[Summary] Struktur dan Proses Organisasi Chapter 5 CH 5: GLOBAL ORGANIZATION DESIGN DESIGNING ORGANIZATIONS FOR THE INTERNATIONAL ENVIRONMENT Dalam bab ini, kita akan membahas mengenai bagaimana perusahaan menghadapi perkembangan zaman dan menyesuaikannya agar juga didapatkan kemajuan dalam perusahaannya. Lebih khusus, mengetahui seberapa siapkah dan bagaimana sebuah perusahaan menghadapi persaingan atau kompetisi tingkat global. Dan secara lebih spesifik, disini kita akan membahas mengenai apa-apa saja yang manjadi faktor sebuah perusahaan dirasa cukup berkompeten untuk terjun ke dalam dunia perdagangan internasional. 1. 2. 3. 4. 5. Entering the Global Arena Designing Structure to Fit Global Strategy Building Global Capabilities Cultural Differences in Coordination and Control The Transactional Model of Organization Pada sub bab pertama, yakni Entering the Global Arena, kita diharapkan mampu menjelaskan mengenai 3 hal penting. Yaitu, (1) faktor motivasi apa yang mendorong sebuah perusahaan berkeinginan untuk terjun langsung dalam pengembangan usahanya secara global, (2) apa saja tahapan-tahapan yang harus dilalui sebuah perusahaan untuk dapat mengglobal, dan (3) adalah mengenai ekspansi global yang didapat jika melalui International Strategic Alliances. Motivations for Global Expansion Masuk kepada materi sub bab (1) disini akan dibahas bagaimana sebuah perusahaan terdorong untuk melakukan pengembangan usahanya hingga ke tingkat global. Di buku dijelaskan bahwa ada 3 faktor utama pendorong motivasi perusahaan melakukan pengembangan usaha tingkat global. Yang ketiganya sebenarnya memiliki tujuan umum yang sama, yakni untuk memperoleh perluasan cakupan pasar produk itu sendiri dan juga pastinya untuk memperoleh keuntungan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Economies of Scale Mengapa Economies of Scale menjadi salah satu faktor pendorong motivasi? Hal ini dikarenakan bahwa Economies of Scale adalah suatu keadaan dimana perusahaan mendapatkan keuntungan dengan adanya penurunan biaya atas implikasi dari peningkatan jumlah unit output. Dalam Economies of scale, umumnya dialami oleh perusahaan yang fokus pada 1 jenis produk. Dengan adanya Economies of Scale ini, maka perusahaan akan berlomba untuk memproduksi banyak output demi meraih keuntungan yang banyak, karena semakin tinggi unit output justru akan dikenakan rata-rata biaya yang kecil. 2. Economies of Scope Apa yang dimaksud Economies of Scope dan mengapa dapat mempengaruhi motivasi? Dalam hal ini, perusahaan melakukan diversifikasi produk, jadi tidak hanya berfokus pada 1 jenis produk saja. Dan perusahaan dapat memperoleh keuntungan dengan adanya efisiensi biaya pendistribusian, karena biaya distribusi hanya dikeluarkan sekali untuk dapat meng-cover berbagai macam produk. Juga memiliki kemungkinan tetap kuat menghadapi persaingan, karena diharapkan apabila ada goncangan di sektor dagang salah 1 produk, maka masih ada sektor dagang dari produk lain yang masih tetap berjalan. Dengan adanya Economies of Scope ini, maka diharapkan perusahaan dapat terus mengembangkan kreasi dan inovasinya untuk tetap terus memberikan diversifikasi produknya demi meningkatkan kualitas kedalam taraf global dan juga pastinya keuntungan yang lebih menggiurkan. 3. Low-cost Production Factors Adalah keinginan perusahaan untuk berekspansi dikarenakan oleh adanya kesempatan untuk mendapatkan bahan baku dan sumber daya dengan biaya serendah mungkin dari luar negeri untuk mengamankan bahan baku yang langka atau tidak tersedia di negara asal mereka. Stages of International Developmet Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh sebuah perusahaan untuk dapat melakukan ekspansinya. Dari mulai tahapan dengan ruang lingkup yang paling kecil hingga lebih besar. 1. Domestic Stage Dalam tahap ini, perusahaan ingin mengoptimalkan area domestiknya dan masih mempertimbangkan keterlibatan pihak asing untuk memperluas volume produksinya. 2. International Stage atau Multi-domestic Stage Disini, perusahaan sudah memulai berfikir mengenai kebijakan ekspor dengan sasaran yakni adalah beberapa negara yang dituju. Berfokus pada kompetisi internasional dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri. 3. Multinational Stage Perusahaan telah memiliki pengalaman yang luas di sejumlah pasar internasional dan telah mendirikan pemasaran, manufaktur, atau fasilitas penelitian dan pengembangan di beberapa negara asing. Organisasi memperoleh sebagian besar pendapatan dari penjualan di luar negeri perusahaan memiliki unit usaha yang tersebar di seluruh dunia. 4. Global Stages Bisnis tidak hanya kumpulan industri dalam negeri, melainkan anak perusahaan saling terkait ke titik di mana posisi kompetitif di satu negara secara signifikan mempengaruhi kegiatan di negara lain. tidak lagi menganggap diri mereka sebagai memiliki rumah negara tunggal. Global Expansion through International Strategic Alliances Untuk melakukan ekspansi global dengan aliansi strategis internasional ini dapat diwujudkan contohnya dengan : 1. Joint Venture entitas yang terpisah dibuat dengan dua atau lebih perusahaan aktif sebagai sponsor. Perusahaan manufaktur sering mencari usaha J V untuk mencapai penghematan biaya produksi melalui skala ekonomi atau mendistribusikan teknologi baru dan produk melalui saluran distribusi negara lain. 2. Consortia Pembiayaan bersama suatu proyek atau perusahaan yang dilakukan oleh dua atau lebih bank atau lembaga keuangan. MODEL GLOBAL VS KESEMPATAN LOKAL Salah satu dilema yang dihadapi perusahaan yang ingin maju global adalah apakah menekankan standar global atau lokal responsiveness. Pilihan yang dihadapi manager adalah apakah perusahaan-perusahaan yang tergabung bertindak secara otonomi atau apakah aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut harus terstandardisasi untuk semua Negara. Keputusan tersebut biasanya tergambar pada pilihan globalisasi vs multidomestik global strategi. Strategi Globalisasi adalah desain produk, proses manufaktur dan strategi pemasaran distandarisasi di seluruh dunia. Sementara startegi multidomestik adalah di mana kompetisi di setiap negara ditangani secara independen terhadap kompetisi di negara lain atau dalam kondisi lain lebih memperhatikan dan concern terhadap pasar lokal. Oleh karena itu, strategi multidomestik akan mendorong desain produk dan pemasaran ke kebutuhan spesifik tiap negara. Namun, idealnya perusahaan harus bisa menangkap peluang global ataupun peluang domestik demi terciptanya economies of scale dan peningkatan profit. high Globalization Strategy: Global product structure Forces for global standardization on low Export Strategy : International division Both Globalization and multidomestic strategy: Global matrix structure Multidomestic Strategy: Global Geographic Structure low high Forces for local responsiveness Model di atas adalah model untuk mencocokkan organization structure dengan international advantages. Ada banyak cara untuk menyesuaikan strategi organisasi dengan struktur organisasinya. Model di atas menunjukkan struktur apa saja yang bisa dipakai jika menghadapi situasi tertentu. Jika local responsiveness dan global standardization rendah, maka lebih baik menggunakan international division. Jika local responsiveness rendah, tetapi global standardization tinggi, maka bisa menggunakan global product structure. Jika local responsiveness tinggi, dan global standardization rendah, maka gunakan global geographic structure. Sedangkan jika local responsiveness dan dan global standardization sama-sama tinggi, makan gunakan global matrix structure. Divisi Internasional Ketika perusahaan ingin memulai mencari kesempatan internasional atau dalam kata lain ingin go global, maka biasanya perusahaan tersebut memulai dengan membentuk divisi internasional terlebih dahulu. Divisi internasional memiliki hierarki tersendiri dalam menangani bisinisnya (joint venture, licensing) di berbagai negara , menjual produk dan jasa yang dikreasikan oleh divisi domestik, membuka subsidiary plants, dan umumnya menjadikan organisasi menjadi lebih berpengalaman dan profesional pada operasi internasional. Struktur Divisi Produk Global Di struktur global, divisi produk bertanggung jawab terhadap operasi global di spesifik produk area mereka. Dengan struktur produk global, manajer tiap divisi akan bertanggung jawab untuk merencanakan, organizing dan mengontrol seluruh fungsi produksi dan distribusi ke pasar di seluruh dunia. Struktur produk global akan bekerja secara maksimal ketika perusahaan mempunyai peluang terhadap produksi dunia dan standar produk untuk semua pasar dimana mencakup economies of scale dan standarisasi produksi, pemasaran dan periklanan. Global Geographic Division Structure Global geographic structure membagi dunia global menjadi geographic regions dengan setiap divisi geografis melapor ke CEO. Setiap divisi mempunyai kuasa penuh terhadap aktivitas fungsional di area-area yang ditentukan. Maksudnya adalah tiap daerah, misalkan Asia Timur dan Asia Tenggara memiliki fungsi manajemen keuangan, pemasaran, sumber daya manusia dan operasinya masing-masing. Kontrol dan pengawasan oleh para manajer perlu dilakukan karena yang ditakutkan setiap divisi daerah mementingkan kepentingan dan kemajuan daerahnya, bukan untuk memajukan perusahaan secara global. Struktur Global Matrix Struktur global matrix menyerupai dengan matrix yang dijelaskan pada chapter 2, kecuali untuk perusahaan multinasional, jarak geografis untuk berkomunikasi lebih besar dan koordinasinya lebih kompleks. Matrix akan bekerja secara maksimal ketika tekanan untuk membuat keputusan sebanding dengan ketertarikan standarisasi produk dan lokalisasi geografis dan ketika koordinasi untuk membagi sumber daya adalah penting. Membangung Kapabilitas Global Banyak perusahaan besar sekalipun yang mengalami kesulitan dalam mentransfer ide, produk, maupun jasanya dari negara asal ke dunia internasional. Banyak halangan yang dihadapi sebuah perusahaan ketika ingin memasuki pasar baru, seperti masalah politik, budaya, atau regulasi di negara lain yang bersangkutan. Sebagai seorang manajer, masalah tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri yang juga menjadi sebuah peluang besar untuk ekspansi usaha perusahaan. Tantangan Desain Organisasi Global Terdapat tiga segmen utama yang dihadapi oleh organisasi global; differensiasi dan kompleksitas yang lebih besar, perlunya integrasi, dan masalah transfer pengetahuan dan inovasi dalam perusahaan global. Organisasi yang ingin menjadi global harus menerima bahwa kompleksitas lingkungan yang sangat tinggi di dunia internasional serta mereka akan menghadapi banyak perbedaan yang ada di setiap negaranya. Hal ini dikarenakan setiap negara memiliki sejarah, budaya, hukum, dan sistem regulasi masing-masing. Kompleksitas dan perbedaan tersebut mendorong perusahaan untuk bisa menyesuaikan diri dengan melakukan diferensiasi-diferensiasi, baik pada produk, manajemen, bahkan organisasi itu sendiri. Pada saat yang sama organisasi juga harus menemukan sebuah cara agar bisa secara efektif melakukan koordinasi dan kolaborasi di antara unit-unit yang dimilikinya. Selain itu, organisasi juga harus memfasilitasi pengembangan dan transfer pengetahuan dan inovasi organisasi untuk pembelajaran global. 1. Differensiasi dan kompleksitas yang lebih besar. Perusahaan yang ingin menjadi organisasi global harus mau menerima resiko kompleksitas lingkungan eksternal maupun internal di dunia internasional dan perbedaan-perbedaan yang ada di setiap negara. Karena lingkungan yang semakin komplek dan tidak pasti, organisasi tumbuh semakin beragam, dengan banyak spesialisasi dalam posisi dan departemen. Oleh karena itu diperlukan diferensiasi pada sebuah organisasi yang ingin memasuki pasar global. Top manajemen sebuah perusahaan mungkin harus menciptakan departemen atau divisi khusus untuk menghadapi pemerintahan, legalitas, dan regulasi yang ada di setiap negara yang pasti akan berbeda-beda. Sebagian perusahaan yang beroperasi secara internasional juga berusaha membagi-bagi operasi bisinisnya, seperti engineering, desain, manufaktur, pemasaran, dan penjualan dalam rangka menghadapi regulasi dan hukum yang beragam. Selain itu, perusahaan harus bisa membangun sistem pengembangan produk global untuk menyesuaikan dengan pasar global yang sedang dihadapinya. 2. Kebutuhan akan koordinasi Ketika sebuah organisasi telah melakukan differensiasi dalam menghadapi tantangan global, maka hal yang menjadi tantangan selanjutnya adalah melakukan koordinasi dengan baik. Koordinasi merujuk pada kualitas integrasi dan kolaborasi di antara unit-unit organisasional. Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana mencapai integrasi dan kolaborasi yang diperlukan oleh organisasi global untuk mencapai manfaat dari economic of scale, economic of scope, dan efisiensi tenaga kerja dan biaya produksi yang ada di lingkungan internasional. Diferensiasi yang tinggi antardepartemen membutuhkan waktu dan sumber daya yang lebih besar untuk mencapai koordinasi. Semua organisasi global sekarang ini telah menghadapi tantangan untuk mengumpulkan semua potongan-potongan pekerjaan untuk disatukan melalui koordinasi yang baik dengan cara yang tepat serta pada waktu dan tempat yang tepat. Diharapkan dengan koordinasi yang baik tersebut maka akan ada kegiatan berbagi pengetahuan dan inovasi di antara seluruh divisi organisasi global. 3. Transfer pengetahuan dan inovasi Tantangan selanjutnya yang dihadapi organisasi global adalah bagaimana belajar dari pengalaman internasional mereka dengan saling berbagi pengetahuan dan inovasi di seluruh perusahaan. Beragamnya lingkungan internasional memberikan kesempatan yang luar biasa untuk belajar, mengembangkan kemampuan yang beragam, dan mencoba inovaasi-inovasi dalam produk dan jasa organiasi. Beberapa pakar mengatakan bahwa tingkatinovasi yang radikal berasal dari perusahaan di emerging market seperti di India dan Cina. Pemikiran ini mengatakan bahwa inovasi pada produk dan jasa kebanyakan berasal dari perusahaan di negaranegara berkembang.Tetapi pendekatan tersebut kemudian diasosiasikan dengan pendakatan baru yang disebuttrickle-up innovation atau reverse innovation, di mana perusahaan memberi perhatian yang lebih pada kebutuhan mekanisme yang mendorong kegiatan berbagi di antara seluruh perusahaan internasional. Unit organisasi di setiap lokasi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi tantangan lingkungan yang timbul di lokasi tertentu. Pendekatan menggunakan trickle-up innovation menunjukkan bahwa, kebanyakan dari pengetahuan, yang biasanya berhubungan dengan pengembangan produk, efisiensi operasional, kemajuan teknologi, dan kompetensi yang lainnya pasti saling berkaitan antara satu negara dan negara lain di sebuah organisasi global. Sehingga organisasi tersebut membutuhkan sebuah sistem yang bisa mendukung kegiatan transfer pengetahuan dan inovasi di seluruh perusahaan-perusahaan global. Namun, permasalahan yang juga timbul adalah sulitnya mendorong para karyawan yang ada di negara-negara berbeda untuk bisa saling bertukar pengetahuan dan inovasi. Orang-orang yang berasal dari lokasi yang berbeda terkadang memiliki masalah dengan membangun kepercayaan pada hubungan yang ada. Selain itu, beberapa alasan lainnya adalah: a. Perbedaan bahasa, ketidaksamaan budaya, dan jarak geografis. b. Terkadang manajer kurang mengapresiasi nilai integrasi di organisasi dan ingin melindungi kepentingan divisinya sendiri daripada berkooperasi dengan divisi yang lain. c. Dividi terkadang juga memandang bahwa pengetahuan dan inovasi adalah sebuah kekuatan besar dan ingin menjadikannya sebagai jalan untuk memperolah posisi yang berpengaruh. d. Sindrom “not-invented-here” membuat beberapa manajer enggan untuk bersedia menerima pengetahuan dari unit yang lain. e. Kebanyakan pengetahuan yang dimiliki organisasi berada di otak para karyawan dan tidak mudah untuk menuliskannya dan membaginya dengan unit yang lainnya. Dalam menghadapi tantangan global, perusahaaan harus berusaha untuk mendorong pengembangan dan transfer pengetahuan, megimplementasikan sistem yang bisa memberi jalan untuk pengetahuan yang ada di mana saja, serta berbagi inovasi. Mekanisme Koordinasi Global Banyak cara yang dilakukan manajer perusahan global dalam menghadapi tantangan koordinasi serta berbagi pengatuhan dan inovasi. Beberapa yang paling sering digunakan adalah penggunaan tim global, perencanaan dan pengendalian kantor pusat yang lebih kuat, dan peran spesifik koordinasi. 1. Tim Global Popularitas dan kesuksesan tim di wilayah domestik membuat manajer berpikir bagaimana mekanisme tim tersebut dapat membangun koordinasi horizontal yang kuat. Tim global atau dikenal pula dengan istilah transnational teams, adalah kerja grup yang saling berseberangan yang terdiri dari multi-keterampilan, anggota dari berbagai negara yang beraktivitas. Biasanya, tim terdiri dari dua jenis; intercultural teams (para anggotanya berasal dari berbagai negara dan bertemu secara langsung) dan virtual global teams (para anggotanya berda di lokasi yang berbeda-beda dan melaksanakan pekerjaan mereka secara elektronik). Tetapi membangun tim global yang efektif tidaklah mudah. Perbedaan budaya dan bahasa dapat menciptakan ketidakpahaman serta adanya potensi kebencian dan ketidakpercayaan dapat dengan cepat merusak usaha-usaha yang telah dilakukan oleh tim. 2. Perencanaan kantor pusat Pendekatan kedua dalam mencapai koordinasi global yang kuat adalah dengan adanya headquartersatau kantor pusat yang memiliki peranan aktif dalam merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan pekerjaan yang terbagi-bagi di perusahaan global agar tetap bekerja bersama-sama dan memiliki tujuan yang sama pula. Dalam sebuah survei, 70 persen perusahaan global menyatakan bahwa fungsi utama dari adanya kantor pusat atau headquarters adalah untuk menjadi pemimpin perusahaanperusahaan di sebuah perusahaan global tersebut. Tanpa kepemimpinan yang kuat, divisi yang memiliki tingkat otonomi tingi dapat berlaku seperti perusahaan yang independen daripada menjadi bagian-bagian koordinasi keseluruhan organisasi global. Perencanaan, penjadwalan, serta peraturan dan prosedur formal dapat membantu meyakinkan komunikasi yang lebih besar di antara divisi dan dengan kantor pusat. Hal ini juga membantu kooperasi dan sinergisasi di setiap unit perusahaan guna mencapai tujuan organisasi dengan biaya yang efisien. 3. Peran koordinasi yang luas (expanded coordination roles) Sebuah organisasi mungkin saja menggunakan solusi struktural dalam mencapai koordinasi dan kolaborasi yang lebi kuat lagi. Membuat peran atau posisi yang spesifik di organisasi mengenai koordinasi adalah sebuah cara untuk mengintegrasikan semua bagianbagian kecil dari perusahaan. Hal ini dilkaukan untuk mencapai posisi kompetitif yang kuat. Di perusahaan internasional yang sukses, peran dari top manajer fungsional bertambah meliputi tanggung jawab akan koordinasi di antara negara-negara perusahaan serta mengidentifikasi dan menghubungkan keahlian dan sumber daya perusahaan di seluruh dunia. Sementara itu, country manager mengkoordinasika antar-fungsi. Peran koordinasi lain adalah dengan menjadi kordinator hubungan secara formal untuk mengkoordinasikan informasi dan aktifitas-aktifitas yang berhubungan dengan akun konsumen kunci. Koordinator ini akan membantu organisasi untuk mendapatkan pengetahuan dan solusi integrasi di antara berbagai bisnis, divisi, dan negara. Selain itu, koordinasi yang baik juga bisa mendorong dan mendukung jaringan dan hubungan informal untuk menjaga laju informasi di semua penjuru. Manfaat dilaksanakannya koordinasi yang baik Perusahaan internasional telah mengalami masa-masa yang sulit jika tidak bisa melakukan koordinasi dan kolaborasi yang kuat antar-unit. Perusahaan dengan koordinasi yang lebih baik kebanyakan lebih mampu mengumpulkan sumber daya dan kapabilitas yang tersebar d antara unit-unit perusahaan global untuk mendapatkan keuntungan operasional dan ekonomi. Keuntungan-keuntungan yang berasal dari koordinasi dan kolaborasi antar-unit, meliputi: - Hemat biaya karena bisa berbagi praktek yang paling baik Pengambilan keputusan yang lebih baik dengan berbagi informasi dan saran Revenue yang lebih besar dengan berbagi keahlian dan produk di antara berbagai divisi yang ada di perusahaan Menambah inovasi dengan berbagi ide dan teknologi inovasi yang bisa menstimulus kreatifitas sehingga bisa mengembangkan produk-produk baru. Perbedaan Budaya dalam Koordinasi dan Pengendalian Seperti nilai sosial dan budaya yang berbeda tiap negara, nilai-nilai menajerial dan norma organisasi di perusahaan internasional cenderung sangat beragam tergantung pada di mana negara perusahaan asalnya. Norma dan nilai organisasi sangat dipengaruhi oleh nilai yang dipegang pada budaya nasional secara luas, dan inilah yang juga mempengaruhi pendekatan struktural organisasi dan bagaimana manajer melakukaan koordinasi dan pengendalian di sebuah perusahaan global. Sistem Nilai Nasional Banyak studi yang menjelaskan bagaimana sistem nilai nasional bisa mempengaruhi manajemen dan organisasi. Salah satu studi yang paling terkenal adalah yang ditulis oleh Geert Hofstede yang mengidentifikasi beberapa dimensi sistem nilai nasional yang sangat beragam antar negara. Dua dimensi yang mempunyai dampak kuat bagi organisasi adalah power distance dan uncertainty avoidance. Power distance yang tinggi mengindikasikan bahwa masyarakat menerima adanya perbedaan kekuasaan di antara institusi, organisasi, dan masyarakat. Uncertainty avoidance yang tinggi mengindikasikan bahwa anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Dua dimensi tersebut direfleksikan pula di kehidupan organisasi sebagai kepercayaan akan kebutuhan hierarki, sentralisasi dalam pengambilan keputusan dan pengendalian, peraturan dan prosedur formal, dan spesialisasi pekerjaan. Sebagai contoh, di negara yang memiliki power distance yang tinggi, sebuah perusahaan cenderung akan lebih hierarkis dan tersentralisasi dengan pengendalian dan koordinasi dari top manajemen yang kuat. Begitupun dengan negara yang memiliki uncertainty avoidance yang tinggi, maka perusahaan yang ada di negara tersebut akan cenderung lebih mengkoordinasikan kerja melalui peraturan dan prosedur-prosedur untuk menghindari ketidakpastian. Empat pendekatan nasional dalam koordinasi dan pengendalian Tidak semua organisasi selalu merefleksikan nilai dan norma dominan di negaranya para sistem manajerial di perusahaan tersebut. Studi yang ada menyatakan bahwa akan lebih jelas jika kita melihat struktur manajemen yang berbeda-beda dengan membandingkan negara Eropa, Amerika, dan Asia. 1. Koordinasi sentral di perusahaan Jepang Ketika sebuah perusahaan Jepang mengekspansi usahanya secara internasional, maka perusahaan –perusahaan tersebut cenderung akan membangun mekanisme koordinasi yang tersentralisasi. Top manajemen di kantor pusat perusahaan secara aktif mengarahkan dan mengendalikan operasi perusahaan di luar negeri. Koordinasi yang tersentralisasi ini memudahkan bagi perusahaan Jepang untuk mengumpulkan pengetahuan dan sumber daya di perusahaan sentral, mencapai efisiensi global, dan koordinasi di antara unit-unit perusahaan untuk mencapai sinergisitas dan menghindari persaingan. Sentralisasi yang kuat tersebut dilakukan perusahaan dengan menjalankan hubungan struktural yang sangat kuat. Meskipun demikian, keputusan seperti itu memiliki beebrapa kelemahan. Seiring dengan semakin besarnya ekspansi perusahaan maka kantor pusat perusahaan akan menjadi overloaded dan pengambilan keputusan semakin lambat. Selain itu, kualitas keputusan yang diambil juga kurang baik karena masalah perbedaan dan kompleksitas perusahaan global. 2. Tradisi dan budaya perusahaan Cina Kebanyakan perusahaan di negara Cina masih relatif kecil dan menjalankan bisnis keluarga secara tradisional. Bahkan pada perusahaan besar sekalipun seringkali terdiri dari aliansi-aliansi keluarga yang bekerja secara satu unit. Seperti Jepang, perusahaan Cina juga menerapkan sistem sentralisasi dan sangat membedakan hierarki dari otoritas perusahaan. Hierarki memiliki peran yang penting dalam buadaya dan manjemen perusahaan Cina, karena dengan adanya hierarki tersebut maka para karyawan merasa tangggung jawab untuk menuruti perintah langsung dari atasan, mereka tipikal pekerja yang loyal tidak hanya pada bos tetapi juga pada peraturan perusahaan. Kebudayaan, sejarah, dan tradisi berperan signifikan pada organisasi di negara Cina. Budaya tradisional Cina sangat menjaga satu keahlian yang spesial dan pengetahuan yang mereka miliki, bahkan mereka sampai tidak mau membagi pengetahuan dan keahlian tersebut ke pihak lain. Kecenderungan tersebut dapat membuat manajer enggan untuk berhubungan dengan perusahaan lainnya. Bagi Cina, membutuhkan waktu yang lama untuk membangun hubungan yang saling percaya, atau disebut dengan Guanxi. 3. Pendekatan desentralisasi Perusahaan Eropa Berbeda dari Jepang maupun Cina, perusahaan Eropa cenderung untuk memberikan kebebasan dan otonomi pengambilan keputusan. Perusahaan-perusahaan bergantung pada misi yang kuat, berbagi niali-nilai, dan hubungan informal secara personal untuk koordinasi. Dengan keputusan desentralisasi, setiap unit internasional yang dimiliki perusahaan akan fokus pada pasar lokal meraka masing-masing, membantu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan lokal para konsumen. Salah satu kekurangan yang ada di perusahaan yang menggunakan sistem seperti ini adalah biaya untuk mempercayakan keputusan pada unit-unit perusahaan. Selain itu, pengambilan keputusan bisa saja menjadi lambat dan kompleks, serta saling tidak setuju dan konflik antardivisi mungkin saja terjadi. 4. Koordinasi danPengendalian melalui formalisasi di Amerika Serikat Perusahan Amerika cenderung mendelegasikan tanggung jawab pada divisi internasional, dengan tetap melakukan pengendalian secara menyeluruh dengan menggunakan sistem pengendalian manajemen yang canggih, dan mengembangkan staf-staf spesialis. Sistem formal, peraturan, standar performa, dan aliran reguler arus informasi dari divisi ke pusat adalah hal-halyang penting dalam koordinasi dan pengendalian. Pengambilan keputusan berdasarkan data yang objektif, peraturan, dan prosedur, yang memberikan efisiensi operasional dan mengurangi konflik antardivisi dan antara divisi dengan pusat. Namun, kekurangan dari sistem yang seperti itu adalah dibutuhkannya biaya yang cukup tinggi. Pendekatan ini mengharuskan adanya banyak staf perusahaan pusat untuk review, intepretasi, dan berbagi informasi, sehingga diperlukan biaya overhead yang tinggi. Kemudian, standar dan prosedur rutin yang dijalankan belum tentu selalu sesuai dengan masalah dan situasi yang baru. Tentu, setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan. Tetapi sebagai organisasi internasional yang semakin besar dan komplek, setiap kekurangan dari masingmasing pendekatan cenderung akan semakin besar. Karena pendekatan tradisional tidak lagi cukup untuk memenuhi permintaan yang berubah dengan cepat dan lingkungan global yang komplek, maka banyak perusahaan yang kemudia beralih ke pendekatan organisasi transnasional model. Model Transnasional Organisasi Model transnasional merepresentasikan jenis organisasi internasional yang paling maju. Model tersebut merefleksikan kompleksitas organisasi dengan berbagai unit yang ada dan koordinasi organisasi dengan menggunakan mekanisme integrasi bagian-bagian yang terpisah.Model transnasional ini berguna untuk organisasi besar, perusahaan multinasional dengan anak perusahaan di berbagai negara yang ingin menguasai baik keuntungan global maupun lokal, serta seiring dengan kemajuan teknologi, inovasi, dan pembelajaran global berbagi informasi. Daripada membangun kapabilitas utama di satu area (menjadi organisasi global yang efisien, national responsivenss, atau pembelajaran global), model transnasional lebih memiliki untuk mencapai ketiganya secara bersamaan. Model transnasional seperti itu merupakan sebuah struktur yang diperlukan oleh organisasi global yang sangat kompleks, seperti Philips NV, Unilever, Matsushita, atau P&G. Jaringan dari unit organisasi transnasional luas sekali, seperti yang digambarkan di exhibit 6.10. Mencapai koordinasi dan berbagi informasi, pengetahuan, teknologi baru, dan konsumen adalah tantangan yang besar. Sebagai tambahan, beberapa anak perusahaan yang telah menjadi besar sering kali tidak lagi cocok dengan peran strategis yang dijalankan oleh kantor pusat. Menjadi bagian dari organisasi transnasional, unit-unit individu membutuhkan otonomi bagi dirinya sendiri dan kemampuan untuk mempengaruhi unit bagian lain dalam organisasi. Organisasi transnasional menghadapi tantangan tersebut dengan menciptakan jaringan terintegrasi dari operasional setiap unit individu yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan multidimensional bagi seluruh organisasi. “The transnationalmodel is more than just an organization chart. It is a managerial state of mind, aset of values, a shared desire to make a worldwide learning system work, and an idealized structure for effectively managing such a system.” Karakteristik model transnasional yang membedakan dengan organisasi global adalah: 1. Aset dan sumber daya disebar di seluruh negara dengan spesialisasi operasi yang tinggi dan tetap saling terkait melalui hubungan yang interdependen 2. Struktur fleksibel dan selalu berubah 3. Manajer subsidiary mengawali strategi dan inovasi yang kemudian menjadi strategi bagi keseluruhan korporasi 4. Tercapai penggabungan dan koordinasi melalui budaya perusahaan, berbagi visi dan nilai, dan gaya manajemen, daripada struktur dan sistem yang formal DISUSUN OLEH : 1. Atina Hasanah Sarjono 1106003030 2. Novia Dwi Puspitasari 1106015730 3. Laili Andri Lisa 1106009684