Pakan Tambahan Alternatif untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan

advertisement
BioSMART
Volume 5, Nomor 1
Halaman: 56-60
ISSN: 1411-321X
April 2003
Pakan Tambahan Alternatif untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Wader
(Rasbora argyrotaenia)
Application of food supplement for increasing growth of wader fish (Rasbora argyrotaenia)
AGUNG BUDIHARJO
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126
Diterima: 28 Desember 2002. Disetujui: 15 Januari 2003
ABSTRACT
Nutrients, both of macro- and micro-nutrients are most important factors in fish production. Food supplement than normally used in fish
production is in the form of pellet. Except the pellet, however, there are many substances that cheaply and easily found, and can be used
as food supplement for wader fish (Rasbora argyrotaenia). The aim of this study was to investigate the effect of using food supplements
of pellet, combination between pellet and tofu waste, dedak (mixture of rice and bran), cassava leaf, or Ipomoea aquatica leaf on the
growth of wader fish. The above mentioned substances could promote better growth of fish without disturbing the health of wader fish,
and these substances can be used as alternative food supplements in complement with pellet. The study indicated that the tofu waste was
relatively better than any other mentioned substances of food supplement.
Key words: pellet, food supplement, aquaculture, Rasbora argyrotaenia.
PENDAHULUAN
Jenis ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat sangat beragam. Untuk memenuhi kebutuhan
ikan-ikan tersebut, sebagian besar dipasok dari hasil
budidaya. Jenis-jenis ikan konsumsi yang pada saat ini
sudah dibudidayakan cukup banyak. Namun demikian,
masih terdapat berbagai jenis ikan yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, namum belum populer dibudidayakan.
Hal ini karena informasi potensi dan peluang budidayanya
masih sangat sedikit. Perairan tawar (fresh water) di
Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan air tawar. Jenis-jenis
yang sudah umum dibudidayakan, antara lain ikan nila,
mas, lele, gurameh, tawes, bawal, dan tombro. Jenis-jenis
tersebut sudah secara luas dibudidayakan oleh masyarakat.
Apabila dibandingkan dengan luas perairan yang ada, hasil
budidaya perikanan tawar di Indonesia belum maksimal.
Dengan berbagai macam metode, sumber daya ini masih
potensial untuk dikembangkan (Cahyono, 2000)
Perairan tawar di Indonesia sangat kaya dengan
berbagai jenis ikan, namun belum semuanya diupayakan
budidaya yang serius. Jenis-jenis ikan yang belum
dibudidayakan ini banyak dijumpai hidup liar di berbagai
perairan, misalnya di sungai dan danau. Padahal tidak
sedikit ikan-ikan tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi,
apabila dilihat dari permintaan pasar maupun harga.
Keterbatasan informasi tentang biologi ikan-ikan tersebut
merupakan salah satu kendala untuk memulai suatu usaha
budidaya. Untuk itu, perlu dirintis penggalian informasi
tentang berbagai aspek dasar budidayanya.
Salah satu jenis ikan yang digemari masyarakat, namun
sampai saat ini belum dibudidayakan adalah ikan lokal
yang dalam Bahasa Jawa dikenal dengan nama ikan
“wader”. Sebaran ikan wader ini sangat luas, antara lain
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan
Sulawesi. Permintaan pasar untuk ikan ini sangat tinggi
sehingga secara ekonomi cukup potensial untuk
dibudidayakan. Selama ini, pasokan ikan wader hanya
mengandalkan tangkapan dari alam sehingga pasokannya
sering tidak stabil. Di samping itu, penangkapan ikan
wader secara terus menerus di habitat alaminya dapat
mengancam kelestarian serta mengganggu ekosistem
perairan. Dari informasi yang ada, pada saat ini keberadaan
ikan wader semakin sulit ditemukan di alam, kalaupun ada
ukurannya relatif kecil-kecil (Budiharjo, 2002).
Ikan wader sebenarnya merupakan nama daerah untuk
sekelompok ikan, bukan hanya satu jenis saja. Dari
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh
hasil bahwa ikan wader yang berpotensi tinggi untuk
dibudidayakan adalah dari jenis Rasbora argyrotaenia.
Potensi jenis ini dapat dilihat dari ukuran dan berat tubuh,
serta laju pertumbuhannya yang lebih baik daripada jenis
yang lain (Budiharjo, 2002).
Salah satu aspek penting dalam permasalahan budidaya
adalah masalah pakan. Di habitat alaminya ikan wader
memakan berbagai pakan alami. Walaupun ikan wader
merupakan jenis yang bersifat omnivor, namun ikan ini
cenderung lebih banyak makan bahan-bahan dari tumbuhan
termasuk daun-daunan, algae, dan lumut. Dalam upaya
budidaya, pemberian pakan tambahan merupakan hal yang
© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 55-59
penting karena dapat memacu pertumbuhan (Okeyo, 1999;
Opuszyski and Sherman, 1995).
Sampai saat ini, pakan tambahan ikan budidaya
umumnya berupa pelet pakan ikan yang banyak dijual
bebas. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
pemberian pakan tambahan berupa pelet pada ikan wader
R. argyrotaenia dapat memacu pertumbuhan secara
signifikan (Budiharjo, 2002). Namun demikian, sampai
saat ini harga pakan tambahan tersebut relatif mahal dan
kurang stabil harganya. Fluktuasi harga pakan ini
menyebabkan harga jual ikan juga tidak stabil.
Secara tradisionil, beberapa petani ikan sering memberi
berbagai macam daun-daunan sebagai pakan tambahan
untuk ikan budidaya. Daun-daunan yang diberikan, antara
lain kangkung, talas, singkong, ubi jalar, dan pepaya. Jenisjenis daun ini relatif disukai ikan, misalnya ikan mas,
gurameh, dan tawes. Sementara itu, dari berbagai informasi
yang ada, ampas tahu dan dedak merupakan pakan tambahan yang baik untuk beberapa jenis ikan, misalnya ikan nila
dan tawes. Sampai saat ini, bahan-bahan tersebut ketersediannya cukup melimpah serta harganya relatif murah.
Melihat kondisi tersebut, terbuka kemungkinan bahwa
pakan tambahan alternatif seperti daun-daunan, dedak, dan
ampas tahu, dapat dijadikan substitusi dari pakan tambahan
pelet. Dengan demikian diharapkan penggunaan pelet dapat
dikurangi, dan sebagai gantinya adalah digunakannya
bahan-bahan pakan tambahan tersebut. Karena informasi
tentang kandungan gizi bahan-bahan tersebut belum ada,
maka dalam penggunaannya perlu dikombinasikan dengan
cara dicampur dengan pelet pakan ikan.
Sampai saat ini informasi tentang budidaya ikan wader
sangat terbatas sehingga informasi tentang penggunaan pakan tambahan tersebut dan pengaruhnya terhadap ikan wader juga belum ada. Untuk itu, perlu dilakukan pengkajian
untuk melihat efektivitas pemberian berbagai pakan tambahan alternatif terhadap pertumbuhan ikan wader (R.
argyrotaenia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh berbagai macam pakan tambahan alternatif, yaitu
daun singkong, daun kangkung, dedak, dan ampas tahu
terhadap pertumbuhan ikan wader. Dari penelitian ini
diharapkan diperoleh informasi tentang aspek penggunaan
pakan tambahan sebagai dasar budidaya ikan wader.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat
Bahan penelitian utama yang digunakan adalah anakan
ikan wader dari jenis R. argyrotaenia. Benih ikan wader ini
berukuran panjang lebih kurang 1 cm. Anakan ikan diperoleh dari kolam ikan di Desa Potorono, Bantul, Yogyakarta. Bahan penelitian yang lain adalah pakan ikan berupa
pelet, daun singkong, daun kangkung, dedak, dan ampas
tahu. Dalam penelitian ini sebagai tempat pemeliharaan
ikan digunakan kolam ikan dengan ukuran 50 cm x 50 cm
dengan kedalaman air 25 cm, sebanyak 18 kolam. Sumber
air yang digunakan adalah air dari saluran irigasi setempat.
Selain itu, digunakan juga jaring untuk mengambil sampel
ikan, mistar untuk mengukur panjang ikan, timbangan
untuk mengukur berat ikan, pH meter, dan termometer.
57
Cara penelitian
Penelitian dilakukan di kolam ikan Desa Potorono,
Bantul, Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan satu
kontrol berupa kelompok ikan wader yang dipelihara tanpa
diberi pakan tambahan, dan 5 perlakuan berupa kelompok
ikan wader yang diberi pelet saja serta kombinasi pelet dan
bahan pakan tambahan alternatif. Masing-masing pakan
kombinasi, diberikan dengan perbandingan 1 : 1. Setiap
perlakuan dan kontrol dilakukan tiga ulangan pada kolam
yang berbeda. Ke dalam 18 buah kolam ikan, dimasukkan
benih ikan masing-masing sebanyak 15 ekor tiap kolam,
dengan kombinasi pakan sebagai berikut.
• Kolam 1, 2, dan 3: Ikan wader, diberi pakan tambahan
pelet saja.
• Kolam 4, 5, dan 6: Ikan wader diberi pakan tambahan
pelet dan dedak dengan perbandingan 1 : 1.
• Kolam 7, 8, dan 9: Ikan wader diberi pakan tambahan
pelet dan daun kangkung dengan perbandingan 1 : 1.
• Kolam 10, 11, dan 12: Ikan wader diberi pakan tambahan pelet dan ampas tahu dengan perbandingan 1 : 1.
• Kolam 13, 14, dan 15: Ikan wader diberi pakan tambahan pelet dan daun singkong dengan perbandingan 1 : 1.
• Kolam 16, 17, dan 18: Ikan wader dibiarkan tanpa
diberi pakan.
Dosis pemberian pelet adalah 5% dari berat badan
sampai minggu ke-2 dan selanjutnya mulai minggu ke-3
sampai selesai diberikan lebih kurang 10% dari berat badan
ikan per hari. Pakan tambahan diberikan pagi dan sore hari,
yaitu pada jam 07.00 pagi dan 16.00 sore. Untuk perlakuan
pakan yang diberikan adalah pelet dicampur dengan pakan
tambahan, kemudian dilembutkan. Untuk dedak dicampurkan dalam keadaan kering, untuk ampas tahu diberikan
dalam keadaan kering setelah dijemur, untuk daun singkong dan daun kangkung diberikan dalam keadaan segar.
Cara pemberian pakan dengan ditaburkan pelan-pelan.
Cara pengumpulan data sebagai berikut. Penelitian
dilakukan selama 10 minggu. Pada hari ke-0 atau sebelum
ikan dimasukkan ke dalam kolam diukur panjang totalnya.
Selanjutnya, setiap minggu atau hari ke-7, 14, 21, 18, 35,
42, 49, 56, 63, dan 70, ikan-ikan tersebut diukur panjang
totalnyanya. Khusus pada hari ke-42, 56, dan 70, atau
minggu ke-6,8, dan 10, selain diukur panjangnya ikan-ikan
tersebut juga ditimbang beratnya. Di hari terakhir atau hari
ke 70, diukur juga derajat kesehatan ikan menggunakan uji
defensif, uji refleks, dan uji okuler.
Dari semua ikan dalam kolam semua diambil datanya,
apabila ada yang mati tidak diganti dengan ikan yang baru.
Selain data mengenai pertumbuhan ikan dan kesehatan
ikan, untuk parameter lingkungan diukur pH dan suhu air.
Pengukuran dilakukan pada 1 minggu sekali, yaitu pada
hari pengambilan data.
Data yang diperoleh selama pemeliharaan, dianalisis
menggunakan uji analisis varian, dan apabila ada
perbedaan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu dan pH air kolam selama 10 minggu masa
pemeliharaan ikan relatif stabil. Dari berbagai perlakuan
BUDIHARJO – Pakan tambahan Rasbora argyrotaenia
58
pakan yang diberikan tidak banyak berpengaruh terhadap
perubahan suhu dan pH air kolam. Hal ini tampak dari uji
statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata di
antara perlakuan pakan yang diberikan, baik terhadap
perubahan suhu maupun pH air. Walaupun demikian, dari
data pada Tabel 1 dan 2 tampak terdapat sedikit fluktuasi
suhu dan pH selama pemeliharaan ikan. Fluktuasi yang
terjadi masih dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan
ikan. Suhu air kolam berkisar dari 27,3-29,3oC. Sementara
pH air juga tidak mengalami perubahan yang berarti, yaitu
berkisar antara 7,4-7,8. Hasil pengamatan suhu dan pH air
dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut.
o
Tabel 1. Rata-rata suhu air kolam ( C)
Perlakuan
K
P
P-D
P-K
P-A
P-S
1
28,3
28,3
28,6
28,2
28,2
28,3
Rata-rata suhu air kolam (oC) pada minggu ke2
3
4
5
6
7
8
9
28,5 27,4 27,7 27,8 28,5 29,0 28,8 28.7
28,5 27,3 28,2 28,1 27,8 29,3 28,5 28,7
28,6 27,4 27,8 28,2 27,7 29,1 28,5 28,8
28,3 27,5 28,1 27,7 28,2 29,3 28,6 28,8
28,4 27,4 27,7 27,8 28,2 29,2 28,5 28,8
28,2 27,4 27,8 27,9 27,6 29,1 28,5 28,7
10
28.8
28,7
28,9
28,7
28,6
28,8
Keterangan: K: Kontrol ; P-D: pelet + dedak; P-K: pelet + daun
kangkung; P-A: pelet + ampas tahu; P-S: pelet + daun singkong;
P: pelet saja
Suhu air kolam selama pemeliharaan ikan tampak tidak
beraturan fluktuasinya. Faktor yang mempengaruhi naik
turunnya suhu tersebut bukan karena pengaruh perlakuan
pakan yang diberikan di kolam, namun diperkirakan lebih
dipengaruhi oleh kondisi cuaca selama pengamatan.
Selama 10 minggu pengamatan cuaca berubah-ubah,
kadang-kadang matahari bersinar cukup terik, namun pada
saat yang lain mendung atau dalam kondisi gerimis.
Perbedaan cuaca ini menyebabkan suhu udara tidak selalu
sama dan akibatnya suhu air juga berfluktuasi, walaupun
masih dalam kisaran yang sempit. Suhu air kolam selama
masa pemeliharaan rata-rata juga sama dengan suhu
perairan di sekitar kolam, yang rata-rata berkisar dari 2729oC.
Pada umumnya ikan-ikan budidaya air tawar
menghendaki suhu air berkisar dari 26-30oC. Apabila
dibandingkan dengan kisaran normal ini, kisaran suhu air
kolam yang dipakai untuk memelihara ikan wader masih
memenuhi syarat untuk tumbuh optimal. Suhu yang
optimum bagi ikan sangat diperlukan supaya pertumbuhannya juga optimal. Hal ini berkaitan erat dengan proses
metabolisme dalam tubuh ikan. Suhu air kolam ini rata-rata
hampir sama dengan suhu perairan sekitar lokasi ikan
wader sering ditemukan hidup di habitat aslinya. Dengan
suhu kolam yang secara umum tidak banyak mengalami
perubahan, faktor suhu bukan merupakan faktor pembatas
yang berarti (Alpers, 1999; Evans, 1998).
Selama masa pemeliharaan ikan, pH air kolam juga
tidak mengalami fluktuasi yang terlalu lebar. Fluktuasi
yang ada masih dalam kisaran normal. Selama pengamatan
pH air kolam berkisar dari 7,4-7,8. Rata-rata pH perairan di
sekitar kolam berkisar dari 7-8, dan kondisi ini hampir
sama dengan pH air kolam. Sebagai pembanding, kisaran
pH air normal bagi beberapa jenis ikan budidaya rata-rata
berkisar dari 7 sampai 8. Seperti hal nya suhu air, fluktuasi
pH air kolam lebih dipengaruhi oleh cuaca. Pengaruh ada
tidaknya hujan memberi dampak yang penting bagi
perubahan pH air. Dalam kondisi pH air yang secara umum
sama dan tidak berubah secara drastis, pengaruh pH
terhadap laju pertumbuhan ikan wader juga dapat
diabaikan. Hal ini karena perubahan-perubahan ini masih
dalam kisaran pH optimal ikan-ikan air tawar pada
umumnya. Untuk lebih lengkapnya, rata-rata pH air selama
pemeliharaan ikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata pH air kolam.
Perlakuan
K
P
P-D
P-K
P-A
P-S
1
7,6
7,6
7,5
7,5
7,8
7,5
2
7,6
7,6
7,6
7,6
7,7
7,7
Rata-rata pH air kolam pada Minggu ke3
4
5
6
7
8
9
7,8 7,7 7,6 7,7 7,6 7,7 7,6
7,7 7,6 7,7 7,5 7,4 7,6 7,5
7,7 7,5 7,7 7,6 7,6 7,6 7,5
7,6 7,5 7,6 7,7 7,6 7,5 7,6
7,8 7,7 7,6 7,5 7,5 7,6 7,7
7,6 7,7 7,8 7,7 7,6 7,5 7,5
10
7,5
7,5
7,6
7,5
7,7
7,6
Keterangan K: Kontrol ; P-D: pelet + dedak; P-K: pelet + daun
kangkung; P-A: pelet + ampas tahu; P-S: pelet + daun singkong;
P: pelet
Parameter lingkungan yang diamati dan diukur dalam
penelitian ini hanya meliputi suhu dan pH air. Kedua
parameter ini dipilih karena selama ini dianggap sebagai
faktor yang cukup berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan. Suhu dan pH air yang sangat
fluktuatif dengan kisaran yang cukup besar seringkali
mudah menimbulkan gangguan bagi ikan, bahkan dapat
menimbulkan kematian ikan terutama pada masa-masa
awal pertumbuhannya. Selain itu, proses metabolisme
tubuh sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH air (Metcalfe,
et al., 1988; Wooton, 1992). Walaupun demikian, bukan
berarti faktor-faktor lingkungan yang lain tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Mengingat penelitian
ini masih merupakan tahap awal untuk menggali informasi
tentang kemungkinan potensi budidaya, masih diperlukan
banyak penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan teliti,
khususnya dalam hal pengaruh faktor lingkungan.
Ikan wader (R. argyrotaenia) umumnya merupakan
jenis yang hidup liar tanpa banyak dibudidayakan. Di
habitat alaminya, dengan pakan alami yang ada ikan wader
ini mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Namun, di
habitat alaminya pertumbuhan ikan tersebut belum
maksimal. Hal ini karena pakan alami yang terbatas baik
kualitas maupun kuantitasnya, serta adanya kompetisi
dengan hewan-hewan lain. Dalam upaya budidaya,
pemberian pakan tambahan diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ikan sehingga pada akhirnya dapat memberi
nilai tambah secara ekonomi. Dalam penelitian sebelumnya
Budiharjo (2002) menunjukkan bahwa pemberian pakan
berupa pelet dapat meningkatkan pertumbuhan ikan. Ikan
wader yang dipelihara dalam kolam tersendiri dengan
diberi pakan tambahan pelet dapat tumbuh lebih cepat dan
lebih besar, baik panjang maupun beratnya daripada yang
hidup liar atau tanpa diberi pakan tambahan.
Harga pakan ikan berupa pelet pada saat ini kurang
stabil dan relatif mahal. Sementara itu, banyak bahanbahan sederhana dan mudah diperoleh yang dapat
digunakan sebagai pakan ikan wader. Bahan-bahan ini,
BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 55-59
59
yaitu dedak, ampas tahu, daun kangkung, dan daun
singkong, pada umumnya juga sering diberikan pada
beberapa jenis ikan sebagai pakan tambahan. Diharapkan
apabila pemberiannya berpengaruh positif, berbagai bahan
tersebut dapat digunakan sebagai bahan pakan substitusi
dalam upaya budidaya ikan wader untuk mengurangi
ketergantungan pada pelet.
Dari hasil pengamatan selama 10 minggu pemeliharaan
ikan, ternyata pakan tambahan berupa pelet dan campuran
lainnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ikan-ikan
wader. Hal ini dapat dilihat dari uji statsistik tentang
panjang dan berat ikan yang menunjukkan adanya beda
nyata antara kontrol dan perlakuan. Dari 5 macam pakan
yang diberikan, ikan diberi pakan tambahan tumbuh lebih
cepat daripada yang tidak diberi pakan tambahan. Sampai
minggu terakhir, pengamatan ukuran panjang dan berat
ikan yang diberi pakan tambahan lebih tinggi daripada
yang tidak diberi pakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
berbagai pakan tambahan tersebut memiliki kandungan gizi
yang relatif cukup untuk menunjang pertumbuhan ikan.
yaitu 24 gram per ekor, dan ini adalah berat paling tinggi
dibanding perlakuan yang lain. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sebenarnya masing-masing bahan tambahan pakan
yang diberikan dapat memberi pengaruh terhadap
pertumbuhan ikan, walaupun tidak begitu signifikan.
Pengaruh tersebut dapat terjadi karena kandungan gizi
masing-masing bahan tambahan tidak sama.
Tabel 3. Rata-rata panjang ikan per ekor (cm).
Ampas tahu memiliki kandungan protein yang relatif
tinggi sehingga dapat memacu pertumbuhan ikan wader
lebih baik daripada bahan tambahan yang lain. Bahkan di
akhir pengamatan ukuran ikan wader yang diberi ampas
tahu lebih panjang daripada yang diberi pelet saja,
sementara beratnya sama. Sementara itu, untuk bahan
tambahan yang lain pengaruhnya tidak sebagus dengan
pemberian pelet saja, dan yang paling jelek adalah
pemberian daun singkong. Dari data tersebut, menunjukkan
bahwa dibanding bahan yang lain, ampas tahu memiliki
potensi yang paling bagus untuk digunakan sebagai
subtistusi pelet ikan dalam upaya budidaya ikan wader
jenis R. argyrotaenia.
Pada umumnya ikan wader muda masih mengandalkan
bahan pakan alami, baru sesudah berkembang mulai
memerlukan bahan pakan lain. Dari pengamatan selama
pemeliharaan, mulai minggu ke-3 rata-rata laju
pertumbuhan ikan berlangsung lebih cepat. Diperkirakan
pada minggu ke-3 ikan wader mulai banyak mengkonsumsi
pakan tambahan. Kemudian, memasuki minggu ke-7 dan
seterusnya laju pertumbuhannya mulai melambat. Pada
ikan wader yang diberi pelet serta yang pakannya
dicampuri ampas tahu, pertambahan panjangnya dari awal
sampai minggu ke-10 relatif sama, dan mulai minggu ke-8
sama-sama laju pertumbuhannya mulai melambat. Karena
mulai melambat, ikan wader dapat dipanen mulai minggu
ke-8. Lewat dari minggu ke-9 pemberian pakan tidak lagi
efektif untuk memacu pertumbuhan. Walaupun sedikit
lebih lambat pertumbuhannya, pemberian bahan-bahan
pakan yang lain masih dapat diberikan, dan rata-rata ikan
wader dapat dipanen mulai minggu ke-8 atau ke-9.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian pakan
tambahan berupa pelet dapat meningkatkan pertumbuhan
ikan wader. Hal ini karena dalam pertumbuhannya ikan
memerlukan nutrisi yang cukup. Ikan yang dipelihara tanpa
pakan tambahan, hanya memperoleh nutrisi dari pakan
alami saja, misalnya plankton dan algae. Walaupun secara
alami ikan dapat hidup hanya dengan mengandalkan pakan
alami tersebut, namun nutrisi yang ada belum mampu
memaksimalkan pertumbuhan ikan. Hal ini terbukti dari
Perlakuan
K
P
P-D
P-K
P-A
P-S
0
1,2
1,1
1,0
1,1
1,0
1,2
Rata-rata panjang ikan (cm) pada minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
1,5 2,5 3,8 4,8 5,7 6,6 7,4 8,3 8,8
1,8 3,2 4,9 6,7 7,9 9,1 9,8 10,2 10,4
1,6 3,2 4,7 6,3 7,6 9,0 9,4 9,7 9,8
1,7 3,1 4,7 6,4 7,6 9,0 9,5 9,9 10,0
1,7 3,3 4,8 6,7 7,8 9,2 9,8 10,1 10,4
1,7 3,1 4,8 6,2 7,4 8,9 9,3 9,6 9,7
10
9,4
10,5
10,0
10,3
10,6
9,9
Keterangan: K: Kontrol (pelet saja); P-D: pelet + dedak; P-K:
pelet + daun kangkung; P-A: pelet + ampas tahu; P-S: pelet +
daun singkong. P: pelet.
Kombinasi berbagai pakan tambahan yang diberikan
pada ikan wader selama masa pemeliharaan, tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap panjang dan berat
ikan. Hal ini dapat dilihat dari uji statistik yang
menunjukkan bahwa di antara perlakukan tidak ada beda
nyata. Dengan demikian berarti pada dasarnya, baik yang
diberi pelet saja maupun yang diberikan campuran berbagai
bahan pakan lain pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan
tidak banyak bedanya. Oleh karena itu, untuk mengurangi
penggunaan pelet sebagai pakan tambahan ikan sebagian
dapat disubstitusi dengan bahan lain, yaitu dedak, ampas
tahu, daun singkong, maupun kangkung. Dari penelitian
ini, jumlah separo dari pelet yang diganti dengan bahan lain
masih berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ikan.
Pengurangan pelet sampai 50% apabila dilihat dari segi
ekonomi dapat meningkatkan keuntungan karena bahanbahan subtitusinya relatih murah dan mudah diperoleh.
Walaupun dari uji statistik menunjukkan bahwa di
antara perlakuan yang ada tidak ada beda nyata yang
signifikan, namun apabila diamati data-data yang ada
menunjukkan terdapat sedikit perbedaan. Di akhir masa
pemeliharaan, ukuran ikan yang paling panjang adalah
yang pakannya dikombinasi dengan ampas tahu, kemudian
berturut turut dikombinasi dengan kangkung, dedak, dan
daun singkong. Keadaan yang sama juga terjadi pada berat
ikan wader. Berat ikan yang diberi pelet dan ampas tahu
sama dengan yang hanya diberi pelet saja adalah sama,
Tabel 4. Rata-rata berat ikan per ekor (gram).
Rata-rata berat ikan (gram) pada minggu ke6
8
10
12
15
17
K
18
23
24
P
18
19
20
P-D
18
21
22
P-K
19
22
24
P-A
16
17
19
P-S
Keterangan: K: Kontrol (pelet saja); P-D: pelet + dedak; P-K:
pelet + daun kangkung; P-A: pelet + ampas tahu; P-S: pelet +
daun singkong P: pelet
Perlakuan
60
BUDIHARJO – Pakan tambahan Rasbora argyrotaenia
pertumbuhan ikan-ikan yang dipelihara dengan diberi
pakan tambahan. Ikan-ikan ini, selain mendapatkan nutrisi
dari pakan pakan alami, juga memperoleh nutrisi yang
terkandung dalam pakan tambahan. Karena nutrisi yang
masuk ke dalam tubuh ikan wader lebih lengkap dan
cukup, pertumbuhan ikan menjadi lebih baik (Christiansen
dan Jobling, 1990).
Walaupun secara tradisionil, para petani ikan seringkali
memberi pakan tambahan lain dengan daun-daunan, ampas
tahu, atau dedak, namun dampaknya terhadap kesehatan
ikan belum banyak diketahui. Dalam penelitian ini,
dilakukan pengamatan dampak berbagai macam bahan
tersebut terhadap kesehatan ikan. Selama 10 minggu
pemberian berbagai macam pakan terhadap ikan wader,
ternyata tidak memberi pengaruh yang negatif terhadap
kesehatan ikan, setelah diuji dengan uji okuler, defensif,
dan refleks. Uji kesehatan ini dilakukan karena bahan
pakan tambahan yang diberikan akan menjadi tidak
berguna apabila ternyata menyebabkan terganggunya
kesehatan ikan. Berbagai uji ini efektif untuk mengetahui
kesehatan ikan karena ikan yang sakit aktivitasnya akan
jauh menurun berbeda dengan ikan yang sehat. Dari
berbagai hasil uji tersebut, ikan masih tetap tampak sehat.
Tabel 5. Hasil uji kesehatan ikan.
Hasil Uji Kesehatan
Uji Defensif
Uji Okuler
Uji Refleks
Sehat
Sehat
Sehat
K
Sehat
Sehat
Sehat
P
Sehat
Sehat
Sehat
P-D
Sehat
Sehat
Sehat
P-K
Sehat
Sehat
Sehat
P-A
Sehat
Sehat
Sehat
P-S
Keterangan: K: Kontrol (pelet saja); P-D: pelet + dedak; P-K:
pelet + daun kangkung; P-A: pelet + ampas tahu; P-S: pelet +
daun singkong P: pelet.
wader. Ampas tahu aman dan dapat diberikan pada ikan
apabila masih dalam keadaan baru. Apabila tidak langsung
diberikan harus disimpan dalam keadaan kering. Hal ini
karena apabila disimpan dalam keadaan basah dapat
mengalami fermentasi dan menimbulkan racun. Demikian
juga dedak aman digunakan apabila dalam keadaan baru
atau disimpan dalam keadaan kering. Untuk daun singkong
dan kangkung diberikan dalam kesadaan segar karena ikan
wader kurang menyukai daun-daunan layu.
Kondisi ikan yang tetap sehat sampai masa panen akan
berpengaruh terhadap kemampuan tubuh ikan dan proses
metabolisme. Dengan kondisi yang sehat pertumbuhan ikan
dapat berlangsung maksimal. Dilihat dari morfologi luar
dan aktivitasnya, ikan-ikan hasil uji tampak sehat. Namun
demikian, masih terbuka kemungkinan untuk melakukan
berbagai uji fisiologi maupun biokimia untuk mengetahui
dampak yang lebih lanjut dari pemberian pakan tersebut.
KESIMPULAN
Pakan tambahan ampas tahu, dedak, daun singkong,
dan kangkung dapat meningkatkan pertumbuhan ikan
wader (R. argyrotaenia). Ampas tahu memiliki potensi
paling tinggi untuk menjadi pakan tambahan alternatif
untuk budidaya ikan wader.
Perlakuan
Pemberian pakan tambahan pelet yang dikombinasi
dengan ampas tahu, dedak, daun singkong, dan daun
kangkung menunjukkan bahwa jenis pakan tersebut masih
dapat dikonsumsi oleh ikan wader relatif tanpa
menimbulkan gangguan kesehatan. Hal ini dapat dilihat
dari pemberian pakan yang dilakukan sejak awal masa
pertumbuhannya sampai dewasa. Oleh karena itu, jenisjenis pakan tambahan tersebut dapat dikembangkan untuk
dijadikan alternatif atau substitusi untuk pakan dalam
budidaya ikan wader.
Jenis-jenis pakan tambahan alternatif tersebut tidak
mengandung racun yang dapat mengganggu kesehatan ikan
DAFTAR PUSTAKA
Alpers, D.H. 1999. Digestion and absorbtion of carbohydrates and
proteins. Environmental Biology of Fishes 59:23-37.
Budiharjo, A. 2002. Seleksi dan potensi budidaya jenis-jenis ikan wader
dari genus Rasbora. Biodiversitas 3 (2): 225-230.
Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar: Ikan Gurami, Ikan Nila,
Ikan Mas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Christiansen, J.S., and M. Jobling. 1990. The behavioural and the
relationships between food intake and growth of juvenil Arctic charr
Salvelinus alpinis L. fubjected to sustained exercise. Canadian
Journal of Zoology 68: 2185-2191.
Evans, D.H. 1998. The Physiology of Fishes. New York: CRC Press.
Metcalfe, N.B., F.A. Huntingford, and J.E. Thorpe. 1988. Feeding
intensity, growth rate, and the establishment of life history patterns in
juvenile Atlantic salmon Salmo salar. Journal of Animal Ecology 57:
463-474.
Okeyo, D.O. 1999. Herbivory in freshwater; a review. International
Journal of Aquaculture Bamidgeh 41: 79-98.
Opuszynski, K., and J.V. Sherman. 1995. Herbivores Fishes: Culture and
Use for Weed Management. Florida: CRC Press.
Wooton, R.J. 1992. Fish Ecology. London. Blackie and Sons Limited.
Download