MINIATUR PEMANTAU SUHU INKUBATOR BAYI BERBASIS

advertisement
MINIATUR PEMANTAU SUHU INKUBATOR BAYI BERBASIS
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 DAN JARINGAN NIRKABEL
M.RIDHO APRIYADI
Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi, Universitas
Gunadarma, Margonda Raya 100 Depok 16424 telp (021) 78881112, 7863788
ABSTRAK
Bayi prematur adalah bayi yang lahir antara usia kehamilan 34 sampai 36 minggu yang
memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuhnya, oleh karena itu bayi ini harus
memerlukan perawatan khusus dengan memasukkan bayi ini ke dalam inkubator agar dapat
berkembang secara memuaskan, sehinggga kondisi inkubator juga harus dirawat dengan
baik, akan tetapi ada rumah sakit yang tidak merawat inkuator tersebut yang mengakibatkan
bayi yang berada di dalamnya meninggal dunia akibat sistem pemanas inkubator yang tidak
bekerja secara normal. Dengan adanya permasalahan tersebut penulis membuat suatu
miniatur alat pemantau suhu inkubator bayi berbasis mikrokontroler atmega 8535 dan
jaringan nirkabel yang bertujuan untuk mempermudah petugas rumah sakit memantau suhu
inkubator melalui jarak jauh.
Alat pemantau ini mendeteksi suhu menggunakan sensor LM35DZ yang kemudian
akan diproses oleh mikrokontroler 1 ATMega 8535 melalui port A dengan mengkonversi
data analog dari sensor menjadi data digital dan menghasilkan output berupa LCD sebagai
penampil suhu dan mengaktifkan jaringan nirkabel sebagai input dari mikrokontroler 2 yang
diproses dan menghasilkan output LCD sebagai penampil dan beberapa indikator sebagai
penanda bahaya.
Dari hasil pengujian alat yang dilakukan, tegangan yang dikeluarkan oleh sensor suhu
LM35DZ sebesar 0,01 Volt/oC sehingga sangat baik untuk mendeteksi suhu di ruang
inkubator. Untuk mendapatkan kinerja jarak yang optimal diperlukan sebuah antena yang
dipasang di jaringan nirkabel.
Kata kunci: Inkubator Bayi, Sensor LM35DZ, Mikrokontroler ATMega 8535
Tanggal Pembuatan: 14 September 2012
1. PENDAHULUAN
Pada umumnya bayi yang normal
akan lahir dengan usia kandungan 37
minggu atau lebih daripada 9 bulan dengan
berat kurang lebih 3 Kg, akan tetapi ada
ibu yang melahirkan bayi dengan usia
kandungan kurang dari 37 minggu,
biasanya bayi ini disebut bayi prematur.
Bayi prematur adalah Bayi yang lahir
antara usia kehamilan 34 sampai 36
minggu. Bayi prematur terutama yang lahir
dibawah 32 - 34 minggu akan mempunyai
penampilan fisik yang khas, yaitu kulit
lebih tipis dan gambaran pembuluh darah
dibawahnya dapat terlihat. Karena seorang
bayi
prematur
memiliki
kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang tetap
dan mudah terjadi variasi, maka bayi
tersebut harus segera dimasukkan ke
dalam inkubator agar bayi tersebut dapat
berkembang secara memuaskan karena
seorang bayi yang baru dilahirkan harus
membutuhkan suhu antara 35,5°C - 37°C
Inkubator bayi memiliki beberapa
parameter yaitu temperature, kelembaban,
air flow dan noise. Dengan tingkat
kelayakan kebocoran suhu luar ± 1°C,
tingkat kelembaban antara ≥ 70%, laju
aliran udara < 0,35 ms, dan tingkat
kebisingan di dalam inkubator < 60 dBA.
Persyaratan tersebut harus terpenuhi untuk
mendapatkan kriteria keselamatan dan
kemanan dalam penggunaannya. [5]
Setiap bayi dalam inkubator harus
memiliki perawatan khusus dan dipantau
setiap waktu tertentu, agar bayi
mendapatkan suhu yang cukup untuk dapat
berkembang secara memuaskan, akan
tetapi sering terjadi kelalaian dalam
memantau bayi yang berada dalam
inkubator, sehingga suhu yang diberikan
ke bayi tersebut terlalu panas atau pun
terlalu dingin akibat sistem pemanas
inkubator yang tidak terawat secara teratur
serta pelayan rumah sakit yang lalai dalam
memantau suhu inkubator pada waktu
tertentu, sehingga menyebabkan bayi
tersebut meninggal dunia karena kelalaian
tersebut.
Oleh karena itu, penulis membuat
sebuah miniatur alat untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu, Miniatur
Pemantau Suhu Inkubator Bayi Berbasis
Mikrokontroler ATMega 8535 dan
Jaringan Nirkabel yang dapat memantau
suhu inkubator secara realtime dari jarak
jauh sehingga pelayan rumah sakit tidak
perlu repot – repot untuk pergi ke ruangan
tempat inkubator bayi berada untuk
memantau suhu setiap inkubator karena
dengan ini suhu dapat dipantau di pos
pelayanan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inkubator Bayi
Bayi prematur adalah bayi lahir hidup
yang dilahirkan sebelum 37 minggu,
sehingga panjang, berat, sistem
pernafasan, sistem sirkulasi, dan lain
sebagainya masih kurang sempurna seperti
layaknya bayi normal, sehingga semua
perawatan harus dilakukan terhadap bayi
di dalam inkubator.
Inkubator bayi merupakan suatu kotak
yang dirancang untuk mempertahankan
suhu internal yang konstan dengan
menggunakan suatu termostat. Bayi
prematur mempunyai kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang tetap
dan mudah terjadi variasi.
2.2 Mikrokontroler AVR
ATMega 8535
AVR termasuk ke dalam jenis
mikrokontroler RISC (Reduced
Instruction Set Computing) 8 bit. Berbeda
dengan mikrokontroler keluarga MCS-51
yang
berteknologi CISC (Complex
Instruction Set Computing). Dalam
mikrokontroler dengan teknologi RISC
semua instruksi dikemas dalam kode 16 bit
(16 bits words) dan sebagian besar
instruksi dieksekusi dalam 1 clock,
sedangkan dalam teknologi CISC seperti
yang diterapkan pada mikrokontroler
MCS-51, untuk menjalankan sebuah
instruksi dibutuhkan waktu sebanyak 12
siklus clock.
AVR
(Al
and
Vegard’s
Risc
Processor) merupakan
chip
mikrokontroler yang diproduksi oleh
Atmel, yang secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kelas :
 Attiny
 ATMega
 AT90Sxx
 AT86RFxx
Perbedaan yang terdapat pada
masing-masing kelas adalah kapasitas
memori, peripheral, dan fungsinya. Dalam
hal arsitektur maupun instruksinya, hampir
idak ada perbedaan sama sekali. Dalam hal
ini ATMega 8535 (Gambar 2.3) dapat
beroperasi pada kecepatan maksimal
16MHz serta memiliki 6 pilihan mode
sleep untuk menghemat penggunaan daya
listrik.
2.3 Sensor Suhu LM35DZ
Sensor suhu LM35DZ adalah
komponen elektronika yang memiliki
fungsi untuk mengubah besaran suhu
menjadi besaran listrik dalam bentuk
tegangan. Sensor Suhu LM35DZ yang
dipakai dalam penelitian ini berupa
komponen elektronika elektronika yang
diproduksi oleh National Semiconductor.
LM35DZ memiliki keakuratan tinggi dan
kemudahan
perancangan
jika
dibandingkan dengan sensor suhu yang
lain, LM35DZ juga mempunyai keluaran
impedansi yang rendah dan linieritas yang
tinggi sehingga dapat dengan mudah
dihubungkan dengan rangkaian kendali
khusus serta tidak memerlukan penyetelan
lanjutan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat
mencapai 30 volt akan tetapi yang
diberikan ke sensor adalah sebesar 5 volt,
sehingga dapat digunakan dengan catu
daya tunggal dengan ketentuan bahwa
LM35DZ hanya membutuhkan arus
sebesar 60 µA hal ini berarti LM35DZ
mempunyai kemampuan menghasilkan
panas (self-heating) dari sensor yang dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan yang
rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu
25 ºC.
2.4 LCD (Liquid Cristal Display)
LCD merupakan perangkat display yang
paling
umum
dipasangkan
ke
mikrokontroler, mengingat ukurunya yang
kecil, kemampuan yang kecil
dan
kemampuan menampilkan karakter atau
grafik yang lebih baik dibandingkan
display 7 segment ataupun alpha numerik.
2.5 Wireless
Wireless atau juga biasa disebut dengan
jaringan nirkabel, merupakan komunikasi
tanpa kabel yaitu komunikasi antara
komponen 1 dengan yg lainnya
menggunakan gelombang radio. Umumnya
memiliki berbagai frekuensi tergantung
dari pada kebutuhan, dalam alat ini
wireless yang digunakan berasal dari
remote kontrol sebuah mainan yang
memiliki frekuensi sekitar 40 Mhz dan
mempunyai jarak rentang 20-30 meter.
Jaringan nirkabel ini pada bagian output di
receivernya mempunyai logika keluaran
high.
2.6 Buzzer
Buzzer adalah komponen elektronika yang
dapat mengeluarkan suara jika pada kaki
positif nya diberikan tegangan dan
negatifnya dihubungkan dengan ground,
untuk pengaktifannya buzzer tidak
membutuhkan frekuensi untuk dapat
mengeluarkan suara, tidak seperti speaker
yang membutuhkan frekuensi untuk dapat
mengeluarkan bunyi, buzzer hanya
membutuhkan tengangan agar dapat
mengeluarkan bunyi.
2.7 Bahasa Pemrograman Code Vision
AVR C
Code vision AVR merupakan compiller
bagi bahasa pemrograman C, sistem
IDEAPG
(Integrated
Development
Environment and Automatic Program
Generator) yang di disain khusus untuk
keluarga mikrokontroler Atmel AVR dapat
mempermudah pemrograman C. Sebagai
Compiller C, Code Vision AVR telah
mengandung hampir semua elemen bahasa
pemrograman
ANSI
C.
Dengan
disediakannya beberapa fitur tambahan
yang merupakan kebutuhan dari arsitektur
AVR dan sistem embedded.
3. PERANCANGAN DAN
IMPLEMENTASI
Miniatur Pemantau Suhu Inkubator
Bayi Berbasis Mikrokontroler ATMega
8535 dan Jaringan Nirkabel ini terdiri dari
beberapa komponen yang digunakan
dalam pembuatannya, di antaranya adalah
mikrokontroler ATMega 8535 yang
dihubungkan
dengan
sensor
suhu
LM35DZ sebagai input alat ini dan
dilengkapi dengan layar LCD 16 karakter
serta beberapa led sebagai indikator,
buzzer sebagai penanda bahaya jika suhu
terlalu panas dan wireless sebagai
penghubung mikrokontroler 1 dengan
mikrokontroler 2. Alat ini dapat
mendeteksi suhu antara -55 ºC sampai
+150 ºC, sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu khususnya di inkubator
bayi yang digunakan untuk memantau
suhu pada ruang inkubator.
3.1
Analisis Rangkaian Secara Blok
Diagram
Dalam perancangan blok diagram
rangkaian pemantau suhu inkubator bayi
dapat di kategorikan menjadi 4 blok yaitu
aktivator, blok input, blok proses dan blok
output yang dapat dilihat dalam Gambar
3.1 di bawah ini :
untuk mikrokontroler dan 5 Volt untuk RF
40 Mhz yang diperoleh dari adaptor yang
terhubung dengan sumber tegangan 220
Volt dari soket listrik, sehingga alat ini
dapat aktif dan berjalan dengan sempurna.
Dengan adanya RF 40 Mhz alat ini mampu
bekerja dalam jarak 20 – 30 meter untuk
memantau suhu di tempat yang berbeda.
Gambar 3.2 Skematik Rangkaian Sensor
Suhu, Mikrokontroler, LCD dan
Transmitter
Gambar 3.1 Diagram Blok Miniatur
Pemantau Suhu Inkubator Bayi Berbasis
Mikrokontroler ATMega 8535 dan
Jaringan Nirkabel
Dalam diagram blok dapat dilihat
bahwa masukan mikrokontroler 1 di dapat
dari sensor suhu LM35DZ yang
mendeteksi suhu yang kemudian akan di
proses oleh mikrokontroler ATMega 8535
dan menghasilkan output berupa tampilan
di LCD serta menyalakan RF Transmitter
untuk menghubungkan mikrokontroler 1
dengan mikrokontroler 2.
Sedangkan di mikrokontroler 2 input
didapat dari RF Receiver yang menerima
sinyal dari RF Transmitter berupa sinyal
digital dan kemudian akan diproses oleh
mikrokontroler untuk menampilkan status
suhu di layar LCD serta menyalakan
indikator berupa LED.
3.2
Analisis Rangkaian Secara Detail
Rangkaian pemantau suhu ini
diaktifkan dengan tegangan sebesar 9 Volt
Sensor suhu LM35DZ ini akan
bekerja mendeteksi suhu di sekitar dengan
memberikan tegangan sebesar 5 Volt di
pin 1 dan ground di pin 3 LM35DZ, yang
kemudian hasil pendeteksian suhunya akan
dikeluarkan melalui pin 2 LM35DZ yang
akan
masuk
ke
PORTA.0
di
mikrokontroler untuk diproses. Dalam
mikrokontroler masukan yang didapat dari
sensor suhu yang berupa data analog akan
dikonversi menjadi data digital yang
hasilnya kemudian akan ditampilkan di
layar LCD yang dihubungkan di PORTC,
hasil tersebut juga akan di kirimkan
melalui
jaringan
nirkabel
yang
dihubungkan di PORTD.0 – 3 yang berada
di mikrokontroler pertama. Jaringan
nirkabel pengirim (Wireless Transmitter)
dengan frekuensi 40 Mhz ini akan aktif
dengan diberikan tegangan sebersar 5 Volt
dan wireless ini akan bekerja ketika
mendapat masukan dari mikrokontroler
yang berupa data digital dengan
mengkondisikan setiap pin wireless yang
terhubung dengan ground atau logika low,
sehingga wireless ini menghasilkan sinyal
keluaran yang akan dikirimkan ke
penerima yang berada di mikrokontroler
kedua.
layar LCD akan menampilkan “SUHU >
37 oC” dan mengaktifkan buzzer dan LED
merah yang menandakan bahwa suhu
berbahaya untuk bayi.
3.3
Diagram Alur (Flowchart)
Gambar 3.3 Skematik Rangkaian LCD,
Mikrokontroler dan Receiver
Dalam rangkaian mikrokontroler ke dua
ini (Gambar 3.7), masukan di dapat dari
wireless penerima (receiver)
yang
mendapatkan sinyal dari wireless pengirim
yang berada di mikrokontroler pertama,
yang menghasilkan data digital yang
terhubung ke PORTD.0 – 3 sebagai
masukan mikrokontroler ke dua, dalam
mikrokontroler data digital tersebut akan
diproses dan menghasilkan keluaran
berupa karakter di layar LCD dan
mengaktifkan LED dan buzzer yang
berupa kondisi di setiap suhu tertentu.
Kondisi tertentu ini ditentukan oleh
kondisi suhu yang terdeteksi oleh sensor
suhu LM35DZ dan mengirimkannya
melalui jaringan nirkabel dan diterima oleh
wireless penerima yang berada di PORTD
dengan kondisi masukan yaitu jika
masukan di PORTD bernilai “FEh” maka
layar LCD akan menampilkan “SUHU <
33 oC” dan menyalakan LED biru di
PORTB.0 yang menandakan bahwa suhu
kurang dari 33 atau kurang dari
normalnya, jika masukan di PORTD
bernilai “FDh” maka layar LCD akan
menampilkan “SUHU 33–35 oC” dan
menyalakan LED berwarna hijau yang
menandakan bahwa suhu dalam keadaan
normal, jika masukan di PORTD bernilai
“FBh”
maka
layar
LCD
akan
menampilkan “SUHU 36–37 oC” dan
mengaktifkan buzzer dan LED merah
secara berkedip yang menandakan bahwa
peringatan suhu terlalu panas, dan jika
masukan di PORTD bernilai “F7H” maka
Gambar 3.4 Flowchart 1
Gambar 3.5 Flowchart 2
4. UJI COBA DAN ANALISA
4.1
Pengujian Alat
Langkah pertama dalam uji coba alat
pemantau
suhu
ini
penulis
mempersiapakan alat-alat pendukung
seperti multitester yang digunakan untuk
mengukur tegangan di kaki sensor suhu,
adaptor untuk memberikan tegangan di
alat dan heater sebagai penghasil panas
dalam miniatur inkubator untuk di deteksi
oleh sensor suhu LM35DZ.
4.2 Hasil Data Pengamatan
Pengukuran tegangan di pin 2
(output) sensor LM35DZ untuk melihat
bahwa tegangan yang dihasilkan setiap
perubahan suhu yang terdeteksi berbeda
maka untuk membuktikan hal tersebut
dilakukanlah pengambilan data untuk
memperoleh data pengamatan, maka
didapatkan hasil pengukuran seperti dalam
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Data Pengamatan
suhu tertentu disertakan indikator yang
menyala yang dapat dilihat dalam Tabel
4.1.
4.3 Hasil
Perbandingan
Waktu
Respon Sensor LM35DZ dengan
Thermometer Standar
Hasil perbandingan pengukuran
waktu respon sensor LM35DZ dengan
thermometer
standar
yang
diukur
menggunakan stopwatch saat mendeteksi
suhu tidak memiliki perbedaan waktu yang
signifikan yang dapat dilihat dalam Tabel
4.2.
Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Waktu
Respon
Dari hasil tabel 4.2 perbedaan waktu
respon alat pemantau suhu inkubator
dengan thermometer standar hanya
beberapa detik sehingga alat ini dapat
digunakan sebagai pemantau suhu yang
baik untuk inkubator bayi, untuk menjaga
bayi dalam
keadaan
suhu
yang
diperlukannya.
5. PENUTUP
5.1
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat disimpulkan
bahwa saat di ukur menggunakan
multitester, tegangan yang dikeluarkan di
pin 2 sensor suhu LM35DZ setiap
perubahan suhu berbeda – beda yang
kurang tepat dengan perhitungan yaitu 1
suhu
=
0,01
Volt,
dikarenakan
menggunakan multitester analog yang
memungkinkan jarumnya tidak naik
sehingga nilai tegangan yang terukur
kurang.
Saat
pengambilan
data
pengamatan ini juga disertai dengan
beberapa status yang ditampilkan pada saat
Simpulan
Berdasarkan perancangan, pengujian
dan analisis yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
Miniatur Pemantau Suhu Inkubator
Bayi Berbasis Mikrokontroler ATMega
8535 dan Jaringan Nirkabel ini bekerja
sangat baik dalam mendeteksi suhu di
dalam ruang inkubator secara realtime
dengan menggunakan sensor suhu
LM35DZ
sebagai
pendeteksinya,
penggunaan sensor LM35DZ dalam alat
ini dikarenakan sensor ini mampu
mendeteksi secara akurat dan sangat
sensitif terhadap perubahan suhu di sekitar
yang terdeteksi olehnya sesuai suhu
sebenarnya, sehingga sensor ini sangat
cocok untuk mendeteksi suhu di ruang
inkubator bayi yang membutuhkan suhu
tetap dan tidak berubah – ubah.
Sehingga dengan adanya alat ini
dapat membantu pelayan rumah sakit
dalam memantau suhu inkubator untuk
bayi prematur yang sedang di rawat yang
dapat dipantau melalui ruang pelayanan
dengan menggunakan jaringan nirkabel
untuk penghubungnya.
Adapun kekurangan alat ini yaitu
alat ini hanya mendeteksi suhu saja, dalam
inkubator yang sebenarnya bukan hanya
suhu yang diukur, akan tetapi kelembaban,
tingkat kebisingan dan tingkat kebocoran
udara serta suhu yang ditampilkan di LCD
pemantau (receiver) tidak secara realtime,
seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa
hasil pendeteksian yang ditampilkan di
LCD pemantau adalah suhu dalam kondisi
tertentu saja, dan alat ini hanya dapat
bekerja secara optimal dengan jarak 4
meter dikarenakan jaringan nirkabel di sisi
pengirim hanya menggunakan sepotong
kabel sebagai antena untuk mengirimkan
sinyal
ke
penerimanya.
Karena
keterbatasan jaringan nirkabel yang
digunakan, sehingga untuk pengembangan
selanjutnya agar dapat menggunakan
jaringan nirkabel yang lebih bagus lagi
dalam pelemparan datanya sehingga data
yang ditampilkan dapat secara realtime
serta menggunakan sensor yang dapat
mendeteksi suhu dan kelembaban secara
bersamaan sehingga suhu dan kelembaban
dapat
terdeteksi
sesuai
inkubator
sebenarnya.
5.2. Saran
Beberapa hal yang disarankan dalam
alat
ini
untuk
perbaikan
dan
pengembangan yang lebih baik adalah :
1. Untuk
memperbaiki
jarak
penghubung jaringan nirkabel agar
lebih jauh dan sempurna di
perlukan antena di sisi pengirim
yang digunakan untuk menguatkan
sinyal
transmisi
untuk
mengirimkan sinyal ke penerima
agar lebih kuat dan sempurna.
2. Untuk menampilkan suhu yang real
di LCD penerima (receiver)
diperlukan modul wireless yang
memiliki pelemparan data yang
baik serta dapat menggunakan
komunikasi
serial
untuk
komunikasinya sehingga suhu
dapat di tampilkan sesuai suhu
yang telah terdeteksi di penerima.
3. Untuk mendapatkan hasil kinerja
yang baik yang dapat mendeteksi
suhu
dan
kelembaban,
diperlukanlah sensor seperti sensor
SHT11 yang memiliki kinerja yang
baik dan dapat mendeteksi suhu
dan kelembaban serta peletakan
sensor ini juga harus tepat.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Agus Bejo. 2008. C & AVR Rahasia
Kemudahan Bahasa C Dalam
Mikrokontroler
ATMega8535.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
[2]
Anonim. 2005. Modul Panduan
Elektronika
Dasar.
Depok :
Laboratorium
Elektronika
dan
Komputer Universitas Gunadarma.
[3]
Anonim. 2011. Sanes Medical
Equipments and Supplies. Dari
http://alatkedokteran.hostoi.com/alat
-kedokteran/rumah-sakit-klinik/
inkubator -incubator-neonatal-untukbayi-prematur-standar-ssm.htm.
[4]
Ardi Winoto. 2008. Mikrokontroler
AVT
Atmega8/16/32/8535
dan
Pemrogramannya dengan Bahasa C
pada
WinAVR.
Bandung
:
Informatika Bandung.
[5]
Catur Darmayanto, Fitri Adi
Iskandarianto,
Ya’umar.
2007.
Optimalisasi Kelembaban Udara
Pada Tabung Baby Incubator
Melalui Integrasi Pengendalian
Temperatur
Dan
Kelembaban.
Surabaya : Jurnal Institut Teknologi
Sepuluh November. Hal 1.
[6]
Didik Wiyono. 2007. Panduan
Praktis Mikrokontroler Keluarga
AVR.
Surabaya
:
Innovative
Electronics.
[7]
Jumiarni, Sri Mulyati & Nurlina S,
Asuhan Keperawatan Perinatal.
1994. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
[8]
M. Ary Heryanto,dan Wisnu Adi P.
2008. Pemrograman Bahasa C
Untuk Mikrokontroler ATMega8535.
Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.
Download