Latar Belakang Peradangan pada lapisan mukosa rektum didefinisikan sebagai proktitis, sedangkan anusitis hanyalah inflamasi pada anus. Inflamasi di area-area tersebut dapat menyebabkan gejala seperti gatal, rasa terbakar, perdarahan rektum, tekanan pelvis, dan kotoran berbau busuk. Perbedaan antara proktitis dan anusitis tidak terlalu relevan, karena etiologi dan pengobatan anusitis dan proktitis serupa. Terdapat beberapa etiologi yang berbeda, termasuk inflammatory bowel disease (IBD), infeksi organisme (misalnya, gonore, Salmonella, Shigella), penyebab non-infeksius (misalnya, radiasi, iskemik, diversi), dan penyebab idiopatik. Artikel ini mengelompokkan etiologi-etiologi tersebut menjadi 3 kategori, sebagai berikut: IBD, proktitis infeksius, dan proktitis non-infeksius. Untuk tujuan artikel ini, istilah proktitis akan digunakan untuk menyertakan anusitis. Masalah Sebagaimana yang disebutkan di atas, proktitis mengacu pada peradangan lapisan epitel pada rektum dan anus. Proktitis dapat terjadi baik dalam pengaturan akut maupun kronis dan dapat menyebabkan keluhan anorektal yang signifikan. Penanganannya secara umum adalah nonbedah. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, diindikasikan untuk pembedahan. Epidemiologi Frekuensi Belum ada penelitian epidemiologis yang telah dilakukan untuk memastikan prevalensi proktitis pada populasi umum. Namun, seseorang dapat memastikan insiden proktitis ketika menganalisis keadaan penyakit tertentu. Sebagai contoh, pasien dengan kolitis ulseratif mungkin awalnya mengalami dengan proktitis. Selain itu, pasien yang mendapatkan terapi radiasi (misalnya, serviks, prostat, rektal) memiliki kesempatan 1-2% untuk terjadinya proktitis radiasi kronis. Persentase ini berhubungan dengan dosis radiasi yang diterima. Etiologi Artikel ini membagi etiologi menjadi 3 kategori berikut: Proktitis karena radang usus (misalnya, kolitis ulseratif, penyakit Crohn) 1 Penyebab infeksius, seperti Clostridium difficile dan Salmonela sp. (Dalam kebanyakan kasus, inflamasi rektum yang disebabkan oleh infeksi peradangan cenderung menyebabkan inflamasi pada kolon juga.) Proktitis karena kondisi jinak, seperti diversi, iskemia, dan proktitis radiasi Patofisiologi Patofisiologi tergantung pada berbagai etiologi dan tidak sepenuhnya dipahami. Selain itu, beberapa pasien tampaknya lebih rentan terhadap kondisi peradangan ini. Patofisiologi proktitis di IBD diyakini disebabkan oleh proses autoimun, meskipun belum diperoleh antigen spesifik. Etiologi infeksius mungkin berhubungan dengan organisme itu sendiri atau toksin yang dihasilkan oleh organisme. Proktitis radiasi mungkin karena cedera selular sekunder akibat iskemia dari radiasi. Proktitis diversi diduga disebabkan oleh defisiensi asam lemak rantai pendek. Proktitis iskemik mungkin karena oklusi vena mesenterika, operasi aortoiliaka, radioterapi, intervensi vaskular, penyakit aterosklerosis, atau penggunaan obat (misalnya, kokain). Semua dari 3 kategori tersebut (yaitu, IBD, infeksius, non-infeksius) mengakibatkan respon inflamasi yang tidak terkendali, dengan sel-sel inflamasi menjadi produk yang memediasi cedera jaringan selular. Presentasi Seorang pasien dengan proktitis dapat hadir dengan beberapa gejala dan/atau tanda-tanda berikut ini: Perdarahan rektum cenderung berwarna merah terang dan persisten tetapi jarang parah. Perdarahan bisa berlangsung selama beberapa minggu atau lebih. Perubahan pada kebiasaan buang air besar cenderung terjadi, biasanya dengan penurunan volume dan peningkatan konten mukoid. Pasien akan mengeluh diare ringan dengan banyak lendir. Diare ringan adalah keluhan yang paling umum. Pasien dapat melaporkan tenesmus atau urgensi fekal. Diare berat umumnya jarang terjadi. Konstipasi dapat terjadi jika peradangan parah. Pasien juga dapat mengeluh kram abdominal. Hal ini disebabkan oleh inflamasi pada pelvis. 2 Bila menganamnesa pasien, pertanyaan harus mencakup riwayat IBD, radiasi panggul, riwayat perjalanan, dan riwayat seksual (termasuk pertanyaan mengenai seks anal). Status HIV pasien juga penting untuk dicatat. Anamnesis juga harus mencakup daftar obat yang digunakan (misalnya, NSAIDs, antibiotik). Riwayat IBD atau penyakit gastrointestinal lain dalam keluarga juga sangat penting untuk ditanyakan. Sebuah tinjauan sistematik dibutuhkan untuk meninjau setiap gejala sistemik yang dapat berhubungan dengan proktitis, seperti IBD dan gangguan kolagen vaskular. Selain itu, mengidentifikasi pasien yang mengalami gangguan sistem imun juga penting, karena beberapa infeksi (misalnya, cytomegalovirus, cryptosporidiosis) yang dapat menyebabkan proktitis hanya mempengaruhi pasien dengan gangguan sistem imun. Penemuan pada pemeriksaan fisik mungkin tidak bermakna. Nyeri tekan abdomen dapat terlihat pada IBD, colitides infeksius, dan proktitis iskemik. Pemeriksaan colok dubur tidak dapat dilakukan karena nyeri tekan. Jika hal ini terjadi, diperlukan evaluasi di bawah pengaruh anestesi. Indikasi Indikasi untuk terapi bervariasi sesuai dengan etiologi dari proktitis. Sebagai contoh, pada pasien dengan IBD, kolonoskopi harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peradangan yang terjadi. Banyak pasien dengan IBD yang hadir dengan proktitis dapat berkembang menjadi kolitis sisi kiri dan mungkin pankolitis. Manajemen lini pertama untuk pasien-pasien ini adalah terapi medis, yang akan dibahas di bawah. Pembedahan diindikasikan untuk terapi medis yang gagal, setiap displasia yang terlihat pada spesimen biopsi, dan adanya kanker. Pembedahan jarang diindikasikan untuk proktitis akibat infeksi. Tujuan terapi adalah untuk mengobati infeksi yang menyebabkan peradangan. Dalam kasus yang jarang, sepsis mungkin memerlukan reseksi bedah sebagai manuver yang menyelamatkan jiwa. Yang terakhir, indikasi untuk pengobatan proktitis radiasi atau diversi juga didasarkan pada gejala. Perdarahan rektum dan diare persisten memerlukan pemeriksaan, termasuk proktoskopi rigid dan/atau kolonoskopi. Kehadiran gejala adalah indikasi untuk evaluasi. Anatomi Terkait Penting untuk menyadari bahwa sebagian besar proses inflamasi pada rektum juga melibatkan anus dan kolon yang berada dekat rektum. Kontroversi tetap ada mengenai anatomi rektum dan anus. Beberapa pihak mengatakan bahwa rektum dimulai pada tingkat 3 vertebra sakralis ketiga, sedangkan yang lain menganggap awal dari rektum berada di promontorium sakralis. Dimana rektum berakhir juga diperdebatkan. Sementara beberapa orang mengatakan bahwa rektum berakhir ketika melewati muskulus levator ani, sebagian besar setuju bahwa transisi rektum ke anus ada pada titik dimana sel epitel berubah dari sel kolumnar menjadi sel skuamosa. World Health Organization (WHO) dan American Joint Cancer Cmmittee mendefinisikan kanalis anus sebagai bagian distal saluran pencernaan yang cocok dengan sfingter anal internal. Dalam proktitis dan anusitis, anatomi tidak mempengaruhi terapi, karena terdapat tumpang tindih signifikan antara radang anorektal dan peradangan rektosigmoid. Pemeriksaan Laboratorium Secara umum, untuk semua pasien yang didiagnosis dengan proktitis, dilakukan kultur tinja rutin, analisis ova dan parasit, dan hapusan fekal. Jika dicurigai kolitis C difficile, maka perlu untuk mendapatkan dan mengirim pemeriksaan toksin C difficile minimal 3 kali. Mengirim pengumpulan dan kultur sesuai spesifikasi laboratorium penting karena dapat bervariasi tergantung pada rumah sakit. Pada pasien dengan risiko proktitis gonokokal, ambil dan kirimkan hapusan anorektal. Jika pasien mengalami gangguan sistem imun, lakukan kultur jamur dan virus. (ingat, infeksi jamur dan virus anorektal jarang terjadi pada populasi tanpa gangguan sistem imun). Entamoeba histolytica yang didiagnosis dengan menemukan amuba pada feses; kirim 3 sampel tinja. Selain itu, terdapat tes serologi, termasuk hemaglutinasi indirek, elektroforesis indirek, dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Mengenai proktitis pseudomembran atau kolitis karena C difficile, feses untuk titer toksin C difficile dikumpulkan dan diperiksa dari setiap pasien dengan riwayat penggunaan antibiotik saat ini atau belakangan ini. Harus dikirim 3 kali untuk memastikan hasil yang positif, karena banyak tes hanya memiliki sensitivitas 60%. 4 Pemeriksaan Radiologi Umumnya, tidak ada pemeriksaan radiologi yang diperlukan jika inflamasi diketahui terbatas pada rektum dan anus. Namun, jika terdapat kemungkinan IBD (baik penyakit Crohn ataupun kolitis ulseratif) atau iskemia, maka diperlukan pemeriksaan radiologi lebih lanjut. Jika dicurigai penyakit Crohn, radiograf gastrointestinal bagian atas dengan kontras dapat menunjukkan penyakit ileal terminal dan striktur jejunal-ileal. CT Scan dasar abdomen dan pelvis juga dapat menunjukkan fistel entero-enterik dan penebalan dinding usus yang konsisten dengan penyakit Crohn. Pada kolitides infeksius, jika pasien masuk ke rumah sakit, CT Scan dapat dilakukan, yang dapat menunjukkan peradangan dinding kolon dan rektal. Ini dapat membantu dalam menetapkan diagnosis. Pada proktitis iskemik, CT Scan abdomen dan pelvis dengan kontras oral atau intravena dapat dilakukan. Penemuan yang paling umum adalah penebalan mural yang terikat pada rektum dan kolon sigmoid, yang terkait dengan kandasnya lemak perirektal. Prosedur Diagnostik Prosedur diagnostik pilihan untuk pasien dengan proktitis dan anusitis adalah endoskopi, termasuk anoskopi, sigmoidoskopi (kaku atau fleksibel), dan kolonoskopi. Pemeriksaanpemeriksaan ini memungkinkan penyedia untuk melihat mukosa anus dan rektum serta daerah di atas rektum ke sigmoid. Selain itu, biopsi jaringan dapat diambil dengan prosedurprosedur ini. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 1. Proktitis yang terlihat pada endoskopi fleksibel Kolonoskopi penuh dianjurkan untuk pasien dengan proktitis, karena spesimen biopsi yang diperoleh dari sisi kanan kolon dapat menunjukkan tanda-tanda IBD, seperti metaplasia sel. 5 Temuan histologis Penemuan histologis biasanya konsisten dengan peradangan. Namun, histologi terinci yang menuju etiologi seringkali tidak memungkinkan. Inflamasi yang parah merusak penemuan histopatologis spesifik dari penyakit-penyakit lain, seperti IBD atau C difficile. Mengenai etiologi infeksi, colitis diversi, atau proktitis radiasi, histologi inflamasi tidak bersifat patognomonik. Satu pengecualian adalah kolitis CMV pada pasien dengan gangguan sistem imun, karena tubuh inklusi dapat terlihat. Terapi Medis Pengobatan medis proktitis tergantung pada etiologi. Jika idiopatik atau terkait dengan IBD, steroid, sulfasalazine, produk asam 5-aminosalisilat (5-ASA), dan bahkan obat imunosupresif dapat digunakan. Banyak dari produk-produk ini yang tersedia sebagai obat oral serta enema dan supositoria. Terapi kombinasi menggunakan keduanya baik obat oral maupun obat topikal, seperti 5-ASA, telah terbukti lebih efektif daripada modalitas lain yang digunakan sebagai obat tunggal. Jika penyebabnya adalah infeksi, pengobatan ditargetkan terhadap patogen yang bertanggung jawab. Proktitis akibat infeksi Salmonella sp. biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, dan antibiotik tidak diperlukan. Yang dibutuhkan oleh pasien adalah asupan cairan yang adekuat dan keseimbangan elektrolit serta perawatan suportif. Proktitis Shigella biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi durasi dapat dipersingkat dengan penambahan antibiotik. Antibiotik selama 1 minggu dapat meliputi ampisilin, tetrasiklin, ciprofloxacin, dan trimetoprim-sulfa (lebih disukai). Proktitis Yersinia juga dapat sembuh dengan sendirinya dan tidak boleh diobati dengan antibiotik kecuali terjadi septisemia sistemik; dalam kasus ini, antibiotik (misalnya, trimetoprim-sulfa, aminoglikosida, tetrasiklin, sefalosporin generasi ketiga) harus digunakan. Campylobacter sp. juga biasanya dapat sembuh sendiri. E histolytica umumnya diobati dengan metronidazol dan iodoquinol. C difficile umumnya diobati dengan metronidazol intravena atau oral, atau vankomisin oral. Mutasi C difficile yang lebih agresif telah terlihat dan mungkin memiliki perjalanan yang lebih progresif menuju septisemia dan colitis toksik. Pada pasien yang nampaknya tidak respon terhadap metronidazole dan mengalami leukositosis (jumlah leukosit lebih dari 20.000/mL), terapi harus beralih ke vankomisin oral. Penghentian dari setiap antibiotik 6 lainnya harus dilakukan jika situasi klinis memungkinkan. Pasien dengan kolonisasi C difficile memiliki kecenderungan untuk rekurensi, sehingga kapan saja mereka mendapatkan antibiotic, mereka harus menyadari kemungkinan diare [1,2, 3]. Pengobatan medis proktitis radiasi meliputi terapi oral dan terapi rektal. Obat oral termasuk 5-ASA dan metronidazole; terapi rektal termasuk 5-ASA, hidrokortison, sukralfat, dan formalin. Dalam hal enema steroid, hidrokortison tampaknya lebih efektif dalam mengurangi gejala dan juga dalam menyembuhkan perdarahan rektum dibandingkan dengan steroid lainnya, seperti betametason. Sementara enema asam lemak rantai pendek, seperti butirat, memiliki beberapa manfaat yang terbukti dalam proktitis jenis lain, dan belum ada penelitian yang membuktikan efek menguntungkan pada proktitis akibat radiasi. Penelitian menunjukkan enema sukralfat menjadi terapi medis yang paling efektif untuk proktitis radiasi bila diberikan dua kali sehari selama 3 bulan. Laporan anekdotal juga menunjukkan beberapa efikasi untuk perawatan oksigen hiperbarik. Satu penelitian menunjukkan resolusi lengkap dari perdarahan refraktori akibat radiasi dalam 7 dari 9 pasien, dengan resolusi parsial pada 2 pasien sisanya. [4] Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan potensi penuh dari modalitas terapi ini. Terapi oksigen hiperbarik juga telah muncul sebagai terapi potensial untuk proktitis radiasi karena kemampuannya untuk meningkatkan jumlah pembuluh darah pada jaringan yang terkena radiasi; namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menentukan efikasi dari modalitas terapi ini. Proktitis diversi simptomatik umumnya membaik setelah ostomy diturunkan dan kontinuitas usus dipulihkan. Dalam perjalanan proktitis apapun, obat antispasmodik dapat membantu dalam mengurangi keluhan abdominal. Selain itu, penggunaan diet rendah residu dan pelunak feses dapat memberi manfaat karena rapuhnya mukosa rektal dan kerentanannya terhadap kerusakan oleh isi feses. Terapi bedah Banyak faktor yang ikut bermain saat memutuskan kapan pembedahan harus dilakukan dan pembedahan yang mana yang harus dilakukan. Untuk sebagian besar kasus proktitis, perawatan medis dapat cukup memadai. Namun, untuk proses penyakit tertentu, perawatan bedah lebih mungkin untuk dilakukan. 7 Untuk pasien dengan kolitis ulseratif yang membutuhkan terapi pembedahan, proktokolektomi total harus dilakukan dan rekonstruksi dengan kantong ileum dapat ditawarkan. Pada pasien dengan kolitis Crohn parah atau proktitis yang parah, pilihan berkisar dari diversi fekal, proktektomi, dan proktokolektomi total berdasarkan pada sejauh mana proses penyakit yang terjadi. Pada penyebab proktitis infeksius, penanganan bedah jarang diperlukan. Dalam kasus kolitis C difficile yang parah, suatu kolektomi subtotal mungkin diperlukan. Untuk pasien dengan proktitis radiasi yang diperberat dengan pendarahan refraktori, terapi endoskopik tampaknya lebih efektif daripada terapi medis; terapi endoskopi juga menghasilkan lebih sedikit morbiditas dibandingkan terapi bedah. Secara khusus, argon plasma coagulation (APC) telah terbukti lebih unggul daripada formalin dan penanganan laser endoskopik. Terapi endoskopi lainnya termasuk metode termal endoskopi, seperti probe pemanas dan laser, yang menghancurkan telangiektasia untuk menghentikan pendarahan. Jika, setelah tindakan medis dan endoskopi, perdarahan yang signifikan masih terjadi, diversi fekal secara laparoskopi harus dilakukan. Proktitis radiasi jarang menjadi sangat parah hingga mengalami ulserasi dan terbentuk fistel rektourethra. Dalam kasus-kasus seperti ini, diversi fekal dan urinaria sementara harus dilakukan sampai peradangan mereda. Terapi definitif kemudian dapat dilakukan. Prosedur pilihan adalah pendekatan perineum dengan memperbaiki defek dengan flap otot dan mukosa. Rincian preoperatif Rincian preoperatif mengenai proktitis mengenai indikasi spesifik untuk operasi dan etiologi proktitis tersebut. Seperti biasanya, persiapan bedah umum termasuk mengoptimalkan status medis dan memberikan profilaksiss deep vein thrombosis (DVT), persiapan usus, dan profilaksis antibiotik preoperatif. Sebuah kateter Foley akan dipasang setelah induksi anestesi. Status nutrisi preoperatif mungkin prediktor hasil klinis yang paling signifikan. Setiap usaha harus dilakukan untuk menilai status gizi pasien dan memperbaikinya jika diperlukan. Praktek penulis saat ini adalah untuk mendapatkan prealbumin pada semua pasien yang dijadwalkan menjalani laparotomi. Jika rendah, penulis akan menunda operasi dan memberikan nutrisi tambahan. 8 Jika pasien akan memiliki stoma, konseling preoperatif dengan perawat enterostomal yang terlatih sangat penting untuk dilakukan. Mereka akan mengedukasi pasien tentang kehidupan dengan stoma dan juga menandai pasien secara preoperatif untuk memastikan penempatan stoma yang optimal. Untuk pasien yang membutuhkan kolektomi subtotal, penilaian kompleks sfingter sangat membantu dalam menentukan kontinensia fekal pasca operasi. Hal ini juga berlaku untuk pasien yang menjalani proktokolektomi total dengan kantong ileum. Selain itu, untuk pasien yang menjalani proktektomi, perlu untuk mendiskusikan fungsi seksual dan urinaria mereka sebelum melakukan prosedur, karena ada kemungkinan kecil tapi nyata untuk berkurangnya fungsi seksual dan kontinensia kandung kemih setelah pembedahan pelvis. Rincian Intraoperatif Teknik bedah yang baik adalah penting untuk diperhatikan. Ketika melakukan pembedahan pelvis, mengetahui bidang anatomis dan struktur yang berdekatan penting dalam menghindari cedera. Nervus presakralis berada di aspek anterior dari sakrum. Saraf-saraf ini biasanya dapat diidentifikasi di promontorium sakral, kira-kira 1 cm lateral dari garis medial tubuh. Perhatikan inervasi parasimpatis ke organ urinaria dan genitalia dan rektum di tepi lateral rektum. Persarafan parasimpatis di daerah ini berasal dari nervi erigentes. Diseksi terlalu lateral nampaknya akan mempengaruhi persarafan ini. Pertahankan bidang diseksi sepanjang rektum posterior. Dengan prinsip-prinsip yang sama dari eksisi mesorektal total, bidang di luar mesorektum tetapi di atas fasia presacral adalah bidang yang benar untuk diseksi. Diseksi terlalu anterior akan memasuki mesorektum tersebut. Diseksi terlalu dalam melalui fasia presacralis berisiko untuk perdarahan presacral. Pertahankan bidang diseksi yang benar di sepanjang rektum anterior. Jelas, struktur penting ada di perempuan (vagina) dan laki-laki (prostat, vesikula seminalis). Tetap memperhatikan jalannya ureter sepanjang rektum lateralis saat diseksi masuk ke pelvis. Rincian pascaoperasi Seperti halnya setiap prosedur bedah mayor, pemantauan ketat status cairan, kondisi jantung, kondisi paru, dan kembalinya fungsi gastrointestinal sangat penting untuk dilakukan. Untuk 9 pasien yang memerlukan rawat inap di rumah sakit, sangat penting untuk diberikan profilaksis DVT. Banyak pusat kesehatan memiliki protokol yang berbeda dalam hal melepaskan kateter Foley. Penulis cenderung melepaskan kateter Foley pada hari ke-tiga pasca operasi. Salah satu masalah yang lebih penting adalah pasien dengan luka perineum. Seringkali, ketegangan pada luka dapat signifikan, tergantung apakah mekanisme sphincter direseksi atau tidak. Karena pasien sering berada dalam posisi supine, pemeriksaan luka perineum mudah dilakukan. Pengamatan daerah ini penting, karena masalah dengan penyembuhan luka di daerah ini adalah sesuatu yang penting. Risiko komplikasi luka meningkat pada pasien yang pernah mendapatkan radiasi pelvis. Tindak lanjut Perawatan tindak lanjut sangat penting sehubungan dengan luka bedah (baik perineal maupun abdominal) dan kolostomi. Selain itu, fungsi seksual dan urinaria pasca operasi harus didiskusikan dan memulai pemeriksaan lebih lanjut jika diperlukan. Komplikasi Komplikasi yang terkait dengan proktektomi dijelaskan di bawah ini. Luka infeksi: Luka perineum umumnya sedikit terpisah pada periode segera setelah operasi. Jika ada eritema atau kotoran terlihat sekitar luka, terutama jika terdapat beberapa ketegangan pada saat penutupan, lebih bijaksana untuk membuka luka lebih awal. Mengatasi luka terbuka dengan mengganti perban basah ke kering secara rutin memungkinkan luka untuk menutup tanpa insiden. Disfungsi seksual: Ini terjadi ketika saraf-saraf di pelvis terluka. Cara terbaik untuk mengatasi komplikasi ini adalah menyadari kemungkinan terjadinya sebelum operasi dan menghindarinya. Ketika komplikasi ini terjadi, sangat sedikit yang bisa dilakukan untuk memperbaiki saraf-saraf tersebut. Peran obat-obatan seperti sildenafil (Viagra) masih belum jelas, meskipun sildenafil telah dilaporkan dapat membantu. Disfungsi urinaria: Sama halnya dengan disfungsi seksual, menghindari terjadinya disfungsi urinaria di ruang operasi adalah cara yang terbaik. Cedera ureter: Menghindari komplikasi ini dengan tetap menyadari anatomi ureter merupakan yang terpenting. Ketika cedera terjadi, menyadari hal ini pada saat operasi jelas 10 yang terbaik. Lokasi terjadinya cedera pada ureter menentukan perbaikan yang akan dilakukan. Konsultasi dengan ahli urologi adalah bijaksana. Perdarahan presacral: Dalam beberapa kasus, perdarahan presacral telah dilaporkan berlanjut ke kematian. Jelas, menghindari kejadian ini adalah cara terbaik untuk menangani komplikasi ini. Jika hal ini terjadi di tengah-tengah prosedur, kauter atau penekanan umumnya tidak menghentikan pendarahan presacral dari pembuluh darah pelvis. Metode yang biasa dilakukan untuk menghentikan pendarahan adalah dengan paku payung. Suatu tampon otot juga merupakan cara cerdas untuk mengkauterisasi pendarahan. Ambil sedikit otot rektus, terapkan ke lokasi perdarahan, dan kauter otot tersebut pada pengaturan koagulasi tinggi. Hasil dan Prognosis Dalam pengaturan akut, sebagian besar proktitis memiliki hasil klinis dan prognosis yang baik. Terutama jika proktitis infeksius diobati dengan tepat, cenderung tidak terjadi rekurensi. Untuk penyakit yang lebih kronis, seperti IBD, hasil dan prognosis bervariasi. Jelas, pada proktitis dan kolitis ulseratif yang diobati dengan obat-obatan, sekitar 40-70% kasus tidak memerlukan pembedahan. Jika operasi proktokolektomi dilakukan, pasien sembuh dari penyakit. Penyakit Crohn adalah cerita lain. Karena dapat terjadi pada semua bagian dari traktus gastrointestinal bahkan setelah proktektomi, rekurensi penyakit Crohn berkisar dari 45% hingga 90%. Proktitis diversi umumnya memiliki hasil klinis dan prognosis yang baik setelah diversi dibalik. Hasil dan prognosis proktitis radiasi bervariasi tergantung pada tingkat keparahan proktitis. Hasil berkisar dari membutuhkan perawatan medis dalam bentuk enema hingga pembedahan. Tingkat komplikasi untuk penanganan bedah dilaporkan setinggi 75%. 11