BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah akan dijadikan sebagai acuan (referensi) dalam pengembangan pembahasan pada tugas akhir ini. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menentukan batasan – batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Adapun beberapa tinjauan mutakhir dari referensi penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penelitian tentang Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah dan Arrester untuk Melindungi Saluran Distribusi Tegangan Menengah Akibat Surja Petir yang dilakukan oleh Adi Rusmana pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah pemasangan kawat tanah dan arrester gangguan yang terjadi mengalami penurunan jumlah gangguan sebesar 58% , sehingga kontruksi tersebut dapat di katakan berhasil menurunkan jumlah gangguan petir sehingga dapat di aplikasikan pada system penyulang yang sering mengalami gangguan akibat surja petir. Beda kontruksi dudukan kawat tanah yang ada pada penyulang serangan mempengaruhi efektifitas perlindungan kawat fasa akibat adanya sambaran petir. 2. Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah Akibat Gangguan Surja Petir Pada Penyulang 20 kV yang dilakukan oleh Harry Sukmawan pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah pemasangan kawat tanah pada penyulang Kerambitan, terjadi penurunan gangguan penyulang akibat sambaran petir menjadi 4 kali, kemudian penurunan SAIDI, penekanan SAIFI dan penyelamatan kWh serta rupiah terselamatkan. 6 7 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Gelombang Berjalan Sampai saat ini sebab – sebab dari gelombang berjalan yang telah diketahui ialah (Hutauruk, 1991): a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat b. Sambaran kilat tidak langsung pada kawat (induksi) c. Operasi pemutusan (switching operations) d. Busur tanah (arching grounds) e. Gangguan – gangguan pada oleh berbagai kesalahan f. Tegangan mantap sistem. Semua macam sebab – sebab ini menimbulkan surja pada kawat yaitu surja tegangan dan surja arus. Dari sudur energy dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energy secara tiba – tiba pada kawat. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstanta – konstanta kawat. Pada kawat diudara, kecepatan merambat ini kira – kira 300 meter per mikrodetik jadi sama dengan kecepatan cahaya. Pada kabel tanah kira-kira 150 meter per mikrodetik. Bila gelombang mencapai titik peralihan atau diskontinuitas akan terjadi perubahan pada gelombang tersebut sehingga terdapat sedikit perbedaan dengan gelombang asal. Gambar 2.1 Bentuk dan spesifikasi gelombang berjalan (Sumber : Hutauruk, 1991) 8 Spesifikasi dari gelombang berjalan : a. Puncak gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari gelombang b. Muka Gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam hal ini diambil dari 30% E sampai 90% E, Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak c. Panjang gelombang , t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% pada ekor gelombang . d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negative Suatu gelombang berjalan dinyatakan sebagai : Untuk menentukan berapa waktu yang dibutuhkan oleh suatu gelombang berjalan merambatkan gelombang tersebut maka berdasarkan waktu dan cepat rambat dari gelombang tersebut dimana digunakan rumus : Dimana : = waktu untuk merambatkan gelombang berjalan = jarak gelombang dirambatkan = cepat rambat gelombang berjalan (3 x 108 m/detik) 2.2.2 Pantulan Pada Gelombang Berjalan Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya : hubungan terbuka, hubungan singkat atau perubahan impedansi; maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan kebagian lain dari titik tersebut. Pada titik peralihan itu sendiri, besar tegangan dan arus dapat dari 0 sampai 2 x besar tegangan gelombang datang. Gelombang yang datang dinamakan gelombang datang atau “incident wave” dan kedua gelombang lain yang timbul karena titik peralihan itu dinamakan gelombang pantulan “reflected wave” dan gelombang terusan “transmitted wave”. 9 Gambar 2.2 Perubahan impedansi pada titik peralihan (Sumber : Hutauruk, 1991) Keterangan gambar : = gelombang datang atau “incident wave” = gelombang pantulan atau “reflected wave” = gelombang terusan atau “transmitted wave” Misalkan sebuah gelombang datang surja merambat pada saluran dengan impedansi dan menemui titik peralihan T, dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Gelombang berjalan pada titik peralihan (Sumber : Hutauruk, 1991) 10 Bila gelombang datang dipantulkan yaitu mencapai titik peralihan, sebagian akan dan sebagian lagi akan diteruskan, yaitu pada kawat . Keterangan gambar : = tegangan pada titik sambungan J = tegangan pada titik peralihan T = impedansi seri pada saluran k = impedansi di belakang titik sambungan J = impedansi di belakang titik peralihan T = impedansi surja saluran k Misalkan titik peralihan itu sebagai pusat koordinat dan simisalkan pula semua kawat – kawat ideal maka terdapat hubungan – hubungan : gelombang datang gelombang pantulan : gelombang terusan : : jumlah gelombang tegangan dan arus pada titik peralihan yaitu : Gelombang tegangan pantulan ( ) adalah : Sehingga menjadi : Maka tegangan total menjadi : Gelombang arus pantulan ( ) adalah : 11 Maka arus total menjadi : Dimana : Impedansi di belakang titik peralihan : Maka : Sehingga untuk menentukan tegangan pada titik sambungan yaitu : Arus melalui impedansi shunt pada gambar 2.3 yaitu : Arus dan tegangan yang diteruskan pada kawat k, dimana persamaan 2.14 maka : dari 12 2.2.2.1 Kawat ditutup dengan tahanan Gambar 2.4 Kawat ditutup dengan Tahanan (Sumber : Hutauruk, 1991) Dimana : Akan ditinjau 3 keadaan khusus ; a. pantulan tegangan positif pantulan arus negative b. , tidak ada pantulan tegangan , tidak ada pantulan arus c. , pantulan tegangan negative 13 , pantulan arus positif 2.2.3 Pantulan Berulang dan Diagram Tangga Dalam banyak persoalan – persoalan penting seperti halnya pada teori pengaruh – pengaruh sepotong kabel, kawat tanah, penangkap petir atau arrester perlu diperhatikan pantulan berulang dari gelombang berjalan. Sering kali sangat sulit untuk mengikuti jejak dari begitu banyak gelombang yang disebabkan oleh pantulan berulang itu. Oleh sebab itu untuk dapat mengikuti jejak gelombang gelombang itu pada setiap saat diperlukan diagram tangga (lattice diagram) atau disebut diagram waktu-ruang. Dengan diagram tangga ini dapat melihat posisi dan arah gerak dari tiap – tiap gelombang datang, gelombang pantulan dan gelombang terusan pada sistem itu pada setiap saat (Hutauruk,1991). 2.2.3.1 Diagram tangga Pada gambar 2.5 menggambarkan suatu kawat yang diketanahkan di titik 1,2 dan 3. Gelombang datang dimisalkan dari kiri. Setelah menemui titik 1 sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Gelombang yang diteruskan mencapai titik 2 dan disini sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Hal yang sama terjadi juga pada titik 3 dan titik selanjutnya. Sirkuit – sirkuit antara titik sambungan dapat merupakan kawat udara atau kabel yang mempunyai impedansi surja, (Hutauruk,1991). kecepatan merambat dan redaman yang berbeda 14 Gambar 2.5 Diagram tangga (Sumber : Hutauruk, 1991) Pada gambar 2.5 diketahui bahwa : = operator pantulan untuk gelombang yang datang dari kiri = operator pantulan untuk gelombang yang datang dari kanan = operator terusan untuk gelombang yang datang dari kiri = operator terusan untuk gelombang yang datang dari kanan = konstanta redaman = titik – titik sambungan 15 Untuk membuat diagram tangga untuk gelombang berjalan maka harus mengikuti konstruksi dari diagram tangga yaitu : a. Letakkan titik – titik sambungan menurut skala sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk melalui tiap seksi b. Pilihlah skala waktu vertical sebelah kiri dari diagram itu c. Lukislah jalannya gelombang itu secara diagonal Keuntungan dari pemilihan panjang seksi yang disesuaikan dengan waktu yang diperlukan oleh gelombang melalui seksi itu ialah semua diagonal mempunyai kemiringan (slope) yang sama. Dari diagram tangga itu dapat dilihat : a. Semua gelombang menurun dalam perambatannya b. Posisi dari suatu gelombang pada saat tertentu diberikan oleh skala waktu vertical c. Jumlah tegangan pada tiap titik pada waktu tertentu ialah superposisi dari semua gelombang yang telah sampai pada titik itu pada saat tertentu d. Asal mula tiap gelombang dapat dicari dengan mudah yaitu dari mana datangnya dan gelombang mana yang berkomposisi dengannya e. Dengan diikutsertakannya redaman dapat dihitung berapa turunan gelombang dalam perambatannya tiap seksi. 2.2.4 Teori Kawat Tanah Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire adalah kawat – kawat pada saluran transmisi yang ditempatkan diatas kawat fasa. Efisiensi perlindungan bertambah bila kawat tanah semakin dekat kawat fasa. Untuk sambaran langsung kawat tanah melindungi kawat fasa, dan untuk memperoleh perisai yang baik kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan penting yaitu (Hutauruk, 1991) : a. Jarak kawat tanah di atas kaway fasa diatur sedemikian rupa agar dapat mencegah sambaran langsung pada kawat – kawat fasa. b. Pada tengan gawang (mid span) kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api samping 16 (side flashover) selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan negative dari menara kembali ketengah gawang, dan ini akan mengurangi tegangan pada tengah gawang. c. Tahanan kaki menara harus cukup rendah untuk membatasi tegangan pada isolator agar tidak terjadi lompatan api pada isolator. 2.2.4.1 Sambaran langsung pada menara Bila sambaran kilat mengenai menara transmisi, arus yang besar mengalir ke tanah dan sepasang gelombang berjalan merambat pada kawat tanah. Gambar 2.6 Gelombang Berjalan pada Kawat Tanah yang disebabkan oleh Kilat (Sumber : Hutauruk, 1991) Gelombang e1 merambat pada kawat tanah dan gelombang induksi ek merambat pada kawat fasa. Misalkan : Z = impedansi surja dari kanal kilat Z11 = impedansi surja sendiri dari kawat tanah ekivalen Zkk = impedansi surja sendiri kawat fasa k Z1k = impedansi surja bersaman antara kawat tanah ekivalen dengan kawat fasa k e = gelombang datang dari sambaran kilat e’ = gelombang pantulan pada kanal sambaran kilat 17 e1 = gelombang datang pada kawat tanah ek = gelombang datang pada kawat fasa k R = tahanan kaki menara i = arus petir yang menyambar kawat tanah I = arus menara Untuk menentukan besar gelombang surja yang menyambar kawat tanah maka digunakan rumus : Sehingga besar gelombang surja yang melalui kawat tanah serta untuk menentukan besarnya arus pada menara maka digunakan rumus 2.21 dan 2.22. Bila hanya ada satu kawat tanah, atau m kawat tanah diganti satu kawat tanah ekivalen seperti gambar 2.6 sehingga untuk menentukan besar gelombang pantulan maka dapat digunakan rumus 2.23 dan 2.24. Gambar 2.7 Suatu kawat diketanahkan dengan tahanan R (Sumber : Hutauruk, 1991) Dan 18 Jadi seluruh gelombang pantulan dan terusan hanya tergantung dari . Bila gelombang mula mencapai menara yang lain, gelombang surja akan dipantulkan dan diteruskan menurut persamaan 2.23 dan 2.24. Gelombang pantulan yang sampai ke menara pertama dari titik pantulan, dipantulkan kembali dan proses ini akan terjadi berulang – ulang seperti gambar dibawah ini : Gambar 2.8 Gelombang pantulan dan terusan pada kawat tanah (Sumber : Hutauruk, 1991) Gelombang pantulan yang datang dari kanan ke menara 1 adalah dan dipantulkan pada menara tersebut. Koefisien pantulan dapat diperoleh dengan memparalelkan Z, R dan untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen dari gambar 2.7 untuk gelombang pantulan dari kanan (Sumber : Hutauruk, 1991) 19 Koefisien pantulan adalah : Koefisien terusan pada menara 1 adalah : Jadi gelombang yang merambat ke kanan (atau ke kiri) dari menara 1 merupakan superposisi dari gelombang pantulan dan gelombang terusan pada menara 1 adalah : Bila diperhatikan terlihat bahwa hasil yang sama akan diperoleh bila kanal kilat tersebut dimisalkan mempunyai impedansi surja 2Z, menara pertama diketanahkan melalui tahanan 2R dan kawat fasa serta kawat tanah hanya menuju ke satu jurusan dari menara 1 dapat dilihat pada gambar 2.9. Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen gelombang berjalan pada gambar 2.6 (Sumber : Hutauruk, 1991) 2.2.4.2 Pengaruh tahanan kaki menara dan bentuk gelombang Tahanan kaki menara yang rendah mempunyai lima keuntungan yaitu (Hutauruk, 1991) : a. mengurangi tegangan kawat tanah b. mengurangi tegangan kawat fasa 20 c. mengurangi tegangan pada isolator d. membatasi gangguan pada jarak yang kecil e. memperpendek lama terjadinya tegangan yang berbahaya Gangguan yang disebabkan oleh sambaran langsung yang mempengaruhi kawat tanah bukanlah suatu gelombang sederhana yang dirambatkan sepanjang transmisi, melainkan gelombang yang besar yang ditimbulkan oleh pantulan berulang, dan ini harus dibatasi pada jarak yang pendek serta harus cepat dibatasi. Makin panjang muka gelombang serta makin rendah tegangannya akan menyebabkan gelombang pantulan yang timbul telah mulai memperkecil gelombang datang. 2.2.4.3 Sambaran pada tengah gawang (Midspan) Bila kilat menyambar kawat pada pertengahan gawang dimana R = dan lompatan api tidak terjadi maka ditentukan dengan persamaan : Tegangan – tegangan tersebut tetap ada sampai berkurang oleh gelombang – gelombang pantulan dari menara – menara berikutnya. Bila panjang gawang dalam mikro-detik adalah T, maka waktu tersebut harus dilampaui sebelum pengurangan terjadi. Selama itu lompatan api antara kawat tanah dan kawat fasa harus cukup jauh sehingga tegangan percik tidak tercapai sebelum gelombang pantulan tiba yang akan mengurangi tegangan pada pertengahan gawang. 2.2.5 Konstruksi Kawat Tanah pada Saluran Udara Tegangan Menengah Kawat tanah adalah kawat untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir. Kawat ini dipasang diatas kawat fasa dengan sudut perlindungan yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas kawat. Namun jika petir menyambar dari samping maka akan mengakibatkan kawat fasa tersambar dan menyebabkan gangguan. Pemasangan kawat tanah dilakukan dengan berbagai cara. Pada tiang ukuran 14 meter, ground wire dapat langsung dipasang pada ujung tiang. Namun pada tiang ukuran 9 sampai dengan 13 meter, digunakanlah berbagai alternatif pemasangan ground wire. 21 Gambar 2.11 Konstruksi dudukan kawat tanah type simetris model segitiga (Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011) Material yang digunakan untuk pembuatan konstruksi dudukan kawat tanah tersebut adalah besi galvanis. Panjang besi galvanis yang diperlukan yaitu 360 cm dan kemudian besi galvanis tersebut dibentuk sedemikian rupa, seperti gambar 2.11 sehingga terbentuk suatu segitiga sama kaki. Setelah berjalan beberapa waktu, konstruksi dudukan kawat tanah ini mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk konstruksi kawat tanah ini dilakukan karena beberapa alasan antara lain : 1. Material dudukan kawat tanah atau kawat tanah model segitiga sulit diperoleh dan dibuat. 2. Adanya masukan dari tim PDKB PLN. Masukan yang disampaikan oleh tim PDKB adalah bila di satu titik lokasi dimana terpasang ground wire dengan model bentuk segitiga terdapat kerusakan isolator yang diharuskan untuk diganti maka tim PDKB tidak bisa melaksanakan pekerjaan penggantian isolator tanpa padam karena metode yang digunakan tim PDKB adalah dengan cara menjauhkan kawat fasa dari isolator dan bila dipaksa dijauhkan maka 22 akan berakibat fatal yaitu kawat fasa akan bersentuhan dengan dudukan kawat tanah atau akan terjadi flashover. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka dilakukan perubahan bentuk konstruksi dudukan kawat tanah seperti pada gambar 2.12 dan 2.13. Material yang digunakan untuk pembuatan dudukan kawat tanah adalah pipa galvanis dengan diameter 2 inchi, dilengkapi dengan begel / pemegang pada tiang. Pipa tersebut dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan konstruksi pada saluran udara tegangan menengah yang akan dipasang dudukan kawat tanah. Dudukan kawat tanah ini memiliki dua type yaitu model dengan konstruksi symetris dan tarik, serta model konstruksi new jack atau unbalanced. Dudukan kawat tanah seperti gambar 2.12 dan 2.13 memiliki tinggi 185 dari travers atau tinggi 150 cm di atas kawat fasa lebih tinggi dari dudukan kawat tanah bentuk segitiga, hal ini disebabkan untuk mendapatkan sudut yang kecil sehingga kawat fasa pada sisi terjauh dapat terlindungi dari sambaran petir. Dudukan ini dibentuk sedemikian rupa menyerupai penangkal petir jenis spike. Dengan tinggi 150 cm diatas kawat fasa maka diharapkan kawat tanah tersebut dapat melindungi kawat fasa pada sisi terjauh dari sambaran petir. Dengan perubahan bentuk dudukan kawat tanah ini diharapkan akan mempermudah proses pekerjaan pemeliharaan di saluran udara tegangan menengah. Model dudukan beserta kelengkapan dari dudukan kawat tanah dapat dilihat pada gambar 2.12 dan 2.13. 23 Gambar 2.12 Bentuk konstruksi kawat tanah type simetris dan tarik setelah perubahan (Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011) Gambar 2.13 Bentuk dudukan kawat tanah untuk tipe konstruksi new jack (Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011) 24 2.2.6 Gangguan Kilat pada Saluran Udara Tegangan Menengah Gangguan kilat pada saluran udara tegangan menengah dibedakan menjadi dua macam gangguan menurut cara terjadinya sambaran, yaitu sambaran kilat langsung dan sambaran induksi. Sebagaimana diketahui panjang gawang saluran udara tegangan menengah berkisar antara 40 sampai 80 meter, tetapi pengetanahan tiang dilakukan selang 3 sampai 4 gawang, yaitu untuk saluran dengan kawat tanah atau kawat netral. Jadi sambaran langsung dianggap semua pada tiang, baik pada tiang yang diketanahkan maupun tiang yang tidak diketanahkan dengan jumlah sambaran dianggap sama (Hutauruk, 1991). a. Sambaran langsung Yang dimaksud sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada saluran udara tegangan menengah diasumsikan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan perisaian. Asumsi ini dapat dibenarkan karena tinggi kawat diatas tanah relative rendah (10 sampai 13 meter) dan juga karena dengan sudut perisai yang biasanya lebih kecil 600 sudah dianggap semua sambaran kilat mengenai kawat tanah, jadi tidak ada kegagalan perisai. Pada saat kilat menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan – peralatan yang ada pada saluran. Besarnya arus atau tegangan akibat sambaran ini tergantung pada besar arus kilat, waktu muka dan jenis tiang saluran. b. Sambaran tidak langsung Bila terjadi sambaran kilat ketanah di dekat saluran maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal kilat. Fenomena kilat ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat berlangsung hanya dibawah pengaruh gaya yang memaksa muatan – muatan bergerak sepanjang hantaran, atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi dibawah pengaruh komponen vektor kuat medan yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi 25 bila komponen vektor dari kuat medan berarah vertical, dia tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan fenomena transien pada penghantar. 2.2.7 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Langsung Pada Saluran dengan Kawat Tanah Tegangan lebih akibat sambaran kilat selain tergantung pada parameter kilat (arus puncak dan waktu muka) juga dipengaruhi oleh jenis saluran dan tiang penopang. Jenis saluran adalah saluran tanpa kawat tanah dan saluran dengan kawat tanah, dan jenis tiang penopang adalah : tiang besi, tiang kayu dan tiang beton. Tiang kayu atau beton, demikian juga lengan (cross arm) kayu mempengaruhi besar tingkat ketahanan impuls isolasi saluran. Perhitungan akan dilakukan berdasarkan tiang dan lengan besi. Pengaruh penambahan tingkat ketahanan isolasi dari kayu atau beton dapat ditambahkan pada tingkat ketahan impuls isolasi dari isolator. Tahanan kontak tiang pada tiang – tiang yang diketanahkan mempengaruhi juga tegangan yang timbul pada isolator saluran. Besar tahanan kontak ini berkisar antara 5 ohm sampai 50 ohm. Dalam perhitungan dianjurkan menggunakan 5 ohm (Hutauruk, 1991). Seperti diketahui pemasangan kawat tanah bertujuan untuk melindungi kawat fasa dari sambaran kilat langsung. Dengan adanya kawat tanah yang letaknya diatas kawat fasa dank arena tinggi kawat diatas tanah relative rendah, dianggap semua sambaran menganai kawat tanah, jadi tidak ada yang menyambar kawat fasa. Pada saluran udara tegangan menengah tidak semua tiang diketanahkan, tetapi selang 3 sampai 4 gawang, jadi disini dianggap semua sambaran mengenai tiang, baik tiang yang diketanahkan maupun tiang yang tidak diketanahkan. Jumlah sambaran pada tiang yang diketanahkan diambil sama dengan jumlah sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan. Jadi sambaran ke kawat tanah dibagi dalam dua golongan, sambaran pada tiang diketanahkan (50%) dan sambaran pada tiang tidak diketanahkan (50%). 26 Untuk pada tiang, kilat seolah – olah menemui impedansi surja kawat dan impedansi surja tiang terhubung parallel. Sehingga untuk menentukan besar impedansi surja tiang dan surja kawat tanah adalah : ( ) ( ) ( ) Dimana : = impedansi surja kawat tanah = impedansi surja tiang = tinggi kawat tanah diatas tanah = jari – jari tiang = radius kawat tanah/jari – jari kawat tanah Setelah kilat menyambar tiang, gelombang merambat pada tiang kedasar tiang. Pada dasar tiang terjadi pantulan, dan gelombang pantulan ini merambat ke puncak tiang dimana mengalami pantulan kembali. Jadi pada tiang terjadi pantulan ulang. Sebagaimana disebut pada pasal yang lalu, besar tahanan kontak tiang yang diketanahkan diambil 5 ohm dan tahanan kontak tiang yang tidak diketanahkan sangat besar, beberapa ratus sampai ribuan ohm. Sebagai harga rata – rata disarankan menggunakan 100 ohm untuk tiang besi dan 500 ohm untuk tiang beton. Jumlah gangguan pada SUTM akibat kilat relative tinggi dan juga tidak dibutuhkan perhitungan yang sangat teliti, maka rumus yang diusulkan oleh Razevig digunakan untuk menentukan besar arus kilat yaitu : Dimana : = besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api (kA) = tegangan lompatan api pada isolator (kV) R = tahanan kontak tiang (ohm) 27 = koefisien yang ditentukan pada dasar perbandingan dengan hasil – hasil perhitungan menurut rumus yang lebih teliti (0,3 untuk satu kawat tanah dan 0,15 untuk dua kawat tanah) = tinggi kawat tanah diatas tanah (m) Gambar 2.14 Konstruksi tiang beton untuk SUTM (Sumber : Hutauruk, 1991) Untuk menentukan tegangan lompatan api pada isolator maka dapat digunakan rumus yaitu : ( ) 28 Dengan mengetahui besar arus minimum yang dapat menimbulkan lompatan api balik (back flashover), kemudian dapat dicari probabilitas terjadinya lompatan api, yaitu : ( ) Untuk menentukan jumlah sambaran yang terjadi pada saluran maka digunakan rumus yaitu : Jumlah kemungkinan lompatan yang terjadi pada saluran berdasarkan jumlah sambaran yang terjadi pada saluran ( lompatan api ) dan probabilitas terjadinya sehingga untuk menentukan jumlah kemungkinan lompatan api adalah : Jadi jumlah gangguan karena sambaran kilat langsung pada kawat tanah adalah : ( Dimana ) probabilitas peralihan dari lompatan api menjadi bsur api yang menyebabkan gangguan pada SUTM = 0,5. Karena sambaran langsung pada SUTM dianggap semua menyambar tiang baik tiang yang ditanahkan atau tiang yang ditanahkan dimana diambil prosentase terjadinya sambaran yaitu 50 % : 50 % sehingga jumlah gangguan akibat sambaran langsung adalah : Keterangan : = Jumlah sambaran pada saluran = probabilitas jumlah lompatan api = Jumlah lompatan api pada saluran = Jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung = jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung pada tiang yang ditanahkan 29 = jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung pada tiang yang tidak ditanahkan = Isokeraunic level/ rata – rata jumlah hari guruh pertahun 2.2.8 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi pada Saluran dengan Kawat Tanah Pandanglah suatu kawat setinggi h diatas tanah. Misalkan suatu sambaran kilat vertical menyambar tanah pada jarak y dari kawat dapat dilihat pada gambar 2.15. Besar tegangan induksi pada kawat yaitu (Hutauruk, 1991) : di mana : = tegangan induksi pada kawat (kV) = besar arus kilat (kA) = tinggi rata – rata kawat diatas tanah = jarak horizontal antara sambaran kilat dengan kawat Bila saluran dilengkapi dengan kawat tanah, maka besar tegangan induksi pada kawat fasa yaitu : ( ) di mana : = tegangan induksi pada kawat fasa dengan kawat tanah (kV) = tegangan induksi pada kawat fasa tanpa kawat tanah (kV) = impedansi surja sendiri kawat tanah (ohm) = impedansi surja bersama antara kawat tanah dan kawat fasa (ohm) = tinggi rata – rata kawat fasa diatas tanah (meter) = tinggi rata – rata kawat tanah diatas tanah (meter) = tahanan kontak tiang (ohm) 30 Jumlah sambaran pada daerah untuk panjang 100 km saluran Gambar 2.15 Saluran udata tegangan menengah (Sumber : Hutauruk, 1991) Supaya tegangan induksi sama atau melebihi ketahanan impuls isolasi maka, Maka probabilitas arus yang terjadi yaitu : ( Jadi jumlah sambaran pada bidang melebihi ) yang dapat menimbulkan tegangan adalah : ( Bila dibuat kecil sekali, ) berubah menjadi dan dan setelah dilakukan integrasi dari berubah menjadi sampai terhingga) untuk kedua sisi saluran diperoleh : ( Bila pada saluran terdapat kawat tanah maka menjadi : ) (= tak 31 Untuk menentukan besarnya dan maka digunakan rumus : ( ) Dimana : tegangan induksi (kV) factor perisai impedansi surja bersama antara kawat tanah dan kawat fasa (ohm) tinggi kawat tanah diatas tanah (meter) jarak kawat fasa dengan kawat tanah (meter) Jadi jumlah lompatan api adalah ( ) Sebagaimana yang sudah dijelaskan tidak semua lompatan api dapat beralih menjadi busur api atau gangguan dan besarnya gangguan itu tergantung dari besar probabilitas ( ) dimana untuk SUTM besar adalah 0,5. Dengan demikian jumlah gangguan karena sambaran induksi pada saluran dengan kawat tanah adalah : ( ) Keterangan : = Jumlah lompatan api pada saluran = jumlah gangguan akibat sambaran petir tidak langsung = Isokeraunic level/ rata – rata jumlah hari guruh pertahun 2.2.9 Pentanahan (Grounding) Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan manusia bila terjadi gangguan tanah atau akibat kegagalan isolasi dan tegangan lebih pada peralatan jaringan distribusi. Petir dapat 32 menghasilkan arus gangguan dan tegangan lebih dimana gangguan tersebut dialirkan ke tanah dengan menggunakan sistem pentanahan. Sistem pentanahan adalah suatu tindakan pengamanan dalam jaringan distribusi yang langsung rangkaiannya ditanahkan dengan cara mentanahkan badan peralatan instalasi yang diamankan, sehingga bila terjadi kegagalan isolasi, terhambatlah atau bertahannya tegangan sistem karena terputusnya arus oleh alat – alat pengaman tersebut. Secara umum tujuan dari sistem pentanahan dan grounding pengaman adalah sebagai berikut (Suswanto, 2009) : 1. Mencegah terjadinya perbedaan potensial antara bagian tertentu dari instalasi secara aman 2. Mengalirkan arus gangguan ke tanah sehingga aman bagi manusia dan peralatan 3. Mencegah timbul bahaya sentuh tidak langsung yang menyebabkan tegangan kejut 2.2.8.1 Tahanan jenis tanah Factor keseimbangan antara tahanan pengetanahan dan kapasitanci di sekeliling adalah tahanan jenis tanah (ρ). Kesulitan yang biasa dijumpai dalam mengukur tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataan komposisi tanah tidaklah homogeny pada seluruh tanah, dapat nervariasi secara vertical maupun horizontal, sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan tahanan jenis yang berbeda, oleh karena itu tahanan jenis tanah tidak dapat diberikan sebagai suatu nilai yang tetap. Untuk memperoleh harga sebenarnya dari tahanan jenis tanah, harus dilakukan pengukuran langsung ditempat dengan memperbanyak titik pengukuran. Jika pengukuran langsung tidak di mungkinkan maka kita dapat menggunakan acuan pada table 2.1 untuk menentukan tahanan jenis tanah. 33 Tabel 2.1 Tahanan Jenis Tanah Jenis Tanah Tanah Pasir Tahanan Rawa Liat dan Basah Kerikil Pasir Tanah Basah Kerikil Berbatu Ladang Tahanan jenis 30 100 Kering 200 500 1000 3000 tanah (ohm) Sumber : Suswanto, 2009 2.2.8.2 Elektrode pentanahan Electrode adalah penghantar yang ditanamkan kedalam tanah yang membuat kontak langsung dengan tanah yang merupakan titik grounding. Untuk bahan elektroda pentanahan biasanya digunakan bahan tembaga, baja yang bergalvanis atau dilapisi tembaga. Ada tiga jenis electrode yang sering digunakan dalam sistem pentanahan yaitu electrode batang, electrode bentuk pelat dan electrode bentuk pita (Suswanto, 2009). a. Elektrode batang Electrode batang adalah electrode dari pipa besi baja profil atau batangan logam lainnya yang dipancang kedalam tanah secara dalam dalam. Panjang elektroda yang digunakan disesuaikan dengan pentanahan yang diperlukan. Gambar 2.16 Elektrode batang dan lapisan – lapisan tanah di sekeliling elektroda (Sumber : Suswanto, 2009) Setelah didapatkan nilai tahanan pentanahan dengan satu buah electrode batang tapi nilainya masih terlalu besar, maka kita dapat memperkecil nilai tersebut dengan memperbanyak elektroda yang ditanahkan dan dihubungkan parallel seperti pada gambar berikut : 34 Gambar 2.17 Pentanahan dengan dua batang konduktor (Sumber : Suswanto, 2009) b. Elektroda bentuk pelat Elektroda bentuk pelat adalah elektroda yang berbentuk pelat, terbuat dari logam yang difungsikan sama dengan elektroda batang. Untuk pemasangan elektroda bentuk plat ini dapat ditanam tegak lurus dengan kedalaman kira – kira 1 meter dibawah permukaan tanah dihitung dari sisi pelat sebelah atas. Gambar 2.18 Pemasangan elektrode pelat dipasang vertikal (Sumber : Suswanto, 2009) c. Elektroda bentuk pita Elektroda ini merupakan logam yang mempunyai penampang yang berbentuk pita atau dapat juga berbentuk kawat yang di pilin. Elektroda ini dapat ditanam secara dangkal pada kedalaman antara 0,5 sampai 1 meter dari permukaan tanah. Dalam pemasangannya elektroda pita ditanam dalam bentuk memanjang, radial, melingkar atau kombinasi dari lingkaran dan radial. 35 Gambar 2.19 Jenis –jenis elektrode pita dan cara pemasangannya (Sumber : Suswanto, 2009)