Studi Kompetisi Antara Gulma Echinochloa crus

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv.
E. crus-galli memiliki nama lain Panicum crus-galli yang merupakan
tanaman annual kelas Monocotyledon, famili Poaceae/Graminae (IRRI, 1983).
Galinato et al. (1999) menyatakan bahwa rumput E. crus-galli tersebar pada
daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara, Asia Selatan dan
Australia. Rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan dikenal dengan nama
gagajahan, jajagoan, padi burung, jawan, jawan parikejawan, ramon jawan, suket
ngawan. Gulma ini memiliki daya adaptasi yang luas pada kondisi lingkungan
yang bervariasi.
Sebagai tanaman C4, E. crus-galli menunjukkan tingkat fotosintesis bersih
yang lebih tinggi, efisiensi penggunaan air dan nitrogen yang lebih baik dari
tanaman C3 (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Hal ini menjadikan gulma ini
lebih efisien dalam fotosintesis daripada tanaman padi, karena tanaman padi
termasuk jenis tanaman C3. Menurut Barlow (2006) gulma ini terdiri atas delapan
subspesies, yaitu Echinochloa crus-galli subspesies colona, Echinochloa crusgalli. subspesies crus-galli, Echinochloa crus-galli subspesies hispidula,
Echinochloa crus-galli subspesies hostii, Echinochloa crus-galli subspesies
oryzicola, Echinochloa crus-galli subspesies oryzoides, Echinochloa crus-galli
subspesies spiralis, Echinochloa crus-galli subspesies utilis.
Morfologi Echinochloa crus-galli
Echinochloa crus-galli memiliki perawakan tegak dengan daun tegak atau
rebah di bagian dasarnya. Rumput ini memiliki batang kuat dan lurus serta
berbentuk silindris dengan pith seperti spons putih di bagian dalamnya. Tinggi
gulma ini dapat mencapai 20-200 cm. Selain itu gulma ini juga memiliki akar
yang tebal dan berserat (Galinato et al., 1999).
Ukuran panjang dan lebar daun gulma E. crus-galli bisa mencapai hingga
40 cm dengan lebar 5-15 mm. Setiap daun memiliki pelepah daun dengan panjang
9-13 cm. Daun gulma ini memiliki bagian ujung yang meruncing, berambut halus
pada bagian dasarnya, dan permukaannya berwarna hijau (Galinato et al., 1999).
Perbungaan E. crus-galli terletak di ujung, mula–mula tumbuh tegak
kemudian merunduk. Panjang malai berkisar antara 5-21 cm dan terdiri dari 5-40
tandan. Perbungaan memiliki stamen berjumlah 3 dengan anther berwarna kuning.
Perbungaan juga memiliki 2 putik dengan stigma berbulu, berwarna ungu, dan
menonjol keluar di bawah ujung spikelet. Panjang spikelet 3-4 mm (Galinato et
al., 1999).
Buah pada gulma ini disebut caryopsis dengan bentuk lonjong dengan
panjang 1.5-2 mm (Galinato et al., 1999). Bijinya berwarna coklat hingga
kehitaman. Satu tanaman E crus-galli dapat menghasilkan sekitar 40 000 biji
(Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991).
Syarat Tumbuh Echinochloa crus-galli
E. crus-galli merupakan gulma tahunan yang beradaptasi pada daerah
berair dan tumbuh baik pada tingkat kelembaban tanah 80% dari kapsitas
menahan air (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Pertumbuhan E. crus-galli
sangat baik pada tanah berpasir dan berlempung, terutama tanah memiliki
kandungan nitrogen yang tinggi. Pertumbuhannya tidak dibatasi oleh pH tanah.
Suhu optimum untuk perkecambahan gulma ini dari 32° C hingga 37°C dan akan
terhambat bila dibawah 10° C dan diatas 40° C (Galinato et al., 1999).
E. crus-galli membutuhkan waktu 42-64 hari untuk melengkapi siklus
hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam, tetapi sebagian benih
akan mengalami dormansi selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi
jumlah
benih
yang
dorman
dan
intensitas
dormansi
benih
tersebut.
Fotoperiodisme juga mengontrol pembungaan. Pembungaan yang lebih cepat
terjadi pada hari pendek dengan jumlah malai dan anakan yang juga lebih besar
(Galinato et al., 1999).
Kompetisi Padi dengan Gulma Echinochloa crus-galli
Kompetisi didefinisikan sebagai hubungan interaksi dua individu
tumbuhan (baik yang sesama atau yang berlainan jenis) yang menimbulkan
pengaruh negatif bagi keduanya sebagai akibat pemanfaatan secara bersama
sumberdaya yang ada dalam keadaan terbatas. Kompetisi dapat juga digunakan
untuk menjelaskan pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan yang satu terhadap
jenis yang lainnya (Sastroutomo, 1990). Moenandir (1993) menyatakan bahwa
kompetisi akan terjadi apabila unsur yang diperlukan tersebut berada dalam
jumlah terbatas dan atau persediaannya di bawah kebutuhan masing-masing.
Tingkat kompetisi padi dengan E. crus-galli tergantung pada curah hujan,
varietas padi, faktor tanah, populasi gulma E. crus-galli, lamanya pertumbuhan
padi dan E.crus-galli, serta umur tanaman ketika mulai bersaing dengan E. crusgalli (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Menurut De Datta (1981) kompetisi
antara padi dan E. crus-galli pada fase awal pertumbuhan paling besar
pengaruhnya terhadap penurunan hasil padi. Sebagai tumbuhan, E.crus-galli juga
memerlukan persyaratan tumbuh seperti halnya pada tanaman padi. E.crus-galli
membutuhkan cahaya, nutrisi dan hara, ruang tumbuh, air, serta karbondioksida.
E. crus-galli merupakan jenis gulma yang paling kompetitif terhadap
tanaman padi (Tominaga dan Yamasue, 2004). Menurut Suardi dan Pane (1983)
gulma ini dapat menurunkan produksi padi hingga 72%. Penelitian sebelumnya di
Taiwan menyebutkan bahwa gulma ini telah menurunkan produksi padi di Taiwan
hingga 85% (De Datta 1981).
Penetapan Kompetisi
Interaksi yang terjadi antara dua spesies tumbuhan dapat diketahui dengan
melakukan studi kompetisi. Dalam studi kompetisi terdapat beberapa penetapan
kompetisi yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kompetisi antara
kedua tumbuhan tersebut, diantaranya melalui nilai total hasil relatif (THR),
koefisien pendesakan (KP), aggresivitas, dan penguasaan sarana tumbuh. Dalam
percobaan ini hanya digunakan total hasil relatif dan koefisien pendesakan untuk
melihat terjadinya kompetisi.
Total Hasil Relatif (THR)
Total hasil relatif adalah jumlah antara hasil relatif dua spesies tanaman
yang diperoleh dari perbandingan karakteristik pertumbuhan monokultur dengan
campuran dua spesies tanaman tersebut. Nilai total hasil relatif ini diperoleh
melalui pendekatan rangkaian substitusi (replacement series). Ciri utama dari
metode replacement series yang didesain oleh De Wit ini yaitu bahwa proporsi 2
spesies tumbuhan bervariasi, sedangkan kepadatan kedua spesies tumbuhan
tersebut dipertahankan konstan. Metode ini merupakan salah satu metode yang
banyak digunakan untuk mempelajari interaksi yang melibatkan dua spesies
tumbuhan dan untuk mengetahui mana kombinasi antara kedua spesies tumbuhan
tersebut yang memaksimalkan hasil total pada pertanaman campuran (Harper,
1977). Dengan menggunakan metode replacement series ini dapat dilihat tidak
hanya efek gulma terhadap tanaman pangan tapi juga efek tanaman pangan
terhadap gulma. Snaydon dalam Park et al (2003) menyatakan bahwa walaupun
metode ini banyak digunakan untuk menganalisis kompetisi, tetapi metode ini
tidak mampu memisahkan antara efek dari kompetisi intraspesifik dan
interspesifik.
Nilai total hasil relatif diperoleh dari penggabungan hasil relatif kedua
tumbuhan sebagai berikut (Harper, 1977):
Keterangan: YcI
= bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman campuran
YtI
= bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman tunggal
YcII
= bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman campuran
YtII
= bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman tunggal
Nilai THR > 1 menunjukkan tambahan sumberdaya yang tidak terukur,
kebutuhan sarana tumbuh yang berbeda, kejadian simbiosis, atau interaksi positif
antara kedua tumbuhan; THR < 1 menunjukkan pengaruh yang saling merugikan
atau interaksi negatif, sedangkan nilai THR = 1 menunjukkan salah satu tumbuhan
lebih dominan menguasai sarana tumbuh yang ada sehingga kompetisi terjadi.
Koefisien Pendesakan (KP)
Koefisien pendesakan adalah perbandingan rasio bobot kering pada
pertanaman tumpangsari dengan monokultur dari suatu spesies terhadap spesies
lain. Nilai koefisien pendesakan diperoleh dari pendekatan metode replacement
series (Harper, 1977). Persamaannya ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
KKI.II
= koefisien pendesakan tumbuhan I terhadap tumbuhan II
BKIC
= bobot kering tumbuhan I dari pertanaman campuran
BKIIC
= bobot kering tumbuhan II dari pertanaman campuran
BKIT
= bobot kering tumbuhan I dari pertanaman tunggal
BKIIT
= bobot kering tumbuhan II dari pertanaman tunggal
Persamaan koefisien pendesakan tersebut berlaku pula sebaliknya, yaitu
koefisien pendesakan tumbuhan II terhadap tumbuhan I. perbandingan koefisien
pendesakan antara kedua spesies tumbuhan dapat menunjukkan tumbuhan yang
lebih kompetitif. Nilai koefisien pendesakan yang lebih tinggi menunjukkan
derajat kompetisi yang lebih besar (Harper, 1977).
Download