang reformis dan
demokratis serta merupakan suatu usaha untuk membangun kembali perekonomian
negara yang kacau sebagai akibat dari krisis multidimensi yang sedang terjadi di
Indonesia. Selain itu, keputusan keluarnya Opsi II juga didasari oleh sikap Presiden
B.J. Habibie yang menghormati Hak Asasi Manusia(HAM) dan memberikan
kebebasan di atas prinsip kemerdekaan kepada setiap rakyat Indonesia. 47
Pengambilan keputusan terhadap penyelesaian persoalan Timor Timur
menurut beberapa pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu
47
Lela E.Madjiah, Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, ( Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2002),
hal.236
38
Universitas Sumatera Utara
tindakan yang gegabah. Hal itu dilandasi alasan bahwa keadaan situasi di dalam
negeri Indonesia sedang mengalami masa-masa sulit terbukti dengan: pertama, krisis
ekonomi-moneter yang sedang dialami oleh negara Indonesia sejak tahun 1997 dan
berdampak kedalam politik Indonesia sehingga menimbulkan krisis multidimensional
yang ditandai dengan jatuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto. Berakhirnya
kekuasaan pemimpin Orde Baru atas desakan para mahasiswa dan rakyat Indonesia
melalui gerakan reformasi secara berkesinambungan menunjukkan ketidakpercayaan
masyarakat dalam negeri terhadap pemerintah sehingga menimbulkan “krisis
kepercayaan terhadap pemerintah”. Keadaan pemerintah yang sedang mengalami
banyak persoalan dimanfaatkan oleh pihak- pihak sparatis Timor Timur yang
menuntut diadakannya referendum sebagai sarana penentuan nasib rakyat Timor
Timur.
Tuntutan tersebut mendapat banyak simpati dari kelompok-kelompok
masyarakat lain di tanah air dan dunia internasional. Dari dalam negeri dukungan
diberikan oleh kelompok pembela HAM dan demokrasi, seperti LSM dan Komnas
HAM. Sedangkan dari internasional adalah Amerika dan Australia
yang selalu
mengontrol dan melakukan provokasi kepada Pemerintah Indonesia untuk segera
menyelesaikan masalah Timor Timur. Kedua negara itu bersama-sama dengan PBB
selalu memantau perkembangan yang terjadi di Timor Timur. Perubahan sikap kedua
negara ini dipengaruhi oleh perkembangan global dan isu- isu internasional tentang
demokratisasi dan HAM.
39
Universitas Sumatera Utara
Kedua, terjadi pergeseran posisi dasar Republik Indonesia pada tanggal 9 Juni
1998 pada saat Presiden B.J Habibie mengumumkan kesediaan Pemerintah Republik
Indonesia untuk memberikan “ status khusus dengan Otonomi luas”. Pemberian status
ini dianggap sebagai formula dan usaha untuk mencapai penyelesaian politik dalam
masalah Timor Timur. Akan tetapi pada tanggal 27 Januari 1999 Menteri Luar Negeri
Ali Alatas mengumumkan keputusan dalam Sidang Kabinet Paripurna bidang Politik
dan Keamanan mengenai pemberian “Opsi II” yang berhubungan dengan pemberian
tanggapan atas otonomi luas apabila pemberian status khusus itu ditolak oleh
mayoritas masyarakat Timor Timur maka jalan yang akan diambil selanjutnya adalah
Pemerintah Republik Indonesia akan mengusulkan kepada Sidang Umum MPR hasil
Pemilu yang baru terpilih agar Timor Timur dapat berpisah dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia secara baik-baik, damai, terhormat, tertib, dan konstitusional.48
Keluarnya Opsi II mengejutkan bagi banyak pihak dan tidak diterima secara
menyeluruh di Indonesia. Salah satu pihak yang sangat menentang Opsi II adalah
tentara Indonesia (ABRI/TNI). Mereka mengkhawatirkan bahwa pemisahan Timor
Timur dapat membawa akibat yang merugikan bagi persatuan dan keamanan di
wilayah itu.49 Ancaman terhadap instabilitas keamanan di Timor Timur seperti yang
dikhawatirkan menjadi kenyataan, terbukti dengan kekerasan yang terjadi disana.
Meningkatnya intensitas kekerasan dan ketegangan di Timor Timur disebabkan oleh
kedua kelompok (pro-integrasi dan pro-kemerdekaan) saling melakukan teror dan
48
KOMPAS, tanggal 29 Januari 1999; Wiranto, Selamat Jalan Timor Timur. Pergulatan Menguak
Kebenaran, ( Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia, 2002), hal.85.
49
PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, ( New York: Deppen Publik PBB, 2000),
hal.9
40
Universitas Sumatera Utara
intimidasi. Kelompok pro-kemerdekaan yang mendapat “angin segar” atas keputusan
pemberian Opsi II semakin menunjukkan sikap permusuhan terhadap kelompok prointegrasi dan Pemerintah Republik Indonesia. Tindak kekerasan tidak hanya
menghantui rakyat setempat tetapi juga masyarakat pendatang, baik para pedagang
maupun aparat pemerintah yang bertugas dan ditugaskan di wilayah itu. Selain itu
kemunculan berbagai kelompok milisi pro integrasi yang tidak dapat dicegah menjadi
faktor pendukung bagi meningkatnya intensitas konflik di wilayah yang pernah
menjadi propinsi ke-27 Indonesia. 50
Keadaan di Timor Timur, khususnya Dili semakin kacau setelah pemimpin
Gerakan Perlawanan Rakyat Timor Timur (CNRT/Concelho Nacional Resistencia
Timorense)- Xanana Gusmao pada tanggal 5 April 1999 mengumumkan perang
terhadap Pemerintah RI dan TNI. Pertikaian dan konflik, serta tindak kekerasan yang
sering terjadi antara kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan menyebabkan
Pemerintah RI khususnya TNI/POLRI melakukan usaha-usaha rekonsiliasi untuk
mendamaikan kedua pihak tersebut. Usaha tersebut juga dilakukan untuk menjaga
stabilitas keamanan dan ketertiban di Timor Timur. Usaha yang telah dilakukan oleh
TNI/POLRI antara lain adalah dengan memfasilitasi suatu perjanjian damai yang
diselenggarakan di Diosis Keuskupan.
Dili pada tanggal 21 April 1999. Pertemuan tersebut diprakarsai oleh
Menhankam/Panglima TNI Jendral Wiranto, Komnas HAM, dan Gereja Katholik di
Timor Timur dan menghasilkan kesepakatan tentang penghentian permusuhan dan
50
Nugroho Wisnu Murti, dalam (WWW.SOLIDAMOR.ORG).
41
Universitas Sumatera Utara
penciptaan
perdamaian. 51
Menindaklanjuti
perjanjian
damai
tersebut
maka
TNI/POLRI dan Komnas HAM kemudian membentuk Komisi Perdamaian dan
Stabilitas (KPS). Unsur-unsur keanggotaan KPS terdiri dari perwakilan Fretilin,
kelompok pro-integrasi, TNI/POLRI, Komnas HAM, dan perwakilan Pemerintah RI
serta wakil dari UNAMET . Tugas dari KPS antaralain adalah (1) memonitor
terjadinya pelanggaran-pelanggaran serta dampak perjanjian damai; (2) melakukan
koordinasi dengan semua pihak untuk menghentikan segala bentuk permusuhan,
intimidasi, dan kekerasan; (3) menerima pengaduan masyarakat tentang pelanggaran
yang terjadi di Timor Timur, baik yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak
yang bertikai; (4) KPS bersama UNAMET akan menyusun suatu aturan main (code of
conduct) untuk mengatur perilaku pada masa sebelum, selama, dan setelah konsultasi
yang harus ditaati oleh semua pihak.52 Pada tanggal 18 Juni 1999 TNI/POLRI berhasil
memfasilitasi kesepakatan antara Concelho Nacional Resistencia Timorense (CNRT)
dan Falintil dengan pihak pro-integrasi untuk menyambut Jajak Pendapat di Timor
Timur. TNI/POLRI juga berhasil menjadi fasilitator penyelenggaraan Pertemuan Dare
II di Jakarta pada tanggal 25-30 Juni 199953 yang membahas empat masalah pokok,
yaitu rekonsiliasi, Jajak Pendapat, keamanan, dan masalah politik.
Hasil dari usaha-usaha tersebut tidak sesuai dengan harapan karena kedua
pihak yang bertikai sering melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama. Hal itu
51
Tono Suratman, Untuk Negaraku. Sebuah Potret Perjuangan di Timor Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), hal.70.
52
Wiranto. 2002. Selamat Jalan Timor Timur: Pergulatan Menguak Kebenaran. Jakarta: Institute for
Democracy of Indonesia
53
Zacky A.Makarim, Op.cit., hal.197.
42
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh kuatnya rasa dendam diantara mereka. Keadaan tersebut semakin
meningkatkan kekacauan di Timor Timur. Ketegangan diantara kedua pihak semakin
meningkat setelah dilakukan Jajak Pendapat yang diselenggarakan oleh UNAMET.
Hasil jajak Pendapat yang diumumkan oleh PBB pada tanggal 4 September 1999
menunjukkan bahwa sebesar 78,5% atau sekitar 344.580 orang menolak tawaran
status khusus dengan otonomi luas, sedangkan sebanyak 21,5% atau sekitar 94.388
orang menerima Opsi I. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur
memilih untuk merdeka berpisah dari NKRI. 54
Penyelenggaraan Jajak Pendapat dilakukan oleh UNAMET sebagai badan
khusus yang didirikan oleh PBB. Badan ini mempunyai misi dan kewajiban untuk
memantau keadaan Timor Timur serta menyelenggarakan Jajak Pendapat dengan
bersikap netral. Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai oleh Menteri
luar negeri Ali Alatas ( RI) dan Menteri luar negeri Jaime Gama ( Portugal) dengan
mengikutsertakan wakil PBB Jamsheed Marker, serta memperoleh perhatian langsung
dari Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan. 55 Kesepakatan ini diperoleh dalam sebuah
dialog yang diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 1999 di New York (AS) yang
menghasilkan “Persetujuan New York”. Persetujuan ini menghasilkan tiga hal yang
disepakati dan ditandatangani, serta satu lampiran yang berisi konsep status khusus
dengan otonomi luas bagi Timor Timur. Ketiga hal yang disepakati adalah (1)
kesepakatan tentang persetujuan RI-Portugal mengenai masalah Timor Timur; (2)
persetujuan bagi modalitas atau tatacara Jajak Pendapat melalui pemungutan suara
54
55
Lela E.Madjiah, Op.cit., hal.236
KOMPAS, tanggal 25 April 1999
43
Universitas Sumatera Utara
secara langsung, bebas, dan jujur serta adil; (3) persetujuan tentang pengaturan
keamanan Jajak Pendapat. Kesepakatan tersebut diperkuat dengan Resolusi Dewan
Keamanan PBB No.1236 tahun 1999 dalam pertemuan Dewan Keamanan ke 3998
pada tanggal 7 Mei 1999.56
C.2 Jejak Pendapat
Jajak Pendapat merupakan suatu cara bagi penyelesaian persoalan Timor
Timur yang muncul dari tawaran (Opsi) Presiden B.J.Habibie. Sesuai dengan
Perjanjian New York, Jajak Pendapat diselenggarakan oleh PBB. Pelaksanaan Jajak
Pendapat terdiri dari tujuh tahapan, yaitu (1) Tahap Perencanaan Operasi dan
Penggelaran, tanggal 10 Mei-15 Juni 1999; (2) Tahap Sosialisasi/penerangan Umum,
tanggal 10 Mei-15 Agustus 1999; (3) Tahap Persiapan dan Registrasi, tanggal 13
Juni-17 Juli 1999; (4) Tahap Pengajuan keberatan atas daftar peserta Jajak Pendapat,
tanggal 18-23 Juli 1999; (5) Tahap Kampanye Politik, tanggal 20 Juli sampai tanggal
5 Agustus 1999; (6) Tahap Masa Tenang, tanggal 6 dan 7 Agustus 1999; (7) Tahap
Pemungutan suara, tanggal 8 Agustus 1999. Dalam pelaksanaan ada beberapa tahapan
yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana sehingga mempengaruhi seluruh proses
Jajak Pendapat. Tahap-tahap yang mengalami perubahan waktu pelaksanaan yaitu
Tahap Persiapan dan Registrasi dilakukan tanggal 16 Juli 1999 karena ada kesulitan
dalam penyelenggaraan peralatan, logistik, dan keterbatasan personil. Registrasi
dilakukan tanggal 6 Agustus 1999 untuk wilayah Timor Timur dan 8 Agustus 1999
untuk wilayah diluar Timor Timur. Masa Kampanye juga mengalami kemunduran
56
Zacky A.Makarim. Op.cit., hal.197
44
Universitas Sumatera Utara
sehingga dimulai tanggal 11-27 Agustus 1999. Jajak pendapat diselenggarakan
tanggal 30 Agustus 1999. Kemunduran penyelenggaraan Jajak Pendapat selain karena
perubahan waktu pelaksanaan tahapan sebelumnya, juga karena alasan keamanan dan
logistik.57 Perubahan waktu penyelenggaraan Jajak Pendapat disahkan dengan
resolusi PBB No.1262 tanggal 27 Agustus 1999.58
Jajak Pendapat dilakukan secara serentak di lebih dari 700 Tempat
Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Timor Timur pada tanggal 30 agustus 1999 dan
diikuti oleh sekitar 600.000 orang Timor Timur yang berada di wilayah ini.
Disamping itu juga diikuti oleh sekitar 30.000 orang Timor Timur yang berada di
daerah lain (Denpasar, Jakarta, Makasar, Surabaya, Yogyakarta) serta di Luar Negeri
(AS, Australia, Macau, Mozambik, Portugal) yang telah memenuhi syarat menjadi
pemilih.59 Syarat bagi orang- orang yang berhak mengikuti jajak pendapat adalah (1)
telah berumur 17 tahun; (2) lahir di Timor Timur; (3) lahir diluar Timor Timur, tetapi
memiliki sedikitnya satu orang tua yang lahir di Timor Timur; (4) menikah dengan
seseorang yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Sementara itu hasil jajak pendapat
diumumkan oleh PBB tanggal 4 September 1999.
Hasil Jajak Pendapat menunjukkan bahwa sekitar 78,5% atau sekitar 344.580
orang Timor Timur memilih merdeka dan menolak status khusus dengan otonomi luas
yang ditawarkan Pemerintah dan 21,5% atau sekitar 94.388orang menerima tawaran
tersebut. Dengan hasil tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia melalui MPR
57
KOMPAS, tanggal 5 Juni 1999
Zacky A.Makarim, Op.cit., hal.199
59
KOMPAS, tanggal 7 Mei 1999
58
45
Universitas Sumatera Utara
hasil Pemilu tahun 1999 kemudian menindaklanjuti dengan mengambil langkahlangkah
konstitusional
untuk
melepaskan
Timor
Timur
dari
NKRI
dan
mengembalikan status wilayah itu seperti sebelum berintegrasi . Hasil tersebut pada
satu sisi sangat menggembirakan kelompok pendukung anti- integrasi, sedangkan
pada sisi lain mengecewakan kelompok pro-integrasi dan para prajurit TNI/POLRI
yang telah berjuang mempertahankan integrasi Timor Timur. 60
Bersamaan dengan pengumuman hasil Jajak Pendapat, keadaan di Dili ( Ibu
kota Timor Timur) semakin kacau. Pihak yang kalah dan kecewa dengan hasil jajak
pendapat melakukan tindak kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap para pendukung
anti-integrasi. Pertikaian dan konflik antara kedua pihak semakin meningkat setelah
masing-masing pihak menyatakan siap untuk perang. Pada tanggal 4 September
terjadi pertikaian antara kedua kelompok di Pelabuhan Dili. Kelompok anti-integrasi
yang terdesak bersembunyi dirumah Uskup Belo sehingga menyebabkan massa dari
kelompok pro-integrasi marah dan membakar salah satu bangunan di Keuskupan.
Peristiwa kekerasan juga terjadi pada tanggal 5 September 1999 di Keuskupan Diosis
Dili dan mengakibatkan banyak orang meninggal. Pertikaian juga terjadi di kantor
CNRT di Mascaronhos, Dili Barat. Dalam peristiwa tersebut terjadi pembakaran
terhadap kantor CNRT oleh massa kelompok pro-integrasi. Peristiwa- peristiwa
tersebut menyebabkan keadaan di Timor Timur semakin tidak aman sehingga
mengakibatkan banyak orang mengungsi ke wilayah lain yang lebih aman. Banyak
60
Ibid., tanggal 6 September 1999
46
Universitas Sumatera Utara
dari mereka yang mencari perlindungan ke Mapolda Timor Timur dan daerah Timor
Barat (NTT) yang berbatasan langsung dengan Timor Timur.
Keadaan di Timor Timur yang kacau menyebabkan Pemerintah Republik
Indonesia, khususnya TNI/POLRI mendapat protes dan tekanan dari masyarakat
internasional. TNI/POLRI dianggap telah gagal menjalankan amanat sesuai
Persetujuan New York. Banyak negara, seperti AS, Australia, Inggris, Jepang,
Perancis, Portugal, Selandia baru, dan Singapura mendesak Pemerintah Republik
Indonesia supaya dapat menciptakan keadaan yang lebih aman dan tertib di Timor
Timur . Tekanan juga dilakukan oleh organisasi internasional seperti Bank Dunia dan
IMF. Kedua organisasi ini mengancam akan menghentikan bantuan apabila
Pemerintah Republik Indonesia gagal memperbaiki keadaan di Timor Timur. Selain
itu DK PBB juga mengeluarkan sebuah peringatan keras atau ultimatum kepada
Pemerintah Republik Indonesia. PBB memberikan peringatan apabila dalam waktu 48
jam aparat keamanan (TNI/POLRI) tidak berhasil mengembalikan keamanan dan
ketertiban Timor Timur maka Pemerintah Republik Indonesia harus siap untuk
menerima bantuan internasional .
Banyaknya tekanan dari masyarakat internasional menyebabkan Pemerintah
Republik Indonesia mengambil keputusan untuk melakukan tindakan darurat di Timor
Timur. Berdasar Undang Undang No.23 tahun 1959 tentang Keadaan Darurat maka
mulai tanggal 7 September 1999 Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan
Darurat Militer di Timor Timur. Pemberlakuan keadaan Darurat Militer (PDM)
memberi landasan hukum dan wewenang bagi TNI/POLRI untuk bertindak lebih
47
Universitas Sumatera Utara
tegas dalam menindak kerusuhan, kebrutalan, dan pelanggaran hukum di wilayah itu
supaya ketertiban dapat pulih. 61 Keputusan ini didasarkan pada Keppres 76
No.107/Tahun 1999 dan Lembaran Negara No.152 serta mendapat persetujuan dari
Portugal dan Sekjen PBB. Oleh karena hasil yang dicapai dari PDM tidak sesuai
dengan harapan maka pada tanggal 24 September kebijakan ini diakhiri. Kegagalan
kebijakan PDM ini menyebabkan Pemerintah Republik Indonesia kemudian bersedia
menerima pasukan multinasional penjaga perdamaian internasional dari negara lain
untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur.
Setelah terjadi perubahan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia, maka
Dewan Keamanan PBB kemudian mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang
disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota DK PBB . Berdasar Bab VII Piagam PBB,
maka
DK
PBB
memberi
wewenang
pembentukan
(Multinational Force/MNF) yaitu INTERFET
pasukan
multinasional
(International Force East Timor).
Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur,
melindungi dan mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya, dan memfasilitasi
operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap netral . Badan ini secara resmi
bertugas untuk mengambil alih tanggung jawab keamanan di Timor Timur dari
TNI/POLRI. Pada tanggal 20 September 1999 pasukan INTERFET yang dipimpin
oleh Mayor Jendral Peter Cosgrove tiba di Timor Timur untuk melakukan Operasi
Pemulihan (Operation Stabilise). Seperti halnya dengan UNAMET, INTERFET juga
sering bersikap tidak netral dan berpihak pada kelompok anti-integrasi. Setelah
61
Ibid
48
Universitas Sumatera Utara
keadaan di Timor Timur semakin baik dan ketegangan antara kedua pihak yang
bertikai berkurang maka pasukan INTERFET ditarik mundur secara perlahan-lahan
dan digantikan oleh UNTAET.
D. Faktor-Faktor Disintegrasi
Setelah proses integrasi keadaan yang harus di hadapi oleh Indonesia dan
kelompok Pro-Integrasi sangat lah sulit. Banyak konfrontasi yang dilakukan oleh
Fretilin dan kelompok Kemerdekaan, baik dari segi diplomasi maupun segi militer,
juga ada faktor-faktor lain yang mendasari seperti kekecawaan dari rakyat TimorTimur terhadap oknum pemerintah, TNI/POLRI, maupun kaum pendatang dari pulau
jawa.
D.1 Faktor Kegagalan Diplomasi
Salah satu faktor yang menjadi penyebab disintegrasi Timor Timur adalah
kegagalan Indonesia dalam menangani dan mempertahankan Timor Timur.
Kegagalan utama diplomasi Indonesia ialah Pemerintah Indonesia yang percaya
bahwa Portugal masih mempunyai itikad dan niat baik dalam menyelesaikan masalah
Timor Timur secara jujur sehingga tanpa disadari oleh Pemerintah Indonesia mereka
telah terjebak dalam suatu keadaan yang memberatkan Indonesia di mata dunia.
Disamping itu dalam penyelesaian maslah tersebut pemerintah terkesan tertutup dan
tidak melibatkan rakyat Timor Timur yang pro-integrasi. Indonesia menganggap
masalah Timor Timur sebagai masalah nasional oleh sebab itu penanganannya cukup
oleh pemerintah pusat saja dalam hal ini Departemen Luar Negeri.
49
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya orang Timor Timur pro-integrasilah yang tahu tentang
masalah integrasi dan merupakan saksi hidup dari kelompok yang bertikai.
Pemerintah hanya mengandalkan keahlian diplomasi dan negosiasi tanpa memahami
materi dan mengetahui fakta sejarah integrasi tersebut. Ketidakterlibatan kelompok
pro-integrasi yang tahu tentang sejarah memberikan celah kepada Portugal dan
Fretilin untuk menyudutkan Indonesia di meja perundingan internasional, sehingga
dapat memutarbalikkan fakta dan sejarah di mata internasional bahwa Indonesia
adalah penjahat dan menghalangi kemerdekaan Timor Timur. Keadaan ini berhasil
membentuk opini dunia terhadap Indonesia sebgai pihak yang menginvasi,
membunuh rakyat Timor Timur yang tidak berdosa dan sebagai penyebab utama
seluruh konflik dan pembumihangusan Timor Timur.
Kesalahan diplomasi yang selanjutnya adalah blunder politik yang di lakukan
oleh B.J. Habibie yang pada saat itu di lantik sebagai seorang presiden transisi
menggantikan Soeharto. Habibie gagal melawan segala tekanan yang datang dari
dunia internasional dan dari rakyat Timor Timur yang pro-kemerdekaan. Hingga
akhirnya Habibie mengeluarkan suatu opsi yang selalu dihindari pada masa Soeharto
yaitu pemberian Otonomi Khusus kepada Timor Timur dan mengeluarkan kembali
opsi ke II yaitu Referendum jika rakyat Timor Timur tidak menghendaki opsi yang
pertama.
Ini merupakan suatu “blunder” politik, dimana secara tidak langsung Habibie
memberikan keuntungan kepada pihak-pihak pro-kemerdekaan yang selama ini telah
memperjuangkan referendum untuk kemerdekaan bagi Timor Timur. Pada tanggal 30
50
Universitas Sumatera Utara
Agustus 1999 dilaksanakan referendum atau jajak pendapat bagi rakyat Timor Timur
untuk memilih apakah masih ingin bergabung dengan Indonesia atau lepas dari
Indonesia. Hasilnya Timor Timur lepas dari NKRI.62
D.2 Faktor Militer
Salah satu yang persoalan utama dalam operasi-operasi TNI di Timor Timur
adalah ketidaksesuaian antara doktrin operasional pelaksanaan, pada level petunjuk
lapangan yang selama ini dianut TNI dalam hal ini khusunya Angkatan Darat dengan
persenjataan dan teknologi militer yang di miliki dan ancaman yang harus di hadapi. 63
Diawal pasukan TNI masuk ke daerah Dili pasukan langsung diterjunkan di daerah
sasaran di tengah kota Dili yang merupakan pemusatan kekuatan dari pasukan Fretilin
dan milisi Timor Portugis
pasukan TNI diterjukan dengan dukungan yang sangat minim pada saat itu,
jauh dari mampu mendisorganisasi musuh sehingga menimbulkan banyak korban
dari pihak TNI. Tembakan pendahulu yang dilakukan tidak mampu mengacaukan
dan melumpuhkan musuh. Malah sebaliknya membuat musuh semakin siaga,
akibatnya pasukan TNI yang sedang melayang dengan parasut menjadi sasaran
empuk bagi pasukan Fretilin dan milisi Timor Portugis.
Disampng itu, Fretilin memiliki pasukan dan persenjataan yang cukup
memadai. Pasukan mereka terdiri dari 2.500 Tropas eks kolonial Timor Portugis yang
memiliki pengalaman tempur di Mozambik dan Guinea, serta didukung sekitar 7.000
62
63
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal 71
Kiki Syahnakri.2013. Timor Timur The Untold Story. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal. 329
51
Universitas Sumatera Utara
milisi dan 10.000 tentara cadangan yang tidak bisa dipandan remeh yang di
persenjatai dengan kelengkapan militer berstandar NATO, baik itu dalam bentuk
senjata, mortir, kendaraan perang dan lain sebagainya yang cocok dengan medan
Timor Timur. Hal ini merupakan suatu keunggulan bagi pihak Fretilin dalam
melawan pasukan TNI. 64
Dari semua hal diatas terlihat jelas bahwa pada saat itu pasukan militer kita
menganut doktrin yang tidak sesuai, juga banyak terjadi kesalahan dalam kalkulasi
taktis dan cara bertindak sehingga banyaknya prajurit TNI yang gugur pada saat itu.
D.3 Faktor Kekecewaan Masyarakat Kepada Pemerintah, Tni/Polri, Dan
Kaum Pendatang
Salah satu faktor yang menjadi penyebab kegagalan Pemerintah Indonesia di
Timor Timur adalah adanya perilaku individu baik dari anggota TNI/POLRI, aparat
sipil dan kaum pendatang kepada masyarakat Timor Timur yang tidak membantu
Pemerintah memenangkan hati rakyat, tapi sebaliknya menciptakan keadaan yang
semakin memojokkan dan menghina rakyat Timor Timur baik itu rakyat biasa, tokoh
adat maupun pemuka agama. Selama ini situasi yang selalu terlihat adalah para
pendatang terutama aparat pemerintah, TNI dan POLRI yang cenderung bersikap
arogan.65
Mereka selalu memperlihatkan sikap atau perasaan superioritas atas warga
setempat, bersikap seolah mereka adalah penakluk atau kaum kolonial yang berhasil
64
65
Kiki Syahnakri, Ibid. hal 331
Kiki Syahnakri, Ibid. hal. 346
52
Universitas Sumatera Utara
menduduki jajahan baru. Mereka merasa pantas untuk menyombongkan diri dalam
menjalankan peran pemerintah dan menggolongkan warga Timor Timur sebagai
lapisan kelas dua dalam tatanan sosial masyarakat di Timor Timur.
Hal –hal seperti ini yang selalu terjadi di lapangan menimbulkan rasa kecewa
dan menciptakan kebencian di hati masyarakat yang merasa tersingkir atau teralienasi
dan mendorong mereka untuk mencari kenyamanan di tempat lain, sehingga banyak
dari masyarakat ini yng lambat laun mendekatkan diri kepada kelompok Falintil atau
pejuang kemerdekaan Timor Timur yang berjuang di hutan.
Salah satu praktek yang membuat masyarakat lokal merasa tersingkir adalah
keangkuhan dari aparat sipil, TNI dan POLRI dalam menutup peluang bagi putra putri
daerah untuk seleksi masuk IPDN, AKMIL, AKPOL, atau bahkan menjadi calon
PNS atau anggota TNI/POLRI dalam tingkatan terendah sekalipun. Bisa dikatakan 90
% dari semua kesempatan yang seharusnya diperuntukkan bagi putra-putri daerah
Timor Timur, direbut dan dimanfaatkan oleh kaum pendatang bahkan sampai kepada
kacung-kacung dari kaum pendatang yang memiliki wewenang di pemerintahan sipil,
TNI, dan POLRI di Timor Timur. 66
Situasi seperti ini juga diperparah dengan adanya tindakan kriminal dan
asusila yang melibatkan kaum pendatang seperti guru dan anggota TNI/POLRI yang
bisa dikatakan kebal hukum. Dalam pengalaman pribadi Basilio Dias Araujo, di
kecamatan Aileu Timor Timur perbuatan asusila dialami oleh seorang anak gadis
(murid SD Kelas VI) yang merupakan masa kerabatnya. Anak murid ini diperkosa
66
Basilio Dias Araujo, Op.cit. hal 51-52
53
Universitas Sumatera Utara
oleh gurunya yang merupakan pendatang dari Sulawesi. Tindakan asusila ini ternyata
tidak hanya terjadi pada anak ini saja tetapi terdapat sekitar 20 murid yang menjadi
korban kebejatan guru ini. Tetapi terhadap guru ini tidak pernah ada tindakan apapun
dari pihak kepolisian walau hampir semua orang tua melaporkan kasus ini kepada
polres setempat. 67
Murid ini di sekolah menjadi lahapan sementara sore hari menjadi korban
Danramil yang kantornya selang 4 rumah dari rumahnya. Orang tua anak ini
mengkisahkan bagaimana dia selalu diancam oleh Danramil tersebut sebagai GPK
dan bisa dipenjara atau dibunuh setiap saat kalau membuka aib ini. Pengalaman
seperti ini adalah sisi gelap dari oknum pemerintah, aparat keamanan bahkan
masyarakat sipil atau kaum pendatang yang menambah daftar panjang sakit hati dan
kekecewaan di masyarakat yang mengarahkan mereka untuk mencari perlindungan
dan harapan hidup lebih baik ke tempat lain dan berbalik mendukung Fretilin dan
melawan Indonesia. 68
E. Posisi Australia Selama Masa Referendum Di Timor Timur
Diawal integrasi Timor Timur dengan Indonesia, Australia merupakan salah
satu negra yang mendukung integrasi tersbut, walaupun pada saat itu PBB sendiri
menentang integrasi tersebut dan masih menganggap Portugal sebagai penguasa
administratif derah tersebut. Tetapi, walaupun diawal Australia mendukung integrasi
Timor Timur ke dalam Republik Indonesia, banyaknya peristiwa yang terjadi di
67
68
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal 53
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal. 54
54
Universitas Sumatera Utara
Timor Timur yang menjadi penyebab hubungan Indonesia dan Australia mengalami
gangguan.
Masyarakat Australia sebenarnya sudah lama menyatakan sikap tidak setuju
dengan kebijakan pemerintahnya yang dibuktikan dengan beberapa demonstrasi dan
usaha-usaha yang mendukung kemerdekaan Timor Timur. Australia merubah
kebijakannya yang semula mendukung Indonesia menjadi menentang Indonesia
dengan alasan bahwa banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak
Indonesia terutama TNI/POLRI. Dukungan Australia terhadap kemerdekaan Timor
Timur tersebut terlihat dalam pemberian opsi referendum, yang muncul dalam surat
yang dikirim oleh PM Australia Howard kepada Presiden Habibie pada Desember
1998.69
Jajak pendapat di laksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan diumumkan
pada tanggal 4 September 1999 dengan hasil Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pelaksanaan jajak pendapat serentak di lebih dari 700 TPS yang
berada di dalam wilayah Timor Timur, peserta jajak pendapat sekitar 600.000 orang
Timor Timur. Jajak pendapat tersebut juga dilakukan di beberapa daerah lain seperti
Denpasar, Jakarta, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta, juga di Luar Negeri yaitu
Amerika Serikat, Australia, Macau, Mozambik, dan Portugal 70
Hal ini menyebabkan meletusnya tindak kekerasan di Timor Timur oleh
69
70
Hastutining Dyah Wijayatmi, Op.cit, hal. 50
Hastutining Dyah Wijayatmi, Ibid. hal. 58
55
Universitas Sumatera Utara
tersebut mengakibatkan Pemerintah Republik Indonesia, terkhusus TNI/POLRI
mendapat tekanan dan protes dari masyarakat internasional untuk menciptakan
keadaan yang lebih aman di Timor Timur. Sehingga Pemerintah Republik Indonesia
menetapkan diadakannya Pemberlakuan keadaan Darurat Militer.
Hasil yang dicapai dari PDM tidak sesuai dengan harapan, maka pada tanggal
24 September 1999 kebijakan ini diakhri dan menyebabkan Pemerintah Indonesia
harus menerima pasukan multinasional penjaga perdamaian internasional dari Negara
lain untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. Setelah terjadi
perubahan maka Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah kebijakan.
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang
disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB.Dewan Keamanan
PBB member wewenang pembentekuan pasukan multinasional (Multinational
Force/MNF) yaitu INTERFET (International Force Eart Timor).Badan ini bertugas
untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur, melindungi dan
mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya dan memfasilitasi operasi bantuan
keamanan PBB serta harus bersikap netral.
INTERFET terdiri dari 22 negara yang mengerahkan militernya, dan di
pimpin oleh militer Australia. INTERFET pada saat itu di bawah komando dari
Mayor Jendral Peter Cosgrove, INTERFET tiba di Dili pada tanggal 20 September
1999 dengan tujuan utama untuk melakukan Operasi Pemulihan (Operation Stabilise)
56
Universitas Sumatera Utara
Download