Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN KATEGORI STREET FAMILY CHILDREN DI WILAYAH DKI JAKARTA Ilah Muhafilah 1, Neli Husniawati1 1 Program studi S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas MH. Thamrin Alamat Korespondensi : Program studi kebidanan, Fikes MH.Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550 Telp : 8096411 ext 1208 ABSTRAK Tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak jalanan tidak sehat karena tidak dirumah dan kurang mendapat perlindungan seperti akses belajar, kesehatan dan lain-lain. Hal ini akan memberikan dampak sosial dan kesehatan seperti rentan terhadap kriminalitas, resiko terhadap infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS karena munculnya perilaku tak terkendali anak jalanan untuk melakukan seks bebas, homoseksual dan kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh lingkungan terhadap perilaku seksual anak jalanan kategori street family children di wilayah DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Pengambilan sampel secara purposive dengan jumlah sampel sebanyak 6 orang partisipan laki-laki dan perempuan pada rentang usia remaja awal (10-14 tahun) sebanyak 3 orang dan remaja akhir (15-18 tahun) sebanyak 3 orang. Hasil dari penelitian ini adalah lingkungan fisik dan sosial budaya dimana anak jalanan berada sehari hari berpengaruh terhadap perilaku seksual pada anak jalanan kelompok usia remaja akhir. Lingkungan fisik dan sosial budaya yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku seksual anak jalanan adalah tempat beraktifitas sehari-hari di jalanan dan interaksi sosial pada hubungan dengan teman. Kemiskinan, pekerjaan, pendidikan, tekanan sosial, perilaku sosial dan akses layanan informasi tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual anak jalanan. Kata kunci : anak jalanan, street family children, perilaku seksual Pendahuluan Anak jalanan merupakan sebuah realitas yang amat jelas dan dekat dengan kehidupan kita sehari hari. Dewasa ini, pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Seperti halnya di Jakarta kita akan sangat mudah menemui anak jalanan di berbagai tempat, mulai dari perempatan lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan mal. Keberadaan mereka mengundang keprihatinan bagi kita mengingat kehidupan jalanan amat rentan dengan hal-hal yang membahayakan baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan juga permasalahan lainnya yang memicu munculnya permasalahan sosial. Permasalahan yang dihadapi anak jalanan diantaranya kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman dan pakaian. Akhir-akhir ini dijumpai masalah yang lebih serius seperti trafficking, ekploitasi seks komersial dan berbagai tindak kekerasan. Mereka kerap mengalami eksploitasi ekonomi oleh orang dewasa termasuk orang tuanya, mereka rentan terhadap kekerasan fisik, sosial dan seksual, mereka juga sering terpaksa harus menjadi pengguna dan pengedar narkoba atau terlibat kejahatan (Depsos, 2011). Fenomena merebaknya anak jalanan tidak hanya terjadi di negara kita tetapi juga terjadi di berbagai belahan negara di dunia Berdasarkan data statistik dari CSC (Consortium for Street Children's ) tahun 2011, didapat data anak jalanan dari beberapa negara di dunia mencakup lima benua diantaranya : Di Afrika diperkirakan pada tahun 2007, bahwa ada 250.000-300.000 anak yang tinggal dan bekerja di jalanan di Kenya, dengan lebih dari 60.000 dari mereka berada di Nairobi. Sebuah survey di antara 100 anak jalanan di New Delhi Railway Station di India, mengungkapkan bahwa 86% anak laki-laki pada kelompok usia 14-18 tahun aktif secara seksual. Pada sebuah penelitian di India, dari total jumlah responden anak melaporkan dipaksa untuk menyentuh bagian pribadi tubuh, 17.73% adalah anak jalanan, 22.77% melaporkan telah mengalami kekerasan seksual, 400.000 anak jalanan di Bangladesh hampir 10% telah dipaksa menjadi pelacur untuk bertahan hidup. 71 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Di Indonesia jumlah anak jalanan mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Sebelum krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, sebuah analisis situasi yang dilakukan oleh Anwar dan Irwanto (Irwanto, dkk, 1998) memperkirakan jumlah anak jalanan mencapai 50.000 anak. Sedangkan pada masa krisis, Menteri Sosial pada masa itu memperkirakan ada peningkatan jumlah anak jalanan mencapai 400%. Pada tahun 1999, PKPM Atamajaya bersama Departemen Sosial atas dukungan Asian Development Bank melakukan pencacahan di 12 kota mencatat ada 39.861 anak jalanan. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak jalanan tidak sehat karena tidak dirumah dan kurang mendapat perlindungan seperti akses belajar, kesehatan dan lain-lain. Hal ini akan memberikan dampak sosial dan kesehatan seperti rentan terhadap kriminalitas, resiko terhadap infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS karena munculnya perilaku tak terkendali anak jalanan untuk melakukan seks bebas, homoseksual dan kekerasan seksual. Berdasarkan data statistik dari negara-negara yang ada dilima benua diatas hampir semua mengalami masalah kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan seks bebas. Secara umum penelitian ini ingin mengetahui dan memahami pengaruh lingkungan terhadap perilaku seksual anak jalanan kategori street family children di wilayah DKI Jakarta. Kajian Literatur Berdasarkan hasil kajian di lapangan secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (Surbakti dkk,1977 dalam Suyanto, 2010) : a. Children on the street (anak jalanan yang bekerja dijalanan), yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak dijalanan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat ekonomi keluarganya karena beban yang mesti ditanggung tidak dapat dilesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. b. Children of the street (anak jalanan yang hidup dijalan), yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak dari mereka karena suatu sebab biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial emosional, fisik maupun seksual. c. Children from families of the street atau children in street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang ambing dari satu tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehiduan jalan sejak anak masih bayi bahkan sejak dalam kandungan. Adapun penyebab utama menjadi anak jalanan adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor utama peningkatan jumlah anak jalanan di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Data Statistik tahun 2009, tercatat sebanyak 7.4 juta anak berasal dari rumah tangga sangat miskin, termasuk diantaranya 1.2 juta anak balita terlantar, 3.2 juta anak terlantar, 230.000 anak jalanan, 5.952 anak yang berhadapan dengan hukum dan ribuan anak-anak yang sampai saat ini hakhak dasarnya masih belum terpenuhi. Kehidupan jalanan terkadang memaksa seorang anak untuk melakukan apa saja demi kelangsungan hidup. Keadaan seperti ini tanpa disadari akan membawa dampak pada perilaku mereka seharihari.Perilaku individu merupakan hasil dari interasksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian perilaku seseorang berkemungkinan akan berbeda jika lingkungannya juga berbeda, apalagi pada seorang anak yang belum mantap jiwa dan kepribadiannya, demikian pula dengan perilaku seksualnya. Berbagai aktifitas seksual yang sering dijumpai di jalanan akan memberikan dampak secara langsung pada perilaku seksualnya.Ini mengingat keterbatasan pengetahuan mereka. Nilai- nilai serta norma norma seksualitas yang dianutpun kadang- kadang berbeda dengan masyrakat umum. Hal ini disebabkan pemahaman tentang perilaku tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang pengetahuan yang dimiliki serta nilai dan norma yang dianut (Kuntjaraningrat, 1983 dalam Nurharjadmo, 1999) Sallas seperti dikutip Nurharjadmo (1999), dalam studinya tentang komunitas anak jalanan di Iloilo City menemukan bahwa ada semacam nilai- nilai moral dan norma dalam kehidupan anak jalanan yang menjadi dasar timbulnya model perilaku mereka. Ia mengatakan bahwa anak jalanan cenderung longgar terhadap normanorma karena tidak diajari oleh guru atau orang tua mereka. Mereka belajar dari semua orang sekelilingnya dan mulai berfikir menurut pola- pola tempat mereka tinggal. Pengaruh lingkungan akan sangat penting dalam 72 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 proses perkembangan seksualitas manusia (Martono;Sarwono,1981; Nurharjadmo,1999) faktor lingkungan yang merupakan materi dari pengalaman yang sifatnya seksual maupun non seksual akan terekam secara sadar dalam sel otak manusia (Reuben, Sarwono, 1981; Nurharjadmo, 1999). Demikian kondisi sosial dan kultural tempat seseorang tinggal akan mempengaruhi kematangan psikoseksualnya. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kasus sebagai desainnya. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Sampel pada penelitian ini sebanyak 6 orang responden anak jalanan yang termasuk pada kategori street family children terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rentang usia remaja awal (10-14 tahun) sebanyak 3 orang dan remaja akhir (15-18 tahun) sebanyak 3 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti, dengan dibantu alat bantu kamera, pedoman wawancara dan alat-alat lain yang diperlukan secara insidental. Tahapannya dimulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan diakhiri dengan terminasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing and verification). Dalam pelaksanaannya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, merupakan sebuah langkah yang sangat luwes, dalam arti tidak terikat oleh batasan kronologis. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terusmenerus dari awal sampai akhir penelitian. Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuan. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal yang penting dan penentuan apa yang dilaporkan. Peneliti melakukan pengolahan data dari hasil wawancara dan catatan lapangan dengan mendokumentasikannya dalam bentuk transkrip. Transkrip ini kemudian dilihat keakuratannya dengan mendengarkan kembali rekaman wawancara berulang-ulang sampai semua informasi tercatat dalam transkrip. Tahap selanjutnya setelah data terkumpul adalah analisis data. Analisis tersebut menilai hubungan masing-masing arti dan makna setiap hal yang dialami partisipan sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dengan distribusi tiga orang partisipan berada di wilayah Jakarta Timur, tiga partisipan lainnya masing-masing berada di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Partisipan adalah anak jalanan kategori street family children sebanyak 6 orang yang terbagi dalam dua kelompok umur yaitu usia remaja awal (10-14th) sebanyak tiga orang dengan jenis kelamin dua orang perempuan dan satu orang laki-laki, kelompok remaja akhir (15-18th) sebanyak tiga orang dengan jenis kelamin satu orang perempuan dan dua orang laki-laki. Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kategori Street Family Children Kelompok Umur 10-14 15-18 15 th 16 th 11 th 12 th 12 th 17 th Inisial Jenis Kelamin T A W Ng D V L L P P L P Lama di Jalan Dari umur 10 th Dari umur 5 th Dari kecil Dari kecil Dari umur 6 th Dari umur 9 th Pendidikan Kls 3 SD Lulus SD Kls 1 SD Kls 3 SD Kls 2 SD Lulus SD 73 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Tema pada penelitian ini adalah pengaruh lingkungan yang terbagi menjadi lingkungan fisik dan sosial budaya. Sub tema lingkungan fisik yaitu tempat tinggal dan tempat beraktifitas sedang sub tema lingkungan budaya adalah interaksi sosial (meliputi hubungan dengan keluarga, teman dan masyarakat), kemiskinan, pekerjaan, pendidikan, tekanan sosial, perilaku sosial dan akses layanan informasi. 1. Lingkungan Fisik ; tempat tinggal dan beraktifitas Semua partisipan tinggal bersama keluarga yang mengandalkan hidup dari beraktifitas di jalanan.. Lingkungan tempat tinggal kotor,banyak sampah,tinggal seringkali tidak menetap, rumah gubuk, di pinggir-pinggir jalan, pinggir toko, pinggir kali, gerobak, kolong jembatan, kadang kontrak kamar. Tempat tinggal sempit umumnya hanya satu ruangan tidak bersekat sehingga tidur bercampur dengan anggota keluarga lainnya yang berjumlah antara 3-8 orang. Keadaan tempat tinggal yang sempit juga tidak memungkinkan membawa teman menginap . Kondisi tempat tinggal ini sama seperti yang peneliti lihat saat mengunjungi lokasi kediaman partisipan. Partisipan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beraktifitas di jalanan sebagai pengamen.Mereka terpapar dengan kehidupan di jalanan sudah dari kecil karena dibawa oleh orang tua mereka yang mengandalkan hidup dan beraktifitas di jalanan sebagai pemulung sehingga beberapa partisipan tidak ingat mulai usia berapa persisnya berada di jalanan. Walaupun tinggal rumah gubuk, di pinggirpinggir jalan, pinggir toko, gerobak, kolong jembatan, tempat kecil dan tidur bercampur tetapi tidak satupun dari mereka yang pernah melihat orang tua atau orang lain yang sedang berkencan atau melakukan hubungan seksual. Lingkungan tempat beraktifitas di jalanan membuat partisipan banyak mengenal anak jalanan lainnya dari berbagai wilayah terutama pada kelompok remaja akhir karena mereka terpapar di jalanan sudah lebih lama dan mengamen dengan jarak lebih jauh dari tempat tinggalnya, selain itu juga pengawasan dari orang tua yang lebih longgar karena sudah besar. Berbeda dengan partisipan pada kelompok usia remaja awal yang belum berani mengamen jauh dan belum lepas dari pengawasan orang tua. Lamanya keterpaparan partisipan di jalanan memberikan peluang untuk saling mengenal dan berinteraksi lebih lama dengan sesama anak jalanan lainnya yang berpengaruh terhadap lingkup pergaulan partisipan. 2. Lingkungan Sosial Budaya a. Interaksi Sosial Semua partisipan mempunyai keluarga, pada umumnya mempunyai adik/kakak, hanya satu orang anak tunggal. Dua partisipan orang tuanya bercerai dan masingmasing menikah lagi.Hubungan dengan keluarga baik, pola asuh tidak ketat yang penting jangan nakal, jangan pulang malam, masih kecil tidak boleh pacaran, berteman bebas dengan siapa saja. Mengenai hubungan dengan teman partisipan mempunyai banyak teman baik laki-laki maupun perempuan. Pergaulan sehari-hari main kadang jauh, ngamen bersama. Pada kelompok usia remaja awal belum mengerti pacaran, pada kelompok remaja akhir umumnya sudah berpacaran bahkan dua orang sudah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya sesama anak jalanan. Pada umumnya partisipan mengatakan hubungan dengan masyarakat sekitar baik-baik saja. Mereka mengikuti kaidah yang berlaku umum dengan masyarakat sekitar. Sebagian partisipan mengatakan masyarakat sekitar pada umumnya peduli, sebagian lagi masa bodoh. Walaupun masyarakat sekitar tidak perduli tetapi tidak membuat partisipan mau melakukan apa saja termasuk tindakan asusila seperti seks bebas. Pada sub tema interaksi sosial ini yang cukup berpengaruh terhadap perilaku seksual adalah hubungan dengan teman. Seiring dengan tahapan tumbuh kembang dimana Peer Group menjadi hal penting pada anak remaja maka pada partisipan P6(V) lebih senang berkumpul dengan teman-temannya baik laki-laki maupun perempuan daripada tinggal di rumah sehingga mereka mencari-cari tempat kosong (rumah kosong, depan kios pinggir jalan) untuk dijadikan tempat berkumpul, beristirahat dan tidur malam beramai-ramai. Hal ini pula yang membuat partisipan mengenal pacar dan mempunyai peluang sering bersama-sama sehingga pacaran sampai melakukan hubungan seksual. Demikian pula halnya dengan partisipan P2(A) yang berpacaran sampai melakukan hubungan seksual karena telah sering berpacaran (sampai saat ini telah enam kali pacaran), sehingga frekuensi maupun intensitas berpacaran makin hari makin bertambah yang berpengaruh terhadap perilaku seksualnya. Pada partisipan P1(T) yang juga pernah mempunyai pacar, perilaku seksual hanya sebatas gandengan, pelukan ,ciuman dan tidak berani sampai melakukan hubungan seksual. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan bahwa pacaran tidak boleh kelewatan sehingga partisipan tidak berani berpacaran lebih jauh. Pada kelompok remaja awal sesuai dengan tahapan tumbuh kembang baik fisik, mental maupun sosial, secara fisik pada partisipan perempuan belum menstruasi dan pada partisipan laki-laki belum mimpi basah. Pada interaksi sosial keterikatan dengan keluarga masih tinggi dan belum ada ketertarikan yang bermakna pada lawan jenis. 74 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 b. Kemiskinan Keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan hal ini merupakan penyebab utama partisipan turun ke jalan, tetapi kalau untuk memenuhi kebutuhan sendiri pada umumnya cukup. Partisipan mau melakukan pekerjaan apa saja yang tidak melanggar norma untuk mendapatkan uang, tetapi umumnya mengamen saja.Hanya ada satu partisipan yang pernah mendapat ajakan pelecehan seksual tetapi tidak mau c. Pekerjaan Bekerja sebagai pengamen di angkutan umum, lampu merah. Pendapatan berkisar Rp 10.000-50.000, diberikan pada orang tua sebagian selebihnya untuk jajan dan keperluan sendiri. Salah seorang partisipan mengatakan bahwa teman-temannya termasuk dia sering mendapat tawaran meladeni laki-laki iseng tetapi partisipan tidak mau. d. Pendidikan Pendidikan partisipan dua orang lulus SD, yang lainnya sampai kelas satu, dua dan tiga SD. Pada umumnya partisipan mendapat tawaran sekolah gratis dari yayasan, beberapa diantaranya sedang ikut ambil paket B tetapi jarang masuk karena berbenturan dengan mengamen. Selama sekolah partisipan tidak pernah mendapatkan pendidikan mengenai pergaulan bebas atau kesehatan reproduksi. Partisipan kelompok usia remaja awal masih terlihat polos dan lugu,rata-rata tidak memahami tentang seksualitas sehingga tidak ditanyakan lebih jauh mengenai seks bebas dampak maupun sikap mereka terhadap seks bebas dan akibatnya. Pada kelompok usia remaja akhir semua mengerti tentang seks, seks bebas, dampak maupun sikap mereka terhadap sek seks bebas. e. Tekanan Sosial Pada kelompok remaja akhir semua pernah mengalami perlakuan kasar dari preman seperti disuruh mencuri, diminta uang untuk membeli rokok dan minuman, dimarahi, dibentak-bentak tetapi tidak pernah mengalami pelecehan seksual sedangkan pada kelompok remaja awal tidak mengalami perlakuan kasar atau tekanan dari lingkungan maupun pelecehan seksual. f. Perilaku Seksual Pada kelompok remaja awal masih terlihat lugu dan tidak mengerti ketika ditanya mengenai dorongan seksual.Pada kelompok remaja akhir mengetahui perbedaan jenis kelamin dan kegunaannya, dorongan yang muncul karena kematangan fungsi organ seks . Pada kelompok ini satu orang partisipan walaupun mengetahui dan merasakan perkembangan fungsi organ seks tidak berani sampai melakukan hubungan seksual dengan pacarnya karena mengetahui akibatnya dan tidak boleh dilakukan , sedangkan dua partisipan lainnya pernah melakukan hubungan seksual. Hal tersebut lebih didasari oleh kurangnya kontrol diri pada saat bersama pacar serta ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut. g. Akses Layanan Informasi Pada umumnya partisipan kurang terpapar pada layanan informasi terkait kesehatan reproduksi baik dari media cetak maupun elektronik, hanya satu orang saja yang pernah membaca di majalah dan dua orang yang pernah mendapat penyuluhan dari dinas sosial dan relawan. Pengetahuan yang didapat dari media maupun penyuluhan tidak berpengaruh pada perilaku seksual partisipan P6(V) dengan pacar tetapi berpengaruh untuk tidak melakukan seks bebas. Kesimpulan Lingkungan fisik dan sosial budaya dimana anak jalanan berada sehari hari berpengaruh terhadap perilaku seksual pada anak jalanan kelompok usia remaja akhir. Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perilaku seksual adalah lingkungan tempat beraktifitas sehari-hari yaitu di jalanan, dimana pada kelompok ini keterpaparan di jalanan sudah lebih lama sehingga memberikan peluang untuk saling mengenal dan berinteraksi lebih lama dengan sesama anak jalanan lainnya yang berpengaruh terhadap lingkup pergaulan partisipan dan perilaku seksualnya. Lingkungan sosial budaya yang berpengaruh terhadap perilaku seksual anak jalanan kelompok usia remaja akhir adalah sub tema interaksi sosial terutama pada hubungan dengan teman. Partisipan pada kelompok ini semuanya mempunyai pacar sehingga frekuensi dan intensitas berpacaran berpengaruh terhadap perilaku seksualnya yang membuat dua dari tiga partisipan telah melakukan hubungan seksual dengan pacaranya. Pengawasan yang longgar dari keluargapun turut berkonstribusi terhadap perilaku seksualnya. Keterikatan dengan keluarga yang masih kuat dan belum adanya ketertarikan dengan lawan jenis pada kelompok usia remaja awal membuat mereka belum berpacaran dan belum mengerti dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Lingkungan fisik dan sosial budaya yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku seksual anak jalanan adalah tempat beraktifitas sehari-hari di jalanan dan interaksi sosial pada hubungan dengan teman. Sub tema lainnya yaitu kemiskinan, pekerjaan, pendidikan, tekanan sosial, perilaku sosial dan akses layanan informasi tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual anak jalanan 75 Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014 Saran Melihat hasil dari penelitian ini bahwa perilaku seksual dalam bentuk hubungan seksual terjadi pada kelompok remaja akhir seiring dengan peningkatan kematangan bio,psiko dan sosialnya maka upaya yang dilakukan agar mereka lebih bisa menjaga dan memelihara kesehatan reproduksinya seperti melalui pendekatan intervensi dengan pemberdayaan sumber daya dari kalangan mereka sendiri mungkin lebih efektif seperti pembentukan organisasi dengan pengurus dari pekerja sosial dan mantan anak jalanan yang sudah kembali ke masyarakat. Pekerja sosial yang berperan sebagai pendidik jalanan bisa dibentuk. Para pendidik ini diberi area tertentu untuk menjangkau anak-anak jalanan dan menghabiskan beberapa jam dari waktu mereka bekerja untuk mendokumentasikan pekerjaan mereka dan menindak lanjuti arahan. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan pendekatan anak ke anak (peer pendidikan). Pendekatan anak ke anak dapat bekerja dengan baik karena anak-anak menanggapi dengan lebih mudah dan berhubungan lebih mudah untuk rekan-rekan mereka daripada orang dewasa. children of Greater Cairo and Alexandria, Egypt.official journal of the international AIDS society. Vol. 24. doi: 10.1097/ 01 .aids .0000386732 Nurharjadmo, Wahyu. 1999. Seksualitas Anak Jalanan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sarwono, Sarlito W. 2011. Psikologi Remaja.Jakarta: Rajawali Pers Social Development Center, Depsos. 2011. Penanganan Anak Jalanan Melalui Pendekatan Komprehensif Streubert, H.J. & Carpenter, D.R. 2003. Qualitative Research in nursing : Advancing the Humanistic Imperative. Philadelphia : Lippincott. Williams Suyatno, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Prenada Media Group Daftar Pustaka Consortium for Street Children’s. 2011. Street Children Statistics. http:// www. Streetchildren.org.uk/ content.asp? pageID=31 Creswell, J.W. 1998. Qualitative inquirt and Research design. California Sage Publication.Inc. Depsos . 2010. Rencana strategi Kementrian Sosial 20102014 Irwanto, dkk. 1998. Anak Jalanan: strategi Intervensi Terbaik Untuk Indonesia, Jakarta: Unika Atmajaya Kayembe PK,et al. 2008. Knowledge of HIV, sexual behavior and correlates of risky sex among street children in Kinshasa, Democratic Republic of Congo. East Afr. J Public Health 5:186–192. Kusuma, Affandi 2009. Lingkungan Hidup, Kerusakan Lingkungan, Pengertian, Kerusakan Lingkungan Dan Pelestarian . http ://afand .cybermq .com / post / detail / 2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertiankerusakan-lingkungan-dan- pelestarian-.2 Maret 2012 Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Nada, Khaled H dan Suliman, El Daw A. 2010. Violence, abuse, alcohol and drug use, and sexual behaviors in street 76