BAB V KESIMPULAN Kebijakan Rusifikasi merupakan sebuah kebijakan etnis yang diberlakukan di Federasi Rusia yang diwariskan dari Uni Soviet dan Kekaisaran Rusia. Kebijakan ini diberlakukan kembali pada Federasi Rusia agar semua suku bangsa di Rusia bersatu demi menghindari faktor-faktor potensial pemicu ketidakstabilan federasi dengan memberlakukan identitas dan agama yang seragam. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk kuasa negara terhadap identitas warga negaranya, tetapi justru merupakan kebijakan etnis yang potensial dalam menyebabkan konflik-konflik etnis. Penggabungan daerah-daerah otonomi etnis yang sedang dikerjakan Putin akan berpotensi untuk menggabungkan kelompok-kelompok etnis yang berbeda di bawah satu hukum yang meniadakan atribut identitas etnis-etnis minoritas yang ada. Hal ini, selain berpotensi membuat budaya dan bahasa yang ada punah, juga akan menimbulkan ketimpangan yang lebih besar karena penggabungan ini menuntut perluasan kekuasaan pusat pada daerah-daerah otonomi tersebut. Contoh dari perluasan kekuasaan pusat ini yakni dipilihnya kepala daerah otonomi tersebut dari pusat. Pada kasus di Mari El, kepemimpinan Leonid Markelov adalah murni perintah dari pusat. Perluasan kekuasaan pusat ini mengancam keterwakilan politik kaum minoritas di seluruh Federasi Rusia dan mengakibatkan munculnya diskriminasi dan xenofobia, seperti yang dikatakan oleh Kozlov tentang kebijakan-kebijakan Markelov yang bersifat Marifobia. Selain itu, kebijakan Rusifikasi ini akan menimbukan kesenjangan di berbagai aspek. Kebijakan Rusifikasi memaksa semua orang-orang Mari di Mari El untuk berbicara bahasa Rusia agar mendapatkan kesempatan karir yang bagus, walaupun Mari El merupakan republik otonomi bagi etnis Mari dan bahasa Mari merupakan bahasa resmi republik. Sebagai minoritas di Federasi Rusia, ada berbagai alasan mengapa minoritas Mari di Republik Mari El melawan usaha implementasi kebijakan Rusifikasi yang dilakukan dari pusat oleh Putin dan dikerjakan di tingkat republik oleh Markelov. Alasan yang jelas membuat minoritas Mari menolak dan melawan kebijakan Rusifikasi yang diberlakukan dari pusat adalah karena terdapat ketakutan akan kepunahan bangsa dan budaya Mari, karena pada beberapa kasus, kebijakan ini pada akhirnya meniadakan bahasa dan budaya minoritas. Paganisme yang dipeluk oleh minoritas Mari sejak lama juga menjadi salah satu alasan perlawanan minoritas, mengingat industri-industri di Federasi Rusia yang eksploitatif 47 berseberangan dengan ideologi paganisme. Industri-industri tersebut merupakan implementasi dari kebijakan homogenisasi sentralisasi atau bisa disebut sebagai kebijakan Rusifikasi kontemporer yang diterapkan oleh Putin. Minoritas Mari menggunakan publikasi dan jurnalistik sebagai upaya utama perlawanan mereka. Identitas minoritas Mari yang kuat dan berbeda membuat renggang hubungan dengan mayoritas Rus’, namun justru membuat dekat minoritas Mari dengan Finlandia, Estonia, dan Hungaria karena persamaan bahasa, budaya, dan sejarah yang dimiliki mereka. Namun, identitas milik minoritas Mari ini harus dilepaskan dan diganti dengan identitas mayoritas Rus’ karena kebijakan Rusifikasi yang berlaku di Federasi Rusia. Identitas etnis Mari tersebut mau tidak mau harus dilepaskan karena mereka mendapatkan kesempatan yang berbeda dengan etnis Rus’ yang berada di Mari El. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk mewakilkan etnis mereka pada perwakilan politik manapun, tidak adanya kesempatan untuk tinggal bagi akademisi-akademisi di Mari El, tidak tersedianya kesempatan bagi mereka untuk menyuarakan pendapat mereka, dan kesempatan karir yang lebih cemerlang hanya akan didapat oleh penutur bahasa Rusia. Ketiadaan sumber daya merupakan akibat dari ketimpangan yang diberikan oleh institusi pemerintahan di Mari El terhadap minoritas Mari; mereka tidak mendapatkan fasilitas pendidikan, akses politik dan media, serta kesempatan karir yang sama dengan mayoritas Rus’. Ketimpangan akan akses ini merupakan awal mula munculnya relative deprivation yang berpotensi dalam kemunculan pemberontakan dan penyimpangan sosial yang dilakukan oleh kelompok minoritas yang bersangkutan. Ketiadaan sumber daya merupakan penyebab potensial akan terjadinya pemberontakan. Pemberontakan ini memiliki dua bentuk, yakni tindakan politik komunal dan mobilisasi politik. Kedua bentuk pemberontakan ini dilakukan agar kepentingan minoritas akan banyak hak dapat tercapai. Pada kasus minoritas Mari, kedua bentuk pemberontakan berupa mobilisasi politik dan tindakan politik komunal ini tidak dilakukan sendiri, namun bersama ketiga negara Eropa dengan latar belakang identitas yang sama. Tindakan politik komunal yang diinisiasi oleh etnis Mari di Mari El berupa tindakan demonstrasi, pembentukan berbagai macam kongres untuk ajang diskusi dan bertukar pikiran, penulisan dan peliputan berita di kantor-kantor berita oposisi, serta pelontaran kritik terhadap rezim. Mobilisasi politik dengan giat dilakukan oleh organisasi Mari Ushem agar semua kepentingan etnis Mari di Mari El tercapai, seperti pembukaan kembali teater nasional, penerbitan majalah nasional dengan bahasa Mari, dan perayaan-perayaan festival pagan merupakan tindakan simbolis dalam pengambilan alih kuasa aspek kebudayaan Mari di Mari El. Ketiga negara ini membantu dalam publikasi masif 48 mengenai kondisi teror politik yang dialami oleh minoritas Mari dalam kaitannya dengan pengimplementasian kebijakan Rusifikasi yang dilakukan oleh pusat. Selain identitas, sumber daya yang digunakan dalam melawan kebijakan Rusifikasi ialah kesamaan sejarah antara minoritas Mari dan minoritas Tatar dalam memerangi penaklukan mayoritas Rus; yang dulu dilakukan oleh Ivan IV. Tatar mengakomodir banyak kepentingan minoritas terutama minoritas Mari dengan cara membelot dari keputusan federasi. Pembelotan yang dilakukan oleh Tatarstan ini secara tidak langsung berakibat pada kondisi politik yang dialami oleh minoritas Mari. Pemberontakan minoritas Mari tidak hanya dilakukan oleh minoritas Mari sendiri, tapi dilakukan oleh banyak negara, organisasi, dan kongres masyarakat adat. Hal ini dikarenakan sebagai kelompok minoritas, minoritas Mari sudah tidak lagi memiliki kewenangan apapun pada wilayah otonomi mereka sendiri, karena kebijakan Rusifikasi telah menjauhkan mereka dari banyak aspek kehidupan yang seharusnya mereka miliki. Wilayah otonomi yang dimiliki etnis Mari bukan berarti hak-hak minoritas mereka terpenuhi; wilayah otonomi mereka merupakan warisan historis pada rezim Uni Soviet sebagai kompensasi dari sumbangsih etnis Mari terhadap rezim yang berupa hasil pertanian dan sumber daya manusia untuk dikerahkan ke dalam pasukan tentara. Minoritas Mari tidak hanya harus berhadapan dengan mayoritas Rus’ di Republik Mari El, namun juga dengan pemerintah pusat Federasi Rusia. Integrasi nasional di Federasi Rusia masih memerlukan banyak perbaikan karena masih terdapat banyak ketimpangan yang dialami oleh kaum minoritas, dalam hal ini minoritas Mari. Ketimpangan ini berujung negatif karena terdapat usaha untuk menghapus budaya dan bahasa minoritas Mari. Minoritas Mari, bersama dengan banyak kelompok minoritas lainnya di Federasi Rusia, masih harus banyak berjuang agar semua aspek kehidupan mereka dapat terpenuhi; karena Federasi Rusia tidak ingin ambil pusing dengan nilai-nilai kebudayaan dan warisan budaya pada etnis-etnis minoritas yang ada. Perjuangan minoritas Mari untuk melawan kebijakan Rusifikasi ini patut diapresiasi, karena walaupun tindakan perlawanan tersebut pasif dan sangat tergantung pada saudarasaudaranya di luar Federasi Rusia, setidaknya perlawanan mereka membuat identitas mereka masih terjaga dengan lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok minoritas lainnya di Federasi Rusia. 49